Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

16
Pertanyaan dan Pembahasan Seputar Validitas dan Reliabilitas Posted: November 12, 2014 in Uncategorized 0 3 Votes Pertanyaan yang diajukan: 1. Apa yang dimaksud dengan validitas dan reliabilitas? 2. Jenis validitas dan reliabilitas? Validitas untuk proses riset dan alat ukurnya! 3. Bagaimana cara mengukur validitas dan reliabilitas? 4. How to develop? Bagaimana mengembangkan validitas dan reliabilitas? 5. Mengapa perlu ada validitas dan reliabilitas? 6. Kapan validitas dan reliabilitas tidak berlaku? 7. Apa beda validitas untuk alat tes dengan validitas untuk kegiatan observasi dan wawancara? 8. Bagaimana menentukan validitas untuk kegiatan observasi? 9. Kapan sebuah observasi membutuhkan validitas? 10. Kapan sebuah wawancara perlu ditentukan validasinya? 11. Teori apa yang mendasari penggunaan validitas untuk kegiatan observasi dan wawancara? 12. Bagaimana cara menggunakan validitas? 13. Apakah perlu mencari reliabilitas kegiatan observasi? 14. Apakah perlu mencari reliabilitas kegiatan wawancara? 15. Bagaimana menghitung reliabilitas dalam observasi? 16. Bagaimana meningkatkan reliabilitas observasi?

description

-

Transcript of Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

Page 1: Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

Pertanyaan dan Pembahasan Seputar Validitas

dan Reliabilitas

Posted: November 12, 2014 in Uncategorized

0

3 Votes

Pertanyaan yang diajukan:

1. Apa yang dimaksud dengan validitas dan reliabilitas?

2. Jenis validitas dan reliabilitas? Validitas untuk proses riset dan alat ukurnya!

3. Bagaimana cara mengukur validitas dan reliabilitas?

4. How to develop? Bagaimana mengembangkan validitas dan reliabilitas?

5. Mengapa perlu ada validitas dan reliabilitas?

6. Kapan validitas dan reliabilitas tidak berlaku?

7. Apa beda validitas untuk alat tes dengan validitas untuk kegiatan observasi dan

wawancara?

8. Bagaimana menentukan validitas untuk kegiatan observasi?

9. Kapan sebuah observasi membutuhkan validitas?

10. Kapan sebuah wawancara perlu ditentukan validasinya?

11. Teori apa yang mendasari penggunaan validitas untuk kegiatan observasi dan

wawancara?

12. Bagaimana cara menggunakan validitas?

13. Apakah perlu mencari reliabilitas kegiatan observasi?

14. Apakah perlu mencari reliabilitas kegiatan wawancara?

15. Bagaimana menghitung reliabilitas dalam observasi?

16. Bagaimana meningkatkan reliabilitas observasi?

Page 2: Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

17. Kapan observasi perlu ditentukan reliabilitasnya?

18. Apa beda reliabilitas alat tes dengan reliabilitas untuk kegiatan observasi dan wawancara?

19. Bagaimana cara menggunakan reliabilitas?

20. Jika sebuah alat tes mencapai validitas namun tidak reliabel, bagaimana kualitas alat tes

tersebut? Dan bagaimana jika terjadi kebalikannya?

PEMBAHASAN

1. Apa yang dimaksud dengan validitas dan reliabilitas?

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan

kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen

pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan

fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukan

pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan

pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, 1997).

Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang mempunyai asal kata rely dan

ability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang

reliabel (reliabele). Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti

keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya, namun ide

pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran

dapat dipercaya.

2. Jenis validitas dan reliabilitas? Validitas untuk proses riset dan alat ukurnya!

a. Jenis Validitas

Menurut Sudijono (2009) terdapat berbagai jenis validitas, berikut ini jenis validitas ditinjau

dari pengujiannya validitasnya yaitu pengujian validitas secara rasional dan secara konten.

Penhelasan untuk masing masing validititas itu adalah sebagai berikut:

Pengujian Validitas Tes Secara Rasional

Validitas rasional adalah validitas yang diperoleh atas dasar hasil pemikiran, validitas yang

diperoleh dengan berpikir secara logis.

a. Validitas Isi (Content Validity)

Valditas isi berkaitan dengan kemampuan suatu instrumen mengukur isi (konsep) yang harus

diukur. Ini berarti bahwa suatu alat ukur mampu mengungkap isi suatu konsep atau variabel

yang hendak diukur.

Validitas isi dari suatu tes hasil belajar adalah validitas yang diperoleh setelah dilakukan

Page 3: Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

penganalisisan, penelususran atau pengujian terhadap isi yang terkandung dalam tes hasil

belajar tersebut. Validitas isi adalah yang ditilik dari segi isi tes itu sendiri sebagai alat

pengukur hasil belajar yaitu: sejauh mana tes hasil belajar sebagai alat pengukur hasil belajar

peserta didik, isisnya telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi

atau bahkan pelajaran yang seharusnya diteskan (diujikan).

Misalnya test bidang studi IPS, harus mampu mengungkap isi bidang studi tersebut,

pengukuran motivasi harus mampu mengukur seluruh aspek yang berkaitan dengan konsep

motivasi, dan demikian juga untuk hal-hal lainnya. Menurut Kenneth Hopkin penentuan

validitas isi terutama berkaitan dengan proses analisis logis, dengan dasar ini Dia berpendapat

bahwa validitas isi berbeda dengan validitas rupa yang kurang menggunakan analisis logis

yang sistematis, lebih lanjut dia menyatakan bahwa sebuah instrumen yang punya validitas isi

biasanya juga mempunyai validitas rupa, sedang keadaan sebaliknya belum tentu benar.

b. Validitas konstruksi (Construct Validity)

Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep, validitas konstruk adalah validitas yang

berkaitan dengan kesanggupan suatu alat ukur dalam mengukur pengertian suatu konsep yang

diukurnya. Menurut Jack R. Fraenkel validasi konstruk (penentuan validitas konstruk)

merupakan yang terluas cakupannya dibanding dengan validasi lainnya, karena melibatkan

banyak prosedur termasuk validasi isi dan validasi kriteria.

Validitas konstruksi juga dapat diartikan sebagai validitas yang ditilik dari segi susunan,

kerangka atau rekaannya. Adapun secara terminologis, suatu tes hasil belajar dapat

dinyatakan sebagai tes yang telah memiliki validitas konstruksi, apabila tes hasil belajar

tersebut telalh dapat dengan secara tepat mencerminkan suatu konstruksi dalam teori

psikologis.

Pengujian Validitas Tes Secara Empirik

Validitas empirik adalah ketepatan mengukur yang didasarkan pada hasil analisis yang

bersifat empirik. Dengan kata lain, validitas empirik adalah validitas yang bersumber pada

atau diperoleh atas dasar pengamatan di lapangan.

a. Validitas ramalan (Predictive validity)

Validitas ramalan adalah suatu kondisi yang menunjukkan seberapa jauhkah sebuah tes telah

dapat dengan secara tepat menunjukkan kemampuannya untuk meramalkan apa yang bakal

terjadi pada masa mendatang. Contohnya apakah test masuk sekolah mempunyai validitas

ramalan atau tidak ditentukan oleh kenyataan apakah terdapat korelasi yang signifikan antara

hasil test masuk dengan prestasi belajar sesudah menjadi siswa, bila ada, berarti test tersebut

mempunyai validitas ramalan.

Page 4: Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

b. Validitas bandingan (Concurrent Validity)

Tes sebagai alat pengukur dapat dikatakan telah memiliki validitas bandingan apabila tes

tersebut dalam kurun waktu yang sama dengan secara tepat mampu menunjukkan adanya

hubungan yang searah, antara tes pertama dengan tes berikutnya.

b. Jenis-jenis Reliabilitas

1. Reliabiltas Tes Berulang (Test-retest reliability) Reliabiltas tes berulang adalah ukuran

reliabilitas yang diperoleh dengan pemberian dua kali tes yang sama selama periode waktu

tertentu untuk sekelompok individu. Contoh: Sebuah tes bahasa diberikan kepada siswa. Satu

bulan kemudian tes yang sama diberikan pada siswa yang sama. Jika skor keduanya

menghasilkan koefisien korelasi tinggi maka tes tersebut memiliki reliabilitas tinggi.

2. Reliabilitas Antar Penilai (Inter-rater atau Inter-observer Reliability) Reliabilitas antar

penilai adalah ukuran reliabilitas berdasarkan konsistensi penilaian dua responden berbeda

terhadap suatu konstruk, karena belum tentu pengamat manusia menafsirkan jawaban dengan

cara yang sama. Contoh: Peneliti meminta tanggapan dua hakim berbeda untuk memutuskan

kasus yang sama. Jika kedua hakim memberi tanggapan yang seragam maka instrumen

dinyatakan reliabel.

3. Reliabilitas Konsistensi Internal (Internal consistency reliability) Reliabilitas konsistensi

internal adalah ukuran reliabilitas berdasarkan evaluasi item-item tes terhadap konstruk yang

sama. Ada dua jenis untuk reliabilitas ini yaitu:

o Rata-rata Korelasi Antar Item (Average inter-item correlation) Rata-rata korelasi antar item

diperoleh dengan mengambil semua item pada tes dan akhirnya menggunakan rata -rata

semua koefisien korelasi tersebut. Dengan kata lain instrumen dibelah sebanyak jumlah item

kemudian hasil koefisien korelasi digabung untuk mendapatkan rata-rata. Teknik ini populer

dengan Alpha Cronbach.

o Reliabilitas Belah Setengah (Split-half reliability) Reliabilitas belah setengah adalah teknik

dengan membelah item tes menjadi dua bagian untuk membentuk dua set item, kemudian

skor total masing-masing set item dikorelasikan. Jika koefisien korelasi tinggi maka

reliabilitas tinggi.

3. Bagaimana cara mengukurnya validitas dan reliabilitas?

Pekerjaan untuk mencari validitas suatu alat ukur disebut validation. Prinsip dari validation

adalah membandingkan hasil-hasil dari pengukuran faktor dengan suatu kriterium, )suatu

ukuran yang telah dipandang valid untuk menunjukkan faktor yang dimaksud). Jadi misalnya

suatu alat pengukur hendak menyelidiki faktor ketelitian kerja, maka harus diambil lebih

Page 5: Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

dahulu suatu kriterium yang telah dipandang mencerminkan suatu ketelitian kerja. Melalui

kriterium itulah kemudian hasil dari pengukuran faktor ketelitian kerja disoroti, Jika hasil

pengukuran faktor ketelitian kerja menunjukkan besarnya ketelitian kerja yang sesuai dengan

kriterium, maka alat pengukur itu dipandang valid.

Ada dua jenis kriterium ang digunakan untuk menguji kejituan alat pengukur, yaitu :

a. Kriterium luar (external criterion)

Yaitu suatu kriterium yang diambil dari luar (external) alat itu sendiri. Misalnya : suatu tes

tentang ketelitian kerja, diuji validitasnya dengan prestasi kerja yang sesungguhnya

sebagaimana ditunjukkan oleh catatan-catatan hasil kerja atau penilaian pimpinan unit.

b. Kriterium dalam alat (internal criterion)

Yaitu suatu kriterium yang diambil dari dalam (internal)alat itu sendiri. Biasanya diambil

hasil keseluruhan pengukuran atau total score sebagai kriteriumnya. Misalnya, kita ingin

mengukur intelegensi (yang terdiri dari faktor-faktorl; daya analisa, daya klarifikasi, daya

ingatan, daya pemahaman, daya kritik dan sebagainya), maka untuk menguji apakah

sekelompk item benar-benar mengukur daya analisa, misalnya, jawaban-jawaban terhadap

item daya analisa dicocokkan dengan hasil tes secara keseluruhan atau total score-nya. Antara

nilai total harus terdapat korelasi yang positif (tinggi dan cukup meyakinkan). Kecocokkan

antara hasil-hasil dari item yang disangka mengukur suatu faktor dengan suatu kriterium yang

dipandang telah valid disebut factorial validity atau validitas faktor, di mana besar kecilnya

validitas faktor tergantung kepada besar kecilnya kecocokan itu.

Cara pengukuran reliabilitas

Tiga tehnik pengujian realibilitas instrument antara lain :

a. Teknik Paralel (Paralel Form atau Alternate Form)

Teknik paralel disebut juga tenik ”double test double trial”. Sejak awal peneliti harus sudah

menyusun dua perangkat instrument yang parallel (ekuivalen), yaitu dua buah instrument

yang disusun berdasarkan satu buah kisi-kisi. Setiap butir soal dari instrument yang satu

selalu harus dapat dicarikan pasangannya dari instrumen kedua. Kedua instrumen tersebut

diujicobakan semua. Sesudah kedua uji coba terlaksana, maka hasil instrumen tersebut

dihitung korelasinya dengan menggunakan rumus product moment (korelasi Pearson).

b. Teknik Ulang (Test Re-test)

Disebut juga teknik ”single test double trial”. Menggunakan sebuah instrument, namun dites

dua kali. Hasil atau skor pertama dan kedua kemudian dikorelasikan untuk mengetahui

besarnya indeks reliabilitas.Teknik perhitungan yang digunakan sama dengan yang

digunakan pada teknik pertama yaitu rumus korelasi Pearson. Menurut Saifuddin Azwar,

Page 6: Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

realibilitas tes-retest adalah seberapa besat derajat skor tes konsisten dari waktu ke waktu.

Realibilitas diukur dengan menentukan hubungan antara skor hasil penyajian tes yang sama

kepada kelompok yang sama, pada waktu yang berbeda.

4. How to develop? Bagaimana mengembangkan validitas dan reliabilitas?

Cara meningkatkan atau mengembangkan validitas dan reliabilitas

1. Mencatat bebas hal-hal penting serinci mungkin (setting,partisipan ataupun hal-hal terkait).

2. Mendokumentasikan secara lengkap dan rapi data yang terkumpul, proses pengumpulan

data maupun strategi analisisnya.

3. Menyertakan partner saat observasi untkmenghindari subyektifitas

4. Melakukan pengecekan dan pengecekan kembalidata,menguji kemungkinan dugaan-

dugaan yg berbeda.

Cara meningkatkan reliabilitas

1. Mengonsep satu variabel dengan jelas.

2. Setiap pengukuran harus merujuk pada satu dan hanya satu konsep/variabel. Sebuah

variabel harus spesifik agar dapat mengurangi intervensi informasi dari variabel lain.

3. Menggunakan level pengukuran yang tepat. Semakin tinggi atau semakin tepat suatu level

pengukuran, maka variabel yang dibuat akan semakin reliabel karena informasi yang dimiliki

semakin mendetail. Prinsip dasarnya adalah cobalah melakukan pengukuran pada level paling

tepat yang mungkin diperoleh.

4. Gunakan lebih dari satu indikator. Dengan adanya lebih dari satu indikator yang spesifik,

peneliti dapat melakukan pengukuran dari range yang lebih luas terhadap konten definisi

konseptual.

5. Gunakan Tes Pilot, yakni dengan membuat satu atau lebih draft atau dalam sebuah

pengukuran sebelum menuju ke tahap hipotesis (pretest). Dalam penggunaan Pilot Studies,

prinsipnya adalah mereplikasi pengukuran yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu dari

literatur-literatur yang berkaitan. Selanjutnya , pengukuran terdahulu dapat dipergunakan

sebagai patokan dari pengukuran yang dilakukan peneliti saat ini. Kualitas pengukuran dapat

ditingkatkan dengan berbagai cara sejauh definisi dan pemahaman yang digunakan oleh

peneliti kemudian tetap sama.

5. Mengapa perlu ada validitas dan reliabilitas?

Jika kita kembali ke definisi validitas, maka dapat disimpulkan bahwa validitas mutlak

diperlukan oleh sebuah alat ukur atau alat tes agar tujuan pengukuran relevan dengan data

yang diperlukan atau diperoleh. Sebagai contoh, sebuah timbangan badan, dikatakan

memiliki validitas jika dapat mengukur berat badan manusia secara akurat. Keakuratan

Page 7: Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

timbangan badan tersebut sebelumnya harus diuji terlebih dahulu, melalui proses terra

timbangan oleh Badan Metrologi. Uji validitas tersebut mutlak diperlukan oleh timbangan

agar orang yang menggunakan merasa yakin bahwa ukuran 1 kg pada timbangan benar-benar

valid mengukur 1 kg berat benda.

Sedangkan reliabilitas diperlukan untuk mengetahui sejauhmana hasil suatu pengukuran

dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali

pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif

sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Relatif sama,

berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali

pengukuran. Bila perbedaan itu sangat besar dari waktu ke waktu maka hasil pengukuran

tidak dapat dipercaya dan dapat dikatakan tidak reliabel.(Azwar, 1997) Jika kita kembali

menggunakan contoh timbangan badan, maka reliabilitas timbangan dapat diketahui dengan

cara menggunakan timbangan badan tersebut pada beberapa orang dan beberapa kali

percobaan untuk satu orang. Kalau hasil timbangan tersebut sama atau hanya memiliki

perbedaan kecil saat pengukuran, maka timbangan tersebut dapat dinyatakan reliabel.

6. Kapan validitas dan reliabilitas tidak berlaku?

Validitas menjadi tidak berlaku ketika validitas sebuah alat ukur digunakan untuk melihat

validitas alat ukur lainnya, maka validitas tersebut menjadi tidak berlaku. Hal ini disebabkan

tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan pengukuran. Suatu alat ukur

biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk satu tujuan yang spesifik. Sedangkan

reliabilitas menjadi tidak berlaku pada dua kondisi. Yang pertama, alat ukur tersebut

digunakan untuk mengukur populasi atau sampel yang berbeda dengan rancangan alat ukur

itu. Ini disebut sampling error, mengacu kepada inkonsistensi hasil ukur karena digunakan

ulang pada kelompok individu yang berbeda. Contoh timbangan badan tadi, menjadi tidak

reliabel jika yang ditimbang adalah monyet, bukan manusia. Sedangkan yang kedua,

reliabilitas menjadi tidak berlaku jika terjadi kesalahan pengukuran atau error of

measurement. Alat ukur yang dipakai tidak konsisten dalam mengukur. Timbangan badan,

menjadi tidak reliabel ketika mengukur berat badan orang yang sama beberapa kali namun

menunjukkan hasil yang berbeda-beda dan perbedaan tersebut cukup besar. Misalkan: hasil

timbangan pertama pada si A, 60 kg. Timbangan kedua, 58 kg dan timbangan ketiga 60,5 kg.

Dari hasil timbangan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa alat timbangan badan itu tidak

reliabel.

7. Apa beda validitas untuk alat tes dengan validitas untuk kegiatan observasi dan

wawancara?

Page 8: Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

Validitas untuk alat tes berkaitan dengan ketepatan dan kecermatan alat tes tersebut dalam

melakukan fungsi tes atau fungsi ukurnya. Menurut buku Standards, yang ditulis oleh

Asosiasi Psikolog Amerika (APA), validitas mengacu pada derajat dimana bukti dan teori

menyokong interpretasi dari skor tes dan mengacu pada tujuan tes. Validitas adalah hal yang

paling mendasar dalam pengembangan dan evaluasi tes. Proses validasi meliputi akumulasi,

membuktikan tujuan dari evaluasi tersebut, bukan terhadap test itu sendiri. Pada alat tes

biasanya validitas akan dihitung secara statistik dan dalam bentuk rumusan angka.

Sedangkan validitas untuk kegiatan observasi dan wawancara berkaitan dengan konsep yang

digunakan untuk mendasari tujuan observasi dan wawancara itu sendiri. Sebelum seseorang

melakukan kegiatan observasi dan wawancara, ia harus mendefinisikan konsep atau teori

yang akan dipakai sebagai acuan kerangka konsepnya sehingga kegiatan observasi dan

wawancara yang dilakukan memiliki acuan yang jelas. Hasil dari observasi dan wawancara

dapat dijadikan referensi yang akurat untuk membuat deskripsi tentang orang, situasi atau

kejadian. Validitas observasi dan wawancara tidak dihitung secara statistik, namun cukup

dengan menguraikan konsep atau teori menjadi beberapa indikator.

8. Bagaimana menentukan validitas untuk kegiatan observasi?

Ada 2 cara menentukan validitas observasi, yaitu: menggunakan dasar teori atau konsep

kemudian di turunkan menjadi beberapa aspek atau indikator konsep. Yang kedua,

menggunakan perbandingan antar perilaku. Pada cara pertama, observer harus menentukan

teori atau konsep apa yang akan digunakan sebagai acuan observasi. Konsep atau teori itu

kemudian diturunkan menjadi beberapa indikator yang dipakai untuk menjadi tolok ukur

operasional konsep tersebut. Sedangkan cara kedua adalah membandingkan perilaku subjek

pada berbagai situasi. Apakah perilaku inatensi, misalnya, muncul di kelas, apakah muncul

juga saat ia berada di rumah, apakah muncul juga saat ia sedang mengerjakan tugas di tempat

les. Dengan membandingkan kemunculan perilaku dari hasil observasi tersebut akan

didapatkan validitas observasi yang disebut concurrent validity.

9. Kapan sebuah observasi membutuhkan validitas?

Pada setiap kegiatan observasi atau pengamatan sangat perlu untuk memiliki instrumen

observasi yang valid. Hal ini dikarenakan indera yang digunakan dalam pengamatan yakni

mata dan telinga memiliki keterbatasan. Rahayu dan Ardani (2004) menyatakan bahwa

keterbatasan indera timbul terutama dari objek yang dihadapi. Kebanyakan objek-objek

penyelidikan adalah objek-objek yang kompleks, memiliki unsur yang banyak, segi yang

berliku-liku atau dimensi yang majemuk. Oleh karena itu kegiatan observasi membutuhkan

instrumen yang valid agar instrumen tesebut benar-benar dapat mengukur target perilaku

Page 9: Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

dalam kegiatan observasi. Sattler (2002) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan observasi

sering ditemui berbagai masalah. Pertama, sulitnya untuk mendapatkan sampel dan

representatif perilaku yang tepat dalam waktu singkat. memperoleh sampel dan representatif

perilaku yang tepat akan memerlukan pengambilan sampel dalam berbagai jenis situasi, dan

ini jarang dilakukan. Kriteria validasi meliputi penilaian dari orang lain yang akrab dengan

subjek penelitian dan observasi dalam situasi eksperimental. Tapi kriteria ini tidak mutlak

dan tidak menawarkan bukti keabsahan. kesulitan lebih lanjut muncul ketika dua indeks yang

dimaksudkan untuk mengukur perilaku yang sama bukanlah kesepakatan. ukuran mana yang

valid atau representatif? karena perilaku adalah variabel, sangat mungkin kedua ukuran ini

adalah akurat, meskipun langkah-langkah kriteria menunjukkan kesepakatan yang buruk.

10. Kapan sebuah wawancara perlu ditentukan validasinya?

Instrumen yang digunakan dalam sebuah wawancara seharusnya memiliki validitas yang

baik. Rahayu dan Ardani (2004) mengungkapkan bahwa validitas yang baik merujuk pada

objektivitas. Artinya, variabel-variabel dalam wawancara yang telah ditetapkan oleh peneliti

harus berdasarkan teori-teori yang telah mapan. Namun objektivitas dalam kegiatan

wawancara bersifat objectivied subjectivities. Artinya subjektif menurut peneliti (teori yang

ada), tetapi objektif menurut subjek yang diteliti. Hal ini dimungkinkan karena realitas sosial

dalam penelitian naturalistik berada di alam imajinasi pikiran kebanyakan manusia yang

merupakan gugusan subjektivitas awam yang tidak pernah diuji kebenarannya, dan objektif

menurut kaidah-kaidah keilmuan atau logika. Namun betapapun subjektifnya, hal tersebut

sesungguhnya adalah subjektivitas unik yang justru harus ditempatkan sebagai objek kajian

ilmu-ilmu sosial yang utama.

11. Teori apa yang mendasari penggunaan validitas untuk kegiatan observasi dan

wawancara?

Validitas dalam kegiatan observasi dan wawancara pada pengukuran psikologi perlu untuk

dilakukan karena subjek pengukurannya adalah manusia. Untuk mengungkap aspek-aspek

atau variabel-variabel dari keadaan psikologis manusia, diperlukan instrumen observasi dan

wawancara yang reliabel dan valid agar kesimpulan penelitian tidak keliru dan dapat

memberikan gambaran yang tepat mengenai subjek penelitian (Azwar, 1992).

12. Bagaimana cara menggunakan validitas?

Rahayu dan Ardani (2004) menjelaskan bahwa validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat

ukur dapat mengukur apa yang hendak diukur. Dalam kegiatan observasi ada beberapa jenis

validitas yang dapat digunakan, yaitu

a. Face validity adalah bagaimana kelihatannya suatu alat pengukur benar-benar menukur apa

Page 10: Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

yang hendak diukur. Misalnya untuk mengukur kemampuan sebagai seorang supir, seorang

observee harus disuruh mengendarai mobi. Tetapi, bila pengukuran kemampuan mengendarai

mobil dilakukan dengan ujian tertulis tentang teknik mengendarai mobil, maka alat pengukur

tesebut kurang memiliki face validity.

b. Content validity adalah sejauh mana isi alat ukur tersebut mewakili semua aspek yang

dianggap sebagai aspek kerangka konsep. Data harus mencerminkan cir-ciri yang telah

ditentukan yaitu apa saja yang akan diungkap/diukur. Contohnya bila seorang penelitia infin

mengukur keikutsertaan dalam program KB dengan menanyakan metode kontrasepsi yang

dipakai. Bila aspek yang diamati tidak mencakup semua metode kontrasepsi, maka alat ukur

tersebut tidak memiliki validitas isi.

c. Predicty validity adalah alat pengukur yang dibuat oleh peneliti seringkali dimaksudkan

untuk memprediksi apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Contonya ujian seleksi

masuk perguruan tinggi. Ujian tersebut merupakan upaya untuk memprediksi apa yang aan

terjadi di masa yang akan datang. Peserta yang lulus ujian dengan nilai baik diprediksikan

akan mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan sukses. Soal ujian masuk tersebut

dikatakan memiliki validitas prediktif, apabila ada korelasi yang tinggi antara nilai ujian

masuk dengan prestasi belajar setelah menjadi mahasiswa.

d. Construct validity adalah kerangka suatu konsep. Misalnya, untuk mengukur status

ekonomi responen dengan menggunakan lima komponen status ekonomi, yakni penghasilan

perbulan, pengeluaran perbulan, pemilikan barang, porsi penghasilan yang digunakan untuk

rekreasi, dan kualitas rumah. Apabila ada konsistensi antara komponen-komponen konstruk

yang satu dengan yang lain maka konstruk tersebut memiliki validitas.

e. Concurrent validity dilakukan dengan mengobservasi perilaku dan membandingkannya

dengan perilaku lain. Misalnya perilaku di sekolah sama dengan perilaku di luar kelas

(menunjukkan agresivitas).

Selanjutnya validitas dalam kegiatan wawancara

a. Validitas konstruk. penelitian kualitatif dengan metode observasi dan wawancara tidak

terlepas dari aktivitas melakukan konstruksi sosial. Misalnya, orang yang selalu memakai

peci dikonstruk peneliti sebagai orang yang alim. Konstruksi semacam itu memiliki banyak

kelemahan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:

• Dalam pengumpulan data, peneliti harus menggunakan multi sumber bukti.

• Peneliti harus membangun rangkaian bukti antara satu data dengan data lain.

• Agar peneliti meminta orang yang diwawancarai meninjau ulang draft laporan yang

disusun.

Page 11: Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

b. Validitas internal. Hal ini dilakukan pada tahap analisis data. Validitas internal ini meliputi

hal-hal berikut:

• Membuat pola penjodohan dengan analisis sebab-akibat atau aksi reaksi atau pengaruh-

mempengaruhi.

• Peneliti hendaknya mengerjakan penyusunan kesplanasi; maksudnya apakah konstruksi

yang dibuat berdasarkan data yang diterima itu dapat dipertanggungjawabkan.

• Peneliti hendaknya membuat analisis deret waktu dari peristiwa-peristiwa atau fenomena-

fenomena yang terjadi.

c. Validitas eksternal. Dalam melakukan validitas ini, hendaknya peneliti menggunakan

logika replikasi. Artinya seandainya penelitian yang sama dilakukan oleh orang lain dengan

menggunakan pendekatan yang sama, niscaya hasilnya akan sama atau hampir sama.

13. Apakah perlu mencari reliabilitas kegiatan observasi?

Mencari reliabilitas dalam kegiatan observasi itu perlu, dimana reliabilitas observasi adalah

keajegan apa yang diobservasi. Agar suatu pengukuran observasi dapat dipercaya, maka

idealnya hasil observasi bila diuji kembali oleh orang lain baik di lain waktu maupun

sekarang maka hasilnya relatif sama.

14. Apakah perlu mencari reliabilitas kegiatan wawancara?

Menurut Neuman (2007), metode wawancara menjadi ciri khas dari penelitan kualitatif.

reliabilitas dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan kepada keajegan hasil jawaban

yang dimunculkan oleh subjek. Namun berbeda dengan pendekatan kuantitatif, reliabilitas

pada kualitatif lebih bersifat fleksibel dan berkembang. Sehingga jika pada pendekatan

kualitatif didapatkan data yang berbeda, tidak serta merta disimpulkan bahwa reliabilitasnya

rendah tapi justru menjadi salah satu bentuk memperoleh data yang kaya atau lengkap.

15. Bagaimana menghitung reliabilitas dalam observasi?

Cara mendapatkan reliabilitas observasi adalah berdasarkan “kesepakatan observer,”

Reliabilitas berarti, apabila dua observer sepakat dalam hasil observasi (Sukadji, 2000).

Rumus “kesepakatan” juga bisa untuk menghitung hasil “dua kali” observasi yang dilakukan

oleh satu orang observer (Sukadji, 2000).

Rumus “Persentase Kesepakatan” sebagai berikut :

Interval Recording

-Agreement of total observation (A tot)→ total ke dua observer „sama-sama setuju‟ baik X

maupun O

Page 12: Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

– Agreement of occurence observation (A occ) → sama-sama setuju „ada peristiwa‟ observasi

(X)

– Agreement of nonoccurence observation (A non) →sama-sama setuju „tidak ada peristiwa‟

observasi (O)

Event Recording

Adalah kejadian yang tegas mulai dan berakhirnya kegiatan obesrvasi. Pencatatan bisa

dengan check list, mechanical devices, dan lain-lain. Dalam observasi kelas, rincian perilaku

dapat ditulis dalam bentuk daftar event yang dapat dihitung bila terjadi perilaku yang

diinginkan.

Dalam observasi, reliabilitas dan validitas dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain :

a. Observer

Banyak sekali kesalahan yang bersumber dari kualitas pribadi observer yang dapat

digolongkan sebagai “kecondongan” (bias).

1) Kesalahan yang berkaitan dengan kualitas pribadi observer, antara lain :

a) Central tendency

Observer lebih sering menggunakan kategori yang di tengah dalam skala rating daripada

kategori tepi, sehingga dalam prosesnya cenderung underestimasi perilaku yang intens dan

overestimasi perilaku yang lemah.

b) Leniency (kemurahan)

Observer cenderung membuat penilain yang cenderung ke arah “baik” terhadap subjek.

c) Efek primacy (kesan pertama)

Observer membiarkan kesan pertama mendistorsikan kesan atau penilaiannya kemudian.

d) Halo effect

Observer membuat penilaian berdasar kesan umum subjek atau berdasar perilaku subjek yang

paling mencolok.

e) Teori pribadi

Observer menyesuaiakn observasi ke asumsi teori pribadi.

f) Nilai pribadi

Observer menyesuaikan observasi ke harapan, nilai, dan minat pribadi.

g) Overestimasi perilaku yang hampir-hampir tidak dikenali ada pada diri observer sendiri.

Misalnya, observer overestimasi volume suara subjek sebab observer sendiri tidak mengenali

bahwa suaranya terlalu rendah volumenya.

h) Kesalahan logika

Observer membuat penilaian yang serupa terhadap sifat-sifat subjek yang kelihatannya secara

Page 13: Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

logika saling terkait.

i) Kesalahan kontras

Pada sifat khusus, observer menilai subjek jauh lebih berbeda dengan diri observer sendiri

daripada kenyataannya.

j) Kesalahan proksimitas

Observer menilai serupa sifat-sifat tertentu karena bentuk penilaian membuat sifat-sifat itu

berdekatan dalam waktu atau letak.

k) Pengaruh pribadi

Tanpa diketahui oleh observer sendiri, karakteristik diri observer (usia, jenis, kelamin, ras,

dan status sosial) mempengaruhi penilaian perilaku subjek.

l) Ketidakstabilan penilaian observer

Kriteria penilaian yang dipakai oleh observer berubah bersama waktu, akibat ada dan

tidaknya perilaku karena kelelahan, atau belajar, atau penyebab lainnya.

m) Terlewat

Observer alpa mencatat perilaku yang muncul.

n) Commision

Observer keliru kode suatu perilaku.

o) Efek harapan

Harapan observer mempengaruhi pencatatan, atau observer mengharapkan sesuatu terjadi dan

mengkomunikasikan harapan ini kepada subjek.

p) Reaktivitas observer

Observer berubah pencatatan perilakunya karena ia sadar diamati.

q) Isyarat nonverbal

Observer dengan tidak sengaja memberi isyarat kepada subjek sehingga mendukung perilaku

tertentu pada subjek.

2) Ketidakstabilan Penilaian Observer

Bila observasi berlangsung lama, observer mungkin menunjukkan tanda-tanda kelelahan,

lupa dan motivasinya menurun. Misalnya, pada saat permulaan menggunakan standar tertentu

untuk menilai suara bisikan atau vokalisasi singkat, tetapi kemudian berubah standarnya,

ketidakstabilan hal ini mungkin saja terjadi, walaupun telah ada persetujuan mengenai

definisi oprasional perilaku yang diamati.

3) Kesulitan dalam Mengkodekan Perilaku

Kategori global, seperti perilaku “off-task” atau perilaku tidak patut (innappropriate

behavior) membutuhkan penyimpulan tingkat tinggi dibanding kategori spesifik, seperti

Page 14: Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

memukul, atau meninggalkan tempat duduk. Meskipun diusahakan sebaik-baiknya

mendefinisikan perilaku dengan cermat, beberapa perilaku memang sulit dikategorikan. Jadi,

kode observasi menuntut pertimbangan yang masak di pihak observer.

4) Memilih Waktu dan Saat yang Tepat

Menentukan waktu yang tepat munculnya suatu kejadian bukanlah semudah yang

dibayangkan. Misalnya, untuk mengobservasi perilaku menolak dan memulai makan pada

anak. Sulit untuk menentukan waktu kapan saat yang tepat anak mulai menolak memulai

makan. Selain itu, unit waktu yang dipilih oleh observer mungkin tidak dapat

menggambarkan dengan tepat peta kejadian perilaku.

16. Bagaimana meningkatkan reliabilitas Observasi?

Adanya kelemahan-kelemahan yang menyebabkan reliabilitas pengukuran menurun

(sehingga validitasnya juga menurun), membuat kita waspada untuk menghindarinya.

Beberapa petunjuk praktis, antara lain :

a. Observer hendaknya memahami benar-benar teknik-teknik pencatatan, manual maupun

instrumental. Pastikanlah dalam rancangannya perilaku-perilaku kritis didefinisikan dengan

jelas, tegas dan cermat.

b. Sebelum melaksanakan observasi, periksalah dulu peralatan-peralatan pengumpul data.

c. Observer perlu latihan sampai mahir sebelum turum ke lapangan.

d. Kumpulkan data dengan mengobservasi subjek dalam berbagai situasi dan waktu, terutama

bila yang diobersevasi kelompok, atau untuk mendapatkan norma.

e. Temukan kecondongan (bias), kelemahan-kelemahan, yang kita miliki sebagai observer,

dan kembangkan ketrampilan pemahaman diri dan evaluasi diri yang kritis.

f. Kembangkan skeptisisme yang sehat terhadap laporan yang telah ada mengenai perilaku

subjek, agar observasi yang kita lakukan dapat seobjektif mungkin.

g. Menunda asumsi dan spekulasi mengenai arti dan implikasi perilaku subjek yang diamati

selagi pengambilan data.

h. Bila pengamatan telah selesai, pertimbangkanlah faktor-faktor yang meyulut dan

memelihara perilaku subjek, serta tanggapan-tanggapan orang lain yang ada di dalam setting

subjek atas perilaku subjek tersebut.

i. Secara periodik bandingkan hasil pengamatan dengan pengamat lain yang menggunakan

sistem penyekoran yang sama.

j. Secara teratur pencatatan harus “dikalibrasi” yaitu dengan mencocokkan lagi dengan

potokol standar.

k. Ikuti teori-teori dan test-retest mutakhir dalam bidang observasi.

Page 15: Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

l. Hindari kekeliruan-kekeliruan umum berkenaan dengan observasi sebagaimana telah

disebut terlebih dahulu.

17. Kapan observasi perlu ditentukan reliabilitasnya?

Reliabilitas observasi perlu dilakukan bila data yang dihasilkan berbentuk data kuantitatif.

Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan untuk melihat hasil observasi antar observer 1

dengan observer yang lain (reliabilitas interrater). .

18. Apa beda reliabilitas alat tes dengan reliabilitas untuk kegiatan observasi dan wawancara?

Perbedaan penerapan reliabilitas dalam alat tes dan obserasi/wawancara dapat dijelaskan

dengan perbedaan pendekatan kuantitatif (untuk alat tes) dan pendekatan kualitatif

(observasi/wawancara). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa reliabilitas pada pendekatan

kuantitatif bersifat tetap dan statis sedangkan reliabilitas pengukuran dengan pendekatan

kualitatif bersifat berkembang dan tumbuh bersama kedekatan antara observer dengan

observee (Neuman, 2007).

19. Bagaimana cara menggunakan reliabilitas?

Kita dapat menggunakan nilai reliabilitas untuk menunjukkan tingkat kepercayaan terhadap

alat ukur yang sudah kita buat. Nilai reliabilitas berkisar pada nilai 0-1, dimana semakin

mendekati 1 maka dapat dikatakan alat ukur tersebut semakin dapat dipercaya. Dipercaya

disini dimaksudkan bahwa suatu alat tes apabila dilakukan tes ulang atau diadministrasikan

oleh tester lain maka akan keluar nilai yang relatif tetap (ajeg).

20. Jika sebuah alat tes mencapai validitas namun tidak reliabel, bagaimana kualitas alat tes

tersebut? Dan bagaimana jika terjadi kebalikannya?

Validitas dan reliabilitas bersifat saling melengkapi namun terkadang juga dapat bersifat

bertolak belakang (Neuman, 2007). Dalam suatu contoh misalnya ada suatu alat ukur yang

memiliki validitas tinggi namun memiliki reliabilitas rendah, hal ini dapat terjadi dalam

pengukuran dengan pendekatan kualitatif. Misalnya konstrak yang diukur merupakan suatu

konstrak yang sangat abstrak yaitu “alienasi” yang digali melalui metode wawancara, hal ini

mungkin dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi namun reliabilitas yang rendah

karena tergantung pada bagaimana peneliti menggunakan instrumen penelitian.

Contoh lain misalnya suatu alat ukur yang memiliki reliabilitas yang tinggi namun

validitasnya rendah. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatan bahwa suatu alat ukur

memiliki keajegan dalam mengukur namun kurang tepat dalam mengukur apa yang hendak

diukur. untuk memudahkan pembahasan ini penulis mengutip gambar dari Neuman (2007)

sebagai berikut:

Page 16: Pertanyaan Dan Pembahasan Seputar Validitas Dan

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa ketika ketika suatu alat tes memiliki

reliabilitas yang tinggi namun validitas rendah tidak dapat mengenai sasaran terhadap apa

yang ingin diukur. Berdasarkan penjabaran tersebut maka dapat dikatakan bahwa ketika suatu

alat tes memiliki reliabilitas yang tinggi namun validitas yang rendah maka alat ukur itu

memiliki kualitas yang rendah. Namun sebaliknya, jika suatu alat ukur valid maka

kemungkinan besar reliabilitasnya akan dapat mengikuti menjadi baik juga. Secara sederhana

dapat diakatakan bahwa suatu alat ukur yang valid akan cenderung memiliki reliabilitas yang

tinggi namun alat ukur yang memiliki reliabilitas yang tinggi belum tentu valid.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (1992). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Penerbit Sigma Alpha.

Azwar, S. (1997). Reliabilitas dan Validitas(Ed. 3). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Louis, J. (2011). Validitas dan reliabilitas. Diakses pada tanggal 11 November 2014 dari

http://jeffy-louis.blogspot.com/2011/02/validitas-dan-reliabilitas.html

Neuman, W. L., (2007). Basic Social Research Methods: Qualitative & Quantitative

Approachs (2ed). Boston: Allyn & Bacon.

Rahayu, I.T. dan Ardani, T.A. (2004). Observasi dan Wawancara. Malang: Bayumedia

publishing.

Sattler, J.M. (2002). Assessment of Children. California: Penerbit Sattler.

Sudijono, A. (2009). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

Sukadji, S. (2000). Psikologi pendidikan dan psikologi sekolah (Direvisi dan Dilengkapi).

Depok: Universitas Indonesia.