PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP...

167
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP MALAPRAKTIK MEDIS (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh Sukarno Putra NIM 1112048000051 K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S P R O G R A M S T U D I ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1437 H / 2016 M

Transcript of PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP...

Page 1: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP

MALAPRAKTIK MEDIS

(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh

Sukarno Putra

NIM 1112048000051

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

P R O G R A M S T U D I ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1437 H / 2016 M

Page 2: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai
Page 3: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai
Page 4: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai
Page 5: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

v

ABSTRAK

Sukarno Putra, NIM 1112048000051, “PERTANGGUNGJAWABAN

DOKTER TERHADAP MALAPRAKTIK MEDIS (Analisis Putusan Pengadilan

Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim”, Konsentrasi Hukum Bisnis, Program

Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/ 2016 M, x + 71 halaman.

Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Pertanggungjawaban

Dokter Terhadap Malapraktik Medis dengan menganalisis Putusan Pengadilan Negeri

Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim. Dari permasalahan tersebut, maka dilakukan

penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui tentang pertanggungjawaban dokter

yang dapat digugat pasien korban malapraktik dengan menelaah Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dan Undang-

undang lain yang terkait. Serta bertujuan untuk melihat apakah hakim dalam

memutus perkara malapraktik telah sesuai atau tidak dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku dengan melihat pada Putusan Pengadilan Negeri Nomor

329/Pdt.G.2012/PN.Jkt.Tim sebagai bahan pertimbangan analisis atas permasalahan

yang akan diteliti.

Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian yuridis normatif

dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach),

pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case

approach). Selanjutnya ada tiga bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini,

yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Dalam

penelitian ini, penulis menggunakan Putusan Pengadilan Negeri Nomor

329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim yaitu sengketa antara Erwina Indarti dan Prihasto

Wibowo (Penggugat) melawan RS Primier Jatinegara, Ramsay Health Care Indonesia

dan Prof. Harmani Kalim SpJp(K) (Tergugat).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertanggungjawaban dokter terhadap

pasien korban malapraktik medis dalam bentuk ganti rugi masih belum ditegakkan

dengan baik. Hal itu disimpulkan dari pertimbangan dan putusan hakim pada Putusan

Pengadilan Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim yang dinilai tidak tepat.

Karena itu hakim dalam memutus harus melihat peraturan perundang-undangan

secara keseluruhan. Eksepsi yang diajukan oleh para Tergugat seharusnya ditolak dan

para Tergugat yang telah melanggar kewajiban dokter dalam peraturan perundang-

undangan harus memberikan ganti rugi kepada Penggugat selaku pasien.

Kata Kunci : Pertanggungjawaban dokter, malapraktik medis,

perlindungan konsumen.

Pembimbing : Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum.

Ahmad Bahtiar, M.Hum.

Daftar Pustaka : Tahun 1964 s.d. Tahun 2014

Page 6: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam yang hanya dengan hidayah dan

nikmat-Nyalah skripsi berjudul “PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PETUGAS

PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP MALAPRAKTIK MEDIS (Analisis

Putusan Pengadilan Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim)” dapat diselesaikan

dengan baik. Penelitian ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Salawat dan salam semoga tetap selalu tercurahkan pada Nabi

Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabatnya.

Tidak mudah bagi penulis untuk membuat karya seperti ini dikarenakan

berbagai keterbatasan yang dimiliki, namun hal ini penulis jadikan sebagai motivasi

rangkaian pengalaman hidup yang berharga. Selesainya penelitian ini tidak terlepas

elaborasi keilmuan yang penulis dapatkan dari kontribusi banyak pihak. Oleh karena

itu, dalam kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada yang

terhormat :

1. Dr. Asep Saepudin Djahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

vii

2. Dr. H. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu

Hukum dan Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah memberikan arahan baik

berupa saran dan masukan material terhadap kelancaran proses penyusunan

skripsi ini.

3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., dan Ahmad Bahtiar, M.Hum., selaku dosen

pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk

memberikan saran, arahan, masukan, dan bimbingan terhadap proses

penyusunan skripsi ini.

4. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

khususnya Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu

pengetahuan dengan tulus dan ikhlas.

5. Kedua Orang Tua tercinta yaitu Drs. Muhammad Rudy, M.B.A., dan Liliana

yang selalu mendoakan, mencintai, memberi dukungan baik moral maupun

material kepada penulis serta menjadi motivasi penulis sekaligus menjadi

inspirasi dalam kehidupan penulis.

6. Kakak dan Adik penulis yaitu Nurlaila, S.Ked., Muhammad Rafky

Satriansyah, dan Muhammad Ridwan yang telah memberikan semangat dan

dukungan baik moral maupun material kepada penulis hingga dapat

terselesaikannya skripsi ini.

Page 8: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

viii

7. Febriyan Mentari Putri, S.IKom., yang telah memberikan semangat dan

motivasi serta dukungan moral maupun material dengan meluangkan

waktunya selama pengerjaan skripsi ini.

8. Semua pihak yang telah berkontribusi dalam pengerjaan skripsi ini baik secara

moral maupun material.

Akhir kata penulis berharap semoga segala bentuk kontribusi tersebut akan menjadi

amal baik di sisi Allah Swt.

Wassalamualikum Wr. Wb.

Jakarta, 30 September 2016

Sukarno Putra

Page 9: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

ix

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL SKRPSI .............................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA ............................................................ iii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iv

ABSTRAK ....................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .................................................. 6

D. Tinjauan Kajian (Review) Terdahulu ......................................... 7

E. Metode Penelitian ...................................................................... . 8

F. Sistematika Penulisan ................................................................ 11

BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 13

A. Pengertian Malapraktik Medis ................................................... 13

B. Syarat dan Unsur Malapraktik Medis ........................................ 15

C. Hak Pasien dan Kewajiban Dokter............................................. 17

D. Standar Profesi dan Standar Prosedur...................................... 21

Page 10: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

x

E. Informed Consent.......................................................... ............ 23

F. Transaksi Terapeutik.......................................................... ....... 24

G. Risiko Medis.......................................................... .................... 26

BAB III TINJAUAN UMUM PERTANGGUNGJAWABAN

DOKTER TERHADAP MALAPRAKTIK MEDIS ...................... 28

A. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik

Medis Ditinjau dari Hukum Perdata .......................................... 28

B. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik

Medis Ditinjau dari Hukum Perlindungan Konsumen .............. 35

C. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik

Medis Ditinjau dari Hukum Praktik Kedokteran ....................... 37

D. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik

Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ........................................... 39

E. Pertanggungjawaban Institusi Pemberi Layanan

Kesehatan terhadap Malapraktik Medis......................................40

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PETUGAS

PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP

MALAPRAKTIK MEDIS (Analisis Putusan Pengadilan

Negeri Nomor 329/ Pdt.G/ 2012/ PN.Jkt.Tim) ................................ 43

A. Posisi Kasus ............................................................................... 43

B. Pertimbangan dan Putusan Hakim ............................................. 47

Page 11: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

xi

C. Analisis Putusan ........................................................................ 51

D. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik

Medis ......................................................................................... 54

BAB V PENUTUP ........................................................................................ 66

A. Kesimpulan ................................................................................ 66

B. Saran .......................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan kebutuhan pokok manusia selain sandang,

pangan, papan. Tanpa hidup yang sehat, hidup manusia menjadi tanpa arti,

sebab dalam keadaan sakit, manusia tidak bisa melakukan kegiatan sehari-

hari dengan baik atau seperti keadaan yang normal.1 Kesehatan juga

merupakan hak asasi manusia yang sangat mendasar dan salah satu unsur

kesejahteraan yang harus diwujudkan dalam kegiatan berbangsa dan

bernegara karena merupakan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945 dan sila ke-5 Pancasila.

Pemerintah selaku pemangku kepentingan (stakeholder) yang

berwenang dalam penyelenggaraan, pengawasan, dan regulasi di bidang

kesehatan harus menjamin kesehatan setiap warganya dengan menyusun

regulasi-regulasi untuk menciptakan sistem kesehatan nasional.

Pemerintah melalui sistem kesehatan nasional, berupaya

menyelenggarakan kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata,

dan dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat luas,

guna mencapai derajat kesehatan yang optimal.2

Seringkali terjadi

malapraktik medis di Indonesia yang menimbulkan kerugian besar bagi

1 Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran, (Bandung: Mandar Maju, 2001), h. 35.

2 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, (Jakarta:

Rineke Cipta, 2005), h. 2.

Page 13: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

2

pasien sehingga pemerintah harus melakukan upaya-upaya dalam

melindungi pasien. Upaya preventif dari pemerintah terhadap malapraktik

medis dengan membentuk Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran yang merupakan bagian dari hukum kesehatan,

ditujukan agar hak-hak pasien lebih dapat dilindungi oleh undang-

undang. Hukum kedokteran tersebut bertumpu pada dua hak asasi

manusia, yaitu hak atas pemeliharaan kesehatan (the right to healthcare)

dan hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self-determination

atau zelf-bechikkingsrecht).3 Sedangkan upaya koersif pemerintah adalah

dengan menghukum dokter untuk bertanggungjawab terhadap pasien

apabila terbukti melakukan malapraktik baik melalui pengadilan maupun

jalur lain yang telah ditentukan oleh undang-undang.

Dokter merupakan ujung tombak untuk mencapai derajat kesehatan

yang optimal. Masyarakat sebagai pasien mempercayakan fisik bahkan

jiwanya kepada dokter dengan harapan penyakitnya dapat disembuhkan.

Namun, sebagai manusia biasa dokter juga memiliki kekurangan dan dapat

membuat kesalahan. Kesalahan tersebut diakibatkan oleh kesalahan

(professional misconduct) atau ketidakcakapan yang tidak dapat diterima

(unreasonable lack of skill) yang diukur dengan ukuran yang terdapat pada

tingkat keterampilan sesuai dengan derajat ilmiah yang lazimnya

dipraktikan pada setiap situasi dan kondisi di dalam komunitas anggota

profesi yang mempunyai reputasi dan keahlian rata-rata atau dikenal

3 Hermien Hadiati Koeswadji, Beberapa Permasalahan Hukum dan Medik, (Bandung: PT

Citra Aditya Bakti, 1992), h.6.

Page 14: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

3

dengan sebutan malapraktik.4 Sejak 2006 hingga 2012, tercatat ada 182

kasus kelalaian medis atau malapraktik yang terbukti dilakukan dokter di

seluruh Indonesia.5 Data malapraktik medis yang terjadi menunjukkan

lemahnya pengawasan praktik kedokteran di Indonesia.

Ketika malapraktik terjadi, sering timbul dua anggapan yang

bertentangan, yaitu pada pihak korban yang dalam hal ini merupakan

masyarakat awam yang memunculkan isu adanya dugaan malapraktik

(ketidakprofesionalan dokter dalam menjalankan profesinya), sedangkan

dari pihak dokter dan tempat pelayanan kesehatan meyakini bahwa hal

tersebut bukanlah malapraktik karena pelayanan yang diberikan sesuai

standar yang mengacu pada peraturan perundang-undangan, kode etik

kedokteran Indonesia (KODEKI).6

Bahkan, minimnya pengetahuan

masyarakat mengenai ilmu kedokteran terkadang membuat mereka tidak

sadar bahwa telah menjadi korban malapraktik.

Pada dasarnya kesalahan atau kelalaian dokter (malapraktik medis)

dalam melaksanakan profesi medis, merupakan suatu hal yang penting

untuk dibicarakan. Akibat kesalahan atau kelalaian tersebut mempunyai

dampak yang sangat merugikan. Selain merusak atau mengurangi

kepercayaan masyarakat terhadap profesi dokter juga menimbulkan

4 Cecep Triwibowo, Etika Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2014), h.262.

5 SG Wibisono, “Sampai Akhir 2012 Terjadi 182 Kasus Malapraktek”, artikel di akses pada

22 Januari 2016 dari http://nasional.tempo.co/read/news/2013/03/25/058469172/sampai-akhir-2012-terjadi-182-kasus-malpraktek.

6 Jusuf Hanafian dan Amri Amir, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, (Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008), h. 14.

Page 15: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

4

kerugian pada pasien.7 Kerugian-kerugian yang dialami oleh masyarakat

selaku konsumen timbul sebagai akibat dari adanya hubungan hukum

perjanjian antara produsen (rumah sakit dan dokter) dengan konsumen

(pasien), maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang

dilakukan produsen.8

Kerugian tersebut berupa bertambah parahnya

penyakit pasien, cacat bahkan hingga kematian.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya di tulis

KUH Perdata) mengatur mengenai pertanggungjawaban yang dapat

digugat oleh pasien terhadap dokter yang diduga melakukan malapraktik

baik dari segi wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum. Selain itu,

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

memberikan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha

termasuk di bidang jasa pelayanan kesehatan. Konsumen jasa pelayanan

kesehatan (pasien) yang merasa rugikan oleh pelaku usaha (dokter) dapat

menggugat pertanggungjawabannya yang diatur dalam pasal khusus pada

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Rumah sakit sebagai penyelenggara kesehatan juga tidak dapat dipisahkan

dalam masalah pertanggungjawaban dokter karena sudah menjadi

kewajiban rumah sakit menjamin pelayanan yang diberikan oleh dokter

secara optimal. Oleh karena itu, penting bagi pasien untuk mengetahui

7 Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, (Jakarta:

Rineke Cipta, 2005), h. 5.

8 Advendi Simanggungsong dan Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: PT

Grasindo, 2007), h. 159.

Page 16: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

5

pertanggungjawaban apa saja yang dapat dimintakan atau digugat apabila

dokter diduga melakukan malapraktik medis.

Kasus yang penulis akan bahas ini tentang Dokter Harmani Kalim

selaku dokter di rumah sakit Primier Jatinegara yang melakukan praktik

dengan surat izin praktik dokter yang telah habis masa berlakunya serta

melanggar kewajiban dokter dengan tidak merujuk pasien Waludjo Sedjati

ketika tidak mampu melakukan pengobatan kepada pasien hingga akhirnya

menyebabkan kematian. Institusi pemberi layanan kesehatan juga

bertanggung jawab terhadap dokter dibawah pengawasannya. Berdasarkan

permasalahan itu, maka penulis membuat skripsi yang berjudul

“Pertanggungjawaban Hukum Dokter Terhadap Malapraktik Medis

(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.

Jkt.Tim).

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Mengingat penelitian tentang pertanggungjawaban dokter

terhadap malapraktik medis sangat luas, oleh karena itu peneliti

membatasi pembahasan penelitian hanya pada pertanggungjawaban

dokter terhadap malapraktik medis dengan melihat peraturan

perundang-undangan yang berlaku mengacu pada putusan Pengadilan

Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim.

2. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah dan batasan masalah yang

Page 17: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

6

telah dipaparkan, dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai

berikut:

a. Bagaimana analisis terhadap putusan hakim dalam Putusan

Pengadilan Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim ?

b. Bagaimana pertanggungjawaban dokter dalam Putusan Pengadilan

Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana analisis terhadap putusan hakim

dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor

329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim;

b. Untuk mengetahui pertanggungjawaban dokter dalam Putusan

Pengadilan Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim.

2. Manfaat Penelitian

Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan

menjadi dua yaitu:

a. Manfaat Teoretis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat

menambah pengetahuan mengenai apa yang dimaksud dengan

malapraktik medis dan pertanggungjawaban dokter yang dapat di

gugat oleh pasien.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

Page 18: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

7

masukan bagi para pasien selaku konsumen jasa pelayanan

kesehatan untuk memahami pertanggungjawaban dokter yang

dapat di gugat oleh pasien untuk mengembalikan hak-haknya.

D. Tinjauan Kajian (Review) Terdahulu

Skripsi mengenai, “Perlindungan Hukum bagi Pasien Korban

Malpraktek (Analisa Putusan Pengadilan Negeri Jakata Barat Nomor

287/Pdt.G/2011)” oleh Verina Pradita Agusti, Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Skripsi ini

membahas sengketa malapraktik dengan meganalisis putusan nomor:

Putusan Pengadilan Negeri Jakata Barat Nomor 287/Pdt.G/2011. Dalam

skripsi ini, penulis memiliki beberapa pembeda dengan skripsi

sebelumnya. Pertama, penulis menitikberatkan penelitian terhadap

pertanggungjawaban dokter dan rumah sakit yang dapat digugat pasien

dalam malapraktik medis. Kedua, peraturan yang penulis gunakan lebih

lengkap. Ketiga, putusan yang dipergunakan adalah Putusan Pengadilan

Negeri Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim. Keempat, penulis

menganalisis terkait metode penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim

dalam memutus perkara.

Skripsi mengenai, “Perlindungan Hukum Terhadap Korban

Malpraktik Medik Yang Dilakukan Oleh Dokter Di Kota Makassar” oleh

M Firmansyah Pradana, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin,

Makassar. Skripsi ini membahas sengketa malapraktik dengan studi

lapangan terhadap dokter di Makassar dari segi pidana. Perbedaan

Page 19: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

8

penelitian ini dengan penulis lakukan berada pada pembahasan sengketa

malapraktik dari segi hukum perdata dan perlindungan konsumen serta

objek penelitian yakni Putusan Pengadilan Negeri Nomor

329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim.

Buku mengenai, “Etika Profesional dan Hukum

Pertanggungjawaban Pidana Dokter” oleh Oemar Seno Adji, penerbit

Airlangga, Jakarta. Buku ini membahas teori kode etik kedokteran dan

pertanggungjawaban pidana dalam malapraktik medis. Dalam skripsi

penulis memiliki pembeda dengan buku tersebut. Penulis membahas

pertanggungjawaban perdata dan perlindungan konsumen dalam

malapraktik medis.

Jurnal ilmiah mengenai, “Pertanggungjawaban Pidana Oleh Dokter

Yang Melakukan Tindak Malpraktek” oleh Sandy Vatar Simanjuntak,

Fakultas Hukum, Univesitas Atmajaya, Yogyakarta. Jurnal ilmiah ini

membahas pertanggungjawaban pidana oleh dokter yang melakukan

malapraktik medis. Perbedaan penelitian ini dengan penulis lakukan

berada pada pembahasan mengenai pertanggugjawaban dari segi hukum

perdata dan perlindungan konsumen oleh dokter yang melakukan

malapraktik medis yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

E. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang

didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang

Page 20: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

9

bertujuan untuk mempelajari satu atau segala hukum tertentu dengan

jalan menganalisanya.9 Dalam analisa ini yang menjadi objek analisis

adalah putusan pengadilan negeri.

Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang

dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan

perundang-undangan dan keputusan pengadilan serta norma-norma

yang berlaku di masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan

yang berlaku di masyakarat.10

2. Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mencakup

ketentuan-ketentuan perundangan-undangan yang berlaku dan

mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat11

. Bahan hukum

primer dalam penelitian ini adalah Putusan Pengadilan Negeri

Nomor 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim, Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,

Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 Tentang Praktik

Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang

9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI, 1986), h. 43.

10 Soerdjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan Dalam

Penelitian Hukum, (Jakarta: Pusat Dokumentasi Universitas Indonesiam 1979), h.18.

11 Soerjono Soekanto., Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Penerbit Universitas

Indonesia, 1986), h.52.

Page 21: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

10

Kesehatan, Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 Tentang

Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009

Tentang Rumah Sakit, Peraturan Konsil Nomor 4 Tahun 2011

Tentang Disiplin; Profesional Dokter dan Dokter Gigi, Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang

Rekam Medis, Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No.HK/MENKES/1920/IX/2011 Tentang Legalitas Izin

Praktik Bagi Dokter/Dokter Gigi Yang Dalam Proses Registrasi

Ulang.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang

hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi meliputi

buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-

komentar atas putusan pengadilan.

c. Bahan Non-Hukum (Tersier)

Bahan non-hukum (tersier) adalah bahan di luar bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder yang dipandang perlu.

Bahan non-hukum dapat berupa buku-buku mengenai Ilmu

Ekonomi, Sosiologi, Filsafat atau laporan-laporan penelitian non-

hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian.

Bahan-bahan non-hukum tersebut dimaksudkan untuk

memperkaya dan memperluas wawasan peneliti.

Page 22: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

11

3. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun

sumber non-hukum yang telah didapatkan itu kemudian dikumpulkan

berdasarkan rumusan masalah dan diklasifikasikan menurut sumber

dan hierarkinya.

4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder, maupun bahan non-hukum diuraikan dan

dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan

yang lebih sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah

dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif

yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat

umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.12

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

2012”. Adapun perinciannya sebagai berikut :

Bab pertama berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar

belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan (review) kajian terdahulu, metode penelitian, dan

sistematika penulisan;

Bab kedua berisi tetang landasan teori yang meliputi pengertian

12 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang,

Bayumedia Publishing, Cet-II 2006). h. 393

Page 23: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

12

malapratik medis, syarat dan usnur malapraktik medis, hak pasien dan

kewajiban dokter, standar profesi dan standar prosedur, informed consent,

transaksi terapeutik dan risiko medis.

Bab ketiga berisi tentang tinjauan umum pertanggungjawaban

dokter terhadap malapraktik medis yang meliputi pertanggungjawaban

dokter terhadap malapraktik ditinjau dari hukum perdata,

pertanggungjawaban dokter terhadap malapraktik medis ditinjau dari

hukum pidana, pertanggungjawaban dokter terhadap malapraktik ditinjau

dari hukum perlindungan konsumen, pertanggungjawaban dokter terhadap

malapraktik ditinjau dari hukum praktik kedokteran dan

pertanggungjawaban penyelenggaran kesehatan terhadap malapraktik

medis;

Bab keempat berisi tentang analisis pertanggungjawaban hukum

dokter terhadap malapraktik medis (analisis putusan Pengadilan Negeri

Nomor 329/ Pdt.G/ 2012/ PN.Jkt.Tim yang meliputi posisi kasus,

pertimbangan dan putusan hakim, analisis putusan, pertanggungjawaban

dokter terhadap malapraktik medis;

Bab kelima berisi tentang penutup yang meliputi kesimpulan-

kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian serta memberikan

masukan berupa saran-saran terhadap penerapan pertanggungjawaban

dokter terhadap malapraktik medis.

Page 24: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

13

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Malapraktik Medis

Malapraktik berasal dari kata “mala” artinya salah atau tidak

semestinya, sedangkan praktik adalah proses penanganan pasien dari

seorang profesional yang sesuai dengan prosedur kerja yang telah

ditentukan oleh kelompok profesinya.1 Secara harfiah, istilah malapraktik

(malpractice/malapraxis) artinya praktik yang buruk (bad practice),

praktik yang jelek.2 The term malpractice has a broad connotation and is

employed generally to designate bad practice, sometimes called

malapraxis, in the treatment of a patient,3 yang artinya adalah istilah

malapraktik mempunyai sebuah konotasi yang luas dan umumnya

digunakan untuk menunjuk praktik yang buruk, kadang-kadang disebut

malapraxis, dalam pengobatan seorang pasien. Malapraktik diartikan

sebagai suatu penyimpangan dalam menjalankan suatu profesi yang dapat

terjadi pada profesi apa pun, seperti profesi advokat dan akuntan.

Dalam dunia kedokteran, penyimpangan dalam menjalankan

profesi dokter dikenal dengan malapraktik medis (medical malpractice).

Pengertian istilah malapraktik medis menurut World Medical Association,

medical malpractice involves the physician’s failure to conform to the

1 Soekidjo Notoatmodjo, Etika & Hukum Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 167

2 Hermin Hadiati Koeswadji, Hukum Kedokteran, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1998),

h.123

3 Emanuel Hayt, Legal Aspects of Medical Record, (Illinois: Physicians’ Record Company,

1964), h. 329

Page 25: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

14

standard of care for treatment of the patient’s condition, or lack of skill, or

negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an

injury to the patient, yang artinya malapraktik medis melibatkan kegagalan

dokter memenuhi standar perawatan untuk pengobatan kondisi pasien, atau

kurangnya keterampilan, atau kelalaian dalam memberikan pelayanan

kepada pasien, yang merupakan penyebab langsung dari cedera pasien.

Di dalam buku “Malpraktik Kedokteran” oleh Adami Chazawi

dijelaskan mengenai standar umum dalam menilai malapraktik medis.

Standar umum menyangkut tiga aspek sebagai satu kesatuan untuk melihat

kelakuan malpraktik kedokteran dari sudut hukum yang dapat membentuk

pertanggungjawaban hukum, yakni sikap batin pembuat, aspek perlakuan

medis, dan aspek akibat perlakuan.4 Sikap batin pembuat yang dimaksud

adalah apakah seorang dokter yang terbukti melakukan malapraktik medis

dilakukan secara sengaja (dolus) atau kelalaian (negligence). Aspek

perlakuan medis adalah perlakuan yang meliputi pemeriksaan, cara

pemeriksaan, alat yang dipakai pada pemeriksaan, wujud perlakuan terapi,

maupun perlakuan untuk menghindari kerugian dari salah diagnosis terapi

apakah perlakuan medis tersebut telah sesuai dengan standar profesi

kedokteran, standar prosedur operasional, kode etik kedokteran (KODEKI)

dan kebutuhan medis pasien. Aspek akibat perlakuan merupakan akibat

yang merugikan pasien, baik secara fisik, mental maupun nyawa pasien.

Munir Fuadi merinci akibat malapraktik kedokteran yang salah tindak, rasa

4 Adami Chazawi, Malaraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 5

Page 26: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

15

sakit, luka, cacat, kematian, kerusakan pada tubuh, jiwa, atau kerugian lain

yang diderita oleh pasien selama proses perawatan.5

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan malapraktik

medis adalah dokter atau orang yang ada dibawah perintahnya dengan

sengaja atau kelalaian melakukan perbuatan dalam praktik kedokteran

pada pasiennya dalam segala tingkatan yang melanggar standar profesi,

standar prosedur, prinsip-prinsip profesional kedokteran, atau dengan

melanggar hukum karena tanpa informed consent, atau di luar informed

consent, tanpa surat izin praktik atau tanpa surat tanda register, tidak

sesuai dengan kebutuhan medis pasien dengan menimbulkan (causal

verband) kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik, mental, dan atau nyawa

pasien sehingga menimbulkan pertanggungjawaban hukum bagi dokter.

B. Syarat dan Unsur Malapraktik Medis

1. Syarat Malapraktik Medis

Selain adanya kerguian yang diderita pasien, terdapat syarat-

syarat yang menjadi penyebab timbulnya malapraktik kedokteran

sehingga dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum ialah

sebagai berikut:6

a. Dilanggarnya standar profesi kedokteran;

b. Dilanggarnya standar prosedur operasional;

c. Dilanggarnya informed consent;

5 Munir Fuadi, Sumpah Hippocrates (Aspek Hukum Malpraktik Dokter), (Bandung: PT

Citra Aditya Bakti, 2005), h. 2

6 Adami Chazawi, Malapraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 27

Page 27: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

16

d. Dilanggarnya rahasia dokter;

e. Dilanggarnya kewajiban-kewajiban dokter;

f. Dilanggarnya prinsip-prinsip profesional kedokteran atau

kebiasaan yang wajar di bidang kedokteran;

g. Dilanggarnya nilai etika dan kesusilaan umum;

h. Praktik dokter tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien;

i. Dilanggarnya hak-hak pasien.

2. Unsur-unsur Malapraktik Medis

Suatu perbuatan atau sikap dokter dianggap suatu

kelalaian/malapraktik apabila memenuhi empat unsur dibawah ini,

yaitu:7

a. Duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu

tindakan medis atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan

tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang

tertentu;

b. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut;

c. Damage atau kerugian yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh

pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan/kedokteran

yang diberikan oleh pemberi layanan;

d. Direct causa reliationship atau hubungan sebab akibat yang nyata.

Dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab-akibat antara

penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya

7 Budi Sampurna, dkk, Bioetik dan Hukum Kedokteran, (Jakarta: Pustaka Dwipar, 2007),

h. 92

Page 28: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

17

merupakan penyebab aktif (proximate cause).

Unsur-unsur yang telah dijelaskan bersifat kumulatif, artinya

penyimpangan dokter tidak dapat disebut malapraktik apabila tidak

memenuhi ke empat unsur. Dalam gugatan ganti rugi terhadap

malapraktik medis, apabila salah satu unsur diantaranya tidak dapat

dibuktikan maka gugatan tersebut dinilai tidak cukup bukti.

C. Hak Pasien dan Kewajiban Dokter

1. Hak Pasien

Pengaturan mengenai hak-hak pasien diatur dalam beberapa

peraturan perundang-undangan dan kode etik kedokteran. Pasien

sebagai seorang konsumen jasa pelayanan kesehatan memiliki hak

yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999,

yaitu:8

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan

barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan

kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang

dan/atau jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak

sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

8 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandun: PT Citra Aditya

Bakti, 2014), h. 32-33

Page 29: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

18

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya.

Di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan menyebutkan mengenai hak-hak pasien yaitu:

a. Setiap orang berhak atas kesehatan;

b. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses

atas sumber daya di bidang kesehatan;

c. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan

kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau;

d. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab

menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi

dirinya;

e. Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi

pencapaian derajat kesehatan;

f. Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi

tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab;

g. Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data

kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah

maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.

Pengaturan mengenai hak pasien diatur lebih lanjut di dalam

Pasal 52 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik

Kedokteran, yaitu:

a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis;

b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;

c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

d. Menolak tindakan medis; dan

e. Mendapatkan isi rekam medis.

Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), telah

juga dirumuskan ketenttuan tentang hak-hak pasien sebagai berikut:9

a. Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri dan hak untuk mati

secara wajar;

b. Hak memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai

dengan standar profesi kedokteran;

c. Hak memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi dari

9 Soekidjo Notoatmodjo, Etika & Hukum Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 173

Page 30: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

19

dokter yang mengobatinya;

d. Hak memperoleh penjelasan diagnosis dan terapi yang

direncanakan, bahkan dapat menarik diri dari kontrak terapeutik;

e. Hak memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran yang akan

diikutinya;

f. Hak menolak atau menerima keikutsertaanya dalam riset

kedokteran;

g. Hak dirujuk kepada dokter spesialis apabila diperlukan dan

dikembalikan kepada dokter yang merujuknya setelah selesai

konsultasi atau pengobatan untuk memperoleh perawatan atau

tindak lanjut;

h. Hak kerahasiaan dan rekam medisnya atas hak pribadi;

i. Hak berhubungan dengan keluarga, penasihat atau rohaniwan dan

lain-lainnya yang diperlukan selama perawatan;

j. Hak memperoleh penjelasan tentang perincian biaya rawat inap,

obat, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan Rontgen,

Ultrasonografi (USG), CT-Scan, Magnetic Resonance Immaging

(MRI), dan sebagainya.

2. Kewajiban Dokter

Sama seperti hak-hak pasien, kewajiban dokter juga diatur di

beberapa peraturan perundang-undangan dan kode etik kedokteran.

Dokter dalam hal ini dokter dikatakan sebagai pelaku usaha karena

menyediakan jasa pelayanan kesehatan kepada pasien (konsumen).

Oleh karena itu, dokter memiliki kewajiban sebagaimana diatur dalam

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen, yaitu :

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi

penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang

dan/atau jasa yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan

Page 31: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

20

dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang

diperdagangkan;

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas

kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang

dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai

dengan perjanjian.

Di dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

Tentang Praktik Kedokteran diatur mengenai kewajiban dokter, yaitu:

a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan

standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai

keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu

melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien,

bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;

d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan,

kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu

melakukannya; dan

e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu

kedokteran atau kedokteran gigi.

Pengaturan mengenai kewajiban dokter diatur lebih lanjut di

dalam Pasal 58 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014

Tentang Tenaga Kesehatan, yaitu:

a. Memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi,

standar pelayanan profesi, standar prosedur operasional, dan etika

profesi serta kebutuhan kesehatan penerima pelayanan kesehatan;

b. Memperoleh persetujuan dari penerima pelayanan kesehatan atau

keluarganya atas tindakan yang akan diberikan;

c. Menjaga kerahasiaan kesehatan penerima pelayanan kesehatan;

d. Membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokmen tentang

pemeriksaan, asuhan, dan tindakan yang dilakukan; dan

e. Merujuk penerima pelayanan kesehatan ke tenaga kesehatan lain

yang mempunyai kompetensi dan kewenangan yang sesuai.

Kewajiban dokter juga diatur dalam Pasal 14, 15, 16 dan 17

KODEKI, yang berbunyi:

Page 32: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

21

a. Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan

seluruh keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien,

yang ketika ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau

pengobatan, atas persetujuan pasien/ keluarganya, ia wajib

merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk

itu;

b. Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar

senantiasa dapat berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya,

termasuk dalam beribadat dan atau penyelesaian masalah pribadi

lainnya;

c. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang

diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien

itu meninggal dunia;

d. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu

wujud tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain

bersedia dan mampu memberikannya.

D. Standar Profesi dan Standar Prosedur

Dalam Pasal 51 Huruf a Undang-Undang Praktik Kedokteran jo

Pasal 53 Ayat (2) Undang-Undang Kesehatan, mewajibkan dokter untuk

mengikuti standar profesi dan standar prosedur operasional dalam

menjalankan profesinya.10

Salah satu cara untuk membuktikan apakah

suatu perbuatan dokter termasuk dalam kategori malapraktik dilihat dari

apakah tindakan-tindakan dokter tersebut tidak memenuhi standar profesi

dan standar proesedur operasional kedokteran.

Leenen dan van der Mijn ahli hukum kesehatan Belanda

berpendapat bahwa dalam melaksanakan profesinya, seorang tenaga

kesehatan perlu berpegang pada tiga ukuran umum, yaitu:11

1. Kewenangan;

2. Kemampuan rata-rata; dan

10

Adami Chazawi, Malapraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 28

11 Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran, (Bandung: CV Mandar Maju, 2001), h.

52

Page 33: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

22

3. Ketelitian yang umum.

Penjelasan Pasal 50 Undang-Undang Praktik Kedokteran

menerangkan bahwa standar profesi medis adalah batasan kemampuan

(knowledge, skill, and professional attitude) minimal yang harus dikuasai

oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya

pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.

Leenen menjelaskan tentang standar profesi kedokteran sebagai

berikut :

1. Berbuat secara telilit/seksama;

2. Sesuai ukuran ilmu medis;

3. Kemampuan rata-rata dibanding kategori keahian medis yang sama;

4. Situasi dan kondisi yang sama;

5. Sarana upaya yang sebanding dengan tujuan konkrit tindakan

perbuatan tersebut.12

Disamping standar profesi yang harus diturut dokter dalam

memberikan pelayanan kesehatan, Pasal 50 Undang-Undang Praktik

Kedokteran juga menyebutkan standar prosedur operasional. Pengertian

standar prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-

langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin

tertentu. Standar prosedur operasional memberikan langkah yang benar

dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai

kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan

12

Budiyanto, “Standar Profesi”, Artikel diakses pada 24 Juli 2016 dari https://budi399.wordpress.com/2010/11/22/standar-profesi/

Page 34: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

23

kesehatan (hospital) berdasarkan standar profesi.13

E. Informed Consent

Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan

komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya

pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan

terhadap pasien.14

Informed consent sangatlah penting mengingat tidak ada

yang dapat menduga hasil akhir dari pelayanan kedokteran. Dalam

informed consent, dokter menjelaskan mengenai diagnosis penyakit

pasien, terapi yang akan di lakukan serta risiko-risikonya. Pasien secara

bebas dapat menolak atau menyetujui terapi tersebut.

Dengan persetujuan informed consent oleh pasien secara tidak

langsung telah memberikan persetujuan kepada dokter untuk dilakukan

terapi kedokteran dengan segala risikonya. Apabila dalam terapi

kedokteran tersebut menimbulkan kerugian kepada pasien seperti luka,

cacat dan meninggal maka dokter tidak dapat dituntut selama memenuhi

standar profesi dan standar prosedur karena termasuk dalam kategori risiko

medis.

Informasi dan penjelasan dalam informed consent dianggap cukup,

apabila telah mencakup beberapa hal dibawah ini, yaitu :15

1. Tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang akan dilakukan;

13

Adami Chazawi, Malapraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 35

14 Budi Sampurna, dkk, Bioetik dan Hukum Kedokteran, (Jakarta: Pustaka Dwipar, 2007),

h. 79

15 Sri Siswati, Etika dan Hukum Kesehatan, (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 99

Page 35: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

24

2. Tata cara tindakan medis yang akan dilakukan;

3. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;

4. Alternatif tindakan medis lain yang tersedia serta risikonya masing-

masing;

5. Prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut dilakukan;

6. Diagnosis.

Undang-Undang Praktik Kedokteran menentukan persetujuan

pasien dapat diberikan secara tertulis atau lisan, namun dalam praktik

informed consent dapat dilakukan secara diam, sikap pasrah.16

Persetujuan

tertulis menjadi mutlak terhadap praktik kedokteran yang memiliki risiko

tinggi. Namun, dalam kondisi tertentu seperti keadaan darurat, pasien tidak

sadarkan diri dan dibawah pengampuan maka persetujuannya dapat

ditunda sampai pasien sadar atau meminta persetujuan kepada keluarga

pasien.

F. Transaksi Terapeutik

Menurut seorang pakar hukum H.H. Koeswadji, transaksi

terapeutik adalah perjanjian (verbintenis) untuk mencari atau menentukan

terapi yang paling tepat bagi pasien oleh dokter dan tenaga kesehatan.

Sedangkan menurut Veronica Komalawati, transaksi terapeutik adalah

hubungan hukum antara dokter dan pasien dalam pelayanan medis secara

profesional didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan

16

Veronika Komalawati, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002), h.110

Page 36: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

25

keterampilan tertentu dibidang kedokteran.17

Didasarkan mukadimah Kode Etik Kedokteran Indonesia yang

dilampirkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 434/MEN.KES/X/1983 Tentang Berlakunya Kode Etik

Kedokteran Indonesia Bagi Para Dokter di Indonesia, maka yang di

maksud dengan transaksi terapeutik adalah hubungan antara dokter dan

penderita yang dilakukan dalam suasana percaya, serta senantiasa diliputi

oleh segala emosi, harapan dan kekhawatiran makhluk insani.18

Hubungan

yang didasarkan kepercayaan jarang diwujudkan dalam bentuk kontrak

tertulis.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313

menyebutkan, suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang

atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Pengikatan

diri antara pasien dengan dokter diawal dengan persetujuan pasien

terhadap pengobatan atau terapi yang ditawarkan dokter dalam rangka

penyembuhan (informed consent).

Perikatan hukum dokter dengan pasien termasuk suatu jenis

perikatan hukum yang disebut inspanningverbintenis19

atau perikatan

usaha.20

Artinya, suatu bentuk perikatan yang isi prestasinya adalah salah

17

Cecep Triwibowo, Etika Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2014), h.62

18 Cecep Triwibowo, Etika Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2014), h.62

19 Oemar Seno Adji, Etika Profesional dan Hukum Pertanggungjawaaban Pidana Dokter,

(Jakarta: Erlangga, 1991), h.109

20 Marjanne Termorhuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, (Jakarta: Jambatan, 1999),

h.181

Page 37: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

26

satu pihak (dokter) maka harus berbuat sesuatu secara maksimal dengan

sebaik-baiknya dan secermat-cermatnya kepada pihak lain (pasien).

Kewajiban pokok seorang dokter terhadap pasiennya adalah inspanning,

yakni suatu usaha keras dari dokter tersebut yang harus dijalankan dan

yang diperlukan untuk menyembuhkan kesehatan dari pasien.21

Transaksi terapeutik antara dokter dan pasien bukan termasuk

perjanjian resultaats karena objek perjanjian bukan hasil pelayanan medis

oleh dokter, tetapi tingkah laku atau perlakuan pelayanan medis yang di

lakukan dokter. Dokter tidak mampu menjamin hasil akhir.22

G. Risiko Medis

Perlu dibedakan antara malapraktik medis dengan risiko medis

pada tindakan/pelayanan medis. Risiko medis merupakan suatu cedera

yang terjadi dalam suatu tindakan medis, yang tidak dapat

dibayangkan/diperkirakan sebelumnhya dan bukan sebagai akibat dari

kekurangcakapan di pihak dokter melainkan sebuah takdir, dan dokter

tidak betanggungjawab secara hukum.23

Suatu perbuatan dokter yang dikategorikan risiko medis adalah

apabila dokter telah melakukan tugasnya sesuai dengan standar

profesi atau standar prosedur dan/atau standar pelayanan medis yang

baik namun tetap terjadi cedera pada pasien yang di luar dugaan.

21

Oemar Seno Adji, Etika Profesional dan Hukum Pertanggungjawaaban Pidana Dokter, (Jakarta: Erlangga, 1991), h.109

22 Bahar Azwar, Sang Dokter, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2002), h.50

23 Sri Siswati, Etika dan Hukum Kesehatan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013), h. 122

Page 38: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

27

Keadaan semacam ini seharusnya disebut dengan risiko medis, dan

risiko ini terkadang dimaknai oleh pihak-pihak diluar profesi

kedokteran sebagai medical malpractice. Untuk katagori risiko medis

ini, dokter tidak bisa langsung disalahkan karena apa yang

dilakukan sudah sesuai dengan standar profesi. Sedangkan untuk

medical malpractice itu sendiri adalah kesalahan dalam

menjalankan profesi medis yang tidak sesuai dengan standar

profesi medis dan etika kedokteran dalam menjalankan

profesinya. Untuk ini dokter dapat diminta pertanggungjawabannya

baik secara pidana, perdata, perlindungan konsumen, maupun kode

etik.

Page 39: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

28

BAB III

TINJAUAN UMUM PERTANGGUNGJAWABAN DOKTER TERHADAP

MALAPRAKTIK MEDIS

A. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik Medis Ditinjau

dari Hukum Perdata

Dari sudut hukum perdata, hubungan hukum dokter – pasien berada

dalam suatu perikatan hukum (verbintenis).1 Perikatan artinya hal yang

mengikat subjek hukum yang satu terhadap subjek hukum yang lain.2

Perikatan tadi melahirkan hak dan kewajiban kepada dokter dan pasien

yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak. Disamping melahirkan hak

dan kewajiban para pihak, hubungan hukum dokter-pasien juga

membentuk petanggungjawaban hukum masing-masing. Bagi pihak

dokter, prestasi berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam hal ini (in

casu) tidak berbuat salah atau keliru dalam perlakuan medis yang semata

ditujukan bagi kepentingan kesehatan pasien adalah kewajiban hukum

yang sangat mendasar dalam perjanjian dokter-pasien (perjanjian

terapeutik) yang dalam Pasal 39 Undang-Undang Praktik Kedokteran

disebut sebagai kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien.3

Dilihat dari sumber lahirnya perikatan, ada dua kelompok

perikatan hukum, kelompok pertama ialah perikatan yang lahir oleh suatu

1 Adami Chazawi, Malapraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 41

2 Abdulkadir Muhamad, Hukum Perikatan, (Bandung: Penerbit Alumni, 1982),h. 5

3 Adami Chazawi, Malapraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 42

Page 40: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

29

kesepakatan dan kedua ialah perikatan yang lahir oleh undang-undang.

Hubungan hukum dokter-pasien berada dalam kedua jenis perikatan

hukum tersebut. Bentuk perlindungan hukum terhadap korban malapraktik

oleh dokter yang diatur dalam KUH Perdata, yaitu berupa pengaturan

pertanggungjawaban dokter yang melakukan malapraktik untuk

memberikan ganti rugi kepada korban malpraktek atas kerugian yang

timbul karena : a. Tidak ditepatinya perjanjian terapeutik yang telah

disepakati oleh dokter atau wanprestasi (cidera janji), yaitu

berdasarkan Pasal 1243 KUH Perdata. b. Perbuatan melawan hukum,

yaitu berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata. c. Kelalaian atau

ketidakhati-hatian dalam berbuat atau bertindak, yaitu berdasarkan Pasal

1366 KUH Perdata. d. Melalaikan kewajiban berdasarkan Pasal 1367

Ayat (3) KUH Perdata. Pelanggaran kewajiban hukum dokter dalam

perikatan hukum karena kesepakatan (perjanjian terapeutik) membawa

suatu keadaan wanprestasi. Pelanggaran suatu kewajiban hukum atas

kewajiban hukum dokter karena undang-undang membawa suatu keadaan

perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad).4 Penjelasan mengenai

malapraktik kedokteran karena wanprestasi dan perbuatan melawan

hukum dari segi perdata adalah sebagai berikut:

1. Wanprestasi dalam Malapraktik Kedokteran

Hubungan dokter dengan pasien selalu diawali dengan

transaksi terapeutik, yaitu dokter berjanji untuk melakukan upaya

4 Adami Chazawi, Malapraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 43

Page 41: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

30

yang maksimal dengan ukuran tidak menyimpang dari standar profesi

medis dan standar prosedur operasional dalam menyembuhkan pasien.

Wanprestasi (wanprestatie) dalam arti harfiah adalah prestasi

yang buruk5 yang pada dasarnya melanggar isi/kesepakatan dalam

suatu perjanjian/kontrak oleh salah satu pihak. Bentuk nyata

pelanggaran perjanjian ada 4 macam yakni sebagai berikut: 6

a. Tidak memberikan prestasi sama sekali sebagaimana yang

diperjanjikan;

b. Memberikan prestasi tidak sebagaimana mestinya tidak sesuai

kualitas atau kuantitas dengan yang diperjanjikan;

c. Memberikan prestasi tetapi sudah terlambat tidak tepat waktu

sebagaimana yang diperjanjikan;

d. Memberikan prestasi yang lain dari yang diperjanjikan semula.

Wanprestasi dokter yang paling dekat pada bentuk

pelanggaran kewajiban pada poin b dan d. Dokter telah memberikan

prestasi berupa pelayanan medis pada pasien tetapi tidak sebagaimana

mestinya, yakni melanggar standar profesi medis atau standar

prosedur termasuk dalam wanprestasi poin b. Dokter yang

memberikan prestasi tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien

adalah wanspretasi poin d.7

Selain melanggar isi perjanjian, dalam wanprestasi juga harus

5 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT Intermasa, 1985), h. 45

6 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT Intermasa, 1985), h. 45

7 Adami Chazawi, Malapraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 45

Page 42: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

31

terkandung unsur kerugian yang diakibatkan dari malapraktik

kedokteran secara causal verband (akibat langsung). Setelah terbukti

adanya kerugian, baru pada bagaimana wujud perlakuan medis yang

dilakukan oleh dokter, baik pada saat pemeriksaan untuk mendapatkan

fakta-fakta medis untuk menarik diagnosis dan menjalankan terapi

sampai pada perlakuan-perlakuan setelah terapi dijalankan.

Dokter yang terbukti melakukan wanprestasi dalam

malapraktik medis dapat diminta pertanggungjawabannya lewat

gugatan wanprestasi. Pertanggungjawaban tersebut diatur dalam pasal

1243 KUH Perdata yakni dokter harus memberikan penggantian biaya

dan kerugian. Biaya adalah segala bentuk pengeluaran pasien seperti

biaya berobat, biaya perjalanan dan biaya perawatan. Kerugian

merupakan pengurangan fungsi atau kehilangan sesuatu seperti tangan

pasien yang cacat sehingga tidak bisa bekerja.

Tuntutan atas dasar wanprestasi dan perbuatan melanggar

hukum tidak begitu saja dapat ditukar-tukar. Wanprestasi

menuntut adanya suatu perjanjian antara pasien dan dokter.

Sebaliknya pada perbuatan melanggar hukum, biasanya

penggugat dan tergugat baru pertama kali bertemu ini tidak berarti

bahwa apabila kedua belah pihak telah mengadakan perjanjian dan

kemudian timbul kecelakaan lalu mereka hanya dapat menuntut

atas dasar wanprestasi saja. Karena dapat terjadi, dalam

kejadian tidak terpenuhinya suatu kewajiban kontrak medis

Page 43: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

32

juga menimbulkan suatu perbuatan melanggar hukum atau dengan

kata lain wanprestasi mungkin terjadi pada waktu yang sama

menimbulkan juga suatu perbuatan melanggar hukum.

Secara teori malapraktik medis dapat dituntut melalui gugatan

wanprestasi. Namun, pada praktiknya tuntutan malapraktik medis

diajukan dengan gugatan perbuatan melawan hukum. Hal ini

dikarenakan objek yang diperjanjikan di dalam perjanjian terapeutik

merupakan usaha dokter yang sebaik-baiknya dalam menyembuhkan

pasien dengan tolak ukur standar profesi dan standar prosedur.

Berbeda apabila dokter memberikan janji atas perbaikan kondisi atau

kesembuhan pasien. Standar profesi sendiri merupakan bentuk

perikatan yang lahir dari undang-undang yang pelanggarannya

dianggap perbuatan melawan hukum. Karena tolak ukur dari

perjanjian terapeutik umumnya merupakan undang-undang maka pada

tataran praktik malapraktik medis digugat dengan dasar perbuatan

melawan hukum dan bukan dengan wanprestasi.

2. Perbuatan Melawan Hukum dalam Malapraktik Kedokteran

Dalam Pasal 1353 KUH Perdata disebutkan perikatan yang

lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang, muncul dan

suatu perbuatan yang sah atau dan perbuatan melawan hukum.

Maksud dari pasal tersebut adalah perikatan yang berdasarkan

undang-undang timbul dari perbuatan seseorang yang sesuai maupun

bertentangan dengan undang-undang.

Page 44: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

33

Syarat bagi seseorang untuk dapat dikatakann telah

melakukan perbuatan melawan hukum adalah :8

a. Adanya perbuatan (daad) yang termasuk klasifikasi perbuatan

melawan hukum;

b. Adanya kesalahan si pembuat;

c. Adaya akibat kerugian (schade);

d. Adanya hubungan perbuatan dengan akibat kerugian (oorzakelijk

verband atau causal verband) orang lain.

Di dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

Tentang Praktik Kedokteran jo Pasal 58 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan diatur mengenai

kewajiban dokter mengatur tentang kewajiban dokter untuk

memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi,

standar prosedur, etika perofesi, dan kebutuhan medis pasien. Apabila

seorang dokter melakukan pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut

maka dikatakan telah melanggar perikatan yang lahir dari undang-

undang dan melakukan perbuatan melawan hukum.

Dalam Pasal 1366 KUH Perdata dijelaskan bahwa seorang

dokter juga harus bertanggung jawab tidak terbatas hanya pada

perbuatannya saja melainkan juga kerugian yang disebabkan akibat

kelalaiannya atau kesalahannya.

Seorang dokter yang terbukti melakukan malapraktik medis

8 Adami Chazawi, Malapraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h 61

Page 45: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

34

dapat dimintakan pertanggungjawabannya melalui gugatan perbuatan

melawan hukum. Pertanggungjawaban dokter medis yang melakukan

malapraktik medis dari segi perbuatan melawan hukum dijelaskan

dalam Pasal 1365, 1370, 1371 KUH Perdata yaitu mewajibkan dokter

yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti

biaya pengobatan dan melakukan penggantian kerugian tersebut.9

Kerugian atau damages dapat diklasifikasikan sebagai berikut:10

a. Kerugian immaterial (general damages, non pecuniary loses);

b. Kerugian materil (special damages, pecuniary loses) :

(1) Kerugian akibat kehilangan kesempatan;

(2) Kerugian nyata :

(a) Biaya yang telah dikeluarkan hingga saat penggugatan;

(b) Biaya yang akan dikeluarkan sesudah saat penggugatan.

Dalam hal yang melakukan tindakan medis adalah seorang

perawat/suster, dokter tetap harus bertanggungjawab atas segala

kerugian yang timbul apabila perawat/suster melakukan tindakan

medis berdasarkan perintah dokter tersebut. Hal ini berdasarkan Pasal

1367 KUH Perdata yaitu seseorang tidak hanya bertanggungjawab

atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga

atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang

menjadi tanggunggannya.

9 Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya

Paramita, 1996), h.346

10 Budi Sampurna, dkk, Bioetik dan Hukum Kedokteran, (Jakarta: Pustaka Dwipar, 2007),

h. 101

Page 46: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

35

B. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik Medis Ditinjau

dari Hukum Perlindungan Konsumen

Hubungan antara dokter dan pasien juga termasuk dalam

hukum perlindungan konsumen. Konsumen adalah pemakai, pengguna

atau pemanfaat barang dan atau jasa, baik untuk diri sendiri maupun

keluarga dan makhluk lain.11

Barang dan jasa adalah setiap benda

berwujud atau tidak, bergerak atau tetap, untuk diperdagangkan, dipakai,

digunakan atau dimanfaatkan.12

Pelaku usaha adalah setiap orang

perseorangan atau badan usaha, baik sendiri maupun bersama-sama

melakukan kegiatan usaha.13

Dari tiga pengertian di atas dapat

disimpulkan bahwa pasien dalam hal ini merupakan konsumen, pelaku

usaha adalah dokter dan jasa merupakan usaha untuk menyembuhkan

pasien. Selain itu, Keputusan Menteri Kesehatan RI

No.756/MEN.KES/SK/VI/2004 tentang Persiapan Liberalisasi Perdagangan dan

Jasa di Bidang Kesehatan, menyatakan bahwa jasa layanan kesehatan

termasuk bisnis. Bahkan, World Trade Organisation (WTO) memasukkan

rumah sakit, dokter, bidan maupun perawat sebagai pelaku usaha.14

Paradigma jasa kesehatan saat ini sudah mulai bergeser kearah

konsumeristik. Sifat konsumeristik ini terlihat dari pelayanan dari semula

11

AZ. Nasution, dkk, Liku-Liku Perjalanan Undang-Undang Perlindungan Kosumen, (Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 2011), h. 1

12 AZ. Nasution, dkk, Liku-Liku Perjalanan Undang-Undang Perlindungan Kosumen,

(Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 2011), h. 1

13 Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia,

(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011), h. 23

14 Artikel di akses pada 2 Agustus 2016 dari

http://sorot.vivanew.com/news/read/34856-tabib-pengantar-maut

Page 47: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

36

bersifat sosial menjadi bersifat komersial dimana masyarakat harus membayar

biaya yang cukup tinggi untuk upaya kesehatannya.15

Pergeseran ini

mengakibatkan para dokter hanya mencari keuntungan semata sehingga dalam

melakukan praktik kedokteran seringkali melupakan hak-hak pasien, standar

prosedur dan standar operasional dan kewajiban-kewajiban dokter yang

harusnya di junjung tinggi. Masyarakat harus sadar akan hak-hak mereka yang

dilanggar karena negara telah melakukan upaya preventif dengan membuat

undang-undang untuk melindungi hak konsumen.

Berdasarkan ketentuan Pasal 19 Ayat (1) Undang-

Undang Perlindungan Konsumen, kerugian yang diderita korban

malapraktik sebagai konsumen jasa akibat tindakan medis yang

dilakukan oleh dokter sebagi pelaku usaha jasa dapat dituntut dengan

sejumlah ganti rugi. Ganti kerugian yang dapat dimintakan oleh

korban malapraktik menurut Pasal 19 Ayat (2) Undang-Undang

Perlindungan Konsumen dapat berupa pengembalian uang

penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara

nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan

yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Dapat disimpulkan bahwa bentuk perlindungan hukum

terhadap korban malapraktik yang diatur dalam Undang-Undang

No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu berupa

pengaturan pertanggungjawaban dokter untuk memberikan ganti rugi

15

Safitri Hariyani, Sengketa Medik: Alternatif Penyelesaian Perselisihan Antara Dokter Dengan Pasien, (Jakarta: Diadit Media, 2005), h. 50

Page 48: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

37

kepada korban malapraktik selaku konsumen, sebagai akibat adanya

kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatannya atau

malapraktik yang di lakukan oleh dokter selaku pelaku usaha.

Pasal 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha yang menolak

dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas

tuntutan konsumen, pertanggungjawabannya dapat digugat melalui Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di

tempat kedudukan konsumen.16

C. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik Medis Ditinjau

dari Hukum Praktik Kedokteran

Pasal 29 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan mengatakan, bahwa dalam hal tenaga kesehatan diduga

melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut

harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi. Dalam penjelasannya

tidak disebutkan dengan jelas ke badan apa mediasi itu akan diselesaikan,

namun Undang-Undang Praktik Kedokteran mengamanatkan terbentuknya

lembaga penyelesaian disiplin dokter yang kemudian dikenal dengan

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).17

MKDKI

bukan lembaga mediasi, dalam konteks mediasi penyelesaian sengketa,

namun MKDKI adalah lembaga Negara yang berwenang untuk

16

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), h.146

17 Michael Daniel Mangkey, Perlindungan Hukum Terhadap Dokter Dalam Memberikan

Pelayanan Medis, (Manado: Sam Ratulangi University, 2014), h. 18-19

Page 49: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

38

menentukan ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter atau

dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran atau kedokteran gigi

dan menetapkan sanksi bagi dokter atau dokter gigi yang dinyatakan

bersalah.18

Jika sidang pemeriksaan disiplin dokter atau dokter gigi selesai

maka majelis pemeriksa disiplin (MPD) akan menetapkan keputusan

terhadap teradu. Keputusan tersebut dapat berupa19

:

1. Dinyatakan tidak melakukan pelanggaran disiplin dokter atau dokter

gigi;

2. Pemberian sanksi disiplin, berupa :

a. Peringatan tertulis;

b. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan, yang dapat

dilakukan dalam bentuk :

1) Reedukasi formal di institusi pendidikan kedokteran atau

kedokteran gigi yang terakreditasi;

2) Reedukasi nonformal yang dilakukan dibawah supervise dokter

atau dokter gigi tertentu di institusi pendidikan kedokteran atau

kedokteran gigi yang terakreditasi, fasilitas pelayanan kesehatan

dan jejaringnya, atau fasilitas pelayanan kesehatan lain yang

ditunjuk, sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan paling lama 1

(satu) tahun.

18

Eka Julianta J Wahjoepramono, Konsekuensi Hukum Dalam Profesi Medik, (Bandung: Karya Putra Darwati, 2012), 301

19 Eka Julianta J Wahjoepramono, Konsekuensi Hukum Dalam Profesi Medik, (Bandung:

Karya Putra Darwati, 2012), 301

Page 50: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

39

c. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP yang bersifat :

1) Sementara paling lama 1 (satu) tahun;

2) Tetap atau selamanya;

3) Pembatasan tindakan asuhan medis tertentu pada suatu area ilmu

kedokteran atau kedokteran gigi dalam pelaksanaan praktik

kedokteran.

3. Apabila terbukti melakukan pelanggaran disiplin, maka setelah

keputusan dokter atau dokter gigi yang diadukan dapat mengajukan

keberatan terhadap keputusan MKDKI kepada Ketua MKDKI dalam

waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak dibacakan atau diterimanya

keputusan tersebut dengan mengajukan bukti baru yang mendukung

keberatannya;20

4. Dalam hal menjamin netralitas MKDKI, Pasal 59 ayat (1) Undang-

Undang Praktik Kedokteran, disebutkan bahwa MKDKI terdiri atas 3

(tiga) orang dokter dan 3 (tiga) orang dokter gigi dari organisasi

masing-masing, seorang dokter dan seorang dokter gigi mewakili

asosiasi rumah sakit dan 3 (tiga) orang sarjana hukum20

. Sehingga tidak

dikhawatirkan lagi pihak dokter akan membela rekan sejawatnya.

D. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik Medis Ditinjau

dari Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur mengenai

pertanggungjawaban dokter jika terjadi malapraktik medis, pengaturan ini

20

Eka Julianta J Wahjoepramono, Konsekuensi Hukum Dalam Profesi Medik, (Bandung: Karya Putra Darwati, 2012), h. 317

Page 51: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

40

dapat di temukan dalam beberapa pasal yaitu:21

1. Pasal 359 KUHP, yakni apabila seorang dokter karena kesalahannya

menyebabkan kematian pada pasiennya maka di hukum pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun atau pidana kurungan paling lama 1 (satu)

tahun;

2. Pasal 360 KUHP, yakni apabila dokter karena kesalahannya

mengakibatkan pasien mengalami luka berat maka di hukum pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana kurungan 1 (satu) tahun.

Apabila seorang dokter menyebabkan luka-luka sehingga timbul

penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian

selama waktu tertentu maka di hukum pidana penjara paling lama 9

(sembilan) bulan atau pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan;

3. Pasal 361 KUHP, jika seseorang melakukan perbuatan dalam pasal 359

dan 360 KUHP dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian dalam

hal ini adalah jabatan dokter, maka hukuman pidana ditambah

sepertiga.

E. Pertanggungjawaban Penyelenggara Kesehatan terhadap

Malapraktik Medis

Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua

kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan dirumah sakit.22

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009

21

Budi Sampurna, dkk, Bioetik dan Hukum Kedokteran, (Jakarta: Pustaka Dwipar, 2007), h. 95-96 22

Cecep Triwibowo, Etika Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2014), h.231-232

Page 52: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

41

Tentang Pengaturan Penyelenggaraan Rumah Sakit, bertujuan untuk:

4. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; 5. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,

lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;

6. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; 7. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya

manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.

Suatu rumah sakit mempunyai empat bidang tanggung jawab, yaitu:23

1. Tanggung jawab terhadap personalia, hal ini berdasarkan hubungan

majikan dengan karyawan. Hubungan ini, dahulu bersifat universal

dan negara kita sampai kini masih berlaku berdasarkan KUH Perdata

Pasal 1367. Di dalam tanggung jawab ini termasuk seluruh karyawan

yang bekerja di rumah sakit;

2. Tanggung jawab profesional terhadap mutu pengobatan atau

perawatan, hal ini berarti bahwa tingkat pemberian pelayanan

kesehatan baik oleh dokter maupun oleh perawat dan tenaga

kesehatan lainnya harus berdasarkan ukuran standar profesi. Dengan

demikian, maka secara yuridis rumah sakit bertanggung jawab

apabila ada pemberian pelayanan “cure and care” yang tidak lazim

atau dibawah standar;

3. Tanggung jawab terhadap sarana dan peralatan, didalam bidang

tanggung jawab ini termasuk peralatan dasar rumah sakit, peralatan

medis dan lain-lain. Hal yang terpenting adalah bahwa perlatan

tersebut selalu harus berada didalam keadaan aman dan siap pakai

pada setiap saat;

23

Cecep Triwibowo, Etika Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2014), h.232

Page 53: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

42

4. Tanggung jawab terhadap keamanan bangunan dan perawatannya,

sepeti bangunan roboh, genteng jatuh, sampai mencederai orang,

lantainya sangat licin sehingga sampai ada pengunjung yang jatuh.

Hal ini diatur dalam 1369 KUH Perdata tentang tanggung jawab

pemilik terhadap gedung

Penyelenggara kesehatan yakni rumah sakit erat kaitannya

dengan setiap perbuatan yang dilakukan oleh dokter di rumah sakit

tersebut. Rumah sakit dibebani seluruh tanggungjawab (responsibility)

untuk memastikan bahwa pelayanan medis di rumah sakit tersebut dapat

terselenggara dengan baik dan bahwa mutu pelayanan medis yang

diberikan dapat dipertanggungjawabkan (accountable). 24

Dalam Pasal 46

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit disebutkan

“Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian

yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di

Rumah Sakit.” Oleh karena itu, pada praktiknya apabila seorang dokter

terbukti melakukan malapraktik maka kerugian yang ditimbulkan oleh

dokter tersebut juga dibebankan kepada rumah sakit tempatnya bekerja

secara tanggung renteng.

24

Budi Sampurna, dkk, Bioetik dan Hukum Kedokteran, (Jakarta: Pustaka Dwipar, 2007), h. 146

Page 54: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

43

BAB IV

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP

MALAPRAKTIK MEDIS (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 329/

Pdt.G/ 2012/ PN.Jkt.Tim)

A. Posisi Kasus

Dalam putusan ini merupakan kasus antara Erwina Indarti dan Agung

Prihasto Wibowo (dalam hal ini sebagai penggugat) selaku istri dan anak laki-

laki dari Almarhum Walujo Sedjati yang beralamat di Jl. Kayu Manis Barat

Gg. K-1 No. 30 RT.010/ RW.002, Kelurahan Kayu Manis, Kecamatan

Matraman, Jakarta Timur melawan 1. Rumah Sakit Primier Jatinegara (dalam

hal ini sebagai tergugat I) yang beralamat di Jl. Raya Jatinegara Timur No.

85-87, Jakarta, 2. Ramsay Health Care Indonesia (dalam hal ini sebagai

tergugat II) beralamat di RS. Primier Bintaro, Annex Building 5th Floor, Jl.

M.H. Thamrin No. 1 Sektor 7 Bintaro Jaya, Tangerang, dan 3. Prof. Harmani

Kalim SpJp(K), (dalam hal ini sebagai tergugat III) beralamat di Jl. Jatinegara

Timur No. 85-87, Jakarta.

Almarhum Walujo Sedjati (selanjutnya disebut sebagai “pasien”)

datang ke Rumah Sakit Primier Jatinegara (selanjutnya disebut sebagai “RS

Primier”) untuk melakukan Pemeriksaan Umum/General Check-up dan

setelah pemeriksaan dilakukan Prof. Harmani Kalim (selanjutnya disebut

sebagai “dokter”) yang adalah dokter pada RS Primier menyarankan kepada

keluarga pasien agar terhadap pasien dilakukan kateterisasi untuk memeriksa

adanya kelainan pembuluh darah pada jantung. Setelah tindakan kateterisasi

Page 55: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

44

dilakukan dokter menjelaskan bahwa ada dua penyempitan pada pembuluh

jantung. Atas dasar hal tersebut maka dokter menyarankan pemasangan ring

pada jantung pasien. Pada saat tindakan pemasangan ring, pasien hanya

dibius secara lokal sehingga dapat mendengar dan mengetahui apa yang

terjadi di ruangan operasi. Setelah operasi selesai, pasien mengatakan kepada

Erwina Indarti dan Agung Prihasto Wibowo bahwa pada saat pemasangan

ring salah satu pembuluh darah ada yang melengkung sehingga terjadi

kesulitan dalam pemasangan ring tersebut yang mengakibatkan pemasangan

ring berlangsung lebih lama. Keesokan harinya pasien merasakan sakit di

bagian dada merasakan sesak saat bernapas, yang kemudian disertai dengan

muntah. Setelah ditangani oleh beberapa dokter, pasien kemudian langsung

dibawa kembali ke ruang ICCU (intensive cardiac care unit) untuk

diobservasi.

Pasien mengalami serangan/anfal. Setelah kejadian ini dokter

menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa terhadap pasien harus dipasangi

Alat Pacu Jantung/Temporary Pace Makers (selanjutnya disebut sebagai

“TPM”) sebagai upaya untuk merangsang detak jantung dan dikenakan

estimasi biaya sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Setelah itu, dokter melakukan tindakan medis pemasangan TPM, penyedotan

darah beku dan pemasangan ring tamabahan. Namun demikian setelah

tindakan-tindakan medis ini dilakukan dokter mengatakan kepada Erwina

Indarti dan Agung Prihasto Wibowo bahwa kondisi Almarhum semakin

menurun dan memutuskan agar pasien dipindahkan ke Rumah Sakit Harapan

Page 56: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

45

Kita (selanjutnya disebut seagai “RSHK”) mengingat RSHK adalah rumah

sakit khusus penyakit jantung sehingga fasilitasnya lebih lengkap

dibandingkan RS Primier Jatinegara. Namun, sebelum pasien dipindahkan ke

RSHK, Almarhum mengalamai serangan/anfal untuk yang kedua kali.

Akibatnya, pasien harus dilakukan tindakan pemasangan ventilator.

Pemasangan ventilator dilakukan oleh dokter Harmani Kalim. Setelah

tindakan pemasangan ventilator selesai dilakukan, pasien tidak sempat

sadarkan diri dan dalam kondisi koma sampai dengan meninggal dunia pada

tanggal 23 Desember 2011.

Setelah almarhum meninggal dunia, keluarga pasien minta kepada

dokter agar dapat mengakses Rekam Medis pasien. Rekam medis yang

kemudian diberikan oleh RS Primier adalah selembar kertas berupa Resume

Medis yang hanya berisi tentang diagnosa masuk, diagnosa keluar, jenis

tindakan/operasi, ringkasan saat masuk, ringkasan perawatan, dan ringkasan

keluar. Resume yang diberikan oleh RS Primier tidak cukup dalam

memberikan penjelasan secara jelas mengenai penanganan/tindakan medis

yang telah dilakukan terhadap Almarhum/pasien dan terlebih lagi tidak

memuat hal-hal yang menurut peraturan perundang-undangan harus

dinyatakan di dalam rekam medis.

RS Primier dan Ramsay Health Care indonesia mengundang Erwina

Indarti dan Agung Prihasto Wibowo untuk datang ke RS Primier, diwakili

oleh dr. Taufani serta 2 (dua) orang dokter yang mengaku bernama dr. Rana

dan dr. Ade yang akan menjelaskan penanganan medis yang dilakukan

Page 57: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

46

terhadap pasien dan. bersedia untuk bertanggung jawab atas kematian pasien.

Dalam pertemuan tersebut dr. Rana menawarkan kepada Penggugat

kompensasi sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) kepada

keluarga pasien; Bahwa nilai kompensasi tersebut tidak dapat diterima oleh

keluarga pasien karena biaya yang sudah dikeluarkan selama pasien dirawat

di RS Primier adalah sebesar Rp 235.000.000,00 (Dua ratus tga puluh lima

juta rupiah). Setelah pertemuan tersebut, pihak keluarga pasien bermaksud

untuk bertemu lagi dengan dr. Rana dan dr. Ade untuk menyampaikan

keberatan pihak keluarga sekaligus menyampaikan kekecewaan atas respon

yang diberikan oleh pihak RS Primier. Namun ketika Erwina Indarti dan

Agung Prihasto Wibowo menghubungi RS Primier untuk membuat janji

bertemu dengan dr. Rana dan dr. Ade teryeta tidak ada dokter RS Primier

yang bernama dr. Rana dan dr. Ade, baik yang bekerja. Hal ini membuktikan

tidak adanya itikad baik dalam penyelesaian permasalahan ini.

Berdasarkan Rekomendasi Izin Praktik Tenaga Medis No.

02.02.12.02156/09121/08.2012 tertanggal 3 Februari 2012 dan Rekomendasi

Izin Praktik No. 01.05.0.12.02155/09121/08.2016 tertanggal 3 Februari 2012

yang masing-masing diterbitkan oleh Ikatan Dokter Indonesia Cabang Jakarta

Timur, diketahui bahwa izin praktik dokter Harmani Kalim berlaku sampai

dengan 7 Agustus 2016. Mengacu pada ketentuan masa berlaku Surat Izin

Praktik yaitu 5 tahun, maka izin praktik Dokter Harmani Kalim seharusnya

telah berakhir pada tanggal 7 Agustus 2011. Namun demikian, izin dokter

Harmani Kalim baru diperpanjang pada tanggal 3 Februari 2012. Dengan

Page 58: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

47

demikian pada saat melakukan tindakan medis sampai dengan meninggalnya

Almarhum pada tanggal 23 Desember 2011, Dokter Harmani Kalim telah

melakukan praktik kedokteran secara ilegal, memiliki izin praktik yang habis

masanya. Oleh karena itu rumah sakit Primier Jatinegara dan Ramsay Health

Care Indonesia telah melakukan perbuatan melawan hukum karena dengan

sengaja telah membiarkan dokter yang telah habis masa izin praktiknya untuk

melakukan praktik kedokteran di dalam lingkunga rumah sakit Primier

Jatinegara.

B. Pertimbangan dan Putusan Hakim

1. Pertimbangan Hakim

Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting

dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang

mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian

hukum, disamping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang

bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan

teliti, baik, dan cermat.1 Pada kasus ini Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Jakarta Timur telah memberikan pertimbangan sebagai berikut:

a. Bahwa sehubungan dengan materi eksepsi yang diajukan oleh para

Tergugat, maka Majelis terlebih dahulu akan mempertimbangkan

materi eksepsi dari Tergugat III khususnya pada point 4 yang

menyatakan gugatan Penggugat prematur karena untuk menilai

1Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2004), h.140

Page 59: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

48

kelalaian seorang Dokter dalam praktik kedokteran dan Pelanggaran

Kode etik adalah kewenangan dari Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia (selanjutnya disebut sebagai “MKDKI”),

sehingga seharusnya sebelum Penggugat mengajukan gugatan a quo,

Penggugat terlebih dahulu mengajukan laporan kepada MKDKI

terlebih dahulu untuk dinilai apakah tindakan Tergugat III dalam

memberikan pelayanan medis terhadap almarhum Walujo Sedjati

adalah merupakan kelalaian medis atau bukan;

b. Bahwa menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Konsil Nomor

4 Tahun 2011 tentang disiplin profesional dokter dan dokter gigi

ditentukan bahwa Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

Indonesia (MKDKI) adalah merupakan lembaga yang berwenang

untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter

dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan

kedokteran gigi dan menetapan sanksi;

c. Bahwa menurut ketentuan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Konsil Nomor

4 Tahun 2011 ditentukan bahwa pelanggaran Disiplin Profesional

Dokter dan Dokter Gigi terdiri dari 28 bentuk, bentuk dari

pelanggaran Disiplin Profesional Doter dan Dokter Gigi tersebut

antara lain berupa : a. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak

kompeten; b. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi

lain yang memiliki kompetensi yang sesuai; c. Mendelegasikan

pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki

Page 60: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

49

kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut; d. Tidak

melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi

tertentu yang dapat membahayakan pasien; e. Tidak memberikan

penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate information)

kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik

kedokteran; f. Melakukan tindakan/asuhan medis tanpa memperoleh

persetujuan dari pasien atau keluarga terdekat, wali, atau

pengampunya; g. Berpraktik dengan menggunakan surat tanda

registrasi, surat izin praktik, dan/atau sertifikasi kompetensi yang

tidak sah atau berpraktik tanpa memiliki surat izin praktik sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia;

d. Menimbang, bahwa sehubungan dengan hal tersebut maka sebelum

Penggugat mengajukan gugatan terhadap Para Tergugat dalam

perkara a quo seharusnya Penggugat harus terlebih dahulu

mengadukan kasus tersebut ke MKDKI untuk menilai apakah

tindakan Tergugat III telah lalai dalam memberikan pelayanan

medis, maka materi eksepsi dari Tergugat III khususnya pada point 4

yang menyatakan gugatan Penggugat prematur menurut Majelis

cukup beralasan dan oleh karena patut untuk dikabulkan;

e. Menimbang, bahwa oleh karena materi eksepsi dari Tergugat III

cukup beralasan dan patut untuk dikabulkan, maka Majelis tidak

perlu lagi mempertimbangkan pokok perkara dan provisi yang

Page 61: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

50

diajukan oleh penggugat maupun rekonvensi yang diajukan para

tergugat.

2. Putusan Hakim

1. Dalam Eksepsi:

a. Mengabulkan Eksepsi dari Tergugat III;

b. Menyatakan gugatan Penggugat premature.

2. Dalam provisi :

a. Menyatakan tuntutan provisi dari Penggugat dinyatakan tidak

dapat diterima.

3. Dalam pokok perkara :

a. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet

onvankelijk verklaard).

4. Dalam konvensi :

a. Menyatakan gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima

(Niet onvankelijk verklaard).

5. Dalam rekonvensi:

a. Menyatakan gugatan Penggugat dalam .Rekonpensi/Tergugat III

dalam Konpensi tidak dapat diterima (Niet onvankelijk verklard).

6. Dalam konvensi dan rekonvensi:

a. Menghukum Penggugat dalam Konpensi/Tergugat dalam

Rekonpensi untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam

perkara ini yang ditaksir sebesar Rp. 722.000,00 ( tujuh ratus dua

puluh dua ribu rupiah).

Page 62: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

51

C. Analisis Putusan

Majelis Hakim pada Putusan Nomor: 329/ Pdt.G/ 2012/ PN.Jkt.Tim

memiliki satu pertimbangan utama dalam menjatuhkan putusannya, yaitu:

1. Menyatakan bahwa sebelum Penggugat mengajukan gugatan terhadap

Para Tergugat dalam perkara a quo seharusnya Penggugat harus terlebih

dahulu mengadukan kasus tersebut ke MKDKI untuk menilai apakah

tindakan Tergugat III telah lalai dalam memberikan pelayanan medis.

Pada pertimbangan yang pertama hakim pada intinya mengatakan

bahwa hakim tidak berwenang dalam menentukan seorang dokter telah

melakukan malapraktik karena pelanggaran terhadap disiplin kedokteran

merupakan kewenangan MKDKI. Sebagaimana penulis sampaikan

sebelumnya, bahwa pada pertimbangan ini hakim menginterpretasikan

ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Konsil Nomor 4 Tahun 2011 tentang

disiplin profesional dokter dan dokter gigi yang menyebutkan bahwa “Majelis

Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) adalah merupakan

lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang

dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran

dan kedokteran gigi dan menetapan sanksi.” Menurut kepada ketentuan

tersebut maka hakim memutus bahwa gugatan penggugat premature dan tidak

dapat diterima karena seharusnya penggugat melakukan gugatan terlebih

dahulu ke MKDKI. Setelah para tergugat dinyatakan bersalah oleh MKDKI

barulah gugatan tersebut dapat diajukan ke pengadilan negeri.

Page 63: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

52

Apabila melihat yurispudensi yang ada, pada putusan Mahkamah

Agung Nomor: 515 PK/ Pdt/ 2011 yang memutus sengketa antara Pitra

Azmirla dan Damitra Almira selaku keluarga dari pasien dengan Rumah Sakit

Pondok Indah bersama ke 6 (enam dokter) yang mendiagnosis dan/atau

mengobati pasien dalam pengangkatan tumor ovarium sehingga

menyebabkan pasien meninggal. Pada pertimbangannya hakim melihat

bahwa hasil diagnosis CT-Scan yang dilakukan ke 6 (enam) dokter tadi

menyatakan bahwa pasien menderita tumor jinak dan setelah pengobatan

kondisi pasien terus menurun. Selanjutnya pihak keluarga pasien melakukan

CT-Scan di rumah sakit lain dan mendapatkan hasil diagnosis yang berbeda

yakni pasien mengalami kanker ganas. Karena terlambatnya penanganan

kanker ganas tersebut mengakibatkan pasien meninggal. Hakim menilai

apabila diagnosis dokter Rumah Sakit Pondok Indah tidak salah maka pasien

dapat diselamatkan karena akan diobati dengan pengobatan untuk kanker

ganas dan bukan tumor jinak. Para dokter yang tidak teliti dalam melakukan

diagnosis tersebut diputus oleh hakim telah melakukan perbuatan melawan

hukum dalam medis (malapraktik medis). Dalam yurispudensi ini hakim tidak

menyatakan gugatan penggugat premature meskipun tidak didasari oleh

putusan MKDKI. Hakim mendasarkan putusannya pada hasil diagnosis CT-

Scan dan persangkaan terhadap pasal 1365 KUH Perdata.

Menurut penulis pada Putusan Nomor: 329/ Pdt.G/ 2012/ PN.Jkt.Tim

terdapat kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata dalam

pertimbangan hukum yang menyatakan gugatan penggugat premature karena

Page 64: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

53

hakim tidak berhak menentukan suatu dokter telah melakukan suatu

perbuatan melawan hukum dalam medis melainkkan MKDKI. Pendapat

penulis juga didasarkan pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

Tentang Praktik Kedokteran Pasal 66 ayat (1) yang menyebutkan bahwa

“Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan

dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat

mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia.” Selanjutnya dalam ayat (3) disebutkan pengaduan

“Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak

setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak

yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.” Hal

ini juga senada dengan yurisprudensi putusan 287/PDT.G/2011/P.JKT.PST

yakni mengenai gugatan malapraktik medis yang diajukan orang tua pasien

karena anaknya berinisial ND diduga telah menjadi korban malapraktek

medis oleh 7 (tujuh)dokter di Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM).

Pada pertimbangannya orang tua korban selaku penggugat telah mengajukan

pengaduan ke MKDKI tekait kasus malapraktek medis yang di alami ND,

kemudian dibalas dengan oleh MKDKI dengan surat MKDKI nomor:

250/U/MKDKI/II/2011 yang menjelaskan bahwa meskipun MKDKI belum

memutus apakah ke 7 (tujuh) dokter yang melakukan pembedahan tanpa

persetujuan penggugat (informed consent) adalah perbuatan malapraktek

medis. Hal tersebut tidak menghilangkan hak penggugat untuk mengajukan

gugatan ke pengadilan baik seara pidana maupun perdata. Dalam

Page 65: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

54

yurisprudensi tersebut jelas bahwa ada atau tidaknya suatu putusan MKDKI

yang menyatakan seorang dokter telah melakukan malapraktek medis, korban

atau keluarganya tetap bisa menggugat dokter tersebut ke pengadilan negeri.

Penulis berpendapat seharusnya hakim dalam perkara nomor: 329/ Pdt.G/

2012/ PN.Jkt.Tim menolak eksepsi dari para tergugat dan melanjutnya kasus

tersebut sampai pada pokok perkara.

D. Pertanggungjawaban Dokter terhadap Malapraktik Medis

Untuk melihat bagaimana pertanggungjawaban dokter terhadap

malapraktik medis, maka harus di lihat terlebih dahulu apakah para tergugat

telah melakukan malapraktik medis atau tidak dengan menganalisis alasan

dari tuntutan penggugat yang pada pokoknya sebagai berikut :

1. Kelalaian dalam penanganan medis yang dilakukan oleh dokter karena

setelah melakukan kateterisasi (pemeriksaan untuk melihat apakah ada

kelainan pada jantung dengan membuat lubang kecil pada pembuluh

darah), penyedotan darah beku, pemasangan ring jantung dan alat pacu

jantung terhadap pasien justru kondisi pasien semakin memburuk dan

mengakibatkan kematian;

2. Rekam medis yang diberikan oleh tergugat I tidak sesuai dengan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/per/III/2008;

3. Pelanggaran pada Pasal 77 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

Tentang Praktik Kedokteran yang dilakukan oleh tergugat III dan

tergugat II karena menghadirkan perwakilan untuk melakukan pertemuan

Page 66: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

55

dengan pihak penggugat bukan merupakan karyawan atau pegawai dari

tergugat I dan tergugat II;

4. Dokter yang menangani pasien di Rumah Sakit Primier tidak memiliki

surat izin praktik.

Pada poin pertama, para tergugat membantah tuduhan penggugat

karena dokter sebelum melakukan tindakan telah mendapat persetujuan dari

pasien (informed consent). Dokter dalam hal ini telah melakukan usaha yang

sebaik-baiknya namun dokter tidak dapat menjanjikan hasil yaitu berupa

kesembuhan sehingga perbuatan dokter dianggap sebagai risiko medis.

Namun, para tergugat tidak membantah alasan penggugat bahwasanya setelah

dilakukan pengobatan terhadap pasien yaitu kateterisasi dan pemasangan ring

pada jantung tetapi pasien mengalami serangan jantung lalu diobati kembali

dengan pemasangan ring tambahan, penyedotan darah beku dan pemasangan

alat pompa jantung, namun kondisi pasien semakin menurun sehingga dokter

menyarankan kepada keluarga pasien untuk membawa pasien ke Rumah Sakit

Harapan Kita karena merupakan rumah sakit khusus jantung sehingga

memiliki fasilitas yang lengkap. Pasien mengalami serangan jantung kedua

sebelum dipindahkan dan meninggal.

Di dalam Pasal 51 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 jo

Pasal 58 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 disebutkan bahwa

“Dokter wajib merujuk penerima pelayanan kesehatan ke tenaga kesehatan

lain yang mempunyai keahlian dan kemampuan yang lebih baik apabila tidak

mampu dalam hal pemeriksaan dan pengobatan pasien.” Seharusnya, dokter

Page 67: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

56

Harmani Kalim setelah melakukan pemeriksaan dengan kateterisasi dan tidak

sanggup untuk mengobatinya langsung merujuk ke Rumah Sakit Harapan

Kita yang lebih lengkap fasilitasnya bukan mencoba untuk mengobati pasien

sampai 2 (dua) kali namun justru mengakibatkan kondisi pasien memburuk

lalu pada akhirnya baru merujuk pasien ke rumah sakit lain yang memadai.

Kedua, penggugat mendalilkan bahwa isi rekam medis tidak sesuai

dengan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/ MENKES/

PER/ III/ 2008 yaitu isi rekam medis yang lengkap dan bukan berupa

ringkasan. Dalam jawaban tergugat mendalilkan Pasal 12 Ayat (3) dan (4)

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/ MENKES/ PER/ III/ 2008 yang

pada pokonya menyebutkan bahwa isi rekam medis yang dapat diberi, dicatat

atau dicopy oleh pasien adalah dalam bentuk ringkasan medis.

Penulis menganggap alasan tergugat sangat mendasar karena dalam

hal ini penggugat meminta untuk mendapatkan isi rekam medis secara

lengkap sedangkan yang didapat hanya berupa ringkasan medis yang berisi

diagnosa masuk, diagnosa keluar, jenis tindakan/operasi, ringkasan saat

masuk, ringkasan perawatan, dan ringkasan keluar. Dalam undang-undang

tidak dijelaskan mengenai format baku dalam ringkasan medis sehingga apa

yang telah di lakukan tergugat telah sesuai dengan undang-undang.

Ketiga, dalam jawaban tergugat mendalilkan bahwa isi dari Pasal 77

Undang-Undang Praktik Kedokteran pada pokoknya menyebutkan “Setiap

orang dapat dipidana apabila dengan sengaja menggunakan identitas berupa

gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah

Page 68: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

57

yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat

tanda registrasi dokter atau tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin

praktik”. Perwakilan yang dikirim oleh para tergugat untuk melakukan

perdamaian dengan pihak penggugat adalah resmi.

Menurut penulis tuntutan yang diajukan penggugat disini tidak jelas

karena Pasal 77 Undang-Undang Praktik Kedokteran merupakan larangan

bagi seseorang yang berpura-pura sebagai dokter resmi dalam rangka

mengobati pasien dan bukan dalam proses penyelesaian masalah secara

kekeluargaaan. Karena dalam proses penyelesaian masalah secara

kekeluargaan para tergugat dapat mengirim perwakilannya siapapun orangnya

baik afiliasi dari tergugat I dan tergugat II serta dokter Karmani Halim selaku

tergugat III maupun kuasanya yang dibuktikan dengan surat kuasa.

Keempat, dalam jawaban tergugat terkait dengan dokter Harmani

Kalim pada saat mengobati pasien surat izin praktiknya sudah habis masa

berlakunya dan belum diperpanjang didasarkan pada Pasal 38 ayat (2)

Undang-Undang Praktik Kedokteran juncto Pasal 14 Ayat (1) Permenkes

Nomor 2052 mengatur tentang pemberlakuan Surat Izin Praktik (selanjutnya

disebut sebagai “SIP”) dan Surat Tanda Registarasi (selanjutnya disebut

sebagai “STR”) yang menyebutkan bahwa SIP berlaku sepanjang STR masih

berlaku dan tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP

dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Kemudian

berdasarkan tanggal 12 September 2011 tentang Legalitas Izin Praktik Bagi

Dokter Gigi Yang Dalam Proses Registrasi Ulang (SE Menkes), menyatakan

Page 69: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

58

bahwa dokter dan dokter gigi yang telah menyerahkan persyaratan untuk

proses registrasi ulang penerbitan STR dan yang telah memperoleh STTB

yang dikeluarkan oleh Organisasi Profesi, dapat menggunakan STTB yang

dikeluarkan oleh Organisasi Profesi, dapat menggunakan STTB tersebut

sebagai bukti bahwa yang bersangkutan secara resmi telah melakukan proses

registrasi ulang, sehingga secara otomatis SIP termasuk rekomendasi izin

praktik dinyatakan tetap berlaku selama 6 (enam) bulan sampai proses

registrasi ulang selesai. Bahwa dari SE Menkes tersebut juncto Pasal 14 ayat

(3) Permenkes Nomor 2052 tergugat disimpulkan bahwa bagi dokter yang

STR nya telah habis masa berlakunya saja masih dinyatakan berlaku SIP nya

selama 6 (enam) bulan atau sampai proses registrasi ulang selesai, sedangkan

Tergugat III STR nya tidak pernah habis masa berlakunya bahkan masih

berlaku sampai dengan 7 Agustus 2016.

Menurut penulis, kedua dasar hukum tersebut tidak memiliki

kesinambungan karena pertama tergugat menyatakan bahwa selama STR

berlaku maka SIP tetap berlaku. Namun, pada dasar hukum yang kedua

tergugat menyimpulkan bahwa setelah SIP habis masa berlakunya maka tetap

berlaku selama 6 (enam bulan). Terdapat kecacatan dalam pola pikir tergugat

karena Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang Praktik Kedokteran juncto Pasal 14

Ayat (1) Permenkes Nomor 2052 dimana yang dimaksud dengan SIP tetap

berlaku apabila STR tetap berlaku dan tempat praktik sesuai dengan yang

tercantum dalam SIP merupakan larangan bagi dokter untuk melakukan

praktik dalam hal STR telah habis masanya dan tempat pratek dokter tidak

Page 70: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

59

sesuai dengan yang tercantum di SIP. Karena apabila merujuk pada alasan

tergugat, maka untuk apa dokter Harmani Kalim memperpanjang SIPnya lagi

pada 3 Februari 2012 padahal STR nya berlaku sampai 7 Agustus 2016.

Selanjutnya, Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.HK/MENKES/1920/IX/2011 tanggal 12 September 2011 tentang

Legalitas Izin Praktik Bagi Dokter Gigi Yang Dalam Proses Registrasi Ulang

dimaksudkan kepada kondisi tertentu yakni dokter yang SIP ingin

diperpanjang namun STR nya telah habis masanya maka diberikan

kemudahan berupa perpanjangan SIP selama 6 (enam) bulan. Bukan berarti

ketika SIP dokter telah habis masanya namun STR nya belum habis masanya

lalu SIP dokter tersebut masih berlaku selama 6 (enam) bulan karena kondisi

tersebut tidak memenuhi unsur-unsur dari kententuan Surat Edaran Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No.HK/MENKES/1920/IX/2011 tanggal 12

September 2011.

Dalam Pasal 7 poin a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen mewajibkan bahwa pelaku usaha (dokter) harus

beritikad baik dalam melakukan usahanya (melayani pasien). Selanjutnya,

Pasal 36 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

menyebutkan “Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik

kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik”. Bahkan di dalam

Pasal 76 Undang-Undang Praktik Kedokteran terdapat ancaman pidana bagi

dokter yang melakukan praktik kedokteran tanpa SIP. Malapraktik medis

masuk ke dalam ranah perbuatan melawan hukum perdata indikatorrnya

Page 71: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

60

adalah ketika sudah masuk ataukah tidak keranah pidana. 2Maksud dari

memiliki SIP disini adalah SIP yang belum habis masa berlakunya. Oleh

karena itu, dokter Harmani Kalim yang SIPnya telah habis pada 7 Agustus

2011 dan diperpanjang 3 Februari 2012 namun tetap melakukan pengobatan

terhadap pasien 23 Desember 2011 dapat di katakan telah melakukan praktik

kedokteran dengan melanggar hukum karena tidak mempunyai dasar

kewenangan serta beritikad tidak baik.

Unsur-unsur malapraktik kedokteran telah di penuhi oleh dr. Harmani

Kalim yaitu:3

1. Adanya wujud perbuatan aktif maupun pasif tertentu dalam

praktik kedokteran;

2. Dilakukan oleh dokter atau orang yang ada dibawah perintahnya;

3. Dilakukan terhadap pasiennya;

4. Dengan sengaja maupun kelalaian;

5. Bertentangan standar profesi, melanggar hukum dan dilakukan

tanpa wewenang yakni tanpa SIP;

6. Menimbulkan akibat kerugian bagi nyawa pasien;

7. Membentuk pertanggungjawaban hukum bagi dokter.

Tergugat I dan Tergugat II sebagai penyelenggaran pelayanan

kesehatan juga telah bersalah didasarkan Pasal 42 Undang-Undang Praktik

Kedokteran tegas menyatakan bahwa pimpinan sarana kesehatan dilarang

2 Adami Chazawi, Malaraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 55

3 Adami Chazawi, Malaraktik Kedokteran, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), h. 11

Page 72: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

61

mengizinkan dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik

untuk melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut.

Penulis berpendapat bahwa berdasarkan poin 1 dan 4 telah terlihat

jelas adanya pelanggaran oleh dokter terhadap kewajiban-kewajiban dokter

dan standar profesi dalam memberikan pengobatan pada pasien Walujo

Sedjati sehingga menyebabkan kematian. Akibat dari kematian pasien telah

meinmbulkan kerugian bagi penggugat yakni biaya pengobatan selama pasien

di rawat di rumah sakit. Perbuatan tersebut telah memenuhi ketentuan dari

Pasal 1365 KUH Perdata yaitu :

1. Ada perbuatan melawan hukum atau dengan kata lain melawan undang-

undang;

2. Melanggar hak subjektif orang lain yaitu hak-hak perorangan dan hak-hak

atas harta kekayaan;

3. Ada kesalahan (schuld) yang dapat berupa kealpaan dan kesengajaan;

4. Ada kerugian yang diderita orang lain;

5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan

kerugian yang diderita.

Islam juga menghukum orang yang beriman yang baik dengan

sengaja maupun karena kelalaiannya membunuh manusia lain. Hal ini

dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 92-93 yang berbunyi:

Page 73: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

62

Artinya : “Dan tidak patut bagi seorang yang beriman membunuh seorang

yang beriman (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Barang

siapa membunuh seorang yang beriman tersalah (hendaklah) dia

memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat

yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka

(keluarga terbunuh) bersedekah. Jika dia (si terbunuh) dari kaum yang

memusuhimu, padahal dia orang beriman, maka hendaklah (si pembunuh)

memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Jika dia (si terbunuh) dari kaum

(kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka

(hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada

keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman.

Barang siapa tidak memperolehnya, maka hendaklah dia (si pembunuh)

berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai tobat kepada Allah. Dan Allah

Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(Q.S. An-Nisa/4: 92)

Page 74: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

63

Artinya : “Dan barang siapa yang membunuh seorang beriman dengan

sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahannam, dia kekal di dalamnya.

Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar

baginya.”(Q.S. An-Nisa/4: 93)

Dalam surat An-Nisa 92-93 telah secara tegas dijelaskan larangan dan

hukuman bagi dokter yang melakukan malapraktik medis baik karena

kelalaiannya menyebabkan kematian bagi pasiennya yakni Walujo Sedjati.

Dalam Pasal 1366 KUH Perdata juga menjelaskan bahwa setiap orang

(dokter) tidak hanya bertanggung jawab atas setiap perbuatan-perbuatannya

melainkan juga karena kelalaiannya dan kesalahannya. Kesalahan dari dokter

Harmani Kalim yang tidak merujuk pasien Waludjo Sedjati ketika

memperoleh hasil pemeriksaan namun setelah pengobatan gagal baru

melakukan rujukan menunjukkan kesalahan dokter yang mengetahui bahwa

dirinya maupun fasilitasnya tidak memadai tetapi tetap melakukan

pengobatan serta tetap melakukan pengobatan terhadap pasien Waludjo

Sedjati meskipun tanpa izin praktik menunjukkan itikad tidak baik dokter

karena melakukan praktik tanpa izin jelas melanggar hukum.

Nafkah yang biasa diberikan oleh pasien Walujo Sedjati kepada anak

dan istrinya juga termasuk dalam kerugian. Hal ini diatur dalam Pasal 1370

KUH Perdata yang menyebutkan “Dalam hal pembunuhan dengan sengaja

atau kematian seseorang karena kurang hati-hatinya orang lain, suami atau

istri yang ditinggalkan, anak atau orangtua korban yang lazimnya mendapat

Page 75: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

64

nafkah dan pekerjaan korban, berhak menuntut ganti rugi yang harus dinilai

menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan.”

Oleh karena itu, Penggugat dapat meminta pertanggungjawaban dari dokter

Harmani Kalim selaku Tergugat III dengan melakukan gugatan perdata untuk

meminta ganti kerugian yakni:

1. Kerugian immaterial (kerugian yang tidak nyata), seperti duka yang amat

mendalam dan kesulitan-kesulitan yang timbul akibat perbuatan para

tergugat;

2. Kerugian materil (kerugian nyata):

a. Kerugian akibat kehilangan kesempatan, yakni kehilangan nafkah yang

seharusnya diberikan pasien apabila masih hidup sampai umur

normalnya manusia meninggal;

b. Kerugian nyata:

(1) Biaya yang telah dikeluarkan hingga saat penggugatan, yakni biaya

pengobatan dan perawatan pasien;

(2) Biaya yang akan dikeluarkan sesudah saat penggugatan, yakni

biaya pengurusan jenazah pasien.

Seluruh kerugian tersebut juga dapat di bebankan kepada Tergugat I

dan Tergugat II sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan. Selain karena

telah melanggar pasal 42 Undang-Undang Praktik Kedokteran karena

membiarkan dokter yang berpaktik di tempatnya tanpa surat izin praktik.

Dalam pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah

Sakit dijelaskan bahwa rumah Sakit bertanggung jawab terhadap semua

Page 76: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

65

kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh dokter di

rumah sakit. Oleh karena itu, Rumah Sakit Primier Jatinegara, Ramsay Health

Care Indonesia selaku institusi pemberi layanan kesehatan dan dokter

Harmani Kalim selaku dokter harus bertanggung jawab secara tanggung

renteng mengganti kerugian yang dialami oleh penggugat.

Page 77: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

66

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab

sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Majelis Hakim Pengadilan Negeri telah tidak tepat dalam

pertimbangannya, dimana hakim menyatakan bahwa gugatan penggugat

premature karena harus diselesaikan terlebih dahulu di Mahkamah

Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Penyelsaian

melewati MKDKI hanya pilihan hukum (choice of law).

2. Bentuk pertanggungjawaban dokter terhadap malapraktik medis dilihat

dari kesalahannya yakni berupa pelanggaran kewajiban dokter dengan

tidak merujuk ke dokter lain yang lebih baik apabila tidak mampu dalam

memeriksa dan mengobati pasien. Pelanggaran juga terjadi karena Dokter

Harmani Kalim melakukan praktik dengan surat izin yang telah habis

masanya. Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap semua kerugian yang

ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh dokter di rumah sakit.

Oleh karena itu, penggugat dapat mengajukan gugatan ganti rugi secara

perdata kepada Dokter Harmani Kalim, rumah sakit Primier Jatinegara dan

Ramsay Health Care Indonesua sesuai dengan Pasal 1365 dan 1370 KUH

Perdata yakni meliputi biaya pengobatan dan perawatan, biaya pengurusan

jenazah dan nafkah yang seharusnya didapat oleh penggugat apabila

pasien Walujo Sedjati masih hidup secara tanggung renteng.

Page 78: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

67

B. SARAN

1. Penulis menyarankan agar diadakan sosialisasi perihal

pertanggungjawaban dokter terhadap malapraktik medis kepada

masyarakat umum melalui seminar-seminar umum agar masyarakat tahu

apa saja yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah tindakan dokter

merupakan malapraktik atau bukan dan meminta pertanggungjawaban

lewat jalur hukum jika terjadi malapraktik;

2. Penulis menyarankan kepada legislatif agar dibuat undang-undang

khusus yang mengatur tentang malapraktik medis karena kasus ini sangat

sering menciderai rakyat kecil namun pengaturannya sampai saat ini

belum dibuat secara rinci dan jelas sehingga dapat membawa keadilan di

tengah masyarakat;

3. Kepada dokter, untuk melakukan pengobatan terhadap pasien dengan

menghormati hak-hak pasien, melakukan kewajiban dokter, menaati

standar prosedur dan standar operasional, memiliki wewenang untuk

melakukan tindakan medis dan tidak melanggar ketentuan-ketentuan lain

dalam undang-undang;

4. Kepada para Hakim, untuk lebih cermat dan teliti dalam mengambil

keputusan serta mengedepankan asas kemanfaatan (utility), keadilan

(etis) dan kepastian hukum (normatif dogmatic).

Page 79: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

DAFTAR PUSTAKA

Kitab Suci

Al-Qur’anul Karim

Buku

Adji, Oemar Seno, Etika Profesional dan Hukum Pertanggungjawaaban Pidana

Dokter, Jakarta: Erlangga, 1991.

Ali, Ahmad, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis),

Jakarta: PT Gunung Agung, 2002.

Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2004.

Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Azwar, Bahar, Sang Dokter, Jakarta: Kesaint Blanc, 2002.

Chazawi, Adami, Malaraktik Kedokteran, Malang: Bayumedia Publishing, 2007.

Fuady, Munir, Sumpah Hippocrates (Aspek Hukum Malpraktik Dokter), Bandung:

PT Citra Aditya Bakti, 2005.

Hanafian, Jusuf dan Amri Amir, Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008.

Hamidi, Jazim, Hermeneutika Hukum, Teori Penemuan Hukum Barudengan

Interpretasi Teks, Yogyakarta: UII Pers, 2005.

Hariyani, Safitri, Sengketa Medik: Alternatif Penyelesaian Perselisihan Antara

Dokter Dengan Pasien, Jakarta: Diadit Media, 2005.

Hayt, Emanuel, Legal Aspects of Medical Record, Illinois: Physicians’ Record

Company, 1964.

Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang,

Bayumedia Publishing, Cet-II 2006

Koeswadji, Hermin Hadiati, Hukum Kedokteran, Bandung: PT Citra Aditya Bakti,

1998.

_______, Beberapa Permasalahan Hukum dan Medik, Bandung: PT Citra Aditya

Bakti, 1992.

Page 80: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Komalawati, Veronika, Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik,

Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002.

Mamudji, Sri, et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Jakarta: Badan

Penerbit FHUI, 2005

Mangkey, Michael Daniel, Perlindungan Hukum Terhadap Dokter Dalam

Memberikan Pelayanan Medis, Manado: Sam Ratulangi University,

2014.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, cet-IV 2010.

Mertokusumo, Sudikno, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Yogyakarta:

Liberty, 2007.

Miru, Ahmadi, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di

Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011.

Muhamad, Abdulkadir, Hukum Perikatan, Bandung: Penerbit Alumni, 1982.

Nasution, AZ, Hukum Perlindungan Konsumen : Suatu Pengantar, cet II, Jakarta,

Diadit Media, 2011

Nasution, AZ, dkk, Liku-Liku Perjalanan Undang-Undang Perlindungan

Kosumen, Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, 2011.

Nasution, Bahder Johan, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta:

Rineke Cipta, 2005

Notoatmodjo, Soekidjo, Etika & Hukum Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Rifai, Ahmad, Penemuan Hukum oleh Hakim, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.52

Sampurna, Budi, dkk, Bioetik dan Hukum Kedokteran, Jakarta: Pustaka Dwipar,

2007.

Sidabalok, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT

Citra Aditya Bakti, 2014.

Simanggungsong, Advendi dan Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi,

Jakarta: PT Grasindo, 2007.

Siswati, Sri, Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2013.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia,

Page 81: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

1986.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan

Dakam Penelitian Hukum, Jakarta: Pusat Dokumentasi Universitas

Indonesiam, 1979

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT Intermasa, 1985.

Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta:

Pradnya Paramita, 1996.

Supriadi, Wila Chandrawila, Hukum Kedokteran, Bandung: Mandar Maju, 2001

Termorshuizen, Marjanne, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, Jakarta: Jambatan,

1999.

Triwibowo, Cecep, Etika Hukum Kesehatan, Yogyakarta: Nuha Medika, 2014.

Wahjoepramono, Eka Julianta J., Konsekuensi Hukum Dalam Profesi Medik,

Bandung: Karya Putra Darwati, 2012

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen;

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran;

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan;

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit;

Peraturan Konsil Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Disiplin Profesional Dokter Dan

Dokter Gigi;

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang

Rekam Medis;

Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.HK/MENKES/1920/IX/2011 Tentang Legalitas Izin Praktik Bagi

Dokter/Dokter Gigi Yang Dalam Proses Registrasi Ulang.

Page 82: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Internet

SG Wibisono, Sampai Akhir 2012 Terjadi 182 Kasus Malapraktek, artikel di

akses pada 22 Januari 2016 dari

http://nasional.tempo.co/read/news/2013/03/25/058469172/sampai-akhir-

2012-terjadi-182-kasus-malpraktek.

Budiyanto, Standar Profesi, artikel diakses pada 24 Juli 2016 dari

https://budi399.wordpress.com/2010/11/22/standar-profesi/.

Tabib Pengantar Maut, diakses pada 2 Agustus 2016 dari

http://sorot.vivanews.com/news/read/34856-tabib_pengantar_maut.

Page 83: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

LAMPIRAN

Page 84: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

P U T U S A N

Nomor : 329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim.

“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang mengadili perkara-perkara

perdata pada tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut

dalam perkara antara :

NY. ERWINA INDARTI dan AGUNG PRIHASTO WIBOWO, masing-masing

selaku istri dan anak laki-laki dari Almarhum

WALUJO SEDJATI, beralamat di Jl. Kayu

Manis Barat Gg. K-1 No. 30 RT.010/ RW.002,

Kelurahan Kayu Manis, Kecamatan

Matraman, Jakarta Timur, dalam hal ini

diwakili oleh Kuasa Hukumnya : DR. REZA

EDWIJANTO, SH. LL.M., DANIEL ALFREDO,

SH. MH., MARINI SULAEMAN, SH., MH.,

LLM., dan YEHEZKIEL.J.KALIGIS, SH.,

Advokat dan Penasihat Hukum dari Kantor

Hukum Lukman Bachmid & Associates,

beralamat di Jl. Cikini Raya No. 121 D-E,

Jakarta 10330, berdasarkan Surat Kuassa

Khusus tertanggal 25 September 2012,

selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT;

M e l a w a n :

1. RUMAH SAKIT PRIMIER JATINEGARA, yang beralamat di Jl. Raya

Jatinegara Timur No. 85-87, Jakarta 13310, selanjutnya disebut

sebagai .............................................................................................TERGU

GAT I;

2. RAMSAY HEALTH CARE INDONESIA (PT. AFFINITY HEALTH

INDONESIA), beralamat di RS. Premier Bintaro, Annex Building 5th Floor,

Jl. M.H. Thamrin No. 1 Sektor 7 Bintaro Jaya, Tangerang, selanjutnya

disebut sebagai ………………………………………………TERGUGAT II;

1

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

Page 85: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

3. Prof. HARMANI KALIM SpJp(K), beralamat di Jl. Jatinegara Timur No.

85-87, Jakarta 13310, selanjutnya disebut sebagai …………TERGUGAT

III;

PENGADILAN NEGERI TERSEBUT;

Telah membaca surat-surat perkara yang bersangkutan;

Telah meneliti surat-surat bukti;

Telah mendengar keterangan pihak Penggugat dan Tergugat;

----------------------------- TENTANG DUDUKNYA PERKARA : ------------------------

Menimbang, bahwa Penggugat dalam surat gugatannya tertanggal 28

September 2012 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan

dibawah Register No.329/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Tim. telah mengemukakan hal-hal

sebagai berikut :

KELALAIAN DALAM PENANGANAN MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH

TERGUGAT III PADA RUMAH SAKIT PREMIER JATINEGARA/TERGUGAT I

YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN Almarhum WALUYO SEDJATI.

1. Bahwa pada tanggal 13 Desember 2011 Almarhum WALUJO SEDJATI

(“Almarhum”) datang ke Rumah Sakit Premier Jatinegara (“RS Premier I”)

untuk melakukan Pemeriksaan Umum/General Check-up;

2. Bahwa setelah pemeriksaan umum/general check-up dilakukan,

TERGUGAT III yang adalah dokter pada RS Premier menyarankan

kepada keluarga Almarhum agar terhadap Almarhum dilakukan

kateterisasi untuk memeriksa adanya kelainan pembuluh darah pada

jantung;

3. Bahwa pada tangga 17 Desember 2011 tindakan kateterisasi dilakukan

dan setelah kateterisasi, TERGUGAT III menjelaskan kepada

PENGGUGAT bahwa ada dua penyempitan pada pembuluh jantung

Almarhum. Atas dasar hal tersebut maka TERGUGAT III menyarankan

pemasangan ring pada jantung Almarhum;

4. Bahwa pada hari Minggu tanggal 18 Desember 2011 pemasangan ring

dilakukan. Pada saat tindakan pemasangan ring, Almarhum hanya dibius

2

2

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

Page 86: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

secara local sehingga Almarhum mendengar dan mengetahui apa yang

terjadi di ruangan operasi. Setelah operasi selesai, Almarhum bercerita

kepada PENGGUGAT mengenai hal yang didengarnya ketika operasi

berlangsung. Almarhum mengatakan bahwa pada saat pemasangan ring

salah satu pembuluh darah ada yang melengkung sehingga terjadi

kesulitan dalam pemasangan ring tersebut yang mengakibatkan

pemasangan ring berlangsung lebih lama;

5. Bahwa pada hari Senin tanggal 19 Desember 2011 sekitar jam 08.00

WIB Almarhum merasakan sakit di bagian dada merasakan sesak saat

bernapas, yang kemudian disertai dengan muntah. Setelah ditangani oleh

beberapa Dokter, Almarhum kemudian langsung dibawa kembali ke

ruang ICCU untuk diobservasi;

6. Bahwa selanjutnya pada hari Selasa, tanggal 20 Desember 2011 sekitar

jam 15.00 WIB Almarhum mengalami serangan/anfal. Setelah kejadian ini

TERGUGAT III menjelaskan kepada keluarga Almarhum bahwa terhadap

Almarhum harus dipasangi Alat Pacu Jantung/Temporary Pace Makers

(“TPM”) sebagai upaya untuk merangsang detak jantung. Untuk tindakan

ini PENGGUGAT diharuskan untuk menandatangani formulir

pemasangan TPM dan dikenakan estimasi biaya sebesar

Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah). Selain itu menurut

TERGUGAT III selain TPM, terhadap Almarhum juga akan dilakukan

pemasangan ring tambahan;

7. Bahwa pada hari yang sama sekitar jam 18.00 WIB TERGUGAT III

melakukan tindakan medis pemasangan TPM, penyedotan darah beku

dan pemasangan ring tamabahan. Namun demikian setelah tindakan-

tindakan medis ini dilakukan dan ditambah dengan pemberian obat-

obatan secara oral, TERGUGAT III mengatakan kepada PENGGUGAT

bahwa kondisi Almarhum semakin menurun;

8. Bahwa kemudian TERGUGAT III memutuskan agar Almarhum

dipindahkan ke Rumah Sakit Harapan Kita (“RSHK”) mengingat RSHK

adalah rumah sakit khusus penyakit jantung sehingga fasilitasnya lebih

lengkap dibandingkan RS Premier. Namun demikian, sebelum Almarhum

dipindahkan ke RSHK, Almarhum mengalamai anfal untuk yang kedua

3

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

Page 87: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

kali. Akibat dari serangan anfal ini, maka terhadap Almarhum harus

dilakukan tindakan pemasangan ventilator. Bahwa pemasangan ventilator

dilakukan oleh TERGUGAT III di RS Premier pada tanggal 21 Desember

2011. Setelah tindakan pemasangan ventilator selesai dilakukan,

Almarhum tidak sempat sadarkan diri dan dalam kondisi koma sampai

dengan meninggal dunia pada tanggal 23 Desember 2011;

REKAM MEDIS YANG DIBERIKAN OLEH TERGUGAT I TIDAK SESUAI

DENGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 269/MENKES/PER/

III/2008.

9. Bahwa setelah almarhum meninggal dunia, PENGGUGAT minta kepada

TERGUGAT I agar dapat mengakses Rekam Medis Almarhum. Rekam

Medis yang kemudian diberikan oleh TERGUGAT I adalah selembar

kertas berupa Resume Medis yang hanya berisi tentang diagnosa masuk,

diagnosa keluar, jenis tindakan/operasi, ringkasan saat masuk, ringkasan

perawatan, dan ringkasan keluar tertanggal 2 Juli 2012;

10.Bahwa Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan No.269/MENKES/

PER/III/2008 (“Permenkes 269”) menyatakan :

“Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen

tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan

pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien”.

11.Bahwa apabila mendasarkan pada ketentuan peraturan perundang-

undangan, Resume Medis yang diberikan oleh Tergugat I tidak berisi hal-

hal yang seharusnya dimuat dalam Rekam Medis. Sebuah Rekam Medis

berdasarkan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269/

MENKES/PER/III/2008 tertanggal 12 Maret tentang Rekam Medis

seharusnya berbentuk sebagai berikut :

“Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari

sekurang-kurangnya memuat :

a. Identitas pasien;

b. Tanggal dan waktu;

4

4

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

Page 88: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat

penyakit;

d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik;

e. Diagnosis;

f. Rencana penatalaksanaan;

g. Pengobatan dan/atau tindakan;

h. Persetujuan tindakan bila diperlukan;

i. Catatan Observasi klinis dan hasil pengobatan;

j. Ringkasan pulang (discharge summary);

k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan

tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan;

l. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu; dan

m. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik.

12.Bahwa kemudian Pasal 5 ayat (3) Pemeriksaan 269 menyatakan :

“Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilaksanakan melalui pencatatan dan pendokumentasian hasil

pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah

diberikan kepada pasien”.

Bahwa Resume yang diberikan oleh TERGUGAT I tidak cukup dalam

memberikan penjelasan secara jelas mengenai penanganan/tindakan

medis yang telah dilakukan terhadap Almarhum/pasien dan terlebih lagi

tidak memuat hal-hal yang menurut peraturan perundang-undangan

harus dinyatakan di dalam Rekam Medis;

13.Bahwa Rekam Medis merupakan hak dari pasien dan apabila pasien

meninggal saat mendapat perawatan di rumah sakit yang bersangkutan,

maka keluarga/ahli waris dari almarhum berhak untuk mendapatkan

salinan resmi Rekam Medis yang dikeluarkan oleh rumah sakit yang

bersangkutan.

14.Bahwa PENGGUGAT sudah mengajukan permohonan kepada

TERGUGAT I dan ditembuskan kepada TERGUGAT II untuk

5

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5

Page 89: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

memberikan salinan Rekam Medis milik Almarhum dengan No. 023/LBA/

VII/2012 tertanggal 16 Juli 2011, tetapi sampai gugatan ini didaftarkan,

TERGUGAT I belum memberikan Rekam Medis yang isinya sesuai

dengan Permenkes 269;

PELANGGARAN PADA PASAL 77 UNDANG-UNDANG NO. 29 TAHUN 2004

TENTANG PRAKTEK KEDOKTERAN YANG DILAKUKAN OLEH TERGUGAT I

DAN TERGUGAT II KARENA MENGHADIRKAN PERWAKILAN UNTUK

MELAKUKAN PERTEMUAN DENGAN PIHAK PENGGUGAT BUKAN

MERUPAKAN KARYAWAN ATAU PEGAWAI DARI TERGUGAT I DAN

TERGUGAT II.

15.Bahwa berdasarkan informasi yang didapat dari website TERGUGAT I,

pemilik TERGUGAT I adalah TERGUGAT II yang merupakan operator

jasa layanan kesehatan terbesar di Australia. TERGUGAT I sendiri

merupakan rumah sakit di Indonesia yang telah mendapat akreditasi dari

Join Commision International; sebuah organisasi yang memberikan

akreditasi dan sertifikasi kepada Rumah Sakit yang memiliki kualitas baik

dan memenuhi standar internasional dalam memberikan pelayanan dan

perawatan kesehatan. Kualitas baik dan memenuhi standar internasional

tersebut diantaranya adalah dengan memberikan pelayanan optimal serta

professional dalam rangka meningkatkan kesehatan pasien;

16.Bahwa seharusnya sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan dengan

standar internasional, TERGUGAT I diharapkan dapat memberikan

pelayanan kesehatan yang profesional, baik dan bertanggung jawab.

Namun sayangnya hal ini gagal dipenuhi oleh TERGUGAT I bahkan

mengakibatkan meninggalnya Almarhum Waluyo Sejati;

17.Bahwa ketidak profesionalan TERGUGAT I dan TERGUGAT II terlihat

ketika PENGGUGAT mohon penjelasan mengenai kejadian sehubungan

dengan meninggalnya Almarhum. PENGGUGAT beberpa kali

mengirimkan surat kepada TERGUGAT I dan TERGUGAT II mohon

penjelasan mengenai kematian Almarhum ketika mendapat perawatan di

RS Premier dan mohon pertanggungjawaban atas meninggalnya

Almarhum, masing-masing tertanggal 9 Januari 2012 (Bukti P-1), 14

Februari 2012 (Bukti P-2), dan 9 April 2012 (Bukti P-3). Setelah surat

6

6

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

Page 90: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

ke-3. Tergugat I dan Tergugat II akhirnya mengundang Penggugat untuk

datang ke RS Premier, dimana Tergugat I dan Tergugat II akan

menjelaskan penanganan medis yang dilakukan terhadap Almarhum.

Selain itu Tergugat I dan Tergugat II juga mohon agar permasalahan

yang terjadi antara Penggugat dan Para Tergugat dapat diselesaikan

secara kekeluargaan dan untuk itu TERGUGAT I dan TERGUGAT II

bersedia untuk bertanggung jawab atas kematian Almarhum;

18.Bahwa dalam pertemuan tersebut TERGUGAT I dan TERGUGAT II

diwakili oleh dr. Taufani serta 2 (dua) orang dokter yang mengaku

bernama dr. Rana dan dr. Ade saat itu PENGGUGAT memang tidak

bertanya apakah dr. Rana dan dr. Ade mempunyai kuasa dari

TERGUGAT I dan TERGUGAT II untuk menghadiri pertemuan dengan

PENGGUGAT;

19.Bahwa dalam pertemuan tersebut pihak TERGUGAT I meminta kepada

PENGGUGAT untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluaraan

dengan tidak melibatkan pihak ketiga lainnya. Dalam pertemuan tersebut

Tergugat I juga meminta Penggugat untuk mengajukan besarnya biaya

kompensasi/ganti rugi yang Penggugat inginkan, yang kemudian

Penggugat tindak lanjuti dengan mengirimkan surat tertanggal 14

Februari 2012 (“Surat 14 Februari”) perihal permohonan pemberian

kompensasi/ganti rugi;

20.Bahwa setelah Surat 14 Februari tersebut, Penggugat diundang untuk

menghadiri pertemuan kedua. Yang hadir dalam pertemuan kedua adalah

dr. Taufani, dr. Rana dan Bapak Sukendar. Dalam pertemuan tersebut dr.

Rana menawarkan kepada Penggugat kompensasi sebesar

Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) kepada keluarga Almarhum;

21.Bahwa nilai kompensasi tersebut tidak dapat diterima oleh PENGGUGAT

karena biaya yang sudah PENGGUGAT keluarkan selama Almarhum

dirawat di RS Premier adalah sebesar Rp.235.000.000,- (Dua ratus tga

puluh lima juta rupiah);

22.Bahwa setelah pertemuan tersebut, pihak keluarga Almarhum bermaksud

untuk bertemu lagi dengan dr. Rana dan dr. Ade untuk menyampaikan

7

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7

Page 91: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

keberatan pihak keluarga sekaligus menyampaikan kekecewaan

PENGGUGAT atas respon yang diberikan oleh pihak RS Premier.

Namun ketika PENGGUGAT menghubungi RS Premier untuk membuat

janji bertemu dengan dr. Rana dan dr. Ade, alangkah terkejutnya

PENGGUGAT ketika mengetahui bahwa tidak ada dokter RS. Premier

yang bernama dr. Rana dan dr. Ade, baik yang bekerja pada TERGUGAT

I maupun TRGUGAT II;

23.Bahwa hal ini membuktikan tidak adanya itikad baik TGATII dalam

penyelesaian permasalahan dengan PENGGUGAT. Tindakan TRGUGAT

I yang mengirimkan dr. Rana dan dr. Ade yang tidak memiliki kompetensi

untuk bertindak mewakili TERGUGAT I dan TERGUGAT II adalah suatu

tindakan yang melecehkan PENGGUGAT;

PELANGGARAN YANG DILAKUKAN TEGUGAT I DAN TERGUGAT II

TERHADAP UNDANG-UNDANG PRAKTEK KEDOKTERAN DAN UNDANG-

UNDANG RUMAH SAKIT KARENA MEMBIARKAN DOKTER MELAKUKAN

PRAKTEK TANPA IZIN.

24.Bahwa UU Praktek Kedokteran menyatakan setiap dokter yang

melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki tanda dan sura

ijin praktik yang masih berlaku yang dikeluarkan oleh Ikatan Dokter

Indonesia cabang Jakarta Tmur. Lebih lanjut UU Praktek Kedokteran

menyatakan sebagai berikut :

a. Pasal 29 ayat (1) : “Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan

praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi

dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi”;

b. Pasal 29 ayat (4) : “Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda

registrasi dokter gigi berlaku selama 5 (lima) tahun dan direstrasi

ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan tetap memenuhi

persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf

d”;

c. Pasal 36 : “Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik

kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik”;

8

8

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8

Page 92: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

25.Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah

Sakit : “Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di Rumah

Sakit wajib memiliki Surat Izin Praktik sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan”;

26.Bahwa berdasarkan Rekomendasi izin Praktek Tenaga Medis No.

02.02.12.02156/09121/08.2012 tertanggal 3 Februari 2012 dan

Rekomendasi izin Praktek No. 01.05.0.12.02155/09121/08.2016

tertanggal 3 Februari 2012 yang masing-masing diterbitkan oleh Ikatan

Dokter Indonesia Cabang Jakarta Timur, diketahui bahwa izin praktek

TERGUGAT III berlaku sampai dengan 7 Agustus 2016. Mengacu pada

ketentuan 5 tahun tersebut, maka izin praktek TERGUGAT III seharusnya

telah BERAKHIR pada tanggal 7 Agustus 2011. Namun demikian, ijin

TERGUGAT III baru DIPERPANJANG pada tanggal 3 Februari 2012

sebagaimana termaktub dalam kedua surat rekomendasi tersebut.

Dengan demikian pada saat melakukan tindakan medis sampai dengan

meninggalnya Almarhum pada tanggal 23 Desember 2011, TERGUGAT

III telah melakukan praktek kedokteran secara ILEGAL, tanpa memiliki

izin praktek yang sah. Oleh karena itu TERGUGAT I dan TERGUGAT II

telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan sengaja telah

mempekerjakan dokter yang tidak memiliki izin praktek yang sah;

27.Bahwa berdasarkan Pasal 42 UU Praktek Kedokteran, TERGUGAT I dan

TERGUGAT II telah melakukan perbuatan hukum karena telah

mengijinkan TERGUGAT III untuk melakukan tindakan medis di saat ijin

prakteknya sudah tidak berlaku lagi. Pasal 42 UU tegas menyatakan

bahwa pimpinan sarana kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau

dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik

kedokteran di sarana pelayanan kesehatan tersebut. Selanjutnya sudah

menjadi kewajiban TERGUGAT I dan TERGUGAT II untuk bertanggung

jawab atas perbuatan dari TERGUGAT III yang menyebabkan kematian

dari Almarhum;

28.Bahwa kelalaian TERGUGAT III dalam melakukan tindakan medis

terhadap Almarhum adalah juga merupakan kelalaian TERGUGAT I dan

TERGUGAT II secara kolektif karena menurut Pasal 46 UU RS :

9

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9

Page 93: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

“Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua

kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan di Rmah Sakit”;

Berdasarkan hal tersebut, jelas dan nyata bahwa TERGUGAT I dan

TERGUGAT II harus bertanggung jawab atas kematian Almarhum

dengan setidak-tidaknya memberikan kompensasi yang layak atas

kerugian yang diderita oleh PENGGUGAT dan keluarga Almarhum.

29.Bahwa tuntutan PENGGUGAT adalah sangat berdasar hukum karena

menurut Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang

tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang

menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan

kesehatan yang diterimanya”.

30.Bahwa lebih lanjut Pasal 32 UU RS menyatakan “Setiap pasien

mempunyai hak .... (q) menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit

apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai

dengan standar baik secara perdata ataupun pidana,” dan “(r)

mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar

pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan”.

31.Munir Fuady,SH.,MH.,LL.M., dalam bukunya yang berjudul Perbuatan

Melawan Hukum, Pendekatan Kontemporer, Penerbit PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2002, halaman 3 mengatakan, “Dalam ilmu hukum

dikenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai

berikut :

• Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan;

• Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur

kesengajaan maupun kelalaian);

• Perbuatan melawan hukum karena kelalaian;”

32.Bahwa TERGUGAT I dan TERGUGAT II secara jelas dan nyata telah

sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan :

10

10

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10

Page 94: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

1) Mengijinkan TERGUGAT III melakukan tindakan medis tanpa adanya

ijin praktek yang sah;

2) Mengirimkan perwakilan yang tidak kompeten untuk melakukan

pertemuan dan negosiasi dengan PENGGUGAT dan pihak keluarga

Almarhum sehingga permasalahan antara PENGGUGAT dan PARA

TERGUGAT tidak bisa diselesaiakan secara kekeluargaan;

3) Tidak memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai hal-hal

yang terjadi sehubungan dengan perawatan dan tindakan medis yang

diterima oleh Almarhum selama dirawat di RS Premier.

33.Bahwa kemudian Tergugat III secara jelas dan nyata telah lalai dalam

melakukan tugasnya sebagai dokter karena tidak memberikan informasi

yang jelas mengenai tindakan medis yang diambil serta dampak bak ata

buruknya bagi Almarhum serta tidak memberikan pelayanan secara

optimal terhadap pasien. Hal ini bertentangan dengan Pasal 7 d Kode

Etik Kedokteran yang menyatakan bahwa “Segala perbuatan dokter

terhadap pasien bertujuan untuk memelihara dan kesehatan dan

kebahagiannya”;

34.Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Penggugat mohon kepada Majelis

Hakim yang memeriksa perkara a quo untuk menyatakan bahwa Para

Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;

PERMOHONAN GANTI RUGI :

35.Bahwa hukum perdata Indonesia menekankan keharusan adanya

hubungan sebab akibat antara perbuatan dan kerugian yang diderita.

Penggugat setidaknya telah membuktikan bahwa kelalaian yang

dilakukan oleh Para Tergugat memenuhi syarat sebagai perbuatan

melawan hukum yang mana perbuatan tersebut menyebabkan kerugian

bagi Penggugat;

36.Bahwa akibat dari kelaian yang dilakukan oleh Para Tergugat, Penggugat

harus kehilangan Almarhum yang merupakan tulang punggung keluarga.

Berapa pun besarnya ganti kerugian yang para Tergugat berikan tidak

akan mengembalikan nyawa Almarhum. Namun demikian Penggugat

11

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11

Page 95: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

berhak mendapatkan kompensasi yang layak atas kelalaian Para

Tergugat;

37.Bahwa Pasal 1365 KUHPerdata menyebutkan, “Tiap perbuatan melawan

hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang

yang karena salahnya menerbitkan kesalahan itu, mengganti kerugian

tersebut”;

38.Kerugian Materiil;

Bahwa kerugian materiil adalah materi yang telah dibayarkan oleh

Penggugat selama Almarhum dirawat di RS Premier ditambah dengan

uang nafkah yang seharusnya diterima oleh Penggugat dari Almarhum

selama 22 tahun (dihitung Penggugat sampai dengan umur 80 tahun

yang saat ini berumur 58 tahun) yang apabila Almarhum masih hidup

diberikan uang nafkah kepada Penggugat sebesar Rp.6.000.000,- (enam

juta rupiah) setiap bulannya atau semuanya berjumlah

Rp.1.584.000.000,- (satu miliar lima ratus delapan puluh empat juta

rupiah) kemudian ditambah dengan uang biaya perawatan yang

dikeluarkan oleh Penggugat sebesar Rp.235.000.000,- (dua ratus tiga

puluh lima juta rupiah). Sehingga besarnya kerugian materiil adalah

Rp.1.819.000.000,- (satu miliar delapan ratus sembilan belas juta rupiah);

Kerugian Imateriil :

Bahwa kehilangan Almarhum menimbulkan duka yang sangat dalam bagi

Penggugat dan Penggugat menyadari bahwa kematian Almarhum tidak

dapat dinilai dengan sejumlah uang. Namun atas kerugian yang diderita

oleh Penggugat sebagai akibat dari kelalaian Para Tergugat serta

kesusahan yang dialami Penggugat atas perbuatan Para Tergugat maka

Penggugat akan menentukan suatu nilai yang Penggugat anggap layak

sebagai kompensasi yang harus diterima oleh Penggugat, yaitu sejumlah

USD 1,500,000 (satu juta Dollar Amerika);

39.Bahwa karena Gugatan ini didasarkan pada bukti-bukti yang sah dan

meyakinkan menurut hukum, maka Penggugat mohon agar terhadap

putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya

12

12

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12

Page 96: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

hukum, verzet, banding, kasasi atau upaya hukum lainnya (uit voerbaar

bij voorraad) untuk mencegah kerugian yang lebih besar bagi Penggugat.

UANG PAKSA (DWANGSOM).

40.Bahwa untuk menjamin Gugatan Penggugat adalah tidak sia-sia dan

mengingat sangat berharga dan berartinya seseorang, maka Penggugat

mohon agar diterapkan pembayaran dwangsom sebesar Rp.5.000.000,-

(lima juta rupiah) per hari atas setiap keterlambatan pembayaran ganti

rugi berdasarkan keputusan dalam perkara a quo;

PERMOHONAN SITA JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG).

41.Bahwa untuk menjamin agar Gugatan ini tidak menjadi sia-sia (illusoir),

maka Penggugat mencadangkan haknya untuk mengajukan sita jaminan

yang akan dimohonkan kemudian selama proses persidangan

berlangsung;

DALAM PROVISI :

42.Bahwa merujuk kepada Pasal 180 HIR dan dalil-dalil hukum tersebut di

atas, maka Penggugat mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta

Timur up Majelis Hakim pemeriksa perkara aquo untuk dapat

memerintahkan Para Tergugat untuk membayar kepada Penggugat

sejumlah Rp.1.819.000.000,- (satu miliar delapan ratus sembilan belas

juta rupiah) dan USD 1,500,000 (satu juta lima ratus dollar Amerika)

secara tunai dan sekaligus, meskipun ada perlawanan, banding, atau

kasasi dalam perkara a quo.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Penggugat mohon kepada Ketua

Pengadilan Negeri Jakarta Timur up Majelis Hakim yang memeriksa dan

mengadili perkara a quo berkenan memutus sebagai berikut :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;

3. Menyatakan Tergugat III telah melakukan kelalaian dalam melakukan

tindakan medis terhadap Almarhum Waluyo Sedjati;

4. Menyakan Tergugat III dan Tergugat II telah lalai dan melanggar Pasal 13

ayat 1 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal

13

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13

Page 97: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

29 ayat 1, Pasal 36, Pasal 42, Pasal 77 Undang-Undang No. 29 Thun

2004 tentang Praktik Kedokteran;

5. Menghukum Para Tergugat untuk membayar kerugian materiil sejumlah

Rp.1.819.000.000,- (satu miliar delapan ratus sembilan belas juta rupiah)

dan kerugian immateriil sejumlah USD 1,500,000 (satu juta lima ratus

Dollar Amerika);

6. Memerintahkan Para Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom)

sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) per hari untuk setiap hari

keterlambatan pelaksanaan putusan ini;

7. Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya perkara;

8. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun

ada verzet, banding maupun kasasi (uitverbaar bij voorraad);

Atau, Apabila Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur u.p. Majelis

Hakim yang memeriksa dan memutuskan perkara ini berpendapat lain,

mohon putusan yang seadil-adilnya (Ex. Aequo et Bono).

Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditentukan, untuk

pihak Penggugat hadir Kuasa Hukumnya : DANIEL. ALFREDO, SH dan

JEHEZKIEL J. KALIGIS, SH, Advokat dan Penasehat Hukum dari kantor Hukum

Lukman Bachmid & Associates, beralamat di Jl. Cikini Raya No. 121 D_E

Jakarta berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 25 September 2012,

sedangkan untuk Tergugat I dan Tergugat II hadir Kuasa Hukumnya :

FIRDAUS, SH dan WAHYU HARGONO, SH , Advokat-advokat pada Karimsyah

Law Firm, beralamat di Plaza Mutiara , lantai 7 Jl. DR. Ide Anak Agung Gde

Agung, Kav.E-12.No.1 & 2 ( d/h Jl. Lingkar Mega Kuningan ) Jakarta

berdasarkan surat Kuasa Khusus tanggal 29 Oktober 2012, dan untuk Tergugat

III hadir Kuasa Hukumnya : ADI WARMAN, SH.MH.MBA, NUR ALIEM

HALVAIMA,SH berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 19 Oktober 2012;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim telah memberikan

kesempatan bagi kedua belah pihak untuk mengadakan perdamaian dan guna

melaksanakan perdamaian tersebut Majelis Hakim telah menunjuk Hakim

Mediator ;

14

14

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14

Page 98: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Menimbang, bahwa oleh karena waktu yang diberikan Majelis Hakim

kepada para pihak untuk melakukan mediasi tidak berhasil mencapai

perdamaian maka pemeriksaan perkara ini dimulai dengan pembacaan surat

gugatan Penggugat yang maksud dan isinya tetap dipertahankan oleh

Penggugat ;

Menimbang, bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut, para Tergugat

melalui Kuasanya telah mengajukan Jawaban yang pada pokoknya sebagai

berikut:

Jawaban Tergugat I dan Tergugat II :

I. DALAM EKSEPSI :

A. GUGATAN PENGGUGAT KURANG PIHAK KARENA TIDAK

MENGIKUTSERTAKAN AHLI WARIS LAINNYA SEBAGAI

PENGGUGAT DALAM GUGATAN AQUO (EXCEPTIO PLURIUM

LITIS CONSORTIUM).

1. Bahwa dalam gugatan aquo, yang bertindak sebagai Penggugat

hanyalah Ny. Erwina Indarti dan Agung Prihasto Wibowo masing-

masing sebagai istri dan anak laki-laki dari almarhum Waluyo

Sedjati. Fakta hukum membuktikan berdasarkan data Surat

Persetujuan Tindakan Kedokteran tertanggal 20 Desember 2011

dan tertanggal 21 Desember 2011 yang diperoleh Tergugat I

terbukti bahwa anak dari almarhum Waluyo Soedjati bukan hanya

Agung Prihasto Wibowo saja tetapi masih ada seorang anak

perempuan bernama Astri Sukma Pramesti.

2. Bahwa berdasarkan hukum waris di Indonesia baik berdasarkan

hukum Islam maupun hukum Perdata Barat maka ahli waris dari

almarhum Waluyo Soedjati adalah anak-anak kandung dan

istrinya. Demikian pula dalam melakukan tindakan hukum yang

berkaitan dengan almarhum Walujo Soedjati maka harus

mendapat persetujuan dari seluruh ahli waris yang ada dan

dibuktikan dengan adanya Surat Pernyataan Persetujuan dan/atau

Surat Kuasa kepada pihak lain.

15

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15

Page 99: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

3. Bahwa fakta membuktikan dalam Surat Kuasa kepada kuasa

hukum Penggugat untuk mengajukan gugatan aquo tidak terdapat

nama Astri Sukma Pramesti. Demikian pula dalam gugatan aquo

hanya diajukan oleh Ny. Erwina Indarti dan Agung Prihasto

Wibowo melalui kuasa hukumnya.

4. Bahwa fakta yang demikian membuktikan gugatan Penggugat

aquo kurang pihak karena tidak mengikutsertakan ahli waris

lainnya. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 621 K/Sip/1975

tanggal 25 Mei 1977 secara tegas menyebutkan bahwa suatu

gugatan yang kurang pihak sudah seharusnya tidak diterima oleh

pengadilan negeri.

B. PENGGUGAT KELIRU MENGAJUKAN GUGATAN TERHADAP

TERGUGAT II SEHINGGA GUGATAN AQUO ADALAH SALAH

ALAMAT (EKSEPSI ERROR IN PERSONA).

5. Bahwa didalam gugatannya Halaman 5 Angka 15, Penggugat

telah menggugat Tergugat II karena Tergugat II adalah pemilik dari

Tergugat I. Bahwa pada halaman 5-6 Angka 15-23 Gugatannya

secara jelas Penggugat mendalilkan bahwa Tergugat I dan

Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum. Demikian

pula didalam petitum Gugatannya Angka 4 secara eksplisit

Penggugat menyatakan bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah

lalai dan melanggar Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang No. 44

Tahun 2009 dan Pasal 29 ayat 1, Pasal 36, Pasal 42, Pasal 77

Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

6. Bahwa diikutsertakannya Tergugat II dalam gugatan aquo adalah

salah alamat karena Tergugat II tidak memiliki hubungan hukum

dengan Penggugat. Tergugat II bukanlah sarana pelayanan

kesehatan tetapi merupakan perusahaan pengelola dari Tergugat

I sehingga dengan demikian maka Tergugat II tidak memiliki

hubungan hukum dengan Penggugat.

7. Bahwa sementara itu terdapat fakta hukum almarhum Waluji

Sedjati tidak pernah dirawat di Tergugat II. Bahkan dokumentasi

16

16

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16

Page 100: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

berkaitan dengan pendaftaran dan perawatan almarhum Walujo

Sedjati-pun tidak pernah menggunakan formulir dan dokumentasi

yang diterbitkan oleh Tergugat II. Dengan demikian maka

Penggugat telah salah alamat karena menggugat Tergugat II yang

tidak memiliki hubungan langsung dengan almarhum Walujo

Sedjati termasuk Penggugat dalam perkara aquo.

8. Bahwa sudah menjadi Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI

dalam putusannya No. 601 K/Sip/1975 yang menyatakan gugatan

yang keliru pihak yang ditarik sebagai Tergugat harus dinyatakan

tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).

C. PENGGUGAT TIDAK MEMILIKI PERSONA STANDI IN JUDICIO

(LEGAL STANDING) UNTUK MENGAJUKAN GUGATAN

TERHADAP TERGUGAT II KARENA PENGGUGAT TIDAK MEMILIKI

HUBUNGAN HUKUM DENGAN TERGUGAT II (EKSEPSI

DISKUALIFIKASI IN PERSON).

9. Bahwa pada Halaman 5-6 Angka 15-23 Gugatannya secara jelas

Penggugat mendalilkan bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah

melakukan perbuatan melawan hukum. Demikian pula didalam

petitum Gugatannya Angka 4 secara eksplisit Penggugat

menyatakan bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah lalai dan

melanggar Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009

dan Pasal 29 ayat 1, Pasal 36, Pasal 42, Pasal 77 Undang-

Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

10.Bahwa sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa Tergugat II

bukanlah sarana pelayanan kesehatan tetapi merupakan

perusahaan pengelola dari Tergugat I sehingga dengan demikian

maka Tergugat II tidak memiliki hubungan hukum secara langsung

dengan Penggugat.

11.Bahwa sebuah gugatan dapat diajukan oleh suatu subjek hukum

yang memiliki hubungan hukum dengan pihak yang akan digugat.

Mahkamah Agung didalam putusannya No. 294 K/Sip/1971

tanggal 7 Juli 1971 mensyaratkan bahwa gugatan harus diajukan

17

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17

Page 101: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

oleh orang yang mempunyai hubungan hukum dengan Tergugat II

maka sudah seharusnya gugatan Penggugat aquo dinyatakan

tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk verklaard).

II. DALAM POKOK PERKARA.

12.Bahwa hal-hal sebagaimana diuraikan dalam Bagian Eksepsi di

atas merupakan pula bagian dari Jawaban Pokok Perkara berikut

ini dan karenanya mohon dianggap telah termasuk untuk Bagian

Pokok Perkara ini.

13.Bahwa dalil-dalil gugatan Penggugat tidak mencerminkan seluruh

kejadian dan fakta yang sebenarnya terjadi dalam persoalan yang

berkaitan dengan hubungan hukum antara Penggugat dengan

Para Tergugat, sebagaimana akan diuraikan satu-persatu di

bawah ini.

A. RINGKASAN (RESUME) REKAM MEDIS YANG DIBERIKAN

KEPADA PENGGUGAT TELAH SESUAI DENGAN KETENTUAN

UNDANG-UNDANG PRAKTIK KEDOKTERAN DAN PERATURAN

MENTERI KESEHATAN.

14.Bahwa haruslah ditolak dalil Penggugat dalam Gugatannya Angka

9-14 Halaman 3-5 yang mendalilkan bahwa resume medis yang

diberikan oleh Tergugat I kepada Penggugat tidak seusai dengan

ketentuan Undang-Undang Praktik Kedokteran dan Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tanggal 12

Maret 2008. Penggugat telah salah mengartikan ketentuan

sebagaimana tersebut dalam ketentuan Undang-Undang Praktik

Kedokteran dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/

MENKES/PER/III/2008 tanggal 12 Maret 2008.

15.Bahwa di dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29

Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU Praktik Kedokteran)

disebutkan bahwa :

“Dokumen Rekam Medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46

merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan

kesehatan sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien”.

18

18

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18

Page 102: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

16.Sementara itu Pasal 12 ayat (3) dan (4) Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tanggal 12 Maret

2008 tentang Rekam Medis (Permenkes Nomor 269) secara jelas

disebutkan bahwa :

1) Berkas rekam medis merupakan milik sarana pelayanan

kesehatan.

2) Isi rekam medis merupakan milik pasien.

3) Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam

bentuk ringkasan rekam medis.

4) Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dapat diberikan, dicatat atau dicopy oleh pasien atau orang

yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau

keluarga pasien yang berhak untuk itu.

17.Bahwa kedua ketentuan tersebut secara jelas disebutkan bahwa

“Berkas atau Dokumen” Rekam Medis adalah milik sarana

pelayanan kesehatan (dalam hal ini adalah Tergugat I). Yang

dimaksud dengan “isi rekam medis milik pasien” adalah kata “milik

pasien” hanya memberikan keterangan bahwa rekam medis

tersebut menggambarkan keadaan termasuk catatan dan identitas

dari pasien itu sendiri. Dengan demikian maka “isi rekam medis

milik pasien” tidaklah berarti “dokumen/berkas” rekam medis

tersebut milik pasien.

18.Bahwa apabila pasien atau ahli waris meminta rekam medis atas

nama pasien aquo maka dokter, dokter gigi atau sarana pelayanan

kesehatan dapat memberikan dalam bentuk “Ringkasan Rekam

Medis” sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Permenkes Nomor

269.

19.Bahwa fakta hukum membuktikan Tergugat I telah memberikan

Resume Medis atas nama almarhum Waluyo Sedjati pada tanggal

2 Juli 2012 (sebagaimana diakui Penggugat pada gugatannya

Angka 9 Halaman 3) dengan format sebagaimana diatur dalam

Permenkes Nomor 269 aquo.

19

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19

Page 103: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

20.Bahwa demikian maka haruslah ditolak dalil Penggugat pada

Angka 9-14 Halaman 3-5 yang mengatakan bahwa Tergugat I dan

Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum karena

memberikan rekam medis tidak sesuai dengan Permenkes Nomor

269 aquo.

B. TERGUGAT I TIDAK MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN

HUKUM KARENA TIM YANG HADIR MENEMUI PENGGUGAT

MEMILIKI WEWENANG UNTUK MEWAKILI PARA TERGUGAT.

21.Bahwa haruslah ditolak dalil Penggugat dalam Gugatannya Angka

15-23 Halaman 5-6 yang menyatakan bahwa Tergugat I dan

Tergugat II telah melakukan pelanggaran Pasal 77 UU Praktik

Kedokteran karena menghadirkan perwakilan untuk melakukan

pertemuan dengan Penggugat yang bukan karyawan dari

Tergugat I dan Tergugat II. Dalil tersebut sangat keliru dan

menyesatkan karena fakta membuktikan bahwa Pasal 77 UU

Praktik Kedokteran mengatur tentang perbuatan seseorang yang

mengaku memiliki ijin praktik dokter. Pasal aquo jelas tidak relevan

dikaitkan dengan dalil Penggugat tentang perwakilan Para

Tergugat dalam pertemuan dengan Penggugat sebagaimana

tercantum dalam Gugatannya Angka 15-23 Halaman 5-6.

Selengkapnya Pasal 77 UU Praktik Kedokteran menyebutkan :

“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas

berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi

masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau

dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau

tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak

Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)”;

22.Bahwa disamping itu, fakta membuktikan bahwa tim yang telah

bertemu dengan Penggugat dalam beberapa kali pertemuan

merupakan repressentatif dari Para Tergugat. Bukanlah

merupakan hak Penggugat untuk mengetahui apakah tim wakil

20

20

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20

Page 104: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Para Tergugat tersebut merupakan karyawan dari Para Tergugat.

Hal yang terpenting dan merupakan fakta hukum adalah bahwa

tim yang telah bertemu dengan Penggugat dalam beberapa kali

pertemuan tersebut merupakan representatif dan wakil yang resmi

dari Para Tergugat untuk menyelesaikan permasalahan yang

muncul antara Penggugat dengan Para Tergugat.

23.Bahwa sementarra itu terdapat kesalahan Penggugat mengapa

tidak menanyakan surat kuasa dari tim tersebut. Penggugat-pun

mengakui dalam gugatannya Angka 18 Halaman 6 bahwa

Penggugat tidak menanyakan surat kuasa dari tim wakil Para

Tergugat aquo. Fakta demikian membuktikan bahwa dalil

Penggugat dalam gugatannya sangat tidak beralasan hukum.

Kesalahan Penggugatgat aquo. Fakta demikian membuktikan

bahwa dalil Penggugat dalam gugatannya sangat tidak beralasan

hukum. Kesalahan Penggugat yang tidak menanyakan surat kuasa

tim wakil Para Tergugat tidaklah dapat diartikan bahwa Para

Terguugat telah melakukan pelanggaran UU Praktik Kedokteran.

24.Bahwa Mohon Akta Majelis Hakim Yang Memeriksa Perkara aquo

bahwa Penggugat telah mengakui hal-hal sebagai berikut :

1) Dalam gugatannya Angka 18 Halaman 6, Penggugat telah

tidak menanyakan surat kuasa dari tim wakil Para Tergugat

membuktikan bahwa kesalahan bukanlah terletak di tangan

Para Tergugat tetapi justrDalam gugatannya Angka 18

Halaman 6, Penggugat telah tidak menanyakan surat kuasa

dari tim wakil Para Tergugat membuktikan bahwa kesalahan

bukanlah terletak di tangan Para Tergugat tetapi justru berada

di tangan Penggugat itu sendiri;

2) Adanya beberapa kali pertemuan antara Penggugat dengan tim

wakil Para Tergugat sebagaimana dalam Gu berada di tangan

Penggugat itu sendiri;

3) Adanya beberapa kali pertemuan antara Penggugat dengan tim

wakil Para Tergugat sebagaimana dalam Gugatannya

21

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21

Page 105: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Augatannya Angka 19-22 Halaman 6 membuktikan bahwa

Penggugat mengakui tim yang pernah bertemu dengan

Penggugat adalah wakil dari Para Terguugat.

25.Pengakuan Penggugat aquo merupakan bukti yang sempurna

sebagaimana diatur dalam beberapa ketentuan dan yurisprudensi

sebagai berikut :

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Herzien

Inslandsch Reglement (HIR) dan Doktrin Hukum secara tegas

memberikan kekuatan yang sempurna terhadap Pengakuan

tersebut yaitu :

Pasal 1925 KUHPerdata :

“Pengakuan yang dilakukan dimuka hakim memberikan suatu bukti

yang sempurna terhadap siapa yang telah melakukannya baik

sendiri maupun dengan perantaraan seorang yang khusus

dikuasakan untuk itu”.

Pasal 174 HIR :

“Pengakuan yang diucapkan di hadapan hakim, cukup menjadi

bukti untuk memberatkan orang yang mengaku itu, baik yang

diucapkannya sendiri, maupun dengan pertolongan orang lain,

yang istimewa dikuasakan untuk itu”.

Pasal 176 HIR :

“Tiap-tiap pengakuan harus diterima segenapnya dan hakim tidak

bebas akan menerima sebagian dan menolak sebagian lagi,

sehingga merugikan orang yang mengaku itu, kecuali orang yang

berutang itu dengan maksud akan melepaskan dirinya,

menyebutkan perkara yang terbukti yang kenyataannya dusta”.

Prof.Sudikno Mertokusumo,SH., seorang ahli hukum dari

Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta berpendapat dalam

bukunya “Hukum Acara Perdata Indonesia” edisi kelima tahun

1998 penerbit Liberty Yogyakarta halaman 150 sebagai berikut :

22

22

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22

Page 106: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

“Pengakuan merupakan keterangan yang membenarkan peristiwa,

hak atau hubungan hukum yang diajukan oleh lawan”.

“Dalam hal ini pengakuan bukan hanya sekedar merupakan alat

bukti yang sempurna saja, tetapi juga merupakan alat bukti yang

bersifat menentukan, yang tidak memungkinkan pembuktian

lawan”.

26.Bahwa berdasarkan alasan-alasan hukum, fakta hukum dan

pengakuan Penggugat aquo maka dengan demikian dalil

Penggugat dalam Gugatannya Angka 15-23 halaman 5-6 yang

menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan

pelanggaran Pasal 77 UU Praktik Kedokteran karena

menghadirkan perwakilan untuk melakukan pertemuan dengan

Penggugat yang bukan karyawan dari Tergugat I dan Tergugat II

haruslah ditolak.

C. TERGUGAT I DAN TERGUGAT II TIDAK MELAKUKAN

PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN TELAH MEMENUHI

KETENTUAN UU PRAKTIK KEDOKTERAN DAN UU RUMAH

SAKIT KARENA TELAH MEMPEKERJAKAN TERGUGAT III

YANG TELAH MEMILIKI SURAT IJIN PRAKTIK (SIP) DAN

SURAT TANDA REGISTRASI (STR).

27.Bahwa haruslah ditolak dalil Penggugat pada gugatannya

Angkgatrga 24-34 halaman 6-9 yang menyatakan bahwa Tergugat

I dan Tergugat II telah melanggar Pasal 29 ayat (1), (4) dan Pasal

36 UU Praktik Kedokteran dan Pasal 13 ayat (1) UU Rumah Sakit

karena membiarkan dokter melakukan praktik tanpa ijin. Dalil aquo

sangat keliru dan tanpa dasar hukum karena fakta membuktikan

bahwa Tergugat III memiliki SIP dan STR.

28.Bahwa dalam dunia praktik kedokteran dikenal istilah SIP dan STR

dimana pengaturannya terdapat di Undang-undang Nomor 29

Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (UU Praktik Kedokteran)

dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

2052/MENKES/PER/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan

23

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23

Page 107: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Praktik Kedokteran (Permenkes Nomor 2052). Penggugat salah

mendalilkan bahwa Tergugat III telah habis masa berlaku SIP-nya

tanpa terlebih dahulu mengetahui masa berlakunya STR dari

Tergugat III aquo. Pemberlakuan SIP seorang dokter tidak lepas

dari pemberlakuan STR-nya.

29.Bahwa Pasal 38 ayat (2) Praktik Kedokteran juncto Pasal 14 ayat

(1) Permenkes Nomor 2052 mengatur tentang pemberlakuan SIP

dan STR sebagai berikut :

Pasal 38 ayat (2) Praktik Kedokteran.

Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang :

a. Surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter

gigi masih berlaku; dan

b. Tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam

surat izin praktik.

Pasal 14 ayat (1) Permenkes Nomor 2052.

“SIP berlaku sepanjang STR masih berlaku dan tempat praktik

masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP dan dapat

diperpanjang selama memenuhi persyaratan”.

30.Bahwa dari ketentuan tersebut di atas maka sepanjang STR masih

berlaku maka SIP tetap berlaku sepanjang tempat praktik masih

sesuai dengan yang tercantum dalam SIP. Fakta membuktikan

STR milik Tergugat III masih berlaku ketika Tergugat III melakukan

perawatan terhadap almarhum Waluyo Sedjati di tempat Tergugat

I STR Tergugat III masih berlaku sampai dengan tanggal 7

Agustus 2016.

31.Bahwa Permenkes Nomor 2052 memberikan keleluasaan lebih

terkait masa berlakunya SIP dan STR aquo sebagaimana dalam

Pasal 14 ayat (3) sebagai berikut :

Pasal 14 ayat (3).

“Dalam keadaan STR habis berlakunya, SIP dapat diperpanjang

apabila permohonan perpanjangan STR telah diproses yang

24

24

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24

Page 108: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

dibuktikan dengan tanda terima pengurusan yang dikeluarkan oleh

organisasi profesi dengan masa berlaku paling lama 6 (enam)

bulan.

32.Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (3) Permenkes

Nomor 2052 aquo bahkan pemerintah masih memberikan

perlindungan hukum pemberitahuan SIP selama 6 (enam_ bulan

terhadap seorang dokter yang STR-nya telah habis masa

berlakunya. Dengan demikian adanya ketentuan Pasal 14 ayat (3)

Permenkes Nomor 2052 di atas semakin kuat kewenangan

Tergugat III untuk melakukan praktik medis di tempat Tergugat I.

33.Kemudian berdasarkan Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No.HK/MENKES/1920/IX/2011 tanggal 12 September

2011 tentang Legalitas Izin Praktik Bagi Dokter Gigi Yang Dalam

Proses Registrasi Ulang (SE Menkes), menyatakan bahwa :

“ .... dokter dan dokter gigi yang telah menyerahkan persyaratan

untuk proses registrasi ulang penerbitan STR dan yang telah

memperoleh STTB yang dikeluarkan oleh Organisasi Profesi,

dapat menggunakan STTB yang dikeluarkan oleh Organisasi

Profesi, dapat menggunakan STTB tersebut sebagai bukti bahwa

yang bersangkutan secara resmi telah melakukan proses registrasi

ulang, sehingga secara otomatis SIP termasuk rekomendasi izin

praktik dinyatakan tetap berlaku selama 6 (enam) bulan sampai

proses registrasi ulang selesai”.

34.Bahwa dari SE Menkes tersebut jincto Pasal 14 ayat (3)

Permenkes Nomor 2052 dapat disimpulkan bahwa bagi dokter

yang STR nya telah habis masa berlakunya saja masih dinyatakan

berlaku SIP nya selama 6 (enam) bulan atau sampai proses

registrasi ulang selesai, sedangkan Tergugat III STR nya tidak

pernah habis masa berlakunya bahkan masih berlaku sampai

dengan 7 Agustus 2010.

35.Bahwa dengan demikian perpanjangan SIP Tergugat III pada

tanggal 3 Februari 2012 adalah tidak relevan dengan perkara aquo

25

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25

Page 109: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

karena STR Tergugat III masih berlaku sampai dengan 7 Agustus

2016 dan karenanya secara hukum Tergugat III masih memiiki

wewenang untuk memeriksa pasien termasuk almarhum Waluyo

Sedjati di tempat Tergugat I.

36.Bahwa sementara itu Pasal 29 ayat (1), (4) dan Pasal 36 UU

Praktik Kedokteran dan Pasal 13 ayat (1) UU Rumah Sakit

mengatur tentang kewajiban memiiki izin praktek bagi dokter dan

atau dokter gigi yang melakukan praktek kedokteran di rumah

sakit. Berdasarkan penjelasan di atas, oleh karena STR Tergugat

III tidak pernah habis masa berlakunya sehingga SIP nya pun

masih tatap berlaku, maka dengan demikian terbukti Para

Tergugat tidak melakukan pelanggaran terhadap Pasal 29 ayat (1),

(4) dan Pasal 36 UU Praktek Kedokteran dan Pasal 13 ayat (1) UU

Rumah Sakit.

37.Bahwa dengan demikian maka haruslah ditolak dalil Penggugat

dalam gugatannya Angka 24-34 Halaman 6-9 yang menyatakan

bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah melanggar Pasal 29 ayat

(1), (4) dan Pasal 36 UU Prakttik Kedokteran dan Pasal 13 ayat (1)

UU Rumah Sakit karena membiarkan dokter melakukan praktik

tanpa ijin.

D. TINDAKAN PARA TERGUGAT DALAM MENERIMA DAN

MEMERIKSA SECARA MEDIS ALMARHUM WALUYO SEDJATI

TELAH MENDAPAT PERSETUJUAN DARI PASIEN DAN

PENGGUGAT SEBAGAIMANA TERSEBUT DALAM SURAT

PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN (INFORMED

CONSENT).

38.Bahwa haruslah ditolak dalil Penggugat pada Angka 32 butir (3)

Halaman 9 yang mengatakan bahwa Tergugat I dan Tergugat II

telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak

memberikan informasi dan penjelasan yang benar dan akurat

mengenai hal-hal yang terjadi sehubungan dengan perawatan dan

26

26

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26

Page 110: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

tindakan medis yang diterima oleh almarhum selama dirawat di RS

Premier.

39.Bahwa dalam dunia kedokteran, ketika melakukan tindakan medis

dan pelayanan secara kesehatan, maka seorang dokter dan/atau

sarana pelayanan kesehatan harus mendapat persetujuan dari

pasien dan/atau ahli warisnya yang dikenal dengan istilah

Persetujuan Tindakan Kedokteran atau “Informed Consent” :

40.Bahwa ketentuan tentang Informed Consent ini secara jelas diatur

dalam Pasal 45 ayat (1) s/d. (6) UU Praktik Kedokteran sebagai

berikut :

“Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi.

1) Setiap tindakan kedokteran atau kedoteran gigi yang akan

dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus

mendapat persetujuan.

2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan

setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.

3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-

kurangnya mencakup :

a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;

b. Tujuan tindakan yang dilakukan;

c. Alternatif tindakan lain dan risikonya;

d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan;

4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat

diberikan baik secara tertulis maupun lisan.

5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang

mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan

tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan

persetujuan.

27

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27

Page 111: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedoteran

atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).,

ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan

Menteri

41. Bahwa dalam perkara aquo, Penggugat dan almarhum Waluyo

Sedjati telah memberikan persetujuan terhadap seluruh tindakan

medis dan/atau pelayanan sarana kesehatan yang dilakukan

Tergugat III di tempat Tergugat I. Adanya fakta yang demikian

membuktikan bahwa Penggugat tidak dapat menuntut Para

Tergugat secara hukum terhadap segala hal yang berkaitan

dengan tindakan medis dan pelayanan medis yang dilakukan oleh

Para Tergugat.

42.Bahwa Informed Consent, Surat Keterangan Perawatan dan Surat

Persetujuan Konsultasi ditandatangani baik oleh almarhum Waluyo

Sedjati maupun keluarga yang dapat dirinci sebagai berikut :

a. Surat Persetujuan Tindakan Kedokteran tanggal 14 Desember

2011 jam 19.30 WIB ditandatangani oleh almarhum Waluyo

Sedjati.

b. Keterangan Perawatan ICU/ICCU/NICU/PICU (Informed

Consent), tanggal 16 Desember 2011 jam 22.00 Wib

ditandatangani oleh almarhum Waluyo Sedjati;

c. Surat Persetujuan Konsultasi, tanggal 18 Desember 2011 jam

09.30 Wib ditandatangani oleh almarhum Waluyo Sedjati;

d. Surat Persetujuan Konsultasi, tanggal 18 Desember 2011 jam

09.20 Wib ditandatangani oleh Almarhum Waluyo Sedjati;

e. Keterangan Perawatan ICU/ICCU/NICU/PICU (Informed

Consent), tanggal 19 Desember 2011 jam 10.45 Wib

ditandatangani oleh Agung Priharso Wibowo;

f. Surat Persetujuan Tindakan Kedokteran, tanggal 20 Desember

2011 jam 16.45 Wib ditandatngani oleh Agung Prihasto

Wibowo;

28

28

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28

Page 112: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

g. Surat Persetujuan Tindakan Kedokteran, tanggal 20 Desember

2011 jam 18.20 Wib ditandatngani oleh Asti Sukma Pramesti.

h. Surat Persetujuan Konsultasi, tanggal 21 Desember 2011 jam

06.15 Wib ditandatangani oleh Agung Priharso Wibowo.

i. Surat Persetujuan Tindakan Kedokteran, tanggal 21 Desember

2011 jam 22.15 Wib ditandatngani oleh Asti Sukma Pramesti.

43.Bahwa di dalam Informed Consent angka (1) dan (7) terdapat

pernyataan sebagai berikut :

1) Saya telah menerima informasi mengenai diagnosis, tujuan,

sifat dan perlunya tindakan medis, tata cara tindakan yang

dilakukan, penjelasan akan bahaya, resiko dan komplikasi yang

dapat ditimbulkannya serta kemungkinan keberhasilan dan

kemungkinan yang timbul apabila tidak dilakukan tindakan

kedokteran tersebut di atas;

2) Saya telah memahami bahwa tindakan kedokteran yang

dilakukan mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan.

44.Bahwa adanya Informed Consent yang ditandatangani Penggugat

dan almarhum Waluyo Sedjati merupakan suatu PERSETUJUAN

dan PENGAKUAN terhadap Tergugat. Sebagaimana telah

disebutkan di atas bahwa Pengakuan adalah bukan hanya bukti

yang sempurna tetapi juga merupakan alat bukti yang bersifat

menentukan yang tidak memungkinkan pembuktian lawan dan

hakim wajib untuk menerima Pengakuan aquo.

45.Bahwa adanya fakta telah ditandatnganinya Informed Consent dan

disetujuinya segala tindakan medis dan pelayanan medis Para

Tergugat oleh almarhum Walujo Sedjati dan Penggugat,

membuktikan tidak terdapat pelanggaran hukum yang telah

dilakukan oleh Para Tergugat karena almarhum Walujo Sedjati

maupun Penggugat telah mengetahui segala resiko yang mungkin

terjadi. Dengan demikian, haruslah ditolak gugatan Penggugat

untuk seluruhnya.

29

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29

Page 113: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

E. DALIL KERUGIAN DAN GANTI RUGI PENGGUGAT TIDAK

BERDASAR HUKUM.

46.Bahwa dengan tegas Para Tergugat menolak dalil Penggugat

dalam gugatannya Halaman 10 Angka 38-39 serta Petitum

Halaman 11 Angka 5 tentang kerugian Penggugat akibat

perbuatan melawan hukum yang diduga telah dilakukan oleh Para

Tergugat (Quod Non).

47.Bahwa dalil Penggugat sebagaimana telah disebutkan pada

Halaman 10 Angka 38-39 serta Petitum Halaman 11 Angka 5

tentang kerugian Penggugat di atas merupakan pernyataan yang

tendesius, menyesatkan, tidak masuk akal dan tidak berdasarkan

hukum, dan oleh karena itu Para Tergugat menggunakan haknya

untuk mensomir Penggugat atas pernyataannya tersebut dan

menuntut Penggugat agar membuktikan kebenaraqn

pernyataannya tersebut di atas.

48.Bahwa permohonan ganti rugi yang didalilkan Penggugat Halaman

10 Angka 38-39 serta Petitum Halaman 11 Angka 5, Penggugat

mendalilkan adanya usia harapan hidup bagi almarhum Walujo

Sedjati selama 80 tahun. Dengan mendasarkan kepada usia

harapan hidup merupakan dasar yang sangat tidak masuk akal.

Sebagai manusia, kita tidak dapat mempredisksi sampai berapa

tahun usia seseorang mengingat sampai berapa usia manusia

merupakan hal yang berada di luar kemampuan manusia. Terlebih

lagi, kondisi almarhum Walujo Sedjati sebelum dilakukan tindakan

medis di Tergugat I telah memiliki komplikasi riwayat penyakit.

49.Bahwa sementara itu kita membuktikan bahwa dalil kerugian

sejumlah Rp.235.000.000,- (dua ratus tiga puluh lima juta rupiah)

yang didalilkan merupakan biaya perawatan selama di Tergugat I

merupakan dalil yang tidak berdasarkan hukum karena biaya

perawatan tersebut terbukti ditanggung oleh ansuransi PT. AJ

InHealth Indonesia.

30

30

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30

Page 114: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

50.Bahwa demikian pula permohonan ganti rugi immaterial sejumlah

USD 1,500,000 (satu juta lima ratus ribu Dollar Amerika Serikat)

sebagaimana didalilkan Penggugat dalam gugatnnya Halaman 10

Angka 38-39 serta Petitum Halaman 11 Angka 5 adalah tidak lebih

dari permohonan yang mengada-ada dan jauh dari fakta yang

sebenarnya serta tidak berdasarkan kepada bukti otentik yang

dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Bahkan dalil

kerugian Penggugat hanya merupakan rekaan atau perkiraan yang

tidak dapat dibuktikan di persidangan yang terhormat ini.

51.Bahwa oleh karena terbukti tidak terdapat kelalaian yang dilakukan

oleh Para Tergugat sebagaimana didalilkan oleh Penggugat dalam

Gugatannya Angka 38 Halaman 10 maka dengan demikian dalil

kerugian immaterial yang mengada-ngada aquo haruslah ditolak.

52.Bahwa Mahkamah Agung RI dalam yurisprudensi tetapnya telah

menegaskan tentang hal ini yaitu :

a) Putusan MA-RI No.492 K/Sip/1970 tanggal 16 Desember 1970.

“Ganti kerugian sejumlah uang tertentu tanpa perincian

kerugian-kerugian dalam bentuk apa yang menjadi dasar

tuntutan itu, harus dinyatakan tidak dapat diterima, karena

tuntutan-tuntutan tersebut adalah tidak jelas/tidak sempurna”.

b) Putusan MA-RI No.550 K/Sip/1979 tanggal 8 Mei 1980.

“Karena gugatan ganti rugi tidak diperinci, lagi pula belum

diperiksa oleh judex factie, gugatan ganti rugi tersebut harus

dinyatakan tidak dapat diterima”.

c) Putusan MA-RI No. 19 K/Sip/1983 tanggal 3 September 1983.

“Karena gugatan ganti rugi tidak diperinci, lagi pula belum

diperiksa oleh judex factie, gugatan ganti rugi tersebut harus

dinyatakan tidak dapat diterima”.

d) Putusan MA-RI No. 588 K/Sip/1983 tanggal 28 Mei 1984.

“Tuntutan Penggugat mengenai ganti rugi, karena tidak disertai

dengan bukti-bukti harus ditolak”.

31

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31

Page 115: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

53.Bahwa dengan demikian permohonan ganti rugi yang telah

diajukan Penggugat dalam perkara aquo adalah beralasan hukum

untuk ditolak.

F. PERMOHONAN UANG PAKSA (DWANGSOM) TIDAK RELEVAN

DENGAN PETITUM GUGATAN PENGGUGAT YANG BERUPA

PEMBAYARAN GANTI KERUGIAN.

54.Bahwa adanya tuntutan pembayaran Uang Paksa (Dwangsom)

sejumlah Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) untuk setiap hari

kelalaian Para Tergugat mematuhi putusan Majelis Hakim

sebagaimana dimohonkan Penggugat dalam gugatannya pada

Halaman 11 Angka 6 adalah tidak sesuai dengan ketentuan

Hukum Acara Perdata Indonesia.

55.Bahwa hukum acara perdata Indonesia hanya mengenal istilah

Uang Paksa (Dwangsom) dalam hal berkaitan dengan adanya

keterlambatan terhadap pelaksanaan isi putusan yang tidak

berupa pembayaran sejumlah uang (Pasal 606A dan Pasal 606B

Rv).

56.Bahwa oleh karena Penggugat di dalam Petitumnya Halaman 11

Angka 6 yang menuntut pembayaran Ganti Rugi berupa sejumlah

uang dan sementara itu Uang Paksa (Dwangsom) hanya berlaku

untuk adanya keterlambatan terhadap pelaksanaan isi putusan

yang tidak berupa pembayaran sejumlah uang (Pasal 606A dan

Pasal 606B Rv) maka dengan demikian maka tuntutan uang paksa

(dwangsom) aquo tidaklah dapat diberlakukan sehingga sudah

seharusnya permohonan uang paksa (dwangsom) ditolak.

G. PERMOHONAN SITA JAMINAN TIDAK BERDASAR.

57.Bahwa dalil alasan permohonan sita jaminan yang sebagaimana

terdapat dalam Fundamentum Petendi gugatannya Halaman 11

Angka 41 adalah keliru dan tidak berdasarkan hukum karena jika

Penggugat akan melakukan permohonan sita jaminan harus

dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh Para Tergugat.

32

32

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32

Page 116: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

H. PERMOHONAN PUTUSAN PROVISI DAN PUTUSAN SERTA

MERTA (UIT VOERBAAR BIJ VOORRAD) TIDAK BERDASAR

HUKUM.

58.Bahwa tuntutan putusan Provisi dan Putusan Serta Merta (uit

voerbaar bij voorrad) yang diajukan Penggugat dalam Halaman 11

Angka 42 dan petitum Halaman 11 Angka 8 gugatannya adalah

sangat tidak berdasarkan hukum oleh karenanya harus ditolak. Hal

ini karena permohonan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat

untuk dapat diberikan putusan provisi dan putusan uit voerbaar bij

voorrad sesuai dengan Surat Edaran MA-RI No. 3 Tahun 2000

yaitu :

a) Gugatan didasarkan pada bukti surat otentik atau surat tulisan

tangan (handsschrift) yang tidak dibantah kebenaran tentang isi

dan tanda tangannya, yang menurut undang-undang tidak

mempunyai kekuatan bukti;

b) Gugatan tentang hutang piutang yang jumlahnya sudah pasti

dan tidak dibantah;

c) Gugatan tentang sewa menyewa tanah, rumah, gudang dan

lain-lain, dimana hubungan sewa menyewa sudah habis/

lampau, atau penyewa terbukti melalaikan kewajibannya

sebagai penyewa yang beritikad baik;

d) Pokok gugatan mengenai tuntutan pembagian harta

perkawinan (gono gini) setelah putusan mengenai gugatan

cerai mempunyai kekuatan hukum tetap;

e) Dikabulkannya gugatan provisional dengan pertimbangan

hukum yang tegas dan jelas memenuhi Pasal 332 Rv;

f) Gugatan berdasarkan putusan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) dan mempunyai

hubungan dengan pokok gugatan yang diajukan;

g) Pokok sengketa mengenai bezitsrecht.

33

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33

Page 117: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

59.Bahwa dengan demikian, oleh karena permohonan putusan

Provisi dan putusan Serta Merta (uitvoerbaar bij voorraad) yang

diajukan Penggugat tidak memenuhi syarat-syarat yang telah

ditetapkan dalam Surat Edaran Nahkamah Agung RI sebagaimana

telah disebutkan di atas, maka sudah seharusnya permohonan

tersebut ditolak.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka Para Tergugat

mohon agar Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini dapat

memberikan putusan sebagai berikut :

DALAM EKSEPSI :

1. Menyatakan menerima eksepsi Para Tergugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet

Ontvankeijk verklaard);

DALAM POKOK PERKARA :

1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan bahwa Para Tergugat tidak melakukan Perbuatan

Melawan Hukum;

3. Menolak permohonan ganti kerugian yang diajukan Penggugat

untuk selurunya;

4. Menolak permohonan pembayaran uang paksa (Dwangsom) yang

diajukan Penggugat untuk seluruhnya;

5. Menolak permohonan sita jaminan yang diajukan Penggugat untuk

seluruhnya;

6. Menolak permohonan putusan Serta Merta (uitvoerbaar bij

voorraad) yang diajukan Penggugat;

7. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara.

Atau

Apabila Majelis Hakim berpendapat lain Para Tergugat mohon

putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

34

34

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34

Page 118: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Jawaban Tergugat III :

I. DALAM KONPENSI :

A. DALAM EKSEPSI :

1. ALAMAT TERGUGAT III DALAM GUGATAN PENGGUGAT SALAH.

Bahwa alamat Tergugat III dalam Gugatan ditulis Penggugat di Jl.

Raya Jatinegara Timur, No. 85-87, Jakarta adalah alamat yang salah,

karena Tergugat III tidak pernah tinggal di alamat tersebut di atas,

tetapi yang benarTergugat III adalah tinggal dan beralamat di Jl.

Jenderal A. Yani I/C-13, RT. 009/RW.006, Kelurahan Pisangan Timur,

Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, sesuai dengan Kartu Tanda

Penduduk NIK : 3175021108450004, atas nama Tergugat III, yang

diterbitkan oleh Lurah Pisangan Timur, yang mengatasnamakan

Camat Pulo Gadung, yang berlaku seumur hidup, sehingga dengan

demikian jelas gugatan Penggugat kabur oleh karena itu harus ditolak

atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.

2. SUBYEK PENGGUGAT KABUR DAN MENYESATKAN/OBSCUUR

LIBEL.

2.1. Bahwa gugatan Penggugat, mengenai Subyek Penggugatnya

kabur dan menyesatkan atau Obscuur Libel, karena telah

menggabungkan 2 (dua) penggugat yaitu Ny. ERWINA INDARTI

dan AGUNG PRIHASTO WIBOWO, yang merupakan 2 (dua)

subyek hukum (jamak) yang berbeda dan berdiri sendiri karena

masing-masing kedua subyek hukum tersebut mempunyai hak

dan kewajiban yang berbeda sebagai subyek hukum, serta

memiliki tujuan dan kepentingan hukum yang berbeda, dengan

digabungkannya 2 subyek hukum menjadi satu subyek hukum

dengan sebutan Penggugat menjadi tidak jelas atau kabur

mengenai subyek Penggugatnya, sehingga dalam perkara ini

tidak dapat dibedakan mana yang merupakan tindakan yang

dilakukan bersama-sama oleh Ny. ERWINA INDRARTI dan

AGUNG PRIHASTO WIBOWO dan mana tindakan yang

dilakukan sendiri-sendiri oleh Ny. ERWINA INDARTI atau

35

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35

Page 119: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

AGUNG PRIHASTO WIBOWO, karena faktanya tidak semua

tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh Penggugat selalu

dilakukan bersama-sama, seperti : ketika Almarhum Waluyo

Sedjati datang ke Tergugat I pada tanggal 14 Desember 2011

hanya ditemani oleh Ny. ERWINA INDARTI, dan pada saat itu

AGUNG PRIHASTO WIBOWO tidak menemani atau tidak ada di

lokasi Tergugat I, apakah tindakan tersebut dapat dikatakan

tindakan yang dilakukan oleh Penggugat ? Jawabannya tidak !!!

2.2. Bahwa dengan menggabungkan 2 subyek hukum yaitu Ny.

ERWINA INDARTI dan AGUNG PRIHASTO WIBOWO menjadi

satu dengan sebutan Penggugat, maka terbukti gugatan Para

Penggugat kabur dan menyesatkan/Obscuur Lebel.

3. GUGATAN PENGGUGAT KABUR DAN MENYESATKAN/OBSCUUR

LEBEL.

3.1. Bahwa Penggugat dalam gugatannya mendalilkan adanya

perbuatan kelalaian Medik (Vide pada butir 1-8 halaman 2-3

Surat Gugatan Penggugat), namun faktanya dalam gugatan

tersebut tidak ada satupun uraian atau dalil Penggugat yang

menguraikan perbuatan apa dan bagaimana dari Tergugat III

yang dapat dikatakan sebagai perbuatan kelalaian medik, justru

semua tindakan yang diuraikan oleh Penggugat adalah perbuatan

yang sesuai dengan prosedur medik dan prosedur hukum,

bahkan Tergugat III telah semaksimal mungkin telah melakukan

upaya untuk menyelamatkan jiwa Almarhum Waluyo Sedjati,

namun faktanya Allah S.W.T. berkehendak lain, sehingga

meninggalnya Almarhum Waluyo Sedjati adalah hal di luar

jangkauan Tergugat III, dan perlu dicacat juga sampai saat ini

belum ada fakta atau bukti yang menunjukkan bahwa

meninggalnya Almarhum Waluyo Sedjati adalah akibat tindakan

kelaian medik yang dilakukan oleh Tergugat III, tetapi

meninggalnya Almarhum Waluyo Sedjati adalah akibat penyakit-

penyakit yang dideritanya.

36

36

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36

Page 120: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

3.2. Berdasarkan hal tersebut di atas maka terbukti bahwa gugatan

Penggugat kabur dan menyesatkan/Obscuur Libel, oleh karena

itu harus ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.

4. GUGATAN PENGGUGAT PREMATUR.

4.1. Bahwa gugatan Penggugat prematur, karena dalam gugatan

Penggugat pada halaman 2 alinia pertama Penggugat

mendalilkan sebagai berikut “KELALAIAN DALAM

PENANGANAN MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH TERGUGAT

III, PADA RUMAH SAKIT PREMIER JATINEGARA/TERGUGAT

I YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN Almarhum WALUJO

SEDJATI” dan butir 33 halaman 9 Surat Gugatan adalah

Prematur.

4.2. Bahwa berdasarkan dalil Penggugat di atas maka untuk menilai

kelalaian seorang Dokter dalam praktik kedokteran dan

Pelanggaran Kode etik adalah kewenangan dari Majelis

Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), sehingga

seharusnya sebelum Penggugat mengajukan gugatan a quo,

Penggugat terlebih dahulu mengajukan Laporan kepada MKDKI

terlebih dahulu untuk dinilai apakah tindakan Tergugat III dalam

memberikan pelayanan medis terhadap almarhum Walujo Sedjati

adalah merupakan kelalaian medis atau bukan, dengan demikian

terbukti gugatan Penggugat Prematur.

4.3. Bahwa selain hal tersebut di atas Penggugat juga mendalilkan

bahwa Tergugat III telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum

melanggar ketentuan Pasal 77 UU No. 29 Tahun 2004, yang

bunyinya sebagai berikut :

Pasal 77

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas

berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi

masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau

dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau

surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik

37

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37

Page 121: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling

banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta

rupiah)” (dikutip sesuai aslinya).

Adalah kewenangan Peradilan Pidana, dan tidak ada satupun

Putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap mengenai

perbuatan yang dituduhkan oleh Penggugat kepada Tergugat III,

dengan demikian terbukti gugatan Penggugat Prematur.

B. DALAM POKOK PERKARA.

1. Bahwa hal-hal yang telah diuraikan dalam Eksepsi oleh Tergugat III,

mohon dianggap pula telah termasuk dan merupakan bagian yang tidak

dapat terpisahkan dengan hal-hal tersebut dalam pokok perkara;

2. Bahwa pada dasarnya Tergugat III menolak seluruh dalil-dalil Penggugat

dalam gugatannya kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya;

3. Bahwa tidak benar dalil-dalil gugatan Penggugat pada butir 1-8 halaman

2-3 surat gugatan, karena hal tersebut adalah pemutar balikan fakta yang

sebenarnya, khusus dalil gugatan pada butir 4 halaman 2 adalah dalil

yang sangat tidak etis dan sangat meragukan karena hal ini tidak

mungkin dapat dikonfirmasikan kepada Almarhum Waluyo Sedjati apakah

benar Almarhum Waluyo Sedjati pernah menceritakan hal tersebut

kepada Penggugat (dalam hal ini sangat kabur siapa Penggugat yang

dimaksud apakah Ny. ERWINA INDARTI dan AGUNG PRIHASTO

WIBOWO atau salah satu diantara mereka ? Sehingga hal ini sangat

berkaitan dengan Eksepsi Tergugat III butir 2 di atas), untuk meluruskan

dan memberikan fakta yang sebenarnya maka Tergugat III akan uraian

kronologis yang sebenarnya yaitu sebagai berikut :

3.1. Bahwa pada tanggal 18 Oktober 2011 almarhum Waluyo Sedjati

datangke Poliklinik Rumah Sakit Premier Jatinegara (Tergugat I), dari

hasil pemeriksaan EKG menunjukkan adanya VES bigemini

yang merupakan salah satu aritmia mayor. Saat itu Almarhum

Waluyo Soedjati mendapat terapi Ramipril dan Amiodarone. Tetapi

anti diabetes yang sudah lama diminum tetap dilanjutkan, dan saat itu

38

38

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38

Page 122: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Almarhum Waluyo Soedjati diberikan penjelasan tentang keadaan

penyakit jantung dan resiko yang berkaitan dengan aritmia mayor.

3.2.Pada tanggal 14 Desember 2011 Almarhum Waluyo Soedjati datang

kembali ke poliklinik Rumah Sakit Premier Jatinegara (Tergugat I).

Almarhum Waluyo Soedjati didiagnosa penyakit jantung koroner, MR.

Moderat, gagal jantung, dan hipertensi. Lalu Almarhum Waluyo

Sedjati diberi terapi Ramipril 2x5mg dan pada saat itu Almarhum

Waluyo Sedjati disarankan untuk melakukan pemeriksaan angiografi

dan PCI apabila diperlukan. Dan juga dijelaskan kepada Almarhum

Waluyo Sedjati bahwa resikonya adalah pendarahan di tempat yang

disuntuk, kemungkinan timbulnya penyempitan kembali setelah PCI

yang dapat timbul baik jangka panjang maupun pendek serta

penyumbatan mendandak pembuluh koroner. Setelah diberikan

penjelasan maka diberikan kesempatan kepada Almarhum Waluyo

Sedjati untuk bertanya apa bila ada hal-hal yang kurang jelas, dan

saat itu Almarhum Waluyo Sedjati menyatakan sudah jelas dan

memahami, lalu Almarhum Waluyo Sedjati setuju untuk

menandatangani surat persetujuan tindakan medis pada jam 19.30

WIB, dimana dalam surat persetujuan tersebut yang menjadi saksi

adalah Istri Almarhum Waluyo Sedjati dan satu tenaga medis RS

Premier Jatinegara. Selama anamnesis ditanyakan kepada

Almarhum Waluyo Sedjati apakah Almarhum Waluyo Sedjati pernah

menderita penyakit yang relevan dengan tindakan PCI, namun hal

tersebut tidak dijawab oleh Almarhum Waluyo Sedjati.

3.3.Bahwa dari rekam medis ternyata Almarhum Waluyo Sedjati

menderita berbagai kelainan antara lain hepatitis C, Sirosis hati, BPH,

Neurofibromatosis, kolelitiasis, kolesistitis kronik, batu uretra dekstra,

dan haemoroid, Almarhum Waluyo Sedjati ternyata pernah menjalani

laparoskopi, kolesistektomi, RPG, ekstripasi multiple lipoma.

3.4.Pada tanggal 16 Desember 2011, Almarhum Waluyo Sedjati beserta

istri (salah satu Penggugat) datang ke Rumah Sakit Premier

Jatinegara (Tergugat I), dan bila diperlukan dilakukan esok hari.

39

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 39

Page 123: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

3.5.Bahwa sebelum melakukan tindakan medis terhadap Almarhum

Waluyo Sedjati maka dilakukan persiapan pra tindakan, pemeriksaan

laboratorium rutin. BT, CT, dan anamnesis serta pemeriksaan fisik

oleh Dokter Ruangan. Dilakukan tindakan angiografi dan direct

stenting di proksimal LAD dan D1 pada tanggal 17 Desember 2011

dengan DES. Hasil Baik (residul stenosis 0%) dimana lama prosedur

adalah kurang lebih 1 jam dan tidak terdapat penyulit. Terapi

diberikan sebelum tindakan adalah heparin 7500 unit dan Plavix 4

tablet, .lalu pasien dibawah ke ICCU dalam keadaan stabil, dan

kepada Istri Almarhum Waluyo Sedjati dijelaskan bahwa perawatan di

ICCU berlangsung 8 jam, dengan tujuan untuk melakukan monitoring

jantung, tekanan darah, nadi, dan keluaran urin.

3.6.Bahwa selama di ICCU, pasien dalam keadaan stabil, pasien

mengeluh nyeri saat buang air kecil dan terasa tidak lampias, lalu

Almarhum Waluyo Sedjati dipindahkan ke ruang rawat biasa lantai 6,

dan kemudian Almarhum Waluyo Sedjati dikonsultasikan kepada dr.

Arnold,Sp. U, dr. Pradana.Sp.PD-KEMD., dr. Suharko Sp PD-KEMD.,

Prof. Djoko Widodo,Sp.PD-KPTI..

3.7.Bahwa pada tanggal 19 Desember 2011 pagi Almarhum Waluyo

Sedjati mengeluh nyeri dada setelah dari kamar mandi dan dipindah

ICCU. EKG terdapat ST depresi. Lalu pada pukul 09.55 WIB

Almarhum Waluyo Sedjati dikunjungi oleh dr. Tedjasukmana, lalu

memberi saran terapi Cedocard SL., Imdur 1x1, Concor 1x5mg,

Arixtra 2.5. Disarankan oleh Tergugat III dengan Pemeriksaan Trop T

dan pemindahan Almarhum Waluyo Sedjati ke ruangan ICCU. Pada

pukul 11.30 Almarhum Waluyo Sedjati dikunjungi oleh Tergugat III

dan disarankan untuk rekateterisasi namun Almarhum Waluyo Sedjati

menolak. Lalu Trop T diperiksa dan terapi lain diteruskan, dan siang

hari Almarhum Waluyo Sedjati masih chest pain, lalu oleh Tergugat III

diberikan cedocard drip, nyeri mulai berkurang, namun pada malam

hari Almarhum Waluyo Sedjati merasakan nyeri pada penis saat

buang air kecil dan nyeri pada anus, Almarhum Waluyo Sedjati

mempunyai Haemoroid, saat itu keluhan chest pain minimal.

40

40

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40

Page 124: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

3.8.Bahwa pada tanggal 20 Desember 2011, keluhan nyeri pada dada

tidak ada, dan Tergugat III menerima laporan tensi 90/60, nadi 70/80,

diuresi 24 jam 240 cc. diberikan Dobutamin drip dan lasix 2 ampul.

Siang hari nadi Almarhum Waluyo Sedjati mendadak naik menjadi

170x/menit setelah pasien buang air kecil sambil duduk meskipun hal

itu sudah dilarang sebelumnya. Kemudian Waluyo Sedjati mengalami

asistol, dilakukan resusitasi jantung paru. Nadi Almarhum Waluyo

Sedjati kembali menjadi 40-60x/menit. Tekanan darah 60/40mmHg.

Almarhum Waluyo Sedjati diberikan Vascon drip dan dobutamin drip.

Episode bradikardi-hipotensi berlanjut hingga sore meskipun dosis

vascon dan dobutamin sudah dititrasi. Tergugat III dihubungi via

telefon dan mengintruksikan agar dipasang TPM. Pukul 17.00 wib

Tergugat III datang dan menginformasikan kepada Keluarga beserta

Almarhum Waluyo Sedjati untuk tindakan pemasangan TPM dan

kemungkinan intervensi koroner. Keluarga Almarhum Waluyo Sedjati

menyetujui tindakan dan menandatngani surat persetujuan tindakan

medis. Saat dilakukan angiogram pasca pemasangan TPM, didapat

thrombus di LAD dilakukan dilatasi dengan balon dan pemberian

integrillin. Tindakan berhasil dengan TIMI 2 Flow. Malam harinya

Almarhum Waluyo Sedjati tidak mau makan, hanya minum susu.

Nyeri dada berkurang.

3.9.Bahwa pada tanggal 21 Desember 2011 dini hari, Almarhum Waluyo

Sedjati muntah-muntah dan merasa mual. Saat pagi hari, keluhan

nyeri dada sudah berkurang lagi. Siang hari Almarhum Waluyo

Sedjati masih tidak mau makan, hanya minum air jahe. Sakit dada

sudah tak ada. Prof. Djoko Widodo sudah datang memberikan obat-

obat serta menambahkan stabixim 2x1gr. Pada malam hari Tergugat

III datang, pada saat itu Almarhum Waluyo Sedjati mengalami gelisah

dan duduk ingin buang air kecil. Setelah itu Almarhum Waluyo Sedjati

mengalami cardiorespiratoric arrest dan dilakukan resusitasi beserta

intubasi. Tindakan berhasil dengan nadi Almarhum Waluyo Sedjati

kembali 60x/menit dengan tensi 105/60 mmHg. Saat kejadian

disaksikan oleh keluarga Almarhum Waluyo Sedjati.

41

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 41

Page 125: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

3.10.Bahwa pada tanggal 22 Desember 2011 hasil pemeriksaan

laboratorium menunjukan leukosit 19.400, CRP 62.4, PCT 1.7 suhu

pasien tinggi 38-39C. Tampak jelas sepsis pada Almarhum Waluyo

Sedjati. Stabixim diganti meronem dan pasien diberikan kalmetason.

Sore hari hasil laboratorium menunjukkan D-Dimer 10.900 Vascon

diganti adrenalin, Dosis inotropik maksimal, suhu pasien tinggi dan

GDS tetap tak terkontrol. Selama perawatan, GD tidak pernah

terkontrol baik dan menunjukkan kadar yang tinggi.

3.11.Tanggal 23 Desember 2011 dini hari, Almarhum Waluyo Sedjati

dinyatakan meninggal dunia dihadapan keluarga dan tenaga medis.

Sehingga berdasarkan hal tersebut di atas jelas dalil-dalil Gugatan

Penggugat pada butir 1-8 halaman 2-3 surat gugatan adalah

pemutarbalikan fakta dan hendaknya ditolak dan juga tidak berdasarkan

hukum dengan alasan hukum sebagai berikut :

1) Bahwa hubungan hukum antara Dokter dengan pasien adalah suatu

perjanjian berusaha (inspanningsverbintenis), sehingga dokter tidak

menjamin akan selalu berhasil di dalam pemberian tindakan medis

dan pengobatan, asalkan tindakan dokter tersebut dilakukan secara

lege artis (benar/baik/jelas dan lengkap). Maka seorang dokter tidak

dapat dipersalahkan terhadap suatu akibat yang mungkin timbul dari

suatu tindakan medik yang tidak dapat diduga sebelumnya, seperti :

anafilaktik shok pada pemberian anestesi atau obat lain sebagai

reaksi berlebihan dari tubuh pasien itu sendiri dan lain sebagainya. (J.

Gunawan,SH., Kelalaian Medik (Medikal Negligence), halaman 88,

terbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia).

2) Bahwa tindakan dokter terhadap pasiennya apa bila telah dilakukan

dengan kehati-hatian dan juga telah sesuai dengan standar medik

maka dokter tersebut tidak dapat dipersalahkan apabila timbul akibat

negatif dari tindakan medis dan pengobatan oleh dokter tersebut,

demikian juga halnya tindakan Tergugat III terhadap Almarhum

Waluyo Sedjati telah dilakukan dengan kehati-hatian dan juga telah

sesuai dengan standar medik, namun ajal adalah Takdir Tuhan yang

tidak dapat dihindari walau Tergugat III telah berusaha dengan

42

42

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 42

Page 126: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

maksimal mungkin sesuai dengan standar medik, sehingga Tergugat

III tidak dapat dipersalahkan atas meninggalnya Almarhum Waluyo

Sedjati.

3) Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2004

Tentang Praktik Kedokteran disebutkan bahwa setiap tindakan medis

yang diambil oleh seorang dokter harus mendapatkan persetujuan

dari pasien dan keluarga pasien, namun sebelumnya harus dijelaskan

secara lengkap tentang tindakan tersebut dan akibat-akibat yang

mungkin timbul dalam tindakan tersebut, adapun bunyi Pasal 45 UU

No. 29 Tahun 2004, selengkapnya adalah sebagai berikut :

1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan

dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus

mendapat persetujuan.

2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan

setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.

3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-

kurangnya mencakup :

a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;

b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;

c. Alternatif tindakan lain dan risikonya;

d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan

baik secara tertulis maupun lisan.

5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang

mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan

tertulis yang ditandatngani oleh yang berhak memberikan

persetujuan.

6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran

atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat

43

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 43

Page 127: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturaturan

Menteri (dikutip sesuai aslinya).

4) Bahwa tindakan medis yang dilakukan oleh Tergugat III terhadap

Almarhum Waluyo Sedjati adalah telah sesuai dengan lege artis dan

telah sesuai dengan standar medik yaitu bahwa sebelum tindakan

medik yang dilakukan oleh Tergugat III terhadap Almarhum Waluyo

Sedjati terlebih dahulu Tergugat III menjelaskan kepada Almarhum

Waluyo Sedjati dan istrinya tindakan apa yang akan diambil dan apa

akibat yang kemungkinan timbul dari tindakan tersebut dan atas

penjelasan tersebut Almarhum Waluyo Sedjati dan istrinya setuju atas

apa tindakan medik yang akan dilakukan oleh Tergugat III, hal ini

dapat dilihat dan dibuktikan adanya persetujuan tindakan medis,

sehingga dengan demikian jelas bahwa tindakan medik yang

dilakukan oleh Tergugat III terhadap Almarhum Waluyo Sedjati adalah

telah sesuai dengan standar medik sebagaimana diatur dalam

ketentuan Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2004.

5) Bahwa tindakan yang diambil oleh seorang dokter terhadap pasiennya

terkadang tidak sesuai dengan keinginan keluarga pasien terutama

bila kondisi si pasien menjadi memburuk, punya gejala sisa (cacat/

squele), atau meninggal dunia, namun bukan berarti membutuknya

keadaan pasien tersebut karena salah tindakan dari dokter justru

sering karena komplikasi dan perjalanan penyakit tersebut, hal ini

sejalan dengan pendapat Dr. Herry Setyaq Yudha Utama, SpB. Fina

Cs, dalam tulisannya yang berjudul “GUGATAN MALPRAKTEK

(MEDIK), LAGU LAMA DENGAN MELODI BARU” dalam alinia 4 yaitu

sebagai berikut :

“MALPRAKTEK sering disalahartikan oleh masyarakat, bukan saja

masyarakat biasa malah orang intelek pun sering salah arti malah

media dan infotainment juga sering salah, masyarakat sering

mengartikan MALPRAKTEK, suatu tindakan atau keadaan yang tidak

sesuai dengan harapannya sehingga tidak memuaskan harapan

dirinya, terutama bila kondisi pasien menjadi memburuk, punya gejala

sisa (cacat/Squele) atau meninggal dunia. Padahal membruknya

44

44

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 44

Page 128: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

keadaan pasien sering bukan karena salah tindakan dokter justru

sering karena komplikasi dan perjalanan penyakitnya itu sendiri.

Perbedaan persepsi, biasanya disebabkan ketidakmampuan pihak

pasien untuk memahami logika edis bahwa upaya medis adalah

upaya yang penuh uncertainty dan hasilnyapun tidak dapat

diperhitungkan secara matematis karena sangat dipengaruhi oleh

faktor-faktor lain di luar control dokter untuk mengendalikannya (I.

Nasution), misalnya daya tahan tubuh, mekanisme pertahanan tubuh,

jenis dan tingkat virulensi penyakit, stadium penyakit, kualitas obat,

respon individu terhadap obat serta ketidak patuhan pasien dalam

mengikuti prosedur dan nasihat dokter”.

Demikian juga halnya dengan perkara Almarhum Waluyo Sedjati pada

saat datang ke Tergugat I, yang ditangani oleh Tergugat III dalam

kondisi yang mempunyai riwayat penyakit gula dan telah lama yaitu

sejak tahun 1993 dimana penyakit gulanya tidak terkendali, riwayat

pernah merokok, mempunyai riwayat keluarga yang mempunyai sakit

jantung, dan riwayat sakit darah tinggi, dan juga pada saat itu

rekaman irama jantung tidak teratur yang mayor (berat), sehingga

dengan demikian jelas bahwa Almarhum Waluyo Sedjati pada saat itu

telah mengalami komplikasi penyakit, selain hal tersebut di atas satu

hari sebelum Almarhum Waluyo Sedjati meninggal dunia, Almarhum

Waluyo Sedjati pernah menelpon anaknya yang bernama ASTI

SUKMA PRAMESTI, yang bekerja di Bank CIMB Niaga Purwokerto

dan setelah menelpon anaknya tersebut Alamarhum Waluyo Sedjati

menangis, dan keesokan harinya Almarhum Waluyo Sedjati

meninggal dunia, dan pada hal saat itu Tergugat III mengingatkan

keluarga Almarhum Waluyo Sedjati untuk menghindari hal-hal yang

dapat menimbulkan emosi, karena hal itu sangat berbahaya bagi

pasien yang mengalami serangan jantung sebab ada resiko yang

akan mempengaruhi jantungnya, sehingga tindakan yang dilakukan

oleh Tergugat III terhadap Almarhum Waluyo Sedjati adalah telah

sesuai dengan standar Pelayanan Medis, Standar Pelayanan profesi

dan Standar Pelayanan Operasional kedokteran dan hukum yang

45

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45

Page 129: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

berlaku, sebagaimana telah diuraikan dalam butir 5.1 sampai 5.11 di

atas.

4. Bahwa tidak benar dalil-dalil Gugatan Penggugat pada butir 9-14 halaman 3-5

Surat Gugatan, yang pada intinya menyatakan bahwa “rekam medis” yang

diberikan oleh Tergugat I adalah tidak sesuai dengan Peraturan Menteri

Kesehatan No. : 269/MENKES/PER/III/2008”, dengan alasan hukum sebagai

berikut :

4.1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 47 UU No. 29 Tahun 2004, bahwa

Rekam Medis adalah milik Sarana Pelayanan Kesehatan atau milik

Dokter yang bersifat rahasia, sehingga harus disimpan dan dijaga

kerahasiannya oleh Dokter atau pimpinan sarana Kesehatan sedangkan

isinya adalah milik Tergugat I selaku sarana pelayanan kesehatan, untuk

jelasnya bunyi Pasal 47 UU No. 29 Tahun 2004, sebagai berikut :

Pasal 47

1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46

merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan

kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.

2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan

dan dijaga kerahasiannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan

sarana pelayanan kesehatan.

3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri” (dikutip sesuai

aslinya).

4.2.Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 47 UU No. 29 Tahun 2004 adalah

sudah tepat tindakan Tergugat I hanya memberikan ringkasan medik dari

Rekam Medis, oleh karena itu yang diberikan kepada Penggugat bukan

Rekam Medis tetapi hanya ringkasan medik dari Rekam Medis yang

merupakan hak Penggugat selaku keluarga pasien (Almarhum Waluyo

Sedjati), sehingga format dan bentuk isi rekam medis tidak mengacu

ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan No. : 269/MENKES?PER/

III/2008, (Lihat Permenkes baru) dan tidak ada aturan yang mengatur

tentang format baku dari isi atau ringkasan rekam medis yang akan

46

46

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 46

Page 130: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

diberikan kepada keluarga Pasien ic. Penggugat, sebab rekam medis

adalah milik Tergugat I dan bersifat rahasia.

4.3.Berdasarkan hal tersebut di atas maka dalil-dalil Gugatan Penggugat

pada butir 9-14 halaman 3-5 Surat Gugatan harus ditolak karena tidak

berdasarkan memiliki dasar hukum.

5. Bahwa tidak benar dalil-dalil Gugatan Penggugat pada butir 14-23 halaman

5-6 Surat Gugatan, dengan alasan hukum sebagai berikut :

5.1. Bahwa pelanggaran ketentuan Pasal 77 UU No. 29 Tahun 2004, adalah

ranah hukum pidana bukan ranah hukum perdata, dan selain itu dengan

ini juga Tergugat III Mensomir Penggugat untuk membuktikan dalil-

dalilnya pada butir 14-23 halaman 5-6 Surat Gugatan.

5.2.Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas jelas bahwa dalil-dalil gugatan

Penggugat pada butir 14-23 halaman 5-6 Surat Gugatan harus ditolak

karena tidak memiliki dasar hukum.

6. Bahwa tidak benar dalil-dalil Gugatan Penggugat pada butir 24-28, 32, dan 34

halaman 6-9 Surat Gugatan, yang pada intinya menyatakan bahwa Tergugat

III telah melakukan praktik kedokteran secara illegal, karena izin praktik

Tergugat III telah habis pada tanggal 7 Agustus 2011 dan baru diperpanjang

pada tanggal 3 Pebruari 2012, adalah dalil-dalil Penggugat yang tidak

memiliki dasar hukum dengan alasan sebagai berikut :

6.1. Bahwa mengenai Surat Izin Praktik (SIP) Dokter milik Tergugat III telah

habis pada tanggal 7 Agustus 2011 tetapi Surat Tanda Registrasi (STR)

Dokter milik Tergugat III baru berakhir pada tanggal 7 Agustus 2016,

sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 38 ayat (2) UU No. 29 Tahun

2004, SIP milik Tergugat III masih tetap berlaku walau sudah habis masa

berlakunya, karena STR milik Tergugat III masih berlaku hingga 7

Agustus 2016, Tergugat III masih tetap berpraktik pada Tergugat I sesuai

dengan yang tercantum dalam SIP untuk jelasnya yang berbunyi Pasal

38 ayat (2) UU No. 29 Tahun 2004, sebagai berikut :

(2) Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang :

47

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 47

Page 131: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

a. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi

masih berlaku; dan

b. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat

izin praktik.

6.2. Bahwa hal tersebut di atas juga diperkuat dalam :

Pasal 14 ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/ MENKES/

PER/X/2011, Tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran,

memberikan keleluasaan lebih terkait masa berlakunya SIP dan STR

aquo sebagaimana dalam sebagai berikut :

Pasal 14 ayat (3)

“Dalam keadaan STR habis berlakunya SIP dapat diperpanjang apabila

permohonan perpanjangan STR telah diproses yang dibuktikan dengan

tanda terima pengurusan yang dikeluarkan oleh organisasi profesi

dengan masa berlaku paling lama 6 (enam) bulan”;

6.3. Demikian juga halnya dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No.HK/MENKES/1920/IX/2011 tanggal 12 September 2011

tentang Legalitas izin Praktik Bagi Dokter/Dokter Gigi Yang Dalam Proses

Registrasi Ulang (SE Menkes), menyatakan bahwa :

“... dokter dan dokter gigi yang telah menyerahkan persyaratan untuk

proses registrasi ulang penerbitan STR dan yang telah memperoleh

STTB tersebut sebagai bukti bahwa yang bersangkutan secara resmi

telah melakukan proses registrasi ulang, sehingga secara otomatis SIP

termasuk rekomendasi izin praktik dinyatakan tetap berlaku selama 6

(enam) bulan atau sampai proses registrasi ulang selesai”.

6.4.Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas terbukti dalil-dalil gugatan

Penggugat pada butir 24-28, 32, dan 34 halaman 6-9 surat Gugatan,

harus ditolak karena tidak memiliki dasar hukum.

7. Bahwa tidak benar dalil-dalil gugatan Penggugat pada butir 35-39 halaman

9-10 surat gugatan, yaitu tentang permohonan ganti rugi, adalah tidak

mempunyai dasar hukum dengan alasan hukum sebagai berikut :

48

48

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 48

Page 132: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

7.1. Bahwa berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas terbukti tak ada

satupun ketentuan hukum yang dilanggar oleh Tergugat III dalam

menangani Almarhum Walujo Sedjati, bahkan penangannya telah sesuai

dengan ketentuan hukum yang berlaku dan sesuai dengan Standar

Profesi dan Standar Pelayanan Medik tindakan medis yang seharusnya,

selain itu hubungan hukum antara Dokter dengan pasien adalah suatu

perjanjian berusaha (inspanningsverbintenis), sehingga dokter tidak

menjamin akan selalu berhasil di dalam pemberian tindakan medis dan

pengobatan, sedangkan faktanya sebelum Almarhum Walujo Sedjati

melakukan pemeriksaan medis, Almarhum Walujo Sedjati memang

mempunyai banyak penyakit.

7.2.Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, permohonan ganti rugi yang

diajukan oleh Penggugat tidak mempunyai dasar hukum, oleh karena itu

dalil-dalil gugatan Penggugat pada butir 35-39 halaman 9-10 Surat

Gugatan tidak mempunyai dasar hukum.

8. Bahwa tidak benar dalil-dalil Gugatan Penggugat pada butir 40 halaman 10

surat gugatan Penggugat, yaitu tentang uang paksa (Dwangsom) adalah

tidak mempunyai dasar hukum karena berdasarkan Yurisprudensi MA No. :

1172 K/Pdt/2005 dan menurut Pasal 611 a ayat (1) kalimat terakhir B.Rv,

yang pada intinya menyatakan : lembaga uang paksa tidak dapat diterapkan

dalam suatu putusan yang mengandung diktum penghukuman membayar

sejumlah uang, karena penghukuman untuk membayar sejumlah uang itu

selalu dapat diwujudkan (misalnya dengan upaya paksa/eksekusi), sehingga

dengan demikia dalil-dalil Gugatan Penggugat pada butir 40 halaman 10

surat gugatan harus ditolak karena tidak memiliki dasar hukum.

9. Bahwa tidak benar dalil-dalil gugatan Penggugat pada butir 40 halaman 10

surat Gugatan, yaitu tentang Putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad),

dengan alasan hukum sebagai berikut :

9.1. Pasal 18 ayat (1) HIR dan 191 ayat (1) RBG menjelaskan syarat-syarat

yang harus dipenuhi hakim dapat menjatuhkan putusan serta merta,

adalah gugatan didasarkan atas suatu alas hak yang berbentuk akta

otentik, gugatan didasarkan atas akta di bawah tangan yang diakui, dan

49

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 49

Page 133: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

putusan serta merta yang didasarkan pada putusan pengadilan yang

mempunyai kekuatan hukum tetap.

9.1. Adapun Pasal 18 ayat (1) HIR dan 191 ayat (1) RBG menjelaskan syarat-

syarat yang harus dipenuhi hakim dapat menjatuhkan putusan serta

merta, adalah gugatan didasarkan atas suatu alas hak yang berbentuk

akta otentik, gugatan didasarkan atas akata di bawah tangan yang diakui,

dan putusan serta merta yang didasarkan pada putusan pengadilan yang

mempunyai kekuatan hukum tetap.

9.2. Adapun Pasal 54-57 Rv pengaturannya lebih luas, Pasal 54 mengatur

syarat-syarat pengabulan dan pemberian jaminan atas pelaksanaan

putusan tersebut, Pasal 55 mengatur kebolehan pelaksanaan putusan

yang dijalankan lebih dahulu tanpa jaminan tertentu. Sedangkan Pasal 56

Rv memberi hak mengajukan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu

pada tingkat banding.

9.3.Sementara itu, SEMA No. 3 Tahun 2000 ada tiga point penting yang

diatur. Pertama, para hakim harus betul-betul dan sungguh-sungguh

dalam mempertimbangkan dan memperhatikan serta mentaati syarat-

syarat yang harus dipenuhi sebelum mengabulkan putusan serta merta.

Kedua, tentang keadaan-keadaan tertentu dapat dijatuhkannya putusan

serta merta. Selain keadaan yang sudah diatur Pasal 18 ayat (1) dan 191

ayat (1) RBG, keadaan tertentu yang dimaksud adalah gugatan tentang

hutang-piutang yang jumlahnya sudah pasti dan tidak dibantah, Juga

gugatan tentang sewa-menyewa tanah, rumah, gedung dan lain-lain,

dimana hubungan sewa-menyewa sudah habis, atau penyewa terbukti

melalaikan kewajibannya sebagai Penyewa yang beritikad baik. Demikian

pula dikabulkannya ggatan provisi serta pokok sengketa mengenai

bezitsrecht. Ketiga, tentang adanya pemberian jaminan yang nilainya

sama dengan nilai barang/obyek eksekusi, sehingga tidak menimbulkan

kerugian pada pihak lain, apabila ternyata dikemudian hari dijatuhkan

putusan yang membatalkan putusan Pengadilan Tingkat Pertama.

9.4.Adapun SEMA No. 4 Tahun 2001, selain penegasan kembali mengenai

jaminan dalam SEMA terdahulu. SEMA ini menyatakan bahwa tdak boleh

50

50

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 50

Page 134: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

ada putusan serta merta tanpa adanya jaminan yang sama nilainya

dengan nilai barang.

9.5.Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas terbukti dalil-dalil gugatan

Penggugat pada butir 40 halaman 10 Surat gugatan, tidak mempunyai

dasar hukum untuk dikabulkan.

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka hendaknya Majelis hakim

menolak gugatan dari Penggugat.

II. DALAM REKONPENSI :

1. Bahwa dalam jawaban ini juga Tergugat III Konpensi mengajukan gugatan

Rekonpensi terhadap Penggugat, untuk selanjutnya Tergugat III disebut

dengan Penggugat Rekonpensi/ Tergugat III Konpensi, sedangkan Ny.

ERWINA INDARTI selanjutnya disebut Tergugat I Rekonpensi/ Penggugat

dan AGUNG WIBOWO selanjutnya disebut Tergugat II Rekonpensi/

Penggugat.

2. Bahwa dalam hal-hal yang telah diuraikan Penggugat III Rekonpensi/

Tergugat III Konpensi dalam Eksepsi dan Pokok Perkara mohon dianggap

pula telah masuk dan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan

dengan hal-hal tersebut dalam Rekonpensi ini.

3. Bahwa pada tanggal 18 Oktober 2011, Almarhum Waluyo Sedjati datang

ke Poliklinik Rumah Sakit Primer, dari hasil pemeriksaan EKG

menunjukkan adanya VES bigemini yang merupakan salah satu petunjuk

adanya aritmia mayor. Saat itu Almarhum Waluyo Sedjati mendapat terapi

Ramipril dan Amiodarone. Terapi anti diabetes yang sudah lama diminum

tetap dilanjutkan dan saat itu Almarhum Waluyo Sedjati diberikan

penjelasan tentang keadaan penyakit jantung dan resiko yang berkaitan

dengan aritmia mayor.

4. Bahwa pada tanggal 14 Oktober 2011, Almarhum Waluyo Sedjati datang

kembali ke poliklinik Rumah Sakit Premier. Almarhum Waluyo Sedjati

didiagnosa penyakit jantung koroner, MR Moderat, gagal jantung, dan

hipertensi. Lalu Almarhum Waluyo Sedjati diberi terapi Ramipril 2x5mg,

Thromboaspilet 1x1, Bisoprolol 1x2,5mg, dan Clopidogrel 1x75mg dan

pada saat itu Almarhum Waluyo Sedjati disarankan untuk melakukan

51

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 51

Page 135: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

pemeriksaan angiografi dan PCI apabila diperlukan. Dan juga dijelaskan

kepada Almarhum Waluyo Sedjati bahwa resikonya adalah pendarahan di

tempat yang disuntik, kemungkinan timbulnya penyempitan kembali

setelah PCI yang dapat timbul baik jangka panjang maupun pendek serta

penyumbatan mendadak pembuluh koroner. Setelah diberikan penjelasan

maka diberikan kesempatan kepada Almarhum Waluyo Sedjati untuk

bertanya apa bila ada hal-hal yang kurang jelas, dan saat itu Almarhum

Waluyo Sedjati menyatakan sudah jelas dan memahami, lalu Almarhum

Waluyo Sedjati setuju untuk menandatngani surat persetujuan tindakan

medis pada jam 19.30 WIB, dimana dalam surat persetujuan tersebut

yang menjadi saksi adalah Istri Almarhum Waluyo Sedjati (Tergugat I

Rekonpensi/Penggugat) dan satu tenaga medis RS Premier Jatinegara.

Selama anamnesis ditanyakan kepada Almarhum Waluyo Sedjati dan

Tergugat I Rekonpensi/Penggugat (istrinya) apakah Almarhum Waluyo

Sedjati pernah menderita penyakit yang relevan dengan tindakan PCI

namun hal tersebut tidak dijawab oleh Almarhum Waluyo Sedjati.

5. Bahwa dari rekam medis ternyata Almarhum Waluyo menderita berbagai

kelainan antara lain hepatitis C, Sirosis hati, BPH, Neurofibromatosis,

kolelitiasis, kolesistitis kronik, batu uretra dekstra, dan haemoroid. Dan

juga Almarhum Waluyo Sedjati ternyata pernah menjalani laparoskopi,

kolesisteknomi, RPG, ekstirpasi multiple lipoma.

6. Bahwa pada tanggal 16 Desember 2011, Alamarhum Waluyo Sedjati

datang pada malam hari untuk dilakukan tindakan angiografi dan PCI, dan

bila diperlukan dilakukan esok hari.

7. Bahwa sebelum melakukan tindakan medis terhadap Almarhum Waluyo

Sedjati maka dilakukan persiapan pra tindakan, pemeriksaan laboratorium

rutim. BT, CT, dan anamnesis serta pemeriksaan fisik oleh dokter

Ruangan. Dilakukan tindakan angiografi dan direct stenting di proksimal

LAD dan DI pada tanggal 17 Desember 2011 dengan DES. Hasil baik

(residul stenosis 0%), dimana lama prosedur adalah kurang lebih 1 jam.

Terapi diberikan sebelum tindakan adalah heparin 7500 unit dan Plavix 4

tablet, lalu pasien dibawa ke ICCU dalam keadaan stabil, dan kepada Istri

Almarhum Waluyo Sedjati (Tergugat I Rekonpensi/Penggugat) dijelaskan

52

52

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 52

Page 136: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

bahwa perawatan di ICCU berlangsung 8 jam, dengan tujuan untuk

melakukan monitoring jantung, tekanan darah, nadi, dan keluaran rutin.

8. Bahwa selama di ICCU, pasien dalam keadaan stabil, pasien mengelum

nyeri saat buang air kecil dan terasa tidak lampias, lalu Almarhum Waluyo

Sedjati dipindahkan ke ruang rawat biasa lantai 6, dan kemudian

Almarhum Waluyo Sedjati dikonsultasikan kepada dr. Arnold,Sp.U, dr.

Pradana Sp.PD-KEMD., dr. Suharko Sp. PD-KEMD., Prof. Djoko Widodo,

Sp.PD-KPTI.

9. Bahwa pada tanggal 19 Desember 2011 pagi Almarhum Waluyo Sedjati

mengeluh nyeri dada setelah dari Kamar mandi dan dipindah ICCU. EKG

terdapat ST depresi. Lalu pada pukul 09.55 Wib Almarhum Waluyo Sedjati

dikunjungi oleh dr. Tedjasukmana lalu memberi saran terapi Cedocard

SL., Imdur 1x1, Concor 1x5mg, arixtra 2.5mg. Saran tersebut

ditambahkan oleh Penggugat III Rekonpensi/Tergugat III Konpensi

dengan Pemeriksaan Trop T dan pemindahan Almarhum Waluyo Sedjati

ke ruangan ICCU. Pada Pukul 11.30 Almarhum Waluyo Sedjati dikunjungi

oleh Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi, dan disarankan untuk

rekateterisasi namun Almarhum Waluyo Sedjati menolak. Lalu Trop T

diperiksa dan terapi lain diteruskan, dan siang hari Almarhum Waluyo

Sedjati masih chest pain, lalu oleh Penggugat III Rekonpensi/Tergugat III

Konpensi diberikan cedocard drip, nyeri mulai berkurang, namun pada

malam hari Almarhum Waluyo Sedjati merasakan nyeri pada penis saat

buang air kecil dan nyeri pada anus, Almarhum Waluyo Sedjati

mempunyai Haemoroid, keluhan chest pain minimal.

10.Pada tanggal 20 Desember 2011, keluhan nyeri pada dada tidak ada, dan

Prof. Harmani menerima laporan tensi 90/60, nadi 70/80, diuresi 24 jam

240cc. diberikan Dobutamin drip dan lasix 2 ampul. Siang hari nadi

Almarhum Waluyo Sedjati mendadak naik menjadi 170x/menit setelah

pasien buang air kecil sambil duduk meskipun hal itu sudah dilarang

sebelumnya. Kemudian Almarhum Waluyo Sedjati mengambil asistol,

dilakukan resusitasi jantung paru. Nadi Almarhum Waluyo Sedjati kembali

menjadi 40-60x/menit. Tekanan darah 60/40 mmHg. Almarhum Waluyo

Sedjati diberikan Vascon drip dan dobutamin drip. Episode bradikardi-

53

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 53

Page 137: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

hipotensi berlanjut hingga sore meskipun dosis vascon dan dobutamin

sudah dititrasi. Tergugat III dihubungi via telepon dan menginstruksikan

agar dipasang TPM. Pukul 17.00 Wib Penggugat III Rekonpensi/Tergugat

III Konpensi datang dan menginformasikan kepada keluarga beserta

Almarhum Waluyo Sedjati untuk tindakan pemasangan TPM dan

kemungkinan intervensi koroner. Keluarga Almarhum Waluyo Sedjati

menyetujui tindakan dan menadatangani surat persetujuan tindakan

medis. Saat dilakukan angiogram pasca pemasangan TPM, didapat

thrombus di LAD dilakukan dilatasi dengan balon dan pemberian

integrillin. Tindakan berhasil dengan TIMI 2 Flow. Malam harinya

Almarhum Waluyo Sedjati tidak mau makan, hanya minum susu. Nyeri

dada berkurang.

11. Pada tanggal 21 Desember 2011 dini hari, Almarhum Waluyo Sedjati

muntah-muntah dan merasa mual. Saat pagi hari, keluhan nyeri dada

sudah berkurang kagi. Siang hari Almarhum Waluyo Sedjati masih tidak

mau makan, hanya minum air jahe. Sakit dada sudah tak ada. Prof. Djoko

Widodo sudah datang memberikan obat-obat serta menambahkan

stabixim 2x1 gr. Pada malam hari Prof. Hermani datang, pada saat itu

Almarhum Waluyo Sedjati mengalami gelisah dan duduk ingin buang air

kecil. Setelah itu Almarhum Waluyo Sedjati mengalami cardiorespiratoric

arrest dan dilakukan resusitasi beserta intubasi. Tindakan berhasil dengan

nadi Almarhum Waluyo Sedjati kembali 60x/menit dengan tensi 105/60

mmHg. Saat kejadian disaksikan oleh keluarga Almarhum Waluyo Sedjati.

12.Pada tanggal 22 Desember 2011 hasil pemeriksaan laboratorium

menunjukan leukosit 19.400, CRP 62,4, PCT 1.7 suhu pasien tinggi

38-39C. Tampak jelas sepsis pada Almarhum Waluyo Sedjati. Stabixim

diganti meronem dan pasien diberikan kalmetason. Sore hari hasil

laboratorium menunjukkan D-Dimer 10.900. Vascon diganti adrenalin,

Dosis inotropik maksimal, suhu pasien tinggi dan GDS tetap tak terkontrol.

Selama perawatan, DG tidak pernah terkontrol baik dan menunjukkan

kadar yang tinggi.

13.Tanggal 23 Desember 2011 dini hari, Alamarhum Waluyo Sedjati

dinyatakan meninggal dunia dihadapan keluarga dan tenaga medis.

54

54

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 54

Page 138: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

14.Bahwa hubungan hukum antara Dokter dengan pasien adalah suatu

perjanjian berusaha (inspanningsverbintenis), sehingga dokter tidak

menjamin akan selalu berhasil didalam pemberian tindakan medis dan

pengobatan, asalkan tindakan dokter tersebut dilakukan secara lege artis

(benar/baik/jelas dan lengkap). Maka seorang dokter tidak dapat

dipersalahkan terhadap suatu akibat yang mungkin timbul dari suatu

tindakan medik yang tidak dapat diduga sebelumnya, seperti : anafilaktik

syok pada pemberian anestasi ata obat lain sebagai reaksi berlebihan dari

tubuh pasien itu sendiri dan lain sebagainya. (J. Gunawan,SH., Kelainan

Medik (Medikal Negligence), halaman 88, terbitan Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia).

15.Bahwa tindakan dokter ic. Penggugat rekonpensi/Tergugat III Konpensi

terhadap pasiennya ic. Almarhum Waluyo Sedjati apa bila telah dilakukan

dengan kehati-hatian dan juga telah sesuai dengan standar medik maka

dokter tersebut tidak dapat dipersalahkan apabila timbul akibat negative

(sesuatu yang tidak pernah diperhitungkan sebelumnya oleh ilmu

Kedokteran) tindakan medis dan pengobatan oleh dokter tersebut.

16.Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2004 Tentang

Praktik Kedokteran disebutkan bahwa setiap tindakan medis yang diambil

oleh seorang dokter harus mendapatkan persetujuan dari pasien dan

keluarga pasien, namun sebelumnya harus dijelaskan secara lengkap

tentang tindakan tersebut dan akibat-akibat yang mungkin timbul dalam

tindakan tersebut, adapun bunyi Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2004,

selengkapnya adalah sebagai berikut :

Pasal 45

1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan

oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat

persetujuan.

2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah

pasien mendapat penjelasan secara lengkap.

3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya

mencakup :

55

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 55

Page 139: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis;

b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan;

c. Alternatif tindakan lain dan risikonya;

d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan

baik secara tertulis maupun lisan.

5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung

risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang

ditandatngani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau

kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat

(3), ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

17.Bahwa tindakan medis yang dilakukan oleh Penggugat Rekonpensi/

Tergugat III Konpensi terhadap Almarhum Waluyo Sedjati adalah telah

sesuai dengan lege artis dan telah sesuai dengan standar medik yaitu

bahwa sebelum tindakan medik yang dilakukan oleh Penggugat

Rekonpensi/Tergugat III Konpensi terhadap Almarhum Waluyo Sedjati

terlebih dahulu Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi menjelaskan

kepada Almarhum Waluyo Sedjati dan istrinya (Tergugat I Rekonpensi/

Penggugat Konpensi) tindakan apa yang akan diambil dan apa akibat

yang kemungkinan timbul dari tindakan tersebut dan atas penjelasan

tersebut Almarhum Waluyo Sedjati dan istrinya (Tergugat I Rekonpensi/

Penggugat Konpensi) setuju atas apa tindakan medik yang akan

dilakukan oleh Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi, hal ini dapat

dilihat dan dibuktikan adanya persetujuan tindakan medis, sehingga

dengan demikian jelas bahwa tindakan medik yang dilakukan oleh

Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi terhadap Almarhum Waluyo

Sedjati adalah telah seuai dengan standar medik sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 45 UU No. 29 Tahun 2004.

56

56

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 56

Page 140: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

18.Bahwa kemudian timbul masalah yaitu adanya klaim dari Tergugat I

Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan Tergugat II Rekonpensi/Penggugat

Konpensi (pihak keluarga Almarhum Waluyo Sedjati) yang dinyatakan

bahwa tindakan medik yang dilakukan oleh Penggugat Rekonpensi/

Tergugat III Konpensi terhadap Almarhum Waluyo Sedjati adalah tidak

sesuai dengan standar medis adalah klaim yang tidak berdasar, karena

sebagaimana tersebut di atas dan juga dalam kronologis terbukti bahwa

Penggugat Rekonpensi/Terggat III Konpensi dalam melakukan tindakan

medik terhadap Almarhum Waluyo Sedjati selalu memberikan penjelasan

tentang apa tindakan yang akan diambil dan akibat yang akan muncul dari

tindakan tersebut dan selalu memberikan kesempatan baik kepada

Almarhum Bapak Waluyo Sedjati dan Istrinya (Tergugat Rekonpensi/

Penggugat Konpensi) untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas,

namun selalu dijawab sudah jelas dan hal ini dibuktikan dalam setiap

tindakan medik yang dilakukan oleh Penggugat Rekonpensi/Tergugat III

Konpensi terhadap Bapak Waluyo Sedjati selalu mendapat persetujuan

tindakan medis, dimana persetujuan tersebut dibuat tanpa ada paksaan

dari pihak Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi juga dari pihak

Rumah Sakit Premier Jatinegara, sehingga tindakan Tergugat I

Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan Tergugat II Rekonpensi/Penggugat

Konpensi, yang mendalilkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh

Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi terhadap Almarhum Waluyo

Sedjati adalah perbuatan melawan hukum.

19.Bahwa tindakan Tergugat I Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan

Tergugat II Rekonpensi/Penggugat Konpensi dalam dalil-dalil ggatannya

pada butir 24-28, 32 dan 34 halaman 6-9 Surat Gugatan, yang telah

menjustice dan menuduh Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi

telah melakukan praktik kedokteran secara illegal, karena izin praktik

Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi telah habis pada tanggal 7

Agustus 2011, adalah dalil-dalil Penggugat yang tidak memiliki dasar

hukum dengan alasan hukum sebagai berikut :

a. Bahwa Surat Izin Praktik (SIP) Dokter milik Penggugat Rekonpensi/

Tergugat III Konpensi telah habis pada tanggal 7 Agustus 2011,

57

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 57

Page 141: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

namun Surat Tanda Registrasi (STR) Dokter milik Penggugat

Rekonpensi/Tergugat III Konpensi baru berakhir pada tanggal 7

Agustus 2016, sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 38 ayat (2) UU

No. 29 Tahun 2004, SIP milik Penggugat Rekonpensi/Tergugat III

Konpensi masih tetap berlaku walau sudah habis masa berlakunya,

karena STR milik Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi masih

berlaku hingga 7 Agustus 2016, dan Penggugat Rekonpensi/Tergugat

III Knpensi masih tetap berpraktik pada Rumah Sakit Premier

Jatinegara, untuk jelasnya yang berbunyi Pasal 38 ayat (2) UU No. 29

Tahun 2004, sebagai berikut :

(3) Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang :

c. surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi

dokter gigi masih berlaku, dan

d. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam

surat izin praktik.

b. Bahwa hal tersebut di atas juga diperkuat dalam : Pasal 14 ayat (3)

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/MENKES/PER/X/2011,

tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran, memberikan

keleluasaan lebih terkait masa berlakunya SIP dan STR aquo

sebagaimana dalam sebagai berikut :

Pasal 14 ayat (3)

“Dalam keadaan STR habis berlakunya, SIP dapat diperpanjang apabila

permohonan perpanjangan STR telah diproses yang dibuktikan dengan

tanda terima pengurusan yang dikeluarkan oleh organisasi profesi

dengan masa berlaku paling lama 6 (enam) bulan”.

c. Demikian juga halnya dalam Surat Earan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No.HK/MENKES/1920/IX/2011 tanggal 12 September 2011

tentang Legalitas Izin Praktik Bagi Dokter/Dokter Gigi Yang Dalam

Proses Registrasi Ulang, menyatakan bahwa :

“....dokter dan dokter gigi yang telah menyerahkanTTB yang dikeluarkan

oleh Organisasi Profesi, dapat menggunakan STTB tersebut sebagai

bukti bahwa yang bersangkuan secara resmi telah melakukan proses

58

58

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 58

Page 142: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

registrasi ulang, sehingga secara otomatis SIP termasuk rekomendasi

izin praktik dinyatakan tetap berlaku selama 6 (enam) bulan atau sampai

proses registrasi ulang selesai”.

d. Bahwa berdasarkan terbukti atau tidak benar tuduhan Tergugat I

Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan Tergugat II Rekonpensi/

Penggugat Konpensi yang menyatakan bahwa Penggugat Rekonpensi/

Tergugat III Konpensi telah melakukan praktik kedokteran secara iilegal,

oleh karena itu tindakan Tergugat I Rekonpensi/Penggugat Konpensi

dan Tergugat II Rekonpensi/Penggugat Konpensi tersebut adalah

perbuatan melawan hukum.

20. Bahwa akibat dari tindakan Perbuatan Melawan Hukum yang telah

dilakukan oleh Tergugat I Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan Tergugat II

Rekonpensi/Penggugat Konpensi telah menimbulkan kerugian bagi

Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi, yaitu :

a. Kerugian materiil yaitu biaya yang ditimbulkan akibat ulah Tergugat I

Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan Tergugat II Rekonpensi/Penggugat

Konpensi mengajukan gugatan dalam perkara a quo adalah sebesar

Rp.1.819.000.000,- (satu milyar delapan ratus sembilan belas juta

rupiah).

b. Kerugian materiil, yaitu rusaknya nama Penggugat Rekonpensi/Tergugat

III Konpensi dimata pasien-pasien, relasi, dan teman sejawat dan juga

telah menimbulkan beban Psikologis yang sangat berat bagi Penggugat

Rekonpensi/Tergugat III Konpensi, yang dalam hal ini Penggugat

Rekonpensi/Tergugat III Konpensi mengajukan ganti rugi sebesar

USD.1,500,000 (satu juta lima ratus ribu Dollar Amerika).

21. Bahwa untuk melindungi kepentingan Penggugat Rekonpensi/Tergugat III

Konpensi/Tergugat III Konpensi agar Tergugat I Rekonpensi/Penggugat

Konpensi tidak lari dari tanggung jawabnya untuk membayar ganti rugi

akibat perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh Tergugat I

Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan Tergugat II Rekonpensi/Penggugat

Konpensi, maka Penggugat Rekonpensi/Tergugat III Konpensi mohon sita

jaminan atas tanah dan bangunan di atasnya yang terletak di Jl. Kayu Manis

59

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 59

Page 143: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Barat, Gg. K-1, No. 30, RT. 010/RW.002, Kelurahan Kayu Manis,

Kecamatan Matraman, Jakarta Timur, dengan batas-batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Gang K-1, Kayumanis Barat;

- Sebelah Barat berbatasan dengan Rumah No. 31 milik Bapak Uha

Suhara;

- Sebelah Timur berbatasan dengan Rumah No. 28 milik Bapak

Sudarsono;

- Sebelah Selatan berbatasan dengan rumah No. 9, milik Bapak Selamet.

Untuk selanjutnya bila penetapan sita jaminan telah dilakukan maka

menyatakan sah dan berharga sita jaminan tersebut.

22. Bahwa karena gugatan ini didasarkan pada bukti-bukti yang sah dan

meyakinkan menurut hukum dan tidak dapat disangkal kebenarannya, maka

berdasarkan Pasal 180 HIR, Penggugat mohon agar putusan ini dapat

dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum verzet, Banding,

Kasasi, atau uapaya hukum lainnya (UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD),

untuk mencegah kerugian yang lebih besar bagi Penggugat.

Maka berdasarkan hal tersebut di atas, mohon agar Pengadilan Negeri Jakarta

Timur berkenan kiranya memutuskan dan menetapkan sebagai berikut :

I. DALAM KONPENSI.

A. DALAM EKSEPSI.

- Menerima Eksepsi Tergugat III untuk seluruhnya.

B. DALAM POKOK PERKARA.

- Menolak gugatan Penggugat seluruhnya.

II. DALAM REKONPENSI.

1. Mengabulkan gugatan Rekonpensi Penggugat Rekonpensi/Tergugat III

Konpensi untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Tergugat I Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan Tergugat II

Rekonpensi/Penggugat Konpensi telah melakukan perbuatan melawan

hukum;

60

60

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 60

Page 144: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

3. Menghukum Tergugat I Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan Tergugat II

Rekonpensi/Penggugat Konpensi untuk membayar ganti kerugian yaitu

kerugian materiil Rp.1.819.000.000,- (satu milyar delapan ratus sembilan

belas juta rupiah) dan immateriil sebesar USD.1,500,000 (satu juta lima

ratus Dollar Amerika);

4. Meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) atas tanah dan bangunan di

atasnya yang terletak di Jl. Kayu Manis Barat, Gg. K-1, No. 30, RT. 010/

RW.002, Kelurahan Kayu Manis, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur,

dengan batas-batas sebagai berikut :

• Sebelah utara berbatasan dengan Gang K-1, Kayumanis Barat;

• Sebelah Barat berbatasan dengan rumah No. 31 milik Bapak Uha

Suhara;

• Sebelah Timur berbatasan dengan rumah No. 28 milik Bapak

Sudarsono;

• Sebelah Selatan berbatasan dengan rumah No. 9 milik Bapak

Selamet.

5. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah diletakkan dalam

perkara ini;

6. Menyatakan putusan dalam perkara ini dapat dijalankan lebih dahulu

walaupun ada perlawanan (Verzet), Banding atau Kasasi.

III. DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI.

• Menghukum Tergugat I Rekonpensi/Penggugat Konpensi dan

Tergugat II Rekonpensi/Penggugat Konpensi membayar biaya

perkara yang timbul dalam perkara ini.

Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon keadilan yang

seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono).

Menimbang, bahwa atas jawaban dari Tergugat tersebut, Penggugat

menyampaikan Replik tertanggal 18 Pebruari 2013 dan atas Replik tersebut

para Tergugat melalui Kuasa Hukumnya telah pula menyampaikan Dupliknya

masing-masing tertanggal 25 Pebruari 2013 yang mana jawab-jinawab dari para

pihak tersebut selengkapnya sebagaimana yang tersebut dalam Berita Acara

61

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 61

Page 145: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

persidangan perkara ini dan untuk menyingkat isi putusan ini jawab-jinawab dari

para pihak tersebut dianggap termuat dan merupakan bagian yang tak

terpisahkan dalam putusan ini;

Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya Penggugat

telah mengajukan bukti surat yaitu berupa :

1. Foto copy Rekening Pasien atas nama WALUYO SEDJATI pada Rumah

Sakit Premier Jatinegara, diberi tanda P-1;

2. Foto copy Surat Kelurahan atas pelayanan Tergugat I dan

ketidakpuasan tindakan dari Tergugat III tertanggal 9 Januari 2013, diberi

tanda P-2;

3. Foto copy Surat dari Penggugat kepada pihak Tergugat I mengenai hasil

pertemuan yang dilakukan pada tanggal 3 Pebruari 2012, diberi tanda

P-3;

4. Foto copy Surat Penggugat kepada Tergugat I tertanggal 9 April 2012

mengenai tindak lanjut penyelesaian kasus atas meninggalnya Almarhum

WALUYO SEDJATI, diberi tanda P-4;

5. Foto copy Surat No. 081/Dir/RSPJ/IV/IV/2012 tertanggal 13 April 2012

tentang tanggapan dari Tergugat I atas surat Penggugat tanggal 9 April

2012, diberi tanda P-5;

6. Foto copy Resume Medis atas WALUYO SEDJATI yang dikeluarkan oleh

Tergugat I dan ditandatangani oleh Tergugat III, diberi tanda P-6;

Menimbang, bahwa bukti surat P-1 sampai dengan P-4 telah disesuaikan

dengan aslinya di persidangan dan telah dibubuhi dengan meterai yang cukup;

Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil sangkalannya, Tergugat

I dan Tergugat II telah mengajukan bukti surat sebagai berikut :

1. Foto copy Surat persetujuan Tindakan Kedokteran, tanggal 20 Desember

2011 Jam 18.20 Wib ditandatangani oleh Asti Sukma Pramesti ( diberi

tanda T-1 );

2. Foto copy Surat Persetujuan Tindakan Kedokteran tertanggal 21

Desember 2011 ( diberi tanda T-2 );

62

62

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 62

Page 146: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

3. Foto copy Resume Medis atas nama almarhum Waluyo Sedjati pada

tanggal 2 Juli 2012 ( diberi tanda T-3 );

4. Foto copy Surat Tanda Regidtrasi No. 311140221024238 atas nama

Harmani Kalim, berlaku 7 Agustus 2011-7 Agustus 2016 ( diberi tanda

T-4 );

5. Foto copy Surat ijin Praktik No.2.2.01.3`72.2401/5.30.05/08/16.1 atas

nama Dr.Harmani Kalim Sp.JP ditetapkan pada Juli 2008 ( diberi tanda

T-5 );

6. Foto copy Surat Ijin Praktek No.2.2.01.3172.2401/5.30.05/08.16.1 atas

nama dr Harmani Kalim Sp.Jp ditetapkan pada 8 Pebruari 2012 ( diberi

tanda T-6 );

7. Foto copy Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2053 /

MENKES / PER/ IX/ 2011 YANG DIUNDANGKAN TANGGAL 28 Oktober

2011 tentang izin Praktek Dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran ( diberi

tanda T-7 );

8. Foto copy Surat Persetujuan tindakan Kedokteran, tanggal 14 Desember

2011 ditandatangani oleh almarhum WALUJO SEDJATI ( diberi tanda

T-8 );

9. Foto copy Informed Consent Perawatan ICU/ICCU/NICU/PICU, tanggal

16 Desember 2011 ditandatangani oleh almarhum WALUJO SEDJATI

( diberi tanda T-9 );

10.Foto copy Surat persetujuan konsultasi Dokv./TER Spesialis Urologi,

tanggal 18 Desember 211 Jam 09.20 WIB ditandatangani oleh almarhum

WALUJO SEDJATI ( diberi tanda T-10 );

11.Foto copy Surat Persetujuan Konsultasi Dokter Spesialis Urologi, tangal

18 Desember 2011 Jam 9.20 ditaoyr2’.ndatangan oleh almarhum

WALUJI SEDJATI ( diberi tanda T-11 );

12.Foto copy Informed Consert Perawatan ICU/ICCU/NICU/PICU, tanggal

19 Desember 2011 ditandatangani oleh Agung Prihasto Wiboxo ( diberi

tanda T-12 );

13.Foto copy Surat Persetujuan Tindaka Kedokteran, tanggal 20 Desember

2011 Jam 16.45 WIB ditandatangani oleh Agung Priaso Wibowo ( diberi

tanda T-13 );

63

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 63

Page 147: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

14.Foto copy Surat Persetujuan Konsultasi Dokter Spesialis Penyakit dalam

tanggal 21 Desember 2011 Jam 06.15 WIB, ditandatangani oleh Aging

Prihasto Wibowo ( diberi tanda T-14 );

15.Foto copy Rincian pembayaran sejumlah Rp. 252.670.151,37 yang

ditanggung oleh asuransi PT.AJ INhealth Indonesia kepada tergugat I

untuk seluruh tindakan medis terhadap almarhum WALUJO SEDJATI

( diberi tanda T-15 );

16.Foto copy Surat Penugasan Rincian Kewenangan Klinis atas nama Prof

Dr. Harmani Kalim Sp.JP(K).MPH tanggal 1 Agustus 2011 yang berlaku

sampai dengan tanggal 1 Agustus 2012 ( diberi tanda T-16 );

17.Foto copy Surat penugasan rincian Kewenangan Klinis Lanjutan atas

nama Prof. Dr. Harmani Kalim, Sp. JP ( K ). MPH tanggal 2

Agustus 2012 yang berlaku samapai dengan 1 Agustus 2013 ( diberi

tanda T-17 );

18.Foto copy Surat Keputusan Nomor :004/SK/AHI-RSPJ/V/2011 tentang

Peraturan Internal Rumah Sakit ( Hospitav/L By Law ) RS Premier

Jatinegara yang ditetapkan pada 13 Mei 2011 ( diberi tanda T-18 );

19.Foto copy Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 755/

MENKES/PER/IV/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik Di

Rumah Sakit yang ditetapkan tanggal 21 April 2011 ( diberi tanda

T-19 );

Bahwa bukti-bukti tersebut berupa foto copy yang telah dibubuhi meterai

secukupnya dan telah disesuaikan dengan aslinya kecuali bukti T-7 dan

T-19 tidak ada aslinya;

Menimbang, bahwa untuk memperkuat dalil-dalil sangkalannya Tergugat

III telah mengajukan bukti-bukti surat sebagai berikut :

1. Foto copy Kartu Tanda Penduduk NIK 3175021108450005 atas nama

HARMANI KALIM ang beralamat di Jl.Jend.A.Yani I/C-13 Rt.009/005

diterbitkan Kelurahan Pisangan Timur Kecamatan Pulogadung Jakarta

Timur yang berlaku seumur hidup ( diberi tanda T.III-1 ) ;

2. Foto copy Surat Konsil Kedokteran Indonesia Nomor : KD.01.01/ 02/ KKI/

VI/ 0859/ 2011 perihal : Pengiriman STR Ulang atas nama HARMANI

KALIM atas nama HARMANI KALIM Nomor : 31.1.1.402.2.2.11.024238,

64

64

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 64

Page 148: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Komtens : Dokter Spesialis Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

tanggal 30 Juni 2011 ( diberi tanda-T.III-2 ) ;

3. Foto copy Surat Tanda Registrasi dokter No. 31.11.402.1.06.024238,

tanggal 16 Juni 2011 atas nama HARMANI KALIM, yang berlaku hingga

tanggal 7 Agustus 2011 yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran

Indonesia ( T.III-3 );

4. Foto copy Surat Tanda Registrasi Dokter atas nama Harmani Kalim, yang

diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia yang berlakudari tanggal 7

Agustus 2011- 7 Agustus 2016, 16 Juni 2011 ( T.III-4 );

5. Foto copy Surat Izin Praktik ( SIP ) Dokter No. 2.2.01.3172.01329/

30.05/08.11.1 tertanggal Juli 2008, atas nama Dr. HARMANI KALI,

Sp.JP, Juli 2008 yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota Administrasi

Jakarta Timur, Suku Dinas Pelayanan Kesehatan ( diberi tanda T.III-5 ) ;

6. Foto copy Surat Izin Praktik ( SIP ) Dokter No : 2.2.01.3172.2401/

5.30.05/ 08.16.1 atas nama DR. harmani kalim, sp.JP tanggal 8 Pebruari

2012 ( Diberi tanda T.III-6 );

7. Foto copy Sertifikat Nomor :001/ KOLEGIUMPERKI/ sertifikat konsultan/

V/2009, tertanggal 1 Mei 2009, yan diterbitkan oleh Kolegium Ilmu

Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Indonesia ( T.III-7 );

8. Foto copy Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia

Nomor : 215/PB/A.4/05/2008 tentang Pengesahan Susunan Personalia

Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kadsiovaskular Indonesia

dan Kolegium Ilmu Penyakit jantung dan Pembuluh Darah Masa Bakti

Tahun 2008-2010 ( T.III-8 );

9. Foto copy Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia

Nomor : 454/PB/A.4/06/2010 tertanggal 1 Juni 2010 tentang

Pemngesahan Susunan Personalia Perhimpunan Dokter Spesialis

Kardiovaskuler Indonesia Masa Bakti Tahun 2010-2012 dan Kolegium

Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Masa bakti tahun 2010-2012

( diberi tanda T.III-9 );

10.Foto copy Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia

Nomor : 2207/PB/A.4/06/2012, tertanggal 28 Juni 2012, tentang

Pengesahan Susunan Personalia Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter

65

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 65

Page 149: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Spesialis Kadiovaskular Indonesia dan Kolegium Ilmu Penyakit Jantung

dan Pembuluh Darah Masa bakti Tahun 2012-2014 ( T.III-10 );

11.Foto copy Surat Keputusan Kolegium Kardiovaskular Indonesia Nomor :

002/KOLEGIUMPERKI/V/2007. Tanggal 8 Mei 2007 ( diberi tanda

T.III-11 );

12.Foto copy Sertifikat Pendidik Nomor : 08100200436 tertanggal 30 Juni

2008, atas nama Prof dr. Harmani Kalim, Sp.JP(K),MPH, Guru Besar

pada niversitas Indonesia sebagai Dosen Profesional bidang Ilmu

Kardiologi yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional

Republik Indonesia ( diberi tanda T.III-12 );

13.Foto copy Certificate of Achevement atas nama Harmani Kalim yang

dikeluarkan Departement of State, Agency for International Development

Govermanment of the United States of American Periode : Agust 6 1972

Desember 1, 1973 Issued at Jakarta , Indonesia 21 st June 1974 ( diberi

tanda T.III-13 ) ;

14.Foto copy Sertifikat Kolegium Ilmu Penyakit jantung dan Pembuluh Darah

Indonesia No. 001/kolegium/Sertifikat consultan/V/2009 atas nama Prof.

Dr. HARMANI KALIM, MPH,SpJP (K) NPA : 077, Jakarta. 1 Mei 2009

( diberi tanda T.III-14 );

15.Foto copy Ijazah Tulane University School of Publik Health and Tropical

Medicine, The Degree of Master of Public Health, May 28 th 1973 ( diberi

tanda T.III-15 ) ;

16.Foto copy Keputusan Menetri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

1055/MENKES/SK/IX/2004 yang member penghargaan berupa Piagam

Tanda Penghargaan “ TRI WINDU” kepada Dr.Harmani Kalim, MPH, Sp-

JP tanggal 22 September 2004 ( diberi tanda T.III-16 );

17.Foto copy Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya 30

Tahun, kepada Dr.Harmani Kalim MPH,SpJP tanggal 25 Maret 2012

( diberi tanda T.III-17 );

18.Foto copy Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya 30

tahun kepada Dr. Harmani Kalim, MPH., SpJP, tangal 27 Oktober 2004

( diberi tanda T.III-18 );

66

66

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 66

Page 150: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

19.Foto copy Piagam Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya 30

Tahun, kepada : Prof.Dr.Harmani kalim, MPH, SpJP, tanggal 2 Agstus

2005 ( diberi tanda T.III-19 );

20.Foto copy Ceertificate of Appreciatin dari International Collage of

Angiologo Presented to Prof. harmani Kalim, MD, MPH, Fiha, Fiha,

Fascc, 19 th day of September 2011 ( diberi tanda T.III-20 );

21.Foto copy Aknowledgement of Contribution HARMANI KALIM, MD.,

MPH, May 22,23, 2010 ( diberi tanda T.III-21 )

22.Foto copy Certificate Of Appreciation atas nama Kalim harmani , MD

Japanese Circulation Society ( diberi tanda T.III-22 );

23.Foto copy Piagam Penghargaan dari Komisi Pemilihan Umum, selaku

Tim Medis Pemeriksa Kesehatan Calon Presiden dan Wakil Presiden

untuk Pemilu Tahun 2004 ( diberi tanda T.III-23 );

24.Foto copy Buku Undang-undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004

tentang PRAKTIK KEDOKTERAN dilengkapi dengan : PERATURAN

KONSIL INDONESIA KEPUTUSAN KONSIL KEDOKTERAN

INDONESIA, TATA CARA REGISTRASI DOKTER & DOKTER GIGI,

cetakan kedua : September 2008 yang diterbitkan oleh INDONESIA

LEGAL CENTER PUBLISHING ( diberi tanda T.III-24 );

25.Foto copy Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

2052/Menkes/ER/X/2011 Tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik

Kedokteran ( diberi tanda T.III-25 );

Bukti-bukti tersebut berupa foto copy yang telah dibubuhi meterai secukupnya

dan telah disesuaikan dengan aslinya ;

Menimbang, bahwa para Tergugat di persidangan telah pula mengajukan

saksi-saksi dan saksi ahli yang masing-masing telah didengar keterangannya

dibawah sumpah yaitu sebagai berikut :

Saksi khusus untuk Tergugat I dan Tergugat II :

1. Saksi ADE FIRMANSYAH SUGIHARTO, di bawah sumpah pada

pokoknya menerangkan sebagai berikut :

• Bahwa saksi kenal dengan Penggugat dan para Tergugat;

67

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 67

Page 151: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

• Bahwa pada bulan Pebruari 2012 saksi pernah hadir dalam

pertemuan antara pihak keluarga Penggugat dengan para Tergugat

dan kehadiran saksi dalam pertemuan tersebut karena saksi diminta

oleh Manager untuk bertemu dengan keluarga almarhum Waluyo

Sedjati;

• Bahwa profesi saksi adalah sebagai dokter spesialis forensik;

• Bahwa pihak dokter telah menyampaikan mengenai penanganan

medis terhadap almarhum Waluyo Sedjati;

• Bahwa dalam pertemuan tersebut telah terjadi kesepakatan jika

permasalahan tersebut akan diselesaikan secara kekeluargaan;

• Bahwa yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah dr. Taufani, dr.

Ratna dan dr. Ade serta Penggugat;

• Bahwa yang dijelaskan pihak Tergugat I dalam pertemuan tersebut

saksi tidak ingat;

• Bahwa pihak keluarga almarhum Waluyo Sedjati pada saat

pertemuan tersebut menanyakan apa saja tindakan medis yang

dilakukan dokter pada almarhum Waluyo Sedjati pada waktu

almarhum dirawat di Rumah Sakit;

• Bahwa memang sudah menjadi risiko medis jika ada komplikasi dan

waktu itu pihak keluarga Waluyo Sedjati sudah menerima;

• Bahwa almarhum Waluyo Sedjati pada saat dirawat di Rumah Sakit

Premier menderita penyakit jantung;

• Bahwa tindakan yang dilakukan dokter telah dijelaskan sebelumnya

pada saat sebelum penanganan medis;

• Bahwa pada saat pertemuan tersebut masih ada penjelasan yang

kurang puas dari pihak keluarga almarhum Waluyo Sedjati;

• Bahwa saat dirawat di Rumah Sakit Premier almarhum Waluyo

Sedjati ada dilakukan caterisasi jantung;

68

68

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 68

Page 152: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

• Bahwa penjelasan dari Rumah Sakit sudah sesuai standar yang

memenuhi SOP kedokteran, akan tetapi secara detailnya saksi tidak

bisa menjelaskan;

• Bahwa saksi tidak bekerja pada Tergugat I namun saksi hanya

diminta untuk ikut dalam pertemuan tersebut untuk bertindak selaku

mediator;

• Bahwa saksi memiliki sertifikat Mediator;

• Bahwa saksi sebagai ahli dalam bidang forensik dan waktu itu saksi

tidak ada melakukan pembedahan terhadap almarhum Waluyo

Sedjati;

• Bahwa saksi sering melakukan mediasi yaitu jika ada masalah dari

pihak keluarga almarhum masih belum jelas dengan keterangan yang

diberikan oleh pihak Rumah Sakit;

• Bahwa tidak terlalu paham dengan penyakit Almarhum Waluyo

Sedjati;

• Bahwa pada waktu pertemuan tersebut saksi tidak ingat apakah pihak

Tergugat I ada menjelaskan terkait dengan kematian almarhum

Waluyo Sedjati;

• Bahwa pada waktu pertemuan dengan keluarga almarhum saksi ada

menjelaskan kepada pihak keluarga tentang diagnosa , dan perihal

persetujuan keluarga atas tindakan medis yang diberikan kepada

almarhum;

• Bahwa setahu saksi saat itu terhadap almarhum Waluyo Sedjati ada

dilakukan tindakan medis berupa caterisasi;

• Bahwa tindakan caterisasi adalah memasukkan slang kearah jantung

untuk direkam;

• Bahwa saksi tidak tahu berapa hari almarhum Waluyo Sedjati dirawat

di Rumah Sakit Premier;

69

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 69

Page 153: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

• Bahwa saksi tidak tahu apakah pihak Rumah Sakit Premier ada

memberikan uang ganti rugi kepada pihak keluarga almarhum Waluyo

Sedjati atau tidak;

• Bahwa karena ada perselisihan antara Rumah Sakit Premier dengan

pihak keluarga almarhum Waluyo Sedjati, dan oleh karena saksi

mempunyai pengalaman untuk mendamaikan maka saksi diajak oleh

pihak Rumah Sakit Premier untuk menyaksikan penjelasan dari pihak

Rumah Sakit Premier kepada pihak keluarga alamarhum Waluyo

Sedjati;

• Bahwa pada waktu saksi diajak oleh pihak Rumah Sakit Premier saksi

bukan sebagai mediator;

Saksi Ahli untuk Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III :

2. Saksi Dr. M. NASSER, SpKK, Doktor of Law, dibawah sumpah pada

pokoknya menerangkan sebagai berikut :

• Bahwa saksi tidak kenal dengan Penggugat dan para Tergugat;

• Bahwa yang dimaksud dengan Rekam Medis adalah sebuah catatan

secara lengkap pasien, tentang keluhan pasien, dan tindakan yang

dokter terhadap pasien, obat yang diberikan ;

• Bahwa Rekam medik adalah milik Rumah Sakit yang merupakan

sarana fasilitas kesehatan sedangkan isinya milik pasien dan pasien

boleh tahu tentang rekam medis tersebut ;

• Bahwa Resume medis disebut dengan ringkasanisi tentang catatan-

catan penting yang dianggap strategis, dan ringkasan itu boleh

diberikan kepada pasien dan boleh diberikan atas dasar permintaan

pasien/keluarga pasien ;

• Bahwa Rekam Medis bisa diberikan bukan fisiknya tetapi resume

yang diberikan kepada pasien ;tetapi ada juga RS yang memberikan

Rekam medis atas permintaan Pasien ;

• Bahwa standar pembuatan Resume medik yaitu standarnya hanya

berisi nama pasien, keluhan, tindakan apa yang dilakukan oleh dokter,

obat apa yang diberikan ;

70

70

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 70

Page 154: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

• Bahwa informed consent artinya tindakan Medis pada umumnya yang

resikonya kecil bisa dengan lisan, tetapi kalau masalah besar harus

tertulis, bila masalah oprasi harus diketahui oleh keluarga pasien ;

• Bahwa informed consent itu ditandatangani kalau pasien itu sudah

tahu benar tindakan medis yang harus dilakukan oleh Dokter ;

• Bahwa Dokter harus memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya,

dan dokter harus memberikan penjelasan apabila harus dilakukan

operasi ;contohnya : hal oprasi , informed consent adalah tindakan

medis yang dilakukn oleh dokter misalnya oprasi perut, memasang

infuse, dan 1x saja minta ijinnya kepada keluarga pasien ;

• Bahwa jika Surat Ijin Praktek yang telah habis masa berlakunya maka

sepanjang masih dilakukan di alamat yang sama maka surat ijin

praktek itu tidak disebut illegal ;

• Bahwa seorang dokter yang sudah lulus harus ambil ujian

kompetensi, kalau sudah lulus dapat surat tanda registrasi, dan tidak

serta merta dokter boleh praktek, harus tetap urus ijin praktek dan

boleh 3 tempat prakteknya dan harus ada 3 surat ijin ;

• Bahwa kalau surat ijin sudah habis tetap masih berlaku dan tempat

tidak berobah boleh praktek, karena surat ijin praktek tidak mudah

diperoleh ;

• Bahwa pembuatan surat ijin praktek itu perlu waktu 6 bulan

pengurusannya, dan harus dilakukan pengecekan kebenaran praktek

itu baik atau tidak ;

• Bahwa Surat ijin praktek di tempat yang satu dengan tempat yang

lainnya berbeda ;

• Bahwa yang berhak mengatakan seorang dokter lalai dalam

melaksanakan tugas adalah organisasi dokter yakni Majelis Disiplin

Kedokteran Indonesia;

• Bahwa yang dimaksud dengan sengketa medis adalah sengketa

antara dokter dan pasien atau keluarga yang menyangkut

managemen medis terkait penanganan;

• Bahwa istilah malpraktek merupakan terminologi secara umum,

namun dalam medis tidak ada istilah tersebut;

71

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 71

Page 155: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

• Bahwa malpraktek itu berupa kelalaian, kesengajaan dan membiarkan

pasien yang dilakukan oleh dokter;

• Bahwa kalau mengadukan dokter karena membiarkan pasien bisa ke

MK DKI ;di Indonesia tidak ada dokter yang melakukan kesengajaan

membiarkan pasien, tetapi kalau kelalaian dalam melakukan tindakan

medis banyak yaitu yang seringkali disebut malpraktek;

• Bahwa jenis kelalaian itu ada yang ringan dan ada berat, namun yang

penting kelalaian dalam menjalankan tindakan medis tersebut harus

dibuktikan;

• Bahwa kelalaian dalam menjalankan tindakan medis adalah

melakukan suatu tindakan yang seharusnya tidak perlu dilakukan

tindakan;

• Bahwa dalam Undang-undang Kesehatan ada diatur tentang hak dan

kewajiban dokter dan pasien;

• Bahwa hak pasien adalah hak untuk menentukan diri sendiri, hak

untuk menolak dan hak untuk memperoleh informasi seluas-luasnya

dan hak untuk memperoleh sebuah layanan;

• Bahwa Dokter harus memberikan penjelasan kepada pasien sebelum

memberikan tindakan kepada pasien dan semua operasi ada

resikonya ;

• Bahwa Resiko medis bukan merupakan kejahatan, karena tidak ada

seorangpun yang tahu kalau ada obat yang ditolak oleh tubuh pasien,

kalau dokter memberikan tindakan dan memberikan penjelasan

setelah melakukan tindakan itu salah, kalau dokter tidak memberikan

informasi sebelumnya terhadap resiko medis itu ada sanksinya.Luka

berat dibiarkan oleh dokter itu boleh digugat;

• Bahwa Majelis Kehormatan Kedokteran tugasnya adalah melindungi

masyarakat’, pasien dan dokter;

• Bahwa Pasien yang sadar, boleh tandatangan sendiri, dan sakitnya

tidak terlalu berat, untuk Pasien yang tidak sadar keluarganya harus

memberikan tandatangan dan untuk Pasien yang sakit Jiwa,

keluarganya yang tanda tangan ;

72

72

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 72

Page 156: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

• Bahwa banyak Praktek2 yang tidak benar dilakukan dalam praktek

saat ini, misalnya Dokter sambil jalan memberikan penjelasan kepada

pasien ;

• Bahwa sebetulnya semua tindakan medis yang dilakukan oleh dokter

kecuali yang bersifat rutin dan kurang beresiko memerlukan Informed

Consent;

• Bahwa Penyedotan darah beku tidak dikenal dalam istilah kedokteran,

kalau abortus ada penyedotan darah beku karena ada darah yang

tertinggal didalam rahim ;

• Bahwa seluruh informasi yang menjadi hak pasien harus diberikan

sebelum tindakan medis dan apabila informasi tersebut diberikan

setelah tindakan itu salah;

• Bahwa Informed Consent tidak boleh tandatangan jika belum jelas

tentang tindakan yang akan diberikan kepada pasien , biasanaya

keluarga pasien diberikan waktu untuk mempelajari; misalnya dalam

oprasi usus harus dijelaskan resiko-resikonya, dan pada waktu

membuat pernyataan harus diberi waktu/ tidak langsung

ditandatangani ;

• Bahwa kalau Pasien meninggal pihak Rumah Sakit atau dokter perlu

memberikan penjelasan-penjelasan berulang-ulang kali kepada

keluarga pasien ;Biasanya Rumah Sakit /dokter biasanya tidak mau

ambil resiko jadi selalu memberikan penjelasan;

• Bahwa penandatnganan informed consent tidak menghilangkan

kelalaian dari dokter;

• Bahwa dokter dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan

standar pelayanan medis;

• Bahwa kalau pihak Rumah Sakit atau dokter dalam melakukan

tindakan medis tidak sesuai dengan standar pelayanan medis, maka

dokter tersebut dapat dilaporkan kepada Majelis Kehormatan Disiplin

Etik Kedokteran Indonesia (MKDKI);

• Bahwa kalau seorang pasien meninggal dunia, maka penyebabnya

ada multi factor dan apabila tindakan medik yang dilakukan sudah

73

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 73

Page 157: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

sesuai dengan standar prosedur, maka berarti penyebab ada factor

lain, misalnya kecelakaan atau resiko medis;

• Bahwa apabila dokter sudah memberikan informasi tentang tindakan

medis yang telah dilakukan, maka dokter tersebut tidak bisa

dikenakan sanksi ataupun pembayaran ganti kerugian;

• Bahwa apabila ada kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh asisten

dokter, maka yang bertanggung jawab atas tindakan tersebut adalah

pihak Rumah Sakit dan dokter (pasal 1367 BW);

Saksi khusus untuk Tergugat III :

3. Saksi C.E. SUTJIRAHAYU, dibawah sumpah pada pokoknya

menerangkan sebagai berikut :

• Bahwa saksi tidak kenal dengan Penggugat, dan saksi kenal dengan

pihak Rumah Sakit Premier Jatinegara, karena saksi bekerja di

Rumah Sakit Premier Jatinegara;

• Bahwa saksi kenal dengan seorang pasien dari Rumah Sakit Premier

Jatinegara yang bernama Waluyo Sedjati, dimana almarhum Waluyo

Sedjati terakhir dirawat di Rumah Sakit Premier Jatinegara pada bulan

Oktober 2012;

• Bahwa almarhum Waluyo Sedjati dirawat di Rumah Sakit Premier

Jatinegara karena menderita penyakit jantung koroner;

• Bahwa pada waktu itu pihak Rumah Sakit Premier ada melakukan

tindakan medis terhadap almarhum Waluyo Sedjati yaitu berupa

tindakan medis caterisasi yang dilakukan oleh Tergugat III (Prof.

Harmani Kalim, SP JP (K);

• Bahwa pada waktu dilakukan carerisasi pasien (almarhum Waluyo

Sedjati) dalam kondisi sadar;

• Bahwa jantung pasien (almarhum Waluyo Sedjati) harus dilakukan

caterisasi karena ada sumbatan di jantung coroner;

• Bahwa setelah selesai dilakukan tindakan caterisasi kondisi Pasien

baik ;

• Bahwa pada waktu dilakukan tindakan caterisasai saksi saat itu

melihat secara langsung tindakan medis yang dilakukan oleh dokter

74

74

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 74

Page 158: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

terhadap pasien (almarhum Waluyo Sedjati) karena saat itu saksi

mendampingi dokter ;

• Bahwa proses tindakan caterisasi tersebut berlangsung selama 1

(satu) jam;

• Bahwa pada waktu dilakukan tindakan caterisasi saat itu terhadap

pasien dilakukan pembiusan local;

• Bahwa pada waktu dilakukan caterisasi Pasien dalam keadaan sadar;

• Bahwa setelah di Caterisasi Pasien dipindahkan ke ruangan ICCU

dan sebelum dilakukan caterisasi pasien di ruang perawatan;

• Bahwa setahu saksi meninggalnya almarhum Waloyo Sedjati yaitu 3

(tiga) hari setelah dilakukan tindakan caterisasi;

• Bahwa saksi tidak tahu apakah setelah almarhum Waluyo Sedjati

meninggal ada kalim dari pihak keluarga almarhum atau tidak;

• Bahwa tugas saksi di Rumah Sakit Premier Jatinegara adalah

bertugas mendampingi dokter pada saat dilakukan tindakan caterisasi

terhadap pasien;

• Bahwa pada waktu dokter melakukan tindakan caterisasi gerakan

jantung pasien bisa terlihat di layar Monitor;

• Bahwa pada waktu dilakukan cat pasien dalam keadaan baik;

• Bahwa pada waktu dilakukan tindakan caterisasi tidak dilakukan oleh

Tim dokter karena karena caterisasi tidak pernah dilakukan oleh Tim

dokter dan Prof HARMANI KALIM sudah biasa melakukan caterisasi ;

• Bahwa saksi tidak mengetahui apakah setelah pasien dilakukan

caterisasi, apakah setelah itu ada dilakukan tindakan operasi atau

tidak karena saksi hanya mendampingi dokter pada saat caterisasi

saja;

• Bahwa saksi juga tidak mengetahui apakah sebelum di lakukan

caterisasi ada tindakan-tindakan lainnya yang dilakukan oleh dokter

atau tidak;

• Bahwa setelah dilakukan caterisasi pasien di ruangan ICCU masih

dikontrol oleh dokter yang menangani;

• Bahwa setelah pasien dilakukan tindakan caterisasi saat itu pasien

masih dalam keadaan sadar;

75

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 75

Page 159: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

• Bahwa sebelum melakukan tindakan medis dokter sudah memberikan

informasi medis terhadap pasien atau keluarganya;

• Bahwa setahu saksi dokter juga sudah memberitahukan kepada

pasien atau pihak keluarga pasien perihal resiko-resiko medis atau

akibat dari tindakan medis yang dilakukan;

• Bahwa yang memberikan penjelasan kepada pihak keluarga adalah

Tergugat III sendiri (Prof. HARMANI KALIM, SP JP (K);

• Bahwa sebelum dilakukan tindakan caterisasi pihak Rumah Sakit

sudah minta persetujuan dari pihak keluarga pasien;

Menimbang, bahwa untuk menyingkat isi putusan ini maka segala yang

tercantum dalam berita acara persidangan dianggap termuat dan

dipertimbangkan dalam putusan ini ;

Menimbang, bahwa pihak Penggugat dan para Tergugat di persidangan

telah mengajukan Kesimpulannya pada tanggal 20 Mei 2013 dan pada akhirnya

baik Penggugat maupun para Tergugat masing-masing melalui Kuasanya

mohon putusan;

------------------------ TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM : ------------------------

DALAM KONPENSI :

DALAM EKSEPSI :

Menimbang, bahwa para Tergugat dalam jawabannya ada mengajukan

eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut :

Eksepsi Tergugat I dan Tergugat II pada pokoknya sebagai berikut :

1. Gugatan Penggugat kurang pihak karena tidak mengikutsertakan ahli

waris lainnya sebagai Penggugat dalam gugatan aquo (Exeptio Plurium

Litis Consortium);

2. Penggugat keliru mengajukan gugatan terhadap Tergugat II sehingga

gugatan aquo adalah salah alamat (Eksepsi Error in Persona);

3. Penggugat tidak memiliki Persona Standi in Judicio (Legal Standing)

untuk mengajukan gugatan terhadap Tergugat II karena Penggugat tidak

memiliki Hubungan Hukum dengan Tergugat II (Eksepsi Diskualifikasi in

Person);

76

76

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 76

Page 160: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Eksepsi Tergugat III pada pokoknya sebagai berikut :

1. Alamat Tergugat III dalam gugatan Penggugat salah, dimana alamat

Tergugat III dalam Gugatan ditulis Penggugat di Jl. Raya Jatinegara

Timur, No. 85-87, Jakarta adalah alamat yang salah, karena Tergugat III

tidak pernah tinggal di alamat tersebut di atas, tetapi yang benar

Tergugat III adalah tinggal dan beralamat di Jl. Jenderal A. Yani I/C-13,

RT. 009/RW.006, Kelurahan Pisangan Timur, Kecamatan Pulo Gadung,

Jakarta Timur, sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk NIK :

3175021108450004, atas nama Tergugat III, yang diterbitkan oleh Lurah

Pisangan Timur, yang mengatas namakan Camat Pulo Gadung, yang

berlaku seumur hidup, sehingga dengan demikian jelas gugatan

Penggugat kabur oleh karena itu harus ditolak atau setidak-tidaknya tidak

dapat diterima.

2. SUBYEK PENGGUGAT KABUR DAN MENYESATKAN/OBSCUUR

LIBEL. karena dengan menggabungkan 2 subyek hukum yaitu Ny.

ERWINA INDARTI dan AGUNG PRIHASTO WIBOWO menjadi satu

dengan sebutan Penggugat, maka terbukti gugatan Para Penggugat

kabur dan menyesatkan/Obscuur Lebel.

3. GUGATAN PENGGUGAT KABUR DAN MENYESATKAN/OBSCUUR

LEBEL karena Penggugat dalam gugatannya mendalilkan adanya

perbuatan kelalaian Medik (Vide pada butir 1-8 halaman 2-3 Surat

Gugatan Penggugat), namun faktanya dalam gugatan tersebut tidak

ada satupun uraian atau dalil Penggugat yang menguraikan perbuatan

apa dan bagaimana dari Tergugat III yang dapat dikatakan sebagai

perbuatan kelalaian medik, justru semua tindakan yang diuraikan oleh

Penggugat adalah perbuatan yang sesuai dengan prosedur medik dan

prosedur hukum, bahkan Tergugat III telah semaksimal mungkin telah

melakukan upaya untuk menyelamatkan jiwa Almarhum Waluyo

Sedjati, namun faktanya Allah S.W.T. berkehendak lain, sehingga

meninggalnya Almarhum Waluyo Sedjati adalah hal di luar jangkauan

Tergugat III, dan perlu dicacat juga sampai saat ini belum ada fakta

atau bukti yang menunjukkan bahwa meninggalnya Almarhum Waluyo

Sedjati adalah akibat tindakan kelaian medik yang dilakukan oleh

77

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 77

Page 161: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Tergugat III, tetapi meninggalnya Almarhum Waluyo Sedjati adalah

akibat penyakit-penyakit yang dideritanya. Berdasarkan hal tersebut di

atas maka terbukti bahwa gugatan Penggugat kabur dan

menyesatkan/Obscuur Libel, oleh karena itu harus ditolak atau setidak-

tidaknya tidak dapat diterima.

4. GUGATAN PENGGUGAT PREMATUR karena untuk menilai kelalaian

seorang Dokter dalam praktik kedokteran dan Pelanggaran Kode etik

adalah kewenangan dari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

Indonesia (MKDKI), sehingga seharusnya sebelum Penggugat

mengajukan gugatan a quo, Penggugat terlebih dahulu mengajukan

Laporan kepada MKDKI terlebih dahulu untuk dinilai apakah tindakan

Tergugat III dalam memberikan pelayanan medis terhadap almarhum

Walujo Sedjati adalah merupakan kelalaian medis atau bukan, dengan

demikian terbukti gugatan Penggugat Prematur;

Menimbang, bahwa sehubungan dengan materi eksepsi yang diajukan

oleh para Tergugat tersebut di atas, maka Majelis terlebih dahulu akan

mempertimbangkan materi eksepsi dari Tergugat III khususnya pada point 4

yang menyatakan gugatan Penggugat prematur karena untuk menilai kelalaian

seorang Dokter dalam praktik kedokteran dan Pelanggaran Kode etik adalah

kewenangan dari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI),

sehingga seharusnya sebelum Penggugat mengajukan gugatan a quo,

Penggugat terlebih dahulu mengajukan Laporan kepada MKDKI terlebih dahulu

untuk dinilai apakah tindakan Tergugat III dalam memberikan pelayanan medis

terhadap almarhum Walujo Sedjati adalah merupakan kelalaian medis atau

bukan, yaitu dengan pertimbangan sebagai berikut :

Menimbang, bahwa menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan

Konsil Nomor 4 Tahun 2011 tentang disiplin profesional dokter dan dokter gigi

ditentukan bahwa Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)

adalah merupakan lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya

kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu

kedokteran dan kedokteran gigi dan menetapan sanksi;

Menimbang, bahwa menurut ketentuan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Konsil

Nomor 4 Tahun 2011 ditentukan bahwa pelanggaran Disiplin Profesional Dokter

78

78

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 78

Page 162: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

dan Dokter Gigi terdiri dari 28 bentuk, dimana bentuk dari pelanggaran Disiplin

Profesional Doter dan Dokter Gigi tersebut antara lain berupa :

a. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten;

b. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki

kompetensi yang sesuai;

c. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak

memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut;

d. Tidak melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi

tertentu yang dapat membahayakan pasien;

e. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate

information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik

kedokteran;

f. Melakukan tindakan/asuhan medis tanpa memperoleh persetujuan dari

pasien atau keluarga terdekat, wali, atau pengampunya;

g. Berpraktik dengan menggunakan surat tanda registrasi, surat izin praktik,

dan/atau sertifikasi kompetensi yang tidak sah atau berpraktik tanpa

memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku;

Menimbang, bahwa setelah Majelis mencermati materi surat gugatan

Penggugat dapat Majelis simpulkan bahwa yang menjadi pokok permasalahan

dalam perkara a quo adalah perihal adanya dugaan kelalaian yang dilakukan

oleh Tergugat III dalam kapasitasnya sebagai dokter di Rumah Sakit Premier

Jatinegara yang telah melakukan tindakan medis terhadap seorang pasien yang

bernama Waluyo Sedjati yang mengakibatkan meninggalnya Almarhum Waluyo

Sedjati, yang mana menurut Majelis untuk menilai apakah Tergugat III dalam

kapasitasnya selaku dokter telah melakukan kelaian dalam melakukan tindakan

medis terhadap pasien yang ditanganinya tersebut adalah menjadi kewenangan

dari MKDKI, sehungan dengan hal tersebut maka sebelum Penggugat

mengajukan gugatan terhadap Para Tergugat dalam perkara a quo seharusnya

Penggugat harus terlebih dahulu mengadukan kasus tersebut ke MKDKI untuk

menilai apakah tindakan Tergugat III dalam memberikan pelayanan medis

79

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 79

Page 163: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

terhadap Almarhum Waluyo Sedjati tersebut merupakan kelaian medis atau

bukan;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka materi

eksepsi dari Tergugat III khususnya pada point 4 yang menyatakan gugatan

Penggugat prematur menurut Majelis cukup beralasan dan oleh karena patut

untuk dikabulkan;

Menimbang, bahwa oleh karena materi eksepsi dari Tergugat III cukup

beralasan dan patut untuk dikabulkan, maka Majelis tidak perlu lagi

mempertimbangkan materi eksepsi para Tergugat yang selebihnya;

DALAM PROVISI :

Menimbang, bahwa Penggugat dalam gugatannya ada mengajukan

tuntutan provisi, dimana tuntutan provisi yang dimohonkan oleh Penggugat

tersebut pada pokoknya meminta agar Para Tergugat dihukum untuk membayar

kepada Penggugat sejumlah Rp.1.819.000.000,- (satu miliar delapan ratus

sembilan belas juta rupiah) dan USD 1,500,000 (satu juta lima ratus dollar

Amerika) secara tunai dan sekaligus, meskipun ada perlawanan, banding, atau

kasasi dalam perkara a quo;

Menimbang, bahwa oleh karena materi eksepsi dari Tergugat III pada

point 4 cukup beralasan dan patut dikabulkan, maka Majelis tidak perlu lagi

mempertimbangkan tuntutan provisi yang dimohonkan oleh Penggugat tersebut

di atas, sehubungan dengan hal tersebut maka tuntutan provisi dari Penggugat

tersebut haruslah dinyatakan tidak dapat diterima;

DALAM POKOK PERKARA :

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah

sebagaimana telah diuraikan dalam duduk perkara di atas;

Menimbang, bahwa untuk memperkuat dalil-dalil gugatannya Penggugat

di persidangan telah mengajukan bukti surat yang diberi tanda P-1 s/d. P-6,

sedangkan Tergugat I dan Tergugat II untuk memperkuat dalil-dalil

sangkalannya di persidangan telah mengajukan bukti surat yang diberi tanda

T-1 s/d. T-19 dan untuk Tergugat III di persidangan telah mengajukan bukti surat

80

80

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 80

Page 164: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

yang diberi tanda T.III-1 s/d. T.III-25 dan selain mengajukan bukti-bukti surat

Para Tergugat di persidangan telah pula mengajukan 1 (satu) orang saksi Ahli

yang bernama Dr. M. NASSER, SpKK, Doktor of Law dan 2 (dua) orang saksi

yaitu saksi Ade Firmansyah Sugiharto dan saksi C.E. Sutjirahayu, yang mana

bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak tersebut selengkapnya sebagaimana

yang telah diuraikan dalam duduk perkara di atas;

Menimbang, bahwa sebagaimana yang telah Majelis pertimbangkan

dalam eksepsi telah ternyata bahwa eksepsi dari Tergugat III pada point 4 cukup

beralasan dan patut untuk dikabulkan, sehubungan dengan hal tersebut maka

Majelis tidak perlu lagi mempertimbangkan materi pokok perkara dan bukti-bukti

yang diajukan oleh para pihak tersebut di atas;

Menimbang, bahwa oleh karena eksepsi dari Tergugat III pada point 4

patut untuk dikabulkan maka gugatan Penggugat haruslah dinyatakan tidak

dapat diterima;

DALAM REKONPENSI :

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat dalam

Rekonpensi (Penggugat d.r.)/Tergugat III dalam Konpensi adalah sebagaimana

telah diuraikan dalam duduk perkara di atas;

Menimbang, bahwa hal-hal yang telah Majelis pertimbangkan dalam

Konpensi dianggap pula telah dipertimbangkan dalam Rekonpensi;

Menimbang, bahwa sebagaimana yang telah Majelis pertimbangkan dalam

Konpensi bahwa gugatan Tergugat d.r./Penggugat d.k. telah dinyatakan tidak

diterima;

Menimbang, bahwa oleh karena gugatan dalam Rekonpensi yang diajukan

oleh para Penggugat d.r./Tergugat III d.k. tersebut didasarkan pada gugatan

dalam Konpensi yang diajukan oleh Tergugat d.r./Penggugat d.k., yang mana

oleh karena gugatan dalam Konpensi yang diajukan oleh Tergugat d.r./

Penggugat d.k. telah dinyatakan tidak dapat diterima, maka berpedoman

kepada Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I. (putusan Mahkamah Agung RI

Nomor 913 K/Pdt/1995 tertanggal 15 Januari 1998 yang berpendapat bahwa

berdasarkan dokrin maupun yurisprudensi serta praktek peradilan standar

hukum acara yang menggariskan sesuai dengan sifat assesoir yang melekat

pada gugatan rekonpensi dan intervensi terhadap gugatan Konpensi, maka

81

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 81

Page 165: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

apabila gugatan Konpensi dinyatakan tidak dapat diterima dengan sendirinya

gugatan Rekonpensi dan Intervensi pun harus dinyatakan tidak dapat diterima),

dengan demikian maka berdasarkan pertimbangan tersebut maka gugatan

Penggugat d.r./Tergugat III d.k. harus pula dinyatakan tidak dapat diterima;

Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat d.r./Tergugat III d.k.

dinyatakan tidak dapat diterima, maka Majelis tidak perlu lagi

mempertimbangkan materi eksepsi dan materi pokok perkara dalam gugatan

dalam rekonpensi lebih lanjut;

DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI :

Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal yang telah Majelis

pertimbangkan Dalam Konpensi telah ternyata bahwa gugatan Penggugat

dinyatakan tidak dapat diterima, demikian pula Dalam Rekonpensi telah ternyata

bahwa gugatan Penggugat dalam Rekonpensi/Tergugat III dalam Konpensi

telah pula dinyatakan tidak dapat diterima, maka Majelis memandang cukup adil

apabila terhadap biaya perkara yang timbul dalam perkara ini dibebankan

kepada pihak Penggugat dalam Konpensi/Tergugat dalam Rekonpensi yang

besarnya sebagaimana yang akan disebutkan dalam amar putusan di bawah ini;

M E N G A D I L I :

DALAM KONPENSI :

DALAM EKSEPSI :

• Mengabulkan Eksepsi dari Tergugat III;

• Menyatakan gugatan Penggugat prematur;

DALAM PROVISI :

• Menyatakan tuntutan provisi dari Penggugat dinyatakan tidak dapat

diterima;

DALAM POKOK PERKARA :

• Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet onvankelijk

verklaard);

DALAM KONVENSI :

82

82

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 82

Page 166: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

• Menyatakan gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima (Niet

onvankelijk verklaard);

DALAM REKONPENSI :

• Menyatakan gugatan Penggugat dalam .Rekonpensi/Tergugat III dalam

Konpensi tidak dapat diterima (Niet onvankelijk verklard);

DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI :

• Menghukum Penggugat dalam Konpensi/Tergugat dalam Rekonpensi

untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini yang

ditaksir sebesar Rp. 722.000,- ( tujuh ratus dua puluh dua ribu rupiah),-

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada hari Senin, tanggal 24 Juni 2013 oleh

Kami : SUHARDJONO,SH.M.Hum., sebagai Hakim Ketua, EDY SUBROTO,

SH.,MH dan KASWANTO,SH.MH., masing-masing sebagai Hakim Anggota,

putusan mana diucapkan dimuka sidang yang terbuka untuk umum pada hari

Senin, tanggal 1 Juli 2013 oleh SUHARDJONO,SH.M.Hum, sebagai Hakim

Ketua, didampingi EDY SUBROTO, SH.,MH dan KASWANTO,SH.MH., dengan

dibantu oleh SUHARNI, SH., sebagai Panitera Pengganti Pengadilan Negeri

tersebut dihadiri oleh Kuasa Penggugat serta KuasaTergugat.

HAKIM-HAKIM ANGGOTA HAKIM KETUA,

EDY SUBROTO, SH.,MH SUHARDJONO,SH.M.hum.

KASWANTO,SH.MH.

PANITERA PENGGANTI,

83

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 83

Page 167: PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33053/1/Sukarno... · Medis Ditinjau dari Hukum Pidana ... selaku konsumen timbul sebagai

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

SUHARNI,SH

Biaya-biaya :

1. Pendaftaran ………… Rp. 30.000,-

2. Biaya Proses………… “ 75.000,-

3. Biaya panggilan ……. “ 600.000,-

4. Meterai………………... “ 12.000,-

5. Redaksi………………. “ 5.000,- +

Jumlah…………………Rp.722.000,-

84

84

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 84