pleno sss_2
Transcript of pleno sss_2
Pemicu 2 Blok Special Sense System (B – 3)dr. Fitria Aldy, Sp. M
Her
man
Tua
h Si
toha
ng, M
aria
nto,
Siti
Aisy
ah D
alim
unth
e,
Pute
ri W
ulan
dari,
Lid
er O
lmen
Pan
ggab
ean,
Fad
hila
h N
isa
T,
Moh
d Am
ir G
hani
, Sha
min
i Sha
nmug
alin
gam
, Yer
i Hol
o Sa
ragi
, Win
ny, N
urha
min
Sofi
a, N
urul
Aje
emah
Bt K
halid
, Ka
rtika
Sar
i Nai
nggo
lan,
M Iq
bal
Pemicu
Tn. P, laki-laki, 65 tahun, sehari-hari bekerja sebagai petani, datang ke praktek dokter umum dengan keluhan tumbuh selaput pada kedua mata. Keluhan ini terus dialami os selama 1 tahun belakangan ini. Selain itu Tn. P juga mengeluhkan mata merah apabila kena angin dan disertai juga dengan silau pada kedua mata.
Apa yang terjadi pada Tn. P?
More Info
Berdasarkan pemeriksaan status ophthalmicus, dokter mendiagnosa Tn. P menderita Pterygium type 3. Dokter memutuskan untuk merujuk Tn. P ke dokter spesialis mata untuk dilakukan tindakan operasi extirpasi pterygium.
Apa yang seharusnya dilakukan/disampaikan oleh dokter umum sebagai dokter yang memeriksa pertama kali?
Learning Issue Anatomi Konjungtiva Histologi Konjungtiva Pterygium:
Definisi, Etiologi, Faktor ResikoPatogenesisMekanisme Mata Merah dan SilauDiagnosaDiagnosa BandingPenatalaksanaan dan PencegahanKomplikasi, Prognosis, dan Indikasi Rujuk
Etika Pasien Pterygium
ANATOMI KONJUNGTIVA
Definisi : Membran halus yang melapisi kelopak mata dan permukaan sklera yang terpajan
Bagian-bagian konjungtiva1. Konjungtiva Bulbar : Bagian konjungtiva yang
menutupi bolamata. Hal ini terdiri dari epitel berlapis pipih tanpa tanduk hanya dengan sedikit sel goblet dan lamina propria longgar dengan serat elastin.
2. Konjungtiva palpebra : Bagian konjungtiva yang menutupi permukaan posterior dari kelopak mata. Terdiri dari dua atau lebih lapisan epitel kolumnar dengan sel goblet dan lamina propria longgar dan vaskular.
3. Fornix konjungtiva superior : Lipatan konjungtiva yang memanjang dari bolamata ke kelopak mata atas.
4. Fornix konjungtiva inferior : Lipatan konjungtiva yang memanjang dari bolamata ke kelopak mata bawah.
5. Saccus konjungtiva : Rongga antara konjungtiva palpebra dan bulbar. Bagian ujung atas dan bawah membentuk fornix konjungtiva superior dan inferior.
6. Kelenjar moll : Kelenjar apokrin pada tepi kelopak mata
7. Kelenjar Zeiss : Kelenjar sebasea kecil
8. Kelenjar konjungtiva : Agregasi limfosit pada sudut medial mata.
Vaskularisasi Long posterior ciliary arteries (A4)penetrasi sklera
didekat optic nerve.Satu berjalan di temporal dan yang lain didekat dinding nasal bola mata ke korpus siliaris dan iris
Short posterior ciliary arteries (A7)membentuk plexus vaskular di koroid, yang berjalan di dinding posterior bolamata hingga oraserata(A8)
Anterior ciliary arteries (A9)berjalan dari otot rektus ke sklera, dimana mereka bercabang pada jar episcleral dan di konjungtiva(membentuk marginal loop/A10)
Central retinal artery (A12)masuk ke optic nerve kira-kira 1 cm dibelakang bolamata dan bercabang-cabang untuk mendarahi permukaan dalam retina
Histologi Konjungtiva A transparent mucous membrane
Palpebral conjuctiva: lines the inner surface o/t eyelidsBulbar conjunctiva: covers the sclera
Is composed ofA stratified columnar (protection, lubrication, absorption,
secretion) ep that contains goblet cellsBasal lamina (a sheet of extracellular material that separate
epithelial cells from the connective tissue. Main components are type VI collagen, glycoprotein, proteoglycans).
Lamina propria composed of loose connective tissue Secretions o/t goblet cells is a part of tear film Continues as stratified squamous corneal ep at
corneoscleral junction and is devoid of goblet cells
PTERYGIUM
Defenisi Pterygium:
Pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif
Penebalan konjungtiva berbentuk segitiga yang puncaknya dekat ke kornea/mencapai ke kornea
KARTIKA SARI NAINGGOLAN
Etiologi Pterygium :
belum diketahui secara pasti• Neoplasma • Iritasi/radang• Degenerasi • Matahari• Debu• Angin
KARTIKA SARI NAINGGOLAN
Faktor Resiko Pterygium: Usia: prevalensi meningkat dengan pertambahan usia,
paling banyak usia 20-40 tahun Pekerjaan: paparan yang sering terhadap sinar UV A atau
B Tempat tinggal: di daerah khatulistiwa (iklim tropis dan
subtropis) → daerah yg banyak terkena sinar matahari, daerah yg berdebu, berpasir, atau anginnya besar.
Jenis kelamin: laki-laki/tdk terdapat perbedaan resiko??? Herediter: diturunkan secara autosomal dominan Infeksi : Human Papiloma Virus (HPV) Faktor lainnya: kelembaban yang rendah dan mikrotrauma
(asap rokok, pasir, debu, angin, inflamasi, bahan iritan lainnya), serta kekeringan.
KARTIKA SARI NAINGGOLAN
PATOGENESIS PTERYGIUM
Patogenesis Pterygium
PATOFISIOLOGI
Bagaimana terjadi photophobia ?Kornea menyebabkan terjadi refraksi cahaya sehingga dapat menyebabkan terjadi
fokusnya cahaya ke mata dan memungkinkan transmisi cahaya ke mata disebabkan transparansinya.
Terjadi pterygum yaitu penebalan fibrovaskuler di konjungtiva sampai kornea dan merusakkan permukaan superfisial stroma dan membran Bowman pada kornea.
Kornea disyarafi oleh divisi syaraf trigeminal sehingga kerusakan pada kornea menyebabkan iritasi dari nervus ciliary (percabangan dari syaraf trigeminal).
Iritasi serabut syaraf pada syaraf trigeminal di kornea menyebabkan terjadi refleks dilatasi vaskuler iris dan pengeluaran substansi P sehingga ini menyebabkan serabut
syaraf C pada nervus ciliary ke ventroposterior medial talamus.
Impuls dibawa ke somatosensori sehingga menyebabkan hipersensitivitas terhadap cahaya.
Normalnya, konjunctiva dan kornea dilapisi stratified squamous epithelium yang tahan terhadap abrasi. Pada pyterygium,terjadi
perubahan epitel konjunctiva dan kornea menjadi fibrovaskuler yang menyebabkan mudah teriritasi oleh iritan seperti debu dan angin.
Menyebabkan terjadinya proses inflamasi yang merangsang pelepasan mediator2 inflamasi yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan seterusnya terjadi hiperemia. Selanjutnya,terjadilah tanda2 inflamasi
yang menyebabkan mata merah.
Teori : pada pemeriksaan sitologi pterygium, dijumpai IgE dan IgG yang menunjukkan adanya reaksi hipersensitifitas pada pterygium yang
menyebabkan mudah teriritasi.Sumber: Pterygium Surgery ; Lucio Buratio, Robert L.Phillips, Gillipse
Caritio; SLACK Incorprated
DIAGNOSA PTERYGIUM
Pemeriksaan dan Status Ophthalmicus AVOD dan AVOS Koreksi Mata KMB (Kaca Mata Baca) TIO Slit Lamp Examination
Gejala Klinis
Mata iritasi Gatal Merah Sensasi benda asing Astigmatisma
Stadium (Youngston)
1 puncak pada limbus 2 puncak pada kornea, pertengahan
jarak antara limbus ke tepi pupil
Stadium ( Luas perkembangan)
I : belum sampai limbus II : Sudah mencapai atau melewati
limbus tapi belum sampai pupil III: Sudah sampai pupil
Stadium (Progresivitas Tumbuh)
Stasioner: Relatif tidak berkembang lagi Progresif: Lebih besar dalam waktu
singkat
Astigmatisma, Klasifikasi: Corneal astigmatisma (kornea irregular) Lenticular astigmatisma (lensa irregular)
DIAGNOSA BANDING
PTERYGIUM
Diagnosa Banding Pterygium Pseudopterygia (eg, chemical or thermal
burn, trauma, marginal corneal disease) Neoplasia (eg, carcinoma in situ, squamous
cell carcinoma, other neoplastic diseases) Pingueculae (ie, actinic lesions confined to
the perilimbal conjunctiva that do not extend onto the cornea)
Pingueculae are commonly occurring, generally small and asymptomatic (often yellow) raised nodules appearing on the bulbar surface of the conjunctiva. They are found more commonly on the nasal side, but they can also present either on the temporal conjunctiva or on both the nasal and temporal conjunctiva in the eyes of some patients.
Pingueculae are thought to be associated with actinic (sunlight) exposure in susceptible individuals.
Pingueculae can occasionally be subject to some inflammation with symptoms of itching, burning, or mild pain. In the absence of inflammation or of significant cosmetic complaints, pingueculae are generally ignored (by patient and physician alike). If mildly symptomatic, like pterygia, they can be treated with artificial tears.
Histopathologically, pingueculae show mild-to-moderate focal thickening of the conjunctival stroma with elastotic degeneration of collagen.
PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIS
PTERYGIUM
Penatalaksanaan Farmakologis
Artificial tears/topical lubricating drops
(cth: Refresh Tears, GenTeal drops)
Untuk lubrikasi permukaan okuler dan mengurangi efek dari defek tear film
Kandungan: hipotonik/isotonik, electrolit, surfaktan, preservatives, dan agen yang meningkatkan viskositas (hypromellose), sodium perborate
Topical lubricating ointments
Biasanya dipakai pada malam hari, viskositas lebih tinggi.
Topical Corticosteroid
Mengurangi inflamasi pembengkakan berkurang
Cth: prednisolone acetate 1%
Penatalaksanaan Farmakologis
Mitomycin
Antineoplastik-antibiotik
Berikatan dengan DNA
Mitomycin 0.02%
5-fluorouracyl
Bekerja pada fase S
Mengakibatkan inhibisi dalam sintesis DNA
PENATALAKSANAAN NON-
FARMAKOLOGI PTERYGIUM
Sitiaisyahd
Tindakan Operatif
Indikasi dilakukannya pembedahan adalah: Pterygium telah mengganggu penglihatan Untuk menjernihkan media penglihatan
dan membatasi astigmatisma yang cepat dan irregular
Mengganggu secara kosmetik Apabila menyebabkan perasaan yang
sangat tidak nyaman karena adanya kekeringan atau sensasi adanya benda asing yang kronis
Jenis-jenis operasinya:
1. Bare skleraPterygium diambil, lalu dibiarkan, tidak diapa-apakan.
2. Eksterpasi pterygiumpterygium setelah diambil kemudian sisanya dimasukkan/disisipkan di bawah konjungtiva bulbi.
3. Graftpterygium setelah diambil lalu di-graf dari amnion/selaput mukosa mulut/konjungtiva forniks.
Pencegahan
Memperkecil terpapar radiasi ultraviolet Disarankan menggunakan topi yang
memiliki pinggiran Menggunakan kacamata pelindung dari
cahaya matahari
KOMPLIKASI, PROGNOSIS, DAN
INDIKASI RUJUK PTERYGIUM
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut: Gangguan penglihatan Kemerahan Iritasi Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea Gangguan pergerakan bola mata Penipisan dan kekeringan sekitar kornea (jarang) Perubahan neoplastik: epithelioma, fibrosarcoma or malignant melanoma.
Komplikasi post operasi pterygium meliputi: Infeksi Reaksi terhadap material jahitan Diplopia Skar pada kornea Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata, pendarahan vitreous,
dan lepasnya retina Beta radiasi: penipisan dan ektasi sklera dan kornea (jangka panjang) Rekurensi
KOMPLIKASI
Prognosis Prognosis baik setelah tindakan operasi
Indikasi Rujuk• Pterygium(Kompetensi 3A):Mampu
membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
Etika Pasien PterygiumTutorial 2 SSS
Shamini a/p Shanmugalingam080100398
Sumber : 1) Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Prof.dr.M.Jusuf Hanafiah, Sp.OG(K), Prof.dr.Amri Amir, Sp.F(K), SH, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Edisi 4 ; 13-25, 47-61, 72-832) Standar Kompetensi Dokter, KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA (Indonesian Medical Council), Jakarta 2006
Kode Etika Kedokteran Indonesia (KODEKI)Kewajiban Umum Pasal 7Pasal 7c
Kewajiban Dokter Terhadap PasienPasal 10Pasal 11
Kewajiban Dokter Terhadap Teman SejawatPasal 14Pasal 15
Kewajiban Dokter Terhadap Diri SendiriPasal 17
Pasal 7Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya- Hampir setiap hari kepada dokter diminta keterangan tertulis mengenai bermacam – macam hal.
Mengenai hal ini lebih lanjut di Bab 13 tentang surat – surat keterangan dokter
Pasal 7cSeorang dokter harus menghormati hak – hak pasien, hak – hak sejawatnya dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien- Persetujuan Tindakan Medik (PTM) / Informed Consent
Pasal 10Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut- Sikap tulus ikhlas yang dilandasi sikap profesional, memberi kepercayaan dan ketenangan bagi
pasien, sehingga pasien bersikap kooperatif- Iptek Kedokteran (bidang spesialisasi / sub-spesialisasi)- Dokter Umum (tahu sedikit2 penyakit semua bagian), Dokter Spesialis (tahun “semua” penyakit
pada sebagian- Karena itu dokter harus merujuk pasiennya kepada dokter spesialis yang relevan disertai
keterangan yang cukup mengenai pasiennya- Dokter spesialis / sub-spesialisasi (konsultan) harus menjawab konsul dokter lain dengan
nasihat pengobatannya, dalam amplop tertutup dan tidak dibenarkan konsultan memberitahukan kepada pasien/keluarganya kekeliruan dokter merujuknya jika hal tersebut terjadi
Pasal 11Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasihatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya- Dokter yang bijaksana selalu mendalami latar belakang kehidupan pasiennya. Termasuk
aspek sosial, ekonomi, mental, intelektual, dan spiritualnya- Dokter berkewajipan menghormati agama dan keyakinan pasiennya, termasuk adat
istiadat dan tradisi masyarakat setempat, asal tidak bertentangan dengan kebenarana ilmu kedokteran
Pasal 14Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan- Mencemarkan nama baik sejawat berarti mencemarkan nama baik sendiri - Hal – hal lain perbedaan pendapat (musyawarah / Ikatan Dokter Indonesia)
Pasal 15Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawatnya, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis- Pasien terburu – buru, dokter kedua harus nasihat pasien agar meneruskan obat dokter
pertama dan kembali ke dokter tersebut
Pasal 17Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran / kesehatan- Continous Medical Education CME / Life Long Learning
Kewajiban Dokter 1) Melakukan praktik dokter setelah memperoleh Surat Izin Dokter (SID) dan
Surat Izin Praktik (SIP)2) Memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari pasien/keluarga tentang
penyakitnya3) Berkerja sesuai standar profesi4) Menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan etika,
hukum, agama, dan hati murninya5) Mengakhiri hubungan dengan seorang pasien jika menurut penilaiannya
kerja sama pasien dengannya tidak berguna lagi, kecuali dalam keadaan gawat darurat
6) Menolak pasien yang bukan bidang spesialisasinya, kecuali dalam keadaan darurat atau tidak ada dokter lain yang mampu menanganinya
7) Hak atas kebebasan pribadi (privacy) dokter8) Ketenteraman bekerja9) Mengeluarkan surat – surat keterangan dokter10)Menerima imbalan jasa11)Menjadi anggota perhimpunan profesi12)Hak membela diri
Kewajiban Pasien1)Memeriksakan diri sedini mungkin pada dokter2)Memberikan informasi yang benar dan lengkap
tentang penyakitnya3)Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter4)Menandatangani surat – surat PTM, surat
jaminan dirawat di rumah sakit dan lain – lainnya
5)Yakin pada dokternya, dan yakin akan sembuh6)Melunasi biaya perawatan di rumah sakit, biaya
pemeriksaan dan pengobatan serta honorarium dokter
Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent)- Peraturan Menteri Kesehatan No.585/Menkes/Per/IX/1989- Informed = telah diberitahu/telah disampaikan/ telah
diinformasikan- Consent = persetujuan yang diberikan kepada seseorang untuk
berbuat sesuatu- Informed Consent = persetujuan yang diberikan pasien kepada
dokter setelah diberikan penjelasan.
Bentuk PTM1) Tersirat atau dianggap telah diberikan (implied consent) – tanpa
pernyataan tegas• Keadaan normal• Keadaan darurat – Permenkes No.585 tahun 1989, pasal 11 (presumed consent)2) Dinyatakan (expressed consent) • Lisan (tidak berisiko)• Tulisan (berisiko)
Informasi- WHAT - Hal yang mencakup bentuk, tujuan, risiko, manfaat dari terapi yang dilaksanakan dan
alternatif terapi- WHEN – bergantung waktu tersedia, pasien dan ahli keluarga diberi waktu yang cukup- WHO – Bedah/Tindakan Invasi – dokter yang melakukan harus memberitahu sendiri- WHICH – selengkap – lengkapnya (kecuali – merugikan / pasien menolak)- UUPK tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran informasi /penjelasan sekurang – kurangnya• Diagnosis dan tata cara tindakan medis • Tujuan tindakan lain dan risikonya • Alternatif tindakan lain dan risikonya • Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi • Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
Persetujuan (The Medical Defence Union dalam bukunya Medicolegal Issues in Clinical Practice) Sahnya PTM• Diberikan secara bebas• Diberikan oleh orang yang sanggup membuat perjanjian• Telah dijelaskan bentuk tindakan yang akan dilakukan sehingga pasien dapat memahami tindakan itu perlu dilakukan• Mengenai sesuatu hal yang khas• Tindakan itu juga dilakukan pada situasi yang sama
Penolakan- Informed Resufal = menolak usul tindakan yang akan dilakukan
Kompetensi Dokter Umum dalam kasus Pterygium
• Tingkat Kemampuan 33a.Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat)
Kesimpulan
Tn. P menderita pterygium stadium 3. Sebagai dokter umum, kita memberikan terapi simptomatik serta merujuk pada dokter spesialis untuk dilakukan eksisi