PERTANIAN, PENGAIRAN DAN KEHUTANAN ... · Web viewUpaya meningkatkan populasi dan produksi ternak...

232
PERTANIAN, PENGAIRAN DAN KEHUTANAN

Transcript of PERTANIAN, PENGAIRAN DAN KEHUTANAN ... · Web viewUpaya meningkatkan populasi dan produksi ternak...

PERTANIAN, PENGAIRAN DAN KEHUTANAN

BAB XIII

PERTANIAN, PENGAIRAN DAN KEHUTANAN

A. PENDAHULUAN

Pembangunan pertanian, pengairan, dan kehutanan pada hakekatnya merupakan upaya terpadu untuk memanfaatkan kekayaan sumber daya lahan dan air serta sumber daya hayati bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk itu pemanfaatan sumberdaya terbarukan tersebut dilaksanakan. dalam tiga matra yang saling terkait, yaitu pengembangan sistem budidaya pertanian dan pengelolaan hutan yang produktif dan berkelanjutan, sistem pengolahan dan pemasaran hasil yang mendorong percepatan proses industrialisasi terutama di perdesaan, serta sistem kelembagaan yang mampu mendukung pemberdayaan masyarakat.

Berlandaskan pada arahan GBHN 1993 pembangunan pertanian dalam Repelita VI berupaya memantapkan pelestarian swasembada pangan secara efisien, mengembangkan sistem

XIII/3

agrobisnis untuk menghasilkan produk-produk unggulan berdaya-saing tinggi, memperluas diversifikasi usaha tani dan meningkatkan derajat pengolahan, serta mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan pemerataan pembangunan, yang ditopang oleh percepatan proses inovasi teknobisnis, pengembangan prasarana pertanian, sistem penyediaan dan distribusi benih unggul dan sarana produksi, serta penguatan kelembagaan ekonomi pertanian terutama kelompok tani yang makin terintegrasi dalam wadah koperasi pertanian/KUD. Di samping itu diupayakan pula untuk mendorong partisipasi masyarakat dan dunia usaha terutama di kawasan timur Indonesia (KTI) melalui penyediaan prasarana dan penciptaan iklim usaha yang sehat. Kesemuanya didasarkan kepada pola pembangunan pertanian berorientasi agrobisnis. Berbagai upaya dalam pembangunan pertanian tersebut dilaksanakan secara terpadu dan saling mendukung dengan program-program di bidang pengairan dan kehutanan dalam pelestarian dan pemanfaatan sumber daya tanah dan air untuk menjamin pembangunan yang berkelanjutan, dan dengan program-program di berbagai sektor lainnya.

Dengan berbagai upaya tersebut pembangunan pertanian telah berhasil meningkatkan produksi dan nilai tambah komoditas pertanian. Dalam periode 1993-1996 PDB sektor pertanian atas dasar harga konstan 1993 meningkat dari Rp. 55,7 triliun pada tahun 1993 menjadi Rp. 57,4 triliun pada tahun 1996 atau tumbuh dengan rata-rata sebesar 2,9 persen per tahun. Pertumbuhan sektor per -tanian tersebut masih dibawah sasaran pertumbuhan Repelita VI sebesar 3,4 persen. Namun beberapa sub-sektor di dalam sektor pertanian mengalami kenaikan cukup tinggi. Selama periode tersebut pertumbuhan sub-sektor perikanan, perkebunan, peter -nakan, dan tanaman pangan masing-masing sebesar 5,1 persen;

XIII/4

4,7 persen; 4,8 persen; dan 1,6 persen per tahun. Sub-sektor perikanan menunjukkan pertumbuhan yang cukup berarti dibandingkan dengan sasaran Repelita VI sebesar 5,2 persen, bahkan sub-sektor perkebunan telah melampaui sasaran Repelita VI sebesar 4,2 persen. Sedangkan pertumbuhan sub-sektor tanaman pangan dan peternakan masih dibawah sasaran Repelita VI yang masing-masing sebesar 2,5 persen dan 6,4 persen. Hal ini disebabkan terutama karena musim kemarau berkepanjangan yang terjadi pada tahun 1994. Perkembangan sektor pertanian tersebut menunjukkan bahwa perikanan, dan perkebunan telah berhasil menjadi sumber pertumbuhan baru.

Pada Repelita VI jumlah tenaga kerja nasional yang terserap oleh sektor pertanian cenderung menurun. Pada tahun 1993 sekitar 40,1 juta orang atau 50,6 persen tenaga kerja nasional diserap oleh sektor pertanian, sedangkan pada tahun 1996 menurun menjadi 37,7 juta orang atau 44,0 persen dari total tenaga kerja nasional. Dalam waktu yang bersamaan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian meningkat dari Rp. 1,5 juta per orang pada tahun 1993 menjadi Rp. 1,7 juta per orang pada tahun 1996 atau naik dengan rata-rata sebesar 4,9 persen per tahun. Peningkatan produktivitas tenaga kerja pertanian. tersebut telah melampaui sasaran Repelita VI sebesar 2,4 persen. Menurunnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian dan meningkatnya produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian, yang disertai dengan peningkatan pe-nyerapan tenaga kerja di sektor industri dan jasa, menunjukkan terjadinya proses transformasi struktur perekonomian menuju industrialisasi.

Khususnya komoditas beras, produksi tahun 1997 hanya mencapai 49,1 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau 94,1

XIII/5

persen dari sasaran tahun 1997, hampir sama dengan tingkat pencapaian pada tahun 1994, yaitu sebesar 94,8 persen. Pada tahun-tahun tersebut produksi beras terganggu bencana kekeringan akibat El-Nino. Sedangkan produksi pada tahun 1995 dan 1996 masing-masing mencapai 99,2 persen dan 99,9 persen dari sasaran. Masih rentannya produksi pangan terhadap pengaruh iklim dan menghadapi kenyataan menyusutnya lahan pertanian produktif, maka telah dirintis proyek lahan gambut (PLG) satu juta hektare di Kalimantan Tengah sejak tahun 1996/97.

Sementara itu naiknya produksi beberapa komoditas perkebunan penting seperti minyak sawit, kopi, lada dan kakao sampai dengan tahun keempat Repelita VI mengakibatkan meningkatnya nilai ekspor yaitu dari US $ 3,3 miliar pada tahun 1993 menjadi US$ 5,1 miliar pada tahun 1997. Demikian pula halnya dengan perikanan. Meningkatnya produksi perikanan terutama perikanan laut telah meningkatkan pula nilai ekspor yaitu dari US$ 1,5 miliar tahun 1993 menjadi US$ 2,1 miliar pada tahun 1997.

Pertumbuhan sektor pertanian, tidak terlepas dari pembangunan prasarana pengairan. Pembangunan pengairan telah meningkatkan luas areal sawah beririgasi dari 5,5 juta hektare pada akhir Repelita V menjadi 5,9 juta hektare pada tahun keempat Repelita VI dari sasaran Repelita VI seluas 6,3 juta hektare. Hal ini didukung oleh terselesaikannya pembangunan 8 unit waduk dari 5 unit sasaran Repelita VI, 239 unit embung dari 360 unit sasaran Repelita VI, 102 unit bendung irigasi dari 250 unit sasaran Repelita VI, serta pencetakan sawah baru seluas 161 ribu hektare dari 300 ribu hektare sasaran Repelita VI. Untuk menanggulangi bencana akibat daya rusak air, telah diselesaikan

XIII/6

44 unit dam pengendali, perbaikan alur sungai sepanjang 1.210 km, serta pengamanan abrasi pantai sepanjang 23 km.

Sementara itu kinerja pembangunan pengairan dan irigasi erat kaitannya dengan keberhasilan pembangunan kehutanan terutama dalam hal ketersediaan sumberdaya air secara lestari, serta terkendalinya erosi dan sedimentasi. Pembangunan kehutanan dalam Repelita VI sampai dengan tahun keempat telah me-rehabilitasi hutan rusak dan lahan kritis seluas 2,6 juta hektare atau mencapai 74,0 persen dari sasaran Repelita VI yaitu seluas 3,5 juta hektare. Pembangunan hutan tanaman industri (HTI) telah berhasil dilakukan seluas 1,2 juta hektare atau mencapai sekitar 94,0 persen dari sasaran Repelita VI, sedangkan pembangunan hutan rakyat mencapai seluas 474,4 ribu hektare yang telah melebihi sasaran Repelita VI yaitu seluas 250 ribu hektare. Selain itu telah dilakukan pula penunjukan 5 unit taman nasional baru dari sasaran sebanyak 9 unit. Jumlah penerimaan devisa negara yang berasal dari hasil hutan dan penerimaan bukan pajak pada periode yang sama mencapai sebesar US$ 36,7 miliar.

Sebagai akibat musim kemarau yang panjang dan belum mantapnya sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, maka pada tahun 1997 telah terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan yang mencakup areal seluas 165,4 ribu hektare. Untuk menanggulangi kebakaran tersebut telah dilakukan pengamatan intensif terhadap perkembangan titik-titik api melalui citra satelit, penerapan pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB), serta mobilisasi sumberdaya nasional dan bantuan negara-negara sahabat untuk mencegah meluasnya dan menghentikan kebakaran serta menanggulangi gangguan asap.

XIII/7

Kegiatan pembangunan dalam tahun 1998/99 akan diupayakan untuk sekaligus mengatasi dampak krisis moneter dan kekeringan yang telah mengganggu kelanjutan sektor pembangunan ditahun 1997/98. Upaya khusus akan dilaksanakan untuk meningkatkan mutu intensifikasi bagi pemantapan swasembada pangan, pengembangan sistem agrobisnis melalui sentra-sentra pengembangan agrobisnis komoditas unggulan (SPAKU), serta pengembangan kelembagaan ekonomi petani terutama kelompok produktif yang terintegrasi dalam wadah koperasi pertanian serta sekaligus memantapkan landasan yang kokoh bagi pembangunan pertanian berkebudayaan industri yang akan diintensifkan pada Repelita VII. Di bidang kehutanan kegiatan terutama adalah untuk peningkatan pengembangan hutan kemasyarakatan, percepatan rehabilitasi hutan dan lahan kritis, serta pengetatan sistem pengelolaan hutan lestari. Dalam bidang pengairan akan ditingkatkan upaya pengembangan embung-embung di daerah tangkapan hujan dalam jumlah yang banyak, tersebar, dan dikelola oleh rakyat. Keseluruhan upaya itu sejauh mungkin dilaksanakan secara padat karya.

B. PERTANIAN

1. Sasaran, Kebijaksanaan dan Program Repelita VI

Sasaran pembangunan pertanian dalam Repelita VI adalah meningkatnya intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi usaha pertanian yang didukung oleh industri pertanian, terpeliharanya kemantapan swasembada pangan secara kompetitif, meningkatnya daya saing dan pangsa pasar hasil pertanian di dalam dan luar negeri, meningkatnya kemampuan petani dalam menerapkan dan

XIII/8

menguasai teknologi pertanian, serta meningkatnya kemampuan kelembagaan pertanian dalam mengembangkan agrobisnis dan agroindustri, yang kesemuanya itu mengarah kepada peningkatan pendapatan dan taraf kesejahteraan petani dan masyarakat.

Dalam Repelita VI sasaran pertumbuhan sektor pertanian adalah sebesar 3,3 persen per tahun. Sasaran pertumbuhan tersebut berasal dari pertumbuhan pertanian tanaman pangan dan hortikultura sebesar 2,5 persen; peternakan 6,4 persen; perkebunan 4,2 persen; dan perikanan 5,2 persen per tahun. Sementara itu sasa -ran penyerapan tenaga kerja pertanian adalah sekitar 1,9 juta orang per tahun, dengan sasaran peningkatan produktivitas tenaga kerja rata-rata sebesar 2,4 persen per tahun.

Kebijaksanaan yang diambil guna mencapai sasaran pembangunan pertanian Repelita VI adalah meningkatkan produksi dan kualitas hasil pertanian untuk memelihara kemantapan swasembada pangan, meningkatkan penyediaan bahan baku secara kontinyu untuk pengembangan industri, serta meraih peluang dan meningkatkan pangsa pasar; meningkatkan kemampuan usaha pertanian rakyat, mempersempit kesenjangan ekonomi dan memberantas kemiskinan, serta memelihara ke-lestarian fungsi lingkungan hidup; meningkatkan produktivitas tenaga kerja pertanian serta memperluas kesempatan kerja produktif di perdesaan melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia pertanian, peningkatan penguasaan teknologi dan pengembangan jaringan kelembagaan petani yang berorientasi agrobisnis.

Kebijaksanaan tersebut dijabarkan ke dalam program pembangunan yang terdiri atas program pokok dan program pe-

XIII/9

nunjang. Program pokok meliputi program peningkatan produksi pangan; program peningkatan kesempatan kerja dan produktivitas tenaga kerja pertanian; program pengembangan ekspor hasil pertanian; program pembinaan dan pengembangan kelembagaan pertanian; serta program peningkatan produksi dan diversifikasi pertanian. Adapun program penunjang terdiri atas program pen-didikan, pelatihan, dan penyuluhan pertanian; program penelitian dan pengembangan pertanian; serta program pengembangan transmigrasi.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Sampai Dengan Tahun Keempat Repelita VI

Memasuki PJP I prioritas pembangunan ekonomi dititik beratkan pada pembangunan pertanian yang telah menghasilkan banyak kemajuan. Sumbangan terbesar pembangunan pertanian pada PJP I adalah tercapainya swasembada pangan, khususnya beras dalam tahun 1984 yang telah dapat dipertahankan secara dinamis sampai sekarang. Dampak nyata dari swasembada pangan adalah meningkatnya pendapatan masyarakat khususnya petani dan mantapnya stabilitas ekonomi nasional.

Memasuki PJP II yang dimulai dari Repelita VI, pem-bangunan pertanian diprioritaskan pada upaya untuk memantapkan swasembada pangan, meningkatkan efisiensi dan daya saing produk-produk pertanian, memenuhi kebutuhan pokok bagi industri dalam negeri, memperluas lapangan kerja, serta memperkukuh landasan bagi pembangunan pertanian yang produktif dan ber-kelanjutan. Perhatian khusus diberikan kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penguasaan teknologi, pemerataan

XIII/10

pembangunan dan penanggulangan kemiskinan, serta pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Dalam kurun empat tahun Repelita VI, rata-rata pertum-buhan sektor pertanian mencapai sebesar 2,9 persen per tahun, dengan pertumbuhan sub-sektor perkebunan, perikanan, peter-nakan, dan tanaman pangan masing-masing sebesar 4,7 persen; 5,1 persen; 4,8 persen; dan 1,6 persen per tahun.

a. Program Pokok

1) Program Peningkatan Produksi Pangan

Program peningkatan produksi pangan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf kesejahteraan petani dan masyarakat, memelihara kemantapan swasembada pangan dan penyediaan bahan baku industri pangan. Program ini dilaksanakan melalui pendekatan pertanian rakyat terpadu dengan titik berat kegiatan pada upaya-upaya meningkatkan produktivitas usahatani melalui peningkatan mutu dan perluasan areal intensifikasi, menjamin ketersediaan dan distribusi benih unggul dan sarana produksi, memperbaiki pengelolaan pasta panen dengan pengembangan dan penggunaan alat dan mesin pertanian, serta meningkatkan penerapan teknologi konservasi.

Selama Repelita VI, produksi beberapa hasil pertanian terpenting pada umumnya mengalami kenaikan, kecuali pada tahun 1994 dan tahun 1997 turun sebagai akibat kemarau panjang. (Tabel XIII-1 dan Tabel XIII-1A).

XIII/11

Dalam rangka meningkatkan produksi pangan, usaha intensifikasi berupa Intensifikasi Umum (Inmum), Intensifikasi Khusus (Insus), dan Supra Insus ditingkatkan. Selanjutnya mutu intenfikasi ditingkatkan melalui revitalisasi penyuluhan, penggunaan benih unggul bersertifikat, pemupukan secara efisien dan berimbang termasuk menggunakan urea tablet, perluasan pelaksanaan PHT, penggunaan teknologi usaha tani hemat air, serta pemanfaatan teknologi pasca panen untuk mengurangi kehilangan hasil.

Selama Repelita VI, hasil rata-rata program intensifikasi masih menunjukkan penurunan sebesar 0,1 persen per tahun. Penurunan tersebut disebabkan lahan usaha tani padi telah mulai menunjukkan kejenuhan dan terjadinya musim kering yang panjang pada tahun 1994 dan 1997. Walaupun produktivitas program intensifikasi ini menurun, tetapi pada tahun keempat Repelita VI ini bila dibandingkan dengan tahun 1968 produksi per hektare meningkat dari 2,2 ton pada tahun 1968 menjadi 4,7 ton per hektare pada tahun 1997 (Tabel XIII-2 dan Tabel XIII-2A). Peningkatan mutu intensifikasi terus didorong dengan upaya pengembangan teknologi dan manajemen usahatani berbasis padi yang berorientasi agrobisnis (SUTPA) yang telah diterapkan di 14 propinsi di atas lahan seluas 46 ribu hektare, sebagai upaya terobosan untuk mempercepat alih teknologi. Upaya tersebut ditingkatkan dengan mengintegrasikannya ke dalam pola pembinaan intensifikasi pertanian (Tabel XIII-3 dan Tabel XIII-3A).

Selama Repelita VI, produksi padi meningkat sebesar 0,6 persen per tahun. Walaupun produksi padi pada tahun 1994 dan 1997 menurun disebabkan musim kemarau yang berkepanjangan, produksi rata-rata per hektare selama Repelita VI meningkat

XIII/12

sebesar 0,4 persen. Sampai dengan tahun 1997 hasil rata-rata padi per hektare sebesar 4,5 ton meningkat dari tahun 1992 sebesar 4,3 ton (Tabel XIII-4 dan Tabel XIII-4A). Di Pulau Jawa hasil rata-rata padi per hektare selama Repelita VI meningkat sebesar 0,2 persen dan di luar Jawa sebesar 1,0 persen. Lebih cepatnya peningkatan produktivitas padi di luar Jawa menunjukkan bahwa penerapan teknologi usahatani di luar Jawa semakin baik. Sementara itu luas panen di luar Jawa meningkat menjadi 5,7 juta hektare dibandingkan dengan tahun 1992 sebesar 5,6 juta hektare. Sebaliknya luas panen di Jawa pada tahun 1997 menurun menjadi 5,4 juta hektare dibandingkan tahun 1992 sebesar 5,6 juta hektare, oleh karena banyak sawah yang dikonversikan untuk kepentingan lain.

Walaupun luas panen di Jawa mengalami penurunan, namun bila dilihat dari produktivitas per hektare jauh lebih tinggi dibandingkan dengan luar Jawa, sehingga nampaknya Pulau Jawa untuk jangka yang masih panjang kedepan masih tetap menjadi penghasil utama padi di Indonesia. Produksi padi di Jawa tahun 1992 mencapai 28,3 juta ton menurun menjadi 27,9 juta ton pada tahun 1997. Sementara itu produksi padi di luar Jawa pada tahun 1992 20,0 juta ton naik menjadi 21,3 juta ton pada tahun 1997.

Dalam rangka memperkuat swasembada pangan, maka sejak tahun 1996 upaya ekstensifikasi pertanian dilanjutkan dengan program pengembangan lahan gambut (PLG) satu juta hektare di Kalimantan Tengah. Pada tahun 1996 telah dilaksanakan pengem-bangan unit percontohan penerapan teknologi pertanian lahan gambut seluas 10.000 hektare. Sampai dengan tahun 1997/98 lahan pertanian yang telah siap tanam adalah 11.000 hektare. Pada tahun

XIII/13

1998/99 direncanakan penyiapan lahan siap tanam seluas 21.875 hektare.

Selama Repelita VI, produksi palawija meningkat sebesar 1,3 persen per tahun. Khusus produksi jagung dan kacang tanah meningkat cukup tinggi yaitu masing-masing sebesar 9,5 persen dan 3,1 persen per tahun. Peningkatan produksi jagung yang tinggi terutama disebabkan meningkatnya hasil rata-rata per hektare sebagai hasil dari semakin meluasnya penggunaan benih jagung hibrida yang merupakan terobosan teknologi yang penting. Pada tahun keempat Repelita VI hasil rata-rata per hektare jagung telah mencapai 25,7 kuintal per hektare. Keberhasilan tersebut juga disebabkan oleh mulai berkembangnya pola kemitraan usaha antara petani dengan industri pakan ternak, di samping iklim yang mendukung peningkatan luas areal penanaman.

Walaupun produksi dan luas panen komoditas palawija lainnya, seperti ubi kayu, ubi jalar, dan kedele mengalami penurunan selama Repelita VI, produktivitas ketiga komoditas tersebut mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0,02 persen; 0,50 persen; dan 1,23 persen per tahun (Tabel XIII-6). Meningkatnya luas areal penanaman jagung di satu pihak dan menurunnya areal palawija lain di lain pihak menunjukkan bahwa petani sudah semakin rasional dalam memilih dan menentukan komoditas yang akan dikembangkannya.

Produksi buah-buahan selama Repelita VI mengalami peningkatan sebesar 9,3 persen per tahun. Kenaikan produksi tersebut terutama diakibatkan oleh meningkatnya luas panen sebesar 3,6 persen per tahun. Peningkatan tersebut juga disertai peningkatan produktivitas buah-buahan dengan hasil rata-rata per

XIII/14

hektare per tahun sebesar 7,5 persen terutama untuk beberapa komoditas buah-buahan antara lain alpukat, mangga, durian, rambutan, pepaya, dan salak. Sedangkan produksi sayuran selama Repelita VI mengalami peningkatan sebesar 10,1 persen, yang disebabkan oleh meningkatnya luas panen dan hasil rata-rata per hektare per tahun masing-masing sebesar 4,6 persen dan 5,4 persen (Tabel XIII-7).

Sementara itu, produksi komoditas perkebunan terpenting selama Repelita VI mengalami peningkatan, kecuali lada dan gula tebu yang turun per tahun masing-masing sebesar 0,3 persen; dan 1,1 persen. Produksi komoditas perkebunan yang meningkat tajam antara lain adalah minyak sawit, inti sawit, cengkeh dan kakao yang masing-masing meningkat dengan rata-rata pertahun sebesar 13,2 persen; 17,8 persen; 10,3 persen; dan 6,6 persen. Sedangkan karet, kelapa/kopra, kopi, dan tembakau selama lima tahun terakhir mengalami kenaikan per tahun sebesar 2,9 persen; 2,1 persen; 2,6 persen; dan 3,7 persen .

Selama Repelita VI produksi perkebunan rakyat juga mengalami peningkatan. Peningkatan tertinggi terjadi pada minyak sawit dan inti sawit, yaitu masing-masing meningkat per tahun sebesar 23,0 persen dan 25,4 persen. Produksi perkebunan rakyat penting lainnya, seperti karet, kopi, cengkeh, dan tembakau masing-masing meningkat sebesar 3,4 persen; 2,6 persen; 10,3 persen; dan 3,5 persen per tahun (Tabel XIII-8 dan Tabel XIII-8A). Sedangkan perkebunan besar swasta yang meningkat tajam selama Repelita VI adalah minyak sawit, inti sawit, dan cengkeh yaitu masing-masing meningkat sebesar 14,9 persen; 22,2 persen; dan 10,5 persen per tahun. Pada perkebunan besar negara, berbagai komoditas juga mengalami peningkatan terutama tembakau, gula

XIII/15

tebu dan kakao yang mengalami peningkatan cukup tinggi masing-masing selama Repelita VI meningkat per tahun sebesar 9,7 persen; 5,2 persen; dan 4,6 persen.

Pembangunan peternakan selama Repelita VI, diarahkan untuk meningkatkan penyediaan protein hewani sehingga dapat membantu meningkatkan kualitas gizi masyarakat, pendapatan para petani peternak, dan kesempatan kerja. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan populasi maupun produksi dan konsumsi hasil berbagai jenis ternak. Kebijaksanaan umum pelaksanaan pem-bangunan peternakan dilaksanakan melalui peningkatan produksi dan kualitas hasil peternakan yang sekaligus meningkatkan efisiensi sistem distribusi dan penyediaan bahan baku industri.

Selama Repelita VI, jumlah populasi ternak yang meningkat terutama adalah kambing, domba, ayam buras, ayam petelur, ayam pedaging/broiler, dan itik yang masing-masing meningkat cukup tajam per tahun sebesar 6,1 persen; 6,3 persen; 5,0 persen; 11,8 persen; 11,6 persen; dan 4,1 persen. Sedangkan untuk jenis sapi potong, sapi perah, dan kerbau masing-masing hanya meningkat rata-rata per tahun sebesar 2,9 persen; 1,8 persen; dan 1,5 persen (Tabel XIII-12). Untuk mempertahankan populasi ternak sapi dan menjaga stabilitas harga daging dalam negeri, diambil kebijak-sanaan mengimpor sapi bakalan untuk digemukkan dan dipotong di dalam negeri. Di samping itu sejak tahun 1996 telah dikem -bangkan pula sistem perbibitan ternak di perdesaan yang ber -wawasan agrobisnis melalui gerakan pengembangan sentra baru perbibitan perdesaan (Gerbang Serba Bisa) yang tersebar di 30 kabupaten. Di berbagai lokasi, upaya tersebut telah meningkatkan rata-rata angka kelahiran sapi potong dari 25 persen menjadi 65 persen. Upaya penyebaran bibit ternak, terutama sapi terus

XIII/16

ditingkatkan, demikian pula penyebaran bibit ternak kerbau dan domba/kambing tetap dilanjutkan meskipun jumlahnya mengalami penurunan. Upaya ini adalah dalam rangka meningkatkan pendapatan petani di perdesaan (Tabel XIII-13)

Upaya meningkatkan populasi dan produksi ternak melalui teknik inseminasi buatan sangat penting, oleh karenanya diperlukan tenaga-tenaga inseminator dan vaksinator yang handal. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI jumlah vaksinator meningkat sebesar 11,9 persen per tahun, sedangkan jumlah kader peternak meningkat cukup tajam sebesar 80,5 persen (Tabel XIII-14).

Selama Repelita VI perkembangan populasi ternak telah mendorong peningkatan produksi daging, telur, dan susu yang masing-masing meningkat per tahun sebesar 6,2 persen; 9,5 persen; dan 3,6 persen (Tabel XIII-15). Tercapainya sasaran produksi dan pertumbuhan telur merupakan indikasi keberhasilan program intensifikasi ayam buras, dan itik serta sentra pengembangan agrobisnis komoditas unggulan (SPAKU) ayam buras dan itik, yang sekaligus merupakan keberhasilan industri perunggasan dalam negeri. Terjadinya depresiasi rupiah yang berdampak pada krisis ekonomi dan moneter sejak 7 bulan terakhir ini telah me -ngakibatkan perunggasan di dalam negeri mengalami gangguan produksi. Hal ini disebabkan oleh tidak seimbangnya harga pakan yang sangat mahal dengan harga jual produk yang relatif konstan. Tingginya harga pakan unggas tersebut terutama dipengaruhi oleh komponen bahan baku yang harus diimpor seperti tepung ikan sebesar 75 persen dan bungkil kedele sebesar 95 persen.

Untuk meningkatkan kembali produksi unggas dalam jangka waktu sangat pendek akan dilakukan impor sekaligus akan di -

XIII/17

tingkat penggunaan bahan baku pakan lokal. Di samping itu diupayakan pula restrukturalisasi industri perunggasan nasional antara lain melalui pengembangan industri pakan Skala kecil dan menengah serta percepatan pengembangan agrobisnis ayam buras unggul hasil pemuliaan.

Pembangunan perikanan selama Repelita VI telah meningkatkan produksi perikanan, yang sekaligus meningkatkan konsumsi ikan, meningkatkan kualitas gizi masyarakat, ekspor hasil perikanan, pendapatan petani nelayan, memperluas lapangan kerja, memberikan dukungan terhadap pembangunan bidang industri, dan menunjang pembangunan daerah. Dalam Repelita VI, peningkatan produksi perikanan diupayakan melalui pengembangan program intensifikasi dan ekstensifikasi, pengembangan budidaya air payau, air tawar, air laut, dan pemanfaatan waduk-waduk irigasi. Upaya intensifikasi budidaya air payau juga dikembangkan melalui pola tambak inti rakyat (TIR), terutama udang, bandeng, dan kepiting untuk tujuan ekspor. Usaha intensifikasi ini antara lain didukung dengan pembangunan prasarana perikanan, pengembangan teknologi dan penyediaan sarana produksi. Pembangunan prasa -rana perikanan meliputi pembangunan saluran tambak, pangkalan pendaratan ikan dan pelabuhan perikanan laut. Pengembangan teknologi produksi mencakup penyediaan benur unggul dan pakan ikan berkualitas tinggi, perbaikan pengelolaan usaha dan teknik-teknik penangkapan tradisional.

Perkembangan produksi perikanan selama Repelita VI meningkat sebesar 6,0 persen per tahun (Tabel XIII-16). Produksi perikanan laut dan perikanan darat masing-masing meningkat per tahun sebesar 6,6 persen dan 4,0 persen. Peningkatan produksi perikanan laut terjadi terutama karena meningkatnya jumlah

XIII/18

armada perahu/kapal perikanan sebesar 2,0 persen. Sedangkan peningkatan produksi perikanan darat disebabkan oleh bertambah luasnya areal usaha budidaya perikanan tambak, kolam, keramba, dan mina padi, yaitu meningkat sebesar 2,1 persen per tahun atau meningkat dari 513,6 ribu hektare pada tahun 1992 menjadi 559,1 ribu hektare pada tahun 1997.

Dalam rangka memanfaatkan sumber daya perikanan di dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), sejak tahun 1995 telah dikembangkan usaha patungan sebagai pengganti sistem charter. Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan peran armada perikanan dalam negeri yang sekaligus mengalihkan pemanfaatan perikanan dari daerah-daerah perairan pantai yang padat tangkap. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan jumlah perahu/kapal motor sebesar 5,9 persen selama Repelita VI. Sebaliknya jumlah perahu tanpa motor yang selama ini lebih banyak memanfaatkan daerah-daerah padat tangkap seperti pantai utara Jawa, Bali dan Selat Malaka tidak meningkat bahkan mengalami penurunan sebesar 0,3 persen per tahun.

Semakin baiknya kinerja dalam produksi beberapa hasil pertanian telah mendorong peningkatan jumlah dan mutu penyediaan pangan nasional yang cukup berarti. Meningkatnya konsumsi ikan sejalan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat yang pada gilirannya dapat memperbaiki tingkat gizi masyarakat. Selama Repelita VI, konsumsi ikan meningkat sebesar 2,6 persen per tahun. Hal ini menyebabkan ketersediaan energi dan protein secara nasional telah meningkat per tahun sebesar 4,8 persen dan 2,9 persen.

XIII/19

Dalam rangka mengatasi dampak kekeringan yang terjadi, pada tahun terakhir Repelita VI telah direncanakan kegiatan untuk meningkatkan produksi pangan dan usaha pertanian di perdesaan melalui intensifikasi komoditas prioritas yang berwawasan agrobisnis. Kegiatan intensifikasi ini mencakup komoditas tanaman padi, palawija, dan hortikultura yang bertujuan meningkatkan pendapatan petani, memantapkan swasembada pangan dan mengembangkan komoditas unggulan spesifik lokasi. Rencana kegiatan tersebut antara lain berupa peningkatan mutu intensifikasi padi seluas 4,2 juta hektare, jagung hibrida dan komposit seluas 1,2 juta hektare, kedele varietas unggul dengan teknologi inokulasi baru seluas 400 ribu hektare, dan hortikultura seluas 90 ribu hektare.

2) Program Peningkatan Kesempatan Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja Pertanian

Peningkatan kesempatan kerja dan produktivitas tenaga kerja pertanian bertujuan untuk mendukung transformasi struktur ketenagakerjaan dalam perekonomian nasional. Kegiatan pokok dilakukan dengan mendorong investasi di bidang agrobisnis khususnya di perdesaan; meningkatkan kemampuan dan keterampilan tenaga kerja; mendorong penerapan teknologi tepat guna; mendorong realokasi sumber daya agar lebih mengarah kepada kegiatan yang produktivitasnya lebih tinggi.

Selama Repelita VI, sektor pertanian telah menyerap tenaga kerja sebanyak 37,7 juta orang atau 44 persen dari tenaga kerja nasional. Walaupun jumlah tenaga kerja di sektor pertanian mengalami penurunan selama lima tahun terakhir, akan tetapi angka ini menunjukkan bahwa sektor ini masih menjadi tumpuan

XIII/20

hidup sejumlah besar rakyat. Ini berarti bahwa pembangunan sektor pertanian tetap memiliki peran yang strategis terutama bagi pengembangan ekonomi rakyat.

Perluasan kesempatan kerja di sektor pertanian terutama didukung oleh meningkatnya luas panen dan luas areal komoditas pertanian. Luas panen padi, palawija dan hortikultura selama Repelita VI rata-rata per tahun meningkat masing-masing sebesar 0,1 persen; 1,2 persen; dan 2,9 persen. Sedangkan luas areal perkebunan rakyat meningkat rata-rata per tahun sebesar 1,9 persen. Peningkatan areal perkebunan rakyat tersebut terutama berasal dari komoditas kelapa sawit, teh, kakao, jambu mete, kayu manis, panili, kemiri, kapulaga, nilam, tembakau, sereh wangi, dan jahe yaitu masing-masing 13,6 persen, 2,5 persen; 3,8 persen; 4,2 persen; 2,8 persen; 4,0 persen; 5,0 persen; 3,3 persen; 3,2 persen; 7,5 persen; 24,5 persen; dan 3,9 persen per tahun (Tabel XIII-17).

Sementara itu luas areal perkebunan negara selama Repelita VI rata-rata meningkat sebesar 1,3 persen yaitu dari 946,2 ribu hektare pada tahun 1993 menjadi 996,3 ribu hektare pada tahun 1997. Luas areal komoditas kelapa sawit, teh dan kakao masing-masing meningkat sebesar 4,7 persen; 1,7 persen; dan 0,5 persen per tahun. Selama Repelita VI luas areal beberapa komoditas perkebunan swasta meningkat cukup tinggi, antara lain karet, minyak sawit, inti sawit, cengkeh, kakao, kopi, dan teh masing-masing meningkat sebesar 3,8 persen, 15,5 persen; 27,0 persen; 11,6 persen, 5,3 persen, 3,3 persen, 2,8 persen per tahun (Tabel XIII-18).

Perluasan kesempatan kerja juga didukung oleh perluasan usaha perikanan dan peternakan. Dalam usaha perikanan terdapat

XIII/21

pertambahan jumlah perahu/kapal motor serta pengembangan luas budidaya perikanan. Selama Repelita VI, jumlah perahu/kapal ikan telah meningkat sebesar 2,0 persen (Tabel XIII-19). Sedangkan luas areal budidaya perikanan selama lima tahun terakhir telah meningkat sebesar 2,1 persen, berkembang dari 513,6 ribu hektare pada tahun 1992 menjadi 559,1 ribu hektare pada tahun keempat Repelita VI. Perluasan kesempatan kerja untuk usaha peternakan dilakukan melalui pengembangan kawasan usaha ternak (KUNAK).

Dalam rangka meningkatkan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian telah dilaksanakan kegiatan intensifikasi usaha tani tanaman pangan, peternakan, perikanan, dan perkebunan melalui penerapan teknologi tepat guna, pelatihan dan penyuluhan serta sekolah lapangan bagi petani dan kelompok tani. Penggunaan alat dan mesin pertanian seperti traktor, pompa air, aplikator urea tablet, alat perontok padi, serta penggilingan padi telah makin meningkat. Penerapan mekanisasi pertanian tersebut dilaksanakan secara dinamis dan sesuai dengan kondisi spesifik lokasi.

Berbagai upaya tersebut telah meningkatkan produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian. Selama lima tahun terakhir, sampai dengan tahun keempat Repelita VI produktivitas rata-rata tenaga kerja di sektor pertanian meningkat rata-rata sebesar 4,9 persen per tahun.

Dalam rangka mengatasi krisis moneter yang terjadi, pada tahun terakhir Repelita VI direncanakan pembangunan embung dan jaringan irigasi desa pada tingkat usaha tani. Selain bertujuan untuk meningkatkan permukaan air tanah yang dapat dimanfaatkan bagi pengembangan komoditas pertanian berdaya saing tinggi,

XIII/22

kegiatan tersebut juga dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi penduduk perdesaan karena diselenggarakan secara padat karya.

3) Program Pengembangan Ekspor Hasil Pertanian

Program pengembangan ekspor, hasil pertanian bertujuan untuk meningkatkan penerimaan devisa dengan meningkatkan daya saing hasil pertanian. Kegiatan pokoknya adalah meningkatkan efisiensi sistem produksi dan tataniaga hasil pertanian, memper -baiki mutu dan efisiensi pengolahan hasil, serta meningkatkan promosi dan perluasan akses pasar.

Volume ekspor beberapa komoditas penting pertanian yang mengalami kenaikan selama Repelita VI antara lain adalah lada, minyak sawit, kopi, karet, dan tembakau masing-masing sebesar 13,1 persen, 12,4 persen, 8,4 persen, 4,5 persen, dan 5,2 persen per tahun. Sebaliknya volume ekspor ubi kayu, ikan segar, teh, dan udang mengalami penurunan masing-masing sebesar 36,6 persen, 9,9 persen, 2,7 persen, dan 0,3 persen per tahun (Tabel XIII-20). Meskipun demikian nilai ekspornya pada umumnya menunjukkan peningkatan. Peningkatan nilai ini menunjukkan perolehan nilai tambah yang semakin tinggi karena mutu pengolahan yang lebih baik. Nilai ekspor perikanan secara keseluruhan selama lima tahun terakhir yaitu sejak tahun terakhir Repelita V sampai dengan tahun keempat Repelita VI meningkat rata-ratanya sebesar 8,1 persen per tahun.

Volume ekspor komoditas perkebunan selama lima tahun terakhir yaitu sejak tahun terakhir Repelita V sampai dengan tahun keempat Repelita VI juga pada umumnya mengalami kenaikan, kecuali teh yang menurun sebesar 2,7 persen (Tabel XIII-22). Nilai

XIII/23

ekspor perkebunan naik rata-rata sebesar 11,5 persen dari US$ 3,3 milyar pada tahun 1993 naik menjadi US$ 5,1 milyar pada tahun 1997.

Demikian pula volume ekspor hasil-hasil peternakan mengalami kenaikan selama lima tahun terakhir, kecuali tulang dan tanduk, dan babi menurun masing-masing sebesar 0,2 persen; dan 3,3 persen per tahun. Nilai ekspor hasil-hasil peternakan selama Repelita VI meningkat rata-ratanya sebesar 5,2 persen per tahun.

Pada tahun terakhir Repelita VI direncanakan untuk meningkatkan daya saing produk-produk pertanian, sehingga dapat meningkatkan ekspor komoditas andalan seperti minyak sawit, kakao, kopi, karet, dan ikan/udang. Juga diupayakan dapat secara bertahap mengurangi impor pada komoditas seperti jagung, kedele, dan hortikultura. Pada tahun terakhir Repelita VI akan dikem-bangkan intensifikasi jagung seluas 3,8 juta hektare, kedele seluas 1,7 juta hektare dan hortikultura seluas 215 ribu hektare.

4) Program Pembinaan dan Pengembangan Kelembagaan Pertanian

Program pembinaan dan pengembangan kelembagaan pertanian bertujuan untuk menata dan membina kelembagaan pertanian guna memantapkan serta memperlancar proses pembaharuan dalam penyelenggaraan kegiatan pertanian. Program ini dititik beratkan pada kegiatan untuk mengembangkan kelompok tani dan koperasi pertanian; mengembangkan kemitraan usaha antara petani/koperasi dengan usaha besar BUMN/swasta; me-ningkatkan mutu dan kemampuan aparatur pemerintah dalam

XIII/24

memberikan pelayanan; serta menata dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan di bidang pertanian.

Pembangunan pertanian tidak terlepas dari peran aktif para pelaku ekonomi seperti petani, kelompok tani, koperasi, swasta, dan pemerintah. Pengembangan sistem kelembagaan yang memadukan kebijaksanaan pemerintah dengan kepentingan petani dan swasta merupakan aspek yang sangat penting dalam pem-bangunan pertanian.

Dalam rangka meningkatkan partisipasi petani dalam pembangunan pertanian, petani kecil dibina melalui pengembangan kelompok tani dalam wadah koperasi. Untuk pengembangan dan pemantapan kelompok tani tersebut, jumlah kelompok tani dan nelayan yang dibina selama Repelita VI meningkat sebesar 39,5 persen, yaitu dari 265.341 kelompok pada tahun terakhir Repelita V menjadi 447.828 kelompok pada tahun keempat Repelita VI. Semakin berkembangnya kelembagaan petani me-mungkinkan peningkatan partisipasi aktif petani dalam pem-bangunan pertanian, serta lebih memperlancar proses alih teknologi, sehingga teknologi baru dapat diadopsi petani secara lebih efektif.

Sejak awal Repelita V berbagai upaya khusus telah dilakukan dalam rangka penanggulangan kemiskinan antara lain melalui Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Kecil (P4K). Kegiatan ini telah dilaksanakan sejak tahun 1978/1979 dan diperluas sejak tahun 1994 jangkauannya sehingga meliputi 18 propinsi yang secara keseluruhan mencakup 102 kabupaten, 662 kecamatan, dan 3.857 desa. Selama lima tahun sampai dengan tahun keempat Repelita VI pembinaan kelompok petani kecil telah berhasil

XIII/25

menumbuhkan 56.945 kelompok petani-nelayan kecil (KPK). Bidang usaha yang dilakukan KPK adalah pertanian sebanyak 61 persen dan non-pertanian 39 persen. Untuk usaha ini telah disalurkan kredit sebesar Rp 116,6 miliar dan Rp 92,1 miliar diantaranya telah berhasil dilunasi. Di samping itu dari KPK telah terkumpul tabungan di bank senilai Rp 6,2 miliar dan tabungan di kelompok senilai Rp 1,4 miliar.

Dalam rangka meningkatkan pembinaan dan pengem-bangan kelembagaan pertanian, pada tahun terakhir Repelita VI akan dikembangkan kelembagaan ekonomi petani terutama kelompok-kelompok produktif yang terintegrasi dalam wadah koperasi agrobisnis komoditas unggulan. Pengembangan kelem-bagaan ini diarahkan guna mendukung kemandirian dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat di perdesaan sekaligus memantapkan landasan bagi pembangunan pertanian berke-budayaan industri. Selain itu juga akan dilaksanakan kegiatan agrobisnis melalui lembaga yang mandiri dan mengakar dalam masyarakat (LM3) seperti pesantren, di 120 lokasi yang sekaligus bertujuan mengembangkan agrobisnis dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat.

5) Program Peningkatan Produksi dan Diversifikasi Pertanian

Program peningkatan produksi dan diversifikasi pertanian bertujuan untuk meningkatkan produksi dan keanekaragaman hasil pertanian dan produk olahannya dalam rangka memanfaatkan peluang pasar baik domestik maupun internasional. Program ini juga adalah untuk mendukung upaya pengembangan dan pember-dayaan ekonomi rakyat serta menghapus kemiskinan. Kegiatan

XIII/26

pokoknya antara lain adalah mempercepat peningkatan produksi komoditas unggulan terutama peternakan, perikanan, dan hortikultura; mendorong perluasan areal pertanian pada lahan kering, gambut, dan pasang surut; mengembangkan sistem usahatani terpadu; serta meningkatkan pemanfaatan sumber daya perairan terutama di ZEEI.

Investasi di bidang pertanian berperan sangat penting dalam mendukung peningkatan daya saing pertanian melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi komoditas unggulan pertanian. Selama periode 1994-1997 persetujuan penanaman modal dalam negeri (PMDN) di sektor pertanian tumbuh dengan 23,3 persen per tahun. Persetujuan penanaman modal asing (PMA) untuk sektor pertanian selama periode 1994 - 1997 tumbuh dengan 66,3 persen per tahun. Persetujuan penanaman modal tersebut sebagian besar adalah untuk pembangunan sub sektor perkebunan.

Dalam rangka mendukung industrialisasi perdesaan berbasis pertanian serta sekaligus mendukung program pemberdayaan ekonomi masyarakat dan menghapuskan kemiskinan, upaya pengembangan agrobisnis peternakan, perikanan, dan hortikultura terus ditingkatkan selama Repelita VI. Pengembangan agrobisnis tersebut dipadukan dengan usaha tani yang telah ada. Untuk itu sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah dikembangkan sentra pengembangan agrobisnis peternakan, tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, paket penangkapan ikan, dan paket budidaya perikanan di 136 lokasi.

Seiring dengan makin meningkatnya preferensi dan motivasi wisatawan untuk menikmati obyek-obyek wisata alam spesifik, terutama kawasan usaha pertanian yang memiliki udara segar,

XIII/27

pembangunan pertanian telah turut mendukung pengembangan wisata agro. Potensi wisata agro tersebut merupakan peluang usaha dalam rangka diversifikasi dan peningkatan pendapatan masyarakat.

Pada areal persawahan beririgasi teknis telah dikembangkan budidaya mina padi. Dalam Repelita VI sampai dengan tahun keempat budidaya mina padi tumbuh dengan 1,1 persen per tahun. Semakin berkembangnya usaha budidaya mina padi tersebut sangat berkaitan dengan keberhasilan program pengendalian hama terpadu (PHT) yang meminimalkan penggunaan pestisida pada tanaman padi.

b. Program Penunjang

1) Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Pertanian

Program pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan pertanian bertujuan meningkatkan keahlian dan keterampilan bagi penyuluh pertanian, petugas unit pelayanan dan pengembangan, melalui kegiatan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan lapangan.

Penyuluhan pertanian telah berperan dalam memberdayakan petani-nelayan sebagai pelaksana utama pembangunan pertanian. Untuk lebih meningkatkan produksi sekaligus kesejahteraan petani/nelayan, penyelenggaraan penyuluhan diarahkan agar petani/nelayan mengembangkan usaha berdasarkan kemampuan wilayah sesuai dengan potensi dan peluang yang ada di tingkat lapang. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah dibentuk 250 unit Balai Informasi dan Penyuluhan Pertanian (BIPP) di

XIII/28

Daerah Tingkat II sebagai pusat pengelolaan kegiatan penyuluhan pertanian serta informasi teknologi dan agrobisnis. Balai Pe-nyuluhan Pertanian (BPP) yang sudah ada dikembangkan sebagai instalasi BIPP, yang merupakan basis para penyuluh pertanian dalam pemberdayaan petani-nelayan di tingkat lapangan. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah terbentuk 3.083 unit BPP.

Sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah dibina kelompok tani dan nelayan sebanyak 447.828 kelompok. Sementara itu jumlah penyuluh pertanian dan kontak tani nasional andalan (KTNA) sampai dengan tahun keempat Repelita VI berturut-turut telah mencapai 37.483 orang dan 87 orang.

Untuk mendukung upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pertanian telah dikembangkan sistem pendidikan pertanian, yang meliputi Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP), Akademi Penyuluhan Pertanian (APP), dan Sekolah Tinggi Perikanan (STP). Pada tahun keempat Repelita VI telah lulus sebanyak 9.481 orang dari 233 buah SPP di seluruh Indonesia. Pada tahun itu juga dari lima APP yang ada telah lulus 686 orang dari berbagai program studi, dan dari STP telah diluluskan sebanyak 245 orang program Diploma-4.

2) Program Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Program penelitian dan pengembangan pertanian bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan teknologi pertanian. Kegiatan penelitian yang menghasilkan teknologi pertanian merupakan salah satu komponen pokok dalam rangka peningkatan produktivitas, kualitas dan keberlanjutan sistem pertanian. Diseminasi teknologi dilaksanakan melalui pendidikan,

XIII/29

pelatihan dan penyuluhan pertanian. Agar penelitian dan pengembangan pertanian menghasilkan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan, sejak Repelita VI kegiatan penelitian yang partisipatif seperti on-farm research lebih ditingkatkan.

Selama Repelita VI telah dibentuk 11 buah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan 6 Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP) untuk memperoleh dan merakit teknologi pertanian yang spesifik lokasi dan mendekatkan pelayanan hasil penelitian kepada petani serta pengguna teknologi pertanian di perdesaan. Pembentukan BPTP dan LPTP menunjukkan proses desentralisasi penelitian, dan kemampuan yang ada terus dikembangkan melalui konsolidasi ketenagaan serta penugasan tenaga fungsional peneliti dari unit kerja penelitian.

Tenaga peneliti yang profesional mempunyai arti strategis dalam rangka meningkatkan kualitas hasil penelitian pertanian serta rekayasa teknologi dalam penelitian dan pengembangan pertanian. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI tenaga peneliti yang ada pada Departemen Pertanian berjumlah 1.601 orang, dengan jenjang profesi sebagai ahli peneliti sebanyak 175 orang, peneliti sebanyak 316 orang, ajun peneliti sebanyak 628 orang, dan asisten peneliti sebanyak 482 orang.

Selama empat tahun pertama Repelita VI kegiatan penelitian telah memberikan beberapa hasil, diantaranya ditemukan dan dilepaskannya beberapa varietas unggul padi, palawija, buah-buahan, sayuran, dan perkebunan masing-masing sebanyak 9 varietas, 15 varietas, 40 varietas, 9 varietas, dan 25 varietas. Sementara itu, dalam periode yang sama, telah dikembangkan pula teknologi baru sistem pasang surut di Karang Agung, Sumatera

XIII/30

Selatan. Pada tahun 1998/99 akan dikembangkan pemantapan keterpaduan penelitian melalui pendekatan wilayah agroekosistem.

3) Program Pengembangan Transmigrasi

Salah satu tujuan program pengembangan transmigrasi adalah untuk mendukung pengembangan pertanian di daerah pemukiman dan lingkungan transmigrasi. Selama Repelita VI, pembangunan pertanian, khususnya sub sektor perkebunan, yang dikaitkan dengan program transmigrasi (PIR-Trans) lebih diarahkan kepada pola pengembangan agro-estate berskala ekonomi dengan penerapan prinsip-prinsip agrobisnis. Dalam pola ini dikembangkan komoditas unggulan, yang ditentukan berdasarkan analisis kesesuaian agroekosistem setempat serta peluang pasar.

Pengembangan pertanian melalui pola PIR-Trans telah dimulai sejak tahun 1986. Melalui pola ini, sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah berhasil dibangun perkebunan kelapa sawit dan kelapa hibrida, masing-masing seluas 529,4 ribu hektare dan 55,2 ribu hektare. Kebun plasma masing-masing seluas 381,2 ribu hektare dan 44,2 ribu hektare, sedangkan kebun inti masing-masing terdiri atas 148,2 ribu hektare dan 11,0 ribu hektare. Keberhasilan pembangunan kebun tersebut tidak lepas dari peranserta aktif 147.995 KK transmigran yang telah ditempatkan di 12 propinsi luar Jawa.

XIII/31

C. PENGAIRAN

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Dalam Repelita VI, pembangunan pengairan diarahkan pada penyediaan air yang memadai bagi permukiman, pertanian, industri, pariwisata, kelistrikan, dan keperluan lainnya. Hal tersebut dilakukan dengan pendekatan terpadu sehubungan dengan meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan hidup, berkembangnya pembangunan wilayah dan daerah, serta berkembangnya perindustrian dan sektor ekonomi lainnya, yang semuanya ini membutuhkan sumber daya air sebagai keperluan hidup dan pendukung pembangunan. Dalam rangka ini, sasaran pembangunan pengairan pada akhir Repelita VI adalah tersedianya sumber daya air sekitar 210 meter kubik per detik bagi permukiman untuk mencakup sekitar 72 persen dari jumlah penduduk, sekitar 3.700 meter kubik per detik untuk mengairi sawah seluas 6.200 ribu hektare, sekitar 380 meter kubik per detik untuk mengairi tambak seluas 370 ribu hektare, sekitar 20 meter kubik per detik untuk mengairi padang penggembalaan ternak seluas sekitar 50 ribu hektare, dan sekitar 110 meter kubik per detik untuk sektor industri dan pariwisata.

Dalam rangka meningkatkan penyediaan dan distribusi air, sasaran pembangunan fisik untuk penyediaan prasarana pengairan antara lain berupa pembangunan 5 unit waduk, sekitar 250 unit bendung, dan saluran primer sepanjang 2.150 km yang akan melayani daerah irigasi baru sekitar 500 ribu hektare, termasuk sekitar 300 ribu hektare untuk lahan sawah baru di luar Jawa.

XIII/32

Sasaran pembangunan saluran primer untuk pengembangan daerah rawa adalah sekitar 600 km, dan saluran primer tambak sekitar 470 km. Sasaran kegiatan pengendalian sungai adalah operasi dan pemeliharaan, serta pengaturan dan perbaikan badan sungai sepanjang sekitar 1.850 km. Prasarana lainnya antara lain adalah pengamanan pantai kritis sepanjang kurang lebih 40 km.

Untuk tercapainya sasaran tersebut diatas, sasaran pembangunan fisik selama Repelita VI adalah terwujudnya pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk serba guna, bendung untuk air baku maupun irigasi, dan saluran irigasi berikut penyiapan lahan sawahnya, pengembangan daerah rawa dan tambak, serta untuk pembangkit tenaga listrik. Sasaran lain adalah terselenggaranya pengendalian sungai, termasuk pengendalian banjir lahar gunung berapi dan pengamanan daerah pantai.

Kebijaksanaan umum pembangunan pengairan adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan air, serta meningkatkan penyediaan air untuk permukiman, pembangunan pertanian, industri, pariwisata, dan kelistrikan. Kebijaksanaan yang ditempuh untuk mencapai berbagai sasaran pembangunan pengairan dalam Repelita VI adalah meningkatkan efisiensi pemanfaatan dan pengalokasian air, memantapkan prasarana pengairan, meningkatkan pemanfaatan sumber daya air, me-ngendalikan kerusakan lingkungan hidup, dan memantapkan kelembagaan pengairan.

Untuk tercapainya sasaran dan pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan pengairan tersebut di atas, dilaksanakan lima program pokok dan lima program penunjang. Program pokok terdiri dari program pengembangan dan konservasi sumber daya

XIII/33

air; program penyediaan dan pengelolaan air baku; program pengelolaan sungai, danau, dan sumber air lainnya; program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi; program pengembangan dan pengelolaan daerah rawa. Adapun program penunjang terdiri dari program pendayagunaan dan pengembangan kelembagaan; program pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan; program penyelamatan hutan, tanah, dan air; program pembinaan daerah pantai; serta program penelitian dan pengembangan teknologi pengairan.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan sampai dengan Tahun Keempat Repelita VI

Pembangunan pengairan dalam Repelita VI menggunakan pendekatan wilayah sungai sebagai batasan perencanaan dan pengembangan sumber daya air. Dengan cara pendekatan tersebut, pengembangan, pengelolaan, dan alokasi sumber daya air pada masing-masing wilayah sungai akan dapat dilaksanakan secara terpadu sesuai dengan kondisi permasalahannya, dan dengan memperhatikan upaya melestarikannya.

Dalam pelaksanaannya pembangunan sektor pengairan dibagi dalam dua sub sektor yaitu sub sektor pengembangan sumber daya air dan sub sektor irigasi. Pembangunan pengairan dilaksanakan melalui berbagai program pokok dan program penunjang.

XIII/34

a. Program pokok

1) Program Pengembangan dan Konservasi Sumber Daya Air

Rehabilitasi waduk, pembangunan waduk, dan pembangunan embung bertujuan meningkatkan produktivitas pemanfaatan sumber daya air melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas prasarana pengairan, serta mendayagunakan sumber daya air bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pada tahun keempat Repelita VI, telah diselesaikan pem-bangunan Waduk Gapit di Pulau Sumbawa Nusa Tenggara Barat. Selain itu, dilanjutkan pula pembangunan beberapa waduk untuk berbagai keperluan, yaitu Waduk Bili-Bili, Selomeko di Sulawesi Selatan, Waduk Batutegi di Lampung, Waduk Wonorejo di Jawa Timur, Waduk Sangiran di Jawa Tengah, dan Waduk Sumi di Nusa Tenggara Barat. Selain itu dilakukan pula rehabilitasi waduk yang telah lama beroperasi untuk meningkatkan efisiensi dan keamanannya sebanyak 8 unit waduk (Tabel XIII-24), yaitu Waduk Ngancar dan Krisak di Jawa Tengah, Pacal, Gondang, Sumber Agung dan Ngomben di Jawa Timur, serta Bringe dan Batujai di Nusa Tenggara Barat. Dengan demikian maka rehabilisasi waduk selama empat tahun Repelita VI meliputi 18 unit (Tabel XIII-24) dari sasaran Repelita VI sebanyak 6 unit , dan pembangunan waduk mencakup sebanyak 8 unit dari sasaran Repelita VI sebanyak 5 unit. Dengan demikian baik rehabilitasi maupun pembangunan waduk telah melebihi sasaran yang ditargetkan dalam Repelita VI.

XIII/35

Pembangunan embung selama empat tahun Repelita VI telah menyelesaikan sebanyak 239 unit embung dengan berbagai kapasitas, terutama di daerah-daerah rawan air di kawasan timur Indonesia. Dengan demikian dari sasaran jumlah embung sebesar 360 unit pada Repelita VI baru dicapai sekitar 66 % (Tabel XIII-24). Pembangunan embung-embung tersebut telah membantu memenuhi kebutuhan air masyarakat di perdesaan baik untuk air minum, irigasi, maupun peternakan. Belum tercapainya sasaran pembangunan embung tersebut disebabkan karena pembangunan embung memerlukan ketersediaan air yang cukup.

Untuk pengembangan serta pengaturan alokasi air secara terpadu, pada tahun keempat Repelita VI dilaksanakan penyusunan rencana pengembangan dan konservasi sumber daya air pada 7 wilayah sungai, yaitu wilayah sungai Rokan di Riau, Sampit di Kalimantan Tengah, Ranowangko-Tondano di Sulawesi Utara, Bali, Progo-Opak-Oyo di Yogyakarta, dan Way Seputih Sekampung di Lampung. Kegiatan tersebut diikuti dengan pembentukan unit pengelola sumber air di setiap wilayah sungai.

Dalam tahun anggaran 1998/99 atau tahun terakhir Repelita VI akan dilanjutkan kegiatan rehabilitasi waduk, antara lain waduk Jatiluhur dan Darma di Jawa Barat, Batujai di NTB, dan Cacaban di Jawa Tengah; pembangunan 6 unit waduk multiguna untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat dan sektor-sektor lain yang memerlukan, yaitu waduk Bili-Bili di Sulawesi Selatan, Batutegi di Lampung, Sangiran di Jawa tengah, Wonorejo di Jawa Timur, dan Pelara di NTB, serta melakukan kegiatan persiapan pembangunan waduk Jatigede di Jawa Barat; pembangunan 60 unit embung untuk penyediaan air minum perdesaan serta pertanian dan

XIII/36

peternakan, yang sebagian besar dilaksanakan di kawasan timur Indonesia, antara lain di Nusa Tenggara Timur, Timor Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Maluku.

2) Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku

Dalam rangka meningkatkan penyediaan air baku dan produktivitas jasa pelayanan prasarananya untuk permukiman, industri, pariwisata, dan keperluan lainnya, baik di daerah perkotaan maupun perdesaan, telah dilaksanakan program penyediaan dan pengelolaan air baku. Program ini mencakup kegiatan-kegiatan rehabilitasi saluran air baku, pembangunan saluran pembawa, dan pembangunan bendung, yang sebagian besar berupa bendung karet.

Selama empat tahun Repelita VI, telah diselesaikan rehabilitasi dan pemeliharaan saluran pembawa sepanjang 29 km (Tabel XIII-24), yaitu saluran pelayanan untuk air baku Krucuk di Cirebon, Jawa Barat dan Limbangan di Brebes, Jawa Tengah. Untuk memenuhi kebutuhan air baku bagi permukiman, industri, dan pariwisata, terutama untuk kawasan industri dan permukiman di Semarang, Ujung Pandang, Ngobaran di Yogyakarta dan di Ketapang, Kalimantan Barat , telah dibangun saluran pembawa sepanjang 129 km (Tabel XIII-24). Dengan hasil tersebut, sasaran Repelita VI sepanjang 95 km telah terlampaui. Di samping itu, diselesaikan pula pembangunan bendung/bendung karet sebanyak 17 unit (Tabel XIII-24) yaitu Cibanten di Jawa Barat, Kali Lamong di Jawa Timur, Jenebarang di Sulawesi Selatan, Way Koko di Kefamenahu, NTT, Sigranala di Cirebon dan Babak di Nusa Tenggara Barat. Dengan sasaran pembangunan bendung/bendung karet selama Repelita VI sebanyak 21 unit maka sasaran baru

XIII/37

tercapai sekitar 80 %. Dengan rencana melanjutkan pembangunan 5 unit bendung air baku dalam tahun 1998/99 yaitu bendung Sigranala di Jawa Barat, Lamong di Jawa Timur, Babak di NTB, Maro di Irian Jaya, Jabung dan Way Sabu di Lampung, sasaran Repelita VI akan tercapai.

Dalam tahun kelima Repelita VI direncanakan untuk melanjutkan pembangunan 25 km saluran pembawa air baku bagi permukiman, industri, dan pariwisata, antara lain untuk kawasan industri dan permukiman di Cirebon, Semarang, dan Ujung Pandang. Selain itu juga akan dilanjutkan rehabilitasi dan pemeliharaan saluran pembawa sepanjang 10 km, antara lain saluran Tarum Barat untuk air baku kota Jakarta dan saluran Ciwaringin untuk air baku Cirebon.

3) Program Pengelolaan Sungai, Danau, dan Sumber Air Lainnya

Program ini dilaksanakan dalam rangka melestarikan kondisi dan fungsi sumber air sekaligus menunjang daya dukung lingkungannya serta meningkatkan nilai manfaatnya. Untuk itu berbagai prasarana pengendali telah dibangun untuk mengamankan daerah permukiman dan sentra produksi dari daya rusak air. Program ini dimaksudkan pula untuk mengelola sumber air seperti sungai dan danau agar tetap terjaga kelestarian fungsinya. Kegiatan pokok program ini antara lain berupa kegiatan perbaikan dan pengendalian sungai, pembangunan prasarana pengendali banjir dan banjir lahar, serta kegiatan operasi dan pemeliharaan sungai dan danau.

XIII/38

Dalam rangka pengamanan daerah permukiman, pertanian, dan industri, pada tahun terakhir Repelita V telah berhasil diamankan areal seluas 1.989.071 hektare. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI luas areal tersebut telah dapat ditingkatkan menjadi 2.277.337 hektare. Dengan demikian selama empat tahun Repelita VI telah dapat diamankan areal seluas 288.266 hektare (Tabel XIII-24).

Pembangunan prasarana dalam rangka melaksanakan kegiatan perbaikan dan pengendalian alur sungai pada beberapa ruas sungai yang dinilai kritis, antara lain berupa tanggul, perbaikan alur, perkuatan tebing, dan saluran banjir, selama empat tahun Repelita VI telah mencapai sepanjang 1.210 km atau sekitar 65 % dari sasaran selama Repelita VI sepanjang 1.850 km (Tabel XIII-24). Kegiatan tersebut ditujukan untuk meningkatkan keamanan terhadap banjir di kota-kota Banda Aceh, Medan, Bengkulu, Kotif Metro, Manado, dan Dili. Kegiatan tersebut akan dilanjutkan dalam tahun 1998/99 pada ruas sungai sepanjang 452 km, antara lain berupa tanggul, perbaikan alur, perkuatan tebing, dan saluran pengelak banjir. Sedangkan untuk mengendalikan daya rusak banjir lahar akibat letusan gunung berapi dan juga sekaligus melindungi desa dan kota di bagian hilirnya, telah diselesaikan sebanyak 44 unit bangunan pengendali dan kantung lahar di G. Semeru, G. Merapi, dan G. Kelud.

Sampai dengan tahun keempat Repelita VI, telah dilaksanakan kegiatan operasi dan pemeliharaan rutin pada beberapa ruas sungai dengan panjang seluruhnya sekitar 2.681 km (Tabel XIII-24). Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memelihara kelestarian fungsi sungai. Lokasi kegiatan tersebut antara lain adalah pada alur sungai-sungai Indragiri dan Siak di Riau,

XIII/39

Komering, Enim, dan Lematang di Sumatera Selatan, Air Bungau dan Air Manjunto di Bengkulu, Batanghari dan Way Ratai di Lampung, Cidurian di Jawa Barat, Tipar dan Bogowonto di Jawa Tengah, Lahumbuti dan Konaweha di Sulawesi Tenggara, dan Jenebarang di Sulawesi Selatan. Pada tahun terakhir Repelita VI direncanakan akan dilanjutkan kegiatan operasi dan pemeliharaan pada ruas sungai sepanjang 2.840 km. Dengan terealisasinya kegiatan tersebut, maka target sasaran Repelita VI yaitu sepanjang 2.750 km akan terlampaui.

Dalam rangka konservasi sumber daya air, dilakukan kegiatan operasi dan pemeliharaan pada 7 danau kritis (Tabel XIII-24), antara lain pada danau Singkarak, Maninjau di Sumatera Barat, Tondano di Sulawesi Utara, Bratan di Bali, Ranu Klakah, Ranu Grati di Jawa Timur, dan Taliwang di NTB. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain berupa pengerukan, pengendalian gulma, serta pengendalian sedimen. Kegiatan operasi dan pemeliharaan rutin pada danau-danau kritis tersebut akan dilanjutkan dalam tahun 1998/99 sebanyak 20 danau. Dengan makin banyaknya jumlah danau yang dipelihara secara rutin program ini mempunyai dampak yang sangat besar, terutama merubah daerah yang tadinya kurang produktif sebagai akibat berkurangnya air pada musim kemarau, menjadi daerah yang produktif baik untuk pertanian maupun untuk daerah permukiman dan pariwisata. Disamping itu dilanjutkan pula operasi dan pemeliharaan pada 40 unit waduk dengan berbagai fungsi.

4) Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi

Program ini bertujuan untuk mendukung upaya memper-

XIII/40

tahankan kemandirian di bidang pangan, khususnya beras, dan peningkatan produksi pertanian lainnya, antara lain melalui kegiatan pembangunan prasarana irigasi yang memadai.

Pembangunan jaringan irigasi telah meningkatkan luas areal pertanian yang diairi dari 1.658.253 hektare pada tahun 1993/94 menjadi 1.922.624 hektare dalam tahun 1997/98. Dengan demikian selama empat tahun Repelita VI, terjadi penambahan areal pertanian yang dapat diairi seluas 264.371 hektare.

Baik dalam tahun 1993/94 maupun selama kurun waktu empat tahun Repelita VI upaya perbaikan dan pembangunan jaringan irigasi menentukan keberhasilan mempertahankan swasembada pangan. Di samping meningkatkan produktivitas lahan sawah, pembangunan jaringan irigasi juga membantu usaha menciptakan kesempatan kerja di perdesaan.

Bila dibandingkan dengan sasaran pembangunan jaringan irigasi baru dalam Repelita VI seluas 500 ribu hektare, maka pembangunan jaringan irigasi sampai dengan tahun keempat Repelita VI baru mencapai sekitar 53 %. Relatif masih rendahnya pencapaian tersebut antara lain karena adanya pergeseran prioritas kepada kegiatan lain yaitu perbaikan irigasi desa. Pembangunan jaringan irigasi baru meliputi saluran primer dan saluran sekunder sepanjang 2.435 km, dan pembangunan bendung sebanyak 102 unit (Tabel XIII-24). Dengan akan diselesaikannya pembangunan jaringan irigasi baru seluas 102 ribu hektare dalam tahun 1998/99, maka selama Repelita VI akan terselesaikan seluas 366.371 hektare atau sekitar 73 %.

XIII/41

Dalam rangka meningkatkan kinerja dan efisiensi jaringan irigasi yang mengalami kerusakan, selama empat tahun Repelita VI telah dilakukan kegiatan rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi pada areal seluas sekitar 2 juta hektare termasuk perbaikan irigasi desa seluas 1,4 juta hektare yang tersebar di 26 propinsi di luar DKI Jakarta. Kegiatan tersebut antara lain ditujukan untuk mengembalikan tingkat keandalan penyediaan air irigasi serta menambah areal pelayanannya dalam rangka menghadapi kekeringan. Hasil kegiatan rehabilitasi dan perbaikan irigasi desa tersebut telah melebihi sasaran Repelita VI seluas 700 ribu hektare. Untuk tahun anggaran 1998/99 masih akan dilanjutkan dengan kegiatan rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi seluas 72 ribu hektare, antara lain pada daerah irigasi skala sedang dan kecil yang tersebar di propinsi Sumatera Barat, Sumatera Utara, Lampung, Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah.

Dalam rangka menunjang pembangunan jaringan irigasi baru serta mengoptimalkan prasarana irigasi yang telah dibangun, dilaksanakan pencetakan sawah baru seluas 161.351 hektare (Tabel XIII-24) di berbagai propinsi di luar Jawa, khususnya pada daerah yang telah dibangun prasarana irigasinya. Sebagian besar pencetakan sawah tersebut dilaksanakan di lahan gambut Kalimantan Tengah yaitu seluas 37.000 hektare. Sehingga selama Repelita VI pencetakan sawah baru mencapai sekitar 53 % dari sasaran seluas 300.000 hektare yang telah ditetapkan dalam Repelita VI. Untuk menunjang pembangunan irigasi di daerah baru, akan dilanjutkan pencetakan sawah seluas 100 ribu hektare pada tahun 1998/99 terutama pada areal yang sudah selesai pembangunan jaringan irigasinya, antara lain di propinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Nusa

XIII/42

Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, dan Irian Jaya. Dari jumlah tersebut, 35 ribu hektare akan dilaksanakan pada areal lahan gambut di Kalimantan Tengah.

Dalam rangka mempertahankan produktivitas sawah beririgasi dilakukan kegiatan operasi dan pemeliharaan rutin prasarana irigasi pada areal seluas 6,1 juta hektare yang mencakup saluran primer dan sekunder sekitar 340 ribu km (Tabel XIII-24) yang ditangani oleh masing-masing pemerintah daerah melalui APBD/Inpres Dati I di 27 Propinsi, dan dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan kelompok tani yang bersangkutan. Kegiatan tersebut akan dilanjutkan pada tahun 1998/99 pada areal irigasi seluas sekitar 6,3 juta hektare.

5) Program Pengembangan dan Pengelolaan Daerah Rawa

Program ini bertujuan untuk menyediakan lahan produksi, baik untuk pertanian maupun untuk perikanan darat, melalui pengaturan tata air daerah rawa. Lahan reklamasi rawa selain dimanfaatkan bagi areal produksi tanaman pangan, khususnya di lokasi transmigrasi, juga untuk menciptakan iklim investasi yang menarik bagi peningkatan peranserta swasta dan masyarakat. Pada tahun 1993/94 atau tahun terakhir Repelita V pengembangan jaringan rawa/tambak mencapai seluas 1.164.804 hektare. Pada tahun keempat Repelita VI pelaksanaan program pengembangan jaringan rawa/tambak, telah mencapai seluas 1.788.804 hektare. Dengan demikian selama empat tahun Repelita VI areal pengembangan rawa/tambak telah bertambah seluas 624 ribu hektare atau sebesar 89 % dari sasaran Repelita VI seluas 700 ribu

XIII/43

hektare. Program tersebut dilaksanakan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Pengembangan daerah rawa/tambak tersebut mempunyai dampak sangat besar terhadap usaha-usaha meningkatkan kesempatan kerja, produktivitas sumber daya lahan dan investasi swasta di bidang perkebunan dan perikanan. Bahkan daerah-daerah yang sebelumnya tidak produktif sama sekali, sekarang telah berubah menjadi daerah yang cukup produktif.

Salah satu langkah penting dalam pengembangan daerah rawa adalah pembukaan lahan gambut seluas 1 juta hektare di Propinsi Kalimantan Tengah. Sejak tahun 1996/97 atau tahun ketiga Repelita VI sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah dilaksanakan pembukaan lahan seluas 37.000 hektare yang dilengkapi dengan jaringan tata air.

Pada tahun 1998/99 akan dilanjutkan kegiatan meningkatkan tata air pada lahan pengembangan rawa pasang surut dan non pasang surut pada areal seluas 192 ribu hektare, antara lain di propinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Irian Jaya, sehingga sasaran Repelita VI seluas 700 ribu hektare akan dapat dicapai. Selain itu akan dilanjutkan pula peningkatan tata saluran tambak yang akan mencakup areal sekitar 5 ribu hektare, yang meliputi pembangunan saluran primer tambak antara lain di Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, clan Sulawesi Tenggara. Kegiatan lain adalah melanjutkan pelaksanaan pengembangan lahan gambut 1 juta hektare di Kalimantan Tengah, berupa jaringan sekunder yang akan melayani areal seluas 145 ribu hektare serta jaringan tersier dan kuarter yang akan melayani areal persawahan seluas 35 ribu hektare.

XIII/44

b. Program Penunjang

1) Program Pendayagunaan dan Pengembangan Kelembagaan Pengairan

Dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, serta meningkatkan peranserta masyarakat dalam pembangunan pengairan, dilaksanakan program pendayagunaan dan pengem-bangan kelembagaan pengairan. Untuk meningkatkan keterpaduan dalam penanganan sumber daya air, dilakukan berbagai upaya untuk mengembangkan mekanisme koordinasi yang lebih efektif antarlembaga pengelola air dan lembaga lain yang terkait, termasuk upaya dalam penetapan alokasi pemanfaatan air yang efisien dan adil antara lain melalui penerapan harga air yang sesuai dengan nilai manfaat yang diterima.

Selain itu, dalam rangka pelaksanaan operasi dan peme-liharaan prasarana pengairan yang efektif telah diserahkan pengelolaan jaringan irigasi skala kecil dengan luas kurang dari 500 hektare per area yang tersebar di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat dan D.I.Aceh seluas 64.220 hektare kepada 951 kelompok tani. Selama empat tahun Repelita VI telah diserahkan jaringan irigasi skala kecil seluas 317.845 hektare di seluruh Indonesia kepada 4.13 I kelompok tani.

2) Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Pengairan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang pengembangan sumber daya air, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang perlunya melakukan

XIII/45

efisiensi penggunaan air serta perlunya menjaga kelestarian sumber daya air guna melestarikan fungsinya. Kegiatan utamanya adalah berupa pendidikan, pelatihan, serta berbagai bentuk penyuluhan, baik di pusat maupun di daerah. Untuk menghadapi tantangan pembangunan dalam bidang pengairan yang semakin meningkat, dituntut tersedianya sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Selama empat tahun Repelita VI, berbagai jenis pendidikan, kursus, dan kursus singkat di bidang pengairan telah diikuti oleh tenaga pelaksana pembangunan serta pendidikan sebanyak 593 orang dari berbagai institusi di luar dan di dalam negeri. Dengan hasil tersebut sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah memenuhi sasaran yang ditetapkan.

3) Program Penyelamatan Hutan, Tanah, dan Air

Pelaksanaan program penyelamatan hutan, tanah, dan air, bertujuan untuk menjaga kualitas lingkungan daerah aliran sungai guna menjaga kelestarian sumber air dan meningkatkan kualitas air sehingga aman bagi kesehatan masyarakat, serta menjaga kualitas lingkungan hidup. Program ini dilaksanakan antara lain untuk menunjang usaha pertanian konservasi dan hutan rakyat di daerah hulu sungai, serta upaya melindungi daerah hulu dan daerah tangkapan waduk dari kerusakan lingkungan. Pada tahun 1993/94 atau tahun terakhir Repelita V pelaksanaan program penyelamatan hutan, tanah, dan air telah berhasil mengendalikan bahaya banjir dan mengamankan areal seluas 1.989.071 hektare. Tahun 1997/98 program ini telah mengamankan areal seluas 2.277.337 hektare. Dengan demikian selama empat tahun Repelita VI telah dapat diamankan tambahan areal seluas 288.266 hektare (Tabel XIII-24).

XIII/46

Bertambahnya luas areal yang diamankan dan dilindungi melalui program ini mempunyai dampak yang besar, terutama merubah daerah yang sebelumnya kurang produktif akibat timbulnya banjir, menjadi daerah yang lebih produktif di bidang pertanian, industri, dan permukiman.

4) Program Pembinaan Daerah Pantai

Program ini bertujuan. untuk meningkatkan pelestarian fungsi ekosistem pantai dan mengendalikan kerusakan lingkungan pantai, sekaligus mengamankan daerah pariwisata, sentra produksi, daerah padat pembangunan, dan daerah potensial lainnya dari ancaman abrasi pantai. Sampai dengan tahun 1993/94 telah dilaksanakan kegiatan untuk mengamankan pantai sepanjang 17 km. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI kegiatan tersebut mencapai 40 km (Tabel XIII-24), antara lain untuk melindungi kawasan wisata Sanur, Gianyar, Klungkung di Bali, serta prasarana dan sarana perkotaan seperti jalan di Manado. Dengan demikian selama 4 tahun Repelita VI telah dibangun pengamanan pantai sepanjang 23 km atau sebesar 57 % dari sasaran Repelita VI sepanjang 40 km. Untuk tahun 1998/99 kegiatan tersebut akan dilanjutkan dengan panjang sekitar 7,2 km berupa bangunan pengaman daerah wisata pantai di Bali, serta daerah potensial dari ancaman abrasi pantai di Sulawesi Utara. Dengan berakhirnya Repelita VI panjang pantai yang diamankan mencapai sekitar 30 km atau 75% dari sasaran Repelita VI yaitu sepanjang 40 km.

5) Program Penelitian dan Pengembangan Teknologi

Program ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas pemanfaatan sumber daya air melalui pengembangan

XIII/47

dan penguasaan iptek. Dalam penelitian pengairan diutamakan kegiatan-kegiatan perencanaan untuk pengembangan sumber daya air yang mencakup strategi pengembangan wilayah sungai, pengembangan irigasi, reklamasi rawa khususnya di lahan gambut 1 juta hektare di Kalimantan Tengah dan pengamanan pantai.

D. KEHUTANAN

1. Sasaran, Kebijaksanaan dan Program Repelita VI

Sasaran utama pembangunan kehutanan dalam Repelita VI sesuai petunjuk GBHN 1993 adalah terpeliharanya potensi hutan alam yang masih utuh seluas 92,4 juta hektare melalui pemantapan sistem pengelolaan hutan berkelanjutan yang mengarah pada terwujudnya optimalisasi fungsi ekologis serta peningkatan fungsi sosial-ekonomis hutan.

Untuk menjamin kelestarian hutan dan sediaan bahan baku bagi industri dan konsumsi lokal, maka sasaran produksi kayu bulat selama Repelita VI adalah sebesar 188,3 juta meter kubik atau rata-rata sekitar 37,7 juta meter kubik per tahun yang bersumber dari hutan alam produksi tetap sekitar 22,5 juta meter kubik, hutan alam konversi 3,7 juta meter kubik, hutan tanaman 2,7 juta meter kubik, dan hutan rakyat serta kebun rakyat 8,7 juta meter kubik. Sasaran produksi kayu bulat rimba untuk tahun keempat Repelita VI adalah sebesar 26,1 juta meter kubik. Selanjutnya, dalam Repelita VI sasaran produksi hasil hutan nonkayu, yaitu produksi rotan sekitar 1.360 ribu tor, getah 364 ribu ton, tengkawang 29,8 ribu ton, tepung sagu 30 ribu ton, dan kayu bakar 788,6 juta meter kubik. Selain itu dikembangkan hasil

XIII/48

hutan lain seperti madu lebah, nipah, jasa wisata alam, jasa ekologis, dan plasma nutfah.

Dalam upaya mencapai sasaran tersebut di atas maka kebijaksanaan pembangunan kehutanan difokuskan pada kegiatan-kegiatan pokok sebagai berikut: (1) pemantapan kawasan hutan dan peningkatan mutu serta produktivitas hutan negara dan hutan rakyat; (2) peningkatan efisiensi dan produktivitas pengelolaan hutan dan pengolahan hasil hutan; (3) peningkatan peran serta masyarakat dan penanggulangan kemiskinan sekitar hutan serta peningkatan pendapatan daerah tertinggal; peningkatan peran serta koperasi, usaha menengah, kecil, dan tradisional dalam pembangunan kehutanan; (4) peningkatan upaya pelestarian hutan sebagai pelindung lingkungan hidup dan ekosistem; dan (5) peningkatan kemampuan pengelolaan hutan di daerah.

Dalam melaksanakan kebijaksanaan tersebut di atas disusun program-program pembangunan, yang terdiri atas program pokok dan program penunjang. Program pokok meliputi program pemantapan kawasan hutan dan peningkatan produktivitas hutan alam; program pembangunan hutan tanaman baru; program pengembangan usaha perhutanan rakyat; dan program pengembangan usaha pengolahan hasil hutan. Sedangkan program penunjang terdiri dari 10 program, yaitu program penataan ruang; program penataan pertanahan; program inventarisasi dan evaluasi sumber alam dan lingkungan hidup; program penyelamatan hutan, tanah dan air; program rehabilitasi lahan kritis; program pembinaan daerah pantai; program penelitian dan pengembangan kehutanan; program pengembangan usaha menengah dan kecil; program pengerahan dan pembinaan transmigrasi dan perambah

XIII/49

hutan; dan program pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan kehutanan.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Sampai Dengan Tahun Keempat Repelita VI

Selama empat tahun Repelita VI, kegiatan pembangunan kehutanan telah mengupayakan percepatan penerapan pengelolaan hutan secara lestari, perlindungan dan pengamanan kawasan konservasi dan kawasan lindung, pemulihan lahan kritis di luar dan dalam kawasan hutan, serta pengembangan hutan kemasyarakatan dan hutan rakyat. Kegiatan tersebut didukung oleh upaya peman-tapan status kawasan hutan tetap, peningkatan pengawasan pe-ngusahaan hutan, peningkatan efisiensi pengolahan hasil hutan, dan pemantapan pengelolaan kawasan konservasi.

Dalam upaya pengelolaan hutan secara lestari telah di-upayakan untuk menerapkan model kesatuan pengusahaan hutan produksi di 6 propinsi yaitu Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Jambi, Riau dan Sumatera Selatan. Model ini merupakan penyempurnaan dari sistem Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang selama ini diterapkan dengan lebih mengutamakan peran aktif masyarakat di sekitar hutan. Sejalan dengan itu, upaya pengetatan pengawasan pengelolaan hutan alam terus dilakukan dan telah menurunkan jumlah HPH serta mendorong pengelolaan hutan secara terpadu antara swasta dan BUMN kehutanan. Pengelolaan kawasan konservasi terus dimantapkan dengan dikembangkannya konsep dasar keterpaduan konservasi dan pembangunan dengan melibatkan masyarakat dan swasta serta pemerintah daerah.

XIII/50

a. Program Pokok

1) Program Pemantapan Kawasan Hutan dan Peningkatan Produktivitas Hutan Alam

Program pemantapan kawasan hutan dan peningkatan produktivitas hutan alam bertujuan untuk meningkatkan pemantapan kawasan hutan produksi tetap dan produktivitas hutan alam dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri hasil hutan secara lestari.

Pada tahun 1993/94 telah selesai dilakukan penataan batas sepanjang 8,1 ribu kilometer. Selama empat tahun Repelita VI telah dilakukan penataan batas sepanjang 54,3 ribu kilometer atau rata-rata sepanjang 13,6 kilometer per tahun (Tabel XIII-25 dan Tabel XIII-25A). Pada tahun 1998/99 direncanakan akan dilakukan penataan batas sepanjang 5,75 ribu kilometer. Penataan batas ter -sebut dilaksanakan dalam rangka pemantapan kawasan hutan tetap seluas 113 juta hektare. Selain itu, dilakukan pula penataan batas areal kerja HPH yang selama empat tahun Repelita VI telah me-liputi sekitar 34,9 ribu kilometer atau sudah mencapai 46,5 persen dari sasaran sepanjang 75,1 kilometer. Rendahnya tingkat pencapaian sasaran tersebut adalah karena pekerjaan lapangan yang cukup berat dan kurang tersedianya tenaga terampil untuk melaksanakan penataan batas tersebut.

Dalam Repelita VI, pengusahaan hutan produksi yang dikelola oleh swasta diperketat dan dituntut untuk lebih efisien dan lebih berdayaguna. Sejak diberlakukannya sistem HPH dalam pengusahaan hutan pada tahun 1967 sampai saat ini terus dilakukan dan di tingkatkan upaya penataan sistem pengusahaan hutan

XIII/51

tersebut. Pada tahun 1993/94 jumlah HPH telah mencapai se -banyak 580 unit. Seiring dengan semakin ketatnya pengawasan dan penertiban HPH, maka jumlah HPH terus menurun. Selama empat tahun Repelita VI, jumlah HPH menurun menjadi hanya 437 unit dengan luas areal sekitar 55 ribu hektare. (Tabel XIII-26 dan Tabel-26A). Terjadinya penurunan jumlah dan luas HPH pada tahun-tahun terakhir itu disebabkan makin ketatnya pengawasan terhadap pengusaha HPH yang disertai dengan tuntutan agar pengusahaan hutan produksi dilaksanakan sesuai dengan sistem pengelolaan hutan secara lestari.

Salah satu faktor penting yang mendukung terjaminnya kelestarian produktivitas hutan alam antara lain adalah diterap-kannya prinsip sistem tebang pilih tanam Indonesia (TPTI) secara lengkap dan benar oleh pemegang MPH. Setiap HPH diwajibkan untuk melakukan penanaman pengkayaan dan kebun pangkas yang berasal dari stek pucuk sebagai upaya untuk menjamin penyediaan bibit bermutu dalam jumlah yang cukup. Selama empat tahun Repelita VI, kegiatan pembinaan dan penanaman/pengayaan rata-rata yang dilaksanakan oleh perusahaan HPH mencapai luas 600 ribu hektare per tahun. Pembuatan kebun pangkas mencapai luas rata-rata 360 hektare per tahun dan penanaman tanah kosong/tidak produktif rata-rata seluas 77 ribu hektare per tahun. Sementara itu, produksi kayu bulat cenderung menurun, karena pembatasan produksi kayu bulat rimba sesuai dengan daya dukung hutan secara lestari. Pada tahun keempat Repelita VI produksi kayu bulat adalah sebesar 22,7 juta meter kubik atau menurun sebesar hampir 20 persen dibandingkan tahun 1993/94. (Tabel XIII-27 dan Tabel XIII-27A). Dengan demikian, selama empat tahun Repelita VI telah diproduksi kayu bulat sebesar 97,7 juta meter kubik atau sekitar 51,9 persen dari sasaran Repelita VI yaitu sebesar 188,3 juta meter

XIII/52

kubik. Pada tahun 1998/99 direncanakan akan diproduksi kayu bulat sekitar 25,7 juta meter kubik.

2) Program Pembangunan Hutan Tanaman Baru

Program pembangunan hutan tanaman baru bertujuan untuk meningkatkan potensi hutan tanaman yang dibangun di dalam kawasan hutan produksi dalam rangka meningkatkan produksi hasil hutan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kehutanan. Program tersebut juga dimaksudkan untuk menambah luas kawasan yang berhutan dengan tidak mengubah hutan alam menjadi hutan tanaman, sehingga konversi hutan alam yang masih utuh dan produktif dapat dihindari. Dalam pembangunan hutan tanaman baru, keaneka-ragaman hayati dalam hutan tanaman ditingkatkan melalui diversifikasi jenis yang tepat dan sesuai dengan ekosistemnya serta mengutamakan penanaman dengan jenis pohon unggulan setempat.

Dalam kaitannya dengan pembangunan hutan tanaman baru tersebut, mulai tahun 1987/88 telah dibangun hutan tanaman industri (HTI) yang ditujukan untuk menyediakan bahan baku kayu alternatif di luar hutan alam. Pada tahun 1993/94 telah dibangun HTI baru seluas 307,9 ribu hektare. Selama empat tahun Repelita VI telah dibangun HTI seluas 1,2 juta hektare yang berarti sudah mendekati sasaran Repelita VI seluas hampir 1,3 juta hektare. HTI tersebut terdiri atas HTI Pulpa 494,5 ribu hektare, HTI kayu perkakas 172 ribu hektare, HTI Trans 161,7 ribu hektare, dan penanaman jenis unggulan lainnya 328,3 ribu hektare. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI pembangunan HTI telah mencapai sekitar 2,2 juta hektare (Tabel XIII-28 dan Tabel XIII -

XIII/

28A). Pada tahun 1998/99 akan dibangun HTI seluas 100 ribu hektare.

Selanjutnya untuk menunjang keberhasilan program HTI dalam penyediaan bibit yang berkualitas dalam jumlah yang mencukupi telah dilakukan upaya pengembangan sumber benih di Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan serta pembinaan produksi bibit dan persemaian permanen di 8 propinsi.

3) Program Pengembangan Usaha Perhutanan Rakyat

Program pengembangan usaha perhutanan rakyat bertujuan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan hutan tanaman pada lahan milik rakyat, milik marga, dan hutan konversi yang tidak berhutan, sehingga masyarakat akan memperoleh manfaat dari potensi hutan yang meningkat. Titik berat kegiatan diarahkan untuk mengembangkan hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan.

Selama empat tahun Repelita VI, pengembangan hutan rakyat didukung dengan pembentukan 79 unit kesatuan pengelolaan hutan rakyat yang merupakan kelompok tani dalam bentuk koperasi hutan rakyat dan pengembangan areal dampak seluas 21.550 hektare di 11 propinsi. Untuk lebih mengembangkan usaha hutan rakyat tersebut mulai tahun 1995 telah disediakan kredit usaha hutan rakyat. Sampai dengan tahun 1997/98 telah disalurkan kredit sebesar Rp. 4 miliar untuk pengembangan areal usaha seluas sekitar 2.304 hektare dengan melibatkan 1.242 orang petani. Jenis tanaman yang dikembangkan antara lain adalah tanaman kayu energi biomassa, tanaman bambu bernilai tinggi, jenis tanaman untuk

XIII/54

mengembangkan lebah madu dan ulat sutera, kayu manis, dan buah-buahan.

Selama empat tahun Repelita VI telah dibangun hutan rakyat baru seluas 474,4 ribu hektare. Jumlah tersebut sudah melampaui sasaran yang ditargetkan yaitu 250,0. ribu hektare. Pada tahun 1998/99 direncanakan akan dibangun hutan rakyat baru seluas 65,0 ribu hektare.

Dalam rangka mengembangkan agroindustri bidang kehutanan, pengembangan budi daya lebah madu dan sutera alam terus ditingkatkan di berbagai daerah di Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah disediakan 7.884 hektare tanaman murbei yang dapat memproduksi kokon sebanyak 1.979 ton dengan melibatkan 10.547 petani. Untuk lebih meningkatkan usahatani persuteraan alam pada tahun 1995 telah dikembangkan kredit usaha persuteraan alam. Sampai dengan tahun 1997/98 telah disalurkan sebanyak Rp. 5 milyar kepada 1.431 KK petani untuk areal seluas 2.600 hektare. Selanjutnya, sejak tahun 1993/94 sampai dengan tahun 1997/98 telah diproduksi 6.590 ton madu setiap tahunnya dengan melibatkan lebih dari 24 ribu orang petani.

Dalam rangka meningkatkan sediaan pangan untuk masyarakat di sekitar kawasan hutan telah dikembangkan Hutan Cadangan Pangan (HCP). Sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah dikembangkan pembangunan HCP seluas 1.000 ha di 10 propinsi antara lain di Timor Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Irian Jaya, Sumatera Barat, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Pada tahun , 1998/99, pengembangan HCP akan diarahkan kepada peningkatan peranserta masyarakat dan

XIII/55

dunia usaha antara lain melalui penanaman tanaman pangan di areal bekas tebangan HPH/HPH-HTI.

Dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar hutan dilakukan pembinaan masyarakat desa hutan (PMDH). Kegiatan PMDH di luar Jawa dilakukan dalam bentuk HPH Bina Desa yang pada tahun keempat Repelita VI telah dilaksanakan oleh 437 HPH di 736 desa binaan yang melibatkan sekitar 79,9 ribu KK petani di sekitar hutan. Sementara itu, kegiatan PMDH di Jawa dan Bali dilaksanakan dalam bentuk tumpangsari di kawasan hutan yang pada saat ini telah melibatkan sebanyak lebih dari 120 ribu KK. Pada tahun 1998/99 diren-canakan kegiatan HPH Bina Desa akan lebih dimantapkan dengan mengikut sertakan seluruh HPH yang ada.

4) Program Pengembangan Usaha Pengolahan Hasil Hutan

Program pengembangan usaha pengolahan hasil hutan bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari hasil hutan baik hasil hutan berupa kayu maupun nonkayu dalam rangka meningkatkan efisiensi dan rasionalisasi pemanfaatan bahan baku yang semakin terbatas. Dengan program ini diharapkan terjadi perluasan kesempatan kerja dan peningkatan berusaha melalui koperasi, usaha menengah, dan usaha kecil.

Upaya peningkatan efisiensi pemanfaatan bahan baku terus dilakukan melalui pengembangan industri pengolahan kayu. Upaya ini di samping mendorong pengembangan industri hilir, juga untuk meningkatkan diversifikasi produk yang mempunyai keunggulan kompetitif dan nilai tambah tinggi.

XIII/56

Pada tahun 1993/94 telah diproduksi kayu gergajian, kayu lapis dan pulp masing-masing sebesar 2,2 juta meter kubik, 9,9 juta meter kubik dan 720 ribu meter kubik. Selama empat tahun Repelita VI, produksi kayu gergajian, kayu lapis dan pulpa masing-masing mencapai jumlah sebesar 9,0 juta meter kubik, 38,4 juta meter kubik dan 5,5 juta meter kubik. (Tabel XII-29 dan Tabel XIII-29A). Produksi kayu lapis mengalami penurunan dari 9,9 juta meter kubik menjadi 9,6 juta meter kubik atau menurun sebesar 2,8 persen dibandingkan tahun 1993/94. Sementara itu, produksi pulpa mengalami peningkatan yang cukup tajam menjadi 1,9 juta meter kubik atau meningkat sebesar 265 persen dibandingkan tahun 1993/94 (Tabel XIII-29).

Realisasi nilai ekspor hasil hutan berupa kayu olahan pada tahun 1997/98 adalah sebesar US$ 4.227,8 juta atau menurun sebesar 7,6 persen dibandingkan tahun 1996/97 (Tabel XIII-30 dan Tabel XIII-30A). Selama empat tahun Repelita VI, nilai ekspor kayu olahan menurun rata-rata sebesar 2,24 persen. Penurunan nilai ekspor tersebut disebabkan terutama oleh menurunnya nilai ekspor kayu gergajian dan kayu lapis. (Tabel XIII-31 dan Tabel XIII-31A). Penurunan tersebut terjadi karena pengaruh dari pengetatan ekspor produk kayu olahan setengah jadi dan meningkatnya permintaan kayu gergajian dalam negeri. Selanjutnya, nilai ekspor kayu lapis ke negara-negara di Asia, Eropa, Amerika mencapai US$ 4.176,7 juta atau meningkat sebesar 17,7 persen dibandingkan tahun 1993/94 (Tabel XIII-32 dan Tabel XIII-32A). Sementara itu, nilai ekspor pulpa, kertas dan kayu perkakas pada tahun 1997/98 meningkat menjadi sebesar US$ 1.470 juta atau meningkat sebesar 5,4 persen dibandingkan tahun 1993/94. Ekspor hasil hutan non kayu pada tahun keempat Repelita

XIII/57

VI mencapai sebesar US$ 272,2 juta atau meningkat sebesar 43 persen dibanding tahun 1993/94 (Tabel XIII-33 dan Tabel XIII-33A).

Secara keseluruhan penerimaan devisa dari ekspor hasil hutan selama empat tahun Repelita VI adalah sebesar US$ 5.688,37 juta yang terutama berasal dari ekspor kayu olahan, pulpa dan kertas.

b. Program Penunjang

1) Program Penataan Ruang

Program penataan ruang bertujuan untuk menata pemanfaatan ruang dalam suatu wilayah sehingga diperoleh manfaat yang optimal baik secara nasional maupun wilayah. Kegiatan pokoknya adalah inventarisasi dan identifikasi tata guna hutan dalam rangka memaduserasikan antara tata guna hutan kesepakatan (TGHK) dengan rencana tata ruang wilayah propinsi (RTRWP). Kegiatan pemaduserasian tersebut dimulai sejak tahun pertama Repelita VI. Sampai dengan tahun 1997/98 usaha pemaduserasian ini telah dapat diselesaikan di 21 propinsi, sedangkan 5 propinsi lainnya masih dalam proses finalisasi, yaitu propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Bengkulu, dan Sumatera Utara: Daerah-daerah yang telah selesai pemaduserasiaannya serta RTRWP-nya dinilai telah mantap dan disepakati bersama, terus diadakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan kawasan hutan. Dengan demikian melalui program ini benturan kepentingan penggunaan lahan dari berbagai sektor dapat dikurangi sehingga pelaksanaan pembangunan dapat lebih berdayaguna.

XIII/58

2) Program Penataan Pertanahan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan ketepatan dan kepastian tentang status hukum dan potensi kawasan hutan. Kegiatan penataan pertanahan meliputi alih guna kawasan hutan, pinjam pakai dan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non kehutanan. Dalam tahun 1993/94 usaha alih guna kawasan hutan mencapai sekitar 292 ribu hektare. Selama empat tahun Repelita VI, alih guna kawasan hutan mencapai seluas 1,3 juta hektare. Sampai dengan tahun 1997/98, kegiatan tukar menukar kawasan hutan telah berlangsung di 97 lokasi, sedangkan perubahan status kawasan hutan untuk pembangunan non kehutanan seluruhnya berjumlah 118 lokasi. Pada tahun 1998/99 direncanakan akan dilakukan tukar menukar dan pinjam pakai kawasan hutan pada sekitar 20 lokasi.

3) Program Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Alam dan Lingkungan Hidup

Program ini bertujuan untuk mengembangkan informasi sumber daya alam guna menunjang pembangunan kehutanan terutama pemantapan batas kawasan hutan tetap dan batas fungsinya, serta penilaian stok sumber daya hutan. Selama empat tahun Repelita VI telah dilakukan kegiatan inventarisasi hutan melalui penafsiran citra satelit mencakup areal seluas 136 juta hektare dan penafsiran potret udara Skala 1:20.000 seluas 3,1 juta hektare. Sejak tahun 1995/96 mulai dilaksanakan kegiatan inventarisasi potensi hutan non kayu. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah berhasil dilakukan inventarisasi terhadap areal seluas 2,3 juta hektare. Pada tahun 1998/99 direncanakan akan dilaksanakan penilaian potensi sumber daya hutan melalui

XIII/59

interpretasi citra satelit seluas 24 juta hektare dan inventarisasi hasil hutan non kayu seluas 50 ribu hektare.

4) Program Penyelamatan Hutan, Tanah, dan Air

Tujuan program ini adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam memulihkan dan menjaga. serta meningkatkan kelestarian sumber daya hutan terutama di kawasan lindung, sehingga fungsi hutan sebagai penyangga sistem kehidupan meningkat dan lestari. Kegiatan dalam program ini dilaksanakan melalui pengembangan kawasan konservasi alam, konservasi jenis, perlindungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, pengembangan hutan lindung, pengembangan daerah penyangga dan pemanfaatan keanekara-gaman hayati. Keseluruhan kegiatan ini dilakukan melalui pendekatan sistem secara terpadu dengan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dan instansi lain yang berkaitan dengan sumber daya hutan.

Pada tahun 1993/94 telah ditetapkan sebanyak 31 unit taman nasional. Selama empat tahun Repelita VI taman nasional tersebut telah bertambah sebanyak 5 unit sehingga pada tahun 1997/98 menjadi 36 unit dengan total areal seluas 14,1 juta hektare. Pada tahun 1993/94 jumlah kawasan konservasi sumber daya alam yang berupa cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, taman buru, dan taman laut yang telah ditunjuk sebanyak 341 unit dengan total areal seluas 14,8 juta hektare. Selama Repelita VI sampai dengan tahun keempat, kawasan konservasi sumber daya alam tersebut naik menjadi 354 unit dan mencakup areal seluas 12,5 juta hektare (Tabel XIII-34 dan Tabel XIII-34A). Penurunan luas areal ini disebabkan karena terjadi perubahan fungsi yang semula kawasan konservasi alam, terutama cagar alam dan suaka margasatwa,

XIII/60

menjadi kawasan taman nasional. Pada tahun 1998/99 upaya pengembangan taman nasional dan taman wisata di 36 unit tersebut terus dimantapkan dan dikembangkan pengelolaannya secara terpadu di 20 lokasi.

Pengembangan taman nasional dan pembinaan masyarakat yang tinggal di sekitarnya secara terpadu terus ditingkatkan. Beberapa proyek percontohan yang dikembangkan dan diharapkan menjadi model baik di tingkat nasional maupun internasional adalah TN Kerinci Seblat, TN Gunung Leuser, TN Gunung Gede Pangrango, TN Gunung Halimun, TN Kutai, dan TN Siberut Mentawai.

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat dan menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan alam, selama empat tahun Repelita VI telah dibentuk sebanyak 1.212 kelompok pecinta alam dan dilakukan pembinaan kader konservasi terhadap 27.343 orang.

Kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan gangguan asap pada tahun 1997 dinyatakan sebagai bencana nasional. Pengendaliannya dilimpahkan kepada Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana Kebakaran (BAKORNAS PB). Selama .

empat tahun Repelita VI, total kawasan hutan yang terbakar mencapai areal seluas kurang lebih 220,3 ribu hektare. Khusus pada tahun 1997/98 jumlah hutan dan lahan yang terbakar adalah cukup tinggi yaitu mencapai areal seluas 165,4 ribu hektare. Dibandingkan dengan tahun 1993/94, kebakaran hutan dan lahan pada tahun 1997/98 tersebut mencapai tingkat lebih dad 10 kali. Tingginya tingkat kebakaran hutan tersebut adalah karena musim kemarau yang sangat panjang. Upaya untuk menanggulangi

XIII/61

kebakaran hutan tersebut telah mendapat perhatian dari banyak negara diantaranya Malaysia, Singapore, Jepang, Australia, Canada, Jerman, dan Amerika Serikat melalui berbagai kegiatan bantuan. Untuk menanggulangi kebakaran hutan telah dikembangkan satuan tugas pemadam kebakaran hutan dan regu pemadam kebakaran. Jumlah tenaga terampil yang ada pada saat ini adalah sebanyak 11.088 orang, yang terdiri atas 324 orang instruktur nasional, pelatih penanggulangan kebakaran sebanyak 1.776 orang, dan kader penanggulangan kebakaran yang berasal dari masyarakat sekitar hutan sebanyak 551 orang serta sebanyak 8.437 orang yang berasal dari LSM, BUMN dan perusahaan HPH/HPHTI. Selama empat tahun Repelita VI, telah dilakukan pelatihan untuk sebanyak 2.020 orang. Berdasarkan pengalaman pada bencana kebakaran hutan pada tahun 1997, maka pada tahun 1998/99 upaya pengamanan hutan serta pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan secara terpadu akan terus ditingkatkan terutama di Sumatera dan Kalimantan.

5) Program Rehabilitasi Lahan Kritis

Rehabilitasi lahan kritis bertujuan untuk memulihkan kondisi lahan yang sudah kritis, sehingga fungsinya meningkat baik sebagai sumber daya pembangunan maupun sebagai penyangga sistem kehidupan. Rehabilitasi lahan kritis ini dilaksanakan pada kawasan hutan tetap yang rusak, lahan pertanian kritis, dan lahan kritis lainnya.

Selama empat tahun Repelita VI, upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis di luar kawasan hutan masing-masing mencapai areal seluas 156,1 ribu hektare dan 1,98 juta hektare. Secara keseluruhan sampai dengan tahun 1997/98 telah direhabilitasi kawasan hutan

XIII/62

seluas 1,8 juta hektare dan rehabilitasi lahan kritis di luar kawasan hutan seluas 6,8 juta hektare. Selanjutnya sebagai acuan kegiatan reboisasi dan rehabilitasi lahan kritis untuk tahun berikutnya, pada tahun keempat Repelita VI telah dilakukan penyusunan pola rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (Pola RLKT) di 39 daerah aliran sungai (DAS) dan rencana teknik lapangan (RTL-RTKL) seluas 3,8 juta hektare. Pada tahun 1998/99 direncanakan akan dilaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan seluas 27,7 ribu hektare dan rehabilitasi lahan kritis di luar kawasan hutan seluas 449,5 ribu hektare. Di samping itu pada tahun 1998/99 akan diupayakan percepatan rehabilitasi hutan dan tanah kritis yang didukung dengan Dana Reboisasi (DR).

6) Program Pembinaan Daerah Pantai

Program ini bertujuan untuk mencegah perusakan lingkungan dan meningkatkan pembinaan pelestarian fungsi ekosistem pantai. Pada tahun 1993/94 telah dilakukan pembuatan plot percontohan rehabilitasi hutan bakau di 20 lokasi, penanaman seluas 2,8 ribu hektare dan pelatihan sebanyak 1.286 orang. Selama empat tahun Repelita VI, kegiatan tersebut terus meningkat sehingga secara kumulatif masing-masing telah mencapai 98 lokasi, 14,0 ribu hektare dan 17.956 orang. Pada tahun 1998/99 direncanakan akan dilakukan rehabilitasi hutan bakau yang diserasikan dengan pembangunan wilayah sebanyak 10 unit yang meliputi areal seluas 2,5 ribu hektare.

Selain itu, telah pula dilakukan penunjukan kawasan suaka alam perairan untuk memenuhi keterwakilan tipe ekosistem perairan di Indonesia. Sampai dengan tahun keempat Repelita VI,

XIII/63

kawasan konservasi alam perairan telah ditunjuk di sebanyak 19 lokasi meliputi areal seluas 4,6 juta hektare.

7) Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Program ini bertujuan untuk mengkaji penerapan ilmu-ilmu kehutanan dalam rangka pengelolaan hutan dan pengolahan hasil hutan, serta pengembangan dan penyebaran berbagai paket tek -nologi yang diperlukan. Dalam Repelita VI telah dilakukan penajaman kegiatan penelitian dari 10 menjadi 5 upaya pokok me-lalui penelitian yang terkoordinasi dan multi disiplin sehingga hasilnya dapat secara langsung mendukung pencapaian keber-hasilan pembangunan kehutanan.

Kegiatan-kegiatan penelitian kehutanan sesuai dengan 5 upaya pokok tersebut mencakup: (1) pemantapan sumber daya hutan; (2) kesinambungan produksi dan peningkatan produktivitas sumber daya hutan; (3) pelestarian keanekaragaman hayati dan perlindungan hutan; (4) peningkatan kesejahteraan dan partisipasi masyarakat; dan (5) peningkatan kebijaksanaan dan kelembagaan kehutanan. Selama empat tahun Repelita VI, jumlah penelitian yang mengacu pada 5 upaya pokok tersebut masing-masing mencapai 87 judul; 737 judul; 116 judul; 171 judul; dan 13 judul. Dari 5 upaya pokok di atas yang paling utama adalah penelitian yang berkaitan dengan kesinambungan produksi dan peningkatan produktivitas sumber daya hutan yang dititikberatkan pada silvikultur; pemanfaatan hasil hutan; peningkatan potensi hutan, tanah dan air serta pengelolaan hasil hutan. Pada tahun 1998/99 penelitian kehutanan akan dilaksanakan sebanyak 125 judul penelitian yang terdiri atas berbagai bidang yang mengacu pada 5 upaya pokok di atas.

XIII/64

Dukungan sumber daya manusia yang bekerja di bidang penelitian kehutanan tersebut pada saat ini berjumlah 308 orang yang terdiri atas ahli peneliti sebanyak 24 orang, peneliti sebanyak 32 orang, ajun peneliti sebanyak 86 orang, dan asisten peneliti sebanyak 65 orang, serta calon peneliti sebanyak 101 orang.

8) Program Pengembangan Usaha Menengah dan Kecil

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan .

peran serta usaha menengah, usaha kecil, dan usaha tradisional dalam pembangunan kehutanan dalam rangka meningkatkan pen-dapatan masyarakat dan memperluas lapangan kerja.

Pembinaan masyarakat desa hutan (PMDH), selama empat tahun Repelita VI, telah dilaksanakan terhadap 210 ribu KK atau rata-rata 53 ribu KK per tahun. Jumlah desa yang telah dibina adalah sebanyak 2.962 desa. Kegiatan ini telah memberikan lapangan kerja dan kesempatan berusaha masyarakat di sekitar hutan melalui kegiatan ekonomi yang berwawasan lingkungan. Sementara itu, 64 perusahaan HPH telah mengalihkan 12,6 juta lembar saham kepada 352 koperasi senilai Rp. 14,3 miliar. Selama empat tahun Repelita VI telah dilakukan pembinaan terhadap usaha kecil dan koperasi oleh BUMN sejumlah 4.276 unit usaha yang terdiri dari usaha kecil 3.677 unit dan koperasi sekitar 599 unit dengan jumlah dana sekitar Rp 24,7 miliar.

XIII/65

9) Program Pengerahan dan Pembinaan Transmigrasi dan Perambah Hutan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan peranserta, efisiensi, dan produktivitas masyarakat transmigran serta perambah hutan melalui pengembangan dan pembinaan usaha pertanian.

Selama empat tahun Repelita VI telah dilakukan inventarisasi, identifikasi dan evaluasi terhadap lokasi transmigrasi di 220 kabupaten, yang berarti telah melebihi dari sasaran yang telah ditentukan yaitu 166 kabupaten. Sedangkan penyediaan calon lokasi transmigrasi selama lima tahun terakhir, sampai dengan tahun keempat Repelita VI, mencakup areal seluas 246 ribu hektare yang berarti setiap tahun mencapai seluas 49,2 ribu hektare.

10) Program Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan Kehutanan

Program ini bertujuan meningkatkan kemampuan dan ke-terampilan sumber daya manusia, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas pembangunan kehutanan.

Untuk menciptakan tenaga teknis kehutanan, melalui pendidikan kejuruan kehutanan pada Sekolah Kehutanan Mene-ngah Atas (SKMA), selama empat tahun Repelita VI, telah dihasilkan 1.396 orang lulusan. Lokasi SKMA tersebut tersebar di 5 wilayah, yaitu SKMA Kadipaten, Pekanbaru, Samarinda, Ujung Pandang dan Manokwari. Pada tahun 1998/99 direncanakan lulusan SKMA akan berjumlah 350 orang.

XIII/66

Selain itu, dilaksanakan pula berbagai pelatihan terutama di bidang pengusahaan hutan, industri kehutanan dan hutan kemasyarakatan yang telah mengikutsertakan sebanyak 31.515 orang di Balai Latihan Kehutanan (Tabel XIII-35 dan Tabel XIII-35A). Pada tahun 1998/99 direncanakan akan dilaksanakan pelatihan bagi 5.135 orang.

E. PENUTUP

Secara umum pembangunan pertanian, pengairan dan ke-hutanan sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah men-dorong peningkatan produktivitas petani, penyediaan pangan masyarakat maupun bahan baku industri, peningkatan perolehan devisa, tersedianya air bagi berbagai keperluan, perlindungan daerah pemukiman dari bahaya banjir, dan terjaganya fungsi ekosistem dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan. Hasil-hasil yang telah dicapai selama Repelita VI dalam berbagai kegiatan pembangunan tersebut tidak terlepas dari peran aktif para petani dan dunia usaha.

Selama Repelita VI produktivitas tenaga kerja sektor pertanian meningkat rata-rata 4,9 persen per tahun yang melampaui sasaran Repelita VI sebesar 2,4 persen per tahun. Peningkatan produktivitas sektor pertanian tersebut didorong oleh partisipasi petani dalam menerapkan teknologi pertanian spesifik lokasi disertai penggunaan bibit unggul dan perluasan penggunaan alat dan mesin pertanian yang lebih maju. Untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian terutama padi telah dilakukan upaya peningkatan mutu intensifikasi melalui percepatan pemanfaatan teknologi baru dalam sistem usaha padi berwawasan agrobisnis

XIII/67

(SUTPA), serta paket teknologi tanam benih langsung (TABELA). Di samping itu sejak tahun ketiga Repelita VI dilakukan terobosan baru berupa pembangunan sentra pengembangan agrobisnis komoditas unggulan (SPAKU) berdasarkan pendekatan eco-region dan berorientasi pasar.

Peningkatan produksi komoditas pertanian terutama minyak sawit, kopi, lada, dan kakao serta perikanan laut sampai dengan tahun keempat Repelita VI telah meningkatkan volume ekspor non migas di samping memantapkan penyediaan pangan masyarakat. Nilai ekspor komoditas pertanian secara keseluruhan telah meningkat dari US $ 4,8 miliar pada tahun 1993 menjadi US $ 7,1 miliar pada tahun 1997. Depresiasi rupiah yang terjadi sejak pertengahan 1997 telah memperbesar daya saing komoditas pertanian dan memberikan peluang untuk lebih memacu peningkatan produksi dan ekspor selanjutnya. Namun sekarang ini, khususnya untuk minyak sawit perlu ada pengendalian ekspor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Meningkatnya produksi komoditas-komoditas pertanian tersebut belum mampu mengimbangi laju permintaan konsumsi, bahan baku industri dan pakan ternak yang meningkat pesat. Hal ini disebabkan antara lain oleh penyusutan lahan-lahan produktif sebagai akibat perluasan permukiman, industri dan prasarana. Keadaan tersebut diperparah oleh terjadinya bencana kekeringan yang berkepanjangan pada tahun 1994 dan 1997. Kekeringan pada tahun 1997 telah mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan dan terjadinya gangguan asap.

Berulangnya bencana kekeringan dan banjir menghendaki konservas i pembangunan sumberdaya ai r secara mantap .

XIII/68

Pembangunan pengairan dalam Repelita VI diarahkan untuk memenuhi kebutuhan air bagi kegiatan pertanian, permukiman, industri, pariwisata, kelistrikan, dan kegiatan lainnya. Dalam pelaksanaannya pembangunan pengairan memberikan perhatian yang besar pada upaya-upaya pengentasan kemiskinan serta peningkatan prasarana di desa-desa tertinggal. Selain itu, secara bertahap dilakukan peningkatan proporsi investasi di kawasan timur Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang selama ini mengalami kerawanan dalam penyediaan air.

Dalam rangka meningkatkan produktivitas pemanfaatan sumber daya air telah dibangun waduk, bendung, dan embung dengan berbagai ukuran. Kegiatan rehabilitasi waduk dan pembangunan waduk telah melebihi sasaran yang ditetapkan dalam Repelita VI. Sebaliknya pembangunan embung memang masih dibawah target Repelita VI. Untuk memenuhi kebutuhan air baku bagi permukiman, industri, dan pariwisata, selama empat tahun Repelita VI, pembangunan bendung telah melampaui sasaran Repelita VI.

Upaya perbaikan dan pengendalian sungai selama empat tahun Repelita VI dilaksanakan dengan pemeliharaan ruas-ruas sungai yang lokasinya tersebar di 27 propinsi untuk mengamankan kawasan pertanian, permukiman, dan industri dari bahaya banjir. Di samping itu untuk terpeliharanya kelestarian sumber daya air telah dilaksanakan pemeliharaan danau serta situ-situ yang selama ini berada dalam kondisi kritis. Sebagian besar hasil pembangunan fisik telah mendekati sasaran Repelita VI, bahkan untuk operasi dan pemeliharaan sungai telah melampaui sasaran.

XIII/69

Untuk mempertahankan swasembada pangan, telah dilaksanakan pembangunan prasarana pengairan yaitu jaringan irigasi baru dan pencetakan sawah yang seluruhnya berada di luar P. Jawa. Untuk mengatasi dampak kekeringan serta sekaligus menunjang peningkatan pendapatan penduduk di perdesaan telah dilaksanakan rehabilitasi jaringan irigasi perdesaan. Selain itu, telah dilaksanakan peningkatan pembangunan jaringan rawa, serta pengembangan lahan gambut sebagai lahan produksi baru di Kalimantan Tengah.

Realisasi rehabilitasi jaringan irigasi dan pengembangan jaringan rawa telah melampaui sasaran Repelita VI. Namun beberapa kegiatan pembangunan pengairan pelaksanaannya menghadapi kendala serta hambatan sehingga belum seluruhnya mencapai sasaran fisik yang telah ditetapkan.

Pembangunan kehutanan diarahkan untuk mendorong pemantapan fungsi ekologis dan peningkatan fungsi sosial-ekonomi hutan. Pembangunan hutan rakyat selama empat tahun Repelita VI telah mencapai 470 ribu hektare lebih, yang telah melampaui sasaran Repelita VI sebesar 250 ribu hektare. Pengembangan hutan tanaman industri yang didukung dengan dana reboisasi telah mencapai sekitar 1,2 juta hektare, sehingga sasaran Repelita VI sebesar 1,3 juta hektare diperkirakan tercapai. Namun upaya rehabilitasi hutan dan tanah kritis sampai dengan tahun keempat Repelita VI baru mencapai 2,6 juta hektare atau sekitar 74 persen dari sasaran yang ditetapkan. Program khusus padat karya kehutanan, yang dirancang untuk memanfaatkan tenaga penganggur secara produktif dan berkelanjutan, diharapkan dapat mempercepat program rehabilitasi hutan dan tanah kritis.

XIII/70

Selama empat tahun Repelita VI produksi kayu bulat mencapai 92,4 juta meter kubik atau 51,9 persen dari sasaran Repelita VI. Demikian pula ekspor hasil industri pengolahan kayu berada dibawah sasaran. Hal ini merupakan akibat dari kebijaksanaan untuk membatasi produksi kayu bulat rimba sesuai dengan daya dukung hutan, antara lain melalui pengetatan pengawasan operasi dan penertiban HPH serta penerapan ekolabel. Pemaduserasian tataguna hutan kesepakatan (TGHK) dengan tata ruang wilayah propinsi (RTRWP), yang telah dapat diselesaikan di 21 propinsi, dapat menjadi landasan yang kuat bagi pengelolaan. hutan secara lestari.

Terjadinya depresiasi rupiah dan meluasnya pengangguran sebagai dampak krisis ekonomi dan moneter merupakan tantangan dan sekaligus peluang untuk kembali mengandalkan pembangunan yang berbasis pertanian dan perdesaan. Momentum ini merupakan kesempatan untuk lebih memantapkan pelestarian swasembada pangan, mengembangkan agrobisnis produk-produk pertanian dan kehutanan berdaya saing tinggi, sekaligus mendukung upaya program percepatan penghapusan kemiskinan.

Dalam masa pembangunan selanjutnya, perhatian khusus perlu diberikan untuk membangun kelembagaan ekonomi petani terutama kelompok-kelompok produktif guna memperkuat posisi tawar petani dan meningkatkan akses masyarakat tani terhadap informasi, teknologi, permodalan dan pasar. Penguatan kelembagaan tersebut yang harus diarahkan pada kelembagaan koperasi, dan sekaligus didukung oleh peningkatan kualitas sumberdaya manusia, percepatan inovasi teknologi, dan pembenahan prasarana perdesaan akan menjadi landasan yang kuat bagi pembangunan pertanian berkebudayaan industri yang maju, efisien dan berkelanjutan.

XIII/71

TABEL XIII - 1PERKEMBANGAN PRODUKSI

BEBERAPA HASIL PERTANIAN TERPENTING 1)1992, 1995, 1994 - 1997

(ribu ton)

1) Angka tahunan2) Angka sementara3) Angka diperbaiki4) Angka perkiraan sampai dengan Desember 19975) Dalam gabah kering giling6) Dalam juta liter

XIII/72

TABEL XIII - 1PERKEMBANGAN PRODUKSI

BEBERAPA HASIL PERTANIAN TERPENTING 1)1968, 1973, 1978, 1983 - 1988

(ribu ton)

1) Angka tahunan2) Dalam gabah kering giling3) Dalam juta liter4) Dalam ton5) Dalam ribu m3

XIII/73

TABEL XIII – 2PERKEMBANGAN HASIL RATA-RATA DAN

LUAS PANEN PADI PROGRAM INTENSIFIKASI 1)1992, 1993, 1994 – 1997

1) Angka tahunan 2) Angka diperbaiki3) Angka sementara sampai dengan Desember 19974) Dalam gabah kering giling

XIII/74

TABEL XIII – 2.APERKEMBANGAN HASIL RATA-RATA DAN

LUAS PANEN PADI PROGRAM INTENSIFIKASI 1)1968, 1973, 1978, 1983 – 1988

1) Angka tahunan2) Dalam gabah kering giling

XIII/75

TABEL XIII – 3PERKEMBANGAN LUAS PANEN DAN PRODUKSI PADI 1)

1992, 1993, 1994 – 1997

1) Angka tahunan2) Angka sementara3) Angka perkiraan sampai dengan Desember 19974) Dalam gabah kering giling

XIII/76

TABEL XIII – 3.APERKEMBANGAN LUAS PANEN DAN PRODUKSI PADI 1)

1968, 1973, 1978, 1983 – 1988

1) Angka tahunan2) Dalam gabah kering giling

XIII/77

TABEL XIII – 4PERKEMBANGAN HASIL RATA-RATA PADI PER HA 1)

1992, 1993, 1994 – 1997

1) Angka tahunan2) Dalam gabah kering giling3) Angka sementara4) Angka perkiraan sampai dengan Desember 1997

TABEL XIII – 4.APERKEMBANGAN HASIL RATA-RATA PADI PER HA 1)

1968, 1973, 1978, 1983 – 1988

1) Angka tahunan2) Dalam gabah kering giling

XIII/78

TABEL XIII – 5PERKEMBANGAN PENGGUNAAN PUPUK PADA

PROGRAM TANAMAN PANGAN 1)1992, 1993, 1994 – 1997

(ton zat hara)

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

TABEL XIII – 5.APERKEMBANGAN PENGGUNAAN PUPUK PADA

PROGRAM TANAMAN PANGAN 1)1968, 1973, 1978, 1983 – 1988

1) Angka tahunan

XIII/79

TABEL XIII – 6PERKEMBANGAN PRODUKSI HASIL RATA-RATA DAN LUAS PANEN

BEBERAPA JENIS PALAWIJA 1)1992, 1993, 1994 – 1997

1) Angka tahunan2) Angka sementara3) Angka perkiraan sampai dengan Desember 1997

XIII/80

TABEL XIII – 6.APERKEMBANGAN PRODUKSI HASIL RATA-RATA DAN LUAS PANEN

BEBERAPA JENIS PALAWIJA 1)1968, 1973, 1978, 1983 – 1988

1) Angka tahunan

XIII/81

TABEL XIII – 7PERKEMBANGAN LUAS PANEN, PRODUKSIDAN HASIL RATA-RATA HORTIKULTURA 1)

1992, 1993, 1994 – 1997

1) Angka tahunan 2) Angka diperbaiki]3) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIII/82

TABEL XIII – 7.APERKEMBANGAN LUAS PANEN, PRODUKSIDAN HASIL RATA-RATA HORTIKULTURA 1)

1968, 1973, 1978, 1983 – 1988

1) Angka tahunan

XIII/83

TABEL XIII – 8PERKEMBANGAN PRODUKSI PERKEBUNAN RAKYAT 1)

1992, 1993, 1994 – 1997(ribu ton)

1) Angka tahunan2) Angka sementara3) Angka perkiraan sampai dengan Desember 1997

XIII/84

TABEL XIII – 8.APERKEMBANGAN PRODUKSI PERKEBUNAN RAKYAT 1)

1968, 1973, 1978, 1983 – 1988(ribu ton)

1) Angka tahunan2) Dalam ton

XIII/85

TABEL XIII – 9PERKEMBANGAN AREAL TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI 1)

1992, 1993, 1994 – 1997(hektar)

1) Angka tahunan2) Angka sementara3) Angka perkiraan sampai dengan Desember 1997

XIII/86

TABEL XIII – 9.APERKEMBANGAN AREAL TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI 1)

1968, 1973, 1978, 1983 – 1988(hektar)

1) Angka tahunan2) Mulai tahun 19753) Mulai tahun 19854) Mulai tahun 19865) Mulai tahun 19886) Mulai tahun 1990

XIII/87

TABEL XIII – 10PERKEMBANGAN PRODUKSI PERKEBUNAN BESAR SWASTA 1)

1992, 1993, 1994 – 1997(ribu ton)

1) Angka tahunan2) Angka sementara3) Angka perkiraan sampai dengan Desember 1997

XIII/88

TABEL XIII – 10.APERKEMBANGAN PRODUKSI PERKEBUNAN BESAR SWASTA 1)

1968, 1973, 1978, 1983 – 1988(ribu ton)

1) Angka tahunan

XIII/89

TABEL XIII – 11PERKEMBANGAN PRODUKSI PERKEBUNAN BESAR NEGARA 1)

1992, 1993, 1994 – 1997(ribu ton)

1) Angka tahunan2) Angka sementara3) Angka perkiraan sampai dengan Desember 1997

XIII/90

TABEL XIII – 11PERKEMBANGAN PRODUKSI PERKEBUNAN BESAR NEGARA 1)

1968, 1973, 1978, 1983 – 1988(ribu ton)

1) Angka tahunan

XIII/91

TABEL XIII – 12PERKEMBANGAN POPULASI TERNAK DAN UNGGAS 1)

1992, 1993, 1994 – 1997(ribu ekor)

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIII/92

TABEL XIII – 12.APERKEMBANGAN POPULASI TERNAK DAN UNGGAS 1)

1968, 1973, 1978, 1983 – 1988(ribu ekor)

1) Angka tahunan2) Mulai tahun 1980

XIII/93

TABEL XIII – 13PERKEMBANGAN PENYEBARAN BIBIT TERNAK 1)

1992, 1993, 1994 – 1997(ekor)

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

TABEL XIII – 13.APERKEMBANGAN PENYEBARAN BIBIT TERNAK 1)

1968, 1973, 1978, 1983 – 1988(ekor)

1) Angka tahunan

XIII/94

TABEL XIII – 14PERKEMBANGAN JUMLAH TENAGAINSEMINATOR DAN VAKSINATOR 1)

1992, 1993, 1994 – 1997(orang)

1) Angka tahunan2) Angka sementara sampai dengan Desember 19973) Mulai tahun 1994 termasuk ketua kelompok peternak

yang telah dibina sebagai kader peternak

TABEL XIII – 13.APERKEMBANGAN JUMLAH TENAGAINSEMINATOR DAN VAKSINATOR 1)

1968, 1973, 1978, 1983 – 1988(orang)

1) Angka tahunan

XIII/95

TABEL XIII – 15PERKEMBANGAN PRODUKSI DAGING, TELUR DAN SUSU 1)

1992, 1993, 1994 – 1997

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

TABEL XIII – 15.APERKEMBANGAN PRODUKSI DAGING, TELUR DAN SUSU 1)

1968, 1973, 1978, 1983 – 1988

1) Angka tahunan

XIII/96

TABEL XIII – 16PERKEMBANGAN PRODUKSI PERIKANAN 1)

1992, 1993, 1994 – 1997(ribu ton)

1) Angka tahunan2) Angka diperbaiki3) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIII/97

TABEL XIII – 16.APERKEMBANGAN PRODUKSI PERIKANAN 1)

1968, 1973, 1978, 1983 – 1988(ekor)

1) Angka tahunan

XIII/98

TABEL XIII – 17PERKEMBANGAN LUAS AREAL PERKEBUNAN RAKYAT 1)

1992, 1993, 1994 – 1997(hektar)

1) Angka kumulatif2) Angka sementara3) Angka perkiraan sampai dengan Desember 1997

XIII/99

TABEL XIII – 17.APERKEMBANGAN LUAS AREAL PERKEBUNAN RAKYAT 1)

1968, 1973, 1978, 1983 – 1988(hektar)

1) Angka kumulatif

XIII/100

TABEL XIII – 18PERKEMBANGAN LUAS AREAL PERKEBUNAN NEGARA 1)

1992, 1993, 1994 – 1997(hektar)

1) Angka kumulatif2) Angka sementara3) Angka perkiraan sampai dengan Desember 1997

XIII/101

TABEL XIII – 18.APERKEMBANGAN LUAS AREAL PERKEBUNAN NEGARA 1)

1968, 1973, 1978, 1983 – 1988(hektar)

1) Angka kumulatif

XIII/102

TABEL XIII – 19PERKEMBANGAN JUMLAH PERAHU/KAPAL PERIKANAN LAUT 1)

1992, 1993, 1994 – 1997(buah)

1) Angka kumulatif2) Angka sementara3) Angka perkiraan sampai dengan Desember 1997

TABEL XIII – 19.APERKEMBANGAN JUMLAH PERAHU/KAPAL PERIKANAN LAUT 1)

1968, 1973, 1978, 1983 – 1988(buah)

1) Angka tahunan

XIII/103

TABEL XIII – 20PERKEMBANGAN VOLUME EKSPORHASIL PERTANIAN TERPENTING 1)

1992, 1993, 1994 – 1997(ribu ton)

1) Angka tahunan2) Angka sementara3) Angka perkiraan sampai dengan Desember 1997

XIII/104

TABEL XIII – 20.APERKEMBANGAN VOLUME EKSPORHASIL PERTANIAN TERPENTING 1)

1968, 1973, 1978, 1983 – 1988(ribu ton)

1) Angka tahunan

XIII/105

TABEL XIII – 21PERKEMBANGAN VOLUME EKSPOR

HASIL-HASIL PERIKANAN 1)1992, 1993, 1994 – 1997

(ton)

1) Angka tahunan2) Angka sementara3) Angka perkiraan sampai dengan Desember 1997

XIII/106

TABEL XIII – 21.APERKEMBANGAN VOLUME EKSPOR

HASIL-HASIL PERIKANAN 1)1968, 1973, 1978, 1983, 1988

(ton)

1) Angka tahunan

XIII/107

TABEL XIII – 22PERKEMBANGAN VOLUME EKSPOR

KOMODITI PERKEBUNAN 1)1992, 1993, 1994 – 1997

(ribu ton)

1) Angka tahunan2) Angka sementara3) Angka perkiraan sampai dengan Desember 1997

XIII/108

TABEL XIII – 22.APERKEMBANGAN VOLUME EKSPOR

KOMODITI PERKEBUNAN 1)1968, 1973, 1978, 1983, 1988

(ribu ton)

1) Angka tahunan

XIII/109

TABEL XIII – 23PERKEMBANGAN VOLUME EKSPOR

HASIL-HASIL TERNAK 1)1992, 1993, 1994 – 1997

1) Angka tahunan2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIII/110

TABEL XIII – 23.APERKEMBANGAN VOLUME EKSPOR

HASIL-HASIL TERNAK 1)1968, 1973, 1978, 1983, 1988

(ton)

1) Angka tahunan

XIII/111

TABEL XIII – 24PERKEMBANGAN PELAKSANAAN

PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN PENGAIRAN 1)1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

1) Angka kumulatif sejak Repelita I2) Angka sementara sampai dengan Desember 19973) Tidak termasuk waduk yang dibangun oleh PLN4) Untuk satu tahun anggaran5) Angka diperbaiki.. = Data tidak tersedia- = Proyek pembangunan belum dilaksanakan

XIII/112

TABEL XIII – 24.APERKEMBANGAN PELAKSANAAN

PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN PENGAIRAN 1)1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84 – 1988/89

(luas areal dalam ha)

1) Angka kumulatif sejak Repelita I2) Dalam kilometer

XIII/113

TABEL XIII – 25HASIL PENATAAN DAN INVENTARISASI HUTAN 1)

1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

1) Angka kumulatif2) Angka perkiraan3) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIII/114

TABEL XIII – 25.AHASIL PENATAAN DAN INVENTARISASI HUTAN 1)

1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84 – 1988/89

1) Angka kumulatif sejak tahun 1969/70

XIII/115

TABEL XIII – 26PERKEMBANGAN PENGUSAHAAN HUTAN 1)

1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

1) Angka tahunan2) Angka perkiraan3) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIII/116

TABEL XIII – 26.APERKEMBANGAN PENGUSAHAAN HUTAN 1)

1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84 – 1988/89

1) Angka tahunan

XIII/117

TABEL XIII – 27PRODUKSI KAYU BULAT RIMBA DAN JATI 1)

1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

1) Angka tahunan2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997s.b. = setara dengan kayu bulat

XIII/118

TABEL XIII – 27.APRODUKSI KAYU BULAT RIMBA DAN JATI 1)

1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84 – 1988/89

1) Angka tahunans.b. = setara dengan kayu bulat

XIII/119

TABEL XIII – 28PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI 1)

1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98(hektar)

1) Angka kumulatif sejak tahun 1987/882) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIII/120

TABEL XIII – 28.APERKEMBANGAN PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI 1)

1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84 – 1988/89(hektar)

1) Angka kumulatif sejak tahun 1987/88

XIII/121

TABEL XIII – 29PRODUKSI DAN EKSPOR KAYU OLAHAN 1)

1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98(ribu m3)

1) Angka tahunan2) Angka sementara sampai dengan Desember 19973) Tidak termasuk hasil industri kecil

XIII/122

TABEL XIII – 29.APRODUKSI DAN EKSPOR KAYU OLAHAN 1)

1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84 – 1988/89(ribu m3)

1) Angka tahunan2) Tidak termasuk hasil industri kecil

XIII/123

TABEL XIII – 30REALISASI EKSPOR HASIL HUTAN BERUPA KAYU 1)

1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

1) Angka tahunan2) Angka perkiraan3) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIII/124

TABEL XIII – 30.AREALISASI EKSPOR HASIL HUTAN BERUPA KAYU 1)

1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84 – 1988/89

1) Angka tahunan

XIII/125

TABEL XIII – 31EKSPOR KAYU GERGAJIAN KE BEBERAPA NEGARA TUJUAN 1)

1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

1) Angka tahunan2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIII/126

TABEL XIII – 31.AEKSPOR KAYU GERGAJIAN DAN OLAHAN KE BEBERAPA NEGARA TUJUAN 1)

1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84 – 1988/89

1) Angka tahunan

XIII/127

TABEL XIII – 32EKSPOR KAYU LAPIS KE BEBERAPA NEGARA TUJUAN 1)

1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

1) Angka tahunan2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIII/128

TABEL XIII – 32.AEKSPOR KAYU LAPIS KE BEBERAPA NEGARA TUJUAN 1)

1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84 – 1988/89

1) Angka tahunan

XIII/129

TABEL XIII – 33EKSPOR HASIL HUTAN BUKAN KAYU 1)

1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

1) Angka tahunan2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIII/130

TABEL XIII – 33.AEKSPOR HASIL HUTAN BUKAN KAYU 1)1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84 – 1988/89

1) Angka tahunan

XIII/131

TABEL XIII – 34PERKEMBANGAN KAWASAN

KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM 1)1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98

1) Angka tahunan2) Angka perkiraan3) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIII/132

TABEL XIII – 34PERKEMBANGAN KAWASAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM 1)

1968, 1973/74, 1978/79, 1983/84 – 1988/89

1) Angka tahunan

XIII/133

TABEL XIII – 35HASIL PENDIDIKAN DAN LATIHAN KEHUTANAN 1)

1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98(orang)

1) Angka tahunan2) Angka sementara sampai dengan Desember 1997

XIII/134

TABEL XIII – 35.AHASIL PENDIDIKAN DAN LATIHAN KEHUTANAN

1992/93, 1993/94, 1994/95 – 1997/98(orang)

XIII/135