Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus...

30
PENINGKATAN DIGESTIBILITAS DAN PERUBAHAN STRUKTUR TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT OLEH PRETREATMENT Pleurotus floridanus DAN ASAM FOSFAT Ringkasan Disertasi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat S-3 Program Studi Bioteknologi Diajukan oleh Isroi 08/275457/SMU/00535 kepada SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013

description

RINGKASAN DISERTASIPerubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam FosfatIsroi08/275457/SMU/00353Universitas Gadjah MadaProgram Studi Bioteknologi2013Kombinasi pretreatment biologi dengan jamur pelapuk putih dan asam fosfat. Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) memiliki digestibilitas yang sangat rendah. Digestibiitas TKKS bisa ditingkatkan melalui pretreatment biologi dan dikombinasikan dengan pretreatment asam fosfat. Pretreatment biologi bisa meningkatkan digestibilitas TKKS hingga 4 kali dibandingkan kontrol. Sedangkan kombinasi pretreatment biologi dan asam fosfat dapat meningkatkan digestibiitas TKKS hingga tujuh kali.

Transcript of Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus...

Page 1: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

PENINGKATAN DIGESTIBILITAS DAN PERUBAHAN

STRUKTUR TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT OLEH

PRETREATMENT

Pleurotus floridanus DAN ASAM FOSFAT

Ringkasan Disertasi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Mencapai derajat S-3

Program Studi Bioteknologi

Diajukan oleh

Isroi

08/275457/SMU/00535

kepada

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

Page 2: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

PENINGKATAN DIGESTIBILITAS DAN PERUBAHAN

STRUKTUR TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT OLEH

Pleurotus floridanus DAN ASAM FOSFAT

Intisari

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) tersedia melimpah dan belum optimal

dimanfaatkan sebagai bahan baku produk berbasis lignoselulosa. TKKS memiliki

digestibilitas rendah dan sulit diolah menjadi produk turunannya. Penelitian ini

bertujuan untuk meningkatkan digestibilitas TKKS melalui pretreatment biologi

dengan jamur pelapuk putih (JPP). Tahapan penelitian ini adalah (1) pemilihan JPP

yang selektif mendegradasi lignin, (2) peningkatan digestibilitas TKKS dengan

penambahan Mn2+

dan Cu2+

, (3) peningkatan digestibilitas TKKS dengan

pretreatment kombinasi biologi dengan asam fosfat. Penelitian dilakukan dalam skala

laboratorium. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan berat kering, lignin,

selulosa, hemiselulosa, struktur fisik dengan analisa SEM, gugus fungsional dengan

analisa FTIR, dan kristalinitas selulosa. Seleksi dilakukan terhadap Polyota sp,

Pleurotus sp,dan Agraily sp. Pleurotus sp dipilih untuk percobaan selanjutnya dan

diidentifikasi sebagai P. floridnaus LIPIMC966, karena dapat menurunkan

kandungan lignin dari 19.63% menjadi 15.22%, hemiselulosa dari 14.77% menjadi

12.63%, dan meningkatkan selulosa dari 39.92% menjadi 56.04%. Penambahan Mn2+

dan Cu2+

pada pretreatment biologi menggunakan P. floridanus mengurangi bobot

kering dari 27,43% menjadi 32,88%; kandungan lignin hingga 43,17% (Mn2+

) dan

34,08% (Cu2+

), hemiselulosa hingga 32,82%, sedangkan kadar selulosa relatif

konstan. Kombinasi pretreatment biologi menggunakan P. floridanus dan asam fosfat

dievaluasi berdasarkan perubahan komponen lignoselulosa, struktural dan morfologi.

Degradasi karbohidrat setelah pretreatment biologi, asam fosfat, dan kombinasi

biologi dan asam fosfat masing-masing adalah 7,88%, 35,65%, dan 33,77%.

Pretreatment mengubah ikatan hidrogen dari selulosa dan ikatan antara lignin dan

karbohidrat, yang berhubungan dengan kristalinitas selulosa. Kristalinitas selulosa

yang ditunjukkan dengan lateral order index setelah pretreatment secara berturut-

turut adalah adalah 2,77 (tanpa pretreatment), 1,42 (biologi), 0,67 (asam fosfat), dan

0,60 (kombinasi biologi dan asam fosfat). Pretreatment asam fosfat merusak struktur

dan morfologi serat TKKS yang ditunjukkan dari hasil analisis SEM. Pretreatments

telah meningkatkan digestibilitas TKKS masing-masing 4 (biologi), 6,3 (asam fosfat),

dan 7,4 (biologi dan asam fosfat) kali lipat dibandingkan tanpa pretreatment.

Kata kunci: Tandan Kosong Kelapa Sawit, Pleurotus floridanus, Cu, Mn,

pretreatment biologi, digestibilitas

Page 3: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

1

1. PENDAHULUAN

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) tersedia melimpah dan belum

dimanfaatkan. Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia yang

memproduksi TKKS sebesar 20,7 juta metrik ton (FAOSTAT 2012). TKKS tersusun

dari selulosa 39,13%, hemiselulosa 23,40%, dan 34,37% lignin (Isroi et al. 2013

). Kandungan karbohidrat TKKS yang tinggi menjadikan TKKS berpotensi sebagai

bahan baku produk turunan lignoselulosa. TKKS memiliki digestibiliti yang rendah

dan sulit untuk diolah menjadi produk turunannya. Rendahnya digestibilitas

lignoselulosa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: kandungan & komposisi

lignin, kristalinitas selulosa, derajat polimerisasi, volume pori, kelompok asetil terikat

ke hemiselulosa, luas permukaan & ukuran partikel biomassa (Alvira et al. 2010,

Anderson and Akin 2008, Rivers and Emert 1988). TKKS memerlukan proses

pretreatment untuk merubah struktur dan memecah lignin, sehingga selulosa lebih

mudah diakses oleh enzim hidrolitik. Penelitian untuk mendapatkan metode

pretreatment TKKS yang tepat perlu dilakukan agar potensi besar TKKS bisa

diwujudkan menjadi produk-produk turunannya.

Pretreatment lignoselulosa dapat dilakukan secara fisik, kimia, biologi, atau

kombinasi dari metode-metode itu (Alvira et al. 2010, Taherzadeh and Karimi

2008). Pretreatment biologi memanfaatkan kemampuan jamur pelapuk putih (JPP)

atau enzim yang dihasilkannya untuk memecah lignin dan merubah struktur

lignoselulosa (Hatakka A.I. 1983, Taniguchi et al. 2005). Aplikasi pretreatment

biologi memiliki beberapa keunggulan seperti: a) energi yang dibutuhkan relatif

rendah, b) tidak atau sedikit membutuhkan tambahan bahan kimia, c) dilakukan pada

kondisi lingkungan yang rendah (mild cindition), d) sepesifik terhadap substrat (Kirk

& Chang, 1981; Sun & Cheng, 2002). JPP dikelompokkan menjadi selektif dan non-

selektif. JPP selektif adalah JPP yang relatif lebih banyak mendegradasi lignin

daripada selulosa dan hemiselulosa, sedangkan JPP non selektif adalah JPP yang

mendegradasi semua komponen lignoselulosa. Pretreatment biologi dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya adalah penambahan kation (Mn2+

dan Cu2+

) (Camarero

et al. 1996, Palmieri et al. 2000). Penambahan kation dapat meningkatkan produksi

enzyme ligninolitik, meningkatkan degradasi lignin, dan meningkatkan digestibilitas

lignoselulosa. Beberapa isolat JPP berhasil diisolasi oleh Balai Penelitian

Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan memiliki kemampuan

mendegradasi lignin, antara lain Polyota sp, Agraily sp, dan Pleurotus sp. Selektifitas

isolate JPP koleksi BPBPI tersebut belum diketahui. Pemilihan isolat JPP selektif

yang sesuai untuk TKKS diperlukan untuk mengembangkan metode pretreatment

biologi dengan penambahan kation (Mn2+

dan Cu2+

).

Pretreatment biologi memiliki beberapa kekurangkan dibandingkan dengan

metode pretreatment fisika/kimiawi, antara lain: hasil gula yang diperoleh relatif

lebih rendah (Taherzadeh & Karimi, 2008). Digestibilitas lignoselulosa dapat lebih

ditingkatkan melalui kombinasi pretreatment biologi dengan pretreatment kimia (Itoh

Page 4: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

2

et al. 2003, Ma et al. 2010, Taniguchi et al. 2010, Yu et al. 2010). Salah satu bahan

kimia yang bisa dimanfaatkan untuk pretreatment adalah asam fosfat. Pretreatment

asam fosfat dilaporkan efisien dalam mengurangi kristalinitas selulosa dan

meningkatkan produksi biogas dari TKKS (Nieves et al. 2011). Pretreatment asam

fosfat untuk bahan lignoselulosa juga dilaporkan dapat meningkatkan fraksinasi dan

digestibilitas lignoselulosa (Zhang YH et al. 2007b). Kombinasi pretreatment biologi

dengan pretreatment asam fosfat perlu diujicoba dalam rangka meningkatkan

digestibilitas TKKS. Kombinasi pretreatment biologi dengan pretreatment asam

fosfat ini belum dilaporkan di dalam literatur.

Biomassa lignoselulosa mengalami perubahan fisik maupun kimia setelah

dilakukan pretreatment. Perubahan tersebut antara lain adalah perubahan kandungan

lignin, selulosa, hemiselulosa, penurunan kristalinitas selulosa, peningkatan luas pori-

pori, kerusakan pada area permukaan, dan juga perubahan pada gugus fungsional.

Analisis terhadap perubahan struktur fisik maupun kimiawi, dan komposisi TKKS

setelah pretreatment diperlukan untuk memahami mekanisme peningkatan

digestibilitas TKKS dan perancangan pretreatment yang sesuai untuk menghasilkan

proses pretreatment secara optimal.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk peningkatan digestibilitas TKKS

dengan kombinasi pretreatment biologi oleh JPP dan asam fosfat. JPP dipilih satu dari

tiga koleksi isolate JPP. Kation (Mn2+

dan Cu2+

) ditambahkan pada pretreatment

biologi untuk meningkatkan delignifikasi. Perubahan kandungan lignin, selulosa,

hemiselulosa, derajat kristalinitas, perubahan struktur fisik, dan gugus fungsional

dianalisis untuk mengetahui karakteristik yang berperan dalam peningkatan

digestibilitas TKKS

2. METODE PENELITIAN

2.1. Mikroorganisme dan Bahan

2.1.1. Mikroorganisme

Pleurotus sp, Polyota sp, dan Agraily sp diperoleh dari Balai Penelitian

Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI). Semua JPP ditumbuhkan dan dipelihara

dengan menggunakan media Potato Dextrose Agar (PDA, Badco ) dan diinkubasi

selama kurang lebih satu minggu sebelum digunakan sebagai inokulum untuk

pretreatment biologi. Pleurotus sp diidentifikasi oleh LIPIMC (LIPI Microbial

Collection) dan teridentifkasi sebagai Pleurotus floridanus LIPIMC996.

Yeast Saccharomyces cerevisiae CBS 8066 diperoleh dari Centraalbureau

voor Schimelcultures (Delft, the Netherlands). Kultur yeast dipelihara pada media

agar YPD yang mengandung 20 g/L agar (Scharlau), 10 g/L yeast extract (Scharlau),

20 g/L peptone (Fluka), dan 20 g/L D-glucose (Scharlau) sebagai sumber karbon dan

disimpan pada suhu 4°C.

Page 5: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

3

2.1.2. Media

Media untuk pertumbuhan dan pemeliharaan JPP adalah media potato

dextrose agar (PDA, DIFCO Laboratories, Detroit, MI). Komposisi media cair untuk

pretreatment biologi adalah: (a) media 1: 7 g/L KH2PO4, 1,5 g/L MgSO4.7H2O, 1,0

g/L CaCl2.H2O; (b) media 2: 7 g/L KH2PO4, 1,5 g/L MgSO4.7H2O, 1,0 g/L

CaCl2.H2O, 0,015 g/L CuSO4.5H2O; (c) media 3: 7 g/L KH2PO4, 1,5 g/L

MgSO4.7H2O, 1,0 g/L CaCl2.H2O, 0,015 g/L MnSO4.H2O; (d) media 4: 7 g/L

KH2PO4, 1,5 g/L MgSO4.7H2O, 1,0 g/L CaCl2.H2O, 0,015 g/L CuSO4.5H2O, 0,015

g/L MnSO4.H2O. Pretreatment TKKS pada perlakuan kontrol tanpa inokulasi

mikroba ditambahkan media 1. Media 1, 2, dan 3 dipergunakan pada penelitian Tahap

1 dan 2. Media 4 dipergunakan pada penelitian Tahap 3.

2.1.3. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

TKKS diperoleh dari pabrik kelapa sawit Kebun Doloksinumbah, PTPN IV,

Sumatera Utara. TKKS dicacah dengan pajang kurang lebih 5 cm dan dikeringkan

(kadar air <5%). Penelitian ini menggunakan dua sampel TKKS yang diambil dalam

waktu yang berbeda dan di analisis dengan metode yang berbeda. Karakteristik

TKKS yang dipergunakan dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang dipergunakan

dalam penelitian

Sampel 1*) Sampel 2

**)

Lignin (%) 23,89 34,37

Selulosa (%) 40,37 39,13

Hemiselulosa (%) 20,06 23,04

Hot water soluble (%) 14,47

Abu (%) 1,219

Kadar air (%) 51.045 *) Dianalisis dengan metode Chesson-Datta, digunakan pada penelitian Tahap 1 dan 2

**)Dianalisis dengan metode NREL, digunakan pada penelitian tahap 3

Sampel TKKS 1 dan Sampel TKKS 2 diambil dalam waktu yang berbeda.

2.2. Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Tahap 1 adalah seleksi JPP untuk pretreatment biologi TKKS yang memiliki

selektifitas tinggi terhadap degradasi lignin. Tahap 2 adalah pengaruh penambahan

kation (Mn2+

dan Cu2+

) terhadap pretreatment biologi. JPP yang digunakan dalam

penelitian tahap ini adalah JPP hasil seleksi pada penelitian tahap 1. Tahap 3.

Kombinasi pretreatment biologi dengan asam fosfat.

Page 6: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

4

Gambar 1. Alur dan tahapan penelitian

2.3.Metode Pretreatment Biologi

Pretreatment biologi dilakukan untuk penelitian Tahap 1 dan 2dengan

fermentasi kultur padat (FKP) tanpa aerasi dan tanpa pengadukan. Lima puluh gram

TKKS ditimbang ditambahkan media cair ke TKKS sesuai perlakuan untuk

mendapatkan kadar air hingga 60%. TKKS selanjutnya disterilkan menggunakan

autoklaf pada suhu 121oC selama 30 menit. Empat potongan kultur JPP ( 5mm)

diinokulasi secara aseptik. Kultur diinkubasi pada suhu kamar selama 6 minggu.

TKKS dicuci, dikeringkan, dan digiling pada akhir inkubasi untuk dianalisisa

penurunan berat kering dan komponen lignoselulosa lainnya.

Pretreatment biologi untuk penelitian Tahap 3 dilakukan dengan fermentasi

kultur padat (FKP) tanpa aerasi dan tanpa pengadukan. Pretreatment biologi TKKS

menggunakan isolat JPP terpilih hasil dari tahap 1. Sebanyak 200 gr TKKS

ditambahkan 120 mL media 4 kemudian disterilkan. Kandungan air pada media

TKKS tersebut kurang lebih 60%. Kultur P. floridanus LIPIMC996 diinokulasikan

secara aseptis. Kultur diinkubasi pada 31°C selama 28 hari di dalam inkubator. TKKS

dipanen pada akhir inkubasi dan dibekukan pada suhu < 0oC untuk menghentikan

pertumbuhan jamur. Sampel TKKS dikeringkan dengan vacuum dryer (Freezone

7.670.530, Labconco, Kansas City, MO, USA) pada suhu -52°C selama 6 jam dan

kemudian dihaluskan dengan ball milling (Retsch ® MM400, Retsch GmbH, Haan,

Jerman) pada frekuensi 29,6 s-1

selama 4 menit. Penurunan berat kering TKKS

ditentukan berdasarkan selisih dari berat kering (oven dry weight, ODW) dari TKKS

awal sebelum pretreatment dan ODW akhir setaelah pretreatment. Semua eksperimen

Page 7: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

5

dilakukan duplo.

2.4. Metode Pretreatment Asam Fosfat

Pretreatment asam fosfat diakukan dengan metode yang dijelaskan dalam

referensi (Nieves et al. 2011, Zhang Yi-Heng Percival et al. 2007a). Sampel disimpan

pada suhu < 0oC sebelum digunakan untuk hidrolisis atau analisa selanjutnya.

2.5. Metode Hidrolisis Enzymatik

Hidrolisis Enzymatik untuk Sampel TKKS Hasil Penelitian Tahap 2.

Hidrolisis enzimatik sampel TKKS dilakukan berdasarkan metode dari NREL

(National Renewable Energy Laboratory, USA) dengan sedikit modifikasi (Selig et

al. 2008). Hidrolisis sampel TKKS menggunakan enzim komersial (Cellulast, 64

FPU/ml dan -glucosidase 58pNPGU/ml, Novozyme Co) dengan dosis enzim 60

FPU/g selulase dan 64 pNPGU/g -Glucosidase. Semua sampel dikocok dengan

water bath shaker pada 50oC selama 72 jam dan kemudian disaring. Cairan yang

diperoleh kemudian digunakan untuk analisis glukosa. Digestibilitas (%) dihitung

berdasarkan persamaan sebagai berikut:

(1)

dengan glukosa (g) adalah massa glukosa dalam cairan setelah hidrolisis dan

selulosa (g) adalah massa selulosa di dalam substrat.

Hidrolisis enzymatik sampel TKKS pada penelitian Tahap 3 menggunakan

metode yang sama seperti di atas dengan beberapa modifikasi. Enzym hidrolitik yang

dipergunakan adalah enzyme komersial Cellic ® CTec2 (148 FPU/mL, Novozymes

Co, Bagsvaerd, Denmark) dengan dosis enzim 30, 60, dan 90 FPU/g selulosa.

Digestibilitas (%) dari selulosa awal dihitung dengan membagi glukosa diproduksi

dengan selulosa awal yang digunakan berdasarkan persamaan berikut:

(2)

dengan glukosa (g) adalah jumlah glukosa dalam cairan setelah hidrolisis dan

selulosa awal (g) adalah kandungan selulosa dalam TKKS sebelum mendapat

pretreatment. Semua percobaan dilakukan duplo dan galat (error) disajikan sebagai

standar deviasi.

2.6. Metode Sakarifikasi dan Fermentasi Simultan

Hidrolisis dan difermentasi simultan (Simultaneous Saccharification and

Fermentation, SSF) dilakukan berdasarkan metode dari NREL (Dowe and McMillan

2008) menggunakan enzyme komersial Cellic ® CTec2 (148 FPU/mL, Novozymes

Co, Bagsvaerd, Denmark) dengan dosis enzim 60 fpu/g selulosa. Konsentrasi

selulosa yang digunakan adalah sebesar 6% di dalam buffer sitrat 0.05 M pH 4.8. SSF

dilakukan dengan volume 100mL pada erlemeyer 250mL yang dilengkapi dengan

perangkap gas (bubble trap). SSF dilakukan pada suhu 31oC di dalam water bath

Page 8: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

6

shaker selama 72 jam. Produksi etanol diamati setiap hari.

2.7. Metode Analisis

Analisis kimia dari komponen TKKS (lignin, hemiselulosa, dan selulosa) pada

penelitian Tahap 1 dan 2 dilakukan dengan menggunakan metode Chesson-Datta

(Datta 1981). Selulosa, hemiselulosa, dan lignin dari TKKS pada penelitian Tahap 3

ditetapkan dengan metode NREL (Sluiter A. et al. 2011). Jumlah abu ditentukan

dengan menggunakan furnace selama semalam pada 575°C (Sluiter A. D. et al.

2008). Berat kering ditentukan setelah pengeringan sampel pada suhu 105 ± 3oC

selama 24 jam sesuai dengan metode TAPPI T264 cm tes standar-97 (TAPPI 2002).

Pertumbuhan jamur selama pretreatment diperkirakan berdasarkan berat

kering biomassa jamur (Kumar et al. 2006). Analisis biomassa ini dilakukan untuk

penelitian Tahap 1 dan Tahap 2.

Perubahan gugus fungsional TKKS diamati berdasarkan perubahan adsorsi

atas spektrum IR (infra red) pada panjang gelombang tertentu (Jeihanipour, Karimi et

al. 2009). Pengukuran spektrum IR dilakukan dengan menggunakan spektrometer

FTIR (Impact, 410, Nicolet Instrument Corp, Madison, WI), 32 scan, resolusi 4 cm-1

dalam kisaran 600-4000 cm-1

dan dikendalikan dengan softwere Nicolet OMNIC 4,1

(Nicolet Instrumen Corp, Madison, WI) dan dianalisis menggunakan softwere eFTIR

® (EssentialFTIR, USA).

Evaluasi perubahan struktur fisik permukaan sampel TKKS sebelum dan

setelah pretreatment divisualisasikan menggunakan analisa Scanning Electron

Microscopy (SEM) model JEOL JSM-820 (JEOL Ltd, Akishima, Jepang).

Monosakarida (Selobiosa, Glukosa, Xylosa, Mannosa, Galaktosa dan

Arabinosa) dianalisis menggunakan sistem HPLC yang dilengkapi dengan

autosampler (WalterTM 717, Milford, USA), detektor UV (WalterTM 485, Milford,

USA), dan detektor ELS (WalterTM 2424, Milford, USA). Monosugar dipisahkan

menggunakan Bio-Rad Aminex HPX-87P kolom (Aminex HPX-87P, Bio-Rad,

USA), air murni sebagai fase gerak dengan laju alir 0,6 ml min-1

di bawah kondisi

isotermal pada 85oC. A Bio-Rad Carbo-P kolom pelindung (coloum guard, Bio-Rad,

USA) digunakan dan ditempatkan di luar kolom utama pada suhu kamar.

Konsentrasi etanol dianalisis menggunakan sistem HPLC yang dilengkapi

dengan autosampler (WalterTM 717, Milford, USA), detektor UV (WalterTM 485,

Milford, USA), dan detektor ELS (WalterTM 2424, Milford, USA). Monosugar

dipisahkan menggunakan Bio-Rad Aminex HPX-87H kolom (Aminex HPX-87H,

Bio-Rad, USA), H2SO4 0.025M sebagai fase gerak dengan laju alir 0,6 ml min-1

di

bawah kondisi isotermal pada 85oC. A Bio-Rad Carbo-P kolom pelindung (coloum

guard, Bio-Rad, USA) digunakan dan ditempatkan di luar kolom utama pada suhu

kamar. Etanol standard yang dilarutkan pada H2SO4 0.025M dalam beberapa

konsentrasi dipergunakan sebagai pembanding dan untuk kenghitung konsentrasi

etanol pada sampel.

Data-data hasil analisa dianalisis secara statistic. Data yang ditampilkan

adalah rata-rata dari setiap ulangan. Nilai standard deviation (SD) dihitung dan

Page 9: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

7

ditampilkan untuk mengetahui galat (error) dari setiap data. Setiap perluan juga

dilakukan analisis varian (analisys of variance, ANOVA) untuk mengetahui

signifikansi pengaruh perlakuan terhadap control. Analisis korelasi dari beberapa data

percobaan dilakukan untuk mengetahui hubungan statistik antar data perlakuan

tersebut.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Seleksi Jamur Pelapuk Putih untuk Pretreatment Biologi Tandan Kosong

Kelapa Sawit

TKKS mengalami perubahan fisik setelah mengalami pretreatment biologi.

TKKS yang telah mendapat pretreatment menjadi lebih cerah dan lebih lunak

daripada TKKS tanpa pretreatment. Perubahan visual warna lignoselulosa adalah

salah satu karakteristik degradasi lignoselulosa oleh JPP (Hatakka Annele 2001).

Penurunan kadar lignin oleh JPP kemungkinan menyebabkan perubahan warna kayu

(Bajpai 2004, de Jong et al. 1997).

Perubahan kandungan lignin, selulosa, & hemiselulosa ditunjukkan pada

Gambar 2. Kandungan lignin & hemiselulosa menurun signifikan, sedangkan selulosa

meningkat signifikan setelah pretreatment biologi. Kandungan lignin menurun secara

signifikan dari 19,63% (kandungan awal) menjadi 15,32% (Pleurotus sp), Polyota sp

(16,63%) dan Agraily sp (18,07%). Kandungan hemiselulosa dari yang terendah

pada masing-masing perlakuan adalah Pleurotus sp (12,63%), Polyota sp (14,26%)

dan Agraily sp (15,18%). Kandungan selulosa (%) pada masing-masing perlakuan

adalah Pleurotus sp (56,04%), Agraily sp (44,13%) dan Polyota sp (42,03%).

Gambar 2. Persentase kandungan lignin tandan kosong kelapa sawit (TKKS): (a)

tanpa pertretmant biologi (kontrol), (b) Pleurotus sp, (c) Polyota sp, (d)

Agraily sp. Pretreatment biologi dilakukan pada fermentasi kultur

padat, tanpa aerasi, dan suhu kamar selama 4 minggu.

0

10

20

30

40

50

60

70

Kontrol Pleurotus sp Polyota sp Agraily sp

Kan

du

ng

an

(%

)

Lignin

Selulosa

Hemiselulosa

Page 10: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

8

Ketiga isolate JPP dapat menurunkan kandungan lignin, namun yang

menunjukkan penurunan lignin tertinggi adalah Pleurotus sp. Kandungan

hemiselulosa (%) menunjukkan sedikit penurunan pada masing-masing isolat JPP.

Degradasi hemiselulosa terjadi pada proporsi yang relatif sama dengan degradasi

biomassa, sehingga persentase kandungan hemiselulosa terhadap biomassa total

sedikit mengalami penurunan. Perubahan kandungan selulosa (%) TKKS setelah

pretreatment bervariasi untuk masing-masing isolat JPP. Peningkatan persentase

selulosa setelah pretreatment biologi pada biomassa juga dilaporkan dalam referensi

(Xu et al. 2010). Peningkatan ini terjadi karena degradasi komponen lain (lignin &

hemiselulosa) lebih tinggi daripada degradasi selulosa, sehingga secara proposional

kandungan selulosa akan meningkat. Pleurotus sp mendegradasi lignin kurang lebih

22% dari kandungan awal lignin dan hasil ini sebanding dengan hasil yang

disebutkan dalam literatur, yaitu sebesar 25% setelah pretreatment biologi selama 60

hari (Taniguchi et al. 2005).

Penurunan tertinggi kandungan lignin & hemiselulosa, serta peningkatan

tertinggi kandungan selulosa oleh Pleurotus sp menunjukkan bahwa Pleurotus sp

lebih selektif dalam mendegradasi lignin daripada kedua isolate lain. Hasil senada

juga dilaporkan oleh Kerem et al. (1992) bahwa P. ostreatus lebih selektif

mendegradasi lignin daripada Phanerochaete chrysosporium. Beberapa literatur

melaporkan bahwa isolat Pleurotus sp menghasilkan enzim ligninolitik Lac, MnP,

dan VP; serta juga enzim hidrolitik (Chen et al. 2010, Goudopoulou et al. 2010,

Martínez et al. 2005, Tinoco et al. 2011). Isolat Pleurotus sp selanjutnya dipilih untuk

pretreatment biologi TKKS tahap 2 & 3 dan teridentifikasi sebagai Pleurotus

floridanus dengan nomor koleksi LIPIMC 966.

3.2. Pengaruh Penambahan Mangan (Mn) dan Tembaga (Cu) terhadap

Pretreatment Biologi Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Pleurotus

floridanusi LIPIMC966

3.2.1. Pengaruh Pretreatment Biologi pada Berat Kering dan Komponen

Lignoselulosa

Berat kering akhir TKKS yang telah mendapat pretreatment biologi selama

42 hari inkubasi ditampilkan pada Gambar 3. Penurunan ODW dari mulai yang

terbesar adalah sebagai berikut: 32.88% (Mn2+

), 29.08% (Cu2+

), dan 27.43% (tanpa

penambahan kation). Penurunan ODW tersebut adalah penurunan biomassa

lignoselulosa total yang meliputi penurunan kandungan lignin, selulosa,

hemiselulosa, dan komponen lainnya. JPP mendegradasi komponen padat menjadi

struktur yang lebih sederhana, bahan yang larut air dan produk gas yang

mengakibatkan penurunan berat kering biomassa lignoselulosa.

Page 11: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

9

Gambar 3. Penurunan berat kering (oven dry weight, ODW) tandan kosong kelapa

sawit (TKK) selama pretreatment biologi menggunakan Pleurotus

floridanus LIPIMC966: (a) tanpa penambahan kation (kontrol), (b)

CuSO4 (Cu2+

), dan (c) MnSO4 (Mn2+

). Pretreatment biologi dilakukan

dengan fermentasi kultur padat, tanpa aerasi, dan pada suhu kamar.

Penurunan kandungan masing-masing komponen lignoselulosa TKKS

diperlihatkan pada Gambar 4. Setiap perlakuan menunjukkan pola penurunan yang

berbeda-beda. Hot water soluble (HWS) terdiri dari terdiri dari beberapa komponen,

seperti karbohidrat, protein, dan senyawa anorganik. Aktifitas P. floridanus

signifikan menurunkan kandungan HWS hingga kurang lebih 50% selama 42 hari

inkubasi. Pretreatment dengan Mn2+

dan Cu2+

menunjukkan kecepatan penurunan

kandungan HWS yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa penambahan kation

(Gambar 4 A).

Kandungan hemiselulosa TKKS menurun secara significant pada semua

perlakuan (Gambar 4 B). Perlakuan Mn2+

menunjukkan kecepatan penurunan yang

lebih cepat dibandingkan perlakuan yang lain pada hingga hari ke-21, kemudian

relatif konstan hingga hari ke-42. Perlakuan kontrol menunjukkan laju penurunan

yang lebih lambat, namun penurunan terus terjadi hingga hari ke-42 dan merupakan

penurunan hemiselulosa terbesar dibandingkan perlakuan lainnya. Pola penurunan

yang signifikat juga diperlihatkan pada kandungan lignin (Gambar 4 D).

Penurunan kandungan selulosa menunjukkan pola yang berbeda dengan

penurunan hemiselulosa dan lignin (Gambar 4 C). P. floridanus tidak signifikat

menurunkan kandungan selulosa pada semua perlakuan. Penurunan kandungan

hemiselulosa dan lignin pada penelitian tahap 2 ini mengkonfirmasi percobaan tahap

1 yang menunjukkan bahwa isolate P. floridanus lebih banyak mendegradasi

hemiselulosa dan lignin daripada selulosa. Dengan kata lain P. floridanus lebih

selektif dalam degradasi lignin, HWS, dan hemiselulosa dibandingkan selulosa.

0

5

10

15

20

25

30

0 7 14 21 28 35 42 49

Be

rat

Ke

rin

g (

gr)

Hari ke-

Kontrol Cu Mn

Page 12: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

10

Gambar 4. Perubahan kandungan komponen TKKS, yaitu: hot water soluble

(HWS) (A), hemiselulosa (B), selulosa (C), dan lignin (D) selama

pretreatment dengan Pleurotus floridanus LIPIMC996 tanpa

penambahan kation (kontrol), dengan penambahan CuSO4 (Cu2+

), dan

penambahan MnSO4 (Mn2+

). Pretreatment biologi dilakukan dengan

fermentasi kultur padat, tanpa aerasi, dan pada suhu kamar.

Fakta bahwa penambahan Mn2+

dan Cu2+

dapat meningkatkan degradasi

lignoselulosa oleh jamur juga telah dilaporkan dalam beberapa referensi (Janusz et al.

2006, Levin et al. 2007, Tychanowicz et al. 2006). Penambahan konsentrasi tertentu

Mn2+

dan Cu2+

dapat menginduksi dan mengontrol produksi enzim ligninolitik yang

mengakibatkan peningkatan degradasi lignin. Konsentrasi Mn2+

dapat mempengaruhi

aktifitas MnP dan LIP, sedangkan Cu2+

dapat mempengaruhi aktivitas Lac (Isroi et al.

2011). Unsur Mn2+

dalam media pertumbuhan memainkan peran penting dalam

mengatur aktivitas mangan peroksidase (MnP) dan lignin peroksidase (LiP). Aktivitas

MnP mendominasi dalam kondisi ketersediaan Mn2+

, dan sebaliknya aktivitas LiP

mendominasi dalam kondisi konsentrasi Mn2+

yang rendah. MnP dapat berdifusi ke

dalam dinding sel yang mengalami lignifikasi dan mengoksidasi gugus non-fenolik

lignin, sedangkan Lac mengoksidasi struktur fenolik lignin.

3.2.2. Pengaruh Pretreatment Biologi Pada Karakteristik Fisik Dan Struktural

TKKS

Perubahan struktural TKKS dianalisis menggunakan FTIR, yang

mencerminkan perubahan gugus fungsional. Analisis spektrum FTIR ditunjukkan

pada Gambar 5 dan penetapan (assignment) band (pita) diuraikan pada Tabel 1.

Page 13: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

11

Beberapa band yang berhubungan dengan polisakarida dan selulosa sedikit

mengalami perubahan untuk semua pretreatment, yaitu: 3450-3000, 1456, 1162-

1158, 897, dan 769 cm-1

. Spektrum pita ini sesuai dengan data kandungan selulosa

TKKS yang tidak terdegradasi oleh jamur. Puncak (peak) 640 cm-1

, 760 cm-1

dan

1.366 cm-1

yang berhubungan dengan selulosa mengalami perubahan signifikan

setelah pretreatment. Intensitas pada panjang gelombang 1739-1738 cm-1

(polisakarida) secara signifikan mengalami penurunan setelah pretreatment. Ikatan

antara lignin dan karbohidrat kemungkinan terdapat dalam peak ini (Takahashi dan

Koshijima 1988). Proses degradasi hemiselulosa dan lignin oleh jamur dapat

mematahkan ikatan antara karbohidrat dan lignin yang dapat berkontribusi dalam

penurunan adsorbsi pada peak 1739-1738 cm-1

ini.

Gambar 5. Spektra FTIR dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang telah

mendapat pretreatment dengan P. floridanus pada perlakuan kontrol,

Cu2+

dan Mn2+

selama a) 0 hari, b) 7 hari, c) 14 hari, d) 21 hari, dan e)

28 hari.

Kristalinitas selulosa dapat diprediksi dengan menggunakan rasio intensitas

dari band A1418/A895 yang dikenal sebagai Indeks Orde Lateral (LOI) (O'Connor,

Dupre et al 1958;. Hurtubise dan Krassig 1960). Kristalinitas selulosa menurun

selama pretreatment. Penambahan Mn2+

dan Cu2+

menunjukkan penurunan LOI yang

lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan kation. Perubahan pada absorbs IR

Page 14: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

12

TKKS setelah pretreatment menunjukkan bahwa meskipun degradasi selulosa

rendah, tetapi struktur selulosa kemungkinan berubah.

Band pada panjang gelombang 1.595 dan 1.505 cm-1

yang berhubungan

dengan lignin signifikan mengalami perubahan setelah pretreatment dengan Mn2+

dan

Cu2+

. Sementara itu, intensitas pada panjang gelombang1.032 cm-1

juga menurun

setelah pretreatment dengan penambahan Mn2+

. Penyerapan spektrum IR pada

panjang gelombang 1422-1424 cm-1

menunjukkan adanya syringyl lignin (Pandey

dan Pitman 2003). Pengamatan pada panjang gelombang tersebut menunjukkan

beberapa perubahan penurunan yang signifikan, meliputi: kandungan lignin,

berkurangan gugus CC, CO, dan peregangan C = O (unit G terkondensasi> G

teresterifikasi). Analisis spektra FTIR pretreatment biologi TKKS menunjukkan

perubahan signifikan dalam beberapa gugus fungsional di berbagai daerah, khususnya

di unit G dan unit S lignin, dan menunjukkan deformasi biomassa selama

pretreatment biologi.

Tabel 1. Penetapan band absorbsi FTIR pada beberapa komponen tandan kosong

kelapa sawit (TKKS) sesuai dengan literatur Panjang

gelombang

(cm-1

)

Penetapan

Assignments

Asal Ref.

670 C-O out-of-plane bending

mode

Selulosa (Schwanninger et

al. 2004)

715 Rocking vibration CH2 in

Cellulose Iβ

Selulosa (Schwanninger et

al. 2004)

858-853 C-H out of plane deformation

in position 2,5,6

G-Lignin (Fackler et al. 2010)

897 Anomere C-groups C(1)-H

deformation, ring valence

vibration

Polisakarida (Fackler et al. 2010,

Fengel 1992)

996-985 C-O valence vibration (Schwanninger et

al. 2004)

1035-1030 Aromatic C-H in plane

deformation, G>S; plus C-O

deformation in primary

alcohols; plus C=O stretch

(unconj.)

Lignin (Schwanninger et

al. 2004)

1162-1125 C-O-C assimetric valence

vibration

Polisakarida (Fackler et al. 2010,

Schwanninger et al.

2004)

1230-1221 C-C plus C-O plus C=O

strech; G condensed > G

etherified

Polisakarida (Fackler et al. 2010,

Fengel 1992)

1227-1251 C=O stretch, OH i.p. bending (Faix O. and

Böttcher 1992)

Page 15: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

13

Panjang

gelombang

(cm-1

)

Penetapan

Assignments

Asal Ref.

1270-1260 G-ring plus C=O strectch G-Lignin (Faix O. 1991)

1315 O-H blending of alcohol

groups

Karbohidrat (Fackler et al. 2010)

1375 C-H deformation vibration Selulosa (Fengel 1992)

1470-1455 CH2 of pyran ring symmetric

scissoring ; OH plane

deformation vibration

(Schwanninger et

al. 2004)

1430-1416 Aromatic skeletal vibrations

with C-H in plane deformation

CH2 scissoring

Lignin (Faix Oskar et al.

1991)

1460 C-H in pyran ring symmetric

scissoring; OH plane

deformation vibration

Selulosa (Fengel 1992)

1515-1505 Aromatic skeletal vibrations;

G > S

Lignin (Faix Oskar et al.

1991)

1605-1593 Aromatic skeletal vibrations

plus C=O stretch; S>G; G

condensed > G etherified

Lignin (Faix Oskar et al.

1991)

1675-1655 C O stretch in conjugated p-

substituted aryl ketones

Lignin (Faix Oskar et al.

1991)

1738-1709 CO stretch unconjugated

(xylan)

Polisakarida (Faix Oskar et al.

1991)

2940-2850 Asymetric CH2 valence

vibration

(Schwanninger et

al. 2004)

2980-2835 CH2, CH2OH in Cellulose

from C6

Selulosa (Schwanninger et

al. 2004)

2981-2933 Symmetric CH2 valence

vibration

(Schwanninger et

al. 2004)

3338 Hydrogen bonded O-H

valence vibration;

O(3)H...O(3) intermolecular in

cellulose

Selulosa (Schwanninger et

al. 2004)

3.2.3. Pengaruh Pretreatment Biologi pada Digestibilitas TKKS

Nilai digestibilitas TKKS dihitung berdasarkan persamaan 1 dan disajikan

pada Gambar 6. Nilai digestibilitas TKKS meningkat dengan meningkatnya waktu

inkubasi pretreatment biologi dengan P. floridanus. Digestibilitas awal TKKS untuk

semua perlakuan adalah antara 17,22-22,00%. Digestibilitas tertinggi TKKS tanpa

penambahan kation adalah 30,97% pada 28 hari inkubasi. Digestibilitas TKKS

tertinggi untuk perlakuan dengan penambahan Cu2+

dan Mn2+

adalah masing-masing

60.27% dan 55.67%. Data ini membuktikan bahwa pretreatment biologi TKKS

Page 16: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

14

dengan penambahan Cu2+

dan Mn2+

membuat TKKS lebih rentan dan lebih mudah

dihidrolisis daripada tanpa penambahan kation.

Gambar 6. Hasil hidrolisis sampel TKKS yang telah mendapat pretreatment

biologi menggunakan P. floridanus LIPIMC996 a) tanpa penambahan

kation (kontrol), b) penambahan CuSO4 (Cu2+

), c) penambahan MnSO4

(Mn2+

). Hidrolisis menggunakan enzyme selulase (60 FPU/g substrat)

dan -glukosidase (64 pNGU/g substrat), suhu 50oC, selama 72 jam.

3.3. Perubahan Strultural Tandan Kosong Kelapa Sawit Setelah Pretreatment

dengan Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat

3.3.1. Pengaruh Pretreatment pada Komponen Biomassa

Hasil analisa komposisi kandungan TKKS sebelum dan setelah pretreatment

dengan P. floridanus dan asam fosfat disajikan Gambar 7. Persentase kandungan

komponen lignoselulosa TKKS hanya sedikit berubah karena pretreatment jamur

tetapi secara signifikan berubah karena pretreatment asam fosfat, dan pretratment

dengan jamur diikuti oleh pretreatments asam fosfat. Hemiselulosa menunjukkan

persentase kandungan terendah pada kedua perlakuan dengan menggunakan

pretreatment asam fosfat, yaitu 9.09%. Persentase penurunan total solid

menunjukkan perubahan sangat signifikan setelah pretreatment. Pretreatment biologi

dengan P. floridanus menunjukkan penurunan berat kering terendah (1,31%) dan

penurunan total karbohidrat terendah (7,88%) dibandingkan dengan dua pretreatment

lainnya.

0

10

20

30

40

50

60

70

0 7 14 21 28 35 42 49

Dig

esti

bil

ita

s (%

)

Waktu inkubasi (hari)

Kontrol Cu Mn

Page 17: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

15

Gambar 7. Profil komponen tandan kosong kelapa sawit (TKKS) setelah

pretreatment. ASL: acid soluble lignin (lignin larut asam), AIL: acid

insoluble lignin (lignin tidak larut asam).

Kandungan hemiselulosa adalah yang paling terpengaruh oleh pretreatment

asam fosfat dan pretreatment kombinasi sebesar 18%. Degradasi total padatan setelah

pretreatment asam fosfat adalah sekitar 55%; sedangkan untuk pretreatment

kombinasi jamur asam fosfat sebesaar 64%. Kehilangan total karbohidrat dari kedua

perlakuan tersebut adalah 35% (pretreatment jamur) dan 33% (pretreatment jamur

dilanjutkan dengan pretreatment asam fosfat). Berdasarkan data tersebut pretreatment

jamur lebih menguntungkan ditinjau dari tingkat kehilangan karbohidrat yang lebih

rendah dibandingkan pretreatment asam fosfat dan pretreatment jamur yang diikuti

dengan pretreatment asam fosfat. Aplikasi pretreatment jamur untuk TKKS

memberikan jumlah karbohidrat yang lebih besar dan relatif lebih ramah lingkungan

daripada dua pretreatment lainnya.

3.3.2. Efek Pretreatment terhadap Struktur TKKS

Perubahan struktural TKKS dianalisis berdasarkan perbedaan spektra FTIR

dari TKKS yang tidak mengalami pretreatment dan setelah pretreatment ditunjukkan

pada Gambar 8. Penetapan dan pergeseran setiap band yang sesuai dengan literatur

tercantum dalam Tabel 2. Empat belas band yang ditemukan dalam semua sampel

TKKS berada pada kisaran 600-800 cm-1

dan 2.800-3.700 cm-1

. Band dengan

intensitas tinggi pada panjang gelombang 2.918, 2.985, dan 648 cm-1

hanya

ditemukan pada TKKS yang tidak mendapat pretreatment dan mendapat

pretreatment dengan jamur. Band yang hanya muncul pada sampel yang mendapat

pretreatment dengan asam fosfat dan pretreatment jamur diikuti dengan asam fosfat

adalah 1.224, 998 dan 666 cm-1

.

Page 18: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

16

Gambar 8. Spektra FTIR dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS) di panjang

gelombang yang berkisar dari (a) 2.800-3.800 cm-1

dan (b) 600-1.800

cm-1

. Keterangan garis: tanpa pretreatment (garis merah), pretreatment

jamur (garis hijau), pretreatment asam fosfat (garis biru muda), jamur

diikuti oleh pretreatment asam fosfat (garis coklat muda).

Tabel 2. Penetapan band IR maksimum pada beberapa komponen tandan kosong

kelapa sawit (TKKS) sesuai dengan literature.

TKKS

tanpa

pretreatment

Pretreatment

jamur

Pretreatment

asam fosfat

Pretreatment

jamur

dilanjutkan

dengan asam

fosfat

Penetapan Sumber Ref.

648 666 666 667 C-O out-of-plane

bending mode Selulosa

(Schwanni

nger et al.

2004)

716 - - -

Rocking

vibration CH2 in

Cellulose Iβ

Selulosa

(Schwanni

nger et al.

2004)

770 770 769 769 CH2 vibration in

Cellulose Iα Selulosa

(Schwanni

nger et al.

2004)

849 851 850 851

C-H out of plane

deformation in

position 2,5,6

G-Lignin (Fackler et

al. 2010)

897 896 895 895

Anomere C-

groups C(1)-H

deformation, ring

valence vibration

Polisakari

da

(Fackler et

al. 2010,

Fengel

1992)

- - 998 997 C-O valence

vibration

(Schwanni

nger et al.

2004)

1,032 1,033 1,022 1,022

Aromatic C-H in

plane

deformation,

G > S; plus C-O

deformation in

Lignin

(Schwanni

nger et al.

2004)

Page 19: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

17

primary alcohols;

plus C=O stretch

(unconj.)

1,159 1,159 1,158 1,158 C-O-C assimetric

valence vibration

Polisakari

da

(Fackler et

al. 2010)

- - 1,224 1,223

C-C plus C-O

plus C=O strech;

G condensed > G

etherified

Polisakari

da

(Fackler et

al. 2010,

Fengel

1992)

1,241 1,237 1,243 1,245 C=O stretch, OH

i.p. bending

(Faix O.

and

Böttcher

1992)

1,266 1,267 1,267 1,267 G-ring plus C=O

strectch G-Lignin

(Faix O.

1991)

1,321 1,326 1,315 1,315 O-H blending of

alcohol groups

Karbohid

rat

(Fackler et

al. 2010)

1,375 1,371 1,370 1,372 C-H deformation

vibration Selulosa

(Fengel

1992)

1,418 1,418 1,420 1,419

Aromatic skeletal

vibrations with

C-H in plane

deformation CH2

scissoring

Lignin

(Faix

Oskar et

al. 1991)

1,462 1,457 1,455 1,459

C-H in pyran ring

symmetric

scissoring; OH

plane

deformation

vibration

Selulosa (Fengel

1992)

1,511 1,507 1,506 1,506

Aromatic skeletal

vibrations;

G > S

Lignin

(Faix

Oskar et

al. 1991)

1,593 1,609 1,608 1,607

Aromatic skeletal

vibrations plus

C=O stretch;

S>G; G

condensed > G

etherified

Lignin

(Faix

Oskar et

al. 1991)

1,640 1,646 1,654 1,663

C O stretch in

conjugated p-

substituted aryl

ketones

Lignin

(Faix

Oskar et

al. 1991)

1,735 1,735 1,735 1,735

CO stretch

unconjugated

(xylan)

Polisakari

da

(Faix

Oskar et

al. 1991)

2,850 2,850 2,850 2,850 Asymetric CH2

valence vibration

(Schwanni

nger et al.

2004)

2,918 2,918 2,918 2,918 Symmetric CH2

valence vibration

(Schwanni

nger et al.

Page 20: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

18

2004)

3,338 3,345 3,346 3,351

Hydrogen

bonded O-H

valence

vibration;

O(3)H...O(3)

intermolecular in

cellulose

Selulosa

(Schwanni

nger et al.

2004)

Intensitas absorbsi IR yang kuat dan luas diamati pada panjang gelombang

sekitar 3.300 cm-1

. Peregangan ikatan hydrogen (OH) dari spektrum TKKS pada

panjang gelombang antara 3,000-3,600 cm-1

identik dengan karakteristik spectrum

FTIR selulosa I. Band IR ikatan hydrogen dari selulosa I adalah jumlah dari tiga

ikatan hidrogen-yang berbeda, yaitu: ikatan hidrogen intramolekul dari 2-OH · · · O-6,

ikatan hidrogen intramolekul dari 3-OH · · · O-5 , ikatan hidrogen antarmolekul dari

6-OH · · · O-3 (Schwanninger et al. 2004). Tinggi relatif band di interval panjang

gelombang ini menurun sebagai akibat dari menurunnya ikatan hydrogen &

kandungan selulosa. Band ikatan hydrogen dalam kisaran panjang gelombang dari

2.800-3.800 cm-1

menunjukkan kecenderungan yang sama dengan degradasi selulosa

setelah pretreatment.

Intensitas band yang kuat terlihat pada panjang gelombang 2.918 dan 2.850

cm-1

ditemukan pada TKKS yang tidak mengalami pretreatment dan mengalami

pretreatment jamur. Intensitas yang kuat di kedua band juga ditemukan pada

spektrum IR dari kayu utuh dan lignin kayu (wood lignin) (Fackler et al. 2010), yang

menunjukkan bahwa struktur lignin di TKKS mirip dengan lignin kayu. Penurunan

intensitas IR di kedua panjang gelombang tersebut pada TKKS yang mendapat

pretreatment dengan asam fosfat dan pretreatment kombinasi jamur dengan asam

fosfat menunjukkan perubahan struktur yang besar pada gugus CH2.

Spektrum inframerah pada kisaran panjang gelombang 1.150 dan 1.750 cm-1

jelas menunjukkan dua kelompok yang spektrum berbeda (Gambar 8b). Band pada

panjang gelombang sekitar 1.735 cm-1

adalah karbonil unconjugated berasal dari

asam uronic dari xylan pada hemiselulosa (Fackler et al. 2010). Ikatan antara lignin

dan karbohidrat kemungkinan berada pada panjang gelombang ini (Fengel 1992).

Intensitas IR pada panjang gelombang ini berkurang setelah pretreatment jamur dan

selanjutnya semakin rendah pada pretreatment asam fosfat maupun pretreatment

jamur-asam fosfat. Peak pada panjang gelombang 1.735 cm-1

sesuai dengan

perubahan kandungan hemiselulosa TKKS setelah pretreatment jamur dan degradasi

hemiselulosa yang tinggi setelah pretreatments asam fosfat dan pretreatment

kombinasi jamur dengan asam fosfat (Gambar 8b).

Perubahan struktural dalam lignin dan hilangnya unit aromatik ditunjukkan

oleh perubahan intensitas dalam pada panjang gelombang 1.646, 1.593 dan 1.506 cm-

1. Pretreatment jamur meningkatkan intensitas pada band 1.646 cm

-1 dan penurunan

intensitas band pada 1.593 dan 1.506 cm-1

. Perubahan ini menunjukkan adanya

Page 21: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

19

pemecahan ikatan antara benzilik α - dan -atom karbon oleh pretreatment jamur

(Fackler et al. 2010). Kedua pretreatment asam fosfat dan pretreatment kombinasi

jamur dengan asam fosfat menunjukkan intensitas yang sama untuk band pada 1.646,

1.607 1.593, dan 1.506 cm-1

. Spektrum ini menjelaskan data persentase ASL yang

hampir sama pada TKKS yang mengalami pretreatment asam fosfat dan pretreatment

kombinasi jamur dengan asam fosfat.

Intensitas IR menurun pada panjang gelombang 1.462 dan 1.418 cm-1

, tetapi

meningkat pada panjang gelombang 1.321 cm-1

setelah pretreatment jamur.

Intensitas IR dari band-band ini berkurang setelah pretreatment asam fosfat dan

pretreatment kombinasi jamur dengan asam fosfat. Intensitas yang berbeda juga

ditemukan di dekat band 1.267 dan 1.236 cm-1

. Intensitas di band-band ini tidak

berubah setelah pretreatment jamur, namun berkurang setelah pretreatment asam

fosfat. Band pada1.267 cm-1

adalah band untuk guaiacyl lignin. Band pada 1.235 cm-1

adalah oleh kombinasi dari deformasi syringyl dan selulosa. Penurunan intensitas

pada panjang gelombang 1.235 cm-1

lebih besar daripada yang di panjang gelombang

1.267 cm-1

setelah pretreatment asam fosfat. Hal ini menunjukkan bahwa syringyl

lignin lebih mudah terdegradasi oleh asam fosfat dibandingkan guaiacyl lignin.

Band pada panjang gelombang 1.375 cm-1

adalah band untuk deformasi

gugus CH2 dalam selulosa dan hemiselulosa. Intensitas band ini sedikit menurun

setelah pretreatment jamur dan hal itu sesuai dengan degradasi selulosa dan

hemiselulosa oleh jamur. Penurunan yang lebih tinggi dalam intensitas ditemukan

setelah pretreatment asam fosfat, dimana terjadi degradasi hemiselulosa yang tinggi.

Penurunan intensitas juga ditemukan di band di panjang gelombang 1.159 cm-1

, yaitu

band untuk getaran asimetris COO-> COC selulosa dan hemiselulosa. Semua sampel

TKKS yang mendapat pretreatment menunjukkan intensitas lebih rendah dari TKKS

yang tidak mendapat pretreatment. Perubahan dalam intensitas juga ditemukan pada

band di sekitar panjang gelombang 1.032 cm-1

yang merupakan peregangan CO

dalam selulosa dan hemiselulosa. Intensitas band ini sedikit meningkat setelah

pretreatment jamur. Di sisi lain, band itu bergeser ke 1.021 cm-1

dan menurun

intensitasnya setelah pretreatment asam fosfat. Pergeseran dan penurunan di band ini

mungkin disebabkan kandungan hemiselulosa yang menurun setelah pretreatment

asam fosfat.

Puncak spectrum IR pada panjang gelombang sekitar 895 cm-1

adalah

peregangan ikatan CHO - (1-4)-glikosidik. Intensitas puncak ini meningkat setelah

pretreatment jamur dan pretreatment asam fosfat, namun menurun jamur diikuti oleh

pretreatment asam fosfat (Gambar 8b). Gambar 9a menunjukkan puncak pada

panjang gelombang sekitar 750 cm-1

dan 716 cm-1

masing-masing merupakan band

untuk getaran CH2 dalam selulosa Iα dan selulosa I . Selulosa kristal terdiri dari dua

allomorphs, Selulosa Iα (triklinik) dan Selulosa I (monoklinik) (O'Sullivan 1997).

Puncak pada 769 cm-1

jelas ditemukan pada semua spektrum. Sedangkan puncak jelas

pada panjang gelombang 716 cm-1

hanya ditemukan dalam spektrum TKKS yang

tidak mendapat pretreatment dan kemudian menurun intensitasnya pada spectrum

Page 22: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

20

TKKS yang mendapat pretreatment. Spektrum derivatif kedua mengungkapkan

bahwa puncak pada panjang gelombang sekitar 769 cm-1

untuk selulosa Iα

menunjukkan intensitas yang konstan setelah pretreatment. Namun, puncak pada

panjang gelombang 716 cm-1

untuk selulosa I menurun secara signifikan setelah

pretreatment (Gambar 9b).

Gambar 9. Spektra FTIR (a) dan spektrum derivatif kedua (b) pada panjang

gelombang 770 cm-1

(CH2 getaran di Selulosa Iα) dan 716 cm-1

(CH2

getaran di Selulosa I ). Keterangan garis: tidak diperlakukan (garis

merah), pretreatment jamur (garis hijau), asam fosfat pretreatment

(garis biru muda), jamur pretreatment asam fosfat diikuti (garis coklat

terang).

Berbagai metode telah diusulkan untuk mengkarakterisasi dan mengukur

kristalinitas selulosa menggunakan rasio intensitas dari band A1418/A895 IR dikenal

sebagai Indeks Orde Lateral (LOI) (Hurtubise and Krassig 1960, O'Connor et al.

1958). Nilai LOI untuk contoh TKKS masing-masing adalah 2.78 (tanpa

pretreatment), 1.42 (pretreatment jamur), 0.67 (pretreatment asam fosfat), dan 0.60

(pretreatment kombinasi jamur dengan asam fosfat). TKKS yang tidak mendapat

pretreatment memiliki nilai LOI tertinggi, sedangkan penurunan terbesar dicapai oleh

pretreatment asam fosfat dan pretreatment kombinasi jamur dengan asam fosfat.

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai LOI asam fosfat dan pretreatment

jamur - asam fosfat. Hasil analisa korelasi antara nilai LOI dengam kandungan

hemiselulosa menunjukkan bahwa nilai LOI berkorelasi liner dengan kandungan

hemiselulosa. Korelasi LOI dan hemiselulosa mungkin disebabkan oleh fakta bahwa

band pada 894 cm-1

adalah frekuensi kelompok anomeric karbon pada hemiselulosa

dan selulosa (O'Connor et al. 1958). Hasil analisa ini juga menimbulkan dugaan

bahwa kristalinitas selulosa terkait dengan kandungan hemiselulosa.

3.3.3. Pengaruh pretreatment pada Morfologi TKKS

Fotomikrograf dari sampel TKKS disajikan pada Gambar 10. Permukaan serat

TKKS yang tidak mengalami pretreatment memperlihatkan tubuh silika (silica-

bodies) yang berbentuk bulat runcing. TKKS yang dipretreated jamur menunjukkan

bahwa beberapa badan silika telah dihilang dari permukaan serabut dan ditemukan

Page 23: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

21

lubang-lubang kosong dipermukaan serabut TKKS (Gambar 10b). Pertumbuhan

miselium ditemukan pada sampel TKKS yang dipretreated jamur (Gambar 10c, d).

Miselium tumbuh di luar dan menembus ke dalam serabut TKKS.

Gambar 10. Fotomikrograf permukaan tandan kosong kelapa sawit (TKKS). (A)

kontrol, tidak diperlakukan, (b) pretreatment jamur, (c) miselia jamur

yang terlihat tumbuh pada serat TKKS, (d) permukaan bagian dalam

serabut TKKS. SB = silica bodies (tubuh silika), LK = lubang kosong

bekas tempat silica bodies, M = miselium.

Gambar 11 menyajikan fotomikrograf contoh TKKS tanpa pretreatment,

mendapat pretreatment jamur, mendapat pretreatment asam fosfat, dan mendapat

pretreatment jamur-asam fosfat. Sampel TKKS yang tidak mendapat pretreatment

dan mendapat pretreatment jamur menunjukkan ukuran partikel yang lebih besar

dibandingkan dengan TKKS yang dipretreatmen asam fosfat dan jamur - asam fosfat.

Namun, ukuran partikel pada contoh TKKS yang mendapat pretreatment asam fosfat

terlihat lebih besar daripada sampel TKKS yang mendapat pretreatment jamur - asam

fosfat.

Sebagian silica bodies tampak hilang setelah contoh TKKS tanpa pretreatment

dihaluskan, namun silica bodies yang hilang terlihat lebih banyak pada contoh TKKS

yang mendapat pretreatment dengan jamur. Gambar 11 menunjukkan bahwa silica

bodies pada sampel TKKS yang mendapat pretreatment jamur lebih mudah

dihilangkan daripada pada contoh TKKS tanpa pretreatment. Pretreatment jamur

kemungkinan mengendorkan ikatan atara silica bodies dengan permukaan serabut

TKKS. Silica bodies tidak terlihat pada partikel TKKS yang mendapat pretreatment

asam fosfat dan jamur-asam fosfat. Serat TKKS terlihat mengalami kerusakan total

pada sampel TKKS yang mendapat pretreatment asam foafat maupun pretreatment

LK

SB a b

M c

M

d

Page 24: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

22

jamur-asam fosfat.

Gambar 11. Perubahan permukaan TKKS sebelum dan sesudah pretreatment. Semua

sampel TKKS dihaluskan dengan ball-milling. (A) tanpa pretreatment,

(b) pretreatement jamur, (c) pretreatment asam fosfat, (d) pretreatment

jamur diikuti oleh asam fosfat.

3.3.4. Digestibilitas TKKS

Digestibilitas TKKS tanpa mengalami pretreatment dan yang telah mendapat

pretreatment setelah 72 jam hidrolisis enzimatik ditunjukkan pada Gambar 12.

Digestibilitas tersebut dihitung berdasarkan kandungan selulosa awal pada TKKS

sebelum pretreatment (persamaan 2). Digestibilitas TKKS yang tidak mendapat

pretreatment adalah sangat rendah (4,66%), yang disebabkan oleh kandungan lignin

dan hemiselulosa yang tinggi, serta kristalinitas selulosa yang tinggi.

Digestibilitas contoh TKKS yang mendapat pretreatment adalah sebagai

berikut: 18.85% (pretreatment jamur), 29.15% (pretreatment asam fosfat), dan

34.64% (pretreatment jamur-asam fosfat). Digestibilitas itu meningkat masing-

masing sebesar 400% (pretreatment jamur), 630% (pretreatment asam fosfat), dan

740% (pretreatment jamur-asam fosfat) kali dibandingkan dengan digestiblitas TKKS

yang tidak mendapat pretreatment. Selain itu, digestilitas tersebut sebanding dengan

digestilitas TKKS setelah mendapat pretreatment dengan amoniak (Ammonia Fibre

Expansion, AFEX) pretreatment (58%) (Lau et al. 2010), pretreatment alkali

(69.69%) (Piarpuzán et al. 2011), pretreatment superheated steam (66.33%) (Bahrin

et al. 2012) dan pretreatment natrium hidroksida -natrium hypoclorite (60%)

(Hamzah et al. 2011). Digestibilitas TKKS setelah pretreatment biologi selama 28

hari dengan P. floridanus lebih tinggi dibandingkan dengan digestibility kayu pinus

a b

c d

Page 25: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

23

jepang yang di-pretreatment dengan Stereum hirsutum selama delapan minggu

(13,56%) (Lee et al. 2007).

Gambar 12. Digestilitas selulosa (%) tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dalam

proses hidrolisis enzimatik (berdasarkan kadar selulosa awal setelah

pretreatments). Bar error adalah standar deviasi. Hidrolisis

menggunakan enzyme Cellic CTec2, suhu 50oC, selama 72 jam.

Hasil analisis korelasi antara digestibilitas dengan nilai LOI menunjukkan

korelasi terbalik dimana digestibilitas TKKS meningkat dengan menurunnya nilai

LOI. Peningkatan digestibilitas tersebut disebabkan oleh beberapa perubahan pada

struktur TKKS, seperti penurunan kandungan hemiselulosa, putusnya ikatan antara

lignin dengan selulosa, penurunan kristalinitas dan peningkatan selulosa Iα. Selulosa

Iα adalah meta-stabil dan lebih reaktif daripada selulosa I (O'Sullivan 1997). Ini

kemungkinan yang membuat TKKS lebih reaktif dan lebih mudah dihidrolisis.

Sampel TKKS yang diprtreatment asam fosfat dan jamur-asam fosfat

menunjukkan kandungan lignin yang cukup tinggi hingga 44.66% lebih tinggi

daripada kandungan lignin pada contoh TKKS tanpa pretreatment maupun mendapat

pretreatment jamur. Fakta ini menekankan bahwa lignin tampaknya bukan satu-

satunya faktor yang menghambat hidrolisis dari TKKS. Ukuran partikel yang lebih

kecil seperti yang ditunjukkan pada fotomikrograf akan meningkatkan luas

permukaan partikel TKKS. Peningkatan luas permukaan ini kemungkinan juga

meningkatkan aksesibilitas selulosa TKKS terhadap enzyme yang juga memberikan

kontribusi terhadap peningkatan digestibilitas (Rollin et al. 2010).

3.3.5. Produksi Bioetanol dari TKKS yang telah Mendapat Pretreatment

Produksi bioetanol (etanol yield) diperlihatkan pada Gambar 13. Produksi

bioetanol dengan metode SSF dari contoh TKKS menunjukkan pola yang hampir

sama dengan digestilitas TKKS (Gambar 13). Produksi bioetanol dari tertinggi

berturut-turut adalah TKKS yang mendapat pretreatment jamur-asam fosfat, asam

fosfat, jamur, dan tanpa pretreatment.

4,66

18,85

29,15

34,64

05

1015202530

3540

Kontrol Pretreatment

Jamur

Pretreatment

asam fosfat

Pretreatment

jamur-asam

fosfat

Dig

esti

bil

ita

s se

lulo

sa (

%)

Page 26: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

24

Gambar 13. Persentase (%) produksi bioetanol dari produksi maksimum teoritis

(ethanol yield) tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dengan metode SSF

(simultaneous saccharification and fermentation).

Yeast akan memfermentasi glukosa hasil hidrolis enzymatik selulosa dalam

TKKS menjadi etanol. Peningkatan digestibilitas selulosa akan sejalan dengan

peningkatan produksi etanol oleh yeast. Peningkatan yield etanol masing-masing

perlakuan pada jam ke-72 dibandingkan perlakuan kontrol adalah 222%

(pretreatment jamur), 642% (pretreatment asam fosfat), dan 701% (pretreatment

jamur dan asam fosfat). Yield etanol signifikan berkorelasi linier positif (r2=0,99)

dengan digestibiliti TKKS yang berarti bahwa peningkatan digestibility akan diikuti

dengan peningkatan etanol.

Yield etanol yang dihasilkan dari penelitian ini lebih tinggi dari yield etanol

yang dilaporkan pada beberapa literatur. Yield etanol dari TKKS yang telah

dipretreatment biologi sebesar 6 g/L lebih tinggi daripada yield etanol dari TKKS

yang di-pretreatment dengan alkali (4 g/L) (Piarpuzán et al. 2011). Peningkatan yield

etanol dari TKKS yang mendapat pretreatment kombinasi meningkat 7,01 kali.

Peningkatan ini lebih tinggi daripada peningkatan enceng gondok (Eichhornia

crassipes) yang dipretreatment dengan JPP dan alkali di mana peningkatannya hanya

sebesar 1,34 kali (Ma et al. 2010).

4. KESIMPULAN

Ketiga isolat JPP memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam

mendegradasi lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Isolat Pleurotus floridanus

menunjukkan degradasi lignin tertinggi dan degradasi selulosa terendah. P.

floridanus adalah isolat yang lebih selektif mendegradasi lignin daripada isolat JPP.

Penambahan Cu2+

dan Mn2+

dapat meningkatkan degradasi lignin oleh P. floridanus.

kandungan lignin sampai dengan 46.62% dalam waktu 42 hari inkubasi. TKKS

mengalami perubahan fisik, kimia, maupun struktural, setelah pretreatment dengan P.

floridanus, asam fosfat, dan kombinasi keduanya. Beberapa gugus fungsional

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

0 24 48 72 96

Yie

ld E

tan

ol

(%)

Jam ke-Kontrol Pretreatment Jamur

Pretreatment Jamur - Asam Fosfat Pretreatment Asam Fosfat

Page 27: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

25

terutama unit syringyl dan guaiacyl lignin mengalami perubahan signifikan.

Kristalinitas TKKS juga mengalami penurunan. Perubahan struktural penting yang

diamati oleh analisis FTIR adalah pengurangan hidrogen berikat (OH), penyerapan

karbonil unconjugated, penyerapan puncak (peak) untuk selulosa dan hemiselulosa,

dan penurunan puncak selulosa I . Digestibilitas TKKS dan produksi etanol

meningkat sangat signifikan pada kombinasi pretreatment biologi dan asam fosfat.

Degradasi lignin dan hemiselulosa, penurunan kristalinitas selulosa, penurunan

selulosa I , dan pengecilan ukuran partikel berkontribusi dalam peningkatan

digestibilitas dan produksi etanol.

5. Daftar Pustaka

Alvira P, Tomás-Pejó E, Ballesteros M, Negro MJ. 2010. Pretreatment technologies

for an efficient bioethanol production process based on enzymatic hydrolysis:

A review. Bioresource Technology 101: 4851-4861.

Anderson WF, Akin DE. 2008. Structural and chemical properties of grass

lignocelluloses related to conversion for biofuels. J Ind Microbiol Biotechnol

35: 355–366.

Bahrin EK, Baharuddin AS, Ibrahim MF, Razak MHA, Sulaiman A, Abd-Aziz S,

Hassan MA, Shirai Y, Nishida H. 2012. Physicochemical property changed

and enzymatic hydrolysis enhancement of oil palm emtpy fruit bunches

treated with superheated steam. BioResources 7(2): 1784-1801.

Bajpai P. 2004. Biological Bleaching of Chemical Pulps. Critical Reviews in

Biotechnology 24 (1): 1-58.

Camarero S, Bockle B, Martínez M, Martínez A. 1996. Manganese-Mediated Lignin

Degradation by Pleurotus pulmonarius. Applied and Environmental

Microbiology 62: 1070-1072.

Chen M, Yao S, Zhang H, Liang X. 2010. Purification and Characterization of a

Versatile Peroxidase from Edible Mushroom Pleurotus eryngii. Chinese

Journal of Chemical Engineering 18: 824-829.

Datta R. 1981. Acidogenic Fermentation of Lignocellulose-Acid Yield and

Conversion of Components. Biotechnology and Bioengineering XXIII:

2167-2170.

de Jong E, Chandra RP, Saddler JN. 1997. Effect of a Fungal Treatment of The

Brightness and Strength Properties of A Mechanical Pulp from Douglas-Fir.

Bioresource Technology 61: 61-68.

Dowe N, McMillan JD. 2008. SSF Experimental Protocols — Lignocellulosic

Biomass Hydrolysis and Fermentation. National Renewable Energy

Laboratory. Report no. NREL/TP-510-42630.

Fackler K, Stevanic JS, Ters T, Hinterstoisser B, Schwanninger M, Salmén L. 2010.

Localisation and characterisation of incipient brown-rot decay within spruce

wood cell walls using FT-IR imaging microscopy. Enzyme and Microbial

Technology 47: 257-267.

Page 28: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

26

Faix O. 1991. Classification of Lignins from Different Botanical Origins by FT-IR

Spectroscopy. Holzforchung 45: suppl. 21-27.

Faix O, Böttcher JH. 1992. The influence of particle size and concentration in

transmission and diffuse reflectance spectroscopy of wood. Holz als Roh- und

Werkstoff 50: 221-226.

Faix O, Bremer J, Schmidt O, Tatjana SJ. 1991. Monitoring of chemical changes in

white-rot degraded beech wood by pyrolysis—gas chromatography and

Fourier-transform infrared spectroscopy. J Anal Appl Pyrolysis 21: 147-162.

FAOSTAT. 2012. Food and Agriculture Organization of the United Nations.

(Accessed 28 October 2012

http://faostat.fao.org/site/567/DesktopDefault.aspx?PageID=567#ancor)

Fengel D. 1992. Characterization of Cellulose by Deconvoluting the OH Valency

Range in FTIR Spectra. Holzforschung 46: 283-285.

Goudopoulou A, Krimitzas A, Typas MA. 2010. Differential gene expression of

ligninolytic enzymes in Pleurotus ostreatus grown on olive oil mill

wastewater. Applied Microbiology and Biotechnology.

Hamzah F, Idris A, Shuan TK. 2011. Preliminary study on enzymatic hydrolysis of

treated oil palm (Elaeis) empty fruit bunches fibre (EFB) by using

combination of cellulase and β 1-4 glucosidase. Biomass and Bioenergy 35:

1055-1059.

Hatakka A. 2001. Biodegradation of Lignin. Pages 129-180 in Hofrichter M,

Steinbüchel A, eds. Biopolymer. Biology, chemistry, biotechnology,

applications. Vol. 1. Lignin, humic substances and coal, Wiley-WCH.

Hatakka AI. 1983. Pretreatment of wheat straw by white-rot fungi for enzymatic

saccharification of cellulose. Eur. J. Appl. Microbiol. Biotechnol. 18: 350–

357.

Hurtubise FG, Krassig H. 1960. Classification of Fine Structural Characteristics in

Cellulose by Infared Spectroscopy. Use of Potassium Bromide Pellet

Technique. Anal Chem 32: 177-181.

Isroi, Millati R, Syamsiah S, Niklasson C, Cahyanto MN, Lundquist K, Taherzadeh

MJ. 2011. Biological pretreatment of lignocelluloses with white-rot fungi and

its applications: A review. BioResources 6: 5224-5259.

Isroi, Ishola MM, Millati R, Syamsiah S, Cahyanto MN, Niklasson C, Taherzadeh

MJ. 2013 Structural changes of oil palm empty fruit bunch (OPEFB) after

fungal and phosphoric acid pretreatment. Molecules 17: 14995-15012.

Itoh H, Wada M, Honda Y, Kuwahara M, Watanabe T. 2003. Bioorganosolve

pretreatments for simultaneous saccharification and fermentation of beech

wood by ethanolysis and white rot fungi. J Biotechnol 103: 273-280.

Janusz G, Rogalski J, Barwinska M, Szczodrak J. 2006. Effects of Culture Conditions

on Production of Extracellular Laccase by Rhizoctonia pratiola. Polish Journal

of Microbiology 55 (4): 309-319.

Page 29: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

27

Kumar AG, Sekaran G, Krishnamoorthy S. 2006. Solid state fermentation of Achras

zapota lignocellulose by Phanerochaete chrysosporium. Bioresource

Technology 97: 1521-1528.

Lau M, Gunawan C, Dale B. 2010. Ammonia Fiber Expansion (AFEX) Pretreatment,

Enzymatic Hydrolysis, and Fermentation on Empty Palm Fruit Bunch Fiber

(EPFBF) for Cellulosic Ethanol Production. Appl Biochem Biotechnol 162:

1847-1857.

Lee JW, Gwak KS, Park JY, Park MJ, Choi DH, Kwon M, Choi IG. 2007. Biological

pretreatment of softwood Pinus densiflora by three white rot fungi. J

Microbiol 45: 485-491.

Levin L, Villalba L, Re VD, Forchiassin F, Papinutti L. 2007. Comparative studies of

loblolly pine biodegradation and enzyme production by Argentinean white rot

fungi focused on biopulping processes. Process Biochemistry 42: 995 - 1002.

Ma F, Yang N, Xu C, Yu H, Wu J, Zhang X. 2010. Combination of biological

pretreatment with mild acid pretreatment for enzymatic hydrolysis and ethanol

production from water hyacinth. Bioresour Technol 101: 9600-9604.

Martínez AT, Speranza M, Ruiz-Dueñas FJ, Ferreira P, Camarero S, Guillén F,

Martínez MJ, Gutiérrez A, del Río JC. 2005. Biodegradation of

lignocellulosics: microbial, chemical, and enzymatic aspects of the fungal

attack of lignin. Int Microbiol 8: 195-204.

Nieves DC, Karimi K, Horváth IS. 2011. Improvement of biogas production from oil

palm empty fruit bunches (OPEFB). Ind Crops Prod 34: 1097-1101.

O'Connor RT, DuPré EF, Mitcham D. 1958. Applications of Infrared Absorption

Spectroscopy to Investigations of Cotton and Modified Cottons. Textile

Research Journal 28: 382-392.

O'Sullivan A. 1997. Cellulose: the structure slowly unravels. Cellulose 4: 173-207.

Palmieri G, Giardina P, Bianco C, Fontanella B, Sannia G. 2000. Copper Induction of

Laccase Isoenzymes in the Ligninolytic Fungus Pleurotus ostreatus. Applied

and Environmental Microbiology 66: 920-924.

Piarpuzán D, Quintero JA, Cardona CA. 2011. Empty fruit bunches from oil palm as

a potential raw material for fuel ethanol production. Biomass and Bioenergy

35: 1130-1137.

Rivers DB, Emert GH. 1988. Factors affecting the enzymatic hydrolysis of bagasse

and rice straw. Biological Wastes 26: 85-95.

Rollin JA, Zhu Z, Sathitsuksanoh N, Zhang YH. 2010. Increasing cellulose

accessibility is more important than removing lignin: A comparison of

cellulose solvent-based lignocellulose fractionation and soaking in aqueous

ammonia. Biotechnol Bioeng 108: 22-30.

Schwanninger M, Rodrigues JC, Pereira H, Hinterstoisser B. 2004. Effects of short-

time vibratory ball milling on the shape of FT-IR spectra of wood and

cellulose. Vib Spectrosc 36: 23-40.

Page 30: Perubahan Struktur dan Peningkatan Digestibilitas Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Pleurotus floridanus dan Asam Fosfat - RINGKASAN DISERTASI

28

Selig M, Weiss N, Ji Y. 2008. Enzymatic Saccharification of Lignocellulosic

Biomass. National Renewable Energy Laboratory. Report no. NREL/TP-510-

42629.

Sluiter A, Hames B, Ruiz R, Scarlata C, Sluiter J, Templeton D, Crocker D. 2011.

Determination of Structural Carbohydrates and Lignin in Biomass. . National

Renewable Energy Laboratory. Report no. NREL/TP-510-42618.

Sluiter AD, Hames B, Ruiz RO, Scarlata CJ, Sluiter J, Templeton D. 2008.

Determination of Ash in Biomass. National Renewable Energy Laboratory.

Report no. NREL/TP-510-42622.

Taherzadeh MJ, Karimi K. 2008. Pretreatment of Lignocellulosic Waste to Improve

Ethanol and Biogas Production. Int. J. Mol. Sci. 9: 1621-1651.

Taniguchi M, Suzuki H, Watanabe D, Sakai K, Hoshino K, Tanaka T. 2005.

Evaluation of pretreatment with Pleurotus ostreatus for enzymatic hydrolysis

of rice straw. Journal of Bioscience and Bioengineering 100: 637-643.

Taniguchi M, Takahashi D, Watanabe D, Sakai K, Hoshino K, Kouya T, Tanaka T.

2010. Effect of steam explosion pretreatment on treatment with Pleurotus

ostreatus for the enzymatic hydrolysis of rice straw. J Biosci Bioeng 110:

449-452.

Tinoco R, Acevedo A, Galindo E, Serrano-Carreon L. 2011. Increasing Pleurotus

ostreatus laccase production by culture medium optimization and

copper/lignin synergistic induction. J Ind Microbiol Biotechnol 38: 531–540.

Tychanowicz GK, de Souza DF, Souza CGM, Kadowaki MK, Peralta RM. 2006.

Copper Improves the Production of Laccase by the White-Rot Fungus

Pleurotus pulmonarius in Solid State Fermentation. Brazilian Archives of

Biology and Technology 49(5): 699-704.

Xu C, Ma F, Zhang X, Chen S. 2010. Biological pretreatment of corn stover by Irpex

lacteus for enzymatic hydrolysis. J. Agric. Food Chem 58: 10893–10898.

Yu H, Zhang X, Song L, Ke J, Xu C, Du W, Zhang J. 2010. Evaluation of white-rot

fungi-assisted alkaline/oxidative pretreatment of corn straw undergoing

enzymatic hydrolysis by cellulase. J Biosci Bioeng 110: 660-664.

Zhang Y-HP, Ding S-Y, Mielenz JR, Cui J-B, Elander RT, Laser M, Himmel ME,

McMillan JR, Lynd LR. 2007a. Fractionating recalcitrant lignocellulose at

modest reaction conditions. Biotechnol Bioeng 97: 214-223.

Zhang Y, Ding S, Mielenz J, Cui J, Elander R, Laser M, Himmel M, McMillan J,

Lynd L. 2007b. Fractionating recalcitrant lignocellulose at modest reaction

conditions. Biotechnol Bioeng 97: 214 - 223.