Pir Ok Lastik
-
Upload
ronnie-tyrone -
Category
Documents
-
view
58 -
download
6
Transcript of Pir Ok Lastik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Maksud
Melakukan pengamatan tekstur umum dan khusus batuan piroklastik
secara mikroskopis dengan menggunakan mikroskop polarisasi
Menentukan komposisi penyusun batuan piroklastik
Mengetahui petrogenesa batuan piroklastik
Melakukan pemberian nama batuan piroklastik berdasarkan klasifikasi
WTG, Pettijohn, dan Grabau
1.2 Tujuan
Mampu melakukan pengamatan tekstur umum dan khusus batuan
piroklastik secara mikroskopis dengan menggunakan mikroskop polarisasi
Mampu menentukan komposisi penyusun batuan piroklastik
Mampu mengetahui petrogenesa batuan piroklastik
Mampu melakukan pemberian nama batuan piroklastik berdasarkan
klasifikasi WTG, Pettijohn, dan Grabau
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum Petrografi acara Batuan Piroklastik ini dilaksanakan pada:
Hari : Senin
Tanggal : 20 Mei 2013
Waktu : Pukul 18.30 – 19.30 WIB
Tempat : Laboratorium Geooptik, Gedung Pertamina Sukowati
Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Mekanisme Letusan Gunung Api
Batuan piroklastik merupakan batuan yang dihasilkan oleh erupsi gunung
api dengan ciri-ciri yang khas. Untuk mempelajari material piroklastik, terlebih
dulu kita harus memahami tentang aktivitas vulkanisne baik proses maupun
produknya. Pemahanan itu secara umum meliputi pemahaman tentang :
1. Erupsi gunung api.
2. Material hasil aktivitas gunung api.
Gambar 2.1 Produk erupsi vulkanik
1. Erupsi Gunung Api
Menurut Muzil Anwar, 1981 erupsi gunung api adalah suatu
manifestasi gejala vulkanisme ke arah permukaan atau suatu aspek
kimiawi dari perpindahan energi ke arah permukaan yang tergantung
pada kandungan energi dalam dapur magma yang mencakup panas
sewaktu pendinginan magma dan tekanan gas selama pembekuan/
pendinginan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa erupsi gunung api
merupakan gejala awal munculnya gunung api baru atau aktifnya
gunung api lama.
Sifat erupsi gunung api dapat terjadi karena adanya tekanan dari
dalam bumi yang cukup besar sehingga mampu mengalahkan tekanan
beban diatasnya. Berdasrkan sumber kejadiannya erupsi vulkanik
dibedakan (Fisher, 1984) :
- Erupsi piroklastik
Erupsi yang terjadi akibat kegiatan magma itu sendiri. Jadi
prosesnya berkisar dari pemisahan gas (degassing) dari fase
magma, naiknya tekanan ruang magma hingga melebihi tekanan
beban sumbat gunungapi sampai terjadi ledakan/erupsi.
- Erupsi hidrovulkanik
Erupsi ini lebih kompleks dari erupsi piroklastik. Eruspsi
hidrovolkanik sistem magmatik berinteraksi erat dengan
lingkungan sehingga menghasilkan suatu rangkaian proses yang
rumit dan terjadi dalam waktu yang relatif sangat singkat.
Erupsi hidrovulkanik secara umum didefinisikan sebagai
erupsi yang terjadi karena kontak antara air dan magrna. namun
demikian, adanya kontak antara air dan magma belum tentu
menimbulkan letusan. Dalam hal ini ada beberapa syarat agar
adanya kontak antara air dengan magma tersebut menghasilkan
letusan, yaitu :
Proses Superheating
Yaitu proses pemanasan air oleh magma atau sumber
panas lain seperti aliran lava, aliran piroklastik dan
sebagainya. Superheating menyebabkan pondidihan air
yang menghasilkan penguapan total di seluruh bagian air
yang terpanaskan. Penguapan ini disertai ekepansi
gelombang gas, sehingga tekanan gas naik dengan cepat.
Hasil akhir dari rangkaian proses ini adalah kenaikan
tekanan yang dapat menimbulkan ledakan sebagai reaksi
keseluruhan sistem untuk mencapai kesetimbangan.
Lapisan Penahan.
Proses superheating akan menghasilkan tekanan tinggi bila
kenalkan suhu berada pada kondisi isovolume. Kondisi
semacam ini bisa dicapai bila air berada pada tempat
dengan volume ruang yang konstan, Di alam tempat
tersebut terjadi bila air berada dalam lapisan porous
impermeabel. Bila tekanan yang dihasilkan melampaui
besamya tekanan litostatis lapisan penahan maka akan
terjadi letusan.
Perbandingan Air dengan Magma.
Timbulnya lotuean hidrovulkanik dikontrol oleh
perbandingan air dan magma. Yang berpengaruh pada
jumlah pemanasan dan derajat fragmentasi yang
dihasilkan oleh peralihan energi. Perbandingan air dengan
magma terlalu besar menyebabkan superheating tidak
berlangsung sempurna sehingga hanya diperoleh energi
yang kecil.
Gambar 2.2 Sketsa mekanisme erupsi hidrovolkanik (Djoko, 1985)
2.2 Pengertian Mineral dan Hubungannya dengan Batuan
Mineral adalah substansi yang terbentuk secara alami dengan struktur
internal yang khas yang ditentukan oleh sebuah susunan yang teratur dari atom
atau ion di dalamnya; dan dengan komposisi kimia dan kandungan fisik yang
tetap atau bervariasi dalam kisaran yang terbatas. (Gilluly et. all, 1968)
Batuan tersusun atas komposisi mineral. Selain dengan mengetahui sifat
fisiknya, batuan dapat diketahui jenisnya dengan mengetahui komposisi mineral
utamanya.
2.3 Pengertian Batuan Piroklastik
Piroklastik (berasal dari bahasa Yunani, πῦρ, berarti api, dan κλαστός,
yang berarti rusak) adalah bebatuan klastik yang terbentuk dari material vulkanik.
Ketika material vulkanik dikirim dan diolah kembali melalui proses mekanik,
seperti dengan air atau angin, bebatuan tersebut disebut vulkaniklastik. Piroklastik
biasanya berhubungan dengan aktivitas vulkanik, seperti gaya letusan gunung
Krakatau. Piroklastik biasanya dibentuk dari abu vulkanik, lapilli dan bom
vulkanik yang dikeluarkan dari gunung berapi, bergabung dengan bebatuan di
daerah tersebut yang hancur (Blatt et. all, 1996).
Menurut Huang (1962), batuan piroklastik adalah batuan yang dihasilkan
oleh proses lisenifikasi bahan-bahan lepas yang dilemparkan dari pusat vulkanik
selama erupsi yang bersifat eksplosif. Bahan-bahan jatuh kemudian mengalami
litifikasi baik sebelum ditransport maupun “rewarking” oleh air atau es.
Sedangkan menurut William et. all (1982) batuan piroklastik adalah batuan
vulkanik yang bertekstur klastik yang dihasilkan oleh serangkaian proses yang
berkaitan dengan letusan gunung api, dengan material asal yang berbeda, di mana
material penyusun tersebut terrendapkan dan terkonsolidasi sebelum mengalami
transportasi oleh air atau es.
2.4 Struktur dan Tektur Batuan Piroklastik
Endarto (2004) mengemukakan bahwa batuan piroklastik memiliki
struktur seperti batuan beku, pada batuan piroklastik juga dijumpai struktur skoria,
vesikuler, serta amigdaloida. Variasi batuan, pembundaran, dan pemilihan batuan
piroklastik mirip dengan batuan sedimen klastik pada umumnya. Hanya unsur-
unsur tersebut tergantung pada tenaga letusan, penguapan, tegangan permukaan,
dan pengaruh seretan. Yang khas pada batuan piroklastik adalah bentuk yang
runcing tajam, terutama dikenal sebagai “glasshard” atau gelas runcing tajam serta
adanya Batuapung (Endarto, 2004).
2.5 Mekanisme Pembentukan Endapan Piroklastik
Dalam Endarto (2004), menurut kejadiannya, endapan piroklastik
dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu: endapan piroklastika jatuhan (air fall
deposits), endapan aliran piroklastika (pyroclastic flow), dan endapan pyroclastic
surge (pyroclastic surge deposits).
2.5.1 Endapan piroklastik jatuhan (air fall deposits)
Endapan piroklastik jatuhan yaitu onggokan piroklastik yang
diendapkan melalui udara. Endapan ini umumnya akan berlapis baik,
dan pada lapisannya akan memperlihatkan struktur butiran bersusun.
Endapan ini meliputi aglomerat, breksi, piroklastik , tuff, dan lapili.
Sortasi yang baik pada endapan ini disebabkan oleh pemilahan
oleh udara selama mengalami proses pengendapan. Tiga tipe endapan
piroklastik jatuhan berdasarkan litologi dan proses pembentukannya
adalah sebagai berikut: (Cas and Wright, 1987)
a. Endapan Jatuhan Scoria
Endapan ini sebagian besar tersusun oleh magma yang bersifat
basal-basaltik yang vesikuler hasil aktivitas letusan Hawaiian
dan Strombolian
b. Endapan Jatuhan Pumice
Endapan ini tersusun oleh magma vesikuler dengan viskositas
yang tinggi (andesit-riolit, phonolit dan tracile) hasil aktivitas
subplinian, plinian dan ultraplinian (plinian tipe letusan)
c. Endapan Jatuhan Ash
Endapan ini terbentuk oleh letusan yang bersifat
phreatomagmatik dan phreatik
2.5.2 Endapan Aliran Piroklastik (Pyroclastic Flow Deposits)
Endapan piroklastik aliran yaitu material hasil langsung dari
pusat erupsi, kemudian teronggokkan di suatu tempat. Hal ini meliputi
hot avalance, glowing avalanche, lava collapse avalanche, dan hot
ash avalanche. Aliran ini umumnya berlangsung pada suhu tinggi
antara 500o-650oC, dan temperaturnya cenderung menurun selama
pengalirannya (Banks dan Hoblih, 1981). Penyebaran pada bentuk
endapan sangat dipengaruhi oleh morfologi, sebab sifat-sifat endapan
tersebut adalah menutupi dan mengisi cekungan. Bagian bawah
menampakkan morfologi asal dan bagian atas umumnya datar (Wilson
and Head, 1981) dalam Endarto (2004).
2.5.3 Endapan Piroklastik Surge (Pyroclastic Surge Deposits)
Endapan piroklastik surge merupakan suatu awan campuran dari
bahan padat dan gas (uap air) yang mempunyai rapat massa rendah
dan bergerak denagn kecepatan tinggi secara turbulen di atas
permukaan. Umumnya endapan piroklastik surge mempunyai
pemilahan yang baik, berbutir halus, dan berlapis baik. Endapan ini
memiliki struktur pengendapan primer seperti laminasi dan perlapisan
bergelombang hingga planar. Yang paling khas dari endapan ini
adalah mempunyai struktur silang siur, melensa, dan bersudut kecil.
Endapan surge pada umumnya kaya akan keratin dan kristal (Endarto,
2004).
2.6 Tektonik dan Pembentuk Gunung Api
Pada umumnya proses pembentukan gunungapi dapat dibedakan dari
kedudukan tektonik lempengannya, yaitu:
1. Daerah pemekaran
Daerah pemekaran yang disebut juga sebagai daerah divergen disebabkan
karena adanya aktifitas tektonik yang menghasilkan pemekaran pada lempeng
samudera. Magma keluar melalui celah pada daerah lemah dan membentuk
punggungan.
2. Daerah penunjaman
Daerah ini terjadi penunjaman salah satu lempeng atau dengan sebutan
daerah konvergen. Umumnya lempeng samudera menyusup dibawah lempeng
samudera mempunyai berat jenis yang lebih besar dari pada berat jenis lempeng
benua. Daerah ini dapat menghasilkan sifat magma yang beragam mulai dari asam
hingga basa.
3. Hot spot (Intraplate volcanism)
Pembentukan gunungapi dari aktifitas hot spot dikarenakan adanya
terobosan magma dari atmosfer menuju ke lithosfer dan pada bagian bawah kerak
lithosfer magma ini melewati celah yang mempunyai kedudukan lateral.
Komposisi magma bila keluar di lempeng samudera akan bersifat basa, hal ini
sama dengan produk magma yang keluar dari pemekaran lempeng samudera, bila
magma keluar di kontinen maka sangat berpotensial menjadi magma yang bersifat
sama.
Pembentukan gunungapi daerah ini berbeda dengan proses pemebentukan
daerah subduksi dan pemekaran, karena daerah ini mempunyai pusat magma yang
tetap.
Volkanisme pada setiap tatanan tektonik
Gambar 2.3 Proses tektonik dan vulkanisme
2.7 Klasifikasi Batuan Piroklastik
Pembuatan klasifikasi batuan piroklastik sudah banyak dibuat oleh para
ahli, tetapi masih terjadi kekurangan maupun perbedaan tentang batuan
piroklastik.
Klasifikasi berdasarkan perkembangan terbentuknya batuan piroklastik
sangat sulit, sedangkan saat ini klasifikasi didasarkan pada:
Asal – usul fragmen
Ukuran fragmen
Komposisi fragmen
2.7.1 Klasifikasi berdasarkan asal – usul fragmen
Batuan piroklastik yang merupakan hasil endapan bahan volkanik dari letusan tipe
eksplosif maka Johnson dan Levis (1885), lihat Mac Donald (1972) membuat
klasifikasi sebagai berikut:
volcanisme pada intraplit (hotspot)Volcanisme Pada Volcanic Arc batas kontinental aktif
Volcanime pada zona subduksi busur kepulauan
Volcanime pada pusat pemekaran tengah samudera
Tabel 2.1 Klasifikasi berdasarkan asal – usul fragmen
- Essential fragmen berasal langsung dari pembekuan magma segar
- Accessor fragmen berasal dari lava atau piroklastik yang terdapat
pada kerucut volkanik
- Accidental fragmen yang berasal dari batuan lain yang tidak
menunjukkan gejala pembekuan, metamorfisme
Klasifikasi berdasarkan ukuran dari fragmen. Klasifikasi ini dibuat
pertama kali oleh Grabau (1924) dalam Carozzi (1975) :
Tabel 2.2 Klasifikasi berdasarkan ukuran fragmen
- > 2,5 mm : Rudyte
- 2,5 – 0,5 mm : Arenyte
- < 0,5 mm : Lutyte
Klasifikasi batuan piroklastik dari Wenworth dan Williams (1932)
dalam Pettijohn banyak dipakai, tetapi kisaran yang dipakai tidak
sama antara batuan sedimen dan piroklastik :
Tabel 2.3 Klasifikasi berdasarkan ukuran dan bentuk fragmen
- Breksi volkanik : Tersusun dari fragmen-fragmen diameter > 32 mm,
bentuk fragmen meruncing
- Aglomerat : Fragmen berupa bom-bom dengan ukuran > 32 mm
- Lapili/tuf lapili: Fragmen tersusun atas Lapili yang berukuran antara
4 mm – 32 mm
- Tuf kasar : Fragmen-fragmen tersusun atas abu kasar dengan
ukuran butir terletak antara 0,25 mm – 4 mm
- Tuf halus : Fragmen-fragmen tersusun atas abu halus dengan
ukuran < 0,25 mm
2.7.2 Klasifikasi berdasarkan komposisi fragmen
Klasifikasi yang telah dibuat digunakan untuk tuf, yaitu
0,25 –4 mm : tuf kasar
< 0,25 mm : tuf halus
Tabel 2.4 Klasifikasi berdasarkan komposisi material
1. Vitric Tuff : tuf dengan penyusun utama terdiri dari gelas
2. Lithic Tuff : tuf dengan penyusun utama terdiri dari fragmen batuan
3. Crystal Tuff : tuf dengan penyusun utama kristal dan pecahan Kristal
Pettijohn (1975) membuat klasifikasi tuf, dengan membandingkan
prosentase gelas dengan kristal, yaitu:
1. Vitric Tuff:
Tuf mengandung gelas antara 75%-100% dan kristal 0% - 25%.
2. Vitric crystal tuff:
Tuf mengandung gelas antara 50%-75% dan kristal 25% - 50%.
3. Crystal vitric tuff:
Tuf mengandung gelas antara 25%-50% dan kristal 50% - 75%.
4. Crystal tuff :
Tuf mengandung gelas antara 0%-25% dan kristal 75% - 100%.
Gambar 2.4 Klasifikasi tuff (after, Schmid, 1981)
Gambar 2.5 Klasifikasi batuan piroklastik (Fisher, 1986)
BAB III
HASIL DESKRIPSI
3.1 Sayatan Tipis No. Dianti B4
Tekstur umum:
Granularitas : Equigranular afanitik
Kristalinitas : Hipokristalin
Fabrik : Anhedral
Tekstur khusus: vitrovirik
Komposisi mineral:
Kuarsa: gelapan bergelombang
Plagioklas: kembaran albit
Lithic: fragmen batuan
Min.opaq: berwarna hitam baik pada pengamatan ppl maupun xpl
K-Feldspar: kembaran carlsbad
Mineral MP I (%) MP II (%) MP III (%) Rata-rata
Kuarsa 2 2 1 1,67
Plagioklas 1 1 - 0,67
Min.opaq 15 13 10 12,67
Lithic 82 84 88 84,67
K-Feldspar - - 1 0,33
Gambar:
Petrogenesa:
Sayatan tipis ini merupakan sayatan dari batuan piroklastik yang
merupakan hasil erupsi eksplosif gunungapi. Ukuran mineralnya yang kecil
(<0.5mm) mengindikasikan bahwa pembentukan mineral berlangsung cepat
dan terbentuk di permukaan.
Nama Batuan: Crystal tuff (WTG, 1954)
Crystal tuff (Pettijohn, 1975)
Lutyte (Grabau, 1924)
Plagioklas
K-Feldspar
Kuarsa
Lithic
3.2 Sayatan Tipis No.A1
Tekstur umum:
Granularitas : Inequigranular
Kristalinitas : Hipokristalin
Fabrik : Anhedral
Tekstur khusus: vitrovirik
Komposisi mineral:
Kuarsa: gelapan bergelombang
Lithic: fragmen batuan
Min.opaq: berwarna hitam baik pada pengamatan ppl maupun xpl
Massa dasar: berupa gelasan bersifat amorf
Mineral MP I (%) MP II (%) MP III (%) Rata-rata
Kuarsa 15 5 3 7.6
Gelasan 20 40 60 40
Mineral Opaq 15 5 2 7.3
Lithic 50 50 35 45
Gambar:
Kuarsa Gelasan
Lithic
Petrogenesa:
Sayatan tipis ini merupakan sayatan dari batuan piroklastik yang
merupakan hasil erupsi eksplosif gunungapi. Ukuran mineralnya yang masih
relatif halus mengindikasikan bahwa pembentukan mineral berlangsung
cepat dan terbentuk di permukaan.
Nama Batuan: Lithic tuff (WTG, 1954)
Crystal tuff (Pettijohn, 1975)
Rudyte (Grabau, 1924)
3.3 Sayatan Tipis No.BP 11- 11SK5
Tekstur umum:
Kristalinitas : Hipokristalin
Tekstur khusus: vitrovirik
Komposisi mineral:
Kuarsa: gelapan bergelombang
Lithic: fragmen batuan
Min.opaq: berwarna hitam baik pada pengamatan ppl maupun xpl
Massa dasar: berupa gelasan bersifat amorf
Plagioklas: kembaran albit
Mineral MP I (%) MP II (%) MP III (%) Rata-rata
Kuarsa 20 20 20 20
Massa dasar 77 75 74 75,3
Plagioklas 3 - - 1
Min. Opaq - 5 3 2,67
Lithic - - 3 1
Gambar:
Kuarsa
Gelasan
Plagioklas
Petrogenesa:
Sayatan tipis ini merupakan sayatan dari batuan piroklastik yang
merupakan hasil erupsi eksplosif gunungapi. Ukuran mineralnya yang kecil
(<0.5mm) mengindikasikan bahwa pembentukan mineral berlangsung cepat
dan terbentuk di permukaan.
Nama Batuan: Vitric tuff (WTG, 1954)
Vitric tuff (Pettijohn, 1975)
Lutyte (Grabau, 1924)
3.4 Sayatan Tipis No. BP 02
Tekstur umum:
Kristalinitas : Holohialin
Tekstur khusus: vitrovirik
Komposisi mineral:
Kuarsa: gelapan bergelombang
Massa dasar: berupa gelasan bersifat amorf
Plagioklas: kembaran albit
Mineral MP I (%) MP II (%) MP III (%) Rata-rata
Kuarsa 3 5 3 3,7
Massa dasar 97 95 97 96,3
Gambar:
Gelasan
Kuarsa
Petrogenesa:
Sayatan tipis ini merupakan sayatan dari batuan piroklastik yang
merupakan hasil erupsi eksplosif gunungapi. Kelimpahan massa dasar
berupa gelasan yang sangat banyak mengindikasikan bahwa pembekuan
lava terjadi sangat cepat sehingga tidak terjadi pembentukan kristal mineral
yang signifikan.
Nama Batuan: Vitric tuff (WTG, 1954)
Vitric tuff (Pettijohn, 1975)
Lutyte (Grabau, 1924)
3.5 Sayatan Tipis No. BP 08
Tekstur umum:
Kristalinitas : Holohialin
Tekstur khusus: vitrovirik
Komposisi mineral:
Kuarsa: gelapan bergelombang
Massa dasar: berupa gelasan bersifat amorf
Plagioklas: kembaran albit
Mineral MP I (%) MP II (%) MP III (%) Rata-rata
Kuarsa 3 - 3 2
Massa dasar 97 100 95 97,3
Plagioklas - - 2 0,7
Gambar:
Gelasan
Kuarsa
Petrogenesa:
Sayatan tipis ini merupakan sayatan dari batuan piroklastik yang
merupakan hasil erupsi eksplosif gunungapi. Kelimpahan massa dasar
berupa gelasan yang sangat banyak mengindikasikan bahwa pembekuan
lava terjadi sangat cepat sehingga tidak terjadi pembentukan kristal mineral
yang signifikan.
Nama Batuan: Vitric tuff (WTG, 1954)
Vitric tuff (Pettijohn, 1975)
Lutyte (Grabau, 1924)
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Sayatan Tipis No. Dianti B4
Sayatan tipis nomor Dianti B4 adalah sayatan dari batuan piroklastik
yang merupakan hasil erupsi eksplosif gunungapi. Terhadap sayatan ini
dilakukan pengamatan tekstur umum, tekstur khusus, dan komposisi
penyusunnya secara petrografis dengan menggunakan mikroskop polarisasi
perbesaran 4x. Sayatan ini menampakkan tekstur umum berupa granularitas,
kristalinitas, dan fabrik. Granularitas sayatan batuan piroklastik ini adalah
equigranular anhedral sebab komposisi penyusunnya berukuran sama atau
seragam namun tidak dapat diidentifikasi karena berukuran sangat halus.
Kristalinitasnya adalah hipokristalin karena sebagian tersusun atas kristal
dan sebagian lagi massa dasar. Fabriknya tergolong anhedral sebab batas-
batas antar mineralnya sudah tidak jelas lagi. Tekstur khusus yang dimiliki
peraga ini adalah vitrovirik dengan ciri mineral-mineralnya dilingkupi oleh
massa dasar berupa gelasan.
Sayatan tipis ini disusun oleh kuarsa, plagioklas, mineral opaque,
lithic, dan K-feldspar dengan ukuran sangat halus, <0,5 mm. Kuarsa adalah
mineral dengan sifat optik relief rendah dan memiliki gelapan
bergelombang. Kelimpahan rata-rata kuarsa pada sayatan ini adalah sebesar
1,67%. Plagioklas adalah mineral dengan sifat optik khas memiliki
kembaran albit. Kelimpahan rata-rata plagioklas adalah sebesar 0,67%.
Mineral opaque biasanya berupa mineral berat yang tidak dapat meneruskan
cahaya sehingga berwarna hitam baik pada pengamatan ppl maupun pada
saat pengamatan xpl. Kelimpahan rata-rata mineral opaque adalah sebesar
12,67%. Lithic adalah fragmen batuan yang lain yang disusun atas kristal
mineral, namun mineralnya tidak dapat diidentifikasi karena ukuran lithic
yang sangat halus. Kelimpahan rata-rata lithic pada sayatan ini adalah
sebesar 84,67%. K-feldspar adalah mineral dengan sifat optik khas
kembaran carlsbad. Kelimpahan rata-rata mineral ini adalah sebesar 0,33%.
Berdasarkan ukuran mineralnya yang sangat halus maka dapat
diindikasikan bahwa pembentukan mineral terjadi dalam waktu yang relatif
singkat sehingga kristal mineralnya tidak dapat membangun tubuh kristal
berukuran besar. Keseragaman ukuran butir yang sangat halus juga
mengindikasikan bahwa kristal mineralnya terbentuk dari lava yang
membeku di permukaan bumi, karena adanya interaksi dengan udara maka
lava mengalami penurunan suhu yang drastis sehingga kristal mineralnya
berukuran halus. Banyaknya lithic yang tersusun atas kristal mineral
diindikasikan berasal dari preexisting rock. Kelimpahan lithic ini juga dapat
menjadi indikasi bahwa endapan piroklastiknya terbentuk di fasies proximal
gunungapi dan diperkirakan batuan ini merupakan hasil dari tipe endapan
aliran gunungapi yang lavanya mengalir dari fasies central kemudian
mengalir dan mengendap di fasies proximal. Pada saat lava mengalir
tersebut diperkirakan terjadi pembekuan lava membentuk mineral berukuran
halus dan pada saat itu juga batuan pre-existing di lereng gunungapi ikut
terbawa aliran lava dan dijumpai sebagai fragmen lithic pada peraga ini.
Fragmen lithic juga dapat berasal dari batuan pre-existing di sekitar kerucut
vulkanik yang ikut terbawa saat magma mengalir keluar dari kepundan
gunungapi.
Fasies tempat pengendapan piroklastik
Berdasarkan deskripsi dan penjelasan diatas maka dapat diketahui
bahwa sayata tipis nomor Dianti B4 ini bernama Crystal tuff (WTG, 1954)
karena penyusun utamanya kristal dan pecahan-pecahan kristal yang
terdapat di lithic; Crystal tuff (Pettijohn, 1975) karena tuff mengandung
kristal 50 – 75%; dan Lutyte (Grabau, 1924) karena ukuran fragmennya
<0,5 mm.
4.2 Sayatan Tipis No. A1
Sayatan tipis nomor A1 adalah sayatan dari batuan piroklastik yang
merupakan hasil erupsi eksplosif gunungapi. Terhadap sayatan ini dilakukan
pengamatan tekstur umum, tekstur khusus, dan komposisi penyusunnya
secara petrografis dengan menggunakan mikroskop polarisasi perbesaran
4x. Sayatan ini menampakkan tekstur umum berupa granularitas,
kristalinitas, dan fabrik. Granularitas sayatan batuan piroklastik ini adalah
inequigranular sebab komposisi penyusunnya berukuran tidak seragam.
Kristalinitasnya adalah hipokristalin karena sebagian tersusun atas kristal
dan sebagian lagi massa dasar. Fabriknya tergolong anhedral sebab batas-
batas antar mineralnya sudah tidak jelas lagi. Tekstur khusus yang dimiliki
peraga ini adalah vitrovirik dengan ciri mineral-mineralnya dilingkupi oleh
massa dasar berupa gelasan.
Sayatan tipis ini disusun oleh kuarsa, mineral opaque, lithic, dan
massa dasar. Kuarsa adalah mineral dengan sifat optik relief rendah dan
memiliki gelapan bergelombang. Kelimpahan rata-rata kuarsa pada sayatan
ini adalah sebesar 7,67%. Mineral opaque biasanya berupa mineral berat
yang tidak dapat meneruskan cahaya sehingga berwarna hitam baik pada
pengamatan ppl maupun pada saat pengamatan xpl. Kelimpahan rata-rata
mineral opaque adalah sebesar 7,33%. Lithic adalah fragmen batuan yang
lain yang disusun atas kristal mineral, namun mineralnya tidak dapat
diidentifikasi karena ukuran lithic yang sangat halus. Kelimpahan rata-rata
lithic pada sayatan ini adalah sebesar 45%. Massa dasar pada peraga ini
berupa gelasan yang tidak memiliki bidang kristal atau amorf. Kelimpahan
massa dasar sayatan tipis ini adalah sebesar 40%. Massa dasar gelasan ini
diindikasikan berasal dari pembekuan lava yang berjalan sangat cepat.
Berdasarkan ukuran mineralnya yang masih relatif halus maka dapat
diindikasikan bahwa pembentukan mineral terjadi dalam waktu yang relatif
singkat sehingga kristal mineralnya tidak dapat membangun tubuh kristal
berukuran besar. Keseragaman ukuran butir yang sangat halus juga
mengindikasikan bahwa kristal mineralnya terbentuk dari lava yang
membeku di permukaan bumi, karena adanya interaksi dengan udara maka
lava mengalami penurunan suhu yang drastis sehingga kristal mineralnya
berukuran halus. Banyaknya lithic yang tersusun atas kristal mineral
diindikasikan berasal dari preexisting rock. Kelimpahan lithic ini juga dapat
menjadi indikasi bahwa endapan piroklastiknya terbentuk di fasies proximal
gunungapi dan diperkirakan batuan ini merupakan hasil dari tipe endapan
aliran gunungapi yang lavanya mengalir dari fasies central kemudian
mengalir dan mengendap di fasies proximal. Pada saat lava mengalir
tersebut diperkirakan terjadi pembekuan lava membentuk mineral berukuran
halus dan pada saat itu juga batuan pre-existing di lereng gunungapi ikut
terbawa aliran lava dan dijumpai sebagai fragmen lithic pada peraga ini.
Fragmen lithic juga dapat berasal dari batuan pre-existing di sekitar kerucut
vulkanik yang ikut terbawa saat magma mengalir keluar dari kepundan
gunungapi.
Tempat pengendapan piroklastik
Berdasarkan deskripsi dan penjelasan diatas maka dapat diketahui
bahwa sayata tipis nomor A1 ini bernama Lithic tuff (WTG, 1954) karena
tuff memiliki penyusun utama berupa lithic; Crystal tuff (Pettijohn, 1975)
karena tuff mengandung kristal 75%-100%; dan Rudyte (Grabau, 1924)
karena ukuran fragmennya berukuran >2,5mm.
4.3 Sayatan Tipis No. BP 11 – 11 SK 5
Sayatan tipis nomor BP 11 – 11 SK 5 adalah sayatan dari batuan
piroklastik yang merupakan hasil erupsi eksplosif gunungapi. Terhadap
sayatan ini dilakukan pengamatan tekstur umum, tekstur khusus, dan
komposisi penyusunnya secara petrografis dengan menggunakan mikroskop
polarisasi perbesaran 4x. Sayatan ini menampakkan tekstur umum berupa
kristalinitas. Kristalinitasnya adalah hipokristalin karena sebagian tersusun
atas kristal dan sebagian lagi massa dasar. Tekstur khusus yang dimiliki
peraga ini adalah vitrovirik dengan ciri mineral-mineralnya dilingkupi oleh
massa dasar berupa gelasan.
Sayatan tipis ini disusun oleh kuarsa, mineral opaque, lithic, dan
massa dasar, serta plagioklas. Kuarsa adalah mineral dengan sifat optik
relief rendah dan memiliki gelapan bergelombang. Kelimpahan rata-rata
kuarsa pada sayatan ini adalah sebesar 20%. Mineral opaque biasanya
berupa mineral berat yang tidak dapat meneruskan cahaya sehingga
berwarna hitam baik pada pengamatan ppl maupun pada saat pengamatan
xpl. Kelimpahan rata-rata mineral opaque adalah sebesar 2,67%. Lithic
adalah fragmen batuan yang lain yang disusun atas kristal mineral, namun
mineralnya tidak dapat diidentifikasi karena ukuran lithic yang sangat halus.
Kelimpahan rata-rata lithic pada sayatan ini adalah sebesar 1%. Massa dasar
pada peraga ini berupa gelasan yang tidak memiliki bidang kristal atau
amorf. Kelimpahan massa dasar sayatan tipis ini adalah sebesar 75,3%.
Massa dasar gelasan ini diindikasikan berasal dari pembekuan lava yang
berjalan sangat cepat. Plagioklas adalah mineral dengan sifat optik khas
kembaran albit. Kelimpahan rata-rata mineral plagioklas pada sayatan ini
adalah sebesar 1%.
Massa dasar gelasan yang melimpah pada sayatan ini dapat dijadikan
indikasi untuk penentuan tipe aliran dan fasies gunungapi dimana batuan ini
terendapkan. Berdasarkan massa dasarnya maka dapat diinterpretasikan
bahwa batuan piroklastik ini memiliki tipe endapan jatuhan dan mengendap
di fasies medial. Diperkirakan lava hasil erupsi gunungapi yang mencapai
fasies medial sangat sedikit massanya dan semakin ke arah medial
umumnya pembentukan kristal akan semakin sedikit sehingga untuk
mencapai fasies ini diperkirakan tipe endapan yang memungkinkan adalah
tipe jatuhan. Saat terjadi erupsi, terjadi dorongan yang kuat akibat besarnya
tekanan dari dalam gunungapi, pada saat itu terjadi pembentukan abu yang
berupa gelasan akibat terjadinya pendinginan magma yang drastis. Abu
tersebut terlontar ke udara dan kemudian terjatuh akibat gaya gravitasi.
Massa abu yang ringan ini dapat menyebabkan abu terjatuh dan terendapkan
di fasies medial membentuk batuan piroklastik seperti yang diamati
sekarang ini.
Berdasarkan deskripsi dan penjelasan diatas maka dapat diketahui
bahwa sayata tipis nomor BP 11 – 11 SK 5 ini bernama Vitric tuff (WTG,
1954) karena tuf memiliki penyusun utama berupa massa dasar gelasan;
Fasies tempat pengendapan piroklastik
Vitric tuff (Pettijohn, 1975) karena tuf mengandung gelas antara 75%-
100%; dan Lutyte (Grabau, 1924) karena ukuran fragmennya <0,5mm.
4.4 Sayatan Tipis No. BP 02
Sayatan tipis nomor BP 02 adalah sayatan dari batuan piroklastik yang
merupakan hasil erupsi eksplosif gunungapi. Terhadap sayatan ini dilakukan
pengamatan tekstur umum, tekstur khusus, dan komposisi penyusunnya
secara petrografis dengan menggunakan mikroskop polarisasi perbesaran
4x. Sayatan ini menampakkan tekstur umum berupa kristalinitas.
Kristalinitasnya adalah holohialin karena keseluruhannya disusun oleh
massa dasar gelasan. Tekstur khusus yang dimiliki peraga ini adalah
vitrovirik dengan ciri mineral-mineralnya dilingkupi oleh massa dasar
berupa gelasan.
Sayatan tipis ini disusun oleh kuarsa dan massa dasar. Kuarsa adalah
mineral dengan sifat optik relief rendah dan memiliki gelapan
bergelombang. Kelimpahan rata-rata kuarsa pada sayatan ini adalah sebesar
3,7%. Massa dasar pada peraga ini berupa gelasan yang tidak memiliki
bidang kristal atau amorf. Kelimpahan massa dasar sayatan tipis ini adalah
sebesar 96,3%. Massa dasar gelasan ini diindikasikan berasal dari
pembekuan lava yang berjalan sangat cepat.
Massa dasar gelasan yang melimpah pada sayatan ini dapat dijadikan
indikasi untuk penentuan tipe aliran dan fasies gunungapi dimana batuan ini
terendapkan. Berdasarkan massa dasarnya maka dapat diinterpretasikan
bahwa batuan piroklastik ini memiliki tipe endapan jatuhan dan mengendap
di fasies medial. Diperkirakan lava hasil erupsi gunungapi yang mencapai
fasies medial sangat sedikit massanya dan semakin ke arah medial
umumnya pembentukan kristal akan semakin sedikit sehingga untuk
mencapai fasies ini diperkirakan tipe endapan yang memungkinkan adalah
tipe jatuhan. Saat terjadi erupsi, terjadi dorongan yang kuat akibat besarnya
tekanan dari dalam gunungapi, pada saat itu terjadi pembentukan abu yang
berupa gelasan akibat terjadinya pendinginan magma yang drastis. Abu
tersebut terlontar ke udara dan kemudian terjatuh akibat gaya gravitasi.
Massa abu yang ringan ini dapat menyebabkan abu terjatuh dan terendapkan
di fasies medial membentuk batuan piroklastik seperti yang diamati
sekarang ini.
Berdasarkan deskripsi dan penjelasan diatas maka dapat diketahui
bahwa sayata tipis nomor BP 02 ini bernama Vitric tuff (WTG, 1954)
karena penyusun utama tuff adalah massa dasar gelasan; Vitric tuff
(Pettijohn, 1975) karena tuff mengandung gelas antara 75%-100%; dan
Lutyte (Grabau, 1924) karena ukuran fragmen <0,5mm.
4.5 Sayatan Tipis No. BP 08
Sayatan tipis nomor BP 08 adalah sayatan dari batuan piroklastik yang
merupakan hasil erupsi eksplosif gunungapi. Terhadap sayatan ini dilakukan
pengamatan tekstur umum, tekstur khusus, dan komposisi penyusunnya
secara petrografis dengan menggunakan mikroskop polarisasi perbesaran
4x. Sayatan ini menampakkan tekstur umum berupa kristalinitas.
Kristalinitasnya adalah hipokristalin karena sebagian tersusun atas kristal
dan sebagian lagi massa dasar. Tekstur khusus yang dimiliki peraga ini
adalah vitrovirik dengan ciri mineral-mineralnya dilingkupi oleh massa
dasar berupa gelasan.
Fasies tempat pengendapan piroklastik
Sayatan tipis ini disusun oleh kuarsa, plagioklas, dan massa dasar.
Kuarsa adalah mineral dengan sifat optik relief rendah dan memiliki gelapan
bergelombang. Kelimpahan rata-rata kuarsa pada sayatan ini adalah sebesar
2%. Plagioklas adalah mineral dengan sifat optik khas kembaran albit. Pada
sayatan ini, kelimpahan rata-rata plagioklas adalah sebesar 0,7. Massa dasar
pada peraga ini berupa gelasan yang tidak memiliki bidang kristal atau
amorf. Kelimpahan massa dasar sayatan tipis ini adalah sebesar 97,3%.
Massa dasar gelasan ini diindikasikan berasal dari pembekuan lava yang
berjalan sangat cepat. Plagioklas adalah mineral dengan sifat optik khas
kembaran albit. Kelimpahan rata-rata mineral plagioklas pada sayatan ini
adalah sebesar 1%.
Massa dasar gelasan yang melimpah pada sayatan ini dapat dijadikan
indikasi untuk penentuan tipe aliran dan fasies gunungapi dimana batuan ini
terendapkan. Berdasarkan massa dasarnya maka dapat diinterpretasikan
bahwa batuan piroklastik ini memiliki tipe endapan jatuhan dan mengendap
di fasies medial. Diperkirakan lava hasil erupsi gunungapi yang mencapai
fasies medial sangat sedikit massanya dan semakin ke arah medial
umumnya pembentukan kristal akan semakin sedikit sehingga untuk
mencapai fasies ini diperkirakan tipe endapan yang memungkinkan adalah
tipe jatuhan. Saat terjadi erupsi, terjadi dorongan yang kuat akibat besarnya
tekanan dari dalam gunungapi, pada saat itu terjadi pembentukan abu yang
berupa gelasan akibat terjadinya pendinginan magma yang drastis. Abu
tersebut terlontar ke udara dan kemudian terjatuh akibat gaya gravitasi.
Massa abu yang ringan ini dapat menyebabkan abu terjatuh dan terendapkan
di fasies medial membentuk batuan piroklastik seperti yang diamati
sekarang ini.
Berdasarkan deskripsi dan penjelasan diatas maka dapat diketahui
bahwa sayata tipis nomor BP 08 ini bernama Vitric tuff (WTG, 1954)
karena penyusun utama tuff berupa massa dasar gelasan; Vitric tuff
(Pettijohn, 1975) karena tuff mengandung gelas antara 75%-100%; dan
Lutyte (Grabau, 1924) karena ukuran fragmennya <0,5mm.
Fasies tempat pengendapan piroklastik
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sayatan tipis nomor Dianti B4 merupakan batuan piroklastik yang
bernama Crystal tuff (WTG, 1954) karena penyusun utamanya kristal
dan pecahan-pecahan kristal yang terdapat di lithic; Crystal tuff
(Pettijohn, 1975) karena tuff mengandung kristal 50 – 75%; dan
Lutyte (Grabau, 1924) karena ukuran fragmennya <0,5 mm.
Sayatan tipis nomor A1 merupakan batuan piroklastik yang bernama
Lithic tuff (WTG, 1954) karena memiliki penyusun utama berupa
lithic; Crystal tuff (Pettijohn, 1975) karena tuff mengandung kristal
75%-100%; dan Rudyte (Grabau, 1924) karena ukuran fragmennya
berukuran >2,5mm.
Sayatan tipis nomor BP 11 – 11 SK 5 merupakan batuan piroklastik
yang bernama Vitric tuff (WTG, 1954) karena memiliki penyusun
utama berupa massa dasar gelasan; Vitric tuff (Pettijohn, 1975)
karena tuf mengandung gelas antara 75%-100%; dan Lutyte (Grabau,
1924) karena ukuran fragmennya <0,5mm.
Sayatan tipis nomor BP 02 merupakan batuan piroklastik yang
bernama Vitric tuff (WTG, 1954) karena penyusun utama adalah
massa dasar gelasan; Vitric tuff (Pettijohn, 1975) karena tuff
mengandung gelas antara 75%-100%; dan Lutyte (Grabau, 1924)
karena ukuran fragmen <0,5mm.
Sayatan tipis nomor BP 08 merupakan batuan piroklastik yang
bernama Vitric tuff (WTG, 1954) karena penyusun utama berupa
massa dasar gelasan; Vitric tuff (Pettijohn, 1975) karena tuff
mengandung gelas antara 75%-100%; dan Lutyte (Grabau, 1924)
karena ukuran fragmennya <0,5mm.
5.2 Saran
Sebaiknya praktikan melakukan pengamatan dengan teliti
Sebaiknya penentuan kelimpahan komposisi penyusun sesuai dengan
tabel kelimpahan
DAFTAR PUSTAKA
Tim Asisten Praktikum Petrografi. 2013. Buku Panduan Praktikum Petrografi.
Semarang: Universitas Diponegoro
LAMPIRAN