Plagiarism Checker X Originality...
Transcript of Plagiarism Checker X Originality...
Plagiarism Checker X Originality Report
Similarity Found: 60%
Date: Monday, June 22, 2020
Statistics: 3577 words Plagiarized / 5937 Total words
Remarks: High Plagiarism Detected - Your Document needs Critical Improvement.
-------------------------------------------------------------------------------------------
135 PEMBELAJARAN HUMANISTIK DALAM PENDIDIKAN AGAMA HINDU BERBASIS
LOKAL GENIUS Oleh: I Nyoman Temon Astawa Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
Email : [email protected] Diterima tanggal 13 Agustus 2018, diseleksi tanggal 17
Agustus 2018, dan disetujui tanggal 28 Agus- tus 2018 Abstract Hinduism-based local
genius education in humanistic learning in schools is an effort to implement values to
achieve education with the nation's noble values.
This local genius is very appropriate to be applied to Hindu religious education so it
needs to be developed and re-socialized so that it can humanize humans. Many
teachers or educators in less contextual learning rely solely on reading and memorizing,
so there is saturation in learning. This article tries to discuss the form of learning that
emphasizes on students themselves which are not just as objects, apply as subjects that
deserve to be respected and aligned with their position.
Hindu values, especially those based on local genius, display many humanist aspects
that can be adopted by educators and then applied to students. The advantage gained
from learning that is based on local genius in addition to education itself is also on the
sustainability of the local genius. This integration presents a harmonious relationship
between education and local culture.
Between local culture and education no longer collide with each other so that the
elimination between one of them can be avoided. Keywords: Local genius, Hindu
religious education, Humanistic Abstrak Pendidikan agama Hindu berbasis lokal genius
dalam pembelajaran humanistik di sekolah merupakan upaya penerapan nilai-nilai
untuk mencapai pendidikan dengan nilai-nilai luhur bangsa.
Lokal genius ini sangat tepat diterapkan pada pendidikan agama Hindu sehingga perlu
dikembangkan dan disosialisasikan kembali agar dapat memanusiakan manusia. Banyak
guru atau pendidik dalam pembelajaran kurang kontekstual yang hanya mengandalkan
bacaan dan hapalan, sehingga muncul kejenuhan dalam pembelajaran. Artikel ini
mencoba mendiskusikan tentang bentuk pembelajaran yang menekankan pada siswa
itu sendiri yang tidak hanya sekedar sebagai objek, melaiankan sebagai subjek yang
layak untuk dihormati dan disejajarkan kedudukannya.
Nilai Hindu, khususnya yang berbasis local genius menampilkan banyak sisi-sisi humanis
yang bisa diadopsi oleh pendidik dan kemudian diaplikasikan ke dalam peserta anak
didik. Keuntungan yang di dapat dari pembelajaran yang berbasis lokal jenius
disamping bagi pendidikan itu sendiri juga pada kelestarian lokal genius tersebut.
Keterpaduan ini menghadirkan sebuah hubungan yang harmonis antara pendidikan dan
kebudayaan lokal.
Antara budaya lokal dan pendidikan tidak lagi saling berbenturan sehingga peniadaan
diantara salah satunya bisa dihindari. Kata Kunci: Lokal genius, Pendidikan Agama
Hindu, Humanistik 136 JURNAL PANGKAJA VOL 21, NO 2, JULI – DESEMBER 2018 A.
PENDAHULUAN UUD RI tahun 1945 memberikan kesempatan kepada setiap warga
Negara untuk mendapatkan pendidikan bermutu, dan merupakan amanah dari sistem
pendidikan nasional dan program pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, agar sejajar dengan manusia lainnya di muka bumi.
Masa depan merupakan zaman yang akan datang atau belum terjadi, dan masa depan
pendidikan perlu diperhatikan oleh para pendidik. Dimasa yang akan datang, telah
terpampang cita- cita dan harapan dari suatu pendidikan. Cita-cita dan harapan
pendidik dapat terwujud jika sudah ada gambaran yang ada dimasa yang akan datang
(Poerwadaminta, 1984:634).
Pendidikan di Indonesia tampaknya mengalami kendala, hal itu disebabkan oleh kondisi
tiap-tiap sangat Kemampuan masyarakat untuk mengikuti pendidikan tidak sama, dan
adanya penyebaran penduduk yang tidak merata. Kegiatan pembelajaran agama Hindu
di sekolah selama ini dinilai belum optimal. Penyebab belum optimalnya kegiatan
pembelajaran itu karena tiga hal, yakni: (1) pendidik atau guru kurang mampu
menyelenggarakan proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan perkembangan
jaman; (2) pendidik atau guru keliru dalam memandang proses pembelajaran; dan (3)
pendidik atau guru menggunakan konsep-konsep pembelajaran yang tidak
relevandengan perkembangan teknologi informasi. Selain itu belum oftimal
tersebutdapat dilihat dari proses pembelajarannya.
Pendidikan berperan bukan hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan, namun
lebih luas lagi adalah sebagai pembudayaan, pembudayaan yang dimaksud adalah
untuk lebih meningkatkan kualitas manusia, yang pada akhirnya menjadi manusia yang
maju dan beradab. Oleh karena itu tugas sekolah khususnya guru untuk dapat
meningkatkan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional melalui
berbagaimodel pembelajaran.
Saripuddin (2011:78) menyebutkan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan yang
bertujuan yang tertata secara sistematik. Joni (2010: 29) menyatakan proses
pembelajaran belum optimal karena 2 hal, yaitu: (1) proses pembelajaran bersifat
informatif, belum diarahkan ke proses aktif pebelajar untuk membangun sendiri
pengetahuannya; (2) proses pembelajaran berpusat pada pembelajar belum diarahkan
ke pembelajaran yang berpusat pada pelajar.
Begitu pula dalam pembelajaran agama Hindu, sebuah ranah yang tertata untuk
mewujudkan belajar menjadi lebih bermakna. Agama sebagai bagian utama hidup
dalam membimbing manusia. Tremmel (1976: 7-10), “religion is as old as man”. Agama
di masa lalu (mungkin hingga kini) penuh spekulasi, terlebih lagi dalam masyarakat
primitip.
Tujuan yang hendak diraih dalam agama adalah masalah keselamatan ( salvation) yang
ditandai dengan ketenangan. Untuk itu manusia menjalankan ritual dan
mempertahankan moralitas. Dalam hal ini, kearifan lokal sangat cocok dijadikan pijakan
belajar agama. Kearifan lokal tidak terlepas dari budaya. Adat istiadat dan
upacara-upacara tradisional itu pada mulanya belum dikenal dalam zaman prasejarah
atau zaman pra-Hindu.
Jadi jelas bahwa tradisi-tradisi itu tumbuh dan timbul serta berkembang baru sesudah
zaman prasejarah. Dalam kepercayaan nampak pemujaan arwah nenek moyang (asli
Indonesia) berdampingan dengan pemujaan Tuhan Maha Esa beserta manifestasinya
yaitu para dewa (dari agama Hindu). Hal ini terlihat dalam candi tempat terjadinya
penggabungan antara penyembahan dewa dan pemujaan roh nenek moyang.
Unsur dewa menyediakan zat rohaniah dan menurun dari rongga atap candi ke dalam
arca, sedang unsur nenek moyang yang menyediakan zat jasmaniah dari dalam perigi
candi, sehingga pada waktu upacara arca perwujudan itu menjadi hidup. Unsurb
jasmaniah diwakili oleh pripih, bukan abu jenazah (Soekmono 1974:218). Faturrahman
(2012: 46) mengatakan bahwa budaya menyebabkan peserta didik tumbuh dan
berkembang, dimulai dari budaya lingkungan setempat berkembang kelingkungan yang
lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut oleh umat
manusia.
Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya terdekat maka dia tidak mengenal
dengan baik budaya bangsa dan diatidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya
bangsa. Dalam situasidemikian, dia sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar dan
bahkancenderung untuk 137 menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan.
Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak memiliki norma dan nilai budayanasionalnya
yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan.
Kedudukan kebudayaan dalam suatu proses pembelajaran sangat penting, tetapi
kenyataan di lapangan pengembangan pendidikan agama Hindu cenderung terpaku
pada pandangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seringtidak disadari bahwa
pendidikan agama Hindu sesungguhnya dilandasi olehakar budaya yang ada di
lingkungan sekitar. Pendidikan agama Hindu yangselama ini sering melupakan sosio
kultur peserta didik yang menjadi subyek pembelajaran (Tanu, 2011: 7).
Atas dasar kearifan lokal yang dikemas dalam pembelajaran agama Hindu diharapkan
dapat dijadikan “ruh” dalam pembelajaran sehingga lebih mengena, mudah dihayati,
dan mampu merambah pada dataran subjek didik.Melalui kearifan lokal itu juga subjek
didik tidak akan merasa asing dengan apa yang sedang dipelajari dan dapat dijadikan
dasar untuk melakukan pertimbangan. B.
PEMBAHASAN 1. Pembelajaran Humanistik dan Pendidikan Berbasis Local Genius a.
Pengertian Humanistik Menurut teori humanistik dalam bukunya Daryanto (2009:41)
tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil
jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Dalam proses belajar, siswa harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku
belaajr dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan
utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka.
Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah: proses
pemerolehan informasi baru, dan personalia informasi ini pada individu Tokoh penting
dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs,
Abraham Maslow dan Carl Rogers. 1) Arthur Combs (1912-1999) Bersama dengan
Donald Snyg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia
pendidikan.
Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi
bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak
disukai atau relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau
sejarah bukan karena bodoh, tetapi karena mereka enggan dan terpaksa mempelajari
serta merasa tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu
sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melaksanakan
sesuatu yang tidak akan memberiikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia
persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin mengubah perilakunya, guru harus
berusaha mengubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal
membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru
membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi
pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya.
Padahal arti, tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting adalah
bagaimana membawa siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi
pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya. Combs memberikan
lukisan persepsi diri dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang
bertitik pusat pada satu.
Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkaran besar (2) adalah
persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang
pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan
dengan diri, makin mudah terlupakan.
2) Maslow Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua
hal : (1) suatu usaha yang positif untuk berkembang, (2) kekuatan untuk melawan atau
menolak perkembangan itu. 138 JURNAL PANGKAJA VOL 21, NO 2, JULI – DESEMBER
2018 Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.
Pada diri masing- masing orang mempunyai berbagai perasaan takut, seperti rasa takut
untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut
membahayakan apa yang sudah ia miliki, dan sebagainya. Maslow membagi
kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang sudah
dapat memenuhi kebutuhan pertama, kebutuhan barulah ia dapat menginginkan
kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah membutuhkan rasa aman dan seterusnya.
Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting
yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar.
Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasu belajar ini mungkin berkembang kalau
kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi. 3) Carl Rogers Carl Rogers lahir 8 Januari
1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Semula
Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia
memperlajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D
pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk
mencegah kekerasan pada anak. Gelar professor diterima di Ohio State tahun 1960.
Tahun 1942,ia menulis buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara
bertahap mengembangkan konsep Client- Centered Therapy.
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu : 1. Kognitif (kebermaknaan) 2. Exsperiential
(pengalaman atau signifikansi) Guru menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam
pengetahuan terpakai seperti mempelajari mesin dengan tujuan untuk memperbaiki
mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan
siswa.
Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal,
berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran yaitu : 1. Menjadi manusia berarti
memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal
yang tidak ada artinya. 2.
Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna
bagi siswa. 3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan
ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa. 4.
Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses. Dari
buku Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang
penting di antaranya ialah : a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b.
Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai
relevansi dengan maksud-maksud sendiri. c. Belajar yang menyangkut perubahan di
dalam persepsi mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam da cenderung untuk
ditolaknya. d. Tugas-tugs belajar yang menganca diri ialah lebih mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil. e.
Apabila acaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan
berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar. f. Belajar yang
bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya. g. Belajar diperlancar bilamana siswa
dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu.
139 h.
Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun
intelek, merupakan cara yang dapat memberiikan hasil yang mendalam dan lestari. i.
Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai
terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan
penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting. j.
Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar
mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman
dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu. Salah satu
pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang
dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai
kemampuan para guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati,
penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah : 1.
Merespon perasaan siswa 2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi
yang sudah dirancang 3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa 4. Menghargai siswa 5.
Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan 6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa
(penjelasan untuk memantapkan kebutuhan segera dari siswa) 7.
Tersenyum pada siswa Dari penelitian ini diketahui guru yang fasilitatif mengurangi
angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk
meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang
disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi
perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan
tingkat berpikir yang lebih tinggi. b.Pendidikan Berbasis Local Genius Local genius, yang
sering juga disebutkan sebagai pencipta kebudayaan pribumi dengan demikian
merupakan konsep budaya suatu sistem yang mencakup berbagai dimensi kehidupan
masyarakat bangsa Indonesia.
Salah satu faktor penggeraknya adalah ethos, yang dipandang sebagai suatu faktor
yang meresap dalam kompleksitas kebudayaan sehingga dapat menciptakan suatu
koherensi antar berbagai unsur, yang selanjutnya menjiwai kebudayaan tersebut dan
menimbulkan struktur tersendiri dengan membentuk identitas tersendiri pula. Para ahli
budaya Indonesia, berpendirian, bahwa tidak perlu dimasalahkan bagaimana masuknya
unsur budaya luar.
Unsur budaya yang sekarang ada di dalam kebudayaan daerah secara potensial dapat
dianggap sebagai ciptaan tokoh local genius, yang telah teruji kemampuannya untuk
bertahan sampai masa kini. Tinggal dipilih budaya local genius mana yang dapat
dijadikan ukuran dalam pembangunan budaya bangsa. Muhardjito (1980: 40)
menuliskan hakekat makna lokal genius, antara lain: 1. Mampu bertahan terhadap
budaya luar. 2.
Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar. 3. Mempunyai
kemampuan menginterogasi unsur-unsur budaya luar ke dalam kebudayaan asli. 4.
Memiliki kemampuan kemampuan mengendalikan. 5. Mampu memberikan arah pada
perkembangan budaya. Kearifan lokal dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan,
nilai-nilai, pandangan- pandangan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Hal ini berarti kearifan lokalsebagai salah satu kekayaan asli yang dimiliki oleh suatu
daerah, sebagaiwujud kebudayaan yang adiluhung untuk dijadikan pedoman hidup
pada suatudaerah. Dalam lingkup Indonesia, nilai-nilai kearifan lokal terbukti turut
menentukan kemajuan 140 JURNAL PANGKAJA VOL 21, NO 2, JULI – DESEMBER 2018
masyarakatnya (Surasmi, 2012: 8).
Pendapat Wales (1951:2), sebenarnya local genius secara luas dapatdiartikan sebagai
proses cultural characteristics, yakni perkembangan dariproses fenomenologis ke sifat
kognitif, memiliki dasar: 1. Menunjukkan pandangan hidup dan sistem nilai dari
masyarakat (orienta*tion) 2. Menggambarkan tanggapan masyarakat terhadap dunia
luar (perception) 3. Mewujudkan tingkah laku masyarakat sehari- hari (attitude dan
pattern of life) 4.
Mewarisi pola kehidupan masyarakat (life style) Basis kearifan lokal sangat penting
untuk melandasi pendidikan. Hal itu disebabkan karena kearifan lokal merupakan ajaran
batin (kebatinan) yang amat memperhatikan aspek-aspek humanistis. Kearifan lokal
merupakan ciri orang berbudaya luhur.Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai
kebijaksanaan atau nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kekayaan-kekayaan budaya
lokal berupa tradisi dan pedoman hidup.
Kearifan lokal (lokal wisdom) merupakan pandangan hidup, ilmu pengetahuan, dan
berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat
setempat untuk menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Di
samping itu kearifan lokal dapat juga dimaknai sebagai sebuah sistem dalam tatanan
kehidupan sosial, politik, budaya, ekonomi, dan lingkungan yang hidup di dalam
masyarakat lokal (Endraswara, 2010: 1). Kondisi ini tampak pula setelah keluarnya
Undang-Undang No.
22/1999 tentang otonomi daerah yang sesungguhnya memberikan kesempatan kepada
masyarakat didaerah untuk mengembangkan dan menggali potensi sesuai
kebutuhannya juga mengalami kesulitan (Tanu, 2011: 1). Permendagri Nomor 39 2007 1
budaya daerah sebagai “suatu sistem nilai yang dianut oleh komunitas atau kelompok
masyarakat tertentu di daerah, yang diyakini akan dapat memenuhi harapan-harapan
warga masyarakatnya dan di dalamnya terdapat nilai-nilai, sikap tatacara masyarakat
yang diyakini dapat memenuhi kehidupan warga masyarakatnya”.
Kita dapat memahami bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan
oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan
pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu
dari generasi ke generasi. Sikap terhadap alam kehidupan sesudah mati, adalah percaya
bahwa arwah seseorang tidak lenyap pada saat orang meninggal, tetapi tetap hidup
serta roh memiliki kelanjutan dalam ujud-ujud rohanianya. Karena itu roh leluhur itu
dianggap sangat mempengaruhi jalan kehidupan keturunannya didunia ini (Kartidirdjo
dkk, 1975:190).
Sebagai medium penghormatan yang menjadi tahta kedatangan roh dibuatkan menhir
yang biasa ditempatkan pada bangunan undak, bangunan undak itu berbentuk tersusun
satu diatas yang lain dan kian ke atas bentuknya makin kecil. Bangunan itu pada
hakikatnya sebagai replika dari bentuk gunung, ketika itu gunung dianggap sebagi alam
arwah yang abadi sehingga dipandang sebagai gunung suci (Soejono 1977:287).
Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita,
legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum
setempat. Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal
yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai
bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai
jiwa dari budaya lokal. Jenis-jenis kearifan lokal, antara lain; 1.
Tata kelola, berkaitan dengan kemasyarakatan yang mengatur kelompok sosial. 2.
Nilai-nilai adat, tata nilai yang dikembangkan masyarakat tradisional yang mengatur
etika. 3. Tata cara dan prosedur, bercocok tanam sesuai dengan waktunya untuk
melestarikan alam. 4. Pemilihan tempat dan ruang.
Di Indonesia istilah budaya lokal juga sering disepadankan dengan budaya etnik/
subetnik. Setiap bangsa, etnik, dan sub etnik memiliki kebudayaan yang mencakup tujuh
unsur, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, 141 sistem peralatan hidup
dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian.
Salah satu contoh kearifan lokal yakni sistem Subak di Bali tidak hanya menjadikan
masyarakat di Bali menjadi masyarakat yang rukun dan damai, tetapi juga menjadi
masyarakat yang pandai mengatur sistem ekonomi dan pertanian. Lokal secara
menunjuk pada interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas. Sebagai
ruanginteraksi di dalamnya melibatkan suatu pola- pola hubungan antara
manusiadengan manusia atau dengan fisiknya.
substansial, kearifan lokal itu adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah-laku
sehari-hari masyarakat setempat (Ridwan, 2007: 15). Kearifan lokal atau local wisdom
merupakan usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk
bertindak dan bersikap terhadapsesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang
tertentu.
Sebagai sebuah istilah wisdom sering diartikan sebagai ‘kearifan/ kebijaksanaan’,
dimana wisdom dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal
pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu,
objek, atau peristiwa yang terjadi. Surasmi (2012: 4) menyatakan pendidikan berbasis
kearifan lokal untuk membangun keberadaban bangsa, adalah kearifan dan
keanekaragamannilai dan budaya kehidupan masyarakat. Kearifan itu segera muncul,
jikaseseorang membuka diri untuk menjalani kehidupan bersama dengan realitas plural
yang terjadi.
Kearifan lokal bukanlah sekedar wacana tetapi realitasimplementasinya, bukan hanya
sekedar kata-kata tetapi tindakan dan bukan simbol atau slogan, tetapi berpihak yang
cerdas untuk membangunkeberadaban bangsa Indonesia. Pendidikan berbasis kearifan
lokal dapat kita lihat dari landasan idiil Pancasila, dan landasan konstitusional UUD 1945.
Sejarah Indonesia memperlihatkan bahwa pada tahun 1928, ikrar “Sumpah
Pemuda”menegaskan tekad untuk membangun nasional Indonesia. Kenyataan sejarah
dan sosial budaya tersebut sebagai perwujudan kearifan lokal dalam wujud Bhineka
Tunggal Ika yang dijadikan sebagai simbol pada lambang Negara Indonesia.
Hal ini dapat diartikan jika dalam proses pendidikan berbasis kearifan lokal maka hasil
output dan outcome pendidikan memiliki karakter yang sesuai dengan nilai-nilai luhur
bangsa, tidak hanyasebagai transfer ilmu pengetahuan saja, tapi lebih luas sebagai
pembudayaan (enkulturasi) yakni pembentukan karakter dan watak bangsa, yang pada
nantinya dapat membawa bangsa Indonesia lebih maju dan beradab.
Jadi dapat disimpulkan pendidikan berbasis kearifan lokal merupakan penyelenggaraan
pembelajaran yang memberikan pandangan hidup, ilmu pengetahuan, dan berbagai
strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat setempat
untuk menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. 2. Pendidikan
Agama Hindu Berbasis Lokal Genius Dalam pendidikan formal, pendidikan agama Hindu
pada tingkat Pendidikan Tinggi telah banyak bermunculan untuk menciptakan manusia-
manusia Hindu yang cendekia yang akhirnya suatu saat siap dan mampu mentransfer
segala kemampuannya bagi kepentingan masyrakat Hindu secara luas mencakup Hindu
di daerahnya, di Indonesia, dan bahkan dunia.Dalam bentuk non-formal maupun
informal, institusi-institusi pendidikan Hindu lain yang bersifat sementara maupun
permanen seperti ashram, pesantian, dan guru kula.
Dahulu, hal itu tidak dikenal secara luas atau konsepnya dikenal namun tidak pernah
ada yang mempraktekkannya. Sistem pendidikan ini telah banyak menciptakan
perkembangan bagi masyrakat Hindu. Banyak cendekiawan yang muncul dari institusi
ini. Kehidupan beragama Hindu juga bergerak lebih dinamis.
Masyarakat Hindu awam menjadi semakin kritis terhadap agama yang dianutnya dan
menuntut pendalaman-pendalaman terus menerus terhadap kepercayaannya tersebut.
Jadi, ada kebutuhan dalam masyarakat akan pencerahan keagamaan yang tingkat
urgensinya sangat tinggi. Sistem pendidikan Hindu harus mampu memenuhi tuntutan
itu. 142 JURNAL PANGKAJA VOL 21, NO 2, JULI – DESEMBER 2018 Pendidikan Hindu
haruslah merupakan pendidikan yang membentuk manusia yang beragama Hindu
menjadi orang yang mengamalkan ajaran agamanya dalam peri kehidupan sehari-
harinya.
Pendidikan Agama Hindu tidak seharusnya diartikan sebagai pendidikan yang
menciptakan orang yang pandai mengenai agama Hindu saja. Yang dengan demikian
lebih mengarah kepada menciptakan orang yang memiliki Sraddha. Bukan menciptakan
Indolog-indolog. Sraddha adalah keyakinan yang benar tentang kebenaran (Maswinara,
1994: hal 29). Belajar agama berbasis kearifan lokal dapat dilakukan melalui beberapa
proses.
Endraswara (2012: 8) menyatakan proses tersebut melalui: (a) desentring, (b)
dekanonisasi, dan (c) dekonstruksi. Maksudnya otonomi baca dan tafsir seharusnya
boleh diselaraskan dengan kearifan lokal. Kearifan budaya atau masyarakat merupakan
kumpulan pengetahuan dan cara berpikir yang berakar dalam kebudayaan suatu etnis,
yang merupakan hasil pengamatan dalam kurun waktu yang panjang.
Kearifan tersebut banyak berisikan gambaran tentang anggapan masyarakat yang
bersangkutan tentanghal-hal yang berkaitan dengan kualitas lingkungan manusia, serta
hubungan-hubungan manusia dan lingkungan alamnya. Sistem pendidikan Hindu harus
mampu menciptakan manusia Hindu yang siap berhadapan dengan segala macam
tantangan di jaman kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ini. Agama Hindu
mengenal sebuah konsep yang disebut dengan Catur Asrama Dharma.
Konsep ini adalah tentang empat tahapan hidup manusia di dunia dimana tahap yang
pertama adalah Brahmacarya. Periode ini dimulai saat anak memasuki usia sekitar lima
tahun. Sebelum memasuki masa Brahmacarya (di bawah lima tahun) anak merupakan
tanggung jawab orang tua. Ia dididik dengan kasih sayang yang melimpah.
Brahmacarya asrama, ialah masa menuntut ilmu atau masa menuntut dharma sebagai
tujuan hidup, realisasinya kini adalah pendidikan di dalam keluarga dan di
sekolah-sekolah formal maupun informal (Titib, 2003: 15). Tiga tujuan dari asrama ini
adalah untuk memperoleh ilmu pengetahuan, membangun karakter, dan belajar untuk
memanggul tanggung jawab yang akan ia dapatkan pada saat kehidupannya menjadi
orang dewasa(Pandit, 2005 : 295).
Unsur-unsur yang menjadi tujuan Brahmacarya ini sangat mirip dengan konsep
aspek-aspek modern yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.Tahap ini dimulai ketika
seorang anak memasuki sekolah pada umur yang sangat muda dan melanjutkannya
sampai menyelesaikan semua sekolah dan dipersiapkan memikul tanggung jawab masa
depan.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, seseorang dalam konsep Hindu memasuki tahap
selanjutnya yaitu Grhasta Asrama (tahapan berumah tangga), Wanaprastha Asrama
(tahapan tinggal di hutan), dan Bhiksuka Asrama (tahapan penyangkalan). Perhatikan
pula bagaimana konsep ini disebut Catur Asrama Dharma. Kata Dharma menyiratkan
sebuah arti yang penting dalam menelaah konsep ini. Dharma secara umum sebagai
atau “kewajiban” (Sivananda, 2003: 39).
Dengan memahami bahwa dalam agama Hindu merupakan satu kewajiban, maka kita
dapat menarik beberapa poin penting, antara lain : a) Pendidikan bukanlah hak,
sehingga seharusnya ia tidak diperjuangkan, tapi diharuskan, b) Pendidikan merupakan
kewajiban bagi peserta didik, pendidik, pengguna produk pendidikan, dan pemerintah,
c) Karena merupakan kewajiban, maka pendidikan harus dipenuhi. Masa Brahmacarya
harus dituntaskan sampai masa tertentu sebelum memasuki tahap selanjutnya.
Pendidikan agama Hindu di sekolah dapat menerapkan nilai-nilai local genius/kearifan
lokal. Wisnumurti (2008: 32) menyatakan ada beberapa nilai kearifan yang dapat
dikembangkan dalam pembelajaran agama Hindu di sekolah, diantaranya : 1. Nilai
kearifan lokal Tri Hita Karana : suatu nilai kosmopolit tentangharmonisasi hubungan
manusia dengan Tuhan (sutata parhyangan), hubungan manusia dengan sesama umat
manusia (sutata pawongan) dan 143 harmonisasi hubungan manusia dengan alam
lingkungannya (sutata palemahan).
Nilai ini mampu menjaga dan menata pola hubungan sosial diantara warga sekolah
sehingga dapat berjalan sangat dinamis. 2. Nilai kearifan lokal Tri Kaya Parisuda: sebagai
wujud keseimbangan dalam membangun karakter dan jati diri insani, dengan
menyatukan unsur pikiran, perkataan, dan perbuatan. Tertanamnya nilai kearifan ini
telah melahirkan insani yang berkarakter, memiliki konsistensi dan akuntabilitasdalam
menjalankan kewajiban sosial. 3.
Nilai kearifan lokal Tat Twam Asi: kamu adalah aku dan aku adalah kamu, atau secara
etimologi dapat juga diartikan itu adalah nilai memberikan bagi sikap dan perilaku
mengakui eksistensi seraya menghormati orang lain sebagaimana menghormati diri
sendiri. Nilai ini menjadi dasar yang bijaksana dalam membangun peradaban demokrasi
modern yang saat ini sedang digalakkan. 4.
Nilai kearifan lokal Salunglung Sabayantaka, Paras Paros Sarpanaya: suatu nilai sosial
tentang perlunya kebersamaan dan kerjasama yang setara antara satu dengan yang
lainnya sebagai suatu kesatuan social yang salingmenghargai dan menghormati. 5. Nilai
kearifan lokal Bhineka Tunggal Ika: sikap sosial yang menyadariakan kebersamaan di
tengah perbedaan, dan perbedaan dalam kebersamaan.
Semangat ini sangat penting untuk diaktualisasikan dalam tatanan kehidupan sosial
yang multikultur 6. Nilai kearifan lokal Menyama Braya: mengandung makna persamaan,
persaudaraan, dan pengakuan sosial bahwa kita adalah bersaudara. Sebagai satu
kesatuan sosial persaudaraan maka sikap dan perilaku dalam memandang orang lain
sebagai saudara yang patut diajak bersama dalam suka dan duka.
Atas dasar nilai kearifan lokal yang dikemas dalam pembelajaran agama Hindu,
menjadikan siswa semakin cerah ketika belajar agama. Belajar agama yang sejalan
dengan energy positif hidupnya, jauh lebih bermanfaat dibanding mempelajari sesuatu
yang tak jelas. Mempelajari agama dengan basis kearifan lokal sangatlah tepat karena
telah menggariskan sebuah cita-cita besar yaitu pencapaian keselamatan (savety).
Nilai kearifan lokal akan memiliki makna apabila tetap menjadi rujukan dalam mengatasi
setiapdinamika kehidupan sosial, lebih-lebih lagi dalam menyikapi berbagai perbedaan
yang rentan menimbulkan Melihat peranan basis kearifan lokal dalam dunia
pendidikanyaitu dalam pembelajaran agama Hindu hendaknya ditanamkan sejak dini di
bangku sekolah, agar dapat dijadikan pedoman dalam menghadapi kehidupan sosial
yang dinamis kelak. 3.
Implikasi Pendidikan Agama Hindu Berbasis Lokal Genius terhadap Pembelajaran
Humanistik di Sekolah Burton (dalam Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi yang
mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam
mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar
apabila: 1.
Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat
keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran
tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference). 2. Tidak dapat
mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat
kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya.
Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever. 3. Tidak berhasil tingkat
penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan
tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau
belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater) 144 JURNAL
PANGKAJA VOL 21, NO 2, JULI – DESEMBER 2018 Untuk dapat menetapkan gejala
kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka
diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat
ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar.
Endraswara (2010) menuliskan beberapa cara yang dapat dimanfaatkan sebagai jalur
alternatif pembelajaran. Upaya tersebut ditujukan untuk menghilangkan kepenatan dan
kebuntuan dalam pembelajaran. Pembelajaran yang dapat dikembangkan adalah
pembelajaran yang segar dan menggairahkan. Gembira itu sangat penting dalam
sebuah proses pembelajaran.
Agama tidak selalu identik dengan penyampaian dogma semata, melainkan perlu
kasus-kasus, fragmen- fragmen, dan permainan yang menuntun seseorang lebih nikmat.
Kunci kenikmatan adalah permainan. Belajar dengan permainan justru akan
menciptakan suasana tidak tegang dan penuh daya tarik. Permainan yang diselipkan
dalam pembelajaran agama Hindu dapat dilakukan dengan cara dramatisasi (drama
spiritual) misalnya mengangkat cerita Mahabharata atau Ramayana.
Sehingga inti dari pembelajaran agama Hindu tidak itu-itu terus karena hal itu akan
sangat menjenuhkan. Teknik mengajar yang diselipkan dengan basis kearifan lokal
merupakan jembatan emas untuk mengajak siswanya bergembira dalam belajar agama
Hindu. 2) Bagi siswa, apabila pendidikan berbasis kearifan lokal benar-benar diterapkan
di sekolah dengan maksimal, siswa selalu dekat dengan situasi konkrit yang mereka
hadapi sehari-hari.
Model pendidikan berbasis kearifan lokal merupakan sebuah contoh pendidikan yang
mempunyai relevansi tinggi terhadap Pembelajaran Humanistik yang memiliki tujuan
belajar yakni untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si
pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dalam proses belajar, siswa harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik- baiknya.
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya,
bukan dari sudut pandang pengamatnya (Daryanto 2009:41). Tujuan utama para
pendidik adalah membantu si siswaa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik
dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.bagi
kecakapan pengembangan hidup, dengan berpijak pada pemberdayaan keterampilan
serta potensi lokal pada tiap-tiap daerah.
Hal ini tentu akan melestarikan potensi masing-masing daerah. Di sisi lain siswa akan
mengalami langsung bahwa pembelajaran agama itu tidaklah membosankan
sebagaimana selama ini mereka dapatkan, siswa akan semakin memahami dan
menyadari serta memelihara kearifan lokal yang sudah ada.
Siswa juga paham belajar agama dapat menuntun dirinya menjadi pribadi yang lebih
baik dan benar, dengan moralitas dan etika yang sesuai dengan apa yang diajarkan
dalam agama. Sehingga tata krama seorang siswa dengan guru menjadi lebih terjaga
dan lebih intens karena guru dan siswa mejadi bagian yang saling membutuhkan untuk
mencapaitujuan pendidikan.3) Bagi sekolah, sekolah sebagai pusat pendidikan tidak
hanya menjadi tempat transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi sebagai tempat pelestarian
kebudayaan, pembentuk kebudayaan.
Sekolah menjadi tempat pelestarian potensi masing-masing daerah, disisi lain sekolah
dapat menciptakan pembelajaran yang menghargai keragaman budaya daerah, jika
selama ini pembelajaran di sekolah lebih terpaku pada buku dan teori serta budaya
asing, kini dengan pendidikan berbasis kearifan lokal sekolah akan mampu mencetak
pribadi yang unggul dan berkarakter sesuai dengan nilai-nilailuhur bangsa Indonesia.
Sekolah tidak semata-mata untuk pembelajaran pengetahuan semata, tetapi lebih dari
itu yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur. Aplikasi
Pendidikan berbasis kearifan lokal yang diterapkan di bangku sekolah dapat menjadi
media yang merupakan komponen strategi penyampaian pembelajaran yang mengacu
kepada kegiatan apa yang dilakukan oleh si pengajar dan bagaimana peranan media
dalam merangsang kegiatan belajar itu.
Sebagaimana dikemukakan, Degeng dalam Daryanto(1993) bahwa media pembelajaran
adalah komponen strategi 145 penyampaian yang dapat dimuati pesan yang akan
disampaikan kepada si belajar, apakah itu orang, alat, atau bahan. Media sebagai
komponen strategi pembelajaran merupakan wadah dari pesan yang oleh sumber atau
penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan tersebut, dan materi
yang ingin di sampaikan adalah pesan pembelajaran, dan bahwa tujuan yang ingin
dicapai adalah terjadinya proses belajar.
memberikan dampak positif sebagai pencerahan bagi guru, siswa, dan sekolah.
Diantaranya: 1) Bagi guru, apabila pendidik menerapkan pendidikan berbasis kearifan
lokal, pembelajaran agama dapat yaitu menyisipkan bidang lain seperti halnya seni,
sastra, dan budaya. Salah satunya yaitu dengan menyisipkan tembang keagamaan.
Dengan mengkombinasikan hal tersebut, guru tidak kehabisan akal untuk memberikan
inovasi dalam cara mengajarnya. Pendidikan berperan bukan hanya merupakan sarana
transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi sebagai pembudayaan. Pendidikan
berbasis kearifan lokal mengandung nilai-nilai yang relevan dan berguna bagi
pendidikan sebagai penanaman moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekertiyang luhur,
oleh karena itu pendidikan agama hindu berbasis lokal genius untuk menerapkan
pembelajaran humanistik sangat tepat diterapkan di sekolah.
Melihat besarnya peranan pendidikan Agama Hindu berbasis lokal genius ini hendaknya
dapat ditanamkan sejak dini di bangku sekolah, agar dapat dijadikan pedoman dalam
menghadapi kehidupan sosial yang dinamis dimasa depan serta derasnya arus
globalisasi. Oleh sebab itu melestarikan kearifan lokal melalui pendidikan mutlak adanya
untuk generasi bangsa yang berjiwa dan berprilaku sesuai dengan nilai- nilai luhur
bangsa.
Local genius atau Kearifan lokal selain sebagai kekayaan asli bangsa Indonesia yang
dalam wujud kebijaksanaan sebagai pedoman, jika diimplementasikan dalam dunia
pendidikan tidak hanya dapat dilestarikan, namun dapat berfungsi sebagai penyaring
atau filtrasi bagi nilai-nilai yang berasal dari luar. III. Simpulan Tujuan belajar adalah
untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Dalam proses belajar, siswa harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku
belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Basis
kearifan lokal sangat penting untuk melandasi pendidikan.
Hal itu disebabkan karena kearifan lokal merupakan ajaran batin (kebatinan) yang amat
memperhatikan aspek- aspek humanistis. Kearifan lokal merupakan ciri orang
berbudaya luhur.Kearifan lokal dapat didefinisikan kebijaksanaan nilai- nilai luhur yang
terkandung dalam kekayaan- kekayaan budaya lokal berupa tradisi dan pedoman hidup.
Kearifan lokal (lokal wisdom) merupakan pandangan hidup, ilmu pengetahuan, dan
berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat
setempat untuk menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka.
Pendidikan agama Hindu berbasis lokal genius dalam penerapan teori belajar
humanistik di sekolah akan memberikan peranan yang besar dalam memberikan
pengalaman positif bagi siswa, mempelajari agama dengan lokal genius/ kearifan lokal
sangatlah tepat di jaman sekarang yaitu pencapaian keselamatan (savety) dan
mengatasi setiap dinamika kehidupan social dimasa depan.
Implikasi Pendidikan Agama Hindu Berbasis Lokal Genius terhadap Pembelajaran
Humanistik di Sekolah bagi guru, siswa dan sekolah adalah sebagai media untuk
melestarikan potensi masing-masing daerah, sehingga tercipta pembelajaran yang
menghargai keragaman budaya daerah. Pendidikan agama hindu berbasis local genius
dalam pembelajaran humanistik di sekolah sarat akan nilai-nilai yang relevan dalam
dunia pendidikan dan kehidupan sehari-hari, sehingga guru-guru akan semakin terpacu
dan bersemangat untuk menerapkan pembelajaran yang berkualitas dalam proses
pendidikan, serta siswa menjadi lebih aktif dan mencintai potensi daerah, dan sekolah
tidak hanya menjadi tempat mentransfer ilmu pengetahuan belaka tapi juga menjadi
pusat kebudayaan untuk membentuk manusia Indonesia yang memiliki karakter yang
bijaksana serta 146 JURNAL PANGKAJA VOL 21, NO 2, JULI – DESEMBER 2018 sebagai
media memanusiakan manusia. DAFTAR PUSTAKA Abin Syamsuddin.
2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Daryanto. 2009. Panduan
Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Jakarta: AV Publiser. Degeng, Nyoman Sudana;
dan Miarso, Yusufhadi. 1993. Terapan Teori Kognitif Dalam Desain Pembelajaran.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti, Proyek Pengembangan
Pusat Fasilitas Bersama Antar Universitas. Endraswara, Suwardi, dkk. 2010.
Kearifan Lokal di Yogyakarta.Yogyakarta: Penelitian Pemda DIY Endraswara, Suwardi,
dkk. 2012. Model-Model Pembelajaran Agama Berbasis Kearifan Lokal. Makalah dalam
seminar nasional pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Faturrahman, dkk. 2012.
Pengantar Pendidikan. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Irianto, Yoyon Bahtiar. 2012.
Membangun Pendidikan Berbasis Lokal Bertaraf Universal. Makalah dalam seminar
nasional pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Joni, Raka. 2010. Strategi Belajar Mengajar, Suatu Tinjauan Pengantar. Jakarta:
Depdikbud. Mahardjito, 1980, Hakekat Lokal Genius dan Hakekat Data Arkeologis,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Maswinara, Wayan, 1994, Yoga Sutra Patanjali, Surabaya,
Paramita Pandit, Bansi, 2005, Pemikiran Hindu: Pokok- Pokok Pikiran Agama dan
Filsafatnya, Paramita, Surabaya Pidarta, Made. 2009. Landasan Kependidikan. Jakarta: PT
Asdi Mahasatya. Poerwadaminta. W.J.S. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka Rahyono, F.X. 2009. Kearifan Budaya Dalam Kata. Jakarta:
Wedatama Widya Sastra. Ridwan, Nurma Ali. 2007. Landasan Keilmuan Kearifan Lokal,
dalam Jurnal Studi Islam dan Budaya Ibda` Vol. 5 No. 1 Jan-Jun 2007, hal 27-38
P3MSTAIN Purwokerto. Saripuddin, 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Dirjen
Dikti. Sivananda, Sri Svami, 2003, Intisari Ajaran Hindu, Paramita: Surabaya. Soekmono,
R. 1973.
Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius. Soejono, R.P. (1977) -
Sistim-sistim Penguburan Pada Akhir Masa Prasejarah di Bali, Disertasi UI, Jakarta.
Surasmi, Wuwuh Asrinining. 2012. Menggugah Kesadaran Guru dalam Kearifan Lokal
pada Era Globalisasi. UPBJJ Surabaya. Tanu, I Ketut. 2011. Pendidikan Agama Hindu di
Tengah Masyarakat Modernisasi.
Denpasar: Yayasan Sari Kahyangan Indonesia. ¬¬¬Tanu, I Ketut. 2011. Bunga Rampai
Pembelajaran Agama Hindu di Sekolah. Denpasar: Yayasan Sari Kahyangan Indonesia.
Titib, I Made. 2003. Menumbuhkembangkan Pendidikan Budhi Pekerti Pada Anak
(Perspektif Agama Hindu).Ganeca Exact: Bandung Tremmel, William Colloley. 1976.
Religion: What Is It? New York: Holt, Rinehart and Winston. Undang-Undang Republik
Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wales, H.G, 1951,
“Cultural Change in Greater India”, in Jurnal of Royal Asiatic Society. Wisnumurti, AAGO.
2008. Elite Lokal Bali. Arti Foundation: Denpasar.
INTERNET SOURCES:
-------------------------------------------------------------------------------------------
5% - http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PJAH/article/view/743
<1% -
https://boviekawulusan.blogspot.com/2016/01/penerapan-nilai-nilai-luhur-dalam.html
<1% - https://www.wayanrudiarta.blogspot.com/feeds/posts/default
<1% - http://digilib.unila.ac.id/3072/16/BAB%20I.pdf
<1% -
https://seftianisaamay10.blogspot.com/2016/01/rendahnya-kualitas-sumber-daya-manu
sia.html
1% -
https://ichal-pendidikan.blogspot.com/2011/06/manajemen-pendidikan-masa-depan.ht
ml
1% -
https://asthadipembelajaran.blogspot.com/2016/04/pendidikan-agama-hindu-dan-mas
a-depan.html
<1% -
https://yuliloveblog.wordpress.com/2017/06/13/artikel-perkembangan-pendidikan-di-in
donesia/
2% -
https://www.scribd.com/document/354732567/Makalah-Landasan-Pendidikan-Pendidik
an-b-Repaired
<1% -
http://pasca.um.ac.id/wp-content/uploads/2010/Abstrak%202008/S3-1/1-kumpul%20ab
strak%20TEP-S3-1.doc
<1% - https://muhdikzar.blogspot.com/2013/01/strategi-dan-model-pembelajaran.html
2% -
https://ariskaputri88.blogspot.com/2015/05/lokal-genius-dalam-kehidupan-beragama.h
tml
1% - https://issuu.com/download-bse/docs/pendidikan_budaya_dan_karakter_bangsa/7
<1% -
http://lpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2016/09/Membangun-Jati-Diri-
Siswa-Melalui-Pendidikan-Karakter-Bangsa.pdf
<1% -
https://bimbingankonselingsiswasmp.blogspot.com/2017/01/ptkupaya-peningkatan-pre
stasi-belajar.html
1% - https://pengantarpendidikan.files.wordpress.com/2010/10/teori-pendidikan1.pdf
2% -
https://ainamulyana.blogspot.com/2017/01/aplikasi-teori-humanistik-terhadap.html
8% - https://artikel-makalahpend.blogspot.com/2010/04/teori-belajar-humanistik.html
1% -
https://kosrah.blogspot.com/2013/06/macam-macam-teori-belajar-berdasarkan.html
<1% - https://loebis04.blogspot.com/2012/01/urgensi-psikologi-pendidikan-dalam.html
1% -
https://dwiekasite.wordpress.com/2016/06/24/makalah-tentang-teori-belajar-humanisti
k/
1% - http://digilib.unila.ac.id/15312/3/BAB%20II.pdf
<1% - https://perdanahans.blogspot.com/p/teori-humanistik.html
1% -
https://kelebihandankekuranganhumanistik.blogspot.com/2016/04/kelebihan-dan-kekur
angan-humanistik.html
1% -
https://alitjoule.blogspot.com/2013/04/apakah-itu-toeri-belajar-behavioristik_3.html
<1% - http://pramitaprabasari.blogs.uny.ac.id/2016/01/
<1% -
https://www.kompasiana.com/www.ikasba.com/55006c80a33311bb74510e5b/teori-bela
jar-carl-ransom-rogers
<1% -
https://windyurmita.blogspot.com/2016/03/psikoanalisis-kelebihan-dan-kekurangan.ht
ml
<1% -
https://emahartanti.wordpress.com/2015/05/26/aplikasi-teori-rogers-dalam-pengajaran
-dan-pembentukan-karakter-siswa/
<1% -
https://kristianawidi.blogspot.com/2012/02/makalah-teori-humanistik-carl-rogers.html
1% - https://sumsel.kemenag.go.id/files/sumsel/file/file/TULISAN/niky1331701927.pdf
<1% - https://nahwah-speduuns.blogspot.com/2013/06/teori-humanistik.html
1% - http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/download/842/775
1% - https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/harmonia/article/download/842/775
<1% - https://meruang.blogspot.com/2008/10/genius-loci.html
<1% -
https://naniksuharti.wordpress.com/2015/10/21/pengaruh-globalisasi-terhadap-kearifan
-lokal/
<1% - https://www.salamyogyakarta.com/kearifan-lokal/
<1% - https://bagawanabiyasa.wordpress.com/author/bagawanabiyasa/page/3/
<1% -
https://ntonkurniawan.blogspot.com/2014/01/kearifan-lokal-yang-patut-dilestarikan.ht
ml
<1% -
https://munawarmadina.blogspot.com/2016/03/model-pengembangan-pendidikan-kar
akter.html
1% -
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132297916/penelitian/Pendidikan+kearifan+lokal.pdf
<1% - http://eprints.ums.ac.id/34657/4/04.%20BAB%20I.pdf
<1% - https://inspirasitabloid.wordpress.com/2010/07/page/2/
1% -
https://evanzalukhublog.blogspot.com/2015/05/hubungan-kebudayaan-dan-kearifan-lo
kal.html
<1% -
https://kesbangpol.jatengprov.go.id/wp-content/uploads/2018/05/Permen_no.39-2007_.
1% -
https://manaf25.blogspot.com/2015/12/makalah-sistem-kearifan-lokal-indonesia.html#!
<1% -
https://pelsifebriani.wordpress.com/2012/12/08/teknologi-informasi-dan-teknologi-kear
ifan-lokal/
<1% -
https://nindiase.blogspot.com/2013/11/peran-nyata-mahasiswa-dengan-adanya.html
<1% - https://lilianyratna.blogspot.com/2014/12/analisa-kebudayaan-suku-sasak.html
<1% -
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/xmlui/bitstream/handle/11617/8546/44_Ruli%20Asari.p
df?sequence=1&isAllowed=y
<1% - http://eprints.undip.ac.id/60450/3/BAB_II_Kajian_Pustaka.pdf
<1% - https://thirtyonelee.blogspot.com/2013/07/kearifan-lokal.html
<1% - http://ejournal.umm.ac.id/index.php/kembara/article/download/2619/3270
<1% - http://eprints.umm.ac.id/38998/3/BAB%20II.pdf
<1% - https://wawasanedukasi.blogspot.com/2014/12/kearifan-lokal.html
<1% -
http://blog.unnes.ac.id/dedijongjava/2015/12/07/materi-kearifan-lokal-dan-pemberday
aan-komunitas-untuk-sosiologi-kelas-xii/
<1% - https://maiiaeonniedu.wordpress.com/2013/06/09/pendidikan-karakter/
<1% - https://issuu.com/sukabumiekspres/docs/14_maret_2017
<1% -
http://www.infodiknas.com/membangun-pendidikan-karakter-di-sekolah-melalui-kearif
an-lokal.html
<1% - https://shentiald.blogspot.com/2013/10/makalah-pendidikan-karakter.html
<1% - https://catatanbolpoint.wordpress.com/2012/12/20/proposal-penelitian/
<1% -
https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2018/01/21/pendidikan-berbasis-kearifan-lokal
/
4% -
https://ediputra16.blogspot.com/2017/05/pendidikanpasraman-formal-tantangan-dan.h
tml
1% -
https://brahmacarya.wordpress.com/2012/10/25/kearifan-lokal-cermin-cendikia-tempo-
dulu/
<1% - https://www.bulelengkab.go.id/detail/artikel/perubahan-iklim-climate-change-32
1% - https://wayanrudiarta.blogspot.com/2017/04/filsafat-pendidikan-hindu.html
<1% - https://utawijaya.blogspot.com/2015/03/kerukunan-umat.html
<1% - https://phdikarangasem.wordpress.com/2015/11/12/144/
<1% -
https://nurulfitriani18.wordpress.com/2015/05/01/hubungan-kearifan-lokal-dengan-keb
udayaan/
<1% - https://smandab-bll.blogspot.com/2012/11/menyama-braya.html
1% -
https://www.ayokbelajar.com/prakarya-kerajinan-dengan-inspirasi-budaya-lokal-ekono
mi-kreatif-berbasis-budaya-lokal-dan-dasar-dasar-kewirausahaan/
<1% - http://olcounseling.weebly.com/toleran-terhadap-stress-dan-frustasi.html
1% -
https://paypelajaran.blogspot.com/2015/12/gejala-siswa-yang-mengalami-kesulitan.ht
ml
1% - https://fitrika1127.blogspot.com/2012/05/learning-disfunction.html
1% - https://library.uns.ac.id/kesulitan-belajar-kimia-bagi-siswa-sekolah-menengah/
<1% - https://whynasblog.blogspot.com/2010/07/bimbingan-konseling.html
<1% -
https://muhlis.files.wordpress.com/2007/09/islam-dan-masa-depan-keberagamaan-di-i
ndonesia.doc
<1% - https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2018/01/
<1% -
https://hasanudin18.wordpress.com/2012/02/09/teori-belajar-humanistik-dan-penerapa
nnya-dalam-pembelajaran/
<1% - https://fadilah1995.blogspot.com/2015/04/teori-belajar-humanistik-dan_29.html
<1% - https://ahyanprima.blogspot.com/2013/10/teori-belajar.html
<1% -
https://www.kompasiana.com/ardiyansahyuliniarfirdaus/54f6c7a9a33311275e8b4854/m
embangun-karakter-peserta-didik-melalui-pendidikan-berkearifan-lokal
<1% -
https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/risiko-melanjutkan-pilkada-di-masa-pande
mi/ar-BB14B5tD
<1% -
https://hanzputra.blogspot.com/2012/12/makalah-fungsi-dan-peranan-lembaga.html
<1% -
https://perahujagad.blogspot.com/2015/01/menjadi-pribadi-yang-unggul-dan-berkarak
ter.html
<1% - https://www.artikelind.com/2017/11/artikel-tentang-pendidikan-karakter.html
<1% - https://pendyrafadigital.blogspot.com/2017/03/makalah-guru-berkarakter.html
<1% -
https://mafiadoc.com/peningkatan-keterampilan-bercerita-dengan-_59d56b371723dd9
af39e1447.html
<1% -
https://atibilombok.blogspot.com/2014/06/makalah-media-dan-sumber-belajar-tematik
.html
<1% -
https://sitikhoirunnisa94.blogspot.com/2014/12/sumber-belajar-dan-media-pembelajar
an.html
<1% -
https://fheralifestory.blogspot.com/2014/05/manfaat-handphone-hp-sebagai-media.ht
ml
<1% -
https://www.slideshare.net/ismailbisri/menggugah-kesadaran-guru-dalam-pelesterian
<1% - https://id.scribd.com/doc/279021015/pendidikan-karakter
<1% - http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_0705560_bibliography.pdf
<1% -
https://konsultasiskripsipekanbaru.blogspot.com/2013/04/contoh-judul-buku-penunjan
g.html
<1% -
http://perpustakaan.undiksha.ac.id/perpustakaanfbs/xadmin/bibiliografi/dashbord/index
.php