Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic...

29
Design Consideration of a Fiber Optic Communication System (Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik) Eka Juliantara – Teknik Elektro – Universitas Udayana Pokok Bahasan Pengantar Modulasi Analog dan Digital Noise dalam Proses Deteksi Bit Error Rate (BER) Desain Sistem Jarak Maksimum 1. Pengantar Fiber optik, sumber optik dan detektor optik membentuk tiga unit dasar setiap sistem komunikasi fiber optik. Pada bagian ini, dibahas bagaimana elemen dasar ini dapat ditempatkan bersama-sama untuk membangun link komunikasi fiber optik point to point. Asumsikan kita metransmisikan informasi antara dua titik (lihat Gambar 1). Gambar 1. Link Komunikasi Fiber Optik Poin-to-point Jarak antara dua titik dapat dalam range kurang dari 1 km (link data computer) sampai beberapa ribu km, sebagai contoh link antar samudera. Dalam link tersebut, akan terdapat transmitter (LED atau diode laser (ILD)), jalur

description

Design Consideration of a Fiber Optic Communication System

Transcript of Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic...

Page 1: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

Design Consideration of a Fiber Optic Communication System(Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik)

Eka Juliantara – Teknik Elektro – Universitas Udayana

Pokok Bahasan Pengantar Modulasi Analog dan Digital Noise dalam Proses Deteksi Bit Error Rate (BER) Desain Sistem Jarak Maksimum

1. PengantarFiber optik, sumber optik dan detektor optik membentuk tiga unit dasar setiap

sistem komunikasi fiber optik. Pada bagian ini, dibahas bagaimana elemen dasar ini dapat ditempatkan bersama-sama untuk membangun link komunikasi fiber optik point to point.

Asumsikan kita metransmisikan informasi antara dua titik (lihat Gambar 1).

Gambar 1. Link Komunikasi Fiber Optik Poin-to-point

Jarak antara dua titik dapat dalam range kurang dari 1 km (link data computer) sampai beberapa ribu km, sebagai contoh link antar samudera. Dalam link tersebut, akan terdapat transmitter (LED atau diode laser (ILD)), jalur transmisi berupa fiber optik (multimode atau single mode fiber), dan receiver optik (PIN atau APD) yang diikuti oleh elektronik deteksi. Pemilihan komponen ini tergantung dari jarak serta bit rate. Ketika jarak antara dua titik lebih besar dari sekitar 50 – 100 km, kemudian karena redaman dalam link atau disperi pulsa, maka diperlukan untuk memakai regenerator yang terdiri dari kombinasi transmitter dan receiver. Regenerator ini mendeteksi deretan pulsa sebelum dayanya menjadi sangat rendah atau pulsa menjadi tidak dapat dibentuk kembali dan retime, reshape serta regenerate (karenanya disebut dengan repeater 3R) deretan pulsa optik yang baru untuk ditransmisikan ke bagian berikutnya. Untuk link yang dibatasi oleh loss (loss memiliki pengaruh yang lebih besar dari dispersi), regenerator dapat digantikan oleh penguat optik. Penguat optik ini

Page 2: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

memperkuat sinyal optik dalam domain optik itu sendiri tanpa mengubahnya ke sinyal listrik sebelum ditransimisikan lebih lanjut. Tentu saja kita tidak dapat menempatkan penguat optik ini dalam jumlah yang tak berhingga karena hal ini tidak dapat megkompensasi dispersi dan juga akan menambah noise. Jadi, dalam link yang panjang ( long-haul link), kita harus memakai regenerator elektronik

Dalam desain link fiber optik, biasanya terdapat dua analisa yang harus dikerjakan untuk memasikan bahwa sistem melakukan keperluan yang kita inginkan, yaitu power budgeting dan rise time budgeting. Power budgeting memastikan bahwa daya yang cukup diterima oleh penerima sehingga error pada detector dibawah dari batasan tertentu. Rise time budgeting memastikan bahwa bandwidth system keseluruhan mampu menangani bit rate.

Bandwidth dan Rise TimeDalam sistem komunikasi optik, deretan pulsa dibentuk dengan menghidup

dam mematikan sumber optik seperti diode laser atau LED. Adanya pulsa cahaya berhubungan dengan biner 1 dan tidak adanya pulsa cahaya beruhubungan dengan biner 0. Dua teknik umum yang dipakai untuk mewakili deretan pulsa digital adalah format nonreturn to zero (NRZ) dan return to zero (RZ). Dalam format NRZ, lamanya masing-masing pulsa digital sama dengan priode pulsa sedangkan dalam RZ lamanya pulsa lebih pendek dari periode pulsa (perhatikan Gambar 2).

Gambar 2. Deretan Pulsa Digital 00101110110 dalam Format NRZ dan RZ

Pemilihan skema tersebut tergantung pada beberapa factor seperti sinkronisasi, drift, dsb. Sebagai contoh, deretan bit 1 atau 0 yang panjang akan menghasilkan sinyal yang konstan dalam skema NRZ dan akan merupakan masalah dalam hubungannya dengan timing informasi untuk pemrosesan elektronik. Masalah ini biasanya diatasi dengan memakai teknik line-coding. Sebagai contoh, kita dapat mewakili bit 0 dan 1 dengan pulsa yang memiliki durasi T/2 (T adalah pemisahan antar pulsa) seperti ditunjukkan dalam Gambar 3 bagian atas. Skema coding ini disebut dengan Manchester coding dan menyelesaikan masalah mengenai penyimpangan baseline d.c. dalam deteksi nilai ambang (threshold).

Page 3: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

Gambar 3. Pulsa yang berhubungan dengan bit 1 dan 0 dalam Manchester Coding

Salah satu perbedaan antara deretan pulsa NRZ dan RZ adalah keperluan akan bandwidth. Untuk memahami hal ini, perhatikan bahwa deretan 1 dalam RZ akan berhubungan dengan perubahan yang paling cepat sedangkan deretan 1 dan 0 yang berubah-ubah dalam NRZ akan berhubungan dengan perubahan yang paling cepat.

Komponen frekuensi dasar (fundamental) dalam deretan pulsa 1 untuk format RZ adalah 1/T seperti yang dapat dilihat dari distribusi sinus yang digambarkan dalam Gambar 3 bagian bawah (Deretan bit 1 dan 0 yang berhubungan dengan kecepatan perubahan maksimum dalam NRZ, sedangkan deretan bit 1 memberikan perubahan yang tercepat dalam RZ. Kurva sinusoidal berhubungan dengan komponen frekuensi fundamental dalam deretan pulsa. ). Untuk NRZ, komponen frekuensi dasar dalam deretan 1 dan 0 yang beru ah-ubah adalah 1/2T. Karenanya sistem yang memiliki bandwidth sekurang-kurangnya 1/T dan 1/2T akan melewati deretan RZ dan NRZ secara berturut-turut, tanpa terlalu banyak keburukan. Jadi, jika bit rate diwakili oleh B, maka B = 1/T dan bandwidth f yang diperlukan oleh skema RZ dan NRZ adalah:

f B untuk RZ (1)f B/2 untuk NRZ (2)

Metode familiar yang lain mengenai perwakilan keperluan akan bandwidth adalah melalui parameter yang disebut dengan rise time Tr, yaitu waktu yang diperlukan oleh sistem untuk naik dari 10% ke 90% dari nilai maksimum untuk input berupa fungsi step (tangga). Bandwidth dan rise time memiliki hubungan:

Tr = (3)

Hubungan yang terbalik antara rise time dan bandwidth diharapkan untuk setiap sistem linear, sehingga:

Page 4: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

Tr = untuk RZ

(4)

Tr = untuk NRZ (5)

Jadi, format RZ memiliki keperluan bandwidth atau rise time yang lebih dibandingkan dengan format NRZ, karena dalam format RZ, pulsa lebih sempit. Sebagai contoh, untuk pengiriman pulsa dengan kecepatan 2,5 Gb/s, akan diperlukan bandwidth 2,5 GHz untuk format RZ dan 1,25 GHz untuk format NRZ yang menunjukkan keperluan bandwith yang lebih sempit untuk NRZ.

Sistem komunikasi digital memiliki keuntungan diatas sistem komunikasi analog. Salah satu yang paling penting adalah pemakaian repeater regenerative, yaitu sinyal digital dapat dikirim melalui jarak yang sangat jauh tanpa banyak penambahan noise. Dalam system komunikasi digital, pada repeater, hanya diperlukan mendeteksi ada atau tidaknya pulsa dari pada mengukur benruk pulsa seperti yang terjadi dalam sistem komunikasi analog. Keputusan terhadap pulsa tersebut (1 atau 0) dapat dibuat dengan akurasi yang dapat diterima bahkan kalau pulsa terdistorsi atau terdapat noise. Jadi, pada penerima, pulsa baru yang bersih dihasilkan dan ditransmisikan ke stasiun repeater berikutnya.

2. Noise dalam Proses DeteksiKetika cahaya jatuh pada photodetector, pasangan e-h (electron – hole)

dibangkitkan, yang akan menghasilkan arus listrik. Proses konversi ini dari cahaya ke arus listrik diikuti oleh penambahan noise. Dua mekanisme noise yang paling penting dalam rangkaian photodetector adalah shot noise dan thermal noise.

2.1 Shot NoiseShot noise bangkit ketika arus listrik terbentuk dari aliran muatan diskrit (yang

disebut dengan electron) yang secara random dibangkitkan. Jadi, bahkan ketika photodetector disinari oleh daya optik yang konstan P, karena pembangkitan yang random pasangan e –h, arus yang dihasilkan akan berfluktuasi secara random disekitar nilai rata-rata yang ditentukan oleh daya rata-rata optik P.

Karena arus shot noise random, maka nilai rata-ratanya adalah nol. Karenanya dapat ditentukan kuadrat rata-rata arus shot noise, yang dinyatakan sebagai:

= 2 e I f

dengan e = muatan electron I = arus rata-rata yang dibangkitkan oleh detectorf = bandwidth yang mempertimbangkan noise

Karena arus I tergantung pada daya optik yang datang ke detektro, maka shot noise meningkat terhadap daya optik tersebut.

Perlu dijelaskan walaupun ketika tidak adanya daya optik yang menuju photodetektor, seluruh phodetector akan membangkitkan arus Id yang dihasilkan dari carrier yang dibangkitkan secara thermal. Arus ini disebut dengan dark current dan meningkat terhadap peningkatan temperatur. Jadi total shot noise yang dihasilkan oleh photodetector adalah:

= 2 e (I + Id) f (6)

Page 5: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

Nilai-nilai dark current yang khas untuk detector yang berbeda adalah sbb:Id 1 – 10 nA silicon

50 – 500 nA germanium 1- 20 nA InGaAs

Sebagai contoh, pertimbangkan photodiode PIN silicon yang beroperasi pada 850 nm dengan dark current sebesar 1 nA. Untuk masukan daya optik sebesar 1 W, dengan responsivity sebesar 0,65 A/W, memiliki arus:

I = R P 0,65 ADark current seperti detector tersebut yaitu 1 nA, sangat kecil dibandingkan dengan arus sinyal yaitu 650 nA, dan karenanya dapat diabaikan dalam perhitungan shot noise. Sehingga untuk detector dengan bandwidth 100 MHz:

= 2 x 1,6 x 10-19 x 0,65 x 10-6 x 108

2,08 x 10-17 A2

dan arus shot noise rms adalah:

4,6 Na

2.2 Thermal NoiseThermal noise (juga disebut dengan noise Johnson atau Nyquist) muncul atau

bangkit pada resistor beban rangkaian photodiode, karena gerakan thermal random dari electron. Bahkan, electron pada setiap resistor tidak pernah stationer tetapi memiliki gerakan yang random dalam resistor. Karena gerakan electron merupakan arus listrik, maka gerakan thermal random ini mengarah ke kehadiran arus random dalam resistor. Karena gerakan electron adalah random maka rata-rata arus ini adalah nol. Therma noise ini akan ditambahkan ke arus yang dihasilkan oleh photodetector. Kuadrat rata-rata arus noise thermal pada suatu resistor RL dinyatkan sebagai:

= (7)

dengan kB = konstanta Boltzman = 1,38 x 10-23 J/K T = Temperatur

f = bandwidth deteksiPerhatikan bahwa noise thermal tidak tergantung pada daya optik yang datang, tidak seperti pada shot noise. Selain itu, meningkatnya nilai RL mengurangi noise thermal. Nilai RL tidak dapat dinaikkan sampai ke tak berhingga karena bandwidth detector ditentukan oleh RL.

Sebagai contoh untuk parameter dengan nilai RL = 500 , f = 100 MHz, dan T = 300 K memberikan nilai arus thermal:

= 3,3 x 10-15 A2.

dan arus noise thermal rms = 5,75 x 10-8 A. Perbandingan antra contoh ini dengan contoh pada bagian 2.1 menunjukkan dalam situasi tersebut noise thermal lebih mendominasi.

2.3 Signal to Noise Ratio (SNR)

Page 6: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

Salah satu parameter yang paling penting dalam deteksi adalah SNR yang didefinisikan sebagai:

SNR = (8)

Jika P mewakili daya optik yang datang pada photodetector dengan responsitivity R, maka arus sinyal adalah RP dan daya sinyal listrik sebanding dengan R2P2. Total daya noise sebanding dengan total kuadrat rata-rata arus noise yang merupakan jumlah dari shot noise dan thermal noise. Jadi SNR:

SNR = (9)

Dalam persamaan (9) yang mendefinisikan SNR, biasanya salah satu dari noise (shot atau thermal noise) pada penyebut mendominasi tergantung pada kondisi operasi. Sehingga dibawah operasi yang dibatasi shot noise (shot noise-limited), SNR dinyatakan sebagai:

SNR = (shot noise limited) (10)

dengan I = R P Sedangkan untuk operasi thermal noise limited, SNR dinyatakan sebagai:

SNR = (thermal noise limited) (11)

Sebagai contoh, peretimbangkan photodiode PIN silicon dengan R = 0,65 A/W, Id 1 nA, RL = 1000 yang beroperasi pada 850 nm. Jika daya optik yang datang sebesar 500 nW dan bandwidth sebesar 100 MHz, maka:

Arus sinyal I = R P = 0,65 x 5 x 10-7

= 0,325 AArus shot noise rms karena sinyal = (2eRPf)1/2 3,2 nAArus shot noise rms karena dark current = (2eIdf)1/2 0,18 nAArus noise thermal rms:

40,7 nA

Karena itu, untuk detektor ini arus noise thermal sekitar 12 kali kebih besar dari arus shot noise sinyal dan 225 kali lebih besar dari dark current.

SNR yang berhubungan dengan daya yang datang adalah sebesar 63 18 dB.

Contoh di atas valid untuk detector PIN yang tidak memiliki gain internal, tidak halnya untuk detektor APD yang memiliki gain internal karena proses avalanche. Jika M menyatakan gain internal detector APD, maka untuk daya optik input P, arus sinyal adalah:

I = M R P (12)dan daya sinyal listrik sebanding dengan M2R2P2.

Thermal noise untuk APD sama seperti halnya pada PIN dan dinyatakan dengan persamaan (7).

Berkenaan dengan shot noise, karena proses pengalian (multiplication) avalanche adalah random, maka factor pengali M dengan sendirinya adalah random dan M yang muncul dalam persamaan (12) hanya berupa nilai rata-rata. Jadi, untuk APD, shot noise dapat ditulis sebagai:

Page 7: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

(13)dimana excess noise factor adalah M2+x/M = Mx. Nilai x = 0, menunjukkan tidak terdapatnya excess noise. Unutk APD silicon nilai x 0,3, APD InGaAs nilai x 0,7 dan APD germanium nilai x 0,1.

Untuk kasus APD, kita memiliki:

SNR = (14)

ContohPerimbangkan APD dengan M = 50 dan x = 0 (tidak terdapat excess noise). Jika kita memakai parameter seperti contoh sebelumnya, maka dalam hal ini:

Arus sinyal = 50 x 0,65 x 5 x 10-7 16,25 AArus shot noise rms karena sinyal = (2eM2RPf)1/2 161 nANoise dark current rms = (2eM2Idf)1/2 8,9 nAThermal noise tetap sama yaitu 40,7 nA.

SNR dalam hal ini adalah:

SNR = 9548 39,8 dB

Nilai SNR APD ini (39,8 dB) merupakan perbaikan yang sangat signifikan terhadap SNR PIN yang bernilai 18 dB (lihat contoh sebelumnya).

Jika thermal noise dominan terhadap shot noise, maka

SNR = (15)

Nilai SNR ini diperbaiki dengan factor M2 berkenaan dengan persamaan (11). Namun jika M bernilai besar, maka detector akan menjadi shot noise limited dan thermal noise diabaikan sehingga:

SNR = (16)

Nilai SNR ini lebih buruk dibandingkan dengan detector PIN karena excess noise Mx

pada detector APD (lihat persamaan (10)). Jadi dalam operasi thermal noise yang dominan, APD memiliki SNR yang lebih baik dan karenanya labih menarik dibandingkan PIN.

Persamaan (14) dapat ditulis kembali sebagai:

SNR = (17)

Berdasarkan persamaan (17), bagian kedua dari penyebut (berhubungan dengan thermal noise) nilainya berkurang dengan meningkatnya nilai M, dan bagian pertama (berhubungan dengan shot noise) nilainya meningkat dengan meningkatnya nilai M. Jadi, terdapat nilai factor pengali M yang optimum untuk memperoleh nalai SNR yang maksimum. Nilai SNR yang maksimum akan berhubungan dengan nilai penyebut yang minimum dalam persamaan (17), berkenaan dengan nilai M. Dengan mendeferensialkan penyebut persamaan (17) dan menyamakan dengan nol, diperoleh nilai M yang optimum:

Page 8: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

(18) Perhatikan bahwa nilkai M yang optimum tergantung pada daya input jika noise dark current bernilai kecil.

Contoh Pertimbangkan APD silicon yang beroperasi pada 300 K, dengan RL = 1000 dan daya optik input sebesar 100 nW. Khasnya nilai R = 0,65 A/W dan x = 0,m3.

Dengan mengabaikan dark current, berdasarkan persamaan (18) diperoleh:Mop 42.

SNR APD untuk f = 100 MHz adalahSNR = 577 27,6 dB

SNR untuk PIN (M = 1) adalah:SNR 2,5 4 dB.

Jadi dalam kasus ini, SNR APD mendapatkan perbaikan sebesar 23,6 dB dibandingkan dengan PIN.

ContohPertimbangkan APD germanium dengan responsitivity R = 0,45 A/W yang beroperasi pada 1300 nm dan 300 K.

Untuk germanium x = 1, sehingga:

Mop =

Jika P = 500 nW dan mengabaikan Id, dan RL = 1000 , Mop 7,7

Nilai SNR yang diperoleh akan lebih kecil dibandingkan dengan PIN.

2.4 Bit Error RateMaksud atau tujuan regenerator atau receiver adalah untuk mensampel pulsa

optic yang datang pada kecepatan yang sama dengan kecepatan transmisi bit, dan pada setiap sample diputuskan apakah nilai sample tersebut berhubungan dengan satu atau nol. Keputusan ini biasanya dikerjakan dengan menset level threshold, dan setiap sinyal di atas threshold diputuskan sebagai satu dan dibawahnya sebagai nol. Sekali hal ini dikerjakan, sederetan sinyal yang terdiri dari satu dan nol diperoleh kembali dalam receiver atau dipakai lagi untuk menggerakkan sumber optik untuk menghasilkan kembali sederetan pulsa optik dalam regenerator.

Jka terdapat daya optik yang tidak cukup dalam pulsa optik yang diterima (karena redaman fiber), jika terdapat dispersi atau terlalu banyak noise yang ditambahkan oleh detector, maka kemungkinan akan terdapat error dalam mendapatkan kembali informasi atau dalam pembentukan kembali deretan pulsa optik. Jadi, meskipun deretan pulsa optik berasal dari deretan pulsa yang ‘bersih’, pada setiap regenerator akan menambahkan error terhadap sinyal bersih tersebut. Diinginkan untuk menjaga kecepatan error dibawah 10-9 atau 10-12 pada setiap regenerator atau receiver pada setiap sistem komunikasi yang praktis.

Dalam mendapatkan informasi kembali di receiver atau regenerator, juga penting untuk mensampel pulsa pada kecepatan yang benar. Jadi, titik keputusan

Page 9: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

(decision point) harus tetap dalam phase yang benar terhadap deretan pulsa yang datang, kalau tidak beberapa informasi akan hilang. Keperluan pulsa clock untuk operasi decision biasanya diperoleh dari deretan pulsa yang datang. Jadi, penting untuk menjamin bahwa deretan pulsa yang datang memeiliki energi yang cukup pada frekuensi yang berhubungan dengan kecepatan bit, kalau tidak, teknik yang lain dipakai untuk mendapatkan informasi ini dari komponen frekuensi yang lain pada sinyal input.

Gambar 5 menunjukkan deretan pulsa yang ditransmisikan 0101101, sinyal yang diterima yang dirusak oleh noise dan dispersi, dan deretan pulsa yang dibentuk kembali. Seperti yang ditunjukkan, karena adanya noise, bit-bit yang ditransmisikan akan dibaca dengan salah jika sinyal yang diterima pada posisi bit 1 dibawah threshold atau jika sinyal yang diterima pada posisi bit 0 lebih besar dari threshold.

Gambar 5. Deretan pulsa yang ditransmisikan, sinyal yang diterima yang dirusak oleh noise dan dispersi, dan deretan pulsa yang dibentuk kembali. Perhatikan bahwa karena adanya noise, satu bit telah dibaca dengan salah.

Kualitas system komunikasi digital ditentukan oleh BER, yang didefinisikan sebagai:

BER =

(19)BER biasanya menentukan probabilitas rata-rata identifikasi bit yang salah. Jadi, BER 10-9 menunjukkan rata-rata 1 bit dari 109 dibaca dengan salah. Jika sistem tersebut beroperasi pada 100 Mb/s, yaitu 108 pulsa per detik, maka untuk menerima pulsa 109, waktu yang diperlukan adalah:

detik

yang merupakan rata-rata waktu sebuah kesalahan terjadi. Namun, jika BER sistem tersburt adalah 10-6, maka rata-rata sebuah kesalaha akan terjadi setiap 0,01 detik, yang merupaka nilai yang tidak dapat diterima.

Page 10: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

Semakin besar nilai SNR, maka semakin kecil nilai BER. Untuk sebagain besar receiver PIN, noise dinominasi oleh thermal noise, yang tidak tergantung pada arus sinyal. Jadi, noise pada bit 1 atau 0 adalah sama, dan dalam kasus seperti itu setting nilai threhold yang optimum adalah pada titik tengah dari level satu dan nol dan BER hubungannya dengan SNR dinyatakan sebagai:

BER = (20)

dengan erf mewakili fungsi error. Untuk x > 3, pendekatan yang baik erf(x) adalah:

erf(x) = 1 - (21)

Jadi, untuk SNR 72, persamaan (20) dapat ditulis sebagai:

BER (22)

Untuk mencapai BER 10-9, persamaan (22) memprediksikan SNR 144 atau 21,6 dB.Gambar 6 menunjukkan ketrgantungan BER pada SNR seperti yang

dinyatakan oleh persamaan (20).

Gambar 6. Ketergatungan BER pada SNR

Perhatikan bahwa karena kurva menurun secara tajam pada nilai SNR yang melebihi 15 dB, maka perbaikan yang besar dapat dicapai dalam deteksi dengan peningkatan SNR yang kecil pada SNR yang melebihi 15 dB.

Dibawah operasi thermal noise limited, diperlukan nilai SNR minimum untuk mencapai BER tertentu (lihat persamaan (20)). Dengah memakai persamaan (11) untuk SNR untuk detector PIN dibawah operasi thermal noise limited, diperoleh persamaan yang memberikan daya optik minimum untuk mencapai nilai SNR tertentu:

Page 11: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

atau

Pmin = (23)

Dengan mengasumsikan RL = 160 sehingga dengan kapasitansi detektor 1 pF, maka bandwith f = 1/(2RLC) 1 GHz. Untuk R = 0,5 A/W, SNR = 144 (untuk BER 10-

9) diperoleh:Pmin 8,0 W -21 dBmPersaman (23) dapat dimodifikasi dalam hubungannya dengan kecepatan bit B

dengan memperhatikan bhawa untuk sistem NRZ, bandwith f = B/2. Juga, jika C mewakili kapasitansi photodiode, maka:

f = =

atau

RL = (24)

Dengan mensubstitusi nilai RL dan f dalam persamaan (23), diperoleh:

Pmin = (2 kB T C SNR)1/2 (25)

Yang memberikan sensitivitas receiver sebagai fungsi bit rate (kecepatan bit) dan SNR yang diperlukan dibawah operasi thermal noise limited. ContohDiketahui nilai C = 1 pF, T = 300 K, R = 0,5 A/W dan untuk BER = 10 -9, SNR = 144, diperoleh:

Pmin (nW) 3,87 x B Mb/s.Jadi, untuk 100 Mb/s, Pmin 0,39 W -34 dBm, dan untuk 1 Gb/s, Pmin 3,87 W -24 dBm.

ContohUntuk BER = 10-6, berdasarkan persamaan (22), SNR yang diperlukan adalah 90 (19,5 dB), dan daya minimum yang diperlukan berdasarkan persamaan (25) adalah:

Pmin (nW) 3,06 x B Mb/s.Jadi untuk 100 Mb/s, Pmin 0,306 W -35,1 dBm. Dengan membandingkan dengan contoh sebelumnya. Dapat diperhatikan bahwa BER dapat dikurangi dari 10 -6

menjadi 10-9 dengan meningkatkan level daya hanya sebesar 1 dB. Jadi, berkurangnya loss yang kecil sekalipun dapat menghasilkan perbaiakan yang signifikan dalam deteksi.

Dalam kasus APD, jika thermal noise tetap dominan, maka berdasarkan persamaan (15), SNR meningkat dengan factor M2. jadi berdasarkan persamaan (25) diperoleh Pmin untuk kasus APD berkurang dengan factor M. Karena nilai M khas dalam range 20 – 50, maka perbaikan yang diperoleh sekitar 15 dB. Dalam kenyataannya, karena shot noise juga meningkat terhadap M, maka terdapat nilai M yang optimum dalam mencapai perbaikan yang maksimum.

Dalam bagian sebelumnya diasumsikan deteksi adalah therma noise limited. Inti dalam sensitivitas deteksi diberikan oleh operasi shot noise limited. Untuk

Page 12: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

detector yang ideal (tidak terdapat thermal noise, dark current, dan efesiensi quantum adalah satu) BER dinyatakan sebagai:

BER = (26)

dengan Np = rata-rara jumlah photon dalam bit 1. Untuk BER = 10 -9, persamaan (26) memberikan nilai Np = 21. Jadi, daya optik minimium dalam bit 1 (dengan durasi T) dinyatakan sebagai:

P =

Dalam sistem NRZ, karena bit rate dan durasi pulsa T memiliki hubungan sebagai B = 1/T, maka:

P = h v Np B (27)Untuk bit rate = 1 Gb/s pada 1550 nm, nilai P:

P 2,69 nW -55,7 dBmBatasan (limit) nilai Np = 21 direferensikan sebagai batasan (limit) quantum. Sebagaian besar receiver beroperasi pada 20 dB (pada level yang lebih tinggi) dengan Np 2000.

Dalam pembahasan di atas, P mewakili daya puncak. Kadang-kadang P dinyatakan dalam hubungannya dengan daya rata-rata. Karena bit 1 dan 0 memiliki kemungkinan kejadian yang sama, maka Pav = P/2, sehingga:

Pav = (28)

Dalam system RZ, durasi pulsa adalah T/2 = 1/2B, dan karena pulsa hanya menduduki setengah dari periode bit serta bit 1 dan 0 memiliki kemungkinan kejadian yang sama, maka Pav = P/4. jadi, bahkan dalam system RZ, Pav yang diperlukan dibawah operasi quantum limited masih dinyatakan sebagai persamaan (28).

5. Desain Sistem Link komunikasi fiber optik yang paling sederhana adalah link point- to-point,

yaitu sebuah transmitter pada satu sisi mengirim informasi disepanjang link fiber optik ke sebuah receiver pada sisi yang lain. Desain sistem seperti tersebut melibatkan banyak aspek seperti tipe sumber yang dipakai (LED atau LD), tipe fiber (multimode atau single mode) dan photodetector (PIN atau APD). Pemilihan berbagai macam komponen tertantung pada jarak antara transmitter dengan receiver serta kecepatan (rate)informasi. Terlepas dari hal ini, masalah mengenai biaya, ketahanan komponen, kemungkinan upgrade, dll juga merupakan hal yang penting.

Dalam bagian sebelumnya, telah dijelaskan bagaimana level daya yang datang pada detector menentukan unjuk kerja link dalam hubungannya dengan BER. Rise time sumber, fiber dan detector akan menentukan bandwidth yang tersedia untuk transmisi. Desain system fiber optik biasanya dilakukan dengan mamakai power budget dan rise time budget.

5.1 Power budgetLink fiber optik point-to-point ditunjukkan dalam Gambar1. Sumber yang

memancarkan daya Pi mengkopel cahaya ke fiber optik. Pada titik ini terdapat coupling loss. Cahaya merambat dalam fiber mengalami loss transmission. Pada link, terdapat sambungan dan konektor yang menyebabkan adanya power loss. Pada akhirnya, cahaya yang sampai pada detector (pada regenerator atau receiver),

Page 13: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

mengalami loss. Jika Pi dan Po adalah daya yang dipancarkan oleh sumber dan datang pada detector, maka total loss dalam dB adalah:

Loss = 10 log (29)

Terpisah dari loss yang sebenarnya dialami, ketika mendesain link biasanya dimasukkan margin 6 – 8 dB untuk mengatasi akibat loss yang berasal dari sambungan atau komponen yang mungkin harus ditambahkan pada waktu yang akan datang serta untuk mengijinkan setiap keburukan komponen akibat umur komponen tersebut.

Jika seluruh loss dinyatakan dalam dB, maka daya yang diterima oleh receiver untuk daya sumber Pi (dBm) adalah:

Po = Pi – Nclc – Nsls - Lt (30)dengan lc adalah connector loss dan Nc mewakili junlah konektor, ls adalah loss pada setiap sambungan dan Ns mewakili jumlah sambungan, t adalah fiber transmission loss (dalam dB/km) dan L mewakili panjang total fiber dalam km.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk mencapai BER tertentu, terdapat nilai daya minimum Pmin yang datang pada detector. Jadi, jika Pm mewakili margin daya ( khasnya 6 – 8 dB), maka:

Po – Pm > Pmin (31)

ContohAsumsikan bahwa diperlukan untuk menginstall/memasang link 40 km dengan fiber yang memiliki loss sebesar 0,5 dB/km, dan senstivitas receiver adalah –39 dBm. Terdapat empat sambungan dengan loss pada setiap sambungan adalah 0,5 dB dan dua konektor dengan loss masing-masing 1 dB. Jika margin adalah 6 dB, maka daya sumber harus melebihi:

Pi = Pmin + Pm + 2lc + 4ls + Lt

= -39 + 6 + 2x1 + 4x0,5 + 40x0,5 = -9 dBm = 0,13 mW.

ContohPertimbangkan sumber LED yang beroperasi pada 850 nm memancarkan cahaya 50 W dan detector PIN dengan R = 0,65 A/W, C = 5pF. Asumsikan bahwa diinginkan untuk mentransmisikan informasi pada kecepatan 20 Mb/s. Untuk bit rate ini, asumsikan operasi adalah thermal noise limited dengan SNR = 144 (BER = 10-9). Maka sensitivitas receiver adalah (lihat persamaan (25)):

Pmin 1,32 x 10-7 W -38,8 dBm.Daya yang dipancarkan oleh sumber adalah 50 W = -13 dBm. Jadi, losss yang diperbolehkan antara transmitter dan receiver (termasuk margin) adalah 38,8 – 13 = 25,8 dB. Jika sistem margin adalah 8 dB dan connector loss diasumsikan 2 dB, maka loss transmisi yang tersedia adalah 15,8 dB (25,8 – 8 – 2 dB). Jika dipakai fiber dengan loss 2,5 dB/km (pada 850 nm), maka maksimum panjang link yang diperbolehkan adalah 6,3 km.

Jika dalam system ini, dipakai laser yang memancarkan daya 0 dBm (=1 mW), maka maksimum panjang link yang diperbolehkan adalah 11,5 km.

5.2 Rise time bugdet

Page 14: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

Rise time budget adalah analisis untuk menentukan apakah sistem yang dimaksud akan dapat beroperasi dengan tepat pada bit rate yang diperlukan karena dispersi link dan batasan kecepatan respon transmitter dan receiver.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, rise time suatu peralatan adalah waktu yang dibutuhkan oleh respon untuk naik dari 10% ke 90% nilai output ketika input berupa fungsi step. Total rise time s yang merupakan kombinasi dari berbagai elemen link didekati dalam hubungannya dengan rise time masing-masing elemen i, yaitu:

s = (32)

Dalam system komunkasi fiber optik, total rise time link ditentukan oleh rise time transmitter (t), link fiber (f), dan receiver (r). Jadi rise time sistem adalah:

s = (33)

Rise time untuk sumber dan detector dibahas pada bab sumber dan detector. Dalam kasus rise time fiber, rise time didekati dengan dispersi pulsa. Jadi, rise time untuk tipe fiber yang berbeda dapat ditulis sbb:

Multimode step index fiber:

im = (34)

Multimode graded fiber Parabolic index:

im = (35)

Optimum profile

im = (36)

(subscript im menyatakan intermodal)

Material dispersionm 85 L ps (0 ~ 850 nm) 0,5 L ps (0 ~ 1300 nm) 20 L ps (0 ~ 1500 nm) (37)

dengan L dalam km dan nm.Total rise time fiber untuk multimode fiber adalah (dengan mengabaikan waveguide dispersion):

f = ( (38)Untuk single mode fiber (karena = D.L.), diperoleh:

f D.L. 2 L (0 ~ 1300 nm, z ~ 1300 nm) 16 L (0 ~ 1550 nm, z ~ 1300 nm) 2 L (0 ~ 1550 nm, z ~ 1550 nm)

(39)Dalam persamaan di atas, mewakili lebar spectrum sumber, L mewakili panjang fiber, 0 mewakili panjang gelombang yang beroperasi, dan z mewakili panjang gelombang dengan dispersi nol.

Sekali total rise time link dihitung dengan memakai persamaan (33), dapat diperoleh bit rate maksimum yang diperbolehkan melalui link fiber sebagai (lihat persamaan (4) dan (5)):

Page 15: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

B untuk RZ

B untuk NRZ (40)

(1) Untuk multimode step index fiber, pulse spread adalah hampir sangat tidak tergantung dari lebar spectrum sumber, karena disperi intermodal jauh lebih besar dari dispersi materi. Dengan mengambil nilai yang khas n1 = 1,46, = 0,01 diperoleh bahwa rise time karena fiber adalah f 50 ns/km. Dengan memakai persamaan (40), dapat dilihat bahwa bit rate maksimum yang dapat ditangani oleh fiber adalah 0,7/(50x10-9) 14 Mb.km/s

(2) Pertimbangkan parabolic index multimode fiber dengan dispersi intermodal yang dinyatakan oleh persamaan (35)

im =

Untuk n1= 1,46, = 0,01, diperoleh im 0,24 ns/km. Untuk panjang gelombang yang beroperasi pada 850 nm, dispersi materi diberikan oleh persamaan (37). Jika sumber adalah laser diode dengan lebar spectrum 1 nm, maka kontribusi dispersi materi adalah 85 ps/km dan total rise time fiber (0,242 + 0,0852)1/2 0,25 ns/km, yang memberikan bit rate maksimum yang diperbolehkan sebesar 0,7/(0,25x10-9) 2,8 Gb.km/s. Namun, jika sumber adalah LED dengan 25 nm, maka m 2,125 ns/km dan total rise time fiber adalah (0,242 + 2,1252)1/2 2,14 ns/km. Jadi, dalam hal ini rise time dibatasi karena dispersi materi dan bit rate maksimum adalah 0,7/(2,14x10 -9) 300 Mb.km/s. Estimasi di atas mengabaikan kontribusi rise time sumber dan detector. Jika diasumsikan rise time sumber LED adalah 5 ns dan detector seb esar 1 ns, maka total rise time system untuk fiber dengan panjang 10 km adalah:[(2,14x10)2 + 52 + 12]1/2 22 nsyang memberikan bit rate maksimum (untuk 10 km) sebesar 32 Mb/s.Sistem komunikasi fiber optik generasi I memakai 850 nm LED (dengan ~ 25 nm), loss fiber 3 dB/km, spasi repeater ~ 10 km, dan bit rate sebesar 45 Mb/s.

(3) Jika panjang gelombang yang beroperasi adalah sekitar 1300 nm, dispersi materi akan menjadi sangat kecil dan, bahkan dengan ~ 100nm, rise time karena dispersi materi 0,05 ns/km yang diabaikan jika dibandingkan dengan dispersi intermodal 0,15 ns/km.

Dengan mengasumsikan rise time (LED) sebesar 5 ns dan detector sebesar 1 ns, total rise time untuk 30 km adalah [(0,15x30)2 + 52 + 12]1/2 6,8 ns, yang memberikan bit rate maksimum sekitar 100 Mb/s.

Sistem fiber optik generasi II memakai 1300 nm LED (dengan ~ 25 nm) loss fiber ~ 1 dB/km, spasi repeater sebesar 30 km dan bit rate ~ 45 Mb/s.

(4) Pergeseran berikutnya adalah memakai single mode fiber sebagai pengganti multimode fiber dan beroperasi sekitar 1300 nm, dimana dispersi melewati nol. Dengan mengasumsikan dispersi yang khas 2 ps/km.nm pada panjang gelombang yang beroperasi (1300 nm) dan laser diode dengan = 2 nm, rise time fiber hanya 4 ps/km. Jika rise time sumber dan detector diasumsikan masing-masing sebesar 0,5 ns, maka dengan asumsi panjang fiber 50 km, total

Page 16: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

rise time sistem adalah (0,22 + 0,52 + 0,52)1/2 0,73 ns, dan bit rate maksimum adalah 0,96 Gb/s.Sistem fiber optik generasi III memakai 1300 nm laser diode (dengan ~ 2nm), dengan single mode fiber yang memiliki loss ~ 0,8 dB/km. Spasi repeater sekitar 40 km dan bit rate sekitar 500 Mb/s.

(5) Ketika panjang gelombang yang beroperasi digeser ke 1550 nm, total dispersi dapat dibuat menjadi sangat kecil ( 2 ps/km.nm) dengan dispersion shifted fiber (DSFS). Loss fiber pada panjang gelombang ini ~ 0,25 dB/km. Jadi system fiber optik generasi IV memakai 1550 nm laser diode dengan DSFS

dan spasi repeater adalah 100 km. Sistem yang beroperasi pada 2,5 Gb/s dan yang lebih tinggi memakai laser diode dan photodetector kecepatan tinggi.

Tabel 1 menunjukkan evolusi bermacam generasi sistem fiber optik.

ContohPertimbangkan rise time budget untuk transmisi 400 Mb/s NRZ pada fiber optik 100 km dengan BER 10-9. Karena B = 400 Mb/s, total rise time sistem adalah:

s = 1,75 ns

Jika dialokasikan seluruh rise time pada fiber optik 100 km, hal ini meyatakan dispersi pulsa kurang dari 1,75 x 10-9/100 = 17,5 ps/km. Sudah tentu multimode fiber tidak dapat dipakai dan link harus berdasarkan single mode fiber. Karena pada 1300 nm loss fiber adalah 0,4 dB/km, fiber optik 100 km akan menghasilkan loss 40 dB (terpisah dari loss konektor dan sambungan), yang juga terlalu besar. Karenanya perlu untuk memakai transmisi 1550 nm.

Fiber dispersi nol 1300 nm memiliki dispersi sekitar 16 ps/km.nm pada 1550 nm. Dalam hal ini, tidak dapat dipakai laser semikonduktor multifrekuensi karena lebar spektrumnya 4 nm dan, dengan jelas fiber 100 km akan mengalami dispersi pulsa sebesar 16 x 100 x 4 = 6,4 ns, yang jauh lebih besar dari nilai yang diijinkan 1,75 ns untuk sistem 400 Mb/s. Karena itu, harus dipakai laser dioda satu frekuensi yang memiliki lebar spectrum yang khas 0,15 nm. Dengan memakai laser tersebut, dispersi pulsa karena fiber adalah 16 x 100 x 0,15 = 0,24 ns, yang jauh lebih kecil dari rise rise time yang diijinkan 1,75 ns.Jika diasumsikan rise time 1 ns untuk transmitter laser, maka rise time phorodiode yang diijinkan adalah:

r = ( = (1,752 – 0,242 – 12)1/2

1,42 ns.

Page 17: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

Untuk power budget, asumsikan bahwa pigtail laser diode memiliki daya output sebesar 1 mW (=0 dBm). Jika sistem memiliki dua konektor (masing-masing memiliki loss sebesar 1 dB) dan 10 sambungan dengan masing-masing loss sebesar 0,1 dB. Dengan mengasumsikan redaman fiber sebesar 0,25 dB/km pada 1550 nm, maka daya yang mencapai detector adalah:

Prec = (0 – 2 – 10x0,1 –100x2,5) dBm = -28 dBm.

Pada bit rate 400 Mb/s dengan R = 0,65 A/W, C = 1pF, dan SNR = 144 (untuk BER = 10-9), sensitivitas PIN (berdasarkan persamaan (25)) adalah –29,2 dBm. Jadi, hanya terdapat margin sebesar 1,2 dB. APD dapat memberikan perbaikan sebesar 10 dB (dibawah kondisi thermal noise limited) dan karenanya dapat dipakai dalam link saat ini.

6. Jarak Transmisi Maksimum Akibat Redaman dan Disperi Pada bagian ini akan diperoleh panjang maksimum link tanpa repeater akibat

redaman dan dispersi fiber. Hal ini bukan merupakan batasan yang mendasar karena jarak tersebut dapat dilampui dengan memakai komponen-komponen seperti penguat optik, pengkompensasi dispersi, dsb.

6.1 Batas RedamanData yang ditransmisikan, yang diwakili oleh deretan pulsa digital untuk

dideteksi dengan BER kurang dari nilai tertentu (khasnya 10-9), akan terdapat jumlah minimum photon per bit informasi. Jika jumlah photon ini adalah NP, maka untuk bit rate B, daya terima minimum rata-rata adalah:

dengan hv adalah energi masing-masing photon yang diterima.Jika mewakili koefisen loss fiber dalam dB/km, maka untuk daya yang

dipancarkan Pi, daya optik yang diterima pada panjang L adalah:Po = Pi 10-L/10

Jadi, jika daya yang diterima adalah minimal Pr , maka panjang maksimum link yang diijinkan adalah:

Lmax =

Perhatikan bahwa panjang link maksimum yang diijinkan yang dibatasi loss, menurun terhadap bit rate.

ContohSistem yang beroperasi pada 1300 nm memiliki koefisien loss fiber = 0,4

dB/km. Asumsikan daya input sebesar 0 dBm (Pi = 1 mW) dan NP = 1000. Tentukan panjang link maksimum untuk bit rate sebesar 2,5 Gb/s.

Penyelesaian

Lmax =

=

Page 18: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

Catatanhv = h c/ (lambing v = f = frekuensi).

ContohUntuk sistem yang beroperasi pada 1550 nm memiliki koefisien loss fiber =

0,2 dB/km. Asumsikan daya input sebesar 0 dBm (Pi = 1 mW) dan NP = 1000. Tentukan panjang link maksimum untuk bit rate sebesar 2,5 Gb/s.

Penyelesaian

Lmax = = 190 km.

Dua contoh di atas menunjukkan keuntungan memakai panjang gelombang 1550 nm dimana redaman minimum untuk fiber silica.

6.2 Batas DispersiTerpisah dari redaman atau loss, dispersi juga membatasi jarak jangkau tanpa

repeater dalam sistem komunikasi optik. Pelebaran pulsa menyebabkan pulsa-pulsa yang berdekatan saling tumpang tindih, yang menghasilkan error.

Kriteria yang dipakai secara umum untuk dispersi pulsa maksimum yang diijinkan adalah:

(1)

dengan T adalah durasi bit. Dalam hubungannya dengan bit rate B (=1/T), persamaan di atas dapat ditulis sebagai:

4 B 1 (2)Untuk single mode fiber, dispersi dinyatakan sebagai:

= D L (3)dengan D = koefisien dispersi

L = panjang fiber = lebar spectral sumber cahaya

Substitusi persamaan dalam persamaan (1), diperoleh perkalian bit rate dengan panjang fiber sebagai:

B.L

Untuk konvesional fiber single mode dengan dispersi sebesar nol pada 1300 nm, didapat parameter sbb:

= 1 nm, D = 1 ps/nm.kmJadi, B.L < 250 Gb/s.km, yang menyatakan pada 2,5 Gb/s jarak maksimum repeater adalah 100 km.

Dengan mengoperasikan fiber tersebut pada 1550 nm, dengan D = 16 ps/nm.km (asumsikan = 1 nm) diperoleh:

B.L < 250 Gb/s.kmJadi, pada 2,5 Gb/s, panjang fiber optik tanpa repaeater (jarak maksimum repeater) hanya 6 km. Hal ini menunjukkan pengurangan yang sangat signifikan dalam panjang tanpa repeater (jarak maksimum repeater).

Page 19: Pertimbangan Desain Sistem Komunikasi Serat Optik (Design Consideration of a Fiber Optic Communication System)

Asumsikan, laser adalah single frekuensi (seperti DFB laser) dan lebar spectrum akibat modulasi jauh lebih besar dari spectrum laser. Jika, 0 mewakili lebar pulsa input, maka lebar spectrum akibat modulasi adalah:

v ~ (4)

Dalam hubungannya dengan panjang gelombang pers (4) menjadi:

(5)

Asumsikan deretan pulsa NRZ:

(6)

Dengan memakai pers (5), (6) dalam (3) diperoleh:

B2.L (7)

Perhatikan bahwa dalam kasus ini, dengan menduakalikan bit rate akan mengurangi jarak repeater maksimum dengan faktor 4. Hal ini berlawanan dengan kasus dimana spectrum sumber memiliki lebar yang besar, dengan menduakalikan panjang fiber akan mengurangi bit rate B dengan faktor 2.

Pertimbangkan fiber single mode yang konvesional beroperasi pada 1300 nm dengan D = 1 ps/nm.km,

B2.L 4,4 x 104 (Gb/s)2.kmJadi, pada 2,5 Gb/s, L 7040 km dan pada 10 Gb/s, L 440 km.Dengan mengoperasikan fiber ini pada 1550, D = 16 ps/nmn.km,

B2.L 2750 (Gb/s)2.kmJadi, pada 2,5 Gb/s, L 440 km dan pada 10 Gb/s, L 27,5 km

Jika dipakai DSF (Dispersion Shifted Fiber) yang beroperasi, maka D = 1 ps/nm.km,

B2.L 3,12 x 104 (Gb/s)2.kmJadi pada 2,5 Gb/s, L 4992 km dan pada 10 Gb/s, L 312 km

Batas panjang tanpa repeater ketika ditentukan oleh dispersi dalam fiber single mode diplot dalam Gambar 1. Perhatikan, dengan pemakaian DSF bahkan pada 10 Gb/s system fiber optik adalah dibatasi loss dari pada dibatasi dispersi (loss lebih menentukan panjang maksimum)