PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata...

298
KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK DALAM RANAH KELUARGA DI LINGKUNGAN KADIPATEN PAKUALAMAN YOGYAKARTA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Disusun oleh: Valentina Tris Marwati 091224088 POGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata...

Page 1: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK

DALAM RANAH KELUARGA

DI LINGKUNGAN KADIPATEN PAKUALAMAN

YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun oleh:

Valentina Tris Marwati

091224088

POGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

i

KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK

DALAM RANAH KELUARGA

DI LINGKUNGAN KADIPATEN PAKUALAMAN

YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun oleh:

Valentina Tris Marwati

091224088

POGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

ii

SKRIPSI

KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK

DALAM RANAH KELUARGA

DI LINGKUNGAN KADIPATEN PAKUALAMAN

YOGYAKARTA

Disusun oleh:

Valentina Tris Marwati

091224088

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing

Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. Tanggal 3 Desember 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

iii

SKRIPSI

KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK

DALAM RANAH KELUARGA

DI LINGKUNGAN KADIPATEN PAKUALAMAN

YOGYAKARTA

Dipersiapkan dan disusun oleh:

Valentina Tris Marwati

091224088

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

pada tanggal 17 Desember 2013

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dr. Yuliana Setiyaningsih ..........................

Sekretaris : Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. ...........................

Anggota : Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. ...........................

Anggota : Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. ...........................

Anggota : Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. ...........................

Yogyakarta, 17 Desember 2013

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma

Dekan,

Rohandi, Ph.D.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

iv

MOTTO

“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya,

maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.”

(Matius 6:33)

“Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang

bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu:

sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya.”

( Yohanes 6:27)

“Oleh karena itu, jangan merasa cemas karena kamu tidak bisa mempercepatnya.

Jika kamu berjalan perlahan, kamu akan mencapai lebih dari mereka

yang bergerak terlalu cepat.”

(Dream High)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

v

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria terkasih yang selalu memberkati, menyertai , dan

melindungi dalam setiap langkah saya.

2. Orang tua tercinta, Bapak Valerianus Maryoso dan Ibu Theresia Widyaningsih yang

selalu memberikan kasih sayang, doa, dukungan, dan kesabaran bagi saya.

3. Adikku tersayang, Angela Yubiliana, yang selalu memberikan doa dan hiburan setiap

saat.

4. Mbah Bu, Mbah Putri, Mbah Kakung yang terlebih dulu bertemu dengan Yesus, terima

kasih sudah memberikan banyak hal dari masa kecil hingga remaja saya.

5. Simbah Kakung yang selalu memperhatikan dan memberikan dukungan kepada saya.

6. Teman-teman seperjuangan Clara Dhika Ninda Natalia, Katarina Yulita Simanulang,

Nuridang Fitra Nagara, dan Catarina Erni Riyanti yang mempunyai impian, doa, dan

usaha yang sejalan dengan saya. Kebersamaan dengan kalian tidak akan pernah

terlupakan

7. Seluruh sahabat di Prodi PBSI angkatan 2009 yang telah memberikan warna selama

berjuang bersama menyelesaikan studi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 17 Desember 2013

Penulis

Valentina Tris Marwati

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Valentina Tris Marwati

Nomor Mahasiswa : 091224088

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

KETIDAKSANTUAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK DALAM RANAH

KELUARGA DI LINGKUNGAN KADIPATEN PAKUALAMAN

YOGYAKARTA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan

data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya

maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 17 Desember 2013

Yang menyatakan

(Valentina Tris Marwati)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

viii

ABSTRAK

Marwati, Valentina Tris. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

dalam Ranah Keluarga di Lingkungan Kadipaten Pakualaman

Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini membahas ketidaksantunan linguistik dan pragmatik dalam

ranah keluarga di lingkungan Kadipaten Pakualaman Yogyakarta. Tujuan

penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan wujud-wujud ketidaksantunan linguistik

dan pragmatik, (2) mendeskripsikan penanda-penanda ketidaksantuan linguistik

dan pragmatik, serta (3) mendeskripsikan maksud yang mendasari orang

menggunakan bentuk-bentuk kebahasaan yang tidak santun dalam ranah keluarga

di lingkungan Kadipaten Pakualaman Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian ini

adalah berbagai macam cuplikan tuturan yang semuanya diambil secara natural

dalam praktik-praktik perbincangan dalam ranah keluarga. Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini ialah petunjuk wawancara (daftar pertanyaan,

pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori

ketidaksantunan berbahasa. Metode pengumpulan data yang digunakan, yaitu (1)

metode simak dengan teknik dasar berupa teknik rekam dan teknik catat, serta (2)

metode cakap dengan teknik dasar berupa teknik pancing. Analisis data dalam

penelitian ini dilakukan dengan metode kontekstual.

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, hasil penelitian ini adalah pertama,

wujud ketidaksantunan linguistik berupa tuturan lisan tidak santun yang termasuk

dalam (1) kategori melanggar norma dengan subkategori subkategori

menjanjikan, menolak, dan kesal; (2) kategori mengancam muka sepihak dengan

subkategori menyindir, memerintah, menjanjikan, kesal, dan mengejek; (3)

kategori melecehkan muka dengan subkategori kesal, memerintah, menyindir,

mengejek, dan mengancam; (4) kategori menghilangkan muka dengan

subkategori menyindir, mengejek, menyalahkan, dan memerintah; dan (5)

kategori menimbulkan konflik dengan subkategori melarang, mengancam,

memerintah, mengejek, menolak, dan kesal, sedangkan wujud ketidaksantunan

pragmatik diketahui berdasarkan cara penyampaian penutur yang menyebabkan

suatu tuturan menjadi tidak santun. Kedua, penanda ketidaksantunan linguistik

diketahui dari diksi, kata fatis, nada, tekanan, dan intonasi, sedangkan penanda

ketidaksantunan pragmatik didasarkan pada uraian konteks yang berupa, penutur

dan mitra tutur, situasi saat bertutur, tujuan tutur, waktu dan tempat ketika

bertutur, serta tindak verbal dan tindak perlokusi yang menyertai tuturan tersebut.

Ketiga, maksud tuturan tidak santun yang disampaikan oleh penutur, yaitu

menolak, memprotes, bercanda, memberikan pengertian, memohon,

ketidaksenangan, menyindir, mengejek, kesal, meminta tolong, menegur,

memerintah, melarang, menyalahkan, membandingkan, meremehkan, dan

menakut-nakuti.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

ix

ABSTRACT

Marwati, Valentina Tris. 2013. Impoliteness of Linguistics and

Pragmatics at the Family Domain in Kadipaten Pakualaman Yogyakarta.

Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

This research discusses impoliteness linguistic and pragmatic at the family

domain in Kadipaten Pakualaman Yogyakarta. The purpose of this research are

(1) to describe the form of linguistics and pragmatics impoliteness, (2) to describe

a sign of linguistics and pragmatics impoliteness, and (3) to describe the

underlaying purpose of using impolite language forms at the family domain in

Kadipaten Pakualaman Yogyakarta.

Type of this research is descriptive qualitative. The data of this research is

the various kinds of speech excerpts of which were taken naturally in conversation

practices in family domain. The instrument used in this research are the interviews

instructions (questionnaires, inducement, and a list of cases) and the observations

form with language impoliteness theory as it is basic. Data collection method used

in this research, consist of (1) observation method with recording techniques and

record techniques as the basic, and (2) conversation method with provoke

techniques as the basic. Analysis of the data in this research was conducted using

contextual method.

In accordance with the purposes of this research, the results of this

research were the first, a form of linguistic impoliteness in a form of not polite

verbal pronunciation that included in the (1) category of negatively marked

behavior with subcategories of promise, refuse, and annoyed; (2) face threaten

categories with subcategories sarcastic, commanding, promising, upset, and

mocked; (3) face-aggravate categories with subcategories annoyed, ruled,

sarcastic, taunting, and threatening; (4) face loss categories with subcategories

sarcastic, mocking, blaming, and ruled, and (5) conflict making categories with

subcategories prohibit, threatening, commanding, mocked, rejected, and irritated,

while a form of pragmatic impoliteness known by way of delivering a speech that

causes speakers become impolite. The second, markers of linguistic impoliteness

known by diction, phatic category, tone, stress, and intonation, while pragmatic

impoliteness markers based on a description of the context includes the speaker

and hearer, current situation of the conversation, speech purpose, time and place

of the speech, and verbal acts and also perlocutionary acts that accompany the

speech. The third, the purpose of impolite speech that delivered by the speaker, it

is refuse, protest, joking, giving understanding, pleading, displeasure, satirical,

mocking, upset, asking for help, admonishing, commanding, forbidding, blaming,

comparing, belittling, and scaring.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus karena

berkat dan pernyertaan–Nya , skripsi yang berjudul Ketidaksantuan Linguistik dan

Pragmatik dalam Ranah Keluarga di Lingkungan Kadipaten Pakualaman

Yogyakarta dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu

syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan studi sesuai dengan kurikulum

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Seni (JPBS), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(FKIP), Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas

dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Caecilia Tutyandari, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Seni, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

5. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing, menasihati, dan memotivasi penulis selama proses penyusunan

hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

6. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang

telah memberikan pendampingan dan pengajaran yang bermanfaat bagi

penulis selama proses perkuliahan.

7. Robertus Marsidiq, selaku staf sekretariat Program Studi Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia yang selalu sabar dalam memberikan pelayanan

adminitrasi kepada penulis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

xi

8. Kepala Dinas Perizinan Kota Yogyakarta yang telah memberikan izin

penelitian kepada penulis.

9. K.G.P.A.A Paku Alam IX yang berkenan memberikan izin penelitian bagi

penulis di lingkungan Kadipaten Pakualaman Yogyakarta.

10. Bapak Valerianus Maryoso dan Ibu Theresia Widyaningsih, selaku orang tua

penulis, serta Angela Yubiliana, selaku adik penulis yang telah memberikan

kepercayaan, dukungan, doa, dan semangat.

11. Clara Dhika Ninda Natalia, Katarina Yulita Simanulang, Nuridang Fitra

Nagara, dan Catarina Erni Riyanti yang telah mau berjuang bersama untuk

menyelesaikan skripsi ini.

12. Rosalina Anik Setyorini, Cicilia Verlit Warasinta, Yuli Astuti, Agatha Wahyu

Wigati, Bernadeta Febri, Risa Ferina, Jati Kurniawan, Ade Henta Hermawan,

Ambrosius Bambang Sumarwanto, Yudha Hening Prinandito, Ignatius Satrio

Nugroho, Dedi Setyo Heru Utomo, Yohanes Marwan Setiawan, Reinaldus

Aldo Agasi, Fabianus Angga Renato, dan semua sahabat di Prodi PBSID

angkatan 2009 yang telah memberikan berbagai bantuan, dukungan, doa, dan

semangat bagi penulis.

13. Dyah Tri Wahyuni dan Putra Damara Subhan yang telah telah memberikan

dukungan dan bantuan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

14. Seluruh kerabat Pakualam, staf, dan warga di lingkungan Kadipaten

Pakualaman Yogyakarta yang bersedia membantu dan menjadi sumber data

penelitian ini.

15. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan. Namun, penulis tetap berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pembaca dan memberikan inspirasi bagi penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, 17 Desember 2013

Penulis

Valentina Tris Marwati

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAAN PERSEMBAHAN iv

HALAMAN MOTTO v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vii

ABSTRAK viii

ABSTRACT ix

KATA PENGANTAR x

DAFTAR ISI xii

DAFTAR BAGAN xvii

DAFTAR TABEL xviii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Rumusan Masalah 6

1.3 Tujuan Penelitian 6

1.4 Manfaat Penelitian 7

1.5 Batasan Istilah 7

1.6 Sistematika Penyajian 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 10

2.1 Penelitian yang Relevan 10

2.2 Pragmatik 15

2.3 Fenomena Pragmatik 17

2.3.1 Praanggapan 17

2.3.2 Tindak Tutur 18

2.3.3 Implikatur 20

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

xiii

2.3.4 Deiksis 21

2.3.5 Kesantunan 22

2.3.6 Ketidaksantunan 23

2.4 Teori-teori Ketidaksantunan 24

2.4.1 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher 24

2.4.2 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Bousfield 26

2.4.3 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Culpeper 27

2.4.4 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Terkourafi 29

2.4.5 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher and

Watts 31

2.5 Konteks 33

2.6 Unsur Segmental 42

2.6.1 Diksi 42

2.6.2 Gaya Bahasa 48

2.6.3 Kategori Fatis 50

2.7 Unsur Suprasegmental 52

2.7.1 Nada 53

2.7.2 Tekanan 54

2.7.3 Intonasi 55

2.8 Teori Maksud 56

2.9 Kerangka Berpikir 58

BAB III METODE PENELITIAN 61

3.1 Jenis Penelitian 61

3.2 Data dan Sumber Data 62

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 63

3.4 Instrumen Penelitian 65

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data 65

3.6 Sajian Hasil Analisis Data 67

3.7 Trianggulasi Hasil Analisis Data 67

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

xiv

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 68

4.1 Deskripsi Data 68

4.1.1 Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma 70

4.1.2 Kategori KetidaksantunanMengancam Muka Sepihak 71

4.1.3 Kategori KetidaksantunanMelecehkan Muka 71

4.1.4 Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka 72

4.1.5 Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik 73

4.2 Analisis Data 74

4.2.1 Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma 74

4.2.1.1 Subkategori Menjanjikan 75

4.2.1.2 Subkategori Menolak 78

4.2.1.3 Subkategori Kesal 80

4.2.2 Kategori Ketidaksantunan Mengancam Muka Sepihak 82

4.2.2.1 Subkategori Menyindir 82

4.2.2.2 Subkategori Memerintah 85

4.2.2.3 Subkategori Menjanjikan 89

4.2.2.4 Subkategori Kesal 90

4.2.2.5 Subkategori Mengejek 92

4.2.3 Kategori Ketidaksantunan Melecehkan Muka 94

4.2.3.1 Subkategori Kesal 95

4.2.3.2 Subkategori Memerintah 98

4.2.3.3 Subkategori Menyindir 101

4.2.3.4 Subkategori Mengejek 104

4.2.3.5 Subkategori Mengancam 107

4.2.4 Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka 109

4.2.4.1 Subkategori Menyindir 110

4.2.4.2 Subkategori Mengejek 113

4.2.4.3 Subkategori Menyalahkan 116

4.2.4.4 Subkategori Memerintah 118

4.2.5 Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik 121

4.2.5.1 Subkategori Melarang 122

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

xv

4.2.5.2 Subkategori Mengancam 125

4.2.5.3 Subkategori Memerintah 128

4.2.5.4 Subkategori Mengejek 130

4.2.5.5 Subkategori Menolak 132

4.2.5.6 Subkategori Kesal 135

4.3 Pembahasan 137

4.3.1 Wujud Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik 137

4.3.1.1 Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma 138

4.3.1.2 Kategori Ketidaksantunan Mengancam Muka Sepihak 140

4.3.1.3 Kategori Ketidaksantunan Melecehkan Muka 143

4.3.1.4 Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka 147

4.3.1.5 Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik 150

4.3.2 Penanda Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik 153

4.3.2.1 Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma 153

4.3.2.2 Kategori Ketidaksantunan Mengancam Muka Sepihak 154

4.3.2.3 Kategori Ketidaksantunan Melecehkan Muka 155

4.3.2.4 Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka 157

4.3.2.5 Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik 158

4.3.3 Maksud Ketidaksantunan Penutur 183

4.3.3.1 Maksud Menolak 184

4.3.3.2 Maksud Memprotes 186

4.3.3.3 Maksud Bercanda 187

4.3.3.4 Maksud Memberikan Pengertian 189

4.3.3.5 Maksud Mengancam 190

4.3.3.6 Maksud Ketidaksenangan 190

4.3.3.7 Maksud Menyindir 191

4.3.3.8 Maksud Mengejek 192

4.3.3.9 Maksud Kesal 193

4.3.3.10 Maksud Meminta Tolong 194

4.3.3.11 Maksud Menegur 194

4.3.3.12 Maksud Memerintah 195

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

xvi

4.3.3.13 Maksud Melarang 196

4.3.3.14 Maksud Menyalahkan 197

4.3.3.15 Maksud Membandingkan 197

4.3.3.16 Maksud Meremehkan 198

4.3.3.17 Maksud Menakut-nakuti 199

BAB V PENUTUP 201

5.1 Simpulan 201

5.1.1 Wujud Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik 201

5.1.2 Penanda Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik 203

5.1.3 Maksud Ketidaksantunan Penutur 207

5.2 Saran 208

5.2.1 Bagi Peneliti Lanjutan 208

5.2.2 Bagi Keluarga 209

DAFTAR PUSTAKA 210

LAMPIRAN 212

BIOGRAFI PENULIS

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

xvii

DAFTAR BAGAN

Bagan Kerangka Berpikir 60

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Data Tuturan berdasarkan Kategori Ketidaksantunan 68

Tabel 2. Persentase Jumlah Data Tuturan berdasarkan Subkategori

Ketidaksantunan 69

Tabel 3. Data Tuturan Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma 70

Tabel 4. Data Tuturan Kategori Ketidaksantunan Mengancam Muka

Sepihak 71

Tabel 5. Data Tuturan Kategori Ketidaksantunan Melecehkan Muka 72

Tabel 6. Data Tuturan Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka 73

Tabel 7. Data Tuturan Kategori KetidaksantunanMenimbulkan Konflik 73

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

1

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia membutuhkan bahasa untuk berkomunikasi. Komunikasi

dilakukan supaya manusia dapat berinteraksi dengan sesamanya. Definisi

komunikasi menurut Onong Uchyana yang dikutip oleh Bungin (2006:31)

mengatakan bahwa komunikasi sebagai proses komunikasi pada hakikatnya

adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seorang (komunikator)

kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan

lain-lain yang muncul dari benak komunikator. Perasaan bisa berupa keyakinan,

kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan

sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Dengan demikian, bahasa sebagai alat

komunikasi dapat diartikan juga sebagai alat penghubung sosial antara para

penuturnya untuk berbagai kepentingan.

Hakikat bahasa yaitu sistem lambang bunyi yang konvensional, tetapi

arbitrer dan digunakan oleh masyarakat penuturnya untuk berkomunikasi. Ilmu

yang mengkaji tentang bahasa disebut dengan linguistik. Pada dasarnya linguistik

mempunyai dua bidang besar, yaitu mikrolinguistik dan makrolinguistik.

Mikrolinguistik merupakan bidang-bidang yang mempelajari bahasa dari struktur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

2

dalam bahasa tersebut, sedangkan makrolinguistik adalah bidang-bidang yang

mengkaji bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa

(Nikelas, 1988:14). Di dalam perkembangannya, cabang ilmu linguistik yang

menjadi objek kajian mikrolinguistik adalah fonologi, morfologi, sintaksis, dan

semantik, sedangkan objek yang termasuk dalam kajian makrolinguistik, yaitu

pragmatik, sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolinguistik, neurolinguistik, dan

etnolinguistik.

Dari berbagai objek kajian makrolinguistik, kajian tentang pragmatik saat

ini sedang menjadi topik hangat untuk dikembangkan dan diperdalam. Pragmatik

menjadi menarik untuk dikaji lebih dalam karena tidak hanya melibatkan

bagaimana orang saling memahami secara linguistik, tetapi studi ini juga

mengharuskan kita untuk memahami orang lain dan apa yang ada dalam pikiran

mereka. Ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya mengkaji maksud penutur di dalam

konteks situasi dan lingkungan sosial-budaya tertentu. Jadi, pragmatik mengkaji

makna satuan lingual tertentu secara eksternal dan makna yang dikaji dalam

pragmatik bersifat terikat konteks (Rahardi, 2003:16).

Pragmatik sebagai objek kajian makrolinguistik memiliki lima ruang

lingkup, yaitu praanggapan, tindak tutur, implikatur, dieksis, dan kesantunan. Dari

kelima ruang lingkup tersebut, kesantunan merupakan suatu hal yang

berhubungan erat dengan keadaan sosial masyarakat. George Yule (2006:102)

berpendapat bahwa interaksi linguistik pada dasarnya memerlukan interaksi

sosial. Interaksi tersebut dikatakan bermakna apabila kita memperhatikan berbagai

faktor yang berkaitan dengan kesenjangan dan kedekatan sosial.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

3

Bungin (2006:49–50) menyatakan bahwa strata sosial masyarakat

mempengaruhi kebahasaan dalam berkomunikasi. Secara umum, strata sosial di

masyarakat melahirkan kelas-kelas sosial yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu

atas (upper class), menengah (middle class), dan bawah (lower class). Kelas atas

mewakili kelompok elite di masyarakat yang jumlahnya sangat terbatas. Kelas

menengah mewakili kelompok profesional, kelompok pekerja, wiraswastawan,

pedagang, dan kelompok fungsional lainnya, sedangkan kelas bawah mewakili

kelompok pekerja kasar, buruh harian, buruh lepas, dan semacamnya. Secara

khusus, kelas sosial ini terjadi pada lingkungan-lingkungan khusus pada bidang

tertentu sehingga content varian strata sosial sangat spesifik berlaku pada

lingkungan itu. Strata sosial yang terdapat dalam masyarakat tentunya tidak hanya

berpengaruh terhadap cara berkomunikasi di lingkungannya, tetapi juga akan

mempengaruhi cara berkomunikasi di dalam keluarga.

Keluarga adalah kelompok terkecil dalam masyarakat. Setiap orang

berkembang dan tumbuh di dalam keluarga, maka kita sering mendengar bahwa

pendidikan setiap orang berawal dari keluarga. Di dalam keluarga, anak mulai

belajar berbahasa untuk berkomunikasi. Oleh sebab itu, setiap keluarga tentunya

memiliki kekhasan masing-masing dalam berkomunikasi. Dari kecenderungan

yang ada dalam masyarakat, keluarga yang memiliki strata sosial lebih tinggi akan

memiliki cara berkomunikasi yang lebih baik daripada keluarga berstrata sosial

lebih rendah. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada kemungkinan bagi

keluarga yang memiliki strata sosial lebih baik juga memiliki cara atau sikap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

4

berkomunikasi yang kurang baik. Pragmatik menyebut hal ini sebagai kesantunan

dan ketidaksantunan berbahasa.

Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh

penutur atau penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca

(Pranowo, 2009:4). Kesantunan dalam berkomunikasi tidak hanya tercermin dari

tuturan saja, tetapi juga dari sikap atau perilaku penuturnya. Contoh sikap yang

tidak santun, yaitu ketika seorang anak berbicara dengan orang tuanya dengan

tetap bermain handphone, anak ini secara tidak langsung telah berperilaku tidak

santun kepada orang tuanya.

Perbedaan strata sosial hanyalah salah satu faktor penyebab santun

tidaknya suatu proses komunikasi. Faktor keadaan lingkungan dan kebudayaan

masyarakat juga memberikan andil bagi terjadinya proses komunikasi yang

santun. Cara berkomunikasi keluarga yang ada di lingkungan berbudaya Jawa,

akan berdeda dengan cara berkomunikasi pada lingkungan berbudaya Batak,

Sunda, Betawi, atau Bali.

Kota Yogyakarta dikenal sebagai Kota Budaya. Julukan ini disebabkan

masyarakat Yogyakarta sangat menjunjung kebudayaan Jawa dalam bertindak

maupun bertutur kata, sehingga menumbuhkan nilai-nilai etika orang Jawa yang

terkenal akan kesopanan dan keramahannya. Kentalnya kebudayaan Jawa akan

semakin terasa, jika kita berada di lingkungan Kraton Yogyakarta. Selain Kraton

Yogyakarta, Kadipaten Pakualaman juga menjadi pusat budaya yang terus

dilestarikan oleh para abdi dalem maupun masyarakat yang hidup di luar tembok

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

5

kraton Pakualaman. Kebudayaan yang ada pada masyarakat di lingkungan

Pakualaman tentu akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakatnya.

Kesopanan dan keramahan yang ada pada masyarakat Yogyakarta

tidak hanya ditunjukkan dengan tindakan, tetapi juga melalui bahasa. Kesopanan

dan keramahan berbahasa tersebut akan semakin terlihat pada masyarakat yang

tinggal di lingkungan kraton Pakualaman. Cara berbahasa warga di lingkungan

kraton atau Pakualaman mungkin akan lebih santun karena terbiasa dengan cara

berbahasa keluarga kraton yang termasuk keluarga bangsawan. Namun, dibalik

kesantunan yang dijunjung oleh keluarga dan warga kraton atau Pakualaman,

mungkin dapat terjadi bentuk-bentuk ketidaksantunan berbahasa ketika

berkomunikasi dengan para anggota keluarganya. Bentuk-bentuk ketidaksantunan

ini muncul akibat mulai lunturnya kebudayaan bersopan santun dan ketidaktahuan

santun tidaknya suatu tuturan saat berkomunikasi di dalam keluarga.

Fenomena ketidaksantunan berbahasa inilah yang saat ini menjadi

fenomena baru dalam dunia pragmatik. Ketidaksantunan perlu dikaji untuk

mempertimbangkan bentuk-bentuk ketidaksantunan berbahasa yang harus

dihindari dalam praktik berkomunikasi, khususnya pada ranah keluarga. Peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian pada ranah keluarga karena keluarga

merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan berpengaruh bagi

pembentukan karakter bangsa. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini

bermaksud untuk mengungkap bentuk-bentuk ketidaksantunan berbahasa dalam

ranah keluarga di lingkungan Kadipaten Pakualaman Yogyakarta jika ditinjau dari

kajian pragmatik dan linguistik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantuan linguistik dan pragmatik apa sajakah yang terdapat

dalam ranah keluarga di lingkungan Kadipaten Pakualaman Yogyakarta?

2) Penanda ketidaksantuan linguistik dan pragmatik apa sajakah yang digunakan

oleh keluarga di lingkungan Kadipaten Pakualaman Yogyakarta?

3) Maksud apa sajakah yang mendasari orang menggunakan bentuk-bentuk

kebahasaan yang tidak santun dalam ranah keluarga di lingkungan Kadipaten

Pakualaman Yogyakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1) Mendeskripsikan wujud-wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik

dalam ranah keluarga di lingkungan Kadipaten Pakualaman Yogyakarta.

2) Mendeskripsikan penanda-penanda ketidaksantuan linguistik dan pragmatik

yang digunakan oleh keluarga di lingkungan Kadipaten Pakualaman

Yogyakarta.

3) Mendeskripsikan maksud yang mendasari orang menggunakan bentuk-bentuk

kebahasaan yang tidak santun dalam ranah keluarga di lingkungan Kadipaten

Pakualaman Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

7

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil dan manfaat bagi

berbagai pihak. Manfaat-manfaat tersebut antara lain sebagai berikut.

1) Manfaat teoretis

a) Penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu

bahasa, khususnya pragmatik di Prodi PBSI.

b) Berbagai kajian teori yang digunakan di dalam penelitian ini dapat

memperluas kajian dan memperkaya wawasan teoretis tentang

ketidaksantunan dalam berbahasa sebagai fenomena pragmatik baru.

2) Manfaat praktis

a) Penelitian ini dapat digunakan oleh para penutur dalam lingkup keluarga

untuk mempertimbangkan bentuk-bentuk ketidaksantunan berbahasa

yang harus dihindari dalam berkomunikasi.

b) Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat pendidikan karakter dalam

lingkup keluarga yang merupakan salah satu faktor penting yang

berpengaruh bagi pembentukan karakter bangsa.

1.5 Batasan Istilah

1) Ketidaksantunan berbahasa

Penggunaan bahasa penutur yang dianggap tidak berkenan oleh mitra

tutur.

2) Linguistik

Ilmu tentang bahasa; telaah bahasa secara ilmiah (Depdiknas, 2008:832).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

8

3) Pragmatik

Studi perihal ilmu bahasa yang mempelajari relasi-relasi antara bahasa

dengan konteks tuturannya (Levinson 1983 dalam Rahardi, 2003:13–14).

4) Ketidaksantunan linguistik

Ketidaksantunan berbahasa yang dikaji dari aspek-aspek linguistik suatu

tuturan.

5) Ketidaksantunan pragmatik

Ketidaksantunan berbahasa yang dikaji dari konteks situasi yang

menyertai suatu tuturan.

6) Keluarga

Ibu dan bapak beserta anak-anaknya; orang seisi rumah yang menjadi

tangungan; satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat

(Depdiknas, 2008:659)

1.6 Sistematika Penyajian

Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah bab pendahuluan yang

berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian.

Bab II berisi landasan teori yang akan digunakan untuk menganalisis

masalah-masalah yang akan diteliti, yaitu tentang ketidaksantunan berbahasa.

Teori-teori yang dikemukakan dalam bab II ini adalah teori tentang (1) penelitian-

penelitian yang relevan, (2) pragmatik, (3) fenomena pragmatik, (4) teori-teori

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

9

ketidaksantunan, (5) konteks, (6) unsur segmental, (7) unsur suprasegmental, (8)

teori maksud, dan (9) kerangka berpikir.

Bab III berisi metode penelitian yang memuat tentang cara dan prosedur

yang akan digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data. Bab III berisi urai (1)

jenis penelitian, (2) data dan sumber data, (3) metode dan teknik pengumpulan

data, (4) instrumen penelitian, (5) metode dan teknik analisis data, (6) sajian hasil

analisis data, dan (7) trianggulasi hasil analisis data.

Bab IV berisi tentang (1) deskripsi data, (2) analisis data, dan (3)

pembahasan hasil penelitian. Bab V berisi tentang kesimpulan penelitian dan

saran untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian

ketidaksantunan berbahasa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan kerangka

berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topik-topik

sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti lain. Landasan teori berisi tentang

teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini yang terdiri

atas teori pragmatik, fenomena pragmatik, teori ketidaksantunan, konteks, unsur

segmental, unsur suprasegmental, dan teori maksud. Kerangka berpikir berisi

tentang acuan teori yang berdasarkan pada penelitian yang relevan dan landasan

teori untuk menjawab rumusan masalah.

2.1 Penelitian yang Relevan

Ketidaksantunan berbahasa dalam dunia pragmatik merupakan fenomena

baru yang belum dikaji secara mendalam. Oleh sebab itu, penelitian pragmatik

yang mengkaji ketidaksantunan berbahasa belum banyak ditemukan. Peneliti

mencantumkan empat penelitian ketidaksantunan berbahasa yang telah dilakukan

oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah,

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian-penelitian ketidaksantunan

berbahasa yang dicantumkan oleh peneliti adalah penelitian yang dilakukan

Elizabeth Rita Yuliastuti (2013), Caecilia Petra Gading May Widyawari (2013),

Olivia Melissa Puspitarini (2013), dan Agustina Galuh Eka Noviyanti (2013).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

11

Penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Rita Yuliastuti (2013) berjudul

Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa antara Guru dan Siswa di

SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian ini

menggunakan metode simak dan cakap untuk pengumpulan datanya. Data yang

terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis kontekstual.

Penelitian ini menyimpulkan tiga hal yaitu sebagai berikut. Pertama, wujud

ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan tuturan lisan yang tidak

santun antara guru dan siswa yang berupa tuturan melecehkan muka, memain-

mainkan muka, kesembronoan, mengancam muka, dan menghilangkan muka,

sedangkan wujud ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan uraian

konteks berupa penutur, mitra tutur, tujuan tutur, situasi, suasana, tindak verbal,

dan tindak perlokusi yang menyertai tuturan tersebut. Kedua, penanda

ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan

diksi, serta penanda ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks

yang menyertai tuturan yakni penutur, mitra tutur, situasi, suasana, tujuan tutur,

tindak verbal, dan tindak perlokusi. Ketiga, makna ketidaksantunan (1)

melecehkan muka yakni hinaan dan ejekan dari penutur kepada mitra tutur hingga

melukai hati mitra tutur, (2) memain-mainkan muka yakni tuturan yang membuat

bingung mitra tutur sehingga mitra tutur menjadi jengkel karena sikap penutur

yang tidak seperti biasanya, (3) kesembronoan yang disengaja yakni penutur

bercanda kepada mitra tutur sehingga mitra tutur terhibur, tetapi candaan tersebut

dapat menimbulkan konflik, (4) mengancam muka yakni penutur memberikan

ancaman kepada mitra tutur sehingga mitra tutur merasa terpojokkan, dan (5)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

12

menghilangkan muka yakni penutur mempermalukan mitra tutur di depan banyak

orang.

Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Caecilia Petra Gading May

Widyawari (2013) dengan judul Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

Berbahasa Antarmahasiswa Program Studi PBSID Angkatan 200–2011

Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini menggunakan dua metode

pengumpulan data yang sama dengan penelitian sebelumnya. Pertama metode

simak dengan teknik dasar berupa teknik sadap dan teknik lanjutan berupa teknik

simak libat cakap dan teknik cakap, kedua metode cakap dengan teknik dasar

berupa teknik pancing dan dua teknik lanjutan berupa teknik lanjutan cakap

semuka dan tansemuka. Analisis data penelitian ini juga menggunakan metode

kontekstual. Simpulan hasil penelitian ini adalah: (1) wujud ketidaksantunan

linguistik dapat dilihat dari tuturan antarmahasiswa yang terdiri dari melecehkan

muka, sembrono, mengancam muka dan menghilangkan muka. Lalu wujud

ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks (penutur, mitra

tutur, situasi, suasana, tindak verbal, tindak perlokusi dan tujuan tutur), (2)

penanda ketidaksantunan linguistik yang ditemukan berupa nada, tekanan,

intonasi, dan diksi. Penanda ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan

konteks tuturan yang berupa penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana, tindak

verbal, tindak perlokusi, dan tujuan tutur, dan (3) makna ketidaksantunan

berbahasa yaitu: a) melecehkan muka, ejekan penutur kepada mitra tutur dan

dapat melukai hati, b) memain-mainkan muka, membingungkan mitra tutur dan

itu menjengkelkan, c) kesembronoan, bercanda yang menyebabkan konflik, d)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

13

menghilangkan muka, mempermalukan mitra tutur di depan banyak orang, dan e)

mengancam muka, menyebabkan ancaman pada mitra tutur.

Penelitian tentang kesantunan yang serupa dengan kedua penelitian

sebelumnya juga dilakukan oleh Olivia Melissa Puspitarini (2013) dengan judul

Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa antara Dosen dan

Mahasiswa Program Studi PBSID, FKIP, USD, Angkatan 2009—2011. Penelitian

ini merupakan penelitian jenis deskriptif kualitatif. Penelitian ini mendeskripsikan

wujud ketidaksantunan, penanda ketidaksantunan, dan makna ketidaksantunan

linguistik dan pragmatik berbahasa yang digunakan oleh dosen dan mahasiswa

Program Studi PBSID, FKIP, USD, angkatan 2009—2011. Metode pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap.

Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, wujud ketidaksantunan

linguistik berdasarkan tuturan lisan dan wujud ketidaksantunan pragmatik

berbahasa yaitu uraian konteks tuturan tersebut. Kedua, penanda ketidaksantunan

linguistik yaitu nada, intonasi, tekanan, dan diksi, serta penanda pragmatik yaitu

konteks yang menyertai tuturan yakni penutur, mitra tutur, situasi, dan suasana.

Ketiga, makna ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa meliputi 1)

melecehkan muka yakni penutur menyindir atau mengejek mitra tutur, 2)

memainkan muka yakni penutur membuat jengkel dan bingung mitra tutur, 3)

kesembronoan yang disengaja yakni penutur bercanda kepada mitra tutur dan

mitra tutur terhibur namun candaan tersebut dapat menimbulkan konflik bila

candaan tersebut ditanggapi secara berlebihan, 4) menghilangkan muka yakni

penutur mempermalukan mitra tutur di depan banyak orang, dan 5) mengancam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

14

muka yakni penutur memberikan ancaman atau tekanan kepada mitra tutur yang

menyebabkan mitra tutur terpojok.

Penelitian ketidaksantunan berbahasa selanjutnya dilakukan oleh Agustina

Galuh Eka Noviyanti (2013) yang berjudul Ketidaksantunan Linguistik dan

Pragmatik Berbahasa Antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun

Ajaran 2012/2013.Penelitian ini juga menggunakan medote pengumpulan data

dan metode analisis analisis data yang sama dengan ketiga penelitian sebelumnya.

Hasil penelitian ini pun tidak jauh berbeda dengan ketiga penelitian sebelumnya

yaitu sebagai berikut. Pertama wujud ketidaksantunan linguistik yang ditemukan

berupa tuturan lisan yang telah ditranskripsi, sedangkan wujud ketidaksantunan

pragmatik berupa uraian konteks yang melingkupi setiap tuturan. Kedua penanda

ketidaksantunan linguistik yang ditemukan berupa (1) nada, (2) tekanan, (3)

intonasi, dan (4) pilihan kata (diksi). Penanda ketidaksantunan pragmatik dapat

dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan. Konteks tersebut meliputi

(1) penutur dan mitra tutur, (2) situasi dan suasana, (3) tindak verbal, dan (4)

tindak perlokusi. Ketiga makna penanda ketidaksantunan dari masing-masing

jenis ketidaksantunan meliputi (1) makna penanda ketidaksantunan melecehkan

muka adalah penutur menyindir, menghina, dan mengejek mitra tutur sehingga

dapat melukai hati mitra tutur, (2) makna penanda ketidaksantunan memainkan

muka adalah penutur membuat kesal dan jengkel mitra tutur dengan tingkah laku

penutur yang tidak seperti biasanya, (3) makna penanda ketidaksantunan

kesembronoan yang disengaja adalah penutur bermaksud untuk bercanda sehingga

membuat mitra tutur terhibur, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

15

candaannya tersebut dapat menimbulkan konflik, (4) makna penanda

ketidaksantunan menghilangkan muka adalah penutur membuat mitra tutur benar-

benar malu di hadapan banyak orang, dan (5) makna penanda ketidaksantunan

mengancam muka adalah penutur memberikan ancaman atau tekanan kepada

mitra tutur yang menyebabkan mitra tutur terpojok dan tidak memberikan pilihan

bagi mitra tutur.

Keempat penelitian di atas merupakan penelitian yang mengkaji

ketidaksantunan berbahasa linguistik dan pragmatik. Oleh karena itu, keempat

penelitian ketidaksantunan berbahasa tersebut dapat digunakan sebagai acuan

untuk mengkaji fenomena ketidaksantunan berbahasa yang juga dikaji dalam

penelitian ini. Hal yang membedakan penelitian ini dengan keempat penelitian

tersebut adalah ranah penelitiannya. Keempat penelitian tersebut meneliti

ketidaksantunan berbahasa dalam ranah pendidikan, sedangkan penelitian ini

meneliti ketidaksantunan berbahasa dalam ranah keluarga, khususnya keluarga di

lingkungan Kadipaten Pakualaman Yogyakarta.

2.2 Pragmatik

Pragmatik merupakan bagian dari studi linguistik. Namun, linguistik dan

pragmatik mempunyai ruang lingkup kajian yang berbeda. Linguistik adalah ilmu

yang mengkaji tentang bahasa, sedangkan pragmatik adalah ilmu yang mengkaji

tentang penggunaan bahasa. Ketika mengkaji bahasa, pragmatik selalu terikat

dengan konteks dan pengguna bahasa tersebut. Yule (2006:3–6) empat ruang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

16

lingkup yang tercakup dalam pragmatik. Pertama, pragmatik adalah studi tentang

maksud penutur. Kedua, pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual.

Ketiga, pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang

disampaikan daripada yang dituturkan. Keempat, pragmatik adalah studi tentang

ungkapan dari jarak hubungan. Jadi, pragmatik itu menarik karena melibatkan

bagaimana orang saling memahami satu sama lain secara linguistik.

Rahardi (2003:16) menjelaskan bahwa ilmu bahasa pragmatik

sesungguhnya mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan

sosial-budaya tertentu. Pragmatik mengkaji makna satuan lingual tertentu secara

eksternal dan makna yang dikaji dalam pragmatik bersifat terikat konteks. Selain

Rahardi, Yan Huang (2007:2) juga memberikan pendapatnya mengenai definisi

pragmatik yaitu pragmatics is the systematic study of meaning by virtue, or

dependent on, the use of language. The central topics of inquiry o pragmaticts

include implicature, presupposition, speech acts, and diexis. Pragmatik adalah

studi sistematis makna berdasarkan atau tergantung pada penggunaan bahasa.

Topik-topik utama kajian pragmatik memuat implikatur, praanggapan, tindak

tutur, dan dieksis.

Cruse (2000:16 dalam Cummings, 2007:2) mendefinisikan pragmatik

sebagai berikut. Pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek

informasi (dalam pengertian yang paling luas) yang disampaikan melalui bahasa

yang (a) tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam

bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, namun yang (b) juga muncul secara

alamiah dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

17

dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut [penekanan

ditambahkan].

Levinson (1983 dalam Rahardi, 2003:13–14) mendefinisikan sosok

pragmatik sebagai studi perihal ilmu bahasa yang mempelajari relasi-relasi antara

bahasa dengan konteks tuturannya. Batasan ilmu bahasa pragmatik dari Levinson

itu selengkapnya dapat dilihat pada kutipan berikut. Pragmatics is the study of

thoose relations between language and context that are grammaticalized, or

encoded in the structure of a language (Lenvinson, 1983:9).

Berdasarkan berbagai pendapat dari para ahli tersebut, dapat disimpulkan

bahwa pragmatik adalah bagian dari studi linguistik yang mengkaji penggunaan

bahasa. Pengkajian bahasa dalam pragmatik akan selalu terikat dengan koteks dari

pengguna bahasa tersebut.

2.3 Fenomena Pragmatik

Pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang berkembang telah mengkaji

enam fenomena, yaitu praanggapan, tindak tutur, implikatur, dieksis, kesantunan,

dan ketidaksantunan. Keenam fenomena tersebut akan dijelasakan lebih lanjut

sebagai berikut.

2.3.1 Praanggapan

Ketika berkomunikasi, penutur dan mitra tutur perlu memiliki informasi

yang sama. Meskipun penutur tidak bisa memastikan apakah mitra tutur memiliki

informasi yang sama atau tidak, penutur akan beranggapan bahwa mitra tutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

18

telah memiliki persamaan informasi. Fenomena mengenai suatu informasi yang

dianggap penutur sudah diketahui oleh mitra tutur ini, dalam pragmatik disebut

praanggapan.

Yule (2006:43) mendefinisikan praanggapan atau pesupposisi adalah

sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan

suatu tuturan. Yule membagi presupposisi menjadi enam jenis, yaitu eksistensial,

faktif, non-faktif, leksikal, struktural, dan konterfaktual atau faktual tandingan.

Wijana dalam Nadar (2009:65) menyatakan sebuah kalimat dalam tuturan

dinyatakan mempresuposisikan kalimat yang lain jika ketidakbenaran kalimat

yang kedua (kalimat yang dipresuposisikan) mengakibatkan kalimat pertama

(kalimat yang mempresuposisikan) tidak dapat dikatakan benar atau salah.

2.3.2 Tindak Tutur

Aktivitas bertutur disebut juga sebagai tindak tutur. Saat bertutur, setiap

tuturan selalu mengandung tiga tindakan sekaligus. Ketiga tindakan tersebut

adalah lokusi, ilokusi dan perlokusi. Tindak lokusi adalah tindak bertutur dengan

kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan

kalimat itu. Tindak ilokusi adalah tindak melakukan sesuat dengan maksud dan

fungsi yang tertentu pula. Tindak perlokusi adalah tindak menumbuhkan pengaruh

(effect) kepada diri sang mitra tutur (Rahardi, 2003:71–72).

Yule (2006:92–94) mengklasifikasikan tindak tutur menjadi 5 jenis fungsi

umum, yaitu deklaratif, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif. Berikut ini

adalah penjelasan dari setiap jenis tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

19

1) Deklarasi adalah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan.

Penutur harus memiliki peran institusional khusus, dalam konteks khusus,

untuk menampilkan suatu deklarasi secara tepat. Pernyataan deklarasi,

misalnya berpasrah, memecat, membaptis, memberi nama, mengangkat,

mengucilkan, dan menghukum (Rahardi, 2006:71). Pada waktu menggunakan

deklarasi, penutur mengubah dunia dengan kata-kata.

2) Representatif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini

penutur kasus atau bukan. Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan,

dan pendeskripsian tentang sesuatu yang diyakini oleh penutur. Pada waktu

menggunakan sebuah representatif, penutur mencocokkan kata-kata dengan

dunia (kepercayaannya).

3) Ekspresif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan

oleh penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan

psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan,

kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Rahardi (2003:71) menambahkan

pernyataan ekspresif tersebut, seperti berterima kasih, memberi selamat,

meminta maaf, menyalahkan, memuji, dan berbelasungkawa. Tindak tutur itu

mungkin disebabkan oleh sesuatu yang dilakukan oleh penutur atau

pendengar, tetapi semuanya menyangkut pengalaman penutur.

4) Direktif ialah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh

orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang

menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi; perintah, pemesanan,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

20

permohonan, pemberian saran, dan bentuknya dapat berupa kalimat positif

dan negatif.

5) Komisif ialah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk

mengaitkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang.

Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur. Tindak

tutur ini dapat berupa janji, ancaman, penolakan, dan ikrar. Pada waktu

menggunakan komisif, penutur berusaha untuk menyesuaikan dunia dengan

kata-kata (lewat penutur).

2.3.3 Implikatur

Di dalam sebuah pertuturan yang sesungguhnya, si penutur dapat secara

lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan yang

dipertuturkan itu. Di antara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak

percakapan yang tidak tertuis, bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu sudah

saling dimengerti dan saling dipahami. Grice (1975) dalam Rahardi (2003)

menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan

bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan semacam itu disebut

implikatur percakapan (Rahardi, 2006:85).

Jika seorang pendengar mendengar ungkapan dari seorang penutur, dia

harus berasumsi bahwa penutur sedang melaksanakan kerja sama dan bermaksud

untuk menyampaikan informasi. Informasi itu tentunya memiliki makna yang

lebih banyak daripada kata-kata yang dikeluarkan oleh penutur. Makna itulah

yang disebut dengan implikatur (Yule, 2006:61). Dengan demikian, dapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

21

dikatakan bahwa implikatur adalah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda

dengan yang sebenarnya diucapkan. Yule (2006) membedakan implikatur menjadi

lima jenis, yaitu implikatur percakapan, implikatur percakapan umum, implikatur

berskala, implikatur percakapan khusus, dan implikatur konvensional.

2.3.4 Deiksis

Deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal

mendasar yang dilakukan dengan tuturan. Deiksis berarti ‘penunjukan’ melalui

bahasa. Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan ‘penunjukan’ disebut

ungkapan deiksis (Yule, 2006:13). Yule (2006) membagi deiksis menjadi tiga,

yaitu deiksis persona untuk menunjuk orang, deiksis spasial untuk menunjuk

tempat, dan deiksis temporal untuk menunjuk waktu.

Penafsiran deiksis tergantung pada konteks, maksud penutur, dan

ungkapan-ungkapan itu mengungkapan jarak hubungan. Diberikannya ukuran

kecil dan rentangan yang sangat luas dari kemungkinan pemakainya, ungkapan-

ungkapan deiksis selalu menyampaikan lebih banyak hal daripada yang diucapkan

(Yule, 2006:26)

Selain Yule, Nadar (2009) juga membagi deiksis menjadi tiga. Seorang

penutur yang berbicara dengan lawan tuturnya seringkali menggunakan kata-kata

yang menunjuk baik pada orang, waktu, maupun tempat. Kata-kata yang lazim

disebut dengan deiksis tersebut berfungsi menunjukkan sesuatu, sehingga

keberhasilan suatu interaksi antara penutur dan lawan tutur sedikit banyak akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

22

tergantung pada pemahaman deiksis yang dipergunakan oleh seorang penutur

(Nadar, 2009:4–5).

2.3.5 Kesantunan

Bahasa merupakan cermin kepribadian setiap orang. Dengan adanya

bahasa verbal maupun nonverbal, setiap orang dapat menilai baik atau buruk

orang lain. Pranowo (2009:3) mendefinisikan bahasa verbal adalah bahasa yang

diungkapkan dengan kata-kata dalam bentuk ujaran atau tulisan, sedangkan

bahasa nonverbal adalah bahasa yang diungkapkan dalam bentuk mimik, gerak

gerik tubuh, sikap atau perilaku.

Bahasa dan tindakan yang perlu dikembangkan adalah kepribadian yang

baik dan santun. Seorang yang berkepribadian baik dan santun tentu mampu

menjaga harga dirinya dan dapat menghormati orang lain. Struktur bahasa yang

santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur/penulis agar tidak

menyinggung perasaan pendengar atau pembaca (Pranowo, 2009:4). Fenomena

kesantunan dalam masyarakat ini telah menjadi kajian tersendiri dalam ilmu

pragmatik. Adanya fenomena kesantunan berbahasa telah memunculkan berbagai

teori kesantunan dari para ahli.

Pranowo dalam bukunya yang berjudul “Berbahasa secara Santun”

(2009:100–104) menjelaskan empat teori kesantunan yang berbeda dari empat

ahli. Pertama adalah Dell Hymes (1978) dengan istilah SPEAKING yaitu suatu

akronim dari komponen penentu kesantunan. Komponen penentu kesantunan

tersebut terdiri dari setting and scene (latar), participants (peserta), ends (tujuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

23

komunikasi), act sequen (pesan yang ingin disampaikan), key (kunci),

instrumentalities (peranti), norms (norma), dan genre (kategori). Kedua ialah

Grice (1978) yang mengidentifikasi kesantunan harus memperhatikan empat

prinsip kerja sama, yaitu prinsip kualitas, prinsip kuantitas, prinsip relevansi, dan

prinsip cara. Ketiga adalah Leech (1983) dengan tujuh maksim kesantunannya.

Ketujuh maksim tersebut adalah maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan,

maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesetujuan, maksim simpati,

dan maksim pertimbangan. Keempat ialah Pranowo (2005) yang mengemukakan

enam indikator kesantunan. Angon rasa, adu rasa, empan papan, sifat rendah hati,

sikap hormat, dan sikap tepa selira merupakan indikator kesantunan tersebut.

2.3.6 Ketidaksantunan

Kaidah yang selama ini disosialisaikan kepada masyarakat adalah kaidah

bahasa yang baik dan benar. Padahal, ketika berkomunikasi, penggunaan bahasa

yang baik dan benar saja belum cukup. Seseorang yang mampu berbahasa secara

baik berarti sudah mampu menggunakan bahasa sesuai dengan ragam dan situasi,

sedangkan berbahasa yang benar adalah berbahasa sesuai dengan kaidah tertentu.

Namun, masih ada satu kaidah lagi yang perlu diperhatikan yaitu kesantunan.

Ketika seorang sedang berkomunikasi, hendaknya di samping baik dan benar juga

santun (Pranowo, 2009:4–5).

Kenyataan yang ada dalam masyarakat, kesantunan kadang dilupakan

dalam pemakaian bahasa sehari-hari. Hal inilah yang memunculkan pemakaian

bahasa yang tidak santun. Pemakaian bahasa yang tidak santun ini merupakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

24

suatu permasalahan dalam masyarakat. Permasalahan ini kemudian menjadi

fenomena baru dalam studi pragmatik. Sebelum fenomena ketidaksantunan ini

muncul, pragmatik telah mengkaji lima fenomena yang menjadi bagian kajian

pragmatik, seperti dipaparkan pada bagian sebelumnya. Oleh karena itu,

fenomena ketidaksantunan yang berkembang di masyrakat, khususnya dalam

lingkungan keluarga, menjadi fenomena baru yang menarik untuk dikaji lebih

dalam. Karena kajian pragmatik selalu terikat pada konteks, ketidaksantunan juga

akan dikaji dengan melmperhatikan konteks situasi pengguna tuturan.

2.4 Teori-teori Ketidaksantunan

Penelitian ini mengkaji fenomena ketidaksantuan berbahasa dalam

lingkungan keluarga. Oleh karena itu, berikut ini akan dikemukakan beberapa

teori ketidaksantunan berbahasa yang diungkapkan oleh para ahli dalam buku

Impoliteness in Language: Studies on its Interplay with Power in Teory and

Practice yang disusun oleh Bousfield dan Locher (2008) dan telah diartikan oleh

Rahardi (2012) dalam presentasinya “Penelitian Kompetensi: Ketidaksantunan

Pragmatik dan Linguistik Berbahasa dalam Ranah Keluarga (Family Domain)”.

2.4.1 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher

Miriam A Locher (2008) berpandangan bahwa ketidaksantunan dalam

berbahasa dapat dipahami sebagai berikut, ‘…behaviour that is face-aggravating

in a particular context.’ Maksudnya, ketidaksantunan berbahasa itu menunjuk

pada perilaku ‘melecehkan’ muka (face-aggravate). Interpretasi lain yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

25

berkaitan dengan definisi Locher terhadap ketidaksantunan berbahasa ini adalah

bahwa tindakan tersebut sesungguhnya bukanlah sekadar perilaku ‘melecehkan

muka’, melainkan perilaku yang ‘memain-mainkan muka’. Jadi, ketidaksantunan

berbahasa dalam pemahaman Miriam A. Locher adalah sebagai tindak berbahasa

yang melecehkan dan memain-mainkan muka, sebagaimana yang dilambangkan

dengan kata ‘aggravate’ itu.

Konsep mengenai perilaku ketidaksantunan berbahasa ini dapat

diilustrasikan dengan situasi berikut.

1) Situasi:

Keluarga sedang melakukan persiapan untuk menghadiri undangan pesta

ulang tahun salah satu kerabat. Sang kakak yang telah selesai berias,

memperhatikan penampilan adiknya yang hanya mengenakan kaos yang

dirasa tidak pantas dipakai dalam acara tersebut.

2) Wujud tuturan:

a) Kakak : “Dik, nggak ada baju lain apa?”

b) Adik : “Emangnya kalau pakai ini kenapa?”

c) Kakak : “Nggak pantes ah! Kayak mau ke pasar tau! Ganti sana! Udah

gede kok nggak bisa dandan.”

Dengan melihat percakapan di atas, sebenarnya sang kakak hanya ingin

menyuruh adiknya untuk berganti baju, tetapi tuturan yang disampaikan pada

kalimat c) terlihat tidak santun. Kalimat c) menandakan sebuah tuturan yang tidak

santun karena tuturan tersebut dapat menyinggung perasaan sang adik yang

dianggap tidak bisa berias dengan semestinya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

26

Dengan memperhatikan ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa teori

ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher ini menitikberatkan pada

bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang memiliki maksud

untuk menyinggung mitra tuturnya.

2.4.2 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Bousfiled

Bousfield (2008:3) berpandangan bahwa ketidaksantunan dalam

berbahasa dipahami sebagai, ‘The issuing of intentionally gratuitous and

conflictive face-threatening acts (FTAs) that are purposefully perfomed.’

Bousfield memberikan penekanan pada dimensi ‘kesembronoan’ (gratuitous), dan

konfliktif (conflictive) dalam praktik berbahasa yang tidak santun. Jadi, apabila

perilaku berbahasa seseorang itu mengancam muka, dan ancaman terhadap muka

itu dilakukan secara sembrono (gratuitous), hingga akhirnya tindakan berkategori

sembrono demikian itu mendatangkan konflik, atau bahkan pertengkaran, dan

tindakan tersebut dilakukan dengan kesengajaan (purposeful), maka tindakan

berbahasa itu merupakan realitas ketidaksantunan.

Konsep mengenai perilaku ketidaksantunan berbahasa ini dapat

diilustrasikan dengan situasi berikut.

1) Situasi:

Pada siang hari, kakak hendak beristirahat. Namun, sang adik yang sedang

bermain dengan teman-temannya terlalu mengganggu istirahat kakaknya.

2) Wujud tuturan:

a) Kakak : “Dik, mbok mainnya pindah di tempat yang lain sana! Berisik

tau, aku mau tidur.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

27

b) Adik : “Ye... yang mau tidur kan Mbak, kok yang ribet aku? Kalau mau

tidur, ya tinggal tidur ta. Gitu aja kok repot.”

Dari percakapan tersebut, dapat diketahui bahwa sang kakak berusaha

menegur sang adik dan teman-temannya supaya tidak berisik. Teguran ini dapat

dilihat pada kalimat a) yang dituturkan dengan nada tegas. Tuturan a) tersebut

ingin menegaskan bahwa sang adik perlu memberikan ketenangan supaya sang

kakak bisa tidur siang. Namun, sang adik tidak mengindahkan teguran kakaknya

melainkan memberikan komentar yang membuat sang kakak merasa jengkel.

Komentar tersebut dapat dilihat pada kalimat b) yang menandakan tuturan

disampaikan dengan sembrono. Dengan hal itu, tuturan sang adik tersebut dapat

menimbulkan konflik dengan sang kakak yang bertindak sebagai penutur dan

mitra tutur.

Berdasarkan ilustrasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa teori

ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Bousfield (2008) ini lebih

menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur

yang memiliki maksud selain untuk melecehkan dan menghina mitra tuturnya

dengan tanggapan semaunya secara sengaja sehingga dapat memungkinkan

adanya konflik diantara penutur dan mitra tutur.

2.4.3 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Culpeper

Pemahaman Culpeper (2008) mengenai ketidaksantunan berbahasa

adalah, ‘Impoliteness, as I would define it, involves communicative behavior

intending to cause the “face loss” of a target or perceived by the target to be so.’

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

28

Dia memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau ‘kehilangan muka’—kalau

dalam bahasa Jawa mungkin konsep itu dekat dengan konsep ‘kelangan rai’

(kehilangan muka). Culpeper memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau

fakta ‘kehilangan muka’ untuk menjelaskan konsep ketidaksantunan dalam

berbahasa. Sebuah tuturan akan dianggap sebagai tuturan yang tidak santun jika

tuturan itu menjadikan muka seseorang hilang. Jadi, ketidaksantunan

(impoliteness) dalam berbahasa itu merupakan perilaku komunikatif yang

diperantikan secara intensional untuk membuat orang benar-benar kehilangan

muka (face loss), atau setidaknya orang tersebut ‘merasa’ kehilangan muka.

Konsep mengenai perilaku ketidaksantunan berbahasa ini dapat

diilustrasikan dengan situasi berikut.

1) Situasi:

Pada suatu kesempatan, seluruh anggota keluarga sedang menonton televisi di

ruang keluarga. Ketika acara televisi menayangkan sebuah drama percintaan,

sang ibu bertanya kepada anak perempuannya yang belum mempunyai

kekasih sehingga menarik perhatian anggota keluarga yang lain.

2) Wujud tuturan:

a) Ibu : “Nduk, kamu tu kapan mau cari pacar?”

b) Anak : “Sabar aja ta Bu.”

c) Ibu : “Udah umur 22 kok masih belum punya pacar. Jangan-

jangan kamu ndak normal, Nduk. Ndak suka sama laki-laki ya?”

(anggota

keluarga lain tertawa)

d) Anak : “Hah Ibu ki lho, aku ya normal-normal aja kok.” (dengan muka

tertekuk)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

29

Dari ilustrasi percakapan di atas, dapat diketahui bahwa sang ibu ingin

menggoda anak perempuannya yang belum juga memiliki kekasih di usianya ke-

22. Namun, dalam percakapan tersebut terdapat sebuah tuturan yang tidak santun,

yaitu pada tuturan d). Meskipun kalimat tuturan tersebut dikatakan dengan nada

santai dan dalam konteks bergurau, kalimat tersebut dapat menyinggung perasaan

dan membuat malu (kehilangan muka) sang anak sebagai mitra tutur di depan

anggota keluarga yang lain.

Berdasarkan ilustrasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa teori

ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Culpeper ini lebih menitikberatkan

pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang memiliki

maksud untuk mempermalukan mitra tuturnya.

2.4.4 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Tekourafi

Terkourafi (2008:3–4) memandang ketidaksantunan sebagai,

‘impoliteness occurs when the expression used is not conventionalized relative to

the context of occurrence; it threatens the addressee’s face but no face-

threatening intention is attributed to the speaker by the hearer.’ Jadi, perilaku

berbahasa dalam pandangannya akan dikatakan tidak santun bilamana mitra tutur

(addressee) merasakan ancaman terhadap kehilangan muka (face threaten), dan

penutur (speaker) tidak mendapatkan maksud ancaman muka itu dari mitra

tuturnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

30

Konsep mengenai perilaku ketidaksantunan berbahasa ini dapat

diilustrasikan dengan situasi berikut.

1) Situasi:

Suatu ketika, keluarga mendapatkan kunjungan dari teman kantor sang bapak.

Di ruang lain, sang anak sedang asyik menonton televisi. Karena jarak ruang

menonton televisi hanya berada di sebelah ruang tamu, suara televisi dan

teretawa sang anak terdengar jelas dari ruang tamu, sehingga mengganggu

percakapan bapak dan tamunya.

2) Wujud tuturan.

a) Bapak : “Dik, Mbok suara televisinya ki dikecilkan! Bapak lagi ada

tamu.”

b) Anak : “Apa Pak? Nggak kedengeran.”

c) Bapak : “Suaranya itu lho dikecilin!” (mendekati sang anak)

d) Anak : “Ih, Bapak mah lagi lucu ki lho. Kan tamunya juga nggak merasa

tertanggu ta.” (cemberut)

Tuturan di atas menunjukkan bahwa sang bapak berusaha menegur sang

anak karena suara tertawa dan volume televisinya dianggap mengganggu

pertemuan sang bapak dengan tamunya. Hal tersebut dapat dilihat pada tuturan a)

dan ditegaskan lagi pada tuturan c), namun tetap dengan nada yang datar. Namun,

teguran sang bapak ternyata ditanggapi oleh sang anak dengan nada yang tinggi.

Tuturan sang anak pada kalimat d) menunjukkan bahwa sang anak merasa kalau

kegiatan menonton televisinya tidak mengganggu tamu tersebut. Percakapan

tersebut memberikan gambaran bahwa sang anak menanggapi teguran bapaknya

dengan rasa kesal yang mengancam muka secara sepihak. Hal tersebut membuat

sang bapak sebagai mitra tutur merasa terancam dan tersinggung dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

31

tanggapan anaknya, tetapi sang anak tidak menyadari kalau tanggapannya

membuat sang bapak tersinggung.

Berdasarkan ilustrasi yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan

bahwa teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Terkourafi (2008) ini

lebih menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh

penutur yang memiliki maksud untuk mengancam muka sepihak mitra tuturnya

tetapi di sisi lain penutur tidak menyadari bahwa perkataannya menyinggung

mitra tutur.

2.4.5 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher and

Watts

Locher and Watts (2008:5) berpandangan bahwa perilaku tidak santun

adalah perilaku yang secara normatif dianggap negatif (negatively marked

behavior) karena melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.

Kedua ahli tersebut juga menegaskan bahwa ketidaksantunan merupakan peranti

untuk menegosiasikan hubungan antarsesama (a means to negotiate meaning).

Selengkapnya pandangan mereka tentang ketidaksantunan tampak berikut ini,

‘…impolite behaviour and face-aggravating behaviour more generally is as much

as this negation as polite versions of behavior.’ (cf. Lohcer and Watts, 2008:5).

Konsep mengenai perilaku ketidaksantunan berbahasa ini dapat

diilustrasikan dengan situasi berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

32

1) Situasi:

Saat masuk ke kamar anaknya, ibu melihat kamar anaknya sangat

berantakkan. Ibu menjadi marah karena keluarga sudah bersepakat bahwa

kebersihan kamar menjadi tanggung jawab pemilik kamar.

2) Wujud tuturan:

a) Ibu : “Dik, kenapa kamarmu berantakan sekali?”

b) Anak : “Hehe, belum aku beresin.”

c) Ibu : “Ibu pokoknya nggak mau tahu, cepet beresin kamar kamu. Ibu

nggak mau bersihin, wong itu kamar kamu.”

d) Anak : “Males ah, Bu. Ibu aja deh yang beresin.”

e) Ibu : “Nggak mau. Udah ada kesepakatannya, kebersihan kamar jadi

tanggung jawab pemilik kamar.”

Percakapan di atas memperlihatkan bahwa sang anak tidak merasa

bersalah dengan tidakannya. Pertanyaan ibu pada kalimat a) dijawab dengan

santai tanpa rasa bersalah oleh sang anak pada kalimat b). Tuturan pada kalimat d)

menunjukkan bahwa sang anak tidak menghiraukan kesepakatan yang telah dibuat

bersama dengan anggota keluarga lainnya. Tuturan tersebut merupakan tuturan

yang tidak santun karena telah mengacuhkan dan melanggar kesepakatan yang

telah menjadi peraturan dalam keluarga tersebut.

Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa teori

ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher and Watts (2008) ini lebih

menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur

yang secara normatif dianggap negatif, karena dianggap melanggar norma-norma

sosial yang berlaku dalam masyarakat (tertentu).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

33

Dari teori-teori ketidaksantunan yang telah disampaikan, dapat

disimpulkan bahwa (1) dalam pandangan Miriam A. Locher ketidaksantunan

berbahasa merupakan tindak berbahasa yang melecehkan muka dan memain-

mainkan muka sehingga membuat mitra tutur tersinggung, (2) ketidaksantunan

berbahasa dalam pandangan Bousfield adalah perilaku berbahasa yang

mengancam muka dan dilakukan secara sembrono (gratuitous) sehingga dapat

menimbulkan konflik antara penutur dan mitra tutur, (3) ketidaksantunan

berbahasa dalam pandangan Culpeper merupakan perilaku berbahasa yang dapat

membuat orang benar-benar kehilangan muka (face loss) atau setidaknya orang

tersebut ‘merasa’ kehilangan muka, (4) ketidaksantunan berbahasa dalam

pandangan Terkourafi merupakan bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan

oleh penutur yang memiliki maksud untuk mengancam muka sepihak mitra

tuturnya, tetapi di sisi lain penutur tidak menyadari bahwa perkataannya

menyinggung mitra tutur, dan (5) ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan

Locher and Watts adalah perilaku berbahasa yang secara normatif dianggap

negatif, lantaran melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.

Kelima teori ketidaksantunan berbahasa tersebut akan digunakan sebagai landasan

untuk melihat praktik ketidaksantunan berbahasa yang terjadi di dalam keluarga.

2.5 Konteks

Pada tahun 1923, Malinowsky telah memunculkan istilah konteks,

khususnya konteks yang berdimensi situasi atau ‘context of situation’.

Malinowsky dalam Vershueren (1998:75) mengatakan ‘Exactly as in the reality of

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

34

spoken or written languages, a word without linguistics context is a mere figment

and stands for nothing by itself, so in the reality of a spoken living tongue, the

utterance has no meaning except in the context of situation.’ Jadi, di dalam

pandangannya sesungguhnya dinyatakan bahwa kehadiran konteks situasi menjadi

mutlak untuk menjadikan sebuah tuturan benar-benar bermakna (Rahardi, 2012).

Sesuai dengan pandangan Malinowsky tersebut, para ahli linguistik dan

pragmatik berpendapat bahwa studi pragmatik akan selalu terikat dengan kontek.

Pragmatik adalah studi ilmu bahasa yang mendasarkan pijakan analisisnya pada

konteks situasi tuturan yang ada di dalam masyarakat dan wahana kebudayaan

yang mewadahinya. Konteks situasi tuturan yang dimaksud menunjuk pada aneka

macam kemungkinan latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang

muncul dan dimiliki bersama-sama baik oleh si penutur maupun oleh mitra tutur,

serta aspek-aspek non-kebahasaan lainnya yang menyertai, mewadahi, serta

melatarbelakangi hadirnya sebuah tuturan (Rahardi, 2003: 18).

Konteks dalam istilah Leech (1983) disebut ‘speech situation’. Leech

(1983) dalam Wijana (1996:10−13) mengemukakan sejumlah aspek yang

senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik, sehubungan

dengan bermacam-macamnya maksud yang dikomunikasikan oleh penuturan

sebuah tuturan. Aspek-aspek itu adalah sebagai berikut.

1) Penutur dan lawan tutur

Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan

pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan.

Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

35

latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan

sebagainya.

2) Konteks tuturan

Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua

aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan.

Konteks yang bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext), sedangkan konteks

setting sosial disebut konteks. Di dalam pragmatik konteks itu pada

hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (back gorund

knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur.

3) Tujuan penutur

Bentuk-bentk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi

oleh maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan

yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang

sama. Atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan

tuturan yang sama. Di dalam pragmatik, berbicara merupakan aktivitas yang

berorientasi pada tujuan (goal oriented activities). Ada perbedaan yang

mendasar antara pandangan pragmatik yang bersifat fungsional dengan

pandangan gramatika yang bersifat formal. Di dalam pandangan yang bersifat

formal, setiap bentuk lingual yang berbeda tentu memiliki makna yang

berbeda.

4) Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas

Bila gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas

yang abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

36

semantik, dan sebagainya, pragmatik berhubungan dengan tindak verbal

(verbal act) yang terjadi dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini,

pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih konkret

dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang konkret jelas

penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya.

5) Tuturan sebagai produk tindak verbal

Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik, seperti yang

dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur.

Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak

verbal. Sebagai contoh, kalimat Apakah rambutmu tidak terlalu panjang?

Dapat ditafsirkan sebagai pertanyaan atau perintah. Dalam hubungan ini,

dapat ditegaskan ada perbedaan yang mendasar antara kalimat (sentence)

dengan tuturan (utturance). Kalimat adalah entitas gramatikal sebagai hasil

kebahasaan yang diidentifikasikan lewat penggunaannya dalam situasi

tertentu.

Selain kelima aspek tuturan yang dijelaskan oleh Leech (1983),

Verschueren menyebut empat dimensi konteks yang sangat mendasar dalam

memahami makna sebuah tuturan. Empat dimensi konteks menurut Verschuren

(1998) via Rahardi (2012) dalam jurnal yang berjudul “Re-interpretasi Konteks

Pragmatik” adalah sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

37

1) ‘The utterer’ dan ‘The Interpteter’

Pembicara dan lawan bicara, penutur dan mitra tutur, atau ‘the

utterer’ and ‘the interpreter’ adalah dimensi paling signifikan dalam

pragmatik. Dalam hal ini, ‘pembicara’ atau ‘penutur’ (utterer) itu memiliki

banyak suara (many voices), sedangkan mitra tutur atau mitra wicara atau

interpreter, lazimnya dikatakan memiliki banyak peran. Penutur atau

pembicara, atau yang lazim disebut ‘the speaker’ dan ‘the utterer’, memang

memiliki banyak kemungkinan kata. Bahkan ada kalanya pula, seorang

penutur atau ‘utterer’ dapat berperan sebagai ‘interpreter’. Jadi, dia sebagai

penutur atau pembicara, tetapi juga sekaligus dia sebagai pengintepretasi atas

apa yang sedang diucapkannya itu.

Hal lain lagi yang juga mutlak harus diperhatikan dan

diperhitungkan dalam kaitan dengan ‘utterer’ dan ‘interpreter’ atau

‘pembicara’ dan ‘mitra wicara’ adalah jenis kelamin, adat-kebiasaan, dan

semacamnya. Hal tersebut adalah perihal ‘the influence of numbers’ alias

‘pengaruh dari jumlah’ orang yang hadir dalam sebuah pertutursapaan.

Kehadiran penutur yang banyak, cenderung akan memengaruhi proses

interpretasi makna oleh ‘interpreter’. Demikian pula jika jumlah ‘utterer’ itu

banyak, maka interpretasi kebahasaan yang akan dilakukan ‘interpreter’ pasti

sedikit banyak terpengaruhi. Jadi, memang akan menjadi sangat berbeda

makna kebahasaan yang muncul bilamana sebuah pertutursapaan dihadiri

orang dalam jumlah banyak, dan bilamana hanya dihadiri dua pihak saja,

yakni penutur (utterer) dan mitra tutur (interpreter).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

38

2) Aspek-aspek Mental ‘Language Users’

Dalam konteks pragmatik, aspek kepribadian atau ‘personality’ dari

penutur dan mitra tutur, ‘utterer’ dan ‘interpreter’, ternyata mengambil

peranan yang sangat dominan. Selain dimensi ‘personality’, aspek yang harus

diperhatikan dalam kaitan dengan komponen penutur dan mitra tutur ini

adalah aspek warna emosinya (emotions). Seseorang yang memiliki warna

emosi dan temperamen tinggi, cenderung akan berbicara dengan nada dan

nuansa makna yang tinggi pula. Akan tetapi, seseorang yang warna emosinya

tidak terlampau dominan, dia cenderung akan berbicara sabar. Selain dimensi

‘personality’ dan ‘emotions’, terdapat pula dimensi ‘desires’ atau ‘wishes’,

dimensi ‘motivations’ atau ‘intentions’, serta dimensi kepercayaan atau

‘beliefs’ yang juga harus diperhatikan dalam kerangka perbicangan konteks

pragmatik ini.

Dimensi-dimensi mental ‘language users’ berpengaruh besar

terhadap dimensi kognisi dan emosi penutur dan mitra tutur dalam pertuturan

sebenarnya. Dengan demikian harus dikatakan pula, bahwa dimensi mental

penutur dan mitra tutur tidak bisa tidak harus dilibatkan dalam analisis

pragmatik karena semuanya berpengaruh terhadap warna dan nuansa interaksi

dalam komunikasi .

3) Aspek-aspek Sosial ‘Language Users’

Penutur dan mitra tutur atau ‘utterer’ dan ‘interpreter’ merupakan

individu-individu yang menjadi bagian dari masyarakat tertentu. Dimensi-

dimensi yang berkaitan dengan keberadaannya sebagai warga masyarakat dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

39

kultur atau budaya tertentu tersebut harus dilibatkan di dalamnya. Aspek-

aspek sosial, atau dapat pula diistilahkan sebagai ‘social setting’ alias seting

sosial atau oleh Verschueren (1998) disebut ‘ingredient of the communicative

context’ harus diperhatikan dengan benar-benar baik dalam analisis

pragmatik. Aspek kultur juga merupakan satu hal yang sangat penting sebagai

penentu makna dalam pragmatik, khususnya yang berkaitan dengan aspek

‘norms and values of culture’ dari masyarakat bersangkutan.

Dimensi-dimensi sosial lain yang harus diperhatikan dalam pragmatik,

khususnya dalam kaitan dengan konteks pragmatik, dalam pandangan

Verschueren (1998:92) adalah: ‘…social class, ethnicity and race,

nationality, linguistic group, religion, age, level of education, profession,

kinship, gender, sexual preference…’. Verschueren melibatkan tingkat sosial,

etnisitas dan ras, kebangsaan, kelompok linguistik, religi, usia, tingkat

pendidikan, profesi, kekerabatan, jenis kelamin, preferensi seksual. Begitu

kompleks dimensi-dimensi sosial yang harus dilibatkan dalam konteks

pragmatik.

4) Aspek-aspek Fisik ‘Language Users’

Aspek fisik ‘referensi spasial’ harus diperhatikan di dalam analisis

pragmatik. Aspek fisik tersebut berkaitan dengan fenomena penggunaan

deiksis. Fenomena deiksis (deixis phenomenon), baik yang berciri persona

(personal deixis), deiksis perilaku (attitudinal deixis), deiksis waktu

(temporal deixis), maupun deiksis tempat (spatial deixis). Dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

40

perbincangan konteks pragmatik ini, semuanya harus diperhatikan dan

diperhitungkan dengan benar-benar baik dan cermat.

Deiksis persona, lazimnya menunjuk pada penggunaan kata ganti

orang, misalnya saja dalam bahasa Indonesia kurang ada kejelasan kapan

harus digunakan kata ‘kita’ dan ‘kami’. Kejanggalan lain juga ditemukan

pada pemakaian antara ‘saya’ dan ‘kami’. Adapun ‘attitudinal deixis’

berkaitan sangat erat dengan bagaimana kita harus memperlakukan

panggilan-panggilan persona seperti yang disampaikan di depan itu dengan

tepat sesuai dengan referensi sosial dan sosietalnya. Deiksis-deiksis dalam

jenis yang disampaikan di depan itu semuanya merupakan aspek fisik

‘language users’, yang secara sederhana dimaknai sebagai ‘penutur’ dan

‘mitra tutur’, sebagai ‘utterer’ dan ‘interpreter’.

Selanjutnya masih berkaitan dengan persoalan diksis pula, tetapi yang

sifatnya temporal, harus diperhatikan misalnya saja, kapan harus digunakan

ucapan ‘selamat pagi’ atau ‘pagi’ saja dalam bahasa Indonesia. Masalah

tersebut berkaitan dengan deiksis waktu (temporal deixis). Perhatian juga

harus diberikan tidak saja pada dimensi waktu atau ‘temporal reference’

seperti yang ditunjukkan di depan tadi, khususnya dalam kaitan dengan

deiksis-deiksis waktu, tetapi juga pada dimensi tempat atau dimensi lokasi,

atau yang oleh Verschueren (1998:98) disebut sebagai ‘spatial reference’.

Konsep ‘spatial reference’ menunjuk pada konsepsi gerakan atau ‘conception

of motion’, yakni gerakan dari titik tempat tertentu ke dalam titik tempat yang

lainnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

41

Aspek-aspek fisik konteks lain di luar apa yang disebutkan di depan

itu adalah ihwal jarak spasial atau ‘space distance’. Pengaturan distansi atau

jarak dalam pengertian bertutur dilakukan bukan oleh ‘utterer’ saja, atau

‘interpreter’ saja, melainkan oleh kedua belah pihak secara bersama-sama.

Terdapat semacam pengaturan ‘motion’ untuk menentukan ‘jarak’ atau

‘distansi’ dalam bertutur.

Jika Verschueren (1998) menjelaskan mengenai empat dimensi konteks

yang mendasar untuk memahami sebuah tuturan, Hymes menggunakan istilah

‘komponen tutur’ dalam menjelaskan tentang konteks. Hymes dalam Sumarsono

(2008:325−334) menuturkan bahwa ada enam belas komponen tutur, yaitu (1)

bentuk pesan (message form), (2) isi pesan (message content), (3) latar (setting),

(4) suasana (scene), (5) penutur (speaker, sender), (6) pengirim (addressor), (7)

pendengar (hearer, receiver, audience), (8) penerima (addressee), (9) maksud-

hasil (purpose-outcome), (10) maksud-tujuan (purpose-goal), (11) kunci (key),

(12) saluran (channel), (13) bentuk tutur (forms of speech), (14) norma interaksi

(norm of interaction), (15) norma interpretasi (norm of interpretation), dan (16)

kategori wacana (genre). Namun, dalam Nugroho (2009:119), Hymes meringkas

keenam belas komponen tutur tersebut menjadi delapan komponen tutur yang

disingkat menjadi ‘SPEAKING’. Kedelapan komponen tutur tersebut meliputi

latar fisik dan latar psikologis (setting and scene), peserta tutur (participants),

tujuan tutur (ends), urutan tindak (acts), nada tutur (keys), saluran tutur

(instruments), norma tutur (norms), dan jenis tutur (genres).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

42

Selain itu, ada empat hal penting yang dicatat oleh Nugroho (2009:122)

mengenai konteks. Pertama, konteks merupakan konsep yang dinamis. Kedua,

Konteks terdiri dari tiga unsur, yaitu konteks situasi, konteks pengetahuan, dan

koteks. Ketiga, konteks berorientasi pada pengguna. Keempat, konteks digunakan

untuk memahami semua faktor yang berperan dalam produksi dan komprehensi

tuturan (Jumanto, 2008:31 dalam Nugroho).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bawa konteks merupakan

segala sesuatu yang berhubungan dengan situasi dan kondisi penutur dan mitra

tutur dengan latar belakang pengetahuan yang sama terhadap sesuatu yang

dituturkan dan dimaksudkan oleh penutur. Konteks juga disertai dengan

komponen-komponen tuturan yang sangat mempengaruhi tuturan seseorang. Jadi,

kehadiran konteks berhubungan dengan produksi dan penafsiran dari tuturan.

2.6 Unsur Segmental

Unsur segmental adalah unsur yang ada dalam kalimat tertulis. Oleh

sebab itu, unsur segmental digunakan untuk mewujudkan tuturan lisan menjadi

tulisan. Unsur segmental terdiri dari diksi, gaya bahasa, dan kategori fatis.

Berikut ini adalah penjelasan dari ketiga unsur tersebut.

2.6.1 Diksi

Gorys Keraf (1987) menjelaskan bahwa pilihan kata atau diksi mencakup

pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan,

bagaimana membentuk pengelompokkan kata-kata yang tepat atau menggunakan

ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

43

suatu situasi. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat

nuansa-nuansa makna dari gagasan yang disampaikan, dan kemampuan untuk

menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang

dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Pilihan kata yang tepat dan sesuai

hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau

perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata

atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah

bahasa.

Pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok,

yaitu pertama, ketepatan pemilihan kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan,

hal atau barang yang akan diamanatkan, dan kedua, kesesuaian atau kecocokan

dalam mempergunakan kata tadi. Berikut persyaratan ketepatan diksi (Keraf,

1987:73–75).

1) Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi.

Denotasi dan konotasi merupakan makna yang terkandung dalam suatu kata.

Kata yang tidak mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan

disebut denotasi, sedangkan makna kata yang mengandung arti tambahan,

perasaan tertentu, nilai rasa tertentu di samping arti yang umum, dinamakan

konotasi.

2) Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim. Sinonim

adalah kata yang memiliki makna yang sama. Namun, sebenarnya antara dua

kata selalu terdapat perbedaan, sekalipun hanya sedikit. Perbedaan itu entah

berupa perasaaan kata saja maupun perbedaan makna dan perbedaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

44

lingkungan yang boleh dimasukinya. Oleh karena itu, pembicara harus

berhati-hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan

apa yang diinginkannya, sehingga tidak timbul interpretasi yang berlainan.

3) Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya.

Bila pembicara tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya itu,

akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham.

4) Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri.

Bahasa selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan dalam

masyarakat. Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan

jumlah kata baru. Namun, hal itu tidak berarti bahwa setiap orang boleh

menciptakan kata baru seenaknya. Kata baru biasanya muncul untuk pertama

kali karena dipakai oleh orang-orang terkenal atau pengarang terkenal. Bila

anggota masyarakat lainnya menerima kata itu, maka kata itu lama-kelamaan

akan menjadi milik masyarakat. Neologisme atau kata baru atau penggunaan

sebuah kata lama dengan makna dan fungsi yang baru termasuk dalam

kelompok ini.

5) Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-kata asing

yang mengandung akhiran asing tersebut.

Perkenalan dengan bahasa asing menyebabkan banyak kata diterima begitu

saja dalam bentuk aslinya, padahal tidak semua kata asing dapat digunakan

saat kapan dan di mana saja.

6) Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

45

7) Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus membedakan

kata umum dan kata khusus.

Bila sebuah kata mengacu kepada suatu hal atau kelompok yang luas bidang

lingkupnya maka itu disebut kata umum. Bila ia mengacu kepada

pengarahan-pengarahan yang khusus dan konkret maka kata-kata itu disebut

kata khusus.

8) Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus.

Suatu jenis pengkhususan dalam memilih kata-kata yang tepat adalah

penggunaan istilah-istilah yang menyatakan pengalaman-pengalaman yang

dicerap oleh pancaindria, yaitu cerapan indria penglihatan, pendengaran,

peraba, perasa, dan penciuman. Karena kata-kata itu menggambarkan

pengalaman manusia melalui pencaindria yang khusus, maka terjamin pula

daya gunanya, terutama dalam membuat deskripsi.

9) Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah

dikenal.

Kenyataan yang dihadapi oleh setiap pemakai bahasa adalah bahwa makna

kata tidak selalu bersifat statis. Dari waktu ke waktu, makna kata-kata dapat

mengalami perubahan sehingga akan menimbulkan kesulitan-kesulitan baru

pemakain yang terlalu bersifat konservatif. Sebab itu, untuk menjaga agar

pilihan kata selalu tepat, maka setiap penutur bahasa harus selalu

memperhatikan perubahan-perubahan makna yang terjadi. Perubahan-

perubahan makna yang penting diketahui oleh pemakai bahasa adalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

46

perluasan arti, penyempitan arti, ameliorasi, peyorasi, metafora, dan

metonimi.

10) Memperhatikan kelangsungan pilihan kata.

Yang dimaksud dengan kelangsungan pilihan kata adalah teknik memilih kata

yang sedemikian rupa, sehingga maksud atau pikiran seseorang dapat

disampaikan secara tepat dan ekonomis. Kelangsungan dapat terganggu bila

seorang pembicara atau pengarang mempergunakan terlalu banyak kata untuk

suatu maksud yang dapat diungkapkan secara singkat, atau mempergunakan

kata-kata yang kabur, yang bisa menimbulkan ambiguitas (makna ganda).

Persoalan kedua dalam pendayagunaan kata-kata adalah kecocokan atau

kesesuaian. Syarat-syarat kecocokan atau kesesuaitan diksi adalah sebagai berikut

(Keraf 1987).

1) Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur substandar dalam suatu situasi

yang formal. Bahasa standar adalah semacam dialek kelas dan dapat dibatasi

sebagai tutur dari mereka yang mengenyam kehidupan ekonomis atau

menduduki status sosial yang cukup dalam suatu masyarakat. Secara kasar,

kelas ini dianggap sebagai kelas terpelajar. Bahasa substandar atau

nonstandar adalah bahasa dari mereka yang tidak memperoleh kedudukan

atau pendidikan yang tinggi. Pada dasarnya, bahasa ini dipakai untuk

pergaulan biasa, tidak dipakai dalam tulisan-tulisan. Kadang-kadang unsur

nonstandar dipergunakan juga oleh kaum terpelajar dalam senda-gurau,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

47

berhumor, atau untuk menyatakan sarkasme atau menyatakan ciri-ciri

kedaerahan.

2) Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam situasi

yang umum hendaknya penulis dan pembicara mempergunakan kata-kata

populer. Kata-kata ilmiah merupakan kata-kata yang dugunakan dalam

pertemuan-pertemuan resmi, dalam diskusi-diskusi yang khusus, teristimewa

dalam diskusi-diskusi ilmiah. Kata-kata populer merupakan kata-kata yang

selalu digunakan dalam komunikasi sehari-hari, baik antara mereka yang

berada di lapisan atas maupun antara mereka yang dilapisan bawah atau

antara lapisan atas dan lapisan bawah.

3) Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum. Kata jargon

mengandung beberapa pengertian. Pertama, jargon mengandung makna suatu

bahasa, dialek, atau tutur yang dianggap kurang sopan atau aneh. Pengertian

kedua, jargon diartikan sebagai kata-kata teknis atau rahasisa dalam suatu

bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau

kelompok-kelompok khusus lainnya.

4) Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian kata-kata

slang. Kata-kata slang adalah semacam kata percakapan yang tinggi atau

murni. Kata slang adalah kata-kata nonstandar yang informal, yang disusun

secara khas; atau kata-kata biasa yang diubah secara arbitrer; atau kata-kata

kiasan yang khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan.

5) Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan. Kata percakapan

adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan orang-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

48

orang yang terdidik. Kategori ini berupa ungkapan-ungkapan umum dan

kebiasaan menggunakan bentuk-bentuk gramatikal tertentu oleh kalangan ini.

6) Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati). Idiom adalah pola-

pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum,

biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara

logis atau secara gramatikal, dengan beretumpu pada makna kata-kata yang

membentuknya. Idiom yang sudah usang dan tidak bertenaga lagi karena

terlalu sering dipergunakan. Ungkapan semacam ini disebut klise atau

stereotip. Kata-kata yang membentuknya tidak dirasakan usang, tetapi paduan

kata-kata itulah yang dianggap tidak bertenaga lagi.

7) Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial. Bahasa artifisial adalah bahasa

yang disusun secara seni. Bahasa yang artifisial tidak terkandung dalam kata

yang digunakan, tetapi dalam pemakaiannya untuk menyatakan suatu

maksud. Fakta dan pernyataan-pernyataan yang sederhana dapat digunakan

dengan sederhana dan langsung tak perlu disembunyikan.

2.6.2 Gaya Bahasa

Selain diksi atau pilihan kata, santun tidaknya pemakaian bahasa dapat

dilihat juga dari pemakaian gaya bahasa. Kesanggupan penggunaan gaya bahasa

seoranag penutur dapat terlihat tingkat kesantunannya dalam berkomunikasi.

Gaya bahasa bukan sekadar mengefektifkan keindahan tuturan dan kehalusan budi

bahasa penutur. Berikut ini contoh beberapa gaya bahasa yang digunakan untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

49

melihat santun tidaknya pemakaian bahasa dalam bertutur (Pranowo, 2009:16–

22).

1) Majas hiperbola

Hiperbola adalah salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang

memperbandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain secara berlebihan.

Jika sesuatu memiliki sifat negatif, tuturan cenderung dipersepsikan sebagai

tuturan yang kadar kesantunannya rendah (tidak santun) oleh mitra tutur.

2) Majas perumpamaan

Perumpamaan adalah salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang

membandingkan dua hal yang berlebihan, tetapi dianggap sama. Penanda

majas perumpamaan biasanya menggunakan kata-kata sebagai berikut;

seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana,bagai, bagaikan, serupa, dan

lain-lain.

Tuturan dengan menggunakan majas perumpamaan merupakan upaya

menyamarkan maksud atas dasar pertimbangan agar mitra tutur tidak merasa

dipermalukan di depan umum. Dengan demikian, majas perumpamaan dapat

menyelamatkan muka mitra tutur. Dengan pertimbangan itu, sebagian besar

tuturan yang menggunakan perumpamaan dapat dipersepsikan sebagai tuturan

yang santun.

3) Majas metafora

Majas metafora sebagai salah satu jenis gaya bahasa perbandingan

mampu menambah daya bahasa tuturan. Dengan metafora, seorang penutur

mampu melukiskan atau menggambarkan suatu objek melalui komparasi atau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

50

kontras. Metafora adalah suatu jenis gaya bahasa yang membuat

perbandingan secara langsung antara dua hal atau benda untuk menciptakan

suatu kesan mental yang hidup.

4) Majas eufemisme

Eufemisme adalah salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang

membandingkan dua hal dengan menggunakan pembanding yang lebih halus.

Hal ini dimaksudkan penutur tidak menyinggung perasaan mitra tutur, atau

ungkapan yang dapat dipersepsi menghina, menyinggung perasaan atau

mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan bagi mitra tutur.

Majas eufimisme bertujuan memperhalus penyampaian maksud yang

sesungguhnya. Karena majas eufemisme digunakan dengan tujutan

menghaluskan tuturan, tuturan menjadi lebih santun.

2.6.3 Kategori Fatis

Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan,

atau megkukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Sebagian

besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan. Karena ragam lisan pada

umumnya merupakan ragam non-standar, maka kebanyakan kategori fatis

terhadap dalam kalimat-kalimat nonstandar yang banyak mengandung unsur-

unsur daerah atau dialek regional. Berikut ini adalah bentuk-bentuk dari kata fatis

(Kridalaksana, 1986:113–118).

1) ah menekankan rasa penolakan atau acuh tak acuh.

2) ayo menekankan ajakan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

51

3) deh menekankan pemksaan dengan membujuk, pemberian persetujuan,

pemberian garansi, sekedar penekanan.

4) dong digunakan untuk menghaluskan perintah, menekankan kesalahan kawan

bicara.

5) ding menekankan pengakuan kesalahan pembicara.

6) halo digunakan untuk memulai dan mengukuhkan pembicaraan di telepon,

serta menyalami kawan bicara yang dianggap akrab.

7) kan apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, maka kan

merupakan kependekan dari kata bukan atau bukanlah, dan tugasnya ialah

menekankan pembuktian. Apabila kan terletak di tengah kalimat maka kan

juga bersifat menekankan pembuktian atau bantahan.

8) kek mempunyai tugas menekankan pemerincian, menekankan perintah, dan

menggantikan kata saja.

9) kok menekankan alasan dan pengingkaran. Kok dapat juga bertugas sebagai

pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat.

10) -lah menekankan kalimat imperatif dan penguat sebutan dalam kalimat.

11) lho bila terletak di awal kalimat bersifat seperti interjeksi yang menyatakan

kekagetan. Bila terletak di tengah atau di akhir kalimat, maka lho bertugas

menekankan kepastian.

12) mari menekankan ajakan.

13) nah selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk minta supaya kawan

bicara mengalihkan perhatian ke hal lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

52

14) pun selalu terletak pada ujung konstituen pertama kalimat dan bertugas

menonjolkan bagian tersebut.

15) selamat diucapkan kepada kawan bicara yang mendapatkan atau mengalami

sesuatu yang baik.

16) sih memiliki tugas menggantikan tugas –tah dan –kah, sebagai makna

‘memang’ atau ‘sebenarnya’, dan menekankan alasan.

17) toh bertugas menguatkan maksud; adakalanya memiliki arti yang sama

dengan tetapi.

18) ya bertugas mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan kawan

bicara, bila dipakai pada awal ujaran dan meminta persetujuan atau pendapat

kawan bicara bila dipakai pada akhir ujaran.

19) yah digunakan pada awal atau di tengah-tengah ujaran, tetapi tidak pernah

pada akhir ujaran, untuk mengungkapkan keragu-raguan atau ketidakpastian

terhadap apa yang diungkapkan oleh kawan bicara atau yang tersebut dalam

kalimat sebelumnya, bila dipakai pada awal ujaran; atau keragu-raguan atau

ketidakpastian atas isi konstituen ujaran yang mendahuluinya, bila di tengah

ujaran.

2.7 Unsur Suprasegmental

Selain unsur segmental, kalimat juga memiliki unsur suprasegmental. Jika

unsur segmental merupakan unsur yang ada dalam kalimat tertulis, unsur

suprasegmental merupakan unsur yang ada dalam kalimat lisan. Nada, tekanan,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

53

dan intonasi adalah bagian dari unsur suprasegmental. Setiap bagian unsur

tersebut dijelaskan sebagai berikut.

2.7.1 Nada

Pranowo (2009:77) mengemukakan bahwa aspek nada dalam bertutur lisan

memperngaruhi kesantunan berbahasa seseorang. Nada adalah naik turunnya

ujaran yang menggambarkan suasana hati penutur ketika sedang bertutur. Jika

suasana hati sedang senang, nada bicara penutur menaik dengan ceria sehingga

terasa menyenangkan. Jika suasana hati sedang sedih, nada bicara penutur

menurun dengan datar sehingga terasa menyedihkan. Jika suasana hati sedang

marah, emosi, nada bicara penutur menaik dengan keras, kasar sehingga terasa

mekutkan.

Nada bicara tidak dapat disembunyikan dari tuturan. Dengan kata lain,

nada bicara penutur selalu berkaitan dengan suasana hati penuturnya. Namun,

bagi penutur yang ingin bertutur secara santun, hendaknya dapat mengendalikan

diri agar suasana hati yang negatif tidak terbawa dalam bertutur kepada mitra

tutur.

Muslich (2009:112) berpendapat bahwa dalam penuturan bahasa Indonesia,

tinggi-rendahnya (nada) suara tidak fungsional atau tidak membedakan makna.

Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembedaan makna, nada dalam bahasa

Indonesia tidak fonemis. Walaupun demikian, ketidakfonemisan ini tidak berarti

nada tidak ada dalam bahasa Indonesia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

54

Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila suatu bunyi

segmental diucapkan dengan frekuens getaran yang tinggi, tentu akan disertai

dengan nada tinggi. Sebaliknya, kalau diucapkan dengan frekuensi getaran

rendah, tentu akan disertai juga dengan nada rendah. Karena hal itu, nada

dibedakan menjadi empat macam (Achmad & Alek, 2013:33−34), yaitu:

1) Nada yang paling tinggi, diberi tanda dengan angka 4

2) Nada tinggi, diberi tanda dengan angka 3

3) Nada sedang atau biasa, diberi tanda dengan angka 2

4) Nada rendah, diberi tanda dengan angka 1

2.7.2 Tekanan

Berbeda dengan nada, tekanan bahasa Indonesia berfungsi membedakan

maksud dalam tataran kalimat, tetapi tidak berfungsi membedakan makna dalam

tataran kata. Pada tataran kalimat, tidak semua kata mendapat tekanan yang sama.

Hanya kata-kata yang dipentingkan atau dianggap penting saja yang mendapatkan

tekanan. Oleh karena itu, pendengar harus mengetahui ‘maksud’ di balik makna

tuturan yang didengarnya (Muslich, 2009:113).

Achmad dan Alek (2013:33−34) berpendapat bahwa tekanan menyangkut

masalah keras lunaknya bunyi. Suatu bunyi segmental yang diucapkan dengan

arus udara yang kuat sehingga menyebabkan amplitudonya melebar, pasti

dibarengi dengan tekanan keras. Sebaliknya, sebuah bunyi segmental yang

diucapkan dengan arus udara yang tidak kuat sehingga amplitudonya menyempit,

pasti dibarengi dengan tekanan lunak. Tekanan ini mungkin terjadi secara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

55

sporadis, mungkin juga telah berpola; mungkin juga bersifat distingtif, dapat

membedakan makna,mungkin juga tidak distingtif

2.7.3 Intonasi

Muslich (2009:115−117) menjelaskan bahwa intonasi dalam bahasa

Indonesia sangat berperan dalam pembedaan maksud kalimat. Bahkan, dengan

dasar kajian pola-pola intonasi ini, kalimat bahasa Indonesia dibedakan menjadi

kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah

(imperatif). Berikut ini adalah penjelasan dari ketiga kalimat tersebut.

1) Kalimat berita (deklaratif) ditandai dengan pola intonasi datar-turun, yaitu 2 3

1 t. Pola intonasi kalimat berita dalam penulisan dilambangkan dengan tanda

titik tunggal (.).

2) Kalimat tanya (interogatif) ditandai dengan pola intonasi datar-naik, yaitu 2 3

3 n . Pola intonasi kalimat tanya dalam penulisan dilambangkan dengan tanda

tanya (?).

3) Kalimat perintah (imperatif) ditandai dengan pola intonasi datar-tinggi, yaitu

3 3 3 g . Pola intonasi kalimat perintah dalam penulisan dilambangkan dengan

tanda seru (!).

Selain ketiga jenis kalimat tersebut, Keraf (1991:208) menambahkan

kalimat seru dalam jenis kalimat. Kalimat seru adalah kalimat yang menyatakan

perasaaan hati, kekaguman, atau keheranan terhadap suatu hal. Kalimat ini

dinyatakan dengan intonasi yang lebih tinggi dari kalimat inversi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

56

2.8 Teori Maksud

Rahardi (2003:16−17) menjelaskan mengenai ilmu bahasa pragmatik

sesungguhnya mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan

sosial-budaya tertentu. Karena yang dikaji di dalam pragmatik adalah maksud

penutur dalam menyampaikan tuturannya, maka dapat pula dikatakan bahwa

pragmatik dalam berbagai hal sejajar dengan semantik, yakni cabang ilmu bahasa

yang mengkaji makna bahasa, tetapi makna bahasa itu dikaji secara internal. Jadi,

sesungguhnya perbedaan yang sangat mendasar antarkeduanya adalah bahwa

pragmatik mengkaji makna satuan lingual tertentu secara eksternal, sedangkan

sosok semantik mengkaji makna satuan lingual tersebut secara internal.

Makna yang dikaji dalam pragmatik bersifat terikat konteks (context

dependent), sedangkan makna yang dikaji di dalam semantik berciri bebas

konteks (context independent). Makna yang dikaji di dalam semantik bersifat

diadik (diadic meaning), sedangkan dalam pragmatik makna itu bersifat triadik

(triadic meaning). Pragmatik mengkaji bahasa untuk memahami maksud penutur,

semantik mempelajarinya untuk memahami makna sebuah satuan linguan an sich,

yang notabene tidak perlu disangkutpautkan dengan konteks situasi masyarakat

dan kebudayaan tertentu yang menjadi wadahnya.

Sesuai dengan pendapat Rahardi, Wijana (1996: 2) juga menjelaskan

bahwa makna yang dikaji oleh pragmatik adalah makna yang terikat oleh konteks.

Hal ini berbeda dengan semantik yang menelaah makna yang bebas konteks yaitu

makna linguistik, sedangkan pragmatik adalah maksud tuturan. Semantik tidak

dapat dipisahkan dari kajian pemakaian bahasa. Jika, makna juga diakui sebagai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

57

bagian yang tidak terpisahkan dari bahasa, maka sulit diingkari pentingnya

konteks pemakaian bahasa karena makna itu selalu berubah-ubah berdasarkan

konteks pemakaiannya. Konteks tuturan dalam bentuk bahasa yang berbeda dapat

mempunyai arti yang sama, sedangkan tuturan yang sama dapat mempunyai arti

atau maksud yang lain.

Perbedaan antara makna, maksud, dan informasi juga diungkapkan oleh I

Dewa Putu Wijana dan Muhammad Rohmadi dalam buku yang berjudul

“Semantik: Teori dan Analisis” (2008:10–11). Makna berbeda dengan maksud

dan informasi karena maksud dan informasi bersifat di luar bahasa. Maksud ialah

elemen luar bahasa yang bersumber dari pembicara, sedangkan informasi adalah

elemen luar bahasa yang bersumber dari isi tuturan. Maksud bersifat subjektif,

sedangkan informasi bersifat objektif. Perbedaan antara makna, maksud, dan

informasi akan lebih jelas dilihat pada kalimat (1), (2), (3), dan (4) berikut.

(1) Anak itu memang pandai. Nilai bahasanya 9.

(2) Anak itu memang pandai. Nilai bahasanya saja 4,5.

(3) Ayah membeli buku.

(4) Buku ini dibeli ayah.

Kata “pandai” dalam kalimat (1) bermakna “pintar” karena secara internal

memang kata “pandai” bermakna demikian. Kata “pandai” dalam kalimat (1) yang

bermakna internal “pintar” dimaksudkan secara subjektif oleh penuturnya untuk

mengungkapkan bahwa dia bodoh. Pengungkapannya yang bersifat subjektif

inilah yang disebut “maksud”. “Pandai” yang menyatakan “pintar” pada kalimat

(1) disebut makna linguistik (linguistic meaning), sedangkan “pandai” yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

58

menyatakan “bodoh” pada kalimat (2) disebut makna penutur (speaker meaning).

Makna linguistik (makna)menjadi bahan kajian semantik, sedangkan makna

penutur (maksud) menjadi bahan kajian pragmatik. Kalimat (3) jelas memiliki

perbedaan makna (gramatikal) dengan kalimat (4). Kalimat (3) adalah kalimat

aktif, sedangkan kalimat (4) adalah kalimat pasif. Akan tetapi, berdasarkan isi

tuturan secara objektif kedua kalimat di atas menyatakan informasi yang sama,

yakni “ayah yang membeli buku” dan “buku yang dibeli ayah”.

2.9 Kerangka Berpikir

Ketidaksantunan merupakan suatu fenomena baru dalam sudi pragmatik.

Ketidaksantunan berbahasa muncul dari perkembangan pengguna bahasa yang

pada kenyataannya belum bisa berbahasa santun dalam kehidupan sehari-hari.

Ketidaksantunan berbahasa biasanya muncul di dalam keluarga. Ketidaksantunan

ini berkembang dalam ranah keluarga karena berbagai faktor. Kini, di dalam

keluarga, tidak ada lagi batas antara orang tua dan anak. Saat ini, batas-batas yang

dulu sangat terlihat justru semakin dihapus dengan berbagai pertimbangan. Salah

satunya adalah pertimbangan kedekatan emosional. Hubungan antara anggota

keluarga kini diharapkan saling terbuka dan semakin erat, tetapi keadaan tersebut

telah memunculkan permasalahan yang mungkin tidak disadari oleh anggota

keluarga tersebut. Permasalahan tersebut adalah pemakaian bahasa yang tidak

santun oleh setiap anggota keluarga. Hal inilah yang menjadi fenomena baru

dalam studi pragmatik dan menjadi kajian dari penelitian ini, yaitu

ketidaksantunan berbahasa dalam ranah keluarga.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

59

Penelitian ini menggunakan lima teori ketidaksantunan berbahasa untuk

menguraikan tuturan ketidaksantunan yang diperoleh. Pertama, teori

ketidaksantunan menurut Miriam A Locher (2008), yaitu tindak berbahasa yang

melecehkan muka (face-aggravate). Kedua, teori ketidaksantunan berbahasa

menurut Bousfield (2008), yaitu perilaku berbahasa yang mengancam muka, dan

ancaman tersebut dilakukan secara sembrono (gratuitous), sehingga tindakan

berkategori sembrono demikian mendatangkan konflik (conflictive), atau bahkan

pertengakaran, dan tindakan tersebut dilakukan dengan kesengajaan (purposeful).

Ketiga, teori ketidaksantunan berbahasa menurut Culpeper (2008), yaitu perilaku

komunikasi yang diperantikan secara intensional untuk membuat orang benar-

benar kehilangan muka (face lose), atau setidaknya orang tersebut merasa

kehilangan muka. Keempat, teori ketidaksantunan berbahasa menurut Terkourafi

(2008), yaitu ketidaksantunan tuturan penutur yang membuat mitra tutur merasa

mendapat ancaman (addressee) terhadap kehilangan muka, tetapi penutur tidak

menyadari bahwa tuturannnya telah memberikan ancaman muka mitra tuturnya.

Kelima, teori ketidaksantunan berbahasa menurut Locher and Watts, yaitu lebih

menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur

yang secara normatif dianggap negatif karena dianggap melanggar norma-norma

sosial yang berlaku dalam masyarakat (tertentu). Berdasarkan teori-teori

ketidaksantunan tersebut hasil penelitian ini berupa wujud-wujud linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dalam ranah keluarga, khususnya keluarga di lingkungan

Kadipaten Pakualaman Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

60

Berikut ini adalah bagan dari kerangka berpikir yang sudah dipaparkan di atas.

PENANDA

KETIDAKSANTUNAN

LINGUISTIK DAN

PRAGMATIK

FENOMENA KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA

DALAM RANAH KELUARGA DI LINGKUNGAN

KADIPATEN PAKUALAMAN YOGYAKARTA

CULPEPER

(2008)

LOCHER AND

WATTS (2008)

TEORI KETIDAKSANTUNAN

BERBAHASA

TEUKORAFI

(2008)

BOUSFIELD

(2008)

LOCHER

(2008)

HASIL PENELITIAN

MAKSUD

KETIDAKSANTUNAN

WUJUD

KETIDAKSANTUNAN

LINGUISTIK DAN

PRAGMATIK

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

61

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang uraian jenis penelitian, data dan sumber data,

metode dan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, metode dan teknik

analisis data, sajian hasil analisis data, serta trianggulasi hasil analisis data.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ketidaksantunan pragmatik dan linguistik dalam ranah

keluarga ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan

penelitian yang mencoba untuk memberikan gambaran secara sistematis tentang

situasi, permasalahan, fenomena, layanan atau program, ataupun menyediakan

informasi tentang, misalnya kondisi kehidupan suatu masyarakat serta situasi-

situasi, sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung, pengaruh dari suatu

fenomena, dan pengukuran yang cermat tentang fenomena dalam masyarakat

(Widi, 2010:47–48). Tujuan pokok dari penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan secara konkret dan terperinci fenomena kebahasaan yang

berkaitan dengan seluk-beluk ketidaksantunan berbahasa dalam ranah keluarga.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ketidaksantunan berbahasa

ini adalah pendekatan kualitatif, sehingga penelitian ini termasuk dalam penelitian

kualitatif. Herdiansyah (2010:9) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai suatu

penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks

sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

62

mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti. Selain Herdiansyah,

definisi penelitian kualitatif juga disampaikan oleh Moleong. Penelitian kualitatif

menurut Moleong (2007:6) adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian (perilaku, persepsi,

motivasi, tindakan, dan lain-lain), secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam

bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah.

3.2 Data dan Sumber Data

Sudaryanto (1993:3) memberi batasan data sebagai bahan penelitian, yaitu

bahan jadi (lawan dari bahan mentah) yang ada karena pemilihan aneka macam

tuturan (bahan mentah). Wujud data penelitian ini yaitu bermacam-macam wujud

tuturan yang diperoleh secara natural dalam ranah keluarga yang di dalamnya

terdapat bentuk-bentuk kebahasaan yang secara linguistis maupun nonlinguistis

mengandung maksud yang tidak santun. Bentuk-bentuk kebahasaan yang

bermakna tidak santun baik secara linguistis maupun nonlinguistis tersebut

merupakan objek sasaran penelitian ini, dan sisa bentuk kebahasaan yang ada

merupakan konteksnya. Dengan demikian, data dari penelitian ini ialah objek

sasaran penelitian yang berupa bentuk-bentuk kebahasaan yang tidak santun

bersama entitas kebahasaan yang mengikuti dan mengawalinya.

Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data diperoleh.

Sumber data merupakan tempat asal muasal data diperoleh (Arikunto, 2010:172).

Sumber data penelitian ini adalah anggota keluarga, khususnya keluarga yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

63

berada di lingkungan Kadipaten Pakualaman Yogyakarta baik keluarga kerabat

Pakualam, maupun keluarga abdi dalem Kraton Pakualaman. Sumber data

penelitian ketidaksantunan berbahasa ini berupa rekaman hasil simakan tuturan

anggota keluarga yang diperoleh baik secara terbuka maupun tersembunyi,

sehingga diharapkan data penelitian yang diperoleh dari sumber termaksud

bersifat natural, andal, dan tepercaya.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu metode

simak dan metode cakap. Metode simak yakni menyimak pertuturan langsung di

dalam ranah keluarga yang di dalamnya terdapat bentuk-bentuk kebahasaan yang

mengandung makna ketidaksantunan berbahasa baik secara linguistis maupun

nonlinguistis. Adapun teknik yang digunakan dalam rangka melaksanakan metode

simak tersebut adalah teknik rekam dan teknik catat. Teknik rekam berfungsi

sebagai perekaman tuturan. Pelaksanaan merekam harus dilakukan sedemikian

sehingga tidak mengganggu kewajaran proses kegiatan pertuturan yang sedang

terjadi. Di samping teknik rekam, peneliti juga menggunakan teknik catat. Teknik

ini dilakukan dengan pencatatan pada kartu data yang dilanjutkan dengan

klasifikasi (Sudaryanto, 1993:135). Dari catatan dan/atau rekaman pertuturan

itulah data diperoleh sebagai bahan jadi penelitian ketidaksantunan berbahasa ini.

Di samping itu, penelitian ini juga menggunakan metode cakap.

Penamaan metode penyediaan data dengan metode cakap disebabkan cara yang

ditempuh dalam pengumpulan data itu adalah berupa percakapan antara peneliti

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

64

dengan informan. Metode cakap memiliki teknik dasar berupa teknik pancing,

karena percakapan yang diharapkan sebagai pelaksanaan metode tersebut hanya

dimungkinkan muncul jika peneliti memberi stimulasi (pancingan) pada informan

untuk memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan oleh peneliti (Mahsun,

2005:95–96). Data penelitian ini juga didapatkan dengan cara memberikan

pancingan-pancingan tuturan, yang dimungkinkan dihadirkannya pertuturan yang

menghasilkan bentuk-bentuk kebahasaan yang tidak santun. Teknik itu dapat

dilengkapi dengan pencatatan atau perekaman, baik secara langsung maupun tidak

langsung, baik secara terbuka maupun tersembunyi, sehingga hasilnya dapat

diperoleh data kebahasaan yang berupa tuturan-tuturan kebahasaan yang di

dalamnya mengandung wujud ketidaksantunan tersebut.

Karena cara pengumpulan data metode cakap berupa percakapan antara

peneliti dengan informan, metode ini dapat disejajarkan dengan metode

wawancara (Rahardi, 2009:34). Moleong (2007:186) mendeskripsikan wawancara

adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua

pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang

memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Cara wawancara yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara. Jenis

wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar

pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara berurutan. Petunjuk

wawancara hanyalah berisi petunjuk secara garis besar tentang proses dan isi

wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat seluruhnya

tercakup. Petunjuk itu mendasarkan diri atas anggapan bahwa ada jawaban yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

65

secara umum akan sama diberikan oleh para responden, tetapi yang jelas tidak ada

perangkat pertanyaan baku yang disiapkan terlebih dahulu. Pelaksanaan

wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan responden

dalam konteks wawancara yang sebenarnya (Moleong, 2007:187).

3.4 Instrumen Penelitian

Suharsimi Arikunto (2010:203) menjelaskan bahwa instrumen penelitian

adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data

agar pekerjaannya menjadi lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih

cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah. Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ketidaksantunan ini ialah petunjuk wawancara (daftar

pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal

teori ketidaksantunan berbahasa. Teori tersebut akan digunakan untuk

menganalisis penggunaan bahasa antaranggota keluarga. Data-data yang didapat

akan dicatat untuk kemudian dianalisis lebih lanjut.

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data

Tahapan analisis data merupakan tahapan yang sangat menentukan karena

pada tahapan ini kaidah-kaidah yang mengatur keberadaan objek penelitian harus

sudah diperoleh. Mahsun (2005:253) menjelaskan bahwa analisis data merupakan

upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi atau mengelompokkan data. Pada

tahap ini, dilakukan upaya mengelompokkan, menyamakan data yang sama dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

66

membedakan data yang memang berbeda, serta menyisihkan pada kelompok lain

data yang serupa, tetapi tidak sama.

Rahardi (2009:36) mengungkapkan bahwa metode analisis kontekstual

dapat disejajaran dengan metode analisis padan. Padan merupakan kata yang

bersinomim dengan kata banding dan sesuatu yang dibandingkan mengandung

makna adanya keterhubungan sehingga padan diartikan sebagai hal menghubung-

bandingkan.

Metode padan dapat dibedakan menjadi dua, yakni metode padan yang

sifatnya intralingual dan metode padan yang sifatnya ekstralingual. Metode padan

intralingual adalah metode analisis dengan cara menghubung-bandingkan unsur-

unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam

beberapa bahasa yang berbeda. Metode ini digunanakan untuk menganalisis data

secara linguistik. Berbeda dengan metode padan intralingual, metode padan

ekstralingual digunakan untuk menganalisis unsur yang bersifat ekstralingual,

seperti menghubungkan masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa.

Dengan demikian, metode ini digunakan untuk menganalisis data secara

pragmatik (Mahsun, 2005:117–120).

Data yang telah dicatat dan diinventarisasi akan dianalisis dengan

langkah-langkah sebagai berikut.

1) Data diidentifikasi berdasarakan ciri-ciri penanda khas yang ditemukan.

2) Data diklasifikasi berdasarkan kriteria persepsi ketidaksantunan.

3) Data diinterpretasi atau dimaknai berdasarkan teori yang menjadi acuan.

4) Data dideskripsikan dalam bentuk sajian hasil analisis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

67

3.6 Sajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data yang berupa temuan penelitian sebagai jawaban atas

masalah yang hendak dipecahkan, haruslah disajikan dalam bentuk teori.

Penyajian hasil temuan penelitian dapat menggunakan dua metode, yaitu metode

formal dan informal (Mahsun, 2005:279). Pada penelitian ini, data yang telah

diinterpretasi dalam tahapan analisis data, hasilnya disajikan secara informal.

Penyajian hasil analisis data secara informal dapat diartikan bahwa hasil analisis

data itu dirumuskan dengan kata-kata biasa, bukan dengan simbol-simbol tertentu

karena memang hasil penelitian ini tidak menuntut model sajian yang demikian

itu.

3.7 Trianggulasi Hasil Analisis Data

Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data (Moleong, 2007:330). Trianggulasi dalam

penelitian ini menggunakan dua teknik, yaitu teknik trianggulasi teori dan teknik

trianggulasi penyidik. Penggunaan teknik trianggulasi teori berfungsi untuk

membandingkan hasil temuan dengan teori ketidaksantunan berbahasa dari para

ahli bahasa. Selanjutnya, peggunaan teknik trianggulasi penyidik ialah dengan

membandingkan hasil analisis data peneliti dengan hasil analisis peneliti lain

dalam satu tim penelitian. Selain itu, peneliti juga melakukan bimbingan dengan

dosen pembimbing yaitu Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

68

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian tentang hasil penelitian yang berupa deskripsi data,

analisis data, dan pembahasan.

4.1 Deskripsi Data

Data penelitian ini berupa tuturan langsung yang menunjukkan

ketidaksantunan dari setiap orang yang berkomunikasi dengan anggota keluarga.

Keluarga tersebut merupakan keluarga yang berada di lingkungan Kadipaten

Pakualaman Yogyakarta dan masih memiliki hubungan dengan Kraton

Pakualaman, yaitu keluarga kerabat Pakualam ataupun keluarga abdi dalem

Kraton Pakualaman. Data dikumpulkan dari bulan April hingga bulan Juni 2013.

Jumlah data yang terkumpul untuk dianalisis adalah 55 tuturan. Karena penelitian

ini merupakan penelitian kualitiatif, kelima puluh lima tuturan tidak santun

tersebut telah menjukkan fenomena ketidaksantunan yang ada di lingkungan

keluarga. Jumlah data tuturan yang terkumpul berdasarkan kategori

ketidaksantunannya adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Jumlah Data Tuturan berdasarkan Kategori Ketidaksantunan

No. Kategori Ketidaksantunan Jumlah Tuturan

1. Melanggar Norma 4

2. Mengancam Muka Sepihak 9

3. Melecehkan Muka 19

4. Menghilangkan Muka 14

5. Menimbulkan Konflik 9

JUMLAH 55

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

69

Jumlah tuturan yang diperoleh dalam setiap kategori ketidaksantunan

berbeda-beda. Namun, dari lima kategori ketidaksantunan terdapat satu kategori

ketidaksantunan yang memiliki jumlah terbanyak, yaitu kategori melecehkan

muka. Setiap kategori ketidaksantunan memiliki makna ketidaksantunan yang

berbeda-beda pula. Makna ketidaksantunan tersebut menjadi subkategori dari

setiap kategori ketidaksantunan. Adanya subkategori bukan sebagai penentu

santun tidaknya suatu tuturan, tetapi subkategori hanya berfungsi sebagai

pembeda makna suatu tuturan. Santun tidaknya suatu tuturan tergantung dari

tuturan tersebut dan konteks yang menyertainya. Berikut ini adalah tabel

persentase jumlah subkategori dalam setiap kategori ketidaksantunan.

Tabel 2. Persentase Jumlah Data Tuturan berdasarkan Subkategori

Ketidaksantunan

No.

Kategori

Ketidak-

santunan

Subkategori Ketidaksantunan

Jum

lah

Per

sen

tase

tu

tura

n

(%)

Men

jan

jik

an

Men

ola

k

Kes

al

Mem

erin

tah

Men

yin

dir

Men

gan

cam

Men

yal

ahk

an

Men

gej

ek

Mel

aran

g

1. Melanggar

norma 2 1 1 4 7,27

2. Mengancam

muka sepihak 1 1 2 4 1 9 16,36

3. Melecehkan

muka 6 3 7 1 2 19 34,55

4. Menghilangkan

muka 2 8 1 3 14 25,45

5. Menimbulkan

konflik 2 1 1 2 1 2 9 16,36

Jumlah 3 3 9 8 19 3 1 7 2 55

Persentase tuturan (%) 5,45 5,45 16,36 14,55 34,55 5,45 1,82 12,73 3,64 100,00

Berdasarkan tabel di atas, jumlah terbanyak data yang terekam adalah

subkategori menyindir sebanyak 19 tuturan (34,55%), subkategori kesal dengan 9

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

70

tuturan (16,36%), dan subkategori memerintah sebanyak 8 tuturan (14,55%).

Setelah ketiga subkategori tersebut, terdapat subkategori mengejek 7 tuturan

(12,73%). Selanjutnya, subkategori menjanjikan, menolak, dan mengancam

dengan jumlah setiap subkategori 3 tuturan (5,45%), subkategori melarang ada 2

tuturan (3,64%), serta subkategori menyalahkan dengan 1 tuturan (1,82%).

Dengan melihat tabel di atas, tuturan yang telah diperoleh termasuk dalam

lima kategori ketidaksantunan, yaitu melanggar norma, mengancam muka

sepihak, melecehkan muka, menghilangkan muka, dan menimbulkan konflik.

Setiap kategori ketidaksantunan tersebut mengandung subkategori

ketidaksantunan yang berbeda-beda. Subkategori ketidaksantunan yang

ditemukan dalam kelima kategori ketidaksantunan tersebut adalah menyindir,

kesal, memerintah, mengejek, menjanjikan, menolak, mengancam, melarang, dan

menyalahkan. Berikut ini adalah sajian data yang akan dianalisis dalam penelitian

ini.

4.1.1 Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma

Tuturan di bawah ini merupakan tuturan yang termasuk dalam kategori

ketidaksantunan melanggar norma. Berdasarkan tabel sebelumnya, kategori

ketidaksantunan melanggar norma terdapat 4 tuturan dengan 3 subkategori

ketidaksantunan. Keempat tuturan tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Data Tuturan Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma

No. Subkategori Kode Tuturan

1. Menjanjikan A1 “Bentar ta, Ma! Lagi seru game-nya.”

A3 “Kosik ta, iya-iya dilit maneh.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

71

2. Menolak A2 “Ah males. Pisan-pisan ora ya ra papa ta,

Bu.”

3. Kesal A4 “Ya ampun, Bu. Lagi jam sanga masak wis

malem ta?”

4.1.2 Kategori Ketidaksantunan Mengancam Muka Sepihak

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, kategori ketidaksantunan

mengancam muka sepihak yang ditemukan berjumlah 9 tuturan dan menunjukkan

5 subkategori ketidaksantunan. Berikut ini adalah tabel tuturan kategori

ketidaksantunan mengancam muka sepihak.

Tabel 4. Data tuturan Kategori Ketidaksantunan Mengancam Muka Sepihak

No. Subkategori Kode Tuturan

1. Menyindir B1 “Urung-urung kok wis terima kasih, wa

berarti udah selesai.”

B7 “Masalahnya kamu itu ngeyel.”

B8 “Di ajari bola-bali kok ra dong-dong!”

B9 “Ibu ki ora gaul.”

2. Memerintah B2 “Udah-udah sana, karo mama kana!”

B5 “Mbah ngelih Mbah, cepet ta Mbah selak

laper je Mbah!”

3. Menjanjikan B3 “Dipakai-dipakai. Iya sebentar ta, pakai-

pakai.”

4. Kesal B4 “Nggak suka mbah kakung.”

5. Mengejek B6 ”Iya, ora kaya kowe kuwi! Isih nganggur

wae.”

4.1.3 Kategori Ketidaksantunan Melecehkan Muka

Data tuturan kategori ketidaksantunan melecehkan muka yang telah

ditemukan berjumlah 19 tuturan. Kesembilan belas tuturan tersebut terdiri dari 6

subkategori yang berbeda. Tuturan-tuturan tersebut dapat dilihat pada tabel

berikut ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

72

Tabel 5. Data tuturan Kategori Ketidaksantunan Melecehkan Muka

No. Subkategori Kode Tuturan

1. Kesal C1 “Piye Be utange? Piye Be?”

C4 “Yak yakan!”

C7 “Has luweh! Sak karep omonganmu opo.”

C8 “Hais kowe ki!”

C17 “Ngopo kowe?”

C19 “Halah senengane! Nyebai tenan kowe ki.”

2. Memerintah C2 “Kae, anakmu dipisah kae! Ora sing tua, ora

sing enom pada wae.”

C3 “Ya kana gawe dewe! Wong kowe yang

laper.”

C9 “Acara kaya ngono ditonton. Ganti!”

3. Menyindir

C5 “Wo cah pethuk! Masak ibune lunga ora

ngerti.”

C10 “Salahe nonton tipi terus.”

C12 “Hah ngongkon kowe ki mung marake gela.”

C13 “Wis tutuk le dolan?”

C14 “Nyapu ngono wae ora resik.”

C15 “Dikandani kok ngeyele pol!”

C18 “Rasah-rasah! Gaweanmu wae ra rampung-

rampung.”

5. Mengejek C6 “Dasar anake wong edan!”

C16 “Percuma punya hape bagus-bagus, tapi

nggak bisa pakainya.”

6. Mengancam C11 ”Tenane? Nek salah kowe lho.”

4.1.4 Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka

Tuturan berikut ini merupakan tuturan yang termasuk dalam kategori

ketidaksantunan menghilangkan muka. Berdasarkan tabel 1 dan tabel 2, kategori

ketidaksantunan menghilangkan muka terdapat 14 tuturan yang mengandung 4

subkategori ketidaksantunan. Kelima belas tuturan tersebut adalah sebagai

berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

73

Tabel 6. Data tuturan Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka

No. Subkategori Kode Tuturan

1. Menyindir D1 “Anak saya itu kalau nggak ada ibu e manut,

kalau ada ibu e malah nggak manut, malah

padu e.”

D2 “Kalau pas ada ibu e, kesete.”

D4 “Itu Mbak bapaknya gajinya kurang.”

D6 “Mbok kaya mas, bubukan. Ora dolan wae.”

D7 “Cilik-cilik ning senenge sinetron kuwi,

Mbak.”

D8 “Ibu ki smsan terus.”

D11 “Biasanya, dia paling nganggur.”

D14 “Lanang wedok, siang malem, maenan terus.”

2. Mengejek D3 “Wah nek ibue ki bodho, Mbak.”

D12 “Jaket wis bau koyo ngono isih wae dienggo.”

D13 “Hapene ibu ki wis jadul.”

3. Menyalahkan D5 “Ngawur, sembarangan wae, ngawur dudu

kuwi!”

4. Memerintah D9 “Ayo bali! Dolan wae.”

D10 “Kono gawe dewe! Cah wedok masak wae ra

iso.”

4.1.5 Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, kategori ketidaksantunan

menimbulkan konflik yang ditemukan berjumlah 9 tuturan dan menunjukkan 6

subkategori ketidaksantunan. Berikut ini adalah tabel tuturan kategori

ketidaksantunan mengancam muka sepihak.

Tabel 7. Data tuturan Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik

No. Subkategori Kode Tuturan

1. Melarang E1 “Nggak boleh! Dasar kamu, pipis!”

E2 “Ndak boleh! Ini buat aku.”

2. Mengancam E3 “Nanti kalau aku pulang sekolah ada sesajen,

tak obrak-abrik!”

E7 “Tak grujug Kowe! Sekali bapak ngomong,

jangan di sanggah!”

3. Memerintah E4 “Wong yang satu masih kok, sana ambil! Itu

di dalam sana, heran.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

74

4. Mengejek E5 “Yo ben, yo ben.”

5. Menolak E6 “Ah mengko! Karo mas Ardha wae.”

E9 “Wegah! Mas wae kae lho.”

6. Kesal E8 “Senengane nek ngrampungke gawean kok

ora tuntas!”

4.2 Analisis Data

Data tuturan telah diidentifikasi, diklasifikasi, dikategorisasi, dan

dikodifikasi di dalam tabulasi. Aspek-aspek yang diidentifikasi yakni kategori

ketidaksantunan tuturan, penanda ketidaksantunan tuturan, dan konteks tuturan.

Dari tabulasi tersebut, data tuturan dianalisis lebih lanjut dan disajikan dengan 3

hal berikut, yaitu (1) wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, (2) penanda

ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, dan (3) maksud ketidaksantunan

penutur. Analisis data didasarkan pada tuturan-tuturan yang termasuk ke dalam

lima kategori ketidaksantunan. Kelima kategori ketidaksantunan yang telah

ditemukan di dalam tuturan-tuturan antara anggota keluarga, yaitu melanggar

norma, mengancam muka sepihak, melecehkan muka, menghilangkan muka, dan

menimbulkan konflik. Analisis lebih lanjut mengenai ketidaksantunan linguistik

dan pragmatik berbahasa di dalam keluarga adalah sebagai berikut.

4.2.1 Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma

Locher and Watts (2008:5) berpandangan bahwa perilaku tidak santun

adalah perilaku yang secara normatif dianggap negatif (negatively marked

behavior) karena melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.

Kedua ahli tersebut juga menegaskan bahwa ketidaksantunan merupakan peranti

untuk menegosiasikan hubungan antarsesama (a means to negotiate meaning).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

75

Suatu tuturan dalam kategori melanggar norma terjadi bila tuturan penutur

terjadi saat penutur telah atau berusaha melanggar suatu hal yang telah disepakati

dengan mitra tutur. Suatu tuturan dalam kategori ini dikatakan tidak santun, jika

tuturan penutur membuat mitra tutur kesal.

Tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan melanggar norma

ditemukan empat tuturan. Keempat tuturan tersebut terbagi dalam ketiga

subkategori, yaitu subkategori menjanjikan, menolak, dan kesal. Berikut ini

contoh tuturan tersebut.

4.2.1.1 Subkategori Menjanjikan

Subkategori menjajikan muncul akibat tuturan penutur yang secara sengaja

atau tidak sengaja menunjukkan bahwa penutur seolah-olah berjanji akan

melakukan sesuatu di waktu yang akan datang. Pada kategori melanggar norma,

subkategori menjanjikan lebih berhubungan dengan suatu perjanjian atau

kesepatan yang telah diketahui oleh anggota keluarga. Berikut ini contoh tuturan

yang termasuk dalam subkategori menjanjikan.

Cuplikan 1

MT : Jangan main game terus, Dik! Udah jam berapa ini? Belajar sana!

P : Bentar ta, Ma! Lagi seru game-nya. (A1)

MT : Awas kalau besok nilainya jelek.

(Konteks tuturan: Penutur laki-laki berumur 6 tahun, kelas 1 SD. Mitra tutur

perempuan berumur 41 tahun. Penutur adalah anak mitra tutur. Tuturan terjadi

di ruang keluarga, saat malam hari. Penutur sedang bermain game sampai lupa

waktu. Mitra tutur mengingatkan penutur untuk berhenti bermain karena sudah

waktunya untuk belajar. Penutur tidak mengindahkan perintah mitra tutur.)

Cuplikan 3

MT : Heh uwis le dolanan laptop kuwi!

(He, sudah yang mainan laptop itu!)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

76

P : Kosik ta, iya-iya dilit maneh. (A3)

(Sebentar ta, iya-iya sebentar lagi.)

MT : Wis jam pira iki? Sinau-sinau!

(Sudah jam berapa ini? Belajar-belajar!)

(Konteks tuturan: Penutur laki-laki berumur 14 tahun, kelas IX SMP. Mitra tutur

perempuan 37 tahun. Penutur adalah anak mitra tutur. Tuturan terjadi di ruang

makan, saat sore hari. Penutur asyik bermain laptop. Mitra tutur mengingatkan

penutur untuk mematikan laptop karena sudah waktunya untuk belajar. Penutur

tidak mengindahkan perintah mitra tutur.)

Dari kedua tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (A1): “Bentar ta, Ma! Lagi seru game-nya.”

Tuturan (A3): “Kosik ta, iya-iya dilit maneh.” (Sebentar ta, iya-iya sebentar

lagi)

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (A1): Penutur tidak mengindahkan perintah mitra tutur. Penutur

tidak merasa bersalah. Penutur berbicara dengan ketus. Penutur tidak

memandang mitra tutur ketika berbicara. Penutur berbicara dengan orang tua.

Tuturan (A3): Penutur tidak mengindahkan perintah mitra tutur. Penutur

tidak merasa bersalah. Penutur berbicara dengan ketus. Penutur tidak

memandang mitra tutur ketika berbicara. Penutur berbicara dengan orang

yang lebih tua.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (A1): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan kata yang tidak baku, yaitu

kata “bentar” dan kata “lagi”. Kata fatis yang terdapat dalam tuturan (A1)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

77

ialah “ta”. Penutur berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan digunakan

pada kata “bentar”. Intonasi yang digunakan penutur ialah intonasi berita.

Tuturan (A3): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Kata fatis yang

terdapat dalam tuturan (A3) ialah “ta”. Penutur berbicara dengan nada naik

tinggi. Tekanan digunakan pada kata “kosik”. Intonasi yang digunakan

penutur ialah intonasi berita.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (A1): Penutur laki-laki berumur 6 tahun, kelas 1 SD. Mitra

tutur perempuan berumur 41 tahun. Mitra tutur adalah ibu penutur. Tuturan

terjadi di ruang keluarga, saat malam hari. Penutur asyik bermain game

sampai lupa waktu. Mitra tutur mengingatkan penutur untuk berhenti bermain

karena sudah waktunya untuk belajar. Tujuan penutur dari tuturannya ialah

penutur tidak mau diganggu saat bermain game. Tindak verbal dari tuturan

penutur ialah komisif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra

tutur adalah mengancam penutur.

Konteks tuturan (A3): Penutur perempuan berumur 13 tahun, kelas VII

SMP. Mitra tutur perempuan berumur 22 tahun. Penutur adalah adik mitra

tutur. Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat malam hari. Penutur asyik

bermain laptop. Mitra tutur mengingatkan penutur untuk mematikan laptop

karena sudah waktunya untuk belajar. Tujuan penutur dari tuturannya ialah

penutur tidak mau mematikan laptopnya. Tindak verbal dari tuturan penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

78

ialah komisif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur

adalah menggapi penutur dengan kesal.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (A1): Penutur bermaksud menolak untuk mematikan game-nya.

Tuturan (A3): Penutur bermaksud menolak untuk mematikan laptop.

4.2.1.2 Subkategori Menolak

Subkategori menolak terjadi karena tuturan penutur menyatakan suatu

penolakan terhadap sesuatu. Pada kategori melanggar norma, subkategori

menolak lebih berhubungan dengan suatu penolakan terhadap suautu kesepakatan

yang telah disetujui oleh anggota keluarga. Berikut ini contoh tuturan yang

termasuk dalam subkategori menolak.

Cuplikan Tuturan 2

P : “Bu, sekalian cuciin piringku ya!”

MT : “Wegah. Wong wis peraturane, cuci piring sendiri-sendiri.”

(Tidak mau. Sudah peraturannya, cuci piring sendiri-sendiri.)

P : “Ah males. Pisan-pisan ora ya ra papa ta, Bu.” (A2)

(Ah malas. Sekali-sekali tidak ya tidak apa-apa, Bu.) (Konteks tuturan: Penutur laki-laki berumur 14 tahun, kelas IX SMP. Mitra tutur

perempuan 37 tahun. Penutur adalah anak mitra tutur. Penutur dan mitra tutur

berada di dalam rumah. Tuturan terjadi di ruang makan, saat sore hari. Penutur

dan mitra tutur sedang makan malam. Di dalam keluarga penutur, ada peraturan

bahwa setelah makan, setiap orang harus mencuci piring sendiri-sendiri. Setelah

selesai makan, penutur meminta mitra tutur untuk mencucikan piring miliknya.

Mitra tutur menolak untuk mencucikan piring pernutur.)

Dari tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

79

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (A2): “Ah males. Pisan-pisan ora ya ra papa ta, Bu.” (Ah malas.

Sekali-sekali tidak kan tidak apa-apa, Bu)

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (A2): Penutur dengan sengaja melanggar peraturan yang ada.

Penutur tidak merasa bersalah. Penutur berusaha membujuk mitra tutur untuk

menyetujui tindakannya. Penutur berbicara dengan orang tua.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (A2): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Kata fatis yang

terdapat dalam tuturan (A2) ialah “ah” dan “ta”. Penutur berbicara dengan

nada naik tinggi. Tekanan digunakan kata “males”. Intonasi yang digunakan

penutur ialah intonasi berita.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (A2): Penutur laki-laki berumur 14 tahun, kelas IX SMP.

Mitra tutur perempuan 37 tahun. Penutur adalah anak mitra tutur. Tuturan

terjadi di ruang makan, saat sore hari. Penutur dan mitra tutur sedang makan

malam. Di keluarga penutur, ada peraturan bahwa setelah makan, setiap orang

harus mencuci piring sendiri-sendiri. Setelah selesai makan, penutur

meminta mitra tutur untuk mencucikan piring miliknya. Mitra tutur menolak

untuk mencucikan piring pernutur. Tujuan penutur dari tuturannya ialah

penutur malas untuk mencuci piring. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah

komisif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur adalah

meninggalkan penutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

80

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (A2): Penutur bermaksud menolak untuk mengerjakan

kewajibannya mencuci piring setelah makan.

4.2.1.3 Subkategori Kesal

Subkategori kesal terjadi ketika penutur mengungkapkan ekspresi

kekesalannya kepada mitra tutur. Pada kategori melanggar norma, subkategori

kesal lebih berhubungan dengan suatu bentuk ekspresi penutur terhadap suautu

kesepakatan yang telah disetujui oleh anggota keluarga. Berikut ini contoh tuturan

yang termasuk dalam subkategori kesal.

Cuplikan Tuturan 4

MT : “Saka ngendi wae? Jare bali jam wolu, lha kok tekan bengi.”

(Dari mana saja? Katanya pulang jam delapan, kok sampai malam.)

P : “Ya ampun, Bu. Lagi jam sanga masak wis malem ta?” (A4)

(Ya ampun, Bu. Baru jam sembilan masak sudah malam?)

MT : “Karepe bengi ki jam pira?”

(Maunya malam itu jam berapa?)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 22 tahun. Mitra tutur perempuan

berumur 45 tahun. Penutur adalah anak mitra tutur. Tuturan terjadi di luar

rumah, saat malam hari. Penutur baru pulang ke rumah. Penutur melihat mitra

tutur yang baru saja pulang. Mitra tutur mengingatkan penutur bahwa ia pulang

sudah terlalu malam. Mitra tutur memperbolehkan penutur pergi sampai jam

delapan malam.)

Dari tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (A4): “Ya ampun, Bu. Lagi jam sanga masak wis malem ta?” (Ya

ampun, Bu. Baru jam sembilan masak sudah malam?)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

81

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (A4): Penutur tidak merasa bersalah. Penutur berbicara dengan

malas. Penutur berbicara dengan orang tua.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (A4): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa dan penyisipan

kata “malem” yang merupakan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia. Kata

fatis yang terdapat dalam tuturan (A4) ialah “ya” dan “ta”. Penutur berbicara

dengan nada tuturn datar. Tekanan digunakan pada kata “ya ampun”. Intonasi

yang digunakan penutur ialah intonasi tanya.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (A4): Penutur perempuan berumur 22 tahun. Mitra tutur

perempuan berumur 45 tahun. Penutur adalah anak mitra tutur. Tuturan

terjadi di luar rumah, saat malam hari. Penutur baru pulang ke rumah. mitra

tutur melihat penutur yang baru saja pulang. Mitra tutur mengingatkan

penutur bahwa ia pulang sudah terlalu malam, padahal mitra tutur

memperbolehkan penutur pergi sampai jam delapan malam. Tujuan penutur

dari tuturannya ialah penutur memberikan pembelaan diri karena mitra tutur

menganggap ia pulang terlalu malam. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah

ekspresif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur adalah

menggapi penutur dengan kesal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

82

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (A4): Penutur bermaksud memprotes mitra tutur yang terlalu kaku

terhadap waktu.

4.2.2 Kategori Ketidaksantunan Mengancam Muka Sepihak

Terkourafi (2008:3–4) memandang ketidaksantunan sebagai, ‘impoliteness

occurs when the expression used is not conventionalized relative to the context of

occurrence; it threatens the addressee’s face but no face-threatening intention is

attributed to the speaker by the hearer.’ Jadi, perilaku berbahasa dalam

pandangannya akan dikatakan tidak santun bilamana mitra tutur (addressee)

merasakan ancaman terhadap kehilangan muka (face threaten), dan penutur

(speaker) tidak mendapatkan maksud ancaman muka itu dari mitra tuturnya.

Suatu tuturan dalam kategori mengancam muka sepihak terjadi bila

penutur tidak sengaja mengucapkan suatu tuturan yang membuat mitra tutur

tersinggung. Hal inilah yang membuat suatu tuturan dalam kategori ini menjadi

tidak santun.

Tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan mengancam muka

sepihak ditemukan sembilan tuturan. Kesembilan tuturan tersebut terbagi dalam

lima subkategori, yaitu subkategori menyindir, memerintah, menjanjikan, kesal,

dan mengejek. Berikut ini contoh wujud tuturan tersebut.

4.2.2.1 Subkategori Menyindir

Subkategori menyindir dalam kategori mengancam muka sepihak terjadi

ketika penutur secara tidak sengaja membuat mitra tutur tersindir atau tersinggung

akibat tuturan penutur. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam

subkategori menyindir.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

83

Cuplikan tuturan 11

MT : “Mas, aku njaluk pit ro bapak ora oleh.”

(Mas, saya minta sepeda sama bapak tidak boleh.)

P : “Masalahnya kamu itu ngeyel.” (B7)

MT : “Ngeyel piye? Ora yo.”

(Ngeyel bagaimana? Tidak kok.)

(Konteks tuturan: Penutur laki-laki berumur 22 tahun. Mitra tutur laki-laki

berumur 12 tahun tahun. Penutur adalah kakak mitra tutur. Tuturan terjadi di

depan rumah, saat sore hari. Mitra tutur bertanya kepada penutur mengapa

orang tuanya tidak mau membelikan sepeda. Penutur menjawab pertanyaan mitra

tutur.)

Cuplikan tuturan 12

MT : “Piye iki?”

(Bagaimana ini?)

P : “Diajari bola-bali kok ra dong-dong!” (B8)

(Dilatih berkali-kali kok tidak mengerti!)

MT : “Wis ora sida.”

(Sudah tidak jadi.)

(Konteks tuturan: Penutur laki-laki berumur 23 tahun. Mitra tutur laki-laki

berumur 55 tahun tahun. Penutur adalah anak mitra tutur. Tuturan terjadi ruang

keluarga, saat sore hari. Mitra tutur meminta bantuan penutur untuk

mengajarinya memakai komputer. Penutur sudah berkali-kali mengajari mitra

tutur. Mitra tutur tidak bisa mengingat ajaran penutur.)

Dari kedua tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (B7): “Masalahnya kamu itu ngeyel.”

Tuturan (B8): “Diajari bola-bali kok ra dong-dong!” (Dilatih berkali-kali

kok tidak mengerti!)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

84

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (B7): Penutur berbicara dengan ekspresi sinis. Penutur berbicara

dengan tidak memperhatikan mitra tutur. Penutur tidak bermaksud menyindir

mitra tutur. Penutur tidak sadar telah membuat mitra tutur tersinggung.

Tuturan (B8): Penutur berbicara dengan ekspresi sinis. Penutur berbicara

dengan tidak memperhatikan mitra tutur. Penutur tidak bermaksud menyindir

mitra tutur. Penutur tidak sadar telah membuat mitra tutur tersinggung.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (B7): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa populer yang

merupakan bahasa sehari-hari. Penutur berbicara dengan nada naik tinggi.

Tekanan digunakan pada kata “ngeyel”. Intonasi yang digunakan penutur

ialah intonasi berita.

Tuturan (B8): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Kata fatis yang

terdapat dalam tuturan (B8) ialah “kok”. Penutur berbicara dengan nada naik

tinggi. Tekanan digunakan pada frasa “ra dong-dong”. Intonasi yang

digunakan penutur ialah intonasi seru.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (B7): Penutur laki-laki berumur 22 tahun. Mitra tutur laki-

laki berumur 12 tahun tahun. Penutur adalah kakak mitra tutur. Tuturan

terjadi di depan rumah, saat sore hari. Mitra tutur bertanya kepada penutur

mengapa orang tuanya tidak mau membelikan sepeda. Penutur menjawab

pertanyaan mitra tutur. Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

85

menjawab pertanyaan mitra tutur sesuai dengan kenyataan. Tindak verbal dari

tuturan penutur ialah ekspresif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak

perlokusi mitra tutur memberikan pembelaan diri.

Konteks tuturan (B8): Penutur laki-laki berumur 23 tahun. Mitra tutur laki-

laki berumur 55 tahun tahun. Penutur adalah anak mitra tutur. Tuturan terjadi

ruang keluarga, saat sore hari. Mitra tutur meminta bantuan penutur untuk

mengajarinya memakai komputer. Penutur sudah berkali-kali mengajari mitra

tutur. Mitra tutur tidak bisa mengingat ajaran penutur. Tujuan penutur dari

tuturannya ialah penutur mengungkapkan kelelahannya kepada mitra tutur

yang selalu menanyakan hal yang sama. Tindak verbal dari tuturan penutur

ialah ekspresif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur

tidak jadi meminta bantuan penutur.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (B7): Penutur bermaksud mengejek mitra tutur yang dianggap

selalu tidak patuh.

Tuturan (B8): Penutur bermaksud mengungkapkan rasa kesalnya kepada

mitra tutur yang selalu meminta diajari.

4.2.2.2 Subkategori Memerintah

Subkategori memerintah terjadi dalam kategori mengancam muka sepihak

ketika tuturan penutur seolah-olah atau memang bermaksud memberikan perintah

kepada mitra tutur, tetapi penutur secara tidak sengaja telah membuat mitra tutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

86

tersinggung akibat tuturan penutur yang tidak berkenan oleh mitra tutur. Berikut

ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori memerintah.

Cuplikan tuturan 6

MT : “Pa, ayo temenin main!”

P : “Sebentar, Dik.”

MT : “Ayo! Ayo!”

P : “Udah-udah sana, karo mama kana!” (B2)

(Sudah-sudah sana, sama mama sana!)

(Konteks tuturan: Penutur laki-laki berumur 56 tahun. Mitra tutur laki-laki

berumur 4 tahun. Penutur adalah ayah mitra tutur. Tuturan terjadi di ruang

keluarga, saat siang hari. Penutur sedang mengerjakan tugas. Mitra tutur

mengajak penutur bermain sehingga mengganggu pekerjaan penutur. Penutur

yang merasa terganggu meminta mitra tutur untuk bermain dengan ibunya.)

Cuplikan tuturan 9

P : “Mbah masak apa?”

MT : “Sego goreng.”

(Nasi goreng.)

P : “Mbah ngelih Mbah, cepet ta Mbah selak laper je Mbah!” (B5)

(Mbah lapar Mbah, cepat Mbah sudah lapar Mbah!)

MT : “Mbok ya ngewangi kene!”

(Ya bantuin sini!)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 7 tahun, kelas 2 SD. Mitra tutur

perempuan berumur 56 tahun. Penutur adalah cucu mitra tutur.Tuturan terjadi di

ruang tamu, saat siang hari. Penutur melihat mitra tutur memasak. Penutur tidak

membantu mitra tutur yang memasak.Mitra tutur tidak tahu kalau penutur juga

berada di dapur.)

Dari kedua tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (B2): “Udah-udah sana, karo mama kana!” (Sudah-sudah sana,

sama mama sana.)

Tuturan (B5): “Mbah, ngelih Mbah. Cepet ta Mbah, selak laper je Mbah!”

(Mbah lapar Mbah, cepat Mbah sudah lapar Mbah.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

87

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (B2): Penutur berbicara dengan tidak memandang mitra tutur.

Penutur berbicara sambil mendorong pelan mitra tutur supaya menjauh.

Penutur tidak merasa kalau tuturannya telah membuat mitra tutur merasa

tidak diinginkan keberadaannya di dekat penutur.

Tuturan (B5): Penutur berbicara dengan volume yang keras. Penutur

berbicara kepada orang yang lebih tua. Penutur hanya memberikan perintah

tanpa membantu mitra tutur.Penutur tidak merasa kalau tuturannya telah

membuat mitra tutur kesal.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (B2): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penyisipan kata “karo” dan “kana” dalam

bahasa Jawa. Penutur berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan digunakan

pada kata “kana”. Intonasi yang digunakan penutur ialah intonasi perintah.

Tuturan (B5): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa dan penyisipan

kata “laper” yang merupakan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia. Kata

fatis yang terdapat dalam tuturan (B6) ialah “ta” dan “je”. Penutur berbicara

dengan nada naik tinggi. Tekanan digunakan pada klausa “cepet ta Mbah”.

Intonasi yang digunakan penutur ialah intonasi perintah.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (B2): Penutur laki-laki berumur 56 tahun. Mitra tutur laki-

laki berumur 4 tahun. Penutur adalah ayah mitra tutur. Tuturan terjadi di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

88

ruang keluarga, saat siang hari. Penutur sedang mengerjakan tugas. Mitra

tutur mengajak penutur bermain sehingga mengganggu pekerjaan penutur.

Penutur yang merasa terganggu meminta mitra tutur untuk bermain dengan

ibunya. Tujuan penutur dari tuturannya ialah meminta mitra tutur untuk

bermain dengan ibunya karena merasa tengganggu. Tindak verbal dari tuturan

penutur ialah direktif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra

tutur adalah menangis, lalu pergi meninggalkan penutur.

Konteks tuturan (B5): Penutur perempuan berumur 7 tahun, kelas 2 SD.

Mitra tutur perempuan berumur 56 tahun. Penutur adalah cucu mitra

tutur.Tuturan terjadi di ruang tamu, saat siang hari. Penutur melihat mitra

tutur memasak. Penutur tidak membantu mitra tutur yang memasak.Mitra

tutur tidak tahu kalau penutur juga berada di dapur. Tujuan penutur dari

tuturannya ialah penutur meminta mitra tutur untuk segera menyelesaikan

masakannya. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah direktif. Tuturan

tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur adalah menimpali tuturan

penutur dengan kesal.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (B2): Penutur bermaksud memberikan pengertian kepada mitra

tutur.

Tuturan (B5): Penutur bermaksud memohon kepada mitra tutur untuk segera

menyelesaikan masakannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

89

4.2.2.3 Subkategori Menjanjikan

Subkategori menjajikan dalam kategori mengancam muka sepihak muncul

akibat tuturan penutur yang secara sengaja atau tidak sengaja menunjukkan bahwa

penutur berjanji akan melakukan sesuatu. Namun, penutur secara tidak sengaja

telah membuat mitra tutur tersinggung akibat tuturannya yang tidak berkenan oleh

mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori

menjanjikan.

Cuplikan tuturan 7

MT :” Ma, pakaiin baju superman!”

P : “Sebentar ta.”

MT : “Pakaiin!”

P : “Dipakai-dipakai. Iya sebentar ta, pakai-pakai.” (B3)

(Konteks tuturan: Penutur laki-laki berumur 42 tahun. Mitra tutur laki-laki

berumur 4 tahun. Penutur adalah ibu mitra tutur. Tuturan terjadi di ruang

keluarga, saat siang hari. Penutur sedang menggendong adik mitra tutur. Mitra

tutur meminta penutur untuk memakaikan baju superman. Penutur belum bisa

memakaikan baju kepada penutur karena masih menggendong adik mitra tutur.)

Dari tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (B3): “Dipakai-dipakai. Iya sebentar ta, pakai-pakai.”

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (B3): Penutur menanggapi mitra tutur dengan tidak serius. Penutur

berbicara tanpa melihat mitra tutur. Penutur tidak merasa kalau tuturannya

telah membuat mitra tutur merasa tidak diperhatikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

90

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (B3): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa populer yang

merupakan bahasa sehari-hari. Kata fatis yang terdapat dalam tuturan (B4)

ialah “ta”. Penutur berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan digunakan

pada kata “sebentar”. Intonasi yang digunakan penutur ialah intonasi berita.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (B3): Penutur laki-laki berumur 42 tahun. Mitra tutur laki-

laki berumur 4 tahun. Penutur adalah ibu mitra tutur. Tuturan terjadi di ruang

keluarga, saat siang hari. Penutur sedang menggendong adik mitra tutur.

Mitra tutur meminta penutur untuk memakaikan baju superman. Penutur

belum bisa memakaikan baju kepada penutur karena masih menggendong

adik mitra tutur. Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur belum bisa

memakaikan baju kepada mitra tutur karena masih menggendong adik mitra

tutur. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah komisif. Tuturan tersebut

menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur adalah menangis.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (B3): Penutur bermaksud memberikan pengertian kepada mitra

tutur.

4.2.2.4 Subkategori Kesal

Subkategori kesal dalam kategori mengancam muka sepihak terjadi ketika

penutur mengungkapkan ekspresi ketidaksenangannya kepada mitra tutur.

Namun, tuturan penutur secara tidak sengaja telah membuat mitra tutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

91

tersinggung karena tidak berkenan oleh mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan

yang termasuk dalam subkategori kesal.

Cuplikan tuturan 8

MT 1 : “Kenapa takut sama simbah kakung?”

P : “Nggak suka mbah kakung.” (B4)

MT 2 : “Simbah ki ora nyokot, kok wedi.”

(Simbah itu tidak menggigit, kok takut.)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 7 tahun, kelas 2 SD. Mitra tutur 1

perempuan berumur 21 tahun, sebagai tamu. Mitra tutur 2 laki-laki berumur 61

tahun, sebagai kakek penutur. Tuturan terjadi di ruang tamu, saat siang hari.

Penutur berbincang dengan mitra tutur 1. Mitra tutur 1 bertanya kepada penutur

mengapa takut kepada mitra tutur 2. Mitra tutur 2 mendengar tuturan penutur.)

Dari tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (B4): “Nggak suka mbah kakung.”

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (B4): Penutur berbicara dengan ekspresi datar dan tidak merasa

takut ketika berbicara. Penutur tidak menyadari bahwa tuturannya terdengar

oleh mitra tutur 2. Mitra tutur 2 merasa tersingung.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (B4): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan kata yang tidak baku, yaitu

kata “nggak”. Penutur berbicara dengan nada turun datar. Tekanan digunakan

pada frasa “nggak suka”. Intonasi yang digunakan penutur ialah intonasi

berita.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

92

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (B4): Penutur perempuan berumur 7 tahun, kelas 2 SD.

Mitra tutur 1 perempuan berumur 21 tahun, sebagai tamu. Mitra tutur 2 laki-

laki berumur 61 tahun, sebagai kakek penutur. Tuturan terjadi di ruang tamu,

saat siang hari. Penutur berbincang dengan mitra tutur 1. Mitra tutur 1

bertanya kepada penutur mengapa takut kepada mitra tutur 2. Mitra tutur 2

mendengar tuturan penutur. Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur

menjawab mitra tutur 1 dengan malu-malu karena takut terdengar oleh mitra

tutur 2. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah ekspresif. Tuturan tersebut

menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur 2 adalah menimpali jawaban

penutur.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (B4): Penutur bermaksud mengungkapkan ketidaksengannya

terhadap mitra tutur.

4.2.2.5 Subkategori Mengejek

Subkategori mengejek dalam kategori mengancam muka sepihak terjadi

karena penutur mengucapkan tuturan yang tidak disengaja seperti mengejek atau

meremehkan mitra tutur, sehingga membuat mitra tutur tersinggung karena

tuturan tersebut tidak berkenan oleh mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan yang

termasuk dalam subkategori kesal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

93

Cuplikan tuturan 10

MT : “Kancaku SMA kae wis duwe gawean saiki.”

(Temanku SMA itu sudah punya pekerjaan sekarang.)

P :”Iya, ora kaya kowe kuwi! Isih nganggur wae.” (B6)

(Iya, tidak seperti kamu itu! Masih menganggur saja.)

MT : “Enak wae! Sing penting tetep usaha golek.”

(Enak saja! Yang penting tetap usaha mencari.)

(Konteks tuturan: Penutur laki-laki berumur 22 tahun. Mitra tutur laki-laki

berumur 12 tahun tahun. Mitra tutur adalah adik penutur. Tuturan terjadi di

depan rumah, saat sore hari. Mitra tutur menceritakan temannya yang sudah

memiliki pekerjaan. Penutur menimpali cerita mitra tutur.)

Dari tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (B6): “Iya, ora kaya kowe kuwi! Isih nganggur wae.” (Iya, tidak

seperti kamu itu! Masih menganggur saja.)

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (B6): Penutur berbicara dengan ketus. Penutur tidak bermaksud

menyindir mitra tutur. Penutur tidak sadar telah membuat mitra tutur

tersinggung.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (B6): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Penutur

berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan digunakan pada frasa “kowe

kuwi”. Intonasi yang digunakan penutur ialah intonasi seru.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

94

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (B6): Penutur laki-laki berumur 22 tahun. Mitra tutur laki-

laki berumur 12 tahun tahun. Mitra tutur adalah adik penutur. Tuturan terjadi

di depan rumah, saat sore hari. Mitra tutur menceritakan temannya yang

sudah memiliki pekerjaan. Penutur menimpali cerita mitra tutur. Tujuan

penutur sebenarnya hanya ingin menggoda mitra tutur yang belum juga

bekerja.Tindak verbal dari tuturan penutur ialah ekspresif. Tuturan tersebut

menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur memberikan pembelaan diri.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (B6): Penutur bermaksud menyindir mitra tutur yang masih

menganggur.

4.2.3 Kategori Ketidaksantunan Melecehkan Muka

Miriam A Locher (2008) berpandangan bahwa ketidaksantunan dalam

berbahasa dapat dipahami sebagai berikut, ‘…behaviour that is face-aggravating

in a particular context.’ Maksudnya, ketidaksantunan berbahasa itu menunjuk

pada perilaku ‘melecehkan’ muka (face-aggravate). Interpretasi lain yang

berkaitan dengan definisi Locher terhadap ketidaksantunan berbahasa ini adalah

bahwa tindakan tersebut sesungguhnya bukanlah sekadar perilaku ‘melecehkan

muka’, melainkan perilaku yang ‘memain-mainkan muka’. Jadi, ketidaksantunan

berbahasa dalam pemahaman Miriam A. Locher adalah sebagai tindak berbahasa

yang melecehkan dan memain-mainkan muka, sebagaimana yang dilambangkan

dengan kata ‘aggravate’ itu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

95

Suatu tuturan dalam kategori melecehkan muka terjadi bila penutur dengan

sengaja mengucapkan suatu tuturan yang membuat mitra tutur tersinggung. Hal

inilah yang membuat suatu tuturan dalam kategori ini menjadi tidak santun.

Tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan melecehkan muka

ditemukan sembilan belas tuturan. Kesembilan belas tuturan tersebut terbagi

dalam lima subkategori, yaitu subkategori kesal, memerintah, menyindir,

mengejek, dan mengancam. Berikut ini contoh wujud tuturan tersebut.

4.2.3.1 Subkategori Kesal

Subkategori kesal pada kategori melecehkan muka terjadi ketika penutur

mengungkapkan ekspresi kekesalan dan ketidaksenangannya kepada mitra tutur.

Tuturan tidaksantun dalam kategori ini memang dituturkan oleh penutur dengan

sengaja, sehingga mitra tutur merasa tersinggung. Berikut ini contoh tuturan yang

termasuk dalam subkategori kesal.

Cuplikan tuturan 17

MT : “Misi, Budhe.”

P : “Yak yakan!” (C4)

(Sembrono!)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 35 tahun. Mitra tutur perempuan

berumur 12 tahun. Penutur adalah tetangga mitra tutur. Tuturan terjadi di depan

rumah penutur saat siang hari. Mitra tutur sedang bermain dengan anak penutur

di tempat yang sama. Mitra tutur tidak sengaja menginjak kaki penutur saat

berjalan ke dalam rumah penutur. Penutur menegur mitra tutur yang dianggap

tidak memperhatikan jalan.)

Cuplikan uturan 20

MT : “Aku ngerti ngopo Ibu mageri mburi omah.”

(Aku tahu kenapa Ibu membuat pagar di belakang rumah.)

P : “Has luweh! Sak karep omonganmu opo.” (C7)

(Tidak peduli! Terserah omonganmu apa.)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 45 tahun. Mitra tutur perempuan

berumur 20 tahun. Penutur adalah ibu dari mitra tutur. Tuturan terjadi di dapur,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

96

saat malam hari. Mitra tutur sedang memasak. Penutur menemani mitra tutur

memasak. Mitra tutur mencoba membuka pembicaraan dengan penutur. Topik

pembicaraan yang diangkat oleh mitra tutur tidak berkenan oleh penutur.)

Dari kedua tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (C4): “Yak yakan!” (Sembrono!)

Tuturan (C7): “Has luweh! Sak karep omonganmu opo.” (Tidak peduli!

Terserah omonganmu apa.)

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (C4): Penutur berbicara dengan volume yang keras. Penutur

berbicara dengan membentak mitra tutur. Penutur berbicara dengan ekspresi

marah. Penutur telah membuat mitra tutur tersinggung dan takut. Penutur

sadar bahwa mitra tutur adalah anak tetangganya.

Tuturan (C7): Penutur berbicara dengan memotong kalimat mitra tutur.

Penutur berbicara dengan membentak mitra tutur. Penutur berbicara dengan

ekspresi kesal. Penutur telah membuat mitra tutur tersinggung. Penutur sadar

bahwa mitra tutur adalah anaknya.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (C4): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Penutur

berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan pada kata “yak-yakan”. Intonasi

yang digunakan penutur ialah intonasi seru.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

97

Tuturan (C7): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Kata fatis yang

terdapat dalam tuturan (C7) ialah “has” Penutur berbicara dengan nada naik

tinggi. Tekanan pada kata “luweh”. Intonasi yang digunakan penutur ialah

intonasi seru.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (C4): Penutur perempuan berumur 35 tahun. Mitra tutur

perempuan berumur 12 tahun. Penutur adalah tetangga mitra tutur. Tuturan

terjadi di depan rumah penutur saat siang hari. Mitra tutur sedang bermain

dengan anak penutur di tempat yang sama. Mitra tutur tidak sengaja

menginjak kaki penutur saat berjalan ke dalam rumah penutur. Penutur

menegur mitra tutur yang dianggap tidak memperhatikan jalan. Tujuan

penutur dari tuturannya ialah penutur menegur mitra tutur yang dinggap tidak

memperhatikan jalan ketika akan masuk ke dalam rumah penutur. Tindak

verbal dari tuturan penutur ialah ekspresif. Tuturan tersebut menyebabkan

tindak perlokusi mitra tutur diam saja lalu meninggalkan penutur.

Konteks tuturan (C7): Penutur perempuan berumur 45 tahun. Mitra tutur

perempuan berumur 20 tahun. Penutur adalah ibu dari mitra tutur. Tuturan

terjadi di dapur, saat malam hari. Mitra tutur sedang memasak. Penutur

menemani mitra tutur memasak. Mitra tutur mencoba membuka pembicaraan

dengan penutur. Topik pembicaraan yang diangkat oleh mitra tutur tidak

berkenan oleh penutur. Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur menolak

membicarakan topik yang dipilih oleh mitra tutur. Tindak verbal dari tuturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

98

penutur ialah ekspresif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra

tutur langsung diam tidak melanjutkan pembicaraan.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (C4): penutur bermaksud menegur mitra tutur yang tidak sengaja

menginjak kakinya.

Tuturan (C7): penutur hanya bermaksud mengungkapkan rasa kesalnya

kepada mitra tutur yang dianggap terlalu ingin mencari perhatian.

4.2.3.2 Subkategori Memerintah

Subkategori memerintah terjadi ketika tuturan penutur seolah-olah atau

memang bermaksud memberikan perintah kepada mitra tutur. Tuturan tidaksantun

dalam kategori melecehkan muka ini memang dituturkan oleh penutur dengan

sengaja, sehingga membuat mitra tutur tersinggung. Berikut ini contoh tuturan

yang termasuk dalam subkategori memerintah.

Cuplikan tuturan 16

MT : “Bu, gorengke endhog!”

(Bu, gorengkan telur!)

P : “Ya kana gawe dewe! Wong kowe yang laper.” (C3)

(Ya sana buat sendiri! Kan kamu yang lapar.)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 36 tahun. Mitra tutur perempuan

12 tahun, kelas V SD. Penutur adalah ibu mitra tutur. Tuturan terjadi di ruang

tamu pada saat siang hari. Penutur sedang menerima tamu di rumah. Mitra tutur

baru saja pulang dari sekolah. Penutur tidak menyiapkan makan siang, padahal

mitra tutur sudah lapar.)

Cuplikan tuturan 22

P : “Acara kaya ngono ditonton. Ganti!” (C9)

(Acara seperti itu ditonton. Ganti!)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

99

MT : “Nyoh.”

(Nih.)

(Konteks tuturan: Penutur laki-laki berumur 16 tahun. Mitra tutur perempuan

berumur 13 tahun. Penutur adalah kakak mitra tutur. Tuturan terjadi di ruang

keluarga, saat malam hari. Penutur datang mendekati mitra tutur karena ingin

menonton televisi juga. Mitra tutur menonton sinetron sesukaannya. Mitra tutur

tidak suka menonton sinetron.)

Dari kedua tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (C3): “Ya kana gawe dewe! Wong kowe yang laper.” (Ya sana buat

sendiri! Kan kamu yang lapar.)

Tuturan (C9): “Acara kaya ngono ditonton. Ganti!” (Acara seperti itu

ditonton. Ganti!)

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (C3): Penutur berbicara dengan volume yang keras. Penutur tidak

menghiraukan mitra tutur. Penutur telah membuat mitra tutur tersinggung.

Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah anaknya.

Tuturan (C9): Penutur berbicara dengan memaksa mitra tutur. Penutur

berbicara dengan ekspresi kesal. Penutur telah membuat mitra tutur

tersinggung. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah adiknya.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (C3): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa dan penyisipan

kata “laper” yang merupakan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia. Kata

fatis yang terdapat dalam tuturan (C3) ialah “ya” dan “wong”. Penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

100

berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan pada frasa “gawe dewe”. Intonasi

yang digunakan penutur ialah intonasi perintah.

Tuturan (C9): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Penutur

berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan pada kata “ganti”. Intonasi yang

digunakan penutur ialah intonasi seru.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (C3): Penutur perempuan berumur 36 tahun. Mitra tutur

perempuan 12 tahun, kelas V SD. Penutur adalah ibu mitra tutur. Tuturan

terjadi di ruang tamu pada saat siang hari. Penutur sedang menerima tamu di

rumah. Mitra tutur baru saja pulang dari sekolah. Penutur tidak menyiapkan

makan siang, padahal mitra tutur sudah lapar. Tujuan penutur dari tuturannya

ialah tidak bisa menyiapkan makanan karena sedang ada tamu. Tindak verbal

dari tuturan penutur ialah direktif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak

perlokusi mitra tutur diam saja dan langsung ke dapur untuk memasak.

Konteks tuturan (C9): Penutur laki-laki berumur 16 tahun. Mitra tutur

perempuan berumur 13 tahun. Penutur adalah kakak mitra tutur. Tuturan

terjadi di ruang keluarga, saat malam hari. Penutur datang mendekati mitra

tutur karena ingin menonton televisi juga. Mitra tutur menonton sinetron

sesukaannya. Mitra tutur tidak suka menonton sinetron. Tujuan penutur dari

tuturannya ialah penutur mengungkapkan kekecewaannya kepada mitra tutur

yang tidak mau membelikan teh dan tetap asyik bermain handphone. Tindak

verbal dari tuturan penutur ialah direktif. Tuturan tersebut menyebabkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

101

tindak perlokusi mitra tutur mengganti acara televisi, kemudian pergi

meninggalkan penutur dengan kesal.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (C3): Penutur bermaksud menyuruh atau memerintah mitra tutur

untuk memasak sendiri.

Tuturan (C9): Penutur bermaksud menegur mitra tutur yang sedang

menonton acara televisi karena acara televisi tersebut dianggap tidak sesuai

dengan umur mitra tutur.

4.2.3.3 Subkategori Menyindir

Subkategori menyindir pada kategori melecehkan muka terjadi ketika

penutur secara sengaja membuat mitra tutur tersindir akibat tuturannya. Berikut

ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori menyindir.

Cuplikan tuturan 26

MT : “Kulo nuwun.”

(Permisi.)

P : “Wis tutuk le dolan?” (C13)

(Sudah puas yang main?)

MT : “Sapa sing dolan?”

(Siapa yang main?)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 45 tahun. Mitra tutur perempuan

berumur 22 tahun. Penutur adalah ibu mitra tutur. Tuturan terjadi di ruang

keluarga, saat sore menjelang maghrib. Mitra tutur baru pulang ke rumah setelah

pergi selama sepuluh jam. Penutur melihat mitra tutur masuk ke rumah.)

Cuplikan tuturan 31

MT : “Mbak, gantian kene.”

(Mbak, gantian sini.)

P : “Rasah-rasah! Gaweanmu wae ra rampung-rampung.” (C18)

(Tidak usah-tidak usah! Kerjaan kamu saja tidak selesai-selesai.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

102

MT : “Yo wis.”

(Ya sudah.)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 22 tahun. Mitra tutur perempuan

berumur 13 tahun tahun. Penutur adalah kakak mitra tutur. Tuturan terjadi di

depan rumah, saat sore hari. Penutur sedang memotong sayur untuk dimasak.

Mitra tutur bermaksud membantu penutur untuk memotong sayuran. Mitra tutur

bertugas mengupas bawang. Mitra tutur belum selesai mengupas bawang.)

Dari kedua tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (C13): “Wis tutuk le dolan?” (Sudah puas yang main?)

Tuturan (C18): “Rasah-rasah! Gaweanmu wae ra rampung-rampung.”

(Tidak usah-tidak usah! Kerjaan kamu saja tidak selesai-

selesai.)

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (C13): Penutur berbicara dengan sinis. Penutur berbicara seperti

menuduh mitra tutur. Penutur telah membuat mitra tutur tersinggung.

Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah anaknya.

Tuturan (C18): Penutur berbicara dengan ketus. Penutur menunjukkan

ekspresi galak. Penutur bereaksi secara spontan kepada mitra tutur. Penutur

sengaja membuat mitra tutur tidak nyaman dan tersinggung.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (C13): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Penutur

berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan pada kata “tutug”. Intonasi yang

digunakan penutur ialah intonasi tanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

103

Tuturan (C18): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Penutur

berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan pada kata “rasah-rasah”. Intonasi

yang digunakan penutur ialah intonasi seru.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (C13): Penutur perempuan berumur 45 tahun. Mitra tutur

perempuan berumur 22 tahun. Penutur adalah ibu mitra tutur. Tuturan terjadi

di ruang keluarga, saat sore menjelang maghrib. Mitra tutur baru pulang ke

rumah setelah pergi selama sepuluh jam. Penutur melihat mitra tutur masuk

ke rumah. Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur menyindir mitra tutur

yang baru saja pulang setelah pergi selama 10 jam. Tindak verbal dari tuturan

penutur ialah ekspresif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra

tutur menjawab tuturan penutur dengan kesal karena penutur tidak

mengetahui apa saja kegiatan yang dilakukan oleh mitra tutur selama 10 jam

tersebut.

Konteks tuturan (C18): Penutur perempuan berumur 22 tahun. Mitra tutur

perempuan berumur 13 tahun tahun. Penutur adalah kakak mitra tutur.

Tuturan terjadi di depan rumah, saat sore hari. Penutur sedang memotong

sayur untuk dimasak. Mitra tutur bermaksud membantu penutur untuk

memotong sayuran. Mitra tutur bertugas mengupas bawang. Mitra tutur

belum selesai mengupas bawang. Tujuan penutur dari tuturannya ialah

penutur menyuruh mitra tutur untuk menyelesaikan tugasnya lebih dulu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

104

Tindak verbal dari tuturan penutur ialah ekspresif. Tuturan tersebut

menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur kesal kepada penutur.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (C13): Penutur bermaksud menegur mitra tutur yang baru pulang ke

rumah setelah pergi selama sepuluh jam.

Tuturan (C18): Penutur bermaksud melarang mitra tutur untuk membantu

pekerjaannya karena pekerjaan mitra tutur belum selesai.

4.2.3.4 Subketegori Mengejek

Subkategori mengejek pada kategori melecehkan muka terjadi karena

penutur dengan sengaja mengucapkan tuturan yang mengejek atau meremehkan

mitra tutur, sehingga membuat mitra tutur tersinggung. Berikut ini contoh tuturan

yang termasuk dalam subkategori mengejek.

Cuplikan tuturan 19

P : “Dasar anake wong edan!” (C6)

(Dasar anaknya orang gila!)

MT : (diam saja)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 33 tahun. Mitra tutur perempuan

berumur 12 tahun. Penutur adalah tetangga mitra tutur. Tuturan terjadi di luar

rumah saat sore hari. Mitra tutur berjalan melewati penutur sambil bernyanyi.

Penutur melihat mitra tutur yang berjalan sambil bernyanyi.)

Cuplikan tuturan 29

MT : “Iki piye ta le nganggo?”

(Ini bagaimana cara memakainya?)

P : “Percuma punya hape bagus-bagus, tapi nggak bisa pakainya.” (C16)

MT : “Yang penting punya hp baru.”

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 35 tahun. Mitra tutur laki-laki

berumur 28 tahun. Penutur adalah kakak mitra tutur. Tuturan terjadi di ruang

ruang keluarga, saat sore hari. Penutur melihat mitra tutur belajar memakai

handphone baru. Penutur merasa iri karena mitra tutur punya handphone baru.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

105

Dari kedua tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (C6): “Dasar anake wong edan!” (Dasar anaknya orang gila!)

Tuturan (C16): “Percuma punya hape bagus-bagus, tapi nggak bisa

pakainya.”

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (C6): Penutur berbicara dengan volume yang keras. Penutur

berbicara dengan membentak mitra tutur. Penutur berbicara dengan ekspresi

datar. Penutur telah membuat mitra tutur tersinggung dan takut. Penutur

sadar bahwa mitra tutur adalah anak tetangganya.

Tuturan (C16): Penutur berbicara dengan sinis. Penutur berbicara dengan

ekspresi menyepelekan mitra tutur. Penutur telah membuat mitra tutur

tersinggung. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah adiknya.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (C6): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Penutur

berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan pada klausa “anake wong edan”.

Intonasi yang digunakan penutur ialah intonasi seru.

Tuturan (C16): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar

karena ditandai dengan penggunaan bahasa Indonesia yang tidak baku pada

kata “tapi”, “nggak”, dan “pakainya”. Penutur berbicara dengan nada naik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

106

tinggi. Tekanan pada kata “percuma”. Intonasi yang digunakan penutur ialah

intonasi berita.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (C6): Penutur perempuan berumur 33 tahun. Mitra tutur

perempuan berumur 12 tahun. Penutur adalah tetangga mitra tutur. Tuturan

terjadi di luar rumah saat sore hari. Mitra tutur berjalan melewati penutur

sambil bernyanyi. Penutur melihat mitra tutur yang berjalan sambil

bernyanyi. Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur menegur mitra tutur

yang berjalan sambil bernyanyi. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah

ekspresif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur berhenti

bernyanyi, kemudian berlari meninggalkan penutur.

Konteks tuturan (C16): Penutur perempuan berumur 35 tahun. Mitra tutur

laki-laki berumur 28 tahun. Penutur adalah kakak mitra tutur. Tuturan terjadi

di ruang ruang keluarga, saat sore hari. Penutur melihat mitra tutur belajar

memakai handphone baru. Penutur merasa iri karena mitra tutur punya

handphone baru. Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur menyindir

mitra tutur yang masih kaku menggunakan handphone barunya. Tindak

verbal dari tuturan penutur ialah ekspresif. Tuturan tersebut menyebabkan

tindak perlokusi mitra tutur menjawab tuturan penutur dengan kesal.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (C6): Penutur bermaksud mengejek mitra tutur yang bernyanyi-

nyanyi sendiri ketika berjalan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

107

Tuturan (C16): Penutur bermaksud mengejek mitra tutur yang belum bisa

menggunakan handphone barunya.

4.2.3.5 Subketegori Mengacam

Subkategori mengancam pada kategori melecehkan muka muncul karena

tuturan penutur menyiratkan suatu ancaman kepada mitra tutur, sehingga

membuat mitra tutur tersinggung. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam

subkategori mengancam.

Cuplikan tuturan 24

P : “Mbak, rumuse bener kaya ngene?”

(Mbak, rumusnya benar seperti ini?)

MT : “Ya.”

P : “Tenane? Awas nek salah kowe lho!” (C11)

(Beneran? Awas kalau salah kamu lho!)

MT : “Ya karepmu lah.”

(Ya terserah kamu lah.)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 13 tahun, kelas VII SMP. Mitra

tutur perempuan berumur 22 tahun. Penutur adalah adik mitra tutur. Tuturan

terjadi di ruang keluarga, saat malam hari. Penutur sedang belajar. Mitra tutur

menenami penutur belajar. Penutur bertanya kepada mitra tutur tentang suatu

soal. Penutur merasa jawaban mitra tutur tidak meyakinkan.)

Dari tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (C11): ”Tenane? Awas nek salah, kowe lho!” (Beneran? Awas

kalau salah, kamu lho!)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

108

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (C11): Penutur berbicara dengan sinis. Penutur berbicara tanpa

melihat mitra tutur. Penutur telah membuat mitra tutur tersinggung. Penutur

sadar bahwa mitra tutur adalah adiknya.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (C11): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Kata fatis yang

terdapat dalam tuturan (C11) ialah “lho”. Penutur berbicara dengan nada naik

rendah. Tekanan pada kata “tenane”. Intonasi yang digunakan penutur ialah

intonasi tanya.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (C11): Penutur perempuan berumur 13 tahun, kelas VII

SMP. Mitra tutur perempuan berumur 22 tahun. Penutur adalah adik mitra

tutur. Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat malam hari. Penutur sedang

belajar. Mitra tutur menenami penutur belajar. Penutur bertanya kepada mitra

tutur tentang suatu soal. Penutur merasa jawaban mitra tutur tidak

meyakinkan. Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur memastikan

kebenaran dan keyakinan pada jawaban mitra tutur. Tindak verbal dari

tuturan penutur ialah komisif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi

mitra tutur menjawab tuturan mitra tutur dengan kesal karena merasa

diragukan.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (C11): Penutur hanya bermaksud bercanda kepada mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

109

4.2.4 Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka

Teori kategori ketidaksantunan menghilangkan muka diungkapkan oleh

Culpeper. Pemahaman Culpeper (2008) mengenai ketidaksantunan berbahasa

adalah, ‘Impoliteness, as I would define it, involves communicative behavior

intending to cause the “face loss” of a target or perceived by the target to be so.’

Dia memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau ‘kehilangan muka’—kalau

dalam bahasa Jawa mungkin konsep itu dekat dengan konsep ‘kelangan rai’

(kehilangan muka). Culpeper memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau

fakta ‘kehilangan muka’ untuk menjelaskan konsep ketidaksantunan dalam

berbahasa. Sebuah tuturan akan dianggap sebagai tuturan yang tidak santun jika

tuturan itu menjadikan muka seseorang hilang. Jadi, ketidaksantunan

(impoliteness) dalam berbahasa itu merupakan perilaku komunikatif yang

diperantikan secara intensional untuk membuat orang benar-benar kehilangan

muka (face loss), atau setidaknya orang tersebut ‘merasa’ kehilangan muka.

Suatu tuturan dalam kategori menghilangkan muka terjadi bila penutur

secara sengaja mengucapkan suatu tuturan yang tidak hanya membuat mitra tutur

tersinggung, tetapi juga membuat mitra tutur malu. Hal inilah yang membuat

suatu tuturan dalam kategori ini menjadi tidak santun.

Tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan menghilangkan

muka ditemukan empat belas tuturan. Keempat belas tuturan tersebut terbagi

dalam empat subkategori, yaitu subkategori menyindir, mengejek, menyalahkan,

dan memerintah. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam ketegori ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

110

4.2.4.1 Subkategori Menyindir

Subkategori menyindir dalam kategori menghilangkan muka terjadi ketika

penutur secara sengaja membuat mitra tutur tersindir akibat tuturannya, sehingga

membuat mitra tutur tersinggung dan malu. Berikut ini contoh tuturan yang

termasuk dalam subkategori menyindir.

Cuplikan tuturan 34

MT 1 : “Tapi tetap rajin membantu pekerjaan bapak dan ibu di rumah kan, Pak?”

MT 2 : “Diminum, Mbak.”

P : “Kalau pas ada ibue, kesete.” (D2)

(Kalau waktu ada ibunya, malasnya.)

(Konteks tuturan: Penutur laki-laki berusia 64 tahun. Mitra tutur 1 perempuan

berumur 21 tahun. Mitra tutur 2 perempuan berumur 19 tahun. Mitra tutur 1

adalah tamu. Mitra tutur 2 adalah anak penutur. Tuturan terjadi di dalam ruang

tamu, saat sore hari. Mitra tutur 1 bertamu di rumah penutur. Mitra tutur 1

bertanya tentang sifat rajin mitra tutur 2. Mitra tutur 2 mengantarkan minuman

untuk penutur dan mitra tutur.)

Cuplikan tuturan 36

MT 1 : “Permisi. Mau tanya, Bu. Rumah di sebelah, rumahnya siapa, Bu?”

MT 2 : “Rumahnya Bu Agus, Mbak. Mau tanya-tanya apa je, Mbak? Itu ibunya.”

MT 1 : “Cuma tanya-tanya biasa. Terima kasih, Bu.”

P : “Itu Mbak bapaknya gajinya kurang.” (D4)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 33 tahun sebagai tetangga mitra

tutur 2. Mitra tutur 2 perempuan berumur 45 tahun. Mitra tutur 1 perempuan

berumur 21 tahun sebagai tamu. Tuturan terjadi di luar rumah, saat sore hari.

Penutur sedang berbincang-bincang dengan tetangga di depan rumah dalam

keadaan santai. Mitra tutur 1 menghampiri penutur untuk menanyakan nama

pemilik rumah yang berada di samping rumah penutur. Penutur menjawab

pertanyaan mitra tutur 1. Penutur melihat sang pemilik rumah, mitra tutur 2,

berada di luar rumah.)

Dari kedua tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

111

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (D2): “Kalau pas ada ibue, kesete.” (Kalau waktu ada ibunya,

malasnya.)

Tuturan (D4): “Itu Mbak bapaknya gajinya kurang.”

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (D2): Penutur dengan sengaja berbicara di depan mitra tutur 2.

Penutur tidak memperhatikan mitra tutur 2. Penutur berbicara dengan

volume yang keras. Penutur telah membuat mitra tutur 2 malu. Penutur

sadar bahwa mitra tutur 2 adalah anaknya.

Tuturan (D4): Penutur berbicara dengan sengaja. Penutur berbicara dengan

tertawa. Penutur menganggap hal yang dituturkan berupa lelucon, padahal hal

tersebut termasuk hal yang bersifat pribadi. Penutur telah membuat mitra

tutur 2 tersinggung dan malu.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (D2): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penyisipan kata “pas” dan “kesete” yang

merupakan kata dalam bahasa Jawa. Penutur berbicara dengan nada turun

datar. Tekanan pada kata “kesete”. Intonasi yang digunakan penutur ialah

intonasi berita.

Tuturan (D4): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa populer yang

merupakan bahasa sehari-hari. Penutur berbicara dengan nada naik rendah.

Tekanan pada frasa “gajinya kurang”. Intonasi yang digunakan penutur ialah

intonasi berita.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

112

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (D2): Penutur laki-laki berusia 64 tahun. Mitra tutur 1

perempuan berumur 21 tahun. Mitra tutur 2 perempuan berumur 19 tahun.

Mitra tutur 1 adalah tamu. Mitra tutur 2 adalah anak penutur. Tuturan terjadi

di dalam ruang tamu, saat sore hari. Mitra tutur 1 bertamu di rumah penutur.

Mitra tutur 1 bertanya tentang sifat rajin mitra tutur 2. Mitra tutur 2

mengantarkan minuman untuk penutur dan mitra tutur. Tujuan penutur dari

tuturannya ialah penutur menunjukkan bahwa mitra tutur 2 tidak rajin apabila

ada ibunya di rumah. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah ekspresif.

Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur 2 hanya diam dan

tersenyum malu.

Konteks tuturan (D4): Penutur perempuan berumur 33 tahun sebagai

tetangga mitra tutur 2. Mitra tutur 2 perempuan berumur 45 tahun. Mitra tutur

1 perempuan berumur 21 tahun sebagai tamu. Tuturan terjadi di luar rumah,

saat sore hari. Penutur sedang berbincang-bincang dengan tetangga di depan

rumah dalam keadaan santai. Mitra tutur 1 menghampiri penutur untuk

menanyakan nama pemilik rumah yang berada di samping rumah penutur.

Penutur menjawab pertanyaan mitra tutur 1. Penutur melihat sang pemilik

rumah, mitra tutur 2, berada di luar rumah. Tujuan penutur dari tuturannya

ialah penutur menyindir mitra tutur 2 yang tidak mau diwawancari oleh mitra

tutur 1 karena penutur menganggap mitra tutur 1 akan bertanya tentang

penghasilan keluarga mitra tutur 2. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

113

ekspresif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur 2 hanya

diam saja.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (D2): Penutur bermaksud menyindir mitra tutur yang bersikap

malas bila sang ibu ada di rumah.

Tuturan (D4): Penutur hanya bermaksud bercanda kepada mitra tutur.

4.2.4.2 Subkategori Mengejek

Subkategori mengejek dalam kategori menghilangkan muka terjadi karena

penutur dengan sengaja mengucapkan tuturan yang bermaksud mengejek atau

meremehkan mitra tutur, sehingga membuat mitra tutur tersinggung dan malu.

Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori mengejek.

Cuplikan tuturan 35

MT 1 : “Kalau boleh, saya bisa gantian bertanya dengan ibu, Pak?”

P : “Wah nek ibue ki bodho, Mbak.” (D3)

(Wah ibunya itu bodoh, Mbak.)

MT 2 : Iya, Mbak. Jangan dengan saya, dengan Bapak saja.

(Konteks tuturan: Penutur laki-laki berusia 64 tahun. Mitra tutur 1 perempuan

berumur 21 tahun. Mitra tutur 2 perempuan berumur 45 tahun. Mitra tutur 1

adalah tamu. Mitra tutur 2 adalah istri penutur. Tuturan terjadi di dalam ruang

tamu, saat sore hari. Mitra tutur 1 bertamu di rumah penutur. Mitra tutur 1

bertanya tentang pendidikan mitra tutur 2. Mitra tutur 2 ada di luar rumah.

Mitra tutur mendengar tuturan penutur.)

Cuplikan tuturan 45

P : “Bu, aku ganti hp ya?”

MT : “Lha hp-ne sing lawas ngopo? Kae nganggo hp-ne ibu wae.”

(Lha hp-nya yang lama kenapa? Itu pakai hp-nya ibu saja.)

P : “Hapene ibu ki wis jadul.” (D13)

(Hp-nya ibu itu sudah jadul.)

MT : Yo ben, sing penting isih isa nggo telpon.

(Ya biarin, yang penting masih bisa dipakai telepon.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

114

(Konteks tuturan: Penutur laki-laki berumur 19 tahun. Mitra tutur perempuan

berumur 36 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tuturan terjadi di ruang

keluarga, saat sore hari. Penutur meminta handphone baru kepada mitra tutur.

Mitra tutur menganjurkan penutur untuk memakai handphone penutur dulu.

Penutur tidak mau memakai handphone penutur.)

Dari kedua tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (D3): “Wah nek ibue ki bodho, Mbak.” (Wah ibunya itu bodoh,

Mbak.)

Tuturan (D13): “Hpne ibu ki wis jadul.” (Hpnya ibu itu sudah jadul.)

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (D3): Penutur berbicara dengan volume yang keras. Penutur

berbicara dengan tertawa meremehkan. Penutur telah membuat mitra tutur 2

malu. Penutur sadar jika mitra tutur 2 adalah istrinya.

Tuturan (D13): Penutur dengan sengaja berbicara di depan mitra tutur.

Penutur berbicara dengan ekspresi mengejek. Penutur telah membuat mitra

tutur malu. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah anaknya.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (D3): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Penutur

berbicara dengan nada turun datar. Tekanan pada kata “bodho”. Intonasi yang

digunakan penutur ialah intonasi berita.

Tuturan (D13): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa dan penggunaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

115

kata slang “jadul”. Penutur berbicara dengan nada naik rendah. Tekanan kata

“jadul”. Intonasi yang digunakan penutur ialah intonasi berita.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (D3): Penutur laki-laki berusia 64 tahun. Mitra tutur 1

perempuan berumur 21 tahun. Mitra tutur 2 perempuan berumur 45 tahun.

Mitra tutur 1 adalah tamu. Mitra tutur 2 adalah istri penutur. Tuturan terjadi

di dalam ruang tamu, saat sore hari. Mitra tutur 1 bertamu di rumah penutur.

Mitra tutur 1 bertanya tentang pendidikan mitra tutur 2. Mitra tutur 2 ada di

luar rumah. Mitra tutur mendengar tuturan penutur. Tujuan penutur dari

tuturannya ialah penutur menunjukkan bahwa mitra tutur 2 tidak lebih pintar

daripada penutur. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah ekspresif. Tuturan

tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur 2 menimpali tuturan

penutur.

Konteks tuturan (D13): Penutur laki-laki berumur 19 tahun. Mitra tutur

perempuan berumur 36 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tuturan

terjadi di ruang keluarga, saat sore hari. Penutur meminta handphone baru

kepada mitra tutur. Mitra tutur menganjurkan penutur untuk memakai

handphone penutur dulu. Penutur tidak mau memakai handphone penutur.

Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur mengejek handphone mitra

tutur yang sudah dianggap kuno. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah

ekspresif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur

menjawab tuturan penutur dengan kesal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

116

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (D3): Penutur bermaksud meremehkan mitra tutur yang dianggap

tidak lebih pintar dari dirinya.

Tuturan (D13): Penutur hanya bermaksud bercanda kepada mitra tutur.

4.2.4.3 Subkategori Menyalahkan

Subkategori menyalahkan dalam kategori menghilangkan muka muncul

akibat penutur yang merasa bahwa mitra tutur telah melakukan suatu kesalahan.

Namun, akibat dari tuturan tidak santun yang sengaja dituturkan oleh penutur

membuat mitra tutur tersinggung dan malu. Berikut ini contoh tuturan yang

termasuk dalam subkategori menyalahkan.

Cuplikan tuturan 37

P : “Mak, prajurit sing klambine ireng-ireng kae jenenge apa?”

(Mak, prajurit yang bajunya hitam-hitam itu namanya apa?)

MT : “Sik endi? Prajurit ireng pa?”

(Yang mana? Prajurit ireng kah?)

P : “Ngawur, sembarangan wae, ngawur dudu kuwi!” (D5)

(Sembrono, sembarangan saja, sembrono bukan itu.)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 35 tahun, sebagai anak dari

mitra tutur. Mitra tutur seorang perempuan berumur 58 tahun. Penutur sedang

duduk bersantai di luar rumah, saat sore hari. Penutur bertanya kepada mitra

tutur yang baru saja keluar dari rumah. Mitra tutur duduk di sebelah penutur

Penutur menganggap jawaban mitra tutur salah.)

Dari tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 136: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

117

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (D5): “Ngawur, sembarangan wae, ngawur dudu kuwi!”

(Sembrono, sembarangan saja, sembrono bukan itu.)

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (D5): Penutur memberikan sangkalan dengan kasar. Penutur

berbicara sangat dekat dengan mitra tutur. Penutur berbicara kepada orang

tua. Penutur telah membuat mitra tutur malu.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (D5): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penyisipan kata “sembarangan” yang

merupakan kata dalam bahasa Indonesia. Penutur berbicara dengan nada naik

tinggi. Tekanan pada kata “ngawur”. Intonasi yang digunakan penutur ialah

intonasi seru.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (D5): Penutur perempuan berumur 35 tahun, sebagai anak

dari mitra tutur. Mitra tutur seorang perempuan berumur 58 tahun. Penutur

sedang duduk bersantai di luar rumah, saat sore hari. Penutur bertanya kepada

mitra tutur yang baru saja keluar dari rumah. Mitra tutur duduk di sebelah

penutur. Penutur menganggap jawaban mitra tutur salah. Tujuan penutur dari

tuturannya ialah penutur menyangkal jawaban mitra tutur. Tindak verbal dari

tuturan penutur ialah ekspresif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak

perlokusi mitra tutur berpikir ulang dan berbicara dengan volume suara yang

lebih kecil.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 137: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

118

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (D5): Penutur bermaksud mengungkapkan rasa kesalnya kepada

mitra tutur yang memberikan jawaban salah.

4.2.4.4 Subkategori Memerintah

Subkategori memerintah dalam kategori menghilangkan muka terjadi

ketika tuturan penutur seolah-olah atau memang bermaksud memberikan perintah

kepada mitra tutur. Namun, akibat dari tuturan tidak santun yang sengaja

dituturkan oleh penutur membuat mitra tutur tersinggung dan malu. Berikut ini

contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori memerintah.

Cuplikan tuturan 41

P : “Ayo bali! Dolan wae.” (D9)

(Ayo pulang! Main terus.)

MT : (diam saja)

(Konteks tuturan: Penutur laki-laki berumur 40 tahun. Mitra tutur laki-laki

berumur 9 tahun. Penutur adalah ayah dari mitra tutur. Tuturan terjadi di luar

rumah, saat siang hari. Mitra tutur bermain di lapangan dekat rumahnya

bersama dengan teman-temannya. Penutur hendak pulang ke rumah

menggunakan motor. Penutur melihat mitra tutur masih bermain.)

Cuplikan tuturan 42

MT : “Mbah, buatin mie goreng!”

P : “Kono gawe dewe! Cah wedok masak wae ra iso.” (D10)

(Sana buat sendiri! Anak perempuan memasak saja tidak bisa.)

MT : (diam saja)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 58 tahun. Mitra tutur perempuan

berumur 12 tahun. Penutur adalah nenek dari mitra tutur. Tuturan terjadi di luar

rumah, saat siang hari. Mitra tutur meminta penutur untuk menggorengkan telur.

Penutur tidak mau menggorengkan telur karena menganggap mitra tutur sudah

besar dan sudah harus bisa memasak sendiri.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 138: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

119

Dari kedua tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (D9): “Ayo bali! Dolan wae.” (Ayo pulang! Main terus.)

Tuturan (D10): “Kono gawe dewe! Cah wedok masak wae ra iso.” (Sana

buat sendiri! Anak perempuan memasak saja tidak bisa.)

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (D9): Penutur beribicara dengan berteriak. Penutur berbicara

dengan menunjukan ekspresi marah. Penutur telah membuat mitra tutur malu

dan takut. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah anaknya.

Tuturan (D10): Penutur berbicara dengan volume yang keras. Penutur tidak

menghiraukan mitra tutur. Penutur dengan sengaja berbicara seperti

meremehkan mitra tutur. Penutur telah membuat mitra tutur malu dan

tersinggung. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah anaknya.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (D9): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Kata fatis yang

terdapat dalam tuturan (D9) ialah “ayo”. Penutur berbicara dengan nada naik

tinggi. Tekanan pada frasa “ayo bali”. Intonasi yang digunakan penutur ialah

intonasi perintah.

Tuturan (D10): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 139: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

120

berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan pada kata “kana”. Intonasi yang

digunakan penutur ialah intonasi perintah.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (D9): Penutur laki-laki berumur 40 tahun. Mitra tutur laki-

laki berumur 9 tahun. Penutur adalah ayah dari mitra tutur. Tuturan terjadi di

luar rumah, saat siang hari. Mitra tutur bermain di lapangan dekat rumahnya

bersama dengan teman-temannya. Penutur hendak pulang ke rumah

menggunakan motor. Penutur melihat mitra tutur masih bermain. Tujuan

penutur dari tuturannya ialah penutur menyuruh pulang mitra tutur. Tindak

verbal dari tuturan penutur ialah direktif. Tuturan tersebut menyebabkan

tindak perlokusi mitra tutur diam saja karena malu diteriaki oleh penutur.

Konteks tuturan (D10): Penutur perempuan berumur 58 tahun. Mitra tutur

perempuan berumur 12 tahun. Penutur adalah nenek dari mitra tutur. Tuturan

terjadi di luar rumah, saat siang hari. Mitra tutur meminta penutur untuk

menggorengkan telur. Penutur tidak mau menggorengkan telur karena

menganggap mitra tutur sudah besar dan sudah harus bisa memasak sendiri.

Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur menolak untuk menggorengkan

telur. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah direktif. Tuturan tersebut

menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur diam saja, lalu masuk ke dalam

rumah.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (D9): Penutur bermaksud menyuruh atau memerintahkan mitra tutur

untuk segera pulang ke rumah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 140: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

121

Tuturan (D10): Penutur bermaksud memotivasi mitra tutur supaya bisa

memasak sendiri.

4.2.5 Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik

Bousfield (2008:3) berpandangan bahwa ketidaksantunan dalam

berbahasa dipahami sebagai, ‘The issuing of intentionally gratuitous and

conflictive face-threatening acts (FTAs) that are purposefully perfomed.’

Bousfield memberikan penekanan pada dimensi ‘kesembronoan’ (gratuitous), dan

konfliktif (conflictive) dalam praktik berbahasa yang tidak santun. Jadi, apabila

perilaku berbahasa seseorang itu mengancam muka, dan ancaman terhadap muka

itu dilakukan secara sembrono (gratuitous), hingga akhirnya tindakan berkategori

sembrono demikian itu mendatangkan konflik, atau bahkan pertengkaran, dan

tindakan tersebut dilakukan dengan kesengajaan (purposeful), maka tindakan

berbahasa itu merupakan realitas ketidaksantunan.

Suatu tuturan dalam kategori menimbulkan konflik terjadi bila penutur

secara sengaja mengucapkan suatu tuturan yang dapat menimbulkan konflik di

antara penutur dan mitra tutur. Hal inilah yang membuat suatu tuturan dalam

kategori ini menjadi tidak santun.

Tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan menimbulkan

konflik ditemukan sembilan tuturan. Kesembilan tuturan tersebut terbagi dalam

enam subkategori, yaitu subkategori melarang, mengancam, memerintah,

mengejek, menolak, dan kesal. Berikut ini wujud dari kesembilan tuturan tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 141: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

122

4.2.5.1 Subkategori Melarang

Subkategori melarang pada kategori mebimbulkan konflik terjadi karena

penutur memberikan suatu larangan kepada mitra tutur melalui tuturannya.

Namun, akibat dari tuturan tidak santun yang sengaja dituturkan oleh penutur

membuat mitra tutur tersinggung sehingga menimbulkan konflik antara penutur

dan mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori

melarang.

Cuplikan tuturan 47

MT : “Gantian, Mas!”

P : “Nggak boleh! Dasar kamu, pipis (kata umpatan)!” (E1)

MT : “Kamu pipis! Kamu Pipis!”

(Konteks tuturan: Penutur adalah anak laki-laki berumur 6 tahun, kelas 1 SD.

Mitra tutur laki-laki berumur 4 tahun. Penutur adalah kakak mitra tutur. Tuturan

terjadi saat penutur bermain playstation di rumah setelah pulang sekolah.

Penutur tidak mau digangu saat bermain. Penutur tidak memperbolehkan mitra

tutur yang ingin meminjam playstation penutur.)

Cuplikan tuturan 48

P : “Ndak boleh! Ini buat aku.” (E2)

MT : (menangis)

(Konteks tuturan: Penutur laki-laki berumur 4 tahun. Mitra tutur perempuan

berumur 2 tahun. Penutur adalah kakak mitra tutur. Tuturan terjadi di ruang

bermain yang ada di rumah saat siang hari. Penutur sedang bermain dengan

mitra tutur di tempat bermain. Mitra tutur tiba-tiba merebut mainan mobil-

mobilan penutur. Penutur tidak mau kalau mainan mobil-mobilannya direbut.)

Dari kedua tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (E1): “Nggak boleh! Dasar kamu, pipis (kata umpatan)!”

Tuturan (E2): “Ndak boleh! Ini buat aku.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 142: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

123

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (E9): Penutur berbicara dengan membentak. Penutur menggunakan

kata-kata umpatan. Penutur berbicara dengan tidak menghiraukan mitra tutur.

Penutur memancing mitra tutur untuk mengikuti umpatannya. Penutur sadar

bahwa mitra tutur adalah adiknya.

Tuturan (E2): Penutur berbicara dengan membentak. Penutur berbicara

dengan tidak menghiraukan mitra tutur Penutur membuat mitra tutur takut

dan menangis. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah adiknya.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (E1): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Indonesia yang tidak

baku pada kata “nggak” dan penggunaan kata jargon “pipis”. Penutur

berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan pada kata “pipis”. Intonasi yang

digunakan penutur ialah intonasi seru.

Tuturan (E2): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar

karena ditandai dengan penggunaan bahasa Indonesia yang tidak baku pada

kata “ndak” dan “buat”. Penutur berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan

pada frasa “ndak boleh”. Intonasi yang digunakan penutur ialah intonasi seru.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (E1): Penutur adalah anak laki-laki berumur 6 tahun, kelas

1 SD. Mitra tutur laki-laki berumur 4 tahun. Penutur adalah kakak mitra tutur.

Tuturan terjadi saat penutur bermain playstation di rumah setelah pulang

sekolah. Penutur tidak mau digangu saat bermain. Penutur tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 143: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

124

memperbolehkan mitra tutur yang ingin meminjam playstation penutur.

Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur menggertak mitra tutur yaitu

adiknya supaya tidak mengganggunya ketika bermain, tetapi mitra tutur

menimpali dengan tuturan yang sama. Tindak verbal dari tuturan penutur

ialah direktif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur

menimpali penutur dengan tuturan yang sama.

Konteks tuturan (E2): Penutur laki-laki berumur 4 tahun. Mitra tutur

perempuan berumur 2 tahun. Penutur adalah kakak mitra tutur. Tuturan

terjadi di ruang bermain yang ada di rumah saat siang hari. Penutur sedang

bermain dengan mitra tutur di tempat bermain. Mitra tutur tiba-tiba merebut

mainan mobil-mobilan penutur. Penutur tidak mau kalau mainan mobil-

mobilannya direbut. Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur menggertak

mitra tutur yaitu adiknya sampai menangis. Tindak verbal dari tuturan

penutur ialah direktif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra

tutur takut sehingga tidak jadi merebut mainan penutur. Mitra tutur menangis.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (E1): Penutur bermaksud melarang mitra tutur yang ingin

memainkan game penutur.

Tuturan (E2): Penutur bermaksud melarang mitra tutur yang ingin

meminjam mainan penutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 144: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

125

4.2.5.2 Subkategori Mengancam

Subkategori mengancam pada kategori mebimbulkan konflik ini muncul

karena tuturan penutur menyiratkan suatu ancaman kepada mitra tutur. Namun,

akibat dari tuturan tidak santun yang sengaja dituturkan oleh penutur membuat

mitra tutur tersinggung sehingga menimbulkan konflik antara penutur dan mitra

tutur. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori mengancam.

Cuplikan tuturan 49

P : “Sapa yang masang sajen di sini?”

MT : “Aku.”

P : “Nanti kalau aku pulang sekolah ada sesajen, tak obrak-abrik!” (E3)

(Nanti kalau aku pulang sekolah ada sesajen, aku porak-porandakan!)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 16 tahun, kelas XI SMA. Mitra

tutur berumur 57 tahun, sebagai nenek penutur. Tuturan terjadi di rumah saat

pagi hari. Penutur akan berangkat sekolah. Penutur melihat ada sesaji yang

sengaja diletakkan oleh anggota keluarga di rumahnya. Penutur tidak suka kalau

di rumahnya ada sesaji. Penutur mengancam mitra tutur.)

Cuplikan tuturan 53

P : “Bapak wis bilang ta, jangan pulang malem-malem.”

MT : “Wong ya ndak tiap hari kok, Pak. “

P : “Tak grujug Kowe! Sekali bapak ngomong, jangan di sanggah!” (E7)

(Saya siram Kamu! Sekali bapak bicara, jangan dibantah!)

(Konteks tuturan: Penutur laki-laki berumur 64 tahun. Mitra tutur perempuan

berumur 19 tahun. Penutur adalah ayah mitra tutur. Tuturan terjadi di ruang

makan, saat sore hari menjelang maghrib. Penutur sedang menasihati mitra tutur

yang telat pulang ke rumah. Mitra tutur mencoba membela diri. Penutur tidak

menerima penjelasan dari mitra tutur.)

Dari kedua tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 145: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

126

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (E3): “Nanti kalau aku pulang sekolah ada sesajen, tak obrak-

abrik!” (Nanti kalau aku pulang sekolah ada sesajen, aku

porak-porandakan!)

Tuturan (E7): “Tak grujug Kowe! Sekali bapak ngomong, jangan dibantah!”

(Saya siram Kamu! Sekali bapal bicara, jangan dibantah!)

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (E3): Penutur berbicara dengan membentak. Penutur berbicara

dengan tidak menghiraukan mitra tutur Penutur berbicara dengan ekspresi

marah. Penutur berbicara kepada mitra tutur yang berumur lebih tua. Penutur

sadar bahwa mitra tutur adalah neneknya.

Tuturan (E7): Penutur berbicara dengan membentak. Penutur berbicara

dengan ekspresi marah. Penutur membuat mitra tutur berani melawan.

Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah anaknya.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (E3): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Indonesia dan

penyisipan kata “sesajen” dan klausa “tak obrak-abrik” yang merupakan kata

dalam bahasa Jawa. Penutur berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan pada

kata “tak obrak-abrik”. Intonasi yang digunakan penutur ialah intonasi seru.

Tuturan (E7): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Indonesia yang tidak

baku pada kata “ngomong” dan penyisipan kalimat “Tak grujug, kowe!”

yang merupakan kata dalam bahasa Jawa. Penutur berbicara dengan nada naik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 146: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

127

tinggi. Tekanan pada kata “tak grujug”. Intonasi yang digunakan penutur

ialah intonasi perintah.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (E3): Penutur perempuan berumur 16 tahun, kelas XI

SMA. Mitra tutur berumur 57 tahun, sebagai nenek penutur. Tuturan terjadi

di rumah saat pagi hari. Penutur akan berangkat sekolah. Penutur melihat ada

sesaji yang sengaja diletakkan oleh anggota keluarga di rumahnya. Penutur

tidak suka kalau di rumahnya ada sesaji. Penutur mengancam mitra tutur.

Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur mengancam mitra tutur supaya

membuang yang meletakkan sesaji di rumah. Tindak verbal dari tuturan

penutur ialah komisif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra

tutur tutur marah kepada penutur.

Konteks tuturan (E7): Penutur laki-laki berumur 64 tahun. Mitra tutur

perempuan berumur 19 tahun. Penutur adalah ayah mitra tutur. Tuturan

terjadi di ruang makan, saat sore hari menjelang maghrib. Penutur sedang

menasihati mitra tutur yang telat pulang ke rumah. Mitra tutur mencoba

membela diri. Penutur tidak menerima penjelasan dari mitra tutur. Tujuan

penutur dari tuturannya ialah penutur memperingatkan mitra tutur supaya

tidak menyanggah nasihatnya. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah

komisif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur

menendang kursi yang berada di depannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 147: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

128

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (E3): Penutur bermaksud menakut-nakuti mitra tutur supaya tidak

meletakkan lagi sesaji di rumahnya.

Tuturan (E7): Penutur bermaksud menakut-nakuti mitra tutur supaya mitra

tutur tidak membantah perintah penutur.

4.2.5.3 Subkategori Memerintah

Subkategori memerintah pada kategori mebimbulkan konflik terjadi ketika

tuturan penutur seolah-olah atau memang bermaksud memberikan perintah

kepada mitra tutur. Namun, akibat dari tuturan tidak santun yang sengaja

dituturkan oleh penutur, mitra tutur menjadi tersinggung sehingga menimbulkan

konflik antara penutur dan mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk

dalam subkategori memerintah.

Cuplikan tuturan 50

MT : “Mi, buatin susu!”

P : “Wong yang satu masih kok, sana ambil! Itu di dalam sana, heran.”

(E4)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 35 tahun. Mitra tutur perempuan

berumur 4 tahun sebagai keponakan penutur. Tuturan terjadi di depan rumah,

saat penutur sedang bersantai di waktu sore. Mitra tutur datang minta dibuatkan

susu. Penutur tidak mau membuatkan susu karena susu yang sebelumnya belum

habis diminum oleh mitra tutur.)

Dari tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 148: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

129

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (E4): “Wong yang satu masih kok, sana ambil! Itu di dalam sana,

heran.”

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (E4): Penutur berbicara dengan volume yang keras. Penutur

memaksakan kekendak kepada mitra tutur. Penutur berbicara dengan tidak

menghiraukan mitra tutur. Penutur membuat mitra tutur menangis. Penutur

sadar bahwa mitra tutur adalah keponakannya.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (E4): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa populer yang

merupakan bahasa sehari-hari. Kata fatis yang terdapat pada tuturan (E4)

ialah “kok” dan “wong”. Penutur berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan

pada frasa “sana ambil”. Intonasi yang digunakan penutur ialah intonasi

perintah.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (E4): Penutur perempuan berumur 35 tahun. Mitra tutur

perempuan berumur 4 tahun sebagai keponakan penutur. Tuturan terjadi di

depan rumah, saat penutur sedang bersantai di waktu sore. Mitra tutur datang

minta dibuatkan susu. Penutur tidak mau membuatkan susu karena susu yang

sebelumnya belum habis diminum oleh mitra tutur. Tujuan penutur dari

tuturannya ialah menyuruh mitra tutur yang masih balita untuk menghabiskan

susu yang telah dibuat sebelumnya. Namun, mitra tutur tidak mau dan

semakin merengek sampai hampir menangis. Tindak verbal dari tuturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 149: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

130

penutur ialah direktif. Tuturan tersebut menyebabkan tindak perlokusi mitra

tutur tutur menangis.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (E4): Penutur bermaksud menyuruh atau memerintah mitra tutur

untuk menghabiskan minuman yang sudah dibuat sebelumnya.

4.2.5.4 Subkategori Mengejek

Subkategori mengejek pada kategori mebimbulkan konflik terjadi karena

penutur dengan sengaja mengucapkan tuturan yang bermaksud mengejek atau

meremehkan mitra tutur sehingga membuat mitra tutur tersinggung dan timbullah

konflik antara penutur dan mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk

dalam subkategori mengejek.

Cuplikan tuturan 51

P : “Dolan wae, bali!”

(Main terus, pulang!)

MT : “Yo ben, yo ben.” (E5)

(Biarin, biarin!)

P : “Has luweh!”

(Has terserah!)

(Konteks tuturan: Penutur anak perempuan berumur 7 tahun, kelas 2 SD. Mitra

tutur perempuan berumur 56 tahun. Mitra tutur adalah nenek penutur. Tuturan

terjadi di lapangan bola yang berada di dekat rumah penutur, saat mahgrib

penutur sedang bermain dengan teman-temannya di lapangan. Mitra tutur

menyuruh penutur untuk pulang ke rumah karena sudah maghib. Penutur tidak

mau pulang ke rumah.)

Dari tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 150: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

131

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (E5): “Yo ben, yo ben.” (Biarin, biarin.)

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (E5): Penutur berbicara dengan tidak menghiraukan mitra tutur.

Penutur seperti menyepelekan mitra tutur. Penutur membuat mitra tutur

marah. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah neneknya.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (E5): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Penutur

berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan pada kata “yo ben”. Intonasi yang

digunakan penutur ialah intonasi berita.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (E5): Penutur anak perempuan berumur 7 tahun, kelas 2

SD. Mitra tutur perempuan berumur 56 tahun. Mitra tutur adalah nenek

penutur. Tuturan terjadi di lapangan bola yang berada di dekat rumah penutur,

saat mahgrib penutur sedang bermain dengan teman-temannya di lapangan.

Mitra tutur menyuruh penutur untuk pulang ke rumah karena sudah maghib.

Penutur tidak mau pulang ke rumah. Tujuan penutur dari tuturannya ialah

menolak perintah mitra tutur yaitu neneknya untuk pulang ke rumah. Tindak

verbal dari tuturan penutur ialah ekspresif. Tuturan tersebut menyebabkan

tindak perlokusi mitra tutur tutur tutur marah kepada penutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 151: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

132

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (E5): Penutur bermaksud menolak perintah mitra tutur yang

menyuruh penutur untuk pulang.

4.2.5.5 Subkategori Menolak

Subkategori menolak pada kategori mebimbulkan konflik terjadi karena

tuturan penutur menyatakan suatu penolakan terhadap sesuatu. Namun, akibat dari

tuturan tidak santun yang sengaja dituturkan oleh penutur, mitra tutur menjadi

tersinggung sehingga menimbulkan konflik antara penutur dan mitra tutur.

Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam subkategori menolak.

Cuplikan tuturan 52

MT : “Gek mandi kana, wis sore!”

(Segera mandi sana, sudah sore!)

P : “Ah mengko! Karo mas Ardha wae.” (E6)

(Ah nanti! Dengan mas Ardha saja.)

MT : “Ya kowe sik, gek uwis!”

(Ya kamu dulu, cepat!)

(Konteks tuturan: Penutur anak perempuan berumur 7 tahun, kelas 2 SD. Mitra

tutur laki-laki berumur 39 tahun. Penutur adalah anak mitra tutur. Tuturan

terjadi di ruang tamu, saat sore hari. Mitra tutur menyuruh penutur untuk mandi

karena sudah sore.)

Cuplikan tuturan 55

MT 1 : “Beliin sabun, Dik!”

P : “Wegah! Mas wae kae lho.” (E9)

(Tidak mau! Mas saja itu lho.)

MT 2: “Lha kowe ki ngopo? Garapanku rung rampung!”

(Lha kamu itu sedang apa? Pekerjaanku belum selesai!)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 7 tahun. Mitra tutur 1 laki-laki

berumur 39 tahun, sebagai ayah penutur. Mitra tutur 2 laki-laki berumur 8 tahun,

sebagai kakak penutur. Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat pagi hari. Mitra

tutur 1 menyuruh penutur untuk membeli sabun di warung. Mitra tutur 2 sedang

mengerjakan PR. Penutur sedang menonton televisi. Penutur tidak mau

membelikan sabun karena malas.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 152: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

133

Dari kedua tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (E6): “Ah mengko! Karo mas Ardha wae.” (Ah nanti! Dengan mas

Ardha saja.)

Tuturan (E9): “Wegah! Mas wae kae lho.” (Tidak mau! Mas saja itu lho.)

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (E6): Penutur berbicara dengan kasar. Penutur berbicara dengan

tidak menghiraukan mitra tutur. Penutur membuat mitra tutur marah. Penutur

sadar bahwa mitra tutur adalah ayahnya.

Tuturan (E9): Penutur berbicara dengan kasar dan kesal. Penutur berbicara

dengan volume yang keras. Penutur membuat mitra tutur kesal. Penutur sadar

bahwa mitra tutur adalah adiknya.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (E6): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Penutur

berbicara dengan nada naik tinggi. Tekanan pada kata “mengko”. Intonasi

yang digunakan penutur ialah intonasi seru.

Tuturan (E9): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Kata fatis yang

terdapat pada tuturan (E9) ialah “lho”. Penutur berbicara dengan nada naik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 153: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

134

tinggi. Tekanan pada kata “wegah”. Intonasi yang digunakan penutur ialah

intonasi seru.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (E6): Penutur anak perempuan berumur 7 tahun, kelas 2

SD. Mitra tutur laki-laki berumur 39 tahun. Penutur adalah anak mitra tutur.

Tuturan terjadi di ruang tamu, saat sore hari. Mitra tutur menyuruh penutur

untuk mandi karena sudah sore. Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur

menolak perintah mitra tutur yaitu ayahnya yang menyuruh untuk mandi

lebih dulu sebelum kakaknya. Kakak penutur sedang mengerjakan tugas

sekolah. Tindak verbal dari tuturan penutur ialah komisif. Tuturan tersebut

menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur tutur tutur marah kepada penutur.

Konteks tuturan (E9): Penutur perempuan berumur 7 tahun. Mitra tutur 1

laki-laki berumur 39 tahun, sebagai ayah penutur. Mitra tutur 2 laki-laki

berumur 8 tahun, sebagai kakak penutur. Tuturan terjadi di ruang keluarga,

saat pagi hari. Mitra tutur 1 menyuruh penutur untuk membeli sabun di

warung. Mitra tutur 2 sedang mengerjakan PR. Penutur sedang menonton

televisi. Penutur tidak mau membelikan sabun karena malas. Tujuan penutur

dari tuturannya ialah penutur ingin melimahkan tugas kepada mitra tutur 2.

Tindak verbal dari tuturan penutur ialah komisif. Tuturan tersebut

menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur 2 menimpali tuturan penutur

dengan kesal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 154: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

135

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (E6): Penutur bermaksud menolak perintah mitra tutur yang

menyuruhnya mandi lebih dulu.

Tuturan (E9): Penutur bermaksud menolak perintah mitra tutur yang

menyuruhnya untuk membeli teh di warung.

4.2.5.6 Subkategori Kesal

Subkategori kesal pada kategori mebimbulkan konflik terjadi ketika

penutur mengungkapkan ekspresi kekesalan, ketidaksenangan, atau kekecewaan

kepada mitra tutur. Akibat dari tuturan tidak santun yang sengaja dituturkan oleh

penutur, mitra tutur menjadi tersinggung sehingga timbullah konflik antara

penutur dan mitra tutur. Berikut ini contoh tuturan yang termasuk dalam

subkategori kesal.

Cuplikan tuturan 54

MT : “Kuwi tinggal garingke.”

(Itu hanya kurang dikeringkan)

P : “Senengane nek ngrampungke gawean kok ora tuntas!” (E8)

(Sukanya kalau mengerjakan tugas kok tidak tuntas!)

MT : “Has embuh, embuh!”

(Has tidak tahu, tidak tahu!)

(Konteks tuturan: Penutur perempuan berumur 23 tahun. Penutur adalah kakak

mitra tutur. Mitra tutur perempuan berumur 13 tahun. Tuturan terjadi di ruang

makan, saat pagi hari. Mitra tutur sedang mengepel lantai. Penutur berjalan

melewati mitra tutur. Mitra tutur meminta penutur untuk mengeringkan lantai

yang masih basah. Penutur masih memiliki tanggungan pekerjaan rumah yang

lain.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 155: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

136

Dari tuturan tersebut, analisis wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur dapat diperinci sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan linguistik

Tuturan (E8): “Senengane nek ngrampungke gawean kok ora tuntas!”

(Sukanya kalau mengerjakan tugas kok tidak tuntas!)

2) Wujud ketidaksantunan pragmatik

Tuturan (E8): Penutur berbicara dengan kasar dan kesal. Penutur berbicara

di depan mitra tutur. Penutur membuat mitra tutur kesal. Penutur sadar bahwa

mitra tutur adalah adiknya.

3) Penanda ketidaksantunan linguistik

Tuturan (E8): Diksi yang digunakan termasuk dalam bahasa nonstandar.

Bahasa nonstandar ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa. Kata fatis yang

terdapat pada tuturan (E8) ialah “kok”. Penutur berbicara dengan nada naik

tinggi. Tekanan pada kata “tuntas”. Intonasi yang digunakan penutur ialah

intonasi seru.

4) Penanda ketidaksantunan pragmatik

Konteks tuturan (E8): Penutur perempuan berumur 23 tahun. Penutur

adalah kakak mitra tutur. Mitra tutur perempuan berumur 13 tahun. Tuturan

terjadi di ruang makan, saat pagi hari. Mitra tutur sedang mengepel lantai.

Penutur berjalan melewati mitra tutur. Mitra tutur meminta penutur untuk

mengeringkan lantai yang masih basah. Penutur masih memiliki tanggungan

pekerjaan rumah yang lain. Tujuan penutur dari tuturannya ialah penutur

mengingatkan mitra tutur supaya menyelesaikan pekerjaannya sampai tuntas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 156: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

137

Tindak verbal dari tuturan penutur ialah ekspresif. Tuturan tersebut

menyebabkan tindak perlokusi mitra tutur kesal, lalu mengepel dengan asal-

asalan.

5) Maksud ketidaksantunan penutur

Tuturan (E8): Penutur bermaksud menyindir mitra tutur yang tidak bisa

menyelesaikan tugasnya dengan tuntas.

4.3 Pembahasan

Hasil temuan yang telah dianalisis akan dibahas lebih mendalam pada

bagian pembahasan ini. Pada bagian ini, pembahasan akan didasarkan pada tiga

pokok rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Ketiga rumusan

masalah tersebut meliputi wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan

penutur. Pembahasan ketiga rumusan tersebut dalam setiap kategori adalah

sebagai berikut.

4.3.1 Wujud Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

Santun tidaknya suatu tuturan tergantung pada wujud tuturan tersebut.

Wujud ketidaksantunan tuturan tersebut dapat berupa wujud ketidaksantunan

linguistik dan wujud ketidaksantunan pragmatik. Wujud ketidaksantunan

linguistik merupakan hasil transkrip tuturan lisan yang tidak santun, sedangkan

wujud ketidaksantunan pragmatik berkaitan dengan cara penyampaian penutur

saat mengatakan tuturan tidak santun tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 157: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

138

Selain dilihat dari wujud linguistiknya, ketidaksantunan suatu tuturan juga

dilihat dari wujud pragmatiknya. Wujud ketidaksantunan pragmatik tuturan dalam

setiap kategori ketidaksantunan memiliki wujud yang berbeda dan wujud tersebut

menjadi ciri khas dari setiap kategori tersebut. Berikut ini adalah wujud

ketidaksantunan linguistik dan pragmatik yang dikelompokan dalam lima kategori

ketidaksantunan, yaitu melanggar norma, mengancam muka sepihak, melecehkan

muka, menghilangkan muka, dan menimbulkan konflik.

4.3.1.1 Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma

Tuturan ketidaksantunan yang termasuk dalam kategori melanggar norma

ada empat tuturan. Keempat tuturan tersebut adalah sebagai berikut.

1) Subkategori menjanjikan

Tuturan (A1): “Bentar ta, Ma! Lagi seru game-nya.”

(Konteks: Penutur tidak mengindahkan perintah mitra tutur. Penutur tidak

merasa bersalah. Penutur berbicara dengan ketus. Penutur tidak memandang

mitra tutur ketika berbicara. Penutur berbicara dengan orang tua.)

Tuturan (A3): “Kosik ta, iya-iya dilit maneh.” (Sebentar ta, iya-iya sebentar

lagi)

(Konteks: Penutur tidak mengindahkan perintah mitra tutur. Penutur tidak

merasa bersalah. Penutur berbicara dengan ketus. Penutur tidak memandang

mitra tutur ketika berbicara. Penutur berbicara dengan orang yang lebih

tua.)

2) Subkategori menolak

Tuturan (A2): “Ah males. Pisan-pisan ora ya ra papa ta, Bu.” (Ah malas.

Sekali-sekali tidak kan tidak apa-apa, Bu)

(Konteks: Penutur dengan sengaja melanggar peraturan yang ada. Penutur

tidak merasa bersalah. Penutur berusaha membujuk mitra tutur untuk

menyetujui tindakannya. Penutur berbicara dengan orang tua.)

3) Subkategori kesal

Tuturan (A4): “Ya ampun, Bu. Lagi jam sanga masak wis malem ta?” (Ya

ampun, Bu. Baru jam sembilan masak sudah malam?)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 158: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

139

(Konteks: Penutur tidak merasa bersalah. Penutur berbicara dengan malas.

Penutur berbicara dengan orang tua.)

Dari keempat tuturan tersebut, dapat dilihat bahwa kategori

ketidaksantunan melanggar norma ditandai dengan penutur yang tidak merasa

bersalah meski sudah melanggar peraturan yang telah disepakati, penutur tidak

mengindahkan teguran dari mitra tutur dan hal ini ditunjukkan dengan cara

penutur menanggapi mitra tutur, misalnya berbicara dengan kethus dan malas.

Tanda-tanda tersebut semakin tidak santun karena penutur bertindak demikian

kepada orang yang lebih tua. Dalam kebudayaan Jawa, orang yang lebih muda

diharuskan menjaga sopan santun ketika berbicara dengan orang yang lebih tua.

Sopan santun tersebut dapat ditunjukkan melalui tuturan yang halus dan sikap

yang dianggap santun.

Wujud ketidaksantunan tuturan (A1) dan (A3) ditunjukan dari penutur

yang tidak mengindahkan peraturan waktu belajar yang sudah disepakati oleh

keluarganya dengan tidak merasa bersalah. Ketika berbicara, penutur berbicara

dengan kethus padahal penutur (A1) berbicara dengan ibunya, sedangkan penutur

(A3) dengan kakaknya. Hal serupa juga terwujud dalam tuturan (A2) dan (A4).

Wujud ketidaksantunan pragmatik yang ditunjukan oleh penutur (A2) yang tidak

mau melaksanakan tugas mencuci piring dengan tidak merasa bersalah, seperti

dengan penutur (A4) yang telah melanggar perjanjian waktu pulang. Kedua

penutur jugaberbicara kepada mitra tutur dengan malas, padahal mitra tutur adalah

ibu dari kedua penutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 159: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

140

4.3.1.2 Kategori Ketidaksantunan Mengancam Muka Sepihak

Wujud ketidaksantunan pragmatik pada kategori melanggar norma sedikit

berbeda dengan wujud ketidaksantunan pragmatik pada kategori mengancam

muka sepihak. Berikut ini contoh tuturan dari kategori mengancam muka sepihak.

1) Subkategori menyindir

Tuturan (B7): “Masalahnya kamu itu ngeyel.”

(Konteks: Penutur menjawab pertanyaan mitra tutur mengenai alasan orang

tuanya tidak mau membelikan sepeda. Penutur berbicara dengan ekspresi

sinis. Penutur berbicara dengan tidak memperhatikan mitra tutur. Penutur

tidak bermaksud menyindir mitra tutur. Penutur tidak sadar telah membuat

mitra tutur tersinggung.)

Tuturan (B8): “Diajari bola-bali kok ra dong-dong!” (Dilatih berkali-kali

kok tidak mengerti!)

(Konteks: Penutur mengungkapkan kekesalannya kepada mitra tutur yang

selalu meminta bantuan untuk mengajarkan memakai komputer. Penutur

berbicara dengan ekspresi sinis. Penutur berbicara dengan tidak

memperhatikan mitra tutur. Penutur tidak bermaksud menyindir mitra tutur.

Penutur tidak sadar telah membuat mitra tutur tersinggung.)

2) Subkategori memerintah

Tuturan (B2): “Udah-udah sana, karo mama kana!” (Sudah-sudah sana,

sama mama sana.)

(Konteks: Penutur merasa terganggu oleh mitra tutur yang mengajaknya

bermain. Penutur berbicara dengan tidak memandang mitra tutur. Penutur

berbicara sambil mendorong pelan mitra tutur supaya menjauh. Penutur

tidak merasa kalau tuturannya telah membuat mitra tutur merasa tidak

diinginkan keberadaannya di dekat penutur.)

Tuturan (B5): “Mbah, ngelih Mbah. Cepet ta Mbah, selak laper je Mbah!”

(Mbah lapar Mbah, cepat Mbah sudah lapar Mbah.)

(Konteks: Penutur berbicara dengan volume yang keras. Penutur berbicara

kepada orang yang lebih tua. Penutur hanya memberikan perintah tanpa

membantu mitra tutur.Penutur tidak merasa kalau tuturannya telah membuat

mitra tutur kesal.)

3) Subkategori menjanjikan

Tuturan (B3): “Dipakai-dipakai. Iya sebentar ta, pakai-pakai.”

(Konteks: Penutur menanggapi mitra tutur yang meminta untuk

dibapakaikan baju dengan tidak serius. Penutur berbicara tanpa melihat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 160: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

141

mitra tutur. Penutur tidak merasa kalau tuturannya telah membuat mitra

tutur merasa tidak diperhatikan.)

4) Subkategori kesal

Tuturan (B4): “Nggak suka mbah kakung.”

(Konteks: Penutur berbicara dengan ekspresi datar dan tidak merasa takut

ketika berbicara kepada mitra tutur 1 yang menanyakan alasan penutur tidak

suka dengan mitra tutur 2. Penutur tidak menyadari bahwa tuturannya

terdengar oleh mitra tutur 2. Mitra tutur 2 merasa tersingung.)

5) Subkategori mengejek

Tuturan (B6): “Iya, ora kaya kowe kuwi! Isih nganggur wae.” (Iya, tidak

seperti kamu itu! Masih menganggur saja.)

(Konteks: Penutur berbicara dengan ketus ketika menimpali cerita mitra

tutur tentang temannya yang sudah memiliki pekerjaan. Penutur tidak

bermaksud menyindir mitra tutur. Penutur tidak sadar telah membuat mitra

tutur tersinggung.)

Dari tujuh tuturan tersebut, dapat ditemukan bahwa wujud ketidaksantunan

pragmatiknya ditandai dengan penutur yang tidak memperhatikan keadaan mitra

tutur dan siapa mitra tutur saat menuturkan suatu tuturan. Dell Hymes (1978)

menyatakan bahwa ketika seorang berkomunikasi hendaknya memerhatikan

indikator kesantunan yang diakronimkan dengan istilah SPEAKING. Setting and

scene serta paricipants merupakan dua hal yang perlu diperhatikan pada kategori

ketidaksantuan ini. Setting and secene mengacu pada latar terjadinya komunikasi,

sedangkan participant mengacu pada orang yang terlibat dalam komunikasi

(Pranowo, 2009:100–101). Meskipun penutur tidak memiliki maksud untuk

menyinggung mitra tutur, mitra tutur akan tetap merasa tersinggung bila tuturan

penutur tidak memperhatikan keadaan mitra tutur dan siapa mitra tutur itu. Hal

inilah yang membuat tuturan yang dianggap oleh penutur biasa saja, tetapi bagi

mitra tutur tuturan tersebut tidak santun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 161: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

142

Pada tuturan (B7), wujud ketidaksantunan pragmatik ditunjukan ketika

penutur menjawab pertanyaan mitra tutur mengenai alasan orang tuanya tidak

mau membelikan sepeda dengan ekspresi sinis sehingga membuat mitra tutur

merasa tersingguung. Lain halnya dengan penutur (B8) yang membuat mitra tutur

kesal. Hal ini terjadi karena penutur menolak permintaan ayahnya yang ingin

belajar memakai komputer. Penutur tidak memahami bahwa ingatan sang ayah

memang sudah berkurang akibat faktor usia dan sekalipun penutur tahu bahwa ia

berbicara dengan ayahnya, penutur tetap bertutur dengan kasar.

Selanjutnya, wujud ketidaksantunan pragmatik pada tuturan (B2)

ditunjukan oleh penutur yang berbicara dengan tidak memandang mitra tutur

sambil mendorong pelan mitra tutur supaya menjauh darinya. Hal ini dilakukan

karena penutur merasa terganggu oleh mitra tutur yang mengajaknya bermain.

Walaupun penutur tidak memiliki maksud untuk menyinggung, mitra tutur

ternyata merasa keberadaannya di dekat penutur tidak diinginkan.

Ketidaksantunan yang dilakukan oleh penutur (B2) sama dengan penutur (B5).

Penutur (B5) menyuruh mitra tutur, neneknya, untuk segera menyelesaikan

masakannya karena penutur sudah lapar. Penutur tidak sadar bahwa tuturannya

membuat sang nenek kesal karena penutur hanya bisa menyuruh tanpa ikut

membantu neneknya memasak.

Wujud ketidaksantunan pragmatik tuturan (B3) ditandai dengan cara

penutur berbicara kepada mitra tutur yang meminta uuntuk dipakaikan baju.

Penutur berbicara dengan tidak serius dan tidak melihat mitra tutur. Penutur tidak

merasa kalau tuturannya telah membuat mitra tutur merasa tidak diperhatikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 162: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

143

Ketidaksantunan juga terjadi pada tuturan (B4) dan (B6). Penutur (B4) berbicara

dengan ekspresi datar, tanpa merasa takut ketika mengungkapkan alasan mengapa

penutur tidak menyukai mitra tutur 2. Penutur tidak menyadari bahwa tuturannya

terdengar oleh mitra tutur 2, sehingga membuat mitra tutur 2 tersingung. Berbeda

dengan penutur (B4), penutur (B6) berbicara dengan ketus saat menimpali cerita

mitra tutur. Penutur yang tidak bermaksud menyindir mitra tutur, tidak sadar

bahwa tuturannya telah membuat mitra tutur tersinggung. Hal-hal inilah yang

membuat tuturan-tuturan tersebut tidak santun.

4.3.1.3 Kategori Ketidaksantunan Melecehkan Muka

Wujud ketidaksantunan pragmatik yang selanjutnya yaitu pada kategori

melecehkan muka. Berikut ini contoh tuturan tidak santun dalam kategori

melecehkan muka.

1) Subkategori kesal

Tuturan (C4): “Yak yakan!” (Sembrono!)

(Konteks: Penutur berbicara dengan volume yang keras ketika mitra tutur

tidak sengaja menginjak kaki penutur. Penutur berbicara dengan membentak

mitra tutur. Penutur berbicara dengan ekspresi marah. Penutur telah

membuat mitra tutur tersinggung dan takut. Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah anak tetangganya.)

Tuturan (C7): “Has luweh! Sak karep omonganmu opo.” (Tidak peduli!

Terserah omonganmu apa.)

(Konteks: Penutur berbicara dengan memotong kalimat mitra tutur karena

penutur tidak berkenan dengan topik yang dibicarakan mitra tutur. Penutur

berbicara dengan membentak mitra tutur. Penutur berbicara dengan

ekspresi kesal. Penutur telah membuat mitra tutur tersinggung. Penutur

sadar bahwa mitra tutur adalah anaknya.)

2) Subkategori memerintah

Tuturan (C3): “Ya kana gawe dewe! Wong kowe yang laper.” (Ya sana buat

sendiri! Kan kamu yang lapar.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 163: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

144

(Konteks: Penutur berbicara dengan volume yang keras ketika mitra tutur

meminta dimasakan sesuatu. Penutur tidak menghiraukan mitra tutur.

Penutur telah membuat mitra tutur tersinggung. Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah anaknya.)

Tuturan (C9): “Acara kaya ngono ditonton. Ganti!” (Acara seperti itu

ditonton. Ganti!)

(Konteks: Penutur berbicara dengan memaksa mitra tutur karena penutur

tidak senang dengan acara televisi yang sedang ditonton mitra tutur. Penutur

berbicara dengan ekspresi kesal. Penutur telah membuat mitra tutur

tersinggung. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah adiknya.)

3) Subkategori menyindir

Tuturan (C13): “Wis tutuk le dolan?” (Sudah puas yang main?)

(Konteks: Penutur berbicara dengan sinis ketika mitra tutur pulang ke

rumah. Penutur berbicara seperti menuduh mitra tutur. Penutur telah

membuat mitra tutur tersinggung. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah

anaknya.)

Tuturan (C18): “Rasah-rasah! Gaweanmu wae ra rampung-rampung.”

(Tidak usah-tidak usah! Kerjaan kamu saja tidak selesai-

selesai.)

(Konteks: Penutur berbicara dengan ketus kepada mitra tutur yang

bermaksud membantu pekerjaan penutur. Penutur menunjukkan ekspresi

galak. Penutur bereaksi secara spontan kepada mitra tutur. Penutur sengaja

membuat mitra tutur tidak nyaman dan tersinggung.)

4) Subkategori mengejek

Tuturan (C6): “Dasar anake wong edan!” (Dasar anaknya orang gila!)

(Konteks: Penutur berbicara dengan volume yang keras kepada mitra tutur

yang sedang berjalan di depan rumahnya sambil bernyanyi. Penutur

berbicara dengan membentak mitra tutur. Penutur berbicara dengan

ekspresi datar. Penutur telah membuat mitra tutur tersinggung dan takut.

Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah anak tetangganya.)

Tuturan (C16): “Percuma punya hape bagus-bagus, tapi nggak bisa

pakainya.”

(Konteks: Penutur berbicara dengan sinis kepada mitra tutur yang baru

membeli handphone baru. Penutur berbicara dengan ekspresi menyepelekan

mitra tutur. Penutur telah membuat mitra tutur tersinggung. Penutur sadar

bahwa mitra tutur adalah adiknya.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 164: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

145

5) Subkategori mengacam

Tuturan (C11): ”Tenane? Awas nek salah, kowe lho!” (Beneran? Awas

kalau salah, kamu lho!)

(Konteks: Penutur berbicara dengan sinis kepada mitra tutur yang telah

diminta membantunya mengerjakan soal. Penutur berbicara tanpa melihat

mitra tutur. Penutur telah membuat mitra tutur tersinggung. Penutur sadar

bahwa mitra tutur adalah kakaknya.)

Dari contoh tersebut, wujud ketidaksantunan pragmatik dalam kategori ini

ditandai dengan keadaan penutur yang menyadari posisinya dan posisi mitra tutur

di dalam keluarga. Selain itu, penutur dengan sengaja mengucapkan tuturan yang

tidak santun kepada mitra tutur karena penutur kecewa atau kesal kepada mitra

tutur. Tuturan yang diungkapkan dengan keras, kasar, ketus, dan sinis tersebut

membuat mitra tutur tersinggung, takut, dan tidak nyaman terhadap penutur.

Wujud ketidaksantunan pragmatik tersebut dapat dilihat pada tuturan (C4)

dan (C19) sebagai contoh. Wujud ketidaksantunan pragmatik pada tuturan (C4)

ditandai dengan penutur membentak mitra tutur yang tidak sengaja menginjak

kakinya. Hal itu membuat mitra tutur takut lalu meninggalkan penutur. Meskipun

penutur tahu bahwa mitra tutur adalah anak tetangganya, penutur tidak seharusnya

membentak mitra tutur, jika ingin menegurnya. Begitu pula dengan penutur (C7)

yang berbicara dengan memotong kalimat mitra tutur karena penutur tidak

berkenan dengan topik yang dibicarakan mitra tutur. Penutur berbicara dengan

membentak mitra tutur dan dengan ekspresi kesal sehingga membuat mitra tutur

tersinggung.

Selanjutnya, ketidaksantunan yang terjadi pada tuturan (C3) yaitu penutur

berbicara dengan volume yang keras ketika mmitra tutur meminta dimasakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 165: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

146

telur, padahal mitra tutur adalah anaknya. Penutur yang tidak menghiraukan mitra

tutur telah membuat mitra tutur tersinggung. Lain halnya dengan tuturan (C9).

Tuturan (C9) menjadi tidak santun karena penutur berbicara dengan memaksa

mitra tutur untuk mengganti acara televisi yang sedang ditonton mitra tutur.

Penutur yang berbicara dengan ekspresi kesal telah membuat mitra tutur

tersinggung.

Wujud ketidaksantunan yang ditunjukan oleh tuturan (C11), (C13), dan

(C16) yaitu penutur yang berbicara kepada mitra tutur dengan sinis. Penutur (C11)

berbicara dengan sinis kepada mitra tutur yang telah membantunya mengerjakan

soal, sehingga mitra tutur menganggap penutur telah meremehkannya. Penutur

(C13) berbicara dengan sinis kepada mitra tutur, sehingga penutur seolah-olah

menuduh mitra tutur yang baru pulang ke rumah. Begitu pula dengan penutur

(C16) yang berbicara sinis kepada mitra tutur yang baru membeli handphone

baru. Penutur berbicara dengan ekspresi menyepelekan mitra tutur. Cara atau

tindakan-tindakan tersebut ternyata membuat mitra tutur tersinggung.

Tuturan (C6) dan (C18) ternyata juga dianggap tidak santun karena telah

membuat mitra tuturnya tersinggung. Pada tuturan (C6), penutur berbicara dengan

volume yang keras kepada mitra tutur yang sedang berjalan di depan rumahnya

sambil bernyanyi. Penutur yang membentak mitra tutur telah membuat mitra

tutur tersinggung dan takut karena mitra tutur merasa nyanyiannya tidak

mengganggu penutur. Seperti halnya penutur (C6), penutur (C18) berbicara

dengan ketus dan menunjukkan ekspresi galak kepada mitra tutur yang bermaksud

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 166: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

147

membantu pekerjaan penutur. Tindakan ini dilakukan penutur dengan sengaja

untuk membuat mitra tutur tidak nyaman dan tersinggung.

4.3.1.4 Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka

Wujud ketidaksantunan pragmatik yang selanjutnya adalah dalam kategori

menghilangkan muka. Berikut ini contoh tuturan tidak santun pada kategori

menghilangkan muka.

1) Subkategori menyindir

Tuturan (D2): “Kalau pas ada ibue, kesete.” (Kalau waktu ada ibunya,

malasnya.)

(Konteks: Penutur menjawab pertanyaan mitra tutur 1 tentang sifat rajin

mitra tutur 2. Penutur dengan sengaja berbicara di depan mitra tutur 2.

Penutur tidak memperhatikan mitra tutur 2. Penutur berbicara dengan

volume yang keras. Penutur telah membuat mitra tutur 2 malu. Penutur

sadar bahwa mitra tutur 2 adalah anaknya.)

Tuturan (D4): “Itu Mbak bapaknya gajinya kurang.”

(Konteks: Penutur berbicara dengan sengaja mengenai gaji suami mitra

tutur, padahal tidak ada yang menanyakan hal tersebut. Penutur berbicara

dengan tertawa. Penutur menganggap hal yang dituturkan berupa lelucon,

padahal hal tersebut termasuk hal yang bersifat pribadi. Penutur telah

membuat mitra tutur 2 tersinggung dan malu.)

2) Subkategori mengejek

Tuturan (D3): “Wah nek ibue ki bodho, Mbak.” (Wah ibunya itu bodoh,

Mbak.)

(Konteks: Penutur berbicara dengan volume yang keras ketika ditanya

tentang pendidikan istri penutur. Penutur berbicara dengan tertawa

meremehkan. Penutur telah membuat mitra tutur 2 malu. Penutur sadar jika

mitra tutur 2 adalah istrinya.)

Tuturan (D13): “Hpne ibu ki wis jadul.” (Hpnya ibu itu sudah jadul.)

(Konteks: Penutur dengan sengaja berbicara di depan mitra tutur yang

masih menggunakan handphone lama. Penutur berbicara dengan ekspresi

mengejek. Penutur telah membuat mitra tutur malu. Penutur sadar bahwa

mitra tutur adalah anaknya.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 167: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

148

3) Subkategori menyalahkan

Tuturan (D5): “Ngawur, sembarangan wae, ngawur dudu kuwi!”

(Sembrono, sembarangan saja, sembrono bukan itu.)

(Konteks: Penutur memberikan sangkalan dengan kasar kepada mitra tutur

yang memberikan jawaban salah. Penutur berbicara sangat dekat dengan

mitra tutur. Penutur berbicara kepada orang tua. Penutur telah membuat

mitra tutur malu.)

4) Subkategori memerintah

Tuturan (D9): “Ayo bali! Dolan wae.” (Ayo pulang! Main terus.)

(Konteks: Penutur berbicara dengan berteriak kepada mitra tutur yang

masih bermain bersama temannya. Penutur berbicara dengan menunjukan

ekspresi marah. Penutur telah membuat mitra tutur malu dan takut. Penutur

sadar bahwa mitra tutur adalah anaknya.)

Tuturan (D10): “Kono gawe dewe! Cah wedok masak wae ra iso.” (Sana

buat sendiri! Anak perempuan memasak saja tidak bisa.)

(Konteks: Penutur berbicara dengan volume yang keras kepada mitra tutur

yang meminta digorengkan telur. Penutur tidak menghiraukan mitra tutur.

Penutur dengan sengaja berbicara seperti meremehkan mitra tutur. Penutur

telah membuat mitra tutur malu dan tersinggung. Penutur sadar bahwa

mitra tutur adalah anaknya.)

Dari contoh tuturan yang termasuk kategori menghilangkan muka, tanda

wujud ketidaksantunan pragmatik kategori menghilangkan muka hampir sama

dengan tanda pada kategori melecehkan muka. Wujud ketidaksantunan pragmatik

pada kategori menghilangkan muka juga ditandai dengan adanya kesadaran posisi

penutur dan mitra tutur dalam keluarga, tuturan tidak santun diucapkan dengan

sengaja untuk meremehkan atau mengejek mitra tutur dan kadang diucapkan

dengan berteriak, ketus, atau kasar. Akibat tuturan penutur tersebut, mitra tutur

tidak hanya merasa tersinggung atau tidak nyaman, tetapi juga akan merasa malu

karena mitra tutur dalam kategori ini bisa lebih dari satu orang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 168: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

149

Wujud ketidaksantunan pada tutuan (D2) dan (D3) ditandai dengan

kesengajaan penutur yang berbicara menggunakan volume keras kepada mitra

tutur. Penutur (D2) dengan sengaja berbicara dengan volume keras kepada mitra

tutur 2 yang malas jika di rumah ada ibunya, sedangkan penutur (D3) berbicara

dengan volume yang keras ketika menjelaskan pendidikan istrinya. Selain itu,

penutur juga berbicara dengan tertawa meremehkan. Kesengajaan lain yang

diungkapkan penutur dengan volume keras yaitu pada tutur (D9) dan (D10).

Penutur (D9) berbicara dengan berteriak dan dengan ekspresi marah kepada mitra

tutur yang masih bermain bersama temannya, sedangkan penutur (D10) berbicara

dengan volume yang keras seperti meremehkan mitra tutur yang meminta

digorengkan telur. Tindakan yang dilakukan penutur-penutur tersebut membuat

mitra tuturnya tersinggung, malu, dan takut.

Wujud ketidaksantunan lain dalam kategori menghilangkan muka terdapat

pada contoh tuturan (D4), (D5), dan (D13). Penutur (D4) berbicara dengan

sengaja mengenai gaji suami mitra tutur. Penutur menganggap hal yang dituturkan

berupa lelucon, padahal hal tersebut termasuk hal yang bersifat pribadi. Penutur

(D5) memberikan sangkalan dengan kasar kepada mitra tutur yang memberikan

jawaban salah, padahal mitra tutur adalah ibunya. Lain halnya dengan penutur

(D13) yang sengaja berbicara di depan mitra tutur dengan ekspresi mengejek

karena mitra tutur masih menggunakan handphone lama. Ketiga contoh tersebut

membuat mitra tuturnya merasa tersinggung dan malu, maka ketiga contoh

tersebut dikatakan tidak santun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 169: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

150

4.3.1.5 Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik

Kategori terakhir adalah kategori menimbulkan konflik. Berikut ini adalah

contoh tuturan tidak santun dalam kategori menimbulkan konflik.

1) Subkategori melarang

Tuturan (E1): “Nggak boleh! Dasar kamu, pipis (kata umpatan)!”

(Konteks: Penutur berbicara dengan membentak mitra tutur yang ingin

meminjam playstation penutur. Penutur menggunakan kata-kata umpatan.

Penutur berbicara dengan tidak menghiraukan mitra tutur. Penutur

memancing mitra tutur untuk mengikuti umpatannya. Penutur sadar bahwa

mitra tutur adalah adiknya.)

Tuturan (E2): “Ndak boleh! Ini buat aku.”

(Konteks: Penutur berbicara dengan membentak mitra tutur yang ingin

meminjam mainan penutur. Penutur berbicara dengan tidak menghiraukan

mitra tutur Penutur membuat mitra tutur takut dan menangis. Penutur sadar

bahwa mitra tutur adalah adiknya.)

2) Subkategori mengancam

Tuturan (E3): “Nanti kalau aku pulang sekolah ada sesajen, tak obrak-

abrik!” (Nanti kalau aku pulang sekolah ada sesajen, aku

porak-porandakan!)

(Konteks: Penutur berbicara dengan membentak mitra tutur yang meletakan

sesaji di dalam rumah. Penutur berbicara dengan tidak menghiraukan mitra

tutur Penutur berbicara dengan ekspresi marah. Penutur berbicara kepada

mitra tutur yang berumur lebih tua. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah

neneknya.)

Tuturan (E7): “Tak grujug Kowe! Sekali bapak ngomong, jangan dibantah!”

(Saya siram Kamu! Sekali bapal bicara, jangan dibantah!)

(Konteks: Penutur berbicara dengan membentak mitra tutur yang terlambat

pulang. Penutur berbicara dengan ekspresi marah. Penutur membuat mitra

tutur berani melawan. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah anaknya.)

3) Subkategori memerintah

Tuturan (E4): “Wong yang satu masih kok, sana ambil! Itu di dalam sana,

heran.”

(Konteks: Penutur berbicara dengan volume yang keras kepada mitra tutur

yang meminta dibuatkan susu. Penutur memaksakan kekendak kepada mitra

tutur. Penutur berbicara dengan tidak menghiraukan mitra tutur. Penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 170: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

151

membuat mitra tutur menangis. Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah

keponakannya.)

4) Subkategori mengejek

Tuturan (E5): “Yo ben, yo ben.” (Biarin, biarin.)

(Konteks: Penutur berbicara dengan tidak menghiraukan mitra tutur yang

menyuruh penutur untuk pulang. Penutur seperti menyepelekan mitra tutur.

Penutur membuat mitra tutur marah. Penutur sadar bahwa mitra tutur

adalah neneknya. )

5) Subkategori menolak

Tuturan (E6): “Ah mengko! Karo mas Ardha wae.” (Ah nanti! Dengan mas

Ardha saja.)

(Konteks: Penutur berbicara dengan kasar kepada mitra tutur yang

menyuruh penutur untuk mandi. Penutur berbicara dengan tidak

menghiraukan mitra tutur. Penutur membuat mitra tutur marah. Penutur

sadar bahwa mitra tutur adalah ayahnya.)

Tuturan (E9): “Wegah! Mas wae kae lho.” (Tidak mau! Mas saja itu lho.)

(Konteks: Penutur berbicara dengan kasar dan kesal kepada mitra tutur

yang menyuruh penutur untuk membelikan sabun di warung. Penutur

berbicara dengan volume yang keras. Penutur membuat mitra tutur kesal.

Penutur sadar bahwa mitra tutur adalah adiknya.)

6) Subkategori kesal

Tuturan (E8): “Senengane nek ngrampungke gawean kok ora tuntas!”

(Sukanya kalau mengerjakan tugas kok tidak tuntas!)

(Konteks: Penutur berbicara dengan kasar dan kesal kepada mitra tutur

yang tidak menyelesaikan tugas mengepelnya. Penutur berbicara di depan

mitra tutur. Penutur membuat mitra tutur kesal. Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah adiknya.)

Wujud ketidaksantunan pragmatik pada kategori menimbulkan konflik

ditandai dengan penutur yang sengaja mengucapkan tuturan tidak santun kepada

mitra tutur. Tuturan tersebut diucapkan dengan membentak, mengumpat, marah,

kesal, keras, atau kasar. Akibat tuturan penutur tersebut, mitra tutur yang tidak

bisa menerima akhirnya juga memberikan respon yang membuat penutur dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 171: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

152

mitra tutur berkonflik. Contoh respon mitra tutur tersebut dapat berupa

memberikan umpatan kembali untuk penutur, takut, menangis, berani melawan

penutur, marah, atau kesal kepada penutur.

Wujud ketidaksantunan pragmatik yang terlihat jelas pada kategori

menimbulkan konflik yaitu penutur yang membentak mitra tutur, seperti pada

tuturan (E1), (E2), (E3), dan (E7). Penutur (E1) berbicara kepada mitra tutur yang

ingin meminjam playstation penutur dengan membentak dan menggunakan kata

umpatan. Penutur (E2) berbicara dengan membentak mitra tutur yang ingin

meminjam mainan penutur. Penutur (E3) membentak mitra tutur yang meletakan

sesaji di dalam rumah, sedangkan penutur (E7) membentak mitra tutur yang

terlambat pulang. Bentakan yang digunakan oleh penutur-penutur tersebut

ternyata membuat hati mitra tutur tidak berkenan sehingga menimbulkan konflik

di antara penutur dan mitra tutur.

Timbulnya konflik antara penutur dan mitra tutur juga dapat terjadi jika

penutur berbicara dengan kasar dan menunjukkan kekesalannya seolah-olah

menyepelekan mitra tutur, misalnya pada tuturan (E4), (E5), (E6), (E8), dan (E9).

Penutur (E4) berbicara dengan volume yang keras kepada mitra tutur yang

meminta dibuatkan susu. Penutur (E5) menyepelekan mitra tutur yang menyuruh

penutur untuk pulang. Penutur (E6) berbicara dengan kasar kepada mitra tutur

yang menyuruh penutur untuk mandi. Penutur (E8) berbicara dengan kasar dan

kesal kepada mitra tutur yang tidak menyelesaikan tugas mengepelnya. Penutur

(E9) berbicara dengan kasar dan kesal kepada mitra tutur yang menyuruh penutur

untuk membelikan sabun di warung. Tindakan penutur-penutur tersebut dikatakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 172: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

153

tidak santun karena membuat mitra tuturnya kesal dan marah sehingga muncullah

konflik diantara penutur dan mitra tutur.

4.3.2 Penanda Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

Seperti halnya wujud ketidaksantunan, penanda ketidaksantunan juga

dibedakan ke dalam bagian linguistik dan pragmatik. Penanda ketidaksantunan

linguistik dapat dilihat berdasarkan unsur segmental dan suprasegmental suatu

kalimat atau tuturan, sedangkan penanda ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat

berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Sebelum membahas lebih

lanjut, berikut ini diperlihatkan tuturan-tuturan dari kelima kategori

ketidaksantunan, yaitu melanggar norma, mengancam muka sepihak, melecehkan

muka, menghilangkan muka, dan menimbulkan konflik.yang menjadi contoh di

dalam pembahasan penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik.

4.3.2.1 Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma

Berikut ini adalah contoh tuturan yang termasuk dalam kategori

ketidaksantunan melanggar norma.

1) Subkategori menjanjikan

Tuturan (A1): “Bentar ta, Ma! Lagi seru game-nya.”

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat malam hari. Penutur

sedang bermain game sampai lupa waktu. Mitra tutur mengingatkan penutur

untuk berhenti bermain karena sudah waktunya untuk belajar. Penutur tidak

mengindahkan perintah mitra tutur.)

Tuturan (A3): “Kosik ta, iya-iya dilit maneh.” (Sebentar ta, iya-iya sebentar

lagi)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang makan, saat sore hari. Penutur asyik

bermain laptop. Mitra tutur mengingatkan penutur untuk mematikan laptop

karena sudah waktunya untuk belajar. Penutur tidak mengindahkan perintah

mitra tutur.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 173: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

154

2) Subkategori menolak

Tuturan (A2): “Ah males. Pisan-pisan ora ya ra papa ta, Bu.” (Ah malas.

Sekali-sekali tidak kan tidak apa-apa, Bu)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang makan, saat sore hari. Penutur dan mitra

tutur sedang makan malam. Di dalam keluarga penutur, ada peraturan

bahwa setelah makan, setiap orang harus mencuci piring sendiri-sendiri.

Setelah selesai makan, penutur meminta mitra tutur untuk mencucikan piring

miliknya. Mitra tutur menolak untuk mencucikan piring pernutur)

3) Subkategori kesal

Tuturan (A4): “Ya ampun, Bu. Lagi jam sanga masak wis malem ta?” (Ya

ampun, Bu. Baru jam sembilan masak sudah malam?)

(Konteks: Tuturan terjadi di luar rumah, saat malam hari. Penutur baru

pulang ke rumah. Penutur melihat mitra tutur yang baru saja pulang. Mitra

tutur mengingatkan penutur bahwa ia pulang sudah terlalu malam. Mitra

tutur memperbolehkan penutur pergi sampai jam delapan malam.)

4.3.2.2 Kategori Ketidaksantunan Mengancam Muka Sepihak

Berikut ini adalah contoh tuturan yang termasuk dalam kategori

ketidaksantunan mengancam muka sepihak.

1) Subkategori menyindir

Tuturan (B7): “Masalahnya kamu itu ngeyel.”

(Konteks: Tuturan terjadi di depan rumah, saat sore hari. Mitra tutur

bertanya kepada penutur mengapa orang tuanya tidak mau membelikan

sepeda. Penutur menjawab pertanyaan mitra tutur.)

Tuturan (B8): “Diajari bola-bali kok ra dong-dong!” (Dilatih berkali-kali

kok tidak mengerti!)

(Konteks: Tuturan terjadi ruang keluarga, saat sore hari. Mitra tutur

meminta bantuan penutur untuk mengajarinya memakai komputer. Penutur

sudah berkali-kali mengajari mitra tutur. Mitra tutur tidak bisa mengingat

ajaran penutur.)

2) Subkategori memerintah

Tuturan (B2): “Udah-udah sana, karo mama kana!” (Sudah-sudah sana,

sama mama sana.)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat siang hari. Penutur sedang

mengerjakan tugas. Mitra tutur mengajak penutur bermain sehingga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 174: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

155

mengganggu pekerjaan penutur. Penutur yang merasa terganggu meminta

mitra tutur untuk bermain dengan ibunya.)

Tuturan (B5): “Mbah, ngelih Mbah. Cepet ta Mbah, selak laper je Mbah!”

(Mbah lapar Mbah, cepat Mbah sudah lapar Mbah.)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang tamu, saat siang hari. Penutur melihat

mitra tutur memasak. Penutur tidak membantu mitra tutur yang

memasak.Mitra tutur tidak tahu kalau penutur juga berada di dapur.)

3) Subkategori menjanjikan

Tuturan (B3): “Dipakai-dipakai. Iya sebentar ta, pakai-pakai.”

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat siang hari. Penutur sedang

menggendong adik mitra tutur. Mitra tutur meminta penutur untuk

memakaikan baju superman. Penutur belum bisa memakaikan baju kepada

penutur karena masih menggendong adik mitra tutur.)

4) Subkategori kesal

Tuturan (B4): “Nggak suka mbah kakung.”

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang tamu, saat siang hari. Penutur

berbincang dengan mitra tutur 1. Mitra tutur 1 bertanya kepada penutur

mengapa takut kepada mitra tutur 2. Mitra tutur 2 mendengar tuturan

penutur.)

5) Subkategori mengejek

Tuturan (B6): “Iya, ora kaya kowe kuwi! Isih nganggur wae.” (Iya, tidak

seperti kamu itu! Masih menganggur saja.)

(Konteks: Tuturan terjadi di depan rumah, saat sore hari. Mitra tutur

menceritakan temannya yang sudah memiliki pekerjaan. Penutur menimpali

cerita mitra tutur.)

4.3.2.3 Kategori Ketidaksantunan Melecehkan Muka

Berikut ini adalah contoh tuturan yang termasuk dalam kategori

ketidaksantunan melecehkan muka.

1) Subkategori kesal

Tuturan (C4): “Yak yakan!” (Sembrono!)

(Konteks: Tuturan terjadi di depan rumah penutur saat siang hari. Mitra

tutur sedang bermain dengan anak penutur di tempat yang sama. Mitra tutur

tidak sengaja menginjak kaki penutur saat berjalan ke dalam rumah penutur.

Penutur menegur mitra tutur yang dianggap tidak memperhatikan jalan.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 175: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

156

Tuturan (C7): “Has luweh! Sak karep omonganmu opo.” (Tidak peduli!

Terserah omonganmu apa.)

(Konteks: Tuturan terjadi di dapur, saat malam hari. Mitra tutur sedang

memasak. Penutur menemani mitra tutur memasak. Mitra tutur mencoba

membuka pembicaraan dengan penutur. Topik pembicaraan yang diangkat

oleh mitra tutur tidak berkenan oleh penutur.)

2) Subkategori memerintah

Tuturan (C3): “Ya kana gawe dewe! Wong kowe yang laper.” (Ya sana buat

sendiri! Kan kamu yang lapar.)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang tamu pada saat siang hari. Penutur

sedang menerima tamu di rumah. Mitra tutur baru saja pulang dari sekolah.

Penutur tidak menyiapkan makan siang, padahal mitra tutur sudah lapar.)

Tuturan (C9): “Acara kaya ngono ditonton. Ganti!” (Acara seperti itu

ditonton. Ganti!)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat malam hari. Penutur

datang mendekati mitra tutur karena ingin menonton televisi juga. Mitra

tutur menonton sinetron sesukaannya. Mitra tutur tidak suka menonton

sinetron.)

3) Subkategori menyindir

Tuturan (C13): “Wis tutuk le dolan?” (Sudah puas yang main?)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat sore menjelang maghrib.

Mitra tutur baru pulang ke rumah setelah pergi selama sepuluh jam. Penutur

melihat mitra tutur masuk ke rumah.)

Tuturan (C18): “Rasah-rasah! Gaweanmu wae ra rampung-rampung.”

(Tidak usah-tidak usah! Kerjaan kamu saja tidak selesai-

selesai.)

(Konteks: Tuturan terjadi di depan rumah, saat sore hari. Penutur sedang

memotong sayur untuk dimasak. Mitra tutur bermaksud membantu penutur

untuk memotong sayuran. Mitra tutur bertugas mengupas bawang. Mitra

tutur belum selesai mengupas bawang.)

4) Subkategori mengejek

Tuturan (C6): “Dasar anake wong edan!” (Dasar anaknya orang gila!)

(Konteks: Tuturan terjadi di luar rumah saat sore hari. Mitra tutur berjalan

melewati penutur sambil bernyanyi. Penutur melihat mitra tutur yang

berjalan sambil bernyanyi.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 176: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

157

Tuturan (C16): “Percuma punya hape bagus-bagus, tapi nggak bisa

pakainya.”

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang ruang keluarga, saat sore hari. Penutur

melihat mitra tutur belajar memakai handphone baru. Penutur merasa iri

karena mitra tutur punya handphone baru.)

5) Subkategori mengacam

Tuturan (C11): ”Tenane? Awas nek salah, kowe lho!” (Beneran? Awas

kalau salah, kamu lho!)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat malam hari. Penutur

sedang belajar. Mitra tutur menenami penutur belajar. Penutur bertanya

kepada mitra tutur tentang suatu soal. Penutur merasa jawaban mitra tutur

tidak meyakinkan.)

4.3.2.4 Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka

Berikut ini adalah contoh tuturan yang termasuk dalam kategori

ketidaksantunan menghilangkan muka.

1) Subkategori menyindir

Tuturan (D2): “Kalau pas ada ibue, kesete.” (Kalau waktu ada ibunya,

malasnya.)

(Konteks: Tuturan terjadi di dalam ruang tamu, saat sore hari. Mitra tutur 1

bertamu di rumah penutur. Mitra tutur 1 bertanya tentang sifat rajin mitra

tutur 2. Mitra tutur 2 mengantarkan minuman untuk penutur dan mitra tutur.)

Tuturan (D4): “Itu Mbak bapaknya gajinya kurang.”

(Konteks: Tuturan terjadi di luar rumah, saat sore hari. Penutur sedang

berbincang-bincang dengan tetangga di depan rumah dalam keadaan santai.

Mitra tutur 1 menghampiri penutur untuk menanyakan nama pemilik rumah

yang berada di samping rumah penutur. Penutur menjawab pertanyaan mitra

tutur 1. Penutur melihat sang pemilik rumah, mitra tutur 2, berada di luar

rumah.)

2) Subkategori mengejek

Tuturan (D3): “Wah nek ibue ki bodho, Mbak.” (Wah ibunya itu bodoh,

Mbak.)

(Konteks: Tuturan terjadi di dalam ruang tamu, saat sore hari. Mitra tutur 1

bertamu di rumah penutur. Mitra tutur 1 bertanya tentang pendidikan mitra

tutur 2. Mitra tutur 2 ada di luar rumah. Mitra tutur mendengar tuturan

penutur.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 177: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

158

Tuturan (D13): “Hpne ibu ki wis jadul.” (Hpnya ibu itu sudah jadul.)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat sore hari. Penutur

meminta handphone baru kepada mitra tutur. Mitra tutur menganjurkan

penutur untuk memakai handphone penutur dulu. Penutur tidak mau

memakai handphone penutur.)

3) Subkategori menyalahkan

Tuturan (D5): “Ngawur, sembarangan wae, ngawur dudu kuwi!”

(Sembrono, sembarangan saja, sembrono bukan itu.)

(Konteks: Tuturan terjadi saat penutur sedang duduk bersantai di luar

rumah, sore hari. Penutur bertanya kepada mitra tutur yang baru saja keluar

dari rumah. Mitra tutur duduk di sebelah penutur Penutur menganggap

jawaban mitra tutur salah.)

4) Subkategori memerintah

Tuturan (D9): “Ayo bali! Dolan wae.” (Ayo pulang! Main terus.)

(Konteks: Tuturan terjadi di luar rumah, saat siang hari. Mitra tutur bermain

di lapangan dekat rumahnya bersama dengan teman-temannya. Penutur

hendak pulang ke rumah menggunakan motor. Penutur melihat mitra tutur

masih bermain.)

Tuturan (D10): “Kono gawe dewe! Cah wedok masak wae ra iso.” (Sana

buat sendiri! Anak perempuan memasak saja tidak bisa.)

(Konteks: Tuturan terjadi di luar rumah, saat siang hari. Mitra tutur

meminta penutur untuk menggorengkan telur. Penutur tidak mau

menggorengkan telur karena menganggap mitra tutur sudah besar dan sudah

harus bisa memasak sendiri.)

4.3.2.5 Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik

Berikut ini adalah contoh tuturan yang termasuk dalam kategori

ketidaksantunan menimbulkan konflik.

1) Subkategori melarang

Tuturan (E1): “Nggak boleh! Dasar kamu, pipis (kata umpatan)!”

(Konteks: Tuturan terjadi saat penutur bermain playstation di rumah setelah

pulang sekolah. Penutur tidak mau digangu saat bermain. Penutur tidak

memperbolehkan mitra tutur yang ingin meminjam playstation penutur.)

Tuturan (E2): “Ndak boleh! Ini buat aku.”

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang bermain yang ada di rumah saat siang

hari. Penutur sedang bermain dengan mitra tutur di tempat bermain. Mitra

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 178: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

159

tutur tiba-tiba merebut mainan mobil-mobilan penutur. Penutur tidak mau

kalau mainan mobil-mobilannya direbut.)

2) Subkategori mengancam

Tuturan (E3): “Nanti kalau aku pulang sekolah ada sesajen, tak obrak-

abrik!” (Nanti kalau aku pulang sekolah ada sesajen, aku

porak-porandakan!)

(Konteks: Tuturan terjadi di rumah saat pagi hari. Penutur akan berangkat

sekolah. Penutur melihat ada sesaji yang sengaja diletakkan oleh anggota

keluarga di rumahnya. Penutur tidak suka kalau di rumahnya ada sesaji.

Penutur mengancam mitra tutur.)

Tuturan (E7): “Tak grujug Kowe! Sekali bapak ngomong, jangan dibantah!”

(Saya siram Kamu! Sekali bapal bicara, jangan dibantah!)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang makan, saat sore hari menjelang

maghrib. Penutur sedang menasihati mitra tutur yang telat pulang ke rumah.

Mitra tutur mencoba membela diri. Penutur tidak menerima penjelasan dari

mitra tutur.)

3) Subkategori memerintah

Tuturan (E4): “Wong yang satu masih kok, sana ambil! Itu di dalam sana,

heran.”

(Konteks: Tuturan terjadi di depan rumah, saat penutur sedang bersantai di

waktu sore. Mitra tutur datang minta dibuatkan susu. Penutur tidak mau

membuatkan susu karena susu yang sebelumnya belum habis diminum oleh

mitra tutur.)

4) Subkategori mengejek

Tuturan (E5): “Yo ben, yo ben.” (Biarin, biarin.)

(Konteks: Tuturan terjadi di lapangan bola yang berada di dekat rumah

penutur, saat mahgrib penutur sedang bermain dengan teman-temannya di

lapangan. Mitra tutur menyuruh penutur untuk pulang ke rumah karena

sudah maghib. Penutur tidak mau pulang ke rumah.)

5) Subkategori menolak

Tuturan (E6): “Ah mengko! Karo mas Ardha wae.” (Ah nanti! Dengan mas

Ardha saja.)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang tamu, saat sore hari. Mitra tutur

menyuruh penutur untuk mandi karena sudah sore.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 179: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

160

Tuturan (E9): “Wegah! Mas wae kae lho.” (Tidak mau! Mas saja itu lho.)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat pagi hari. Mitra tutur 1

menyuruh penutur untuk membeli sabun di warung. Mitra tutur 2 sedang

mengerjakan PR. Penutur sedang menonton televisi. Penutur tidak mau

membelikan sabun karena malas.)

6) Subkategori kesal

Tuturan (E8): “Senengane nek ngrampungke gawean kok ora tuntas!”

(Sukanya kalau mengerjakan tugas kok tidak tuntas!)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang makan, saat pagi hari. Mitra tutur sedang

mengepel lantai. Penutur berjalan melewati mitra tutur. Mitra tutur meminta

penutur untuk mengeringkan lantai yang masih basah. Penutur masih

memiliki tanggungan pekerjaan rumah yang lain.)

Setelah melihat contoh-contoh tuturan tersebut, pembahasan mengenai

penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik adalah sebagai berikut.

Penanda ketidaksantunan dilihat dari kajian linguistik dan pragmatik.

Penanda ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan unsur segmental dan

suprasegmental suatu kalimat atau tuturan, sedangkan penanda ketidaksantunan

pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan tersebut.

Pranowo (2009:76) berpendapat bahwa aspek penentu kesantunan dalam

bahasa lisan antara lain aspek intonasi (keras lembutnya intonasi ketika seseorang

berbicara), aspek nada bicara (berkaitan dengan suasana emosi penutur: nada

resmi, nada bercanda atau bergurau, nada mengejek, nada menyindir), faktor

pilihan kata, dan faktor struktur kalimat. Sesuai dengan pendapat tersebut,

penanda ketidaksantunan linguistik dapat dilihat dari unsur segmental dan unsur

suprasegmental kalimat. Unsur segmental dalam kalimat yang akan dikaji sebagai

penanda ketidaksantunan linguistik terdiri dari diksi dan partikel atau kata fatis,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 180: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

161

sedangkan unsur suprasegmental yang akan dikaji sebagai penanda

ketidaksantunan linguistik terdiri dari intonasi, tekanan, dan nada.

Unsur segmental yang pertama adalah diksi. Gorys Keraf (1987)

menjelaskan bahwa pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana

yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk

pengelompokkan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan

yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.

Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-

nuansa makna dari gagasan yang disampaikan, dan kemampuan untuk

menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang

dimiliki kelompok masyarakat pendengar.

Diksi atau pilihan kata merupakan salah satu penentu kesantunan dalam

bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis. Ketika seorang sedang bertutur, kata-

kaata yang digunakan dipilih sesuai dengan topik yang dibicarakan, konteks

pembicaraan, suasana mitra tutur, pesan yang disampaikan dan sebagainya

(Pranowo, 2009:77). Dengan berdasarkan data tuturan, diksi digunakan untuk

mempertegas santun tidaknya maksud suatu tuturan. Pemakaian diksi dalam

tuturan tersebut juga dipengaruhi oleh bahasa yang berkembang dalam keluarga

atau masyarakat. Penggunaan bahasa yang ditemukan dalam tuturan tidak santun

dalam keluarga adalah bahasa nonstandar dan bahasa populer.

Bahasa nonstandar merupakan bahasa yang dipakai untuk pergaulan biasa,

tidak dipakai dalam tulisan-tulisan. Kadang-kadang unsur nonstandar

dipergunakan juga oleh kaum terpelajar dalam senda-gurau, berhumor, atau untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 181: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

162

menyatakan sarkasme atau menyatakan ciri-ciri kedaerahan. Bahasa nonstandar

yang digunakan yang ditemukan hampir di seluruh tuturan setiap kategori.

Penggunaan bahasa nonstandar ini dipengaruhi oleh identitas masyarakat yang

semuanya merupakan masyarakat Jawa. Oleh sebab itu, dalam komunikasi sehari-

hari angota keluarga juga menggunakan bahasa Jawa.

Pada kategori melanggar norma, tuturan (A1) sampai dengan (A4)

memakai bahasa nonstandar. Tuturan (A1) termasuk dalam bahasa nonstandar

karena tuturan tersebut memakai kata tidak baku dalam bahasa Indonesia, yaitu

kata “bentar” yang seharusnya “sebentar”. Selain itu, tuturan (A1) juga

menyisipkan kata “lagi” dalam bahasa Jawa yang berarti “sedang”. Selanjutnya

tuturan (A2) dan (A3) termasuk dalam bahasa nonstandar karena kedua tuturan

tersebut memakai bahasa Jawa. Seperti halnya tuturan (A2) dan (A3), tuturan

(A4) juga termasuk dalam bahasa nonstandar karena tuturan tersebut juga

menggunakan bahasa Jawa dan adanya kata tidak baku dalam bahasa Indonesia,

yaitu kata “malem” yang seharusnya “malam”.

Pemakaian bahasa nonstandar pada kategori mengancam muka sepihak

terdapat pada tuturan (B2), (B4), (B5), (B6), dan (B8). Tuturan (B2) memakai

bahasa nonstandar ditandai dengan pemakaian bahasa Indonesia yang disipisi

kata dalam bahasa Jawa, yaitu kata “karo” dan “kana” yang berarti “dengan” dan

“sana”. Pada tuturan (B4), bahasa nonstandar ditandai dengan pemakaian bahasa

kata tidak baku dalam bahasa Indonesia, yaitu kata “nggak” yang seharusnya

“tidak”. Selanjutnya untuk tuturan (B5), pemakaian bahasa nonstandar dalam

tuturan tersebut ditandai dengan penggunaan bahasa Jawa dan penyisipan kata

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 182: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

163

tidak baku dalam bahasa Indonesia, yaitu kata “laper” yang seharusnya kata

“lapar”. Selain tuturan (B5), pemakaian bahasa nonstandar yang ditandai dengan

pemakaian bahasa Jawa juga terdapat dalam tuturan (B6), dan (B8).

Kategori selanjutnya adalah kategori menghilangkan muka. Pada kategori

ini bahasa nonstandar ditandai dengan pemakaian bahasa Jawa yang terdapat pada

tuturan (C4), (C6), (C7), (C9), (C11), (C13), dan (C18). Pemakaian bahasa Jawa

juga terdapat dapat pada tuturan (C3). Namun, tanda yang membuat tuturan (C3)

termasuk dalam bahasa nonstandar adalah adanya pemakaian kata tidak baku

dalam bahasa Indonesia, yaitu kata “laper” yang seharusnya “lapar. Tuturan lain

yang juga termasuk dalam bahasa nonstandar adalah tuturan (C16). Meskipun

tuturan (C16) menggunakan bahasa Indonesia, tuturan ini juga termasuk dalam

bahasa nonstandar karena pemakaian kata tidak baku, yaitu kata “tapi”, “nggak”,

dan “pakainya” yang seharusnya “tetapi”, “tidak”, dan “memakainya”.

Pemakaian bahasa nonstandar juga terdapat pada kategori menghilangkan

muka. Bahasa nonstandar yang ditandai dengan pemakaian bahasa Jawa terdapat

pada tuturan (D3), (D5), (D9), (D10), dan (D13). Selain itu, tuturan (D2) juga

termasuk bahasa nonstandar karena tuturan tersebut disisipi kata dalam bahasa

Jawa, yaitu kata “kesete” yang berarti “malasnya”. Selain itu, penyisipan kata

dalam bahasa Indonesia juga menjadi tanda bahasa nonstandar, seperti pada

tuturan (D5) yang memakai kata “sembarangan”.

Kategori selanjutnya adalah kategori menimbulkan konflik. Pada kategori

ini, tuturan yang memakai bahasa nonstandar terdapat dapa tuturan (E1), (E3),

(E5) s.d. (E9). Bahasa nonstandar pada tuturan (E1) ditandai dengan pemakaian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 183: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

164

kata dalam bahasa Indonesia yang tidak baku, yaitu kata “nggak” seharusnya

“tidak”. Pada tuturan (E3), bahasa nonstandar ditandai dengan pemakaian frasa

dalam bahasa Indonesia, yaitu “tak obrak-abrik” yang berarti “aku porak-

porandakan”. Selanjutnya, tanda bahasa nonstandar pada tuturan (E5), (E6), (E8),

dan (E9) adalah pemakaian bahasa Jawa pada tuturan-tuturan tersebut, sedangkan

pada tuturan (E7), bahasa nonstandar ditandai dengan penggabungan bahasa Jawa

dan bahasa Indonesia.

Selain bahasa nonstandar, bahasa populer juga ditemukan dalam

pemakaian diksi pada tuturan yang diperoleh. Kata-kata populer merupakan kata-

kata yang selalu digunakan dalam komunikasi sehari-hari, baik antara mereka

yang berada di lapisan atas maupun antara mereka yang dilapisan bawah atau

antara lapisan atas dan lapisan bawah (Keraf, 1987). Dari tuturan di atas,

ditemukan enam tuturan yang terdapat pada tiga kategori. Pertama, kategori

mengancam muka sepihak terdapat pada tuturan (B3) dan (B7). Kedua, kategori

menghilangkan muka terdapat pada tuturan (D4). Ketiga, kategori menimbulkan

konflik terdapat pada tuturan (E2) dan (E4). Keenam tuturan tersebut termasuk

dalam bahasa populer karena pada tuturan-tuturan tersebut memakai bahasa

Indonesia yang baik dan benar dalam komunikasi sehari-hari.

Pada syarat kesesuaian pemakaian kata, disebutkan bahwa pemakaian kata

jargon dan kata slang hendakya dihindari. Namun, kedua kata tersebut ditemukan

pada komunikasi sehari-hari. Kata jargon mengandung makna suatu bahasa,

dialek, atau tutur yang dianggap kurang sopan atau aneh, sedangkan kata slang

adalah kata-kata nonstandar yang informal, yang disusun secara khas; atau kata-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 184: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

165

kata biasa yang diubah secara arbitrer; atau kata-kata kiasan yang khas, bertenaga

dan jenaka yang dipakai dalam percakapan (Keraf, 1987). Pada data tuturan yang

ditemukan, terdapat dua tuturan yang memakai kata jargon dan slang sebagai

tanda bahasa nonstandar. Pertama, tuturan (C4) menggunakan jargon “yak-

yakan”. Jargon ini dalam bahasa Jawa merupakan ungkapan rasa kesal yang

berlebihan dan dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kata “sembrono”.

Tuturan kedua terdapat pada tuturan (D13). Tuturan (D13) memakai kata slang

“jadul” yang memupakan singkatan dari “jaman dulu”. Singkatan ini termasuk

dalam kata slang karena kata “jadul” muncul secara arbitrer dan telah menjadi

kata yang khas dan memiliki makna lebih dalam untuk mengungkapkan istilah

“kuno”.

Unsur segmental yang kedua yaitu kategori fatis. Kridalaksana (1986:113)

mengelompokkan partikel di dalam kategori fatis. Kategori fatis adalah kategori

yang bertugas memulai, mempertahankan, atau megkukuhkan pembicaraan antara

pembicara dan kawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam

lisan. Karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non-standar, maka

kebanyakan kategori fatis terhadap dalam kalimat-kalimat non-standar yang

banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional.

Kategori fatis berfungsi sebagai penegasan suatu tuturan yang tidak

santun. Karena seluruh penutur berasal dari Jawa, kategori fatis yang digunakan

pada saat bertutur adalah kategori fatis yang mengandung unsur atau dialek

bahasa Jawa. Kategori fatis tersebut adalah sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 185: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

166

1) Kategori fatis ah yang terdapat pada tuturan (A2) dan (E6). Kategori fatis ah

menekankan rasa penolakan atau acuh tak acuh. Pada tuturan (A2), penutur

menekankan penolakannya terhadap perintah mitra tutur karena malas harus

selalu mencuci piring sendiri setalah makan. Sedangkan pada tuturan (E6),

penutur acuh tak acuh terhadap perintah mitra tutur yang menyuruh penutur

segera mandi.

2) Kategori fatis ayo yang terdapat pada tuturan (D9) menekankan suatu ajakan.

3) Kategori fatis ya yang terdapat pada tuturan (A4) dan (C3). Kategori fatis ya

pada tuturan (A4) dan (C3) bertugas mengukuhkan atau menegaskan ekspresi

kekecewaan dan pemberian perintah kepada mitra tutur.

4) Kategori fatis kok yang terdapat pada tuturan (B8), (E4), dan (E8). Kategori

fatis kok pada tuturan (B8) bertugas sebagai pengganti kata tanya mengapa

atau kenapa, sedangkan kategori fatis kok pada tuturan (E4), dan (E8)

menekankan alasan dan pengingkaran.

5) Kategori fatis lho yang terdapat pada tuturan (C11) dan (E9). Kategori fatis

lho pada tuturan (C11) dan (E9) terletak di akhir kalimat, maka lho bertugas

menekankan kepastian.

6) Kategori fatis ta terdapat pada tuturan (A1), (A2), (A3), (A4), (B3), dan (B5).

Kategori fatis ta yang terdapat pada keenam tuturan tersebut berfungsi untuk

memberikan penegasan pada kata di depannya.

7) Kategori fatis je terdapat pada tuturan (B5). Kategori fatis je pada tuturan

(B5) berfungsi untuk memberikan penegasan suatu alasan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 186: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

167

8) Kategori fatis wong terdapat pada tuturan (C3) dan (E4). Kategori fatis wong

pada tuturan (C3) berfungsi untuk menegaskan suatu alasan, sedangkan pada

tuturan (E4) bersifat menekankan pembuktian.

9) Kategori fatis has terdapat pada tuturan (C7). Kategori fatis has pada tuturan

tersebut berfungsi untuk menekankan ekspresi kecewa.

Setelah diksi dan kategori fatis dalam unsur segmental, unsur

suprasegmental yang pertama ialah nada. Aspek nada dalam bertutur lisan

mempengaruhi kesantunan berbahasa seseorang. Nada adalah naik turunnya

ujaran yang menggambarkan suasana hati penutur ketika sedang bertutur.

(Pranowo, 2009:77).

Hasil analisis data tuturan yang telah diperoleh penutur menggambarkan

bahwa nada tuturan penutur juga mempengaruhi santun tidaknya tuturan tersebut.

Peneliti menemukan tiga jenis nada yang digunakan penutur sehingga tuturan

tersebut menjadi tidak santun. Tiga nada tersebut adalah nada naik rendah, nada

turun datar, dan nada naik tinggi.

Nada naik rendah menggambarkan suasana hati penutur yang sedang

senang atau bercanda. Namun, nada bercanda ini jika digunakan pada situasi yang

tidak tepat, bisa membuat tuturan penutur menjadi tidak santun. Penutur yang

menggunakan nada bercanda dalam tuturan tidak santunnya terdapat pada tuturan

(C11), (D4), dan (D13). Tuturan (C11) menjadi tidak santun karena penutur

menggunakan nada bercanda dalam keadaan yang sedang serius atau resmi,

sedangkan tuturan (D4), dan (D13) menjadi tidak santun karena penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 187: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

168

menggunakan nada bercanda untuk membicarakan hal yang bersifat pribadi,

misalnya mengenai pendapatan atau gaji, dan barang-barang pribadi.

Selanjutnya, nada turun datar menggambarkan suasana hati penutur yang

sedang sedih atau kecewa. Seperti halnya nada bercanda, nada ini juga dapat

menyebabkan suatu tuturan menjadi tidak santun karena digunakan pada situasi

yang tidak tepat. Penutur yang menggunakan nada kecewa pada tuturan (A4),

nada sedih pada tuturan (D2) dan (D3), serta nada ketidaksenangan pada tuturan

(B4).

Nada yang terakhir adalah nada naik tinggi. Nada naik tinggi

menggambarkan suasana hati penutur yang sedang marah, kesal, atau emosi.

Penutur yang menggunakan nada ini dengan kasar dan memiliki maksud untuk

mengejek, menyindir, menegur, memerintah atau melarang akan membuat mitra

tutur merasa tersinggung, malu, takut, bahkan juga merasa kesal kepada penutur.

Nada naik tinggi ini paling banyak digunakan oleh penutur untuk mengungkapkan

tuturannya sehingga menjadi tidak santun. Pada kategori melanggar norma, nada

naik tinggi terdapat pada tuturan (A1) s.d. (A3). Pada kategori mengancam muka

sepihak, nada ini terdapat pada tuturan (B2), (B3), (B5) s.d (B8). Pada kategori

melecehkan muka, nada ini terdapat pada tuturan (C3), (C4), (C6), (C7), (C9),

(C13), (C16), dan (C18). Pada kategori menghilangkan muka, nada ini terdapat

pada tuturan (D5), (D9), dan (D10). Pada kategori menimbulkan konflik, nada ini

terdapat dalam seluruh tuturan, yaitu tuturan (E1) s.d. (E9).

Unsur suprasegmental yang kedua adalah tekanan. Muslich (2009:113)

berpendapat bahwa pada tataran kalimat, tidak semua kata mendapat tekanan yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 188: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

169

sama. Hanya kata-kata yang dipentingkan atau dianggap penting saja yang

mendapatkan tekanan. Oleh karena itu, pendengar harus mengetahui ‘maksud’ di

balik makna tuturan yang didengarnya.

Pada suatu tuturan, penutur memberikan tekanan pada kata atau frasa

untuk menyampaikan maksudnya. Pada bagian analisis data, telah disebutkan ada

tujuh belas maksud penutur dari tuturan tidak santunnya. Pertama, penutur yang

memiliki maksud menolak terdapat pada tuturan (A1), (D10), dan (E9) dengan

penekanan pada kata “bentar”, “gawe dewe”, dan “wegah”. Kedua, penutur yang

memiliki maksud memprotes terdapat pada tuturan (A4) dengan penekanan pada

bagian “ya ampun”. Ketiga, penutur yang memiliki maksud bercanda terdapat

pada tuturan (C11) dengan penekanan pada bagian “tenane”. Keempat, penutur

yang bermaksud memberikan pengertian terdapat pada tuturan (B2) dan (B3)

dengan penekanan pada kata “kana” dan “sebentar”. Maksud kelima adalah

maksud memohon yang terdapat pada tuturan (B5) dengan penekanan pada bagian

“cepet ta Mbah”. Keenam, penutur yang memiliki maksud mengungkapkan

ketidaksenangan terdapat pada tuturan (B4) dengan penekanan pada bagian

“nggak suka”.

Selanjutnya, maksud ketujuh adalah maksud menyindir terdapat pada

tuturan (B6), (D2), dan (E8) dengan penekanan pada bagian “kowe kuwi”,

“kesete”, dan “ora tuntas”. Kedelapan, penutur bermaksud mengejek terdapat

pada tuturan (B7), (C6), dan (C16) dengan penekanan pada bagian “ngeyel”,

“dasar”, dan “percuma”. Maksud kesembilan adalah maksud mengekspresikan

kekesalan terdapat pada tuturan (B8), (C7), dan (D5) dengan penekanan pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 189: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

170

bagian “ra dong-dong”, “luweh”, dan “ngawur”. Kesepuluh, maksud meminta

tolong yang terdapat dalam tuturan (C1) dengan penekanan pada bagian “piye,

Be”. Kesebelas, maksud menegur yang terdapat dalam tuturan (C4), (C9), dan

(C13) dengan penekanan pada bagian “yak yakan”, “ditonton”, dan “wis tutuk”.

Kedua belas, penutur memiliki maksud memerintah yang terdapat dalam tuturan

(C3), (D9), dan (E4) dengan penekanan pada bagian “gawe dewe”, “ayo bali”, dan

“sana ambil”.

Selanjutnya, maksud ketiga belas adalah maksud melarang yang terdapat

dalam tuturan (C18), (E1), dan (E2) dengan penekanan pada bagian “rasah-rasah”,

“nggak boleh”, dan “ndak boleh”. Keempat belas, maksud menyalahkan dalam

tuturan (C10) dengan penekanan pada bagian “salahe”. Kelima belas, maksud

membandingkan dalam tuturan (D6) dengan penekanan pada bagian “mbok kaya

mas”. Keenam belas, penutur memiliki maksud meremehkan terdapat dalam

tuturan (D3) dengan penekanan pada bagian “nek ibue ki”. Maksud terkahir yang

dimiliki oleh penutur adalah maksud menakut-nakuti. Maksud menakut-nakuti

terdapat dalam tuturan (E3) dan (E7) dengan penekanan pada bagian “tak orak-

abrik” dan “tak grujug kowe”.

Selanjutnya, tekanan sebagai unsur suprasegmental ketiga. Muslich (2008:

115-116) berpendapat bahwa intonasi dalam bahasa Indonesia sangat berperan

dalam pembedaan maksud kalimat. Selain itu, aspek intonasi dalam bahasa lisan

sangat menentukan santun tidaknya pemakaian bahasa (Pranowo, 2009:76).

Secara umum, tuturan-tuturan tidak santun yang disampaikan oleh penutur

memiliki intonasi yang berbeda-beda.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 190: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

171

Berdasarkan intonasinya, kalimat dibagi menjadi tiga jenis. Pertama,

kalimat berita (deklaratif) ditandai dengan pola intonasi datar-turun. Kedua,

kalimat tanya (interogatif) ditandai dengan pola intonasi datar-naik, Ketiga,

kalimat perintah (imperatif) ditandai dengan pola intonasi datar-tinggi (Muslich,

2008:115-116).

Kalimat berita dengan pola intonasi datar turun ditemukan pada kategori

melanggar norma, kalimat berita terdapat pada tuturan (A1), (A2), (A3) untuk

mengungkapkan penolakan kepada mitra tutur. Pada kategori mengancam muka

sepihak, intonasi berita terdapat pada tuturan (B4) dan (B7) untuk

mengungkapkan ketidaksenangan dan mengejek mitra tutur. Pada kategori

melecehkan muka, tuturan (C16) juga menggunakan intonasi berita untuk

mengejek mutra tutur. Pada kategori melecehkan muka, tuturan yang berintonasi

berita terdapat pada tuturan (D2), (D3), (D4), dan (D13) dengan maksud

menyindir, meremehkan, dan hanya bercanda kepada mitra tutur.

Jenis kalimat yang kedua ialah kalimat tanya dengan intonasi datar naik.

Tuturan yang termasuk dalam kalimat tanya terdapat pada dua kategori, yaitu

kategori melanggar norma dan kategori melecehkan muka. Pada kategori

melanggar norma, kalimat tanya terdapat dalam tuturan (A4) dengan maksud

untuk memprotes mitra tutur, sedangkan kalimat tanya dalam kategori

melecehkan terdapat pada tuturan (C13) yang bermaksud menegur mitra tutur.

Jenis kalimat ketiga dengan intonasi datar tinggi adalah kalimat perintah.

Tuturan dengan jenis kalimat perintah terdapat dalam empat kategori dengan

tujuan yang sama yaitu memberikan perintah kepada mitra tutur. Pertama,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 191: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

172

kategori mengancam muka sepihak terdapat dalam tuturan (B2) dan (B5). Kedua,

kategori melecehkan muka terdapat dalam tuturan (C3) dan (C9). Ketiga, kategori

menghilangkan muka terdapat pada tuturan (D9) dan (D10). Keempat, kategori

melanggar norma terdapat dalam tuturan (E4) dan (E7).

Selain ketiga jenis kalimat tersebut, Keraf (1991:208) menambahkan

kalimat seru dalam jenis kalimat. Kalimat seru adalah kalimat yang menyatakan

perasaaan hati, kekaguman, atau keheranan terhadap suatu hal. Kalimat ini

dinyatakan dengan intonasi yang lebih tinggi dari kalimat inversi.

Tuturan yang termasuk menggunakan intonasi seru terdapat dalam empat

kategori ketidaksantunan. Pertama, kategori mengancam muka sepihak yang

terdapat pada tuturan (B6) dan (B8) untuk mengungkapkan rasa kesal penutur dan

menyindir mitra tutur. Kedua, tuturan (C4), (C6), (C7), dan (C18) pada kategori

melecehkan muka menggunakan intonasi seru untuk menegur, mengejek,

mengungkapkan rasa kesal, dan melarang. Ketiga, intonasi seru pada kategori

menghilangkan muka terdapat dalam tuturan (D5) dengan maksud untuk

mengungkapkan rasa kesal penutur kepada mitra tutur. Keempat, intonasi seru

dalam kategori menimbulkan konflik terdapat pada tuturan (E1), (E2), (E3), (E6),

(E8), dan (E9) yang digunakan untuk melarang, menakut-nakuti, menolak, dan

menyindir mitra tutur.

Setelah pembahasan mengenai penanda ketidaksantunan lingusitik,

pembahasan berikutnya mengenai penanda ketidaksantunan pragmatik. Penanda

ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi

tuturan tersebut. Konteks dalam istilah Leech (1983) disebut ‘speech situation’.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 192: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

173

Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13) mengemukakan lima aspek yang

senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik, sehubungan

dengan bermacam-macamnya maksud yang dikomunikasikan oleh penuturan

sebuah tuturan. Kelima aspek tersebut terdiri dari penutur dan lawan tutur,

konteks tuturan, tujuan penutur, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas,

dan tuturan sebagai produk tindak verbal.

Aspek pertama adalah penutur dan lawan tutur. Bahasa merupakan alat

komunikasi. Berkomunikasi merupakan interaksi antara penutur dengan mitra

tutur. Ketika penutur berinteraksi dengan mitra tutur, mitra tutur diharapkan dapat

memahami maksud penutur. Mitra tutur tidak cukup hanya disuguhi dengan

maksud. Mereka juga ingin mendapatkan persepsi mengenai penutur.Persepsi

mitra tutur terhadap penutur diperoleh melalui cara menyampaikan maksud

menggunakan bahasa. Jika cara menyampaikan maksud dilakukan oleh penutur

dengan bahasa yang mudah dipahami, perssepsi penutur akan mengatakan bahwa

penutur sangat mahir menerangjelaskan suatu pokok masalah kepada mitra tutur.

Jika penutur menggunakan kata-kata yang enak dirasakan, mitra tutur akan

mempersepsi penutur sebagai orang yang santun. Pada saat interaksi antara

penutur dengan mitra tutur sedang berlangsung, kadang-kadang terdapat orang

ketiga yang sedang berada di luar konteks pembicaraan ikut mempersepsi tuturan

penutur. Orang ketiga tersebut mempersepsi seberapa tingkat kejelasan maksud

tuturan dan seberapa tingkat kesantunan bahasa penutur (Pranowo, 2009:14–15).

Selain dicermati dari bahasa penutur, santun tidaknya suatu tuturan

dipengaruhi oleh aspek-aspek yang dimiliki oleh penutur dan mitra tutur. Aspek-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 193: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

174

aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar

belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan sebagainya.

Dari data yang telah diperoleh, tuturan-tuturan tidak santun yang

diungkapkan oleh anggota keluarga atau orang di luar keluarga. Tuturan tidak

santun yang terungkap di antara anggota keluarga, yaitu tuturan antara anak

dengan orang tua, cucu dengan nenek atau kakek, atau adik dengan kakak.

Sedangkan tuturan tidak santun yang terungkap di luar anggota keluarga, yaitu

tuturan antara salah satu anggota keluarga dengan tetangga atau tamu.

Budaya Jawa mengajarkan seorang yang memiliki usia lebih muda atau

memiliki jabatan lebih rendah harus berbicara dengan bahasa yang halus atau

basa krama untuk menunjukkan kesantunannya. Namun, dalam kenyatannya hal

ini seperti tidak berlaku lagi jika berada dalam komunikasi keluarga. Hubungan

kekerabatan yang erat di antara anggota keluarga ditunjukkan dengan penggunaan

bahasa yang biasa atau basa madya, bahkan cenderung kasar atau basa ngoko.

Penggunaan basa madya dan basa ngoko tersebut memang menunjukkan

hubungan yang erat dan akrab di antara anggota keluarga, tetapi penggunaan

kedua bahasa tersebut akan menjadi tidak santun jika tuturan tersebut tidak

berkenan bagi mitra tutur. Hal ini terjadi seperti pada tuturan (A2), (A3), (A4),

(B5), (B6), (B8), (C11), (D5), (D13), (E3), (E5), (E6) dan (E9). Tuturan-tuturan

tersebut merupakan tuturan tidak santun karena tuturan-tuturan tersebut

menggunakan bahasa Jawa ngoko dan diutarakan dengan kasar kepada mitra tutur

yang biasanya lebih tua dari dari penutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 194: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

175

Tuturan (A2) melibatkan seorang anak laki-laki berumur 14 tahun sebagai

penutur dan seorang ibu berumur 37 tahun sebagai mitra tutur. Tuturan (A3) dan

(C11) melibatkan seorang adik berumur 13 tahun sebagai penutur dan kakak

berumur 22 tahun sebagai mitra tutur. Tuturan (A4) melibatkan seorang anak

perempuan berumur 22 tahun sebagai penutur dan seorang ibu berumur 45 tahun

sebagai mitra tutur.Tuturan (B5) dan (E5) melibatkan seorang cucu berumur 7

tahun sebagai penutur dan nenek berumur 56 tahun sebagai mitra tutur. Tuturan

(B6) melibatkan kakak adik laki-laki berumur 12 tahun dan 22 tahun sebagai

penutur dan mitra tutur. Tuturan (B8) melibatkan penutur laki-laki berumur 23

tahun dan mitra tutur laki-laki berumur 55 tahun, penutur adalah anak mitra tutur.

Tuturan (D5) melibatkan anak permpuan berumur 35 tahun sebagai penutur dan

ibu berumur 58 tahun sebagai mitra tutur. Tuturan (D13) melibatkan penutur laki-

laki berumur 19 tahun dan mitra tutur berumur 36 tahun sebagai ibu penutur.

Tuturan (E3) melibatkan anak perempuan berumur 16 tahun sebagai penutur dan

nenek berumur 57 tahun sebagai mitra tutur. Tuturan (E6) dan (E9) melibatkan

anak perempuan berumur 7 tahun sebagai penutur dan seorang ayah berumur 39

tahun sebagai mitra tutur.

Aspek yang kedua ialah konteks tuturan. Di dalam pragmatik konteks itu

pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (back gorund

knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur. Meskipun

penutur tidak bisa memastikan apakah mitra tutur memiliki informasi atau

pengetahuan yang sama atau tidak, penutur akan beranggapan bahwa mitra tutur

telah memiliki persamaan informasi atau pengetahuan tentang suatu hal yang akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 195: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

176

dikomunikasikan. Jika penutur dan mitra tutur memiliki informasi atau

pengetahuan yang sama, maksud penutur dapat tersampaikan dengan baik kepada

mitra tutur. Sebaliknya, jika mitra tutur tidak memiliki informasi atau

pengetahuan yang sama dengan penutur, maksud atau pesan penutur tidak dapat

dipahami oleh mitra tutur sehingga komunikasi menjadi gagal.

Jika penutur ingin maksud tuturannya tersampaikan dengan baik, penutur

perlu memperhatikan apa yang sedang terjadi saat berkomunikasi dengan mitra

tutur supaya tuturan tersebut berkenan untuk mitra tutur, tidak sebaliknya. Sebagai

contoh ketidaksantunan penutur akibat tidak memperhatikan konteks terdapat

pada tuturan (A4), (B5), (C13), (D4), dan (E8).

Konteks tuturan (A4) adalah penutur baru pulang ke rumah. Mitra tutur

yang melihat kepulangan penutur mengingatkan penutur bahwa ia pulang sudah

terlalu malam, padahal mitra tutur memperbolehkan penutur pergi sampai jam

delapan malam. Penutur yang merasa tidak pulang terlalu malam menjadi kesal

sehingga penutur mengungkapkan tuturan yang tidak santun kepada mitra tutur.

Konteks tuturan (B5) adalah penutur memberikan perintah kepada mitra tutur

yang sedang memasak di dapur untuk segera menyelesaikan masakkannya, tetapi

penutur tidak berusaha membantu mitra tutur. Hal tersebut membuat mitra tutur

tidak dihargai sehingga tuturan penutur menjadi tidak santun. Konteks tuturan

(C13) adalah mitra tutur baru pulang ke rumah setelah pergi selama sepuluh jam.

Penutur yang melihat mitra tutur masuk ke rumah mengucapkan tuturan dengan

nada menyindir, sehingga tuturan tersebut manjadi tidak santun. Konteks tuturan

(D4) adalah penutur sedang berbincang-bincang dengan tetangga di depan rumah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 196: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

177

dalam keadaan santai. Kemudian, mitra tutur 1 menghampiri penutur untuk

menanyakan nama pemilik rumah yang berada di samping rumah penutur.

Penutur menjawab pertanyaan mitra tutur 1 dengan tuturan yang bernada

bercanda, tetapi tuturan tersebut menyinggung hal pribadi mitra tutur 2, sang

pemilik rumah yang kebetulan berada di luar rumah, tuturan penutur menjadi

tidak santun. Selanjutnya, konteks tuturan (E8) adalah saat mitra tutur sedang

mengepel lantai, penutur berjalan lewat lantai yang telah dipel mitra tutur. Karena

mitra tutur melihat lantai masih basah, mitra tutur meminta penutur untuk

mengeringkan lantai tersebut. Penutur yang masih memiliki tanggungan

pekerjaan rumah yang lain menjadi kesal kepada mitra tutur yang tidak

membantunya. Penutur mengungkapkan kekesalannya melalui tuturan tidak

santunnya.

Selanjutnya yaitu tujuan penutur, sebagai aspek ketiga.Bentuk-bentuk

tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan

tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam

dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Atau sebaliknya, berbagai

macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. Di dalam pragmatik,

berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan (goal oriented

activities).

Setiap penutur memiliki maksud dan tujuan yang berbeda dalam setiap

tuturannya. Penutur perlu menggunakan bahasa dan kata-kata yang mudah

dimengerti oleh mitra tutur supaya maksud dan tujuan penutur dapat tersampaikan

dengan baik dan tuturan terdengar santun. Sebaliknya, jika penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 197: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

178

mengungkapkan tuturan dengan bahasa dan kata-kata yang tidak sesuai, mitra

tutur tidak dapat memahami maksud dan tujuan penutur dengan baik dan

menganggap tuturan penutur tidak santun. Maksud dan tujuan penutur yang tidak

dapat dipahami oleh mitra tutur dan mengakibatkan tuturan penutur tidak santun

terdapat pada tuturan (A4), (B8), (C11), (D4), dan (E8).

Tujuan penutur dari tuturan (A4) ialah penutur ingin memberikan

pembelaan diri karena mitra tutur yang menganggap ia pulang terlalu malam.

Maksud dari tujuan penutur tesebut adalah penutur ingin protes kepada mitra

tutur, tetapi mitra tutur tidak menangkap maksud tersebut dan hanya menganggap

penutur sedang meluapkan kekesalannya.

Tujuan penutur dari tuturan (B8) ialah penutur hanya ingin

mengungkapkan rasa kesalnya kepada penutur yang berulang-ulang memninta

diajarkan hal yang sama. Namun, tuturan penutur dianggap sebagai suatu sindiran

bagi mitra tutur.

Tujuan penutur dari tuturan (C11) ialah penutur hanya ingin bercanda

dengan mitra tutur. Namun, mitra tutur menganggap tuturan penutur sebagai suatu

ancaman.

Tujuan penutur dari tuturan (D4) ialah penutur ingin menyindir mitra tutur

2 yang tidak mau diwawancari oleh mitra tutur 1 karena penutur menganggap

mitra tutur 1 akan bertanya tentang penghasilan keluarga mitra tutur 2. Sekalipun

tujuan penutur ingin menyindir mitra tutur 2, penutur sebenarnya hanya

bermaksud bercanda.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 198: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

179

Tujuan penutur dari tuturan (E8) ialah penutur ingin mengingatkan mitra

tutur supaya menyelesaikan pekerjaannya sampai tuntas. Tujuan penutur juga

dimaksudkan untuk menyindir mitra tutur yang tidak mengnyelesaikan tugas

dengan tuntas, tetapi mitra tutur ternyata hanya menganggap penutur sedang

meluapkan kekesalannya.

Contoh-contoh tersebut merupakan contoh tuturan tidak santun yang

maksud dan tujuan penuturnya tidak dapat diketahui oleh mitra tutur. Namun,

ternyata ada pula tuturan tidak santun yang memang digunakan penutur untuk

menunjukan maksud dan tujuan tertentu dan mitra tutur dapat memahaminya.

Keadaan tersebut terdapat dalam tuturan (A2), (C3), (D9), (E1), dan (E2).

Tujuan penutur dari tuturan (A2) ialah penutur yangcsedang malas untuk

mencuci piring bermaksud menolak perintah mitra tutur. Pada tuturan ini, maksud

penutur dapat dipahami oleh mitra tutur, meskipun penutur menggunakan tuturan

yang tidak santun untuk menyampaikan maksudnya.

Tujuan penutur dari tuturan (C3) ialah supaya mitra tutur memasak sendiri

karena penutur sedang menerima tamu. Tujuan dan maksud penutur yang berupa

perintah dapat dipahami oleh mitra tutur, sehingga mitra tutur akhirnya memasak

sendiri.

Tujuan penutur dari tuturan (D9) ialah penutur memerintahkan mitra tutur

untuk pulang. Seperti halnya tuturan (C3), tuturan (D9) juga memiliki tujuan dan

maksud memerintah. Mitra tutur yang mampu memahami maksud penutur segera

pulang ke rumah, meskipun dengan perasaan kesal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 199: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

180

Tujuan penutur dari tuturan (E1) ialah penutur melarang mitra tutur yaitu

adiknya supaya tidak mengganggunya ketika bermain game. Larangan yang

dimaksudkan penutur memang bisa dimengerti oleh mitra tutur, tetapi mitra tutur

yang merasa kesal karena tidak diperbolehkan ikut bermain menimpali penutur

dengan tuturan yang sama. Akhirnya, penutur dan mitra tutur saling adu mulut.

Sama halnya dengan penutur (E1), penutur (E2) juga memiliki tujuan untuk

melarang mitra tuturnya yang ingin meminjam mainan penutur. Meskipun mitra

tutur mengerti bahwa ia tidak boleh meminjam mainan penutur, mitra tutur tetap

ingin meminjamnya sehingga penutur dan mitra tutur bertengkar sampai mitra

tutur menangis.

Aspek keempat yaitu tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas. Bila

gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang abstrak,

seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik, dan

sebagainya, pragmatik berhubungan dengan tindak verbal (verbal act) yang terjadi

dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini, pragmatik menangani bahasa dalam

tingkatannya yang lebih konkret dibanding dengan tata bahasa. Oleh karena itu,

tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal. Hasil analisis data

tuturan ditemukan empat jenis tindak verbal, yaitu representatif, ekspresif,

direktif, dan komisif.

Tindak verbal representatif merupakan jenis tindak verbal yang

menyatakan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian tentang

sesuatu yang diyakini oleh penutur. Tindak verbal representatif terdapat dapat tiga

kategori ketidaksantunan, yaitu kategori mengancam muka sepihak pada tuturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 200: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

181

(B6), kategori melecehkan muka pada tuturan (C16), dan kategori menghilangkan

muka pada tuturan (D2) dan (D3).

Tindak verbal ekspresif ialah jenis tindak verbal yang menyatakan sesuatu

yang dirasakan oleh penutur. Tindak verbal itu mencerminkan pernyataan-

pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan,

kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Tindak verbal ekspresif

merupakan tindak verbal yang terdapat di semua kategori ketidaksantunan. Pada

kategori melanggar norma, tindak verbal ekspresif terdapat dalam tuturan (A4).

Pada kategori mengancam muka sepihak, tindak verbal ini terdapat pada tuturan

(B4), (B7), dan (B8). Pada kategori melecehkan muka, tindak verbal eksprif

terdapat dalam tuturan (C4), (C6), (C7), (C13), (C16), dan (C18). Pada kategori

menghilangkan muka, tindak verbal ini terdapat pada (D4), (D5), dan (D13).

Sedangkan pada kategori menimbulkan konflik, tindak verbal ekspresif terdapat

dalam tuturan (E5) dan (E8).

Tindak verbal direktif ialah jenis tindak verbal yang dipakai oleh penutur

untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan

apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak verbal ini meliputi; perintah,

pemesanan, permohonan, pemberian saran, dan bentuknya dapat berupa kalimat

positif dan negatif. Tuturan yang termasuk dalam tindak verbal direktif terdapat

pada empat kategori ketidaksantunan. Pada kategori mengancam muka sepihak,

tindak verbal ini terdapat pada tuturan (B2) dan (B5). Pada kategori melecehkan

muka, tindak verbal direktif terdapat dalam tuturan (C3), dan (C9). Pada kategori

menghilangkan muka, tidak verbal ini terdapat dalam tuturan (D9) dan (D10).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 201: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

182

Sedangkan pada kategori menimbulkan konflik, tindak verbal direktif terdapat

dalam tuturan (E1), (E2), dan (E4).

Tindak verbal komisif ialah jenis tindak verbal tutur yang dipahami oleh

penutur untuk mengaitkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan

datang. Tindak verbal ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur.

Tindak verbal ini dapat berupa janji, ancaman, penolakan, dan ikrar. Tindak

verbal komisif ditemukan dalam empat kategori, yaitu kategori melanggar norma

pada tuturan (A1) s.d. (A3), kategori mengancam muka sepihak pada tuturan

(B3), kategori melecehkan muka pada tuturan (C11), dan kategori menimbulkan

konflik pada tuturan (E3), (E6), (E7), dan (E9).Aspek terakhir adalah tuturan

sebagai produk tindak verbal. Tuturan yang digunakan di dalam rangka

pragmatik, seperti yang dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk

dari tindak tutur.

Aspek terakhir yaitu tuturan sebagai produk tindak verbal. Tuturan yang

digunakan di dalam rangka pragmatik, seperti yang dikemukakan dalam kriteria

keempat merupakan bentuk dari tindak tutur. Oleh karenanya, tuturan yang

dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal dan tindak verbal itu akan

menimbulkan pengaruh kepada mitra tutur. Tindak menumbuhkan pengaruh

(effect) kepada mitra tutur disebut tindak perlokusi (Rahardi, 2003:72). Tindak

perlokusi yang muncul akibat seluruh tuturan tidak santun yang diperoleh peneliti

ada tiga belas bentuk tindakan sebagai pengaruh tuturan kepada mitra tutur.

Ketiga belas tindak perlokusi tersebut adalah sebagai berikut; (1) mitra tutur

memberikan ancaman kepada penutur, seperti pada tuturan (A1); (2) mitra tutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 202: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

183

meninggalkan penutur, seperti pada tuturan (A2); (3) mitra tutur menanggapi

tuturan penutur dengan kesal, seperti pada tuturan (A3), (A4), (C11), (C13),

(C16), (D13), dan (E9); (4) mitra tutur merasa kesal kepada penutur, seperti pada

tuturan (B3), (B8), (C6), (C7), (C9), (C18), dan (E8); (5) mitra tutur menimpali

tuturan penutur, seperti pada tuturan (B4), dan (D3); (6) mitra tutur membuat

pembelaan diri, seperti pada tuturan (B6), (B7), dan (E1); (7) mitra tutur hanya

diam saja, seperti pada tuturan (C3), (C4), (D2), (D4), (D9), dan (D10); (8) mitra

tutur merasa takut, seperti pada tuturan (D5) dan (E2); (9) mitra tutur merasa

malu, seperti pada tuturan (D9); (10) mitra tutur melakukan suatu tindakan untuk

mengekspresikan perasaannya, seperti pada tuturan (E7); (11) mitra tutur merasa

marah, seperti pada tuturan (E3), (E5), dan (E6); dan (12) mitra tutur menangis,

seperti pada tuturan (E4). Ketiga belas tindak perlokusi tersebut dilakukan oleh

mitra tutur untuk menanggapi tuturan penutur yang tidak santun.

4.3.3 Maksud Ketidaksantunan Penutur

Rahardi (2003:16−17) menjelaskan mengenai ilmu bahasa pragmatik

sesungguhnya mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan

sosial-budaya tertentu. Karena yang dikaji di dalam pragmatik adalah maksud

penutur dalam menyampaikan tuturannya, maka dapat pula dikatakan bahwa

pragmatik dalam berbagai hal sejajar dengan semantik, yakni cabang ilmu bahasa

yang mengkaji makna bahasa, tetapi makna bahasa itu dikaji secara internal. Jadi,

sesungguhnya perbedaan yang sangat mendasar antarkeduanya adalah bahwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 203: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

184

pragmatik mengkaji makna satuan lingual tertentu secara eksternal, sedangkan

sosok semantik mengkaji makna satuan lingual tersebut secara internal.

Makna berbeda dengan maksud dan informasi karena maksud dan

informasi bersifat di luar bahasa. Maksud ialah elemen luar bahasa yang

bersumber dari pembicara, sedangkan informasi adalah elemen luar bahasa yang

bersumber dari isi tuturan. Maksud bersifat subjektif, sedangkan informasi

bersifat objektif (Wijana & Muhammad, 2008:2001). Berdasarkan teori tesebut,

maksud tuturan hanya dimiliki oleh penutur. Oleh sebab itu, dalam menganalisis

maksud tuturan, dilakukanlah konfirmasi kepada penutur. Maksud tuturan

tersebut berkaitan dengan tujuan dari penutur ketika mengutarakan tuturan yang

tidak santun kepada mitra tutur. Dari 55 tuturan yang didapatkan, peneliti

mendapatkan konfirmasi maksud dari penutur sebanyak tujuh belas maksud.

Berikut ini adalah pembahasan dari masing-masing maksud ketidaksantunan

penutur.

4.3.3.1 Maksud Menolak

Tuturan tidak santun yang memiliki maksud menolak terdapat dalam dua

kategori, yaitu ketegori tersebut adalah kategori melanggar norma dan kategori

menimbulkan konflik. Dalam kategori melanggar norma, maksud menolak

terdapat dalam tuturan (A1), (A2), dan (A3).

Tuturan (A1): “Bentar ta, Ma! Lagi seru game-nya.”

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat malam hari. Penutur

sedang bermain game sampai lupa waktu. Mitra tutur mengingatkan penutur

untuk berhenti bermain karena sudah waktunya untuk belajar. Penutur tidak

mengindahkan perintah mitra tutur.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 204: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

185

Tuturan (A3): “Kosik ta, iya-iya dilit maneh.” (Sebentar ta, iya-iya sebentar

lagi)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang makan, saat sore hari. Penutur asyik

bermain laptop. Mitra tutur mengingatkan penutur untuk mematikan laptop

karena sudah waktunya untuk belajar. Penutur tidak mengindahkan perintah

mitra tutur.)

Tuturan (A2): “Ah males. Pisan-pisan ora ya ra papa ta, Bu.” (Ah malas.

Sekali-sekali tidak kan tidak apa-apa, Bu)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang makan, saat sore hari. Penutur dan mitra

tutur sedang makan malam. Di dalam keluarga penutur, ada peraturan

bahwa setelah makan, setiap orang harus mencuci piring sendiri-sendiri.

Setelah selesai makan, penutur meminta mitra tutur untuk mencucikan piring

miliknya. Mitra tutur menolak untuk mencucikan piring pernutur)

Penutur (A1) bermaksud menolak perintah mitra tutur, ibunya, yang

memerintahkan penutur untuk mematikan mainan gamenya dan belajar karena

sudah waktunya untuk belajar. Meskipun penutur mengucapkan tuturan yang

seolah-olah akan berjanji akan mematikan gamenya, sesungguhnya penutur tidak

mau berhenti bermain game. Penolakan penutur (A2) dilakukan terhadap mitra

tutur, ibunya, yang memerintahkan untuk segera mencuci piring setelah selesai

makan. Penutur ingin sekali saja diperbolehkan untuk tidak mencuci piring,

meskipun penutur tahu bahwa itu merupakan kesepatkan keluarga untuk segera

mencuci piring sendiri setelah makan. Seperti halnya penutur (A1), penutur (A3)

juga bermaksud menolak perintah untuk mematikan laptop dari mitra tutur,

kakaknya, karena sudah waktunya untuk belajar. Penolakan tersebut tersirat dari

mimik muka penutur yang tidak senang karena diperintah untuk belajar, padahal

ia sedang asyik bermain laptop.

Maksud menolak pada kategori menimbulkan konflik terdapat dalam

tuturan (E5), (E6) dan (E9).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 205: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

186

Tuturan (E5): “Yo ben, yo ben.” (Biarin, biarin.)

(Konteks: Tuturan terjadi di lapangan bola yang berada di dekat rumah

penutur, saat mahgrib penutur sedang bermain dengan teman-temannya di

lapangan. Mitra tutur menyuruh penutur untuk pulang ke rumah karena

sudah maghib. Penutur tidak mau pulang ke rumah.)

Tuturan (E6): “Ah mengko! Karo mas Ardha wae.” (Ah nanti! Dengan mas

Ardha saja.)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang tamu, saat sore hari. Mitra tutur

menyuruh penutur untuk mandi karena sudah sore.)

Tuturan (E9): “Wegah! Mas wae kae lho.” (Tidak mau! Mas saja itu lho.)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat pagi hari. Mitra tutur 1

menyuruh penutur untuk membeli sabun di warung. Mitra tutur 2 sedang

mengerjakan PR. Penutur sedang menonton televisi. Penutur tidak mau

membelikan sabun karena malas.)

Penutur (E5) menolak perintah mitra tutur, neneknya, yang menyuruh

untuk berhenti bermain dan pulang ke rumah. Penutur yang belum ingin pulang

justru menanggapi mitra tutur dengan tuturan yang mengejek, sehingga mitra tutur

menjadi marah. Penolakan penutur (E6) dilakukan dengan menunda aktivitas

mandinya. Penutur menolak perintah ayahnya, mitra tutur, yang

memerintahkannya segera mandi karena sudah sore. Penutur yang menyatakan

ketidakinginannya untuk mandi, memberikan alasan bahwa ia ingin mandi

bersama kakaknya. Seperti halnya penutur (E6), penutur (E9) juga melakukan

penolakan terhadap perintah ayahnya yang memerintahkan untuk membeli teh di

warung dan melimpahkan tugas tersebut kepada kakaknya.

4.3.3.2 Maksud Memprotes

Maksud memprotes yang diutarakan oleh penutur pada kategori melanggar

norma terdapat dalam tuturan (A4).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 206: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

187

Tuturan (A4): “Ya ampun, Bu. Lagi jam sanga masak wis malem ta?” (Ya

ampun, Bu. Baru jam sembilan masak sudah malam?)

(Konteks: Tuturan terjadi di luar rumah, saat malam hari. Penutur baru

pulang ke rumah. Penutur melihat mitra tutur yang baru saja pulang. Mitra

tutur mengingatkan penutur bahwa ia pulang sudah terlalu malam. Mitra

tutur memperbolehkan penutur pergi sampai jam delapan malam.)

Dengan tuturan tersebut, penutur bermaksud memberikan protes kepada

ibunya yang menganggap penutur terlambat pulang ke rumah. Sebaliknya,

penutur masih merasa wajar jika ia pulang sampai di rumah pada pukul 21.00.

Penutur merasa ibunya terlalu ketat memberikan jam malam kepada penutur.

Meskipun penutur dan mitra tutur, ibunya, sudah mempunyai kesepakatan bahwa

penutur sudah harus berada di rumah pukul 20.00, seharusnya ibunya memberikan

kelonggaran waktu yang dirasa wajar. Namun, sang ibu tetap menganggap bahwa

penutur telah melanggar kesepakatan. Sekalipun tuturan ini memiliki maksud

memprotes, tuturan ini masuk ke dalam subkategori kesal karena mengungkapkan

rasa kesal penutur kepada mitra tutur.

4.3.3.3 Maksud Bercanda

Maksud bercanda yang terdapat dalam kategori ketidaksantunan, yaitu

melecehkan muka pada tuturan (C11), dan menghilangkan muka pada tuturan

(D4) dan (D13).

Tuturan (C11): ”Tenane? Awas nek salah, kowe lho!” (Beneran? Awas

kalau salah, kamu lho!)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat malam hari. Penutur

sedang belajar. Mitra tutur menenami penutur belajar. Penutur bertanya

kepada mitra tutur tentang suatu soal. Penutur merasa jawaban mitra tutur

tidak meyakinkan.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 207: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

188

Tuturan (D4): “Itu Mbak bapaknya gajinya kurang.”

(Konteks: Tuturan terjadi di luar rumah, saat sore hari. Penutur sedang

berbincang-bincang dengan tetangga di depan rumah dalam keadaan santai.

Mitra tutur 1 menghampiri penutur untuk menanyakan nama pemilik rumah

yang berada di samping rumah penutur. Penutur menjawab pertanyaan mitra

tutur 1. Penutur melihat sang pemilik rumah, mitra tutur 2, berada di luar

rumah.)

Tuturan (D13): “Hpne ibu ki wis jadul.” (Hpnya ibu itu sudah jadul.)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat sore hari. Penutur

meminta handphone baru kepada mitra tutur. Mitra tutur menganjurkan

penutur untuk memakai handphone penutur dulu. Penutur tidak mau

memakai handphone penutur.)

Dalam tuturan (C11), penutur sebenarnya hanya ingin bercanda dengan

mitra tutur yang sedang membantunya mengerjakan tugas. Namun, sekali lagi

mitra tutur merasa diremehkan karena penutur tidak percaya padanya.

Maksud becanda juga ditunjukan oleh penutur pada tuturan (D4) dan

(D13). Namun, maksud becanda penutur tersebut tidak dapat diterima mitra tutur

karena keempat tuturan tersebut membuat mitra tutur menjadi malu dan

tersinggung. Penutur (D4) membuat mitra tutur, tetangganya, tersingung dan malu

karena ia mengungkapkan hal yang bersifat pribadi yaitu tentang kurangnya

pendapatan yang diterima oleh suami mitra tutur. Selanjutnya, mitra tutur merasa

dipermalukan dan disinggung oleh tuturan (D13) karena penutur, anak mitra tutur,

yang hanya bermaksud becanda itu mengejek mitra tutur yang masih memakai

handphone keluaran lama yang tidak secanggih handphone jaman sekarang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 208: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

189

4.3.3.4 Maksud Memberikan Pengertian

Tuturan tidak santun yang memiliki maksud memberikan pengertian

terdapat pada tuturan (B2) dan (B3) yang termasuk dalam kategori mengancam

muka sepihak.

Tuturan (B2): “Udah-udah sana, karo mama kana!” (Sudah-sudah sana,

sama mama sana.)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat siang hari. Penutur sedang

mengerjakan tugas. Mitra tutur mengajak penutur bermain sehingga

mengganggu pekerjaan penutur. Penutur yang merasa terganggu meminta

mitra tutur untuk bermain dengan ibunya.)

Tuturan (B3): “Dipakai-dipakai. Iya sebentar ta, pakai-pakai.”

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat siang hari. Penutur sedang

menggendong adik mitra tutur. Mitra tutur meminta penutur untuk

memakaikan baju superman. Penutur belum bisa memakaikan baju kepada

penutur karena masih menggendong adik mitra tutur.)

Kedua tuturan ini termasuk dalam dua subkategori ketidaksantunan yang

berbeda, yaitu (B2) dalam subkategori memerintah dan (B3) dalam subkategori

menjanjikan. Meskipun berbeda subkategori, kedua tuturan tersebut memliki

maksud yang sama, yaitu memberikan pengertian. Pada tuturan (B2) penutur

bermaksud memberikan pengertian kapada anaknya yang mengajak untuk

bermain bahwa penutur, ayah mitra tutur, tidak bisa bermain karena penutur

sedang menerima tamu. Oleh sebab itu, penutur menyuruh mitra tutur, anaknya,

untuk bermain dengan ibunya dulu. Jika penutur (B2) adalah ayah mitra tutur,

penutur (B3) adalah ibu mitra tutur. Maksud penutur dengan tuturan (B3) juga

ingin memberikan pengertian kepada sang anak yang ingin memakai baju

superman untuk bersabar karena penutur sedang menggendong adiknya.

Meskipun maksud penutur adalah memberikan pengertian kepada mitra tutur,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 209: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

190

tetapi maksud tersebut tidak sampai kepada mitra tutur karena penutur merasa

diabaikan oleh penutur.

4.3.3.5 Maksud Memohon

Maksud memohon yang ditemukan pada tuturan (B5) kategori mengancam

muka sepihak.

Tuturan (B5): “Mbah, ngelih Mbah. Cepet ta Mbah, selak laper je Mbah!”

(Mbah lapar Mbah, cepat Mbah sudah lapar Mbah.)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang tamu, saat siang hari. Penutur melihat

mitra tutur memasak. Penutur tidak membantu mitra tutur yang

memasak.Mitra tutur tidak tahu kalau penutur juga berada di dapur.)

Sesungguhnya, penutur bermaksud memohon kepada mitra tutur,

neneknya, untuk menyediakan makanan karena dia sudah lapar. Namun, mitra

tutur menanggapi permohonan mitra tutur yang meminta tolong disediakan

makanan dengan kesal karena penutur dianggap memerintah mitra tutur yang

adalah neneknya. Hal inilah yang membuat tuturan (B5) masuk dalam subkategori

memerintah.

4.3.3.6 Maksud Ketidaksenangan

Tuturan tidak santun yang memiliki maksud ketidaksenangan terdapat

dalam kategori mengancam muka sepihak, tuturan (B4).

Tuturan (B4): “Nggak suka mbah kakung.”

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang tamu, saat siang hari. Penutur

berbincang dengan mitra tutur 1. Mitra tutur 1 bertanya kepada penutur

mengapa takut kepada mitra tutur 2. Mitra tutur 2 mendengar tuturan

penutur.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 210: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

191

Penutur mengucapkan tuturan yang mengandung maksud tidak senang

kepada kakeknya. Ketidaksenangan penutur muncul karena penutur merasa takut

kepada kakeknya. Ketakutan itulah yang menyebabkan rasa kesal yang dirasakan

oleh penutur. Inilah sebabnya, tuturan (B4) termasuk dalam subkategori kesal.

4.3.3.7 Maksud Menyindir

Penutur yang memiliki maksud menyindir terdapat pada kategori

mengancam muka sepihak tuturan (B6), menghilangkan muka tuturan (D2), dan

menimbulkan konflik tuturan (E8).

Tuturan (B6): “Iya, ora kaya kowe kuwi! Isih nganggur wae.” (Iya, tidak

seperti kamu itu! Masih menganggur saja.)

(Konteks: Tuturan terjadi di depan rumah, saat sore hari. Mitra tutur

menceritakan temannya yang sudah memiliki pekerjaan. Penutur menimpali

cerita mitra tutur.)

Tuturan (D2): “Kalau pas ada ibue, kesete.” (Kalau waktu ada ibunya,

malasnya.)

(Konteks: Tuturan terjadi di dalam ruang tamu, saat sore hari. Mitra tutur 1

bertamu di rumah penutur. Mitra tutur 1 bertanya tentang sifat rajin mitra

tutur 2. Mitra tutur 2 mengantarkan minuman untuk penutur dan mitra tutur.)

Tuturan (E8): “Senengane nek ngrampungke gawean kok ora tuntas!”

(Sukanya kalau mengerjakan tugas kok tidak tuntas!)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang makan, saat pagi hari. Mitra tutur sedang

mengepel lantai. Penutur berjalan melewati mitra tutur. Mitra tutur meminta

penutur untuk mengeringkan lantai yang masih basah. Penutur masih

memiliki tanggungan pekerjaan rumah yang lain.)

Penutur (B6) bermaksud memberikan sindiran kepada mitra tutur,

kakaknya, yang masih saja menganggur padahal teman yang seumuran dengan

kakaknya sudah bekerja. Penutur (D2) menyindir mitra tutur, anaknya, yang

malas membantu pekerjaan orang tua jika ada ibunya. Maksud menyindir yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 211: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

192

terakhir terdapat pada penutur (E8). Penutur (E8) menyatakan bahwa sindirannya

ditujukan kepada mitra tutur, adiknya, yang selalu mengerjakan tugas rumah

dengan setengah-setengah.

4.3.3.8 Maksud Mengejek

Tuturan tidak santun yang memiliki maksud mengejek terdapat dalam dua

kategori ketidaksantunan, yaitu mengancam muka sepihak pada tuturan (B7) dan

melecehkan muka pada tuturan (C6) dan (C16).

Tuturan (B7): “Masalahnya kamu itu ngeyel.”

(Konteks: Tuturan terjadi di depan rumah, saat sore hari. Mitra tutur

bertanya kepada penutur mengapa orang tuanya tidak mau membelikan

sepeda. Penutur menjawab pertanyaan mitra tutur.)

Tuturan (C6): “Dasar anake wong edan!” (Dasar anaknya orang gila!)

(Konteks: Tuturan terjadi di luar rumah saat sore hari. Mitra tutur berjalan

melewati penutur sambil bernyanyi. Penutur melihat mitra tutur yang

berjalan sambil bernyanyi.)

Tuturan (C16): “Percuma punya hape bagus-bagus, tapi nggak bisa

pakainya.”

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang ruang keluarga, saat sore hari. Penutur

melihat mitra tutur belajar memakai handphone baru. Penutur merasa iri

karena mitra tutur punya handphone baru.)

Penutur (B7) bermaksud mengejek mitra tutur, adiknya, karena mitra tutur

dimarahi ibunya akibat selalu tidak patuh pada nasihat sang ibu. Penutur (B9)

bermaksud mengejek mitra tutur, ibunya, yang dianggap tidak gaul karena tidak

mengikuti perkembangan berita di infotaiment. Selanjutnya, maksud mengejek

yang diutarakan oleh penutur (C6) ditujukan kepada mitra tutur, anak

tetangganya, yang berjalan sambil bernyanyi sendiri. Penutur (C14) bermaksud

mengejek mitra tutur, adiknya, yang tidak bisa menyapu dengan bersih. Penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 212: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

193

terakhir yang memiliki maksud mengejek pada tuturannya adalah penutur (C16).

Penutur (C16) mengejek mitra tutur, ibunya, yang baru saja membeli handphone

baru, tetapi belum bisa menggunakannya dengan lancar.

4.3.3.9 Maksud Kesal

Penutur yang menyatakan maksud kesal terdapat dalam tiga kategori

ketidaksantunan, yaitu mengancam muka sepihak pada tuturan (B8), melecehkan

muka pada tuturan (C7), dan menghilangkan muka pada tuturan (D5).

Tuturan (B8): “Diajari bola-bali kok ra dong-dong!” (Dilatih berkali-kali

kok tidak mengerti!)

(Konteks: Tuturan terjadi ruang keluarga, saat sore hari. Mitra tutur

meminta bantuan penutur untuk mengajarinya memakai komputer. Penutur

sudah berkali-kali mengajari mitra tutur. Mitra tutur tidak bisa mengingat

ajaran penutur.)

Tuturan (C7): “Has luweh! Sak karep omonganmu opo.” (Tidak peduli!

Terserah omonganmu apa.)

(Konteks: Tuturan terjadi di dapur, saat malam hari. Mitra tutur sedang

memasak. Penutur menemani mitra tutur memasak. Mitra tutur mencoba

membuka pembicaraan dengan penutur. Topik pembicaraan yang diangkat

oleh mitra tutur tidak berkenan oleh penutur.)

Tuturan (D5): “Ngawur, sembarangan wae, ngawur dudu kuwi!”

(Sembrono, sembarangan saja, sembrono bukan itu.)

(Konteks: Tuturan terjadi saat penutur sedang duduk bersantai di luar

rumah, sore hari. Penutur bertanya kepada mitra tutur yang baru saja keluar

dari rumah. Mitra tutur duduk di sebelah penutur Penutur menganggap

jawaban mitra tutur salah.)

Maksud kesal yang diutarakan penutur (B8) kepada mitra tutur, ayahnya,

disebabkan sang ayah yang sudah berkali-kali dibantu dalam mengoperasikan

komputer, tetapi masih saja tidak mengerti. Penutur (C7) mengucapkan tuturan

tidak santun kepada mitra tutur, anaknya, sebagai bentuk ekspresi kekesalannya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 213: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

194

kepada mitra tutur yang dianggap terlalu mencampuri urusannya. Seperti halnya

penutur-penutur di atas, penutur (D5) juga mengutarakan tuturan tidak santunnya

untuk mengungkapkan kekesalannya kepada mitra tutur, ibunya, yang

memberikan jawaban salah atas pertanyaannya.

4.3.3.10 Maksud Meminta Tolong

Penutur yang menyatakan maksud meminta tolong terdapat dalam

tuturan (C1) kategori melecehkan muka. Pada tuturan ini, penutur memang

mengungkapkan kekesalannya, tetapi sebenarnya maksud dari tuturannya adalah

meminta pertolongan kepada mitra tutur yang adalah ayahnya untuk membantu

menyelesaikan masalah hutang adiknya. Mitra tutur sebenarnya mengerti maksud

penutur, tetapi hal yang membuat tuturan tersebut tidak berkenan oleh mitra tutur

adalah, cara penutur dalam mengungkapkan tuturan tersebut.

4.3.3.11 Maksud Menegur

Tuturan tidak santun yang memiliki maksud menegur terdapat dalam

kategori melecehkan muka pada tuturan (C4), (C9), dan (C13).

Tuturan (C4): “Yak yakan!” (Sembrono!)

(Konteks: Tuturan terjadi di depan rumah penutur saat siang hari. Mitra

tutur sedang bermain dengan anak penutur di tempat yang sama. Mitra tutur

tidak sengaja menginjak kaki penutur saat berjalan ke dalam rumah penutur.

Penutur menegur mitra tutur yang dianggap tidak memperhatikan jalan.)

Tuturan (C9): “Acara kaya ngono ditonton. Ganti!” (Acara seperti itu

ditonton. Ganti!)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat malam hari. Penutur

datang mendekati mitra tutur karena ingin menonton televisi juga. Mitra

tutur menonton sinetron sesukaannya. Mitra tutur tidak suka menonton

sinetron.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 214: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

195

Tuturan (C13): “Wis tutuk le dolan?” (Sudah puas yang main?)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat sore menjelang maghrib.

Mitra tutur baru pulang ke rumah setelah pergi selama sepuluh jam. Penutur

melihat mitra tutur masuk ke rumah.)

Penutur (C4) bermaksud menegur mitra tutur, anak tetangganya, yang

tidak sengaja menginjak kakinya. Penutur (C9) memiliki maksud menegur mitra

tutur, adiknya, yang menonton acara televisi yang tidak disukai penutur. Maksud

menegur yang dilakukan oleh penutur (C13) kepada mitra tutur, anaknya,

disebabkan mitra tutur yang pergi ke luar rumah dari pagi hingga malam.

4.3.3.12 Maksud Memerintah

Penutur yang memiliki maksud memerintah dalam tuturannya terdapat

dalam kategori melecehkan muka pada tuturan (C3), menghilangkan muka pada

tuturan (D9), dan menimbulkan konflik pada tuturan (E4).

Tuturan (C3): “Ya kana gawe dewe! Wong kowe yang laper.” (Ya sana buat

sendiri! Kan kamu yang lapar.)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang tamu pada saat siang hari. Penutur

sedang menerima tamu di rumah. Mitra tutur baru saja pulang dari sekolah.

Penutur tidak menyiapkan makan siang, padahal mitra tutur sudah lapar.)

Tuturan (D9): “Ayo bali! Dolan wae.” (Ayo pulang! Main terus.)

(Konteks: Tuturan terjadi di luar rumah, saat siang hari. Mitra tutur bermain

di lapangan dekat rumahnya bersama dengan teman-temannya. Penutur

hendak pulang ke rumah menggunakan motor. Penutur melihat mitra tutur

masih bermain.)

Tuturan (E4): “Wong yang satu masih kok, sana ambil! Itu di dalam sana,

heran.”

(Konteks: Tuturan terjadi di depan rumah, saat penutur sedang bersantai di

waktu sore. Mitra tutur datang minta dibuatkan susu. Penutur tidak mau

membuatkan susu karena susu yang sebelumnya belum habis diminum oleh

mitra tutur.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 215: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

196

Penutur (C3) bermaksud memerintah mitra tutur, anaknya, untuk

memasak sendiri karena mitra tutur adalah seorang perempuan yang harus bisa

memasak. Penutur (D9) memiliki maksud memerintah mitra tutur, anaknya, untuk

berhenti bermain dan segera pulang ke rumah. Selanjutnya, penutur yang

memiliki maksud memerintah adalah penutur (E4). Penutur (E4) bermaksud

memerintah mitra tutur, keponakannya, untuk menghabiskan susu yang sudah

dibuat dan masih berada di dalam rumah.

4.3.3.13 Maksud Melarang

Tuturan tidak santun yang memiliki maksud melarang terdapat dalam

kategori melecehkan muka pada tuturan (C18) dan menimbulkan konflik pada

tuturan (E1) dan (E2).

Tuturan (C18): “Rasah-rasah! Gaweanmu wae ra rampung-rampung.”

(Tidak usah-tidak usah! Kerjaan kamu saja tidak selesai-

selesai.)

(Konteks: Tuturan terjadi di depan rumah, saat sore hari. Penutur sedang

memotong sayur untuk dimasak. Mitra tutur bermaksud membantu penutur

untuk memotong sayuran. Mitra tutur bertugas mengupas bawang. Mitra

tutur belum selesai mengupas bawang.)

Tuturan (E1): “Nggak boleh! Dasar kamu, pipis (kata umpatan)!”

(Konteks: Tuturan terjadi saat penutur bermain playstation di rumah setelah

pulang sekolah. Penutur tidak mau digangu saat bermain. Penutur tidak

memperbolehkan mitra tutur yang ingin meminjam playstation penutur.)

Tuturan (E2): “Ndak boleh! Ini buat aku.”

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang bermain yang ada di rumah saat siang

hari. Penutur sedang bermain dengan mitra tutur di tempat bermain. Mitra

tutur tiba-tiba merebut mainan mobil-mobilan penutur. Penutur tidak mau

kalau mainan mobil-mobilannya direbut.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 216: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

197

Penutur (C18) bermaksud melarang mitra tutur, adiknya, yang ingin

membantu pekerjaan penutur, padahal pekerjaannya sendiri belum selesai.

Penutur (E1) melarang mitra tutur, adiknya yang ingin ikut bermain game

bersama penutur, tetapi penutur tidak mau diganggu. Penutur (E2) bermaksud

melarang mitra tutur, adiknya, yang ingin meminjam mainnya. Penutur melarang

mitra tutur meminjam mainannya karena ia masih ingin bermain.

4.3.3.14 Maksud Menyalahkan

Tuturan tidak santun yang memiliki maksud menyalahkan terdapat dalam

kategori melecehkan muka, tuturan (C10).

Tuturan (C10): “Salahe nonton tipi terus.” (Itu akibat menonton televisi

terus.)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang keluarga, saat malam hari. Mitra tutur

sedang belajar. Penutur menemani mitra tutur belajar. Mitra tutur bercerita

kepada penutur tentang nilai ulangannya yang turun. Penutur tidak terkejut

mendengar cerita dari mitra tutur. Penutur hanya menanggapi cerita mitra

tutur dengan sindiran.)

Penutur (C10) memang bermaksud menyalahkan mitra tutur, adiknya,

yang mendapatkan nilai jelek pada ulangannya di sekolah akibat waktunya lebih

banyak digunakan untuk menonton televisi, daripada untuk belajar. Dengan

menyalahkan mitra tutur, penutur bertujuan supaya mitra tutur sadar dan

mengetahui letak kesalahannya dimana, lalu mampu memperbaikinya.

4.3.3.15 Maksud Membandingkan

Maksud membandingkan diutarakan penutur pada tuturan (D1) dan (D6)

kategori menghilangkan muka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 217: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

198

Tuturan (D1): “Anak saya itu kalau nggak ada ibue manut (menurut), kalau

ada ibue malah nggak manut, malah padu (bertengkar) je.”

(Konteks: Tuturan terjadi di dalam ruang tamu, saat sore hari. Mitra tutur 1

bertamu di rumah penutur. Mitra tutur 1 bertanya tentang mitra tutur 2 yang

lebih patuh kepada siapa. Mitra tutur 2 baru saja pulang ke rumah, kemudian

memberi salam kepada penutur dan mitra tutur 1.)

Tuturan (D6): “Mbok kaya mas, bubukan. Ora dolan wae.” (Seperti mas itu,

tiduran. Jangan main terus.)

(Konteks: Tuturan terjadi di depan rumah penutur, saat siang hari. Mitra

tutur berada di luar rumah sedang bermain. Penutur berdiri di depan pintu

dan melihat mitra tutur. Penutur mencoba mengingatkan mitra tutur.)

Penutur (D1) bermaksud memberikan perbandingan sikap anaknya di

saat ada atau tidak ada ibunya. Perbandingan tersebut diutarakan penutur supaya

mitra tutur, anaknya, bisa tetap rajin di saat ibunya ada atau tidak. Namun,

ternyata maksud penutur tidak dapat diterima oleh mitra tutur, dan justru dianggap

telah menyindir mitra tutur. Maksud membandingkan juga diutarakan oleh

penutur (D6). Meskipun penutur bermaksud membandingkan mitra tutur dengan

kakaknya, tujuan penutur adalah supaya mitra tutur meniru kebiasaan tidur siang

kakaknya yang dianggap lebih baik daripada hanya bermain terus.

4.3.3.16 Maksud Meremehkan

Tuturan (D3) pada kategori melecehkan muka dimaksudkan oleh

penutur untuk meremehkan mitra tutur yang adalah istrinya.

Tuturan (D3): “Wah nek ibue ki bodho, Mbak.” (Wah ibunya itu bodoh,

Mbak.)

(Konteks: Tuturan terjadi di dalam ruang tamu, saat sore hari. Mitra tutur 1

bertamu di rumah penutur. Mitra tutur 1 bertanya tentang pendidikan mitra

tutur 2. Mitra tutur 2 ada di luar rumah. Mitra tutur mendengar tuturan

penutur.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 218: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

199

Penutur memang dengan sengaja mengatakan bahwa istirnya bodoh.

Dengan meremehkan istrinya, penutur berusaha menegaskan kenyataan yang ada

bahwa istrinya tidak lebih pintar darinya. Maksud penutur untuk meremehkan

mitra tutur berhasil ditangkap oleh mitra tutur, sehingga mitra tutur benar-benar

merasa tersinggung.

4.3.3.17 Maksud Menakut-nakuti

Tuturan tidak santun yang memiliki maksud menakut-nakuti terdapat

dalam kategori menimbulkan konflik tuturan (E3) dan (E7).

Tuturan (E3): “Nanti kalau aku pulang sekolah ada sesajen, tak obrak-

abrik!” (Nanti kalau aku pulang sekolah ada sesajen, aku

porak-porandakan!)

(Konteks: Tuturan terjadi di rumah saat pagi hari. Penutur akan berangkat

sekolah. Penutur melihat ada sesaji yang sengaja diletakkan oleh anggota

keluarga di rumahnya. Penutur tidak suka kalau di rumahnya ada sesaji.

Penutur mengancam mitra tutur.)

Tuturan (E7): “Tak grujug Kowe! Sekali bapak ngomong, jangan dibantah!”

(Saya siram Kamu! Sekali bapal bicara, jangan dibantah!)

(Konteks: Tuturan terjadi di ruang makan, saat sore hari menjelang

maghrib. Penutur sedang menasihati mitra tutur yang telat pulang ke rumah.

Mitra tutur mencoba membela diri. Penutur tidak menerima penjelasan dari

mitra tutur.)

Pada kedua tuturan tersebut, penutur bermaksud menakuti mitra tutur

dengan cara mengancam mitra tutur. Penutur (E3) menakut-nakuti mitra tutur,

anaknya, supaya membantah perintah penutur yang adalah ayahnya. Maksud

penutur dapat dimengerti oleh mitra tutur, tetapi oleh mitra tutur justru ditanggapi

dengan meluapkan emosi dengan membanting kursi. Seperti halnya penutur (E3),

prnutur (E7) memiliki maksud menakuti mitra tutur, neneknya, yang telah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 219: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

200

meletakan sesaji di dalam rumah. Karena penutur tidak suka ada sesaji di

rumahnya, penutur menakuti mitra tutur dengan mengatakan akan memporak-

porandakan sesaji tersebut jika belum disingkirkan. Mitra tutur juga mengetahui

maksud penutur, tetapi akibat tuturan yang digunakan penutur sangat tidak

berkenan oleh mitra tutur, timbulah konflik di antara keduanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 220: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

201

BAB V

PENUTUP

Bab ini berisi dua hal, yaitu simpulan dan saran. Simpulan meliputi

rangkuman atas keseluruhan penelitian ini. Saran meliputi hal-hal relevan yang

perlu diperhatikan, baik untuk peneliti lanjutan maupun keluarga, terutama

keluarga yang berbudaya Jawa.

5.1 Simpulan

Berdasarkan uraian dalam bab IV mengenai ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik yang digunakan untuk komunikasi dalam ranah keluarga di lingkungan

Kadipaten Pakualaman Yogyakarta, dapat disimpulkan hal-hal berikut ini.

5.1.1 Wujud Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

Ketidaksantunan berbahasa yang ditemukan dalam komunikasi antaranggota

keluarga di lingkungan Kadipaten Pakualaman Yogyakarta dapat dilihat dari dua

wujud, yaitu wujud ketidaksantunan linguistik dan wujud ketidaksantunan

pragmatik. Wujud ketidaksantunan linguistik yang ditemukan yaitu berupa tuturan

lisan tidak santun dan termasuk dalam lima kategori ketidaksantunan. Kelima

kategori ketidaksantunan tersebut adalah 1) kategori melanggar norma yang terdiri

dari tiga subkategori, yaitu subkategori menjanjikan, menolak, dan kesal; 2)

kategori mengancam muka sepihak yang terdiri dari lima subkategori, yaitu

subkategori menyindir, memerintah, menjanjikan, kesal, dan mengejek; 3)

kategori melecehkan muka yang terdiri dari lima subkategori, yaitu subkategori

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 221: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

202

kesal, memerintah, menyindir, mengejek, dan mengancam; 4) kategori

menghilangkan muka yang terdiri dari empat subkategori, yaitu subkategori

menyindir, mengejek, menyalahkan, dan memerintah; serta 5) kategori

menimbulkan konflik yang terdiri dari enam subkategori, yaitu subkategori

melarang, mengancam, memerintah, mengejek, menolak, dan kesal.

Selain wujud ketidaksantunan linguistik, ketidaksantunan berbahasa juga

dilihat dari wujud ketidaksantunan pragmatiknya. Wujud ketidaksantunan

pragmatik merupakan cara penyampaian penutur sehingga membuat suatu tuturan

menjadi tidak santun. Wujud ketidaksantunan pragmatik dalam setiap kategori

adalah sebagai berikut.

1) Wujud ketidaksantunan pragmatik pada kategori melanggar norma adalah

penutur tidak merasa bersalah ketika melanggar kesepakatan atau peraturan

yang telah disepakati bersama dan penutur berbicara dengan ketus dan malas,

padahal penutur berbicara kepada orang yang lebih tua.

2) Wujud ketidaksantunan pada kategori mengancam muka sepihak adalah

penutur berbicara dengan ketus, sinis, kasar dan dengan volume yang keras,

tetapi sebenarnya penutur tidak bermaksud menyinggung mitra tutur.

3) Wujud ketidaksantunan pada kategori melecehkan muka adalah penutur

berbicara dengan ekspresi kecewa, kesal, marah, atau sinis. Penutur

membentak mitra tutur secara kasar dan ketus dengan volume yang keras.

Dalam kategori ini, penutur dengan sengaja membuat mitra tutur tersinggung.

4) Wujud ketidaksantunan pada kategori menghilangkan muka adalah penutur

berbicara atau berteriak dengan volume yang keras, ketus, dan kasar dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 222: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

203

maksud meremehkan dan mengejek mitra tutur. Dalam kategori ini, penutur

tidak hanya membuat mitra tutur tersinggung, tetapi juga membuat mitra tutur

menjadi malu secara sengaja.

5) Wujud ketidaksantunan pada kategori menimbulkan konflik adalah penutur

berbicara atau membentak mitra tutur dengan volume yang keras dan kasar

untuk menunjukkan ekspresi marah dan kesal. Dalam kategori ini, tuturan

tidak santun penutur dapat menimbulkan konflik di antara penutur dan mitra

tutur.

5.1.2 Penanda Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

Seperti halnya wujud ketidaksantunan, penanda ketidaksantunan juga dilihat

berdasarkan kajian linguistik dan pragmatik. Penanda ketidaksantunan linguistik

diketahui berdasarkan unsur segmental dan suprasegmental suatu kalimat atau

tuturan, sedangkan penanda ketidaksantunan pragmatik diketahui berdasarkan

konteks yang melingkupi tuturan tersebut.

Penanda ketidaksantunan linguistik yang ditemukan dalam penelitian ini

berupa diksi, kategori fatis, nada, tekanan, dan intonasi yang diuraikan dalam

masing-masing kategori ketidaksantunan berbahasa yaitu sebagai berikut.

1) Kategori melanggar norma

Tuturan yang melanggar norma ditandai dengan pemakaian bahasa nonstandar;

penggunaan kata fatis ah, ya,dan ta; penggunaan nada tutur turun datar dan naik

tinggi dengan tekanan rendah dan tinggi; serta menggunakan intonasi berita dan

intonasi tanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 223: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

204

2) Kategori mengancam muka sepihak

Tuturan yang mengancam muka sepihak ditandai dengan pemakaian bahasa

nonstandar dan bahasa populer; penggunaan kata fatis kok, ta, wa,dan je;

penggunaan nada tutur naik rendah, turun datar dan naik tinggi dengan tekanan

rendah, sedang, dan tinggi; serta menggunakan intonasi berita, intonasi seru dan

intonasi perintah.

3) Kategori melecehkan muka

Tuturan yang melecehkan muka ditandai dengan pemakaian bahasa nonstandar;

penggunaan kata fatis ya, kok, lho, wong, wo, has, hais, dan hah; penggunaan

nada tutur naik rendah, turun datar dan naik tinggi dengan tekanan rendah,

sedang, dan tinggi; serta menggunakan intonasi tanya, intonasi berita, intonasi

seru dan intonasi perintah.

4) Kategori menghilangkan muka

Tuturan yang menghilangkan muka ditandai dengan pemakaian bahasa

nonstandar dan bahasa populer; penggunaan kata fatis ayo; penggunaan nada

tutur naik rendah, turun datar dan naik tinggi dengan tekanan rendah, sedang, dan

tinggi; serta menggunakan intonasi berita, intonasi seru dan intonasi perintah.

5) Kategori menimbulkan konflik

Tuturan yang menimbulkan konflik ditandai dengan pemakaian bahasa

nonstandar dan bahasa populer; penggunaan kata fatis ah, kok, dan lho;

penggunaan nada tutur naik tinggi dengan tekanan sedang dan tinggi; serta

menggunakan intonasi berita, intonasi seru dan intonasi perintah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 224: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

205

Penanda ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan uraian

konteks yang berupa penutur dan mitra tutur, situasi saat bertutur, tujuan tuturan,

tindak verbal, dan tindak perlokusi yang menyertai tuturan tersebut. Penanda

ketidaksantunan pragmatik tersebut diurakan dalam masing-masing kategori

ketidaksantunan berbahasa sebagai berikut.

1) Kategori melanggar norma

Tuturan melibatkan penutur dan mitra tutur yang temasuk sebagai anggota

keluarga, seperti ayah dengan anak, anak dengan ibu, dan adik dengan kakak.

Tuturan terjadi di sekitar area rumah dan pada waktu sore serta malam hari, pada

saat situasi santai dan serius. Tindak verbal dalam tuturan yang melanggar norma

berupa tindak verbal komisif dan ekspresif. Ttindak perlokusinya yaitu mitra

tutur mengancam penutur, meninggalkan penutur, dan menanggapi penutur

dengan kesal.

2) Kategori mengancam muka sepihak

Tuturan melibatkan penutur dan mitra tutur yang temasuk sebagai anggota

keluarga atau bukan anggota keluarga, seperti antartetangga, anak dengan ayah,

ibu dengan anak, cucu dengan kakek, cucu dengan nenek, dan adik dengan

kakak. Tuturan terjadi di sekitar area rumah dan pada waktu siang serta sore hari,

pada saat situasi santai dan serius. Tindak verbal dalam tuturan yang mengancam

muka sepihak berupa tindak verbal ekspresif, direktif, dan komisif. Tindak

perlokusinya yaitu mitra tutur menjadi bingung, menanggapi penutur dengan

tersenyum, menangis, menimpali jawaban penutur, menanggapi penutur dengan

kesal, memberikan pembelaan diri, dan mitra tutur tidak jadi meminta bantuan

kepada penutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 225: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

206

3) Kategori melecehkan muka

Tuturan melibatkan penutur dan mitra tutur yang temasuk sebagai anggota

keluarga atau bukan anggota keluarga, seperti anak dengan ibu, mertua dengan

menantu, antartetangga, dan kakak dengan adik. Tuturan terjadi di sekitar area

rumah dan pada waktu siang, sore, serta malam hari, pada saat situasi santai dan

serius. Tindak verbal dalam tuturan yang melecehkan muka berupa tindak verbal

ekspresif, direktif, dan komisif. Tindak perlokusinya yaitu mitra tutur

menanggapi penutur, diam saja, meninggalkan penutur, dan menanggapi penutur

dengan kesal.

4) Kategori menghilangkan muka

Tuturan melibatkan penutur dan mitra tutur yang temasuk sebagai anggota

keluarga atau bukan anggota keluarga, seperti ayah dengan anak, antartetangga,

anak dengan ibu, nenek dengan cucu, dan kakak dengan adik. Tuturan terjadi di

sekitar area rumah dan pada waktu siang serta sore hari, pada saat situasi santai

dan serius. Tindak verbal dalam tuturan yang menghilangkan muka berupa

tindak verbal ekspresif dan direktif. Tindak perlokusinya yaitu mitra tutur

menanggapi penutur, diam saja, meninggalkan penutur, dan menanggapi penutur

dengan kesal, menanggapi penutur dengan tersenyum malu, menimpali jawaban

penutur, dan menanggapi penutur dengan kesal.

5) Kategori menimbulkan konflik

Tuturan melibatkan penutur dan mitra tutur yang temasuk sebagai anggota

keluarga, seperti kakak dengan adik, cucu dengan nenek, tante dengan

keponakan, dan ayah dengan anak. Tuturan terjadi di sekitar area rumah dan pada

waktu pagi, siang, serta sore hari, pada saat situasi santai dan serius. Tindak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 226: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

207

verbal dalam tuturan yang menghilangkan muka berupa tindak verbal direktif,

komisif, dan ekspresif. Tindak perlokusinya yaitu mitra tutur menanggapi

penutur dengan kesal, menangis, marah, melakukan tindakan sebagai ekspresi

kesal, dan berteriak kepada penutur.

5.1.3 Maksud Ketidaksantunan Penutur

Maksud tuturan hanya diketahui oleh penutur. Jika wujud dan penanda

dimiliki oleh tuturan, maksud tuturan dimiliki oleh penutur. Karena maksud

penutur hanya diketahui oleh penutur, tuturan yang termasuk dalam subkategori

ketidaksantunan tertentu akan memiliki maksud yang sama dengan

subkategorinya, tetapi bisa juga berbeda. Berikut ini adalah maksud penutur dari

setiap tuturan dalam kelima ketegori ketidaksantunan.

1) Penutur dalam tuturan ketidaksantunan kategori melanggar norna memiliki

dua maksud, yaitu maksud menolak dan memprotes.

2) Penutur dalam tuturan ketidaksantunan kategori mengancam muka sepihak

memiliki tujuh maksud, yaitu maksud bercanda, mengejek, mengungkapkan

rasa kesal, memberikan pengertian, memohon, mengungkapkan rasa tidak

senang, dan menyindir.

3) Penutur dalam tuturan ketidaksantunan kategori melecehkan muka memiliki

delapan maksud, yaitu maksud meminta tolong, menegur, mengungkapkan

rasa kesal, memerintah, menyalahkan, mengejek, melarang, dan bercanda.

4) Penutur dalam tuturan ketidaksantunan kategori menghilangkan muka

memiliki delapan maksud, yaitu maksud membandingkan, menyindir,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 227: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

208

bercanda, menegur, meremehkan, memerintah, mengungkapkan rasa kesal,

dan menolak.

5) Penutur dalam tuturan ketidaksantunan kategori menimbulkan konflik

memiliki delapan maksud, yaitu maksud melarang, menakut-nakuti,

memerintah, menolak, dan menyindir.

5.2 Saran

Penelitian ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, peneliti

memberikan saran bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian sejenis.

Berikut ini merupakan saran yang diberikan peneliti kepada berbagai pihak.

5.2.1 Bagi Penelitian Lanjutan

1) Penelitian ini meneliti ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa dalam

ranah keluarga. Oleh sebab itu, peneliti lain dapat mengembangkan penelitian

tentang ketidaksantunan linguistik dan pragmatik dalam ranah yang berbeda

seperti ranah agama, suku, budaya dan lain-lain.

2) Penelitian ini telah menemukan lima kategori dan sembilan subkategori

ketidaksantunan. Peneliti berharap, peneliti lain dapat menemukan kategori dan

subkategori lainnya sehingga penelitian tentang ketidaksantunan ini menjadi lebih

lengkap dan lebih baik.

3) Peneliti lain diharapkan untuk menggali maksud penutur lebih dalam lagi

sehingga pembaca dapat lebih memahami bahwa suatu tuturan ternyata

mengandung suatu maksud yang hanya diketahui oleh penutur.

4) Penelitian ini mengkaji fenomena ketidaksantunan berbahasa dalam bidang ilmu

pragmatik. Peneliti lain diharapkan mengkaji lebih dalam lagi mengenai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 228: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

209

fenomena-fenomena baru yang muncul dalam bidang ilmu pragmatik sehingga

penelitian ilmu pragmatik menjadi lebih lengkap dan bervariasi.

5.2.2 Bagi Keluarga

Ketidaksantunan berbahasa merupakan fenomena baru dalam kajian ilmu

pragmatik yang terjadi dalam komunikasi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian

yang telah diuraikan, sebagai anggota masyarakat, khususnya dalam keluarga yang

berbudaya Jawa, setiap anggota keluarga perlu menghindari penggunaan bahasa yang

tidak santun dalam berkomunikasi. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai acuan atau gambaran umum mengenai bentuk ketidaksantunan berbahasa

yang terdapat dalam ranah keluarga sehingga dapat mengurangi atau menghindari

tuturan dan sikap yang tidak santun terhadap orang lain karena akan membuat orang

lain tersinggung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 229: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

210

DAFTAR PUSTAKA

Achmad dan Alek Abdullah. 2013. Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Bousfield, Derek & Miriam A. Locher. Impoliteness in Laguage: Studies on its

Interplay with Power in Theory and Practice. New York: Mouton de

Gruyter.

Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus

Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana.

Cumming, Louise. 2007. Pragmatik: Sebuah Perspektif Multidisipliner.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Gramedia.

Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu

Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Huang, Yan. 2007. Pragmatics. New York: Oxford University Perss.

Keraf, Gorys. 1987. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

___________. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Kridalaksana, Harimurti. 1986. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:

Gramedia.

Kuntaraf, Kathleen Liwidaja dan Jonathan Kuntaraf. 1999. Komunikasi Keluarga:

Kunci Kebahagiaan Anda. Bandung: Indonesia Publishing House.

Leech, Geoffrey. 1983. Principles of Pragmatics. London: Logman.

______________.1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Terj. Jakarta: UI Press.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan

Tekniknya. Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Moleong. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muslich, Masnur. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif Sistem

Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Nadar. 2009. Prakmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Nikelas, Syahwin. 1988. Pengantar Linguistik untuk Guru Bahasa. Jakarta:

Depdikbud.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 230: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

211

Noviyanti, Agustina Galuh Eka. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

Berbahasa Antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran

2012/2013. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.

Nugroho, Miftah. 2009. “Konteks dalam Kajian Pragmatik” dalam Peneroka

Hakikat Bahasa. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Pranowo. 2009. Berbahasa secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Puspitarini, Olivia Melissa. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

Berbahasa antara Dosen dan Mahasiswa Program Studi PBSID, FKIP,

USD, Angkatan 2009—2011. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP,

USD.

Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenaan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang:

Dioma.

_______________. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga.

_______________. 2012. “Penelitian Kompetensi: Ketidaksantunan Pragmatik

dan Linguistik Berbahasa dalam Ranah Keluarga (Family Domain)”.

Presentasi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.

_______________. 2012. “Re-interpretasi Konteks Pragmatik”. Jurnal.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar

Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta

Wacana University Press.

Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan

Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Widyawari, Caecilia Petra Gading May. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan

Pragmatik Berbahasa Antarmahasiswa Program Studi PBSID Angkatan

2009—2011 Universitas Sanata Dharma. Skripsi. Yogyakarta: PBSID,

JPBS, FKIP, USD.

Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.

Wijana, I Dewa Putu & Muhammad Rohmadi. 2008. Semantik: Teori dan

Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka

Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yuliastuti, Elizabeth Rita. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

Berbahasa antara Guru dan Siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2012/2013. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP,

USD.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 231: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

212

LAMPIRAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 232: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

KORPUS DATA DAN TABULASI DATA

KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA KATEGORI MELANGGAR NORMA

NO. KODE TUTURAN PENANDA KETIDAKSANTUNAN PRESEPSI

KETIDAKSANTUNAN LINGUAL NONLINGUAL (KONTEKS)

1. (A1) Cuplikan tuturan 1

MT : “Jangan main game

terus, Dik! Udah

jam berapa ini?

Belajar sana!”

P : “Bentar ta, Ma!

Lagi seru game-

nya.”

MT : “Awas kalau besok

nilainya jelek.”

Diksi: bahasa

nonstandar.

Kata fatis: “ta”.

Nada: naik tinggi.

Tekanan pada

kata “bentar”.

Intonasi seru.

Penutur laki-laki berumur 6

tahun, kelas 1 SD.

Mitra tutur perempuan berumur

41 tahun. Mitra tutur adalah ibu

penutur.

Tuturan terjadi di ruang

keluarga, saat malam hari. (9

April 2013)

Penutur asyik bermain game

sampai lupa waktu.

Mitra tutur mengingatkan

penutur untuk berhenti bermain

karena sudah waktunya untuk

belajar.

Tujuan: penutur tidak mau

diganggu saat bermain game.

Tindak verbal: komisif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

mengancam penutur.

Kategori ketidaksantunan:

melanggar norma

Subkategori ketidaksantunan:

menjanjikan

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur tidak mengindahkan

perintah mitra tutur.

- Penutur tidak merasa

bersalah. Penutur berbicara

dengan ketus.

- Penutur tidak memandang

mitra tutur ketika berbicara.

- Penutur berbicara dengan

orang tua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 233: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

2. (A2) Cuplikan tuturan 2

P : “Bu, sekalian cuciin

piringku ya!”

MT : “Wegah. Wong wis

peraturane, cuci

piring sendiri-

sendiri.”

P : “Ah males! Pisan-

pisan ora ya ra

papa ta, Bu.”

Diksi: bahasa

nonstandar.

Kata fatis: “ah”

dan “ta”.

Nada: naik

tinggi.

Tekanan pada

kata “males”.

Intonasi seru.

Penutur laki-laki berumur 14

tahun, kelas IX SMP.

Mitra tutur perempuan 37 tahun.

Mitra tutur adalah ibu penutur.

Tuturan terjadi di ruang makan,

saat sore hari. (6 Mei 2013)

Penutur dan mitra tutur sedang

makan malam.

Di keluarga penutur, ada

peraturan bahwa setelah makan,

setiap orang harus mencuci

piring sendiri-sendiri.

Setelah selesai makan, penutur

meminta mitra tutur untuk

mencucikan piring miliknya.

Mitra tutur menolak untuk

mencucikan piring pernutur.

Tujuan: penutur malas untuk

mencuci piring.

Tindak verbal: komisif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

meninggalkan penutur.

Kategori ketidaksantunan:

melanggar norma

Subkategori ketidaksantunan:

menolak

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur dengan sengaja

melanggar peraturan yang

ada.

- Penutur tidak merasa

bersalah.

- Penutur berusaha membujuk

mitra tutur untuk menyetujui

tindakannya.

- Penutur berbicara dengan

orang tua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 234: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

3. (A3) Cuplikan tuturan 3

MT : “Heh uwis le

dolanan laptop

kuwi!”

P : “Kosik ta, iya-iya

dilit maneh.”

MT : “Wis jam pira iki?

Sinau-sinau!”

Diksi: bahasa

nonstandar.

Kata fatis: “ta”.

Nada: naik

tinggi.

Tekanan pada

kata “kosik”.

Intonasi seru.

Penutur perempuan berumur 13

tahun, kelas VII SMP.

Mitra tutur perempuan berumur

22 tahun. Mitra tutur adalah

kakak penutur.

Tuturan terjadi di ruang

keluarga, saat malam hari. (9

Mei 2013)

Penutur asyik bermain laptop.

Mitra tutur mengingatkan

penutur untuk mematikan laptop

karena sudah waktunya untuk

belajar.

Tujuan: penutur tidak mau

mematikan laptopnya.

Tindak verbal: komisif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

menggapi penutur dengan

kesal.

Kategori ketidaksantunan:

melanggar norma

Subkategori ketidaksantunan:

menjanjikan

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur tidak mengindahkan

perintah mitra tutur.

- Penutur tidak merasa

bersalah.

- Penutur berbicara dengan

ketus.

- Penutur tidak memandang

mitra tutur ketika berbicara.

- Penutur berbicara dengan

orang yang lebih tua.

4. (A4) Cuplikan tuturan 4

MT : “Saka ngendi wae?

Jare bali jam wolu,

lha kok tekan

bengi.”

Diksi : bahasa

nonstandar.

Kata fatis : “ya”

dan “ta”.

Nada : turun

datar.

Penutur perempuan berumur 22

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur

45 tahun. Mitra tutur adalah ibu

penutur.

Tuturan terjadi di luar rumah,

Kategori ketidaksantunan:

melanggar norma

Subkategori ketidaksantunan:

kesal

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur tidak merasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 235: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

P : “Ya ampun, Bu.

Lagi jam sanga

masak wis malem

ta?”

MT : “Karepe bengi ki

jam pira?”

Tekanan pada

kata “ya ampun”.

Intonasi tanya.

saat malam hari. (13 Mei 2013)

Penutur baru pulang ke rumah.

mitra tutur melihat penutur yang

baru saja pulang.

Mitra tutur mengingatkan

penutur bahwa ia pulang sudah

terlalu malam, padahal mitra

tutur memperbolehkan penutur

pergi sampai jam delapan

malam.

Tujuan: penutur memberikan

pembelaan diri karena mitra

tutur menganggap ia pulang

terlalu malam.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

menggapi penutur dengan

kesal.

bersalah.

- Penutur berbicara dengan

malas.

- Penutur berbicara dengan

orang tua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 236: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

KORPUS DATA DAN TABULASI DATA

KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA KATEGORI MENGANCAM MUKA SEPIHAK

NO. KODE TUTURAN PENANDA KETIDAKSANTUNAN PRESEPSI

KETIDAKSANTUNAN LINGUAL NONLINGUAL (KONTEKS)

1. (B1) Cuplikan tuturan 5

MT 1 : “Saya pamit

dulu, Bu.

Terima kasih.”

MT 2 : “Sama-sama,

Mbak.”

P : “Urung-urung

kok wis terima

kasih, wa

berarti udah

selesai.”

MT 1 : “Bukan begitu,

Pak.”

Diksi: bahasa

nonstandar yang

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Indonesia

yang tidak baku

pada kata “udah”

dan penyisipan

kata “urung-

urung” yang

merupakan kata

dalam bahasa

Jawa.

Kata fatis: “kok”

dan “wa”.

Nada: naik

rendah.

Tekanan pada

frasa “udah

Penutur laki-laki berumur 48 tahun.

Mitra tutur 1 perempuan berumur

21 tahun. Mitra tutur 1 adalah tamu.

Mitra tutur 2 perempuan berumur

46 tahun. Mitra tutur 2 adalah

tetangga penutur.

Tuturan terjadi di depan rumah, saat

siang hari. (9 Mei 2013)

Penutur mendengar percakapan

mitra tutur 1 yang akan berpamitan

dengan mitra tutur 2.

Penutur tiba-tiba melontarkan

tuturan kepada mitra tutur 1,

padahal mitra tutur 1 masih

berkepentingan dengan penutur.

Penutur hanya bermaksud becanda

dengan mitra tutur 1. Tujuan

penutur dari tuturannya ialah hanya

ingin becanda dengan mitra tutur 1.

Kategori ketidaksantunan:

mengancam muka sepihak

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur dengan sengaja

menyela pembicaraan

mitra tutur 1 dan mitra

tutur 2.

- Penutur berbicara sambil

tertawa.

- Penutur berbicara tanpa

tahu topik pembicaraan

sebelumnya.

- Penutur tidak merasa kalau

tuturannya telah membuat

mitra tutur 1 tersinggung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 237: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

selesai”.

Intonasi berita.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur 1

kebingungan untuk membalas

candaan penutur.

2. (B2) Cuplikan tuturan 6

MT : “Pa, ayo temenin

main!”

P : “Sebentar, Dik.”

MT : “Ayo! Ayo!”

P : “Udah-udah

sana, karo

mama kana!”

Diksi: bahasa

nonstandard yang

ditandai dengan

penyisipan kata

“karo” dan “kana”

dalam bahasa

Jawa.

Nada naik tinggi.

Tekanan pada kata

“kana”.

Intonasi perintah.

Penutur laki-laki berumur 56 tahun.

Mitra tutur laki-laki berumur 4

tahun. Mitra tutur adalah anak

penutur.

Tuturan terjadi di ruang keluarga,

saat siang hari. (13 April 2013)

Penutur sedang mengerjakan tugas.

Mitra tutur mengajak penutur

bermain sehingga mengganggu

pekerjaan penutur.

Penutur yang merasa terganggu

meminta mitra tutur untuk bermain

dengan ibunya.

Tujuan penutur meminta mitra tutur

untuk bermain dengan ibunya

karena merasa tengganggu.

Tindak verbal: direktif.

Tindak perlokusi mitra tutur

menangis, lalu pergi meninggalkan

penutur.

Kategori ketidaksantunan:

mengancam muka sepihak

Subkategori

ketidaksantunan:

memerintah

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

tidak memandang mitra

tutur.

- Penutur berbicara sambil

mendorong pelan mitra

tutur supaya menjauh.

- Penutur tidak merasa kalau

tuturannya telah membuat

mitra tutur merasa tidak

diinginkan keberadaannya

di dekat penutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 238: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

3. (B3) Cuplikan tuturan 7

MT : “Ma, pakaiin baju

superman!”

P : “Sebentar ta.”

MT : “Pakaiin!”

P : “Dipakai-

dipakai. Iya

sebentar ta,

pakai-pakai.”

Diksi: bahasa

populer yang

merupakan

bahasa sehari-

hari.

Kata fatis: “ta”.

Nada naik tinggi.

Tekanan pada

kata “sebentar”.

Intonasi berita.

Penutur laki-laki berumur 42 tahun.

Mitra tutur laki-laki berumur 4

tahun. Mitra tutur adalah anak

penutur.

Tuturan terjadi di ruang keluarga,

saat siang hari. (13 April 2013)

Penutur sedang menggendong adik

mitra tutur.

Mitra tutur meminta penutur untuk

memakaikan baju superman.

Penutur belum bisa memakaikan

baju kepada penutur karena masih

menggendong adik mitra tutur.

Tujuan: penutur belum bisa

memakaikan baju kepada mitra

tutur karena masih menggendong

adik mitra tutur.

Tindak verbal: komisif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

menangis.

Kategori ketidaksantunan:

mengancam muka sepihak

Subkategori

ketidaksantunan:

menjanjikan

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur menanggapi mitra

tutur dengan tidak serius.

- Penutur berbicara tanpa

melihat mitra tutur.

- Penutur tidak merasa kalau

tuturannya telah membuat

mitra tutur merasa tidak

diperhatikan.

4. (B4) Cuplikan tuturan 8

MT 1 : “Kenapa takut

sama simbah

kakung?”

Diksi: bahasa

nonstandar yang

ditandai dengan

penggunaan kata

yang tidak baku,

Penutur perempuan berumur 7

tahun, kelas 2 SD.

Mitra tutur 1 perempuan berumur

21 tahun, sebagai tamu.

Mitra tutur 2 laki-laki berumur 61

Kategori ketidaksantunan:

mengancam muka sepihak

Subkategori

ketidaksantunan: kesal

Wujud ketidaksantunan:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 239: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

P : “Nggak suka

mbah

kakung.”

MT 2 : “Simbah ki ora

nyokot, kok

wedi.”

yaitu kata

“nggak”.

Nada turun datar.

Tekanan pada

frasa “nggak

suka”.

Intonasi berita.

tahun, sebagai kakek penutur.

Tuturan terjadi di ruang tamu, saat

siang hari. (18 April 2013)

Penutur berbincang dengan mitra

tutur 1.

Mitra tutur 1 bertanya kepada

penutur mengapa takut kepada mitra

tutur 2.

Mitra tutur 2 mendengar tuturan

penutur.

Tujuan: penutur menjawab mitra

tutur 1 dengan malu-malu karena

takut terdengar oleh mitra tutur 2.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur 2

menimpali jawaban penutur.

- Penutur berbicara dengan

ekspresi datar dan tidak

merasa takut ketika

berbicara.

- Penutur tidak menyadari

bahwa tuturannya

terdengar oleh mitra tutur

2.

- Mitra tutur 2 merasa

tersingung.

5. (B5) Cuplikan tuturan 9

P : “Mbah masak

apa?”

MT : “Sego goreng.”

P : “Mbah, ngelih

Mbah. Cepet ta

Mbah, selak

laper je Mbah!”

Diksi: bahasa

nonstandard yang

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa dan

penyisipan kata

“laper” yang

merupakan kata

tidak baku dalam

Penutur perempuan berumur 7

tahun, kelas 2 SD.

Mitra tutur perempuan berumur 56

tahun. Mitra tutur adalah nenek

penutur.

Tuturan terjadi di ruang tamu, saat

siang hari. (18 April 2013)

Penutur melihat mitra tutur

memasak.

Kategori ketidaksantunan:

mengancam muka sepihak

Subkategori

ketidaksantunan:

memerintah

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

volume yang keras.

- Penutur berbicara kepada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 240: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

MT : “Mbok ya

ngewangi kene!”

bahasa Indonesia.

Kata fatis: “ta”

dan “je”.

Nada naik tinggi.

Tekanan pada

klausa “cepet ta

Mbah”.

Intonasi perintah.

Penutur tidak membantu mitra tutur

yang memasak.

Mitra tutur tidak tahu kalau penutur

juga berada di dapur.

Tujuan penutur meminta mitra tutur

untuk segera menyelesaikan

masakannya.

Tindak verbal: direktif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

menimpali tuturan penutur dengan

kesal.

orang yang lebih tua.

- Penutur hanya memberikan

perintah tanpa membantu

mitra tutur.

- Penutur tidak merasa kalau

tuturannya telah membuat

mitra tutur kesal.

6. (B6) Cuplikan tuturan 10

MT : “Kancaku SMA

kae wis duwe

gawean saiki.”

P :”Iya, ora kaya

kowe kuwi! Isih

nganggur wae.”

MT : “Enak wae! Sing

penting tetep

usaha golek.”

Diksi: bahasa

nonstandard yang

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada naik tinggi.

Tekanan pada

frasa “kowe

kuwi”.

Intonasi seru.

Penutur laki-laki berumur 22 tahun.

Mitra tutur laki-laki berumur 12

tahun tahun. Mitra tutur adalah adik

penutur.

Tuturan terjadi di depan rumah, saat

sore hari.

Mitra tutur bercerita kepda penutur

tentang temannya yang sudah

mendapatkan pekerjaan.

Penutur menimpali cerita mitra

tutur.

Tujuan: penutur hanya menggoda

mitra tutur yang belum juga bekerja.

Tindak verbal: ekspresif.

Kategori ketidaksantunan:

mengancam muka sepihak

Subkategori

ketidaksantunan: mengejek

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

ketus.

- Penutur tidak bermaksud

menyindir mitra tutur.

- Penutur tidak sadar telah

membuat mitra tutur

tersinggung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 241: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Tindak perlokusi: mitra tutur

memberikan pembelaan diri.

7. (B7) Cuplikan tuturan 11

MT : “Mas, aku njaluk

pit ro bapak ora

oleh.”

P : “Masalahnya

kamu itu

ngeyel.”

MT : “Ngeyel piye?

Ora yo.”

Diksi: bahasa

populer yang

merupakan

bahasa sehari-

hari.

Nada naik tinggi.

Tekanan pada

kata “ngeyel”.

Intonasi berita.

Penutur laki-laki berumur 22 tahun.

Mitra tutur laki-laki berumur 12

tahun tahun. Mitra tutur adalah adik

penutur.

Tuturan terjadi di depan rumah, saat

sore hari.

Mitra tutur bertanya kepada penutur

mengapa orang tuanya tidak mau

membelikan sepeda.

Penutur menjawab pertanyaan mitra

tutur.

Tujuan: penutur menjawab

pertanyaan mitra tutur sesuai

dengan kenyataan.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

memberikan pembelaan diri.

Kategori ketidaksantunan:

mengancam muka sepihak

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

ekspresi sinis.

- Penutur berbicara dengan

tidak memperhatikan mitra

tutur.

- Penutur tidak bermaksud

menyindir mitra tutur.

- Penutur tidak sadar telah

membuat mitra tutur

tersinggung.

8. (B8) Cuplikan tuturan 12

MT : “Piye iki?”

P : “Diajari bola-

bali kok ra dong-

dong!”

Diksi: bahasa

nonstandar yang

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Penutur laki-laki berumur 23 tahun.

Mitra tutur laki-laki berumur 55

tahun tahun. Mitra tutur adalah ayah

penutur.

Tuturan terjadi ruang keluarga, saat

Kategori ketidaksantunan:

mengancam muka sepihak

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 242: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

MT : “Wis ora sida.” Kata fatis: “kok”.

Nada naik tinggi.

Tekanan pada

frasa “ra dong-

dong”.

Intonasi seru.

sore hari.

Mitra tutur meminta bantuan

penutur untuk mengajarinya

memakai komputer.

Penutur sudah berkali-kali

mengajari mitra tutur.

Mitra tutur tidak bisa mengingat

ajaran penutur.

Tujuan penutur dari tuturannya

ialah penutur mengungkapkan

kelelahannya kepada mitra tutur

yang selalu menanyakan hal yang

sama.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur tidak

jadi meminta bantuan penutur.

- Penutur berbicara dengan

ekspresi sinis.

- Penutur berbicara dengan

tidak memperhatikan mitra

tutur.

- Penutur tidak bermaksud

menyindir mitra tutur.

- Penutur tidak sadar telah

membuat mitra tutur

tersinggung.

9. (B9) Cuplikan tuturan 13

MT : “Nonton apa

kowe ki? Ora jelas

ngono kok

ditonton.”

P : “Ibu ki ora

gaul.”

MT : “Mung ngono

Diksi: bahasa

nonstandard yang

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada naik tinggi.

Tekanan pada

frasa “ibu ki”.

Intonasi berita.

Penutur perempuan berumur 19

tahun. Mitra tutur perempuan

berumur 42 tahun tahun. Mitra tutur

adalah ibu penutur.

Tuturan terjadi ruang keluarga, saat

siang hari.

Penutur dan mitra tutur sedang

menonton infotaimen di televisi.

Penutur menunjukkan berita yang

Kategori ketidaksantunan:

mengancam muka sepihak

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

kasar.

- Penutur berbicara dengan

mitra tutur yang lebih tua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 243: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

kuwi gaul?” ada di infotaimen tersebut sedang

menjadi perbincangan hangat.

Mitra tutur menganggap berita

tersebut tidak bermutu.

Tujuan penutur menyatakan bahwa

mitra tutur tidak mengikuti

perkembangan berita di televisi.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

menimpali tuturan penutur.

- Penutur tidak bermaksud

menyindir mitra tutur.

- Penutur tidak sadar telah

membuat mitra tutur

tersinggung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 244: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

KORPUS DATA DAN TABULASI DATA

KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA KATEGORI MELECEHKAN MUKA

NO. KODE TUTURAN PENANDA KETIDAKSANTUNAN PRESEPSI

KETIDAKSANTUNAN LINGUAL NONLINGUAL (KONTEKS)

1. (C1) Cuplikan tuturan 14

P : “Piye, Be

utange? Piye,

Be?”

MT : “Kae jupuken

duite, lek nggo

bayar.”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada turun

datar.

Tekanan pada

frasa “piye, Be”.

Intonasi tanya.

Penutur perempuan berumur 35

tahun.

Mitra tutur laki-laki berumur 58

tahun. Mitra tutur adalah ibu penutur.

Tuturan terjadi di rumah, saat sore

hari. (17 April 2013)

Penutur dan mitra tutur membahas

hutang yang dimiliki oleh salah satu

anggota keluarga.

Penutur merasa kesal dengan masalah

hutang tersebut.

Tujuan: penutur berusaha meminta

bantuan mitra tutur untuk

menyelesaikan masalah hutang.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

memberikan jawaban dan

memberikan uang untuk membayar

hutang tersebut.

Kategori ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: kesal

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

ekspresi kecewa.

- Penutur berbicara kepada

mitra tutur yang umurnya

lebih tua.

- Penutur membuat mitra

tutur merasa tersinggung

karena dianggap tidak bisa

membantu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 245: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

2. (C2) Cuplikan tuturan 15

P : “Kae, anakmu

dipisah kae!

Ora sing tua,

ora sing enom

pada wae.”

MT : (diam saja)

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

frasa “dipisah

kae”.

Intonasi

perintah.

Penutur perempuan berumur 56

tahun.

Mitra tutur laki-laki 32 tahun. Mitra

tutur adalah menantu penutur.

Tuturan terjadi ketika siang hari, jam

pulang sekolah. (18 April 2013)

Di ruang keluarga, kedua cucu

penutur sedang berebutan untuk

menonton acara televisi.

Mitra tutur sedang memasak di

dapur.

Ruang tamu dan dapur hanya

berseberangan.

Tujuan: penutur meminta mitra tutur

untuk memisah anak-anaknya yang

berebutan menonton acara televisi.

Tindak perlokusi mitra tutur diam

saja, kemudian mematikan televisi.

Kategori ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

ketidaksantunan:

memerintah

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

volume yang keras.

- Penutur berbicara dengan

ekspresi sinis.

- Penutur membuat mitra

tutur tersinggung.

3. (C3) Cuplikan tuturan 16

MT : “Bu, gorengke

endhog!”

P : “Ya kana gawe

dewe! Wong

kowe yang

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa dan

penyisipan kata

“laper” yang

Penutur perempuan berumur 36

tahun.

Mitra tutur perempuan 12 tahun,

kelas V SD. Mitra tutur adalah anak

penutur.

Tuturan terjadi di ruang tamu pada

saat siang hari. (1 Mei 2013)

Kategori ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

ketidaksantunan:

memerintah

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 246: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

laper.” merupakan kata

tidak baku

dalam bahasa

Indonesia.

Kata fatis: “ya”

dan “wong”.

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

frasa “gawe

dewe”.

Intonasi

perintah.

Penutur sedang menerima tamu di

rumah.

Mitra tutur baru saja pulang dari

sekolah.

Penutur tidak menyiapkan makan

siang, padahal mitra tutur sudah

lapar.

Tujuan: penutur tidak bisa

menyiapkan makanan karena sedang

ada tamu.

Tindak verbal: direktif.

Tindak perlokusi mitra tutur diam

saja dan langsung ke dapur untuk

memasak.

volume yang keras.

- Penutur tidak

menghiraukan mitra tutur .

- Penutur telah membuat

mitra tutur tersinggung.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah anaknya.

4. (C4) Cuplikan tuturan 17

MT : “Misi, Budhe.”

P : “Yak yakan!”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

kata “yak-

yakan”.

Intonasi seru.

Penutur perempuan berumur 35

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 12

tahun. Mitra tutur adalah tetangga

penutur.

Tuturan terjadi di depan rumah

penutur saat siang hari. (1 Mei 2013)

Mitra tutur sedang bermain dengan

anak penutur di tempat yang sama.

Mitra tutur tidak sengaja menginjak

kaki penutur saat berjalan ke dalam

Kategori ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: kesal

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

volume yang keras.

- Penutur berbicara dengan

membentak mitra tutur .

- Penutur berbicara dengan

ekspresi marah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 247: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

rumah penutur.

Penutur menegur mitra tutur yang

dianggap tidak memperhatikan jalan.

Tujuan: penutur menegur mitra tutur

yang dinggap tidak memperhatikan

jalan ketika akan masuk ke dalam

rumah penutur.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur diam

saja lalu meninggalkan penutur.

- Penutur telah membuat

mitra tutur tersinggung dan

takut.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah anak

tetangganya.

5. (C5) Cuplikan tuturan 18

P : “Ibumu mau

metu ning

endi?”

MT : “Ora ngerti,

Budhe.”

P : “Wo cah

pethuk! Masak

ibune lunga

ora ngerti.”

Diksi bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Kata fatis:

“wo”.

Nnada naik

tinggi.

Tekanan pada

frasa “cah

pethuk”.

Intonasi seru.

Penutur perempuan berumur 35

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 12

tahun. Mitra tutur adalah tetangga

penutur.

Tuturan terjadi di depan rumah

penutur saat siang hari. (1 Mei 2013)

Mitra tutur sedang bermain dengan

anak penutur di dalam rumah

penutur.

Penutur bertanya kepada mitra tutur

mengenai kepergian ibu mitra tutur.

Mitra tutur tidak tahu kalau ibunya

sedang pergi.

Tujuan: penutur mengungkapkan

Kategori ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

kasar.

- Penutur berbicara tanpa

menghiraukan perasaan

mitra tutur .

- Penutur telah membuat

mitra tutur tersinggung.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah anak

tetangganya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 248: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

kekesalannya kepada mitra tutur yang

tidak tahu kalau ibunya sedang pergi.

Tindak verbal: ekspresif

Tindak perlokusi: mitra tutur diam

saja dan tetap melanjutkan

bermainnya.

6. (C6) Cuplikan tuturan 19

P : “Dasar anake

wong edan!”

MT : (diam saja)

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

klausa “anake

wong edan”.

Intonasi seru.

Penutur perempuan berumur 33

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 12

tahun. Mitra tutur adalah tetangga

penutur.

Tuturan terjadi di luar rumah saat

sore hari. (1 Mei 2013)

Mitra tutur berjalan melewati penutur

sambil bernyanyi.

Penutur melihat mitra tutur yang

berjalan sambil bernyanyi.

Tujuan: penutur menegur mitra tutur

yang berjalan sambil bernyanyi.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi mitra tutur berhenti

bernyanyi, kemudian berlari

meninggalkan penutur.

Kategori ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: mengejek

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

volume yang keras.

- Penutur berbicara dengan

membentak mitra tutur.

- Penutur berbicara dengan

ekspresi datar.

- Penutur telah membuat

mitra tutur tersinggung dan

takut.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah anak

tetangganya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 249: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

7. (C7) Cuplikan tuturan 20

MT : “Aku ngerti

ngopo Ibu

mageri mburi

omah.”

P : “Has luweh!

Sak karep

omonganmu

opo.”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Kata fatis: “has”

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

kata “luweh”.

Intonasi seru.

Penutur perempuan berumur 45

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 20

tahun. Mitra tutur adalah anak dari

penutur.

Tuturan terjadi di dapur, saat malam

hari.

Mitra tutur sedang memasak.

Penutur menemani mitra tutur

memasak. Mitra tutur mencoba

membuka pembicaraan dengan

penutur.

Topik pembicaraan yang diangkat

oleh mitra tutur tidak berkenan oleh

penutur

Tujuan: penutur menolak

membicarakan topik yang dipilih

oleh mitra tutur.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

langsung diam tidak melanjutkan

pembicaraan.

Kategoris ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: kesal

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

memotong kalimat mitra

tutur.

- Penutur berbicara dengan

membentak mitra tutur.

- Penutur berbicara dengan

ekspresi kesal.

- Penutur telah membuat

mitra tutur tersinggung.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah anaknya.

8. (C8) Cuplikan tuturan 21

P : “Dik, beliin

Diksi: bahasa

nonstandr

ditandai dengan

Penutur perempuan berumur 22

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 14

Kategoris ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 250: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

teh!”

MT : “Beli dewe

ngopo?”

P : “Hais kowe

ki!”

MT : “Pisan-pisan

mbok kowe.”

penggunaan

bahasa Jawa.

Kata fatis:

“hais”.

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

frasa “kowe ki”.

Intonasi seru.

tahun. Mitra tutur adalah adik

penutur.

Tuturan terjadi di ruang keluarga,

saat sore hari.

Penutur meminta mitra tutur untuk

membelikan teh di warung.

Mitra tutur sedang bermain

handphone.

Mitra tutur tidak mau membelikan

teh.

Tujuan: penutur mengungkapkan

kekecewaannya kepada mitra tutur

yang tidak mau membelikan teh dan

tetap asyik bermain handphone.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

menjawab tuturan penutur dengan

kesal.

ketidaksantunan: kesal

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

volume yang keras.

- Penutur berbicara dengan

membentak mitra tutur.

- Penutur berbicara dengan

ekspresi kesal.

- Penutur telah membuat

mitra tutur tersinggung.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah anaknya.

9. (C9) Cuplikan tuturan 22

P : “Acara kaya

ngono

ditonton.

Ganti!”

MT : “Nyoh.”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada naik

tinggi.

Penutur laki-laki berumur 16 tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 13

tahunMitra tutur adalah adik penutur.

Tuturan terjadi di ruang keluarga,

saat malam hari.

Penutur datang mendekati mitra tutur

karena ingin menonton televisi juga.

Kategori ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

ketidaksantunan:

memerintah

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 251: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Tekanan pada

kata “ganti”.

Intonasi seru.

Mitra tutur menonton sinetron

sesukaannya.

Mitra tutur tidak suka menonton

sinetron.

Tujuan: penutur mengungkapkan

kekecewaannya kepada mitra tutur

yang tidak mau membelikan teh dan

tetap asyik bermain handphone.

Tindak verbal: direktif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

mengganti acara televisi, kemudian

pergi meninggalkan penutur dengan

kesal.

memaksa mitra tutur.

- Penutur berbicara dengan

ekspresi kesal.

- Penutur telah membuat

mitra tutur tersinggung.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah adiknya.

10. (C10) Cuplikan tuturan 23

MT : “Mbak, bijiku

medun.”

P : “Salahe nonton

tipi terus.”

Diksi bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada turun

datar.

Tekanan pada

kata “salahe”.

Intonasi berita.

Penutur perempuan berumur 23

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 13

tahun, kelas VII SMP. Mitra tutur

adalah adik penutur.

Tuturan terjadi di ruang keluarga,

saat malam hari.

Mitra tutur sedang belajar.

Penutur menemani mitra tutur

belajar.

Mitra tutur bercerita kepada penutur

tentang nilai ulangannya yang turun.

Kategori ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

sinis.

- Penutur berbicara tanpa

melihat mitra tutur.

- Penutur telah membuat

mitra tutur tersinggung.

- Penutur sadar bahwa mitra

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 252: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Penutur tidak terkejut mendengar

cerita dari mitra tutur.

Penutur hanya menanggapi cerita

mitra tutur dengan sindiran.

Tujuan: penutur menyindir mitra

tutur yang terlalu banyak

menggunakan waktunya untuk

menonton televisi bukan untuk

belajar.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur diam

saja, tidak melanjutkan ceritanya.

tutur adalah adiknya.

11. (C11) Cuplikan tuturan 24

P : “Mbak, rumuse

bener kaya

ngene?”

MT : “Ya.”

P : “Tenane? Nek

salah kowe

lho!”

MT : “Ya karepmu.

Wong takon

kok malah

maido.”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Kata fatis:

“lho”.

Nada naik

rendah.

Tekanan pada

kata “tenane”.

Intonasi tanya.

Penutur perempuan berumur 13

tahun, kelas VII SMP.

Mitra tutur perempuan berumur 22

tahun. Mitra tutur adalah kakak

penutur.

Tuturan terjadi di ruang keluarga,

saat malam hari.

Penutur sedang belajar.

Mitra tutur menenami penutur

belajar.

Penutur bertanya kepada mitra tutur

tentang suatu soal.

Penutur merasa jawaban mitra tutur

Kategori ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subakategori

ketidaksantunan:

mengancam

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

sinis.

- Penutur berbicara tanpa

melihat mitra tutur.

- Penutur telah membuat

mitra tutur tersinggung.

- Penutur sadar bahwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 253: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

tidak meyakinkan.

Tujuan: penutur memastikan

kebenaran dan keyakinan pada

jawaban mitra tutur.

Tindak verbal: komisif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

menjawab tuturan mitra tutur dengan

kesal karena merasa diragukan.

mitra tutur adalah adiknya.

12. (C12) Cuplikan tuturan 25

P : “Dik, amilke

minum!”

MT : “Wegah.”

P : “Hah

ngongkon

kowe ki mung

marake gela.”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Kata fatis:

“hah”.

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

frasa “kowe ki”.

Intonasi berita.

Penutur perempuan berumur 23

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 13

tahun, kelas VII SMP. Mitra tutur

adalah adik penutur.

Tuturan terjadi di ruang keluarga,

saat malam hari.

Penutur sedang belajar.

Mitra tutur menenami penutur

belajar.

Penutur minta diambilkan minum.

Mitra tutur tidak mau mengambilkan

minum untuk penutur.

Tujuan: penutur mengungkapkan

kekecewaannya kepada mitra tutur

yang tidak mau mengambilkan

minum untuknya.

Kategori ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

sinis.

- Penutur berbicara tanpa

melihat mitra tutur.

- Penutur telah membuat

mitra tutur tersinggung.

- Penutur sadar bahwa

mitra tutur adalah

kakaknya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 254: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur diam

saja dan meninggalkan penutur.

13. (C13) Cuplikan tuturan 26

MT : “Kulo nuwun.”

P : “Wis tutuk le

dolan?”

MT : “Sapa sing

dolan?”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

kata “tutug”.

Intonasi tanya.

Penutur perempuan berumur 45

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 22

tahun. Mitra tutur adalah anak

penutur.

Tuturan terjadi di ruang keluarga,

saat sore menjelang maghrib.

Mitra tutur baru pulang ke rumah

setelah pergi selama sepuluh jam.

Penutur melihat mitra tutur masuk ke

rumah.

Tujuan: penutur menyindir mitra

tutur yang baru saja pulang setelah

pergi selama 10 jam.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

menjawab tuturan penutur dengan

kesal karena penutur tidak

mengetahui apa saja kegiatan yang

dilakukan oleh mitra tutur selama 10

jam tersebut.

Kategori ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

sinis.

- Penutur berbicara seperti

menuduh mitra tutur.

- Penutur telah membuat

mitra tutur tersinggung.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah anaknya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 255: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

14. (C14) Cuplikan tuturan 27

P : “Iki lho ana sing

reged.”

MT : “Wis tak sapu

mau.”

P : “Nyapu ngono

wae ora resik.”

MT : “Endi? Sing

endi?”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

frasa “ngono

wae”.

Intonasi berita.

Penutur perempuan berumur 32

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 12

tahun. Mitra tutur adalah anak

penutur.

Tuturan terjadi di ruang ruang tamu,

saat sore hari.

Penutur sedang menyapu lantai

rumah.

Mitra tutur melihat penutur yang

sedang menyapu.

Mitra tutur masih melihat kotoran di

lantai.

Tujuan: penutur menyindir mitra

tutur yang tidak menyapu bersih

lantai rumah.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur tutur

bertanya bagian lantai mana yang

masih kotor dengan kesal, lalu

menyapu kembali bagian lantai yang

ditunjuk oleh penutur.

Kategori ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

sinis.

- Penutur berbicara dengan

ekspresi kesal.

- Penutur telah membuat

mitra tutur tersinggung.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah anaknya.

15. (C15) Cuplikan tuturan 28

P : “Pateni tivine!

Diksi bahasa

nonstandar

ditandai dengan

Penutur perempuan berumur 32

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 12

Kategori ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 256: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Ket mau nonton

tivi wae.”

MT : “Durung suwe

le nonton ki.”

P : “Dikandani

kok ngeyele

pol!”

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

frasa “ngeyele

pol”.

Intonasi seru.

tahun. Mitra tutur adalah anak

penutur

Tuturan terjadi di ruang ruang

keluarga, saat sore hari.

Mitra tutur sedang menonton televisi.

Penutur melihat mitra tutur yang

sedang menonton televisi.

Penutur sudah menasihati mitra tutur

untuk tidak terlalu banyak menonton

televisi.

Tujuan: penutur mengungkapkan

kekesalannya karena mitra tutur tidak

mendengarkan nasihat penutur.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi mitra tutur tutur

diam saja dan tetap menonton

televisi.

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

sinis.

- Penutur berbicara dengan

ekspresi kesal.

- Penutur telah membuat

mitra tutur tersinggung.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah anaknya.

16. (C16) Cuplikan tuturan 29

MT : “Iki piye ta le

nganggo?”

P : “Percuma

punya hape

bagus-bagus,

tapi nggak bisa

Diksi: bahasa

nonstandar

karena ditandai

dengan

penggunaan

bahasa Indonesia

yang tidak baku

pada kata “tapi”,

Penutur perempuan berumur 35

tahun.

Mitra tutur laki-laki berumur 28

tahun. Mitra tutur adalah adik

penutur.

Tuturan terjadi di ruang ruang

keluarga, saat sore hari.

Penutur melihat mitra tutur belajar

Kategori ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: mengejek

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

sinis.

- Penutur berbicara dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 257: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

pakainya.”

MT : “Yang penting

punya hp baru.”

“nggak”, dan

“pakainya”.

Nada naik tinggi.

Tekanan pada

kata “percuma”.

Intonasi berita.

memakai handphone baru.

Penutur merasa iri karena mitra tutur

punya handphone baru.

Tujuan: penutur menyindir mitra

tutur yang masih kaku menggunakan

handphone barunya.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

menjawab tuturan penutur dengan

kesal.

ekspresi menyepelekan

mitra tutur.

- Penutur telah membuat

mitra tutur tersinggung.

- Penutur sadar bahwa

mitra tutur adalah adiknya.

17. (C17) Cuplikan tuturan 30

P : “Ngopo

kowe?”

MT : “Wong ora

ngopo-ngopo

kok.”

Diksi:

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada naik tinggi.

Tekanan pada

kata “ngopo”.

Intonasi tanya.

Penutur perempuan berumur 22

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 13

tahun tahun. Mitra tutur adalah adik

penutur.

Tuturan terjadi di kamar, saat malam

hari hari.

Penutur sedang mengetik sesuatu

dengan laptop.

Mitra tutur tiba-tiba datang dan ingin

melihat apa yang penutur ketik.

Penutur merasa terganggu dengan

kedatangan mitra tutur.

Tujuan: penutur tidak suka diganggu

ketika sedang bekerja.

Kategoris ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: kesal

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara

dengan ketus.

- Penutur bereaksi secara

spontan kepada mitra

tutur yang sebenarnya

tidak mengganggu.

- Penutur sengaja

membuat mitra tutur

tidak nyaman.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 258: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur kesal

kepada penutur karena mitra tutur

tidak bermaksud mengganggu.

18. (C18) Cuplikan tuturan 31

MT : “Mbak gantian

kene.”

P : “Rasah-rasah!

Gaweanmu

wae ra

rampung-

rampung.”

MT : “Yo wis.”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

kata “rasah-

rasah”.

Intonasi seru.

Penutur perempuan berumur 22

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 13

tahun tahun. Mitra tutur adik penutur.

Tuturan terjadi di depan rumah, saat

sore hari.

Penutur sedang memotong sayur

untuk dimasak.

Mitra tutur bermaksud membantu

penutur untuk memotong sayuran.

Mitra tutur bertugas mengupas

bawang.

Mitra tutur belum selesai mengupas

bawang.

Tujuan: penutur menyuruh mitra

tutur untuk menyelesaikan tugasnya

lebih dulu.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur kesal

kepada penutur.

Kategori ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

ketus.

- Penutur menunjukkan

ekspresi galak.

- Penutur bereaksi secara

spontan kepada mitra tutur.

- Penutur sengaja membuat

mitra tutur tidak nyaman

dan tersinggung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 259: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

19. (C19) Cuplikan tuturan 32

MT : “Mas garap opo

meneh?”

P : “Halah

senengane!

Nyebai tenan

kowe ki.”

MT : “Wong aku

mung takon.”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

frasa “halah

senengane”.

Intonasi seru.

Penutur laki-laki berumur 8 tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 7

tahun tahun. Mitra tutur adalah adik

penutur.

Tuturan terjadi ruang keluarga, saat

sore hari.

Penutur sedang mengerjakan tugas

sekolah.

Mitra tutur tiba-tiba menghampiri

penutur dengan maksud membantu

penutur.

Penutur menganggap mitra tutur

hanya akan mengganggunya.

Tujuan: penutur tidak suka diganggu

oleh mitra tutur saat mengerjakan

tugas.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur pergi

meninggalkan penutur dengan

cemberut.

Kategoris ketidaksantunan:

melecehkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: kesal

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

ketus.

- Penutur bereaksi secara

spontan kepada mitra tutur

yang sebenarnya tidak

mengganggu.

- Penutur sengaja membuat

mitra tutur tidak nyaman

dan tersinggung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 260: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

KORPUS DATA DAN TABULASI DATA

KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA KATEGORI MENGHILANGKAN MUKA

NO. KODE TUTURAN PENANDA KETIDAKSANTUNAN PRESEPSI

KETIDAKSANTUNAN LINGUAL NONLINGUAL (KONTEKS)

1. (D1) Cuplikan tuturan 33

MT 1 : “Kalau anak

Bapak itu lebih

nurut dengan Ibu

atau Bapak?”

MT 2 : “Pak, Mbak,

mari.”

P : “Anak saya itu

kalau nggak ada

ibue manut,

kalau ada ibue

malah nggak

manut, malah

padu je.”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Indonesia

yang tidak baku

pada kata “nggak”

dan “malah” serta

penyisipan kata

“manut” dan

imbuhan “–e”

yang merupakan

kata dalam bahasa

Jawa.

Kata fatis: “je”.

Nada turun datar.

Tekanan pada kata

“manut”.

Intonasi berita.

Penutur laki-laki berusia 64 tahun.

Mitra tutur 1 perempuan berumur

21 tahun. Mitra tutur 1 adalah

tamu.

Mitra tutur 2 perempuan berumur

19 tahun. Mitra tutur 2 adalah

anak penutur.

Tuturan terjadi di dalam ruang

tamu, saat sore hari. (10 April

2013)

Mitra tutur 1 bertamu di rumah

penutur.

Mitra tutur 1 bertanya tentang

mitra tutur 2 yang lebih patuh

kepada siapa.

Mitra tutur 2 baru saja pulang ke

rumah, kemudian memberi salam

kepada penutur dan mitra tutur 1.

Tujuan: penutur menunjukkan

Kategori ketidaksantunan:

menghilangkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur dengan sengaja

berbicara di depan mitra

tutur 2.

- Penutur berbicara sambil

melirik mitra tutur 2.

- Penutur berbicara

dengan tersenyum

meremehkan.

- Penutur telah membuat

mitra tutur 2 malu.

- Penutur sadar bahwa

mitra tutur 2 adalah

anaknya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 261: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

bahwa mitra tutur 2 tidak patuh

kepada ibunya.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur 2

hanya diam saja, kemudian pergi

meninggalkan ruang tamu.

2. (D2) Cuplikan tuturan 34

MT 1 : “Tapi tetap rajin

membantu

pekerjaan bapak

dan ibu di rumah

kan, Pak?”

MT 2 : “Diminum,

Mbak.”

P : “Kalau pas ada

ibue, kesete.”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penyisipan kata

“pas” dan

“kesete” yang

merupakan kata

dalam bahasa

Jawa.

Nada turun datar.

Tekanan pada

kata “kesete”.

Intonasi berita.

Penutur laki-laki berusia 64 tahun.

Mitra tutur 1 perempuan berumur

21 tahun. Mitra tutur 1 adalah

tamu.

Mitra tutur 2 perempuan berumur

19 tahun. Mitra tutur 2 adalah

anak penutur.

Tuturan terjadi di dalam ruang

tamu, saat sore hari. (10 April

2013)

Mitra tutur 1 bertamu di rumah

penutur.

Mitra tutur 1 bertanya tentang sifat

rajin mitra tutur 2.

Mitra tutur 2 mengantarkan

minuman untuk penutur dan mitra

tutur.

Tujuan: penutur menunjukkan

bahwa mitra tutur 2 tidak rajin

Kategori ketidaksantunan:

menghilangkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur dengan sengaja

berbicara di depan mitra

tutur 2.

- Penutur tidak

memperhatikan mitra

tutur 2.

- Penutur berbicara

dengan volume yang

keras.

- Penutur telah membuat

mitra tutur 2 malu.

- Penutur sadar bahwa

mitra tutur 2 adalah

anaknya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 262: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

apabila ada ibunya di rumah.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur 2

hanya diam dan tersenyum malu.

3. (D3) Cuplikan tuturan 35

MT 1 : “Kalau boleh,

saya bisa gantian

bertanya dengan

ibu, Pak?”

P : “Wah nek ibue

ki bodho,

Mbak.”

MT 2 : Iya, Mbak.

Jangan dengan

saya, dengan

Bapak saja.

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada turun datar.

Tekanan pada

kata “bodho”.

Intonasi berita.

Penutur laki-laki berusia 64 tahun.

Mitra tutur 1 perempuan berumur

21 tahun. Mitra tutur 1 adalah

tamu.

Mitra tutur 2 perempuan berumur

45 tahun. Mitra tutur 2 adalah istri

penutur.

Tuturan terjadi di dalam ruang

tamu, saat sore hari. (10 April

2013)

Mitra tutur 1 bertamu di rumah

penutur.

Mitra tutur 1 bertanya tentang

pendidikan mitra tutur 2.

Mitra tutur 2 ada di luar rumah.

Mitra tutur mendengar tuturan

penutur.

Tujuan: penutur menunjukkan

bahwa mitra tutur 2 tidak lebih

pintar daripada penutur.

Tindak verbal: ekspresif.

Kategori ketidaksantunan:

menghilangkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: mengejek

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara

dengan volume yang

keras.

- Penutur berbicara

dengan tertawa

meremehkan.

- Penutur telah membuat

mitra tutur 2 malu.

- Penutur sadar jika mitra

tutur 2 adalah istrinya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 263: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Tindak perlokusi: mitra tutur 2

menimpali tuturan penutur.

4 (D4) Cuplikan tuturan 36

MT 1 : “Permisi. Mau

tanya, Bu. Rumah

si sebelah,

rumahnya siapa,

Bu?”

MT 2 : “Rumahnya Bu

Agus, Mbak. Mau

tanya-tanya apa je,

Mbak? Itu

ibunya.”

MT 1 : “Cuma tanya-

tanya biasa.

Terima kasih,

Bu.”

P : “Itu Mbak

bapaknya

gajinya kurang.”

Diksi: bahasa

populer yang

merupakan

bahasa sehari-

hari.

Nada naik rendah.

Tekanan pada

frasa “gajinya

kurang”.

Intonasi berita.

Penutur perempuan berumur 33

tahun.

Mitra tutur 2 perempuan berumur

45 tahun sebagai tetangga penutur.

Mitra tutur 1 perempuan berumur

21 tahun sebagai tamu.

Tuturan terjadi di luar rumah, saat

sore hari. (10 April 2013)

Penutur sedang berbincang-

bincang dengan tetangga di depan

rumah dalam keadaan santai.

Mitra tutur 1 menghampiri penutur

untuk menanyakan nama pemilik

rumah yang berada di samping

rumah penutur.

Penutur menjawab pertanyaan

mitra tutur 1.

Penutur melihat sang pemilik

rumah, mitra tutur 2, berada di

luar rumah.

Tujuan: penutur menyindir mitra

tutur 2 yang tidak mau

diwawancari oleh mitra tutur 1

Kategori ketidaksantunan:

menghilangkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

sengaja.

- Penutur berbicara dengan

tertawa.

- Penutur menganggap hal

yang dituturkan berupa

lelucon, padahal hal

tersebut termasuk hal yang

bersifat pribadi.

- Penutur telah membuat

mitra tutur 2 tersinggung

dan malu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 264: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

karena penutur menganggap mitra

tutur 1 akan bertanya tentang

penghasilan keluarga mitra tutur 2.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur 2

hanya diam saja.

5. (D5) Cuplikan tuturan 37

P : “Mak, prajurit

sing klambine

ireng-ireng kae

jenenge apa?”

MT : “Sik endi? Prajurit

ireng pa?”

P : “Ngawur,

sembarangan

wae, ngawur

dudu kuwi!”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penyisipan kata

“sembarangan”

yang merupakan

kata dalam

bahasa

Indonesia.

Nada naik tinggi.

Tekanan pada

kata “ngawur”.

Intonasi seru.

Penutur perempuan berumur 35

tahun.

Mitra tutur seorang perempuan

berumur 58 tahun. Mitra tutur

adalah ibu penutur.

Penutur sedang duduk bersantai di

luar rumah, saat sore hari. (17

April 2013)

Penutur bertanya kepada mitra

tutur yang baru saja keluar dari

rumah.

Mitra tutur duduk di sebelah

penutur

Penutur menganggap jawaban

mitra tutur salah.

Tujuan: penutur menyangkal

jawaban mitra tutur.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

Kategori ketidaksantunan:

menghilangkan muka

Subkategori

ketidaksantunan:

menyalahkan

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur memberikan

sangkalan dengan kasar.

- Penutur berbicara sangat

dekat dengan mitra tutur.

- Penutur berbicara kepada

orang tua.

- Penutur telah membuat

mitra tutur malu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 265: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

berpikir ulang dan berbicara

dengan volume suara yang lebih

kecil.

6. (D6) Cuplikan tuturan 38

P : “Mbok kaya

mas, bubukan.

Ora dolan wae.”

MT : “Apa-apa kok

kaya mas kae,

kaya mas kae.”

Diksi bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Kata fatis:

“mbok”.

Nada turun datar.

Tekanan pada

frasa “dolan

wae”.

Intonasi berita.

Penutur perempuan berumur 56

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 7

tahun, kelas 2 SD. Mitra tutur

adalah cucu penutur.

Tuturan terjadi di depan rumah

penutur, saat siang hari. (18 April

2013)

Mitra tutur berada di luar rumah

sedang bermain.

Penutur berdiri di depan pintu dan

melihat mitra tutur.

Penutur mencoba mengingatkan

mitra tutur.

Tujuan: penutur mengingatkan

mitra tutur supaya tidur siang

seperti kakaknya.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

menanggapi penutur dengan nada

kesal.

Kategori ketidaksantunan:

menghilangkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

sengaja.

- Penutur berbicara dengan

volume yang keras.

- Penutur telah membuat

mitra tutur tidak nyaman

karena dibanding-

bandingkan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 266: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

7. (D7) Cuplikan tuturan 39

MT 1 : “Kalau kamu,

sukanya nonton

apa?”

MT 2 : (diam saja, hanya

tersenyum)

P : “Cilik-cilik ning

senenge sinetron

kuwi, Mbak.”

MT 2 : “Simbah ya

senenge.”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada naik rendah.

Tekanan pada kata

“cilik-cilik”.

Intonasi berita.

Penutur perempuan berumur 56

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 7

tahun, kelas 2 SD. Mitra tutur

adalah cucu penutur.

Tuturan terjadi di ruang tamu, saat

sore hari. (18 April 2013)

Tamu sebagai mitra tutur 1

bertanya kepada mitra tutur 2

tentang acara televisi yang

disukai.

Mitra tutur 2 hanya tersenyum.

Penutur yang duduk di depan

mitra tutur 2 memberikan

menjawaban.

Tujuan: penutur manjawab

pertanyaan mitra tutur 1 yang

ditujukan untuk mitra tutur 2

karena mitra tutur 2 malu untuk

menjawab.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur 2

menimpali tuturan penutur dengan

tersenyum malu.

Kategori ketidaksantunan:

menghilangkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur dengan sengaja

berbicara di depan mitra

tutur 2.

- Penutur berbicara sambil

melirik mitra tutur 2.

- Penutur telah membuat

mitra tutur 2 malu.

- Penutur sadar bahwa

mitra tutur 2 adalah

cucunya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 267: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

8. (D8) Cuplikan tuturan 40

P : “Bu, iki dipasang

ning endi?”

MT : “Ning kono.”

(bermain hp)

P : “Ibu ki smsan

terus.”

MT : “Ha? Iya-iya, wis

ora iki.”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada naik tinggi.

Tekanan pada

frasa “ibu ki”.

Intonasi berita.

Penutur perempuan berumur 4

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 25

tahun sebagai ibu penutur.

Tuturan terjadi di ruang tamu saat

siang hari. (25 April 2013)

Mitra tutur sedang sibuk dengan

handphone-nya ketika menjaga

penutur bermain.

Penutur merasa diabaikan oleh

mitra tutur.

Tujuan: penutur meminta mitra

tutur untuk ikut bermain, tidak

hanya sibuk sendiri.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

tersenyum lalu meletakkan

handphone dan ikut bermain

bersama penutur.

Kategori ketidaksantunan:

menghilangkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur dengan sengaja

mengingatkan mitra tutur.

- Penutur berbicara dengan

ketus.

- Penutur berbicara kepada

orang tuanya.

- Penutur telah membuat

mitra tutur 2 malu.

9. (D9) Cuplikan tuturan 41

P : “Ayo bali! Dolan

wae.”

MT : (diam saja)

Diksi bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Kata fatis: “ayo”.

Penutur laki-laki berumur 40

tahun.

Mitra tutur laki-laki berumur 9

tahun. Mitra tutur adalah anak

penutur.

Tuturan terjadi di luar rumah, saat

Kategori ketidaksantunan:

menghilangkan muka

Subkategori

ketidaksantunan:

memerintah

Wujud ketidaksantunan:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 268: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Nada naik tinggi.

Tekanan pada

frasa “ayo bali”.

Intonasi perintah.

siang hari. (25 April 2013)

Mitra tutur bermain di lapangan

dekat rumahnya bersama dengan

teman-temannya.

Penutur hendak pulang ke rumah

menggunakan motor.

Penutur melihat mitra tutur masih

bermain.

Tujuan: penutur menyuruh pulang

mitra tutur.

Tindak verbal: direktif.

Tindak perlokusi: mitra tutur diam

saja karena malu diteriaki oleh

penutur.

- Penutur beribicara dengan

berteriak.

- Penutur berbicara dengan

menunjukan ekspresi

marah.

- Penutur telah membuat

mitra tutur malu dan takut.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah anaknya

10. (D10) Cuplikan tuturan 42

MT : “Bu, buatin mie

goreng!”

P : “Kono gawe

dewe! Cah wedok

masak wae ra iso.”

MT : (diam saja)

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada naik tinggi.

Tekanan pada

kata “kana”.

Intonasi perintah.

Penutur perempuan berumur 58

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 12

tahun. Mitra tutur adalah cucu

penutur.

Tuturan terjadi di luar rumah, saat

siang hari. (1 Mei 2014)

Mitra tutur meminta penutur untuk

menggorengkan telur.

Penutur tidak mau menggorengkan

telur karena menganggap mitra

Kategori ketidaksantunan:

menghilangkan muka

Subkategori

ketidaksantunan:

memerintah

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

volume yang keras.

- Penutur tidak

menghiraukan mitra tutur.

- Penutur dengan sengaja

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 269: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

tutur sudah besar dan sudah harus

bisa memasak sendiri.

Tujuan: penutur menolak untuk

menggorengkan telur.

Tindak verbal: direktif.

Tindak perlokusi: mitra tutur diam

saja, lalu masuk ke dalam rumah.

berbicara seperti

meremehkan mitra tutur.

- Penutur telah membuat

mitra tutur malu dan

tersinggung.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah anaknya.

11. (D11) Cuplikan tuturan 43

MT 1 : “Adiknya kerja

apa, Mbak?”

MT 2 : “Silakan.”

P : “Biasanya, dia

paling

nganggur.”

Diksi: bahasa

nonstandar karena

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Indonesia

yang tidak baku

pada kata

“nganggur”.

Nada naik rendah.

Tekanan pada

kata “nganggur”.

Intonasi berita.

Penutur perempuan berumur 32

tahun.

Mitra tutur 1 adalah perempuan

berumur 21 tahun, sebagai tamu.

Mitra tutur 2 adalah laki-laki

berumur 24 tahun sebagai adik

penutur.

Tuturan terjadi di ruang tamu, saat

siang hari. (4 Mei 2013)

Penutur berbincang dengan mitra

tutur 1.

Mitra tutur 2 datang membawakan

minum untuk mitra tutur 1.

Penutur menjawab pertanyaan

mitra tutur 1 mengenai kegiatan

sehari-hari mitra tutur 2.

Tujuan: penutur menjawab

pertanyaan mitra tutur 1 dengan

Kategori ketidaksantunan:

menghilangkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur dengan sengaja

berbicara di depan mitra

tutur 2.

- Penutur berbicara sambil

melirik mitra tutur 2.

- Penutur berbicara dengan

tersenyum meremehkan.

- Penutur telah membuat

mitra tutur 2 malu.

- Penutur sadar bahwa

mitra tutur 2 adalah

adiknya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 270: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

bercanda.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

hanya terseyum malu.

12. (D12) Cuplikan tuturan 44

MT : “Pamit sik, Bu.”

P : “Jaket wis bau

koyo ngono isih

wae dienggo.”

MT : “Iya pa?”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa dan

penyisipan kata

“bau” yang

merupakan kata

tidak baku dalam

bahasa Indonesia.

Nada naik tinggi.

Tekanan pada

klausa “bau”.

Intonasi berita.

Penutur perempuan berumur 36

tahun.

Mitra tutur laki-laki berumur 19

tahun. Mitra tutur adalah anak

penutur.

Tuturan terjadi di ruang tamu, saat

sore hari. (6 Mei 2013)

Mitra tutur hendak pergi.

Penutur melihat mitra tutur keluar

rumah.

Penutur mencium bau tidak sedap

ketika mitra tutur lewat di

depannya.

Tujuan: penutur berharap mitra

tutur mengganti jaket yang

dipakainya.

Tindak verbal eksp:resif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

mencium jaket yang dipakainya

untuk memastikan apakah

memang jaketnya bau.

Kategori ketidaksantunan:

menghilangkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: mengejek

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur dengan sengaja

berbicara di depan mitra

tutur.

- Penutur berbicara sambil

menutup hidung.

- Penutur telah membuat

mitra tutur malu.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah anaknya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 271: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

13. (D13) Cuplikan tuturan 45

P : “Bu, aku ganti hp

ya?”

MT : “Lha hpne sing

lawas ngopo? Kae

nganggo hpne ibu

wae.”

P : “Hapene ibu ki

wis jadul.”

MT : Yo ben, sing

penting isih isa

nggo telpon.

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa dan

penggunaan kata

slang “jadul”.

Nada naik rendah.

Tekanan kata

“jadul”.

Intonasi berita.

Penutur laki-laki berumur 19

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 36

tahun. Mitra tutur adalah ibu

penutur.

Tuturan terjadi di ruang keluarga,

saat sore hari. (6 Mei 2013)

Penutur meminta handphone baru

kepada mitra tutur.

Mitra tutur menganjurkan penutur

untuk memakai handphone

penutur dulu.

Penutur tidak mau memakai

handphone penutur.

Tujuan: penutur mengejek

handphone mitra tutur yang sudah

dianggap kuno.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

menjawab tuturan penutur dengan

kesal.

Kategori ketidaksantunan:

menghilangkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: mengejek

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur dengan sengaja

berbicara di depan mitra

tutur.

- Penutur berbicara dengan

ekspresi mengejek.

- Penutur telah membuat

mitra tutur malu.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah anaknya.

14. (D14) Cuplikan tuturan 46

MT 1 : “Bu, kalau kakak

adik ini biasanya

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

Penutur perempuan berumur 56

tahun.

Mitra tutur 1 perempuan berumur

21 tahun, sebagai tamu.

Kategori ketidaksantunan:

menghilangkan muka

Subkategori

ketidaksantunan: menyindir

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 272: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

setelah pulang

sekolah itu

ngapain?”

P : “Lanang wedok,

siang malem,

maenan terus.”

MT 2 : “hehe...”

bahasa Indonesia

dan penyisipan

kata “lanang

wedok” yang

merupakan kata

dalam bahasa

Jawa.

Nada naik tinggi.

Tekanan kata

“mainan terus”.

Intonasi berita.

Mitra tutur 2 perempuan berumur

7 tahun, sebagai cucu penutur.

Tuturan terjadi di ruang tamu, saat

siang hari. (18 Mei 2013)

Penutur berbincang dengan mitra

tutur 1.

Mitra tutur 1 bertanya kepada

penutur tentang kebiasaan mitra

tutur 2.

Penutur menjawab mitra tutur 1.

Mitra tutur 2 mendengar tuturan

penutur.

Tujuan: penutur menjawab mitra

tutur 1 supaya mitra tutur 2

menyadari kebiasaannya hanya

bermain.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi mitra tutur

tersenyum malu.

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur dengan sengaja

berbicara di depan mitra

tutur 2.

- Penutur berbicara sambil

melirik mitra tutur 2.

- Penutur berbicara dengan

ekspresi serius.

- Penutur telah membuat

mitra tutur 2 malu.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur 2 adalah cucunya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 273: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

KORPUS DATA DAN TABULASI DATA

KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA KATEGORI MENIMBULKAN KONFLIK

NO. KODE TUTURAN PENANDA KETIDAKSANTUNAN PRESEPSI

KETIDAKSANTUNAN LINGUAL NONLINGUAL (KONTEKS)

1. (E1) Cuplikan tuturan 47

MT : “Gantian, Mas!”

P : “Nggak boleh!

Dasar kamu,

pipis!”

MT : “Kamu pipis!

Kamu Pipis!”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa

Indonesia yang

tidak baku pada

kata “nggak”

dan penggunaan

kata jargon

“pipis”.

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

kata “pipis”.

Intonasi seru.

Penutur adalah anak laki-laki

berumur 6 tahun, kelas 1 SD.

Mitra tutur laki-laki berumur 4

tahun. Mitra tutur adalah adik

penutur.

Tuturan terjadi saat penutur

bermain playstation di rumah

setelah pulang sekolah. (9 April

2013)

Penutur tidak mau digangu saat

bermain.

Penutur tidak memperbolehkan

mitra tutur yang ingin meminjam

playstation penutur.

Tujuan: penutur menggertak mitra

tutur yaitu adiknya supaya tidak

mengganggunya ketika bermain,

tetapi mitra tutur menimpali

dengan tuturan yang sama.

Kategori ketidaksantunan:

menimbulkan konflik

Subkategori ketidaksantunan:

melarang

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

membentak.

- Penutur menggunakan kata-

kata umpatan.

- Penutur berbicara dengan

tidak menghiraukan mitra

tutur.

- Penutur memancing mitra

tutur untuk mengikuti

umpatannya.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah adiknya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 274: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Tindak verbal: direktif.

Tindak perlokusi: mitra tutur

menimpali penutur dengan tuturan

yang sama.

2. (E2) Cuplikan tuturan 48

P : “Ndak boleh! Ini

buat aku.”

MT : (menangis)

Diksi: bahasa

nonstandar

karena ditandai

dengan

penggunaan

bahasa Indonesia

yang tidak baku

pada kata “ndak”

dan “buat”.

Nada naik tinggi.

Tekanan pada

frasa “ndak

boleh”.

Intonasi seru.

Penutur laki-laki berumur 4 tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 2

tahun. Mitra tutur adalah adik

penutur.

Tuturan terjadi di ruang bermain

yang ada di rumah saat siang hari.

(13 April 2013)

Penutur sedang bermain dengan

mitra tutur di tempat bermain.

Mitra tutur tiba-tiba merebut

mainan mobil-mobilan penutur.

Penutur tidak mau kalau mainan

mobil-mobilannya direbut.

Tujuan: penutur menggertak mitra

tutur yaitu adiknya sampai

menangis.

Tindak verbal: direktif.

Tindak perlokusi: mitra tutur takut

sehingga tidak jadi merebut

mainan penutur. Mitra tutur

menangis.

Kategori ketidaksantunan:

menimbulkan konflik

Subkategori ketidaksantunan:

melarang

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

membentak.

- Penutur berbicara dengan

tidak menghiraukan mitra

tutur

- Penutur membuat mitra

tutur takut dan menangis.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah adiknya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 275: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

3. (E3) Cuplikan tuturan 49

P : “Sapa yang masang

sajen di sini?”

MT : “Aku.”

P : “Nanti kalau aku

pulang sekolah

ada sesajen, tak

obrak-abrik!”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa

Indonesia dan

penyisipan kata

“sesajen” dan

klausa “tak

obrak-abrik”

yang merupakan

kata dalam

bahasa Jawa.

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

kata “tak obrak-

abrik”.

Intonasi seru.

Penutur perempuan berumur 16

tahun, kelas XI SMA.

Mitra tutur berumur 57 tahun,

sebagai nenek penutur.

Tuturan terjadi di rumah saat pagi

hari.

Penutur akan berangkat sekolah.

(17 April 2013)

Penutur melihat ada sesaji yang

sengaja diletakkan oleh anggota

keluarga di rumahnya.

Penutur tidak suka kalau di

rumahnya ada sesaji.

Penutur mengancam mitra tutur.

Tujuan: penutur mengancam mitra

tutur supaya membuang yang

meletakkan sesaji di rumah.

Tindak verbal: komisif.

Tindak perlokusi: mitra tutur tutur

marah kepada penutur.

Kategori ketidaksantunan:

menimbulkan konflik

Subkategori ketidaksantunan:

mengancam

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

membentak.

- Penutur berbicara dengan

tidak menghiraukan mitra

tutur

- Penutur berbicara dengan

ekspresi marah.

- Penutur berbicara kepada

mitra tutur yang berumur

lebih tua.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah neneknya.

4. (E4) Cuplikan tuturan 50

MT : “Mi, buatin susu!”

P : “Wong yang satu

masih kok, sana

Diksi: bahasa

populer yang

merupakan

bahasa sehari-

hari.

Penutur perempuan berumur 35

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 4

tahun sebagai keponakan penutur.

Tuturan terjadi di depan rumah,

Kategori ketidaksantunan:

menimbulkan konflik

Subkategori ketidaksantunan::

memerintah

Wujud ketidaksantunan:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 276: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

ambil! Itu di dalam

sana, heran.”

Kata fatis:

“kok” dan

“wong”.

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

frasa “sana

ambil”.

Intonasi

perintah.

saat penutur sedang bersantai di

waktu sore. (17 April 2013)

Mitra tutur datang minta dibuatkan

susu.

Penutur tidak mau membuatkan

susu karena susu yang sebelumnya

belum habis diminum oleh mitra

tutur.

Tujuan: penutur menyuruh mitra

tutur yang masih balita untuk

menghabiskan susu yang telah

dibuat sebelumnya. Namun, mitra

tutur tidak mau dan semakin

merengek sampai hampir

menangis.

Tindak verbal: direktif.

Tindak perlokusi mitra tutur tutur

menangis.

- Penutur berbicara dengan

volume yang keras.

- Penutur memaksakan

kekendak kepada mitra

tutur.

- Penutur berbicara dengan

tidak menghiraukan mitra

tutur.

- Penutur membuat mitra

tutur menangis.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah keponakannya.

5. (E5) Cuplikan tuturan 51

P : “Dolan wae, bali!”

MT : “Yo ben, yo ben.”

P : “Has luweh!”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada naik

tinggi.

Penutur anak perempuan berumur

7 tahun, kelas 2 SD.

Mitra tutur perempuan berumur 56

tahun. Mitra tutur adalah nenek

penutur.

Tuturan terjadi di lapangan bola

yang berada di dekat rumah

Kategori ketidaksantunan:

menimbulkan konflik

Subkategori ketidaksantunan:

mengejek

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

tidak menghiraukan mitra

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 277: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Tekanan pada

kata “yo ben”.

Intonasi berita.

penutur, saat mahgrib penutur

sedang bermain dengan teman-

temannya di lapangan. (18 April

2013)

Mitra tutur menyuruh penutur

untuk pulang ke rumah karena

sudah maghib.

Penutur tidak mau pulang ke

rumah.

Tujuan: penutur menolak perintah

mitra tutur yaitu neneknya untuk

pulang ke rumah.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur tutur

tutur marah kepada penutur.

tutur.

- Penutur seperti

menyepelekan mitra tutur.

- Penutur membuat mitra tutur

marah.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah neneknya.

6. (E6) Cuplikan tuturan 52

MT :” Gek mandi kana,

wis sore!”

P : “Ah mengko!

Karo mas Ardha

wae.”

MT : “Ya kowe sik, gek

uwis!”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

kata “mengko”.

Intonasi seru.

Penutur anak perempuan berumur

7 tahun, kelas 2 SD.

Mitra tutur laki-laki berumur 39

tahun. Mitra tutur adalah ayah

penutur.

Tuturan terjadi di ruang tamu,

saat sore hari. (18 April 2013)

Mitra tutur menyuruh penutur

untuk mandi karena sudah sore.

Tujuan: penutur menolak perintah

Kategori ketidaksantunan:

menimbulkan konflik

Subkategori ketidaksantunan:

menolak

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

kasar.

- Penutur berbicara dengan

tidak menghiraukan mitra

tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 278: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

mitra tutur yaitu ayahnya yang

menyuruh untuk mandi lebih dulu

sebelum kakaknya. Kakak penutur

sedang mengerjakan tugas

sekolah.

Tindak verbal: komisif.

Tindak perlokusi: mitra tutur tutur

tutur marah kepada penutur.

- Penutur membuat mitra

tutur marah.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah ayahnya.

7. (E7) Cuplikan tuturan 53

P : “Bapak wis bilang

ta, jangan pulang

malem-malem.”

MT : “Wong ya tiap hari

kok, Pak. “

P : “Tak grujug

Kowe! Sekali

bapak ngomong,

jangan di

sanggah!”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Indonesia

yang tidak baku

pada kata

“ngomong” dan

penyisipan

kalimat “Tak

grujug, kowe!”

yang merupakan

kata dalam

bahasa Jawa.

Nada naik tinggi.

Tekanan pada

kata “tak

Penutur laki-laki berumur 64

tahun.

Mitra tutur perempuan berumur 19

tahun. Mitra tutur adalah anak

penutur.

Tuturan terjadi di ruang makan,

saat sore hari menjelang maghrib.

(10 April 2013)

Penutur sedang menasihati mitra

tutur yang telat pulang ke rumah.

Mitra tutur mencoba membela diri.

Penutur tidak menerima

penjelasan dari mitra tutur.

Tujuan: penutur memperingatkan

mitra tutur supaya tidak

menyanggah nasihatnya.

Tindak verbal: komisif.

Kategori ketidaksantunan:

menimbulkan konflik

Subkategori ketidaksantunan:

mengancam

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

membentak.

- Penutur berbicara dengan

ekspresi marah.

- Penutur membuat mitra tutur

berani melawan.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah anaknya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 279: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

grujug”.

Intonasi

perintah.

Tindak perlokusi: mitra tutur

menendang kursi yang berada di

depannya.

8. (E8) Cuplikan tuturan 54

MT : “Kuwi tinggal

garingke.”

P : “Senengane nek

ngrampungke

gawean kok ora

tuntas!”

MT : “Has embuh,

embuh!”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Kata fatis:

“kok”.

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

kata “tuntas”.

Intonasi seru.

Penutur dan mitra tutur berada di

dalam rumah.

Mitra tutur sedang mengepel lantai.

Penutur berjalan melewati mitra

tutur.

Mitra tutur meminta penutur untuk

mengeringkan lantai yang masih

basah.

Penutur masih memiliki tanggungan

pekerjaan rumah yang lain.

Tuturan terjadi di ruang makan,

saat pagi hari.

Penutur perempuan berumur 23

tahun. Penutur adalah kakak mitra

tutur. Mitra tutur perempuan

berumur 13 tahun.

Tujuan: penutur mengingatkan

mitra tutur supaya menyelesaikan

pekerjaannya sampai tuntas.

Tindak verbal: ekspresif

Tindak perlokusi: mitra tutur kesal,

lalu mengepel dengan asal-asalan.

Kategori ketidaksantunan:

menimbulkan konflik

Subkategori ketidaksantunan:

kesal

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

kasar dan kesal.

- Penutur berbicara di depan

mitra tutur.

- Penutur membuat mitra tutur

kesal.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah adiknya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 280: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

9. (E9) Cuplikan tuturan 55

MT 1 : “Beliin sabun,

Dik!”

P : “Wegah! Mas

wae kae lho.”

MT 2 : “Lha kowe ki

ngopo?

Garapanku rung

rampung!”

Diksi: bahasa

nonstandar

ditandai dengan

penggunaan

bahasa Jawa.

Kata fatis:

“lho”.

Nada naik

tinggi.

Tekanan pada

kata “wegah”.

Intonasi seru.

Penutur perempuan berumur 7

tahun.

Mitra tutur 1 laki-laki berumur 39

tahun, sebagai ayah penutur.

Mitra tutur 2 laki-laki berumur 8

tahun, sebagai kakak penutur.

Tuturan terjadi di ruang keluarga,

saat pagi hari.

Mitra tutur 1 menyuruh penutur

untuk membeli sabun di warung.

Mitra tutur 2 sedang mengerjakan

PR.

Penutur sedang menonton televisi.

Penutur tidak mau membelikan

sabun karena malas.

Tujuan: penutur ingin melimahkan

tugas kepada mitra tutur 2.

Tindak verbal: komisif.

Tindak perlokusi: mitra tutur 2

menimpali tuturan penutur dengan

kesal.

Kategori ketidaksantunan:

menimbulkan konflik

Subkategori ketidaksantunan:

menolak

Wujud ketidaksantunan:

- Penutur berbicara dengan

kasar dan kesal.

- Penutur berbicara dengan

volume yang keras.

- Penutur membuat mitra tutur

kesal.

- Penutur sadar bahwa mitra

tutur adalah adiknya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 281: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

PARAMETER PENENTU KETIDAKSANTUNAN

No.

Jenis

Ketidak-

santunan

Lingual Nonlingual Contoh Cuplikan

Tuturan Nada Tekanan Intonasi Diksi Penutur dan

Mitra Tutur

Situasi

Tutur

Tujuan

Tuturan

Tindak

Verbal

Tindak

Perlokusi

1. Melanggar

norma

Tuturan

dikatakan

dengan

nada tutur

turun

datar dan

naik

tinggi

Tuturan

dikatakan

dengan

tekanan

rendah

dan tinggi

Intonasi

berita

dan

intonasi

tanya

Bahasa

nonstan-

dar

Anggota

keluarga,

seperti ayah

dengan anak,

anak dengan

ibu, dan adik

dengan

kakak

Tuturan

terjadi di

sekitar area

rumah pada

waktu sore

dan malam

hari dalam

situasi

santai dan

serius

Tujuan

menolak

dan

memprotes

Komisif

dan

ekspresif

Mitra tutur

mengancam

penutur,

meninggalkan

penutur, dan

menanggapi

penutur

dengan kesal

Cuplikan tuturan 1

MT : “Jangan main

game terus, Dik!

Udah jam berapa

ini? Belajar

sana!”

P : “Bentar ta, Ma!

Lagi seru game-

nya.”

MT : “Awas kalau

besok nilainya

jelek.”

2. Mengan-

cam muka

sepihak

Tuturan

dikatakan

dengan

nada tutur

naik

rendah,

turun

datar dan

naik

Tuturan

dikatakan

dengan

tekanan

rendah,

sedang,

dan tinggi

Intonasi

seru dan

intonasi

perintah

Bahasa

nonstan-

dar dan

bahasa

populer

anggota

keluarga atau

bukan

anggota

keluarga,

seperti antar-

tetangga,

anak dengan

ayah, ibu

Tuturan

terjadi di

sekitar area

rumah pada

waktu siang

dan sore

hari dalam

situasi

santai dan

Tujuan

bercanda,

mengejek,

mengung-

kapkan rasa

kesal,

member-

kan

pengertian,

Ekspresif,

direktif,

dan

komisif

Mitra tutur

menjadi

bingung,

menanggapi

penutur

dengan

tersenyum,

menangis,

menimpali

Cuplikan tuturan 12

MT : “Piye iki?”

(Bagaimana ini?)

P : “Diajari bola-

bali kok ra

dong-dong!”

(Dilatih berkali-

kali kok tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 282: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

tinggi dengan anak,

cucu dengan

kakek, cucu

dengan

nenek, dan

adik dengan

kakak

serius memohon,

mengung-

kapkan rasa

tidak

senang, dan

menyindir.

jawaban

penutur,

menanggapi

penutur

dengan kesal,

memberikan

pembelaan

diri, dan mitra

tutur tidak jadi

meminta

bantuan

kepada

penutur.

mengerti!)

MT : “Wis ora sida.”

(Sudah tidak

jadi.)

3. Meleceh-

kan muka

Tuturan

dikatakan

dengan

nada tutur

naik

rendah,

turun

datar dan

naik

tinggi

Tuturan

dikatakan

dengan

tekanan

rendah,

sedang,

dan tinggi

Intonasi

berita,

intonasi

seru dan

intonasi

perintah

Bahasa

nonstan-

dar

Anggota

keluarga atau

bukan

anggota

keluarga,

seperti anak

dengan ibu,

mertua

dengan

menantu,

antar-

tetangga, dan

kakak

dengan adik

Tuturan

terjadi di

sekitar area

rumah pada

waktu

siang, sore,

dan malam

hari dalam

situasi

santai dan

serius

Tujuan

meminta

tolong,

menegur,

mengung-

kapkan rasa

kesal,

memerin-

tah,

menyalah-

kan,

mengejek,

melarang,

dan

bercanda.

Ekspresif,

direktif,

dan

komisif

Mitra tutur

menanggapi

penutur, diam

saja,

meninggalkan

penutur, dan

menanggapi

penutur

dengan kesal

Cuplikan tuturan 17

MT : “Misi, Budhe.”

P : “Yak yakan!”

(Sembrono!)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 283: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

4. Menghi-

langkan

muka

Tuturan

dikatakan

dengan

nada tutur

naik

rendah,

turun

datar dan

naik

tinggi

Tuturan

dikatakan

dengan

tekanan

rendah,

sedang,

dan tinggi

Intonasi

berita,

intonasi

seru dan

intonasi

perintah

Bahasa

nonstan-

dar dan

bahasa

populer

Anggota

keluarga atau

bukan

anggota

keluarga,

seperti ayah

dengan anak,

antartetang-

ga, anak

dengan ibu,

nenek

dengan cucu,

dan kakak

dengan adik

Tuturan

terjadi di

sekitar area

rumah pada

waktu siang

dan sore

hari dalam

situasi

santai dan

serius

Tujuan

memban-

dingkan,

menyindir,

bercanda,

menegur,

meremeh-

kan,

memerin-

tah,

mengung-

kapkan rasa

kesal, dan

menolak.

Ekspresif

dan

direktif

Mitra tutur

menanggapi

penutur, diam

saja,

meninggalkan

penutur, dan

menanggapi

penutur

dengan kesal,

menanggapi

penutur

dengan

tersenyum

malu,

menimpali

jawaban

penutur, dan

menanggapi

penutur

dengan kesal.

Cuplikan tuturan 36

MT 1 : “Permisi. Mau

tanya, Bu.

Rumah di

sebelah,

rumahnya siapa,

Bu?”

MT 2 : “Rumahnya

Bu Agus,

Mbak. Mau

tanya-tanya apa

je, Mbak? Itu

ibunya.”

MT 1 : “Cuma tanya-

tanya biasa.

Terima kasih,

Bu.”

P : “Itu Mbak,

bapaknya

gajinya

kurang.”

5. Menimbul-

kan konflik

Tuturan

dikatakan

dengan

nada tutur

naik

Tuturan

dikatakan

dengan

tekanan

sedang

Intonasi

berita,

intonasi

seru dan

intonasi

Bahasa

nonstan-

dar dan

bahasa

populer

Anggota

keluarga,

seperti kakak

dengan adik,

cucu dengan

Tuturan

terjadi di

sekitar area

rumah pada

waktu pagi,

Tujuan

melarang,

menakut-

nakuti,

memerin-

Direktif,

komisif,

dan

ekspresif

Mitra tutur

menanggapi

penutur

dengan kesal,

menangis,

Cuplikan tuturan 49

P : “Sapa yang

masang sajen di

sini?”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 284: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

tinggi dan tinggi perintah nenek, tante

dengan

keponakan,

dan ayah

dengan anak

siang, dan

sore hari

dalam

situasi

santai dan

serius

tah,

menolak,

dan

menyindir.

marah,

melakukan

tindakan

sebagai

ekspresi kesal,

dan berteriak

kepada

penutur.

MT : “Aku.”

P : “Nanti kalau

aku pulang

sekolah ada

sesajen, tak

obrak-abrik!”

(Nanti kalau aku

pulang sekolah

ada sesajen, aku

porak-

porandakan!)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 285: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

MAKSUD KETIDAKSANTUNAN PENUTUR

No. Kategori Subkategori Kode Tuturan Maksud Penutur

1. Melanggar

norma

Menjanjikan A 1 “Bentar ta, Ma! Lagi seru game-nya.” Menolak

A3 “Kosik ta, iya-iya dilit maneh.” Menolak

Menolak A2 “Ah males. Pisan-pisan ora ya ra papa ta, Bu.” Menolak

Kesal A4 “Ya ampun, Bu. Lagi jam sanga masak wis malem ta?” Memprotes

2. Mengancam

muka sepihak

Menyindir B1 “Urung-urung kok wis terima kasih, wa berarti udah selesai.” Bercanda

B7 “Masalahnya kamu itu ngeyel.” Mengejek

B8 “Di ajari bola-bali kok ra dong-dong!” Kesal

B9 “Ibu ki ora gaul.” Mengejek

Memerintah B2 “Udah-udah sana, karo mama kana!” Memberikan pengertian

B5 “Mbah ngelih Mbah, cepet ta Mbah selak laper je Mbah!” Memohon

Menjanjikan B3 “Dipakai-dipakai. Iya sebentar ta, pakai-pakai.” Memberikan pengertian

Kesal B4 “Nggak suka mbah kakung.” Ketidaksenangan

Mengejek B6 ”Iya, ora kaya kowe kuwi! Isih nganggur wae.” Menyindir

3. Melecehkan

muka

Kesal C1 “Piye Be utange? Piye Be?” Meminta tolong

C4 “Yak yakan!” Menegur

C7 “Has luweh! Sak karep omonganmu opo.” Kesal

C8 “Hais kowe ki!” Kesal

C17 “Ngopo kowe?” Kesal

C19 “Halah senengane! Nyebai tenan kowe ki.” Kesal

Memerintah C2 “Kae, anakmu dipisah kae! Ora sing tua, ora sing enom pada

wae.”

Kesal

C3 “Ya kana gawe dewe! Wong kowe yang laper.” Memerintah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 286: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

C9 “Acara kaya ngono ditonton. Ganti!” Menegur

Menyindir

C5 “Wo cah pethuk! Masak ibune lunga ora ngerti.” Kesal

C10 “Salahe nonton tipi terus.” Menyalahkan

C12 “Hah ngongkon kowe ki mung marake gela.” Kesal

C13 “Wis tutuk le dolan?” Menegur

C14 “Nyapu ngono wae ora resik.” Mengejek

C15 “Dikandani kok ngeyele pol!” Kesal

C18 “Rasah-rasah! Gaweanmu wae ra rampung-rampung.” Melarang

Mengejek C6 “Dasar anake wong edan!” Mengejek

C16 “Percuma punya hape bagus-bagus, tapi nggak bisa

pakainya.”

Mengejek

Mengancam C11 ”Tenane? Awas nek salah kowe lho!” Bercanda

4. Menghilangkan

muka

Menyidir D1 “Anak saya itu kalau nggak ada ibu e manut, kalau ada ibu e

malah nggak manut, malah padu je.”

Membandingkan

D2 “Kalau pas ada ibu e, kesete.” Menyindir

D4 “Itu Mbak bapaknya gajinya kurang.” Bercanda

D6 “Mbok kaya mas, bubukan. Ora dolan wae.” Membandingkan

D7 “Cilik-cilik ning senenge sinetron kuwi, Mbak.” Bercanda

D8 “Ibu ki smsan terus.” Menegur

D11 “Biasanya, dia paling nganggur.” Bercanda

D14 “Lanang wedok, siang malem, maenan terus.” Menyindir

Mengejek D3 “Wah nek ibue ki bodho, Mbak.” Meremehkan

D12 “Jaket wis bau koyo ngono isih wae dienggo.” Memerintah

D13 “Hapene ibu ki wis jadul.” Bercanda

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 287: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Menyalahkan D5 “Ngawur, sembarangan wae, ngawur dudu kuwi!” Kesal

Memerintah D9 “Ayo bali! Dolan wae.” Memerintah

D10 “Kono gawe dewe! Cah wedok masak wae ra iso.” Menolak

5. Menimbulkan

konflik

Melarang E1 “Nggak boleh! Dasar kamu, pipis!” Melarang

E2 “Ndak boleh! Ini buat aku.” Melarang

Mengancam E3 “Nanti kalau aku pulang sekolah ada sesajen, tak obrak-

abrik!”

Menakut-nakuti

E7 “Tak grujug Kowe! Sekali bapak ngomong, jangan dibantah! Menakut-nakuti

Memerintah E4 “Wong yang satu masih kok, sana ambil! Itu di dalam sana,

heran.”

Memerintah

Mengejek E5 “Yo ben, yo ben.” Menolak

Menolak E6 “Ah mengko! Karo mas Ardha wae.” Menolak

E9 “Wegah! Mas wae kae lho.” Menolak

Kesal E8 “Senengane nek ngrampungke gawean kok ora tuntas!” Menyindir

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 288: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Instrumen Penelitian

Panduan Wawancara

Bentuk Kasus/Situasi

A. Daftar Pertanyaan untuk Orang Tua dalam Relasi dengan Anggota

Keluarga

PETUNJUK:

Gunakan daftar pertanyaan berikut untuk mewawancarai informan, kemudian

tulislah atau rekamlah bentuk kebahasaan yang disampaikan oleh informan

(pertanyaan disesuaikan dengan situasi dalam keluarga)!

1. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda jika anak

perempuan Anda yang sudah cukup dewasa belum bisa memasak atau

anak lelaki Anda yang sudah cukup dewasa hanya bermalas-malasan di

rumah?

Penjelasan Informan:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

2. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda ketika

anak Anda menjawab sekenanya dan terkesan acuh saat Anda memberikan

nasihat?

Penjelasan Informan:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

3. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda jika anak

Anda yang sudah kuliah semester 12 belum lulus atau anak Anda yang

masih bersekolah tidak naik kelas jika situasinya sedang ada pertemuan

keluarga?

Penjelasan Informan:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

4. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda jika anak

Anda yang sedang membersikan rumah tanpa sengaja mengganggu

aktivitas Anda (misalnya menulis, membaca, atau menonton televisi)?

Penjelasan Informan:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 289: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Instrumen Penelitian

Panduan Wawancara

Bentuk Kasus/Situasi

5. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda jika anak

Anda terlambat pulang ke rumah tanpa alasan yang jelas, padahal sudah

disepakati bersama dalam keluarga bahwa batasan jam pulang malam

tidak boleh dilanggar?

Penjelasan Informan:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

6. Keluarga Anda memiliki jam belajar pukul 20.00 WIB. Ketika waktu

menunjukkan pukul 20.00 WIB, anak Anda belum juga belajar, tetapi

justru masih menonton televisi. Apa yang akan Anda katakan untuk

memperingatkan anak Anda?

Respons:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

7. Saat Anda menasihati anak Anda ketika terlibat perkelahian di sekolah,

anak Anda justru memainkan handphone dan tidak memperdulikan nasihat

Anda. Apa yang akan Anda katakan untuk memperingatkan anak Anda?

Respons:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

8. Ketika Anda sedang menerima telepon dari teman, anak Anda

menghidupkan musik dengan volume yang keras dan tidak menyadari

bahwa hal itu mengganggu percakapan Anda. Apa yang akan Anda

katakan untuk memperingatkan anak Anda?

Respons:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 290: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Instrumen Penelitian

Panduan Wawancara

Bentuk Kasus/Situasi

9. Ketika sedang menonton sebuah acara televisi favorit Anda, tiba-tiba anak

Anda mengganti saluran televesi tersebut tanpa meminta izin dari Anda.

Apa yang akan Anda katakan untuk memperingatkan anak Anda?

Respons:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

10. Keluarga Anda membuat kesepakatan jam malam untuk anak Anda

sampai pukul 22.00 WIB. Suatu malam, anak Anda pulang melampaui jam

yang telah disepakati. Apa yang akan Anda katakan untuk

memperingatkan anak Anda?

Respons:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 291: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Instrumen Penelitian

Panduan Wawancara

Bentuk Kasus/Situasi

B. Daftar Pertanyaan untuk Anggota Keluarga dalam Relasi dengan Orang Tua

PETUNJUK:

Gunakan daftar pertanyaan berikut untuk mewawancarai informan, kemudian

tulislah atau rekamlah bentuk kebahasaan yang disampaikan oleh informan

(pertanyaan disesuaikan dengan situasi dalam keluarga)!

1. Bagaimana respon Anda ketika mengetahui bahwa orang tua Anda tidak dapat

mengoperasikan komputer?

Penjelasan Informan:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

2. Bagaimana respon Anda ketika orang tua Anda menegur Anda karena

mendengarkan musik dengan volume yang keras?

Penjelasan Informan:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

3. Bagaimana respon Anda ketika orang tua Anda berusaha membanding-

bandingkan nilai Anda dengan kakak/adik yang memiliki nilai lebih baik dari

Anda?

Penjelasan Informan:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

4. Bagimana respon Anda bila saat Anda belajar, orang tua Anda meminta

bantuan Anda, tetapi hanya dengan meneriakkan nama Anda tanpa memberikan

penjelasan mengenai bantuan apa yang diperlukan?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 292: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Instrumen Penelitian

Panduan Wawancara

Bentuk Kasus/Situasi

Penjelasan Informan:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

5. Bagaimana respon Anda ketika orang tua Anda mengotak-atik handphone

Anda dan membaca pesan singkat antara Anda dengan teman dekat Anda?

Penjelasan Informan:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

6. Anda meminta supaya dibelikan handphone baru karena handphone lama Anda

sudah ketinggalan zaman. Anda sudah meminta berulang kali, tetapi belum

juga dibelikan. Apa yang akan Anda katakan kepada orang tua Anda?

Respons Anda:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

7. Anda dipaksa oleh ibu Anda untuk membeli sayur di pasar, padahal Anda tidak

suka berbelanja di pasar. Apa yang akan Anda katakan dalam situasi seperti

ini?

Respons Anda:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 293: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Instrumen Penelitian

Panduan Wawancara

Bentuk Kasus/Situasi

8. Anda diajak teman-teman keluar rumah pada malam hari. Namun, orang tua

tidak mengizikinkan Anda untuk pergi. Apa yang akan Anda katakan kepada

orang tua Anda di depan teman-teman Anda?

Respons Anda:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

9. Ketika Anda pulang sekolah dan merasa lapar, tidak ada makanan di rumah.

Apa yang akan Anda katakan kepada orang tua Anda?

Respons Anda:

------------------------------------------------------------------------------------------

------------------------------------------------------------------------------------------

10. Ketika Anda sedang dimarahi oleh orang tua karena Anda dianggap pergi

tanpa seizin mereka, padahal Anda merasa sudah meminta izin kepada orang

tua Anda. Apa yang akan Anda katakan dalam situasi seperti ini?

Respons Anda:

----------------------------------------------------------------------------------------

----------------------------------------------------------------------------------------

----------------

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 294: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

Instrumen Penelitian Maksud Penutur

Kode Tuturan :

1. Lokasi :

2. Suasana :

3. Keadaan emosi :

4. Identitas penutur :

a. Gender :

b. Umur :

c. Pekerjaan :

d. Domisili :

e. Daerah Asal :

f. Bahasa yang dipakai sehari-hari :

5. Identitas lawan tutur :

a. Gender :

b. Umur :

c. Pekerjaan :

d. Domisili :

e. Daerah Asal :

f. Bahasa yang dipakai sehari-hari :

6. Tanggal percakapan :

7. Waktu percakapan :

Tuturan:----------------------------------------------------------------------------------------

----------------------------------------------------------------------------------------

----------------------------------------------------------------------------------------

Maksud: ----------------------------------------------------------------------------------------

----------------------------------------------------------------------------------------

----------------------------------------------------------------------------------------

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 295: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 296: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 297: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 298: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

BIOGRAFI PENULIS

Valentia Tris Marwati lahir di Yogyakarta, 27 Juli

1991. Pendidikan dasar ditempuh di SD Negeri Tegalrejo 3

Yogyakarta pada tahun 1997–2003. Tahun 2003–2006,

pendidikan dilanjutkan di SMP Negeri 6 Yogyakarta.

Sekolah menengah atas ditempuh di SMA Negeri 4

Yogyakarta pada tahun 2006–2009.

Setelah menempuh pendidikan sekolah menengah

atas, tercacat sebagai mahasiswa Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2009. Masa

pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta diakhiri dengan menulis

skripsi sebagai tugas akhir dengan judul Ketidaksantunan Linguistik dan

Pragmatik dalam Ranah Keluarga di Lingkungan Kadipaten Pakualaman

Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI