PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI …
Transcript of PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI …
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT
SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Kementerian Pertanian
2016
ISBN : 978-602-6969-09-5
BPTP Balitbangtan Papua i
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua i
Petunjuk Teknis BUDIDAYA CABAI RAWIT
SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
Penyusun :
Melckisedek Nunuela Ghalih Priyo Dominanto
Septi Wulandari
Editor :
Yuliantoro Baliadi Niki E. Lewaherilla
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTAIAN PAPUA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN 2016
ISBN : 978-602-6969-09-5
BPTP Balitbangtan Papuaii
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA Kerom, Mimika, Kota Jayapura yang tergolong daerah datar, didominasi oleh
jenis tanah (histosol, entisol, inceptisol dan ultisol), pH masam sampai agak
masam (6,2 – 4,5), bahan organik rendah, nitrogen total rendah, kandungan
hara P rendah, kalium rendah, kapasitas tukar kation rendah. Kondisi iklim
terpola dalam 2 tipe, yakni D, E dan F dimana curah hujan merata sepanjang
tahun (rerata bulanan 460 mm) dan tipe G dan H dimana puncak curah hujan
mengumpul pada 3 bulan.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas cabai rawit maka perlu
diketahui penerapan teknologi budidaya cabai spesifik lokasi melalui lingkungan
tumbuh mencakup lingkungan iklim, tanah, serta teknologi budidaya cabai
rawit (persiapan lahan, varietas unggul baru, persiapan bibit, penanaman,
pemupukan, pengendalian hama penyakit, perempelan wiwilan, panen dan
pasca panen).
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
dengan diselesaikannya buku “Petunjuk Teknis Budidaya Cabai Rawit
Spesifik Lokasi di Papua”. Buku ini disusun untuk memberikan informasi
kepada petani, para pelaku usaha dan pemerhati tanaman dalam
memperbaiki tatalaksana budidaya tanaman Cabai Rawit, dengan tujuan
untuk: (1) memberikan informasi kepada petani, khususnya dalam usaha
budidaya tanaman Cabai Rawit tentang manejemen yang tepat, sesuai
dengan kondisi lingkungan setempat (spesifik lokasi), (2) menambah
keterampilan dan tingkat pengetahuan petani tentang teknik budidaya Cabai
Rawit dan (3) meningkatkan produktivitas Cabai Rawit melalui pelaksanaan
budidaya yang benar.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang
membutuhkannya.
Sentani, Desember 2016 Kepala Balai,
Dr. Ir. Yuliantoro Baliadi, MS
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua iii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ............................................... i
DAFTAR ISI ......................................................... ii
I. PENDAHULUAN ........................................... 1
II. LINGKUNGAN HIDUP ................................... 3
III. TEKNOLOGI BUDIDAYA CABAI RAWIT .......... 6
PENUTUP ............................................................ 15
SUMBER BACAAN ................................................ 16
BPTP Balitbangtan Papua iii
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua iii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ............................................... i
DAFTAR ISI ......................................................... ii
I. PENDAHULUAN ........................................... 1
II. LINGKUNGAN HIDUP ................................... 3
III. TEKNOLOGI BUDIDAYA CABAI RAWIT .......... 6
PENUTUP ............................................................ 15
SUMBER BACAAN ................................................ 16
BPTP Balitbangtan Papuaiv
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA Kerom, Mimika, Kota Jayapura yang tergolong daerah datar, didominasi oleh
jenis tanah (histosol, entisol, inceptisol dan ultisol), pH masam sampai agak
masam (6,2 – 4,5), bahan organik rendah, nitrogen total rendah, kandungan
hara P rendah, kalium rendah, kapasitas tukar kation rendah. Kondisi iklim
terpola dalam 2 tipe, yakni D, E dan F dimana curah hujan merata sepanjang
tahun (rerata bulanan 460 mm) dan tipe G dan H dimana puncak curah hujan
mengumpul pada 3 bulan.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas cabai rawit maka perlu
diketahui penerapan teknologi budidaya cabai spesifik lokasi melalui lingkungan
tumbuh mencakup lingkungan iklim, tanah, serta teknologi budidaya cabai
rawit (persiapan lahan, varietas unggul baru, persiapan bibit, penanaman,
pemupukan, pengendalian hama penyakit, perempelan wiwilan, panen dan
pasca panen).
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditas cabai memiliki posisi strategis di dalam dinamika
pembangunan ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
maupun komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir
tahun 2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi
(BBP2TP, 2003).
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) di lain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah
1,6-11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha) (Puslitbanghorti, 2010).
Keberhasilan dalam usaha tani cabai rawit selain perlu keterampilan
dan modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara
bercocok tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca
panen. Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas
cabai rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagaan
pemasaran yang kurang produktif.
BPTP Balitbangtan Papua 1
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditas cabai memiliki posisi strategis di dalam dinamika
pembangunan ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
maupun komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir
tahun 2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi
(BBP2TP, 2003).
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) di lain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah
1,6-11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha) (Puslitbanghorti, 2010).
Keberhasilan dalam usaha tani cabai rawit selain perlu keterampilan
dan modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara
bercocok tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca
panen. Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas
cabai rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagaan
pemasaran yang kurang produktif.
BPTP Balitbangtan Papua2
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA Kerom, Mimika, Kota Jayapura yang tergolong daerah datar, didominasi oleh
jenis tanah (histosol, entisol, inceptisol dan ultisol), pH masam sampai agak
masam (6,2 – 4,5), bahan organik rendah, nitrogen total rendah, kandungan
hara P rendah, kalium rendah, kapasitas tukar kation rendah. Kondisi iklim
terpola dalam 2 tipe, yakni D, E dan F dimana curah hujan merata sepanjang
tahun (rerata bulanan 460 mm) dan tipe G dan H dimana puncak curah hujan
mengumpul pada 3 bulan.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas cabai rawit maka perlu
diketahui penerapan teknologi budidaya cabai spesifik lokasi melalui lingkungan
tumbuh mencakup lingkungan iklim, tanah, serta teknologi budidaya cabai
rawit (persiapan lahan, varietas unggul baru, persiapan bibit, penanaman,
pemupukan, pengendalian hama penyakit, perempelan wiwilan, panen dan
pasca panen).
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 2
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di
4 wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
Kabupaten Keerom, Kabupaten Mimika, dan Kota Jayapura yang tergolong
daerah datar, didominasi oleh jenis tanah (histosol, entisol, inceptisol dan
ultisol), pH masam sampai agak masam (6,2-4,5), bahan organik rendah,
nitrogen total rendah, kandungan hara P rendah, kalium rendah, kapasitas
tukar kation rendah. Kondisi iklim terpola dalam 2 tipe, yakni D, E dan F
dimana curah hujan merata sepanjang tahun (rerata bulanan 460 mm) dan
tipe G dan H dimana puncak curah hujan mengumpul pada 3 bulan.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas cabai rawit maka perlu
diketahui penerapan teknologi budidaya cabai spesifik lokasi melalui
lingkungan tumbuh mencakup lingkungan iklim, tanah, serta teknologi
budidaya cabai rawit (persiapan lahan, varietas unggul baru, persiapan bibit,
penanaman, pemupukan, pengendalian hama penyakit, perempelan wiwilan,
panen dan pasca panen) (Nani dan Muharam, 2005).
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 3
II. LINGKUNGAN TUMBUH
1. Iklim
Tanaman cabai rawit mempunyai daya adaptasi yang cukup luas, namun
demikian syarat-syarat tumbuh tanaman cabai rawit harus dipenuhi agar
diperoleh pertumbuhan tanaman yang baik dan hasil buah yang tinggi untuk
memperoleh potensi hasil cabai sekitar 30 ton/ha. Tanaman ini cocok
dikembangkan di daerah tropis terutama sekitar khatulistiwa, paling cocok di
daerah hingga ketinggian 0-500 meter dpl. Meskipun begitu cabai rawit bisa
tumbuh baik hingga ketinggian 1000 meter dpl, produktifitas tanaman akan
berkurang pada daerah yang terlalu tinggi. Suhu udara yang baik untuk
pertumbuhan tanaman cabai merah adalah 25o-27oC pada siang hari dan
18o-20oC pada malam hari. Suhu malam di bawah 16oC dan suhu siang hari di
atas 32oC dapat menggagalkan pembuahan. Suhu tinggi dan kelembaban
udara yang rendah menyebabkan transpirasi berlebihan, sehingga tanaman
kekurangan air dan mengakibatkan bunga dan buah mudah gugur. Curah
hujan yang tinggi atau iklim yang basah tidak sesuai untuk pertumbuhan
tanaman cabai rawit. Pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang
penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan, yang dapat menyebabkan
bunga gugur dan buah membusuk. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan
tanaman cabai rawit adalah sekitar 600-1200 mm/tahun. Cahaya matahari
sangat diperlukan sejak pertumbuhan bibit hingga tanaman berproduksi. Pada
intensitas cahaya yang tinggi dalam waktu yang cukup lama, masa
pembungaan cabai rawit terjadi lebih cepat dan proses pematangan buah juga
berlangsung lebih singkat (Distan Palangkaraya, 2014).
2. Tanah
Dalam usaha intensifikasi cabai rawit yang menitikberatkan pada
penggunaan pupuk perlu diketahui keadaan lahan atau tanah akan ditanami
cabai rawit yaitu jenis, kemasaman, perbaikan fisik tanah, dan kebutuhan hara
bagi tanaman. Tanaman cabai rawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah,
BPTP Balitbangtan Papua 3
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 3
II. LINGKUNGAN TUMBUH
1. Iklim
Tanaman cabai rawit mempunyai daya adaptasi yang cukup luas, namun
demikian syarat-syarat tumbuh tanaman cabai rawit harus dipenuhi agar
diperoleh pertumbuhan tanaman yang baik dan hasil buah yang tinggi untuk
memperoleh potensi hasil cabai sekitar 30 ton/ha. Tanaman ini cocok
dikembangkan di daerah tropis terutama sekitar khatulistiwa, paling cocok di
daerah hingga ketinggian 0-500 meter dpl. Meskipun begitu cabai rawit bisa
tumbuh baik hingga ketinggian 1000 meter dpl, produktifitas tanaman akan
berkurang pada daerah yang terlalu tinggi. Suhu udara yang baik untuk
pertumbuhan tanaman cabai merah adalah 25o-27oC pada siang hari dan
18o-20oC pada malam hari. Suhu malam di bawah 16oC dan suhu siang hari di
atas 32oC dapat menggagalkan pembuahan. Suhu tinggi dan kelembaban
udara yang rendah menyebabkan transpirasi berlebihan, sehingga tanaman
kekurangan air dan mengakibatkan bunga dan buah mudah gugur. Curah
hujan yang tinggi atau iklim yang basah tidak sesuai untuk pertumbuhan
tanaman cabai rawit. Pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang
penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan, yang dapat menyebabkan
bunga gugur dan buah membusuk. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan
tanaman cabai rawit adalah sekitar 600-1200 mm/tahun. Cahaya matahari
sangat diperlukan sejak pertumbuhan bibit hingga tanaman berproduksi. Pada
intensitas cahaya yang tinggi dalam waktu yang cukup lama, masa
pembungaan cabai rawit terjadi lebih cepat dan proses pematangan buah juga
berlangsung lebih singkat (Distan Palangkaraya, 2014).
2. Tanah
Dalam usaha intensifikasi cabai rawit yang menitikberatkan pada
penggunaan pupuk perlu diketahui keadaan lahan atau tanah akan ditanami
cabai rawit yaitu jenis, kemasaman, perbaikan fisik tanah, dan kebutuhan hara
bagi tanaman. Tanaman cabai rawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah,
BPTP Balitbangtan Papua4
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA Kerom, Mimika, Kota Jayapura yang tergolong daerah datar, didominasi oleh
jenis tanah (histosol, entisol, inceptisol dan ultisol), pH masam sampai agak
masam (6,2 – 4,5), bahan organik rendah, nitrogen total rendah, kandungan
hara P rendah, kalium rendah, kapasitas tukar kation rendah. Kondisi iklim
terpola dalam 2 tipe, yakni D, E dan F dimana curah hujan merata sepanjang
tahun (rerata bulanan 460 mm) dan tipe G dan H dimana puncak curah hujan
mengumpul pada 3 bulan.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas cabai rawit maka perlu
diketahui penerapan teknologi budidaya cabai spesifik lokasi melalui lingkungan
tumbuh mencakup lingkungan iklim, tanah, serta teknologi budidaya cabai
rawit (persiapan lahan, varietas unggul baru, persiapan bibit, penanaman,
pemupukan, pengendalian hama penyakit, perempelan wiwilan, panen dan
pasca panen).
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 4
asal drainase dan aerasi tanah cukup baik, dan air cukup tersedia selama
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanah yang ideal untuk
penanaman cabai rawit adalah tanah yang gembur, remah, mengandung
cukup bahan organik (sekurang-kurangnya 1,5%), unsur hara, air dan bebas
dari gulma. Tingkat kemasaman (pH) tanah yang sesuai adalah 6-7.
Kelembaban tanah dalam keadaan kapasitas lapang (lembab tetapi tidak
becek) dan suhu tanah antara 24o-30oC sangat mendukung pertumbuhan
tanaman cabai rawit. Suhu tanah yang rendah akan menghambat pengambilan
unsur hara oleh akar.
Cabai rawit mempunyai toleransi yang sedang terhadap kemasaman tanah,
dan dapat tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara 5,5-6,8. Pada pH > 7,0
tanaman cabai rawit seringkali menunjukkan gejala klorosis, yakni tanaman
kerdil dan daun menguning karena kekurangan hara besi (Fe). Pada pH < 5,5
tanaman cabai rawit juga akan tumbuh kerdil karena kekurangan Ca, Mg dan P
atau keracunan Al dan Mn.
Pada tanah masam (pH < 5,5) perlu dilakukan pengapuran dengan Kaptan
atau Dolomit dengan dosis 1-2 ton/ha untuk meningkatkan pH tanah dan
memperbaiki struktur tanah. Pengapuran dilakukan 3-4 minggu sebelum
tanam, dengan cara menebarkan kapur secara merata pada permukaan tanah
lalu kapur dan tanah diaduk. Pada tanah masam disarankan tidak
menggunakan terlalu banyak pupuk yang bersifat asam seperti ZA dan Urea.
Tanah yang ideal terdiri atas tiga komponen, yaitu masa padatan, air dan
udara, masing-masing dengan volume sepertiga bagian. Keadaan ini akan
menjamin aerasi, daya tahan air, drainase, dan aktivitas biologi tanah yang
cukup baik. Perbaikan sifat fisik tanah antara lain dapat dilakukan dengan
pengolahan tanah dan pemberian bahan organik. Bahan organik mempunyai
sifat mengurangi kepadatan tanah berat (tanah liat) dan meningkatkan daya
tahan air bagi tanah ringan (tanah pasir). Tanah yang berpasir sekurang-
kurangnya harus mengandung bahan organik 4% (C-organik 2%), dan untuk
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 5
tanah liat diperkirakan harus mengandung bahan organik 2% (C-organik 1%)
(Surahmat, 2011).
III. TEKNOLOGI BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
1. Persiapan Lahan Kering
Lahan di bajak (dicangkul) sedalam 30-40 cm sampai gembur.
Dibuat bedengan-bedengan tanam dengan lebar 1-1,2 m, tinggi 30 cm,
dan jarak antar bedengan 30 cm (Gambar 1).
Dibuat garitan-garitan dan lubang-lubang tanam dengan jarak
(50-60 cm) x (40-50 cm), pada tiap bedengan terdapat 2 baris tanaman.
Selanjutnya bedengan tanam ditutupi menggunakan plastik mulsa Hitam-
Perak yang dilubangi dengan jarak tanam yang sudah diatur.
Gambar 1. Persiapan Lahan untuk Penanaman Cabai Rawit di Kota
Jayapura, Papua, 2016. Sumber: Nunuela (2016)
BPTP Balitbangtan Papua 5
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 5
tanah liat diperkirakan harus mengandung bahan organik 2% (C-organik 1%)
(Surahmat, 2011).
III. TEKNOLOGI BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
1. Persiapan Lahan Kering
Lahan di bajak (dicangkul) sedalam 30-40 cm sampai gembur.
Dibuat bedengan-bedengan tanam dengan lebar 1-1,2 m, tinggi 30 cm,
dan jarak antar bedengan 30 cm (Gambar 1).
Dibuat garitan-garitan dan lubang-lubang tanam dengan jarak
(50-60 cm) x (40-50 cm), pada tiap bedengan terdapat 2 baris tanaman.
Selanjutnya bedengan tanam ditutupi menggunakan plastik mulsa Hitam-
Perak yang dilubangi dengan jarak tanam yang sudah diatur.
Gambar 1. Persiapan Lahan untuk Penanaman Cabai Rawit di Kota
Jayapura, Papua, 2016. Sumber: Nunuela (2016)
BPTP Balitbangtan Papua6
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA Kerom, Mimika, Kota Jayapura yang tergolong daerah datar, didominasi oleh
jenis tanah (histosol, entisol, inceptisol dan ultisol), pH masam sampai agak
masam (6,2 – 4,5), bahan organik rendah, nitrogen total rendah, kandungan
hara P rendah, kalium rendah, kapasitas tukar kation rendah. Kondisi iklim
terpola dalam 2 tipe, yakni D, E dan F dimana curah hujan merata sepanjang
tahun (rerata bulanan 460 mm) dan tipe G dan H dimana puncak curah hujan
mengumpul pada 3 bulan.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas cabai rawit maka perlu
diketahui penerapan teknologi budidaya cabai spesifik lokasi melalui lingkungan
tumbuh mencakup lingkungan iklim, tanah, serta teknologi budidaya cabai
rawit (persiapan lahan, varietas unggul baru, persiapan bibit, penanaman,
pemupukan, pengendalian hama penyakit, perempelan wiwilan, panen dan
pasca panen).
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 6
2. Varietas Unggul Baru
Gambar 2. Cabai Rawit varietas Rabani Agrihorti dan Prima Agrihorti.
Sumber: Balitbangtan (2015)
Hasil Pendampingan Kawasan Agribisnis Tanaman Hortikultura Komoditas
Cabai Rawit di Kabupaten Merauke dan Mimika, dapat direkomendasikan
Cabai Rawit varietas Rabani Agrihorti dan Prima Agrihorti (Gambar 2), Cabai
Besar Varietas Tanjung 2, Cabai Keriting Varietas Kencana yang bersumber
dari Balai Penelitian Sayuran Lembang.
3. Persiapan Bibit
Seleksi benih bernas; benih direndam dalam air hangat kurang lebih
3 jam, kemudian benih yang mengapung, dibuang sedangkan yang
tenggelam disemai.
Benih yang telah tumbuh 2 sampai 3 helai daun (tinggi kurang lebih
4 cm) dipindahkan ke Koker (bubungan) yang telah dipersiapkan terlebih
dulu (Gambar 3).
Gambar 3. Persiapan Koker dan Pembibitan Cabai Rawit di BPTP Balitbangtan Papua, 2016. Sumber: Nunuela (2016)
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 7
4. Penanaman
Setetes bibit cabai mencapai tinggi ±7-10 cm (18-21 hss) bibit dipindahkan
ke lapangan/lahan yang terlebih dahulu ditutupi dengan mulsa plastik
Hitam-Perak (Gambar 4).
Gambar 4. Tampilan Tanaman Cabai di atas Bedengan Tanam yang ditutupi mulsa Plastik
Hitam-Perak di Kabupaten Mimika, 2016. Sumber: Nunuela (2016)
5. Pemupukan
Penambahan unsur hara ke dalam tanah perlu dilakukan apabila
kandungan unsur hara tanah tidak mencukupi untuk mendukung
pertumbuhan tanaman cabai rawit secara optimal. Pemberian pupuk
tergantung jenis tanah, semakin ringan teksturnya maka semakin tinggi
dosis pupuk. Apapun jenis tanah, pupuk kandang dianjurkan untuk
diberikan kepada tanah. Terdapat beberapa inovasi teknologi pemupukan
yang dapat diterapkan di Papua, dimana inovasi teknologi pemupukan
(Tabel 1) telah disesuaikan dengan ketersediaan bahan pupuk serta dapat
dilaksanakan oleh petani di Papua.
BPTP Balitbangtan Papua 7
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 7
4. Penanaman
Setetes bibit cabai mencapai tinggi ±7-10 cm (18-21 hss) bibit dipindahkan
ke lapangan/lahan yang terlebih dahulu ditutupi dengan mulsa plastik
Hitam-Perak (Gambar 4).
Gambar 4. Tampilan Tanaman Cabai di atas Bedengan Tanam yang ditutupi mulsa Plastik
Hitam-Perak di Kabupaten Mimika, 2016. Sumber: Nunuela (2016)
5. Pemupukan
Penambahan unsur hara ke dalam tanah perlu dilakukan apabila
kandungan unsur hara tanah tidak mencukupi untuk mendukung
pertumbuhan tanaman cabai rawit secara optimal. Pemberian pupuk
tergantung jenis tanah, semakin ringan teksturnya maka semakin tinggi
dosis pupuk. Apapun jenis tanah, pupuk kandang dianjurkan untuk
diberikan kepada tanah. Terdapat beberapa inovasi teknologi pemupukan
yang dapat diterapkan di Papua, dimana inovasi teknologi pemupukan
(Tabel 1) telah disesuaikan dengan ketersediaan bahan pupuk serta dapat
dilaksanakan oleh petani di Papua.
BPTP Balitbangtan Papua8
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA Kerom, Mimika, Kota Jayapura yang tergolong daerah datar, didominasi oleh
jenis tanah (histosol, entisol, inceptisol dan ultisol), pH masam sampai agak
masam (6,2 – 4,5), bahan organik rendah, nitrogen total rendah, kandungan
hara P rendah, kalium rendah, kapasitas tukar kation rendah. Kondisi iklim
terpola dalam 2 tipe, yakni D, E dan F dimana curah hujan merata sepanjang
tahun (rerata bulanan 460 mm) dan tipe G dan H dimana puncak curah hujan
mengumpul pada 3 bulan.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas cabai rawit maka perlu
diketahui penerapan teknologi budidaya cabai spesifik lokasi melalui lingkungan
tumbuh mencakup lingkungan iklim, tanah, serta teknologi budidaya cabai
rawit (persiapan lahan, varietas unggul baru, persiapan bibit, penanaman,
pemupukan, pengendalian hama penyakit, perempelan wiwilan, panen dan
pasca panen).
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 8
Tabel 1. Inovasi Teknologi Pemupukan Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pengembangan Cabai Merah di Papua.
Jenis Pupuk Dosis Jumlah Pemberian
(kali)
Periode Pemberian
Pupuk kandang 20 ton/ha 1 sebanyak 100%, SP-36 200 kg/ha 2 40% sebelum tanam, 30% umur
30 hari, 30% umur 60 hari setelah tanam
NPK 150 kg/ha atau 48 gram/pohon
2
PPC Gandasil D dan B 1,5 gr/liter air 8 Gandasil D diberikan pada awal pertumbuhan vegetatif dan, Gandasil B pada akhir masa vegetatif sampai akhir masa generatif
ZPT Triakontorol 750 cc/ha 4
Karbofuran 10 kg/ha 1 Awal pertanaman
6. Pengendalian Hama/Penyakit
Salah satu kendala pertumbuhan dan produktifitas tanaman cabai rawit
adalah serangan hama dan penyakit serta ketersediaan pestisida anjuran
pada toko sarana produksi pertanian pada kawasan pengembangan cabai
rawit di Provinsi Papua. Jenis hama dan penyakit yang menjadi tantangan
terbesar dalam budidaya tanaman cabai rawit di Papua adalah
a) Hama lalat buah (Dacus sp),
b) Penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum),
c) Penyakit cacar buah antraknosa di samping hama dan penyakit
penting lainnya.
Inovasi teknologi penanggulangan hama dan penyakit cabai rawit di Papua
ditunjukkan pada Tabel 2.
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 9
Tabel 2. Inovasi Teknologi Penanggulangan Hama dan Penyakit Penting Cabai Rawit Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pengembangan Cabai di Papua.
No Jenis Hama dan Penyakit Gejala Serangan Pemberantasan/Pencegahan
Hama 1 Hama Lalat Buah (Bactrocera sp)
Sumber: Puslitbanghorti (2016)
Apabila cabai dibelah, terdapat larva lalat buah di dalamnya, lalu cabai membusuk dan gugur sebelum larva menjadi pupa.
Tanah dicangkul dengan baik hingga kepompong lalat buah mati terkena sinar matahari.
Membakar cabai yang terserang.
Penggunaan perangkap atraktan Metyl Eugenol.
Menggunakan perangkap lem lalat buah.
Mengendalikan lalat buah secara teknis (manual).
Mengendalikan lalat buah secara kimiawi dengan insektisida berbahan aktif profenofos dan metomil efektif.
2 Aphids Sumber: Septi (2016)
Serangan hamanya menyebabkan daun melengkung ke atas, keriting dan belang-belang sampai dgn mengalami kerontokan.
Pengendalian secara kimia dapat dilakukan dengan menyemprot insektisida Winder 100EC konsentrasi 0,5-1,00 cc/L.
3 Kutu putih (Bemisia tabaci) Sumber: Septi (2016)
Kutu putih menghisap cairan pada daun dan batang sehingga mengakibatkan tanaman tumbuh kerdil, daun berkerut dan kemudian akan mati secara perlahan.
Pengendalian secara alami dilakukan dengan cara memelihara kelestarian musuh alami dan tindakan menghindari penggunaan jenis maupun dosis pestisida kimia dengan dosis dan frekuensi aplikasi yang tinggi, serta menghindari penggunaan jenis maupun dosis pestisida yang tidak tepat.
BPTP Balitbangtan Papua 9
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 9
Tabel 2. Inovasi Teknologi Penanggulangan Hama dan Penyakit Penting Cabai Rawit Spesifik Lokasi Pada Kawasan Pengembangan Cabai di Papua.
No Jenis Hama dan Penyakit Gejala Serangan Pemberantasan/Pencegahan
Hama 1 Hama Lalat Buah (Bactrocera sp)
Sumber: Puslitbanghorti (2016)
Apabila cabai dibelah, terdapat larva lalat buah di dalamnya, lalu cabai membusuk dan gugur sebelum larva menjadi pupa.
Tanah dicangkul dengan baik hingga kepompong lalat buah mati terkena sinar matahari.
Membakar cabai yang terserang.
Penggunaan perangkap atraktan Metyl Eugenol.
Menggunakan perangkap lem lalat buah.
Mengendalikan lalat buah secara teknis (manual).
Mengendalikan lalat buah secara kimiawi dengan insektisida berbahan aktif profenofos dan metomil efektif.
2 Aphids Sumber: Septi (2016)
Serangan hamanya menyebabkan daun melengkung ke atas, keriting dan belang-belang sampai dgn mengalami kerontokan.
Pengendalian secara kimia dapat dilakukan dengan menyemprot insektisida Winder 100EC konsentrasi 0,5-1,00 cc/L.
3 Kutu putih (Bemisia tabaci) Sumber: Septi (2016)
Kutu putih menghisap cairan pada daun dan batang sehingga mengakibatkan tanaman tumbuh kerdil, daun berkerut dan kemudian akan mati secara perlahan.
Pengendalian secara alami dilakukan dengan cara memelihara kelestarian musuh alami dan tindakan menghindari penggunaan jenis maupun dosis pestisida kimia dengan dosis dan frekuensi aplikasi yang tinggi, serta menghindari penggunaan jenis maupun dosis pestisida yang tidak tepat.
BPTP Balitbangtan Papua10
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA Kerom, Mimika, Kota Jayapura yang tergolong daerah datar, didominasi oleh
jenis tanah (histosol, entisol, inceptisol dan ultisol), pH masam sampai agak
masam (6,2 – 4,5), bahan organik rendah, nitrogen total rendah, kandungan
hara P rendah, kalium rendah, kapasitas tukar kation rendah. Kondisi iklim
terpola dalam 2 tipe, yakni D, E dan F dimana curah hujan merata sepanjang
tahun (rerata bulanan 460 mm) dan tipe G dan H dimana puncak curah hujan
mengumpul pada 3 bulan.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas cabai rawit maka perlu
diketahui penerapan teknologi budidaya cabai spesifik lokasi melalui lingkungan
tumbuh mencakup lingkungan iklim, tanah, serta teknologi budidaya cabai
rawit (persiapan lahan, varietas unggul baru, persiapan bibit, penanaman,
pemupukan, pengendalian hama penyakit, perempelan wiwilan, panen dan
pasca panen).
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 10
No Jenis Hama dan Penyakit Gejala Serangan Pemberantasan/Pencegahan
Hama 4 Hama Thrips parvispinus
Sumber: Surahmat (2011)
Daun berkerut dan menimbulkan bercak klorosis karena cairan daun dihisap. Lapisan daun mjadi berwarna keperak-perakan atau seperti tembaga.
Penggunaan mulsa perak. Sanitasi lingkungan dan
memotong pada bagian tanaman yang terserang thrips.
Pemanfaatan musuh alami yang berpotensi untuk mengendalikan hama, di antaranya adalah predator kumbang Coccinellidae, tungau, predator larva Chrysopidae, kepik Anthocoridae dan patogen Entomophthora sp.
Penyakit 1 Penyakit busuk buah Antraknosa
Sumber: Puslitbanghorti (2016)
Serangan awal cendawan, cabai menjadi busuk lunak. Bagian tengah buah tampak bercak-bercak titik hitam yang merupakan kelompok seta dan konidium. Dalam kondisi cuaca panas dan lembab dapat mempercepat perkembangan penyakit.
Perlakuan biji dengan cara merendam biji dalam air panas (suhu 55°C) selama 30 menit atau perlakuan dengan fungisida sistemik golongan Triazole dan Pyrimidin (0.05-0 .1%).
2 Penyakit cendawan Phytophthora capsici
Sumber: Septi (2016)
Cendawan dapat menyerang bagian tanaman, mulai akar, batang, daun hingga buah. Musim hujan dengan kelembaban yang tinggi, intensitas serangan meningkat. Serangan cendawan diawali pada batang tanaman muda/pucuk tanaman. Gejalanya terlihat membusuk pada batang muda seperti tersiram air panas, jika dipegang kulit batang mudah terkelupas, kemudian akan muncul bulu-bulu halus berwarna hitam keabu-abuan pada batang muda yang terserang, layu dan akhirnya kering.
Pengendalian penyakit busuk pada tanaman cabai dapat dilakukan dgn menyemprot fungisida secara rutin.
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 11
No Jenis Hama dan Penyakit Gejala Serangan Pemberantasan/Pencegahan
Penyakit 3 Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia
solanacearum)
Sumber: Puslitbanghorti (2016)
Jaringan pembuluh batang bagian bawah dan akar menjadi kecoklatan. Penyakit layu bakteri ini berkembang sangat cepat pada musim hujan.
Membuat guludan yang tinggi untuk menghindari genangan air dan kelembaban yang cukup tinggi. Apabila lahan memiliki riwayat pertanaman cabai/ tomat/terong yang layu, maka sebelum tanam, lahan diolah dengan mencampur belerang. Membersihkan lahan dari sisa tanaman. Mencabut dan membakar tanaman layu dan mengocor lubang tanam dengan bakterisida yg mengandung streptomycin, kasugamycin hidroklorida, oksitetrasiklin, atau fungisida berbahan aktif belerang, tembaga, dazomet dan asam oksolinik.
Gambar 5. Hama dan Penyakit Penting Tanaman Cabai Rawit pada Kawasan
Pengembangan di Papua, 2016. Sumber: Septi (2016)
Selain Penanggulangan/pencegahan hama dan penyakit tanaman cabai
rawit secara kimiawi dan mekanik dikenal juga penanggulangan hama dan
penyakit dengan pendekatan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) dengan
perencanaan pola tanam yang sesuai. Pengaturan pola tanam tanaman
cabai rawit yang menguntungkan, antara lain:
a. Tumpangsari tanaman cabai rawit dengan bawang daun untuk
menekan/mengusir serangan kutu daun persik.
BPTP Balitbangtan Papua 11
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 11
No Jenis Hama dan Penyakit Gejala Serangan Pemberantasan/Pencegahan
Penyakit 3 Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia
solanacearum)
Sumber: Puslitbanghorti (2016)
Jaringan pembuluh batang bagian bawah dan akar menjadi kecoklatan. Penyakit layu bakteri ini berkembang sangat cepat pada musim hujan.
Membuat guludan yang tinggi untuk menghindari genangan air dan kelembaban yang cukup tinggi. Apabila lahan memiliki riwayat pertanaman cabai/ tomat/terong yang layu, maka sebelum tanam, lahan diolah dengan mencampur belerang. Membersihkan lahan dari sisa tanaman. Mencabut dan membakar tanaman layu dan mengocor lubang tanam dengan bakterisida yg mengandung streptomycin, kasugamycin hidroklorida, oksitetrasiklin, atau fungisida berbahan aktif belerang, tembaga, dazomet dan asam oksolinik.
Gambar 5. Hama dan Penyakit Penting Tanaman Cabai Rawit pada Kawasan
Pengembangan di Papua, 2016. Sumber: Septi (2016)
Selain Penanggulangan/pencegahan hama dan penyakit tanaman cabai
rawit secara kimiawi dan mekanik dikenal juga penanggulangan hama dan
penyakit dengan pendekatan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) dengan
perencanaan pola tanam yang sesuai. Pengaturan pola tanam tanaman
cabai rawit yang menguntungkan, antara lain:
a. Tumpangsari tanaman cabai rawit dengan bawang daun untuk
menekan/mengusir serangan kutu daun persik.
BPTP Balitbangtan Papua12
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA Kerom, Mimika, Kota Jayapura yang tergolong daerah datar, didominasi oleh
jenis tanah (histosol, entisol, inceptisol dan ultisol), pH masam sampai agak
masam (6,2 – 4,5), bahan organik rendah, nitrogen total rendah, kandungan
hara P rendah, kalium rendah, kapasitas tukar kation rendah. Kondisi iklim
terpola dalam 2 tipe, yakni D, E dan F dimana curah hujan merata sepanjang
tahun (rerata bulanan 460 mm) dan tipe G dan H dimana puncak curah hujan
mengumpul pada 3 bulan.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas cabai rawit maka perlu
diketahui penerapan teknologi budidaya cabai spesifik lokasi melalui lingkungan
tumbuh mencakup lingkungan iklim, tanah, serta teknologi budidaya cabai
rawit (persiapan lahan, varietas unggul baru, persiapan bibit, penanaman,
pemupukan, pengendalian hama penyakit, perempelan wiwilan, panen dan
pasca panen).
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 12
b. Tumpang-gilir cabai rawit dengan bawang merah akan menekan
serangan kutu daun dan Thrips pada tanaman muda.
c. Penggunaan tanaman perangkap hama; tanaman caisim/sawi yang
ditanam sekeliling tanaman cabai rawit dapat menekan serangan kutu
daun persik, karena caisim/sawi lebih disukai hama tersebut daripada
tanaman cabai rawit.
7. Perempelan Wiwilan
Merupakan kegiatan membuang tunas air dengan membiarkan tunas
keempat dan seterusnya. Tujuannya adalah:
a) Mengatur keseimbangan nutrisi dan asimilat untuk pertumbuhan
dan perkembangan tanaman.
b) Membentuk tajuk tanaman yang ideal sehingga terjadi partisi sinar
matahari yang efektif untuk energi fotosintesis,
c) Mempermudah pemeliharaan, Maksimisasi pertumbuhan Generatif
(pembuahan).
8. Panen
Pemanenan bertujuan untuk mendapatkan buah dengan tingkat
kematangan sesuai permintaan pasar dengan mutu buah yang baik sesuai
standar pasar. Waktu panen sebaiknya mengikuti prosedur sebagai berikut:
a. Hentikan penyemprotan pestisida 2 minggu sebelum panen.
b. Lakukan panen pada umur 70-90 HST (hibrida), 100-110 HST(non
hibrida), atau dengan tingkat kemasakan telah mencapai ±80%
dengan interval 3-7 hari.
c. Cara panen dengan memetik dan menyertakan tangkai buahnya.
d. Tempatkan hasil panen di keranjang atau ember dan bawa ke
tempat penampungan sementara yang kering, sejuk, dan
mempunyai sirkulasi udara yang cukup baik.
e. Lakukan sortasi buah yang terserang OPT kemudian musnahkan.
f. Setiap kegiatan yang dilaksanakan harus tercatat.
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 13
Gambar 6. Tanaman Cabai Rawit yang baru di Panen pada Kawasan
Pengembangan Kabupaten Merauke, Papua, 2016. Sumber: Nunuela (2016)
9. Pasca Panen
a. Pengeringan
Pengawetan dalam keadaan segar waktunya tidak akan tahan lama,
tetapi kalau dikeringkan waktu simpan bisa lama. Cabai yang akan
dikeringkan harus dipilih yang berkualitas baik, tangkai dibuang dan
kemudian cabai dicuci bersih. Kemudian dimasukkan dalam air panas
beberapa menit, lalu didinginkan dengan cara dicelupkan dalam air
dingin. Selanjutnya ditiriskan di atas anyaman bambu atau kawat kasa
sehingga airnya keluar semua. Kemudian dijemur pada panas matahari
sampai kering, biasanya kurang lebih selama satu minggu. Pada musim
hujan, pengeringan buah cabai dapat menggunakan pemanas. Di dalam
ruangan pemanas tersebut diberi para-para beberapa lapis untuk
meletakkan cabai. Sebagai sumber panas dapat memakai lampu listrik,
kompor, tungku arang atau bahan lainnya.
b. Kemasan Cabai
Sebelum cabai dijual, sebaiknya dilakukan seleksi dengan memisahkan
cabai yang bagus dan tidak bagus kualitasnya. Buah cabai dapat dikemas
dengan kantung plastik yang telah diberi lubang-lubang kecil dengan
jarak antar lubang sekitar 5-10 cm. Setiap kantung plastik dapat diisi
cabai dengan berat 0,5 kg; 1 kg; 1,5 kg atau 2 kg. Selanjutnya kantung
BPTP Balitbangtan Papua 13
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 13
Gambar 6. Tanaman Cabai Rawit yang baru di Panen pada Kawasan
Pengembangan Kabupaten Merauke, Papua, 2016. Sumber: Nunuela (2016)
9. Pasca Panen
a. Pengeringan
Pengawetan dalam keadaan segar waktunya tidak akan tahan lama,
tetapi kalau dikeringkan waktu simpan bisa lama. Cabai yang akan
dikeringkan harus dipilih yang berkualitas baik, tangkai dibuang dan
kemudian cabai dicuci bersih. Kemudian dimasukkan dalam air panas
beberapa menit, lalu didinginkan dengan cara dicelupkan dalam air
dingin. Selanjutnya ditiriskan di atas anyaman bambu atau kawat kasa
sehingga airnya keluar semua. Kemudian dijemur pada panas matahari
sampai kering, biasanya kurang lebih selama satu minggu. Pada musim
hujan, pengeringan buah cabai dapat menggunakan pemanas. Di dalam
ruangan pemanas tersebut diberi para-para beberapa lapis untuk
meletakkan cabai. Sebagai sumber panas dapat memakai lampu listrik,
kompor, tungku arang atau bahan lainnya.
b. Kemasan Cabai
Sebelum cabai dijual, sebaiknya dilakukan seleksi dengan memisahkan
cabai yang bagus dan tidak bagus kualitasnya. Buah cabai dapat dikemas
dengan kantung plastik yang telah diberi lubang-lubang kecil dengan
jarak antar lubang sekitar 5-10 cm. Setiap kantung plastik dapat diisi
cabai dengan berat 0,5 kg; 1 kg; 1,5 kg atau 2 kg. Selanjutnya kantung
BPTP Balitbangtan Papua14
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA Kerom, Mimika, Kota Jayapura yang tergolong daerah datar, didominasi oleh
jenis tanah (histosol, entisol, inceptisol dan ultisol), pH masam sampai agak
masam (6,2 – 4,5), bahan organik rendah, nitrogen total rendah, kandungan
hara P rendah, kalium rendah, kapasitas tukar kation rendah. Kondisi iklim
terpola dalam 2 tipe, yakni D, E dan F dimana curah hujan merata sepanjang
tahun (rerata bulanan 460 mm) dan tipe G dan H dimana puncak curah hujan
mengumpul pada 3 bulan.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas cabai rawit maka perlu
diketahui penerapan teknologi budidaya cabai spesifik lokasi melalui lingkungan
tumbuh mencakup lingkungan iklim, tanah, serta teknologi budidaya cabai
rawit (persiapan lahan, varietas unggul baru, persiapan bibit, penanaman,
pemupukan, pengendalian hama penyakit, perempelan wiwilan, panen dan
pasca panen).
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 14
plastik diletakkan pada wadah yang dibuat dari bambu atau kardus.
Ukuran wadah sebaiknya tidak terlalu besar yaitu antara 10 x 25 x 25 cm
sampai 35 x 50 x 40 cm. Setiap sisi wadah diberi lubang dengan garis
tengah 1 cm dan jarak antar lubang 10 cm.
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 15
IV. PENUTUP
Secara umum penerapan teknologi budidaya tanaman cabai rawit pada
Kawasan Pengembangan Agribisnis di Papua sudah cukup memadai. Hal ini
dilihat dari penerapan teknologi persiapan lahan dan persemaian, penggunaan
mulsa plastik hitam perak, penggunaan pestisida dan fungisida yang tepat
sasaran, penggunaan pupuk NPK Mutiara (kelangkaan pupuk Urea, TSP dan
KCl), Atonik, Gandasil D dan B serta panen dan pasca panen. Inovasi teknologi
sesuai SOP yang belum diterapkan adalah Penerapan teknologi bubungan
(koker), penggunaan pupuk kandang serta varietas unggul baru produktivitas
tinggi serta perempelan wiwilan. Diduga kondisi ini terkait dengan belum
efektifnya peran lembaga pemasaran (harga yang berfluktuatif).
BPTP Balitbangtan Papua 15
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 15
IV. PENUTUP
Secara umum penerapan teknologi budidaya tanaman cabai rawit pada
Kawasan Pengembangan Agribisnis di Papua sudah cukup memadai. Hal ini
dilihat dari penerapan teknologi persiapan lahan dan persemaian, penggunaan
mulsa plastik hitam perak, penggunaan pestisida dan fungisida yang tepat
sasaran, penggunaan pupuk NPK Mutiara (kelangkaan pupuk Urea, TSP dan
KCl), Atonik, Gandasil D dan B serta panen dan pasca panen. Inovasi teknologi
sesuai SOP yang belum diterapkan adalah Penerapan teknologi bubungan
(koker), penggunaan pupuk kandang serta varietas unggul baru produktivitas
tinggi serta perempelan wiwilan. Diduga kondisi ini terkait dengan belum
efektifnya peran lembaga pemasaran (harga yang berfluktuatif).
BPTP Balitbangtan Papua16
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 1
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan jenis cabai yang
memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan dengan jenis yang lainnya,
mengandung kadar minyak atrisi yang tinggi. Bentuk buah cabai rawit pada
umumnya memiliki panjang kira-kira 1-2 cm dengan diameter 0,5-1 cm serta
memiliki biji yang banyak dan padat. Jenis cabai ini memiliki ketahanan yang
kuat dari berbagai serangan hama, dan mudah dalam perawatannya. Secara
umum komoditi cabai memiliki posisi strategis didalam dinamika pembangunan
ekonomi nasional, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi maupun
komoditas ekspor. Sebagai contoh lonjakan harga cabai rawit di akhir tahun
2016 adalah salah satu faktor pemicu inflasi nasional yang cukup tinggi.
Kebutuhan bahan baku cabai akan terus meningkat setiap tahunnya
dengan makin beragamnya kebutuhan manusia dan makin berkembangnya
teknologi obat-obatan, kosmetik, zat warna, pencampuran minuman dan
lainnya. Konsumsi cabai per kapita per minggu di perkotaan di perkirakan
sebesar 0,219 ons dan di pedesaan 0,15 ons (peningkatan permintaan
mencapai 7,5%/tahun) dilain pihak potensi hasil panen cabe rawit adalah 1,6
–11,2/ha (dapat ditingkatkan hingga 20 ton/ha).
Keberhasilan dalam usahatani cabai rawit selain perlu keterampilan dan
modal yang cukup, serta faktor syarat tumbuh, pemilihan bibit, cara bercocok
tanam, pengendalian hama dan penyakit dan penanganan pasca panen.
Kendala utama dalam upaya peningkatan produksi atau produktifitas cabai
rawit di Indonesia adalah masih kurangnya penerapan inovasi teknologi
produksi anjuran oleh petani dibarengi dinamika pemanasan global (global
warming) dan perubahan iklim (climate change) serta kesiapan kelembagan
pemasaran yang kurang produktif.
Secara umum sumber daya lahan pertanaman cabai berada di 4
wilayah pengembangan agribisnis cabai di Papua yaitu Kabupaten Merauke,
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA Kerom, Mimika, Kota Jayapura yang tergolong daerah datar, didominasi oleh
jenis tanah (histosol, entisol, inceptisol dan ultisol), pH masam sampai agak
masam (6,2 – 4,5), bahan organik rendah, nitrogen total rendah, kandungan
hara P rendah, kalium rendah, kapasitas tukar kation rendah. Kondisi iklim
terpola dalam 2 tipe, yakni D, E dan F dimana curah hujan merata sepanjang
tahun (rerata bulanan 460 mm) dan tipe G dan H dimana puncak curah hujan
mengumpul pada 3 bulan.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas cabai rawit maka perlu
diketahui penerapan teknologi budidaya cabai spesifik lokasi melalui lingkungan
tumbuh mencakup lingkungan iklim, tanah, serta teknologi budidaya cabai
rawit (persiapan lahan, varietas unggul baru, persiapan bibit, penanaman,
pemupukan, pengendalian hama penyakit, perempelan wiwilan, panen dan
pasca panen).
PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA CABAI RAWIT SPESIFIK LOKASI DI PAPUA
BPTP Balitbangtan Papua 16
DAFTAR PUSTAKA
BBP2TP, 2003. Horticultural Partnership Support Program. Perbaikan Pengelolaan Tanaman Cabe Merah. Knowledge Management Series Petunjuk Teknis Penelitian dan Pengkajian Nasional Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2003.
BPTP Jambi, 2014. Hama Dan Penyakit Pada Tanaman Cabai Serta Pengendaliannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.
Dinas Pertanian dan Peternakan Palangka Raya, 2014. Standar Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Cabai Rawit. Bidang Pengembangan Produksi Hortikultura, Dinas Pertanian dan Peternakan Kalimantan Tengah. Palangka Raya Tahun 2014.
Puslitbanghorti, 2010. Pedoman Umum Program Dukungan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.
Puslitbanghorti, 2016. Modul PTT Cabai dan Bawang Merah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.
Nani S., dan A. Huharam, 2005. Panduan Teknis Budidaya Cabai Merah No 2. ISBN: 979-8304-40-3. Budidaya Tanaman Cabai Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Litbang Pertanian.
Surahmat, F. 2011. Pengelolaan Tanaman Cabai Keriting Hibrida Tm 999 (Capsicum Annuum) secara Konvensional dan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Untuk Informasi Lebih Lanjut Silahkan Hubungi :
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Jl. Yahim No. 49 Sentani-Papua 99352
Telp (0967) 592179; Fax (0967) 592179 Email : [email protected]
Web : www.papua.litbang.pertanian.go.id