Pipesim ESP

30
BAB X SOFTWARE PIPESIM (DESAIN ESP) 10.1. DASAR TEORI Software Pipesim merupakan simulator produksi yang digunakan untuk mempermudah dalam proses analisa pemipaan produksi dari dalam reservoir sampai ke permukaan, baik dalam mendesain maupun mengoptimalkan sumur Natural Flow maupun Artificial Lift (Gas Lift, ESP, dan Sucker Rod Pump). Perintah-perintah pada Pipesim terbagi menjadi beberapa macam tergantung kegunaannya, berikut pembagian perintah-perintah pada Pipesim : a) Well Performance Tubing, digunakan untuk : Konfigurasi tubing. Peralatan bawah permukaan. Pemasangan artificial lift (Gas Lift & ESP). Detail tubing, MD/TVD dari tubing. Vertical Completion, memodelkan aliran fluida dari reservoir ke dasar sumur menggunakan IPR pada sumur vertical. Data yang dimasukkan : Temperatur reservoir.

Transcript of Pipesim ESP

Page 1: Pipesim ESP

BAB X

SOFTWARE PIPESIM

(DESAIN ESP)

9.1. DASAR TEORI

Software Pipesim merupakan simulator produksi yang digunakan untuk

mempermudah dalam proses analisa pemipaan produksi dari dalam reservoir

sampai ke permukaan, baik dalam mendesain maupun mengoptimalkan sumur

Natural Flow maupun Artificial Lift (Gas Lift, ESP, dan Sucker Rod Pump).

Perintah-perintah pada Pipesim terbagi menjadi beberapa macam tergantung

kegunaannya, berikut pembagian perintah-perintah pada Pipesim :

a) Well Performance

Tubing, digunakan untuk :

Konfigurasi tubing.

Peralatan bawah permukaan.

Pemasangan artificial lift (Gas Lift & ESP).

Detail tubing, MD/TVD dari tubing.

Vertical Completion, memodelkan aliran fluida dari reservoir ke dasar

sumur menggunakan IPR pada sumur vertical.

Data yang dimasukkan :

Temperatur reservoir.

Tekanan reservoir.

IPR.

Sifat-sifat fluida.

Horizontal Completion, memodelkan aliran fluida dari reservoir ke dasar

sumur menggunakan IPR pada sumur horizontal.

Nodal Analysis Point, membagi sistem menjadi dua untuk dilakukan

analisa nodal. NA point diletakkan diantara dua obyek.

b) Pipeline and Facilities

Select Arrow, untuk memilih dan meletakkan obyek pada area kerja.

Page 2: Pipesim ESP

Text, memberi keterangan pada model.

Junction, tempat dimana dua atau lebih cabang bertemu. Fluida yang

berasal dari cabang-cabang yang ada akan bercampur di junction. Di

junction tidak terjadi penurunan tekanan atau perubahan temperatur.

Branch, menghubungkan antara junction dengan junction atau source/sink

denga junction.

Source, titik dimana fluida mulai memasuki jaringan (network).

Stream re-injection, satu titik di dalam jaringan dimana aliran fluida

dialihkan dari separator dan dapat dinjeksikan ke cabang yang lain.

Sink, satu titik dimana fluida keluar dari sistem jaringan.

Production Well, titik dimana fluida mulai memasuki jaringan (network).

Hampir sama dengan Source.

Injection Well, sumur injeksi.

Fold, membagi jaringan menjadi sub-model jaringan dari model jaringan

utama. Digunakan untuk membagi model jaringan yang besar menjadi sub-

sub model.

c) Network Analysis

Select Arrow, untuk memilih dan meletakkan obyek pada area kerja.

Text, memberi keterangan pada model.

Connector, digunakan untuk menghubungkan dua objek dimana tidak

terjadi perubahan tekanan atau temperatur yang signifikan.

Node, digunakan untuk menghubungkan obyek dimana tidak ada peralatan

(equipment) diantara obyek tersebut.

Flowline, untuk memodelkan pipa yang akan digunakan.

Riser, digunakan untuk memodelkan Riser yang digunakan.

Boundary Node, hampir sama dengan Node tapi hanya satu obyek saja

yang bias dihubungkan.

Source, titik dimana fluida mulai memasuki jaringan (network).

Separator, memodelkan separator yang digunakan.

Compressor, memodelkan compressor yang digunakan.

Expander, memodelkan expander yang digunakan dalam model.

Page 3: Pipesim ESP

Heat Exchanger, memodelkan Heat Exchanger yang digunakan. Data yang

dimasukkan yaitu perubahan tekanan atau temperatur.

Choke, memodelkan Choke yang digunakan. Data yang dimasukkan

diameter choke, critical pressure ratio, batas toleransi laju alir kritis

Multiplier/Adder, untuk memvariasikan laju alir fluida.

Report, untuk menampilkan hasil perhitungan di titik yang telah ditentukan.

Engine keyword tool, digunakan untuk memasukkan dan menyimpan

dalam “expert mode”.

Injection point, digunakan untuk menambahkan komposisi pada sistem

utama.

Multiphase Booster, untuk memodelkan booster yang digunakan.

Pump, untuk memodelkan pipa yang digunakan. Data yang dimasukkan,

perbedaan tekanan, tenaga yang diperlukan, dll.

Page 4: Pipesim ESP

9.2. PROSEDUR PERCOBAAN

9.2.1. Input Data

1. Membuka software Pipesim melalui shortcut yang ada pada desktop atau

start menu.

2. Setelah terbuka, mengklik new untuk memulai lembar pekerjaan baru.

Gambar 10.1. Tampilan Muka Software Pipesim

3. Klik New Single Branch Model pada tab Well Pipeline Models maka

akan muncul tampilan seperti gambar di bawah ini.

Gambar 10.2. Tampilan Page New Single Branch Model

Page 5: Pipesim ESP

4. Masukan icon pada toolbar ke lembar kerja dengan cara mengklik kiri

pada toolbar kemudian klik kiri pada lembar kerja mulai dari Vertical

Completion, Node dan Tubing.

Gambar 10.3. Tampilan Page Lembar Kerja dengan Icon Vertical

Completion, Tubing dan Node

5. Pilih dan klik Setup pada menu bar kemudian pilih Black Oil, maka akan

muncul tampilan seperti gambar di bawah ini.

Gambar 10.4. Tampilan Page Pengisian Black Oil Properties

Vertical Completion

Node

Tubing

Page 6: Pipesim ESP

6. Mengisi kolom-kolom yang tersedia sesuai dengan data yang ada (Fluid

name, WC, GLR, SGw, SGgas dan API) lalu klik OK.

7. Mengklik dua kali icon Vertikal Completion - VertWell_1. Isikan data

yang tersedia ke dalam kotak yang ada tanda merahnya, kemudian klik

OK.

Gambar 10.5. Tampilan Page Pengisian Vertical Completion

8. Mengklik dua kali icon Tubing. Lalu isikan data-data yang diperlukan

pada tab Deviation Survey.

Gambar 10.6. Tampilan Page Pengisian Tubing

Page 7: Pipesim ESP

9. Pilih Geothermal Survey maka akan tampil page dibawah ini. Lalu

masukkan data MD, Ambient Temp, dan Temp Bottom Hole.

Gambar 10.7. Tampilan Page Pengisian Tubing Properties

10. Pilih Tubing Configuration, kemudian masukkan data Bottom MD, ID

Tubing, dan ID casing kemudian klik OK, maka akan tampil page

dibawah ini.

Gambar 10.8. Tampilan Page Pengisian Tubing Properties

Page 8: Pipesim ESP

10.2.2. Analisa Nodal Untuk Natural Flow

1. Klik icon Connector pada toolbar, yang kemudian men-drag dari arah

Vertical Completion ke Nodal.

Gambar 10.9. Tampilan Page Lembar Kerja dengan Icon Nodal dan

Connector

2. Memilih opsi Nodal Analysis pada Operations toolbar.

Gambar 10.10. Tampilan Pilihan Operations Nodal Analysis

3. Mengisi data pada Nodal Analysis dengan mengisi besarnya Outlet

Pressure, kemudian Run Model.

Page 9: Pipesim ESP

Gambar 10.11. Tampilan Nodal Analysis Input

4. Dari grafik didapatkan kurva IPR yang menunjukkan tidak adanya aliran

di permukaan. Setelah itu Close.

Gambar 10.12. Tampilan IPR Curve

Page 10: Pipesim ESP

10.2.3. Desain ESP

1. Memilih menu Artificial Lift pada toolbar, kemudian memilih ESP

Design pada menu ESP.

Gambar 10.13. Tampilan Menu Artificial Lift pada Toolbar

2. Mengisi data ESP Design pada Pump Selection tab. Setelah itu Pilih dan

Klik Select Pump.

Gambar 10.14. Tampilan Pump Selection pada ESP Design

Page 11: Pipesim ESP

3. Setelah klik Select Pump maka akan muncul tampilan pilihan jenis Pompa

pada jendela Select Pump. Lalu Pilih pompa dengan manufacture :

REDA, Model : DN1800. Klik OK

Gambar 10.15. Tampilan Page ESP Design – Select Pump

4. Kembali pada tampilan page ESP Design, klik Calculate dan Install

Pump, maka akan tampil page dibawah ini :

Gambar 10.16. Tampilan Page ESP Design – Calculate – Install Pump

5. Pada tampilan page ESP Design, klik Pump Curve maka akan tampil

page dibawah ini.

Page 12: Pipesim ESP

Gambar 10.17. Tampilan Page ESP Design Pump Curve

6. Lalu klik Pump Performance Plot, maka akan tampil page dibawah ini.

Gambar 10.18. Tampilan Page ESP Design Pump Performance Plot

7. Klik Operations, lalu pilih Nodal Analysis, Kemudian Input Outlet

Pressure dan Tubing Pressure setelah itu klik Run Model, maka akan

tampil page dibawah ini.

Page 13: Pipesim ESP

Gambar 10.19. Tampilan Nodal Analysis

Gambar 10.20. Tampilan Page Kurva Analisa Nodal ESP Design

8.

Page 14: Pipesim ESP

10.2.4. Pressure/Temperature Profile

1. Klik Operations pada toolbar, kemudian klik Pressure/Temperature

Profile

Gambar 10.21. Tampilan Pilihan Operation Pressure/Temperature Profile

2. Pada menu Pressure/Temperature Profile klik Run Model

Gambar 10.22. Tampilan Windows Pressure/Temperature Profile

Page 15: Pipesim ESP

3. Klik Run Model, maka akan tampil page dibawah ini

Gambar 10.23. Tampilan Page Grafik Elevation vs Pressure

Page 16: Pipesim ESP

10.2.5. Analisa Nodal dan Outflow Sensitivity untuk ESP

1. Klik Operations pada toolbar, kemudian pilih Nodal Analysis. Input data

pada kolom Outflow Sensitivity, memilih Tubing_1 pada Object dan ESP

Stages (#1_Tubing_1) pada Variable setelah itu isikan Range (dengan

klik Range) dengan harga 100 pada Start, 200 pada End dan 20 pada

Step.

Gambar 10.24. Tampilan Pilihan Operation Nodal Analysis

2. klik Run Model. Sehingga didapat kurva IPR dari beberapa Stage Pump.

Gambar 10.25. Kurva Analisa Nodal ESP dengan Berbagai Stage

Page 17: Pipesim ESP

9.3. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini kita telah melakukan simulasi produksi pada suatu

sumur dengan menggunakan software Pipesim. Simulasi dilakukan dengan tujuan

mengetahui production performance dari suatu sumur, sehingga dapat dilakukan

penanganan lebih lanjut untuk tetap menjaga nilai keekonomisan sumur tersebut.

Data lapangan yang diperoleh dari sumur vertikal tersebut adalah watercut

sebesar 90%. Besarnya spesific gravity gas dan air adalah 0.64 dan 1,016. Minyak

yang terproduksi memiliki oAPI sebesar 36,154. Besarnya gas liquid ratio pada

sumur tersebut adalah 200 scf/stb. Dari hasil analisa nodal pada kurva natural

flow terlihat bahwa sumur tersebut tidak dapat diproduksikan secara natural flow

lagi. Hal ini terlihat dari kurva IPR dan tubing intake yang tidak berpotongan

sehingga diperlukan metode artificial lift untuk memproduksikan fluida

kepermukaan.

Pada sumur ini, dilakukan simulasi metode produksi buatan untuk desain

Electrical Submersible Pump (ESP). Pada awal simulasi, parameter yang

digunakan untuk desain ESP, antara lain: Pump Depth, Casing ID, Design

Production Rate, Design Outlet Pressure, dll. Pump Depth diperoleh dari

perhitungan yaitu nilai rata-rata dari pump depth minimum (WFL + 100) dan

pump depth maksimum (MD), yang mengartikan bahwa pompa tersebut berada

pada kedalaman antara (WFL + 100) dan MD. Alasan pompa diletakkan 100 ft

dibawah WFL agar pompa dapat terbenam oleh fluida. Hal itu bertujuan selain

meningkatkan efisisensi dalam penghisapan fluida juga bertujuan untuk menjaga

motor pompa tetap dalam keadaan dingin. Dari hasil perhitungan, Pump Depth

yang didapat adalah 3154 ft.

Jenis pompa yang digunakan pada sumur ini adalah Reda. Alasan memilih

pompa jenis Reda karena, pompa jenis ini memiliki efisiensi yang paling besar,

yang mana besarnya efisiensi tergantung dari besarnya Qdesaign dan spesifikasi dari

pompa (min 60 %). Selain itu pompa jenis ini juga memiliki resistansi yang paling

baik terhadap lamanya waktu pemakaian (lebih awet), kondisi mekanis dan

kondisi sumur. Berdasarkan pump design data yang telah kita input, jenis pompa

reda dengan efisiensi yang paling besar adalah DN 1800 dengan efisiensi sebesar

Page 18: Pipesim ESP

66,16 %. Setelah itu mengkalkulasikan data desain pompa yang ada, sehingga

diperoleh hasil simulasi berupa data-data antara lain: jumlah stage pompa 131,

efisiensi pompa 65,9 %, besarnya daya pompa 42,85 hp, head = 2903,13 ft, q

optimimum = 1430,85 BPD.

Setelah mengkalkulasi data, kemudian diinstal kedalam profil sumur.

Selanjutnya kita dapat melihat pada pump performance curve yang telah didesain

(Gambar 10.14). Kurva tersebut menunjukan bahwa Qoperating berada di antara Qmax

dan Qmin. Hal ini mengartikan bahwa Qoperating sudah benar, tidak melebihi Qmax dan

tidak kurang dari Qmin pada pompa, karena apabila Qoperating melebihi Qmax akan

terjadi Uptrust yang menyebabkan laju produksi terlalu tinggi karena impeller

terlalu menempel ke atas mendekati diffusher. Akibatnya akan menimbulkan

liquid blocking dan efisiensi pompa menjadi turun. Sedangkan apabila Qoperating

kurang dari Qmin akan terjadi Downtrust yaitu laju produksi terlalu rendah yang

menyebabkan fluida tidak terangkat karena impeller terlalu ke bawah sehingga

bertubrukan dengan diffusher di bawahnya.

Pada awalnya, sumur minyak dengan kedalaman 7384,654 ft memiliki

tenaga dorong alamiah dengan tekanan reservoir sebesar 2449 psi dan tekanan

dasar sumur sebesar 1875,59 psi. Akibat adanya perbedaan tekanan menyebabkan

minyak mengalir, tetapi karena tekanan reservoir tidak mampu lagi mendorong

minyak sampai ke permukaan, minyak hanya dapat mengalir sampai kedalaman

3079,367 ft saja. Oleh karena itu, dilakukan pemasangan ESP pada sumur tersebut

di kedalaman 3079,367 ft sehingga tekanan naik menjadi 1349,281 psi. Perbedaan

tekanan yang lebih besar itulah yang dapat mengangkat minyak sampai ke

permukaan.

Page 19: Pipesim ESP

Grafik 10.1. Kurva IPR Vs Tubing Performance (Natural Flow)

Page 20: Pipesim ESP

Grafik 10.2. Kurva IPR Vs Tubing Performance (Artificial Lift - ESP)

Page 21: Pipesim ESP
Page 22: Pipesim ESP

9.4. KESIMPULAN

1. Dari hasil simulasi menggunakan software Pipesim dapat diperoleh hasil

akhir analisa sebagai berikut :

API Minyak = 36,154

Pump depth = 3154 ft

Efisiensi pompa = 65,9 %

Besarnya daya pompa = 42,85 hp

PIP (Pump Intake Pressure) = 149,68562 psia

Pump Discharge Pressure = 1350,3247 psia

Head = 6072,97 ft

Densitas liquid = 58,7280 lb/ft3

Jumlah pompa optimum = 131 stages

Qoptimum = 1430,85 STB/day

2. Mekanisme kerja dari Electric Submergible Pump dalam mendorong fluida

kepermukaan adalah dengan memperbesar drawdown pada kedalaman

dimana pompa diletakkan.

3. Pompa ESP diletakkan 100 ft dibawah WFL bertujuan untuk meningkatkan

efisiensi penghisapan pompa, dan juga berfungsi untuk menjaga motor

pompa agar tetap dingin.

4. Pompa jenis Reda yang digunakan pada simulasi kali ini dipilih karena

memiliki efisiensi paling besar dibandingkan pompa jenis lain dan memiliki

resistansi yang paling baik dari segi lamanya pemakaian, kondisi mekanis

dan kondisi sumur.

5. Qoperating yang didesain harus berada diantara nilai Qmax dan Qmin. Dan tidak

boleh melebihi Qmax (Upthrust) dan Qmin (Downthrust) karena akan

mengurangi efisisensi kerja pompa.

6. Apabila Qoperating melebihi Qmax akan terjadi Upthrust yang menyebabkan

laju produksi terlalu tinggi karena impeller terlalu menempel ke atas

mendekati diffusher

7. Apabila Qoperating kurang dari Qmin akan terjadi Downthrust yaitu laju produksi

terlalu rendah yang menyebabkan fluida tidak terangkat sampai ke

Page 23: Pipesim ESP

permukaan karena kurangnya daya dorong akibat posisi impeller terlalu

menempel dengan diffusher yang berada di bawahnya, sehingga sulit

bergerak.