PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk filerohani terhadap kematangan emosi para...
Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk filerohani terhadap kematangan emosi para...
PERANAN BIMBINGAN ROHANI
TERHADAP KEMATANGAN EMOSI PARA SUSTER YUNIOR
KONGREGASI MISI ABDI ROH KUDUS (SSpS)
PROVINSI JAWA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan KekhususanPendidikanAgamaKatolik
Oleh
Sulis Erna Prawati
NIM: 081124045
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2012
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Saya mempersembahkan skripsi ini kepada
Para suster Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus Provinsi Jawa
yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menjalani perutusan studi
di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Program Studi Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup,
Dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.
(Yoh10:10)
Kuberikan kebaikan untuk kebaikan itu sendiri
Karena kebaikan selalu melengkapi lingkaran hidup kita.
(Anonim)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah Peranan Bimbingan Rohani terhadap Kematangan Emosi Para Suster Yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa.
Pemilihan judul ini didasarkan pada realitas dan keprihatinan penulis terhadap pelaksanaan bimbingan rohani yang sudah diupayakan dan diberikan oleh pemimpin komunitas bagi para suster yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa belum sepenuhnya membantu mereka menjadi pribadi yang matang rohani dan emosi. Itu terjadi karena pelaksanaan bimbingan rohani belum maksimal. Ada beberapa faktor yang manjadi kendala sehingga bimbingan rohani bagi para suster yunior menjadi terhambat. Salah satunya adalah faktor pemimpin komunitas yang kurang profesional dan bahkan kurang matang emosinya. Faktor dari dalam suster yunior sendiri bisa juga menghambat dalam bimbingan, misalnya pribadi yunior yang tertutup tidak mau terbuka, adanya keterpaksaan, dan kurang disiplin diri dalam mengolah batin. Semuanya itu sangat mempengaruhi proses bimbingan rohani mereka sendiri. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para pemimpin komunitas dalam usaha meningkatkan kualitas bimbingan rohani bagi para suster yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa.
Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah seberapa besar peranan bimbingan rohani terhadap kematangan emosi para suster yunior dan usaha apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran para pemimpin komunitas akan pentingnya bimbingan rohani untuk kematangan emosi para suster yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa. Untuk menganalisis permasalahan tersebut, penulis mengkaji dengan metode deskriptif analisis. Artinya penulis menggambarkan dan menganalisis permasalahan yang ada sehingga ditemukan jalan pemecahannya. Data ini diperoleh melalui pengisian Skala Likert kepada para suster yunior itu. Selain itu penulis menggunakan refleksi pribadi selama menjadi yunior SSpS dan studi pustaka untuk mendapatkan gagasan dari para ahli yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan dalam pelaksanaan bimbingan rohani dalam komunitas-komunitas Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa bagi kematangan emosi para suster yunior.
Mengingat peranan bimbingan rohani terhadap kematangan emosi para suster yunior sangat penting, penulis menawarkan usaha-usaha untuk meningkatkan pelaksanaan bimbingan rohani bagi para pemimpin komunitas, sehingga dapat memberikan bantuan bagi para pemimpin komunitas untuk menjadi pembimbing rohani yang profesional. Dengan menjadi pembimbing rohani yang profesional, diharapkan para pemimpin komunitas dapat membantu para suster yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa dalam mencapai kematangan rohani dan emosi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
The title of this small thesis is ”The Role of the Spiritual Direction for the Emotional Maturity of Junior Sisters of the Mission Congregation of the Servant of the Holy Spirit Sisters (SSpS) of the Java Province.”
This title was chosen based on the author’s concern on the practice of the spiritual direction that has been given by the superior of the community for the SSpS junior sisters of the Java Province. The spiritual direction has not totally helped the junior sisters to become spiritually and mentally mature. There are several factors that may have caused this to happen. One of them is the role of the superior of the community that is not competent and emotionally immature. The second one is the role of the personality of the junior sisters themselves. The personality of junior sisters that is not quit open to the spiritual director, the feeling of being forced to go for spiritual direction, and the lack of discipline in making spiritual reflection can be obstacles in the process of spiritual direction. Based on this kind of concern, this small thesis wants to help the superior of the community of SSpS Sisters of the Java Province to intensify the quality of spiritual direction for the junior sisters.
The main problem of this thesis is to discuss how far the role of spiritual guidance is, for the emotional maturity of junior sisters and what efforts to be done to improve the awareness of the community leaders, to see how important the spiritual guidance is for emotional maturity of the junior sisters of the Mission Congregation of the Servant of the Holy Spirit (SSpS) of the Java Province. To analyze this matter, the writer uses analysis descriptive method, which means the writer reflects and analyses the problems in order to solve them. These data were collected with the Likert Scale by the junior sisters. In addition, the writer uses her personal reflections of her own experiences as junior sister, and some literature studies to get more ideas from experts that help communities of the Mission Congregation of the Servants of the Holy Spirit Sisters, in the efforts of spiritual direction for the emotional maturity of the junior sisters.
Considering the important role of spiritual direction for the emotional maturity of SSpS junior sisters, the author offers some solutions to intensify the practice of spiritual direction of the superior of the community, so that they can be professional spiritual directors. As the professional spiritual director, the superior of the community may help the SSpS junior sisters of the Java Province for emotional and spiritual maturity.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan limpah terima kasih kepada Allah Tritunggal Mahakudus
yang telah menyertai, membimbing, menuntun, dan menerangi penulis dengan
rahmat serta kasih setia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul PERANAN BIMBINGAN ROHANI TERHADAP KEMATANGAN
EMOSI PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI MISI ABDI ROH KUDUS
(SSpS) PROVINSI JAWA.
Skripsi ini disusun oleh penulis berdasarkan penemuan bahwa bimbingan
rohani merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan dalam kematangan
emosi para suter yunior. Melalui bimbingan rohani, para suster yunior mampu
melihat kembali kesatuan hidupnya yang utuh dengan Allah, sesama manusia dan
kesatuan dengan ciptaan.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para suster yunior untuk
setia melaksanakan bimbingan rohani guna mencapai kematangan emosi. Selain itu
skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menempuh
ujian Program Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan
Pendidikan Agama Katolik.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat selesai pada
waktunya berkat bantuan dari berbagai pihak baik yang secara langsung maupun
tidak langsung telah mendampingi, membimbing dengan penuh kerelaan, kesabaran
dan kesetiaan serta mendukung lewat doa-doa sehinga memotivasi penulis untuk
setia dan bertekun menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan banyak terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
1. Suster Ines Setiono, SSpS beserta Tim Pimpinan Provinsi Kongregasi Misi
Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa yang telah memberikan perutusan studi
di Prodi IPPAK-JIP, Fakultas dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, serta setiap suster SSpS di Provinsi Jawa yang telah mendukung
lewat cinta, doa-doa, dan perhatiannya sehingga dapat menyelesaikan tugas
studi ini dengan baik.
2. Seluruh suster yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa
yang telah memberikan banyak bantuan dalam pengumpulan data penelitian.
3. Para suster komunitas Biara Roh Suci Yogyakarta yang telah memberikan
dukungan, doa, perhatian khususnya dalam proses penyusunan skripsi ini.
4. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ, selaku dosen pembimbing utama yang telah
menyediakan diri dan meluangkan waktu untuk mendampingi, membimbing
penulis dengan kesabaran serta kesetiaan, memberi masukan dan kritikan
sehingga penulis termotivasi untuk menuangkan ide dan gagasan dalam seluruh
proses penulisan skripsi ini.
5. Dr. C. Putranta, SJ, selaku dosen penguji II dan sekaligus dosen wali yang
telah menyediakan diri untuk membimbing dan memberikan peneguhan pada
penulisan skripsi ini.
6. Dra. Yulia Supriati, M.Pd, selaku dosen III yang telah memberikan perhatian,
bimbingan dalam penelitian, serta memberikan semangat dalam penulisan
skripsi ini.
7. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing, mendukung
dan mendidik penulis selama belajar sampai selesainya skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………….. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………........ ii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………. iv
MOTTO………………………………………………………………….. v
PERNYATAAN KEASLIAN………………………………………........ vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK……………………. vii
ABSTRAK………………………………………………………………. viii
ABSTRACT…………………………………………………………….. ix
KATA PENGANTAR………………………………………………........ x
DAFTAR ISI…………………………………………………………….. xiii
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………....... xvii
BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………. 1
A. Latar Belakang………………………………………………… 1
B. Identifikasi Masalah…………………………………………… 5
C. Pembatasan Masalah………………………………………….. 6
D. Rumusan Masalah……………………………………………... 6
E. Manfaat Penulisan…………………………………………….. 7
F. Metode Penulisan…………………………………………........ 8
G. Sistematika Penulisan…………………………………………. 8
BAB II. BIMBINGAN ROHANI DAN KEMATANGAN EMOSI.......... 10
A. Tahap Pembinaan Religius……………………………………. 10
1. Pembinaan Postulat………………………………………... 11
2. Pembinaan Novisiat……………………………………….. 11
3. Pembinaan Yuniorat………………………………………. 12
B. Bimbingan Rohani…………………………………………….. 14
1. Pengertian Bimbingan Rohani…………………………….. 14
2. Faktor yang Mempengaruhi Bimbingan Rohani.................. 16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
a. Pembimbing Rohani………………………………....... 17
b. Bimbingan Rohani…………………………………….. 23
c. Waktu Bimbingan Rohani…………………………….. 24
3. Dampak dari Bimbingan Rohani………………………….. 26
C. Kematangan Emosi……………………………………………. 29
1. Pengertian Emosi………………………………………….. 29
2. Kematangan Emosi………………………………………... 30
3. Faktor yang Mempengaruhi Emosi……………………….. 32
4. Dampak dari Kematangan Emosi…………………………. 34
5. Kedewasaan Pribadi……………………………………….. 35
D. Kerangka Pikir……………………………………………........ 38
BAB III. PERANAN BIMBINGAN ROHANI TERHADAP
KEMATANGAN EMOSI PARA SUSTER YUNIOR
KONGREGASI MISI ABDI ROH KUDUS (SSpS)
PROVINSI JAWA………………………………………… 40
A. Sejarah Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus……………………. 40
1. Identitas Kongregasi SSpS………………………………... 40
2. Spiritualitas dan Kharisma Kongregasi SSpS……….......... 42
a. Spiritualitas Kongregasi SSpS………………………… 42
b. Kharisma Kongregasi SSpS…………………………… 43
B. Metodologi Penelitian…………………………………………. 46
1. Jenis Penelitian……………………………………………. 46
2. Metode Penelitian…………………………………………. 47
3. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………….. 47
4. Responden Penelitian…………………………………....... 47
5. Instrumen Penelitian………………………………………. 48
6. Variabel Penelitian……………………………………....... 49
C. Hasil Penelitian………………………………………………... 50
1. Proses Bimbingan Rohani…………………………………. 50
a. Pengetahuan dan Pengenalan akan Tuhan…………….. 50
b. Kepercayaan, Relasi dan Menghargai Pembimbing…... 51
c. Suasana dalam Melaksanakan Bimbingan…………….. 53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
d. Metode dalam Bimbingan……………………………... 54
2. Proses Kematangan Emosi………………………………… 55
a. Penilaian, Pengenalan dan Percaya Diri………………. 55
b. Pengelolaan Emosi……………………………………. 56
c. Motivasi Diri………………………………………...... 57
d. Pengenalan Emosi…………………………………….. 57
e. Membina Hubungan…………………………………... 58
D. Pembahasan Hasil Penelitian………………………………….. 59
1. Proses Bimbingan Rohani……………………………......... 59
a. Pengetahuan dan Pengenalan akan Tuhan……………. 59
b. Kepercayaan, Relasi dan Menghargai Pembimbing…... 60
c. Suasana dalam Melaksanakan Bimbingan…………….. 61
d. Metode dalam Bimbingan……………………………... 62
2. Proses Kematangan Emosi………………………………… 64
a. Penilaian, Pengenalan dan Percaya Diri………………. 64
b. Pengelolaan Emosi…………………………………….. 65
c. Motivasi Diri………………………………………....... 65
d. Pengenalan Emosi……………………………………... 66
e. Membina Hubungan…………………………………... 67
3. Rerata Proses Bimbingan Rohani terhadap Proses
Kematangan Emosi para Suster Yunior Kongregasi Misi
Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa…………………… 68
E. Kesimpulan……………………………………………………. 71
F. Keterbatasan Penelitian………………………………………... 72
BAB IV. USAHA MENINGKATKAN PERANAN BIMBINGAN
ROHANI TERHADAP KEMATANGAN EMOSI PARA
SUSTER YUNIOR KONGREGASI MISI ABDI ROH
KUDUS (SSpS) PROVINSI JAWA……………................... 73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
A. Peranan Bimbingan Rohani terhadap Kematangan Emosi Para
Suster Yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS)
Provinsi Jawa…………………………….................................. 73
B. Usaha Meningkatkan Proses Pelaksanaan Bimbingan
Rohani………………………………………………………… 74
1. Latar Belakang Usaha Meningkatkan Pelaksanaan Proses
Bimbingan Rohani……………………………................... 74
2. Profil Pembimbing Rohani……………………………….. 76
3. Alternatif dan Pilihan Pendekatan Pembinaan Bagi Para
Pemimpin Komunitas…………………………………….. 77
BAB V. PENUTUP……………………………………………………… 79
A. Kesimpulan……………………………………………………. 79
B. Saran…………………………………………………………... 81
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 85
LAMPIRAN…………………………………………………………....... (1)
Lampiran 1: Skala Likert Penelitian………………………................. (1)
Lampiran 2: Surat Permohonan…………………………………… (6)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
PC : Perfectae Caritatis
B. Singkatan Lain
Art : Artikel
Kan : Kanon
SVD : Societas Verbi Divini
SSpS : Servae Spiritus Sancti
SSpSAP : Servae Spiritus Sancti Adorationis Perpetuae
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bimbingan rohani sangat diperlukan untuk mendewasakan iman religius
supaya tangguh dalam menanggapi tantangan zaman saat ini.
Para suster yunior perlu memiliki kematangan emosi supaya dapat menanggapi
tantangan zaman ini. Perkembangan zaman yang semakin pesat mulai dari
teknologi alat-alat canggih, mode sampai dengan makanan cepat saji menimbulkan
begitu banyak tawaran duniawi yang menggiurkan. Dalam kehidupan sehari-hari
mau tidak mau orang dihadapkan pada banyaknya pilihan tersebut. Gaya hidup
zaman sekarang sangat mempengaruhi watak dan pola hidup kaum muda.
Gambaran penerus zaman sekarang dapat digambarkan sebagai generasi instan
yang ingin cepat-cepat menerima hasil tanpa harus berusaha.
Menghadapi begitu pesatnya perkembangan zaman, para yunior
membutuhkan dukungan dari berbagai pihak agar semakin bertumbuh dan
berkembang dalam iman dan kematangan emosinya. Dalam hal ini Konstitusi SSpS
mengatakan:
Masa Yuniorat adalah masa dimana para suster muda telah menyelesaikan masa novisiatnya. Selama masa Yunior ini, para suster melanjutkan perkembangan dalam hidup iman, kesediaan untuk pengabdian misioner, kesetiaan kepada Kongregasi dan adanya kenyakinan bahwa mereka dapat menemukan pemenuhan dirinya dalam panggilan religius. Mereka juga harus berkembang dalam percaya diri dan kematangan, demikian pula kemampuan untuk hidup dan bekerjasama dengan orang lain. Mereka harus mencapai tingkat kematangan manusia dan religius, yang memampukan mereka mengambil keputusan untuk penyerahan terakhir pada Kristus dalam kaul kekal (Konst. SSpS. art. 528).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Bagi seorang yunior, untuk mencapai kematangan emosi dan religius tidaklah
mudah. Banyak hal yang turut mewarnai cita-cita dan harapan mereka. Dinamika
perjalanan hidup untuk menuju tingkat kematangan emosi dan religius sangat
kompleks. Ada benturan idealisme (cita-cita/harapan kongregasi) dan harapan
pribadi serta situasi nyata yang dihadapi dapat mengaburkan tujuan. Ada banyak
faktor yang menjadi penghambat baik dari luar maupun dari dalam diri yunior itu
sendiri. Hambatan dari luar yang sering dijumpai oleh yunior misalnya kesibukan
studi, tuntutan kerja yang terlalu banyak, situasi dari komunitas yang kurang
mendukung misalnya, sesama suster yang kurang memberi sapaan atau teguran,
pemimpin yang terlalu banyak menuntut dan kurang peka dengan keadaan dan
situasi yang sedang dihadapi oleh yunior. Selain itu tidak adanya keteladanan dan
kesungguhan dari suster yang lebih senior, hal itu jelas berpengaruh dalam
pembentukan kepribadian dan kematangan emosi seorang religius muda tersebut.
Bagaimanapun juga seorang yunior yang tinggal di dalam komunitas akan
menyerap nilai-nilai yang ada di komunitasnya. Kemajuan teknologi yang semakin
canggih kadang-kadang juga membawa hambatan bagi suster muda tersebut, bila
pribadi itu kurang dewasa dan matang emosinya, sehingga mereka menjadi orang
yang labil dan mudah terbawa arus, tidak mempunyai prinsip, emosional, dan tidak
jelas dimana dia akan berpijak.
Sedangkan hambatan dari dalam diri yunior misalnya: tidak disiplin dalam
membuat jurnal harian dan merefleksikan, malas membaca dan merenungkan Kitab
Suci dan Konstitusi, enggan untuk mengolah perasaan, hidup doa yang dangkal dan
terlalu terlena dengan dunianya sendiri. Keadaan seperti itu tidak jarang bagi yunior
akan mengalami kelesuan hidup, kehilangan arah hidup, jiwa menjadi terbebani,
hidup asal hidup dan tidak tahu mendalami serta memberi makna kehidupan bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
dirinya. Bila keadaannya ini dibiarkan terus-menerus akan menggerogoti dan
mengakibatkan yunior tidak krasan dan tidak at home dengan hidup panggilannya
yang efeknya yunior akan menanggalkan jubahnya atau keluar dari biara.
Menanggapi masalah-masalah yang terjadi dalam diri para suster yunior
tersebut, Kongregasi berusaha membantu meningkatkan pembinaan pribadi yang
dapat mendukung dan mengembangkan iman para suster yunior dalam proses
kematangan rohani dan pribadi. Pembinaan pribadi tersebut diupayakan melalui:
pembinaan spiritualitas, pembinaan misioner (formasi SSpS berusaha
mempersiapkan anggotanya agar mampu melaksanakan tugas dalam sikap apostolis
dan semangat pengabdian. Hal ini diusahakan salah satunya dengan cara melatih
setiap suster khususnya para postulant, novis dan yunior untuk mengalami live-in
dengan tujuan agar mereka bisa berdialog dengan masyarakat sekitarnya. Selain itu
saling berbagi tentang pengalaman misi berserta suka dukanya dan tantangan-
tantangannya sangat membantu para suster untuk menambah wawasan tentang misi,
dilatih keberanian untuk berdialog dengan semua orang dengan hati dan pikiran
terbuka dan dengan orang-orang dari agama dan kebudayaan lain), pembinaan
komunitas, pembinaan afeksi, pembinaan sosial, pembinaan hidup dalam pilihan-
pilihan hidup, dan bimbingan rohani (manuale untuk pembinaan Kongregasi SSpS,
2001: 54-63). Tujuan dari bimbingan rohani itu sendiri agar para suster yunior
semakin mengenal dirinya baik dalam segi positif dan negatif.
Dalam formasi lembaga religius, tugas pembinaan tersebut dipercayakan
kepada para pemimpin komunitas atau pembina khusus. Adanya pembina khusus
bagi yunior adalah untuk membantu para suster yunior mencapai kematangan
pribadi dan emosional. Menanggapi pentingnya seorang pembina bagi yunior, maka
dibutuhkan tenaga-tenaga pembina yang memiliki kemampuan untuk membina dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
mendampingi para yunior tersebut. Pembinaan para suster yunior ini diharapkan
menjawab kebutuhan mereka dan mengena. Konsili Vatikan II dalam Dekrit
Perfectae Caritatis mengatakan:
….penyesuaian hidup religius dengan tuntutan-tuntutan zaman sekarang hendaknya jangan melulu bersifat lahiriah. Hendaknya dilakukan pembinaan melalui perpaduan unsur-unsurnya yang sesuai sedemikian rupa, sehingga membantu para anggota untuk mencapai keutuhan hidup. (PC art. 18).
Ini suatu tantangan bagi para pembina maupun yunior itu sendiri yang
menuntut bagaimana seorang religius hidup di tengah-tengah dunia dan dalam
pelayanannya dapat membawa Kabar Sukacita Kristus. Di sinilah dapat dilihat
pentingnya pembinaan lewat bimbingan rohani agar para suster yunior semakin
memiliki kepribadian yang dewasa dan matang emosinya. Istilah “bimbingan”
dapat diartikan sebagai bantuan, pertolongan dan petunjuk. Dengan kata lain,
bantuan atau pertolongan yang diberikan seseorang terhadap orang tertentu.
Sedangkan istilah”rohani” berasal dari kata Roh yang berarti nafas hidup atau hidup
yang dijiwai oleh roh.
Melalui bimbingan rohani, seseorang semakin mengenal dirinya. Baik dalam
segi postif dan negatif. Dengan mengenal potensi yang dimilikinya maka seseorang
juga mampu untuk mengolah emosi yang bergejolak di dalam dirinya. Semakin
mereka tekun dan setia dalam bimbingan rohani semakin ditumbuh kembangkan
dalam hidup rohaninya dan kematangan emosinya. Dalam Kongregasi SSpS,
bimbingan rohani adalah: “Wawanhati” dengan pendamping untuk melihat sejauh
mana perkembangan hidup rohani para suster yunior. Setiap yunior wajib untuk
bimbingan rohani dengan pemimpin rumah secara bergilir. Mereka mengadakan
wawanhati satu kali dalam setiap bulan dan dilakukan secara rutin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Seorang pemimpin rumah wajib memberi bimbingan kepada para suster
yunior agar mereka dapat memupuk kerelaan hati dan kepekaan terhadap karya Roh
Kudus (Konst. SSpS. art. 520). Wawanhati juga dimaksudkan untuk membantu para
suster yunior agar semakin berkembang dalam hidup bersama, hidup misi, hidup
rohani dan kematangan emosi.
Kembali kepada pemimpin komunitas atau pembina yunior. Persoalan yang
dihadapi adalah tidak semua pemimpin komunitas berpotensi sebagai pembina
profesional dimana mereka sungguh mampu mendampingi para yunior sampai
mereka dewasa dalam kepribadian dan matang dalam emosinya.
Berdasarkan keprihatinan dan realitas yang ada dalam diri para suster yunior
SSpS di Provinsi Jawa ini, yang masih membutuhkan bimbingan rohani supaya
mereka dapat berkembang dalam iman serta dapat mencapai kedewasaan pribadi
serta kematangan dalam emosi, penulis memilih judul skripsi PERANAN
BIMBINGAN ROHANI TERHADAP KEMATANGAN EMOSI PARA SUSTER
YUNIOR KONGREGASI MISI ABDI ROH KUDUS (SSpS) PROVINSI JAWA.
Pemilihan judul ini didasarkan pada pemikiran bahwa para yunior masih
membutuhkan bimbingan rohani yang terus menerus untuk semakin dewasa dalam
iman dan matang dalam emosi agar dapat menjadi seorang religius misionaris yang
tangguh dalam menghadapi tantangan zaman.
B. Identifikasi Masalah
Atas dasar latar belakang penelitian tersebut, diidentifikasikan masalah-
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah para suster yunior SSpS Provinsi Jawa menggunakan waktu
bimbingan rohani yang telah diatur oleh pemimpin komunitas?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
2. Bagaimanakah sikap para suster yunior SSpS Provinsi Jawa pada saat
melaksanakan bimbingan rohani?
3. Apakah para suster yunior SSpS Provinsi Jawa mempunyai kesetiaan dalam
melaksanakan bimbingan rohani?
4. Sejauh mana para suster yunior SSpS Provinsi Jawa matang emosinya selama
melaksanakan bimbingan rohani?
5. Seberapa besar peranan bimbingan rohani terhadap kematangan emosi para
suster yunior SSpS Provinsi Jawa?
C. Pembatasan Masalah
Mengingat waktu yang terbatas dan penelitian yang dilakukan dapat
mendalam penulis membatasi permasalahan pada “Peranan Bimbingan Rohani
Terhadap Kematangan Emosi Para Suster Yunior Kongregasi Misi Abdi Roh
Kudus (SSpS) Provinsi Jawa”.
D. Rumusan Masalah
Berdasar pembatasan masalah tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana proses bimbingan rohani dalam komunitas khususnya Kongregasi
SSpS Provinsi Jawa?
2. Bagaimana proses kematangan emosi para suster yunior dalam komunitas
khususnya Kongregasi SSpS Provinsi Jawa?
3. Seberapa besar peranan bimbingan rohani terhadap kematangan emosi bagi para
Suster Yunior Kongregasi SSpS Provinsi Jawa?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
E. Tujuan Penulisan
Dengan melihat beberapa rumusan masalah di atas maka tujuan yang akan
dicapai dalam penulisan ini ialah:
1. Menguraikan proses bimbingan rohani dalam komunitas khususnya Kongregasi
SSpS Provinsi Jawa.
2. Memaparkan proses kematangan emosi dalam komunitas khususnya Kongregasi
SSpS Provinsi Jawa.
3. Untuk mengetahui seberapa besar peranan bimbingan rohani terhadap
kematangan emosi para Suster Yunior Kongregasi SSpS Provinsi Jawa.
F. Manfaat Penulisan
1. Bagi para yunior
Memberikan sumbangan berupa informasi, pengetahuan dan pemahaman
akan pentingnya mengupayakan bimbingan rohani dalam hidup religius yang dapat
memberikan peranan terhadap kematangan emosi bagi para suster yunior.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu dan mendorong para suster yunior
Kongregasi SSpS Provinsi Jawa untuk membina diri dengan setia melaksanakan
bimbingan rohani untuk mencapai kematangan emosi. Dengan demikian dapat
menjadi seorang suster misionaris Abdi Roh Kudus yang tangguh dalam tugas
perutusan yang dipercayakan Kongregasi.
2. Bagi Para Pendamping/Pembimbing
Memberikan wawasan yang dapat membantu para pendamping/pembimbing
yunior dalam usaha memberikan bimbingan rohani kepada para suster yunior yang
berkaitan dengan kematangan rohani dan emosi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
3. Bagi Kongregasi SSpS Provinsi Jawa
Semakin meneguhkan Kongregasi untuk terus berupaya memberikan
dukungan dan pembinaan kepada para pendamping/pembimbing yunior untuk
mengambil bagian dalam karya kongregasi.
4. Bagi penulis
Menambah pemahaman akan pentingnya mengusahakan bimbingan rohani
dalam hidup religius yang berperan bagi kematangan emosi para suster yunior.
5. Bagi Ilmu Kateketik
Memberikan sumbangan berupa pengetahuan dan pemahaman akan
pentingnya peranan bimbingan rohani sebagai landasan utama dalam kematangan
emosi para suster yunior Kongregasi SSpS Provinsi Jawa.
G. Metode Penulisan
Dalam penulisan ini penulis akan menggunakan metode deskriptif analitis
yaitu menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta serta
sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 1983: 75), sehingga ditemukan jalan
pemecahan yang tepat dalam membantu para suster yunior untuk mencapai
kematangan emosi.
H. Sistematika Penulisan
Supaya memperoleh gambaran yang jelas mengenai penulisan ini, penulis
akan menyampaikan pokok-pokok gagasan dalam penulisan ini.
BAB I berisi pendahuluan, yang meliputi latar belakang penulisan,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
BAB II berisi Bimbingan Rohani dan Kematangan Emosi yang meliputi:
tahap pembinaan religius, bimbingan rohani, kematangan emosi dan kerangka
berpikir. Tahap pembinaan religius terdiri dari: pembinaan postulant, pembinaan
novisiat dan pembinaan yuniorat. Bimbingan rohani terdiri dari: pengertiaan
bimbingan rohani, faktor-faktor yang mempengaruhi bimbingan rohani dan dampak
dari bimbingan rohani. Kematangan emosi terdiri dari: pengertian emosi,
kematangan emosi, faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi, dampak
dari kematangan emosi dan kedewasaan pribadi, dan kempat menerangkan
kerangka berpikir.
BAB III mengenai Peranan Bimbingan Rohani terhadap Kematangan Emosi
Para Suster Yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa yang
meliputi sejarah Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus dan metodologi penelitian.
Sejarah Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus yang meliputi identitas Kongregasi
SSpS, spiritualitas dan kharisma Kongregasi SSpS. Metodologi penelitian yang
meliputi jenis penelitian, metode penelitian, tempat dan waktu penelitian,
responden penelitian, instrumen penelitian dan variabel penelitian. Tahap
berikutnya penulis akan mengkaji hasil penelitian dan membahas hasil penelitian.
BAB IV Meningkatkan Peranan Bimbingan Rohani Terhadap Kematangan
Emosi Para Suster Yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa
BAB V penulis ingin menegaskan kembali intisari dari skripsi ini dengan
memberikan usul dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
BAB II
BIMBINGAN ROHANI DAN KEMATANGAN EMOSI
Pada bab ini akan diuraikan tentang peranan bimbingan rohani terhadap
kematangan emosi para suster yunior Kongregasi SSpS Provinsi Jawa. Bagian
pertama menerangkan dinamika pembinaan yuniorat. Bagian kedua membahas
bimbingan rohani, yang terdiri dari: pengertian bimbingan rohani, faktor-faktor
yang mempengaruhi bimbingan rohani, dan dampak bimbingan rohani. Bagian
ketiga menguraikan tentang kematangan emosi yang terdiri dari: pengertian emosi,
kematangan emosi, faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi, dampak
dari kematangan emosi, dan kedewasaan pribadi. Bagian keempat mengenai
kerangka pikir.
Para anggota muda Kongregasi SSpS Provinsi Jawa adalah kaum muda yang
lahir dalam arus jaman globalisasi. Kaum muda ini banyak dipengaruhi oleh situasi
jaman dan berdampak pula dalam kehidupan bersama. Berhadapan dengan
pembinaan hidup religius itu sendiri, Kongregasi SSpS juga berupaya untuk
memberikan pembinaan bagi para yuniornya. Karena pembinaan itu merupakan
proses yang terjadi seumur hidup, maka pendampingan bagi para religius muda
perlu mendapat perhatian.
A. Tahap Pembinaan Religius
Setiap calon yang masuk dalam salah satu Lembaga Hidup Bakti tertentu
harus memasuki melalui beberapa tahap pembinaan. Mereka ditempa dalam proses
pengenalan Kongregasi yang mereka masuki. Kongregasi SSpS yang termasuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
dalam salah satu Lembaga Hidup Bakti juga melewati tahap-tahap secara umum
dari pembinaan di Postulat, Novisiat, Yuniorat maupun yang sudah berkaul kekal
(OnGoing Formation). Berikut ini akan diuraikan secara singkat tahap-tahap
pembinaan religius untuk:
1. Pembinaan Postulat:
Kata “Postulat” berasal dari kata “Postulare” yang berarti “mengajukan
permohonan”, juga mempunyai dua arti, yaitu tempat pembinaan calon dalam suatu
kongregasi dan masa pembinaan. Tujuan khusus dari masa pembinaan di postulant
menurut Konstitusi SSpS adalah:
Hendaknya mereka mencapai kematangan manusiawi dan rohani yang memadai untuk mampu menjawab panggilan Tuhan dengan bebas. Dibawah bimbingan pemimpin, mereka berusaha mengembangkan hidup doa, pengajaran, studi dan membantu mereka untuk memperdalam pengetahuan. Melalui kehidupan bersama mereka dibantu untuk lebih mengenal dan menerima diri (Konst. SSpS. art. 514).
Masa postulat merupakan masa peralihan dan perkenalan bagi si calon agar
dapat berorientasi dan mengenal kehidupan membiara melalui kongregasi yang
dimasukinya (Mardi Prasetya, 1992: 292). Selama masa postulan ini, calon dibantu
oleh pemimpin postulan untuk mencapai kematangan manusiawi dan kristiani.
2. Pembinaan Novisiat:
Novisiat adalah suatu masa dimana seorang belajar untuk mengalami
kehidupan religius yang sesungguhnya. Kata “Novis” menurut kamus bahasa Latin
sendiri berasal dari bahasa latin “novicius” yang berarti “orang yang belum
berpengalaman” (Verhoeven:1969).
Dalam masa novisiat ini seorang novis diajak untuk menjajaki kesungguhan
sikap dan motivasi dasar panggilan mereka bersama dengan seorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
magister/magistranya. Pada masa ini mereka sudah melibatkan diri untuk
menjalankan hidup berkomunitas dan belajar untuk memulai melaksanakan nasihat-
nasihat Injil (Mardi Prasetya seri 2, 2001: 43).
Tentang novisiat ini Konstitusi SSpS mengatakan:
Dalam latihan menghayati hidup religius, para novis dipersiapkan untuk penyerahan total kepada Allah dalam kaul-kaul. Mereka dibimbing untuk belajar hidup sesuai dengan nasihat-nasihat Injil dan Konstitusi kita dan semakin berkembang pengertian mereka tentang hidup religius. Pada waktu yang sama mereka tumbuh dalam semangat Kongregasi dan mengenal tradisi-tradisi kita. (Konst. SSpS. art. 528).
Lama masa novisiat adalah dua tahun. Tahun pertama dinamakan tahun
kanonik, dalam tahun ini yang menjadi penekanan ialah melatih seorang novis
untuk menghayati cara hidup kongregasi yang masih dirasa baru bagi si calon.
Sedangkan masa novisiat tahun kedua merupakan masa untuk mengalami
kenyataan hidup religius secara realistis. Dalam tahun kedua ini calon dilibatkan
dalam kegiatan kerasulan kongregasi.
3. Pembinaan Yuniorat
Tahap berikutnya adalah masa yuniorat. Setelah melewati masa postulat dan
novisiat, seseorang memasuki masa yunior. Mengenai yuniorat ini Kitab Hukum
Kanonik menegaskan:
“Dalam masing-masing tarekat, hendaknya pendidikan semua anggota diteruskan sesudah profesi pertama, agar dapat menghayati hidup khas tarekat secara lebih penuh serta dapat melaksanakan perutusan mereka secara lebih baik” (Kan. 659 - § 1).
Pada Kan. 573 - § 1 dikatakan sebagai berikut:
Hidup yang dibaktikan dengan pengikraran nasihat-nasihat Injili adalah bentuk kehidupan tetap di mana orang beriman, dengan mengikuti Kristus secara lebih dekat atas dorongan Roh Kudus, dipersembahkan secara utuh kepada Allah yang paling dicintai, agar demi kehormatan bagi-Nya dan demi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
pembangunan Gereja serta keselamatan dunia mereka dilengkapi dengan alasan baru dan khusus mengejar kesempurnaan cintakasih dalam pelayanan Kerajaan Allah, dan sebagai tanda unggul dalam Gereja mewartakan kemuliaan surgawi.
Bertitik tolak dari kita Kitab Hukum Kanonik di atas, diharapkan suster
yunior SSpS dapat menemukan dan merasakan suasana rohani dengan
meningkatkan kematangan emosinya dalam mempertanggungjawabkan terhadap
tugas yang dipercayakan kepadanya.
Konstitusi SSpS tentang yuniorat menuliskan:
Yuniorat berlangsung dari kaul pertama sampai kaul kekal.Selama waktu ini, suster mengambil bagian dalam hidup dan perutusan Kongregasi. Selama tahun yuniorat para suster melanjutkan perkembangan dalam iman, kesediaan untuk pengabdian misioner kesetiaan pada Kongregasi. Mereka diharapkan berkembang dalam tingkat kematangan manusiawi dan religius yang memampukan mereka untuk mengambil keputusan dalam penyerahan diri kepada Kristus lewat kaul kekal (Konst. SSpS. art. 528).
Pendampingan untuk para yunior tetap didampingi oleh pemimpin komunitas
dan pembimbing khusus yunior serta diusahakan secara integral dan intensif untuk
membantu mereka dalam meningkatkan kematangan emosi dalam
bertanggungjawab sebagai anggota SSpS dan semakin siap melibatkan diri dalam
tugas perutusan lainnya yang dipercayakan oleh Kongregasi. Pendampingan para
suster yunior hendaknya dilakukan dengan empati dan integral agar yunior mampu
membina diri dan meleburkan dirinya serta menerima, menghayati kharisma dan
hidup kerohanian kongregasinya, sehingga semakin menjadi religius yang matang
dan dewasa dalam melaksanakan tugas perutusannya dengan penuh dedikasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
B. Bimbingan Rohani
1. Pengertian Bimbingan Rohani
Dewasa ini, istilah bimbingan rohani masih tetap digunakan meskipun zaman
terus berkembang dan mengalami kemajuan yang cepat, sebab bimbingan rohani itu
sendiri digunakan untuk menunjukkan isi dari sebuah pengalaman hidup manusia
dalam menghayati hubungan dengan Allah, sesama manusia dan alam semesta.
Penghayatan tersebut merupakan sebuah usaha menuju pada sebuah kepenuhan
hidup.
Dalam konteks bimbingan rohani dalam Gereja, kerohanian Kristiani selalu
berkaitan erat dengan peranan Roh Kudus. Roh Kudus hadir dalam setiap diri orang
kristiani. Maka setiap orang kristiani diharapkan mengikuti bimbingan Roh Kudus
dalam dirinya. Ia diharapkan semakin mampu berelasi dengan Allah. Bimbingan
rohani merupakan sarana yang memungkinkan agar orang semakin memperdalam
relasinya dengan Allah dalam Roh Kudus (Darminta, 2006: 33).
Bimbingan rohani merupakan usaha untuk menyadari dan menghayati
bimbingan roh dalam hidup seseorang. Usaha tersebut akan tampak ketika
seseorang mencari pribadi lain yang dimintai bantuan untuk membimbingnya
dalam mengikuti bimbingan Roh dalam hidupnya (Darminta, 2006: 16).
Dengan demikian, bimbingan rohani merupakan usaha untuk menumbuhkan
hidup iman, sebab dasarnya hidup merupakan penyerahan diri secara penuh pada
Allah. Adapun arah bimbingan rohani adalah hidup sesuai dengan bimbingan Roh
dalam menghayati hidup panggilan sehari-hari. Istilah bimbingan rohani juga
biasanya merupakan suatu usaha untuk menghayati hidup sesuai dengan bimbingan
Roh Kudus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Proses menyadari bimbingan Roh tersebut dapat terjadi dengan
mendengarkan panggilan Allah secara konkret. Proses ini sedikit demi sedikit
memberikan sebuah jawaban atas panggilan untuk melakukan suatu tindakan atau
tingkah laku yang konkret. Bimbingan rohani lebih mengarah pada usaha untuk
memahami bagaimana bimbingan Roh bekerja dalam diri seseorang dan bagaimana
bimbingan Roh itu hidup dalam diri orang tersebut (Darminta, 2006: 17).
Banyak orang yang mendalami hidup rohani mencoba merumuskan
pengertian bimbingan rohani. Beberapa rumusan akan dikemukakan di bawah ini
antara lain:
Menurut St. Ignatius Loyola (1993: 215), seperti yang diungkapkan oleh
Darminta, SJ., dalam bukunya Latihan Rohani, merumuskan bimbingan rohani
sebagai berikut: “Bimbingan rohani merupakan usaha untuk membantu sesama
masuk dalam pengalaman rohani yaitu pengalaman akan anugerah rahmat dalam
peristiwa hidup konkret. Fokus bimbingan rohani adalah mengalami kehadiran
Allah dalam segala peristiwa hidup yang tidak lain dan tidak bukan menyadari
secara mendalam arah hidup sesuai dengan kehadiran Allah yang dinamis.
Bimbingan rohani bergerak dalam hidup manusia seutuhnya, pikiran,
kecenderungan, perasaan dan emosi, peristiwa hidup dalam menjawab kehadiran
Allah. Bimbingan rohani merupakan usaha untuk mengarahkan hidup konkret dan
aktual sesuai dengan orientasi hidup kristiani yaitu kesempurnaan”.
Menurut Frans Harjawiyata (1993: 138-141) bimbingan rohani adalah
hubungan antara seorang Bapa rohani (guru, pembimbing) yang berilmu dan
berpengalaman dalam hidup rohani dan seorang murid yang ingin memanfaatkan
ilmu dan pengalaman guru tersebut. Dalam hal ini pembimbing bertindak sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
alat Roh Kudus. Inisiatif biasanya datang dari pihak murid. Karena dorongan Roh
Kudus, ia mencari seorang bapa rohani untuk minta bimbingan.
Menurut Barry dan Connoly (1982: 8) bimbingan rohani adalah bantuan yang
diberikan oleh sesama orang beriman kristiani pada yang lain agar ia
memperhatikan komunikasi pribadi dengan Tuhan, dan menjawab secara pribadi,
menumbuhkan kedekatan relasi dengan Tuhan serta menghayati konsekuensi-
konsekuensi dari relasi dengan Tuhan tersebut.
Ketiga rumusan di atas mempunyai unsur-unsur yang sama yaitu segi
pelayanan, pembimbing, orang yang dibimbing, hubungan, proses dan tujuan
bimbingan. Dari ketiga pendapat di atas dapat dikatakan bimbingan rohani adalah
hubungan antara seorang pembimbing dengan orang yang dibimbing dalam rangka
pelayanan pastoral agar orang yang dibimbing berkembang menuju kedewasaan
hidup rohani. Dengan melakukan bimbingan rohani diharapkan seseorang dapat
juga menyadari dan mengalami bahwa Allah hadir dalam peristiwa hidup sehari-
hari. Sebagai seorang religius bimbingan rohani merupakan suatu hal yang tidak
asing, karena setiap pribadi pasti punya dan pernah melakukan bimbingan rohani.
Dalam melakukan bimbingan rohani tersebut juga diharapkan bahwa seorang
religius dapat menghayati hidup panggilan dan membentuk emosinya baik dalam
hidup bersama, hidup rohani, kerasulan, maupun dalam hidup berkaul.
2. Faktor yang Mempengaruhi Bimbingan Rohani
Perlu disadari bahwa keberhasilan dalam bimbingan rohani sangat ditentukan
oleh beberapa faktor, yaitu Tuhan, terbimbing dan pembimbing, metode pendekatan
serta beberapa hal lain yang mendukung keberhasilan dalam bimbingan rohani,
seperti halnya: relasi antara terbimbing dan pembimbing berperanan penting bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
relasi terbimbing dengan Tuhan demikian juga sebaliknya, serta lingkungan yang
kondusif (Barry dan Connoly, 1982: 31). Beberapa faktor yang mempengaruhi
bimbingan rohani akan diuraikan di bawah ini:
a. Pembimbing Rohani
1) Pengertian Pembimbing Rohani
Pembimbing Rohani adalah orang yang mendampingi orang yang dibimbing
dalam pertumbuhan dan perkembangan hidup rohaninya. Ia menghantar dan
membantu orang tersebut agar semakin mampu berelasi dengan Allah. Tugasnya
adalah menciptakan kemungkinan dan situasi agar relasi tersebut berjalan lancar
(Darminta, 2006: 17-18).
Seorang pembimbing rohani harus memenuhi syarat tertentu agar dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Secara khusus, pembimbing rohani
para suster yunior harus sesuai dengan kebutuhan para suster yunior.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi menyangkut aspek spiritualitas,
kepribadian, pengetahuan dan ketrampilan sebagai pembimbing rohani.
Menurut Darminta (2006: 68-71), ada beberapa aspek spiritualitas
pembimbing rohani, yaitu:
a) Relasi pribadi dengan Yesus Kristus
Pembimbing rohani harus mempunyai relasi dengan Yesus Kristus dalam
melaksanakan tugasnya. Dengan mempunyai relasi dengan Yesus Kristus, hidupnya
juga akan berpusat kepada Allah. Dengan demikian seorang pembimbing
diharapkan dapat menjadi penopang orang yang dibimbing dan tetap mampu
memusatkan hidupnya kepada Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
b) Hidup dalam bimbingan Roh
Pembimbing harus menyadari bahwa pembimbing utama adalah Roh Kudus.
Pembimbing adalah “alat” Roh Kudus dalam mendampingi orang yang dibimbing.
Jelas seorang pembimbing rohani haruslah seorang yang cukup mempunyai
pengalaman dalam penghayatan konkrit iman, dekat bergaul dengan Allah, kenal
dengan gerakan Roh dan seorang pendoa sejati. Untuk itu pembimbing rohani perlu
mengadakan pembedaan roh atau discernment untuk melihat dorongan dalam
proses bimbingan rohani.
c) Pribadi yang beriman dewasa
Seorang pembimbing rohani haruslah orang yang mempunyai iman yang kuat
dan dalam. Artinya, ia mampu mengambil tindakan berdasarkan pertimbangan
imannya, ia mampu menyerahkan diri dan memercayakan diri kepada Allah,
sekaligus mampu menyerahkan dan memercayakan orang yang dibimbingnya
kepada bimbingan Roh. Dia menjadi orang yang diharapkan mempermudah
pertemuan orang yang dibimbing dengan Allah dalam hidupnya yang konkrit
sehari-hari.
d) Bersemangat mendalami dan menghidupi firman Allah dalam Kitab Suci
Seorang pembimbing rohani dapat mengetahui kehendak Allah, jika ia setia
merenungkan firman dalam Kitab Suci. Sabda itu juga merupakan sumber inspirasi
dan kekuatan baginya untuk mendampingi orang yang dibimbingnya.
e) Bersemangat doa
Seorang pembimbing rohani adalah seorang pendoa. Artinya, ia adalah orang
yang bergaul akrab dengan Allah, kenal akan gerakan-gerakan roh, mempunyai
pengalaman dan penegasan rohani. Lebih lanjut dapat dikatakan dia akrab dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
hidup manusia, penuh pengertian dan pemahamam atas lika-liku dan kesukaran
dalam hidup rohani.
Beberapa aspek spiritualitas di atas sangat penting dan merupakan dasar
dalam bimbingan rohani. Keberhasilan bimbingan rohani sangat ditentukan oleh
keadaan spiritualitas pembimbing. Bimbingan rohani hanya dapat berlangsung
dengan baik kalau pembimbing mempunyai kepercayaan yang kuat kepada
penyelenggaraan Allah. Spiritualitas pembimbing akan tampak dalam proses
bimbingan rohani, apakah pembimbing mengandalkan Allah atau mengandalkan
dirinya.
2) Kepribadian Pembimbing Rohani
Kepribadian adalah sifat-sifat, sikap-sikap yang tercermin dalam tindak-
tanduk seseorang. Seorang pembimbing rohani diharapkan mempunyai kepribadian
yang sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai pembimbing rohani. Aspek ini
juga menentukan keberhasilan bimbingan rohani. Beberapa aspek kepribadian
pembimbing rohani yang diharapkan adalah:
a) Pribadi yang dewasa
Seorang disebut dewasa bila mencapai kematangan rohani dan emosinya.
Menurut Mardi Prasetya (1992: 100-104), pribadi yang dewasa adalah: ia mampu
menerima kenyataan, menerima dan menghayati apa yang bernilai, mengarahkan
daya-daya hidupnya untuk menghayati nilai-nilai yang dipeluk dan diwartakan
dalam hidup, tidak cenderung mengurbankan nilai dan prinsip demi suatu
pragmatisme, memiliki cinta yang tidak egois dan bersikap realistis, mampu
mempercayai orang lain dan memiliki kepercayaan serta keyakinan pada diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
sendiri. Ia telah mengenal dirinya dengan segala kekurangan dan kelebihannya, ia
tidak lagi bersikap kekanak-kanakan.
b) Kesesuaian antara perkataan dan tindakan
Seorang pembimbing rohani harus mampu menyesuaikan perkataan dan
tindakannya. Artinya apa yang dikatakan juga terwujud dalam tingkah lakunya
sehari-hari. Misalnya seorang pembimbing memberi nasihat kepada orang yang
dibimbingnya agar bersikap sabar dalam meningkatkan hidup doa, diandaikan
bahwa dia sendiri telah menghidupi dan mempraktekkan kesabaran dan hidup doa
dalam kehidupannya sehari-hari.
c) Sikap Sabar
Seorang pembimbing rohani harus mempunyai sikap sabar. Dalam proses
bimbingan rohani tidak selalu menyenangkan tetapi bisa sangat membosankan dan
menyakitkan. Ada kalanya orang yang dibimbing memberontak terhadap Allah,
terhadap dirinya, orang lain atau lingkungannya. Orang itu mungkin merasa
kesepian dan kekosongan dalam hidupnya. Untuk itu pembimbing perlu memiliki
sikap sabar dalam mengatasi berbagai permasalahan dalam melaksanakan
bimbingan rohani.
d) Sikap rendah hati dan optimis
Bimbingan rohani tidak selalu berhasil sesuai dengan rencana, adakalanya
gagal dan orang yang dibimbing tidak pernah kembali lagi. Pembimbing merasa
bahwa orang yang dibimbing tidak menemukan apa yang menjadi harapannya dan
tidak mengalami perubahan dalam hidupnya. Keadaan seperti itu menuntut sikap
rendah hati dari para pembimbing. Sikap rendah hati itu juga diperlukan apabila
dirasa bimbingan berhasil. Demikian juga dalam menghadapi orang yang
menghadapi kegagalan. Seorang pembimbing harus menunjukkan sikap optimis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
segingga orang yang dibimbing merasa optimis. Seorang pembimbing yang pesimis
akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan orang yang dibimbingnya. Kita
perlu rendah hati dan optimis bahwa keberhasilan dalam membimbing itu adalah
semat-mata adalah bantuan dan rahmat Allah. Pembimbing adalah “alat” Allah.
Maka keberhasilan pembimbing adalah keberhasilan Allah.
e) Sikap percaya diri dan kejujuran
Seorang pembimbing rohani harus memiliki sikap kepercayaan diri dan
kejujuran. Percaya diri dan kejujuran yang dimiliki orang pembimbing akan
menimbulkan sikap percaya diri pada orang yang dibimbing serta mampu
mengungkapkan diri yang sesungguhnya tanpa menutup-nutupinya.
3) Pengetahuan dan Ketrampilan Pembimbing Rohani
Seorang pembimbing rohani rohani harus mempunyai pengetahuan dan
ketrampilan yang memadai. Pengetahuan dan ketrampilan yang memadai akan
memudahkan pembimbing untuk mendayagunakan bimbingan rohani. Pengetahuan
ini harus meliputi beberapa bidang yang menyangkut hidup rohani (Verbeek, 1981:
116-117). Orang yang kurang pengetahuannya dan tidak trampil akan mengalami
kesulitan bila menjadi seorang pembimbing rohani. Beberapa pengetahuan dan
ketrampilan yang harus dimiliki oleh seorang pembimbing rohani adalah:
a) Pengetahuan tentang bimbingan rohani
Pembimbing rohani harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang
bimbingan rohani, tidak harus sangat “ahli” tetapi mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi bimbingan rohani. Keberhasilan bimbingan rohani juga dipengaruhi
dan ditentukan oleh pengetahuan pembimbing tentang bimbingan rohani.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
b) Pengetahuan tentang kematangan rohani dan emosi
Kematangan rohani dan emosi merupakan faktor pokok yang digeluti dalam
bimbingan rohani. Maka pembimbing rohani harus memiliki pengetahuan yang
memadai tentang kematangan rohani dan emosi. Orang yang kurang memahami
proses kematangan rohani dan emosi tidak cocok untuk menjadi pembimbing
rohani. Pengetahuan yang minim tentang proses kematangan rohani dan emosi akan
berpengaruh buruk terhadap perkembangan hidup rohani orang yang dibimbing.
c) Pengetahuan tentang biarawan-biarawati muda
Banyak pembimbing yang tidak mengetahui secara pasti persoalan yang
dihadapi oleh para biarawan-biarawati muda, salah satunya adalah kurangnya
pengetahuan dan pemahaman pembimbing tentang realitas yang dihadapi oleh para
biarawan-biarawati muda, maka kita perlu mempunyai pengetahuan dan
pemahaman tentang realitas hidup yang dihadapi oleh para biarawan-biarawati
muda. Pengetahuan yang memadai itu akan membantu pembimbing untuk
mengetahui kebutuhan, permasalahan, harapan-harapan para biarawan-biarawati
muda. Setelah pembimbing mengetahui kebutuhan dan permasalahan yang
sesungguhnya, pembimbing bisa memberikan bantuan yang tepat.
d) Ketrampilan dalam praktek bimbingan rohani
Pengetahuan tentang bimbingan rohani belum pasti menjamin keberhasilan
dalam memberikan bimbingan rohani. Pengetahuan tentang bimbingan rohani perlu
diimbangi dengan ketrampilan dalam praktek bimbingan rohani seperti ketrampilan
berwawancara rohani, ketrampilan memilih tempat dan menentukan waktu untuk
bimbingan rohani.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
b. Bimbingan Rohani
Keberhasilan dalam bimbingan rohani sangat ditentukan oleh beberapa faktor
yang telah disebutkan di atas, serta beberapa hal lain yang mendukung keberhasilan
dalam bimbingan rohani, seperti halnya.
1) Metode Bimbingan Rohani
Bimbingan rohani terjadi melalui kehadiran personal antara dua pribadi.
Kehadiran personal ini terjadi melalui dialog atau wawancara. Wawancara ini
mempunyai ciri khasnya, yaitu wawancara dalam Roh, atau yang biasa disebut
wawancara rohani.
Wawancara rohani berarti tanya jawab antara pembimbing dengan orang yang
dibimbing dalam rangka bimbingan rohani. Fungsi wawancara rohani adalah untuk
menggali dan mengangkat pengalaman orang yang dibimbing kemudian
merefleksikan dari sudut pandang kristiani.Tujuannya adalah untuk menghantar
orang yang dibimbing masuk ke dalam pengalaman rohaninya dan kemudian
mengambil langkah-langkah dan tindakan baru untuk memperbaiki dan
meningkatkan kehidupannya (Darminta, 2006: 39-43).
2) Tempat Bimbingan Rohani
Tempat merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam kegiatan
bimbingan rohani. Situasi tempat akan mempengaruhi suasana bimbingan rohani.
Dengan tersedianya tempat yang baik, niscaya akan mendukung kelancaran
komunikasi antara pembimbing dengan orang yang dibimbing.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penetapan tempat:
a) Tempat harus diatur sedemikian rupa sehingga orang yang dibimbing merasa
nyaman dan aman. Suasana tempat yang teratur dan rapi membuat orang
kerasan, sedangkan tempat yang kotor akan membuat orang terganggu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
b) Tempat harus memungkinkan pembimbing dan orang yang dibimbing untuk
berkomunikasi dengan bebas. Hal ini berarti bahwa hasil pembicaraan mereka
tidak boleh didengar oleh orang lain. Maka sebagai contoh, bimbingan rohani
tidak bijaksana dilakukan di dekat orang lain karena hasil pembicaraan akan
didengarkan.
c) Tempat harus memungkinkan orang yang dibimbing dapat mengungkapkan
emosinya dengan bebas. Contohnya orang yang dibimbing dapat menangis
dengan bebas tanpa kuatir disaksikan oleh orang banyak.
d) Tempat harus diusahakan agar tidak menimbulkan kecurigaan orang lain.
Misalnya bimbingan rohani tidak bijaksana dilakukan di kamar yang tertutup
rapat atau di kamar tidur. Khususnya jika pembimbing lawan jenis, perlu
dihindari tempat-tempat yang bisa mengundang kecurigaan orang lain.
Di atas telah diungkapkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menentukan tempat bimbingan rohani. Tentu saja masih banyak hal yang perlu
diperhatikan di samping hal yang telah disebutkan di atas. Untuk itu pembimbing
perlu bijaksana dalam menentukan tempat bimbingan rohani.
c. Waktu Bimbingan Rohani
Sebelum melaksanakan bimbingan rohani, hendaknya pembimbing dan orang
yang dibimbing menentukan kapan waktu bimbingan rohani diadakan. Pada
prinsipnya, bimbingan rohani dapat dilaksanakan setiap saat. Namun pemilihan
waktu yang tepat tentu saja berpengaruh terhadap proses bimbingan rohani.
Penetapan waktu bimbingan rohani secara tepat dapat membantu proses bimbingan
rohani. Untuk itu pembimbing dan orang yang dibimbing perlu mencari dan
menentukan waktu yang tepat untuk mengadakan bimbingan rohani.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Selain pengetahuan dan ketrampilan yang telah disebutkan di atas, seorang
pembimbing harus mempunyai:
1) Pengetahuan yang cukup mengenai kelemahan-kelemahan manusia yang
menjadi penghambat bagi karya Roh, pembimbing harus tahu tentang cacat cela
dan keutamaan dan apa yang menjadi akibatnya dsb.
2) Kemampuan membedakan roh-roh secara praktis, supaya lebih mudah dapat
menolong orang yang dibimbingnya di jalan yang penting itu.
3) Pengetahuan arti ketiga tahap hidup rohani (permulaan, kemajuan,
kesempurnaan), apa yang menjadi tanda dan gejala khusus untuk tahap masing-
masing.
4) Pengetahuaan cukup tentang doa dan tingkat-tingkatnya. Karena lebih-lebih di
situ pembimbing tidak boleh mengganti Allah yang membimbing orang dengan
Roh-Nya.
Tidak jarang bimbingan rohani mengalami kemacetan karena faktor-faktor
yang disebut di atas tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dari pihak yunior,
bimbingan rohani dirasa tidak penting/perlu, banyak kegiatan yang menyita banyak
waktu, merasa terpaksa karena diwajibkan, kurang adanya keterbukaan dan
konsisten, kurang sabar dalam berproses, individualisme, egoisme (sebagai akibat
dari arus globalisasi), permasalahan luka-luka batin yang menghambat hidup rohani
dan emosi, sulit untuk masuk ke dalam diri, sehingga mereka kurang mampu
melihat kehadiran Allah dalam hidup mereka.
Permasalahan yang lain adalah para suster yunior yang masuk Kongregasi
SSpS adalah remaja yang sangat dekat dengan dunia teknologi. Mereka mudah
dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Budaya instan, budaya individualisme,
egoisme sangat kuat mempengaruhi mereka. Hal ini perlu juga menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
pertimbangan dalam memberi bimbingan rohani. Bimbingan rohani perlu melihat
situasi awal, latar belakang para yunior dan perkembangan zaman.
Dari pihak pembimbing, adanya tugas yang rangkap sehingga mengakibatkan
bimbingan rohani merupakan tugas sampingan, pembimbing kurang mengenal
secara mendalam dengan yang dibimbing, pembimbing tidak profesional terutama
untuk mendampingi pribadi-pribadi yang mempunyai kesulitan dan hambatan
psikologis, traumatis dll.
3. Dampak dari Bimbingan Rohani
Soenarja (1984: 88-104) menegaskan bahwa dampak dari bimbingan rohani
ialah “Hidup dalam Roh” dan penerusan kabar gembira. Orang dewasa menerima
tanggung jawab atas hidupnya secara penuh. Kedewasaan rohani mengandaikan
tanggungjawab yang sama di bidang rohani, dengan kata lain tidak melarang orang
minta nasihat atau bimbingan kepada orang lain, tetapi tanggungjawab pribadi yang
dilakukan dengan kemantapan dan penuh percaya.
Kemantapan dan kepercayaan ini diperoleh karena dengan bimbingan yang
akhirnya orang sudah langsung dapat menemukan dan mengalami perjumpaan
dengan Allah dalam setiap waktu. Seorang pribadi yang mengalami perjumpaan
dengan Allah dalam setiap waktu tentu ia juga mampu menemukan dan senantiasa
melakukan kehendak Allah dalam hidupnya, hal ini tampak dalam sikapnya,
misalnya saja: (1) ia mampu mengubah cara pandang lama menjadi cara pandang
baru; (2) mampu bergaul dan berkomunikasi dengan siapa saja tanpa memandang
status; (3) memiliki emosi yang matang dan stabil sehingga bisa menghadapi
konflik dengan bijaksana; (4) memiliki kebebasan dan kemandirian dalam hidup;
(5) mempunyai rasa tanggung jawab terhadap hal-hal yang dipercayakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
kepadanya; (6) memiliki diskresi dalam menentukan pilihan hidup. Orang yang
sering melakukan bimbingan rohani akan menjadi orang yang peka dan hidupnya
senantiasa mencari kehendak Allah.
Bimbingan rohani perlu dilaksanakan terus menerus karena dengan
bimbingan manusia mampu membawa gerak perubahan hidup ke arah yang lebih
baik. Hidup yang dijiwai oleh semangat “Roh” tentu saja berdampak pada sikap-
sikap yang sesuai dengan nilai-nilai yang dikehendaki Allah. Dengan demikian
hidupnya menjadi bagian dari perpanjangan kasih Tuhan dan menjadi kekuatan,
sehingga ia mampu melaksanakan kehendak Allah dalam hidup bersama dengan
orang lain maupun dalam tugas yang dipercayakan kepadanya. Hal ini tampak
dalam sikap hidupnya yang membawa dan menghidupi nilai-nilai: (1) melihat
sesama secara positif; (2) mempunyai kemauan untuk maju dan mengembangkan
diri; (3) memiliki kerendahan hati; (4) mempunyai semangat berbagi (Darminta,
2006: 90-91).
Bimbingan rohani merupakan sebuah sarana yang digunakan oleh para kaum
religius dalam menumbuh kembangkan hidup penghayatannya sebagai seorang
yang secara khusus di panggil Allah untuk mengikuti-Nya secara radikal.
Konstitusi SSpS mengatakan:
Roh Kuduslah yang selalu menyanggupkan kita untuk hidup terarah kepada Allah. Di bawah bimbingan-Nya kita mengenal semakin jelas kehendak Bapa dalam hidup kita sehari-hari dan semakin rela menjawabnya, mengangkat salib dan mengikuti Kristus secara radikal. Hal ini menuntut dari kita usaha terus-menerus untuk menanggalkan manusia lama dan membaharui diri dalam roh dan pikiran…… (Konst. SSpS. art. 414).
Melalui beberapa penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa dampak
dari bimbingan rohani ialah mengantar orang kepada kesadaran perlunya mengenali
kriteria kesejatian relasi dengan Tuhan: mampu membuat diskresi, yaitu mampu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
membedakan mana roh baik dan roh jahat, mana penghiburan mana penghiburan
yang semu, mana kehendak Tuhan dan mana kepentingan diri sendiri. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya kesatuan antara alam batin dan realitas yang
dihadirkan dalam hidup kesehariannya atau buah-buahnya. Pengalaman rohani
yang benar itu semakin menyatukan orang dengan sesamanya dan membuat orang
menjadi rendah hati untuk mendengarkan suara orang lain selain diri kita. Orang
yang hidupnya senantiasa melakukan bimbingan rohani dengan demikian akan
merasa hidup dan pengabdiannya merupakan hidup di hadirat Allah.
Keadaan tersebut berbeda dengan orang yang tidak pernah melakukan
bimbingan rohani dalam hidupnya. Bagi orang yang jarang melaksanakan
bimbingan rohani, segala yang dilakukan hanya berdasar pada kesenangan sesaat
dan tidak mempunyai orientasi hidup yang jelas sehingga tidak bisa memaknai
setiap peristiwa dalam hidupnya, memandang segala sesuatu dengan negatif serta
senantiasa menyalahkan Tuhan. Hal ini disebabkan hidupnya tidak dijiwai oleh Roh
Allah, melainkan roh dirinya sendiri. Dampak yang nyata adalah tindakan-tindakan
yang tidak sesuai dengan kehendak Allah atau tindakan-tindakan yang sesuai
dengan kehendaknya sendiri. Dengan demikian ia tidak pernah berkembang dalam
hidup rohani dan hanya dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Bimbingan rohani merupakan bagian dari pembinaan para yunior. Fungsi dari
pembinaan ini, adalah untuk membantu para yunior agar semakin mampu
menghayati nilai-nilai hidup religius. Pada dasarnya pembinaan selalu menuju
kepada kematangan rohani dan kematangan emosi yang lebih dalam dan utuh.
Untuk mencapai kematangan rohani dan kematangan emosi tersebut, orang perlu
terus-menerus berproses untuk mengintegrasikan hidup rohaninya agar semakin
mencapai kebebasan batin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
C. Kematangan Emosi
1. Pengertian Emosi
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 368) Emosi adalah: 1) luapan perasaan
yang berkembang dan surut di waktu singkat; 2) keadaan dan reaksi psikologis
fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan); keberanian yang
bersifat subjektif.
Albin (1986: 11) memahami emosi sebagai perasaan yang kita alami seperti
sedih, gembira, kecewa, semangat, marah, benci, cinta. Perasaan-perasaan tersebut
berpengaruh terhadap pikiran dan tindakan seseorang. Misalnya tingkah laku
seorang ibu dalam keadaan sedih berbeda dengan tingkah laku pada saat ia dalam
keadaan gembira.
Goleman (1997: 411) memahami emosi dalam konteks yang lebih luas yang
merujuk pada perasaan dan pikiran-pikiran yang khas sekaligus mencakup keadaan
biologis dan psikologis dengan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi
pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak dan bereaksi terhadap setiap
stimulus dari luar diri individu, seperti halnya emosi gembira mendorong seseorang
untuk tertawa sehingga terjadi perubahan suasana hati, emosi sedih mendorong
seseorang untuk menangis.
Dari ketiga rumusan di atas dapat penulis rumuskan emosi merupakan
dorongan seseorang untuk bertindak dan bereaksi terhadap rangsangan yang datang
baik dari dalam maupun dari luar karena pengaruh situasi lingkungan sekitar.
Perubahan situasi dalam diri seseorang menimbulkan bermacam-macam reaksi baik
itu reaksi yang menggembirakan maupun yang mengecewakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
2. Kematangan Emosi
Sebelum banyak orang mengenal kecerdasan emosional, sebagian besar
berpendapat bahwa kesuksesan sangat ditentukan oleh kecerdasan intelektual yang
dimiliki oleh seseorang. Ternyata pendapat itu tidak selalu benar. Suparno (2004)
berpendapat ada banyak orang yang berinteligensi tinggi karena tidak stabil
emosinya dan mudah marah, seringkali keliru dalam menentukan dan memecahkan
persoalan hidup. Keadaan semacam itu dapat menimbulkan konflik dan kegagalan
dalam hidupnya.
Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intellegence menjelaskan bahwa
selain kecerdasan inteligensi kita semua mempunyai kecerdasan lain yaitu
kecerdasan emosional. Secara menyakinkan Goleman mengemukakan bahwa dalam
kehidupan kecerdasan emosional lebih penting daripada kecerdasan intelektual
(Goleman, 1997: 38).
Istilah kecerdasan emosional pertama kalinya dipelopori oleh seorang
psikolog Israel, Reuven Bar-On pada tahun 1980 dan dilontarkan kembali pada
tahun 1990 oleh psikolog Pater Salovey dari Harvard University dan Jonh Mayer
dari University of New Hamsphire. Salove dan Mayer mendefinisikan kecerdasan
emosional sebagai “Himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan
kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang
lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing
pikiran dan tindakan”. Yang dimaksud dengan himpunan bagian kecerdasan sosial
tersebut adalah kualitas-kualitas emosional dalam diri seseorang. Kualitas-kualitas
ini antara lain: empati, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan
menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi,
ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, sikap hormat (Shapiro, 1999: 5).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Kecerdasan emosi ditandai dengan adanya kematangan emosi. Kematangan
emosi dapat didefinisikan sebagai kemampuan pengendalian diri, semangat dan
ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri (Goleman, 1977: xiii).
Menurut Goleman (1997: 58-59) kematangan emosi mencakup banyak kecerdasan
kemampuan dalam mengelola emosi, yaitu:
1) Mengenal emosi diri yaitu kesadaran diri mengenali perasaannya sendiri pada
saat perasaan itu sedang terjadi, dan memahami penyebab perasaan yang timbul,
serta mengenali perbedaan perasaan dan emosi yang sedang bergejolak di dalam
dirinya tanpa diingkari atau ditutupi.
2) Mengelola emosi yaitu orang mampu untuk mengendalikan dan mengelola
emosi-emosi (yang merusak) agar tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Toleransi lebih tinggi terhadap frustasi, berkurangnya ungkapan emosi dalam
bentuk kata-kata ejekan, emosi terungkap dengan pas, mampu mengungkapkan
amarah dengan tepat tanpa berkelahi, tidak berperilaku agresif, perasaan lebih
positif terhadap diri, sesama, keluarga, mengatasi ketegangan jiwa, dan mengurangi
kesepian, kecemasan dalam pergaulan.
3) Memotivasi diri sendiri yaitu menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan
adalah hal yang sangat penting untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri dan
menguasai diri sendiri dan untuk berkreasi. Lebih bertanggungjawab, dan mampu
memusatkan perhatian pada tugas, lebih produktif dan efektif dalam hidup.
4) Kemampuan berempati yaitu mampu menerima sudut pandang orang lain,
memperbaiki rasa empati pada orang lain, dan lebih bisa mendengarkan orang lain.
5) Mengenali emosi orang lain yaitu orang yang empatik adalah orang yang mampu
menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
dibutuhkan atau dikehendaki orang lain. Atau orang yang mampu untuk mengerti
dan memahami perasaan-perasaan ataupun emosi-emosi orang lain.
6) Membina hubungan yaitu membina relasi dengan orang lain, terampil dalam
mengelola emosi orang lain dan memahami orang lain, berkomunikasi dengan baik,
membangun dan memelihara hubungan dengan orang lain.
Kematangan emosi merupakan dasar dari semua tindakan dan perilaku
seseorang. Kematangan emosi mencakup aspek perkembangan pribadi dan peranan
seseorang dalam lingkungan sosial. Kematangan emosi adalah kecerdasan
seseorang dalam mengatur, mengendalikan dan menata emosi yang ada dalam
dirinya. Emosi yang matang dapat dilihat dan dirasakan dari kemampuan seseorang
menguasai, dan mengatur emosi sesuai dengan kebutuhan.
3. Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi
Emosi merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan seseorang. Kehidupan
menjadi berarti karena adanya emosi. Emosi seseorang berkembang selama
individu mulai mengalami suatu perubahan dalam dirinya. Maka dari itu dapat
dimengerti bahwa keadaaan yang mempengaruhi seseorang memberikan corak
dalam perkembangan emosinya, misalnya keadaan keluarga, tempat tinggal,
lingkungan sosial, pergaulan, sekolah, jabatan, bahkan cita-cita dan harapan-
harapannya.
Pengaruh emosi terhadap sikap manusia: emosi memberi arah sikap yang
akan dilakukan oleh pribadi. Dalam perkembangan anak emosi lebih ditujukan
kepada orang dewasa yang ada di sekitarnya, sehingga sikap orang dewasa turut
menentukan perkembangan emosi anak selanjutnya. Sikap emosi dari orang dewasa
yang bijaksana dapat membantu anak untuk mengembangkan emosi yang baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Banyak anak yang bertingkah nakal, bersikap brutal, liar dan susah diatur
disebabkan oleh situasi emosi pada saat itu. Pengaruh emosi sangat besar sekali
terhadap perkembangan pribadi, dan penyembuhan yang disertai dengan suasana
yang menyenangkan akan mempercepat proses penyembuhan perkembangan
pribadi.
Menurut Goleman (1997: 371-374), pendidikan emosi membantu seseorang
untuk melatih dan menyalurkan emosi dengan baik atau yang disebut dengan
pengendalian emosi, serta membiasakan bereaksi dengan emosi yang positif yaitu
melalui sikap hidup yang wajar atau sesuai dengan sikap hidupnya.
Bila seseorang mampu mengolah emosinya dan sadar siapa dirinya dengan
segala kelebihan dan kekurangannya dihadapan Allah dan sesamanya, orang
tersebut akan bertumbuh dalam hidup rohaninya dan kepribadiannya.
Menjadi pribadi yang matang rohani dan matang emosi merupakan harapan
dari semua orang. Hal ini mengandaikan seseorang berani menghadapi pergulatan-
pergulatan batin yang ada dalam dirinya. Sebagaimana dikatakan dalam Konst.
SSpS. art. 503: “bahwa untuk menjadi pribadi yang utuh dan integral perlu orang
tersebut mengusahakan tercapainya kematangan manusiawi, mampu
mengintegrasikan antara hidup iman dan karya”. Untuk mencapai kematangan
pribadi, orang dituntut untuk mengenal diri sebaik-baiknya, mampu
mengembangkan bakat-bakatnya, sehingga sanggup menerima keterbatasan dirinya
serta sanggup mengatasi konflik dan tabah dalam menghadapi kesulitan-
kesulitannya. Dengan demikian dia akan mencapai kebebasan batin yang
membantunya untuk mampu mengambil keputusan-keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
4. Dampak dari Kematangan Emosi
Dari uraian di atas, emosi adalah suatu reaksi batin yang wajar dan
manusiawi. Emosi adalah perasaan yang muncul secara spontan sebagai reaksi atas
adanya suatu hal yang menyentuh atau merangsang batin kita, hal itu bisa
menimbulkan reaksi positif maupun negatif. Mengalami dua keadaan yang berbeda
ini Goleman mengatakan (1997: 78) penderitaan maupun kebahagiaan adalah
bumbu kehidupan. Dalam perasaan, rasio antara emosi positif dan negatif yang
menentukan sebuah rasa sejahtera. Menderita atau bahagia semuanya menentukan
nilai hidup manusia. Tanpa emosi kita tidak akan pernah memahami arti hidup yang
sesungguhnya. Emosi dengan segala kualitasnya memperkaya eksistensi manusia
sebagai pribadi.
Dari penjelasan di atas dapat penulis simpulkan kematangan emosi adalah
kemampuan seseorang dalam mengelola emosi yang ada dalam dirinya baik emosi
yang positif (syukur, gembira, senang, tentram, aman, damai, dll), maupun emosi
negatif (jengkel, marah, sedih, tersinggung, dll). Kematangan emosi menyebabkan
seseorang menjadi lepas bebas dalam mengaktualisasikan dirinya secara optimal
dengan menyadari keberadaannya. Hal ini membantu seseorang memiliki
keberanian untuk mengalami dan menerima rasa perasaan yang muncul dalam
dirinya. Maka kematangan emosi adalah suatu disposisi atau sikap batin untuk
mengakui keberadaan diri secara bebas.
Sedangkan orang yang tidak matang dalam emosinya akan menjadi pribadi
yang senantiasa labil, pribadi yang sering bertindak seturut perasaan saja tanpa
memakai akal budi, pribadi yang tertutup dan sulit untuk berelasi dengan sesama,
pribadi yang tidak mampu untuk menerima diri apa adanya/pribadi yang “unik”
sehingga sulit juga untuk menerima kelebihan orang lain serta sulit memaafkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
kesalahan orang lain. Dengan kata lain orang yang tidak mampu mengolah
emosinya dengan baik akan menjadi pribadi yang sangat sulit untuk bekerja sama
baik dengan sesama maupun bersama rahmat Tuhan. Ia memiliki fisik yang lemah,
mudah jatuh dalam kegagalan yang mengakibatkan frustasi yang berkepanjangan,
depresi yang berdampak pada gangguan jiwanya. Dengan demikian ia merugikan
diri sendiri.
Bimbingan rohani dalam hidup religius pada zaman ini merupakan suatu
tuntutan, karena setiap orang yang masuk dalam Lembaga Hidup Bakti tertentu
diharapkan memiliki kematangan emosi dan kematangan rohani. Tentunya ini
merupakan proses seumur hidup. Untuk mencapai kematangan emosi dan
kematangan rohani, bimbingan rohani merupakan salah satu sarana untuk mencapai
kematangan tersebut.
Bimbingan rohani membantu para yunior untuk mengenali emosi-emosi yang
tidak teratur yang membuat orang tidak konsisten. Dengan bimbingan rohani
diharapkan orang bisa mengenali siapa dirinya dihadapan Allah dan sesama dengan
segala kelebihan dan kekurangannya. Bimbingan rohani hendaknya dijadikan satu
kebutuhan bagi para yunior demi perkembangan pribadinya. Dengan demikian ia
menjadi orang yang memiliki pribadi yang utuh dan integral.
5. Kedewasaan Pribadi
Kematangan emosi menghantar seseorang pada kedewasaan pribadi yang
bertanggung-jawab atas segala sesuatu yang dilakukan sebagai manusia. Seperti
yang diharapkan oleh Kongregasi SSpS dan ditegaskan dalam Konstitusi
Kongregasi.
“…Perkembangan menuju kematangan terjadi, dengan belajar mengenal diri semakin baik, mengembangkan bakat-bakat pribadi secara harmonis,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
menerima keterbatasan dan mampu mengatasi konflik dan penderitaan. Dengan demikian kita mencapai kebebasan hati yang memungkinkan kita mengambil keputusan yang dapat dipertanggung-jawabkan”. (Konst. SSpS. art. 503).
Menurut Mardi Prasetya (1992: 100-104) “pribadi yang dalam hidupnya
menunjukkan kedewasaan dalam dimensi-dimensinya dan juga memiliki kebebasan
efektif lebih besar untuk membatinkan nilai-nilai panggilan, ia mempunyai
disposisi untuk mengikuti panggilannya secara lebih baik”. Ciri-ciri kedewasaan
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan untuk menerima kenyataan yaitu ia terbuka untuk mengetahui dan
menerima dirinya dan orang lain, karena ia mempunyai keyakinan diri dan
kepastian untuk berpijak, mempunyai integritas pribadi yang dapat ditunjukkan
melalui perilakunya.
2) Menerima dan menghayati apa yang bernilai yaitu sebagai religius ia berani
menerima dan menghayati nilai-nilai Injili (nilai hidup rohani) dan menghayatinya
demi Kristus dan bukannya demi kepentingan yang menguntungkan diri, membela
diri dan sekedar memamerkan kesalehan. Dengan kata lain ia berusaha mengatur
dan menghayati hidup atas dorongan motivasi yang lurus dalam panggilan, yaitu
nilai-nilai hidup rohani, dengan ini akan tampak bahwa ia ambil bagian dalam
kebebasan untuk memeluk cinta dan afeksi rohani.
3) Mengarahkan daya-daya hidupnya untuk menghayati nilai-nilai yang dipeluk dan
diwartakannya dalam hidup yaitu ia mampu mengendalikan ketegangan yang
mungkin terjadi dalam mengambil dan melaksanakan keputusan, mampu
bertoleransi terhadap ketidakpastian dalam mencapai tujuan dan cita-cita hidupnya,
mampu bertekun mewujudkan nilai-nilai yang diyakini baik atas dasar pengalaman
rohaninya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
4) Tidak cenderung mengurbankan nilai dan prinsip demi suatu pragmatisme yaitu
ia memiliki fleksibilitas sekaligus sikap seorang hamba Tuhan yang setaraf dengan
kedewasaannya, lebih-lebih dalam membela nilai-nilai Kristus dalam arti bahwa ia
tidak menjadi agresif dan fanatik dalam membela diri dan kemudian menghindari
tanggung jawab. Ia lebih peka dan lebih terbuka terhadap perasaan orang lain.
5) Memiliki cinta yang tidak egois yaitu cinta yang tidak egois adalah cinta yang
melampaui ’personalisme’ dan tanpa pamrih. Maka orang yang memiliki cinta ini
tidak akan mudah frustasi, dan menomorsatukan nilai cinta kasih Kristus.
6) Sikap realistis. Sikap realistis yang dimaksudkan di sini khususnya berhubungan
dengan pelaksanaan nilai dan sikap hidup panggilan.Ia mampu membedakan mana
yang fakta dan mana yang prinsip, ia mampu membedakan antara kompromi fakta
dan kompromi prinsip. Ia pun tahu kapan harus berbicara dan kapan harus diam.
7) Mampu mempercayai orang lain, ini adalah sikap dasar yang muncul dari
kepercayaan terhadap diri sendiri. Ia tidak mendominasi dan tidak merendahkan
orang lain.
8) Memiliki kepercayaan dan keyakinan pada diri sendiri, ia selalu siap dengan
pertobatan manakala hidupnya kurang sesuai dengan nilai panggilan yang dipeluk
dan dicintainya, dan berusaha membaharui diri sejauh mungkin atas rahmat dan
kemampuan diri sendiri.
9) Relasi sosial yang berciri dependibility, mampu mengambil keputusan dan
tanggung jawab, mampu menyesuaikan diri, memiliki kepekaan, menghargai
kebebasan orang lain dan diri sendiri.
10) Mampu membatinkan nilai panggilan, dapat menerima iman dan kepercayaan
karena memang sesuai dengan sistem dasariah nilai dan tujuan hidupnya, ia
berusaha maju dan bertekun dalam panggilan dan hidup rohaninya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
D. Kerangka Pikir
Bimbingan rohani sebagai proses yang terjadi antara orang yang membimbing
dan yang dibimbing. Proses tersebut terjadi karena ada hubungan yang dibina
antara orang yang membimbing dan yang dibimbing dengan tujuan pasti yaitu
pertumbuhan, perkembangan rohani dan kematangan emosi. Hal ini dapat
dilakukan dengan melakukan bimbingan secara intensif dan berkelanjutan. Melalui
bimbingan rohani, seseorang mengalami bahwa Allah hadir dalam peristiwa hidup
sehari-hari sehingga ia dapat menghayati hidup panggilan dan membentuk
emosinya baik dalam hidup bersama, kerasulan, maupun dalam hidup berkaul.
Dampak dari bimbingan rohani seseorang mampu membawa gerak perubahan
hidup kearah yang lebih baik. Hidup yang dijiwai oleh semangat “Roh” tentu saja
berdampak pada sikap-sikap yang sesuai dengan nilai-nilai yang dikehendaki oleh
Allah. Dengan demikian hidupnya menjadi perpanjangan kasih Tuhan dan menjadi
kekuatan, sehingga mampu melaksanakan dalam hidup bersama dengan orang lain
maupun dalam tugas yang dipercayakan kepadanya. Keadaan tersebut berbeda
dengan seseorang yang tidak pernah melakukan bimbingan rohani dalam hidupnya.
Bila seseorang jarang melaksanakan bimbingan rohani, tindakan-tindakannya tidak
sesuai dengan kehendak Allah.
Orang yang memiliki kematangan emosi akan trampil dalam mengelola
emosi-emosi sehingga mampu mengakui keberadaan dirinya secara bebas, mampu
mengidentifikasi setiap rasa perasaan yang muncul dan mengantarnya pada
kedewasan pribadi yang bertanggungjawab akan segala sesuatu yang dilakukannya.
Berdasarkan penjelasan dan uraian dari kajian teori di atas, bimbingan rohani
mempunyai peranan yang besar terhadap kematangan emosi para suster yunior
SSpS. Kematangan emosi dipengaruhi oleh beberapa faktor: (1) kondisi dan situasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
komunitas, (2) relasi dengan teman dan pimpinan komunitas, (3) demi pengabdian
yang tulus, (4) demi Kerajaan Allah, (5) demi motivasi yang murni, (6)
penghayatan iman yang tampak pada sikap-sikap positif yang sesuai dengan hidup
kaulnya.
Bila suster yunior SSpS senantiasa setia menjalankan bimbingan rohani,
dampaknya tampak pada sikap-sikap baik yang sesuai dengan hidup yang
dibaktikan kepada Allah. Sebaliknya suster yunior tidak setia menjalankan
bimbingan rohani, dampaknya adalah tampak sikap-sikapnya tidak sesuai dengan
hidup yang dibaktikan kepada Allah. Dalam hal ini bimbingan rohani mempunyai
peranan terhadap kematangan emosi para suster yunior. Oleh karena itu bimbingan
rohani berdampak pada kematangan emosi para suster yunior yaitu dapat memiliki
sikap-sikap yang baik dalam hidup yang dibaktikan kepada Allah, peranan
bimbingan rohani sangat penting bagi kematangan emosi para suster yunior SSpS.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
BAB III
PERANAN BIMBINGAN ROHANI
TERHADAP KEMATANGAN EMOSI PARA SUSTER YUNIOR
KONGREGASI MISI ABDI ROH KUDUS (SSpS)
PROVINSI JAWA
Bab ini akan menguraikan dua bagian pokok. Pertama akan diuraikan
mengenai gambaran umum sejarah Kongregasi SSpS yang meliputi: identitas SSpS,
Kharisma dan Spiritualitas SSpS. Kedua menguraikan penelitian peranan
bimbingan rohani terhadap kematangan emosi para suster yunior, hasil penelitian
dan pembahasan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data tentang peranan
bimbingan rohani terhadap kematangan emosi para suster yunior Kongregasi SSpS
Provinsi Jawa sehingga akan menemukan permasalahan yang akan dianalisa lebih
lanjut.
A. Sejarah Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus
1. Identitas Kongregasi SSpS
Gereja dipanggil untuk mewartakan Kabar Gembira Keselamatan dan
membawa seluruh kekayaan cinta penyelamatan dari Allah Tritunggal kepada
semua umat manusia. Santo Arnoldus Janssen dipanggil untuk mengambil bagian
dalam rencana keselamatan Allah dengan mendirikan tiga Kongregasi yaitu: SVD,
SSpS, SSpS AP. Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus didirikan pada tanggal 8
Desember 1889 di Steyl Belanda. Nama Kongregasi ini biasa disingkat SSpS,
kependekan dari bahasa Latin Servae Spiritus Sancti (Konstitusi SSpS, 1984).
Dalam bahasa Indonesia biasa disebut Suster-suster Misi Abdi Roh Kudus. Kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
“abdi” dalam nama Kongregasi SSpS berarti seorang yang siap sedia melaksanakan
pekerjaan-Nya, pergi ke tempat Ia mengutusnya. Seorang Abdi Roh Kudus
dipanggil oleh Kristus untuk menghayati pengabdian kepada Roh Kudus (McHug,
1978:8). Kongregasi ini menyerahkan diri hanya penyebaran kepada Kabar
Gembira di daerah-daerah misi lewat pelayanan yang dijalankan oleh para
anggotanya dengan kerajinan yang besar dan kerelaan di bidang pendidikan, karya
amal, dan lewat bantuan rohani (Konstitusi SSpS 1984: 9).
Kongregasi SSpS adalah Kongregasi Internasional yang terdiri dari berbagai
suku, bahasa, bangsa, dan budaya. Dalam keanekaragaman tersebut tetap disatukan
oleh Roh Kudus dan bersumber pada relasi cinta Allah Tritunggal. Pusat
Kongregasi SSpS berada di Roma, Italia. Kongregasi SSpS berkarya di 5 benua
atau hampir di seluruh negara. Benua Afrika meliputi: Angola, Botswana, Bolivia,
Etiopia, Ghana, Mozambique, Togo, dan Zambia. Benua Amerika meliputi:
Argentina, Bolivia, Brasil, Chile, Mexico dan Kuba, Paraguay, USA, Antiqua dan
Barbuba. Benua Asia meliputi: Cina, India, Indonesia, Jepang, Korea, Philipina,
Vietnam, Taiwan, dan Timor Leste. Oceania meliputi: Australia dan Papua New
Guenia. Benua Eropa meliputi: Austria, Belanda, Czesco Slovakia, Italia, Inggris,
Irlandia, Jerman, Polandia, Romania, Rusia, Spanyol, Switzerland, dan Ukraina.
Kongregasi SSpS di Indonesia terdiri dari 5 Provinsi. 5 Provinsi tersebut
adalah: Provinsi Jawa berpusat di Surabaya, Provinsi Flores Barat yang berpusat di
Ruteng, Provinsi Flores Timur berpusat di Kewapantai Maumere, Provinsi Timor
berpusat di Atambua Timor NTT dan kelima Provinsi Kalimantan yang berpusat di
Palangkaraya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
2. Spiritualitas dan Kharisma Kongregasi SSpS
Spiritualitas dan kharisma saling berkaitan, dan menjadi dasar dari
keberadaan suatu tarekat. Spiritualitas dan kharisma suatu tarekat religius dapat
ditinjau dengan melihat kembali pendirinya, yang telah meletakkan dasar dan
tujuan pendirian tarekat.
Spiritualitas pertama-tama merupakan “way of life”, suatu cara hidup
kekristenan untuk menanggapi panggilan Allah dengan terang Sabda Allah di
bawah bimbingan Roh Kudus (Abdon Bisei, 2004:5). Spiritualitas sebagai buah
dari perjumpaan dengan Tuhan, Kristus, Sabda Allah, Gereja, dan realitas yang
membawa suatu tanggapan bagi setiap pribadi (Abdon Bisei, 2004:6). Spiritualitas
pada umumnya dimaksudkan sebagai hubungan pribadi seorang beriman dengan
Allahnya dan aneka perwujudannya dalam sikap dan perbuatannya. Spiritualitas
tampak dalam buah Roh Kudus, doa, kegembiraan rohani, pengorbanan dan
pelayanan kepada sesama (Heuken, 2005: 106).
Kharisma adalah karunia Roh Kudus yang dianugerahkan kepada orang-
orang tertentu supaya diabdikan kepada sesama dan Gereja (KBBI, 2008: 627).
a. Spiritualitas Kongregasi SSpS
Spiritualitas SSpS bersumber dari warisan rohani Santo Arnoldus Janssen
sebagai pendiri Kongregasi SSpS. Arnoldus Janssen mengembangkan hidup doanya
sejak dari keluarganya.Ia belajar dari bapanya yang sangat menghormati Allah
Tritunggal Maha Kudus dan Roh Kudus. Arnoldus Janssen menimba spiritualitas
yang dihidupi dan diwariskan kepada tiga kongregasi yang telah ia dirikan.
Kongregasi SSpS didirikan dengan maksud utama yaitu untuk mewartakan
Kabar Gembira, terbuka terhadap lingkungan dan kebutuhan zaman. Kongregasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
SSpS senantiasa terbuka terhadap cara baru dalam menjawab kebutuhan Gereja
dalam dunia dewasa ini. Panggilan misioner SSpS berakar dalam iman kepada
Allah Tritunggal Maha Kudus yang hidup dalam hati manusia. Pengalaman akan
cinta dan kebersamaan hidup Allah Tritunggal mendorong untuk membagi
pengalaman itu lebih lanjut. Dengan demikian Allah Tritunggal dimuliakan melalui
kata dan cara hidup. Berbicara mengenai Allah Tritunggal, kita tidak bisa lepas dari
relasi ketiganya. Relasi cinta Allah Tritunggal Maha Kudus inilah yang dihidupi
oleh para suster SSpS, hal ini terlihat jelas pada semboyan “VIVAT DEUS UNUS
ET TRINUS IN CORDIBUS NOSTRIS” yang artinya adalah Hiduplah Allah
Tritunggal Dalam Hati Kita. Semboyan ini lahir dari kesadaran akan kehadiran
Allah Tritunggal dalam hati Arnoldus Janssen dan kemudian diwariskan kepada
Kongregasi SSpS. Sebagai Suster SSpS para suster diutus untuk mewartakan Allah
Tritunggal Maha Kudus agar dikenal, dicintai dan dimuliakan oleh segala bangsa
(Konst. SSpS. art. 404).
Para suster SSpS hendaknya selalu menempatkan diri dan kongregasinya di
bawah bimbingan Roh Kudus dan memberi penghormatan secara khusus kepada
Roh Kudus. Seorang suster SSpS hendaknya menjalin relasi yang mendalam
dengan Allah Roh Kudus ini akan tampak dalam pelayanan dan kehadiran setiap
suster (Konst. SSpS, 1984: 19).
b. Kharisma Kongregasi SSpS
Kharisma Kongregasi SSpS bermula dari kharisma Arnoldus Janssen, sebagai
pendiri Kongregasi SSpS. Kharisma yang diwariskan ini adalah Kharisma
Misioner. Kharisma Misioner sudah menandai Kongregasi SSpS sejak dari
permulaan. Pada akar ideal misioner Arnoldus Janssen, akan ditemukan kemuliaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Allah Tritunggal Mahakudus dan keikut sertaan semua orang dalam misteri ini,
sebagaimana diungkapkan dalam doanya yang berbunyi “Semoga Allah Tritunggal
Mahakudus, kuasa Bapa, kebijaksanaan Putera dan cinta Roh Kudus dikenal
dicintai dan dimuliakan oleh banyak orang” (Rehbién, 2000:11). Santo Arnoldus
Janssen menginginkan suatu tarekat religius yang sama sekali misioner, yaitu
menjadikan mandat serta pelayanan misioner Gereja sebagai ciri khas dan inti
hidupnya sendiri.
Ciri khas Kharisma Misioner Kongregasi harus dilihat dalam hubungannya
dengan Kharisma Misioner Gereja Universal. Misi Gereja didasarkan pada misi
Allah Tritunggal.
Karena Gereja di dunia pada hakekatnya bersifat misioner, menurut rencana
Bapa, ia mendapat asalnya dalam perutusan Putera dan Roh Kudus. Rencana ini
mengalir dari cinta seperti air mancur dari Allah Bapa. Dengan begitu berlimpah
ruah Ia mencurahkan dan tidak pernah berhenti mencurahkan kebaikan Ilahinya
menjadi semua di dalam semua (1 Kor 15:28).
Semua karya misi Gereja dimaksudkan agar memenuhi mandat Kristus yaitu
mewartakan keselamatan bagi semua orang dan membimbing mereka ke dalam
kebersamaan hidup dengan Bapa. Sebagai Abdi Roh Kudus dimensi misioner
senantiasa meresapi setiap aspek kehidupannya. Mereka dipanggil untuk
mengambil bagian dalam mandat Kristus dan Gereja. Gereja memberi kepada
Kongregasi SSpS perutusan misioner yang nyata. Santo Arnoldus Janssen
menginginkan supaya para suster bekerja di daerah misi dimana ada pelayanan
sebagai perempuan dalam bidang kesehatan, pendidikan, sosial pastoral, pembinaan
rohani, pelayanan terhadap orang kecil, miskin tertindas dan tersisih (Konst. SSpS.
art.103-104).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Konsekuensi menjadi seorang suster SSpS, ialah harus bersedia untuk berkarya di
daerah misi ke mana saja diutus. Dalam perutusan misi harus berani mengorbankan
tanah air, bahasa ibu dan lingkungan kebudayaan. Kesediaan ini adalah ciri khas
panggilan misioner sebagai SSpS (Konst. SSpS. art. 104).
Kesediaan dalam perutusan misi menuntut suatu pengosongan diri, suatu
kebebasan batin dari setiap suster yang diutus. Dengan pengosongan diri akan
membentuk dalam diri seorang misionaris sikap rela menerima, serta
memungkinkan orang untuk menghargai kebudayaan lain. Dengan pengosongan
diri akan membuat seseorang SSpS matang emosinya, mampu mendengarkan
dengan hati, memiliki empati dan peduli dengan lingkungannya, sehingga dapat
menyentuh hati umat di tempat para suster SSpS hidup di antara mereka.
Suster SSpS mempunyai tugas yang utama yaitu mewartakan kabar
Gembira. Maka diharapkan dimana para suster diutus tetap menyadari bahwa
mereka adalah suster-suster misi. Dengan demikian dimana mereka berada
senantiasa berusaha untuk membangkitkan dan memelihara tanggungjawab
misioner bagi Gereja Universal (Konst. art. 104). Pelayanan misioner dapat tumbuh
subur hanya dalam mengikuti Yesus dan dalam kelekatan dengan pribadi-Nya.
Karena itu hanya terang dan kekuatan Roh Kuduslah yang menyanggupkan para
suster untuk melayani dalam karya penyelamatan Allah, dalam segala hal yang
dikerjakan. Bentuk konkrit hidup mengikuti Yesus dalam Kongregasi SSpS
ditentukan oleh kaul keperawanan, kemurnian dan kemiskinan. Ketiga nasihat Injil
itu mengungkapkan cinta kepada Kristus satu-satunya dan kepada
sesama.Pengabdian misioner para suster SSpS berdasarkan relasi Allah Tritunggal
dicintai Bapa, diutus Putera dan dikuatkan oleh Roh Kudus (Konst. SSpS. art. 122).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Sebagai Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus, SSpS juga mengharapkan setiap
anggotanya memiliki jiwa misioner yang besar, supaya dapat menjadi misionaris
yang tangguh dizaman sekarang. Hal ini sangat penting bagi misionaris SSpS
dimanapun mereka diutus. Untuk mencapai ini dibutuhkan pembinaan yang mampu
menciptakan kondisi bagi seseorang untuk bertumbuh dalam kedewasaan iman dan
matang emosinya seperti yang diharapkan oleh Tuhan maupun Kongregasi agar
mampu menjadi pewarta-pewarta Kabar Gembira yang tangguh dan berpijak pada
nilai-nilai hidup yang diyakini.
B. Metodologi Penelitian
Pada bagian ini, penulis akan menguraikan desain metodologi penelitian,
meliputi: jenis penelitian, metode penelitian, tempat dan waktu penelitian,
responden penelitian, dan instrumen penelitian yang menggunakan Skala Likert
serta pembahasan tentang variabel penelitian.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yangakan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Penelitian ini menggunakan prinsip dasar penelitian ex post facto.
Riduwan (2010: 50) mengutip pendapat Sugiyono bahwa penelitian ex post facto
adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti atau mengkaji suatu kejadian
atau peristiwa yang telah ada dengan melihat ke belakang faktor-faktor yang
relevan yang dapat menimbulkan kejadian atau peristiwa tersebut. Logika dasarnya
sama dengan penelitian eksperimen, yaitu jika X maka Y, hanya saja dalam
penelitian ini tidak ada manipulasi terhadap variabel bebas. Moleong juga
menekankan kembali pemikiran Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong,
1989: 3).
Alasan penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif karena penelitian ini
menekankan kualitas dengan mementingkan proses daripada hasil penelitian.
2. Metode Penelitian
Metode penulisan yang penulis gunakan adalah metode deskriptif analistis
dan metode penelitiannya adalah survei. Riduwan (2010: 49) mengutip pendapat
Kerlinger bahwa penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi
besar maupun kecil tetapi data yang dipelajari adalah sampel yang diambil dari
populasi tersebut.
3. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di komunitas Kongregasi SSpS Provinsi
Jawa. Adapun pelaksanaan penelitian ini akan dilaksanakan pada pertengahan bulan
Juli 2012- bulan Agustus 2012.
4. Responden Penelitian
Responden penelitian ini adalah seluruh yunior Kongregasi SSpS Provisi
Jawa dengan menggunakan teknik purposive sampling.
Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah suatu cara
mengambil sampel yang respresentatif dari populasi (Riduwan, 2010: 57). Teknik
sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling.
Purposive sampling dikenal juga dengan sampling pertimbangan ialah teknik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
sampling pertimbangan yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai
pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel
untuk tujuan tertentu (Riduwan 2010: 63).
Populasi merupakan obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan
memenuhi syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian (Riduwan 2010: 55).
Populasi dalam penelitian ini adalah yunior Kongregasi SSpS Provinsi Jawa.
Jumlah populasi yaitu 43 orang. Penelitian ini adalah penelitian populasi, seluruh
yunior Kongregasi SSpS Provinsi Jawa.
5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dapat diwujudkan dalam benda
misalnya: angket, daftar cocok, dan lain-lain. Instrumen adalah alat bantu bagi
peneliti di dalam menggunakan metode pengumpulan data (Arikunto, 1990: 134).
Untuk memperoleh data penelitian ini, penulis menggunakan instrumen
pengumpulan data tertutup dengan metode Skala Likert. Skala Likert merupakan
jenis skala yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian seperti sikap,
pendapat dan persepsi sosial. Bentuk instrumen berupa pernyataan dan jawaban
setiap item instrumen ini memiliki gradasi tertinggi sampai terendah yang
dinyatakan dalam bentuk kata-kata. Instrumen penelitian dibuat dalam bentuk
checklist (Hasan, 2002: 72). Skala Likert ini biasanya menggunakan lima tingkatan.
Dengan model ini responden diminta untuk membubuhkan tanda check (√) pada
salah satu dari tiga kemungkinan jawaban yang tersedia (Arikunto, 1990: 140-249).
Skala Likert dapat dilihat pada lampiran (1).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
6. Variabel Penelitian
Variabel adalah gejala-gejala yang menunjukkan variasi, baik dalam jenis
maupun dalam tingkatan (Hadi, 2004: 250). Variabel yang akan diteliti sehubungan
dengan peranan bimbingan rohani terhadap kematangan emosi para suster yunior
Kongregasi SSpS Provinsi Jawa.
Tabel 1. Variabel Penelitian Proses Bimbingan Rohani
No Variabel yang Diungkap No. Item Jumlah
(1) (2) (3) (4)
1 Pengetahuan dan pengenalan akan Tuhan 1 s/d 10 10
2 Kepercayaan, relasi dan menghargai
pembimbing
11 s/d 20 10
3 Suasana dalam melaksanakan bimbingan untuk
terbimbing
21 s/d 30 10
4 Metode dalam bimbingan 31 s/d 40 10
Jumlah Soal 40
Tabel 2. Variabel Penelitian Proses Kematangan Emosi
No Variabel yang Diungkap No. Item Jumlah
(1) (2) (3) (4)
1 Mengenali emosi diri 41 s/d 46 6
2 Mengelola emosi 47 s/d 52 6
3 Memotivasi diri 53 s/d 58 6
4 Mengenali emosi orang lain 59 s/d 64 6
5 Membina hubungan dengan orang lain 65 s/d 70 6
Jumlah Soal 30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
C. Hasil Penelitian
Setelah melakukan pengumpulan data dengan Skala Likert penulis
memaparkan data hasil penelitian yang diperoleh. Skala Likert dibagikan kepada
para suster yunior Kongregasi SSpS Provinsi Jawa yang berjumlah 43 orang. Dari
43 lembar Skala Likert yang dibagikan terdapat 1 yang tidak dikembalikan,
sehingga hanya ada 42 lembar Skala Likert yang terjawab dengan lengkap dan
layak untuk dianalisis. Setelah data terkumpul penulis membuatnya dengan tabel
frekuensi relatif yang diperoleh dengan cara yang sederhana yaitu untuk
mendapatkan jumlah prosentasi caranya: 100% dibagi dengan jumlah responden
N=42 dikalikan dengan hasil dari responden yang diperoleh yaitu F (frekuensi).
1. Proses Bimbingan Rohani
a. Pengetahuan dan pengenalan akan Tuhan
Tabel 3: Pengetahuan dan pengenalan akan Tuhan (N=42)
No Pernyataan
Jumlah
Sll SR KD
1 Saya melihat suara pembimbing
merupakan suara Tuhan
9
21,42 %
17
40,47%
15
35,71%
2 Saya dituntun untuk menemukan Tuhan
dalam panggilan keseharian
24
57,14%
18
42,85%
0
0%
3 Saya menemukan kehendak Tuhan
dalam pengalaman yang menyakitkan
sekalipun
22
52,38%
16
38,09%
4
9,52%
4 Kehendak Tuhan bagi saya yang masih
samar-samar menjadi jelas dalam
bimbingan
4
9,52%
27
64,28%
11
26,19%
5 Sebelum menemukan kehendak Tuhan
dalam pengalaman tertentu hati saya
14
33,33%
16
38,09%
12
28,57%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
belum tenteram
6 Saya bahagia misteri Tuhan yang tak
terpahami dapat saya cerna dalam
bimbingan
12
28,57%
17
40,47%
12
28,57%
7 Saya semakin mengagungkan Tuhan
setelah bimbingan rohani
16
38,09%
20
47,61%
6
14,28%
8 Saya merasa kosong kalau tidak
merasakan kehadiran Tuhan dalam
karya saya yang sukses
8
19,04%
16
38,09%
17
40,47%
9 Saya merasa sulit menemukan Tuhan
dalam pembimbing yang sulit
mengampuni kesalahan saya
4
9,52%
12
28,57%
26
61,90%
10 Ketika hidup rohani saya kering saya
sulit menemukan kehadiran Tuhan
dalam hidup saya
8
19,04%
15
35,71%
19
45,23%
Dari data di atas, responden menyatakan bahwa selalu dituntun untuk
menemukan Tuhan dalam panggilan keseharian dengan jumlah 57,14%. Responden
juga mengungkapkan sering merasakan bahwa kehendak Tuhan yang masih samar-
samar menjadi jelas dalam bimbingan sebesar 64,28%. Dan responden
mengungkapkan bahwa kadang-kadang merasa sulit menemukan Tuhan dalam
pembimbing yang sulit mengampuni kesalahan dengan jumlah 61,90% .
b. Kepercayaan, relasi dan menghargai pembimbing
Tabel 4: Kepercayaan, relasi dan menghargai pembimbing (N= 42)
No Pernyataan
Jumlah
Sll SR KD
11 Saya malas melakukan bimbingan karena
pembimbing tidak menarik
2
4,76%
6
14,28%
34
80,95%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
12 Saya tetap bimbingan walau sering
ditantang oleh pembimbing
14
33,33%
20
47,61%
6
14,28%
13 Saya senang karena pembimbing
membicarakan masalah pribadi dengan
pembimbing
3
7,14%
10
23,80%
28
66,66%
14 Saya takut cerita semua masalah pada
pembimbing
0
0%
6
14,28%
36
85,71%
15 Saya enggan untuk bimbingan karena
pembimbing membesar-besarkan
kesalahan saya
3
7,14%
9
21,42%
30
71,42%
16 Bimbingan saya teratur saya mempunyai
relasi yang baik dengan pembimbing
16
38,09%
13
30,95%
13
30,95%
17 Saya senang melaksanakan bimbingan
karena pembimbing memiliki hati
keibuan
10
23,80%
14
33,33%
18
42,85%
18 Dalam bimbingan pendapat saya
mendapat apreisasi dari pembimbing
10
23,80%
18
42,85%
14
33,33%
19 Setiap melaksanakan bimbingan saya
takut karena pembimbing terlalu kritis
0
0%
1
2,38%
41
97,61%
20 Saya bahagia karena pembimbing
memahami pergulatan saya
12
28,57%
21
50%
8
19,04%
Dari data di atas, responden mengungkapkan bahwa kadang-kadang malas
melakukan bimbingan karena pembimbing tidak menarik dengan jumlah 80,95%.
Selain pembimbing yang tidak menarik, responden juga mengungkapkan bahwa
takut cerita semua masalah pada pembimbing dengan jumlah 85,71%. Setiap
melaksanakan bimbingan responden takut karena pembimbing terlalu kritis dengan
jumlah 97,61%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
c. Suasana dalam melaksanakan bimbingan
Tabel 5: Suasana dalam melaksanakan bimbingan (N= 42)
No Pernyataan
Jumlah
Sll SR KD
21 Saya terbuka dalam bimbingan ada
suasana saling percaya
13
30,95%
21
50%
8
19,04%
22 Penerimaan yang hangat dari
pembimbing menenangkan hati saya
15
35,71%
19
45,23%
7
16,66%
23 Saya mempunyai waktu untuk mencatat
hal yang perlu selama bimbingan
7
16,66%
15
35,71%
20
47,61%
24 Saya antusias melaksanakan bimbingan
karena didengarkan
11
26,19%
14
33,33%
17
40,47%
25 Saya merasa lega setelah bimbingan 19
45,23%
15
35,71%
8
19,04%
26 Waktu yang terbatas dalam bimbingan
membuat saya tergesa-gesa
1
2,38%
6
14,28%
35
83,33%
27 Pembimbing yang optimis membuat
suasana bimbingan bersemangat
15
35,71%
18
42,85%
9
21,42%
28 Saya menaruh hormat terhadap
pembimbing meskipun seusia
28
66,66%
10
23,80%
3
7,14%
29 Pembimbing mengesampingkan
masalah pribadinya dalam bimbingan
7
16,66%
17
40,47%
18
42,85%
30 Ada suasana doa dalam proses
bimbingan
25
59,52%
12
28,57%
4
9,52%
Dari data di atas responden mengungkapkan bahwa kadang-kadang memiliki
waktu yang terbatas dalam bimbingan membuat tergesa-gesa dengan jumlah
83,33%. Responden juga mengungkapkan bahwa selalu menaruh hormat terhadap
pembimbing meskipun seusia dengan jumlah 66,66%. Responden juga
mengungkapkan bahwa setiap bimbingan selalu merasakan suasana doa dalam
proses bimbingan berjumlah 59,52 %.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
d. Metode dalam bimbingan
Tabel 6: Metode dalam bimbingan (N= 42)
No Pernyataan
Jumlah
Sll SR KD
31 Pembimbing mengarahkan jalannya
bimbingan dengan baik
18
42,85%
14
33,33%
9
21,42%
32 Pembimbing mencatat persoalan yang
akan dibicarakan sebelum memulai
2
4,76%
5
11,90%
35
83,33%
33 Bahasa non verbal dari pembimbing
membantu saya terbuka
7
16,66%
21
50%
14
33,33%
34 Saya senang kalau proses pendampingan
sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan
13
30,95%
17
40,47%
12
28,57%
35 Saya senang kalau proses pendampingan
berstruktur
8
19,04%
12
28,57%
22
52,38%
36 Saya kecewa karena proses bimbingan
tidak terarah
2
4,76%
7
16,66%
33
78,57%
37 Saya lebih berminat bimbingan karena
pembimbing yang kompeten
7
16,66%
19
45,23%
15
35,71%
38 Saya senang karena tempat bimbingan
berfariasi
8
19,04%
12
28,57%
22
52,38%
39 Saya tidak fokus kalau bahan bimbingan
tidak berstruktur
3
7,14%
11
26,19%
28
66,66%
40 Bimbingan yang efektif bagi saya adalah
dari pengalaman pembimbing
1
2,38%
7
16,66%
34
80,95%
Pada tabel di atas berkaitan dengan metode dalam bimbingan, responden
mengungkapkan bahwa kadang-kadang kecewa karena proses bimbingan tidak
terarah dengan jumlah 78,57%. Responden juga mengungkapkan sering lebih
berminat bimbingan karena pembimbing yang kompeten dengan jumlah 45,23%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Sejumlah 80,95% responden mengungkapkan bahwa kadang-kadang bimbingan
yang efektif adalah dari pengalaman pembimbing.
2. Proses Kematangan Emosi
a. Penilaian, pengenalan dan percaya diri
Tabel 7: Penilaian, pengenalan dan percaya diri (N= 42)
No Pernyataan
Jumlah
Sll SR KD
41 Saya lebih suka mengungkapkan diri
saya apa adanya
25
59,52%
13
30,95%
4
9,52%
42 Saya mudah mengepresikan perasaan
saya kepada siapa saja
17
40,47%
13
30,95%
12
28,57%
43 Apabila saya marah saya cenderung
bereaksi diam, mengurung diri
1
2,38%
6
14,28%
34
80,95%
44 Saya mudah menerima kekurangan yang
ada pada diri saya
13
30,95%
18
42,85%
11
26,19%
45 Saya berani mengakui kesalahan yang
saya buat
21
50%
16
38,09%
5
11,90%
46 Saya mudah terpancing apabila ada
sesama yang menggoda saya
2
4,76%
13
30,95%
27
64,28%
Hasil pada tabel di atas berkaitan tentang kepercayaan diri, responden selalu
mengungkapkan bahwa lebih suka mengungkapkan diri apa adanya dengan jumlah
59,25%. Dari aspek pengenalan diri responden mengungkapkan bahwa kadang-
kadang ketika merasa marah lebih cenderung bereaksi diam dan mengurung diri
dengan jumlah 80,95%. Responden juga mengungkapkan bahwa kadang-kadang
mudah terpancing apabila ada sesama yang menggoda dengan jumlah 64,28%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
b. Pengelolaan emosi
Tabel 8: Pengelolaan emosi (N= 42)
No Pernyataan
Jumlah
Sll SR KD
47 Saya gelisah kalau mempunyai
masalah yang belum terselesaikan
17
40,47%
14
33,33%
11
26,19%
48 Ketika ada masalah saya mencari
solusi
26
61,90%
12
28,57%
4
9,52%
49 Saya mudah tersinggung kalau
pendapat saya tidak dihargai
3
7,14%
3
7,14%
36
85,71%
50 Saya merasa senang karena saya
mampu mengerjakan tugas yang
diberikan kepada saya
28
66,66 %
11
26,19 %
3
7,14 %
51 Saya berusaha tidak berkecil hati
apabila ada sesama yang mengejek
saya
9
21,42 %
17
40,47%
9
21,42 %
52 Saya menerima emosi saya apa
adanya
17
40,47%
19
45,23%
6
14,28%
Pada tabel di atas berkaitan dengan aspek pengendalian emosi sejumlah
61,90%responden mengungkapkan selalu mencari solusi ketika menghadapi
masalah, dan responden juga sering menerima emosi yang dimiliki apa adanya
dengan jumlah 45,23%. Sedangkan berkaitan dengan aspek kepercayaan sejumlah
66,66% responden mengungkapkan bahwa selalu merasa senang karena saya
mampu mengerjakan tugas yang diberikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
c. Motivasi Diri
Tabel 9: Motivasi diri (N=42)
No Pernyataan
Jumlah
Sll SR KD
53 Saya tertarik dengan hal-hal baru 25
59,52%
13
30,95%
4
9,52%
54 Kalau diberi tanggung jawab saya takut
gagal
4
9,52%
5
11,90%
33
78,57%
55 Saya berusaha untuk mensyukuri setiap
peristiwa yang saya alami
30
71,42%
10
23,80%
2
4,76%
56 Saya melihat kegagalan sebagai
kesuksesan yang tertunda
19
45,23%
19
45,23%
4
9,52%
57 Saya berusaha menjalankan tugas pada
waktunya
18
42,85%
19
45,23%
5
11,90%
58 Saya adalah orang yang suka mengambil
inisiatif
10
23,80%
24
57,14%
8
19,04%
Pada tabel di atas berkaitan dengan aspek ingin tahu ditunjukkan bahwa
responden selalu tertarik dengan hal-hal baru dengan jumlah 59,52%. Selain itu,
aspek ingin membangun sejumlah 78,57% responden mengungkapkan bahwa
kadang-kadang diberi tanggung jawab takut gagal. Aspek ingin terbaik dengan
jumlah 57,14% responden mengungkapkan bahwa sering suka mengambil inisiatif’.
d. Pengenalan Emosi
Tabel 10: Pengenalan emosi (N= 42)
No Pernyataan
Jumlah
Sll SR KD
59 Saya lebih suka berfikir positif tentang
orang lain
16
98,09%
19
45,23%
6
14,28%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
60 Saya sensitif terhadap perasaan teman
waktu memberikan evaluasi
6
14,28%
12
28,57%
24
57.14%
61 Saya menyediakan diri untuk
mendengarkan sesama yang punya
masalah
22
52,38%
17
40,47%
3
7,14%
62 Saya merasa bosan mendengar sharing
sesama yang tidak ada ujungnya
2
4,76%
12
28,57%
28
66,66%
63 Saya mudah terharu oleh perasaan orang
lain
14
33,33%
15
35,71%
13
30,95%
64 Teman saya marah kalau saya memotong
pembicaraannya
2
4,76%
8
19,04%
30
71,42%
Hasil pada tabel di atas yang berkaitan dengan aspek memahami orang lain
sejumlah 98.09% responden selalu berfikir positif tentangorang laindan responden
kadang-kadang marah kalau orang lain memotong pembicaraannya dengan jumlah
71,42%. Sejumlah 66,66% responden mengungkapkan bahwa kadang-kadang
merasa bosan mendengar sharing sesama yang tidak ada ujungnya.
e. Membina Bubungan
Tabel 11: Membina hubungan (N= 42)
No Pernyataan
Jumlah
Sll SR KD
65 Saya sulit untuk menyakinkan pendapat
saya kalau dikritik
1
2,38%
10
23,80%
31
73,80%
66 Saya adalah pribadi yang menyenangkan 12
28,57%
25
59,52%
5
11,90%
67 Supaya disukai saya melakukan apa saja
yang diinginkan oleh teman
2
4,76%
5
11,90%
35
83,33%
68 Saya senang dengan sesama yang saling
mendengarkan satu dengan yang lain
29
69,04%
11
26,19%
2
4,76%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
69 Saya terbuka dengan sesama yang dekat
dengan saya
20
47,61%
19
45,23%
3
7,14%
70 Saya sulit menyimpan rahasia sesama
saya
0
0%
0
0%
41
97,61%
Dari hasil data di atas responden kadang-kadang sulit untuk menyakinkan
pendapat kalaudikritik dengan jumlah 73,80%. Selain itu, aspek berelasi sebanyak
83,33% responden kadang-kadang agar disukai orang lain maka melakukan apa
saja yang diinginkan oleh teman. Berkaitan dengan aspek membangun kepercayaan
sejumlah 97,61% responden mengungkapkan bahwa kadang-kadang sulit
menyimpan rahasia sesama.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Proses Bimbingan rohani
a. Pengetahuan dan Pengenalan akan Tuhan
Berikut ini akan dipaparkan pembahasan Pengetahuan dan Pengenalan akan
Tuhan dalam proses bimbingan rohani:
Pada tabel 3, ada 17 responden menyatakan bahwa mereka sering melihat
suara pembimbing merupakan suara Tuhan, hal ini menunjukkan responden mampu
melihat suara pembimbing sebagai suara Tuhan (40,47%). Dengan mampu melihat
suara pembimbing sebagai suara Tuhan, maka responden selalu menemukan Tuhan
dalam panggilan kesehariannya 24 (57,14%).
Responden menyatakan bahwa selalu menemukan kehendak Tuhan dalam
pengalaman yang menyakitkan sekalipun 22 (52,38%), hal ini berkaitan dengan
jawaban item no. 4 dan 5. Jawaban ini ingin menyatakan bahwa dengan
melaksanakan bimbingan rohani responden mampu melihat kehendak Tuhan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
masih samar-samar menjadi jelas 27 (64,28%), dan sebelum menemukan kehendak
Tuhan dalam pengalaman tertentu hati mereka belum tenteram 16 (38,09%).
Pada tabel 3 responden menyatakan bahwa sering bahagia karena misteri
Tuhan yang tak terpahami dapat dicerna dalam bimbingan 17 (40,47%), hal ini
berkaitan dengan jawaban item no. 7 dan 8 yaitu responden semakin
mengagungkan Tuhan setelah bimbingan rohani 20 (47,61%) serta merasa kosong
kalau tidak merasakan kehadiran Tuhan dalam karyanya yang sukses 17 (40,47%).
Jawaban ini ingin menyatakan bahwa sebagai seorang religius pengetahuan dan
pengenalan akan Tuhan adalah penting sehingga responden perlu untuk
melaksanakan bimbingan rohani.
Sebanyak 26 responden menjawab kadang-kadang pada pernyataan saya
merasa sulit menemukan Tuhan dalam pembimbing yang sulit mengampuni
kesalahan saya (61,90%), memang disadari oleh responden tujuan mereka
melaksanakan bimbingan rohani tidak hanya untuk mengetahui dan mengenal
Tuhan tetapi juga untuk melihat perkembangan hidup rohani, hal ini berkaitan
dengan jawaban item no.10, ketika hidup rohani mereka kering maka sulit untuk
menemukan kehadiran Tuhan dalam hidup mereka 19 (45,23%).
b. Kepercayaan, relasi dan menghargai pembimbing
Pada bagian ini akan membahas mengenai kepercayaan, relasi dan
menghargai pembimbing. Dari hasil jawaban yang mereka berikan akan diketahui
sejauh mana kepercayaan, relasi dan menghargai pembimbing dalam proses
bimbingan rohani.
Berkaitan dengan kepercayaan, relasi dan menghargai pembimbing, pada
pernyataan saya malas melakukan bimbingan karena pembimbing tidak menarik, 34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
(80,95%) responden menjawab kadang-kadang, meskipun demikian responden
tetap melaksanakan bimbingan meskipun sering ditantang oleh pembimbing 20
(47,61%). Hal ini berkaitan dengan item no.16, 17, 18, dan 20. Jawaban ini
membuktikan bahwa dalam bimbingan rohani responden menaruh kepercayaan,
mempunyai relasi yang baik, dan menghargai pembimbing.
Dalam pernyataan no.13, 14, 15, dan 19 saling berkaitan yaitu responden
kadang- kadang senang karena pembimbing membicarakan masalah pribadi dengan
pembimbing 28 (66,66%), responden juga kadang-kadang takut menceritakan
semua masalah kepada pembimbing 36 (85,71%), responden juga kadang-kadang
enggan untuk bimbingan karena pembimbing membesar-besarkan kesalahan
mereka 30 (71,42%), serta responden kadang-kadang takut setiap melaksanakan
bimbingan karena pembimbing terlalu kritis 41 (97,61%). Pernyataan ini
membuktikan bahwa responden disisi lain menaruh kepercayaan, memiliki relasi
yang baik serta menghargai pembimbing tetapi disisi yang lain responden kurang
menaruh kepercayaan kepada pembimbing karena pembimbing yang tidak
profesional dalam memberikan bimbingan rohani.
c. Suasana dalam melaksanakan bimbingan
Dari data diatas, diperoleh gambaran mengenai situasi dalam melaksanakan
bimbingan sebagai berikut:
Pada tabel 5, responden menyatakan sering terbuka dalam bimbingan karena
ada suasana saling percaya ada 21 (50%). Ini membuktikan bahwa adanya saling
kepercayaan dalam bimbingan membuat responden terbuka untuk mengungkapkan
permasalahan yang dihadapi, suasana ini didukung pula oleh sikap pembimbing
yang hangat sehingga membuat responden menjadi tenang dalam melaksanakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
bimbingan 19 (45,23%) , pernyataan ini berkaitan dengan jawaban item no. 24, 25,
27 dan 30. Jawaban ini ingin menyatakan bahwa dalam proses bimbingan rohani
dengan adanya saling percaya, penerimaan yang hangat, didengarkan dan sikap
pembimbing yang optimis, serta ada suasana doa adalah penting, responden merasa
diorangkan, diterima dan didengarkan sehingga responden merasa lega setelah
melaksanakan bimbingan.
Responden menyatakan bahwa kadang-kadang mempunyai waktu untuk
mencatat hal yang perlu selama bimbingan 20 (47,64%), pernyataan ini diperkuat
dengan jawaban item no. 26 yaitu waktu yang terbatas dalam bimbingan membuat
mereka tergesa-gesa 35 (83,33%).
Pada item no. 28 dan 29 saling berhubungan, pada no. 28 berbicara mengenai
responden yang selalu menaruh hormat terhadap pembimbing meskipun seusia 28
(66,66%) dan no. 29 berbicara mengenai responden menyatakan kadang-kadang
tidak senang kepada pembimbing yang membawa masalah pribadinya dalam
bimbingan 18 (42,85%). Dari pernyataan tersebut dapat digambarkan bahwa dalam
melaksanakan bimbingan, suasana dan relasi yang sudah terjalin dengan baik
janganlah dialihkan dengan bahan pembicaraan yang tidak ada hubungannya
dengan responden.
d. Metode dalam bimbingan
Pada bagian ini akan dibahas mengenai metode dalam bimbingan. Melalui
jawaban responden maka akan diketahui apakah metode yang diberikan
mendukung proses pelaksanaan bimbingan rohani.
Berkaitan dengan metode dalam bimbingan, pada pernyataan pembimbing
mengarahkan jalannya bimbingan dengan baik 18 responden menjawab selalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
(42,85%). Dari hasil jawaban responden ini dapat diketahui bahwa pembimbing
mampu mengarahkan jalannya bimbingan dengan baik, responden juga
mengungkapakan bahwa pembimbing kadang-kadang mencatat persoalan yang
akan dibicarakan sebelum memulai bimbingan 35 (83,33%). Pernyataan ini
menggambarkan kurang adanya konsistensi dalam diri pembimbing, dengan
pengarahan yang baik dan pencatatan bahan sebelum bimbingan yang akan
dibicarakan akan membuat proses bimbingan berjalan sesuai dengan topik dan
tujuan yang akan dicapai. Responden juga mengungkapkan bahasa non verbal dari
pembimbing sering membantu responden untuk terbuka dalam bimbingan 21
(50%).
Pada item no. 34 menyatakan responden senang kalau proses pendampingan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 17 (40,47%) responden menyatakan
sering. Pernyataan ini ada hubungannya dengan item no. 35, 36, 38 dan 39. Item
no. 35 menyatakan responden kadang-kadang senang kalau proses pendampingan
berstruktur 22 (52,28%), item no. 36 menyatakan responden kadang-kadang
kecewa karena proses bimbingan tidak terarah 33 (78,38%), item no. 38
menyatakan responden senang karena tempat bimbingannya berfariasi 22 (52,28%),
serta item no. 39 menyatakan bahwa responden kadang-kadang tidak fokus
bimbingan kalau bimbingannya tidak berstruktur 28 (66,66%). Melihat jawaban
responden menunujukkan bahwa metode yang baik akan membantu proses
bimbingan rohani.
Responden lebih berminat bimbingan karena pembimbing yang berkompeten
19 (45,23%) responden menyatakan sering, jawaban ini diperkuat dengan
pernyataaan item no. 40 yaitu bimbingan yang efektif bagi responden adalah dari
pengalaman pembimbing 34 (80,95%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan dalam memberikan bimbingan
dibutuhkan beberapa metode yang mendukung dan menarik agar para responden
senang melaksanakan bimbingan. Metode yang dipakai untuk bimbingan haruslah
yang relevan dan sesuai dengan situasi yang dihadapi oleh responden.
2. Proses Kematangan emosi
a. Penilaian, pengenalan dan percaya diri
Berikut ini akan dipaparkan pembahasan proses kematangan emosi para
suster yunior mengenai penilaian, pengenalan dan percaya diri:
Pada tabel 7 , responden lebih suka mengungkapkan diri apa adanya,
responden menjawab selalu 25 (59,52%), sehingga responden mudah
mengepresikan perasaannya kepada siapa saja 17 (40,47%), dari pernyataan
tersebut responden adalah pribadi yang terbuka, mampu mengenal diri, serta orang
yang memiliki kepercayaan diri yang positif, responden juga mengungkapkan
apabila marah responden kadang-kadang cenderung bereaksi diam, mengurung diri
34 (80,95%), hal ini berkaitan dengan jawaban item no. 44 dan 45. Jawaban ini
ingin menyatakan bahwa dalam proses kematangan emosi dibutuhkan penilaian,
pengenalan dan kepercayaan diri yang positif sehingga responden mampu melihat
dan memberi nama pada setiap reaksi yang muncul.
Responden juga mengungkapkan kadang-kadang mudah terpancing apabila
ada sesama yang menggoda 27(64,28%). Jawaban ini menunjukkan bahwa
responden adalah orang yang mampu menilai, mengenal diri sendiri serta memiliki
kepercayaan diri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
b. Pengelolaan emosi
Pada bagian ini akan membahas mengenai pengelolaan emosi. Melalui
jawaban responden maka akan diketahui apakah responden mampu mengelola
emosinya.
Berkaitan dengan pengelolaan emosi, pada pernyataan saya gelisah kalau
mempunyai masalah yang belum terselesaikan 17 responden menjawab selalu
(40,47%). Dari hasil jawaban responden ini dapat diketahui bahwa pengelolaan
emosi yang baik dapat membantu responden untuk hidup bahagia, oleh karena itu
responden segara mencari solusi bila ketika ada masalah 26 (61,90%).
Pada tabel 8, item no. 49 rata-rata 36 (85,71%) responden menyatakan
kadang-kadang bahwa mudah tersinggung kalau pendapatnya tidak dihargai. Hal ini
membuktikan bahwa responden mampu mengelola emosinya. Dengan memiliki
kemampuan mengelola emosi maka responden selalu senang karena mampu
mengerjakan tugas yang dipercayakan kepadanya 28 (66,66%). Jawaban responden
ini berkaitan dengan item no. 51 dan 52, yaitu responden sering berusaha tidak
berkecil hati apabila ada sesesama yang mengejeknya 17 (40,47%), serta responden
sering menerima emosi apa adanya 19 (45,23%).
c. Motivasi Diri
Dari data di atas, diperoleh gambaran mengenai aspek motivasi diri sebagai
berikut:
Pada tabel 9, responden menyatakan selalu tertarik dengan hal-hal baru ada
25 orang (59,52%). Ini membuktikan bahwa responden memiliki motivasi diri
untuk berkembang. Jawaban ini ada hubungannya dengan item no. 58 yaitu,
responden adalah orang yang sering mengambil inisiatif 24 orang (57,14%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Pada item no. 53 mengungkapkan bahwa kalau diberi tanggung jawab saya
takut gagal. Dari pernyataan di atas 33 responden menjawab kadang-kadang
(78,57%), meskipun kadang-kadang takut gagal dalam menjalankan tugas tetapi
responden selalu berusaha untuk mensyukuri setiap peristiwa yang dialami 30
(71,42%), dan melihat kegagalan sebagai kesuksesan yang tertunda 19 (45,23%).
Responden sering berusaha menjalankan tugas pada waktunya 19(45,23%).
Ini membuktikan bahwa responden adalah orang yang mempunyai motivasi yang
tinggi untuk maju dan berkembang.
d. Pengenalan Emosi
Pada bagian ini akan membahas mengenai pengenalan emosi. Dari hasil
jawaban yang responden berikan akan diketahui sejauh mana meraka mengenal
emosi diri sendiri dan sesama.
Berkaitan dengan pengenalan emosi, pada pernyataan saya lebih suka berpikir
positif tentang orang lain, 16 (38,09%) responden menjawab selalu dan dan 19
(45,23%) responden menyatakan sering. Ini menunjukkan responden mengenal
emosi dan mudah memahami perasaan orang lain, sehingga kadang-kadang
responden sensitif terhadap perasaan teman waktu memberikan evaluasi 24
(57,14%).
Dalam tabel 10 di item no. 61 Saya menyediakan diri untuk mendengarkan
sesama yang mempunyai masalah, 22 (52,38%) responden dengan yakin menjawab
selalu dan 17 (40,47%) responden menjawab sering pada pernyataan ini. Dalam hal
ini responden sungguh-sungguh menjadi seorang yang mampu mendengarkan
dengan hati. Tetapi responden juga mengungkapkan kadang-kadang merasa bosan
mendengar sharing sesama yang tidak ada ujungnya 28 (66,66%).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Pada item no. 63 menyatakan saya mudah terharu oleh perasaan orang lain.
Sebagian besar 15 (35,17%) responden menjawab sering dan 14 (33,33%)
responden menyatakan selalu, responden juga mengungkapkan bahwa kadang-
kadang temannya marah kalau responden memotong pembicaraannya 30 (71,42%).
e. Membina Hubungan
Dari data di atas, diperoleh gambaran mengenai gambaran membina
hubungan sebagai berikut:
Berkaitan dengan membina hubungan pada pernyataan saya sulit untuk
menyakinkan pendapat saya kalau dikritik. 31 (73,80%) responden menjawab
kadang-kadang dan 10 (23,80%) responden menjawab selalu, ini menunjukkan
bahwa responden mampu membina hubungan dengan orang lain. Hal ini berkaitan
dengan jawaban item no. 66 yaitu bahwa saya adalah pribadi yang menyenangkan
25 (59,52%).
Pada item no. 67 menyatakan supaya di sukai saya melakukan apa saja yang
diinginkan oleh teman. Sebesar 35 (83,33%) responden menjawab kadang-kadang
dan 5 (11,90%) responden menjawab sering pada pernyataan ini. Melalui hasil
jawaban responden ini dapat diketahui bahwa responden mampu menjalin
hubungan yang baik dengan sesama. Hal ini dikuatkan dengan jawaban responden
pada item no. 68 dan 69, yaitu responden senang dengan sesama yang saling
mendengarkan satu dengan lainnya 29 (69,04%), dan responden terbuka dengan
sessama yang dekat dengannya 29 (69,04%).
Berdasarkan tabel 11 responden menjawab kadang-kadang sulit untuk
menyimpan rahasia sesamanya 41(97,61%). Dari jawaban responden dapat
disimpulkan bahwa responden mampu menjalin relasi dan membina hubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
dengan baik dengan sesama namun juga ada yang belum, hal ini karena tingkat
kematangan emosi dari masing-masing responden tidak sama banyak faktor yang
mempengaruhinya yang sudah dibahas mengenai faktor yang mempengaruhi
kematangan emosi di atas. Namun banyak juga yang sudah matang emosinya
sehingga mampu membina hubungan dengan orang lain.
3. Rerata Proses Bimbingan Rohani terhadap Proses Kematangan Emosi para
Suster Yunior Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa
Untuk mendapatkan rerata bimbingan rohani terhadap proses kematangan
emosi para suster yunior Kongregasi SSpS Provinsi Jawa, penulis membuatnya
dengan tabel Rerata yaitu yang diperoleh dengan cara yang sederhana yaitu untuk
mendapatkan jumlah prosentasinya caranya: 100% dibagi dengan jumlah seluruh
nilai dalam item dikalikan dengan jumlah hasil responden yang diperoleh dalam
seluruh item yaitu R (rerata). Pada umumnya, rerata dapat digunakan bila data
memiliki tingkat pengukuran interval atau rasio.
Tabel 12: Rerata Sub-sub Variabel Proses Bimbingan Rohani dan Sub-sub
Variabel Proses Kematangan Emosi para Suster Yunior Kongrgasi Misi Abdi
Roh Kudus (SSpS) (N=42)
No Variabel
Rerata dalam (%)
Sll SR KD
I Proses Bimbingan Rohani
1 Pengetahuan dan Pengenalan akan Tuhan (10
item)
29% 42% 29%
2 Kepercayaan, relasi dan menghargai pembimbing
(10 item)
17% 28% 55%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
3 Suasana dalam melaksanakan bimbingan (10 item) 34% 35% 31%
4 Metode dalam bimbingan (10 item) 17% 30% 53%
II Proses Kematangan Emosi
1 Penilaian, pengenalan, dan percaya diri ( 6 item) 31% 31% 37%
2 Pengelolaan emosi ( 6 item) 40% 30% 27%
3 Motivasi diri (6 item) 42% 36% 22%
4 Pengenalan emosi ( 6 item) 25% 33% 41%
5 Membina hubungan ( 6 item) 25% 28% 46%
Data di atas menunjukkan bahwa proses bimbingan rohani yang telah
dijalankan oleh para suster yunior SSpS mempunyai peranan terhadap proses
kematangan emosi, khususnya dalam sub variabel penilaian, pengenalan, percaya
diri sebesar 31%, sub variabel pengelolaan emosi sebesar 40%, dan sub variabel
memotivasi diri sebesar 42%. Berdasarkan pada hasil penelitian terlihat bahwa
bimbingan rohani mempunyai peranan yang cukup besar terhadap kematangan
emosi para suster yunior SSpS.
Jika dilihat dari masing-masing sub variabel diperoleh data sebagai berikut:
responden sering menemukan Tuhan dalam panggilan keseharian dan merasakan
bahwa kehendak Tuhan yang masih samar-samar menjadi jelas dalam bimbingan
sebesar 42%. Dari jawaban responden di atas mengenai pengetahuan dan
pengenalan akan Tuhan sangatlah jelas bahwa dengan sering melaksanakan
bimbingan rohani secara rutin, mereka mempunyai gambaran yang jelas mengenai
keberadaan Tuhan bagi hidup rohani, kaul, karya dan hidup berkomunitas. Dengan
memiliki pengetahuan dan pengenalan akan Tuhan yang baik akan membawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
dampak yang baik juga yaitu responden selalu mampu menilai, mengenal emosi
yang ada di dalam dirinya sebesar 31%.
Pada sub variabel ke dua dari proses bimbingan rohani yaitu aspek
kepercayaan, relasi dan menghargai pembimbing diperoleh gambaran yang jelas
sebagian besar responden menjawab kadang-kadang sebesar 55%, responden
kadang-kadang malas melakukan bimbingan karena pembimbing tidak menarik,
responden takut bimbingan karena pembimbing terlalu kritis, dan takut
menceritakan semua masalah kepada pembimbing. Hal ini membuktikan bahwa
dalam proses bimbingan rohani dibutuhkan adanya sikap saling percaya, relasi yang
baik dan penghargaan kepada pembimbing, dengan adanya kepercayaan, relasi
yang baik dan penghargaan pada pembimbing maka proses bimbingan akan
berjalan lancar dan responden mampu untuk mengelola emosinya. Dalam
bimbingan rohani apabila tidak ada sikap saling percaya, relasi yang baik dan
penghargaan kepada pembimbing, maka respondenpun tidak akan selalu mampu
mengelola emosi yang sedang bergejolak dalam hatinya sebesar 40% serta tidak
selalu bisa memotivasi diri untuk berkembang dalam hidup rohani dan emosi
sebesar 42%.
Pada sub variabel proses bimbingan rohani dari aspek suasana dalam
melaksanakan bimbingan responden menjawab sering sebesar 35%. Dengan adanya
suasana yang baik dalam proses bimbingan akan memampukan responden sering
berproses dalam pengenalan emosi-emosi yang ada di dalam dirinya sebesar 33%.
Dengan mampu mengenali setiap emosi yang muncul dan memberi nama membuat
responden semakin peka akan kebutuhan sesamanya.
Pada sub variabel proses bimbingan rohani aspek metode dalam bimbingan,
hasil rerata dalam % responden menjawab kadang-kadang sebesar 33%. Pernyataan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
ini mau menunjukkan bahwa metode yang digunakan dalam bimbingan rohani
merupakan salah satu faktor yang juga menentukan lancar dan tidaknya suatu
bimbingan. Metode yang cocok dan pas sangat diperlukan dalam bimbingan, agar
orang yang dibimbing mengalami kenyamanan karena sesuai dengan situasi yang
dihadapi terlebih bagi para yunior yang mempunyai berbagai macam kebutuhan dan
permasalahan, apabila metode bimbingan tidak diperhatikan hal tersebut akan
mempengaruhi proses dalam bimbingan rohani yaitu akan membuat yunior jenuh,
malas, dan merasa enggan untuk melaksanakan bimbingan karena metodenya hanya
itu-itu saja dan ini juga akan mempengaruhi hubungan dengan pembimbing sebesar
46%.
E. Kesimpulan
Berdasarkan data-data yang diperoleh lewat Skala Likert, dapat disimpulkan
bahwa bimbingan rohani mempunyai peranan terhadap kematangan emosi para
suster yunior SSpS Provinsi Jawa. Semakin orang setia melaksanakan bimbingan
rohani semakin ia matang dalam emosinya. Selain bimbingan rohani, kematangan
emosi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain yaitu: situasi dalam bimbingan,
kepribadian dan kondisi pembimbing dan yang dibimbing, serta metode dalam
bimbingan.
Bimbingan rohani yang diberikan oleh Piko dan pendamping yunior kepada
para suster yunior SSpS Provinsi Jawa yang dilaksanakan setiap bulan bukanlah
bimbingan yang satu kali jadi tetapi merupakan suatu proses pembinaan iman dan
pengolahan diri yang terjadi seumur hidup. Untuk itu dibutuhkan kesabaran,
ketekunan dan keterbukan serta kepercayaan dari pihak yang membimbing dan
yang terbimbing.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
F. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini peneliti memiliki keterbatasan dan mengalami tantangan
sebagai berikut:
1. Peneliti memiliki keterbatasan waktu dan tenaga sehingga tidak dapat
mengawasi responden saat mengisi Skala Likert.
2. Peneliti memiliki keterbatasan dalam pembuatan intrumen Skala Likert sehingga
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
3. Peneliti memiliki keterbatasan akan pengetahuan dan kemampuan dalam
membuat pernyataan-pernyataan yang terdapat pada Skala Likert, sehingga
pernyataan tersebut belum penuh mewakili variabel yang diungkap.
4. Peneliti mempunyai keterbatasan dalam memperoleh buku-buku yang dapat
mendukung penelitian ini.
5. Peneliti mengalami tantangan dari diri sendiri maupun dari luar diri dalam
pengolahan data dan penyusunan skripsi.
6. Peneliti mengalami tantangan dalam mencari waktu untuk menyusun skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
BAB IV
USUHA MENINGKATKAN PERANAN BIMBINGAN ROHANI
TERHADAP KEMATANGAN EMOSI
PARA SUSTER YUNIOR KONGREGASI MISI ABDI ROH KUDUS (SSpS)
PROVINSI JAWA
Kongregasi SSpS dalam formasi religius mempunyai alternatif pembinaan
pendekatan bagi para suster yunior. Salah satunya adalah mengembangkan dan
menggali Kharisma dan Spiritualitas pendiri Kongregasi, sebagai upaya untuk
membantu setiap suster khususnya yunior SSpS dalam mencapai kematangan
emosi. Meskipun hal ini sudah diupayakan, tetapi mungkin belum banyak dalam
membantu para suster yunior untuk berproses mencapai kematangan emosi.
A. Peranan Bimbingan Rohani terhadap Kematangan Emosi Para Suster
Yunior Kongrgasi Misi Abdi Roh Kudus (SSpS) Provinsi Jawa
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dikatakan bahwa para yunior dalam
mengikuti bimbingan rohani untuk mencapai kematangan rohani dan emosi yang
selama ini dilaksanakan dengan pemimpin komunitas maupun bersama pendamping
yunior tidaklah merasa mudah. Pada uraian itu terungkap bahwa para suster yunior
mempunyai masalah dan kebutuhan, khususnya dalam proses bimbingan rohani,
para suster yunior membutuhkan bimbingan dan pendampingan. Persoalan yang
dihadapi adalah tidak semua pemimpin komunitas atau pendamping yunior
berpotensi sebagai pendamping yang berkompeten, dimana mereka sungguh
mampu mendampingi para yunior sampai dapat mengambil keputusan yang
berhubungan dengan hidup kaul, hidup rohani, hidup bersama dan kerasulan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Masalah yang dihadapi oleh Kongregasi SSpS Provinsi Jawa saat ini adalah
kurangnya tenaga pendamping/formator khususnya dalam mendampingi para suster
yunior yang semakin banyak jumlah dan beraneka ragam latar belakang. Dalam
situasi seperti ini, tidak jarang para yunior kurang mendapat bimbingan, dukungan
dari pendamping dalam menghayati panggilannya, padahal mereka masih sangat
membutuhkan.
Para pemimpin komunitas dan pendamping yunior perlu diajak kembali untuk
berefleksi diri guna melihat kembali proses dalam mereka melaksanakan bimbingan
rohani yang diberikan kepada para suster yunior. Banyak hal perlu dibenahi oleh
para pemimpin komunitas dan pendamping yunior dalam melaksanakan bimbingan
rohani untuk mencapai kematangan rohani maupun emosi antara lain memiliki
spiritualitas, teladan, pengetahuan, metode, ketrampilan dan pendekatan sehingga
para yunior semakin berminat dan tertarik dalam mengikuti bimbingan rohani.
Bimbingan rohani tidak dirasakan sebagai kewajiban atau paksaan melainkan
sesuatu kebutuhan yang dirindukan dan dirasakan bermanfaat untuk berkembangan
hidup kaul, hidup rohani, hidup bersama dan kerasulan.
B. Usaha Meningkatkan Proses Pelaksanaan Bimbingan Rohani
1. Latar Belakang Usaha Meningkatkan Proses Pelaksanaan Bimbingan
Rohani
Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa bimbingan rohani mempunyai
peranan terhadap kematangan emosi para suster yunior SSpS Provinsi Jawa.
Hubungan ini ditunjukkan dengan mencari rerata dari masing-masing sub variabel
bahwa ada hubungan yang positif berperanan antara proses bimbingan rohani dan
proses kematangan emosi. Berdasarkan penelitian ditemukan juga data yang paling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
rendah, yaitu data sub variabel kepercayaan, relasi dan menghargai pembimbing
dalam proses bimbingan rohani sebesar 17% dan sub variabel metode dalam
bimbingan sebesar 17%. Sub variabel inilah yang perlu mendapatkan perhatian
khusus dalam meningkatkan pelaksanaan bimbingan rohani bagi para suster yunior
SSpS Provinsi Jawa.
Berdasarkan hasil Skala Likert yang diisi oleh responden, tampak bahwa
sebagian besar responden kadang-kadang malas melakukan bimbingan karena
pembimbing tidak menarik sebesar 80,95%, responden terkadang juga enggan
untuk bimbingan karena pembimbing membesar-besarkan kesalahan sebesar
71,42%, responden juga mengungkapkan kadang-kadang dalam bimbingan merasa
takut karena pembimbing terlalu kritis, responden juga sering mengungkapkan
bahwa lebih berminat bimbingan karena pembimbingnya kompeten sebesar
45,23%, dan kadang-kadang kecewa karena proses bimbingannya tidak terarah
sebesar 78,57%.
Seorang yunior SSpS Provinsi Jawa yang dalam kenyataannya tinggal
disebuah komunitas juga menjadi tanggungjawab dari pemimpin komunitas dari
komunitas itu, dan sebagai seorang yunior ia wajib melaksanakan wawanhati atau
bimbingan rohani dengan pemimpin komunitas yang bersangkutan. Sering terjadi
adalah tidak semua pemimpin komunitas bisa menjadi pembimbing rohani yang
kompeten bagi yunior tersebut, tetapi malah menghambat proses perkembangan
yunior itu. Hal ini dikarenakan tidak semua pemimpin komunitas dipersiapkan
untuk menjadi seorang pembimbing rohani. Oleh karena itu sangat disayangkan
kalau pemimpin komunitas tidak bisa menjadi pembimbing yang baik bagi para
suster yunior, padahal yunior tersebut masih membutuhkan pendampingan dan
bimbingan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Bimbingan rohani merupakan sebuah sarana yang digunakan oleh Kongregasi
SSpS untuk para suster yunior dalam menumbuhkembangkan kematangan rohani
dan emosi sebagai seseorang yang secara khusus dipanggil Allah untuk menjadi
perpanjangan dan penyalur cinta kasih-Nya. Untuk itulah bimbingan rohani
menjadi suatu hal yang sangat penting dan perlu dilakukan. Selain penting dan
perlu bimbingan rohani juga sangat bermanfaat bagi perkembangan hidup bersama
dengan sesama suster dan orang lain.
Untuk membantu para suster yunior mencapai kematangan rohani dan emosi
tidak cukup hanya dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan, tetapi lebih-lebih
dengan pandangan dan sikap yang dapat dikembangkan.
Melihat kenyataan tersebut, penulis mengusulkan hal-hal yang berkaitan
dengan bimbingan rohani para suster yunior. Diperlukan pembaharuan diri terus-
menerus bagi para pemimpin komunitas dan pendamping yunior khususnya dalam
memberikan bimbingan rohani. Dengan pembaharuan diri terus-menerus
diharapkan para pemimpin komunitas dan pendamping yunior dapat membantu,
mendampingi, membimbing atau mengarahkan, mendukung, menghibur, dan
sebagai penghantar orang untuk bergaul dan berwawancara dengan Allah, menjadi
sahabat serta teman seperjalanan bagi para suster yunior menuju kematangan rohani
dan emosi. Di bawah ini akan dikemukakan profil pembimbing rohani yang baik.
2. Profil Pembimbing Rohani
Pembimbing rohani adalah orang yang mendampingi orang yang dibimbing
dalam pertumbuhan dan perkembangan rohaninya. Ia menghantar dan membantu
orang tersebut agar semakin mampu berelasi dengan Tuhan. Pembimbing tidak
mewakili Roh Kudus, tetapi pembimbing berusaha mendidik orang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
didampingi untuk melihat kemana Roh Kudus kita halangi atau kemana Roh Kudus
mau membimbing kita. Maka pembimbing tidak pernah boleh memaksakan
gagasan atau cita-citanya sendiri pada orang yang dibimbingnya, melainkan
pembimbing harus manciptakan kebebasan sejati agar Roh semakin jelas di dengar
oleh dia sendiri dan oleh orang yang dibimbingnya (Verbeek, 1981: 114).
Tugasnya adalah menciptakan kemungkinan dan situasi agar relasi berjalan
lancar. Pembimbing menjadi sahabat dalam kesunyian hidup orang yang dibimbing
maupun dalam kesukaran-kesukaran dan juga dalam kegembiraan hidup rohani
(Darminta, 2006: 17-18).
Seorang pembimbing rohani harus memenuhi syarat tertentu agar dapat
melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Secara khusus, pembimbing rohani
para suster yunior harus sesuai dengan kebutuhan para suster yunior.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi menyangkut aspek spiritualitas,
kepribadian, pengetahuan dan ketrampilan sebagai pembimbing rohani,
sebagaimana dijabarkan dalam bab II halaman 17-22. Harus diakui bahwa tidak ada
pembimbing yang mempunyai aspek-aspek tersebut secara sempurna, namun ia
perlu memiliki kemampuan dasar tentang aspek-aspek tersebut. Kemampuan yang
memadai akan membantu pembimbing dalam melakukan bimbingan rohani.
3. Alternatif dan Pilihan Pendekatan Pembinaan Bagi Para Pemimpin
Komunitas
Tim Pimpinan SSpS Provinsi Jawa mempunyai beberapa alternatif
pendekatan pembinaan bagi para pemimpin komunitas. Pembinaan yang diberikan
adalah pembinaan OnGoing formation atau pembinaan terus-menerus. Upaya Tim
Pimpinan SSpS Provinsi Jawa dalam memelihara frekuensi dalam pembinaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
adalah (1) mengadakan rekoleksi bersama setiap bulan dalan komunitas, (2)
seminar pendalaman mengenai spritualitas pendiri dan retret tahunan, (3) Sharing
dari pertemuan kapitel umum, dan sharing dari kegiatan prioritas provinsi. Dari
beberapa kegiatan pembinaan ini ada yang membutuhkan waktu, biaya, sarana dan
narasumber khusus, misalnya seminar pendalaman mengenai spritualitas pendiri
dan retret.
Selain mengadakan pembinaan OnGoing formation, Tim Pimpinan SSpS
Provinsi Jawa juga mengusahakan pembinaan untuk meningkatkan mutu pelayanan
dan kepribadian para pemimpin komunitas seperti: (1) seminar, (2) workshop, (3)
pelatihan dan kursus-kursus. Melalui beberapa model pembinaan ini para pemimpin
komunitas mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang menunjang
profesionalitasnya sebagai pemimpin komunitas terutama dalam ketrampilan dalam
mendampingi para suster yunior. Kegiatan workshop, seminar, dan pelatihan ini ada
yang diadakan dari pihak luar maupun dari para suster sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
BAB V
PENUTUP
Pada bab ini, penulis akan mengemukakan kesimpulan dan saran yang
didasarkan pada uraian dari bab I sampai bab IV. Kesimpulan dan saran ini dibuat
sehubungan dengan peranan bimbingan rohani terhadap kematangan emosi para
suster yunior SSpS Provinsi Jawa.
A. Kesimpulan
Pertumbuhan dan perkembangan zaman yang begitu pesat disertai dengan
kemajuan alat-alat modern yang serba canggih membawa dampak bagi kehidupan
religius para suster yunior. Setiap hari sadar atau tidak sadar orang dihadapkan pada
banyak pilihan, keadaan ini mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
kematangan rohani dan emosi para suster yunior. Generasi zaman sekarang
dilukiskan sebagai generasi yang haus akan pengalaman, keteladanan, mereka
cepat-cepat ingin mendapatkan hasil dan tidak sabar dalam berproses diri.
Kompleksitas ini berpengaruh dalam lingkup kehidupan religius khususnya bagi
pembinaan para suster yunior Kongregasi SSpS Provinsi Jawa dalam proses menuju
kematangan rohani dan emosi. Kematangan rohani dan emosi para suster yunior
merupakan proses seumur hidup: artinya berlangsung setahap demi setahap dalam
waktu yang relatif lama, tidak sekali jadi. Proses itu berlangsung sepanjang rentang
kehidupan manusia sejak lahir sampai mati. Berhadapan dengan situasi generasi
muda sekarang, bimbingan rohani dirasa sangat perlu agar orang memiliki
kematangan rohani dan emosi untuk menghadapi berbagai macam pilihan yang
mengiurkan dan tuntutan zaman dengan segala pengaruhnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Kongregasi SSpS dalam bidang formasi, tugas pembinaan tersebut
dipercayakan kepada para pemimpin komunitas khususnya dan pendamping yunior.
Para pemimpin komunitas dan pendamping memberikan bimbingan rohani kepada
para suster yunior untuk melihat sejauh mana perkembangan hidup rohani para
suster yunior. Setiap yunior wajib untuk bimbingan rohani dengan pemimpin
komunitas satu kali dalam setiap bulan. Bimbingan rohani bagi para yunior adalah
untuk membantu para suster yunior mencapai kematangan rohani dan emosi. Untuk
itu bimbingan rohani bagi para suster yunior perlu ditingkatkan. Bimbingan rohani
bagi para suster yunior SSpS merupakan salah satu bantuan bagi formasi di
Kongregasi SSpS Provinsi Jawa, maka dibutuhkan tenaga-tenaga pembina yang
memiliki kemampuan yang kompeten, untuk membina dan mendampingi para
yunior tersebut.
Dalam hal ini penulis mencoba menawarkan suatu bentuk pembinaan diri
bagi para pemimpin komunitas dan pendamping yunior. Melalui skripsi ini penulis
mengemukakan kemungkinan memanfaatkan pembinaan diri bagi para pemimpin
komunitas dan pendamping yunior yang menyangkut aspek spiritualitas,
kepribadian, pengetahuan dan ketrampilan. Dengan pembinaan diri yang dilakukan
secara terus-menerus agar semakin menjadi pembimbing rohani yang profesional,
khususnya bagi para yunior. Diharapkan bimbingan rohani yang diupayakan dapat
membantu para suster yunior untuk meningkatkan kematangan rohani dan emosi
serta siap sedia menerima perutusan misi di manapun dibutuhkan seturut kehendak
Allah melalui Kongregasi.
Dalam pendampingan para suster yunior, para pemimpin komunitas dan
pendamping yunior dituntut adanya profesionalitas dalam melaksanakan bimbingan
rohani. Kedalaman hidup rohani, kematangan emosi, dan keteladan hidup sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
dibutuhkan oleh para suster yunior. Keteladanan hidup dari pemimpin komunitas
dan setiap pendamping yunior dapat secara tidak langsung memberi andil dalam
formation dan dapat mempengaruhi subjek yang didampingi. Kualitas hidup yang
memiliki kedalaman hidup rohani dari seorang pendamping sangat efektif
mempengaruhi para suster yunior daripada hanya menyampaikan pengajaran-
pengajaran yang bersifat dogmatis dan menggurui. Selain itu konsistensi antara apa
yang disampaikan dengan apa yang dibuat hendaknya sejalan dalam upaya
memberi teladan kualitas hidup.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta melihat realitas yang ada
dalam formasi SSpS di Provinsi Jawa, dapat disimpulkan keteladan hidup yang
menunjukkan kematangan hidup rohani dan emosi sebagai seorang religius masih
sangat kurang. Oleh sebab itu para suster yunior sering mengalami pergulatan batin
dalam membina dan mengembangkan dirinya. Namun demikian, melalui penelitian
ini, penulis dapat menemukan bahwa para suster yunior memerlukan dan
membutuhkan bimbingan rohani meskipun masih perlu berproses terus-menerus
guna mencapai kematangan rohani dan emosi dan membutuhkan pembimbing
rohani yang profesional agar semakin mantap menjadi seorang religius dalam
Kongregasi SSpS.
B. Saran
Para suster yunior merupakan generasi penerus, tumpuan, dan harapan
Kongregasi SSpS, sehingga mereka perlu memiliki kematangan rohani dan emosi
yang integral serta memiliki ke siap sediaan diutus kemana saja sebagai seorang
misionaris sejati. Untuk itu penulis akan memberikan beberapa saran berikut ini
yang dapat dijadikan bahan pertimbangan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
1. Melihat realitas yang ada dan berdasarkan hasil Skala Likert yang telah diisi oleh
para suster yunior, banyak suster yunior kadang-kadang malas melakukan
bimbingan karena pembimbing tidak menarik, enggan untuk bimbingan karena
pembimbing membesar-besarkan kesalahan, dalam bimbingan merasa takut
karena pembimbing terlalu kritis, para suster yunior juga sering mengungkapkan
bahwa lebih berminat bimbingan karena pembimbingnya kompeten, dan kadang-
kadang kecewa karena proses bimbingannya tidak terarah. Untuk itu penulis
mengusulkan agar Tim Pimpinan Kongregasi SSpS Provinsi Jawa
mengusahakan Piko yang mempunyai otoritas kekuasaan tidak sekaligus
menjadi pembimbing rohani, dari pengalaman selama ini, seandainya para suster
yunior mempunyai konflik dengan Piko, secara otomatis dalam melaksanakan
wawanhati atau bimbingan rohani suasana akan tidak mengenakkan bagi para
suster yunior karena mereka di bawah wewenang Piko. Tim Pimpinan
Kongregasi hendaknya juga memberikan kebebasan bagi para suster yunior
untuk menentukan dan memilih sendiri pembimbing rohani bagi dirinya, bukan
ditentukan oleh Tim Pimpinan Kongregasi SSpS Provinsi Jawa, karena
pembimbing rohani adalah orang yang mendampingi orang yang dibimbing
dalam pertumbuhan dan perkembangan rohaninya, ia menghantar dan membantu
orang tersebut agar semakin mampu berelasi dengan Tuhan. Pembimbing tidak
mewakili Roh Kudus, tetapi pembimbing berusaha mendidik orang yang
didampingi untuk melihat ke mana Roh Kudus Kudus mau membimbing kita.
Maka pembimbing tidak pernah boleh memaksakan gagasan atau cita-citanya
sendiri pada orang yang dibimbingnya, melainkan pembimbing harus
menciptakan kebebasan sejati agar Roh semakin jelas didengar baik olehnya
sendiri maupun oleh orang yang dibimbingnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
2. Wawanhati atau bimbingan rohani merupakan salah satu faktor yang penting dan
utama yang perlu dikembangkan dan diusahakan dalam pembinaan hidup
religius para suster yunior dalam proses mencapai kematangan rohani dan emosi.
Untuk itu Tim Pimpinan Kongregasi SSpS Provinsi Jawa mengusahakan untuk
mengundang tenaga ahli atau Pembimbing Rohani yang berkompeten guna
memberi pelatihan atau work-shop bagi para pemimpin komunitas dan
pendamping yunior baik distrik dan provinsi, sehingga mampu memberikan
bimbingan rohani kepada para suster yunior secara optimal.
3. Untuk meningkatkan mutu pendampingan bagi para suster yunior SSpS Provinsi
Jawa, hendaknya diusahakan sungguh-sungguh untuk membentuk TeamWork
Formator yang melibatkan semua pemimpin komunitas, para pendamping yunior
distrik, dan pendamping yunior provinsi. Hal ini sangat penting mengingat peran
para pemimpin komunitas, para pendamping yunior distrik dan pendamping
yunior provinsi dalam proses pendampingan para suster yunior SSpS Provinsi
Jawa. Visi dan misi formasi, tujuan serta program pendampingan bagi para
suster yunior hendaknya dibicarakan bersama dan dalam jangka waktu tertentu
dievaluasi bersama guna membantu perkembangan hidup rohani para suster
yunior.
4. Para suster yunior SSpS Provinsi Jawa perlu menyadari dan melaksanakan
bimbingan rohani yang diberikan oleh pemimpin komunitas dengan kesadaran
yang penuh bukan sebagai paksaan dan kewajiban karena hal tersebut
berperanan bagi pembentukan kematangan rohani dan emosi.
5. Para suster yunior SSpS Provinsi Jawa hendaknya melatih dan mengembangkan
kematangan emosi sehingga semakin bersikap dewasa dalam tingkah laku, tutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
kata, dan semakin mampu memberikan kesaksian hidup dalam hidup sehari-hari
di dalam komunitas, di tempat karya, dan di lingkungan di mana mereka berada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
DAFTAR PUSTAKA
Abdon Bisei. (2004). Spiritualitas Awam, (Refleksi atas keterlibatan awam dalam tata dunia dan partisipasinya dalam hidup menggereja) dalam Umat Baru no. 217. XXXVII, Juli-Agustus.
Albin, Rochelle. S. (2010). Emosi. Yogyakarta: Kanisius. Ari Ginanjar Agustian. (2001). Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan
Spiritual. Jakarta: Penerbit Arga. Astuti, Christina. (2010). Kematangan Emosi Tiga Suster Yunior Kongregasi Misi
Abdi Roh Kudus (SSpS) Yang Sedang Menjalani Studi Tahun 2009/2010. (Skripsi), Yogyakarta, USD.
Barry, William dan Connoly, William. (1982). The Practice of Spiritual Direction. USA: The Seabury Press.
Bogor, Lumbanraja. (1994). Bimbingan Rohani Bagi Remaja Katolik Sebagai Proses Menuju Kedewasaan Hidup Rohani Di SMA Katolik Di Yogyakarta. (Skripsi), Yogyakarta, USD.
Burnham, Sue. (1990). Emosi dalam Kehidupan. Jakarta: Penerbit Gunung Mulia. Cencini, Amadeo. (2008). Kematangan Rohani dan Emosi (terjemahan) Medan:
Penerbit Bina Medan Perintis. Darminta, J. (1993). Latihan Rohani. St. Ignasius Loyola: Seri
Ignasian5.Yogyakarta: Kanisius. ____________. (1995). Mistik, Devosi, & Hidup Rohani: Seri Spiritualitas
Kristen.Yogyakarta: Kanisius. ____________. (1997a). Sabda di Bukit: Seri Spiritualitas Kristen.Yogyakarta:
Kanisius. ____________. (1997b). Doa dan Pengolahan Hidup: Seri Spiritualitas Kristen.
Yogyakarta: Kanisius. ____________. (1997c). Yesus Mendidik Para Murid: Seri Spiritualitas Kristen.
Yogyakarta: Kanisius. ____________. (2003). Mencitrakan Hidup Religius. Komisi Pemimpin Umum
Tarekat Relegius Awam: Peziarahan Hidup 5. Yogyakarta: Kanisius. ____________. (2006a). Penegasan Rohani. Yogyakarta: Kanisius. ____________. (2006b). Praksis Bimbingan Rohani. Yogyakarta: Kanisius. ____________.(2006c). Pendidikan Iman & Nilai bagi Generasi Muda.
Yogyakarta: Kanisius. Gardner, Howard. (2003). Multiple Intelligences, Kecerdasan Majemuk teori dalam
Praktek. (terjemahan) Batam, Interaksara. Goleman, Daniel. (1997). Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional.
(terjemahan) Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. ______________. (2007). Social Intelligence. (terjemahan) Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama. Hasan Iqbal. (2002). Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Bandung: Ghalia. Heuken, Adolf. (2005). Ensiklopedi Gereja Jilid VI-N-Ph. Jakarta: Cipta Loka
Caraka. Harjawiyata, Fr., OCSO. “Doa dan Iman Dalam Bimbingan Rohani”, Rohani
XXXIV, 9: 138-141. Ismiati. (2008). Kharisma Misioner Kongregasi SSpS Untuk Pendampingan
Relegiositas Anak-anak Jalanan di Rumah Singgah Sekar Surabaya, (Skripsi), Yogyakarta, USD.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Jarot Wijanarko. (2005). Mendidik Anak untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional dan Spiritual. Jakarta: PT. Gramedia PustakaUtama.
Kartosiswoyo. (2006). Kitab Hukum Kanonik (Edisi Resmi Bahasa Indonesia). Jakarta: PenerbitObor Kerjasama dengan Sekretariat KWI.
Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II. (R. Hardawiyana, Penerjemah). Bogor: Percetakan Grafika Mardi Yuana. (Cetakan ke 9, revisi sampul dan tata letak isi).
Konstitusi dan Direktorium Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus, Kapitel Jendral IX 1984, Roma-Itali.
Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus.(1984). Konstitusi dan Direktorium, Kapitel Jendral Kesembilan 21 Mei-19 Juli 1984, Roma.
Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus. Manuale untuk Pembinaan, Admistration Jendral, Casa Generalia, Via Casia, 645, 00189 Rome Italy.
Lake,Tony. (1985). Mengatasi Gangguan Emosi. (Diterjemahkan oleh: Ediati Kamil). Jakarta: Penerbit ARCAN.
Mardi Prasetyo. F. (1992). Psikologi Hidup Rohani 2. Yogyakarta: Kanisius. ______________. (2002). Unsur-unsur Hakiki dalam Pembinaan 2. Yogyakarta:
Kanisius. Rollo, May. (1997). Seni Konseling.Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. McHugh, Peter. (1978). Spiritualitas Bapa Pendiri dan Kongregasi Kita. Arnoldus:
Ende. Moleong, L. J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. Nouwen, Henri. J. M. (1985). Menggapai Kematangan Hidup Rohani. Yogyakarta:
Kanisius, Ende: Nusa Indah. Powell, John. (1992). 10 Laku Hidup Bahagia. Yogyakarta: Kanisius. Rehbien, Carolina. (2000). Arah Misioner SSpS dalam Dunia Dewasa ini.
Komentar Kapitel Jendral X, Roma. Riduwan. (2010). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta Saphiro, E, Lawrence. (1999). Mengajarkan Emotinal Entellegence pada Anak.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Shelton, Charles. M. (1988). Menuju Kedewasaan Kristen. Yogyakarta: Kanisius. Soenarya, A. (1984). Bimbingan Hidup dari hari ke hari. Ende: Nusa Indah. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Alvabeta. Suharsimi Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (edisi
Revisi V), Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. Sumadi Suryabrata. (2008). Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. Suparno, Paul. (2004). Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah.
Yogyakarta: Kanisius Sutrisno Hadi. (2004). Metodologi Research. Yogyakarta: Penerbit Andi. Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.(2008). Kamus Besar
Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Verbeek, C. (1981). Dasar- Dasar Hidup Religius Hidup Dalam Roh: Seri Hidup
Dalam Roh 3. Yogyakarta: Kanisius. Verhoeven, Th. (1969). Kamus Latin Indonesia. Flores: Arnoldus Ende. Wedge, Florence. (1989). Mencegah Gangguan Emosi. Bogor: Mardi Yuana. Wijokongko, Martin. (1997). Keajaiban Kekuatan Emosi. Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
[1]
Pengantar
Para suster yunior yang terkasih, pada kesempatan ini saya memohon
kesediaan para suster untuk mengisi kuesioner ini dengan sejujur-jujurnya dan
penuh keterbukaan sesuai dengan pengalaman para suster sendiri. Semua informasi
dari para suster akan tetap dirahasiakan. Oleh karena itu demi kerahasiaan jawaban,
nama tidak perlu dituliskan pada lembar kuesioner. Untuk semua bantuan dan
kerjasamanya dari para suster, saya mengucapkan terimakasih.
Petunjuk Pengisian
a. Bacalah pernyataan-pernyataan beserta jawabannya dengan benar dan teliti.
b. Jawablah pernyataan-pernyataan tersebut dengan memberi tanda cek (√ )
pada kolom yang tersedia sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya,
perasaan atau pilihan anda.
Pilihan jawaban adalah sebagai berikut:
SL : Selalu SR : Sering KD : Kadang-kadang
Contohnya:
NO PERNYATAAN SL SR KD
1 Saya senang melaksanakan bimbingan √
SELAMAT MENGERJAKAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
[2]
NO PERNYATAAN SL SR KD
1 Saya melihat suara pembimbing merupakan suara Tuhan.
2 Saya dituntun untuk menemukan Tuhan dalam panggilan
keseharian.
3 Saya menemukan kehendak Tuhan dalam pengalaman
yang menyakitkan sekalipun.
4 Kehendak Tuhan bagi saya yang masih samar-samar
menjadi jelas dalam bimbingan.
5 Sebelum menemukan kehendak Tuhan dalam pengalaman
tertentu hati saya belum tenteram.
6 Saya bahagia misteri Tuhan yang tak terpahami dapat saya
cerna dalam bimbingan.
7 Saya semakin mengagungkan Tuhan setelah bimbingan
rohani.
8 Saya merasa kosong kalau tidak merasakan kehadiran
Tuhan dalam karya saya yang sukses.
9 Saya merasa sulit menemukan Tuhan dalam pembimbing
yang sulit mengampuni kesalahan saya.
10 Ketika hidup rohani saya kering saya sulit menemukan
kehadiran Tuhan dalam hidup saya.
11 Saya malas melakukan bimbingan karena pembimbing
tidak menarik.
12 Saya tetap bimbingan walau sering ditantang oleh
pembimbing.
13 Saya senang karena pembimbing membicarakan masalah
pribadi dengan pembimbing .
14 Saya takut cerita semua masalah pada pembimbing.
15 Saya enggan untuk bimbingan karena pembimbing
membesar-besarkan kesalahan saya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
[3]
16 Bimbingan saya teratur saya mempunyai relasi yang baik
dengan pembimbing.
17 Saya senang melaksanakan bimbingan karena pembimbing
memiliki hati keibuan.
18 Dalam bimbingan pendapat saya mendapat apresiasi dari
pembimbing.
19 Setiap melaksanakan bimbingan saya takut karena
pembimbing terlalu kritis.
20 Saya bahagia karena pembimbing memahami pergulatan
saya.
21 Saya terbuka dalam bimbingan ada suasana saling percaya.
22 Penerimaan yang hangat dari pembimbing menenangkan
hati saya.
23 Saya mempunyai waktu untuk mencatat hal yang perlu
selama bimbingan.
24 Saya antusias melaksanakan bimbingan karena
didengarkan.
25 Saya merasa lega setelah bimbingan.
26 Waktu yang terbatas dalam bimbingan membuat saya
tergesa-gesa.
27 Pembimbing yang optimis membuat suasana bimbingan
bersemangat.
28 Saya menaruh hormat terhadap pembimbing meskipun
seusia.
29 Pembimbing mengesampingkan masalah pribadinya dalam
bimbingan.
30 Ada suasana doa dalam proses bimbingan.
31 Pembimbing mengarahkan jalannya bimbingan dengan
baik.
32 Pembimbing mencatat persoalan yang akan dibicarakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
[4]
sebelum memulai.
33 Bahasa non verbal dari pembimbing membantu saya
terbuka.
34 Saya senang kalau proses pendampingan sesuai dengan
waktu yang ditentukan.
35 Saya senang kalau proses pendampingan berstruktur.
36 Saya kecewa karena proses bimbingan tidak terarah.
37 Saya lebih berminat bimbingan karena pembimbing yang
kompeten.
38 Saya senang karena tempat bimbingan berfariasi.
39 Saya tidak fokus kalau bahan bimbingan tidak terstruktur.
40 Bimbingan yang efektif bagi saya adalah dari pengalaman
pembimbing.
41 Saya lebih suka mengungkapkan diri saya apa adanya.
42 Saya mudah mengekpresikan perasaan saya kepada siapa
saja.
43 Apabila saya marah saya cenderung bereaksi diam,
mengurung diri.
44 Saya mudah menerima kekurangan yang ada pada diri
saya.
45 Saya berani mengakui kesalahan yang saya buat.
46 Saya mudah terpancing apabila ada sesama yang
menggoda saya.
47 Saya gelisah kalau mempunyai masalah yang belum
terselesaikan.
48 Ketika ada masalah saya mencari solusi.
49 Saya mudah tersinggung kalau pendapat saya tidak
dihargai.
50 Saya merasa senang karena saya mampu mengerjakan
tugas yang diberikan kepada saya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
[5]
51 Saya berusaha tidak berkecil hati apabila ada sesama yang
mengejek saya.
52 Saya menerima emosi saya apa adanya.
53 Saya tertarik dengan hal-hal baru.
54 Kalau diberi tanggungjawab saya takut gagal.
55 Saya berusaha untuk mensyukuri setiap peristiwa yang
saya alami.
56 Saya melihat kegagalan sebagai kesuksesan yang tertunda.
57 Saya berusaha menjalankan tugas pada waktunya.
58 Saya adalah orang yang suka mengambil inisiatif.
59 Saya lebih suka berfikir positif tentang orang lain.
60 Saya sensitif terhadap perasaan teman waktu memberikan
evaluasi.
61 Saya menyediakan diri untuk mendengarkan sesama yang
punya masalah .
62 Saya merasa bosan mendengar sharing sesama yang tidak
ada ujungnya.
63 Saya mudah terharu oleh perasaan orang lain.
64 Teman saya marah kalau saya memotong pembicaraannya.
65 Saya sulit untuk menyakinkan pendapat saya kalau
dikritik.
66 Saya adalah pribadi yang menyenangkan.
67 Supaya disukai saya melakukan apa saja yang diinginkan
oleh teman.
68 Saya senang dengan sesama yang saling mendengarkan
satu dengan yang lain.
69 Saya terbuka dengan sesama yang dekat dengan saya.
70 Saya sulit menyimpan rahasia sesama saya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI