PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf ·...

19
Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR DUNIA DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONSUMSI DAN HARGA DI PASAR DOMESTIK oleh Reni Kustiari dan Sri Nuryanti PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2008

Transcript of PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf ·...

Page 1: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

Seminar NasionalDINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN:Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan PetaniBogor, 19 Nopember 2008

PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR DUNIA DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONSUMSI DAN HARGA DI PASAR DOMESTIKoleh

Reni Kustiari dan Sri Nuryanti

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIANDEPARTEMEN PERTANIAN2008

Page 2: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

1

PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN DI PASAR DUNIA DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONSUMSI DAN HARGA DI PASAR

DOMESTIK

Reni Kustiari dan Sri Nuryanti

Peneliti Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan PertanianJl. Ahmad Yani No. 70 16161

ABSTRAK

Globalisasi ekonomi telah membuat pasar komoditi semakin terpadu secara spasial, baik hierarki maupun simetri. Harga komoditi pertanian di pasar dunia cenderung meningkat dari waktu ke waktu, hal ini akan menimbulkan permasalahan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga/individu. Fluktuasi harga beras, jagung dan kedelai di pasar dunia mempengaruhi harga di pasar domestik dan konsumsi masyarakat, terutama di wilayah perdesaan. Ini tampak dari adanya kointegrasi antara harga di pasar domestik dan di pasar dunia. Namun perubahan harga di pasar dunia tidak ditransmisikan secara sempurna ke pasar domestik. Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya intervensi di pasar domestik yang dilakukan oleh pemerintah, perbedaan karakteristik produk dan asymetric information.

Kata kunci: ketahanan pangan, fluktuasi harga, kointegrasi pasar, asymetric information

PENDAHULUAN

Globalisasi ekonomi telah membuat pasar komoditi semakin terpadu secara spasial, baik secara hierarki maupun simetri. Karakteristik pasar dan perannya dalam penentuan harga adalah inti dari ilmu ekonomi (Sexton, et. Al., 1991). Pasar-pasar geografis sangat relevan dengan pertanian karena komoditi pertanian pada umum volumious dan mudah rusak, serta tempat produksi yang letaknya berjauhan dengan tempat konsumsi sehingga biaya transportasi menjadi tinggi.

Indonesia merupakan negara pengimpor neto beberapa komoditi pertanian, oleh karena itu harga komoditi pertanian di Indonesia akan dipengaruhi oleh harga di pasar internasional. Keterpaduan pasar pada umumnya direfleksikan oleh keterkaitan harga antar pasar (Ravallion, 1986), karena harga dianggap dapat memberikan gambaran tentang pasar dan menjadi salah satu indikator tingkat penawaran dan permintaan suatu komoditi.

Harga komoditi pertanian di pasar dunia cenderung meningkat dari waktu ke waktu, terutama selama tahun 2007. Beberapa hal menyebabkan hal ini, yaitu (1) penduduk dunia bertambah, (2) beberapa komoditi pertanian yang semula hanya digunakan untuk keperluan pangan akhir-akhir ini digunakan juga sebagai energi alternatif (biofuel), (3) meningkatnya permintaan produk ternak, produk pertanian untukmanusia juga digunakan untuk pakan ternak, (4) kemunduran di pasar modal dan finansial global menyebabkan investor mengalihkan aktivitasnya di bursa komoditas, akibatnya harga komoditas meningkat tajam, (5) perubahan cuaca akibat global warming, (6) kebijakan negara-negara produsen menghentikan ekspor dan (7) meningkatnya ekonomi China dan India yang berpopulasi raksasa tumbuh tinggi sehingga konsumsinya meningkat (Husodo, 2008).

Page 3: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

2

Analisis harga pangan merupakan hal yang penting guna perumusan kebijakan stabilisasi harga dan peningkatan produksi pangan serta membuat peramalan harga. Dengan pertimbangan di atas maka tulisan ini bertujuan (1) menganalisis volatilitas harga di pasar dunia vs pasar domestik, (2) menganalisis kointegrasi antara harga di tingkat petani, harga grosir, harga eceran dan harga di pasar dunia, dan (3) mengkaji dampak perubahan harga terhadap tingkat konsumsi masyarakat pedesaan. Pembahasan difokuskan pada perkembangan harga beras, jagung dan kedelai yang merupakan komoditi strategis dan sering dikaitkan dengan aspek politis.

METODE ANALISIS

Ada beberapa pendekatan yang sering digunakan untuk melihat volatilitas harga, antara lain dengan koefisien variasi dan uji integrasi (unit root). Koefisien variasi (biasanya disingkat menjadi CV) adalah statistik yang cukup penting untuk mengetahui sensitivitas pasar karena harga dapat memberikan gambaran tentang pasar dan menjadi salah satu indikator tingkat penawaran dan permintaan.

Koefisien variasi menunjukkan variabilitas harga dan biasanya dihitung sebagai nilai persentase. Secara matematis koefisien variasi diestimasi menggunakan standar deviasi (ukuran absolut dari keragaman) dibagi dengan nilai rata-rata. Rumus perhitungan koefisien variasi adalah sebagai berikut:

CV = SD/M x 100 (1)

Di mana:

CV = Koefisien variasi

SD = Standar deviasi

M = Nilai rata-rata

Ada beberapa pendekatan yang sering digunakan untuk melihat integrasi pasar, antara lain koefisien korelasi, model Ravallion dan uji keterpaduan (cointegration). Jika indikator statistik koefisien korelasi dari harga yang terbentuk di kedua pasar bernilai positif maka kedua pasar dikatakan berintegrasi. Namun demikian koefisien korelasi yang positif dapat terjadi secara kebetulan. Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya kesamaan tren, pola musiman dan faktor-faktor selaras lainnya. Selain itu, koefisien korelasi tidak dapat menunjukkan arah hubungan timbal balik dari harga–harga yang dianalisis (Heytens, 1986 dalam Simatupang, 1989). Sedangkan penggunaan model Ravallion dan kointegrasi masih layak untuk digunakan selama perdagangan terjadi secara kontinyu dan biaya transaksi bersifat stasioner.

Pendugaan persamaan ekonometrika dengan metode kwadrat terkecil biasa (OLS) dan Vector Autoregression (VAR) hanya untuk peubah-peubah yang stasioner, I(0), jika peubah-peubah yang digunakan tidak stasioner maka estimasi regresi yang dihasilkan akan bersifat palsu (spurious) dan koefisien-koefisien dugaan tidak absah dan tidak dapat diinterpretasikan. Oleh karena itu analisis integrasi pasar dimulai dengan pengujian ordo integrasi (stasionaritas) peubah-peubah yang digunakan (Simatupang, et. al., 2003). Stasionaritas data deret hitung (seperti harga) dapat diidentifikasi dengan uji statistik ordo integrasi (unit root). Uji ordo integrasi yang umum dipergunakan adalah

Page 4: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

3

uji Dickey-Fuller (DF), uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan uji Phillips Perron(Enders, 1995).

Uji ordo integrasi nol, I(0), seperti yang diusulkan oleh Dickey dan Fuller (1981), dilakukan dengan mengestimasi salah satu dari tiga persamaan regresi berikut:

∆Yt = γY t-1 + εt (2)

∆Yt = α0 + γY t-1 + εt (3)

∆Yt = α0 + γY t-1 + α1t + εt (4)

Perbedaan antar ketiga persamaan tersebut adalah unsur deterministik α0 dan α1t. Model pertama adalah random walk murni, persamaan kedua mengandung drift dan yang terakhir mengandung drift dan trend. Jika γ=0 maka Y t tidak stasioner pada ordo nol. Uji DF dilakukan dengan membandingkan t-statistik dan nilai kritisnya.

Selanjutnya untuk menguji seri data yang tidak direpresentasikan oleh proses autoregresi derajat satu maka Dickey-Fuller mengusulkan proses autoregresi dengan derajat yang lebih tinggi. Berikut ini uji proses autoregresi berderajat p yang disebut juga uji ADF. Uji ini dilakukan dengan mengestimasi persamaan regresi:

tε1itΔyp

2i iβ1tγytΔy

(4)

tε1itΔyp

2i iβ1tγy0αtΔy

(5)

tε1itΔyp

2i iβt2α1tγy0αtΔy

(6)

Sebagaimana uji stasionaritas sebelumnya, jika hasil uji tidak dapat menolak hipotes nol γ=0 maka dapat disimpulkan bahwa seri data Y t tidak stasioner pada ordo nol. Jumlah lag yang digunakan dapat ditentukan dengan cara melakukan estimasi dengan jumlah lag yang banyak, kemudian dikurangi satu per satu sampai diperoleh koefisien yang nyata secara statistik dengan menggunakan uji t, uji F, Akaike Information Criterion (AIC) atau Schwartz Bayesian Criterion (SBC).

Sehubungan dengan kemungkinan adanya akar ganda maka metode Dickey-Fuller dilakukan secara bertahap untuk setiap tingkat diferensiasi. Untuk melihat kemungkinan adanya proses integrasi ordo 2, I(2), maka pengujian dilakukan dengan mengestimasi persamaan random walk dengan drift berikut:

∆2Yt = α0 + γ∆Yt-1 + εt (7)

Persamaan (7) dapat dimodifikasi dengan memasukkan tren atau peubah lag (beda kala). Bila hasil uji tidak dapat menolak hipotes nol γ=0 maka seri data Y t tidak stasioner pada ordo 1 dan tahap selanjutnya adalah menguji kemungkinan adanya integrasi pada ordo 3, I(3) demikian seterusnya.

Page 5: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Volatilitas Harga

Perkembangan harga komoditas pangan di pasar dunia disajikan pada Gambar 1. Tampak bahwa tingkat harga lebih fluktuatif sesudah tahun 1994, yaitu pada saat pemberlakuan liberalisasi perdagangan. Harga beras dan kedelai lebih fluktuatif dibandingkan harga jagung. Pada tahun 1997 harga ketiga komoditi tersebut menunjukkan peningkatan yang sangat drastis, ini diduga disebabkan antara lain oleh krisis moneter yang terjadi waktu itu dan diperparah oleh terjadi kombinasi El Nino di Samudera Pasifik dan La Nina di Samudera Hindia. Peningkatan harga yang drastis terjadi lagi pada tahun 2007. Hal ini antara lain disebabkan oleh kenaikan harga minyak bumi pada tahun 2007 dan awal tahun 2008 sehingga komoditi pertanian yang semula hanya digunakan untuk keperluan pangan juga digunakan sebagai energi alternatif (biofuel). Situasi ini diperparah oleh terjadinya penurunan produksi pangan akibat perubahan iklim dan kekeringan (El Nino) yang terjadi di beberapa negara penghasil pangan dunia.

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

Jan-90Jan-92

Jan-94Jan-96

Jan-98Jan-00

Jan-02Jan-04

Jan-06Jan-08

(US

$/M

T)

Beras Jagung Kedelai

Gambar 1. Perkembangan Harga Beras, Jagung dan Kedelai di Pasar Internasional,Januari 1990 - Oktober 2008

Seperti komoditi pertanian lainnya, penawaran beras, jagung dan kedelai dipengaruhi oleh musim (cuaca dan iklim), oleh karena itu harga komoditi pertanian cenderung volatil. Koefisien variasi harga dihitung dengan moving average 3 bulanan, hal ini dilakukan karena mempertimbangkan bahwa biasa masa kontrak penjualan dan masa tanam tiga bulan. Kisaran koefisien variasi harga beras adalah yang terlebar yaitu berkisar antara 0,1% - 34,7%. Ini menunjukkan bahwa harga beras sangat volatile. Hal ini dapat dimengerti karena pasar beras dunia adalah thin market, persentase yang diperdagangkan sangat kecil dibandingkan dengan jumlah yang di produksi. Beras yang diperdagangkan di tatanan pasar internasional rata-rata 30 juta ton setiap tahun. Pada 2005, Indonesia tercatat sebagai pengimpor terbesar dengan mengimpor sebanyak 3,1 juta ton atau 10% beras di pasar internasional. Koefisien variasi harga jagung berkisar antara 0,06%-19,3%. Sedangkan koefisien variasi kedelai hanya berkisar antara 0,2%-16,8% (Gambar 2).

Page 6: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

5

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

Mar-90Mar-92

Mar-94Mar-96

Mar-98Mar-00

Mar-02Mar-04

Mar-06Mar-08

(%)

Beras Jagung Kedelai

Gambar 2. Perkembangan Koefisien Variasi Harga Beras, Jagung dan Kedelai di Pasar Internasional, Januari 1990- Oktober 2008

Perubahan harga di pasar dunia ternyata tidak selalu segera diikuti oleh perubahan di harga di tingkat petani. Ini tampak dari fluktuasi harga di kedua pasar tersebut tidak bergerak secara paralel (Lampiran 1-3). Hal ini dapat terjadi antara lain karena pemerintah mengintervensi pasar domestik dengan membuat kebijakan harga dasar atau harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah di tingkat petani, sehingga tidak mengikuti kenaikan harga dunia. Sedangkan untuk jagung dan kedelai, perubahan harga di pasar dunia tidak ditransmisikan secara sempurna ke harga di tingkat petani diduga karena asymetric information. Selain itu hal ini antara lain karena kualitas produk di tingkat petani berbeda dengan kualitas yang diperdagangkan di pasar dunia. Kualitas produk di tingkat petani masih beragam, sedangkan di pasar dunia sudah tertentu.

Tidak seperti harga di pasar internasional, volatilitas harga di pasar domestik tampak relatif lebih kecil (Lampiran 4-6). Harga di tingkat petani, grosir dan eceran bergerak secara bersama-sama, ini mengindikasikan bahwa perubahan harga eceran ditransmisikan ke harga di tingkat petani dan harga grosir. Namun selama periode 1998-2000 tampak bahwa peningkatan harga di tingkat grosir dan eceran tidak diikuti peningkatan harga di tingkat petani.

Perkembangan koefisien variasi baik di pasar dunia maupun domestik disajikan pada Lampiran 7-9. Harga GKG dan harga jagung di tingkat produsen menunjukkan koefisien variasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga kedelai fi tingkat petani .Dengan demikian upaya pemerintah untuk menstabilkan gejolak harga gabah masih belum sepenuhnya berhasil dilakukan.

Harga jagung di pasar domestik tampaknya lebih volatil dibandingkan dengan pasar internasional. Hal ini terlihat dari koefisien variasi harga internasional hanya berkisar antara 0,1% - 8,2%. Harga di tingkat petani menunjukkan volatilitas harga yang tertinggi dengan nilai koefisien variasi sekitar 0.2%-30.5%, hal ini dapat dimengerti karena produk di tingkat petani berbeda dengan produk yang diperdagangkan di pasar dunia. Selain itu karena adanya asymetric information dan posisi tawar petani yang masih rendah. Demikian pula harga grosir menunjukkan volatilitas yang cukup tinggi dengan koefisien variasi berkisar antara 0%-22,5%. Harga eceran jagung menunjukkan volatilitas yang terendah, ini tampak dari koefisien variasi yang hanya berkisar antara 0% - 15%.

Page 7: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

6

Seperti harga jagung, harga kedelai di pasar domestik tampaknya lebih volatil dibandingkan dengan harga di pasar internasional. Hal ini terlihat dari koefisien variasi harga internasional hanya berkisar antara 0,4% - 10,0%. Harga grosir menunjukkan volatilitas yang tertinggi dengan koefisien variasi berkisar antara 0,06%-15,5%. Kemudian diikuti oleh harga eceran yang menunjukkan volatilitas lebih rendah, ini tampak dari nilai koefisien variasi yang hanya berkisar antara 0% - 13,9%. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan harga di pasar internasional tidak ditransmisikan secara sempurna ke pasar domestik. Harga di tingkat petani menunjukkan volatilitas harga yang terrendah dengan nilai koefisien variasi hanya sekitar 0.06% - 9.9%.

Selain itu dengan menggunakan koefisien variasi, volatilitas harga dapat dilihat dengan uji stasionaritas. Uji stasionaritas terhadap harga di tingkat petani, grosir, eceran dan dunia disajikan pada Tabel Lampiran 10-12. Hasil uji stasionaritas menunjukkan bahwa harga GKG dan beras grosir stasionar pada ordo 0, ini diduga karena adanya kendali dari pemerintah. Kedua peubah harga ini mempunyai hubungan jangka panjang (kointegrasi), estimasi regresi kedua peubah harga tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan variable level. Sedangkan harga beras eceran dan harga di pasar dunia terintegrasi pada ordo 1.

Harga grosir dan harga eceran jagung sudah stasionar pada ordo 0, sedangkan harga produsen dan harga dunia baru stasionar pada ordo 1. Dengan demikian keempat deret harga stasionar pada ordo 1, sehingga keempat peubah harga tersebut mempunyai hubungan jangka panjang atau terkointegrasi pada ordo 1. Harga kedelai di tingkat petani yang stasionar pada ordo 0, sementara harga grosir, harga eceran dan harga di pasar dunia baru stasionar pada ordo 1. Ini mengindikasikan bahwa keempat deret harga kedelai stasionar pada ordo 1 dengan perkataan lain peubah harga tersebut mempunyai hubungan jangka panjang karena terkointegrasi (pada ordo 1).

Tingkat Konsumsi

Sampai saat ini harga pangan masih memberi kontribusi besar dalam pembentukan tingkat inflasi di Indonesia. Persentase inflasi telah mengurangi nilai-nilai riil dalam ekonomi, termasuk tingkat pendapatan. Karena kenaikan harga, maka masyarakat melakukan penyesuaian dalam hal alokasi pengeluaran, termasuk di dalamnya pengeluaran pangan. Meskipun banyak kajian menyebutkan bahwa elastisitas permintaan pangan terhadap harga pangan inelastic, namun pada kenyataannya seiring dengan kecenderungan harga yang meningkat jumlah konsumsi pangan penduduk relative berkurang. Hal ini berhubungan dengan alokasi anggaran (bukan kunatitas yang dikonsumsi). Tampak dalam grafik 1 bahwa konsumsi beras per kapita penduduk di perdesaan maupun perkotaan cenderung menurun rata-rata 1,98 persen/tahun. Tingkat penurunan yang lebih tinggi terjadi di daerah perdesaan yang dalam hal ini merupakan daerah pertanian atau penghasil padi bahan baku beras. Detil konsumsi beras menurut wilayah disajikan dalam Tabel lampiran 13. Volumetris beras memang sangat diatur di Indonesia, sehingga meskipun banyak beras impor di pasar dunia, jumlah impornya selalu dalam batas pengawasan dan aturan pemerintah. Oleh karena itu volume imprnya cenderung menurun. Detil tentang volume ekspor dan impor beras disajikan dalam Tabel lampiran 14.

Page 8: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

7

Konsumsi Pangan

0.0

0.1

1.0

10.0

100.0

1,000.0

2002 2003 2004 2005 2006 2007

Tahun

Kg

/Kap

/Th

Beras Beras Jagung Tepung Terigu Mi Instan

Gambar 3. Perkembangan konsumsi beberapa bahan pangan, 2002-2007

Selain beras, di Indonesia makanan pokok yang dihasilkan petani adalah jagung. Dalam periode yang sama, penduduk menunjukkan kecenderungan peningkatan konsumsi beras jagung. Hal ini terjadi di daerah perkotaan maupun perdesaan. Detil tentang konsumsi beras jagung menurut wilayah disajikan dalam Tabel lampiran 15. Fenomena ini menarik dan memunculkan dugaan bahwa penduduk berpindah ke bahan pangan lain yang lebih murah daripada beras atau karena perubahan pola makan untuk mengurangi asupan kalori. Banyaknya jenis penyakit yang diderita masyarakat akibat kelebihan konsumsi kalori menciptakan pilihan sumber karbohidrat yang lebih rendah kadar kalorinya, antara lain jagung. Dugaan ini didasarkan tingkat kenaikan konsumsi per kapita jagung di perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan perdesaan. Kemungkinan yang lain ketersediaan jagung tidak saja dari domestik, namun mudah dalam importasinya. Diduga permintaan jagung tidak saja untuk pakan namun juga berkembang menjadi pangan, maka volume impor jagung pun cenderung, meningkat. Detil volume ekspor dan impor jagung disajikan dalam Tabel lampiran 16.

Meskipun Ariani (2007) menyatakan bahwa pola konsumsi pangan di Indonesia masih belum sesuai dengan pola pangan ideal yang tertuang dalam pola pangan harapan (PPH). Konsumsi dari kelompok padi-padian termasuk beras dan jagung masih dominan di perkotaan dan perdesaan. Yang mengejutkan, Ariani (2007) menyebutkan bahwa di Indonesia saat ini yang menjadi pangan pokok adalah beras, jagung, ubikayu, ubijalar, tales, sagu, pisang (khususnya di provinsi Papua) ditambah dengan makanan berupa mi instant, mi basah dan lain-lain yang bahan bakunya dari gandum. Menurut Fabiosa (2006) pertumbuhan pendapatan dan urbanisasi di Indonesia merupakan factor utama terjadinya pergeseran konsumsi bahan pangan pokok dari beras ke produk gandum. Masyarakat perkotaan hanya berkontribusi sebanyak 0,11 – 0,13 persen terhadap peningkatan konsumsi produk berbahan baku gandum. Dari sisi ketahanan pangan domestik, fenomena tersebut mengkhawatirkan.

Page 9: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

8

Selama periode yang sama, 2002-2007 konsumsi per kapita tepung terigu di perkotaan dan perdesan cenderung meningkat. Namun laju peningkatannya lebih tinggi di perdesaan. Konsumsi per kapita tepung terigu di perkotaan bertumbuh 7,10 persen per tahun, di perdesaan bertumbuh 9.67 persen per tahun serta secara agregat bertumbuh sebesar 8,55 persen per tahun. Sementara itu, konsumsi per kapita mi instan di perkotaan bertumbuh sebesar 12,11 persen per tahun, sedangkan di perdesaan bertumbuh jauh lebih tinggi sebesar 16,99 persen per tahun. Namun secara agregat konsumsi min instan bertumbuh menurun sebesar 5,50 persen per tahun. Detil tentang konsumsi terigu dan mi instan menurut wilayah disajikan dalam Tabel lampiran 17a dan 17b.

Peralihan pola konsumsi masyarakat perdesaan lokasi produsen pangan yang demikian cepat, bahkan lebih tinggi dari perkotaan untuk makanan makanan yang berasal dari gandum, terutama tepung terigu dan mi instan telah mendorong peningkatan impor gandum atau tepung terigu. Selain itu akan menyebabkan berkurangnya permintaan pangan yang berasal dari sumberdaya dalam negeri (Husein Sawit 2003). Padahal Hardono dan Handewi (2007) menyebutkan bahwa dalam perbandingan secara intertemporal, kenaikan jumlah sumber pendapatan rumah tangga di desa lebih rendah dibandingkan di kota selama periode 1996-2002. Selain itu, kenaikan sumber pendapatan pada rumah tangga berpendapatan rendah lebih sedikit dibandingkan rumah tangga berpendapatan tinggi. Asumsi bahwa penduduk perdesaan relatif lebih rendah tingkat pendapatannya dibandingkan perkotaan kenyataan ini berimplikasi bahwa masyarakat berpendapatan rendah lebih cepat bergeser pola makannya dari bahan pangan lain ke pangan berbahan baku terigu.

Gandum sebenarnya bukan bahan makanan pokok masyarakat Indonesia. Sudah pasti karena tidak dihasilkan sendiri di Indonesia, seluruhnya didatangkan dari impor. Namun, beberapa tahun terakhir telah menjadi bahan makanan pokok selain beras. Permintaan atas gandum dan tepung terigu terus meningkat (Husein Sawit 2003). Gandum impor digiling menjadi terigu oleh industri penggilingan dalam negeri (Batan 2003). Karena permintaannya yang terus meningkat maka volume impor gandum terus meningkat sejak tahun 2005 (Tabel lampiran 18) dan diprediksi akan lebih tinggi lagi tecermin dari tingkat pertumbuhan impornya. Selain itu, peningkatan jumlah penduduk dan perubahan pola makan rakyat Indonesia juga (Batan, 2003).

Menurut Husein Sawit (2003), perubahan peran terigu dan pola konsumsi itu tidak terlepas dari berbagai kebijakan pemerintah, sehingga berpengaruh terhadap keputusan konsumen atau tingkat konsumsi terigu, serta pesatnya perkembangan industri penggilingan gandum. Hal ini daat berdampak negatip, sebagian juga dapat berdampak positip. Dampak negatipnya masyarakat menjadi semakin tergantung pada bahan pangan impor, sangat rentan terhadap gejolak ekonomi dunia. Dampak positipnya, masyarakat memperoleh bahan pangan murah dan mudah diperoleh. Dampak agregatnya akan melamahkan ketahanan pangan nasional, karena masyarakat tidak lagi tergantung pada bahan pangan domestik namun justru meningkatkan ketergantungan pada impor.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Harga komoditas pangan di pasar dunia sesudah tahun 1994, era liberalisasi perdagangan global, lebih volatile dibandingkan dengan sebelumnya. Oleh karena itu ketergantungan konsumsi domestik kepada pasar dunia akan sangat beresiko. Untuk

Page 10: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

9

menghindari ketergantungan tersebut maka pemerintah harus selalu mengupayakan peningkatan produksi yang sesuai dengan karakteristik permintaan di pasar domestik.

Walaupun tataniaga jagung dan kedelai tidak diatur oleh pemerintah, perkembangan harga di tingkat petani tidak mengikuti perkembangan harga di pasar dunia. Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan harga di pasar dunia tidak ditransmisikan secara sempurna ke pasar domestik, oleh karena itu harus diupayakan mekanisme pasar yang memungkinkan petani dapat ikut menikmati jika terjadi kenaikkan harga di pasar dunia.

Salah satu kiat kebijakan yang diperjuangkan oleh negara-negara berkembang yang tergabung dalam G33 untuk melindungi petani adalah konsep special product(SP). Namun demikian mekanisme SP hanya dapat diberlakukan pada komoditi yang terbukti terkait dengan pengembangan perdesaan, ketahanan pangan dan keamanan lingkungan hidup, termasuk komoditi tanaman pangan.

Berdasarkan pembahasan mengenai tingkat konsumsi disimpulkan bahwa karena kecenderungan naiknya harga pangan masyarakat telah mengalami perubahan pola makan, terutama makanan pokok. Pola makan pokok bergeser dari beras ke selain beras, antara lain beras jagung dan pangan berbahan baku gandum yaitu tepung terigu dan mi instan.

Bahan pangan selain beras tidak saja berasal dari produksi domestik, namun juga dari impor yang lebih mudah aturannya dan lebih murah harganya dibandingkan beras. Pergeseran pola makan paling cepat terjadi di perdesaan. Masyarakat di daerah produsen pangan justru lebih tergantung pada pangan impor. Hal ini tidak baik untuk ketahanan pangan nasional.

Untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada pasar dunia maka program jangka panjang yang harus dilakukan pemerintah adalah meningkatkan produksi dalam negeri dan diversifikasi bahan pangan lokal. Selain itu importasi untuk bahan pangan impor harus diperketat untuk menekan laju ketergantungan impor yang lebih tinggi lagi. Produksi beras, kedelai dan jagung harus diprioritaskan supaya stok dalam negeri aman.

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Mewa (2007),”Diversifikasi Konsumsi Pangan Di Indonesia : antara Harapan Dan Kenyataan”, dalam Suradisastra et al. (2007),” Diversifikasi Usahatani dan Konsumsi: Suatu Alternatif Peningkatan Kesejahteraan Rumah Tangga Petani”, http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Mono27-7.pdf (21 Juli 2008)

Badan Pusat Statistik (2002-2007),”Pengeluaran Penduduk untuk Konsumsi, BPS, Jakarta.

Batan (2003), “Penelitian Pemuliaan Tanaman Gandum dengan Teknik Mutasi”, http://www.batan.go.id/patir/_kerma/pert/bogasari/bogasari.html.

Dickey, A. D. and W.A. Fuller. 1981. Likelihood Ratio Statistics for Autoregressive Time Series With a Unit Root. Econometrica, 49(4): 1057-1072.

Enders, W. 1995. Applied Econometric Time Series. John Wiley & Sons Inc., New York.

Page 11: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

10

Hardono, Gatoet Sroe dan Handewi P. Saliem (2007),”Diversifikasi Pendapatan Rumah Tangga Di Indonesia:Analisis Data Susenas, dalam Suradisastra et al. (2007),” Diversifikasi Usahatani dan Konsumsi: Suatu Alternatif Peningkatan Kesejahteraan Rumah Tangga Petani”, http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Mono27-5.pdf (21 Juli 2008)

Heytens, P.J. 1986. Testing Market Integration. Food Research Institute Studies, 28(1): 25-41.

Husein Sawit, M. (2003), “Kebijakan Gandum/Terigu: Harus mampu Menumbuh dan Mengembangkan Industri Pangan dalam Negeri”, Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. I(2), Juni 2003, Pusat Analisis Sosek dan Kebijakan Pertanian.

Husodo, S.Y. 2008. Menjadi Negara Eksportir Pangan Tropis. http://www.targetmdgs.org

Jacinto F. Fabiosa (2006),” Westernization of the Asian Diet: The Case of Rising Wheat Consumption in Indonesia”, Working Paper 06-WP 422 April 2006, www.card.iastate.edu/publications/DBS/PDFFiles/06wp422.pdf (29 Oktober 2008).

Rachman, H. S. 2005. Metode Analisis Harga Pangan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian.

Ravallion, M. 1986. Testing Market Integration, American Journal of Agricultural Economics, 68(1): 102-109.

Sexton, R. J., Kling, L. C. and Carman, H. F. 1991. Market Integration, Efficiency of Arbitrage, and Imperfect Competition: Methodology and Application to U.S. Celery. American Journal of Agricultural Economics, 73(3): 568-580.

Simatupang, P. 1989. Integrasi Harga Ubikayu dan Gaplek di Lampung. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.

Simatupang, P., N. Syafaat dan K.D. Saktyanu. 2003. Model Proyeksi Harga Jangka Pendek Beberapa Komoditas Pangan dan Perkebunan di Indonesia. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.

United Nation Statistical Division (2008),”Commodity Trade Statistics (COMTRADE), http://unstats.un.org/unsd/comtrade

Page 12: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

11

LAMPIRAN

0.0

500.0

1000.0

1500.0

2000.0

2500.0

3000.0

3500.0

Jan-98Jan-99

Jan-00Jan-01

Jan-02Jan-03

Jan-04Jan-05

Jan-06Jan-07

Jan-08

(Rp

/Kg

)

0

200

400

600

800

1000

(US

$/M

T)

Harga Produsen Harga Dunia

Lampiran 1. Perkembangan Harga Gabah Kering Giling di Tingkat Petani dan Harga Beras di Pasar Internasional, Januari 1998- Agustus 2008

0

500

1000

1500

2000

2500

Jan-98Jan-99

Jan-00Jan-01

Jan-02Jan-03

Jan-04Jan-05

Jan-06Jan-07

(Rp

/Kg

)

0

50

100

150

200

(US

$/M

T)

Harga Produsen Harga Dunia

Lampiran 2. Perkembangan Harga Jagung di Tingkat Petani dan Harga di Pasar Internasional, Januari 1998- September 2008

Page 13: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

12

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

Jan-98

Jan-99

Jan-00

Jan-01

Jan-02

Jan-03

Jan-04

Jan-05

Jan-06

Jan-07

Jan-08

(Rp

/Kg

)

0

100

200

300

400

500

600

700

(US

$/M

T)

Harga Produsen Harga Dunia

Lampiran 3. Perkembangan Harga Kedelai di Tingkat Petani dan Harga di Pasar Internasional, Januari 1998- September 2008

0.0

1000.0

2000.0

3000.0

4000.0

5000.0

6000.0

Jan-98Jan-99

Jan-00Jan-01

Jan-02Jan-03

Jan-04Jan-05

Jan-06Jan-07

(Rp/

Kg)

Harga Produsen Harga Grosir Harga Eceran

Lampiran 4. Perkembangan Harga Gabah Kering Giling, Harga beras Grosir dan Eceran, Januari 1998- April 2007

Page 14: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

13

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

Jan-98

Jan-99

Jan-00

Jan-01

Jan-02

Jan-03

Jan-04

Jan-05

Jan-06

Jan-07

(Rp/

kg)

Harga Produsen Harga Grosir Harga Eceran

Lampiran 5. Perkembangan Harga Jagung di tingkat petani, Harga Grosir dan Eceran, Januari 1998- Desember 2007

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

Jan-98

Jan-99

Jan-00

Jan-01

Jan-02

Jan-03

Jan-04

Jan-05

Jan-06

Jan-07

Jan-08

(Rp/

Kg)

Harga Produsen Harga Grosir Harga Eceran

Lampiran 6. Perkembangan Harga Kedelai di Tingkat Petani, Harga Grosir dan Eceran, Januari 1998- Desember 2007

Page 15: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

14

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

Mar-98Mar-99

Mar-00Mar-01

Mar-02Mar-03

Mar-04Mar-05

Mar-06Mar-07

(%)

Harga Produsen Harga Grosir Harga Eceran Harga dunia

Lampiran 7. Perkembangan Koefisien Variasi Harga GKG dan Beras di Pasar Domestik dan Pasar Dunia, Januari 1998–April 2007

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

Mar-98

Mar-99

Mar-00

Mar-01

Mar-02

Mar-03

Mar-04

Mar-05

Mar-06

Mar-07

(%)

Produsen Grosir Eceran Dunia

Lampiran 8. Perkembangan Koefisien Variasi Harga Jagung di Pasar Domestik dan Pasar Internasional, Januari 1998-September 2008

Page 16: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

15

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0

18.0

Mar-98

Mar-99

Mar-00

Mar-01

Mar-02

Mar-03

Mar-04

Mar-05

Mar-06

Mar-07

Mar-08

(%)

Harga Produsen Harga Grosir Harga Eceran Harga Dunia

Lampiran Gambar 9.Perkembangan Koefisien Variasi Harga Kedelai di Pasar Domestik dan Pasar Internasional, Januari 1998 - September 2008

Lampiran Tabel 10. Uji Stasionaritas Harga GKG di Tingkat Petani, Harga beras Grosir,Eceran dan Dunia

Variabel pada Level Variabel pada Beda pertamaHarga Jumlag Lag Uji ADF Jumlag Lag Uji ADF

A. Konstanta tanpa slopeProdusen 1 -2.809* 0 -14.459***Grosir O -2.785 0 - 6.897***Eceran 1 -1.454 0 - 7.072***Dunia 1 -1.155 0 -7.366***

B. Konstanta dengan slopeProdusen 0 -4.135*** 0 -14.467***Grosir 0 -3.278* 0 -6.913***Eceran 1 -2.487 0 - 7.029***Dunia 1 -1.619 0 -7.457***

Keterangan: ***, ** dan * nyata pada taraf nyata 1 persen, 5 persen dan 10 persen.

Lampiran Tabel 11. Uji Stasionaritas Harga Jagung di Tingkat Petani, Grosir, Eceran dan Dunia

Variabel pada Level Variabel pada Beda pertamaHarga Jumlag Lag Uji ADF Jumlag Lag Uji ADF

A. Konstanta tanpa slopeProdusen 0 -1.410 0 -9.725***Grosir 11 -1.037 0 -10.532***Eceran 1 0.488 0 -11.096***Dunia 1 -0.933 0 -11.561***

B. Konstanta dengan slopeProdusen 0 -2.332 0 -9.761***Grosir 0 -4.351*** 0 -10.522***Eceran 1 -3.294* 0 -10.395***Dunia 1 -2.483 0 -8.938***

Keterangan: ***, ** dan * nyata pada taraf nyata 1 persen, 5 persen dan 10 persen.

Page 17: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

16

Lampiran Tabel 12.Uji Stasionaritas Harga Kedelai di Tingkat Petani, Grosir, Eceran dan Dunia

Variabel pada Level Variabel pada Beda pertamaHarga Jumlag Lag Uji ADF Jumlag Lag Uji ADF

A. Konstanta tanpa slopeProdusen 0 -3.490* 0 -7.963***Grosir 0 -2.615 0 -8.772***Eceran 1 -0.787 0 -7.252***Dunia 1 -0.689 0 -7.163***

B. Konstanta dengan slopeProdusen 0 -1.891 0 -8.006***Grosir 0 -1.646 0 -8.834***Eceran 1 -2.251 0 -7.189***Dunia 1 -2.573 0 -7.309***

Keterangan: ***, ** dan * nyata pada taraf nyata 1 persen, 5 persen dan 10 persen.

Lampiran Tabel 13. Konsumsi beras (kg) per kapita per tahun menurut wilayah, 2002-2007

Tahun Kota Desa Desa+Kota2002 89.13 108.84 100.052003 89.34 108.37 100.362004 88.61 106.44 98.752005 84.81 105.40 95.892006 85.90 103.32 95.632007 81.59 98.23 90.22

%/Tahun -1.72 -1.90 -1.98Sumber: Susenas 2002-2007.

Tabel lampiran 14. Volume ekspor dan impor beras (Ton), 1996-2007

Tahun Ekspor Impor1996 196 2,149,7581997 64 349,6811998 2,001 2,895,1191999 2,700 4,751,3982000 1,247 1,355,6662001 4,010 644,7332002 3,991 1,805,3802003 676 1,428,5062004 904 236,8672005 42,286 189,6172006 959 438,1092007 1,613 1,406,848

%/Tahun 21.54 -12.42

Page 18: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

17

Tabel Lampiran 15. Konsumsi beras jagung (kg) per kapita per tahun menurut wilayah, 2002-2007

Tahun Kota Desa Desa+Kota2002 0.42 4.73 2.812003 0.16 3.80 2.292004 0.16 4.32 2.502005 0.16 3.95 2.182006 0.36 4.37 2.602007 0.68 5.46 3.12

%/Tahun 14.20 3.00 2.22Sumber: Susenas 2002-2007.

Tabel lampiran 16. Volume ekspor dan impor jagung (Ton), 1996-2007

Tahun Ekspor Impor1996 26,830 616,9411997 18,957 1,098,3541998 624,942 299,9171999 90,647 618,0602000 28,066 1,264,5752001 90,474 1,035,7972002 16,306 1,154,0632003 33,691 1,345,4462004 32,679 1,088,9282005 54,009 185,5972006 28,074 1,775,3212007 101,740 701,953

%/Tahun -1.82 1.93

Lampiran Tabel 17a. Konsumsi tepung terigu (kg) per kapita per tahun menurut wilayah, 2002-2007

Tahun Kota Desa Desa+Kota2002 1.35 1.04 1.202003 1.04 1.04 1.042004 1.30 1.14 1.202005 1.25 1.35 1.302006 1.40 1.20 1.302007 1.87 1.82 1.87

%/Tahun 7.10 9.67 8.55Sumber: Susenas 2002-2007.

Page 19: PERUBAHAN TINGKAT HARGA KOMODITAS PANGAN …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/MS_C1.pdf · Rumus perhitungan koefisien ... al., 2003). Stasionaritas data deret hitung ... hal

18

Lampiran Tabel 17b. Konsumsi mi instan (kg) per kapita per tahun menurut wilayah, 2002-2007

Tahun Kota Desa Desa+Kota2002 0.04 0.02 0.032003 0.03 0.02 0.282004 0.04 0.02 0.032005 0.04 0.03 0.032006 0.04 0.03 0.042007 0.07 0.05 0.06

%/Tahun 12.11 16.99 -5.50Sumber: Susenas 2002-2007.

Tabel lampiran 18. Nilai dan volume impr gandum, 2001-2007Tahun Nilai (US $) Volume (Ton)2001 399,521,728 2,717,6082002 614,447,972 4,250,2722003 579,924,997 3,502,3732004 838,577,108 1,870,1212005 799,003,390 4,428,5112006 816,120,633 4,482,8062007 1,181,312,663 4,615,694

%/Tahun 14.79 6.89