PMO.doc

26
MAKALAH SISTEM REPRODUKSI Sistem Pelayanan Kesehatan Pengawas Minum Obat (PMO) Dosen Pembimbing: Hj. Andri Tri K, SST. M.Kes Disusun oleh: Kelompok 3 1. Anisah Muallifah 2. Dewi Ratna Sari 3. Emilda Khulyatin 4. Ika Fitria N. 5. Jujuk Tutik H. 6. Nur Khoirun Nisa’ 7. Rifki Asrori 8. Siti N. Mahmudah 9. Vina Dwi Amalya Kelas: 5 C

description

OKE

Transcript of PMO.doc

Page 1: PMO.doc

MAKALAH SISTEM REPRODUKSISistem Pelayanan Kesehatan

Pengawas Minum Obat (PMO)

Dosen Pembimbing:

Hj. Andri Tri K, SST. M.Kes

Disusun oleh: Kelompok 3

1. Anisah Muallifah

2. Dewi Ratna Sari

3. Emilda Khulyatin

4. Ika Fitria N.

5. Jujuk Tutik H.

6. Nur Khoirun Nisa’

7. Rifki Asrori

8. Siti N. Mahmudah

9. Vina Dwi Amalya

Kelas: 5 C

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH LAMONGAN

Page 2: PMO.doc

TAHUN AJARAN 2015

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh

bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

yang optimal. Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh

puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan

nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya (Trihono, 2005).  

WHO menyatakan 22 negara dengan beban TBC tertinggi di dunia

50%nya  berasal dari negara-negara Afrika dan Asia serta Amerika (Brasil).

Hampir  semua  negara ASEAN masuk dalam kategori 22 negara tersebut

kecuali Singapura dan Malaysia. Dari seluruh kasus di dunia, India

menyumbang 30%, China 15%, dan Indonesia 10% (Widoyono, 2008).

Penyakit tuberkulosis paru (TB paru) merupakan penyakit infeksi yang

disebabkan oleh  kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-

paru dan bronkus. TB paru tergolong penyakit air borneinfektion yang dapat

masuk kedalam tubuh manusia melalui udara pernapasan kedalam paru-paru.

Kemudian kuman menyebar dari paru-paru kebagian tubuh lainnya melalui

sistem peredaran darah, sistem saluran limpe, melalui bronkus atau

penyebaran langsung kebagian tubuh lainnya (Faisalado Candra

Widyanto dan Cecep Triwibowo, 2013).

Penggunaan obat yang benar sesuai dengan jadwal (kepatuhan) sangat

penting untuk menghindari timbulnya jenis TB Paru yang resisten agar

memastikan kepatuhan, terutama pada fase lanjutan setelah kita merasa

sembuh. WHO menerapkan Strategi DOTS (Directly Observed Therapy Short

Course atau pengobatan dengan pengawas langsung). Pengawasan ini

Page 3: PMO.doc

dilakukan oleh Pengawas Minum Obat atau PMO, yang bertugas untuk

mendampingi pasien dalam menjalani pengobatan sampai tuntas. Seorang

anggota keluarga atau petugas kesehatan yang mudah terjangkau oleh pasien

TB Paru dapat mamainkan peranan sebagai PMO. Dengan didampingi PMO

dalam setiap minum obat diharapkan angka kesembuhan minimal 85% dari

kasus baru BTA Positif (Yayasan Spiritia, 2006, HIV dan TBC)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu pengertian PMO (Pengawas Minum Obat)?

2. Apa saja tugas PMO (Pengawas Minum Obat)?

3. Apa itu peranan keluarga sebagai PMO (Pengawas Minum Obat)?

4. Apa itu kepatuhan berobat?

5. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan?

6. Apa saja yang dapat mengurangi ketidak patuhan?

7. Aplikasi apa saja?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu pengertian PMO (Pengawas Minum Obat)

2. Untuk mengetahui apa saja tugas PMO (Pengawas Minum Obat)

3. Untuk mengetahui apa itu peranan keluarga sebagai PMO (Pengawas

Minum Obat)

4. Untuk mengetahui apa itu kepatuhan berobat

5. Untuk mengetahui apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

6. Untuk mengetahui apa saja yang dapat mengurangi ketidak patuhan

7. Untuk mengetahui aplikasi apa saja

Page 4: PMO.doc

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengawas Minum Obat (PMO)

2.1.1 Pengertian PMO

Menurut Depkes RI (1999) PMO adalah seseorang yang ditunjuk dan

dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita tuberkulosis dalam

meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga,

tetangga, kader atau tokoh masyarakat atau petugas kesehatan.

Pengawas Minum Obat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk

menjamin kepatuhan penderita untuk minum obat sesuai dengan dosis dan

jadwal seperti yang telah ditetapkan.

2.1.2 Tugas Pengawas Minum Obat

Menurut Depkes RI (1999), seseorang yang telah ditunjuk menjadi

PMO mempunyai kewajiban sebagai berikut:

1) Mengikuti pelatihan singkat dari petugas kesehatan mengenai penyakit

atau bahayanya tuberkulosis, mengenai perlunya minum obat dengan

teratur dan penyelesaian pengobatan sesuai jadwal, perlunya evaluasi

dahak dan efek samping obat serta kapan harus meminta pertolongan.

2) Mengawasi minum obat harian di rumah

3) Mencatat obat yang telah diminum dan mencatat keluhan yang dialami

penderita.

4) Ikut serta dalam pengambilan obat berikutnya sebelum obat habis dan

ikut dalam pemeriksaan dahak penderita.

5) Memberi motivasi ke penderita supaya tidak terjadi kegagalan berobat

serta menjadi penyuluh kesehatan.

2.2 Peranan Keluarga sebagai PMO

Menurut Mangunnegoro dan Suryatenggoro (1994) dalam pengawasan

pengobatan, petugas kesehatan harus mengikutsertakan keluarga supaya

Page 5: PMO.doc

pasien dapat berobat secara kontinyu. Dukungan keluarga dan masyarakat

mempunyai andil yang besar dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan

penderita (Becher, 1997).

Peran keluarga yang dapat dilakukan dalam perawatan penderita

tuberkulosis di rumah yaitu sebagai PMO, pengawas penampungan dahak,

mengawasi dan membantu membersihkan alat-alat makan dan minum

penderita serta menepati janji kontrol (Noviadi, 1999).

Perawatan penderita TB paru di rumah yang dapat dilakukan oleh

keluarga meliputi:

1) Mengawasi anggota keluarga yang sakit untuk menelan obat secara

teratur sesuai dengan anjuran petugas kesehatan.

2) Mengetahui adanya gejala atau efek samping obat dan merujuk

penderita kalau perlu.

3) Memberikan makanan yang bergizi.

4) Memberikan waktu istirahat kepada anggota keluarga yang sakit

minimal 8 jam sehari.

5) Olah raga yang teratur di tempat yang berudara segar.

6) Memeriksakan penderita untuk periksa ulang dahak pada bulan ke 2, 5

dan 6.

7) Memodifikasi lingkungan yang dapat mendukung kesembuhan

penderita TB paru antara lain mengupayakan rumah yang memenuhi

syarat kesehatan, misalnya: mempunyai jendela atau ventilasi yang

cukup, bebas debu rumah dan lantai tidak lembab.

2.3 Kepatuhan berobat

2.3.1 Pengertian Kepatuhan

Menurut Sackett dikutip Niven (2002), mendefinisikan kepatuhan

pasien yaitu sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang

diberikan profesional kesehatan.

Kepatuhan berobat adalah tingkah perilaku penderita dalam mengambil

suatu tindakan atau upaya untuk secara teratur menjalani pengobatan

Page 6: PMO.doc

(Muzaham, 1995). Menurut penelitian Rusmani (2002) menyebutkan bahwa

kepatuhan adalah suatu perbuatan untuk bersedia melaksanakan aturan

pengambilan dan minum obat sesuai jadwal yang telah ditetapkan

Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan

pengobatannya secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6

bulan sampai dengan 8 bulan (Depkes RI, 2002), sedangkan penderita yang

tidak patuh datang berobat dan minum obat bila frekuensi minum obat tidak

dilaksanakan sesuai rencana yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2002).

Menurut Snider dikutip Aditama (1997) menyatakan bahwa salah satu

indikator kepatuhan penderita adalah datang atau tidaknya penderita setelah

mendapat anjuran kembali untuk kontrol. Seorang penderita dikatakan patuh

menjalani pengobatan apabila minum obat sesuai aturan paket obat dan

ketepatan waktu mengambil obat sampai selesai masa pengobatan.

Penderita dikatakan lalai jika tidak datang lebih 3 hari – 2 bulan dari

tanggal perjanjian dan dikatakan drop out jika lebih dari 2 bulan berturut-

turut tidak datang berobat setelah dikunjungi petugas kesehatan (Depkes RI,

2002).

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Menurut teori Green dikutip Nukman (1997), perilaku kepatuhan

berobat dipengaruhi oleh:

1) Faktor yang mendasar atau faktor yang ada dalam diri individu yang

mempengaruhi perilaku kepatuhan (predisposing factors) antara lain :

a. Pengetahuan mengenai penyakitnya, sikap dan tekad untuk sembuh

dari penderita.

b. Tingkat pendidikan penderita.

Makin rendahnya pengetahuan dan pendidikan penderita tentang

bahaya penyakitnya, dan pentingnya berobat secara tuntas untuk

dirinya, makin besar pula bahaya penderita menjadi sumber

penularan baik di rumah maupun di lingkungan sekitar (Entjang,

2000).

Page 7: PMO.doc

2) Faktor yang memperkuat atau faktor yang mendorong (reinforcing

factors) antara lain adanya dukungan atau motivasi dari keluarga,

masyarakat dan lingkungan sekitar. Menurut Becher (1997) dukungan

keluarga dan masyarakat mempunyai andil yang besar dalam

meningkatkan kepatuhan pengobatan penderita. Program pengendalian

penderita (case holding) berupa usaha pengobatan secara teratur sampai

mencapai kesembuhan, salah satu upayanya adalah menentukan seorang

pengawas bagi tiap penderita, dipilih dari anggota keluarganya yang

berwibawa atau seseorang yang tinggal dekat rumah yang bertugas

untuk memantau dan memotivasi penderita.

3) Faktor yang mendukung (enabling factors) antara lain :

a. Tersedianya fasilitas kesehatan.

b. Kemudahan untuk menjangkau sarana kesehatan.

c. Keadaan sosial ekonomi atau budaya.

Menurut penelitian Aditama (1997), menyebutkan bahwa lingkungan

atau jarak yang jauh dari tempat pelayanan kesehatan memberika kontribusi

rendahnya kepatuhan, sebagian responden memilih fasìlitas kesehatan yang

relatif dekat dengan rumahnya. Keadaan sosial ekonomi yang rendah dapat

menghambat keteraturan berobat, hal ini dapat diperberat dengan jarak yang

jauh dari pelayanan kesehatan sehingga memerlukan biaya transportasi.

Sementara itu menurut Niven (2002), bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi ketidakpatuhan digolongkan menjadi 4 bagian, yaitu:

1) Pemahaman klien terhadap instruksi.

Jika klien paham terhadap intruksi yang diberikan padanya maka klien

tidak dapat mematuhi intruksi tersebut dengan baik. Terkadang hal ini

dapat di sebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam

memberikan informasi yang lengkap, banyak menggunakan istilah

medis dan banyak memberikan instruksi yang harus di ingat oleh klien.

2) Kualitas interaksi

Page 8: PMO.doc

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan klien merupakan

bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan, dari hasil

penelitiannya dikemukakan adanya kaitan yang erat antara kepuasan

konsultasi dengan kepatuhan.

3) Keluarga.

Keluarga dapat menjadikan faktor yang sangat berpengaruh dalam

menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga

menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.

Keluarga juga memberikan dukungan dan membuat keputusan

mengenai perawatan dari anggota yang sakit, serta menentukan

keputusan untuk mencari dan mematuhi anjuran pengobatan.

4) Keyakinan, Sikap dan Kepribadian

Klien yang tidak patuh adalah orang-orang yang mengalami depresi,

ansietas, memiliki kekuatan ego lebih lemah dan kehidupan sosialnya

lebih memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri.

2.3.3 Mengurangi Ketidak Patuhan

Menurut Dinicola dan DiMatteo dikutip Niven (2002), mengemukakan

4 rencana untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien:

1) Menumbuhkan kepatuhan dengan mengembangkan tujuan

kepatuhan.

Klien akan dengan senang hati mengungkapkan tujuan

kepatuhannya, jika pasien memiliki keyakinan dan sikap positif

terhadap tujuan tersebut serta adanya dukungan dari keluarga dan

teman terhadap keyakinannya tersebut.

2) Mengembangkan strategi untuk merubah perilaku dan

mempertahankannya.

Sikap pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap

dirinya, evaluasi diri dan penghargaan tergadap perilaku yang baru

tersebut.

Page 9: PMO.doc

3) Mengembangkan kognitif.

Pengembangan kognitif tentang masalah kesehatan yang dialami,

dapat membuat pasien menyadari masalahnya dan dapat menolong

mereka berperilaku positif terhadap kepatuhan

4) Dukungan social

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota

keluarga lain merupakan faktor-faktor yang penting dalam

kepatuhan terhadap program-program medis. Keluarga dapat

mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu dan

dapat mengurangi godaan terhadap ketidaktaatan.

Page 10: PMO.doc

BAB 3

APLIKASI CONTOH

PADA PASIEN TUBERKULOSIS (TBC)

3.1 Tuberkulosis

3.1.1 Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC menyerang

tetapi dapat juga mengenai organ lain.

3.1.2 Tanda dan Gejala

Gejala utama tuberkulosis adalah batuk berdahak terus menerus selama

3 minggu atau lebih. Tanda dan gejala tambahan lain berupa keluar dahak

bercampur darah (batuk darah), sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah,

nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan,

berkeringat malam hari walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari

sebulan.

3.1.3 Cara Penularan

Sumber penularan adalah penderita TBC BTA positif, pada waktu

batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk

droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan

di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau

droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TBC

masuk kedalam tubuh manusia, kemudian kuman menyebar dari paru ke

bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem limfe, saluran

nafas atau penyebaran langsung ke bagian-bagaian tubuh lainnya

3.1.4 Komplikasi

Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut:

1) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik dan tersumbatnya

Page 11: PMO.doc

jalan nafas.

2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.

3) Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan

jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.

4) Pneumothorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan: kolaps

spontan karena kerusakan jaringan paru.

5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian dan

ginjal.

3.2 Pengobatan Tuberkulosis

3.2.1 Tujuan Pengobatan

Tujuan pengobatan tuberkulosis adalah menyembuhkan penderita,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat

penularan (Depkes RI, 1997).

3.2.2 Prinsip Pengobatan

Obat TBC di berikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis,

dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman

dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai

dosis tunggal, sebaiknya dalam keadaan perut kosong. Apabila paduan obat

yang di gunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan)

kuman TBC dapat berkembang menjadi kuman yang kebal obat (resisten).

Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu

pengawasan langsung oleh PMO.

Pada tahap intensif, penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi

langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT

terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut di berikan secara

tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu

2 minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negative

(Konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat dalam tahap

intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.

Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten. Pada tahap

Page 12: PMO.doc

lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka

waktu yang lebih lama.

3.2.3 Jenis dan Dosis OAT

Paduan OAT yang dipakai, diprogram sesuai dengan rekomendasi

WHO berupa pasuan OAT jangka pendek yang terdiri dari 3 kategori yaitu:

kategori I, II, dan III, sesuai hasil uji BTA sputum dan pemeriksaan radiologi.

Setiap kategori terdiri 2 fase pemberian yaitu fase awal (intensif) dan fase

lanjutan (intermitten). Berikut ini kategori OAT yang meliputi:

1) OAT kategori I

a. Indikasi

(1) Diindikasikan untuk penderita TB Paru menular (baru

ditemukan dan belum pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan)

dan pada pemeriksaan dahaknya secara mikroskopis

menunjukkan Basil Tahan Asam (BTA) positif 2 kali atau 3 kali

pemeriksaan dahak.

(2) Diindikasikan untuk penderita baru dengan BTA negatif, tetapi

menunjukkan gejala positif pada pemeriksaan roentgen.

b. Fase awal

Satu blister kombipak II, diminum setiap hari (intensif) terdiri dari:

(1) Isoniazid @ 300 mg = 1 dosis/hari.

(2) Rifampisin @ 450 mg = 1 dosis/hari.

(3) Pirazinamid @ 500 mg = 3 dosis/hari.

(4) Ethambutol @ 200 mg = 3 dosis/hari.

Lama pengobatan 2 bulan, jumlah minum obat sebanyak 60 kali

menelan obat dilanjutkan fase lanjutan 1 dosis harian kombipak III

selama 3 kali selama 4 bulan berikutnya (54 kali menelan obat).

c. Fase lanjutan

Satu blister kombipak III sehari, diminum 3 kali seminggu

(intermiten) terdiri dari:

(1) Isoniazid @ 300 mg = 2 dosis/hari.

(2) Rifampisin @ 450 mg = 1 dosis/hari.

Page 13: PMO.doc

Selama pengobatan kategori I diharuskan menelan OAT secara

teratur sesuai jadwal terutama pada fase awal pengobatan untuk

menghindari terjadinya kegagalan pengobatan (setelah selesai jadwal

rangkaian sesuai dengan aturan, pada pemeriksaan mikroskopis

menunjukkan BTA positif) dan terjadi BTA positif lagi setelah

dinyatakan sembuh dan diusahakan untuk menyelesaikan menelan

OAT sesuai jadwal pengobatan selama 6bulan (114 kali menelan

obat).

2) OAT kategori II

a. Indikasi

Diindikasikan untuk penderita yang kambuh dan gagal pengobatan

yaitu pada pemeriksaan dahaknya secara mikroskopis menunjukkan

BTA positif setelah dinyatakan sembuh dari TB paru.

b. Dosis dan komposisi OAT kategori II:

(1) Fase awal atau intensif, kombipak II terdiri dari :

(a) Isoniazid (H) @ 300 mg = 1 dosis/hari.

(b) Rifampisin (R) @ 450 mg = 1 dosis/hari.

(c) Pirazinamid (Z) @ 500 mg = 3 dosis/hari.

(d) Etahmbutol (E) @ 250 mg = 3 dosis/hari.

Satu dosis harian kombipak II setiap hari selama 3 bulan (90

kali menelan obat).

(e) Sterptomisin (S) = @ 0,75 gr = dosis/hari 0,5 vial injeksi

diberikan selama 2 bulan pertama (60 kali suntikan).

(2) Fase lanjutan atau intermitten terdiri dari :

(a) Isoniazid (H) @ 300 mg = 2 dosis/hari.

(b) Rifampisin (R) @ 450 mg = 1 dosis/hari.

(c) Ethambutol (E) 1200 mg = 2 dosis/hari @ 500 mg dan 1

dosis/hari 250 mg.

Dalam 1 dosis harian kombipak IV, seminggu 3 kali selama 5

bulan (66 kali menelan obat).

3) OAT kategori III

Page 14: PMO.doc

a. Indikasi

Untuk penderita baru TB paru dengan BTA negatif dan radologi

positif.

b. Dosis

(1)Pada fase awal.

Satu dosis harian kombipak I setiap hari selama 2 bulan (60 kali

menelan obat) yang terdiri dari:

(a) Isoniazid (H) @ 300 mg = 1 dosis/hari.

(b) Rifampisin (R) @ 450 mg = 1 dosis/hari.

(c) Ethambutol (E) @ 500 mg = 3 dosis/hari.

(2)Pada fase lanjutan

Satu dosis harian kombipak III seminggu 3 kali selama 4 bulan

(54kali menelan) obat terdiri dari:

(a) Isoniazid (H) @ 300 mg = 2 dosis/hari

(b) Rifampisin (R) @ 450 mg = 1 dosis/hari.

3.2.4 Kemampuan Komunikasi Pengawas Menelan Obat (PMO)

Komunikasi yang baik dengan penderita tuberkulosis paru ikut

menentukan tingkat keberhasilan Pengawas Menelan Obat (PMO) dalam

menjalan tugas, fungsi dan perannya. Hal-hal yang perlu dikomunikasikan

PMO kepada penderita tuberkulosis paru adalah tentang: 1) adanya keluhan

selama penggunaan obat, 2) menanyakan adanya efek samping yang dialami

selama penggunaan obat, 3) mengingatkan untuk selalu minum obat sesuai

dengan aturan yang telah ditentukan, dan 4) komunikasi dengan keluarga

tentang cara pengobatan, perawatan dan resiko penularan yang

kemungkinan bisa terjadi pada anggota keluarga lainnya.

Parera (2008) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi PMO

dengan penderita tuberkulosis adalah sejauh mana informasi-informasi

penting yang harus di terima oleh penderita dan keluarga bisa dilakukan

dengan efektif. Informasi tersebut meliputi :

a. Tuberkulosis disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan dan

Page 15: PMO.doc

kutukan.

b. Tuberkulosis dapat disembuhkan dengan berobat teratur.

c. Cara penularan tuberkulosis, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara

pencegahannya.

d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).

e. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.

f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera

meminta pertolongan ke UPK.

Page 16: PMO.doc

BAB 4

KERANGKA TEORI

Page 17: PMO.doc

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Menurut Depkes RI (1999) PMO adalah seseorang yang ditunjuk dan

dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita tuberkulosis dalam

meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga,

tetangga, kader atau tokoh masyarakat atau petugas kesehatan.

Peran keluarga yang dapat dilakukan dalam perawatan penderita

tuberkulosis di rumah yaitu sebagai PMO, pengawas penampungan dahak,

mengawasi dan membantu membersihkan alat-alat makan dan minum

penderita serta menepati janji kontrol (Noviadi, 1999).

Menurut Sackett dikutip Niven (2002), mendefinisikan kepatuhan

pasien yaitu sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang

diberikan profesional kesehatan.

4.2 Saran

Makalah ini dibuat dari beberapa sumber dan masih banyak sumber

yang dapat menambah pengetahuan pembaca, oleh karena itu disarankan

agar lebih giat membaca beberapa sumber yang lain baik buku, website,

maupun jurnal.