Pertumbuhan Dan Perkembangan Gigi Geligi Dan Prenatal Dan Posnatal Yang Kurang Baik Dapat Meyebabkan...

32
Pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi dan prenatal dan posnatal yang kurang baik dapat meyebabkan kelainan pada struktur anatomis gigi. Keadaan ini sangat merugikan baik dari segi estetik maupun kesehatan. Fungsi gigi geligi sebagai alat pencernaan dapat terganggu sehingga dapat menggangu intake makanan dan kesehatan secara umum. Selain itu kelainan pertumbuhan dan perkembangan secara umum seperti pada ‘down syndrome’, kelainan ginjal, hipoparatiroidisme dan sebagainya juga dapat diikuti dengan kelainan pada gigi, sehingga hal ini semakin menjadi berat dan membutuhkan perhatian khusus. Mengingat pentingnya peranan gigi geligi sebagai salah satu alat pencernaan maka pada makalah ini akan dibahas mengenai pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi, serta kelainan- kelainan yang sering terjadi pada proses pertumbuhan dan perkembangannya. Odontogenesis Odontogenesis adalah proses terbentuknya jaringan gigi. Proses ini tidak terjadi pada waktu yang bersamaan untuk semua gigi. Gigi dibentuk dari lapisan ektoderm, yaitu dari jaringan ektomesenkim. Ektomesenkim ini dibentuk dari ‘neural crest cells. Sel ini terdapat pada sepanjang sisi lateral dari neural plate. Perkembangan gigi dimulai dengan pembentukan ‘primary dental lamina’, yang menebal dan meluas sepanjang daerah yang akan menjadi tepi oklusal dari mandibula dan maksila dimana gigi akan erupsi. Dental lamina ini tumbuh dari permukaan ke mesenchyme di bawahnya. Bersamaan dengan perkembangan dari primary dental lamina , pada 10 tempat di dalam mandibular arch and pada 10 tempat di dalam maxillary arch, beberapa sel dari dental lamina memperbanyak diri pada laju yang lebih cepat daripada yang berada di sekitar sel, dan 10 tonjolan kecil dari sel-sel epithel terbentuk pada dental lamina dalam tiap rahang. Secara singkat pertumbuhan dan perkembangan dari gigi dapat dilihat pada gambar berikut ini. Proses odontogenesis

Transcript of Pertumbuhan Dan Perkembangan Gigi Geligi Dan Prenatal Dan Posnatal Yang Kurang Baik Dapat Meyebabkan...

Pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi dan prenatal dan posnatal yang kurang baik dapat meyebabkan kelainan pada struktur anatomis gigi.Keadaan ini sangat merugikan baik dari segi estetik maupun kesehatan. Fungsi gigi geligi sebagai alat pencernaan dapat terganggu sehingga dapat menggangu intake makanan dan kesehatan secara umum.Selain itu kelainan pertumbuhan dan perkembangan secara umum seperti pada ‘down syndrome’, kelainan ginjal, hipoparatiroidisme dan sebagainya juga dapat diikuti dengan kelainan pada gigi, sehingga hal ini semakin menjadi berat dan membutuhkan perhatian khusus.Mengingat pentingnya peranan gigi geligi sebagai salah satu alat pencernaan maka pada makalah ini akan dibahas mengenai pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi, serta kelainan-kelainan yang sering terjadi pada proses pertumbuhan dan perkembangannya.

OdontogenesisOdontogenesis adalah proses terbentuknya jaringan gigi. Proses ini tidak terjadi pada waktu yang bersamaan untuk semua gigi.Gigi dibentuk dari lapisan ektoderm, yaitu dari jaringan ektomesenkim. Ektomesenkim ini dibentuk dari ‘neural crest cells. Sel ini terdapat pada sepanjang sisi lateral dari neural plate.Perkembangan gigi dimulai dengan pembentukan ‘primary dental lamina’, yang menebal dan meluas sepanjang daerah yang akan menjadi tepi oklusal dari mandibula dan maksila dimana gigi akan erupsi. Dental lamina ini tumbuh dari permukaan ke mesenchyme di bawahnya. Bersamaan dengan perkembangan dari primary dental lamina , pada 10 tempat di dalam mandibular arch and pada 10 tempat di dalam maxillary arch, beberapa sel dari dental lamina memperbanyak diri pada laju yang lebih cepat daripada yang berada di sekitar sel, dan 10 tonjolan kecil dari sel-sel epithel terbentuk pada dental lamina dalam tiap rahang.

Secara singkat pertumbuhan dan perkembangan dari gigi dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Proses odontogenesis

1. Tahapan Dental lamina – invaginasi dari oral epithelium ke dalam jaringan pengubung di bawahnya (mesenchyme).

2. Tahapan enamel organ awal – pembentukan tunas dari epithelium dari dental lamina.3. Tahapan kuman gigi – enamel organ, dental papilia, dental sac4. Inisiasi dari pembentukan dentin dan enamel di dalam gigi.5. Tahapan enamel organ & bantalan akar yang direduksi.6. Tahapan erupsi aktif – pemecahan dari bantalan akar (root sheath) dan mulai

pembentukan cementum.7. Tahapan epithelium darurat dan gabungan – enamel epithelium yang direduksi

menjadi epithelium gabungan dan gigi masuk rongga mulut.8. Tahapan bidang occlusal – gigi dalam posisis fungsional.

Pertumbuhan dan perkembangan gigi sulung dan gigi tetapPertumbuhan dan perkembangan dari gigi geligi seperti halnya organ lainnya telah dimulai sejak 4 – 5 bulan dalam kandungan. Pada waktu lahir, maksila dan mandibwula merupakan tulang yang telah dipenuhi oleh benih-benih gigi dalam berbagai tingkat perkembangan. Tulang alveolar hanya dilapisi oleh mucoperiosteum yang merupakan bantalan dari gusi.Pada saat lahir, tulang maksila dan mandibula terlihat mahkota gigi-gigi sulung telah

terbentuk dan mengalami kalsifikasi, sedangkan benih gigi-gigi tetap masih berupa tonjolan epitel.Pada umur 6 – 7 bulan telah terjadi erupsi dari gigi sulung dan pada umur 12 bulan gigi insisif pada maksila dan mandibula telah erupsi. Pada umur 2 ½ – 3 tahun semua gigi sulung telah erupsi dan email gigi-gigi sulung telah terbentuk sempuna.Pertumbuhan dan perkembangan gigi ini terlihat pada tabel berikut ini :

GIGI SULUNGRahang Gigi Pembentukan Erupsi Akar lengkap

Atas Insisif pertama 4 bl inutero 7 ½ bl 1 ½ th Insisif kedua 4 ½ bl inutero 9 bl 2 th Caninus 5 bl inutero 18 bl 3 ½ th Molar pertama 5 bl inutero 14 bl 2 ½ th Molar kedua 6 bl inutero 24 bl 3 th Bawah Insisif pertama 4 ½ bl inutero 7 bl 1 ½ th Insisif kedua 4 ½ bl inutero 7 bl 1 ½ th Caninus 5 bl inutero 16 bl 3 ½ th Molar pertama 3 bl inutero 12 bl 2 ½ th Molar kedua 6 bl inutero 20 bl 3 th

GIGI TETAPRahang Gigi Mulai terbentuk Erupsi Akar lengkap

Atas Insisif pertama 3 – 4 bl 7 – 8 th 10 tahun Insisif kedua 10 – 12 bl 8 – 9 th 11 tahun Caninus 4 – 5 bl 11 – 12 th 13 – 15 th Premolar pertama 18-21 bl 10 – 12 th 12 – 14 th Premolar kedua 30–33 bl 10 – 12 th 12 –14 th Molar pertama 0 – 3 bl 6 – 7 th 9 – 10 th Molar kedua 27 – 36 bl 12 – 13 th 14 – 16 th Molar ketiga 7 – 9 th 17 – 21 th 18 – 25 th Bawah Insisif pertama 3 – 4 bl 6 – 7 th 9 th Insisif kedua 3 – 4 bl 7 – 8 th 10 th Caninus 4 – 6 bl 9 – 10 th 12 – 14 th Premolar pertama 18 – 24 bl 10 – 12 th 12 –13 th Premolar kedua 24 – 30 bl 11 – 12 th 13 – 14 th Molar pertama 0 – 3 bl 6 – 7 th 9 – 10 th Molar kedua 2 – 3 th 11 – 13 th 14 – 15 th Molar ketiga 8 – 10 th 17 – 21 th 18 – 25 th

Kelainan-kelainan Erupsi GigiNeonatal teethKadang-kadang satu atau lebih gigi-gigi telah erupsi pada waktu kelahiran dikenal sebagai ‘neonatal teeth’. Keadaan ini biasanya merupakan rangkaian yang normal bukan merupakan gigi supernumerari, emailnya biasanya hipoplastik dan karena tidak terdapatnya pembentukan akar maka gigi tersebut biasanya hanya melekat saja dan tidak kencang.Keadaan ini juga dapat terjadi pada beberapa kelainan sistemik dan sindrome berikut ini (Poole, Redford-Badwal, 1991) :

1. Ellis-van Creveld syndrome2. Hallermann-Streiff syndrome3. Pachyonychia congenita syndrome

“TEETHING” (pertumbuhan gigi)Erupsi gigi geligi biasanya dimulai pada usia 5 atau 6 bulan. Tumbuhnya gigi pertama kali ditunggu dengan antusias oleh orang tua, karena hal ini merupakan awal dari perkembangan yang panjang. Pada kebanyakan kasus, erupsi gigi tidak menyebabkan anak maupun orang tua panik, tetapi kadang-kadang proses tersebut menyebabkan adanya iritasi lokal, yang biasanya ringan tetapi dapat cukup parah untuk mengganggu tidur anak. Insisivus susu yang kecil biasanya dapat erupsi tanpa kesulitan ; masalah “teething” biasanya muncul dengan erupsi gigi-gigi molar yang relatif lebih besar.Gejala-gejala “teething” dapat terlihat baik secara lokal (Seward, 1971) dan secara sistemik (Seward, 1972a).Lokal : Kemerahan atau pembengkakan gingiva pada regio yang akan erupsi.Bercak eritema pada pipi.Sistemik : gelisah dan menangisKehilangan nafsu makanTidak dapat tidurMeningkatnya saliva dan saliva tersebut terus menetesNafsu makan berkurangRasa haus meningkatKemerahan pada tepi mulut(Circum oral rash).

KISTA ERUPSIKista erupsi dapat berkembang dalam hubungan dengan gigi susu yang sedang erupsi. Rongga folikular yang normal di sekitar mahkota mengembang karena pengumpulan cairan jaringan atau darah, membentuk sejenis kista dentigerous (Shafer, Hine dan Levy, 1974 ; Shear, 1983). Kista erupsi terjadi paling sering pada permukaan oklusal yang lebar di gigi-gigi molar susu. Mula-mula terdapat daerah kebiru-biruan pada gigi yang sedang erupsi, dan kemudian terjadi kemerahan dan pembengkakan mukosa. Pembesaran kista menyebabkan tergigit oleh gigi-gigi lawannya, dan hal ini menambah rasa tidak enak pada anak.

ERUPSI TERTUNDA DARI GIGI-GIGI TETAPData perkembangan gigi yang diberikan pada tabel 11.2 tidak memperlihatkan bahwa terdapat variasi normal yang nyata diantara setiap anak. Walaupun keterlambatan erupsi gigi dapat dihubungkan dengan keadaan tertentu (misal sindroma down), kebanyakan kasus keterlambatan yang terlihat berada dalam batas-batas normal. Para orang tua harus diberi keyakinan, dan perkembangan oklusi harus diperiksa ulang. Bagaimanapun juga, karena gigi-gigi kontra lateralnya biasanya erupsi bersamaan, penundaan erupsi gigi lebih dari satu atau dua bulan memerlukan perhatian.Keterlambatan erupsi yang terlokalisir lebih sering pada gigi geligi tetap dibandingkan pada gigi geligi susu; beberapa penyebabnya diberikan di bawah ini.Insisivus: Resorpsi yang terlambat pada insisivus susu setelah trauma dan kematian pulpa.DilaserasiGigi-gigi kelebihan (supernumerary teeth)Kehilangan gigi susu yang sangat dini, diikuti oleh perkembangan tulang dalam soket gigiKaninus : jalur erupsi kaninus rahang atas tidak sebagaimana mestinyaPremolar : Impaksi ke arah gigi-gigi lain disebabkan karena angulasi abnormal atau berjejal-

jejal.Resorpsi terhambat pada molar susu.Molar susu terpendamMolar : Impaksi ke arah gigi-gigi lain ; khususnya mengenai molar ketiga.

Keadaan-keadaan lain seperti kista dentigerous, dapat mengenai setiap gigi.

KELAINAN-KELAINAN PADA STRUKTUR GIGIJaringan-jaringan gigi dibentuk dalam dua tahap, mula-mula diendapkan matriks organik dan kemudian mineralisasi terjadi. Gangguan pada salah satu dari tahap-tahap ini dapat menyebabkan kelainan-kelainan pada struktur gigi yang penting, khususnya email.Gangguan pengendapan matriks menyebabkan hipoplasia, ditandai oleh adanya email yang tidak teratur ketebalannya atau strukturnya tidak sempurna.Gangguan pada tahap kedua perkembangan menyebabkan hipomineralisasi, walaupun email mempunyai ketebalan normal, setidak-tidaknya sebagian dari padanya mempunyai mineralisasi yang buruk.

Hipoplasia dan Hipomineralisasi yang disebabkan faktor LokalPerkembangan gigi-gigi tetap dapat rusak oleh karena trauma atau infeksi yang berhubungan dengan gigi susu.Intrusi atau pergeseran insisivus susu yang parah akibat trauma dapat mempengaruhi insisivus tetap yang sedang berkembang. Makin besar trauma yang mengenai muka anak pada waktu terkena kecelakaan, makin besar kemungkinan email gigi tetap akan menjadi hipoplastik. Jika kecelakaan terjadi setelah usia 4 tahun, hipomineralisasi lebih sering terjadi dari pada hipoplasia, yang tampak sebagai bercak-bercak putih atau kecoklatan pada permukaan labial.Trauma karena pencabutan gigi molar susu dapat merusakkan premolar yang sedang berkembang, khususnya sewaktu anak berusia dibawah 4 – 5 tahun, pada saat perkembangan premolar pada tahap awal.Hal yang sama macam kerusakan yang dapat disebabkan oleh infeksi gigi sulung tergantung pada tahap perkembangan gigi tetap penggantinya.

Hipoplasia dan hipomineralisasi yang disebabkan faktor sistemikSampai saat kelahiran semua gigi sulung terlindung dari semua gangguan sistemik yang paling parah, oleh karena itu email prenatal biasanya mempunyai struktur yang homogen. Kelainan pada email postnatal biasanya dihubungkan dengan kelainan sistemik pada waktu kelahiran atau selama perkembangan postnatal. Faktor-faktor tersebut antara lain adala amelogenesis imperfekta (genetis), kelainan metabolisme, seperti fenil ketonurea, hipokalsemia, anemia hemolitik, endokrinopati seperti hipoparatiroidisme, nefropati, penyakit hepar, penyakit gastro intestinal yang menyebabkan gangguan penyerapan fluor.

Erupsi gigi adalah munculnya tonjol gigi atau tepi insisal gigi menembus gingiva. Erupsi gigi

dapat terjadi pada gigi desidui maupun gigi permanen. Proses erupsi gigi adalah proses fisiologis

dimana gigi bergerak ke arah vertikal, mesial, bergerak miring dan rotasi. Gerakan-gerakan ini

merupakan tekanan (kekuatan) untuk mencapai posisi gigi dan mempertahankan titik kontak dengan

gigi tetangga. Sebelum gigi permanen erupsi, gigi desidui harus lepas yang dikenal dengan

phenomena "resorpsi gigi desidui". Terjadinya resorpsi pada akar gigi desidui disebabkan tekanan

folikel dari gigi permanen yang bergerak ke arah oklusal untuk mencapai posismya. Waktu erupsi gigi

di rongga mulut berbeda untuk tiap gigi, dimana gigi yang proses .pembeniukannya lebih awal akan

bererupsi lebih dahulu dibandingkan dengan gigi yang dibkmtuk sesudahnya. Waktu erupsi gigi

dapat terjadi lebih cepat atau lebih lambat dari rata-rata waktu erupsi gigi yang normal. Waktu

erupsi gigi dipengaruhi oleh banyak factor baik yang bersifat lokal maupun sistemik.

KELAINAN KONGENITAL PADA GIGI

Kelainan bawaan atau kelainan kongenital atau cacat bawaan adalah kelainan dalam

pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan bawaan

dapat dikenali sebelum kelahiran, pada saat kelahiran atau beberapa tahun kemudian setelah

kelahiran. Kelainan bawaan dapat disebabkan oleh keabnormalan genetika, sebab-sebab alamiah atau

faktor-faktor lainnya yang tidak diketahui.

Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau

kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering

diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi

alami terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan

kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula

sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital

berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.

Etiologi Kelainan Kongenital

Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embryonal

dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor

secara bersamaan.

Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:

1. Kelainan Genetik dan Kromosom

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital

pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat

pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-

kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan

kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya. Dengan

adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran , maka telah dapat diperiksa kemingkinan

adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-

tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma

down (mongolism). Kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma turner.

2. Faktor Mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan hentuk rgan

tubuh hingga menimbulkan deformitas organ cersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ

itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ

tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes

equinovarus (clubfoot).

3. Faktor infeksi

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode

organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode

organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada

trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan

kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi

oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester

pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem

pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada

trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus

sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah

adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau

mikroftalmia.

4. Faktor Obat

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga

sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat

yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat

mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum

wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya

kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.

Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang

tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang

terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu,

pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu

dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.

5. Faktor Umur Ibu

Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu

yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo

pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran

hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih;

angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk

kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15

untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.

6. Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang

dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami

gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.

7. Faktor Radiasi

Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada

janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat

mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada

bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan

dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.

8. Faktor Gizi

Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan

kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan

kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila

dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan,

adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan

kejadian &elainan kongenital.

9. Faktor-faktor Lain

Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor

lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia,

hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan

kongenitai tidak diketahui.

(Jurnal Asri Arumsari, Alwin kasim, bagian bedah mulut fakultas Kedokteran Gigi UNPAD)

Tumbuh Kembang Gigi-Geligi Normal

Inisiasi (Bud Stage)

Adanya bukti perkembangan gigi manusia bisa diobservasi pada awal minggu ke – 6 usia

embrio. Sel pada lapisan basal epitelium oral berpoliferasi lebih cepat dibandingkan sel yang

berdekatan. Akhirnya epitelia menebal dibagian lengkung gigi. Nantinya yang meluas sepanjang

seluruh margin bebas rahang. Hal ini disebut dengan “ premordium dari bagian ektodermal gigi “.

Dan hasilnya disebut lamina dental. Pada waktu yang bersamaan, 10 bulatan atau pembengkakan

ovoid terjadi pada tiap rahang pada posisi yang akan diduduki oleh gigi sulung.  Beberapa sel pada

lapisan basal mulai berpoliferasi lebih cepat daripada sel yang berkembang. Sel – sel yang

berpoliferasi ini mengandung seluruh potensial pertumbuhan gigi. Molar permanent sama hal nya

dengan gigi sulung muncul dari lamina dental. Insisor permanent, kaninus, dan premolar berkembang

dari “ bud” ( kuncup ) gigi sulung yang sebelumnya. Tidak adanya hubungan kogenital pada gigi

merupakan hasil ( akibat ) dari kurangnya inisiasi penangkapan dalam proliferasi sel. Adanya

superrnumery gigi merupakan hasil dari organa enamel yang terus berkembang.

Proliferasi (Cap Stage)

Proliferasi sel berlangsung selama cap stage sebagai akibat pertumbuhan yang tidak merata

( tidak sama ) pada berbagai bagian kuncup, bentuk topi ( caps )terbentuk. Suatu invaginasi yang

dangkal muncul pada permukaan dalam kuncup. Sel – sel perifer pada “ cap” kemudian membentuk

outer enamel dan inner enamel epitelium.  Defisiensi pada tahap proliferasi akan berakibat pada

gagalnya benih gigi untuk berkembang dan kurangnya jumlah gigi dibandingkan normalnya.

Proliferasi yang berlebihan pada sel bisa menghasilkan sisa – sisa jaringan epitel. Sisa – sisa tersebut

bisa tetap tidak aktif atau menjadi teraktivasi sebagai akibat dari iritasi atau stimulus. Jika sel

berdiferensiasi sebagian/ terlepasnya dari organa enamel dalam keadaannya yang terdiferensiasi

sebagian, sel – sel tersebut menganggap fungsi sekretori umum untuk semua sel epitel dan kistapun

berkembang. Dan jika sel – sel berdiferensiasi sempurna atau terpisah dari organa enamel, maka

menghasilkan enamel dan dentiin.

Histodiferensiasi dan Morfodiferensiasi (Bell Stage)

Epitelium terus berlangsung berinvaginasi dan mendalam hingga organ enamel membentuk “

bell “. Selama tahap ini, terjadi diferensiasi sel – sel dental papila menjadi odontoblas dan sel – sel

inner menjadi odontoblast. Histodiferensiasi menandakan akhir dari tahap proliferatif dengan

hilangnya kemampuan untuk membelah. Gangguan diferensiasi pada pembentukan sel benih gigi

berakibat pada keabnormalan struktur dentin dan enamel. Contohnya : amelogenesis imperfecto.

Kegagalan odontoblas berdiferensiasi dengan baik, dan keabnormalan struktur dentin akan

membentuk dentinogenesis imperfecta.

Pada tahap morfodiferensiasi, sel-sel pembentuk tersusun untuk membatasi bentuk dan

ukuran gigi. Proses ini terjadi sebelum deposisi matriks. Pola morfologi gigi menjadi terbentuk saat

inner enamel epithelium tersusun sehingga membatasi diantaranya dan odontoblas menguraikan

dentinoenamel junction nantinya. Gangguan pada morfodiferensiasi akan berakibat pada

keabnormalan bentuk dan ukuran gigi. Contohnya : peg teeth, tipe lain dari mikrodonsia, dan

makrodonsia.

Tahap Aposisi

Aposisi adalah pengendapan matriks dari struktur jaringan keras gigi. Pertumbuhan aposisi

dari enamel dan dentin adalah pengendapan yang berlapis – lapis dari matriks ekstra seluler.

Pertumbuhan aposisi ditandai oleh pengendapan yang teratur dan berirama dari bahan ekstra seluler

yang tidak mempunyai kemampuan sendiri untuk pertumbuhan akan dating.

Bila terjadi gangguan pada tahap ini maka akan mengakibatkan kelainan/perubahan struktur

dari jaringan keras gigi. Misalnya pada hipoplasia enamel,gigi terlihat kecoklatan akibat tetracycline.

Tahap Kalsifikasi

Kalsifikasi adalah tahap dimana terjadi pengendapan garam – garam kalsium anorganik

selama pengendapan matriks. Kalsifikasi dimulai selama pengendapan matriks oleh endapan dari

suatu nidus kecil, selanjutnya nidus garam – garam kalsifikasi anorganik bertambah besar lapisan –

lapisan yang pekat.

Apabila bila tahap ini terganggu,maka akan terbentuk butir kalsium yang tidak melekat atau

tidak menyatu dengan dentin. Kekuranagan seperti ini sangat mudah dikenali di dalam dentin, tetapi

itu semua dapat dikenali walaupun tidak jelas dalam kalsifikasi tulang dan enamel.

Tahap Erupsi

Tahap ini adalah tahap dimana gigi telah terbentuk sempurna,khususnya mahkota gigi dan

gigi melakukan pergerakan ke alah oklusal (erupsi). Dan pada tahap ini juga dimulai perkembangan

dari rahang (bertambah panjang dan tinggi).

Kelainan Struktur gigi

1. Hipoplasia Enamel

Hipoplasia Enamel adalah suatu kondisi dalam mulut yang memperlihatkan adanya pembentukan

enamel gigi yang tidak sempurna. Kondisi ini merupakan bentuk dari amelogenesis imperfecta dan

seringkali ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi kuning, kemerahan atau coklat pada gigi.

Pada kasus yang ringan, kondisi ini memperlihatkan hanya sedikit groove, pit dan fissure pada

permukaan email; sedangkan pada kasus yang lebih berat akan terlihat deretan pit horizontal yang

dalam pada permukaan enamel. Pada kasus yang lebih hebat, lapisan enamel bisa jadi tidak ada

(enamel plasia).

Penyebab Hipoplasia Enamel adalah:

Defisiensi Vitamin D Pembentukan matriks enamel dan mineralisasi yang cacat

Risiko terjangkit Hipoplasia Enamel meningkat bila Anda:

Dilahirkan sebagai bayi yang Kelahiran Prematur Menderita malnutrisi Sedang menderita Gagal Ginjal Sedang menderita Rakhitis Telah didiagnosa mengidap Hipokalsemia Telah didiagnosa mengidap Hipoparatiroidisme

Enamel hipoplasia adalah defisiensi kualitas enamel karena terjadinya penyimpangan selama

perkembangan dan dapat terjadi pada pembentukan pit, groove, atau area yang lebih besar. Hipoplasia

email sering ditemukan dan sering terjadi pada sekitar 10 % populasi. Hipoplasia email merupakan

istilah untuk menunjukkan pembentukan defek sempurna pada email yang menghasilkan cacat

menyeluruh atau perubahan dalam bentuk. Hipoplasia email dapat mengenai gigi susu atau tetap.

Penyakit sistemis disertai kelainan degeneratif sewaktu hamil, juga dapat herediter dan terjadi

kelainan degeneratif pada sel ameloblas yang mengganggu pembentukan email. Bila sel ameloblas

mengalami kerusakan selama periode pembentukan gigi. Yaitu dalam masa pembentukan matriks

email, gigi akan mengalami defek dalam pembentukannya.

Banyak faktor baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui dapat menimbulkan jejas

pada sel ameloblas dan menyebabkan hipoplasia. Defisiensi nutrisi dari vitamin A, C, D dapat

menyebabkan hipoplasia sistemis. Penderita dengan riwayat riketsia (kekurangan vitamin D)

seringkali menunjukkan hipoplasia berat.

Penyakit yang berhubungan dengan demam tinggi, terutama campak dan cacar

iaimenyebabkan ceruk horizontal. Ceruk ini merupakan tempat berkumpulnya sisa makanan dan

bakteri. Menyebabkan warna coklat tua. Selain itu, masih ada penyakit sistemis lain, misalnya:

            Toksemia atau penyakit kandungan lain yang dapat mengganggu pembentukan email

in utero

            Skalartina pada anak-anak atau bayi

            Defisiensi kalsium, fosfor

            Gangguan congenital

            Demam eksantematus pada bayi.

Penyebab lain hipoplasia adalah siphilis kongenital. Pada wanita hamil yang terinfeksi dengan

syhiphilis yang tidak diobati akan menyebabkan spirochaeta menyerang janin sesudah minggu ke-16

dan benih gigi menjadi cacat. Pada anak-anak tanda kerusakan  yang karakteristiknya dapat terlihat

pada gigi anterior tetap atau posterior. Terlihat pengurangan dimensi mesiodistal gigi-geligi yang

terkena.

Hipokalsemia  merupakan penurunana kadar kalsium dalam serum dan dapat menyebabkan

lubang atau lekukan pada gigi geligi. Keadaan ini mungkin terlihat pada penyakit pada penyakit

hipoparatiroidisme dan defisiensi vitamin D. Perubahan yang terjadi sama seperti yang terlihat pada

hipoplasia sistemis.

Bahan kimia dapat menyebabkan gangguan hipoplastik sehingga email tampak berbercak

putih yang makin lama makin coklat. Kebanyakan fluor dapat menyebabkan dental fluorosis, terjadi

klasifikasi email sehingga bewarna seperrti kapur yang kemudian mengalami pigmentasi sehingga

bewarna coklat tidak beraturan (motteld). Derajat kerusakan bertambah bila kosentrasi fluor

bertambah.

Etiologi enamel hipoplasia:

1.          Penyakit defisiensi vitamin D (Rickets), anak dengan celah bibir/langit-langit, Down

syndrome, kelainan jantung bawaan, penyakit gangguan metabolisme, cerebral palsy, dll.

2.          Gangguan pada masa kelahiran, seperti kelahiran sulit (bayi kurang oksigen), berat

badan lahir rendah, kelahiran prematur, kernikterus (kuning patologis pada bayi), dll.

3.          Penyakit infeksi pada masa kehamilan (demam tinggi, infeksi sitomegalovirus,

rubela, toksoplasmosis) atau infeksi berat pada masa bayi dan anak.

4.          Infeksi dan trauma pada gigi susu dapat berakibat hipoplasia email pada gigi tetap

penggantinya.

(Hall R.K. Pediatric Orofacial Medicine and Pathology. Chapman and Hall. 1994)

Gambaran klinis:

1.     Jenis kualitatif : berkurangnya mineralisasi (hipomineralisasi), secara klinis

bermanifestasi sebagai hipomineralisasi (amelogenesis imperfekta) dan aplasia email.

2.     Jenis kuantitatif           : mineralisasi normal, ketebalan email berkurang.

Secara klinis, tampak gambaran yang bervariasi. Gigi dapat tampak cekung berwarna cokelat

karena hampir tidak terbentuk email. Hipoplasia dapat pula tampak sebagai ceruk kecil, barisan

lekukan horizontal atau ceruk, atau tampak sederhana sebagai hilangnya lapisan email.

2.      Hipokalsifikasi Enamel (Opasitas Email)

Opasitas enamel adalah perubahan kualitatif terhadap translusensi enamel.

Gambaran klinis:

Bercak putih opak yang tampak pada gigi-geligi tetap dan gigi-geligi susu.

Kerusakan tampak sebagai bercak putih karena kekurangan kalsium pada saat serangan.

3.      Amelogenesis Imperfecta

Merupakan kelainan herediter yang tampak sebagai perubahan pengaturan atau struktur gen

yang berhubungan dengan email. Ditemukan dalam bentuk hipoklasifikasi enamel, hipoklasifikasi

email, hipoplasia email atau keduanya namun dentin dan pulpa normal. Baik gigi susu maupun tetap

dapat terserang. Insidennya adalah 1 dalam 15000 orang.

Banyak pola herediter yang ditemui, diantaranya adalah autosomal dominan, resesif, X-

linked, sehingga jumlah individu yang terkena dalam satu keluarga dapat bervariasi. Bentuk yang

paling sering adalah X linked dan menarik karena gen X mengatur ukuran dan bentuk gigi manusia.

Kelainan ini mempunyai riwayat keluarga. Oleh karena itu, beberapa anggota keluarga dapat

mempunyai penyakit ini dalam beberapa generasi. Cacat dalam gen ini menyebabkan email

mengalami hipoklasifikasi atau hipoplasia.

Secara klinis dapat bervariasi barupa ceruk, lekukan, defek horizontal atau vertikal dan tidak

ada hubungannya dengan kronologis perkembangannya. Tipe yang paling umum

adalahhipoklasifikasi yang bervariasi dan ketebalan gigi normal, bewarna coklat, rapuh serta lunak.

Kalkulus dapat terbentuk banyak sekali pada daerah yang rusak sehingga menyebabkan fraktur email

menjauhi dentin. Begitu email fraktur, dentin terlihat terlihat sehingga cepat rusak, meninggalkan

hanya akar. Pada radiogram tampak email hampir tak terlihat, seperti bayangan atau sama sekali tidak

ada.

Etiologi

Enamel merupakan jaringan yang mengalami mineralisasi tingkat tinggi dengan lebih dari

95% volumenya disusun oleh kristal-kristal hidroksiapatit yang begitu besar dan sangat teratur.

Pembentukan struktur kristal hidroksiapatit ini disinyalir dikontrol secara ketat oleh ameloblas

melalui interaksi sejumlah molekul matriks organik yang mencakup amelogenin, enamelin,

ameloblastin, tuftelin, amelotin, dan dentin sialophosphoprotein. Gangguan yang terjadi pada satu

atau lebih dari gen-gen ini dapat menebabkan terjadinya amelogenesis imperfekta.

Salah satu gen yang paling besar pengaruhnya terhadap pembentukan enamel adalah

amelogenin. Gen ini merupakan protein yang disekresi oleh ameloblas dan berfungsi untuk

membentuk matriks organik enamel. Mutasi yang dilaporkan biasa terjadi pada gen ini adalah

penghapusan beberapa bagian dari gen, single base mutation, dan pemberhentian kodon prematur.

Beberapa bagian gen ini bersifat kritis terhadap penhaturan ketebalan enamel, sementara bagian

lainnya berperan penting dalam mineralisasi enamel.

Gambaran klinis

Secara klinis, amelogenesis imperfekta dapat tampak bervariasi antara lain berupa ceruk,

lekukan, defek horizontal atau vertikal dan tidak ada hubungan dengan kronologis perkembangannya.

Tipe yang paling umum adalah hipokalsifikasi yang bervariasi dan ketebalan gigi normal, berwarna

cokelat, rapuh serta lunak.

(Crawford, Peter J.M dkk. 2007. Amelogenesis Imperfecta. Orphanet Journal of Rare

Disease)

4.      Dentinogenesis Imperfecta

Email normal terbentuk, tetapi dentin kurang mineralisasinya sehingga gigi tampak kebiru-

biruan, merah, akar pendek berliku-liku, dapat obliterasi, email dapat pecah karena sokongan dentin

yang lemah, dentin cepat abrasi, erosi, dan akar terlihat. Biasanya merupakan bagian osteogenesis

imperfecta.

Dentinogenesis imperfecta lebih sering ditemukan dibandingkan amelogenesis imperfecta dan

ditandai dengan pembentukan dentin yang tidak teratur, baik pada gigi susu maupun gigi tetap,

sebagai akibat perubahan kromosom 4 dari struktur gen yang berhubungan dengan pembentukan

dentin. Ini merupakan faktor dominan turunan atau cacat genetik yang terlihat pada 1 dalam 8.000

orang.

Secara klinis gigi dapat berbentuk normal. Tanda karakteristik adah warna biru abu-abu atau

violet dan dapat opalesen. Sepihan email terjadi karena kerusakan pada tempat persambungan

dentindengan email. Keadaan ini menyebabkan atrisi berat seperti yang terlihat pada amelogenesis

imperfecta.

Radiogram menunjukkan perubahan karakteristik seperti penutupan ruang pilpa, akar yang

memendek, konstriksi pertautan semen-email yang memberi gambaran mahkota seperti bel.

Dentinogenesis imperfecta biasanya terlihat pada kasus osteogenesis imperfecta (suatu penyakit

keturunan lain yang ditandai dengan pembentukan kolagen tipe 1 yang tidak sempurna dan

menyebabkan tulang rapuh dan warna sklera mata yang biru).

Dentinogenesis imperfekta terjadi akibat perubahan kromosom 4 dari struktur gen yang

berhubungan dengan pembentukan dentin. Gen yang sangat berhubungan dengan dentinogenesis

imperfekta adalah gen dentino sialophosphoprotein (DSPP). Gen DSPP ini berfungsi untuk

menghasilkan protein dengan nama serupa. Begitu dihasilkan, protein DSPP ini akan terpotong

menjadi tiga bagian yaitu: dentino sialoprotein, dentino glikoprotein, dan dentino fosfoprotein.

Dentino glikoprotein dan dentino fosfoprotein terlibat dalam pengerasan kolagen dan berperan

penting dalam deposisi kristal mineral di antara serat-serat kolagen (mineralisasi).

Gangguan pada gen DSPP ini akan menyebabkan terganggunya proses mineralisasi pada

dentin sehingga terjadilah dentinogenesis imperfekta. Dentinogenesis imperfekta diturunkan dalam

pola autosom dominan. Ini berarti, cukup satu kopi gen yang terganggu dalam tiap sel untuk dapat

menyebabkan kelainan ini. Terbukti dalam kebanyakan kasus, pasien mendapat kelainan ini hanya

dari salah satu orang tuanya.

Gejala klinis:

Gigi berwarna biru keabu-abuan atau kuning kecoklatan, akar translusen, gigi lemah dan

rapuh.

(Beattie, ML dkk. 2007. Phenotype Variation in Dentinogenesis Imperfecta/Dentin

dysplasia. US National Library of Medicine)

Kelainan  Jumlah gigi

1.      Hipodonsia

Kegagalan perkembangan satu atau dua benih gigi relatif umum terjadi dan sering kali bersifat

herediter. Ada beberapa sindrome yang disertai hipodonsia, yang paling umum adalah Sindrome

Down. Gigi yang paling sering tidak tumbuh adalah molar ketiga, premolar kedua, dan insisif lateral

atas. Sumbing palatal merupakan kelainan perkembangan lainnya yang berhubungan dengan

hipodonsia. (Sudiono, 2008 : 23)

2.      Anodonsia

Kegagalan perkembangan seluruh gigi (anodonsia) jarang ditemukan. Anodonsia berkaitan

dengan penyakit sistemis, displasia ektodermal anhidrotik herediter yang merupakan suatu kelainan

perkembangan ektodermal dan umumnya diturunkan sebagai sex-linked. Ptia lebih sering daripada

wanita.

Pada anodonsia, proc. alveolaris tanpa adanya dukungan oleh gigi menjadi tidak berkembang

membuat profil menyerupai orang yang sudah tua dikarenakan kehilangan dimensi vertikal. 

(Sudiono, 2008 : 24)

3.      Gigi Berlebih (supernumerary teeth)

Supernumerary teeth adalah gigi tambahan/berlebih, sehingga jumlah gigi yang terbentuk

dalam rahang lebih banyak dari jumlah normal. Supernumerary teeth dapat menyebabkan susunan

gigi-geligi yang terlalu berjejal atau malah dapat menghambat pertumbuhan gigi sebelahnya.

Supernumerary teeth atau gigi lebih merupakan suatu kelainan jumlah gigi berupa

bertambahnya gigi dari jumlah normalnya dan dapat ditemukan di semua bagian lengkung gigi.  Gigi

lebih pada periode gigi sulung lebih jarang terjadi dibandingkan pada periode gigi permanen. 

Penelitian pada populasi Kaukasia memperlihatkan prevalensi 0,2 - 0,8 % pada periode gigi sulung

dan 1,5 – 3,5 % pada periode gigi permanen.  Sedangkan studi epidemiologi pada anak di Jepang

hanya 0,06 % yang terdapat gigi lebih pada gigi sulungnya.  Perbandingan ditemukannya gigi lebih

pada laki-laki dan perempuan adalah 2:1.   Kasus gigi lebih 98 % terjadi pada maksila, dengan 75 % -

nya terletak di anterior. Gigi lebih pada periode gigi sulung tidak selalu diikuti gigi lebih pada periode

gigi permanennya, dan sebaliknya gigi lebih pada periode gigi permanen tidak selalu ada gigi lebih

pada periode gigi sulungnya.  Menurut Welbury, 30 – 50 % kasus gigi sulung lebih yang terletak pada

premaksila, akan diikuti gigi lebih pada gigi permanennya.

Etiologi dari gigi lebih tidak diketahui dengan pasti.  Terdapat beberapa teori mengenai

etiologi gigi lebih, yaitu teori dikotomi dan teori hiperaktifitas. Teori dikotomi adalah gigi lebih

merupakan hasil dikotomi dari tooth bud, sedangkan teori hiperaktifitas adalah gigi lebih merupakan

hasil hiperaktifitas dari lamina dental.  Munculnya gigi lebih pada beberapa anggota keluarga yang

sama mengarahkan anomali ini diwariskan secara genetik atau X-linked.

Gigi lebih pada periode gigi sulung biasanya berupa mesiodens atau gigi supplemental insisif

lateral.  Gigi lebih yang morfologinya menyerupai gigi normal disebut supplemental, sedangkan gigi

lebih yang tidak menyerupai gigi normal disebut accessory.  Russell & Folwarczna (2003)

mengelompokan gigi lebih berdasarkan waktu munculnya pada periode gigi permanen atau gigi

sulung, dan berdasarkan morfologinya yaitu supplemental, konus dan tuberkel.  Gigi lebih juga

dibedakan berdasarkan lokasinya yaitu mesiodens, paramolar dan distomolar.  Gigi lebih yang

berlokasi di premaksila dan berdekatan dengan sutura mid-line disebut mesiodens.  Paramolar dan

distomolar adalah gigi lebih yang terletak di posterior.  Gigi lebih dapat muncul secara unilateral

bahkan bilateral. Gigi lebih dapat menyebabkan erupsi ektopik gigi sekitarnya dan menyebabkan

maloklusi.  Menurut Welbury (1999) gigi lebih yang erupsi dengan morfologi yang normal atau gigi

supplemental akan menyebabkan gigi berjejal setempat pada daerah disekitar gigi lebih.

Manajemen gigi lebih tergantung jenis dan posisi gigi tersebut, dan pengaruh yang potensial

terjadi pada gigi-geligi yang berdekatan.  Manajemen gigi lebih adalah pencabutan atau tanpa

pencabutan.  Kasus gigi lebih dengan indikasi untuk dilakukan pencabutan adalah: erupsi insisif

sentral terlambat atau terhalang, dan terdapat perubahan erupsi atau pergeseran gigi insisif sentral.

Sedangkan kasus gigi lebih dengan indikasi tanpa pencabutan adalah: erupsi gigi sekitarnya yang

baik, dan tindakan pencabutan akan berakibat buruk pada vitalitas gigi sekitarnya.  Gigi lebih insisif

sulung dapat dipertahankan bila terdapat ruang yang cukup untuk gigi tersebut dalam lengkung rahang

dan gigi tersebut harus diekstraksi pada saat gigi insisif permanennya siap untuk erupsi. Identifikasi

gigi suplemental atau gigi lebih yang bentuk dan ukurannya menyerupai dengan gigi sekitarnya

adalah dengan membandingkan gigi pada sisi yang berlawanan. Gigi yang bentuk dan ukurannya

paling menyerupai gigi pada sisi yang berlawanan lah yang harus dipertahankan.

Etiologi

Penyebab dari supernumerary teeth belum diketahui dengan pasti. Kelainan ini dapat terjadi

bila ada proliferasi sel yang berlebihan pada saat pembentukan benih gigi, sehingga gigi yang

terbentuk melebihi jumlah yang normal. Pada beberapa kasus, kelainan ini dapat diturunkan dari

orang tua.

Selain itu, supernumerary teeth juga bisa merupakan bagian dari penyakit atau sindroma tertentu,

yaitu cleft lip and palate (sumbing pada bibir dan langit-langit), Gardner’s syndrome, atau

cleidocranial dysostosis. Pada kelainan-kelainan tersebut, biasanya supernumerary teeth mengalami

impaksi (tidak dapat tumbuh di dalam rongga mulut).

Gambaran Klinis

Supernumerary teeth dapat memiliki bentuk yang sama atau berbeda dengan gigi normal. Bila

berbeda, bentuknya dapat konus (seperti kerucut), tuberculate (memiliki banyak tonjol gigi), atau

odontome (bentuknya tidak beraturan).

Supernumerary teeth lebih sering terjadi pada rahang atas dibandingkan rahang  bawah. Gigi berlebih

ini juga dapat terbentuk di berbagai bagian rahang, yaitu pada daerah gigi insisif depan atas (disebut

juga mesiodens), di sebelah gigi molar (disebut juga paramolars), di bagian paling belakang dari gigi

molar terakhir (disebut juga disto-molars), atau di sebelah gigi premolar (disebut juga parapremolars).

Supernumerary teeth yang paling sering dijumpai adalah mesiodens. Kelainan ini lebih sering terjadi

pada gigi tetap dibandingkan gigi susu.

Kelainan  Bentuk gigi

1.      Geminasi

Geminasi merupakan gigi yang besar karena satu benih gigi berkembang membentuk dua

gigi. Pada kelainan geminasi ini menyebabkan terpisah nya mahkota gigi secara menyeluruh atau

sebagian melekat pada satu akar dengan satu saluran akar.

2.      Fusi

Fusi merupakan gigi yang besar (makrodonsia) dengan satu mahkota besar yang terdiri atas

persatuan mahkota-mahkota dan akar-akar. Hal ini  dikarenakan satu gigi dibentuk dua benih gigi

yang terpisah. Fusi sulit dibedakan dengan geminasi. Selain dengan pembuatan radiogram,

menghitung jumlah gigi yang ada dapat menolong hal ini karena pada fusi ada satu gigi yang hilang.

3.      Dens invaginatus

Dens invaginatus berarti adanya gigi dalam gigi. Pada radiogram tampak kelainan gigi karena

invaginasi enamel ke dalam lekukan yang dalam di dalam gigi. Sering kali terlihat pada daerah ceruk

lingual gigi insisif kedua atas. Adanya debris dalam invaginasi membuat kerusakan pada gigi ini

cenderung tidak terdeteksi. Radang periapeks merupakan indikasi pertama dari adanyaproses

kerusakan gigi.

4.      Dilaserasi

Dilaserasi merupakan suatu angulasi akar yang abnormal terhadap aksis memanjang dari

mahkota gigi. Umumnya deviasi angulasi terlihat sangat tajam, hamper tegak lurus. Mineralisasi gigi

tetangganya sebelum gigi yang mengalami kelainan ini menjadi penyebab terjadinya dilaserasi akar.

5.      Gigi Hutchinson dan Mulberry Molar

Gigi Hutchinson dan Mulberry molar ditemukan pada penderita sifilis kongenital yang terjadi

akibat infeksi dari ibu melalui plasenta ke janin yang telah mencapai tahap perkembangan gigi tetap.

Patogenesis dari kelainan ini adalah bakteri Treponema palidum menyebabkan reaksi radang kronis,

fibrosis dalam folikel gigi sehingga terjadi perubahan dalam penekanan pada sel ameloblas dan

menyebabkan terjadinya hipoplasia, dan proliferasi epitel odontogenik ke dalam papilla dentis

sehingga terbentuk takik. Secara klinis gigi insisif terlihat kecil, bentuk menggembung dibagian

tengah atau mengalami invaginasi menguncup ke arah insisal, pada gigi molar bentuk seperti bulan,

permukaan kasar, banyak ceruk dan tonjolan.

6.      Mutiara enamel

Mutiara enamel adalah enamel berbentuk bola kecil bulat oval yang dapat dijumpai pada atau

di dalam akar. Suatu mutiara enamel adalah enamel mahkota yang sering berekstensi sampai ke bi-

atau trifurkasi.

7.      Dwarf root

Dwarf root adalah kelainan pada akar gigi. Mahkota gigi normal, tetapi akar gigi pendek dan

gemuk. Biasanya gigi dengan kelainan ini lebih mudah.

8.      Taurodonsia

Gigi malformasi berakar jamak yang ditandai oleh perubahan ratio mahkota terhadap akar

dimana mahkota ada adalam panjang normal, akar-akarnya abnormal pendek dan ruang pulpa

abnormal besar

Kelainan  Ukuran gigi

1.      Mikrodonsia

Defenisi. Mikrodontia adalah gigi yang memiliki ukuran lebih kecil dari normal. Mikrodontia

lokal yang hanya mengenai satu atau beberapa gigi lebih sering ditemui daripada yang mengenai

seluruh gigi. Kelainan ini lebih sering terjadi pada gigi-gigi permanen dibandingkan gigi-gigi sulung.

Selain itu juga lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Microdontia lebih sering terjadi

pada gigi insisif dua rahang atas dan gigi molar tiga rahang atas.

Penyebab. Kelainan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Microdontia yang mengenai

seluruh gigi jarang terjadi dan bisa ditemukan pada kelainan yang diturunkan dari orangtua

(congenital hypopituitarism). Selain itu bisa juga disebabkan karena adanya radiasi atau perawatan

kemoterapi saat pembentukan gigi.  Microdontia lokal diduga disebabkan oleh adanya mutasi pada

gen tertentu.  Kelainan ini juga bisa merupakan bagian dari sindroma tertentu (penyakit yang terdiri

dari beberapa gejala yang timbul bersama-sama), seperti sindroma trisomy 21 atau sindroma

ectodermal dysplasia. Selain itu microdontia juga sering ditemui pada kelainan cleft lip and palate

(bibir sumbing dan celah pada langit-langit rongga mulut).

Gejala. Mahkota gigi yang mengalami microdontia tampak lebih kecil daripada ukuran yang

normal. Gigi tersebut dapat berbentuk kerucut atau sama seperti gigi normal hanya dengan ukuran

yang lebih kecil.

Perawatan. Perawatan microdontia biasanya meliputi pemberian restorasi estetik untuk

memperbaiki bentuk dan ukuran gigi, misalnya dengan pemasangan mahkota tiruan (crown) atau

dengan penambalan. Juga bisa dilakukan perawatan orthodonti (pemakaian kawat gigi) untuk

merapatkan ruangan antar gigi-geligi bila diperlukan. Lakukan konsultasi dengan dokter gigi Anda

untuk mendapatkan perawatan yang sesuai bila gigi Anda memiliki kelainan ini.

(http://www.klikdokter.com/illness/detail/107)  

2.      Makrodonsia

Definisi. Makrodontia adalah gigi yang memiliki ukuran lebih besar dari normal. Kelainan ini

bisa mengenai semua gigi atau hanya beberapa gigi saja. Makrodontia total yang meliputi seluruh gigi

sangat jarang terjadi, biasanya hanya satu gigi saja yang mengalami kelainan ini. Makrodontia lebih

sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.

Penyebab. Makrodontia dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang saling mempengaruhi.

Makrodontia yang mengenai seluruh gigi dapat terjadi pada kelainan pituitary gigantism, yaitu suatu

kelainan yang disebabkan oleh adanya gangguan keseimbangan hormonal. Makrodontia yang hanya

mengenai gigi tertentu saja (macrodontia lokal) kadang ditemukan pada kelainan unilateral facial

hyperplasia yang menyebabkan perkembangan benih gigi yang berlebihan. Selain itu, makrodontia

juga dapat berhubungan dengan beberapa penyakit yang diturunkan.

Gejala Klinis. Ukuran gigi tampak lebih besar daripada gigi normal.  Macrodontia

merupakan kelainan yang cukup jarang ditemukan pada gigi permanen. Biasanya mengenai gigi molar

tiga rahang bawah dan premolar dua rahang bawah, serta insisif sentral rahang atas.

Perawatan. Perawatan kasus ini akan dilakukan bila besarnya ukuran gigi menyebabkan

keluhan, misalnya gigi yang berjejal atau faktor estetis yang berkurang. Perawatan kelainan ini

biasanya meliputi perbaikan ukuran gigi dengan cara mengecilkan gigi yang mengalami makrodontia.

Bila tidak mungkin dilakukan perbaikan dan dapat menimbulkan kelainan lainnya, maka dapat

dilakukan pencabutan dan dibuatkan gigi tiruan. Segera lakukan konsultasi dengan dokter gigi Anda

bila Anda memiliki kelainan ini

(http://www.klikdokter.com/illness/detail/106#)

            Anomali Erupsi (Natal Teeth)

          Pola erupsi gigi pada usia 6 bulan, umumya dimulai dengan gigi insisif bawah dan

erupsi gigi geligi susu selesai pada usia sekitar 2,5 tahun. Erupsi gigi terlambat berkaitan dengan

penyakit gangguan metabolisme skletal terutama kretisma dan riketsia. Pada kleidokranial displasia,

eruspsi sebagian besar gigi tetap dapat gagal atau terlambat.

Etiologi :

1.                   Kehilangan ruangan akibat tanggal dini gigi susu.

2.                   Kista dentigerus yang menyebabkan pergeseran dan mencegah gigi untuk

erupsi.

3.                   Retensi gigi susu, kadang-kadang gigi susu mengalami ankilosis, dan

4.           Resorbsi akar gigi susu yang lambat akibat infeksi periapeks, meskipun jarang terjadi dapat mengalami erupsi gigi tetap.

Gejala klinis :

1.                   Posisi abnormal biasanya ditemukan pada gigi M3 bawah dan C atas.

2.                   Gigi berjejal.

3.                   Gigi berlebih yang menempati ruang untuk gigi normal.

Penyebab gigi rapuh

Sebagian besar sih karena karies….

Sebagian besar orang datang ke klinik gigi dengan gigi rusak, penyebabnya adalah karies gigi, yang merupakan suatu penyakit bakterial. Kondisi gigi awalnya baik-baik saja, namun karena campuran berbagai faktor seperti; kebiasaan menyikat gigi yang tidak baik, makanan, maka gigi mudah sekali berlubang. Berdasarkan data WHO dan Departemen Kesehatan RI, orang Indonesia yang memiliki gigi berlubang sebanyak 70-90 persen! Jadi hanya sedikit sekali yang bebas dari gigi berlubang.

Kondisi yang amat memprihatinkan di kalangan batita adalah gigi gerigis. Orangtua mungkin mengira anaknya mempunyai gigi yang rapuh, tapi setelah ditanya mendetail ternyata memang gigi dan mulut anak tidak pernah diberi kesempatan beristirahat dari serangan makanan dan minuman manis. Anak mungkin biasa diberi cemilan manis, aneka biskuit atau jus kotakan, anak makan mengemut, dan biasa diberikan susu dari botol sepanjang hari dan malam.

Ada. Beberapa jenis kelainan menyebabkan gigi rapuh dari awalnya.

Hipoplasia email

Merupakan suatu kondisi di mana kualitas email tidak baik, email lebih tipis dari semestinya atau email tampak kasar. Penyebabnya gangguan pada masa pembentukan email. Gangguan pada masa fetal (masih janin) dan neonatal (sesaat setelah lahir) akan berpengaruh pada gigi susu, sedangkan gangguan masa sesudah kelahiran, dan masa bayi akan berpengaruh pada gigi tetap.

Penyebabnya:

1. Penyakit defisiensi vitamin D (Rickets), anak dengan celah bibir/langit-langit, Down syndrome, kelainan jantung bawaan, penyakit gangguan metabolisme, cerebral palsy, dll.

2. Gangguan pada masa kelahiran, seperti kelahiran sulit (bayi kurang oksigen), berat badan lahir rendah, kelahiran prematur, kernikterus (kuning patologis pada bayi), dll.

3. Penyakit infeksi pada masa kehamilan (demam tinggi, infeksi sitomegalovirus, rubela, toksoplasmosis) atau infeksi berat pada masa bayi dan anak.

4. Infeksi dan trauma pada gigi susu dapat berakibat hipoplasia email pada gigi tetap penggantinya.

Dokter akan melakukan tanya jawab untuk menelusuri penyebabnya. Posisi dari bagian email yang tidak sempurna dan gigi mana yang rapuh dapat membantu menentukan perkiraan kapan terjadinya gangguan. Masalahnya, gigi dengan hipoplasia email ini mudah menjadi karies gigi karena plak yang mengandung bakteri menempel dengan mudah ke permukaan gigi yang kasar. Dalam keadaan ini, amat sulit untuk mengetahui waktu terjadinya gangguan pada gigi.

Fluorosis Fluorosis merupakan efek endemik patologis karena asupan ion fluor yang lebih dari 1 ppm. Fluorosis email merupakan demineralisasi email gigi akibat asupan fluor yang berlebih pada masa kalsifikasi gigi. Fluorosis gigi adalah kelainan gigi yang pada awalnya ditandai dengan suatu garis putih yang berjalan menyilang pada permukaan email, dan pada tingkat yang berat dapat

merubah bentuk gigi. Fluorosis gigi adalah hipoplasia atau hipomaturasi email gigi atau dentin karena penggunaan kronis fluor yang berlebih pada masa perkembangan dan pertumbuhan gigi tetap. Fluorosis gigi adalah defek kualitatif email dihasilkan oleh peningkatan konsentrasi fluor pada microenvironment sel ameloblas selama masa pembentukan dan perkembangan gigi. Pada fluorosis gigi jenis berat dapat terjadi defek kuantitatif email. Mikroabrasi yang terdiri dari abrasi udara dan mikroabrasi email, adalah metode pengurangan struktur gigi yang merupakan alternatif terbaik setelah penggunaan metode bor biasa. Teknik abrasi udara bekerja dengan mekanisme tekanan semburan partikel-partikel abrasif yang dapat menghilangkan karies pada gigi. Prinsip energi kinetik yang terjadi adalah partikel-partikel abrasif dengan tekanan dan kecepatan tinggi akan mengenai gigi sehingga akan menghilangkan karies pada gigi dan mengurangi struktur gigi.

Fluorosis adalah suatu kondisi di mana pemberian fluorida yang berlebihan pada masa anak-anak sehingga bukannya email menjadi kuat tetapi malah berbercak-bercak. Pada kondisi ringan, email berbercak-bercak putih keruh, namun pada kondisi parah akan tampak ceruk-ceruk pada gigi karena pembentukan email terganggu oleh overdosis fluorida.

Fluorosis umumnya tidak ditemukan pada gigi susu, melainkan pada gigi tetap. Di negara-negara maju, air minum sudah diberi tambahan fluorida untuk pencegahan karies. Oleh karena itu, sebaiknya pemakaian fluorida betul-betul dikontrol supaya tidak terjadi fluorosis ini. Bagaimana dengan di Indonesia? Air minum di Indonesia tidak diberi tambahan fluorida. Namun anak mungkin mendapatkan fluorida yang tertelan dari pasta gigi dan dari tablet fluorida. Hendaknya pasta gigi yang diberikan pada anak sesuai usianya dan tidak dalam jumlah berlebihan (hanya sebesar kacang polong!). Pemberian tablet fluorida sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter gigi.

Tetrasiklin... Tetrasiklin adalah sejenis antibiotika untuk berbagai penyakit infeksi bakteri. Tetrasiklin merupakan penyebab utama pewarnaan pada gigi, umumnya berwarna coklat kebiru-biruan. Jenis pewarnaan ini amat sulit dihilangkan, walaupun dengan pemutihan (bleaching) gigi.

Pemakaian tetrasiklin yang terus-menerus menyebabkan email gigi tidak terbentuk sempurna, dan permukaan gigi tidaklah halus dan rata. Gigi menjadi sulit dibersihkan, dan plak menempel dengan kuat sehingga gigi mudah berlubang.

Tetrasiklin tidak diperbolehkan untuk wanita hamil, menyusui, dan anak di bawah usia 12 tahun.

Keturunan Gigi rapuh yang murni karena faktor keturunan memang ada, namun amatlah jarang.

Amelogenesis imperfecta adalah suatu penyakit keturunan yang berakibat tidak sempurnanya pembentukan email. Pada keadaan ini, semua gigi, baik pada masa gigi susu maupun gigi tetap, mempunyai email yang tidak sempurna. Sekarang ini diketahui bahwa penyebabnya adalah karena kerusakan gen Amelogenin, yang berperan dalam pembentukan email. Terjadinya diperkirakan 1 di antara 14.000 orang.

Tanda-tandanya:

Permukaan email kasar, kuning-kecoklatan, atau sangat lunak. Karena amat tidak sempurna, maka dapat terkikis segera setelah gigi tumbuh dan digunakan.

Merupakan penyakit keturunan, sehingga apabila ditelusuri ada anggota keluarga yang mempunyai masalah yang sama.

Terjadi pada semua gigi, pada masa gigi susu dan tetap.

Dentin dysplasia dan dentinogenesis imperfecta adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan tidak sempurnanya dentin (dentin adalah struktur di bawah email gigi).

Tanda-tandanya:

Bentuk gigi mungkin tampak normal, tapi lebih translusen, dapat juga berwarna ungu-kecoklatan, mempengaruhi semua gigi baik pada masa gigi susu maupun tetap.

Gigi mudah aus dan terkikis, terutama pada masa gigi susu. Dari X-ray gigi dapat terlihat akar gigi juga tidak normal

Dentinogenesis imperfecta sering ditemui pada anak dengan gangguan kerapuhan tulang yang disebut osteogenesis imperfecta.

Gigi rapuh karena faktor keturunan harus dilindungi sedini mungkin untuk mencegah kerusakan gigi yang lebih lanjut.

Referensi:

Hall R.K. Pediatric Orofacial Medicine and Pathology. Chapman and Hall. 1994.