PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

33
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR Beauveria bassiana MUTAN SERTA VIRULENSINYA TERHADAP HAMA PENGISAP POLONG KEDELAI (Riptortus linearis) DI LABORATORIUM Skripsi Oleh Lita Aprianda Sari FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Transcript of PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

Page 1: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR Beauveria

bassiana MUTAN SERTA VIRULENSINYA TERHADAP HAMA

PENGISAP POLONG KEDELAI (Riptortus linearis) DI LABORATORIUM

Skripsi

Oleh

Lita Aprianda Sari

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

Page 2: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

ABSTRAK

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR Beauveria

bassiana MUTAN SERTA VIRULENSINYA TERHADAP HAMA

PENGISAP POLONG KEDELAI (Riptortus linearis) DI LABORATORIUM

Oleh

LITA APRIANDA SARI

Penelitian ini bertujuan mengetahui pertumbuhan dan perkembangan in vitro

jamur Beauveria bassiana mutan serta virulensinya terhadap hama pengisap

polong kedelai. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dimulai bulan Januari - Juni

2017. Uji pertumbuhan B. bassiana secara in vitro menggunakan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan diulang 5 kali. Uji virulensi jamur B.

bassiana terhadap R. linearis menggunakan analisis probit. Virulensi

diindikasikan dengan LT50 atau lethal time 50, yaitu waktu yang dibutuhkan jamur

ini untuk mematikan 50% larva uji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat

Bbyf22 dan Bbyf24 (mutan) mampu tumbuh dan berkembang dengan normal

seperti isolat Bbyf (wildtype). Jamur B. bassiana terbukti virulen terhadap hama

R. linearis dengan LT50 = 3,7 hari (isolat Bbyf22, mutan); 4,9 hari (isolat Bbyf24,

mutan); dan 3,5 hari (isolat Bbyf, wildtype).

Kata kunci : Beauveria bassiana, pengisap polong kedelai, Riptortus linearis,

virulensi.

Page 3: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR Beauveria

bassiana MUTAN SERTA VIRULENSINYA TERHADAP HAMA

PENGISAP POLONG KEDELAI (Riptortus linearis) DI LABORATORIUM

Oleh

Lita Aprianda Sari

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

Page 4: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …
Page 5: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …
Page 6: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …
Page 7: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 April 1994 di Bandar Lampung. Penulis

merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Kurniadi dan

Ibu Betti.

Penulis telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Kartika II-5 pada

tahun 2000-2006; Penulis menempuh Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri

9 Bandar Lampung pada tahun 2006-2009; kemudian melanjutkan Sekolah

Menengah Atas di SMA Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2009-2012. Pada

tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian

Universitas Lampung Jurusan Agroteknologi melalui jalur masuk SNMPTN

Undangan 2012.

Penulis telah melaksanakan Praktik Umum pada tahun 2015 di Parung Farm,

Cianjur, Jawa Barat. Penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN)

tahun 2016 di Desa Bawang Tirto Mulyo, Kecamatan Banjar Baru, Kabupaten

Tulang Bawang. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam

organisasi Persatuan Mahasiswa Agroteknologi (PERMA AGT) sebagai anggota

Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang).

Page 8: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.

Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.”

(Q.S. Al-Insyirah: 5-6)

Everything will be okay in the end

If it’s not okay, it’s not the end

(John Lennon)

THINK POSITIVELY

AND

POSITIVE THINGS WILL HAPPEN

Page 9: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

SANWACANA

Alhamdulillah segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

segala rahmat, nikmat, dan karunia yang senantiasa dicurahkan sehingga dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pertumbuhan dan Perkembangan In Vitro

Jamur Beauveria bassiana Mutan serta Virulensinya terhadap Hama Pengisap

Polong Kedelai (Riptortus linearis) di Laboratorium”. Penyusunan skripsi ini

merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Jurusan

Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Selama penelitian, penulis telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. F.X. Susilo, M. Sc., selaku pembimbing utama yang telah

meluangkan waktu dan fikiran dalam membimbing dan memberikan petunjuk

serta mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran selama penelitian dan

penulisan skripsi.

Page 10: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

4. Ibu Yuyun Fitriana, S.P., M.P., Ph.D., selaku pembimbing kedua yang telah

memberikan nasehat dan saran selama penulis melakukan penelitian dan

penulisan skripsi.

5. Ibu Ir. Lestari Wibowo, M.P., selaku pembahas yang telah banyak

memberikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.

6. Bapak Radix Suharjo, S.P., M.Agr., Ph.D., selaku pembimbing akademik yang

telah memberikan saran kepada penulis.

7. Kedua orang tuaku Mama, Papa dan Kakakku tercinta yang selalu

memberikan kasih sayang, cinta, nasehat, motivasi dan doa kepada penulis

sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Universitas Lampung.

8. Sahabat-sahabatku terimakasih untuk kebersamaan, keceriaan, dan

kebahagiaan.

9. Teman-teman Agroteknologi angkatan 2012 khususnya kelas B terimakasih

atas kebersamaan dan kebahagiaan selama ini.

Bandar Lampung,

Penulis

Lita Aprianda Sari

Page 11: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL. .................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR. ............................................................................. vii

I. PENDAHULUAN. ..................................................................... 1

1.1 Latar Belakang. ..................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian. ................................................................. 2

1.3 Kerangka Pemikiran. ............................................................ 3

1.4 Hipotesis. .............................................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA. ............................................................ 4

2.1 Hama pengisap polong kedelai (Riptortus linearis). .............. 4

2.2 Pengendalian Hayati. ............................................................. 6

2.3 Beauveria bassiana................................................................. 6

2.4 Mutan Beauveria bassiana..................................................... 8

III. BAHAN DAN METODE. ........................................................... 9

3.1 Waktu dan Tempat. ................................................................ 9

3.2 Bahan dan Alat. ...................................................................... 9

3.3 Metode Penelitian. .................................................................. 10

3.4 Pelaksanaan Penelitian. ........................................................ 10

3.5 Pengamatan. ........................................................................... 12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ..................................................... 15

4.1 Hasil Penelitian. .................................................................... 15

4.1.1 Uji Pertumbuhan dan Perkembangan jamur B. bassiana

(mutan dan wildtype) secara in vitro pada media PDA.

15

4.2 Pembahasan. ......................................................................... 15

Page 12: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

V. SIMPULAN DAN SARAN. ........................................................... 19

5.1 Simpulan ................................................................................. 19

5.2 Saran ....................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 20

LAMPIRAN ............................................................................................. 23

Tabel 5 – 24 ............................................................................................... 23

Gambar 3 – 6 ............................................................................................. 28

Page 13: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

vi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Isolat B. bassiana yang digunakan dalam penelitian. ......................... 10

2. Kerapatan spora B. bassiana. .................................................................. 16

3. Daya berkecambah (viabilitas) spora jamur B. bassiana yang telah

diinkubasi selama 16 jam pada media PDA. .......................................... 17

4. LT50 tiga isolat jamur B. bassiana terhadap R. linearis. ........................ 17

5. Rata-rata diameter koloni jamur B. bassiana 3 hsi ................................. 23

6. Analisis ragam diameter koloni jamur B. bassiana 3 hsi ....................... 23

7. Rata-rata diameter koloni jamur B. bassiana 5 hsi ................................. 23

8. Analisis ragam diameter koloni jamur B. bassiana 5 hsi ....................... 23

9. Rata-rata diameter koloni jamur B. bassiana 7 hsi ................................. 23

10. Analisis ragam diameter koloni jamur B. basssiana 7 hsi ...................... 24

11. Rata-rata diameter koloni jamur B. bassiana 9 hsi ................................. 24

12. Analisis ragam diameter koloni jamur B. bassiana 9 hsi ....................... 24

13. Rata-rata diameter koloni jamur B. bassiana 11 hsi ............................... 24

14. Analisis ragam diameter koloni jamur B. bassiana 11 hsi ..................... 24

15. Rata-rata diameter koloni jamur B. bassiana 13 hsi ............................... 25

16. Analisis ragam diameter koloni jamur B. bassiana 13 hsi ..................... 25

17. Rata-rata diameter koloni jamur B. bassiana 15 hsi ............................... 25

18. Analisis ragam diameter koloni jamur B. bassiana 15 hsi ..................... 25

Page 14: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

vi

19. Diameter koloni jamur B. bassiana pada media PDA ............................ 26

20. Data kerapatan spora jamur B. bassiana ................................................ 26

21. Analisis ragam kerapatan spora jamur B. bassiana ................................ 27

22. Data spora jamur B. bassiana yang berkecambah .................................. 27

23. Data spora jamur B. bassiana yang tidak berkecambah ......................... 27

24. Analisis ragam daya berkecambah (viabilitas) spora jamur B.

bassiana. .................................................................................................

27

Page 15: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Posisi peletakan 3 tetes suspensi jamur pada media PDA. ........................................ 13

2. Diameter koloni B. bassiana yang ditumbuhkan pada media PDA ........................ 16

3. R. linearis yang terpapar jamur B.bassiana. ........................................... 28

4. Jamur B.bassiana pada media PDA....................................................... 29

5. Konidia B. bassiana pada kotak haemocytometer. ................................. 30

6. Perkecambahan jamur B. bassiana setelah diinkubasi selama 16 jam

pada media PDA. .................................................................................... 30

Page 16: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

1

I. PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Tanaman kedelai tidak luput dari serangan hama. Hama utama pada tanaman

kedelai yaitu penghisap polong (Riptortus linearis) yang penyebarannya cukup

luas di Indonesia (Asadi, 2009). R. linearis dapat menyebabkan kegagalan panen

hingga 80%. Sebagian besar kerusakan yang terjadi dapat ditemukan pada bagian

polong. Polong yang telah dihisap terlihat kempis, mengering, dan gugur.

Apabila tidak dikendalikan maka populasi hama tersebut akan meningkat (Atman,

2012).

Pengendalian di lapang selama ini lebih mengandalkan insektisida kimia dalam

menekan populasi R. linearis. Penggunaan insektisida kimia secara terus-menerus

menimbulkan berbagai dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan pada

pertanaman kedelai diantaranya ledakan populasi (resurgensi) R. linearis. Selain

itu terjadinya resistensi R. linearis terhadap insektisida kimia dan terjadinya

pencemaran lingkungan (Hasibuan, 2003).

Untuk menghindari efek negatif dari penggunaan pestisida kimia, perlu kiranya

dicari alternatif pengendalian lainnya, misalnya menggunakan jamur

Page 17: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

2

entomopatogen. Beauveria bassiana dilaporkan sebagai jamur entomopatogen

yang sangat efektif terhadap beberapa spesies serangga hama termasuk rayap,

kutu putih, dan beberapa jenis kumbang (Soetopo & Indrayani, 2007). Jamur

entomopatogen ini diduga memiliki virulensi terhadap kepik.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Avanti et al. (2014) menunjukkan jamur B.

bassiana dapat dimutankan. Salah satu cara pemutanan adalah melalui proses

moist heat dengan diinkubasi pada suhu 27°C selama 15-17 hari. B. bassiana

juga dapat dimutankan melalui proses penyinaran UV dibawah 254 nm pada

media agar dan diinkubasi selama 8 hari. Teknologi mutasi menggunakan ion

beam juga telah diterapkan pada B. bassiana (Fitriana et al., 2014).

Mutasi umumnya resesif dan fatal pada keturunannya. Namun tidak semua mutan

merugikan. B. bassiana mutan misalnya, dapat bertahan hidup dan mampu

beradaptasi dengan lingkungannya. Berdasarkan penelitian (Fitriana et al., 2014),

jamur mutan B. bassiana lebih virulen terhadap hama. Namun sampai saat ini,

isolat Bbyf hasil mutasi Fitriana et al. (2014) belum diketahui kemampuannya

terhadap kepik R. linearis.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan

jamur Beauveria bassiana mutan dan virulensinya terhadap hama kepik pengisap

polong Riptortus linearis di laboratorium.

Page 18: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

3

1.3 Kerangka Pemikiran

Jamur entomopatogen merupakan salah satu jenis bioinsektisida yang dapat digunakan untuk

mengendalikan hama tanaman. Salah satu jenis jamur entomopatogen tersebut yaitu

Beauveria bassiana. Menurut Prayogo (2006), infeksi jamur Beauveria bassiana diketahui

mampu menggagalkan penetasan telur R. linearis. Jamur ini dapat menginfeksi nimfa dan

imago R. linearis.

Namun sejauh ini penggunaan jamur entomopatogen masih menemui hambatan. Salah satu

hambatan yaitu kurang tersedianya isolat yang virulen. Sifat virulensi pada jamur

entomopatogen dapat dibangkitkan dengan beberapa cara. Salah satunya yaitu dengan radiasi

sinar UV terhadap jamur entomopatogen tersebut. Pemaparan radiasi sinar UV terhadap

jamur menyebabkan mutasi.

Pada umumnya mutasi bersifat letal (menyebabkan kematian bagi mutan). Namun tidak

semua jamur yang mengalami mutasi berakhir dengan kematian. Mutan yang dapat bertahan

hidup adalah mutan yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Mampukah jamur B.

bassiana mutan tumbuh dan berkembang normal secara in vitro sebagaimana jamur B.

bassiana wildtype? Virulenkah jamur B. bassiana mutan terhadap R. linearis?

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jamur B. bassiana mutan mampu tumbuh dan berkembang normal seperti B. bassiana

wildtype.

2. Jamur B. bassiana mutan virulen terhadap hama R. linearis.

Page 19: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hama pengisap polong kedelai (Riptortus linearis)

Menurut Kalshoven (1981) klasifikasi hama pengisap polong yaitu sebagai

berikut:

Kerajaan : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Hemiptera

Famili : Alydidae

Genus : Riptortus

Spesies : Riptortus linearis

Imago R. linearis biasanya meletakkan telur pada pagi atau sore hari. Selanjutnya,

imago akan meletakkan telur satu per satu pada permukaan daun bagian atas

maupan bawah. Telur yang baru diletakkan berwarna biru keabua-abuan, kemudian

berubah menjadi coklat kegelapan. Telur R. linearis berbentuk bulat dengan diameter

telur 1,0-1,2 mm. Seekor imago betina mampu menghasilkan telur berkisar 70

butir selama 4-47 hari (Prayogo & Suharsono, 2005).

Hama pengisap polong (R. linearis) memiliki tipe metamorfosis paurometabola

yaitu terdiri dari telur, nimfa, dan imago. Telur R. linearis berbentuk bulat dan

Page 20: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

5

berwarna coklat. Stadium nimfa terdiri dari 6 instar. Nimfa instar I dan II

berbentuk seperti semut gramang, berwarna kekuning-kuningan, aktif bergerak

dan mencari makan. Nimfa instar III dan IV berbentuk seperti semut rangrang,

berwarna coklat, aktif bergerak tetapi tidak seaktif instar I dan II. Instar V dan VI

berwarna hitam agak abu-abu, mirip semut hitam. Sedangkan imago berbadan

panjang dan berwarna kuning kecokelatan dengan garis putih kekuningan

disepanjang sisi badannya (Tengkano & Dunuyaali, 1976). Lama perkembangan

R. linearis dari telur hingga imago membutuhkan waktu 64,48 hari (Mawan &

Amalia, 2011).

Riptortus linearis bertipe mulut menusuk menghisap atau haustelata. Polong

kedelai akan rusak akibat cairan pada biji dihisap oleh nimfa maupun imago

dengan cara menusukkan stiletnya (Prayogo & Suharsono, 2005). Pada kulit

polong dan biji akan terlihat gejala serangan akibat bekas dari tusukan mulut

serangga.

Indonesia merupakan negara tropis sehingga perkembangan serangga yang begitu

cepat dan menyebabkan Riptortus linearis menjadi hama penting pada daerah

yang bersuhu tinggi. Suhu lingkungan yang tinggi berpengaruh terhadap waktu

inkubasi telur dan periode nimfa. Peningkatan suhu lingkungan yang terjadi dari

20°C menjadi 35°C akan menyebabkan penurunan masa inkubasi telur dan

lamanya periode nimfa (Talekar et al., 1995).

Page 21: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

6

Riptortus linearis merupakan salah satu hama utama tanaman kedelai. Hama penghisap

polong ini dapat menyebabkan kerusakan kualitas biji (berlubang) sampai 70%. Hama

Riptortus linearis dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 80% apabila tidak

dikendalikan. Hama Riptortus linearis sangat tertarik pada tanaman kedelai dikarenakan

adanya rangsangan tanaman kepada hama yang akan menjadikan tanaman inang sebagai

sumber makanan, tempat berlindung, dan berkembang biak (Prayogo & Suharsono, 2005).

2.2 Pengendalian Hayati

Jamur entomopatogen merupakan salah satu jenis bioinsektisida yang dapat digunakan dalam

mengendalikan hama tanaman. Salah satu entomopatogen tersebut yaitu Beauveria bassiana

yang diketahui efektif dalam mengendalikan hama tanaman. Selain Beauveria bassiana,

agen pengendali hayati lain yang dapat digunakan yaitu Metarhizium anisopliae, Nomuraea

rileyi, Aspergilus parasiticus, dan Verticillium lecanii (Prayogo, 2006).

Pengendalian hayati merupakan salah satu alternatif bijak dalam melestarikan lingkungan

(Gerhardson, 2002). Penggunaan entomopatogen sebagai agensi pengendali hayati umumnya

tidak berdampak negatif terhadap lingkungan, relatif murah, mudah untuk diterapkan dan

tidak membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan. Pengendalian hayati

diharapkan dapat menciptakan kondisi yang tidak mendukung bagi kehidupan organisme

pengganggu tanaman atau mengganggu siklus hidupnya (Untung, 2006).

2.3 Beauveria bassiana

Salah satu jamur entomopatogen yang potensial untuk mengendalikan serangga hama adalah

Beauveria bassiana. Jamur ini diketahui dapat menjadi musuh alami yang efektif untuk

mengendalikan hama (Soetopo & Indrayani, 2007). Setiap serangga yang terinfeksi B.

Page 22: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

7

bassiana akan menjadi sumber inokulum bagi serangga sehat disekitarnya. Kemampuan

penetrasinya yang tinggi pada tubuh serangga menyebabkan jamur B. bassiana dengan

mudah menginfeksi R. linearis (Soetopo & Indrayani, 2007).

Menurut Soetopo & Indrayani (2007), Beauveria bassiana juga dikenal sebagai jamur white

muscardine. Miselia dan spora yang dihasilkan berwarna putih. Koloni jamur B. bassiana

pertumbuhannya relatif lama. Miselia jamur bersekat-sekat dan memiliki ukuran panjang

2,0-4,0 nm. Spora berbentuk bulat telur dengan ukuran diameter 1,5-3,0 nm. Konidiofor B.

bassiana mempunyai ciri khas yaitu berbentuk zig-zag (Tanada & Kaya, 1993).

Penggunaan jamur B. bassiana dalam mengendalikan hama telah banyak dilakukan. Hal ini

dikarenakan jamur B. bassiana memiliki beberapa keunggulan dalam mengendalikan hama.

Kelebihan jamur B. bassiana yaitu mampu menginfeksi dari berbagai stadia. Selain itu, B.

bassiana dilaporkan memiliki kemampuan dalam mengendalikan hama dengan waktu yang

relatif singkat yaitu 3-5 hari setelah aplikasi (Prayogo, 2013).

Dari hasil penelitian Prayogo (2013), nimfa instar I dan II lebih cepat mengalami mortalitas

dibanding imago. Hal tersebut dikarenakan tubuh nimfa yang masih muda dan belum

mengalami pergantian kulit. Sehingga B. bassiana lebih efektif untuk melakukan proses

penetrasi pada nimfa instar I dan II. Sedangkan, pada stadia imago proses penetrasi B.

bassiana lebih lambat akibat terhalang oleh integumen.

Beauveria bassiana menginfeksi serangga dengan cara masuk ke tubuh serangga melalui

kulit pada buku-buku tubuh. Aktifitas jamur dimulai dengan pertumbuhan spora pada

permukaan kutikula serangga. Kemudian di dalam tubuh serangga, B. bassiana akan

Page 23: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

8

mengeluarkan racun yang disebut beauvericin yang menyebabkan terjadinya paralisis pada

anggota tubuh serangga. Paralisis menyebabkan kehilangan koordinasi sistem gerak,

sehingga gerakan serangga tidak teratur dan lama kelamaan melemah, kemudian berhenti

sama sekali. Toksin juga menyebabkan kerusakan jaringan, terutama pada saluran

pencernaan, otot, sistem syaraf, dan sistem pernafasan (Prasasya, 2008).

2.4 Mutan Beauveria bassiana

Mutan B. bassiana digunakan sebagai agen hayati untuk mengendalikan serangga. Menurut

Sudarmadji (1997), ada beberapa faktor variasi virulensi jamur mutan antara lain faktor

dalam (asal isolat) dan faktor luar (meliputi medium untuk perbanyakan jamur, teknik

perbanyakan dan faktor lingkungan). Virulensi jamur mutan B. bassiana juga bergantung

pada strain spesies atau strain jamur. Dalam pengamatan Arthurs & Thomas (2001), jamur

mutan B. bassiana strain tertentu dapat signifikan menaikkan efek kematian hama.

Page 24: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

9

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2017. Hama pengisap polong

(Riptortus linearis) diambil dari pertanaman kacang panjang di Kemiling dan Lahan Terpadu

Universitas Lampung. Hama R. linearis diaplikasi jamur B. bassiana di Laboratorium

Bioteknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan berupa jamur mutan (Bbyf22 dan Bbyf24) dan wildtype (Bbyf)

B. bassiana, R. linearis, media PDA, 0,1% Tween 80 dan asam laktat. Sedangkan alat-alat

yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari alat ukur, alat gelas dan non gelas. Sebelum

digunakan bahan dan alat disterilkan menggunakan autoklaf. Alat ukur yang digunakan

berupa haemocytometer, timbangan, dan penggaris. Alat gelas yaitu cawan petri, tabung

reaksi, erlenmeyer, spatula, drigalsky, dan bunsen. Alat non gelas yaitu jarum ose, autoklaf,

mikroskop, laminar air flow, shaker, mikropipet, borgabus,s toples, panci, sprayer (alat

semprot), kompor, kertas label, alumunium foil, plastik wrap, kain kasa, karet, pisau, tisu,

dan nampan.

Page 25: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

10

3.3 Metode Penelitian

Penelitian terdiri atas beberapa kegiatan. Kegiatan pembiakaan jamur mutan Beauveria

bassiana, penumbuhan koloni B. bassiana, pengukuran kerapatan spora B. bassiana, uji

viabilitas B. bassiana dan uji virulensi B. bassiana terhadap R linearis.

Pada penelitian ini dilakukan Rancangan percobaan. Rancangan yang digunakan pada

penelitian kali ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk uji pertumbuhan B.

bassiana secara in vitro dengan 3 perlakuan diulang 5 kali. Sedangkan uji virulensi jamur B.

bassiana terhadap R. linearis menggunakan perhitungan LT50 atau Lethal time 50 yaitu waktu

yang dibutuhkan untuk mematikan 50% larva uji. LT50 dihitung menggunakan program

SPSS versi 24.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian diawali dengan penyiapan isolat jamur B. bassiana. Isolat jamur B.

bassiana yang digunakan merupakan koleksi Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian

Unila (Tabel 1). Isolat tersebut diremajakan dari tabung reaksi kemudian diuji virulensinya

pada R. linearis. Isolat yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Isolat B. bassiana yang digunakan dalam penelitian

Isolat Kode Asal isolat

Mutan Beauveria bassiana 22 Bbyf22 Mutan dengan radiasi ion beam

Mutan Beauveria bassiana 24 Bbyf24 Mutan dengan radiasi ion beam

Beauveria 1026 Bbyf Larva kumbang dari Shizuoka

(wildtype)

Pelaksanaan berikutnya yaitu pembuatan media PDA. Pembuatan media PDA dilakukan

dengan cara sebagai berikut. Bahan-bahan yang disiapkan terdiri dari 100 g kentang, 10 g

Page 26: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

11

agar, 10 g dextrose dan 500 ml aquadest. Kentang dipotong-potong dan direbus selama 30

menit hingga lunak, kemudian air rebusannya disaring dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer

bersama agar, dextrose, dan aquadest. Tabung erlenmeyer kemudian ditutup dengan

alumunium foil dan dikencangkan dengan karet gelang. Media pada erlenmeyer tersebut

direbus hingga mendidih dan homogen dan setelah itu diautoklaf selama 15 menit pada

tekanan 1 atm dan suhu 121oC. Media kemudian diangkat dan didinginkan sampai 50

o C.

Pada media itu kemudian ditambahkan asam laktat sebanyak 0,7 mikroliter/ml pada media

yang berisi 500 ml. Akhirnya media dituang ke cawan petri sebanyak 10 ml/petri di dalam

laminar air flow.

Setelah itu, jamur B. bassiana diinokulasi pada media PDA. Inokulasi dilakukan dengan

beberapa langkah sebagai berikut. Pertama, dituangkan media PDA yang telah diautoklaf ke

dalam cawan petri steril. Kedua, inokulum B. bassiana dilubangi dengan alat bor gabus

ukuran 4 mm dan diinokulasikan ke tengah cawan petri dengan menggunakan jarum ose.

Dengan jumlah cawan petri 5 buah untuk 1 perlakuan. Jumlah total cawan petri yaitu 15

buah. Jamur yang telah diinokulasi ditutup dengan plastik wrap dan diberi label sesuai

perlakuan. Jamur diinkubasi selama 15 hari pada suhu ruang. Setiap harinya diukur

perkembangan jamur B. bassiana pada media PDA.

Selanjutnya, hama R. linearis didapat dari Kecamatan Kemiling. Hama pengisap polong ini

ditemukan pada pertanaman kacang panjang dari salah satu lahan warga setempat.

Penangkapan dilakukan menggunakan alat sederhana seperti jaring serangga. Setelah hama

terkoleksi kemudian hama dimasukkan kedalam toples plastik dan ditutup menggunakan kain

sippom. Hama R. linearis imago yang telah terkumpul kemudian dibiakkan di laboratorium.

Page 27: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

12

Pembiakan hama R. linearis dilakukan di laboratorium dengan cara berikut. Indukan imago

dimasukkan ke dalam toples-toples plastik (sebanyak 16 buah). Toples berisi indukan imago

ditutup menggunakan kain sippom. Satu buah toples diinokulasi dengan 10 ekor serangga

jantan dan betina R. linearis dengan perbandingan 1:1. Pakan diganti setiap 2 hari. Setelah

imago bertelur, telur-telur diambil dan dipisahkan dalam toples lain sampai menetas. Nimfa

dipelihara sebagai stok serangga uji.

Sementara itu, pembuatan suspensi B. bassiana dilakukan dengan cara berikut. Pertama,

cawan petri berisi jamur dipanen dengan cara menambahkan 20 ml 0,1% tween 80 yang telah

dihomogenkan. Kedua, spora dilepaskan dari media menggunakan drigalsky. Ketiga,

suspensi dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan di shaker agar homogen.

3.5 Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan dan perkembangan jamur dilakukan terhadap diameter koloni

jamur B. bassiana, kerapatan spora jamur B. bassiana, viabilitas spora jamur B. bassiana, dan

mortalitas R. linearis. Pengukuran diameter koloni B. bassiana dilakukan setiap hari selama

15 hari. Pengukuran dilakukan menggunakan penggaris. Diameter jamur dihitung secara

vertikal dan horizontal. Diameter koloni yang terbentuk diukur pada cawan petri berdasarkan

rumus (Elfina et al., 2016) sebagai berikut

D =

dengan catatan D = diameter jamur, d1 = diameter vertikal koloni jamur B. bassiana, dan

d2 = diameter horizontal koloni jamur B. bassiana.

d1 + d2

2

Page 28: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

13

Pengamatan kerapatan spora jamur B. bassiana dilakukan dengan cara berikut. Suspensi

spora diambil 1 ml dan diteteskan pada haemocytometer. Penghitungan kerapatan spora

dilakukan dengan cara memilih 5 kotak, tiap kotak dihitung dan dirata-rata nilainya.

Perhitungan diulang sebanyak 5 kali. Kerapatan spora dihitung dengan menggunakan rumus

(Syahnen, 2011) sebagai berikut

S= R x K x F

dengan catatan S = jumlah spora /ml, R = jumlah spora pada 5 kotak sedang haemocytometer,

K = konstanta koefisien alat (2,5 x 106), dan F = faktor pengenceran yang digunakan.

Pengamatan viabilitas spora jamur B. bassiana dilakukan dengan cara berikut. Suspensi

diteteskan 3 titik masing-masing 0,1 ml pada media PDA (Gambar 1). Suspensi spora

diinkubasi selama 16 jam pada media PDA dalam suhu ruang. Setelah itu, diamati di bawah

mikroskop. Viabilitas dihitung apabila spora berkecambah berukuran 2x panjang diameter

konidia (Espinel-Ingroff, 2000).

Gambar 1. Posisi peletakan 3 tetes suspensi jamur pada media PDA

Persentase viabilitas spora dihitung dengan menggunakan rumus (Gabriel & Riyatno, 1989)

sebagai berikut

V = x 100%

dengan catatan V = Perkecambahan spora, g = Jumlah spora yang berkecambah, dan u =

Jumlah spora yang tidak berkecambah.

g + u

g

Page 29: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

14

Pengamatan mortalitas R. linearis dilakukan dengan cara berikut. Suspensi jamur B.

bassiana yang telah didapat diaplikasikan pada R. linearis. Suspensi masing-masing isolat

jamur (Bbyf, Bbyf22, Bbyf24) dimasukkan ke alat semprot sebanyak 20 ml. R. linearis yang

telah diaplikasi suspensi B. bassiana dimasukkan ke dalam stoples baru. Setelah beberapa

hari, R. linearis mati dipindahkan ke media baru. Setelah itu, R. linearis diamati di bawah

mikroskop stereo Leica EZ4.

Page 30: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Isolat Bbyf22 dan Bbyf24 (mutan) mampu tumbuh dan berkembang dengan

normal seperti isolat Bbyf (wildtype). Pertumbuhan diameter dan daya

berkecambah (viabilitas) isolat Bbyf22 dan isolat Bbyf24 (mutan) relatif

sama dan tidak berbeda nyata dibandingkan dengan isolat Bbyf (wildtype)

tetapi kerapatan spora isolat jamur mutan (Bbyf24 dan Bbyf22) lebih rendah

daripada kerapatan spora isolat jamur wildtype (Bbyf).

2. Jamur B. bassiana terbukti virulen terhadap hama R. linearis dengan LT50 =

3,7 hari (isolat Bbyf22, mutan); 4,9 hari (isolat Bbyf24, mutan); dan 3,5 hari

(isolat Bbyf, wildtype).

5.2 Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang konsentrasi (kerapatan) letal

(LC50) isolat B. bassiana terhadap R. linearis ini.

Page 31: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

22

DAFTAR PUSTAKA

Asadi. 2009. Identifikasi ketahanan sumber daya genetik kedelai terhadap hama pengisap

polong. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Genetik Pertanian. Buletin Plasma Nutfah. 15(1): 17-23.

Avanti, B., Balaraman, K. & Gopinath, R. 2014. Development of higher temperature tolerant

mutant of Beauveria bassiana and Verticillum lecanii. International Journal of Life

Sciences Biotechnology and Pharma Research. 3(3): 109-112.

Arthurs, S. & Thomas, M.B. 2001. Effects of temperature and relative humidity on

sporulation of Metarhizium anisopliae var. acridum in mycosed cadavers of

Schistocerca gregaria. Journal Invertebrate Pathology. 78(2): 59-65.

Atman, R. 2012. Rancang bangun program aplikasi sistem pakar untuk diagnosis hama utama

kedelai. Informatika Pertanian. 21(1): 11-26.

Dwayne, D.H. & Khachatourians, G.G. 1994. Isolation and characterization lethal mutants of

Beauveria bassiana. Journal Microbiology. 40: 766-776.

Elfina, Y., Muhammad, A. & Rahmad, S. 2016. Penggunaan bahan organik dan

kombinasinya dalam formulasi biofungisida berbahan aktif jamur Trichoderma

pseudokoningii Rifai. untuk menghambat jamur Ganoderma boninense Pat. secara in

vitro. Jurnal Natur Indonesia. 16(2): 79-90.

Espinel-Ingroff, A. 2000. Germinated and nongerminated conidial suspensions

for testing of susceptibilities of Aspergillus spp. to amphotericin B, Itraconazole,

Posaconazole, Ravuconazole, and Voriconazole. Antimicrobial agents and

chemotheraphy 45(2): 605-607.

Fitriana, Y., Shinohara, S., Satoh, K., Narumi, I. & Saito, T. 2014. Benomyl-resistant

Beauveria bassiana (Hypocreales: Clavicipitaceae) mutants induced by ion beams. The

Japanese Society of Applied Entomology and Zoology. 50: 123-129.

Gabriel, B.P. & Riyatno. 1989. Metarhizium anisopliae (Metsch) Sor. taksonomi, patologi,

produksi, dan aplikasinya. Buletin Proyek Pengembangan Tanaman Perkebunan,

Departemen Pertanian. Jakarta. 25 hlm.

Gerhardson, B. 2002. Biological substitutes for pesticides. Trends Biotechnology. 20: 338-

343.

Page 32: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

22

Hasibuan, R. 2003. Pengendalian Hama Terpadu. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

109 hlm.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Revised and Translated by P.A.

van der Laan. PT. Ichtiar Baru Van-Hoeve. Jakarta. 701 hlm.

Mawan, A. & Amalia, H. 2011. Statistika demografi Riptortus linearis F. (Hemiptera:

Alydidae) pada kacang panjang (Vigna sinensis L.). Jurnal Entomologi Indonesia 8(1):

8-16.

Prasasya, A. 2008. Uji efikasi jamur entomopatogen Beauveria bassiana (Balsamo) dan

Metarhizium anisopliae (Metch). sorokin terhadap mortalitas larva Phragmatoecia

castanae hubner di laboraturium. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan. 68

hlm.

Prayogo, Y. & Suharsono. 2005. Optimalisasi pengendalian hama penghisap polong kedelai

(R. linearis) dengan cendawan entomopatogen Verticillium lecanii. Jurnal Litbang

Pertanian. 24(4): 123-130.

Prayogo, Y. 2006. Upaya mempertahankan keefektifan cendawan entomopatogen untuk

mengendalikan hama tanaman pangan. Jurnal Litbang Pertanian. 25(2): 47-54.

Prayogo, Y. 2013. Patogenisitas cendawan entomopatogen Beauveria bassiana

(Deuteromycotina: Hyphomycetes) pada berbagai stadia kepik hijau (Nezara viridula

L.). Jurnal Hama Penyakit Tumbuhan Tropika. 13(1): 75-86.

Soetopo, D. & Indrayani, I.G.A.A. 2007. Status teknologi dan prospek Beauveria bassiana

untuk pengendalian serangga hama tanaman perkebunan yang ramah lingkungan.

Perspektif. 6(1): 29-46.

Sudarmadji, D. 1997. Optimasi pemanfaatan Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. untuk

pengendalian hama. Makalah Seminar pada Pertemuan Teknis Perlindungan Tanaman.

Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. Direktorat Jendral Perkebunan, Cipayung 16-

18 Juni 1997.

Syahnen. 2011. Teknik Uji Mutu Agens Pengendalian Hayati di Laboratorium. Laboratorium

Lapangan Balai Besar Penelitian dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP).

Medan. Hlm 6.

Talekar, N.S., Liyi, H., Hsing, C. & Jyan, K. 1995. Oviposition, feeding and developmental

characteristics of Riptortus linearis (Hemiptera: Alydidae), a pest of soybean.

Zoological Studies. 34(2): 111-116.

Tanada, Y. & Kaya, H. 1993. Insect Pathology. Academic Press. New York. 666 hlm.

Tengkano & Dunuyaali. 1976. Biologi dan pengaruh tiga macam umur polong kedelai

terhadap produksi telur Riptortus linearis. Laporan Kemajuan Penelitian Seri Hama

dan Penyakit. 4(4): 19-34.

Page 33: PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR …

22

Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu (Edisi Kedua). Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta. 348 hlm.