PKM-GT Iin Puji Susanti
description
Transcript of PKM-GT Iin Puji Susanti
i
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
INOVASI PRODUK PEMBIAYAAN BAGI HASIL SEKTOR PERTANIAN
(MUZARA’AH) SEBAGAI IMPLEMENTASI KREDIT USAHA RAKYAT
(KUR) PADA BANK SYARIAH
BIDANG KEGIATAN
PKM-GT
Diusulkan oleh :
Iin Puji Susanti 4.44.10.0.10 / 2010
Niken Mukti Avipfah 4.44.11.0.16 / 2011
Wihana Novi Saraswati 4.42.12.0.25 / 2012
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2013
ii
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya. Sholawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW,
Tauladan sejati sampai akhir zaman sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Program Kreativitas Mahasiswa - Gagasan Tertulis (PKM-GT) yang
berjudul “Inovasi Produk Pembiayaan Bagi Hasil Sektor Pertanian
(Muzara’ah) Sebagai Implementasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pada Bank
Syariah ” dengan baik tanpa suatu halangan yang berarti. Tulisan ini disusun
sebagai usulan PKM-GT tahun 2013.
Dengan terselesaikannya karya tulis ini, perkenankan penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Iwan Budiyono selaku dosen pembimbing yang membimbing dan
memberikan arahan kepada penulis.
2. Ibu Siti Khasanah selaku dosen mata kuliah Aspek Hukum Bank Syariah
yang telah memberikan tugas pengusulan PKM-GT ini.
3. Kelurga tercinta yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan serta
doa untuk kelancaran dan kesuksesan penulis.
4. Rekan – rekan mahasiswa Jurusan Akuntansi Prodi Perbankan Syariah
yang memberikan dorongan dan semangat untuk terus berkarya.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan tulisan. Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan sumbangan ilmiah yang sebesar-besarnya
bagi penulis dan pembaca.
Semarang, 13 Maret 2013
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN USULAN PKM-GT .................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... v
JUDUL ....................................................................................................................... 1
RINGKASAN ............................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
Latar Belakang Masalah...................................................................................... 1
TUJUAN DAN MANFAAT ...................................................................................... 3
Tujuan Penulisan ................................................................................................. 3
Manfaat yang Ingin Dicapai ................................................................................ 3
GAGASAN ................................................................................................................ 4
Kondisi Kekinian ................................................................................................ 4
Solusi yang Pernah Dilakukan ............................................................................ 5
Kehandalan Gagasan ........................................................................................... 6
Pihak Terkait ....................................................................................................... 9
Strategi Penerapan .............................................................................................. 9
KESIMPULAN .......................................................................................................... 10
Gagasan yang Akan Diajukan ............................................................................. 10
Teknik Implikasi yang akan Dilakukan .............................................................. 10
Prediksi Hasil yang Akan Diperoleh ................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 11
LAMPIRAN ............................................................................................................... 12
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Realisasi dan NPL Penyaluran KUR Bank Nasional (31 Januari 2013)...... 5
1
Inovasi Produk Pembiayaan Bagi Hasil Sektor Pertanian (Muzara’ah)
Sebagai Implementasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pada Bank Syariah
Iin Puji Susanti, Wihana Novi Saraswati, Niken Mukti Avipfah
Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Semarang
Jl. Prof. Soedarto, S.H Tembalang Semarang
RINGKASAN
Pembangunan pertanian memiliki peranan strategis dalam perekonomian
nasional. 120 juta penduduk Indonesia tinggal di pedesaan dan 70% di antaranya
hidup dari pertanian. Namun sektor pertanian dan pedesaan sering dihadapkan
pada banyak permasalahan, terutama lemahnya permodalan. Namun kenyataanya,
perbankan tidak tertarik untuk „menggarap‟ sektor pertanian. Karakteristik usaha
yang mengandung banyak resiko yang menyebabkan minat lembaga keuangan
dalam memberi pembiayaan sangat minim. Selain minimnya pengetahuan akan
suntikan modal, faktor “bunga” juga dapat menjerumuskan para petani selaku
nasabah pembiayaan di bank konvensional.
Bank Syariah merupakan perbankan yang dikembangkan berdasarkan
syariat Islam, maka dari itu bank syariah sangat cocok untuk mengembangkan
pembiayaan di sektor pertanian yang memiliki karakter berbeda dengan sektor
lain karena adanya faktor cuaca dan musim tanam. Dengan berbagai akad
pembiayaan di bank syariah, minimbulkan pencerahan bagi para petani untuk
memanfaatkan akad-akad pembiayaan yang telah disediakan. Namun selama ini,
pembiayaan yang diberikan terbatas dengan menggunakan akad salam, yang
dirasa kurang tepat untuk pembiayaan di sektor pertanian karena pembelian
dilakukan dimuka, sedangkan penyerahannya dilakukan kemudian.
Penerapan sistem bagi hasil dirasa lebih tepat diterapkan dalam usaha
pertanian ini. Karena pembagian keuntungan didasarkan pada masa panen tiba.
Sehingga para petani tidak merasa diberatkan dengan adanya pengembalian modal
dan margin setiap bulannya. Untuk itulah, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
dirasa lebih tepat penerapannya untuk usaha di sektor pertanian, yakni dengan
penggunaan akad muzara’ah. Muzara’ah merupakan pembiayaan khusus untuk
plantation financing. Dimana nantinya, pemilik modal dalam hal ini yaitu
pemerintah, menyediakan lahan pertanian berikut benih, pupuk, dan lainnya untuk
diberikan penyaluran pembiayaannya melalui program pemerintah yaitu Kredit
Usaha Rakyat (KUR) kepada para petani selaku penggarap lahan. Untuk itu
ditahun ini, diharapkan pihak perbankan syariah mendesain produk baru
menggunakan akad muzara’ah dengan prinsip bagi hasil, dan pola tersebut sudah
diterapkan para petani sejak dulu.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian memiliki peranan utama dalam perekonomian nasional
dan regional, antara lain dalam bentuk penyerapan tenaga kerja, penyediaan
pangan dan bahan baku industri, serta sumber mata pencaharian utama bagi
sebagian besar masyarakat, terutama bagi masyarakat pedesaan. Hal tersebut
2
dikarenakan sektor pertanian merupakan komoditi lokal yang faktor produksinya
tidak tergantung pada impor. Sehingga bersama-sama dengan sektor industri,
pembangunan sektor pertanian menjadi motor utama pembangunan ekonomi
sektor riil.
Walaupun sangat strategis, sektor pertanian dan pedesaan sering
dihadapkan pada banyak permasalahan, terutama lemahnya permodalan. Sebagai
unsur esensial dalam meningkatkan produksi dan taraf hidup masyarakat
pedesaan, ketiadaan modal dapat membatasi ruang gerak sektor ini (Hamid,
1986). Fakta menunjukkan bahwa serapan pembiayaan untuk pertanian relatif
lambat dibandingkan serapan sektor nonpertanian. Gejala tersebut menurut Saleh
et al. (1989), salah satu penyebabnya adalah rendahnya rentabilitas penanaman
modal di sektor pertanian.
Rendahnya tingkat penyaluran pembiayaan tersebut, dikarenakan sifat
usaha tani yang high risk-low profit. Untuk itu, dalam upaya penguatan modal
pertanian diperlukan dukungan dari lembaga keuangan baik bank maupun non
bank, terutama untuk produk-produk pertanian yang berorientasi ekspor dan high
profit-low risk. Selain permasalahan pada modal, keterbatasan lahan juga menjadi
masalah utama. Alih fungsi lahan pertanian menjadi daerah industri dan
perumahan terus meningkat.
Namun pembiayaan usaha di sektor pertanian yang ada saat ini, hampir
semua berbasis perhitungan bunga. Padahal bunga yang bersifat pre-determined
(kepastian hasil), berpeluang mengeksploitasi perekonomian, bahkan cenderung
menyebabkan resources misallocation dan penumpukan kekayaan pada
sekelompok orang. Kredit program yang memakai sistem bunga menunjukkan
hasil yang kurang memuaskan, bahkan menimbulkan permasalahan baru seperti
meningkatnya hutang petani serta kredit macet.
Agar masalah minimnya pembiayaan di sektor pertanian dapat dipecahkan,
maka diperlukan adanya alternatif kebijakan pembiayaan. Salah satu alternatif
pembiayaan di sektor pertanian yang dapat dikembangkan adalah pola
pembiayaan dengan sistem syariah. Lewat pembiayaan syariah yang lebih adil dan
menguntungkan, kesejahteraan petani diharapkan semakin baik dan dapat memicu
pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.
Dengan demikian, lembaga keuangan syariah berpeluang besar untuk lebih
banyak menyalurkan pembiayaan bagi nasabahnya pada sektor pertanian
menggunakan prinsip bagi hasil. Usaha pertanian yang penuh risiko
membutuhkan pembiayaan yang lebih fleksibel dan relevan.
Menurut Syafi‟i Antonio, dalam bukunya yang berjudul Bank Syariah dari
Teori ke Praktik, prinsip bagi hasil yang dipergunakan khusus untuk plantation
financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank islam adalah al-
muzara’ah dan al-musaqah. Dan dari data Statistik Perbankan Indonesia - Vol.
11, No. 1 Desember 2012, pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah masih
terbatas pada pembiayaan musyarakah, pembiayaan mudharabah, piutang
murabahah, piutang salam, dan piutang istishna’. Sedangkan pembiayaan
(berprinsip bagi hasil) dengan skim muzara’ah belum diterapkan oleh pihak
perbankan syariah, penerapannya selama ini baru diterapkan dengan
menggunakan akad salam, dimana pertanian selama ini bersifat musiman dan
jangka panjang yang memiliki karakter berbeda dengan usaha lainnya.
3
Penggunaan akad salam ini, dirasa kurang efektif, karena umumnya akad
salam dilakukan pembelian di muka dan diserahkan dikemudian hari. Mengingat
usaha pertanian tersebut tidak dapat dipastikan keberhasilannya, apakah untung
atau rugi. Maka dari itu usaha pertanian lebih cocok untuk menggunakan prinsip
bagi hasil. Dimana pembagian hasil keuntungan dari pertanian dilakukan saat
panen.
Maka dari itu, pembiayaan bagi hasil dengan skim muzara’ah dirasa
sangatlah perlu untuk diterapkan menjadi produk baru perbankan syariah dimana
nasabah dan pihak bank melakukan akad kerjasama dalam bidang pertanian.
Sehingga, variasi produk tersebut dapat menarik minat masyarakat untuk
mengajukan fasilitas pembiayaan dari Bank Syariah melalui program KUR
(Kredit Usaha Rakyat) dari pemerintah. Dimana pada tahun 2013 ini, pemerintah
telah menargetkan penyaluran KUR sebanyak Rp. 36 Triliun. Melihat peluang
yang sangat besar tersebut, maka diharapkan Bank Syariah mampu untuk ikut
andil dalam penyaluran KUR dengan penyediaan fasilitas pembiayaan
berdasarkan bagi hasil melalui akad muzara’ah. Dengan begitu para petani tidak
merasa diberatkan, karena selama ini pemberian kredit KUR didasarkan pada
bunga, yang berorientasi pada fixed cost.
TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan Penulisan
1. Mengkaji pentingnya peranan lembaga keuangan syariah dalam memecahkan
masalah permodalan yang dihadapi para pelaku sektor pertanian.
2. Pengenalan model pembiayaan syariah dengan akad muzara’ah untuk usaha
pertanian, dan implementasinya pada program penyaluran Kredit Usaha
Rakyat (KUR).
3. Lembaga keuangan menyediakan fasilitas pembiayaan produk baru dengan
akad muzara’ah yang dikhususkan untuk pembiayaan pertanian.
4. Mendorong adanya penetapan fatwa baru dari DSN-MUI sebagai landasan
hukum yang mengatur tentang akad muzara’ah yang digunakan sebagai
landasan kebijakan pembiayaan.
5. Pembaruan sistem perundang-undangan tentang perbankan syariah yang
mengatur tentang pemberian pembiayaan pertanian dengan akad muzara’ah.
Manfaat yang ingin dicapai
1. Memberikan kemudahan pada para petani untuk memperoleh fasilitas
pembiayaan usaha mereka melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR)
dengan fasilitas bagi hasil dari hasil pertanian.
2. Produk pembiayaan dengan akad muzara’ah, menjadi produk baru di
Perbankan Syariah, terutama untuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).
3. Bank syariah nantinya memiliki pedoman untuk pemberian fasilitas
pembiayaan muzara’ah dengan adanya fatwa baru dari DSN-MUI tentang
muzara’ah dan pembaruan peraturan perundang-undangan (UU No.21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah).
4
GAGASAN
Kondisi Kekinian
Sektor pertanian menduduki peringkat pertama dalam urutan pemanfaatan
sumber daya dikarenakan memiliki peran penting dalam pembangunan nasional.
Sektor pertanian menyerap banyak tenaga kerja sehingga menjadi pendorong
bergeraknya sektor ekonomi riil. Data BPS (2012 ) menyebutkan bahwa sekitar
60% atau 120 juta penduduk Indonesia tinggal di pedesaan dan 70% di antaranya
hidup dari pertanian. Setengah dari jumlah itu adalah petani gurem atau petani
yang memiliki lahan kurang dari 0,5 ha, bahkan sebagian besar bekerja sebagai
buruh tani dan buruh perkebunan.
Penelitian dari LIPI (2009) menyebutkan bahwa, meskipun sektor
pertanian menyerap jumlah tenaga kerja paling banyak dan menggunakan
sebagian besar lahan yang ada, namun sumbangan sektor ini terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia tidak sebesar kontribusinya dalam penyerapan
tenaga kerja dan penggunaan lahan. Besarnya peran sektor pertanian dalam
menyerap tenaga kerja mengimplikasikan bahwa sektor pertanian merupakan
sektor yang penting dalam perekonomian di Indonesia. Namun besarnya jumlah
tenaga kerja di sektor pertanian yang tidak didukung oleh besarnya sumbangan
sektor pertanian terhadap PDB, mengindikasikan adanya masalah dan kendala di
sektor pertanian. Kendala ini akan menjadi potensi yang besar bagi lembaga
keuangan seperti perbankan swasta maupun negeri.
Masalah dan kendala yang paling banyak dihadapi oleh pertanian rakyat
dalam skala usaha yang kecil adalah kebutuhan modal pembiayaan dan akses
pasar atau pemasaran. Padahal hal tersebut sangat dibutuhkan para pelaku usaha
sebagai sumber modal kerja dan investasi, sekaligus sebagai pelancar bagi
keberhasilan dalam program pembangunan sektor pertanian. Menurut Syukur
et al. (1993), peranan kredit bukan saja sebagai pelancar pembangunan, tetapi
dapat juga menjadi unsur pemacu adopsi teknologi yang diharapkan mampu
meningkatkan produksi, nilai tambah dan pendapatan masyarakat.
Pusat Penelitian Ekonomi (LIPI, 2009) menyatakan bahwa dalam sejarah
pembangunan pertanian di Indonesia, kredit merupakan salah satu sumber
pembiayaan pertanian yang disediakan oleh pemerintah dan lembaga keuangan
sebagai bagian dari paket pembangunan pertanian. Kredit memberikan manfaat
kepada pelaku usaha pertanian berskala kecil. Disamping itu, kredit dapat menjadi
pendorong bagi pelaku usaha pertanian dan dapat melepaskan belenggu para
tengkulak yang merugikan pelaku usaha pertanian.
Permasalahan tidak hanya terkendala oleh faktor modal saja, tetapi
“bunga” bank juga dapat menjerumuskan para petani selaku nasabah pembiayaan
di bank konvensional. Apalagi sektor pertaniaan sangat rentan dengan faktor
eksternalitas, seperti cuaca. Maka para petani semakin menjadi “sapi perah” untuk
melunasi bunga pinjaman apabila pendapatan dari pertanian nihil dikarenakan
faktor eksternal.
Solusi yang Pernah Dilakukan
Sejak tahun 2007 pemerintah telah memberikan suntikan dana melalui
program pemerintah di bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat yakni Kredit
5
Usaha Rakyat (KUR) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 5
November 2007, yang telah direspon dengan baik oleh masyarakat. Menurut
Setiawan (2013). pada tahun 2013 pemerintah meningkatkan lagi target
penyaluran KUR menjadi Rp. 36 triliun. Angka ini meningkat Rp. 6 triliun jika
dibandingkan tahun 2012 sebesar Rp. 30 triliun. Dari target yang telah ditetapkan
tersebut, KUR yang sudah disalurkan mencapai Rp. 2,512 triliun atau 7,0%.
Diharapkan 12 bulan yang tersisa di Tahun 2013 Bank pelaksana dapat mencapai
target yang telah ditetapkan. Penambahan Bank Pelaksana tersebut diharapkan
dapat mendorong percepatan penyaluran KUR kepada UMKMK yang visible
namun belum bankable dari aspek agunan tambahan.
Namun dari pengalaman selama ini menunjukkan bahwa efektifitas kredit
di Indonesia masih belum optimal. Hal ini terbukti dari kelemahan kemampuan
petani dalam masalah permodalan, meski beberapa kredit program dari
pemerintah yakni Kredit Usaha Rakyat (KUR) sudah pernah diimplementasikan.
Ketidakefektifan tersebut tampak lebih nyata jika dilihat dari tingginya tingkat
penunggakan kredit atau macetnya kredit program yang pernah diluncurkan saat
ini belum tuntas, misalnya kasus kredit usaha tani, (Ashari dan Saptana, 2005).
Data dari Komite Kredit Usaha Rakyat pada Bulan Januari 2013,
memperlihatkan total NPL (Non Performing Loan) penyaluran KUR 7 (tujuh)
Bank Nasional mencapai 4,1 % dari total plafond Rp. 100.263.025.000.000,-.
Data tersebut dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :
Tabel 1. Realisasi dan NPL Penyaluran KUR Bank Nasional
(31 Januari 2013)
No
.
Bank
Realisasi Penyaluran KUR
NPL
(%) Plafond Outstanding Debitur Rata-
rata
Kredit
Rp. (Juta) Rp. (Juta) (Rp juta
/
debitur)
1 BNI 10.953.485 5.139.773 161.719 67,7 8,1
2 BRI (KUR
Ritel)
12.838.469 5.324.420 80.093 160,3 3,4
3 BRI (KUR
Mikro)
48.258.336 14.772.810 7.211.143 6,7 2,0
4 BANK 10.860.741 5.952.949 210.789 51,5 2,7
6
MANDIRI
5 BTN 3.327.051 1.945.781 19.470 170,9 7,1
6 BUKOPIN 1.522.806 623.859 10.403 146,4 5,9
7 BANK
SYARIAH
MANDIRI
2.832.870 1.721.922 36.725 77,1 5,0
8 BNI
SYARIAH
44.562 33.304 151 295,1 0,0
9 BPD 9.624.705 5.153.244 123.762 77,8 6,9
TOTAL 100.263.025 40.668.061 7.854.255 12,8 4,1
Sumber : http://komite-kur.com/article-75-sebaran-penyaluran-kredit-usaha-
rakyat-periode-november-2007-januari-2013.asp. Diunduh tanggal 12 Maret 2013
Sebagian besar kredit macet (NPL) yang disalurkan tersebut dialami oleh
Bank Konvensional. Dimungkinkan demikian, karena sebagian besar pinjaman
yang disalurkan dari perbankan konvensional tersebut berbasis pada bunga.
Turut andilnya perbankan syariah dalam penyaluran kredit usaha mikro
melalui program KUR dari pemerintah, diharapkan penyediaan fasilitas produk
yang benar-benar sesuai dengan syariah, sehingga dapat membantu masyarakat
dalam memperoleh fasilitas pinjaman dengan mudah. Dan penerapan sistem bagi
hasil dirasa lebih mumpuni untuk menghindari kredit macet. Sehingga hal ini
tidak akan membebani para petani dalam pembayaran pinjaman, karena faktor
bunga atau fixed cost tidak berlaku.
Kehandalan Gagasan
Pembiayaan berbasis syariah merupakan solusi yang tepat bagi sektor
agribisnis, terutama untuk usaha skala mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Namun, pembiayaan oleh bank umum syariah (BUS) maupun unit usaha syariah
(UUS) ke sektor agribisnis masih perlu digenjot. Selama ini, sektor agribisnis
kurang dilirik oleh perbankan. Lewat pembiayaan syariah yang lebih adil dan
menguntungkan, kesejahteraan petani diharapkan semakin baik dan dapat memicu
pertumbuhan ekonomi lebih tinggi, (Media Indonesia, 2011).
Pandangan syariah tentang modal dan aktivitas usaha pada gilirannya akan
mempengaruhi perilaku ekonomi yang diharapkan sejalan dengan prinsip-prinsip
syariah. Dari berbagai bentuk usaha kegiatan ekonomi, terlihat bahwa dalam
perspektif syariah antara sektor riil dan moneter (finansial) harus terkait. Hal ini
7
berbeda dengan prinsip konvensional yang tidak mengharuskan keterkaitan pada
kedua sektor ini.
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran
uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah islam dan dasar
operasionalnya menggunakan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil merupakan
karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank syariah secara
keseluruhan. Menurut Ashari dan Saptana (2005), secara teoritis ada tiga hal yang
menjadi ciri pembiayaan syariah, yaitu : (1) bebas bunga (Interest free), (2)
berprinsip bagi hasil dan resiko (profit loss sharing), dan (3) perhitungan bagi
hasil dilakukan pada saat transaksi berakhir. Hal ini berarti bahwa pembagian
hasil dilakukan setelah ada keuntungan riil, bukan berdasar asumsi bahwa besar
keuntungan usaha akan yang diperoleh di atas bunga kredit. Sistem bagi hasil
dinilai lebih realistis dan sesuai dengan iklim bisnis yang memang berpotensi
untung dan rugi.
Kegiatan usaha yang didukung oleh pembiayaan syariah lebih memberikan
citra keadilan, karena perhitungannya berprinsip pada bagi hasil. Penghimpunan
dan penyaluran dana ke nasabah dalam bank syariah dilakukan sangat selektif,
dan menganut prinsip prudent yang artinya perbankan syariah tidak hanya
memilih yang layak administrasi dan profitable tetapi juga pada usaha / investasi
yang dilakukan pada usaha yang halal saja. Oleh karenanya, terdapat Dewan
Pengawas Syariah, yang mengawasi jalannya operasional bank beserta produknya
agar tetap sesuai dengan syariah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi pembiayaan syariah
mempunyai prospek yang positif karena dilandasi oleh 3 hal : (a) Karakteristik
pembiayaan syariah sesuai dengan kondisi pertanian, (b) beberapa skim
pembiayaan syariah sudah di praktekkan masyarakat petani, bahkan telah
melembaga, (c) luasnya cakupan bidang usaha pertanian.
Dengan berbagai karakteristik tersebut, lembaga keuangan syariah
berpeluang besar untuk diterapkan pada sektor pertanian. Usaha pertanian yang
penuh risiko, membutuhkan biaya yang lebih fleksibel terutama dalam pembagian
keuntungan dan kerugian. Menurut Antonio (2001), skim muzara’ah (harvest-
yeald profit sharing) memang khusus diterapkan dalam bidang pertanian.
Muzara’ah merupakan kerjasama pengelola pertanian antara pemilik pertanian
dan penggarap, dimana pemilik lahan menyerahkan lahannya, dan memberikan
benih, pupuk, dan lainnya untuk dikelola si penggarap dengan imbalan bagian
tertentu (presentase dari hasil panen). Skim dengan bagi hasil ini sudah populer
dan sudah biasa diterapkan oleh kalangan petani dengan istilah sekap-menyekap,
atau maro (1/2) dimana hasil dan biaya saprodi dibagi dua. Secara istilah
muzara’ah berarti memberikan tanah kepada petani agar dia mendapatkan bagian
dari hasil tanamannya. Misalnya sepertiga, seperdua atau lebih banyak atau lebiih
sedikit dari itu.
Muzara’ah adalah salah satu bentuk ta'awun (kerja sama) antar petani
(buruh tani) dan pemilik sawah. Serigkali kali ada orang yang ahli dalam masalah
pertanian tetapi dia tidak punya lahan, dan sebaliknya banyak orang yang punya
lahan tetapi tidak mampu menanaminya. Maka Islam mensyari'atkan muzara’ah
sebagai jalan tengah bagi keduanya. Maka dari itu, kerja sama dalam masalah
tanah pertanian lebih baik daripada meyewakan tanah kepada orang lain, karena
8
muzara’ah mengunakan sistem bagi hasil, yang mana pemilik tanah dengan
pengelola tanah sama-sama mendapat keuntungan dan apabila menderita
kerugian, mereka sama-sama menanggung kerugiannya. Maka, salah satu pihak
tidak merasa dirugikan.
Dengan penyediaan fasilitas pembiayaan yang telah disalurkan, maka
masih diperlukan inovasi akad baru yang diterapkan khusus untuk pertanian.
Melihat pada tahun ini, pemerintah menganggarkan dana Kredit Usaha Rakyat
(KUR) sebanyak Rp. 36 Triliun, maka usaha pertanian ini memiliki prospek yang
sangat bagus dikalangan perbankan, terutama perbankan syariah untuk lebih
berperan serta dalam menumbuhkan pendapatan di sektor riil. Dan diharapkan
perbankan syariah dapat membantu mengurangi kredit macet yang terjadi hingga
saat ini.
Pengimplementasian produk menggunakan skim muzara’ah diterapkan
dengan cara pemerintah melalui perbankan, menyediakan dana anggaran untuk
KUR dan mempersiapkan aspek teknis dan lahan pertanian yang akan diberikan
pengelolaannya kepada petani. Pada Oktober 2012 kemarin, pemerintah telah
mengupayakan pencetakan lahan sawah sebanyak 100.000 hektare, dimana
sekarang masih dalam proses pengurusan sertifikat, (bisnisjateng.com, 10 Oktober
2012). Untuk itu diharapkan pengimplementasian produk muzara’ah dapat
dilaksanakan dengan mudah, seiring hal-hal terkait dengan syarat muzara’ah itu
sendiri telah disediakan oleh pemerintah, yakni berupa lahan pertanian.
Sedangkan benih, pupuk, dan lainnya diberikan oleh pemerintah berupa uang
yang akan disalurkan kepada para petani penggarap dalam bentuk pinjaman
modal.
Selanjutnya, penentuan nisbah bagi hasil ditentukan bersama antara
pemerintah, bank syariah, dan debitur (petani). Penentuan nisbah bagi hasil
haruslah lebih fleksibel dan tidak memberatkan kaum petani dalam pengembalian
modal. Besar bagi hasil ditentukan berdasarkan hasil panen. Dengan penggunaan
prinsip bagi hasil ini, keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama antara
pihak pemerintah, bank, dan debitur.
Selain hal tersebut, industri perbankan syariah juga perlu memperoleh
persetujuan dari Bank Indonesia, yang didasari atas Fatwa dari Dewan Syariah
Nasional (DSN). Hubungan koordinatif antara BI dan DSN merupakan suatu
keharusan sesuai dengan PBI No.6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum yang
melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan prinsip syariah. Maka diperlukan
suatu adanya Fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI yang mengatur tentang
usaha pertanian yang lebih spesifik, dengan menggunakan akad muzara’ah.
Dengan begitu, diharapkan peraturan perundang-undangan tentang Perbankan
Syariah yaitu UU No. 21 Tahun 2008 dapat diperbaharui kembali, dan dapat
digunakan sebagai pedoman pelaksanaan penyaluran KUR dengan menggunakan
akad muzara’ah dengan prinsip bagi hasil.
Pihak Terkait
Pihak yang terkait untuk mengimplementasikan akad muzara’ah dalam
penyaluran program Kredit Usaha Rakyat (KUR), yakni :
1. Pemerintah
9
Diperlukan adanya kerjasama antara pemerintah dan lembaga keuangan
syariah, dimana pemerintah menyediakan dana bantuan berupa uang sebagai
modal, dan menyiapkan lahan pertanian yang akan dipinjamkan kepada para
debitur KUR untuk mengelola usaha pertaniannya.
2. Perbankan Syariah
Pihak bank syariah, berperan sebagai lembaga intermediasi antara pemerintah
dengan masyarakat yang kekurangan dana, dan melakukan penilaian
kelayakan usaha dan memutuskan pembiayaan sesuai ketentuan yang berlaku
pada Perbankan.
3. Lembaga Penjamin KUR
Lembaga penjamin mempunyai tugas memberikan persetujuan penjaminan
atas pembiayaan yang diberikan oleh Perbankan sesuai ketentuan yang
berlaku pada Perusahaan Penjaminan. Perusahaan penjamin KUR yang telah
ditetapkan oleh pemerintah yaitu PT. (Persero) Asuransi Kredit Indonesia
(Askrindo) dan Perum Jaminan Kredit Indonesia Jamkrindo).
4. Debitur
Nasabah yang mendapat fasilitas pembiayaan KUR, merupakan nasabah
individu, kelompok tani, koperasi, badan hukum lain yang memenuhi
ketentuan yang berlaku, atau ketentuan lain yang ditetapkan perbankan.
Strategi Penerapan
Tahap implementasi penyaluran pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
dengan menggunakan akad muzara’ah, dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Menggunakan Pedoman Teknis Kredit Usaha Rakyat Sektor Pertanian yang
digunakan sebagai panduan petugas di tingkat pusat dan daerah, dan juga
sebagai referensi Perbankan Syariah dan pemangku kepentingan terkait dalam
menyalurkan KUR sektor pertanian.
2. Telah keluarnya fatwa dari DSN-MUI yang menetapkan tentang akad
muzara’ah, yang akan digunakan sebagai pedoman bagi pihak bank syariah
dalam memberikan fasilitas produk pembiayaan bagi hasil.
3. UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah telah mengalami
pembaharuan mengenai fasilitas pemberian pembiayaan dengan
menggunakan akad muzara’ah untuk sektor pertanian. Dimana dengan
adanya Undang-Undang tersebut, pengimplementasian produk perbankan
menggunakan akad muzara’ah memiliki status hukum yang kuat.
4. Kementerian Pertanian menandatangani Nota Kesepahaman bersama (MoU)
dengan 7 ( tujuh ) Perbankan dan 2 ( dua ) Perusahaan Penjamin tentang
Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan
Koperasi ( UMKM-K ).
5. Pemerintah mempersiapkan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi
yang melakukan usaha produktif yang bersifat individu, kelompok, kemitraan
dan atau cluster untuk dapat diberikan pembiayaan. Dan juga mempersiapkan
lahan pertanian dengan program pencetakan sawah baru untuk debitur sektor
pertanian.
6. Pemerintah menetapkan kebijakan dan prioritas bidang usaha yang akan
menerima penjaminan pembiayaan.
10
7. Pemerintah menunjuk dinas daerah setempat untuk melakukan pengawasan
dan monitoring terhadap usaha debitur, agar pembiayaan yang telah diberikan
digunakan secara maksimal dan tepat sasaran.
8. Pemerintah melakukan upaya intermediasi akses pembiayaan kepada Petani,
Kelompoktani, gabungan kelompoktani dan Koperasi ke Lembaga
Perbankan.
9. Bank Pelaksana akan melakukan penilaian kelayakan usaha debitur dari
permohonan yang telah diajukan dan diketahui oleh Dinas setempat.
10. Jika usulan debitur dinilai memenuhi syarat oleh perbankan, maka akan
diberikan persetujuan pembiayaan dengan penetapan bagi hasil yang
disepakati, dan keputusan pencairan pembiayaan berada di Bank Pelaksana.
11. Pemerintah melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa
pembiayaan.
12. Pemerintah memfasilitasi hubungan antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah
dan Koperasi dengan pihak lainnya seperti perusahaan inti/off taker yang
memberikan kontribusi dan dukungan untuk kelancaran usahanya.
13. Bank pelaksana menyampaikan pelaporan usaha debitur setiap bulannya,
dengan melakukan pendekatan persuasif kepada debitur.
14. Untuk pengembalian modal pinjaman, dilakukan setiap musim panen, dengan
pemantauan dari dinas setempat dan dari pihak perbankan. Jadi pengembalian
pinjaman dan bagi hasil, tidak dilakukan setiap bulan, melainkan setiap akhir
masa panen. Sehingga kecenderungan adanya kredit macet, dapat dihindari.
15. Jika terjadi keuntungan ataupun kerugian dalam usaha yang dijalankan oleh
debitur, maka hal tersebut akan ditanggung bersama-sama antara pihak
pemerintah, dan petani sesuai akad yang disepakati.
KESIMPULAN
Gagasan Yang Diajukan
Inovasi pengembangan produk pembiayaan perbankan syariah dengan
prinsip bagi hasil untuk sektor pertanian yakni dengan menggunakan akad
muzara’ah, dirasa lebih tepat untuk diterapkan dibandingkan dengan
menggunakan akad jenis lainnya. Karena melalui prinsip bagi hasil dengan akan
muzara’ah, lebih memberikan rasa adil kepada para petani dalam pengembalian
modal. Dikarenakan pendistribusian bagi hasil usaha pertanian dilakukan setelah
musim panen tiba.
Teknik Implementasi Yang Akan Dilakukan
Implementasi akad muzara’ah, dilakukan pada perbankan syariah dalam
penyaluran program pemerintah yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dimana
pemerintah berperan sebagai penyedia dana dan lahan pertanian untuk para petani,
sedangkan pihak bank syariah berperan sebagai lembaga intermediasi. Selain itu,
antara pihak pemerintah dan perbankan, diharapkan secara persuasif
mempromosikan program KUR secara langsung di masyarakat, ataupun melalui
media massa, sehingga para petani yang kekurangan dana dapat mengajukan
pembiayaan ke bank syariah.
11
Prediksi Hasil Yang Akan Diperoleh
Dengan penggunaan sistem bagi hasil dengan akad muzara’ah di
perbankan syariah, dapat diprediksikan bahwa para petani (debitur) akan lebih
tertarik untuk mengajukan pembiayaan di bank syariah dibandingkan di bank
konvensional. Sehingga para petani dapat lebih mudah untuk memperoleh modal,
dan juga tidak terbebani dengan adanya bunga bank. Sehingga efektifitas usaha
pertanian lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous . 2011. Pembiayaan Syariah Solusi Bagi UMKM Agribisnis.
(Online). (http://ukmindonesiasukses.blogspot.com/). Diakses pada tanggal
9 Maret 2013.
Anonymous. 2012. HKTI: Jumlah Petani Indonesia Terus Turun. (Online).
(http://www.analisadaily.com/news/read/2012/10/08/79453/hkti_jumlah_p
etani_indonesia_terus_turun/). Diakses pada tanggal 9 Maret 2013.
Anonymous . 2013. Pembahasan Muzara’ah, Mukhabarah, dan Musaqah.
(Online). (http://anharululum.blogspot.com/2012/08/pembahasan-
muzaraah-mukhabarah-dan.html#_). Diakses pada tanggal 11 maret 2013.
Anonymous. 2013. Sebaran Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Periode November
2007-Januari 2013. (Online). (http://komite-kur.com/article-75-sebaran-
penyaluran-kredit-usaha-rakyat-periode-november-2007-januari-
2013.asp). Diakses pada tanggal 9 Maret 2013.
Anonymous. 2011. Prospek Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh Bank Syariah.
(Online).
(http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&task=
view&id=202&Itemid=41). Diakses pada tanggal 9 Maret 2013.
Ashari dan Saptana. 2005. Prospek Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Pertanian.
Forum Penelitian Agro Ekonomi Volume 23 No. 2. (Online).
(http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE23-2e.pdf). Diakses pada
tanggal 9 Maret 2013.
Edy Muspriyanto. 2012. Sektor Pertanian sering terbentur masalah Dana.
(Online). (http://www.bisnis-jateng.com/index.php/2012/09/sektor-
pertanian-sering-terbentur-masalah-dana/). Diakses pada tanggal 9 Maret
2013.
Departemen Pendidikan Nasional Dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
2009. Efektivitas Model Pembiayaan Syariah Dalam Mengembangkan
Sektor Pertanian.
Muspriyanto, Edy. 2012. Petani Menipis di negeri Agraris. (Online).
(http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/03/11/1798
99/Petani-Menipis-di-Negeri-Agraris). Diakses pada tanggal 9 Maret
2013.
Sujianto, Rachmat. 2012. Pemerintah akan Mencetak Lahan persawahan baru
seluas 100.000 Hertare. (Online). http://www.bisnis-
jateng.com/index.php/2012/10/lahan-sawah-pemerintah-akan-mencetak-
lahan-persawahan-baru-seluas-1-00-000-hektare/). Diakses pada tanggal
11 Maret 2013.
12
Direktorat Pembiayaan Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana
Pertanian. 2012. Pedoman Teknis Kredit Usaha Rakyat.
Ruslan, Kadir. 2012. Sensus Pertanian 2013 : “Untuk Masa Depan Petani yang
Lebih Baik”. (Online).
(http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2012/08/09/sensus-pertanian-
2013-untuk-masa-depan-petani-yang-lebih-baik-477918.html). Diakses
pada tanggal 9 Maret 2013.
Setiawan, Alfurqon. 2013. Tentang Kenaikan KUR 2013. (Online).
(http://setkab.go.id/en/artikel-7326-.html). Diakses pada tanggal 9 Maret
2013.
Sofii, Mohammad. 2013. Penyaluran Kredit: PNM Luncurkan Unit Gurem Mikro.
(Online). (http://www.bisnis-jatim.com/index.php/2013/03/07/penyaluran-
kredit-pnm-luncurkan-unit-gurem-mikro/). Diakses pada tanggal 11 Maret
2013.
Syafi‟i Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Jakarta :
Gema Insani.
UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
Wibowo, Triyanto. 2009. Analisis Peranan Dan Dampak Investasi Sektor
Pertanian Terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Timur: Analisis Input-
Output. Intitut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
BIODATA KETUA serta ANGGOTA KELOMPOK
1. Ketua Pelaksana
a. Nama Lengkap : Iin Puji Susanti
b. Tempat dan Tanggal Lahir : Pati, 23 Februari 1992
c. Alamat : Ds.Dadirejo Rt.02/1 Margorejo Pati
d. NIM : 4.44.10.0.10
e. Jurusan/ Program Studi : Akuntansi/ Perbankan Syariah
f. Perguruan Tinggi : Politeknik Negeri Semarang
g. Pengalaman organisasi : BSO Lembaga Pers Mahasiwa
Dimensi
Kelompok Studi Ekonomi Islam
Koperasi Mahasiswa Bahtera
Manunggal
Semarang, 13 Maret 2013
Iin Puji Susanti
13
2. Anggota
a. Nama Lengkap : Wihana Novi Saraswati
b. Tempat dan Tanggal Lahir : Surabaya, 16 November 1993
c. Alamat : Rt.03/1 Tersono, Kab. Batang
d. NIM : 4.42.12.0.25
e. Jurusan / Program Studi : Akuntansi / Perbankan Syariah
f. Pengalaman organisasi : Kelompok Studi Ekonomi Islam
Semarang, 13 Maret 2013
Wihana Novi Saraswati
3. Anggota
a. Nama Lengkap : Niken Mukti Avipfah
b. Tempat dan Tanggal Lahir : Madiun, 19 September 1993
c. Alamat : Jln. Saputan Raya RT 04/11,
Jomblang, Candisari Semarang
d. NIM : 4.44.11.0.16
e. Jurusan / Program Studi : Akuntansi / Perbankan Syariah
f. Perguruan Tinggi : Politeknik Negeri Semarang
g. Pengalaman organisasi : Kelompok Studi Ekonomi Islam
UKM Jazirah
Semarang, 13 Maret 2013
Niken Mukti Avipfah