Pertimbangan Biofarmasetika Dalam Desain Sediaan Obat 2011-2

30
Biofarmasetika 2* Pertimbangan biofarmasetika dalam desain sediaan obat *Disampaikan pada kuliah Blok Rational Therapeutics Fakultas Kedokteran UMS 2011 S u p r a p t o [email protected] Fakultas Farmasi UMS

description

pertimbangan biofarmasetika

Transcript of Pertimbangan Biofarmasetika Dalam Desain Sediaan Obat 2011-2

Pertimbangan biofarmasetika dalam desain sediaan obat

Biofarmasetika 2*Pertimbangan biofarmasetika dalam desain sediaan obat*Disampaikan pada kuliah Blok Rational Therapeutics Fakultas Kedokteran UMS 2011S u p r a p t [email protected] Farmasi UMS1Faktor-faktor farmasetik yg mempengaruhi ketersediaan hayati (F)Tipe produk obat/sediaan obat (misal, larutan, suspensi, suppositoria)Sifat eksipien dalam sediaan obatSifat fisikokimia molekul obatRute pemberian2Tablet atau kapsulPartikel halusObat dlm darah, cairan atau jaringan lainGranul atau agregatObat dlm larutan/in vitro atau in vivoDisintegrasi Deagregasi DisolusiDisolusiAbsorpsiDisolusiKetersediaan hayati (Bioavailabilitas)3DisintegrasiFI IV: sediaan dinyatakan hancur sempurna bila sisa sediaan yg tertinggal pd kasa alat uji merupakan massa lunak yg tdk mpy inti yg jelas, kecuali bagian penyalut atau cangkang kapsul yg tdk larut.Proses disintegrasi tidak menunjukkan pelarutan sempurna tablet/obat.

4DisintegrasiData uji disintegrasi bisa digunakan tanpa data uji disolusi untuk obat yang sangat mudah larut dan permeabilitasnya tinggi menurut sistem klasifikasi biofarmasetika (Biopharmaceutical Classification System, BSC)5Sediaan obat padat yg tidak memerlukan uji disintegrasiTrochesTablet kunyahSediaan sustained-release atau prolonged-release atau repeat-action6DisolusiProses zat padat masuk ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutanProses zat padat melarutKecepatan suatu zat melarutPelarutan (bedakan dengan kelarutan)Dinamis KinetikaIngat!

Only compound that is in solution is available to permeate across the gastrointestinal membrane.7Kelarutan (solubilitas)Jumlah zat yang dapat terlarut Konsentrasi solut dalam suatu larutan jenuh pada temperatur tertentuMerupakan besaran konsentrasi Statis Termodinamika

Kelarutan (solubilitas) Pelarutan (disolusi)Tapi, high solubility ~ high dissolution rate8Disolusi obat dari bentuk sediaan seringkali menentukan absorpsi sistemik obat tsb Shg, disolusi bisa digunakan untuk memprediksi bioavailabilitas dan meneliti faktor-faktor formulasi untuk mempengaruhi bioavailabilitas obat.9Rate limiting step ketersediaan hayatiUntuk obat dengan kelarutan rendah dalam sediaan padat, penentu kecepatan (rate limiting/rate controlling/rate determining step) bioabsorpsi biasanya adalah tahap disolusi karena tahap ini adalah tahap yang paling lambat dibandingkan tahap-tahap lainnya.10Klasifikasi Sistem Kelas Biofarmasetik (Amidon, 1995)KelasKelarutanPermeabilitasITinggiTinggiIIRendahTinggiIIITinggiRendahIVRendahRendah11

12

Kriteria "mudah larut" dan "mudah diabsorpsi"13Klasifikasi Biofarmasetik (Amidon, 1995)Kriteria:Kelarutan tinggi: dosis tertinggi larut dlm 250 ml media air pd rentang pH 1-8Permeabilitas tinggi: tingkat absorpsi pd manusia lebih besar dari 90% dosis pemberian14

15Klasifikasi Biofarmasetik (Amidon, 1995)Contoh ObatKelas I: propranolol, metoprololKelas II: ketoprofen, carbamazepinKelas III: ranitidin, atenololKelas IV: hidroklorotiazid, frusemid16BCS Class I: High-solubility, high-permeability drugs. Senyawa2 di kelas ini umumnya diabsorpsi dg baik. Untuk senyawa kelas I yang diformulasi sbg immediate release products, laju disolusinya umumnya melebihi laju pengosongan lambung.Shg, dpt diharapkan terjadi absorpsi mendekati 100% jika setidaknya 85% produk tsb larut dalam 30 menit pd uji disolusi in vitro pd rentang pH fisiologis. Untuk itu, data bioekivalensi in vivo tidak diperlukan untuk memastikan kesebandingan produk.BCS Class II: Low-solubility, high-permeability drugs. Bioavailabilitas produk yang mengandung senyawa kelas ini sangat mungkin dibatasi oleh laju disolusi senyawa tersebut. Untuk itu, akan tampak adanya korelasi antara bioavailabilitas in vivo dengan laju disolusi in vitro (IVIVC).BCS Class III: High-solubility, low-permeability drugs. Absorpsi senyawa kelas ini dibatasi oleh permeabilitasnya, sedangkan disolusinya terjadi dengan sangat cepat. Untuk itu, ada usulan bahwa asalkan formula uji dan formula referens tidak mengandung bahan yang mengubah permeabilitas atau waktu transit di saluran GI, kriteria seperti pada senyawa kelas I bisa diberlakukan untuk senyawa kelas ini.BCS Class IV: Low-solubility, low-permeability drugsSenyawa kelas ini mempunyai bioavailabilitas peroral yang sangat jelek. Senyawa2 ini tidak hanya sukar larut tapi juga seringkali menunjukkan permeabilitas melintasi mukosa GI yang jelek (kecil). Obat2 ini cenderung sukar untuk diformulasi dan menunjukkan variabilitas antar subjek yang besar.Strategi FormulasiKelas I: tidak perlu strategi formulasikhususKelas II: meningkatkan jml obat terlarutKelas III: manipulasi uptake transporter Kelas IV: kombinasi strategi kelas II dan III dengan penekanan pada strategi kelas II21Strategi peningkatan kelarutanDengan membuat obat dalam bentuk garam maka pH di dalam lapisan stagnan akan naik, sehingga meningkatkan kelarutan dan dengan demikian juga, disolusi obat tersebut.

Setelah terdisolusi, obat (HA) keluar dari lapisan stagnan dan masuk ke bulk cairan lambung yang ber-pH lebih asam, sehingga kelarutannya akan turun dan terjadi presipitasi.

Karena presipitat yang terjadi sangat halus maka akan segera terlarut (terdisolusi) kembali dengan cepat (HA-terlarut) dan siap diabsorpsi.Strategi peningkatan kelarutanContoh:Luminal Luminal NaTolbutamid Tolbutamid NaNaproksen Naproksen NaTeofilin Teofilin etilendiaminKlorpromazin Klorpromazin HCL

23Persamaan Disolusi(Noyes-Whitney) dC----- = K.S(Cs C) dt dC-----: Kecepatan disolusi bahan obat dt K: Tetapan kecepatan disolusi D: Koefisien difusi h: Tebal lapisan stagnan S: Luas permukaan bahan obat yang terdisolusi Cs: Kelarutan bahan obat (jenuh) C: Kadar bahan obat yang terlarut dalam cairan medium dC D.S(Cs C)----- = -------------- dt hCsCPartikel padatStagnant layer (h)Larutan bulk24Faktor2 yg mempengaruhi kec disolusi in vitroS, luas permukaan padatanCs, kelarutan padatan dalam medium disolusiC, konsentrasi solut dalam larutan pada waktu tK, konstanta kecepatan disolusi25Kegunaan Uji DisolusiPengembangan produk (drug development) guide development of new formulationPemastian keseragaman produk (batch to batch consistency)Pemastian terjaganya kualitas dan kinerja produk setelah dilakukan perubahan ttt, spt: formulasi, proses pembuatan, scale up.To signal potential problems with in vivo bioavailability26Media disolusiIdealnya diformulasi semirip mungkin dengan pH cairan in vivo; misal: 0,1 N HCl digunakan untuk meniru pH lambung.Penambahan surfaktan dan enzim bisa dilakukan untuk mendekati kondisi ususSimulated gastric fluid (SGF) with/without enzymeSimulated intestinal fluid (SIF) with/without enzymeKondisi sink dpt dibuat dg penggunaan dua fase media (partisi),27Faktor2 yg mempengaruhi uji disolusiVibrasi alat Wadah (bentuk)Prosedur samplingFlow through (continuous)FilteringTemperaturDeaerasi medium (agitasi oleh gelembung, penyumbatan pori oleh udara)

28

Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.29Selamat Belajar & BerprestasiSemoga Sukses Selalu