PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25479/2/054114010_Full[1].pdf · 2018....

138
BENTUK-BENTUK KEPAHLAWANAN PRAJURIT BHAYANGKARA SAAT MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI DALAM NOVEL GAJAHMADA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh Petrus Seno Wibowo NIM : 054114010 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2011 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/25479/2/054114010_Full[1].pdf · 2018....

 

BENTUK-BENTUK KEPAHLAWANAN PRAJURIT BHAYANGKARA

SAAT MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI

DALAM NOVEL GAJAHMADA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI

TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Petrus Seno Wibowo

NIM : 054114010

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2011

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

i

 

BENTUK-BENTUK KEPAHLAWANAN PRAJURIT BHAYANGKARA

SAAT MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI

DALAM NOVEL GAJAHMADA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI

TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Petrus Seno Wibowo

NIM : 054114010

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2011

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii

 

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii

 

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iv

 

PERSEMBAHAN

Skripsi ini Prasasti

Bagi jiwa sesawi

Bagi hati sendiri yang senantiasa menanti sepi di lobang manusiawi

Skripsi ini Prasasti

Puji kidung mazmur Ilahi

Dwiandhesti penguasa nurani

Dan

Nostalgia dalam famili

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

v

 

MOTTO

LAUS DEO

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vi

 

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berudul “Bentuk-bentuk

Kepahlawanan Prajurit Bhayangkara Saat Memadamkan Pemberontakan Ra Kuti

dalam Novel Gajahmada Karya Langit Kresna Hariadi Tinjauan Sosiologi Sastra” ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaiman layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 10 September 2011

Penulis,

(Petrus Seno Wibowo)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vii

 

Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah

Untuk Kepentingan Akademis

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

NAMA : Petrus Seno Wibowo

NIM : 054114010

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul BENTUK-BENTUK KEPALAWANAN PRAJURIT BHAYANGKARA SAAT MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI DALAM NOVEL GAJAHMADA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA, beserta perangkat yang diperlukan.

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 10 Oktober 2011

Yang menyatakan,

Petrus Seno Wibowo

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

viii

 

ABSTRAK

Wibowo, Petrus Seno. 2011. Bentuk-bentuk Kepahlawanan Prajurit Bhayangkara Saat Memadamkan Pemberontakan Ra Kuti Dalam Novel Gajahmada Karya Langit Kresna Hariadi Tinjauan Sosiologi Sastra. Skripsi Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan tokoh dan penokohan para prajurit Bhayangkara yang berjasa memadamkan pemberontakan Ra Kuti dalam novel Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi. (2) mendeskripsikan bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara yang berjasa memadamkan pemberontakan Ra Kuti dalam novel Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi. Bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara akan dianalisis dan dideskripsikan dengan metode deskriptif analisis. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural dan sosiologi sastra. Para Bhayangkara yang menyertai Gajahmada antara lain Lembu Pulung, Panjang Sumprit, Jayabaya, Risang Panjer Lawang, Mahisa Kingkin, Pradhabasu, Lembang Laut, Riung Samudra, Panji Saprang, Mahisa Geneng, Gajah Pradamba, Singa Parepen, Macan Liwung, dan Gagak Bongol. Tokoh dan penokohan para prajurit Bhayangkara dianalisis dengan pendekatan struktural. Gajahmada dan limabelas prajurit Bhayangkara yang berjasa dalam mengatasi pemberontakan Ra Kuti harus melalui beragam kesulitan hingga melahirkan bentuk kepahlawanan. Bentuk kepahlawanan yang muncul antara lain (1) penyelamatan Jayanegara. Tindakan tanggap darurat oleh Gajahmada menjadi awal langkah penyelamatan Jayanegara. Gajahmada yang mendapat informasi tentang pemberontakan Ra Kuti segera menyusun langkah-langkah menghadapi pemberontakan. Lembu Pulung, Panjang Sumprit, Jayabaya, dan Kartika Sinumping mendapat tugas menyelamatkan Sekar Kedaton keluar dari keraton. Sementara itu Lembang Laut melacak keberadaan pemberontak sebagai langkah awal menangkal langkah para pemberontak. Bentuk kepahlawanan yang ke (2) adalah pelarian Jayanegara. Pelarian Jayanegara keluar dari kotaraja dijalankan dengan siasat Gajahmada. Bhayangkara yang lain menjadi umpan para penjaga gerbang sedangkan Jayanegara sendiri dikawal Gajahmada. Langkah ini adalah antisipasi manuver pemberontak di tubuh Bhayangkara. Dalam pelarian ini, Jayanegara sempat berada dalam keadaan hampir terbunuh, tetapi kecerdasan dan olah kanuragan para Bhayangkara berhasil menyelamatkan nyawa Jayanegara, meskipun harus ditukar dengan nyawa Mahisa Kingkin dan Risang Panjer Lawang yang gugur. Bentuk Kepahlawanan (3) adalah serangan balik prajurit Bhayangkara. Serangan balik dipersiapkan oleh Kartika Sinumping. Persiapan awal adalah membuat terowongan yang tembus ke bilik Ra Kuti sebagai jalan penyergapan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ix

 

Bentuk-bentuk kepahlawanan tersebut sekaligus menjadi kesimpulan dalam penelitian ini. Bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara menjadi panutan dalam perkembangan rasa nasionalisme bangsa Indonesia.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

x

 

ABSTRACT

Wibowo, Petrus Seno. 2011. The Patriotism Figure of Bhayangkara Armies in Defeating the Insurrection of Ra Kuti as Seen in Langit Kresna Hariadi’s Gajahmada. A Literary of Sociological Approach. A Thesis. Indonesian Letters Study Program, Indonesian Letters Department, Faculty of Letters, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This study is aimed to (1) describe the character and characterization of Bhayangkara armies who had been responsible to conquer Ra Kuti’s mutiny as seen in Langit Kresna Hariadi’s Gajahmada. (2) describe the patriotism figures of Bhayangkara armies who had been responsible to conquer Ra Kuti’s mutiny as seen in Langit Kresna Hariadi’s Gajahmada. The writer chooses descriptive analysis method as the purpose to analyze and describe the patriotism figures. The writer uses structural and literary sociological approach in this study.

The Bhayangkara armies who accompanied Gajahmada were Lembu Pulung, Panjang Sumprit, Jayabaya, Risang Panjer Lawang, Mahisa Kingkin, Pradhabasu, Lembang Laut, Riung Samudra, Panji Saprang, Mahisa Geneng, Gajah Pradamba, Singa Parepen, Macan Liwung, dan Gagak Bongol. The writer applies structural approach to analyze the character and characterization of Bhayangkara armies.

Gajahmada and the fifteen Bhayangkara armies who had been responsible for conquering Ra Kuti’s mutiny had to tackle so many obstacles that revealing patriotism figures. The exposing patriotism figures are (1) Jayanegara’s redemption. Gajahmada’s emergency response became the beginning step to redeem Jayanegara. Gajahmada who got some information about Ra Kuti’s insurrection immediately arranged the strategies to be up against the redemption. Lembu Pulung, Panjang Sumprit, Jayabaya, dan Kartika Sinumping were responsible to get Sekar Kedaton out of the Palace. Meanwhile, Lembang Laut traced the mutineer’s existence as the first step to handle them. (2) Jayanegara’s refugee. Jayanegara’s refugee to be out of the palace was organized by Gajahmada’s strategy. The step was such maneuver anticipation for mutineer in Bhayangkara corpse. In the refugee, Jayanegara had almost been killed but because of Bhayangkara’s intelligence and martial art, the armies succeeded to save Jayanegara’s life although it had to be changed to the death of Mahisa Kingkin and Risang Panjer Lawang. (3) Patriotism Figure. Patriotism Figure was a counterattack from Bhayangkara armies. It was prepared by Kartika Sinumping. The beginning preparation was constructing a tunnel that was connected to Ra Kuti’s room as an assault to him.

Those patriotism figures become the conclusion of the study. Bhayangkara’s patriotism figures become guidance on the development of Indonesian nationalism.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xi

 

KATA PENGANTAR

Mazmur pujian penulis kumandangkan kepada Gusti Kang Murbeng Dumadi

berkat rampungnya skripsi ini. penulis menyelesaikan penelitian ini dengan banyak

kekurangan karena keterbatasan pemulis sebagai manusia. Oleh karena itu, segala

kritik dan masukan penulis harapkan. Penelitian ini tidak terlepas dari susah payah

dan kontribusi banyak pihak. Untuk itu penulis secara rendah hati menghaturkan

ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum selaku pembimbing I. Terima kasih pak,

atas waktu dan sumbang pemikiran yang bapak berikan kepada penulis.

2. Ibu Susilawati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum selaku pembimbing II. Tak

cukup penulis ucapkan terima kasih atas kritik dan waktu yang Ibu luangkan.

3. Bapak Drs. Hery Antono, M.Hum selaku Kepala Program Studi Sastra

Indonesia dan pembimbing akademik angkatan 2005. Terima kasih atas

perhatian dan kritik cerdas khas Bapak.

4. Bapak Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum selaku Dekan Fakultas Sastra.

Terima kasih atas bimbingan Bapak selama perkuliahan yang penulis nikmati.

5. Dosen-dosen di Prodi Sastra Indonesia. Bu Tjandra, Pak Ari, Pak Yapi, dan

Pak Santoso.

6. Segenap keluarga besar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Staf

Sekretariat Prodi Sastra Indonesia dan Perpustakaan Sanata Dharma yang

selama ini bersusah payah mendukung penulis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xii

 

7. Kedua orangtua yang selama ini cukup kewalahan mengikuti kegilaan penulis.

8. Mbak Dessy. Kakak seperjuangan. Jangan lelah memperjuangkan ide.

9. Mas Prim di Sanggar Buku Srigunting. Terima kasih banyak atas

penggambaran Bhayangkara yang dramatis.

10. Mas Alvez di Galang Press. Surat sakti dalam perjalanan.

11. Mas Yudhistira, editor andalan Intan Pariwara. Folktale ini skripsi lho Mas.

12. Bapak Langit Kresna Hariadi, penulis novel GAJAHMADA. Terima kasih

banyak atas korespondensi dan masukan selama penulisan berlangsung.

13. Teman-teman penyumbang ide dan pasukan cuci gudang. Doan, Emak, Dista

Unyu, Tri Uyye, dan Mas Icak.

14. Corey Taylor. Terima kasih atas teriakan-teriakan lantang tentang arti

manusia.

15. Dwiandhesti, penguasa relung hati. Terima kasih untuk hari-hari penuh gairah

ide dan nuansa British.

16. Berjuta ungkapan sembah terima kasih kepada manusia-manusia pengisi jalan

setapak penulis. Prasasti ini untuk kalian.

Penulis berharap, penelitian ini dapat mendapat tempat di dalam proses

tumbuh dan berkembangnya sastra Indonesia. Kesalahan penulisan, baik yang

disengaja dan tidak disengaja, tidak terlepas dari kekurangan penulis. Mohon maaf.

Selamat berpetualang.

Penulis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiii

 

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………. ii

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………… iii

PERSEMBAHAN…………………………………………………………. iv

HALAMAN MOTTO……………………………………………………... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………….. vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………. vii

ABSTRAK…………………………………………………………………… viii

ABSTRACT…………………………………………………………………. x

KATA PENGANTAR………………………………………………………. xi

DAFTAR ISI………………………………………………………………… xiii

DAFTAR TABEL…………………………………………………………... xvii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………. 1

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………..... 5

1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………….. 6

1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………………… 6

1.5 Tinjauan Pustaka………………………………………………………….. 6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiv

 

1.6 Landasan Teori……………………………………………………………. 7

1.7 Metode Penelitian………………………………………………………… 11

1.8 Sistematika Penyajian…………………………………………………….. 13

BAB II TOKOH DAN PENOKOHAN PRAJURIT BHAYANGKARA

YANG BERJASA MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI…. 14

2.1 Gajahmada……………………………………………………………….. 16

2.2 Gagak Bongol……………………………………………………………. 24

2.3 Lembang Laut……………………………………………………………. 31

2.4 Pradhabasu……………………………………………………………….. 34

2.5 Lembu Pulung……………………………………………………………. 36

2.6 Panjang Sumprit…………………………………………………………. 37

2.7 Jayabaya………………………………………………………………….. 37

2.8 Kartika Sinumping……………………………………………………….. 38

2.9 Gajah Pradamba………………………………………………………….. 39

2.10 Macan Liwung………………………………………………………….. 40

2.11 Gajah Geneng…………………………………………………………… 42

2.12 Riung Samudra…………………………………………………………. 43

2.13 Mahisa Kingkin…………………………………………………………. 44

2.14 Risang Panjer Lawang…………………………………………………… 46

2.15 Singa Parepen…………………………………………………………… 48

2.16 Panji Saprang………………………………………………………........ 49

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xv

 

BAB III BENTUK-BENTUK KEPAHLAWANAN PRAJURIT BHAYANGKARA

SAAT MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI

DALAM NOVEL GAJAHMADA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI… 54

3.1 Penyelamatan Jayanegara…………………………………………………… 56

3.1.1 Tindakan Tanggap Darurat oleh Gajahmada……………………………… 56

3.1.2 Bentuk Kepahlawanan Bhayangkara Lembu Pulung, Panjang Sumprit,

Jayabaya, dan Kartika Sinumping Saat Menyelamatkan Sekar Kedaton… 63

3.1.3 Lembang Laut Melacak Keberadaan Pemberontak………………………. 64

3.1.4 Jalannya Peperangan Antara Temenggung Banyak Sora dengan Temenggung

Pujut Luntar................................................................................................ 66

3.1.5 Gajahmada dan Bhayangkara Mengungsikan Jayanegara…………………. 70

3.2 Pelarian Jayanegara…………………………………………………………. 72

3.2.1 Siasat Gajahmada Mengecoh Pasukan Pengejar………………………….. 72

3.2.2 Gajahmada Menyelamatkan Jayanegara Keluar dari Kotaraja……………. 75

3.2.3 Gagak Bongol Memimpin Para Bhayangkara Kembali ke Kotaraja……… 77

3.2.4 Lembang Laut dan Gagak Bongol Menyelamatkan Mapatih Arya Tadah dari

Penjara……………………………………………………………………. 80

3.2.5 Bhayangkara Menunjukkan Rasa Kemanusiaan………………………….. 82

3.2.6 Gajahmada Selamatkan Jayanegara Saat Terkepung di Ladang Jagung

Kabuyutan Mojoagung…………………………………………………… 85

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xvi

 

3.2.7 Bhayangkara dengan Berani Menyerang Pasukan Pemberontakan di Ladang

Jagung Kabuyutan Mojoagung…………………………………………… 90

3.2.8 Siasat Gajahmada Mengecoh Mata-mata Ra Kuti……………………….. 93

3.3 Serangan Balik Prajurit Bhayangkara………………………………………. 93

3.3.1 Kartika Sinumping Persiapkan Serangan Balik………………………….. 94

3.3.2 Pradhabasu dan Gajahmada Membongkar Penyamaran Mata-mata Ra Kuti 95

3.3.3 Kartika Sinumping Bergerilya……………………………………………. 101

3.3.4 Serangan Balik Bhayangkara…………………………………………….. 105

BAB IV PENUTUP………………………………………………………… 110

4.1 Kesimpulan……………………………………………………………… 110

4.2 Saran…………………………………………………………………….. 115

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 116

BIOGRAFI PENULIS……………………………………………………... 118

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xvii

 

DAFTAR TABEL

TABEL KESIMPULAN TOKOH DAN PENOKOHAN PRAJURIT 50

BHAYANGKARA

TABEL KESIMPULAN BENTUK-BENTUK KEPAHLAWANAN 108

PRAJURIT BHAYANGKARA SAAT MEMADAMKAN

PEMBERONTAKAN

RA KUTI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra pada dasarnya adalah hasil cipta karya manusia yang memaparkan

tentang hidup dan kehidupannya (Damono, 1987 : 1). Dalam usaha memaparkan

dan menggambarkan kehidupan manusia, seringkali karya sastra menggunakan

simbol-simbol atau penggambaran akan sesuatu sehingga pesan yang ingin

disampaikan menjadi kabur.

Manusia dalam lingkup ini disebut pengarang. Lahirnya karya sastra adalah

buah dari pengarang. Pengarang sebagai anggota masyarakat menggambarkan

karya sastranya sedemikian rupa serupa dengan masyarakat. Dengan kata lain,

masyarakat mempengaruhi karya sastra.

Di dalam masyarakat, seringkali terjadi kejadian-kejadian yang menjadi

lahan inspirasi bagi penulis. Kejadian-kejadian tersebut terjadi dalam berbagai

bentuk, misalnya tragedi, perubahan kondisi politik, konflik sosial masyarakat

hingga konflik negara seperti makar atau pemberontakan.

Salah satu karya sastra yang menggambarkan konflik negara adalah novel

Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi selanjutnya disebut LKH. Novel ini

bercerita tentang kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan terbesar di

Nusantara. Dalam perjalanan sejarahnya, kerajaan Majapahit mengalami berbagai

macam pergolakan dalam bentuk pemberontakan. Salah satunya yang paling

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2

berdarah adalah pemberontakan para Dharmaputra Winehsuka yang dipimpin Ra

Kuti.

Pemberontakan Ra Kuti didasari rasa tidak puas terhadap Lembu Anabrang

yang mendapat penghargaan lebih tinggi dari Jayanegara. Penghargaan tersebut

didapat setelah Ra Kuti dan Lembu Anabrang bahu-membahu menumpas

pemberontakan Sorandaka. Ra Kuti yang merasa lebih berjasa merasa kecewa

hingga akhirnya ia memutuskan mengangkat senjata untuk menggulingkan

Jayanegara.

Dalam usaha pemberontakannya, Ra Kuti dan para Dharmaputra Winehsuka

merangkul Temenggung Pujut Luntar, pimpinan pasukan Jala Rananggana karena

tidak mempunyai pasukan. Temenggung Pujut Luntar adalah seorang temenggung

yang tamak dan sombong sehingga Ra Kuti tanpa kesulitan membujuk

Temenggung Pujut Luntar untuk memberontak. Sikap tersebut diperjelas dengan

perkataan Gajahmada sebagai berikut.

(1) “Kini aku mendapat gambaran. Para Dharmaputra Winehsuka yang mendalangi rencana pemberontakan itu. Para Rakrian Winehsuka mengajak Temenggung Pujut Luntar. Dengan janji-janji tertentu, mungkin jabatan yang tinggi, Rakrian Temenggung Pujut Luntar bersedia bergabung….” (Gajahmada, 2004 : 42).

Upaya pemberontakan akan dilaksanakan pada saat pagi hari menjelang

atau waktu subuh, saat sebagain besar orang sedang lelap tertidur. Rencana

tersebut sungguh rencana yang cerdik dengan kemungkinan berhasil cukup tinggi,

mengingat kewaspadaan manusia akan turun saat pagi menjelang. Namun, ada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3

beberapa orang yang mampu membaca tanda-tanda alam, yang dengan

kemampuannya tersebut dapat memperkirakan hal buruk yang akan terjadi.

Orang-orang tersebut antara lain Ki Dipo Rumi dan Wongso Banar. Kedua

orang tua tersebut adalah kawula Majapahit yang telah melewati berbagai

kejadian sepanjang usianya, sehingga pengalamannya menjadikan mereka peka

akan tanda-tanda alam. Perhatikan kutipan berikut.

(2) Ki Dipo Rumi dan Wongso Banar rupanya memiliki perbendaharaan pengetahuan yang langka yang tidak dimiliki orang pada umumnya. Bahwa kemunculan bintang kemukus merupakan isyarat yang tidak baik, hal itu sudah diketahui orang banyak. Namun, bahwa munculnya kabut dengan angin deras tak berhujan, hanya orang tertentu yang menandai kejadian aneh seperti itu. Apalagi sehari sebelumnya ketika langit terlihat bersih, tampak bintang kemukus dengan ekornya yang memanjang gemerlapan.” (Gajahmada, 2004 : 9).

Bahkan gejala alam yang dibaca kedua orang tua tersebut sebagai pertanda

buruk diperjelas oleh kata-kata Ki Wongso Banar.

(3) “Apa yang terjadi ini seperti pengualangan atas apa yang pernah terjadi pada masa silam. Sehari menjelang perang besar yang terjadi antara tumapel di bawah kendali Ken Arok melawan Kediri di bawah Kertajaya, terjadi keganjilan seperti ini. Kabut tebal dan badai melintas di malam saat langit sedang berhias kemukus, seolah menjadi pertanda khusus akan adanya perang yang meminta banyak korban.” (Gajahmada, 2004 : 9)

Selain Ki Dipo Rumi dan Ki Wongso Banar, ternyata ada lagi seorang tua

yang merasakan keganjilan. Mapatih Arya Tadah orangnya. Setelah mengamati

tanda-tanda alam, sampailah Mapatih Tadah pada kesimpulan.

(4) Mapatih Tadah yang telah sampai pada sebuah kesimpulan berdesir tajam. Mapatih Tadah yang telah banyak mengenyam asam garam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4

kehidupan serta mumpuni dalam membaca tanda-tanda alam, tidak bisa menutupi rasa cemasnya. Arya Tadah menjadi tambah gelisah oleh kenangan terhadap tanda-tanda yang muncul di saat terjadi peristiwa-peristiwa besar. Malam menjelang kematian Ken Dedes misalnya, badai dan kabut tebal bahkan menyapu seluruh negeri. Ribuan bahkan jutaan ekor kunang-kunang beterbangan menjadikan suasana bertambah keruh, membingungkan, dan mengundang cemas siapa pun. Esok harinya, semua orang menemukan jawabannya ketika prajurit berkuda membacakan wara-wara di pasar-pasar dan di tempat-tempat ramai…” (Gajahmada, 2004 : 13)

Berkat ketajaman kewaspadaan Mapatih Arya Tadah, pihak kerajaan dapat

mempersiapkan pengamanan untuk raja dan para kerabat keraton. Kegelisahan

Mapatih Arya Tadah dibagikan kepada Gajahmada, seorang bekel prajurit yang

meskipun masih muda telah dipercaya memimpin sebuah pasukan. Pasukan yang

kecil, terdiri dari tidak lebih dari 20 prajurit, tetapi mempunyai kelebihan dalam

bidang olah kanuragan, olah pikir dan dedikasi dibanding prajurit-prajurit lain di

Majapahit. Pasukan tersebut disebut Bhayangkara.

(4) Pasukan Bhayangkara adalah pasukan pengawal istana, lapis terakhir yang menjadi tameng hidup bagi raja serta segenap keluarganya. Itu sebabnya, prajurit Bhayangkara disaring dari prajurit pilihan dan digembleng secara khusus. Secara pribadi masing-masing anggota pasukan khusus memiliki kemampuan yang mendebarkan karena daya tahannya dalam menghadapi keadaan sesulit apa pun yang amat tinggi. Apalagi, perannya sebagai pasukan sandi, tidak ada beteng serapat apa pun yang tidak bisa ditembusnya. Patih Tadah yang memiliki gagasan untuk membentuk pasukan itu telah mensyaratkan kemampuan beladiri yang tinggi bagi mereka yang ingin menjadi bagian dari pasukan itu. Itu sebabnya, setiap anggota pasukan khusus berlatar belakang kemampuan olah kanuragan beragam. (Gajahmada, 2004 : 15).

Dari kutipan (4), dapat dibayangkan kemampuan para prajurit

Bhayangkara yang kelak dengan sigap, menyelamatkan raja dan pada akhirnya

mengembalikan Jayanegara ke singgasananya. Tindakan penyelamatan dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5

penggulingan Ra Kuti merupakan tindakan luar biasa yang dikategorikan sebagai

tindakan kepahlawanan.

Sepak terjang prajurit Bhayangkara saat memadamkan pemberontakan Ra

Kuti tertuang dalam novel Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi

membangkitkan ketertarikan peneliti untuk meneliti. Ketertarikan tersebut timbul

karena dalam literatur yang peneliti temukan tidak menceritakan dengan jelas

sepak terjang prajurit Bhayangkara sewaktu pemberontakan Ra Kuti pecah. Ada

beberapa literatur yang peneliti temukan, antara lain novel Gajahmada :

Menangkis Pemberontakan Ra Kuti karya Gamal Komandoko, novel Gajahmada

: Pahlawan Persatuan Nusantara karya Muhammad Yamin dan Sejarah Raja-

raja Jawa karya Purwadi. Beberapa literatur tersebut tidak menceritakan sepak

terjang prajurit Bhayangkara secara jelas, namun fokus kepada tokoh Gajahmada.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan mengandung dua

pengertian pokok. Pokok pertama, yaitu orang yang menonjol karena keberanian

dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Pokok kedua adalah pejuang

yang gagah berani. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepahlawanan adalah

perihal sifat kepahlawanan seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban,

dan kesatria (2005 : 811). Arti kata kepahlawanan itulah yang menjadi dasar

ketertarikan peneliti untuk mengkaji lebih mendalam.

Bentuk kepahlawanan tercermin lewat tokoh dan penokohan. Unsur

intrinsik tokoh dan penokohan para prajurit Bhayangkara merupakan gambaran

dasar bentuk-bentuk kepahlawanan yang dimiliki oleh manusia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6

Bentuk kepahlawanan yang ditunjukkan oleh para prajurit Bhayangkara

lahir karena keadaan sosial yang mereka hadapi saat pemberontakan Ra Kuti

pecah. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, peneliti akan menggunakan kajian

sosiologi sastra. Selain itu, karya sastra yang demikian juga menunjukkan

hubungan yang erat dengan masyarakat sehingga sangat tepat jika menggunakan

kajian tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1.2.1 Bagaimanakah deskripsi tokoh dan penokohan para prajurit Bhayangkara

yang berjasa memadamkan pemberontakan Ra Kuti dalam novel

Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi?

1.2.2 Bagaimanakah deskripsi bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara yang

berjasa memadamkan pemberontakan Ra Kuti dalam novel Gajahmada

karya Langit Kresna Hariadi?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut :

1.3.1 Mendeskripsikan tokoh dan penokohan para prajurit Bhayangkara yang

berjasa memadamkan pemberontakan Ra Kuti dalam novel Gajahmada karya

Langit Kresna Hariadi.

1.3.2 Mendeskripsikan bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara yang berjasa

memadamkan pemberontakan Ra Kuti dalam novel Gajahmada karya

Langit Kresna Hariadi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu manfaat

praktis dan manfaat teoretis. Manfaat teoretis penelitian ini adalah sebagai contoh

penerapan teori sosiologi sastra dalam menganalisis sebuah novel. Manfaat praktis

yang muncul dari hasil penelitian ini adalah memberikan sumbangan usaha

pengkajian novel yang ditinjau dari sudut pandang sosiologi sastra dan menjadi

inspirasi bagi masyarakat tentang bentuk-bentuk kepahlawanan manusia.

1.5 Tinjauan Pustaka

Bahtiar dalam MegaBlog (2006) membahas novel Gajahmada karya

Langit Kresna Hariadi. Bahasan yang berjudul “Misteri di Balik Pemberontakan

Ra Kuti” lebih banyak bercerita tentang Ra Kuti dan kelemahan

pemberontakannya. Bahtiar juga menambahkan bahwa Gajahmada dan para

Bhayangkara berhasil menumpas pemberontakan Ra Kuti tanpa ada penjelasan

lebih lanjut.

Yulian dalam blognya “Jay adalah Yulian” (2005) membahas novel

Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi dengan judul Langit Kresna Hariadi :

Gajahmada. Yulian berpendapat bahwa membaca cerita novel Gajahmada ini

seperti melanjutkan cerita Tutur Tinular karya S.H. Mintarja. Yulian banyak

menyinggung soal kosakata militer dalam novel tersebut tanpa ada penjelasan

tentang para Bhayangkara yang berjasa menumpas pemberontakan Ra Kuti.

Atik Fauziah pernah meneliti novel Gajahmada karya Langit Kresna

Hariadi. Penelitiannya berjudul Kajian Intertekstualitas Novel Gajahmada Karya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8

Langit Kresna Hariadi Terhadap Kakawin Gajahmada Gubahan Ida Cokorda

Ngurah. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan sistem penokohan

Gajahmada sebagai pahlawan atau protagonis dalam novel Gajahmada dan

Gajahmada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara karya Langit Kresna

Hariadi (2) mengungkapkan bagaimana novel Gajahmada dan Gajahmada:

Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara karya Langit Kresna Hariadi dapat

disebut sebagai novel seri (3) Menjelaskan hubungan intertekstualitas novel

Gajahmada dan Gajahmada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara karya

Langit Kresna Hariadi terhadap Kakawin Gajahmada gubahan Ida Cokorda

Ngurah.

1.6 Landasan Teori

Landasan teori adalah kerangka dasar pemikiran yang akan dipakai untuk

memecahkan permasalahan yang akan diteliti. Adapaun teori yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu struktural dan sosiologi sastra. Teori struktural untuk

mengkaji tokoh dan penokohan, sedangkan teori sosiologi sastra untuk mengkaji

bentuk-bentuk kepahlawanan yang ditunjukkan para prajurit Bhayangkara dalam

usaha memadamkan pemberontakan Ra Kuti. Bentuk-bentuk kepahlawanan

tersebut tampak dalam kehidupan sosial masyarakat. Oleh karena itu, pemakaian

teori Sosiologi Sastra sangat tepat.

1.6.1 Teori Struktural

Teori struktural merupakan sebuah pendekatan yang mengkaji unsur-unsur

pembangun karya sastra. Nurgiyantoro (2002:36) menyebutkan bahwa sebuah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9

karya sastra juga memiliki keotonomiannya, sehingga tidak perlu dikaitkan

dengan hal-hal di luar karya sastra itu. Berdasarkan keotonomiannya itu, maka ada

sebuah hubungan timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi antar

unsur (intrinsik) sehingga membentuk suatu kesatuan yang utuh. Unsur intrinsik

tersebut meliputi tema, alur, latar, tokoh dan penokohan, dan gaya.

Analisis struktural dapat berupa kajian yang menyangkut relasi unsur-

unsur dalam mikroteks, satu keseluruhan wacana, dan relasi intertekstual (Hartoko

& Rahmanto, 1986:136). Analisis unsur-unsur mikroteks itu misalnya berupa

analisis kata-kata dalam kalimat, atau kalimat-kalimat dalam alinea atau konteks

wacana yang lebih besar. Namun, ia dapat juga berupa analisis mikroteks tokoh

dan penokohan saja dalam analisis struktural sebuah karya sastra (Nurgiyantoro,

1994:38).

Mikroteks yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mikroteks tokoh

penokohan. Penelitian ini hanya membahas mikroteks tokoh dan penokohan

karena bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara dipengaruhi oleh unsur

tokoh dan penokohan masing-masih prajurit.

1.6.2 Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi (Wiyatmi,

2006 : 30). Menurut keterlibatannya dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi tokoh

utama dan tokoh tambahan. Wiyatmi menyebutkan tokoh utama jika memiliki 3

kriteria, yaitu paling terlibat dengan makna atau tema, paling banyak berhubungan

dengan tokoh lain, dan paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Tokoh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

tambahan adalah tokoh yang sedikit muncul dan kurang penting dalam

perkembangan alur cerita (Nurgiyantoro, 2002 : 176,177).

Penokohan menunjukkan pada bentuk dan sikap tokoh yang ditafsirkan

oleh pembaca (Nurgiyantoro, 2002 : 165). Penokohan bisa berarti watak dan

karakter dari seorang tokoh. Nurgiyantoro menambahkan, penokohan adalah

pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah

cerita ( Nurgiyantoro, 2002 : 165).

1.6.3 Teori Sosiologi Sastra

Soemanto dalam Taum (1997 : 48) mengungkapkan bahwa sastra juga

dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringa sistem dan nilai dalam

masyarakatnya, maka ada hubungan saling terkait antara sastra dengan

masyarakat atau yang disebut Sosiologi Sastra.

Menurut Semi, Sosiologi Sastra merupakan suatu telaah sosial serta

tentang proses sosialnya (1989 : 52). Karya sastra berangkat dari kenyataan

sosiologis masyarakat. Kenyataan yang ada bukan merupakan kenyataan yang

objektif tetapi kenyataan yang telah ditafsirkan, kenyataan sebagai konstruksi

sosial (Ratna : 2003)

Menurut Damono, untuk mengkaji karya sastra berdasarkan Sosiologi

Sastra, perlu menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh ciptaan pengarang itu

dengan keadaan sejarah yang merupakan asal usulnya (1978 : 9). George Lukacs

menggunakan istilah “cermin” dalam keseluruhan karyanya. Novel tidak hanya

mencerminkan realitas tetapi juga sebagai refleksi realitas yang lebih luas dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

lengkap. Dapat diartikan juga bahwa karya sastra dianggap sebagai proses yang

hidup (Taum, 1997 : 50,51).

1.6.4 Pahlawan dan Kepahlawanan

Dalam bahasa Indonesia, kata pahlawan berasal dari bahasa Sansekerta,

phala yang artinya buah. Pahlawan berarti orang yang sangat gagah berani

pejuang yang gagah berani atau terkemuka. Pahlawan ialah tokoh sejarah yang

karena banyak hal yang telah dilakukan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan

manusia dan karena memiliki bentuk yang menonjol, meskipun sudah meninggal

masih tetap diingat dan dimuliakan (Poerbatjaraka, 1976 : 695).

Pengertian pahlawan berkembang dari masa ke masa. Menurut Kooiman

(1931 : 3) arti pahlawan berkembang menjadi beberapa pengertian, antara lain.

Pertama, pahlawan adalah pendiri suatu agama atau suatu negara. Kedua, orang

yang sangat sempurna, karena memiliki bentuk luhur seperti berani, kuat,

pemurah, penuh keterampilan dan setia. Ketiga, pemimpin perang yang gugur

dalam peperangan. Keempat, tokoh utama dalam karya sastra.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan mengandung dua

pengertian pokok. Pokok pertama, yaitu orang yang menonjol karena keberanian

dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Pokok kedua adalah pejuang

yang gagah berani. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepahlawanan adalah

perihal sifat kepahlawanan seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban,

dan kesatria (2005 : 811).

Dalam menganalisis bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara,

peneliti menggunakan teori Sri Mangkunegaran IV tentang watak seorang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

Kumbakarna sebagai tolok ukur penentuan bentuk kepahlawanan. Menurut Sri

Mangkunegaran IV dalam Kamajaya (1984 : 55), cerminan dari watak seorang

Kumbakarna yaitu pertama, jujur dan adil. Kedua, menjunjung tinggi negara.

Ketiga, cinta tanah air.

Watak pertama yang diungkapkan oleh Sri Mangkunegaran adalah jujur

dan adil. Watak ini berkaitan dengan tindakan untuk melawan perbuatan jahat

yang melanggar hak dan kebahagiaan orang lain. Watak kedua adalah menjunjung

tinggi negara, berkaitan dengan tindakan untuk melawan segala bentuk tekanan

dan penjajahan terhadap tanah air. Watak ketiga adalah cinta tanah air, berkaitan

dengan keyakinan untuk berkorban jiwa dan raga demi keutuhan negara.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pengumpulan data, analisis

data, dan penyajian hasil analisis data. Pelaksanan pada setiap tahap menggunakan

teknik dan metode tertentu.

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini akan menganalisis bentuk-bentuk kepahlawanan para prajurit

Bhayangkara dalam novel Gajahmada karya LKH. Penelitian ini berbentuk

penelitian pustaka karena berobjek pada sebuah teks sastra, yaitu novel.

Pengumpulan data akan dilakukan dengan metode simak dan teknik catat.

Metode simak adalah metode yang digunakan untuk memperoleh data

dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1988:2) Data bersumber dari

novel Gajahmada karya LKH. Teknik yang digunakan adalah teknik catat, yaitu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

pencatatan pada kartu data yang segera dilakukan dengan klasifikasi (Sudaryanto,

1988:5). Hal yang dicatat adalah data-data yang diperoleh setelah dilakukan

metode simak. Pencatatan dilakukan di atas media kertas dengan ukuran dan

kualitas apapun, asalkan sesuai dengan satuan lingual yang menjadi objek

sasarannya. Sesuai dalam arti mampu memuat, memudahkan pembacaan dan

menjamin keawetan (Sudaryanto, 1988:6).

Berikut data novel secara rinci :

a. Judul Buku : Gajahmada

b. Pengarang : Langit kresna Hariadi

c. Penerbit : Tiga Serangkai

d. Tahun Terbit : Cetakan Pertama 2004

e. Tebal Buku : 582 halaman

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Data-data dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan metode

analisis isi. Analisis isi berhubungan dengan isi komunikasi, baik secara verbal,

dalam bentuk bahasa, maupun nonverbal, seperti arsitektur, pakaian, alat rumah

tangga, dan media elekronik. Dalam karya sastra, isi yang dimaksud adalah pesan-

pesan, yang dengan sendirinya sesuai dengan hakikat sastra (Ratna, 2004:48).

Isi dalam metode analisi isi terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan isi

komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan naskah,

sedangkan isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai akibat

komunikasi yang terjadi (Ratna, 2004:48). Pada penellitian ini, isi yang akan

dibahas adalah isi laten yang terdapat dalam novel Gajahmada karya LKH.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

1.7.3 Metode dan Teknik Penyajian Data

Metode yang digunakan dalam penyajian penelitian ini adalah metode

deskriptif analisis. Artinya penelitian ini dilakukan dengan cara memaparkan

fakta-fakta yang dilanjutkan dengan analisis. Metode ini hanya menguraikan

informasi apa adanya sesuai variable-variabel yang diteliti, namun memberi

penjelasan dan pemahaman (Ratna, 2004:53).

1.8 Sistematika Penyajian

Penelitian ini akan disajikan dalam empat bab. Pada bab pertama adalah

pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

landasan teori, manfaat penelitian, dan metode yang digunakan dalam penelitian

ini. Bab dua menjelaskan tokoh dan penokohan para prajurit Bhayangkara. Bab

tiga berisi pembahasan bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara. Bab

empat penutup berisi kesimpulan dan saran. Daftar pustaka adalah bagian paling

akhir

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

TOKOH DAN PENOKOHAN PRAJURIT BHAYANGKARA

YANG BERJASA MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI

Pada saat pemberontakan Ra Kuti pecah, Gajahmada sebagai kepala

satuan pengamanan raja yang disebut Bhayangkara pontang-panting melakukan

tindakan kepahlawanan dengan menyelamatkan Raja. Ketika itu, Gajahmada

hanya disertai 15 orang Bhayangkara karena para Bhayangkara yang lain sedang

melaksanakan tugas negara yaitu mengawal perjalanan Cakradara, Kudamerta,

dan Lembu Anabrang di Bali.

Meskipun hanya disertai 15 prajurit Bhayangkara, Gajahmada mampu

meloloskan Jayanegara – raja Majapahit saat itu - dari sergapan pemberontak Ra

Kuti. Setelah meloloskan Raja dan mengungsikan Raja ke tempat yang aman,

Gajahmada dan para Bhayangkara bahkan mampu menggulingkan Ra Kuti dan

mengembalikan Jayanegara ke singgasananya.

Para Bhayangkara yang menyertai Gajahmada antara lain Lembu Pulung,

Panjang Sumprit, Jayabaya, Risang Panjer Lawang, Mahisa Kingkin, Pradhabasu,

Lembang Laut, Riung Samudra, Panji Saprang, Mahisa Geneng, Gajah Pradamba,

Singa Parepen, Macan Liwung, dan Gagak Bongol.

Segala tindakan yang dilakukan oleh Gajahmada dan para Bhayangkara

merupakan tindakan yang luar biasa bahkan dianggap mustahil. Pada saat itu,

Gajahmada yang berhasil menyelamatkan Jayanegara dan mengungsikannya ke

tempat yang aman menjadi buronan kerajaan. Limabelas Bhayangkara yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

menjadi bawahannya pun ikut menjadi boronan. Kenyataan tersebut membuat

ruang gerak Gajahmada dan para Bhayangkara menjadi sempit.

Meski dikejar dan diburu, tetap saja Gajahmada mampu mengelabuhi

pasukan pengejar dan akhirnya mengalahkan Ra Kuti. Kepahlawanan Gajahmada

bukan hanya didasari pada olah kanuragan yang mumpuni, tetapi juga karena

kecerdasan Gajahmada dan para Bhayangkara. Satu hal yang membuat pelarian

Gajahmada semakin sulit adalah adanya mata-mata Ra Kuti dalam tubuh

Bhayangkara, yang apabila tidak segera ditemukan akan semakin menyulitkan

langkah Gajahmada menyelamatkan Jayanegara.

Telah disebutkan sebelumnya, langkah-langkah yang diambil Gajahmada

dan para Bhayangkara adalah langkah-langkah luar biasa yang dapat

dikategorikan sebagai tindakan kepahlawanan. Bahkan tindakan tersebut telah

mendarah daging hingga dapat disebut sebagai bentuk kepahlawanan.

Oleh karena itu, pada bab ini akan dibahas tokoh dan penokohan para

Bhayangkara. Unsur-unsur lain seperti latar dan unsur alur tidak akan dibahas. Hal

ini berkaitan dengan bentuk-bentuk kepahlawanan para Bhayangkara yang

tergambar lewat pencitraan dan penokohan.

Pembahasan tokoh dan penokohan tiap prajurit Bhayangkara bertujuan

memberikan gambaran kemampuan dan sifat yang dimiliki tiap Bhayangakara.

Kemampuan dan sifat tersebut menjadi dasar lahirnya bentuk-bentuk

kepahlawanan yang ditunjukkan Bhayangakara. Secara singkat, bentuk-bentuk

kepahlawanan prajurit Bhayangakara dalam memadamkan pemberontakan Ra

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

Kuti pastilah ditopang kemampuan luar biasa prajurit Bhayangkara, baik secara

fisik maupun mental.

Bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara tentu saja ditopang

oleh kepribadian tiap tokoh. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui dasar-dasar

bentuk kepahlawanan dengan mendalami penokohan tiap tokoh. Dimulai dari

Gajahmada sebagai pemimpin prajurit Bhayangkara.

2.1 Gajahmada

Gajahmada adalah pemimpin prajurit khusus yang dinamakan

Bhayangkara. Ia mempunyai fisik yang kuat dan kekar. Fisik tersebut ditunjang

oleh kecerdasan yang di atas rata-rata prajurit kerajaan Majapahit pada masa itu.

Karir kemiliteran Gajahmada dimulai dari bekel, sebuah pangkat prajurit rendahan

yang memimpin sekelompok pasukan saja.

(6) Bekel Gajahmada adalah seorang pemuda yang bertubuh kekar. Badan dan pikirannya amat sehat, seorang prajurit muda yang memiliki kelebihan khusus dibanding prajurit yang lain, bukan saja kemampuan beladiri yang dikuasainya, tetapi juga kecerdasan yang bisa dipergunakan untuk menghadapi keadaan rumit sekaligus memecahkannya. Itulah sebabnya meski Gajahmada belum terlampau lama menduduki pangkat bekel, telah mendapatkan kepercayaan untuk memimpin pasukan khusus. Pasukan yang kecil saja, tetapi memiliki kemampuan yang luar biasa. Pasukan itu diberi nama Bhayangkara (Gajahmada, 2004 : 15)

Berdasarkan olah kanuragan dan kecerdasannya, Gajahmada mendapat

kepercayaan dari Mapatih Arya Tadah. Kepercayaan tersebut terwujud dalam

bentuk lencana Mahapatih.

(7) Bekel Gajahmada terkejut ketika Patih Tadah tiba-tiba melepas lencana yang dikenakannya. Itulah lambang atau lencana Mahapatih yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

memiliki kekuasaan besar dan luas. Mapatih Arya Tadah menyerahkan lencana itu kepada Gajahmada. Kepada orang-orang kepercayaannya, terutama yang berada di bagaian sandi, Arya Tadah selalu membekali dengn lencana yang menjadi ciri khasnya, tetapi bukan lencana utama itu (Gajahmada, 2004 : 27)

Lencana tersebut bermakna Gajahmada menjadi wakil Mapatih Arya

Tadah secara langsung karena lencana tersebut mempunyai kekuasaan yang besar

dan luas.

(8) Dengan sigap Bekel Gajahmada mengenakan lencana yang diterimanya itu di dada sebelah kiri. Gajahmada sadar, dengan lencana itu ditangannya, ia bisa bertindak atau mengambil langkah tertentu demi menjamin keamanan istana serta keutuhan Majapahit. Bahkan, para temenggung harus menghormati langkah-langkah yang diambilnya seolah langkah-langkah itu keputusan Mahapatih Arya Tadah sendiri (Gajahmada, 2004 : 27).

Kecerdasan Gajahmada juga menjadi senjata yang ampuh. Ketajaman

penalaran suatu masalah sangat tinggi. Bahkan seluk beluk istana Majapahit bisa

Gajahmada ingat. Berbekal kecerdasannya, Gajahmada mampu menyusun strategi

yang tepat. Simak kutipan dibawah ini.

(9) Bagi Bekel Gajahmada, dinding menjulang yang mengelilingi istana seolah telah menjadi bagian dari dirinya. Sudut-sudut istana yang menghadap ke barat, kolam memanjang dan dalam yang mengelilingi bagian dalam dinding istana, serta sudut-sudut bangunan mulai dari segala yang ada di Tatag Rambat atau yang lazim disebut sebagai Bale Agung Manguntur serta Balai Witana tepat di tengahnya yang digunakan raja untuk menerima mereka yang sewaka, tidak ada yang lepas dari perhatiannya. Dengan ketajaman nalarnya Bekel Gajahmada selalu berpikir, seandainya terjadi ontran-ontran bagian manakah dari sudut-sudut istana itu yang menjadi titik lemah dan bisa dimanfaatkan musuh ( Gajahmada, 2004 : 51)

Bekal pengetahuan tentang seluk beluk istana mungkin hal yang wajar

bagi segenap prajurit Majapahit. Tetapi berpikir cepat dan berani dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

mengambil keputusan tidak semua orang memilikinya. Gajahmada yang pintar

mampu berpikir cepat dan mengambil tindakan yang dapat dikatakan lancang.

Tindakan tersebut akhirnya dapat dimaklumi mengingat pada saat itu tengah

terjadi makar oleh Ra Kuti.

(10) Gajahmada menyapu tempat itu dengan pandangan matanya. Ada sesuatu yang harus dihitung dan dipertimbangkan menghadapi keadaan seperti itu. Gajahmada menatap Gagak Bongol dengan lekat.

“Lepas bajumu!” perintah Gajahmada. Gagak Bongol kaget. Perintah itu amat aneh. “Tuanku, silakan Tuanku melepas pakaian!” lanjut Gajahmada. Bukan hanya Gagak Bongol yang kaget, tetapi juga Sri Jayanegara

tidak kalah kaget. Gagak Bongol manggut-manggut karena telah menebak apa yang

dikehendaki Gajahmada. Namun, justru Sri Jayanegara yang sulit menerima perintah itu.

“Apa maksudmu Gajahmada?” Jayanegera mencuatkan alis. “Hamba Tuanku,” jawab Gajahmada. “Tuanku harus melakukan

penyamaran. Jika Tuanku mengenakan pakaian seperti itu, siapapun akan dengan mudah mengenali Tuanku. Silakan Tuanku memakai pakaian milik Gagak Bongol.”

Jayanegara hanya bisa menghela napas. Namun, sejenak kemudian Jayanegara terpaksa tersenyum (Gajahmada, 2004 : 205)

Dari kutipan tersebut, tampak Gajahmada yang mampu berpikir cepat dan

menemukan gagasan untuk menyelamatkan Jayanegara. Tindakan Gajahmada

tersebut juga dapat dikategorikan sebagai tindakan yang lancang karena menyuruh

Jayanegara yang seorang raja untuk melepaskan pakaianannya. Jika dalam

kehidupan sehari-hari, tindakan ini akan berbuah hukuman untuk Gajahmada.

Jayanegara sendiri akhirnya maklum dengan gagasan Gajahmada mengingat

keadaan yang menuntut Gajahmada bertindak seperti itu. Tindakan ini

menunjukkan keberanian Gajahmada mengemukanan pendapatnya.

Kemampuan Gajahmada berpikir cepat dan berani mengambil keputusan

didukung oleh kewaspadaannya yang tinggi. Pada saat pemberontakan Ra Kuti,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

terdapat mata-mata dalam tubuh Bhayangkara. Gajahmada bertindak cekatan

dengan membuat tipu muslihat untuk memastikan nyawa Jayanegara tidak

terancam.

(11) “Pasukan kita disusupi komplotan pengkhianat. Panji Saprang yang ternyata seorang pengkhianat itu telah berhasil kita habisi. Akan tetapi, aku merasa yakin ada temannya yang lain yang sampai saat ini belum bisa kita ketahui siapa. Oleh karena itu, berhati-hatilah serta cermati semua Bhayangkara yang utamanya berbuat aneh-aneh dan di luar kewajaran. Di samping itu, besok kau tidak akan pernah menemukanku di Krian.”

Gagak Bongol bingung. Pandangan Gagak Bongol tidak bergeser sejengkal pun dari wajah Gajahmada.

“Hanya kau yang tahu bahwa aku tak akan menuju Krian. Aku sebut tempat itu hanya untuk membuktikan memang ada pengkhianat yang kita curigai ada di antara kita. Jika Ra Kuti menyerbu Krian, berarti pengkhianat busuk itu benar-benar ada. Kita harus berhasil menemukan orangnya.” (Gajahmada, 2004 : 207).

Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan Gajahmada sebagai

prajurit yang pintar dan berani. Pintar dalam menyusun sebuah rencana pelarian

dan sekaligus membuktikan keberadaan pengkhianat di tubuh Bhayangkara.

Gajahmada juga seorang pemberani karena rencana yang Gajahmada lakukan

harus menipu teman sendiri. Resikonya Gajahmada harus melindungi Jayanegara

seorang diri.

Kecerdasan dan keberanian Gajahmada tidak terbatas kepada pengambilan

keputusan. Kecerdasan Gajahmada tampak dalam kutipan sebagai berikut.

(12) “Ampun Tuanku,” jawab Gajahmada, “sebenarnyalah hamba telah menyiapkan sebuah cara untuk bisa keluar dari balik dinding itu. untuk itu, silakan Tuanku mencoba menahan napas. Hamba harus mengetahui seberapa lama Tuanku bisa menahan napas.”

Jayanegara terheran-heran. Namun, Raja Majapahit itu tidak menolak apa yang diminta Bekel Gajahmada. Setelah menghirup udara cukup banyak, Jayanegara menahan napas untuk beberapa saat lamanya. Ketika akhirnya Jayanegara tidak mampu menehan lagi, napas yang ditahan itu dilepasnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

“Bagaimana?” bertanya Jayanegara. “Bagus,” jawab Gajahmada, “sekarang, mari kita membenamkan

diri ke sungai itu. Kita merayap agar tidak kelihatan.” Jayanegara terbelalak, “Gila!” (Gajahmada, 2004 : 217).

Tindakan yang diambil Gajahmada adalah salah satu usaha penyelamatan

Jayanegara. Tindakan tersebut terpaksa diambil karena pintu gerbang tempat jalur

pelarian Gajahmada dan Jayanegara dijaga ketat oleh prajurit pemberontak.

Gajahmada berpendapat terlalu beresiko memaksa lewat dengan kekerasan,

mengingat keselamatan Jayanegara adalah prioritas.

Pada saat menyelamatkan Jayanegara, terbukti bukan olah kanuragan saja

yang menjadi modal utama Gajahmada. Justru “senjata” yang paling ampuh

adalah bekal kecerdasan yang dimiliki oleh Gajahmada. Bahkan para

Dharmaputra Winehsuka sebagai otak pemberontakan mengakuinya.

(13) Ra Yuyu yang semula berwajah datar, tak bisa menyembunyikan senyumnya. Ra Yuyu ikut memburu Jayanegera di Kabuyutan Mojoagung tidak akan bisa melupakan, bagaimana mereka telah dipermainkan oleh Bekel Gajahmada. Pasukan berkuda berkekuatan besar telah dibuat tumpul seperti ayam jago kehilangan tajinya (Gajahmada, 2004 : 459)

Kutipan tersebut membuktikan betapa kecerdasan Gajahmada mampu

mempermainkan pasukan berkuda yang berkekuatan besar. Kecerdasan

Gajahmada pula yang mampu meloloskan Jayanegara saat terjepit di Kabuyutan

Mojoagung. Bahkan kecerdasan Gajahmada mampu melahirkan kecurigaan-

kecurigaan diantara para Dharmaputra Winehsuka. Kecurigaan tersebut tumbuh

karena kegagalan beruntun para pemberontak untuk menangkap Jayanegara dan

Gajahmada.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

(14) “Kita selalu gagal bukan hanya karena kecerdikan Gajahmada itu, tetapi juga karena apa pun sepak terjang kita diawasi oleh telik sandi musuh. Ada telik sandi musuh disekeliling kita, bahkan mungkin berada dalam jarak yang sangat dekat denganku.”

Ra Tanca mendadak mencuatkan alisnya. Pangsa dan Wedeng saling pandang. Apa yang diucapkan Ra Kuti itu sangat mengusik hati mereka (Gajahmada, 2004 : 459).

Pada kenyataannya, Gajahmada dan para Bhayangkara merupakan sebuah

kesatuan yang mahir dalam hal memata-matai. Para Bhayangkara secara pribadi

merupakan mata-mata yang hebat. Modal utama seorang mata-mata adalah

kecerdasan dan kecepatan dalam berpikir. Jadi tidak benar bila Gajahmada

memata-matai para Dharmaputra Winehsuka.

(15) Apabila berbicara berbagai hal yang berhubungan dengan telik sandi maka pasukan Bhayangkara memiliki kesatuan kecil Sandiyudha, yang memang digembleng secara khusus bagaimana menjadi mata-mata yang andal. Bagi Ra Tanca, terasa aneh jika Ra Kuti mempersoalkan mata-mata di lingkungannya (Gajahmada, 2004 : 460).

Dalam usaha menyelamatkan Jayanegara, kecerdasan menjadi senjata

utama. Selain dalam bentuk tindakan, kecerdasan Gajahmada ditunjukkan dalam

bentuk sandi atau perintah khusus. Gajahmada membuat sebuah sandi untuk para

Bhayangkara supaya mata-mata Ra Kuti tidak mampu mengejar.

(16) Kartika Sinumping, Panjang Sumprit, dan Lembu Pulung memerhatikan dari atas kuda masing-masing, mereka menjauh ketika Gajahmada memberi isyarat dengan tangannya untuk menjauh. Ketiga Bhayangkara itu tahu, Bekel Gajahmada akan memberikan perintah sandi atau perintah khusus.

“Orang-orang melakukannya dengan penuh gairah sampai lupa kepada anak dan istri, tetapi bukan adu jago,” ucap Gajahmada tegas yang disimak dengan cermat oleh Jayabaya (Gajahmada, 2004 : 468).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

Sandi yang diberikan Gajahmada kepada Bhayangkara Jayabaya

merupakan sandi rahasia yang harus Jayabaya pecahkan agar dapat menyusul

Gajahmada ke tempat Jayanegara diungsikan.

Selain berbadan kekar dengan otot melingkar dan otak yang cemerlang,

Gajahmada bukanlah seorang yang pengecut. Sebagai seorang prajurit, bahkan

pimpinan Bhayangkara, Gajahmada akan berjuang sampai batasnya. Dalam

keadaan yang terjepit pun Gajahmada tidak meninggalkan prajurit lain yang

sedang berjuang mempertaruhkan nyawa. Hal ini menandakan bahwa Gajahmada

adalah seorang yang bertanggung jawab. Perhatikan kutipan berikut.

(17) Malang bagi para prajurit yang terjebak di luar karena tidak ada jalan untuk meloloskan diri. Bekel Gajahmada yang termasuk salah seorang dari mereka yang tertinggal segera mengamuk sejadi-jadinya. Seorang demi seorang dari sekitar belasan orang itu berjatuhan. Bekel Gajahmada hanya bisa menahan pedih di dalam dadanya menyaksikan keadaan itu. Namun, Bekel Gajahmada bukanlah jenis perajurit pengecut yang akan tinggal glanggang colong playu melarikan diri dari mereka (Gajahmada, 2004 : 156)

Kutipan di atas menggambarkan seorang Gajahmada yang tetap setia

kawan bahu-membahu dengan para prajurit yang tengah terjepit oleh pasukan

pemberontak. Bentuk tersebut juga mencerminkan bentuk para Bhayangkara

secara keseluruhan. Meski ada Bhayangkara yang menjadi pengkhianat dan

membantu Ra Kuti menangkap Jayanegara.

Salah satu modal utama dalam hal kepemimpinan adalah ketegasan.

Sebagai seorang prajurit, Gajahmada adalah seorang yang sangat tegas, bahkan

kepada orang yang berkedudukan lebih tinggi. Ketegasan Gajahmada dilandasi

oleh kebenaran yang dipegangnya. Ketegasan tersebut tampak dalam kutipan

percakapan berikut ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

(18) Merasa telah menemukan jawabannya, Bekel Gajahmada tersenyum. Diliriknya Gagak Bongol yang telah bersiaga dengan tangan kanannya yang melekat di gagang senjata.

“Jadi, Rakrian tidak akan ikut campur terhadap pertikaian yang besok akan terjadi?” desak Gajahmada.

“Ya!” jawab Panji Watang dengan tegas. “Sebenarnya siapa menurut Rakrian Panji, mereka yang bertikai

itu?” bertanya Bekel Gajahmada. “Aku bukan anak kecil yang layak diberi pertanyaan seperti itu.

semua orang tahu apa jawabannya.” Bekel Gajahmada makin jengkel. “Persoalannya bukan siapa yang bertikai, kalaupun dianggap orang

yang bertikai itu ada. Tuanku Sri Jayanegara adalah raja yang sah, yang pengangkatannya sebagai Pangeran Pati dilakukan sendiri oleh Tuanku Prabu Rajasa. Mengapa Rakrian tidak mengambil sikap membela Tuanku Jayanegara? Ra Kuti itu siapa?” desak Bekel Gajahmada (Gajahmada, 2004 : 43)

Kutipan di atas adalah penggalan percapakan antara Bekel Gajahmada

dengan Temenggung Panji Watang. Gajahmada merasa Temenggung Panji

Watang adalah seorang Temenggung yang licik. Pemberontakan Ra Kuti

dianggap sebagai permasalahan keluarga istana saja dan bukan tanggung

jawabnya untuk ikut bertempur melawan pemberontak Ra Kuti.

Kelicikan Temenggung Panji Watang terlihat saat ia memainkan

perannnya sendiri. Temenggung Panji Watang mengambil keuntungan saat

pasukan pemberontak yang dipimpin oleh Temenggung Pujut Luntar dibantu para

Dharmaputra Winehsuka dan pasukan penjaga istana yang dipimpin oleh

Temenggung Banyak Sora telah berperang habis-habisan.

Pasukan Jalayuda yang dipimpin Temenggung Pujut Luntar menyerang

pasukan Jalapati pimpinan Temenggung Banyak Sora. Penyerangan tersebut

dilatari oleh keinginan pribadi Temenggung Panji Watang untuk menjadi raja

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

Majapahit. Disamping itu Temenggung Panji Watang mendapat “iming-iming”

menjadi raja dari Ra Kuti jika ia mau membantu pemberontakan.

Meskipun Gajahmada berhadapan dengan seorang Temenggung,

Gajahmada tidak merasa takut atau segan untuk mengemukakan pendapatnya.

Gajahmada merasa pendapatnya adalah kebenaran. Keyakinan tersebut juga

didukung oleh lencana mahapatih yang didapatnya dari Mapatih Tadah.

Keyakinan itu menunjukkan ketegasan yang luar biasa dari sosok Gajahmada.

Dari ketegasan tersebut, lahirlah rasa bela negara dalam diri Gajahmada.

Sebagai bagian dari prajurit Majapahit, sudah selayaknya mencurahkan segalanya

untuk negara yang mengayominya.

(19) Bekel Gajahmada menjadi jengkel. Dalam tatanan keprajuritan antara lain disebutkan bahwa prajurit harus siap siaga setiap saat dan siap menjalankan perintah meski tengah malam sekalipun, apalagi jika negara berada dalam keadaan bahaya. Bekel Gajahmada yang merasa kecewa itu tidak mau bertele-tele. Waktu yang ada amat sempit untuk membual dan diboroskan dengan membicarakan segala macam omong kosong. Bekel Gajahmada segera mengangkat lencana Mahapatih, diacungkan kepada segenap prajurit itu (Gajahmada, 2004 : 33).

Berasal dari kesungguhan hati tersebut, Gajahmada akan mencurahkan

segala kemampuannya untuk menyelamatkan Jayanegara. Usaha tersebut berubah

menjadi bentuk bentuk kepahlawanan yang menjadi dasar para Bhayangkara.

2.2 Gagak Bongol

Gagak Bongol adalah salah satu prajurit Bhayangkara yang dituakan.

Penampilannya gagah berotot. Sebagai salah satu bagaian dari Bhayangkara,

tentulah olah kanuragan Gagak Bongol tidak diragukan lagi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

Dalam novel Gajahmada karya Langit Kresna Hariadi, Gagak Bongol

adalah salah satu Bhayangkara yang dekat dengan Gajahmada. Bhayangkara yang

lain adalah Lembang Laut. Berdua, mereka dapat dikatakan sebagai tangan kanan

Gajahmada dalam mendistribusikan perintah. Kedetakan mereka terlihat dalam

kutipan berikut.

(20) Antara Gajahmada dan Gagak Bongol terjalin hubungan yang dekat. Bersama-sama mereka telah banyak mengenyam kepahitan peperangan. Itulah yang menyebabkan antara Gagak Bongol dan Gajahmada terjalin hubungan persaudaraan yang akrab. Bekel Gajahmada nyaris tidak pernah meninggalkan Gagak Bongol ketika menghadapi masa-masa sulit. Selain Gagak Bongol, Bhayangkara yang sangat dipercayainya adalah Lembang Laut (Gajahmada, 2004 : 29).

Sebagai prajurit Bhayangkara kepercayaan Gajahmada, Gagak Bongol

memiliki kesiagaan dan kewaspadaan yang tinggi. Saat Gajahmada bertemu

Temenggung Banyak Sora, Gagak Bongol menempatkan dirinya sebagai

pelindung Gajahmada.

(21) Bekel Gajahmada kurang senang pada pertanyaan itu. Sebaliknya, Gagak Bongol yang berada tidak jauh darinya berada dalam kesiagaan tertinggi. Tangan kanannya tetap melekat di gagang pedang. Gagak Bongol telah sampai pada suatu kesimpulan jika ternyata Banyak Sora terlibat dalam rencana makar dan kemudian menjebak Bekel Gajahmada, ia akan mengamuk sejadi-jadinya. Serangan dadakan yang dilakukannya diharapkan mampu membenamkan Temenggung Banyak Sora ke pintu gerbang kematian ( Gajahmada, 2004 : 34).

Berdasarkan kutipan tersebut, dapat diamati betapa Gagak Bongol setia

mendampingi Gajahmada. Kecintaannya pada Majapahit tercermin dari

pengabdiannya kepada pimpinan Bhayangkara. Meski sigap dan selalu waspada,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

Gagak Bongol bermasalah dengan tempramennya. Gagak Bongol cenderung

mudah terpancing oleh keadaan. Perhatian kutipan percakapan berikut.

(22) “Apakah kau mempercayai Rakrian Temenggung Banyak Sora?” Bekel Gajahmada memperlambat laju kudanya. Kabut tebal menjadi

masalah bagi pandangan matanya, tetapi tidak bagi kuda-kuda yang sudah amat terlatih itu.

“Kau menduga Rakrian Temenggung Banyak Sora hanya berpura-pura kaget?” bertanya Bekel Gajahmada.

“Kalau ternyata pasukan Jalapati justru bersekongkol dengn pasukan Jala Rananggana, yang terjadi kau justru mengundang bahaya ke halaman istana Majapahit!” lanjut Gagak Bongol.

“Kemungkinan itu kecil. Jika Rakrian Temenggung Banyak Sora terlibat dalam rencana pemberontakan ini, kita berdua tidak akan keluar dengan selamat dari bangsalnya,” jawab Gajahmada. Dalam hati Gagak Bongol membenarkan jawaban itu (Gajahmada, 2004 : 38)

Dari penggalan percapakan antara Gajahmada dan Gagak Bongol tersebut

terlihat kecemasan Gagak Bongol. Kecemasan tersebut timbul karena Gagak

Bongol kurang mampu menyimpulkan keadaan. Selanjutnya, kecemasan tersebut

akan berujung pada keragu-raguannya pada orang yang belum dikenalnya dengan

baik seperti terlihat dari kutipan di bawah ini.

(23) “Aku curiga,” kata Gagak Bongol. “Jangan-jangan seperti yang aku duga, Rakrian Temenggung Banyak Sora itu bagian dari merekat idak ubahnya Rakrian Winehsuka dan Rakrian Temenggung Pujut Luntar, bahkan tidak ubahnya Rakrian Temenggung Panji Watang.” (Gajahmada, 2004 : 60,61)

Kecurigaan Gagak Bongol berubah menjadi keraguan. Keadaan tersebut

dipicu oleh terlambatnya Rakrian Temenggung Banyak Sora untuk datang ke

halaman istana Majapahit guna menghadapi para pasukan pemberontak. Gagak

Bongol yang tidak sabar semakin curiga dan menjadi tidak mampu berpikir

jernih. Perhatian percapakan berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

(24) “Bagaimana jika Banyak Sora mengambil sikap seperti Temenggung Panji Watang?” desak Gagak Bongol.

Bekel Gajahmada terdiam. Gelisah di dadanya kian mengental. “Kalau dugaanmu itu benar maka habislah. Istana yang menjadi

lambang keberadaan Majapahit akan menjadi tempat jag-jagan. Apakah keadaan yang mengerikan itu akan terjadi?”

Gagak Bongol merasa jengkel. Gagak Bongol merasa kecurigaannya terhadap Rakrian Banyak Sora yang ikut-ikutan bersikap seperti Panji Watang benar-benar terjadi. Banyak Sora pasti ikut mengail di air keruh.

Waktu terus merayap “Ambil keputusan sekarang, Kakang Bekel!” ucap Gagak Bongol

makin tidak sabar “Aku membutuhkan laporan Lembang laut untuk mengambil

keputusan. Tenanglah!” jawab Gajahmada (Gajahmada, 2004 : 61)

Percakapan tersebut makin menggambarkan ketidaktenangan Gagak

Bongol, bahkan pada akhir percapakan ia diingatkan oleh Gajahmada untuk tetap

tenang. Bentuknya yang mudah emosi akan menempatkan Gagak Bongol pada

keadaan yang hampir merenggut nyawa. Kejadian tersebut dilatar belakangi oleh

sulitnya menangkap mata- mata Ra Kuti dalam tubuh Bhayangkara.

Saat itu, Gajahmada yang pontang-panting menyelamatkan Jayanegara

dari kejaran pasukan Ra Kuti menuju ke Kabuyutan Mojoagung. Untuk

menyesatkan mata-mata Ra Kuti dalam tubuh Bhayangkara, Gajahmada menebar

umpan dengan mengatakan akan menuju ke Krian kepada para Bhayangkara.

Umpan tersebut bertujuan menyesatkan mata-mata Ra Kuti dan sekaligus

meringkusnya. Gajahmada hanya memberitahukan tujuan pelarian yang

sebenarnya kepada Gagak Bongol.

Gagak Bongol mendapat perintah dari Gajahmada untuk menangkap mata-

mata tersebut. Usaha menemukan mata-mata Ra Kuti dalam tubuh Bhayangkara

menjadi sangat penting karena keberadaannya mampu menjadi mata dan telinga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

Ra Kuti sehingga kemanapun Gajahmada membawa Jayanegara mengungsi, Ra

Kuti mampu mengejar. Gagak Bongol merasa kesulitan menemukan siapa mata-

mata tersebut.

Mata-mata Ra Kuti adalah anggota Bhayangkara yang pintar. Ia mampu

membaca arah pelarian Gajahmada dan Jayanegara. Rencana yang telah disusun

dengan rapi oleh Gajahmada dan Gagak Bongol dapat ditebaknya.

(25) “Sebuah cara yang kasar dan bodoh sekali,” telik sandi yang menyusup di antara Bhayangkara itu berbicara untuk dirinya sendiri. “Akhirnya, aku benar-benar yakin Sri Jayanegara dan Gajahmada tidak berada di Krian. Aku yakin setelah merasa mengetahui siapa saja yang mengambil jalan ke Krian, Bongol dan Lembang Laut itu pasti akan mengatakan yang sebenarnya bahwa Gajahmada dan Jayanegara tidak akan pernah ditemukan di Krian. Jika benar-benar seperti itu, aku tinggal menebak dan mereka-reka, ke mana sebenarnya Gajahmada membawa Kalagemet itu.”

Telik sandi itu tersenyum, tetapi dengan segera ia menyembunyikan senyumnya di balik wajah yang datar tanpa meninggalkan kesan.

“Kelihatannya Bekel Gajahmada telah meninggalkan pesan khusus untuk mereka berdua supaya berusaha menemukan telik sandi yang menyusup di tubuh mereka. Bukan pekerjaan yang gampang untuk menemukanku. Kulitku sangat peka dan gampang sekali berubah warna,” mata-mata itu berbicara pada diri sendiri (Gajahmada, 2004 : 351,352).

Kutipan di atas adalah penggambaran mata-mata Ra Kuti dalam tubuh

Bhayangkara. Kepintaran mata-mata tersebut mampu menyulitkan Gagak Bongol

untuk membongkar kedoknya. Bahkan ia mampu menemukan tempat

persembunyian Gajahmada dan Jayanegara. Padahal hanya Gagak Bongol yang

tahu dimana Gajahmada menyembunyikan Jayanegara.

(26) Dengan susah payah telik sandi itu berusaha mengumpulkan semua jejak ingatan, khususnya terhadap orang-orang yang berada di barat kotaraja yang mempunyai hubungan akrab dengan Gajahmada. Orang-orang itu mempunyai kemungkinan untuk didatangi Gajahmada untuk menitipkan Jayanegara. Satu demi satu nama-nama yang ada dipilah-pilah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

Hingga kemudian, tiba-tiba telik sandi itu berdesir. “ Mojoagung?” desirnya. “Di barat ada Buyut Mojoagung.” Nama itu menggungcang isi dadanya hingga berderak-derak

(Gajahmada, 2004 : 354).

Keberhasilan mata-mata Ra Kuti menebak arah pelarian Gajahmada

menempatkan Gagak Bongol dalam kesulitan. Bila para prajurit Ra Kuti

menyerang Mojoagung, Gagak Bongol dapat kehilangan kepercayaan Gajahmada.

Lebih jauh, Gagak Bongol dapat menjadi tertuduh sebagai mata-mata Ra Kuti.

Kemungkinan buruk tersebut menjadi kenyataan. Prajurit dalam jumlah besar

menyerang Kabuyutan Mojoagung tempat Gajahmada menyembunyikan

Jayanegara.

Penyerangan itu dipimpin langsung oleh Ra kuti. Jayanegara yang dalam

keadaan terdesak mampu melarikan diri berkat kecakapan para Bhayangkara.

Meski Jayanegara selamat, Gajahmada tetap melimpahkan kesalahan kepada

Gagak Bongol. Gajahmada merasa Gagak Bongol membocorkan rahasia pelarian

Gajahmada dan Jayanegara kepada Bhayangkara yang lain. Karena kesalahan

itulah Gagagk Bongol bersumpah akan menemukan dan membunuh mata-mata Ra

Kuti dengan tangannya sendiri.

Dalam keadaan seperti itu, Gagak Bongol akan kehilangan kejernihan

pikirannya dan cenderung bergerak karena amarah. Pada akhirnya, Gagak Bongol

terjebak dalam siasat mata-mata Ra Kuti karena Gagak Bongol cenderung

menjadi gegabah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

Kesalahan tersebut terjadi saat Gagak Bongol membunuh Mahisa Kingkin,

salah satu prajurit Bhayangakara. Mahisa Kingkin terbunuh karena taktik licik

mata-mata Ra Kuti yang menjadikan Mahisa Kingkin sebagai korban fitnah.

Mata-mata Ra Kuti mempunyai seekor burung merpati pengirim berita

pemberian dari Ra Yuyu, salah satu Dharmaputra Winehsuka. Dengan merpati

tersebut ia hendak mengirim berita kebaradaan Gajahmada dan Jayanegara kepada

para Dharmaputra. Buntalan berisi makanan burung merpati ia masukkan ke

dalam bekal perjalanan milik Mahisa Kingkin jadi saat dilakukan pemeriksaan,

Mahisa Kingkin yang akan dituduh sebagai mata-mata Ra Kuti.

(27) “Sebuah cara yang murah dan mudah untuk mengurangi kekuatan pasukan Bhayangkara,” ucap mata-mata Ra Kuti yang berada dalam pacak baris pasukan Bhayangkara itu.

Pucat pasi Mahisa Kingkin karena dialah pemilik buntalan pakaian yang di dalamnya ditemukan remah-remah jagung makanan burung merpati itu.

“Jadi, kau pengkhianat itu?” desis Lembang Laut. “Tidak!” jawab Mahisa Kingkin. “Bukan aku.” “Bagaiamana kau menjelaskan makanan burung merpati bisa berada

dalam buntalan pakaianmu?” tekan Lembang Laut. “Dan, teganya kaubantai Panjer Lawang dengan cara sangat pengecut

itu?” Gagak Bongol menambah. Gugup Mahisa Kingkin. Namun, apa yang dilakukan Gagak Bongol adalah mengakhiri hidup

Mahisa Kingkin untuk selamanya. Ayunan pedang yang dilakukan Bongol dari arah belakang menyambar leher itu menyebabkan kepala Mahisa Kingkin terpisah dari tubuhnya. Tak seorangpun Bhayangkara yang memalingkan wajah manakala Gagak Bongol menuntaskan hukuman yang dijatuhkan kepada pengkhianat yang telah merepotkan itu.

“Benar-benar sebuah harga yang murah meriah, bahkan tanganku pun tak harus berlepotan darah. Mestinya, aku yang mengayunkan pedang memenggal leher itu untuk meyempurnakan sandiwara yang kulakukan.” (Gajahmada, 2004 : 484).

Pembunuhan yang dilakukan oleh Gagak Bongol adalah hasil siasat licik

mata-mata Ra Kuti. Tuduhan Gajahmada kepadanya dan tugas menemukan mata-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

mata Ra Kuti secepatnya menyebabkan Gagak Bongol gelap mata dan tidak

mampu berpikir jernih. Gagak Bongol hanya menerjemahkan apa adanya terhadap

sesuatu yang ia lihat tanpa membuat berbagai pertimbangan. Bentuk Gagak

Bongol yang demikian membuatnya terjepit saat kebenaran terbuka, bahwa

bukanlah Mahisa Kingkin yang menjadi mata-mata Ra Kuti.

Kebenaran itu terkuak saat para Bhayangkara dan Gajahmada bertemu di

Kudadu. Sebuah desa di pegunungan Kapur Utara. Bhayangkara Pradhabasu

merasa Mahisa Kingkin bukanlah mata-mata Ra Kuti karena saat burung merpati

dilepaskan oleh mata-mata Ra Kuti, Pradhabasu berada di dekat Mahisa Kingkin.

Bila Mahisa Kingkin yang melepaskan burung merpati itu, Pradhabasu akan

langsung mengetahuinya.

Sebagai seorang prajurit, apalagi bagian dari Bhayangkara, Gagak Bongol

memiliki bentuk kesatria. Sadar bahwa ia telah bersalah dengan membunuh

Mahisa Kingkin, Gagak Bongol siap menerima hukuman mati.

(28) “Aku telah bersalah kepada Mahisa Kingkin,” ucapnya. “Apabila untuk menebus kekeliruan mengerikan yang aku lakukan itu harus dengan kematian pula aku tidak keberatan.”

Gagak Bongol mencabut senjatanya dengan arah pandang tak berkedip tertuju kepada Pradhabasu. Namun, tak sebagaimana yang diduga siapa pun, Gagak Bongol berjongkok dan meletakkan semua senjata yang dimilikinya di atas tanah. Apa yang dilakukan Bongol adalah mempersiapkan lehernya apabila ada yang berniat mengayunkan pedang menebasnya (Gajahmada, 2004 : 508).

Bentuk kesatria tersebut merupakan dasar semua prajurit Bhayangkara.

Berani mati dan iklas dalam menerima keadaan merupakan bentuk kepahlawanan

Gagak Bongol.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

2.3 Lembang Laut

Seperti halnya Gagak Bongol, Lembang Laut adalah salah satu prajurit

Bhayangkara kepercayaan Gajahmada. Sebagai salah satu bagian dari

Bhayangkara, Lembang Laut tentulah seorang prajurit yang tegap, berotot dan

mempunyai kelebihan dibanding prajurit Majapahit lainnya. Salah satu

kemampuan Lembang Laut adalah melacak jejak dan penyamaran.

Gajahmada sebagai pimipinan pasukan Bhayangkara sangat mengandalkan

Lembang Laut untuk pekerjaan menyusup ke dalam musuh dan mencari

informasi. Oleh karena itu, tanpa banyak pertimbangan, Gajahmada menjatuhkan

perintah kepada Lembang Laut untuk melacak keberadaan pasukan pemberontak.

Dengan sigap Lembang Laut menyambut tugas itu.

(29) “Pasukan Jala Rananggana telah meninggalkan bangsalnya. Pertanyaan yang muncul, di mana mereka sekarang masanggrah. Oleh karena itu, kita harus segera menemukan mereka. Kuberikan tugas itu kepada Lembang Laut. Aku percaya pekerjaan itu terlampau ringan untukmu. Sekembali dari tugas itu, mampirlah ke wisma kepatihan. Sampaikan semua yang kauketahui kepada Mahapatih. Sampaikan pula persiapan-persiapan yang telah kita lakukan. Usahakan hanya Mahapatih Tadah tanpa orang lain yang mendengar laporanmu,” Bekel Gajahmada berbicara tegas.

“Siap!” jawab Lembang Laut trengginas (Gajahmada, 2004 : 49).

Tugas menemukan dan menyusup ke dalam pasukan musuh bukanlah

pekerjaan mudah. Disamping berbahaya, pekerjaan itu haruslah dilakukan dengan

keberanian yang tinggi. Lembang Laut adalah prajurit yang memenuhi syarat

tersebut.

(30) Lembang Laut adalah prajurit Bhayangkara yang mempunyai kemampuan khusus dan luar biasa. Ia seorang pelacak jejak yang ulung, hidungnya setajam hidung serigala sehingga hanya dengan membaca angin ia tahu harus bergerak ke mana (Gajahmada, 2004 : 49).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

Penggambaran tokoh Lembang Laut sangat jelas digambarkan oleh

kutipan dia atas. Berbekal kemampuan itu, Lembang Laut tidak kesulitan

menemukan tempat persembunyian pasukan pemberontak. Selain keberanian yang

luar biasa, Lembang Laut adalah prajurit Bhayangkara yang pintar.

(31) Sementara itu, Lembang Laut telah berhasil menyelinap ke dalam riuhnya persiapan pasukan yang akan melakukan penyerbuan. Tepat seperti tebakannya, pasukan pemberontak itu bermaksud menggunakan kecerdikan akan melakukan serbuan dari arah yang tidak terduga, justru dari belakang istana, di sebuah ladang jagung yang terletak di timur perkampungan Santanaraja (Gajahmada, 2004 : 62).

Lembang Laut dapat menemukan dengan mudah tempat para pasukan

pemberontak bersembunyi. Tebakannya sangat tepat. Hal itu tidak hanya asal

tebak semata, tetapi berdasarkan pemikiran dengan kepala dingin. Berbeda dengan

Gagak Bongol, Lembang Laut mampu menahan gejolak amarahnya sehingga ia

lebih mampu berpikir rasional.

(32) Lembang Laut berusaha menentramkan diri. Ternyata amarah adalah lawan yang tidak kalah berat dari musuh di medan perang. Sekuat tenaga Lembang Laut mendamaikan diri, meski isi dadanya mengombak bergelombang bagai ombak selatan di kala murka. Meskipun kemarahan serasa akan meretakkan dinding kepalanya, Lembang Laut mesih mampu menggunakan otaknya (Gajahmada, 2004 : 63)

Kemarahan Lembang Laut dipicu kenyataan yang dilihatnya di tengah-

tengah para pasukan pemberontak. Sebagai seorang prajurit Majapahit, Lembang

Laut tidak dapat membenarkan tindakan makar yang didalangi oleh para

Dharmaputra Winehsuka. Sehingga timbul amarah yang hampir tidak dapat

Lembang Laut tahan. Apabila Lembang Laut tidak dapat menahan amarahnya,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

alhasil Lembang Laut lah yang akan terbunuh dan informasi yang sangat penting

berkaitan dengan keberadaan para pemberontak tidak pernah sampai kepada Bekel

Gajahmada.

Bentuk Lembang Laut yang demikian dapat dikatakan sebagai gambaran

prajurit sejati. Mampu menahan emosi pribadi demi suksesnya sebuah misi yang

diembannya. Itulah bentuk kepahlawanan yang ditunjukkan oleh Lembang Laut.

2.4 Pradhabasu

Pradhabasu adalah seorang prajurit Bhayangkara yang berperawakan

gagah dan mempunyai kelebihan dalam hal melempar pisau. Sebagai prajurit

Bahayangakara yang mumpuni dalam bidang mata-mata, Pradhabasu ahli dalam

bidang penyamaran. Dalam olah kanuragan tidak perlu diragukan lagi. Sebagai

salah satu prajurit Bhayangkara, Pradhabasu jelas mempunyai kelebihan.

Dalam menghadapi sebuah permasalahan, Pradhabasu mampu berpikir

tenang dengan kepala dingin. Pradhabasu juga gambaran prajurit yang patuh

terhadap perintah. Kemampuannya dalam olah pikir membuatnya mampu

membuat berbagai pertimbangan dan melihat suatu permasalahan dari berbagai

sudut pandang. Kecerdasannya membuatnya berani menyuarakan pendapatnya

secara langsung. Pradhabasu adalah tipe pembela kebenaran.

Ketenangan dan kecerdasan Pradhabasu mampu membuka kedok mata-

mata Ra Kuti. Saat Mahisa Kingkin mati terpenggal pedang Gagak Bongol karena

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

menjadi Koran fitnah, Pradhabasu tetap tenang dan mampu mengendalikan

amarahnya meski tahu Mahisa Kingkin tidak bersalah. Pradabhasu tidak langsung

memprotes Gagak Bongol sebelum ditemukan bukti yang mampu menguatkan

kesimpulannya. Oleh karena itu, dengan berani Pradhabasu menyampaikan

pemikirannya langsung kepada Gajahmada selaku pimpinan prajurit Bhayangkara.

(33) “Tuduhan terhadap Bhayanagkara Mahisa Kingkin merupakan kesalahan, kekeliruan mengerikan. Mahisa Kingkin hanya korban fitnah belaka, mata-mata Ra Kuti itu telah memasukkan remah jagung pakan merpati ke buntalan milik Mahisa Kingkin. Mahisa Kingkin bukan pelakunya karena kebetulan tak sekejappun aku terpisah darinya, aku tentu tahu jika ia melepas burung merpati itu.” (Gajahmada, 2004 : 493).

Gajahmada, sebagai pimpinan Bhayangkara mempercayai pemikiran

Pradhabasu karena terlepas dari kecerdasan Pradabhasu, Bhayangkara Mahisa

Kingkin adalah seorang yang baik dan tidak mungkin menjadi mata-mata Ra Kuti.

Oleh karena itu, Gajahmada membuat suatu jebakan untuk dapat membongkar

penyamaran mata-mata tersebut.

Saat mata-mata Ra Kuti dapat ditemukan dan dibunuh, Pradhabasu hendak

menantang Gagak Bongol berkelahi sampai mati sebagai bentuk

pertanggungjawaban. Niat Pradhabasu ini mencerminkan ketegasan dan keyakian

seorang prajurit, bahwa bila seorang prajurit berbuat kesalahan, harus mampu

menanggung hukumannya pula. Gagak Bongol yang merasa bersalah siap

memberikan nyawa sebagai bentuk penyesalannya.

Apabila tidak dihentikan oleh Jayanegara, Gagak Bongol pasti telah

kehilangan kepalanya. Jayanegara merasa apa yang menimpa Gagak Bongol juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

dapat menimpa orang lain. Semua itu tidak lebih dari permainan licik mata-mata

Ra Kuti. Pradhabasu setuju dengan pemikiran rajanya.

(34) Pradhabasu yang marah merasa membutuhkan penyaluran, tetapi Pradhabasu juga memahami apa yang disampaikan rajanya bahwa Bhayangkara Gagak Bongol hanya korban dari pemainan telik sandi musuh. Ia juga bisa mengalami hal yang sama bila ditempatkan sebagai Gagak Bongol (Gajahmada, 2004 : 508).

Berdasarkan kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pradhabasu juga

seorang prajurit yang mampu memahami dan melihat permasalah secara rasional.

Bentuk Pradhabasu yang demikan menggambarkan bentuk kepahlawanannya

yang berani dan berpikir rasional.

2.5 Lembu Pulung

Lembu Pulung bersama Panjang Sumprit, Jayabaya dan Kartika

Sinumping adalah empat Bhayangkara yang bertugas mengamankan

keselamanatan para sekar kedaton. Empat Bhayangkara tersebut merupakan

contoh figur para prajurit pengawal yang handal. Hal itu dapat disimpulkan dari

tugas penyelamatan para sekar kedaton saat pemberontakan Ra Kuti pecah.

(35) Panjang Sumprit serta ketiga rekannya, Lembu Pulung, Jayabaya dan Kartika Sinumping bertugas mengamankan para putri kedaton. Jika istana dijarah pemberontakan, para Bhayangkara bisa membanyangkan betapa sekar kedaton, Breh Daha dan Breh Kahuripan, akan menjadi jarahan. Lebih-lebih Rakrian Kuti dikenal sebagai lelaki doyan perempuan.

Panjang Sumprit maju selangkah. “Kami akan membawa para putri menyusul Tuan Putri Tribuaneswari

dan Narendraduhita yang saat ini mengunjungi Tuan Putri Gayatri. Hanya ada Ibunda Putri Prajna, Tuan Putri Rajadewi dan Tunggadewi. Untuk mengawal para tuan putri itu kami membutuhkan tenaga lebih banyak,” jawab Panjang Sumprit mewakili kelompoknya (Gajahmada, 2004 : 50).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

Perhatian akhir kutipan diatas. Keempat Bhayangkara tersebut merasa

tugas yang diberikan oleh Gajahmada adalah tugas yang berat. Tetapi apa yang

disampaikan oleh Panjang Sumprit bukanlah cermin ketakutan seorang prajurit

dalam menghadapi bahaya. Usul Panjang Sumprit yang disampaikan kepada

Gajahmada itu merupakan sebuah pemikiran bahwa keselamatan para sekar

kedaton adalah hal yang sangat penting. Oleh karena itu keamanan adalah hal

yang penting. Jadi, Lembu Pulung adalah seorang prajurit Bhayangkara yang

penuh perhitungan dan cenderung berhati-hati dalam menjalankan perintah.

2.6 Panjang Sumprit

Gajahmada selaku pimpinan Bhayangkara tidak menyetujui usul Panjang

Sumprit karena merasa bila mengawal sekar kedaton dengan banyak tenaga justru

akan memancing perhatian para prajurit pemberontak. Hal yang paling penting

dalam penyelamatan sekar kedaton adalah penyamaran.

Panjang Sumprit mewakili kelompoknya menerima saran tersebut.

kesulitan yang dirasakan oleh Panjang Sumprit adalah meyakinkan para sekar

kedaton untuk menyamar menjadi rakyat jelata. Berdasar keberanian Panjang

Sumprit mengutarakan pendapatnya kepada Gajahmada, dapat disimpulkan bahwa

Panjang Sunprit adalah salah satu anggota prajurit Bhayangkara yang berani

menyuarakan pendapatnya.

(36) “Jika demikian,” Panjang Sumprit menjawab, “Kumohon Kakang Bekel yang menyampaikan kepada para Tuan Putri agar mengerti. Bertempur sampai mati adalah hal yang amat gampang. Sebaliknya, menyampaikan hal-hal seperti yang Kakang Bekel maksud itu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

kepada para Tuan Putri adalah pekerjaan yang amat sulit. Tolong Kakang Bekel saja.” (Gajahmada, 2004 : 50,51).

2.7 Jayabaya

Bhayangkara Jayabaya adalah salah satu dari empat Bhayangkara yang

mendapat perintah dari Gajahmada untuk mengamankan para sekar kedaton saat

pemberontakan Ra Kuti pecah. Jayabaya adalah prajurit Bhayangkara yang

bertubuh tidak terlalu besar, cukup berotot dan setia.

Pengabdiannya kepada negara dibuktikan dengan kesanggupannya

menjadi salah satu Bhayangkara yang hendak mengamankan para sekar kedaton.

Pekerjaan untuk mengamankan para sekar kedaton bukanlah pekerjaan yang

ringan karena bertanggung jawab menjaga keselamatan keluarga kerajaan.

Kegagalan berarti hukuman mati. Jayabaya dengan siap mempertaruhkan

nyawanya untuk mengawal para sekar kedaton.

Selain sebagai sosok prajurit pengawal yang handal, Jayabaya mempunyai

sisi kemanusiaan yang cukup kental. Saat mengawal Gajahmada dan Jayanegara,

Bhayangkara Jayabaya merasakan kerinduan kepada kekasihnya yang bernama

Danawari. Kerinduan ini bahkan akan diwujudkan dalam bentuk pernikahan kelak

bila Ra Kuti berhasil dikalahkan.

(37) Bhayangkara Jayabaya memandang langit yang bersih dan membiarkan kerinduan hatinya berbicara. Setelah setahun berlalu dan kini ia menggenggam kebanggaan sebagai satu dari sangat sedikit pasukan khusus Bhayangkara, Jayabaya merasa telah tiba waktunya memenuhi janjinya kepada gadis itu, bahkan kepada Bekel Gajahmada pada sebuah hari Jayabaya pernah memperbincangkan secara khusus untuk meminta waktu menyempatkan mendahulukan kepentingan pribadi itu. Bekel Gajahmada tidak keberatan dan memberi izin (Gajahmada, 2004:466)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

2.8 Kartika Sinumping

Sebagai salah satu prajurit yang mengawal para sekar kedaton,

Bhayangkara Kartika Sinumping adalah salah satu Bhayangkara yang memiliki

pengabdian yang tinggi. Kesetiannya kepada Majapahit dibuktikan dengan

kesuksesan menyelamatkan para sekar kedaton.

(38) “Apa kabarmu Bhayangkara Kartika Sinumping dan Lembu Pulung, apa telah kauselesaikan tugasmu dengan baik?” bertanya Gajahmada.

“Tugas kami telah selesai dengan baik, Kakang Bekel,” Kartika Sinumping menjawab (Gajahmada, 2004:413)

Selain sebagai salah satu Bhayangkara pengawal para sekar kedaton,

Kartika Sinumping juga berjasa dalam mempersiapkan serangan balik para

prajurit Bhayangkara saat menggulingkan Ra Kuti. Kepahlawanan Kartika

Sinumping akan dijelaskan pada bab selanjutnya

Berdasarkan kutipan 36, dapat disimpulkan keempat Bhayangkara tersebut

adalah para prajurit yang pilih tanding atau hebat dalam pertempuran tetapi

kurang yakin dalam hal perempuan, apalagi yang mereka hadapi adalah para sekar

kedaton. Totalitas yang mereka tunjukkan dalam peperangan adalah bentuk

pemberani dan cerminan keteguhan hati yang kuat dalam menghadai suatu

kesulitan. Itulah bentuk kepahlawanan yang Lembu Pulung, Panjang Sumprit,

Jayabaya dan Kartika Sinumping tunjukkan.

2.9 Gajah Pradamba

Gajah Pradamba. Sebagai seorang prajurit Bhayangkara, postur fisik Gajah

Pradamba tentu gagah. Mengingat hanya prajurit dengan kemampuan olah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

kanuragan yang tinggi yang mampu diterima di kesatuan Bhayangkara.

Kemampuan kanuragan yang tinggi hanya bisa didapat dengan latihan olah tubuh

yang intensif. Oleh karena itu, kondisi fisik akan terjaga dengan otot-otot yang

besar.

Gajah Pradamba yang dikala muda dikenal sebagai Enggon, mempunyai

kemampuan yang tidak dapat diukur. Kemampuannya bahkan dikui oleh

Lembang Laut, Bhayangkara kepercayaan Gajahmada. Perhatikan kutipan berikut.

(39) Lembang Laut melenting melewati dinding batas penyekat serta bermaksud menuju halaman samping. Akan tetapi, Lembang Laut melihat mayat-mayat yang berkelimpangan berserakan di sana. Lembang Laut menggeleng-geleng kepala membayangkan entah dengan cara bagaimana Gajah Pradamba yang di kala muda bernama Enggon itu melakukan (Gajahmada, 2004 : 196,197).

Ketakjuban yang terlontar oleh seorang Lembang Laut mampu menjadi

gambaran betapa hebatnya seorang Gajah Pradamba. Beberapa prajurit menjadi

korbannya, bahkan pembunuhan tersebut dilakukannya tanpa menimbulkan

kegaduhan. Sebagai seorang prajurit mata-mata, kemampuan Bhayangkara

memang luar biasa. Kemampuan tanpa batas dan kesigapan yang luar biasa

meupakan bentuk pengabdian Gajah Pradamba kepada negara. Itulah bentuk

kepahlawanan yang ditunjukkan seorang Enggon.

2.10 Macan Liwung

Kemampuan tersebut juga ditunjukkan oleh seorang Macan Liwung.

Bhayangkara Macan Liwung adalah seorang prajurit dengan kesigapan yang

tinggi. Macan Liwung juga mempunyai kesadaran akan rasa kemanusiaan yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

tinggi. Saat menyaksikan perbuatan keji yang dilakukan oleh prajurit Ra Kuti,

Macan Liwung tidak dapat menahan amarahnya.

(40) Sekelompok prajurit kaki tangan Ra Kuti telah berbuat keji. Di sebuah rumah mereka tidak hanya menjarah. Seorang saudagar yang memiliki anak gadis menjadi bulan-bulanan perbuatan mereka.

Gadis malang itu diperkosa bergilir. “Hanya binatang yang sanggup melakukan perbuatan itu,”

Bhayangkara Macan Liwung berbicara dalam hati (Gajahmada, 2004 : 237,238).

Perbuatan para prajurit Ra Kuti sungguh keji. Macan Liwung yang

menyaksikan perbuatan tersebut menyamakan para prajurit itu seperti perbuatan

binatang. Manusia yang dikarunia oleh Tuhan berupa akal dan budi mampu

berubah menjadi seperti binatang bila tidak ada aturan dalam masyarakat yang

mengikat. Saat aturan-aturan tersebut tidak berlaku karena pergolakan, maka

hanya kerusakan yang akan dipetik oleh manusia.

Macan Liwung sebagai prajurit Bhayangkara dengan sorot matanya yang

tajam bertindak menjatuhkan hukuman bagi para prajurit Ra Kuti. Tidak ada

hukuman yang lebih pantas selain hukuman mati. Maka itulah yang terjadi.

(41) Matanya yang tajam terus mengawasi sepak terjang prajurit pemberontak yang menjadi liar itu. Bhayangkara Macan Liwung tidak mampu menguasai diri lagi. Busur segera direntangnya. Warasta dengan ujung beracun dipasangnya dan kemudian direntang. Macan Liwung tak membutuhkan waktu terlampau lama untuk membidik. Demikian anak panah dilepas, prajurit petualang itu terjengkang sambil mendekap dadanya. Ambruk tanpa sempat berteriak.

Macan Liwung kembali merentang busur dan melepas anak panah. Prajurit berikutnya yang menunggu giliran memerkosa gadis itu ambruk dengan mata melotot dan tidak sempat berteriak. Kemampuan bidik yang dimiliki Macan Liwung memang luar biasa. Anak panah itu melesak membenam di tenggorokannya. Prajurit terakhir yang dengan peluh berhamburan serta semangat menggebu menjarah kehormatan anak gadis saudagar kaya itu mati dengan kepala terpisah dari tubuh. Pedang panjang Macan Liwung

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

membabat lehernya. Seorang lagi prajurit petualang muncul dari pintu. Macan Liwung melepas pisaunya. Sekali ayun pisau itu terbang dan melesat cepat ke arah sasarannya, menembus mata kanan (Gajahmada, 2004 : 238).

Rentetan aksi Macan Liwung seperti yang terlihat pada kutipan diatas

menggambarkan kegesitan yang luar biasa. Aksi yang diawali dengan melepas

anak panah kemudian berganti menjadi aksi pedang panjang dan diakhiri dengan

aksi pisau terbang memperlihatkan tingginya kanuragan seorang Macan Liwung.

Saat menghadapi kejahatan, seorang Macan Liwung mampu berubah

menjadi prajurit seganas “macan”. Macan Liwung mampu mematikan nuraninya

dengan membantai para prajurit yang berbuat batil. Terlepas dari kekejamannya

saat membasmi kejahatan, Macan Liwung ternyata seorang prajurit dengan hati

yang lembut. Bertolak belakang dengan aksinya saat membantai para prajurit,

Macan Liwung dapat menjadi sprajurit yang penuh dengan welas asih.

Seorang prajurit yang tegas, tangkas dan penuh welas asih merupakan

gambaran seorang Macan Liwung. Penokohan yang ditunjukkan oleh Macan

Liwung merupakan gambaran bentuk kepahlawanan yang dimilikinya. Bentuk

yang sedikit “liar” juga dimiliki oleh Bhayangkara Gajah Geneng.

2.11 Gajah Geneng

Dalam novel Gajahmada karya LKH, seorang Bhayangkara Gajah Geneng

tidak terlalu banyak diceritakan. Penggambaran Gajah Geneng hanya dapat

diidentifikasi lewat pemikiran Gagak Bongol.

(42) Sulit membayangkan Bhayangkara Riung Samudra mau berkhianat menjadi kaki tangan Ra Kuti. Kemudian, Gajah Geneng sedikit berangasan. Gagak Bongol mengenal dengan baik sosok macam apa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

Gajah Geneng. Tidak mungkin Gajah Geneng mau menjadi kaki tangan Ra Kuti (Gajahmada, 2004 : 346).

Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang Bhayangkara

Gajah Geneng adalah seorang prajurit yang sedikit “liar”. Gagak Bongol

menggunakan istilah berangasan. Meskipun berangasan bukanlah bentuk yang

baik, Gagak Bongol tetap mempercai Gajah Geneng tidak mungkin menjadi

bagian dari pemberontak. Hal ini menandakan bahwa Gajah Geneng seorang

prajurit yang lurus dan terutama setia kepada negara.

2.12 Riung Samudra

Sebagai prajurit Bhayangkara, selain tinggi dalam olah kanuragan,

seorang prajurit juga harus pintar. Pintar dalam berpikir, bertindak dan

mengantisipasi berbagai kejadian yang genting. Riung Samudra sebagai salah satu

anggota prajurit Bhayangkara memiliki kecerdasan dalam menilai suatu peluang.

Saat pemberontakan Ra Kuti pecah, istana yang menghadapi gelombang

besar serangan prajurit pemberontak kesulitan mempertahankan gerbang istana.

Para Bhayangkara merasa permasalahan mempertahankan istana merupakan

pekerjaan yang luar biasa sulit. Posisi para pemberontak yang di luar istana

mempunyai keuntungan lebih banyak dibanding para prajurit yang setia

melindungi Jayanegara di dalam istana.

Dalam keadaan seperti itulah, Riung Samudra mengungkapkan berbagai

kemungkinan kepada Gajahmada. Kemungkinan-kemungkinan yang diungkapkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

Riung Samudra merupakan perkiraan tindakan yang dapat dilakukan oleh Ra Kuti

yang hendak menyerbu istana.

(43) “Jika kau menjadi Ra Kuti, apa yang akan kau lakukan?” desak Bekel Gajahmada.

“Ada banyak kemungkinan,” jawab Riung Samudra, “mereka tentu akan berupaya keras menjebol dinding atau memecahkan regol. Upaya itu akan sulit dilaksanakan jika para Bhayangkara yang menjaga dinding memiliki anak panah yang cukup. Pada kenyataannya jumlah anak panah yang ada tidak mencukupi kebutuhan. Di pihak Ra Kuti, ada banyak cara yang bisa diambil. Mereka mungkin menggunakan gelondongan kayu atau batang kelapa yang dipikul ramai-ramai untuk menghantam dinding yang terbuat dari bata ini. Selanjutnya, ada kemungkinan lain yang lebih mencemaskan.”

Gajahmada memandang kedua bawahannya dengan tatapan tajam. “Kemungkinan mencemaskan yang bagaimana?” desaknya. Riung Samudra menghela desah napas gelisah. “Apa yang bisa Kakang Bekel lakukan jika Ra Kuti menghujani

istana dengan anak panah berapi?” (Gajahmada, 2004 : 165,166).

Kemungkinan yang diungkapkan Riung Samudra kepada Gajahmada

merupakan kemungkinan terburuk yang dihadapi istana. Saat masa pendadaran

prajurit di Majapahit, pengetahuan tentang penyerbuan sebuah benteng tentu

diajarkan. Siasat hujan panah api merupakan salah satu siasat yang diajarkan.

Riung Samudra yang cerdas mengingat siasat tersebut.

Bentuk-bentuk yang dimiliki dan ditunjukkan oleh Gajah Pradamba, Gajah

Geneng, Macan Liwung dan Riung Samudra merupakan bentuk-bentuk manusia

yang beragam. Seorang Gajah Pradamba dan Macan Liwung dengan ilmu

kanuragani yang mumpuni, Gajah Geneng yang berangasan namun setia sampai

Riung Samudra dengan daya analisisnya. Mereka mencurahkan semua

kemampuannya untuk Majapahit. Kesetiaan yang dilandasi kemampuan itulah

bentuk-bentuk kepahlawanan mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

2.13 Mahisa Kingkin

Mahisa Kingkin dan Risang Panjer Lawang adalah dua Bhayangkara yang

menjadi korban kelicikan mata-mata Ra Kuti. Mahisa Kingkin yang merupakan

teman dekat Bhayangkara Pradhabasu kehilangan nyawanya karena fitnah kejam.

Sedangkan Risang Panjer Lawang gugur karena sabetan senjata tajam sewaktu

menyelamatkan Jayanegara di Kabuyutan Mojoagung. Risang Panjer Lawang

gugur karena sabetan pedang mata-mata Ra Kuti. Ironisnya mata-mata tersebut

merupakan bagian dari Bhayangkara.

Mahisa Kingkin digambarkan sebagai Bhayangkara yang tegas dan setia

terhadap negara. Mahisa Kingkin gugur karena fitnah seorang mata-mata Ra Kuti

dalam tubuh Bhayangkara. Mahisa Kingkin mendapat fitnah saat mata-mata

tersebut hendak mengirim kabar keberadaan Gajahmada kepada Ra Kuti dengan

burung merpati.

Buntalan berisi remah jagung pakan burung merpati ditaruhnya di dalam

buntalan perjalanan Mahisa Kingkin. Saat diadakan pemeriksaan, ditemukanlah

remah-remah jagung di dalam bekal perjalanan Mahisa Kingkin. Gagak Bongol

yang mendapat tanggung jawab menemukan pengkhianat di tubuh Bhayangkara

menjadi gelap mata dan menebas kepala Mahisa Kingkin dengan pedang panjang.

Mahisa Kingkin tidak sempat melakukan pembelaan karena kepalanya langung

terpisah dari tubuh karena sabetan pedang Gagak Bongol.

Mahisa Kingkin digambarkan sebagai Bhayangkara yang cinta tanah air.

Kecintaannya dilukiskan lewat totalitasnya dalam menjalankan perintah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

Gajahmada selaku pemimpin Bhayangkara. Mahisa Kingkin berani membantah

seorang Gagak Bongol yang notabene dituakan diantara para Bhayangkara.

Saat itu Gagak Bongol yang mendapat mandat dari Gajahmada untuk

menemukan pengkhianat dalam tubuh Bhayangkara hendak kembali ke kotaraja

untuk memberikan teror kepada Ra Kuti. Sebenarnya ide Gagak Bongol yang

dilontarkan tersebut merupakan pancingan kepada mata-mata Ra Kuti. Gagak

Bongol berpendapat siapa yang bersikeras menyusul Gajahmada ke Krian adalah

pengkhianat karena diasumsikan hendak secepatnya membunuh Jayanegera.

Krian, sebenarnya pun merupakan umpan yang dilontarkan Gajahmada, karena

sebenarnya Gajahmada menuju Mojoagung. Rencana tersebut telah disepakati

antara Gajahmada dan Gagak Bongol untuk menemukan pengkhianat tersebut.

Gagak Bongol merupakan Bhayangkara kepercayaan Gajahmada. Pada

dasarnya Gagak Bongol adalah seorang yang demokratis dan mau mendengarkan

saran teman-temannya. Mahisa Kingkin yang heran dengan perubahan bentuk

Gagak Bongol dengan berani menyuarakan pendapatnya.

(44) “Aneh sekali,” suara Mahisa Kingkin bergetar. “Tak merasakah kau dengan keputusan yang kauambil itu kau sedang berjudi? Kaupertaruhkan keselamatan Tuanku Jayanegara dengan cara seperti itu? Bagaimana kau bisa memastikan Kakang Bekel mampu melindungi Tuanku Jayanegara? Kakang Bekel dan Sri Baginda saat ini berada di Krian tengah menunggu kita. Sementara, kita melihat ada gerakan prajurit yang mencurigakan menuju Krian. Lalu, bagaimana kaubisa beranggapan Baginda dan Kakang Bekel pasti dalam keadaan aman?”

Mahisa Kingkin menggeleng-gelengkan kepala. Dia sulit menerima dan mengerti keputusan Gagak Bongol yang dinilainya bodoh (Gajahmada, 2004 : 350).

Keberanian yang ditunjukkan Mahisa Kingkin adalah contoh nyata

kesetiaan seorang prajurit dalam melaksanakan perintah atasannya. Mahisa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

Kingkin tidak mau mengecewakan Gajahmada yang telah menunggunya di Krian.

Keberaniannya ini menjadikan Gagak Bongol curiga kepada Mahisa Kingkin

karena berkeras menuju ke Krian menyusul Gajahmada dan Jayanegara.

2.14 Risang Panjer Lawang

Tidak berbeda dengan Mahisa Kingkin, seorang Bhayangkara Risang

Panjer Lawang adalah seorang yang berbakti dan setia kepada negara. Sebagai

seorang prajurit, Risang Panjer Lawang siap mati untuk negara.

(45) Risang Panjer Lawang yang ringan tangan, dari sepak terjangnya selama menjadi bagian dari Bhayangkara, sudah banyak menunjukkan bukti kesetiaan dan pengabdiannya yang luar biasa bagi negara (Gajahmada, 2004 : 346).

Kutipan tersebut menggambarkan seorang Risang Panjer Lawang yang

suka membantu teman-temannya. Dia juga seorang prajurit yang setia dan total

dalam hal bela negara. Risang Panjer Lawang gugur di Kabuyutan Mojoagung

karena sabetan senjata di punggungnya. Sabetan itu dilakukan oleh pengkhianat di

tubuh Bhayangkara.

(46) “Jika aku mati,” ucap Risang Panjer Lawang dengan suara makin lemah, “aku bangga mati sebagai Bhayangkara. Janganlah kematianku sia-sia. Berjuanglah dengan sekuat tenaga dan kembalikan Baginda Jayanegara ke singgasananya.” (Gajahmada, 2004 : 427).

Kesetiaan dan pengabdian yang dalam dari seorang Risang Panjer

Lawang. Lewat kutipan tersebut terlihat seorang Bhayangkara yang rela mati

untuk keselamatan dan kelanggengan seorang raja Majapahit. Kematian Risang

Panjer Lawang dilatarbelakangi oleh nafsu pribadi pengkhianat di tubuh

Bhayangkara.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

(47) Namun, seseorang berbicara dalam hati, “Mampuslah kau Risang Panjer Lawang. Keinginanku agar kau mampus menjadi kenyataan. Semuanya dilibas duka karena merasa sangat kehilangan oleh kematianmu. Akan tetapi, tak seorang pun yang menduga termasuk kau sendiri, akulah yang membenamkan tombak dan mengayunkan pedang itu. dengan demikian, akulah yang akan mewarisi semua yang kau miliki, terutama istrimu yang diam-diam membuatku gila itu.”

Suara yang bergema hanya dalam hati itu adalah suara telik sandi kaki tangan Ra Kuti. Sebagaimana yang lain, Bhayangkara telik sandi itu juga iktu menekuk wajahnya, bahkan paling dalam (Gajahmada, 2004 : 427,428).

Kesetiaan kepada negara yang ditunjukkan oleh Mahisa Kingkin dan

Risang Panjer Lawang tidak dapat disangkal merupakan bentuk-bentuk

kepahlawanan yang dapat menjadi penutan para pemimpin negara pada masa

sekarang.

2.15 Singa Parepen

Panji Saprang dan Singa Prepen adalah dua anggota prajurit Bhayangkara

yang berkhianat menjadi kaki tangan Ra Kuti. Singa Perepen menjadi kaki tangan

Ra Kuti karena tamak. Selain terbuai dengan janji-janji yang disodorkan oleh Ra

Kuti, Singa Parepen memiliki hasrat terpendam kepada istri Bhayangkara Risang

Panjer Lawang. Hasrat tersebut bahkan diwujudkannya dengan membunuh Risang

Panjer Lawang.

(48) Mimpi menjadi orang pinunjul oleh janji-janji yang diberikan Ra Kuti, juga mimpi memiliki istri yang cantik jelita yang ia anggap tidak ada yang melebihi kecantikannya kecuali istri Risang Panjer Lawang, mimpi itu kandas bersamaan dengan makin tersendat tarikan napasnya (Gajahmada, 2004 : 507).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

Kehebatan Singa Parepen dalam hal olah kanuragan adalah melepaskan

tiga anak panah sekaligus. Kemampuannnya yang luar biasa tersebut

didapatkannya dengan latihan yang terus menerus.

(49) Bhayangkara Singa Parepen yang berada di belakang Lembang Laut tidak kalah cekatan. Tiga anak panah lepas dari busurnya, melesat dengan cepat menuju sasaran (Gajahmada, 2004 : 215).

Singa Parepen sebagai anggota Bhayangkara mempunyai kecerdikan yang

tinggi. Sayangnya, kecerdasan Singa Parepen digunakan untuk kejahatan. Sepak

terjang kelicikan Singa Parepen ditunjukkannya saat memfitnah Mahisa Kingkin.

Bahkan Mahisa Kingkin harus gugur ditebas kepalanya oleh Gagak Bongol.

2.16 Panji Saprang

Selain Singa Parepen, Bhayangkara lain yang menjadi mata-mata Ra Kuti

adalah Panji Saprang. Berbeda dengan Singa Parepen, Panji Saprang menonjol

dalam hal memanah. Keakuratan panah Panji Saprang adalah yang terbaik di

dalam tubuh Bhayangkara.

(50) “Panji Saprang,” berkata Gajahmada. Panji Saprang mendekat. “Di antara prajurit Bhayangkara, kau memiliki kemampuan bidik

paling sempurna. Nah, kaulihat itu, bisakah kau mengukur jarak sasaranmu?” lanjut Gajahmada (Gajahmada, 2004 : 169).

Kemampuan bidik Singa Parepen dan Panji Saprang merupakan yang

terbaik di prajurit Bhayangkara. Kemampuan yang mereka miliki tentu saja tidak

didapat dengan waktu yang singkat. Latihan dengan intensitas yang tinggi tentu

telah mereka jalani. Sayang sekali, dedikasi yang besar terhadap kemampuan olah

kanuragan tidak mereka manfaatkan untuk membela negara. Bila mereka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

membaktikan kemampuannya untuk kebesaran Majapahit, dapat dibilang bahwa

itulah bentuk kepahlawanan yang mereka tunjukkan.

2.17 Kesimpulan Tokoh dan Penokohan Prajurit Bhayangkara

no Tokoh Penokohan

1 Gajahmada -fisiknya kuat dan kekar

-kecerdasan dan kepintarannya di atas rata-rata

prajurit Majapahit

-daya penalaran yang tinggi, mampu membuat

strategi yang tepat di saat yang gawat

-mampu berpikir cepat dan dapat

mengambil tindakan yang berani

-mempunyai kewaspadaan yang tinggi

-sifat kesatria, setia kawan dan bukan pengecut

-sangat tegas

-mempunyai rasa bela negara yang tinggi

2 Gagak Bongol -gagah berotot, mempunyai ilmu beladiri yang

tinggi

-dekat dengan Gajahmada

-mempunyai kesiagaan dan kewaspadaan yang

tinggi

-mempunyai rasa tanggung jawab dan dedikasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

yang tunggu kepada tugas

-kurang mampu mengendalikan emosi,

cenderung mudah terpancing oleh keadaan

-mudah ragu-ragu karena kurang mampu

menyimpulkan suatu keadaan

-mudah curiga kepada orang yang belum

dikenal

-tidak sabaran, akibatnya kurang mampu

berpikir jernih

-cenderung menjadi gegabah, kurang mampu

melihat permasalahan dari beragam sudut

pandang

-memiliki sikap kesatria dan mampu menerima

kesalahannya

3 Lembang Laut -tegap, berotot dan mempunyai kelebihan

dalam hal melajak jejak dan penyamaran

-bersama Gagak Bongol, menjadi Bhayangkara

kepercayaan Gajahmada

-mempunyai keberanian yang tinggi

-pintar, berkepala dingin dan mampu berpikir

rasional

-sebagai mata-mata, Lembang Laut selalu

mendahulukan kepentingan negara daripada

emosinya

4 Pradhabasu -berperawakan gagah dan mempunyai

kelebihan dalam hal melempar pisau

-ahli dalam hal penyamaran

-bentuknya tenang dan berkepala dingin

-cerdas, dan mampu membuat pertimbangan

dari beragam sudut pandang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

-berani menyampaikan pendapat

5 Lembu Pulung -seorang prajurit pengawal yang handal

-pemberani dan mampu menjalankan tugas

dengan baik

-bertanggung jawab terhadap tugas

6 Panjang Sumprit -pemberani dan tidak pernah takut menantang

bahaya

-prajurit pengawal yang handal

-pintar

-berani mengutarakan pendapat

7 Jayabaya -perawakannya tidak terlalu besar, cukup

berotot

-setia kepada tugas dan negara

-mempunyai sisi kemanusiaan yang kental

-selalu siap mengorbankan nyawanya untuk

keberhasilan tugas negara

8 Kartika Sinumping -pengabdiannya kepada negara tinggi

-figur prajurit yang setia

-ahli dalam perang gerilya

-berjasa dalam mempersiapkan serangan balik

para Bhayangkara untuk menumpas

pemberontakan Ra Kuti

9 Gajah Pradamba -gagah, dengan otot yang kekar

-kemampuan olah kanuraga tidak dapat diukur

-prajurit mata-mata yang sangat ahli

-mempunyai kesigapan dan kewaspadaan yang

tinggi

10 Macan Liwung -sorot matanya tajam

-tegas dan mempunyai kesigapan yang tinggi

-ilmu beladirinya seimbang dengan Gajah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

Pradamba

-mempunyai rasa kemanusiaan yang tinggi

-berhati lembut, mudah tersentuh hatinya,

namun dapat berubah menjadi prajurit yang

kejam saat menyaksikan ketidakadilan

11 Gajah Geneng -gambaran prajurit yang sedikit “liar”

-meskipun “liar”, Gajah Geneng mampu

menjaga kepercayaan pimpinannya

-setia kepada negara

12 Riung Samudra -olah kanuragan tinggi

-pintar dalam berpikir, tepat dalam bertindak

dan mampu mengantisipasi berbagai

perubahan kondisi

-mampu membaca dan menilai sebuah peluang

-mampu berpikir tenang meski dalam keadaan

genting

13 Mahisa Kingkin -menjadi korban kelicikan mata-mata Ra Kuti

dalam tubuh Bhayangkara

-tegas dan setia kepada negara

-total dalam menjalankan perintah

-berani mempertanyakan suatu perintah

apabila Mahisa Kingkin merasa benar

14 Risang Panjer Lawang -berbakti dan setia kepada negara

-ringan tangan dalam membantu Bhayangkara

yang lain

15 Singa Parepen -berkhianat dan menjadi mata-mata Ra Kuti

-mempunyai hasrat terpendam kepada istri

Risang Panjer Lawang

-ahli dalam memanah, mampu melepaskan tiga

anak panah sekaligus

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

-mempunyai kecerdasan yang tinggi

16 Panji Saprang -berkhianat dan menjadi mata-mata Ra Kuti

-mempunyai keakuratan ang tinggi dalam

memanah. Terbaik diantara Bhayangkara yang

lain

-pintar dan cerdik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

BENTUK-BENTUK KEPAHLAWANAN PRAJURIT BHAYANGKARA

SAAT MEMADAMKAN PEMBERONTAKAN RA KUTI

DALAM NOVEL GAJAHMADA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pahlawan mengandung dua

pengertian pokok. Pokok pertama, yaitu orang yang menonjol karena keberanian

dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Pokok kedua adalah pejuang

yang gagah berani (2005 : 811).

Pada bab ini, bentuk kepahlawanan yang akan diteliti adalah bentuk-

bentuk kepahlawanan yang ditunjukkan oleh prajurit Bhayangkara saat

memadamkan pemberontakan Ra Kuti. Bentuk-bentuk kepahlawanan tersebut

tampak dalam kronologis peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa

pemerintahan Jayanegara.

Majapahit pada masa pemerintahan Jayanegara mengalami berbagai

macam pergolakan. Salah satu pergolakan yang terjadi adalah pemberontakan

para Dharmaputra Winehsuka dibawah pimpinan Ra Kuti. Pemberontakan Ra

Kuti didasari perasaan tidak puas Ra Kuti terhadap keputusan Jayanegara yang

memberikan penghargaan lebih tinggi kepada Lembu Anabrang. Ra Kuti merasa

lebih berjasa daripada Lembu Anabrang saat mereka bahu-membahu membasmi

pemberontakan Sorandaka.

Bhayangkara di bawah pimpinan seorang Gajahmada bekerja keras untuk

menyelamatkan Jayanegara yang terancam nyawanya. Usaha penyelamatan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

tersebut meliputi penyelamatan, pelarian dan serangan balik untuk

mengembalikan Jayanegara ke singgasananya. Usaha tersebut merupakan

cerminan bentuk-bentuk kepahlawanan yang ditunjukkan oleh para prajurit

Bhayangkara dengan ditopang penokohan yang luar biasa dari tiap prajurit

Bhayangakara.

Sebagai indikasi bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara,

peneliti menggunakan teori Sri Mangkunegaran IV tentang watak seorang

Kumbakarna. Watak-watak inilah yang menjadi dasar penilaian peneliti tentang

sepak terjang prajurit Bhayangkara sehingga dapat dikategorikan sebagai bentuk-

bentuk kepahlawanan.

Menurut Sri Mangkunegaran IV dalam Kamajaya (1984 : 55), watak

seorang Kumbakarna yaitu pertama, jujur dan adil. Kedua, menjunjung tinggi

negara. Ketiga, cinta tanah air.

Watak pertama yang diungkapkan oleh Sri Mangkunegaran adalah jujur

dan adil. Watak ini berkaitan dengan tindakan untuk melawan perbuatan jahat

yang melanggar hak dan kebahagiaan orang lain. Watak kedua adalah menjunjung

tinggi negara. Watak kedua ini berkaitan dengan tindakan untuk melawan segala

bentuk tekanan dan penjajahan terhadap tanah air. Watak ketiga adalah cinta tanah

air. Watak ketiga ini berkaitan dengan keyakinan untuk berkorban jiwa dan raga

demi keutuhan negara.

Berdasarkan pemaparan Sri Mangkunegaran IV, maka usaha prajurit

Bhayangkara dalam menyelamatkan Jayanegara dapat dikategorikan sebagai

tindakan seorang pahlawan. Bentuk-bentuk kepahlawanan tersebut tampak dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

kronologis pemberontakan Ra Kuti yang penulis klasifikasikan menjadi tiga

bagian. Bagian pertama adalah usaha penyelamatan Jayanegara oleh para

Bhayangkara dari dalam kotaraja yang telah dikepung oleh pasukan pemberontak.

Bagian kedua adalah usaha pelarian Jayanegara yang menjadi buronan pasukan

pemberontak dan bagian ketiga adalah serangan balik para Bhayangkara guna

mengembalikan Jayanegara ke singgasana Majapahit. Pengklasifikasian tersebut

membentuk suatu kronologis cerita karena tokoh dan penokohan yang menjadi

dasar lahirnya bentuk-bentuk kepahlawanan membentuk suatu alur.

3.1 Penyelamatan Jayanegara

3.1.1 Tindakan Tanggap Darurat oleh Gajahmada

Arya Tadah, sebagai Mahapatih Majapahit merasakan firasat buruk. Saat

itu turun kabut yang sangat tebal. Sebagai orang yang telah melewati berbagai

macam peritiwa dalam hidupnya, Arya Tadah merasa kabut yang turun bukanlah

kabut biasa. Arya Tadah pernah mengalami kejadian serupa saat Ken Dedes

mangkat. Waktu itu kabut juga turun dengan tebalnya.

Arya Tadah yang tidak mampu menahan kecemasannya lalu memanggil

Gajahmada. Arya Tadah mengenal Gajahmada sebagai prajurit yang meskipun

hanya berpangkat sebagai bekel namun mempunyai kecerdasan dalam olah pikir

dan kehebatan dalam olah kanuragan. Kepada Gajahmada, Arya Tadah

meyampaikan kecemasannya.

(51) “Ada tiga buah peristiwa penting yang aku catat yang sekarang akan kuceritakan kepadamu. Peristiwa pertama adalah ketika leluhur Sri Baginda, pendiri Singasari terbunuh oleh keris Empu Gandring. Tuanku Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi tewas di tangan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

seorang batil dari Pangalasan, peristiwa itu konon ditandai dengan turunnya kabut yang sangat tebal menyergap istana Singasari. Kabut yang tebal dan udara dingin itu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Batil Pangalasan dengan tidak menyimpak keraguan secuil pun. Ia membenamkan keris rautan Empu Gandring ke dadanya. Suasana saat itu kira-kira seperti sekarang ini. Singasari memang berada di ketinggian dan udaranya dingin, dikemuli kabut amat tebal.”

Arya Tadah terdiam sejenak seperti sedang mengumpulkan ingatan. Dengan sabar Bekel Gajahmada menunggu Mahapatih Tadah melanjutkan ceritanya.

“Peristiwa yang kedua adalah saat Singasari akhirnya benar-benar runtuh, saat Tuanku Sri Kertanegara terbunuh oleh serangan Jayakatwang dari Kediri. Serangan itu dilakukan di pagi buta, juga ketika kabut turun dengan tebalnya. Pasukan segelar sepapan membuat kekacauan dari arah utara. Namun, yang sebenarnya terjadi pasukan yang lebih besar lagi datang bagaikan banjir bandang menggilas kotaraja Singasari dari arah selatan.”

“Ketika Jayakatwang menyerbu Singasari, saat itu kabut yang turun begitu tebal. Siapa pun mengalami kesulitan untuk melihat benda-benda di sekitarnya. Keadaan itu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh Jayakatwang untuk melakukan serangan dadakan. Dan, yang terakhir adalah ketika Majapahit benar-benar dililit duka, saat Tuanku Baginda Kertarajasa Jayawardhana mangkat. Kauingat apa yang terjadi?”

Bekel Gajahmada mengangguk. Gajahmada juga menyaksikan keajaiban alam itu. Di siang hari matahari bercahaya pucat kekuning-kuningan. Hal itu berlangsung beberapa hari lamanya seiring dengan Sri Baginda yang gering. Ketika malam itu Sri Baginda mangkat, kabut turun amat tebal ditandai pula dengan kehadiran burung gagak yang berkaok-kaok di tengah malam. Majapahit bagaikan dipayungi mendung duka ketika Raden Wijaya menutup mata untuk selamanya (Gajahmada, 2004 : 20,21).

Runtutan peristiwa yang diceritakan oleh Arya Tadah di atas adalah

peristiwa besar yang terjadi dalam perjalanan sejarah leluhur Majapahit.

Peristiwa-peristiwa yang selalu berhubungan dengan kematian tersebut ditandai

dengan turunnya kabut tebal.

Sebenarnya, Gajahmada yang menyimak cerita dari Arya Tadah

menyimpan suatu rahasia. Setelah menyimak cerita Arya Tadah, Gajahmada

memutuskan untuk bercerita.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

(52) “Sebenarnya baru aku bertemu dengan orang yang menyebut dirinya dengan nama Manjer Kawuryan. Aku tidak tahu, pamrih apa yang ada dalam benaknya. Orang itu baru saja memberi tahu aku bahwa besok istana akan diserbu oleh banjir bandang berkekuatan segelar sepapan.” (Gajahmada, 2004 : 22)

Sebelum bertemu Arya Tadah, Bekel Gajahmada bertemu dengan

seseorang misterius yang menggunakan nama sandi Manjer Kawuryan. Perhatikan

kutipan berikut.

(53) “Sebut aku Manjer Kawuryan,” jawab orang itu. Dari suaranya Gajahmada tahu orang itu menggunakan topeng.

Terdengar dari getar suaranya yang tertahan. Manjer Kawuryan, Ki Bekel memahami apa artinya. Tangsu manjer kawuryan berarti bulan tengah bercahaya benderang.

“Ada keperluan apa kau menemuiku?” bertanya Gajahmada. “Aku bermaksud baik,” jawab orang itu. “Kau hanya memiliki waktu

sangat sempit sejak saat sekarang. Karena, fajar menyingsing nanti sebuah pasukan segelar sepapan akan bergerak menggilas istana.”

Bekel Gajahmada amat berdesir. Bekel Gajahmada tidak mungkin mengabaikan keterangan itu mengingat kegiatan kelompok telik sandi pasukan Bhayangkara yang selama ini bekerja keras menemukan bentuk kegiatan aneh. Kegiatan itu sampai saat ini masih belum diketahui kemana arahnya. Gajahmada segera menghubungkan keterangan orang itu dengan apa saja yang telah diketahuinya (Gajahmada, 2004 : 17).

Dari kutipan tersebut, terlihat Gajahmada mempunyai petunjuk mengenai

pemberontakan yang akan terjadi saat pagi menjelang. Kecemasan Arya Tadah

menjadi pemicu Gajahmada untuk bercerita. Hal ini yang menjadi kunci langkah-

langkah selanjutnya yang diambil oleh Mapatih Arya Tadah dan Bekel

Gajahmada yang menjadi awal munculnya bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit

Bhayangkara dibawah pimpinan Gajahmada.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

Laporan Gajahmada mengenai seseorang misterius yang menggunakan

nama sandi Manjer Kawuryan ditanggapi dengan serius oleh Arya Tadah. Mapatih

Arya Tadah yang telah mengenal Gajahmada sebagai seorang prajurit yang setia,

pintar dan mumpuni memberikan wewenang penuh untuk mengambil langkah-

langkah darurat guna membendung pemberontakan yang akan segera terjadi. Hal

tersebut tampak dalam kutipan 7 dan 8.

Bentuk kepercayaan Mapatih Arya Tadah adalah memberikan kalung

samir Mapatih kepada Gajahmada. Kalung samir tersebut merupakan tanda

pangkat yang menjadi wewenang penuh Mapatih untukk mengambil keputusan

mewakili raja. Jadi, Gajahmada yang mendapat kepercayaan dari Mapatih berarti

mendapat kepercayaan juga dari raja. Gajahmada yang menyadari betapa besar

tanggung jawab yang ia tanggung dengan segera mengumpulkan para prajurit

Bhayangkara untuk melakukan penyelidikan.

Segera setelah bertemu dengan Mapatih, Gajahmada mengumpulkan para

Bhayangkara. Dengan berbekal kalung samir Mapatih, Gajahmada ditemani

Bhayangkara Gagak Bongol melakukan penyelidikan secara langsung dengan

mendatangi para Temenggung yang membawahi pasukan. Gajahmada

berpendapat bahwa tindakan makar tidak mungkin terjadi tanpa dukungan

pasukan dengan kekuatan besar.

(54) Di Majapahit terdapat tiga kelompok kesatuan besar yang masing-masing berkekuatan segelar sepapan, pasukan Jalapati di bawah pimpinan Rakrian Temenggung Banyak Sora. Temenggung Banyak Sora adalah seorang prajurit yang pilih tanding dan memiliki kesetiaan yang tinggi terhadap Sri Baginda Jayanegara. Lalu pasukan Jalayuda di bawah kendali Rakrian Temenggung Panji Watang. Sebagaimana Banyak Sora, Temenggung Panji Watang juga mumpuni dalam olah keprajuritan serta memiliki kemampuan olah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

perang yang tinggi. Terakhir adalah pasukan Jala Rananggana yang memiliki Candrakapala berwujud tengkorak sebagai lambang pasukan. Temenggung Pujut Luntar memimpin pasukan dari kesatuan Jala Rananggana itu (Gajahmada, 2004 : 23).

Di kerajaan Majapahit terdapat tiga kekuatan pasukan besar yang masing-

masing dipimpin oleh seorang Temenggung seperti tampak pada kutipan 54.

Gajahmada merasa perlu mengirim prajurit Bhayangkara untuk memata-matai dan

mencari informasi terkait kegiatan-kegiatan mencurigakan di tubuh tiga kesatuan

prajurit tersebut. Setelah beberapa saat, Gajahmada mendapati laporan dari telik

sandi yang dikirim untuk mecari informasi.

(55) Akhirnya, beberapa telik sandi yang disebar telah kembali. Kedatangan mereka kebetulan nyaris bersamaan.

“Apa yang akan kaulaporkan?” Bekel Gajahmada mendahului. “Apa yang kaucurigai ternyata benar Kakang Bekel. Tidak seorang

pun terlihat di bangsa Jala Rananggana. Bangsal itu sepi!” lapor Pradamba dengan napas tersengal.

“Kamu?” bertanya Bekel Gajahmada kepada Gajah Geneng. “Tidak ada kegiatan yang mencurigakan di bangsal Jalapati. Semua

kelihatan seperti biasanya,” jawab Gajah Geneng. “Bagaimana dengan bangsal kesatrian Jalayuda?” jawab Panji

Saprang dengan tegas. Gajahmada termangu. Sejenak kemudian pimpinan pasukan khusus

Bhayangkara itu manggut-manggut. Kini cukup jelas bagi Gajahmada bahwa pasukan Jala Rananggana berada di belakang rencana tindakan makar itu (Gajamada, 2004 : 30).

Berdasarkan laporan telik sandi Bhayangkara, Gajahmada menyimpulkan

bahwa Temenggung Pujut Luntar yang membawahi kesatuan Jala Rananggana

adalah orang yang akan melakukan makar. Untuk memastikan kesatuan Jalapati

dan kesatuan Jalayuda tidak terlibat usaha makar, Gajahmada dan Gagak Bongol

menemui Temenggung Banyak Sora dan Panji Watang selaku pimpinan kesatuan

tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

Temenggung Banyak Sora sebagai pimpinan kesatuan Jalapati adalah

Temenggung yang setia dengan tanah airnya. Setelah Gajahmada menceritakan

akan terjadi makar, Temenggung Banyak Sora menjawabnya dengan kesiapan

membela Majapahit.

(56) “Akan aku siapkan pasukanku untuk membetengi istana,” jawab Rakrian Banyak Sora tegas. “Tidak sampai mendekati datangnya pagi, pasukanku telah pasang gelar.”

Bekel Gajahmada lega. Setidak-tidaknya bisa diharapkan banjir bandang yang akan terjadi itu bisa diredam (Gajahmada, 2004 : 37,38).

Banjir bandang yang dimaksud oleh Gajamada adalah serangan para

pemberontak yang akan menggulingkan Jayanegara, raja Majapahit saat itu.

Setelah mendapat jaminan dari Temenggung Banyak Sora, Gajahmada dan Gagak

Bongol bergegas menuju bangsal kesatuan Jalayuda untuk bertemu Temenggung

Panji Watang.

Pertemuan dengan Temenggung Panji Watang tidak berjalan seperti yang

Gajahmada harapkan. Gajahmada yang sedang berusaha mendapatkan dukungan

guna mencegah makar yang akan terjadi justru mendapati sikap Temenggung

Panji Watang yang cenderung ingin mendapatkan keuntungan dari makar yang

akan terjadi. Temenggung Panji Watang berkilah bahwa makar yang terjadi

merupakan urusan keluarga istana. Oleh karena itu, Temenggung Panji Watang

tidak akan mengambil sikap melindungi istana maupun mendukung makar yang

akan terjadi.

(57) “Aku menganggap apa yang akan terjadi besok bukanlah urusanku. Tugasku adalah menjaga ketentraman negara. Jika ada negara lain mencoba mengganggu ketentraman Majapahit maka aku akan maju di barisan paling depan untuk menghadapinya. Namun, jika yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

bertikai adalah keluarga sendiri lebih baik aku menempatkan diri di luar arena (Gajahmada, 2004 : 41).

Jawaban Temenggung Panji Watang mengagetkan Gajahmada. Bekel

Gajahmada tidak menemukan alasan akan terjadi makar karena alasan keluarga

istana. Pemikiran Gajahmada berasal dari kenyataan bahwa pengangkatan

Jayanegara adalah sah dan tidak ada anggota keluarga istana Majapahit yang

keberatan. Kekagetan Gajahmada bertambah saat Temenggung Panji Watang

berkata.

(58) “Aku tidak terlibat dalam persoalan ini. Dan, aku tidak akan melibatkan diri dalam persoalan Rakrian Kuti, “ berkata Panji Watang (Gajahmada, 2004 : 40).

Penjelasan yang diungkapkan oleh Temenggung Panji Watang membuat

Gajahmada sadar bahwa Temenggung Panji Watang akan mengail di air keruh

dengan memanfaatkan pemberontakan yang dilakukan oleh Ra Kuti. Sikap yang

demikian sangat dibenci Gajahmada.

(59) “Kini aku mendapat gambaran. Para Dharmaputra Winehsuka yang mendalangi rencana pemberontakan itu. Para Rakrian Winehsuka mengajak Temenggung Pujut Luntar. Dengan janji-janji tertentu, mungkin jabatan yang tinggi, Rakrian Temenggung Pujut Luntar bersedia bergabung. Ra Kuti tidak berani mengajak Rakrian Temenggung Banyak Sora karena Rakrian Banyak Sora mempunyai sikap yang tegas. Selanjutnya, Ra Kuti tentu juga merayu Rakrian Temenggung Panji Watang. Namun, Panji Watang mempunyai sikap yang lain. Jelas Rakrian Panji Watang mempunyai tujua tersendiri. Manakala pasukan yang bertempur besok sudah sama-sama remuk, Panji Watang tampil menggilas semuanya. Jika perhitunganku ini tidak salah, yang aku hadapi ini benar-benar orang yang cerdik sekaligus culas,” ucap Gajahmada untuk diri sendiri (Gajahmada, 2004 : 42).

Pada kutipan 59, dapat dilihat gambaran apa yang akan dihadapi oleh

Gajahmada dan para Bhayangkara. Pemberontakan yang akan terjadi merupakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

buah pekerjaan para Dharmaputra Winehsuka. Dharmaputra Winehsuka

merangkul Temenggung Pujut Luntar yang membawahi kesatuan Jala

Rananggana. Selain mengahadapi para Dharmaputra dan Temenggung Pujut

Luntar, Gajahmada juga harus memperhitungkan langkah apa yang akan diambil

oleh Temenggung Panji Watang.

Langkah-langkah tanggap darurat oleh Gajahmada dalam usaha

mengantisipasi langkah para pemberontak, merupakan wujud nyata dari teori

Mangkunegeran IV tentang watak Kumbakarna. Tanggap darurat Gajahmada

mencerminkan dua watak Kumbakarna, yaitu menjunjung tinggi negara. Bentuk

kepahlawanan ini berkaitan dengan tindakan untuk melawan segala bentuk

tekanan dan penjajahan terhadap tanah air. Watak yang kedua adalah cinta tanah

air, berkaitan dengan keyakinan untuk berkorban jiwa dan raga demi keutuhan

negara.

Bertindak cepat dan tepat merupakan pengabdian Gajahmada dalam usaha

melawan penjajahan pemberontak. Selain itu, tanggap darurat oleh Gajahmada

juga mencerminkan rasa cinta tanah yang besar.

3.1.2 Bentuk Kepahlawanan Bhayangkara Lembu Pulung, Panjang Sumprit,

Jayabaya, dan Kartika Sinumping Saat Menyelamatkan Sekar

Kedaton

Setelah mendapat gambaran mengenai pemberontakan yang akan terjadi,

Gajahmada mengumpulkan para Bhayangkara. Langkah selanjutnya yang diambil

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

oleh Gajahmada adalah mengutus Bhayangkara Lembu Pulung, Panjang Sumprit,

Jayabaya dan Kartika Sinumping untuk mengungsikan para sekar kedaton.

Breh Daha dan Breh Kahuripan akan diungsikan ke suatu tempat bernama

Rimbi. Gajahmada menganjurkan agar pengawalan para sekar kedaton dilakukan

oleh sedikit pasukan saja agar tidak menarik perhatian. Lembu Pulung sebagai

pimpinan pasukan pengawal sekar kedaton sadar akan bahaya yang dihadapinya.

Apalagi para sekar kedaton harus mau menyamar menjadi rakyat biasa, tentunya

sangat beresiko bila sampai tertangkap pasukan pemberontak. Dengan jumlah

pasukan pengawal yang sedikit, misi penyelamatan sekar kedaton harus berhasil.

Pada akhirnya, Lembu Pulung, Panjang Sumprit, Jayabaya, dan Kartika

Sinumping berhasil menyelamatkan para sekar kedaton. Keberhasilan mereka

merupakan bentuk dedikasi besar terhadap keselamatan keluarga kerajaan.

Keselamatan keluarga istana menjadi prioritas Gajahmada. Selain

mengamankan para sekar kedaton, Gajahmada juga mengutus Lembang Laut

untuk melacak keberadaan para pemberontak. Tindakan ini diambil Gajahmada

supaya dapat diperkirakan langkah terbaik yang dapat diambil untuk membendung

gerakan para pemberotak.

Keberanian empat Bhayangkara tersebut merupakan bentuk kepahlawanan

dilihat dari teori Mangkunegaran IV tentang watak seorang Kumbakarna, yaitu

cinta tanah air. Bentuk kepahlawanan ini berkaitan dengan keyakinan untuk

berkorban jiwa dan raga demi keutuhan negara. Tugas berat mengawal para sekar

kedaton keluar dari kotaraja merupakan wujud bakti keempat Bhayangkara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

tersebut dalam menjaga keutuhan negara yang terwakili oleh keselamatan

keluarga kerajaan.

3.1.3 Lembang Laut Melacak Keberadaan Pemberontak

Lembang Laut yang ahli dalam bidang melacak jejak tanpa kesulitan

menemukan keberadaan para pemberontak. Setelah mengumpulkan beberapa

informasi, tanpa membuang waktu Bhayangkara Lembang Laut segera

melaporkan temuannya kepada Bekel Gajahmada.

(60) “Pasukan segelar sepapan itu siap menyerbu kedaton. Semuanya benar seperti yang dikatakan Kakang Bekel. Ra Kuti bersama para Dharmaputra Winehsuka bekerja sama dengan pasukan Jala Rananggana siap menyerbu istana dengan menggunakan gelar Supit Urang.” (Gajahmada, 2004, 70)

(61) “Mereka cukup cerdik dalam mempersiapkan serangan. Saat ini mereka berada di ladang jagung Palemahan di belakang wilayah Santanaraja. Mereka akan menyerbu istana dari belakang. Aku perlu menyampaikan pula sebuah kemungkinan yang amat buruk sebagaimana yang aku dengar saat Ra Kuti berkata bahwa mungkin ada telik sandi mereka yang menyusup di balik dinding istana. Tegasnya, ada di antara Bhayangkara yang berkhianat dan menjadi telik sandi mereka.” (Gajahmada, 2004 : 71)

Saat Lembang Laut melaporkan temuannya terkait posisi para

pemberontak, Gajahmada sedang berunding dengan Temenggung Banyak Sora

pimpinan kesatuan Jalapati. Berkat informasi yang disampaikan Lembang Laut,

Temenggung Banyak Sora dapat memindahkan para prajuritnya yang telah siap

menyambut para pemberontak di gerbang depan kraton Majapahit. Tanpa

membuang waktu, Temenggung Banyak Sora segera memindahkan pasukannya

ke belakang istana dan bersiap untuk berperang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

Gerakan diam-diam Lembang Laut dalam melacak keberadaan pasukan

pemberontak membutuhkan kemampuan dan keberanian yang besar. Bila gagal,

bukan saja keselamatan Lembang Laut yang terancam, tetapi keutuhan Majapahit

yang dipertaruhkan. Lembang Laut tidak mengecewakan. Ia kembali membawa

kabar penting terkait keberadaan pasukan pemberontak.

Informasi penting ini adalah buah bentuk kepahlawanan Lembang Laut.

Sesuai dengan penjabaran Mangkunegaran IV tentang watak Kumbakarna, yaitu

cinta tanah air. Bentuk kepahlawanan ini berkaitan dengan keyakinan untuk

berkorban jiwa dan raga demi keutuhan negara.

3.1.4 Jalannya Peperangan Antara Temenggung Banyak Sora dengan

Temenggung Pujut Luntar

Peperangan antara pemberontak dan prajurit pembela Majapahit tidak

terelakkan. Temenggung Banyak Sora berhadapan satu lawan satu dengan

Temenggung Pujut Luntar. Sedangkan para Daharmaputra Winehsuka sebagai

otak pemberontakan tersebut hanyak berdiri dibelakang, tidak melibatkan dirinya

dalam peperangan.

Temenggung Banyak Sora dan Temenggung Pujut Luntar adalah dua

Temenggung dengan kemampuan olah kanuragan yang seimbang. Peperangan

yang terjadi semakin tidak menguntungkan pihak pemberontak karena

Temenggung Banyak Sora mampu menghambat gerakan para pemberontak.

Bahkan berkat kecerdikannya, Temenggung Banyak Sora mampu mendesak

Temenggung Pujut Luntar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

Melihat hal tersebut Ra Kuti khawatir Temenggung Pujut Luntar akan

kalah dan usaha pemberontakan akan gagal. Pada saat terjepit, Ra Kuti bertindak

cepat. Dengan menunggang kuda, Ra Kuti menuju bangsal kesatuan Jalayuda,

menemui Temenggung Panji Watang. Ra Kuti hendak membujuk Temenggung

Panji Watang agar bersedia membantu usaha menggulingkan Jayanegara. Seakan

sudah menebak jalannya peperangan, Temenggung Pujut Puntar mengajukan

syarat yang harus dipenuhi oleh Ra Kuti.

(62) “Aku yang menjadi Raja,” ucap Panji Watang, “bagaiamana?” Ra Kuti terdiam. Kekecawaan yang harus ditelan benar-benar terasa pahit, kental dan bergumpal-gumpal. Gagasan untuk melakukan makar berasal dari dirinya, didoron oleh keinginan untuk menjadi orang utama di Majapahit. Kini ada orang lain, Temenggung Panji Watang mencoba meneriakkna hal yang sama, tanpa dirinya bisa berbuat apa-apa. Betapa menyakitkan jika akhirnya Temenggung Panji Watang itulah yang kelak berhasil menggulingkan Jayanegara dan mewarisi kekuasaannya, sementara dirinya hanya menjadi penonton belaka. Pahit melebihi brotowali, bukan eacun memang, tetapi siapa pun yang menelannya akan muntah. Itulah yang kini dialami oleh Ra Kuti (Gajahmada, 2004 : 116-117).

Kekecawaan yang dialami oleh Ra Kuti dilatar belakangi oleh posisinya

sebagai Dharmaputra Winehsuka yang tidak memiliki pasukan. Oleh karena itu,

Ra Kuti harus bekerjasama dengan seseorang yang membawahi pasukan dengan

jumlah besar. Posisi tawar Ra Kuti menjadi rendah karena Temenggung Panji

Watang mempunyai pasukan dalam jumlah besar dan mampu mengimbangi

kekuatan Temenggung Banyak Sora yang dibantu oleh Bhayangkara. Dengan

terpaksa Ra Kuti menyanggupi permintaan Temenggung Panji Watang.

Dengan bergabungnya Temenggung Panji Watang ke dalam barisan para

pemberontak, alur peperangan berubah. Pasukan Jalayuda yang masih segar dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

bersemangat menggempur istana dari arah depan. Mengetahui istana dalam

keadaan genting, Gajahmada dengan berani turun ke medan perang dan

menghentikan adu kesatian Temenggung Banyak Sora dan Temenggung Pujut

Luntar.

Berbekal kalung samir dari Mapatih Arya Tadah, Gajahmada

menceritakan perkembangan yang tidak menguntungkan kepada Temenggung

Banyak Sora. Tanpa berpikir panjang, Temenggung Banyak Sora mengambil alih

kendali pasukan Jalayuda dari Temenggung Pujut Luntar. Besarnya wibawa

Temenggung Banyak Sora membuat para prajurit yang sedianya hendak

membantu pemberotakan menjadi sadar dan mau bergabung dengan pasukan

Jalapati. Mengetahui pihaknya telah kalah, Temenggung Pujut Luntar menyerah

tanpa perlawanan.

Gabungan pasukan Jalapati dan Jala Rananggana di bawah pimpinan

Temenggung Banyak Sora bergerak ke arah depan istana untuk menyambut

pasukan Jalayuda. Pasukan gabungan Temenggung Banyak Sora berada pada

posisi yang tidak menguntungkan meski menang dalam jumlah. Banyak prajurit

yang telah kelelahan dan prajurit yang terluka pun tidak sedikit.

Meskipun kekalahan tidak dapat dihindari, Temenggung Banyak Sora

tetap menghadapi gabungan pasukan Jalapati dan pasukan Jala Rananggana

dengan gagah berani. Jumlah prajurit yang berat sebelah pun tidak membuat

Banyak Sora gentar. Bahkan berkubang nyawa ia akan berikan.

Gajahmada yang menyadari hal tersebut kembali kedalam istana untuk

melaporkan keadaan terakhir kepada Jayanegara dan menyiapkan pengungsian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

bila pemberontakan tidak dapat dipadamkan. Jayanegara selaku raja Majapahit

yang berkuasa pada saat itu merasa kecewa dengan pilihan mengungsi. Jayanegara

berpendapat, tidak selayaknya seorang raja yang harusnya dipuja, lari dari

peperangan seperti seorang pengecut.

(63) Mengungsi. Betapa kecewa Jayanegara mendengar kata-kata itu. Ia seorang raja, orang yang harus disembah oleh segenap kawulanya, orang yang paling dihormati melebihi siapa pun. Segala yang diucapkan harus terwujud dan menjadi kenyataan. Jika istana tidak berhasil dipertahankan, ia harus melarikan diri terbirit-birit mengungsi dan masih harus dikejar-kejar oleh pemberontak. Sungguh amat menyakitkan. Betapa sesak dada Jayanegara yang harus menelan kenyataan pahit itu. Pada saat yang demikian itulah, seseorang tengah mengintip. Orang itu berpakaian khas pasukan Bhayangkara. Dengan langkah ringan seperti langkah kaki seekor kucing, mengendap-endap tanpa suara, prajurit Bhayangkara itu berusaha mencari jarak pandang yang sesuai untuk rencana yang akan dilakukannya. Tangan kiri prajurit Bhayangkara itu memegang gendewa yang siap dibentangkan, tangan kanannya memegang anak panah.

Apa yang diinginkannya telah diperoleh. Dengan cermat dan seksama prajurit itu memasang anak panah dan merentangkan busurnya. Anak panah itu siap melesat ke arah dada Jayanegara (Gajahmada, 2004 :122). .

Pada kutipan 63 tampak harga diri Jayanegara yang tinggi. Jayanegara

tidak rela bila harus mengungsi dan lari dikejar-kejar para pemberontak. Pada

kutipan 63 juga tampak usaha pembunuhan Jayanegara oleh pengkhinat di tubuh

Bhayangkara. Mujur bagi Jayanegara karena Gajahmada dengan sigap menangkap

anak panah yang melesat menuju dada Jayanegara.

Setelah itu perkembangan peperangan menjadi semakin tidak terduga.

Mapatih Arya Tadah dengan berani turun ke medan perang di depan pintu

gerbang istana Majapahit. Arya Tadah hendak berbicara kepada Temenggung

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

Banyak Sora dan Temenggung Panji Watang agar peperangan dapat dicegah

seperti tampak dalam laporan Gagak Bongol kepada Jayanegara.

(64) “Bagaimana perkembangan di luar?” bertanya Jayanegara. Gagak Bongol dan Lembang Laut bersamaan memberikan sembah. “Hamba Tuanku,” Gagak Bongol berkata sekaligus mewakili temannya, “perkembangan telah bergerak tak terduga. Pertempuran di halaman belakang istana telah berakhir. Temenggung Pujut Luntar berhasil ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Akan tetapi, Temenggung Panji Watang mencoba memanfaatkan keadaan itu dengan ikut bermain-main, menyerang istana langsung dari halaman depan.” “Kurang ajar!” desis Jayanegara. Tatapan mata Jayanegara benar-benar tegang. “Lalu?” Jayanegara meminta Gagak Bongol untuk melanjutkan. “Rakrian Temenggung Banyak Sora berhasil menyadarkan sisa pasukan Jala Rananggana kemudian menggabungkannya menjadi satu untuk menghadapi sepak terjang pasukan Jalayuda. Namun, Mahapatih Tadah muncul berusaha mencegah perang. Rakrian Banyak Sora dan Panji Watang dipanggil dan didamaikan. Upaya itu hampir saja berhasil, tetapi tiba-tiba melesat anak panah beracun yang membunuh Temenggung Panji Watang dan Banyak Sora sekaligus. Kini Kakang Gajahmada mencoba mengendalikan pasukan Jalapati dan Jala Rananggana menghadapi petualangan Ra Kuti (Gajahmada, 2004 :149,150).

3.1.5 Gajahmada dan Bhayangkara Mengungsikan Jayanegara

Perkembangan makin tidak menguntungkan bagi Jayanegara dan para

Bhayangkara. Ra Kuti yang takut Mapatih Arya Tadah dapat mendamaikan para

Temenggung melepaskan anak panah beracun. Anak panah tersebut menggores

tubuh Temenggung Banyak Sora dan Temenggung Panji Watang. Tanpa

membuang waktu, Ra Kuti memimpin pemberontak menyerang istana. Usaha

Mapatih Arya Tadah gagal. Kemungkinan terburuk pun harus diambil. Istana

yang tidak mampu lagi dipertahankan, telah dikuasai para pemberontak.

Jayanegara yang bersembunyi di dalam biliknya ditemani Gajahmada dan para

Bhayangkara.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

Jalan satu-satunya adalah mengungsi. Jayanegara berat hati untuk

meninggalkan singgasananya. Tetapi berkat desakan para Bhayangkara,

Jayanegara akhirnya mau untuk mengungsi dengan janji para Bhayangkara akan

mengembalikan Jayanegara ke singgasananya lagi.

(65) Gagak Bongol bergegas akan menbuka selarak pintu. “Tunggu!” cegah Sri Jayanegara. “Jangan buka pintu itu dulu, tolong angkat meja batu ini. Aku akan menunjukkan sesuatu pada kalian.” Para Bhayangkara makin dibuat heran. Tetapi, Riung Samudra dan Panji Saprang tak menola permintaan Jayanegara itu. Kedua prajurit itu segera menggeser meja dimaksud. Semua yang hadir berdesir. Ternyata di bawah meja batu itu terdapat sebuah lubang yang mengarah ke dalam tanah. Bekel Gajahmada yang termangu sesaat karena menyempatkan berpikir bergegas menyambar lampu ublik. Seorang prajurit diminta menyalakan lampu titikan. “Tembus di manakah lorong ini, Tuanku?” bertanya Gajahmada. “Nanti kau akan melihat sendiri,” jawab Sri Jayanegara, “bawa keduakotak besi itu. benda-benda itu tidak boleh terjatuh di tangan Ra Kuti!” Dengan tangkas Gajahmada segera mengambil perintah. “Kita semua mengawal Tuanku Sri Jayanegara lewat lorong ini. Depan sendiri Gagak Bongol dan Lembang Laut, disusul Tuanku Jayanegara dan aku. Lainnya di belakang, bawa kedu peti itu. Ayo.” (Gajahmada, 2004 : 184)

Berkat lorong rahasia, Bekel Gajahmada beserta para Bhayangkara

berhasil menyelamatkan nyawa Jayanegara dari kejaran Ra Kuti. Penyelamatan

yang dilakukan oleh para Bhayangkara tidak lepas dari tindakan yang tanggap dan

cepat dari Bekel Gajahmada.

Berawal dari kegelisahan Mahapatih Arya Tadah, kemudian informasi

rahasia dari Manjer Kawuryan, Gajahmada mampu membuat berbagai keputusan

penting yang mampu menyelamatkan nyawa Jayanegara dan para kerabat istana.

Keberanian Lembang Laut dalam menyusup ke dalam tubuh para

pemberontak dan kegesitan Gajahmada menyelamatkan Jayanegara dari anak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

panah merupakan bentuk-bentuk kepahlawanan yang ditunjukkan para

Bhayangkara dalam usaha mencegah Ra Kuti menangkap Jayanegara. Keberanian

dan ketrampilan yang Lembang Laut dan Gajahmada tunjukkan sesuai dengan

teori Kooiman (1931 : 3), pahlawan adalah orang yang memiliki bentuk luhur

seperti berani, kuat, pemurah, penuh keterampilan dan setia.

Bentuk-bentuk kepahlawanan yang ditunjukkan oleh Lembang Laut dan

Gajahmada juga sesuai dengan penjabaran Sri Mangkunegaran IV tentang watak

seorang Kumbakarna. Salah satu bentuk yang dimiliki oleh pahlawan adalah

keyakinan untuk berkorban jiwa dan raga demi keutuhan negara.

3.2 Pelarian Jayanegara

3.2.1 Siasat Gajahmada Mengecoh Pasukan Pengejar

Saat istana tidak mungkin lagi dipertahankan, Jayanegara dengan dikawal

Gajahmada dan Bhayangkara lari menyelamatkan diri. Pelarian Jayanegara

dimulai dari lorong rahasia bawah tanah yang berada di dalam bilik pribadi

Jayanegara. Lorong tersebut mengarah ke pekarangan wisma kepatihan.

Pelarian Jayanegara hanya ditemani Gajahmada dan 15 Bhayangkara saja.

Kelima belas Bhayangkara tersebut adalah Lembu Pulung, Panjang Sumprit,

Jayabaya, Risang Panjer Lawang, Mahisa Kingkin, Pradhabasu, Lembang Laut,

Riung Samudra, Panji Saprang, Mahisa Geneng, Gajah Pradamba, Singa

Parepen, Macan Liwung dan Gagak Bongol.

Setelah berada di dalam wisma kepatihan, Gajahmada menyusun siasat

pelarian Jayanegara. Berbagai hal menjadi bahan pertimbangan Gajahmada,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

terutama pengkhianat di tubuh Bhayangkara yang menjadi mata-mata Ra Kuti.

Pelarian Jayanegara semakin tidak aman bila Gajahmada tidak mampu mengecoh

mata-mata tersebut.

Oleh karena itu, Gajahmada menyusun siasat untuk mengantisipasi

gerakan Ra Kuti. Gajahmada membagi pelarian membagi dua kelompok.

Kelompok pertama adalah para Bhayangkara yang dipimpin oleh Gagak Bongol,

sedangkan kelompok kedua hanya terdiri dari Gajahmada dan Jayanegara.

Pertama-tama, Gajahmada menukar peran Gagak Bongol dan Jayanegara.

Gagak Bongol dan Jayanegara diminta melepas baju masing-masing kemudian

saling bertukar. Langkah ini adalah antisipasi gerakan pasukan pengejar Ra Kuti.

Setelah berganti pakaian, Gagak Bongol yang mengenakan pakaian raja lari ke

arah timur laut. Jayanegara yang mengenakan pakaian Gagak Bongol dikawal

Gajahmada ke arah utara. Kedua kelompok akan bertemu di Krian.

(66) “Aku tidak akan mengulang perintahku. Cukup sekali saja dan laksanakan dengan baik,” berucap Gajahmada. “Segenap Prajurit Bhayangkara, kalian harus meloloskan diri melalui pintu gerbang timur. Mungkin kalian bisa memanfaatkan kuda-kuda yang dimiliki Ki Jayengsuro. Upayakan para pemberontak itu benar-benar merasa yakin Tuanku Jayanegara bersama kalian melarika diri ke arah timur. Akan halnya dengan Tuanku Jayanegara, itu urusanku.” (Gajahmada, 2004 : 206).

Gajahmada berani mengambil resiko dengan mengawal sendirian

Jayanegara. Langkah ini terlihat gegabah, tetapi merupakan langkah pengamanan

paling aman, mengingat mata-mata Ra Kuti belum ditemukan. Bila mengawal

Jayanegara dengan cara berombongan, mata-mata Ra Kuti dengan mudah

membaca arah pelarian dan memberitahu Ra Kuti.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

Sebelum berpisah, Gajahmada berbicara berdua dengan Gagak Bongol.

Gajahmada berpesan bahwa Krian, tempat mereka bertemu merupakan umpan

belaka. Gajahmada bersama Jayanegara tidak akan menuju ke Krian. Tipuan

Gajahmada ini merupakan antisipasi dan usaha Gajahmada untuk menemukan

siapa mata-mata Ra Kuti dalam pasukan Bhayangkara. Gagak Bongol mendapat

tugas untuk melaksanakan hal itu.

(67) Gajahmada memandang Gagak Bongol dengan tajam. “Pasukan kita disusupi komplotan pengkhianat. Panji Saprang yang

ternyata seorang pengkhianat itu telah berhasil kita habisi. Akan tetapi, aku merasa yakin masih ada temannya yang lain yang sampai saat ini belum bisa kita ketahui siapa. Oleh karena itu, berhati-hatilah serta cermati semua Bhayangkara yang utamanya berbuat aneh-aneh dan di luar kewajaran. Di samping itu, besok kau tidak akan pernah menemukan aku di Krian.

Gagak Bongol bingung. Pandangan Gagak Bongol tidak bergeser sejengkal pun dari wajah Gajahmada.

“Hanya kau yang tahu bahwa aku tak akan menuju ke Krian. Aku sebut tempat itu hanya untuk membuktikan memang ada pengkhianat yang kita curigai di antara kita. Jika Ra Kuti menyerbu Krian, berarti pengkhianat busuk itu benar-benar ada. Kita harus menmukan orangnya.” (Gajahmada, 2004 : 206,207)

Dari kutipan 67, terlihat bahwa salah satu pengkhianat di tubuh

Bhayangkara telah tewas. Panji Saprang sebagai salah satu prajurit Bhayangkara

telah berkhianat dan tewas di tangan Gajahmada. Sewaktu Jayanegera dan para

Bhayangkara lari melewati lorong rahasia, Gajahmada curiga terhadap bunyi-

bunyi semacam sandi rahasia yang dikeluarkan oleh prajurit Bhayangkara di

belakang Gajahmada. Dengan gesit, Gajahmada menusukkan keris beracun ke

perut Bhayangkara tersebut. Keputusan Gajahmada untuk membunuh prajurit

Bhayangkara tersebut adalah sandi-sandi rahasia yang terdengar bukanlah sandi

rahasia yang lazim diajarkan di kesatuan Bhayangkara. Kesimpulannya, Panji

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

Saprang yang mengeluarkan suara tersebut adalah mata-mata Ra Kuti yang

hendak membunuh Jayangera.

Siasat cerdik yang disusun Gajahmada terbukti ampuh menipu mata-mata

Ra Kuti kelak. Langkah Gajahmada untuk menusuk salah satu prajurit

Bhayangkara, yaitu Panji Saprang pun terbukti sebagai langkah yang menentukan.

Kematian salah satu mata-mata Ra Kuti membuat Gajahmada leluasa mengatur

strategi pelarian Jayanegara.

Dua tindakan nekat ini mencerminkan kecerdasan Gajahmada karena

membutuhkan keberanian dan pertimbangan matang. Menurut Mangkunegaran

IV, tindakan Gajahmada ini sesuai dengan watak Kumbakarna yaitu menjunjung

tinggi negara. Bentuk kepahlawanan ini berkaitan dengan tindakan untuk

melawan segala bentuk tekanan dan penjajahan terhadap tanah air.

3.2.2 Gajahmada Menyelamatkan Jayanegara Keluar dari Kotaraja

Setelah berpisah dari rombongan para Bhayangkara, Gajahmada

mengawal sendirian Jayanegara. Tempat yang dituju Gajahmada adalah

Kabuyutan Mojoagung. Buyut Mojoagung adalah orang yang dipercaya

Gajahmada. Di Kabuyutan Mojoagung, Gajahmada akan memberikan instruksi

selanjutnya kepada para Bhayangkara.

Sebelum menuju ke Kabuyutan Mojoagung, terlebih dahulu Gajahmada

harus membawa Jayanegara dengan selamat melewati gerbang utara yang dijaga

dengan ketat. Untuk mengecoh penjagaan di gerbang utara, Gajahmada memilih

melewati gorong-gorong yang sejajar dengan gerbang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

Jayanegara sebagai seorang raja Majapahit tentu saja keberatan dengan

rencana Gajahmada tersebut. Selain enggan melewati gorong-gorong, Jayanegara

juga tidak mampu berenang. Apalagi arus di gorong-gorong tersebut cukup deras.

Jayanegara menuntut Gajahmada untuk memikirkan cara lain. Tetapi setelah

Gajahmada menjelaskan bahwa tidak ada cara lain selain melewati gorong-

gorong, Jayanegara akhirnya menurut saja. Gerbang utara dijaga cukup ketat.

Setelah bersusah payah menyelam melewati gorong-gorong, Gajahmada

berhasil membawa Jayanegara dengan selamat. Bahkan Jayanegara yang baru

pertama kali menyelam menganggap pengalamannya tersebut sebagai pengalaman

yang luar biasa yang tidak akan dilupakannya seumur hidup. Gajahmada yang

mendengar penuturan Jayanegara tersebut menyambutnya dengan tertawa lepas.

Setelah dengan selamat melewati gorong-gorong, Gajahmada dan Jayanegara

bersembunyi di ladang jagung tidak jauh dari gerbang utara. Mereka menunggu

malam supaya lelauasa untuk bergerak.

Keberanian. Dalam langkah ini, hanya keberanian yang dibuhkan. Terlihat

sederhana, tetapi membutuhkan pertimbangan yang matang. Gajahmada yang

sedang berusaha mengeluarkan Jayanegara keluar dari kotaraja dihadapkan pada

ketatnya penjagaan gerbang oleh pasukan pemberontak. Maka, langkah berani

harus diambil. Meskipun sedang berhadapan dengan seorang raja, Gajahmada

tidak boleh merasa sungkan karena keselamatan raja dan keutuhan Majapahit

sendiri yang dipertaruhkan.

Keberanian Gajahmada menggambarkan bentuk kepahlawanan cinta tanah

air. Bentuk kepahlawanan ini berkaitan dengan keyakinan untuk berkorban jiwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

dan raga demi keutuhan Negara sesuai dengan teori Mangkunegaran IV tentang

watak Kumbakarna. Sesuai dengan tekad cinta tanah air, Gajahmada pasti telah

memikirkan resikonya apabila raja tidak berkenan dilewatkan di gorong-gorong

air. Bila raja merasa martabatnya tercoreng, tanpa berpikir panjang, Gajahmada

pasti akan memberikan nyawanya sebagai penebusan.

3.2.3 Gagak Bongol Memimpin Para Bhayangkara Kembali ke Kotaraja

Sementara itu, para pasukan Bhayangkara yang telah berhasil menyesatkan

para pasukan pengejar memutuskan untuk kembali ke kotaraja. Tujuan mereka

adalah mencari informasi keberadaan Mahapatih Arya Tadah dan terutama

berusaha membuat ketakutan di antara para pasukan pemberontak. Gagak Bongol

sebagai prajurit Bhayangkara kepercayaan Gajahmada memimpin gerakan

tersebut.

(68) “Sebagaimana pesan Kakang Gajahmada,” berbicara Gagak Bongol, “besok malam kita akan menyusul Kakang Bekel dan Tuanku Jayanegara ke Krian. Malam ini, kita masih memiliki waktu untuk bermain-main. Kita manfaatkan waktu yang ada itu untuk menjadikan Ra Kuti makin pusing tujuh keliling. Karena berhadapan langsung kita tidak mampu maka cara yang harus kita tempuh adalah menghadapainya dengan bergerilya. Setidak-tidaknya para prajurit yang melakukan penggeledaha dengan semena-mena itu harus kita beri pelajaran. Kita berpencar. Selanjutnya, kita masing-masing bertanggung jawab terhadap keselamatan diri kita sendiri dan keselamatan Bhayangkara seutuhnya. Jika ada yang tertangkap, jangan mengkhianati pasukan secara keseluruhan. Hal lain yang tidak kalah penting adalah cari keterangan nasib Mapatih Arya Tadah. Kita berharap moga-moga Ra Kuti tidak menjadi gila dengan membunuhnya. Jika Mapatih Tadah masih hidup kita upayakan sebuah cara untuk membebaskannya.” (Gajahmada, 2004 : 236).

Dalam kutipan 68, Gagak Bongol memberikan arahan kepada teman-

temannya prajurit Bhayangkara untuk mencari keterangan terkait keberadaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

Mapatih Arya Tadah. Gagak Bongol juga merasa para prajurit pemberontak yang

telah bertindak tidak berperikemanusiaan harus dihukum.

Tindakan para praurit pemberontak tersebut dilatarbelakangi kekecewaan

Ra Kuti karena lolosnya Jayanegera. Ra Kuti menjatuhkan perintah untuk

menggeledah semua rumah kawula Majapahit. Para prajurit yang mendapat

mandate tersebut menjelaskannya secara salah. Maka yang terjadi adalah

penjarahan dan pemerkosaan. Bhayangkara yang menyaksikan tindakan keji

tersebut tidak bisa tinggal diam.

Satu persatu para prajurit Bhayangkara berpencar dan tanpa ampun

memberi hukuman kepada para prajurit yang telah bertindak semena-mena.

Kemampuan tiap prajurit Bhayangkara dalam olah kanuragan jauh di atas para

prajurit biasa. Apalagi saat malam haru dimana para Bhayangkara mampu

bertindak dengan leluasa.

(69) Pasukan Bhayangkara adalah pasukan yang memiliki kemampuan luar biasa. Dalam pembentukannya, tidak sembarang orang bisa menjadi bagian pasukan ini. Diperlukan persyaratan-persyaratan khusus serta gemblengan yang keras sehingga secara pribadi prajurit Bhayangkara memiliki kemampuan melebihi kemampuan prajurit pada umumnya. Di bayangan gelapnya malam tidak ada jejak yang mereka tinggalkan. Sebaliknya, mereka memiliki ketajaman mata dan pendengaran tak kalah dari burung hantu. Maka yang kemudian terjadi adalah sebuah peristiwa yang mengagetkan (Gajahmada, 2204 : 237).

Para penjarah dan pemerkosa yang tak lain adalah para prajurit

pemberontak dibunuh satu persatu tanpa ampun. Para prajurit pemberontak

tersebut tidak mampu berbuat apa-apa. Mereka tidak mampu melawan kemarahan

para Bhayangkara. Oleh karena itu, dengan cepat tersiar kabar tentang kemarahan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

para Bhayangkara. Akhirnya para prajurit pemberontak menghentikan perbuatan

keji mereka.

(70) Kemunculan orang-orang tak dikenal, tetapi diyakini mereka adalah pasukan Bhayangkara membuat geger. Para prajurit pemberontak yang melakukan penggeledahan tidak berani berbuat semena-mena lagi. Kemunculan Bhayangkara yang langsung menebar tembang maut memaksa para pemberontak berpikir dua kali untuk berbuat semena-mena.

Yang lebih menggegerkan lagi adalah saat terlihat api membubung dari arah tenggara, pasukan Jalayuda segera mendengar berita, bangsal kesatrian mereka dilalap api. Bangsal pasukan Jalayuda adalah banguanan yang amat besar. Di sanalah pangkalan prajurit Jalayuda yang selalu siap digerakkan ke medan peperangan manapun. Kini, pasukan khusus Bhayangkara yang tersinggung dan sangat marah telah membakar bangsal itu (Gajahmada, 2004 : 239).

Keberanian para Bhayangkara ditunjukkan dengan membakar bangsal

pasukan Jalayuda, pasukan yang ikut memberontak. Selain membakar bangsal

pasukan Jalayuda, keberanian prajurit Bhayangkara juga ditunjukkan dengan

usaha membunuh otak pemberontakan, Ra Kuti. Bhayangkara yang melakukan

tindakan tersebut adalah Lembang Laut dan Gagak Bongol. Tindakan tersebut

juga dilatarbelakangi usaha mereka menghentikan pemberontakan lebih cepat.

(71) Sementara itu, dari kegelapan malam dan luput bdari perhatian siapa pun, seseorang tengah membidik, merentangkan busur dan mengukur gerak anak panah yang akan dilepas. Anak panah itu tertuju tepat ke dada Ra Kuti. Setelah merasa amat yakin tidak akan meleset, anak panah itu pun kemudian dilepaskan.

Nasib malang bagi seorang prajurit berpangkat senopati yang tengah berjalan tepat di garis lintasan anak panah. Dengan telak anak panah itu menghujam ke lambung kanannya tembus ke lambung kiri (Gajahmada, 2994 : 257).

Sayangnya, usaha pembunuhan yang dilakukan oleh Lembang Laut dan

Gagak Bongol tidak berhasil. Apabila berhasi, tentu saja pemberontakan Ra Kuti

dengan mudah dipadamkan. Keberuntungan masih melindungi Ra Kuti. Setelah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

mengetahui bahwa usahanya gagal, Lembang Laut dan Gagak Bongol segera

menghilang melarikan diri. Tujuan mereka selanjutnya adalah menyelamatkan

Mapatih Arya Tadah.

3.2.4 Lembang Laut dan Gagak Bongol Menyelamatkan Mapatih Arya

Tadah dari Penjara

Diketahui dari seorang prajurit yang disekap di wisama kepatihan,

Mapatih Arya Tadah dijebloskan ke dalam penjara. Lembang Laut dan Gagak

Bongol tahu bahwa penjara tidak dijaga dengan ketat karena banyak prajurit yang

dikerahkan Ra Kuti untuk pencarian Jayanegara. Memanfaatkan hal itu, Lembang

Laut dan Gagak Bongol segera menyelamatkan Mapatih Arya Tadah.

(72) “Maaf aku terlambat Mapatih,” berkata Lembang Laut. “Kakang Bekel Gajahmada memerintahkan kepadaku untuk menjemput Mapatih. Mari Mapatih, kita harus segera meninggalkan tempat ini.”

Mapatih Tadah tersenyum. Arya Tadah memenng telah menduga, Bhayangkara tak akan tinggal diam melihat Arya Tadah dijebloskan ke penjara. Pasukan Bhayangkara pasti sudah mendengar nasib yang menimpanya. Namun, Tadah tidak mengira akan secepat itu Bhayangkara bertindak. Tadah yakin meski istana telah dipagar betis dan tidak mungkin ditembus, bukan pekerjaan yang mustahil bagi pasukan Bhayangkara, pasukan yang dilatih agar cukat trengginas terampil menghadapi keadaan apa pun. Lebih dari itu, Bhayangkara juga dilatih untuk selalau menggunakan akal menyiasati keadaan yang mustahil (Gajahmada, 2004 : 260,261).

(73) Dengan perhitungan yang sangat cermat dan didukung oleh persiapan yang matang, Bhayangkara Gagak Bongol bekerja sama dengan Lembang Laut berhasil menyelamatkan Mapatih Arya Tadah, orang kedua yang sangat berpengaruh di Majapahit setelah Jayanegara. Hanya sejenak setelah Bhayangkara berhasil membebaskan Arya Tadah, barulah dua orang prajurit yang giliran menjaga penjara kaget melihat teman-temannya telah bergelimpangan menjadi mayat, tidak seorang pun yang masih hidup, semuanya mati. Prajurit itu lebih kaget lagi karena tidak menemukan Arya Tadah di penjara itu (Gajahmada, 2004 : 262).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

Pada kutipan 72 dan 73 terlihat dengan jelas keberanian, kecerdasan dan

ketrampilan Bhayangkara dalam menyikapi suatu tindakan. Pembebasan Arya

Tadah dari penjara merupakan buah dari bentuk kepahlawana yang telah dimiliki

oleh tiap prajurit Bhayangkara. Dalam hal ini, bentuk tersebut ditunjukkan oleh

Bhayangkara Gagak Bongol dan Lembang Laut.

Tindakan berani para Bhayangkara untuk menyusup kembali ke kotaraja

untuk menyatakan eksistensi mereka kemudian membebaskan Mapatih Arya

Tadah dari pakunjaran adalah bentuk kepahlawanan berdasarkan teori

Mangkunegaran IV tentang watak Kumbakarna yang tidak dapat dibantah.

Menurut Sri Mangkunegaran IV dalam Kamajaya (1984 : 55), watak

seorang Kumbakarna yaitu pertama, jujur dan adil. Kedua, menjunjung tinggi

negara. Ketiga, cinta tanah air.

Watak pertama yang diungkapkan oleh Sri Mangkunegaran adalah jujur

dan adil. Watak ini berkaitan dengan tindakan untuk melawan perbuatan jahat

yang melanggar hak dan kebahagiaan orang lain. Watak kedua adalah menjunjung

tinggi negara, berkaitan dengan tindakan untuk melawan segala bentuk tekanan

dan penjajahan terhadap tanah air. Watak ketiga adalah cinta tanah air, berkaitan

dengan keyakinan untuk berkorban jiwa dan raga demi keutuhan negara.

3.2.5 Bhayangkara Menunjukkan Rasa Kemanusiaan

Bhayangkara adalah kesatuan khusus yang mempunyai kelebihan dalam

hal olah kanuragan dan kecerdasan dibanding prajurit lain. Para Bhayangkara

tidak takut mati dan siap membela kebenaran. Rasa kemanusiaan para

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

Bhayangkara pun besar. Mereka dengan sigap menolong kawula Majapahit yang

sedang kesulitan. Salah satunya adalah menolong seorang ibu yang hendak

melahirkan.

Saat itu gelombang pengungsi yang melarikan diri dari kotaraja sangat

besar. Berbagai penjarahan dan pemerkosaan oleh prajurit pemberontak membuat

banyak warga yang menjadi takut dan memutuskan untuk mengungsi. Dalam

gelombang pengungsi itu termasuk juga seorang ibu hamil yang melarikan diri

dari kotaraja. Dengan ditemani suami dan keluarganya, ibu hamil tersebut susah

payah menyelamatkan diri.

Pada saat seperti itu, kandungan ibu tersebut berkontraksi tanda akan

segera melahirkan. Bhayangkara yang kebetulan sedang beristirahat di sebuah

bulak setelah melarikan diri dari kotaraja melihat kejadian tersebut. tanpa

membuang waktu, Bhayangkara segera menolong ibu tersebut dengan membuat

tandu dan membawanya ke desa terdekat.

(74) Lembang Laut memberi isyarat. Gagak Bongol pun memberi perintah segera dibuatkan tandu untuk mengusung wanita yang akan melahirkan itu. Para laki-laki sanak kadang wanita hamil itu terpana menyaksikan sepak terjang prajurit Bhayangkara yang tidak hanya tangkas dalam olah peperangan, tetapi juga trengginas dalam menolong orang lain.

Tidak membutuhkan waktu lama dan hanya menggunakan bahan-bahan yang ada, sebuah tandu berhasil dibuat. Wanita hamil tua itu diletakkan di atas tandu dan diusung beramai-ramai menuju rumah dukun bayi yang ternyata tidak jauh dari tempat itu (Gajahmada, 2004 : 341).

Tindakan cepat dari para Bhayangkara telah menyelamatkan ibu dan bayi

yang dikandungnya. Bila tidak ada Bhayangkara, ibu tersebut tidak dapat

melahirkan bayinya dengan layak. Nyawa bayi dalam kandungan pun terancam.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

Setelah dibawa ke rumah dukun bayi di desa terdekat, bayi tersebut lahir dengan

selamat. Ibu dan keluarganya sangat berterima kasih kepada para Bhayangkara.

Sebagai rasa terim kasihnya, ibu tersebut menamai bayinya dengan nama Putut

Bhayangkara.

Selain siap menolong dan menlindungi rakyat Majapahit. Bhayangkara

juga manusia biasa. Dibalik kemampuannya yang luar biasa dalam peperangan,

Bhayangkara juga menyimpan impian-impian layaknya manusia biasa.

(75) Di belakang, pada jarak yang sedikit jauh, Bhayangkara Jayabaya berkuda tanpa banyak bicara. Sesekali angan-angannya melayang menjelajahi batas ruang dan waktu. Bhayangkara Jayabaya teringat pada kampung halamannya, pada ayah dan ibunya serta dua adiknya yang adakalanya menumbuhkan kerinduan karena hampir setahun lamanya Jayabaya meninggalkan halaman rumahnya.

Angan-angan Jayabaya kemudian beralih kepada seorang gadis, Danawari, anak tetangganya yang masih berada dalam ikatan kekerabatan keluarga. Gadis itulah yang selama ini menjadi pendorong pembakar semangatnya. Gadis itu pula yang dahulu kala mendorongnya untuk pergi mengubah nasib dan dengan setia menunggu kepulangannya. Kepadanya Jayabaya berangan-angan akan menbangun mahligai rumah tangganya sebagaimana Danawari berharap dengan Jayabaya akan berdampingan (Gajahmada, 2004 : 466).

Seorang yang dianggap pahlwan sejatinya merupakan manusia biasa.

Seorang manusia yang mempunyai hati nurani dan kesadaran akan kesulitan yang

dialami orang lain. Bhayangkara Jayabaya sebagai anggota prajurit Bhayangkara

tentu mempunyai olah kanuaragan yang tinggi, di samping itu, ia juga juga

mempunyai hati dan perasaan seperti manusia pada umumnya.

Perasaan akan kebenaran dan keadilan merupakan salah satu jiwa

kepahlawanan yang ditunjukkan oleh Bhayangkara. Untuk mencegah para prajurit

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

pemberontak berbuat kekacauan lagi, para Bhayangkara dengan berani

menunjukkan keberadaanya.

(76) Keberadana Bhayangkara itu benar-benar dirasakan kehadirannya karena dari arah yang lain dan menyebar terdengar jawaban serupa. Anak panah terdengar melengking memanjat udara.

Suara melengking anak panah sanderan yang memecah keheningan malam itu seolah menjadi peringatan bagi siapa pun untuk tidak melukai hati rakyat lagi. Bagi siapa pun yang berani menantang peringatan itu, sangat mungkin tidak akan bisa memandang terbitnya matahari esok pagi (Gajahmada, 2004 : 366).

Meskipun prajurit Bhayangkara adalah kesatuan prajurit dengan jumlah

anggota sedikit, tetapi jiwa melindungi yang besar membuat Bhayangkara ditakuti

oleh para musuh. Bagi kawula Majapahit yang menjadi korban kejahatan para

prajurit pemberontak, Bhayangkara adalah pahlawan mereka. Tanpa mengenal

waktu, Bhayangkara dengan rela melindungi siapa saja.

Dibalik olah kanuragan yang tinggi dan keperkasaan yang Bhayangkara

tunjukkan, ternyata mereka memiliki sisi kemanusiaan yang sangat halus. Sebagai

wujud manusia yang mencintai negaranya, para Bhayangkara juga berusaha

melindungi segenap kawula Majapahit yang sedang kesusahan. Salah satunya

dengan menolong seorang ibu yang hendak melahirkan meskipun dalam suasana

peperangan.

Kehalusan budi pekerti ini merupakan bentuk kepahlawanan jujur dan adil,

yaitu tindakan untuk melawan perbuatan jahat yang melanggar hak dan

kebahagiaan orang lain sesuai penjelasan Mangkunegaran IV tentang watak

seorang Kumbakarna. Bhayangkara berusaha menyelamatkan sang ibu dan

bayinya sekaligus karena para Bhayangkara tidak rela kebahagiaan ibu dan

bayinya terenggut karena peperangan yang sedang berlangsung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

3.2.6 Gajahmada Selamatkan Jayanegara Saat Terkepung di Ladang Jagung

Kabuyutan Mojoagung

Sementara itu, Gajahmada yang mengawal Jayanegara seorang diri telah

sampai di Kabuyutan Mojoagung. Gajahmada berpendapat bahwa Kabuyutan

Mojoagung adalah tempat yang aman. Gajahmada percaya kepada Ki Buyut

Mojoagung dapat melindungi Jayanegara dengan kemampuannya. Seperti yang

tampak pada kutipan di bawah ini.

(77) Di samping dikenal sebagai orang yang paling dituakan dan dihormati di Kabuyutan Mojoagung, Ki Buyut juga dikenal sebagai orang yang memiliki ketajaman mata hati melebihi orang lain. Ki Buyut mempunyai kemampuan meramal hal-hal yang belum terjadi. Penduduk Kabuyutan Mojoagung tidak merasa aneh lagi jika melihat ramalan Ki Buyut akhirnya menjadi kenyataan.

Para petani, para pedagang, dan mereka yang membutuhkan berkah sering datang meminta petunjuk Ki Buyut. Biasanya dengan senang hati Ki Buyut membantu mereka yang membutuhkan itu. Khususnya petani, petunjuk yang diberikan Ki Buyut berkaitan dengan mangsa ketiga atau mangsa rending serta ramalan kapan kira-kira akan turun hujan, amat membantu mereka dalam bercocok tanam. Pernah terjadi, saat mana tiba-tiba penduduk disarankan untuk tak menanam padi dalam satu musim, petunjuk itu diabaikan. Semusim itu ternyata terjadi kemarau berkepanjangan, bahkan nyaris menyentuh hitungan setahun. Akibatnya, tidak pernah terjadi panen padi karena kelangkaan air, bahkan berbagai binatang pengganggu tanaman muncul dalam jumlah besar (Gajahmada, 2004 : 381).

Kelebihan Ki Buyut Mojoagung dalam melihat dan memperkirakan yang

akan terjadi membuat Gajahmada tenang untuk menyembunyikan Jayanegara di

rumah Ki Buyut. Untuk sementara waktu, Gajahmada bermaksud menginapkan

Jayanegara di rumah Ki Buyut. Sementara itu, Gajahmada akan kembali ke

kotaraja untuk melihat keadaan dan menyusun rencana mengembalikan

Jayanegara ke singgasananya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

Pada suatu malam, Ki Buyut mendapat suatu penglihatan. Ki Buyut

melihat rumahnya terbakar. Penglihatan tersebut kemudian disampaikan kepada

Jayanegara. Ki Buyut berpendapat bahwa penglihatan yang dilihatnya merupakan

sebuah firasat akan terjadinya petaka. Jayanegara yang merasa tidak senang

dibangunkan malam-malam menjadi marah. Jayanegara merasa mengambil

sebuah tindakan berdasar firasat merupakan hal yang bodoh.

(78) Jayanegara atau Kalagemet menghela napas panjang. Kejengkelannya terpancing. Sebagai seorang raja, Sri Jayanegara merasa telah memperoleh perlakuan yang tidak pantas. Ra Kuti melecehkannya sedemikian rupa. Perjalanan meloloskan diri yang dialaminya dari kotaraja hingga Kabuyutan Mojoagung seperti mimpi buruk. Untuk perjalanan melarikan diri itu, Bekel Gajahmada memaksanya melakukan hal-hal yang nyaris tidak masuk akal, mulai dari menerobos gorong-gorong sungai hingga merangkak di tanah-tanah berlumpur. Padahal, sebagai raja ia berhak menempuh perjalanan dengan tandu, dipikul oleh empat orang prajurit.

Semua itu membuatnya letih, lelah, dan sejenak ingin istirahat. Baru saja hal itu ia peroleh, sekarang Ki Buyut Mojoagung membuat ulah. Ki Buyut memintanya pergi meninggalkan rumahnya hanya karena firasat (Gajahmada, 2004 : 385).

Ternyata firasat Ki Buyut benar. Beberapa saat kemudian seorang

magersari datang dengan tergesa-gesa menemui Ki Buyut untuk melaporkan

bahwa serombongan besar orang tidak dikenal mulai mendekati Kabuyutan.

Magersari menandaninya dengan suara derap kuda yang bergemuruh. Magersari

itu memperkirakan ratusan penunggang kuda akan segera datang. Benar saja, para

penunggang kuda dengan jumlah ratusan itu dipimpin langsung oleh Ra Kuti.

Ra Kuti dapat mengetahui keberadaan Jayanegara berkat perkiraan pintar

mata-matanya yang menyusup di tubuh Bhayangkara. Mata-mata itu adalah Singa

Parepen. Dari penokohan Singa Parepen yang telah dijabarkan pada bab II,

diketahui bahwa Singa Parepen adalah Bhayangkara yang cerdas. Dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

memperkirakan berbagai kemungkinan, Singa Parepen dapat menebak dengan

tepat dimana Jayanegara disembunyikan oleh Gajahmada.

Jayanegara yang sebelumnya marah dan meragukan firasat Ki Buyut

segera melunak dan mau untuk segera mengungsi. Jayanegara bertanya-tanya

apakah Gajahmada telah tertangkap dan tidak tahan terhadap siksaan sehingga

membocorkan dimana Jayanegara berada. Dengan dikawal seorang magersari,

Jayanegara segera meninggalkan rumah Ki Buyut. Ki Buyut Mojoagung sendiri

tinggal di rumahnya untuk menghadapi kedatangan Ra Kuti.

Saat berhadapan dengan Ra Kuti, Ki Buyut hanya diam dan tidak mau

berbicara mengenai keberadaan Jayanegara. Ra Kuti menjadi marah, apalagi di

dalam rumah Ki Buyut ditemukan jejak keberadaan Gajahmada dan Jayanegara.

Maka tanpa ampun Ra Kuti memperintahkan prajuritnya untuk membakar rumah

Ki Buyut beserta Ki Buyut di dalamnya.

Saat perhatian Ra Kuti teralih, dua orang Bhayangkara dengan cekatan

menyelamatkan Ki Buyut dari api kemudian membawanya ke tempat yang aman.

Ra Kuti yang semakin memuncak kemarahannya memerintahkan prajuritnya

untuk menggeledah semua sudut Kabuyutan Mojoagung. Pada saat itu seorang

prajurit yang ahli dalam menemukan jejak melaporkan bahwa ia melihat jejak dua

lelaki dan seorang perempuan. Ra Kuti menyimpulkan bahwa jejak yang

mengarah ke ladang jagung itu adalah jejak Jayanegara dan Gajahmada yang

ditemani istri atau anak dari Ki Buyut Mojoagung. Tanpa membuang waktu Ra

Kuti dan para prajuritnya mengejar jejak tersebut dengan ganas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

Sebenarnya, jejak yang mengarah ke ladang jagung tersebut adalah jejak

Jayanegara, seorang magersari dan Nyi Buyut Mojoagung. Pada saat itu,

Gajahmada tengah pergi kembali ke kotaraja. Jayanegara yang kehabisan akal

dengan cepat terkepung para prajurit Ra Kuti. Dengan bingung Jayanegara dan

magersari yang menggendong Nyi Buyut berlarian berputar-putar di ladang

jagung.

Saat hampit putus asa, tiba-tiba munculah Gajahmada dan Gagak Bongol.

Rupanya Gajahmada telah kembali dari kotaraja. Kembalinya Gajahmada ke

Kabuyutan Mojoagung karena mendapat informasi dari Manjer Kawuryan.

Seorang yang belum diketahi identitasnya. Gajahmada pulang pada saat yang

sangat tepat. Gagak Bongol diperintahkannya pergi menyelamatkan magersari dan

Nyi Buyut, sedangkan Gajahmada mengawal Jayanegara.

Para prajurit pengejar semakin dekat. Gajahmada dengan tenang mencari

sebuah gagasan. Sesuai dengan penokohannya, Gajahmada merupakan pemimpin

pasukan khusus Bhayangkara yang mampu berpikir dengan tenang dan cerdas

dalam mengambil kesimpulan.

(79) Beberapa saat lamanya Gajahmada terdiam, memusatkan pikiran untuk menemukan gagasan. Sejenak kemudian Gajahmada manggut-manggut. Sri Jayanegara menjadi heran ketika tiba-tiba melihat Gajahmada menggali limpur, seperti bocah kecil bermain tanah. Jayanegara makin heran saat mana Gajahmada melumuri tubuhnya dengan tanah berlumpur itu.

“Silakan Tuanku berbaring,” berkata Gajahmada. Jayanegara kaget. “Apa?” Tanya Jayanegara. “Silakan Tuanku berbaring,” jawab Gajahmada dengan tegas. Meski belum paham apa sebenarnya yang akan dilakukan Bekel

Gajahmada, Jayanegara mengikuti saja perintah itu. Sri Jayanegara segera membaringkan diri di tanah berlumpur yang bari digali.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

Gajahmada kemudia menguruk tubuhnya dengan tanah berlumpur itu (Gajahmada, 2004 : 402).

Memanfaatkan kondisi tanah yang gembur dan lunak, Gajahmada

mengambil keputusan untuk mengubur Jayanegara dalam lumpur. Meskipun

tindakan Gajahmada adalah keputusan yang tepat, dibutuhkan keberanian yang

besar untuk menyuruh Jayanegara untuk mau berbaring di gundukan lumpur

mengingat Jayanegara adalah seorang raja.

Untuk beberapa saat, keputusan cepat yang diambil Gajahmada merupakan

keutusan yang tepat karena Ra Kuti dan para prajuritnya kehilangan jejak

Jayanegara. Keberanian Gajahmada untuk mengambil keputusan dengan cepat

dan tepat serta keberaniannya menyuruh seorang Jayanegara merupakan tindakan

kepahlawanan. Bekal keberanian dan kecerdasan Gajahmada sesuai dengan

penjelasan Sri Mangkunegaran IV dalam Kamajaya (1984 : 55), tentang watak

seorang Kumbakarna yaitu pertama, jujur dan adil. Kedua, menjunjung tinggi

negara. Ketiga, cinta tanah air. Keberanian Gajahmada untuk mengubur rajanya

dalam lumpur terbukti dapat menyelamatkan nyawa Jayanegara, sedangkan

Gajahmada rela berkorban bila kelak akan mendapat hukuman karena

memperlakukan rajanya sedemikan rupa merupakan tindakan seorang pahlawan.

3.2.7 Bhayangkara dengan Berani Menyerang Pasukan Pemberontakan di

Ladang Jagung Kabuyutan Mojoagung

Setelah mampu menyelamatkan Jayanegara dari lubang jarum, Gajahmada

berkumpul dengan para Bhayangkara tidak jauh dari tempat Ra Kuti dan para

prajuritnya yang tengah kebingungan karena kehilangan jejak Jayanegara.

Gajahmada memerintahkan para Bhayangkara untuk mengejar rombongan Ra

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

Kuti dan menyerangnya. Tujuannya adalah menceraiberaikan dan mengurangi

kekuatan prajurit pengejar Ra Kuti. Sedangkan Gajahmada melanjutkan

perjalanan mengawal Jayanegara sendirian saja.

Para Bhayangkara menerjemahkan perintah Gajahmada dengan baik.

Dengan terorganisasi, mereka menyerang para prajurit pemberontak. Beberapa

prajurit berhasil dibunuh. Bahkan kumpulan para prajurit itu dibuat saling

membunuh karena bingung mendapat serangan dadakan pada malam hari. Maka

yang terjadi adalah para prajurit yang saling tebas antara mereka sendiri.

Pekerjaan yang dilaksanakan para Bhayangkara kali ini sangatlah

berbahaya. Prajurit pemberotak berjumlah lebih dari lima puluh orang. Meskipun

para Bhayangkara berhasil membuat kekacauan di antara para prajurit

pemberontak, korban jiwa tidak dapat dihindari.

(80) Dengan cara yang cerdik, Bhayangkara telah berhasil membuat kekacauan di dalam pasukan Ra Kuti. Seperti orang yang berada di ketinggian sebuah puncak gunung, yang mereka lakukan sekadar menggelindingkan sebuah batu. Batu itu membentur bawahnya dan menimpa bagian bawahnya lagi. Ketika sampai di bawah yang terjadi sebuah tanah longsor, membuat Ra Kuti kelabakan karena para prajurit pendukungnya larut dalam keadaan yang sengaja diciptakan Bhayangkara itu.

Langkah yang diambil pasukan Bhayangkara itu penuh dengan muatan bahaya dan ternyata memang meminta korban. Salah seorang dari mereka terluka sangat parah. Sabetan pedang serta ayunan trisula menghajar pinggangnya bagian belakang dengan telak, meretakkan tulang punggungnya.

Napas prajurit Bhayangkara Risang Panjer Lawang tersengal. Para Bhayangkara mengelilinya. Semuanya cemas, tetapi Risang Panjer Lwang berusaha tegar bahkan tersenyum (Gajahmada, 2004 : 426).

Pada penokohan Risang Panjer Lawang, disebutkan bahwa Bhayangkara

Risang Panjer Lawang gugur karena pembunuhan yang dilakukan oleh mata-mata

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

Ra Kuti. Tusukan dari arah belakang tidak disangka oleh Risang Panjer Lawang.

Akibatnya, tusukan tersebut merenggut nyawanya. Risang Panjer Lawang gugur.

Tindakan Bhayangkara yang dengan berani menyerang rombongan Ra

Kuti merupakan bentuk kepahlawanan yang ditunjukkann dengan sangat jelas.

Jumlah pasukan Ra Kuti yang lebih besar tidak membuat para Bhayangkara takut.

Keyakinan akan kemampuan olah kanuragan dan rasa cinta tanah air yang

demikian besar menjadi modal utama. Bentuk kepahlawanan yang demikian

sesuai dengan penjelasan Sri Mangkunegaran IV tentang pahlawan (1984 : 55)

yang termuat dalam tulisan Kamajaya bahwa pahlawan menjunjung tinggi negara.

Bentuk ini berkaitan dengan tindakan untuk melawan segala bentuk tekanan dan

penjajahan terhadap tanah air.

Gugurnya Risang Panjer Lawang juga cerminan bentuk kepahlawanan

yang ditunjukkan oleh seorang Bhayangkara. Risang Panjer Lawang yang gugur

di medan laga juga sesuai dengan penjelasan Sri Mangkunegaran dalam Kamajaya

(1984 : 55). Pahlawan adalah cinta tanah air. Bentuk ini berkaitan dengan

keyakinan untuk berkorban jiwa dan raga demi keutuhan negara. Bahkan Risang

Panjer Lawang merasa bangga gugur sebagai bagian dari pasukan khusus

Bhayangkara saat membela tanah airnya dari bentuk pemberontakan.

Serangan Ra Kuti di Kabuyutan Mojoagung dan gugurnya Bhayangkara

Risang Panjer Lawang membuat Gagak Bongol berada dalam posisi sulit. Hanya

kepada Gagak Bongol seorang Bekel Gajahmada berbicara mengenai tempat

persembunyian Jayanegara. Gagak Bongol tidak merasa membocorkan tempat

persembunyian Jayanegara kepada orang lain, bahkan kepada Lembang Laut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

sekalipun. Gajahmada bersikeras bahwa tidak mungkin mata-mata Ra Kuti

mengetahui tempat persembunyian Jayanegara dari sumber lain.

Pada kenyataannya, Singa Parepen, mata-mata Ra Kuti adalah pengkhianat

yang cerdas. Dari berbagai kemungkinan, ia menyimpulkan bahwa Gajahmada

menyembunyikan Jayanegara di Kabuyutan Mojoagung. Bahkan serangan prajurit

Ra Kuti berakibat gugurnya Risang Panjer Lawang. Singa Parepen lah yang

membunuh Risang Panjer Lawang saat terjadi kekacauan di tengah-tengah ladang

jagung. Kenyataannya tersebut membuat Gagak Bongol kehilangan

ketenangannya. Umpan licik yang digunakan oleh mata-mata Ra Kuti membuat

Gagak Bongol membunuh Bhayangkara Mahisa Kingkin seperti yang dijabarkan

dalam penokohan Gagak Bongol pada bab sebelumnya.

Tindakan cepat Gajahmada saat menyelamatkan Jayanegara di tengah-

tengah ladang jagung dan keberanian yang ditunjukkan Bhayangkara saat

menyerbu pasukan pemberontak adalah bentuk kepahlawanan yang luar biasa.

Tindakan tersebut bahkan harus ditebus dengan kematian Risang Panjer Lawang

karena ditikam dari belakang oleh mata-mata Ra Kuit dalam tubuh Bhayangkara.

Sesuai dengan Mangkunegaran IV tentang watak seorang Bhayangkara, tindakan

mereka merupakan pertunjukkan cinta tanah air dan menjunjung tinggi Negara,

bahkan berkurban nyawa.

3.2.8 Siasat Gajahmada Mengecoh Mata-mata Ra Kuti

Sebagai langkah pengamanan selanjutnya, Gajahmada kembali mengawal

Jayanegar sendirian ke suatu tempat yang masih dirahasiakan dari para

Bhayangara. Selama mata-mata Ra Kuti belum mampu ditemukan, Gajahmada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

menganggap sedikit informasi yang diberikan kepada Bhayangkara haruslah

dengan pertimbangan matang. Untuk itu Gajahmada membuat suatu kalimat sandi

yang harus dipecahkan oleh para Bhayangkara. Kalimat sandi tersebut adalah

petunjuk tempat Gajahmada mengungsikan Jayanegara selepas dari Kabuyutan

Mojoagung. Kalimat sandi tersebut berbunyi, “Orang-orang melakukannya

dengan penuh gairah sampai lupa kepada anak dan istri, namun bukan adu jago.”

Kalimat sandi tersebut merujuk ke suatu tempat di pegunungan kapur

utara. Di pegunungan tersebut pernah terjadi kekeringan yang luar biasa.

Jayanegara memerintahkan dikirim berpuluh-puluh pedati yang memuat bahan

pangan. Para Bhayangkara yang dahulu mengawal pengiriman tersebut, jadi bila

para Bhayangkara mampu memecahkan kalimat sandi tersebut, dengan mudah

mereka dapat menyusul Gajahmada dan Jayanegara. Nama desa tersebut adalah

kudadu.

3.3 Serangan Balik Prajurit Bhayangkara

Setelah Para Bhayangkara berkumpul kembali dengan Gajahmada dan

Jayanegara di desa Kudadu, maka langkah selanjutnya adalah menyiapkan

serangan balik. Serangan balik para Bhayangkara ini akan dimulai dengan gerakan

Kartika Sinumping yang bergerilya menyusun kekuatan bawah tanah. Tugas

Kartika Sinumping yang lain adalah menemukan Mapatih Arya Tadah. Serangan

balik akan dimulai saat para Bhayangkara sudah memasuki Kotaraja.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

3.3.1 Kartika Sinumping Persiapkan Serangan Balik

Sebelum bergerak menuju Kudadu, Gajahmada mempersiapkan sebuah

serangan balik untuk memadamkan pemberontakan Ra Kuti. Untuk tugas

persiapan itu, Gajahmada menunjuk Bhayangkara Kartika Sinumping. Berhasil

atau tidaknya serangan balik para Bhayangkara, semuanya bergantung kepada

keberhasilan misi Kartika Sinumping.

(81) Kartika Sinumping mendekati Bekel Gajahmada. “Kelak kita akan kembali untuk menjungkalkan Ra Kuti dari

perbuatannya. Oleh karena itu, mendahului saat itu tiba, aku minta kau melaksanakan perintah yang aku berikan,” ucap Gajahmada.

Kartika Sinumping memandang tajam, tetapi tak berbicara apapun. “Kamu kembalilah ke kotaraja Majapahit untuk mempersiapkan

segala sesuatunya. Aku beri kewenangan kepadamu sepenuhnya untuk mengambil langkah dan tindakan guna mempersiapkan serangan balik yang mematikan, lakukan hubungan dengan pihak mana pun yang masih mendukung Tuanku Jayanegara. Pantau tindakan apa saja yang dilakukan Ra Kuti dan bagaimana sikap rakyat dalam memandang pemerintahannya. Lebih bagus lagi jika kamu bisa membentuk jaringan telik sandi dan pasukan bawah tanah untuk mengganggu gerakan apa pun yang dilakukan Ra Kuti, beri kesan Bhayangkara tetap berada di kotaraja dan membayangi tingkah mereka. Kelak apabila aku ingin bertemu denganmu, aku akan melepas panah tiga ganda itu berarti tengah malam kamu harus menemuiku di Sumur Gandrung. Paham?”

“Paham, Kakang Bekel,” jawab Kartika Sinumping tangkas (Gajahmada, 2004 : 469).

Tugas yang diemban Kartika Sinumping termasuk dalam misi yang berat.

Seorang diri Kartika Sinumping harus menyusun suatu siasat untuk

mempersiapkan serangan balik. Resiko tertangkap dan dibunuh menjadi resiko

yang harus ditempuh. Meskipun menyadaribetapa berat misi yang ditanggungnya,

Kartika Siumping berangkat dengan keyakinan dan perasaan bangga menjalankan

tugas negara.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

3.3.2 Pradhabasu dan Gajahmada Membongkar Penyamaran Mata-mata Ra

Kuti

Sementara itu Gajahmada yang telah sampai di desa Kudadu,

menginapkan Jayanegara di rumah lurah Kudadu. Beberapa saat kemudian para

Bhayangkara tiba di desa tersebut. Dengan perasaan bangga, Gajahmada

menyambut para Bhayangkara. Gajahmada tahu bahwa para anak buahnya pasti

dapat memecahkan kalimat sandi yang ia berikan.

Saat memeriksa satu persatu para Bhayangkara, Gajahmada mendapati

Bhayangkara Risang Panjer Lawang tidak terlihat. Gagak Bongol dan Lembang

Laut segera memberikan penjelasan.

(82) “Apa yang terjadi dengannya, diakah orang yang kita cari?” “Bukan!” jawab Lembang Laut. “Risang Panjer Lawang justru gugur

sebagai korban pengkhianat itu. Luka di bagian belakang tubuhnya merupakan pertanda ia diserang dari belakang oleh orang yang diduganya tak mungkin melakukan itu.”

Wajah Gajahmada menegang. “Terus, telah berhasil ditemukan pelakunya?” Lembang Laut mengangguk. Sejenak Lembang Laut menyempatkan

melirik Gagak Bongol yang membeku. “Mahisa Kingkin pelakunya,” ucap Lembang Laut dengan nada

berbisik. Gajahmada merasa mendadak wajahnya menebal. Mahisa Kingkin

disebut sebagai pengkhianat mata-mata Ra Kuti menyebabkan Gajahmada sangat terpukul. Sulit sekali Bekel Gajahmada menerima kenyataan itu (Gajahmada, 2204 : 491,492).

Kenyataan yang diterima oleh Gajahmada sungguh mengejutkan. Bekel

Gajahmada merasa sangat mengenal Mahisa Kingkin. Meskipun berat tetapi

Gajahmada mampu menerima kenyataan tersebut. Dalam pada itu, Bhayangkara

Pradhabasu tetap tidak dapat menerima kematian Mahisa Kingkin. Dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

memendam kemarahannya, Pradhabasu menemui Gajahmada secara empat mata

dan mengutarakan pendapatnya.

Pradhabasu menceritakan bahwa saat burung merpati pembawa berita

tersebut dilepas, kebetulan Mahisa Kingkin duduk tepat disebelah Pradhabasu,

sehingga bila Mahisa Kingkin lah yang melepaskan burung merpati tersebut

pastilah Pradhabasu mengetahuinya. Gajahmada yang tahu Pradhabasu adalah

Bhayangkara yang pintar dan mampu bepikir dengan kepala dingin semakin

terkejut. Gajahmada mempercayai Pradhabasu.

Penjelasan yang diberikan Pradhabasu membuat Gajahmada siaga. Bekel

Gajahmada tahu dengan demikian maka mata-mata Ra Kuti adalah seorang yang

licik. Untuk memancing mata-mata tersebut Gajahmada berpikir dengan keras,

berusaha menemukan petunjuk apapun.

(83) Gajahmada tentu tidak akan lupa, awal dari diketahuinya telik sandi itu adalah sejak pertemuannya dengan orang tidak dikenal, orang yang menyelubungi wajahnya dengan secarik kain. Orang itu menggunakan julukan Bagaskara Manjer Kawuryan yang berarti matahari terang benderang, sebuah nama yang digunakan juga sebagai kata sandi.

Gajahmada mencoba mengenang pertemuannya dengan orang itu dan memilah-milahnya barangkali ada bagian yang terlewatkan. Setelah beberapa jenak, memndadak raut wajah Bekel Gajahmada itu berubah, pimpinan pasukan Bhayangkara itu merasa menemukan bagian sangat penting dari apa yang pernah diucapkan Bagaskara Manjer Kawuryan itu (Gajahmada, 2004 : 494).

(84) “Hati-hati dengan anak buahmu yang barangkali gemar bersiul atau menirukan suara burung hantu. Bukankah kau tidak mengajari mereka menggunakan isyarat suara burung hantu? Burung hantu itu mungkin sedang berkeliaran di halaman istana, ingat, suaranya benar-benar mirip, sulit membedakan dengan suara burung hantu yang sesungguhnya,” ucap Bagaskara Manjer Kawuryan saat itu (Gajahmada, 2004 : 501).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

Kutipan 82 menjelaskan bagaimana Gajahmada setelah berpikir dengan

keras menemukan suatu petunjuk penting yang dapat dimanfaatkan untuk

membongkar kedok mata-mata Ra Kuti. Bersama Pradhabasu, Bekel Gajahmada

membuat suatu sandiwara.

Di Desa Kudadu, Jayanegara disembunyikan di rumah lurah Kudadu.

Sebagai langkah pengamanan, Gajahmada melarang lurah Kudadu untuk

menggelar berbagai bentuk hiburan. Untuk menemukan siapa mata-mata Ra Kuti,

Gajahmada sengaja membatalkan larangan tersebut. Lurah Kudadu diminta

menggelar cokekan, yaitu hiburan rakyat dengan penari yang diiringi gamelan.

Warga pun diminta memeriahkan acara hiburan tersebut. Warga membawa

berbagai macam makanan dari rumah untuk dimakan beramai-ramai.

Acara yang diselenggarakan di halaman rumah lurah Kudadu berjalan

dengan meriah. Para prajurit Bhayangkara tidak ketinggalan memeriahkan acara.

Mereka menari diiringi seorang penari wanita yang masih muda.

(85) Tepuk tangan tempik sorak gemuruh dari para Bhayangkara juga para penduduk yang hadir manakala Bhayangkara Bongol menari dengan sangat luwes dan terampil. Gagak Bongol yang tangkas trengginas di medan petempuran yang ganas macam apa pun ternyata bisa terampil pada saat menari. Penari paguyuban cokekan itu benar-benar memiliki suara yang lembut, apalagi usianya masih muda dan belum bersuami, beberapa pemuda yang menonton bersiul-siul untuknya (Gajahmada, 2004 : 496).

Para warga desa Kudadu tidak mengetahui apa tujuan kedatangan para

prajurit Bhayangkara ke desa mereka. Terlebih saat Gajahmada bericara bahwa

kedatangan para Bhayangkara adalah dalam rangka mengawal perjalanan

Jayanegara. Maka yang terjadi adalah kegemparan. Warga desa Kudadu sangat

terkejut saat Gajahmada menyammpaikan bahwa saat itu Jayanegara sedang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

beristirahat di rumah lurah Kudadu. Rasa penasaran segera tumbuh, banyak warga

tidak percaya bahwa desa mereka yang sangat jauh dari kotaraja mendapat

kehormatan dengan disinggahi oleh raja Majapahit.

Mengetahu hal tersebut, Bhayangakara Pradhabasu meminta perhatian

para warga. Pradhabasu bersedia memberikan cerita yang lebih rinci. Sebagai

syarat, Pradhabasu meminta para warga untuk menirukan suara hewan-hewan

yang berada di hutan. Gagak Bongol dan Lembang Laut tersenyum mendengar

kelakar Pradhabasu. Dua orang Bhayangkara tersebut tahu bila Pradhabasu sering

berbuat iseng. Tidak demikian dengan Pradhabasu dan Gajahmada, sandiwara

tersebut merupakan usaha membongkar jati diri mata-mata Ra Kuti.

(86) “Ayo” ucap Pradhabasu lantang. “Untuk menghangatkan suasana di malam ini mari kita bangunkan semua binatang penghuni hutan, gajah, harimau, ayam jantan, anjing, serigala, semua serentak, Bhayangkara juga ikut menyumbangkan suaranya!”

Terdengar suara Bhayangkara Pradhabasu melolong menirukan serigala kelaparan yang disambut tawa berderai segenap penduduk kelurahan Kudadu, tetapi dengan penuh minat penduduk warga Kudadu ikut menyumbangkan suara, ada suara kambing, ada pula suara kuda. Para Bhayangkara ikut terpancing menyumbangkan berbagai tiruan mulai dari burung bence yang menyayat hingga…suara burung hantu.

Suara riuh rendah meniru berbagai binatang itu makin ramai, Bekel Gajahmada bulat mendapatkan arah, suara tiruan burung hantu itu berasal dari mulut Singa Parepen. Suara burung hantu itu sangat mirip dengan aslinya, juga sama dengan suara siulan sandi yang pernah di dengar di halaman istana sebagai isyarat yang diyakini diberikan oleh sesama telik sandi Ra Kuti (Gajahmada, 2204 : 501).

Dengan seksama, Gajahmada mengamati anak buahnnya yang menirukan

suara burung hantu. Gajahmada telah sampai pada sebuah kesimpulan. Singa

Parepen lah yang menjadi telik sandi Ra Kuti. Setelah sampai pada kesimpulan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

tersebut, Gajahmada meminta perhatian, segenap warga desa Kudadu dan para

Bhayangkara serentak terdiam memerhatikan pimpinan Bhayangkara tersebut.

Gajahmada dikenal sebagai orang yang tidak suka berbasa-basi, dengan

pasti Gajahmada mengarahkan telunjuknya ke arah Singa Parepen. Gajahmada

dengan pasti berucap bahwa tubuh Bhayangkara belum sepenuhnya bersih, masih

terdapat mata-mata Ra Kuti di antara mereka. Hal tersebut mengagetkan

Bhayangkara, terutama Singa Parepen.

(87) “Kau-ngawur, apa dasarmu menuduhku seperti itu?” Tanya Singa Parepen dengan suara agak melengking dan parau.

“Baru saja Pradhabasu membangunkan seisi hutan,” jawab Bekel Gajahmada dengan kalimat bersayap. “Ada suara harimau, anjing melolong, para penduduk menyumbangkan berbagai suara seperti kambing, bahkan sapi, lalu dari mulut Bhayangkara ada yang menyumbangkan suara burung bence yang merupakan satu di antara banyak pilihan dalam berhubungan sandi dengan sesama Bhayangkara, lalu dari mulutmu keuar suara bururng hantu.”

Makin tegang wajah Singan Parepen, para Bhayangkara saling pandang.

“Pasukan Bhayangkara tidak menggunakan suara burung hantu untuk saling berhubungan. Suara burung hantu digunakan Panji Saprang saat berhubungan dengan telik sandi lain, yang rupanya telik sandi itu kau!”

Singan Parepen telah sampai pada sebuah kesimpulan bahwa jati dirinya telah terbongkar habis.

Apa yang kemudian terjadi sungguh berada di luar dugaan para Bhayangkara. Tiba-tiba saja Singa Parepen yang tersudut itu meloncat mendahului waktu yang dimiliki Bekel Gajahmada dan Bhayangkara yang lain menuju bilik tempat Jayanegara beristirahat. Sekali tending pintu bilik itu jebol, Singa Parepen menerobos masuk dan memanfaatkan waktu yang ada untuk meletakkan senjatanya ke leher Jayanegara yang berbaring berkemul sarung (Gajahmada, 2004 : 504).

Dengan Jayanegara di tangannya, Singa Parepen merasa telah menang.

Untuk membawa Jayanegara ke kotaraja, Singa Parepen meminta disediakan

kuda. Bila para Bhayangkara hendak menghalangi, Singa Parepen tidak segan-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

segan membunuh Jayanegara. Gajahmada dan Bhayangkara tidak dapat bertindak

apa-apa. Mereka menunggu waktu yang tepat untuk bergerak menyelamatkan

Jayanegara.

Apa yang diyakini oleh Singa Parepen ternyata salah. Bukan Jayanegara

yang berada di bawah ancaman pisaunya, orang itu adalah Pradhabasu yang

menyamar dengan pakaian Jayanegara. Saat perhatian para Bhayangkara dan

warga tersita oleh Gajahmada, Pradhabasu beringsut menjauh dan menuju ke bilik

Jayanegara. Gajahmada dan Pradhabasu telah memperkirakan apa yang akan

mata-mata Ra Kuti lakukan bila telah tersudut.

Saat Singa Parepen masih terpesona dengan kekagetannya, dengan

gerakan yang sangat cepat, Pradhabasu menancapkan pisau di dada kiri Singa

Parepen. Pisau khusus milik Bhayangkara adalah pisau yang ringan saja, tetapi

sangat tajam. Pisau tersebut dengan tepat menancap di jantung Singa Parepen.

Dengan kematian Singa Parepen, Gajahmada yakin masalah mata-mata Ra Kuti

dalam tubuh Bhayangkara telah teratasi. Langkah selanjutnya adalah serangan

balik untuk menggulingkan Ra Kuti.

Sikap waspada yang ditunjukkan oleh Gajahmada setelah menerima

pengaduan Pradhabasu menunjukkan betapa cerdasnya Gajahmada. Gajahmada

tidak dengan segera berpuas diri setelah mendengar laporan dari Lembang Laut

bahwa Mahisa Kingkin lah mata-mata Ra Kuti. Gajahmada sendiri secara pribadi

mengenal Mahisa Kingkin sebagai prajurit yang setia terhadap tanah airnya.

Pradhabasu sebagai prajurit Bhayangkara juga menunjukkan jiwa keadilan

yang besar. Dengan berani ia menemui Gajahmada secara empat mata dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

mengungkapkan keraguannya. Bila Pradhabasu tidak berani mengungkapkan

pemikirannya, Jayanegara yang sedang berada di bilik rumah lurah Kudadu dapat

terancam nyawanya karena Bhayangkara belum benar-benar bersih dari

pengkhianat.

Sandiwara yang dirancang Gajahmada dan Pradhabasu merupakan buah

dari bentuk kepahlawanan yang mereka miliki. Sandiwara tersebut juga

melibatkan Jayanegara secara tidak langsung. Pakaian yang dikenakan Pradhabasu

merupakan pakaian Jayanegara, jadi secara tidak langsung Jayanegara terlibat

dalam sandiwara pintar Gajahmada dan Pradhabasu.

Bentuk tersebut sesuai dengan Menurut Sri Mangkunegaran IV dalam

Kamajaya (1984 : 55), bentuk kepahlawanan adalah cerminan dari watak seorang

Kumbakarna yaitu pertama, jujur dan adil. Kedua, menjunjung tinggi negara.

Ketiga, cinta tanah air. Sandiwara yang dipentaskan Gajahmada dan Pradhabasu

tersebut membutuhkan keberanian yang besar. Pradhabasu yang menyamar

menjadi Jayanegara menanggung resiko terbunuh oleh pisau Singa Parepen. Bila

Singa Parepen berencana langsung menbunuh Jayanegara akibatnya Pradhabasu

akan menjadi korban dari sandiwara berbahaya tersebut. Gajahmada juga

menunjukkan keberanian yang besar dengan membuat sandiwara tersebut.

Gajahmada dengan berani menggunakan Jayanegara sebagai umpan.

3.3.3 Kartika Sinumping Bergerilya

Langkah Gajahmada selanjutnya adalah memulai serangan balik ke

kotaraja. Untuk itu Gajahmada mengandalkan Kartika Sinumping yang mendapat

tugas mempersiapkan serangan balik. Setelah mendapat perintah dari Bekel

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

Gajahmada, tanpa membuang waktu, Kartika sinumping segera berangkat ke

kotaraja. Sebelum menemui Mapatih Arya Tadah, Kartika Sinumping bergerilya

untuk mencari informasi mengenai pergerakan Ra Kuti sekaligus membuat kesan

Bhayangkara telah kembali ke kotaraja.

(88) Setelah Gelap malam tiba, Kartika Sinumping berhasil menyelinap pada jarak cukup dekat dengan alun-alun sambil bersembunyi di belakang tembok yang runtuh, sejenak kemudian, dari rentang gendewa yang ditekuk melengkung ke udara, lima panah berapi sekaligus membubung mnerobos ke udara dengan suara melengking. Nyala api yang berkobar di ujung warasta itu terlihat amat jelas dari beberapa penjuru. Suara melengking panah senderan yang amat khas itu menjadi petunjuk bagi siapa pun untuk menoleh mengarahkan pandangan. Bagi mereka yang kehilangan kesempatan menyaksikan anak panah memanjat langit itu tidak perlu merasa menyesal karena sejenak kemudian, lima anak panah berapi dengan suara sanderan melengking memanjat naik.

Berdebar-debar semua orang.

Mereka yang menangkap pesan bahwa Bhayangkara yang dalam beberapa hari lenyap sudah muncul kembali ke kotaraja (Gajahmada, 2004 : 517).

Kartika Sinumping meskipun sendirian dengan berani bergerilya di

kotaraja. Selain membuat pertanda bahwa Bhayangkara telah kembali ke kotaraja,

Kartika Sinumping juga membuat para prajurit pemberontak ketakutan. Tanpa

ampun Kartika Sinumping membunuh beberapa prajurit pemberontak dengan

anak panah.

Selain mencari informasi di kotaraja, Gajahmada juga memerintahkan

Kartika Sinumping untuk membentuk pasukan bawah tanah yang terdiri dari

orang-orang yang tidak setuju dengan tindakan makar Ra Kuti. Setelah bertemu

dengan Mapatih Arya Tadah, Kartika Sinumping mendapati bahwa Arya Tadah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

telah lebih dahulu membentuk pasukan tersebut. Segera Kartika Siumping

menemui para prajurit bentukan Arya Tadah.

(89) Dari kegelapan muncul orang yang mendekatinya.

“Debu-debu berhamburan di malam gelap gulita,” terdengar sebuah sapa sandi.

“Ada gadis menangis meratapi kematian suami!” Kartika Sinumping menjawab sebagaimana petunjuk yang diberikan oleh Arya Tadah.

Kalimat sandi telah berjawab dengan tepat, Kartika Sinumping merasa memperoleh hubungan dengan orang-orang yang telah disiapkan lebih dahulu oleh Arya Tadah. Gerakan meraka dan segala serangan gerilya lentur menyesuaikan diri dengan kekuatan, yaitu melalui serang dan lari, siapa menyangka irama serangan itu berasal dari ayunan tangan Arya Tadah dari tempat persembunyiannya.

“Ikut aku,” sapa seseorang yang metampakkan diri.

Kartika Sinumping bergegas mengikutinya menuju pintu belakang, memasuki rumh yang ternyata merupakan tempat berkumpul orang-orang yang sebagian besar dikenalnya, sebagai dari mereka adalah perajurit dari kesatuan Jalapati yang telah ditinggalkan Rakrian Temenggung Banyak Sora. Wajah-wajah beku di ruangan itu menyebabkan Kartika Sinumping berdebar-debar. Wajah Lurah Prajurit Sindi Suramarta, Liman Prabowo, Simaring Japanan, Bramas Sindupati, Brajalama, Hayam Talun, Tabuh Gong, Panji Wiragati, dan yang menarik perhatiannya adalah keberadaan Gajahsari.

Senyap mereka berada di rumah itu meliha kemunculan Kartika Sinumping, salah seorang dari bagian Bhayangkara setelah beberapa hari lamanya Bhayangkara itu lenyap tidak ketahuan jejak dan kabarnya. Teka-teki keberadan Bhayangkara adalah juga teka-teki keselamatan Jayanegara.

“Tuanku Jayanegara berada di tempat yang aman,” Bhayangkara Kartika Sinumping langsung membuka pembicaraan. “Kakang Bekel Gajahmada dan para Bhayangkara yang lain mengawal Tuanku Baginda ke subuah tempat hingga diperoleh jaminan Ra Kuti tidak mungkin menjangkaunya. Bhayangkara kemudian akan kembali untuk merebut kekuasaan dari tangan Ra Kuti, sebagai cucuk lampah untuk itu, aku ditunjuk oleh Kakang Bekel Gajahmada dan Sri

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

Baginda untuk melampangkan jalan ke sana.” (Gajahmada, 2004 : 528,529)

Bersama para prajurit bentukan Arya Tadah tersebut, Kartika Sinumping

memulai berbagai persiapan serangan balik yang direncanakan oleh Gajahmada.

Pertama-tama, mereka akan membakar bangsal Jalapati dan Jala Rananggana. Dua

bangsa prajurit yang mendukung Ra Kuti. Sebagai persiapan, Kartika Sinumpig

telah membuat banyak anak panah berapi yang dibagian kepada para prajurit yang

lain.

Gerakan kedua yang dilakukan oleh Kartika Sinumping adalah membuat

jalan untuk serangan tersebut. dibantu prajurit bentukan Arya Tadah, Kartika

Sinumpin membuat terowongan dari halaman rumah di sebelah wisma kepatihan

yang nantinya akan tembus di dekat bilik Ra Kuti. Pekerjaan besar tersebut harus

diselesaikan dalam waktu satu minggu dengan resiko yang sangat besar.

Langkah awal yang dirintis oleh Kartika Sinumping merupakan salah satu

langkah kunci dalam menggulingkan Ra Kuti. Jalan terowongan sampai ke bilik

Ra Kuti yang digali Kartika Sinumping dengan dibantu para prajurit bentukan

Arya Tadah menjadi jalan langsung dalam menangkap otak pemberontakan

Dharmaputra Winehsuka, Ra Kuti.

Kerja keras tanpa lelah Kartika Sinumping merupakan gambaran bentuk

kepahlawanan cinta tanah air. Bentuk kepahlawanan ini berkaitan dengan Teori

Mangkunegaran IV tentang watak seorang Kumbakarna, yaitu keyakinan untuk

berkorban jiwa dan raga demi keutuhan negara.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

3.3.4 Serangan Balik Bhayangkara

Satu minggu tepat setelah terowongan tersebut selesai, Kartika Sinmping

bertemu dengan Gajahmada di Sumur Gandrung. Bekel Gajahmada sangat puas

dengan hasil pekerjaan Kartika Sinumping. Keesokan harinya, Gajahmada dan

para Bhayangkara melakukan serangan balik. Serangan tersebut didukung oleh

Cakradara dan Kudameta yang telah kembali dari tugas negara. Beberapa senopati

yang tidak sejalan dengan Ra Kuti juga menyumbangkan tenaganya.

Serangan dimulai saat seorang Senopati Ranggayuda mengumpulkan

semua prajurit di alun-alun. Sebelumnya, Senopati Ranggayuda telah diberi

kenaikan pangkat oleh Ra Kuti menjadi Temenggung. Oleh Ra Kuti, Temenggung

Ranggayuda diminya mengendalikan para prajurit. Saat memberikan sesorah,

Temenggung Ranggayuda justru berbicara bahwa biang kekacauan yang tengah

terjadi adalah perbuatan Ra Kuti. Sangat terkejut para prajurit. Atas perintah

Temenggung Ranggayuda, para prajurit yang mau bertobat disarankan segera

menjatuhkan senjata dan menyerah. Bagi yang tetap membela Ra Kuti akan diberi

hukuman yang pantas, yaitu hukuman mati.

Saat semua perhatia teralih kepada kekacauan di alun-alun, Gajahmada

dan para Bhayangkara menyusup ke bilik Ra Kuti dengan memanfaatkan lubang

yang digali Kartika Sinumping dan pasukan bentukan Arya Tadah. Tanpa

kesulitan, lima orang Bhayangkara masuk ke dalam bilik Ra Kuti.

Di dalam bilik, Ra Kuti hanya ditemani Ra Tanca, salah seorang dari

Dharmaputra Winehsuka. Kegelisahan sedang dialami Ra Kuti karena perbuatan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

Temenggung Ranggayuda. Ra Kuti semakin terkejut saat Gajahmada dan lima

orang Bhayangkara masuk ke dalam biliknya.

(90) Namun, Lembang Laut yang memberinya jawaban. Lembang Laut tak memiliki kesabaran yang cukup. Gendewa yang dipegangnya dengan arah lurus ke jantung Ra Kuti ternyata tidak mampu dipertahankan untuk tetap terentang. Manakala tangan kanannya yang memegang tali busur lepas, melesat anak panah itu menghujam ke jantung Ra Kuti, ambruk Ra Kuti dengan mata terbelalak. Dengan sisa tenaganya Ra Kuti mencoba bangkit (Gajahmada, 2004 : 570).

Anak panah yang dilepaskan Lembang Laut adalah panah beracun.

Dengan cepat Ra Kuti kehilangan kesadarannya dan akhirnya mati. Dengan

kematian Ra Kuti, Ra Tanca ditangkap tanpa perlawanan. Sisa Dharmaputra yang

lain tewas saat berada di alun-alun. Dibunuh oleh para Bhayangkara. Dengan

demikian pemberontakan Ra Kuti berhasil dipadamkan.

Secara keseluruhan, berawal dari penyelamatan Jayanegara saat

pemberontakan Ra Kuti pecah, pelarian Jayaegara dan akhirnya serangan balik,

peran prajurit Bhayangkara sangatlah besar. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Pahlawan mengandung dua pengertian pokok. Pokok pertama, yaitu

orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela

kebenaran. Pokok kedua adalah pejuang yang gagah berani. (2005 : 811). Jadi,

bentuk kepahlawanan dapat disimpulkan sebagai tindakan-tindakan yang

mencerminkan makna pahlawan.

Menurut Sri Mangkunegaran IV dalam Kamajaya (1984 : 55), watak

seorang Kumbakarna yaitu pertama, jujur dan adil. Kedua, menjunjung tinggi

negara. Ketiga, cinta tanah air. Watak-watak tersebut menjadi patokan bentuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

kepahlawanan yang ditunjukkan oleh prajurit Bhayangkara dalam usaha

memadamkan pemberontakan Ra Kuti.

Sesuai dengan penjelasan arti kata pahlawan di atas, keringat dan darah

para Bhayangkara adalah sebuah bentuk pahlawan yang sejati. Tanpa pamrih

mereka membela tanah airnya, bahkan harus berkorban nyawa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

3.4 Kesimpulan Bentuk-bentuk Kepahlawanan Prajurit Bhayangkara saat

Memadamkan Pemberontakan Ra Kuti

no Bentuk-bentuk Kepahlawanan

Tokoh yang Terlibat

Indikator bentuk-bentuk kepahlawanan

berdasarkan teori Sri Mangkunegaran IV

tentang watak Kumbakarna

1 Penyelamatan Jayanegara

1.1 tindakan tanggap darurat oleh Gajahmada

Gajahmada dan Gagak Bongol

menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air

1.2 penyelamatan sekar kedaton

Panjang Sumprit, Kartika Sinumping, Jayabaya, dan Lembu Pulung

cinta tanah air

1.3 melacak keberadaan pasukan pemberontak

Lembang Laut

cinta tanah air

1.4 mengungsikan Jayanegara

Gajahmada, Gagak Bongol, Mahisa Kingkin, Risang Panjer Lawang, Singa Parepen, Lembang Laut, Pradhabasu, Gajah Pradamba, Macan Liwung, Gajah Geneng, dan Riung Samudra

menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air

2 Pelarian Jayanegara

2.1 siasat mengecoh pasukan pengejar dan penyelamatan Jayanegara keluar dari kotaraja

Gajahmada, Gagak Bongol, Mahisa Kingkin, Risang Panjer Lawang, Singa Parepen, Lembang Laut, Pradhabasu, Gajah Pradamba, Macan Liwung, Gajah Geneng, dan Riung Samudra

menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air

2.2 Gagak Bongol memimpin para Bhayangkara kembali ke kotaraja

Gagak Bongol, Mahisa Kingkin, Risang Panjer Lawang, Singa Parepen, Lembang Laut, Pradhabasu, Gajah Pradamba, Macan Liwung, Gajah Geneng, dan Riung Samudra

jujur dan adil, menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air

2.3 penyelamatan Mapatih Arya Tadah dari penjara

Gagak Bongol dan Lembang Laut

jujur dan adil, menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

2.4 Bhayangkara menunjukkan rasa kemanusiaan

Gagak Bongol, Mahisa Kingkin, Risang Panjer Lawang, Singa Parepen, Lembang Laut, Pradhabasu, Gajah Pradamba, Macan Liwung, Gajah Geneng, dan Riung Samudra

jujur dan adil

2.5 Gajahmada menyelamatkan saat terkepung di ladang jagung Kabuyutan Mojoagung

Gajahmada, Gagak Bongol, Mahisa Kingkin, Risang Panjer Lawang, Singa Parepen, Lembang Laut, Pradhabasu, Gajah Pradamba, Macan Liwung, Gajah Geneng, dan Riung Samudra

jujur dan adil, menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air

2.6 Bhayangkara menyerang pasukan pemberontak di ladang jagung

Gagak Bongol, Mahisa Kingkin, Risang Panjer Lawang, Singa Parepen, Lembang Laut, Pradhabasu, Gajah Pradamba, Macan Liwung, Gajah Geneng, dan Riung Samudra

jujur dan adil, menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air

2.7 siasat Gajahmada mengecoh mata-mata Ra Kuti

Gajahmada cinta tanah air

3 Serangan balik prajurit Bhayangkara

3.1 Kartika Sinumping persiapkan serangan balik

Kartika Sinumping

cinta tanah air

3.2 Pradhabasu dan Gajahmada membongkar penyemaran mata-mata Ra Kuti

Pradhabasu dan Gajahmada

jujur dan adil, menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air

3.3 Kartika Sinumping bergerilya

Kartika Sinumping cinta tanah air

3.4 serangan balik Bhayangkara

Semua Bhayangkara kecuali Risang Panjer Lawang dan Mahisa Kingkin yang terbunuh oleh mata-mata Ra Kuti. Singa Parepen dan Panji Saprang juga tidak turut serta karena terbunuh saat penyamaran mereka sebagai mata-mata Ra Kuti terbongkar

jujur dan adil, menjunjung tinggi negara dan cinta tanah air

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Gajahmada sebagai pemimpin Bhayangkara memiliki fisik yang kekar, kuat

dan memiliki olah kanuragan atau ilmu beladiri yang tinggi. Ciri fisik tersebut

didukung oleh kecerdasan yang menonjol. Karakter Gajahmada mencerminkan

ketegasan dan mental baja. Sangat ideal sebagai pemimpin.

Gajahmada memimpin kesatuan khusu Bhayangkara. Nama Bhayangkara

berarti kumpulan prajurit dengan kemampuan khusus yang bertugas melindungi.

Sebagai pemimpin yang disegani, Gajahmada berani mengambil resiko dengan

perhitungan yang tepat. Gajahmada adalah panutan yang setia kepada negara dan

berjiwa kesatria.

Gajahmada sebagai pimpinan Bhayangkara sangat mempercayai Gagak

Bongol dan Lembang Laut. Berdua, Gagak Bongol dan Lembang Laut dapat dibilang

sebagai tangan kanan Gajahmada. Gagak Bongol adalah prajurit Bhayangkara dengan

tubuh berotot. Gagak Bongol mempunyai kesiagaan dan kewaspadaan yang tinggi.

Setia kepada Bhayangkara, terutama kepada negara.

Kelemahan Gagak Bongol adalah tempramennya yang tinggi. Akibatnya

Gagak Bogol mudah terpancing dengan keadaan dan cenderung menjadi tidak

sabaran. Gagak Bogol tidak mudah mempercayai orang yang baru dikenalnya.

Kesetiaannya kepada Bhayangkara yang begitu tinggi terkadang membuatnya gelap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

mata dan tidak berpikir dengan tenang. Contohnya saat Gagak Bongol terhasut tipuan

licik mata-mata Ra Kuti. Tanpa berpikir panjang, Gagak Bongol membunuh Mahisa

Kingkin yang tidak bersalah.

Bersama Lembang Laut, Gagak Bongol adalah Bhayangkara kepercayaan

Gajahmada. Lembang Laut digambarkan sebagai Bhayagkara dengan badan tegap

dan berotot. Kelebihan Lembang Laut adalah melacak jejak dan dalam bidang

penyamaran. Kelebihannya melacak jejak membuat Lembang Laut terbiasa dalam

tekanan. Mental baja tersebut didasari sifatnya yang berani dan pintar. Lembang Laut

mampu berpikir rasional dan mampu menahan emosi. Lembang Laut lah yang

mengakhiri hidup Ra Kuti.

Selain Lembang Laut, Bhayangkara lain yang mampu berpikir Rasional

adalah Pradhabasu. Bhayangkara Pradhabasu adalah Bhayangkara yang memiliki

perawakan gagah. Kelebihannya melempar pisau khusus Bhayangkara. Pradabasu

juga pandai dalam hal penyamaran dan taktik.

Kemampuan Pradhabasu menilai permasalahn dengan rasional dilandasi oleh

ketenangan dan kecerdasannya secara pribadi. Kecerdasan yang tinggi membuat

Pradhabasu berani mengungkapkan pendapatnya, sangat tegas dan mempunyai

keyakinan tinggi.

Saat pemberontakan Ra Kuti pecah, ada empat Bhayangkara yang berhasil

mengungsikan para sekar kedaton dari istana. Mereka adalah Lembu Pulung, Panjang

Sumprit, Jayabaya dan Kartika Sinumping.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

Bhayangkara Lembu Pulung dan Panjang Sumprit adalah prajurit pengawal

yang sangat handal. Berbadan tegap dan cermat dalam menghitung peluang dan

resiko. Sebagai prajurit pengawal, olah kanuragan mereka sangat tinggi.

Bhayangkara Lembu Pulung dan Panjang Sumprit juga berani suarakan pendapat.

Bhayangkara Jayabaya adalah Bhayangkara yang sangat setia kepada pasukan

dan negaranya. Fisiknya tidak terlalu besar namun cukup berotot. Jayabaya adalah

figur prajurit yang penuh semangat. Saat mengawal sekar kedaton, Jayabaya mampu

menuntaskan misinya dengan baik.

Bersama Lembu Pulung, Panjang Sumprit, dan Jayabaya, Bhayangkara

Kartika Sinumping juga terlibat dalam usaha penyelamatan sekar kedaton. Kartika

Sinumping adalah Bhayangkara yang sangat setia dan total dalam melaksanakan

sebuah misi. Bertubuh ramping namun berotot, Kartika Sinumping hebat dalam

bergerilya. Mental bajanya membentuk keteguhan di medan laga. Bhayangkara

Kartika Sinumping lah yang menyiapkan serangan balik pasukan Bhayangakara yang

akhirnya memadamkan pemberontakan Ra Kuti. Kelemahan Kartika Sinumping

adalah menghadapi wanita.

Bhayangkara adalah pasukan khusus yang mempunyai ilmu beladiri atau olah

kanuragan yang tinggi. Salah satunya Gajah Pradamba dan Macan Liwung. Mereka

merupakan prajurit medan tempur yang menikmati peperangan. Ilmu beladiri mereka

sulit diukur.

Gajah Pradamba atau di masa mudanya disebut Gajah Enggon merupakan

prajurit yang sigap dan patuh dengan perintah. Macan Liwung mempunyai sifat yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

sama. Mereka mempunyai rasa kemanusiaan yang tinggi namun berhati lembut.

Macan Liwung dilukiskan mempunyai sorot mata yang tajam dan mampu berubah

menjadi kejam bila melihat ketidakadilan.

Gajah Geneng adalah Bhayangkara yang sangat dipercaya karena

pengabdiannya yang luas kepada negara. Gajah Geneng sedikit liar, namun lurus dan

cinta tanah air. Riung Samudra adalah Bhayangkara paling pintar disamping

Pradhabasu dan Gajahmada. Mempunyai oleh kanuragan yang cukup tinggi, mampu

menilai peluang dan berbagai kemungkinan dari suatu masalah. Berani

mengungkapkan pendapat.

Bhayangkara Mahisa Kingkin dan Risang Panjer Lawang adalah dua

Bhayangakara yang gugur menjadi korban kelicikan mata-mata Ra Kuti. Mahisa

Kingkin gugur dipenggal kepalanya oleh Gagak Bongol, sedangkan Risang Panjer

Lawang dibunuh oleh mata-mata Ra Kuti dengan ditusuk dari belakang.

Mahisa Kingkin adalah Bhayangkara yang tegas dan setia kepada negara.

Ketegasannya membuat Mahisa Kingkin berani ungkapkan pendapat dan bahkan

berdebat bila ia yakin benar. Risang Panjer Lawang adalah contoh prajurit yang

sangat berbakti kepada negara. Risang Panjer Lawang bangga gugur sebagai bagian

dari Bhayangkara.

Singa Parepen dan Panji Saprang adalah dua mata-mata Ra Kuti dalam tubuh

Bhayangkara. Singa Parepen digambarkan sebagai prajurit yang tamak dan diam-

diam memendam hasrat kepada istri Risang Panjer Lawang. Mempunyai kecerdasan

tinggi dan kemampuan khusus melepas tiga anak panah sekaligus. Panji Saprang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

114

dilukiskan sebagai prajurit yang sangat cerdas. Kemampuan memanahnya nomor satu

di kesatuan Bhayangkara.

Bentuk-bentuk kepahlawanan prajurit Bhayangkara terbagi dalam tiga bagian.

Bagian pertama adalah penyelamatan Jayanegara. Bagian pertama ini memuat (1)

tindakan tanggap darurat oleh Gajahmada, (2) penyelamatan sekar kedaton oleh

Lembu Pulung, Panjang Sumprit, Jayabaya, dan Kartika Sinumping, (3) Lembang

Laut melacak keberadaan pasukan pemberontak dan (4) Gajahmada dan para

Bhayangkara mengungsikan Jayanegara keluar dari kepungan pasukan pemberontak.

Bagian kedua merupakan pelarian Jayanegara yang dimulai dari (1)

Gajahmada mengecoh pasukan pengejar dengan membuat suatu siasat. Kemudian, (2)

Gajahmada menyelamatkan Jayanegara keluar dari kotaraja melalui gorong-gorong.

(3) Gagak Bongol memimpin para Bhayangkara kembali ke kotaraja untuk menebar

teror diantara para pasukan pemberontak dan (4) membebaskan Mapatih Arya Tadah

dari penjara yang dilakukan oleh Lembang Laut dan Gagak Bongol. (5) Bhayangkara

menunjukkan rasa kemanusiaan dengan menolong seorang ibu yang hendak

melahirkan. (6) Saat di Kabuyutan Mojoagung, Gajahmada menyelamatkan

Jayanegara sewaktu terkepung di ladang jagung. (7) Bhayangkara dengan berani

menyerang pasukan pemberontak di ladang jagung, bahkan Risang Panjer Lawang

terbunuh oleh mata-mata Ra Kuti.

Bagian ketiga adalah serangan balik prajurit Bhayangakara. serangan balik ini

diawali dengan (1) Kartika Sinumping mempersiapkan serangan balik. Sementara itu

(2) Pradhabasu dan Gajahmada membongkar penyamaran mata-mata Ra Kuti

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115

sewaktu berada di Kudadu. (3) Kartika Sinumping bergerilya mempersiapkan

serangan balik dengan membuat terowongan bawah tanah tembus ke bilik Ra Kuti.

pembuatan terowongan dibantu pasukan bentukan Mapatih Arya Tadah. (5) Serangan

balik prajurit Bhayangkara yang diakhiri dengan terbunuhnya Ra Kuti.

4.2 Saran

Penulis merasa banyak kebaikan yang dapat digali dalam novel Gajahmada

karya Langit Kresna Hariadi yang dapat dijadikan bahan penelitian selanjutnya. Jiwa

kepemimpinan Gajahmada yang akhirnya dapat menyatukan Nusantara di bawah

panji Majapahit dapat diteliti menggunakan kajian Psikologi Sastra.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

116

Daftar Pustaka

Alwi, Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Bahtiar. 2006. Misteri di Balik Pemberontakan Ra Kuti. http :// www.megablog.

Blogspot. com.

Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Fauziah, Atik. 2011. Kajian Intertekstualitas Novel Gajahmada Karya Langit Kresna

Hariadi Terhadap Kakawin Gajahmada Gubahan Ida Cokorda Ngurah. Solo : Universitas Sebelas Maret.

Hariadi, Langit Kresna. 2004. Gajahmada. Solo : Tiga Serangkai. Kamajaya. 1984. Tiga Suri Teladan. Yogyakarta : U.P. Indonesia. Komandoko, Gamal. 2009. Gajahmada : Menangkis Pemberontakan Ra Kuti.

Yogyakarta : Penerbit Narasi. Kooiman. 1984. The Hero in the Feminine Novel. Belanda : Middleburg Mahsun. 2006. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gajahmada

University Press. Poerbatjaraka. 1952. Kepusatkaan Djawa. Jakarta : Djambatan Purwadi. 2007. Sejarah Raja-raja Jawa. Yogyakarta : Media Abadi. Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar ---------------------------------. 2005. Sastra dan Cultural Studies. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar. Semi, Atar. 1989. Kritik Sastra. Bandung : Penerbit Angkasa Bandung. Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik Bagian Kedua : Metode dan Aneka Teknik

Pengumpulan Data. Yogyakarta : Gajahmada University Press.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

117

Taum, Yoseph Yapi. 1997. Pengantar Teori Sastra. Ende : Nusa Indah. Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta : Penerbit Pustaka. Yamin, Muhammad. 1945. Gajahmada : Pahlawan Persatuan Nusantara. Jakarta :

PT Balai Pustaka.

Yulian. 2005. Langit Kresna Hariadi : Gajahmada. http :// www.jayadalahyulian.

Blogspot com.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

118

Biografi Penulis

Petrus Seno Wibowo dilahirkan di Yogyakarta, hari Rabu tanggal 22 Juli

1987. Menempuh bangku pendidikan dari TK hingga bangku kuliah di Yogyakarta.

Belajar menjadi manusia seutuhnya di Yogyakarta. Mencari jalan cipta dan karya di

Yogyakarta. Kelak mencium anugerah akhir Tuhan di Yogyakarta.

Saat ini berusaha sekuat tenaga mentas dari pendidikan Strata 1 sebagai surat

sakti mendalami dunia. Di Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI