Pleno 3 Kehamilan Patologis

88
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sebagian besar kejadian kesakitan dan kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan paska persalinan terjadi empat jam pertama setelah kelahiran bayi. Karena itulah penting sekali untuk memantau ibu secara ketat, segera setelah setiap tahapan atau kala persalinan diselesaikan, khususnya pada saat setelah persalinan. Pemantauan ini berupa konsultasi paska persalinan di ruangan maupun pemeriksaan- pemeriksaan yang diperlukan. Jika tanda-tanda vital dan tonus uterus masih dalam batas normal selama dua jam pertama pasca persalinan, mungkin ibu tidak akan mengalami perdarahan paska persalinan. Penting sekali untuk tetap berada di samping ibu dan bayinya selama dua jam pertama pasca persalinan. Tekanan darah dan denyut nadi harus diukur tiap 15 menit sekali, selama beberapa jam pertama setelah pelahiran, atau lebih sering bila ada indikasi tertentu. Pemijatan uterus untuk memastikan uterus menjadi keras juga 1 PERSALINAN YANG LAMA

description

Sebagian besar kejadian kesakitan dan kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan paska persalinan terjadi empat jam pertama setelah kelahiran bayi. Karena itulah penting sekali untuk memantau ibu secara ketat, segera setelah setiap tahapan atau kala persalinan diselesaikan, khususnya pada saat setelah persalinan. Pemantauan ini berupa konsultasi paska persalinan di ruangan maupun pemeriksaan-pemeriksaan yang diperlukan. Jika tanda-tanda vital dan tonus uterus masih dalam batas normal selama dua jam pertama pasca persalinan, mungkin ibu tidak akan mengalami perdarahan paska persalinan. Penting sekali untuk tetap berada di samping ibu dan bayinya selama dua jam pertama pasca persalinan.

Transcript of Pleno 3 Kehamilan Patologis

Lututku Sakit

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Sebagian besar kejadian kesakitan dan kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan paska persalinan terjadi empat jam pertama setelah kelahiran bayi. Karena itulah penting sekali untuk memantau ibu secara ketat, segera setelah setiap tahapan atau kala persalinan diselesaikan, khususnya pada saat setelah persalinan. Pemantauan ini berupa konsultasi paska persalinan di ruangan maupun pemeriksaan-pemeriksaan yang diperlukan. Jika tanda-tanda vital dan tonus uterus masih dalam batas normal selama dua jam pertama pasca persalinan, mungkin ibu tidak akan mengalami perdarahan paska persalinan. Penting sekali untuk tetap berada di samping ibu dan bayinya selama dua jam pertama pasca persalinan.Tekanan darah dan denyut nadi harus diukur tiap 15 menit sekali, selama beberapa jam pertama setelah pelahiran, atau lebih sering bila ada indikasi tertentu. Pemijatan uterus untuk memastikan uterus menjadi keras juga diperlukan. Pemantauan suhu tubuh, perdarahan harus diawasi. Tidak dianjurkan menggunakan kain pembebat perut selama dua jam pertama pasca persalinan atau hingga ibu sudah stabil. Dalam beberapa hari setelah melahirkan suhu badan ibu sedikit naik antara 37,2-37,8 0C oleh karena resorbsi benda-benda dalam rahim dan mulainya laktasi. Dalam hal ini disebut demam resorbsi, hal ini adalah normal.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 FISIOLOGI PERSALINANPartus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (bayi, plasenta, dan selaput ketuban) dari dalam uterus. Menurut usia kehamilannya, partus dibedakan menjadi 3, yaitu:1. Partus Immaturus : jika usia kehamilan antara 20 minggu hingga 28 minggu, dengan berat janin antara 500-1000 gram1. Partus Prematurus : jika usia kehamilan antara 28 minggu hingga 36 minggu, dengan berat janin antara 1000-2500 gram1. Partus Postmaturus (Serotinus) : jika usia kehamilan lebih dari 42 minggu.Dari ketiga definisi partus berdasarkan waktu tersebut, dapat disimpulkan bahwa kehamilan dikatakan aterm apabila usia kehamilan antara 36 minggu hingga 42 minggu sedangkan jika hasil konsepsi keluar dari uterus sebelum usia kehamilan 20 minggu dengan berat janin kurang dari 500 gram disebut dengan abortus.Partus normal adalah partus spontan, pada usia kehamilan cukup bulan dengan presentasi belakang kepala, dan berlangsung kurang dari 18 jam tanpa adanya komplikasi pada ibu maupun janinnya. Suatu keadaan di mana seorang wanita akan melahirkan disebut dengan inpartu.

Sebab-sebab Mulainya PersalinanAda banyak teori tentang sebab dimulainya proses persalinan. Beberapa di antaranya adalah:1. Penurunan kadar estrogen dan progesteron pada 1-2 minggu sebelum proses persalinan dimulai.1. Peningkatan kadar prostaglandin sejak usia kehamilan 15 minggu dan terus meningkat kadarnya hingga usia kehamilan aterm.1. Semakin tua usia kehamilan, maka plasenta juga akan semakin tua dan villi koriales akan mengalami banyak perubahan sehingga kadar estrogen dan progesteron menurun.1. Berkurangnya nutrisi untuk janin akibat semakin membesarnya uterus. Uterus yang membesar dan tegang menyebabkan terjadinya iskemia otot-otot uterus sehingga sirkulasi uteroplasenter terganggu dan menyebabkan degenerasi plasenta.1. Tekanan pada ganglion servikalis dari Plexus Frankenhauser yang terletak di belakang serviks uteri. Bila ganglion ini ditekan maka kontraksi uterus dapat dibangkitkan.Dari semua teori tersebut, muncul berbagai tindakan yang digunakan untuk induksi persalinan seperti, merangsang Plexus Frankenhaus dengan memasukkan beberapa gagang laminaria pada kanalis servikalis, pemecahan ketuban (amniotomi), drip oksitosin, pemberian obat-obatan prostaglandin (misoprostol). Namun, dalam hal mengiduksi persalinan perlu diperhatikan bahwa serviks sudah matang (pendek dan lembek) serta kanalis servikalis telah terbuka 1 jari.

Persalinan ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu :4. Power His (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu.4. Passage Keadaan jalan lahir4. PassangerKeadaan janin (letak, presentasi, ukuran/berat janin, ada/tidak kelainan anatomik mayor) (++ faktor-faktor "P" lainnya : psychology, physician, position).Dengan adanya keseimbangan kesesuaian antara faktor-faktor tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung.

Berlangsungnya Persalinan NormalPartus dibagi menjadi 4 kala, yaitu: Kala I (Kala Pembukaan), di mana pada kala ini terdapat 2 fase proses pembukaan serviks akibat adanya his, (1) fase laten, berlangsung selama 8 jam, pembukaan terjadi sangat lambat hingga pembukaan mencapai 3 cm dan (2) fase aktif, dibagi menjadi 2 fase lagi yaitu fase akselerasi, di mana dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjai 4 cm; fase dilatasi maksimal, di mana dalam waktu 2 jam terjadi pembukaan yang sangat cepat dari pembukaan 4 cm menjadi pembukaan 9 cm, dan fase deselerasi, di mana dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi 10 cm berlangsung lambat kembali.

Fase-fase dalam persalinan kala I :1) Fase Latena) Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisandan pembukaan serviks.b) Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.c) Pada umumnya fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.2) Fase Aktifa) Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secarabertahap (kontraksi dianggap adekuat, memadai jika terjadi tigakali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40detik atau lebih).b) Dari pembukaan 4 cm hingga mencaspai pembukaan lengkapatau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam(nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm(multipara).c) Terjadi penurunan bagian terbawah janin.Proses persalinan pada kala I :1) Dimulai pada waktu serviks membuka karena his: kontraksiuterus yang teratur, makin sering, makin nyeri; disertaipengeluaran darah-lendir (tidak lebih banyak dari darah haid).2) Berakhir pada waktu pembukaan serviks telah lengkap (padaperiksa-dalam bibir porsio tidak dapat diraba lagi). Selaputketuban biasanya pecah pada akhir kala I.Mekanisme membukanya serviks pada primigravida berbeda dengan multigravida di mana pada primigavida ostium uteri internum terbuka lebih dulu kemudian diikuti dengan pendataran dan penipisan serviks baru kemudian ostium uteri eksternum terbuka. Sedangkan pada multigravida yang ostium uteri eksternumnya sudah terbuka sedikit, proses membukanya ostium uteri internum, penipisan dan pendataran serviks serta terbukanya ostium uteri ekstrenum terjadi bersamaan.

Kala II (Kala Pengeluaran), ditandai dengan serviks membuka lengkap, biasanya ibu ingin mengejan, dan dengan penurunan bagian bawah janin ibu merasa ingin defekasi. Dimulai ketika pembukaan serviks lengkap dan berakhir dengan lahirnya bayi. Rata-rata lamanya kala II adalah 50 menit untuk nulipara dan 20 menit pada multipara, sangat bervariasi tergantung ukuran janin, adanya kesempitan panggul, atau gangguan usaha mengejan akibat analgesia. Tanda dan Gejala Kala II, antara lain perasaan ingin mengejan bersamaan dengan adanya kontraksi uterus, merasakan tekanan pada vagina / rektum makin meningkat, perineum tampak menonjol, vulva-vagina dan sfingter ani membuka, pengeluaran lendir darah meningkat.

Kala III (Kala Uri Plasenta). Kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Pada kala III, miometrium berkontraksi mengikuti mengecilnya rongga rahim secara tiba-tiba setelah bayi lahir, yang menyebabkan ukuran tempat implantasi plasenta berkurang, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan menekuk, menebal, kemudian dilepaskan dari dinding uterus. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah (bisa salah satu saja), perubahan bentuk dan tinggi fundus uteri, tali pusat memanjang (tanda Ahfeld), semburan darah tiba-tiba

Kala IV, dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelahnya. Waktu yang paling kritis untuk mencegah HPP adalah ketika plasenta lahir dan segera setelah itu. Ibu harus dipantau setiap 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta, dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil, maka harus dilakukan pemantauan lebih sering.

2.2 MASA NIFAS1. PengertianMasa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan. Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu.

2. TahapanMasa NifasMasa nifas terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu :a. Puerperium diniSuatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan.b. Puerperium intermedialSuatu masa dimana kepulihan dari organ-organ reproduksi selama kurang lebih enam minggu.c. Remote puerperiumWaktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dlam keadaan sempurna terutama ibu bila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi.3. Involusi UterusInvolusi Uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram. Proses involusio uterus adalah sebagai berikut :

a. AutolysisMerupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan.

b. Efek oksitosin (cara bekerjanya oksitosin)Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.WaktuBobot UterusDiameter UterusPalpasi Serviks

Pada akhir persalinan900 gram12,5 cmLembut/lunak

Akhir minggu ke-1450 gram7,5 cm2 cm

Akhir minggu ke-2200 gram5,0 cm1 cm

Akhir minggu ke-660 gram2,5 cmMenyempit

4. LocheaDengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi necrotic (layu/mati). Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan desidua tersebut dinamakan lokia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya, seperti pada tabel berikut ini.

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 SKENARIOPERSALINAN YANG LAMA

Ny. Bahar berusia 37 tahun hamil anak ke-5 cukup bulan, diantar oleh Bidan ke UGD RS dengan rujukan : Partus tidak maju setelah dipimpin 2 jam, kala II memanjang. Dari pemeriksaan dokter didapatkan: TD: 130/70 mmHg, TFU 3 jari proc. Xypoideus ( 35 cm) , pada pemeriksaan Leopold : janin Letak kepala, His; 2-3x/35/S, DJJ; 13-12-13, VT; Pembukaan Lengkap, ketuban(-), sisa kehijauan, Ubun-ubun kecil teraba didepan Hodge III-IV. Dokter memberikan antibiotika untuk mencegah infeksi, memasang infus cairan D5% dan selanjutnya dokter konsul ke dokter spesialis, karena dikhawatirkan terjadinya ruptur uteri sebab saat dikateter urin kemerahan.

Ibu merasakan kelelahan dan tidak kuat lagi untuk mengedan, dokter SpOG melakukan pemeriksaan ulang dokter memutuskan persalinan di terminasi dengan Vacum Ekstrasi, lahir bayi ; BBL 3500 gram, PB 50 cm, A/S 7/8. Dokter melakukan manual plasenta dan eksplorasi jalan lahir. Diberikan Oksitosin perinfus, setelah dilakukan penjahitan luka episiotomi ditemukan atonia uteri dengan tinggi fundus uteri 1 jari diatas pusat, dan perdarahan 600cc. Selanjutnya dokter melakukan massage uterus dan memberikan uterotonika yang sesuai.Pasien dipulangkan pada hari ketiga pasca persalinan setelah dokter memastikan luka episiotominya baik dan pasien dapat buang air kecil dengan lancar. Bagaimana analisis anda mengenai persalinan Ny.Bahar?

3.2 TERMINOLOGI1. PARTUS adalah suatu tindakan dalam melahirkan anak2. RUPTUR UTERI adalah pelepasan insisi yang lama disepanjang uterus dengan robeknya selaput ketuban sehingga kavum uteri berhubung langsung dengan kavum peritoneum.3. TERMINASI proses pengakhiran masa kehamilan.4. VACUM EKSTRASI adalah persalinan janin yang dilahirkan dengan ekstasi tekanan negative pada kepala dengan menggunakan ekstraktor vakum/ persalinan buatan dengan prinsip antara kepala janin dan alat penarik mengikuti gerakan alat cavum ekstraktor.5. MANUAL PLASENTA adalah tindakan untuk melepas plasenta secara manual (menggunakan tangan dari tempat implantasi dan kemudian menariknya dengan cavum uteri)6. EPISIOTOMI adalah proses bedah minor, kulit dan otot perineum antara vagina dan rectum dipotong pada saat kala 2, membantu proses persalinan dan membuka jalan lahir.7. ATONI UTERI adalah uterus yang tidak berkontraksi dalam 15detik8. MASSAGE UTERUS9. UTEROTONIKA adalah obat yanjg merangsang kontraksi uterus dan meningkatkan motilitas uterus dengan rangsangan kontraksi otot polos uterus.

3.3 PERMASALAHAN& JAWABAN1. Kenapa kala 2 memanjang, apa penyebabnya?Ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti, kekuatan kontraksi rahim ibu, jalan lahir atau oanggul ibu, dan ukuran janin, bisa juga diakibatkan karena panduan melahirkan yang salah.2. Kenapa dokter melakukan manual plasenta dan eksplorasi jalan lahir?Ini untuk membantu pengeluaran plasenta yang dapat mengakibatkan perdarahan yang berlebuhan.3. Penyebab atoni uteri?bisa disebabkan oleh partus lama, pembesaran uterus berlebihn, multiparitas, disfungsi uterus, anastesi yang lama menyebabkan lamanya relaksasi endometrium.4. Mengapa dokter memutuskan ekstrasi dan cavum ektasi?Ini disebabkan karena ibu sudah tidak kuat lagi utuk mengedan an waktu kala 2 yang sudah memanjang di takutkan bayi akan mengalami distress.5. Apa tujuna message uterus, bagaimana caranya ?Untuk memebantu penurunan uterus secra lebih cepat. Bisa dilakukan dengan cara bimanual. Yaitu dengan gerakan tangan mendorong bagian uterus.6. Kenapa diberikan oksitosin dan infus D5%?Diberikan oksitosin untuk mengurangi perdarah yang berlebihan, pemberian infuse D5% untuk membantu memberikan tenaga bagi ibu.7. Mengapa terjadi perdarahan 600cc?bisa disebkan karena terjadi atonia uteri, jadi uterus mengalami kontraksi yang lemah sehingga tidak dapat cepat menutup perdarahan pasca persalinan.

3.4 DIAGNOSIS BANDING1) MIOMA UTERI DEFINISIMioma Uteri adalah tumor jinak otot rahim dengan berbagai komposisi jaringan ikat. Nama lain : Leimioma Uteri dan Fibroma Uteri. Mioma uteri adalah Neoplasma jinak berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah Fibromioma, Leimioma ataupun Fibroid. ETIOLOGIPada dasarkan penyebab myoma uteri ini sebelumnya diketahui secara pasti dan belum jelas. Namur dari perkiraan sementara, penyebabnya yaitu adanya sel-sel otot miometrium yang belum matang (immature). Perkiraan lainnya yaitu ada hubungannya dengan pengaruh estrogen. Dimana, terjadinya tumor yaitu mulai dari adanya, benih-benih multiple yang sangat kecil dan tersebar di miometrium. Benih-benih ini tumbuh sangat lambat tetapi progresif dibawah pengaruh estrogen, dan jika tidak terdeteksi dini maka akan membentuk tumor yang berat. Dan setelah menopause, ketika estrogen tidak lagi diskresi dalam, jumlah yang banyak, myoma cenderung mengalami otrofi.

KLASIFIKASI

1. Pengaruh Kehamilan dan Persalinan pada, Mioma Uteri Meningkatnya vaskularisasi uterus ditambah dengan meningkatnya kadar estrogen sirkulasi sering menyebabkan pembesaran dan pelunakan mioma. Degenerasi merah dan degenerasi karnosa Terjadinya torsi dengan tanda dan gejala sindrom abdomen akut. Infeksi dan necrosa dari myoma2. Pengaruh Mioma pada Kehamilan dan Persalinan Subfertil sampai infertil Pada umumnya wanita yang menderita myoma uteri ini akan menjadi infertil. Hal ini dapat disebabkan oleh karena :- Hambatan pada jalannya telur- Gangguan ovulasi karena kadar estrogen yang tinggi - Gangguan implantasi AbortusDapat menyebabkan abortus karena: - Gangguan nutrisi- Gangguan vaskularisasi placenta- Penekanan oleh myoma yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan menyebabkan late abortion (partus immaturus) Kelainan letak janin dalam rahim (malpersentasi) Distosia tumor yang menghalangi jalan lahir Iersia uteri pada kala I dan kala II Atonia uteri Kelainan letak plasenta Plasenta sukar lepas Menghalangi kemajuan persalinan karena letaknya pada servik uteri Perdarahan pasca persalinan karena adanya gangguan mekanik dalam fungsi iometrium Mengganggu involusi dalam masa nifas Menyebabkan placenta previa dan placenta accreta Prematuritas (karena kapasitas uterus menurun) Intrauterine fetal death

PATOLOGITumor ini hampir selalu berasal dari miometrium dan dapat tumbuh ke berbagai arah.Menurut letaknya, mioma terdiri dari:2. Mioma Submukosum.Tumbuh tepat di bawah endometrium hingga ke dalam rongga uterus. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan pada pola menstruasi. Mioma jenis ini sering mempunyai tangkai yang panjang sehingga menonjol melalui cervix dan vagina atau disebut myomageburt.2. Mioma Interstisial atau IntramuralMerupakan jenis yang sering terdapat di dalam dinding uterus diantara serabut miometrium. Jika besar atau multiple, dapat menyebabkan pembesaran uterus dengan berbenjol-benjol.2. Mioma SubserosumTumbuh keluar dinding uterus dan letaknya di bawah tunika serosa. Kadang vena yang ada di permukaan pecah dan menyebabkan perdarahan intraabdominal. Dapat bertangkai atau melayang dalam ovum abdomen. Myoma sabserosa yang bertangkai dapat mengalami torsi.2. Mioma IntraligamenterTumbuh keluar ke dalam ruang diantara ligamentum latum yang dapat menekan ureter dan A. Iliaca.2. Mioma ServikalJarang dijumpai. Merupakan fibroid tungkai dan menyebabkan distorsi serviks yang sering disertai disminorhoe. Jika terlalu besar dapat menekan kandung kemih dan rectum. Jika pasien hamil akan terjadi kesulitan dalam persalinan.2. Mioma LeiomyomatosisTejadi karena penyebaran tumor melalui pembuluh darah setelah, menyerang saluran vaskuler.

GEJALA DAN TANDA5. Gejala Primer Perdarahan abnormal, karena meluasnya permukaan endometrium dalam proses menstruasi dan adanya gangguan kontraksi otot rahim. Perdarahan abnormal tersebut antara lain : menoragia dan metroragia Nyeri abdomen Gejala dan tanda penekanan, dimana akibat adanya penekanan oleh rahim yang membesar dapat terjadi Penekanan pada kandung kemih yang menyebabkan pollari. Penenakan pada uretra dapat menyebabkan rotensia urine Penekanan pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis Penekanan pads rectum dapat menyebabkan obstipasi Gangguan pertumbuhan dan perkembangan kehamilan yaitu abortus spontan Nyeri pada pinggul yang menyebabkan gangguan pada saat berhubungan seksual (coitus)5. Gejala Sekunder Anemia, karena perdarahan yang banyak Lemah Pusing Sesak nafas

KOMPLIKASIa. Degenerasi ganasKeganasan baru ditemukan pada pemeriksaan histology uterus yang telah diangkat. Curiga akan keganasan apabila myoma uteri dapat membesar dan terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.b. Torsi / putaran tungkaiTorsi terdapat pada myonia uteri yang bertangkai. Torsi juga dapat menimbulkan nekrosis sindroma abdomen akut. jJika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum. Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena, gangguan yang sirkulasi darah, padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan-gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri

PENANGANAN Beberapa tindakan yang dapat ditempuh jika terdapat mioma uteri yaitu : Pemeriksaan secara berkala untuk melihat perkembangan mioma uteri. Pemberian obat-obatan antara lain gonadotropin-realising hormone (GnRH) agonist, androgen, kontrasepsi oral atau progestin, clan NSAIDs. Histerektomi, yaitu operasi pengangkatan uterus. Miomektomi, yaitu operasi untuk mengangkat mioma, ada tiga macam yaitu miomektomi abdominal, miomektomi laparoskopi, clan miomektomi histeroskopi. Embolisasi arteri uterus, yaitu suntikan untuk menghentikan suplai darah ke jaringan mioma, sehingga mioma mengecil. Pembedahan ultrasonik terfokus.)

PENATALAKSANAAN1. Konservatif dengan pemeriksaaan periodicTidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun terutama apabila, mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan keluhan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3 6 bulan. Dalam menopause dapat terhenti pertumbuhannya atau mengecil. Apabila mioma besarnya sebesar kehamilan 12-14 minggu apalagi disertai pertumbuhan yang cepat sebaiknya dioperasi, walaupun tidak ada keluhan. Dalam decade terakhir ada usaha mengobati mioma uterus dengan GnRH agonist (GnRHa). Pemberian GnHRa (buseriline acetate) selama 16 minggu pada mioma uteri rnenghasil degenerasi hialin di miometrium hingga uterus, menjadi lebih kecil. Akan tetapi bila dihentikan dapat tumbuh kembali di bawah pengaruh estrogen karena mioma itu masih mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi tinggi.

2. RadioterapiHanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan, Bukan jenis submucosa, Tidak disertai radang pelvis, atau penekanan pada rectum, Tidak dilakukan pada wanita muda (dapat menyebabkan menopause) Jenis radioterapi Radium dalam cavum uteri, X trai pada ovum (castrasi) Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada keganasan pada uterus.3. MyomektomiAdalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus sehingga pasien masih bisa hamil.Jika menyebabkan infertilitas dikerjakan myomektomi sebelum kehamilan. Boleh dikerjakan pada kehamilan bila tenyata terpaksa yaitu karena menyebabkan komplikasi4. HysterektomiHysterektomi yaitu operasi pengangkatan uterus. Dapat dilaksanakan per abdomen atau pervaginam Dilakukan pada : Myoma yang besar Multipel Pada wanita muda sebaiknya ditinggalkan 1 atau kedua ovarium maksudnya : Menjaga jangan terjadi menopause sebelum waktunya Menjaga gangguan coronair atau aeroteroselerosis umum.

2) RUPTUR UTERI DEFINISIRuptur uteri adalah robekan di dinding uterus, dapat terjadi selama periode ante natal saat induksi, selama persalinan dan kelahiran bahkan selama stadium ke tiga persalinan.Ruptur uteri adalah robekan yang dapat langsung terhubung dengan rongga peritonium (komplet) atau mungkin di pisahkan darinya oleh peritoneum viseralis yang menutupi uterus oleh ligamentum latum (inkomplit)

INSIDENRuptur uteri di negara berkembang masih jauh lebih tinggi di bandingkan dengan di Negara maju. Angka kejadian rupture uteri di Negara maju dilaporkan juga semakin menurun. Sebagai contoh beberapa tahun yang lalu dari salah satu penelitian di negara maju di laporkan kejadian rupture uteri dari 1 dalam 1.280 persalinan (1931-1950) menjadi 1 dalam 2.250 persalinan (1973-1983). Dalam tahun 1996 kejadiannya menjadi dalam 1 dalam 15.000 persalinan. Dalam masa yang hamper bersamaan angka tersebut untuk berbagai tempat di Indonesia dilaporkan berkisar 1 dalam 294 persalinan sampai 1 dalam 93 persalinan. Kedaruratan serius pada rupture uteri terjadi kurang dari 1% wanita dengan parut uterus dan potensial mengancam jiwa baik bagi ibu maupun bayi. Separuh dari semua kasus terjadi pada ibu tanpa jaringan parut uterus, terutama pada ibu multipara. Ruptura uteri merupakan suatu komplikasi yang sangat berbahaya dalam persalinan. Angka kejadian ruptura uteri di Indonesia masih tinggi yaitu berkisar antara 1 : 92 sampai 1 : 428 persalinan. Begitu juga angka kematian ibu akibat rupturea uteri masih anak tinggi yaitu berkisar antara 17,9 sampai 62,6 %. Angka kematian anak pada ruptura uteri antara 89,1 % sampai 100 %.

TANDA dan GEJALA1. Gejala mengancam Lingkaran retraksi patologis/lingkaran Bandl yang tinggi, mendekati pusat dan naik uterus. Kontraksi rahim kuat dan terus-menerus. Penderita gelisah, nyeri di perut bagian bawah, juga di luar his. Pada palpasi segmen bawah rahim terasa nyeri (di atas simpisis). Ligamentum rotundum tegang, juga di luar his. Bunyi jantung anak biasanya tidak ada atau tidak baik karena anak mengalami hipoksia, yang disebabkan kontraksi dan retraksi rahim yang berlebihan. Air kencing mengandung darah (karena kandung kencing teregang atau tertekan).

2. Tanda dan gejala lanjutan a) Dramatis Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak. Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri. Perdarahan vagina (dalam jumlah sedikit atau hemoragi). Tanda dan gejala syok : denyut nadi meningkat (cepat dan terus menerus): tekanan darah menurun : pucat, dingin,kulit berkeringat,gelisah, atau adanya perasaaan bahwa akan segera menjelang ajal atau meninggal, sesak (napas pendek), ketidakberdayaan, dan gangguan penglihatan Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu. Bagian presentasi dapat di gerakkan di atas rongga panggul Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada gerakan dan Denyut Jantung Janin sama sekali tidak terdengar atau masih dapat di dengar. Lingkar uterus dan kepadatannya (kontraksi) dapat di rasakan di samping janin(janin seperti berada diluar uterus).b) Tenang Kemungkinan menjadi muntah. Nyeri tekan meningkat di seluruh abdomen. Nyeri berat pada suprapubis. Kontraksi uterus hipotonik. Perkembangan persalinan menurun. Perasaan ingin pingsan. Hematuri (kadang-kadang) Perdarahan pervagina (kadang-kadang) Tanda-tanda syok progresif di temukan dalam hilangnya darah disertai denyut nadi yang cepat dan pucat. Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik;atau kontraksi tidak dapat dirasakan. DJJ mungkin akan hilang.

PATOFISIOLOGIPada saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi, dinding korpus uteri atau SAR menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh janin yang menempati korpus uteri terdorong ke bawah dan ke dalam SBR. SBR menjadi lebih lebar karena dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik ke atas oleh kontraksi SAR yang kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen semakin bertambah tinggi. Apabila bagian terbawah janin tidak dapat terdorong karena sesuatu sebab yang menahannya (misalnya panggul sempit atau kepala janin besar) maka volume korpus yang tambah mengecil pada saat his harus diimbangi oleh perluasan SBR ke atas. Dengan demikian, lingkaran retraksi fisiologi semakin (physiologic retraction ring) semakin meninggi ke arah pusat melewati batas fisiologi menjadi patologi (pathologic retraction ring) lingkaran patologik ini di sebut lingkaran Bandl (ringvan Bandl). SBR terus menerus tertarik ke arah proksimal, tetapi tertahan oleh serviks dan his berlangsung kuat terus menerus tetapi bagin terbawah janin tidak kunjung turun ke bawah melalui jalan lahir, lingkaran retraksi makin lama semakin meninggi dan SBR semakin tertarik ke atas sembari dindingnya sangat tipis hanya beberapa milimeter saja lagi. Ini menandakan telah terjadi ruptur imminens dan rahim yang terancam robek pada saat his berikut berlangsung dindinng SBR akan robek spontan pada tempat yang tertipis dan terjadilah perdarahan. Jumlah perdarahan tergantung pada luas robekan yang terjadi dan pembuluh darah yang terputus

FAKTOR PRODISPOSISI1. Multifaritas / grandimultiparaIni disebabkan oleh karena, dinding perut yang lembek dengan kedudukan uters dalam posisi antefleksi, sehingga dapat menimbulkan disproporsi sifalopelvik, terjadinya infeksi jaringan fibrotik dalam otot rahim penderia, sehingga mudah terjadi ruptura uteri spontan.2. Pemakaian desitosin untuk indikasi atau stimulasi persalinan yang tidak tepat.3. Kelainan letak dan implantasi plasenta umpamanya pada plasenta akreta. Plasenta inkreta atau plasenta perkreta.4. Kelainan bentuk uterus umpamanya uterus bikkornis.5. Hidramnion.6. KLASIFIKASI1. Ruptura uteri spontan. Ruptura uteri spontan dapat terjadi pada keadaan di mana terdapat rintangan pada waktu persalinan, yaitu pada kelainan letak dan presentasi janin, disproporsi sefalopelvik, vanggul sempit, kelainan panggul, tumor jalan lahir.2. Ruptura uteri traumatik dalam hal ini reptura uteri terjadi oleh karena adanya lucus minoris pada dinding uteus sebagai akibat bekas operasi sebelumnya pada uterus, seperti parut bekas seksio sesarea, enukkasi mioma/meomektomi, histerotomi, histerorafi, dan lain-lain. Reptura uteri pada jaringan parut ini dapat dijumpai dalam bentuk tersembunyi (occult) yang dimaksud dengan bentuk nyata/jelas adalah apabila jaringan perut terbuka seluruhnya dan disertai pula dengan robeknya ketuban, sedang pada bentuk tersembunyi, hanya jaringan perut yang terbuka, sedang selaput ketuban tetap utuh.PEMBAGIAN JENIS MENURUT ANATOMIKSecara anatomik reptura uteri dibagi atas :1. Reptura uteri komplit. Dalam hal ini selain dinding uterus robek, lapisan serosa (pertoneum) juga robek sehingga janin dapat berada dalam rongga perut.2. Reptura uteri inkomplit dalam hal ini hanya dinding uterus yang robek, sedangkan lapisan serosa tetap utuh.

PROGNOSISRuptura uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin oleh karena itu tindakan pencegahan sangat penting dilakukan setiap ibu bersalin yang disangka akan mengalami distosia, karena kelainan letak janin, atau pernah mengalami tindakan operatif pada uterus seperti seksio sesarea, memektomi dan lain-lain, harus diawali dengan cermat. Hal ini perlu dilakukan agar tindakan dapat segera dilakukan jika timbul gejala-gejala ruptura uteri membakar, sehingga ruptura uteri dicegah terjadinya pada waktu yang tepat.

PENANGANAN1. Pertolongan yang tepat untuk ruptura uteri adalah laporotomi sebelumnya penderita diberi trasfusi darah atau sekurang-kurangnya infus cairan garam fisiologik/ringer laktat untuk mencegah terjadinnya syok hipovolemik.2. Umumyna histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam rongga perut dikeluarkan. Penjahitan luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus, dimana pinggir robekan masih segar dan rata, serta tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi dan tidak terdapat jaringan yang rapuh dan nekrosis. Histerorofi pada ibu-ibu yang sudah mempunyai cukup anak dianjurkan untuk dilakkan pula tubektomi pada kedua tuba (primary), sedang bagi ibu-ibu yang belum mempunyai anak atau belum merasa lengkap keluarganya dianjurkan untuk orang pada persalinan berikutnya untuk dilakukan seksio sesaria primer.3) ATONIA UTERI DEFINISI Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri(plasenta telah lahir). Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek. Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali.

FAKTOR PENYEBAB TERJADI ATONI UTERIBeberapa faktor Predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri, diantaranya adalah :1. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya : Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion) Kehamilan gemelli Janin besar (makrosomia)2. Kala satu atau kala 2 memanjang3. Persalinan cepat (partus presipitatus)4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin5. Infeksi intrapartum6. Multiparitas tingg7. magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsia atau eklamsia8. umur yang terlalu tua atau terlalu muda(35 tahun)9. Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.

MANIFESTASI KLINIS1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek2. Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer.3. Fundus uteri naik4. Terdapat tanda-tanda syoka. nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)b. tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHgc. pucatd. keriangat/ kulit terasa dingin dan lembape. pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebihf. gelisah, binggung atau kehilangan kesadarang. urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam) PENCEGAHANPemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin. DIAGNOSIDiagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.

PENATALAKSANAAN 1. ResusitasiApabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.2. Masase dan kompresi bimanualMasase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan.Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik),Jika uterus berkontraksi maka lakukan evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.

3. Jika uterus tidak berkontraksi maka : Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat. Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat pemberian Uterotonika : Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan4. OperatifBeberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.

5. HisterektomiHisterektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.

4) RETENSIO PLASENTA DEFINISI

Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir jam sesudah anak lahir. Pengertian tersebut juga dikuatkan oleh Winkjosastro (2006:656) yang menyebutkan retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setangah jam setelah janin lahir.Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. Plasenta inkarserata artinya plasenta telah lepas tetapi tertinggal dalam uterus karena terjadi kontraksi di bagian bawah uterus atau uteri sehingga plasenta tertahan di dalam uterus. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.

KLASIFIKASI:a) Plasenta Adhesive : Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.b) Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.c) Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.d) Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa dinding uterus hingga ke peritoneume) Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri. Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual.Retensio plasenta (Placental Retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (Early Postpartum Hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (Late Postpartum Hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.

ETIOLOGI 1. His kurang kuat (penyebab terpenting)2. Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:a) Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkretab) Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahanRetensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan:1. Darah penderita terlalu banyak hilang2. Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi3. Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalamPlasenta manual dengan segera dilakukan :1. Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang2. Terjadi perdarahan postpartum berulang3. Pada pertolongan persalinan dengan narkosa4. Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.

PATOGENESISSetelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:1) Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.2)Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).3) Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.4) Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada semburan darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang. Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala IV. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan secara bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus, kontraksi yang kuat dari uterus, serta pembentukan constriction ring. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa dan adanya plasenta akreta. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.

GEJALA KLINISa. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.b.Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.Tanda Dan Gejala Retensio PlasentaA. Plasenta Akreta Parsial / Separasi Konsistensi uterus kenyal TFU setinggi pusat\ Bentuk uterus discoid Perdarahan sedang banyak Tali pusat terjulur sebagian Ostium uteri terbuka Separasi plasenta lepas sebagian Syok seringB. Plasenta Inkarserata Konsistensi uterus keras TFU 2 jari bawah pusat Bentuk uterus globular Perdarahan sedang Tali pusat terjulur Ostium uteri terbuka Separasi plasenta sudah lepas Syok jarang Konsistensi uterus cukup TFU setinggi pusat Bentuk uterus discoid Perdarahan sedikit / tidak ada Tali pusat tidak terjulur Ostium uteri terbuka PEMERIKSAAN PENUNJANGa)Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.b)Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung Protrombin Time (PT) dan Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.

PENATALAKSANAANPenanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah: Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuretage sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder. KOMPLIKASIPlasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya:1. PerdarahanTerjadi terlebih lagi bila retensio plasenta yang terdapat sedikit perlepasan hingga kontraksi memompa darah tetapi bagian yang melekat membuat luka tidak menutup.2. InfeksiKarena sebagai benda mati yang tertinggal di dalam rahim meningkatkan pertumbuhan bakteri dibantu dengan port dentre dari tempat perlekatan plasenta.3. Dapat terjadi plasenta inkarserata dimana plasenta melekat terus sedangkan kontraksi pada ostium baik hingga yang terjadi.4. Terjadi polip plasenta sebagai massa proliferative yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis

5) HPP (Hemoragic Post Partum) DEFINISIPerdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran.

Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi.

ETIOLOGI Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu : Penyebab perdarahan paska persalinan dini :1. Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka episiotomi.2. Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta, inversio uteri.3. Gangguan mekanisme pembekuan darah

Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat:1. sisa plasenta atau retensio placenta2. bekuan darah,3. infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.

FAKTOR PREDISPOSISI1. Perdarahan pascapersalinan dan usia ibuWanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, jalan lahir mudah robek, kontraksi uterus masih kurang baik, rentan terjadi perdarahan.Pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita mengalami penurunan kemungkinan komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan lebih besar.2. Perdarahan pascapersalinan dan gravidIbu-ibu dengan kehamilan multigravida mempunyai risiko > dibandingkan primigravidaPada Multigravida fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar.3. Perdarahan pascapersalinan dan paritasParitas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai kejadian perdarahan lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu) ketidak siapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama adalah faktor penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas.4. Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care5. Perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobinAnemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin dibawah nilai normal. Perdarahan pascapersalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500 ml atau lebih, jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang tepat dan akurat mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai normal.

PATOFISIOLOGI1. Atonia uteriAtonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan pascapersalinan. Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan, mengakibatkan perdarahan setelah janin dan plasenta lahir tidak tertutup dengan baik dan pasien kehilangan banyak darah dan syok

2. Robekan jalan lahirRobekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pascapersalinan. Perdarahan pascapersalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.a. Robekan serviksPersalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. b. Perlukaan vaginaPerlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. KolpaporeksisKolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik, regangan segmen bawah uterus dengan serviks uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina, tarikan melampaui kekuatan jaringan yang menyebabkan robekan vagina pada batas bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah.

FistulaFistula akibat pembedahan vaginal jarang ditemui karena tindakan vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan seksio sesarea. Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau rectum. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.

c. Robekan perineumRobekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan pertama. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika

3. Retensio plasentaRetensio plasenta adalah belum lahirnya plasenta jam setelah anak lahir. Tidak semua retensio plasenta menyebabkan terjadinya perdarahan. Apabila terjadi perdarahan, maka plasenta dilepaskan secara manual lebih dulu.4. Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta)Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan menimbulkan perdarahan.Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.

5. Inversio uterusUterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan.

MANIFESTASI KLINIKGejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.A. Gejala Klinis berdasarkan penyebab: Atonia Uteri:- Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)- Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain) Robekan jalan lahir- Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.- Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil. Retensio plasenta- Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik- Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)- Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera- Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang Inversio uterus- Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.- Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan umum:a. Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awalb. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman c. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat daruratd. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasie. Atasi syok jika terjadi syokf. Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).g. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahirh. Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.i. Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masukj. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.

Penatalaksanaan khusus Atonia uteri Kenali dan tegakan kerja atonia uteri Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan : Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan. Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium. Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.

Retensio plasenta dengan separasi parsial Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat. Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal. Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus. Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia. Lakukan transfusi darah bila diperlukan. Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g supp/oral ).

Plasenta inkaserata Tentukan diagnosis kerja Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul. Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas. Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas. Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut. Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.

Ruptur uteri Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan operasi uterus Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan histerektomi Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.

Sisa plasenta Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret. Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.

Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut : Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0 Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur. Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.

Robekan serviks Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi. Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan paska tindakan Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi darah

BAB IVPENUTUP

4.1 KESIMPULANKesimpulan kelompok kami dari hasil diskusi dan berdasarkan scenario bahwa Ny. Bahar usia 37 tahun G5P5A0 mengalami inersia uteri skunder yaitu menurunnya kontraksi rahim yang menyebabkan patrus tidak maju dan kala 2 memanjang, dengan akibat bayi harus di vacuum ekstrasi, ekplorasi jalan lahir dan manual plasenta, massage uterus untuk membabntu penurunan uterus. Komplikasi yang paling serius adlaah perdarahan samapi 600 cc ini disebabkan karena atonia uteri . Berdasarkan hal tersebut kelompok kami mendiagnosa bahwa pasine ini menderita Hemoragic Post Partm et causa Atonia Uteri.

DAFTAR PUSTAKAAsri, Dwi, dkk. 2012. Asuhan Persalinan Normal. Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika.Dorland, Newman. 2012. Kamus Saku Kedokteran Edisi 28. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Gary, Cunningham, dkk. 2013. Obstetri Williams Edisi 23 Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Gunawan, SulistiaGan. 2009. FarmakologidanTerapi, Edisi 5. Jakarta :BalaiPenerbit FKUI.Isselbacher. 2013. Harrison Prinsip-PrinsipIlmuPenyakitDalam Volume 3.EGC : Jakarta.Noer, H. M. Sjaifoellah. 2000. BukuAjarIlmuPenyakitDalam, Edisi 3. Jakarta: BalaiPenerbit FKUI.Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Price, Sylvia A & Wilson Lorraine M. 2005.Patofisiologi: KonsepKlinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6. Jakarta: EGC.Sudoyo,WAru. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. 2009. IlmuPenyakitDalamEdisi V. InternaPublishing : Jakarta.

13PERSALINAN YANG LAMA