POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

78
POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH TABLIGH ( Studi Kasus Jama’ah Tabligh Kebon Jeruk) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Dakwah Dan Ilmu komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S.Sos) Oleh: Rizza Maulana Bahrun NIM: 1110051000187 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M

Transcript of POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

Page 1: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH TABLIGH

( Studi Kasus Jama’ah Tabligh Kebon Jeruk)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah Dan Ilmu komunikasi Untuk Memenuhi

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S.Sos)

Oleh:

Rizza Maulana Bahrun

NIM: 1110051000187

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2017 M

Page 2: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …
Page 3: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …
Page 4: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

i

Page 5: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

ii

ASBTRAK

Rizza Maulana Bahrun

1110051000187

Pola komunikasi interpersonal dalam jama’ah tabligh (studi kasus jama’ah

tabligh kebon jeruk)

Komunikasi tatap muka ini, terdapat hubungan yang lebih intens. Ini

menjadi kelebihan komunikasi dalam komunitas Jama’ah Tabligh. Dimana

jama’ah mendapat rangsangan (stimuli) dari pesan yang telah disampaikan dan

dapat menimbulkan umpan balik (feed back) pada diri jama’ah. Kondisi ini

semakin diperkuat dengan sistem halaqah, dimana kelompok yang didakwahkan

adalah kelompok kecil. Jumlah anggota setiap halaqah bisa sekitar 20 sampai

dengan 30 orang, bahkan dalam kegiatan tertentu jumlahnya bisa di bawah dari 10

orang. Interpersonal dalam konteks Jama’ah Tabligh diistilahkan dengan

“Dakwah”, dimana setiap mubaligh menyampaikan nasihatnya ke dalam halaqah

dan jaulah. Komunikasi ini akan berlangsung secara tatap muka dimana setiap

orang menangkap reaksi orang lain secara langsung. Metode yang dikembangkan

adalah metode dialog, dimana jama’ah atau dalam hal ini yang berlaku sebagai

murid bersifat responsif, mereka bisa mengajukan pendapat dan mengajukan

pertanyaan diminta atau tidak diminta.

Jamaah Tabligh merupakan gerakan keagamaan transnasional yang pada

mulanya lahir dan berkembang di India. Gerakan ini didirikan pada tahun 1926 di

Mewat India dengan Syaikh Maulana Muhammad Ilyas Kandahlawy bin Maulana

Ismail al-Kandahlawy (1885-1944) sebagai tokoh pendirinya. Ia merupakan ke-

turunan dari keluarga alim dan ahli agama di Mewat. Strategi dakwah merupakan perpaduan, metode dan taktik untuk mencapai

tujuan dakwah. Dalam menvapai tujuan tersebut dibutuhkan pemikiran-pemikiran

yang matang baik tehnik maupun taltik yang harus dilakukan seorang pendakwah.

Keyword: Komunikasi, Interpersonal, Jama’ah Tabligh, Dakwah dan Masyarakat

Page 6: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah

melimpahkan nikmat-Nya berupa hidayah, inayah, serta rahmat kepada semua

makhluk-Nya. Salah satu nikmat-Nya yaitu diberikan ide, kekuatan, dan kasih

sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini sesuai dengan penulis

harapkan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah

Muhammad SAW, pembawa risalah agung, penebar rahmat bagi seluruh alam.

Pada akhirnya skripsi ini telah mampu penulis rampungkan dengan tidak

lepas dari segala pengorbanan waktu, tenaga, fikiran, serta materi. Perjuangan

keras penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari persan serta

beberapa pihak yang ikut berjuang didalamnya. Terima kasih yang teristimewa

penulis persembahkan pada semua pihak yang telah membantu kelancaran

penelitian skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil. Tanpa bantuan

dan dukungan tersebut, sulit rasanya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada

kesempatan kali ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya

kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Ja-

karta.

2. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan,

M.Ag, Suparto, M.Ed, Ph.D. selaku Wadek I bidang akademik, Dr. Rou-

dhonah, M. Ag., selaku Wadek II bidang administrasi umum, dan Dr.

Suhaimi, M. Si., selaku Wadek III bidang kemahasiswaan.

Page 7: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

iv

3. Masran, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Kemudian, Ibu Fita Faturrokhmah, M.Si. selaku Sekertaris Jurusan Komu-

nikasi dan Penyiaran Islam.

4. Drs, Azwar Chotib, M.Si., selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini

yang senantiasa bersabar serta meluangkan waktunya untuk membimbing

segala kesulitan yang dihadapi peneliti.

5. Dra. Hj. Jundah, MA. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberikan arahan kepada penulis, Terima Kasih.

6. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah men-

didik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama

menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga

peneliti dapat mengamalkan ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan.

7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang

telah membantu peneliti dalam urusan administrasi selama perkuliahan

dan penelitian skripsi ini.

8. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan

Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur

sebagai refrensi dalam penyusunan skripsi ini.

9. H. Abas beserta rekan-rekan yang telah bersedia menjadi subjek penelitian

dan telah meluangkan waktunya untuk diwawancara oleh peneliti ditengah

kesibukan jadwalnya yang padat.

10. Ibunda Hj. Muhanah dan Ayahanda H. Bahrudin yang kasih dan sa-

yangnya tidak pernah berkurang kepada penulis dan ingin melihat anaknya

menjadi sarjana, terima kasih atas dukungan kepercayaannya, pengorba-

nannya, serta do’a selama ini. Semoga engkau tetap berada dalam Ridho

Page 8: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

v

Allah SWT dan diperpanjang umurnya untuk selalu taat beribadah kepada-

Nya.

11. Kedua adik kandungku tersayang, Wardah Nurizzati dan Ahmad Muzaki

yang telah membantu memotivasi dan mendoakan selama ini. Semoga

engkau tetap berada dalam Ridho Allah SWT.

12. Dini Nurfalah yang terus menerus memotivasi dan mendo’akan penulis

selama ini, serta dengan sabar menanggapi keluh kesah, suka dan duka

peneliti selama penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan

dan selalu dalam rahmat Allah SWT.

13. Ahmad Riva’i dan Abdurrahman yang meluangkan waktunya untuk

menemani peneliti ke lokasi penelitian sejak dini hari, terima kasih ban-

yak.

14. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini, yang tidak

dapat disebutkan satu per satu. Tanpa mengurangi rasa hormat, peneliti

ucapkan terimakasih yang begitu besar. Semoga apa yang telah dilakukan

adalah hal yang terbaik dan hanya Allah yang dapat membalas segala ke-

baikan dengan balasan terbaik-Nya. Amin.

Akhir kata, penelitian ini tentunya masih jauh dari sempurna, namun

diharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan segenap

keluarga besar civitas akademika Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 07 Juli 2017

Rizza Maulana bahrun

Page 9: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.......................................... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 6

D. Metodologi Penelitian ................................................................. 6

E. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 10

F. Sistematika Penulisan ................................................................. 12

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG

INTERPERSONAL ........................................................................ 14

A. Komunikasi Interpersonal ........................................................... 14

B. Komponen-komponen Interpersonal ........................................... 15

C. Ciri-ciri Interpersonal .................................................................. 16

D. Komunikasi Verbal dan Non Verbal ........................................... 19

E. Keberhasilan Komunikasi Interpersonal ..................................... 21

F. Model-model komunikasi interpersonal ..................................... 24

G. Faktor penghubung dan penghambat komunikasi....................... 26

BAB III GAMBARAN UMUM JAMA’AH TABLIGH ........................... 29

A. Sejarah jama’ah tabligh ............................................................... 29

B. Visi, Misi dan Tujuan .................................................................. 34

C. Organisasai, Kepengurusan dan Fasilitas .................................... 34

D. Ajaran Dasar Jama’ah Tabligh .................................................... 40

BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS ............................................... 56

A. Pola Komunikasi Interpersonal dan Jama’ah Tabligh ............... 56

B. Wawancara Jama’ah Tabligh Kebon Jeruk ................................. 59

BAB V PENUTUP ........................................................................................ 66

A. Kesimpulan ................................................................................. 66

B. Saran ............................................................................................ 66

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 67

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 10: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peneliti melakukan wawancara dengan kutua umum pengurus

jama’ah tabligh kebun jeruk ..................................................... 64

Gambar 4.2. Peneliti melakukan wawancara dengan pengurus jama’ah

tabligh kebun jeruk ................................................................... 64

Gambar 4.3. Peneliti telah selesai melakukan wawancara dengan pengurus

jama’ah tabligh kebun jeruk ..................................................... 64

Page 11: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dakwah umat Islam dari tahun ke tahun dewasa ini terus

mengalami perkembangan yang baik. Dakwah tersebut ada yang

dilakukan secara individual, kelompok, bahkan organisasi. Salah satu

kelompok keagamaan yang aktif melaksanakan dakwah hingga

sekarang dengan berbagai cabang dan gerakannya yang tersebar di

seluruh Indonesia bahkan dunia adalah gerakan dakwah Jamaah

Tabligh.

Gerakan dakwah yang lebih dikenal dengan sebutan Jamaah

Tabligh kini telah menjadi gerakan dakwah Islam Internasional,

dimana pada mulanya, usaha dakwah ini muncul pertama kali di desa

terpencil di India, Kandahlah; sebuah usaha dakwah yang berangkat

dari kegelisahan Syaikh Maulana Muhammad Ilyas akan keadaan umat

Islam yang semakin jauh dari yakin kepada Allah dengan

mengamalkan segala sunnah nabiNya, yang muncul pertama kali pada

tahun 1920-an. Syaikh Maulana Muhammad Ilyas adalah seorang sufi

(Ulama besar) dari tariqat Jitsytiyyah yang berakidah Maturidiyah dan

bermazhab Hanafiah yang lahir di desa Kandahlah sebuah desa di

Sahranfur India.

Signifikansi dakwah Jamaah Tabligh banyak diakui oleh

kalangan umat Islam di seluruh dunia. Indikator dari keberhasilan

Page 12: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

2

dakwah tersebut dapat dilihat bahwa di sekitar tahun 2000, dimana

pengiriman jamaah biasanya dikelola dari masjid markaz di setiap kota,

namun pada 2007 telah mengalami pemekaran, dimana pengiriman

jamaah yang berangkat berdakwah telah rutin dikelola melalui

mantiqoh.1

Terlepas dari signifikansi pergerakan dakwah yang dilakukan

oleh jamaah Tabligh, terdapat banyak miskonsepsi yang berkembang di

tengah masyarakat di Indonesia. Miskonsepsi pertama ialah anggapan

bahwa jamaah tabligh melakukan ibadah haji ke Nizamuddin, sebuah

desa di Sahranfur India, pusat jamaah tabligh, sebuah masjid markaz

pada setiap harinyadihadiri oleh sekitar 20.000 anggota lebih. Konsepsi

pun berkembang bahwa Jamaah Tabligh telah berupaya memindahkan

pusat kebudayaan Islam (Makkah-Madinah) ke Nizamuddin.

Sepanjang pengamatan yang dilakukan oleh penulis dengan

melakukan beberapa wawancara kecil dengan mereka yang aktif di

Jamaah Tabligh, penulis menemukan bahwa Nizamuddin bukanlah

tempat pusat peradaban Islam, Nizamuddin hanyalah titik dimana

usaha dakwah sudah ditinggalkan oleh umat Islam dan kembali

dibangun oleh Maulana Ilyas dengan membawa semua warisan

Makkah-Madinah sebagai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga

sebagai pedoman berorganisasi.

1 Markaz, merupakan istilah yang digunakan oleh jamaah tabligh untuk menyematkanmasjid yang dijadikan tempat penyambutan dan pengiriman jamaah. Sedangkan mantiqoh,merupakan pemetaan yang dikoordinir dari masjid markaz untuk pemfokusan area dakwahberdasarkan tempat tinggal atau domisili anggota jamaah tabligh.

Page 13: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

3

Di Indonesia sendiri, Jamaah Tabligh berkembang dan dikenal

sejak tahun 1974. Ciri unik dari jamaah ini ialah keanggotaan yang

sama sekali tidak memiliki membership dan sebuah organisasi yang

sama sekali tidak memiliki kantor atau kantor pusat. Permasalahan lain

ialah nama Jamaah Tabligh yang sering disematkan kepada komunitas

ini. Sepanjang pengamatan yang dilakukan oleh penulis, pada dasarnya

jamaah ini tidak pernah menamakan dirinya sebagai firqoh Jamaah

Tabligh. Selain nama Jamaah Tabligh, ada juga istilah-istilah lain yang

sering disematkan kepada mereka: ada yang menyebutnya jaulah2, ada

yang menyebutnya jamaah kompor3, bahkan ada juga yang

menyebutnya sebagai wahabi4.

Apapun konsepsi yang terbangun dan dipahami masyarakat,

sejauh penulis memahami tentang Jamaah Tabligh, mereka tidak

pernah melembagakan komunitas ini, tidak pernah pula menamakan

diri5 sebagai Jamaah Tabligh. Mereka akan selalu berkenalan dengan

sebutan umat Islam, umat Nabi Muhammad saw, yang berusaha

menghidupkan kembali usaha dakwah Rasulullah saw melalui pintu ke

pintu, sebagaimana dicontohkan oleh beliau saw.

Kembali pada signifikansi capaian dakwah sebagaimana telah

diungkapkan oleh penulis sebelumnya, ada banyak aspek sebagai

2 Diberi istilah jaulah yang memiliki arti keliling, dinisbatkan pada aktifitas JamaahTabligh yang sering berdakwah dengan berkeliling dari pintu ke pintu

3 Disebut jamaah kompor karena dalam perjuangan dakwah jamaah ini membawaperbekalan untuk hidup, termasuk perbekalan untuk memasak

4 Nisbat kepada kelompok salafi dengan ciri pakaian yang sama5 Hal yang dimaksud dengan menamakan diri di sini adalah mendeklarasikan nama

Jamaah Tabligh sebagai sebuah organisasi atau lembaga

Page 14: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

4

pendekatan studi; mempelajari dakwah Jamaah Tabligh ini. Melalui

pendekatan sejarah kita dapat memahami bahwa terdapat rentang yang

sangat jauh antara jaman Rasulullah dengan umat Islam dewasa ini.

Padahal secara fitrah, manusia (dalam hal ini umat Islam) sangat

membutuhkan asupan ruhani melalui praktik-praktik keagamaan.

Jamaah Tabligh lantas hadir menawarkan sebuah alternatif, menjadi

prototipe dengan membawa kehidupan-kehidupan sunnah dan

kehidupan sahabat pada dimensi ruang saat ini, sehingga umat Islam

yang benar-benar merasakan contoh real yang dapat diikuti dan

dipraktikkan.

Melalui pendekatan komunikasi dapat dipahami bahwa

signifikansi capaian jamaah ini ialah terletak pada komunikasi

interpersonal yang ada di dalamnya, sehingga masyarakat (dalam hal

ini umat Islam) tertarik untuk berpartisipasi berkecimpung dalam

kegiatan dakwah yang sedikit banyak mengorbankan harta, waktu,

jiwa, dan raga ini. Bagi penulis, ini dianggap penting, karena

komunikasi interpersonal ini dapat membangun empati diri sehingga

kita mampu memahami hal-hal di sekitar kita bukan dengan tataran ego

yang kita miliki, tapi juga pemahaman mendalam keberadaan orang

lain. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengadakan sebuah studi

pada jamaah tabligh dengan judul Pola Komunikasi Interpersonal

Dalam Jama’ah Tabligh.

Page 15: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

5

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pemikiran dalam latar belakang penelitian di atas,

dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

a. Dewasa ini, orang Islam dengan orang Islam lain tidak saling

terbuka6, mennganggap firqohnya lebih baik daripada firqoh

lainnya, sehingga timbul rasa saling memusuhi

b. Dewasa ini, umat Islam kepada umat Islam lain saling

menjustifikasi kesalahan dalam praktik keagamaannya, melalui

pemahaman penggalan-penggalan cerita. Padahal, antara satu

dengan yang lainnya belum pernah saling kenal. Jika belum pernah

saling kenal, maka, bagaimana bisa satu dengan yang lainnya saling

bisa memahami.

c. Standar justifikasi akan nilai-nilai keagamaan dewasa ini hanya

dipahami secara pragmatis saja. Sehingga yang timbul adalah

tindakan saling menghina akan aktifitas-aktifitas keagamaan.

d. Dewasa ini, pendekatan-pendekatan keagaaman yang dilakukan

oleh para da'i banyak menekankan dengan cara nadziron7, sehingga

banyak umat Islam yang awam tidak tertarik memahami agamanya

secara kaffah.

e. Dewasa ini, perjuangan dakwah telah menjadi pragmatis strata

sosial, dimana yang berilmu dianggap memiliki pangkat yang lebih

6 Terbuka di sini maksudnya ialah welcome kepada saudara sesama Muslim.7Basyiron = pendekatan keagamaan dengan membawa kabar-kabar baik; nadziron =

pendekatan keagamaan dengan membawa ancaman

Page 16: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

6

tinggi bagi mereka yang tidak berilmu, padahal Islam mengajarkan

kesetaraan

2. Perumusan Masalah

a. Bagaimana pola komunikasi interpersonal dalam Jama’ah

Tabligh?

b. Apa efektifitas pola komunikasi interpersonal dalam Jama’ah

Tabligh?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Manfaat akademis

Sebagai sumbangsih ilmu pengetahuan komunikasi,

khususnya pola komunikasi interpersonal dalam Jama’ah Tabligh.

2. Manfaat praktis

Sebagai pedoman bagi da’i untuk melakukan pola

komunikasi interpersonal dalam berdakwah

3. Tujuan

a. Untuk mengetahui pola komunikasi interpersonal dalam

Jama’ah Tabligh

b. Untuk mengetahui efektifitas pola komunikasi interpersonal

dalam Jama’ah Tabligh

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif,

yakni penelitian yang dilalui dengan proses observasi, pengumpulan data

Page 17: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

7

yang akurat berdasarkan fakta di lapangan disertai dengan wawancara

narasumber. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskritif analisis yaitu

bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat tentang

fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu.8

2. Subjek dan Objek Penelitian

Adapun subjek penelitian adalah kelompok Jamaah Tabligh

sedangkan objeknya adalah pola komunikasi interpersonal Jamaah

Tabligh.

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Markaz Tabligh Indonesia, Jl. Masjid

Kebon Jeruk No. 78P Rt 09 Rw. 05 Maphar, Tamansari Jakarta Barat.

Adapun waktu pelaksanaannya dilakukan Maret-Juni 2017.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan

permasalahan, digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1) Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara peneliti

melakukan pengamatan secara langsung di lapangan. Pengamatat

disebut observer yang diamati disebut observer. Dalam observasi ini,

peneliti terlibat dengan kegiatan kesehari-hari pengurus jama’ah

tabligh dengan jama’ah. Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil

observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan,

8 Rachmat Krisyantono, Metodologi Riset Komunikasi: Disertasi contoh Praktis RisetMedia, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Organisasi,Komunikasi Pemasaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 69.

Page 18: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

8

kejadian atau peristiwa, waktu, perasan. Alasan peneliti melakukan

observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau

kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti

perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran

terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran

tersebut.

2) Wawancara mendalam (indepth interview), yaitu mewawancarai dan

mengajukan beberapa pertanyaan kepada informan secara langsung

dan berusaha menggali lebih dalam mengenai informasi yang

dibutuhkan dalam penelitian. Wawancara dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

a. Wawancara Tatap Muka, beberapa kelebihan wawancara tatap

muka antara lain :

- bisa membangun hubungan dan memotivasi responden

- bisa mengklarifikasi pertanyaan, menjernihkan keraguan,

menambah pertanyaan baru

- bisa membaca isyarat non verbal

- bisa memperoleh data yang banyak

Kekurangannya adalah :

- membutuhkan waktu yang lama.

- biaya besar jika responden yang akan diwawancara berada di

beberapa daerah terpisah.

- responden mungkin meragukan kerahasiaan informasi yang

diberikan.

Page 19: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

9

- pewawancara perlu dilatih

- bisa menimbulkan bias pewawancara

- responden bisa menghentikan wawancara kapanpun.

b. Wawancara via phone, kelebihan dari wawancara model ini adalah:

- biaya lebih sedikit dan lebih cepat dari warancara tatap muka,

- bisa menjangkau daerah geografis yang luas,

- anomalitas lebih besar dibanding wawancara pribadi (tatap

muka).

Kelemahan :

- isyarat non verbal tidak bisa dibaca.

- wawancara harus diusahakan singkat.

- nomor telpon yang tidak terpakai bisa dihubungi, dan nomor

yang tidak terdaftar pun dihilangkan dari sampel.

3) Kepustakaan, dilakukan dengan membaca sejumlah buku, hasil

penelitian, situs internet, dan bahan kuliah yang ada relevansinya

dengan masalah yang akan diteliti. Studi kepustakaan ini di maksudkan

untuk memperoleh teori, konsep, maupun keterangan-keterangan yang

diperlukan dalam penelitian ini.

5. Informan Penelitian, dalam penelitian ini digunakan teknik pemilihan

sampel purposive sampling yaitu memilih informan yang dianggap paling

tahu tentang apa yang diteliti dan dapat memberikan informasi sesuai yang

diharapkan sesuai fakta lapangan.

Page 20: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

10

6. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Bogdan dan Biklen yang mengutip dari buku

Metodologi Penelitian Kualitatif karangan Lexy J. Moleong adalah upaya

yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan

data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang

diceritakan kepada orang lain.9 Analisis data dalam penelitian ini

menggunakan teknik analisis deskriptif yang dikemukakan Whitney yakni

mencari fakta dengan interpretasi yang tepat.10

7. Teknik Penulisan

Dalam penulisan deskripsi ini, penulis berpedoman pada buku

Pedoman penulisan karya ilmiah UIN (Skripsi, Disertasi dan Tesis) yang

diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.11

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penulisan proposal skripsi ini telah dilakukan tinjauan pustaka,

dan peneliti terinspirasi pada beberapa penelitian berikut:

1. Penelitian pertama diadakan oleh Ibnu Satyahadi, Mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah, dengan judul penelitian Kegiatan Khuruj dan Dinamika

Keluarga Jamaah Tabligh. Penelitian tersebut berjenis penelitian

9 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kulitatif (Edisi Revisi), (Bandung: RemajaRosdakarya, 2009) h. 248.

10 Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Yogyakarta: AR-RUZMEDIA, 2011), h. 201.

11 Hamid Nasuhi, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah; Skripsi, Tesis dan Disertasi,(Jakarta, Ceqda, 2007)

Page 21: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

11

deskriptif kualitatif, dimana penulis melakukan pengumpulan data

primernya melalui observasi, wawancara, dan dokumenter (teknik

triangulasi data). Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa

meskipun melakukan khuruj fi sabilillah, jamaah tabligh tetap

melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban suami Istri dengan cara: (1)

melakukan differensiasi peranan; (2) alokasi ekonomi; (3) alokasi

solidaritas; dan (4) integrasi peranan yang terus dilakukan secara

kontinuitas demi menjaga keutuhan keluarga dan usaha dakwah.

2. Penelitian kedua ialah penelitian yang diadakan oleh Lukman Khomeini,

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, dengan judul

penelitian Cerminan Surat al-Ma'arij dalam Usaha Dakwah Jamaah

Tabligh Markaz Tanjung Anom Surakarta. penelitian ini bersifat penelitian

lapangan dengan pendekatan observasi dan wawancara. Dalam

penelitiannya, Khomeini menjelaskan bahwa dalam jamaah tabligh, amir

jamaah selalu memberi himbauan kepada jamaah untuk selalu bersabar

dalam melakukan usaha dakwah. Sikap sabar tersebut selalu dinisbatkan

pada kesejarahan kehidupan shohabiyah dalam beriman, berIslam, dan

berihsan hingga membentuk sebagai umat terbaik sepanjang masa.

Adapun penelitian ini akan menitikberatkan pada telaah terhadap

komunikasi interpersonal Jamaah Tabligh yang telah membentuk pemahaman

diri para Jamaah dan berefek kepada implementasi sikap terhadap orang lain.

Peneliti akan menggunakan pengalaman yang terpapar dalam penelitian

terdahulu sebagai dasar analisis, yakni pada bentuk dakwah dan komunikasi

Page 22: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

12

dakwah Jamaah Tabligh. Sedangkan komunikasi interpersonal menjadi

perbedaan dari penelitian sebelumnya.

F. Sistimatika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

B. Pembatasan dan perumusan masalah

C. Tujuan dan manfaat penelitian

D. Metodologi Penelitian

E. Tinjauan Pustaka

F. Sistematika penulisan

BAB II : LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi interpersonal

B. Komponen komunikasi interpersonal

C. Ciri-ciri komunikasi interpersonal

D. Komunikasi Verbal dan Nonverbal

E. Keberhasilan Komunikasi Interpersonal

F. Model-model Komunikasi Interpersonal

G. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi

BAB III : GAMBARAN UMUM JAMA’AH TABLIGH KEBUN

JERUK

A. Sejarah Jama’ah Tabligh

B. Visi, Misi dan Tujuan

Page 23: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

13

C. Organisasi, Kepengurusan dan Fasilitas

D. Ajaran dasar Jama’ah Tabligh

BAB IV : HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Pola Komunikasi Interpersonal Jama’ah Tabligh

B. Wawancara dengan Jama’ah Tabligh

C. Efektifitas Pola Komunikasi Interpersonal Jama’ah

Tabligh

BAB V : PENUTUP

D. Kesimpulan

E. Saran

Page 24: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

14

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Komunikasi Interpersonal

Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicare yang

berasal artinya memberitahukan dan berasal dari bahasa Inggris

communication yang artinya proses pertukaran informasi, konsep, ide,

gagasann, perasaan, dan lain-lain antara dua orang atau lebih. Komunikasi

adalah konsep pengiriman pesan atau simbol-simbol yang mengandung arti

dari komunikasi kepada komunikan dengan tujuan tertentu.12

Menurut Joseph A. Devito, komunikasi interpersonal didefinisikan

sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau

di antara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa

umpan balik seketika.13 Gitosudarmo dan Agus Mulyono memamparkan

bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terbentuk tatap

muka, interaksi orang ke orang, dua arah, verbal dan nonverbal, serta saling

berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau antar

individu di dalam kelompok kecil. Dalam pengertian ini tidak diberikan

batasan mengenai kelompdiok kecil dalam jumlah yang ditentukan.

Selanjutnya Deddy Mulyana menyebutkan bahawa komunikasi

interpersonal/komunikasi antarpribadi berarti komunikasi anatara orang-orang

secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi

12 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya; (Yogyakarta; Graha Ilmu, 2011) hal. 213 Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010),

hal. 142

Page 25: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

15

orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Ia

menjelaskan bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi adalah komunikasi

diadik yang melibatkan hanya dua orang. Komunikasi demikian menunjukkan

pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat dan mereka

saling mengirim dan menerima pesan baik verbal ataupun nonverbal secara

simulasi dan spontan. 14

Dari beberapa definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahawa

komunikasi interpersonal merupakan kemonukasi verbal dan nonverbal

anatara dua orang atau sekelompok kecil orang secara langsung (tatap muka)

diserai respon yang dapat segera diketahui (instan feedback).

B. Komponen-komponen Komunikasi Interpersonal

Berikut ini merupkan komponen-komponen yang berperan dalam

komunikasi interpersonal15:

1) Komunikator, yaitu orang yang menciptakan, memformulasikan, dan

menyampaikan pesan.

2) Encoding, yaitu tindakan komunikasi memformulasikan isi pikiran ke

dalam simnol-simbol, kata-kata, dan sebagainya sehingga komunikator

merasa yakin dengan pesan yang di susun dan penyampaiannya.

3) Pesan, merupakan hasil encoding berupa informasi, gagasan, ide, simbol,

atau stimuli yang dapat berupa pesan verbal maupun nonverbal.

14 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi..., (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 8115 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya; (Yogyakarta; Graha Ilmu, 2011) hal. 7-10

Page 26: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

16

4) Saluran/Media, yaitu sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan

dari komunikator kepada komunikan yang dapat berupa media cetak,

audio, maupun audiovisual.

5) Komunikasi, yaitu orang yang menerima pesan, mengalisis, dan

menafsirkan pesan tersebut sehingga memahami maknanya.

6) Decoding, merupakan proses memberi makna dari pesan diterima.

7) Umpan Balik, merupakan respon/tanggapan/reaksi yang timbul dari

komunikasi setelah pesan.

8) Gangguan, merupakan komponen yang mendistorsi (menyebabkan

penyimpangan/kekeliruan) pesan. Gangguan dapat bersifat teknis

maupun semantis.

9) Konteks Komunikasi, konteks dimana komunikasi itu berlangsung yang

meliputi konteks ruang, waktu, dan nilai.

C. Ciri-ciri komunikasi Interpersonal

Berikut ini merupakan ciri-ciri komunikasi interpersonal.16

1) Arus pesan dua arah

Arus pesan secara dua arah ini berlangsung secara berkelanjutan.

Komunikator dan komunikan dapat berganti peran secara cepat,

komunikator dapat berubah peran sebagai penerima pesan maupun

sebaliknya.

16 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya; (Yogyakarta; Graha Ilmu, 2011) hal. 14-16

Page 27: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

17

2) Suasana nonformal

Komunikasi interpersonal yang terjalin biasanya berlangsung dalam

suasana nonformal dan pendekatan pribadi.

3) Umpan balik segera

Karena komunikasi interpersonal berlangsung secara tatap muka, maka

umpan balik dapat diketahui dengan segera. Komunikan segera

memberikan respon secara verbal beruapa kata-kata atau nonverbal

mislanya pendangan mata, raut muka, anggukan, dan sebagainya.

4) Peserta komunikasi berada dalam jarak dekat

Jarak dekat yang dimaksud yaitu fisik (peserta komunikasi saling

bertatap muka dalam satu lokasi) maupun psikologis (menunjukkan

hubungan keintiman antar-individu)

5) Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan

spontan, baik secara verbal maupun nonverbal

Untuk meningkatkan keefektifan komunikasi interpersonal, peserta

komunikasi berupaya saling meyakinkan, dengan mengoptimalkan

penggunaan pesan verbal maupun nonverbal secara bersamaan, saling

mengisi, saling memperkuat, sesuai tujuan komunikasi.

Sementara itu, Judy C. Pearson menyebutkan enam ciri-ciri

komunikasi interpersonal, yaitu:

1. Komunikasi interpersonal dimulai dengan diri pribadi. Artinya proses

penafsiran pesan maupun penilaian mengenai orang lain berangkat dari

diri sendiri.

Page 28: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

18

2. Komunikasi interpersonal bersifat traksional, artinya komunikasi

interpersonal bersifat dinamis, merupakan pertukaran pesan secara timbal

balik dan berkelanjutan.

3. Komunikasi interpersonal menyangkut aspek asi pesan dan hubungan

antarpribadi artinya keefektifan komunikasi interpersonal tidak hanya

ditentukan oleh kualitas pesan, tetapi juga ditentukan oleh kadar antar-

individu.

4. Komunikasi interpersonal mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara

pihak-pihak yang berkomunikasi, apabila pihak-pihak yang

berkomunikasi ini saling bertatap muka, maka komunikasi interpersonal

lebih aktif.

5. Komunikasi interpersonal menempatkan kedua belah pihak yang

berkomunikasi saling tergantung satu dengan lainnya (interdepensi). Hal

ini mengindikasikan bahwa komunikasi interpersonal melibatkan ranah

emosi, sehingga saling ketergantungan emosional antara pigak-pihak

yang berkomunikasi.

6. Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah maupun diulang artinya apa

yang telah diucapkan tidak bisa dihapus atau diulang. Apabila terlanjur

salah ucap, walau dapat meminta maaf dan diberi maaf tetapi tidak

berrati menghapus apa yang telah diucapkan.

Page 29: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

19

D. Komunikasi Verbal dan Nonverbal

1) Komunikasi Verbal

Menurut Steart dan D’angelo, komunikasi verbal adalah

komunikasi dengan cara menyampaikan kata-kata atau pesa secara lisan

maupun tertulis. 17 Komunikasi lisan ialah proses pengiriman pesan

dengan bahasa lisan, sedangkan komunikasi tertulis adalah komunikasi

dengan penyampaian pesan secara tertulis.18

Komunikasi lisan dan tertulis sama-sama mempunyai keuntungan.

Komunikasi lisan mempunyai keutungan sebagai berikut:

a. Aspek kecepatan, artinya ketika kita melakukan komunikasi

denganorang lain, pesan dapat disampaikan dengan segera.

b. Muculnya umpan balik segera, artinya penerima pesan dapat dengan

segera memberikan tanggapan dari pesan yang diterima.

c. Memberi kesempatan kepada pengirim pesan untuk mengendalikan

situasi, artinya pengirim pesan dapat melihat keadaan penerima

pesan pada saat komunikasi berlangsung.

Sedangkan keuntungan dari komunikasi tertulis, sebagai berikut:

a. Bersifat permanen, karena pesan-pesan disampaikan secara tertulis

b. Catatan-catatan tertulis mencegah terjadinya penyimpangan terhadap

interprestasi gagasan-gagasan yang dikomunikasikan.

17 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 14518 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 22

Page 30: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

20

2) Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal menurut Arni Muhammad yaitu pertukaran

pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, melainkan dengan simbol,

bahasa isyarat seperti gerakan tubuh, vocal yang buakn kata-kata

(mengerutu, menggertak, bersiul, dan sebagainya), kontak mata, ekspresi

wajah, kedekatan jarak, sentuhan, perasaan dan sebagainya.19

Komunikasi nonverbal dapat dilakukan dengan cara berikut ini:20

a. Ekspresi wajah. Menurut Leathers, wajah dapat mengkomunikasikan

ekspresi senang/tidak senang, berminat/tidak berminat, ada tidaknya

pengertian, intensitas keterlibatan dalam situasi kominikasi, dan

tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri

b. Senyuman dapat bermakna, sapaan, simpati, mengejek, tidak

mempercayai, dan lain-lain.

c. Pendangan mata, untuk mengekspresikan ragu-ragu, cemas, takut,

iri, cemburu, terharu, marah, dan sebagainya.

d. Gestural/Gerak sebagian anggota badan, misalnya memuji dengan

mengacungkan ibu jari, meletakkan telunjuk di bibir himbauan untuk

diam, melambaikan tangan untuk memanggil teman,

mengganggukkan kepala menandakan paham, menggaruk kepala

ketika bingung, membelai kepala anak kecil tanda kasih sayang,

menggigit bibir ketika cemas, memukul tembok ketika marah, dan

lain-lain.

19 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 14620 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 154-172

Page 31: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

21

e. Postural/Keseluruhan anggota badan, postur tubuh condong ke arah

yang diajak berbicara menunjukkan kesukaan/penilian positif, postur

tubuh bergerak dinamis mengikuti irama pembicara menadakan

adanya respon positif, dan sebagainya.

f. Haptika/Sentuhan, misalnya untuk menjaga hubungan baik dengan

menepuk pundak dan mengelus rambut, untuk menjaga hubungan

sosial dengan berjabat tangan dan menyentuh lengan atas.

g. Artifaktual/Penampilan fisik, misalnya dengan berpakaian rapi,

memakai assesoris, parfum, sepatu bersih, rambut rapi ketika akan

bertamu.

h. Spasial/Jarak, menurut Hall, jarak 45 cm/kurang menandakan

hubungan intim, jarak 45-120 cm menandakan hubungan pribadi,

jarak 120-360 cm menandakan hubungan sosial, jarak lebih dari 360

cm menandakan hubungan publik/bersifat umum.

i. Dian, mengisyaratkan serisu, marah, frustasi, tdiak percaya dengan

apa yang terjadi, dan lain-lain.

E. Keberhasilan Komunikasi Interpersonal

Untuk menciptakan keberhasilan komunikasi interpersonal, perlu

dikembangkan sikap-sikap positif sebagai berikut.21

1. Membuka pintu komunikasi, misalnya dengan cara lambaian tangan,

senyum yang tulus dan simaptik, mengucapkan kata sopan, mengajak

21 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 23-24

Page 32: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

22

berjabat tangan, menanyakan keadaan, meminta-minta maaf dan permisi,

dan mengucapkan terima kasih.

2. Sopan dan ramah dalam berkomunikasi tidak hanya dalam berbicara,

tetapi juga dalam berpenampilan.

3. Jangan sungkan meminta maaf apabila melakukan kesalahan. Dengan

begitu kita menaruh rasa hormat pada orang yang diajak berbicara, dan

pada gilirannya kita akan dihormati pula.

4. Penuh perhatian, hal ini dapat diketahui dari seberapa jauh komunikator

mengetahui karakteristik komunikan atau seberapa jauh wali kelas

menghafal nama-nama saiswa, apa yang disukai atau tidak, dan lain-lain.

5. Bertindak jujur dan adil. Hal ini akan mengantarkan komunikator pada

keprofesionalan karena keujuran meruapakan prinsip profesional yang

penting.

Menurut Devoti, lima sikap positif yang harus dipersiapkan dalam

komunikasi interpersonal yaitu. 22

1. Keterbukaan (openness) merupakan sikap bisa menerima masukan dari

orang lain, serta berkenan menyampaikan informasi penting kepada

orang lain tersebut, sehingga ada ketersediaan membuka diri untuk

mengungkapkan informasi. Kualitas keterbukaan mengacu pada

sedikitnya tiga aspek dari komunikasi intereprsonal. (a) Kominakator

interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya

berinteraksi. (b) mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi

22 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 82-84

Page 33: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

23

secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak

kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan

yang menjemukan. Setiap orang ingin orang lain bereaksi secara terbuka

terhadap apa yang diucapkan. (c) Menyangkut “kepemilikan” perasaan

dan pikiran. Terbuka dalam penegrtian ini adalah mengakui bahwa

perasaan dan pikiran yang seseorang lontarkan adalah memang miliknya

dan orang tersebut bertanggung jawab atasnya.

2. Empati (empathy) merupakan kemampuan seseorang untuk merasakan

seadainya menjadi orang lain, dapat memahami sesuatu yang sedang

dialami orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan

memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain. Orang yang

empatik mampu memmahami motivasi dan pengalaman orang lain,

perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk

masa mendatang. Seseorang dapat mengkomunikasikan empati baik

secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, yaitu dengan

memperlihatkan (a) keterlibatan aktif dengan orang itu melalaui ekspresi

wajah dan gerak-gerik yang sesuai (b) konsentrasi terpusat meliputi

kontrak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik,

serta (c) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.

3. Dukungan (supportiveness) merupakan hubungan interpersonal yang

efektif antara orang satu denga orang lain, memiliki komitmen untuk

mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka. Oleh karena itu

respon bersifat spontan, dan lugas, bukan respon bertahan dan berkelit.

Page 34: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

24

4. Perasaan positif (positiveness) ditunjukkan dalam bentuk sikap dan

perilaku. Perasaan positif ini dapat ditunjukkan dengan cara menghargai

orang lain, berfikir positif terhadap orang lain, tidak menaruh curiga

berlebihan, meyakini pentingnya orang lain, memberikan pujian dan

penghargaan, dan komitmen menjalin kerja sama.

5. Kesetaraan (equality) berarti harus ada pengakuan secara diam-diam

bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-

masing pihak saling memerlukan. Kesetaraan berarti kita menerima pihak

lain. Kesetaraan meliputi penempatan diri setara dengan orang lain,

menyadari akan adanya kepentingan yang berbeda, mengakui pentingnya

kehadiran orang lain, tidak memaksakan kehendak, komunikasi dua arah,

saling memerlukan, serta suasana komunikasi akrab dan nyaman.

F. Model-model Komunikasi Interpersonal23

1. Model Linier (Komunikasi Satu Arah)

Komunikasi mengalir hanya dalam satu arah, yaitu dari pengirim

seseorang kepada orang lain. Ini berarti bahwa tidak pernah mengirim

pesan dan hanya menyerap secara pasif apa yang sedang dibicarakan

seperti mengangguk, cemberut, tersenyum, tampak bosan atau tertarik,

dan sebagainya.

Model linier juga keliru dengan mewakili komunikasi sebagai

urutsan tindakan dimana satu langkash (mendengarkan) mengikuti

langkah sebelumnya (berbicara). Dalam interaksi yang sebenarnya,

23 Julia T. Wood Interpersonal Communication..(Autralia Wadswoth, 2010), hal. 16-18

Page 35: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

25

bagaimana berbicara dan mendengarkan sering terjadi secara bersamaan

atau mereka tumpang tindih. Setiap saat dalam proses komunikasi

interpersonal, peserta secara bersamaan mengirim dan menerima pesan

dan beradaptasi satu sama lain.

2. Model Interaktif (Komunikasi Dua Arah)

Komunikasi sebagai sebuag proses dimana pendengar memberikan

umpan balik, yang merupakan tanggapan terhadap pesan. Dalam

pemebalajaran siswa memberikan umpan balik/tanggapan terhadap pesan

yang disampaikan.

Meskipun model interaktif merupakan perbaikan atas model linier,

model interaktif ini masih menggambarkan komunikasi sebagai proses

yang lain adalah penerima. Pada kenyataannya, semua orang yang

terlibat dalam komunikasi mengirim dan menerima pesan.

Model interaktif juga gagal untuk menangkap sifat dinamis dari

komunikasi interpersonal bahawa cara berkomunikasi berubah dari waktu

ke waktu.

3. Model Transaksional (Komunikasi Banyak Arah)

Model transaksional komunikasi intrepersonal menekankan

dinamika komunikasi interpersonal dan peran ganda orang yang terlibat

dalam proses tersebut. Model transaksional junga menjelaskan bahwa

komunikasi terjadi dalam sistem yang mempengaruhi apa dan bagaimana

orang berkomunikasi dan apa yang diciptakan. Sistem-sistem, atau

konteks, termasuk sistem bersmaa dari komunikator.

Page 36: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

26

Sebaliknya, kedua orang didefinisikan sebagai komunikator yang

berpartisipasi sama dan sering bersamaan dalam proses komunikasi. Ini

berarti bahwa pada saat tertentu dalam komunikasi, Anda dapat

mengirim pesan (berbicara atau mengangguk kepala), menerima pesan,

atau melakukan keduanya pada saat yang sama (menafsirkan apa yang

dikatakan seseorang ketika noding untuk menujukkan Anda tertarik).

G. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi

Komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang

dapat mendukung atau malah menghambat keberhasilan komunikasi

interpersonal tersebut. Faktor pendukung dan penghambat komunikasi

interpersonal diuraikan sebagai berikut. 24

1. Faktor Pendukung

Ada beberapa faktor yang mendukung keberhasilan komunikasi dilihat

dari sudut komunikator, komunikan, dan pesan, sebagai berikut:

a. Komunikator memiliki kredibiltas/kewibaan yang tinggi, dan tarik

fisik maupun nonfisik yang mengundang simpati, cerdas dalam

mengalisis suatu kondisi, memiliki integritas/keterpaduan antara

ucapan dan tindakan, dapat dipercaya, mampu memahami situasi di

lingkungan kerja, mampu mengendalaikan emosi, memahami

kondisi psikologis komunikasi, bersikap supel, ramah, dan tegas,

serta mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat dimana ia

berbicara.

24 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 15-18

Page 37: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

27

b. Komunikan memiliki pengetahuan yangluas, memiliki kecerdasan

menerima dan mecerna pesan, bersikap ramah, supel, dan pandai

bergaul, memahami dengan siapa ia berbicara, bersikap bersahabat

dengan komunikator.

c. Pesan komunikasi dirancang dan disampaikan sedemikian rupa,

disampaikan secara jelas sesuai kondisi dan situasi, lambang-

lambang yang digunakan dapat dipahami oleh komunikator dan

komunikan, dan tidak menimbulkan multi interprestasi/penafsiran

yang berlainan.

2. Faktor Penghambat

Faktor-faktor yang dapat menghambat komunikasi adalah sebagai

berikut:

a. Komunikator komunikator gagap (hambatan biologis) komunikator

tidak kredibel/tidak berwibawa dan kurang memahami karakteristik

komunikan (tingkat pendidikan usia, jenis kelamin, dan lain-lain)

atau komunikator yang gugup (hambatan psikologis), perempuan

tidak bersedia terbuka terhadap lawan bicaranya yang laki-laki

(hamabatan gender)

b. Komunikasi yang mengalami gangguan pendengaran (hambatan

bilogis), komunikan yang tidak berkonsetrasi dengan pembicara

(hambatan psikologis), seorang perempuan akan tersimpu malu jika

membicarakan masalah seksual dengan seorang lelaki (hamabatan

gender)

Page 38: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

28

c. Komunikator dan komunikan kurang memahami latar belakang

sosial budaya yang berlaku sehingga dapat melahirkan perbedaan

persepsi.

d. Kominator dan komunikan saling berprangka buruk yang dapat

mendorong ke arah sikap apatis dan penolakan.

e. Komunikasi berjalan satu arah dari komunikator ke komunikan

secara terus menerus sehingga komunikan tidak meiliki kesmepatan

meminta penjelasan.

f. Komunikasi hanya berupa penjelasan verbal/kata-kata sehingga

membosankan.

g. Tidak digunakan media yang tepat atau terdapat masalah pada

teknologi komunikasi (microphone, telepon, power point, dan lain

sebagainya).

h. Perbedaan bahasa sehingga menyebabkan perbedaan penafsiran pada

simbol-simbol tertentu.

Page 39: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

29

BAB III

GAMBARAN UMUM JAMA’AH TABLIGH KEBUN JERUK

A. Sejarah jama’ah tabligh

Jamaah Tabligh merupakan gerakan keagamaan transnasional yang

pada mulanya lahir dan berkembang di India. Gerakan ini didirikan pada

tahun 1926 di Mewat India dengan Syaikh Maulana Muhammad Ilyas

Kandahlawy bin Maulana Ismail al-Kandahlawy (1885-1944) sebagai tokoh

pendirinya. Ia merupakan keturunan dari keluarga alim dan ahli agama di

Mewat.25 Gerakan ini berkembang pesat tidak hanya di wilayah India dan

Bangladesh, namun juga ke berbagai belahan dunia lainnya, termasuk

Indonesia.26

Di Indonesia gerakan ini konon mulai muncul pada tahun 1952 di

Masjid al-Hidayah Medan. Hal itu dibuktikan dengan keberadaan prasasti

yang terdapat di masjid tersebut. Gerakan ini semakin nyata menunjukan

keberadaannya pada tahun 1974 yang berpusat di Masjid Kebon Jeruk

Jakarta. Keberadaan markas ini menunjukkan bahwa Jamaah Tabligh di

Indonesia telah mendapatkan tempat dan tanggapan positif, terlebih dengan

banyaknya pengikut jamaah ini di Nusantara. Lebih dari itu lembaga

25 Ia belajar agama di madrasah dekat rumahnya dan dididik oleh kakeknya, MuhammadYahya. Sejak usia 10 tahun ia sudah hafal Alquran. Ia juga murid dari sejumlah ulama terkemukaDeoband. Sejak kepulangannya dari tanah suci untuk menunaikan ibadah haji yang ke tiga padatahun 1932, ia bertekad keras untuk melaksanakan tugas suci yaitu berdakwah. Sejak saat itu iamembentuk jamaah-jamaah yang dikirim ke beberapa daerah di sekitar India

26 Yoginder Sikand, “Sufisme Pembaharu Jamaah Tabligh”, dalam Martin van Bruinessendan Julia Day Howell, ed. Urban Sufism, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hal. 221

Page 40: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

30

kaderisasi dai Jamaah Tabligh juga telah didirikan yang dipusatkan di Pondok

Pesantren al-Fatah Magetan Jawa Timur.27

Menurut berbagai hasil penelitian, gerakan ini dianggap sebagai

gerakan transnasional terpenting dan terbesar saat ini.28 Terdapat istilah yang

berbeda-beda dalam mengkategorisasikan gerakan ini. Di antaranya, WAMY

menyebut Jamaah Tabligh sebagai sufi pembaharu dengan gerakannya untuk

memperbaharui tradisi populer yang berkembang saat itu, yaitu tradisi Hindu

dan juga pengaruh penjajahan Inggris. Saat itu, Maulana Ilyas dan

pengikutnya mengajak kaum muslim agar mengikuti semua sunah Nabi

dengan setia dan meninggalkan apa yang dicela sebagai kebiasaan yang tidak

islami. Muhammad Ilyas percaya bahwa hanya melalui gerakan Islam yang

mengakar pada akar rumput, pendidikan dasar keimanan dan ibadah dapat

menyelamatkan mereka dari pengaruh Hinduisme.29

Pandangan senada juga dikemukan oleh Yoginder Sikand yang

menyebut kelompok ini sebagai gerakan tasawuf berbasis syariah, di mana

mazhab Deoband sangat peduli menyelaraskan tarekat dengan syariah yaitu

perjalanan mistis spiritual dengan jalur lahiriyah hukum. Sementara itu,

Yusran Razak menyebutkan gerakan ini sebagai gerakan tradisionalis

transnasional (transnational traditionalist). Mereka berpegang teguh pada

syariah dan sunah sebagaimana dicontohkan oleh para pendahulunya yang

27 Khalid Mas’ud, ed., Travellers in Faith, sebagaimana dikutip oleh Yusran Razak,“Jamaah Tabligh, Ajaran dan Dakwahnya,” Disertasi Doktor, Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta(2008), hal. 60

28 Dale F. Eickelman dan James Piscatori, Politik Muslim: Wacana Kekuasaan danHegemoni dalam Masyarakat Muslim, terj. Endi Haryono dan Rahmi Yunita (Yogyakarta: TiaraWacana, 1998), hal. 13

29 Abdul Aziz, “The Jamaah Tabligh Movement in Indonesia; Peaceful Fundamentalist”,Studia Islamika, Vol 11, No. 3. 2004

Page 41: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

31

tidak hanya bersifat lokal, namun bersifat dan berlaku secara global.

Sementara itu Nasrullah menyebut gerakan ini memiliki cara dakwah yang

tradisional terlihat dari kecenderungan sikap dan pemikiran untuk selalu

mempertahankan tradisi dan warisan masa lalu.30

Komunitas ini menekankan kepada setiap pengikutnya untuk

meluangkan sebagian waktu untuk menyampaikan dan menyebarkan dakwah

dengan akhlak yang baik dan penampilan yang sederhana serta menghindari

persoalan khilafiyah dan politik. Berbeda dengan gerakan transnasional

lainnya yang melakukan gerakannya secara besar-besaran dan sporadis

dengan memanfaatkan beragam jaringan dan media untuk memperjuangkan

pemikiran dan ideologinya bahkan pada hal-hal khilafiyah. Jamaah Tabligh

sangat menghindari penggunaan media massa untuk berdakwah baik dalam

bentuk media tulis maupun media elektronik. Ceramah di hadapan

masyarakat berskala besar secara terbuka juga dihindari oleh komunitas ini.

Jamaah Tabligh juga dikenal memiliki kebiasaan dan tradisi yang

unik yang sarat dengan berbagai macam simbol dalam penampilan fisik,

seperti memelihara jenggot serta pakaian khas dengan model jalabiya (celana

longgar cingkrang dengan baju atasan panjang hingga lutut). Selain itu, ciri-

ciri lain mereka adalah menggunakan parfum beraroma khas, makan bersama

dengan tangan dalam satu nampan, kebiasaan menggunakan siwak untuk

30 Nasrullah, “Tradisionalisme Dalam Dakwah: Studi Kritis Aktivitas Jamaah TablighKebon Jeruk Jakarta,” Tesis Master, Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Jakarta(2005), hal. 20

Page 42: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

32

menjaga kebersihan mulut, dan masih banyak lagi ciri khas lainnya yang sarat

dengan makna kebajikan dan mengikuti sunnah.31

Komunitas ini menggunakan metode dakwah dengan simpatik dan

akhlak yang baik dengan semangat ukhuwah dan tidak sektarian serta

menghindari masalah khilafiyah. Oleh karenanya, komunitas ini dengan

mudah telah masuk ke berbagai wilayah, negara dan kelompok. Dalam waktu

kurang dari dua dekade perkembangan Jamaah Tabligh bahkan dapat

ditemukan di banyak negara bahkan benua.32

Jama'ah tabligh adalah jama'ah yang mengembalikan ajaran Islam

berdasarkan Al'quran dan hadits. Nama Jama'ah Tabligh merupakan sebutan

bagi mereka yang sering menyampaikan, sebenarnya usaha ini tidak

mempunyai nama tetapi cukup Islam saja tidak ada yang lain. Bahkan

Muhammad Ilyas mengatakan sea ndainya aku harus memberikan nama pada

usaha ini maka akan aku beri nama "gerakan iman". Ilham untuk

mengabdikan hidupnya total hanya untuk Islam terjadi ketika Maulana Ilyas

melangsungkan Ibadah Haji kedua-nya di Hijaz pada tahun1926. Maulana

Ilyas menyerukan slogannya, ‘Aye Musalmano! Musalman bano’ (dalam

bahasa Urdu), yang artinya ‘Wahai umat muslim! Jadilah muslim yang kaffah

(menunaikan semua rukun dan syari’ah seperti yang dicontohkan

Rasulullah)’.

31 Penelitian M. Yusuf Asry, “Makna Komunikasi Non-Verbal dalam Dakwah: PenelitianSimbol Dakwah Jamaah Tabligh,” Jurnal Harmoni, Vol VI, Nomor 23, 2007

32 Republika dalam dua edisi tentang Jamaah Tabligh Gerakan Dakwah Transnasional, 12September 2012, http/www.republika.co.id, diakses pada 2 Juli 2017

Page 43: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

33

Tabligh resminya bukan merupakan kelompok atau ikatan, tetapi

gerakan muslim untuk menjadi muslim yang menjalankan agama secara

sempurna, dan hanya satu-satunya gerakan Islam yang tidak memandang asal

usul mahdzab atau aliran pengikutnya.Dalam waktu kurang dari dua dekade,

Jamaah Tabligh berhasil berjalan di Asia Selatan. Dengan dipimpin oleh

Maulana Yusuf, putra Maulana Ilyas sebagai amir/pimpinan yang kedua,

gerakan ini mulai mengembangkan aktivitasnya pada tahun 1946, dan dalam

waktu 20 tahun, penyebarannya telah mencapai Asia Barat Daya dan Asia

Tenggara, Afrika, Eropa, dan Amerika Utara. Sekali terbentuk dalam suatu

negara, Jamaah Tabligh mulai membaur dengan masyarakat lokal. Meskipun

negara barat pertama yang berhasil dijangkau Tabligh adalah Amerika

Serikat, tetapi fokus utama mereka adalah di Britania Raya, mengacu kepada

populasi padat orang Asia Selatan disana yang tiba pada tahun 1960-an dan

1970-an.

Jama’ah ini tidak menerima donasi dana dari manapun untuk

menjalankan aktivitasnya. Biaya operasional Tabligh dibiayai sendiri oleh

pengikutnya.Tahun 1978, Liga Muslim Dunia mensubsidi pembangunan

Masjid Tabligh di Dewsbury, Inggris, yang kemudian menjadi markas besar

Jama’ah Tabligh di Eropa. Pimpinan mereka disebut Amir atau Zamidaar atau

Zumindaar.

Page 44: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

34

B. Visi, Misi, dan Tujuan

1. Visi dan misi

“Sebagai umat dakwah sudah sepatutnya menyesuaikan visi hidup kita dengan visi

hidup Rasulullah SAW, tentunya tidak cukup hanya menjadi baik untuk diri kita

sendiri dengan melakukan ibadah-ibadah yang bersifat individual, tapi

meninggalkan tangung jawab sosial. Umat Islam harus mengemban tugasnya

sebagai umat terbaik yang dikeluarkan Allah SWT untuk manusia, yaitu dengan

menjalankan tugas dakwahnya, mengenalkan manusia pada agama Allah SWT”33

2. Tujuan :

Menyatukan visi misi umat muslim seluruh nusantara supaya mempunyai

tujuan dan pandangan yang sama terhadap agama islam.

C. Organisasi, Kepengurusan dan Fasilitas

Kebanyakan anggota Jama'ah Tabligh merasa keberatan dan

menolak jika merela disebut sebagai organisasi. Alasannya, menurut mereka

aktivitas yang dilakukan itu merupakan usaha dakwah dan tabligh

sebagaimana yang dijalankan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Target

utama mereka adalah memakmurkan masjid di seluruh dunia dan mengajak

setiap orang muslim menyadari kewajiban agama mereka.

Selain itu, jaringan antar kelompok dalam Jama’ah Tabligh bercorak

longgar, dalam arti tidak memiliki struktur yang ketat dan tidak memiliki

hirarki vertikal dengan pertanggungjawaban organisasi yang jelas. Tidak ada

pemilihan pimpinan untuk memenuhi struktur dalam periode tertentu. Karena

33http://adressmarkazjemaahtabligh.blogspot.com/ 15.00

Page 45: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

35

itu mereka tidak memiliki Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah

Tangga (ART) organisasi, tidak memiliki sistem kesekretariatan atau

kebendaharaan yang baku, serta tidak memiliki sistem pengawasan organisasi

yang standar. Oleh karena itu pula, Jama’ah Tabligh tidak terdaftar secara

resmi sebagai organisasi sosial kemasyarakatan, sebagaimana lazimnya

organisasi sosial keagamaan yang lain. Mereka juga tidak memerlukan izin

penyelenggaraan setiap kali mengadakan kegiatan, karena menurut mereka

kegiatan yang diselenggarakan itu bersifat informal bahkan bersifat personal.

Meskipun demikian tidak berarti kelompok ini tidak memiliki hirarki

kepemimpinan sama sekali. Penyelenggaraan dakwah yang melibatkan

sejumlah orang secara bersama-sama dan berpindah dari satu tempat ke

tempat lain, tentu memerlukan pengaturan. Selain itu secara alamiah akan ada

proses yang membedakan antara mereka yang telah lama terlibat dalam

jama’ah dengan mereka yang masih baru bergabung. Maka, kendatipun

sangat longgar, hierarki berdasarkan keilmuan (agama), senioritas dalam jam

terbang dakwah atau khuruj atau jaulah, dapat ditemukan dalam Jama'ah

Tabligh. Struktur vertikal juga dikenal, meskipun sama longgarnya dengan

hierarki kepemimpinan yang lebih bercorak keagamaan. Struktur itu bukan

hanya terkait dengan keberadaan mereka di Indonesia, melainkan juga dengan

jaringan internasional.

Sifat organisasi yang longgar memungkinkan pengelolaan kegiatan

yang lentur dan tidak permanen. Meskipun terdapat sejumlah istilah yang

secara umum digunakan oleh jama’ah ini, seperti Markas (pusat), Zone

Page 46: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

36

(wilayah), Halaqah (tempat kumpul atau Mahallah (tempat berhenti),

penggunaan istilah tersebut juga bersifat lentur, tanpa keharusan dan

digunakan hanya untuk memudahkan penandaan koordinasi sejumlah

aktifitas.

Demikian pula dalam hal struktur kepengurusan, terdapat istilah

yang umum digunakan di kalangan mereka. Misalnya ada yang disebut

dengan Istiqbal yang berfungsi mengurus tamu-tamu luar daerah (atau luar

negeri) yang sedang melakukan khuruj, ataupun masyarakat biasa yang

berminat mengikuti kegiatan yang diadakan di tingkat Markas. Jadi, bagian

istiqbal ini dapat dikatakan sejenis protokoler. Ada juga bagian Tasykil, yang

tugas utamanya adalah memantau perkembangan kelompok-kelompok

dakwah di zone-zone dan mahallah-mahallah, mendaftar anggota baru,

mengurus pembagian wilayah sasaran perjalanan dakwah, dan seterusnya.

Selanjutnya ada bagian khidmat, yang terutama berfungsi untuk penyediaan

dan penyiapan logistik, baik di Markas (pengaturan makan) maupun logistik

untuk khuruj.

Penunjukan seorang amir dilakukan secara musyawarah pada waktu-

waktu yang telah disepakati bersama, misalnya pada setiap 40 hari sekali

ketika satu kelompok akan melakukan khuruj selama 40 hari, atau tiga hari

sekali ketika mereka melakukan khuruj tiga harian. Masing-masing berhak

menunjuk menjadi amir berdasarkan hasil musywarah.

Jamaah Tabligh mengenal cara-cara untuk merekrut anggota atau

jamaah pemula. Pada awalnya mereka mendatangi masjid-masjid tertentu

Page 47: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

37

untuk ikut shalat berjamaah. Setelah itu mereka menetapkan salah satu

diantara masjid tersebut yang akan dijadikan pusat kegiatan dakwah. Dari

masjid inilah, mereka kemudian melakukan jaulah, yakni berkeliling ke

rumah-rumah masyarakat yang ada di sekitar masjid untuk mengajak

penghuninya memakmurkan masjid setempat.

Waktu yang digunakan dalam jaulah kurang lebih selama dua

setengah jam dan biasanya mereka lakukan setelah shalat ashar. Apabila

diketahui ada anggota jamaah yang sakit, maka mereka akan segera

menengok jamaah yang sakit itu, bila perlu ikut menanggung biaya

pengobatannya. Apabila dalam proses jaulah itu mereka bertemu dengan

seseorang, mereka juga akan mengajak orang tersebut (tanpa mempedulikan

apakah penduduk setempat atau bukan) untuk memakmurkan masjid,

mengikuti pengajian-pengajian yang mereka lakukan serta bersama-sama

mendiskusikan berbagai masalah agama dan kehidupan sehari-hari. Setelah

proses awal dilewati, mereka menerapkan cara-cara selanjutnya agar jamaah

pemula yang telah bergabung dalam kegiatan mereka, bersedia untuk

mendukung kegiatan dakwah sebagai mubaligh.

Setidaknya ada tiga tingkatan cara untuk mendorong seseorang

untuk menjadi mubaligh, yaitu berdakwah keluar kampungnya sendiri (yang

disebut dengan khuruj). Tingkat pertama disebut Tarhid, yakni promosi

mengenai manfaat melakukan dakwah, baik untuk diri sendiri maupun untuk

masyarakat. Pada tingkat ini jamaah pemula belum dapat diajak menjadi

partisipan dakwah di kampong lain. Tingkat kedua, Tasykil, yaitu ajakan

Page 48: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

38

untuk berpartisipasi dalam kegiatan dakwah yang dilakukan bukan hanya di

masjidnya sendiri, melainkan juga mengikuti pengajian yang dilakukan di

tempat lain. Pada tingkatan ini telah muncul keinginan berdakwah keluar

(khuruj) pada jamaah pemula tersebut, ia tidak akan begitu saja diluluskan

keinginannya. Tingkatan ketiga disebut Tahayya, yaitu tawaran untuk

mengikuti khuruj, mulai dari satu hari, tiga hari, empat puluh hari, dan

seterusnya. Berbagai pertimbangan akan dilakukan dan didengar oleh para

anggota senior, sebelum yang bersangkutan dinyatakan layak menerima

dorongan tingkat ketiga ini dan mengikuti khuruj.

Untuk mendapatkan anggota jamaah, maka beberapa ketentuan

digariskan atau diperlukan beberapa ketentuan: kesatuan hati antara amir

dengan makmur, makmur dengan makmur, jamaah gerak dengan karkun

setempat, jamaah gerak dengan jamaah masjid, dan jamaah dengan

masyarakat; hidupkan dengan amalan iJama'ah Tablighimai : a) shalat

berjamaah, b) musyawarah, c) ta’lim, d) jaulah, e) bayan, f) makan

berjamaah, g) tidur, h) perjalanan; hidupkan lima amalan infiradi, diantaranya

a) takbiratul ula dalam shalat berjamaah, b) shalat nawafil (sunat/tambahan),

c) dzikir dan tilawah al-Qur’an minimal satu juz setiap hari, d) doa memohon

hidayah, dan ;taat pada keputusan musywarah; hidupkan lima jaulah, yaitu :

jaulah umumi, khususi, ta’limi, tasykili, dan usuli; akhirkan waktu untuk

makan dan istirahat; semua amalan siang hari hanya 10%, tetapi amalan pada

malam hari 90%; sambung rasa, kemudian ditentukan harinya untuk khuruj;

ikram, membantu menyelesaikan masalahnya.

Page 49: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

39

Dengan pola rekruitmen seperti itu, maka secara garis besar, orang-

orang yang ikut dalam dakwah Jama'ah Tabligh dapat dibedakan menjadi dua

jenis, yakni maqami dan intiqali.Yang dimaksud dengan maqami (arti

harfiahnya: tempat) adalah para anggota jamaah yang cukup meluangkan

waktu saja untuk mengadakan musyawarah agama (sering disebut dengan

istilah ta’lim) sekurang-kurangnya 2,5 jam setiap hari. Musyawarah tersebut

dilakukan di rumah masing-masing bersama keluarga atau di masjid bersama

masyarakat sekitar. Adapun yang dimaksud intiqali (arti harfiahnya :

berpindah) adalah meluangkan waktu keluar berdakwah di jalan Allah (khuruj

fi sabilillah) sekurang-kurangnya tiga hari dalam satu bulan; atau sekurang-

kurangnya 40 hari dalam satu tahun, atau sekurang-kurangnya 4 bulan dalam

seumur hidup.

Perlengkapan sarana dan fasilitas yang dimiliki oleh masjid kebun

jeruk yang digunakan oleh jama’ah tabligh untuk menunjang pelaksanaan

program-program kegiatan, adalah : (1) 3 lantai kamar tidur, (2) 3 ruang

dapur, (3) Ruangan masjid untuk pertemuan. Adapun kepengurusan di

Jama'ah Tabligh Kebon Jeruk sebagai berikut;

NO Nama L/P1 H.ABBAS L2 AHMAD QODIR L3 RUSLI JAELANI L4 MUHAMMAD RO’UF L5 H. SALIM MAHMUD L6 H. DARSONO L7 AHMAD RIFA’I L8 MUKIDIN SYAFI’ L9 ABDURRAHMAN L10 MUHAMMAD THOHA L11 H. SURYA L

Page 50: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

40

12 FIRMAN MAULANA L13 AHMAD MUZAKI L14 MUHAMMAD IDRIS L15 H. IMAM MA’SUM L

Tabel 2.

Perputaran Amir Jama’ah Tabligh Kebun Jeruk Jakarta Barat

NO NAMAJUMLAH HALAQAH DALAM 1 BULAN1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 H.ABBAS + + - + - - + + +2 AHMAD QODIR + + + + + + - - -3 RUSLI JAELANI - - + + + + - - +4 MUHAMMAD RO’UF - + + + + - - - -5 H. SALIM MAHMUD - + + + + + - + -6 H. DARSONO + - + - + + + - -7 AHMAD RIFA’I + - + + + - + - -8 MUKIDIN SYAFI’ + - + + + - + - +9 ABDURRAHMAN - + - - + - + - +10 M. THOHA + - + + + + + - +11 H. SURYA + - + - + + + + +12 FIRMAN MAULANA - - + - + + + + -13 AHMAD MUZAKI - + + - + - + + -14 MUHAMMAD IDRIS + + - - + - + + -15 H. IMAM MA’SUM + + - + + - + + -

D. Ajaran Dasar Jama’ah Tabligh

a. Khuruj dan Tabligh

Sewaktu khuruj, kegiatan diisi dengan ta’lim (membaca hadits atau

kisah sahabat, biasanya dari kitab Fadhail Amal karya Maulana Zakaria),

jaulah (mengunjungi rumah-rumah di sekitar masjid tempat khuruj

dengan tujuan mengajak kembali pada Islam yang kaffah), bayan,

mudzakarah (menghafal) 6 sifat sahabat, karkuzari (memberi laporan

harian pada amir), dan musyawarah. Selama masa khuruj, mereka tidur di

Page 51: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

41

masjid. Selama khuruj ada 4 hal yang diperbanyak, yaitu dakwah illallah,

taklim wata’lum, zikir dan ibadah, dan berkhidmad (melayani sesama

muslim). Ada 4 hal lagi yang dikurangi: waktu tidur dan makan, keluar

masjid dan boros.

Aktivitas Markas Regional adalah sama, khuruj, namun biasanya

hanya menangani khuruj dalam jangka waktu 40 hari atau 4 bulan saja.

Selain itu mereka juga mengadakan malam IJama'ah Tablighima’

(berkumpul), dimana dalam IJama'ah Tablighima’ akan diisi dengan

Bayan (ceramah agama) oleh para ulama atau tamu dari luar negeri yang

sedang khuruj disana, dan juga ta’lim wa ta’alum. Khuruj sebagai

kegiatan keluar untuk berdakwah dalam Jama'ah Tabligh memiliki

formula waktu bervariasi mulai dari 3 hari, 7 hari, 10 hari, 40 hari sampai

4 bulan.

Khuruj dilakukan secara berkelompok, antara 10 hingga 15 orang.

Mengunjungi daerah-daerah sesuai sasaran dakwah yang telah ditentukan.

Begitu sampai di tempat sasaran dakwah mereka menyebar, keluar masuk

kampung, pasar, dan warung-warung mengajak untuk shalat jama’ah ke

masjid atau musholla, sambil tetap berdzikir kepada Allah.

Biaya untuk mengongkosi aktivitas khuruj ditanggung secara

mandiri oleh anggota JAMA'AH TABLIGH. Uang yang digunakan untuk

keperluan khuruj memang disisihkan dari penghasilan atau usaha untuk

kepentingan dakwah. Sebelum khuruj keluarga di rumah terlebih dahulu

dicukupi nafkahnya. Dengan demikian urusan keluarga tetap menjadi

Page 52: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

42

perhatian sebelum berangkat. Setiap orang yang khuruj terlebih dahulu

harus memastikan diri apakah nafkah keluarganya selama ditinggalkan

tercukupi dengan baik. Selain itu, pimpinan markas menugaskan

seseorang untuk memonitor perkembangan keluarga mereka yang

melakukan khuruj. Setahun sekali, digelar Jama'ah Tablighima’ umum di

markas nasional pusat, yang biasanya dihadiri oleh puluhan ribu umat

muslim dari seluruh pelosok daerah. Bagi mereka yang mampu

diharapkan untuk khuruj ke poros markas pusat (India – Pakistan –

Bangladesh /IPB) untuk melihat suasana keagamaan yang kuat untuk

mempertebal iman mereka.

Muktamar umat Islam dunia atau lebih dikenal dikalangan Jamaah

tabligh dengan istilah “IJama'ah Tablighima’ Dunia” dalam bahasa

Bangladesh disebut “Bishwa IJama'ah Tablighima”, merupakan acara

tahunan rutin dari rangkaian program kegiatan dakwah Jamaah Tabligh.

Program IJama'ah Tablighima berakhir ditandai dengan acara “Akheri

Munajat” atau doa terakhir yang dipimpin oleh seorang Ulama Jamaah

Tabligh.

Pada dasarnya khuruj adalah realisasi dari kewajiban dakwah, yang

memberikan penekanan pada pentingnya bertabligh (menyampaikan

ajaran). Tabligh disini diartikan sebagai keluar di jalan Allah dan

hukumnya wajib bagi setiap anggota. Beberapa pertimbangan rasional

maupun tekstual dari Al-qur’an dan Hadits digunakan Jama'ah Tabligh

untuk mendasari kewajiban khuruj ini. Pertimbangan rasional yang

Page 53: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

43

mereka gunakan sehingga setiap muslim harus bertabligh, antara lain

misalnya satu pemikiran bahwa pada umumnya orang-orang Islam

menyerahkan tugas dak wah kepada para alim ulama saja. Padahal setiap

muslim dan muslimat diperintahkan oleh Allah supaya mencegah manusia

berbuat maksiat. Oleh karena itu, Jama'ah Tabligh menyeru kepada setiap

kaum muslimin supaya meluangkan waktu dan tenaga mereka untuk

bertabligh.

Pertimbangan tekstualnya adalah merujuk kepada ayat-ayat Al-

Qur’an sebagai berikut:

1) Al-Qur’an surat Fushillat ayat 33: “siapakah yang lebih baik

perkataannya daripada orang yang menyeru manusia kepada agama

Allah, dan mengajarkan amal yang shaleh dan berkata

sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri”;

2) Al-Qur’an surat At-taubah ayat 1-2 : “ Berangkatlah kalian baik

dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat dan

berjuanglah dengan harta dan diri kalian di jalan Allah. Yang

demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.

Andaikata yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang

mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah

mereka mengikutimu. Tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa

oleh mereka, sehingga mereka akan bersumpah dengan (nama)

Allah : jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama

denganmu..”;

Page 54: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

44

3) Al-Qur’an surat Adzariyaat ayat 55: “Dan tetaplah memberi

peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu memberi manfaat

bagi orang-orang yang beriman “;

4) Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 41: “Keluarlah (di jalan Allah)

dalam keadaan ringan atau berat dan berjuanglah kamu dengan

harta kamu dan diri kamu di jalan Allah, itu adalah lebih baik bagi

kamu jika kamu mengetahui “;

5) Al-Qur’an surat Al-Anbiya ayat 107: “Dan tidaklah Kami mengutus

Engkau (hai Muhammad) melainkan untuk membawa rahmat bagi

manusia seluruh alam “;

6) Dalam sebuah Hadits Rasulullah SAW bersabda: “Sambunglah

orang yang memutuskan hubungan denganmu, santunilah orang

yang tidak menyantuni kamu, ampunilah orang yang berbuat dzalim

kepadamu”.

b. Asas Enam Sifat

Dalam ajaran Jama'ah Tabligh ada enam hal yang merupakan

ajaran pokok atau utama yang disebut dengan 6 sifat, yaitu: Yakin

terhadap kalimat Laa ilaaha ilallah Muhammadur Rasulullah, yang

artinya adalah tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan

Allah. Laa illaha ilallah, maksudnya adalah mengeluarkan keyakinan

pada makhluk dari dalam hati dan memasukkan keyakinan hanya kepada

Allah. Cara mendapatkannya adalah dengan mendakwahkan pentingnya

iman, latihan dengan membentuk halakah iman dan berdoa kepada Allah

Page 55: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

45

agar diberi hakikat iman. Muhammadur Rasulullah, maksudnya adalah

mengakui bahwa satu-satunya jalan hidup untuk mendapatkan kejayaan

dunia dan akhirat hanya dengan mengikuti cara hidup rasulullah SAW;

Shalat Khusyu’ dan Khudu’. Artinya adalah shalat dengan konsentrasi

batin dan rendah diri dengan mengikuti cara yang dicontohkan rasulullah.

Maksudnya: membawa sifat-sifat ketaatan kepada Allah dalam shalat

kedalam kehidupan sehari-hari; Ilmu Ma’adz Dzikir. Ilmu artinya semua

petunjuk yang dating dari Allah melalui baginda Rasulullah. Dzikir artinya

mengingat Allah sebagaimana agungnya Allah. Ilmu ma’adzikir sendiri

maksudnya adalah melaksanakan perintah Allah dalam setiap saat dan

keadaan dengan menghadirkan ke-Agungan Allah mengikuti cara

Rasulullah; Ikramul Muslimin. Artinya adalah memuliakan sesama

muslim. Maksudnya menunaikan kewajiban pada sesama muslim tanpa

menuntut hak kita ditunaikannya; Tashihun Niyah. Artinya

membersihkan niat. Maksudnya adalah membersihkan niat dalam beramal,

semata-mata karena Allah. Cara mendapatkannya: dakwahkan pentingnya

tashihun niyah, latihan dengan mengoreksi niat sebelum, saat dan setelah

beramal, berdoa kepada Allah agar diberi hakikat tashihun niyah; Dakwah

wat Tabligh. Dakwah artinya mengajak. Tabligh artinya menyampaikan.

Maksudnya memperbaiki diri, yaitu menggunakan diri, harta, dan waktu

seperti yang diperintahkan Allah, menghidupkan agama pada diri sendiri

dan manusia di seluruh alam dengan menggunakan harta dan diri mereka.

Page 56: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

46

Ajaran tentang enam sifat sebagaimana tersebut di atas adalah nilai-

nilai penting yang menjadi esensi dari JAMA'AH TABLIGH. Namun

pencapaian enam sifat itu hanya akan dirasakan dan didapatkan jika

seseorang mengikuti aktivitas utama Jama'ah Tabligh, yaitu berkelana

menebar rahmat atau apa yang disebut dengan khuruj fi sabilillah, dimana

tujuan utama aktivitas ini adalah berdakwah mengajak ke jalan Allah.

Di Indonesia, pusat dari aktivitas khuruj itu adalah di masjid tua

Kebon Jeruk, Jakarta Selatan. Pada setiap tahun bahkan Kebon Jeruk

dijadikan sebagai markas pertemuan nasional atau IJama'ah Tablighima’

nasional, dimana berkumpul seluruh anggota Jama'ah Tabligh dari seluruh

Indonesia. Masjid tua Kebon Jeruk itu seperti tidak pernah mati dari

berbagai aktivitas. Ia selalu hidup dengan kegiatan-kegiatan keagamaan.

Apalagi pada hari Kamis, sekitar 2000 laki-laki berkumpul di masjid yang

didirikan tahun 1718 oleh seorang ulama dari negeri Cina ini. Mereka

dengan khusyu mengikuti ceramah yang disampaikan seorang ustadz. Ada

yang berpakaian koko warna-warni dan berkopiah haji putih. Kebanyakan

memanjangkan jenggot dan mencukup kumis. Senuah ajaran yang diyakini

sebagai sunnah Rasulullah. Mereka penuh dengan senyum dan menyapa

akrab pada setiap orang.

Mereka yang berkumpul di masjid tua itu berasal tidak hanya dari

Jakarta, melainkan juga dari Jawa barat, Jawa Timur, Lampung dan daerah

lainnya di Indonesia. Bahkan ada pula yang dari India, Pakistan, Malaysia

Page 57: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

47

dan Thailand. Umumnya mereka membawa tas-tas besar berisi pakaian

dan perbekalan lainnya

Aktivitas mereka selama dimasjid itu dapat digambarkan sebagai

berikut: Pada setiap habis shalat ashar berjamaah diadakan pengajian yang

disebut dengan takrir, yang berisi soal-soal agama yang muncul selama

khuruj (dakwah keluar berkeliling/jaulah). Dilakukan pula evaluasi selama

di lapangan, kemudian mendiskusikan bersama-sama. Usai shlat Maghrib

seorang ustadz berdiri di mimbar, dan berkhutbah tentang pentingnya iman

dan amal shaleh bagi setiap muslim. Bila sang ustadz mengutip hadits atau

ayat Al-Qur’an berupa ancaman, serempak jama’ah berucap istighfar

“astaghfirullahal’adzim”. Jika yang dikutip berupa kebesaran Allah

serempak jamaah menyebut dengan tasbih “subhanallah”.

Usai khutbah ada tasykil, yaitu tawaran khuruj secara berombongan.

Lamanya dakwah yang ditawarkan bervariasi, mulai 3 hari, 7 hari, 10 hari,

40 hari sampai 4 bulan. “Ayo saudara-sudara kita dakwah, masya Allah,

masya Allah. Allah yang akan menjaga anak, istri, keluarga dan harta

kita,” katanya. Banyak jama’ah antusias menerima ajakan itu. Mereka lalu

didaftar dan diseleksi oleh Ahli Syura. Hanya yang memenuhi syarat yang

bisa khuruj.

Rangkaian ibadah itu ditutup dengan shalat Isya’ berjamaah. Setelah

itu jamaah mengisi waktu istirahat dengan berbagai cara. Ada yang

berdiskusi dengan kelompoknya tentang persiapan keluar di hari esok atau

bertukar pengalaman dengan peserta kelompok lain. Ada juga yang tidur-

Page 58: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

48

tiduran atau makan malam. Makannya memakai tempayan. Satu tempayan

dikepung 4 – 5 orang. Cara makan berjamaah inipun ada tata caranya.

Duduknya dengan cara melipat kaki kiri lalu diduduki dengan pantat,

sementara kaki kanan ditekuk dengan posisi berdiri. Lalu makan bersama

dengan jari tidak dengan menggunakan sendok, mengambil makanan dari

sisi pinggir, baru kemudian ke tengah. Makanan tidak boleh ada yang

tersisa, harus habis dan bersih, bahkan sisa makanan yang ada dijaripun

harus dibersihkan dengan cara menjilatinya. Semua tata cara makan

tersebut diakui berasal dari sunnah Nabi SAW.

Pada tengah malam mereka bangun melaksanakan shalat tahajud.

Setelah shalat subuh diadakan cermah kembali hingga matahari terbit.

Setelah usai barulah mereka siap-siap untuk khuruj sesuai tujuan masing-

masing kelompok. Begitu sampai di sasaran dakwah mereka menyebar,

keluar masuk kampung, pasar, dan warung-warung, sambil tetap berdzikir

kepada Allah.

Ada dua hal penting yang tidak boleh diperbincangkan selama

tabligh, yaitu soal politik dan khilafiyah (perbedaan pendapat). Alasannya

karena tujuan dakwah menyatukan umat. Sementara politik dan khilafiyah

cenderung memecah belah umat. Meskipun begitu, dalam kehidupan

sehari-hari pada anggota Jama'ah Tabligh dibebaskan untuk mengikuti

kegiatan politik yang menjadi pilihannya. Sementara organisasi Islam

lainnya, mereka anggap sebagai kawan seperjuangan.

Page 59: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

49

c. Ushulul Dakwah

Selain enam sifat sebagai tersebut, Jama'ah Tabligh juga

mengajarkan dua puluh Ushulul Dakwah (dasar-dasar dakwah) yang

harus ditaati seorang juru dakwah ketika melaksanakan khuruj.

Keduapuluh ushulul dakwah tersebut dapat dikatagorikan menjadi lima

(5) kelompok sebagai berikut : (1) empat hal yang harus diperbanyak,

meliputi: dakwah ilallah, ta’lum wa ta’lim (belajar dan mengajar agama),

dzikir wal-ibadah, serta khidmah, (2) empat hal yang harus dijaga,

meliputi : taat kepada pimpinan selama pimpinan taat kepada Allah dan

Rasul, mendahulukan amal iJama'ah Tablighima’i (kolektif) daripada

amal infiradi (individual), menjunjung tinggi kehormatan masjid,

memiliki perasaan sabar dan tahan uji, (3) empat hal yang harus

dikurangi, meliputi : masa makan dan minum, masa tidur dan istirahat,

masa keluar masjid, masa berbicara yang sia-sia, (4) empat hal yang harus

ditinggalkan, meliputi : mengharapkan sesuatu selain dari Allah, meminta

sesuatu selain kepada Allah, memakai barang orang lain tanpa seijin

pemiliknya, serta mubadzir dan boros, (5) empat hal yang tidak boleh

dilakukan, meliputi: tidak boleh membicarakan politik baik dalam

maupun luar negeri, tidak boleh membicarakan masalah khilafiyah atau

perbedaan pendapat dalam masalah agama, tidak boleh membicarakan

masalah status sosial (derajat, pangkat, kedudukan) tetapi yang ada hanya

tawakkal, tidak boleh meminta-minta dana dan membicarakan aib

masyarakat.

Page 60: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

50

d. Musyawarah dan Pola Hidup

Islam sangat menekankan prinsip syura atau musyawarah. Karena itu

bagi Jama'ah Tabligh musyawarah dipandang sebagai suatu asas yang

amat penting untuk ditegakkan dalam kehidupan manusia, terutama yang

menyangkut kepentingan umat. Dengan musyawarah segala urusan dan

persoalan yang berkaitan dengan hajat dan kepentingan umat dapat

dipecahkan dengan seksama dan bersama-sama. Musyawarah merupakan

kegiatan yang mulia untuk menghasilkan kesepakatan dalam membahas

suatu persoalan.

Musyawarah yang dilakukan oleh kalangan Jama'ah Tabligh

adakalanya bersifat harian dan mingguan. Musyawarah harian dilakukan

oleh khalaqah-khalaqah atau muhalah-muhalah di berbagai daerah.

Khalaqah yang dimaksud adalah bagian dari wilayah Kotamadya yang

terdiri dari beberapa muhalah. Sedangkan Muhalah merupakan bagian

dari khalaqah sebagai tempat kegiatan usaha dakwah. Adapun

musyawarah yang bersifat mingguan biasanya dilakukan oleh

penanggungjawab (ahli syuro) tingkat Kotamadya dengan perwakilan

khalaqah-khalaqah di masjid.

Topik yang dibicarakan dalam kegiatan musyawarah berkaitan

dengan hal-hal sebagai berikut: Yang Pertama berkaitan dengan

kesiapan jamaah yang akan bergerak. Dalam hal ini peserta musyawarah

melaporkan siapa saja yang sudah siap untuk berangkat dan daerah mana

saja yang akan menjadi tempat tujuan. Selain itu juga dilaporkan juga

Page 61: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

51

tentang nisab (batas waktu) yang disanggupi oleh calon jamaah, seperti 3

hari, 40 hari atau 4 bulan. Daerah sasaran usaha dakwah itu dapat

dibedakan menjadi empat jenis, yaitu daerah negeri jauh, daerah negeri

dekat, daerah negeri sedang, dan daerah dalam negeri. Termasuk juga

dibicarakan dalam musyawarah adalah mengenai kesiapan dalam

pembiayaan jamaah yang mau berdakwah. Kedua, yang dibicarakan

dalam musyawarah adalah monitoring terhadap jamaah yang sedang

keluar di jalan Allah. Segala aktivitas jamaah yang sedang khuruj

dilaporkan dalam musyawarah. Laporan tersebut meliputi kesulitan-

kesulitan yang dihadapi oleh jamaah, seperti kekurangan biaya, jamaah

yang sakit, atau kesulitan uang yang dihadapi keluarga jamaah yang

sedang khuruj. Bila terjadi kesulitan yang berarti, maka

penanggungjawab segera mengirim seseorang utusan untuk membantu

kesulitan-kesulitan tersebut, hal seperti ini dinamakan nusroh, yakni

membantu jamaah yang sedang bergerak keluar di jalan Allah yang akan

melaksanakan usaha dakwah di daerah setempat. Ketiga, yang

dibicarakan adalah masalah-masalah actual atau yang sedang terjadi.

Adakalanya berkenaan dengan takaza ( jamaah yang bersiap diri akan

bergerak untuk dakwah), jamaah yang baru bergerak, masalah program

dakwah, masalah khidmah, dan masalah amal maqani, laporan jamaah

yang sudah pulang ke markas; seperti kendala di lapangan, tanggapan

masyarakat, simpatisan warga masyarakat. Dan yang Keempat,

musyawarah membicarakan tentang siapa saja yang bertugas untuk

Page 62: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

52

melaksanakan berbagai kewajiban. Biasanya dilakukan dalam iJama'ah

Tablighima’i mingguan. Petugas yang dimaksud merupakan tim yang

terdiri atas petugas taqrir, petugas bayan maghrib, petugas ta’lim akhir,

petugas bayan subuh. Selain itu selalu dimusyawarahkan pula tentang

petugas tasykil, petugas bayan wabsi. Semua petugas tersebut bisa dipilih

kembali dalam setiap iJama'ah Tablighima mingguan. Hal ini tergantung

kepada kesepakatan para peserta musyawarah.

Selain musyawarah, mereka juga diharuskan mengikuti pola hidup

sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi dan para sahabat nabi dalam

kehidupan sehari-hari. Misalnya saja, cara berpakaian yang merupakan

penjelmaan dari pakaian seorang muslim adalah memakai baju gamis

atau baju kurung, dengan celana yang agak dinaikkan di atas mata kaki.

Pakaian seperti ini diyakini sebagai pakaian yang sesuai dengan sunah

Nabi SAW. Sedangkan dalam cara makan dan minum, mereka

menerapkan apa yang mereka pandang sebagai cara makan dan minum

menurut Islam. Dalam hal cara makan dan minum ini, ada beberapa hal

yang harus dilakukan, yaitu: cuci tangan di air yang mengalir, duduk di

atas topang, makanan ditaruh di dalam satu nampan untuk sejumlah

orang, mengambil makanan dari bagian pinggir nampan dan dimulai

terlebih dahulu dengan tiga jari.

Dalam hal cara tidur, anggota Jama'ah Tabligh mempunyai bentuk

tersendiri, yaitu membujur ke utara, dengan tangan dilipat sebagai bantal,

dengan posisi miring dan kaki satu disilangkan atau dilipatkan ke kaki

Page 63: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

53

satu lainnya. Sebelum tidur diharuskan mengambil air wudlu, shalat 2

rekaat, membaca doa tidur, terus dilanjutkan membaca surat Al-Fatihah,

Al-Ikhlas, An-Nas, ditiup-tiup di tangan dan diusapkan dikepala, muka

dan badan, kecuali telapak kaki dan kemaluan.

Memelihara jenggot merupakan gaya dan pola hidup lainnya yang

dipahami sebagai sunnah Nabi SAW. Jenggot merupakan contoh yang

diambil dari Nabi Musa, sedangkan kumis harus dipotong karena konon

merupakan gaya hidup Fir’aun. Memakai jenggot merupakan anjuran

Rasulullah SAW. Bagai Jama'ah Tabligh memelihara jenggot adalah

sunnah Nabi SAW yang dasar syari’atnya sebagaimana diriwayatkan

dalam sebuah hadits Nabi, bahwa pada suatu hari ada seseorang yang

menghadap Nabi, dan begitu ketemu dengannya Nabi tersenyum, Lalu

keesokan harinya Nabi bertemu dengan orang ini kembali, maka Nabi

kelihatan mukanya masam. Lalu sahabat itu bertanya apa gerangan

penyebabnya, maka Rasulullah menjelaskan bahwa Beliau kemarin

tersenyum karena melihat banyak malaikat bergelantungan di jenggot

sahabat itu, sementara sekarang jenggot itu sudah dicukur sehingga tidak

ada lagi malaikat yang bergelantungan,maka Nabi kemudian menjadi

masam mukanya.

Dalam cara bergaul dan bertatakrama, anggota Jama'ah Tabligh tidak

mempersoalkan sama sekali mengenai status sosial, baik karena factor

ekonomi, jabatan, atau kekuasaan. Mereka merasa sebagai satu saudara

sesama muslim yang diikat oleh satu kesamaan yaitu sama-sama Islam

Page 64: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

54

dan yang membedakan hanya iman dan amal shalehnya. Karena

semangat egalitarianisme seperti ini, maka anggota jamaah tabligh

berasal dari berbagai kalangan dan latar belakang. Ada yang berasal dari

kalangan lapisan bawah, menengah dan ada yang berasal dari lapisan

atas. Mereka menganjurkan pola hidup sederhana, tidak berlebih-lebihan

dan berpendapat bahwa harta benda yang dimililiki akan lebih baik jika

seperempat bagiannya dipergunakan untuk berdakwah sebagai bekal di

akhirat kelak.

e. Fungsionalisasi Masjid

Salah satu yang menjadi keprihatinan Jama'ah Tabligh adalah

sepinya masjid dari berbagai aktivitas shalat jamaah dan aktivitas dakwah.

Mereka selalu menyampaikan bahwa kaum muslimin mampu membangun

masjid-masjid besar dengan gaya dan arsitektur yang indah, namun di

berbagai tempat masjid-masjid itu kelihatan sepi, aktivitas shalat jamaah

terkadang ala kadarnya, bahkan ada yang tidak punya aktivitas shalat

jamaah sama sekali, apalagi aktivitas dakwah dan keilmuan. Padahal,

begitu pemikiran mereka, masjid-masjid di zaman Nabi dan sahabat selalu

ramai dengan segala aktivitas tersebut. Bagi Jama'ah Tabligh, masjid

adalah pusat cahaya dan penerangan sumber ilmu pengetahuan. Setiap

orang yang masuk masjid seharusnya dapat menimba ilmu-ilmu

keislaman dan menjadi alim, karena disanalah seharusnya berbagai ilmu

dipelajari. Di masjid pula ruh manusia disucikan melalui ibadah-ibadah

Page 65: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

55

berupa shalat, dzikrullah, doa dan membaca Al-Qur’an. Di dalamnya

terdapat pendidikan akhlak bagi setiap jamaah.

Banyak masjid yang sekarang ini dipandang tidak berfungsi seperti

itu. Maka fungsionalisasi masjid sebagai pusat ibadah, ilmu pengetahuan

dan pembentukan akhlak harus dibangkitkan kembali. Fungsi seperti

itulah yang ingin diciptakan oleh Jama'ah Tabligh di masjid-masjid yang

dimakmurkannya, yaitu masjid-masjid atau mushalla yang pengurusnya

bersedia menerima kegiatan Jama'ah Tabligh. Agar setiap masjid yang

dituju dakwah dapat makmur, maka di masjid itu para juru dakwah

diharapkan dapat menyelenggarakan lima program: pertama, pikir harian,

yaitu musyawarah harian para anggota jamaah tentang berbagai hal dalam

kehidupan mereka, termasuk soal pendidikan anak; kedua, Jaulah kesatu,

yakni melaksanakan silaturrahmi dengan para penghuni rumah-rumah

disekitar masjid, sekurang-kurangnya dua setengah jam sehari; ketiga,

Ta’lim, yakni pengajaran harian menyangkut fadha’il a’mal; keempat,

Jaulah kedua, yaitu kunjungan silaturrahmi mingguan ke masjid-masjid

terdekat untuk memakmurkan masjid tersebut; dan yang kelima, khuruj,

yaitu berdakwah keluar, setidaknya tiga hari setiap bulan.

Page 66: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

56

BAB IV

HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Pola Komunikasi Interpersonal dalam Jama’ah Tabligh Kebon Jeruk

Komunikasi interpersonal dalam konteks Jama’ah Tabligh diistilahkan

dengan “Dakwah”, dimana setiap mubaligh menyampaikan nasihatnya ke

dalam halaqah dan jaulah. Komunikasi ini akan berlangsung secara tatap

muka dimana setiap orang menangkap reaksi orang lain secara langsung.

Metode yang dikembangkan adalah metode dialog, dimana jama’ah atau

dalam hal ini yang berlaku sebagai murid bersifat responsif, mereka bisa

mengajukan pendapat dan mengajukan pertanyaan diminta atau tidak diminta.

Dengan komunikasi tatap muka ini, terdapat hubungan yang lebih

intens. Ini menjadi kelebihan komunikasi dalam komunitas Jama’ah Tabligh.

Dimana jama’ah mendapat rangsangan (stimuli) dari pesan yang telah

disampaikan dan dapat menimbulkan umpan balik (feed back) pada diri

jama’ah. Kondisi ini semakin diperkuat dengan sistem halaqah, dimana

kelompok yang didakwahkan adalah kelompok kecil. Jumlah anggota setiap

halaqah bisa sekitar 20 sampai dengan 30 orang, bahkan dalam kegiatan

tertentu jumlahnya bisa di bawah dari 10 orang.

Dalam kelompok yang kecil ini, muballigh bisa berkomunikasi

dengan intens dan mengenal masing-masing jama’ahnya. Hubungan pikiran

dan perasaan antara muballigh dengan jama’ahnya ini yang menjadi

kelebihan dari komunikasi interpersonal. Setelah terbangun kedekatan ini,

para pengurus Jama’ah Tabligh juga menggunakan pendekatan pribadi,

Page 67: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

57

karena setiap jama’ah diyakini ada dalam perlindungan para ‘Amir atau

Muballigh, orang yang menyampaikan dakwah.

Kedekatan pribadi ini dalam konteks komunikasi adalah proses

pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara

sekelompok kecil orang dan menerima beberapa efek komunikasi serta

umpan balik seketika. Pentingnya komunikasi antarpribadi karena prosesnya

balik berlangsung seketika. Pengurus mengetahui pada saat itu tanggapan

jama’ah tabligh terhadap pesan yang telah disampaikan, ekspresi wajah, dan

gaya bicara. Pendekatan komunikasi antar pribadi (komunikasi interpersonal)

yang dilakukan oleh para pengurus jama’ah tabligh dengan para jama’ah

tabligh secara tatap muka melalui lisan, komunikasi ini berlangsung dalam

proses pembinaan hubungan sosial, lingkungan dan interaksi sesama jama’ah

di dalam sekelompok jama’ah tersebut.

Bagi para muballigh Jama’ah Tabligh, dakwah adalah membangun

ikatan yang kokoh antar umat. Maka, memperluas dakwah adalah keharusan,

dan komunikasi interpersonal, dimana kedekatan emosi, perasaan dan hati

adalah kunci komunikasi dilakukan secara intens. Para muballigh

dibangunkan keyakinan bahwa bila umat Islam sudah hidup dalam ikatan

yang kokoh, maka Islam menjadi tidak tertandingi, dan secara mudah bisa

memperkuat umat. Maka dari itu, sebenarnya Jama’ah Tabligh mampu

menampung serta menghimpun seluruh kekuatan Islam yang terkotak-kotak

dalam kelompok-kelompok tertentu.

Page 68: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

58

Kegiatan komunikasi interpersonal ini berdasarkan wawancara kami

dikatakan bahwa dibangun atas dasar pemikiran bahwa apa yang dilakukan

oleh umat Islam dalam dakwah saat ini tidak menjangkau kebutuhan

masyarakat muslim. Pola dakwah melalui pendidikan misalnya, dipandang

tidak menyentuh kebutuhan muslim sepenuhnya. Keadaan ini menyebabkan

umat tidak memperhatikan kualitas keberagamannya, yang pada akhirnya

dapat meminimalkan bahkan menghilangkan jati diri mereka sebagai muslim

(murtad). Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kerja untuk menumbuhkan

kembali baik yang baru tertanam maupun yang hampir hilang, ruh agama di

kalangan umat Islam secara menyeluruh.

Keyakinan mengenai pentingnya membangun umat yang bersatu ini

yang melahirkan pemikiran khuruj dan berjaulah, yaitu keluar rumah untuk

bertabligh kepada umat Islam guna melaksanakan agama secara sungguh-

sungguh dan juga melakukan ta’lim dan selanjutnya kelompok yang diseru

itupun kemudian berjaulah pula.

Komunikasi dalam khuruj ini yang disampaikan secara terus menerus

dengan pendekatan interpersonal, hal ini secara berkesinambungan berhasil

mendorong jama’ah untuk mengembangkan dakwah dan membangun

komunitas jama’ah tabligh. Hal ini pula yang mendorong para muballigh

untuk tidak berpikir secara langsung terhadap uang dan penghasilan. Para da’i

ini berdakwah dengan mengandalkan pada biaya sendiri, tanpa mau dibantu

oleh pihak lain, meski jika mereka diberikan penghasilan mereka pun tidak

Page 69: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

59

menolak. Dalam penghasilan itu, mereka juga menggunakan konsep

menabung, untuk membeli pakaian sederhana untuk berdakwah.

Komunikasi pada komunitas Jama’ah Tabligh berbeda dengan

organisasi sosial keagamaan pada umumnya. Kalau organisasi dakwah lain

seperti, NU, Muhammadiyah dan Persis dengan berada di satu tempat secara

menetap. Jama’ah Tabligh melakukannya dengan mengirimkan orang secara

bergelombang dan bergantian ke kampung-kampung dan ke daerah tertentu

secara nomaden atau berpindah-pindah. Bagi mereka mengembangkan dan

menyebar dakwah secara intens kepada umat adalah hal yang sebenar-

benarnya dakwah.

B. Wawancara dengan Jama’ah Tabligh Kebun Jeruk

Dalam memperkuat analisa komunikasi interpersonal, peneliti

melakukan wawancara secara langsung, dengan instrument wawancara

sebagai berikut :

1. Bagaimana komunikasi yang anda bangun dengan jama’ah?

- Jama’ah itu harus dianggap keluarga kita, apapun yang menjadi

persoalan di jama’ah kita harus bantu dan tanggung jawabi. Karena

jama’ah itu orang yang mengikuti kita, kita harus selalu memahami

apa kebutuhan jama’ah dan mendengarkan apa yang menjadi keluh

kesah jama’ah.

2. Apakah komunikasi yang dibangun berjalan dengan lancar, dalam arti apa

yang disampaikan oleh pendakwah diikuti oleh jama’ah?

Page 70: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

60

- Tentu saja itu tergantung, karena seperti iman, dia turun naik, pasang

surut. Jika iman sedang kuat ya komunikasi juga berjalan dengan baik,

tapi jika tidak ya kadang-kadang tidak lancar juga, meski demikian ya

kita harus terus menjaga semangatnya.

3. Hal-hal apa saja yang menjadi inti dari dakwah dalam jama’ah tabligh?

- Inti yang pertama adalah tauhid, keimanan, dengan menjelaskan la

ilaha illallah, dengan memahami artinya, maksudnya, keuntungannya

dan cara mendapatkannya. Tauhid ini dijabarkan bagaimana kita yakin

kepada Allah, dengan mengitsbatkan segala-galanya kepada Allah,

karena semua tak bisa dilakukan izin Allah. Yang kedua, tentang

amalan, amalan Islam harus kaffah, dengan menjalankan sunnah rasul

dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menjelaskan seluruh sunnah

rasul dalam kehidupan sehari-hari, dijelaskan amalan dalam satu hari.

Yang ketiga, akhlaknya, bagaimana menjalankan perilaku yang baik

dalam kehidupan, jadi ibadat, mu’asyarat dan mu’amalat dilakukan

bersama-sama.

4. Apa saja yang anda anggap menghambat komunikasi antara pendakwah

dengan jama’ah?

- Biasanya berkaitan dengan pamor dan atau penghasilan, karena

biasanya di awal tidak mencari amplop, namun karena proses

kemudian ada yang disukai dan tidak, ada ketersinggungan. Semacam

perasaan tersaingi.

Page 71: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

61

5. Bagaimanakah sistem kepengurusan di Jama’ah Tabligh Kebun Jeruk?

- Tidak ada kepengurusan, tetapi ada kesadaran untuk bersama, seperti

setiap seminggu sekali kita musyawarah yang dipimpin oleh ‘Amir

atau Da’i senior yang punya banyak pengalaman dan amalan.

Biasanya ada perkumpulan halaqah, sekitar 150 halaqah yang dari

halaqah itu ada yang senior dan kuat secara amalan serta dihormati,

kami akan mendengarkan Amir itu. Halaqah ini biasanya bergantung

pada ketokohan, dan dalam Jama’ah Tabligh dikenal markaz atau

organisasi pusat, muhallah atau cabang dan halaqah yang merupakan

perkumpulan di kecamatan dan kelurahan.

6. Bagaimana cara Jama’ah Tabligh Kebun Jeruk memperkuat jumlah

jama’ahnya?

- Silaturahmi, kita biasanya melakukan kunjungan ke rumah-rumah,

mendatangi warga untuk bersilaturahmi dan mengenal orang-orang

sekitar untuk mengenal dan membangun kedekatan dengan

masyarakat. Sistemnya setiap hari kita keliling nanti adakan

jaulah,seminggu sekali mengundang orang untuk bersama-sama

membincangkan soal agama, tanpa harus menggurui. Ini disebut

dengan jaulah 1, atau mendakwah di tempat sendiri. Ada juga jaulah

2, yakni mengunjungi mushala tetangga, untuk mengenalkan

komunitas kita, dan mendakwahkan Islam dilakukan seminggu sekali.

Dakwah itu harus dilakukan setidaknya 1 hari 25 kali kita berdakwah,

Page 72: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

62

menyampaikan kalimat la ilaha illallah dalam satu hari 25 majlis atau

jaulah. Setelah 4 kali pertemuan jaulah, ajak mereka yang selalu aktif

untuk silaturahmi dengan halaqah lain dan ke muhallah.

7. Apakah ada perencanaan yang menyeluruh untuk program dan kegiatan

Jama’ah Tabligh?

- Ke Masjid-masjid terutama ke tempat kita tinggal, dzikir, ibadah,

datang ke Mushulla.

8. Bagaimana cara Jama’ah Tabligh melaksanakan program dan kegiatan

termasuk dalam pembiayaan?

- Berasal dari kantong sendiri dengan cara menabung. Tinggalkan

rumah dan membawa uang sendiri dengan masing-masing,

mengurangi sifat mubajir seperti merokok, beli koran, dan lai-lain.

9. Apakah sebagai anggota Jama’ah Tabligh anda juga berinteraksi dengan

komunitas dakwah lainnya?

Dakwah wajib di atas wajib, dakwah, dakwah, dan dakwah lagi.

10. Bagaimana interaksi anda dengan komunitas dakwah di luar Jama’ah

Tabligh?

Dengan cara banyak berkomunikasi dengan orang yang berada

disekitar lingkungan kita sendiri dan selalu menjaga kerukunan.

11. Apakah anda berupaya mengajak orang di luar Jama’ah Tabligh untuk

menjadi bagian dari Jama’ah Tabligh?

Page 73: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

63

Jangan memaksa kaum untuk mengikuti tetapi dengan cara kita berdakwah

dengan sendirinya umat akan ikut juga, seperti Nabi Muhammad dan lain-

lain.

12. Apakah anda mengetahui jika suatu ketika ketua atau pengurus jamaah

tabligh anda menghadapi suatu masalah? Dari mana Anda mengetahui?

Apa tanggapan anda?

Mengetahui, jika ada masalah kita akan berkomunikasi denganpara pengurus untuk mencari solisinya.

13. Apakah anda merasa senang jika berkomunikasi dengan ketua atau

pengurus jamaah tabligh?

Sangat senang karena dengan berkomunikasi silaturahmi kita bias

terjalin dengan baik dan mendapatkan ilmu yang terbaru.

14. Saat tidak bersama dengan ketua atau pengurus, apakah anda akan mencari

komunitas lain ?dengan cara apa anda melakukan?

Saya tetap setai dengan komunitas ini karena sudah cukup baikmenurut saya

15. Jika saja ketua maupun pengurus jamaah tabligh anda melakukan suatu

kesalahan, apa yang akan anda lakukan? Mengapa?

saya akan menegur dengan cara baik langsung dan menasehatinya dan

tetap menjaga kerukunan secara bersama.

Page 74: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

64

C. Efektivitas Komunikasi Interpersonal Jama’ah Tabligh Kebon Jeruk

1. Dokumentasi Hasil penelitian wawancara peneliti memperoleh beberapa

data dari hasil wawancara

Gambar 4.1 Peneliti melakukan wawancara dengan kutua umumpengurus jama’ah tabligh kebun jeruk

Gambar 4.2. Peneliti melakukan wawancaradengan pengurus jama’ah tabligh kebun jeruk

Gambar 4.3. Peneliti telah selesai melakukan wawancaradengan pengurus jama’ah tabligh kebun jeruk

Page 75: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

65

Dari hasil penelitian studi kasus yang dilakukan dengan menggunkan

metode wawancara dapat disimpulkan:

a. Bahwa jama’ah tabligh kebun jeruk lebih suka menemukan hal yang baru

dalam dirinya sendiri supaya bisa mengembangkan diri didalam

masyarakat luas.

b. Di dalam jama’ah tabligh kebun jeruk peniliti menemukan bahwa setelah

melakukan wawancara dapat diperoleh gambaran bahwa jama’ah

tabligh kebun jeruk kurang menyenangi adanya lingkung luar didalam

melakkan kegiatan.

c. Didalam membentuk dan menjaga hubungan sesama jama’ah tabligh

maupun dengan masyarakat cukup baik sehingga sesama jama’ah

maupun masyarakat sekitar terjalin hubungan cukup baik.

d. Jama’ah tabligh kebun jeruk didalam konteks merubah sikap dan tingkah

laku cenderung bagus karena didalam dia berdawah harus bisa

menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.

Page 76: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

66

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada bab IV, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat pola komunikasi interpersonal dalam jama’ah tabligh yang

signifikan

2. Terdapat efektifitas dan pola komunikasi interpersonal yang berarti didalam

jamah tabligh kebun jeruk.

3. Sebagai pedoman bagi da’i untuk melakukan pola komunikasi

interpersonal dalamberdakwah

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah dibahas, oleh karena

itu peneliti ingin memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Menambah jenis dari pola-pola komunikasi terhadap jama’ah tabligh.

2. Untuk mengetahui efektifitas pola komunikasi interpersonal dalam

Jama’ahTabligh

3. Pola komunikasi interpersonal memang penting, namun untuk

mendukung terjadinya komunikasi yang baik harus ada juga pola

komunikasi didalamnya.

4. Menambahkan beberapa pola komunikasi yang terdpat dibuku mau

pun pada ahlinya.

Page 77: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

67

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz, “The Jamaah Tabligh Movement in Indonesia; PeacefulFundamentalist”, Studia Islamika, Vol 11, No. 3. 2004

Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Yogyakarta: AR-RUZMEDIA, 2011)

Basyiron = pendekatan keagamaan dengan membawa kabar-kabar baik; nadziron= pendekatan keagamaan dengan membawa ancaman

Dale F. Eickelman dan James Piscatori, Politik Muslim: Wacana Kekuasaan danHegemoni dalam Masyarakat Muslim, terj. Endi Haryono dan RahmiYunita (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998)

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi..., (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2012)

Diberi istilah jaulah yang memiliki arti keliling, dinisbatkan pada aktifitas JamaahTabligh yang sering berdakwah dengan berkeliling dari pintu ke pintu

Disebut jamaah kompor karena dalam perjuangan dakwah jamaah ini membawaperbekalan untuk hidup, termasuk perbekalan untuk memasak

Hal yang dimaksud dengan menamakan diri di sini adalah mendeklarasikan namaJamaah Tabligh sebagai sebuah organisasi atau lembaga

Hamid Nasuhi, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah; Skripsi, Tesis dan Disertasi,(Jakarta, Ceqda, 2007)

Ia belajar agama di madrasah dekat rumahnya dan dididik oleh kakeknya,Muhammad Yahya. Sejak usia 10 tahun ia sudah hafal Alquran. Iajuga murid dari sejumlah ulama terkemuka Deoband. Sejakkepulangannya dari tanah suci untuk menunaikan ibadah haji yang ketiga pada tahun 1932, ia bertekad keras untuk melaksanakan tugas suciyaitu berdakwah. Sejak saat itu ia membentuk jamaah-jamaah yangdikirim ke beberapa daerah di sekitar India

Julia T. Wood Interpersonal Communication..(Autralia Wadswoth, 2010)

Khalid Mas’ud, ed., Travellers in Faith, sebagaimana dikutip oleh Yusran Razak,“Jamaah Tabligh, Ajaran dan Dakwahnya,” Disertasi Doktor, SekolahPascasarjana UIN Jakarta (2008)

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kulitatif (Edisi Revisi), (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2009) h. 248.

Markaz, merupakan istilah yang digunakan oleh jamaah tabligh untukmenyematkan masjid yang dijadikan tempat penyambutan dan

Page 78: POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA’AH …

68

pengiriman jamaah. Sedangkan mantiqoh, merupakan pemetaan yangdikoordinir dari masjid markaz untuk pemfokusan area dakwahberdasarkan tempat tinggal atau domisili anggota jamaah tabligh.

Nasrullah, “Tradisionalisme Dalam Dakwah: Studi Kritis Aktivitas JamaahTabligh Kebon Jeruk Jakarta,” Tesis Master, Sekolah PascasarjanaUniversitas Islam Negeri Jakarta (2005)

Nisbat kepada kelompok salafi dengan ciri pakaian yang sama

Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2010)

Penelitian M. Yusuf Asry, “Makna Komunikasi Non-Verbal dalam Dakwah:Penelitian Simbol Dakwah Jamaah Tabligh,” Jurnal Harmoni, Vol VI,Nomor 23, 2007

Rachmat Krisyantono, Metodologi Riset Komunikasi: Disertasi contoh PraktisRiset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi,Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, (Jakarta: KencanaPrenada Media Group, 2006), h. 69.

Republika dalam dua edisi tentang Jamaah Tabligh Gerakan DakwahTransnasional, 12 September 2012, http/www.republika.co.id, diaksespada 2 Juli 2017

Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya; (Yogyakarta; Graha Ilmu, 2011)

Terbuka di sini maksudnya ialah welcome kepada saudara sesama Muslim.

Yoginder Sikand, “Sufisme Pembaharu Jamaah Tabligh”, dalam Martin vanBruinessen dan Julia Day Howell, ed. Urban Sufism, (Jakarta:Rajawali Pers, 2008)