Pikiran Rakyatpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/04/pikiranrakyat...semisal makrab (malam...

2
o Sabtu Pikiran Rakyat OSe/asa 4 @ 6 20 21 o Mar eApr M INGGU malam (25/3), se- lepas sembahyang Isya di Masjid Salman ITB, Kampus langsung meluncur ke Simpang Dago. Ada yang menarik bagi Kampus di dae- rah ini. Selain ban yak kendaraan berlalu-lalang, juga banyak anak-anak muda yang menjual bunga kepada mu- da-mudi yang umumnya sedang malam Mingguan. Tak hanya itu, Simpang Da- go juga ramai dengan para pengamen- nya. Uniknva, para pengamen tersebut , bukan satu atau dua orang, melainkan bisa sampai delapan hingga sepuluh orang. Lalu setelah diperhatikan lebih saksama, pengamen berjumlah lumayan banyak ini rupanya anak-anak muda yang terdiri atas mahasiswa dari bebera- pa kampus di Kota Bandung. Gaya mengamen mahasiswa ini pun terbilang cukup aneh. Mereka biasanya mengerubuti satu mobil yang kebetulan sedang berjalan pelan karena padamya lalu lintas. Mereka ada yaAg berdiri di samping pintu mobil, bahkan ada pula yang di depan mobil. Mereka, tanpa meminta izin dan menyampaikan mak- sud mengamen, langsung memainkan lagu dengan iringan gitar dan tepukan tangan. "Enggak perlu izin lagi. Mereka sudah paham kok kalau kami mahasiswa dan lagi mencari dana buat kegiatan," kata Bina (bukan nama sebenamya), maha- siswiangkatan 2010 dari salah satu kam- pus di Jatinangor. Bina mengaku sudah sangat sering mengamen, baik di Simpang Dago maupun di kawasan kampus di jatina- ngor. Saking sudah seringnya menga- men, dia bahkan sudah hafallagu semacam apa yang mesti dinyanyikan ketika menghadapi "calon konsumen" yang berbeda-beda. "Biasanya kami membawakan lagu yang lagi hit. Kalau di dalam mobil ada Kamis 0 Jumat 8 9 fO 11 23 24 25 26 O Minggu 12 13 27 28 14 15 29 30 31 OJun 0 Ju/ 0 Ags ~----------~----~~ OSep OOkt ONov ODes notabene memiliki taraf pendidikan yang tinggi malah melakukan hal yang dilakukan oleh mereka yang notabene tidak merniliki kesempatan mengenyam pendidikan tinggi. Tauhid Nurazhar, pemerhati dan pe- juang pendidikan karakrer mengatakan, mahasiswa yang mengamen dengan alasan mencari tambahan dana kegiatan merupakan tindakan yang sangat memalukan. Bahkan, mengamen di jalanan sudah merupakan pelacuran kreativitas karena di sana sama sekali tidak ada kreativitas yang ditunjukkan. "Mereka justru mengembangkan bu- daya banal dengan menekan orang lewat kerumunan. Saya khawatir ini adalah bibit Gayus-Gayus kecil yang kemudian bisa menjadi makmum dari korupsi berjemaah," kata Tauhid. Lebih lanjut, Sugito mengatakan bah- wa mengamen di kalangan mahasiswa dengan alasan mencari dana saat ini su- dah menjadi semacam tren. Hal ini dise- babkan juga kegiatan-kegiatan yang di- selenggarakan mahasiswa di kampus- kampus di wilayah Jawa Barat, khusus- nya Kota Bandung, sudah demikian lesu. Menurut Sugito, meskipun mahasiswa merasa senang melakukan aksi ini, ini adalah sesuatu yang mesti menjadi per- hatian serius bagi perguruan tinggi. "Kedua belah pihak (rnahasiswa dan pihak kampus) harus memandang ini se- bagai fenomena sosial yang harus di- ubah, terutama paradigma berpikir yang lebih baik dengan menciptakan tren baru," katanya. Sebagai langkah awal mengatasi hal ini, menurut Sugito, pihak kampsus harus bisa mencukupi dan memudahkan serta memfasilitasi mahasiswa yang ter- tarik dengan kegiatan-kegiatan kemaha- siswaan. Selain itu, pihak kampus juga harus siap mengawasi dan memotivasi mahasiswa. anak-anak, kami menyanyikan lagu anak-anak kayak 'Potong Bebek Angsa' atauBalonku Ada Lima'. Akan tetapi, kalau yang di dalam mobil bapak-bapak, kami menyanyikan lagu-lagu lawas kayak lagu 'Avah'," ujar Bina. Dari mengamen ini, Bina dan kawan- kawannya bisa menghasilkan uang sebe- sar 500.000 dalam semalam. Itu pun kalau Jumat malam. Lain lagi kalau mengamen pada Sabtu malam dan Minggu malam. "Kalau [umat malam kami bisa dapat 500.000. Kalau Sabtu malam paling da- pat 300.000. Minggu malam paling da- pat 150.000 karena saingannya banyak," ujar Bina yang mengaku dana tersebut digunakan untuk kegiatan di kampus semisal makrab (malam keakraban) angkatan dan sebagainya. ** LALU, etiskah mahasiswa sebagai kaum intelektual mengamen di jalanan dengan alasan mencari dana kegiatan kemahasiswaan ? Sugito, alumnus Fikom Unpad yang juga aktivis Komunitas Gerbang me- ngatakan, mahasiswa yang mengamen di jalanan itu bukan perkara etis atau tidak etis. Hanya, mahasiswa mestinya harus bisa menggunakan logikanya. Logika tersebut seperti seandainya para penga- men tersebut memiliki tingkat pen- didikan tinggi, kira-kira apa yang bakal mereka lakukan? "Kalau saja para pengamen itu memi- liki pendidikan setara perguruan tinggi, saya percaya dan yakin mereka akan menempuh jalur yang lebih baik untuk menopang kehidupan selain rnenga- men," kata Sugito kepada Kampus, Se- lasa (27/3). Pemyataan Sugito dari komunitas yang fokus dengan pembinaan anak jalanan dan anak-anak kurang mampu lainnya ini seperti ironi. Mahasiswa yang Kllplnl Humas Unpad 2012

Transcript of Pikiran Rakyatpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/04/pikiranrakyat...semisal makrab (malam...

o Sabtu

Pikiran RakyatOSe/asa

4 @ 620 21

oMar eApr

M INGGU malam (25/3), se-lepas sembahyang Isya diMasjid Salman ITB, Kampus

langsung meluncur ke Simpang Dago.Ada yang menarik bagi Kampus di dae-rah ini. Selain ban yak kendaraanberlalu-lalang, juga banyak anak-anakmuda yang menjual bunga kepada mu-da-mudi yang umumnya sedang malamMingguan. Tak hanya itu, Simpang Da-go juga ramai dengan para pengamen-nya. Uniknva, para pengamen tersebut ,bukan satu atau dua orang, melainkanbisa sampai delapan hingga sepuluhorang. Lalu setelah diperhatikan lebihsaksama, pengamen berjumlah lumayanbanyak ini rupanya anak-anak mudayang terdiri atas mahasiswa dari bebera-pa kampus di Kota Bandung.

Gaya mengamen mahasiswa ini punterbilang cukup aneh. Mereka biasanyamengerubuti satu mobil yang kebetulansedang berjalan pelan karena padamyalalu lintas. Mereka ada yaAgberdiri disamping pintu mobil, bahkan ada pulayang di depan mobil. Mereka, tanpameminta izin dan menyampaikan mak-sud mengamen, langsung memainkanlagu dengan iringan gitar dan tepukantangan.

"Enggak perlu izin lagi. Mereka sudahpaham kok kalau kami mahasiswa danlagi mencari dana buat kegiatan," kataBina (bukan nama sebenamya), maha-siswiangkatan 2010 dari salah satu kam-pus di Jatinangor.

Bina mengaku sudah sangat seringmengamen, baik di Simpang Dagomaupun di kawasan kampus di jatina-ngor. Saking sudah seringnya menga-men, dia bahkan sudah hafallagusemacam apa yang mesti dinyanyikanketika menghadapi "calon konsumen"yang berbeda-beda.

"Biasanya kami membawakan laguyang lagi hit. Kalau di dalam mobil ada

• Kamis 0 Jumat

8 9 fO 1123 24 25 26

O·Minggu

12 1327 28

14 1529 30 31

OJun 0Ju/ 0 Ags~----------~----~~OSep OOkt ONov ODes

notabene memiliki taraf pendidikanyang tinggi malah melakukan hal yangdilakukan oleh mereka yang notabenetidak merniliki kesempatan mengenyampendidikan tinggi.

Tauhid Nurazhar, pemerhati dan pe-juang pendidikan karakrer mengatakan,mahasiswa yang mengamen denganalasan mencari tambahan dana kegiatanmerupakan tindakan yang sangatmemalukan. Bahkan, mengamen dijalanan sudah merupakan pelacurankreativitas karena di sana sama sekalitidak ada kreativitas yang ditunjukkan.

"Mereka justru mengembangkan bu-daya banal dengan menekan orang lewatkerumunan. Saya khawatir ini adalahbibit Gayus-Gayus kecil yang kemudianbisa menjadi makmum dari korupsiberjemaah," kata Tauhid.

Lebih lanjut, Sugito mengatakan bah-wa mengamen di kalangan mahasiswadengan alasan mencari dana saat ini su-dah menjadi semacam tren. Hal ini dise-babkan juga kegiatan-kegiatan yang di-selenggarakan mahasiswa di kampus-kampus di wilayah Jawa Barat, khusus-nya Kota Bandung, sudah demikian lesu.Menurut Sugito, meskipun mahasiswamerasa senang melakukan aksi ini, iniadalah sesuatu yang mesti menjadi per-hatian serius bagi perguruan tinggi.

"Kedua belah pihak (rnahasiswa danpihak kampus) harus memandang ini se-bagai fenomena sosial yang harus di-ubah, terutama paradigma berpikir yanglebih baik dengan menciptakan trenbaru," katanya.

Sebagai langkah awal mengatasi halini, menurut Sugito, pihak kampsusharus bisa mencukupi dan memudahkanserta memfasilitasi mahasiswa yang ter-tarik dengan kegiatan-kegiatan kemaha-siswaan. Selain itu, pihak kampus jugaharus siap mengawasi dan memotivasimahasiswa.

anak-anak, kami menyanyikan laguanak-anak kayak 'Potong Bebek Angsa'atauBalonku Ada Lima'. Akan tetapi,kalau yang di dalam mobil bapak-bapak,kami menyanyikan lagu-lagu lawaskayak lagu 'Avah'," ujar Bina.

Dari mengamen ini, Bina dan kawan-kawannya bisa menghasilkan uang sebe-sar 500.000 dalam semalam. Itu punkalau Jumat malam. Lain lagi kalaumengamen pada Sabtu malam danMinggu malam.

"Kalau [umat malam kami bisa dapat500.000. Kalau Sabtu malam paling da-pat 300.000. Minggu malam paling da-pat 150.000 karena saingannya banyak,"ujar Bina yang mengaku dana tersebutdigunakan untuk kegiatan di kampussemisal makrab (malam keakraban)angkatan dan sebagainya.

**LALU, etiskah mahasiswa sebagai

kaum intelektual mengamen di jalanandengan alasan mencari dana kegiatankemahasiswaan ?

Sugito, alumnus Fikom Unpad yangjuga aktivis Komunitas Gerbang me-ngatakan, mahasiswa yang mengamen dijalanan itu bukan perkara etis atau tidaketis. Hanya, mahasiswa mestinya harusbisa menggunakan logikanya. Logikatersebut seperti seandainya para penga-men tersebut memiliki tingkat pen-didikan tinggi, kira-kira apa yang bakalmereka lakukan?

"Kalau saja para pengamen itu memi-liki pendidikan setara perguruan tinggi,saya percaya dan yak in mereka akanmenempuh jalur yang lebih baik untukmenopang kehidupan selain rnenga-men," kata Sugito kepada Kampus, Se-lasa (27/3).

Pemyataan Sugito dari komunitasyang fokus dengan pembinaan anakjalanan dan anak-anak kurang mampulainnya ini seperti ironi. Mahasiswa yang

Kllplnl Humas Unpad 2012

Lantas, apakah larinya mahasiswa kejalanan dalam rangka meneari danakegiatan karena pihak kampus tidak bisameneukupi apa yang mereka butuhkan?Ceeep Darmawan, dosen UPI Ban-

dung mengatakan, mahasiswa yang larike jalan karena barangkali tidak menda-patkan fasilitas yang mereka butuhkandi kampus."Mungkin kurang pembinaan dari

kampus. Juga kurangnya fasilitasberkreasi bagi perkembangan potensimahasiswa. !tu menjadi tugas pimpinanuniversitas," katanya.

**MENURUT Ifa, pelajar SMA 25

Bandung, perilaku mahasiswa yangmengamen dengan motif apa pun sangattidak layak dilakukan. Menurut dia, ma-hasiswa mestinya memberi teladan yangbaik bagi masyarakat, khususnya merekayang masih SMA."Mereka harus memberikan teladan.

Bukan malah seolah mengesahkan peri-laku itu. Mengamen itu kan kayak ingindapat uang dengan eara yang instan,ujung-ujungnya kan mahasiswa jadi pe-malas. Berpikimya pendek, daripada ri-bet mending mengamen. Kenapa maha-siswa enggak ngadain prakegiatan sepertiseminar yang bisa membuka wawasanbanyak orang sekaligus dapat uang daripenjauan HTM?" ujamya.Senada dengan Ifa, !cih juga mernper-

tanyakan perilaku mahasiswa yangmengamen di jalanan.

"Mahasiswa kan sudah dewasa. Harussudah bisa membedakan yang layak danyang tidak. Intinya kan, rata-rata, maha-siswa mengamen buat meneari dana.Daripada mengamen lebih baikmelakukan hal-hallain yang lebihbermanfaat," katanya.Pandu dan Shafira dari SMA Alfa

Centaury berpendapat lain. Menurutmereka, mengamen untuk meneari dana

adalah sesuatu yang wajar. Tidakmengherankan, karena temyata ~erekapun melakukan hal yang sama ketikahendak mengadakan kegiatan dan mem-butuhkan dana."Wajar kok. Karena kami di SMA ju-

ga begitu. Kami lagi bikin aeara dan bu-tuh dana, ya mengamen. jualan barangatau bikin proposal mah sudah biasa,"kata Pandu.Hafira justru memberikan keterangan

yang makin menyingkap modus maha-siswa yang mengamen. Menurut dia,tidak selamanya mahasiswa yang menga-men itu untuk meneari dana kegiatan."Mereka mengamen bukan hanya in-

gin mendapatkan uang, tetapi buat hap-py-happy saja. Tiap Sabtu atau Minggumalam di Simpang Dago itu waktumereka buat berkumpul dan nongkrong-nongkrong. Saya punya eerita, anak guruSMP saya yang seorang mahasiswa, pergitiap Sabtu atau Minggu malam tanpamembawa sepeser pun uang. Akantetapi, pas pulang perut mereka sudahkenyang. Uang hasil mengarnen itumereka pakai buat makan-rnakan," ujarShafira.Apa pun motifnya, fenomena ini se-

layaknya menjadi perhatian serius pihakkampus, terutama dosen sebagai orangyang paling banyak melakukan interaksidengan mahasiswa di kelas. Jangan sam-pai, seperti yang dikatakan Tauhid Nu-razhar, dosen terjebak pada batasan TrjDharma Perguruan Tinggi yang semu.Asal sudah mengajar, meneliti, danmengabdi pada masyarakat dalam ben-tuk baksos, sudah merasa eukup."Padahal, pendidikan karakter maha-

siswa menjadi tanggung jawab dosensepenuhnya, apa pun mata kuliah yangdiampunva," katanya.

Fatih [email protected]