PLASMA KONVALESEN

of 67 /67

Embed Size (px)

Transcript of PLASMA KONVALESEN

UntitledDAN COVID-19
Sefrina Werni; Made Ayu Lely Suratri;
Irmansyah
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI
5
13
23
27
Apakah ada hasil studi terapi plas- ma konvalesen di Indonesia?
37
v
3
41
CI Confidence Interval
ELISA Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
EUA Emergency Use Authorization
HLA Human Leukocyte Antigen
KTDS Kejadian Tidak Diinginkan Serius
LFA Lateral Flow Assay
LSR Living Systematic Review
MNA Microneutralization Assay
NAb Neutralizing Antibody
PMI Palang Merah Indonesia
pVNT Pseudotype/Pseudovirus Neutralization Assay
RCT Randomized Controlled Trial
RDT Rapid Diagnostic Test
SARS CoV-2 Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
sVNT Surrogate Viral Neutralization Test
TACO Transfusion Associated Circulatory Overload
TRALI Transfusion-Related Acute Lung Injury
UDD Unit Donor Darah
UTD Unit Transfusi Darah
UTD Unit Transfusi Darah
UTD Unit Transfusi Darah
VNT Virus Neutralization Assay
dan hidayah-Nya sehingga di tengah pan-demik ini kita masih diberikan
kesehatan untuk dapat menyusun buku Seri Hasil Penelitian Plasma Konva-
lesen dan COVID-19. Seperti Judulnya, buku ini membahas seputar masalah
yang sering dipertanyakan pada pemberian Terapi Plasma Konvalesen
dengan menyajikan bukti-bukti ilmiah terbaru mengenai penggunaan terapi
plasma pada pasien COVID-19.
Sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang kuat untuk mengatakan bahwa
pemberian terapi plasma konvalesen pada pasien COVID-19 mempunyai
efikasi yang baik. Efikasi dari penggunaan terapi plasma konvalesen ini perlu
diteliti lebih lanjut dengan metode yang baik, agar dapat diberikan dengan
tepat sasaran. Begitupun lembaga-lembaga yang mempunyai otoritas di
Amerika maupun Eropa menyarankan terapi plasma konvalesen ini
digunakan dalam konteks uji klinik. Begitu juga di Indonesia kami mengharap-
kan rekan-rekan sejawat dokter dan tenaga kesehatan memahami tentang
pemberian plasma konvalesen dan dapat mengimplementasikannya.
Sekiranya teman-teman sejawat dokter dan tenaga kesehatan dapat mem-
baca dan mengambil manfaat dari buku ini, selamat bertugas dan semoga
Allah SWT senantiasa meridhoi langkah kita.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, karena hanya atas rahmat-Nya pada akhirnya Balitbangkes
dapat menerbitkan buku berjudul “Seri Hasil Penelitian Plasma Konva- lesen Terapi dan COVID-19”.
Proses penyusunan buku ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya kepada Terima kasih kepada Prof. Dr. dr.
David Handojo Muljono, Sp.PD(K), Dr. dr. Saptuti Chunaeni, M. Bio-
med, UDD Pusat Palang Merah Indonesia, rekan-rekan peneliti Balit-
bangkes, dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung
sejak awal hingga akhir penyusunan buku ini.
Akhir kata, kami berharap buku ini dapat menjadi salah satu kontribusi
nyata dari Balitbangkes untuk rekan sejawat dokter, tenaga
Kesehatan dan peneliti Indonesia.
erapi plasma konvalesen atau biasanya disingkat menjadi
TPK merupakan terapi dengan menggunakan plasma
yang berasal dari orang yang sudah sembuh (konvalesen)
dari suatu penyakit untuk diberikan kepada orang yang sedang men-
derita penyakit yang sama. Secara teori, mekanisme proteksi utama
yang dipercaya dari TPK adalah netralisasi patogen (agen penyebab
penyakit), melalui transfer antibodi yang terkandung dalam plasma
konvalesen. Mekanisme lainnya adalah dengan interaksi antibodi non
-netralisasi dengan antigen virus, yang bisa mengakibatkan efek im-
munomodulator, seperti Antibody-Delendent Cellular Cytotoxicity
(ADCC) dan Antibody-Dependent Cellular Phagocytosis (ADCP).
Terapi plasma konvalesen telah lama diperkenalkan selama >100 ta-
hun yang lalu, spesifiknya adalah pada tahun 1918 saat pandemik
influenza atau yang dikenal dengan “Spanish Flu”. Saat itu pemberian
plasma konvalesen dianggap berhasil menurunkan fatality rate
dibandingkan dengan pasien yang tidak mendapatkan plasma. Se-
jak saat itu TPK merupakan suatu pilihan alternatif disaat terapi yang
lain belum tersedia, seperti pada kejadian luar biasa Hantavirus di
perang Korea. Bahkan di abad 21, TPK juga digunakan pada kejadi-
an luar biasa seperti Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus
(MERS CoV), Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), dan Ebola.
Terapi Plasma Konvalesen pada COVID-19?
Apakah yang dimaksud
Pada situasi COVID-19 ini, terutama saat awal masa pandemi, di-
mana saat itu belum ada satupun obat atau terapi yang terbukti
efektif untuk menyembuhkan COVID-19, penggunaan TPK menjadi
salah satu alternatif yang dapat dicoba untuk diberikan pasien
COVID-19. Beberapa studi kasus awal pada sekelompok kecil pasien,
penggunaan TPK diduga efektif untuk menurunkan angka kematian
akibat COVID-19. Studi-studi awal yang dilakukan tersebut umumnya
tidak menyertakan kontrol atau terapi pembanding, tidak melakukan
randomisasi (non-randomized trial), dan menyebutkan bahwa TPK
aman digunakan, sehingga pada akhirnya Badan Pengawas Obat
dan Makanan Amerika Serikat atau United States Food and Drug Ad-
ministration (US-FDA) mengeluarkan izin penggunaan TPK dalam
kerangka Emergency Use Authorization (EUA) di bulan Agustus 2020.
Namun seiring dengan munculnya beberapa studi yang lebih kuat
dengan desain Randomized Controlled Trial (RCT), penggunaan TPK
secara luas dan masif sebaiknya ditinjau ulang berdasarkan data-
data ilmiah terbaru. Buku ini akan membahas rasionaliasi
penggunaan terapi plasma konvalesen, kondisi dan persyaratan dari
donor dan plasma konvalesen itu sendiri, serta target kelompok
pasien yang diberikan berdasarkan bukti-bukti ilmiah terbaru
mengenai penggunaan TPK untuk COVID-19.
“Terapi plasma konvalesen (TPK) merupakan terapi dengan
menggunakan plasma yang berasal dari orang yang sudah sem-
buh (konvalesen) dari suatu penyakit untuk orang yang menderita
penyakit yang sama”.
(sekitar 55% dari komposisi darah) setelah sel darah merah (eritrosit),
sel darah putih (trombosit), platelet, dan komponen seluler lainnya
dipisahkan. Fungsi plasma darah adalah sebagai pembawa berbagai
macam zat penting, seperti protein, hormon, dan nutrisi ke sel-sel yang
berbeda di dalam tubuh. Komposisi plasma bervariasi dan mengan-
dung berbagai macam komponen seperti campuran garam anor-
ganik, air, dan lebih dari 1000 protein. Dalam plasma juga terdapat
albumin, immunoglobulin, komplemen, faktor koagulasi serta anti-
trombotik.
aferesis atau plasmaferesis. Dalam konteks plasma konvalesen untuk
pasien COVID-19, kandungan antibodi spesifik terhadap SARS-CoV-2
adalah mekanisme utama yang dicari dari TPK, sehingga sebaiknya
plasma donor harus mengandung kadar atau konsentrasi antibodi
yang tinggi, sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh beberapa regu-
lator yang akan dibahas pada bagian Berapakah Seharusnya Titer
Antibodi dari Plasma Yang Diberikan?
Apakah Plasma itu & apa
Target atau cara kerja utama terapi plasma konvalesen ini adalah
dengan menetralisasi patogen yang masuk ke dalam tubuh, melalui
mekanisme passive immunotherapy. Mekanisme ini dicapai dengan
mentransfer antibodi terhadap SARS CoV-2 yang terdapat dalam
plasma melalui proses transfusi kepada penerima (resipien). Diharap-
kan antibodi yang masuk melalui plasma dalam konsentrasi tertentu
mempunyai kemampuan untuk menetralisasi SARS CoV-2, sehingga
dapat menghambat replikasi virus. Untuk masuk ke dalam sel, pato-
gen harus berikatan atau menempel dengan molekul tertentu pada
permukaan dari sel target. Antibodi yang spesifik terhadap suatu jenis
patogen akan mengikat patogen tersebut, sehingga mencegah
ikatan antara patogen dengan reseptor di sel target. Kemampuan
antibodi dalam mencegah (blocking) ikatan ini merupakan salah satu
dari beberapa mekanisme antibodi dalam melindungi tubuh kita.
Disamping itu, antibodi dapat pula menarik sel-sel efektor dan molekul
lain untuk membunuh patogen ini (opsonisasi, aktifasi komplemen,
ADCC/antibody dependent cell cytotoxicity). Berbagai mekanisme ini
dilaksanakan oleh berbagai jenis (isotype) antibodi, seperti Immuno-
globulin M (IgM), Immunoglobulin A (IgA), dan Immunoglobulin G
(IgG). Tidak semua antibodi yang dibentuk dan berikatan dengan
antigen patogen dapat menetralisasi patogen tersebut.
5
Antibodi adalah suatu protein yang diproduksi oleh sistem imun ketika
mendeteksi adanya suatu protein asing seperti antigen virus. SARS
CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19, akan memicu sistem imun
tubuh dalam mengenali antigen asing yang diproduksi oleh virus sela-
ma replikasinya di sel inang. Selanjutnya, antigen virus akan dimakan
oleh antigen-presenting cells (APCs) seperti makrofag atau sel den-
dritik. Kemudian fragmen dari antigen SARS-CoV-2 akan dipresentasi-
kan oleh APC kepada sel T-helper, yang kemudian akan berinteraksi
dan mengaktivasi sel B (B-lymphocyte) dan mengalami proliferasi ser-
ta berdiferensiasi menjadi sel plasma yang akan memproduksi anti-
bodi (IgM, IgG dan IgA) spesifik terhadap SARS-CoV-2. Sel B yang ter-
aktivasi juga akan berdiferensiasi menjadi sel B memori yang akan
bertahan lama dalam tubuh dan akan cepat memproduksi antibodi
apabila nantinya ada paparan terhadap antigen yang sudah
dikenali sebelumnya. Jika diibaratkan antigen adalah musuh, maka
antibodi adalah prajurit yang akan menghadapi musuhnya.
6
Pada pasien yang pernah terpapar oleh SARS-CoV-2, tiga jenis anti-
bodi yang menjadi target uji serologis COVID-19 adalah IgM, IgG, dan
IgA. Dinamika respon imun pada COVID-19 belum sepenuhnya dipa-
hami, namun penelitian menunjukkan bahwa serokonversi antibodi
biasanya lebih tinggi kadarnya dan bertahan lebih lama pada
penyintas COVID-19 yang mengalami sakit berat atau kritis,
dibandingkan dengan sakit ringan atau tanpa gejala.
Selain efek antiviral yang diharapkan melalui netralisasi antibodi, TPK
juga diduga dapat memberikan efek immunomodulator yang akan
berguna dalam mengatur respon imun yang berlebihan dan bi-
asanya ditemukan pada penderita COVID-19 berat. Namun
demikian, efek imunomodulator tersebut baru sebatas hipotesis dan
butuh penelitian lebih lanjut.
9
sasi patogen yang masuk ke dalam tubuh, melalui mekanisme
passive immunotherapy dengan mentransfer antibodi terhadap
SARS CoV-2 dalam plasma melalui proses transfusi.
Kemampuan dari antibodi untuk menetralisasi patogen disebut
dengan fungsional antibodi atau lebih dikenal sebagai Neutraliz-
ing Antibody (nAb). Selain nAbs, pada respon imun humoral
(terhadap paparan SARS-CoV-2) dikenal beberapa isotype anti-
bodi yaitu: Immunoglobulin M (IgM), Immunoglobulin A (IgA),
dan Immunoglobulin G (IgG).
covid-19 derajat berat - kritis, dan juga respon antibodi akan
bertahan lebih lama dibandingkan dengan pasien asimptomatik
atau dengan gejala ringan, sehingga prioritas pendonor plasma
sebaiknya adalah penyintas covid berat yg dirawat di RS, untuk
menjamin kadar antibodi yg terkandung cukup tinggi, kecuali
sudah ada kesepakatan tentang testing antibodi plasma donor.
Nama Keterangan Struktur
fase akut dari infeksi, tidak bertahan lama,
terdeteksinya IgM dapat menandakan adanya infeksi
baru.
IgG
tulang belakang, satu-satunya Imunoglobulin yang
dapat melewati sawar plasenta. IgG baru terbentuk
selambat-lambatnya 3 minggu pasca infeksi, kemudian
meninggi dan dapat menetap selama bertahun-tahun
dengan konsentrasi yang rendah. IgG berperan pent-
ing dalam menetralisasi virus.
selaput lendir atau mukosa, saliva, kelenjar air mata
dan pada Air Susu Ibu (ASI)
10
dung sejumlah antibodi yang mampu menetralisasi virus (antigen)
SARS CoV-2. Untuk itu pengukuran konsentrasi atau titer antibodi pa-
da orang yang memberikan plasmanya (donor), merupakan hal yang
penting. Sebelum membahas mengenai titer berapa yang seha-
rusnya diberikan, perlu dimengerti terlebih dahulu berbagai cara
pemeriksaan antibodi yang ada dan cara pengukuran titer antibodi
dari plasma yang akan diberikan. Pemeriksaan antibodi dapat dil-
akukan menggunakan spesimen darah, plasma, ataupun serum, ter-
gantung dari masing masing alat atau metode yang digunakan.
Pemeriksaan antibodi dapat bersifat kualitatif (ada atau tidak adanya
antibodi), atau semi
-kuantitatif dan
k u a n t i t a t i f
(gambaran jumlah
Rapid Diagnostic Test (RDT) Antibody atau tes cepat antibodi dengan
metode Lateral Flow Assay (LFA). sudah banyak beredar saat ini. Tes
cepat ini merupakan pemeriksaan antibodi secara kualitatif, jadi han-
ya mampu mendeteksi keberadaan IgG dan IgM. Tes ini mudah
digunakan, dan hasilnya akan tampak setelah 10-20 menit. Kelema-
han LFA adalah jumlah antibodi yang berikatan tidak dapat diketahui
dan sensitivitasnya cenderung lebih rendah dibandingkan dengan uji
serologis yang menggunakan alat (Enzyme-Linked Immunosorbent
Assay/ELISA atau Chemiluminescence Immunoassay/CLIA).
Uji serologis menggunakan metode ELISA atau CLIA dapat mengukur
jumlah antibodi IgM, IgA, IgG atau total antibodi dalam bentuk nilai
indeks ataupun titer. Nilai indeks yang keluar merupakan rasio antara
jumlah antibodi yang terdapat pada sampel darah dengan jumlah
antibodi yang digunakan oleh metode tersebut untuk menetapkan
indeks batas positif (cut-off index).
14
tahui pengencaran maksimum (titer tertinggi) dengan nilai yang
masih melebihi indeks batas positif. Sebagai contoh, pada suatu
metode ELISA, indeks IgM yang terdapat pada suatu sampel dengan
pengenceran standar sesuai petunjuk pabrik (1:100) adalah 7.5.
Setelah dilakukan pengenceran berkali-kali, didapatkan pada pen-
genceran 1:800 indeks IgM memberikan hasil 1.3 dan pada pengenc-
eran 1:1200, nilai indeks IgM nya adalah 0.9. Dengan indeks batas
positif sebesar 1, pengenceran tertinggi yang memberikan hasil
melebihi indeks batas positif adalah 1:800. Setelah dikembangkan
lebih lanjut, saat ini terdapat beberapa pemeriksaan berbasis metode
CLIA secara kualitatif, sehingga hasilnya menunjukkan jumlah antibodi
yang terdapat pada sampel tersebut (dengan satuan AU atau u/ul).
Jika pada bagian sebelumnya antibodi dianalogikan sebagai prajurit,
maka nilai indeks atau titer tertinggi antibodi ini diibaratkan sebagai
jumlah atau banyaknya prajurit. Masing-masing prajurit memiliki tugas
dan jam kerja yang berbeda, namun secara analogi, semakin banyak
prajurit yang melawan musuh, maka kemungkinan menang semakin
tinggi. Namun, telah dijelaskan diatas, bahwa tidak semua antibodi
yang dapat mengikat antigen virus dan dideteksi dengan metode
ELISA/CLIA, dapat menghambat/ menetralisir masuknya virus ke da-
lam sel target. Pada COVID-19, kemampuan antibodi dalam mene-
tralisasi virus diukur menggunakan Virus Neutralization assay (VNT).
Hasil pengukuran biasanya dinyatakan dengan titer antibodi netrali-
sasi atau pengenceran maksimum dari serum yang masih dapat men
15
16
etralisir virus. Semakin tinggi titer pengenceran yang masih bisa mene-
tralisasi virus, maka semakin banyak konsentrasi antibodi yang terkan-
dung dalam serum/plasma yang diuji. Baku emas dari VNT ini adalah
dengan metode standar Plaque Reduction Neutralization Test (PRNT)
yang dikerjakan dengan teknik kultur sel/in-vitro. Metode VNT lain
adalah microneutralization assay (MNT) dan pseudotype/pseudovirus
neutralization assay (pVNT). Dua metode pertama menggunakan vi-
rus asli SARSCoV-2 sedangkan yang terakhir menggunakan pseudo-
virus, yakni virus lain yang dimodifikasi dengan insersi material ge-
nomic Spike dari SARS-CoV-2.
Ketiga pemeriksaan tersebut memerlukan waktu sampai dengan 4-5
hari untuk proses kultur virus dalam sel. Kelebihan MNT dibanding PRNT
terletak pada penggunaan format 96-well plate, sehingga outputnya
lebih banyak dibandingkan dengan PRNT. Selain itu karena PRNT dan
MNT menggunakan virus asli, pengerjaannya harus dilakukan di Labor-
atorium Bio-safety level (BSL) 3 yang masih jarang dimiliki di Indonesia.
Sedangkan pVNT bisa dikerjakan di lab BSL-2 karena menggunakan
virus yang less virulent dibandingkan SARS-CoV-2.
Hasil uji netralisasi biasanya disajikan dalam bentuk titer antibodi yang
dapat menetralisasi 50% atau kadang-kadang 90% dari ikatan virus
dan sel, sebagai contoh titer 1:20, 1:40, 1:80, 1:160, 1:320, dan se-
terusnya. Hasil titer antibodi 1:320 mengindikasikan bahwa dengan
mengencerkan 1 bagian dari spesimen yang diperiksa (plasma atau
serum) ke dalam 319 bagian dari larutan pengencer, atau dengan
kata lain pengenceran 320 kali, larutan dilusi (yang telah diencerkan)
17
18
tersebut adalah pelarutan maksimum dimana antibodi masih dapat
menetralisasi 50% atau 90% ikatan antara virus dan sel target. Idealnya
nAb diukur dengan kemampuan netralisasi dari antibodi langsung ter-
hadap virus, seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun dikarenakan
pemeriksaan VNT ini cukup sulit dilakukan (tidak semua laboratorium
memiliki kapasitas kultur sel dan keamanan yang memenuhi syarat),
maka beberapa perusahaan mulai mengembangkan metode yang
disebut sebagai Surrogate Viral Neutralization Test (sVNT). Pada da-
sarnya metode ini berbasis ELISA, yang didesain untuk mensimulasi
mekanisme proteksi netralisasi antibodi untuk memblok antigen virus
(Spike-RBD) untuk berikatan dengan reseptor sel inang (ACE-2 recep-
tor). Karena menggunakan metode ELISA, maka hasil pemeriksaan
dapat selesai dalam hari yang sama, dan tidak membutuhkan BSL 3.
Pemeriksaan nAb melalui prosedur sVNT sumber: https://doi.org/10.1038/s41587-020-0631-z
19
Surrogate Viral Neutralization Test cukup menjanjikan untuk digunakan
pada praktek klinis dan d i g u n a k a n dalam skala besar. Hasil dari
pemeriksaan sVNT adalah berupa proporsi (persentase) inhibisi yang
dimiliki oleh antibodi untuk mencegah ikatan antara Spike-RBD
dengan ACE-2 receptor. Titrasi dengan pengenceran sampel dapat
pula dilakukan, untuk melihat pada pengenceran berapa sampel ini
masih dapat menghinhibisi 50% atau 90% dari ikatan tadi.
Meskipun telah banyak metode dibuat, namun metode yang paling
mendekati, seperti pVNT ataupun sVNT tidak dapat menggantikan
metode baku emas VNT, karena pada metode ini menggunakan virus
dan kultur sel yang sesungguhnya. Namun, karena VNT tidak mungkin
dikerjakan di fasilitas pelayanan, berbagai penelitian mencoba untuk
mencari korelasi antara VNT ini dengan metode lain tadi, seperti
pVNT, sVNT, ataupun metode berbasis ELISA atau CLIA. Namun hing-
ga saat ini masih sedikit publikasi yang membahas mengenai nilai
kesetaraan ini. Penelitian yang dilakukan menunjukkan kesetaraan
antara titer VNT 50% >=1: 160, dengan median sVNT sekitar 92.5%
(Meyer), dan titer PRNT 90% 1: 160 sekitar 85% (Perera et al).
Kesetaraan antara VNT dengan CLIA telah digunakan oleh US-CDC
(PVNT ≥ 1:250 setara dengan nilai IgG SARS-CoV-2 (Ortho VITROS) S/C
cut-off ≥12* (https://www.idsociety.org/covid-19- real-time-learning-
cutoff dari Ortho VITROS Anti-SARS-CoV-2 IgG test untuk titer tinggi,
dari nilai S/C≥12.0 pada penelitian sebelumnya, menjadi S/C≥9.5.
20
Sementara itu Padoan et al menemukan kesetaraan PRNT50 1:160
dan 1:320 hampir sama, yaitu dengan nilai indeks Abbott sekitar 8.
Pada TPK, Amerika Serikat dan Eropa mensyaratkan titer netralisasi
minimal 1:320 untuk plasma donor. Namun, hingga saat tulisan ini
dibuat (Maret 2021), belum ada nilai kesepakatan nilai acuan titer
antibodi plasma donor berapa yang harus digunakan, untuk
mendapatkan hasil TPK yang maksimal, Walaupun telah ada rek-
omendasi awal dari US-FDA untuk mengkategorikan plasma dengan
titer tinggi, seperti tercantum pada table berikut.
Tests Acceptable for Use in the Manufacture of
High Titer COVID-19 Convalescent Plasma
Manufacturer
EUROIMMUN Anti-SARS-CoV-2 ELISA (IgG) Ratio ≥ 3.5
GenScript cPass SARS-CoV-2 Neutraliza-
tion Antibody Detection Kit
Ortho VITROS Anti-SARS-CoV-2 IgG S/C ≥ 9.5
Roche Elecsys Anti-SARS-CoV-2 S ≥ 132 U/mL
Siemens ADVIA Centaur
SARS-CoV-2 IgG (COV2G)
Index ≥ 4.8
Sumber : Letter from US-FDA to US Dept of Health an d Human Services, 4 February 2021
21
Bedakan antara pengukuran titer IgG atau total antibodi dengan titer ne- tralisasi.
Sebaiknya pengukuran titer antibodi dilakukan pada setiap plasma yang akan diberikan, untuk menjamin plasma donor memiliki konsentrasi antibodi yg tinggi.
Idealnya titer antibodi ditentukan melalui pemeriksaan dengan VNT assay, namun VNT tidak mudah dikerjakan, karena keterbatasan sumber daya manusia, memerlukan waktu lama, dan tidak bisa dikerjakan dalam jumlah banyak.
Surrogate Viral Neutralization Test (sVNT) cukup menjanjikan untuk digunakan pada praktek klinis dan digunakan dalam skala besar, namun hingga saat ini masih sedikit publikasi yang membahas mengenai nilai kesetaraan persen inhibisi sVNT terhadap titer netralisasi dibandingkan dengan menggunakan baku emas PRNT.
US-FDA sudah menetapkan nilai IgG SARS-CoV-2 titer tinggi yang setara dengan titer antibodi netralisasi ≥ 1:250 pada pemeriksaan PRNT. Sedangkan Eropa mensyaratkan minimal titer netralisasi 1:320.
Belum ada nilai kesepakatan nilai acuan antibodi plasma donor berapa yang harus digunakan agar terapi efektif.
Menimbang manfaat yang lebih besar akan didapatkan pada TPK
dengan konsentrasi antibodi plasma donor yang tinggi, sebaiknya
pengecekan konsentrasi antibodi dilakukan pada setiap plasma do-
nor sebelum ditransfusikan kepada pasien. Karena pemeriksaan anti-
bodi netralisasi sebelum transfusi mungkin akan sulit dilakukan pada
kondisi negara berkembang dengan fasilitas yang terbatas,
kesetaraan dengan pemeriksaan lain dapat digunakan sebagai pe-
tunjuk. Pada awal Februari US-FDA mengeluarkan nilai hasil yang
menjadi patokan nilai titer tinggi antibodi pada sejumlah merk assay
pemeriksaan antibodi kuantitatif (halaman 20).
22
Setiap terapi yang diberikan pastinya memiliki risiko. Dalam hal pem-
berian plasma konvalesen terdapat 2 jenis risiko, risiko umum yang
dapat terjadi pada transfusi darah dan risiko yang bersifat teoritis. Risi-
ko umum yang mungkin terjadi meliputi demam ringan, gatal, keme-
rahan pada kulit, Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) dan
reaksi terhadap konstituen plasma, termasuk reaksi anafilaksis dan non
-imunologi. Sedangkan risiko ‘teoritis’ yang pernah dilaporkan berkai-
tan dengan reaksi imunologi terhadap pemberian antibodi secara
pasif, yaitu Antibody Dependent Enhancement (ADE), dan risiko para-
doks yakni kerentanan terhadap infeksi berikutnya, yang mirip
dengan pemberian antibodi pasif terhadap Respiratory Syncytial Virus
(RSV) yang dilaporkan melemahkan imunitas humoral. Risiko terberat
yang dilaporkan pada resipien plasma konvalesen adalah Transfusion-
Related Acute Lung Injury (TRALI), yakni radang paru akut pada 6 jam
setelah pemberian dan berasosiasi kuat dengan antibodi terhadap
Human Leukocyte Antigen (HLA) yang terbentuk pada wanita yang
pernah hamil.
Serikat dan melibatkan sekitar 5000 pasien,melaporkan seluruh Kejadi-
an Tidak Diinginkan Serius (KTDS) pada 4 jam pertama setelah pem-
berian plasma konvalesen, adalah 36 kasus (<1%), termasuk 15 ke-
matian (0.3%). Pada 36 kasus tersebut, terdapat 25 KTDS yang
dilaporkan diduga berhubungan dengan pemberian plasma konva-
Apakah Terapi Plasma Konvalesen Itu Aman?
23
lesen, yang terdiri dari 4 kategori kejadian yaitu; (1) kematian (n=4);(2)
Transfusion Associated Circulatory Overload (TACO) (N=7); (3) TRALI
(n=11), dan (4) reaksi alergi berat terkait transfusi (n=3). Namun dari 4
kategori tersebut hanya TACO dan TRALI yang diputuskan benar-
benar berhubungan dengan pemberian plasma. Studi ini juga
melakukan analisis terhadap angka kematian setelah 7 hari. Angka
yang ditemukan sebesar 14,9% (95% CI, 13.8% - 16.0%), secara statistik
dianggap tidak berbeda bermakna dengan angka kematian pada
kasus COVID-19 yang kritis. Studi ini banyak dijadikan dasar profil kea-
manan terapi plasma konvalesen yang kemudian diuji efikasinya pa-
da studi-studi lanjutan.
Pada Living Systematic Review (LSR) yang akan dijelaskan pada bagi-
an selanjutnya, profil keamanan pemberian plasma menunjukkan dari
17 studi yang diikutkan (20.622 subjek), dilaporkan 63 kematian, 13 di-
antaranya kemungkinan terkait dengan transfusi yang dilakukan. Total
sebanyak 146 KTDS dilaporkan dalam 4 jam pasca transfusi, 1.136 KTDS
dilaporkan dalam 7 hari pasca transfusi. Kejadian yang dilaporkan
didominasi oleh reaksi alergi, gejala respirasi, thrombosis/
tromboemboli atau gangguan pada kardio. Review ini menyimpulkan
bahwa pemberian terapi plasma tidak bermakna untuk mengakibat-
kan peningkatan risiko klinis berhubungan dengan KTDS.
Penggunaan plasma konvalesen secara luas dapat menimbulkan risi-
ko munculnya varian virus baru yang berhubungan dengan titer dan
kemampuan netralisasi yang rendah. Berdasarkan hasil studi kasus
pasien immunocompromised di Inggris yang diberikan terapi plasma-
24
dan kemunculan varian virus disertai penurunan sensitivitas terhadap
antibodi neutralisasi, hal ini diduga terjadi akibat mutasi selektif
(escape mutation) dari terapi plasma konvalesen.
25
pada COVID-19 telah digunakan sejak awal pandemi dan telah
dilaporkan dalam beberapa artikel studi kasus atau studi observasion-
al, dengan hasil yang bervariasi. Publikasi dari berbagai RCT juga te-
lah dilakukan untuk membandingkan efektivitas terapi plasma
dengan placebo atau dengan pengobatan standar, walaupun ada
beberapa RCT yang dihentikan dini (sebelum penelitian selesai), se-
hingga ada kemungkinan under-powered (berkurangnya kemampu-
an untuk mendeteksi hasil yang bermakna secara statistik) karena
kesulitan merekrut subjek, atau dihentikan oleh DSMB setempat akibat
hasil interim menunjukkan penambahan subjek tidak akan membuat
perbedaan bermakna secara statistik. Pencarian pada database
sampai dengan buku ini selesai ditulis, belum menemukan adanya
publikasi hasil penelitian mengenai efektivitas terapi plasma konva-
lesen di Indonesia.
dilakukan oleh Simonovich et.al. (NEJM, 2021), Agarwal et.al. (BMJ,
2020), Liu et.al. (Nat. Med, 2020), Salazar et.al. (Am. J. Pathol., 2020),
Apakah terapi plasma konvalesen
konvalesen pada subjek dengan kondisi COVID-19 sedang hingga
kritis, tidak didapatkan adanya perbedaan yang bermakna dalam
hal penurunan angka kematian, durasi rawat inap, ataupun per-
burukan penyakit jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil
yang tidak efektif tersebut dimungkinkan karena titer antibodi plasma
donor yang rendah atau donor berasal dari penyintas COVID-19 usia
muda dan penyakit ringan (Agarwal et.al, BMJ, 2020), alasan lain
adalah sebagian besar resipien sudah memiliki antibodi netralisasi
bahkan sebelum diberikan terapi plasma (Gharbharan et.al.,
medRxiv, 2020), sehingga fungsi terapi plasma sebagai immunoterapi
pasif tidak membuahkan hasil yang bermakna. Beberapa penelitian
terbaru menunjukkan pemberian terapi plasma konvalesen mungkin
akan memberikan efek terapi bila plasma donor dengan titer antibodi
yang tinggi diberikan pada resipien kurang dari 72 jam dari onset
gejala, pada COVID-19 derajat ringan yang memiliki risiko progresivi-
tas penyakit menjadi berat (Libster et.al., NEJM, 2021), atau bila diberi-
kan pada kelompok pasien yang tidak menerima ventilasi mekanik
dan diberikan dalam waktu 3 hari pasca diagnosis COVID-19 dite-
gakkan (Joyner et.al., NEJM, 2021).
Selain dari studi yang disajikan pada tabel 1, terdapat sebuah Living
Systematic Review (LSR) dari Cochrane, yang masih akan terus diper-
baharui secara berkesinambungan jika ada bukti terbaru yang
ditemukan. Cochrane merupakan standar untuk systematic review,
dan dipersiapkan menggunakan metode baku dari the Cochrane
Handbook serta disupervisi oleh tim ahli, sehingga mempunyai kualitas
28
COVID-19, Cochrane LSR (update pencarian studi yang sudah selesai
maupun berlangsung pada 19 Agustus 2020) menyebutkan belum
meyakini bahwa terapi plasma dapat menurunkan angka kematian
pasien COVID-19 yang dirawat di Rumah Sakit. Hasil review menun-
jukan risk ratio (RR) 0,55, 95%, confidence interval (CI) 0,22 - 1,34, yang
berarti angka kejadian kematian di kelompok plasma lebih rendah
45% daripada kelompok kontrol, namun hasil ini juga tidak bermakna.
Hasil lainnya juga diragukan bahwa plasma konvalesen berpengaruh
terhadap kematian (memperlambat kejadian/time to event, Hazard
Ratio (HR) 0,64, 95% CI 0,33 - 1,25). Hal ini terlihat dari angka HR 0,64
yang berarti kematian pada kelompok plasma terjadi lebih lambat
dibandingkan kelompok kontrol namun tidak bermakna menurut uji
statistik karena rentang HR mulai dari 0,33 hingga 1,25. artinya ada
kemungkinan HR>1 (rentang HR melewati angka 1,0), yang berarti ke-
matian di kelompok plasma lebih cepat dibandingkan kelompok
kontrol. Plasma konvalesen secara statistik hampir tidak bermakna ter-
hadap perbaikan klinis (misalnya kebutuhan alat bantu respirasi) sela-
ma 7 hari pertama (RR 0,98, 95% CI 0,30 - 3,19). Perbaikan mungkin
terjadi pada analisis 15 hari pertama (RR 1,34 95% CI 0,85 - 2,11), dan
30 hari pertama (RR 1,13, 95% CI 0,88 -1,43).
Hasil-hasil pokok yang disebutkan pada LSR tersebut memiliki tingkat
keyakinan (kepercayaan) yang rendah terhadap bukti ilmiah yang
diperoleh, disebabkan hanya terdapat 2 studi RCT dan kebanyakan
studi tidak menggunakan metode yang dapat diandalkan dalam
mengukur hasil-hasilnya.
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan pemberian terapi plas-
ma konvalesen mungkin akan memberikan efek terapi bila plas-
ma donor dengan titer antibodi yang tinggi, diberikan pada
resipien kurang dari 72 jam dari onset gejala, pada COVID-19 de-
rajat ringan yang memiliki risiko progresivitas penyakit menjadi
berat atau bila diberikan pada kelompok pasien yang tidak
menerima ventilasi mekanik dan diberikan dalam waktu 3 hari
pasca diagnosis COVID-19 ditegakkan.”
Hasil interim analisis dari studi RECOVERY yang berhasil merekrut 10.406
pasien COVID-19 yang dirandom dalam kelompok plasma dan terapi
standar, menunjukkan bahwa dari 1.873 kasus kematian dalam 28-hari
observasi, 18% terjadi masing-masing pada kelompok plasma dan ter-
api standar (RR 1,04; 95% CI, 0,95 – 1,14; p=0,34). Hasil analisis tersebut
dinilai oleh DSMB setempat cukup untuk menghentikan rekruitmen ke-
lompok terapi plasma. Hasil selengkapnya akan dipublikasikan
kemudian, saat ini studi RECOVERY tetap dilanjutkan untuk lengan uji
yang lain – tocilizumab, aspirin, colchicine, dan Regeneron’s antibody
cocktail. (https://www.recoverytrial.net/news/statement-from-the-recovery-trial-chief-
investigators-15-january-2021-recovery-trial-closes-recruitment-to-convalescent-plasma-
treatment-for-patients-hospitalised-with-covid-19)
Update lainnya dari National Institute of Health (NIH) adalah per 14
Januari 2021 rekomendasi untuk penggunaan terapi plasma konva-
lesen belum dapat diberikan mengingat bukti ilmiah yang belum
cukup.
31
Amerika Serikat
Desain Kohort restrospektif
terpasang ventilator (33.3%)
Intervensi Plasma Minimal 1x pemberian, kadar titer antibodi tidak diukur sebelum
pemberian plasma
Titer Plasma Donor 18.2% titer rendah, 65.1% titer sedang, 16.7% titer tinggi, alat:
VITROS
Ringkasan Hasil Terapi plasma dapat menurunkan angka kematian pada pasien
yang diberikan titer tinggi, tidak terpasang ventilator dan diberi-
kan pada waktu 3 hari pertama setelah diagnosis.
Peneliti Liu, et.al., Nat. Med, 2020
Desain Studi retrospektif, dengan matched control
Jumlah Subjek 195 subjek (39 plasma, 156 kontrol)
Karakteristik Popu-
lasi Studi
Intervensi Plasma 2x250 mL, syarat IgG Spike ≥ 1:320, alat: MSH-ELISA
Titer Plasma Donor Tidak dirinci
Ringkasan Hasil Perbaikan klinis dan peningkatan survival lebih tampak di pem-
berian plasma pada pasien non-intubasi, onset gejala dini (<8
hari) dan menerima terapi antikoagulasi
Peneliti Salazar, et. al., Am. J. Pathol., 2020
Desain Studi retrospektif, dengan matched control
Jumlah Subjek 387 subjek (136 plasma, 251 matched control)
Karakteristik Popu-
lasi Studi
Intervensi Plasma 1-2 kali pemberian plasma.
Titer Plasma Donor 90% resipien mendapatkan inisial dengan IgG anti-RBD ≥1:1350
Ringkasan Hasil Secara umum, tidak ada perbedaan reduksi mortalitas antar
kedua kelompok, kecuali bila diberikan plasma dengan titer IgG
RBD > 1:1350 pada 72 jam pertama admisi (p=0.047).
32
Desain Studi Observasio-nal, Open label
Jumlah Subjek 5000 pasien diberikan plasma konvalesen
Karakteristik Popu-
lasi Studi
berat
Intervensi Plasma 1x200-500 mL, syarat titer antibodi plasma donor ≥ 1:160
Titer Plasma Donor Tidak dirinci
Ringkasan Hasil Terapi plasma konvalesen memiliki profil keamanan yang baik,
dengan SAE <1% dan kematian 0.3% pada 4 jam pertama trans-
fusi. Efikasi terapi plasma tidak dinilai dalam studi.
Peneliti Libster, et.al., NEJM, 2021
Desain RCT dengan Placebo
Karakteristik Popu-
lasi Studi
dengan komorbid
Intervensi Plasma 1x 250 mL, syarat titer IgG Spike > 1:1000
Titer Plasma Donor Median IgG Spike = 1:3200, alat: COVIDAR
Ringkasan Hasil Intervensi plasma dengan titer tinggi secara dini (<72 jam onset
gejala) dapat mencegah perburukan penyakit COVID-19
Argentina
Desain Studi retrospektif, dengan matched control
Jumlah Subjek 935 subjek (341 plasma, 594 matched control)
Karakteristik Popu-
lasi Studi
Intervensi Plasma 1-2 kali pemberian plasma 300mL.
Titer Plasma Donor 91% resipien mendapatkan inisial dengan IgG anti-RBD ≥1:1350
Ringkasan Hasil Secara umum, ada beda bermakna reduksi mortalitas pada 28
dan 60 hari pertama antar kedua kelompok, bila diberikan plas-
ma pada 44 jam pertama dengan titer tinggi (Ortho VITROS as-
say cutoff 24,0), aHR = 3.26 untuk kontrol, P = 0.01 untuk 28 hari,
aHR = 2.90 untuk kontrol, P = 0.02 untuk 60 hari .
33
Desain RCT, open label
Karakteristik Popu-
lasi Studi
COVID-19 rawat inap fase awal (onset gejala <12 hari)
Intervensi Plasma 1x250-300 mL, kadar titer antibodi tidak diukur sebelum pem-
berian plasma
Titer Plasma Donor Median titer Antibodi netralisasi 1:292, metode: VMNT-ID50
Ringkasan Hasil Tidak ada perbedaan perburukan klinis, angka kematian dan laju
kumulatif serokonversi RNA virus pada kedua kelompok uji
Peneliti Gharbharan, et.al. medRxiv, 2020*
Desain RCT, open label
Karakteristik Popu-
lasi Studi
Intervensi Plasma Minimal 1x300 mL, dengan syarat titer antibody netralisasi PRNT50 ≥1:80
Titer Plasma Donor Median titer PRNT50 donor 1:160
Ringkasan Hasil Tidak ada perbedaan dalam mortalitas, lama rawat inap ataupun perbai-
kan klinis pada hari ke-15. 84.8% subjek sudah memiliki antibodi netralisasi
saat enrolment (medtiter 1:160)
Desain RCT dengan Placebo
Karakteristik Popu-
lasi Studi
Ringkasan Hasil Tidak ada perbedaan outcome klinis, proporsi kematian, durasi
rawat inap, dan perbaikan klinis antara 2 kelompok uji.
34
Desain RCT, open label
Karakteristik Popu-
lasi Studi
Titer Plasma Donor Tidak dirinci
Ringkasan Hasil Tidak ada perbedaan perbaikan klinis dan mortalitas secara
umum pada kedua kelompok uji. Serokonversi negatif RNA virus
lebih banyak terjadi pada kelompok plasma.
China
Desain RCT, open label
Karakteristik Popu-
lasi Studi
COVID-19 derajat sedang
Intervensi Plasma 2x200 mL, kadar titer antibodi tidak diukur sebelum pemberian
plasma
Titer Plasma Donor Median titer Antibodi netralisasi 1:40, metode: VMNT
Ringkasan Hasil Tidak ada perbedaan proporsi perburukan klinis, kematian dan
biomarker inflamasi. Serokonversi negative RNA virus pada hari ke
7 signifikan terjadi pada kelompok uji plasma
India
35
Infectious Dose; SAE = Serious Adverse Event.
*Sampai dengan tulisan ini dibuat (01 Maret 2021), belum ada publikasi di jurnal peer-
reviewed dari artikel pre-print tersebut
Peneliti Janiaud, et.al., JAMA, 2021
Desain Systematic Review dan Meta-Analysis
Jumlah Subjek 11,782 total pasien dari 10 RCT (1060 pasien dari 4 RCT-peer re-
viewed, dan 10,722 pasien dari 6 RCT lainnya)
Karakteristik Popu-
lasi Studi
9 RCT pasien COVID-19 yang dirawat di RS (sakit sedang/
moderate sampai kritis), dan 1 RCT pasien COVID-19 rawat jalan
Intervensi Plasma 5 RCT transfusi tunggal (4-13 mL/kg atau 250-300 mL) dan 5 RCT
2x transfusi (200-500 mL) berjarak 24 jam
Titer Plasma Donor 4 RCT dengan Titer Antibodi Tinggi (IgG S-RBD ≥1:640 atau Anti- bodi Netralisasi ≥1:40), 1 RCT dengan Titer Antibodi Rendah, 3 RCT tidak menetapkan standar minimum titer antibodi, dan 2 RCT
tidak ada keterangan standar titer antibodi.
Ringkasan Hasil Terapi plasma konvalesen dibandingkan dengan plasebo /
Standard of Care tidak memberikan hasil yang signifikan ber-
makna dalam menurunkan angka kematian, lama rawat inap,
penggunaan ventilator mekanik, perbaikan dan perburukan
klinis. Dari 4 RCT-peer reviewed, Risk Ratio (RR) mortalitas sebesar
0.93 (95%CI, 0.63 - 1.38), dan dengan penambahan 6 RCT
lainnya, RR menjadi 1.02 (95%CI, 0.92 - 1.12); kedua analisis tidak
menunjukkan hasil yang signifikan.
konvalesen di Indonesia?
Hingga buku ini ditulis, belum ada hasil penelitian mengenai efektivitas
terapi plasma konvalesen di Indonesia yang sudah dipublikasikan, na-
mun berdasarkan penelusuran pada website ina-registry.org dan clin-
icaltrial.gov ditemukan 2 studi pemberian plasma pada pasien COVID
-19, masing-masing pada fase uji Klinik 2 dan 3, dan statusnya sedang
dalam perekrutan subjek. Sebuah uji klinik pada fase 1 dalam status
telah diselesaikan. Pada website ISRCTN registry terdaftar 1 studi. Infor-
masi lebih lengkap mengenai uji Klinik pemberian plasma konvalesen
di Indonesia dapat ditemukan pada halaman selanjutnya.
37
Terapi Tambahan COVID-19 (PlaSenTer)
(Balitbangkes)
kontrol)
trial
Obat standar
Lokasi Uji Klinik RSAL Dr. Ramelan Surabaya, RSUP Dr. M. Hoesin,
RSUD Dr. Soetomo, RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro,
RS Sulianti Saroso, RSPAD Gatot Subroto, RSUP
Fatmawati, RSUP Sanglah, RS Universitas. Udayana,
RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, RSUP Prof. Dr. R.D.
Kandou, RSUD Sidoardjo, RSUP Dr. Hasan Sadikin,
RSUD Dr. Haryoto, RS Universitas Hasanuddin, RS Dr.
Suyoto, RSUD Pasar Minggu, RSD Gunung Jati, RS
Dr. Tadjuddin Chalid
Penelitian di Indonesia
Sponsor Biofarma
Fase 1
Target perekrutan
Judul Uji Klinik Efektivitas dan Keamanan Terapi Plasma Konva-
lesen pada Pasien COVID-19 dengan Acute Res-
piratory Distress Syndrome
Sponsor Universitas Indonesia
trial
Obat standar
Lokasi Uji Klinik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, RS St. Carolus, RS
Ciputra Citra Raya
Penelitian di Indonesia
lesen pada Pasien COVID-19
sia
40
ungi Unit Transfusi Darah (UTD)/Unit Donor Darah (UDD) Palang Merah
Indonesia (PMI) setempat. Namun perlu diketahui bahwa tidak semua
UTD/UDD PMI dapat melakukan proses pengambilan plasma darah
(plasmaferesis). Umumnya yang diperkenankan adalah UTD/UDD
yang sudah mempunyai sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Beberapa
Rumah Sakit besar di Indonesia juga ada yang sudah menyediakan
layanan untuk mendonorkan plasma. Pendonor plasma konvalesen
untuk COVID-19 harus memenuhi persayaratan umum sebagai beri-
kut:
identitas (Paspor/KTP/SIM).
wa hasil PCR positif COVID-19, atau konfirmasi hasil dari faskes
yang melakukan PCR atau yang pernah merawat (puskesmas, RS,
dll).
• Berat badan lebih dari 55 kg.
• Tidak menerima transfusi dalam 6 bulan terakhir.
• Lebih diutamakan laki-laki atau wanita yang belum pernah hamil
atau pernah aborsi.
41
kan apakah tidak ada kondisi lain yang membatalkan keikutsertaan
untuk donor plasma konvalesen seperti riwayat hipertensi, gangguan
pembekuan darah. Calon donor juga akan menjalani pemeriksaan
screening yang meliputi pemeriksaan fisik (pengukuran suhu, tekanan
darah, penimbangan berat badan, dan pemeriksaan fisik lainnya un-
tuk memastikan Kesehatan pendonor). Setelah itu dilanjutkan dengan
pengambilan darah untuk pemeriksaan screening. Darah yang diam-
bil akan digunakan untuk pemeriksaan antibodi terhadap SARS CoV-2
(minimal diperiksa dengan Rapid Test), pemeriksaan golongan darah,
rhesus dan antibody golongan darah, pemeriksaan terhadap Infeksi
IMLTD seperti HIV/AIDS Hepatitis (HBV, HCV), Sifilis dengan pemerik-
saan serologi dan Nucleic Acid Test (NAT), pemeriksaan darah
lengkap (terutama menentukan kadar Hemoglobin (Hb)), pemerik-
saan albumin dan protein total biasanya untuk pendonor rutin. Tam-
bahan pemeriksaan anti-HLA dilakukan pada donor wanita.
Karena pemeriksaan titer netralisasi masih jarang biasanya pemerik-
saan antibodi netralisasi tidak dilakukan secara bersamaan dengan
pemeriksaan lainnya. Yang biasanya dilakukan pemeriksaan pada
awal adalah antibodi non-netralisasi atau konsentrasi Ig-G maupun
total antibody. Internasional Society of Blood Transfusion (ISBT)
menyarankan beberapa poin penting termasuk inaktivasi patogen,
akan lebih baik jika dapat dilakukan untuk mengontrol terjadinya risiko
yang masih ada terkait IMLTD yang dapat memperburuk infeksi SARS
CoV-2. Setelah plasma di proses, dibekukan dengan segera (UTD/UDD
42
freezer), dan kemudian simpan pada suhu minimal -20oC, selama be-
lum akan digunakan. Sebaiknya dilakukan pengarsipan sampel se-
rum/plasma donor pada suhu -80oC untuk kepentingan investigasi jika
diperlukan dimasa datang, termasuk pemeriksaan antibodi netralisasi.
Jika memungkinkan pemeriksaan antibodi netralisasi baik untuk dil-
akukan, PMI mensyaratkan donor mempunyai titer netralisasi minimal
1:80, angka ini dibawah rekomendasi dari US-FDA yang menyarankan
titer netralisasi 1:250 atau Eropa (titer minimal 1:320). Karena titer ne-
tralisasi ini masih sulit aksesnya, maka titer serologi antibodi dapat
digunakan sebagai alternatif. Berdasarkan sebuah studi, titer netrali-
sasi 1:160 dapat ditemukan pada titer IgG spike -RBD 1: 1.350 atau
lebih. Namun seperti dikatakan, saat ini belum cukup bukti untuk
menentukan titer berapa yang memberikan efikasi yang paling baik
pada terapi plasma konvalesen.
melalui 2 metode; diambil seluruh darah seperti prosedur pada donor
darah regular maupun dengan metode aferesis/plasmaferesis.
Aferesis adalah metode baru yang aman dalam pengkoleksian kom-
ponen darah, mudah dan lebih efektif daripada cara konvensional.
Dalam donasi darah pada metode aferesis, hanya komponen darah
tertentu yang dikoleksi (seperti trombosit, plasma atau sel darah me-
rah) sehingga komponen yang tidak diperlukan dikembalikan
kedalam tubuh pendonor. Dalam konteks TPK, sekitar 400 - 600 cc
plasma dapat diambil dari sekali proses aferesis (maksimal 600 cc ter-
43
diambil sebanyak 200 – 450 cc (termasuk antikoagulan).
Penyimpanan plasma cair dalam suhu 2oC s.d - 6oC dapat bertahan
selama 40 hari. Fresh frozen plasma (FFP), dapat disimpan dengan
masa penyimpanan:
• 1 tahun (pada suhu penyimpanan minimal -30oC
Bentuk FFP menjadi alternatif bila plasma konvalesen akan didistri-
busikan ke daerah yang jauh dari lokasi pengolahan plasma.
Gambaran umum Terapi Plasma Konvalesen sumber: Google Image, David H. Spach, MD
44
Sumber: http://www.asahi-kasei.co.jp/medical/en/personal/cure/cure_01.html
19 di Indonesia dapat mengacu kepada Protokol Penyiapan Plasma
Konvalesen Untuk Terapi Covid-19 Di Unit Donor Darah Palang Merah
Indonesia, diterbitkan oleh PMI dan Rekomendasi tentang
Pengawasan Pemanfaatan Plasma Konvalesen dan Inunoglobuin
Konsentrat dalam Terapi COVID-19 dan Petunjuk Teknis Penjaminan
Mutu Pengolahan Plasma Konvalesen COVID-19 dari Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
45
KESIMPULAN&
REKOMENDASI
Berdasarkan penelitian yang sudah dipublikasi, TPK terbukti aman untuk digunakan pada pasien COVID-19, namun efektivitas dari TPK belum ter- bukti.
Mayoritas hasil studi saat ini menunjukkan penggunanan TPK tidak ber- manfaat untuk pasien COVID-19 derajat berat hingga kondisi kritis.
Penelitian terbaru menunjukkan terapi plasma mungkin bermanfaat bila plasma donor dengan titer tinggi diberikan lebih dini (awal) pada pasien COVID-19 untuk mencegah progresivitas ataup perburukan penyakit,.
Diperlukan adanya suatu kesepakatan mengenai titer yang diberikan, dan pengukuran titer antibodi yang dapat dilakukan dalam jumlah besar dan praktis digunakan dalam praktek sehari-hari.
Beberapa pertanyaan lain yang belum terjawab selain berapa tepatnya titer antibodi plasma donor yang terbukti efektif adalah mengenai dosis pemberian plasma konvalesen, serta kriteria spesifik pasien COVID-19 yang cocok atau tepat untuk diberikan terapi plasma.
Merujuk poin di atas sebaiknya plasma konvalesen digunakan dalam konteks uji Klinik sampai terbukti adanya efikasi dan safety yg jelas dari terapi plasma konvalesen, seperti halnya yang diterapkan di negara lain. Diperlukan uji klinik dengan jumlah sampel (subjek) yang memadai dan memberikan power yang cukup secara statistik untuk memberikan bukti yang valid, ini bisa didapatkan dengan melibatkan banyak RS (multicenter) di Indonesia.
47
Referensi
antibody therapy for infectious diseases. Nat
Rev Microbiol. 2004 Sep;2(9):695–703.
2. Ouyang J, Isnard S, Lin J, Fombuena B, Peng
X, Routy J-P, et al. Convalescent Plasma: The
Relay Baton in the Race for Coronavirus
Disease 2019 Treatment [Internet]. Vol. 11,
Frontiers in Immunology . 2020. p. 2424.
Available from: https://www.frontiersin.org/
JK, Cleary P, Khaw F-M, Lim WS, et al. The
effectiveness of convalescent plasma and
hyperimmune immunoglobulin for the treat-
ment of severe acute respiratory infections of
viral etiology: a systematic review and ex-
ploratory meta-analysis. J Infect Dis. 2015
Jan;211(1):80–90.
Meta-analysis: convalescent blood products
Oct;145(8):599–609.
5. Zhang B, Liu S, Tan T, Huang W, Dong Y, Chen
L, et al. Treatment with convalescent plasma
for critically ill patients with severe acute
respiratory syndrome coronavirus 2 infection.
Chest. 2020;158(1):e9–13.
6. Chen L, Xiong J, Bao L, Shi Y. Convalescent
plasma as a potential therapy for COVID-19.
Lancet Infect Dis. 2020 Apr;20(4):398–400.
7. Ye M, Fu D, Ren Y, Wang F, Wang D, Zhang F,
et al. Treatment with convalescent plasma
for COVID19 patients in Wuhan, China. J
Med Virol. 2020;92(10):1890–901.
8. Duan K, Liu B, Li C, Zhang H, Yu T, Qu J, et al.
Effectiveness of convalescent plasma thera-
py in severe COVID-19 patients. Proc Natl
Acad Sci U S A. 2020;117(17):9490–6.
9. Shen C, Wang Z, Zhao F, Yang Y, Li J, Yuan J,
et al. Treatment of 5 critically ill patients with
COVID-19 with convalescent plasma. Jama.
2020;323(16):1582–9.
10. Pau AK, Aberg J, Baker J, Belperio PS, Coop-
ersmith C, Crew P, et al. Convalescent plas-
ma for the treatment of COVID-19: perspec-
tives of the National Institutes of Health
COVID-19 Treatment Guidelines Panel. Ann
Intern Med. 2020;
nents: properties, differences, and uses.
Transfusion. 2012 May;52 Suppl 1:9S-19S.
12. Katz LM. (A Little) Clarity on Convalescent
Plasma for Covid-19. N Engl J Med [Internet].
2021 Jan 13; Available from: https://
doi.org/10.1056/NEJMe2035678
13. Bloch EM, Goel R, Wendel S, Burnouf T, Al-
Riyami AZ, Ang AL, et al. Guidance for the
procurement of COVID-19 convalescent
middle-income countries. Vox Sang. 2021
Jan;116(1):18–35.
M, Pamler I, Johnson C, et al. Manufacturing
of convalescent plasma of COVID-19 pa-
tients: Aspects of quality. PLoS One. 2020;15
(12):e0243967.
Convalescent plasma in Covid-19: Possible
mechanisms of action. Autoimmun Rev. 2020
Jul;19(7):102554.
16. Kim C, Ryu D-K, Lee J, Kim Y-I, Seo J-M, Kim Y-
G, et al. A therapeutic neutralizing antibody
targeting receptor binding domain of SARS-
CoV-2 spike protein. Nat Commun. 2021;12
(1):1–10.
Zhong J-C, Turner AJ, et al. Angiotensin-
Converting Enzyme 2: SARS-CoV-2 Receptor
and Regulator of the Renin-Angiotensin
System: Celebrating the 20th Anniversary of
the Discovery of ACE2. Circ Res [Internet].
2020/04/08. 2020 May 8;126(10):1456–74.
Available from: https://
Krüger N, Herrler T, Erichsen S, et al. SARS-CoV
-2 Cell Entry Depends on ACE2 and TMPRSS2
and Is Blocked by a Clinically Proven Prote-
49
Referensi
280.e8.
GeurtsvanKessel CH, Corman VM, et al.
Severe Acute Respiratory Syndrome Corona-
virus 2-Specific Antibody Responses in Coro-
navirus Disease Patients. Emerg Infect Dis.
2020 Jul;26(7):1478–88.
neutralizing antibodies against the Novel
Coronavirus SARS-CoV-2. Int J Biol Sci
[Internet]. 2020 Mar 15;16(10):1718–23. Avail-
able from:
Serological Tests: How Well Do They Actually
Perform? Diagnostics (Basel, Switzerland)
from: https://
Langlois M-A. Humoral Responses and Sero-
logical Assays in SARS-CoV-2 Infections
[Internet]. Vol. 11, Frontiers in Immunology .
2020. p. 3382. Available from: https://
www.frontiersin.org/article/10.3389/
fimmu.2020.610688
23. Ma H, Zeng W, He H, Zhao D, Jiang D, Zhou P,
et al. Serum IgA, IgM, and IgG responses in
COVID-19. Cell Mol Immunol. 2020 May;
24. Kontou PI, Braliou GG, Dimou NL, Nikolopou-
los G, Bagos PG. Antibody Tests in Detecting
SARS-CoV-2 Infection: A Meta-Analysis.
Diagnostics (Basel, Switzerland) [Internet].
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32438677
25. Li Z, Yi Y, Luo X, Xiong N, Liu Y, Li S, et al.
Development and clinical application of a
rapid IgM-IgG combined antibody test for
SARS-CoV-2 infection diagnosis. J Med Virol
[Internet]. 2020; Available from: https://
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/32104917
Diagnostic accuracy of serological tests for
covid-19: systematic review and meta-
analysis. BMJ [Internet]. 2020 Jul 1;370:m2516.
Available from: http://www.bmj.com/
content/370/bmj.m2516.abstract
27. Liu W, Liu L, Kou G, Zheng Y, Ding Y, Ni W, et
al. Evaluation of Nucleocapsid and Spike
Protein-Based Enzyme-Linked Immuno-
against SARS-CoV-2. McAdam AJ, editor. J
Clin Microbiol [Internet]. 2020 May 26;58
(6):e00461-20. Available from: http://
jcm.asm.org/content/58/6/e00461-
20.abstract
28. Infantino M, Grossi V, Lari B, Bambi R, Perri A,
Manneschi M, et al. Diagnostic accuracy of
an automated chemiluminescent immuno-
antibodies: an Italian experience. J Med Virol
[Internet]. 2020 Apr 24;n/a(n/a). Available
from: https://doi.org/10.1002/jmv.25932
Chan W, Chiu SS, et al. Neutralizing antibody
titres in SARS-CoV-2 infections. Nat Commun
[Internet]. 2021;12(1):63. Available from:
Microneutralization Assay for SARS-CoV-2
Microbiol [Internet]. 2020 Sep 1;58(1):e108.
Available from: https://doi.org/10.1002/
cpmc.108
31. Nie J, Li Q, Wu J, Zhao C, Hao H, Liu H, et al.
Establishment and validation of a pseudo-
virus neutralization assay for SARS-CoV-2.
Emerg Microbes Infect. 2020 Dec;9(1):680–6.
32. Tan CW, Chia WN, Qin X, Liu P, Chen MI-C,
Tiu C, et al. A SARS-CoV-2 surrogate virus
neutralization test based on antibody-
mediated blockage of ACE2–spike protein– protein interaction. Nat Biotechnol [Internet].
2020; Available from: https://doi.org/10.1038/
s41587-020-0631-z
33. Nguyen FT, van den Akker T, Lally K, Lam H,
Lenskaya V, Liu STH, et al. Transfusion reac-
tions associated with COVID-19 convales-
50
Referensi
Available from: https://doi.org/10.1111/
coronavirus disease 2019. Infect Chemother.
2020;52(3):307.
feld JW, Bruno KA, Klassen SA, et al. Early
safety indicators of COVID-19 convalescent
plasma in 5000 patients. J Clin Invest. 2020
Sep;130(9):4791–7.
Plasma Antibody Levels and the Risk of
Death from Covid-19. N Engl J Med
[Internet]. 2021 Jan 13; Available from:
https://doi.org/10.1056/NEJMoa2031893
Plasma Therapy to Prevent Severe Covid-19
in Older Adults. N Engl J Med [Internet]. 2021
Jan 6; Available from: https://
doi.org/10.1056/NEJMoa2033700
Beruto M V, Vallone MG, Vázquez C, et al. A
Randomized Trial of Convalescent Plasma in
Covid-19 Severe Pneumonia. N Engl J Med
[Internet]. 2020 Nov 24; Available from:
https://doi.org/10.1056/NEJMoa2031304
jee P, Bhatnagar T, Malhotra P. Convales-
cent plasma in the management of moder-
ate covid-19 in adults in India: open label
phase II multicentre randomised controlled
trial (PLACID Trial). BMJ [Internet]. 2020 Oct
22;371:m3939. Available from: http://
-Rubio E, Ruiz-Antoran B, Malo de Molina R,
Torres F, et al. Convalescent Plasma for
COVID-19: A multicenter, randomized clinical
trial. medRxiv [Internet]. 2020 Jan
1;2020.08.26.20182444. Available from: http://
41. Liu STH, Lin H-M, Baine I, Wajnberg A, Gum-
precht JP, Rahman F, et al. Convalescent
plasma treatment of severe COVID-19: a
propensity score–matched control study. Nat
Med [Internet]. 2020;26(11):1708–13. Availa-
ble from: https://doi.org/10.1038/s41591-020-
42. Salazar E, Perez KK, Ashraf M, Chen J, Castillo
B, Christensen PA, et al. Treatment of Coro-
navirus Disease 2019 (COVID-19) Patients
with Convalescent Plasma. Am J Pathol.
2020 Aug;190(8):1680–90.
sel C, den Hollander JG, Karim F, Mollema
FPN, et al. Convalescent Plasma for COVID-
19. A randomized clinical trial. medRxiv
[Internet]. 2020 Jan 1;2020.07.01.20139857.
ear-
ly/2020/07/03/2020.07.01.20139857.abstract
44. Li L, Zhang W, Hu Y, Tong X, Zheng S, Yang J,
et al. Effect of Convalescent Plasma Therapy
on Time to Clinical Improvement in Patients
With Severe and Life-threatening COVID-19:
A Randomized Clinical Trial. JAMA [Internet].
2020 Aug 4;324(5):460–70. Available from:
https://doi.org/10.1001/jama.2020.10044
Monsef I, Doree C, et al. Convalescent plas-
ma or hyperimmune immunoglobulin for
people with COVID19: a living systematic
review. Cochrane Database Syst Rev
[Internet]. 2020;(10). Available from: https://
doi.org//10.1002/14651858.CD013600.pub3
nesia. Protokol Penyiapan Plasma Konva-
lesen Untuk Terapi COvid-19 di Unit Donor
Darah Palang Merah Indonesia. 2020
51