Perubahan Kondisi Daerah Tangkapan Waduk Berupa Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdampak Pada...

21
Tugas Teknik Konservasi Waduk Kelompok 2 Nama Kelompok Arya Oktaf D Hadi Satria Setyono Jefri Rhus Hartanto Arik Dwi Setyawan Ahmad Imam D Roni Yuli S M. Aditya Rahm Ryan Isra Y Rahmat Puji Ermawan Faisal Rahman F Shoni Abdi M Muhammad Yura K Danan Dwi P Fitroh Ramdhani Dedy Ardianto F KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN PENGAIRAN

description

waduk

Transcript of Perubahan Kondisi Daerah Tangkapan Waduk Berupa Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdampak Pada...

Page 1: Perubahan Kondisi Daerah Tangkapan Waduk Berupa Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdampak Pada Peningkatan Sedimentasi Pada Waduk Tersebut

Tugas Teknik Konservasi Waduk

Kelompok 2

Nama Kelompok

Arya Oktaf D

Hadi Satria Setyono

Jefri Rhus Hartanto

Arik Dwi Setyawan

Ahmad Imam D

Roni Yuli S

M. Aditya Rahm

Ryan Isra Y

Rahmat Puji Ermawan

Faisal Rahman F

Shoni Abdi M

Muhammad Yura K

Danan Dwi P

Fitroh Ramdhani

Dedy Ardianto F

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN PENGAIRAN

MALANG

Page 2: Perubahan Kondisi Daerah Tangkapan Waduk Berupa Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdampak Pada Peningkatan Sedimentasi Pada Waduk Tersebut

Konservasi Waduk Secara Teknis

Perubahan kondisi daerah tangkapan Waduk berupa perubahan pemanfaatan

lahan berdampak pada peningkatan sedimentasi pada waduk tersebut. Peningkatan

sedimentasi pada waduk pada akhirnya berakibat pengurangan volume efektif waduk.

Permasalahan sedimentasi waduk tersebut memerlukan pengkajian secara mendalam

dan perlu segera diupayakan penanganan secara menyeluruh. Sedimen dari Sungai

Keduang yang merupakan salah satu anak sungai yang mengalir ke Waduk

menimbulkan permasalahan yang sangat mendesak untuk ditangani. Muara Sungai

Keduang pada waduk sangat dekat dengan intake PLTA. Apabila tidak dilakukan

penanganan segera, keberlanjutan fungsi waduk untuk penyediaan tenaga listrik akan

segera terhenti. Salah satu upaya yang dikaji dan dipertimbangkan untuk

dilaksanakan adalah dengan membuat waduk penampung sedimen. Cara ini

dilakukan dengan membuat tanggul penutup pada muara Sungai Keduang ke waduk

untuk membuat penampung sedimen dan pada waktu-waktu tertentu dilakukan

flushing (penggelontoran). Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk

mengetahui besarnya pengurangan sedimen pada Bendungan apabila dilakukan

penanganan berupa pembuatan waduk penampung sedimen pada muara Sungai.

Penelitian dilakukan dengan memodelkan transpor sedimen pada waduk tersebut pada

kurun waktu tertentu.

Sumber utama sedimentasi waduk berasal dari erosi lahan di daerah tangkapan

waduk. Beberapa karakter Daerah Aliran Sungai (DAS) seperti topografi,

kelerengan, persoalan landuse/lancover berpengaruh terhadap peningkatan aliran

sedimen di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang selanjutnya mengalir ke waduk. Untuk

beberapa waduk, problem pokok peningkatan erosi disebabkan landcover yang

tidak sesuai peruntukan atau terjadi perubahan fungsi hutan di hulu DAS.

Page 3: Perubahan Kondisi Daerah Tangkapan Waduk Berupa Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdampak Pada Peningkatan Sedimentasi Pada Waduk Tersebut

FAKTOR PENYEBAB EROSI DAN SEDIMENTASI

Erosi merupakan salah satu proses geomorfologi yang berhubungan dengan

terjadinya sedimentasi yang tidak mungkin dihindari sama sekali melainkan perlu

diantisipasi untuk mengurangi resiko yang ditimbulkan. Sedangkan sedimentasi

adalah proses pengendapan butir-butir tanah yang telah hanyut atau terangkut air

pada tempat-tempat yang lebih rendah. Sedimentasi yang terjadi pada sungai

disamping menyebabkan pendangkalan sungai juga sering menimbulkan penciutan

lebar sungi akibat pembentukan tanah baru. Peningkatan sedimentasi ini pada

akhirnya akan mengurangi kapasitas saluran atau sungai yang dapat mempengaruhi

kemampuan sungai dalam menampung debit aliran. Erosi didefinisikan sebagai

proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin baik

berlangsung secara alamiah maupun akibat tindakan manusia. Erosi ada yang

bersifat normal (geological erosion) dan erosi yang dipercepat (acceleration erosion).

Erosi yang normal terjadi secara alamiah melalui beberapa tahap meliputi

pemecahan agregat-agregat tanah atau bongkah-bongkah tanah menjadi butiran-

butiran tanah yang kecil, pemindahan partikel tanah tersebut baik oleh air maupun

angin, dan pengendapan partikel tanah yang terangkut tadi ke tempat yang lebih

rendah atau dasar sungai. Erosi yang dipercepat (acceleration erosion) terjadi

sebagai akibat pengaruh tindakan atau perbuatan manusia yang bersifat negatif

terhadap tanah atau akibat kesalahan dalam pengelolaan tanah pertanian. Erosi jenis

ini banyak menimbulkan kerugian sebagai akibat kerusakan sistem lingkungan atau

DAS.

Page 4: Perubahan Kondisi Daerah Tangkapan Waduk Berupa Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdampak Pada Peningkatan Sedimentasi Pada Waduk Tersebut

Faktor- faktor yang dapat mendorong terjadinya proses erosi meliputi, faktor iklim,

faktor tanah, topografi, faktor tutupan lahan dan faktor kegiatan atau perilaku

manusia. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa faktor iklim akan menentukan

nilai indek erosivitas hujan, sementara faktor tanah dengan sifat atau

kerakteristikanya menentukan erodibilitas tanah. Topografi akan berpengaruh

terhadap kecepatan aliran permukaan yang mampu mengangkut pertikel tanah.

Faktor tutupan lahan (vegetasi) bersifat melindungi tanah dari timpaan langsung

air hujan yang dapat merusak susunan tanah bagian atas. Disamping itu, tanaman

dengan akarnya mampu memperbaiki susunan tanah. Sedangkan faktor perilaku

manusia dapat lebih mempercepat laju erosi akibat perilaku negatif terhadap tanah

dan tanaman.

DAMPAK EROSI DAN SEDIMENTASI

Air akan mengalir dipermukaan tanah apabila jumlah air hujan lebih besar dari

kemampuan tanah menginfiltrasi air ke lapisan yang lebih dalam. Akibat penurunan

porositas tanah, karena sebagaian pori tertutup oleh partikel tanah yang halus, maka

laju infiltrasi akan semakin berkurang. Hal ini akan mengakibatkan aliran air

dipermukaan semakin banyak dan menimbulkan kemerosotan kesuburan fisik tanah.

Akibat langsung dari erosi adalah hilangnya lapisan atas atau lapisan olah tanah,

Page 5: Perubahan Kondisi Daerah Tangkapan Waduk Berupa Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdampak Pada Peningkatan Sedimentasi Pada Waduk Tersebut

sedikit demi sedikit sehingga sampai pada lapisan bawah (sub soil) yang umumnya

memiliki sifat fisik tanah yang lebih jelek.

PENGELOLAAN SEDIMENTASI WADUK

Secara umum problem yang dihadapi waduk-waduk di Indonesia adalah tingginya

sedimen yang masuk ke waduk. Beberapa waduk di Indonesia bersifat multi

purpose yang tidak hanya untuk satu kepentingan saja melainkan difungsikan untuk

beberapa tujuan seperti irigasi, perlindungan banjir, air minum, perikanan,

pariwisata serta untuk energi listrik. Dengan demikian, tingginya sedimentasi

akan menimbulkan terganggunya system operasional waduk tersebut.

Peningkatan produksi sedimen di daerah tangkapan waduk biasanya dipengaruhi oleh

buruknya kondisi DAS di atas waduk itu sendiri. Kondisi DAS yang buruk tersebut

mendorong peningkatan erosi lahan yang menjadi sumber produksi sedimen.

Ketersediaan data untuk analisis sedimentasi waduk umumnya sangat terbatas

sehingga sangat menyulitkan dalam upaya pengelolaannya. Hanya beberapa waduk

saja yang melakukan pengukuran data sedimen secara periodik. Di samping

terbatasnya data, metode pengukuran sampel sedimen yang tidak sesuai standar juga

menjadi kendala (Kironoto, 2001). Berdasarkan definisi International Commission of

Large Dams (ICOLD), di Indonesia telah dibangun 82 buah bendungan besar

(Suripin, 2001). Dari jumlah tersebut 25 buah dibuat sebelum tahun 1975. Saat ini

jumlah tersebut telah bertambah dengan dibangunnya beberapa waduk baru sampai

tahuan 2008 ini. Sebagian besar waduk-waduk di Indonesia tersebut saat ini telah

mengalami permasalahan sedimentasi. Berdasarkan data yang diperoleh dari

beberapa penelitian, sedimentasi beberapa beberapa waduk di jawa menunjukkan

kondisi sedimentasi yang bervariasi dari 0,42 mm/tahun sampai 12,74 mm/tahun

dengan rata- rata 3,82 mm/tahun. Berikut disajikan data sedimentasi beberapa waduk

di Indonesia.

Strategi pengelolaan sedimentasi waduk

Page 6: Perubahan Kondisi Daerah Tangkapan Waduk Berupa Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdampak Pada Peningkatan Sedimentasi Pada Waduk Tersebut

Terdapat dua kelompok kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka mengurangi laju

sedimentasi waduk, yaitu kegiatan pada daerah tangkapan, serta kegiatan pada

waduknya sendiri. Tingkat kemudahan dan keberhasilan dari kegiatan yang dilakukan

sangat tergantung pada tingkat permasalahan sedimentasi dari waduk yang

bersangkutan. Namun demikian, pada umumnya penanganan sedimentasi dengan

cara evakuasi atau pembuangan sedimen dari dalam waduk dengan cara

pengerukan merupakan alternatif terakhir yang sebaiknya dihindari. Untuk itu suatu

strategi pengelolaan sedimentasi waduk perlu disusun secara cermat, sehingga

pilihan jenis kegiatan penanganan akan merupakan pilihan terbaik baik dari segi

teknis ataupun non-teknis. Penyusunan strategi pengelolaan sedimentasi waduk

perlu didasarkan pada runtutan kajian yang memandu kearah pilihan terbaik atas

kegiatan penanganan yang harus dilakukan. Penanganan sedimentasi waduk secara

umum dapat dibedakan menjadi empat jenis kegiatan atau usaha, yaitu: a). Menekan

laju erosi kawasan hulu, b) Meminimalkan beban sedimen yang masuk ke waduk, c)

Meminimalkan jumlah sedimen yang mengendap di waduk dan d) Mengeluarkan

endapan sedimen di waduk.

Usaha meminimalkan jumlah sedimen yang mengendap di waduk

Walaupun jumlah sedimen yang masuk ke waduk cukup besar, permasalahan

sedimentasi masih dapat diatasi dengan cara mencegah terjadinya deposisi sedimen

yang masuk tersebut ke dasar waduk. Cara ini umumnya disebut pelewatan

(sluicing) sejumlah sedimen yang masuk ke waduk tersebut. Beberapa persyaratan

umum yang dapat menunjang keberhasilan kegiatan pelewatan sedimen antara lain

adalah tersedia volume air yang cukup selama waktu pelewatan sedimen, bentuk

kolam waduk memanjang dan jenis sedimen yang akan dikeluarkan mempunyai

ukuran relatif kecil (fraksi lumpur atau lempung)

Pemindahan (evacuation) sedimen keluar dari waduk

Page 7: Perubahan Kondisi Daerah Tangkapan Waduk Berupa Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdampak Pada Peningkatan Sedimentasi Pada Waduk Tersebut

Usaha pengurangan jumlah sedimen yang masuk ke waduk serta pencegahan

sedimen yang mengendap di dasar waduk kemungkinan tidak cukup untuk

mengatasi permasalahan sedimentasi waduk Apabila dijumpai kondisi yang demikian

maka pemindahan sedimen keluar dari waduk merupakan upaya terakhir yang tetap

harus dilaksanakan. Dua cara yang sering ditempuh adalah dengan cara

penggelontoran (flushing) melalui fasilitas keluaran bawah (bottom outlet), serta

pengerukan (dredging). Persyaratan tindakan penggelontoran sedimen adalah

hampir sama dengan persyaratan tindakan pelewatan sedimen, antara lain tersedia

volume air yang cukup selama waktu penggelontoran sedimen, jenis sedimen yang

akan dikeluarkan mempunyai ukuran relative kecil (fraksi lumpur atau lempung),

hanya sedimen yang berada di dekat daerah pintu pengambilan saja yang dapat

digelontor dan perlu disertai dengan penguraian sedimen yang terlanjur memadat,

misalnya dengan metode penyemprotan dengan bubble jet. Sedangkan hal-hal yang

harus diperhatikan dalam kegiatan pengerukan atau dredging adalah volume

sedimen yang akan dikeruk, lokasi pengerukan yang tidak membahayakan

stabilitas struktur bendungan, lokasi tempat pembuangan bahan hasil pengerukan

dan masalah lingkungan lainnya (pencemaran jalan akses, dll). Setiap usaha

penanganan, baik di sistem lahan, sistem alur, ataupun di waduknya sendiri, harus

mempunyai tolok ukur, dan sedapat mungkin dikuantifikasi. Tolok ukur keberhasilan

penanganan sedimentasi waduk ditetapkan berdasar beberapa pendekatan, antara

lain :

1) Menurunnya nilai erosi daerah tangkapan,

2) Menurunnya jumlah sedimen yang masuk ke waduk,

3) Menurunnya gradien perubahan nilai SDR,

4) Bertahannya kapasitas tamping waduk,

5) Meningkatnya peran serta masyarakat dalam usaha konservasi daerah tangkapan.

Page 8: Perubahan Kondisi Daerah Tangkapan Waduk Berupa Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdampak Pada Peningkatan Sedimentasi Pada Waduk Tersebut

Pembuatan Rancangan Dam Pengendali (DPi)

a. Persiapan

1. Pemilihan calon lokasi Pemilihan calon lokasi dilakukan dengan cara

inventarisasi terhadap beberapa calon lokasi dam pengendali yang telah

ditetapkan dalam Rencana Teknik Tahunan (RTT) yang telah disusun, dengan

kriteria sebagai berikut :

a) Lahan kritis dan potensial kritis

b) Sedimentasi dan erosi sangat tinggi

c) Struktur tanah stabil (badan bendung)

d) Luas DTA 100 -250 ha

e) Tinggi badan bendung 8 meter

f) Kemiringan rata-rata daerah tangkapan 15-35 %

g) Prioritas Pengamanan bangunan vital

2. Orientasi lapangan

Calon lokasi yang terpilih (memenuhi kriteria) kemudian dilakukan orientasi

lapangan untuk menentukan letak dan ukuran badan bendung, saluran

pelimpah dan daerah tangkapan air (DTA) serta daerah genangan air.

3. Konsultasi

Berdasarkan hasil orientasi lapangan dilakukan konsultasi dengan instansi

terkait baik secara formal (Dinas Kimpraswil/PU, Dinas Pertanian dsb.)

maupun non formal (kelompok tani, lembaga adat dsb) untuk memperoleh

masukan sebelum lokasi dan tipe dam pengendali ditetapkan.

4. Pengadaan bahan dan alat

Pengadaan bahan dan alat diprioritaskan terhadap bahan habis pakai,

sedangkan peta dasar dan peralatan lain seperti alat ukur/survey lapangan

dapat memanfaatkan yang sudah ada.

5. Administrasi

Persiapan administrasi meliputi :

a) Administrasi kegiatan

Page 9: Perubahan Kondisi Daerah Tangkapan Waduk Berupa Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdampak Pada Peningkatan Sedimentasi Pada Waduk Tersebut

b) Surat menyurat (pemberitahuan, surat ijin, kesepakatan masyarakat dsb.)

b. Pengumpulan data dan informasi lapangan.

1. Data primer

Data primer diperoleh dengan cara survey dan pengukuran lapangan, meliputi

sebagai berikut :

a) Topografi lokasi bangunan

b) Penutupan lahan dan pola tanam

c) Tanah (jenis, tekstur, permeabilitas)

d) Luas DTA

e) Jumlah, kepadatan dan pendapatan penduduk dan tingkat harga/upah

disekitar lokasi

2. Data sekunder, meliputi :

Data sekunder dapat diperoleh dengan cara pengumpulan data yang telah

ada/tersedia baik di instansi pemerintah, swasta dsb.

a) Administrasi wilayah

b) Curah hujan (jumlah, intensitas dan hari hujan)

c) Erosi dan sedimentasi

d) Adat istiadat masyarakat disekitar lokasi

c. Pengolahan dan analisa data/informasi.

Dari hasil pengumpulan data dan informasi di lapangan dilakukan pengolahan dan

analisa, sebagai berikut :

1. Dari data tanah, erosi/sedimentasi, topografi, curah hujan dan luas DTA

diolah dan dianalisa menjadi:

a) Letak bangunan

b) Spesifikasi teknis bangunan utama dan pelengkap

c) Debit aliran air/debit banjir rencana

d) Daya tampung air

Page 10: Perubahan Kondisi Daerah Tangkapan Waduk Berupa Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdampak Pada Peningkatan Sedimentasi Pada Waduk Tersebut

e) Umur teknis bangunan

2. Dari data jumlah penduduk, mata pencaharian, pendapatan serta adat istiadat

diolah dan dianalisa menjadi informasi:

a) Potensi ketersediaan tenaga kerja

b) Standar satuan biaya/upah yang berlaku.

d. Penyusunan rancangan teknis

Sesuai norma yang berlaku rancangan dam pengendali (DPi) berisi :

1. Tata letak bangunan

a) Administrasi

b) Geografis

2. Kata Pengantar

3. Lembar pengesahan

4. Rísalah/data umum lokasi

5. Spesifikasi teknis

a) Fisik

b) Hidrologi

c) Sosek dan budaya

6. Rencana anggaran biaya (RAB).

Rencana anggaran biaya disusun secara rinci didasarkan pada volume

pekerjaan dan satuan biaya (bahan, upah) yang berlaku.

7. Tata waktu pelaksanaan.

Rancangan harus memuat tata waktu pelaksanaan baik kegiatan fisik maupun

pemeliharaan. Penyusunan rancangan sebaiknya dibuat pada T-1. Namun

demikian pada kondisi tertentu penyusunan rancangan dapat dibuat pada T-0

sebelum pelaksanaan pekerjaan.

8. Sosialisasi

Sebelum dilakukan pembuatan dam pengendali, agar dilakukan sosialisasi

terlebih dahulu kepada kelompok tani yang akan melaksanakan kegiatan

tersebut. Disamping itu pada saat pengukuran dan penyusunan rancangan dam

pengendali, kelompok tani tersebut dilibatkan sehingga ada rasa memiliki dan

Page 11: Perubahan Kondisi Daerah Tangkapan Waduk Berupa Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdampak Pada Peningkatan Sedimentasi Pada Waduk Tersebut

ini akan meningkatkan kontinuitas atau kelestarian kegiatan tersebut

khususnya pasca proyek.

9. Gambar dan peta

Rancangan dam pengendali perlu dilampiri gambar dan peta yang meliputi

a) Gambar detail konstruksi dan spesifikasi teknis bangunan utama (badan

bendung), saluran pelengkap (saluran pelimpah, saluran pembagi) skala 1 : 50

s/d 1 : 100.

b) Peta situasi/administrasi, skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000.

c) Peta kontur site (lokasi) bangunan utama, pelengkap dan daerah tangkapan

air serta daerah genangan air, skala 1 : 1000 s/d 1 : 10.000.

10. Mekanisme Prosedur

Rancangan Dam Pengendali (DPi) disusun oleh Kepala Sub Dinas yang

menangani perencanaan pada Dinas Kabupaten/Kota, dan dikonsultasikan

dengan Dinas Kimpraswil/PU. Sebagai penilai adalah BPDAS dan disahkan

oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

e. Hasil Kegiatan

Sebagai hasil kegiatan penyusunan rancangan berupa buku rancangan dam

pengendali (DPi) yang dilengkapi dengan lampiran data, gambar dan peta dan

telah disahkan oleh instansi terkait yang berwenang. Gambar skematis tentang

bangunan pengendali tipe busur dan tipe kedap air dapat dilihat pada Gambar

14 dan 15 di bawah ini.

Page 12: Perubahan Kondisi Daerah Tangkapan Waduk Berupa Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdampak Pada Peningkatan Sedimentasi Pada Waduk Tersebut

Dam Pengendali (Tipe Busur)

Dam Pengendali (Tipe Kedap Air)

Pembuatan Dam Pengendali (DPi)

a. Persiapan

1. Penyiapan Kelembagaan

a) Pertemuan dengan masyarakat/kelompok dalam rangka sosialisasi rencana

pelaksanaan pembuatan dam pengendali.

b) Pembentukan organisasi dan penyusunan program kerja.

Page 13: Perubahan Kondisi Daerah Tangkapan Waduk Berupa Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdampak Pada Peningkatan Sedimentasi Pada Waduk Tersebut

2. Pengadaan sarana dan prasarana

Pengadaan peralatan/sapras diutamakan untuk jenis peralatan dan bahan habis

pakai. Sedang pembuatan sarana dan prasarana dibuat dengan tujuan untuk

memperlancar pelaksanaan pekerjaan di lapangan yang antara lain :

a) Pembuatan jalan masuk

b) Pembuatan gubuk kerja/gubuk material

3. Penataan areal kerja

a) Pembersihan lapangan

b) Pengukuran kembali

c) Pemasangan patok batas

d) Pembuatan badan bendung dan saluran pelimpah/spill way di tanah milik

masyarakat, tidak ada ganti rugi.

b. Pembuatan

1. Pembuatan profil bendungan

2. Pengupasan, penggalian dan pondasi bangunan

3. Pembuatan saluran pengelak

4. Pembuatan/pemadatan tubuh bending

5. Pembuatan saluran pengambilan/lokal dan pintu air

6. Pembuatan bangunan pelimpah (spill way)

7. Pembuatan bangunan lain untuk sarana pengelolaan: jalan inspeksi

8. Pemasangan gebalan rumput

c. Pemeliharaan

Pemeliharaan bangunan Dam Pengendali (DPi) meliputi :

1. Pemeliharaan badan bendung dan saluran pelimpah serta saluran pembagi

2. Perbaikan gebalan rumput

d. Pelaksanaan Pembuatan Dam Pengendali

Berdasar sistem pembayarannya, pembuatan bangunan Dam Pengendali dapat

dilaksanakan melalui dua alternatif, yaitu:

Page 14: Perubahan Kondisi Daerah Tangkapan Waduk Berupa Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdampak Pada Peningkatan Sedimentasi Pada Waduk Tersebut

1. Sistem Swakelola, melalui SPKS dengan kelompok tani, dalam rangka

pemberdayaan sumberdaya dan meningkatkan partisipasi masyarakat lokal

secara langsung serta menumbuhkan rasa memilikinya dan kepedulian

memelihara apabila konstruksi telah selesai.

2. Sistem pemborongan oleh Pihak III, melalui lelang dengan mengutamakan

potensi lokal yang ada.

Tanggul Penghambat

Tanggul penghambat atau cek dam adalah bendungan kecil dengan konstruksi

sederhana (urugan tanah atau batu), dibuat pada alur jurang atau sungai kecil.

Tanggul penghambat berfungsi untuk mengendalikan sedimen dan aliran permukaan

yang berasal dari daerah tangkapan di sebelah atasnya.

Tanggul penghambat dibuat dengan luas daerah tangkapan air  dari 100 – 250 ha, dan

dapat lebih luas untuk wilayah-wilayah tertentu yang mempunyai curah hujan yang

rendah. Tinggi dan panjang bendungan maksimal adalah 10 meter tergantung pada

kondisi geologi dan topografi lokasi yang bersangkutan. Pembuatan tanggul

penghambat biasanya dilakukan pada musim kemarau.

Keuntungan

Menghindari pendangkalan waduk / sungai yang ada di hilirnya.

Page 15: Perubahan Kondisi Daerah Tangkapan Waduk Berupa Perubahan Pemanfaatan Lahan Berdampak Pada Peningkatan Sedimentasi Pada Waduk Tersebut

Mengendalikan aliran permukaan di daerah hilir

Menyediakan air untuk  kebutuhan air minum, air rumah tangga, pengairan

daerah di sebelah bawahnya (terutama pada musim kemarau), ternak dan

sebagainya.

Meningkatkan permukaan air tanah daerah sekitar tanggul penghambat

Pengembangan perikanan di daerah genangan tanggul penghambat

Pebaikan iklim mikro setempat

Untuk rekreasi

Kelemahan

Perlu pemeliharaan termasuk pengerukan sedimentasi

Perlu tambahan tenaga kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi

Faktor biofisik

Ketersediaan bahan-bahan untuk membangun tanggul penghambat

Faktor sosial ekonomi

Pembuatannya perlu gotong royong atau dibiayai pemerintah

Perlu insentif bagi pengelolaan tanggul penghambat