Perubahan Skema Kognitif Siswa pada Materi Gaya...
Transcript of Perubahan Skema Kognitif Siswa pada Materi Gaya...
62 Anastasia Susi Murwaningsih / Perubahan Skema Kognitif Siswa pada Materi Gaya Gesek
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXX HFI Jateng & DIY, Salatiga 28 Mei 2016
ISSN : 0853-0823
Perubahan Skema Kognitif Siswa pada Materi Gaya Gesek
Anastasia Susi Murwaningsih1, Tarsisius Sarkim2 Prodi Pendidikan Fisika, Universitas Sanata Dharma
Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta
e-mail: [email protected]; [email protected]
Abstrak – Pembelajaran konstruktivisme merupakan proses membangun pengetahuan yang merupakan interaksi antara
pengetahuan yang sudah dimiliki dengan hal yang dialami. Seringkali dalam proses belajar siswa menjumpai
ketidaksesuaian antara pengetahuan yang sudah dimiliki dengan hal baru yang dijumpai. Hal ini membuat siswa
mengubah pemahaman yang telah mereka miliki sebelumnya. Menurut Piaget, pemahaman yang telah dimiliki siswa
tersusun dalam sebuah struktur yang disebut skema. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan adanya proses
perubahan skema kognitif siswa. Penelitian ini bersifat kualitatif. Skema (pemahaman) awal siswa diperoleh dari
wawancara. Pertanyaan wawancara bersumber dari pemahaman awal siswa. Peneliti memberikan pertanyaan
konfirmasi, contoh maupun ilustrasi untuk membantu siswa memodifikasi pemahamannya. Perubahan skema kognitif
siswa dapat dilihat jelas melalui peta konsep awal dan peta konsep akhir yang dimiliki siswa.
Kata kunci: konstruktivisme, skema kognitif
I. PENDAHULUAN
Dalam mempelajari fisika, seseorang melibatkan
indera pengamatan dan pikirannya untuk membangun
proses pemahaman melalui proses kognitif [1]. Saat
menjalani Program Pengalaman Lapangan (PPL) di
sekolah, peneliti menemui beberapa siswa yang
mengalami kesulitan dalam membangun pemahaman
tentang fenomena fisika. Apalagi pembelajaran fisika
melibatkan banyak konsep, teori, hukum, dan persamaan
matematis.
Teori kognitif Piaget menjelaskan bahwa pemahaman
seseorang tersusun dalam skema sederhana yang
berkembang ke skemata yang rumit melalui asimilasi dan
akomodasi [2]. Sebelumnya telah dilakukan penelitian
serupa dengan metode membaca teks untuk
menghilangkan miskonsepsi siswa pada materi relativitas
[3]. Keterampilan membaca tiap siswa yang berbeda
menyebabkan metode tersebut hanya mampu
mengungkap pemahaman siswa, belum bisa
menghilangkan miskonsepsinya. Untuk mengungkap
pemahaman siswa dilakukan dengan analisis kualitatif
dari transkrip wawancara. Penelitian ini mengungkapkan
skema kognitif/pemahaman siswa dan perubahannya
pada materi gaya gesek, melalui tes konseptual dan
analisis kualitatif dari transkrip wawancara.
II. LANDASAN TEORI
Menurut Resnick, konstruktivisme adalah teori yang
mempelajari atau yang berarti pembuatan pemahaman
baru dari interaksi antara yang telah diketahui dan dengan
yang dialami [4]. Piaget yang merupakan tokoh
pembelajaran konstruktivisme, mendefinisikan skema
sebagai: urutan tindakan yang memiliki tindakan
komponen yang saling berhubungan. Skema adalah
kerangka dasar dari model kognitif yang memungkinkan
4kita untuk membentuk representasi mental dunia [4].
Menurut Muhammad Farooq dkk, skema adalah
representasi dalam pikiran tentang sebuah persepsi, ide
maupun tindakan yang berjalan bersamaan [5].
Skema merupakan struktur mental seseorang dimana ia
secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan
sekitarnya [6]. Skema tersebut akan beradaptasi dan
berubah selama perkembangan kognitif seseorang.
Menurut Slavin, anak yang masih muda memperlihatkan
pola perilaku atau pemikiran yang disebut skema, yang
juga digunakan oleh orang dewasa dalam menghadapi
objek di dunia ini [7]. Maka skema kognitif adalah
sebuah kerangka yang berdasar pada pengetahuan yang
dimiliki seseorang.
Selain itu menurut Piaget terdapat dua hal penting
dalam proses perkembangan seseorang, yaitu organisasi
dan adaptasi. Dalam proses adaptasi, skema kognitif yang
telah dimiliki seseorang dapat berubah melalui proses
asimilasi dan akomodasi [7].
Asimilasi merupakan proses dimana seseorang
memasukan pengetahuan dari lingkungan ke dalam
pikiran, yang dari bukti itu dapat mengubah
pemikirannya menjadi lebih sesuai [5]. Asimilasi dapat
dipandang sebagai suatu proses kognitif yang
menempatkan dan mengklasifikasikan pengalaman atau
kejadian yang baru dalam skema yang telah ada.
Asimilasi tidak menyebabkan perubahan atau pergantian
skema, melainkan mengembangkan skema [6]. Misalnya
seorang anak memahami gaya adalah suatu tarikan atau
dorongan. Kemudian saat anak itu melihat akibat dari
suatu gaya yang menyebabkan benda bergerak, maka
skema kognitif awalnya berubah menjadi gaya adalah
suatu tarikan atau dorongan yang mengakibatkan benda
bergerak.
Akomodasi adalah membentuk skema baru yang cocok
dengan pengalaman yang baru atau memodifikasi skema
yang ada sehingga cocok dengan pengalaman tersebut
[6]. Misalnya seorang anak memahami bahwa benda
yang didorong dan belum bergerak tidak ada gaya
geseknya. Namun saat dia menyadari ketika dia
mendorong benda ada suatu gaya yang melawan
dorongannya. Kemudian dia menyadari bahwa terdapat
gaya gesek ketika benda didorong namun belum
bergerak.
Anastasia Susi Murwaningsih / Perubahan Skema Kognitif Siswa pada Materi Gaya Gesek 63
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXX HFI Jateng & DIY, Salatiga 28 Mei 2016
ISSN : 0853-0823
Saat seseorang sudah memiliki pemahaman/skema
awal, namun dari pengalaman baru ia mendapati
ketidaksesuaian pada pemahamannya tersebut ia akan
melakukan asimilasi atau akomodasi sampai mencapai
pemahaman baru yang ia yakini (ekuilibrasi).
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat kualitatif yang dilakukan dengan
wawancara pada lima orang siswa SMA. Materi fisika
yang digunakan dalam penelitian ini adalah gaya gesek.
Siswa diminta mengerjakan soal tes untuk mengungkap
skema awal yang telah dimiliki pada materi gaya gesek.
Kemudian berdasarkan jawaban siswa, dianalisis pada
indikator mana saja yang belum dikuasai siswa.
Penelitian dilanjutkan dengan wawancara pada setiap
siswa. Pertanyaan wawancara lebih ditekankan pada
indikator yang paling banyak belum dikuasai. Selama
wawancara berlangsung, siswa diberi pertanyaan serupa
dengan soal tes, untuk mengkonfirmasi skema awal yang
dimilikinya. Dari skema awal tersebut, siswa diberi
pertanyaan, ilustrasi, maupun contoh konkret untuk
mengubah skema awal tersebut. Selama wawancara
berlangsung, peneliti tidak memberi tahu benar atau
salahnya jawaban siswa.
Dari lima orang siswa yang diwawancarai dipilih satu
yang paling jelas terdapat perubahan skema kognitifnya.
Proses wawancara direkam menggunakan handphone,
kemudian dari rekaman suara tersebut dibuat dalam
bentuk transkrip wawancara. Dari transkrip wawancara,
dilakukan pengkodingan pada bagian yang terdapat
proses perubahan skema kognitif. Kemudian dipilih
untuk perubahan skema kognitif yang paling terlihat
untuk disajikan dalam makalah ini.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara, peneliti mampu
mengungkap pemahaman awal siswa. Dari pemahaman
awal tersebut, peneliti memberikan pertanyaan
konfirmasi atau ilustrasi kepada siswa, supaya
pemahaman awalnya diperjelas. Setelah pemahaman
awalnya jelas, untuk pemahaman yang masih keliru
diberi pertanyaan atau ilustrasi lagi supaya siswa dapat
mengubah pemahamannya. Proses perubahan
pemahaman pada materi gaya gesek disajikan dalam
Tabel 1.
Tabel 1. Pemahaman siswa pada materi gaya gesek. P : Peneliti S : Siswa
No Pemahaman Siswa Keterangan
1 Gaya gesek terjadi saat benda saling bergesekan
S : Gaya gesek terjadi kalau dua benda bergesekan
P : Maksudnya bergesekan gimana?
S : Bendanya saling sentuh, terus salah satu atau keduanya bergerak
(diberi gaya)
Pernyataan ini sudah benar, hanya perlu penjelasan
di bagian bergesekan, untuk memperjelas peneliti
memberikan pertanyaan
Pernyataan ini sudah cukup menjelaskan bahwa
siswa memahami kapan terjadinya gaya gesek
2 Gaya gesek dipengaruhi oleh luas permukaan, massa, dan gaya dorong
P : Kalau hp kecil sama hp besar didorong di atas meja, mana yang lebih
besar gaya geseknya?
S : yang hp besar, karena luas permukaannya, massanya lebih besar, dan
membutuhkan gaya dorong yang lebih besar
P : Berarti luas permukaan mempengaruhi gaya gesek ya?
S : Iya
P : Kalau sepatumu yang ukurannya 37, sama sepatunya Lala yang
ukurannya 40, kalau jalan di jalan licin berarti kamu lebih mudah
kepleset dong dibanding Lala?
S : Ya nggak lah, kan badannya Lala lebih besar
P : Tapi kan luas permukaan sepatu Lala lebih besar, katanya luas
permukaan mempengaruhi gaya gesek, jadi gimana?
S : Iya ya, berarti luas permukaan tidak mempengaruhi gaya gesek
P : Terus jadinya gaya gesek dipengaruhi sama apa?
S : Massa, permukaan, sama gaya dorong
P :Oh kalau gaya dorong makin besar berarti gaya geseknya makin besar
ya?
S : Iya
P : Berarti kalau kamu sama Lala sama-sama dorong lemari yang sama
gaya gesek di tempat Lala lebih besar?
S : Eh gaya geseknya sama ding,tapi kalau pas bergerak punya Lala lebih
gampang gerak
P : Jadi gaya dorongnya mempengaruhi gaya gesek ga?S
S : Tidak
P : Terus maksudnya permukaan mempengaruhi gaya gesek gimana?
S : ya kasar/halus permukaannya gitu
P : istilahnya apa itu?
S : lupa
P : Pernah denger koefisien gesek?
S : pernah tapi lupa
P : kalau di pemuaian itu kan, kecepatan memuai benda tergantung sama
koefisien muai bendanya. Jadi misalnya besi sama aluminium kan beda
bahan terus koefisien muainya beda. Kira-kira kalau di koefisien gesek
Pernyataan ini kurang tepat, luas permukaan dan
gaya dorong tidak mempengaruhi gaya gesek
Berdasarkan ilustrasi ini peneliti memberikan
ilustrasi untuk membantu siswa memodifikasi
pemahamannya
Dari pertanyaan ini siswa menemukan
ketidaksesuaian pada pemahamannya hingga
akhirnya mengubah pemahamannya
Pernyataan ini masih kurang tepat karena gaya
dorong tidak mempengaruhi gaya gesek, dan perlu
penjelasan di bagian permukaan
Dari pertanyaan ini siswa menemukan
ketidaksesuaian pada pemahamannya hingga
akhirnya mengubah pemahamannya
Pernyataan ini menunjukka bahwa siswa sudah
memahami, tapi belum bisa menyebutkan
koefisien gesek
Untuk mengarahkan siswa memahami koefisien
gesek, diberi analogi pada peristiwa pemuaian.
64 Anastasia Susi Murwaningsih / Perubahan Skema Kognitif Siswa pada Materi Gaya Gesek
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXX HFI Jateng & DIY, Salatiga 28 Mei 2016
ISSN : 0853-0823
gimana?
S : Oh iya, koefisien gesek itu tingkat kasar/halusnya permukaan
P : Kalau dorong lemari di karpet sama di lantai, mana yang lebih besar
koefisien geseknya?
S : yang di karpet lebih besar karena lebih kasar
Pada bagian ini ditunjukkan siswa sudah
mengingat kembali koefisien gesek
Pertanyaan ini untuk mengkonfirmasi apakah
siswa benar memahami definisi koefisien gesek
3 Arah gaya gesek searah dengan gerak benda
P : Arah gaya gesek searah atau berlawanan dengan arah gerak
bendanya?
S : searah
P : Kalau pas lagi ngerem mobil gitu arah gaya geseknya kemana?
S : arah gaya geseknya ke belakang
P : arah gerak bannya?
S : ke depan, eh enggak ding, arah gaya gesek tu berlawanan sama arah
gerak bendanya
Pernyataan ini tidak tepat, arah gaya gesek selalu
berlawanan dengan arah kecenderungan gerak
benda, maka peneliti memberikan pertanyaan
Berdasarkan pertanyaan ini siswa menemukan
ketidaksesuaian pada pemahamannya, sehingga ia
mengubah pemahamannya.
4 Gaya gesek hanya terjadi jika benda didorong, kemudian bergerak
P : Kalau kamu dorong lemari, tapi lemarinya belum gerak, ada gaya
geseknya?
S : tidak ada P : Kalau lemarinya gerak, ada gaya geseknya?
S : ada
P : Menurutmu ada gaya yang arahnya berlawanan sama arah
doronganmu ga?
S : ada, makanya dorongnya susah
P : gaya apa itu?
S : apa ya?
P : Tadi gaya gesek arahnya kemana?
S : berlawanan sama arah gerak benda. Oiya, ada gaya geseknya
P : Jadi benda didorong meskipun belum gerak ada gaya geseknya ga?
S : ada
Pernyataan ini tidak tepat, benda yang didorong
meskipun tidak bergerak juga terdapat gaya
geseknya, peneliti mengajukan pertanyaan
Dari pertanyaan ini siswa mulai menemukan
ketidaksesuaian dalam pemahamannya, sehingga
mengubah pemahamannya
Pada Tabel 1, terlihat bahwa pada awalnya siswa
memahami bahwa gaya gesek terjadi saat benda saling
bergesekan. Pemahaman ini sudah cukup, namun perlu
dijelaskan pada bagian bergesekan. Kemudian siswa
diminta untuk menjelaskan maksud dari bergesekan yang
dikatakannya. Siswa mengatakan bahwa benda
bergeseskan ketika kedua benda saling sentuh, kemudian
salah satu atau kedua benda saling bergerak. Berdasarkan
penjelasan ini terlihat bahwa siswa telah memahami
kapan terjadinya gaya gesek.
Siswa awalnya berpendapat bahwa nilai gaya gesek
dipengaruhi oleh luas permukaan, massa, dan gaya
dorong. Untuk massa yang mempengaruhi nilai gaya
gesek sudah benar, namun untuk luas permukaan dan
gaya dorong tidak mempengaruhi nilai gaya gesek.
Berdasarkan kesalahan pemahaman tersebut, partisipan
diberikan ilustrasi tentang ukuran sepatu yang berbeda
ketika melintasi jalan yang licin, ukuran sepatu yang
lebih kecil akan mudah terpleset. Siswa tidak menyetujui
ilustrasi ini. Menurut siswa, orang yang memakai sepatu
dengan ukuran kecil justru tidak terpleset karena
badannya lebih kecil. Berdasarkan pernyataan ini terjadi
konflik kognitif pada pemahaman siswa tentang las
permukaan yang mempengaruhi nilai gaya gesek. Maka
peneliti kembali mengkonfirmasi apakah luas permukaan
mempengaruhi nilai gaya gesek. Kemudian siswa
mengubah pemahamannya dari luas permukaan yang
mempengaruhi nilai gaya gesek, menjadi luas permukaan
tidak mempengaruhi nilai gaya gesek. Berarti disini
terjadi proses perubahan pemahaman secara akomodasi.
Siswa juga mengakomodasi pemahamannya tentang
gaya dorong yang mempengaruhi nilai gaya gesek,
menjadi gaya dorong tidak mempengaruhi nilai gaya
gesek. Proses akomodasi ini terjadi karena siswa diberi
pertanyaan tentang gaya dorong semakin besar apakah
nilai gaya gesek juga akan semakin besar.
Selanjutnya siswa mengatakan bahwa nilai gaya gesek
dipengaruhi oleh massa dan permukaan. Siswa
mengatakan bahwa kasar/halus permukaan
mempengaruhi nilai gaya gesek. Namun siswa belum
memahami istilah koefisien gesek. Maka siswa diberi
analogi tentang peristiwa pemuaian logam yang
dipengaruhi oleh koefisien muai suatu benda. Dari
analogi ini siswa mengatakan bahwa koefisien gesek
merupakan tingkat kasar/halus permukaan benda. Berarti
disini terjadi proses asimilasi, dimana siswa
mengembangkan pemahamannya tentang koefisien gesek
tanpa mengubah struktur pemahamannya. Untuk menguji
pemahaman baru tersebut peneliti memberi pertanyaan
tentang manakah yang lebih besar koefisien gesek yang
dimiliki lantai dan karpet. Siswa menjawab nilai
koefisien gesek karpet lebih besar karena permukaan
karpet lebih kasar. Pada pemahaman awal siswa yang
masih perlu diperbaiki dilakukan cara yang sama oleh
peneliti, yaitu dengan memberikan pertanyaan, ilustrasi
dan contoh sehingga siswa dapat mengubah
pemahamannya secara akomodasi maupun asimilasi.
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat pemahaman awal
siswa dalam peta konsep pada Gambar 1.
Anastasia Susi Murwaningsih / Perubahan Skema Kognitif Siswa pada Materi Gaya Gesek 65
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXX HFI Jateng & DIY, Salatiga 28 Mei 2016
ISSN : 0853-0823
Gambar 1. Peta konsep pemahaman awal siswa pada materi
gaya gesek
Setelah diberikan pertanyaan konfirmasi maupun
ilustrasi terjadi perubahan pemahaman. Pemahaman akhir
siswa disajikan dalam peta konsep di Gambar 2.
Gambar 2. Peta konsep pemahaman akhir siswa pada materi
gaya gesek
Dari kedua peta konsep di atas terlihat perbedaan peta
konsep awal dan peta konsep akhir. Pada peta konsep
akhir terdapat pengembangan tentang koefisien gesek,
sedangkan di peta konsep awal belum disinggung tentang
koefisien gesek. Koefisien gesek disinggung saat siswa
mengubah pemahamannya tentang besaran-besaran yang
mempengaruhi nilai gaya gesek.
Di peta konsep awal, siswa memahami bahwa gaya
gesek terjadi saat dua benda saling bergesekan. Pada peta
konsep akhir siswa dapat menjelaskan bahwa gaya gesek
terjadi saat benda yang bersentuhan kemudian diberi
gaya. Pada peta konsep awal, siswa memahami bahwa
nilai gaya gesek dipengaruhi oleh luas permukaan, massa,
permukaan dan gaya dorong. Pada konsep akhir,
pemahaman tersebut sudah berubah bahwa nilai gaya
gesek dipengaruhi oleh massa dan koefisien gesek. Luas
permukaan dan gaya dorong tidak mempengaruhi gaya
gesek.
Pada peta konsep awal arah gaya gesek searah dengan
arah gerak benda. Pada peta konsep akhir sudah berubah
menjadi arah gaya gesek berlawanan dengan arah gerak
benda. Di peta konsep awal siswa hanya meyakini benda
yang didorong dan bergerak saja yang terdapat gaya
gesek. Pada peta konsep akhir siswa menyebutkan bahwa
benda yang didorong baik yang bergerak maupun tidak
terdapat gaya gesek.
Hal penting dari penelitian ini adalah sebagai seorang
guru/pendidik harus memahami bagaimana pemahaman
awal siswa. Ketika menemukan kesalahan pemahaman
pada siswa, guru dapat memberikan pertanyaan tajam dan
ilustrasi dalam kehidupan sehari-hari, sekalipun ilustrasi
yang diberikan menyimpang. Pertanyaan dan ilustrasi
tersebut akan memunculkan konflik kognitif pada
pemahaman siswa sehingga siswa akan meperbaiki
pemahamannya, dan membentuk pemahaman baru yang
benar. Penelitian ini juga mengatasi kelemahan penelitian
yang telah dilakukan Akpinar & Tan, dengan
mengungkap pemahaman siswa dan menunjukkan
perubahan pemahaman yang terjadi.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:
a. metode wawancara dapat mengungkap
pemahaman siswa dan perubahannya
b. pertanyaan dan ilustrasi konkret yang diberikan
dapat memunculkan konflik kognitif pada siswa,
sehingga siswa mengubah pemahamannya
c. perubahan skema kognitif dapat terjadi melalui
proses asimilasi dan akomodasi
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pendidikan
Fisika Universitas Sanata Dharma, Beatrix Elvi Dasilva,
Lisa Ratnasary, dan Yovita Claudia yang telah
mendukung penelitian ini.
PUSTAKA [1] Isabel Gedgrave, Modern Teaching of Physics, Global
Media, 2009.
[2] Jean Piaget, The Origins of Intelligence in Children,
International Universities Press, 1956
[3] Muge Akpinar and Mustafa Tan, Developing,
Implementing, and Testing a Conceptual Change Text
About Relativity, Western Journal of Educational Science
(WAJES), ISSN: 1308-8971, 2011, pp. 139-144.
[4] Virginia Richardson, Constructivist Pedagogy, Teacher
College Record,volume 105, no. 9, 2003, pp. 1623-1640.
[5] Muhammad Farooq and Muhammad Ashraf, Cognitive
Development in Jean’s Piaget’s Work and It’s
Implications for Teachers, World Applied Science
Journal, no. 12 (8), 2011, pp. 1260-1265.
[6] Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget,
Kanisius, 2001.
[7] Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan, Indeks, 2011.
TANYA JAWAB
Yuli (UST Yogyakarta) ? 1. Skema kognitif hanya 5, padahal karakteristik siswa
berbeda-beda. Bagaimana?
2. Apakah siswa mengerti materi dari segi konseptual?
3. Bagaimana dari segi faktual?
Anastasia Susi Murwaningsih (USD Yogyakarta)
√ 1. Itu dilihat dari faktual siswa. Itu paling dasar dari penelitian
ini.
2. Banyak siswa kurang mengerti konsep fisika.
3. Bisa menjawab, tapi segi konsep siswa mulai bingung.
66 Anastasia Susi Murwaningsih / Perubahan Skema Kognitif Siswa pada Materi Gaya Gesek
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXX HFI Jateng & DIY, Salatiga 28 Mei 2016
ISSN : 0853-0823
Debora (UKSW Salatiga) ? 1. Apakah skema kognitif mirip dengan peta konsep?
2. Contoh dari pertanyaan konfirmasi?
3. Apakah anda membuat RPP?
4. Apakah anda sudah menduga sang siswa menjawab apa?
Anastasia Susi Murwaningsih (USD Yogyakarta) √ 1. Skala kognitif mirip dengan peta konsep, tapi penelitian ini
tidak digambarkan dalam peta konsep karena materinya rumit.
2. Contoh pertanyaan sudah ada di ppt. Sebelumnya, saya
mengarahkan dulu, berikan ilustrasi, kemudian bertanya.
3. Penelitian ini di luar sekolah. Pertama saya berikan 5 soal
konseptual gaya gesek.setelah itu dianalisis jawaban. Dari
analisis diketahui indikator belum diketahui siswa. Dari situ
diuji pemahaman.