PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan alat peraga membuat siswa berperan aktif...
Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan alat peraga membuat siswa berperan aktif...
PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP
ALAT PERAGA PEMBAGIAN BILANGAN DUA ANGKA
BERBASIS METODE MONTESSORI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)
Oleh:
Rina Metasari
NIM: 101134131
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP
ALAT PERAGA PEMBAGIAN BILANGAN DUA ANGKA
BERBASIS METODE MONTESSORI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)
Oleh:
Rina Metasari
NIM: 101134131
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
?I0z lunf ,I IBEEUBI'lsd'htr "Isd.S spnlsululny eur.r1
ryeru- 11 Eqqugqrued ueso(I
,I0Z lunf 41 lu88uul'V'14tr'ISg "S.S.fS ruluequ8nN lry snlro8e.rg
tr tulqqqued uesog
:qa1o 1n[n10slp q6le1
ITIT€ITOI lNtrIN
IrBsBletr^J BUIU
:qelo unsnsl0
TUOSSUINOI{ flOOTf,IAt SISYflUflfl
\DICNY YN(I NYCNYTIfl NYICYgI Ifld YCYUfld IYTV
dYoYHUf,r Y.,I\SIS NYO nUnC rsdusuf,d
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
H
'cl'qd'lpuego]{
ry'uB{e([
eue{udEo Erururlo?}?rres s?lrsJe^run
u€{rprpued ntull uep uerunEe) ffiurupd
t l0Z llrtt l,'?1lexef,EoA
E1 'ri,{ '1ileur16 ,(ug
'lsd'Ini ''lsd'S 'llnlserum; euul
V'p\l ''JSg ''S'S 'IS 'ugreqe;8n51r.rV snuo8e;1;
O 'pH ''v'i{ "i}d'S 'ltepusry.tnte3
'v'hi''JSg''S'S'fS'uruuqerBnSl rly snFo8srg
I rnEue. errrued *r".lJ'uuer utr'uN
1u"ru.,(s n{ftilertrrtu rIBIe} uu{€tsdurp uup
?l0Z IInf 1 iu88uul upe6
rlnEue4 ulllred uedap Ip uu{u?qeuodlp quleJ
ITIITTIOI :WIN
rJeselehtr eury
:qelo srTntrp uep ueldelsredrg
TUOSSf, TNOI^I trOOIfl IAI SISYflUfl S
YXCNY YO(I I{YCNYTIS NVIDYflI Ifld YCYUUd TYAY
dYoYHUtr.L\SIS NV(I OUOS ISdsSUf,d
g eloE8uy
7 elo8Euy
1 uloEEuy
sHeleD{as
erue)
ISdtu)ts
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Seiring rasa syukur kehadirat Allah SWT, Skripsi ini saya
persembahkan untuk kedua orang tuaku dan kakakku yang
selalu menyertai perjalanan hidup saya sejak awal hingga saat
ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
Aku tak selalu mendapatkan apa yang kusukai, oleh
karena itu aku selalu menyukai apapun yang aku dapatkan
(Cahyo Satria Wijaya)
Keajaiban adalah nama lain dari kerja keras
(NN)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP
ALAT PERAGA PEMBAGIAN BILANGAN DUA ANGKA
BERBASIS METODE MONTESSORI
Rina Metasari
Universitas Sanata Dharma
2014
Usia sekolah dasar (6-12 tahun) merupakan tahap perkembangan fundamental
bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya. Pada usia ini anak sedang mengalami
tahap operasional konkret di mana anak mampu mengembangkan kemampuan
berfikir secara sistematis jika melihat objek tertentu atau melakukan aktivitas yang
nyata. Pada jenjang sekolah dasar anak mempelajari banyak hal, salah satunya adalah
matematika.Matematika bukanlah mata pelajaran yang mudah bagi kebanyakan anak,
untuk memudahkan pemahaman siswa maka dibutuhkan suatu alat peraga yang dapat
memberikan gambaran nyata kepada anak.Alat peraga Montessori merupakan alat
peraga yang dirancang untuk mengkonstruksi pengetahuan-pengetahuan yang
dimiliki menjadi suatu konsep baru.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis Montessori
pada pembelajaran pembagian bilangan dua angka di kelas II SD N Percobaan 3
Pakem semester genap tahun ajaran 2013/ 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, di mana data yang dikumpulkan
berupa kata bukan angka. Narasumber dalam penelitian adalah 3 orang siswa dan 1
orang guru matematika. Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan dengan
langkah-langkah (1) tahap pengodean, (2) tahap analisis tematik, dan (3) tahap
interpretasi.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa alat peraga memberikan
pengalaman yang positif terhadap guru. Alat peraga memudahkan guru dalam
mengajar karena sebelumnya guru hanya menggunakan metode ceramah tetapi
dengan alat peraga membuat siswa berperan aktif sehingga pembelajaran lebih
efektif. Persepsi siswa atas penggunaan alat peraga baik karena alat peraga dapat
menumbuhkan sikap antusias, mandiri, dan semangat ketika belajar.Alat peraga juga
memudahkan siswa ketika menyelesaikan soal Hal ini dikarenakan siswa dapat
belajar sekaligus bermain dengan menggunakan alat peraga.Selain itu, alat peraga
membantu siswa dalam memahami konsep pembagian karena siswa memperoleh
gambaran yang konkret tentang pembagian.
Kata kunci: alat peraga berbasis Montessori, pembagian bilangan dua angka, metode
Montessori
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
PERCEPTION OF TEACHER AND STUDENTS
OF USING TWO DIGIT DIVIDE
BASED ON THE MONTESSORI METHOD
Rina Metasari
Sanata Dharma University
Elementary school age (6-1 years) is fundamental to the development stage of
futher development. At this age children are undergoing concrete operational stage
where children are able to develop the ability to think systematically if they see a
particular object or activity. In elementary school children learning lots, one is
mathematics, mathematicis hard almost for everyone, in order to ease student
comprehension it takes a props that can give a real picture of the child to help in
understanding the concept of learning. Montessori is props designed to construct
knowledge that is held to be a new concept. Objective on this research to know the
perception of teachers and students on the use of Montessori props on learning two
digit divide in II grade of elementary school Percobaan 3 Pakem.
This research is qualitative research which data is collected in the shape of
words instead of number. Resource person in research are three students and one
math teacher. A data collection methodis interview techniques observation, and
documentation. Analysis data technique performed by step (1) coding, (2) thematic
analysis, (3) interpretation.
From the results of data analysis can concluded that the props give a positive
impact for teachers. The props give ease on educating process, because previosly a
teacher just using a communicative method, but with props a student become more
active so learning process become more effective. Student perception in using props
in case a props can grow enthusiastic attitude, be autonomous and spirit when study.
Props also can ease studend when working on homework or, taskthis is because
students can learning while playing with the use of props. In addition, props to assist
students in understanding the concept of divide because the students gain an overview
about the concrete division.
Key words: Montessori based props, two digit divide, Montessori method
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan ridho-Nya
yang tak terhingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PERSEPSI
GURU DAN SISWA TERHADAP ALAT PERAGA UNTUK PEMBAGIAN BILANGAN
DUA ANGKA BERBASIS METODE MONTESSORI. Penyusunan skripsi ini bertujuan
untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru
Sekolah Dasar pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata
Dharma.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan
semua pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan lancar. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
selama ini memberikan bantuan, bimbingan, nasihat, motivasi, doa, dan kerja sama
yang tidak ternilai harganya dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.
Sehubungan dengan hal itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Gregorius Ari Nugrahanta, SJ, S.S., BST., M.A., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar sekaligus dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar.
4. Irine Kurniastuti, S.Psi., M.Psi., selaku dosen pembimbing II, yang telah dengan
sabar dan pengertian memberikan nasihat dan koreksi dalam penyusunan skripsi
ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen PGSD yang telah mendidik dan memberikan bekal ilmu kepada
penulis.
6. Sekretariat PGSD yang telah membantu kelancaran perkuliahan penulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
Judul Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS ................................................................. vii
ABSTRAK .................................................................................................. viii
ABSTRACT .................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR ................................................................................ x
DAFTAR ISI ................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 5
1.3 Tujuan penelitian ........................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 6
1.5 Definisi Operasional ..................................................................... 7
BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................... 8
2.1 Kajian Teori .................................................................................. 8
2.1.1 Teori-teori yang mendukung .......................................................... 8
2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak menurut Piaget ................................... 8
2.1.2 Metode Montessori ........................................................................ 9
2.1.3 Alat Peraga ..................................................................................... 10
2.1.3.1 Pengertian ...................................................................................... 10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
2.1.3. 2 Alat Peraga Montessori .................................................................. 11
2.1.3.3 Ciri-ciri Alat Peraga Montessori ................................................... 11
2.1.4 Persepsi .......................................................................................... 14
2.1.4.1 Pengertian Persepsi ........................................................................ 14
2.1.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ................................ 16
2.1.4.3 Persepsi terhadap alat peraga Montessori ...................................... 19
2.1.5 Pembelajaran Matematika di Kelas ............................................... 22
2.1.5.1 Pembelajaran Matematika ............................................................. 22
2.1.5.2 Materi Pembagian di Kelas II SD ................................................. 23
2.1.6 Hasil Penelitian yang Relevan ....................................................... 23
2.1.6.1 Alat Peraga Matematika ................................................................ 23
2.1.6.2 Persepsi Guru dan Siswa ............................................................... 25
2.1.6.3 Metode Montessori ....................................................................... 25
2.2 Kerangka Berpikir ......................................................................... 28
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 31
3.1 Jenis Penelitian .............................................................................. 31
3.2 Setting Penelitian .......................................................................... 32
3.2.1 Tempat Penelitian ......................................................................... 32
3.2.2 Waktu Penelitian ........................................................................... 32
3.2.3 Narasumber Penelitian .................................................................. 32
3. 2.4 Objek penelitian ........................................................................... 34
3.3 Desain Penelitian ........................................................................... 35
3.4 Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 40
3.4.1 Wawancara .................................................................................... 40
3.4.2 Observasi ........................................................................................ 42
3.4.3 Dokumentasi .................................................................................. 43
3.5 Instrumen Penelitian ...................................................................... 44
3.6 Kredibilitas dan Transferabilitas ................................................... 47
3.6.1 Kredibilitas .................................................................................... 47
3.6.2 Transferabilitas ............................................................................. 48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
3.7 Teknik Analisis Data ..................................................................... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 50
4.1 Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 50
4.2 Latar Belakang Narasumber ......................................................... 51
4.3 Hasil Penelitian .............................................................................. 56
4.3.1 Sebelum penggunaan alat peraga berbasis Montessori ........... 56
4.3.1.1 Pandangan Narasumber Terhadap Alat Peraga ............................. 56
4.3.1.2 Kefamiliaran Narasumber Terhadap Alat Peraga .......................... 58
4.3.1.3 Pengalaman Narasumber Menggunakan Alat Peraga ................... 60
4.3.2 Setelah Penggunaan Alat Peraga Berbasis Montessori ........... 62
4.3.2. 1 Pengalaman Narasumber ............................................................... 62
4.2.2.2 Perasaan Narasumber .................................................................... 64
4.2.2.3 Kendala yang dialami Narasumber ............................................... 66
4.3.2.4 Manfaat yang diperoleh Narasumber ............................................ 72
4.3.3 Persepsi Narasumber Mengenai Alat Peraga Montessori........ 77
4.4 Pembahasan ................................................................................. 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 88
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 88
5.2 Keterbatasan Penelitian ................................................................. 89
5.3 Saran ............................................................................................. 90
DAFTAR REFERENSI ............................................................................. 91
LAMPIRAN ................................................................................................. 96
CURRICULUM VITAE ............................................................................... 164
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Perencanaan Wawancara ......................................................... 36
Tabel 3.2 Perencanaan Observasi ............................................................. 36
Tabel 4.3 Pelaksanaan Wawancara .......................................................... 50
Tabel 4.4 Pelaksanaan Observasi .............................................................. 50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar persepsi yang dikutip dari Walgito ...................... 20
Gambar 2. 2 Gambar persepsi yang dimodifikasi ................................... 21
Gambar 2. 3 Literature map dari penelitian sebelumnya ........................ 27
Gambar 3.1 Prosedur penelitian dari Patton ........................................... 35
Gambar 3.2 Prosedur penelitian yang sudah dimodifikasi ..................... 36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
A. Pedoman Observasi dan Wawancara ................................................. 97
Lampiran 3.1 Observasi kondisi sosio-cultural ............................................ 97
Lampiran 3.2 Pedoman observasi proses pembelajaran ............................... 98
Lampiran 3.3 Pedoman observasi proses pembelajaran secara umum
pertemuan kedua ........................................................................................... 99
Lampiran 3.4 Pedoman observasi guru ketika menggunakan alat
peraga Montessori pertemuan pertama ......................................................... 100
Lampiran 3.5 Pedoman observasi siswa ketika menggunakan alat
peraga Montessori pertemuan pertama ......................................................... 101
Lampiran 3.6 Pedoman observasi guru ketika menggunakan alat
peraga Montessori pertemuan kedua............................................................. 103
Lampiran 3.7 Pedoman observasi siswa ketika menggunakan alat
peraga Montessori pertemuan kedua............................................................. 104
Lampiran 3.8 Pedoman observasi guru ketika menggunakan alat
peraga Montessori pertemuan ketiga ............................................................ 106
Lampiran 3.9 Pedoman observasi siswa ketika menggunakan alat
peraga Montessori pertemuan ketiga ............................................................ 107
Lampiran 3.10 Pedoman observasi guru ketika menggunakan alat
peraga Montessori pertemuan keempat......................................................... 109
Lampiran 3.11 Pedoman observasi siswa ketika menggunakan alat
peraga Montessori pertemuan keempat......................................................... 110
Lampiran 3.12 Pedoman observasi siswa ..................................................... 112
Lampiran 3.13 Pedoman wawancara pra-penelitian guru ............................. 113
Lampiran 3.14 Pedoman wawancara pra-penelitian siswa ........................... 115
Lampiran 3.15 Pedoman wawancara pasca-penelitian guru ......................... 116
Lampiran 3.16 Pedoman wawancara pasca-penelitian siswa ....................... 119
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
B. Transkrip Observasi ............................................................................ 121
Lampiran 4.1 Transkrip observasi kondisi sosio-cultural ............................ 121
Lampiran 4.2 Transkrip observasi proses pembelajaran ............................... 123
Lampiran 4.3 Transkrip observasi ketika menggunakan alat peraga
Pertemuan ke- 1 ............................................................................................ 125
Lampiran 4.4 Transkrip observasi ketika menggunakan alat peraga
Pertemuan ke- 2 ............................................................................................ 128
Lampiran 4.5 Transkrip observasi ketika menggunakan alat peraga
Pertemuan ke- 3 ............................................................................................ 130
Lampiran 4.6 Transkrip observasi ketika menggunakan alat peraga
Pertemuan ke- 4 ............................................................................................ 132
C. Wawancara ........................................................................................... 134
Lampiran 4.7 Verbatim wawancara pra penelitian guru ............................... 134
Lampiran 4.8 Verbatim wawancara pra penelitian siswa A ......................... 140
Lampiran 4.9 Verbatim wawancara pra penelitian siswa B.......................... 142
Lampiran 4.10 Verbatim wawancara pra penelitian siswa C........................ 144
Lampiran 4.11 Verbatim wawancara pasca penelitian guru ......................... 146
Lampiran 4.12 Verbatim wawancara pasca penelitian siswa A.................... 151
Lampiran 4.13 Verbatim wawancara pasca penelitian siswa B .................... 153
Lampiran 4.14 Verbatim wawancara pasca penelitian siswa C .................... 155
Lampiran 4.15 Dokumen foto kegiatan pembelajaran .................................. 158
Lampiran 4.16. Surat ijin penelitian dari FKIP USD .................................... 162
Lampiran 4.17 Surat keterangan telah melakukan penelitian ....................... 163
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bagian ini akan dibahas (1) latar belakang masalah, (2) rumusan
masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) definisi operasional.
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam zaman modern sekarang ini, pendidikan digunakan sebagai upaya
untuk menghasilkan manusia yang berkualitas guna menjamin kelangsungan
hidup suatu bangsa. Melihat begitu pentingnya pendidikan, mutu pendidikan
merupakan sesuatu yang harus diberi perhatian untuk menjawab perubahan
zaman. Masalah peningkatan mutu pendidikan sangat berhubungan dengan proses
pembelajaran. Proses pembelajaran atau belajar mengajar adalah suatu interaksi
yang dilakukan oleh guru dan siswa untuk mempelajari suatu materi tertentu.
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang melibatkan siswa dalam
proses belajar mengajar. Dengan berperan aktif dalam proses belajar, siswa akan
lebih cepat mengerti dan memahami materi yang sedang dipelajari.
Masa usia Sekolah Dasar (6 – 12 tahun) merupakan tahap perkembangan
penting dan bahkan fundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya
(Sumantri, 2001: 10). Ketika proses pembelajaran berlangsung, guru seharusnya
bersifat sebagai fasilitator bukan sebagai penyaji materi. Guru yang baik adalah
guru yang menyediakan lingkungan belajar yang cukup baik bagi siswanya, sebab
guru tahu bahwa anak senang mengeksplorasi lingkungan belajar. Pada masa
anak duduk di bangku Sekolah Dasar banyak hal yang dipelajari oleh anak, salah
satunya adalah melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran merupakan
proses yang perlu melibatkan berbagai kegiatan siswa di kelas. Kegiatan belajar
tersebut dilaksanakan di Sekolah Dasar melalui beberapa mata pelajaran, salah
satunya adalah mata pelajaran Matematika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting diajarkan
pada siswa karena matematika memiliki peranan dalam berbagai bidang
kehidupan manusia. Misalnya dalam kegiatan ekonomi, pertanian, teknologi,
komunikasi dan sebagainya. Harapan yang diinginkan adalah setelah belajar
matematika, siswa tidak hanya mengerti materi yang diajarkan tetapi juga mampu
menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang mendasari
kualitas pembelajaran matematika harus selalu ditingkatkan, dikarenakan proses
pembelajaran akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Akan tetapi, selama ini
matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan membosankan karena
matematika mempunyai banyak simbol-simbol yang digunakan. Matematika
sendiri bukan merupakan suatu mata pelajaran yang mudah bagi kebanyakan
orang, bahkan banyak guru yang menyadari bahwa sebagian di antara siswanya
juga mengalami kesulitan untuk memahami pelajaran matematika (Hudoyo, 1992:
5).
Mempelajari matematika tidak terlepas dari materi pembagian. Pembagian
sering disebut sebagai pengurangan berulang sampai habis (Huruman, 2008: 26).
Materi pembagian diajarkan mulai dari kelas II SD hingga SMA, usia SD
merupakan tahap fundamental bagi tahap perkembangan selanjutnya, maka
seharusnya materi pembagian di SD harus benar-benar dikuasai siswa agar pada
tahap-tahap selanjutnya anak tidak mengalami kesulitan. Menurut Piaget
(Suparno, 2001: 5) usia anak SD (7 sampai 11 tahun) sedang mengalami tahap
operasional konkret, di mana pada tahap ini anak mampu mengembangkan
kemampuan berpikir secara sistematis ketika melihat objek tertentu atau
melakukan aktivitas yang nyata. Anak kelas II Sekolah Dasar jika digolongkan
berdasarkan klasifikasi Piaget berada pada tahap operasi konkret. Oleh karena itu,
pembelajaran matematika pada kelas II Sekolah Dasar akan membantu dan
menarik siswa jika dalam penyampaian materi pembagian bilangan dua angka
dapat menggunakan alat peraga. Adanya alat peraga mempunyai arti yang cukup
penting dalam proses belajar mengajar. Menurut Sudono (2010: 14) alat peraga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
adalah alat yang berfungsi untuk menerangkan suatu mata pelajaran tertentu
dalam suatu proses belajar mengajar. Alat peraga juga dapat membantu
mengkonstruksi pengetahuan dan memberikan pengalaman langsung pada anak
dalam belajar.
Salah satu metode pembelajaran yang menerapkan penggunaan alat peraga
dalam pembelajaran adalah metode Montessori. Metode Montessori merupakan
suatu metode pembelajaran yang dikembangkan oleh seorang dokter wanita yang
bernama Maria Montessori, beliau berpendapat bahwa setiap anak unik dan
individual mereka harus dihormati secara penuh dalam proses pendidikan (Seldin,
2006: 12). Metode Montessori bukanlah metode baru yang diterapkan di
Indonesia. Pembelajaran Montessori selalu menggunakan alat peraga untuk
membimbing anak belajar dari konsep yang konkret menuju pada konsep yang
abstrak. Hal tersebut dilakukan juga pada pembelajaran matematika yang
sebenarnya berisi kumpulan konsep-konsep abstrak (Suyanto, 2000: 109).
Beberapa sekolah di Indonesia mulai menerapkan metode Montessori tersebut.
Selain itu juga banyak didirikan sekolah Montessori di kota-kota besar seperti
sekolah Montessori yang ada di Jakarta, Bandung, Surabaya, Makasaar, Bali dan
masih banyak kota-kota lainnya.
Karakteristik alat peraga Montessori meliputi auto education, menarik,
bergradasi, auto correction, dan kontekstual (Montessori, 2002: 170). Auto
education dan auto correction terkait dengan kemandirian guru dan siswa
terhadap penggunaan alat peraga tersebut, bergradasi terkait dengan tingkat
kesulitan dalam alat peraga, dan menarik terkait dengan daya tarik yang ada
dalam alat peraga tersebut. Sedangkan kontesktual terkait dengan bahan yang
digunakan dalam alat peraga tersebut.
Berdasarkan observasi awal peneliti pada kelas II SD N Percobaan 3
Pakem yang dilakukan sebanyak dua kali pada tanggal 27 Januari 2014 dan 29
Januari 2014 pada mata pelajaran matematika diperoleh informasi bahwa sekolah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
masih memiliki alat peraga yang terbatas dan penggunaannya juga belum
maksimal. Hal ini terlihat dari alat peraga disimpan begitu saja tanpa sering
membersihkannya dan banyaknya debu yang ada pada alat peraga tersebut.
Peneliti mengamati bahwa alat peraga yang ada di dalam kelas IIA masih terbatas
pada gambar-gambar dan papan berpaku. Selain itu, berdasarkan wawancara dan
observasi terhadap guru kelas dan tiga orang siswa kelas II pada hari Senin, 2
Februari 2014 didapatkan hasil bahwa siswa jarang menggunakan alat peraga
dalam pembelajaran matematika. Bahkan ada siswa yang menjawab kalau
menggunakan alat peraga itu menyebabkan pembelajaran berlangsung lama. Guru
juga menyampaikan secara langsung bahwa beliau jarang menggunakan alat
peraga dalam pembelajaran, hanya sesekali dengan menggunakan karet gelang
dan batu kerikil.
SD N Percobaan 3 Pakem baru-baru ini menjadi tempat uji coba alat
peraga Montessori. Pada materi pembagian kelas II dikembangkan alat peraga
matematika berbasis Montessori yang disebut papan stamp pembagian. Papan
stamp pembagian merupakan alat peraga yang diadaptasi dari alat peraga Maria
Montessori yang bernama manik emas. Manik emas ini digunakan untuk
pembagian statis maupun dinamis. Selain itu dapat digunakan pula papan
pembagian 10, papan pembagian 2
0, dan pembagian 3
0 serta tabel pembagian 1
0,
tabel pembagian 20, dan tabel pembagian 3
0. Papan stamp pembagian terdiri atas
kotak stamp, papan stamp, stamp dan kartu soal. Selanjutnya papan stamp
pembagian ini diimplementasikan pada kelas II SD N Percobaan 3 Pakem.
Bertolak dari pengimplementasian alat peraga baru di sekolah ini, peneliti ingin
mengetahui lebih jauh lagi atau secara lebih mendalam mengenai persepsi guru
dan siswa atas peggunaan alat peraga tersebut karena peneliti sebelumnya baru
menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen untuk melihat
sejauh mana pengaruh alat peraga terhadap hasil belajar siswa dan dengan metode
survei untuk mengetahui hubungan alat peraga terhadap hasil belajar siswa. Maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
dari itu peneliti memilih menggunakan metode kualitatif untuk mengetahui
persepsi siswa dan guru secara lebih mendalam dan lebih rinci lagi.
Persepsi merupakan salah satu aspek kognitif manusia yang sangat
penting yang memungkinkan untuk mengetahui dan memahami dunia
sekelilingnya. Menurut Desmita (2012: 118) persepsi adalah suatu proses
penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki untuk memperoleh atau
menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh sistem alat indera
manusia. Jadi persepsi itu mencakup dua hal yaitu stimulus-informasi dan
pengetahuan yang telah dimilikinya. Persepsi yang dibentuk oleh guru dan siswa
akan mempengaruhi sikap guru dan siswa atas penggunaan alat peraga tersebut.
Jika persepsi guru dan siswa positif terhadap penggunaan alat peraga tersebut,
sikap guru dan siswa juga akan positif terhadap alat peraga tersebut. Begitu juga
sebaliknya, jika persepsi guru dan siswa terhadap penggunaan alat peraga tersebut
negatif, sikap guru dan siswa akan negatif terhadap alat peraga tersebut.
Penelitian ini dibatasi pada persepsi guru dan siswa atas alat peraga untuk
pembagian bilangan dua angka berbasis metode Montessori dalam mata pelajaran
matematika kelas II SD. Penelitian ini fokus pada Standar Kompetensi (SK) 3.
Melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua angka dan Kompetensi
Dasar (KD) 3.2 Melakukan pembagian bilangan dua angka.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah persepsi guru terhadap alat peraga pembagian bilangan
dua angka berbasis metode Montessori?
1.2.2 Bagaimanakah persepsi siswa terhadap alat peraga pembagian
bilangan dua angka berbasis metode Montessori?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengetahui persepsi guru terhadap alat peraga pembagian bilangan
dua angka berbasis metode Montessori.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
1.3.2 Mengetahui persepsi siswa terhadap alat peraga pembagian bilangan
dua angka berbasis metode Montessori.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoretis
Hasil penelitian tersebut digunakan untuk mendapatkan gambaran
secara lebih mendalam mengenai pendapat guru dan siswa dalam
menggunakan alat peraga berbasis Montessori sehingga memberi
gambaran untuk mengembangkan atau memperbaiki produk alat
peraga Montessori yang baru saja dikembangkan.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi peneliti sendiri, telah memberikan pengalaman yang berharga
dalam menerapkan alat peraga berbasis Montessori pada
pembelajaran pembagian dua angka, sehingga dapat mengetahui
secara lebih mendalam mengenai respon siswa dan guru atas
penggunaan alat peraga.
1.4.2.2 Bagi rekan-rekan guru, penelitian ini dapat digunakan sebagai
bahan inspirasi bahwa alat peraga berbasis Montessori merupakan
salah satu metode pembelajaran yang dapat mengembangkan
kemampuan berpikir anak dan dapat digunakan untuk mengetahui
penilaian anak secara lebih mendalam mengenai alat peraga
berbasis Montessori.
1.4.2.3 Untuk perpustakaan sekolah, laporan penelitian ini dapat
menambah satu bacaan yang dapat dimanfaatkan untuk teman-
teman guru sebagai contoh Penelitian Kualitatif, terutama bagi
yang masih mengalami kesulitan melakukan Penelitian Kualitatif
dan belum berani untuk memulainya; sedangkan bagi yang sudah
biasa melakukan dapat dijadikan sebagai bahan pembanding.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1.5 Definisi Operasional
1.5.1 Persepsi adalah proses diterimanya stimulus, tanggapan, pandangan,
pemahaman, penilaian oleh individu terhadap suatu objek tertentu
melalui alat indera yang dimiliki, sehingga individu dapat
mengintepretasi stimulus yang dapat bersifat positif atau negatif dan
akan mempengaruhi perilaku individu tersebut.
1.5.2 Alat peraga merupakan alat yang digunakan dalam menyajikan proses
pembelajaran untuk mencapai suatu maksud atau tujuan tertentu.
1.5.3 Alat peraga berbasis Montessori adalah alat yang digunakan untuk
mengajar yang dirancang secara sederhana namun menarik, dan
memungkinkan siswa belajar secara mandiri untuk membantu
mengembangkan pikiran siswa sehingga siswa dapat mengetahui
kesalahan yang diperbuatnya.
1.5.4 Pembelajaran pembagian bilangan dua angka adalah pengurangan
berulang sampai habis yang meliputi dua angka atau sampai dengan
puluhan.
1.5.5 Siswa adalah narasumber yang menerima pengetahuan. Narasumber
yang di maksud di sini adalah tiga orang siswa SD kelas II-A.
1.5.6 Guru adalah pendidik profesional yang bertugas untuk mengarahkan
kegiatan belajar mengajar agar bisa mencapai tujuan pembelajaran.
Guru yang di maksud di sini adalah satu orang guru matematika kelas
II-A.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bagian ini akan dijelaskan (1) kajian pustaka dan (2) kerangka berpikir
dalam penelitian.
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Teori-teori yang Mendukung
2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak menurut Piaget
Jean Piaget merupakan seorang psikolog yang sangat terkenal dengan teori
konstruktivisme (Suparno, 2001: 5). Piaget membagi tahapan perkembangan anak
menjadi empat tahapan yaitu:
1. Tahap sensorimotor (0 sampai 2 tahun)
Tahap sensorimotor merupakan tahap awal perkembangan mental
anak. Pada tahap ini, kemampuan inteligensi anak didasarkan pada tindakan
inderawi dengan lingkungannya. Kemampuan utama anak pada tahap ini
adalah terbentuknya konsep kepermanenan objek dan kemajuan gradual dari
perilaku refleksif ke perilaku yang mengarah kepada tujuan.
2. Tahap praoperasional ( 3 sampai 7 tahun)
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal simbol untuk menunjukkan
keadaan secara kognitif. Simbol tersebut dapat berupa kata-kata dan bilangan
untuk menunjukkan suatu objek, peristiwa atau kegiatan. Pemikiran anak pada
tahap ini masih egosentris dan sentrasi.
3. Tahap operasional konkret ( 7 sampai 11 tahun)
Pada tahap ini anak ditandai dengan perbaikan dalam kemampuan
untuk berpikir secara logis. Anak mampu mengembangkan kemampuan
berpikir secara sistematis ketika melihat objek-objek dan melakukan aktivitas
nyata. Pemikiran anak tidak lagi sentrasi tapi desentrasi, dan pemecahan
masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan. Anak masih memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
keterbatasan pada hal yang bersifat konkret dan belum mampu berpikir secara
abstrak.
4. Tahap operasi formal (11 sampai dewasa)
Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis. Anak
sudah dapat memecahkan masalah melalui penggunaan eksperimentasi
sistematis.
Teori Piaget menyatakan bahwa anak akan lebih mudah belajar dengan hal-
hal yang konkret, sehingga dapat diamati oleh panca indera. Kecepatan
perkembangan tiap individu berbeda dan tidak ada individu yang melompati salah
satu dari tahapan tersebut. Pada tiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan-
kemampuan intelektual baru. Berdasarkan tahapan perkembangan kognitif anak
menurut Piaget (Suparno, 2001: 5), siswa SD berada pada rentang 7- 11 tahun
sehingga anak berada pada tahap operasional konkret. Pada tahap ini anak berada
pada tahap pemikiran konkret. Maka dari itu pada proses pembelajaran guru
diharapkan memberikan kesempatan kepada siswa melalui persentuhan dengan
benda-benda konkret sehingga anak lebih mudah memahami materi pembelajaran.
2.1.2 Metode Montessori
Metode Montessori merupakan metode pembelajaran yang dikembangkan
oleh Maria Montessori (1870-1952) dengan menggunakan konsep belajar sambil
bermain untuk anak-anak (Holt, 2008: xi). Anak-anak akan menganggap kegiatan
belajar yang mereka lakukan tak ubahnya seperti bermain, bahkan berbentuk
permainan. Montessori sendiri mengungkapkan bahwa metode pembelajaran yang ia
miliki merupakan metode yang mengembangkan kebebasan berkarakter dengan cara
yang mengagumkan dan luar biasa (Montessori, 2002: 33). Metode Montessori
memanfaatkan panca indera untuk mempelajari suatu hal dengan menggunakan alat
peraga, alat peraga tesebut akan membawa anak pada konsep abstrak, berlanjut dari
konsep abstrak anak dapat berpikir ke moralitas (Montessori, 2002: 41). Dr.
Montessori percaya terhadap penghargaan atau nilai, arti atau penghargaan pada
anak, sehingga metodenya tidak membeda-bedakan anak atau membandingkan anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
pada anak normal atau anak sesuai standar menurut pertimbangan yang baik oleh
sistem pendidikan tradisional.
Metode Montessori membimbing anak untuk lebih mandiri. Dalam metode
Montessori anak tidak hanya mengembangkan kemampuan akademis, tetapi mereka
dibimbing untuk mengembangkan kreativitas kehidupan sosial, fisik, dan emosi.
Montessori mengajarkan anak-anak kebenaran yang mendasar tentang bahasa,
matematika, biologi, dan sebagainya. Anak-anak belajar dengan bertindak dan
dengan percobaan. Walaupun pembelajaran metode Montessori terstruktur, namun
anak-anak diberikan kebebasan untuk memilih apa yang akan mereka kerjakan dan
kapan mereka akan mengerjakannya, mereka sering bekerja secara kolaboratif
(Lillard, 2005: 328). Lingkungan secara khusus dipersiapkan untuk siswa supaya
memungkinkan mereka berinteraksi secara bebas dan lepas.
Montessori menemukan metode belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan anak didiknya melalui berbagai percobaan dan observasi yang
dilakukannya di Casa dei Bambini atau rumah anak-anak. Pengamatan yang telah
dilakukan Montessori menemukan kebutuhan-kebutuhan anak di antaranya
kesenangan dalam belajar, cinta keteraturan, kebutuhan untuk mandiri, kebutuhan
untuk didengar dan dihargai, dan minat.
2.1.3 Alat Peraga
2.1.3.1 Pengertian
Pengertian alat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
barang yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu, mencapai suatu maksud tertentu,
sedangkan peraga merupakan alat media pengajaran untuk meragakan sajian
pelajaran (KBBI, 2008). Sependapat dengan hal tersebut Sudono (2010: 14)
mengungkapkan bahwa alat peraga adalah alat yang berfungsi untuk menerangkan
suatu mata pelajaran tertentu dalam suatu proses belajar mengajar. Hal ini diperkuat
oleh Anitah (2010: 83) bahwa alat peraga sebaiknya digunakan apabila alat peraga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
tersebut mendukung tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan. Anitah (2010:
4) mengatakan bahwa alat peraga merupakan sarana yang dapat membawakan pesan
dari pemberi kepada penerima. Sedangkan Sumantri (2001: 152) menyebutkan bahwa
alat peraga merupakan alat pembantu pengajaran yang mudah memberi pengertian
kepada peserta didik.
Sementara itu jika merujuk pada fungsi, Munadi (2010:37-38) mengatakan
bahwa fungsi utama dari alat peraga merupakan sumber belajar yang akan menuntun
anak mencapai konsep pembelajaran hingga sampai pada tujuan pembelajaran dengan
batasan-batasan tertentu. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa alat
peraga merupakan salah satu sumber belajar yang dapat digunakan untuk menyajikan
pelajaran guna mencapai suatu maksud tertentu.
2.1.3.2 Alat Peraga Montessori
Montessori mendefinisikan alat peraga sebagai alat yang digunakan untuk
mengajar anak yang dirancang secara sederhana namun terlihat menarik,
memungkinkan pemerolehan pengetahauan yang lebih banyak, belajar secara mandiri
serta belajar mengetahui kesalahan yang mereka buat saat belajar (Lillard, 1997:11).
Alat peraga matematika Montessori tidak dirancang untuk “mengajar matematika”
(Hainstock, 1997: 137) tetapi untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan
matematisnya. Kemampuan matematis meliputi: memahami perintah, urutan,
abstraksi, dan memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuan-pengetahuan
yang dimiliki menjadi suatu konsep baru.
2.1.3.3 Ciri-ciri Alat Peraga Montessori
Pada metode Montessori, alat peraga mempunyai peranan yang penting dalam
tahap perkembangan siswa. Alat peraga yang dihasilkan oleh Maria Montessori
memiliki warna-warna cerah, mudah dimanipulasi, dan berbahan dasar kayu yang
ringan namun memiliki daya tahan yang baik. Ciri-ciri umum alat peraga Montessori
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
adalah (a) menarik, (b) bergradasi, (c) auto-correction, dan (d) auto-education
(Montessori, 2002: 169-179). Selain keempat ciri tersebut peneliti menambahkan satu
ciri terkait yaitu kontekstual.
a. Menarik
Bagi anak-anak pembelajaran dimaksudkan untuk mengembangkan seluruh
potensi anak melalui panca indera. Anak akan berminat ketika melihat sesuatu
yang baru, karena hal baru biasanya asing dan akan menarik perhatianya.
Setiap alat dan media pembelajaran harus memiliki nilai keindahan baik dari
segi warna yang menarik maupun kecerahannya. Montessori mewujudkan itu
ke dalam alat peraganya. Warna-warna yang digunakan pada alat peraga
Montessori merupakan warna terang dan lembut. Alat-alat peraga dibuat
menarik dalam arti membangkitkan hasrat anak untuk ingin menyentuh,
meraba, memegang, merasakan, dan mempergunakannya untuk belajar.
Landasan tersebut terutama digunakan Montessori untuk menciptakan alat
peraga sensorial yang mengarah pada pengaktifan dan pemekaan seluruh
indera manusia (Montessori, 2002: 174).
b. Bergradasi
Alat peraga Montessori mempunyai rangsangan rasional yang bergradasi
(Montessori, 2002: 175). Penekanan gradasi dalam pembelajaran Montessori
terletak pada rasional anak yang terbentuk secara bertahap ketika bekerja
menggunakan alat peraga. Alat peraga Montessori mempunyai gradasi
rangsangan warna, bentuk, maupun usia anak. Ada dua jenis gradasi menurut
Montessori yakni gradasi umur dan gradasi rangsangan yang rasional.
Ketika guru memperkenalkan gradasi bentuk, misalnya dengan menggunakan
permainan pink tower terdiri dari 10 kubus dengan kubus paling besar
memiliki sisi 10 centimeter. Kubus yang lebih kecil berikutnya selalu
memiliki ukuran sisi 1 centimeter lebih kecil. Anak akan mencoba menyusun
menara mulai dengan kubus yang paling besar yang ada di posisi paling
bawah sampai kubus yang paling kecil di posisi paling atas. Dengan itu anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
belajar membeda-bedakan besar-kecil dan berat-ringan suatu objek
(Montessori, 2002: 174).
c. Auto-correction
Alat peraga yang baik adalah alat peraga yang mempunyai pengendali
kesalahan. Tujuan pengendali kesalahan ini adalah untuk membantu anak
mengoreksi sendiri kekeliruan yang dibuat tanpa perlu diberi tahu oleh orang
lain. Kemampuan ini memungkinkan anak untuk mengetahui secara mandiri
bahwa ia harus mencoba lagi karena sedang terjadi kesalahan ketika sedang
belajar. Tidak hanya pada alat peraga dan media pembelajaran melainkan juga
lingkungan yang dipersiapkan harus selalu memiliki nilai pengendali
kesalahan. Misalnya, ketika seorang anak berumur tiga tahun sedang berlatih
dengan inkastri slinder (incastri solidi). Ia akan mengetahui kesalahanya
ketika salah memasukan silinder, sehingga permukaan balok menjadi tidak
rata, lubang terlalu lebar ataupun terlalu sempit sehingga silinder tidak dapat
masuk dengan sempurna ataupun ada satu silinder yang tidak dapat
dimasukan ke tempatnya (Montessori, 2002: 169). Dengan demikian alat yang
memiliki sistem pengendalian kesalahan dapat berfungsi sebagai pendidik
bagi siswa.
d. Auto-education
Alat peraga Montessori dirancang untuk menumbuhkan kemandirian anak,
pengembangan kemampuan secara mandiri tanpa ada campur tangan dari
orang dewasa. Kemandirian tersebut menuntut self regulation yang baik pada
diri anak. Berdasarkan umur siswa dan tahap perkembangan yang sedang
dialaminya, maka alat peraga dan media pembelajaran harus dibuat sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhannya. Saat bekerja anak dapat membawa
dan mempergunakan alat peraga sendiri. Menurut Montessori, hal utama yang
harus memberikan pengetahuan pada anak adalah lingkungan, teman, dan alat
peraga (Montessori, 2002: 106). Montessori tidak menggunakan istilah guru
tetapi direktis, hal ini disebabkan orang dewasa lebih menjalankan peran
untuk mengarahkan perkembangan fisik dan psikis anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
e. Kontekstual
Ciri yang terakhir ini bukanlah sesuatu yang wajib ada dan dimiliki oleh alat
peraga berbasis Montessori, namun hanya upaya yang dilakukan untuk
memanfaatkan bahan-bahan yang sesuai dengan konteks lokal daerah di mana
sekolah Montessori didirikan, sehingga dapat menekan banyak biaya
operasional pembuatan alat peraga.”Konteks” berasal dari kata kerja Latin
contexere yang berarti “menjalin bersama”. Kata “konteks” merujuk pada
“keseluruhan situasi, latar belakang atau lingkungan” yang berhubungan
dengan diri, yang terjalin bersamanya (Johnson, 2009: 83). Sehingga konteks
dapat merujuk pada lingkungan tempat tinggal, keluarga, teman, sekolah,
pekerjaan, dsb (Johnson, 2007: 83).
Dalam mengembangkan alat peraganya, Montessori memanfaatkan bahan
seadanya di sekitar pemukiman kumuh. Montessori memanfaatkan
lingkungan sebagai konteks pembelajaran tanpa batas. Penelitian mengenai
otak memberi tahu bahwa pengaruh lingkungan lebih besar daripada yang
dibayangkan (Johnson, 2009: 55).
2.1.4 Persepsi
2.1.4.1 Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan salah satu aspek kognitif manusia yang sangat penting
yang memungkinkan untuk mengetahui dan memahami dunia sekelilingnya. Persepsi
merupakan sebuah istilah yang sudah familiar didengar dalam percakapan sehari-hari.
Istilah persepsi berasal dari bahasa Inggris “perception” yang berasal dari bahasa
Latin “perception” yang berarti menerima atau mengambil (Desmita, 2012: 445).
Persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki untuk
memperoleh atau menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh sistem
alat indera manusia (Desmita, 2012: 118). Jadi persepsi pada dasarnya menyangkut
hubungan manusia dengan lingkungannya, bagaimana individu mengerti dan
menginterpretasi lingkungannya dengan pengetahuan yang dimiliki kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
individu memproses hasil penginderaannya dan timbullah makna tentang objek yang
dipersepsi. Sedangkan menurut Slameto (2003: 102) persepsi adalah proses
menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia melalui alat
inderanya yaitu indera penglihatan, pencium, pendengar, peraba, dan perasa. Dalam
mempersepsi suatu objek, orang atau peristiwa, makin baik suatu objek, orang atau
peristiwa, makin dapat diingat objek, orang atau peristiwa tersebut.
Menurut Wood (2013: 70) persepsi adalah proses aktif untuk menciptakan
makna dengan cara menyeleksi, menyusun, dan mengintepretasi manusia, objek,
peristiwa, situasi, atau fenomena lainnya. Artinya seorang individu aktif merasakan
apa yang terjadi di dalam dirinya dan proses interaksi yang dialaminya, lalu dia
memilih informasi yang penting yang kemudian disusun dan diorganisasikan.
Menurut Devito (dalam Sobur, 2003: 445), persepsi adalah proses kita
menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indera kita. Hasil
persepsi seseorang mengenai suatu objek dapat berbeda dengan individu lainnya,
tergantung dengan penampilan objek itu sendiri dan pengetahuan individu tersebut
mengenai objek. Ajzen dan Fishbein (1975) mengatakan bahwa setiap individu akan
memiliki persepsi yang bersifat positif atau negatif terhadap suatu objek, sehingga
akan mempengaruhi pula sikap positif atau negatif terhadap objek yang dipersepsi
tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu
proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki untuk memperoleh dan
menginterprestasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh sistem alat indera,
bagaimana ia mengerti dan menginterpretasikan stimulus yang ada di lingkungannya
dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Setelah individu
menginderakan objek di lingkungannya, kemudian ia memproses hasil penginderaan
itu, sehingga timbullah makna tentang objek itu yang dapat bersifat positif atau
negatif dan akan mempengaruhi sikap individu tersebut terhadap objek yang
dipersepsi. Proses persepsi dapat meliputi (Sobour, 2003: 447):
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
a. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar,
intensitas atau stimulus. Dalam proses ini, struktur kognitif yang telah ada
dalam kepala akan menyeleksi, membedakan data yang masuk dan memilih
data mana yang relevan sesuai dengan kepentingan dirinya.
b. Interpretasi yaitu proses mengorganisasai informasi sehingga mempunyai arti
bagi seseorang. Interpretasi bergantung pada kemampuan seseorang dalam
mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.
c. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku
sebagai reaksi. Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi,
dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.
2.1.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Menurut Walgito (1993: 56) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah:
a. Perhatian yang selektif. Perhatian merupakan pemusatan pikiran terhadap
suatu objek dan pada saat yang sama mengabaikan objek yang lainnya.
Perhatian mengindikasi adanya kesediaan individu untuk mengadakan
persepsi. Rangsangan yang mendapatkan perhatian individu akan disadari
lebih mendalam dan ditanggapi dengan cepat. Sedangkan rangsangan yang
kurang mendapat perhatian dari individu kurang disadari dan kurang
ditanggapi oleh individu.
b. Rangsang. Perhatian individu terhadap rangsangan turut ditentukan oleh ciri-
ciri yang dimiliki oleh rangsangan tersebut. Berdasarkan familiaritas, objek
yang sudah dikenal akrab akan mudah dipersepsi dibandingkan dengan objek
asing atau baru. Berdasarkan ukuran, objek yang berukuran lebih besar akan
mudah dipersepsi daripada objek yang berukuran kecil. Berdasarkan
intensitas, objek yang memiliki warna tajam akan lebih mudah dikenali
daripada objek yang memiliki warna tipis atau kurang tajam. Berdasarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
gerak, objek yang bergerak cenderung lebih mudah dipersepsi dibandingkan
objek yang diam (Suharnan, 2005: 59).
c. Nilai dan kebutuhan individu. Individu akan menaruh perhatian kepada
rangsangan yang akan bernilai baginya dibandingkan dengan rangsangan yang
kurang bernilai. Individu juga akan menaruh perhatian kepada rangsangan
yang sesuai dengan kebutuhannya. Hasil persepsi terhadap objek yang sama
dapat berbeda antara individu yang satu dengan lainnya.
d. Pengalaman terdahulu. Perhatian individu terhadap rangsangan juga
ditentukan oleh pengalaman akan rangsangan yang dimiliki oleh individu
dalam pengalaman sebelumnya. Jika individu telah mempunyai pengalaman
dengan objek terdahulu yang sama, objek tersebut akan lebih mudah
dipersepsi daripada dengan objek yang baru.
Sedangkan menurut Wood (2010: 79 - 85) faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi adalah:
a. Fisiologi. Perbedaan kemampuan indera dan kemampuan fisiologis adalah
salah satu alasan mengapa setiap orang dapat memiliki persepsi berbeda untuk
hal yang sama. Jika sedang lelah, individu cenderung melihat sesuatu dari
persepektif negatif. Dalam kondisi lelah candaan dari teman dapat ditanggapi
secara emosional. Kondisi medis juga menjadi salah satu faktor fisiologis
yang mempengaruhi persepsi manusia. Seorang yang mengonsumsi narkotika
pasti paham jika di bawah narkotika, seorang bisa menjadi lebih depresi,
paranoid, dan bahagia secara berlebihan.
b. Usia. Persepsi manusia juga tergantung pada usia. Persepsi uang pada usia 6
tahun dan 20 tahun pasti berbeda. Usia juga mempengaruhi persepsi kita pada
waktu. Misalnya seorang anak yang berusia 8 tahun mengatakan bahwa satu
tahun itu merupakan waktu yang lama, tetapi saya tidak sependapat. Ketika
tumbuh dewasa dan semakin berpengalaman, perspektif kita pada banyak hal
juga ikut berubah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
c. Budaya. Budaya adalah keseluruhan nilai, norma, kepercayaan, dan
pemahaman dari interpretasi terhadap pengalaman yang melingkupi
sekelompok manusia. Budaya membentuk pola kehidupan dan memandu
bagaimana cara manusia berpikir, merasakan, dan berkomunikasi (Lee, 2000).
d. Lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang dimiliki berpengaruh terhadap
bagaimana kita memandang segala sesuatu. Misalnya orang-orang yang
berkuasa dan memiliki status sosial cenderung berkeinginan mempertahankan
lingkungan yang memberikan hak khsusus pada mereka. Jadi, mereka tidak
mungkin kekurangan secara materi.
e. Diri sendiri. Seorang individu melihat hubungan interpersonal pada orang
dengan gaya kelekatan yang berbeda-beda. Orang dengan gaya kelekatan
aman menilai bahwa dirinya adalah orang yang dicintai dan dapat dipercaya.
Thoha (2003: 154), menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang meliputi (a) faktor intern, antara lain perasaan, sikap dan kepribadian
individual, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar,
keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat dan motivasi
dari individu; dan (b) faktor ekstern, antara lain latar belakang keluarga, informasi
yang diperoleh, pengetahuan dan kebudayaan sekitar, intensitas, ukuran,
keberlawanaan, pengulangan gerakan, hal-hal baru dan familiar atau
ketidakasingan suatu objek.
Berdasarkan beberapa faktor di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi persepsi meliputi faktor internal yang berasal dari dalam diri
seperti perasaan, sikap, perhatian, rangsang, kebutuhan individu, pengalaman
yang dimiliki dan fisiologi, sedangkan faktor eksternal yang berasal dari luar diri
dapat berupa budaya, lingkungan sosial, dan informasi yang diperoleh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
2.1.4.3 Persepsi terhadap alat peraga Montessori
Salah satu aspek yang mempengaruhi transfer pengetahuan yang efektif
adalah aspek kognitif. Aspek kognitif dapat berupa persepsi seperti yang telah
dijelaskan di atas. Tanpa persepsi yang benar, manusia akan mengalami kesulitan
untuk menangkap dan memaknai berbagai fenomena, informasi atau data di
sekitarnya, karena persepsi merupakan proses yang menyangkut masuknya
informasi ke dalam otak manusia. Persepsi individu terhadap objek tertentu akan
mempengaruhi pikirannya. Artinya, persepsi seseorang akan memungkinkannya
untuk memberi penilaian terhadap kondisi stimulus. Penilaian (appraisal)
seseorang terhadap suatu stimulus biasanya dilakukan melalui proses kognitif,
yaitu proses mental yang memungkinkan seseorang mengevaluasi, memaknai dan
menggunakan informasi yang diperoleh inderanya. Jadi, meskipun persepsi
bergantung pada indera manusia, proses kognitif yang ada pada diri manusia akan
memungkinkan terjadinya proses penyaringan, perubahan atau modifikasi dari
stimulus yang ada. Persepsi dipengaruh oleh pengalaman yang dimiliki
narasumber (Walgito, 1993: 56), jika individu telah mempunyai pengalaman
dengan objek terdahulu yang sama, objek tersebut akan lebih mudah dipersepsi
daripada dengan objek yang baru. Kemudian hasil perpsepsi tersebut akan
mempengaruhi sikap yang diambil oleh narasumber. Oleh karena itu sikap selalu
terbentuk atau dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek tertentu, yaitu
melalui proses persepsi terhadap objek tersebut. Hubungan yang positif atau
negatif antara individu dengan objek tertentu, akan menimbulkan sikap tertentu
pula dari individu terhadap objek tersebut, sehingga persepsi dapat mempengaruhi
intensi seseorang dalam melakukan sesuatu.
Faktor yang menentukan intensi seseorang adalah sikap terhadap perilaku
yang dimaksud, bila seorang individu mempunyai sikap yang negatif pada
seseorang atau objek, orang tersebut akan mempunyai kecenderungan untuk
menunjukkan sikap yang negatif pula kepada orang atau objek yang dipersepsi.
Hal ini berarti bahwa jika persepsi seseorang mengenai alat peraga itu bagus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
intensinya akan tinggi menggunakan alat peraga tersebut dan sebaliknya jika
persepsi seseorang mengenai alat peraga sudah jelek maka intensinya untuk
menggunakan alat peraga tersebut lemah.
Objek sikap akan dipersepsi oleh individu, dan hasil persepsi akan
dicerminkan dalam sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan yaitu
tindakan yang dilakukannya. Dalam mempersepsi objek sikap individu akan
dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, keyakinan, proses belajar, kemudian
hasil proses persepsi ini merupakan pendapat atau keyakinan individu mengenai
objek sikap, dan ini berkaitan dengan segi kognisi. Afeksi akan mengiringi hasil
kognisi terhadap objek sikap sebagai aspek evaluatif, yang dapat bersifat positif
atau negatif. Keadaan lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap objek
sikap maupun pada individu yang bersangkutan. Berikut ini adalah bagan persepsi
(Walgito, 2003: 116):
Gambar 2.1. Gambar persepsi yang dikutip dari Walgito
Kepribadi
an
Kognisi
Afeksi
Sikap
Persepsi
Objek sikap
Pengalaman Pengetahuan Keyakinan Proses belajar
Faktor-faktor
lingkungan
yang
berpengaruh
Evaluasi
Senang/ tak senang
Bertindak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Bagan tersebut kemudian dimodifikasi atau disederhankan sesuai dengan
kebutuhan peneliti mengenai persepsi. Berikut adalah bagan persepsi yang telah
dimodifikasi:
Gambar 2. 2. Gambar persepsi yang dimodifikasi
Pengalaman yang dimiliki narasumber mengenai suatu objek tertentu akan
memunculkan persepsi tertentu kepada narasumber. Persepsi yang dimiliki oleh
narasumber (dalam hal ini guru dan siswa) dapat berbeda-beda, sesuai dengan
pengalaman yang telah didapatkan dengan menggunakan objek tersebut. Hasil
persepsi akan mempengaruhi sikap yang diambil oleh narasumber. Sikap ini akan
dibuktikan atau ditunjukkan dengan tindakan atau aktivitas nyata yang dilakukan
narasumber. Dalam hal ini, pembelajaran matematika dilakukan menggunakan
alat peraga Montessori yang baru bagi siswa maupun bagi guru. Siswa diharapkan
untuk dapat ikut terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Guru juga
diharapkan untuk menggunakan alat peraga baru yang konkret dalam
menyelesaikan permasalahan matematika. Alat peraga baru yang belum pernah
digunakan oleh guru maupun siswa akan memberikan pengalaman yang baru
kepada guru dan siswa. Pengalaman yang dimiliki mengenai alat peraga akan
memunculkan persepsi tertentu kepada guru dan siswa. Hasil persepsi tersebut
akan mempengaruhi sikap yang akan diambilnya, kemudian sikap tersebut akan
- Hasil belajar
- Pemikiran
- Perasaan
- Kepercayaan
- Perilaku
- Perasaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
dibuktikan dengan tindakan atau aktivitas nyata yang dilakukan narasumber. Jika
persepsi siswa dan guru mengenai alat peraga tersebut positif, intensi guru dan
siswa akan besar dalam menggunakan alat peraga berbasis Montessori tersebut,
sebaliknya jika persepsi siswa dan guru mengenai alat peraga tersebut negatif atau
jelek, akan mempengaruhi sikap narasumber terhadap penggunaan alat peraga
tersebut. Di sinilah peran persepsi dalam proses transfer pengetahuan dengan
menggunakan alat peraga yang baru.
2.1.5 Pembelajaran Matematika di Kelas
2.1.5.1 Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang guru
dalam mengarahkan interaksi siswa ke dalam sumber belajar untuk mencapai tujuan
tertentu (Triyanto, 2009: 17). Abdullah (2013: 40) pembelajaran adalah penyediaan
kondisi yang mengakibatkan terjadinya proses belajar pada peserta didik. Penyediaan
kondisi dapat dilakukan dengan bantuan pendidik (guru) atau ditemukan sendiri oleh
siswa (belajar secara otodidak). Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani
“mathein” atau “mathenein” yang berarti mempelajari. Menurut kamus besar Bahasa
Indonesia matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara
bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah
mengenai bilangan.
Matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir (Hudojo,
2001: 45). Karena itu matematika sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
sehingga matematika perlu dibekalkan kepada setiap peserta didik dari Sekolah Dasar
(SD) sampai perguruan tinggi. Akan tetapi matematika yang ada pada hakekatnya
suatu ilmu yang cara bernalarnya deduktif formal dan abstrak, harus diberikan kepada
anak-anak sejak SD yang cara berpikirnya masih pada tahap operasional konkret
(Hudojo, 2001: 45).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Jadi pembelajaran matematika merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh
seseorang dalam mengarahkan siswa untuk mengembangkan cara berpikir tentang
bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang
digunakan dalam penyelesaian masalah.
2.1.5.2 Materi Pembagian di Kelas II SD
Seperti yang sudah dikemukakan di atas bahwa pembelajaran matematika
dibekalkan kepada siswa Sekolah Dasar. Tujuannya adalah untuk mengembangkan
cara berpikir siswa. Banyak materi pembelajaran matematika yang dibekalkan di SD
akan tetapi dalam penelitian ini lebih fokus kepada materi mengenai pembagian.
Pembagian diajarkan di kelas II SD pada semester genap. Standar Kompetensi
tentang pembagian untuk kelas II adalah 3. Melakukan perkalian dan pembagian
bilangan sampai dua angka. Sedangkan Kompetensi Dasaranya adalah 3.2
Melakukan pembagian bilangan dua angka.
Pembagian merupakan lawan dari perkalian. Pembagian disebut juga
pengurangan berulang sampai habis (Heruman, 2007: 26). Kemampuan prasyarat
yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari konsep pembagian adalah pengurangan
dan perkalian. Jadi jika siswa sudah paham dengan konsep pengurangan dan
perkalian akan lebih mudah dalam mempelajari pembagian. Sebaliknya, jika siswa
belum paham dengan konsep pengurangan dan perkalian siswa akan kesulitan
memahami konsep pembagian.
2.1.6 Hasil Penelitian yang Relevan
2.1.6.1 Alat Peraga Matematika
Sumiaty (2009) melakukan penelitian mengenai penggunaan alat peraga tiga
dimensi dalam meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan geometri
bangun ruang. Penelitian dilakukan pada kelas IV di Sekolah Dasar Negeri 02
Nagrikaler (SDN 02 Nagrikaler) Purwakarta tahun ajaran 2006/ 2007. Pembelajaran
matematika di kelas dirasa belum optimal, oleh karena itu diadakan Penelitian
Tindakan Kelas dengan pendekatan kualitatif, yakni suatu penelitian yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
mendasarkan diri kepada fakta dan analisis perbandingan, bertujuan untuk
mengadakan generalisasi empirik, menetapkan konsep-konsep, membuktikan teori
dan mengembangkannya, serta pengumpulan data dan analisis datanya berjalan pada
waktu yang bersamaan (Nazir, 1999: 68). Sebelum menggunakan alat peraga tiga
dimensi, para siswa tidak termotivasi, sehingga pembelajaran matematika belum
memperoleh hasil secara optimal. Hasil evaluasi pra siklus dengan rata-rata kelas
hanya sebesar 3,07. Pembelajaran mulai nampak hidup setelah guru menggunakan
alat peraga tiga dimensi dalam pokok bahasan bangun ruang balok dan kubus. Hasil
evaluasi pada siklus pertama dengan rata-rata kelas mencapai 6,46. Setelah
menggunakan alat peraga tiga dimensi, hasil pembelajaran matematika pokok
bahasan Geometri Bangun Ruang balok dan kubus menunjukkan peningkatan hasil
belajar. Dari empat kali perbaikan pembelajaran, didapat rata-rata kelas pada siklus
pertama sebesar 6,46, namun, pada siklus kedua menjadi 5,33 atau 36,67%. Lonjakan
yang sangat mencolok diperoleh pada evalusai siklus ketiga dengan rata-rata kelas
mencapai 8,33 (76,67%), dan pada siklus keempat lebih meningkat lagi dengan
peroleh rata-rata kelas mencapai 9,13 atau 96,67%.
Latifa (2013) melakukan penelitian mengenai penggunaan alat peraga meteran
untuk meningkatkan hasil belajar matematika bagi siswa berkesulitan belajar
matematika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan
alat peraga meteran dalam meningkatkan hasil belajar matematika dengan materi
perkalian pada siswa berkesulitan belajar matematika kelas III SDN Kartodipuran
tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian dilakukan dengan metode Penelitian Tindakan
Kelas. Narasumbernya adalah 2 siswa yang mengalami kesulitan belajar terdiri atas 1
laki-laki dan 1 perempuan. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi,
tes, dan analisis dokumen. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis
deskriptif kuantitatif dan analisis kritis. Berdasarkan hasil penelitian, dapat
disimpulkan bahwa penggunaan alat peraga meteran dapat meningkatkan hasil belajar
matematika materi perkalian pada siswa berkesulitan belajar matematika kelas III
SDN Kartodipuran Surakarta tahun pelajaran 2012/2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
2.1.6.2 Persepsi Guru dan Siswa
Adiningsih (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh persepsi siswa
tentang Metode Mengajar Guru dan Kemandirian Belajar terhadap Prestasi Belajar
Akuntansi Siswa. Penelitian ini dilakukan pada kelas X Program Keahlian Akuntansi
SMK Batik Perbaik Purworejo Tahun ajaran 2011/2012. Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa persepsi siswa tentang metode mengajar guru terhadap prestasi
belajar Akuntansi siswa kelas X Program keahlian Akuntansi SMK Batik Perbaik
Purworejo Tahun Ajaran 2011/2012, dengan dan
. Hal ini menunjukkan bahwa metode mengajar guru
menentukan persepsi siswa dan dan mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Asyah (2005) melakukan penelitian mengenai hubungan kepercayaan diri dan
persepsi siswa terhadap matematika dengan hasil belajar matematika. Penelitian ini
dilakukan di SMP N Se-kota Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien
pada taraf signifikansi dan koefisien determinasi
Hal ini menunjukkan bahwa 43% variasi hasil belajar matematika ditentukan oleh
persepsi siswa terhadap matematika. Dari hasil penelitian diambil kesimpulan bahwa
kepercayaan diri dan persepsi siswa terhadap matematika dengan hasil belajar
matematika dari siswa SMP N se-kota Medan berada dalam kategori baik. Dengan
kesimpulan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antar kepercayaan diri dan
persepsi siswa terhadap matematika dengan hasil belajar matematika secara sendiri
maupun bersama-sama.
2.1.6.3 Metode Montessori
Susanti (2013) melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui penerapan
metode Montessori di Kelompok Bermain Talenta Kabupaten Bandung. Adapun
metode yang digunakan oleh peneliti adalah kualitatif deskriptif. Sedangkan sampel
penelitian adalah anak didik di Kelompok Bermain Talenta pada tahun ajaran 2012-
213 yang berjumlah 48 anak didik. Teknik pengumpulan data yang dipilih peneliti
adalah kepustakaan, penelitian lapangan dan waancara. Dari hasil penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
menunjukkan bahwa penerapan Montessori di Kelompok Bermain Talenta Kabupaten
Bandung memiliki dampak yang positif terhadap keterampilan motorik halus anak
didik di mana anak didik mengalami peningkatan menjadi lebih terampil/ luwes, lebih
mahir dan mandiri dan kekuatan dari motorik halusnyapun mulai terlihat lebih baik
dari ketika pertama kali mereka masuk.
Rinke, Gimbel, Haskell (2012) melakukan penelitian dengan tujuan
mengetahui perubahan lingkungan belajar kelas Montessori untuk mengembangkan
minat belajar siswa di lingkungan. Penelitian ini memiliki relevansi mengenai
lingkungan belajar di kelas Montessori. Penelitian ini menggunakan metode etnografi
dalam empat kelas Montessori di tingkat SD. Setting penelitian ini adalah empat kelas
di kelas Montessori dengan narasumber penelitian yaitu para siswa di kelas SD
tersebut. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa lingkungan belajar Montessori
memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan minat dalam ilmiah dan
komunikasi tentang ilmu pengetahuan dalam berbagai cara.
Dari berbagai penelitian di atas dapat kita ketahui bahwa penelitian mengenai
penggunaan alat peraga matematika khususnya alat peraga tiga dimensi dapat
membantu meningkatkan hasil belajar siswa (Sumiaty, 2009). Alat peraga juga dapat
membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar matematika (Latifa, 2013).
Penelitian yang lain yaitu mengenai persepsi menemukan bahwa metode mengajar
guru menentukan persepsi siswa dan mempengaruhi prestasi belajar mereka
(Adiningsih, 2012). Selain itu, hasil belajar matematika ditentukan oleh persepsi
siswa terhadap matematika (Asyah, 2005). Penelitian berikutnya mengenalkan
mengenai metode Montessori yang dapat mengembangkan minat belajar (Rinke,
Gimbel, dan Haskell, 2012). Penelitian yang lain menemukan bahwa anak didik
mengalami peningkatan menjadi lebih terampil atau luwes ketika menggunakan
metode Montessori (Susanti, 2013). Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan
dan berbagai dampak implementasi dari pendidikan Montessori dibanding metode
tradisional, salah satunya dalam pembelajaran matematika. Dari penelitian ini
menyiratkan bahwa metode Montessori sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran
matematika yang kemudian mengilhami dalam penelitian pengembangan alat peraga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Montessori. Meskipun demikian, penelitian-penelitian mengenai
pengembangan alat peraga Montessori yang disertai dengan evaluasi belum banyak
dipublikasikan. Oleh karena itu, penelitian yang akan dilakukan kali ini adalah
mengetahui persepsi narasumber terhadap penggunaan alat peraga Montessori dengan
metode kualitatif.
Gambar 2. 3 Literature map dari penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan
Alat Peraga Metode Montessori
Sumiaty (2009)
Alat peraga tiga dimensi -
hasil belajar siswa.
Latifa (2013)
Alat peraga meteran - hasil
belajar matematika.
Yang perlu diteliti
Persepsi Guru dan Siswa atas Penggunaan Alat
Peraga Matematika berbasis Montessori pada
Pembelajaran Pembagian Bilangan Dua Angka.
Persepsi
Adiningsih (2012)
Persepsi siswa - prestasi
belajar akuntansi.
Susanti (2013)
Metode Montessori -
kemampuan motorik halus
anak.
Asyah ( 2005)
Persepsi siswa - hasil
belajar matematika.
Rinke (2012)
Lingkungan belajar kelas
Montessori - minat belajar
siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
2.2 Kerangka Berpikir
Rata-rata usia Sekolah Dasar (SD) berkisar antara umur 7- 12 tahun. Berdasarkan
teori perkembangan Perkembangan Piaget, anak pada usia tersebut berada dalam
tahap operasional konkret (Suparno, 2001: 69). Pada tahap ini perkembangan anak
ditandai dengan perbaikan dalam kemampuan untuk berpikir secara logis. Anak
mampu mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis ketika melihat objek-
objek yang konkret dan melakukan aktivitas nyata. Pemikiran anak tidak lagi
sentralisasi tapi desentralisasi, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh
keegosentrisan. Anak masih memiliki keterbatasan pada hal yang bersifat abstrak.
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan oleh guru di dalam
kelas. Matematika merupakan suatu ilmu yang mengembangkan cara bernalar
deduktif formal dan abstrak. Dalam pembelajaran matematika dibutuhkan suatu alat
peraga yang dapat digunakan untuk memberikan gambaran yang nyata atau konkret
kepada siswa, sehingga anak yang belum mampu berpikir secara abstrak dapat
terbantu dengan adanya alat peraga. Selain itu alat peraga dalam pembelajaran
matematika juga dapat digunakan mendukung kegiatan belajar agar kemampuan
dasar siswa dalam berhitung dapat berkembang secara maksimal serta menumbuhkan
ketertarikan siswa dalam belajar.
Banyak materi pembelajaran matematika yang diajarkan di Sekolah Dasar salah
satunya adalah materi mengenai pembagian. Materi pembagian di SD diajarkan pada
kelas II dengan kompetensi dasarnya adalah pembagian bilangan dua angka. Operasi
pembagian dalam matematika di SD merupakan operasi pengurangan berulang
sampai habis dengan hasil yang didapatkan sama banyak. Banyak kasus ditemukan
anak SD kurang memiliki keterampilan dalam operasi pembagian karena
pembelajaran yang disajikan oleh guru masih menggunakan metode ceramah. Hal
inilah yang menyebabkan para siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep
pembagian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Alat peraga berbasis Montessori dapat membantu pemahaman siswa akan suatu
konsep pembelajaran. Metode Montessori merupakan metode pembelajaran yang
dikembangkan oleh Maria Montessori (1870-1952) dengan menggunakan konsep
belajar sambil bermain untuk anak-anak (Holt, 2008: xi). Metode Montessori
membimbing anak untuk lebih mandiri. Dalam metode Montessori anak tidak hanya
mengembangkan kemampuan akademis, tetapi mereka dibimbing untuk
mengembangkan kreativitas kehidupan sosial, fisik, dan emosi. Ciri utama dari alat
peraga Montessori adalah menarik, bergradasi, mempunyai auto correction,
mempunyai auto education dan kontekstual.
Alat peraga matematika Montessori tidak dirancang untuk “mengajar
matematika” tetapi untuk membantu siswa mengembangkan pikiran matematikanya
seperti memahami perintah, urutan, abstraksi, dan memiliki kemampuan untuk
mengkonstruksi pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki menjadi suatu konsep baru.
Alat peraga Montessori adalah alat baru yang belum pernah digunakan oleh guru
maupun siswa ketika pembelajaran. Ketika mengenalkan dan menggunakan alat
peraga baru pasti akan memunculkan persepsi yang beragam oleh guru maupun
siswa.
Persepsi adalah proses diterimanya stimulus terhadap suatu objek tertentu melalui
alat indera, sehingga individu dapat menginterpretasi stimulus tersebut. Persepsi
dipengaruh oleh suatu sikap terhadap objek dan dipicu oleh suatu kejadian yang
mengaktifkan sikap (Fazio, 1989; Fazio dan Roskos-Ewoldsen, 1994). Persepsi dapat
mempengaruhi intensi seseorang dalam melakukan sesuatu. Hal tersebut dapat dilihat
dari intensi guru dan siswa dalam menggunakan suatu alat peraga. Jika persepsi
seseorang mengenai alat peraga itu bagus, intensinya akan tinggi menggunakan alat
peraga tersebut dan sebaliknya jika persepsi seseorang mengenai alat peraga sudah
jelek atau negatif, intensinya untuk menggunakan alat peraga tersebut lemah.
Berdasarkan alasan di atas perlu diteliti persepsi guru dan siswa mengenai
penggunaan alat peraga matematika berbasis Montessori pada pembelajaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
pembagian bilangan dua angka. Melalui penelitian ini akan diketahui persepsi guru
dan siswa setelah menggunakan alat peraga berbasis Montessori dan hasil yang
didapatkan akan digunakan sebagai bahan masukan untuk pengembangan alat peraga
bagi peneliti selanjutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Bab III
METODE PENELITIAN
Pada bagian ini akan dibahas (1) jenis penelitian, (2) setting penelitian, (3)
desain penelitian, (4) teknik pengumpulan data, (5) instrumen penelitian, (6)
kredibilitas dan transferabilitas dan (7) teknik analisis data.
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
kualitatif. Paradigma kualitatif merupakan paradigma untuk mengeksplorasi dan
memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap
berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan (Creswell, 2007: 4). Penelitian dengan
pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh narasumber penelitian, misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dan lain sebagainya (Herdiansyah, 2010: 9). Dengan demikian
penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengeksplorasi atau
memahami permasalah sosial yang terjadi di masyarakat baik secara individu ataupun
kelompok.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode fenomenologi.
Fenomoneologi merupakan strategi penelitian di mana di dalamnya peneliti
mengidentifikasi hakikat pengalaman manusia tentang suatu fenomena tertentu
(Creswell, 2007: 20). Fenomenologi menyelidiki pengalaman kesadaran yang
berkaitan dengan pertanyaan seperti „bagaimana‟ (Moleong, 2006: 15).
Fenomenologi merupakan pengumpulan secara mendalam deskripsi dari orang yang
mengalami suatu fenomena tertentu: melakukan abstraksi dan menemukan makna-
makna pokok dari cerita subjketif ini dan menggunakan makna-makna ini sebagai
dasar suatu interpretasi dari kekhasan pokok dari fenomenon.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
3.2 Setting Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Percobaan 3 Pakem
dengan alamat Jalan Kaliurang km 17.5 Sukunan, Pakem, Sleman, Yogyakarta.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada saat Kegiatan Belajar Mengajar
(KBM) dan wawancara guru kelas (sekaligus guru matematika), guru belum
pernah menggunakan alat peraga matematika berbasis Montessori. Hal ini yang
menyebabkan peneliti memilih sekolah ini untuk dijadikan tempat penelitian.
Selain itu, baru-baru ini SD tersebut digunakan untuk melakukan penelitian
mengenai alat peraga berbasis Montessori pada pembelajaran pembagian.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2013/
2014, yaitu pada bulan Januari sampai Maret 2014.
3.2.3 Narasumber Penelitian
Narasumber dalam penelitian ini adalah guru dan siswa SD N Percobaan 3
Pakem yang beralamat di Jalan Kaliurang km 17.5 Sukunan, Pakem, Sleman,
Yogyakarta. Dengan rincian 1 orang guru kelas yang sekaligus guru matematika
dan 3 orang siswa kelas II-A semester genap tahun ajaran 2013/ 2014.
Narasumber yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu, yaitu siswa dengan prestasi
belajar tinggi dalam mata pelajaran matematika, siswa dengan prestasi belajar
sedang dalam mata pelajaran matematika, dan siswa dengan prestasi belajar
rendah dalam mata pelajaran matematika. Selain itu juga siswa yang mempunyai
kemampuan berkomunikasi dengan baik. Peneliti menggunakan kriteria siswa
yang mempunyai prestasi belajar tinggi, sedang dan rendah dengan tujuan agar
data yang diperoleh dapat mewakili narasumber siswa kelas II, karena
karekteristik dan kemampuan yang dimiliki oleh siswa beragam maka dengan tiga
narasumber diharapkan dapat mewakili siswa yang ada. Selain itu pemilihan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
narasumber siswa juga atas saran dari guru kelas. Guru beranggapan bahwa siswa
tersebut mampu untuk diajak bekerja sama dan sesuai dengan kriteria penelitian.
Narasumber pertama adalah Z. Z adalah seorang guru kelas sekaligus guru
matematika pada kelas II-A SD N Percobaan 3 Pakem. Z sudah mengajar kurang
lebih 7 tahun. Ketika ditanya Z merasa senang dalam mengajar matematika.
Walaupun sulit dalam mengajar matematika untuk kelas bawah tapi Z menikmati
tugasnya dalam mendidik siswa kelas II. Z adalah sosok guru yang sabar, lemah
lembut dan pengertian. Ketika menjumpai murid yang agak lambat dalam
menerima pelajaran, Z akan mendekati murid tersebut dan akan menjelaskan
dengan sabar mengenai materi yang dirasa sulit. Ketika di kelas, beliau juga
jarang marah atau berteriak-teriak, beliau lebih suka menenangkan siswa dengan
cara mendekati siswa yang ramai.
Narasumber kedua adalah A, seorang siswi kelas II-A SD N Percobaan 3
Pakem. A kelahiran Yogyakarta, 5 September 2005 yang beralamat di Degolan,
Umbul Martani, Ngemplak, Sleman. Pada kelas II ini dia berumur 9 tahun. A
pada semester ganjil yang lalu mendapatkan rangking 1 dan sekarang dia
menjabat sebagai ketua kelas. A adalah anak pertama dari dua bersaudara. Dia
memiliki hobi melukis dan sering sekali bermain kasti atau dakon sewaktu jam
istirahat. Ketika ditanya mengenai cita-citanya, A menjawab kalau dia bercita-
cita untuk menjadi koki sekaligus professor. Dilihat dari segi fisik A memiliki
rambut panjang, wajah yang cantik dan tinggi sekitar 90 cm. Walaupun dia lebih
pandai dalam kemampuan kognitif dengan mendapatkan rangking 1 di kelas
tetapi dalam kehidupan sosialnya dia sedikit egois dan pilih-pilih teman. Hal ini
terlihat ketika guru membagi siswa ke dalam kelompok, A tidak mau satu
kelompok dengan F karena F bukan teman dekat A. Selain itu, ketika A
diwawancarai dia terkesan malu-malu dalam menjawab pertanyaan. Ketika
menjawab pertanyaan A berbicara dengan suara rendah, padahal ketika di kelas A
seringkali berteriak-teriak. Apalagi karena dia menjabat sebagai ketua kelas, dia
sering berteriak-teriak untuk mengatur teman-temannya agar diam dan
memperhatikan guru yang sedang mengajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Narasumber ketiga adalah seorang siswi yang mendapatakan peringkat ke-
13 di kelas. Penulis memberi inisial B. B adalah seorang anak perempuan
kelahiran Yogyakarta, 1 Desember 2005 yang beralamat di Mbalangan,
Wukirsari, Cangkringan, Sleman. B merupakan siswa yang lincah dan mau
memperhatikan penjelasan guru. B mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang
dokter. Selain itu dia juga mau berteman dengan siapa saja, B tidak pernah
membeda-bedakan teman. B yang mempunyai hobi bermain biola ini juga
mempunyai kepribadian yang riang, ramah, menyenangkan dan mudah senyum. B
juga terbuka kepada orang baru. B juga mudah menerima informasi baru. Jika dia
tidak paham pada suatu hal, dia tidak malu-malu untuk bertanya.
Narasumber keempat sebut saja C. C adalah siswa yang ramai ketika di
kelas dan teramat aktif di kelas. Keaktifan siswa ini dapat dilihat ketika disuruh
maju ke depan kelas atau ketika sedang tanya jawab dengan guru, dia pasti akan
langsung angkat tangan, walaupun dia tidak tahu jawaban dari pertanyaan guru. C
mempunyai hobi bermain permainan tradisional seperti bermain kasti, engklek,
dakon dan yang lainnya. C mempunyai cita-cita untuk dapat menjadi seorang
dokter atau polwan. Dilihat dari fisiknya C anaknya lebih kecil dari pada teman-
teman yang lain selain itu dia juga memiliki rambut panjang yang selalu dikucir
ekor kuda. C kelahiran Sleman, 7 Mei 2006. Jadi saat ini dia baru berusia 8 tahun.
Pada semester ganjil kemarin C mendapat rangking 23. Pada waktu pembelajaran
sedang berlangsung, C seringkali menggangu temannya dan mengajak temannya
untuk berbicara. Selain itu C juga kerap berjalan ke sana-sini ketika pembelajaran
berlangsung. Pada dasarnya C adalah anak yang ceria, berani dan percaya diri.
3.2.4 Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah persepsi tentang alat peraga matematika
berbasis Montessori.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
3.3 Desain Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti melakukan langkah-langkah penelitian untuk
sampai pada hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan. Di bawah ini
merupakan bagan prosedur penelitian menurut (Patton, 1990 dalam
McMillan, 2001: 400). Langkah-langkah tersebut adalah:
Gambar 3.1 Prosedur penelitian dari Patton
Pengecekan
keabsahan data
Mempertajam
fokus dan
perumusan
masalah
penelitian
Tahap
perencanaan
Simpulan
hasil
peneltian,
rekomendasi,
dalil-dalil
Analisis Studi awal
Pelaksanaan
(observasi
interview,
dokumen)
Temuan
MODEL
HIPOTETIK
PERSONALIS
ASI NILAI
BELA GHAM
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Kemudian bagan penelitian tersebut peneliti modifikasi sesuai dengan kebutuhan
peneliti. Berikut adalah bagan prosedur penelitian yang telah dimodifikai oleh peneliti:
Gambar 3.2. Prosedur penelitian dengan modifikasi.
1. Observasi
Pada tahap awal, peneliti melakukan observasi di dalam kelas II-A untuk
mengetahui proses pembelajaran secara umum yang terjadi di kelas. Observasi
dilakukan ketika pembelajaran Matematika sedang berlangsung. Observasi yang
dilakukan meliputi metode pembelajaran yang digunakan oleh guru, media
pembelajaran yang digunakan oleh guru, fasilitas dan sarana yang terdapat di
dalam kelas serta interaksi antara guru dengan siswa.
2. Tahap perencanaan
Pada tahap perencanaan ini, peneliti menyusun instrumen penelitian yang berupa
lembar observasi untuk guru dan siswa dan lembar wawancara untuk guru dan
siswa. Berikut adalah tabel perencanaan wawancara:
Pengecekan
keabsahan
data
Mempertajam
fokus dan
perumusan
masalah
penelitian
Tahap
perencanaan
Analisis Observasi
Pelaksanaan
(observasi
interview,
dokumen)
Temuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
3. Mempertajam fokus dan perumusan masalah penelitian. Pada waktu peneliti
melakukan observasi atau pengamatan tentang proses pembelajaran yang
terjadi di kelas masih secara umum atau menyeluruh. Untuk dapat memahami
secara lebih mendalam, diperlukan pemilihan fokus penelitian. Maka dari itu,
peneliti menerapkan fokus penelitian pada penggunaan alat peraga ketika
pembelajaran berlangsung. Dalam penelitian kualitatif, rumusan masalah
masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk ke
dalam lapangan. Pertanyaan penelitian kualitatif dirumuskan dengan maksud
untuk memahami gejala yang kompleks dalam kaitannya dengan aspek-aspek
lain.
4. Pelaksanaan (observasi, interview, dokumen). Pada tahap ini, peneliti terjun
langsung ke dalam lapangan. Dalam melakukan penelitian, peneliti
menggunakan wawancara dan observasi untuk mengumpulkan data.
Wawancara dilakukan setelah penggunaan alat peraga berbasis Montessori.
Wawancara ini ditujukan kepada 4 narasumber yaitu 1 guru kelas sekaligus
guru matematika dan 3 orang siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga berbasis Montessori. Jenis wawancara yang
digunakan adalah wawancara semi terstruktur. Observasi atau pengamatan
dilakukan selama pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga
berbasis Montessori. Dalam melakukan wawancara dan observasi, peneliti
menggunakan pedoman wawancara dan observasi yang telah dibuat. Pedoman
ini digunakan agar tidak keluar dari fokus penelitian. Selama melakukan
implementasi pada guru dan siswa, peneliti melakukan pencatatan terhadap
hasil yang diperoleh dari pengambilan data.
5. Analisis. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan
(Sugiyono, 2011: 333). Meskipun demikian, dalam penelitian kualitatif,
analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan dan pengumpulan
data. Setelah melakukan pencatatan, peneliti mengolah semua data hasil
wawancara dan pengamatan dari narasumber penelitian agar mempermudah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
peneliti atau pihak lain memeriksa data yang telah diambil dan agar data dapat
tersusun dengan rapi. Setelah semua data terkumpul, peneliti melakukan
analisis data yang telah diperoleh. Analisis dalam penelitian menerapkan
coding untuk mendeskripsikan setting, narasumber, dan tema yang akan
dianalisis. Peneliti membuat kode-kode untuk mendeskripsikan semua
informasi yang dikumpulkan, lalu menganalisisnya.
6. Pengecekan keabsahan data. Untuk mengecek keabsahan data atau
kepercayaan dalam data dalam penelitian kualitatif dapat melalui kredibilitas
dan transferabilitas. Kredibilitas dalam penelitian kualitatif adalah upaya
pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-
prosedur tertentu (Creswell, 2007: 285). Sedangkan transferabilitas
menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke
populasi di mana sampel tersebut di ambil.
7. Temuan. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Temuan
dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih
remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan jenis penelitian kualitatif, peneliti menggunakan beberapa
metode pengumpulan data, di antaranya adalah:
3.4.1 Wawancara
Moleong (2006: 186) mengatakan bahwa wawancara adalah percakapan
dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Wawancara dilakukan dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada narasumber. Peneliti melakukan
wawancara sesuai dengan pedoman wawancara yang telah dibuat. Panduan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
wawancara berisi petunjuk secara garis besar tentang proses dan isi wawancara.
Panduan ini dibuat agar wawancara lebih terfokus pada permasalahan.
Dalam proses wawancara, pertanyaan berkembang sesuai dengan alur
jawaban yang diberikan narasumber, karena peneliti menggunakan bentuk
wawancara semi terstruktur. Ciri dari wawancara semi terstruktur (Koentjroro, 2010)
adalah petanyaannya terbuka namun ada batasan tema dan alur pembicaraan. Hal itu
berarti bahwa jawaban yang diberikan oleh Narasumber tidak dibatasi, sehingga
narasumber bebas mengemukakan pendapat apa pun selama masih dalam konteks
pembicaraan. Selain itu, dalam wawancara semi terstruktur bersifat fleksibel tetapi
terkontrol. Pertayaan yang diajukan bersifat fleksibel tetapi masih ada kontrol dari
peneliti yaitu tema wawancara. Selanjutnya peneliti dapat mengembangkan
pertanyaannya sesuai dengan alur pembicaraan. Dalam wawancara semi terstruktur
diperlukan pedoman wawancara yang dijadikan patokan atau kontrol dalam mengatur
alur pembicaraan. Hasil dari wawancara tersebut akan dikumpulkan menjadi
informasi yang akan digunakan sebagai bahan kajian penelitian.
Wawancara dilakukan selama 2 kali yaitu wawancara sebelum penggunaan
alat peraga berbasis Montessori dan wawancara setelah penggunaan alat peraga
berbasis Montessori. Wawancara awal dilakukan terhadap 3 orang siswa dan 1 guru
kelas. Untuk menentukan narasumber penelitian, peneliti melakukan hal-hal berikut:
a. Menemui guru kelas untuk dimintai kesediaannya untuk diwawancara.
b. Bertanya kepada guru kelas untuk menentukan tiga siswa yang akan dijadikan
narasumber atau Narasumber penelitian. Penentuan siswa berdasarkan kriteria
siswa yang mudah diajak berkomunikasi, siswa yang bisa diajak untuk berkerja
sama dan siswa dengan perolehan nilai matematika yang berbeda.
c. Mengadakan janji waktu dan tempat untuk melakukan wawancara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
3.4.2 Observasi
Selain wawancara, peneliti juga menggunakan metode pengumpulan data
yang berupa observasi atau pengamatan untuk mendapatkan jawaban yang lebih
mendalam. Observasi atau pengamatan adalah kegiatan memperhatikan secara akurat,
mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek
dalam fenomena tersebut (Poerwandari, 1998). Hal ini berarti bahwa seorang peneliti
memperhatikan dan mencatat tingkah laku dan aktivitas individual yang terlibat
dalam penelitian dan rekaman observasi.
Metode yang digunakan peneliti dalam melakukan observasi adalah dengan
menggunakan anecdotal record. Anecdotal record adalah deskripsi atau catatan
rekaman tentang episode-episode atau peristiwa-peristiwa yang berlangsung dalam
situasi natural alias wajar atau natural (Supratiknya, 2012: 47). Dalam penulisan
anecdotal record penulis menggunakan anecdotal record tematik, sehingga ada
beberapa pedoman yang digunakan untuk mecatat hal-hal yang penting sesuai dengan
tema. Dalam metode anecdotal record, observer mencatat dengan teliti dan merekam
perilaku-perilaku yang dianggap penting dan bermakna yang sesuai dengan tema.
Teknik penulisan yang digunakan oleh penulis adalah pencatatan naratif. Seperti yang
diungapkan oleh Mehrens dan Lehman (1984) dalam Supratiknya, (2010: 47) catatan
anekdot yang baik harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Berupa deskripsi singkat peristiwa faktual.
b. Catatan tidak mengandung inferensi atau kesimpulan, pendapat, atau penilaian
dari pengamat. Hal ini berarti bahwa peneliti harus benar-benar menuliskan
apa yang terjadi tanpa terpengaruh oleh narasumbertivitas pengamat.
c. Catatan berisi rekaman tentang critical incident atau kejadian penting terkait
si murid.
d. Sesudah memperoleh data yang cukup memadai, pengamat boleh membuat
kesimpulan tentang adanya pola perilaku narasumber yang menjadi sasaran
pengamatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Pada penelitian ini observasi dibagi ke dalam 2 tahap yaitu observasi kegiatan
pembelajaran sebelum menggunakan alat peraga berbasis metode Monetessori dan
observasi kegiatan pembelajaran selama menggunakan alat peraga berbasis metode
Monetessori.
Observasi kegiatan pembelajaran sebelum menggunakan alat peraga berbasis
Montessori dilakukan dua kali di kelas sebagai persiapan agar peneliti lebih mengenal
kelas yang hendak diamati sekaligus mempermudah dalam penyusunan instrumen
pengamatan. Sebelum melakukan observasi, peneliti terlebih dahulu membuat tabel
perencanaan observasi untuk mempermudah dalam membuat pedoman observasi
yang akan digunakan. Selanjutnya, peneliti membuat pedoman observasi yang akan
digunakan untuk observasi guru (lihat Lampiran 3.4). Selain itu, peneliti juga
membuat pedoman observasi untuk siswa (lihat Lampiran 3.12) yang selanjutnya
dikembangkan menjadi lembar observasi untuk guru dan siswa. Observasi dilakukan
kepada 4 narasumber yaitu satu guru kelas dan 3 orang siswa. Observasi selama
penggunaan alat peraga berbasis Montessori dilakukan sebanyak 4 kali.
Pada pertemuan pertama pembelajaran terfokus pada pengantar, di mana guru
memberikan penjelasan mengenai alat peraga yang meliputi nama-nama dalam alat
peraga itu, cara penggunaan alat peraga dan siswa mencoba pembagian bilangan 1
angka sampai habis. Pertemuan ke-2 pembelajaran terfokus mengenai pembagian
bilangan dengan bilangan 1 dan pembagian bilangan dengan bilangan itu sendiri.
Pertemuan ke-3 mengenai pembagian bilangan 2 angka dengan 1 angka tanpa
menukar. Pertemuan ke-4 mengenai pembagian bilangan 2 angka dengan 1 angka
dengan menukar.
3.4.3 Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari bahasa latin yaitu docere, yang berarti mengajar.
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu (Sugiyanto, 2010: 326).
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
dan lain-lain. Dalam penelitian ini peneliti juga mengumpulkan data dengan
menggunakan dokumen gambar yang berbentuk foto dan video. Dokumen foto
digunakan untuk memberi bukti tentang proses kegiatan belajar mengajar yang
berlangsung dengan menggunakan alat peraga berbasis Montessori. Dokumen video
digunakan untuk merekam segala proses kegiatan pembelajaran yang berlangsung
ketika penggunaan alat peraga Montessori, dengan menggunakan video peneliti dapat
melihat segala proses pembelajaran yang berlangsung dengan lebih detail atau rinci
kapanpun peneliti mau. Menurut Sugiyono (2005: 83) studi dokumen merupakan
pelengkap dari penggunaan metode wawancara dan observasi dalam penelitian
kualitatif. Bahkan kredibiltas hasil penelitian kualitatif ini akan semakin tinggi jika
melibatkan dan menggunakan studi dokumen.
3.5 Instrumen Penelitian
Arikunto (2010: 203) memaparkan bahwa instrumen penelitian adalah alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya
menjadi lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan
sistematis sehingga mudah diolah. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi
instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendri (Sugiyono, 2011: 305). Dalam
penelitian ini instrumen penelitiannya adalah peneliti sendiri dengan menggunakan
alat bantu yang berupa pedoman wawancara, observasi dan dokumentasi. Wawancara
digunakan untuk mengetahui pendapat guru dan siswa atas penggunaan alat peraga
berbasis Montessori, sedangkan observasi digunakan untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih baik selama guru dan siswa menggunakan alat peraga berbasis Montessori
dan dokumentasi digunakan untuk memberikan bukti atas kegiatan yang telah
berlangsung. Selain itu observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang
hal-hal yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh narasumber penelitian
secara terbuka dalam wawancara. Dalam melakukan observasi peneliti menggunakan
alat bantu berupa handycam, tape recorder dan kamera. Handycam digunakan untuk
merekam kegiatan pembelajaran matematika selama menggunakan alat peraga
berbasis Montessori. Peneliti menggunakan satu handycam dengan tujuan hasil yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
diperoleh dari perekaman lebih detail. Sedangkan kamera digunakan peneliti untuk
mengambil gambar atau poto selama kegiatan belajar berlangsung menggunakan alat
peraga berbasis Montessori dan tape recorder digunakan sebagai alat bantu dalam
merekam proses wawancara untuk guru dan siswa.
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti
itu sendiri. Oleh karena itu, peneliti harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti siap
melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti
sebagai instrumen mengenai kesiapan peneliti untuk memasuki objek penelitian, yang
melakukan validasi adalah peneliti itu sendiri melalui evaluasi diri seberapa jauh
kesiapan dan bekal memasuki lapangan. Sebelum peneliti memasuki lapangan untuk
melakukan penelitian, peneliti pernah mendapatkan pengalaman dari berbagai hal, di
antaranya yaitu pada semester 2 peneliti pernah mengajar pramuka di SD N Condong
Catur 4 selama satu semester. Kegiatan pramuka diadakan seminggu sekali pada hari
Sabtu selama 2 x 35 jam pelajaran. Pada semester 3 peneliti pernah melakukan
bimbingan belajar (bimbel) untuk kelas atas di SD N Kembangjitengan yang
beralamat di desa Kembangjitengan, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Kegiatan
bimbingan belajar diterapkan pada kelas VI. Kemudian pada semester 4 peneliti
mengadakan bimbingan belajar (bimbel) kelas bawah di SD N Puren yang beralamat
di Jalan Mpu Tantular, Depok, Sleman, Yogyakarta selama satu semester. Bimbel
diadakan seminggu sekali pada hari Sabtu selama 2 x 35 jam pelajaran. Bimbel kelas
bawah ini dilakukan pada siswa kelas II. Tujuan diadakannya bimbingan belajar
untuk siswa kelas bawah dan atas ini untuk mendekatkan mahasiswa dengan siswa-
siswa SD dan memberikan pengalaman menyampaikan materi atau mengajar kepada
siswa SD.
Pada semester 5 peneliti mengikuti Program Pengakraban Lingkungan
(Probaling) guru di SD N Tegalrejo II yang beralamat di Jalan Wiratama No. 27
Yogyakarta selama satu semester. Probaling guru ini diadakan seminggu sekali yaitu
pada hari Sabtu selama satu hari penuh. Tujuan dari Probaling guru ini adalah agar
mahasiswa mendapatkan pengalaman terkait dengan tugas dan kewajiban guru.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Selain itu, supaya mahasiswa semakin dekat dengan siswa-siswi SD dan memahami
karakteristik mereka. Kemudian pada semester 6, peneliti mengikuti Program
Pengakraban Lingkungan (Probaling) Kepala Sekolah di SD N Kledokan yang
beralamat di Jalan Garuni 3, Kledokan, Catur Tunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta
selama satu semester. Probaling diadakan seminggu sekali yaitu pada hari Sabtu
selama satu hari penuh. Tujuan diadakannya Probaling Kepala Sekolah adalah agar
mahasiswa mengetahui tugas dan wewenang Kepala Sekolah, selain itu agar
mahasiswa semakin dekat dengan lingkungan SD dan siswa-siswanya. Pada semester
8 mahasiswa mengikuti Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SD N Percobaan 3
Pakem yang beralamat di Jalan Kaliurang km 17. 5, Pakem, Sleman, Yogyakarta.
Kegiatan PPL ini berlangsung hari Senin sampai dengan Sabtu pada hari kerja
sekolah selama 12 (dua belas) minggu atau 3 bulan. Tujuan diadakannya PPL ini
adalah memberikan pengalaman kepada mahasiswa untuk semakin memiliki
kecakapan keguruan secara profesional. Berdasarkan pengalaman-pengalaman
tersebut, peneliti sudah familiar dengan lingkungan SD baik kepala sekolah, guru-
guru kelas, dan siswa.
Berbagai kegiatan yang telah dilakukan tersebut memberikan sumbangan yang
besar kepada peneliti, dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut menjadikan peneliti
lebih mengetahui karakteristik lingkungan sekolah baik kepala sekolah, guru kelas,
dan siswa-siswi. Selain itu, kegiatan tersebut membantu peneliti dalam memahami
karaktersitik siswa Sekolah Dasar sehingga peneliti lebih familiar lagi dengan siswa,
serta membantu peneliti dalam memahami bahasa yang digunakan siswa ketika
berkomunikasi.
Sebelum peneliti terjun langsung ke lapangan atau melakukan penelitian,
peneliti terlebih dahulu berlatih melakukan observasi dengan mengamati sebuah
video tertentu bersama dengan rekan-rekan satu payung. Kemudian hasil dari
observasi tersebut dibahas secara bersama-sama. Tujuan berlatih observasi ini adalah
untuk mengetahui cara-cara memandang perilaku dan mendeskripsikannya, sehingga
ketika peneliti terjun ke lapangan sudah mengetahui detail apa saja yang harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
diamati. Selain itu, peneliti juga membaca literatur tentang penelitian kualitatif baik
buku, skripsi atau jurnal mengenai penelitian kualitatif untuk memberikan gambaran
kepada peneliti tentang penelitian kualitatif. Peneliti juga membaca studi mengenai
persepsi baik jurnal, skripsi atau literatur yang sudah ada.
3.6 Kredibilitas dan Transferabilitas
3.6.1 Kredibilitas
Penelitian kualitatif perlu memiliki kredibilitas dan transferabilitas. Lincoln &
Guba (dalam Poerwandari, 1998: 205 ) mengusulkan penggunaan istilah kredibilitas
untuk mengganti konsep validitas. Validitas kualitatif atau kredibilitas merupakan
upaya pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-
prosedur tertentu (Creswell, 2007: 285). Kredibilitas penelitian kualitatif dapat dilihat
dari keberhasilannya dalam mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau
mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks.
Deskripsi mendalam yang menjelaskan mengenai aspek-aspek yang terkait menjadi
salah satu tolok ukur kredibilitas penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatatif
validitas atau kredibilitas dapat diartikan sebagai jujur, adil, seimbang, dan sesuai
berdasarkan sudut pandang narasumber yang diteliti. Untuk dapat menilai keakuratan
hasil penelitian seperti yang dijelaskan oleh Creswell (2007: 286) disebutkan adanya
beberapa cara yang dapat dilakukan. Di antaranya, melalui triangulasi sumber data
yaitu digunakannya variasi sumber data, triangulasi metode pengumpulan data, atau
triangulasi peneliti.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber data dengan
cara membandingkan hasil wawancara dengan hasil pengamatan atau observasi.
Peneliti menggunakan metode wawancara dan observasi dengan tujuan agar data
yang diambil memiliki kredibilitas yang kuat. Untuk mendapatkan data yang lengkap
dan mendalam, apa yang diucapkan narasumber ditranskrip sama persis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
3.6.2 Transferabilitas
Transferabilitas mengindikasikan bahwa pendekatan yang digunakan peneliti
konsisten jika diterapkan oleh peneliti-peneliti lain (dan) untuk proyek-proyek yang
berbeda (Creswell, 2007: 285). Transferabilitas ini mengarah pada sejauh mana suatu
penelitian yang dilakukan pada suatu kelompok tertentu dapat diaplikasikan pada
kelompok lain, tetapi penelitian yang akan diaplikasikan atau ditransferkan pada
kelompok lain harus relevan atau memiliki banyak kesamaan dengan setting di mana
penelitian dilakukan.
Penelitian ini dilakukan di SD N Percobaan 3 Pakem dengan lingkungan dan
kondisi fisik sekolah yang baik, serta tempat pembelajarannya cukup luas. SD Negeri
Percobaan 3 Pakem berada satu kawasan dengan TK Bina Kasih, SMP Negeri 1
Pakem dan rumah sakit Panti Nugroho, namun segala aktivitas pembelajaran tidak
menggangu satu sama lain. Letak SD Negeri Percobaan 3 Pakem sangat setrategis
karena terletak di pinggir jalan raya utama menuju Kaliurang. SD Negeri Percobaan 3
Pakem memiliki kelas yang berjumlah 12 yang berlantai 1 dan 2. Keadaan kelas dan
tata ruangnya semakin membantu efektivitas pembelajaran karena mampu memenuhi
kuota siswa yang cukup banyak. SD Negeri Percobaan 3 Pakem mempunyai 24
ruangan, 12 di antaranya ruang kelas 1 sampai kelas 6 (paralel A dan B) yang
digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. Ruang tersebut terbagi menjadi dua,
yaitu 6 ruang di lantai 2 (atas) dan 6 ruang di lantai dasar (bawah).
3.7 Teknik Analisis Data
Menganalisis data dalam penelitian kualitatif memerlukan kepekaan teoretis,
karena dalam keseluruhan proses penelitian, peneliti sesungguhnya sedang
mengupayakan pengembangan teori (Poerwandari, 1998: 164). Kepekaan teori yang
dimaksud yaitu kualitas personal yang dimiliki oleh peneliti, yang mengindikasikan
kesadaran tentang detail, uraian, dan kompleksitas makna dari data. Supratiknya,
(2012, 113- 118) mengungkapkan bahwa ada tiga tahapan penting dalam pengolahan
data kualitatif yaitu (1) tahap pengodean, (2) tahap analisis tematik, dan (3) tahap
interpretasi. Secara garis besar kegiatan analisis data pada penelitian ini mengacu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
pada tahap analisis data menurut Supratiknya (2012, 113- 118) yang akan dijabarkan
di bawah ini:
1. Tahap pengodean
Sebelum melakukan pengodean peneliti mengolah data mentah yang diperoleh
ketika pengumpulan data pada saat di lapangan yaitu data wawancara terhadap
guru dan siswa, serta data observasi kegiatan pembelajaran. Setelah semua data
dikumpulkan, selanjutnya adalah memasukkan data tersebut ke dalam kolom yang
telah dibuat oleh peneliti. langkah selanjutnya adalah membubuhkan kode pada
materi atau data yang telah dimasukkan ke dalam kolom. Koding dimaksudkan
untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan
mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang
hendak dipelajari dalam penelitian ini.
2. Tahap analisis tematik
Pada tahap ini yang dilakukan adalah open coding atau pengodean terbuka,
yaitu menemukan kata kunci dalam data mentah yang berupa transkrip
wawancara dan transkrip observasi (Supratiknya, 2012: 115). Kata kunci bisa
muncul secara manifest atau secara laten. Kata kunci yang manifest adalah kata
kunci yang secara eksplisit muncul dalam narasi, sedangkan kata kunci laten
adalah kata kunci yang tidak muncul secara ekplisit, jadi peneliti harus memiliki
kepekaan dan kejelian untuk menangkapnya (Supratiknya, 2012: 115).
3. Tahap interpretasi
Inti kegiatan interpretasi adalah memahami data yang sudah diperas ke dalam
kata-kata kunci secara lebih meluas atau lebih mendalam (Supratiknya, 2012:
117). Dalam langkah ini, peneliti dapat menarik makna dari hasil analisis data.
Data yang telah dianalisis kemudian ditungkan ke dalam bentuk laporan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dibahas (1) pelaksanaan penelitian, (2) latar belakang
narasumber, (3) hasil penelitian, dan (4) pembahasan. Seluruh verbatim wawancara
dan transkrip observasi pada bab ini dapat dilihat pada lampiran 4.1 sampai 4. 14.
4.1 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester 2 tahun pelajaran 2013/2014, yaitu
bulan Januari–Maret 2014. Berikut adalah tabel jadwal pengambilan data:
Tabel 4.3
Jadwal pengambilan data wawancara
Pelaksanaan Wawancara
No. Narasumber Tanggal Waktu Tempat Keterangan
1. Z (Guru) 2 Februari 2014 12. 40 – 12. 57 R. Kelas VI- B Wawancara
sebelum
penggunaan alat
peraga berbasis
Montessori
2. A (Siswa) 1 Februari 2014 09. 34 – 09. 39 R. agama katolik
3. B (Siswa) 1 Februari 2014 09. 34 – 09. 39 R. agama katolik
4. C (Siswa) 1 Februari 2014 09. 29 – 09. 33 R. agama katolik
5. Z (Guru) 2 Maret 2014 12. 40 – 13. 15 R. agama katolik Wawancara
setelah
penggunaan alat
peraga berbasis
Montessori
6. A (Siswa) 3 Maret 2014 11. 48 – 11. 51 R. agama katolik
7. B (Siswa) 3 Maret 2014 11. 39 – 11. 47 R. agama katolik
8. C (Siswa) 3 Maret 2014 09. 38 – 09. 49 R. agama katolik
Tabel 4.4
Tabel pelaksanaan observasi
Pelaksanaan Pengamatan (Observasi)
No. Kegiatan Waktu Tempat Keterangan
1. Observasi
pembelajaran
secara umum
Senin, 27 Januari 2014 R. Kelas II- A Pertemuan ke- 1
2. Rabu, 29 Januari 2014 R. Kelas II- A Pertemuan ke- 2
3. Observasi ketika
menggunakan alat
Kamis, 6 Februari 2014 R. Kelas II- A Pertemuan ke- 1
4. Senin, 10 Februari 2014 R. Kelas II- A Pertemuan ke- 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
5. peraga Rabu, 12 Februari 2014 R. Kelas II- A Pertemuan ke- 3
6. Kamis, 13 Februari
2014
R. Kelas II- A Pertemuan ke- 4
4.2 Latar Belakang Narasumber
Latar belakang meliputi kondisi sosio-cultural kelas, untuk mengetahui
kondisi sosio-cultural kelas, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang
berupa observasi. Tujuan peneliti melakukan observasi mengenai kondisi sosio-
cultural kelas adalah untuk mengetahui kondisi atau keadaan kelas yang digunakan
ketika proses pembelajaran berlangsung. Untuk itu peneliti melakukan observasi
selama dua kali, dilakukan selama dua kali mata pelajaran matematika agar peneliti
benar-benar melihat bagaimana kondisi kelas atau keadaan kelas yang digunakan.
Observasi dilakukan pada tanggal 27 Januari 2014 dan 29 Januari 2014. Dari hasil
observasi yang peneliti lakukan, didapatkan hasil bahwa kondisi kelas atau keadaan
kelas II-A yang digunakan sebagai tempat untuk belajar-mengajar dapat dikatakan
bagus. Kriteria bagus di sini dilihat dari fasilitas dan gedung ruang kelas yang
digunakan. Fasilitas yang disediakan sekolah terbilang lengkap. Hal ini dilihat
peneliti dari adanya jumlah meja dan kursi yang tersedia, adanya papan absensi
khusus untuk siswa, adanya papan dan tempat khusus untuk menampilkan karya
siswa, adanya alat kebersihan seperti sapu dan kemoceng, serta adanya proyektor
LCD untuk mendukung proses pembelajaran, tetapi dalam pembelajaran yang terjadi
di kelas, peneliti menjumpai kalau guru tidak menggunakan LCD proyektor ketika
mengajar. Guru hanya menggunakan media papan yang berupa papan tulis atau
white board.
Fasilitas yang ada di kelas ada 15 meja dan 30 kursi yang dapat digunakan
untuk siswa. Di dekat pintu masuk ada meja dan kursi guru. Di sebelah
meja guru ada almari yang digunakan guru untuk menyimpan buku dan
alat-alat yang lainnya. Di pojok depan meja ada 1 meja khusus yang dapat
digunakan untuk menaruh tempat minum siswa. Papan tulis yang ada di
kelas berupa white board. Di sebelah papan tulis ada papan absensi dan
papan pengumuman. Sedangkan di tembok sebelah belakang terdapat
beberapa karya siswa yang dipajang, yaitu hasil mewarnai siswa, hasil
menggambar siswa, dan beberapa karya mata pelajaran SBK yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
diletakkan di papan khusus. Selain itu, kelas II- A juga sudah dilengkapi
dengan LCD proyektor (O1, B 10 – B 17).
Walaupun ada banyak fasilitas yang terdapat di kelas, tetapi hal ini
berbanding terbalik dengan alat peraga. Di dalam kelas II-A hanya terdapat satu
alat peraga yaitu papan paku yang diletakkan di dekat meja guru. Guru matematika
pun mengungkapkan kalau alat peraga matematika yang ada di sekolah juga
terbatas. Kebanyakan alat peraga yang tersedia di sekolah adalah alat peraga untuk
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Kalaupun ada alat peraga untuk
matematika, alat peraga tersebut digunakan untuk kelas atas. Jadi alat peraga yang
tersedia untuk kelas bawah masih sedikit dan terbatas.
Hanya ada papan paku yang diletakkan di dekat meja guru (O1, P, B 9).
“Sebenarnya kalau sekolah itu ada cuman kadang-kadang kan belum
lengkap ya” (W1, S4, B 118 – B 119).
Dari pengamatan selama dua kali juga tidak didapati guru mengajar dengan
menggunakan alat peraga. Guru lebih sering menggunakan white board ketika
mengajar seperti ketika menjelaskan suatu materi disertai dengan contoh gambar.
Maka guru akan menggunakan white board tersebut untuk menggambar. Hal ini
berarti bahwa guru hanya menggunakan media white board ketika mengajar.
Meskipun pernah diceritakan bahwa beliau pernah menggunakan alat peraga, namun
setelah ditanya lebih lanjut narasumber mengaku jarang menggunakan alat peraga.
Jarangnya narasumber menggunakan alat peraga karena terbatasnya alat peraga yang
ada di sekolah dan jika beliau membuat sendiri beliau tidak bisa membuatnya.
Setelah itu guru menulis di papan tulis beberapa soal tentang perkalian.
Guru memberi contoh terlebih dahulu bagaimana cara menghitungnya
dengan menggambar di papan tulis… (O1, S4, B 20 – B 23).
Kemudian guru meminta siswa untuk menulis dan melengkapi tabel yang
telah ditulis guru di papan tulis O2, S4, B 10 – B 11).
“Kalau alat peraga itu kalau saya terus terang tidak sesering sekali” (W1,
S4, B 154 – B 155).
Ketika mengajar, guru seringkali memberikan motivasi kepada siswa.
Motivasi diberikan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Dalam kasus siswa yang mengalami kesulitan belajar ini, alat peraga menjadi
penting perannya dalam memotivasi agar siswa mau belajar. Selain itu motivasi
yang diberikan guru berfungsi sebagai pengarah, artinya menggerakkan atau
menjadikan siswa ke arah pencapaian tujuan yang diinginkan guru. Adanya motivasi
dalam belajar menentukan arah perbuatan siswa, yakni ke arah tujuan yang hendak
dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus
dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
“Ya kita memotivasi misalnya dengan berbagai macam alat peraga atau
mungkin misalnya kita beri motivasi agar mereka mau belajar seperti itu
……” (W1, S4, B 6 – B 9).
“…. anak-anak yang kurang termotivasi kan kita beri motivasi. Misalnya
dengan apa ya, ketika dia berusaha kita beri dia apa, kita beri dia feedback
ya selamat ya apa di depan teman-temannya biar teman-temannya juga
melihat biar agak ada semangat gitu” (W1, S4, B 22 – B 28).
“Besok pagi dia di sekolah mencongak jadi ada motivasi untuk belajar”
(W1, S4, B 60 – B 64).
“Bagaimana caranya kadang saya sendiri pake yang sederhana sekali
karena kadang kita tidak bisa membuat ya tapi bagaimana caranya saya itu
bisa memberikan motivasi ke anak biar mereka itu jelas, dong (paham)
gitu pake segala cara walaupun dengan cara yang sederhana” (W1, S4, B
73 – B 78).
Selain memberikan motivasi ketika mengajar, guru lebih sering menggunakan
papan tulis. Papan tulis digunakan sebagai media untuk memberikan kemudahan
kepada peserta didik dalam memahami konsep perkalian, dengan menggambar di
papan tulis guru berharap siswa lebih mudah menangkap materi yang diajarkan.
Ketika menulis di papan tulis, guru seringkali membelakangi siswa sehingga tidak
mengetahui aktivitas siswa sebenarnya. Sewaktu guru menulis di papan tulis,
seringkali siswa bermain atau mengobrol sendiri dengan temannya. Hal ini membuat
suasana kelas menjadi tidak kondusif.
Guru memberi contoh terlebih dahulu bagaimana cara menghitungnya
dengan menggambar di papan tulis. Guru memberi soal 5 x 2 kemudian
guru menggambar 2 pensil sebanyak 5 kali dan menjumlahkan semua
pensil dalam 5 kotak tersebut (O1, S4, B 20 – B 23).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Kemudian guru meminta siswa untuk menulis dan melengkapi tabel yang
telah ditulis guru di papan tulis (O2, S4, B 10 – B 11).
Suasana belajar matematika di kelas dapat dikatakan tidak kondusif karena
guru seringkali membiarkan siswa ramai dan tidak mengerjakan tugasnya. Hal ini
membuat suasana kelas menjadi ramai dan suasana belajar mengajar menjadi kurang
optimal. Ketika ada siswa yang ramai dan tidak mengerjakan tugasnya, guru tidak
menegur sikap mereka. Harusnya ketika siswa menunjukkan sikap yang
menghambat terwujudnya suasana kelas yang kondusif, guru dapat menegur siswa
tersebut. Dengan menegur siswa yang ramai dan siswa yang membuat suasana kelas
menjadi tidak kondusif, guru dapat mengembalikan suasana belajar mengajar yang
optimal.
Siswa disuruh mengerjakan, siswa yang duduk di bagian belakang tidak
mengerjakan, mereka bermain sendiri dan mengobrol dengan teman
sebelahnya (O1, S, B 30 – B 31).
Tak jarang ada juga siswa yang berlari ke sana-sini dan ada siswa yang
berteriak-teriak (O1, S, B 31 – B 32).
Ketika pembelajaran matematika sedang berlangsung, guru seringkali
memantau perkembangan siswa karena keberhasilan kegiatan belajar mengajar
bukan sekedar ditentukan oleh kemampuan guru dalam menguasai bahan pelajaran
tetapi juga dipengaruhi oleh kemampuannya dalam mengelola kelas. Keterampilan
mengelola kelas merupakan kemampuan guru dalam mewujudkan dan
mempertahankan suasana kelas yang optimal.
Setelah guru menjelaskan mengenai materi pelajaran, guru seringkali
bertanya kepada siswa, apakah siswa sudah paham tentang penjelasan
guru. Sewaktu mengerjakan soal pun guru sering bertanya kesulitan yang
dialami siswa. Ketika siswa mengerjakan, guru berkeliling kelas untuk
melihat cara siswa mengerjakan dan bertanya kesulitan yang dialami (O1,
S4, B 28 – B 30).
Guru berkeliling kelas melihat pekerjaan siswa dan bertanya kesulitan
yang dialami siswa (O2, S4, B 16 - B 17).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Dari hasil observasi yang telah dilakukan yaitu dua kali masuk kelas selama
pembelajaran matematika dan wawancara terhadap guru, didapatkan hasil bahwa
guru lebih sering menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan.
Metode ceramah adalah penyajian pelajaran oleh guru dengan cara memberikan
penjelasan secara lisan kepada siswa. Tujuan metode ceramah adalah menyampaikan
bahan ajar yang bersifat informasi (konsep, pengertian, prinsip). Padahal daya tahan
siswa untuk mendengarkan ceramah sangat terbatas. Jika hal ini menjadi kebiasaan
guru, akan terbentuk kebiasaan perilaku yang tidak menguntungkan bagi
perkembangan anak, seperti kurang responsif dan sulit mengajukan pendapat.
Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam proses belajar mengajar
melalui interaksi dua arah yaitu dari guru ke siswa atau dari siswa ke guru untuk
memperoleh jawaban yang pasti mengenai suatu materi secara lisan. Metode tanya
jawab dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa terhadap
konsep pembelajaran. Sedangkan metode penugasan adalah cara interaksi belajar
mengajar dengan adanya tugas dari guru untuk dikerjakan siswa. Tujuan dari metode
penugasan adalah untuk merangsang anak agar aktif belajar.
Ketika mencocokkan PR guru menggunakan metode tanya jawab, guru
bertanya dari jawaban nomor pertama sampai nomor terakhir kepada
siswa (O2, S4, B 5 – B 6).
Sebelum siswa membuat tabel, guru menjelaskan kepada siswa terlebih
dahulu bagaimana cara mengisi tabel tersebut (O2, S4, B 11 – B 12).
Guru menjelaskan kalau tugas selanjutnya adalah tanya jawab kepada
teman sebangku… (O2, S, B 23 – B 26).
Interaksi yang terjalin antara siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru
cukup baik. Interaksi siswa dengan siswa ditunjukkan dengan kompaknya ketika
mereka sedang melakukan tanya jawab mengenai materi pelajaran. Ketika mereka
saling bertanya jawab, mereka bekerja sama dengan baik dan kompak.
… Menjelaskan kalau tugas selanjutnya adalah tanya jawab kepada teman
sebangku. Jadi dalam satu meja duduk 2 orang siswa, salah satu siswa
memberi pertanyaan dan siswa yang satunya menjawab… (O2, S, B 23 –
B 26).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
4.3 Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini dibedakan menjadi dua bagian, yang pertama adalah hasil
penelitian sebelum penggunaan alat peraga berbasis Montessori dan yang kedua
adalah hasil penelitian ketika menggunakan alat peraga berbasis Montessori.
4.3.1 Sebelum penggunaan alat peraga berbasis Montessori
Pada bagian ini dijabarkan ke dalam tiga bagian yaitu: (1) pandangan
narasumber terhadap alat peraga secara umum, (2) kefamiliaran narasumber terhadap
alat peraga, dan (3) pengalaman narasumber menggunakan alat peraga.
4.3.1.1 Pandangan narasumber terhadap alat peraga
Pada poin pertama yaitu tentang pandangan narasumber terhadap alat peraga.
Guru mengungkapkan bahwa alat peraga sangat penting bagi siswa karena dapat
memudahkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Jika siswa mudah dalam
memahami materi pelajaran, siswa pasti akan antusias dalam mengikuti
pembelajaran. Selain itu alat peraga juga dapat menumbuhkan sikap semangat dalam
belajar karena ketika pembelajaran berlangsung siswa tidak malas-malasan atau
sekedar mendengarkan ceramah dari guru tetapi juga dapat mencoba atau
menggunakannya secara langsung. Guru menggunakan alat peraga dengan tujuan
untuk memberikan contoh yang nyata kepada anak sehingga membantu dalam
memahami materi yang diajarkan. Apalagi untuk anak kelas bawah alat peraga akan
sangat membantu dalam memberikan gambaran yang konkret atau nyata kepada
anak.
“Ya mungkin dengan kita beri contoh yang nyata, mungkin dengan
peragaan misalnya kalau perkalian sampai kadang kita pake karet yang
namanya himpunan itu seperti apa di samping gambar-gambar kita juga
mungkin ada materi dari buku, kemudian juga pake batu misalnya kerikil-
kerikil itu juga bisa biar dia paham. Kalau enggak sampai, saya itu punya
siswa itu yang sampai pake lidi itu lho yang dicoret-coret” (W1, S4, B 48
– B 55).
“Sebenarnya kalau alat peraga itu sangat bagus ya karena untuk anak-anak
sekarang ini yang kelas bawah itu terutama mereka harus melihat sesuatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
yang nyata jadi betul-betul owh seperti itu ya, misalnya seperti itu” (W1,
S4, B 137 – B 140).
“Kalau anak-anak sebenarnya dia semangat ya kita baru membawa belum
menyampaikan itu mereka sudah kruyuk-kruyuk (mengelilingi) ” (W1, S4,
B 191 – B 193).
Guru juga mengungkapkan bahwa alat peraga dapat meningkatkan hasil
belajar siswa karena dengan alat peraga memberikan contoh yang nyata kepada
siswa. Berbeda ketika guru hanya menerangkan dengan metode ceramah. Ketika
ceramah siswa hanya menerima begitu saja apa yang dikatakan guru. Ketika
menggunakan alat peraga, siswa dapat mengkonstruk atau membangun pemahaman
anak secara mandiri. Ketika anak melakukan sendiri atau praktek, hal tersebut akan
membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna sehingga akan masuk ke dalam
Long Therm Memory (LTM) daripada hanya dengan ceramah terus-terusan.
“Sepertinya ya ada peningkatan, artinya mungkin dari kita menerangkan
secara biasa lewat buku lewat kita memberikan materi seperti itu dengan
mereka melihat sendiri. Owh cara menghitungnya seperti itu, owh seperti
itu, owh seperti itu. Insyaallah juga lebih paham” (W1, S4, B 228 – B
231).
Narasumber yang lainnya yaitu siswa juga mendukung pernyataan guru
bahwa dengan alat peraga memudahkan siswa dalam memahami materi. Selain itu
menurut siswa alat peraga bisa digunakan untuk bermain jadi pembelajaran tidak
membosankan. Belajar sambil bermain tentu akan menyenangkan untuk anak,
apalagi untuk siswa kelas bawah karena dengan belajar sambil bermain membuat
anak menjadi lebih aktif sehingga anak tidak mudah bosan.
“Lebih mudah memahami. Soalnya jadi lebih mudah gitu, membantu”
(W1, S1, B 47 – B 50). “Senang soalnya sambil bermain” (W1, S2, B49).
Pendapat siswa tentang manfaat alat peraga bermacam-macam, jika ada siswa
yang berpendapat bahwa alat peraga dapat mempermudah dalam pemahaman materi,
ada juga siswa yang beranggapan kalau alat peraga tidak ada gunanya atau tidak
memberikan kontribusi apa-apa kepada siswa. Siswa beranggapan bahwa mau
menggunakan alat peraga atau tidak ketika pembelajaran itu sama saja, karena tidak
memberikan sumbangan apa-apa kepada siswa. Hal ini berarti bahwa alat peraga
tidak mendukung tercapainya tujuan pembelajaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
“Biasa. Ada alat peraga ya gitu, gak ada alat peraga ya gitu. Biasa aja”
(W1, S3, B50 – B 51).
4.3.1.2 Kefamiliaran narasumber terhadap alat peraga
Poin selanjutnya adalah kefamiliaran narasumber terhadap alat peraga.
Kefamiliaran di sini terkait dengan sejauh mana narasumber akrab atau terbiasa
menggunakan alat peraga. Ketika pertama kali ditanya mengenai arti alat peraga ada
siswa yang tahu maksud dari alat peraga, tetapi juga ada siswa yang tidak tahu apa
yang disebut dengan alat peraga. Siswa yang tahu menyebutkan bahwa alat peraga
adalah alat yang dapat membantu saat mengerjakan tugas.
“Alat yang membantu kita saat mengerjakan tugas” (W1, S2, B 33). “Alat
yang bisa membantu” (W1, S3, B 38).
Guru mengungkapkan bahwa beliau jarang menggunakan alat peraga karena
keterbatasan alat peraga yang ada di sekolah. Selain itu beliau juga merasa enggan
kalau meminjam alat peraga milik sekolah. Guru juga menyatakan bahwa kalau
mengajar matematika itu langsung ke pemberian materi, jadi mulanya guru memberi
penjelasan atau ceramah tentang suatu materi, selanjutnya siswa diberi tugas untuk
mengerjakan soal yang berhubungan dengan materi tersebut. Jadi pembelajaran
hanya dengan ceramah selanjutnya siswa langsung diberi soal, sehingga guru belum
banyak menggunakan alat peraga dalam pembelajaran.
“Kalau alat peraga itu kalau saya terus terang tidak sesering sekali” (W1,
S4, B 154 – B 155).
“Sebenarnya kalau sekolah itu ada cuman kadang-kadang kan belum
lengkap ya. Seperti kemarin pak X ngendiko, aduh di sana bu. Cuma
kadang-kadang saya sendiri kalau suruh nyari-nyari kan juga ini ya,
kadang gak enak sendiri gitu lho” (W1, S4, B 118 – B 122).
“Kalau Matematika itu kan sepertinya kita mengajar langsung ke
pemberian materi jadi kalau alat peraga banyak yang belum begitu
menggunakan” (W1, S4, B 210 – B 213).
Walaupun jarang dan enggan menggunakan alat peraga milik sekolah, hal ini
tidak membuat guru berhenti sampai di situ. Ketika mengajar guru pernah
menggunakan alat peraga yang sederhana dengan tujuan memudahkan siswa dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
memahami materi. Sederhana di sini berarti bahwa guru menggunakan alat peraga
yang ada di dekat siswa, bukan sesuatu yang harus dibuat tetapi dengan
memanfaatkan barang-barang yang sudah ada. Yang terpenting adalah dapat
membantu guru dalam menyampaikan materi, sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
“Bagaimana caranya kadang saya sendiri pake (menggunakan) yang
sederhana sekali karena kadang kita tidak bisa membuat ya tapi
bagaimana caranya saya itu bisa memberikan motivasi ke anak biar
mereka itu jelas, dong (paham) gitu pake segala cara walaupun dengan
cara yang sederhana” (W1, S4, B 73 – B 78). “Kita ada pensil, ada
penghapus yang bisa dipake (digunakan)” (W1, S4, B 99 – B 100).
Hal ini didukung oleh pernyataan siswa yang mengungkapkan telah
menggunakan alat peraga yang ada di kelas. Alat peraga yang digunakan sesuai
dengan materi pembelajaran. Siswa mengungkapkan pernah menggunakan kancing
baju dan lidi. Alat atau media yang digunakan adalah barang yang ada di
lingkungan kelas, lingkungan sekolah, dan dipersiapkan oleh guru atau siswa
membawa sendiri dari rumah.
“Mudahnya kadang-kadang guru mengajari cara memakai barang yang
kita pakai. Nanti ada benda, terus kalau perkalian kita menghitungnya
pake (menggunakan) benda itu” (W1, S2, B 9- B 12). “Spidol. Pensil sama
kertas” (W1, S1, B 36 – B 37).
“Contohnya memakai kelereng waktu menghitung tambah-tambahan
(penjumlahan), pengurangan, dan perkalian” (W1, S2, B 38 – B 39).
“Bawa karet gitu buat nghitung kotak yang ada paku-pakunya. Pake
pensil, bolpoin apa biting (lidi) gitu” (W1, S3, B 43 – B 45).
Guru berpendapat sebaiknya alat peraga itu yang sederhana, bukan sesuatu
yang mahal. Yang terpenting alat peraga dapat memberikan manfaat untuk siswa.
Bermanfaat di sini adalah dapat digunakan sesuai dengan fungsi serta tujuannya dan
yang dekat dengan siswa. Bahan yang digunakan dalam alat peraga juga yang dekat
dengan siswa, sehingga siswa tidak merasa asing. Selain itu juga dapat
memanfaatkan apa yang bisa dimanfaatkan, jadi dapat menghemat pengeluaran
biaya pembuatan alat peraga.
“Kalau kita sih yang sederhana-sederhana” (W1, S4, B 168 – B 169).
“Kalau buat guru itu alat peraga bisa dibuat yang sederhana-sederhana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
saja, dari bahan yang mudah didapat misalnya seperti itu. Tidak harus
mahal tapi kan kita intinya untuk menjelaskan biar anak itu paham. Jadi
apa yang bisa kita manfaatkan ya kita manfaatkan” (W1, S4, B 172 – B
177).
Lain hal dengan guru, siswa menginginkan alat peraga yang menarik. Menarik
menurut siswa dapat dilihat dari bentuk dan warnanya. Bentuk yang dianggap
menarik adalah bentuk yang lucu misalnya kalau menggunakan kelereng,
kelerengnya bisa ditempeli stiker. Sedangkan warna yang digunakan dalam alat
peraga harusnya warna yang cerah dan mencolok. Dengan bentuk yang lucu dan
warna yang cerah sesuai dengan keinginan siswa diharapkan akan menarik minat
dan perhatian siswa, sehingga memberikan pengalaman belajar yang berbeda untuk
belajar.
“Bagus, warnanya cerah. Ya bentuknya lucu-lucu gitu” (W1, S1, B 58 – B
60).
“Alat peraga yang menarik itu warnanya cerah, bentuknya juga lucu-lucu.
Contohnya kayak kelereng itu nanti ditempeli stiker” (W1, S2, B 62- B
66). “Bentuknya lucu, warnanya cerah” (W1, S3, B60).
4.3.1.3 Pengalaman narasumber menggunakan alat peraga
Poin terakhir terkait dengan pengalaman narasumber terhadap penggunaan
alat peraga sebelum pengimplementasian alat peraga Montessori. Pengalaman yang
didapat guru dan siswa dapat berbeda-beda, sesuai dengan manfaat dan kesulitan
yang dialami narasumber. Pengalaman belajar di sini adalah yang awalnya siswa
tidak tahu menjadi tahu, yang awalnya siswa hanya mendengarkan ceramah
kemudian mendapatkan kesempatan untuk mencoba alat peraga. Guru berpendapat
bahwa alat peraga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, karena alat peraga
memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan bervariasi sehingga lebih
merangsang minat siswa untuk belajar. Hal ini akan diikuti dengan peningkatan hasil
belajar siswa. Selain itu alat peraga dapat menumbuhkan sikap antusias dan
semangat karena siswa tertarik untuk menggunakan alat peraga tesebut. Penggunaan
alat peraga dalam pembelajaran juga untuk menghindari verbalisme (mengetahui
kata-kata yang disampaikan guru tetapi tidak memahami arti atau maknanya). Ketika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
menggunakan alat peraga dapat membantu meletakkan dasar-dasar yang konkret
dari konsep yang abstrak sesuai dengan tahap perkembangan operasonal konkret di
mana anak mampu mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis ketika
melihat objek tertentu atau melakukan aktivitas yang nyata.
“Sebenarnya kalau alat peraga itu sangat bagus ya karena untuk anak-anak
sekarang ini yang kelas bawah itu terutama mereka harus melihat sesuatu
yang nyata” (W1, S4, B 137 – B 140).
“Sepertinya ya ada peningkatan, artinya mungkin dari kita menerangkan
secara biasa lewat buku lewat kita memberikan materi seperti itu dengan
mereka melihat sendiri” (W1, S4, B 228 – B 231).
“Kalau anak-anak sebenarnya dia semangat ya kita baru membawa belum
menyampaikan itu mereka sudah kruyuk-kruyuk (mengelilingi)” (W1, S4,
B 191 – B 193).
Bagi siswa, alat peraga dapat menciptakan situasi belajar yang tidak dapat
dilupakan karena siswa ikut berperan aktif dalam pembelajaran sehingga menjadikan
pembelajaran lebih bermakna. Selain itu alat peraga juga memberikan kemudahan
kepada siswa untuk lebih memahami konsep pembelajaran. Ketika menjumpai soal
yang sulit siswa merasa terbantu dengan adanya alat peraga karena alat peraga dapat
digunakan untuk membantu menghitung soal. Ketika siswa belum begitu lancar
dalam menghitung suatu soal, alat peraga juga turut membantu dalam menghitung
karena alat peraga dapat membimbing siswa untuk menghitung sesuai dengan cara
dalam alat peraga tersebut. Siswa juga mengungkapkan bahwa alat peraga dapat
digunakan untuk bermain. Belajar sambil bermain adalah metode belajar yang
efektif, melalui metode ini siswa jadi lebih kreatif dan aktif. Mereka jadi lebih
senang mengikuti pelajaran serta tidak mudah bosan.
“Senang, bisa ngasih tahu jawabannya. Gak usah susah-susah ngitung”
(W1, S3, B54 – B55).” “Senang soalnya sambil bermain” W1, S2, B49).
“Tergantung, kalau soalnya gampang langsung tapi kalau soalnya sulit
pake alat peraga” W1, S2, B 51 – B 52).
“Lebih mudah memahami. Soalnya jadi lebih mudah gitu, membantu.
Senang” (W1, S1, B 47 – B 50). “Bisa menggunakan secara bergiliran”
(W1, S1, 52).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
“Kalau mengerjakan soal itu jadi lebih cepat. Ya lebih mudah kan ngitung
pakek alat peraga” (W1, S1, B 53 - B 54).
4.3.2 Setelah penggunaan alat peraga berbasis Montessori
4.3.2.1 Pengalaman Narasumber
Poin pertama yang dibahas adalah mengenai pengalaman yang didapat
narasumber ketika menggunakan alat peraga berbasis Montessori. Ketika pertama
kali melihat alat peraga, siswa merasa penasaran, tertarik, dan ingin tahu bagaimana
cara menggunakan alat peraga tersebut. Hal ini sesuai dengan definisi Montessori
bahwa alat peraga dirancang secara sederhana namun terlihat menarik. Rasa ingin
tahu yang dimiliki siswa akan membuat pikiran siswa menjadi lebih aktif. Siswa
yang pikirannya aktif akan belajar dengan baik dengan membangun
pengetahuannya. Rasa ingin tahu akan membuat anak merasa tertantang dan menarik
siswa untuk mempelajarinya lebih dalam. Hal ini berarti bahwa ketika siswa
penasaran, tertarik dan ingin tahu mengenai alat peraga akan membuat siswa
berusaha mencari tahu atau mencari jawaban atas rasa penasarannya.
“Ingin mencoba. Ingin tahu caranya makai (menggunakannya)” (W2, S1,
B 1 – B 3). “Agak kebingungan cara memakainya. Terus tertarik, kalau
cuma dijelasin terus kan bosen tapi kalau pake (menggunakan) alat peraga
kan alat peraganya bisa ganti-ganti” (W2, S2, B 1- B 4).
“Bisa. Ya aku bisa pake (menggunakan) alat peraga itu, terus penasaran.
Pengen nyobain (mencoba)” (W2, S3, B 5 – B 8).
Peneliti juga bertanya bagaimana sikap siswa ketika melihat alat peraga
tersebut untuk pertama kalinya. Sikap siswa ketika pertama kali melihat alat peraga
berbeda-beda. Ada yang menanyakan cara penggunaannya kepada guru. Dengan
bertanya kepada guru tentang cara penggunaannya berarti siswa tersebut berusaha
mencari jawaban atas rasa ingin tahunya. Ada juga siswa yang langsung ingin
mencobanya karena penasaran. Narasumber merasa penasaran karena baru pertama
kali melihat alat peraga tersebut, dan rasa ingin tahu yang dimilikinya membuat
narasumber terdorong untuk mencari tahu jawabannya. Akan tetapi, ada siswa yang
pernah melihat alat peraga seperti itu ketika TK. Meskipun demikian ketika di TK,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
alat peraganya digunakan untuk penjumlahan dan pengurangan. Sedangkan alat
peraga yang sekarang digunakan untuk pembagian bilangan dua angka.
“Menanyakan cara penggunaannya. Kepada guru yang ada di kelas itu”
(W2, S2, B 5 – B 7). “Pernah, di TK juga ada kayak gitu” (W2, S2, B 11).
“Kepengen gitu, penasaran. Kepengen nyoba (mencoba)” (W2, S3, B 9 –
B 11). “Seneng. Karena baru pertama kali nyoba (mencoba)” (W2, S1, B
4 – B 6).
Data ini didukung oleh observasi yang dilakukan oleh peneliti. Ketika guru
menjelaskan alat peraganya, narasumber tertarik dan ingin tahu tentang alat
peraganya. Hal ini muncul ketika guru menjelaskan nama-nama yang ada dalam alat
peraga, narasumber duduk di bangku bagian belakang sehingga alat peraga tidak
begitu terlihat oleh narasumber. Ketika narasumber tidak bisa melihat dengan jelas
alat peraganya, dia langsung berkata kalau alat peraganya tidak terlihat dari
belakang.
A berkata “gak kelihatan bu” (O3, S1, B 21).
Pengalaman yang didapat anak dari alat peraga tersebut bermacam-macam.
Hal ini tergantung dengan pengalaman yang sudah dimiliki narasumber. Guru
berpendapat bahwa alat tersebut dapat digunakan untuk menyampaikan materi
pembagian dan dapat mengenalkan konsep pembagian ke siswa. Alat juga dapat
digunakan untuk bermain. Apalagi ketika siswa bermain dengan alat peraga tersebut,
siswa tidak sadar kalau mereka juga belajar sesuatu yang serius. Pada kenyataannya
bermain merupakan suatu aktivitas bagi anak yang menyenangkan. Bagi anak,
bermain tidak hanya sekedar mengisi waktu tapi merupakan kebutuhan. Bermain
merupakan pengalaman dan proses kegiatan belajar yang mampu membawa
kematangan individu. Dengan bermain, anak akan memperoleh pengalaman yang
dapat menambah dan mengembangkan pengetahuan dalam belajarnya. Dengan
menggunakan alat peraga, untuk bermain anak memperoleh rasa senang, anak
berlatih menggunakan seluruh inderanya, anak aktif melakukan kegiatan, anak
bekerja sama dan interaksi, belajar berkomunikasi dan belajar memecahkan masalah.
“Tapi ternyata mereka cenderung seperti bermain. Kemarin pas awalnya
itu kan dia selesai praktik ada yang telah menyelesaikan tugas itu kan dia
malah main-main, malah bikin menara, yang kaya balok balok itu loh,
lego seperti itu” (W2, S4, B 16 – B 20).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
“Kalau alat peraga itu kan sebenarnya untuk mempermudah, kan
tujuannya untuk mempermudah ya, biar anak itu tahu gimana gitu lho,
…….” (W2, S4, B 69 – B 77).
“Juga bisa belajar sesuatu yang serius” (W2, S4, B 6 – B 7).
4.3.2.2 Perasaan Narasumber
Guru merasa senang ketika menggunakan alat peraga berbasis Montessori,
karena guru dapat mengenalkan sesuatu yang baru kepada siswa. Mengenalkan
sesuatu yang baru di sini berarti guru memunculkan sesuatu yang baru yang belum
pernah digunakan oleh siswa maupun guru. Proses kegiatan belajar mengajar yang
berlangsung hanya menggunakan alat sederhana yang ada di dekat siswa. Apalagi
ketika mengenalkan alat peraga tersebut, tanggapan siswa sangat baik, ditunjukkan
dengan sikap antusias dan semangat untuk mencoba alat tersebut.
“Rasanya senang ya, karena ada alat baru yang bisa mengenalkan ke
siswa” (W2, S4, B 1 – B 2).
“Anak-anak senang gitu, anak-anak antusias dengan kegiatan seperti itu,
kemarin juga kan anak-anaknya sampai rame banget pengen mencoba dan
sebagainya” (W2, S4, B 3 – B 6).
“Rasanya senang ya, artinya ada alat peraga yang baru yang belum pernah
kita pakek dan itu kita munculkan” (W2, S4, B 85 – B 86).
Sedangkan untuk siswa, siswa merasa senang ketika belajar pembagian
dengan alat peraga tersebut karena dapat menggunakan alat yang baru dan dengan
alat tersebut dapat membantu siswa untuk menghitung soal-soal pembagian. Ketika
guru baru pertama kali membawa alat peraga tersebut ke dalam kelas siswa langsung
maju untuk melihat alat tersebut lebih jelas. Hal ini berarti bahwa siswa sangat
penasaran dengan alat peraga yang baru. Akan tetapi pada pertemuan ketiga
narasumber merasa bosan menggunakan alat tersebut, karena sejak pertemuan
pertama satu alat peraga untuk 5 anak sehingga anak bosan jika terus menunggu
giliran untuk menggunakan alat peraga. Hal ini berarti bahwa jika ketersediaan alat
peraga terbatas sementara siswa yang mau menggunakan banyak akan menjadikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
siswa menjadi malas jika terus menunggu giliran ketika mau menggunakan alat
peraga tersebut.
“Seneng. Karena baru pertama kali nyoba” (W2, S1, B 4 – B 6). “Senang,
kan bisa ngitung pake (menghitung menggunakan) alat itu” (W2, S2, B
14). “Suka aja, senang” (W2, S3, B 12). “Senang, gembira karena bisa
pake alat yang baru” (W2, S2, B 46). A berkata “dari kemarin kok pakai
alat itu terus to bu, kan bosen” (O5, S1, B 8 – B 9).
Guru mengatakan bahwa alat peraga Montessori memberikan kesan tersendiri
bagi siswa, karena alat peraga menjadikan proses belajar mengajar menjadi lebih
bermakna. Sebelumnya siswa hanya menggunakan barang yang ada di dekat siswa
menjadi menggunakan barang baru yang belum pernah dilihat siswa. Alat peraga
juga membuat siswa antusias dan semangat dalam mengikuti pembelajaran, karena
sebelumnya siswa hanya mendengarkan ceramah. Siswa menjadi ikut berperan aktif
dengan menggunakan sesuatu yang baru sehingga ketika diberi kesempatan untuk
praktek di depan kelas dengan menggunakan alat tersebut siswa saling berebut untuk
mencoba terlebih dahulu.
“… Anak-anak senang gitu, anak-anak antusias dengan kegiatan seperti
itu, kemarin juga kan anak-ankanya sampai rame banget pengen mencoba
dan sebagainya” (W2, S4, B 3 – B 6).
“Karena ini barang yang baru itu kesannya anak-anak tertarik ya karena
barang yang baru apalagi barang ini juga membuat anak-anak antusias,
pingin tau” (W2, S4, B8 – B 10).
“Antusias anak-anak juga kelihatan ya” (W2, S4, B 87). “Anak-anak juga
semangat” (W2, S4, B 88).
“Begitu langsung praktek satu-satu mereka kan pengen nyoba ke depan,
walaupun di belakang sudah diberi kesempatan” (W2, S4, B 115 – B
116).
“Tapi dengan seperti itu kan dia pengen tahunya kan kayaknya lebih
banyak ya, cenderung presentasenya itu anak yang aktif, bisa membuat
anak penasaran, pengen tahu, apa sih” (W2, S4, B 126 – B 129).
4.3.2.3 Kendala yang dialami narasumber
Ketika guru memperkenalkan alat peraga, guru berkata bahwa beliau tidak
percaya diri karena lupa dengan nama-nama dalam alat peraga. Setelah ditanya lebih
lanjut, ternyata satu hari sebelum alat peraga dikenalkan ke siswa, guru baru diberi
penjelasan dan diminta untuk mencoba alat peraganya, jadi beliau merasa dalam satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
hari tidak cukup untuk memahami nama dalam alat peraga beserta cara penggunaan
alat peraga tersebut.
“Kemarin kan saya juga sempat agak grogi ya, harus pembaginya yang
mana terus yang dibagi yang mana itu kan kadang-kadang keliru, padahal
kan kita juga lupa sendiri to, yang untuk membagi namanya apa itu kan
kita sempat grogi” (W2, S4, B 28 – B 32).
“Padahal kan sama sama bingung ya, iki piye le nganggo (ini bagaimana
cara menggunakannya)” (W2, S4, B 33 – B 34).
“Pas awal kan saya juga belum dong banget” (W2, S4, B 48 – B 49).
“Cuma sedikit bingung sama cara penggunaannya, le natar belum betul-
betul latihan ya, intensitasnya masih kurang banyak, sekarang ditatar
terus besok dipakek” (W2, S4, B 89 – B 91).
Hal ini didukung pada saat kegiatan observasi berlangsung, guru bertanya
kepada peneliti tentang bagaimana menggunakan alat tersebut. Guru lupa dengan
cara penggunaan alat tersebut, sehingga beliau meminta bantuan orang lain. Hal ini
berarti bahwa guru mengalami kendala pada waktu menggunakan alat tersebut saat
mengajar.
Guru bertanya kepada peneliti, “kalau menghitung 40 : 2 itu sebenarnya
menggunakan yang balok satuan apa puluhan ya mbak? (O4, S4, B 38 –
B 40).
Selain itu guru menganggap alat peraga terkesan mahal dari bentuknya. Guru
seringkali bertanya kepada peneliti tentang seberapa mahal alat peraga tersebut.
Mahalnya alat peraga menjadikan guru sungkan dan tidak percaya diri pada saat
menggunakan alat tersebut karena sebelum-sebelumnya guru hanya menggunakan
alat peraga sederhana yang ada di lingkungan sekitar dan sekarang guru
menggunakan alat peraga baru yang terkesan mahal untuk guru. Hal ini akan
berpengaruh terhadap intensi guru dalam menggunakan alat peraga. Jika awalnya
guru sudah merasa sungkan, maka akan berpengaruh untuk selanjutnya.
“Alatnya jelas mahal ya?” (W2, S4, B3).
”Ya memang betul kalau alat peraga kalau gak buat sendiri kan emang
mahal. Kan mahal ya itu mbak belinya” (W2, S4, B 50 – B 52)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
“Kalau ini kan emang agak mahal gitu tapi ya kreatif juga, bagus” (W2,
S4, B 56 – B 57).
“Kalau saya sendiri kan mungkin kurang mengena ya. Tapi setelah
mbaknya turun terjun membantu itu sepertinya tidak masalah. (W2, S4, B
63 – B 65).
“Tapi ada anak yang tidak mau mencoba karena mungkin takut tidak
bisa” (W2, S4, B 116 – B 117).
“Kalau bentuknya itu sebenarnya terkesan mahal ya sebenarnya. Soalnya
kalau dilihat sekilas itu tu, kayaknya bentuknya apa sih? Kan kalau
dengan bentuk seperti itu kalau orang awam yang gak tau itu kayak
bingkisan yang mahal ya? Kan kalau seperti itu seperti bukan alat peraga?
Kok kayak hadiah, kan terus pengen tahu, kan terus dibukak ya itu ya?”
(W2, S4, B 172 – B 178).
“Kalau awal saya melihat itu kesannya mahal ya mbak? Kayu pun
kayaknya kayu mahal to itu? Terus dipernis ya kan? Jadi malah tambah
kesannya ini tu mahal? Tapi saya gak tahu itu mahal apa enggak satunya
seperti itu? Mahal tidak ya?” (W2, S4, B 180 – B 184).
Ketika pertama kali menggunakan alat peraga tersebut, siswa mengalami
kesulitan karena belum terbiasa. Hal ini wajar saja karena baru pertama kali melihat
dan menggunakannya. Tetapi jika proses pembelajaran dengan menggunakan alat
peraga berbasis Montessori dilakukan berkali-kali dalam rentang waktu yang lama
dan waktu yang berdekatan akan membuat siswa terbiasa. Sehingga pasti tidak akan
membuat siswa kesulitan. Hal lain yang membuat siswa mengalami kesulitan adalah
belum pahamnya dengan penjelasan guru tentang cara penggunaan alat peraga. Saat
guru menjelaskan di depan kelas, siswa beranggapan bahwa guru terlalu cepat dalam
menjelaskan, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menerima penjelasan
tersebut.
“Kalau pertama kali sulit. Belum tahu caranya. Soalnya bu Z kalau jelasin
cepat gitu” (W2, S1, B 8 – B 11).
“Pertamanya susah, setelah itu mudah. Kan belum biasa pake alat itu”
(W2, S1, B 55 – B 57).
“Pertamanya sih gak dong (paham) tapi terus dong. Bu guru jelasinnya
kecepeten” (W2, S1, B 58 – B 60).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
“Agak dong (paham). Lha bu guru jelasinnya cepet-cepet kok” (W2, S3,
B 33 – B 35).
Selain hambatan dari guru, ada siswa yang mengalami hambatan dari
kelompok belajar di dalam kelas. Peneliti menjadikan semua narasumber duduk
dalam satu kelompok dengan tujuan agar peneliti bisa fokus atau memudahkan
peneliti pada saat kegiatan observasi berlangsung tetapi ternyata hal tersebut
membuat siswa menjadi tidak nyaman. Pada awalnya narasumber C tidak masalah
duduk dalam satu kelompok bersama A dan B, tapi setelah beberapa pertemuan
narasumber tidak mau duduk dalam satu kelompok lagi. Ketika akhirnya narasumber
mau duduk dalam satu kelompok (dengan bujukan guru), narasumber seringkali
berjalan-jalan atau menganggu teman yang berada di kelompok lain. Dampak dari
hal tersebut juga menjadikan narasumber C jarang memakai alat peraga. Alat lebih
sering dipakai oleh A atau ketika C mempunyai kesempatan untuk mencoba, dia
menggunakan alat peraga tersebut terakhir kali. Hal ini membuat narasumber C tidak
suka atau malas ketika mengikuti pembelajaran. Narasumber C berkeinginan untuk
selalu mencoba alat peraga pertama kali.
“Kebanyakan dipakai oleh A alat peraganya. Kadang-kadang, kan
gantian. Giliran gitu” (W2, S2, B 34 – B 36).
“Kebanyakan dipakai oleh C. Kalau dia udah tapi temennya belum
nyoba, nanti dia nyoba lagi. Kadang aku, kadang C” (W2, S1, B 21 – B
26).
“Kan saya gak mau deket itu. Aku maunya di dekat tempat asliku. Iya.
Mau” (W2, S3, B 15 - B 21).
“A sering makek, aku belum. Padahal A udah 2 kali tapi aku belum.
Terus aku nyobainnya terakhir sendiri” (W2, S3, B 40 – B 42).
Hal ini juga didukung dari observasi yang dilakukan oleh peneliti. Ketika
peneliti melakukan observasi pada pertemuan ketiga, narasumber C tidak mau duduk
dalam satu kelompok bersama A dan B. C hanya mau satu kelompok dengan teman
dekatnya, untuk mengatasi hal tersebut guru mendekati dan meminta agar C mau
duduk satu kelompok dengan A dan B. Pada pertemuan terakhir atau keempat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
narasumber juga perlu dibujuk oleh guru agar mau duduk satu kelompok bersama A
dan B. Ketika akhirnya narasumber mau dijadikan satu kelompok, narasumber
seringkali berjalan atau pindah temapt duduk dengan kelompok teman dekatnya.
C diminta untuk satu kelompok dengan A dan B dia menjawab “aku sini
aja bu, aku gak mau pindah. Dari kemarin kok sama kelompok itu terus”
(O5, S3, B 7 – B 8).
Tapi C tidak mau untuk pindah kelompok, hal ini terlihat dengan dia tidak
mau disuruh pindah dan tetap mau duduk disebelah temannya (O6, S3,
B2 – B 3).
Ketika pembelajaran matematika, guru selalu mengadakan kegiatan
mencongak terlebih dulu. Kegiatan mencongak disesuaikan dengan materi pelajaran
pada hari itu. Hasil atau nilai mencongak dapat menjadi acuan untuk mengetahui
kemajuan keterampilan berhitung siswa mengnenai materi tersebut. Ketika diadakan
mencongak, siswa terlihat antusias untuk menjawab pertanyaan dari guru. Mereka
saling berebut untuk menjawab terlebih dahulu. Kegiatan mencongak dilakukan
secara lisan. Dalam hal ini, guru juga membiasakan siswa untuk berani
mengungkapkan pendapat dan percaya diri. Walaupun jawaban siswa salah tidak
masalah, yang terpenting adalah siswa sudah berani untuk menjawab.
Sebelum memulai ke arah materi pembagian, guru mengadakan
mencongak terlebih dahulu. Materi mencongak mengenai perkalian. Guru
bertanya 9 x 5 (O3, S4, B 8 – B 9).
Kegiatan diawali dengan mencongak tentang perkalian dan pembagian.
Guru meminta salah satu siswa untuk menjawab soal yang diberikan tapi
semua siswa ikut menjawab (O4, S4, B 5 – B 8).
Guru memulai pembelajaran pada hari itu dengan tanya jawab
(mencongak) mengenai materi pembagian (O6, S4, B 6 – B 6).
Kendala yang dialami oleh guru dan siswa juga karena keterbatasan waktu
ketika siswa mau mencoba alat peraga tersebut di depan kelas. Guru memberikan
kesempata kepada siswa untuk mencoba menggunakan alat peraga di depan kelas.
Ketika disuruh untuk menjawab soal dengan menggunakan alat peraga di depan
kelas, siswa terlihat sangat antusias. Hal ini terlihat dari masing-masing kelompok
berebut untuk mencobanya terlebih dahulu. Tetapi karena jam pelajaran matematika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
dalam sehari hanya 2 x 35 hal ini membuat siswa atau kelompok yang ingin maju
untuk mencoba terbatas. Dalam satu mata pelajaran matematika hanya atau 3
kelompok yang bisa maju di depan kelas. Padahal ada 8 kelompok yang ada di kelas.
Ketika guru meminta siswa untuk maju di depan kelas, hal ini berarti bahwa guru
memberikan kesempatan kepada anak untuk ikut berperan secara aktif dalam
pembelajaran. Jadi guru tidak memonopoli waktunya untuk menjelaskan dengan
ceramah saja tetapi juga mengajak siswa untuk ikut serta dalam pembelajaran.
“Yang namanya anak itu kalau dilihat rata-rata mereka bisa ya, cuman
memang keterbatasan waktu untuk mecoba maju di depan” (W2, S4, B
113 – B 114).
Warna yang digunakan dalam alat peraga juga termasuk ke dalam kendala
atau hambatan yang dialami siswa. Warna yang terdapat dalam alat peraga berbasis
Montessori pada pembelajaran pembagian dua angka ini kebanyakan berwarna
coklat atau warna gelap khususnya pada papan pembagian dan pada kotak
penyimpanan baloknya, sehingga membuat siswa kurang menyukai warna yang ada
dalam papan pembagian alat peraganya. Narasumber menginginkan warna yang
cerah pada alat peraganya seperti warna kuning.
“Lumayan suka. Soalnya masih kurang cerah. Kuning. Cerah” (W2, S1, B
45 – B 48).
“Gak suka, soalnya tempatnya warnanya serba coklat. Kan warnanya bisa
diganti sama warna yang gak gelap, aku kalau warna gelap gak suka,
harusnya warna cerah” (W2, S2, B 53 – B 55).
Kendala yang lain adalah bergantungnya hasil belajar pada pemahaman cara
penggunaan alat peraga. Jika siswa paham dengan cara penggunaan alat peraga
maka siswa akan mendapatkan hasil yang baik. Tetapi jika siswa tidak paham
dengan cara penggunaan alat peraga maka siswa akan mengalami kesulitan untuk
menghitung, sehingga siswa akan mendapatkan hasil yang kurang baik atau kurang
memuaskan. Tetapi jika siswa sudah menguasai konsep pembagian maka akan
membuat siswa mudah ketika mengerjakan soal dan tidak bergantung pada alat
peraga berbasis Montessori ini.
“Kalau yang alat peraga itu kan sepertinya anak yang memang betul-betul
memahami bisa cara menggunakanya dan cara menghitungnya, tapi kalau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
buat anak yang kurang memahami cara penggunaannya, pertamanya dia
pasti akan agak kesulitan” (W2, S4, B 58 – B 62).
Kendala terakhir yang terjadi ketika proses pembelajaran adalah jumlah alat
peraga yang tersedia. Alat peraga yang tersedia dalam satu kelas hanya 8, sedangkan
siswa berjumlah 29 sehingga alat peraga tidak mencukupi untuk semua siswa. Hal
ini membuat siswa menunggu giliran untuk menggunakan alat peraga tersebut atau
ketika siswa tidak sabar ketika menunggu gilirannnya ini akan membuat siswa saling
berebut untuk mencoba alat peraga tersebut.
“Sampai ketika penjenengan ndawuhi (anda menyuruh) mencoba di
depan, kan semuanya pengan maju ke depan, sampai mereka rebutan”
(W2, S4, B 130 – B 132).
Hal ini juga didukung oleh observasi yang dilakukan peneliti, ketika observasi
berlangsung peneliti melihat narasumber sering berebut ketika mau menggunakan
alat peraga, untuk memecahkan hal tersebut mereka memutuskan untuk suit terlebih
dahulu sebelum menggunakan alat tersebut. Siswa yang menang saat suit adalah
siswa yang berhak untuk menggunakan alat peraga pertama kali. Namun ada salah
satu narasumber yang tidak mau diajak suit, dia takut kalah karena narasumber tetap
berkeinginan untuk menggunakan alat peraga pertama kali.
B, dan C berebut untuk mencoba pertama kali (O3, S2, S3, B 77).
B mengajak hompipa tapi C tidak mau. C terlihat sudah memegang papan
pembagiannya. (O3,S3, B 78 – B 79). A dan B saling adu cepat untuk
mengambil kartu soal (O6, S, B 29 – B 30).
4.3.2.4 Manfaat yang diperoleh narasumber
Alat peraga Montessori memiliki 5 karakteristik utama yaitu auto education,
auto correction, menarik, bergradasi dan kontekstual. Karakteristik yang pertama
adalah auto education. Auto education terkait dengan kemandirian siswa ketika
proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan alat peraga. Siswa
menganggap bahwa dengan alat peraga berbasis Montessori dapat membantu ketika
mengerjakan soal dan memahami konsep pembagian. Siswa dapat membangun
sedikit-sedikit pengetahuan yang dimilikinya dengan pengalaman yang didapat
ketika menggunakan alat peraga berbasis Montessori sehingga nanti dapat menjadi
konsep baru yang ditemukan sendiri oleh siswa. Selain itu alat peraga juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
membantu ketika mengerjakan soal. Ketika siswa menjumpai soal yang sulit, maka
siswa akan menggunakan alat peraga tersebut untuk membantu menghitung.
Sebaliknya juga, ketika siswa menjumpai soal yang dianggap mudah maka siswa
tidak menggunakan alat peraga Montessori tersebut. Ketika menghitung suatu soal
dengan menggunakan alat peraga, siswa merasa lebih cepat dalam menghitungnya
dibandingkan dengan cara lain. Jadi siswa merasa terbantu dengan adanya alat
peraga ketika mengerjakan soal.
“Membantu. Waktu menghitung soal-soal pembagian gitu” (W2, S1, B 28
– B 30). “Kalau soalnya mudah ya gak pake alat itu, tapi kalau soalnya
susah pake alat itu” (W2, S2, B 21 – B 22).
“Kalau ada alat itu ya aku akan memakainya, kan menghitungnya lebih
cepet pakai itu. Kalau pake itu bisa praktek langsung tapi kalau di oret-
oret lama. Jadi bisa lebih cepet nghitungnya” (W2, S2, B 39 – B 42).
“Membantu. Membantu nghitung (menghitung)” (W2, S3, B 55 – B 58).
Selain alat peraga membantu siswa dalam memahami konsep pembagian, alat
peraga juga menjadikan siswa mandiri dalam belajar. Mandiri yang di maksud di
sini adalah saat belajar siswa melakukan kegiatan belajar yang didasari oleh niatnya
untuk menguasai materi tertentu. Mandiri juga dapat berarti siswa menggunakan
alat peraga sendiri tanpa disuruh oleh guru atau tanpa didampingi oleh guru, dengan
seperti itu alat peraga membuat siswa mempunyai rasa tanggung jawab. Jadi siswa
bisa belajar secara mandiri tanpa dibimbing secara terus-menerus oleh guru. Ketika
siswa belajar berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi
pembelajaran, hal tersebut dapat digunakannya untuk memecahkan suatu masalah
yang ada.
“Membantu. Waktu menghitung soal-soal pembagian gitu” (W2, S1, B 28
– B 30). “Keinginan sendiri” (W2, S1, B 53).
Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan guru. Beliau mengatakan bahwa alat
peraga membuat siswa mandiri dalam mengerjakan soal. Siswa bisa mengerjakan
soal yang diberikan guru tanpa didampingi oleh guru atau orang lain. Ketika siswa
paham dengan cara penggunaan alat peraga berarti siswa dapat mengerjakan sendiri
soal yang diberikan tanpa perlu pendamping. Tetapi kalau siswa belum paham
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
mengenai cara penggunaan alat peraga berarti siswa harus didampingi lagi agar
dapat menggunakan alat peraga dengan benar dan menemukan hasil yang tepat.
“Kalau kemandirian siswa itu mereka bisa mengerjakan sendiri ya, tanpa
didampingi itu kan mereka tetap bisa mengerjakan sendiri seperti itu”
(W2, S4, B 160 – B 164).
Ketika peneliti melakukan observasi, peneliti juga melihat bahwa narasumber
mandiri saat mengambil dan mengembalikan alat peraga. Narasumber langsung
mengambil alat peraga yang diletakkan di depan kelas ketika siswa diminta
menghitung dengan menggunakan alat peraga. Jadi siswa tidak menyuruh guru atau
peneliti untuk mengambilkan alat peraganya. Ketika siswa mengambil sendiri alat
peraganya di depan kelas, hal ini berarti bahwa siswa mau menggunakan alat
tersebut ketika pembelajaran. Ketika sudah selesai menggunakan alat peraganya,
siswa mengembalikan sendiri alat peraga tersebut ke tempat di mana ia mengambil
alatnya.
A mengambil alat peraga yang diletakkan di depan kelas. (O4, S1, B 21).
Setelah mencoba A dan C merapikan alat peraga yang digunakan. C dan
teman-temannya menata baloknya di kotak penyimpanan, A
mengembalikan papan pembaginya (O4, S1, S3, B 54 – B 55).
Menurut guru, alat peraga bermanfaat dalam membantu pemahaman siswa
mengenai pembagian sehingga menjadikan guru lebih mudah menjelaskan konsep
pembagian kepada siswa. Dengan menggunakan alat peraga ketika memperkenalkan
konsep pembagian menjadikan siswa melihat sesuatu secara konkret atau nyata.
Berbeda ketika guru hanya menggunakan metode ceramah. Ketika guru
menggunakan metode ceramah, hal tersebut masih membuat siswa, belum begitu
jelas atau paham dengan konsep pembelajaran. Tetapi ketika menggunakan alat
peraga memberikan gambaran atau contoh yang nyata tentang konsep pembagian.
Waktu yang digunakan guru untuk ceramah pun dapat lebih singkat, ceramah hanya
digunakan guru untuk memberikan penguatan atas konsep yang sudah terbentuk oleh
siswa. Jika siswa dapat membangun sendiri konsep pembelajarannya maka
pembelajaran akan lebih bermakna untuk siswa.
“Ya biasanya membantu, paling tidak kan ada anak yang tadinya tidak
tau, dengan dia langsung praktik tau, tapi ya sama-sama harus
mendukung.” (W2, S4, B 24- B29).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
“Itu kan dibuat itu kan sebenarnya digunakan untuk membantu to, em
untuk keberhasilan pembelajaran itu dibantu alat peraga yang modelnya
seperti itu” (W2, S4, B 52 – B 55).
“Kalau alat peraga itu kan sebenarnya untuk mempermudah, kan
tujuannya untuk mempermudah ya, biar anak itu tahu gimana gitu lho,
owh caranya seperti itu ya, nanti setelah tanpa alat pun nanti mereka tahu
pemahamannya karena kadang-kadang kan konsep yang kita buat kan
sebenarnya maksudnya sama …” (W2, S4, B 69 – B 77).
“Ya kalau pemahaman kan pakek alatnya bisa, kita kan mempermudah
biar mereka kan tahu konsepnya” (W2, S4, B 83 – B 84).
“Kalau 15 dibagi 3 owh iya caranya seperti itu, maka dia lebih memahami
dengan dibantu alat itu” (W2, S4, B 99 – B 100).
Selain itu, dengan adanya alat peraga membantu siswa ketika mengerjakan
soal yang sulit. Ketika siswa menjumpai soal yang sulit, maka siswa akan
mengerjakan soal tersebut dengan bantuan alat peraga, tetapi jika soal dianggap
mudah maka siswa tidak menggunakan alat peraga tersebut. Sehingga dengan
menggunakan alat peraga dapat menjadikan siswa lebih cepat dalam menemukan
hasilnya dibanding dengan cara lain.
“Membantu. Waktu menghitung soal-soal pembagian gitu” (W2, S1, B 28
– B 30). “Jadi lebih mudah ngerjain soal pake alat itu. Pake alat itu dulu
baru dijawab” (W2, S1, B 33 – 34). “Jadi lebih mudah dalam menghitung
pembagian dan perkalian” (W2, S1, B 39 – B 40).
“Kalau soalnya mudah ya gak pake alat itu, tapi kalau soalnya susah pake
alat itu” (W2, S2, B 21 – B 22).
“Kalau ada alat itu ya aku akan memakainya, kan menghitungnya lebih
cepet pakai itu. Kalau pake itu bisa praktek langsung tapi kalau di oret-
oret lama. Jadi bisa lebih cepet nghitungnya” (W2, S2, B 39 – B 42).
“Membantu. Membantu nghitung” (W2, S3, B 55 – B 58).
“Kadang-kadang pake alat itu, kadang-kadang gak pake. Ada yang
mudah, ada yang sulit (soalnya). Kalau soalnya sulit aku mau pake tapi
kalau soalnya mudah, aku gak mau pake” (W2, S3, B 88 – B 92).
Poin yang kedua adalah mengenai manfaat alat peraga terkait dengan auto
correction. Alat peraga yang baik adalah alat peraga yang mempunyai pengendali
kesalahan atau auto correction. Tujuan adanya pengendali kesalahan ini adalah
untuk membantu anak mengoreksi sendiri kekeliruan yang dibuat tanpa perlu diberi
tahu oleh orang lain. Pengendali kesalahan pada alat peraga ini ada beberapa macam,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
diantaranya adalah angka yang tertulis pada balok, lubang pada papan pembagian,
kunci jawaban pada sebalik kartu, dan jumlah pion. Siswa berpendapat bahwa alat
peraga membantu siswa menemukan kesalahannya ketika mengerjakan soal.
Pengendali kesalahan yang ditemukan oleh narasumber adalah ketika narasumber
menghitung soal, tetapi jawaban yang ditemukan tidak sama dengan jawaban yang
tertera pada sebalik kartu soal. Maka siswa menjadi tahu bahwa dia salah dalam
menghitung. Ketika siswa salah dalam menghitung maka siswa akan mengulangi
menghitung lagi dengan alat peraga tersebut tetapi dengan lebih teliti dan cermat lagi
agar dapat menemukan hasil yang sesuai pada sebalik kartu. Selain itu ketika tidak
menemukan jawabannya, maka siswa menyadari kalau salah dalam meletakkan
baloknya karena alat peraga ini bergantung pada cara penggunaannya. Jika salah
dalam meletakkan balok, maka tidak bisa menemukan hasilnya. Alat peraga juga
melatih keterampilan motorik siswa.
“Buat aku jadi tahu kesalahanku. Kan kalau naruhnya salah jawabannya
juga salah” (W2, S1, B 66 – B 67). “Nanti kalau naruh baloknya itu salah
kan jadi salah semua” (W2, S2, B 28 – B 29).
“Membantu aku, waktu aku salah naruh kotaknya itu. Iya. Kan gak
ketemu hasilnya” (W2, S3, B 93 – B 98).
Poin ketiga adalah mengenai manfaat alat peraga terkait dengan daya
tariknya. Setiap alat dan media pembelajaran Montessori harus memiliki nilai
keindahan baik dari segi warna yang menarik maupun kecerahannya. Selain
memiliki daya tarik dari warna, alat peraga harusnya menarik dari segi bentuk dan
ukurannya. Sehingga siswa maupun guru tertarik untuk menyentuh, meraba,
memegang, merasakan, dan mempergunakannya untuk belajar. Siswa
mengemukakan kalau suka dengan warna dalam alat peraga karena lembut.
“Suka. Karena agak muda agak tua” (W2, S3, B 74 – B 75).
Selain dari segi warna, siswa juga tertarik dengan bentuk dan ukuran yang ada
dalam alat peraga. Menurut siswa, bentuk dan ukurannya sudah pas dan sesuai untuk
siswa. Bentuk dan ukuran alat peraga haruslah seimbang dengan fisik siswa, tidak
boleh terlalu kecil atau terlalu besar. Sehingga alat peraga akan menarik minat siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
“Gakpapa (tidak apa-apa), udah pas. Gak kurang besar dan gak kurang
kecil” (W2, S1, B 41 – B 41). “Suka. Udah pas aja” (W2, S1, B 43 – B
44).
Guru berpendapat bahwa perpaduan warna yang digunakan alat peraga sudah
sesuai untuk siswa, kombinasi warna yang digunakan sudah bagus dan dapat
menarik minat siswa sesuai dengan karakteristik anak yang suka dengan warna-
warna yang menarik seperti warna merah dan biru yang digunakan. Selain itu,
bentuk alat peraga sudah bagus walaupun terkesan mahal. Ukuran yang digunakan
alat peraga pun sudah sesuai untuk anak.
“Kalau warnanya sih ya menarik juga. Biru sama merah, itu yang kotak
kecil pembaginya itu, apa sih namanya, lali aku (lupa aku). Lhah yang
pionnya itu kan merah. Terus ada yang biru itu kan sudah menarik juga.
Kan yang namanya ada merahnya itu kan terus orang, anak kan jadi
tertarik dengan warna-warna yang cerah, yang ngejreng (mencolok). Ya
bagus kok sama warna birunya juga, ya pas milih (memilih) warnanya”
(W2, S4, B 197 – B 204).
“Kalau saya rasa untuk bentuk-bentuk ininya sih gak masalah, itu sudah
bagus, itu cuman terkesan mahal karna kotak-kotaknya itu lho yang besar
itu lho, kalau dalamnya emang kecil-kecil tapi tetap itu bagus sekali”
(W2, S4, B 187 – B 190).
Selain itu, alat peraga juga mampu membuat guru lain penasaran. Guru lain
bertanya pada guru matematika tentang alat peraga yang digunakan dalam mengajar.
Hal ini berarti bahwa guru lain tertarik dengan alat peraga Montessori.
“Kan pada ditanya itu tu opo (apa) to mbak?” (W2, S4, B 46 – B 47).
Poin terakhir adalah mengenai manfaat alat peraga terkait dengan kontekstual.
Kontesktual bukanlah sesuatu yang wajib ada dan dimiliki oleh alat peraga berbasis
Montessori, namun hanya upaya yang dilakukan untuk memanfaatkan bahan-bahan
yang sesuai dengan konteks lokal daerah di mana sekolah Montessori didirikan,
sehingga dapat menekan biaya operasional pembuatan alat peraga. Ketika dilakukan
wawancara, siswa mengetahui bahan yang digunakan dalam alat peraga. Siswa juga
sering melihat bahan yang digunakan untuk membuat alat peraga di lingkungan
sekitarnya, seperti di rumah atau di sekolah. Jadi bahan yang digunakan siswa dekat
dengan kehidupan sehari-hari oleh siswa. Bahan yang sering dilihat atau dekat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
dengan siswa dan guru, kemudian dibuat sesuatu yang baru yang belum pernah
dilihat oleh siswa maupun guru.
“Kayu. Sering. Di rumah” (W2, S1, B 82 – B 85). “Tahu, kayu dan cat.
Sering, kan di rumah banyak pohon” (W2, S3, B 99 – B 101). “Tahu,
terbuat dari kayu. Sering. Di rumah” (W2, S2, B 80– B 83).
4.3.3 Pesepsi narasumber mengenai alat peraga Montessori
Persepsi guru mengenai alat peraga Montessori dapat dikatakan bagus. Hal ini
dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seperti perasaan, sikap,
perhatian, dan pengalaman dalam menggunakan alat peraga. Guru merasa senang
ketika menggunakan alat peraga karena memberikan pengalaman yang baru kepada
guru dalam memperkenalkan alat peraga. Sikap guru juga sangat terbuka ketika
menggunakan alat peraga. Beliau tidak sungkan untuk bertanya apabila belum
paham mengani nama alat peraga atau pun cara penggunaan alat peraga. Bagi beliau
yang terpenting adalah siswa dapat memahami konsep pembagian dengan lebih jelas
atau konkret melalui alat peraga yang digunakan. Guru juga memberikan perhatian
yang lebih kepada alat peraga. Hal ini dungkapkan guru dengan memberikan saran
agar pelatihan sebelum penggunaan alat peraga atau ketika mengenalkan alat peraga
kepada guru lebih intens lagi atau diperbanyak lagi waktunya. Melihat kenyataan
seperti itu berarti bahwa guru mau meluangkan waktu untuk belajar sesuatu yang
baru. Guru menerima perubahan baru yang ada, kalau sebelumnya guru hanya
menggunakan alat peraga yang sederhana maka sekarang guru mau menggunakan
alat peraga Montessori, sesuatu yang baru bagi guru. Dengan seperti itu, pikiran
guru selalu terbuka untuk memajukan dirinya dan memajukan orang lain. Selain itu,
guru juga meminta agar sekolah ditinggali atau diberi alat peraganya dengan tujuan
dapat digunakan oleh siswa lain di lain kesempatan. Hal ini berarti bahwa guru mau
menggunakan alat peraga tersebut di lain kesempatan. Selain itu guru juga berharap
siswa yang lain mendapatkan kesempatan yang sama untuk mencoba alat yang baru.
“Gimana kalau sekolah ditinggalin satu seperti itu kalau bisa” (W2, S4, B
37 – B 38). “Nah besok kan kalau misalnya boleh alat peraganya nyuwun
satu atau gimana gitu” (W2, S4, B 41 – B 42). “Karna kan juga buat
belajar anak-anak yang lain juga bisa” (W2, S4, B 44).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Guru juga beranggapan bahwa yang menciptakan alat peraga adalah orang
yang kreatif karena bisa membuat sesuatu yang baru. Sehingga dengan barang baru
diharapkan dapat menarik minat orang yang melihatnya. Hal ini juga dirasakan oleh
anak. Ketika melihat alat peraga untuk pertama kalinya, siswa menunjukkan sikap
penasaran dan rasa ingin tahunya terhadap alat peraga tersebut. Hal ini
ditunjukkannya dengan bertanya kepada guru tentang kegunaan alat peraga tersebut.
Apalagi dengan alat peraga itu mampu membuat siswa merasa senang, tertarik,
antusias dan semangat untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
“Ohh seperti itu to pinter (pandai) juga ya menciptakan itu, kreatif gitu
lho” (W2, W4, B 58 – B 60).
Namun guru juga beranggapan bahwa awal cara penggunaan alat peraga agak
susah, tetapi lama kelamaan setelah guru belajar beliau dapat menggunakan alat
peraga tersebut dengan benar. Guru hanya perlu waktu untuk belajar sesuatu yang
baru. Ketika guru mengajar guru dengan alat peraga Montessori, guru juga sempat
merasa canggung karena beliau lupa dengan nama yang ada dalam alat peraga.
Tetapi kesusahan yang sempat dialami guru ketika pertama kali menggunakan alat
tersebut terbayar ketika melihat sikap siswa yang antusias dalam menggunakan alat
peraga.
“Kalau cara penggunaannya namanya setelah kita belajar ya namanya
mudah” (W2, S4, B 35 – B 36). “Tapi anak-anak senang gitu, anak-anak
antusias dengan kegiatan seperti itu, kemarin juga kan anak-anaknya
sampai rame banget pengen mencoba dan sebagainya” (W2, S4, B 3 – B
6).
“Antusias anak-anak juga kelihatan ya” (W2, S4, B 87). “Anak-anak juga
semangat” (W2, S4, B 88).
“Kemarin kan saya juga sempat agak grogi ya, harus pembaginya yang
mana terus yang dibagi yang mana itu kan kadang-kadang keliru, padahal
kan kita juga lupa sendiri to, yang untuk membagi namanya apa itu kan
kita sempat grogi” (W2, S4, B 28 – B
Persepsi siswa tentang alat peraga juga bagus. Siswa mempunyai keinginan
untuk mencoba alat tersebut di luar jam pelajaran matematika. Siswa mau
menggunakan alat peraga tersebut ketika jam istirahat. Siswa beranggapan bahwa
alat peraga dapat digunakan untuk belajar sekaligus menghafal tentang perkalian dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
pembagian. Walaupun alat telah membantu siswa dalam memahami konsep
pembagian, tetapi siswa tidak lantas malas atau tidak mau lagi untuk menggunakan
alat peraga. Siswa justru mau menggunakan alat tersebut di luar jam pelajaran
matematika.
“Mau. Kalau istirahat. Ya kan bisa buat belajar” (W2, S1, B 58 – B 62).
“Pas istirahat kan bisa belajar pake alat itu. Sambil kita belajar sambil kita
ngapalin pembagiannya sama perkalian” (W2, S2, B 66 – B 68).
Sementara itu, ada siswa yang beranggapan berbeda tentang alat peraga
tersebut, dia menganggap tidak perlu menggunakan alat tersebut di lain kesmpatan
karena telah paham mengenai konsep pembagian. Jadi ketika siswa belum paham
tentang alat peraga tersebut narasumber mau menggunakan alat peraga untuk
memudahkannya dalam memahami konsep atau membantu dalam menghitung,
tetapi ketika narasumber sudah paham dengan konsepnya maka siswa tidak
membutuhkan alat peraga tersebut.
“Enggak. Karena kan aku sudah dong, jadi buat apa lagi pake alat itu
kalau sudah dong” (W2, S3, B 82 – B 83).
4.4 Pembahasan
Menurut Triyanto (2009: 17) pembelajaran merupakan usaha sadar yang
dilakukan oleh seseorang guru dalam mengarahkan interaksi siswa ke dalam
sumber belajar untuk mencapai tujuan tertentu. Usaha yang dilakukan oleh seorang
guru dapat meliputi berbagai hal, salah satunya adalah dengan metode atau media
yang digunakan dalam menyampaikan materi ajar. Guru kelas II- A sekaligus guru
matematika di SD N Percobaan 3 Pakem jarang menggunakan alat peraga ketika
proses belajar mengajar, apalagi alat peraga berbasis Montessori. Guru belum
pernah menggunakan alat peraga berbasis Montessori dalam mata pelajaran
matematika ataupun mata pelajaran yang lain. Selama ini guru menggunakan alat
peraga dengan memanfaatkan apa yang ada di dekat siswa dan yang sederhana
seperti pensil, pewarna, karet gelang atau lidi. Hal ini dikarenakan guru terkendala
oleh waktu kalau mau membuat alat peraga sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Dari hasil wawancara, guru mengungkapkan bahwa alat peraga yang ada
di kelas masih terbatas, berbeda dengan alat peraga IPA yang ada di sekolah. Di
SD N Percobaan 3 Pakem, kebanyakan alat peraga yang ada adalah alat peraga
untuk mata pelajaran IPA sedangkan untuk mata pelajaran matematika masih
terbatas. Walaupun telah dijelaskan bahwa sekolah juga menyediakan alat peraga
untuk mata pelajaran matematika yang dapat digunakan oleh guru, namun guru
merasa enggan kalau disuruh mencari sendiri alat peraga tersebut.
Guru sendiri senang ketika menggunakan alat peraga karena dapat
memberikan sesuatu yang nyata kepada siswa sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Hal ini sesuai dengan tujuan penggunaan alat peraga yaitu alat
peraga digunakan apabila alat tersebut dapat memberikan kemudahan kepada
peserta didik untuk lebih memahami konsep, prinsip, sikap, dan keterampilan
tertentu dengan menggunakan media yang paling tepat menurut karakteristik
bahan (Sumantri, 2001:153). Apalagi ketika menggunakan alat peraga, siswa
sangat antusias. Belum menyampaikan materi pembelajaran dengan alat peraganya
saja siswa sudah semangat dengan mendekati guru dan bertanya tentang alat
peraga. Hal ini dikarenakan alat peraga dapat memberikan pengalaman belajar
yang berbeda dan bervariasi sehingga lebih merangsang minat peserta didik untuk
belajar (Sumantri, 2001:153).
Pada awal pembelajaran guru sering kali mengadakan kegiatan
mencongak. Guru berpendapat bahwa dengan mencongak bagus untuk hafalan
siswa. Sehingga ketika siswa sudah belajar di rumah, guru dapat mengecek hafalan
siswa tersebut dengan mencongak. Kegiatan mencongak disesuaikan dengan
materi pelajaran pada hari itu. Mencongak adalah metode menghitung di luar
kepala dengan ingatan saja kemudian siswa dapat menjawab secara lisan atau
tertulis. Waktu yang digunakan untuk menjawab pun singkat. Hasil yang
diharapkan dengan mencongak adalah siswa akan lebih mudah mengingat dan
lebih cepat dalam menghitung matematika, tidak sekedar ingat dan hafal tetapi
dapat melekat yang sangat rekat di pikiran siswa karena terbiasa. Hasil atau nilai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
mencongak dapat menjadi acuan untuk mengetahui kemajuan keterampilan
berhitung siswa. Ketika diadakan mencongak, siswa terlihat antusias untuk
menjawab pertanyaan dari guru. Mereka saling berebut untuk menjawab terlebih
dahulu. Bahkan ketika dilakukan wawancara, terhadap salah satu narasumber, dia
menganggap matematika itu menyenangkan karena ada kegiatan mencongak.
Kegiatan mencongak dilakukan secara lisan. Dalam hal ini, guru juga
membiasakan siswa untuk berani mengungkapkan pendapat. Ketika mencongak
guru juga sering memberikan penghargaan atas jawaban yang diberikan oleh siswa
dengan mengatakan “bagaus” atau memberinya tepuk tangan.
Selain itu ketika pembelajaran sedang berlangsung, guru sering kali
memberikan motivasi dengan berbagai hal. Motivasi dalam belajar adalah segala
sesuatu yang dapat memotivasi peserta didik atau individu untuk belajar (Abdullah
2013: 49). Tanpa motivasi belajar, seorang peserta didik tidak akan belajar dan
akhirnya tidak akan mencapai keberhasilan dalam belajar. Dalam hal ini, motivasi
yang muncul adalah motivasi eksternal atau motivasi melakukan sesuatu karena
adanya pengaruh dari luar. Pengaruh dari luar yaitu karena perilaku guru. Guru
menampilkan alat peraga sederhana ketika pembelajaran sehingga membuat siswa
termotivasi untuk belajar. Motivasi yang diberikan guru adalah dengan
menggunakan alat peraga yaitu guru memberikan contoh-contoh atau gambar
kepada siswa. Sehingga ketika belajar menggunakan gambar atau contoh siswa
akan termotivasi. Tujuan guru dalam memberikan motivasi adalah agar siswa
dapat belajar dengan baik dan tidak mengalami kesulitan belajar.
Ketika ada siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar, maka guru
akan mendekati siswa tersebut. Waktu dalam melakukan pendekatan, seringkali
dilakukan guru ketika pembelajaran telah selesai atau ketika jam pelajaran
tambahan. Di SD N Percobaan 3 Pakem rutin diadakan pelajaran tambahan pada
hari tertentu. Tujuan tambahan jam pelajaran adalah untuk mengulang materi atau
mengejar ketinggalan materi karena suatu hal. Walaupun begitu, ketika mengajar
guru juga kerap mengalami kesulitan atau hambatan. Hambatan yang dialami guru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
yaitu ketika ada siswa yang tidak konsentrasi maka hal tersebut akan menganggu
guru ketika mengajar.
Ketika siswa belajar mengenai matematika, perasaan siswa berbeda-beda
akan hal tersebut. Ada siswa yang merasa senang, ada siswa yang merasa gampang
dan ada siswa yang merasa agak gampang ketika belajar matematika. Siswa
merasa senang karena seringkali diadakan lomba mengenai matematika,
pertanyaan lisan dan seringkali diadakan mencongak. Ketika diadakan mencongak
siswa merasa terbantu dalam belajar. Hal ini karena ketika siswa belajar di rumah
dapat membuat siswa bersemangat dalam menghafal. Sedangkan siswa yang
merasa agak gampang ketika belajar matematika menyebutkan alasan bahwa guru
sering menggunakan barang yang dipakai dalam membantu pemahaman siswa.
Segingga siswa merasa terbantu dalam memahami materi. Tetapi ketika siswa
mengerjakan soal dan belum selesai mengerjakan tetapi sudah diberi soal lagi oleh
guru, hal tersebut membuat siswa merasa kurang nyaman atau kurang senang
dalam belajar, itu membuat pekerjaan siswa terasa banyak dan menumpuk. Siswa
juga mengalami hambatan atau kendala dalam belajar yaitu ketika ada salah satu
orang atau beberapa temannya yang ramai karena hal tersebut dapat menganggu
konsentrasi siswa. Ketika siswa merasa bahwa ada temannya yang menganggu dan
ramai berarti kelas yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar tidak
kondusif lagi. Ketika belajar matematika, suasana belajar yang diharapkan siswa
adalah dengan suasana belajar yang tenang dan damai, tidak ada siswa yang ramai,
mengajak berbicara atau lari keliling kelas. Sehingga siswa dapat mendengarkan
penjelasan dari guru.
Selain itu siswa juga menganggap kalau cara guru menjelaskan terlalu
cepat sehingga membuat siswa kesulitan dalam memahami penjelasan guru. Guru
harusnya tidak menjelaskan terlalu cepat karena kemampuan guru dan siswa dalam
menerima sesuatu berbeda. Kebanyakan dari siswa perlu waktu yang relatif lama
untuk mengenal suatu materi yang baru. Guru yang terlalu cepat dalam
menjelaskan materi akan membuat siswa mudah jenuh sehingga siswa tidak akan
menyimak penjelasan dari guru lagi. Jika siswa sudah jenuh atau tertinggal maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
siswa tidak mau mendengarkan apa yang sudah dijelaskan guru. Apalagi
karakteristik anak berbeda, ada yang cepat dalam memahami tetapi juga ada siswa
yang lamban (bukan berarti bodoh) dalam memahami materi.
Ketika siswa belajar dengan menggunakan alat peraga membuat siswa
antusias dan bersemangat karena dengan alat peraga dapat sambil dicoba atau
memberikan pengalaman langsung kepada siswa. Menurut Sumantri (2001, 152)
alat peraga adalah alat pembantu pengajaran yang mudah memberi pengertian
kepada peserta didik. Berbeda ketika hanya dijelaskan oleh guru, siswa
berpendapat bahwa penjelasan tersebut hanya disimpan di otak oleh siswa atau
hanya sekedar hafalan. Sehingga lama kelamaan siswa akan lupa dengan hal
tersebut. Alat peraga juga dapat membantu siswa ketika mengerjakan soal. Ketika
siswa mengerjakan soal dengan menggunakan alat peraga, siswa tidak susah-susah
dalam menghitung karena alat peraga sudah memberi tahu hasilnya. Tetapi ada
juga siswa yang menganggap kalau alat peraga tidak memberikan kontribusi sama
sekali. Ketika siswa belajar dengan atau tanpa alat peraga sama saja, tidak
membantu pemahaman siswa.
Kemudian siswa dan guru diperkenalkan dengan alat peraga berbasis
Montessori khususnya untuk materi pembagian bilangan dua angka. Alat peraga
berbasis Montessori adalah alat yang digunakan untuk mengajar anak yang
dirancang secara sederhana namun terlihat menarik, memungkinkan pemerolehan
pengetahauan yang lebih banyak, belajar secara mandiri serta belajar mengetahui
kesalahan yang mereka buat saat belajar (Lillard, 1997:11).Ketika siswa
diperkenalkan dengan alat peraga berbasis Montessori siswa sangat antusias dan
semangat. Hal ini dapat dilihat ketika guru membawa alat peraga tersebut masuk
ke dalam kelas. Ketika melihat alat perag auntuk pertama kalinya, siswa langsung
maju dan bertanya mengenai alat peraga tersebut kepada guru. Sebelum guru
memperkenalkan alat peraga ke siswa, guru terlebih dahulu diberi pelatihan
tentang nama serta cara penggunaan alat peraga tersebut. Tetapi hanya satu hari
sebelum pengimplementasian alat peraga. Jadi ketika guru mengajar dengan
menggunakan alat tersebut, guru kurang memahami cara penggunaan alat peraga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
tersebut. Guru menganggap kalau pelatihan dalam satu hari itu intensitasnya
terlalu sedikit.
Ketika mengajar menggunakan alat peraga tersebut, guru merasa senang
karena dapat memperkenalkan alat peraga baru kepada siswa. Dengan alat baru
dapat membuat siswa penasaran dan antusias sehingga siswa tertarik untuk
menggunakan alat tersebut. Hal ini berarti bahwa siswa termotivasi untuk belajar.
Motivasi yang terlihat adalah motivasi intrinsik yaitu motivasi dalam diri untuk
melakukan sesuatu (Abdullah, 2013: 49). Ketika siswa penasaran dengan alat
peraga tersebut membuat siswa terdorong untuk belajar atau lebih mengenal
dengan alat peraga tersebut. Apalagi ketika menggunakan alat tersebut tidak hanya
sekedar bermain tetapi anak juga dapat belajar sesuatu yang serius. Belajar sambil
bermaian membuat peserta didik berperan aktif dalam pembelajaran. Hal ini
berbanding terbalik dengan pembelajaran sebelum penggunaan alat peraga
berbasis Montessori, di mana guru hanya menggunakan alat peraga sederhana
yang ada di dekat siswa.
Alat peraga membantu guru ketika menyampaikan materi ajar. Sesuai
dengan tujuan penggunaan alat peraga yaitu untuk meletakkan dasar-dasar yang
konkret dari konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi pemahaman yang
bersifat verbalisme (Sumantri, 2001: 154). Verbalisme yaitu mengetahui kata-kata
yang disampaikan guru tetapi tidak memahami artinya atau tidak mengerti akan
maknanya. Ketika mengajar dengan menggunakan alat peraga berbasis Montessori
guru merasa kalau lebih mudah dalam mengajar. Guru tidak lantas menjelaskan
konsep pembagian dengan metode ceramah tetapi dengan menggunakan alat
peraga siswa bisa praktek sendiri. Ketika siswa praktek dengan menggunakan alat
peraga berbasis Montessori ini memberikan gambaran yang konkret atau nyata
kepada siswa, memberikan informasi baru, dan dapat menambah ilmu bagi siswa.
Hal ini sesuai dengan konsep belajar merupakan aktivitas interaksi aktif individu
terhadap lingkungan sehingga terjadi perubahan tingkah laku (Abdullah, 2013:
40). Walaupun seperti itu, siswa tidak boleh bergantung pada alatnya, alat hanya
digunakan untuk memahami konsep pembagian. Untuk lebih lanjutnya, siswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
harus mengembangkan keterampilan berpikirnya sendiri. Jadi tanpa alat peraga
siswa sudah dapat mengerjakan soal-soal pembagiannya dengan benar dan tepat.
Hal ini sesuai dengan konsep alat peraga berbasis Montessori, di mana alat peraga
dirancang untuk mengkonstruksi pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki menjadi
suatu konsep baru.
Selain alat peraga bermanfaat dalam membantu pemahaman siswa, alat
juga mendukung hasil evaluasi belajar siswa. Evaluasi adalah suatu proses
menentukan nilai seseorang dengan menggunakan patokan-patokan tertentu untuk
mencapai suatu tujuan (Imron, 1996: 114). Ketika mengerjakan soal dengan
menggunakan alat peraga berbasis Montessori maka hasil yang didapat siswa akan
benar. Tetapi jika anak salah dalam menggunakan alat peraga tersebut, maka hasil
yang didapat siswa pun akan salah. Jadi hasil evaluasi belajar siswa tergantung
dengan pemahaman siswa tentang cara penggunaan alat peraga tersebut. Ketika
siswa paham dengan cara penggunaan alat peraga maka siswa mudah atau tidak
mengalami kesulitan ketika mengerjakan soal dan hasil evaluasinya pun akan
bagus.
Ketika pertama kali guru melihat bentuk dari alat peraga tersebut, guru
langsung menganggap kalau alat peraga tersebut mahal karena dilihat dari
bentuknya tempat untuk menyimpan alat peraga terlihat seperti bingkisan kado
yang mewah. Selain itu, kayu yang digunakan pun kayu mahal dan masih
diperindah. Sehingga memberikan tambahan kesan mahal terhadap alat peraga.
Namun, menurut beliau ukuran dan warna alat sudah sesuai dengan karakteristik
siswa kelas bawah di mana ukuran dan bentuk alat peraga sesuai dengan fisik
anak. Sedangkan untuk warnanya, menurut guru warna yang digunakan dalam alat
peraga sudah menarik dan cerah. Tapi hal ini bertentangan dengan siswa karena
menurut siswa warna yang digunakan dalam alat peraga terlalu gelap atau kurang
cerah. Warna yang digunakan dalam papan pembagi dan tempat penyimpanan
baloknya kebanyakan berwarna coklat sehingga terkesan kurang cerah untuk
siswa. Siswa lebih suka jika warna yang digunakan dalam alat peraga adalah
warna yang cerah seperti kuning. Warna yang dilihat siswa dapat memancing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
kepekaan terhadap penglihatanm selain itu warna juga bermanfaat untuk
meningkatkan daya pikir serta kreativitas anak. Warna pada alat peraga berperan
sebagai stimuli (rangsangan), dengan menggunakan warna cerah yang disukai
anak dan menarik perhatian seperti merah, kuning dan oranye warna ini dapat
merangsang anak untuk berkreativitas.
Akan tetapi pada pertemuan ketiga, sebelum memulai pelajaran salah satu
narasumber mengatakan sudah bosan menggunakan alat peraga tersebut.
Narasumber merasa bosan menggunakan alat peraga tersebut karena dari
pertemuan pertama pada waktu belajar materi pembagian hanya menggunakan alat
peraga itu terus-terusan. Pada awalnya narasumber antusias, tertarik dan semangat
menggunakan alat peraga tetapi pada pertemuan ketiga siswa sudah merasa bosan.
Bosan di sini adalah karena keterbatasan jumlah alat peraga. Jika dalam kelas
Montessori sesunggunya terdapat banyak alat peraga dan siswa bebas untuk
menggunakannya. Tetapi dalam penelitian ini, satu alat peraga digunakan untuk 4
sampai 5 orang sehingga membuat siswa saling berebut ketika ingin
menggunakannya. Hal inilah yang membuat siswa merasa bosan atau jenuh kalau
setiap kali ingin menggunakan alat peraga harus antri terlebih dahulu.
Sedangkan terkait dengan cara penggunaan alat peraga. Narasumber
menganggap bahwa cara penggunaan alat peraga juga mudah, tinggal
memasukkan balok-baloknya ke dalam papan pembagian sehingga bisa
menemukan hasilnya walaupun pada awalnya narasumber masih mengalami
kesalahan dan belum begitu memahaminya dikarenakan guru ketika menjelaskan
terlalu cepat sehingga membuat siswa tidak begitu memahami penjelasan guru.
Sebelum dan sesudah penggunaan alat peraga berbasis Montessori,
memberikan pandangan yang berbeda kepada siswa. Pada awalnya salah satu
narasumber menyatakan bahwa dengan atau tanpa alat peraga tidak memberikan
kontribusi terhadap konsep pemahaman pembelajaran. Tetapi setelah belajar
dengan menggunakan alat peraga siswa mengungkapkan bahwa alat peraga
membantu siswa dalam memahami konsep pembelajaran. Konsep pembelajaran
yang terbentuk dalam diri anak berasal dari pengalaman-pengalaman narasumber
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
ketika menggunakan alat peraga dengan pengetahuan yang sudah dimiliki. Hal ini
berarti bahwa alat peraga berbasis Montessori mengubah konsep siswa, dari yang
awalnya menganggap alat peraga tidak memberikan kontribusi menjadi alat peraga
membantu pemahaman anak tentang konsep pembelajaran. Selain itu dengan alat
peraga berbasis Montessori memberikan pengalaman yang baru kepada guru dan
siswa dalam belajar matematika, dari yang sebelumnya pembelajaran berlangsung
dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, penugasan tetapi berkembang
dengan anak terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Jadi pembelajaran berpusat
pada siswa bukan berpusat kepada guru. Dengan pembelajaran berpusat kepada
siswa menjadikan siswa sebagai narasumber utama dalam kegiatan pendidikan
sehingga semua aktivitas diarahkan untuk perkembangan peserta didik (Abdullah,
2013: 46). Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik umumnya merupakan
pembelajaran aktif yang melibatkan peserta didik dalam aktivitas fisik atau
melibatkan peserta didik untuk berpikir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian ini akan dibahas mengenai (1) kesimpulan, (2) keterbatasan
penelitian dan (3) saran.
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Alat peraga Montessori memberikan pengalaman yang positif terhadap
guru. Alat peraga memudahkan guru dalam mengajar karena sebelum
menggunakan alat peraga berbasis Montessori guru lebih sering
menggunakan metode ceramah tetapi dengan alat peraga berbasis
Montessori membuat siswa ikut berperan aktif atau ikut serta dalam
kegiatan belajar mengajar sehingga pembelajaran lebih efektif. Peran alat
peraga berbasis Montessori dalam pembelajaran adalah membantu siswa
untuk lebih mandiri dan dapat mengetahui kesalahannya sendiri ketika
belajar. Pengalaman yang dialami oleh guru ini telah mempengaruhi
persepsinya terhadap penggunaan alat peraga. Bahwa alat peraga bukan
sekedar alat bantu untuk berhitung atau pun mainan di sela pembelajaran,
akan tetapi lebih dari pada itu dapat dipakai untuk meningkatkan antusias
siswa dalam belajar dan mengajarkan kemandirian. Pandangan ini telah
merubah pemikiran guru terhadap pentingnya alat peraga, yang tadinya
guru hanya berpikir mencari praktis dengan alat peraga sederhana di
sekitarnya menjadi berpikir mengenai pentingnya mengembangkan alat
peraga yang dipikirkan konsepnya matang-matang seperti alat peraga
Montessori. Namun, guru belum mempunyai keinginan untuk
mengembangkan alat itu sendiri karena beberapa kendala yaitu
terbatasnya waktu dan dana. Akan tetapi, jika ada yang memberikan alat
peraga Montessori, beliau akan sangat antusias untuk menggunakannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
2. Persepsi siswa atas penggunaan alat peraga baik karena pada awalnya
siswa berpendapat bahwa alat peraga adalah alat bantu dalam menghitung
soal tetapi kemudian alat peraga dapat menumbuhkan sikap antusias,
mandiri, semangat ketika belajar, serta dapat membantu siswa mengoreksi
sendiri kesalahannya ketika mengerjakan soal. Alat peraga dapat
memudahkan siswa ketika menyelesaikan soal yang diberikan guru
dengan menggunakannya untuk membantu menghitung soal yang
diberikan guru. Namun siswa kurang menyukai warna yang digunakan
dalam alat peraga karena warnanya terlalu gelap. Siswa menginginkan
warna yang cerah dalam alat peraga seperti warna kuning. Siswa pun
merasa bosan jika belajar pembagian menggunakan alat peraga tersebut
terus menerus karena satu alat peraga digunakan secara bergiliran untuk 4
sampai 5 anak di dalam 1 kelompok sehingga siswa tidak mau
menggunakan alat peraga tersebut di luar jam pelajaran matematika.
5.2 Keterbatasan Penelitian
5.2.1 Penggalian data mengenai persepsi siswa dalam penelitian ini hanya
dilakukan pada tiga siswa dari 29 siswa yang menggunakan alat peraga
Montessori dikarenakan keterbatasan waktu dan tenaga dari peneliti.
Jumlah subjek yang relatif kecil ini tentunya belum mewakili persepsi dari
keseluruhan siswa yang menggunakan alat peraga Montessori secara
keseluruhan sehingga harus berhati-hati dalam mengambil kesimpulan.
5.2.2 Terbatasnya jumlah alat peraga dalam satu kelompok. Satu kelompok
yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa menggunakan 1 alat peraga berbasis
Montessori secara bergantian.
5.2.3 Guru belum begitu paham dan atau belum menguasai mengenai cara
penggunaan alat peraga berbasis Montessori.
5.2.4 Siswa merasa tidak suka dengan warna gelap yang ada pada alat peraga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
5.3 Saran
Salah satu manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan saran
perbaikan bagi pengembangan alat peraga Montessori berdasar pengalaman dari
subjek yang menggunakan alat peraga Montessori. Berdasarkan hasil penelitian,
beberapa saran yang dapat diberikan peneliti untuk para pengembang alat
selanjutnya adalah:
5.3.1 Subjek penelitian perlu ditambah sehingga dapat mewakili dari jumlah
keseluruhan siswa yang ada di kelas.
5.3.2 Alat peraga lebih diperbanyak sehingga anak tidak bosan ketika
menunggu giliran untuk menggunakan alat peraga.
5.3.3 Memberikan pelatihan penggunaan alat peraga kepada guru terlebih
dahulu supaya guru mengerti mengenai esensi alat dan cara
penggunaannya sehingga alat yang sudah terkonsep dengan baik dapat
digunakan secara maksimal.
5.3.4 Lebih memperhatikan pemilihan warna pada pembuatan alat peraga,
seperti memilih warna-warna yang cerah sehingga lebih meningkatkan
ketertarikan siswa dalam menggunakan alat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
DAFTAR REFERENSI
Adiningsih, D. (2012). Pengaruh persepsi siswa tentang metode mengajar guru dan
kemandirian belajar terhadap prestasi belajar akuntansi siswa kelas X
program keahlian akuntansi SMK Batik Perbaik Purworejo tahun ajaran
2012/ 2013. Skripsi: Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Yogyakarta
Anitah, S. (2010). Media pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka
Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Edisi revisi VI.
Jakarta: Rineka Cipta
Asyad, A. (2010). Media pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar isi dan standar kompetensi
lulusan untuk satuan pendidikan dasar. Jakarta: BP. Cipta Jaya
Creswell, J. W. (2012). Reserch design: pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Depdikbud. (2007). Standar isi kurikulum KTSP 2007. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Desmita. (2012). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset
Fazio. R. I-L, & Roskos-Ewoidsen, D.R. (1994). Acting as we feel: When and how
attitudes guide behavior. In S. Shaviti & T. C. Brock (Eds), Persuasion.
Boston: Allyn & Bacon
Gunawan, I. (2013). Metode penelitian kualitatif teori & praktik. Jakarta: Bumi
Aksara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Hainstock, E. G. (1997). The essensial montessori; an introduction to woman, the
writings, the method, and the movement. United states of America: A Plume
Book
Haryati, T. Y. (2011). Implementasi pendekatan paradigma pedagogi reflektif dalam
pembelajaran siswa kelas VA SD Kanisius Sorowajan semester genap tahun
pelajaran 2010/ 2011. Skripsi: Fakultas Kaguruan dan Ilmu Pendidikan.
Universitas Sanata Dharma
Holt, H. (2013). The absorbent mind, pikiran yang mudah menyerap. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Heruman. (2007). Model pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD). Bandung:
Remaja Rosdakarya
Hudojo & Herman H. (1981). Teori belajar untuk pengajaran matematika. Penataran
Lokarya Tahap Kedua Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G):
Departemen P dan K. Jakarta
Hudojo & Herman H. (2001). Common textbook pengembangan kurikulum dan
pembelajaran matematika. Malang: JICA – Universitas Negeri Malang
Imron, A. (1996). Belajar & pembelajaran. Malang: Pustaka Jaya
Johnson, E. B. (2007). Contextual teaching and learning: menjadikan kegiatan
belajar- mengajar mengasyikan dan bermakna. Bandung: Mizan Learning
Center
Kamus Pusat Bahasa. (2008). Kamus Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta: Pusat
Bahasa– Departemen Pendidikan Nasional
Latifa. (2013). Penggunaan alat peraga meteran untuk meningkatkan hasil belajar
matematika bagi siswa berkesulitan belajar matematika. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Lillard, P. P. (1996). Montessori today. New York: Schocken Books
Lillard, P. P. (1997). Montessori in the classroom. New York: Schocken Books
Lillard, P. P. (2005). Montessori: The science behind the genius. Oxford: Oxford
University Press
Lillard, A. S. (2006). Evaluating Montessori education. AAAS Journal. Education
Forum 313. Diakses dari
www.sciencemag.org/cgi/content/full/313/5795/1893/DC1
McMillan, J. H., Schumacher., Sally. (2001). Research in education a conceptual
introduction (5th
ed.). New York: Longman
Moleong, L. J. (2006). Metodologi penelitian kualitatif (edisi revisi). Bandung:
Remaja Rosdakarya Offset
Montessori, M. (2013). Metode montessori: panduan wajib untuk guru dan orangtua
didik paud (pendidikan anak usia dini). Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar
Montessori, M. (2002). The montessori method. New York: Schocken Books
Munadi, Y. (2010). Media pembelajaran; sebuah pendekatan baru. Jakarta: Gunung
Persada
Narbuko, C., & Abu, A. (2009). Metodologi penelitian. Jakarta: Bumi Aksara
Nasution, S. (1988). Metode penelitian naturalistik kualitatif. Bandung: Tarsito
Pedoman Penulisan Skripsi. (2012). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Poerwandari, K. (1998). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia.
Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi (LPSP3). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Rinke, C. R., Gimbel S. J., Haskell S. (2012). Opportunities for inquiry science in
Montessori classroom: learning from a culture of interest, communication,
and explanation. Journal of science education
Sani, A. S. (2013). Inovasi pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Slameto. (2003). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta
Smaldino, S.E., Lowther, D.L., & Russell, J.D. (2011). Instructional technology and
media for learning= Teknologi pembelajaran dan media untuk belajar (9th
ed.). Jakarta: Kencana
Sobur, A. (2003). Psikologi umum. Bandung: CV Pustaka Setia
Suharnan. (2005). Psikologi kognitif. Surabaya: Srikandi
Sujanto, E. (2011). Sukses belajar dan mengajar dengan teknik memori. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Sumantri, M & Permana, J. (2001). Strategi belajar mengajar. Bandung: CV.
Maulana
Sumiaty. (2009). Penggunaan alat peraga tiga dimensi dalam meningkatkan hasil
belajar matematika pokok bahasan geometri bangun ruang. Purwakarta:
jurnal kajian filosofi, teori, kualitas, dan manajemen pendidikan
Suparno, P. (2001). Teori perkembangan kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kansius
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Supratiknya, A. (2012). Penilaian hasil belajar dengan teknik nontes. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma
Susanti, I. (2012). Penerapan metode Montessori dalam meningkatkan kemampuan
motorik halus anak di kelompok bermain talenta kabupaten Bandung.
Bandung: Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Siliwangi Bandung
Thoha, M. (1996). Perilaku organisasi, konsep dasar dan aplikasinya. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Triyanto. (2009). Mendesain model pembelajaran inovasi progresif: konsep,
landasan, dan implementasinya pada kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Walgito, B. (2003). Psikologi sosial: suatu pengantar. Yogyakarta: Percetakan Andi
Offset
Winkel, W. S. (1996). Psikologi pengajaran. Jakarta: Grasindo
Wood, J. T. (2013). Komunikasi interpersonal: interaksi keseharian (6th
ed.). Jakarta:
Salemba Humanika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
A. Pedoman Observasi dan Wawancara
Lampiran 3.1 Pedoman observasi kondisi sosio-cultural
No. Tujuan Objek Hal yang diamati Deskripsi
1. Untuk mengetahui
kondisi atau keadaan
kelas
Ruang
kelas Fasilitas yang
terdapat di kelas
Alat peraga
matematika yang
terdapat di kelas
Kebiasaan
menggunakan alat
peraga
Suasana belajar
matematika di kelas
Kerjasama yang
terjalin antar siswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Lampiran 3.2 Pedoman observasi proses pembelajaran secara umum pertemuan
pertama
No. Tujuan Subjek Hal yang diamati Deskripsi
1. Untuk mengetahui
proses pembelajaran
yang terjadi di kelas
Guru Metode yang
digunakan guru
dalam mengajar
Media yang
digunakan oleh guru
dalam mengajar
Pendekatan yang
diterapkan guru
dalam mengajar
Penguasaan kelas
oleh guru
Peran guru dalam
mengajar
Penguasaan guru
tehadap materi
pembelajaran
2. Untuk mengetahui
proses pembelajaran
yang terjadi di kelas
Siswa Cara kerja siswa
dalam mengerjakan
soal
Sikap siswa ketika
mengikuti
pembelajaran
Minat dan perhatian
siswa ketika
mengikuti
pembelajaran
Interaksi antara siswa
dengan siswa
Reaksi yang
ditunjukkan siswa
terhadap stimulus
yang diberikan guru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Lampiran 3.3 Pedoman observasi proses pembelajaran secara umum pertemuan
kedua
No. Tujuan Subjek Hal yang diamati Deskripsi
1. Untuk mengetahui
proses pembelajaran
yang terjadi di kelas
Guru Metode yang
digunakan guru
dalam mengajar
Media yang
digunakan oleh guru
dalam mengajar
Pendekatan yang
diterapkan guru
dalam mengajar
Penguasaan kelas
oleh guru
Peran guru dalam
mengajar
Penguasaan guru
tehadap materi
pembelajaran
2. Untuk mengetahui
proses pembelajaran
yang terjadi di kelas
Siswa Cara kerja siswa
dalam mengerjakan
soal
Sikap siswa ketika
mengikuti
pembelajaran
Minat dan perhatian
siswa ketika
mengikuti
pembelajaran
Interaksi antara siswa
dengan siswa
Reaksi yang
ditunjukkan siswa
terhadap stimulus
yang diberikan guru
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Lampiran 3.4 Pedoman observasi guru ketika menggunakan alat peraga
berbasis Montessori pertemuan ke I
No. Tujuan Subjek Hal yang diamati Deskripsi
1. Untuk mengetahui
respon guru terhadap
pengaplikasian alat
peraga montessori
Guru Antusias guru dalam
menggunakan alat
peraga
Penguasaan guru
terhadap alat peraga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Lampiran 3.5 Pedoman observasi siswa ketika menggunakan alat peraga
berbasis Montessori pertemuan ke I
No. Tujuan Subjek Hal yang diamati Deskripsi
1. Untuk mengetahui
respon siswa
terhadap
pengaplikasian alat
peraga montessori
Siswa a. Cara siswa
mendengarkan guru
yang sedang
menjelaskan
b. Siswa memperhatikan
cara penjelasan tentang
alat peraga
c. Siswa menggunakan
alat peraga dengan
benar.
d. Siswa mengetahui alat
peraga digunakan
untuk mempelajari
materi pembagian.
e. Siswa mencoba
menggunakan alat
peraga dan dapat
menjawab soal dengan
tepat
f. Setelah diberi alat
peraga, siswa langsung
menyentuh alat
tersebut
g. Setelah diberi alat
peraga, siswa langsung
melihat dan meraba
alat tersebut
h. Setelah diberi alat
peraga, siswa langsung
memegang alat peraga
tersebut dan
mencobanya
i. Siswa menunjukkan
wajah senang selama
menggunakan alat
peraga
j. Siswa ingin berlama-
lama menggunakan
alat peraga tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
k. Gradasi tingkatan nilai
dari satuan ke ribuan
membantu siswa dalam
menjawab soal
pembagian
l. Siswa menemukan
kesalahan jawaban
yang terjadi dengan
menggunakan alat
peraga
m. Siswa dapat
memperbaiki kesalahan
dalam menjawab
pertanyaan dengan
menggunakan alat
peraga
n. Siswa mendapatkan
jawaban yang tepat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Lampiran 3.6 Pedoman observasi guru ketika menggunakan alat peraga
berbasis Montessori pertemuan ke II
No. Tujuan Subjek Hal yang diamati Deskripsi
1. Untuk mengetahui
respon guru terhadap
pengaplikasian alat
peraga montessori
Guru Antusias guru dalam
menggunakan alat
peraga
Penguasaan guru
terhadap alat peraga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Lampiran 3.7 Pedoman observasi siswa ketika menggunakan alat peraga
berbasis Montessori pertemuan ke II
No. Tujuan Subjek Hal yang diamati Deskripsi
1. Untuk mengetahui
respon siswa
terhadap
pengaplikasian alat
peraga montessori
Siswa a. Cara siswa
mendengarkan guru
yang sedang
menjelaskan
b. Siswa memperhatikan
cara penjelasan tentang
alat peraga
c. Siswa menggunakan
alat peraga dengan
benar.
d. Siswa mengetahui alat
peraga digunakan
untuk mempelajari
materi pembagian.
e. Siswa mencoba
menggunakan alat
peraga dan dapat
menjawab soal dengan
tepat
f. Setelah diberi alat
peraga, siswa langsung
menyentuh alat
tersebut
g. Setelah diberi alat
peraga, siswa langsung
melihat dan meraba
alat tersebut
h. Setelah diberi alat
peraga, siswa langsung
memegang alat peraga
tersebut dan
mencobanya
i. Siswa menunjukkan
wajah senang selama
menggunakan alat
peraga
j. Siswa ingin berlama-
lama menggunakan
alat peraga tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
k. Gradasi tingkatan nilai
dari satuan ke ribuan
membantu siswa dalam
menjawab soal
pembagian
l. Siswa menemukan
kesalahan jawaban
yang terjadi dengan
menggunakan alat
peraga
m. Siswa dapat
memperbaiki kesalahan
dalam menjawab
pertanyaan dengan
menggunakan alat
peraga
n. Siswa mendapatkan
jawaban yang tepat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Lampiran 3.8 Pedoman observasi guru ketika menggunakan alat peraga
berbasis Montessori pertemuan ke III
No. Tujuan Subjek Hal yang diamati Deskripsi
1. Untuk mengetahui
respon guru terhadap
pengaplikasian alat
peraga montessori
Guru Antusias guru dalam
menggunakan alat
peraga
Penguasaan guru
terhadap alat peraga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Lampiran 3.9 Pedoman observasi siswa ketika menggunakan alat peraga
berbasis Montessori pertemuan ke III
No. Tujuan Subjek Hal yang diamati Deskripsi
1. Untuk mengetahui
respon siswa
terhadap
pengaplikasian alat
peraga montessori
Siswa a. Cara siswa
mendengarkan guru
yang sedang
menjelaskan
b. Siswa memperhatikan
cara penjelasan tentang
alat peraga
c. Siswa menggunakan
alat peraga dengan
benar.
d. Siswa mengetahui alat
peraga digunakan
untuk mempelajari
materi pembagian.
e. Siswa mencoba
menggunakan alat
peraga dan dapat
menjawab soal dengan
tepat
f. Setelah diberi alat
peraga, siswa langsung
menyentuh alat
tersebut
g. Setelah diberi alat
peraga, siswa langsung
melihat dan meraba
alat tersebut
h. Setelah diberi alat
peraga, siswa langsung
memegang alat peraga
tersebut dan
mencobanya
i. Siswa menunjukkan
wajah senang selama
menggunakan alat
peraga
j. Siswa ingin berlama-
lama menggunakan
alat peraga tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
k. Gradasi tingkatan nilai
dari satuan ke ribuan
membantu siswa dalam
menjawab soal
pembagian
l. Siswa menemukan
kesalahan jawaban
yang terjadi dengan
menggunakan alat
peraga
m. Siswa dapat
memperbaiki kesalahan
dalam menjawab
pertanyaan dengan
menggunakan alat
peraga
n. Siswa mendapatkan
jawaban yang tepat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Lampiran 3.10 Pedoman observasi guru ketika menggunakan alat peraga
berbasis Montessori pertemuan ke IV
No. Tujuan Subjek Hal yang diamati Deskripsi
1. Untuk mengetahui
respon guru terhadap
pengaplikasian alat
peraga montessori
Guru Antusias guru dalam
menggunakan alat
peraga
Penguasaan guru
terhadap alat peraga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Lampiran 3.11 Pedoman observasi siswa ketika menggunakan alat peraga
berbasis Montessori pertemuan ke IV
No. Tujuan Subjek Hal yang diamati Deskripsi
1. Untuk mengetahui
respon siswa
terhadap
pengaplikasian alat
peraga montessori
Siswa a. Cara siswa
mendengarkan guru
yang sedang
menjelaskan
b. Siswa memperhatikan
cara penjelasan tentang
alat peraga
c. Siswa menggunakan
alat peraga dengan
benar.
d. Siswa mengetahui alat
peraga digunakan
untuk mempelajari
materi pembagian.
e. Siswa mencoba
menggunakan alat
peraga dan dapat
menjawab soal dengan
tepat
f. Setelah diberi alat
peraga, siswa langsung
menyentuh alat
tersebut
g. Setelah diberi alat
peraga, siswa langsung
melihat dan meraba
alat tersebut
h. Setelah diberi alat
peraga, siswa langsung
memegang alat peraga
tersebut dan
mencobanya
i. Siswa menunjukkan
wajah senang selama
menggunakan alat
peraga
j. Siswa ingin berlama-
lama menggunakan
alat peraga tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
k. Gradasi tingkatan nilai
dari satuan ke ribuan
membantu siswa dalam
menjawab soal
pembagian
l. Siswa menemukan
kesalahan jawaban
yang terjadi dengan
menggunakan alat
peraga
m. Siswa dapat
memperbaiki kesalahan
dalam menjawab
pertanyaan dengan
menggunakan alat
peraga
n. Siswa mendapatkan
jawaban yang tepat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Lampiran 3.15 Pedoman wawancara pasca-penelitian guru
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK GURU
Hari/Tanggal :
Waktu :
No Karakteristik Deskripsi Fokus Pertanyaan Pertanyaan
1 Perasaan guru Perasaan dan
pemikiran guru
mengenai
penggunaan alat
Pemikiran dan
perasaan subyek
terhadap
penggunaan alat
peraga berbasis
Montessori
a. Bagaimana perasaan guru
setelah melihat kegiatan
pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga
tersebut? (puas, biasa, tidak
puas, kurang berkontribusi,
dll)
- Alasan?
b. Bagaimana pendapat guru
mengenai sikap siswa ketika
menggunakan alat peraga
berbasis Montessori? (malas,
semangat, tidak tertarik,
biasa, dll)
- Alasan?
c. Bagaimana pendapat guru
mengenai alat peraga yang
digunakan siswa selama
kegiatan pembelajaran?
- Alasan?
d. Bagaimana pendapat guru
mengenai cara penggunaan
alat peraga tersebut?
- Alasan?
e. Bagaimana pendapat guru
mengenai hasil pengerjaan
soal melalui alat peraga
tersebut?
- Alasan?
f. Bagaimana perasaan guru
ketika menggunakan alat
peraga tersebut?
- Alasan?
2 Auto-education Siswa mampu
mengetahui
konsep
matematika yang
diajarkan dengan
menggunakan alat
tersebut secara
mandiri
Pemahaman konsep
setelah
menggunakan alat
peraga berbasis
Montessori
a. Bagaimana pengalaman
siswa menggunakan alat itu?
- Alasan?
b. Bagaimana kesan guru
mengenai alat peraga itu
terkait dengan pemahaman
siswa?
- Alasan?
c. Bagaimana pemahaman
siswa terhadap cara
penggunaan alat peraga?
- Alasan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
d. Bagaimana kesan guru
dengan cara penggunaan alat
peraga terkait dengan
kemandirian siswa?
- Alasan?
Kontribusi alat
peraga terhadap cara
berfikir siswa
a. Bagaimana kontribusi alat
peraga terhadap konsep
matematika yang didapat
siswa?
- Alasan?
b. Seberapa besar kontribusi
alat peraga terhadap konsep
yang terbentuk oleh siswa?
- Alasan?
Siswa dapat
menjawab
pertanyaan-
pertanyaan yang
ada tanpa bantuan
guru
Kemampuan siswa
dalam mengerjakan
soal dengan
menggunakan alat
peraga berbasis
Montessori
a. Bagaimana kemampuan
siswa dalam mengerjakan
soal dengan alat peraga
tersebut?
- Alasan?
b. Bagaimana kesan guru
mengenai kemandirian siswa
ketika mengerjakan soal
dengan alat peraga tersebut?
- Alasan?
c. Bagaiamana hasil pekerjaan
siswa dengan menggunakan
alat peraga tersebut?
- Alasan?
2 Menarik Ketertarikan guru
dalam
menggunakan alat
peraga berbasis
Montessori
Ketertarikan guru
dengan bentuk alat
peraga berbasis
Montessori
a. Bagaimana pendapat atau
kesan guru mengenai bentuk
alat peraga tersebut?
- Alasan?
b. Bagaimana pendapat atau
kesan guru mengenai warna
alat peraga tersebut?
- Alasan?
c. Bagaimana pengaruh warna
yang digunakan dalam alat
peraga terhadap ketertarikan
siswa?
- Alasan?
d. Bagaimana pendapat atau
kesan guru mengenai ukuran
alat peraga tersebut?
- Alasan?
e. Bagaimana pengaruh ukuran
yang digunakan dalam alat
peraga terhadap ketertarikan
siswa?
- Alasan?
f. Bagaimana pendapat guru
mengenai daya tarik alat
peraga?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
- Alasan?
Ketertarikan siswa
terhadap cara
penggunaan alat
peraga berbasis
Montessori
a. Bagaimana pendapat guru
mengenai tingkat
pemahaman siswa mengenai
cara penggunaan alat peraga
berbasis Montessori?
- Alasan?
3 Bergradasi Tingkat kesulitan
guru dalam
menggunakan alat
peraga
Dapat digunakan
untuk semua siswa
dari kelas 1 sampai
kelas 6
a. Bagaimana pendapat guru
jika alat peraga tersebut
digunakan untuk kelas 1-6?
- Alasan?
b. Bagaimana pendapat guru
jika ada siswa yang tidak
mau menggunakan alat
peraga tersebut?
- Alasan?
Alat peraga
mempunyai
tingkatan nilai dari
satuan ke ribuan.
a. Bagaimana kontribusi
tingkatan nilai dari alat
peraga tersebut dalam
mengerjakan soal?
- Alasan?
b. Bagaimana pendapat guru
mengenai tingkat kesulitan
dalam menggunakan alat
peraga?
- Alasan?
4 Auto-
Correction
Kemampuan alat
dalam membantu
siswa belajar
Alat tersebut dapat
membantu siswa
dalam menemukan
kesalahan yang
dilakukan dan
memperbaiki
dengan sendirinya
a. Bagaimana kesan guru
tentang kemandirian siswa
dalam menemukan kesalahan
jawaban ketika menggunakan
alat peraga?
- Alasan?
b. Bagaimana pendapat guru
mengenai kesalahan yang
dilakukan siswa ketika
menggunakan alat peraga?
- Alasan?
Alat peraga
mempunyai
pengendali
kesalahan
a. Bagaimana pendapat guru
mengenai pengendali
kesalahan yang ada dalam
alat peraga?
- Alasan?
5 Kontekstual Bahan yang
digunakan dalam
alat peraga
Alat dibuat dengan
menggunakan
bahan-bahan yang
dikenal atau dekat
dengan kehidupan
siswa
a. Apakah guru sudah pernah
melihat alat peraga ini
sebelumnya?
b. Bagaimana kesan guru
tentang bahan yang
digunakan dalam alat
peraga?
- Alasan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Lampiran 3.16 Pedoman wawancara pasca penelitian siswa
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK SISWA
Hari/Tanggal :
Waktu :
No Karakteristik Deskripsi Fokus Pertanyaan Pertanyaan
1 Perasaan siswa Perasaan dan
pemikiran siswa
mengenai alat
yang telah
digunakan
Pemikiran dan
perasaan subyek
terhadap alat peraga
berbasis Montessori
a. Bagaimana pendapatmu
ketika melihat alat peraga
tersebut?
- Alasan?
b. Bagaimana sikapmu ketika
pertama kali melihat alat
peraga tersebut?
- Alasan?
c. Bagaimana perasaanmu
setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga?
- Alasan?
2 Auto-education Siswa mampu
mengetahui
konsep
matematika yang
diajarkan dengan
menggunakan alat
tersebut secara
mandiri
Pemahaman konsep
setelah
menggunakan alat
peraga berbasis
Montessori
a. Bagaimana pemahamanmu
mengenai materi pembagian
menggunakan alat peraga
tersebut?
- Alasan?
b. Bagaimana jika guru tidak
menjelaskan cara
penggunaan alat peraga?
- Alasan?
c. Bagaimana penggunaan alat
peraga di dalam
kelompokmu?
- Alasan?
Konstribusi alat
peraga terhadap
cara berfikir siswa
a. Bagaimana pendapatmu
mengenai kegunaan alat
peraga tersebut dalam materi
pembagian?
- Alasan?
Siswa dapat
menjawab
pertanyaan-
pertanyaan yang
ada tanpa bantuan
guru
Kemampuan siswa
dalam mengerjakan
soal dengan
menggunakan alat
peraga berbasis
Montessori
a. Bagaimana pendapatmu saat
mengerjakan soal dengan
menggunakan alat peraga?
- Alasan?
3 Menarik Ketertarikan siswa
dalam
menggunakan alat
peraga berbasis
Montessori
Ketertarikan siswa
dengan bentuk alat
peraga berbasis
Montessori
a. Ketika pertama kali melihat
alat peraga, apa yang ingin
kamu lakukan dengan alat
peraga itu?
- Alasan?
b. Bagaimana pengalamanmu
setelah menggunakan alat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
peraga?
- Alasan?
b. Bagaimana pendapatmu
mengenai bentuk alat peraga
tersebut?
- Alasan?
c. Bagaimana pendapatmu
mengenai warna alat peraga
tersebut?
- Alasan?
Ketertarikan siswa
terhadap cara
penggunaan alat
peraga berbasis
Montessori
a. Bagaimana pendapatmu cara
guru menjelaskan
penggunaan alat peraga?
- Alasan?
b. Bagaimana pendapatmu
tentang cara penggunaan alat
peraga tersebut?
- Alasan?
c. Jika kamu diperbolehkan
menggunakan alat tersebut,
apakah kamu akan
menggunakannya di luar jam
pelajaran?
- Alasan?
4 Bergradasi Ukuran yang ada
pada alat
a. Bagaimana pendapatmu
mengenai ukuran yang ada
dalam alat peraga tersebut?
- Alasan?
5 Auto-
Correction
Kemampuan alat
dalam membantu
siswa belajar
Alat tersebut dapat
membantu siswa
dalam menemukan
kesalahan yang
dilakukan dan
memperbaiki
dengan sendirinya
a. Bagaimana kontrisbusi alat
peraga tersebut dalam
menjawab soal?
- Alasan?
Alat peraga
mempunyai
pengendali
kesalahan
a. Bagaimana pendapatmu
dengan adanya pengendali
kesalahan pada alat peraga?
- Alasan?
6 Kontekstual Bahan yang
digunakan dalam
alat peraga
Alat dibuat dengan
menggunakan
bahan-bahan yang
dikenal atau dekat
dengan kehidupan
siswa
a. Bagaimana pendapatmu
dengan bahan yang
digunakan dalam membuat
alat peraga tersebut?
- Alasan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
B. Transkrip Observasi
Lampiran 4.1 Transkrip observasi kondisi sosio-cultural
Observasi secara umum
Pertemuan : Pertama
Hari : Senin
Tanggal : 27 Januari 2014
Pukul : 08. 10 – 09. 20
Tempat : Ruang kelas II- A
No. Kegiatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam “Selamat pagi anak-anak”. Kemudian dijawab
serempak oleh siswa. Kemudian guru menanyakan kabar anak-anak, lalu guru bertanya siapa yang tidak
masuk. Pada hari itu ada 2 siswa yang tidak masuk dikarenakan sakit. Kemudian guru menjelaskan
kegiatan yang akan dilakukan pada hari itu. Lalu guru mengulang pelajaran pada hari sebelumnya
dengan mencongak. Materi mencongak pada hari itu adalah perkalian, seperti yang sudah dibahas pada
pertemuan sebelumnya. Guru bertanya perkalian sederhana terlebih dahulu, awalnya guru bertanya 2 x
2, kemudian murid menjawab dengan serempak kalau jawabannya 4. Selama guru mencongak, peneliti
melihat-lihat alat peraga yang ada di kelas. Di kelas II-A tidak terlalu banyak alat peraga untuk mata
pelajaran Matematika. Ada papan paku yang diletakkan di dekat meja guru. Selain itu tidak ada alat
peraga lagi. Sedangkan fasilitas yang ada di kelas ada 15 meja dan 30 kursi yang dapat digunakan untuk
siswa. Di dekat pintu masuk ada meja dan kursi guru. Di sebelah meja guru ada almari yang digunakan
guru untuk menyimpan buku dan alat-alat yang lainnya. Di pojok depan meja ada1 meja khusus yang
dapat digunakan untuk menaruh tempat minum siswa. Papan tulis yang ada di kelas berupa white board.
Di sebelah papan tulis ada papan absensi dan papan pengumuman. Sedangkan di tembok sebelah
belakang terdapat beberapa karya siswa yang dipajang, yaitu hasil mewarnai siswa, hasil menggambar
siswa, dan beberapa karya mata pelajaran SBK yang diletakkan di papan khusus. Selain itu, kelas II- A
juga sudah dilengkapi dengan LCD dan proyektor.
Pada hari itu guru menjelaskan mengenai perkalian. Guru terlebih dahulu bertanya kepada siswa apa
yang dimaksud dengan perkalian. Dan siswa menjawab kalau perkalian adalah penjumlahan berulang.
Setelah itu guru menulis di papan tulis beberapa soal tentang perkalian. Guru memberi contoh terlebih
dahulu bagaimana cara menghitungnya dengan menggambar di papan tulis. Guru memberi soal 5 x 2
kemudian guru menggambar 2 pensil sebanyak 5 kali dan menjumlahkan semua pensil dalam 5 kotak
tersebut. Kemudian guru meminta salah satu siswa untuk mencoba mengerjakan soal yang lain dengan
cara yang sama. Ketika guru bertanya siapa yang mau maju untuk mencoba, ada lebih dari 7 murid yang
angkat tangan untuk maju.. akhirnya guru menunjuk salah satu siswa. Ketika siswa mencoba
mengerjakan dengan cara yang diberikan guru dia dapat menjawab dengan benar. Lalu guru bertanya
Comment [a1]: Alat peraga yang ada di kelas
(O1, P, B 9)
Comment [a2]: Fasilitas lumayan lengkap (O1, B 10 – B 17)
Comment [a3]: Guru menggambar ketika
mengajar (O1, S4, B 20 – B 23)
Comment [a4]: Siswa menjawab di papan tulis
(O1, S, B 23 – B 26)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
apakah ada yang belum paham bagaimana cara mengerjakannya? Siswa menjawab paham, dan guru
meminta siswa untuk mengerjakan soal latihan yang ada di dalam buku cetak. Ketika siswa
mengerjakan, guru berkeliling kelas untuk melihat cara siswa mengerjakan dan bertanya kesulitan yang
dialami. Ketika siswa disuruh mengerjakan, siswa yang duduk di bagian belakang tidak mengerjakan,
mereka bermaian sendiri dan mengobrol dengan teman sebelahnya. Tak jarang ada juga siswa yang
berlari ke sana- sini dan ada siswa yang berteriak-teriak. Guru yang melihat itu, memanggil nama anak
yang ramai dan mengingatkan siswa untuk tenang. Setelah beberapa saat, guru bertanya apakah sudah
selesai mengerjakan. Ada beberapa siswa yang menjawab belum selesai, dan guru memberikan waktu
tambahan untuk mengerjakan. Setelah semua siswa selesai mengerjakan, guru meminta beberapa siswa
untuk menuliskan jawabnnya di papan tulis. Setelah semuanya selesai menuliskan jawabannya, guru
mengecek dengan bertanya jawab kepada siswa apakah jawaaban yang dituliskan di papan tulis sudah
benar apa belum. Kemudian guru bertanya kepada siswa apakah masih ada siswa yang belum paham
mengenai perkalian. Ketika siswa menjawab paham, guru bertanya apakah yang disebut dengan
perkalian dan memberikan PR untuk mengerjakan soal yang ada di dalam buku cetak. Lalu guru
menutup pembelajaran matematika pada hari itu.
Keterangan:
S : Siswa
S4 : Guru
P : Alat peraga
Comment [a5]: Guru memantau siswa (O1, S4,
B 28 – B 30)
Comment [a6]: Siswa tidak mematuhi guru (O1,
S, B 30 – B 31)
Comment [a7]: Siswa membuat ramai kelas (O1,
S, B 31 – B 32)
Comment [a8]: Guru menenangkan siswa (O1, S4, B 32 – B 33)
Comment [a9]: Guru memberikan waktu tambahan untuk siswa yang belum selesai (O1, S4, B
33 – B 35)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Lampiran 4.2 Transkrip observasi proses pembelajaran
Observasi secara umum
Pertemuan : Ke-2
Hari : Rabu
Tanggal : 29 Januari 2014
Pukul : 07. 00 – 08. 10
Tempat : Ruang kelas II- A
No. Kegiatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam “Selamat pagi anak-anak”. Kemudian dijawab
serempak oleh siswa. Kemudian guru menanyakan kabar anak-anak, dilanjutkan dengan guru bertanya
siapa yang tidak masuk. Setelah itu ada beberapa murid yang berteriak dengan berkata, “Bu guru ada
PR”. Kemudian guru mengajak siswa untuk mencocokkan PR’nya. Ketika mencocokkan PR guru
menggunakan metode tanya jawab, guru bertanya dari jawaban nomor pertama sampai nomor terakhir
kepada siswa. Setelah selesai, guru mengadakan mencongak tentang perkalian. Ketika dilakukan
mencongak, dalam menjawab pertanyaan ada beberapa murid yang menjawab sambil berteriak, selain
itu juga ada beberapa siswa yang duduk sambil berbicara dengan temannya (tidak menjawab pertanyaan
dari guru). Setelah kegiatan mencongak selesai, guru membuat tabel di papan tulis, ada siswa yang
bertanya “ditulis enggak bu?. Kemudian guru meminta siswa untuk menulis dan melengkapi tabel yang
telah ditulis guru di papan tulis. Sebelum siswa membuat tabel, guru menjelaskan kepada siswa terlebih
dahulu bagaimana cara mengisi tabel tersebut. Tabel yang ditulis guru adalah tabel perkalian dari
perkalian 1 sampai 10. Guru menjelaskan kalau dalam mengisinya dilihat dari atas dan ke samping.
Kemudian guru bertanya apakah siswa sudah paham dengan penjelasan dari guru? Setelah siswa
menjawab paham, kemudian guru meminta siswa untuk membuat tabel tersebut di papan tulis dan
meminta siswa untuk melengkapi tabel tersebut. Ketika siswa membuat tabel di papan tulis, guru
berkeliling kelas melihat pekerjaan siswa dan bertanya kesulitan yang dialami siswa. Setelah beberapa
saat, guru bertanya apakah sudah selesai? Jika sudah selesai siswa diberi waktu 10 menit untuk
menghafal tabel perkalian yang dibuat. Selamawaktu menghafal tabel perkalian, ada beberapa siswa
yang berjalan ke sana- sini dan mengajak temannya untuk mengobrol. Setelah beberapa saat, guru
kembali mengadakan mencongak tetapi berdasarkan tabel yang telah dibuat. Ketika mencongak, siswa
saling berebut untuk menjawab terlihat dengan antusias siswaketika angkat tangan dan mendekat ke arah
guru. Setelah tanya jawab dengan guru, lalu guru menjelaskan kalau tugas selanjutnya adalah tanya
jawab kepada teman sebangku. Jadi dalam satu meja duduk 2 orang siswa, salah satu siswa memberi
pertanyaan dan siswa yang satunya menjawab. Siswa yang memberi pertanyaan boleh melihat tabel
perkalian yang telah dibuat, tapi ketika menjawab tidak boleh melihat tabel yang dibuat. Siswa
melakukan kegiatan seperti itu (tanya jawab dengan teman sebangku) selama 10 menit dengan diawasi
oleh guru. Ketika diberi waktu oleh guru untuk melakukan tanya jawab banyak siswa-siswa yang
Comment [a10]: Guru menggunakan metode
tanya jawab (O2, S4, B 5 – B 6)
Comment [a11]: Ada siswa yang tidak
menjawab pertanyaan dari guru (O2, S, B 6 – B 9)
Comment [a12]: Guru menggunakan media papan tulis (O2, S4, B 10 – B 11)
Comment [a13]: Guru menggunakan metode ceramah (O2, S4, B 11 – B 12)
Comment [a14]: Guru memantau perkembangan siswa (O2, S4, B 16 - B 17)
Comment [a15]: Siswa tidak mematuhi guru (O2, S, B 19 – B 20)
Comment [a16]: Siswa antusias ketika mencongak (O2, S, 21 – B 23)
Comment [a17]: Pembelajaran membuat siswa
aktif (O2, S, B 23 – B 26)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
melakukan tanya jawab dengan suara kelas. Guru yang mendengar hal tersebut(siswa melakukan tanya
jawab sambil teriak) tidak menegur siswa yang berbicara dengan suara kelas. Guru hanya duduk di meja
guru sambil mengoreksi (entah hasil pekerjaan siswa atau apa) karena sesekali guru melihat ke arah
lembaran kertas dan menulis di buku nilai siswa. Setelah 10 menit guru bertanya siapa yang belum
hafal? Siswa saling menunjuk temannya. Kemudian guru menanyakan kesulitan apa yang dialami siswa
tentang perkalian dan guru memberikan motivasi kepada siswa kalau kalian sering belajar dan
mengahfal pasti akan cepat ingat tentang tabel perkalian. Guru memberikan PR untuk menghafal tabel
perkaliannya di rumah dan minggu depan akan dicek oleh guru siapa yang sudah paham dan siapa yang
belum paham. Kemudian guru menutup pelajaran matematika pada hari itu.
Keterangan:
S : Siswa
S4 : Guru
Comment [a18]: Guru membiarkan siswa ramai (O2, S4, B 29 – B 30)
Comment [a19]: Guru menanyakan kesulitan
siswa (O2, S4, B 33 – B 35)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
Lampiran 4.3 Transkrip observasi ketika menggunakan alat peraga Montessori pertemuan
ke- 1
Hari : Kamis
Tanggal : 6 Februari 2014
Pukul : 07. 00 – 08. 10
Tempat : Ruang kelas II- A
No. Kegiatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan Assalamu’alaikum Wr. Wb. Kemudian
mengajak tepuk SDN P 3 lalu bernyanyi “sungguh senang” dipimpin oleh guru. Kemudian guru
mengajak tepuk tangan karena telah bernyanyi bersama, lalu guru mempersiapkan siswa yang belum
duduk untuk duduk dengan tenang di bangkunya. Guru menjelaskan kegiatan kalau pada hari itu akan
belajar mengenai pembagian. Selanjutnya guru melakukan apersepsi dengan tanya jawab arti dari
pembagian. B angkat tangan untuk menjawab pertanyaan dari guru dan jawabannya benar. A duduk
tenang di bangkunya sambil melihat ke arah guru. C telat lalu dipersilahkan duduk di bangkunya.
Sebelum memulai ke arah materi pembagian, guru mengadakan mencongak terlebih dahulu. Materi
mencongak mengenai perkalian. Guru bertanya 9 x 5. B angkat tangan untuk menjawab. Tapi sebelum
ditunjuk dia dan teman-teman yang lain sudah menjawab terlebih dahulu. A dan C duduk di bangkunya
sambil melihat ke arah guru dan teman-teman yang menjawab. 6 x 6. B dan A angkat tangan untuk
menjawab sementara C hanya melihat saja. Guru mengatakan “semuanya sudah bisa-bisa ya”. 5x 3 tidak
ada yang angkat tangan tapi A, B dan C menjawab dengan tepat semua.
Guru memulai dengan menjelaskan pembagian yaitu pengulangan berulang dan hanya
kebalikan dari perkalian. Guru bertanya 15: 3, 20: 5. A menjawab 2, B menajwab 4, C diam saja di
bangkunya. 72: 8 B menjawab 6 sambil menunjukkannya dengan jari. Guru bertanya 8 x 9, lalu kalau
dibalik. Guru memberikan motivasi kalau salah tidak apa-apa, sedikit-sedikit akan belajar. Guru
memperkenalkan alat peraga Montessori dengan menjelaskan fungsi dari masing-masing alat yang ada.
Guru menjelaskan balok puluhan, lalu ada siswa yang bertanya “itu apa e bu” tidak dijawab oleh guru.
A, B dan C melihat ke arah guru. Kemudian guru menjelaskan lagi dimulai dari satuan, puluhan, ratusan,
ribuan. A berkata “gak kelihatan bu”. Guru meminta salah satu murid yang duduk di depan untuk
membacakan angka yang ada pada balok sambil berkata, sini mas D maju ke depan, karena kecil jadi
gak kelihatan sampai belakang ya. Kemudian meminta beberapa murid yang lain untuk melihat angka
yang ada pada balok yang lainnya. Guru mengambil pion dan menjelaskan fungsinya. Kemudian guru
menjelaskan kalau alatnya akan dicoba, dan berkata “ bu guru juga mau mencoba”. Guru mencoba
alatnya dengan dibantu oleh mahasiswa. Subjek A, B, dan C duduk di bangkunya sambil melihat apa
yang dilakukan oleh guru. Guru membagi siswa ke dalam kelompok, B berkata “hore” sambil tangannya
disatukan ke teman-temannya. Guru menjelaskan cara penggunaan alat peraga dengan menggunakan
soal dari kartu soal. Guru berkata, “nanti aka belajar lebih banyak lagi” siswa berkata “ horee, lebih
banyak lagi”. Ketika guru menjelaskan tentang manfaat alat peraga, B bermain sendiri dengan bukunya.
C berbicara dengan temannya. A bermain dengan kertas-kertas kecil. Guru mengelompokkan subjek ke
dalam satu kelompok, ketika C satu kelompok dengan A, A langsung berkata “haa? (dengan wajah
kecewa) . ketika B satu kelompok dengan A, B melakukan toss tangan kepada A. Sesudah alat peraga
dibagikan, C yang pertama kali membuka alat tersebut. A membuka buku pelajarannya dan B masih
sibuk memindah buku dan tas ke bangkunya yang baru.
Guru meminta masing-masing kelompok untuk mencoba alatnya. Subjek yang pertama kali
mencoba alat tersebut adalah C, dibantu oleh B. Ketika pertama kali mencoba, C masih salah
meletakkan baloknya. Harusnya setelah melatakkan baloknya diberi tempat kosong satu kotakan, tetapi
C tidak memberikan jarak tersebut. Kemudian peneliti meminta anggota kelompok yang lain untuk
membaca cara penggunaan alat peraga tersebut. A membacakan cara penggunaan alat peraga tersebut.
Belum selesai A membaca, B langsung merebut kertas tersebut dan membacanya. Setelah selesai
dibacakan C mencoba kembali menggunakan alat tersebut dibantu A. Ketika C ingin mengambil
baloknya lagi, tangan A menutupi tempat penyimpanan balok tersebut. Lalu guru mengecek pekerjaan
tiap kelompok dan membantu siswa yang masih mengalami kebingungan. Setelah selesai mencoba satu
Comment [a20]: Subjek menjawab pertanyaan dari guru (O3, S2, B6)
Comment [a21]: Guru mengadakan mencongak
(O3, S4, B 8 – B 9)
Comment [a22]: Siswa A tertari k dengan penjelasan guru (O3, S1, B 21)
Comment [a23]: C pertama kali mencoba alat
peraga (O3, S3, B 36 – B 37)
Comment [a24]: Subjek salah menggunakan alat
peraga (O3, S3, B 37 – B 38)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
45.
46.
47.
48.
49
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
kartu soal, A menuliskan jawabannya pada lembar yang telah disiapkan. B melihat alat peraganya dan C
menutup kotak penyimpanan baloknya. Melihat C menutup kotaknya, B berkata “C kok ditutup to
(sambil membuka kotaknya)”. Ketika guru meminta kelompok untuk mencoba lagi, subjek berebut
untuk mengambil balok-balok yang ada untuk ditempatkan dipapan pembagi. A mengambil 2 balok, B
mengambil 1 balok dan C mengambil pion. Kemudian mereka mencoba bersama dengan berebut
meletakannya di papan. Setelah selesai dengan soal itu lalu peneliti bertanya “ Siapa yang mau
mencoba?” A, B, C kemudian menjawab serempak “ aku, aku, aku”. Kemudian peneliti meminta A
untuk mencoba terlebih dahulu. A mendapat soal 9 : 3. Kemudian A mengambil 3 pion terlebih dahulu,
lalu diletakkan di tempatnya. Kemudian balok-baloknya, ditaruh dari kiri ke kanan.
Setelah A mencoba dengan benar, kemudian B mencoba dengan soal 8: 4. B mengambil
pionnya terlebih dulu lalu menaruh ditempatnya, selanjutnya mengambil balok-baloknya. Sambil
menunggu giliran, C melihat dan membantu B menaruh balok-baloknya. Kemudian C mencoba dengan
soal 10 : 2. Yang pertama kali diambil oleh C adalah baloknya terlebih dahulu, kemudian dibenarkan
oleh guru. Lalu C mengambil balok-baloknya dan menghitung 10: 2. Belum selesai C menghitung A
menjawab “hasilnya 2 ya bu, langsung aku isi ya?”. B melihat C mencoba alatnya dengan menopangkan
tangannya di dagu. Ketika C menaruh baloknya melebihi jumlah soal dibenarkan lagi oleh guru. Setelah
semua subjek mencoba lalu gantian siswa lain mencobanya. Setelah itu kembali A lagi yang mencoba
alat peraganya. A sudah benar dalam meletakkan pion dan baloknya. Lalu B mencobanya lagi. B sudah
benar. Sambil menunggu giliran, C hanya melihat cara B mengerjakan dan sambil lihat kanan-kiri.
Sementara itu guru mengingatkan kembali untuk segera menyelesaikan soal-soal yang didapat.
Ketika sudah selesai mengerjakan, A mengumpulkan tugasnya. Setelah semua kelompok mengumpulkan
tugasnya, guru meminta salah satu kelompok untuk mencoba di depan kelas. Ketika ada salah satu
kelompok yang mencoba di depan, A terlihat mengobrol dengan teman sebelahnya, B mencoba
menggunakan alat peraga dan C berjalan ke sana- sini. Kemudian guru meminta kelompok subjek
penelitian untuk mencoba di depan kelas. Ketika disuruh untuk maju di depan A berkata “ haaaa?”
(terlihat kaget). Mereka mendapat soal 10 : 5. Ketika disuruh mencoba A mengambil pion, B dan C
mengambil baloknya. Kemudian mereka menaruhnya bersama-sama. Setelah selesai mencoba guru
meminta semua siswa untuk memberikan tepuk tangan kepada kelompok yang sudah maju. Lalu
terdengar dari kelompok lain berkata “kelompok sini bu,kelompok sini bu”.
Guru memberikan kesempatan kepada kelompok yang lain untuk mencoba di depan kelas.
Ketika sudah selesai mencoba di depan kelas, kelompok subjek penelitian merapikan alat peraganya
bersama-sama. Lalu peneliti bertanya “gak ada yang mau mencoba lagi?”. Semua subjek berkata “mau”.
Lalu A memberikan pertanyaan, B, dan C berebut untuk mencoba pertama kali. Kemudian A meminta
untuk “hompipah siapa yang duluan”. B mengajak hompipa tapi C tidak mau. C terlihat sudah
memegang papan pembagiannya. Ketika hompimpa B menang dan B mencoba pertama kali. A yang
memberikan soal dari kartu soal dan B yang mencoba. Ketika mencoba B sudah benar dan mendapatkan
hasil yang benar. Kemudian C mencoba setelah B, dalam mencoba C sudah benar dalam meletakkan
pion’nya dan balok-baloknya. Hasilnya pun sudah benar. Setelah giliran C selesai, lalu alatnya dipakai
oleh siswa yang lain. Ketika alatnya dipakai oleh yang lain, C menghitung lagi dengan menggunakan
baloknya ditaruh pada tutup kotaknya penyimpanan balok. Setelah semua kelompok mencoba di depan
guru berkata “jadi anak-anak setelah semuanya mencoba, pembagian itu adalah pengurangan berulang”
lalu guru meminta semua kelompok untuk mengembalikan alat peraganya ke depan kelas. Setelah semua
alat ditaruh di depan, guru melakukan refleksi, kira-kira anak-anak seneng enggak belajar hari ini?
Anak-anak menjawab “senang”. Setelah itu guru mengingatkan siswa untuk tetap belajr di rumah dan
menutup pelajaran matematika pada hari itu.
Keterangan:
O3 : Observasi ketiga
S1 : Subjek satu
S2 : Subjek dua
S3 : Subjek tiga
Comment [a25]: Subjek 1, 2,3 antusias untuk mencoba alat peraga (O3, S1, S2, S3, B 50 – B 51)
Comment [a26]: Subjek bisa menggunakan alat
peraga (O3, S1, B 52 – B 53)
Comment [a27]: Subjek saling membantu ketika
mencoba alat peraga (O3, S1, S2, B 55 – B 56)
Comment [a28]: Subjek salah dalam
menggunakan alat peraga (O3, S3, B 56 – B 58)
Comment [a29]: Subjek bisa menemukan hasil
tanpa menggunakan alat peraga (O3, S1, B 58 – B
59)
Comment [a30]: Subjek salah dalam
menggunakan alat peraga (O3, S3, B 60)
Comment [a31]: Guru memantau pengerjaan
siswa (O31, S4, B 64)
Comment [a32]: Subjek tidak memperhatikan ketika teman sedang mencoba alat peraga (O3, S1, B
66 – B 67)
Comment [a33]: Subjek tertarik menggunakan alat peraga(01, S2, B 67- B 69)
Comment [a34]: Subjek tidak memperhatikan ketika teman sedang mencoba alat peraga (O3, S1, B
68)
Comment [a35]: Subjek bekerja sama dalam menyelesaikan soal (O3, S1, S2, S3, B 70 – B 71)
Comment [a36]: Guru memberikan penguatan
kepada siswa (O3, S4, B 71 – B 72)
Comment [a37]: Subjek berebut mencoba alat
peraga (O3, S2, S3, B 77)
Comment [a38]: Subjek ingin mencoba alat
terlebih dahulu (O3,S3, B 78 – B 79)
Comment [a39]: Subjek sudah benar menggunakan alat peraga (O3, S3, B 81 – O 82)
Comment [a40]: Subjek tertarik menggunakan alat peraga (O3, S3, 83 – B 84)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
S4 : Subjek empat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Lampiran 4.4 Transkrip observasi ketika menggunakan alat peraga Montessori pertemuan
kedua
Hari : Senin
Tanggal : 10 Februari 2014
Pukul : 08. 10 – 09. 20
Tempat : Ruang kelas II- A
No. Kegiatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
Salah satu siswa memimpin berdoa. Guru mengucapkan selamat pagi. Siswa menjawab, kemudian guru
menanyakan kabar. Guru meminta maaf kepada siswa karena pada hari sebelumnya guru tidak bisa
mengajar sampai selesai. Guru bertanya siapa yang tidak masuk dan siswa menjawab B yang tidak
masuk. B tidak masuk karena sakit. Guru menyiapkan siswa untuk mengikuti pembelajaran. Guru
menjelaskan materi pada hari itu. Guru mengulang materi mengenai perkalian dengan bertanya 3 x 9
hasilnya berapa. Guru bertanya tentang PR yang diberikan oleh guru yaitu tentang menghafal perkalian
dan pembagian. Kegiatan diawalai dengan mencongak tentang perkalian dan pembagian. Guru meminta
salah satu siswa untuk menajwab soal yang diberikan tapi semua siswa ikut menjawab. Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran pada hari itu bahwa hari itu akan belajar mengenai pembagian
bilangan 1 angka sampai habis. Guru melakukan tanya jawab mengenai pembagian misalnya 10 : 2
dengan menggunakan alat peraga. Sebelumnya guru melakukan tanya jawab mengenai nama-nama alat
peraga yang digunakan. Selanjutnya guru bertanya 9: 3 dihitung dengan menggunakan alat peraga. Guru
menjelaskan bahwa pembagian itu hasilnya harus habis. Guru bertanya 1: 1 hasilnya berapa? Ada siswa
yang menjawab 1, ada yang menjawab 0. Kemudian guru menjelaskan hasilnya dengan menghitung
menggunakan alat peraga. Guru meminta salah satu siswa untuk mencoba di depan kelas dengan soal 6 :
6. Guru memantau cara pengerjaan siswa dibantu oleh mahasiswa dari kelompok eksperimen. Guru
bertanya siapa yang mau mencoba di depan? Beberapa siswa mengangkat tangan. Sambil menunggu
teman yang sedang mencoba, A dan B berbicara dengan teman-temannya. Guru meminta siswa untuk
mengerjakan soal mengenai pembagian dengan bilangan itu sendiri. A berkata “ah, kok ngerjain terus”.
Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok. Masing-masing kelompok diminta untuk mengambil
satu alat peraga.A mengambil alat peraga yang diletakkan di depan kelas. A membaca soalnya, B
mencoba mengerjakan dengan menggunakan alat peraga. Guru memantau pengerjaan tiap kelompok.
Kemudian A membenarkan pengerjaan teman yang lain ketika salah dalam menggunakan alat peraga.
Masing-masing siswa dalam kelompok mencoba menghitung dengan menggunakan alat peraga. A
berkata kepada guru bahwa sudah selesai mengerjakan. Kemudian A dan C menggunakan alat peraga
untuk bermain menara-menaraan. Guru bertanya apakah setiap kelompok telah menyelesaikan semua
tugasnya? Ketika guru menjelaskan C terlihat masih bermain menara-menaraan sampai guru mengegur
C dengan berkata, “coba perhatikan mbak C”. selain C ada beberapa siswa yang terlihat berbicaradengan
temannya maupun bermain dengan alat peraganya, sampai guru menegur dan mendekati siswa tersebut.
Kemudian guru menjelaskan bahwa bilangan yang dibagi dengan bilangan itu sendiri hasilnya satu,
sambil ditulis di papan tulis. Guru mendekati kelompok yang ramai untuk mencoba kembali
menggunakan alat peraga. Ketika anggota kelompok yang lain menghitung dengan menggunakan alat
peraga, A dan C menggunakan balok untuk membuat menara. Lalu guru meminta A untuk menghitung
20: 4 dengan alat peraga. A mengambil pionnya tapi salah satu anggota kelompok mengambil baloknya
lalu A berkata “lho piye je koe ki”. Ketika A mencoba menghitung dengan menggunakan alat peraga, C
terlihat bermain dengan balok-baloknya dengan dibuat menara. Sambil A mencoba guru terus
memberikan motivasi kepada A dengan berkata “iya benar, ayo terus lagi”. Ketika guru melihat C
bermain beliau meminta C untuk membantu A menghitung tapi C masih bermain dengan menggunakan
balok-baloknya. Ketika A sedang mencoba guru bertanya kepada peneliti, “kalau menghitung 40 : 2 itu
sebenarnya menggunakan yang balok satuan apa puluhan ya mbak?”. Peneliti menjawab kalau itu
sebenarnya pake puluhan bu. Beliau menjawab “owh ya ya seperti itu ya, makanya kok kalau pakai yang
ini aneh ya?”. A belum selesai mengerjakan tapi C dan salah satu temannya sudah memasukkan balok ke
dalam kotaknya dan merapikannya, ketika melihat ada salah satu anggota bermain dengan baloknya
dibuat menara C berkata “Bu, itu lho bu”. Guru bertanya kepada mahasiswa eksperimen mengenai cara
Comment [a41]: Guru mengulang materi pembelajaran (O4, S4, B 5 – B 8)
Comment [a42]: Subjek malas untuk mengerjakan (O4, S1, B 19)
Comment [a43]: A mengambil alat (O4, S1, B
21)
Comment [a44]: Subjek mengerjakan soal (O4,
S1, B 21)
Comment [a45]: Subjek mengerjakan soal
dengan alat peraga (O4, S2, B 21)
Comment [a46]: Alat peraga digunakan untuk bermain (O4, S1, S3, B 25)
Comment [a47]: Guru menegur C karena tidak memperhatikan (O4, S4, B 26 – B 27)
Comment [a48]: Guru menjelaskan konsep
pembagian (O4, S4, B 29 – B 30)
Comment [a49]: Guru memberikan motivasi
kepada siswa (O4, S4, B 36 – B 37)
Comment [a50]: Subjek tidak patuh terhadap
guru (O4, S3, B 37 – B 38)
Comment [a51]: Guru belum paham
menggunakan alat peraga (O4, S4, B 38 – B 40)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
45.
46.
47.
48.
49
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
pengerjaan jika 30: 5 sebaiknya menggunakan balok puluhan apa satuan, lalu dijelaskan oleh mahasiswa
eksperimen. Ketika A sudah selesai menghitung menggunakan alat peraga dan benar hasilnya walaupun
dalam meletakkan masih salah (dari kanan ke kiri). Peneliti meminta C untuk mencoba menghitung
dengan soal 30: 6, C menjawab “A hitung tu”. Kemudian dijawab oleh A “kamu, bukan aku”. C
menjawab “saya tidak mau”. Peneliti bertanya, “kok gak mau, kenapa?”. C menjawab “aku menata
(sambil memasukkan dan menata balok ke dalam kotaknya)”. Lalu A berkata, “cepet C, cepet!!”.
Peneliti terus meminta C untuk mencoba tapi C tetap gak mau. Kemudian C mau mencoba. Sambil
menunggu C mencoba, A membantu C dengan mengambilkannya balok satuan. C menaruh baloknya
masih salah (dari kanan ke kiri) dalam menaruh baloknya pun melebihi jumlah soalnya. Guru mengecek
hasil pekerjaan siswa dengan bertanya, “Siapa yang belum selesai?”. Setelah mencoba A dan C
merapikan alat peraga yang digunakan. C dan teman-temannya menata baloknya di kotak penyimpanan,
A mengembalikan papan pembaginya. Setelah semua kelompok mengembalikan alat peraganya, guru
melakukan tanya jawab dengan mencongak mengenai pembagian dengan bilangan itu sendiri dan
perkalian. Ketika C diberi pertanyaan oleh guru, C dapat menjawab dengan benar. Guru melakukan
penguatan dengan bertanya, “Bilangan yang dibagi dengan bilangan itu sendiri hasilnya?, kalau bilangan
itu dikalikan dengan satu hasilnya berapa?, bilangan yang dibagi dengan bilangan satu hasilnya
adalah?”. Guru melakukan refleksi dengan bertanya “anak-anak senang tidak belajar dengan
menggunakan alat peraga seperti ini?, sambil kita belajar, kita bisa sambil apa anak-anak?”. A menjawab
“Bisa sambil bermain”. Setelah itu guru meminta semua anak tepuk tangan untuk semua yang ada di
kelas itu. Anak-anak pun tepuk tangan. Lalu guru menutup pembelajaran pada hari itu.
Keterangan:
O4 : Observasi keempat
S1 : Subjek satu
S2 : Subjek dua
S3 : Subjek tiga
S4 : Subjek empat
Comment [a52]: Guru belum paham
menggunakan alat peraga (O4, S4, B 43 – B 45)
Comment [a53]: Subjek masih salah menggunakan alat peraga (O4, S1, B 45 – B 46)
Comment [a54]: Subjek tidak mau menghitung dan menggunakan alat peraga (O4, S3, B 46 – B 50)
Comment [a55]: Subjek dibantu temannya
dalam menggunakan alat (O4, S3, B 51)
Comment [a56]: Subjek salah menggunakan alat
peraga (O4, S3, B 52 – B 53)
Comment [a57]: Subjek merapikan alat peraga
(O4, S1, S3,B 54 – B 55)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
Lampiran 4.5 Transkrip observasi ketika menggunakan alat peraga Montessori pertemuan
ketiga
Hari : Rabu
Tanggal : 12 Februari 2014
Pukul : 08. 50 – 09. 10
Tempat : Ruang kelas II- A
No. Kegiatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran pada hari itu kalau mereka akan belajar mengenai pembagian
bilangan 2 angka dengan 1 angka tanpa menukar. Guru menjelaskan kalau pembelajaran pada hari itu
akan dibantu oleh mahasiswa (eksperimen). Guru mempersiapkan siswa untuk duduk dengan baik.
Mahasiswa meminta salah satu siswa untuk maju ke depan. Mahasiswa menjelaskan mengenai
pembagian dengan cara menukar. C terlihat melihat penjelasan guru sambil berbicara dengan teman
sebelahnya. B terlihat menulis sesuatu di kertas. Lalu guru membagi siswa ke dalam beberapa
kelompok. Ketika C diminta untuk satu kelompok dengan A dan B dia menjawab “aku sini aja bu, aku
gak mau pindah. Dari kemarin kok sama kelompok itu terus”. Sementara A berkata “dari kemarin kok
pakai alat itu terus to bu, kan bosen”. B terlihat membaca soal yang diberikan oleh guru. Kemudian
mereka melakukan hompipa untuk menentuak urutan dalam menggunakan alat peraga. Yang mendapat
giliran pertama adalah salah satu siswa dalam kelompok itu, lalu C, kemudian A dan terkahir B. B
memberikan soal kepada siswa lalu C memegang papan pembaginya, kemudian A berkata “koe ki ra
mbantuin”. Sambil menunggu giliran A, B dan C melihat cara siswa yang lain menghitung dengan alat
peraga. Kemudian giliran C mencoba, B memberikan soal kepada C yaitu 48: 4. Dalam meletakkan
pionnya C terbalik lalu A berkata “yaelah kuwalik C (sambil menjatuhkan pionnya”. Setelah diberitahu
oleh A, C meletakkan pionnya dari kanan ke kiri, kemudian diingatkan oleh peneliti. Setelah itu C
meletakkan dari kiri ke kanan. C memarahi temannya ketika temannya menjatuhkan pion yang telah
diletakkan di papan pembagi. Setelah selesai menghitung dan mendapatkan hasilnya C menuliskan
hasilnya di kertas soal. Giliran A mendapat soal 62: 2. A mendapatkan hasil 8. Kemudian peneliti
bertanya, “bener hasilnya itu”? Lalu B menjawab, “enggak 8 x 2 kan hasilnya itu, 16”. Lalu A
menghitung jumlah angka yang ada pada balok dan mendapatkan hasil 31. Setelah mendapatkan hasil
yang benar, A menuliskan jawabannya pada lembar soal. Kemudian peneliti menyuruh B unuk
mencobanya, B langsung menjawab, “iya, siap (sambil menaruh alat peraga di depan mejanya)”. B
mendapat soal 24: 2. A berkata “ini (menunjuk pionnya 2)”. B mendapatkan hasilnya dengan benar dan
menuliskannya di lembar soal. Guru memantau setiap kelompok dengan melihat cara pengerjaan
masing-masing siswa dan membantu jika ada siswa yang masih mengalami kebingungan. Ketika
teman-temannya mencoba menggunakan alat peraga C kembali kepada kelompok yang sebelum dibagi
dan bersembunyi di bawah meja. Ketika siswa yang lain mencoba, B membantu siswa tersebut dengan
mengambilkan baloknya. A makan dan minum. C bersembunyi di bawah meja kelompok lain. Lalu
guru menjelaskan mengenai pembagian dengan cara menukar. Setelah selesai dijelaskan, A
membacakan soal yang ada di lembar soal. B mencoba menghitung dengan menggunakan alat peraga.
Jika sudah selesai dihitung A menuliskan jawabannya pada lembar soal. Sementara C mewarnai
gambar princess dengan menggunakan spidol. Guru bertanya kepada siswa, “siapa yang belum bisa?”.
Guru meminta salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan yang ada di papan tulis. Ketika siswa yang
ditunjuk salah dalam menjawab soal, A membenarkan jawabannya. C berjalan-jalan ke kelompok lain
dan tiba-tiba maju ke depan kelas bilang sama guru kalau mau menjawab soal 50: 5. Guru menjawab,
“owh ya ya ya”. Kemudian guru mengadakan mencongak. Kebanyakan anak-anak sudah benar dalam
menjawab lalu guru berkata , “owh sudah pada bisa, pinter”. A menjawab, “kan sudah belajar bu”. Lalu
guru melanjukan memberi mencongak, A dan C menjawab sambil menunjukan angkanya sejumlah
dengan jawaban yang diberikan. C bermain dengan kertasnya dengan dilipat-lipat. Kemudian C maju
ke depan dan berbisik kepada guru, guru berkomentar “kenapa kok bisik-bisik ini?”. Lalu C memberi
pertanyaan kepada teman-temannya 100: 5. B menjawab 25, siswa lain menjawab 20. Guru berkata,
“iya benar”. Lalu A bertanya, “ Bu, 20 apa 25 e bu?”. Guru menjawab, “25”. Kemduian guru meminta
semua siswa untuk duduk di bangkunya masing-masing. B dan siswa yang lain berkata, “lagi bu, lagi”.
Comment [a58]: Subjek tidak mau pindah kelompok (O5, S3, B 7 – B 8)
Comment [a59]: Subjek bosan menggunakan alat peraga (O5, S1, B 8 – B 9)
Comment [a60]: Subjek memperhatikan ketika
ada siswa yang mencoba alat (O5, S1, S2, S3, B 13 –
B 14)
Comment [a61]: Subjek salah dalam
menggunakan alat peraga (O5, S3, B 14 – B 15)
Comment [a62]: Subjek mengoreksi pengerjaan
A (O5, S2, B 19 – B 20)
Comment [a63]: Subjek semangat menggunakan alat peraga (O5, S2, B 22 – B 23)
Comment [a64]: Guru memantau pengerjaan
siswa (O5, S4, B 25 – B 26)
Comment [a65]: Subjek tidak memperhatikan
penjelasan guru tentang pembagian dengan menukar
(O5, S3, B 32 – B 33)
Comment [a66]: Subjek antusias diberi
pertanyaan oleh guru (O5, S2, B 44)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
45.
46.
47.
48.
49
50.
51.
52.
53.
Guru menjelaskan kalau akan diadakan mencongak tapi siswa tidak langsung menjawab secara lisan,
menjawabnya dengan menunjukkan kartu bilangannya (siswa sudah diminta untuk membawa pada
pertemuan sebelumnya). A dan B mengeluarkan kartu bilangan dari tasnya, sementara C bermain
dorong-dorongan dengan temannya. Guru memberikan pertanyaan dan siswa menunjukkan kartu
bilangannya, A menghitung terlebih dahulu baru menujukkan kartu bilangan, B langsung menjawab
dengan menunjukkan kartunya dan C merapikan mejanya. Siswa terlihat antusias dengan banyak anak
yang berdiri sambil menjawab, berteriak dalam menjawab dan rebutan untuk ditunjuk oleh guru. Guru
memberikan penguatan pada hari itu dan melakukan refleksi. Kemudian guru menutup pembelajaran
pada hari itu.
Keterangan:
O5 : Observasi kelima
S1 : Subjek satu
S2 : Subjek dua
S3 : Subjek tiga
S4 : Subjek empat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
Lampiran 4.6 Transkrip observasi ketika menggunakan alat peraga Montessori pertemuan
keempat
Hari : Kamis
Tanggal : 13 Februari 2014
Pukul : 08. 45 – 10. 00
Tempat : Ruang kelas II- A
No. Kegiatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
Sebelum memulai pelajaran, peneliti meminta subjek untuk duduk dalam satu kelompok. Tapi C tidak
mau untuk pindah kelompok, hal ini terlihat dengan dia tidak mau disuruh pindah dan tetap mau duduk
disebelah temannya. Sementara A dan B sudah duduk dalam satu kelompok. Setelah dibujuk dengan
bilang, “kalau ini yang terakhir kalinya duduk satu kelompok” akhirnya C mau satu kelompok dengan A
dan B. Guru memulai pembelajaran pada hari itu dengan tanya jawab (mencongak) mengenai materi
pembagian. Ketika guru melakukan tanya jawab A mengobrol dengan B, C bermain dengan kotak
pensilnya dengan memutar-mutar kotak pensilnya di atas meja sambil sesekali menguap. Ketika guru
bertanya 42: 6 ada siswa yang salah menjawab, A berkata, “bukan, jawabannya 6”. Lalu guru bertanya
“7 x 6 berapa coba”. Kemudian A berkata, “kan cuma dibalik ya bu”. Selanjutnya guru menjelaskan
tujuan pembelajaran pada hari itu. Ketika guru menjelaskan, A melihat ke arah guru, B menaruh tangan
di atas meja sambil melihat ke arah guru, C menutup mukanya dengan LKS matematika dan geleng-
geleng kepala. Guru memberikan soal kepada siswa 35: 5, ada beberapa siswa yang menjawab salah.
Kemudian guru mengatakan kalau akan menggunakan alat peraga dan akan dipraktikkan oleh
mahasiswa eksperimen. Ketika guru menjelaskan C bermain dengan rambut temannya lalu dikucir ekor
kuda. A dan B maju ke depan guru yang sedang menggunakan alat peraga. Sambil melihat guru
menjelaskan, A dan B berbincang-bincang. Setelah dijelaskan di depan, guru bertanya apakah semuanya
sudah paham. Lalu masing-masing kelompok diminta untuk mencoba alat peraganya di kelompok.
Subjek B mengambil lembar soal yang diberikan guru, A mengambil alat peraga di depan kelas dan C
mengobrol dengan anggota kelompok lainnya. Selanjutnya A mengisi nama kelompok pada lembar soal
yang diambil B. Kemudian salah satu anggota kelompok memanggil C untuk diajak hompimpa untk
menentukan urutan dalam mencoba alat peraga untuk menghitung mengenai pembagian bilangan 2
angka dengan 1 angka dengan menukar. Setelah hompimpa, yang mendapatkan urutan pertama adalah
siswa lain dalam kelompok, B, lalu A dan yang terkahir C. Sebelum B mencoba alat peraganya terlebih
dahulu dipakai oleh siswa dalam kelompok itu. Ketika siswa mau mencoba alatnya, A dan B saling adu
cepat untuk mengambil kartu soal yang akan diberikan oleh siswa dalam kelompok itu. Keduanya ingin
memberikan soal kepada siswa yang akan mencoba alat peraga. Ketika A dan B berebut untuk memberi
soal, C bermain timbang-timbangan dengan menggunakan penggaris dan balok ratusan yang ditaruh di
atas kotak pensil. Kemudian A meminta C untuk mengembalikan baloknya ke dalam tempat
penyimpanan. Selanjutnya setelah anggota kelompok yang lain telah mencoba, giliran B untuk mencoba.
Ketika B mencoba dia mengambil pion sejumlah pembaginya kemudian mengambil balok dan ditaruh di
papan pembaginya. B dapat menghitung dengan benar dan mendapatkan hasilnya. A menuliskan
hasilnya di lembar soal. Kemudian giliran A mencoba, C yang memberikan soal. C memberikan soal 1:
1. Lalu A berkata, “yahh, gampang’e, ganti no!”. Lalu C memberikan soal 36: 9. A mengambil pionnya
sejumlah 9 lalu mengambil baloknya. Ketika A mencoba, B membantu dengan mengambilkan baloknya
dan C bermain dorong-dorongan dengan temannya. A dapat menghitung dengan benar dan mendapatkan
hasil yang benar. Setelah mendapatkan hasilnya, A menuliskan jawabannya di lembar soal. Kemudian
giliran C yang mencoba menggunakan alat peraga. C mendapat soal 81 :3. Awalnya C menaruh dan
mengambil pionnya dengan benar. Selanjutnya menaruh balok satuan ke dalam papan pembagi tetapi
kemudian dia berhenti menaruh baloknya dan melihat ke arah temannya. C lalu didatangi oleh guru,
guru bertanya kesulitan apa yang dialami oleh C. Kemudian guru menjelaskan kalau baloknya yang
puluhan ditukar dengan yang satuan agar bisa dibagi rata. A dan B melihat cara C mengerjakan
menggunakan alat peraga. Ketika mengerjakan dan salah menukar, C menutup wajahnya dengan
tangannya kemudian setelah selesai menghitung dengan dibantu guru, dia duduk di bangku pojok
belakang. Setelah mendapatkan hasilnya B menuliskan hasilnya pada lembar soal.
Comment [a67]: Subjek C tidak mau pindah
kelompok (O6, S3, B2 – B 3)
Comment [a68]: Guru mengulang materi pembelajaran (O6, S4, B 6 – B 6)
Comment [a69]: Subjek tidak memperhatikan penjelasan guru (O6, S, B7 – B 9)
Comment [a70]: Subjek sudah paham dengan
konsep pembagian (O6, S1, B 11)
Comment [a71]: Pada menit awal subjek tidak
memperhatikan penjelasan guru (O6, S3, B 13 – B
14)
Comment [a72]: Guru meminta bantuan orang
lain ketika menjelaskan (O6, S4, B 15 – B 16)
Comment [a73]: Subjek tertarik dengan alat
peraga (O6, S1, S2, B 17 – B 18)
Comment [a74]: Guru memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk mencoba alat peraga (O6,
S4, B 20 – B 21)
Comment [a75]: Subjek berebut mengambil
kartu soal (O6, S, B 29 – B 30)
Comment [a76]: Subjek tidak memperhatikan ketika teman lain mencoba (O6, S3, B 32 – B 33)
Comment [a77]: Subjek tidak mau diberi soal
yang mudah ( O6, S1, B 39 – B 40)
Comment [a78]: Subjek bekerja sama (O6, S, B
41 – B 42)
Comment [a79]: Subjek terlihat bingung dengan
cara menghitungnya (O6, S3, B 47)
Comment [a80]: Subjek merasa tidak bisa (O6,
S3, B 50 – B 52)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
45.
46.
47.
48.
49
50.
51.
52.
Guru mengecek pekerjaan tiap anak pada tiap kelompok dengan mendatangi tiap-tiap kelompok dan
menanyakan kesulitan yang mungkin dialami siswa. Ketika menemui anak yang masih kebingungan,
guru bertanya apa yang susah dan mulai menjelaskan kepada siswa yang mengalami kesulitan dan
membantu menghitung dengan alat peraga. Kemudian guru bertanya kelompok mana yang belum selesai
mengerjakan, untuk kelompok yang sudah selesai guru meminta lembar solanya dikumpulkan.
Kemudian guru mengadakan mencongak pada akhir pelajaran. Beberapa siswa menjawab dengan benar
sambil mengangkat tanganya. Kemudian guru melakukan refleksi dengan bertanya bagaimana
perasaanya setelah belajar dengan alat peraga. Guru menutup pelajaran pada hari itu.
Keterangan:
O6 : Observasi keenam
S1 : Subjek satu
S2 : Subjek dua
S3 : Subjek tiga
S4 : Subjek empat
Comment [a81]: Guru memantau cara kerja
siswa (O6, S4, B 54 – B 55)
Comment [a82]: Guru melakukan refleksi (O6,
S4, B 61 – B 62)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
C. Wawancara
Lampiran 4.7 Verbatim wawancara pra-penelitian guru
Subjek 4 : Guru Matematika
Tempat : Ruang kelas VI- B
Waktu : 2 Februari 2014
Pukul : 12. 40 – 12. 57
No. Pertanyaan Jawaban
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
Bagaimana pendapat Bu Z mengenai
pembelajaran Matematika di kelas
secara umum?
Terus cara guru untuk mengajak siswa
itu bagaimana bu?
Terus kendala apa saja yang pernah
dihadapai oleh ibuk dalam penyampaian
materi di kelas?
Untuk Matematika saja bu
Lalu bagaimana cara ibu untuk
membantu anak yang mengalami
kesulitan?
Sendiri-sendiri apa bagaimana bu?
Terus kalau menurut ibuk itu kendala
apa yang dialami siswa ketika
pembelajaran?
Terus kalau untuk ibuk materi apa saja
yang dirasa sulit dalam
menyampaikannya kepada siswa itu?
Sebenarnya Matematika itu kalau apa ya, bagi
anak yang seneng Matematika itu menyenangkan tapi
bagi anak yang tidak senang itu bagaimana cara kita
sebagai guru untuk mau mencoba biar gampang karena
tidak ada yang sulit kalau mau mencoba.
Ya kita memotivasi misalnya dengan berbagai
macam alat peraga atau mungkin misalnya kita beri
motivasi agar mereka mau belajar seperti itu dengan
contoh-contoh mungkin, gambar atau apa.
Itu secara umum mbak?
Itu memang ada anak-anak yang istilahnya itu
punya bakat dengan berhitung sudah lancar itu
memang bakat ya tapi ada anak yang mungkin
dianggap sebenarnya kurang rajin belajar sehingga dia
agak ketinggal dengan temannya gitu.
Ya coba kita dekati, kita ajari.
Ya ketika di kelas bisa kita dekati. Misalnya di
akhir pembelajaran itu kita beri sedikit tambahan.
Apalagi anak-anak yang kurang termotivasi kan kita
beri motivasi. Misalnya dengan apa ya, ketika dia
berusaha kita beri dia apa, kita beri dia feedback ya
selamat ya apa di depan teman-temannya biar teman-
temannya juga melihat biar agak ada semangat gitu.
Kalau Matematika kadang kalau kurang
konsentarasi itu menghambat ya mbak artinya ketika
kita menjelaskan kita kan juga harus tahu karakteristik
anak karena memang ada anak yang gak bisa diem gitu
ya tapi dia aktif tapi mendengar seperti itu.
Materinya apa ya, kalau misalnya untuk
penjumlahan dan pengurangan itu kan di materi awal
itu kan kelas 1 mereka sudah kenal ya dengan
penjumlahan, pengurangan tetapi ketika di semester ini
di kelas 2 ini kan seperti mengulang tetapi ada
beberapa anak yang belum paham, mungkin belum
paham betul perkaliannya seperti apa, pembagian
Comment [a83]: Cara guru memberi motivasi
kepada siswa (W1, S4, B 6 – B 9)
Comment [a84]: Cara guru membantu siswa
yang mengalami kesulitan (W1, S4, B 18)
Comment [a85]: Cara guru mendekati siswa
yang mengalami kesulitan belajar (W1, S4, B 22 – B
28)
Comment [a86]: Kendala yang dialami siswa dalam pembelajaran ( W1, S4, B 29- B 30)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
Terus itu masih mengulang materi
penjumlahan dan pengurangan itu
enggak bu di kelas 2?
Lalu bagaimana cara guru dalam
memudahkan pembelajaran Matematika
di kelas?
Jadi setiap ada Matematika itu
mencongak ya bu?
Jadi sesuai dengan materinya ya bu?
Lalu bagaimana pendapat ibu mengenai
penggunaan alat peraga pembelajaran
dalam mengajar Matematika?
Permaianan bagaimana bu?
seperti apa masih ada beberapa anak yang belum
menguasai.
Kalau penjumlahan pengurangan itu di les
masih tetap kita berikan karena itu nanti bisa
membantu di perkalian itu kan penjumlahan berulang,
hitung lengkap itu masih saya ulang karena itu sangat-
sangat membantu sekali.
Ya mungkin dengan kita beri contoh yang
nyata, mungkin dengan peragaan misalnya kalau
perkalian sampai kadang kita pake karet yang namanya
himpunan itu seperti apa di samping gambar-gambar
kita juga mungkin ada materi dari buku, kemudian juga
pake batu mislanya kerikil-kerikil itu juga bisa biar dia
paham. Kalau enggak sampai, saya itu punya siswa itu
yang sampai pake lidi itu lho yang dicoret-coret.
Misalnya perkalian, 5 kali 4 misalnya itu harus nyoret-
nyoret itu sekian kali itu baru ketemu. Tapi kan kalau
cara seperti itu kan lama ya, paling tidak hafalan itu
juga wajib, mencongak itu juga salah satu tambahan
untuk mereka memahami. Karena biasanya awal
Matematika itu saya mencongak, itu bagus untuk dia
menghafal, misalnya dia di rumah hafalan. Besok pagi
dia di sekolah mencongak jadi ada motivasi untuk
belajar.
Iya, setiap ada Matematika itu mencongak.
Ketika di penjumlahan ya mencongak penjumlahan,
ketika kita belajar di perkalian kita ya mencongak
perkalian.
Iya, itu sesuai materinya.
Kalau untuk alat peraga itu juga bagus ya mbak
artinya kadang kita itu minim sekali ya kalau alat
peraga kan sekarang kita dituntut untuk menciptakan
sendiri. Bagaimana caranya kadang saya sendiri pake
yang sederhana sekali karena kadang kita tidak bisa
membuat ya tapi bagaimana caranya saya itu bisa
memberikan motivasi ke anak biar mereka itu jelas,
dong gitu pake segala cara walaupun dengan cara yang
sederhana. Kalau saya melihat di sekarang ini
mungkin yang baru-baru sekarang ini sudah banyak
sekali alat peraga yang ada ya. Ada yang membuat
sendiri dari mbak-mbak mahasiswa itu juga menambah
wawasan kami juga, menambah pengalaman juga.
Owh iya ya, caranya seperti itu. Misalnya seperti itu.
Untuk permainan juga bisa.
Kalau permainan-permainan itu misalnya
dengan langsung anak kita buat tapi kalau yang ini
saya belum sempat sampaikan ya. Kalau yang tahun-
tahun kemarin sempat. Misalnya kayak di pramuka itu
kita buat lingkaran, mari berjalan-jalan kayak gitu kita
bentuk lingkaran. Nah itu sama dengan kita perkalian
itu terus penjumlahan juga bisa kelompoknya
jumlahnya harus 8 kayak gitu atau ada yang
kelompoknya 1 tambah sekian ketemunya 8 ada yang
2 pokoknya kelompok itu nanti bisa, misalnya nanti
kita bentuk 10 orang itu ya harus tukeran nanti yang 3
tambah 4.
Comment [a87]: Cara guru dalam memudahkan
pembelajaran Matematika (W1, S4, B 48 – B 55)
Comment [a88]: Motivasi yang diberikan guru (W1, S4, B 60 – B 64)
Comment [a89]: Alat peraga yang sering
digunakan guru (W1, S4, B 73 – B 78)
Comment [a90]: Permainan dalam memudahkan
materi kepada siswa (W1, S4, B 88 – B 96)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
97.
98.
99.
100.
101.
102.
103.
104
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
113.
114.
115.
116.
117.
118.
119.
120.
121.
122.
123.
124.
125.
126.
127.
128.
129.
130.
131.
132.
133.
134.
135.
136.
137.
138.
139.
140.
141.
142.
143.
144.
145.
146.
147.
148.
149.
150.
151.
152.
Terus cara ibu untuk mendapatkan alat
peraga itu bagaimana bu? Mungkin dari
sekolah atau yang ada di dekat siswa?
Contohnya bu?
Itu anak-anaknya bawa sendiri bu?
Terus dari sekolah disediakan enggak bu
alat peraga itu?
Kesulitan enggak bu alat peraganya?
Bagaimana pengaruh penggunaan alat
peraga terhadap pembelajaran itu?
Di dekat siswa pun sebenarnya bisa misalnya
kita apa ya misalnya pensil. Alat peraga kadang kita
tidak yang modern sekali yang mungkin kita ada
pensil, ada penghapus yang bisa dipake. Jadi tidak
harus kita cari di mana-mana, tapi kalau misalnya yang
memang seperti sekarang dituntut untuk membuat
sesuatu yang apa punya ide yang beda tidak bagus tapi
kalaupun memang seandainya tidak ada, apapun yang
ada di situ bisa kita pake.
Misalnya pensil ya kita pinjem pensil anak-
anak kan bisa. Misalnya owh ini pensilnya ibu 2 terus
pensilnya ini temen-temen kalian 3 terus misalnya
dijumlahkan jadi berapa seperti itu. Kalau perkalian ya
memang kita harus bantu, kita juga bisa pake batu,
kerikil, ada karet.
Kalau karet itu kadang-kadang kalau dulu saya
menyediakan lempengan itu kadang kalau mislanya
gak ada, anak-anak disuruh bawa. Seperti SBK itu kan
juga gitu, anak-anak bawa bahannya, nanti kita buat di
sekolah, misalnya mengecat, mencetak itu kita pake
itu.
Sebenarnya kalau sekolah itu ada cuman
kadang-kadang kan belum lengkap ya. Seperti kemarin
pak X ngendiko, aduh di sana bu. Cuma kadang-
kadang saya sendiri kalau suruh nyari-nyari kan juga
ini ya, kadang gak enak sendiri gitu lho. Jadi kalau
kira-kira yang ada di situ seperti alat peraga banyak
banget to kayak papan paku itu yang untuk bangun-
bangun datar itu, ya apa yang ada. Tapi memang kalau
kira-kira menjelaskan materi apa kira-kira di lab ada ya
pinjam, kalau gak ada ya meminjam.
Kalau kesulitan asal bahannya seadanya boleh
itu kayaknya ya gak sulit ya tapi kalau harus yang pake
cara yang seperti sekarang mungkin banyak istilahnya
alat peraga yang macem-macem kayak gitu itu ya sulit
kalau buat sendiri, kan terkendala waktu juga, gak
sempet mau nyiap-nyiapin. Kalau seperti mbak-
mbaknya ini apa memang harus bener-bener
menyiapkan ya, karena untuk istilahnya itu untuk
presentasi atau apa gitu kan harus menyiapkan.
Sebenarnya kalau alat peraga itu sangat bagus
ya karena untuk anak-anak sekarang ini yang kelas
bawah itu terutama mereka harus melihat sesuatu yang
nyata jadi betul-betul owh seperti itu ya, mislanya
seperti itu. Kayak misalnya kita ini kalau yang IPA itu
ada panca indera jadi bisa lihat apa ini? Gunanya untuk
apa? Owh untuk berbicara, untuk bernyanyi. Jadi kan
memang dengan alat peraga itu sepertinya lebih
mempermudah pemahaman anak. Owh iya, kalau
mungkin yang mereka punya daya tangkap yang
memang cepat itu ya diterangkannya kan mereka sudah
paham mungkin dia dengan melihat pengalaman di
televisi mungkin dengan bacaan-bacaan, mungkin
dengan punya pengalaman kakaknya, mungkin ketika
dia belajar itu juga akan membantu sekali. Karena
dengan alat peraga itu akan mempermudah
Comment [a91]: Alat peraga yang pernah
digunakan guru ( W1, S4, B 99 – B 100)
Comment [a92]: Alat peraga yang ada di sekolah
( W1, S4, B 118 – B 119)
Comment [a93]: Keengganan guru kalau mau
menggunakan alat peraga (W1, S4, B 120 – B 122)
Comment [a94]: Guru terkendala waktu kalau mau menggunakan alat peraga (W1, S4, B 132 – B
133)
Comment [a95]: Alat peraga membantu anak
melihat sesuatu yang nyata (W1, S4, B 137 – B 140)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
153.
154.
155.
156.
157.
158.
159.
160.
161.
162.
163.
164.
165.
166.
167.
168.
169.
170.
171.
172.
173.
174.
175.
176.
177.
178.
179.
180.
181.
182.
183.
184.
185.
186.
187.
188.
189.
190.
191.
192.
193.
194.
195.
196.
197.
198.
199.
200.
201.
202.
203.
204.
205.
206.
207.
208.
Terus seberapa sering guru
menggunakan alat peraga dalam
pembelajaran?
Jadi tergantung materinya ya buk?
Terus kalau menurut ibu alat peraga
yang baik untuk pembelajaran
Matematika itu yang seperti apa?
Terus kalau tanggapan siswa kalau
menggunakan alat peraga bagaimana
bu?
Terus hambatan yang dialami guru
pemahaman siswa.
Kalau alat peraga itu kalau saya terus terang
tidak sesering sekali tapi sekali lagi kita juga tidak
perlu ya misalnya kita menjelaskan sesuatu yang
mungkin bagi anak itu agak susah sebenarnya kan kita
perlu memberikan itu.
Iya tergantung materinya kira-kira apa. Nanti
misalnya kita belajar tentang energi, mungkin mbak-
mbaknya itu juga pake bisa apa yang termasuk ke
dalam sumber energi, misalnya alat music bisa
membawa sesuatu yang menimbulkan bunyi. Misalnya
angklung, apa drum apa gitu. Itu kan sebenarnya juga
alat peraga juga kan ya, misalnya seperti itu. Misalnya
pake hp kan juga bisa, hp kan bisa menimbulkan suara
dan cahaya.
Yang seperti apa ya? Kalau kita sih yang
sederhana-sederhana kadang misalnya kita juga dengan
apa ya. Di laptop itu kan juga sering ada gambar-
gambar, itu kan bisa digunakan tapi gak semua anak
punya ya. Nah, kalau buat guru itu alat peraga bisa
dibuat yang sederhana-sederhana saja, dari bahan yang
mudah didapat misalnya seperti itu. Tidak harus mahal
tapi kan kita intinya untuk menjelaskan biar anak itu
paham. Jadi apa yang bisa kita manfaatkan ya kita
manfaatkan. Karena sekarang kan banyak juga alat
peraga yang dari barang bekas misalnya kan juga
bagus ya, jadi kita tidak usah membeli dengan harga
yang mahal. Kalaupun kita membeli pun kalau
memang yang sekarang kan banyak ya yang bagus-
bagus modelnya itu kan kadang belum tentu
memahami betul pemakaiannya, seperti saya sendiri
ya, seperti yang kemarin itu mbaknya yang membawa
itu kan malah temen-temen juga pada tanya. Iki ki le
nganggo kepie, seperti itu. Makannya kan saya juga
belajar. Itu kan juga masukan juga buat kami-kami ini,
owh peragaan seperti itu. Anak-anak paham apa
enggak dengan cara seperti itu dengan alat peraga yang
seperti itu.
Kalau anak-anak sebenarnya dia semangat ya
kita baru membawa belum menyampaikan itu mereka
sudah kruyuk-kruyuk. Mungkin penjenengan kan juga
sudah pengalaman, kalau di kelas 2 kan seperti itu,
karena kan mereka seperti misalnya melihat apa,
sesuatu yang kayaknya berbeda dengan yang lain itu
kan dia termotovasi, pengen tahu. Itu tu apa to bu? Itu
tu apa? Kalau anak-anak sebenarnya lebih senang dan
tertarik apalagi misalnya dengan permainan apa. Jadi
pembelajaran itu seperti mereka tidak belajar tapi
mereka itu belajar. Jadi tidak terasa tapi masuk gitu
lho, seperti lewat lagu kan juga bisa. Jadi mungkin dia
tidak terasa,owh dia itu belajar tapi sebenanya dia itu
belajar tapi lewat lagu. Mungkin lewat cerita, mungkin
ya lewat permainan, lewat alat peraga itu juga bisa
memberikan contoh langsung biar anak itu paham.
Bagus kalau bisa membuat seperti itu.
Kalau di kelas ketika pembelajaran Matematika
Comment [a96]: Guru tidak sering menggunakan alat peraga (W1, S4, B 154 – B 155)
Comment [a97]: Alat peraga sebaiknya yang
sederhana (W1, S4, B 168 – B 169)
Comment [a98]: Alat peraga sebaiknya yang
sederhana (W1, S4, B 172 – B 177)
Comment [a99]: Siswa semangat ketika
menggunakan alat peraga (W1, S4, B 191 – B 193)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
209.
210.
211.
212.
213.
214.
215.
216.
217.
218.
219.
220.
221.
222.
223.
224.
225.
226.
227.
228.
229.
230.
231.
232.
233.
234.
235.
236.
237.
238.
239.
240.
241.
242.
243.
244.
245.
246.
247.
248.
249.
250.
251.
252.
253.
254.
255.
256.
257.
258.
259.
ketika di kelas menggunakan alat
peraga?
Terus bagaimana hasil belajar siswa
ketika menggunakan alat peraga itu
dibandingkan dengan tidak
menggunakan alat peraga? Apa beda?
Terus bu Z mengetahui tentang metode
Montessori enggak bu?
Bagaimana pendapat guru mengenai
penggunaan alat peraga yang
meggunakan metode Montessori?
Sebelum dipraktekkan bagaimana
pendapat ibuk kalau misalnya alat
peraga itu diterapkan di SD N
Percobaan 3 Pakem ini?
itu memang lebih banyak IPA ya kalau dibandingkan
IPA, terus terang kalau di sini. Jadi kalau Matematika
itu kan sepertinya kita mengajar langsung ke
pemberian materi jadi kalau alat peraga banyak yang
belum begitu menggunakan. Misalnya pengukuran
seperti itu kan, kalau kita misalnya ukuran yang tidak
baku, kita kan bisa menggunakan ukuran jengkal atau
apa kita langsung keluar jadi tidak hanya di kelas bisa
langsung keluar kita praktikkan. Kalau dibandingkan
dengan IPA seperti itu sepertinya lebih banyak ke
materi, kalau Matematika itu soalnya saya sendiri
mengajar di kelas bawah ya seperti itu, tidak tahu kalau
di kelas atas seperti apa tapi saya merasa kalau
Matematika tidak begitu banyak menggunakan alat
peraga kayak tadi kalau dibandingkan dengan materi
yang IPA memang sering praktek. Sebenarnya
Matematika juga bisa biar anak itu tahu. Bahkan saya
kadang ukuran-ukuran panjang itu misalnya km, cm.
lewat lagu ya bisa biar hafalan.
Sepertinya ya ada peningkatan, artinya
mungkin dari kita menerangkan secara biasa lewat
buku lewat kita memberikan materi seperti itu dengan
mereka melihat sendiri. Owh cara menghitungnya
seperti itu, owh seperti itu, owh seperti itu. Insyaallah
juga lebih paham.
Saya itu kalau untuk pembelajaran seperti itu
saya kan belum banyak tahu tapi saya belajar, seperti
itu.
Kalau Montessori itu banyak motivasi dengan
alat peraga itu ya? Iya artinya anak itu akan termotivasi
dengan pembelajaran yang seperti itu. Dengan
memberikan contoh-contoh seperti itu ya langsung alat
peraga. Mungkin anak-anak lebih memahami. Nanti
kita coba saja mbak, jadi dengan misalnya seperti itu
gimana, kita praktekkan. Kan saya juga masih perlu
banyak belajar.
Ya itu tergantung kita, yang namanya mencoba
ya jadi gak ada salahnya. Ya mudah-mudahan kalau
memang niat kita baik, nanti mau mencoba bagaimana
supaya anak lebih memahami, lebih berprestasi ya kita
coba. Mudah-mudahan nanti hasilnya akan baik.
Harapan kita seperti itu, jadi mari kita lihat bagaimana
antusias anak itu menerima pembelajaran seperti itu,
dengan metode yang seperti itu kira-kira nanti
bagaimana nanati hasilnya karena kita kan masih
minim sekali dengan istilahnya inovasi-inovasi baru,
mungkin dari luar, mungkin dari ide-ide kita sendiri
seperti itu. Biar kita berkembang, yang jelas SD kami
ingin berkembang. Kan semua itu juga tergantung
dengan situasi dan kondisi dari sekolah, dari siswa dan
juga dari bapak-ibu guru bisa mengembangkan.
Keterangan:
W1 : Wawancara pertama
Comment [a100]: Alat peraga yang ada di kelas
terbatas (W1, S4, B 208 – B 210)
Comment [a101]: Jarang menggunakan alat peraga (W1, S4, B 210 – B 213)
Comment [a102]: Alat peraga meningkatkan
hasil belajar (W1, S4, B 228 – B 231)
Comment [a103]: Alat peraga Montessori membuat anak termotivsi (W1, S4, B 238 – B 241)
Comment [a104]: Guru terbuka jika metode
Montessori diterapkan di SD N P 3 (W1, S4, B 256 –
B 259)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
S1 : Subjek satu
S2 : Subjek dua
S3 : Subjek tiga
S4 : Subjek empat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Lampiran 4.8 Verbatim wawancara Pra penelitian siswa A
Subjek 1 : A
Tempat : Ruang agama katolik
Waktu : 1 Februari 2014
Pukul : 09. 34 – 09. 39
No. Pertanyaan Jawaban
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
Ibuk mau nanya-nanya soal
pembelajaran matematika. Kalau
menurut kamu pembelajaran matematika
itu gimana?
Gampangnya gimana?
Kalau agak gampang berarti ada
susahnya juga? Susahnya di mana?
Contohnya?
Owh kaya, dikasih contoh soal yang
gampang tapi nanti waktu dikasih soal,
soalnya yang susah gitu?
Terus kamu pernah enggak mengalami
kesulitan waktu belajar matematika?
Kayak gimana?
Waktu mengerjakan apa gimana?
Waktu mengerjakan gimana?
Terus waktu salah dibenerin enggak?
Terus ada enggak kesulitan yang dialami
di kelas?
Terus maunya gimana?
Owh gitu, terus ketika bu Lis
menjelaskan, kamu paham enggak sama
penjelasannya bu Lis?
Pertamanya gak paham kenapa?
Owh gitu, terus kamu tahu enggak alat
peraga itu apa?
Alat peraga itu kayak alat atau benda
yang membantu kamu selama proses
pembelajaran secara nyata gitu. Kalau di
kelas guru sering tidak menggunakan
alat peraga, waktu matematika?
Contohnya?
Selain spidol?
Pensil sama kertas buat apa?
Owh gitu, terus kamu kalau matematika
itu lebih suka pake alat peraga apa
enggak?
Kenapa kok pakek?
Agak gampang.
Kalau kadang-kadang itu kan ada soal yang mudah,
dan susah. Kalau soal yang susah diterangkan terus
jadi mudah.
Banyak.
Tadi soalnya gampang-gampang, terus susah. Yang
soal pertamanya itu gampang terus lama-lama jadi
susah.
Iya.
Pernah.
Salah-salah terus.
Waktu mengerjakan.
Soal-soal perkalian gitu susah-susah.
Iya.
Gojeg terus temen-temennya, jadi ganggu
konsentrasi.
Anteng biar bisa ngerjainnya.
Petamanya itu agak-agak itu, gak paham. Terus
lama-lama paham.
Pertamanya belum ngedong aku.
Enggak.
Sering.
Spidol.
Pensil sama kertas.
Nanti kalau ngasih soal-soal bu Lis kan kalau
ngasih soal pake kertas gitu terus nanti kalau gak
tau diajarin.
Emm pakek.
Soalnya lebih cepat.
Comment [a105]: Subjek merasa agak gampang
ketika belajar matematika (W1, S1, B1 – B7)
Comment [a106]: Kesulitan yang dialami siswa
ketika belajar matematika (W1, S1, B10 – B13)
Comment [a107]: Subjek tidak suka kalau ada teman yang ramai (W1, S1, B 22 – B 23)
Comment [a108]: Subjek pertamanya tidak paham dengan penjelasan guru (W1, S1, B25)
Comment [a109]: Guru matematika sering
menggunakan alat peraga (W1, S1, B 31)
Comment [a110]: Alat peraga yang pernah
digunakan guru matematika (W1, S1, B 36 – B 37)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
45.
46.
47.
48.
49
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
Lebih cepat? Kalau gak pakek alat
peraga lama gitu?
Kalau belajar matematika pake alat
peraga itu pemahamanmu bagaimana?
Lebih mudahnya gimana?
Terus perasaanmu ketika mengguankan
alat peraga gimana?
Senangnya gimana?
Selain itu, ada lagi?
Kok bisa lebih cepat?
Terus kalau menjawab soal kamu suka
pake alat peraga itu enggak? Apa
lansgung dijawab?
Terus menurut kamu alat peraga yang
menarik itu kaya gimana?
Bagusnya gimana?
Ya kadang-kadang lama.
Lebih mudah memahami.
Soalnya jadi lebih mudah gitu, membantu.
Senang.
Bisa menggunakan secara bergiliran.
Kalau mengerjakan soal itu jadi lebih cepat.
Ya lebih mudah kan ngitung pakek alat peraga.
Kalau lagi gak ada alat peraganya langsung, kalau
lagi ada alat peraganya kadang-kadang pakek.
Bagus, warnanya cerah.
Ya bentuknya lucu-lucu gitu.
Keterangan:
W1 : Wawancara pertama
S1 : Subjek satu
S2 : Subjek dua
S3 : Subjek tiga
S4 : Subjek empat
Comment [a111]: Alat peraga membantu
pemahaman subjek (W1, S1, B 47 – B 50)
Comment [a112]: Subjek senang bisa
menggunakan alat peraga (W1, S1, 52)
Comment [a113]: Alat peraga membantu subjek mengerjakan soal (W1, S1, B 53 - B 54)
Comment [a114]: Alat peraga yang dimau subjek (W1, S1, B 58 – B 60)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Lampiran 4.9 Verbatim wawancara Pra Penelitian Siswa B
Subjek 2 : B
Tempat : Ruang agama katolik
Waktu : 1 Februari 2014
Pukul : 09. 34 – 09. 39
No. Pertanyaan Jawaban
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
Ini tentang pembelajaran matematika
secara umum. Menurut kamu belajar
matematika itu gimana?
Menyenangkannya gimana?
Kalau di kelas itu gimana belajar
matematikanya?
Mudahnya gimana?
Itu maksudnya gimana?
Owh gitu, terus kamu kalau belajar
matematika itu mengalami kesulitan
enggak?
Belum pernah mengalami kesulitan?
Kalau gangguan dari luar waktu belajar
matematika pernah enggak?
Kamu gak suka ada teman yang ramai?
Jadi sukanya?
Ketika guru menjelaskan materi
matematika di kelas, pemahamanmu
bagaimana?
Bu Z kalau menjelaskan mudah enggak
diterima sama kamu?
Contohnya gimana?
Owh gitu, tapi suka dituliskan sama bu
Z gitu enggak?
Habis itu terus jadi paham enggak?
Kok bisa?
Owh gitu, kamu tahu enggak alat peraga
itu apa?
Guru sering menggunakan alat itu
enggak? Alat peraga waktu
pembelajaran.
Contohnya?
Owh gitu, terus kamu itu kalau belajar
lebih suka menggunakan alat peraga apa
dijelasin sama bu Z biasanya?
Bentar-bentar, kalau dijelasin pake alat
peraga …
Menyenangkan.
Karena sering diadakan lomba, pertanyaan lisan, abis itu
dikasih pertanyaan sama bu Lis terus mencongak.
Emm mudah.
Mudahnya kadang-kadang guru mengajari cara
memakai barang yang kita pakai.
Nanti ada benda, terus kalau perkalian kita
menghitungnya pake benda itu.
Enggak.
Enggak.
Pernah, waktu ada teman yang ramai.
Enggak suka.
Kelasnya diem. Jadi aku bisa konsentrasi gitu.
Lancar.
Kadang-kadang.
Kan bu Z kalau ngomong cepet sekali.
Kalau nerangin perkalian nenenenene gitu (sambil
ketawa).
Suka.
Paham.
Kan terus dicermati tulisannya bu Z itu.
Alat yang membantu kita saat mengerjakan tugas.
Iya.
Contohnya memakai kelerang waktu menghitung
tambah-tambahan, pengurangan, dan perkalian.
Dua-duanya. Kalau dijelaskan pake alat peraga kita bisa
sambil mencoba, tapi kalau dijelaskan pake omongan
kita bisa simpan di otak.
Bisa kita gunakan alat itu sebagai untuk menghitung,
tapi kalau menjelaskan pake mulut bisa disimpan di
Comment [a115]: Subjek senang ketika belajar
matematika (W1, S2, B1- B 5)
Comment [a116]: Cara guru memudahkan
pemahaman siswa (W1, S2, B9- B 12)
Comment [a117]: Subjek tidak suka jika ada siswa yang ramai (W1,S2,B17)
Comment [a118]: Guru terlalu cepat jika menjelaskan (W1, S2, B26- B 28)
Comment [a119]: Pendapat subjek tentang alat
peraga (W1, S2, B 33)
Comment [a120]: Alat peraga yang pernah
digunakan guru (W1, S2, B38 – B 39)
Comment [a121]: Subjek suka ketika
menggunakan alat peraga (W1, S2, B 40 – B 42)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
45.
46.
47.
48.
49
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
Siapa yang ngajarin kayak gitu?
Bu Z bilang kayak gitu?
Mama sering bantuin kamu belajar gitu?
Owh, terus perasaanmu ketika
menggunakan alat peraga itu gimana?
Terus ketika mengerjakan soal,
menjawab soal, kamu lebih suka pake
alat peraga apa enggak?
Terus menurut kamu alat peraga yang
menarik itu yang kaya gimana?
Lucu-lucu kayak gimana?
otak.
Guru.
Iya, mama juga.
Iya.
Senang soalnya sambil bermain.
Tergantung, kalau soalnya gampang langsung tapi kalau
soalnya sulit pake alat peraga.
Alat peraga yang menarik itu warnanya cerah,
bentuknya juga lucu-lucu.
Contohnya kayak kelereng itu nanti ditempeli stiker.
Keterangan:
W1 : Wawancara pertama
S1 : Subjek satu
S2 : Subjek dua
S3 : Subjek tiga
S4 : Subjek empat
Comment [a122]: Subjek senang menggunakan alat peraga karena bisa sambil bermain (W1, S2,
B49)
Comment [a123]: Subjek menggunakan alat
peraga jika menemukan soal yang sulit(W1, S2, B 51 – B 52)
Comment [a124]: Alat peraga yang diinginkan
subjek (W1, S2, B 62- B 66)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Lampiran 4.10 Verbatim wawancara Pra Penelitian Siswa C
Subjek 3 : C
Tempat : Ruang agama katolik
Waktu : 1 Februari 2014
Pukul : 09. 29 – 09. 33
No. Pertanyaan Jawaban
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
Ini mengenai pembelajaran matematika
secara umum. Menurutmu kalau belajar
matematika itu bagaimana?
Kenapa?
Owh gitu, kalau tadi kan jawabnya agak
suka, berarti kalau agak ada sukanya ada
enggaknya gitu? Enggak sukanya
gimana?
Owh jadi kamu maunya itu ngerjainnya
udah selesai dulu baru dikasih soal lagi
gitu?
Owh gitu, terus kamu pernah enggak
mengalami kesulitan ketika belajar
matematika?
Sulitnya di mana?
Kenapa gak suka?
Terus kesulitan yang lain? Ada lagi
enggak?
Terus materi yang susah menurut kamu
itu apa?
Kenapa kok bisa susah?
Owh soalnya lama nghitungnya? Kamu
maunya yang cepet-cepet gitu?
Terus ketika guru menjelaskan materi
gitu, kamu paham enggak sama
penjelasannya bu Z?
Kanpa kok enggak?
Kok bisa bingung?
Owh gitu, selain itu kalau bu Z jelasin
soal-soal di papan tuZ gitu kamu jelas
enggak sama penjelasannya?
Kenap kok enggak?
Terus kamu tau enggak alat peraga itu
apa?
Hemm, alat yang bisa membantu. Pinter.
Guru sering menggunakan itu enggak
waktu pembelajaran matematika?
Contohnya?
Agak suka.
Tambah-tambahan dihitung, terus bangun datar agak
gampang.
Kalau ngerjain soal nanti belum selesai, udah dibuatin
lagi.
Iya, kan belum selesai masak udah dikasih soal lagi.
Pernah
Waktu menghtitung apa ngerjain soal temen-temnnya
ramai itu aku gak suka.
Kan nganggu.
Enggak, cuman itu aja.
Perkalian.
Soalnya kalau perkalian yang banyak gitu aku gak bisa,
menghitungnya lama, contohnya itu 25 dikali 9 itu kan
nghitungnya lama.
Iya.
Iya.
Enggak.
Bingung.
Kalau dikte bu Z’nya cepet-cepet gitu, bu Z
ngomongnya cepat.
Enggak.
Karna cepet, ngomongnya cepet, memberi tahu juga
cepet. Serba cepat gitu.
Alat yang bisa membantu.
Kadang-kadang.
Bawa karet gitu buat nghitung kotak yang ada paku-
pakunya.
Comment [a125]: Subjek agak suka ketika mengikuti pembelajaran (W1, S3, B1- B8)
Comment [a126]: Subjek tidak suka jika ada teman yang ramai (W1, S3, B15- B 17)
Comment [a127]: Subjek tidak paham dengan
penjelasan guru (W1, S3, B31 – B37)
Comment [a128]: Pendapat subjek tentang alat
peraga (W1, S3, B 38)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
45.
46.
47.
48.
49
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
Yang lain ada enggak selain karet?
Buat apa?
Terus kalau menggunakan alat peraga
sama enggak, kamu lebih suka mana?
Kenapa?
Bisa ngasih tahu jawabnnya, owh gitu.
Terus kalau menggunakan alat peraga
itu kamu lebih mudah memahami materi
apa biasa aja apa malah susah?
Terus perasaanmu ketika menggunakan
alat peraga itu gimana?
Terus ketika kamu mengerjakan soal
kamu suka enggak pake alat peraga.
Kenapa?
Terus menurut kamu alat peraga yang
menarik itu kaya gimana?
Pake pensil, bolpoin apa biting gitu.
Buat menghitung tambah-tambahan.
Alat peraga.
Bisa ngasih tahu jawabnnya.
Biasa. Ada alat peraga ya gitu, gak ada alat peraga ya
gitu. Biasa aja.
Senang, bisa ngasih tahu jawabnnya. Gak usah susah-
susah ngitung.
Suka.
Bisa membantu untuk menghitung.
Bentuknya lucu, warnanya cerah.
Keterangan:
W1 : Wawancara pertama
S1 : Subjek satu
S2 : Subjek dua
S3 : Subjek tiga
S4 : Subjek empat
Comment [a129]: Alat peraga yang pernah digunakan guru (W1, S3, B 43 – B 45)
Comment [a130]: Alat peraga tidak memberikan kontribusi terhadap subjek ( W1, S3, B50 – B 51)
Comment [a131]: Subjek senang ketika menggunakan alat peraga karena mempercepat
pengerjaan (W1, S3, B54 – B55)
Comment [a132]: Alat peraga yang diinginkan siswa (W1, S3, B60)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
Lampiran 4.11 Verbatim wawancara Pasca Penelitian Guru
Subjek 4 : Guru matematika
Tempat : Ruang agama
Waktu : 2 Maret 2014
Pukul : 12. 40
No. Pertanyaan Jawaban
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
Yang pertama itu bagaimana
perasaan guru setelah melihat
kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga
tersebut?
Terus pendapat guru tentang
sikap siswa ketika menggunakan
alat peraga berbasis Montessori?
Mungkin siswanya malas, biasa
saja, tidak tertarik atau
bagaimana bu?
Tapi kemarin itu awalnya pada
awal pertemuan, “apa bu apa bu”
tapi setelah beberapa pertemuan
terus langsung “wah kok itu
terus to bu” bosen kaya gitu.
Terus bagaimana pendapat guru
mengenai alat peraga yang
digunakan siswa ketika
pembelajaran?
Pendapat guru mengenai cara
penggunaan alat peraga tersebut?
Tapi sejauh itu bagaimana bu?
Iya buk bisa buk, ya saya
tinggalin.
Ya boleh buk, kemarin itu kan
alatnya masih ditinggal di lab,
emang rencanannya saya dan
Rasanya senang ya, karena ada alat baru yang bisa
mengenalkan ke siswa mungkin kalau yang sekarang
alatnya jelas mahal ya? Tapi anak-anak senang gitu, anak-
anak antusias dengan kegiatan seperti itu, kemarin juga
kan anak-ankanya sampai rame banget pengen mencoba
dan sebagainya. Di samping itu juga kan juga bisa belajar
sesuatu yang serius.
Karena ini barang yang baru itu kesannya anak-anak
tertarik ya karena barang yang baru apalagi barang ini juga
membuat anak-anak antusias, pingin tau.
Ya awalnya memang semangat tapi kan karena yang
namanya anak kan mungkin pingin tau cara
penggunaaannya kan seperti apa, tapi ternyata mereka
cenderung seperti bermain. Kemarin pas awalnya itu kan
dia selesai praktik ada yang telah menyelesaikan tugas itu
kan dia malah main-main, malah bikin menara, yang kaya
balok balok itu loh, lego” seperti itu.
Ya biasanya membantu, paling tidak kan ada anak yang
tadinya tidak tau, dengan dia langsung praktik tau, tapi ya
sama-sama harus mendukung. Dengan praktik itu kan dia
juga tetap hafal, tetap ngapalke, jadi ada teorinya ada
praktiknya, teorinya seperti itu. Bagaimana dia
menyelesaikan masalah kan ada kaitanya.
Ya kalau caranya itu kan awal ya, jadi kan gurunya juga
berlatih. Kemarin kan saya juga sempat agak grogi ya,
harus pembaginya yang mana terus yang dibagi yang mana
itu kan kadang-kadang keliru, padahal kan kita juga lupa
sendiri to, yang untuk membagi namanya apa itu kan kita
sempat grogi, karena memang apa juga pembelajaran baru,
temen-temen juga nanyain ini tu apa? Padahal kan sama
sama bingung ya, iki piye le nganggo.
Kalau cara penggunanaan namanya setelah kita belajar ya
namanya mudah. Cuma kemarin itu sempat sudah praktik
pake alat peraga gimana kalau sekolah ditinggalin satu
seperti itu kalau bisa?
Ya paling tidak kan banyak yang tidak tahu ini apa sih
kaya gitu, kaya gitu kan sudah pernah ada yang pelatihan
di sini, tapi ini njenengan kan juga untuk penelitian. Nah
besok kan kalau misalnya boleh alat peraganya nyuwun
satu atau gimana gitu.
Karna kan juga buat belajar anak-anak yang lain juga bisa.
Itu tu kan juga untuk alat itu tu opo too?? Kaya gitu kan
saya kemarin pas belum waktunya belajar itu kan pada
Comment [a133]: Senang karena bisa mengenalkan alat baru kepada siswa (W2, S4, B 1 –
B 2)
Comment [a134]: Alat mahal (W2, S4, B3)
Comment [a135]: Anak-anak antusias dan
senang mencoba alatnya (W2, S4, B 3 – B 6)
Comment [a136]: Anak belajar sesuatu yang
serius (W2, S4, B 6 – B 7)
Comment [a137]: Barang baru membuat anak tertarik dan antusias (W2, S4, B8 – B 10)
Comment [a138]: Alat peraga digunakan untuk
bermain (W2, S4, B 16 – B 20)
Comment [a139]: Alat peraga membantu guru
(W2, S4, B 24- B 29)
Comment [a140]: Guru grogi dan lupa ketika menggunakan alat peraga (W2, S4, B 28 – B 32)
Comment [a141]: Guru bingung cara menggunakan alat peraga (W2, S4, B 33 – B 34)
Comment [a142]: Setelah belajar, mudah
menggunakan alat peraga (W2, S4, B 35 – B 36)
Comment [a143]: Guru meminta agar sekolah
ditinggali alat peraganya (W2, S4, B 37 – B 38)
Comment [a144]: Keinginan guru agar sekolah ditinggalin alat peraganya (W2, S4, B 41 – B 42)
Comment [a145]: Alat bisa digunakan untuk
anak yang lain di lain waktu (W2, S4, B 44)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
47.
48.
49
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98.
99.
100.
101.
102.
mbak Rasti dan mbak Wina
emang mau ninggalin sekolah
seperti itu.
Terus pendapat guru mengenai
hasil pengerjaan soal melalui
alat peraga?
Jadi hasilnya itu tergantung
dengan pemahaman siswa
terhadap alat peraganya itu ya
buk?
Terus selanjutnya perasaan guru
ketika menggunakan alat peraga
tersebut bagaimana bu?
Terus menurut ibu bagaimana
pengalaman siswa ketika
menggunakan alat peraga
tersebut?
Kesan guru mengenai alat
peraga itu terkait dengan
ditanya itu tu opo to mbak? Sebelumnya temen-temen kan
pada tanya “iki piye le nganggo? Pas awal kan saya juga
belum dong banget nah akhirnya kan “ohh seperti itu to
pinter juga ya menciptakan itu, kreatif gitu lho”. Ya
memang betul kalau alat peraga kalau gak buat sendiri
kan emang mahal. Kan mahal ya itu mbak belinya, itu kan
dibuat itu kan sebenarnya digunakan untuk membantu to,
em untuk keberhasilan pembelajaran itu dibantu alat
peraga yang modelnya seperti itu kalau kita modelnya
yang murah yang sederhana. Kalau ini kan emang agak
mahal gitu tapi ya kreatif juga, bagus.
Kalau yang alat peraga itu kan sepertinya anak yang
memang betul-betul memahami bisa cara menggunakanya
dan cara menghitungnya, tapi kalau buat anak yang kurang
memahami cara penggunaannya, pertamanya dia pasti
akan agak kesulitan, tapi kayaknya rata-rata kemarin
setelah didampingi langsung, kalau saya sendiri kan
mungkin kurang mengena ya. Tapi setelah mbaknya turun
terjun membantu itu sepertinya tidak masalah. Ya memang
ada satu dua anak yang memang sampai sekarang pun
hitungan perkalian juga masih ada yang agak susah itu
juga ada karena kan ya memang macem-macem to.
Kalau alat peraga itu kan sebenarnya untuk
mempermudah, kan tujuannya untuk mempermudah ya,
biar anak itu tahu gimana gitu lho, owh caranya seperti itu
ya, nanti setelah tanpa alat pun nanti mereka tahu
pemahamannya karena kadang-kadang kan konsep yang
kita buat kan sebenarnya maksudnya sama dengan yang
alat peraga itu tapi karena anak-anak terbatas to, gak
selamanya makek itu jadi kadang-kadang anak-anak sudah
mulai ini lagi pemahamannya. Jadi kan kalau kemarin
pakek alat peraga, owh seperti itu, dia makeknya seperti
itu. Dia tahu ya caranya tapi kan lama-lama tidak
tergantung pakek alat peraga saja tapi kan harus
berkembang, harus hafalan, gak pakek alat itu saja tapi kan
kemudian hafalan lebih lanjut jadi kan tidak harus pakek
alat itu. Ya kalau pemahaman kan pakek alatnya bisa, kita
kan mempermudah biar mereka kan tahu konsepnya.
Rasanya senang ya, artinya ada alat peraga yang baru yang
belum pernah kita pakek dan itu kita munculkan, terus
antusias anak-anak juga kelihatan ya. Jadi kan menambah
ilmu baru, informasi baru terus anak-anak juga semangat.
Cuma sedikit bingung sama cara penggunaanya, le natar
belum betul-betul latihan ya, intensitasnya masih kurang
banyak, sekarang ditatar terus besok dipakek. Jadi sudah
belajar sedikit demi sedikit.
Lama-lama paling tidak tahu ya, owh pembagian itu
seperti itu, owh perkalian seperti itu. Misalnya kita cuman
dengan gambar kan mereka lebih apa ya? Lebih
menyenangkan ya, kan ketika mereka bermain mereka
tidak harus menulis tetapi dengan praktek dia juga sudah
bisa, owh seperti itu, owh pembagiannya seperti itu.
Kalau 15 dibagi 3 owh iya caranya seperti itu, maka dia
lebih memahami dengan dibantu alat itu.
Kalau pemahaman siswa itu kan bermacam-macam ya,
jadi kan saya tidak ngambil salah satu dengan alat itu
Comment [a146]: Alat membuat guru lain penasaran (W2, S4, B 46 – B 47)
Comment [a147]: Awalnya guru belum paham
dengan cara penggunaan alat (W2, S4, B 48 – B 49)
Comment [a148]: Kreatif yang menciptakan alat
(W2, W4, B 58 – B 60)
Comment [a149]: Alat peraga mahal (W2, S4, B 50 – B 52)
Comment [a150]: Alat dibuat untuk membantu keberhasilan mengajar (W2, S4, B 52 – B 55)
Comment [a151]: Alat peraga mahal (W2, S4, B
56 – B 57)
Comment [a152]: Anak yang bisa menggunakan mendapatkan hasil yang baik dan sebaliknya (W2,
S4, B 58 – B 62)
Comment [a153]: Guru tidak percaya diri saat
mengajar (W2, S4, B 63 – B 65)
Comment [a154]: Alat mempermudah pemahaman anak (W2, S4, B 69 – B 77)
Comment [a155]: Anak tidak boleh tergantung pada alat peraga (W2, S4, B 79 – B 83)
Comment [a156]: Alat mempermudah pemahaman konsep (W2, S4, B 83 – B 84)
Comment [a157]: Guru senang menggunakan
alat peraga baru (w2, S4, B 85 – B 86)
Comment [a158]: Anak terlihat antusias ketika
menggunakan alat (W2, S4, B 87)
Comment [a159]: Alat menambah ilmu dan
informasi baru (W2, S4, B 87 – B 88)
Comment [a160]: Anak semangat menggunakan alat peraga (W2, S4, B 88)
Comment [a161]: Guru bingung menggunakan
alat peraga karena baru sebentar diajarin (W2, S4, B
89 – B 91)
Comment [a162]: Alat lebih menyenangkan dan dapat dibuat untuk bermain (W2, S4, B 95 – B 98)
Comment [a163]: Alat membantu anak
memahami (W2, S4, B 99 – B 100)
Comment [a164]: Karakteristik siswa
bermacam-macam (W2, S4, B 101)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
103.
104
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
113.
114.
115.
116.
117.
118.
119.
120.
121.
122.
123.
124.
125.
126.
127.
128.
129.
130.
131.
132.
133.
134.
135.
136.
137.
138.
139.
140.
141.
142.
143.
144.
145.
146.
147.
148.
149.
150.
151.
152.
153.
154.
155.
156.
157.
158.
pemahaman siswa?
Bagaimana pemahaman siswa
terhadap cara penggunaan alat
peraga kalau menurut guru?
Cara penggunaannya itu.
Terus kesan guru dengan cara
penggunaan alat peraga terkait
dengan kemandirian siswa
bagaiaman bu?
Bagaimana kontribusi alat
peraga terhadap konsep
matematika yang didapat siswa?
Jadi dengan alat itu seberapa
besar kontibusinya terhadap
pemahaman siswa?
Jadi gak cuman ada teori tapi
juga perlu ada prakteknya?
Bagaimana kemampuan siswa
dalam mengerjakan soal
menggunakan alat peraga
tersebut?
mereka 100 % memahami kan mungkin dari hasil evaluasi
kan kita juga bisa lihat kira-kira kalau anak yang memang
memahami tidak hanya prakteknya tapi dia secara teori
juga tahu. Tapi kalau yang memang cepat paham betul
waktu dia praktek, akhirnya hasil evaluasinya juga
memuaskan. Jadi sama-sama mendukung dari teori, dari
materi yang ada terus dengan praktek lalu evaluasi. Itu kan
ada kaitannya biar memahami betul dengan konsep
pembagian seperti itu.
Yang namanya anak itu kalau dilihat rata-rata mereka bisa
ya, cuman memang keterbatasan waktu untuk mecoba
maju di depan. Begitu langsung praktek satu-satu mereka
kan pengen nyoba ke depan, walaupun di belakang sudah
diberi kesempatan. Tapi ada anak yang tidak mau
mencoba karena mungkin takut tidak bisa. Ada yang dia
sudah saking bisanya, akhirnya dia malah terus bermain
itu kan juga ada.
Kalau anak yang sudah jelas tentunya begitu kita beri
materi, kita beri soal itu mereka sudah bisa dengan
sendirinya. Ini kan tergantung siswanya juga to? Ketika
kita memberi alat peraga mereka penasaran itu tu apa,
setelah dia tahu itu apa dia kan pengen mencoba. Setelah
dia mencoba kan dia bisa menyimpulkan owh seperti ini
to, owh seperti itu. Jadi memang beda-beda ya. Tapi
dengan seperti itu kan dia pengen tahunya kan kayaknya
lebih banyak ya, cenderung presentasenya itu anak yang
aktif, bisa membuat anak penasaran, pengen tahu, apa sih?
Sampai ketika penjenengan ndawuhi mencoba di depan,
kan semuanya pengan maju ke depan, sampai mereka
rebutan.
Ya kalau itu memang apa ya, ya paro-paro. Artinya karena
itu istilahnya alat peraga baru, mereka mencoba paling
tidak ya separo lebihlah. Artinya dari betul-betul awalnya
tidak bisa, ketika ada alat peraga, dia mungkin lebih
kongkret to? Owh ternyata kalau pembagiannya seperti ini
to caranya? Dia kan lebih cenderung ada peningkatan.
Ya karena itu tadi tidak terlalu memberatkan anak untuk
menghitung terus tapi kan dengan seperti itu kan ada
selingan, owh dia sambil bermain owh ternyata ketika dia
bermain dia juga belajar, seperti itu. Karena mereka itu
setiap hari kan kadang-kadang seperti itu kalau kita
misalnya kan mengajari apa gitu dan kita misalnya dengan
alat peraga misalnya laptop, misalnya dengan rubrik dan
sebagainya. Mereka mungkin secara tidak sengaja dia
hanya nonton film tapi dibalik dia nonton film kan dia bisa
berkembang, owh itu cerita tentang apa to? Dia bisa
menceritakan apa yang dia lihat terus dia juga bisa
mempraktekkan apa sih maksud yang diputer tadi, apa sih
maksud alat itu, sebenarnya untuk apa to? Paling tidak
ada nilai lebih lah dari alat peraga itu.
Kalau melihat hasilnya kemarin itu rata-rata bagus ya?
Ketika dia praktek kemudian diberi alat itu untuk
mengerjakan soal-soal sepertinya hasilnya lumayan bagus
ya? Yang per kelompok, kalau yang individu cenderung
masing-masing anak kan berbeda itu tadi pemahamannya
tidak langsung 100% dia paham tapi kan ada satu dua anak
Comment [a165]: Alat mendukung hasil evaluasi siswa (W2, S4, B 106 – B 109)
Comment [a166]: Keterbatasan waktu untuk
mencoba di depan (W2, S4, B 113 – B 114)
Comment [a167]: Anak antusias ingin mencoba
di depan (W2, S4, B 115 – B 116)
Comment [a168]: Anak takut untuk mencoba
(W2, S4, B 116 – B 117)
Comment [a169]: Alat digunakan untuk bermain oleh anak (W2, S4, B 117 – B 119)
Comment [a170]: Anak yang paham dengan
cara penggunaan akan mudah ketika mengerjakan
soal (W2, S4, B 120 – B 122)
Comment [a171]: Alat membuat anak penasaran
dan aktif (W2, S4, B 126 – B 129)
Comment [a172]: Anak rebutan untuk mencoba
alat di depan (W2, S4, B 130 – B 132)
Comment [a173]: Alat membantu anak secara nyata (W2, S4, B 135 – B 137)
Comment [a174]: Ada peningkatan dalam diri anak (W2, S4, B 138)
Comment [a175]: Alat dapat dibuat untuk
bermain dan belajar (W2, S4, B 141 – B 142)
Comment [a176]: Hasil belajar bagus ketika
mengerjakan menggunakan alat (W2, S4, B 153 – B
156)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
159.
160.
161.
162.
163.
164.
165.
166.
167.
168.
169.
170.
171.
172.
173.
174.
175.
176.
177.
178.
179.
180.
181.
182.
183.
184.
185.
186.
187.
188.
189.
190.
191.
192.
193.
194.
195.
196.
197.
198.
199.
200.
201.
202.
203.
204.
Terus bagaimana kesan guru
terkait dengan kemandirin siswa
ketika mengerjakan soal dengan
alat peraga itu?
Terus kalau hasilnya mereka
mengerjakan soal dengan alat itu
bagus ya buk?
Pendapat guru mengenai bentuk
alat peraga tersebut?
Hehe mahal itu buk. Semuanya
itu habis 1.550. 000.
Tapi kalau untuk pembelajaran
sendiri itu, mungkin ukurannya
kurang besar atau kurang kecil?
Terus kubusnya itu kekecilan
atau bagaimana bu?
Warna yang digunakan
bagaimana bu?
Pion?
yang belum memahami caranya bagaimana.
Kalau kemandirian siswa itu mereka bisa mengerjakan
sendiri ya, tanpa didampingi itu kan mereka tetap bisa
mengerjakan sendiri seperti itu. Jadi sambil bermain
mereka juga mengerjakan soal, kan sudah selesai kegiatan
dia malah bermain, perintahnya tidak ke arah kita mau
belajar matematika tapi dia malah bermain kayak SBK
gitu-gitu. Jadi tidak hanya itu tok, tidak hanya alat peraga
untuk pembagian tapi ternyata bisa digunakan mereka
untuk yang lain.
Kalau dengan alat itu iya.
Kalau bentuknya itu sebenarnya terkesan mahal ya
sebenarnya. Soalnya kalau dilihat sekilas itu tu, kayaknya
bentuknya apa sih? Kan kalau dengan betuk seperti itu
kalau orang awan yang gak tau itu kayak bingkisan yang
mahal ya? Kan kalau seperti itu seperti bukan alat peraga?
Kok kayak hadiah, kan terus pengen tahu, kan terus
dibukak ya itu ya? Owalah alat peraga to, owh ini ada anu
yang kecil-kecil kotakan itu yang merah, kotak untuk ini.
Owh ini alat peraga. Kalau awal saya melihat itu kesannya
mahal ya mbak? Kayu pun kayaknya kayu mahal to itu?
Terus dipernis ya kan? Jadi malah tambah kesannya ini tu
mahal? Tapi saya gak tahu itu mahal apa enggak satunya
seperti itu? Mahal tidak ya?
Nah sak kotak-kotaknya itu, sak bungkusnya, semua
perlengkapannya ya.
Kalau saya rasa untuk bentuk-bentuk ininya sih gak
masalah, itu sudah bagus, itu cuman terkesan mahal karna
kotak-kotaknya itu lho yang besar itu lho, kalau dalamnya
emang kecil-kecil tapi tetap itu bagus sekali. Bisa
menciptakan alat peraga seperti itu. Kayaknya kalau yang
dulu kan modelnya gak seperti itu to? Yang ada di lab itu
kayaknya gak kayak itu ya? Kayaknya belum baru? Ini
baru to? Kan ada bu yuyun yang di UNY juga, kan beliau
juga dituntut untuk nggawe alat peraga sendiri, harus
menciptakan alat sendiri.
Kalau warnanya sih ya menarik juga. Biru sama merah, itu
yang kotak kecil pembaginya itu, apa sih namanya, lali
aku.
Lhah yang pionnya itu kan merah. Terus ada yang biru itu
kan sudah menarik juga. Kan yang namanya ada merahnya
itu kan terus orang, anak kan jadi tertarik dengan warna-
warna yang cerah, yang ngejreng. Ya bagus kok sama
warna birunya juga, ya pas milih warnanya.
Keterangan:
W2 : Wawancara kedua
S1 : Subjek satu
S2 : Subjek dua
Comment [a177]: Anak mandiri ketika
mengerjakan (W2, S4, B 160 – B 164)
Comment [a178]: Alat terkesan mahal dilihat dari bentuknya (W2, S4, B 172 – B 178)
Comment [a179]: Alat terkesan mahal dilihat
dari bentuknya (W2, S4, B 180 – B 184)
Comment [a180]: Kotaknya walupun kecil tapi
bagus (W2, S4, B 187 – B 190)
Comment [a181]: Warna yang digunakan menarik (W2, S4, B 197 – B 204)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
S3 : Subjek tiga
S4 : Subjek empat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
Lampiran 4.12 Verbatim wawancara Pasca Penelitian Siswa A
Subjek 1 : A
Tempat : Ruang agama
Waktu : 3 Maret 2014
Pukul : 11. 48 – 11. 51
No. Pertanyaan Jawaban
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
Ketika pertama kali melihat alat itu, apa yang ada
dipikiranmu?
Kenapa ingin mencoba?
Terus bagaimana sikapmu ketika pertama kali
melihat alat peraga tersebut?
Kenapa kok seneng?
Sebelum itu pernah lihat alat peraga itu?
Terus ketika pake alat itu kamu mudah enggak
memahami materi pembagiannya? Apa sulit?
Kenapa kok sulit?
Lebih suka pake alat itu apa dijelasin sama guru
kayak biasanya?
Kenapa?
Kamu harusnya bilang sama guru kalau pelan-
pelan gitu neranginnya harusnya. Besok bilang
sama guru kalau kecepeten gitu.
Terus kalau kamu tidak dijelasin sama guru cara
penggunaannya, kamu tahu enggak bagaimana
cara menggunakannya?
Waktu guru menjelaskan itu kamu paham?
Terus seberapa sering kamu menggunakan alat
itu di dalam kelompok? Lebih sering kamu, apa
B, apa C?
Kenapa kok C?
Owh gitu kemarin yang nyobain pertama kali
siapa?
Alat itu membantu kamu enggak dalam
memahami materinya atau mengerjakan soal?
Kapan?
Kamu kalau mengerjakan soalnya lebih suka
pake alat itu apa langsung dijawab?
Kenapa?
Waktu kamu ngerjain soal caranya gimana?
Ketika pertama kali melihat alat peraga, apa yang
ingin kamu lakukan dengan alat peraga itu?
Kenapa kok ingin mencoba?
Terus setelah menggunakan alat itu, apa
pengalaman yang kamu dapat?
Bagaimana pendapatmu dengan bentuknya?
Kalau ukurannya?
Kenapa kok suka?
Ingin mencoba.
Ingin tahu caranya makai.
Seneng.
Karena baru pertama kali nyoba.
Belum, baru pertama kali lihat.
Kalau pertama kali sulit.
Belum tahu caranya.
Lebih suka pake alat itu.
Soalnya bu Z kalau jelasin cepat gitu.
Ya.
Enggak.
Paham.
Kebanyakan dipakai oleh C.
Kalau dia udah tapi temennya belum nyoba,
nanti dia nyoba lagi.
Kadang aku, kadang C.
Membantu.
Waktu menghitung soal-soal pembagian gitu.
Pake alat itu.
Jadi lebih mudah ngerjain soal pake alat itu.
Pake alat itu dulu baru dijawab
Mencoba.
Pengen tahu aja gimana makenya.
Jadi lebih mudah dalam menghitung
pembagian dan perkalian.
Gakpapa, udah pas. Gak kurang besar dan gak
kurang kecil.
Suka.
Udah pas aja.
Comment [a182]: Subjek penasaran ketika
pertama kali melihat alat peraga (W2, S1, B 1 – B 3)
Comment [a183]: Subjek suka waktu
mengggunakan alat peraga karena baru pertama kali
mencoba (W2, S1, B 4 – B 6)
Comment [a184]: Awal menggunakan alat
peraga subjek merasa kesulitan (W2, S1, B 8 – B 11)
Comment [a185]: Subjek paham terhadap
penjelasan guru tentang cara penggunaan alat peraga
(W2, S1, B 20)
Comment [a186]: Alat peraga sering dipakai
subjek C (W2, S1, B 21 – B 26)
Comment [a187]: Alat membantu anak ketika
menghitung soal (W2, S1, B 28 – B 30)
Comment [a188]: Alat memudahkan subjek
dalam mengerjakan soal(W2, S1, B 33 – 34)
Comment [a189]: Subjek penasaran dengan cara
pengunaan alat peraga (W2, S1, B 38)
Comment [a190]: Alat memudahkan subjek dalam menghitung pembagian (W2, S1, B 39 – B 40)
Comment [a191]: Bentuk alat peraga sudah pas
(W2, S1, B 41 – B 41)
Comment [a192]: Ukuran alat peraga sudah pas
(W2, S1, B 43 – B 44)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
45.
46.
47.
48.
49
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
Terus kalau warnanya?
Kenapa kok cuma lumayan?
Terus kamu maunya dikasih warna apa?
Kenapa kok kuning?
Waktu dijelasin sama bu Z tentang cara
penggunaannya kamu paham enggak?
Kok bisa?
Abis dijelasin sama apa yang kamu lakukan?
Waktu kamu nyoba alat itu disuruh sama siapa
apa keinginan kamu sendiri?
Menurutmu cara penggunaan alat itu gimana?
Kok bisa gitu?
Terus jika diperbolehkan pake alat itu di luar jam
matematika, kamu mau enggak mencobanya?
Kapan?
Kenapa kok mau?
Kamu kalau menjawab soal lebih suka dihitung
pake alat itu apa langsung oret-oret apa gimana?
Kenapa?
Kan itu naruh baloknya dari kiri ke kanan, kalau
dari kanan ke kiri kan salah. Menurutmu dengan
adanya itu gimana?
Kamu tahu gak bahan yang digunakan dalam alat
itu?
Sering menjumpai kayu gitu?
Di mana?
Lumayan suka.
Soalnya masih kurang cerah.
Kuning.
Cerah.
Pertamanya sih gak dong tapi terus dong.
Bu guru jelasinnya kecepeten.
Nyoba.
Keinginan sendiri.
Pertamanya susah, setelah itu mudah.
Kan belum biasa pake alat itu.
Mau.
Kalau istirahat.
Ya kan bisa buat belajar.
Pake alatnya.
Untuk membantu, kan ngerjainnya pake alat itu
dulu jadi bisa tahu jawabannya yang benar
berapa.
Buat aku jadi tahu kesalahanku. Kan kalau
naruhnya salah jawabanya juga salah.
Kayu.
Sering.
Di rumah.
Keterangan:
W2 : Wawancara kedua
S1 : Subjek satu
S2 : Subjek dua
S3 : Subjek tiga
S4 :Subjek empat
Comment [a193]: Warna yang digunakan alat
peraga kurang cerah (W2, S1, B 45 – B 48)
Comment [a194]: Pada awalnya subjek tidak paham dengan penjelasan guru tentang cara
penggunaan alat peraga (W2, S1, B 58 – B 60)
Comment [a195]: Subjek mencoba atas
keinginan sendiri (W2, S1, B 53)
Comment [a196]: Pada awalnya cara penggunaan alat peraga susah (W2, S1, B 55 – B 57)
Comment [a197]: Subjek mau mengggunakan alat peraga di luar jam matematika (W2, S1, B 58 –
B 62)
Comment [a198]: Alat peraga membantu subjek
menyadari kesalahannya (W2, S1, B 66 – B 67)
Comment [a199]: Subjek tahu bahan yag
digunakan alat peraga (W2, S1, B 82 – B 85)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
Lampiran 4.13 Verbatim wawancara Pasca Penelitian Siswa B
Subjek 3 : B
Tempat : Ruang agama
Waktu : 3 Maret 2014
Pukul : 11. 39 – 11. 47
No. Pertanyaan Jawaban
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
Ini tentang pembelajaran matematika yang
kemarin itu, yang pake alat itu lho. Waktu
pertama kali melihat alat itu bagaimana
pendapatmu?
Terus bagaimana sikapmu ketika pertama
kali melihat alat peraga itu?
Sama siapa nanyanya?
Kemarin pas di kelas nanyanya sama siapa?
Terus dijelasin sama bu Z?
Waktu dijelasin paham enggak?
Sebelumnya pernah lihat alat peraga itu?
Terus waktu di TK alatnya buat apa?
Ada baloknya itu juga?
Terus bagaimana perasaanmu setelah
mengikuti kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga itu?
Ngitungnya cuma pake alat itu apa pake
coret-coretan juga apa gimana ngitungnya?
Terus menghitungnya lebih suka pake yang
mana?
Maksudnya gimana?
Waktu dijelasin sama guru tentang alat itu,
kamu paham enggak sama penjelsannya.
Maksudnya itu yang dimaksud pembagian
kan pengurangan berulang. Alat itu
membantu kamu enggak memahami materi?
Kalau pas alat yang kemarin?
Sulitnya di mana?
Kemarin pernah salah nyobain alat itu?
Kalau guru tidak menjelaskan cara
penggunaannya kamu bisa enggak
makenya?
Terus siapa yang sering menggunakan alat
itu di kelompokmu?
Kamu sering make enggak?
Terus alat itu membantu kamu enggak
dalam pembelajaran?
Owh gitu, waktu mengerjakan soal kamu
menggunakan alat itu enggak?
Ketika pertama kali melihat alat peraga itu,
apa yang ingin kamu lakukan dengan alat
Agak kebingungan cara memakainya. Terus
tertarik, kalau cuma dijelasin terus kan bosen tapi
kalau pake alat peraga kan alat peraganya bisa
ganti-ganti.
Menanyakan cara penggunaanya
Kepada guru yang ada di kelas itu
Sama bu Z.
Iya.
Paham.
Pernah, di TK juga ada kayak gitu.
Tambah-tambahan sama pengurangan.
Iya ada.
Senang, kan bisa ngitung pake alat itu.
Ya pake alat itu, pake oret-oretan
Ya tergantung soalnya.
Kalau soalnya mudah ya gak pake alat itu, tapi
kalau soalnya susah pake alat itu.
Iya, contohnya kalau pake biji-bijian kan bisa
dikurangi.
Agak-agak sulit.
Nanti kalau naruh baloknya itu salah kan jadi salah
semua.
Pernah, pertamanya salah terus kedua udah bener.
Belum tentu. Alat peraganya seperti apa dulu.
Kebanyakan dipakai oleh A alat pergaanya.
Kadang-kadang, kan gantian. Giliran gitu.
Membantu, saat menghitung ribuan bisa pake itu
tapi kalau pake garis kesulitan.
Kalau ada alat itu ya aku akan memakainya, kan
menghitungnya lebih cepet pakai itu. Kalau pake
itu bisa praktek langsung tapi kalau di oret-oret
lama. Jadi bisa lebih cepet nghitungnya.
Ingin mencobanya supaya bisa.
Comment [a200]: Subjek tertarik dengan alat peraga (W2, S2, B 1- B 4)
Comment [a201]: Subjek bertanya pada guru
tentang cara penggunaannya (W2, S2, B 5 – B 7)
Comment [a202]: Subjek pernah melihat alat
peraga seperti itu (W2, S2, B 11)
Comment [a203]: Subjek senang karena bisa
menghitung paka alat peraga (W2, S2, B 14)
Comment [a204]: Soal menggunakan alat
peraga jika menemukan soal yang sulit (W2, S2, B
21 – B 22)
Comment [a205]: Alat peraga membantu subjek
menemukan kesalahan (W2, S2, B 28 – B 29)
Comment [a206]: Alat peraga sering dipakai A (W2, S2, B 34 – B 36)
Comment [a207]: Alat peraga membantu saat menghitung ribuan (W2, S2, B 37 – B 38)
Comment [a208]: Dengan alat peraga lebih
cepat dalam menghitung (W2, S2, B 39 – B 42)
Comment [a209]: Subjek ingin mencoba alat
peraga supaya bisa (W2, S2, B 43)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
45.
46.
47.
48.
49
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
peraga itu?
Terus setelah mencobanya, apa yang kamu
dapat?
Bagaimana pendapatmu mengenai bentuk
alat peraga tersebut?
Kalau ukurannya?
Kalau warnanya?
Terus maunya apa?
Waktu guru jelasin cara penggunaannya
kamu paham enggak?
Kenapa gak dong?
Terus biar dong gimana?
Kalau menurutmu cara penggunaan alat
peraganya gimana?
Kalau kamu diperbolehkan menggunakan
alat tersebut, kamu mau enggak
menggunakannya di luar jam pelajaran?
Kapan?
Kenapa kok mau?
Terus ketika mengerjakan soal kamu lebih
suka pake alat itu,, pake oret-oret apa dilihat
perkaliannya dulu apa bagaimana?
Terus kan itu naruh baloknya dari kiri ke
kanan, kalau kebalik kan salah. Kamu
pernah gak salah kaya gitu?
Kapan kamu sadar kalau kamu salah?
Kalau gak dikasih tau sama bu guru kamu
tau gak kalau salah?
Terus sekarang kalau disuruh nyoba gitu
masih salah enggak?
Kamu tahu enggak itu bahannya apa?
Sering liat kayu gitu enggak?
Di mana?
Senang, gembira karena bisa pake alat yang baru.
Gak masalah, suka.
Gak masalah, suka. Ukurannya pas.
Gak suka, soalnya tempatnya warnanya serba
coklat.
Kan warnanya bisa diganti sama warna yang gak
gelap, aku kalau warna gelap gak suka, harusnya
warna cerah.
Aku enggak dong.
Soalnya kalau guru jelasinnya cepet-cepet.
Tanya langsung sama bu Z. Abis dijelasin harus
mencoba alat peraganya itu sendiri.
Mudah, soalnya tinggal naruh balok-baloknya ke
kotak-kotaknya itu
Mau.
Pas istirahat kan bisa belajar pake alat itu.
Sambil kita belajar sambil kita ngapalin
pembagiannya sama perkalian.
Dipahami soalnya dulu terus mencoba untuk
menghitung pake alatnya.
Pernah.
Saat dibilangin sama bu guru.
Mesti salah.
Enggak, udah bisa.
Tahu, terbuat dari kayu.
Sering.
Di rumah.
Keterangan:
W2 : Wawancara kedua
S1 : Subjek satu
S2 : Subjek dua
S3 : Subjek tiga
S4 :Subjek empat
Comment [a210]: Subjek senang karena bisa
menggunakan alat yang baru (W2, S2, B 46)
Comment [a211]: Subjek suka dengan bentuk
dan ukuran alat peraga (W2, S2, B 48 – B 50)
Comment [a212]: Subjek tidak suka warna gelap dalam alat peraga (W2, S2, B 53 – B 55)
Comment [a213]: Cara penggunaan alat peraga mudah (W2, S2, B 61 – B 62)
Comment [a214]: Subjek mau menggunakan alat peraga di luar jam pelajaran (W2, S2, B 66 – B
68)
Comment [a215]: Subjek tahu bahan yang digunakan dalam alat peraga (W2, S2, B 80– B 83)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
Lampiran 4. 14 Verbatim wawancara Pasca Penelitian Siswa C
Subjek 4 : C
Tempat : Ruang agama katolik
Waktu : 3 Maret 2014
Pukul : 09. 38 – 09. 49
No. Pertanyaan Jawaban
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
Kemarin waktu belajar matematika pake alat peraga
itu bagaimana pendapatmu ketika pertama kali
melihat alat peraga itu?
Kenapa kok kaget?
Owh gak tau. Itu lho yang kemarin dipake di kelas,
kotak2 itu.
Bisa gimana maksudnya?
Penasarannya gimana?
Terus bagaimana sikapmu ketika pertama kali
melihat alat peraga tersebut?
Kepengan gimana maksudnya?
Terus perasaanmu setelah mengikuti mengikuti
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat
peraga itu gimana?
Tapi kemarin kamu kan gak mau nyobain alatnya?
Kamu kan malah sembunyi di bawah meja.
Kenapa?
Owh jadi kamu gak suka sama kelompoknya gitu?
Tapi kalau kamu nyobain alatnya di kelompok deket
itu mau?
Terus pemahamanmu mengenai materi pembagian
menggunakan alat peraga itu gimana?
Senangnya gimana?
Biasa gimana?
Susah gak pake alat itu?
Bagaimana jika guru tidak menjelaskan cara
penggunaan alat peraganya?
Jadi harus dijelasin guru?
Waktu dijelasin sama guru di depan, kamu dong
enggak?
Kenapa kok cuma agak dong?
Terus mau kamu gimana?
Terus kan itu dijelasin lagi di dalam kelompok itu,
terus pas di jelasin di dalam kelompok gimana?
Terus yang sering makek alat peraga itu di
kelompokmu siapa?
Owh setiap nyobain kamu terakhir sendiri? Terus
kamu maunya gimana?
Owh mau yang pertama?
Emang apa bedanya kalau nyobain terakhir sama
pertama?
Terus menurutmu alat peraga itu berguna apa
Kaget.
Kalau aku tu jujur gak tau alat peraga itu apa.
Bisa.
Ya aku bisa pake alat peraga itu, terus penasaran.
Pengen nyobain.
Kepengen gitu, penasaran.
Kepengen nyoba.
Suka aja, senang.
Kan saya gak mau deket itu.
Aku maunya di dekat tempat asliku.
Iya.
Mau.
Senang.
Biasa.
Ya mau pake alat itu ya biasa. Gak pake alat itu juga
biasa.
Enggak, kan udah bisa.
Enggak bisa.
Iya.
Agak dong.
Lha bu guru jelasinnya cepet-cepet kok.
Ya gak cepet-cepet, pelan-pelan gitu.
Baru dong
A sering makek, aku belum. Padahal A udah 2 kali
tapi aku belum. Terus aku nyobainnya terakhir
sendiri.
Pertama.
Comment [a216]: Siswa penasaran ketika pertama kali melihat alat peraga (W2, S3, B 5 – B 8)
Comment [a217]: Siswa kepengen mencoba
ketika pertama kali melihat alat peraga (W2, S3, B 9
– B 11)
Comment [a218]: Siswa senang belajar menggunakan alat peraga (W2, S3, B 12)
Comment [a219]: Subjek tidak nyaman dengan kelompoknya (W2, S3, B 15 - B 21)
Comment [a220]: Alat peraga tidak membantu pemahaman siswa(W2, S3, B 27 – B 28)
Comment [a221]: Cara penggunaan alat peraga
tidak susah (W2, S3, B 29)
Comment [a222]: Siswa tidak paham ketika
guru menjelaskan cara penggunaan alat peraga (W2,
S3, B 33 – B 35)
Comment [a223]: Subjek jarang menggunakan
alat peraga (W2, S3, B 40 – B 42)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
45.
46.
47.
48.
49
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98.
99.
100.
enggak dalam memahami materi pembagian?
Bergunanya bagaimana?
Owh jadi buat ngecek gitu?
Terus bagaimana pendapatmu saat mengerjakan soal
dengan menggunakan alat peraga?
Membantunya bagaimana?
Waktu menghitungnya itu lama enggak?
Susah gak pake alat peraga itu?
Kenapa kok agak iya agak enggak?
Ketika pertama kali melihat alat peraga, apa yang
ingin kamu lakukan dengan alat peraga itu?
Sama siapa?
Terus setelah menggunakan alat peraga itu apa
pengalaman yang kamu dapat?
Terus bagaimana pendapatmu mengenai bentuk alat
peraga tersebut?
Lucunya bagaimana?
Yang besar gak lucu, kenapa?
Kamu maunya gak gendut?
Terus kalau warnanya gimana?
Kenapa kok suka?
Terus waktu guru menjelaskan penggunaan alat
peraga kamu paham enggak?
Biar mudah terus dong itu harusnya gimana waktu
menjelaskan?
Terus menurut pendapatmu cara penggunaan alat
peraga tersebut gimana?
Jika kamu diperbolehkan menggunakan alat
tersebut, kamu mau gak menggunakannya di luar
jam pelajaran?
Kenapa?
Terus menurutmu ukuran yang ada dalam alat
peraga tersebut gimana?
Waktu mengerjakan soal kamu sering pake alat itu
enggak?
Kenapa kok kadang-kadang pake, kadang-kadang
gak pake?
Kan itu alatnya kalau kamu naruh kotakanya salah,
hasilnya gak ketemu. Dengan adanya itu menurutmu
gimana?
Emang kemarin waktu nyobain salah naruh
kotaknya itu?
Terus kok tau kalau salah?
Kamu tahu gak bahan yang digunakan dalam alat
itu?
Kamu sering menjumpainya enggak?
Pernah gak melihat alat itu sebelum ini?
Suka sama alatnya?
Tapi kalau disuruh nyobain gak mau?
Emang kenapa kok harus sama kelompok yang asli?
Terus kenapa kalau gak ada binti?
Iya
Gak suka kalau terakhir, nanti ketinggalan.
Berguna.
Nanti misalnya saya nghitung terus begini (sambil
praktik menghitung pake alat peraga). Iya.
Membantu.
Membantu nghitung.
Enggak, biasa aja.
Agak iya, agak enggak.
Ya itu, aku mau’nya sama kelompok asli. Kalau
sama kelompok asli gak susah, tapi kalau pindah
kelompok susah.
Pengen nyobain sama pengen diajarin.
Ya sama bu guru
Diajarin dulu lama-lama udah bisa.
Suka, lucu.
Kecil-kecil, imut. Ada yang besar gak lucu.
Kan gendut.
Iya, yang kurus-kurus kayak aku
Suka.
Karena agak muda agak tua.
Awalnya gak dong tapi lama-lama dong.
Ditelateni aja, nanti lama-lama juga bisa.
Agak susah, agak enggak. Kalau pertamanya susah
terus lama-lama enggak.
Enggak.
Karena kan aku sudah dong, jadi buat apa lagi pake
alat itu kalau sudah dong.
Pas. Kalau anak kecil ya kotaknya kecil.
Kadang-kadang pake alat itu, kadang-kadang gak
pake.
Ada yang mudah, ada yang sulit (soalnya). Kalau
soalnya sulit aku mau pake tapi kalau soalnya
mudah, aku gak mau pake.
Membantu aku, waktu aku salah naruh kotaknya itu.
Iya.
Kan gak ketemu hasilnya.
Tahu, kayu dan cat.
Sering, kan di rumah banyak pohon.
Belum.
Comment [a224]: Subjek maunya pertama kali
ketika menggunkan alat peraga (W2, S3, B 45 – B
46)
Comment [a225]: Alat peraga membantu subjek
dalam menghitung (W2, S3, B 55 – B 58)
Comment [a226]: Subjek tidak nyaman dengan kelompoknya (W2, S3, B 60 – B 63)
Comment [a227]: Subjek ingin diajarin dan
mencoba alat peraga (W2, S3, B 64)
Comment [a228]: Subjek suka dengan bentuk
alat peraga yang kecil (W2, S3, B 69 – B 73)
Comment [a229]: Subjek suka warna dalam alat peraga(W2, S3, B 74 – B 75)
Comment [a230]: Awalnya susah menggunakan
alat peraga (W2, s3, B 76- B 79)
Comment [a231]: Subjek tidak mau
menggunakan alat peraga di luar jam matematika (W2, S3, B 82 – B 83)
Comment [a232]: Ukuran alat peraga pas (W2,
S3, B 86)
Comment [a233]: Subjek kadang-kadang
menggunakan alat peraga untuk mengerjakan soal
(W2, S3, B 88 – B 92)
Comment [a234]: Pengendali kesalahan membantu subjek menemukan hasilnya (W2, S3, B
93 – B 98)
Comment [a235]: Subjek tahu bahan yang
digunakan dalam alat peraga (W2, S3, B 99 – B 101)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
101.
102.
103.
104.
105.
106.
Suka.
Aku mau kalau kelompok yang asli.
Ada binti.
Gak suka, kan aku kalau ngapa-ngapain harus sama
binti.
Keterangan:
W2 : Wawancara kedua
S1 : Subjek satu
S2 : Subjek dua
S3 : Subjek tiga
S4 : Subjek empat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
Foto Kegiatan Pembelajaran
Guru mengajak siswa untuk bernyanyi
Guru memperkenalkan alat peraga kepada siswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
Siswa saat pertama kali menggunakan alat peraga Montessori
Guru saat memberikan contoh ke dalam kelompok kecil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
Guru saat dibantu oleh peneliti eksperimen
Guru saat mendemonstrasikan cara penggunaan alat peraga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
Siswa saat pertama kali menggunakan alat peraga
Guru saat memantau pekerjaan siswa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
CURRICULUM VITAE
Rina Metasari, lahir di Magelang pada tanggal 10 Januari
1993. Memulai pendidikan formal di TK Tersan Gede Salam
pada tahun 1997. Melanjutkan sekolah di SD N Tersan Gede I
dan lulus pada tahun 2003. Kemudian melanjutkan pendidikan di
SMP N 1 Salam dan lulus pada tahun 2006. Pendidikan SMA
diselesaikan pada tahun 2009 di SMA N 1 Ngluwar.
Pada tahun 2010 melanjutkan pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Seni, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Lulus pada tahun 2014 dengan
skripsi berjudul Persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga matematika
berbasis Montessori pada pembelajaran pembagian bilangan dua angka di SD N
Percobaan 3 Pakem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI