PLTGU Pemaron awal
-
Author
thuguzzmahadiputra -
Category
Documents
-
view
374 -
download
4
Embed Size (px)
Transcript of PLTGU Pemaron awal
PLTGU PemaronPengertian Mesin Uap Mesin uap (steam engine) masuk dalam kategori pesawat kalor, yaitu peralatan yang digunakan untuk merubah tenaga termis dari bahan bakar menjadi tenaga mekanis melalui proses pembakaran. Ada dua jenis pesawat kalor yaitu Internal Combustion Engines/ICE (motor pembakaran dalam) dan External Combustion Engines/ECE (motor pembakaran luar). Pada pesawat kalor jenis ICE, proses pembakaran bahan bakar untuk mengasilkan tenaga mekanis dilakukan didalam peralatan itu sendiri; sedangkan pada ECE, peralatan ini hanya merubah tenaga termis menjadi tenaga mekanis adapun proses pembakaran dilakukan diluar peralatan tersebut. Contoh dari pesawat kalor jenis ICE adalah motor bensin dan motor disel yang sangat populer sebagai prime mover baik untuk otomotif maupun untuk industri. Pada motor bensin dan motor disel proses pembakaran bahan bakar (bensin/solar) dilakukan didalam silinder motor itu sendiri dan perubahan tenaga termis hasil pembakaran menjadi tenaga mekanis juga dilakukan didalam pesawat itu sendiri melalui gerakan kian kemari dari piston menjadi gerakan putaran dari crank shaft. Contoh dari pesawat kalor jenis ECE adalah mesin uap dan turbin uap. Pada peralatan ini, mesin uap hanya merubah tenaga potensial dari uap menjadi tenaga mekanis berupa gerakan kian kemari dari piston dan selanjutnya diubah menjadi gerakan putaran dari crank shaft; sedangkan turbine uap merubah tenaga potensial dari uap menjadi tenaga mekanis yang langsung merupakan gerakan putaran dari as turbin. Adapun proses pembakaran bahan bakar dilakukan diluar mesin uap dan turbin uap, yaitu didalam ketel uap (boiler). Didalam ketel uap (boiler) tenaga termis hasil pembakaran bahan bakar digunakan untuk memanaskan air sehingga berubah menjadi uap dengan temperatur dan tekanan tinggi, untuk selanjutnya uap dengan temperatur dan tekanan tinggi tersebut dialirkan ke-mesin uap atau turbin uap untuk diubah menjadi tenaga mekanis. Adapun cara kerja mesin uap adalah sebagai berikut :1
Lihat gambar dibawah ini,
Gambar 2. Cara kerja mesin uap Didalam cylinder mesin uap terdapat piston yang mempunyai piston rod yang dihubungkan dengan cross head yang berada diluar cylinder. Cross head dihubungkan oleh connecting rod dengan crank shaft (tidak tampak pada gambar), sehingga apabila piston bergerak kian kemari maka crank shaft dapat berputar. Slide valve yang mempunyai valve rod digerakkan oleh crank shaft melalui eksentrik, sehingga slide valve dapat bergerak kian kemari sambil membuka dan menutup dua buah lubang uap yang berhubungan dengan cylinder. Valve box dimana slide valve berada mempunyai dua saluran, saluran pemasukan yang dihubungkan dengan boiler untuk menyalurkan uap dengan tekanan tinggi (warna merah), dan saluran pembuangan yang dihubungkan dengan cerobong untuk membuang uap bekas (warna biru). Pada waktu piston mencapai posisi paling kiri, maka slide valve akan membuka lubang uap cylinder bagian kiri sehingga uap dari boiler dapat masuk kedalam cylinder pada bagian kiri dari piston dan mendorong piston kekanan, sementara itu lubang uap sebelah kanan dihubungkan dengan saluran pembuangan sehingga uap bekas dapat terbuang keluar melalui cerobong. Sebelum akhir langkah piston, lubang uap tersebut sudah ditutup oleh slide valve sehingga2
pasokan uap terhenti namun piston tetap bergerak kekanan karena ekpansi dari uap. Pada waktu piston mencapai posisi paling kanan, maka slide valve akan membuka lubang uap cylinder bagian kanan sehingga uap dari boiler dapat masuk kedalam cylinder pada bagian kanan piston dan mendorong piston kekiri, sementara itu lubang uap sebelah kiri dihubungkan dengan saluran pembuangan sehingga uap bekas dapat terbuang melalui cerobong. Sebelum akhir langkah piston, lubang uap tersebut sudah ditutup oleh slide valve sehingga pasokan uap terhenti namun piston tetap bergerak kekanan karena ekpansi dari uap. Karena cross head dengan crank shaft dihubungkan oleh connecting rod, maka gerakan kian kemari dari piston tersebut akan diubah menjadi gerakan putaran dari crank shaft. Demikian selama ada pasokan uap dari boiler maka mesin uap akan merubah menjadi tenaga mekanis dengan gerakan putaran dari crank shaft.
Gambar 3. Cara kerja mesin uap saat mulai bekerja Pada pembangunan konstruksi awal suatu pembangkit, banyak hal yang harus diperhitungkan. Letak yang strategis, jalur atau rute saluran yang akan dipilih dan yang paling efisien, dan perhitungan perkiraan beban yang akan datang. Peramalan beban ini mencakup penentuan jumlah beban yang lalu dan yang akan datang sesuai dengan pertumbuhan beban yang akan diperkirakan. Dengan begitu, akan dapat ditentukan kapasitas G.I dan yang lainnya. Sehingga keandalan sistem akan tercipta.3
Pada kenyataannya, pertambahan beban tiap tahunnya kadangkala tidak sesuai dengan perkiraan sebelumnya, kadangkala terjadi pertumbuhan yang terlampau tinggi. Hal ini tentu saja akan berdampak pada turunnya tingkat keandalan sistem. Sehingga perlulah di bangun suatu saluran baru. Pembangunan suatu saluran baru juga akan mengakibatkan suatu masalah baru seperti terjadi pembebanan mekanis pada saluran yang lama, adanya andongan yang berlebih, robohnya tiang-tiang jaringan dan lain-lain. Maka dari itu pada saat pembangunan suatu saluran baru hendaknya mempertimbangkan segala faktor yang ada. Energi listrik merupakan kebutuhan primer yang terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. eningkatan ini perlu diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan akan energi listrik dengan cara pembangunan pembangkit yang baru dari pihak produsen. Kebutuhan listrik di Bali juga mengalami peningkatan yang cukup tajam diperkirakan sekitar 8- 12 % pertahun. Jika PLTGU Pemaron beroperasi maka akan terjadi perubahan di dalam sistem kelistrikan di Bali, baik itu perubahan tegangan maupun rugi daya. Diharapkan perubahan yang lebih baik yaitu tegangan dapat lebih stabil dan rugi-rugi dapat menurun. Bertitik tolak dari permasalahan di atas maka dalam penelitian ini dibahas sejauh mana pengaruh pembangunan PLTGU Pemaron terhadap rugi daya pada sistem di Bali. Prinsip pokok dari semua pembangkit listrik bertenaga gas dan uap adalah Brayton Bycle. Apabila kita hanya bicara tentang PLTG maka kita harus berpikir tentang open cycle tetapi apabila ingin mengetahui siklus kerja PLTGU maka kita harus mengetahui tentang combined cycle.
Gambar 4 Brayton Bycle
4
Pada open cycle dimulai dari pemompaan bahan bakar dan pemasukan udara dari intake air filter menuju combuster. Di combuster campuran bahan bakar dan udara disemprotkan oleh nozzle sehingga di ruang bakar terjadi pembakaran. Pembakaran tadi akan memutar turbin gas yang selanjutnya akan memutar generator yang akan menghasilkan energi listrik. Gas buang dari turbin gas akan langsung dibuang melalui bypass stack. Sedangkan untuk PLTGUmenggunakan combined cycle dimana gas buang dari turbin gas akan dimanfaatkan kembali untuk mengoperasikan turbin uap. Dibutuhkan HRSG (Heat Recovery Steam Generator) yang prinsip kerjanya sama dengan boiler. Gas buang dari turbin gas tidak langsung dibuang melalui bypass stack akan tetapi masuk ke HRSG. Setelah masuk ke HRSG maka gas tadi akan berubah menjadi uap bertekanan tinggi yang kemudian digunakan untuk memutar High Pressure Steam Turbine (HPST), kemudian HPST memutar Low Pressure Steam Turbine (LPST) yng akhirnya akan membangkitkan generator. Hasil pembuangan LPST akan dikondensasi dan dialirkan ke pompa. Dari pompa kemudian dilairkan kembali ke HRSG. Begitu seterusnya sehingga terbentuk siklus tertutup.
Konsep perencanaan Perencanaan sistem ketenagalistrikan modern di negara berbudaya sesuai dilakukan berlandaskan teknik riset operasional melalui beberapa tahapan. Tahap pertama, penyusunan prakiraan kebutuhan beban [kilo Watt/kW] dan energi listrik [kilo Watt per jam/kWh] dalam kurun waktu perencanaan (misalnya 20 tahun mendatang). Untuk Bali misalnya, perkiraan tingkat pertumbuhan beban 8-9 persen per tahun dengan memperhatikan struktur bebannya. Tahap 2, penyusunan sistem tetap (fixed system) ketenagalistrikan yang terdiri atas sistem yang sudah ada dan sistem yang sudah ditetapkan rencana pembangunannya. Sistem tetap Bali melalui dua saluran kabel laut Jawa-Bali 2x 100 MW, PLTGU Gilimanuk daya mampu 133 MW, PLTG Pesanggaran 71 MW, PLTD Pesanggaran 42 MW. Jumlah pasokan 446 MW.
5
Tahap 3, penyusunan sistem variablel (variable system), yakni komponen sistem yang patut dipertimbangkan sebagai kandidat pembangunan. Untuk Bali misalnya, dapat dipertimbangkan pembangunan jaringan transmisi dari Jawa ke Bali, PLTU Batubara 50-100 MW di Bali, PLTP Bedugul, PLTGU 150 MW Pemaron, PLTG 100 MW Pesanggaran, Gianyar, Amlapura. Tahap 4, proses optimasi perencanaan sistem, berdasarkan teknik dynamic programming untuk mencari solusi optimal pasokan guna memenuhi kebutuhan. Proses optimasi bertujuan selama kurun waktu perencanaan memilih kandidat/ alternatif perencanaan yang memberi fungsi sasaran (jumlah biaya) yang terendah tanpa melanggar syarat batas. Dari uraian di atas, terlihat perencanaan sistem ketenagalistrikan perlu pertimbangan luas/mendalam. Dalam pembangunan sistem ketenagalistrikan merupakan upaya padat modal dan memerlukan bahan bakar yang relatif mahal harganya serta berdampak pada pola hidup masyarakat dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, optimasi sistem ketenagalistrikan penting untuk dipertanggungjawabkan dampaknya (seperti akibat kenaikan tarif listrik, bila pilihan proyek tak optimal) kepada masyarakat, kini tersedia berbagai program komputer perencanaan sistem ketenagalistrikan, seperti WASP dari International Atomic Energy Agency di Wina, Austria. Peneliti telah melakukan perencanaan jangka pendek berkaitan dengan pembangunan PLTGU Pemaron yang dipermasalahkan. Dengan melakukan beberapa penyederhanaan seperti beban listrik Pulau Bali disederhanakan atas waktu beban puncak (WBP) dan luar waktu beban puncak (LWBP). Besaran beban pembangkitan LWBP 246 MW dan WBP 340 MW. Distribusi beban diperhatikan. Sebesar 242 MW atau 81 persen pada WBP berada di pusat beban di Gardu Induk (GI) Kapal, Sanur, Pesanggaran, Nusa Dua, Gianyar, dan hanya 21 MW (7 persen) di GI Pemaron dan di 35 MW (12 persen) GI lain, Baturiti, Gilimanuk, Negara dan Amplapura. Pembangkit Listrik di Jawa6
tergolong murah dikarenakan pembangkit-pembangkit listrik di Jawa berkapasitas besar dan menggunakan bahan bakar batubara. Listrik dari batubara memang jauh lebih murah. Dengan tambahan 180 MW dari Jawa, maka ketersediaan pasokan listrik di Bali menjadi 241 MW + 180 MW = 421 MW. Selain daya listrik yang dimiliki oleh PLN tersebut, di Bali tersedia juga pasokan listrik yang berasal bukan dari PLN. Pembangkit listrik non-PLN ini dimiliki oleh Hotel-hotel besar maupun Industri dan disebut sebagai 'captive power'. Sejauh data yang penulis miliki, 'captive power' yang tersedia di Bali sebesar 549 MW. Kesalahan lokasi Dari jumlah pasokan mampu Bali sebesar 446 MW, jumlah pasokan efektif terbatas hanya menjadi 358 MW, disebabkan kesalahan pemilihan lokasi PLTG Gilimanuk yang di sebelah barat pusat beban. Jumlah pasokan dari barat 333 MW (200 MW melalui dua kabel laut 150 kV Jawa-Bali dan 133 MW dari PLTG Gilimanuk) menjadi hanya sampai 245 MW, dibatasi oleh kemampuan daya penyaluran transmisi 150 kV dari barat, melalui dua saluran 150 kV Gilimanuk-Kapal dan satu saluran 150 kV Gilimanuk -Pemaron. Dengan demikian jumlah pasokan daya efektif Bali menjadi hanya 358 MW (245 MW dari barat dan 113 MW dari Pesanggaran). Gangguan pada satu saluran kabel laut 150 kV (pasokan berkurang 100 MW), berakibat jumlah pasokan menjadi 346 MW (100 MW dari Jawa, 133 MW dari PLTG Gilimanuk, dan 113 MW dari PLTD/PLTG Pesanggaran), masih lebih besar dari beban WBP 340 MW. Oleh karena itu tidak terjadi pemadaman. Tetapi gangguan sebesar 50 MW di PLTD/PLTG Pesanggaran, jumlah pasokan jadi hanya 308 MW (dari barat 245 MW+ (113-50) MW dari Pesanggaran) sudah menyebabkan pemadaman 32 MW7
(340 MW-308 MW). Rupanya pembangunan PLTG Gilimanuk hanya dimaksudkan untuk mengantisipasi gangguan kabel laut 150 kV Jawa-Bali dan bukan mengacu pada pengamanan pasokan sistem Bali. Sehingga untuk pemilihan lokasi penempatan PLTG Gilimanuk di sebelah timur, misalnya di GI Pesanggaran, Gianyar, Amlapura, jumlah pasokan akan tetap sesuai dengan daya mampu pembangkitan sebesar 446 MW, tak menghadapi kendala batasan penyaluran. Dengan demikian pasokan Bali berkurang 88 MW (446 MW-358 MW). Dihitung dengan biaya spesifik pembangunan PLTG 400 dollar per kW, nilai ekonomi pemborosan pasokan sistem pembangkitan akibat salah pilih lokasi ialah 35,2 juta dollar. Ini contoh pertama kesalahan pemilihan lokasi pembangunan pusat listrik di Bali. Rencana jangka pendek Dengan daya 150 MW, rencana pembangunan PLTGU Pemaron dapat digolongkan perencanaan jangka pendek. Alternatif kandidat pasokan/ pembangkit baru yang pantas dipertimbangkan untuk Bali adalah: (1). Pembangunan jaringan transmisi 500 kV Paiton, Banyuwangi, Gilimanuk, Kapal, (2). PLTGU Pemaron 150 MW, (3). PLTG Pemaron 100 MW, (4). PLTG Pesanggaran 100 MW, (5). PLTG Amlapura 100 MW dan (6). Pemanfaatan captive power (milik industri) 549 MW yang ada di Bali. Mengacu pada UU No 20/ 2002 Ketenagalistrikan, konsep perencanaan sistem dan kemungkinan kandidat alternatif perluasan di atas dan dalam kaitannya dengan penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD), apakah telah dilakukan perencanaan jangka panjang Sistem Ketenagalistrikan Bali dan dijelaskan kepada masyarakat Bali? Sehingga, dengan demikian mekanisme checks and balance dapat ditegakkan.
8
Sementara itu, dari hasil perhitungan penulis, dapat disimpulkan telah terjadi kesalahan pilihan teknologi, pilihan lokasi dan pelanggaran tata ruang pembangunan PLTGU Pemaron. Kesalahan pertama, pilihan teknologi membangun PLTGU, padahal yang diperlukan PLTG. Struktur beban listrik Bali lebih membutuhkan pemenuhan beban WBP. Tidak tersedianya gas alam (yang relatif murah harganya dibandingkan dengan pemakaian minyak HSD sebagai bahan bakar) di Bali, tidak membuka kemungkinan untuk mengoperasikan PLTGU sebagai penanggung beban dasar. Kalau PLTGU Pemaron dioperasikan sebagai penanggung beban dasar, maka impor energi murah dari Jawa perlu dikurangi. Ini akan meningkatkan fungsi sasaran. Mengurangi pembangunan PLTGU menjadi PLTG akan menghemat biaya pembangunan sekitar 30 juta dollar AS. Karena itu, unsur PLTU dari PLTGU yang tak diperlukan Bali, dapat dialihkan ke wilayah lain yang lebih mendesak kebutuhannya, tapi juga ada gas alamnya, di Sumatera Selatan misalnya. Kesalahan kedua, pilihan lokasi yang jauh dari pusat beban mengakibatkan adanya tambahan biaya angkutan (minyak diangkut dari selatan terminal BBM Manggis ke utara/Pemaron) dan susut jaringan listrik akibat penyaluran energi listrik, dibangkitkan di utara/ Pemaron untuk kemudian dikirim ke pusat beban di selatan Bali. Seringnya terjadi Pemadaman Listrik bergilir berdampak pada
terganggunya kegiatan produksi bagi para pemilik usaha kecil dan menengah. Kebutuhan listrik yang tinggi sangat dibutuhkan oleh masyarakat, tak seimbang dengan jumlah pasokan listrik yang tersedia. Sehingga dapat diprediksi sejumlah wilayah di Indonesia, masih akan mengalami pemadaman listrik bergilir hingga tahun 2010 mendatang. Ini terjadi karena Perusahaan Listrik Negara PLN mengalami defisit akibat tidak seimbangnya pasokan yang dimiliki PLN dengan permintaan masyarakat. Untuk di Provinsi Bali pemadaman listrik kerap terjadi
9
dan untuk meminimalisir krisis listrik tersebut khususnya di Bali, PLN melalui PT. Indonesia Power akan mendatangkan mesin diesel untuk menambah pasokan listrik sebesar 45 megawatt yang nantinya akan mencover seluruh Kabupaten di Bali dan dipusatkan di PT. Indonesia Power di Desa Pemaron, Kabupaten Buleleng. Lebih jauh antonius mengungkapkan untuk di Bali ada tiga lokasi pembangkit listrik yaitu di Denpasar, Gilimanuk, dan Buleleng dan untuk penambahan kapasitas dipusatkan di Pembangkit Listrik di Desa Pemaron,Buleleng. Dengan akan bertambahnya kapasitas listrik di Bali, diharapkan kebutuhan-kebutuhan listrik di Bali termasuk antrian dari masyarakat untuk mendapatkan listrik yang mencapai 56 ribu daftar tunggu di seluruh Bali akan bisa segera terealisasi secara bertahap di tahun 2010 dan target pengoperasiannya akan mulai dilaksanakan di bulan Agustus 2010. Untuk mendukung power dari kapasitas pasokan listrik, PLN akan merencanakan mendatangkan gas yang juga akan dipusatkan di Desa Pemaron, Buleleng sehingga nantinya pembangkit listrik akan ramah lingkungan dan yang terpenting adalah akan mampu menghemat biaya pengeluaran karena tidak lagi menggunakan BBM melainkan menggunakan gas dan menekan biaya produksi. Pihak pengelola PLTGU Pemaron, PT Indonesia Power belum mendapatkan kesepakatan dengan PT PLN mengenai harga beli listrik yang nanti dihasilkan pembangkit listrik tersebut. Akibatnya sejak dibangun 2003 hingga saat ini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Pemaron belum bisa dioperasionalisasikan. Kepala Unit PLTGU Pemaron Gede Nurija di sela-sela penyerahan bantuan community development tahap II tahun 2005 sebesar Rp 75 juta di kantor Desa Pemaron mengatakan Indonesian Power dan PLN saat ini tengah berupaya melakukan kesepakatan mengenai harga listrik itu. Menurutnya belum sepakatnya harga listrik itu tidak ada hubungannya dengan kenaikan harga BBM. Pengelola PLTGU Pemaron, sebutnya, berencana mengganti bahan bakar pembangkit listrik yang selama ini menggunakan solar. "Saat ini baru dalam tahap survai untuk mempergunakan bahan bakar gas yang akan diambil dari Sulawesi," jelasnya.10
Ditambahkan, selama ini pihaknya hanya mengoperasionalisasikan dua unit Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) yang menghasilkan listrik 96 megawatt. Listrik yang dihasilkan itu didistribusikan ke seluruh Bali bersama pembangkit megawatt. Sementara, penyerahan bantuan community development dilakukan Manager Humas PT Indonesia Power Unit Pembangkit Listrik Bali, I Gusti Arya Dirawan, yang diterima secara simbolis oleh Kepala Desa Pemaron Putu Ariana. Bantuan itu diberikan secara rutin setiap tahun di beberapa wilayah di Buleleng. Penyerahannya dilakukan dua tahap sekitar Juni dan November-Desember. Pada tahap I sudah diserahkan bantuan Rp 50 juta. Berbagai Kemungkinan Ganguan Pasokan Listrik Bali Ada 5 kemungkinan gangguan pembangkit listrik di Bali atau gangguan pasokan dari Jawa, yaitu: 1. Terputusnya 2 (dua) Kabel bawah laut di Gilimanuk, Jika gangguan ini terjadi oleh satu dan lain hal, maka pasokan listrik Bali akan menjadi sebesar 241 MW ( 421 MW - 180 MW). Dan karenanya akan terjadi pemadaman sebesar 84 MW khusus pada malam hari saja ( 325 - 241 MW). Sementara pada siang hari pasokan listrik masih aman, karena beban puncak siang hari hanya sebesar 210 MW. 2. Terputusnya 1 (satu) Kabel Bawah laut di Gilimanuk, Dengan gangguan hanya 1 Kabel bawah laut, maka dampaknya lebih ringan. Pasokan listrik Bali menjadi sebesar 331 MW (421 MW - 90 MW). Dengan beban puncak malam hari masih sebesar 325 MW, maka pasokan listrik Bali di malam hari masih aman 6 MW, walaupun sangat kritis. listrik dari Jawa dan Gilimanuk. Bila PLTU telah dioperasionalisasikan, kapasitas listrik yang dihasilkan akan bertambah 50
11
3. PLTG Gilimanuk (120 MW) terganggu, Terganggunya PLTG Gilimanuk atau tidak beroperasi karena 'overhaul' menyebabkan pasokan listrik Bali berkurang sebesar 120 MW. Jumlah listrik yang bisa dipasok PLN akan menjadi 301 MW (421 MW 120 MW ). Keadaan ini menyebabkan layanan listrik Bali khusus untuk malam hari harus dikurangi sebanyak 24 MW (325 MW - 301 MW). 4. PLTG Pesanggaran (80 MW) terganggu, Gangguan di PLTG Pesanggaran mengakibatkan Bali kehilangan pasokan listrik sebesar 80 MW. Kemampuan PLN Distribusi Bali melayani beban malam hari menjadi 341 MW (421 MW - 80 MW). Jika dibandingkan dengan beban puncak malam hari, maka jumlah ini masih mencukupi dan sedikit lebih sebesar 16 MW. Kemungkinan pemadaman tetap ada mengingat terbatasnya saluran transmisi dari GI Gilimanuk ke GI Kapal. Transmisi melalui Gardu Induk (GI) Gilimanuk ke GI Kapal hanya terbatas sampai 200 MW, sehingga daya sebesar 300 MW dari Bali Barat harus disalurkan melalui GI Pemaron- GI Baturiti-GI Kapal sebesar 100 MW. Kondisi seperti ini menunjukkan, bahwa perencanaan lokasi PLTG di Gilimanuk ternyata salah, yaitu kurang memperhatikan kemungkinan gangguan di PLTG Pesanggaran dan terbatasnya saluran transmisi GI Gilimanuk-GI Kapal. Pasokan listrik untuk Bali terlalu mengandalkan Bali Barat, dimana semestinya sebagian pasokan diperlukan dari Bali Timur. 5. PLTD Pesanggaran (41 MW) terganggu, Terganggunya PLTD Pesanggaran hanya menyebabkan kehilangan pasokan sebesar 41 MW. Jumlah ini belum signifikan mengganggu pasokan listrik di Bali.
12
Dari 5 kemungkinan gangguan terhadap sistem pasokan listrik Bali, nampak bahwa yang paling berat adalah bila serentak/sekaligus 2 buah Kabel bawah laut terganggu (lihat Tabel). Tabel Kemungkinan jenis gangguan dan besarnya pemadaman pada tingkat beban 325 MW. Jenis Gangguan 2 (dua) Kabel bawah laut 1 (satu) Kabel bawah lau PLTGU Gilimanuk PLTGU Pesanggaran PLTD Pesanggaran Alternatif Penambahan Pasokan Listrik Bali Dampak Pemadaman 84 MW Hanya tersisa 6 MW Pemadaman 24 MW Tersisa 16 MW Masih aman
Melalui analisa yang telah dikemukakan tersebut, beberapa alternatif solusi pengamanan pasokan listrik Bali dapat disampaikan sebagai berikut: 1. PLN menawarkan PLTGU Pemaron, tetapi ternyata selama 2 tahun ini rencana lokasi penempatan PLTGU di Pemaron telah menuai perlawanan yang keras dari masyarakat setempat sebagaimana telah dijelaskan di awal tulisan ini. Melihat, bahwa PLN hanya merelokasi PLTG Tanjung Priok yang berkapasitas 100 MW tersebut dengan tambahan Turbin Uap 50 MW, maka solusi yang ditawarkan oleh PLN adalah solusi sementara, dan bukan solusi jangka panjang. Jika pertumbuhan kebutuhan listrik Bali adalah 13 % setahun, maka praktis 3 tahun lagi tambahan pasokan 150 MW ini akan terlampaui. Berarti Bali harus lagi memikirkan pembangkit listrik yang baru, dan itu berarti Bali siap-siap memulai babak baru prokontra pembangunan pembangkit listrik. Dengan demikian, solusi relokasi PLTG Tanjung Priok ini adalah solusi jangka pendek (2-3 tahun). Ketika merencanakan PLTGU di Pemaron, PLN hanya memikirkan kepentingan sektoral tanpa berempati kepada masyarakat yang sudah menolak lokasi tersebut. Rencana pembangunan PLTGU Pemaron jelas-jelas bertentangan dengan hukum dan perundangan
13
(PERDA No.4/1999 dan UU Ketenagalistrikan no.20/2002, Pasal 5,9,10 dan 11), karena itu ditolak oleh sebagian masyarakat dan izin pembangunan dan izin operasinya berpotensi dibatalkan. Rencana pembangunan PLTGU dengan pilihan lokasi di Pemaron bukan merupakan solusi yang memecahkan sebuah masalah, tapi justru menyebabkan timbulnya masalah baru. 2. Dengan menerapkan semangat 'win-win solution' atau dalam istilah bahasa Bali 'apang pade payu',solusi jangka pendek berupa pemindahan PLTG Tanjung Priok tersebut masih bisa diterima, mengingat PLN maupun negara Indonesia sedang dalam kesulitan keuangan. Tetapi LOKASI jangan di Pemaron. Pemasangan 2 buah Turbin Gas General Electric dari Tanjung Priok sebesar 2 x 50 MW = 100 MW sebenarnya sudah dapat mengamankan pasokan listrik di Bali, sekalipun 2 saluran Kabel bawah laut di Gilimanuk terganggu. Dalam Tabel diatas telah dikemukakan, bahwa akibat terganggunya 2 saluran kabel bawah laut hanya menyebabkan pemadaman sebesar 84 MW. PLTG ini dapat dipasang di GI Amlapura, yang jaraknya hanya 15 km dari Depo Minyak Pertamina di Manggis. PLTG ini juga bisa dipasang di GI Gianyar atau bahkan di GI Pesanggaran. Alternatif ini juga bisa digolongkan sebagai rencana jangka pendek (1-2 tahun). 3. UU Ketenagalistrikan no. 20/2002, Pasal 5 berbunyi: (1) Pemerintah Daerah menetapkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah. Pasal ini membuka peluang pemerintah daerah memanfaatkan 'captive power' (sebagai asset regional) untuk ikut berperan serta memenuhi kebutuhan listrik Bali secara terintegrasi dengan pasokan PLN. Masalahnya barangkali adalah bagaimana mengatur mengenai kesepakatan harga jual beli listrik antara PLN dan pemilik captive power. PLN selama ini yang berkewajiban memberi pasokan listrik/menjual14
listriknya ke masyarakat, dapat saling tukar menukar energi dengan pemilik captive power. Pada saat PLN kekurangan pasokan, captive power memasok listrik ke PLN, dan kemudian ketika pasokan PLN mencukupi, PLN membayar kembali dalam jumlah KHW yang telah dipakainya. Untuk keperluan tukar menukar energi ini perlu pemasangan 'relais' dan KWH Meter di kedua sisi serta penyusunan PERDA tentang hal ini. Alternatif ini dapat digolongkan sebagai rencana jangka pendek (1-2 tahun).4. Alternatif berikutnya adalah pembangunan saluran udara transmisi 500 kV
Jawa-Bali melintasi Selat Bali dengan panjang bentangan 3,7 km dan tinggi menara sekitar 300 meter. Proyek ini sebenarnya sudah ada studi serta desainnya, sudah siap hendak mulai dibangun pada akhir 1990-an. Proyek ini merupakan solusi jangka panjang yang termurah, karena Bali akan dapat memanfaatkan sumberdaya energi berskala besar dari PLTU Batubara di Jawa. Untuk proyek ini hanya diperlukan waktu sekitar 5 tahun. Alternatif ini bisa dikelompokkan sebagai rencana jangka menengah (5-6 tahun). 5. Alternatif jangka panjang adalah menciptakan budaya hemat energi, dengan menggunakan lampu hemat energi. Pengawasan penggunaan peralatan listrik lainnya yang hemat energi akan dapat mengurangi pemakaian listrik. Selain itu listrik merupakan teknologi yang mudah diatur: dimatikan pada saat tidak diperlukan (switch off) dan dinyalakan hanya bila benar-benar diperlukan (switch on), juga akan berdampak pada pengurangan pemakaian listrik. Budaya switch off/switch on yang digalakkan secara gencar melalui kampanye seperti Keluarga Berencana, bukan saja menghemat pemakaian bahan bakar, tetapi juga mengurangi susutnya mesin pembangkit, dan memperlama umur produktif mesin. Selain penghematan yang bisa dicapai, upaya tersebut juga dapat mengurangi tingkat polusi dan besarnya dana investasi untuk membiayai15
pembangkitan baru. Upaya meningkatkan disiplin serta budaya hemat energi harus segera dimulai dari sektor rumah tangga, komersiil dan pemerintahan.
16