POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK … · dilakukan menggunakan cat gram A, cat gram...

15
POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA GANGREN DIABETIK DI RUMAH SAKIT X SURAKARTA BULAN FEBRUARI-MARET 2016 PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Oleh: TRYAS SYARIFAH HANDAYANI K 100 120 098 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

Transcript of POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK … · dilakukan menggunakan cat gram A, cat gram...

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA GANGREN DIABETIK DI RUMAH SAKIT X SURAKARTA

BULAN FEBRUARI-MARET 2016

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Farmasi

Fakultas Farmasi

Oleh:

TRYAS SYARIFAH HANDAYANI

K 100 120 098

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2016

i

HALAMAN PERSETUJUAN

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA GANGREN DIABETIK DI RUMAH SAKIT X SURAKARTA

BULAN FEBRUARI-MARET 2016

PUBLIKASI ILMIAH

oleh:

TRYAS SYARIFAH HANDAYANI

K 100 120 098

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Pembimbing Utama

Prof. DR. M. Kuswandi, SU., M.Phil., Apt. NIK. 195102081977031002

Pembimbing Pendamping

Maryati, Ph.D., Apt. NIK. 871

ii

HALAMAN PENGESAHAN

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA GANGREN DIABETIK DI RUMAH SAKIT X SURAKARTA

BULAN FEBRUARI-MARET 2016

OLEH

TRYAS SYARIFAH HANDAYANI

K 100 120 098

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Sabtu, 18 Juni 2016

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji:

1. Azis Saifudin, Ph.D., Apt. (……..……..)

(Ketua Dewan Penguji)

2. Ambar Yunita N., M.Sc., Apt. (……………)

(Anggota I Dewan Penguji)

3. Prof. DR. M. Kuswandi, SU, M.Phil., Apt. (…………….)

(Anggota II Dewan Penguji)

4. Maryati, Ph.D., Apt. (…………….)

(Anggota III Dewan Penguji)

Dekan,

Azis Saifudin, Ph.D., Apt.

NIK. 956

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang

pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang

lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya

pertanggungjawabkan sepenuhnya.

.

Surakarta, 18 Juni 2016

Penulis

Tryas Syarifah Handayani

K 100 120 098

1

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA GANGREN DIABETIK DI RUMAH SAKIT X BULAN FEBRUARI-MARET 2016

Abstrak Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang terus-menerus mengalami peningkatan

dan diikuti dengan terjadinya komplikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kuman dan resistensinya terhadap antibiotik pada penderita gangren diabetik di Rumah Sakit X Surakarta bulan Februari-Maret 2016.

Penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel pus pasien gangren diabetik di Rumah Sakit X Surakarta bulan Februari-Maret 2016. Uji resistensi bakteri menggunakan metode disk diffusion pada media agar Mueller Hinton. Analisis data dengan mengukur zona hambat dari masing-masing antibiotik kemudian diinterpretasikan dengan standar yang telah ditetapkan oleh CLSI.

Hasil yang diperoleh dari 10 isolat berupa data primer menunjukkan bahwa bakteri Gram positif paling dominan adalah Staphylococcus aureus sebanyak 60%. Staphylococcus aureus mempunyai resistensi tinggi terhadap antibiotik amoksillin (67%), antibiotik seftazidim; eritromisin; tazobaktam sebesar 50%, antibiotik gentamisin (33%), antibiotik siprofloksasin; tetrasiklin; meropenem; oksasiklin sebesar 17%, dan resistensi terendah terhadap antibiotik trimetoprim (0%). Bakteri Gram negatif Shewanella putrefaciens resisten 100% terhadap amoksillin, tetrasiklin, dan oksasiklin. Pseudomonas fluorescens resisten 100% terhadap amoksillin, eritromisin, tetrasiklin, dan oksasiklin. Providencia stuartii resisten 100% terhadap seftazidim, eritromisin, tetrasiklin, dan oksasiklin. Pseudomonas aeruginosa resisten 100% terhadap amoksillin, seftazidim, siprofloksasin, oksasiklin, dan tazobaktam.

Kata Kunci: diabetes melitus, gangren diabetik, resistensi, antibiotik

Abstract Diabetes mellitus is a disease that increasing constantly and followed by the occurrence of

complications. This aims of study to determine patterns of bacteria and resistance to antibiotics in patients with diabetic gangrene of Hospital X Surakarta from February until March 2016.

The study was conducted with a sample of pus diabetic gangrene patients at Hospital X Surakarta from February-March 2016. The bacterial resistance test using disk diffusion method on Mueller Hinton’s agar. Analysis by measuring inhibition zones of each antibiotic then interpreted by the standards set by the CLSI.

Results obtained from 10 isolates of primary data indicate that the predominant Gram-positive bacteria are Staphylococcus aureus as much as 60%. Staphylococcus aureus has a high resistance to antibiotics amoxillin (67%), the antibiotic ceftazidime; erythromycin; tazobactam by 50%, antibiotics gentamycin (33%), the antibiotic ciprofloxacin; tetracycline; meropenem; oxacyclin by 17%, and lowest resistance to the antibiotic trimethoprim (0%). Gram-negative bacteria Shewanella putrefaciens 100% resistant to amoxillin, tetracycline, and oxacyclin. Pseudomonas fluorescens 100% resistant to amoxillin, erythromycin, tetracycline, and oxacyclin. Providencia stuartii 100% resistant to ceftazidime, erythromycin, tetracycline, and oxacyclin. Pseudomonas aeruginosa resistant 100% against amoxillin, ceftazidime, ciprofloxacin, oxacyclin, and tazobactam.

Keywords: diabetic melitus, diabetic gangrene, resistance, antibiotic.

2

1. PENDAHULUAN

Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu kumpulan penyakit metabolik yang mempunyai

karakteristik hiperglikemia akibat pankreas tidak dapat memproduksi insulin dengan baik atau ketika

tubuh tidak mampu menggunakan insulin dengan sempurna (ADA, 2014). WHO memprediksi

adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. Di

Indonesia, peningkatan jumlah penyandang dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta

pada tahun 2030 (Perkeni, 2011). Prevalensi diabetes melitus di Jawa Tengah tahun 2012 sebesar

0,06% lebih rendah dibanding tahun 2011 sebesar 0,09%, prevalensi tertinggi adalah Kabupaten

Semarang sebesar 0,66% (Dinkes, 2012). Meningkatnya penderita diabetes melitus dapat diikuti

dengan meningkatnya komplikasi yang akan terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain

mikrovaskular (meliputi retinopati, neuropati dan nefropati) dan makrovaskural (meliputi penyakit

jantung koroner, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer) (DiPiro, Wells, Schwinghammer, &

DiPiro, 2015). Penyakit gangren diabetik merupakan salah satu komplikasi yang berkembang di

masyarakat dan dapat dijadikan sebagai penanda awal timbulnya penyakit lain. Gangren diabetik

merupakan salah satu komplikasi yang sering dijumpai dan dapat menimbulkan manifestasi berupa

infeksi, ulkus dan gangren (Suharjo & Cahyono, 2007). Gangren diabetik merupakan suatu ulserasi

kronis yang terjadi pada kaki pasien Diabetes melitus. Gangren diabetik banyak disebabkan oleh

bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas spp. (Kurniawan, Esa, & Sennang, 2011).

Pemilihan antibiotik yang tepat merupakan faktor penting dalam terapi infeksi gangren

diabetik. Pemilihan antibiotik sangat menentukan keberhasilan terapi pada pasien. Antibiotik yang

dipilih harus tepat indikasi, dosis, aturan pakai, rute pemberian, durasi pemberian serta efektif

terhadap mikroorganisme penyebab infeksi. Pemilihan antibiotik yang tidak tepat akan berpengaruh

pada kegagalan terapi meliputi timbulnya resistensi, komplikasi serta biaya yang mahal (Hadi,

Wahyono, & S., 2012).

Hasil penelitian tentang pola resistensi bakteri pada kasus gangren diabetik di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta tahun 2015 bahwa dari 62 isolat terdapat 82% kasus disebabkan kuman gram

negatif, Escherichia coli merupakan kuman yang dominan sebanyak 17,74%. Penelitian ini juga

menunjukkan bahwa Escherichia coli resisten terhadap antibiotik trimethoprim dan sulfametoksasol,

hampir 80% resisten terhadap antibiotik ampisilin daan sulbaktam, 50% resisten terhadap sefazolin,

30% resisten terhadap antibiotik seftriakson dan gentamisin, sedangkan antibiotik yang paling poten

yaitu meropenem (Priatiwi, 2015).

Banyaknya masalah yang terjadi pada penderita diabetes melitus terutama jika terjadi infeksi,

maka diperlukan informasi terkait pola resistensi bakteri terhadap antibiotik pada penyakit gangren

diabetik di Rumah Sakit X Surakarta agar antibiotik dapat digunakan secara tepat.

3

2. METODE

Penelitian ini termasuk dalam penelitian non eksperimental secara deskriptif menggunakan data

primer berupa isolat bakteri dari pus pasien penderita gangren diabetik. Alat-alat yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu: alat-alat gelas (Pyrex), autoklaf (My Life, Hirayama), api bunsen, deglass,

flakon, inkubator (Memmert), LAF (Laminary Air Flow), mikropipet (Socorex), mikroskop

(Olympus CX21), objek glass¸ose, oven, penangas air, penjepit kayu, pinset, pipet tetes, incubator

shaker (New Brunswick Scientific), spyderglass, yellow tipe. Bahan yang digunakan sebagai sampel

yaitu isolat bakteri dari pasien yang terdiagnosis gangren diabetik. Media yang digunakan antara lain

media NA (Nutrien Agar), media BHI, dan media MH (Mueller Hinton). Pewarnaan bakteri

dilakukan menggunakan cat gram A, cat gram B, cat gram C, dan cat gram D. Larutan salin sebagai

pengencer untuk menyesuaikan standart kekeruhan Mc Farland. Disk antibiotik yang digunakan

meliputi amoksillin, seftazidim, siprofloksasin, eritromisin, trimetoprim, tetrasiklin, gentamisin,

meropenem, oksasiklin, dan tazobaktam. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer

berupa isolat bakteri penderita gangren diabetik yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi

Rumah Sakit X Surakarta. Bakteri dibiakkan pada media NA miring. Dilakukan identifikasi bakteri

dengan pengecatan Gram pada bakteri Gram positif dan Gram negatif untuk mengamati morfologi

sel dari masing-masing bakteri. Diambil 3 koloni bakteri menggunakan ose steril dan disuspensikan

ke dalam 5 ml BHI cair, kemudian diinkubasi pada inkubator shaker dengan kecepatan 230 rpm dan

suhu 37oC selama 2-3 jam, suspensi bakteri selanjutnya diencerkan menggunakan larutan salin

hingga setara dengan kekeruhan Mc Farland (1,5 x 108 CFU/mL). Diambil sebanyak 150 µl suspensi

bakteri dan ditanam pada permukaan agar MH hingga rata. Disk antibiotik (3-4 macam) diletakkan di

atas media dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 19-24 jam, kemudian diukur diameter zona

hambat yang terbentuk pada media Mueller Hinton. Analisis data dari hasil uji resistensi bakteri

terhadap antibiotik dilihat dengan mengukur zona hambat dari masing-masing antibiotik kemudian

interpretasi data dilakukan dengan mengacu standar yang telah ditetapkan oleh Clinical and

Laboratory Standards Institute (CLSI) apakah bakteri tersebut tergolong sensitif (S), intermediet (I),

atau resisten (R).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Distribusi pemeriksaan pus pasien

Data demografi pemeriksaan terhadap 10 pasien gangren diabetik berdasarkan penggolongan usia

menurut Depkes RI tahun 2009 dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 1. Distribusi hasil kultur

paling banyak dilakukan pada rentang usia 60-64 tahun sebanyak 28,5% dan mayoritas pasien yang

diperiksaan berjenis kelamin laki-laki 71% dan pasien perempuan 29%.

4

Tabel 1. Distribusi penggolongan usia dan jenis kelamin pada pasien gangren diabetik di Rumah

Sakit X Surakarta bulan Februari-Maret 2016

Usia Jumlah pasien (n) Persentase 45-49 tahun 1 14,3% 50-54 tahun 1 14,3% 55-59 tahun 1 14,3% 60-64 tahun 2 28,5%

65-69 0 0% 70-74 1 14,3% >75 1 14,3%

Jumlah 7 100%

Jenis Kelamin Jumlah pasien (n) Persentase Laki-laki 5 71%

Perempuan 2 29% Jumlah 7 100%

Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit diabetes melitus pada usia lebih dari 50 tahun

disebabkan karena adanya penurunan fungsi fisiologis tubuh misalnya penurunan sekresi atau

resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh kurang optimal terhadap pengendalian glukosa

darah yang tinggi. Kerja insulin yang kurang optimal dalam menurunkan glukosa dalam tubuh

menyebabkan keberadaan glukosa dalam tubuh menjadi tidak terkendali (Akbar, Karimi, &

Anggraini, 2014).

3.2 Distribusi bakteri yang diisolasi dari spesimen pus

Setelah dilakukan kultur dari 10 isolat bakteri pada bulan Februari-Maret 2016, diperoleh dua jenis

bakteri bakteri Gram positif dan Gram negatif yang terdiri dari 6 isolat Gram positif dan 4 isolat

Gram negatif (Tabel 2). Staphylococcus aureus merupakan bakteri terbanyak yang ditemukan dari

spesimen pus pasien gangren diabetik.

Tabel 2. Jumlah isolat bakteri pada penderita gangren diabetik

Jenis Gram Bakteri Jumlah isolat Isolat nomor Persentase (%) Gram positif Staphylococcus aureus 6 4,5,6,7,8, 11 60%

Gram negatif

Shewanella putrefaciens 1 2 10% Pseudomonas fluorescens 1 3 10% Providencia stuartii 1 9 10% Pseudomonas aeruginosa 1 10 10%

Total 10 100%

5

Distribusi bakteri pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Chudlori et al. (2012), hasil

isolasi bakteri dari spesimen pus terbanyak ditunjukkan oleh bakteri Gram positif yaitu

Staphylococcus aureus (30,19%), diikuti bakteri Gram negatif Acinetobacter Baumanni (15,09%)

dan Escherichia coli (15,09%), Klebsiella pneumonia (11,33%), dan Pseudomonas aeruginosa

(5,66%).

Penelitian yang dilakukan oleh Priya et al. (2014) pada Juli 2013 dengan 50 sampel penderita

gangren diabetik di daerah Kanyakumari, Tamil Nadu, India, menunjukkan bahwa bakteri

Staphylococcus aureus lebih dominan dibandingkan dengan bakteri lainnya dengan jumlah isolat 23

(46%), diikuti Klebsiella pneumoniae sebanyak 19 isolat (38%) dan Pseudomonas aeruginosa 6

isolat (12%).

Gambar 1. Distribusi bakteri Gram positif dan negatif pada spesimen pus pasien gangran diabetik

bulan Februari-Maret 2016

Staphylococcus aureus termasuk bakteri aerob. Staphylococcus aureus merupakan bakteri

patogen yang sering ditemukan pada spesimen pus pasien gangren diabetik, penyebarannya sebagai

flora normal pada permukaan kulit dan tumbuh subur pada daerah yang terinfeksi. Staphylococcus

aureus memproduksi koagulase yang mengkatalisis perubahan fibrinogen menjadi fibrin dan

membantu organisme ini untuk membentuk barisan perlindungan. Infeksi kulit dapat terjadi pada

kondisi hangat yang lembab atau saat kulit terbuka akibat infeksi atau penyakit. Penyebarannya

dapat melalui udara dan tangan dari tenaga medis. Jika sudah mengetahui faktor penyebabnya, maka

dapat diusahakan untuk memperbaiki cara pengobatan maupun mencegah terjadinya ulkus atau

gangren (Priatiwi, 2015).

3.3 Identifikasi bakteri Gram positif dan Gram negatif

Hasil pengamatan mikroskopis dari 10 isolat dengan pengecatan Gram, terdapat 6 isolat bakteri

berbentuk bulat (coccus) dan 4 isolat berbentuk batang (basil). Pada pewarnaan Gram, reagen yang

digunakan ada 4 jenis yaitu Gram A (kristal violet dan ammonium oxalat), Gram B (iodium dan

60%

40%

Isolat Bakteri

Gram Positif Gram Negatif

6

KI), Gram C (alkohol dan aseton), dan Gram D (safranin). Pengecatan dan pengamatan mikroskopis

isolat bakteri dilakukan untuk mengetahui morfologi dari masing-masing sel bakteri

Gambar 2. Identifikasi bakteri Gram positif (kiri) dan Gram negatif (kanan)

3.4 Pola resistensi bakteri Gram positif

Hasil uji resistensi Staphylococcus aureus menunjukkan bahwa 67% Staphylococcus aureus

memiliki tingkat resistensi yang tinggi terhadap antibiotik amoksillin Bakteri ini juga menunjukkan

resistensi terhadap antibiotik seftazidim (50%), eritromisin (50%), dan tazobaktam (50%). Berikut

pola resistensi bakteri pada isolat 7 yaitu Staphylococcus aureus terhadap 10 antibiotik yang

diujikan

Gambar 3. Uji resistensi bakteri Staphylococcus aureus terhadap beberapa antibiotik

Keterangan: AMC: amoksillin; CAZ: seftazidim; CIP: siprofloksasin; E: eritromisin; SXT: trimetoprim; TE: tetrasiklin; CN: gentamisin; MEM: meropenem; OX: oksasiklin; TZP: tazobaktam.

Staphylococcus aureus merupakan isolat bakteri yang paling banyak ditemukan.

Staphylococcus aureus pada isolat nomor 7 menunjukkan hasil yang paling jelas dimana terdapat

zona hambat pada disk antibiotik amoksillin, seftazidim, siprofloksasin, eritromisin, gentamisin,

dan tazobaktam dengan masing-masing diameter zona hambat 10 mm, 13,5 mm, 11,5 mm, 9 mm,

12 mm, dan 16 mm. Antibiotik tetrasiklin dan meropenem dengan diameter zona hambat 19,5 mm

dan 24 mm menunjukkan bahwa Staphylococcus aureus sensitif terhadap tetrasiklin dan

meropenem. Tetrasiklin merupakan antibiotik berspektrum luas, tetrasiklin mampu menghambat

sintesis protein bakteri dengan cara berikatan pada bagian 16S ribosom subunit 30S sehingga dapat

CN MEM

OX TZP

CAZ

AMC

SXT

TE

E

CIP

7

mencegah aminoasil tRNA terikat pada situs aktif pada ribosom dan bersifat reversibel (Pratiwi,

2008).

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang mampu memproduksi enzim β-laktamase

yang akan menghidrolosis ikatan pada cincin β-laktam sehingga terjadi resistensi bakteri terhadap

antibiotik golongan β-laktam meliputi amoksillin, tazobaktam, dan seftazidim (golongan

sefalosporin generasi ketiga). Mekanisme kerja golongan β-laktam mampu menghambat protein

pengikat penisilin (penicillin-binding protein atau PBP) yang merupakan enzim dalam membran

plasma sel bakteri yang secara normal terlibat dalam penambahan asam amino yang berikatan

silang dengan peptidoglikan dinding sel bakteri. Resistensi dapat timbul akibat adanya mutasi yang

menghasilkan produk yang berbeda dari PBP atau akibat bakteri memerlukan gen-gen PBP yang

baru (Pratiwi, 2008). Mekanisme resistensi terhadap gentamisin yang merupakan golongan

aminoglikosida spektrum luas yaitu berikatan dengan subunit 30S ribosom bakteri. Resistensi

selanjutnya yaitu eritromisin yang merupakan golongan antibiotik makrolida. Antibiotik makrolida

merupakan antibiotik yang menghambat sintesis protein bakteri. Makrolida adalah suatu golongan

senyawa yang memiliki cincin lakton makrosiklik (Pratiwi, 2008). Staphylococcus aureus sensitif

terhadap trimetoprim (Gambar 4) artinya bakteri tersebut memiliki potensi aktif terhadap antibiotik

trimetoprim. Menurut guideline Lipsky (2004) dan Lipsky et al. (2012), trimetoprim merupakan

antibiotik yang direkomendasikan untuk pasien gangren diabetik dengan tingkat infeksi ringan,

sehingga antibiotik tersebut masih dapat digunakan sebagai antibiotik pilihan untuk infeksi gangren

diabetik yang menargetkan Staphylococcus aureus

3.5 Pola resistensi bakteri Gram negatif

Shewanella putrefaciens, Pseudomonas fluorescens, Providencia stuartii, dan Pseudomonas

aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif yang ditemukan pada pus pasien gangren diabetik di

Rumah Sakit X Surakarta bulan Februari-Maret 2016. Shewanella putrefaciens resisten 100%

terhadap amoksillin, tetrasiklin, dan oksasiklin. Pseudomonas fluorescens resisten 100% terhadap

amoksillin, eritromisin, tetrasiklin, dan oksasiklin. Providencia stuartii resisten 100% terhadap

seftazidim, eritromisin, tetrasiklin, dan oksasiklin. Pseudomonas aeruginosa resisten 100%

terhadap amoksillin, seftazidim, siprofloksasin, oksasiklin, dan tazobaktam.

Secara keseluruhan, bakteri Gram negatif resisten terhadap antibiotik golongan β-laktam

antara lain amoksillin dan oksasiklin. Resistensi β-laktam disebabkan oleh enzim β-laktamase.

Enzim ini menonaktifkan antibiotik β-laktam melalui hidrolisis. Extended Spectrum Beta

Laktamase (ESBL) resisten terhadap penisilin, sefalosporin dan aztreonam (tetapi tidak untuk

cephamycins atau carbapenems) oleh hidrolisis antibiotik dan dihambat oleh inhibitor β-laktamase

seperti asam klavulanat, sulbaktam dan tazobaktam (Kocsis & Szabó, 2013).

8

Antibiotik yang paling sensitif dalam penelitian ini adalah golongan karbapenem yaitu

meropenem yang termasuk dalam golongan β-laktam. Karbapenem merupakan antibiotik

berspektrum luas karena stabilitasnya terhadap -laktamase, mekanismenya membentuk ikatan

dengan penisilin-dinding protein dan menghambat protein dinding sel. Obat golongan karbapenem

dapat diberikan jika terjadi multi drug resisten pada pasien yang dirawat lama di rumah sakit

(Decroli, Karimi, Manaf, & Syahbuddin, 2008).

Pola resistensi untuk bakteri Gram negatif Shewanella putrefaciens terhadap antibiotik

amoksillin, seftazidim, siprofloksasin, eritromisin, trimetoprim, tetrasiklin, gentamisin, meropenem,

oksasiklin dan tazobaktam ditunjukkan pada Gambar 3. Hasil uji resistensi menunjukkan bahwa

antibiotik amoksillin dan oksasiklin tidak memiliki daya bunuh pada bakteri Shewanella

putrefaciens, hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya zona hambat disekitar disk. Antibiotik

trimetoprim dan tetrasiklin menunjukkan zona hambat yang kecil yaitu 14 mm dan 13,5 mm.

Antibiotik seftazidim, siprofloksasin, eritromisin, gentamisin, dan meropenem memiliki zona

hambat yang besar yaitu 18 mm, 24,5 mm, 14 mm, 21 mm, dan 25,5 mm, namun di sekitar zona

hambat yang terbentuk masih ditemukan adanya bakteri yang tumbuh, hal ini menunjukkan bahwa

bakteri Shewanella putrefaciens resisten terhadap antibiotik tersebut.

Gambar 4. Uji resistensi bakteri Shewanella putrefaciens terhadap beberapa antibiotik

Keterangan: AMC: amoksillin; CAZ: seftazidim; CIP: siprofloksasin; E: eritromisin; SXT: trimetoprim; TE: tetrasiklin; CN: gentamisin; MEM: meropenem; OX: oksasiklin; TZP: tazobaktam.

Berdasarkan hasil uji resistensi bakteri yang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi

Fakultas Farmasi UMS dengan mengukur zona hambat dari masing-masing antibiotik yang

kemudian interpretasi data dilakukan dengan mengacu standar yang telah ditetapkan oleh CLSI

dengan melihat apakah bakteri tersebut tergolong sensitif (S), intermediet (I), atau resisten (R)

(Tabel 3).

CN

MEM OX

TZP

CAZ

AMC

SXT TE

E

CIP

9

Tabel 3. Hasil uji resistensi isolat bakteri terhadap beberapa antibiotik menggunakan Disk Diffusion

Bakteri Jumlah Bakteri

(n)

R/ S

Antibiotik (isolat) AMC

CAZ

C I P

E SXT

TE

CN

MEM

OX

TZP

Shewanella putrefaciens 1

R 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 I 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 S 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0

Pseudomonas fluorescens 1

R 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 I 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 S 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1

Staphylococcus aureus 6

R 4 3 1 3 0 1 2 1 1 3 I 2 1 0 3 1 2 1 0 1 2 S 0 2 5 0 5 3 4 5 4 1

Providencia stuartii 1

R 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 I 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 S 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0

Pseudomonas aeruginosa 1

R 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 I 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 S 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0

Keterangan: AMC: amoksillin; CAZ: seftazidim; CIP: siprofloksasin; E: eritromisin; SXT: trimetoprim; TE: tetrasiklin; CN: gentamisin; MEM: meropenem; OX: oksasiklin; TZP: tazobaktam. R: resisten; I: intermediet; S: sensitif.

Penelitian yang dilakukan oleh Akbar (2014), studi yang dilakukan pada 23 pasien ulkus

diabetik grade dua didapatkan amoksisillin dan ampisillin memiliki nilai sensitivitas terendah yaitu

sebesar 0%, diikuti trimetoprim/sulfametoksazol sebesar 17,4%, sefotaksim yang merupakan

golongan sefalosporin generasi ketiga serta siprofloksasin masing-masing sebesar 21,7%, dan

sefepim yang merupakan golongan sefalosporin generasi keempat sebesar 34,8%. Sedangkan

sensitivitas tertinggi yaitu meropenem, imipenem, dan ertapenem yang merupakan golongan

karbapenem masing-masing sebesar 100%, 95,6%, dan 91,3%. Amikasin dan kolistin masing-

masing sebesar 95,6% (Akbar et al., 2014). Pada penelitian akbar tahun 2014 menunjukkan hasil

yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan, hal ini dikarenakan pola kuman dan resistensinya

terhadap antibiotik tiap daerah dan rumah sakit berbeda.

Seiring dengan meningkatnya kasus resistensi terhadap antibiotik, maka diperlukan langkah

pencegahan untuk mengurangi peristiwa tersebut. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian

antibiotik yang tepat dan hanya untuk kasus infeksi yang parah serta digunakan dalam waktu

singkat dengan dosis yang benar dan sesuai aturan.

4. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkanbahwa bakteri yang dominan ditemukan pada

pus penderita gangren diabetik berdasarkan hasil pola resistensi bakteri yang diperoleh bulan

10

Februari-Maret tahun 2016 di Rumah Sakit X Surakarta adalah Staphylococcus aureus sebanyak

60%, Shewanella putrefaciens sebanyak 10%, Pseudomonas fluorescens sebanyak 10%, Providencia

stuartii sebanyak 10%, dan Pseudomonas aeruginosa sebanyak 10%. Hasil data primer, bakteri

Gram positif Staphylococcus aureus resisten terhadap antibiotik amoksillin (67%), seftazidim (50%),

siprofloksasin (17%), eritromisin (50%), tetrasiklin (17%), gentamisin (33%), meropenem (17%),

oksasiklin (17%), dan tazobaktam (50%) kecuali dengan trimetoprim. Bakteri Gram negatif antara

lain Shewanella putrefaciens resisten 100% terhadap amoksillin, tetrasiklin, dan oksasiklin.

Pseudomonas fluorescens resisten 100% terhadap amoksillin, eritromisin, tetrasiklin, dan oksasiklin.

Providencia stuartii resisten 100% terhadap seftazidim, eritromisin, tetrasiklin, dan oksasiklin.

Pseudomonas aeruginosa resisten 100% terhadap amoksillin, seftazidim, siprofloksasin, oksasiklin,

dan tazobaktam.

Perlunya penelitian tentang pola bakteri dan resistensinya terhadap antibiotik pada penyakit

gangren diabetik setiap tahunnya. Perlu adanya edukasi dan konseling pada masyarakat awam dan

klinisi kesehatan dalam penggunanaan antibiotik yang efektif dan spesifik untuk melawan bakteri

penyebab penyakit gangren diabetik, tidak toksik, dan harga terjangkau untuk mencegah terjadinya

resistensi yang lebih besar. Pemilihan antibiotik yang tepat diawal terapi penting untuk mengurangi

biaya perawatan pasien. Perlunya pengawasan terhadap resistensi bakteri untuk memberikan dasar

terapi empiris dan untuk mengurangi resiko komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, G. T., Karimi, J., & Anggraini, D. (2014). Pola Bakteri dan Resistensi Antibiotik Pada Ulkus Diabetik Grade Dua di RSUD Arifin Achmad Periode 2012. JOM, 1(2), 1–15.

American Diabetes Association. (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus.

Diabetes Care, 37(1), S81–S90. http://doi.org/10.2337/dc14-S081 Chudlori, B., Kuswandi, M., & Indrayudha, P. (2012). Pola Kuman dan Resistensinya terhadap

Antibiotika dari Spesimen Pus di RSUD Dr. Moewardi tahun 2012. Pharmacon, 13(2), 70–76. Decroli, E., Karimi, J., Manaf, A., & Syahbuddin, S. (2008). Profil Ulkus Diabetik pada Penderita

Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr M . Djamil Padang. Majalah Kedokteran Indonesia, 58(1), 3–7.

Departemen Kesehatan RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. (Mk. Hasnawati, SKM, Mk.

Sugito, SKM, Mms. Hary Purwanto, MKes, & Mk. Dra. Rahmaniar Brahim, Apt, Eds.). Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Dinas Kesehatan. (2012). Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Semarang:

Dinas Kesehatan.

11

DiPiro, J. T., Wells, B. G., Schwinghammer, T. L., & DiPiro, C. V. (2015). Pharmacotherapy Handbook (Ninth Edit). Inggris: McGraw-Hill Education Companies.

Hadi, N. S., Wahyono, D., & S., I. D. P. P. (2012). Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Infeksi

Kaki Diabetik: Studi Kasus Rawat Jalan di Poliklinik Endokrinologi RSUP DR. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Manajemen Dan Pelayanan Farmasi, 2(4), 245–249.

Kocsis, B., & Szabó, D. (2013). Antibiotic resistance mechanisms in Enterobacteriaceae. In

Microbial pathogens and strategies for combating them: science, technology and education (pp. 251–257). India.

Kurniawan, L. B., Esa, T., & Sennang, N. (2011). Pola Kuman Aerob dan Kepekaan Antimikroba

pada Ulkus Kaki Diabetik. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 18(1), 1–3.

Lipsky, B. A. (2004). Medical Treatment of Diabetic Foot Infections. Clinical Infection Disease,

39(2), S104–S144. Lipsky, B. A., Berendt, A. R., Cornia, P. B., Pile, J. C., Peters, E. J. G., Armstrong, D. G., …

Senneville, E. (2012). 2012 Infectious Diseases Society of America Clinical Practice Guideline for the Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections. IDSA Guidelines, 54, e132–e173. http://doi.org/10.1093/cid/cis346

Perkeni. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.

Jakarta: Buku Kedokteran, EGC. Pratiwi, S. T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. (R. Astikawati & A. Safitri, Eds.). Yogyakarta:

Erlangga Medical Series. Priatiwi, W. (2015). Peta Kuman dan Resistensinya terhadap Antibiotik pada Penderita Gangren

Diabetik di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014, Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Priya, J., Rajkumar, R., & Bakthasingh. (2014). International Journal of Medical Research & Health

Sciences. Int J Med Res Health Sci, 3(4), 856–860. http://doi.org/10.5958/2319-5886.2014.00014.9

Suharjo, J., & Cahyono, B. (2007). Manajemen Ulkus Kaki Diabetik. Dexa Media, 20(3), 103.