pneumonia.docx

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pneumonia A. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory tract (LRT)) akut, biasanya disebabkan oleh infeksi. Sebenarnya pneumonia bukan penyakit tunggal. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel. Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur, walaupun manifestasi klinik terparah muncul pada anak, orang tua dan penderita penyakit kronis. B. Etiologi Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Infeksi Infeksi Infeksi Streptococcus Mycoplasma pneumoniae Aspergillus pneumonia Haemophillus influenza Legionella pneumophillia Histoplasmosis Klebsiella pneumoniae Coxiella burnetii Candida Pseudomonas aeruginosa Chlamydia psittaci Nocardia Gram-negatif (E. Coli) Infeksi Virus Infeksi Protozoa Penyebab Lain Influenza Pneumocytis carinii Aspirasi Coxsackie Toksoplasmosis Pneumonia lipoid Adenovirus Amebiasis Bronkiektasis

description

pneumonia.docx

Transcript of pneumonia.docx

Page 1: pneumonia.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pneumonia

A.Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory tract (LRT))

akut, biasanya disebabkan oleh infeksi. Sebenarnya pneumonia bukan penyakit tunggal.

Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada sumber infeksi, dengan sumber

utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel.

Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur, walaupun manifestasi klinik terparah

muncul pada anak, orang tua dan penderita penyakit kronis.

B. Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu bakteri,

virus, jamur, dan protozoa.

Infeksi Bakteri Infeksi Atipikal Infeksi JamurStreptococcus Mycoplasma pneumoniae Aspergillus pneumoniaHaemophillus influenza Legionella pneumophillia HistoplasmosisKlebsiella pneumoniae Coxiella burnetii CandidaPseudomonas aeruginosa Chlamydia psittaci NocardiaGram-negatif (E. Coli)

Infeksi Virus Infeksi Protozoa Penyebab LainInfluenza Pneumocytis carinii AspirasiCoxsackie Toksoplasmosis Pneumonia lipoidAdenovirus Amebiasis BronkiektasisSinsitial respiratori Fibrosis kistik

Page 2: pneumonia.docx

C.Patogenesis

Dalam keadaan sehat, pada pru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,

keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di

paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan

lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya

sakit.

Masuknya mikroorganisme ke saluran napas dan paru dapat memlalui berbagai

cara:

a. Inhalasi langsung dari udara

b. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring

c. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain

d. Penyebaran secara hematogen

D.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Pneumonia

Diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia yaitu:

1. Mekanisme pertahanan paru

Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai mikroorganisme yang terhirup

seperti partikel debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru. Beberapa

bentuk mekanisme ini antara lain bentuk anatomis saluran napas, reflex batuk, sistem

mukosilier, juga sistem fagositosis yang dilakukan oleh sel-sel tertentu dengan

memakan partikel-partikel yag mencapai permukaan alveoli. Bila fungsi ini berjalan

baik, maka bahan infeksi yang bersifat infeksius dapat dikeluarkan dari saluran

pernapasan, sehingga pada orang sehat tidak akan terjadi infeksi serius.. Infeksi saluran

napas berulang terjadi akibat berbagai komponen sistem pertahanan paru yang tidak

Page 3: pneumonia.docx

bekerja dengan baik.

2. Kolonisasi bakteri di saluran pernapasan

Di dalam saluran napas atau cukup banyak bakteri yang bersifat komnesal. Bila

jumlah mereka semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang cukup, kuman

ini kemudian masuk ke saluran napas bawah dan paru, dan akibat kegagalan

mekanisme pembersihan saluran napas, keadaan ini bermanifestasi sebagai penyakit.

Mikroorganisme yang tidak menempel pada permukaan mukosa saluran anaps akan ikut

dengan sekresi saluran napas dan terbawa bersama mekanisme pembersihan, sehingga

tidak terjadi kolonisasi.

3. Pembersihan saluran napas terhadap bahan infeksius

Saluran napas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai

mikroorganisme dari saluran napas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit, ini

menunjukkan adanya suatu mekanisme pertahanan paru yang efisien sehingga dapat

menyapu bersih mikroorganisme sebelum mereka bermultiplikasi dan menimbulkan

penyakit. Pertahanan paru terhadap bahan- bahan berbahaya dan infeksius berupa reflex

batuk, penyempitan saluran napas, juga dibantu oleh respon imunitas humoral

E. Epidemiologi

Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di rawat

dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling tinggi pada pasien

yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5-12% pada pasien yang dirawat di

rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU. Di United States, insidensi untuk penyakit ini

mencapai 12 kasus tiap 1.000 orang dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan kurang

dari 1%, tetapi kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi yaitu

sekitar 14%). Di negara berkembang sekitar 10-20% pasien yangemerlukan

Page 4: pneumonia.docx

perawatan di rumah sakit dan angka kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi,

yaitu sekitar 30-40% (Sajinadiyasa, 2011). Di Indonesia sendiri, insidensi penyakit ini

cukup tinggi sekitar 5-35% dengan kematian mencapai 20-50%

F. Klasifikasi Pneumonia

a. Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia,

CAP): pneumonia yang didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di luar

lingkungan rumah sakit. Infeksi LRT yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di

rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama > 14 hari

b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (nosokomial): pneumonia yang

terjadi selama atau lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit. jenis ini didapat

selama penderita dirawat di rumah sakit (Farmacia, 2006). Hampir 1% dari penderita

yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia selama dalam perawatannya.

Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU, lebih dari 60% akan

menderita pneumonia

c. Pneumonia aspirasi/anaerob: infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob

lain setelah aspirasi orofaringeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa

didapat pada pasien dengan status mental terdepresi, maupun pasien dengan gangguan

refleks menelan

d. Pneumonia oportunistik: pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya

steroid, kemoterapi, HIV) mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan

mikobakteri, selain organisme bakteria lain Pneumonia rekuren: disebabkan organisme

aerob dan aneorob yang terjadi pada fibrosis kistik dan bronkietaksis

G. Faktor Risiko

Page 5: pneumonia.docx

Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia

antara lain usia > 65 tahun; dan usia < 5 tahun, penyakit kronik (misalnya ginjal, dan

paru), diabetes mellitus, imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV), ketergantungan

alkohol, aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang baru terjadi (misalnya

influenza), malnutrisi, ventilasi mekanik, pascaoperasi, lingkungan, pekerjaan,

H. Gambaran Klinis

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas

selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh kadang-

kadang melebihi 40oC, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk, dengan

sputum purulen, kadang-kadang berdarah. Pada pasien muda atau tua dan pneumonia

atipikal (misalnya Mycoplasma), gambaran nonrespirasi (misalnya konfusi, ruam, diare)

dapat menonjol

I. Diagnosis

Tujuannya adalah untuk menegakkan diagnosis, mengidentifikasi komplikasi,

menilai keparahan, dan menentukan klasifikasi untuk membantu memilih antibiotika .

Diagnosis pneumonia utamanya didasarkan klinis, sedangkan pemeriksaaan foto polos

dada perlu dilakukan untuk menunjang diagnosis, diamping untuk melihat luasnya

kelainan patologi secara lebih akurat

1. Anamnesis

Keluhan utama yang sering terjadi pada pasien pneumonia adalah sesak napas,

peningkatan suhu tubuh, dan batuk. Pada pasien dengan pneumonia, keluhan batuk

biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat batuk yang

biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan batuk yang tidak produktif,

tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen

Page 6: pneumonia.docx

kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, dan seringkali berbau busuk. Pasien biasanya

mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil. Adanya keluhan nyeri dada,

sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas, dan kepala nyeri

2. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium tes darah rutin terdapat peningkatan sel darah

putih (White blood Cells, WBC) biasanya didapatkan jumlah WBC 15.000-

40.000/mm3, jika disebabkan oleh virus atau mikoplasme jumlah WBC dapat

normal atau menurun (Supandi, 1992; Jeremy, 2007). Dalam keadaan leukopenia

laju endap darah (LED) biasanya meningkat hingga 100/mm3, dan protein reaktif C

mengkonfirmasi infeksi bakteri. Gas darah mengidentifikasi gagal napas. Kultur

darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Kadang-kadang

didapatkan peningkatan kadar ureum darah, akan tetapi kreatinin masih dalam

batas normal.

Gambaran radiologis pada pneumonia tidak dapat menunjukkan perbedaan

nyata antara infeksi virus dengan bakteri. Pneumonia virus umumnya

menunjukkan gambaran infiltrat intertisial dan hiperinflasi. Pneumonia yang

disebabkan oleh kuman Pseudomonas sering memperlihatkan adanya infiltrate

bilateral atau bronkopneumonia.

J. Diagnosis Banding

1. Bronkopneumonia

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada

parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk

bercak-bercak (patchy distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus yang

mengalami peradangan multifokal dan biasanya bilateral. Konsolidasi

Page 7: pneumonia.docx

pneumonia yang tersebar (patchy) ini biasanya mengikuti suatu bronkitis atau

bronkiolitis.

Morfologi Bronkopneumonia

Bronkopneumonia ditandai dengan lokus konsolidasi radang yang menyebar

menyeluruh pada satu atau beberapa lobus. Seringkali bilateral di basal sebab ada

kecenderungan sekret untuk turun karena gravitasi ke lobus bawah. lesi yang telah

berkembang penuh agak meninggi, kering granuler, abu-abu merah, sampai kuning, dan

memiliki batas yang tidak jelas. Ukuran diameter bervariasi antara 3 sampai 4 cm.

pengelompokan fokus ini terjadi pada keadaan yang lebih lanjut (florid) yang terlihat

sebagai konsolidasi lobular total. Daerah fokus nekrosis (abses) dapat terlihat di antara

daerah yang terkena. Substansi paru di sekelilingi daerah konsolidasi biasanya agak

hipermi dan edematosa, tetapi daerah yang luas diantaranya pada umumnya normal.

Pleuritis fibrinosa atau supuratif terjadi bila fokus peradangan berhubungan dengan

pleura, tetapi ini tidak biasa. Dengan meredanya penyakit, konsolidasi dapat larut bila

tidak ada pembentukan abses, atau dapat menjadi terorganisasi meninggalkan sisa fokus

fibrosis. Secara histologis, reaksi itu terdiri dari eksudat supuratif yang memenuhi

bronki, bronkioli dan rongga alveolar yang berdekatan. Netrofil dominan dalam eksudasi

ini dan biasanya hanya didapatkan sejumlah kecil fibrin. Seperti yang diharapkan, abses

ditandai oleh nekrosis dari arsitektur dasar

Etiologi Bronkopneumonia

Bronkopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada parenkim paru

yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur. Bakteri seperti Diplococus pneumonia,

Pneumococcus sp, Streptococcus sp, Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus

friendlander (Klebsial pneumonia), dan Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti

Respiratory syntical virus, Virus influenza, dan Virus sitomegalik. Jamur seperti

Citoplasma capsulatum, Criptococcus nepromas, Blastomices dermatides, Cocedirides

Page 8: pneumonia.docx

immitis, Aspergillus sp, Candinda albicans, dan Mycoplasma pneumonia.

Meskipun hampir semua organisme dapat menyebabkan bronkopneumonia, penyebab

yang sering adalah stafilokokus, streptokokus, H. influenza, Proteus sp dan Pseudomonas

aeruginosa. Keadaan ini dapat disebabkan oleh sejumlah besar organisme yang berbeda

dengan patogenitas yang bervariasi. Virus, tuberkolosis dan organisme dengan

patogenisitas yang rendah dapat juga menyebabkan bronkopneumonia, namun

gambarannya bervariasi sesuai agen etiologinya.

Patogenesis Bronkopneumonia

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,

keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di

dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh sehingga

mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas

sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.

2. BronkiolitisBronkiolitis akut adalah penyakit saluran pernapasan bayi yang lazim, akibat dari

obstruksi radang saluran pernapasan kecil yang biasanya diakibatkan oleh virus. Bronkiolitis

ditandai oleh batuk, pilek, panas, muntah, sulit makan, irritabilitas, wheezing pada saat

ekspirasi, krepitasi, takipnea, cyanosis, dada hiperinflasi, retraksi, dan air

trapping/hiperaerasi paru pada foto dada Penyakit ini terjadi selama umur 2 tahun

pertama, dengan insidens puncak pada sekitar umur 6 bulan, dan pada banyak tempat,

penyakit ini sering menyebabkan rawat inap bayi di rumah sakit. Insidensnya tertinggi

selama musim dingin dan awal musim semi. Penyakit ini terjadi secara sporadik dan

epidemik.

Etiologi

Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60–90% dari

kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3, Influenzae B,

Adenovirus tipe 1,2, dan 5, Mycoplasma pneumonia, Bordetella pertussis, Chlamydia

pneumonia dan Ureaplasma urealyticum. RSV adalah penyebab utama bronkiolitis dan

merupakan satu- satunya penyebab yang dapat menimbulkan epidemi. mendapatkan bahwa

Page 9: pneumonia.docx

infeksi RSV menyebabkan bronkiolitis sebanyak 45%-90% dan menyebabkan pneumonia

sebanyak 40%. Penekanan masalah di sini tidak hanya berkaitan dengan dampak akut dari

bronkiolitis namun juga kemungkinan perkembangan menjadi asthma. Bronkiolitis sering

mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada bayi usia 6 bulan. Pada

daerah yang penduduknya padat insiden bronkiolitis oleh karena RSV terbanyak pada usia

2 bulan. Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat

penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi

maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan anak dengan

penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis

dan immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya penyakit

yang lebih berat. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan wanita, namun bronkiolitis

berat lebih sering terjadi pada laki-Iaki. Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah jenis

kelamin laki-laki, status sosial ekonomi rendah, jumlah anggota keluarga yang besar,

perokok pasif, berada pada tempat penitipan anak atau ke tempat-tempat umum yang

ramai, rendahnya antibodi maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air

susu ibu RSV menyebar melalui droplet dan inokulasi/kontak langsung, seseorang biasanya

aman apabila berjarak lebih 6 kaki dari seseorang yang menderita infeksi RSV. Droplet

yang besar dapat bertahan di udara bebas selama 6 jam, dan seorang penderita dapat

menularkan virus tersebut selama 10 hari.Di negara dengan 4 musim, bronkiolitis banyak

terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, di negara tropis pada musim hujan.

Anak yang lebih tua dan orang dewasa mentoleransi edema bronkiolus lebih baik

daripada bayi, dan tidak akan berkembang menjadi bronkiolitis kronis walaupun jalan napas

saluran pernapasannya yang lebih kecil terinfeksi oleh virus.

Pada satu laporan, pemeriksaan fungsi paru yang canggihdilakukan terhadap populasi

besar bayi-bayi normal. Analisis tindak lanjut menunjukkan bahwa penyakit paru mengi secara

bermakna lebih lazim dijumpai pada bayi yang hantaran pernapasan total awalnya ada pada

sepertiga terendah dari mereka yang diuji. Penurunan fungsi paru dapat memainkan peran

penting dalam menentukan bayi mana yang dengan infeksi virus yang akan berkembang

menjadi bronkiolitis.

Patofisiologi

RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350nm), termasuk

paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting dari

RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )yang mengikat sel dan protein

F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel tetangganya.

Page 10: pneumonia.docx

Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua macam

strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala yang pernapasan yang

lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi di dalam

nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui

penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV

mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa

bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia.

Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris

dan fibrin kedalam lumen bronkiolus .

Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus

tertimbun di dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan saraf

aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida

(neurokinin, substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya

kerusakan epitel saluran napas juga meningkatkan ekpresi Intercellular Adhesion Molecule-1

(ICAM-1) dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi,

bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas,

akumulasi sel- sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran napas. Adapun respon paru

ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan compliance, meningkatkan

tahanan saluran napas, dead space serta meningkatkan shunt. Semua faktor-faktor tersebut

menyebabkan peningkatan kerja sistem pernapasan, batuk, wheezing, obstruksi saluran napas,

hiperaerasi, atelektasis, hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolik sampai gagal napas. Karena

resistensi aliran udara saluran nafas berbanding terbalik dengan diameter saluran napas pangkat

4, maka penebalan dinding bronkiolus sedikit saja sudah memberikan akibat cukup besar pada

aliran udara. Apalagi diameter saluran napas bayi dan anak kecil lebih

Page 11: pneumonia.docx

sempit. Resistensi aliran udara saluran nafas meningkat pada fase inspirasi

maupun pada fase ekspirasi.

Selama fase ekspirasi terdapat mekanisme klep hingga udara akan

terperangkap dan menimbulkan overinflasi dada. Volume dada pada akhir

ekspirasi meningkat hampir 2 kali di atas normal. Atelektasis dapat terjadi bila

obstruksi total. Anak besar dan orang dewasa jarang mengalami bronkiolitis bila

terserang infeksi virus. Perbedaan anatomi antara paru- paru bayi muda dan anak

yang lebih besar mungkin merupakan kontribusi terhadap hal ini. Respon

proteksi imunologi terhadap RSV bersifat transien dan tidak lengkap. Infeksi

yang berulang pada saluran napas bawah akan meningkatkan resistensi terhadap

penyakit. Akibat infeksi yang berulang-ulang, terjadi „cumulatif immunity‟

sehingga pada anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih tahan

terhadap infeksi bronkiolitis dan pneumonia karena RSV.

Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus

dalam 3-4 hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat

sampai 15 hari . Ada 2 macam fenomena yang mendasari hubungan antara

infeksi virus saluran napas dan asma: (1) Infeksi akut virus saluran napas pada

bayi atau anak keci lseringkali disertai wheezing. (2) Penderita wheezing

berulang yang disertai dengan penurunan tes faal paru, ternyata seringkali

mengalami infeksi virus saluran napas pada saat bayi/usia muda. Infeksi RSV

dapat menstimulasi respon imun humoral dan selular. Respon antibodi sistemik

terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia muda mempunyai respon

imun yang lebih buruk.

Tujuh puluh sampai delapan puluh persen anak dengan infeksi RSV

memproduksi IgE dalam 6 hari perjalanan penyakit dan dapat bertahan sampai 34

hari. IgE-RSV ditemukan dalam sekret nasofaring 45% anak yang terinfeksi RSV

dengan mengi, tapi tidak pada anak tanpa mengi. Bronkiolitis yang disebabkan

RSV pada usia dini akan berkembang menjadi asma bila ditemukan IgE spesifik

Manifestasi klinis

Sebagian besar bayi yang terkena bronkiolitis mempunyai riwayat terpajan

dengan anak yang lebih tua atau orang dewasa yang menderita penyakit

Page 12: pneumonia.docx

pernapasan ringan pada minggu sebelum mulainya penyakit. Bayi mula-mula

menderita infeksi ringan pada saluran pernapasan atas disertai dengan ingus yang

serous dan bersin. Gejala-gejala ini biasanya berakhir beberapa hari dan dapat

disertai dengan penurunan nafsu makan dan demam 38,5- 39°C, walaupun

demikian suhu dapat berkisar dari subnormal sampai meningkat dengan jelas.

Perkembangan kegawatan pernapasan secara bertahap ditandai dengan batuk

mengi paroksismal, dispnea, dan irritabilitas. Bayi akan mengalami kesulitan

untuk menyusu-ibu ataupun botol, karena frekuensi pernapasan yang cepat

tersebut tidak memberikan kesempatan untuk mengisap dan menelan. Pada

kasus ringan, gejala-gejala menghilang dalam 1-3 hari. Pada penderita yang

terkena lebih berat, gejala-gejala dapat berkembang dalam berberapa jam dan

perjalanan penyakit berlarut-larut. Manisfestasi sistemik lainnya, seperti muntah

dan diare biasanya tidak ada.

Suatu pemeriksaan mengungkapkan bahwa bayi takipnea sering dalam

keadaan sangat distress. Pernapasan berkisar dari 60-80/menit; haus-udara berat

dan sianosis dapat terjadi. Cuping hidung melebar, dan penggunaan otot-otot

asesoris pernapasan menimbulkan retraksi interkostal dan subkostalyang dangkal

karena paru terus-menerus terdistensi oleh udara yang terperangkap. Depresi hati

dan limpa akibat overinflasi paru dapat mengakibatkannya teraba di bawah tepi

kosta. Krepitasi halus yang tersebar dapat didengar pada akhir inspirasi dan awal

ekspirasi. Fase ekspirasi pernapasan diperpanjang, dan mengi biasanya dapat

didengar. Pada sebagian besar kasus yang berat, suara pernapasan hampir tidak

dapat didengar bila obstruksi bronkiolus hampir total. Pada beberapa pasien

dengan bronkiolitis didapatkan konjungtivitis ringan, otitis media serta

faringitis.Ada bentuk kronis bronkiolitis, biasanya disebabkan oleh karena

adenovirus atau inhalasi zat toksis (hydrochloric, nitric acids ,sulfur dioxide).

K. Penatalaksanaan Pneumonia

a. Terapi antibiotika awal: menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan

pada klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil

mikrobiologis tidak tersedia selama 12-72 jam. Tetapi disesuaikan

Page 13: pneumonia.docx

bila ada hasil dan sensitivitas antibiotika

b. Tindakan suportif: meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8

kpA hemodinamik

Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas

positif kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi

mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Fisioterapi dan

bronkoskopi membantu bersihan sputum

Antibiotika

Setelah dokter menetapkan perlu diberikannya antibiotika kepada pasien,

cara berikutnya adalah memilih antibiotika, serta menentukan dosis dan cara

pemberian. Dalam memilih antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan

sensitivitas bakterinya terhadap antibiotika, keadaan tubuh hospes, dan

faktor biaya pengobatan.

Untuk mengetahui kepekaan mikroba terhadap antibiotika secara pasti

perlu dilakukan pembiakan kuman penyebab infeksi, yang diikuti dengan uji

kepekaan. Bahan biologik dari hospes untuk pembiakan, diambil sebelum

pemberian antibiotika. Setelah pengambilan bahan tersebut, terutama dalam

keadaan penyakit infeksi yang berat, terapi dengan antibiotika dapat dimulai

dengan memilih antibiotika yang tepat berdasarkan gambaran klinik pasien.

Dalam praktek sehari-hari tidak mungkin melakukan pemeriksaan biakan

pada setiap terapi penyakit infeksi. Bila dapat diperkirakan kuman

penyebab dan pola kepekaannya, dapat dipilih antibiotika yang tepat. Bila

dari hasil uji kepekaan ternyata pilihan antibiotika semula tadi tepat serta

gejala klinik jelas membaik dapat dilanjutkan terus dengan menggunakan

antibiotika tersebut. Dalam hal hasil uji sensitivitas menunjukkan ada

antibiotika yang lebih efektif, sedangkan dengan antibiotika semula gejala

klinik penyakit menunjukkan perbaikan-perbaikan yang meyakinkan,

Page 14: pneumonia.docx

antibiotika semula tersebut sebaiknya dilanjutkan. Tetapi bila hasil

perbaikan klinik kurang memuaskan, antibiotika yang diberikan semula dapat

diganti dengan yang lebih tepat, sesuai dengan hasil uji sensitivitas.

Pada infeksi berat seringkali harus segera diberikan antibiotika

sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pemilihan ini

harus didasarkan pada pengalaman empiris yang rasional berdasarkan

perkiraan etiologi yang paling mungkin serta antibiotika terbaik untuk

infeksi tersebut. Memilih antibiotika yang didasarkan pada luas spektrum

kerjanya, tidak dibenarkan karena hasil terapi tidak lebih unggul daripada

hasil terapi dengan antibiotika berspektrum sempit, sedangkan superinfeksi

lebih sering terjadi dengan antibiotika berspektrum luas

Daftar nama kuman penyebab pneumonia dan terapi empiris antibiotika yang digunakan

Agen Penyebab

Antibiotika Yang

Digunakan

Pilihan

Antibiotika Lain

Tanggapan

Legionella Eritromisin dengan atau tanparifampin siprofloksasin

Klaritromisin atau azitromisin,

rifampin, doksisiklin dengan rifampin, ofloksasin

Mycoplasma pneumoniae

Doksisiklin, eritromisin

Klaritromisin atau azitromisin, rifampin, siprofloksasin atau ofloksasin

Selama1-2 minggu

Chlamydia pneumoniae

Doksisiklin, eritromisin

Klaritromisin atau azitromisin, Siprofloksasin atau ofloksasin

Selama1-2 minggu

Chlamydia psittaci

Doksisiklin Eritromisin, kloramfenikol

Page 15: pneumonia.docx

S. pneumonia Sensitif terhadap penisilin(MIC < 0,1 ug/ml)

Penisilin G atau V

Sefalosporin: sefazolin,

sefuroksim,

sefotaksim,

seftizoksim,

seftriakson,

sefalosporin oral

Dosis untuk penyakit berat: Penisilin IV:0,5 juta unit/4 jamSefuroksim:750 mg/8 jam IV Seftriakson:2 g/hari IV Sefotaksim: 2 g/6 jam IV Vankomisin:1 g/12 jam IV

Resistensi sedang terhadap penisilin

(MIC 0,1-1 ug/ml)

Penisilin G:2-3 juta unit/4 jamseftriakson, sefotaksim. Agen oral: makrolida, sefuroksim, sefodoksim

Vankomisin Tingkat resistensi sedang:

0,1-1 ug/ml; 80% biasanya sensitif terhadap sefalosporin

Resistensi tinggi terhadap Penisilin (MIC > 1 ug/ml)

Vankomisin Imipenem Resistensi tingkat tinggi:> 1 ug/ml;20% perlu vankomisin

H. influenzae Sefalosporin generasi kedua atau ketiga, klaritromisin, azitromisin, trimetoprin- sulfametoksazol

Tetrasiklin;

betalaktam- betalaktamase, fluorokuinolon, kloramfenikol

S. aureus Nafsilin/oxasillin dengan atau tanparimfapisin atau gentamisin

Sefazolin atau sefuroksim,

vankomisin, klindamisin, trimetoprin- sulfametoksazol,

FluorokuinolonEnterobakteriaceae (E. coli,Klebsiella, Proteus, Enterobacter)

Sefalosporin generasi kedua atau ketiga dengan/tanpa aminoglikosida

Aztreonam, imipenem, betalaktam- betalaktamase

Page 16: pneumonia.docx

L. Pencegahan Pneumonia

Pencegahan Primer

Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko

terhadap kejadian pneumonia. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:2

a. Memberikan imunisasi campak pada usia 9 bulan dan imunisasi DPT

(Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2, 3, dan 4

bulan.

b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada

bayi neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada

balita.Di samping itu, zat-zat gizi yang dikonsumsi bayi dan anak-anak

juga perlu mendapat perhatian.

c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan

polusi di luar ruangan.

d. Mengurangi kepadatan hunian rumah.

Pencegahan Sekunder

Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah

orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit,

menghindari komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan

sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat

mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dapat

dilakukan antara lain:

a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik

parenteral dan penambahan oksigen.

b. Pneumonia : diberikan antibiotik kotrimoksasol oral, ampisilin atau

amoksilin

c. Bukan Pneumonia : perawatan di rumah saja. Tidak diberikan terapi

antibiotik. Bila demam tinggi diberikan parasetamol. Bersihkan

hidung pada anak yang mengalami pilek dengan menggunakan

lintingan kapas yang diolesi air garam. Jika anak mengalami nyeri

tenggorokan, beri penisilin dan dipantau selama 10 hari ke depan.

Page 17: pneumonia.docx

Pencegahan Tertier

Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah agar tidak

munculnya penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk kondisi

balita, mengurangi kematian serta usaha rehabilitasinya. Pada pencegahan

tingkat ini dilakukan upaya untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut

seperti perawatan dan pengobatan.

Upaya yang dilakukan dapat berupa:

a. Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri

antibiotik selama 5 hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol bila keadaan anak

memburuk.

b. Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana

kesehatan terdekat agar penyakit tidak bertambah berat dan tidak menimbulkan

kematian.

Page 18: pneumonia.docx

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan gejala dan tanda pada pasien di skenario, seorang anak

berumur 13 bulan tersebut megalami Penuomoni. Pneumonia adalah penyakit

saluran napas bawah (lower respiratory tract (LRT)) akut, biasanya

disebabkan oleh infeksi. Penderita pneumonia memiliki gejala khas berupa sesak

nafas dan tanda khas berupa retraksi dinding dada. Diagnosis ditegakan melalui

pemeriksaan penunjang yaitu

Pada pemeriksaan laboratorium tes darah rutin terdapat peningkatan sel

darah putih (White blood Cells, WBC) biasanya didapatkan jumlah WBC

15.000- 40.000/mm3. Gambaran radiologis pada pneumonia menunjukkan

gambaran infiltrat intertisial dan hiperinflasi. Pneumonia yang disebabkan

oleh kuman

Page 19: pneumonia.docx

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur Clifton & John E.Hall.2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,

Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sherwood, Lauralee. 1996. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Edisi 2.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Adams. George L. Boies: Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. 1997. EGC – Jakarta.

Soepardi EA, Iskandar N, Bashir.uddin J, Restuti RD, Buku Ajar Ilmu Kesehatan

THT-KL. Edisi 7. FK UI 2012 – Jakarta.