Pikiran Rakyat - Pustaka Ilmiah Universitas...

2
Pikiran Rakyat o Se/asa 0 Rabu 0 Kamis 0 Jumat 4 5 6 7 8 9 10 11 20 21 22 23 24 25 26 o Mar OApr OMei OJun OJu/ 0 Ags o Sabtu 0 Minggu 12 13 14 15 16 27 28 29 30 31 o Sep 0 Okt 0 Nov 0 Des Basis Alquran dan Akal T ERDAPAT perbedaan mendasar antara epis- temologi (teori ilmu pengetahuan) Barat dan epis- temologi Islam. Diperlukan pemahaman yang komprehen- sif untuk memahami ini agar tidak terjadi pengaburan dan pencampuradukan di antara keduanya. Pemaknaan kata "sains" saja antara ilmuwan Barat dan il- muwan Islam berbeda. Kalau ilmuwan Barat mengatakan bahwa yang masuk dalam ka- tegori sains hanyalah ilmu-il- mu empiris, sedangkan ilmu- wan Muslim mengatakan bah- wa ilmu empiris dan nonempi- ris dikategorikan sebagai sains. Perbedaan konsep dasar ini berimbas pada perbedaan ''ba- ngunan" keilmuan berikutnya. Perbedaan tersebut juga ber- imbas pada pemaknaan terha- dap epistemologi. Menurut il- muwan Barat, yang dapat dipe- lajari dan diketahui hanyalah yang bersifat empiris. Dengan demikian, untuk mendapatkan ilmu pengetahuan harns meng- gunakan metode observasi. Se- balilmya, ilmuwan Muslim me- ngatakan, di samping sesuatu yang bersifat empiris, persoal- an-persoalan yang abstrak juga perlu dipelajari. Oleh karena itu, bagi ilmu- wan Muslim, cara mendapat- kan ilmu pengetahuan tidak hanya lewat observasi (indra- wi), tetapi juga lewat logis (akal) untuk mengenal benda- benda konkret, lewat objek nonfisik dari yang tidak dike- tahui menjadi diketahui, serta metode intuitif (hati) yang da- pat menangkap objek-objek nonfisik atau metafisik melalui kontak langsung dengan ob- jek-objeknya yang hadir dalam jiwa seseorang (baca: Metode Penelitian Komunikasi Tran- sendental, Nina Syam). Dalam epistemologi Islam, dikenal tiga macam metode il- miah. Pertama, observasi/eks- perimen (tajribi). Metode ini digunakanuntuk mengetahui objek -objek yang berbentuk fi- sik. Namun, menurut Ibn Haitsam (dalam Kartanegara, 2003 : 51), karena indra me- miliki keterbatasan dan kele- mahan, diperlukan alat bantu, seperti matematika atau ob- servatorium, seperti teleskop dalam bidang astronomi. Ke- dua, logis (burham). Metode ini digunakan untuk mengeta- hui objek kajian nonfisik. Da- lam ilmu logika, metode ini biasa dikenal dengan silogis- me. Ketiga adalah metode in- tuitif (hati), metode yang menggunakan hati untuk me- ngetahui objek kajian nonfisik atau metafisik secara kontak langsung dengan objek yang hadir dalam jiwa seseorang. Dari pemahaman dasar se- perti ini, ilmuwan Barat mem- bedakan secara tegas antara il- mu empiris dan ilmu agama. Cara seperti inilah yang dike- nal dengan istilah sekularisasi. Sekularisasi ilmu adalah me- nyingkirkan segala unsur spi- ritual dari objek-objek ilmu yang pada suatu masa meru- pakan bagian yang integral da- lam pandangan keilmuan. Se- kularisasi ilmu merupakan sa- lah satu wujud dari naturalisa- si ilmu. Sebagai contoh, dapat dilihat bagaimana ilmu Barat telah mengubah (melakukan sekularisasi) metode ilmiah yang telah dirumuskan oleh Aristoteles (danjuga telah di- gunakan oleh ilmuwan Mus- lim). Aristoteles merumuskan empat sebab atau cara menda- patkan ilmu, yaitu sebab mate- riil, formal, efisien, dan final. Empat sebab ini diubah oleh ilmuwan Barat (seperti New- ton dan Hume) menjadi dua sebab, yaitu sebab materiil dan sebab efisien. Dua sebab lain ditolak karena lebih mengarah pada makna dan diserahkan pada agama (bukan fakta yang masuk dalam bidang sains). Perubahan (sekularisasi) me- tode ini akan memengarnhi perubahan/ sekularisasi teori- tis dan pengembangan-pe- ngembangan sains seterusnya. Fenomena sekularisasi (pe- misahan antara ilmu pengeta- huan dan aspek keagamaan) dan westernisasi atas ilmu pe- ngetahuan membuat Kartane- gara (2002 : 85) mengklaim bahwa ilmu pengetahuan se- sungguhnya tidak bebas nilai, tetapi sarat akan nilai dan ke- pentingan. Pendekatan ilmiah' yang diusung ilmuwan Barat membawa dampak negatif, Rasional, Media 11 Komunitas Tradisi Ilemosional, kebudayaan ..' Islam Islam Spiritual, TradiSional... .., dan dunia dan agama t t t 'OMUN''''' II I I I I Aor Hi;t-+!Taretl I PERADABAN UNIVERSAL PERADABAN I I I I I I + + + T d' . 'I R . III Media .' Komunitas ra 151 ..., a510na ... .,. Internasionan Barat ,dan Sekuler.., Modern Dunia

Transcript of Pikiran Rakyat - Pustaka Ilmiah Universitas...

Page 1: Pikiran Rakyat - Pustaka Ilmiah Universitas Padjadjaranpustaka.unpad.ac.id/.../2010/01/...20100118-basisalqurandanakal.pdf · telektualnya ke '1ubang" ateis. Ini dapat dilihat dari

Pikiran Rakyato Se/asa 0 Rabu 0 Kamis 0 Jumat

4 5 6 7 8 9 10 1120 21 22 23 24 25 26

o Mar OApr OMei OJun OJu/ 0 Ags

o Sabtu 0 Minggu

12 13 14 15 16

27 28 29 30 31

o Sep 0 Okt 0 Nov 0 Des

Basis Alquran dan AkalT ERDAPAT perbedaan

mendasar antara epis-temologi (teori ilmu

pengetahuan) Barat dan epis-temologi Islam. Diperlukanpemahaman yang komprehen-sif untuk memahami ini agartidak terjadi pengaburan danpencampuradukan di antarakeduanya.

Pemaknaan kata "sains" sajaantara ilmuwan Barat dan il-muwan Islam berbeda. Kalauilmuwan Barat mengatakanbahwa yang masuk dalam ka-tegori sains hanyalah ilmu-il-mu empiris, sedangkan ilmu-wan Muslim mengatakan bah-wa ilmu empiris dan nonempi-ris dikategorikan sebagai sains.Perbedaan konsep dasar iniberimbas pada perbedaan ''ba-ngunan" keilmuan berikutnya.

Perbedaan tersebut juga ber-imbas pada pemaknaan terha-dap epistemologi. Menurut il-muwan Barat, yang dapat dipe-lajari dan diketahui hanyalahyang bersifat empiris. Dengandemikian, untuk mendapatkanilmu pengetahuan harns meng-gunakan metode observasi. Se-balilmya, ilmuwan Muslim me-ngatakan, di samping sesuatuyang bersifat empiris, persoal-an-persoalan yang abstrak jugaperlu dipelajari.

Oleh karena itu, bagi ilmu-wan Muslim, cara mendapat-kan ilmu pengetahuan tidakhanya lewat observasi (indra-wi), tetapi juga lewat logis(akal) untuk mengenal benda-benda konkret, lewat objek

nonfisik dari yang tidak dike-tahui menjadi diketahui, sertametode intuitif (hati) yang da-pat menangkap objek-objeknonfisik atau metafisik melaluikontak langsung dengan ob-jek-objeknya yang hadir dalamjiwa seseorang (baca: MetodePenelitian Komunikasi Tran-sendental, Nina Syam).

Dalam epistemologi Islam,dikenal tiga macam metode il-miah. Pertama, observasi/eks-perimen (tajribi). Metode inidigunakanuntuk mengetahuiobjek -objek yang berbentuk fi-sik. Namun, menurut IbnHaitsam (dalam Kartanegara,2003 : 51), karena indra me-miliki keterbatasan dan kele-mahan, diperlukan alat bantu,seperti matematika atau ob-servatorium, seperti teleskopdalam bidang astronomi. Ke-dua, logis (burham). Metodeini digunakan untuk mengeta-hui objek kajian nonfisik. Da-lam ilmu logika, metode inibiasa dikenal dengan silogis-me. Ketiga adalah metode in-tuitif (hati), metode yangmenggunakan hati untuk me-ngetahui objek kajian nonfisikatau metafisik secara kontaklangsung dengan objek yanghadir dalam jiwa seseorang.

Dari pemahaman dasar se-perti ini, ilmuwan Barat mem-bedakan secara tegas antara il-mu empiris dan ilmu agama.Cara seperti inilah yang dike-nal dengan istilah sekularisasi.Sekularisasi ilmu adalah me-nyingkirkan segala unsur spi-

ritual dari objek-objek ilmuyang pada suatu masa meru-pakan bagian yang integral da-lam pandangan keilmuan. Se-kularisasi ilmu merupakan sa-lah satu wujud dari naturalisa-si ilmu. Sebagai contoh, dapatdilihat bagaimana ilmu Barattelah mengubah (melakukansekularisasi) metode ilmiahyang telah dirumuskan olehAristoteles (danjuga telah di-gunakan oleh ilmuwan Mus-lim).

Aristoteles merumuskanempat sebab atau cara menda-patkan ilmu, yaitu sebab mate-riil, formal, efisien, dan final.Empat sebab ini diubah olehilmuwan Barat (seperti New-ton dan Hume) menjadi duasebab, yaitu sebab materiil dansebab efisien. Dua sebab lainditolak karena lebih mengarahpada makna dan diserahkanpada agama (bukan fakta yangmasuk dalam bidang sains).Perubahan (sekularisasi) me-tode ini akan memengarnhiperubahan/ sekularisasi teori-tis dan pengembangan-pe-ngembangan sains seterusnya.

Fenomena sekularisasi (pe-misahan antara ilmu pengeta-huan dan aspek keagamaan)dan westernisasi atas ilmu pe-ngetahuan membuat Kartane-gara (2002 : 85) mengklaimbahwa ilmu pengetahuan se-sungguhnya tidak bebas nilai,tetapi sarat akan nilai dan ke-pentingan. Pendekatan ilmiah'yang diusung ilmuwan Baratmembawa dampak negatif,

Rasional,

Media 11 KomunitasTradisi

Ilemosional,kebudayaan..' Islam

Islam Spiritual, TradiSional....., dan duniadan agama

t t t

'OMUN''''' II

I I I

I Aor Hi;t-+!Taretl IPERADABANUNIVERSALPERADABAN

I I II I I

+ + +

T d' . 'I R . III Media .'Komunitas

ra 151..., a510na ... .,.InternasionanBarat ,dan Sekuler.., Modern Dunia

Page 2: Pikiran Rakyat - Pustaka Ilmiah Universitas Padjadjaranpustaka.unpad.ac.id/.../2010/01/...20100118-basisalqurandanakal.pdf · telektualnya ke '1ubang" ateis. Ini dapat dilihat dari

yang ujung-ujungnya akan"memelesetkan" sang aktor in-telektualnya ke '1ubang" ateis.Ini dapat dilihat dari pemikir-an-pemikiran yang dikemuka-kan oleh beberapa ilmuwanBarat, seperti Laplace, Darwin,Freud, dan Durkheim.

Dalam sejarah komunitasMuslim, telah lahir pemikirdan ilmuwan yang rasional-re-ligius, seperti Al-Kindi, Al-Fa-rabi, Al-Ghazali, dan Thn Sina.Pemikiran dan karya-karyamereka telah lama menjadi re-ferensi pengembang~ ilmu,baik di Barat maupun di ka-langan dunia Islam sendiri.

Sekularisasi ilmu pengeta-huan yang dilakukan oleh il-muwan Barat sangat sulit dila-wan oleh ilmuwan Muslim.Pasalnya, kalangan Muslimbelum memiliki perangkat ra-sional untuk menjawab tan-tangan ilmiah dari Barat terse-but. Ini tidak terlepas dari te-lah "matinya" tradisi intelektu-al di dunia Islam sejak adanyaserangan Al-Ghazali terhadapfilsafat dan ilmu rasionallain-nya. Untuk itu, diperlukan "re-vitalisasi" untuk menghidup-kan kembali tradisi intelektualIslam yang pernah dibangundan dikembangkan oleh sarja-na Muslim terdahulu.

Dalam sejarah, kalangan in-telektual Muslim telah mela-hirkan beberapa karya yangberisi perlawanan terhadap te-sis ilmiah dari ilmuwan Baratyang dinilai bertentangan de-ngan Islam, baik secara rasio-nal maupun secara normatif.Sebagai contoh, karya Thaba-thaba'i, The Principle of Philo-sophy and Realistic Method,yang telah secara sistematikdan terperinci mengkritik danmenggoyangkan dasar-dasarfilosofis Marxisme. Dari penje-lasan di atas, terlihat denganjelas perbedaan bangunan ke-ilmuwan yang dilakukan olehkedua komunitas (Islam danBarat). Apabila digambarkansecara skematik (model), da-pat berwujud seperti tabel.Per-adaban Islam dan Barat(kanan-atas ).

Seorang cendekiawan Mus-lim asal Indonesia, Dr. Mulya-di Kartanegara (2003), mem-formulasikan beberapa lang-kah konkret yang dapat dila-kukan oleh ilmuwan Muslimdalam membangun peradabanlewat ilmu pengetahuan. Diantara langkah-langkah terse-but adalah sebagai berikut:

a. Naturalisasi ilmu. Istilahnaturalisasi ilmu digunakan

PERADABAN (ILMU PENGETAHljAN)IImu pengetahuan adalah $aIah satu(produk) nonfisik dari

peradaban (Khaldun, 2003)

oleh Prof. Sabra untuk menya-takan proses akulturasi darisatu ilmu yang datang dari lu-ar terhadap budaya yang ber-laku di ranah barn. Dengankata lain, ilmu dari luar terasi-milasi secara penuh dengantuntutan kebudayaan negaratersebut, termasuk agamanya.

Menurut Sabra, ada tiga ta-hap naturalisasi ilmu Yunanike dalam dunia Islam, yaitupeneIjemahan, eksperimen in-telektual, dan asimilasi denganrambu agama. Sabra meng-ungkapkan, proses akulturasiilmu bagi dunia Muslim ada ti-ga, yaitu (1)justifikasi, yaituupaya filsuf/ilmuwan untukmembenarkan pengadopsianfilsafat Yunani, (2) adaptasi,yaitu sikap selektif dalammengadaptasi ilmu Yunaniagar tidak berbenturan dengannilai dan ideologi Islam, dan(3) kritik, yaitu sikap kritis fil-sufMuslim terhadap ajaranfilsafat Yunani. .

b. "Islamisasi" sains. Peng-gunaan istilah islamisasi sains,menurut Kartanegara (2003 :129), berdasarkan pertimbang-an bahwa (1) kata Islam dalamislamisasi tidak bermaksudhanya menjadikan Alqurandan hadis sebagai rujukantunggal, tetapi sebaiknya dili-hat dari segi spiritnya yang ti-dak boleh bertentangan de-nganajaran fundamental Is-lam, (2) islamisasi yang di-maksud beroperasi pada tatar-an epistemologi, bukan semata

Aksiologi

Epistemologi

Ontologi

Based on

berupa pelabelan sains denganayat Alquran dan hadis, (3)pengistilahan tersebut juga di- .sebabkan bahwa sains dan il-mu tidak pernah sama sekalibebas dari nilai.

Dalam makna yang lain, is-lamisasi dimaksudkan agar se-mua ilmu yang ada diwarnaidan diadaptasi oleh umat Is-lam dalam konteks wilayahmasing-masing. Islam sangatakomodatif terhadap pengem-bangan ilmu. Namun, bila me-langgar prinsip dasar agama,seperti meniadakan Tuhan, Is-lam akan menolaknya. ProsesIslamisasi sains dapat dilaku-kan secara epistemologi, baikdalam konteks klasifikasi ilmu(fisik dan nonfisik) maupunmetodologinya (obseIVasi, 10-gika, dan intuitif).

c. Renaisans ketiga. Indone-sia sebagai negara berpendu-duk Muslim terbesar memilikipeluang untuk mewujudkankebangkitan dunia Islam. Pelu-ang tersebut diprediksi olehbeberapa ilmuwan Muslim ter-kemuka, seperti Fazlur Rah-man. Banyak fenomena yangdapat kita lihat hari ini yangmemungkinkan cita-cita ituterwujud, di antaranya budayaintelektual (seperti peneIje-mahan dan penulisan buku)yang mulai marak. Bahkan,yang lebih penting adalah ada-nya keterbukaan intelektualyang ditandai dehgan terbuka-nya ruang untuk peneIjemah-an dan peredaran buku dan il-- - - - - ' '- :...

mu apa saja di Indonesia (mes-kipun buku dan literatur terse-but dilarang oleh beberapa ne-gara Islam di Timur Tengah).

Langkah konkret yang dapatdilakukan untuk mewujudkanrenaisans ketiga di Indonesiaharns dimulai dengan melak-sanakan dua cara. Pertama,peneIjemahan. lni harus dila-kukan untuk memberlkanpencerahan kepada seluruhpelajar Muslim Indonesia ataskarya-karya intelektual yangdatang dari mana saja. Kedua,menghimpun sebanyak mung-kin karya-karya ilmiah dan fi-losofi klasik untuk dikaji, di-analisis, dan diteIjemahkansebaik mungkin.

Demikianlah proses per-adaban universal melalui epis-temologi pengetahuan antaraBarat dan Timur (Islam), yangmasing-masing memiliki su-dut pandang tersendiri, bah-kan hingga sekarang masihbertentangan. Meski demiki-an, keberadaan otak sebagaimind merupakan sumber dariadanya komunikasi peradabanyang memperkokoh peradab-an itu sendiri melalui aspek-aspek dan komponen-kompo-nen pendukungnya. Di sinilahkomunikasi peradaban dapatdikaji dari perspektif.integra-ted science tanpa menghilang-kan bobot ataupun maknayang terkandung di dalamnya.(Prof. Dr. Hj. Nina Wi-nangsih Syam, Dra.,M.S.)***