PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN XIV HATTI - Teknik...

6

Transcript of PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN XIV HATTI - Teknik...

PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN XIV HATTI Development of Geotechnical Engineering in Civil Works and Geo-Environment, Yogyakarta, 9-10 Februari 2011

413

1 INTRODUCTION

Tanah pasir dalam kondisi padat cenderung memiliki

sifat-sifat yang baik. Namun pada kondisi tertentu,

seperti bila dalam kondisi lepas dan jenuh air, dapat

memiliki kuat geser yang rendah ketika terjadi beban

siklik seperti gempa bumi. Pada keadaan ini lapisan

pasir kehilangan kuat gesernya atau berkurang. Secara

umum, kuat geser tanah pasir disumbangkan oleh nilai

sudut gesek internal. Guna meningkatkan kuat

gesernya, perbaikan tanah pasir sering dilakukan

dengan inklusi serat atau campuran semen (Consoli,

dkk, 1998). Kapur dan abu sekam padi sebagai bahan

stabilisasi tanah lempung sudah banyak diteliti, namun

penggunaannya untuk tanah pasir belum banyak dikaji.

Untuk itu dalam penelitian ini akan dikaji pengaruh

campuran kapur dan abu sekam padi terhadap kuat

geser tanah pasir.

Pada kebanyakan penelitian, teknik perbaikan tanah

(ground improvement) yang sering digunakan adalah

teknik stone-column atau stone-piers. Teknik ini

mampu mengurangi resiko kerusakan strukur akibat

peristiwa likuifaksi (Mitchell dkk, 1995). Namun

demikian teknik perbaikan tanah lainnya seperti teknik

kolom dengan bahan kapur atau semen dapat

digunakan sebagai alternatif untuk mengurangi resiko

likuifaksi (Seed dkk, 2001). Selain itu, teknik kolom

ini juga dapat digunakan sebagai fondasi untuk

bangunan gedung (Kempfert, 2003). Dalam

perkembangannya, bahan untuk kolom dapat berupa

colloidal-silica yaitu silika dalam bentuk gel atau cair

(Gallagher dkk, 2007; Liao dkk, 2004). Pada sisi lain,

abu sekam padi yang banyak mengandung pozzolan

silika (SiO2) padat yang berukuran mikro merupakan

bahan yang sangat baik jika dicampur dengan kapur.

Hasil reaksi kapur-abu sekamp padi akan membentuk

bahan penyusun semen (Zhang dkk, 1996). Untuk itu

penggunaannya dengan kapur untuk mitigasi likuifaksi

adalah suatu alternatif pemanfaatan bahan.

2 METODE PENELITIAN

2.1 Pasir, Kapur, dan Abu Sekam Padi

Pasir yang digunakan merupakan pasir yang berasal

dari deposit Gunung Merapi yang memiliki distribusi

ukuran partikel tanah seperti pada Gambar 1. Contoh

pasir yang diuji memiliki gradasi relatif seragam antara

Karakteristik Kuat Geser Tanah Pasir dengan Campuran Kapur dan Abu Sekam Padi

Agus Setyo Muntohar

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia

E-mail: [email protected]

ABSTRAKS: Tanah pasir pada kondisi padat cenderung memiliki sifat-sifat yang baik. Namun pasir dalam kondisi seragam

dan lepas serta jenuh air memiliki kuat geser yang rendah ketika terjadi beban siklik (seperti gempa). Naskah ini menyajikan

hasil penelitian tentang perbaikan tanah pasir dengan campuran kapur dan abu sekam padi. Dua teknik pencampuran pada

tanah pasir dilakukan yaitu column (metode A) dan mixed (metode B). Campuran kapur – abu sekam padi dengan

perbandingan 1 : 1 (dalam perbandingan berat). Uji triaksial unconsolidated undrained dilakukan untuk kedua metode tersebut

pada umur benda uji 1 hari, 3 hari, 7 hari, dan 14 hari. Ukuran benda uji benda uji triaksial adalah diameter = 36 mm dan

tinggi = 72 mm. Untuk metode A, kolom dibuat sepanjang tinggi benda uji dengan ukuran diameter adalah 12 mm. Nilai kuat

geser pada pasir tanpa stabilisasi adalah 35,4 kPa. Secara keseluruhan dapat disimpulkan pula bahwa teknik stabilisasi

mempengaruhi kuat geser tanah pasir. Teknik perbaikan tanah dengan metode B memberikan nilai kuat geser yang lebih besar

daripada metode A. Namun, perilaku tanah pasir dengan teknik perbaikan metode B lebih getas dibandingkan dengan metode

A.

Kata-kata kunci: kuat geser, pasir, kapur, abu sekam padi, triaksial

Karakteristik Kuat Geser Tanah Pasir dengan Campuran Kapur dan Abu Sekam Padi

414

sedang hingga halus dengan diameter rata-rata atau d50

= 0,4 mm. Berdasarkan pengujian sifat-sifat fisik,

diperoleh berat volume pasir = 16,5 kN/m3, berat jenis

(Gs) pasir dalam keadaan kering permukaan (surface

dry) = 2,29, dan kadar air = 2,99%.

Kapur yang digunakan berasal dari Gamping,

Sleman, Yogyakarta yang merupakan kapur padam

(hydrated lime) berbentuk bubuk. Guna mengurangi

proses pengerasan, maka kapur ini disimpan dalam

tempat yang kedap udara. Berdasarkan hasil uji X-ray

diffraction menunjukkan bahwa mineral penyusun

utama kapur yang digunakan adalah calcium hydrate

Ca(OH)2.

Abu sekam padi yang digunakan diambil dari sisa

dari pembakaran sekam padi pada proses industri batu

bata. Abu yang diambil adalah yang berwarna abu-abu.

Untuk menghasilkan partikel yang lebih halus, abu

sekam padi dihaluskan dengan 25 batang besi baja

berdiameter 12 mm dan panjang 20-30 mm dalam alat

Los Angeles selama kurang lebih 2 jam. Cara ini dapat

menghasilkan ukuran partikel hingga 45 µm

(Muntohar, 2005). Hasil uji X-ray diffraction diperoleh

bahwa mineral utama abu sekam padi adalah trydimite

yang merupakan amorphous silica.

Gambar 1 Kurva distribusi ukuran partikel tanah untuk pasir

yang digunakan

Gambar 2 Benda uji triaksial (a) Metode A, (b) Metode B

2.2 Pembuatan Benda Uji

Ukuran benda uji triaksial UU ini adalah diamater d =

38 mm dan tinggi h = 76 cm berjumlah masing-masing

3 buah benda uji. Benda uji untuk Metode A dibuat

dengan cara memadatkan pasir sesuai standar uji

pemadatan Proctor standar ASTM D698. Pasir

dicampur dengan air dengan kadar 24% dari berat

pasir. Setelah selesai pemadatan, cetakan benda uji

triaksial dimasukan ke dalam silinder pemadatan.

Untuk memodelkan sistem kolom kapur – abu sekam

padi maka di bagian tengah benda uji pasir diberi

lubang berdiameter 12 mm dan panjang 76 mm

(Gambar 2a). Kolom ini dibuat dengan cara

memasukan pipa berdiameter 12 mm ke dalam benda

uji pasir yang berada dalam cetakan. Kemudian

sejumlah pasir dalam pipa dikeluarkan dan diisi

dengan campuran kapur – abu sekam padi.

Perbandingan kapur dan abu sekam padi adalah 1 : 1

terhadap berat. Perbandingan air yang digunakan untuk

membentuk kolom tersebut adalah 0,50. Untuk benda

uji dengan Metode B (Gambar 2b), pasir dicampur

dengan kapur-abu sekam padi dengan perbandingan

berat 1 : 2,75. Sedangkan, perbandingan kapur dan abu

sekam padi adalah 1 : 1 dengan berat air yang

digunakan sebesar 24% dari berat pasir.

2.3 Alat Uji dan Prosedur Pengujian

Alat uji triaksial digunakan untuk menentukan parame-

ter kuat geser dan perilaku mekanis tanah yaitu kohesi,

sudut gesek internal, dan modulus elastisitas pada

kondisi tak terkonsolidasi – tak terdrainase. Kekuatan

bahan campuran kapur – abu sekam padi diuji dengan

mesin tekan untuk menentukan kuat tekan aksial.

Uji triaksial dilakukan untuk menentukan parameter

kuat geser tanah dan perilaku mekanis. Pada penelitian

ini, uji triaksial dilakukan dalam kondisi unconsolidat-

ed-undrained (UU). Tegangan keliling yang diberikan

adalah 9821 kPa, 196,2 kPa dan 294,3 kPa. Tegangan

aksial diberikan melalui tegangan deviator dengan

kecepatan pembebanan 1 mm/menit hingga benda uji

mencapai keruntuhan. Perubahan benda uji selama

penerapan tegangan deviator dicatat. Prosedur uji

triaksial ini mengikuti standar ASTM D-2580. Hasil

uji triaxial UU ini dapat memberikan data modulus

elastisitas tanah undrained Eu yang merupakan

kemiringan kurva tegangan – regangan pada bagian

yang linear.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Salah satu hal penting juga untuk mengkaji

karakteristik kuat geser adalah kurva hubungan

tegangan dan regangan. Gambar 3 memberikan tipikal

kurva hubungan tegangan-regangan hasil uji triaksial

pada tegangan sel σ3 = 98,1 kPa. Regangan aksial saat

PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN XIV HATTI Development of Geotechnical Engineering in Civil Works and Geo-Environment

415

mencapai keruntuhan cenderung berkurang dengan

bertambahnya umur benda uji yang bergantung pula

pada tekanan sel yang diterapkan. Secara keseluruhan

regangan aksial runtuh dari benda uji berkisar 1,24% -

3,2% untuk benda uji Metode A. Sedangkan untuk

benda uji Metode B, keruntuhan terjadi pada regangan

yang relatif kecil yaitu berkisar 0,81% - 2,38% dari

tingginya. Nilai regangan runtuh ini bervariasi menurut

umur benda uji dan tekanan sel. Berdasarkan sifat ini

benda uji dengan sistem perbaikan dicampur (Metode

B) cenderung menghasilkan perilaku pasir yang getas

dibandingkan dengan perbaikan metode kolom

(Metode A). Namun, pada tekanan sel yang lebih

tinggi, benda uji dengan cara perbaikan Metode B

memberikan nilai tegangan deviatorik yang lebih tinggi

dari pada Metode A.

Regangan (%)

0 1 2 3 4 5 6

Teg

an

ga

n D

evia

tori

k (

kP

a)

0

50

100

150

200

250

300

350(a)

1 hari

3 hari

7 hari

14 hari

Regangan (%)

0 1 2 3 4 5 6

Teg

an

ga

n D

evia

tori

k (

kP

a)

0

50

100

150

200

250

300

350(b)

1 hari

3 hari

7 hari

14 hari

Gambar 3 Tipikal hubungan teganan-regangan (a) Metode A, (b) Metode B (σ3 = 98,1 kPa)

0

50

100

150

200

250

300

350

0

3

6

9

12

15

100200

300400

500600

700

Teg

an

gan

Ge

ser,

ττ ττ (

kP

a)

Umur (hari)

Tegangan Normal, σσσσ (kPa)

(a)

0

50

100

150

200

250

300

350

0

3

6

9

12

15

100200

300400

500600

700

Tegangan G

eser,

τ (

kP

a)

Umur (hari)

Tegangan Normal, σ (kPa)

(b)

Gambar 4 Lingkaran Mohr dan selubung kuat geser (a) Metode A, (b) Metode B

Kuat geser tanah merupakan kemampuan tanah

untuk menahan beban atau gaya yang bekerja. Kuat

geser tanah ini menurut Mohr dan Coulomb

disumbangkan oleh dua parameter penting yaitu kohesi

(c) dan sudut gesek internal (φ). Kedua nilai parameter

kuat geser tanah ini bervariasi bergantung pada derajat

sementasi yang ditentukan oleh umur benda uji.

Gambar 4a dan 4b menggambarkan lingkaran Mohr

yang dipadukan dengan umur benda uji untuk kedua

cara perbaikan yaitu masing-masing Metode A dan

Metode B. Mengacu pada Gambar 4 tersebut, selubung

keruntuhan dari pasir yang distabilisasi dengan kapur-

abu sekam padi adalah berbentuk kurva non-linier.

Hasil ini seperti yang ditunjukkan pula oleh Ashgari

dkk (2004), bahwa selubung keruntuhan pasir yang

tersementasi (cemented sand) berupa kurva non-linier.

Gambar 5 dan 6 masing-masing menunjukkan

perubahan nilai sudut gesek internal dan kohesi

(intercept cohesion) terhadap umur benda uji. Nilai

sudut gesek internal pasir yang telah distabilisasi

relatif rendah yaitu berkisar 1o hingga 6

o. Pada umur

awal proses stabilisasi, cara perbaikan tanah pasir

dengan Metode B memberikan nilai sudut gesek

internal yang lebih besar daripada Metode A.

Demikian pula dengan nilai kohesi, pada umur benda

Karakteristik Kuat Geser Tanah Pasir dengan Campuran Kapur dan Abu Sekam Padi

416

uji kurang dari 7 hari, teknik perbaikan tanah dengan

Metode B menghasilkan nilai kohesi yang lebih tinggi

daripada Metode B. Setelah umur 7 hari, terjadi

kondisi sebaliknya. Keadaan ini mengindikasikan

bahwa pada permulaan pemasangan kolom (Metode

A), bahan additif (kapur – abu sekam padi) belum

mengalami migrasi secara luas dengan pasir

disekitarnya. Seiring dengan bertambahnya umur

kolom, partikel kapur – abu sekam padi lebih banyak

bermigrasi dan bereaksi dengan pasir disekitar kolom,

sehingga mampu meningkatkan kuat gesernya.

Keadaan serupa juga dijumpai pada penerapan teknik

tiang kapur (lime pile) yang dilakukan oleh Rogers &

Glendinning (1996). Pada teknik lime pile, ion calcium

(Ca2+

) dan hydroxil (OH-) dapat bermigrasi melalui

proses difusi yang dapat mencapai jarak 1 m. Pada

campuran kapur – abu sekam padi, reaksi kedua bahan

tersebut menghasilkan calcium silicate hydrate (C-S-

H) sebagai semen (James & Rao, 1986), sehingga

mampu meningkatkan kuat geser pasir.

Umur Benda Uji (hari)

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Su

du

t G

ese

k In

tern

al, φφ φφ

(d

era

jat)

0

1

2

3

4

5

6

7

Metode A

Metode B

Gambar 5 Variasi nilai sudut gesek internal terhadap umur

benda uji

Umur Benda Uji (hari)

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Ko

hesi (i

nte

rcep

t c

oh

esio

n),

c (

kP

a)

0

20

40

60

80

100

120

140

Metode A

Metode B

Gambar 6 Variasi nilai kohesi terhadap umur benda uji

4 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah

diuraikan sebelumnya, secara keseluruhan dapat

disimpulkan pula bahwa teknik stabilisasi

mempengaruhi kuat geser tanah pasir. Teknik

perbaikan tanah dengan metode B memberikan nilai

kuat geser yang lebih besar daripada metode A umur

permulaan umur pencampuran. Namun, perilaku tanah

pasir dengan teknik perbaikan metode B lebih getas

dibandingkan dengan metode A.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Soca

Anggoro, S.T. dan Povin Triono, S.T., yang telah

membantu pelaksanaan penelitian di laboratorium.

Terima kasih kepada Lembaga Pengembangan

Pendidikan, Penelitian dan Masyarakat (LP3M),

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah

memberikan dana penelitian pada tahun 2009/2010

dengan judul “Mitigasi Likuifaksi Akibat Gempa Bumi

Dengan Teknik Kolom Kapur - Abu Sekam Padi Pada

Tanah Berpasir”.

5 DAFTAR PUSTAKA

Asghari, A., Toll, D.G., & Haeri, S.M., 2004, Effect of Ce-mentation on the Shear Strength of Tehran Gravelly Sand Using Triaxial Tests, Journal of Sciences, Vol. 15(1): 65-71.

ASTM D2850 - 03a, 2007, Standard Test Method for Un-consolidated-Undrained Triaxial Compression Test on Cohesive Soils, ASTM International, West Conshohock-en, PA.

ASTM D698 - 07e1, 2007, Standard Test Methods for La-boratory Compaction Characteristics of Soil Using Standard Effort (12 400 ft-lbf/ft

3 (600 kN-m/m

3)), ASTM

International, West Conshohocken, PA. Consoli, N.C., Prietto, P.D.M. & Ulbrich, L.A., 1998, Influ-

ence of fiber and cement addition on the behavior of sandy soil. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, Vol. 124(12): 1211-1214.

Gallagher, M.P., Conlee, C.T., & Rollins, K.M., 2007, Full-Scale Field Testing of Colloidal Silica Grouting for Miti-gation of Liquefaction Risk. Journal of Geotechnical and Environmental Engineering, Vol. 133, No. 2: 186-196.

James, J., & Rao, M.S., 1986, Reaction product of lime and silica from rice husk ash, Cement and Concrete Re-search. Vol. 16(1): 67-73/

Kempfert, H.G., 2003, Ground improvement methods with special emphasis on column-type techniques, In Vermeer, Schwiger, and Cudny (Eds.), Proceeding of International Workshop on Geotechnics of Soft Soil: Theory and Prac-tice, Netherlands, Verlag Glückauf: 101-112.

Liao, H.J., Huang, C.C., & Chao, B.S., 2003, Liquefaction Resistance of a Colloid Silica Grouted Sand. Proceeding 3rd International Specialty Conference on Grouting and

PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN XIV HATTI Development of Geotechnical Engineering in Civil Works and Geo-Environment

417

Ground Treatment, New Orleans, Louisiana, USA, 10-12 February 2003: 1305-1313.

Martin, J.R., Olgun, C.G., & Mitchell, J.K., 2004, High-modulus columns for liquefaction mitigation. Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering, Vol. 130 (6): 561-571.

Mitchell, J.K., Baxter, C. D. P., & Munson, T. C., 1995, Per-formance of Improved Ground during Earthquakes, In Hryciw, R.D., (Ed.): Soil Improvement for Earthquake Hazard Mitigation, Geotechnical Special Publication No. 49, ASCE: 1-36.

Muntohar, A.S., 2005, The influence of molding water con-tent and lime content on the strength of stabilized soil with lime and rice husk ash. Jurnal Dimensi Teknik Sipil, Vol. 7(1): 1-5.

Rogers, C.D.F., & Glendinning, S., 1996, The role of lime migration in lime pile stabilization of slopes, Quarterly Journal of Engineering Geology, Vol. 29: 273-284.

Seed, R.B., Cetin, K.O., Moss, R.E.S., Kammerer, A.M., Wu, J., Pestana, J.M., & Riemer, M.F., 2001, Recent ad-vances in soil liquefaction engineering and seismic site response evaluation, Proceeding 47th International Con-ference on Recent Advances in Geotechnical Earthquake Engineering and Soil Dynamic, 26-31 March 2001, San Diego, California, USA: 1 – 45.

Zhang, M.H., Lastra, R., & Malhotra, V.M., 1996, Rice husk ash paste and concrete: Some aspects of hydration and the microstructure of the interfacial zone between the ag-gregate and paste. Cement and Concrete Research, Vol. 26 (6): 963 – 977.