PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku...

78
LAPORAN PENELITIAN PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH PASCA POPM DAN PASCA TAS MENUJU ELIMINASI FILARIASIS SANTOSO (Nomor Anggota APKESI: 20120210508) (Kode Penelitian: 03.12.19.01) BALAI LITBANGKES BATURAJA PUSLITBANG UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2019

Transcript of PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku...

Page 1: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

i

LAPORAN PENELITIAN

PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH PASCA POPM DAN PASCA

TAS MENUJU ELIMINASI FILARIASIS

SANTOSO (Nomor Anggota APKESI: 20120210508)

(Kode Penelitian: 03.12.19.01)

BALAI LITBANGKES BATURAJA PUSLITBANG UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

2019

Page 2: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

i

JUDUL PENELITIAN

Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca

POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis

Page 3: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

ii

SK PENELETIAN

Page 4: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

iii

Page 5: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

iv

Page 6: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

v

Page 7: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

vi

Page 8: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

vii

SUSUNAN TIM PENELITI

No. Nama Keahlian/

Kesarjanaan Kedudukan Dalam Tim

Uraian Tugas

1. Santoso S2-Parasitologi Ketua

Pelaksana

Bertanggung jawab terhadap seluruh aspek penelitian

2 Yahya S2-Entomologi Peneliti Bertanggung jawab terhadap survey KAP

3 Hotnida Sitorus S2-Kedokteran

Tropis Peneliti

Bertanggung jawab terhadap analisis KAP

4 Yanelza Suprenelfy

S2-Biologi Molekuler

Peneliti Bertanggung jawab terhadap indepth interview

5 Nungki Hapsari Suryaningtyas

S1-Kedokteran Hewan

Peneliti Bertanggung jawab terhadap kegiatan SDJ

6 Maya Arisanti S1-Kesmas Peneliti Bertanggungjawab terhadap kegiatan survey KAP

7 Tri Wurisastuti S1-Statistik Peneliti Bertanggung jawab terhadap analisis data

8 Rika Mayasari S1-Statistik Peneliti Bertanggung jawab terhadap analisis data

9 Vivin Magdalena S1-Biologi Peneliti Bertanggungjawab terhadap pengelolaan data GPS

10 Rizki Nurmaliani S1-Kesmas Peneliti Bertanggungjawab terhadap kegiatan survey KAP

11 Marini S1-Biologi Peneliti Bertanggungjawab terhadap pengelolaan data GPS

12 I Gedi Wempi DSP

S1-Kedokteran Hewan

Peneliti Bertanggung jawab terhadap kegiatan SDJ

13 Betriyon Litkayasa

Parasitologi Litkayasa

Bertanggung jawab terhadap pemeriksaan mikroskopis

14 Deriansyah Eka Putra

Litkayasa Parasitologi

Litkayasa Bertanggung jawab terhadap pemeriksaan mikroskopis

15 Ade Verentic Litkayasa

Parasitologi Litkayasa

Bertanggung jawab terhadap pengelolaan sampel

16 Nur Inzana Litkayasa

Parasitologi Litkayasa

Bertanggung jawab terhadap pengumpulan data SDJ

Page 9: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

viii

17 Katarina Sri Rahayu

Litkayasa Entomologi

Litkayasa Bertanggung jawab terhadap survey lingkungan

18 Tien Febriyanti Administrasi Administrasi Bertanggung jawab terhadap administrasi

19 Zamriadi Administrasi Administrasi Bertanggung jawab terhadap administrasi

20 Himawan Sutanto

Administrasi Administrasi Bertanggung jawab terhadap administrasi

21 Yulian Taviv Kepala Balai Pembing Membantu proses perijinan

22 Aprioza Yenni Ka.Ur. TU Pembina Membantu proses perijinan

23 Anif Budiyanto Kasie PKS Pembina Advokasi hasil penelitian

24 Febriyanto Kasie Yanlit Pembina Advokasi hasil penelitian

Page 10: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

ix

PERSETUJUAN ETIK

Page 11: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

x

PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG

Page 12: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

xi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat dan rahmat-Nya maka laporan hasil penelitian yang

berjudul: “Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca

POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis” dapat diselesaikan

tepat pada waktunya.

Laporan hasil penelitian ini memiliki kekurangan dan keterbatasan,

sehingga kami mengharapkan kritikan dan saran yang membangun guna

perbaikan di masa datang. Laporan yang disampaikan merupakan hasil

penelitian yang telah dilakukan tim peneliti maupun tim pendukung yang

telah bekerjasama dengan kemampuan masing-masing secara maksimal.

Kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dan berperan baik secara langsung maupun tidak langsung

dalam proses pembuatan proposal dan protokol penelitian, pelaksanaan

kegiatan penelitian serta pembuatan laporan hasil penelitian ini.

Akhirnya penulis berharap semoga laporan hasil penelitian ini dapat

bermanfaat sebagai masukan khususnya bagi Dinas Kesehatan Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung (Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung) dan

Dinas Kesehatan Provinsi Jambi (Kabupaten Tanjung Jabung Timur)

dalam upaya Eliminasi Filariasis serta bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkan terutama dalam rangka mendukung program Eliminasi

Filariasis di Indonesia.

Baturaja, Dessember 2019

Page 13: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

xii

RINGKASAN EKSEKUTIF

PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH PASCA POPM DAN PASCA TAS MENUJU ELIMINASI FILARIASIS

Tim Peneliti:

Santoso, Yulian Taviv, Anif Budiyanto, Aprioza Yenni, Febriyanto, Yahya, Hotnida Sitorus, Yanelza Supranelfy, Nungki Hapsari, Maya Arisanti, Tri

Wurisastuti, Rika Mayasari, Vivin Mahdalena, Rizki Nurmaliani, Marini, I Gede Wempi DSP, Betriyon, Deriansyah Eka Putra, Nur Inzana, Ade Verientic S,

Katarina Sri Rahayu

Pengobatan massal di Kabupaten Belitung telah dilakukan sejak tahun

2006-2010 dengan cakupan pengobatan massal berkisar antara 94,0-

95,0%, sedangkan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur telah dilakukan

sejak tahun 2012. Hasil survey darah jari yang dilakukan tahun 2010 di

Kabupaten Belitung menunjukkan angka Microfilaria rate (Mf rate) sebesar

0%. Hal ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Belitung masih endemis

filariasis. Hasil kegiatan studi multicenter filariasis di Kabupaten Belitung

masih menunjukkan bahwa Kabupaten Belitung masih endemis filariasis

dengan Mf rate >1%.

Kabupaten Tanjung Jabung Timur telah melakukan pengobatan selama

lima putaran dengan cakupan pengobatan >65%, namun hasil survey Pre-

Tansmission Assessment Survey (Pre-TAS) tahun 2017 mendapatkan Mf

rate >1%. Sesuai dengan petunjuk Kementerian Kesehatan, maka

kegiatan pengobatan massal harus dilanjutkan selama 2 tahun untuk

dapat dilakukan TAS.

Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian dengan tujuan agar

diperoleh faktor yang menyebabkan kegagalan pengobatan dalam

penanggulangan filariasis serta upaya pengendalian filariasis yang

berbasis masyarakat.

Kegiatan penelitian yang dilakukan diantaranya survey darah jari (SDJ)

dan wawancara terstruktur terhadap penduduk di wilayah Kabupaten

Tanjung Jabung Timur dan Belitung, wawancara mendalam serta diskusi

kelompok. Lokasi penelitian di desa terpilih berdasarkan hasil diskusi

dengan petugas Dinas Kesehatan setempat.

Page 14: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

xiii

Hasil wawancara terhadap penduduk mendapatkan bahwa

pengetahuan tentang filariasis di wilayah Kabupaten Belitung lebih rendah

dibandingkan dengan penduduk di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Pengetahuan masyarakat tentang akibat filariasis di Kabupaten Tanjung

Jabung Timur sebesar 81% dan 90% sedangkan di Kabupaten Belitung

sebesar 67% dan 75%. Pengetahuan masyarakat tentang kegiatan

pemberian obat pencegahan massal (POPM) filariasis di Kabupaten

Tanjung Jabung Timur juga lebih tinggi (96%) dibandingkan dengan

Kabupaten Belitung (64% dan 67%). Perilaku masyarakat yang ikut terlibat

dalam kegitan POPM di Kabupaten Tanjug Jabung Timur lebih tinggi

(94%) dibandingkan Kabupaten Belitung (59%).

Hasil SDJ terhadap 335 penduduk Desa Rantau Rasau dan 311

penduduk Desa Nibung Putih Kabupaten Tanjung Jabung Timur tidak

mendapatkan penduduk yang positif mikrofilaria dalam darahnya (Mf rate

0%). Sedangkan hasil SDJ terhadap 360 penduduk di Desa Suak Gual

mendapatkan 8 orang positif mikrofilaria (Mf rate 2,2%) dan di Desa Lasar

Kabupaten Belitung mendapatkan 16 orang positif mikrofilaria (Mf rate

5,1%). Berdasarkan hasil tersebut maka untuk Kabupaten Tanjung

Jabung Timur yang sebelumnya pernah gagal dalam kegiatan Pre-TAS

dapat dinyatakan lulus Pre-TAS dan dapat melanjutkan ke tahap TAS1.

Sementara Kabupaten Belitung yang pada tahun 2017 telah dinyatakan

eliminasi filariasis, ternyata berdasarkan hasil SDJ yang dilakukan dalam

penelitian ini masih menemukan bahwa di Kabupaten Belitung masih

terjadi penularan.

Berdasarkan hasil wawancara terstruktur dan wawancara mendalam

terhadap informan terpilih dan penderita diketahui bahwa sebagian besar

penderita positif mikrofilaria tidak pernah minum obat filariasis pada saat

kegiatan POPM yang telah dilakukan di Kabupaten Belitung. Mengingat

masih tingginya angka mikrofilaria di Kabupaten Belitung, maka kegiatan

SDJ dilakukan kembali terhadap penderita yang telah minum obat dan

penduduk yang belum diperiksa pada pemeriksaan pertama. Hasil SDJ

kedua terhadap 223 penduduk di Desa Suak Gual masih mendapatkan 4

Page 15: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

xiv

orang positif mikrofilaria (2 kasus baru dan 2 kasus lama) sedangkan hasil

SDJ terhadap 380 penduduk Desa Lasar masih mendapatkan 11

penduduk positif mikrofilaria (7 kasus baru dan 4 kasus lama). Hasil

wawancara terhadap penduduk yang masih positif diketahui bahwa

terdapat penderita yang belum minum obat karena sedang menyusui,

sedangkan penderita lainnya meminum obat sampai habis tetapi cara

minum obat tidak sesuai dengan alasan karena adanya efek samping

berupa pusing, mual dan alergi. Dosis obat yang seharusnya diminum

selama 10 hari ternyata diminum dalam waktu 30 hari. Hal ini

mengakibatkan obat yang diberikan tidak efektif membunuh mikrofilaria

sehingga masih ditemukan mikrofilaria pada pemeriksaan kedua.

Hasil diskusi kelompok terhadap kader, tokoh masyarakat serta

penderita filariasis mendapatkan bahwa kegiatan pembagian obat

pencegahan filariasis yang telah dilakukan kurang efektif. Pelaksanaan

pemberian obat yang telah dilakukan tidak disertai dengan pemberian

informasi tentang tujuan dan manfaat pemberian obat tersebut, sehingga

banyak masyarakat yang tidak mau minum obat karena merasa tidak ada

manfaatnya. Sebagian tokoh masyarakat tidak mengetahui adanya

kegiatan POPM tersebut karena tidak dilibatkan dalam kegiatan tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Kabupaten

Tanjung Jabung Timur sudah tidak terjadi penularan filariasis sehingga

dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu kegiatan TAS1. Namun

demikian masih perlu dilakukan surveilan agar penularan filariasis dapat

dicegah. Sementara di Kabupaten Belitung meskipun telah dinyatakan

eliminasi filariasis namun karena masih ditemukan penduduk positif

dengan Mf rate yang cukup tinggi maka perlu perhatian lebih lanjut

khususnya di daerah lain yang berisiko dengan kegiatan survei darah jari

dan penyuluhan terhadap masyarakat untuk mencegah penularan lebih

lanjut. Rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan adalah perlu adanya

pedoman khusus terhadap daerah yang telah mendapatkan sertifikat

eliminasi untuk mempertahankan status eliminasi filariasis agar tidak

terjadi penularan kembali.

Page 16: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

xv

ABSTRAK

Latar Belakang: Eliminasi filariasis telah dicanangkan pada tahun 2002 di Sumatera Selatan dengan target pada tahun 2020 eliminasi telah dilakukan di seluruh kabupaten/kota endemis. Kegiatan pengobatan dan evaluasi penularan telah dilakukan, namun masih ditemukan adanya kasus baru dengan angka prevalensi >1%. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh faktor yang menyebabkan kegagalan pengobatan dalam penanggulangan filariasis serta upaya pengendalian filariasis yang berbasis masyarakat.

Metode: Penelitian ini telah dilaksanakan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Kabupaten Belitung) selama delapan bulan (April–November 2019). Kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi wawancara, survey darah jari terhadap penduduk, focus group discussion dan wawancara mendalam, serta pengumpulan data sekunder.

Hasil: Survei darah jari di Kabupaten Tanjung Jabung Timur tidak mendapatkan penduduk yang positif mikrofilaria. Survei darah jari di dua desa di Kabupaten Belitung mendapatkan revalensi mikrofilaria di Desa Lasar Kecamatan Membalong sebesar 5,1% (16/311) dan Desa Suak Gual Kecamatan Selat Nasik sebesar 2,2% (8/360). Sebanyak 10 orang (41,7%) penduduk positif tidak pernah minum obat pencegahan filariasis. Penduduk yang pernah mendapatkan obat pada kegiatan POPM filariasis di Desa Lasar sebesar 62,4% dan Desa Suak Gual sebesar 57,7%. Hasil SDJ kedua mendapatkan 15 orang positif di Kabupaten Belitung yang terdiri dari 7 kasus baru dan 4 kasus lama. Hasil wawancara mendalam terhadap kader dan tokoh masyarakat diketahui bahwa sebagian penduduk tidak minum obat pencegahan filariasis karena adanya efek samping obat dan merasa tidak membutuhkan obat tersebut. Hasil survey lingkungan mendapatkan adanya genangan air yang ditumbuhi tanaman air di sekitar pemukiman penduduk di Desa Lasar dan Desa Suak Gual yang berpotensi sebagai habitat perkembangbiakan nyamuk Mansonia sp. sebagai vector utama filariasis Brugia malayi.

Kesimpulan: Kabupaten Tanjung Jabung Timur sudah tidak endemis filariasis, sedangkan Kabupaten Belitung masih menjadi daerah endemis filariasis (Mf rate >1%) setelah 10 tahun pengobatan.

Kata kunci: Filariasis, endemis, PAR, perubahan perilaku

Page 17: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

xvi

DAFTAR ISI

JUDUL PENELITIAN ............................................................................................ i

SK PENELETIAN ................................................................................................. ii

SUSUNAN TIM PENELITI .................................................................................. vii

PERSETUJUAN ETIK .........................................................................................ix

PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG ................................................ x

KATA PENGANTAR ............................................................................................ x

RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................. xii

ABSTRAK ...........................................................................................................xv

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xvi

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xix

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................xx

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1

2.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

2.2. Pertimbangan/Justifikasi Fokus Penelitian ................................................ 2

2.3. Rumusan Masalah ................................................................................... 2

2.4. Tujuan ...................................................................................................... 3

2.5. Manfaat .................................................................................................... 3

BAB II METODE .................................................................................................. 4

2.6. Kerangka Teori ......................................................................................... 4

2.7. Kerangka Konsep ..................................................................................... 7

2.2.1. Kerangka konsep kuantitatif ..................................................................... 7

2.2.2. Kerangka konsep kualitatif ....................................................................... 8

2.8. Tempat dan waktu .................................................................................... 9

2.9. Disain Penelitian ....................................................................................... 9

2.10. Populasi, Sampel dan Informan ................................................................ 9

2.11. Cara Penarikan Sampel/Informan ............................................................ 9

2.6.1. Sampel untuk wawancara ........................................................................ 9

2.6.2. Sampel untuk penentuan endemisitas .................................................... 10

2.6.3. Informan ................................................................................................. 10

2.12. Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................................... 10

2.7.1. Kriteria inklusi ......................................................................................... 10

2.7.2. Kriteria eksklusi ...................................................................................... 10

2.13. Variabel .................................................................................................. 11

Page 18: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

xvii

2.8.1. Variabel terikat ....................................................................................... 11

2.8.2. Variabel bebas ....................................................................................... 11

2.14. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ................................................ 13

2.15. Pengawasan Kualitas Data..................................................................... 16

2.16. Manajemen dan Analisis Data ................................................................ 16

2.17. Langkah Penelitian ................................................................................. 16

2.18. Pertimbangan Ijin Penelitian ................................................................... 17

2.19. Pertimbangan Etik Penelitian .................................................................. 17

BAB III HASIL PENELITIAN .............................................................................. 18

3.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ...................................................... 18

3.1.1. Kabupaten Tanjung Jabung Timur ......................................................... 18

3.1.2. Kabupaten Belitung ................................................................................ 19

3.2. Karakteristik subyek penelitian ............................................................... 20

3.3. Karakteristik mikrofilaria ......................................................................... 21

3.4. Faktor Penyebab Kegagalan POPM ....................................................... 22

3.5. Karakteristik Penderita Filariasis ............................................................ 24

3.6. Riwayat Perjalanan Penyakit Limfatik Filariasis ...................................... 25

3.7. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku terhadap Filariasis ............................. 26

3.8. Kondisi Lingkungan Penderita Limfatik Filariasis .................................... 29

3.9. Peran Pengambil Kebijakan dalam Penangan Limfatik Filariasis ............ 30

3.10. Peran Petugas dalam Penanganan Limfatik Filariasis ............................ 31

3.11. Peran Keluarga dalam Penanganan Limfatik Filariasis ........................... 32

3.12. Identifikasi Peran Lingkungan terhadap Penyebaran Filariasis ............... 33

3.13. Intervensi Penanganan Filariasis Berbasis Masyarakat .......................... 34

BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 35

4.1. Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 35

4.2. Karakteristik Subyek Penelitian .............................................................. 35

4.3. Karakteristik Mikrofilaria ......................................................................... 35

4.4. Faktor Penyebab Kegagalan POPM ....................................................... 36

4.5. Karakteristik Penderita Filariasis ............................................................ 38

4.6. Riwayat Perjalanan Penyakit Limfatik Filariasis ...................................... 39

4.7. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku terhadap Filariasis ............................. 40

4.8. Kondisi Lingkungan Penderita Limfatik Filariasis .................................... 41

4.9. Peran Pengambil Kebijakan dalam Penangan Limfatik Filariasis ............ 42

Page 19: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

xviii

4.10. Peran Petugas dalam Penanganan Limfatik Filariasis ............................ 44

4.11. Peran Keluarga dalam Penanganan Limfatik Filariasis ........................... 45

4.12. Identifikasi Peran Lingkungan terhadap Penyebaran Filariasis ............... 45

4.13. Intervensi Penanganan Filariasis Berbasis Masyarakat .......................... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 48

2.1. Kesimpulan ............................................................................................ 48

4.14. Saran ..................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 50

FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED

CONSENT) ............................................................................................ 54

IJIN PENELITIAN DPMPTSP PROVINSI JAMBI ............................................... 55

IJIN PENELITIAN DPMPTSP KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR ......... 56

IJIN PENELITIAN KESBANGPOL KABUPATEN BELITUNG ............................ 57

Page 20: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Responden di Kabupaten Belitung dan Tanjung Jabung Timur ....................................................................................... 20

Tabel 2. Faktor Risiko Filariasis ......................................................................... 23

Tabel 3. Karakteritik Penderita Positif Mikrofilaria hasil SDJ1 dan SDJ2 di Kabupaten Belitung .............................................................................. 24

Tabel 4. Pengetahuan Responden tentang Filariasis di Kabupaten Belitung dan Tanjung Jabung Timur .................................................................. 26

Tabel 5. Perbedaan Tingkat Pengetahuan Masyarakat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Belitung ..................................................... 27

Tabel 6. Perilaku Responden tentang Filariasis di Kabupaten Belitung dan Tanjung Jabung Timur ......................................................................... 27

Tabel 7. Perbedaan Tingkat Pengetahuan Masyarakat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Belitung ..................................................... 28

Page 21: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

xx

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep Kuantitatif ........................................................... 7

Gambar 2. Kerangka Konsep Kualitatif ............................................................. 8

Gambar 3. Peta Administratif Kabupaten Tanjung Jabung Timur ...................... 18

Gambar 4. Peta Administratif Kabupaten Belitung ............................................ 20

Gambar 5. Distribusi dan Gambaran Kondisi Lingkungan Penderita Filariasis di Kabupaten Belitung ....................................................... 30

Page 22: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

1

BAB I PENDAHULUAN

2.1. Latar Belakang

Filariasis (penyakit kaki gajah) masih menjadi masalah kesehatan di

Provinsi Bangka Belitung dan Jambi. Pengobatan massal di Kabupaten

Belitung telah dilakukan sejak tahun 2006-2010 dengan cakupan

pengobatan massal berkisar antara 94,0-95,0%,1 sedangkan di Kabupaten

Jambi telah dilakukan sejak tahun 20122. Hasil survey darah jari yang

dilakukan tahun 2010 di Kabupaten Belitung menunjukkan angka Mf rate

0%. Hal ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Belitung sudah tidak

dinyatakan endemis filariasis. Hasil kegiatan studi multicenter filariasis di

Kabupaten Belitung masih menunjukkan bahwa Kabupaten Belitung

masih endemis filariasis dengan Microfilaria rate (Mf rate) >1% 3.

Kabupaten Tanjung Jabung Timur telah melakukan pengobatan selama

lima putaran dengan cakupan pengobatan >65%, namun hasil survey Pre-

Tansmission Assessment Survey (Pre-TAS) tahun 2017 mendapatkan

Microfilaria rate (Mf rate) >1%4. Sesuai dengan petunjuk Kementerian

Kesehatan, maka kegiatan pengobatan massal harus dilanjutkan selama 2

tahun untuk dapat dilakukan TAS. Sebelum kegiatan TAS, maka perlu

dilakukan survey Pre-TAS kembali untuk menilai kelayakan dari TAS5.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka filariasis masih menjadi

permasalahan di Provinsi Bangka Belitung, khususnya di Kabupaten

Belitung dan di Provinsi Jambi khususnya di Kabupaten Tanjung Jabung

Timur. Hal ini terjadi kemungkinan karena tidak adanya kegiatan

surveilans setelah kegiatan POPM, sehingga muncul kembali kasus baru

setelah POPM tersebut. Sesuai dengan pedoman eliminasi filariasis,

kegiatan surveilan filariasis seharusnya dilakukan selama lima tahun

berturut-turut pasca pengobatan massal5.

Kegiatan penanggulangan penyakit bukan lagi menjadi tugas dan

tanggung jawab petugas kesehatan semata namun melibatkan

masyarakat agar masyarakat juga memiliki rasa tanggung jawab dalam

mengatasi masalah kesehatan.

Page 23: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

2

2.2. Pertimbangan/Justifikasi Fokus Penelitian

Kegiatan pengendalian filariasis di wilayah Provinsi Jambi dan

Kepulauan Bangka Belitung, khususnya di Kabupaten Tanjung Jabung

Timur dan Kabupaten Belitung telah dilakukan sesuai dengan kebijakan

program pengendalian filariasis yang telah ditetapkan oleh Kementerian

Keseharan RI. Pengobatan massal filariasis selama 5 tahun berturut-turut

di kedua kabupaten telah dilakukan. Survei evaluasi penularan

(Transmission Assessment Survey/TAS) filariasis juga telah dilakukan di

Kabupaten Belitung dengan hasil kegiatan menyatakan bahwa Kabupaten

Belitung lulus TAS. Namun berdasarkan hasil studi multicenter masih

ditemukan penderita positif dengan Mf rate >1%.

Kegiatan selanjutnya adalah surveilan filariasis pasca kegiatan TAS.

Hasil studi survei Pre-TAS di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan

penelitian multicenter filariasis tahun 2017 di kedua kabupaten tersebut

masih ditemukan penderita filariasis dengan Mf rate >1%. Hal ini

menunjukkan bahwa meskipun telah dilakukan pengobatan massal dan

telah dilakukan evaluasi pengobatan, namun masih ditemukan penderita

positif dan berdasarkan kriteria Kemenkes bahwa bila Mf rate >1% maka

daerah tersebut dinyatakan endemis filariasis.

2.3. Rumusan Masalah

Kegiatan setelah pengobatan massal dan evaluasi penularan filariasis

adalah surveilan filariasis. Hasil studi multicenter filariasis tahun 2017 dan

survey Pre-TAS di kedua kabupaten tersebut masih ditemukan penderita

filariasis dengan Mf rate >1%. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun telah

dilakukan pengobatan massal dan telah dilakukan evaluasi pengobatan,

namun masih ditemukan penderita positif dan berdasarkan kriteria

Kemenkes bahwa bila Mf rate >1% maka daerah tersebut dinyatakan

endemis filariasis.

Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian tentang surveilans

epidemiologi dalam penanggulangan filariasis dengan pendekatan

keluarga dan masyarakat.

Page 24: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

3

2.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan Umum

Diperolehnya faktor yang menyebabkan kegagalan pengobatan dalam

penanggulangan filariasis serta upaya pengendalian filariasis yang

berbasis masyarakat.

1.4.2. Tujuan Khusus

1) Identifikas karakteristik mikrofilaria di daerah paska POPM dan

paska TAS;

2) Identifikasi faktor yang menyebabkan kegagalan POPM di daerah

paska POPM dan paska TAS;

3) Diperoleh informasi tentang karakteristik penderita limfatik filariasis;

4) Diperoleh informasi tentang riwayat perjalanan penyakit limfatik

filariasis dan pengobatannya;

5) Diperoleh informasi pengetahuan dan perilaku masyarakat

terhadap pencegahan penularan filariasis;

6) Diperoleh informasi tentang kondisi lingkungan penderita limfatik

filariasis;

7) Identifikasi peran pengambil kebijakan dalam penanganan limfatik

filariasis;

8) Identifikasi peran petugas kesehatan dalam penanganan limfatik

filariasis;

9) Identifikasi peran keluarga dalam penanganan penderita limfatik

filariasis;

10) Identifikasi peran lingkungan terhadap penyebaran limfatik filariasis;

11) Aplikasi intervensi penanganan filariasis berbasis masyarakat.

2.5. Manfaat

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu model

pengendalian filariasis yang dapat diterapkan dalam upaya eliminasi

filariasis di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Provinsi Jambi

Page 25: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

4

BAB II METODE

2.6. Kerangka Teori

Penyebaran penyakit filariasis melibatkan banyak faktor yang sangat

kompleks yaitu cacing filaria sebagai agen penyakit, manusia dan hewan

sebagai inang dan nyamuk dewasa sebagai vektor serta faktor lingkungan

fisik, biologik dan sosial, yaitu faktor sosial ekonomi dan perilaku

penduduk setempat. Penularan penyakit dapat dicegah dengan

memutuskan mata rantai penularan, salah satu upaya yang dapat

dilakukan adalah dengan pengendalian terhadap agent penyebab

penyakit dengan cara mengobati penderita6.

Kegiatan eliminasi filariasis di Indonesia didukung dengan kebijakan

dan strategi dalam pengendalian filariasis yang meliputi: (1) Identifikasi

daerah endemis filariasis melalui survei cepat (SDJ); (2) Pendidikan

kesehatan terhadap masyarakat; (3) Pengobatan massal di daerah

endemis filariasis; (4) Pengendalian vektor; (5) Evaluasi pengobatan

massal7.

Kegiatan pengendalian filariasis yang efektif adalah dengan

memutuskan mata rantai penularan. Salah satu upaya yang paling efektif

adalah dengan pengobatan penderita dan pengobatan massal terhadap

seluruh masyarakat di sekitar lokasi penderita filariasis. Hasil penelitian

yang telah dilakukan oleh Santoso dkk. di Kabupaten Belitung Timur

menunjukkan bahwa angka cakupan pengobatan massal yang mencapat

>90% telah menurunkan tingkat endemisitas filarisis di Kabupaten

Belitung Timur8.

Pengendalian filariasis telah dilakukan sesuai dengan kebijakan

program pengendalian filariasis, namun beberapa kendala masih ditemui.

Kurangnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengendalian filariasis

mengakibatkan program eliminasi filariasis di Indonesia terhambat

sehingga perlu adanya pendekatan metode penanggulangan filariasis

dengan melibatkan masyarakat dengan metode Particitaption Action

Page 26: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

5

Research (PAR) yang telah dikembangkan untuk menanggulangi masalah

kesehatan masyarakat9.

Prinsip metode PAR adalah dengan melakukan identifikasi

permasalahan yang dihadapai di masyarakat dan melibatkan masyarakat

untuk memecahkan masalahnya sendiri dengan cara pendampingan

dalam pemecahan masalah tersebut. Pemecahan masalah dilakukan

sesuai dengan kemampuan dan budadaya masyarakat setempat dengan

pendekatan perubahan perilaku secara bertahap10,11

Aplikasi penelitian dengan metode PAR ini meliputi beberapa tahapan.

Masing-masing tahapan memiliki tujuan, strategi alat dan sarana tertentu,

yang bertujuan untuk mendukung tujuan akhir dari suatu permasalahan.

Tahapan yang dapat dilakukan dalam penelitian PAR diantaranya: 12

Tahap 1: Klarifikasi tujuan penelitian

Sebelum kegiatan penelian PAR dimulai, mitra penelitian (peneliti dan

anggota masyarakat) harus memiliki pemahaman yang jelas tentang

tujuan yang lebih luas dari kegiatan penelitian. Penting juga untuk

memperjelas tujuan dari peneliti, dan bagaimana hal ini berhubungan

dengan tujuan dari calon mitra dari komunitas.

Strategi: Kembangkan pernyataan misi. Mitra penelitian dapat

mengembangkan pernyataan misi yang mengidentifikasi hasil yang

diinginkan, dan strategi umum menuju ke sana. Misi tersebut tidak perlu

menjelaskan rincian penelitian, atau strategi khusus, karena ini akan

diidentifikasi melalui proses partisipatif.

Tahap 2: Mengidentifikasi dan melibatkan beragam pemangku

kepentingan

Tahap kedua adalah mengidentifikasi "pemangku kepentingan" dan

memfasilitasi partisipasi mereka dalam penelitian. Pemangku kepentingan

didefinisikan sebagai setiap orang, kelompok, atau lembaga yang

mempengaruhi atau dipengaruhi oleh penelitian.

Page 27: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

6

Partisipasi stakeholder berarti keterlibatan aktif langsung dari tahap

konseptual penelitian dan termasuk mengidentifikasi pertanyaan

penelitian, menerapkan dan menggunakan penelitian.

Strategi: Identifikasi semua pemangku kepentingan yang terpengaruh

oleh penelitian. Partisipasi pemangku kepentingan harus bebas tanpa ada

tekanan dan perlu dihormati keputusan pemangku jabatan untuk terlibat

atau tidak.

Tahap 3: Membangun Kepercayaan

Tidak seperti proses penelitian konvensional, mengembangkan

pertanyaan penelitian bukanlah titik awal dari proses PAR. Membangun

kepercayaan adalah tahap yang diperlukan sebelum mengembangkan

pertanyaan penelitian. Membangun kepercayaan anggota komunitas

dalam proses penelitian yang sangat penting dalam PAR membutuhkan

banyak waktu dan kesabaran.

Strategi: Ciptakan ruang untuk komunikasi informal dan interaksi

reguler di antara mitra penelitian untuk membangun kepercayaan.

Tahap 4: Membangun Pemahaman Umum

Setelah pemangku kepentingan diidentifikasi, dan tingkat kepercayaan

ada di antara mereka, tahap berikutnya adalah membangun pemahaman

bersama. Proses ini, sambil memakan waktu, akan memastikan bahwa

semua pemangku kepentingan memiliki seperangkat ekspektasi yang

disepakati dari penelitian sehingga mereka dapat tetap diinvestasikan

dalam proses.

Strategi: Pemangku kepentingan harus didorong untuk secara eksplisit

menguraikan tujuan mereka sehingga memungkinkan untuk melihat di

mana posos mereka agar tidak tumpang tindih, dan di mana

perbedaannya. Strategi yang paling umum adalah mengatur pertemuan

para pemangku kepentingan.

Page 28: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

7

Tahap 5: Identifikasi Pertanyaan atau Pertanyaan Penelitian

Tahap berikutnya setelah membangun pemahaman bersama adalah

secara khusus mengidentifikasi pertanyaan atau pertanyaan penelitian.

Daftar masalah atau kekhawatiran yang dikembangkan selama tahap

membangun pemahaman bersama dapat digunakan pada tahap ini,

selanjutnya dipilih pertanyaan penelitian.

Strategi: Pilih kriteria untuk mengidentifikasi pertanyaan penelitian, dan

kemudian beri peringkat pertanyaan potensial berdasarkan kriteria yang

dipilih.

Strategi lain yang dapat diterapkan dalam penelitian PAR diantaranya

adalah dengan pendekatan Planning (perencanaan), Action

(aksi/tindakan) and Reflection (refleksi), dan diikuti dengan Evaluation

(evaluasi). 13

2.7. Kerangka Konsep

2.2.1. Kerangka konsep kuantitatif

ENDEMISITAS FILARIASIS

Pemeriksaan mikroskopis: - Spesies mikrofilaria - Kepadatan mikrofilaria

- Mf rate

Karakteristik Subyek: - Umur - Jenis kelamin - Pendidikan - Pekerjaan - Lama tinggal - Suku

Lingkungan: - Kondisi lingkungan rumah - Kondisi lingkungan sekitar rumah - Tipe lingkungan

Riwayat penderita: - Riwayat pengobatan - Riwayat penyakit

APLIKASI METODE INTERVENSI

Gambar 1. Kerangka Konsep Kuantitatif

Page 29: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

8

2.2.2. Kerangka konsep kualitatif

Berdasarkan kerangka teori maka dibangun konsep penelitian yang

akan dilakukan untuk menyusun kerangka konsep penelitian. Langkah

penelitian adalah: 1) identifikasi permasalahan dan agen perubahan yang

ada; 2) menyusun rencana kegiatan; 3) melakukan aksi/tindakan; 4)

refleksi terhadap kegiatan yang telah dilakukan, melakukan perbaikan bila

diperlukan; 5) evaluasi terhadap aksi yang telah dilakukan disertai dengan

penilaian tingkat endemisitas filariasis di daerah penelitian. Berikut

kerangka konsep penelitian yang disusun:

Identifikasi

- Permasalahan - Pihak yang

berkepentingan - Dukungan masyarakat - Dukungan Petugas

Perencanaan

- Rencana aksi/tindakan - Sumber daya - Tenaga - Fasilitator

Aksi

- Penerapan aksi - Optimalisasi tindakan - Penyediaan sarana - Dukungan pihak terkait

Refleksi

- Kesadaran individu - Kesadaran tim/kelompok - Ketersediaan sarana - Kendala yang dihadapi

Evaluasi

- Peran masing-masing - Hambatan yang ditemui - Perbaikan - Aplikasi

Gambar 2. Kerangka Konsep Kualitatif

Page 30: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

9

2.8. Tempat dan waktu

Penelitian akan dilakukan di wilayah Kabupaten Belitung, Provinsi

Kepulauan Bangka Belitung dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur,

Provinsi Jambi selama 10 bulan (Maret – Desember 2019).

2.9. Disain Penelitian

Disain penelitian ini kualitatif dengan pendekatan Participatory Action

Research (PAR). Untuk penilaian faktor risiko didukung dengan

pendekantan kuantitatif.

2.10. Populasi, Sampel dan Informan

2.5.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aspek yang berhubungan

dengan filariasis di Provinsi Bangka Belitung dan Jambi, dengan target

populasi adalah kecamatn endemis filariasis masih endemis filariasis

setelah kegiatan POPM.

2.5.2. Sampel dan Informan

Besar sampel untuk evaluasi penentuan endemisitas sesuai dengan

pedoman dari kemenkes adalah sebanyak 2 desa dengan jumlah

penduduk desa yang diperiksa masing-masing sebesar 300 orang

sehingga total penduduk yang diperiksa sebanyak 600 orang.5

Informan untuk wawancara mendalam adalah petugas kesehatan di

tingkat kabupaten, kecamatan dan desa serta masyarakat desa di wilayah

penelitian. Informan masyarakat terdiri dari penderita, keluarga penderita,

kader, dan tokoh masyarakat.

2.11. Cara Penarikan Sampel/Informan

2.6.1. Sampel untuk wawancara

Penarikan sampel untuk wawancara adalah seluruh penduduk yang

diambil darahnya dalam kegiatan survey darah jari (SDJ).

Page 31: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

10

2.6.2. Sampel untuk penentuan endemisitas

Penarikan sampel untuk masyarakat dipilih berdasarkan quota, yaitu

jika jumlah penduduk yang datang pada saat pemeriksaan darah malam

hari telah mencukupi jumlah sampel yang ditentukan, maka pengambilan

sampel dihentikan.

2.6.3. Informan

Cara penarikan informan untuk penentuan wawancara mendalam

menggunakan metode snow ball.

2.12. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

2.7.1. Kriteria inklusi

1) Wawancara:

a) Bersedia diwawancara;

b) Usia >16 tahun atau sudah menikah;

c) Tidak mengalami gangguan jiwa;

d) Sakit berat

2) SDJ :

a) Bersedia diambil darah ;

b) Usia > 5 tahun;

c) Tidak sedang sakit berat ;

2.7.2. Kriteria eksklusi

1) Wawancara:

a) Anggota keluarga yang baru tinggal (< 6 bulan);

b) Anggota keluarga yang sudah pindah/tinggal di desa lain

2) SDJ:

a) Penduduk yang baru tinggal (<6 bulan);

b) Penduduk yang tinggal sementara;

Page 32: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

11

2.13. Variabel

2.8.1. Variabel terikat

1) Limfatik Filariasis: penduduk yang pernah dinyatakan menderita

limfatik filariasis baik berdasarkan gejala klinis maupun hasil

pemeriksaan darah oleh petugas kesehatan.

2) Endemisitas: prevalensi penduduk yang positif menderita

mikrofilaremia berdasarkan hasil pemeriksaan darah jari yang

dinyatakan dalam Microfilaria rate (Mf rate).

2.8.2. Variabel bebas

1) Spesies mikrofilaria: jenis mikrofilaria yang ditemukan

berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopis.

2) Kepadatan mikrofilaria: jumlah mikrofilaria yang ditemukan pada

seluruh penduduk positif dibandingkan dengan jumlah seluruh

penduduk diperiksa.

3) Microfilaria rate (Mf rate): jumlah penduduk positif mikrofilaria per

desa dibagi jumlah penduduk diperiksa per desa.

4) Umur: usia subyek/responden dalam tahun dihitung sebelum

ulang tahun terakhir.

5) Jenis kelamin: jenis kelamin subyek/responden berdasarkan ciri

fisik atau pengakuan dari responden.

6) Pendidikan: tingkat pendidikan subyek/responden yang diperoleh

dari pendidikan formal dan mendapatkan ijazah atau surat tanda

tamat belajar.

7) Pekerjaan: jenis pekerjaan utama subyek/responden sesuai

dengan pengakuan subyek/responden.

8) Lama tinggal: jangka waktu subyek/responden tinggal secara

menetap di lokasi penelitian.

9) Suku: suku bangsa subyek/responden sesuai dengan pengakuan

subyek/responden.

10) Riwayat pengobatan: riwayat subyek/responden dalam

pengobatan filariasis baik pengobatan massal maupun selektif.

Page 33: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

12

11) Riwayat penyakit: riwayat subyek/responden terhadap penyakit

filariasis, baik yang positif mikrofilaria, kronis/klinis, maupun yang

negatif/tidak menderita filariasis.

12) Kondisi lingkungan rumah: keadaan lingkungan fisik di dalam dan

sekitar halaman rumah.

13) Kondisi lingkungan sekitar rumah: kondisi lingkungan fisik di luar

pekarangan rumah dengan radius + 50 meter.

14) Tipe lingkungan: jenis/tipe lingkungan di lokasi dekat tempat

tinggal yang meliputi pantai, hutan, non hutan.

15) Peran pengambil keputusan: peranan pengambil keputusan dalam

menentukan kebijakan pengendalian filariasis di daerah penelitian

yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam.

16) Peran petugas: peranan petugas kesehatan dalam penemuan

kasus, pengobatan, surveilans kasus, penyuluhan/promosi

kesehatan terhadap masyarakat yang diperoleh dengan

wawancara mendalam.

17) Peran keluarga: peran serta keluarga dalam menangani penderita

limfatik filariasis di keluarga berupa pengawasan pengobatan,

perawatan penderita dan pencegahan penularan.

18) Peran Masyarakat: peran serta masyarakat di sekitar penderita

dalam penanggulangan filariasis.

19) Kondisi lingkungan: kondisi fisik lingkungan rumah penderita

limfatik filariasis yang meliputi keberadaan genangan air,

keberadaan hewan reservoir, keberadaan hutan, kondisi rumah,

dan keberadaan penderita di sekitar rumah yang diperoleh dari

hasil wawancara dan observasi lingkungan.

20) Metode intervensi: metode pengendalian filariasis dengan

peningkatan partisipasi masyarakat yang diperoleh dari hasil

penelitian yang diterapkan selama penelitian.

Page 34: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

13

2.14. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

2.9.1. Instrumen

Intrumen yang digunakan untuk pengumpulan data tingkat endemisitas

adalah perlengkapan pemeriksaan darah jari. Intrumen untuk pengambilan

data terhadap petugas kesehatan berupa formulir isian dan pedoman

wawancara mendalam, sedangkan instrumen untuk perilaku masyarakat

berupa kuesioner terstruktur.

2.9.2. Cara pengumpulan data

Pengumpulan data endemisitas dilakukan dengan pemeriksaan darah

jari terhadap penduduk di lokasi terpilih. Pengumpulan data dari petugas

kesehatan yaitu dengan wawancara mendalam dan telaah dokumen.

Pengumpulan data perilaku masyarakat dengan melakukan wawancara

terhadap masyarakat terpilih.

1) Identifikasi permasalahan filariasis

Melakukan identifikasi permasalahan limfatik filariasis di daerah

penelitian dengan melakukan Focus Group Discusion (FGD) dan indepth

interview terhadap informan terpilih.

2) Identifikasi peran petugas, masyarakat, pemangku kebijakan

Melakukan identifikasi permasalahan petugas, masyarakat dan

pemangku kebijakan dalam pengendalian filariasis di daerah penelitian

dengan melakukan Focus Group Discusion (FGD) dan indepth interview

terhadap informan terpilih.

3) Perencanaan kegiatan

Merencanakan tindakan yang sesuai dengan kebutuhan/permasalahan

yang ada dalam pengendalian filariasis di daerah penelitian dengan

melakukan Focus Group Discusion (FGD) dan indepth interview terhadap

informan terpilih.

Page 35: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

14

4) Aksi/tindakan

Melakukan aksi tindakan sesuai dengan hasil kesepakatan yang telah

ditentukan dalam tahap perencanaan sesuai dengan peran masing-

masing.

5) Refleksi

Melakukan refleksi terhadap peran masing-masing sesuai dengan

kesepakatan yang telah dibuat. Apakah setiap orang/tim telah melakukan

aksi sesuai dengan perencanaan.

6) Evaluasi

Melakukan evaluasi terhadap aksi yang telah dilakukan oleh masing-

masing orang/tim. Apakah aksi yang dibuat telah memberikan dampak

terhadap penurunan kasus limfatik filariasis di lokasi penelitian. Evaluai

disertai dengan pemeriksaan darah terhadap penduduk berisiko tertular

filariasis.

7) Pengambilan spesimen darah untuk pemeriksaan mikroskopis

Pengambilan spesimen filtrasi darah vena dilakukan pada malam hari

dimulai pukul 16.00-00.00 WIB. Pengambilan volume darah sebanyak 60

µl dilakukan oleh petugas laboratorium. Langkah-langkah pengambilan

spesimen darah adalah sebagai berikut 14,15:

a) Menyiapkan formulir survei darah.

b) Mencatat dalam formulir survei darah berupa nomor urut, nama,

umur, jenis kelamin, dan kode sediaan bagi warga yang akan diambil

spesimen darah jarinya

c) Memberi nomor dengan spidol waterproof sesuai dengan kode

sediaan yang telah ditetapkan dalam formulir survei darah pada kaca

benda (slide) yang sudah bersih dari lemak dan kotoran.

d) Mengusap ujung jari manis atau tengah dengan kapas alkohol.

e) Menusuk ujung jari manis atau tengah dengan lanset.

f) Darah yang keluar pertama dibersihkan dengan kapas/tisu kering.

g) Darah diambil dengan pipet kapiler sebanyak 60µl.

Page 36: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

15

h) Darah diteteskan pada kaca benda membentuk tiga tetes besar.

i) Darah dilebarkan dengan posisi memanjang membentuk tiga garis

sejajar.

j) Kaca benda yang sudah terisi darah dikeringkan pada suhu kamar

selama 24 jam.

8) Pembuatan larutan giemsa

Memasukkan larutan giemsa sebanyak 25 ml ke dalam beacker glass

kemudian ditambah buffer pH 7,2 atau aquadest sampai 500 ml dengan

perbandingan 1:20 kemudian homogenkan.

9) Pewarnaan sediaan darah

a) Sediaan darah diletakkan berjajar di tempat yang datar.

b) Letakkan spesimen membran di atas rak pewarnaan kemudian

fiksasi menggunakan metanol sebanyak 3 ml, diamkan hingga kering

c) Spesimen membran diwarnai dengan cara ditetesi larutan Giemsa

sampai semua permukaan sediaan tergenang larutan Giemsa

(kurang lebih 20 tetes) dan didiamkan selama 30 menit.

d) Kemudian spesimen membran dibilas dengan air bersih dan

dikeringkan dalam suhu kamar selama 24-72 jam

e) Setelah kering, sediaan membran disusun dan disimpan dalam box

slide.

10) Pemeriksaan mikroskopis

Dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan perbesaran 10x10 untuk

mengetahui adanya cacing fiaria dalam sampel darah yang diperiksa.

11) Survei habitat vektor filariasis

Survei habitat vektor filariasis dilakukan di sekitar rumah penderita

filariasis yang terdaftar sebagai penderita filariasis berdasarkan laporan

Dinas Kesehatan Belitung.

Page 37: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

16

2.15. Pengawasan Kualitas Data

Pengawasan kualitas kualitatif dilakukan dengan metode triangulasi,

yaitu menanyakan pertanyaan yang sama dengan informan lain.

Pengawasan kualitas data kuantitatif dilakukan dengan melatih petugas

pewawancara, editing data hasil wawancara, supervisi dan monitoring

kegiatan wawancara.

2.16. Manajemen dan Analisis Data

Data hasil wawancara mendalam dilakukan transkripsi untuk

selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data berupa analisis

konten. Data hasil wawancara terstruktur terhadap masyarakat

dikumpulkan menurut desa, dilakukan editing data, selanjutnya dilakukan

enti data. Sebelum dianalisis data terlebih dahulu dilakukan pembersihan

(cleaning).

Setelah data dibersihkan selanjutnya dilakukan analisis hubungan

antara variabel bebas dan terikat. Data hasil anlisis disajikan dalam bentuk

narasi, tabel dan grafik. Analisis data kualitatif dilakukan dengan analisis

konten (isi sesuai tema). Analisis data kuantiatif untuk menilai hubungan

antara variabel bebas dan terikat dilakukan dengan Chi-square.

2.17. Langkah Penelitian

2.12.1. Persiapan

Persiapan penelitian telah dilakukan sejak November 2017, yaitu

dengan pembuatan proposal penelitian untuk pengajuan anggaran.

Pembuatan protokol penelitian dilakukan apabila proposal telah disetujui.

Langkah selanjutnya yaitu pembentukan tim peneliti dan pengurusan etik

penelitian.

2.12.2. Pelaksanaan pengumpulan data

Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan bila persetujuan etik

penelitian dari komisi etik Badan Litbangkes RI telah diterbitkan.

Pengumpulan data dilakukan pada tahun 2019.

Page 38: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

17

2.12.3. Manajemen data

Manajemen data hasil penelitian dilakukan setiap kali setelah data

terkumpul dari lokasi penelitian. Data dikumpulkan dan diperiksa

kelengkapan baik jumlah kuesioner maupun kelengkapan isian kuesioner.

2.12.4. Analisis data

Analisis data dilakukan setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul

dan sudah melalui proses manajemen data.

2.12.5. Pelaporan

Pembuatan laporan dilakukan di akhir pelaksanaan penelitian, yaitu

setelah seluruh data yang dibutuhkan terkumpul dan telah dilakukan

analisis.

2.18. Pertimbangan Ijin Penelitian

Penelitian ini perlu mendapatkan ijin dari Kementerian Dalam Negeri,

dalam hal ini adalah Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Sosial

(Kesbangpol Priovinsi/Kabupaten lokasi penelitian).

2.19. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini melibatkan manusia sebagai subyek penelitian sehingga

perlu mendapat persetujuan etik dari komisi etik Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia.

Page 39: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

18

BAB III HASIL PENELITIAN

3.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

3.1.1. Kabupaten Tanjung Jabung Timur

Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 2018

Gambar 3. Peta Administratif Kabupaten Tanjung Jabung Timur

Kabupten Tanjung Jabung Timur (Kab. Tanjabtim) memiliki luas wilayah

adminitratif 5.445 KM² dengan luas perairan (laut) ± 4.061,7 Km2 dan

terletak antara 0°53’ LS -1°41’ LU dan antara 103°23’-104°31 BT. Wilayah

Kab. Tanjabtim terdiri dari 11 kecamaatan, 73 desa dan 20 kelurahan

dengan jumlah penduduk tahun 2018 sebanyak 218.413 jiwa dengan

kepadatan penduduk sebesar 40,11 jiwa/Km². Batas wilayah di sebelah

Utara dan Timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan, sebelah Barat

berbatasan Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Muaro

Page 40: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

19

Jambi, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Muaro Jambi dan

Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Tanjung Jabung Timur mempunyai

ketinggian kurang lebih 0–100 mdpl. Topografi daerah pada umumnya

dataran rendah terdiri dari rawa/gambut dengan permukaan tanah banyak

dialiri pasang surut air laut dengan ketinggian antara 0-20 mdpl.

Kabupaten Tanjung Jabung Timur beriklim tropis basah dengan rata-rata

curah hujan tahunan berkisar antara 2.000-3.000 milimeter per tahun,

dengan 8-10 bulan basah dan 2-4 bulan kering. Rata-rata curah hujan

bulan basah 179–279 mm dan curah bulan kering 68-106 mm. Suhu

udara rata-rata 22,9–31,4°C. Kelembaban udara 78–81% pada bulan

Desember-Januari dan 73% pada bulan September. Rata-rata penyinaran

matahari bulanan adalah 32,50% dengan lama penyinaran tertinggi

sebesar 43% terjadi pada bulan Mei dan Juni, penyinaran terendah

sebesar 20% terjadi pada bulan Maret dan umumnya penyinaran matahari

berkisar antara 6–8 jam perhari. Jumlah kasus kronis filariasis yang

ditangani sampai dengan tahun 2018 sebanyak 73 kasus 16.

3.1.2. Kabupaten Belitung

Secara geografis Kabupaten Belitung terletak antara 107º08’-107º58’

BT dan 02º30’-03º15’ LS dengan luas seluruhnya 229.369 Ha atau kurang

lebih 2.293,69 Km² dengan ketinggian 500 mdpl dengan puncak tertinggi

ada di daerah Gunung Tajam. Batas wilayah Kabupaten Belitung adalah:

Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan, Sebelah Timur

berbatasan dengan Kabupaten Belitung Timur, Sebelah Selatan

berbatasan dengan Laut Jawa Sebelah Barat berbatasan dengan Selat

Gaspar. Kabupaten Belitung terdiri dari lima kecamatan yaitu Kecamatan

Tanjungpandan, Kecamatan Badau, Kecamatan Sijuk, Kecamatan

Membalong dan Kecamatan Selat Nasik. Jumlah desa sebanyak 42 desa

dan 7 kelurahan yang terdiri dari pulau besar dan kecil sebanyak 98 buah,

dengan jumlah penduduk sebanyak 182.418 jiwa dengan jumlah

penduduk terbanyak di Kecamatan Tanjungpandan sebanyak 101.416

jiwa dan terkecil di Kecamatan Selat Nasik sebanyak 6.279 jiwa. Jumlah

Page 41: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

20

Puskesmas di Kabupaten Belitung sebanyak 9 buah. Jumlah kasus kronis

filariasis yang ditangani sampai dengan tahun 2017 sebanyak 31 kasus17.

Sumber: https://dispar.belitungkab.go.id/peta-wilayah

Gambar 4. Peta Administratif Kabupaten Belitung

3.2. Karakteristik subyek penelitian

Wawancara terstruktur telah dilakukan terhadap penduduk berusia >16

tahun di empat desa terpilih dengan jumlah responden yang diwawancarai

sebanyak 1.051 orang. Karakteristik responden disajikan dalam tabel 1.

Berikut:

Tabel 1. Karakteristik Responden di Kabupaten Belitung dan Tanjung Jabung Timur

Karakteristik

Belitung Tanjung Jabung

Timur Jumlah

Lasar Suak Gual

Nibung Putih

Rantau Rasau

Jenis Kelamin: - Pria - Wanita

129 (45%) 155 (55%)

123 (44%) 157 (56%)

84 (38%)

139 (62%)

112 (42%) 152 (58%)

448 (43%) 603 (57%)

Tingkat Pendidikan: - Tidak Pernah Sekolah - Tidak Tamat SD

17 (6%)

43 (15%)

4 (1%)

63 (23%)

10 (5%) 15 (7%)

3 (1%)

28 (11%)

34 (3%)

149 (14%)

Page 42: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

21

- Tamat SD - Tamat SLTP - Tamat SLTA - Diploma - Sarjana

132 (46%) 57 (20%) 30 (11%)

1 (0%) 4 (1%)

120 (43%) 51 (18%) 32 (11%)

3 (1%) 7 (3%)

59 (26%) 47 (21%) 71 (32%)

9 (4%) 12 (5%)

90 (34%) 57 (22%) 77 (29%)

2 (1%) 7 (3%)

401 (38%) 212 (20%) 210 (20%)

15 (2%) 30 (3%)

Pekerjaan: - Tidak Bekerja - Sekolah - Ibu Rumah Tangga - PNS/TNI/Polri - Pegawai BUMN - Pegawai Swasta - Wiraswasta - Pelayanan Jasa - Petani - Buruh - Nelayan - Lainnya

29 (10%)

16 (6%) 105 (37%)

2 (1%) 1 (0%) 4 (2%)

13 (5%) 1 (0%)

39 (14%) 6 (2%)

54 (19%) 14 (5%)

15 (5%) 21 (8%)

98 (35%) 3 (1%) 0 (0%) 0 (0%)

12 (4%) 1 (0%)

84 (30%) 3 (1%)

34 (12%) 9 (3%)

21 (9%) 17 (8%)

64 (29%) 22 (10%)

0 (0%) 13 (6%)

24 (11%) 5 (2%)

34 (15%) 5 (2%) 0 (0%)

18 (8%)

22 (8%) 17 (6%)

77 (29%) 6 (2%) 1 (0%) 7 (3%)

21 (8%) 0 (0%)

106 (40%) 3 (1%) 1 (0%) 3 (1%)

87 (8%) 71 (7%)

344 (33%) 33 (3%) 2 (0%)

24 (2%) 70 (7%) 7 (1%)

263 (25%) 17 (2%) 89 (9%) 44 (4%)

Total 284 (100%) 280 (100%) 223 (100%) 264 (100%) 1.051 (100%)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar responden

berjenis kelamin wanita. Hal ini disebabkan karena kegiatan wawancara

dilakukan pada pagi hingga sore hari, sehingga yang lebih banyak

dijumpai pada saat wawancara adalah ibu rumah tangga, karena kepala

keluarga sedang bekerja. Pendidikan responden paling banyak adalah

tamat SD dan paling sedikit adalah tamat Diploma. Jenis pekerjaan paling

banyak adalah ibu rumah tangga, sedangkan pekerjaan selain ibu rumah

tangga yang paling banyak adalah petani. Jenis pekerjaan petani paling

banyak ditemukan di Desa Rantau Rasau, hal ini karena lokasi Desa

Rantau Rasau merupakan daerah perkebunan kelapa sawit sehingga

sebagian besar penduduknya memiliki pekerjaan sebagai petani sawit.

Jenis pekerjaan nelayan hanya ditemukan di wilayah Kabupaten Belitung

karena kedua desa lokasi penelitian dekat dengan laut sehingga banyak

penduduk yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan.

3.3. Karakteristik mikrofilaria

Survei darah jari (SDJ) telah dilakukan di Desa Nibung Putih dan

Rantau Rasau Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Desa Suak Gual

dan Lasar Kabupaten Belitung. Hasil SDJ terhadap 646 penduduk di

Page 43: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

22

wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur tidak mendapatkan penduduk

positif mikrofilaria (mf) sehingga tidak diketahui karakteristik mf di wilayah

ini. Kegiatan SDJ di Kabupaten Belitung dilakukan dua kali. Jumlah

penduduk yang diperiksa pada kegiatan SDJ pertama sebanyak 671

orang dengan jumlah positif mf sebanyak 24 orang dengan proporsi

penduduk positif sebesar 3,6%. Hasil SDJ kedua mendapatkan 15 orang

positif dari 603 penduduk yang diperiksa (2,5%). Spesies mf yang

ditemukan seluruhnya adalah Brugia malayi.

Kepadatan mf hasil SDJ pertama pada 24 orang penderita berkisar

antara 1-67 mf per sediaan darah, sedangkan hasil SDJ kedua berkisar

antara 1-49 mf per sediaan darah. Kepadatan mf rata-rata per mL darah

dihitung menggunakan rumus:18

𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙𝑎𝑟𝑖𝑎 𝑝𝑒𝑟 𝑚𝐿 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎𝑕 𝑚𝑖𝑘𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙𝑎𝑟𝑖𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎𝑕 𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑟𝑎𝑕 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑥 16,75

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, kepadatan mf pada

pemeriksaan pertama sebesar 198 mf per mL darah, dan pada

pemeriksaan kedua sebesar 170 mf per mL darah. Meskipun pada

pemeriksaan kedua telah terjadi penurunan, namun karena kepadatan mf

lebih besar dari 50mf/mL darah, maka masih digolongkan dalam

kepadatan tinggi19.

3.4. Faktor Penyebab Kegagalan POPM

Hasil wawancara mendalam terhadap penderita positif ditemukan

bahwa sebagian besar tidak minum obat atau minum obat hanya satu kali

dari lima tahun pengobatan. Hal ini disebabkan adanya rasa takut setelah

minum obat karena adanya efek samping berupa demam seperti

disampaikan beberapa informan berikut:

“Dakde ni... dak isak dapat. Mun tetangge katenye dapat, tapi nenek dak dapat”. (AM) (tidak ada… tidak pernah dapat… kalau tetangga katanya dapat, tapi nenek tidak dapat) “Banyak urang takut…, Sekali minum demam, jadi urang lah takut…”(SY) (Banyak orang takut, sekali minum demam, jadi orang sudah takut)

Page 44: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

23

“Moal dapat, tapi ndak diminum… takut…muji obatnye gede… tapi bapak minum dulu…. Sekarang lah ninggal…” (KM) (Iya dapat, tapi tidak diminum, karena obatnya besar, jadi takut minumnya… tapi kalau bapak minum…. Sekarang sudah meninggal)

. Beberapa penderita mengaku baru tinggal di lokasi penelitian kurang

dari 10 tahun sehingga tidak mendapatkan obat pada saat kegiatan

POPM filariasis. Selain itu juga ditemukan penderita yang masih berusia

12 tahun sehingga pada saat pembagian obat belum mendapatkan obat.

Hasil analisis bivariat terhadap faktor risiko filariasis disajikan dalam

tabel 2 berikut:

Tabel 2. Faktor Risiko Filariasis

Faktor Risiko Hasil Pemeriksaan

Jumlah P

value %CI

Positif Negatif

Lama tinggal:

- < 15 tahun

- > 15 tahun

4 (0,8%)

20 (2,8%)

517 (99,2%)

682 (97,2%)

521 (100%)

702 (100%)

0,006 1,288-

11,157

Total 24 (2,0%) 1.199 (98,0%) 1.123 (100%)

Minum obat pencegahan:

- Ya

- Tidak

13 (2,1%)

11 (16,7%)

607 (97,9%)

55 (83,3%)

620 (100%)

66 (100%)

0,000 3,995-

21,828

Total 24 (3,5%) 662 (96,5%) 686 (100%)

Hasil analisis faktor risiko filariasis menunjukkan bahwa lama tinggal

berhubungan dengan kejadian filariasis. Penduduk yang tinggal >15 tahun

memiliki risiko lebih besar untuk terkena filariasis. Sebanyak 14 dari 24

penduduk positif mengaku pernah mendapat obat pada kegiatan POPM

filariasis namun hanya 13 orang yang mengaku meminum obat tersebut.

Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang bermakna

antara perilaku minum obat dan risiko terkena filariasis (p<0,005). Hasil ini

menunjukkan bahwa salah satu factor kegagalan pengobatan adalah

karena banyak penduduk yang tidak minum obat pada kegiatan POPM

filariasis.

Page 45: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

24

3.5. Karakteristik Penderita Filariasis

Kegiatan SDJ dilakukan di dua desa di wilayah Kabupaten Tanjung

Jabung Timur dan dua desa di wilayah Kabupaten Belitung. Kegiatan SDJ

di Kabupaten Tanjung Jabung Timur tidak mendapatkan penduduk positif

mf, sedangkan di Kabupaten Belitung mendapatkan 24 penduduk positif

mf dari 671 penduduk yang diperiksa. Berdasarkan hasil tersebut maka

penduduk yang positif dibeeri pengobatan sesuai dosis yang telah

ditetapkan. Selanjutnya dilakukan pengambilan darah lagi terhadap

penduduk yang positif dan penduduk lainnya yang belum dilakukan

pengambilan darah pada kegiatan SDJ pertama. Hasil SDJ kedua

mendapatkan 15 penduduk positif dari 603 penduduk yang diperiksa.

Berikut karakteritik penderita positif mf:

Tabel 3. Karakteritik Penderita Positif Mikrofilaria hasil SDJ1 dan SDJ2 di Kabupaten Belitung

No

Umur & Jenis

Kelamin Puskesmas Desa Dusun RT/RW Spesies

mikrofilaria

Kepadatan per slide

L P SDJ

1 SDJ

2

1 60 Simpang Rusa Lasar Bt. Manna RT.17 B.malayi 31 0

2 50 Simpang Rusa Lasar Bt. Manna RT.16 B.malayi 1 0

3 55 Simpang Rusa Lasar Bt. Manna RT.16 B.malayi 24 4

4 43 Simpang Rusa Lasar Bt. Manna RT.18 B.malayi 1 0

5 46 Simpang Rusa Lasar Bt. Manna RT.17 B.malayi 4 0

6 38 Simpang Rusa Lasar Bt. Manna RT.15 B.malayi 1 0

7 55 Simpang Rusa Lasar Bt. Manna RT.17 B.malayi 12 0

8 23 Simpang Rusa Lasar Bt. Manna RT.17 B.malayi 15 0

9 52 Simpang Rusa Lasar Bt. Manna RT.15 B.malayi - 1

10 57 Simpang Rusa Lasar Bt. Manna RT.16 B.malayi - 28

11 44 Simpang Rusa Lasar Bt. Manna RT.18 B.malayi - 5

12 73 Simpang Rusa Lasar Ds. Dudat RT 13 B.malayi 5 0

13 25 Simpang Rusa Lasar Ds. Dudat RT 13 B.malayi 3 2

14 49 Simpang Rusa Lasar Ds. Dudat RT 13 B.malayi 4 1

15 60 Simpang Rusa Lasar Ds. Dudat RT 13 B.malayi - 10

16 Simpang Rusa Lasar Ds. Dudat RT 12 B.malayi - 7

17 44 Simpang Rusa Lasar Ds. Ulim RT.11 B.malayi 2 9

18 39 Simpang Rusa Lasar Ds. Ulim RT.11 B.malayi 1 0

19 34 Simpang Rusa Lasar Ds. Ulim RT.11 B.malayi 1 0

20 47 Simpang Rusa Lasar Ds. Ulim RT.11 B.malayi 3 0

21 28 Simpang Rusa Lasar Ds. Ulim RT.11 B.malayi 7 0

Page 46: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

25

22 50 Simpang Rusa Lasar Ds. Ulim RT.10 B.malayi - 11

23 29 Simpang Rusa Lasar Ds. Ulim RT.10 B.malayi - 5

1 44 Selat Nasik S. Gual RT.01 RW.01 B.malayi 8 0

2 60 Selat Nasik S. Gual RT.01 RW.01 B.malayi 11 0

3 52 Selat Nasik S. Gual RT.07 RW.02 B.malayi 67 0

4 32 Selat Nasik S. Gual RT.07 RW 02 B.malayi 15 0

5 52 Selat Nasik S. Gual RT.07 RW.02 B.malayi 2 0

6 60 Selat Nasik S. Gual RT.03 RW.01 B.malayi 20 2

7 56 Selat Nasik S. Gual RT.04 RW.01 B.malayi 8 0

8 12 Selat Nasik S. Gual RT.04 RW.01 B.malayi 38 16

9 50 Selat Nasik S. Gual RT.05 RW.02 B.malayi - 49

10 66 Selat Nasik S. Gual RT. 06 RW.02 B.malayi - 3

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa umur penderita limfatik filariasis

paling rendah 12 tahun dan paling tinggi 73 tahun. Usia penderita hamper

seluruhnya merupakan usia produktif. Hasil analisis bivariat dengan uji

Independet T-test mendapatkan bahwa ada perbedaan rata-rata umur

antara penduduk positif dan negative mf (p=0,02). Rata-rata umur

penduduk yang positif 45 tahun sedangkan penduduk negative 33 tahun.

3.6. Riwayat Perjalanan Penyakit Limfatik Filariasis

Seluruh penderita positif mf yang ditemukan merupakan penduduk asli

di desa lokasi penelitian dengan lama tinggal sebagian besar >15 tahun.

Berdasarkan wawancara terhadap beberapa penduduk diketahui bahwa di

kedua desa lokasi penelitian pernah ada penderita kronis yang sudah

mengalami pembengkakan pada kaki, namun sudah lama meninggal.

Berdasarkan informasi tersebut, maka dapat diasumsikan bahwa

penularan filariasis terjadi setempat, artinya penduduk positif terkena

filariasis dari sumber infeksi yang ada di lokasi penelitian. Seluruh

penduduk tidak mengetahui bila mereka sudah terinfeksi mf sebelum

dilakukan pemeriksaan. Hal ini karena belum adanya gejala klinis serta

belum pernah dilakukan pemeriksaan sebelumnya. Seluruh penderita

yang ditemukan pada pemeriksaan pertama telah diberi pengobatan

Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) tiga kali 1 tablet 100 mg per hari

selama 12 hari, kecuali satu orang penderita yang sedang menyusui.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kembali terhadap penderita positif mf.

Page 47: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

26

Hasil pemeriksaan kedua masih menemukan lima orang yang positif mf

dari 24 yang diperiksa. Hasil kunjungan dan wawancara terhadap

penderita diketahui bahwa hamper seluruh penderita mengalami efek

samping pengobatan berupa demam, mengantuk, letih, lesu, mual dan

ditemukan satu orang penderita berusia 12 tahun yang mengalami efek

samping alergi (gatal-gatal) setelah minum obat. Penderita yang masih

positif disebabkan karena belum minum obat, mengalami alergi obat

sehingga obat tidak diminum setiap hari, serta penderita yang memilki

kepadatan microfilaria cukup tinggi.

3.7. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku terhadap Filariasis

Tabel 4. Pengetahuan Responden tentang Filariasis di Kabupaten Belitung dan Tanjung Jabung Timur

Variabel pertanyaan

Belitung Tanjung Jabung

Timur Jumlah

Lasar Suak Gual

Nibung Putih

Rantau Rasau

Penyebab filariasis: - Cacing - Ditularkan nyamuk - Penyakit keturunan

6 (2%)

48 (17%) 1 (0%)

10 (7%)

76 (27%) 0 (0%)

29 (13%)

133 (60%) 5 (2%)

29 (11%)

128 (49%) 0 (0%)

74 (7%)

385 (37%) 6 (1%)

Akibat filariasis: - Kaki/tangan besar - Tidak ada gejala - Demam/tubuh sakit - Ketiak/paha bengkak - Buah dada/skrotum

191 (67%)

0 (0%) 22 (8%) 12 (4%) 9 (3%)

203 (75%)

1 (0%) 12 (4%) 0 (0%) 0 (0%)

199 (90%)

1 (0%) 14 (6%) 3 (1%) 7 (3%)

214 (81%)

1 (0%) 12 (5%) 3 (1%) 4 (2%)

807 (77%)

3 (0%) 60 (6%) 18 (2%) 20 (2%)

Tindakan saat demam: - Ada riwayat demam - Petugas kesehatan - Dukun - Beli obat di warung - Obat tradisional

7 (3%)

5 (71%) 1 (14%) 2 (29%) 2 (29%)

6 (2%)

5 (83%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

3 (1%)

3 (100%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

13 (5%) 9 (69%) 0 (0%)

2 (15%) 0 (0%)

29 (3%)

22 (76%) 1 (3%)

4 (14%) 2 (7%)

Pengetahuan POPM: - Ya, mengetahui - Petugas/guru - Keluarga/tetangga - Papan pengumuman - Selebaran/koran - Tempat ibadah - Radio/televisi - Lainnya

179 (64%) 132 (78%) 28 (17%)

2 (1%) 1 (1%) 1 (1%) 2 (1%)

18 (11%)

187 (67%) 154 (82%) 27 (14%)

1 (0%) 0 (0%) 1 (1%) 0 (0%) 5 (3%)

210 (96%) 163 (80%)

11 (6%) 4 (2%) 0 (0%) 3 (2%) 1 (0%)

36 (18%)

252 (96%) 141 (56%) 30 (12%)

9 (4%) 3 (1%) 2 (1%) 3 (1%)

109 (43%)

828 (79%) 590 (73%) 96 (12%)

16 (2%) 4 (1%) 7 (1%) 6 (1%)

168 (21%)

Page 48: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

27

Tabel 5. Perbedaan Tingkat Pengetahuan Masyarakat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Belitung

Kabupaten Tingkat Pengetahuan

Jumlah P value 95% CI Rendah Tinggi

Belitung 448 (79,4%) 116 (20,6%) 564 (100%) 0,000 3,787-6,518

Tanjabtim 213 (43,7%) 274 (56,3%) 487 (100%)

Total 661 (69,2%) 390 (37,1%) 1051 (100%)

Berdasarkan Tabel 4. diketahui bahwa pengetahuan masyarakat

tentang penyebab filariasis masih rendah, terutama penduduk di wilayah

Kabupaten Belitung. Sementara pengetahuan masyarakat tentang

penyebab filariasis yang ditularkan oleh nyamuk di Desa Nibung Putih,

Tanjung Jabung Timur cukup tinggi. Pengetahuan responden akibat

filariasis berupa pembengkakan kaki/tangan cukup tinggi namun untuk

akibat lain sebagian besar masih rendah. Tindakan responden apabila

mengalami demam sebagian besar akan berobat ke petugas kesehatan.

Pengetahuan responden tentang kegiatan POPM filariasis cukup tinggi.

Berdasarkan Tabel 5. hasil analisis perbedaan tingkat pengetahuan

masyarakat tentang filariasis di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan

Belitung menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna secara statistic

(p=0,000)

Tabel 6. Perilaku Responden tentang Filariasis di Kabupaten Belitung dan Tanjung Jabung Timur

Variabel pertanyaan

Belitung Tanjung Jabung

Timur Jumlah

Lasar Suak Gual

Nibung Putih

Rantau Rasau

Ikut POPM filariasis (n=1.051): - Ya - Tidak

168 (59%) 116 (41%)

165 (59%) 115 (41%)

207 (93%) 16 (7%)

247 (94%) 17 (6%)

787 (75%) 264 (25%)

Berapa macam obat (n=787): - 1 macam - 2 macam - 3 macam - 4 macam

36 (21%) 49 (29%) 58 (35%)

9 (5%)

17 (10%) 26 (16%) 81 (49%) 32 (19%)

2 (1%)

17 (8%) 148 (72%)

34 (16%)

3 (1%)

14 (6%) 98 (40%)

121 (49%)

58 (7%)

106 (14%) 385 (49%) 196 (25%)

Page 49: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

28

- > 4 macam - Lupa

9 (5%) 7 (4%)

5 (3%) 4 (2%)

6 (3%) 0 (0%)

11 (5%) 0 (0%)

31 (4%) 11 (1%)

Obat diminum (n=787): - Ya, semua - Ya, sebagian - Tidak diminum

139 (83%)

15 (9%) 14 (8%)

144 (87%)

12 (7%) 9 (6%)

197 (95%)

7 (3%) 3 (2%)

237 (96%)

6 (2%) 4 (2%)

717 (91%)

40 (5%) 30 (4%)

Cara minum obat (n=757): - Dihadapan petugas/Guru - Dihadapan kader - Dihadapan perangkat desa - Di rumah sendiri - Disimpan, lalu diminum

2 (1%) 0 (0%) 0 (0%)

146 (95%) 6 (4%)

2 (1%) 1 (1%) 0 (0%)

140 (90%) 13 (8%)

45 (22%)

8 (4%) 0 (0%)

127 (62%) 24 (12%)

6 (3%) 1 (0%) 2 (1%)

209 (86%) 25 (10%)

55 (7%) 10 (1%)

2 (0%) 622 (82%)

68 (9%)

Kapan obat diminum (n=757): - Pagi - Siang - Sore - Malam

8 (5%) 6 (4%) 2 (1%)

138 (90%)

13 (8%)

6 (4%) 1 (1%)

136 (87%)

11 (5%)

38 (19%) 8 (4%)

147 (72%)

9 (4%)

16 (7%) 6 (2%)

212 (87%)

41 (5%) 66 (9%) 17 (2%)

633 (84%)

Alasan tidak minum (n=30): - Lupa - Sibuk kerja - Takut efek samping - Merasa sehat

3 (21%)

0 (0%) 4 (29%) 7 (50%)

0 (0%)

2 (20%) 7 (80%)

0 (0%)

0 (0%) 0 (0%)

2 (67%) 1 (33%)

2 (50%) 1 (25%) 1 (25%)

0 (0%)

5 (16%) 3 (10%)

14 (47%) 8 (27%)

Efek samping obat (n=757): - Pusing/sakit kepala - Panas/demam - Badan sakit/nyeri/linu - Perut mulas/sakit - Muntah - Mengantuk

5 (31%) 2 (13%)

0 (0%) 3 (19%)

0 (0%) 6 (38%)

9 (39%) 5 (22%)

2 (9%) 2 (9%) 0 (0%)

5 (22%)

30 (31%)

6 (6%) 3 (3%) 9 (9%) 3 (3%)

47 (48%)

68 (41%)

1 (1%) 1 (1%)

35 (21%) 1 (1%)

59 (36%)

112 (37%)

14 (5%) 6 (2%)

49 (16%) 4 (1%)

117 (38%)

Apakah keluar cacing (n=757): - Ya - Tidak - Tidak tahu - Lupa

2 (1%) 149 (97%)

0 (0%) 3 (2%)

0 (0%) 156 (100%)

0 (0%) 0 (0%)

3 (2%) 192 (94%)

9 (4%) 0 (0%)

2 (1%) 226 (93%)

15 (6%) 0 (0%)

7 (1%) 723 (96%)

24 (3%) 3 (0%)

Tabel 7. Perbedaan Perilaku Masyarakat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Belitung

Kabupaten

Perilaku terhadap upaya pencegahan filariasis

Jumlah P value 95% CI

Rendah Tinggi

Belitung 421 (74,6%) 143 (25,4%) 564 (100%) 0,000 5,395-9,297

Tanjabtim 143 (29,4%) 344 (70,6%) 487 (100%)

Total 564 (53,7%) 487 (46,3%) 1051 (100%)

Page 50: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

29

Perilaku responden yang terlibat dalam kegiatan POPM filariasis di

Kabupaten Belitung lebih rendah dibandingkan dengan responden di

Kabupaten Tanjung Jabung Timur, demikian juga dengan perilaku minum

obat lebih tinggi pada responden di Kabupaten Tanjung Jabung Timur

dibandingkan responden di Belitung. Sebagian besar responden minum

obat di rumah sendiri pada malam hari. Alasan responden yang tidak

minum obat paling banyak adalah karena takut efek samping. Efek

samping yang paling banyak ditemukan setelah minum obat adalah

pusing. Hasil analisis bivariat (Tabel 7) menunjukkan adanya perbedaan

signifikan terhadap perilaku masyarakat dalam upaya pencegahan

penularan filariasis di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Belitung

(p=0,000). Perilaku responden di Kabupaten Tanjung Jabung Timur lebih

baik dibandingkan di Kabupaten Belitung.

3.8. Kondisi Lingkungan Penderita Limfatik Filariasis

Kondisi lingkungan penderita limfatik filariasis di Kabupaten Belitung

adalah berupa daerah rawa dekat pantai. Hasil observasi lingkungan

mendapatkan adanya tempat perkembangbiakan potensial bagi vektor

filariasis khususnya nyamuk Mansonia spp. Meskipun pada saat kegiatan

survey dalam kondisi musim kemarau namun masih ditemukan genangan

air di sekitar rumah penderita. Berikut gambaran kondisi lingkungan

penderita filariasis di Kabupaten Belitung:

Page 51: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

30

Gambar 5. Distribusi dan Gambaran Kondisi Lingkungan Penderita Filariasis di Kabupaten Belitung

3.9. Peran Pengambil Kebijakan dalam Penangan Limfatik Filariasis

Peran pengambil kebiajakan dalam penanganan filariasis di Kabupaten

Tanjung Jabung Timur sudah cukup baik, diantaranya dengan

mengeluarkan surat keputusan tim pengendalian filariasis sampai tingkat

desa seperti disampaikan oleh Kepala Seksi P2P Dinkes Kabupaten

Tanjung Jabung Timur berikut ini:

:… aparat pemerintah daerah dan kerjasama dengan masyarakat jadi itu di..secara bersama kebijakan didalam arti pembuatan SK adalah suatu kebijakan untuk eee supaya ada eee terkoordinasi dan ada dasar hukum untuk penguatan di dalam masyarakat jadi ada dasar hukumnya karena ini memang harus ditanggulangi secara bersama sama…” (MP).

Kebijakan pengendalian filariasis juga dilakukan sampai tingkat desa di

wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, diantaranya bagi masyarakat

diwajibkan untuk minum obat pencegahan filariasis, dan bila tidak minum

maka akan dipersulit untuk mengurus administrasi di kelurahan. Berikut

cuplikan wawancara dengan petugas Puskesmas:

Page 52: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

31

“… Cuman dikasih tau kalau ga minum mungkin dari pihak kelurahan mungkin gak ngasih kalau minta surat surat gitu… Jika warganya tidak minum mungkin kalau ada urusan kekelurahan dipersulit lagi gitu kan….”(ER)

Peran pengambil kebijakan dalam pengendalian filariasis di Kabupaten

Belitung belum optimal karena filariasis dianggap tidak membutuhkan

kebijakan khusus seperti disampaikan oleh Kepala Bidang P2P Dinkes

Kabupaten Belitung berikut ini:

“…Kalau kebijakan khusus yang sifatnya..artinya…berkaitan dengan masalah perundangan itu memang kita dak punya perda khusus untuk yang eliminasi itu, ini programnya yang sudah kita laksanakan program yang diumumkan pemerintah itu cuma selama 5 tahun ini ya setelah pengobatan massal itu kemudian eee ya kita ikuti dengan pengobatan selektif sekarang ini tapi kalau kebijakan khusus misalnya berkaitan dengan eee..penerbitan peraturan daerah itu disini belum ada karena mungkin dipandang belumla ya kecuali kalau kita sudah kesulitan betul kesulitan…” (JS).

Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap petugas kesehatan

di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur diketahui bahwa terdapat

dukungan dari pengambil kebijakan dalam pengendalian filariasis. Hal ini

berkaitan dengan kegagalan POPM filariasis pada tahun 2017 sehingga

pemerintah daerah setempat dari tingkat kabupaten hingga

kelurahan/desa membuat kebijakan dalam pengenlian filariasis.

Sementara di Kabupaten Belitung tidak ada kebijakan khusus dalam

pengendalian filariasis, hal ini disebabkan karena Kabupaten Belitung

telah mendapat sertifikat eliminasi filariasis sehingga masalah filariasis

dianggap tidak bermasalah lagi.

3.10. Peran Petugas dalam Penanganan Limfatik Filariasis

Peran petugas kesehatan, khususnya petugas Puskesmas dalam

pengendalian filariasis di Kabupate Tanjung Jabung Timur cukup baik,

diantaranya dengan melakukan koordinasi dengan kader untuk kegiatan

POPM filariasis. Selain itu juga adanya kebijakan dari petugas puskesmas

untuk mewajibkan pasien yang berkunjung ke Puskesmas harus sudah

Page 53: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

32

minum obat filariasis agar bisa dilayani oleh petugas, seperti disampaikan

oleh informan berikut:

“… Programnya itulah bu pemantauan lagi disetiap wilayah itu jadi jika ada yang keluhan kita ada kader jadi langsung memberitahu ke puskesmas itu dari jaringan jadi kita telpon lagi nanti kan minta nomer hapenya nanti pas sore atau apa diingetin lagi. Kami harapakan apa ya jadi setiap yang berobat ke sini kami harapkan sudah apa syarat untuk minum obat itu sudah ada gitu bu jadi tiap yang berobat kesini atau yang berkunjung minta skbs atau apa itu diwajibkan sudah minum obat kaki gajah kami harapkan gitu…” (ER)

Peran petugas kesehatan di wilayah Kabupaten Belitung relative

rendah dalam pengendalian filariasis. Hal ini karena status Kabupaten

Belitung yang sudah eliminasi filariasis pada tahun 2017, sehingga tidak

ada kegiatan khusus dalam penanggulangan filariasis seperti disampaikan

oleh petugas kesehatan berikut:

“… Kalau pengendalian filariasis kita karena memang kemarin sudah eliminasi jadi kita sudah pasif baik dari ee dinas kesehatan kita sudah jarang gitu melakukan koordinir sampel lagi saya juga termasuk baru yang megang 2017 karena pengobatan massal terakhir itu saya lupa mungkin sekitar tahun 2009 atau 2010…” (MA).

Berdasarkan hasil SDJ dalam penelitian ini yang mendapatkan 31

penduduk positif mf, maka petugas kesehatan telah berkomitment untuk

menanggulangi filariasis agar status eliminasi dapat dipertahankan seperti

disampaikan informan berikut:

“… Ada …harapan saya itu paling tidak masyarakat itu yang terutama daerah yang kita temukan kasus yang banyak mereka itu mendapatkan semua obat DEC, itu harapan saya karena salah satu kita untuk mencegah berkembangnya rantai ini supaya…memutuskan rantai penularan ini ya seperti itu gitu…”(MA).

3.11. Peran Keluarga dalam Penanganan Limfatik Filariasis

Sebagian besar keluarga penderita mengaku tidak pernah mendapat

obat pencegahan filariasis pada waktu kegiatan POPM filariasis yang

pernah dilakukan di lokasi penelitian. Keluarga penderita juga

menganggap bahwa filariasis disebabkan oleh guna-guna, seperti

disampaikan oleh keluarga penderita berikut:

Page 54: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

33

“…Ada dulu, ada nama orang, ada orang dua dulu tapi istilah apa klo dulu kan orang itu banyak mitos, jadi ngate kaki gajah itu umpama kena gane…. Dak tahulah apa itu, nah…jadi kena itu tadi mantra… Hantu pak, ade dari orang macem2 men kito. Jadi dak tahu dulu saya dulu. Ade dulu orang pernah pak gede, satu orang laki satu orang bini…”(MT)

“…Ndak tahu juga, mual dulu dapat tapi ndak di makan…” (LL). “…Heem, ndak tahu aku ndak pernah jadi ndak pernah aku makan obat kata orang-orang gede apa itu ndak pernah aku. Ndak tahu mungkin aku ndak ada di sini atau gimana...” (JM)

Sikap dan tindakan keluarga penderita setelah mengetahui salah satun

anggota keluarganya terkena filariasis adalah menganjurkan segera

berobat. Selain itu keluarga penderita berharapa agar diberi penyuluhan

tentang filariasis agar tidak terjadi penularan filariasis ke anggota keluarga

yang lain.

“…begitulah kalau ada obatnya dikasih obat supaya baik gitu. Supaya ndak berkembang dia. Nak ku suruh berobatlah pak biar jangan sampai penyakit itu nambah terus kan jadi harus di cegah berobat itu lah…”(SK)

Yaa, harapannya, gimana lah ya, dibanyak-banyak peyuluhanlah gitu yang dari puskesnya yang dari desanya, kitakan gak tahu gimana supaya untuk pencegahan itu gimana. Ya paling dari puskes, supaya gini-gini misalkan ini ini. Mungkin itulah, kita kan gak tahu juga mau pencegahannya gimana supaya gak yang lainnya kena gitu kan, gak menular. kitakan gak tahu juga. Ya paling dari, dari bapak-bapaklah nanti atau dari desa ini ini ini…”(JM)

3.12. Identifikasi Peran Lingkungan terhadap Penyebaran Filariasis

Kondisi lingkungan di Kabupaten Belitung baik lingkungan fisik, biologi

maupun social sangat mendukung penularan filariasis. Kondisi lingkungan

fisik dan biologi yang mendukung penularan filariasis yaitu ditemukannya

banyak genangan air yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan

vector, kondisi lingkungan yang dikelilingi oleh hutan, kondisi lingkungan

perumahan yang saling berdekatan serta masih adanya anggapan bahwa

filariasis merupakan penyakit keturunan mengakibatkan filariasis masih

menjadi masalah kesehatan di Kabupaten Belitung seperti informasi yang

disampaikan oleh salah satu tokoh masyarakat Desa Suak Gual berikut

ini:

Page 55: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

34

“… Kalo aku ini yeh kalo menjawab tentang kaki gajah itu dak pula mengkhawatirkan e...nah itu kan berdasar keturunan kan cuman kadang-kadang ade urang tuh istilahnye memang ade gejala di situ yeh karene kami tuh ada jua dulu siape yeh dikate sekeluarge bukan keluarge tapi berhubung istilahnye dapurnye itu yehmemang sih kakinye kalo ketika datang penyakitnya pak mudah mamak merah itu tak tanye umak e...tapi ade si kakak itu dak begawe ilang sendiri…”(YS)

3.13. Intervensi Penanganan Filariasis Berbasis Masyarakat

Kegiatan pengendalian filariasis selama ini hanya melibatkan kader

kesehatan tanpa melibatkan tokoh masyarakat khususnya dalam kegiatan

POPM dan penyuluhan. Hasil diskusi kelompok dengan tokoh masyarakat

mendapatkan suatu kesepakatan bahwa tokoh masyarakat bersedia

membantu bila dilibatkan dalam kegiatan eliminasi filariasis. Keterlibatan

tokoh masyarakat diharapkan dapat lebih diterima oleh masyarakat

dibandingkan hanya dengan melibatkan kader kesehatan. Berikut hasil

diskusi kelompok dengan tokoh masyarakat:

“… tapi kalo untuk berkolaborasi menentaskan itu kami siap untuk bekolaborasi yeh dak yeh untuk kepentingan masyarakat yeh dak pemerintah kan karena ini pemerintah rt-rt ini termasuk pemerintah (YS)…nanti kalo memang sudah dikasih tau dari bapak-bapak ini dak yeh kita koordinasi dengan ini dengan bapaknya mudah-mudahan akan disampaikan kita sudah tau yah dah tau kita sebarkan nanti kepada masyarakat masyarakat kita yang terkait rt kan masing-masing rt ini kan punya rukun satu rukun tetangga rt rt (AR)… Nah jua nambah sidikit mun dapat kami jua dilibatkan gitu pak (RS)…”

Page 56: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

35

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan Particitaption Action Research

(PAR), yaitu pendekatan penelitian dengan melibatkan masyarakat dalam

mengatasi masalah kesehatan. Penilaian keterlibatan masyarakat dalam

penanggulangan filariasis di lokasi penelitian tidak dapat dilakukan

sepenuhnya mengingat filariasis adalah merupakan penyakit kronis yang

masa inkubasi dan penularannya relatif lebih lama dibandingkan dengan

penyakit menular lainnya. Penilaiain hanya dilakukan terhadap penduduk

yang positif dan minum obat filariasis. Partisipasi masyarakat dinilai dari

penderita positif yang minum obat dan hasil pemeriksaan terhadap

penderita dan penduduk setelah minum obat.

4.2. Karakteristik Subyek Penelitian

Responden dalam penelitian ini lebih banyak wanita dibandingkan pria.

Hal ini berkaitan dengan waktu pelaksanaan wawancara yang dilakukan

pada pagi hingga sore hari, sehingga pada saat kunjungan ke rumah

penduduk lebih banyak penduduk wanita yang dijumpai. Demikian juga

dengan jenis pekerjaan responden paling banyak ditemui adalah ibu

rumah tangga. Hal ini karena pada saat kunjungan ke rumah penduduk

sebagian besar yang berada di rumah adalah ibu rumah tangga yang tidak

bekerja/melakukan aktfitas di luar rumah.

4.3. Karakteristik Mikrofilaria

Hasil SDJ di Kabupaten Tanjung Jabung Timur tidak menemukan

penduduk positif microfilaria, sehingga tidak dapat diketahui karakteristik

mikrofilaria di wilayah ini. Hasil pemeriksaan mikroskopis terhadap

penduduk yang diperiksa mendapatkan bahwa seluruh spesies microfilaria

penderita yang ditemukan pada penderita positif adalah Brugia malayi.

Hasil ini sesuai dengan hasil survey sebelumnya yang dilakukan di

wilayah Belitung yang juga mendapatkan spesies mikrofilaria B.malayi.

Page 57: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

36

Hasil penelitian sebelumnya juga mendapatkan adanya hewan reservoir

yang positif B.malayi, yaitu pada monyet ekor panjang20. Spesies

mikrofilaria B.malayi merupakan spesies yang bersifat zoonotik, yaitu

dapat menularkan penyakit dari manusia ke hewan dan sebaliknya. Hal ini

yang kemungkinan menjadi sumber penularan filariasis di Kabupaten

Belitung setelah 10 tahun selesai pengobatan pencegahan filariasis. Hasil

penelitian di beberapa daerah juga mendapatkan adanya spesies

B.malayi pada hewan reservoir, yaitu di Kabupaten Batanghari dan Muaro

Jambi, Provinsi Jambi21,22.

Kepadatan mikrofilaria yang ditemukan dalam darah penderita positif

dapat menentukan tingkat penularan filariasis di daerah tersebut. Semakin

tinggi tingkat kepadatan mikrofilaria, maka semakin tinggi tingkat

penularan filariasis di daerah tersebut. Kepadatan mikrofilaria >50mf/mL

darah dikategorikan dalam kepadatan tinggi19. Hasil pemeriksaan dan

perhitungan kepadatan parasit hasil SDJ pertama dan kedua

mendapatkan bahwa kepadatannya lebih dari 50mg/mL darah. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat penularan filariasis di Kabupaten Belitung

masih tergolong tinggi. Risiko penularan yang tinggi ini juga didukung

dengan sifat mf B.malayi yang bersifat zoonosis serta kondisi di sekitar

pemukiman yang masih banyak ditemukan hewan zoonosis, yaitu kera

ekor panjang. Guna mengurangi risiko penularan filariasis khususnya di

Kabupaten Belitung perlu adanya kesadaran dari masyarakat untuk

mengurangi kontak dengan nyamuk yang merupakan vektor penular

filariasis.

4.4. Faktor Penyebab Kegagalan POPM

Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Belitung selesai

telah melakukan kegiatan POPM filariasis untuk menurunkan tingkat

endemisitas filariasis. Hasil evaluasi pengobatan di Kabupaten Tanjung

Jabung Timur pada tahun 2012 menunjukkan adanya kegagalan

pengobatan karena masih ditemukan penduduk positif dengan Mf rate

>1%4.

Page 58: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

37

Kabupaten Belitung telah mendapat sertifikat eliminasi filariasis tahun

2017, namun hasil survey tahun 2017 masih mendapatkan adanya

penduduk yang positif dengan Mf rate>1%3.

Berdasarkan hasil evaluasi di kedua Kabupaten tersebut, diketahui

bahwa kedua kabupaten telah gagal dalam pengobatan filariasis untuk

menurunkan tingkat endemisitas filariasis di daerah masing-masing.

Salah satu factor penyebab kegagalan pengobatan karena banyak

masyarakat yang tidak minum obat pencegahan pada waktu pembagian

obat pencegahan filariasis. Keengganan masyarakat untuk minum obat

tersebut karena kurangnya informasi tentang manfaat dari kegiatan POPM

filariasis yang telah dilakukan. Hal ini karena pada saat kegiatan POPM

filariasis tidak disertai dengan pemberian informasi yang memadai

sehingga masyarakat kurang percaya dengan manfaat minum obat

tersebut. Kegiatan pembagian obat pencegahan seharusnya disertai

dengan penyuluhan tentang filariasis serta dilakukan pengawasan

terhadap penduduk yang mendapatkan obat agar obat yang diberikan

benar-benar diminum sesuai dengan dosis23,24.

Ketidakpatuhan penduduk dalam minum obat selain karena

ketidaktahuan informasi tentang manfaat pengobatan juga karena adanya

efek samping yang ditimbulkan akibat minum obat tersebut. Tingginya

prosentase masyarakat yang tidak patuh minum obat pencegahan

filariasis merupakan salah satu factor kegagalan pengobatan yang

akhirnya akan menghambat kegiatan program pengendalian filariasis

dalam menurunkan angka prevalensi filariasis. Hasil penelitian di

Myanmar mendapatkan prevalensi mikrofilaria berdasarakan hasil tes

dengan ICT menunjukkan hasil positif antara 0,67-11%. Hasil survey

cakupan penduduk yang datang dan minum obat <40%25.

Pemberian obat pencegahan massal filariasis merupakan kegiatan

utama dalam menanggulangi penyebaran filariasis di daerah endemis.

Namun demikian pelaksanaan kegiatan POPM filariasis tersebut banyak

menemui kendala karena ketidakpatuhan masyarakat untuk minum obat

yang diberikan. Hasil wawancara mendalam dengan beberapa informan

Page 59: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

38

mendapatkan bahwa pembagian obat yang telah dilakukan tidak disertai

dengan penjelasan yang cukup tentang kegiatan tersebut. Petugas yang

membagikan obat adalah kader kesehatan yang masih memiliki tingkat

pengetahuan tentang filariasis yang rendah, sehingga masyarakat kurang

percaya dengan kader kesehatan tersebut. Selain itu kurangnya

keterlibatan tokoh masyarakat setempat juga menjadi salah satu

penyebab ketidakpercayaan masyarakat terhadap kegiatan tersebut.

Kegiatan POPM filariasis agar berjalan dengan baik perlu adanya

dukungan dari berbagai pihak terutama tokoh masyarakat setempat yang

lebih mengenal karakter masyarakatnya, sehingga kegiatan POPM

filariasis dapat berjalan dengan baik. Selain itu juga perlu adanya

pembekaran khusus bagi petugas yang melaksanakan kegiatan POPM

filariasis agar dapat memberikan penyuluhan tentang filarisais pada saat

pembagian obat. Dengan demikian masyarakat dapat menerima dan

dapat berperan aktif dalam kegiatan POMP filariasis dalam rangka

eliminasi filariasis di daerah masing-masing.

4.5. Karakteristik Penderita Filariasis

Penderita positif mikrofilaria sebagian besar adalah pria (64%) dengan

umur penderita sebagian besar >20 tahun. Hanya satu penderita yang

berumur 12 tahun. Hasil wawancara dengan keluarga penderita diketahui

bahwa penderita tidak pernah minum obat pada saat kegiatan POPM

filariasis. Hasil SDJ pertama setelah ditindaklanjuti dengan pengobatan

selektif terhadap penderita positif didapatkan masih terdapat enam orang

yang masih positif mf pada pemeriksaan kedua. Hasil penelusuran lebih

lanjut diketahui bahwa penderita yang masih positif karena belum minum

obat yang diberikan atau obat tidak diminum sampai habis, sehingga

masih ditemukan mf di dalam tubuhnya. Hasil analisis bivariat terhadap

factor risiko penularan filariasis (Tabel 2) diketahui bahwa faktor umur

(p=0,06) dan perilaku minum obat pencegahan filarisais (p=0,00)

berhubungan dengan kejadian filariasis (p<0,05).

Page 60: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

39

Hasil penelitian di India mendapatkan bahwa partisipasi masyarakat

dalam kegiatan POPM filariasis berhubungan dengan kejadian filariasis

dengan OR 1,8. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk yang tidak minum

obat berisiko 1,8 kali lebih besar untuk terkena filariasis26.

Usia penduduk yang positif lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk

negative. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi usia, semakin besar

risiko tertular filariasis. Risiko tertular filariasis akan semakin tinggi bila

semakin lama tinggal di daerah endemis filariasis. Berdasarkan hasil

wawancara diketahui bahwa seluruh penderita fialariasis adalah penduduk

setempat, sehingga semakin tinggi usia, maka semakin besar risiko

tertular filariasis. Hasil penelitian di India juga mendapatkan bahwa

semakin tinggi usia maka risiko tertular filariasis semakin besar (p<0,001)

namun tidak ada perbedaan risiko penularan filariasis berdasarkan jenis

kelamin (p=0,44)26.

4.6. Riwayat Perjalanan Penyakit Limfatik Filariasis

Sebanyak 33 penduduk positif mikrofilaria seluruhnya merupakan kasus

baru yang ditemukan pada penelitian ini. Seluruh penderita positif mf

merupakan penduduk asli di lokasi penelitian yang lahir dan dibesarkan di

daerah tersebut. Seluruh penduduk positif dicurigai tertular dari penderita

kronis filariasis yang tinggal di desa tersebut namun telah lama meninggal.

Jarak antara penderita kronis dengan penduduk positif adalah dalam

radius + 1 km sehingga kemungkinan penduduk yang positif tersebut

tertular dari penderita kronis tersebut. Hasil penelusuran lebih lanjut

diketahui bahwa penderita positif sebagian masih memiliki hubungan

keluarga dengan penderita kronis yang telah meninggal. Sebagian besar

penduduk positif hasil SDJ pertama telah mendapatkan pengobatan,

kecuali satu penderita yang ditunda pengoatannya karena sedang hamil.

Sebagian besar penderita mengalami efek samping setelah minum obat,

namun pengobatan dilanjutkan sampai obat habis sesuai dosis. Namun

terdapat beberapa penderita yang tidak minum obat sesuai dengan dosis

karena efek samping yang dialami. Hasil pemeriksaan kedua, penduduk

Page 61: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

40

yang minum obat sesuai dengan dosis tidak ditemukan adanya mikrofilaria

dalam darahnya, sedangkan penduduk yang minum obat tidak sesuai

dosis masih ditemukan mikrofilaria dalam darahnya dengan jumlah yang

sudah berkurang.

Tata laksana penderita baik kronis maupun penderita dengan

mikrofilaremia perlu dilakukan sesuai dengan standar. Selain itu perlu

dilakukan pengawasan terhadap penduduk agar dapat minum obat sesuai

dosis, serta penanganan segera bila ditemukan adanya efek samping

yang cukup berat. Adanya efek samping obat yang berat seringkali

menimbulkan keenggaran masyarakat utuk minum obat, meskipun sudah

didiagnosis menderita filariasis. Dukungan dari tenaga kesehatan dalam

pengobatan filariasis sangat besar karena masyarakat masih

menganggap bahwa masalah kesehatan adalah tanggung jawab petugas

kesehatan27. Penyuluhan yang rutin dilakukan oleh petugas kesehatan

akan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengendalian

penyakit, khususnya filariasis. Selain itu juga perlu keterlibatan tokoh

masyarakat agar masyarakat lebih yakin dan percaya dan mau mengikuti

terhadap program yang dijalankan.

4.7. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku terhadap Filariasis

Pengetahuan responden tentang penyebab filariasis sebagian besar

masih rendah (<15%) yang mengetahui bahwa filariasis disebabkan oleh

cacing sedangkan pengetahuan tentang filariasis ditularkan oleh nyamuk

juga masih rendah (<50%) penduduk yang mengetahui. Namun di Desa

Nibung Putih pengetahuan tentang filariasis yang ditularkan oleh nyamuk

cukup tinggi, hal ini karena Desa Nibung Putih sering dilakukan

penyuluhan dari pihak Puskesmas. Rendahnya pengetahuan masyarakat

tentang penyebab filariasis juga ditemukan di daerah lain, seperti di

Northeastern Brazil yang mendapatkan bahwa penduduk yang

mengetahui tentang penularan filariasis hanya 7,8% 28. Pengetahuan

tentang akibat filariasis yang dapat menimbulkan kaki atau tangan

membesar cukup tinggi, hal ini karena fiariasis atau penyakit kaki gajah

Page 62: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

41

yang dikenal oleh masyarakat adalah penyakit yang dapat menyebabkan

kaki menjadi besar. Filariasis atau penyakit kaki gajah di beberapa daerah

di Indonesia dikenal dengan beberapa istilah, diantaranya “untut, ular-

ularan, atau kelenjaran”29 dengan gejala khas berupa pembekakan di

kaki30,31.

Perilaku responden di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Belitung

relative berbeda. Responden yang ikut kegiatan POPM filariasis di

Kabupaten Tanjung Jabung Timur lebih besar dibandingkan dengan di

Kabupaten Belitung. Alasan responden tidak minum obat paling banyak

ditemukan karena adanya efek samping obat. Adanya efek samping obat

menyebabkan masyarakat tidak mau meminum obat yang telah diberikan.

Hal ini terjadi karena kurangnya informasi tentang kegiatan pengobatan

tersebut. Efek samping obat merupakan hal yang umum terjadi, namun

demikian tanpa ada informasi yang disampaikan ke masyarakat, maka

masyarakat mengangganggap bahwa obat yang diberikan tidak

memberikan manfaat, namun memberikan masalah baru bagi mereka.

Penanganan terhadap reaksi obat juga harus dapat diantisipasi oleh

petugas kesehatan dengan cara memberikan obat pendamping untuk

mengatasi hal tersebut. Pembagian obat yang dilakukan oleh kader

kesehatan tanpa dibekali oleh pengetahuan yang cukup, terutama tentang

reaksi obat tersebut dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat

terhadap efektivitas POPM filariasi yang telah dilakukan27.

4.8. Kondisi Lingkungan Penderita Limfatik Filariasis

Kondisi geografis di kedua kabupaten lokasi penelitian merupakan

dataran rendah dengan sebagian besar wilayah merupakan daerah

perairan. Daratan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur umumnya berupa

lahan gambut yang banyak dialiri oleh aliran air pasang surut. Hal ini

menimbulkan banyaknya genangan air yang berpotensi sebagai tempat

perkembangbiakan nyamuk vektor, khususnya vektor filariasis. Namun

dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya penderita positif mikrofilaria,

sehingga pengamatan lingkungan tidak dilakukan lebih lanjut.

Page 63: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

42

Penderita positif mikrofilaria di Kabupaten Belitung ditemukan di dua

desa, yaitu Desa Suak Gual dan Desa Lasar. Desa Lasar terletak di Pulau

Selat Nasik dengan penyebaran penduduk desa tersebut dalam radius

satu kilometer. Kondisi Desa Suak Gual yang merupakan daerah

kepulauan merupakan dataran rendah yang dikelilingi oleh panta dan

hutan sekunder. Hasil observasi lingkungan mendapatkan adanya

genangan air berupa rawa-rawa yang digenangi oleh tumbuhan air.

Kondisi demikian merupakan tempat yang potensial bagi

perkembangbiakan nyamuk Mansonia spp. yang merupakan vektor

filariasis B.malayi 32,33.

Kondisi lingkungan yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan

nyamuk vektor filariasis dengan lokasi di sekitar rumah penderita filariasis

menjadi salah satu faktor risiko penularan filariasis. Keberadaan

genangan air dan kondisi lingkungan berupa hutan dan semak merupakan

kondisi optimal bagi vektor filariasis untuk berkembangbiak dan

beristirahat. Hal ini didukung dengan perilaku masyarakat yang kurang

baik, yaitu perilaku dalam menghindari gigitan nyamuk baik di dalam

maupun di luar rumah34. Perilaku masyarakat di luar rumah seringkali

tidak menggunakan alat pelindung diri dari gigitan nyamuk. Hal ini akan

meningkatkan risiko tertular filariasis, karena beberapa spesies nyamuk

vector filariasis lebih aktif di luar rumah dibandingkan di dalam rumah35.

4.9. Peran Pengambil Kebijakan dalam Penangan Limfatik Filariasis

Peran pengambil kebijakan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

program pengendalian filariasis. Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan

POPM filariasis yang dilakukan dalam waktu lima tahun sehingga

membutuhkan dukungan dana dan petugas pelaksana kegiatan

tersebut36.

Hasil wawancara mendalam terhadap petugas Dinas Kesehatan

Kabupten Tanjung Jabung Timur mendapatkan bahwa pengambil

kebijakan di tingkat kabupaten sampai desa telah mendukung kegiatan

POPM filariasis yang telah dilakukan. Hal ini terlihat dari dukungan dana

Page 64: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

43

kegiatan POPM filariasis selama lima tahun (2012-2016) dan POPM

filariasis lanjutan (2017-2018). Anggaran kegiatan POPM filariasis di

Kabupaten Tanjung Jabung Timur didukung sepenuhnya oleh pemerintah

daerah setempat. Selain itu juga telah dibentuk tim pengendalian filariasis

(TPE) dari tingkat kabupaten hingga tingkat desa dengan penerbitan Surat

Keputusan Bupati (SK Bupati) tentang TPE di Kabupaten Tanjung Jabung

Timur. Kebijakan di tingkat desa juga telah dilakukan dalam mendukung

eliminasi filariasis di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, salah satunya

adalah dengan mewajibkan penduduk desa yang mengurus berkas

administrasi ke kelurahan agar terlibat dahulu dalam kegiatan POPM

filariasis. Artinya, penduduk yang akan dilayani adalah penduduk yang

telah mendapat dan minum obat pencegahan filariasis. Dukungan dari

pengambil kebijakan tersebut cukup efektif, karena proprosi penduduk

yang minum obat menjadi tinggi (>90%), sehingga hasil pemeriksaan

darah yang dilakukan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur tidak

mendapatkan penduduk yang positif.

Hal yang berlawanan ditemui di Kabupaten Belitung. Kabupaten

Belitung telah selesai melaksanakan kegiatan POPM filariasis pada tahun

2010. Kegiatan selanjutnya adalah evaluasi penularan yang telah

dilakukan sampai tahu 2017. Kegiatan tersebut didanai dari luar anggaran

Pemerintah Daerah Belitung. Setelah tahun 2010 tidak ada kebijakan

khusus dalam penanggulangan filariasis. Setelah Kabupaten Belitung

mendapat sertifikat eliminasi filariasis tahun 2017, masalah filariasis sudah

tidak dianggap sebagai masalah kesehatan, sehingga tidak ada kegiatan

khusus dalam pengendalian filariasis.

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran pengambil

kebijakan masih dibutuhkan dalam pengendalian filariasis meskipun

daerah tersebut sudah eliminasi filariasis. Kegiatan surveilan paska

eliminasi seharusnya masih terus dilakukan agar filariasis tidak muncul

lagi dan tidak menyebabkan masalah kesehatan kembali. Salah satu

kegiatan surveilans filariasis yang dapat dilakukan adalah dengan

pencarian penderita dengan cara aktif, yaitu pemeriksaan darah terhadap

Page 65: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

44

penduduk yang mengalami gejala klinis filariasis. Penemuan penderita

secara aktif dengan tindak lanjut pengobatan bila ditemukan penderita

positif akan mengurangi risiko penularan filariasis lebih lanjut, sehingga

status eliminasi filariasis yang telah didapatkan dapat dipertahankan37.

4.10. Peran Petugas dalam Penanganan Limfatik Filariasis

Petugas kesehatan khususnya petugas Puskesmas merupakan

petugas yang sangat menentukan keberhasilan kegiatan pengendalian

filariasis khususnya kegiatan POPM. Petugas kesehatan di tingkat

kabupaten di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Belitung sudah cukup

baik dalam pengendalian fiilariasis. Hal ini karena petugas kesehatan di

tingkat Dinas Kesehatan merupakan petugas yang sudah lama bertugas

dan mengetahui seluruh kegiatan eliminasi filariasis di wilayahnya.

Petugas kesehatan di tingkat Puskesmas di wilayah Kabupaten

Tanjung Jabung Timur juga telah berperan secara aktif dalam

pengendalian filariasis. Hal ini karena petugas kesehatan tersebut

mengetahui kegiatan POPM filariasis sejak awal hingga saat ini. Kebijakan

dalam pengendalian fillariasis di tingkat Puskesmas juga telah diterapkan

dalam pengendalian filariasis, salah satunya dengan mewajibkan

penduduk yang berobat ke Puskesmas agar minum obat pencegahan

fiilariasis. Kebijakan ini cukup efektif, karena penduduk akan terpacu untuk

minum obat filariasis agar bisa mendapat pelayanan kesehatan di

Puskesmas setempat.

Peran petugas kesehatan di Kabupaten Belitung di tingkat Puskesmas

kurang optimal. Hal ini karena petugas pengelola filariasis yang ada di

Puskesmas merupakan petugas yang masih baru sehingga tidak

mengetahui kegiatan POPM filariasis yang telah dilakukan. Tingkat

pengetahuan petugas kesehatan di Puskesmas di wilayah Belitung juga

masih rendah. Kegiatan pengendalian filariasis di Kabupaten Belitung

sejak tahun 20017 hingga saat ini menunjukkan tidak adanya kegiatan

rutin. Hal ini karena filariasis sudah tidak dianggap sebagai masalah

kesehatan lagi di wilayah ini.

Page 66: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

45

Kegiatan pengendalian filariasis seharusnya tetap dilakukan meskipun

daerah tersebut sudah dinyatakan eliminasi. Hal ini untuk mencegah

kemunculan kembali penyakit ini di wilayah ini38. Peningkatan

pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan, khususnya petugas

Puskesmas perlu ditingkatkan agar dapat memberikan informasi yang

tepat kepada masyarakat tentang filariasis. Petugas kesehatan di tingkat

Puskesmas juga perlu diberi pelatihan tentang pengambilan dan

pemeriksaan darah untuk mendeteksi penduduk yang kemungkinan

terinfeksi mikrofilaria39.

4.11. Peran Keluarga dalam Penanganan Limfatik Filariasis

Peran keluarga sangat penting dalam pengendalian filariasis. Kegiatan

pembagian obat pada kegiatan POPM filariasis umumnya dilakukan oleh

kader kesehatan dengan membagikan obat dari rumah ke rumah.

Seringkali pada saat pembagian obat, tidak semua anggota keluarga

berada di rumah, sehingga anggota keluarga yang tidak di rumah tidak

mengetahui adanya pembagian obat tersebut. Selain itu juga kurangnya

komunikasi dan informasi antara sesame anggota keluarga menyebabkan

masyarakat yang tidak berada di rumah saat pembagian obat tidak

meminum obat yang diberikan.

Kesembuhan penderita positif mikrofilaria juga tergantung dari peran

keluarga dalam mengawasi penderita tersebut untuk minum obat filariasis.

Pemberian obat filariasis umumnya dapat menimbulkan efek samping

sehingga perlu dukungan keluarga agar penderita tetap minum obat yang

diberikan meskipun terjadi efek samping obat.

4.12. Identifikasi Peran Lingkungan terhadap Penyebaran Filariasis

Lingkungan sangat berperan dalam penyebaran penyakit menular,

termasuk filariasis, termasuk lingkungan sosial. Kondisi lingkungan yang

kurang bersih dan banyak genangan air merupakan salah satu faktor

penyebab terjadinya penyebaran filariasis, karena kondisi lingkungan

tersebut berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk vector

Page 67: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

46

filariasis40. Selain lingkungan fisik, lingkungan sosial juga berpengaruh

terhadap pola penularan filariasis. Kehidupan sosial di masyarakat

umumnya dipengaruhi oleh tokoh masyarakat setempat. Perilaku

masyarakat dapat dipengaruhi oleh tokoh masyarakat, khususnya

masyarakat yang tinggal di desa. Tokoh masyarakat yang aktif mengajak

dan menghimbau masyarakat untuk membersihkan lingkungan dapat

meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan guna

mengurangi keberadaan genangan air yang menjadi tempat

perkembangbiakan nyamuk vektor40,41.

Perubahan lingkungan baik lingkungan fisik maupun sosial perlu

dilakukan guna mengurangi risiko penularan filariasis di daerah endemis.

Perlu adanya promosi kesehatan yang lebih aktif lagi dengan melibatkan

tokoh masyarakat agar kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat yang

buruk dapat diperbaiki sehingga mengurangi risiko penularan filariasis40,42.

4.13. Intervensi Penanganan Filariasis Berbasis Masyarakat

Filariasis merupakan penyakit menular yang dapat menyerang seluruh

jenis kelamin dan golongan umur. Penyakit ini termasuk dalam penyakit

infeksi yang tidak mudah menular karena perjalanan penyakit ini yang

relative cukup lama dibandingkan dengan penyakit infeks lainnya. Perlu

pemahaman yang cukup baik dari petugas, tokoh masyarakat, maupun

masyarakat sendiri dalam pengendalian filariasis.

Kegiatan utama pengendalian filariasis selama ini adalah dengan

pembagian obat pencegahan massal. Kegiatan pembagian obat sebagian

besar dilakukan oleh kader kesehatan yang kurang dibekali pengetahuan

tentang filariasis. Selain itu keterlibatan tokoh masyarakat khususnya di

Kabupaten Belitung masih kurang, sehingga tingkat kepercayaan

masyarakat terhadap kader kesehatan masih kurang. Hal ini menimbulkan

rendahnya cakupan penduduk yang minum obat, khsusunya di Kabupaten

Belitung.

Page 68: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

47

Kegiatan surveilans filariasis juga perlu dilakukan dengan melibatkan

kader kesehatan, tokoh masyarakat, serta seluruh masyarakat dengan

melakukan kegiatan bersih lingkungan serta melakukan pemeriksaan

darah jari pada malam hari terhadap penduduk yang mengalami gejala

klinis filariasis, berupa demam berulang. Kegiatan eliminasi filariasis

sangat dipengaruhi oleh dukungan masyarakat dalam pencegahan

penularan melalui pengobatan massal dan menjaga lingkungan untuk

mengurangi kepadatan nyamuk sebagai vektor filariasis.

Page 69: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

2.1. Kesimpulan

1) Kabupaten Tanjung Jabung Timur sudah tidak endemis filariasis,

sehingga kegiatan eliminasi filariasis berupa kegiatan Transmission

Assessment Survei (TAS) dapat segera dilakukan.

2) Kabupaten Belitung masih menjadi daerah endemis filariasis karena

masih ditemukan penduduk positif microfilaria dari dua desa terpilih

sebagai lokasi penelitian (Desa Lasar dan Desa Suak Gual) dengan

angka mikrofilaria >1%.

3) Perilaku masyarakat terhadap kegiatan eliminasi filariasis di Kabupaten

Tanjung Jabung Timur sudah cukup baik dengan tingkat partisipasi

masyarakat yang minum obat >90%.

4) Perilaku masyarakat di Kabupaten Belitung dalam pencegahan filariasis

masih rendah dengan partisipasi masyarakat yang minum obat pada

kegiatan pengobatan massal <60%.

5) Pengetahuan masyarakat, kader dan tokoh masyarakat tentang

filariasis masih rendah, hal ini terlihat dari masih adanya anggapan dari

tokoh masyarakat bahwa filariasis adalah penyakit keturunan.

6) Metode pengendalian filariasis yang lebih efektif dengan melibatkan

tokoh masyarakat setempat.

4.14. Saran

1) Perlu dipertimbangkan untuk dilakukan pemeriksaan darah jari

terhadap seluruh penduduk di desa lain yang berpotensi terjadi

penularan filariasis, terutama daerah/desa yang terdapat penderita

kronis filariasis, terutama di Kabupaten Belitung

2) Perlu dilakukan pengobatan massal filariasis selama dua tahun di

wilayah Kabupaten Belitung terutama di desa dengan penderita positif

mikrofilaria agar penularan filariasis dapat dihentikan.

Page 70: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

49

3) Perlu melibatkan tokoh masyarakat dalam pengendalian filariasis

terutama dalam kegiatan sosialisasi ke masyarakat agar diterima oleh

masyarakat.

4) Perlu dilakukan sosialisasi tentang pencegahan penularan filariasis

secara rutin terhadap penduduk di wilayah Kabupaten Belitung tentang

filariasis untuk mengurangi risiko penularan filariasis.

Page 71: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

50

DAFTAR PUSTAKA

1. Dinkes Kab. Belitung. Profil Kesehatan Kabupaten Belitung. Tanjungpandan: Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung; 2017.

2. Dinkes Prov. Jambi. Laporan Program Filariasis Dinkes Prov. Jambi Tahun 2015-2016. Jambi; 2017.

3. Santoso dkk. Studi Evaluasi Eliminasi Filariasis Di Indonesia Tahun 2017 (Studi Multicenter Filariasis). Baturaja; 2018.

4. Dinkes Kab. Tanjung Jabung Timur. Laporan Hasil Pre-TAS Di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Muara Sabak; 2017.

5. Kemenkes RI. Penentuan dan Evaluasi Daerah Endemis Filariasis. In: Pedoman Program Eliminasi Filariasis Di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2012.

6. Murti B. Prinsip Dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1997.

7. Sudomo M. Makalah Orasi Pengukuhan Gelar Profesor Riset. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia; 2008.

8. Santoso, Supardi, Saikhu A, Taviv Y, Yuliani RC, Mayasari R. Kepatuhan Masyarakat terhadap Pengobatan Massal Filariasis di Kabupaten Belitung Timur Tahun 2008. Bul Penelit Kesehat. 2010;38(4):185-197.

9. Bergold J, Thomas S. Participatory Research Methods: A Methodological Approach in Motion. Forum: Aualitative Social Research. http://www.qualitative-research.net/index.php/fqs/article/view/1801/3334. Published 2012. Accessed July 9, 2018.

10. Baum F, Macdougall C, Smith D. Participatory action research. J Epidemiol Community Heal. 2006;60:854-857. doi:10.1136/jech.2004.028662.

11. MacDonald C. Understanding Participatory Action Research: A Qualitative Research Methodology Option. Can J Action Res. 2012;13(2):34-50.

12. Krishnaswamy A. Participatory Research: Strategies and Tools. Practitioner: Newsletter of National Network of Forest Prectiotioner. https://nature.berkeley.edu/community_forestry/Workshops/powerpoints/tools and strategies of PR.pdf. Published 2004. Accessed July 9, 2018.

13. Lune RiversPain R, Whitman G, Trust. Participatory Action Research Toolkit: An Introduction to Using PAR as an Approachto Learning, Research and Action. 2011.

14. Dreyer G et all. Studies on the Periodicity and Intravascular Distribution of Wuchereria bancrofti Microfilariae in Paired Samples of

Page 72: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

51

Capilary and Venous Blood from Recife, Brazil. Trop Med Int Heal. 1996;1(2):264-272.

15. World Health Organization. Bench Aids for the Diagnosis of Filarial Infections. Geneva: World Health Organization; 1997.

16. Dinkes Kab. Tanjung Jabung Timur. Profil Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Timur Tahun 2018. Muara Sabak: Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Timur; 2019.

17. Dinkes Kab. Belitung. Profil Kesehatan Kabupaten Belitung Tahun 2017. Tanjungpandan: Dinas Kesehatan Kabupaten Belitung; 2018.

18. Oktarina R, Santoso, Taviv Y. Gambaran Angka Prevalensi Mikrofilaria di Kabupaten Banyuasin Pasca Pengobatan Massal Tahap III. BALABA. 2017;13(1):11-20. http://doi.org/10.22435/blb.V13i1. 4794. 11-20.

19. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 94/Menkes/SK/2014. Tentang Penanggulangan Filariasis (Penyakit Kaki Gajah). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2014.

20. Santoso, Budiyanto A, Yahya, et al. Evaluation Study of Filariasis Limfatic Elimination Activities Authors massive medicine distribution activities for five. JMSCR. 2019;7(4):870-876.

21. Santoso, Yahya, Salim M. Penentuan Jenis Nyamuk Mansonia sebagai Tersangka Vektor Filariasis Brugia malayi dan Hewan Zoonosis di Kabupaten Muaro Jambi. Media Penelit dan Pengemb Kesehat. 2014;24(4):181-190.

22. Yahya & Santoso. Studi Endemisitas Filariasis di Wilayah Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari Pasca Pengobatan Massal Tahap III. Bul Penelit Kesehat. 2013;41(1):18-25.

23. Titaley CR, Damayanti R, Soeharno N, et al. Assessing knowledge about lymphatic filariasis and the implementation of mass drug administration amongst drug deliverers in three districts/cities of Indonesia. Parasit Vectors. 2018;11(315):1-14. https://doi.org/10.1186/s13071-018-2881-x.

24. Alamsyah A, Marlina T. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Cakupan Menelan Obat Massal Pencegahan Filariasis. J Endur. 2016;1(1):17-22.

25. Dickson BFR, Graves PM, Aye NN, et al. The prevalence of lymphatic filariasis infection and disease following six rounds of mass drug administration in Mandalay Region , Myanmar. PLoS Negl Trop Dis. 2018;November(12):1-17. doi:10.1371/journal.pntd.0006944.

26. Upadhyayula SM, Mutheneni SR, Kadiri MR. A Cohort Study of Lymphatic Filariasis on Socio Economic Conditions in Andhra Pradesh , India. PLoS One. 2012;7(3):1-8. doi:10.1371/journal.pone.0033779.

27. Hapsari AT, Shaluhiyah Z, Suryoputro A. Pengaruh Faktor Pendukung

Page 73: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

52

terhadap Perilaku Masyarakat dalam Pencegahan Penyakit Filariasis di Kota Semarang. J Promosi Kesehat Indones. 2018;13(2):143-154.

28. Cabral S, Bonfim C, Oliveira R, Oliveira P. Knowledge, attitudes and perceptions regarding lymphatic filariasis: study on systematic noncompliance with mass drug administration. Rev Inst Med Trop São Paulo. 2017;29(23):1-9.

29. Ambarita LP, Taviv Y, Sitorus H, Pahlepi RI, Kasnodihardjo. Perilaku Masyarakat terkait Penyakit Kaki Gajah dan Program Pengobatan Massal di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari, Jambi. Media Litbangkes. 2014;24(4):191-198.

30. Amaechi EC, Ukpai O. Lymphatic filariasis : knowledge , attitude and practices among inhabitants of an irrigation project community , North Central Nigeria Asian Pacific Journal of Tropical Disease. Asian Pac J Trop Dis. 2016;6(9):709-713. doi:10.1016/S2222-1808(16)61114-3.

31. Santoso, Yenni A, Oktarina R, Wurisatuti T, Rahayu KS. Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat pasca pengobatan dan pengaruhnya terhadap endemisitas filariasis di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Spirakel. 2015;7(1):14-26.

32. Supriyono, Tan S, Hadi UK. Ragam Spesies dan Karakteristik Habitat Nyamuk di Kecamatan Juai Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan. Aspirator. 2019;11(1):19-28.

33. Ibrahim. Hubugan Kondisi Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Filariasis di Desa Muaro Putuih Wilayah Kerja Puskesmas Tiku Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam. J Med Saintika. 2016;7(1):1-9.

34. Purnama W, Raharjo M. Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat yang Berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Kecamatan Muara Pawan Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat. J Kesehat Lingkung Indones. 2017;16(1):8-16.

35. Ridha MR. Bionomik Mansonia uniformis dan Mansonia dives sebagai Vektor Filariasis pada Beberapa Wilayah di Kalimantan. BALABA. 2018;14(1):63-70.

36. Patanduk Y, Yunarko R, Mading M, Dara JL. Kesiapan Stakeholder Pengobatan Massal Filariasis di Kecamatan Kodi Balaghar Kabupaten Sumba Barat Daya. Bul Penelit Kesehat. 2018;46(2):109-118.

37. Ipa M, Astuti EP, Ruliansyah A, Wahono T, Hakim L. Gambaran Surveilans FIlariasis di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. J Ekol Kesehat. 2014;13(2):153-164.

38. Fang Y, Zhang Y. Lessons from lymphatic filariasis elimination and the challenges of post- elimination surveillance in China. BMC Infect Dis Poverty. 2019;8(66):1-10. https://doi.org/10.1186/s40249-019-0578-9.

39. Munthe S, Suryoputro A, Margawati A. Kinerja Petugas Kesehatan Program Penanggulangan Filariasis pada Kegiatan Pemberian Obat Pencegahan secara Massal (POPM) Filariasis. Public Heal Sci J.

Page 74: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

53

2018;10(2):1-8.

40. Munawwaroh L, Pawenang ET. Evaluasi Program Eliminasi Filariasis dari Aspek Perilaku dan Perubahan Lingkungan. Unnes J Public Heal. 2016;5(3):195-204. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph.

41. Trapsilowati W, Suskamdani. Studikualitatif Pengetahuan dan Peran Tokoh Masyararat dalam Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Kota Salatiga. Media Litbang Kesehat. 2007;XVII(4):9-13.

42. Promosi A. Promosi Kesehatan dalam Pengendalian Filariasis. BALABA. 2014;10(02):89-96.

Page 75: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

54

FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Setelah dijelaskan tentang penelitian “Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca Popm Dan Pasca Tas Menuju Eliminasi Filariasis”, saya telah memahami pentingnya penelitian, risiko dan manfaatnya. Selanjutnya saya: Nama : Umur : Jenis Kelamin : bersedia ikut berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini.

........................., ............................... 2019

Saksi

(....................................................

)

Subyek penelitian/Informan

(.........................................................

)

Page 76: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

55

IJIN PENELITIAN DPMPTSP PROVINSI JAMBI

Page 77: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

56

IJIN PENELITIAN DPMPTSP KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

Page 78: PERUBAHAN PERILAKU PENCEGAHAN FILARIASIS DI DAERAH …. Laporan-201… · Perubahan Perilaku Pencegahan Filariasis di Daerah Pasca POPM dan Pasca TAS Menuju Eliminasi Filariasis .

57

IJIN PENELITIAN KESBANGPOL KABUPATEN BELITUNG