petiiiir

14

Click here to load reader

Transcript of petiiiir

1. Abstraksi Membaca judul berita di Harian Suara Karya 19 November 1996 Disambar Petir Tangki BBM Pertamina Cilacap Terbakar, Kompas 6 januari 2003 Lima juta liter minyak dikuras akibat tangki tersambar petir di Balikpapan, Suara Pembaruan 16 November 1996 Jaringan Telepon di Bangka dan Belitung Rawan Petir, Suara Karya Jumat 13 Maret 1998 Jaringan Telkom Putus Karena disambar Petir, Harian Metro 18 November 1996 Teknisi Tewas disambar Petir, dan Kompas 26 April 2006 Sekeluarga Tersambar Petir. Berita-berita tersebut menunjukkan kedahsyatan Petir dalam mengancam dan menyambar tidak memandang apa, siapa, dan dimana. Apakah dahsyatnya Petir dapat ditundukan? Pertanyaan ini terjawab dengan Artikel di harian Berita Yudha 7 Oktober 1993 Petir Berhasil Ditundukan Pakar Tegangan Tinggi dan dengan adanya Standar Sistem Pengaman Petir skala Internasional (IEC), Nasional (SNI) serta di kalangan Internal TELKOM adalah STEL/PED dan STKBI (Pekerjaan Umum) yang merupakan usaha serta cara untuk menundukkan Petir secara profesional. Secara ilmiah telah diadakan penelitian mengenai Petir ini oleh OTTO VAN GUERICKE dari Swedia dengan membuat simulasi (generator elektrostatis) mirip sambaran petir. Dari penelitian tersebut dikembangkan teori-teori tentang petir dengan pendekatan matematis kelistrikan guna mempermudah perencanaan & aplikasi sistem pengamanan petir dan penyusunan Standarnya. Sistem Pengaman atau penangkal Petir telah dimulai sejak BENJAMIN FRANKLIN pada tahun 1752 menemukan teknik penangkal petir menggunakan interseptor yang dihubungkan ke tanah melalui konduktor berkembang sampai sistem yang pasif (konvensional) maupun aktif. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, saat ini jarak sambaran sebagai persamaan fungsi Arus Puncak dapat diprediksi menggunakan teori bola gelinding, dan dibuatkan Iso Kreaunic Map sebagai dasar perencanaan Sistem Pengaman Petir (SPP) guna memperkecil kerusakan atau gangguan akibat sambaran Petir.

Gambar 1. Metode Bola Gelinding

Teknologi yang merupakan upaya atas landasan akal budi manusia, telah mengubah manusia menuju era jaman baru dan kondisi dinamis ini memunculkan terobosan-terobosan diantaranya bidang Teknologi Elektronika yang kaitannya dengan Teknologi Infokom. Sehingga melahirkan Masyarakat Infokom dimana informasi sudah menjadi kebutuhan dan bagian aspek kehidupannya. Guna mendapatkan informasi sesuai tuntutan masyarakat tersebut maka performansi perangkat Infokom perlu dilindungi dengan meningkatkan mutu perangkat (penyebab dari dalam) serta mengantisipasi penyebab dari luar (alam). Di dalam pembahasan kali ini akan dibatasi pada faktor alam akibat petir terhadap perangkat Infokom. Dengan semakin meluasnya jaringan infokom, maka obyek sambaran petir juga semakin meluas. Populasi yang menyebar dengan fasilitas menara tinggi mempermudah perangkat tersambar petir. Perangkat infokom saat ini dominan menggunakan komponen mikroprosesor yang sangat peka serta rawan terhadap tegangan gelombang elektromagnetik (akibat sambaran petir), maka petir perlu diwaspadai dengan cara mengenalnya kemudian ditundukkan karena kedahsyatannya mengancam dan merusak infrastruktur perangkat infokom yang cenderung makin rawan terhadap sambaran Petir. 2. Mengenal Petir dan Parameternya 2.1 Apakah Petir itu ? Di lapisan atmosfer bertebaran gumpalan-gumpalan awan yang diantaranya ada awan yang bermuatan listrik. Awan bermuatan listrik tersebut dapat terbentuk jika pada suatu daerah terdapat unsur-unsur yang diperlukan, diantaranya: udara yang lembab (konsentrasi air banyak), gerakan angin ke atas dan terdapat inti higroskopis Lihat Gambar 2. Terjadinya kelembaban karena adanya pengaruh sinar matahari yang menyebabkan terjadinya penguapan air di atas permukaan tanah (daerah laut, danau, dll). Sedangkan pergerakan udara ke atas disebabkan oleh perbedaan tekanan akibat daerah yang terkena panas matahari bertekanan lebih tinggi atau pengaruh angin. Disamping itu terdapat pula inti Higroskopis sebagai inti butir-butir air di awan akibat proses kondensasi.

Gambar 2. Pembentukan awan bermuatan Ketiga unsur diatas sebagai unsur yang diperlukan menghasilkan awan guruh/awan Commulonimbus yang bermuatan negatif dan karakteristiknya berbeda-beda sesuai kondisi tempatnya. Muatan awan bawah yang negatif akan menginduksikan permukaan tanah menjadi positif maka terbentuklah medan listrik antara awan dan tanah (permukaan bumi). Semakin besar muatan yang terdapat diawan semakin besar pula medan listrik yang terjadi dan bila kuat medan tersebut telah melebihi kuat medan tembus udara ke tanah maka akan terjadi pelepasan atau peluhan muatan listrik sesuai hukum kelistrikan, peristiwa ini disebut kilat atau petir (Sambaran Petir) . Jadi Petir adalah fenomena alam hasil proses pelepasan muatan dari suatu tempat ke tempat lain di Atmosfir, yang dapat terjadi dari awan ke awan, awan ke tanah atau tanah ke awan. 2.2. Iso Kreaunic Map Menurut definisi W.M.O (World Meteorological Organization), hari dimana terdengar guntur atau guruh (petir) paling sedikit satu kali dalam jarak kira-kira 15 km dari stasiun pengamatan disebut hari guruh (Thunder Stormday). Iso kreaunic level merupakan ukuran keseringan Sambaran Petir pada suatu daerah. Garis yang menghubungkan daerah-daerah dengan jumlah hari guruh yang sama disebut Iso Kreaunic Level (IKL) sehingga setiap Negara atau didunia terdapat di peta hari guruh (Iso Kreaunic Map). Sebagai contoh, dari peta Iso kreaunic Indonesia terletak didaerah khatulistiwa dengan curah hujan yang tinggi dan mempunyai jumlah hari guruh diatas 150 hari, Eropa maksimum 30 hari, Amerika maksimum 100 hari, Jepang atau Korea maksimal 80 hari, serta Australia 80 hari, sehingga probabilitas ancaman kerusakan yang diakibatkan oleh petir berbeda satu sama lain, maka dalam perencanaanpun berbeda ukuran maupun batasannya walau dengan standar yang sama. 2.3 Parameter Petir Setiap sambaran petir dapat diuraikan secara matematis kelistrikan. Hal tersebut diperlukan guna mengetahui sejauh mana akibat pada obyek sambaran yang ditimbulkan masing-masing parameter tersebut dan untuk menentukan mutu pengaman yang harus didesain.

Gambar 3. Parameter-parameter Petir 1. Arus Petir Maksimum yaitu harga maksimum/puncak impulse petir (Im). Arus Petir maksimum (Im) menentukan tinggi tegangan jatuh (Um) pada tahanan pentanahan obyek yang disambar, Rumus: Um=Im x R (Volt) Dimana: Im = Arus petir puncak atau maksimum;

R = Tahanan tanah Akibat dari parameter ini akan menimbulkan tegangan jatuh dan perbedaan tegangannya dapat merusak perangkat. Arus puncak tersebut dapat juga digunakan untuk menentukan tingkat proteksi yang akan digunakan atau dipilih dan dipergunakan dalam perhitungan Jari-jari Bola Gelinding. Salah satu contoh kasus yang diakibatkan oleh parameter ini adalah peristiwa sambaran Petir STO Simpang Lima Semarang 25 Desember 1995 jam 16.00 WIB. 2. Muatan Petir atau muatan total (Q) Muatan (Q) menentukan jumlah Energi (W) yang terwujud pada titik sambaran dan setiap tempat dalam busur listrik yang menembus isolasi. Rumus: Q = i . dt W= Q.Va,k Dimana; i = Arus petir Va,k = Tegangan jatuh anoda katoda, Pengaruh Q ini adalah dapat melelehkan logam dan dapat menimbulkan bunga api. Energi yang terjadi pada kaki busur listrik titik sambaran petir berbanding lurus antara muatan petir (Q) dan tegangan jatuh (V). Parameter ini berguna untuk menentukan dimensi penangkal petir. Salah satu contoh kasus akibat parameter tersebut adalah kasus kilang minyak Cilacap yang membakar panel listrik dan kabel telepon. Gambar 4. Panel Listrik dan Kabel Telepon yg terbakar terkena sambaran petir 3. Energi Spesifikasi Arus Petir atau kuadrat impulse dari arus (E). Energi (E) menentukan pemanasan serta gaya impulse,Rumus: E = i2 dt, Dimana; i = Arus petir E = Energi yang timbul t = waktu

Pengaruh parameter ini adalah dapat mengakibatkan efek mekanik pada sambaran dan menimbulkan kenaikan temperatur yang mengakibatkan pemanasan. Parameter ini digunakan untuk menentukan dimensi penangkal petir. Akibat sambaran ini dapat mematahkan metal, meratakan tembok, dsb. Contoh kasusnya yaitu peristiwa 8 Juni 1979 di Stasiun Bumi Cibinong, menghancurkan head penangkal petir diatas tiang antenna

tingi 90 m, dan yang meratakan tembok di STO Ketanggungan pada tanggal 12 Maret 1996.

Gambar 5. Tembok yang retak akibat terkena sambaran petir 4. Kecuraman maksimum dari Arus Petir (di/dt) . Petir juga menimbulkan tegangan induksi (U). Rumus: U = L di/dt (Volt) Dimana; L = Induktansi metal/kabel (henry) di/dt = laju kenaikan arus terhadap waktu/kecuraman Arus Petir. Pengaruh Parameter ini adalah dapat menyebabkan adanya tegangan drop induktif pada konduktor yang dilalui arus (ada sifat induktif) serta adanya tegangan induktif pada rangkaian loop karena koupling magnetik. Parameter ini digunakan berkaitan dengan penentuan dimensi konduktor Pengaman Petir. Akibat dari parameter ini menimbulkan tegangan induksi dan merusak perangkat, sebagai contoh adalah peristiwa tanggal 7 April 1995 di STO Jember, petir mengakibatkan adanya loop di STDI. 3. Ancaman Petir terhadap perangkat Infokom 3.1 Sambaran Ancaman petir dapat berupa: 1. Sambaran petir langsung (dekat) 2. Sambaran petir tidak langsung (jauh) Sambaran petir langsung dikenal sebagai sambaran dekat dan sambaran tidak langsung dikenal sebagai sambaran jauh. Semakin banyaknya pemakaian komponen mikroelektronik atau mikroprosesor untuk perangkat Infokom atau IT telah menunjukkan statistik kerusakan cukup besar yang disebabkan oleh kedua sambaran petir tersebut. 1. Sambaran langsung (jarak dekat) Sambaran langsung yaitu suatu sambaran dekat dari obyek (pohon, antena,gedung dst). Misalnya, sambaran dekat dengan instalasi Telekomunikasi, atau sambaran pada tower antenna, dll. Arus atau impulse petir yang besar dapat berupa thermal atau mekanikal dimana suhu yang sangat tinggi dapat melelehkan logam atau gaya yang cukup besar dapat mematahkan logam. Selain itu akan mengakibatkan drop tegangan pada tahanan pembumian (grounding), kopling kapasitif dan Tegangan induksi pada loop metal. 2. Sambaran tidak langsung (jarak jauh) Sambaran tidak langsung (jarak jauh) yaitu sambaran yang jauh dari obyek. Sambaran suatu titik diluar obyek bisa sampai dengan jarak 1 Km sehingga menimbulkan hantaran gelombang berjalan (electromagnetic wave) atau induksi yang menuju ke peralatan listrik atau elektronika melalui saluran listrik, telekomunikasi atau pipa air. Akibat sambaran tersebut timbul tegangan lebih yang merupakan nilai puncak tegangan dan nilai kecuraman tegangan.

3.2 Mekanisme masuknya Petir ke perangkat Infokom yang rawan Dari sambaran langsung dapat terlihat jelas bekasnya pada obyek sedangkan dari sambaran tidak langsung tidak nampak bekas sambaran namun cukup berbahaya dan mengakibatkan kerugian material yang cukup besar. Infrastruktur perangkat Infocom ditunjang oleh perkabelan Kabel Data baik dari antenna di Tower maupun Jaringan Kabel pelanggan (Voice, Video, dll) dan Kabel Power dari sumber di luar nya yang semuanya adalah sebagai jalan masuk atau hole (foto-4) bagi tegangan lebih jika terjadi sambaran petir. Pada saat pelepasan muatan petir ke tanah yang berupa sambaran petir akan timbul gelombang elektromagnetik yang merambat ke segala arah dari titik sambaran yang akan menimbulkan tegangan lebih (Surge Voltage). Pada zaman perangkat Infokom belum menggunakan mikroprosesor, hal ini belum terasa akibatnya, namun pada saat ini saat teknologi semakin berkembang pesat dimana hampir semua perangkat menggunakan komponen mikroprosesor yang rawan terhadap petir, maka akibat dari sambaran petir dekat atau jauh akan sangat terasa. Mekanisme tegangan transient masuk kedalam jaringan perangkat infokom ada berbagai cara, yaitu: 1. Melalui kopling induktif Perangkat Infokom yang yang selalu ditunjang dengan kabel data maupun listrik melalui alur yang berbeda, mengakibatkan jaringan data dan listrik membentuk suatu loop Induktif. Arus petir yang masuk melalui metal akan menimbulkan medan magnetik yang akan menginduksikan tegangan pada loop yang dibentuk oleh jaringan tersebut. Lalu Tegangan transversal akan timbul di loop pada input dan output perangkat, dan ini akan merusak perangkat. Seperti terjadi di Sentral Telepon Otomat (STO) Jember pada tanggal 07 April 1995. 2. Kopling konduktif Aliran arus petir masuk ke kabel atau jalur kabel sehingga tegangan di sekitar induktor akan terinduksi dan memberikan tegangan input dari peralatan Infokom, atau timbul tegangan induksi elektromagnetik ketika sambaran dekat. Seperti yang terjadi di Repeater Srewen September 1998. 3. Kopling galvanis (ohmis coupling). Bila terjadi kenaikan tegangan tanah mencapai Kilo Volt dari tahanan yang berbeda dari dua perangkat yang terhubung dengan grounding yang berbeda, tegangan tersebut dapat merusak perangkat. Contoh peristiwa di STO Simpang lima Semarang 25 Desember 1995 jam 16.00 WIB. 4. Kopling kapasitif. Jika petir menyambar saluran masuk perangkat atau batang penangkal petir maka tegangan pada saluran petir sampai ribuan volt lebih tinggi dibanding sekitarnya dan mengakibatkan nilai kapasitor besar. Sehingga secara kapasitif akan terkopling ke sekitarnya dan menimbulkan arus yang mengalir keperangkat yang terkopling dan arus ke perangkat. Contoh kejadiannya di STO Pagatan 13 Maret 1999 pada jam 21.00 WIT. 3.3 Metode Sudut Lindung dan Bola Gelinding Teori atau Metode Perlindungan semula menggunakan model Sudut Lindung dengan membuat finial atas Penangkal petir yang diletakkan sedemikian rupa sehingga seluruh infrastruktur obyek yang dilindungi terletak dalam ruangan yang dihasilkan oleh finial atas dengan membentuk sudut perlindungan (Gambar4). Metode ini menggunakan asumsi sambaran atas (bukan samping). Standar ketinggian finial yang dipilih akan digunakan untuk menentukan tingkat perlindungannya. Pada perkembangan selanjutnya Petir diasumsikan sebagai Bola Gelinding (Electrogeometri) dengan jari-jari tertentu dan menggelinding pada

saat sambaran terjadi dan mencapai titik singgung bola dengan obyek. Model ini mampu menerangkan kejadian sambaran samping. Jarak sambaran atau jari-jari Bola Gelinding didasarkan pada Rumus Wagner dan hasil percobaan L.Paris & Watanabe yang kemudian diteruskan oleh R.H.Golde telah dibuat modelnya lalu dikembangkan oleh CIGRE Group 33 sebagai fungsi besarnya arus puncak petir. Jari-jari atau jarak sambaran tersebut digunakan untuk menentukan tingkat perlindungan normal, tinggi, dan sangat tinggi yang akan dipilih bersama sudut lindung. Hubungan ini memperlihatkan bahwa petir dengan arus kecil memiliki jarak sambar yang pendek sehingga akan menyambar obyek yang lebih rendah, seperti kejadian di STO Jember dimana Tower 1 lebih tinggi daripada tower 2 sehingga tidak mengalami sambaran, sedangkan Tower 2 mengalami sambaran. Jadi, jika Petir yang menyambar kuat arusnya kecil maka jarak sambaran pun pendek dan akan menyambar obyek yang lebih rendah. Semakin tinggi tuntutan tingkat perlindungan atau akurasi terhadap daerah yang dilindungi maka semakin kecil harga arus petir yang diperhitungkan dalam perencanaan dan semakin mahal. Metoda bola gelinding dipergunakan untuk menentukan letak finial atas dengan tepat agar dapat memberikan ruang perlindungan pada seluruh struktur yang akan diproteksi, dimana pemakaian metoda sudut lindung sesuai ketentuan tidak dapat digunakan.

Gambar 6. Metode Sudut Lindung 3.4 Amankah jika tahanan tanah kecil? Petir yang menyambar pengaman petir arusnya harus disalurkan ke tanah secepatnya diusahakan dengan tahanan tanah yang sekecil-kecilnya. Tanah seperti media transmisi listrik lainnya mempunyai tahanan jenis dan ada kaitan dengan resistivitas medium yang dilewati maka tahanan tanah akan berbeda di setiap titik atau daerah. Dengan demikian Arus Impulse yang masuk tanah akan menimbulkan tegangan jatuh yang berbeda di setiap titik dan akan menimbulkan beda tegangan yang akan merusak perangkat infokom. Disamping itu sumber pulsa tegangan lebih akibat induksi saat terjadi sambaran petir yang datang dari berbagai sumber masukan (hole) harus diantisipasi seminimal mungkin intensitasnya sampai ke perangkat. Tegangan lebih yang sampai ke perangkat akan disalurkan ke perangkat infokom, karena melalui transmisi yang berbeda kemungkinan menimbulkan beda tegangan antar perangkat, mengingat perangkat tersebut menggunakan komponen elektronik yang rawan tegangan lebih maka perbedaan relative sekecil apapun akan mampu merusak perangkat tersebut. Perbedaan tegangan ini diakibatkan adanya nilai tahanan yang berbeda di setiap titik instalasi. Untuk menghindari adanya kerusakan akibat beda tegangan diperlukan konsep Sistem Pengaman Petir yang menghindari perbedaan tegangan di setiap titik instalasi atau perangkat infokom yang dilindungi (Equepotensial) sehingga perangkat-perangkat tersebut harus terintegrasi pada setiap titik perlindungan. Dengan demikian konsep yang berdasarkan tahanan pentanahan kecil saja belumlah cukup aman. Memang diusahakan tahanan tanah kecil namun hal tidak selalu dapat dicapai

karena kondisi dan struktur tanah yang berbeda. Oleh karena itu untuk mengurangi resiko kerusakan akibat sambaran petir diusahakan tahanan tanah sekecil-kecilnya dan terintegrasi. Sebagai contoh kejadian STO Simpang Lima Semarang dan SPU Cibinong yang tahanan tanahnya terukur di setiap titik cukup kecil yaitu berkisar 0,6 s.d. 1 ohm, namun karena ada yang tidak terintegrasi maka timbul beda tegangan jatuh, yang merusak perangkat. 4. Kesimpulan 1) Petir adalah kejadian alam dimana terjadi pelepasan muatan listrik ke bumi tanpa dapat dicegah yang dapat menyebabkan kerusakan, kerugian harta, manusia dan citra. 2) Perangkat Infokom atau IT rawan terhadap petir sedangkan pemahaman pengamanannya belum merata, konsisten dan berkesinambungan. 3) Perlu Migrasi konsep tahanan tanah kecil (harga tertentu) ke konsep Equepotensial. 4) Perlu Equepotensial, SPP Standar, Perencanaan dan Audit Instalasi SPP dan Penggunaan Arester yang tepat untuk menghindari resiko kerusakan akibat petir. Kesimpulan tersebut akan menjadikan kelanjutan tulisan selanjutnya. Referensi 1. A. Solich, Ir., Bahan Seminar Pengaman Bahaya Petir Perangkat Telkom, 19 November 1992. 2. D. Darwanto Gitokarsono, Dr., Ir., Konsep Dasar Sistem Penangkal Petir External & Internal Teritegrasi. 3. P.Hasse, Overvoltage Protection Of Low Volatage Systems, 1992 4. R. Zoro dkk., Ir., Dipl.Ing, Bahan Seminar/Pelatihan Petir PT ELPATSINDO-ITB, 26-27 Juli dan 20-22 May 2003. 5. Fundamental Technical Plan (FTP) 2000 Telkom 6. IEC 1024-1 dan IEC 1312-1 7. Koran Berita Yudha 7 Oktober 1993 8. Koran Harian Metro Senin 18 November 1996 9. Koran Suara Pembaharuan 16 November 1996 10. Koran Suara Karya 19 November 1996 dan 13 Maret 1998 11. Koran Kompas 6 Januari 2003 dan 26 April 2006 12. Pedoman Perencanaan Penangkal Petir No.SKBI-1.3.53.1987

13. Sistem Pengaman Petir Perangkat IT dalam Satu Lokasi, Telkom No. PED-U-006-2002, 31 Desember 2002 14. Sistem Pentanahan Jaringan Akses Wireline, Telkom No. PED-U-007-2002, 30 Desember 2002 15. Tata Cara Perencanaan Proteksi Bangunan dan Peralatan terhadap sambaran Petir No. SNI 03-66522002, tahun 2002 16. Workshop Pengaman Perangkat Infocom Terhadap Petir, 13-14 Maret 2001 Suharjanto Muljono, Penulis adalah seorang Karyawan Telkom sejak 1973 di Stasiun Microwave Solo dan saat ini bertugas di Lab. Energi Telkom RisTI. Penulis pernah menjabat sebagai Ketua Forum Pengkajian Energi Telkom (FPET) pada periode 1995 s.d. 2001, Ketua Penyelenggara Workshop Sistem Pengaman Perangkat Infokom Terhadap Petir di Telkom 13-14 Maret 2001, Sebagai Anggota Penyusun Tata Cara Perencanaan Proteksi Bangunan dan Peralatan terhadap sambaran Petir No: SNI 03-66522002, 28 Maret 2002. Bersama Sulianto dan Jajat Sudradjat berhasil menyusun Pedoman Sistem Pengaman Petir Perangkat IT dalam Satu Lokasi, dan bekerjasama dengan Parwoto berhasil menyusun Pedoman Sistem Pentanahan Jaringan Akses Wireline. Penulis juga pernah mendapatkan penghargaan dari TELKOMRisTI pada Januari 1997 atas tulisannya Penyelamatan Aset Negara Kasus kerusakan akibat Petir di STO Simpang Lima Semarang dan penghargaan dari KAKANDATEL Jakarta Pusat 25 Februari 2002 dan KADIV RisTI pada Juli 2002 25 Februari 2002 ) atas tulisannya tentang Menyelesaikan kasus trouble perangkat V5.1 di-STO Cikini (akibat Grounding).