PLTN

5
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kalbar menyatakan cadangan uranium di provinsi itu bisa digunakan untuk pembangkit listrik tenaga nuklir selama 150 tahun. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapedda) Kalimantan Barat Fathan A. Rasyid menyatakan Kalbar setidaknya memiliki 25.000 ton uranium yang tersebar di Kabupaten Melawi. Dia mengatakan PLTN merupakan solusi dalam mengatasi kekurangan energi listrik di Kalbar dan Kalimantan pada umumnya. Baru-baru ini Bapedda se- Kalimantan telah menyepakati akan mengembangkan PLTN di pulau itu dalam mengatasi kekurangan energi listri k,” kata Fathan belum lama ini. Kalbar setidaknya memiliki PLTN  berkapasitas 1.000 MW untuk mengatasi krisis listrik di provinsi itu. “Akibat krisis listrik tidak sedikit niat investor yang ingin menanamkan modalnya harus ditolak, karena terbatasnya pasokan listrik. Dia mengatakan ke depan energi listrik dari nuklir memang harus diperhitungkan. Kalau langkah itu tidak diambil, krisis listrik di provinsi ini akan terus  berkepanjangan. Kami men argetkan PLTN bisa terwujud 10 hingga 16 tahun ke d epan. Sa at ini pengembangan PLTN di Kalbar sudah masuk tahap studi kel ayakan atau fase dua,” ujarnya. Sebelumnya Gubernur Kalbar Cornelis mengatakan dua kabupaten, yaitu Kabupaten Melawi dan Landak di provinsi itu dapat menjadi lokasi pembangunan PLTN. Menurut dia, Kalbar memenuhi syarat untuk dibangun PLTN, karena salah satu wilayah yang mempunyai uranium, yakni di Kabupaten Melawi. Selain itu, lanjutnya, Kalbar relatif aman dari bencana seperti gempa. “Sekarang bagaimana mengemas teknologi supaya tidak bocor , dan limbahnya aman,” katanya. Gubernur Cornelis telah menyampaikan usulan pembangunan PLTN itu kepada Dewan Energi Nasional. Namun, lanjutnya, rencana dan pengembangan sumber energi di Kalbar sangat bergantung pada komitmen dari pemerintah pusat. “Investor sebenarnya banyak yang mau untuk mengembangkan listrik di Kalbar. Konsumsi terbesar energi listrik di Kalbar untuk Kota Pontianak dan sekitarnya. Beban puncak sekitar 123 MW, daya mampu 148 MW. Selama ini pemerintah merencanakan pembangunan PLTN di Muria, Jawa Tengah, meskipun masyarakat setempat cenderung menolak kehadiran proyek tersebut. Penolakan oleh warga setempat itu disebabkan oleh pertimbangan keamanan dan kesehatan yang merupakan dampak dari pengoperasian PLTN. Meski begitu, pemerintah tetap menyiapkan PLTN sebagai salah satu alternatif pemasok listrik. Saat ini Kalimantan Barat mengalami kendala dalam ketersediaan listrik karena terbatasnya  pasokan listrik yang dialiri oleh PT PLN (Persero). Hal ini disampaikan Ismail Yusuf dosen Universitas Tanjungpura (UNTAN) dalam seminar nasional yang bertema “Skenario Kebijakan Energi Indonesia Menuju Tahun 2050” yang diselenggarakan oleh Dewan Energi  Nasional di Hotel Mercure Pontianak. Kendala dalam ketersediaan listrik di Kalimantan Barat menurut dosen UNTAN tersebut bahwa Kalimantan Barat masih mengalami kekurangan pasokan BBM sebagai bagian besar bahan bakar pembangkit yang ada di Kalimantan Barat karena kita masih mendatangkan bahan bakar dari luar pulau Kalimantan. Menurut Ismail Yusuf menjelaskan bahwa dengan potensi uranium yang ada di Kalimantan Barat diharapkan dapat dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) agar dapat mengatasi kebutuhan akan listrik oleh masyarakat dan investor yang akan menanamkan investasinya di Kalimantan Barat, yang selama ini menjadi kendala utama. Terkait dengan adanya keinginan pembangunan PLTN di Kalimantan Barat Kepala Dinas Pertambangan dan Energin Kalimantan Barat menjelaskan beberapa alasan dan pertimbangan diantaranya PLTN

Transcript of PLTN

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kalbar menyatakan cadangan uranium di provinsi itu bisa digunakan untuk pembangkit listrik tenaga nuklir selama 150 tahun. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapedda) Kalimantan Barat Fathan A. Rasyid menyatakan Kalbar setidaknya memiliki 25.000 ton uranium yang tersebar di Kabupaten Melawi. Dia mengatakan PLTN merupakan solusi dalam mengatasi kekurangan energi listrik di Kalbar dan Kalimantan pada umumnya. Baru-baru ini Bapedda se-Kalimantan telah menyepakati akan mengembangkan PLTN di pulau itu dalam mengatasi kekurangan energi listrik, kata Fathan belum lama ini. Kalbar setidaknya memiliki PLTN berkapasitas 1.000 MW untuk mengatasi krisis listrik di provinsi itu. Akibat krisis listrik tidak sedikit niat investor yang ingin menanamkan modalnya harus ditolak, karena terbatasnya pasokan listrik. Dia mengatakan ke depan energi listrik dari nuklir memang harus diperhitungkan. Kalau langkah itu tidak diambil, krisis listrik di provinsi ini akan terus berkepanjangan. Kami menargetkan PLTN bisa terwujud 10 hingga 16 tahun ke depan. Saat ini pengembangan PLTN di Kalbar sudah masuk tahap studi kelayakan atau fase dua, ujarnya. Sebelumnya Gubernur Kalbar Cornelis mengatakan dua kabupaten, yaitu Kabupaten Melawi dan Landak di provinsi itu dapat menjadi lokasi pembangunan PLTN. Menurut dia, Kalbar memenuhi syarat untuk dibangun PLTN, karena salah satu wilayah yang mempunyai uranium, yakni di Kabupaten Melawi. Selain itu, lanjutnya, Kalbar relatif aman dari bencana seperti gempa. Sekarang bagaimana mengemas teknologi supaya tidak bocor, dan limbahnya aman, katanya. Gubernur Cornelis telah menyampaikan usulan pembangunan PLTN itu kepada Dewan Energi Nasional. Namun, lanjutnya, rencana dan pengembangan sumber energi di Kalbar sangat bergantung pada komitmen dari pemerintah pusat. Investor sebenarnya banyak yang mau untuk mengembangkan listrik di Kalbar. Konsumsi terbesar energi listrik di Kalbar untuk Kota Pontianak dan sekitarnya. Beban puncak sekitar 123 MW, daya mampu 148 MW. Selama ini pemerintah merencanakan pembangunan PLTN di Muria, Jawa Tengah, meskipun masyarakat setempat cenderung menolak kehadiran proyek tersebut. Penolakan oleh warga setempat itu disebabkan oleh pertimbangan keamanan dan kesehatan yang merupakan dampak dari pengoperasian PLTN. Meski begitu, pemerintah tetap menyiapkan PLTN sebagai salah satu alternatif pemasok listrik. Saat ini Kalimantan Barat mengalami kendala dalam ketersediaan listrik karena terbatasnya pasokan listrik yang dialiri oleh PT PLN (Persero). Hal ini disampaikan Ismail Yusuf dosen Universitas Tanjungpura (UNTAN) dalam seminar nasional yang bertema Skenario Kebijakan Energi Indonesia Menuju Tahun 2050 yang diselenggarakan oleh Dewan Energi Nasional di Hotel Mercure Pontianak. Kendala dalam ketersediaan listrik di Kalimantan Barat menurut dosen UNTAN tersebut bahwa Kalimantan Barat masih mengalami kekurangan pasokan BBM sebagai bagian besar bahan bakar pembangkit yang ada di Kalimantan Barat karena kita masih mendatangkan bahan bakar dari luar pulau Kalimantan. Menurut Ismail Yusuf menjelaskan bahwa dengan potensi uranium yang ada di Kalimantan Barat diharapkan dapat dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) agar dapat mengatasi kebutuhan akan listrik oleh masyarakat dan investor yang akan menanamkan investasinya di Kalimantan Barat, yang selama ini menjadi kendala utama. Terkait dengan adanya keinginan pembangunan PLTN di Kalimantan Barat Kepala Dinas Pertambangan dan Energin Kalimantan Barat menjelaskan beberapa alasan dan pertimbangan diantaranya PLTN adalah energi yang bersih dan murah jika dikelola dengan tepat, selain itu Kalimantan Barat berada pada lokasi yang aman dari bencana tektonik dan volkanik, kemudian Kalimantan Barat memiliki kepadatan penduduk yang rendah, kemudian ditopang dengan cadangan uranium Kalimantan Barat yang diprediksi memiliki potensi sebesar 24.000 ton dan dengan kondisi kebutuhan listrik di Kalimantan Barat untuk tahun 2015 (1.424 MW) tidak dapat dipenuhi dengan pembangkit listrik skala kecil. Lebih lanjut Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Barat menjelaskan bahwa, Pembangunan PLTN di Kalimantan Barat diharapkan dapat mempercepat rencana Pulau Kalimantan sebagai Lumbung Energi karena dengan teknologi yang ada saat ini dapat dilakukan interkoneksi antara Jawa Kalimantan.Sebagaimana diketahui bahwa pontensi uranium di Kalimantan Barat, cadangan uranium yang terukur adalah 900 ton, cadangan uranium terindikasi 6.961 ton, cadangan uraniunm tereka sekitar 1.734 ton sedangkan cadangan hipotetik sebesar 14.517 ton dengan total cadangan keseluruhan sebesar 24.112 ton data tersebut berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. Alasan lain yang disampaikan kepala Dinas Pertambangan dan Energi tersebut adalah, sumber energi listrik masih didominasi bahan bakar konvensional (BBM) yang ketersediaannya sangat terbatas dan harganya semakin mahal, ditambah lagi dengan dampak emisi gas rumah kaca.Potensi energi baru terbarukan dan ramah lingkungan di Kalimantan Barat yang telah dikembangkan adalah : Air (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro - PLTMH) , Surya (Pembangkit Listrik Tenaga Surya SHS), Angin (Sistem Konversi Energi Angin-SKEA) dan Biogas.

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan forum grup discussion (FGD) energi pada 18-19 Juni 2013 di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan juga untuk memenuhi mandat dari UU no 17 tahun 2007 tentang rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN), terutama untuk rencana pembangunan 2015-2019, perlu ada terobosan untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Opsi yang ditawarkan untuk terobosan tersebut adalah dengan membangun Experimental Power Reactor (EPR) dalam skala kecil, yang keputusan pembangunannya tidak terlampau sulit, dan memungkinkan bagi BATAN untuk membangun sendiri, atau bekerjasama dengan pihak lain. Pengembangan EPR ini dinilai lebih realistis dan implementatif. Kelebihan EPR lainnya adalah pemilihan lokasi dimungkinkan sehingga target dalam RPJMN 2015-2019 dapat terpenuhi pemanfaatan listrik dari PLTN. Inovasi teknologi dalam bidang energi, sangat diperlukan untuk pemenuhan energi masa depan. Dalam RPJPN ke depan, energi dan inovasi menjadi prioritas, dan saya sepakat dengan energi nuklir. Perlu kerja sama untuk menggolkan visi itu. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Menteri PPN/ Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Lukita Dinarsyah Tuwo di ruang kerjanya saat menerima kunjungan dari Delegasi BATAN yang dipimpin oleh Kepala BATAN Djarot Sulistio Wisnubroto, didampingi Deputi PTDBR Ferhat Aziz, Kepala PPEN Yarianto, Kepala BKHH Totti Tjiptosumirat , dan Kepala BP Budi Santoso, Kamis, 18 Juli 2013 Kepala BATAN Djarot Sulistio Wisnubroto menuturkan pihaknya akan melakukan kajian opsi-opsi teknologi EPR, yang dapat diterapkan di Indonesia dalam waktu dekat. "BATAN memiliki kemampuan melakukan kajian, dan penelitian. "Sudah ada pengakuan dari dunia internasional" jelas Djarot. Disamping itu, sambung dia, pihak BATAN telah melakukan pembicaraan dengan PLN terkait pembangunan reaktor skala kecil. Sementara disisi lain untuk membangun PLTN komersial, masih ada kendala dalam keputusan politik, teknologi yang juga harus proven paling tidak selama 3 tahun, dan BATAN hanya bertindak sebagai TSO.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalbar, Agus Aman Sudibyo mengatakan hingga saat ini pihaknya terus mengupayakan agar Kalbar bisa menjadi salah satu daerah dibangunnya PLTN. Pasalnya, setelah diteliti oleh BATAN saat ini cadangan uranium yang dimiliki Kalbar mencapai 24.112 ton. Dan terbesar di daerah Kalan.Agar pembanguan PLTN di Kalbar bisa segera terealisasi, maka setiap rapat-rapat tingkat nasional saya selalu berusaha meyakinkan pemerintah pusat untuk dapat membangun PLTN di daerah Kalbar, katanya. Pembangunan PLTN tambahnya, merupakan suatu proyek yang strategis dan pengembangan tambang uranium merupakan kewenangan pemerintah pusat dalam hal ini kementrian ESDM. Kita berharap pemerintah pusat dapat segera mengambil kebijakan untuk memutuskan pendirian PLTN di Kalbar, ujarnya. Untuk pendirian PLTN di Kalbar hingga saat ini kementrian ESDM juga sedang menunggu persetujuan dari presiden. Hal ini diperlukan mengingat sangat berpotensi dan strategsinya pembangunan PLTN di Kalbar tersebut. Hingga saat ini masih banyak yang pro dan kontra untuk pendirian PLTN di Kalbar, karena itu hingga saat ini untuk pembangkit listrik di kalbar kita masih mengutamakan bahan bakar bukan dari nuklir, jelasnya. Adapun jenis bahan bakar yang masih diprioritaskan sebagai pembangkit listrik tersebut kata dia seperti berasal dari energi baru terbarukan misalnya energi air, energi surya, energi panas bumi, termasuk biofuel, hal ini kata dia dilakukan mengingat di Kalbar juga memiliki sumber daya alam yang banyak terhadap energi baru terbarukan tersebut.Kalaupun saat ini, Kalbar belum dipercaya menjadi statu daerah pengembangan PLTN, Namun karena besarnya potensi uranium yang dimiliki saya yakin besar kemungkinan nantinya di Kalbar bisa di bangun PLTN,tandasnya.

Pembangkit listrik tenaga nuklir sebenarnya bisa dibangun di Kalimantan, terutama Kalimantan Barat. Selain kondisi Pulau Kalimantan yang relatif stabil, bebas dari gempa, di Kalbar juga terdapat potensi uranium. Hal ini dikatakan Ketua Forum Percepatan Revitalisasi Pembangunan Kalimantan Rudy Ariffin, yang juga Gubernur Kalsel, dalam silaturahmi dengan wartawan di Banjarmasin, Rabu (5/9/2012) malam. Kemarin (pemerintah daerah) dari Kalbar meminta kalau bisa sudah dimulai adanya rencana membangun PLTN. Minimal sudah ada rencana tapak. Artinya kita mengamankan area tertentu," kata Rudy menjelaskan salah satu isi perbincangan menyangkut energi yang berlangsung di Kantor Kementerian Koordinator (Kemenko) Ekonomi di Jakarta, Senin lalu. Rapat di kantor Kemenko membicarakan soal realisasi pembangunan di Kalimantan dan persiapan Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, yang mana Kalimantan menjadi koridor lumbung energi dan pangan. Menurut Rudy, ke depan tenaga nuklir sangat diperlukan. Di Kalsel sendiri teknologi nuklir sudah digunakan dalam bidang kesehatan, yakni di RSUD Ulin untuk pelayanan terapi. "Kendalanya, kan, kita agak ngeri kalau mendengar soal nuklir," ucapnya.

Kalimantan Barat (Kalbar) adalah satu-satunya propinsi secara kompak, baik dari Pemerintah Provinsi, maupun universitas yang telah sepakat dan bertekad bulat (mendukung pembangunan PLTN), maka dengan kekompakan itu akan menuju kesuksesan. Kami dari pihak BATAN sangat mendukung, dan membina, serta membimbing dalam pelaksanaan pembangunan PLTN", demikian sambutan Kepala Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir (PTRKN) BATAN Dr. Setiyanto, pada workshop Teknologi dan Keselamatan PLTN, di Gd. 80 PTRKN - BATAN Serpong, Rabu 18/06/13. Workshop yang dihadiri oleh 30 orang peserta pejabat dan staf Pemprof. Kalbar ini dilaksanakan selama 2 hari, 18-19 Juni 2013, dibuka oleh Deputi PTDBR Dr. Ferhat Azi,M.Sc. "Saya melihat satu komitmen yg besar dari pemerintah Kalbar, menunjukkan perhatian yangg tinggi terhadap masalah pembangkitan tenaga listrik, khususnya PLTN. Mudah-mudahan diawali dari keinginan seperti ini, ke depan jalannya akan menjadi lebih lancar lagi", kata Ferhat. Membuat PLTN memerlukan waktu yang panjang, salah satunya mempersiapkan sumber daya manusia (SDM). "Kita persiapkan SDM, dengan memberikan beasiswa kepada masyarakat untuk belajar di STTN", lanjut Ferhat. Membangun PLTN perlu persiapan karena pembangunannya panjang dan memerlukan komitmen yg tinggi. Permasalahan yang muncul juga ada dari masyarakat yang menolak, hal tersebut muncul justru karena kurangnya pengetahuan terhadap nuklir, ditambah dengn adanya musibah Fukushima. Janganlah kita membandingkan dengan masa lampau, masa lampau memang perlu untuk kita pelajari, jangan membebani diri kita sehingga kita tidak berani maju, kita harus berani melihat ke depan. kita bisa belajar dari negara lain yang lebih maju, seperti Korea Selatan", jelas Ferhat. Korea Selatan (Korsel) awal tahun 1970-an sama-sama belajar PLTN dengan Indonesia. Waktu ituIndonesia membentuk tim untk membuat PLTN tahun 1972, bila sukses maka tahun 1980 an sudah menjadi PLTN. Namun tim Korsel sukses, tahun 1980 an mereka mempunyai PLTN, kita tidak, malah sampai sekarang. Tahun 1980 income perkapita korsel $1500/kapita, tahun 2005 setelah mempunyai PLTN income perkapita mereka menjadi $16.000, naik 10 kali. Dengan adanya workshop ini akan membuka mata kita semua, bahwa kita memiliki kemampuan, kita harus bergerak secara serentak, bahwa kami ingin maju, kami memiliki teknologi yg lebih tinggi, bahwa pemanfaatan teknologi nuklir memang hanya untuk tujuan damai", pungkas Ferhat. Sebagai tanda kenang-kenangan dari BATAN, peserta dibagi beras varietas Sidenuk, dan pada hari kedua workshop akan dilaksanakan kunjungan ke PRSG.

Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Djarot Wisnubroto mengatakan bahwa pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) skala kecil menengah (small medium reactor/SMR) cocok untuk dibangun di wilayah terpencil di pelosok Indonesia. SMR ini cocok dan bisa melayani pasokan listrik di wilayah terpencil," kata Djarot di Jakarta, Senin. Meskipun dari sisi biaya per KWH SMR dinyatakan lebih mahal dibanding reaktor besar, namun reaktor kecil menengah dengan daya sekitar 200 hingga 400 MW ini sangat direkomendasikan untuk wilayah terpencil dan mempunyai jaringan listrik yang kecil. Djarot meyakini bahwa Indonesia mampu membangun SMR mengingat saat ini Batan sudah bisa melakukan studi kelayakan tapak PLTN skala besar. Kita sudah memiliki sisi kemampuan penguasaan teknologi dan infrastruktur, jadi saya yakin kita mampu melakukannya," kata Djarot. Djarot juga mengungkapkan bahwa beberapa daerah sudah menyatakan ketertarikannya terhadap SMR, meskipun mereka tidak masuk dalam jaringan nasional Batan. Banyaknya pemerintah daerah yang berminat terhadap SMR memicu Batan untuk bisa memulai pembangunan reaktor dalam skala kecil. Dalam upaya pembangunan ini juga kita pilih daerah yang stabil, hindari daerah potensi gempa dan tsunami," kata Djarot. Lebih lanjut Djarot memaparkan bahwa studi mengenai SMR di Indonesia sudah dimulai sejak 2001, dengan mempelajari reaktor daya terapung KLT-40 dan reaktor baterai. Batan saat ini juga sedang melakukan penelitian untuk mengembangkan SMR, salah satunya adalah reaktor gas yang dikenal dengan RGTT200 yaitu reaktor gas temperatur tinggi dengan daya 200 MW. SMR merupakan teknologi yang dikembangkan untuk menjawab tantangan kebutuhan energi bagi negara-negara yang kapasitas jaringan listrik yang belum memadai untuk PLTN skala besar.