Pneumonia Nosokomial

download Pneumonia Nosokomial

of 28

description

hhhhhhhhhhhh

Transcript of Pneumonia Nosokomial

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Pneumonia Nosokomial

    Infeksi nosokomial atau disebut juga infeksi rumah sakit, adalah infeksi yang

    terjadi di rumah sakit oleh kuman yang berasal dari rumah sakit.24 Infeksi yang terjadi

    dan diperoleh penderita selama dirawat di rumah sakit yang disebut infeksi nosokomial,

    telah menjadi masalah yang besar di pelayanan penderita di rumah sakit di seluruh

    dunia, juga di Indonesia. Karena pentingnya masalah ini, maka semua rumah sakit

    harus dilengkapi fasilitas laboratorium yang bertanggung jawab mendukung aktifitas

    yang berhubungan pada surveilans, kontrol dan pencegahan infeksi nasokomial.25

    Mikroba atau bakteri adalah organisme hidup yang berukuran sangat kecil yang

    tidak dapat dilihat oleh mata telanjang, untuk melihatnya diperlukan alat mikroskop

    cahaya. Berjuta-juta bakteri hidup di sekitar lingkungan manusia namun sebagian

    bakteri ini tidak berbahaya bagi manusia, bahkan beberapa bakteri hidup dalam tubuh

    manusia berperan penting melindungi tubuh dari serangan organisme luar dan juga

    berperan dalam proses membantu pencernaan, membuat vitamin yang diperlukan oleh

    tubuh, kelompok bakteri ini dinamakan flora normal. Namun ada sebagian bakteri lain

    yang bersifat patogen artinya bakteri ini dapat menimbulkan penyakit infeksi bahkan

    penyebab infeksi yang serius pada manusia dan bakteri inilah yang perlu mendapatkan

    perhatian kita di bidang kesehatan. Untuk menghambat dan menghentikan

    perkembangan biakan bakteri yang patogen ini diperlukan antibiotik/antimikroba.26

    Universitas Sumatera Utara

  • Pemilihan antibiotik empiris dapat dibantu dengan pemeriksaan pewarnaan

    sampel dari saluran napas untuk memandu terapi. Pewarnaan Gram dilakukan pada

    sampel protected specimen brush, bronchoalvolar lavage, atau endotracheal aspirate.

    Keterbatasannya adalah sampel tersebut memelukan pemeriksaan invasif. Kualitas

    sampel saluran napas bawah penting untuk penilaian mikro-organisme yang berperan

    sebagai etiologi HAP. Adanya sel epitel >1% pada sampel saluran bronkus

    menunjukkan kontaminasi dari orofaring. Telah disepakati bahwa pada penanganan

    VAP, pemeriksaan mikrobiologi bermanfaat dan bila ditemukan kuman intrasel dan

    pewarnaan Gram yang positif sangat membantu untuk pemilihan antibiotik empiris yang

    akan diberikan. Untuk membantu menentukan apakah suatu mikro-oraganisme

    merupakan kolonisasi atau penyebab infeksi, perlu dilakukan pemeriksaan kultur

    kuatitatif, baik dengan colony-forming unit (CFU)/ml atau semi-kuantitatif dengan

    penilaian pertumbuhan kuman.27

    2.1.1.Rumah Sakit

    Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat dan

    ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini penderita mendapatkan

    terapi dan perawatan untuk dapat sembuh. Rumah sakit selain untuk mencari

    kesembuhan, juga merupakan depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari

    penderita maupun pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup

    dan berkembang di lingkungan rumah sakit seperti : udara, air, lantai, makanan, dan

    benda-benda medis maupun non medis.22

    Infeksi nosokomial merupakan ancaman yang besar untuk keselamatan nyawa

    penderita di rumah sakit. Diperkirakan pada tahun 2002 terdapat 1,7 juta penderita

    Universitas Sumatera Utara

  • pneumonia nosokomial atau setiap 4,5 per 100 kasus rawat inap, dengan 99000 kasus

    kematian yang disebabkan atau dihubungkan dengan infeksi nosokomial sebagai

    penyebab kematian nomor enam di Amerika, data yang sama dengan di Eropa. Biaya

    kesehatan di Amerika Serikat yang dikeluarkan adalah 5-10 miliar dolar

    pertahunnya.28

    2.1.2. Unit Perawatan Intensif

    Unit perawatan intensif adalah suatu tempat atau unit tersendiri di dalam rumah

    sakit memiliki staf khusus, peralatan khusus yang ditujukan untuk menanggulangi

    penderita gawat karena penyakit, trauma atau komplikasi-komplikasi. Infeksi

    nosokomial dan kematian di unit perawatan intensif prevalensinya lebih tinggi dibanding

    tempat lainnya di rumah sakit. Penyakit yang mendasari, gangguan mekanisme

    pertahanan tubuh, alat invasif, pengobatan imunosupresif, penggunaan antibiotik, dan

    kolonisasi dengan kuman yang resisten, menyebabkan penderita rentan terhadap

    infeksi nosokomial.29

    2.2. Teknik Bronkoskopi Serat Optik Lentur

    Bronkoskopi serat optik lentur (BSOL) juga dikenal sebagai Fiber Optic Bronchoscopy

    (FOB), sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pada kelainan yang dijumpai di paru-

    paru dan berkembang sebagai suatu prosedur diagnostik invasif paru.30,31

    FOB berupa tabung tipis panjang dengan diameter 5-6 mm, merupakan saluran untuk

    tempat penyisipan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendapatkan sampel dahak

    ataupun jaringan. Biasanya 55 cm dari total panjang tabung FOB mengandung serat optik yang

    memancarkan cahaya. Ujung distal FOB memiliki sumber cahaya yang dapat memperbesar

    120o dari 100o lapangan pandang yang diproyeksikan ke layar video atau kamera.32,33

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 1. Bronkoskopi Serat Optik Lentur (BSOL)34

    Tabungnya sangat fleksibel sehingga memungkinkan operator untuk melihat sudut 160o-

    180o keatas dan 100o-130o ke bawah. Hal ini memungkinkan bronchoscopist FOB untuk melihat

    ke segmen yang lebih kecil dan segmen sub cabang bronkus ke atas dan ke bawah dari

    bronkus utama, dan juga ke depan belakang (anterior dan superior).32,33

    Ada tiga cara untuk melakukan FOB, yaitu melalui hidung (trans nasal), mulut (trans

    oral) atau melalui endotracheal tube (ETT). Elastisitas FOB memungkinkan bronkoskop

    melewati hidung, tenggorokan posterior, pita suara, trakea, karina membagi bronkus utama

    kanan dan kiri. Kemudian FOB masuk ke bronkus dan segmen yang lebih kecil kanan dan kiri

    paru. Karina dan semua segmen pada trakeobronkial divisualisasikan pada layar video

    bronkoskopi. Karina dinilai ketajamannya. Subsegmen paru dinilai posisi, tekstur, warna,

    ukuran dan patency. Mukosa bronkial juga diperiksa apakah ada infiltrasi, peradangan dan

    sekresi.34,35,36

    Universitas Sumatera Utara

  • Bronchoalveolar lavage (BAL) adalah tindakan bilasan dengan larutan garam

    fisiologis dalam jumlah yang cukup besar untuk menguras material bronkus dan

    alveolar guna tujuan diagnostik penyakit paru. Cara kerjanya adalah setelah dipelajari

    seluruh percabangan bronkus kanan dan kiri, ujung bronkoskop ditujukan ke salah satu

    segmen lobus medius (kanan) atau lingula (kiri) dan disumbatkan pada bronkus

    segmen tersebut, kemudian cairan steril garam fisologis 0,9% dengan suhu 370C

    diinstilasikan sebanyak 20-50 ml kemudian dengan hati-hati cairan tersebut dihisap

    kembali dengan kecepatan 5 ml/detik dan ulangi tindakan tersebut sampai cairan

    sebanyak 100-300 ml. Sampel yang didapat dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan

    sitologi.12

    2.3. Teknik Selang Kateter

    Selang kateter penghisap (suction) yang akan digunakan untuk membersihkan

    jalan napas biasanya mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda, idealnya selang

    kateter penghisap yang baik adalah efektif menghisap sekret dan risiko trauma jaringan

    yang minimal. Diameter selang kateter penghisap bagian luar tidak boleh melebihi

    setengah dari diameter bagian dalam lumen endotracheal tube, diameter yang lebih

    besar akan menimbulkan atelektasis sedangkan selang kateter yang terlalu kecil kurang

    efektif untuk menghisap sekret yang kental. Yang penting diingat adalah setiap kita

    melakukan penghisapan, bukan sekretnya saja yang dihisap, tapi oksigen di paru juga

    dihisap dan alveoli juga bisa collaps.37

    Setiap melakukan penghisapan melalui artificial airway harus steril untuk

    mencegah kontaminasi kuman dan dianjurkan memakai sarung tangan yang steril.

    Universitas Sumatera Utara

  • Karakter penghisapan (suction) harus digunakan satu kali proses penghisapan

    misalnya setelah selesai penghisapan endotracheal tube dapat dipakai sekalian untuk

    penghisapan nasofaring dan urofaring dan sesudah itu harus dibuang atau disterilkan

    kembali, ingat jangan sekali-sekali memakai selang kateter penghisap untuk beberapa

    penderita. Sebelum penghisapan, penderita harus diberi oksigen yang adekuat (pre

    oksigenasi), sebab oksigen akan menurun selama proses penghisapan. Setelah pre

    oksigenasi yang cukup, masukkan selang keteter penghisap ke dalam saluran napas

    sampai ujungnya menotok tanpa hisap, kemudian tarik selang kateter penghisap

    sedikit, lakukan penghisapan dan pemutaran perlahan dan sambil menarik keluar untuk

    mencegah kerusakan jaringan dan memudahkan penghisap sekret.37

    Gambar 2. Selang Kateter Penghisap (Suction)38

    2.4. Definisi

    Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah 48 jam

    dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi sebelum

    masuk rumah sakit.15

    Universitas Sumatera Utara

  • Ventilator-associated pneumonia (VAP) didefinisikan sebagai pneumonia

    nosokomial yang terjadi setelah 48 jam pada penderita dengan bantuan ventilasi

    mekanik baik itu melalui pipa endotrakea maupun pipa trakeostomi.39,40

    2.5. Epidemiologi

    Pneumonia nosokomial diperkirakan terjadi pada 5-10 penderita dari 1000

    penderita yang dirawat inap di rumah sakit dan akan meningkat 6-20 kali pada

    penderita yang menggunakan ventilasi mekanik.15,41,42

    Pada pasien dengan ventilasi mekanik, insiden VAP meningkat seiring dengan

    lamanya ventilasi. Risiko dari VAP adalah yang tertinggi pada awal rawatan di rumah

    sakit dan diperkirakan 3% setiap hari selama 5 hari pertama dari ventilasi, 2% setiap

    hari diantara hari ke 6 sampai hari ke 10, dan 1% setiap hari setelah hari ke 10. Sejak

    ventilasi mekanik yang digunakan dalam jangka pendek, diperkirakan setengah dari

    semua episode VAP terjadi dalam 5 hari pertama.39,43 Di Amerika Serikat diperkirakan

    terjadi VAP diantara 9% sampai 27%.40

    Pada sebuah laporan dari penelitian kohort multisenter internasional yang

    dilakukan oleh Alberti dan kawan-kawan tahun 2002 selama lebih dari satu tahun

    periode, termasuk di dalamnya 8352 penderita (dari 28 unit yang berpartisipasi) yang

    dirawat lebih dari 24 jam di unit perawatan intensif (UPI). Angka insiden secara kasar

    dari infeksi didapat di UPI adalah 18,9%. Pada penelitian terhadap penderita-penderita

    trauma kepala, insiden VAP berkisar 28% sampai 40%, ini menunjukkan tingginya

    kejadian insiden infeksi paru.43

    2.6. Etiologi

    Universitas Sumatera Utara

  • Ada berbagai mekanisme yang menyebabkan suatu populasi kuman menjadi

    resisten terhadap antibiotik. Mekanisme tersebut antara lain adalah :

    1. Mikroorganisme memproduksi enzim yang merusak daya kerja

    obat.

    2. Terjadinya perubahan permeabilitas kuman terhadap obat tertentu.

    3. Terjadinya perubahan pada tempat atau lokus tertentu di dalam sel sekelompok

    mikroorganisme tertentu yang menjadi target dari obat.

    4. Terjadinya perubahan pada metabolic pathway yang menjadi target obat.

    5. Terjadi perubahan enzimatik sehingga kuman meskipun masih dapat hidup

    dengan baik, tetapi kurang sensitif terhadap antibiotik.44

    Ada beberapa bakteri yang sangat penting penyebab VAP, karena perlawanan

    yang penting terhadap antibiotik yang umum digunakan. Pseudomonas aeruginosa

    meningkat secara klinis karena resisten terhadap berbagai antimikroba serta memiliki

    kemampuan untuk mengembangkan tingkat Multi Drug Resistance (MDR) yang tinggi

    termasuk Penisilin dan Sefalosporin generasi pertama dan kedua, Tetrasiklin,

    Kloramfenikol dan Makrolid. Multi Drug-Resistance Pseudomonas aeruginosa

    (MDRPA) merupakan resistensi Pseudomonas aeruginosa terhadap paling sedikitnya 3

    macam obat dari golongan obat berikut : -laktam, Aminoglikosida, Carbapenem, Fluoroquinon.45

    Bakteri ini disebut sebagai bakteri multi drug resistance (MDR), antara lain :

    1. Pseudomonas aeruginosa adalah yang paling umum MDR bakteri gram

    negative penyebab VAP.

    2. Klebsiella pneumonia.

    3. Serratia marcescens.

    Universitas Sumatera Utara

  • 4. Enterobacter.

    5. Escherichia coli

    6. Citrobacter.

    7. Stenotrophomonas maltophilia.

    8. Acinetobacter.

    9. Burkholderia cepacia.

    10. Methicillin-resistent staphylococcus aureus merupakan penyebab

    peningkatan VAP. Sebanyak 50% dari staphylococcus aureus

    mengisolasikan dalam pengaturan perawatan intensif yang tahan terhadap

    methicillin.

    11. Staphylococcus aureus.

    12. Streptococcus pneumonia.

    13. Hemophilus influenza.

    14. Proteus species.

    15. Legionella pneumophila

    16. Candida species

    17. Aspergillus fumigates

    18. Adenovirus

    19. Influenza

    20. Parainfluenza

    21. Respiratory syncytial virus46,47,48

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 1. Etiologi VAP dengan Menggunakan Bronkoskopi

    pada 24 Penelitian (total 2490 kuman patogen)17

    Patogen Frekuensi (%)

    1. Pseudomonas aeruginosa 24,4

    2. Staphylococcus aureus 20,4

    3. Enterobacteriaceae 14,1

    4. Haemophilus species 9,8

    5. Streptococcus species 8,0

    6. Acinetobacter species 7,9

    7. Streptococcus pneumonia 4,1

    8. Neisseria species 2,6

    9. Stenotrophomonas maltophilia 1,7

    10. Coagulase-negative staphylococci 1,4

    11. Anaerob 0,9

    12. Jamur 0,9

    13. Lain-lain 3,8

    Serangan VAP dapat dibagi ke dalam dua tipe yaitu tipe awal dan tipe lambat.

    Tipe awal dari VAP terjadi 48 jam sampai 96 jam dan dihubungkan dengan organisme

    yang sensitif terhadap antibiotik, sedangkan tipe lambat dari VAP terjadi lebih dari 96

    jam setelah intubasi dan dihubungkan dengan organisme-organisme yang resisten

    terhadap antibiotik.47

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.7. Patogenesis

    Pneumonia nosokomial memerlukan organisme masuk ke dalam saluran

    pernapasan bagian bawah dalam jumlah yang besar atau dalam jumlah kecil, tetapi

    tingkat virulensinya lebih tinggi, yang mana dapat mengatasi hosts mechanical (epitel

    bersilia dan mukus) dan komponen humoral (antibodi dan komplemen) serta

    pertahanan seluler (leukosit, polimorfonuklear, makrofag dan limfosit serta sitokin-

    sitokin). Aspirasi dari patogen di orofaring ataupun masuknya bakteri akibat bocornya

    sekitar pipa endotrakea adalah rute utama masuknya bakteri ke trakea pada penderita

    dengan ventilasi mekanik. Sebagai tambahan, koloni bakteri di pipa endotrakea dapat

    terjadi embolisasi dalam alveoli setelah tindakan penghisapan atau bronkoskopi.

    Inhalasi patogen dari aerosol yang terkontaminasi lebih jarang terjadi. Penyebaran

    secara hematogen dari kateter intravaskular yang terinfeksi atau translokasi adalah rute

    yang jarang dari patogenesis VAP. Kolonisasi bakteri di dalam lambung dan sinus-

    sinus telah diperkirakan sebagai sarana yang potensial untuk bakteri membentuk

    kolonisasi di orofaring dan trakea. Mikroorganisme yang sering mencapai paru dan

    menyebabkan infeksi paru, yang terbanyak disebabkan bakteri gram negatif dan

    beberapa kokus gram positif juga telah menunjukkan peningkatan kejadian.43

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 3. Skema Patogenesis VAP49

    Faktor penjamu

    Pemberian awal antibiotik

    Strategi invasif Kolonisasi saluran cerna

    Obat-obatan yang berpengaruh

    terhadap pengosongan lambung

    dan pH

    Air yang terkontaminasi, obat-obatan cair,

    alat dan bahan terapi pernapasan Aspirasi

    Inhalasi Bronkiolitis

    Infeksi transtoraks

    Bakteremia primer Bronkopneumonia

    Translokasi gastrointestinal fokal/multifocal

    Bakteremia sekunder Bronkopneumonia berat

    Systemic inflammatory

    response syndrome

    Disfungsi organ nonpulmoner Abses paru

    Mekanisme pertahanan saluran napas bagian bawah & sistemik penjamu

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.8. Faktor Risiko dan Predisposisi Timbulnya VAP

    2.8.1. Faktor Risiko VAP

    Tabel 2. Faktor-faktor risiko berkaitan dengan VAP di beberapa penelitian analisis

    multivariat43,50

    Faktor penjamu Faktor intervensi

    Usia > 60 tahun.

    COPD / penyakit paru.

    ARDS.

    Koma / penurunan kesadaran.

    Serum albumin 2,2 g/dl.

    Luka bakar.

    Trauma kepala.

    Gagal organ.

    Kolonisasi lambung dan pH.

    Kolonisasi saluran napas atas.

    Sinusitis.

    Keparahan penyakit.

    Aspirasi volume lambung.

    Posisi kepala telentang.

    Relaksan otot.

    Intubasi .

    Ventilasi mekanik 2 hari.

    Positive end-expiratory pressure.

    Monitor tekanan intrakranial.

    Reintubasi.

    Perubahan sirkuit ventilator.

    Pipa nasogastrik.

    Transpor keluar dari UPI.

    Terapi antibiotik atau tampa antibiotik.

    Obat antagonis reseptor H2.

    Sedasi intravena yang terus-menerus.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.8.2. Predisposisi Timbulnya VAP

    1. Aspirasi dari sekret orofaring.

    2. Balon pipa endotrakea (Endotracheal Tube Cuff).

    3. Pipa endotrakea sebagai reservoir.

    4. Pemakaian pipa oral atau nasal.

    5. Penurunan kesadaran.

    6. Aspirasi dari isi lambung.

    7. Refluks.

    8. Pencegahan stress ulcer.

    9. Posisi tidur.51,52

    2.9. Menegakkan Diagnosis

    2.9.1. Manifestasi Klinis

    Kriteria klinis yang ada kurang bagus, spesivisitinya rendah tetapi ada

    peningkatan penggunaan klinikal skor untuk diagnosis VAP. Guideline terakhir yang di

    publikasikan adalah guideline dari Health and Science Policy Committee of the

    American College of Chest Physicians. Guideline tersebut menyebutkan bahwa

    episode VAP seharusnya dicurigai pada pasien yang menerima ventilasi mekanik, jika

    dua atau lebih gejala klinis berikut dijumpai:

    1. Suhu lebih dari 38 oC atau kurang dari 36 oC.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Leukositosis atau leukopenia.

    3. Sekresi trakea purulen.

    4. Penurunan PaO2.

    Seperti sebuah komplemen, radiologis dapat membantu menunjukkan

    keparahan pneumonia (multilobular atau tidak) dan adanya komplikasi seperti emfisema

    atau kavitas.43

    Pada awal tahun 1990, Pugin dan kawan-kawan mengembangkan Clinical

    Pulmonary Infection Score (CPIS) untuk mendiagnosis VAP. Walau itu termasuk data

    radiologi dan mikrobiologi, itu dapat digunakan bila dicurigai VAP. CPIS meningkatkan

    spesivisiti dari foto dada dalam mendiagnosis VAP. Mereka menemukan bahwa CPIS

    lebih dari enam dikaitkan dengan kemungkinan tinggi pneumonia dengan sensitiviti

    93% dan spesivisiti 100%.43,47

    Tabel 3. Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS)43,53,54

    Komponen Nilai Skor

    Suhu (oC) 36,5 38,4 0 38,5 38,9 1 36,0 39,0 2 Leukosit per mm3 4000 11000 0 < 4000 >11000 1

    50% band forms +1 Sekret Trakea Tidak dijumpai sekret 0

    Ada sekret, tapi tidak purulen 1

    Universitas Sumatera Utara

  • Sekret purulen 2

    Oksigenasi : > 240 atau terdapat ARDS 0

    PaO2/FiO2(mmHg) 240 atau tidak ada ARDS 2 Foto toraks Tidak ada infiltrat 0

    Bercak atau infiltrat difus 1

    Infiltrat terlokalisir 2

    Kultur dari aspirasi trakea

    Kultur bakteri patogen jarang atau tidak menerangi kuantitas atau tidak ada petumbuhan 0

    Kultur bakteri patogen sedang atau kuantitas berat 1

    Kultur bakteri patogen sama, terlihat Gram stain +1

    2.9.2. Gambaran Radiologis

    Gambaran radiologis pneumonia nosokomial dapat ditegakkan atas dasar foto

    toraks terdapat infiltrat baru atau progresif. Perubahan radiologis secara progresif

    berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari infiltrate baru.15

    Pada penelitian kohort prospektif dari 129 penderita yang berkembang infiltrat di

    paru dan berhubungan dengan penderita pembedahan yang dirawat di UPI untuk

    menentukan prediktor dan hasil akhir dari infiltrat di paru. Penyebab yang paling sering

    infiltrat di paru adalah pneumonia (30% dari infiltrat di .paru), edema paru (29%), acute

    lung injury (15%) dan atelektasis (13%). Skor CPIS yang lebih dari 6 menyingkirkan

    acute lung injury, edema paru, atau atelektasis sebagai penyebab infiltrat di paru.43

    Beberapa peneliti membuktikan bahwa pemeriksaan foto toraks berulang

    memiliki akurasi diagnostik lebih dari 68% yang umumnya disertai air bronchogram.

    Universitas Sumatera Utara

  • Torres dan kawan-kawan, menyatakan bahwa diagnosis VAP meliputi tanda-tanda

    infiltrat baru atau progresif pada foto toraks disertai gejala demam, leukositosis maupun

    leukopeni dan sekret purulen. Gambaran foto toraks disertai dua dari tiga kriteria gejala

    tersebut memberikan sensitiviti 69% dan spesivisiti 75%.14,17,55

    2.9.3. Pemeriksaan Mikrobiologi

    Tingginya mortaliti VAP membutuhkan terapi antibiotik yang tepat dan cepat,

    sehingga diperlukan informasi kuman patogen penyebab VAP dan resistensinya

    dengan menggunakan teknik pengambilan sampel yang tepat. Pengambilan sampel

    dapat dilakukan dengan metode non invasif dan invasif. Metode non invasif yang

    sering dilakukan adalah endotracheal aspirate sedangkan protected specimen brush

    (PSB) dan bronchoalveolar lavage (BAL) merupakan metode invasif.8,9

    Blot dan kawan-kawan, mengusulkan tiga keputusan untuk diagnosis dini dan

    penatalaksanaan terhadap tersangka VAP berdasarkan pada plugged telescoping

    catheter (PTC), blind atau fiberopticallly guided, dan endotracheal aspirate (EA) gram

    stain analisis:

    1. EA gram stain negatif : VAP sangat jarang. Tidak diperlukan pengobatan

    antibiotik empiris untuk pneumonia sampai hasil kultur telah keluar.

    2. PTC gram stain positif, VAP sangat sering. Pengobatan antibiotik empiris

    adalah pilihan berdasarkan hasil pewarnaan gram dari PTC dan atau EA

    serta data epidemiologi. Ketika hasil kultur keluar, pengobatan antibiotik

    dapat diteruskan, diganti ataupun dihentikan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. EA gram stain positif dan PCT gram stain negatif, tidak ada prediksi yang

    memuaskan, sebelum hasil kultur keluar. Keputusan dimulai dengan

    pengobatan empiris dan tergantung pada kondisi penderita serta keparahan

    sepsis.43

    Untuk diagnostik akurat, direkomendasikan penggunaan dari diagnostik invasif

    dengan menggunakan bronkoskopi. Dua metode invasif yaitu: Protected specimen

    brush (PSB) dan Bronchoalveolar lavage (BAL). Kuantitas kultur dengan PSB dan BAL,

    diharapkan hasil yang didapat untuk menegakkan diagnosis yang akurat sehingga

    dapat diberikan antibiotik yang optimal.48,51,52,56

    Tabel 4. Perbandingan Sensitiviti dan Spesivisiti EA, PSB dan BAL untuk

    Diagnosis VAP8

    EA PSB BAL

    Sensitiviti (%) 38-100 33-100 42-93

    Spesivisiti(%) 14-100 50-100 45-100

    2.10. Penatalaksanaan

    Dalam pemilihan terapi empiris untuk penderita yang baru menerima antibiotik,

    sebuah usaha sebaiknya dibuat untuk menggunakan agen dari kelas antibiotik yang

    berbeda, karena terapi antibiotik sebelumnya dapat menjadi prediposisi untuk resistensi

    dan terapi yang tidak memadai jika kelas yang sama digunakan lagi. Terapi antibiotik

    Universitas Sumatera Utara

  • inisial sebaiknya diberikan secepatnya, karena penundaan pemberian antibiotik dapat

    meningkatkan mortaliti pada penderita VAP.43

    Gambar 4. Strategi Manajemen Untuk Penderita Dengan Sangkaan HAP/VAP46

    Dugaan untuk HAP/VAP

    Pengambilan sampel dari saluran napas bawah untuk pemeriksaan biakan (kuantitatif/semi kuantitatif) dan mikroskopis

    Kecuali jika dugaan pneumonia secara klinis dan mikroskopis negatif, pemberian antibiotik dapat

    dimulai berdasarkan terapi empiris dan data mikrobiologi lokal

    Pada hari kedua dan ketiga pemeriksaan kultur dan taksir respon klinis (temperatur, leukosit,

    foto toraks, oksigenasi, sputum purulen, perubahan hemodinamik dan fungsi organ

    Perbaikan klinis dinilai pada 48-72 jam

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.10.1. Rekomendasi Terapi Antibiotik

    Kriteria utama dan rekomendasi untuk terapi antibiotik yang optimal ;

    1. Terapi empiris untuk penderita dengan VAP menggunakan dosis antibiotik yang optimal

    untuk mendapatkan efikasi yang maksimal (Level I). Terapi awal dapat diberikan pada

    semua penderita secara intravena dan ditukar secara oral bila penderita sudah memberikan

    respon klinis yang baik dan berfungsinya traktus intestinal. Antibiotik seperti kuinolon dan

    linezolid bisa diubah ke terapi oral pada penderita (Level II).

    Tidak

    Kultur (-) Kultur (+) Kultur (-) Kultur (+)

    Ya

    Cari kuman patogen lainnya,

    komplikasi, diagnosis, atau infeksi ditempat

    lain

    Dosis antibiotik tidak perlu ditambahkan, jika

    memungkinkan. Pengobatan yang

    selektif pada penderita selama 7-8 hari dan

    dinilai kembali

    Pertimbangkan untuk stop antibiotik

    Sesuaikan terapi antibiotik, cari

    patogen lainnya, komplikasi, diagnosis atau infeksi ditempat

    lain

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Antibiotik aerosol tidak terbukti memiliki angka keberhasilan untuk VAP (Level I).

    Bagaimanapun dipertimbangkan sebagai terapi tambahan pada penderita dengan MDR

    gram negatif, dimana tidak respon terhadap terapi sistemik (Level III)

    3. Kombinasi terapi bisa digunakan jika penderita infeksi menyerupai patogen MDR (Level II).

    Tidak ada data pendekatan mana yang lebih baik dibandingkan monoterapi, kecuali untuk

    merubah inisial terapi empiris yang tepat (Level I).

    4. Jika penderita menerima terapi kombinasi dengan aminoglikosida, bisa dihentikan setelah

    5-7 hari jika penderita ada perbaikan (Level III).

    5. Monoterapi yang tepat untuk kuman bisa digunakan untuk penderita VAP, selama tidak

    resisten (Level I). Penderita yang menerima terapi kombinasi pada awalnya, hingga hasil

    dari kultur traktus respiratorius bawah diketahui dan dikonfirmasi monoterapi bisa digunakan

    (Level II).

    6. Jika penderita menerima antibiotik awal yang cocok dapat diusahakan untuk

    memperpendek dari durasi pengobatan, biasanya 14-21 hari menjadi periode lebih pendek

    menjadi 7 hari, asalkan penyebabnya bukan Pseudomonas aeroginosa, dan respon klinis

    penderita baik dengan perbaikan (Level I).46,50

    Tabel 5. Terapi antibiotik empiris inisial pada penderita dengan tidak diketahui faktor

    risiko pada multidrug resisten patogen dan onset awal hospital acquired pneumonia pada semua infeksi berat dan bukan infeksi yang lain43

    Potensial Patogen Antibiotik yang Direkomendasi

    Streptococcus pneumonia Cephalosporin generasi II/III

    Haemophilus influenza (cefotaxime, ceftriaxone)

    Methicillin-sensitive staphylococcus atau

    Universitas Sumatera Utara

  • aureus Quinolone generasi III/IV

    Antibiotik- sensitive enterik (levofloxacin, moxifloxacin)

    Gram negatif bacilli atau

    Escherichia coli -Lactam, -lactamase inhibitor

    Klebsiella pneumoniae (ampicillin/sulbactam)

    Enterobacter species

    Serratia marcescens

    ___________________________________________________________

    Tabel 6. Terapi antibiotik empiris inisial pada penderita dengan faktor risiko pada multidrug resisten patogen dengan onset awal dan lambat VAP pada semua infeksi berat 43,46

    Potensial MDR patogen Terapi Antibiotik Kombinasi

    Pseudomonas aeruginosa Anti-pseudomonal generasi III/IV

    Cephalosporin (cefepime,ceptazidime)

    atau

    Klebsiella pneumoniae (ESBL) Carbepenem (anti-pseudomonal)

    Acinetobacter species (imipenem, meropenem)

    Universitas Sumatera Utara

  • atau

    -Lactam, -lactamase inhibitor

    (pipercillin-tazobactam)

    plus

    Fluoroquinolone generasi II/III

    (Ciprofloxacin atau Levofloxacin dosis

    tinggi)

    atau

    Aminoglikosida

    (amikasin, gentamicin, tobramycin)

    plus

    Staphylococcus aureus Linezolid atau Vancomycin

    resisten-methicillin

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 7. Dosis inisial intravena terapi antibiotik empiris untuk penderita dewasa

    dengan onset penyakit lanjut atau faktor risiko untuk MDR46

    Antibiotik Dosis

    Antipseudomonal cephalosporin

    Cefepime

    Ceftazidimine

    Carbepenems

    Imipenem

    Meropenem

    - lactam / - lactamase inhibitor

    Piperacillin-tazobactam

    Aminoglycosida

    Gentamycin

    Tobramycin

    Amikacin

    Antipseudomonal quinolone

    Levofloxacin

    1-2 g setiap 8-12 jam

    2 g setiap 8 jam

    500 mg setiap 6 jam atau 1 g

    setiap 8 jam

    1 g setiap 8 jam

    4,5 g setiap 6 jam

    7 mg /kg per hari

    7 mg/kg per hari

    20 mg/kg per hari

    750 mg setiap hari

    Universitas Sumatera Utara

  • Ciprofloxacin

    Vancomycin

    Linezolid

    400 mg setiap 8 jam

    15 mg/kg setiap 12 jam

    600 mg setiap 12 jam

    2.11. Pencegahan

    Pencegahan terhadap VAP dibagi menjadi dua kategori yaitu strategi farmakologi yang

    bertujuan untuk menurunkan kolonisasi saluran cerna terhadap kuman patogen serta strategi

    non farmakologi yang bertujuan untuk menurunkan kejadian aspirasi.57

    Tabel 8. Strategi non farmakologi52

    Strategi non farmakologi Tingkat

    Merubah dari nasogastrik atau ETT bila secara klinis memungkinkan.

    Menghindari dari intubasi ulang yang tidak diperlukan.

    Menghindari distensi yang berlebihan dari lambung.

    Pemberian nutrisi yang adekuat.

    Menggunakan alat pengisapan yang sekali pakai.

    Posisi setengah berbaring dari penderita.

    Oral (non-nasal) intubasi.

    Pemeliharaan yang adekuat terhadap tekanan balon ETT.

    Perubahan posisi.

    C

    C

    B

    C

    A

    B

    D

    C

    Universitas Sumatera Utara

  • Cuci tangan sebelum kontak dengan penderita.

    Fisioterapi paru.

    Menggunakan kontrol program untuk mengatasi infeksi.

    Menggunakan sarung tangan dan baju kamar operasi..

    Penjadwalan pengaliran pada sirkuit ventilator.

    Perubahan rutin dari sirkuit ventilator.

    Pergantian rutin dari alat pengisapan dan kateter.

    Pengisapan dari subglotik yang berkesinambungan.

    B

    B

    A

    C

    B

    C

    A

    B

    A

    Tabel 9. Strategi farmakologi52

    Strategi Farmakologi Tingkat

    Menghindari dari pemberian antibiotik yang tidak diperlukan.

    Antibiotik untuk mengatasi demam yang menyebabkan neutropenia.

    Terapi antibiotik kombinasi.

    Pembatasan dari pencegahan Stress ulcer yang berisiko pada penderita.

    Obat kumur Chlorhexidine.

    Koloni granulosit yang merangsang untuk demam neutropenik

    Rotasi dari kelas antibiotik.

    Vaksinasi Streptokokus pneumoniae, Haemophilus influenzae

    tipe b strain dan virus influenza.

    Seleksi dari makanan yang bisa terkontaminasi .

    Profilaksis immunoglobulin.

    Keasaman buatan dari makanan enteral.

    C

    D

    U

    B

    B

    D

    C

    D

    A

    Universitas Sumatera Utara

  • Profilaksis antibiotik parenteral untuk pasien koma.

    Profilaksis dengan antibiotik aeorosol.

    D

    U

    B

    B

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.12. Kerangka Konseptual

    Penderita yang membutuhkan

    ventilasi mekanik karena gagal napas

    Intubasi endotracheal tube dan

    menggunakan ventilator invasif

    1. Aspirasi organisme patogen 2. Inhalasi organisme patogen

    Kolonisasi terjadi 24 jam pertama

    Infeksi berkembang setelah 48 jam

    Pengambilan sampel

    Endotracheal aspirate Bronchoalveolar lavage

    dengan cara selang kateter dengan cara bronkoskopi serat

    optik lentur

    Universitas Sumatera Utara