PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB...

81
PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI PERANTAUAN (Studi pada Masyarakat Suku Jawa yang Tinggal sebagai Perantau di Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung) (Skripsi) Oleh IIN DWI CAHYANI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

Transcript of PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB...

Page 1: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI

PERANTAUAN (Studi pada Masyarakat Suku Jawa yang Tinggal sebagai Perantau di

Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh

IIN DWI CAHYANI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

Page 2: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

CHANGES IN FALSAFAH LIVING COMMUNITY LIVES IN JAVA

(Study On Java Tribe Communities Who Stay As A Monster In Rajabasa

District, Bandar Lampung)

By

IIN DWI CAHYANI

Abstract

Indonesia is a country that consists of many ethnic groups and cultures.

One of the tribes in Indonesia is the Javanese. Javanese are a tribe that always

upholds its culture and understands Javanese life that always holds politeness,

including in interacting and communicating. One that is firmly held by the

Javanese people is the philosophy of life or outlook on life. The tradition of

wandering causes them to migrate inevitably have to live in a community that is

not Javanese. Contact with other communities and cultures, both directly and

indirectly, can cause socio-cultural changes in society. This study aims to

determine and analyze changes in the philosophy of life of the Javanese people,

the causes and strategies to maintain the philosophy of life of the Javanese people.

The method used in this research is descriptive qualitative with data collection

techniques, namely observation, interviews and documentation. This research was

conducted from 11-20 May 2019 in Rajabasa District. The results showed that in

ancient times Javanese philosophies were still strongly held by the Javanese

people. However, nowadays there are not many Javanese people who use these

philosophies, do not apply them in daily life and many do not know and

understand the philosophy of this Javanese tribe, then the attitude of the Javanese

people also changed, they no longer make that philosophy as a foundation or a

way of life. This is caused by the factors of the times, the surrounding

environment and the influence of other peoples / foreign cultures. The strategy to

maintain it is to love our own tribe, not easily influenced by other cultures, and

the application of the family environment.

Keywords: Change, Javanese Philosophy, Overseas

Page 3: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI

PERANTAUAN

(Studi Pada Masyarakat Suku Jawa Yang Tinggal Sebagai Perantau

Di Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung)

Oleh

IIN DWI CAHYANI

Abstrak

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak suku bangsa dan

budaya. Salah satu suku yang ada di Indonesia adalah Suku Jawa. Suku Jawa

adalah suku yang selalu menjunjung tinggi budayanya dan memahami kehidupan

Jawa yang selalu memegang teguh kesopanan, termasuk dalam berinteraksi dan

berkomunikasi. Salah satu yang dipegang teguh oleh masyarakat Suku Jawa

adalah falsafah hidup atau pandangan hidup. Tradisi merantau menyebabkan

mereka perantau mau tidak mau harus tinggal di lingkungan masyarakat yang

bukan Suku Jawa. Kontak dengan masyarakat dan budaya lain, baik secara

langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan terjadinya perubahan sosial

budaya dalam masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan

menganalisis perubahan falsafah hidup masyarakat Suku Jawa, faktor penyebab

dan strategi untuk mempertahankan falsafah hidup masyarakat Suku Jawa.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan

teknik pengumpulan data yaitu dengan observasi, wawancara dan dokumentasi.

Penelitian ini dilakukan dari tanggal 11-20 Mei 2019 di Kecamatan Rajabasa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada zaman dahulu falsafah-falsafah Jawa

masih sangat dipegang teguh oleh masyarakat Suku Jawa, Namun, sekarang ini

tidak banyak masyarakat Suku Jawa yang memakai falsafah-falsafah tersebut,

tidak menerapkanya di dalam kehidupan sehari-hari serta banyak yang tidak

mengenal dan memahami falsafah Suku Jawa ini, kemudian sikap masyarakat

Suku Jawa nya pun berubah, mereka tidak lagi menjadikan falsafah tersebut

sebagai landasan atau pedoman hidup. Hal ini disebabkan karena adanya faktor

perkembangan zaman, lingkungan sekitar dan pengaruh kebudayaan masyarakat

lain/asing. Strategi untuk mempertahankannya yaitu dengan mencintai suku kita

sendiri, tidak mudah terpengaruh dengan kebudayaan lain, dan penerapan dari

lingkungan keluarga.

Kata Kunci : Perubahan, Falsafah Jawa, Perantauan

Page 4: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI

PERANTAUAN (Studi pada Masyarakat Suku Jawa yang Tinggal sebagai Perantau di

Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung)

Oleh

IIN DWI CAHYANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA SOSIOLOGI

Pada

Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

Page 5: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah
Page 6: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah
Page 7: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah
Page 8: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Iin Dwi Cahyani. Lahir di Ogan

Lima, Kecamatan Abung Barat, Kabupaten Lampung Utara

pada tanggal 7 September 1997, sebagai anak kedua dari

empat bersaudara. Penulis merupakan anak dari pasangan

Bapak Subari dan Ibu Sumiyati. Penulis memiliki satu orang

kakak bernama Eka Febriani Putri dan dua orang adik yang bernama Tri Hartanto

dan Rini Anggraini.

Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis antara lain:

1. TK Darmawanita, Desa Sabuk Empat, Kecamatan Abung Kunang,

Kabupaten Lampung Utara pada tahun 2003.

2. SD Negeri Sabuk Empat, Kecamatan Abung Kunang, Kabupaten

Lampung Utara pada tahun 2009.

3. SMP Negeri 1 Abung Barat, Kecamatan Abung Barat, Kabupaten

Lampung Utara pada tahun 2012.

4. SMA Negeri 3 Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara pada tahun 2015.

5. Universitas Lampung, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan

Sosiologi pada tahun 2015 dan lulus pada tahun 2019.

Page 9: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

Lebih lanjut, penulis terdaftar menjadi mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui penerimaan mahasiswa

jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Pada periode pertama bulan Januari sampai dengan Maret 2018 (selama 40 hari),

penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang bertempat di Desa

Kebon Damar, Kecamatan Mataram Baru, Kabupaten Lampung Timur.

Selama menjadi mahasiswa, penulis sempat mengikuti beberapa kegiatan dan

organisasi kampus. Penulis pernah menjadi Anggota bidang Minat dan Bakat

HMJ Sosiologi Universitas Lampung pada tahun 2015-2016, kemudian penulis

diamanahi sebagai Sekretaris bidang Pengabdian Masyarakat HMJ Sosiologi

Universitas Lampung pada tahun 2017-2018. Pada bulan Oktober penulis telah

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perubahan Falsafah Hidup Masyarakat

Suku Jawa di Perantauan (Studi pada Masyarakat Suku Jawa yang Tinggal

sebagai Perantau di Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung)”.

Page 10: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

MOTTO

“Ubah Pikiranmu dan Kau Akan Mengubah

Duniamu”

(Norman Vincent Peale)

“Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu dan sesungguhnya yang

demikian itu berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu”

(Al-Baqarah : 45)

Hidup Sekali, Hiduplah yang Berarti

(Ahmad Fuadi)

Page 11: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, segala puji hanya layak diberikan untuk-MU ya Rabb karena atas

limpahan nikmat dan karunia-MU penulis dapat mengukir tulisan dalam bentuk

yang tidak sempurna ini.

Dengan segala kerendahan hati, ku persembahkan karya kecil ku ini

sebagai tanda baktiku

kepada:

Papa dan Mama tercinta yang telah bersusah payah mendidik dan membesarkanku

sejak kecil hingga sekarang, siang dan malam tidak berhenti berdoa untuk

kesuksesanku, terimakasih atas semua pengorbanan yang telah kalian berikan

selama ini, tidak ada yang dapat ananda berikan, semoga allah senantiasa

membalas semua kebaikan Papa dan Mama tercinta.

Keluargaku, kakak dan adik-adikku tersayang, yang selalu memberikan semangat

dan dorongan serta sahabat-sahabatku yang senantiasa setia menemani dan

memotivasi untuk keberhasilanku.

Almamater tercinta, Universitas Lampung

Page 12: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

SANWACANA

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perubahan

Falsafah Hidup Masyarakat Suku Jawa di Perantauan (Studi pada

Masyarakat Suku Jawa yang Tinggal sebagai Perantau di Kecamatan

Rajabasa, Bandar Lampung)” ini tepat pada waktunya. Dalam menyelesaikan

skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan baik dari segi moril, materil serta

dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik dan lancar. Untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan kepada penulis.

2. Kedua orang tua saya, Mama dan Papa tercinta yang merupakan inspirasi

terbesar penulis. Terimakasih telah membesarkanku dengan penuh cinta dan

kasih sayang hingga saya tumbuh menjadi anak yang kuat dan pantang

menyerah. Semoga Allah memberikan Mama dan Papa umur yang panjang

dalam kesehatan dan kebahagiaan agar bersama-sama kita dapat menikmati

keberhasilan saya dimasa depan.

3. Kakak dan adik-adikku Eka Febriani Putri, Tri Hartanto dan Rini Anggraini

terimakasih atas dukungan dan doanya selama ini.

4. Seluruh keluarga besar yang selalu memberikan semangat dan dukungan.

Page 13: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

5. Bapak Prof. Dr. Ir Hasriadi Mat Akin, selaku Rektor Universitas Lampung.

6. Bapak Dr. Syarief Makhya, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Lampung.

7. Bapak Drs. Ikram., M.Si, selaku ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

8. Bapak Damar Wibisono, S.Sos, M.A, selaku Pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu memberikan bimbingan, masukan serta arahan bagi

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Bapak Drs. Suwarno, M.H, selaku pembahas skripsi, yang telah memberikan

kritik, saran serta perbaikan demi kesempurnaan skripsi ini.

10. Bapak Drs. Bintang Wirawan, M.Hum, selaku dosen Pembimbing Akademik

pertama, terimakasih atas saran dan arahannya yang diberikan selama

menjadi mahasiswa.

11. Ibu Endry Fatimaningsih, S.Sos, M.Si, selaku dosen Pembimbing Akademik

kedua, terimakasih atas saran dan arahannya yang diberikan selama menjadi

mahasiswa.

12. Seluruh dosen-dosen khususnya dosen Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Lampung yang telah banyak memberi ilmu

pengetahuan kepada penulis.

13. Staff administrasi Sosiologi Mas Rizki dan Mbak Vivi dan Staff administrasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung yang telah

membantu melayani segala administrasi.

14. Untuk yang tersayang Doni Arisandi, terimakasih atas do’a dan dukungannya

serta sudah menjadi penyemangat saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

Page 14: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

15. Telui-teluiku, Yeni Octavia, Elyana, Fitryani dan Rini Aryad terimakasih

telah menjadi sahabat sekaligus penyemangat penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

16. Teman seperjuangan di Presidium HMJ Sosiologi, Rahmat Shandi Septiadi,

Hanif M. Robbani, Achmad Junaidi, Zuhry Adijaksana, Astia Dewi,

Gusryanto, M. Agung Rizki, Yosi Yusika serta adik-adik Sosiologi angkatan

2016, angkatan 2017, angkatan 2018 dan angkatan 2019 yang saya

banggakan.

17. Sahabat selama masa perkulihan Mar’atus Sholeha, Tiara Putri Ranita, Heri

Gunawan, Wijayanti, Dewi Irza Ramadhani, Yola Deska, Atsila Husna, Vita

Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah Sari, Dea

Dwi Lestari, Achmad Junaidi, Rapi Hidayat, Riska Chairunisa, Ian Aditya,

Dita PuspitaSari, Nadila, Nurma, Catur serta teman-teman Sosiologi

Angkatan 2015 lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

18. Untuk saudara serumah selama 40 hari “KKN Squad” Eliatun Muntaha, Kak

Restu, Gita Julistia, bang Yudhi, Abil, dan Susanto terimakasih atas

kebersamaan kita selama ini.

19. Untuk penghuni “Kosan Cantik” terimakasih atas dukungan dan do’anya

untuk saya dan terimakasih juga sudah menjadi sahabat sekaligus saudara

selama saya tinggal di perantauan.

20. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak sekali kekurangan, kesalahan

serta jauh dari kesempurnaan. Hal itu mengingat kurangnya pengalaman penulis

baik dari segi teori maupun praktek serta keterbatasan pengetahuan penulis, untuk

Page 15: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan

penyusunan skripsi yang akan datang. Akhirnya dengan diselesaikannya skripsi

ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Aamiin

Bandar Lampung, 14 Oktober 2019

Iin Dwi Cahyani

Page 16: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

DAFTAR ISI

Halaman

COVER ........................................................................................................... i

ABSTRACT .................................................................................................... ii

ABSTRAK ...................................................................................................... iii

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... v

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ vi

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ vii

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ viii

MOTTO .......................................................................................................... ix

PERSEMBAHAN ........................................................................................... x

SANWACANA ............................................................................................... xi

DAFTAR ISI .................................................................................................. xiv

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii

I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 6

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 6

1.4 Kegunaan Penelitian............................................................................. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 8

2.1 Perubahan Sosial .................................................................................. 8

2.1.1 Definisi Perubahan Sosial Budaya ........................................... 8

2.1.2 Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial Budaya ............................... 9

2.1.3 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perubahan

Sosial dan Kebudayaan............................................................. 11

2.1.4 Faktor Penghambat Perubahan Sosial Budaya ......................... 12

2.1.5 Macam-Macam Proses Perubahan Sosial Budaya ................... 13

2.2 Konsep Falsafah/Filsafat ...................................................................... 14

2.3 Konsep Masyarakat Jawa ..................................................................... 15

2.3.1 Konsep Suku Jawa ................................................................... 17

2.3.2 Konsep Falsafah Jawa .............................................................. 18

2.3.3 Macam-Macam Falsafah Jawa ................................................. 21

2.3.4 Kepribadian dan Karakter Masyarakat Suku Jawa .................. 27

2.3.5 Kebiasaan Masyarakat Suku Jawa ........................................... 30

2.4 Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Falsafah Hidup ..................... 32

Page 17: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

2.5 Strategi Mempertahankan Falsafah Hidup ........................................... 33

2.6 Konsep Merantau ................................................................................. 36

2.7 Landasan Teori ..................................................................................... 37

2.8 Kerangka Pikir ..................................................................................... 38

III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 41

3.1 Tipe Penelitian ..................................................................................... 41

3.2 Lokasi Penelitian .................................................................................. 42

3.3 Fokus Penelitian ................................................................................... 43

3.4 Penentuan Informan ............................................................................. 45

3.5 Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 47

3.6 Jenis Data ............................................................................................. 48

3.7 Teknik Analisa Data ............................................................................. 49

3.8 Teknik Keabsahan Data ....................................................................... 50

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .................................. 52

4.1 Gambaran Umum Kecamatan Rajabasa............................................... 52

4.2 Letak Geografis .................................................................................... 53

4.3 Demografi ............................................................................................ 54

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 57

5.1 Hasil Penelitian .................................................................................... 57

5.2 Perubahan Falsafah Hidup Masyarakat Suku Jawa di Perantauan....... 61

5.3 Faktor Penyebab Perubahan Falsafah Hidup Masyarakat

Suku Jawa di Perantauan ...................................................................... 90

5.4 Strategi Mempertahankan Falsafah Hidup Masyarakat

Suku Jawa di Perantauan ...................................................................... 101

5.5 Pembahasan .......................................................................................... 108

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 111

6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 111

6.2 Saran ..................................................................................................... 114

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 18: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

Kota Bandar Lampung ....................................................................... 3

Tabel 2. Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung

Menurut Kecamatan, Jenis Kelamin, dan Sex Ratio .......................... 4

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelurahan dan Jenis Kelamin

di Kecamatan Rajabasa ...................................................................... 54

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin

di Kecamatan Rajabasa ...................................................................... 55

Tabel 5. Kepadatan Penduduk Menurut Kelurahan di Kecamatan

Rajabasa ............................................................................................. 56

Tabel 6. Identitas Informan .............................................................................. 61

Tabel 7. Perubahan Falsafah Hidup Masyarakat Suku Jawa

Zaman Dahulu & Saat Ini .................................................................. 88

Page 19: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pikir ..................................................................................... 40

Page 20: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak suku bangsa dan budaya.

Salah satu suku yang ada di Indonesia adalah Suku Jawa. Suku Jawa adalah salah

satu suku yang banyak memiliki keunikan seperti halnya suku-suku lain. Di dalam

pergaulan hidup maupun hubungan sosial sehari-hari mereka berbahasa Jawa.

Pada waktu mengucapkan bahasa daerah ini seseorang harus memperhatikan dan

membedakan keadaan orang yang diajak berbicara seperti : usia, maupun status

sosialnya.

Suku Jawa adalah suku yang selalu menjunjung tinggi budayanya dan memahami

kehidupan Jawa yang selalu memegang teguh kesopanan, termasuk dalam

berinteraksi dan berkomunikasi. Salah satu yang dipegang teguh oleh masyarakat

Suku Jawa adalah falsafah hidup atau pandangan hidup. Pandangan hidup

merupakan hal dasar yang dimiliki seseorang. Pandangan hidup adalah sikap

terhadap kebudayaan, dunia dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.

Pandangan hidup berkembang seiring berjalannya waktu. Masyarakat Suku Jawa

memiliki pandangan hidup dan pola pikir yang menarik, hingga tak sedikit orang-

orang manca negara tertarik dengan pola pikir dan budaya Suku Jawa. Pola pikir

akan melahirkan falsafah hidup. Falsafah hidup Suku Jawa merupakan pandangan

Page 21: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

2

hidup Suku Jawa. Istilah pandangan hidup Suku Jawa kurang lebih sama dengan

filsafat Jawa dan paham Jawa. Jadi pola pikir Jawa juga berarti merupakan

endapan pengalaman batin yang dianut Suku Jawa. Pengalaman tersebut sangat

mendasar sehingga membentuk paham hidup. Manakala paham ini ditinggalkan

seakan-akan ada hal yang kurang lengkap dalam hidupnya (Endraswara, 2010).

Selain itu, banyak suku di Indonesia ini yang gemar merantau, hal ini dibuktikan

dengan data dari BPS Kota Bandar Lampung dalam tabel 1. Merantau merupakan

suatu pola perpindahan dari daerah asal ke daerah lain dengan keinginannya

sendiri. Merantau merupakan kesadaran diri seseorang untuk berpindah ke tempat

lain dengan harapan mencari kehidupan atau mendapatkan pengalaman baru yang

lebih baik (Naim, 2013). Bisa dikatakan merantau bertujuan untuk mengubah

nasib, di samping itu juga menjadi suatu nilai budaya. Walaupun hampir semua

suku di Indonesia merantau, tetapi ada beberapa suku yang gemar merantau, di

antaranya Suku Bugis, Batak, Minang, Sunda, Madura dan Jawa. Dari sekian

banyak suku bangsa yang ada, secara kuantitas (jumlah), Suku Jawa lebih banyak

dibandingkan suku bangsa yang lain. Orang-orang Suku Jawa menyebar di

seluruh wilayah yang ada di Indonesia. Berikut adalah tabel jumlah penduduk

berdasarkan suku bangsa di Kota Bandar Lampung :

Page 22: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

3

Tabel 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa Kota Bandar Lampung.

No Suku Bangsa Jumlah

1 Jawa 357.512

2 Suku Asal Lampung 139.236

3 Sunda 105.502

4 Suku Asal Banten 68.468

5 Suku Asal Sumatera Selatan 90.881

6 Bali 3.647

7 Minangkabau 29.544

8 Tionghoa 29.706

9 Bugis 5.286

10 Batak 20.195

11 Lainnya 28.946

Total 878.923

(Sumber: BPS Provinsi Lampung, Sensus Penduduk Tahun 2010)

Berdasarkan tabel 1 di atas, Suku Jawa berjumlah 357.512 jiwa, Suku Asal

Lampung berjumlah 139.236 jiwa, Suku Sunda berjumlah 105.502 jiwa, Suku

Asal Banten berjumlah 68.468 jiwa, Suku Asal Sumatera Selatan berjumlah

90.881 jiwa, Suku Bali berjumlah 3.647 jiwa, Suku Minangkabau berjumlah

29.544 jiwa, Suku Tionghoa berjumlah 29.706 jiwa, Suku Bugis berjumlah 5.286

jiwa, Suku Batak berjumlah 20.195 jiwa, dan suku lainnya berjumlah 28. 946

jiwa. Berdasarkan tabel 1 diatas, perantau Jawa memiliki jumlah yang paling

banyak dibanding suku lainnya.

Selain itu, di Kota Bandar Lampung juga terdapat banyak kecamatan, diantaranya

yaitu Kecamatan Teluk Betung Barat, Teluk Betung Timur, Teluk Betung Selatan,

Bumi Waras, Panjang, Tanjung Karang Timur, Kedamaian, Teluk Betung Utara,

Tanjung Karang Pusat, Rajabasa dan lainnya. Hal ini dibuktikan pada tabel 2 di

bawah, sebagai berikut :

Page 23: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

4

Tabel 2. Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung Menurut Kecamatan, Jenis

Kelamin, dan Sex Ratio Tahun 2017.

No

Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah Sex

Ratio

1. Teluk Betung Barat 23.743 23.753 47.496 100

2. Teluk Betung Timur 29.535 29.526 59.061 100

3. Teluk Betung Selatan 23.436 23.092 46.528 101

4. Bumi Waras 15.926 14.989 30.917 106

5. Panjang 26.231 26.266 52.497 100

6. Tanjung Karang Timur 25.373 24.462 49.835 104

7. Kedamaian 20.696 20.140 40.836 103

8. Teluk Betung Utara 30.435 29.061 59.496 105

9. Tanjung Karang Pusat 25.397 25.504 50.901 100

10. Enggal 22.185 21.207 43.212 106

11. Tanjung Karang Barat 17.760 17.458 35.218 102

12. Kemiling 39.124 37.974 77.098 103

13. Langkapura 27.563 27.008 54.571 102

14. Kedaton 30.015 28.860 58.875 104

15. Rajabasa 26.191 26.855 53.046 98

16. Tanjung Senang 33.886 34.219 68.105 99

17. Labuhan Ratu 19.202 19.303 38.505 99

18. Sukarame 28.745 28.023 56.768 103

19. Sukabumi 14.188 14.952 29.140 95

20. Way Halim 31.738 32.067 63.805 99

(Sumber :Bandar Lampung dalam Angka, 2017)

Tradisi merantau menyebabkan mereka perantau mau tidak mau harus tinggal di

lingkungan masyarakat yang bukan Suku Jawa. Kontak dengan masyarakat dan

budaya lain, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menyebabkan

terjadinya perubahan sosial budaya dalam masyarakat. Selain itu, perubahan juga

terjadi pada masyarakat Suku Jawa yang tidak lagi memegang teguh falsafah

hidup Suku Jawa atau pandangan hidup Suku Jawa. Hal ini dibuktikan dengan

masyarakat Suku Jawa yang bisa berbahasa Lampung karena sudah lama tinggal

di lingkungan yang bukan bersuku Jawa, hal ini bisa mengakibatkan lunturnya

falsafah Suku Jawa di perantauan, apalagi jika masyarakatnya tidak menerapkan

lagi apa yang ada di suku tersebut seperti bahasa, falsafah hidup Suku Jawa dan

Page 24: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

5

lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya yaitu pada zaman

dahulu falsafah Suku Jawa yang berbunyi “alon-alon waton kelakon” yang

artinya pelan-pelan asal selamat masih banyak diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari. Namun, setelah berkembangnya zaman falsafah hidup Suku Jawa

berubah bunyi menjadi “cepat asal selamat”, bukan konsepnya yang berubah

tetapi sikap, perilaku mereka dan juga implementasinya yang berubah, karena

masyarakat Suku Jawa mengganggap falsafah tersebut hanyalah peribahasa kuno

padahal falsafah tersebut penuh dengan makna dan memiliki filosofi tersendiri

serta jika falsafah tersebut selalu diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari, itu

akan menjadikan hidup kita jauh lebih bermakna, karena falsafah Jawa merupakan

landasan hidup masyarakat Suku Jawa dalam melangkah dan tidak akan sia-sia

apabila falsafah tersebut diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu,

masih banyak lagi falsafah hidup Suku Jawa yang mengalami perubahan,

diantaranya yaitu : Urip Iku Urup, Nrimo Ing Pandum, Memayu Hayuning

Bawana Ambrasta Dur Hangkara dan lain sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian

dengan judul “ Perubahan Falsafah Hidup Masyarakat Suku Jawa di Perantauan

(Studi pada Masyarakat Jawa yang Tinggal sebagai Perantau di Kecamatan

Rajabasa, Bandar Lampung)”.

Page 25: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah seperti yang diuraikan di atas maka

rumusan masalah mengenai perubahan falsafah hidup masyarakat Suku Jawa di

perantauan dapat di uraikan ke dalam fokus permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana perubahan falsafah hidup masyarakat Suku Jawa di

perantauan?

2. Apa faktor penyebab terjadinya perubahan falsafah hidup masyarakat

Suku Jawa di perantauan?

3. Bagaimana strategi mempertahankan falsafah hidup masyarakat Suku

Jawa di perantauan?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk:

1. Mengetahui dan menganalisis perubahan falsafah hidup masyarakat Suku

Jawa di perantauan.

2. Mengetahui dan menganalisis faktor penyebab terjadinya perubahan

falsafah hidup masyarakat Suku Jawa di perantauan.

3. Mengetahui dan menganalisis strategi mempertahankan falsafah hidup

masyarakat Suku Jawa di perantauan.

Page 26: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

7

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini untuk:

1. Secara akademik, diharapkan penelitian ini dapat:

a. Menambah pengetahuan dan wawasan serta khasanah berfikir bagi

penulis, untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai teori

perubahan falsafah hidup masyarakat Suku Jawa di perantauan.

b. Sebagai sumbangan akademis, bahan informasi dan rujukan referensi,

bagi para peneliti lain yang akan melaksanakan penelitian ilmiah

dengan kajian mengenai perubahan falsafah hidup masyarakat Suku

Jawa di perantauan.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan sebagai salah satu syarat

mendapat gelar S1 di Jurusan Sosiologi Universitas Lampung.

Page 27: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan Sosial

2.1.1 Definisi Perubahan Sosial Budaya

Menurut (Suwarno, dkk, 2011) perubahan budaya adalah suatu proses

terjadinya disfungsi kehidupan masyarakat karena ketidaksesuaian dan saling

berbeda antara unsur-unsur kebudayaan. Perubahan sosial dapat diartikan

sebagai perubahan-perubahan struktur dan fungsi masyarakat. Ringkasnya

adalah segala perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

(Soekanto, 2017) mengatakan bahwa pada dewasa ini proses-proses pada

perubahan-perubahan sosial dapat diketahui dari adanya ciri-ciri tertentu,

antara lain:

1. Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya, karena setiap

masyarakat mengalami perubahan yang terjadi secara lambat atau

cepat.

2. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu, akan

diikuti dengan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial

lainnya.

3. Perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan disorganisasi

yang bersifat sementara karena berada di dalam proses penyesuaian

Page 28: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

9

diri. Disorganisasi akan diikuti oleh suatu reorganisasi yang mencakup

pemantapan kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang baru.

4. Perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang

spiritual saja, karena kedua bidang tersebut mempunyai kaitan timbal

balik yang sangat kuat.

2.1.2 Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial Budaya

Menurut (Soekanto, 2017) perubahan sosial dan kebudayaan dapat dibedakan

ke dalam beberapa bentuk, yaitu:

1. Perubahan secara Lambat (Evolusi) dan Perubahan secara Cepat

(Revolusi).

Perubahan secara lambat (evolusi) adalah perubahan yang terjadi

dalam masyarakat yang memerlukan waktu lama. Pada evolusi

perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak

tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat

untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-

keadaan dan kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan dengan

pertumbuhan masyarakat.

Perubahan secara cepat (revolusi) adalah perubahan-perubahan sosial

dan kebudayaan yang berlangsung dengan cepat dan menyangkut

dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat (yaitu

lembaga-lembaga kemasyarakatan). Di dalam revolusi, perubahan-

perubahan yang terjadi dapat direncanakan terlebih dahulu atau tanpa

rencana. Ukuran kecepatan suatu perubahan yang dinamakan revolusi,

Page 29: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

10

sebenarnya bersifat relatif karena revolusi dapat memakan waktu yang

lama.

2. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar

Perubahan yang pengaruhnya kecil yaitu perubahan-perubahan yang

terjadi pada unsur-unsur struktural sosial yang tidak membawa

pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Perubahan mode

pakaian, misalnya, tak akan membawa pengaruh apa-apa bagi

masyarakat secara keseluruhan karena tidak mengakibatkan

perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan.

Perubahan besar adalah suatu proses industrialisasi yang berlangsung

pada masyarakat agraris, misalnya, merupakan perubahan yang akan

membawa pengaruh besar pada masyarakat. Berbagai lembaga

kemasyarakatan akan ikut terpengaruh misalnya hubungan kerja,

sistem milik tanah, hubungan kekeluargaan, stratifikasi masyarakat,

dn seterusnya.

3. Perubahan yang Dikehendaki (Intended-Change) atau Perubahan yang

Direncanakan (Planned-Change) dan Perubahan yang Tidak

Dikehendaki (Unintended-Change) atau Perubahan yang Tidak

Direncanakan (Unplanned-Change).

Perubahan yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan

yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh

pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam

Page 30: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

11

masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki perubahan dinamakan

agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang

mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih

lembaga-lembaga kemasyarakatan.

Perubahan sosial yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan

merupakan perubahan-perubahan yang terjadi tanpa dikehendaki,

berlangsung diluar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat

menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan

masyarakat. Apabila perubahan yang tidak dikehendaki tersebut

berlangsung bersamaan dengan suatu perubahan yang dikehendaki,

maka perubahan tersebut mungkin mempunyai pengaruh yang

demikian besarnya terhadap perubahan-perubahan yang dikehendaki.

Seringkali terjadi bahwa perubahan yang dikehendaki bekerja sama

dengan perubahan yang tidak dikehendaki dan kedua proses tersebut

saling mempengaruhi.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial dan

Kebudayaan

Menurut (Soekanto, 2017) pada umumnya dapat dikatakan bahwa

mungkin ada sumber sebab-sebab tersebut yang terletak di dalam

masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya di luar. Sebab-sebab yang

bersumber dalam masyarakat itu sendiri, antara lain sebagai berikut:

1. Bertambah atau berkurangnya penduduk (kelahiran, kematian,

migrasi)

2. Adanya penemuan baru:

Page 31: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

12

a. Discovery: Penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik

berupa alat, ataupun yang berupa gagasan yang diciptakan oleh

seorang individu atau serangkaian ciptaan para individu.

b. Invention: penyempurnaan penemuan baru

Inovation/inovasi yaitu pembaruan atau penemuan baru yang

diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehingga menambah,

melengkapi atau mengganti yang ada. Penemuan baru

didorong oleh kesadaran masyarakat akan kekurangan unsur

dalam kehidupannya.

c. Pertentangan (Conflict) masyarakat

d. Terjadinya pemberontakan atau revolusi

Sedangkan faktor penyebab yang berasal dari luar masyarakat (faktor

ekstern) menurut (Soekanto, 2017) antara lain adalah:

1. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan fisik yang ada di sekitar

manusia.

2. Peperangan.

3. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain, meliputi difusi (penyebaran

kebudayaan), akulturasi (pembauran antar budaya yang mengahasilkan

sifat khasnya), asimilasi (pembauran antar budaya yang menghasilkan

budaya yang sama sekali baru batas budaya lama tidak tampak lagi).

2.1.4 Faktor Penghambat Perubahan Sosial Budaya

Menurut (Suwarno, dkk : 2011) faktor penghambat perubahan sosial budaya

adalah:

Page 32: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

13

1. Hubungan dengan masyarakat lain kurang.

2. Pendidikan terbelakang.

3. Bersikap tradisional, mempertahankan tradisi, penguasa konservatif.

4. Adanya kepentingan sekelompok orang (vested interest). Kelompok

yang tidak menghendaki perubahan, takut posisinya terancam, takut

hidup susah.

5. Takut terjadi disintegrasi.

6. Adanya prasangka buruk terhadap budaya luar.

7. Adanya hambatan ideologi.

2.1.5 Macam-Macam Proses Perubahan Sosial Budaya

Menurut (Suwarno, dkk : 2011) proses perubahan sosial budaya pada dasarnya

dapat dibedakan dalam beberapa macam antara lain:

1. Akulturasi: proses pertemuan unsur-unsur budaya dan terjadi

pencampuran unsur-unsur tersebut.

2. Asimilasi: peleburan sifat-sifat asli budaya yang berbeda masing-

masing masyarakat.

3. Difusi: proses penyebaran unsur-unsur budaya kepada orang dan

kelompok masyarakat lain.

4. Discovery: penemuan baru berupa alat atau ide baru.

5. Invention: discovery yang sudah diterima dan diterapkan.

6. Inovasi: penemuan baru.

7. Modernisasi: proses perubahan tradisi, sikap dan sistem nilai untuk

menyesuaikan diri dengan kemajuan bangsa lain.

Page 33: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

14

2.2 Konsep Falsafah / Filsafat

Menurut (Sadulloh, 2006) secara umum, filsafat berarti pandangan umum tentang

kehidupan manusia, cita-cita, dan nilai-nilai, dalam arti setiap orang memiliki

filosofi hidup”. Di Jerman dibedakan antara filsafat dengan pandangan hidup

(Weltanscahuung). Filsafat diartikan sebagai suatu pandangan kritis yang sangat

mendalam sampai ke akar-akarnya. Di pihak lain ada yang beranggapan bahwa

filsafat sebagai cara berpikir yang kompleks, suatu pandangan yang tidak

memiliki kegunaan praktis. Ada pula yang beranggapan bahwa para filsuf

bertanggung jawab terhadap cita-cita dan kultur masyarakat tertentu. Seperti

halnya Karl Marx dan Fredrich Engels yang telah menciptakan komunisme.

Thomas Jefferson dan John Stuart Mill telah mengembangkan suatu teori yang

dianut dalam masyarakat demokratis. John Dewey adalah peletak dasar kehidupan

pragmatis di Amerika.

Filsafat sering juga dapat diartikan sebagai “berpikir reflektif dan kritis”

(reflective and critical thinking). Namun, Randall dan Buchler sebagaimana

dikutip oleh (Sadulloh, 2006) memberikan kritik terhadap pengertian tersebut,

dengan mengemukakan bahwa definisi tersebut tidak memuaskan, karena

beberapa alasan, yaitu: 1) tidak menunjukkan karakteristik yang berbeda antara

berpikir filsafati dengan fungsi-fungsi kebudayaan dan sejarah, 2) para ilmuwan

juga berpikir reflektif dan kritis, padahal antara sains dan filsafat berbeda, 3) ahli

hukum, ahli ekonomi juga ibu rumah tangga sewaktu-waktu berpikir reflektif dan

kritis, padahal mereka bukan filsuf atau ilmuwan.

Page 34: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

15

2.3 Konsep Masyarakat Jawa

Perkataan masyarakat berasal dari kata musyarak (arab), yang artinya bersama-

sama, kemudian berubah menjadi masyarakat, yang artinya berkumpul bersama,

hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya

mendapatkan kesepakatan menjadi masyarakat (Indonesia). Dalam bahasa Inggris

kata masyarakat diterjemahkan menjadi dua pengertian, yaitu Society dan

Community. Dengan kata lain perkataan masyarakat sebagai community cukup

memperhitungkan dua variasi dari suatu yang berhubungan dengan kehidupan

bersama (antarmanusia) dan lingkungan alam. Jadi ciri dari community ditekankan

pada kehidupan bersama dengan bersandar pada lokalitas dan derajat hubungan

sosial atau sentimen (Abdulsyani, 2012).

Menurut (Abdulsyani, 2012) bahwa masyarakat sebagai community dapat dilihat

dari dua sudut pandang; pertama, memandang community sebagai unsur statis,

artinya community terbentuk dalam suatu wadah/tempat dengan batas-batas

tertentu, maka ia menunjukan bagian dari kesatuan-kesatuan masyarakat sehingga

ia dapat pula disebut sebagai masyarakat setempat, misalnya kampung, dusun,

atau kota-kota kecil. Masyarakat setempat adalah suatu wadah dan wilayah dari

kehidupan sekelompok orang yang ditandai oleh adanya hubungan sosial. Di

samping itu dilengkapi pula oleh adanya perasaan sosial, nilai-nilai dan norma-

norma yang timbul atas akibat dari adanya pergaulan hidup atau hidup bersama

manusia. Kedua, community dipandang sebagai unsur yang dinamis, artinya

menyangkut suatu prosesnya yang terbentuk melalui faktor psikologis dan

hubungan antar manusia, maka di dalamnya terkandung unsur-unsur kepentingan,

keinginan atau tujuan-tujuan yang sifatnya fungsional.

Page 35: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

16

Istilah community dapat diterjemahkan sebagai “masyarakat setempat” yang

menunjuk pada warga sebuah desa, kota, suku, atau bangsa. Apabila anggota-

anggota sesuatu kelompok, baik kelompok itu besar maupun kecil, hidup bersama

sedemikian rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi

kepentingan-kepentingan hidup yang utama, kelompok tadi disebut masyarakat

setempat. Dapat dikatakan bahwa masyarakat setempat menunjuk pada bagian

masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam artian geografis)

dengan batas batas tertentu dimana faktor utama yang menjadi dasar adalah

interaksi yang lebih besar di antara para anggotanya, dibandingkan dengan

penduduk di luar batas wilayahnya. Dapat disimpulkan secara singkat bahwa

masyarakat setempat adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh

suatu derajat hubungan sosial tertentu (Soekanto dan Sulistyowati, 2015). Harus

ada suatu perasaan diantara anggota bahwa mereka saling memerlukan dan tanah

yang mereka tinggali memberikan kehidupan kepada semuanya. Perasaan

demikian, yang pada hakikatnya merupakan identifikasi dengan tempat tinggal,

dinamakan perasaan komuniti (community sentiment). Unsur-unsur perasaan

komuniti (community sentiment) antara lain sebagai berikut: seperasaan,

sepenanggungan, saling memerlukan.

Menurut (Soekanto dan Sulistyowati, 2015) dalam mengadakan klasifikasi

masyarakat setempat, dapat digunakan empat kriteria yang saling berpautan, yaitu:

a. Jumlah penduduk.

b. Luas, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman.

c. Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat.

d. Organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan.

Page 36: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

17

2.3.1 Konsep Suku Jawa

Menurut (Bratawidjaja, 2000), Suku Jawa merupakan suku bangsa yang sopan

dan halus. Tetapi mereka juga terkenal sebagai suku bangsa yang tertutup dan

tidak mau terus terang. Sifat ini konon berdasarkan watak Suku Jawa yang

ingin menjaga harmoni atau keserasian dan menghindari konflik, karena itulah

mereka cenderung untuk diam dan tidak membantah apabila terjadi perbedaan

pendapat. Masyarakat Suku Jawa juga mempunyai kecenderungan untuk

membeda-bedakan masyarakat berdasarkan asal-usul dan kasta/golongan

sosial. Sifat seperti ini merupakan ajaran budaya Hindu dan Jawa Kuno yang

sudah diyakini secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa, setelah masuknya

Islam pada akhirnya ada perubahan dalam pandangan tersebut.

Suku Jawa adalah suku yang penuh perhitungan. Mereka mengenal “sifat-

sifat” bulan Jawa dengan baik. Dengan demikian jika akan melaksanakan

aktifitas akan diperhitungkan dengan teliti dan cermat dengan memilih jam,

tanggal dan bulan yang dianggap paling tepat. Keliru dalam pemilihan hal

tersebut dianggap dapat membawa ketidakberuntungan misalnya rejekinya

kurang bagus, rumah tangganya cekcok dan lain-lain. Masyarakat Jawa, tidak

hanya terdapat di Pulau Jawa namun tersebar dan mendiami beberapa pulau di

Indonesia ini termasuk Propinsi Lampung karena program Pemerintah

Indonesia mengenai Transmigrasi. Propinsi Lampung terutama merupakan

salah satu contoh kota transmigran yang sukses hingga kini. Pada 1935, selain

mendatangkan penduduk dari Jawa, Belanda juga memindahkan sejumlah

masyarakat dari desa kolonisasi pertama, yaitu di Desa Bagelen, Gedong

Tataan, Lampung Selatan ke Metro. Metro menjadi contoh tepat konsep

Page 37: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

18

pengembangan wilayah, dari pola transmigrasi ke pola perkotaan dan menjadi

contoh bagi akulturasi budaya, antara budaya Lampung dan Jawa yang sampai

sekarang terus berkembang di masyarakat. Dasar hakiki kebudayaan Jawa

mengandung banyak unsur, termasuk adab pada umumnya, adat-istiadat,

sopan santun, kaidah pergaulan kesenian, keindahan termasuk unsur

kebudayaan pada umumnya (Endraswara, 2005).

2.3.2 Konsep Falsafah Jawa

Istilah tentang pandangan hidup masyarakat Jawa mempergunakan pengertian

yang fleksibel sehingga istilah ini dapat diganti dengan istilah lain yang

mempunyai arti kurang lebih sama, seperti “Filsafat Jawa” atau “Filsafah

Kejawen”. Kata filsafat berasal dari sebuah kata majemuk dalam bahasa

Yunani, philosophia yang berarti cinta kebijaksanaan sedang orang yang

melakukaannya disebut filsuf yang berasal dari kata Yunani philosopos.

Kedua kata itu sudah lama dipakai orang dari sejarah telah terungkap bahwa

kata-kata itu sudah dipakai oleh filsuf Socrates dan Plato pada abad V sebelum

masehi. Seorang filsuf berarti seorang pecinta kebijaksanaan berarti orang

tersebut telah mencapai status adimanusiawi atau bijaksana. Orang yang

bijaksana disebut juga sebagai jalma sulaksana, waskita ngerti sakdurunge

winarah atau jamalipat seprapat tamat. Bila di barat filsafat diartikan cinta

kearifan maka di Jawa berarti cinta kesempurnaan atau ngudi kawicaksanaan.

Di barat lebih ditekankan sebagai hasil renungan dan berarti pengetahuan

berbagai bidang yang dapat memberi petunjuk pelaksanaan sehari-hari. Di

dalam kebudayaan Jawa kesempurnaan berarti mengerti akan awal dan akhir

hidup atau wikan sangkan paran (Astiyanto, 2006).

Page 38: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

19

Filsafat Jawa terbentuk karena perkembangan budaya Jawa asli (animisme-

dinamisme) sebagai akibat dari pengaruh Hindu, Budha dan Islam. Orang-

orang India datang ke Indonesia membawa agama Hindu dan Budha serta

orang muslim juga menyebarkan agama Islam serta alam pikir Islam (Filsafat

Islam). Akhirnya kebudayaan Jawa asli filsafat Hindu Budha serta filsafat

Islam melebur menjadi suatu alam pikiran yaitu filsafat Jawa (Pranowo,

2011).

Dalam ajaran-ajarannya filsafat Jawa mengenal konsep-konsep umum yakni:

pertama, konsep kesatuan yaitu manusia dan jagad raya merupakan percikan

zat illahi. Suku Jawa biasa menyebut Tuhan dengan Gusti Allah. Dalam

kebatinan Jawa dikenal dengan istilah Manunggaling Kawula Gusti. Konsep

ini tersirat dalam huruf-huruf Jawa atau bisa disebut aksara Jawa yang ditulis

oleh Ajisaka. Aksara Jawa sebenarnya memiliki makna yang mendalam bagi

mereka yang menghayatinya. Kedua, konsep tentang manusia. Manusia

terdiri atas dua segi yaitu lahiriah dan batiniah. Ketiga, konsep mengenai

perkembangan yaitu usaha untuk memulihkan kesatuan yang harmonis dan

selaras (Endraswara, 2010).

Dengan keanekaragamnya, banyak sekali filsafat Jawa yang telah ada, salah

satu contoh falsafah Jawa antara lain ojo gumunan, ojo kagetan lan ojo

dumeh. Maksudnya, jangan terlalu terheran-heran terhadap sesuatu yang baru,

tidak menunjukkan sikap kaget jika ada hal-hal di luar dugaan, dan tidak

boleh sombong dan aji mumpung sewaktu menjadi seorang pemimpin.

Page 39: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

20

Intinya, falsafah ini mengajarkan menjaga sikap dan emosi bagi semua orang

terutama seorang pemimpin (Syukur, 2013).

Falsafah sebagai seorang anak buah pun ada dalam ajaran Jawa, hal ini

terbentuk agar seorang bawahan dapat tepo sliro dengan pimpinan dan tidak

mengandalkan ego, seperti yang digambarkan dalam falsafah Jawa, keno

cepet ning aja ndhisiki, keno pinter ning aja ngguroni, keno takon ning aja

ngrusuhi. Maksudnya, boleh cepat tetapi jangan mendahului, boleh pintar

tetapi jangan menggurui, boleh bertanya tetapi jangan menyudutkan

pimpinan. Intinya seorang anak buah jangan melakukan sesuatu yang dapat

mempermalukan pemimpinnya, walaupun dia mungkin lebih mampu dari

sang pemimpin. Dalam ungkapan “crah agawe bubrah – rukun agawe

santoso”, menghendaki keserasian dan keselarasan dengan pola pikir hidup

saling menghormati. Perlambang dan ungkapan-ungkapan halus yang

mengandung pendidikan moral, banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-

hari misalnya :

1. ”Ojo dumeh”, merasa dirinya lebih.

2. ”Mulat sariro, hangrasa wani”, mawas diri, intropeksi diri.

3. “Mikul duwur, mendem jero”, menghargai dan menghormati serta

menyimpan rahasia orang lain.

4. ”Ajining diri saka obahe lathi”, harga diri tergantung ucapannya.

5. “Mulat sariro” suatu sikap bijaksana untuk selalu berusaha tidak

menyakiti perasan orang lain, serta “aja dumeh” adalah peringatan

kepada kita bahwa jangan takabur dan jangan sombong, tidak

mementingkan diri sendiri. Meskipun cakupan falsafah Jawa atau

Page 40: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

21

Kejawen sedemikian luas meliputi seluruh aspek kehidupan, ada

beberapa pokok pandangan Jawa yang bisa dijadikan wacana dialog

peradaban dan budaya. Pandangan atau konsep dasar falsafah Jawa

meliputi adanya Tuhan, jagat raya, asal-usul manusia, mitologi jawa,

tata peradaban dan laku budaya, tata penanggalan dan basa atau

carakan Jawa (Yana, 2012).

2.3.3 Macam-Macam Falsafah Jawa

Menurut (Syafii, 2011) Filsafat Jawa pada dasarnya bersifat universal. Jadi

filsafat Jawa bukan hanya diperuntukkan bagi masyarakat Jawa saja, tetapi

juga bagi siapapun yang ingin mempelajarinya. Beberapa filsafat Jawa yang

biasa : Ojo Rumongso Biso, Nanging Biso Rumongso Ketika kita memperoleh

suatu pengetahuan, ilmu, atau pengalaman terkadang muncul sifat sombong

dari diri kita. Bahwa kita dapat menyelesaikan suatu masalah dengan ilmu

atau pengalaman yang kita peroleh. Padahal banyak faktor yang menentukan

penyelesaian suatu masalah dan bukan hanya dari sudut pandang yang kita

pahami. Di sini orang lantas merasa bisa, sifat ego manusia yang muncul tanpa

menghiraukan pendapat orang lain.

Dalam filosofi Jawa, sifat ini yang dinamakan Rumongso Biso (merasa bisa).

Ajaran masyarakat Jawa menekankan untuk dapat melakukan koreksi ke

dalam, sehingga tidak terdorong untuk menghujat atau merendahkan orang

lain. Cobalah untuk memahami pendapat yang lain, walau hal itu mungkin

sangat bertentangan dengan yang kita yakini. Dengan Biso Rumongso (bisa

merasa) atau melatih empati kita untuk memahami orang lain akan mendorong

Page 41: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

22

untuk berkompromi mencapai suatu keseimbangan. Hal ini akan membuat

semua perselisihan atau konflik yang ada di dunia ini dapat teratasi. Janganlah

menjadi orang yang merasa bisa, melainkan yang bisa merasa (Syafii, 2011).

Ada banyak filosofi yang digali dalam budaya Jawa. Diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. Eling Sangkan Paraning Dumadhi. Dalam pergaulan masyarakat Jawa

terutama kalangan generasi tua, ungkapan yang arif ini sangat terkenal.

Secara bebas diartikan sebagai ingat akan asal dan tujuan hidup.

Ungkapan ini mengandung nasihat agar seseorang selalu waspada dan

eling (ingat, sadar) terhadap sangkan (asal) manusia dan paran (tujuan

akhir). Dengan sadar dan waspada dalam perjalanan hidupnya, ia akan

mampu meredam emosi, nafsu, ikatan-ikatan duniawi dan berupaya

untuk bertindak lebih baik, karena ia memiliki tujuan akhir yang jelas,

yaitu sowan ngarsaning Gusti (menghadap ke hadirat Tuhan).

Ungkapan Eling Sangkan Paraning Dumadhi dijadikan sebagai

pengendali sewaktu seseorang melakukan perbuatan negatif. Selain itu

dapat juga dimanfaatkan untuk meluruskan dan membesarkan hati

ketika terkena beban hidup, sakit, kekecewaan, patah hati,

ketidakbahagiaan. Upaya pelurusan ini untuk penyadaran akan

sangkan (asal) dan paran (tujuan) hidupnya.

2. Urip Iku Urup (Hidup itu Nyala, Hidup itu hendaknya memberi

manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang

bisa kita berikan tentu akan lebih baik, tapi sekecil apapun manfaat

Page 42: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

23

yang dapat kita berikan, jangan sampai kita menjadi orang yang

meresahkan masyarakat).

3. Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara (Manusia hidup

di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan

kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan

tamak).

4. Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti (segala sifat keras

hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak,

lembut hati dan sabar).

5. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji,

Sugih Tanpa Bandha (Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang

tanpa merendahkan atau mempermalukan; Berwibawa tanpa

mengandalkan kekuasaan, kekuatan; kekayaan atau keturunan; Kaya

tanpa didasari kebendaan).

6. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan (Jangan

gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih

manakala kehilangan sesuatu).

7. Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman (Jangan mudah

terheran-heran; Jangan mudah menyesal; Jangan mudah terkejut-kejut;

Jangan mudah kolokan atau manja). Filosofi ini mengajarkan kita

untuk menjadi orang yang dapat menerima semua keadaan. Sehingga

kita tidak akan membuat masalah buat diri kita dan diri orang lain.

Page 43: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

24

8. Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman

(Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk

memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi).

9. Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka (Jangan

merasa paling pandai agar tidak salah arah; jangan suka berbuat curang

agar tidak celaka). Jadi ingat koruptor sama orang yang mencuri.

Mereka paling pintar dan salah arah, mereka juga mencurangi banyak

orang, makanya jadi celaka.

10. Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo (Jangan

tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan

berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat).

11. Aja Adigang, Adigung, Adiguna (Jangan sok kuasa, sok besar, sok

sakti).

12. Alon-alon waton kelakon artinya pelan-pelan asal selamat. Filosofi ini

sebenarnya berisikan pesan tentang safety. Filosofi ini memiliki makna

yang mendalam. Disini kita diajak untuk selalu berhati-hati, ulet,

waspada, istiqomah, dan berusaha dalam menjalani hidup.

13. Nrimo ing pandum. Arti yang mendalam menunjukan pada sikap

Kejujuran, keiklasan, ringan dalam bekerja dan ketidakinginan untuk

korupsi. Inti filosofi ini adalah orang harus iklas menerima hasil dari

usaha yang sudah dia kerjakan. Filosofi tersebut artinya menerima

segala pemberian. Kita sebaiknya bisa ikhlas dalam menghadapi segala

hal yang terjadi didalam hidup kita. Hal ini ditunjukkan khususnya

Page 44: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

25

agar kita tidak menjadi orang yang serakah dan menginginkan hak

milik orang lain.

14. Saiki jaman edan yen ora edan ora komanan, sing bejo sing eling lan

waspodo. Artinya hanya orang yang ingat kepada Allah (disini saja

juga tidak cukup) dan waspada terhadap duri-duri kehidupan yang

setiap saat bisa datang dan menghujam kehidupan, sehingga bisa

mengakibatkan musibah yang berkepanjangan.

15. Mangan ora mangan sing penting ngumpul artinya makan tidak makan

yang penting kumpul. Filosofi ini adalah sebuah peribahasa. Kalimat

peribahasa tidaklah tepat kalau diartikan secara aktual. Filosofi ini

sangat penting bagi kehidupan berdemokrasi. Kalau bangsa kita

mendasarkan demokrasi dengan falsafah diatas saya yakin negara kita

pasti akan aman, tentram dan sejahtera. Mangan ora mangan

melambangkan eforia demokrasi, yang mungkin satu pihak

mendapatkan sesuatu (kekuasaan) dan yang lain pihak tidak, yang

tidak dapat apa-apa tetap legowo. Sing penting ngumpul

melambangkan berpegang teguh pada persatuan, yang artinya bersatu

untuk tujuan bersama.

16. Wong jowo ki gampang di tekuk-tekuk. Filosofi ini juga berupa

ungkapan peribahasa yang dalam bahasa Indonesia adalah orang Suku

Jawa itu mudah ditekuk-tekuk. Ungkapan ini menunjukan fleksibelitas

dari orang Suku Jawa dalam kehidupan. Kemudahan bergaul dan

kemampuan hidup di level manapun baik miskin, kaya, pejabat atau

Page 45: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

26

pesuruh sekali pun. Orang yang memegang filosofi ini akan selalu giat

bekerja dan selalu ulet dalam meraih cita-citanya.

17. Sapa Nandur, Bakalan Ngunduh. Ini soal karma, bagi siapa yang

mengumpulkan kebaikan maka suatu saat akan mendapatkan hasilnya.

Orang yang banyak membantu orang lain, dia akan mendapatkan

karma yang baik suatu hari nanti. Kita diajarkan untuk berlomba

menanam kebaikan dimanapun kita berada. Ini juga bermakna kerja

keras kita yang akan berhasil kelak.

18. Ngunduh Wohing Pakarti. Artinya semua orang akan mendapatkan

akibat dari segala perilakunya sendiri. Jadi, kita tidak perlu

menyalahkan dan mencari kesalahan orang lain karena bisa saja itu

adalah akibat dari apa yang kita lakukan sendiri. Jadi, kita harus ingat

untuk berhati-hati dalam betindak.

19. Ajining Diri Saka Lathi, Ajining Raga Saka Busana. Arti dari filosofi

ini adalah kehormatan diri berasal dari lisan dan kehormatan raga

berasal dari pakaian. Bagi Suku Jawa cara berpakaian itu menentukan

kehormatan raga dan cara berbicara menunjukkan kehormatan diri

seseorang. Penampilan dan ucapan kita mempengaruhi bagaimana

orang bereaksi dan menghargai kita.

20. Becik Kethitik Ala Ketara. Filosofi yang satu ini artinya kebaikan akan

terlihat dan kejahatan juga akan nampak. Semua perbuatan akan

nampak tidak peduli itu baik maupun buruk. Ini adalah ajaran untuk

kita agar memperbanyak perbuatan yang baik. Jika berbuat buruk dan

disembunyikan, maka suatu saat perbuatan itu juga akan terbongkar.

Page 46: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

27

Filosofi-filosofi di atas merupakan petuah dan ajaran dari leluhur dan

banyak yang sudah terlupakan. Ada baiknya kita sebagai generasi

muda memilih dan mengambil pelajaran yang dapat kita petik dari

makna filosofi-filosofi tersebut.

21. Ibu bumi, bapak aksa artinya ibu adalah bumi dan bapak adalah langit.

22. Ojo ganggu sak karepe dewe artinya jangan berbuat sekehendak

sendiri, jangan semena-mena terhadap orang lain.

Masih banyak filsafat-filsafat Jawa yang lain. Satu hal yang harus diingat,

mempelajari kebudayaan suatu daerah bukan berarti kita menjadi rasis atau

fanatik kedaerahan, namun itu semua sebagai wujud pertanggung jawaban

kita terhadap peninggalan nenek moyang bangsa kita. Dan juga

melestarikan kebudayan daerah bukan hanya menjadi tanggung jawab

warga daerah tersebut. Tetapi juga menjadi tanggung jawab kita semua,

ingat semboyan bangsa kita (Bhineka Tunggal Ika). Bangsa yang besar

bukan hanya bangsa yang hidup modern, tetapi juga bangsa yang mampu

hidup modern tanpa meninggalkan ajaran dan nilai luhur kebudayaannya

(Syafii, 2011).

2.3.4 Kepribadian dan Karakter Masyarakat Suku Jawa

Kepribadian dan karakter masyarakat Suku Jawa diidentikkan dengan

berbagai sikap sopan, segan, menyembunyikan perasaan alias tidak suka

langsung-langsung, menjaga etika berbicara baik secara konten isi dan bahasa

perkataan maupun objek yang diajak berbicara. Dalam keseharian sifat andap

asor terhadap yang lebih tua akan lebih di utamakan, bahasa Jawa merupakan

Page 47: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

28

bahasa berstrata, memiliki berbagai tingkatan yang disesuaikan dengan objek

yang diajak bicara. Masyarakat Suku Jawa memang sangat menjunjung tinggi

etika. Baik secara sikap maupun berbicara. Untuk berbicara, seorang yang

lebih muda hendaknya menggunakan bahasa Jawa halus yang terkesan lebih

sopan. Berbeda dengan bahasa yang digunakan untuk rekan sebaya maupun

yang usianya di bawah. Demikian juga dengan sikap, orang yang lebih muda

hendaknya betul-betul mampu menjaga sikap etika yang baik terhadap orang

yang usianya lebih tua dari dirinya, dalam bahasa jawa istilah ini dinamakan

dengan Ngajeni (Ciptoprawiro, 2006).

Adapun ciri khas sifat yang tidak dapat ditinggalkan oleh masyarakat Suku

Jawa antara lain sebagai berikut:

1. Gotong Royong

Sifat gotong royong atau saling membantu pada kehidupan masyarakat

Suku Jawa memang telah tertata sejak nenek moyang. Pola hidup

kerjasama ini dapat kita ketemukan pada kerja gotong royong yang banyak

diterapkan dalam masyarakat Suku Jawa. Masyarakat Suku Jawa sangat

memegang teguh pepatah yang mengatakan: ringan sama dijinjing, berat

sama dipikul. Ini merupakan konsep dasar hidup bersama yang penuh

kesadaran dan tanggungjawab. Kita harus mengakui bahwa kehidupan

masyarakat Suku Jawa memang begitu spesifik. Dari sekian banyak suku

bangsa di Indonesia, bahkan yang ada di dunia, Suku Jawa mempunyai

pola hidup yang berbeda. Kebiasaan hidup secara berkelompok

menyebabkan rasa diri mereka sedemikian dekat satu dengan lainnya,

sehingga saling menolong merupakan sebuah kebutuhan.

Page 48: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

29

Mereka selalu memberikan pertolongan kepada orang lain yang

membutuhkan pertolongan, bahkan dengan segala cara mereka ikut

membantu seseorang keluar dari permasalahan, apalagi jika sesaudara atau

sudah menjadi teman.

2. Sikap Sopan dan Santun

Sikap sopan dan santun pada orang yang lebih tua dalam masyarakat Suku

Jawa memang sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat. Dalam interaksi

antar personal di masyarakat, mereka selalu saling menjaga segala kata

dan perbuatan untuk tidak menyakiti hati orang lain. Mereka begitu

menghargai persahabatan sehingga eksistensi orang lain sangat dijunjung

sebagai sesuatu yang sangat penting. Mereka tidak ingin orang lain atau

dirinya mengalami sakit hati atau tersinggung oleh perkataan dan

perbuatan yang dilakukan sebab bagi masyarakat Suku Jawa, ajining diri

soko lathi, ajinigng rogo soko busono artinya, harga diri seseorang dari

lidahnya (omongannya), harga badan dari pakaian.

3. Ramah

Pribadi yang ramah juga dimiliki oleh kebanyakan masyarakat Suku Jawa.

Begitu berpapasan dengan seseorang yang dikenal, mereka tidak sungkan

untuk menyapa dengan sopan. Terkadang, mereka juga melemparkan

senyum sambil mengangguk sekilas sebagai tanda keramahan. Sikap

ramah ini bisa membuat mereka mudah membaur dan beradaptasi dengan

reka-rekan seperjuangan.

Page 49: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

30

4. Fleksibel

Masyarakat Suku Jawa juga dikenal memiliki sikap seperti ini. Jadi tidak

heran jika masyarakat Suku Jawa bisa berbaur dengan mudah dengan

orang lain meski ada rasa sungkan. Dalam lingkungan manapun, tentu ini

sangat diperlukan. Terutama untuk berbaur dengan rekan kerja. Dengan

karakter yang fleksibel, masyarakat Suku Jawa bisa menjadi lebih mudah

untuk bergaul dengan siapapun dan bisa menyesuaikan diri dengan

lingkungan, terutama demi menghindari konflik.

5. Rendah Hati

Sifat rendah hati merupakan sifat tau diri dan memposisikan diri ditengah-

tengah masyarakat yang ada. Rendah hati sifat yang terpuji.

6. Arif, Bijaksana, Tanggap dan Sabar

Orang yang arif bijaksana adalah orang yang dapat memahami pandangan

orang lain, dapat mengerti apa yang tersurat maupun tersirat. Tanggap

artinya mampu menangkis setiap bahaya yang bakal datang. Sabar artinya

mampu menerima segala cobaan dengan dada yang lapang dan mampu

mencarikan jalan keluar dengan pikiran yang jernih (Ciptoprawiro, 2006).

2.3.5 Kebiasaan Masyarakat Suku Jawa

Masyarakat Suku Jawa memiliki banyak pola perilaku yang khas dari

masyarakat yang lain. Ada banyak sekali kebiasaan masyarakat Suku Jawa

yang lebih menekankan pada unsur kesopanan. Hal ini dapat dilihat dari

tingkatan bahasanya dan tutur kata masyarakat Suku Jawa. Adapun kebiasaan

masyarakat Suku Jawa dalam bersikap dihadapan orang yang lebih tua yaitu:

pertama, dalam berbicara kepada orang yang lebih tua kita tidak boleh

Page 50: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

31

membelakangi atau menatap mata mereka ketika berbicara. Selain itu, kita

harus menggunakan kata-kata dan bahasa yang sopan juga tidak boleh

membantah atau memutus pembicaraan. Kedua, apabila orang yang lebih

muda akan menerima atau memberikan sesuatu kepada orang tua, harus

menggunakan kedua tangannya. Ketiga, dalam berjabat tangan, orang yang

lebih mudalah yang mengajak bersalaman terlebih dahulu. Keempat, apabila

orang yang lebih muda berjalan di depan orang yang lebih tua harus

membungkukkan badan. Kelima, apabila ada orang tua yang berdiri karena

tidak kedapatan tempat duduk, sedangkan orang yang lebih muda sedang

duduk hendaklah mempersilakan yang lebih tua untuk duduk. Ada juga

kebiasaan masyarakat Suku Jawa ketika sedang makan adalah tidak bercakap

terlalu banyak, tidak mengunyah sambil menimbulkan suara, tidak

menyisakan makanan dan tidak membiarkan makanan tercecer (Yana, 2012).

Mayarakat Suku Jawa sangat memperhatikan adanya mitos dan kepercayaan

yang menjadi keyakinan dalam kehidupan. Masyarakat Suku Jawa pada

umumnya masih memegang kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh

leluhurnya. Adapun menurut kebiasaan masyarakat Suku Jawa, ketika

seseorang memiliki sesuatu yang baru misalnya mobil, rumah, maupun yang

lain harus melakukan selamatan atau bancakan terlebih dahulu. Apabila tidak

dilakukan dipercaya orang yang mempunyainya akan mendapatkan bencana

atau cobaan. Selain itu, masih banyak dijumpai adat atau kebiasaan-kebiasaan

untuk tidak melaksanakan nikah pada bulan Muharram, karena pada bulan itu

diyakini oleh masyarakat Suku Jawa sebagai bulan yang tidak baik. Adat

seperti itu sudah ada semenjak orang-orang terdahulu. Dan bilamana

Page 51: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

32

kepercayaan yang sudah mentradisi itu dilanggar maka akan menanggung

akibat balaknya yang dilakukan sendiri (Yana, 2012).

2.4 Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Falsafah Hidup

Menurut (Soekanto, 2017) pada umumnya dapat dikatakan bahwa mungkin ada

sumber sebab-sebab tersebut yang terletak di dalam masyarakat itu sendiri dan ada

yang letaknya di luar. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri,

antara lain sebagai berikut:

1. Bertambah atau berkurangnya penduduk (kelahiran, kematian, migrasi)

2. Adanya penemuan baru:

a. Discovery: Penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik berupa alat,

ataupun yang berupa gagasan yang diciptakan oleh seorang individu

atau serangkaian ciptaan para individu.

b. Invention: penyempurnaan penemuan baru

Inovation/inovasi yaitu pembaruan atau penemuan baru yang

diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehingga menambah,

melengkapi atau mengganti yang ada. Penemuan baru didorong oleh

kesadaran masyarakat akan kekurangan unsur dalam kehidupannya.

c. Pertentangan (Conflict) masyarakat

d. Terjadinya pemberontakan atau revolusi

Sedangkan faktor penyebab yang berasal dari luar masyarakat (faktor ekstern)

menurut (Soekanto, 2017) antara lain adalah:

1. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan fisik yang ada di sekitar

manusia.

Page 52: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

33

2. Peperangan.

3. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain, meliputi difusi (penyebaran

kebudayaan), akulturasi (pembauran antar budaya yang mengahasilkan

sifat khasnya), asimilasi (pembauran antar budaya yang menghasilkan

budaya yang sama sekali baru batas budaya lama tidak tampak lagi).

2.5 Strategi Mempertahankan Falsafah Hidup

Strategi mempertahankan falsafah hidup antara lain dengan Mencintai. Mencintai

untuk menimbulkan rasa ingin tahu. Mungkin kata-kata cinta tidak akan terlepas

dari segala hal agar mendapatkan kemajuan yang lebih baik. Tetapi mencintai itu

bukan berarti hanya dengan basa-basi saja. Contoh yang perlu dilakukan sekarang

ini adalah bagaimana menghargai kebudayaan itu sendiri. Di negara kita

belakangan ini, hati masyarakat yang lebih mengutamakan kemauan berAmerika-

Amerika yang sudah menjadi trend. Bagaimana tidak, bila kita melihat

pertunjukan Band di tempat kita masing-masing, kita rela berdesak-desakan.

Tetapi, bila ada kesenian daerah di tempat yang sama pasti para penonton nya bisa

dihitung dengan mata telanjang. Tetapi, kewajaran di atas tidak bisa dibiarkan

hanya dengan sebatas kewajaran dan terus menerus dilakukan hingga terbiasa

menghindari kebudayaan. Karena antusias yang berkurang juga jadi alasan untuk

tidak mencintai budaya. Menumbuhan rasa cinta tanah air dan mengenalkan

budaya lokal sejak dini kepada anak cucu kita supaya mereka menjadi pribadi

yang mempunyai identitas Indonesia, serta menyaring berbagai budaya luar yang

masuk mana yang boleh di perkenalkan dan mana yang tidak pantas untuk anak

cucu kita dengan menyaring secara norma dan budaya Indonesia tentunya.

Page 53: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

34

Pengetahuan akan budaya luar terkadang membuat masyarakat lebih menyukainya

daripada budaya daerah sendiri. Walaupun zaman kini telah serba modern, kita

harus tetap berpegang teguh kepada kebudayaan kita sendiri. Strategi itu lah yang

bisa kita lakukan agar kebudayaan kita tetap terjaga (Sihnanto, 2012).

Adapun strategi lain yang digunakan untuk mempertahankan falsafah hidup yaitu

dengan cara penerapan tentang budaya di dalam lingkungan keluarga. Penerapan

ini ada beberapa strategi. Diantaranya (1) pengenalan bahasa yang dimulai sejak

bayi lahir. Masyarakat Jawa mempunyai kebiasaan mengajak bicara bayi dengan

bahasa yang akan diprogramkan kepadanya. Beberapa orang tua Jawa

menyebutnya “juweh” yang artinya orang tua atau orang dewasa harus cerewet

atau sering mengajak bicara bayi agar perkembangan kognitifnya cepat dan

mudah dalam memahami bahasa. Cara kedua adalah (2) Imitasi yang berarti

menirukan. Pada dasarnya anak dapat menangkap bahasa dari orangtua atau orang

di sekitarnya sejak dari dalam kandungan (Dardjowidjojo, 2010). Namun, proses

aplikasi pembelajaran bahasanya dimulai sejak tahap pralinguistik pertama yang

disebut tahap meraban, yaitu anak berada di usia 0 sampai 5 bulan mulai

mengeluarkan bunyi-bunyian seperti tangisan, menjerit, tertawa dan sebagainya

(Hartati, 2000). Bunyi-bunyian tersebut merupakan respon dan bahasa isyarat

terhadap orang yang ada di sekelilingnya. Cara ketiga adalah (3) pengujian

hipotesis yang dilakukan oleh anak. Anak mulai mengenal bahasa kedua dan

ketiga selain bahasa ibunya serta mulai membandingkan bahasa mana yang paling

mudah untuk dipahami dan layak untuk dipertahankan. Dalam kasus ini, bahasa

Jawa Krama menjadi bahasa ibu. Setiap bahasa memiliki tingkat kesulitan

masing-masing termasuk bahasa Jawa Krama yang mempunyai aturan yang

Page 54: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

35

beragam dan lebih rumit dari bahasa Jawa Ngoko dan bahasa Indonesia. Dalam

ranah keluarga, orang tua menjadikan bahasa Jawa Krama sebagai alat

komunikasi harian sehingga pembiasaan ini menepiskan tingkat kesulitan dalam

memahami aturannya. Justru anak cenderung lebih menyukai untuk

mempelajarinya lebih dalam. Misalnya ada tingkatan-tingkatan dalam

membahasakan kata “kamu” dengan melihat usia dan status orang yang diajak

bicara. Kata “kamu” bisa dibahasakan dari “kowe”, “sampeyan” dan

“panjenengan”. Struktur-struktur seperti ini diuji oleh anak-anak melalui proses

pembelajaran yang ia dapatkan di ranah pendidikan maupun kelauarga. Kedua

wilayah ini saling menopang dalam menyusun tata bahasa Jawa yang telah

diinventarisasi oleh anak. Sehingga kemampuan bahasa mereka terus berkembang

dan membentuk rasa bahasa serta memberlakukan bahasa tersebut sesuai dengan

nilai budaya yang tertanam di dalamnya. Cara ketiga disambut dengan cara yang

keempat yaitu (4) modelling. Modelling merupakan proses belajar melalui

pengamatan terhadap orang yang ia jadikan model. Pengamatan tersebut

mencakup proses seleksi dan pengambilan nilai-nilai budaya yang akan ia imitasi

atau diambil konsekuensinya saja. Orang tua mencontohkan bagaimana bahasa

Jawa Krama digunakan sesuai dengan kaidahnya dimana pemilihan diksi dalam

bahasa tersebut harus mempertimbangkan status sosial, usia atau jenis kelamin

orang yang diajak bicara. Anak mulai belajar nilai-nilai budaya yang tersirat

dalam bahasa tersebut. Penyampaian nilai-nilai budaya Jawa ini juga dikuatkan

melalui pola pengasuhan Jawa yang menekankan beberapa nilai pendidikan

berikut: tanggungjawab, kejujuran, kedispilinan, komitmen dan konsisten

terhadap kewajiban. Pola pengasuhan yang khas dengan nuansa kelembutan

Page 55: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

36

budaya Jawa ini berpengaruh terhadap perilaku anak yang tergambarkan dengan

kesantunannya, rasa hormat kepada orang tua dan orang lain, lembah lembut,

kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan serta rasa kebersamaan dengan

mempriorotaskan kepentingan bersama daripada pribadinya. Penegakan sikap

kepatuhan, rasa hormat dan sopan melalui penerapan bahasa Jawa Krama harus

tetap dipertahankan namun sikap keterbukaaan dan kedekatan dengan anak harus

terus dibangun. Sehingga generasi berikutnya dapat mengalami perkembangan

kepribadian yang sesuai dengan harapan (Bandura, 2001).

2.6 Konsep Merantau

Merantau merupakan suatu pola perpindahan dari daerah asal ke daerah lain

dengan keinginannya sendiri. Merantau bertujuan untuk mengubah nasib, di

samping itu juga menjadi suatu nilai budaya.

Menurut (Naim, 2013), rantau adalah kata benda yang berarti dataran rendah atau

daerah aliran sungai. Jadi biasanya terletak dekat dari daerah pesisir. Merantau

adalah kata kerja yang berawalan me- yang berarti pergi ke rantau, dipandang dari

sudut sosiologi istilah ini mengandung enam unsur pokok yaitu:

1. Meninggalkan kampung halaman

2. Dengan kemauan sendiri

3. Untuk jangka waktu yang lama

4. Dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau mencari

pengalaman

5. Biasanya dengan maksud kembali pulang, dan

6. Merantau ialah lembaga sosial yang membudaya.

Page 56: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

37

2.7 Landasan Teori

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada teori perubahan sosial

diantaranya teori fungsianalis, teori siklus dan teori evolusi untuk menganalisis

mengenai perubahan falsafah hidup masyarakat Suku Jawa di perantauan.

1. Teori Fungsianalis

Teori ini memandang penyebab dari perubahan adalah adanya

ketidakpuasan masyarakat karena kondisi sosial yang berlaku pada masa

ini yang mempengaruhi pribadi mereka. Menurut William Ogburn (dalam

Ranjabar, 2015) menjelaskan, bahwa meskipun terdapat hubungan yang

berkesinambungan antara unsur sosial satu dan yang lain, namun dalam

perubahan ternyata masih ada sebagian yang mengalami perubahan tetapi

sebagian yang lain masih dalam keadaan tetap (statis). Dengan demikian,

setiap perubahan tidak selalu membawa perubahan pada semua unsur

sosial, sebab masih ada sebagian yang tidak ikut berubah. Unsur yang

tidak mengalami perubahan ini dikatakan mengalami ketertinggalan yang

berakibat pada ketimpangan atau kesenjangan kebudayaan (Ranjabar,

2015).

2. Teori Siklus

Menurut Oswald Spengler (dalam Ranjabar, 2015) teori ini

menggambarkan bahwa perubahan sosial bagaikan roda yang sedang

berputar, yang artinya perputaran zaman merupakan sesuatu hal yang tidak

dapat dielak oleh siapa pun dan tidak dapat dikendalikan oleh siapa pun.

Bangkit dan mundurnya sebuah peradaban merupakan bagian dari sifat

alam yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia. Teori ini ekuivalen

Page 57: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

38

dengan falsafah Jawa di mana hidup bagaikan roda yang berputar. Dalam

teori ini dinyatakan bahwa setiap masyarakat akan senantiasa berkembang

melalui empat tahapan, yaitu; masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan

masa tua. Latar belakang teori ini diidentifikasikan dari gambaran

perkembangan masyarakat, di mana masyarakat Barat di masa renaisance

dianggap sebagai kehidupan masa dewasa. Akan tetapi, hal yang tidak

dapat dielak dari kenyataan ialah di mana tuanya digambarkan pada

saatnya nanti masyarakat Barat akan mengalami kemunduran sebagaimana

perjalanan masyarakat Yunani, Majapahit, Mesir Kuno, Romawi yang

pada akhirnya mengalami kemunduran juga (Ranjabar, 2015).

3. Teori Evolusi

Menurut (Soekanto) teori ini menjelaskan bahwa perubahan sosial terjadi

secara lambat untuk waktu yang lama di dalam sistem masyarakat.

Menurut teori ini, perubahan sosial terjadi karena perubahan pada cara

pengorganisasian masyarakat, sistem kerja, pola pemikiran, dan

perkembangan sosial. Perubahan sosial dalam teori ini jarang

menimbulkan konflik karena perubahannya berlangsung lambat dan

cenderung tidak disadari (Soekanto dan Sulistyowati, 2015).

2.8 Kerangka Pikir

Filsafat Jawa adalah landasan hidup Suku Jawa dalam melangkah, yang

merupakan bagian dari ilmu (kawruh) kejawaan yang abstrak. Filsafat Jawa itu

sebuah konsep abstrak tentang pandangan hidup. Itulah sebabnya, tidak akan sia-

sia apabila konsep itu diterapkan dalam hidup sehari-hari. Ilmu filsafat Jawa

adalah dunia simbolik Jawa yang diaplikasikan dalam kehidupan Suku Jawa

Page 58: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

39

sehari-hari. Oleh sebab itu landasan filsafat perlu di implementasikan ke dalam

hidup. Budaya dan pandangan hidup Suku Jawa telah ada dan akan selalu

mengalami perubahan dan pergeseran sesuai dengan perkembangan zaman. Tetapi

sejarah telah membuktikan bahwa perubahan-perubahan itu tidak sampai

mencabut pandangan hidup Suku Jawa dari akar dan sumber kekuatannya (Yana,

2012).

Tidak ada masyarakat yang tidak mengalami perubahan, sebab kehidupan sosial

adalah dinamis. Perubahan sosial merupakan bagian dari gejala kehidupan sosial,

sehingga perubahan sosial merupakan gejala sosial yang normal. Begitu juga

dengan falsafah Jawa yang mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan

zaman. Oleh sebab itu, untuk menganalisis masalah ini peneliti menggunakan

teori perubahan sosial yang terdiri dari teori fungsianalis, teori siklus dan teori

evolusi. Menurut teori fungsianalis bahwa setiap perubahan tidak selalu membawa

perubahan pada semua unsur sosial, sebab masih ada sebagian yang tidak ikut

berubah. Pernyataan ini sama hal nya seperti yang terjadi pada falsafah Jawa yang

mengalami perubahan tetapi tidak sampai mencabut pandangan hidup Suku Jawa.

Menurut teori siklus bahwa perubahan sosial bagaikan roda yang sedang berputar,

yang artinya perputaran zaman merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dielak

oleh siapa pun dan tidak dapat dikendalikan oleh siapa pun. Teori ini ekuivalen

dengan falsafah Jawa di mana hidup bagaikan roda yang berputar serta teori

evolusi yang menjelaskan bahwa perubahan sosial terjadi secara lambat untuk

waktu yang lama di dalam sistem masyarakat, seperti halnya dengan falsafah

hidup Suku Jawa yang perubahannya berlangsung lambat dan cenderung tidak

disadari. Ketiga teori tersebut membantu peneliti menjelaskan mengenai

Page 59: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

40

perubahan falsafah hidup masyarakat Jawa. Berdasarkan kerangka pikir di atas

maka dapat dibuat bagan kerangka pikir sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Pikir

Masyarakat Suku Jawa di

Perantauan

Falsafah Hidup Masyarakat Suku

Jawa

Perubahan Falsafah Hidup

Masyarakat Suku Jawa

Faktor Penyebab Perubahan

Falsafah Hidup Masyarakat Suku

Jawa

Strategi Mempertahankan Falsafah

Hidup Masyarakat Suku Jawa

Page 60: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

41

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif.

Menurut (Sugiyono, 2011). Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian

yang berdasarkan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada

kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,

teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi atau gabungan, analisis data

bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan

makna pada generalisasi.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan

maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan

melibatkan berbagai metode yang ada. Dalam penelitian kualitatif metode yang

biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan

dokumen. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur

analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi

lainnya. Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun pandangan

mereka yang diteliti yang rinci, dibentuk dengan kata kata, gambaran holistik dan

rumit (Moleong, 2004).

Page 61: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

42

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian

kualitatif memusatkan pada kegiatan ontologis. Data yang dikumpulkan terutama

berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki makna dan mampu memacu

timbulnya pemahaman yang lebih nyata daripada sekedar angka atau frekuensi.

Peneliti menekankan catatan dengan deskripsi kalimat yang rinci, lengkap,

mendalam yang menggambarkan situasi yang sebenarnya guna mendukung

penyajian data. Oleh sebab itu penelitian kualitatif secara umum sering disebut

sebagai pendekatan kualitatif deskriptif. Peneliti berusaha menganalisis data

dalam berbagai nuansa sesuai bentuk aslinya seperti pada waktu dicatat atau

dikumpulkan (Nugrahani, 2014).

Dari penjelasan diatas tujuan peneliti menggunakan metode ini agar mendapatkan

informasi secara menyeluruh dan mendalam tentang penelitian yang mengangkat

tentang perubahan falsafah hidup masyarakat Suku Jawa di perantauan. Penelitian

ini akan di lakukan pada masyarakat Suku Jawa yang tinggal sebagai perantau di

Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini yaitu di daerah Kecamatan Rajabasa,

Bandar Lampung. Guna memperoleh data, penelitian ini dilakukan pada

masyarakat Suku Jawa yang tinggal sebagai perantau di Kecamatan Rajabasa,

Bandar Lampung. Alasan dipilihnya daerah ini karena Kecamatan Rajabasa

merupakan Kecamatan yang mudah dijangkau dan saya juga tinggal di Kecamatan

Rajabasa sudah lama jadi sedikit paham dibandingkan dengan Kecamatan yang

lain yang berada di Bandar Lampung.

Page 62: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

43

3.3 Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini merupakan acuan untuk melakukan penelitian. Fokus

penelitian pada penelitian ini berfungsi untuk membatasi ruang lingkup

permasalahan yang akan diteliti. Sehingga nantinya pembahasan dari penelitian

ini tidak akan terlalu luas dari judul yang ditentukan. Penelitian ini berfokus pada

perubahan falsafah hidup masyarakat Suku Jawa di perantauan, adapun fokus

penelitian yang diambil yaitu 5 falsafah hidup masyarakat Suku Jawa berdasarkan

5 unsur masalah pokok dalam kehidupan manusia yang ingin peneliti lihat

perubahannya, faktor penyebab perubahan falsafah hidup masyarakat Suku Jawa

di perantauan, serta strategi mempertahankan falsafah hidup masyarakat Suku

Jawa di perantauan. Fokus pada penelitian ini meliputi :

1. Perubahan falsafah hidup masyarakat Suku Jawa berdasarkan 5 unsur

masalah pokok dalam kehidupan manusia:

1) Hakikat Hidup Manusia :

a) Urip Iku Urup (Hidup itu Nyala, Hidup itu hendaknya

memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar

manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik, tapi

sekecil apapun manfaat yang dapat kita berikan, jangan

sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat).

b) Eling Sangkan Paraning Dumadhi. Dalam pergaulan

masyarakat Suku Jawa terutama kalangan generasi tua,

ungkapan yang arif ini sangat terkenal. Secara bebas diartikan

sebagai ingat akan asal dan tujuan hidup. Ungkapan ini

mengandung nasihat agar seseorang selalu waspada dan eling

Page 63: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

44

(ingat, sadar) terhadap sangkan (asal) manusia dan paran

(tujuan akhir).

2) Hakikat Karya Manusia :

a) Nrimo ing pandum Arti yang mendalam menunjukkan pada

sikap kejujuran, keikhlasan, ringan dalam bekerja dan

ketidakinginan untuk korupsi. Inti filosofi ini adalah orang

harus iklas menerima hasil dari usaha yang sudah dia

kerjakan. Filosofi tersebut artinya menerima segala pemberian.

Kita sebaiknya bisa ikhlas dalam menghadapi segala hal yang

terjadi didalam hidup kita. Hal ini ditunjukkan khususnya agar

kita tidak menjadi orang yang serakah dan menginginkan hak

milik orang lain.

b) Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara

(Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan,

kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat

angkara murka, serakah dan tamak).

3) Hakikat Kedudukan Manusia dengan Ruang dan Waktu :

a) Alon-alon waton klakon artinya pelan-pelan asal selamat.

Filosofi ini memiliki makna yang mendalam. Disini kita diajak

untuk selalu berhati-hati, ulet, waspada, istiqomah, dan

berusaha dalam menjalani hidup.

Page 64: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

45

4) Hakikat Manusia dan Alam Sekitarnya :

a) Ibu bumi, bapak aksa artinya ibu adalah bumi dan bapak

adalah langit.

5) Hubungan Manusia dan Sesamanya :

a) Ojo ganggu sak karepe dewe artinya jangan berbuat

sekehendak sendiri, jangan semena-mena terhadap orang lain.

2. Faktor penyebab perubahan falsafah hidup masyarakat Suku Jawa di

perantauan:

1) Faktor Internal :

a) Tidak ada keinginan untuk belajar

2) Faktor Eksternal :

a) Lingkungan sekitar

b) Pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

3. Strategi mempertahankan falsafah hidup masyarakat Suku Jawa di

perantauan:

a) Menumbuhkan rasa cinta terhadap suku sendiri.

b) Tidak mudah terpengaruh oleh budaya lain atau asing.

3.4 Penentuan Informan

Menurut (Bungin, 2007) informan penelitian adalah subjek yang memahami

informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami

objek penelitian. Menurut (Endraswarai, 2006) bahwa pemahaman tentang

informan ini penting, karena penelitian budaya mau tidak mau akan berhadapan

Page 65: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

46

dengannya, bahkan boleh dinyatakan informan merupakan “orang nomor satu”

setelah peneliti. Tanpa informan, peneliti mungkin akan buta dan kebingunan.

Ungkapan yang tepat tentang informan adalah Informan is King. Informan adalah

raja, yang dapat menentukan warna penelitian budaya.

Penentuan sumber informasi/informan dalam penelitian ini, dipilih secara

purposive sampling yaitu dengan cara menentukan terlebih dahulu informan atau

narasumber yang akan diwawancarai atau ditetapkan secara sengaja oleh peneliti.

Alasan peneliti menggunakan purposive sampling bertujuan untuk mengambil

informan atau narasumber secara objektif, dengan anggapan bahwa informan atau

narasumber yang diambil itu merupakan keterwakilan dan berkaitan dengan

permasalahan dalam penelitian demi keakuratan penelitian. Adapun yang menjadi

informan atau narasumber yang dianggap dapat mewakili dan berkaitan dengan

permasalahan penelitian ini adalah berjumlah 5 orang yaitu masyarakat Suku Jawa

yang tinggal sebagai perantau di Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung. Adapun

kriteria-kriteria penentuan informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Merupakan Masyarakat yang bersuku Jawa.

2. Merupakan Masyarakat Suku Jawa yang tinggal sebagai perantau di

Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung.

3. Mengetahui dan mengerti tentang konsep falsafah hidup masyarakat Suku

Jawa.

4. Mengetahui dan mengerti tentang perubahan falsafah hidup masyarakat

Suku Jawa.

5. Merupakan masyarakat Suku Jawa yang merantau di Kecamatan Rajabasa,

Bandar Lampung.

Page 66: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

47

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa teknik dalam pengumpulan data kualitatif, yaitu:

1. Observasi

Observasi merupakan suatu kegiatan mendapatkan informasi yang diperlukan

untuk menyajikan gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab

pertanyaan penelitian dengan cara melakukan pengamatan kepada objek

penelitian untuk memperoleh data-data atau informasi yang akurat. Adapun

data atau informasi yang penulis peroleh dari observasi ini adalah data atau

informasi mengenai perubahan falsafah hidup masyarakat Suku Jawa yang

tinggal sebagai perantau di Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung.

Dalam pelaksanaannya, peneliti menggunakan observasi langsung, kemudian

melakukan wawancara langsung terhadap 5 informan yang merupakan

masyarakat Suku Jawa yang tinggal sebagai perantau di Kecamatan Rajabasa,

Bandar Lampung.

2. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh penjelasan untuk mengumpulkan

informasi dengan cara tanya jawab yang dilakukan dengan bertatap muka

antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai dengan menggunakan

pedoman wawancara. Adapun target yang diwawancarai dalam penelitian ini

adalah masyarakat Suku Jawa yang tinggal sebagai perantau di Kecamatan

Rajabasa, Bandar Lampung.

Page 67: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

48

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu penyelidikan yang menggunakan sumber-sumber

dokumentasi untuk mendapatkan data yang diperlukan. Adapun target

dokumentasi yang penulis gali adalah dokumentasi mengenai masyarakat

Suku Jawa yang tinggal sebagai perantau di Kecamatan Rajabasa, Bandar

Lampung dengan tujuan untuk memperkuat hasil penelitian. Adapun data

yang penulis peroleh dari dokumentasi ini adalah foto-foto pada saat

wawancara dengan masyarakat Suku Jawa yang tinggal sebagai perantau di

Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung yang penulis wawancarai pada saat

penelitian berlangsung.

3.6 Jenis Data

Jenis dan sumber data dalam penelitian ini adalah:

1. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari lapangan

penelitian melalui wawancara secara langsung dan terbuka terhadap

informan yang berkompeten sesuai dengan keperluan data. Adapun

informan yang berkompeten dalam penelitian ini adalah masyarakat Suku

Jawa yang tinggal sebagai perantau di Kecamatan Rajabasa, Bandar

Lampung yang berjumlah 5 orang.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku atau literature yang

berhubungan dengan pembahasan dan penelitian yang berdasarkan data

penunjang lain yang kaitannya dengan permasalahannya yang diteliti.

Adapun buku-buku atau literature yang dipakai dalam penelitian ini adalah

buku-buku yang memiliki teori tentang perubahan falsafah hidup

masyarakat Suku Jawa.

Page 68: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

49

3.7 Teknik Analisa Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara

mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting yang

akan di pelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri

sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2012).

Teknis analisis data disajikan dalam bentuk paparan atau gambaran dari temuan-

temuan dilapangan meliputi :

1. Reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan penelitian pada

penyederhanaan, dan tranformasi data kasar yang muncul dari catatan-

catatan yang tertulis dari lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk

analisis yang menajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang

tidak perlu, dan mengorganisasikan sehingga kesimpulan-kesimpulan

dapat ditarik. Reduksi data penulis lakukan pada data hasil wawancara,

dalam hal ini penulis memilih kata-kata yang bisa digunakan untuk

melakukan pembahasan serta menggunakan teori-teori untuk menganalisis

fokus dalam penelitian ini.

2. Penyajian data, yaitu penulis menampilkan sekumpulan informasi tersusun

berdasarkan data primer yang diperoleh dari lokasi penelitian, yang

memberi kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan.

3. Triangulasi Data, merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan

peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Triangulasi ini

selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk

Page 69: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

50

memperkaya data. Pada penelitian ini penulis menggunakan triangulasi

teknik yaitu peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang

berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama.

4. Menarik kesimpulan, merupakan bagian satu kegiatan dari konfigurasi

yang utuh. Makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya,

kekokohan dan kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya.

Setelah data-data tersebut diuji kebenarannya penulis kemudian menarik

kesimpulan berdasarkan data tersebut. Proses analisis yang penulis

lakukan adalah dengan mengacu pada kerangka pikir yang telah

dirumuskan.

3.8 Teknik Keabsahan Data

Teknik keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji kredibilitas data, uji

transferabilitas, uji dependabilitas data (reliabilitas) dan uji konfirmabilitas

(obyektivitas). Adapun uji kredibilitas data yang dilakukan melalui teknik

perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan dalam penelitian, triangulasi,

diskusi dengan teman, analisis kasus negatif, menggunakan bahan referensi, dan

member cek (Sugiyono, 2014).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji kredibilitas data untuk memeriksa

keabsahan data. Namun pada penelitian ini peneliti hanya melakukan teknik

triangulasi dan menggunakan bahan referensi.

1. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas dimakud sebagai pengecekan data

dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi pengumpulan data karena

Page 70: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

51

peneliti bertujuan untuk membandingkan informasi dengan cara

melakukan wawancara dan observasi. Untuk mendapatkan informasi yang

dibutuhkan, peneliti melakukan wawancara dengan masyarakat Suku Jawa

yang tinggal sebagai perantau di Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung

guna mengecek kebenaran informasi tentang perubahan falsafah hidup

masyarakat Suku Jawa di perantauan yang ada di Kecamatan Rajabasa.

Selanjutnya, setelah didapatkan data yang dibutuhkan, peneliti kemudian

menggunakan triangulasi sumber data, dimana selain melakukan

wawancara dan observasi, peneliti juga melakukan dokumentasi guna

menghasilkan bukti atau data yang bervariasi.

2. Selanjutnya pada bagian ini, yang dimaksud bahan referensi yakni adanya

pendukung atas bukti data yang telah ditemukan oleh peneliti. Dalam

penelitian ini, peneliti melakukan wawancara kepada informan, kemudian

dalam melakukan wawancara tersebut didukung oleh adanya dokumen

berupa foto untuk menguji keabsahan data hasil penelitian.

Page 71: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

52

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kecamatan Rajabasa

Wilayah Kecamatan Rajabasa semula merupakan pemekaran dari kecamatan

Induk, yaitu Kecamatan Kedaton berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun

2001 tentang penggabungan, penghapusan dan pemekaran wilayah kecamatan dan

kelurahan di Kota Bandar Lampung menjadi berjumlah 13 kecamatan dan 98

kelurahan. Tujuan dari pemekaran kecamatan dan kelurahan, khusunya

Kecamatan Rajabasa adalah dalam rangka meningkatkan kegiatan

penyelenggaraan pemerintah secara berdaya guna dan berhasil guna serta

merupakan sarana bagi pembinaan wilayah dan unsur pendorong yang kuat bagi

usaha peningkatan pembangunan, juga sarana memperpendek rentang tali kendali

pelayanan kepada masyarakat (Rajabasa dalam Angka, 2018).

Sehingga dengan ditetapkan dan disahkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2001

Tentang Pemekaran Wilayah Kecamatan dan Kelurahan dalam Wilayah Kota

Bandar Lampung dan dengan dilantiknya Drs. Gumsoni, AS, M.Si sebagai

Pejabat Camat berdasarkan Surat Keputusan Walikota Bandar Lampung Nomor

821.22/08/02.7/2001 tanggal 29 Desember 2001, tentang Pelantikan Pejabat

Camat Kecamatan Rajabasa, maka Kecamatan Rajabasa resmi terbentuk,

kemudian ditindaklanjuti dengan peresmian pada tanggal 9 Februari 2002, yang

Page 72: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

53

dipusatkan di Kecamatan Rajabasa oleh Bapak Walikota Bandar Lampung Drs. H.

Suharto beserta wakil ketua DPRD Kota Bandar Lampung Drs. M. Jimo yang

dihadiri oleh MUSPIDA, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh adat dan lain-lain. Sejak

berdirinya Tahun 2002, kepala wilayah Kecamatan Rajabasa telah dijabat oleh 7

(tujuh) orang camat, berikut nama-namanya beserta periode jabatannya :

1. Drs. Gum Sony, AS, M.Si : Tahun 2002 s.d Tahun 2003.

2. Drs. Eddyar Saleh : Tahun 2003 s.d Tahun 2004.

3. Paryanto, S.IP : Tahun 2004 s.d Tahun 2008.

4. Drs. M. Natsir Effendi : Tahun 2008 s.d Tahun 2011.

5. Drs. Suhardi Syamsi, S.E, M.Hum : Tahun 2011.

6. Yuswinardi, S.Sos : Tahun 2011 s.d 2014.

7. Socrat Pringgodanu, S.Stp, MM : Tahun 2014 s.d sekarang.

(Rajabasa dalam Angka, 2018).

4.2 Letak Geografis

Ibukota Kecamatan Rajabasa adalah di Kelurahan Rajabasa, dengan luas wilayah

kecamatan sekitar 1.302 Ha, yang terdiri atas 7 kelurahan yaitu :

1. Kelurahan Gedung Meneng 143 Ha

2. Kelurahan Gedung Meneng Baru 84 Ha

3. Kelurahan Rajabasa 100 Ha

4. Kelurahan Rajabasa Pemuka 134 Ha

5. Kelurahan Rajabasa Nunyai 125 Ha

6. Kelurahan Rajabasa Raya 358 Ha

7. Keluarahan Rajabasa Jaya 358 Ha

Page 73: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

54

Kecamatan Rajabasa merupakan salah satu dari dua puluh kecamatan dalam

wilayah Pemerintahan Kota Bandar Lampung yang sebelumnya merupakan

bagian dari Kecamatan Kedaton dimana pada tahun 2001 terjadi pemekaran dan

dibentuk kecamatan tersendiri. Kecamatan ini memiliki luas wilayah seluruhnya

1.302 hektar (Rajabasa dalam Angka, 2018).

Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Rajabasa adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kecamatan Natar, Lampung Selatan

b. Sebelah Selatan : Kecamatan Tanjung Karang Barat Kemiling dan

Langkapura

c. Sebelah Barat : Kecamatan Natar, Lampung Selatan

d. Sebelah Utara : Kecamatan Labuhan Ratu dan Tanjung Seneng

Secara geografis Kecamatan Rajabasa merupakan daerah daratan yang sebagian

besar merupakan lahan pertanian tadah hujan. Kecamatan Rajabasa dengan luas

daerah 1.302 Ha sebagian besar digunakan untuk lahan perumahan / pemukiman

dan areal pertanian (Rajabasa dalam Angka, 2018).

4.3 Demografi

Penduduk Kecamatan Rajabasa menurut kelurahan dan jenis kelamin terdiri dari

25.373 laki-laki dan 24.462 perempuan.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelurahan dan Jenis Kelamin di Kecamatan

Rajabasa.

No Kelurahan Laki-Laki Perempuan

1 Gedung Meneng 4.168 4.089

2 Gedung Meneng Baru 1.436 1.665

3 Rajabasa 3.567 3.985

4 Rajabasa Pemuka 3.976 3.057

5 Rajabasa Nunyai 4.112 3.963

Page 74: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

55

6 Rajabasa Raya 4.415 4.216

7 Rajabasa Jaya 3.699 3.487

Jumlah 25.373 24.462

(Sumber :Rajabasa dalam Angka, 2018)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk laki-laki dan

perempuan di Kelurahan Gedung Meneng berjumlah 4.168 jiwa dan 4.089 jiwa, di

Kelurahan Gedung Meneng Baru berjumlah 1.436 jiwa dan 1.665 jiwa, di

Kelurahan Rajabasa berjumlah 3.567 jiwa dan 3.985 jiwa, di Kelurahan Rajabasa

Pemuka berjumlah 3.976 jiwa dan 3.057 jiwa, di Kelurahan Rajabasa Nunyai

berjumlah 4.112 jiwa dan 3.963 jiwa, di Kelurahan Rajabasa Raya berjumlah

4.415 jiwa dan 4.216 jiwa dan di Kelurahan Rajabasa Jaya berjumlah 3.699 jiwa

dan 3.487 jiwa. Jadi, penduduk laki-laki dan perempuan yang paling banyak dan

paling sedikit ada di Kelurahan Rajabasa Raya dan Gedung Meneng Baru dengan

jumlah laki-laki 4.415 jiwa dan 1.436 jiwa dan jumlah perempuan 4.216 jiwa dan

1.665 jiwa.

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di

Kecamatan Rajabasa.

No Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 0-4 2.192 2.009 4.201

2 5-9 2.265 1.995 4.260

3 10-14 2.020 1.764 3.784

4 15-19 2.331 2.602 4.933

5 20-24 2.788 2.940 5.728

6 25-29 2.313 1.953 4.266

7 30-34 2.044 1.754 3.798

8 35-39 1.841 1.789 3.630

9 40-44 1.886 1.774 3.660

10 45-49 1.624 1.504 3.128

11 50-54 1.281 1.281 2.562

12. 55-59 1.017 1.141 2.158

13. 60-64 804 797 1.601

14. 65+ 967 1.159 2.126

Jumlah 25.373 24.462 49.835

(Sumber : Rajabasa dalam Angka, 2018)

Page 75: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

56

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk menurut golongan

umur dan jenis kelamin di Kecamatan Rajabasa paling banyak berusia 20-24

tahun dengan jumlah 5.728 jiwa dan yang paling sedikit berusia 60-64 tahun

dengan jumlah 1.601 jiwa.

Tabel 5. Kepadatan Penduduk Menurut Kelurahan di Kecamatan Rajabasa.

No Kelurahan Luas Daerah

(Km2)

Jumlah

Penduduk

Kepadatan

per Km2

1 Gedung Meneng 1,70 8.257 4.857

2 Gedung Meneng Baru 0,78 3.101 3.976

3 Rajabasa 1,12 7.552 6.743

4 Rajabasa Pemuka 1,25 8.075 6.460

5 Rajabasa Nunyai 3,23 7.033 2.177

6 Rajabasa Raya 3,58 8.631 2.411

7 Rajabasa Jaya 4,30 7.186 1.671

Jumlah 15,96 49.835 3.122

(Sumber : Rajabasa dalam Angka, 2018)

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk menurut Kelurahan

di Kecamatan Rajabasa yang paling luas yaitu Kelurahan Rajabasa Jaya dengan

luas 4,30 km2 dan yang paling banyak penduduknya yaitu Kelurahan Rajabasa

Raya dengan jumlah penduduk 8.631 jiwa serta Kelurahan yang paling padat

penduduknya ada di Kelurahan Rajabasa dengan jumlah penduduk 6.743 jiwa.

Page 76: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

111

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka kesimpulan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perubahan falsafah hidup masyarakat Suku Jawa di perantauan, falsafah

ini dulunya sangat diyakini dan selalu dipegang teguh oleh masyarakat

Suku Jawa. Falasafah Jawa ini sangat bermanfaat serta sangat berguna

untuk kehidupan sehari-hari. Merantau menyebabkan mereka perantau

mau tidak mau harus tinggal di lingkungan masyarakat yang bukan Suku

Jawa. Kontak dengan masyarakat dan budaya lain, baik secara langsung

maupun tidak langsung dapat menyebabkan terjadinya perubahan sosial

budaya dalam masyarakat. Selain itu, perubahan juga terjadi pada

masyarakat Suku Jawa yang tidak lagi memegang teguh falsafah hidup

Suku Jawa atau pandangan hidup Suku Jawa. Hal ini dibuktikan dengan

masyarakat Suku Jawa yang tidak menerapkan lagi falsafah hidup Suku

Jawa dalam kehidupan sehari-hari, salah satu contohnya yaitu pada zaman

dahulu falsafah Suku jawa yang berbunyi “alon-alon waton klakon” yang

artinya pelan-pelan asal selamat masih banyak diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari. Namun, setelah berkembangnya zaman falsafah

hidup Suku jawa berubah bunyi menjadi “cepat asal selamat“, bukan

Page 77: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

112

konsepnya yang berubah tetapi sikap dan perilaku mereka yang berubah,

karena masyarakat Suku Jawa mengganggap falsafah tersebut hanyalah

peribahasa padahal falsafah tersebut penuh dengan makna dan memiliki

filosofi tersendiri, begitupun dengan falsafah hidup Suku Jawa yang

lainnya.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan falsafah hidup masyarakat

Suku Jawa di perantauan ada 2 faktor yakni faktor internal dan faktor

eksternal, diantaranya sebagai berikut :

1. Faktor Internal

a) Tidak ada keinginan untuk belajar, faktor penyebab ini didasarkan

pada diri seseorang / individu yang tidak mempunyai keinginan

untuk belajar mengenai kebudayaan mereka sendiri. Pastinya orang

tua sudah mengajari anaknya mengenai kebudayaan mereka,

namun tidak bisa dipungkiri bahwa anak zaman sekarang

cenderung memilih untuk bermain gadget ketimbang untuk belajar.

2. Faktor Eksternal

a) Faktor lingkungan sekitar, perubahan falsafah hidup masyarakat

Suku Jawa dapat disebabkan oleh lingkungan sekitar tempat

tinggal kita karena di indonesia ini tidak hanya ada Suku Jawa saja

melainkan banyak suku-suku lain dan budaya lain, sehingga

banyak terjadi kontak dengan masyarakat dan budaya lain, baik

secara langsung maupun tidak langsung.

b) Faktor pengaruh kebudayaan masyarakat lain, adanya informasi

yang semakin canggih, seperti televisi, radio, dan internet

Page 78: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

113

memudahkan pengaruh kebudayaan masyarakat lain masuk dalam

suatu negara. Akibatnya muncul perubahan pada masyarakat yang

menerima pengaruh kebudayaan itu.

3. Strategi untuk mempertahankan falsafah hidup masyarakat Suku Jawa di

perantauan adalah sebagai berikut :

a. Menumbuhkan rasa cinta terhadap suku sendiri, artinya menumbuhan

rasa cinta tanah air dan mengenalkan budaya lokal sejak dini kepada

anak cucu kita supaya mereka menjadi pribadi yang mempunyai

identitas Indonesia, serta menyaring berbagai budaya luar yang masuk

mana yang boleh di perkenalkan dan mana yang tidak pantas untuk

anak cucu kita dengan menyaring secara norma dan budaya Indonesia

tentunya.

b. Tidak mudah terpengaruh oleh budaya lain atau asing, pengetahuan

akan budaya luar terkadang membuat masyarakat lebih menyukainya

daripada budaya daerah sendiri. Untuk menerima kebudayaan luar tapi

juga tetap menjaga kebudayaan Indonesia, kita perlu bikin filter, jadi

kebudayaan luar yang masuk kita saring, terus ambil yang baik dan

buang yang buruk tidak perlu kita serap semuanya, walaupun zaman

kini telah serba modern, kita harus tetap berpegang teguh kepada

kebudayaan kita sendiri.

Page 79: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

114

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian tentang “Perubahan Falsafah Hidup Masyarakat Suku

Jawa di Perantauan (Studi Pada Masyarakat Suku Jawa yang Tinggal sebagai

Perantau di Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung), peneliti memiliki beberapa

saran yang sekiranya dapat bermanfaat, yaitu:

1. Bagi masyarakat Suku Jawa, supaya tetap menjaga dan melestarikan

budaya Suku Jawa, khususnya untuk falsafah masyarakat Suku Jawa

karena falsafah tersebut merupakan pandangan hidup masyarakat Suku

Jawa yang harus selalu dipegang teguh dimanapun kita berada.

2. Bagi perantau, seharusnya jangan mudah terpengaruh oleh budaya lainnya

ataupun dengan lingkungan sekitar kita yang menyebabkan falsafah hidup

atau pandangan hidup masyarakat Suku Jawa menjadi berubah dan pudar.

3. Bagi generasi muda, seharusnya bangga dengan kebudayaan yang kita

punya dan kita harus bisa serta semampunya mempertahankan budaya kita

yaitu budaya masyarakat Suku Jawa yang antara lain di dalamnya terdapat

bahasa, adat istiadat, falsafah dan lain sebagainya agar tidak berubah

ataupun pudar dan agar tetap lestari selamanya.

4. Peneliti berharap penelitian ini akan berguna bagi peneliti-peneliti

selanjutnya untuk dapat meneliti lebih baik lagi sehingga melengkapi data-

data yang sekiranya kurang terpenuhi.

Page 80: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

115

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. 2012. Sosiologi Skematika, Teori, Dan Terapan. Jakarta. PT. Bumi

Aksara.

Astiyanto, Heniy. 2006. Filsafat Jawa: Menggali Butir-Butir Kearifan Lokal.

Yogyakarta. Warta Pustaka.

Bandar Lampung dalam Angka. 2017. Kota Bandar Lampung Dalam Angka

2017. Bandar Lampung. BPS Provinsi Lampung.

Bandura, A. 2001. Teori Kognitif Sosial: Suatu Perspektif Agen. Tahunan

Ulasan Psikologi.

BPS Provinsi Lampung. 2010. Sensus Penduduk Tahun 2010. Bandar

Lampung. BPS Provinsi Lampung.

BPS Provinsi Lampung. 2014. Sensus Penduduk Tahun 2014. Bandar Lampung.

BPS Provinsi Lampung.

BPS Kota Bandar Lampung. 2018. Kota Bandar Lampung dalam Angka 2018

Bandar Lampung. BPS Kota Bandar Lampung.

Bratawidjaja, Thomas. 2000. Upacara Tradisional Masyarakat Jawa.

Jakarta. Pustaka Sinar Harapan.

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta. Penada Media Group.

Ciptoprawiro, Abdullah. 2006. Filsafat Jawa. Semarang. Balai Pustaka.

Dardjowidjojo, S. 2010. Psikoliguistik. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

Endraswara, Suwardi. 2005. Tradisi Lisan Jawa : Warisan Abadi Budaya

Leluhur. Yogyakarta. Narasi.

Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan.

Tangerang. Pustaka Widyatama.

Endraswara, Suwardi. 2010. Falsafah Hidup Jawa. Tangerang. Cakrawala.

Page 81: PERUBAHAN FALSAFAH HIDUP MASYARAKAT SUKU JAWA DI ...digilib.unila.ac.id/60002/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Lutfia Anis, Alifia Saputri, Aviani Novita Sari, Wiwi Nur Indah

116

Hartati, T. 2000. Pemerolehan Imbuhan Siswa Sekolah Dasar Negeri Cileunyi

Kabupaten Bandung. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia.

Moleong, Lexy. J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT Remaja

Rosdakarya

Naim, Mochtar. 2013. Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau. PT Raja

Grafindo: Jakarta.

Nugrahani, Farida. 2014. Metode Penelitian Kualitatif dalam Penelitian

Pendidikan Bahasa. Solo. Cakra Books.

Rajabasa dalam Angka. 2018. Kecamatan Rajabasa Dalam Angka 2018. Bandar

Lampung. BPS Provinsi Lampung.

Ranjabar, Jacobus. 2015. Perubahan Sosial: Teori-Teori dan Proses Perubahan

Sosial Serta Teori Pembangunan. Bandung. Alfabeta.

Sadulloh, Uyoh. 2006. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. V. Alfabeta.

Sihnanto. 2012. Kesejahteraan Sosial. Bandung. Stks Bandung.

Soekanto, Soerjono & Sulistyowati, Budi. 2015. Sosiologi Suatu Pengantar.

Jakarta. Rajawali Pers.

Soekanto, Soerjono. 2017. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Rajawali Pers.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif, dan

R&D. Bandung. Alfabeta.

Suwarno, dkk. 2011. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bandar Lampung.

Universitas Lampung.

Syukur, Abdul. 2013. Studi Budaya Indonesia. Jakarta. Pustaka Setia.

Yana, MH. 2010. Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa. Yogyakarta.

Absolut.

Yana, MH. 2012. Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa. Yogyakarta.

Bintang Cermelang.

Mohammad, Syafii. 2011. Filosofi Jawa. skp.unair.ac.id/repository/Guru-

Indonesia/FilosofiJawa_MohammadSyafii_10832.pdf (Diakses pada

tanggal 01 Maret 2019).