PERTANGGUNGJAWABANrepository.um-palembang.ac.id/id/eprint/7541/1/EBOOK.pdf · memberikan rahmat dan...
Transcript of PERTANGGUNGJAWABANrepository.um-palembang.ac.id/id/eprint/7541/1/EBOOK.pdf · memberikan rahmat dan...
1
2
PERTANGGUNGJAWABANPRESIDEN
DALAM MENYELENGGARAKAN KEBIJAKANDALAM NEGARA HUKUM PANCASILA
Dr. Sri Suatmiati, SH., M.Hum
PENERBIT PUSTAKA MAGISTERSEMARANG 2013
3
Sri Suatmiati
Pertanggungjawaban Presiden Dalam Penyelenggaraan Kebijakan / Sri Suatmiati,, –cet 1 –Semarang, Penerbit Pustaka Magister, 2013.xiv + 292 hlm; 23 cm.ISBN 978-602-8259-80-4
Hak Cipta merupakan hak ekslusif bagi Pencipta dan Pemegang Hak CiptaUntuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secaraOtomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasanMenurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pertanggungjawaban Presiden Dalam Penyelenggaraan KebijakanPenulis : Dr. Sri Suatmiati, SH., M.HumPenerbit : Penerbit Pustaka MagisterPercetakan : Cv. Elangtuo KinasihAlamat : Jl. Pucangsari timur IV/ 19 Pucanggading SemarangTelp : 024 76726367- Hp : 085 78105489Email : [email protected]
4
Pertanggungjawaban Presiden
MOTTO:
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalamKerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakanAmal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran
Dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”( Q.S Al-Ash ayat 2-3 )
“Setiap Aturan Hukum Harus Berorientasi MewujudkanKemasalahan Umum Dari Pada Kemaslahatan Perseorangan”(Hr. Abu Muhammad Izzuddin Bin Abd As-Salam As-Salam)
5
Pertanggungjawaban presiden-
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya selama penulis mampu menyelesaikan
penulisan buku dengan judul: Pertanggungjawaban Presiden Dalam
Penyelenggaraan Kebijakan.
Buku ini mengkaji pertanggungjawaban Presiden sebelum dan sesudah
amandemen UUd 1945 terutama dalam kebijakan yang bertujuan mensejahterakan
rakyat. Topik ini dipilih, karena kajian hukum konstitusi terhadap
Pertanggungjawaban Presiden dalam mensejahterakan rakyat merupakan tugas
utama Presiden yang dipilih melalui pemilihan umum oleh rakyat yang memiliki
kekuasaan sebagai pelaksanaan asas demokrasi, sehingga dengan dipilihnya
Presiden melalui pemilu Presiden dapatkah memujudkan atau belum dapat
memujudkan kesejahteraan bagi rakyat.
Penulis menyadari bahwa dengan selesainya proses penulisan buku ini
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini izinkan penulis
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak
dimaksud. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
pertama-tama penulis sampaikan kepada yang terhormat Prof. Dr. Arief Hidayat
SH., MS. Dan Dr. Yuswanto, SH.,MH. Semoga beliau berdua selalu diberi
kemudahan dan kesuksesan dalam pengabdian kepada negara dan bangsa dari
Allah Subhanawataala.
6
Dengan kerendahan hati ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya juga penulis sampaikan kepada semua pihak.
Palembang, November 2013
Penulis
7
Pertanggungjawaban presiden-
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR vDAFTAR ISI viiGLOSSARY x
BAB IPENDAHULUAN 1
BAB IIPERTANGGUNGJAWABAN PRESIDENDALAM MENJALANKAN PEMERINTAHAN 9
BAB IIIKERANGKA TEORITIS 16
A. Teori Kebijakan Negara Untuk Kesejahteraan 16
B. Fungsi Dan Penormaan Peraturan Kebijakan 19
C. Asas Good Governance Sebagai alat Uji Pembentukan
Dan Pelaksanaan Kebijakan 33D. Cheks And Balance Kekuasaan Dan Pengawasan 49
BAB IVKONSTRUKSI PERTANGGUNGJAWABAN PRESIDENDALAM KETATANEGARAAN INDONESIA 59
A. Kekuasaan Presiden Dalam Undang-Undang Dasar 1945 59
1. Hak Presiden Mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) 81
2. Hak Presiden Untuk Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) 823. Hak Presiden untuk Menetapkan Peraturan Pemerintah 83
4. Hak Presiden untuk membuat Peraturan Presiden 86
8
Pertanggungjawaban presiden-
B. Perbandingan Pertanggungjawaban Presiden Indonesia,
Amerika Serikat, Perancis, Swiss 87C. Pertanggungjawaban Presiden Indonesia 101
1. Menurut Undang-Undang Dasar 1945 (Priode 18 Agustus 1945
Sampai 27 Desember 1949) 1012. Pertanggungjawaban Presiden Priode UUD 1945
(Periode 1959-1971) 1093. Pertanggungjawaban Presiden Priode UUD 1945
(Periode 1971-1999) 1114. Pertanggungjawaban Presiden setelah amandemen
UUd 1945 (Periode 1999-Sekarang) 113
BAB VBENTUK KEBIJAKAN PEMERINTAH 119UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN 119
A. Good Governance Sebagai Asas Kebijakan Pembangunan Untuk
Mencapai Kesejahteraan 119B. Kebijakan yang dihasilkan oleh Pemerintah 123
C. Perbandingan Kebijakan Presiden pada Negara Kesejahteraan 158
D. Hubungan Riil “Partai” Politik Dalam Pengambilan Keputusan
Dewan Perwakilan Rakyat 1701. Bidang Pendidikan 178
2. Bidang Hukum 180
3. Bidang Pertanian 182
4. Bidang pangan 183
5. Bidang Pertanahan Keamanan 185
9
Pertanggungjawaban presiden-
BAB VIBENTUK PERTANGGUNGJAWABAN PRESIDEN 194
A. Pertanggungjawaban Publik Presiden Republik Indonesia 194
B. Pertanggungjawaban Politik Presiden 195
C. Pertanggungjawaban Ideal Presiden 204
BAB VIIPENGAWASAN DPR DAN DPD PERWUJUDAN CHEKSAND BALANCES 211
BAB VIIIPEMERIKSAAN KEUANGANSEBAGAI TANGGUNGJAWAB PENGELOLAANKEUANGAN NEGARA 218
BAB IXKEBIJAKAN NEGARA MERUPAKAN TANGGUNGJAWABBERSAMA PRESIDEN DAN DPR 227
BAB XKONTRUKSI PERTANGGUNG JAWABAN PRESIDEN 265
A. Kontruksi Pertanggungjawaban Presiden Berda-sarkan
Konstitusi Di Negara Indonesia 265B. Kebijakan Presiden Untuk Mencapai Kesejah-teraan 266
BAB XIPENUTUP 268DAFTAR PUSTAKA 270
10
Pertanggungjawaban presiden-
GLOSSARY
Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban Muncul Bersama
Lahirnya Kekuasaan dan wewenang yang
diberikan kepada seseorang atau suatu
lembaga, bertujuan untuk menjaga
keseimbangan status yang diberikan kepada
seseorang atau lembaga itu. Meskipun
seseorang mempunyai kebebasan dalam
melaksanakan sesuatu tugas yang
dibebankan kepadannya, namun kekuasaan
tidak dapat membebaskan diri dari hasil
atau akibat kebebasan perbuatannya, dan
dapat dituntut untuk menjelaskan
pelaksanaan secara layak apa yang
diwajibkan kepadannya
Responsibility of Goverment menunjukan pada jenis-jenis
pemerintahan dengan pertanggung jawaban
terhadap ketentuan atau undang-undang
public yang dibebankan pada department
atau dewan ekskutif dan jika ditolak
harus mengundurkan diri terdapat pada sistem
pemerintahan parlementer, dimana seorang
kepala pemerintahan bertanggungjawab
kepada parlemen.
11
Pertanggungjawaban presiden
Lembaga Kepresidenan Lembaga kepresidenan adalah lembaga
negara yang memegang kekuasaan
pemerintahan yang di dalam konteks teori
Trias Politica disebut eksekutif yaitu
lembaga negara yang memegang kekuasaan
untuk melaksanakan undang-undang.
Lembaga kepresidenan disebut sebagai
lembaga negara karena negara merupakan
suatu sistem yang secara konstitutif terdiri
atas unsure rakyat, wilayah dan pemerintah
yang berdaulat.
Kebijakan Pemerintah Kebijakan Pemerintah yang didasarkan
Pada norma hukum, yang mengungkapkan
karakter dinamis dari sistem norma yang
berfungsi sebagai norma dasar, juga
mengungkapkan suatu kekhasan lebih
lanjut dari hukum. Hukum mengatur
pembentukan hukum sendiri karena suatu
norma hukum menentukan cara membuat
norma hukum yang lain sampai dengan
derajat tertentu.
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, studi tentang pertanggungjawaban Presiden dalam masa
jabatannya, baik sebagai kepala pemerintahan atau sebagai kepala negara,
banyak dilakukan di kalangan akademisi di Indonesia. Hal ini karena
demikian pentingnya peran jabatan Presiden sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi dalam suatu pemerintahan, yaitu pemegang kekuasaan eksekutif
sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai simbol kenegaraan. Dalam
perkembangan negara modern, wewenang badan eksekutif jauh lebih luas
daripada hanya melaksanakan undang-undang. Bahkan dikatakan bahwa,
dalam negara modern badan eksekutif juga berperan menjadi badan legislatif,
sebagai pembuat kebijaksanaan yang utama1. Hal ini terdorong oleh banyak
faktor, seperti perkembangan teknologi, proses modernisasi yang sudah
berjalan jauh, semakin terjalinnya hubungan politik dan ekonomi antarnegara,
krisis ekonomi, revolusi sosial dan penguasaan pemerintah terhadap
persoalan yang dihadapi secara nyata lebih mendalam daripada badan
legislatif menjadikan peran pemerintah dalam membentuk UU lebih dominan.
Luasnya peranan negara terutama disebabkan karena penyelenggaraan
kesejahteraan rakyat merupakan tugas pokok dari setiap pemerintah dewasa
1 Hal ini terdapat juga dalam Pasal 5 UUD 1945 setelah di amandemen.(1) Presiden memiliki hak membentuk undang- undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat.(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana
mestinya.
13
ini, apalagi jika negara tersebut tergolong Negara Kesejahteraan. Jabatan
Presiden mempunyai fungsi untuk mempertahankan esensi dan eksistensi
suatu negara dari berbagai pengaruh perkembangan.
Lembaga kepresidenan juga mempunyai fungsi untuk menjaga
keseimbangan antara Hak dan Kewajiban Negara dengan Rakyat, sehingga
kewenangan Lembaga kepresidenan diatur secara tegas dalam konstitusi,2
yang merupakan dokumen hukum (legal document) resmi suatu negara.
Konstitusi berisi kesepakatan pokok tentang negara, mengatur mengenai:
organisasi negara, kekuasaan lembaga negara, hubungan antarnegara,
hubungan lembaga negara dengan warga negara dan perlindungan hak asasi
manusia3.
Di Indonesia, dalam perkembangan sejarah dikenal adanya paling
tidak tiga lembaga negara yang menjalankan tiga kekuasaan yang berbeda
sesuai dengan amanat konstitusi yakni kekusaan legislatif, kekuasaan
eksekutif dan kekuasaan yudikatif. Hal ini cerminan dari teori pemisahan
kekuasaan4 antarlembaga negara yang dipelopori Montesquieu banyak
diadopsi di berbagai negara5.
2 Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, 2010, Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, Alumni,Bandung, hlm. 2.
3 Dahlan Taib, Politik Hukum, dan lihat juga A.M. Fatwa, Potret Konstitusi Negara PascaPerubahan UUD 1945, disampaikan dalam Konvensi Hukum Nasional: UUD 1945 SebagaiGrand Designe System dan Politik Hukum Nasional, dalam rangka Peringatan 50 tahun BadanPembinaan Hukum Nasional, Departemen Hukum dan HAM RI, 15-16 April 2008, hlm. 19.
4 Menurut John Locke kekuasaan negara dibagi dalam tiga kekuasaan yaitu : legislatif(kekuasaan membuat undang-undang), eksekutif (kekuasaan melaksanakan undang-undang dandi dalamnya termasuk kekuasaan mengadili), dan federatif (hubungan dengan luar negeri),yang masing-masing terpisah satu sama lain. Montesquieu memperkembangkan lebih lanjutpemikiran Locke ini dalam bukunya L’Esprit des Lois (The Spirit of the Laws). Dia membagikekuasaan pemerintahan dalam tiga cabang, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif, dimana
14
Dalam sistem pemerintahan Indonesia, Presiden sebagai kepala negara
merangkap sebagai kepala administrasi Negara Republik Indonesia6. Sesuai
dengan implementasi sistem pemerintahan presidensil di Indonesia, secara
konstitusional tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) setelah amandemen UUD
1945 yang menyatakan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan
yang berbentuk Republik. Pasal ini mengandung makna esensial bahwa
bentuk negara Indonesia adalah kesatuan dengan bentuk pemerintahan
republik yang dikemas menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Bentuk pemerintahan Republik Indonesia mengandung konsekuensi
bahwa Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil sehingga
otomatis yang menjadi kepala pemerintahan adalah Presiden ini mendapat
penegasan yang tegas dari frasa dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Dalam
ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 7 UUD 1945 sebelum di amandemen,
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan dengan masa jabatannya selama
lima tahun dan dapat dipilih lagi.
Kata dapat ”dipilih lagi” ini tanpa batasan berapa kali seorang
Presiden di Indonesia dapat dipilih kembali, sehingga ketika pemerintah di
bawah kekuasaan Orde Baru, terjadi Presiden di era Orde Baru dipilih sampai
enam masa jabatan, terlalu lamanya Pak Soeharto menjadi calon tunggal
ketiga kekuasaan itu haruslah terpisah satu sama lain, baik mengenai tugas (fungsi) maupunmengenai alat perlengkapan (organ) yang menyelenggarakannya.
5 Jimly Assiddiqie, 2004, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan DalamUUD 1945 , UII Press, Yokyakarta, hlm, 23.
6 Mashuri Maschab, 1983, Kekuasaan Eksekutif di Indoensia, Bina Aksara , Jakarta, hlm. 2.
15
Presiden,7 sehingga setiap pidato pertanggungjawaban Presiden diterima
MPR.8
Di era transisi agenda tuntutan perubahan UUD 1945 menjadi suatu
kebutuhan yang mendesak untuk dilaksanakan termasuk mengenai jika
Presiden dalam melaksanakan tugasnya mengeluarkan peraturan presiden
atau keputusan presiden atau instruksi presiden. UUD 1945 sebelum di
amandemen tidak secara tegas mengatur tentang tugas-tugas Presiden dalam
melaksanakan pemerintahan (secara otonom) karena Presiden memiliki
kekuasaan legislatif, eksecutif maupun yudicatif. UUD 1945 secara tegas
mengatur kedudukan Presiden menjadi jelas kapan Presiden memiliki
kewenangan legislatif dan kewenangan ekesekutif, karena Presiden selain
sebagai kepala pemerintahan juga memiliki kekuasaan dalam mengajukan
rancangan undang-undang sebagai kekuasaan dibidang legislatif9. Berbeda
dengan Presiden Amerika Serikat hanya terbatas dibekali kewenangan
memberi persetujuan atau melakukan veto rancangan undang-undang yang
disetujui oleh Congress.10 Ketentuan berbeda antara konstitusi AS dengan
UUD 1945 secara teoritis tentu tidak sesuai dengan mekanisme keseimbangan
kekuasaan lembaga negara (checks and balances) dalam hukum. Akibatnya di
Indonesia menyebabkan terjadinya krisis kepercayaan terhadap pemerintah
yang menjadi salah satu penyebab sehingga rakyat meminta
7 Bagir Manan, 1999, Lembaga Kepresidenan, Pusat Studi Hukum UII bekerjasama denganGama Media, Yokyakarta, hlm. 82.
8 Harun Alrasid, 1993, Pengisian Jabatan Presiden, Grafiti Utama, Jakarta, hlm. 34.9 Jimly Assiddiqie, 2006, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
Konstitusi Press, Jakarta, hlm. 31-32.10 Jazim Hamidi, op.cit, hlm. 159.
16
pertanggungjawaban Presiden yang dianggap telah melanggar Konstitusi dan
GBHN.11
Pertanggungjawaban Presiden dalam melaksanakan pemerintahan
berdasarkan UUD dan GBHN kepada MPR dan dominasi kekuatan politik12
pada waktu itu, menyebabkan hukum menjadi indeterminan terhadap
politik13, hukum menjadi tumpul ketika diarahkan kepada Presiden, meskipun
jelas telah terjadi pelanggaran terhadap UUD 1945 dan GBHN. Hal ini tentu
bertentangan dengan konsep negara hukum (rechstaat) yang dianut UUD
1945 sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945,
bahwa negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum bukan
berdasarkan atas kekuasaan,14 memiliki makna setiap warga negara sama di
hadapan hukum.
Pada tahun 1999 gagasan perubahan UUD 1945 muncul untuk
pertama kali yaitu dengan mengubah beberapa ketentuan terutama berkaitan
dengan konsep kedaulatan rakyat yang dianut UUD 1945.15 Pada amandemen
ketiga, UUD 1945 mengalami perubahan mengenai konstruksi kekuasaan
11 Peristiwa 21 Mei 1998 terjadi reformasi yang dilakukan rakyat Indonesia yang menginginkanPresiden Soeharto dilengserkan dari jabatanya. Banyaknya keputusan Presiden yang dibentuktidak didasarkan atas pembentukan perundang-undangan yang berlaku karena istilah keputusanitu sendiri memiliki makna ganda artinya dilakukan dalam suatu keadaan einmaligh saja(Hamid Attamimi) dan yang dibentuk pada waktu itu cenderung untuk kepentingan pribadi dankolega.
12 Politik dipandang sebagai sistem, karena politik merupakan interaksi antar unsur, unsur yangsatu dengan unsur yang lain saling berkaitan. Seluruh interaksi dan interdependensidimaksudkan untuk mencapai tujuan sistem, memelihara dirinya, serta menyesuaikan dirinyadengan perubahan yang sesuai dengan tuntutan jaman. A. Rahman H.I, 2007, Sistem PolitikIndonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, hlm. 6.
13 M.Mahfud MD, 1998, Politik Hukum, LP3ES, Jakarta, hlm. 2.14 Penjelasan UUD 194515 Dalam naskah asli UUD 1945 bahwa kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh MPR, yang ditandai
dengan pelaksanaan pemilihan umum untuk memilih lembaga DPR yang dipilih rakyat terdiridari utusan golongan dan utusan daerah.
17
negara, Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat
melalui Pemilu oleh rakyat dalam satu paket. Demokrasi langsung16 ditandai
dengan kekuasaan ada ditangan rakyat dengan memilih selain DPR dan DPD
tetapi juga rakyat memilih Presiden secara langsung. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa rakyat turut menentukan siapa yang akan menjadi
pemimpinnya yang dapat mewujudkan visi menyejahterakan kehidupan
rakyat.
Dalam tataran hukum MPR diberi kewenangan untuk
mengamandemen UUD dalam mengakomodir kebutuhan rakyat secara tepat
seperti keinginan pembentuk kebijakan dalam sistem pemerintahan negara.
Dilibatkannya rakyat pada pemilihan Presiden, mempunyai harapan
menjamin terlaksananya demokrasi secara baik, karena kesempurnaan
pelaksanaan demokrasi terletak pada mayoritas dukungan rakyat dalam
pemilihan umum.17 Meskipun Pemilu semacam itu, secara substantif masih
mengandung tandatanya, apakah Presiden terpilih dapat mewujudkan Visi
dan Misi untuk mencapai rakyat Indonesia sejahtera sesuai dengan amanat
Pembukaan UUD1945.
16 Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan yang berasal dari rakyat, olehrakyat, dan untuk rakyat. Prasyarat pemerintahan demokratis sebagaimana ajaran Lincolntersebut memiliki makna bahwa rakyatlah yang berhak menduduki jabatan-jabatan di bidangpemerintahan, mereka yang menduduki jabatan mendapatkan legitimasi dari rakyat, dan setelahterpilih terutama dalam menjalankan pemerintahan harus sepenuhnya menjadikankepemimpinannya untuk rakyat. Ryaas Rasyid M.,2002, Makna Pemerintahan : Tinjauan DariSegi Etika dan Kepemimpinan, Yarsif Watampone, Jakarta, hlm. 39
17 Samuel P.Huntington menyebutkan bahwa prosedur utama demokrasi adalah pemilihan parapemimpin secara kompetitif oleh rakyat yang bakal memimpin. Selain itu, pemilu sangatsejalan dengan semangat demokrasi secara substansi atau demokrasi substansial, yaknidemokrasi dalam pengertian pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, danuntuk rakyat. Artinya, rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi (kedaulatan). A. A. SahidGatara, 2009, Ilmu Politik, Memahami dan Menerapkan, Pustaka Setia, Bandung, hlm. 207.
18
Tidak adanya pembatasan tindakan yang boleh dilakukan dan tidak
boleh dilakukan oleh seorang Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD
1945 sebelum amandemen, menjadi penyebab pelanggaran hukum ketika
Presiden menerima bantuan dana dari pemerintah Brunei Darussalam (Brunei
Gate) pada masa pemerintah Abdurrachman Wahid atau kebijakan sehingga
menjadi alasan Presiden diberhentikan oleh MPR melalui mekanisme sidang
istimewa MPR. Pertanggungjawaban Presiden berdasarkan Ketetapan MPR
No.II/MPR/1978 yaitu jika Presiden melanggar garis-garis besar haluan
negara yang dibentuk oleh MPR, meskipun pemberhentian Presiden oleh
MPR sebenarnya sarat dengan nuansa politik, sebab Gus Dur diberhentikan
dengan TAP MPR NO. II/MPR/2001 tentang pertanggungjawaban Presiden
RI K.H.Abdurrahman Wahid tanpa dibuktikan terlebih dahulu kesalahan
hukumnya oleh Pengadilan.
Kebijakan yang ditempuh Presiden Abdurrahman Wahid untuk
menerima sumbangan Yanatera Bulogate dan penyalahgunaan dana
sumbangan pemerintah Brunei Darussalam. Proses penyelesaiannya tidak
melalui proses hukum (pidana) dan penyalahgunaan wewenang18 tetapi
diselesaikan secara politik dengan Sidang Istimewa MPR.19 Secara teoritis
suatu kebijakan dapat diuji apakah bermanfaat bagi masyarakat luas
(doelmatigheid) atau sebaliknya.
Suatu kebaruan yang dihasilkan amandemen UUD 1945 adanya suatu
lembaga yang memiliki kewenangan untuk menguji apakah suatu undang-
18 Hamdan Zoelva, 2011, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 169.19 Pasal 1 TAP MPR No. II/MPR/2001.
19
undang atau peraturan setingkatnya melanggar UUD atau tidak yaitu
Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi mengenai pertanggungjawaban Presiden
belum terdapat pengaturannya secara tegas dalam UUD 1945. Jika melihat
ketatanegaraa Indonesia pada saat ini dengan amandemen UUD 1945 bahwa
keanggotaan MPR adalah terdiri dari keanggotaaan DPR dan DPD yang
kedudukan setara dengan Presiden, legitimasi yang sama dipilih rakyat maka
menurut penulis ini menarik untuk diteliti.
B. Fokus Studi dan Permasalahan
1. Fokus Studi
Fokus studi dalam penelitian disertasi ini adalah konstruksi
pertanggungjawaban Presiden dalam perspektif yang menyejahterakan
rakyat berdasarkan konstitusi. Jabatan Presiden dalam ketatanegaraan
Indonesia dipilih langsung secara demokratis oleh rakyat memiliki
kedudukan yang sama dengan lembaga negara lain dengan jabatan yang
dipilih rakyat, sehingga dominasi Presiden dalam mewujudkan tujuan
negara kesejahteraan rakyat menjadi tanggungjawab Presiden kepada
rakyat. Dalam era negara hukum kesejahteraan, Presiden memberikan
laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan kepada DPR sebagai
lembaga pengawas kebijakan pemerintahan. Urgensi progress report
sebagai pertanggungjawaban Pemerintahan kepada DPR membutuhkan
landasan hukum yang jelas, DPR dalam menjalankan tugasnya tidak serta
merta dapat menuntut Presiden jika ternyata melanggar ketentuan hukum.
20
Meskipun DPR memiliki hak-hak berdasarkan UUD 20 terhadap
kebijakan yang dilakukan Presiden.
Mengingat begitu banyaknya tugas Presiden Indonesia menurut
UUD 1945, diperlukan fokus pembahasan pada konstruksi
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pemerintahan dalam kebijakan
yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat, untuk menemukan
konstruksi ideal tanggungjawab Presiden dalam sistem pemerintahan
presidensil sesuai dengan tujuan negara menurut Alenia Pertama
Pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan negara yaitu untuk memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
2. Permasalahan
Berkaitan dengan fokus studi tersebut, maka dirumuskan
beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian disertasi ini,
yaitu :
a. Bagaimanakah konstruksi pertanggungjawaban kebijakan yang
dilakukan Presiden ?
b. Bagaimanakah bentuk kebijakan yang dilakukan Presiden bertujuan
untuk mencapai kesejahteraan rakyat?
c. Bagaimanakah konstruksi ideal pertanggungjawaban kebijakan yang
dilakukan Presiden untuk mencapai kesejahteraan rakyat?
20 Pasal 77 Undang-Undang Nonmor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
21
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Penelitian untuk disertasi ini mempunyai beberapa tujuan berikut :
a. Untuk menjelaskan dan menganalisis konstruksi
pertanggungjawaban Presiden yang dipilih rakyat.
b. Menjelaskan bentuk kebijakan Presiden yang bertujuan untuk
mencapai kesejahteraan rakyat dibidang sosial dan ekonomi.
c. Menemukan konstruksi ideal atau konstruksi baru
pertanggungjawaban kebijakan Presiden yang memiliki posisi sentral
untuk mensejahterakan rakyat .
2. Kegunaan Penelitian.
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi pengembangan hukum tata negara
khususnya kajian terhadap konstruksi pertanggungjawaban
pelaksanaan tugas Presiden Republik Indonesia dalam
penyelenggaraan kesejahteraan rakyat. Serta bentuk-bentuk
kebijakan Presiden sebagai kepala pemerintahan dalam masa
jabatannya membentuk kebijakan selain untuk melaksanakan tugas
sesuai dengan amanat konstitusi serta menemukan model atau
konstruksi pertanggungjawaban Presiden berdasarkan ketentuan
UUD 1945.
b. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi lembaga-lembaga
MPR dalam melakukan perubahan terhadap UUD berkaitan dengan
22
kekuasaan Presiden dan bagi DPR sebagai lembaga pembentuk
kebijakan dan Presiden sebagai pelaksana kebijakan yang
bermanfaat bagi rakyat. Kegunaan praktis penelitian ini adalah
masukan dan bahan pertimbangan kepada DPR sebagai lembaga
pengontrol dalam menjalankan tugas dalam mengemban amanat
rakyat dengan tindakan check and balances kekuasaan lembaga-
lembaga negara sesuai konstitusi.
D. Paradigma Penelitian
Terdapat empat paradigma utama yang secara umum diterima oleh
kalangan akademis manca negara. Keempat paradigma tersebut, dibedakan
satu sama lain melalui respon terhadap tiga pertanyaan mendasar yang
diajukan mereka. Ketiga pertanyaan tersebut, meliputi pertanyaan ontologis
(bentuk dan sifat realitas), pertanyaan epistimologis (memahami hubungan
antara individu dengan lingkungannya), dan pertanyaan metodologis (cara
individu untuk mengetahui jawabannya).21
Alasan digunakan paradigma konstruktivisme memungkinkan penulis
untuk mengerti dan memahami (epistimologi) bangunan pertanggungjawaban
Presiden dalam melaksanakan kebijakan. Jadi konstruksivisme hukum di sini
digunakan sebagai metode memahami bagaimana Presiden melaksanakan
perannya terhadap pemaknaan kesejahteraan rakyat, nilai-nilai dibalik
tanggungjawab tentang kesejahteraan dan dasar falsafah Presiden dalam
21 Suteki, 2009, Rekonstruksi Politik Hukum Atas Sumber Daya Air Berbasis Keadilan Sosial(Studi Privatisasi Pengelolaan Sumber Daya Air), Ringkasan Disertasi, UNDIP., Semarang,hlm.109.
23
melaksanakan tanggungjawab dalam mensejahterakan rakyat. Selanjutnya
dari hasil konstruksi temuan penelitian tersebut peneliti berupaya melakukan
kritik dan refleksi teoritis (aksiologi) berdasarkan hukum progresif yang
sudah digagas oleh Satjipto Rahardjo. Cara ini memungkinkan peneliti untuk
mengkritik bangunan teori yang sudah ada yaitu dari hasil kajian yang telah
dilakukan terhadap pertanggungjawaban Presiden dalam kebijakan untuk
mensejahterakan rakyat, untuk ditemukan berbagai kelemahan dan
kekurangan, kemudian ditawarkan alternatif solusinya sebagai hasil
konstruksi penulis berdasarkan pendekatan hukum progresif.
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Dalam khasanah metodelogi penelitian hukum dengan jenis
(tipologi) penelitian hukum doktrinal (normatif) dilakukan dengan
pendekatan historis, yuridis dan filosofis.22
Pertama, dilihat dari objek/fokus penelitian ini adalah
pertanggungjawaban Presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
dikaji dari persepektif historis, maka hal ini termasuk dalam ranah
penelitian hukum doktrinal. Penelitian tentang pertanggungjawaban ini
termasuk kajian filsafat karena mengkaji kedalam wilayah nilai-nilai yang
berkaitan dengan janji yang harus ditepati oleh Presiden.
Kedua jika dilihat dari data atau bahan penelitian dibutuhkan
adalah data-data sekunder berkaitan dengan studi tentang berbagai
kebijakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang dibentuk
22 Soetandyo Wignyosubroto, 2002, Hukum Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya,Jakarta: Huma, hlm. 148.
24
Presiden dalam rangka membentuk program, pelaksanaan program
mensejahterakan rakyat. Kesemuanya merupakan bahan utama dalam
penelitian ini.
Ketiga penelitian ini menggunakan pendekatan konstruksivisme
sebagai sudut pandang atau pemahaman yang diperoleh dari konstruksi
tanggungjawab Presiden dalam melaksanakan kebijakan untuk
mensejahterakan rakyat.
Fokus studi penelitian ini adalah konstruksi pertanggungjawaban
Presiden sebagai kepala pemerintahan maka yang ingin diwujudkan
pertanggungjawaban Presiden dalam sistem pemerintahan berdasarkan
asas atau prinsip pemerintahan yang baik, nilai-nilai baik yang dapat
merealisasikan kesejahteraan rakyat.23
Satjipto Rahardjo menambahkan untuk merealisasikan negara
hukum sejahtera sesuai dengan konsep negara hukum kesejahteraan atau
negara membahagiakan rakyatnya yaitu negara hukum yang bernurani24
perlu memiliki kedirian sebagai satu organ yang mampu berpilih, sekaligus
sesuai hati nurani yang berkeadilan yaitu mewujudkan rakyat yang bahagia
dan sejahtera.
Konstitusi sebagai jantung dan jiwa negara Indonesia, UUD 1945
memiliki tujuan membentuk negara yang sejahtera, adil dan makmur serta
asas-asas yang jelas dalam memandu kehidupan. Asas-asas tersebut
dibaca, dipakai dinamakan sebagai pemahaman terhadap UUD sebagai
23 Herbert Spencer 2008 dalam Satjipto Rahardjo, Negara Hukum Yang MembahagiakanRakyatnya, Genta Press, Yogyakarta, , h.81.
24 Ibid, hlm. 100-119.
25
konstitusi sebagai suatu kegiatan ”moral reading” 25 yaitu mencari dan
menemukan moral dalam kehidupan rakyat tentang sistem pemerintahan
yang mewujudkan negara sejahtera.
Penelitian ini mengkaji permasalahan yang akan diteliti seperti
pendapat para ahli dalam hukum tata negara, pelaksana kebijakan,
pembentuk kebijakan maupun rakyat dan tokoh rakyat serta dengan
mengkaji bahan-bahan hukum primer, bahan-bahan hukum sekunder
maupun bahan hukum tersier yang berkaitan dengan masalah yang akan
diteliti.
Kajian dalam penelitian ini terfokus masalah pertanggungjawaban
Presiden menurut konstitusi sebagai hukum dasar dalam sistem
pemerintahan presidensil dari berbagai negara sebagai pembanding, maka
penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah hukum, perbandingan
hukum sebagai kajian dogmatik hukum, teori hukum dan filasafat hukum.
Kajian dogmatik hukum dan teori hukum penelitiannya adalah yuridis
normatif dan kajian filsafat hukum karena berkaitan dengan teori-teori
yang berbeda yang memiliki objek dan kajian sendiri namun tetap kembali
kepada pengaruh dari hukum positif yang berlaku pada zamannya.26
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua
obyek yang akan diteliti, yaitu:
a. Untuk data yang menyangkut dokumen-dokumen hukum, metode
pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka, baik yang
25 Ronald Dworkin, 1996, Freedom Law, The Moral Reading of the American Constitution,Cambrige, Mass: Harvard University Press, h 73.
26 Bruggink , J.J.1999, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bhakti, Bandung,. hlm. 172-173.
26
berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pertanggungjawaban serta pelaksanaannya.
b. Untuk data yang menyangkut konstruksi pertanggungjawaban Presiden
Republik Indonesia berdasarkan konstitusi, metode pengumpulan data
yang digunakan meliputi wawancara. Penggunaan metode wawancara
diharapkan memberikan orientasi umum tentang fokus penelitian, dan
di samping melalui metode ini pula diharapkan dapat diperoleh
gambaran tentang situasi, fenomena, peristiwa, dan perilaku yang
mampu memberikan gambaran tentang fokus penelitian yang hendak
dikaji27. Untuk mengungkap lebih jauh dan mendalam tentang data
yang diperoleh melalui kajian terhadap bahan-bahan hukum yang telah
diperoleh melalui studi pustaka.
Permasalahan pertama membahas pertanggungjawaban Presiden
dari sejarahnya baik dari kajian hukum maupun dasar filosofisnya
pertanggungjawaban Presiden tersebut.
Permasalah kedua dengan pendekatan bahwa seorang Presiden
adalah kepala pemerintahan sebagaimana terdapat ketentuan dalam Pasal 4
ayat (1) UUD 1945 sehingga selaku kepala pemerintahan, Presiden dapat
mengeluarkan kebijakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan
maupun keputusan yang mengikat umum. Dalam menetapkan peraturan
perundang-undangan maupun keputusan tersebut terdapat persyaratan
yang harus terpenuhi baik dari segi formil maupun materiil. Oleh sebab itu
27 Lexy J. Moleong, 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung,h.174-175.
27
kebijakan yang dibentuk dengan peraturan maupun pelaksanaanya tersebut
dapat dipertanggungjawabkan.
Permasalahan ketiga yaitu menemukan model pertanggungjawaban
Presiden dalam suatu kebijakan pemerintahan, sehingga kesejahteraan
rakyat dapat dicapai.
2. Sumber Data, Subjek Penelitian, Informan dan Nara Sumber
a. Sumber Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini bersumber pada data
sekunder. Data sekunder bersumber pada peraturan perjurnal-jurnal
ilmiah, perundang-undangan, hasil penelitian maupun koran, internet
dan berbagai referensi yang relevan dengan masalah dalam penelitian.
b. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah para pembentuk kebijakan
pemerintah. Dari subjek penelitian ini peneliti akan mengembangkan
penggalian datanya terhadap informan dan nara sumber. Informan
yang dimaksud adalah pihak-pihak yang relevan memberikan
informasi tentang bagaimana seharusnya kebijakan dapat dirumuskan
serta keabsahan dari kebijakan bagi masyarakat seperti Ditjen
Perlindungan dan Kesejahteraan Rakyat Kementrian Bappenas RI, para
ahli seperti Ni’matul Huda dan Guntur Hamzah serta hakim
Mahkamah Konstitusi yakni Haryono serta sumber lain yang relevan
dengan penulisan disertasi ini.
28
E. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, instrumen utama untuk mendapatkan dan
mengumpulkan data penelitian adalah peneliti sendiri. Untuk mendukung
pengumpulan data tersebut, peneliti melakukan kegiatan pengumpulan data
dengan cara :
1. Studi Pustaka
Untuk mendapatkan data sekunder peneliti melakukan studi
pustaka dan dokumen terhadap tanggungjawab berupa kebijakan-
kebijakan yang sudah dilakukan Presiden dalam mensejahterakan rakyat,
jurnal-jurnal ilmiah, dokumen-dokumen, perundang-undangan dan
referensi yang relevan dengan masalah penelitian ini.
2. Focus Group Discusion (FGD).
Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara diskusi dengan para
pakar dan nara sumber penelitian untuk mendiskusikan masalah
penelitian ini agar dapat pemahaman secara mendalam tentang
pertanggungjawaban Presiden yang dipilih rakyat melalui Pemilu.
Penelitian hukum normatif menggunakan data sekunder, yang
dari sudut kekuatan mengikatnya menurut Gregory Churchill
digolongkan ke dalam bahan hukum primer28 yaitu bahan hukum yang
terdiri dari peraturan perundang-undangan, dalam penelitian ini
a. Bahan hukum yang utama (primer) terdiri dari :
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
28 Gregory Churchill 1984, dalam Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Normatif, UIPress, Jakarta, hlm.52.
29
2) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang SistemPerencanaan Pembangunan Nasional.
3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang RencanaPembangunan Jangka Panjang Nasional.
4) Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPDdan DPRD.
5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang PembentukanPeraturan Perundang-Undangan
6) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun2008 Tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan.
7) Peraturan Presiden Nomor 17 tahun 2007 Tentang RencanaPembangunan Jangka Panjang Nasional.
b. Bahan hukum sekunder terdiri dari hasil- hasil penelitian disertasi,
pendapat para ahli (doktrin) dan
c. Bahan hukum tersier seperti media surat kabar maupun elektronik
(internet).
F. Teknik Analisis Data
Menurut Mattew B.Miles dan A. Michael Huberman yang
menyatakan bahwa analisa data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi
bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan/verifikasi.29
Reduksi data dilakukan dengan pengklasifikasian data dan melakukan
coding atas data-data yang telah berhasil dikumpulkan. Dalam hal kegiatan
tersebut meliputi proses pemilihan, penyederhanaan, kegiatan selanjutnya
adalah penyajian data yang dilakukan dengan menyusun data dalam bentuk
naratif atau membuat matrik maupun bagan untuk dapat menghubungkan
informasi sehingga terbentuk penyajian yang sistematis. Setelah data
dianggap reliable kemudian dilakukan analisis kualitatif, untuk disertasi ini.
29 Mattew B Miles dan A Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, Jakarta UniversitasIndonesia, Jakarta, terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi.
30
G. Orisinalitas Penelitian
NoPeneliti/Penulis
JudulFokus Kajian danMetode Disertasi
Yang Dibandingkan
Kebaruan DisertasiPeneliti
11
ArtidjoAlkostar
Korelasi korupsiPolitik denganHukum danPemerintahan diNegara Modern(Telaah TentangPraktekKorupsi)
Metode yangdigunakan dalampenelitian ini adalahpenelitian deskriptifdengan menitikberatkan telaahkajian pada korelasihukum pidanadengan praktekkorupsi politik30
Dalam disertasi yangditulis menganalisispertanggungjawabanpresiden dalammelaksanakantugasnya dari sisihistoris dan filosofisdalam membentukkebijakan dapatberimplikasimerugikan negaraatau perekonomianpada kebijakan yangterdapat dalamprogrampembangunan.
2 MirzaNasution
Disertasi denganjudulPertanggungjawabanGubernur DalamNegara RepublikIndonesia
Gubernur sebagaipejabat pemerintahdaerah memilikipertanggungjawabanberdasarkanketentuan peraturanpemerintah yangdilakukan diakhirmasa jabatangubernur, pada akhirtahun anggarandalam pelaksanaanAPBD, danpertanggungjawabandalam hal-haltertentu misalnyamelakukan tindakpidana.
Dengan amandemenUUD 1945 TugasPresiden dalambidang pemerintahanbertanggungjawakepada rakyatkarena Presiden dipilih rakyat, namunbagaimana prosedurdan mekanismetidak terdapatketentuannya dalamUUD 1945. Secaramoral Presidenkarena dipilih olehrakyat makabertanggungjawakepada rakyat karenasuara rakyat adalahyang tertinggi.
3 Allydar Sistem Disertasi ini Dengan sistem
30 Artidjo Alkostar, 2007, Korelasi Korupsi Politik Dengan Hukum Pidana dan Pemerintahandi Negara Modern, Ringkasan Disertasi, UNDIP, Semarang.
31
Chaidir PemerintahanRepublikIndonesiaSetelahPerubahan UUD1945 (disertasipada ProgramDoktor IlmuHukumUniversitasIslam Jokyakartapada tahun2006)
menitikberatkanpada sistempemerintahan antarasebelum dan setelahUUD 1945 diubah,dengan hasiltemuannya bahwasistem pemerintahanyang dianut dalamUUD 1945 setelahperubahanmenggambarkansistem pemerintahanpresidensil denganbeberapa anomaliyang menyebabkansistem pemerintahanpresidensil tidakmemunculkanpembagiankekuasaan, bukanpemisahankekuasaan antaraPresiden dan DPR dibidang legislasi.
pemerintahanpresidensil yangdianut Indonesiasetelah amandemenUUD 1945 Presidendipilih langsungmelalui PemilusehinggamempengaruhimekanismepertanggungjawabanPresiden meskipuntidak jelas diatursecara explisitsetelah amandemenUUD 1945, jikaPresiden melakukanpelanggaran hukummaka dapatdiberhentikan dalammasa jabatannya.
4 Ridwan ReorientasiPenggunaanDiskresi Kajiantentang KontrolPenyelenggraanPemerintahanMelaluiperjanjiankebijakan(Beleidsovereenkomst)(Disertasi padaProgram DoktorIlmu Hukum,UniversitasDiponegoroSemarang, padatahun 2012).
Diskresi yangdimaknai dandigunakan untukmencari jalan keluaratas kendala hukumtertulis yang tidakjelas dengan metodeyang absah sesuaidengan AUPB
Pembentukkebijakan untukkesejahteraanmasyarakat baikyang didasarkanpada peraturanperundangan diluarundang-undangsebagai hukum yangtertulis maupuntidak tertulis yangdilakukanpemerintahdipertanggungjawabkan baik dari sisiprosedur maupunsubstansi sehinggaberimplikasitercapainyakesejahteraan atautidak bagi
32
masyarakat.5 Hamdan
ZulvaPemakzulanPresiden.(Disertasi padaProgram DoktorIlmu Hukum diUniversitasPadjadjaranBandung, 28Februari 2010).
Di Indonesia ada tigalembaga yangberwenangmelakukanpemakzulan terhadapPresiden yakni MK,DPR dan MPR, inidilihat karenaketiganyamempunyai aturanmasing-masing gunamengeluarkanpemakzulan, jikamemang Presidendianggap bersalahdalam melakukanroda pemerintahan.Untuk itumenurutnya perluadanya undang-undang yangmenjadi pedomanjika terjadipenyelewengansehinggapemakzulan Presidentidak didasarkanoleh dominasikepentingan politik31
Disertasi yangdiajukan inimembahaskonstruksi idealpertanggungjawabanPresiden dalammensejahterakanrakyat
6 Sulardi Menuju sistempemerintahanpresidensilmurni
Fokus utamaDisertasi ini adalahsetelah amandemenUUD 1945 sistempemerintahanIndonesia menujusistem pemerintahanpresidensil murni.
31 Kompas Com, 2011, Bandung 28 Februari
33
BAB II
TINJAUAN TEORETIK TERHADAP PERTANGGUNGJAWABAN
PRESIDEN DALAM MENJALANKAN PEMERINTAHAN
A. Kewenangan Yang Menimbulkan Pertanggungjawaban
Dalam negara hukum, wewenang pemerintahan berasal dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain organ pemerintahan
tidak dapat menganggap bahwa ia memiliki sendiri wewenang pemerintahan.
Menurut R.J. M.Huisman bahwa kewenangan pemerintah hanya diberikan
oleh peraturan perundang-undangan (de wetgever kan een bevoegheid niet
allen attribueren aan een besturzorgorgaan).32
Secara teoritik kewenangan yang bersumber dari peraturan
perundang-undangan tersebut diperoleh dari tiga cara yaitu atribusi, delegasi
dan mandat.33 Masing-masing kewenangan merupakan suatu landasan
keabsahan suatu perbuatan yang mengharuskan adanya pertanggungjawaban
bagi subjek hukum.
Konsep keseimbangan yang bersifat universal dan bermuara pada
keadilan pada kewajiban, lahir karena adanya hak yang diatur oleh
kesepakatan. Dalam konstitusi kewajiban lahir karena adanya kewenangan
dan kekuasaan yang diatur terhadap status dalam sistem ketatanegaraan.
32 R.J.H.M. Huisman, Algemeen Bestursrecht, een Inleiding, Kobra, Amtserdam, hlm. 733 Menurut Indroharto,1992, hlm. 91, bahwa pada atribusi terjadi pemberian wewenang
pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yangmelahirkan wewenang baru, pada delegasi terjadi pelimpahana wewenang yang telah ada olehJabatan Tata Usaha Negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif,sedangkan mandat tidak terjadi perubahan kewenangan apapun (secara yuridis formal), yangada hanyalah hubungan internal dari atasan kepada staf pegawai untuk mengambil keputusantertentu, tanpa kehilangan kewenangan.
34
Kewajiban inilah yang melahirkan pertangungjawaban atau akuntabilitas
publik yang bersifat yuridis maupun politis. Dengan kata lain
pertanggungjawaban merupakan wujud nyata untuk memberikan penjelasan
mengenai kesanggupan melaksanakan kewajiban yang di dalamnya terdapat
kekuasaan dan kewenangan. Apabila pelaksanaan wewenang dan
kekuasaannya tersebut memenuhi asas tujuan yang hendak dicapai, maka
pertanggung jawaban tersebut diterima secara hukum dan politik, sebaliknya
apabila tidak memenuhi asas keadilan atau menyimpang dari tujuan yang
hendak dicapai maka pertanggung jawaban itu tidak bisa diterima, dengan
demikian dapat dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya.
Seseorang mempunyai kebebasan dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya, namun ia tidak bisa membebaskan diri dari hasil atau
akibat kebebasan perbuatannya, dan dapat dituntut untuk melaksanakan
secara layak apa yang diwajibkan kepadanya.34 Keadaan wajib menanggung
segala sesuatunya,35 karena dibalik tanggungjawab tersebut terdapat
kewenangan yang menimbulkan kewajiban secara hukum. Dalam kamus
hukum ada dua istilah yang menunjuk kepada pertanggungjawaban, yakni
liability (the state of being liabel) dan responsibility (the state fact being
responsible).
Tanggungjawab menjelaskan pada kondisi tunduk kepada kewajiban
secara potensial, kondisi bertanggungjawab terhadap hal-hal yang actual atau
seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau beban; kondisi menciptakan
34 Arifin Suria Atmadja, 1986, Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan Negara, Gramedia,Jakarta, hlm, 44-45.
35 W.J.S.Poerwadarminta, 1976, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta, hlm. 1014.
35
tugas untuk melaksanakan undang-undang dengan segera atau pada masa
yang akan datang.36 Kewajiban bertanggungjawab atas undang-undang yang
dilaksanakan, memperbaiki atau sebaliknya mengganti kerugian atas
kerusakan apa pun yang telah ditimbulkan.37
Pengertian lebih lengkap tentang Responsibility of goverment
menunjukkan pada jenis-jenis pemerintahan dengan pertanggungjawaban
terhadap ketentuan atau undang-undang publik yang dibebankan pada
departemen atau dewan eksekutif dan jika ditolak harus mengundurkan diri
terdapat pada sistem pemerintahan parlementer, dimana seorang kepala
pemerintahan bertanggungjawab kepada parlemen. Apabila penolakan
terhadap kinerja mereka dinyatakan melalui mosi tidak percaya majelis
legislatif atau melalui pembatalan terhadap suatu undang-undang.38
Pertanggungjawaban muncul bersama lahirnya kekuasaan dan
wewenang yang diberikan kepada seseorang atau suatu lembaga, bertujuan
untuk menjaga keseimbangan status yang diberikan kepada seseorang atau
lembaga itu. Meskipun seseorang mempunyai kebebasan dalam
melaksanakan sesuatu tugas yang dibebankan kepadanya, namun kekuasaan
tidak dapat membebaskan diri dari hasil atau akibat kebebasan perbuatannya,
dan dapat dituntut untuk menjelaskan pelaksanaan secara layak apa yang
diwajibkan kepadanya.39
36 Henry Campbell Black, Black Law Dictionary, Fith edition, USA,ST, Paul Minn PublishingCo, 1979, hlm. 823.
37 Ibid. hlm. 1180.38 Ibid. hlm.1180.39 Arifin Souria Atmadja, 1986, Mekanisme...,op.cit , hlm. 44-45.
36
Teori hukum mengenal dua macam pengertian tanggungjawab,40
pertama ialah pertanggungjawaban dalam arti sempit, yaitu tanggungjawab
tanpa sanksi. Kedua, ialah tanggung jawab dalam arti luas, yaitu
tanggungjawab dengan sanksi. Secara skematis dapat digambarkan sebagai
berikut: SKEMA. 1
Lebih lengkap lagi Miriam Budiardjo41 mengartikan accountability
sebagai pertanggungjawaban dari pihak yang diberi mandat untuk
memerintah, kepada mereka yang memberi mandat. Dalam hal ini rakyatlah
yang memberikan kekuasaan kepada pihak lain untuk memerintah dan
40 M.Mahfud MD, Hukum..., op.cit., hlm. 223.41 Miriam Budiardjo, Masalah Acountability dalam Ilmu Politik, Pidato Pengukuhan
penganugerahan Gelar Doctor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) dalam Ilmu Politik dari UI13 Desember 1997, hlm. 4.
SKEMA PERTANGGUNGJAWABAN
Kebijakan Presiden
Tindakan Berdasarkan KebijakanMengenai Pembangunan
Hasil Pembangunan
Presiden
Parameter- Kesejahteraan Fisik- Kesejahteraan Non Fisik-
AmanahKonstitusi
AmanahKonstitusi
TANGGUNGJAWABKEATAS KESAMPING
KEBAWAH
Kewenangan dankekuasaan
Pertanggungjawaban
37
pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat melalui konstitusi yang
dinamakan kedaulatan rakyat. dapat dijatuhkan dalam pemilu berikutnya pada
saat Presiden tidak dipilih kembali, akan tetapi pertanggungjawaban
merupakan syarat mutlak sebagai perwujudan dari konsep kedaulatan
rakyat.42
Pertanggungjawaban kepada rakyat dapat dilakukan dengan dua cara
melalui wakil rakyat atau langsung kepada rakyat. Sistem
pertanggungjawaban melalui wakil rakyat (parlemen) melahirkan sistem
pemerintahan parlementer. Pertanggungjawaban langsung kepada rakyat
melahirkan sistem pemerintahan presidensil terdapat pada bentuk
pemerintahan republik, yaitu pertanggungjawaban Kepala Pemerintahan
sebagai penyelenggara pemerintahan kepada rakyat.43 Alur
pertanggungjawaban dalam sistem pemerintahan digambarkan dengan skema
sebagai berikut: SKEMA 2
Pertanggungjawaban Dalam Sistem Pemerintahan
42 Ibid.43 Soetjipto Wirosardjono, 1995, Dialog Dengan Kekuasaan, Esai-Esai Tentang Agama, Negara
Dan Rakyat, Mizan, Bandung, hlm. 193.
Perdana Menteri Konstitusi Presiden
Dipilih Rakyat
Tanggungjawab Kpd Rakyat
Dipilih Lagi
Karena DipercayaTdk dipilih Lagi
Mosi Tdk Percaya
Tanggungjawab Kpd Parlemen
Dipilih Parlemen
38
Pertanggungjawaban kepada rakyat ini mempunyai makna yang asasi
karena malaksanakan amanat dari demokrasi. Pelaksanaan demokrasi
merupakan kekuasaan rakyat dilaksanakan tidak hanya dengan syarat
legalitas dan konstitutional saja, akan tetapi dengan semangat keadilan dan
kedaulatan rakyat.
Pertanggungjawaban berkembang dalam pemikiran Syahran Basah
yang menjelaskan dengan memberikan ‘batas atas’ yakni ketaatasasan kepada
peraturan perundang-undangan, dan ‘batas bawah’ yaitu peraturan yang
dibuat atau sikap tindak administrasi negara baik yang aktif maupun pasif,
tidak boleh melanggar hak dan kewajiban rakyat.44
Moralitas dari pertanggungjawaban Presiden dikaitkan dengan teori
pembentukan hukum atau kebijakan menurut W.A.M. Luypen bahwa
pembentukan hukum oleh pejabat publik perlu dipandu keadilan. Keadilan
merupakan dasar dan norma kritis dalam hukum. Hukum tidak hanya sekedar
sebuah aturan seperti yang dipahami kaum legalis. Tidak juga hanya sekedar
suatu kenyataan yang bebas nilai seperti pendapat kaum reine rechtslehre.
Sebaliknya dalam hukum terdapat segi lain yang merupakan makna segala
hukum, yakni keadilan, karena dari keadilan itu muncul kewajiban hukum.
Dengan kata lain kandungan keadilan dalam suatu aturan yang dibentuk
dalam kebijakan, menyebabkan munculnya sifat mewajibkan dari peraturan.45
44 Sjahran Basah, 1985, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia,Alumni Bandung, hlm. 285.
45 Mengenai pemikiran Luypen dalam Huibers, Theo, 1995, Filsafat Hukum dan LintasanSejarah, Kanisius, Jokyakarta, Bernard L.Tanya, et.all, 2010, Teori Hukum, Genta Publishing,Jokyakarta, hlm.192.
39
Hubungan pemerintah dengan sikap tindak administrasi negara dalam
menjalankan fungsinya melaksanakan pelayanan publik haruslah tetap
berdasarkan hukum didasarkan pada asas-asas hukum yang berlaku. Pada
asas-asas pembentukan peraturan yang baik dan asas-asas pemerintahan yang
baik, keputusan-keputusan diambil dalam menyelesaikan masalah-masalah
yang muncul harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan
yang Maha Esa ( TAP MPR No.II/MPR/1978) dan kepada ketentuan UUD
1945.
B. Teori Kebijakan Negara Untuk Kesejahteraan
Kebijakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “Rangkaian
konsep yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan atau cara bertindak dari pemerintahan atau organisasi, dalam
menghadapi atau menangani suatu masalah atau dapat juga diartikan sebagai
pernyataan cita-cita, tujuan atau prinsip atau maksud sebagai garis pedoman
untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.46 Kebijakan menurut Klein
adalah tindakan secara sadar dan sistematis, dengan mempergunakan sarana-
sarana yang cocok, dengan tujuan politik yang jelas sebagai sasaran, yang
dijalankan langkah demi langkah.47
46 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, Cet. I,Balai Pustaka, Jakarta, hlm.149.
47 A. Hoogerwrf, 2003, “Isi dan Corak-corak Kebijakan”, dalam A. Hoogerwerf (Ed),Overheidsbeleid, diterjemahkan oleh R.L.L. Tobing, Erlangga, Jakarta, 1983, hlm. 7, ImamSyaukani dan A. Ahsin Thohari, 2004, Dasar-dasar Politik Hukum, PT. Raja GrafindoPersada, hlm.22.
40
Menurut Philipus M. Hadjon, peraturan kebijaksanaaan pada
hakekatnya merupakan produk perbuatan tata usaha negara yang bertujuan
“naar biuten gebracht scricftelijk beleid” yaitu menampakkan keluar suatu
kebijakan.48 P.J.P Tak menjelaskan peraturan kebijakan sebagai: suatu
peraturan umum tentang pelaksanaan wewenang pemerintahan terhadap
warga negara berdasarkan kekuasaan dan kewenangan instansi berdasarkan
kewenangan yang lebih tinggi. Kewenangan ini semata-mata didasarkan
kewenangan untuk menjalankan tindakan-tindakan pemerintahan berdasarkan
ketentuan umum.49
Mengenai kekuatan mengikat dari peraturan kebijakan tidak terdapat
kesamaan pendapat, akan tetapi menurut Bagir Manan peraturan kebijakan
bukan peraturan perundang-undangan tidak langsung mengikat secara hukum,
tetapi mengandung relevansi hukum. Peraturan kebjakan ini pada dasarnya
ditujukan kepada badan atau pejabat administrasi negara.50
A.Hamid Attamimi, peraturan kebijaksanaan mengikat secara umum,
karena masyarakat yang terkena peraturan itu tidak dapat berbuat selain
mengikutinya. 51 Ada beberapa kesamaan aturan perundang-undangan dengan
peraturan kebijaksanaan yaitu aturan yang berlaku umum, peraturan yang
berlaku keluar dan kewenangan yang bersifat publik.
48 Philipus M.Hadjon, 1994, Himpunan makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik,Citra Aditya Bhakti, Bandung.
49 Tak, P.J.P, 1994, Rechstvorming in Nederlands, Samson, H.D, Tjeenk Willink OpenUniversiteit, hlm. 129.
50 Bagir Manan, 1994, Peraturan Kebijaksanaan (Makalah), Jakarta, hlm. 16-17.51 A.Hamid S.Attamimi, 1993, Hukum tentang Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan
Kebijksanaan, Makalah Pidato Purna Bakti, FH.UI, Jakarta, hlm. 12-13.
41
Disamping terdapat kesamaan, ada pula beberapa perbedaan antara
peraturan perundang-undangan dengan peraturan kebijaksanaan. A. Hamid
Attamimi menyebutkan perbedaan-perbedaan sebagai berikut:
1. Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan fungsi negara
pembentukan hukum melalui perundang-undangan dilakukan oleh rakyat
sendiri, oleh wakil-wakil rakyat, atau sekurang-kurangnya dengan
persetujuan wakil-wakil rakyat.
2. Fungsi pembentukan peraturan kebijaksanaan ada pada pemerintah dalam
arti sempit (eksekutif).
3. Kewenangan pemerintah dalam arti sempit kewenangan eksekutif
mengandung juga kewenangan pembentukan peraturan-peraturan dalam
rangka penyelenggaraan fungsinya.
4. Materi muatan peraturan perundang-undangan berbeda dengan materi
muatan peraturan kebijaksanaan.
5. Peraturan kebijaksanaan mengandung materi muatan yang berhubungan
dengan kewenangan membentuk keputusan-keputusan dalam arti
beschikkingen, kewenangan bertindak dalam bidang hukum privat, dan
kewenagnan membuat rencana-rencana (planen) yang ada didalam
pemerintahan.
6. Sanksi pidana dan sanksi pemaksa yang jelas mengurangi dan membatasi
hak-hak asasi warga negara dan penduduk hanya dapat dituangkan dalam
undang-undang yang pembentukanya harus dilakukan dengan persetujuan
rakyat atau dengan persetujuan wakil-wakilnya. Peraturan perundang-
undangan yang lebih rendah lainya hanya dapat mencantumkan sanksi
42
pidana bagi pelanggaran ketentuanya apabila hal itu tegas-tegas
diatribusikan oleh undang-undang. Peraturan kebijaksanan hanya dapat
mencantumkan sanksi administratif bagi pelanggaran ketentuan-
ketentuanya.
Mengenai kekuatan mengikat dari peraturan kebijaksanaan ini
diantara para pakar hukum tidak terdapat kesamaan pendapat. Menurut Bagir
Manan, peraturan kebijaksanaan sebagai “peraturan” yang bukan peraturan
perundang-undangan tidak langsung mengikat secara hukum, tetapi
mengandung relevansi hukum. Peraturan kebijaksanaan pada dasarnya
ditujukan kepada badan atau pejabat administrasi negara sendiri. Jadi yang
pertama-tama melaksanakan ketentuan yang termuat dalam peraturan
kebijaksanaan adalah badan atau pejabat administrasi negara. Meskipun
demikian, ketentuan tersebut secara tidak langsung akan dapat mengenai
masyarakat umum.52 Intinya bahwa peraturan kebijaksanaan mengikat secara
umum, karena masyarakat yang terkena peraturan itu tidak dapat berbuat lain
kecuali mengikutinya.
C. Fungsi dan Penormaan Peraturan Kebijakan
Peraturan kebijakan dapat difungsikan secara tepatguna dan
berdayaguna sebagai berikut:53
52 Bagir Manan, Kuntara Magnar, 1993, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, ,hlm. 169-170.
53 Marcus Lukman, 1996, Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan dalam Bidang Perencanaan danPelaksabnaan Pembangunan di Daerah serta Dampaknya terhadap pembangunan materiHukum Tertulis Nasional, Disertasi, UNPAD, 467-468.
43
1. Tepatguna dan berdayaguna sebagai sarana pengaturan yang melengkapi,
menyempurnakan, dan mengisi kekurangan-kekurangan yang ada pada
peraturan perundang-undangan.
2. Tepatguna dan berdayaguna sebagai sarana pengaturan bagi keadaan
vacum peraturan perundang-undangan.
3. Tepatguna dan berdayaguna sebagai sarana pengaturan bagi kepentingan-
kepentingan yang belum terakomodasi secara patut, layak, benar, dan adil
dalam peraturan perundang-undangan.
4. Tepatguna dan berdayaguna sebagai sarana pengaturan untuk mengatasi
kondisi peraturan perundang-undangan yang sudah ketinggalan zaman.
5. Tepatguna dan berdayaguna bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi
administrasi negara di bidang pemerintahan dan pembangunan yang
bersifat cepat berubah atau memerlukan pembaharuan sesuai dengan
situasi dan kondisi yang dihadapi.
Pembuatan dan penerapan peraturan perundang-undangan harus
memperhatikan beberapa persyaratan pembuatan dan penerapan peraturan-
peraturan kebijaksanaan juga harus memperhatikan beberapa persyaratan.
Menurut Indoharto, pembuatan peraturan kebijakan juga harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:54
1. Ia tidak boleh bertentangan dengan peraturan dasar yang mengandung
wewenang diskresioner yang dijabarkan itu.
2. Ia tidak boleh nyata-nyata bertentangan dengan nalar yang sehat.
54 Indroharto, 1992, Perbuatan pemerintah menurutr Hukum Publik dan Hukum Perdata, UI,Jakarta, 45-46.
44
3. Ia harus dipersiapkan dengan cermat; semua kepentingan, keadaan-
keadaan serta alternatif-alternatif yang ada perlu dipertimbangkan.
4. Isi dari kebijaksanaan harus memberikan kejelasan yang cukup mengenai
hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari warga yang terkena peraturan
tersebut.
5. Tujuan-tujuan dan dasar-dasar pertimbangan mengenai kebijaksanaan
yang akan ditempuh harus jelas.
6. Ia harus memenuhi syarat kepastian hukum material artinya hak-hak yang
telah diperoleh dari warga masyarakat yang terkena harus dihormati,
kemudian juga harapan-harapan warga yang pantas telah ditimbulkan
jangan sampai diingkari.
Sedangkan dalam penerapan atau penggunaan peraturan
kebijaksanaan menurut Harold D. Lasswell dan Abraham Kaplan menyatakan
lebih lengkap bahwa kebijakan adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai
dan praktik-praktik yang terarah (a projected program of goals, values and
practices).55 Bijak disebut smart, experienced, capable, wise, sedangkan
kebijakan inteligence atau wisdom,56 berarti kepandaian atau kemahiran,
dengan kata lain kebijakan lazim diartikan policy57 sedangkan dalam bahasa
Belanda disebut Beleid.58
55 Harold D. Lasswell dan Abraham Kaplan, 2007, Power dan Society, Pramudya, Hukum ItuKepentingan, Sanggar Mitra Sabda, Salatiga, hlm.24.
56 Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, 1990, PT, Aksara Bina Cendikia.57 Jhon M. Echols, 2002, An English-Indonesia Dictionary, PT. Gramedia Pustaka Utama,
cetakan XXVII.58 Marjanne Termorshuzan, 2002, Kamus Belanda Indonesia, Penerbit Jembatan, Jakarta.
45
Perbedaannya jika Policy dipandang dari sudut bahasa identik dengan
beliedsregel artinya adalah peraturan, tata pemerintahan atau politik,
sedangkan beleid adalah kebijakan sebagai upaya melaksanakan peraturan
perundang-undangan dimaksud. Terlepas dari perbedaan pengertian di atas,
dapat dikatakan bahwa kebijakan Presiden selaku pemerintah adalah
rangkaian konsep atau asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana
institusi kebijakan59 yang dibentuk atas dasar kewenangan yang digariskan
untuk meningkatkan pelayanan umum berdasarkan asas-asas pemerintahan
yang baik dalam usaha meningkatkan kesejahteraan.
Wewenang sebagai kewajiban yang dilaksanakan memiliki dimensi
pertanggungjawaban mengandung makna seseorang mempunyai kewajiban
dalam melaksanakan sesuatu tugas yang dibebankan kepadanya mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi yang didasarkan
kepada asas dan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik,
dan ia dapat dituntut untuk melaksanakan secara layak apa yang diwajibkan
kepadanya.60
Asas-asas umum pemerintah baik merupakan standar hukum tindakan
pemerintah yang dikembangkan, sehingga yang menjadi tujuan negara dapat
tercapai.
Model sistem politik yang berkaitan dengan nilai yang ada pada
model ini digunakan untuk menganalisis kebijakan negara terletak pada
substansi yang ditampilkan, antara lain:
59 Abdul Rahman Saleh, “Dilema Penegakan Hukum di Indonesia,” Makalah Seminar Nasionaldi Universitas Jambi, 9 Agustus 2005, hlm.9.
60 Arifin Souria Atmadja, 1986, Mekanisme...,op.cit , hlm. 44-45.
46
1. Dimensi lingkungan yang dapat mendorong tuntutan agar kebijakan dapat
ditranformasikan ke dalam sistem politik.
2. Karekateristik penting dari sistem politik yang dapat mentransformasikan
tuntutan-tuntutan dalam kebijakan negara dan dapat langsung dan terus
menerus pada era orde baru tertuang dalam GBHN dan pada era reformasi
dituangkan dalam kebijakan pembangunan jangka panjang, menengah dan
tahunan.
3. Input dari pengaruh lingkungan.
4. Bagaimana karakteristik sistem politik dapat mempengaruhi substansi
kebijakan negara.
5. Bagaimana kebijakan negara melalui umpan balik dapat mempengaruhi
lingkungan dan karakteristik sistem politik.61
Dalam konteks pertanggungjawaban, maka proses transformasi dari
pertanggungjawaban dapat diteliti teori David Easton dapat dijelaskan
sebagaimana disitir oleh Esmi Warassih62, bahwa semuanya berinteraksi
dalam suatu kegiatan atau proses untuk mengubah input menjadi output,
proses ini disebut dengan withinputs, conversion process, dan the black box.
Proses-proses transformasi dari keinginan-keinginan sosial menjadi
peraturan-peraturan perundang-undangan baik dalam konteks politis dan
sosiologis, tidak hanya terjadi pada saat pembentukan suatu peraturan, dalam
tahap bekerjanya pun proses-proses tersebut berlangsung terus dan
61 Thomas R.Dye, 1978, Understanding Public Policy, Englewood Clifft, N.J. 7632, Prention Hall,Inc., hlm. 39.
62 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Suryandaru Utama, Semarang,2005, Hlm. 48.
47
mengoreksi secara terus menerus produk hukum yang telah dihasilkan. Bila
dilukiskan dengan menggunakan sistem politik dari David Easton, maka akan
tampak alur proses sebagai berikut :63
Skema 3Transformasi sosial dalam proses pembuatan produk hukum menurut
David Easton
Parameter tanggungjawab pembentuk kebijakan dapat terlihat jelas
setelah tahapan sosiologis dan politis, yaitu dengan adanya input yang
diterima oleh The Political System, barulah ketika memasuki tahapan yuridis,
yakni tahapan yang lebih menfokuskan pada masalah penyusunan dan
pengorganisasian masalah-masalah yang diatur ke dalam rumusan-rumusan
hukum, tanggungjawab tersebut terumuskan dalam bentuk kebijakan. Dalam
proses inipun tidak bebas nilai melainkan selalu dalam kungkungan
subsistem-subsistem non-yuridis. Harry C. Bredemeier64 memberikan
gambaran bahwa sistem hukum yang berfungsi melakukan integrasi
mendapat masukan dari subsitem ekonomi, subsistem politik, dan subsistem
budaya.
63 Ibid, Hlm. 49.64 Ibid, Hlm. 50.
ThePoliticalSystem
InPut
OutPut
Demands
Support
Decisions
Actions
Black Box
Environment Environment
48
Membentuk suatu kebijakan negara bukanlah merupakan perkara
mudah karena sangat tergantung kepada banyak faktor atau kekuatan, dan
bukan kepentingan penguasa semata akan tetapi dilakukan untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup anggota rakyat secara keseluruhan65 yang
memiliki dampak positif maupun negatif terhadap perumusan kebijakan yang
berikutnya sehingga pembuatan kebijakan memerlukan tujuan masa depan
(ius constituendum). Terdapat enam hal yang relevan dengan pembuatan
kebijakan negara yaitu:66
Pertama, suatu problem menjadi suatu agenda pemerintah yang
konkret diperlukan political will baik anggota rakyat untuk
memperjuangkannya menjadi agenda pemerintah dan memasukkannya
menjadi kebijakan pemerintah.
Kedua, penyusunan agenda pemerintah disusun didasarkan dua isu
utama yaitu systematic agenda maupun goverment agenda sebagai suatu
agenda sistematik yang dipandang oleh rakyat politik sebagai yang patut
mendapat perhatian publik dan mencakup masalah-masalah yang berada
dalam kewenangan yang sah pemerintah, baik yang berada pada pemerintah
tingkat lokal, regional maupun nasional dan serangkaian agenda yang
memerlukan pertimbangan yang aktif dan serius dari pembuatan keputusan
yang sah/otoritatif.
Ketiga, usulan perumusan kebijakan dengan mempertimbangkan
masalah serta alternatif masalah dengan tujuan untuk memahami masalah
65 Irfan Islami, 2000, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, hlm. 77.66 Ibid, hlm. 78-91.
49
dengan berbagai kriteria untuk memberikan alternatif dan kriteria yang
jelas.67 Pihak-pihak yang terlibat dalam proses perumusan kebijakan negara
sangat tergantung dari sistem politik (political system) negara yang
bersangkutan. Usulan kebijakan nasional Indonesia jika merujuk pendapat
Frederick S.Lane68 dapat datang dari 1) infrastuktur politik terdiri dari partai
politik, kelompok kepentingan intrest group, media massa dan warganegara,
dan 2) dari supra struktur politik yaitu lembaga-lembaga negara yang ada
dalam UUD1945.
Keempat, landasan utama untuk pengesahan kebijakan negara adalah
variabel-variabel sosial seperti sistem nilai rakyat, ideologi negara, sistem
politik dan sebagainya. Di negara Indonesia pengambilan keputusan
didasarkan pada musyawarah mufakat yang dikenal dalam Pembukaan UUD
1945.
Kelima, kebanyakan kebijakan negara berbentuk peraturan, ketetapan
dan keputusan dan sejenis itu yang harus dilaksanakan.
Keenam, adalah penilaian kebijakan negara sebagai langkah terakhir
dari kebijakan negara dapat dilakukan mulai dari fase perumusan isi
kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan dampak kebijakan serta pelaksanaan
kebijakan negara.
67 Irfan Islami, op.cit, hlm. 95-98 mengatakan : kebijakan dapat berupa yang repetitif (kebijakanyang bersifat rutin dan berulang-ulang), analogous formulation yaitu kebijakan baru berasaldari kebijakan yang pernah diusulkan dengan mencari analoginya, dan creatif formulation,proses perumusan dengan menerapkan cara baru .
68 Frederick S. Lane, (ed), 1978, Current Issues in Public Adminisration, New York, ST.Martin’sPress, hlm. XI.
50
Pada awal-awal kemerdekaan sesuai dengan terselenggaranya proses
dekolonisasi, kebijakan pembangunan dilaksanakan untuk melaksanakan
pembangunan yang tersentralisasi di tangan penguasa cenderung dominan.
Adanya keyakinan elite-elite nasional yang berjasa memerdekakan negeri
berpendapat bahwasanya kemakmuran hanya bisa diperoleh dengan cepat
lewat “aktivitas di atas”, yang langsung bisa didistribusikan dengan proses
yang wajar yang disebut ‘trickle down effects’. Aktivitas pembangunan tetap
dilaksanakan sesuai dengan yang sudah direncanakan lewat suatu proses
otonomi yang dikelola dengan baik yang bersifat top down. Akan tetapi pada
kenyataannya pemerintah juga harus melaksanakan pembangunan yang
sifatnya buttom up yang melibatkan rakyat dan rakyat menikmati juga hasil
pembangunan69, yang dimaknai bahwa rakyat turut menikmati serta aktif
dalam melaksanakan kegiatan dalam kehidupan sebagai karakteristik hukum
yang progresif70.
Pilihan kebijakan yang bernuansa reformatif dalam pelaksanaan
pembangunan yang melibatkan unsur rakyat yang populis sering disebut civil
society menurut Soetandyo adalah suatu kebijakan untuk mengupayakan
terlebih dahulu penguatan infrastruktur sosial, yang berhakikat sebagai upaya
69 Op.cit, hlm. 56870 Hukum progresif pertama kali dilontarkan Satjipto Rahardjo, 2010, dalam Harian Kompas
dengan judul “ Indonesia Membutuhkan Penegak Hukum Yang Progressif”. Hukum Progressifyang menganut ‘ideology’ ; hukum yang pro keadilan dan hukum yang pro rakyat, lihat jugadalam Satjipro Rahardjo , Hukum Progressif, dan Anton. F.Susanto, Rekonstruksi HukumEkplorasi Teks Dan Model Pembacaan, Genta Publishing, Jokyakarta, 2010, hlm. 48 danBenard L Tanya, Teori Hukum Suatu Ketertiban Baru, Genta Publishing, Jokyakarta, hlm. 212.
51
pembangunan dan pemberdayaan rakyat warga di dalam kehidupan
bernegara, melalui proses yang tranformatif.71
Ada beberapa katalog sasaran kesejahteraan yang lebih terperinci
dikemukakan oleh Nohlen dan Nuscheler. Katalog itu memuat lima unsur
berikut ini:72
1. Pertumbuhan kualitatif, yang mengurangi kemiskinan dan melindungilingkungan hidup (kelestarian) sebagai syarat mutlak, dengan catatan,pertumbuhan itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhanpokok dan pemerataan pendapatan;
2. Kesempatan kerja, baik sebagai nilai instrumental, yaitu pekerjaan yangproduktif dan menghasilkan pendapatan yang memadai, maupun sebagainilai pada dirinya sendiri, yaitu peluang untuk mewujudkan diri sendiri;
3. Kesamarataan/keadilan (sebagai faktor koreksi kualitatif terhadappertumbuhan), melalui keadilan pemerataan dan akses umum ke barangdan jasa public;
4. Partisipasi, sebagai kesempatan untuk ikut berbicara dan ikut serta secarasocial, dalam arti “perkembangan dari bawah”;
5. Ketidaktergantungan/ kemerdekaan, sebagai kesempatan untuk mengejarpembangunan ekonomi dan politik yang berdikari.
Sasaran perkembangan rakyat, yang pertama kali dirumuskan pada
tahun 1974 dan berlaku dewasa ini, menurut mereka perlu dilengkapi dengan
dimensi ekologi dan tata ekonomi yang mengandalkan pasar dan sekaligus
bercorak sosial. Nohlen dan Nuscheler merangkum definisi perkembangan
rakyat sebagai berikut: “Perkembangan tenaga-tenaga produktif atas dasar
inisiatif sendiri demi menyediakan barang dan jasa bagi seluruh rakyat, baik
yang materiil demi kelangsungan hidup maupun cultural yang menjadikan
hidup lebih manusiawi, serta suatu tata susunan social dan politik yang
menjamin semua anggota rakyat mendapat kesamaan kesempatan, baik untuk
71 Soetandyo Wignyosubroto, loc.cit.72 Nohlen dan Nuschler, 1992, Segi Lima Magis Perkembangan Rakyat, hlm. 64-75.
52
ikut serta dalam pengambilan keputusan politik maupun untuk memperoleh
bagian dari kemakmuran yang diusahakan bersama-sama.” 73
Kesetaraan rakyat dalam kehidupan dapat dilihat dalam ketentuan
Pasal 27 UUD 1945 bahwa setiap warganegara memiliki kedudukan yang
sama dihadapan hukum, baik secara formal maupun substansial. Kedudukan
yang sama dihadapan hukum ini yang mengilhami hukum progresif gagasan
dari Satjipto Rahardjo74 yaitu cara penyelenggaraan hukum di Indonesia,
dengan pemikiran hukum perlu kembali pada dasarnya, yaitu hukum untuk
manusia75. Dengan demikian, maka manusia menjadi penentu dan titik
orientasi hukum. Hukum bertugas melayani manusia, bukan sebaliknya. Oleh
karena itu, hukum itu bukan merupakan institusi yang lepas dari kepentingan
manusia. Mutu hukum, ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi pada
kesejahteraan manusia. Faktor ini menyebabkan hukum progresif menganut
'ideologi' yaitu hukum yang pro-keadilan dan hukum yang pro-rakyat.76
Dedikasi para pelaku hukum mendapat tempat yang utama untuk
melakukan pemulihan. Para pelaku hukum dituntut mengedepankan kejujuran
dan ketulusan dalam penegakan hukum. Mereka harus memiliki empati dan
kepedulian pada penderitaan yang dialami rakyat dan bangsa ini. Kepentingan
rakyat (kesejahteraan dan kebahagiaannya), harus menjadi titik orientasi dan
tujuan akhir penyelenggaraan hukum.
73 Ibid., hlm.73.74 Gagasan tersebut pertama kali dilontarkan pada tahun 2002 lewat sebuah artikel yang ditulis di
Harian Kompas dengan judul "Indonesia Butuhkan Penegakan Hukum Progresif," Kompas, 15Juni 2002.
75 Satjipto Rahardjo, 2010, Hukum Progresif..., op.cit.76 Ibid
53
Secara historis, dimensi kewajiban (moral) itu, bersumber pada
tonggak monumental putusan hukum yang dikeluarkan Mahkamah Agung
Amerika tahun 1954, yang menjadi bukti paling awal tentang penggunaan
hukum sebagai alat perubahan sosial. Keputusan Mahkamah Agung Amerika
itu merupakan sebuah usaha untuk merubah perilaku orang kulit putih
Amerika yang sebelumnya menaruh sikap prasangka pada orang-orang negro.
Untuk menghilangkan sikap tersebut, Mahkamah Agung mendeklarasi lewat
putusannya bahwa pemisahan ras di sekolah-sekolah negeri, bertentangan
dengan konstitusi Amerika. Edwin M. Schur, melihat putusan tersebut
sebagai upaya pengangkatan suatu moralitas ke dalam bentuk perundang-
undangan Amerika77.
Keputusan Mahkamah Agung Amerika itu telah memperluas
implementasi hak-hak perorangan di Amerika yang menjadi dasar bagi
penerapan hak-hak untuk memilih, memperoleh pekerjaan, menikmati
fasilitas-fasilitas umum, dan lain sebagainya. Dilihat dari peran yang
demikian, maka social engineering78 dapat dilihat sebagai salah satu strategi
pencapaian yang cukup efektif. Hukum, sesungguhnya memiliki potensi yang
cukup besar untuk melakukan perubahan sosial secara terencana. Selain
memiliki legalitas formal, hukum juga mempunyai kewenangan pemaksa
yang dalam bekerjanya didukung aktivitas birokrasi.
Birokrasi sebagai pelaku hukum progresif dapat melakukan perubahan
dengan melakukan pemaknaan yang kreatif terhadap peraturan yang ada,
77 Ibid78 Roscou Pound, op.cit.
54
tanpa harus menunggu perubahan peraturan (changing the law). Meminjam
istilah Nonet-Selznick, hukum progresif memiliki sifat responsif.79 Dalam
tipe yang demikian itu, regulasi hukum akan selalu dikaitkan dengan tujuan-
tujuan sosial yang melampaui narasi tekstual aturan.
Cara pandang antara hukum progresif dengan legal realism juga
memiliki kemiripan logika, yaitu dalam hal hukum tidak dilihat dari kacamata
logika internal hukum itu sendiri. Baik hukum progresif maupun legal
realism, melihat dan menilai hukum dari tujuan sosial yang ingin dicapainya
serta akibat-akibat yang timbul dari bekerjanya hukum itu. Perhatian hukum
progresif dan legal realism pada tujuan dan akibat dari hukum,
memperlihatkan suatu cara pandang etis yang dalam etika disebut etika
teleologis. Cara berpikir teleologis ini bermula dari pertanyaan apakah
tindakan yang tujuannya baik itu, juga berakibat baik, yang menempatkan
semangat dan tujuan yang sama, yaitu semangat menempatkan kepentingan
dan kebutuhan manusia sebagai tujuan utama dari hukum. Hukum progresif
harus memiliki kepekaan pada persoalan-persoalan yang timbul dalam
hubungan-hubungan manusia.
D. Asas Good Governance Sebagai Alat Uji Pembentukan dan Pelaksanaan
Kebijakan
Asas-asas umum pemerintah baik merupakan standar hukum tindakan
pemerintah yang dikembangkan, sehingga yang menjadi tujuan negara dapat
tercapai. Menurut Solly Lubis sependapat dengan Koentjoro Poerbopranoto
79 Nonet Selznick, Hukum Progresif..., op.cit.
55
untuk menggunakan asas-asas sebagai pedoman dan ukuran bagi pemerintah
dalam menetapkan kebijakan di Indonesia, yang harus disesuaikan dengan
asas-asas yang terkandung dalam dasar filsafat negara Pancasila dan UUD
1945 serta hukum-hukum lainya yang hidup dalam rakyat, baik hukum yang
tertulis maupun yang tidak tertulis. Hal ini tampak dalam GBHN yang
menjadi garis kebijakan politik, strategi, dan program pembangunan, yang
menganut beberapa asas yang disebut ‘Asas Pembangunan Nasional”. Pada
pemerintahan saat ini terdapat dalam Program Perencanaan pembangunan
jangka panjang, jangka menengah dan tahunan bahwa setiap kebijakan
memperhatikan : asas manfaat, asas usaha bersama dan kekeluargaan, asas
demokrasi, asas adil dan merata, asas perikehidupan dalam keseimbangan,
asas kesadaran hukum asas kepercayaan pada diri sendiri.
Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas umum
penyelenggaraan negara yang terdiri atas 9 asas sebagai berikut80:
1. Asas kepastian hukum2. Asas tertib penyelenggaraan negara3. Asas kepentingan umum4. Asas keterbukaan5. Asas proporsionalitas6. Asas profesionalitas7. Asas akuntabilitas8. Asas efisiensi9. Asas efektivitas.
Sejumlah asas-asas yang sama yang dijadikan dasar bagi
pembangunan, dalam kehidupan kenegaraan dan kehidupan kerakyatan di
tuangkan dalam konsep penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari
80 Di Indonesia terdapat banyak terjemahan Algemene Beginsel van Berhoorlijk Bestuur.Beginsel yang diterjemahakn menjadi prinsip-prinsip, asas-asas, dasar-dasar dan behoorlijkditerjemahkan menjadi yang layak yang patut.
56
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisrne (KKN) seperti tercantum dalam UU No. 28
Tahun 1999 Pasal 3, menetapkan asas-asas umum penyelenggaraan negara
meliputi (Pemerintah dan Pemerintah Daerah) dan penjelasannya
menegaskan:
1. Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yangmengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dankeadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara.
2. Asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasanketeraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalianpenyelenggaraan negara.
3. Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraanumum dengan cara yang aspiratif akomodatif, dan selektif.
4. Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak rakyatuntuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatiftentang penyelenggaraan negara, dengan tetap memperhatikanperlindungan atas hak asasi pribadi golongan dan rahasia negara.
5. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbanganantara hak dan kewajiban penyelenggaraan negara.
6. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yangberlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undang yangberlaku.
7. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatandan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapatdipertanggung jawabkan kepada rakyat atau rakyat sebagai pemegangkedaulatan tertinggi negara.
8. Asas efisiensi dan efektivitas adalah asas yang menentukan untukmemperoleh efisiensi dilaksanakannya desentralisasi, yaitu pemberianotonomi yang luas supaya lebih efisien (berdaya guna) mengenai waktudan tenaga. Sedangkan untuk mencapai efektivitas (hasil guna) dilakukansentralisasi yaitu untuk keperluan ekonomi dan politik.
Perkembangan paradigma baru konsep pemerintah bersih dan
berwibawa (clean government, good government) ke arah konsep mengelola
pemerintahan yang baik (good governance) dapat dilihat adanya suatu
kecenderungan global dalam paradigma baru manajemen pembangunan.
Menurut Bintoro Tjokroamidjojo yang berpendapat bahwa:
57
Good governance adalah suatu sistem dan proses dalam penyelenggaraanpemerintahan dan pembangunan dengan mengindahkan prinsip-prinsip“supremasi hukum, kemanusiaan, keadilan, demokrasi, partisipasi,transparansi, profesionalitas dan akuntabilitas, serta memiliki komitmentinggi terhadap tegaknya nilai-nilai dan prinsip desentralisasi, daya guna,hasil guna, kepemerintahan yang baik, bertanggungjawab dan berdayasaing”.81
Asas pemerintahan yang baik terdapat juga prinsiples of good
governance yaitu sebuah asas hukum (legal principles) dalam hukum
administrasi merupakan genus dari general prinsiples of proper
administration (asas-asas umum pemerintahan yang baik). Urgensi principles
of good governance terletak pada kontektual dalam fungsinya sebagai
jembatan antara discretionary power ini dapat diterapkan dalam konteks
pembedaan hukum dari organ ataupun institusi yang berbeda sebagai dasar
pengujian dalam proses kontrol terhadap pemerintah. Pelaksanaan principles
of good governance merupakan cakupan pertanggungjawaban pemerintah
kepada rakyat/warganegara tidak hanya berkaitan dengan rechmatigheid
tindakan pemerintah, tetapi juga keharusan memberikan kesempatan secara
langsung kepada rakyat untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dan
memperluas perananan peradilan dalam menguji tindakan-tindakan
pemerintah termasuk memperluas cakupan-cakupan dasar-dasar pengujian
yang aplikabel.82
Hubungan antara principles of good governance dan tindakan diskresi
pemerintah dapat dijelaskan melalui teori kompensasi bahwa menurut teori
81 Bintoro Cokroamijoyo, 2000, h.7.82 G.H.Addink, From Principle of Proper Administration to Principle of Good Governance,
Utrecht, Faculteit Rechrtgelerheid Universitetit Utrecth, 2003, hlm. 19, Krishna Darumurti,Kekuasaan Diskresi Pemerintah, Citra Aditya, Bandung, 2011, hlm.66.
58
ini kebijakan merupakan kompensasi atas hilangnya jaminan dalam peraturan
perundang-undangan sebagai dasar keabsahan tindakan pemerintahan karena
legislator mendelegasikan kekuasaan kebijakan pemerintah. Teori tentang
fungsi dan hukum dalam masyarakat, menurut teori fungsi dalam hukum,
principles of good governance adalah asas atau dasar bagi aktor utama dalam
hukum administrasi ketika mereka harus mengambil kemungkinan
interpretasi terbaik dalam rangka argumen. Sementara itu, menurut teori
fungsi dalam masyarakat, prinsip good governance membantu dalam menjaga
atau mengawasi suatu kebijakan supaya terlegitimasi di dalam masyarakat
yang pada saat bersamaan memiliki tuntutan akan fairness dan keadilan.83
Kebijakan yang berbentuk peraturan dan keputusan TUN
(beschikking) yang diuraikan diatas dapat di kelompokkan menjadi dua
bagian, yaitu asas yang bersifat formal yaitu berkenaan dengan prosedur yang
harus dipenuhi dalam setiap pembuatan ketetapan yang disebut Indroharto
sebagai asas-asas yang dipersiapkan pada saat persiapan dan pembentukan
keputusan, serta asas yang bersifat material tampak pada isi dari peraturan
yang dibentuk pemerintah dan keputusan pemerintah, seperti asas kepastian
hukum, asas persamaan serta asas tidak mencampur adukkan kewenangan
(larangan sewenang-wenang dan larangan penyalahgunaan wewenang).84
83 Ibid, hlm. 67.84Indroharto, Seno Aji, Catatan Terhadap Perkara Ir. Akbar Tanjung, dalam Amir Syamsuddin,
et.al., Putusan Perkara Akbar tanjung (analisis Yuridis Para Ahli Hukum), Jakarta, Pustka Sinarharapan, 2004.
59
Koentjoro Purbopranoto menambahkan dua asas yang selaras dengan
nilai-nilai Pancasila dan semangat UUD 1945,85 yaitu asas kebijaksanaan
dan asas penyelenggaraan kepentingan umum (priciples of public service).
Asas tersebut dikaitkan Kuntjoro dengan kebijakan yang dilakukan
pemerintah untuk bertindak untuk situasi yang konkrit (kasuistis), maka
kebijakan harus didasarkan pada asas kebijaksanaan, dalam pengertian
memperhitungkan dampak negatif yang mungkin terjadi dalam kehidupan
masyarakat.
Asas kedua yaitu asas penyelenggaraan kepentingan umum (principle
of public service) mengharuskan pemerintah menjalankan kekuasaan untuk
mencapai atau memenuhi berbagai kepentingan masyarakat, bangsa dan
negara.
Pada era tahun 1965-1998, sentralisasi pemerintahan demi suksesnya
pembangunan terus dipertahankan maka perkembangan birokrasi yang ada
disebut dengan bereuratic-authoritarian industrializing regime (BAIR) yang
sifanyan amat sangat paternaslistik dan kecendrungannya pada birocratic
Weberian yang menggambarkan era pembangunan kaum ultrasionalis yang
selalu berorientasi sentralisme dan legisme serta selalu melihat pembangunan
bagian dari ideologinya.
Pada era abad XXI ini yang disebut dengan The End of Nation States
sebagai tipe pasca birokratis seperti yang diutarakan oleh Charless dan Anne
Donnelon mengemukakan bahwa organisasi pasca birokratik adalah suatu
85 Kuntjoro Purbopranoto, op.cit, hlm. 30.
60
organisasi yang lebih menekankankan pentingnya proses kolaborasi antara
yang memiliki kewenangan dengan orang yang memiliki kebebasan
(warganegara) dengan persyaratan yang lebih konsensual dan informasi yang
lebih terbuka yang lebih dikenal dengan konsep good governance86.
Pemahaman tentang good governance menunjukkan suatu proses
yang memposisikan rakyat dapat mengatur ekonominya. Institusi serta
sumber sosial dan politiknya tidak hanya sekedar dipergunakan untuk
pembangunan tetapi juga untuk menciptakan integrasi bagi kesejahteraan
rakyat, suatu penyelenggaraan manajemen yang solid dan bertanggungjawab
sejalan dengan prinsip demokrasi pasar, pemerintahan yang efisien serta
pemerintahan yang bebas dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Suatu kondisi yang menjamin adanya kesetaraan, kesamaan dan
keseimbangan peran serta, saling mengontrol yang dilakukan oleh komponen-
komponen pemerintahan seperti pemerintahan (goverment), rakyat (citizen),
dan usahawan (business) yang ketiganya mempunyai tata hubungan yang
sederajat87, menyebabkan rakyat dan pemerintah seolah tidak memiliki jarak
antara satu sama lain, karena pemerintah adalah penyelenggara atau
pelaksana aspirasi rakyat.
David Osborn dan Peter Plastrik, menyampaikan pemikiran tentang
perkembangan paradigma administrasi negara yang sangat reformatif yaitu
86 Charles Hecksher, Anne Donnellon, 1994, The Post Bereucratic Organization: New Perspectiveon Organization Change. Lihat juga makna Good govenrnance dalam Soetandyo ...sebagaisuatu praktik pengelolaan kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan negara yang mendasarkandiri pada berlakunya prinsip the rule of law dan bersifat predictable, accountable, transparantdan participatory.
87 Juniarso Ridwan, 2010, Hukum Administrasi dan Kebijakan Publik, Nuansa, Bandung, hlm.82.
61
“Reinventing Goverment, di dalam paradigma ini pemerintah pada saat
sekarang bahwa Pemerintah diharuskan memiliki fungsi katalis yaitu mampu
untuk memberdayakan rakyat dengan berbagai kebijakan yang berpihak
kepada rakyat, melakukan upaya-upaya untuk mendorong semangat
kompetisi, selalu berorientasi kepada misi, lebih mengutamakan hasil
daripada cara atau proses, kepentingan rakyat sebagai acuan utama, berjiwa
wirausaha, dan selalu bersikap antisipatif atau berupaya mencegah timbulnya
masalah, bersifat decentralized dan berorientasi pasar.88
Paradigma ‘Reinventing Goverment’ ini juga disebut dengan New
Public Management (NPM). Pemerintahan yang baik (good governance)
merupakan issue yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi
negara dewasa ini. Tuntutan gencar yang dilakukan rakyat kepada pemerintah
saat ini sejalan dengan meningkatnya peradaban rakyat dan globalisasi. Good
Governance sebagai terjemahan konkrit demokrasi meniscayakan adanya
civic culture sebagai penopang suistanabilitas demokrasi yang mengandung
nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, nilai-nilai
yang dapat meningkatkan kemampuan untuk mencapai tujuan kemandirian
nasional, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial, dan aspek-aspek
fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan
tugasnya mencapai tujuan tersebut.
Memahami pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi
pemerintahan merupakan sesuatu yang menarik untuk diperdebatkan.
88David Osborn dan Ted Gaebler, Reinventing Goverment, Laboratories of Democracy, dalamYeremias T. Kaban, op.cit, hlm. 34.
62
Menurut Agus Dwiyanto, bahwa pelayanan publik selama ini menjadi ranah
di dalam negara yang diwakili oleh pemerintah berintekrasi langsung dengan
pihak non pemerintah89. Seringkali terjadi juga pergumulan antara pemerintah
dengan warga, karena baik buruknya dalam pelayanan umum yang sangat
dirasakan langsung oleh rakyat. Penyebab terjadi buruknya pelayanan umum
juga akan sangat tergantung kepada sumber daya manusia pelayan umum
serta pelayan pemerintah tidak dirancang khusus untuk itu, penuh dengan
hirarchi yang membuat birokrasi menjadi berbelit-belit dan tidak
terkoordinasi. Kebijakan mengubah citra aparatur pemerintah dilakukan
dengan langkah efektifitas dan efisiensi. Efektifitas yang benar-benar
digunakan untuk meningkatkan produktivitas rakyat sehingga berdampak
kepada investasi pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi90.
Efektivitas organisasi meliputi tiga persepektif yang saling
berhubungan dalam sifat hubungan antarelemen tersebut saling
mempengaruhi untuk mempermudah atau menghambat pencapaian tujuan
yang akan dicapai. Konsep mengenai efektivitas tidak bisa dilepaskan dari
faktor-faktor penyumbang efektivitas organisasi dirinci dalam beberapa
karateristik, yaitu :
1. karateristik organisasi yang meliputi struktur dan teknlogi;2. karakteristik lingkungan yang meliputi kondisi lingkungan internal dan
eksternal;3. karakteristik kerja yang meliputi keterikatan pada organisasi dan prestasi
kerja;
89 Agus Dwiyanto, 2005, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gajah MadaUniversity Press, Jokyakarta, hlm.20., lihat juga dalam Kompas tgl 20 Pebruari 2011
90 Ahmad Nurmandi, 2006, Manajemen Perkotaan, Aktor, Organisasi, Pengelolaan DaerahPerkotaan dan Metropolitan Indonesia, Sinergi Publishing, Jokyakarta, hlm.269.
63
4. karateristik kebijakan praktik manajemen yang meliputi penyusunanrencana strategis dan proses komunikasi.
Efisiensi lebih melekat pada upaya organisasi pemerintah untuk
menggunakan ratio minimal antar input dan output; input lebih konsistensi ini
menunjukkan pada tujuan yang diharapkan91 dengan penghematan sumber
daya pemerintah, input lebih kecil diikuti dengan output yang besar
merupakan kondisi yang efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan
tercapainya suatu perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam
penyelenggaraan nilai-nilai good governance.
Konsep negara sebagai penyelenggara kesejahteraan dalam sejarahnya
pertama kali muncul di Inggris dengan ditandatangganinya Undang-Undang
Kemiskinan (The Poor Relief Act) pada tahun 1598 (diamandemen beberapa
kali) dilanjutkan pada saat dimulainya upaya rekontruksi sosial dan ekonomi
pasca Perang Dunia I dan II ( 1940 an). Perkembangan welfare state (negara
kesejahteraan) sebetulnya dimulai sejak Bapak Sosialiasme Demokrat Jean
Jacquies Rousseau, yang mendahului terbitnya karya Adam Smith, The
Wealth Nation pada tahun 1776 yang mendasari perkembangan model
kapitalisme. Adam Smith membangun optimisme tentang kemakmuran
bangsa-bangsa yang bisa dicapai lewat mekanisme invisible hand, sementara
Marx melontarkan tesis tentang adanya proses penghisapan (exploitation)
kaum lemah oleh pemilik model. Jean Jacquies Rousseau membedakan dua
jenis ketimpangan sosial dirakyat. Pertama, ketimpangan yang bersifat fisik
91 Richard M.Steer, 1985, Efektivitas Organisasi, Erlangga, Jakarta, hlm.8. kata tanggung danjawab yang mendapat awalan dan akhiran per
64
atau alamiah yang disebabkan oleh perbedaan umur, kesehatan, ketahanan
tubuh dan kualitas mental dan kejiwaan.
Kedua ketimpangan politik atau struktural yang dibentuk oleh bias
kekuasaan serta produk kebijakannya yang sadar atau tidak, lebih memihak
yang kaya atau kuat. Diskursus ini dipakai oleh pemikir dan aktivitas sosial-
demokrat dan membedakan antara faham sosialisme-demokrat dan
sosialisme-komunis92.
Negara Kesejahteraan sebenarnya merupakan kelanjutan dan
perluasan dari hak-hak warga negara. Hak-hak warga negara tersebut, antara
lain hak sipil, hak politik dan hak sosial. Hak sipil (kebebasan berbicara)
warga diakui dan dipenuhi pada abad ke-18, hak politik (hak memilih dalam
pemilu) diakui dan dipenuhi pada abad ke-19, dan hak sosial (kesejahteraan
dan jaminan sosial) diakui dan dipenuhi pada abad ke-20.
Pemaknaan pemerintahan oleh rakyat sebagai terjemahan demokrasi
yang warganya bebas mengambil keputusan melalui kekuasaan mayoritas.93
Mayoritaslah yang lebih menentukan kebijakan-kebijakan publik.
Pemerintahan mayoritarian merupakan pemerintahan demokratis yang lahir
dari pilihan mayoritarian. Demikian juga kebijakan pemerintahan demokratis
adalah kebijakan yang didasari kehendak mayoritarian. Karena itulah
perlindungan terhadap minoritas menjadi sangat penting dalam demokrasi
92 Allapat, Francis, Mahatma Gandhi : Prinsip Hidup, Pemikiran dan Konsep Ekonomi, PenerbitIre Insaight.
93 Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Apakah Demokrasi itu, diterjemahkan darijudulnya: What Is Democracy, oleh Budi Prayitno,2001.
65
untuk menghindari tirani mayoritas terhadap minoritas dan prinsip itu tegas
dianut dalam konstitusi.94
Sejalan dengan Hans Kelsen95 yang menjelaskan, “that all power
should be exercised by one collegiate organ the members of which are elected
by the people” berarti semua kekuasaan harus dilaksanakan oleh suatu organ
yang para anggotanya dipilih oleh rakyat dan secara hukum harus
bertanggungjawab kepada rakyat.
Melihat demokrasi terus berkembang sehingga tepat apa yang
dikatakan Bagir Manan bahwa demokrasi merupakan suatu fenomena yang
tumbuh, bukan suatu penciptaan. Oleh karena itu praktek demokrasi tidak
selalu sama dengan unsur-unsur demokrasi sebagai berikut :
1. Ada kebebasan untuk membentuk dan menjadi anggota parlemen;2. Ada kebebasan untuk menyatakan pendapat;3. Ada hak untuk memberikan suara dalam pemungutan suara;4. Ada kesempatan untuk dipilih atau menduduki berbagai jabatan
pemerintah atau negara;5. Ada hak bagi aktivis politik untuk berkampanye untuk memperoleh
dukungan atau suara mayoritas;6. Ada pemilihan yang bebas dan jujur;7. Semua lembaga yang bertugas merumuskan kebijakan pemerintah, harus
bergantung kepada keinginan rakyat.96
Untuk mengukur sebuah negara disebut negara demokrasi atau tidak
sangat tergantung pada penghormatan dan konsistensinya untuk memenuhi
prinsip-prinsip demokrasi. Jika suatu kebijakan telah memenuhi prinsip-
prinsip demokrasi, akan menjadi kebijakan yang mendapat dukungan dari
rakyat sekaligus dianggap merupakan kebijakan rakyat, karena pemerintahan
94 Bondan Gunawan, 2000, Apa itu Demokrasi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 1.95 Hans Kelsen op.cit., hlm. 282.96 Aren Liyphard dalam Bagir Manan dan Kuntara Magnar, (ed). 1996, Kedaulatan Rakyat Hak
Asasi Manusia dan Negara Hukum, Gaya Media Pratama, Jakarat, hlm. 58.
66
dari rakyat, untuk rakyat oleh rakyat. Di sinilah lahirnya prinsip penting
dalam politik, yang disebut prinsip legitimasi.97 Jadi suatu kebijakan
mendapat legitimasi jika kebijakan mendapat persetujuan dan dukungan
rakyat. Karena pemerintahan dipilih rakyat, maka pemerintah
bertanggungjawab kepada rakyat,98 dan rakyatlah yang memberikan
keputusan apakah pemerintah itu pemerintah yang dipercaya rakyat atau
tidak. Pemerintahan yang tidak lagi mendapat kepercayaan rakyat adalah
pemerintahan yang tidak lagi memiliki kekuatan moral untuk memerintah.
Lembaga negara yang menyelenggarakan kebijakan pemerintah
berusaha membebaskan warganya dari ketergantungan pada mekanisme pasar
untuk mendapatkan kesejahteraan (dekomodifikasi) dengan menjadikan hak
setiap warga sebagai alasan utama kebijakan sebuah negara. Negara dengan
demikian, memberlakukan penerapan kebijakan sosial sebagai
penganugerahan hak-hak sosial kepada warganya. Hak-hak sosial tersebut
mendapat jaminan dan tidak dapat dilanggar (inviolable) serta diberikan
berdasar atas dasar kewarganegaraan (citizenship).99
Negara kesejahteraan pada dasarnya mengacu pada peran negara yang
aktif mengelola dan mengorganisasikan perekonomian yang didalamnya
mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin ketersediaan pelayanan
kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya.
97 Hamdan Zoelva, 2011, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 76.98 Hamdan Zoelva, hlm. 76.99 Eko, Sutoro, 2008, Prakarsa dan Inovasi Lokal Membangun Kesejahteraan,Working Paper,
Yogyakarta, Februari, Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Prakarsa dan lain-lain di Jakarta 26-28 Juni 2007.
67
Adopsi sistem welfare state membutuhkan suatu dukungan kapasitas
birokrasi yang kuat, sebagai bentuk organisasi modern yang efektif dan
efisien. Negara yang mengadopsi welfare state awal, seperti Jerman,
membangun berdasar kapasitas administrasi dan birokrasi yang diwarisi dari
Rusia. Demikian juga Norwegia, Swedia dan Denmark, telah memakai sistem
layanan publik yang kuat, kapabel serta pengalaman luas dalam penyediaan
jasa pendidikan dan asuransi hari tua. Adopsi sistem welfare state juga
didukung oleh sistem domokrasi parlementer seperti yang diajukan di negara
Skandinavia yang memperlihatkan koalisi Sosial-Demokrat (kelas petani,
pekerja kota) dalam menghasilkan red-green alliance di parlemen yang
menghasilkan kebijakan sistem welfare state. 100
Negara-negara berkembang seperti Indonesia, Thailand dan Malaysia,
memiliki tingkat kesulitan yang lebih besar dibanding di Eropa dan Asia
Timur. Negara-negara Asia Tenggara berada pada jalur Afrika (Colonial zone
of Asia and Africa) dimana sistem kesejahteraan yang dikembangkan pada
masa colonial akan mempengaruhi kapasitas negara dalam mengembangkan
sistem perlindungan sosial pasca kemerdekaan negara. Proporsi pengeluaran
publik bagi kesejahteraan sosial sangat terbatas, bahkan jauh lebih kecil dari
kelompok development state lainnya di Asia Timur dan Singapura. Malaysia
dan Indonesia hanya memiliki kecelakaan kerja jaminan kesehatan dan
pensiun dengan presentasi terhadap GDP sekitar 1,7% (untuk Indonesia) dan
100 Ibid.
68
2,9% (untuk Malaysia). Sementara Thailand memiliki tunjangan
pengangguran dan tunjangan keluarga.101
Kesejahteraan umum di Indonesia diamanatkan Pembukaan UUD
1945 alinea ke empat sebagai perwujudan negara kesejahteraan (welfare
state) untuk mencapai rakyatnya yang adil dan makmur dengan negara dapat
merealisasikan empat hal yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia,
mewujudkan kesejahteraan, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi.
E. Checks And Balance Kekuasaan Dan Pengawasan
Negara Indonesia sebelum perubahan UUD 1945 menganut sistem
pemerintahan presidensil yang mempunyai ciri-ciri parlementer. Sistem
pemerintahan presidensil dengan ciri sistem pemerintahan parlementer
ditinjau dari pengalaman sejarah bernegara bangsa Indonesia dan juga
ditinjau dari pencapaian tujuan negara, yaitu rakyat yang adil dan makmur
dinilai tidak efektif dan kondusif.
Berdasarkan pertimbangan untuk mewujudkan pemerintahan yang
stabil dan efisien, panitia ad hoc I MPR-RI membuat lima kesepakatan
tentang prinsip-prinsip perubahan UUD 1945. Salah satu diantara lima
kesepakatan tersebut adalah mempertegas sistem pemerintahan presidensil
atau sering disebut purifikasi sistem pemerintahan presidensil.102 Berdasarkan
pendapat para pakar tentang sistem pemerintahan presidensil pada
101 Damanhuri, Didin S, 2006, Model Negara Kesejahteraan dan Prospeknya di Indonesia, JurnalPolitika, Jakarta.
102 Bangun Zakaria, Op Cit., hlm 172-178.
69
pembahasan sebelumnya, dapat ditarik benang merah secara umum sistem
pemerintahan presidensil mempunyai ciri-ciri :
1. Dalam struktur dan mekanisme kelembagaan negara dan pemerintahandianut asas trias politica dalam bentuk pemisahan kekuasaan (separationof power) atau pembagian kekuasaan (distribution of power).
2. Presiden sebagai kepala pemerintahan (pemegang kekuasaan eksekutif)dan sekaligus sebagai kepala negara.
3. Presiden tidak dipilih oleh legislatif, tetapi dipilih secara langsung olehrakyat melalui pemilihan umum.
4. Presiden memiliki masa jabatan yang tetap (fixed).5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada legislatif, sehingga Presiden
tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.6. Presiden tidak berhak membubarkan legislatif (DPR).7. Presiden dapat diberhentikan dari masa jabatannya melalui impeachment
dengan syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan tindak pidana.
Prinsip trias politica pertama tercermin dalam Pasal-pasal UUD 1945.
Kekuasaan eksekutif berada di tangan Presiden sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa Presiden RI
memegang kekuasaan pemerintah menurut UUD.
Kekuasaan legislatif ada pada DPR yang berwenang untuk membuat
undang-undang sebagaimana ketentuan Pasal 20 Ayat (1) UUD 1945.
Kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, militer, tata
usaha negara. Selain itu, juga terdapat Mahkamah Konstitusi sebagai
peradilan hukum.
Kedua, Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.
Ketentuan Presiden sebagai kepala pemerintahan dapat dilihat dalam Pasal 4
Ayat (1) UUD 1945. Presiden sebagai kepala negara mempunyai wewenang
konstitusional yang bersifat prerogatif dan fungsi-fungsi seremonial, serta
70
sekaligus mempunyai fungsi simbolik. Kekuasaan Presiden sebagai kepala
negara dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 10-16 UUD 1945. Misalnya, Pasal
10 menentukan bahwa Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan
darat, angkatan laut dan angkatan udara.
Ketiga, merupakan perwujudan kedaulatan rakyat dapat dilihat Pasal
6A Ayat (1) dan (2) yang mengamanatkan jika Presiden dan Wakil Presiden
dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Untuk
mewujudkan prinsip kedaulatan rakyat secara nyata, ditentukan pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Pengalaman pemilihan
Presiden melalui MPR menunjukkan jika terjadi distorsi antara kemauan
rakyat dan hasil pilihan MPR.
Keempat, pembatasan masa jabatan. Pasal 7 UUD 1945 sudah
menentukan bahwa masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden selama lima
tahun dan dibatasi hanya dua kali masa jabatan. Pembatasan periodesasi
bertujuan agar tidak terjadi sentralistik kekuasaan yang pada akhirnya
munculnya tirani akibat seseorang berkuasa terlalu lama. Pembatasan masa
jabatan merupakan solusi cerdas dalam rangka menjaga suhu perpolitikan
yang demokratis dan melahirkan kepemimpinan bangsa secara periodik.
Kelima, Presiden tidak bertanggung jawab kepada legislatif sehingga
Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif. BAB III UUD 1945 yang
mengatur tentang kekuasaan pemerintahan negara mulai dari Pasal 4 sampai
dengan Pasal 17 uud 1945, tidak memuat ketentuan yang mengatur
pertanggungjawaban Presiden kepada legislatif. Tidak diaturnya
71
pertanggungjawaban Presiden kepada legislatif adalah konsekuensi penguatan
sistem pemerintahan presidensil. Dengan sistem pemerintahan presidensil ini,
Presiden bertanggung jawab kepada pemilihnya, yakni rakyat. Wujud
pertanggungjawaban ini dapat dilihat dalam masa pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden periode berikutnya. Apabila kinerja Presiden dan Wakil
Presiden dinilai gagal, berakibat tidak dipilih lagi.
Keenam, Presiden tidak berhak membubarkan legislatif (DPR). Hal
ini sesuai dengan ketentuan Pasal 7 C UUD 1945 yang menentukan bahwa
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR. Kedudukan
antara DPR dengan Presiden dan Wakil Presiden yang seimbang
menyebabkan kedua lembaga ini tidak adanya monopoli satu lembaga saja.
Lembaga-lembaga negara sebagai pemegang kedaulatan rakyat diharapkan
menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik agar tujuan negara dapat
tercapai.
Ketujuh, Presiden dapat diberhentikan dari masa jabatannya melalui
impeachment dengan alasan telah melakukan pengkhianatan, menerima suap,
atau melakukan kejahatan yang serius. Mekanisme pemberhentian Presiden
berdasarkan Pasal 7A UUD 1945 mensyaratkan jika Presiden dapat
diberhentikan atas dasar hukum, bukan alasan yang bersifat politik.
Perubahan UUD 1945 menunjukkan jika tidak ada lagi lembaga yang
dominan dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Karena itu,
pemberhentian Presiden dari masa jabatannya tanpa alasan yang jelas, tidak
dapat dibenarkan.
72
Tujuh ketentuan tersebut diatas menunjukkan, jika setelah perubahan
negara Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil. Sistem
pemerintahan presidensil yang dianut setelah perubahan memosisikan
Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif pada posisi yang kuat jika
dibandingkan sebelum perubahan UUD 1945. Sistem pemerintahan
presidensil yang dianut Indonesia pascaperubahan UUD 1945 sudah barang
tentu memiliki berbagai kekurangan karena tidak ada satupun sistem
pemerintahan yang sempurna. Kesempurnaan suatu sistem pemerintahan
dalam arti mampu menyejahterakan rakyat bergantung kepada budaya politik
elite politik dan budaya politik rakyat tempat sistem pemerintahan itu
diterapkan. Ketika rakyat cerdas politik dan memiliki budaya politik yang
tidak parochial, kesejahteraan dapat tercapai. Hal ini disebabkan rakyat
mampu menciptakan strategi-strategi yang baik dalam mengatasi
permasalahan yang ada.
Secara umum, sering kali terjadi pencampuran dalam menggunakan
istilah “bentuk pemerintahan” dan “sistem pemerintahan”. Padahal dalam
ilmu negara, kedua istilah tersebut mempunyai perbedaaan mendasar.
Menurut Hans Kelsen, dalam teori politik klasik, bentuk pemerintahan
diklasifikasikan menjadi monarki dan republik.103 Ditambahkan Moh.
Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, paham L. Diguit dalam buku “Traite’ de
Droit Constitutionel” (1923) lebih lazim dipakai untuk membedakan kedua
103 Hans Kelsen, 1971, General Theory of..., hlm. 256.
73
bentuk tersebut.104 Jika kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau
keturunan maka disebut dengan monarki. Sedangkan jika kepala negara
dipilih melalui pemilihan umum untuk masa jabatan tertentu maka bentuk
negaranya disebut republik. 105
Mahfud MD mengatakan sistem pemerintahan dipahami sebagai suatu
sistem hubungan tata kerja antar lembaga – lembaga negara.106 Tidak jauh
berbeda dengan kedua pendapat itu, Usep Ranawijaya menegaskan bahwa
sistem pemerintahan merupakan sistem hubungan antara eksekutif dan
legislatif.107 Hal yang sama juga dikemukakan Gina Misiroglu, sistem
pemerintahan adalah apabila lembaga-lembaga pemerintah dilihat dari
hubungan antara badan legislatif dan badan eksekutif.108
Sejalan dengan pandangan yang dikemukakan para ahli tersebut,
Jimly Asshiddiqie mengemukakan, sistem pemerintahan berkaitan dengan
pengertian regeringsdaad, yaitu penyelenggaraan pemerintahan oleh
eksekutif dalam hubungannya dengan fungsi legislatif.109 Cara pandang yang
demikian sesuai dengan teori dichotomy, yaitu legislatif sebagai policy
making (taak stelling), sedangkan eksekutif sebagai policy executing (taak
verwezenlijking).110 Dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi negara, terjadi
104 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Pengantar Hukum Tata..., hlm. 166.105 Ibid.106 Moh. Mahfud MD., 1993, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, UII Press,
Yogyakarta, hlm. 83.107 Usep Ranawijaya, 1983, Hukum Tata Negara Indonesia : Dasar-dasarnya, Ghalia Indonesia,
Jakarta, hlm. 72.108 Gina Misiroglu, 2003, The Handy Politic Answer Book, Visible Ink, Detroit, hlm. 20.109 Jimly Asshiddiqie, 2007, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Buana
Ilmu Populer, hlm. 311.110 I Made Pasek Diantha, 1990, Tiga Tipe Pokok Sistem Pemerintahan dalam Demokrasi Modern,
Abardin, Bandung, hlm. 20.
74
relasi yang saling memengaruhi dalam penyelenggaraan kekuasaan eksekutif
dan legislatif111, dalam praktek sistem pemerintahan secara luas di Indonesia
menerapkan penyelenggaraan sistem ini.
Penyesuaian kebijaksanaan (Policy adjusmen) seperti halnya
kebijaksanaan peningkatan sumber daya manusia diharapkan dapat
mempertahankan momentum pembangunan dengan tingkat pengawasan,
yang semakin membaik (efektif dan efisien). Determinan efektivitas dan
efisiensi pengawasan menyangkut dimensi administratif, kultur, peran serta
rakyat. Oleh karena itu tingginya budaya dalam suatu lingkungan rakyat
sangat menentukan mekanisme kontrol terhadap birokrat, khususnya aparatur
dalam melaksanakan tugasnya.112
Dalam teori pengawasan menurut Martin Asher,113 dalam lapangan
managemen yaitu pengawasan dari suatu pimpinan kepada bawahannya yang
peranannya sangat ditentukan dalam usaha pencapaian tujuan secara efektif
dan efisien sesuai dengan kebijaksanaan, strategi, keputusan, rencana dan
program kerja yang telah dianalisis, dirumuskan dan ditetapkan
sebelumnya.114
Jika pimpinan dalam managemen pemerintahan adalah seorang
Presiden maka fungsi-fungsi pengawasan yang dilakukan dari seorang
111 Bivitri Susanti dkk, 2000, Semua Harus Terwakili: Studi mengenai Reposisi MPR, DPR, danLembaga Kepresidenan Indonesia, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Jakarta, hlm.7. Sejakamandemen UUD 1945 yang menginginkan adanya sistem pemerintahan presidensiil murni,Presiden di Indonesia memilki hak untuk mengajukan RUU dan yang memiliki kekuasaanmembentuk RUU adalah DPR.
112 Muji Estiningsih, 2005, Fungsi Pengawasan DPRD, UAD, Yokyakarta, hlm. 20-21.113 Martin Asher, Control Theory Flow Chart, Research, 11 Maret 2011.114 Siagian, SP., Eksekutif Yang Efektif, PT. Gunung Agung, Jakarta, 1986, hlm. 140.
75
Presiden, merupakan fungsi manajemen yang penting untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan program pembangunan nasional, sehingga diharapkan
dengan pelaksanaan pengawasan di dalam pelaksanaan pembangunan dapat
mendeteksi secara dini terhadap berbagai penyimpangan yang mungkin
terjadi.115
Pengawasan merupakan bagian terpenting dalam penyelengaraan
pemerintahan. Tanpa adanya kontrol, kekuasaan dalam sebuah negara akan
berjalan sesuai kehendak dan interpretasi pemegang kekuasaan (power
maker). Dalam kondisi demikian, aspirasi rakyat (public) sebagai pemegang
kedaulatan terabaikan. Dalam hal ini rakyat dapat melakukan proses litigasi
(penyelesaian sengketa tata pemerintahan) melalui peradilan.Untuk
meminimalisasi penyimpangan yang dilakukan pemerintah (eksekutif), maka
dalam menyelenggarakan pemerintahan perlu diawasi oleh yang memiliki
kedaulatan adalah rakyat, termasuk juga terhadap keputusan pemerintah yang
sifatnya “onjuist” tidak tepat atau tidak betul, karena tidak tepatnya
interpretasi terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.116 Tugas
pemerintah adalah mewujudkan kesejahteraan umum dan berperan aktif
dalam upaya perdamaian dunia internasional (Pembukaan UUD 1945).
Berdasarkan kedudukan Presiden sebagai administrator, semua
eksekutif dari tingkat pusat sampai daerah memiliki tanggungjawab untuk
melaksanakan fungsi negara (reguler function and verzorgen function) dan
115 Pengawasan menurut kamus besar Bahasa Indonesia, memiliki makna yang sama dengankontrol, seperti dalam bahasa Inggris control. Yang dimaksudkan dengan pengawasan adalahkegiatan yang dilakukan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenaipelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak.
116 SF.Marbun, 1988, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty, Yokyakarta, hlm. 12.
76
hal itu perlu diawasi sesuai degan fungsinya masing-masing berdasarkan
UUD 1945.
Menurut Padmo Wahjono, dijumpai tiga mekanisme pengawasan
penyelenggaraan negara sebagai rambu preventif maupun refresif
ketatanegaraan.117 Pertama pengawasan dilakukan terhadap penyelenggaraan
negara dengan Undang-Undang. Pada saat pembentukan undang-undang
rakyat melalui wakilnya di DPR mengawasi dalam arti ikut menentukan apa
yang akan diatur penyelengara negara dengan undang-undang. Kedua,
pengawasan dalam penentuan APBN, rakyat melalui wakilnya mengadakan
pengawasan terhadap hal ikhwal keuangan negara dengan ikut menentukan
APBN. Ketiga, pengawasan yang terumus secara jelas dalam UUD 1945,
juga ada pengawasan fungsional dan pengawasan yuridis (ketatanegaran)
lazimnya mengkhususkan diri dari fungsi eksekutif.118
Dalam hal pengawasan terhadap perbuatan alat administrasi negara,
ada kesamaan pendapat antara Padmo Wahyono dengan Muchsan119
membagi pengawasan yang bersifat preventif sebagai bentuk pencegahan
sebelum dibentunya kebijakan memenuhi persyaratan formil maupun represif
yaitu pengawasan yang dilakukan setelah terbentuknya dan dilaksanakan
kebijakan sebagai tahap evaluasi. Fungsi administrasi negara yang
memberikan pelayanan kepada umum (public service) memerlukan
keefektifan dan keefisienan tindakan pemerintah yang dapat diukur dari dua
117 Padmo Wahjono, 1995, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, Ghalia Indonesia, hlm.13-14.
118 Ibid, hlm, 14.119 Muchsan, 2000, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparatur Pemerintahan dan PTUN
di Indonesia, Liberty, Yokyakarta, hlm. 37.
77
indikator yaitu pertama, frekuensi timbulnya kerugian pada individu sebagai
akibat perbuatan (aksi) aparat pemerintahan, dan kedua, bobot perlindungan
hukum yang diberikan oleh pemerintah selaku penguasa kepada pihak
individu.120
Pengawasan yang bersifat represif yaitu apabila terjadi kegoyahan
terhadap rakyat maka perlu dilakukan tindakan terhadap pelaku perbuatan
yang menyebabkan goyahnya rakyat, sehingga keseimbangan dapat
dipulihkan, sampai seberapa jauh kebenaran dari perbuatannya serta kerugian
yang ditimbulkannya. Pemeriksaan dipengadilan merupakan suatu usaha
untuk memulihkan ketertiban yang goyah akibat perbuatan yang
merugikan.121 Pengawasan yang hakekatnya adalah penilaian (menguji)
apakah sesuatu sudah berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan,
dengan maksud pengawasan dilakukan agar kesalahan dapat diperbaiki dan
tanpa terulang kembali.122
120 Muji Estiningsih, op.cit, hlm. 24-25.121 Sujamto, 1986, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 63.122 Muji Estiningsih, op.cit, hlm. 36.
78
BAB III
KONSTRUKSI PERTANGGUNGJAWABAN PRESIDEN DALAM
KETATANEGARAAN INDONESIA
A. Kekuasaan Presiden Dalam Undang-Undang Dasar 1945
Dalam sistem presidensil modern yang dipelopori oleh Amerika
Serikat, negara dikepalai oleh seorang Presiden yang berkedudukan sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan. Kewenangan Presiden dibatasi
berdasarkan prinsip demokrasi yang berdasarkan atas hukum, sehingga
Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi tidak menyalahgunakan
kewenanganya. Negara yang menganut sistem presidensil tidak terlepas dari
lembaga kepresidenan.
Lembaga kepresidenan adalah lembaga negara yang memegang
kekuasaan pemerintahan yang di dalam konteks teori Trias Politica disebut
eksekutif yaitu lembaga negara yang memegang kekuasaan untuk
melaksanakan undang-undang. Lembaga kepresidenan disebut sebagai
lembaga negara karena negara merupakan suatu sistem yang secara konstitutif
terdiri atas unsur rakyat, wilayah dan pemerintah yang berdaulat. Pemerintah
yang berdaulat ini disebut Presiden yang dalam sistem pemerintahan
presidensil, fungsi kepala eksekutif dan kepala negara bersifat inheren atau
menyatu dalam jabatan Presiden.
Lembaga kepresidenan di Indonesia dapat diartikan sebagai institusi
atau organisasi jabatan yang dalam sistem pemerintahan berdasarkan UUD
1945 berisi dua jabatan, yaitu Presiden dan Wakil Presiden. Dalam struktur
79
ketatanegaraan dengan sistem pemerintahan presidensil, patut dicatat bahwa
yang menyangkut lembaga kepresidenan adalah:
1. Kedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dalam sistem
presidensil seperti di Indonesia menyatu dalam jabatan Presiden dan Wakil
Presiden. Dengan demikian, Presiden memimpin penyelenggaraan negara
dalam pemerintahan sehari-hari.
2. Presiden tidak bertanggung jawab terhadap parlemen.
3. Presiden dan parlemen mempunyai kedudukan yang sejajar sehingga
Presiden tidak dapat membubarkan parlemen, demikian pula parlemen
tidak dapat memberhentikan Presiden.123
Oleh karena itu, Indonesia tidak mengenal pembedaan atau pemisahan
sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden adalah Presiden,
yaitu jabatan yang memegang kekuasan pemerintahan negara menurut
Undang-Undang Dasar. Presiden dan Wakil Presiden yang mempunyai tugas
dan kewenangan masing-masing yang ditentukan dalam konstitusi ataupun
dalam peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Bagir Manan menegaskan bahwa lembaga kepresidenan sebagai
penyelenggara sistem pemerintahan presidensil bersifat tunggal (single
executive). Wakil Presiden dan Menteri adalah pembantu Presiden. Dengan
perkataan lain, hubungan antara Presiden dan Wakil Presiden dan menteri
tidak bersifat collegial. Lembaga kepresidenan idealnya sebagai lokomotif
atau motor penggerak dan penyelenggara dalam sistem ketatanegaraan
123 Agustin Teras Narang. 2003. Reformasi Hukum: Pertanggung Jawaban Seorang Wakil Rakyat,Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 49.
80
Indonesia sebagaimana kewenangan dan kekuasaannya lebih lanjut diatur oleh
Undang-Undang Dasar. Gambaran ini menunjukkan beratnya beban/ amanah/
tanggung jawab Presiden menurut konstitusi, sekaligus menunjukkan besarnya
kekuasaan dan wewenang Presiden dalam menjalankan negaranya.124
Dalam suatu kabinet presidensil tidak ada jabatan Perdana Menteri
karena Presiden sendirilah yang memimpin kabinet. Jadi, Presiden berfungsi
sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif dalam rangka penyelenggaraan negara
dan pemerintahan. Penyelenggaraan negara adalah semua kegiatan
kelembagaan negara dan pemerintahan dari pusat hingga daerah yang
bersumber dari kedaulatan rakyat yang mekanismenya dilakukan melalui
pemilihan umum yang jujur, adil, demokratis, dan terbuka. Kegiatan tersebut
mencakup pembuatan keputusan, implementasi kebijakan dan pengawasannya
melalui sistem mekanisme berdasarkan hukum dan perundang-undangan yang
berlaku di suatu negara.125
Pemerintah pusat sebagaimana yang dimaksud adalah Presiden
Republik Indonesia yang berfungsi sebagai kepala eksekutif atau kepala
pemerintahan yang dibantu oleh seorang wakil dan para Menteri dan bekerja
berdasarkan UUD 1945.
Kekuasaan dan tanggung jawab pemerintahan berada di tangan satu
orang yaitu dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4
Ayat (1) UUD 1945. Dalam melaksanakan tugasnya Presiden dibantu oleh
124 Bagir Manan, Kekuasaan Presiden Indonesia, op.cit.125 Tim Penyusun Buku Hubungan Sipil-Militer Lembaga Ketahanan Nasional Departemen
Pertahanan Keamanan Nasional, Hubungan Sipil-Militer: Peran, Kontribusi dan TanggungJawab Sipil-Militer dam Penyelenggaraan Negara. PT Gramedia Widiasarana, Jakarta, 1999,hlm. 126.
81
satu orang Wakil Presiden sebagaimana ketentuan dalam Pasal 4 Ayat (2)
UIJD 1945 sesuai dengan amanat Pasal 17 Ayat (1) UUD 1945 yang
menegaskan bahwa Presiden dibantu oleh para menteri-menteri negara.
Sebagai kepala pemerintahan Presiden berhak mengangkat menteri yang
membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Para Menteri yang
membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan ini terbentuk dalam suatu
kabinet eksekutif (kabinet Presidensil). Kabinet adalah suatu Dewan Menteri
yang bertugas membantu Presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan
sehari-hari. Jumlah menteri dalam setiap kabinet tidak selalu sama, bergantung
kepada kebijaksanaan Presiden atau pemimpin kabinet yang bersangkutan.
Kekuasaan yang dimiliki oleh seorang Presiden selalu digunakan atas
nama negara untuk mengatur kehidupan politik, dan kehidupan rakyat. Dalam
hubungan itu, kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden dapat dikembangkan,
ditingkatkan dan diperluas. Kekuasaan Presiden dapat diperkuat dan
dipertahankan untuk yang lebih besar lagi seperti yang dikemukakan John
Pieris,126 bahwa esensi negara adalah machtentfaltung, artinya pengembangan,
peningkatan dan penyebaran kekuasaan bersama dengan kemauan untuk
menjaga dan mempertahankan dengan sukses.
Jimly Asshiddiqie127 menyatakan bahwa sumber kekuasaan tertinggi
dalam negara hukum adalah hukum dan setiap kepala negara harus tunduk
kepada hukum. Oleh karena itu, sebagai kepala negara dan kepala eksekutif,
126 John Pieres, Pembatasan ..., op.cit., hlm. 66.127 Jimly Assiddiqqi, 2001, op.cit., Widodo Ekatjahjana dan Totok Sudaryanto, Sumber Hukum
Tata Negara Formal di Indonesia: Kilas Balik Tap MPR RI No II/MPR/2002, Perubahan UUD1945, Ide Pemisahan Kekuasaan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, MaklumatPresiden 28 Mei 2001 dan Ide Dekrit Presiden Abdurrahman Wahid, PT. Citra Adityabakti,Bandung, hlm. 11.
82
Presiden memiliki seperangkat kekuasaan yang bersumber dari UUD 1945.
Hukum bukan hanya cuma undang-undang yang berbaris seperti daftar nomor
dalam buku telepon, tetapi punya watak, gereget, semangat. Artinya hukum
tampil dengan sedemikian rupa, karena hukum bukan hanya urusan undang-
undang tetapi juga adalah perilaku.128
Ismail Suny menyatakan bahwa kekuasaan-kekuasaan umum dari
eksekutif berasal dari Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang; termasuk:
1. Kekuasaan administratif, yaitu pelaksanaan undang-undang dan politikadministratif;
2. Kekuasaan legislatif, yaitu memajukan rencana undang-undang danmengesahkan undang-undang;
3. Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk memberikan grasi danamnesti;
4. Kekuasaan militer, yaitu kekuasaan mengenai angkatan perang danpemerintahan; dan
5. Kekuasaan diplomatik, yaitu kekuasaan yang mengenai hubungan luarnegeri.129
Kekuasaan dalam sistem demokrasi dibagi secara konstitusional
maupun secara nyata. Kekuasaan Presiden, yakni kekuasaan eksekutif, dibagi
dalam interaksi yang nyata dengan lembaga legislatif dan yudikatif. Dalam
negara demokrasi yang lebih tua seperti Amerika Serikat, tetaplah kekuasaan
eksekutif yang menarik dan dalam pemilu merupakan pusat klimaksnya
karena kekuasaan eksekutiflah yang menyelenggarakan pemerintahan, berarti
menyelenggarakan kekuasaan. Kekuasaan dalam demokrasi adalah kekuasaan
dari rakyat yang dipercayakan lewat pemilihan umum untuk pengabdian dan
pelayanan kepada semua warga, bangsa dan negara. Dengan demikian,
kekuasaan lembaga kepresidenan yang dipimpin oleh Presiden juga
128 Satjipto Rahardjo, op.cit.129 Ismail Suny, Pembagian Kekuasaan…, op.cit. hlm.44.
83
merefleksikan kekuasaan yang bersumber dari rakyat melalui sistem
pemilihan umum secara langsung.
Dalam perspektif kekuasaan di negara-negara modern, kebiasaan
mempertahankan, memperebutkan kekuasaan dengan cara-cara yang tidak
tepat bukanlah merupakan sebuah budaya politik yang beradab. Karena itu,
diperlukan konsepsi baru mengenai kekuasaan negara yang lebih elegan.
Berkaca dari pengalaman bangsa Indonesia yang pernah dikuasai oleh satu
orang selama 32 tahun, para pembuat undang-undang mencari formulasi
Undang Undang Dasar yang ideal untuk menjadikan kekuasaan Presiden tidak
terlalu berlebihan atau tanpa batas. Solusi yang dapat ditawarkan adalah
diadakan perubahan UUD 1945, hal ini terjadi mulai dari tahun 1999 sampai
dengan tahun 2002 yang dikenal dengan perubahan keempat. Lembaga
kepresidenan juga tidak luput dari perubahan tersebut. Pasca perubahan
keempat struktur UUD 1945 memberikan pengaturan yang dominan terhadap
lembaga kepresidenan, baik jumlah Pasal maupun kekuasaannya.130
Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar.
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan dalam pasal ini
menunjuk kepada pengertian bahwa Presiden sebagai kepala pemerintahan.
Kekuasaan pemerintahan negara Indonesia oleh Presiden diatur dan ditentukan
130 Bagir Manan, Lembaga ... op.cit, hlm. 31
84
dalam Bab III UUD 1945 yang berjudul Kekuasaan Pemerintahan Negara.131
Bab III UUD 1945 ini berisi 17 Pasal yang mengatur berbagai aspek
mengenai. Presiden dan lembaga kepresidenan, termasuk perincian
kewenangan yang dimiliki dalam memegang kekuasaan pemerintah.
Materi yang diatur dalam Bab III UUD 1945 mulai dari Pasal 4 sampai
dengan 17, memuat ketentuan mengenai pemerintahan negara dibawah
tanggung jawab Presiden dan Wakil Presiden.132 Sistem ketatanegaraan,
bentuk negara dan sistem pemerintahannya diberbagai negara menentukan
kekuasaan Presiden. Kekuasaan Presiden dalam suatu negara sangat penting
sehingga kekuasaan Presiden harus diatur secara jelas di dalam konstitusi dan
peraturan perundang-undangan dibawahnya. Besar tidaknya kekuasaan
Presiden, bergantung kepada kedudukan, tugas dan wewenang yang diberikan
konstitusi kepadanya. Negara-negara yang menganut sistem pemerintahan
presidensil, Presiden memiliki kekuasaan yang lebih besar jika dibandingkan
dengan lembaga-lembaga negara yang lain, sedangkan di negara yang
menganut sistem parlementer, kewenangan Presiden dianggap kecil, jika
dibandingkan dengan jabatan Perdana Menteri sebagai kepala pemerin-
tahan.133
Dalam sistem pemerintahan presidensil yang diatur dalam UUD 1945
mengenai masa jabatan Presiden disesuaikan dengan ketentuan yang ada
131 Jimly Asshiddiqie. Perkembangan..., op.cit., hlm. 119.132 Lihat juga UUD 1945 pasal 4 ayat (2): Dalam melakukan kewajibanya Presiden dibantu oleh
satu orang Wakil Presiden. Pasal 5 ayat (1) menegaskan: Presiden berhak mengajukanrancangan Undang-Undang kepada DPR, dan ayat (2): Presiden menetapkan peraturanpemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.
133 John Pieris, Pembatasan..., op.cit, him. 73.
85
dalam konstitusi. Presiden dan Wakil Presiden bertanggung jawab kepada
rakyat, karena Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara
langsung melalui pemilihan umum. Dengan dipilihnya Presiden dan Wakil
Presiden secara langsung oleh rakyat, kedudukan keduanya dalam sistem
pemerintahan sangat kuat. Oleh karena itu secara filosofis bahwa Presiden
yang dipilih langsung oleh rakyat, tidak dapat dijatuhkan dalam masa
jabatanya hanya karena alasan politik, dan pengambilan keputusan di tengah
jalan pun tidak hanya dapat dilakukan dengan mekanisme politik atau forum
politik saja.
Setelah UUD 1945 diamandemen Presiden dan Wakil Presiden hanya
dapat diberhentikan apabila ia terbukti telah melanggar hukum atau tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan Wakil Presiden menurut UUD 1945.
Pembuktian tersebut harus dilakukan secara hukum melalui peradilan
konstitusi. Apabila Mahkamah Konstitusi menyatakan Presiden bersalah, DPR
dapat mengajukan usulan pemberhentian Presiden kepada MPR.134
Hukum sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan dapat saja tidak
adil jika bertentangan dengan kesejahteraan manusia. Thomas Aquinas
mengatakan ada beberapa hal yang menyebabkan tidak adil, pertama jika
penguasa memaksakan hukum yang tidak membawa kesejahteraan umum,
tetapi hanya semata-mata keinginan penguasa itu sendiri. Kedua, karena
pembuat hukum melampaui kewenangan yang dimiliki. Ketiga, karena hukum
134 Lihat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 7A Presiden dan/ atau WakilPresiden dapat diberhentikan dalam masa jabatanya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyatatas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaranhukum berupa penghianatan tehadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana beratlainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagaiPresiden dan/atau Wakil Presiden.
86
dipaksakan kepada rakyat secara tidak sama, meskipun alasannya demi
kesejahteraan umum.
Untuk mencari hukum yang bersumber kepada keadilan tepat apa yang
dikatakan oleh Satjipto Rahardjo tentang hukum bahwa hukum yang dapat
membahagiakan rakyat adalah hukum yang berkeadilan. Dengan demikian
pertanggungjawaban Presiden kepada rakyat, idealnya merupakan suatu
pertanggungjawaban artinya secara formalitas bahwa yang diatur dalam Pasal
27 UUD 1945 telah memenuhi keadilan formalitas karena memberikan
kewajiban minimum bahwa setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang
sama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan saja secara umum
diterima oleh semua rakyat.135
Presiden bertanggung jawab atas pemerintahan, pada prinsipnya
Presidenlah membentuk pemerintahan, menyusun kabinet, mengangkat dan
memberhentikan para Menteri serta pejabat publik yang pengangkatannya
dilakukan berdasarkan political appointment. Jimly Asshidiqie, menyatakan,
governing power and responsibility upon the President. Di atas Presiden, tidak
ada institusi lain yang lebih tinggi, kecuali konstitusi. Oleh karena itu, dalam
sistem negara konstitusional, secara politik Presiden dianggap bertanggung
jawab kepada rakyat, sedangkan secara hukum ia bertanggung jawab kepada
konstitusi.136
UUD 1945 memberikan kedudukan yang kuat kepada lembaga
135 Andre Atta Ujan, 2001, Keadilan dan Demokrasi, Telaah Filsafat Politik John Rawls, Kanisius,Jokjakarta, hlm, 23, John Rawls, 1971, Theory Of Justice, Cambride, Harvard, UniversityPress, hlm. 58.
136 Jimly Assiddiqie, Format Kelembagaan..., op.cit.
87
kepresidenan. Selain menjalankan kekuasaan eksekutif, Presiden juga berhak
menjalankan kekuasaan membentuk peraturan perundang-undangan,
kekuasaan yang berkaitan dengan pertimbangan hukum dan pertimbangan
politik. UUD 1945 Pasal 14 Ayat (1), yang berbunyi, Presiden memberikan
grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah
Agung.
Dalam Pasal 14 Ayat (1) menunjukkan jika Presiden mempunyai
kekuasaan yang berkaitan dengan pertimbangan hukum. Sedangkan dalam
Ayat (2) yang berbunyi, Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan mem-
perhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat, menunjukkan bahwa
Presiden mempunyai kekuasaan yang berhubungan dengan pertimbangan
politik, dalam hal ini ada pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat.
Struktur UUD 1945 yang memberikan kedudukan yang kuat pada
lembaga kepresidenan di Indonesia juga terdapat di Amerika Serikat. Bagir
Manan menjelaskan Presiden Amerika Serikat adalah penyelenggara
pemerintahan, tetapi karena UUD Amerika Serikat berkehendak menjalankan
ajaran pemisahan kekuasaan, Presiden Amerika Serikat tidak dibekali
kekuasaan membentuk undang-undang.137 Kekuasaan membentuk undang-
undang ada pada Congress. UUD Amerika Serikat Pasal 1 Ayat (1):
"...All legislative powers here in granted shall be vested in a Congress ofthe United States, which shall consist of a Senate and House ofRepresentative".
Keikutsertaan Presiden dalam membentuk undang-undang terbatas
pada memberi persetujuan atau memveto rancangan undang-undang yang
137 Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan..., op.cit.
88
sudah disetujui oleh Congress. Hal ini tertuang dalam Pasal 1 Ayat (7) UUD
Amerika Serikat yang berbunyi:
"...before it become a law, be presented to the President of United States;if he approve be shall sign it, but if not shall return it.... ".
Memperhatikan naskah UUD sebagai bahan-bahan yang dipergunakan
para penyusun UUD 1945, besar kemungkinan struktur dan rumusan
kekuasaan Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan memperoleh
pengaruh dari struktur dan rumusan kekuasaan Presiden menurut UUD
Amerika Serikat. Namun yang membedakan kekuasaan Presiden kedua negara
tersebut untuk kekuasaan Presiden Indonesia apabila kita membaca Penjelasan
Umum UUD 1945, maka terbaca paragraf sebagai berikut: “... Yang sangat
penting dalam pemerintahan dan dalam kehidupan bernegara ialah semangat
para pemimpin pemerintahan. Meskipun dibentuk UUD bersifat kekeluargaan,
apabila semangat para penyelenggara negara, para pemimpin pemerintahan itu
bersifat perseorangan maka pemerintahan tidak akan menjadi baik, namun
sebaliknya semangat pemerintahan baik, UUD itu tentu tidak akan merintangi
jalannya negara. Jadi yang penting ialah semangatnya...”
Memasukkan semangat sebagai aspek perilaku ke dalam pemahaman
hukum suatu bangsa menurut Satjipto Rahardjo138 memperluas dan
memperlengkap gambaran yang diperoleh tentang suatu bangsa. Katakan
hukum suatu bangsa dapat sama tetapi praktiknya bisa berbeda. Hal ini
disebabkan oleh karena pada akhirnya undang-undang itu diterjemahkan
melalui perilaku. Perilaku para pemimpin negara yang berbudi luhur,
bermoral, bersifat kekeluargaan, kebersamaan dan sebagainya.
138 Satjipto Rahardjo, 2010, Penegakan Hukum Progressif, Kompas Media Nusantara, hlm. 245.
89
Salah satu agenda reformasi yang diperjuangkan dewasa ini oleh
rakyat Indonesia adalah agenda demokratisasi yang merupakan prasyarat
penting bagi pembangunan seluruh rakyat Indonesia untuk bangkit menjadi
rakyat yang maju, sejahtera, bermartabat, bersatu dan berkeadilan di masa
depan. Agenda demokratisasi tidak saja berkenaan dengan keperluan untuk
mengadakan penataan ulang berbagai kelembagaan negara, salah satunya
adalah lembaga kepresidenan.
Dalam tradisi bernegara dan berpemerintahan sekarang ini, harapan
tersisa adalah berkenaan dengan reformasi terhadap lembaga kepresidenan
belum cukup dirasakan perubahannya sekarang. Kedudukan cabang kekuasaan
eksekutif dipimpin oleh kepala negara dan kepala pemerintahan sangatlah
sentral, ketentuan dan bentuk hukum tersebut biasanya selalu diatur secara
sistematis didalam konstitusi. Bahkan, pada hakikatnya suatu naskah
konstitusi itu dimaksudkan sebagai dokumen hukum yang bersifat membatasi
kekuasaan organ pemerintahan. Oleh sebab itu, materi pengaturan mengenai
lembaga kepresidenan selalu lebih terperinci dibandingkan dengan pengaturan
cabang-cabang kekuasaan lainnya.
Dalam rumusan UUD 1945, yang mengatur mengenai kekuasaan
pemerintahan negara, lebih banyak materinya dibandingkan dengan
pengaturan mengenai MPR/DPR dan Mahkamah Agung. Oleh karena itu, hal-
hal yang perlu diatur berhubungan dengan reformasi kekuasaan Kepala
Negara dan Kepala Pemerintahan dalam UUD 1945 dilembagakan dalam
institusi Presiden dan Wakil Presiden termasuk pertanggungjawaban
90
hendaknya dimuat konkret dalam konstitusi dalam rangka agenda perubahan
UUD 1945.
Berdasarkan ketentuan TAP MPR No.III/MPR/2000, kedudukan
ketetapan MPR itu diakui sebagai dokumen hukum tertinggi dibawah UUD.
Sesuai dengan bunyi penjelasan UUD 1945, kedudukan ketetapan MPR dan
materi UUD sama-sama tercakup dalam pengertian UUD 1945 mengenai
haluan negara, yaitu dokumen yang berisi haluan-haluan yang bersifat pokok
dalam rangka penyelenggaraan kehidupan bernegara. Materi-materi pokok itu
ada yang ditetapkan dalam UUD dan ada pula yang ditetapkan oleh MPR
sebagai tambahan terhadap materi yang tercantum dalam naskah
perubahannya.139
Dalam perkembangan praktik penyelenggaraan negara pasca
perubahan UUD 1945 banyak ditetapkan suatu UU tersendiri yang mengatur
mengenai lembaga-lembaga tinggi negara yang sederajat dengan Presiden,
seperti UU tentang Mahkamah Agung, dan UU tentang Badan Pemeriksa
Keuangan, sudah seharusnya gagasan untuk membuat UU tentang Lembaga
Kepresidenan dapat dikembangkan.
Reformasi konstitusi dalam bentuk perubahan atau perubahan UUD
1945 dilakukan karena UUD 1945 mengandung beberapa kelemahan krusial,
misalnya tidak memberikan atribusi kewenangan yang jelas dan tegas kepada
lembaga tinggi negara, memuat Pasal-Pasal ambigu, dan bersifat executive
139 Jimly, Asshiddiqi, Format ..., op.cit, hlm. 102.
91
heavy.140 Menurut Mahfud MD, konstitusi UUD 1945 sebelum amandemen
mempunyai sejumlah kelemahan, yaitu:
1. Pemusatan kekuasaan pada Presiden (executive heavy) dan tidakdilengkapi dengan instrumen check and balance;
2. Tidak ada aturan yang jelas mengenai hak-hak DPR, sehinggamenyulitkan lembaga ini untuk mengimplementasikan perannya;
3. Formulasi rumusan Pasal-Pasal UUD 1945 bersifat ambigu, mengandungberbagai interpretasi;
4. Secara naif UUD 1945 mengabaikan sifat kekuasaan yang cenderungkorup.
Ni’matul Huda menyebutkan ada tiga alasan mengapa UUD 1945
perlu diubah, yaitu:141
1. kekuasaan Presiden sangat besar;2. UUD 1945 memberikan atribusi kewenangan kepada Presiden untuk
mengatur beberapa masalah penting dengan Undang-Undang;3. masalah lembaga kepresidenan tidak diatur di dalam UUD 1945.
Perubahan yang dilakukan MPR terhadap UUD 1945 sampai empat
kali menghasilkan format baru yang mengatur tentang lembaga kepresidenan.
Lembaga kepresidenan diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dalam Bab III. Dalam bab tersebut berisi 17 Pasal mengatur berbagai
aspek mengenai Presiden dan lembaga kepresidenan termasuk perincian
kewenangan yang dimilikinya dalam memegang kekuasaan pemerintah.
Dalam hal ini yang terpenting adalah ketentuan Pasal 4 Ayat (1) yang
berbunyi:
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurutundang-undang dasar.
140 M.Mahfud, MD, op.cit., Sumali, Reduksi Kekuasaan ... hIm. 45.141 Ni’matul Huda, 2011, Pengatar Hukum Tata Negara, Edisi revisi, hlm. 144.
92
Materi yang banyak diatur dalam Bab III UUD 1945 mulai dari Pasal 4
sampai dengan 16, memuat ketentuan mengenai pemerintahan negara di
bawah tanggung jawab Presiden dan Wakil Presiden. Bab IV yang mengatur
tentang Dewan Pertimbangan Agung telah dihapus, sehingga ketentuan dalam
Bab V tentang Kementerian Negara sebenarnya juga memuat mengenai
pemerintahan negara di bawah tanggung jawab Presiden dan Wakil Presiden.
Bahkan, dalam Bab VI tentang Pemerintahan Daerah yang berisi Pasal 18,
18A, 18B dapat juga termasuk bagian kekuasaan eksekutif.
Sumber utama kekuasaan Presiden berasal dari konstitusi dan
kemudian peraturan lain yang berada dibawahnya. Kekuasaan Presiden diatur
atau diperoleh langsung melalui undang-undang dasar adalah kekuasan yang
bersifat atributif. Kekuasan Presiden yang diperoleh atau diatur melalui
peraturan lainnya adalah kekuasaan yang bersifat derivatif, atau yang
diperoleh melalui pelimpahan kekuasaan.
Ketentuan yang mengatur kekuasaan Presiden yang berasal dari
Undang-Undang Dasar seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Perencanaan Pembangunan. Bahwa seluruh pembangunan untuk
kesejahteraan rakyat berdasarkan kepada perencanaan yang sudah ditetapkan
pemerintah yaitu dengan Undang Undang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Nomor 17 Tahun 2007. Pengaturan yang bersifat teknis
yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas dan wewenang lembaga
kepresidenan juga diperlukan, baik yang bersifat parsial atau sektoral maupun
yang bersifat implementatif. Sedangkan pengaturan yang bersifat
93
implementatif menyangkut keseluruhan aspek mengenai materi yang sudah
diatur dalam UUD 1945. Berdasarkan perubahan UUD1945, dapat dilihat
secara jelas kekuasaan Presiden, kewenangan Presiden dan pengaturan--
pengaturan baru tentang kekuasaan dan kewenangan itu, serta bentuk
hukumnya.
Kewenangan eksekutif di bidang legislasi menurut UUD 1945 pada
dasarnya bersumber dari Pasal 4 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa Presiden
memegang kekuasaan pemerintahan menurut undang-undang dasar. Dalam
rumusan tersebut dapatlah diketahui bentuk hukum lembaga kepresidenan
yang sejatinya bahwa Presiden adalah sebagai kepala pemerintahan Republik
Indonesia.
Pengaturan secara tegas kekuasaan lembaga kepresidenan dalam
pemerintahan ini didasarkan ketentuan UUD yakni ketentuan Pasal 4 Ayat (1)
tersebut bahwa kekuasaan pemerintahan itu juga mengandung kekuasaan
dalam arti membentuk peraturan. Hakikat kekuasaan pemerintahan menurut
UUD 1945 adalah selain memegang kekuasaan, Presiden juga sebagai
penyelenggara tinggi pemerintahan negara. Tugas dan fungsi dari negara
Republik Indonesia berada di tangan Presiden, dan Presiden jugalah
penyelenggara tertinggi organ staatsregering tersebut. Kekuasaan Presiden RI
dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, UUD 1945 mengaturnya di
dalam beberapa Pasal antara lain: Pasal 4 Ayat (1); Pasal 5 Ayat (1) dan (2);
Pasal 22 Ayat (1).
94
Kekuasaan Lembaga Kepresidenan di bidang Eksekutif Secara
normatif, kekuasaan lembaga kepresidenan yang dipimpin oleh Presiden
dalam bidang eksekutif yang tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945
menegaskan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Ditinjau dari teori pembagian
kekuasaan, yang dimaksud dengan kekuasaan pemerintahan adalah kekuasaan
eksekutif. Sebagai kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang
dilaksanakan Presiden dapat dibedakan antara kekuasaan penyelenggaraan
pemerintahan yang bersifat umum dan kekuasaan penyelenggaraan
pemerintahan yang bersifat khusus.142
Kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum adalah
kekuasaan menyelenggarakan administrasi negara. Presiden adalah pimpinan
tertinggi penyelenggaraan administrasi negara. Penyelenggaraan administrasi
negara meliputi lingkup tugas dan wewenang yang sangat luas, yaitu setiap
bentuk perbuatan atau kegiatan administrasi negara, dapat dikelompokkan ke
dalam beberapa golongan yaitu: 143
1. Tugas dan wewenang memelihara, menjaga dan menegakkan keamanandan ketertiban umum merupakan tugas dan wewenang paling awal dantradisional setiap pemerintahan. Bahkan dapat dikatakan bahwa asal mulapembentukan negara dan pemerintahan pertama-tama ditujukan padausaha memelihara, menjaga dan menegakkan keamanan dan ketertibanumum. Tugas semacam ini terdapat juga dalam tujuan membentukpemerintahan Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (PembukaanUUD 1945).
2. Tugas dan wewenang menyelenggarakan tata usaha pemerintahan mulaidari surat menyurat sampai kepada dokumentasi lainnya dalam rangkamemberikan pelayanan kepada rakyat.
142 Bagir Manan, 2003, Lembaga Kepresidenan, FH.UII Press, hlm. 122.143 Ibid.
95
3. Tugas dan wewenang administrasi negara di bidang pelayanan umum.Tugas dan wewenang pelayanan umum makin penting sering disebutdengan public services. Melayani rakyat, pada saat ini dipandang sebagaihakikat penyelenggaraan administrasi negara untuk mewujudkankesejahteraan umum (the service state). Bentuk-bentuk pelayanan umumseperti penyediaan fasilitas seperti jalan, taman, lapangan olahragatermasuk pemberian bantuan subsidi dan sebagainya.
4. Tugas dan wewenang administrasi negara di bidang penyeleng-garaankesejahteraan umum.Baik dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh UUD 1945 terdapatketentuan dan keterangan mengenai kewajiban negara atau pemerintahuntuk menyelenggarakan kesejahteraan umum, membangun sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang bersendikan keadilan sosial bagiseluruh rakyat Indonesia.Pada saat ini salah satu wujud tugas pemerintahan di bidang kesejahteraanumum adalah penyelenggaraan pembangunan nasional. Sesuai denganhakekat kesejahteraan, maka pembangunan nasional meliputi segalabidang kehidupan berakyat, berbangsa dan bernegara. Sistempembangunan nasional dilakukan secara berencana sesuai dengan sistemperencanaan pembangunan nasional dalam ketentuan perundang-undangan.
Dalam menjalankan kekuasaan eksekutif, menurut ketentuan Pasal 4
Ayat (2) UUD 1945, Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. Karena
lembaga kepresidenan adalah sistem lembaga negara yang terdiri atas Presiden
bersama Wakil Presiden dan para menteri, Presiden dibantu oleh menteri-
menteri negara, termasuk menteri koordinator dan menteri departemen.
Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Kaidah ini dihubungkan
dengan ketentuan mengenai kekuasaan pemerintahan (executive power) yang
dipegang oleh Presiden yang merupakan dasar bagi berlakunya sistem kabinet
presidensil. Tanggungg jawab tentang kebijakan pemerintah tidak terpusat
pada menteri, tetapi pada Presiden (government power and responsibility upon
the Presiden).
Sistem pemerintahan presidensil di Indonesia diartikan bahwa
96
Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan negara, dan kedudukan
para menteri hanya sebagai pembantu Presiden. Sehingga, seluruh tanggung
jawab atas kebijaksanaan pemerintahan sepenuhnya berada di tangan Presiden
dalam ketatanegaraan Indonesia. Selain dibantu para menteri, Presiden dalam
kegiatan sehari-hari dibantu oleh Wakil Presiden. Para pembantu Presiden
tidak dapat dijatuhkan oleh DPR. Sebaliknya, DPR tidak dapat dibubarkan
oleh Presiden.
Para Menteri sebagai pembantu Presiden mempunyai tugas memimpin
departeman-departeman eksekutif. Sesungguhnya para menterilah yang men-
jalankan kekuasaan pemerintahan dalam praktik. Sebagai pemimpin
departemen pemerintahan, para Menteri lebih mengetahui seluk-beluk
lingkungan pekerjaan dan departemennya masing-masing. Oleh karena itu,
para Menteri berpengaruh cukup besar dalam menentukan kebijakan
pemerintah. Untuk menciptakan politik pemerintah dan koordinasi dalam
pemerintahan, para Menteri bekerja sama satu sama lain di bawah pimpinan
Presiden.
Mengacu pada Pasal 17 Ayat (2) UUD 1945, Presiden memiliki hak
prerogatif mengangkat atau memberhentikan Menteri. Namun, realitas politik
multipartai menyulitkan hal itu. Presiden tidak dapat begitu saja menafikan
pendapat yang berkembang di DPR.144 Hak prerogatif Presiden tersebut dapat
dilihat pada masa Kabinet Indonesia Bersatu yang dipimpin oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah satu tahun memimpin Kabinet Indonesia
144 Dharmaputra Sutta, 2005, Kabinet Indonesia Bersatu Menghitung Hari. Kompas, 3 September,hlm. 49.
97
Bersatu Presiden SBY menyatakan akan melakukan evaluasi kabinetnya.
Dengan penuh pertimbangan tidak mudah bagi Presiden SBY untuk
merombak kabinet, mengingat risiko benturan politik yang akan muncul
dengan partai pendukung karena pada kenyatanya banyak Menteri Negara
berasal dari partai politik pendukung Presiden.
Presiden sebagai kepala eksekutif mempunyai kekuasaan di bidang
peraturan perundang-undangan yang bervariasi, yaitu pertama, kekuasaan
legislatif artinya, Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang
kepada DPR; kedua, kekuasaan reglementer, yaitu membentuk peraturan pe-
merintah untuk menjalankan undang-undang atau untuk menjalankan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang; dan ketiga, kekuasaan
eksekutif yang didalamnya mengandung kekuasaan pengaturan, yaitu
pengaturan dengan keputusan Presiden.145 Agar pemahaman mengenai hak-
hak Presiden dalam bidang legislatif dapat dimengerti dengan mudah, berikut
akan dibahas satu persatu.
1. Hak Presiden Mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU)
Kekuasaan legislatif dalam konsep trias politica adalah kekuasaan
untuk membentuk undang-undang. Apabila direfleksikan lembaga negara
yang berfungsi sebagai pemegang kekuasaan legislatif menurut UUD 1945
adalah DPR sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 Ayat (1) UUD 1945
yang berbunyi, "DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang".
Pada kenyataannya, kekuasaan legislatif bukan dikuasai oleh DPR saja,
145 Sumali,2003, Reduksi Kekuasaan Eksekutif di bidang Peraturan Pengganti Undang-undang(Perpu). UMM Press, Malang, hlm. 73.
98
tetapi Presiden juga berhak ikut andil di dalamnya sebagaimana ketentuan
Pasal 5 Ayat (1) UUD 1945. Sejatinya, keikutsertaan Presiden dalam
bidang legislatif adalah sebagai perwujudan mekanisme checks and
balances antara Presiden dan DPR.
Presiden berhak mengajukan RUU APBN sebagaimana tercantum
dalam Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945 yang menegaskan bahwa: Rancangan
undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh
Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
Berdasarkan Pasal tersebut, ternyata fungsi anggaran berdasarkan
atribusi kewenangan dari UUD tidak hanya dimonopoli oleh DPR,
melainkan Presiden juga memiliki fungsi anggaran atau budget dalam
kerangka kekuasaan legislatif Presiden.
2. Hak Presiden Untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu)
Peraturan pemerintah pengganti undang-undang adalah peraturan
perundang-undangan yang diterapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal
kegentingan yang memaksa. Hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka
4 UU No. 12 Tahun 2011. Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang sama dengan materi muatan Undang-Undang.146
Dalam hal ikhwal yang memaksa atau negara dalam keadaan
darurat (staatsnoodrecht), pemerintah berhak menetapkan Perpu
146 Lebih lanjut lihat ketentuan Pasal 11 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011
99
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 22 Ayat (1) UUD 1945 yang
menyatakan bahwa:
“Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, presiden berhakmenetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang".
Untuk mewujudkan mekanisme checks and balances antara
Presiden dan DPR, ada kriteria normatif yang harus dipenuhi dalam
menetapkan Perpu yang diatur dalam Pasal 22 Ayat (2) UUD 1945 yang
intinya bahwa Perpu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan
yang berikutnya. Dan apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui,
Perpu tersebut harus dicabut. Pasal ini bertujuan untuk mengantisipasi agar
pemerintahan tetap dianggap kredibel.
3. Hak Presiden untuk Menetapkan Peraturan Pemerintah
Hak-hak Presiden yang bersifat regulatif atau mengatur adalah hak
untuk menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-
undang sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 5 Ayat (2) UUD 1945:
“Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankanundang-undang sebagaimana mestinya."
Mengacu pada Pasal tersebut, Peraturan Pemerintah merupakan
jenis peraturan yang diciptakan oleh UUD 1945 secara khusus untuk
mengefektifkan fungsi undang-undang, dengan cara memerinci ketentuan-
ketentuannya, dan mengelola prosedur penerapannya. Meskipun peraturan
pemerintah memiliki keleluasaan di dalam melaksanakan undang-undang.
Kekuasaan reglementer yang dimiliki Pemerintah secara prinsip tidak
boleh melampaui undang-undang sesuai dengan stuffenbaw theory bahwa
peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan
100
yang lebih tinggi (lex superior derogat lex inferior). Dalam Undang
Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, menentukan bahwa kedudukan Peraturan
Pemerintah berada di bawah UU/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang.
Presiden yang memiliki kekuasaan reglementer membentuk
Peraturan Pemerintah, dibatasi geraknya oleh ada tidaknya aktualisasi
kekuasaan legislatif yang ada terlebih dahulu. Dengan kata lain, kekuasaan
membentuk Peraturan Pemerintah baru berfungsi secara efektif apabila
secara eksplisit dikehendaki oleh kekuasaan pembentukan undang-undang.
Hal demikian berbeda dengan kekuasaan. Presiden dalam menetapkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), yang tidak
bergantung kepada kekuasaan legislatif. Artinya, meskipun nomenklatur
Perpu menggunakan istilah Peraturan Pemerintah, karena sifat dan tujuan
pembentukannya berbeda dengan nomenklatur Peraturan Pemerintah yang
diatur dalam Pasal 5 Ayat (2) UUD 1945, bahwa kedudukan, wewenang
serta fungsinya untuk menggantikan undang-undang sehingga Peraturan
Pemerintah jenis ini diberi nama Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang.
Pada dasarnya Peraturan Pemerintah tidak dapat dibentuk tanpa
terlebih dahulu adanya Undang-Undang yang menjadi induknya.147
Bertalian dengan hal ini, Mohammad Kusnardi dan Harmaily Ibrahim
147 Sumali. Op.Cit.,hlm.101
101
menyatakan, Peraturan Pemerintah itu diadakan untuk melaksanakan
undang-undang, sehingga tidak mungkin bagi Presiden untuk menetapkan
Peraturan Pemerintah sebelum ada undang-undang. Inilah yang
membedakannya dengan Perpu yang sama-sama genus Peraturan
Pemerintah.148
Peraturan Pemerintah ditetapkan sendiri oleh Pemerintah tanpa
harus disetujui DPR. Peraturan Pemerintah biasanya dibuat atas perintah
undang-undang atau untuk melaksanakan suatu undang-undang. Karena
itu, Peraturan Pemerintah tidak dapat berdiri sendiri tanpa pendelegasian
materil dari undang-undang terdahulu.149
Ekatjahjana dan Sudaryanto150 menyatakan bahwa dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia berdasarkan UUD 1945, sesungguhnya dikenal
dua jenis Peraturan Pemerintah, yaitu:
1. Peraturan Pemerintah yang dibuat oleh Presiden sebagai kepalapemerintahan untuk melaksanakan perintah undang-undang. PeraturanPemerintah baru dibuat jika undang-undang menghendakinya.
2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang dibuatPresiden untuk mengatasi hal ikhwal kegentingan yang memaksa.Peraturan Pemerintah sebagi pengganti undang-undang yang disebutPerpu ini dibuat bukan untuk melaksanakan perintah undang-undangseperti halnya Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud Pasal 5Ayat (2) UUD 1945.
Secara khusus, materi muatan yang terdapat dalam Peraturan
Pemerintah berisi materi untuk melaksanakan undang-undang karena
148 Widodo Ekatjahjana dan Totok Sudaryanto, 2011. Sumber Hukum Tata Negra Formal diIndonesia: Kilas Balik Tap MPR RI No II/MPR/2002, Perubahan UUD 1945, Ide PemisahanKekuasaan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, Maklumat Presiden 28 Mei 2001 danIde Dekrit Presiden Abdurrahman Wahid. PT. Citra Adityabakti, Bandung, 2001, hlm. 75.
149 Jimly Asshiddiqie, 2005, Op.Cit., hlm. 10150 Widodo Ekatjahjana dan Totok Sudaryanto, op.cit, hlm.75-76
102
secara hirarkis kedudukan Peraturan Pemerintah berada di bawah undang-
undang. Pasal 12 UU No. 12 Tahun 2011 menegaskan bahwa:
materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankanundang-undang sebagaimana mestinya.
4. Hak Presiden untuk membuat Peraturan Presiden
Hak Presiden yang bersifat mengatur atau regeling secara normatif
tercantum dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 12 Tahun 2011 yang
menegaskan bahwa:
"Peraturan Presiden adalah peraturan perundang-undangan yangdibuat oleh Presiden untuk menjalankan perintah peraturanperundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakankekuasaan pemerintahan".
Secara hierarkhis Peraturan Presiden berada di bawah Peraturan
Pemerintah dan diatas Peraturan Daerah (Perda).
Pasal 11 UU No. 12 Tahun 2011 menegaskan bahwa materi
muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh undang-
undang atau materi untuk melaksanakan peraturan pemerintah.
Sebenarnya, menurut Jimly Asshiddiqie38 semua jenis produk yang
bersifat mengatur haruslah dibedakan dari produk-produk hukum yang
tidak bersifat mengatur. Karena sifatnya mengatur, lebih tepat disebut
sebagai peraturan yang dalam arti menyeluruh (peraturan perundang-
undangan), mulai dari tingkatan yang tertinggi sampai yang terendah.
Untuk tertibnya penggunaan istilah, nomenklatur keputusan dimasa yang
akan datang sebaiknya cukup dibatasi pada hal-hal yang bersifat
administratif saja, sedang berisi aturan sebagai produk pengaturan disebut
103
peraturan. Instruksi Presiden dikeluarkan sebagai kebijakan yang mengatur
kepentingan umum materi muatannya tidak dapat bertentangan dengan
peraturan yang lebih tinggi. Secara formal peraturan tersebut memiliki
daya dukung yang kuat baik karena dibentuk oleh Presiden dalam
peningkatan dan percepatan pelayanan publik akan tetapi pada kenyataan
pada tahap implementasi tidak dilaksanakan secara cepat karena tidak
didukung oleh sumber daya birokrasi yang memadai sehingga terjadi
kemandekan dalam pencapaian kesejahteraan.
B. Perbandingan Pertanggungjawaban Presiden Indonesia, Amerika
Serikat, Perancis, Swiss
Konstitusi Amerika Serikat mengatur jabatan Presiden Amerika
Serikat adalah salah satu jabatan yang paling kuat di dunia. Presiden, menurut
konstitusi harus memastikan bahwa undang-undang dijalankan dengan setia.
Di dalam cabang eksekutif itu sendiri, Presiden mempunyai kekuasaan luas
untuk menjalankan urusan nasional dan kerja pemerintah federal. Presiden
dapat mengeluarkan peraturan, ketetapan dan instruksi atau disebut perintah
eksekutif yang secara hukum mengikat instansi-instansi federal. Sebagai
panglima tertinggi angkatan bersenjata Amerika Serikat, Presiden dapat juga
memanggil unit-unit pengawal nasional untuk berdinas di pemerintah federal.
Dalam masa perang atau darurat nasional, kongres bisa memberi kekuasaan
yang lebih luas lagi untuk menjalankan ekonomi nasional dan melindungi
keamanan Amerika Serikat. Presiden memilih kepala-kepala semua
departemen dan instansi eksekutif, serta ratusan pejabat tinggi federal lainnya.
104
Pembatasan atas kekuasaan Presiden di Amerika Serikat diatur secara
tegas dalam konstitusi. Hal ini mengingat karena panjangnya deretan peranan
dan tanggung jawab Presiden. Begitu juga dengan pemberhentian Presiden
Amerika Serikat dalam kasus tindakan tertentu yang dianggap menyimpang
melalui proses impeachment (pemanggilan untuk dimintai tanggung jawab)
juga tertuang dalam Konstitusi Amerika Serikat Pasal II, Ayat (4) berbunyi:
Presiden, Wakil Presiden, dan semua pejabat sipil Amerika Serikat, harusdiberhentikan dari jabatannya atas dakwaan, dan penghukuman karenapengkhianatan, penyuapan atau kejahatan besar dan pelanggaran hukumlainnya.
Impeachment adalah tuduhan atas tindakan tidak senonoh yang
diajukan terhadap seorang pejabat pemerintah oleh badan legislatif. Dalam hal
ini badan legislatif harus mengajukan tuduhan mengenai tindakan tidak
senonoh itu melalui pemungutan suara untuk Rancangan Undang-Undang
tentang Impeachment. Pejabat tertuduh kemudian diadili di Senat yang
dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung.
Untuk mengetahui kedudukan Presiden dalam suatu negara, dibawah
ini beberapa model yang disajikan secara komparatif mengenai lembaga
kepresidenan antara lain di Negara Republik Indonesia, Amerika Serikat dan
Perancis.
Perbedaan pertanggungjawaban presiden Republik Indoneisa, Amerika
Serikat, Perancis dan Swiss :
1. Indonesia
a. Presiden Indonesia dipilih secara langsung oleh rakyat dan dilantik
105
oleh badan Perwakilan rakyat yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR)
b. Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai-partai
politik yang lulus dalam seleksi yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan
Umum
c. Dalam peradilan, bila Presiden Republik Indonesia akan memberi grasi
dan rehabilitasi, badan yang dimintai nasihatnya adalah Mahkamah
Agung, amnesty dan abolisi adalah DPR
d. Presiden memangku jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat
dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa
jabatan
e. Apabila Presiden berhalangan tetap, jabatan Presiden digantikan oleh
Wakil Presiden. Dan apabila keduanya berhalangan tetap, sebelum
terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden yang baru, pemangku jabatan
Presiden sementara adalah Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar
Negeri dan Menteri Pertahanan Keamanan
f. Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa
jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul
DPR dan sudah diproses secara hukum oleh MK. (Pasal 3 Ayat 3,
Pasal 7A, 7B Ayat 1 s.d. 7)
2. Amerika Serikat
a. Presiden tidak dipilih dan diangkat oleh congress, dalam praktik
langsung oleh rakyat, walaupun secara formal dipilih badan pemilih
106
(electoral college)
b. Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden diajukan oleh masing-masing
partai (biasanya partai Demokrat dan partai Republik). Calon-calon
tersebut adalah hasil pemilihan dalam Kongres Nasional partai yang
bersangkutan (Convention)
c. Presiden memangku jabatan selama 4 tahun (fixed), dan hanya dapat
dipilih untuk 2 kali masa jabatan berturut-turut (8 tahun). Dalam hal
mengganti jabatan Presiden yang berhalangan tetap, jabatan tersebut
paling lama 10 tahun berturut-turut.
d. Apabila Presiden berhalangan tetap, wakil Presiden menggantikan
jabatan Presiden. Jika ternyata wakil Presiden juga berhalangan tetap,
penggantian lebih lanjut mengenai jabatan Presiden berdasarkan
urutan-urutan yang telah ditentukan dalam undang-undang tentang
penggantian Presiden.
e. Presiden terpilih tidak dapat diberhentikan selama masa jabatannya,
kecuali terjadi tindakan keliru sehingga ia dapat dituntut yaitu diadili
oleh Kongres. Pada akhir masa jabatannya, keputusan apakah Presiden
akan tetap menjadi Presiden atau harus diganti terletak ditangan rakyat
yang dinyatakan lewat pemilihan.
f. Presiden dapat diberhentikan dari jabatan melalui “impeachment”
karena alasan tersangkut “treason, brebery, or other bight crime and
misdemeanors” (melakukan pengkhianatan, menerima suap, atau
melakukan kejahatan yang serius.
107
3. Perancis
a. Terdapat dua lembaga eksekutif yakni Presiden dan Kabinet yang
dipimpin Perdana Menteri (dual Executive)
b. Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan, tetapi tidak secara
keseluruhan
c. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Badan Perwakilan (Majelis
Nasional)
4. Swiss
a. Penyusun konstitusi Swiss pada tahun 1848 dan 1874 membuat
rancangan baru konstitusi yang berisi menggabungkan sistem eksekutif
parlementer dan non parlementer .
b. Lembaga eksekutif Swiss atauDewan Federal (Federal Cuonsil) adalah
suatu kementerian yang dipilih, tetapi tidak dapat dibubarkan oleh tiap-
tiap Majelis Federal (Federal Assambly).
c. Dewan Federal Swiss adalah suatu badan yang terdiri dari tujuh
menteri ang dipilih oleh majelis dalam lembaga legislatif (Dewan
National Cuonsil dan Dewan Negara Bagian atau the Council of State)
yang bersidang bersama membentuk Majelis Fedaral (Federal
Assembly) yang sama-sama dipilih untuk masa jabatan 4 tahun.
d. Dengan tujuan tersebarnya kekuasaan eksekutif kebanyak orang yang
memiliki kekuasaan sama besar.
e. Ketua Dewan Menteri inilah yang lazim disebut presiden republik .
Mesikipun ketua dewan menteri yang memilih adalah Majelis Rendah
108
(Dewan Nasional) yang ditetapkan oleh rakyat. Eksekutif Swiss lebih
bersifat tetap dari pada negara demokrasi konstitusional Eropa lainnya.
Pertanggungjawaban Presiden dalam sistem pemerintahan parlementer,
Presiden tidak bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan.
Presiden tidak dapat diganggu gugat atau the king cant do no wrong. Presiden
hanya sebagai kepala negara atau head of state, bukan sebagai penyelenggara
pemerintahan (Chief Executive). Sebagai kepala negara, Presiden merupakan
simbol dan lebih banyak melakukan tugas-tugas seremonial dan beberapa
tugas dalam lingkungan hak konstitusinal yang bersifat prerogatif.
Pemegang kekuasaan eksekutif tidak mempunyai wewenang untuk
membubarkan lembaga perwakilan baik DPR maupun MPR. Presiden tidak
harus mundur apabila tidak mendapat dukungan dari mayoritas anggota badan
perwakilan/permusyawaratan rakyat tidak harus mundur menurut sistem
pemerintahan Indonesia. Dalam UUD 1945 sebelum perubahan hanya
ditemukan ketentuan Presiden dipilih oleh MPR dan tunduk serta bertanggung
jawab kepada MPR.
Mekanisme pemberhentian Presiden sebelum UUD 1945
diamandemen dapat dilihat dalam TAP MPR No. III/MPR/1978 tentang
Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau
Antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara. Dalam Pasal 7 TAP MPR No.
III/MPR/1978 ditentukan bahwa apabila DPR menganggap Presiden sungguh-
sungguh melanggar haluan negara, DPR dapat menyampaikan memorandum
untuk mengingatkan Presiden. Apabila Presiden tidak memperhatikan
109
memorandum DPR dalam arti memperbaiki tindakan-tindakannya yang salah,
DPR dapat meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa dengan agenda
meminta pertanggungjawaban Presiden.
Pertanggungjawaban dalam konteks nilai, karena Presiden adalah
pengemban amanah negara, pertanggungjawaban Presiden di Indonesia diukur
dengan parameter nilai- nilai Pancasila yang sudah dituangkan ke dalam
Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi konstitusi negara Indonesia. Oleh
sebab itu kebijakan Presiden bisa bersifat konstitusional atau inkonstitusional
melalui peradilan Mahkamah Konstitusi. Terjadi apabila DPR menganggap
Presiden dalam melaksanakan tugasnya membuat kebijakan pembangunan
menyimpang dari tujuan yang terdapat dalam UUD 1945.
Nilai Pancasila yang meresap ke dalam Konstitusi Indonesia berasal
dari Sila-sila merupakan kesatuan. Nilai yang meresap ke dalam konstitusi
menjadi parameter dari pergerakan pembangunan negara. Pembangunan
secara ideal seharusnya sesuai dengan basis berpikir nilai yaitu Moral, dimana
nilai ketuhanan adalah moral yang merujuk pada agama, nilai kemanusiaan
adalah moral yang merujuk pada Hak Asasi Manusia, nilai Persatuan adalah
moral yang merujuk pada kebangsaan, nilai Kerakyatan adalah moral yang
merujuk pada demokrasi dan nilai Keadilan sosial adalah moral yang merujuk
pada kesejahteraan.
Basis moral menjadi parameter dari kebijakan pembangunan yang
dilakukan Presiden, sehingga pertanggung jawabannya berdasarkan
manifestasi moral di dalam kebijakan itu. Pembangunan diwujudkan dengan
110
rangkaian kebijakan Presiden menjadi tanggung jawab Presiden karena
amanah yang diembannya, baik melalui MPR sebelum amandemen UUD
1945, maupun melalui rakyat setelah amandemen UUD 1945.
Konsepsi hukum responsif relevan dengan makna sasaran kebijakan
dan penjabaran yuridis dari reaksi kebijakan, serta pentingnya partisipasi
kelompok-kelompok dan pribadi-pribadi yang terlibat dalam penentuan
kebijakan.151 Pemikiran Philippe Nonet dan Philip Selznick152 mengusung
pemikiran hukum responsif, Presiden mampu mengenali keinginan publik dan
punya komitmen terhadap tercapainya keadilan substantif. 153 Hukum
responsif sebagai fasilitator dari sejumlah respons terhadap aspirasi kebutuhan
sosial hukum yang berkembang berakar pinak di rakyat. Secara garis besar
ciri-ciri hukum yang responsif antara lain:
1. Hukum memenuhi kebutuhan kepentingan individu dan rakyat.2. Proses pembuatan hukum partisipatif.3. Fungsi hukum sebagai instrumen pelaksana kehendak rakyat.4. Interpretasi hukum dilakukan oleh yudikatif.
Hukum yang diinginkan oleh rakyat transisional adalah hukum yang
mencerminkan keinginan rakyatnya, yakni hukum yang sesuai dengan
dinamika rakyatnya, hukum yang mampu mengakomidir kebutuhan hukum
dari rakyatnya. Sehingga sangat tepat apa yang dikemukakan oleh
151 Ronny Hanitiyo Soemitro, 1985, Studi Hukum dan Rakyat, Alumni, Bandung, hlm.18.152 Philippe Nonet dan Philip Selznick, 2003, Penerjemah : Rafael Edy Bosco, Hukum Responsif :
Pilihan di Masa Transisi, Huma, Jakarta, hlm. 60.153 Keadilan substanstif dapat didefinisikan sebagai the truth justice (sebenarnya keadilan, keadilan
yang sebenarnya). Pertimbangan utama pencarian keadilan substansial bukan lagi aspek formal(state law) dan material (living law) hukum melainkan aspek hakekat hukum, yaknidilibatkannya pertimbangan moral, ethic and religion. Lihat Suteki, Kebijakan TidakMenegakkan Hukum (non enforcement of law) demi Pemuliaan Keadilan Substantif, dalamPidato Pengukuhan pada tanggal 4 Agustus 2010
111
Chamblis154, bahwa apabila dalam situasi sosial menimbulkan kebutuhan-
kebutuhan baru, maka kebutuhan itu akan diakomodasikan dengan cara
melakukan suatu peninjauan kembali dan pengarahan kembali peraturan-
peraturan yang telah ada.
Dalam konteks hukum, Presiden sebagai lembaga hukum termasuk ke
dalam badan hukum publik. Lembaga kepresiden merupakan badan hukum
publik, pemangku hak dan kewajiban dimana kepadanya dapat menuntut dan
dituntut di depan peradilan. Telah dipertimbangkan sebagai "badan hukum"
berbeda dengan "pribadi natura" yakni manusia seluruhnya sebagai subjek hak
dan kewajiban. Atas dasar itu, tanggung jawab hukum dan kewajiban hukum
ditujukan kepada badan hukum. Bentuk pertanggungjawaban hukum
pemerintah ditentukan oleh tindakan hukum pemerintah (kewajiban hukum
pemerintah) yang dilakukan melalui pejabat pemerintah.
Dalam konsep hukum administrasi, baik intemal maupun eksternal
tindakan pemerintah dibagi dalam dua bentuk perbuatan antara lain: pertama,
perbuatan hukum (rechts handeling); kedua, perbuatan bukan hukum
(feitelijke handeling). Tindakan pejabat negara yang disebut sikap tindak
administrasi negara terdiri dan sikap tindak biasa dan sikap tindak hukum.
Sikap tindak hukum meliputi sikap tindak hukum publik dan sikap tindak
hukum perdata.
Penyalahgunaan wewenang (detournamentdepouvoir) berupa
perbuatan melawan hukum (onrechtsmatige overheidsdaad) dan perbuatan
154 Ronny Hanityo Soemitro, 1989, Perspektif Sosial Dalam Pemahaman Masalah-MasalahHukum, Agung, Semarang, Hlm. 16.
112
melawan undang-undang (onwetmatige overheidsdaad) dapat merupakan
cause responsibility pemerintah untuk pertanggungjawaban hukum (legal
responsibility) tergantung kepada kualifikasi tindakan pemerintah. Jika
tindakan penyalahgunaan wewenang secara materil mengandung unsur
melawan hukum pidana, maka bentuk pertanggungjawabannya adalah
tanggung jawab hukum pidana. Jika tindakan penyalahgunaan wewenang
secara materil mengandung unsur melawan hukum administrasi, maka bentuk
pertanggungjawabannya adalah tanggung jawab hukum administrasi.
Tindakan seorang pejabat di luar jabatan (sebagai pribadi biasa) yang bersifat
pidana dan perdata dalam masa jabatannya yang menyebabkan seorang
pejabat terdakwa atau tergugat dapat berpengaruh pada jabatan yang
sementara diduduki berupa pemberhentian melalui impeachment bagi seorang
Presiden.
Impeachment sebagai konsekuensi pertanggungiawaban Presiden
berhubungan dengan pola system ketatanegaraan dan hubungan lembaga-
lembaga negara yang di dalamnya inheren sistem pertanggungjawaban
kekuasan lembaga Negara. Dalam konsepsi hukum sebagai sarana politik,
partisipasi warga negara mempunyai makna khusus di dalam hukum.
Partisipasi aktif dari para warga negara dalam hukum, merupakan dasar pokok
dari keseluruhan sistem hukum dan pengembangan hukum.
Menelaah pertanggungjawaban politik sebagai salah satu bentuk
subsistem pertanggungjawaban, maka paling pertama dipahami adalah
hakekat politik itu sendiri dan perkembangannya dalam sejarah kehidupan
113
manusia. Pendapat David Easton, sebagaimana terurai dalam buku Esmi
Warassih155 mengatakan, memahami politik sebagai proses pengambilan
keputusan oleh lembaga yang memiliki otoritas untuk dilaksanakan dalam
suatu rakyat.
Pemikiran pengambilan keputusan berkembang pula oleh Miriam
Budiardjo156 sebagai ahli politik, memahami politik sebagai rangkaian konsep
antara negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan,
(decisionmaking), kebijaksanaan (policy, beleid), dan pembagian
(distribution) atau alokasi (alocation).
Substansi makna politik menurut kedua pemikir di atas merujuk
kepada otoritas keputusan berupa kebijakan (policy, beleid). Politik berkaitan
dengan alokasi nilai yang hendak diterapkan dalam suatu kehidupan rakyat
yang menunjukkan cita-cita dan tujuan bersama yang hendak dicapai,
sehingga membicarakan politik berarti mendiskusikan kekuasaan kewenangan
lembaga negara (autority of state institution) untuk mengambil suatu
keputusan berupa kebijakan yang hendak diterapkan dalam suatu rakyat untuk
mencapai cita-cita dan tujuan hidup bersama.
Hakekat politik yang cenderung dimaknai sebagai policy atau beleid
yakni sebagai kebijakan yang dikeluarkan oleh lembaga negara yang memiliki
otoritas, untuk diberlakukan dalam suatu rakyat dalam rangka mencapai cita-
cita dan tujuan hidup bersama.
155 Esmi Warassih, loc.cit.156 Miriam Budiardjo, loc.cit.
114
Pendapat Jimly yang mengatakan bahwa melalui peraturan hukum,
sistem kelembagaan negara serta pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat
dan demokrasi diwujudkan, atas dasar pertimbangan pemikiran bahwa
pertanggungjawaban politik, bertitik tolak dari keputusan pemerintah, baik
policy atau beleid maupun wisdom atau wijsheid yang kewenangannya sebagai
penyelenggaraan kepentingan umum (rakyat).
Tindakan pemerintah dalam mengambil suatu keputusan bertujuan
menjalankan dan menegakkan konstitusi dan undang-undang dalam rangka
perwujudan kedaulatan rakyat dan demokrasi, merupakan kewajiban
(obligation) pemerintah. Menurut gagasan Spiro157, pertanggungjawaban
politik secara substantif menempatkan konstitusi sebagai dasar system
pertanggungjawaban kekuasaan lembaga negara.
Pertanggungjawaban politik pemerintah tidak saja menjadi beban
pemerintah atas pemilihnya, tetapi juga menjadi tanggungjawab pemilih
(rakyat) sebagai pemilih yang ikut menentukan atau menyetujui terpilihnya
pemimpin negara.
Gagasan pertanggungjawaban politik merujuk kepada penggunaan
kekuasaan dan pengawasan terhadapnya oleh pemilik kekuasaan (rakyat)
sebagai manifestasi kedaulatan rakyat dan demokrasi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pertanggungjawaban politik merupakan bagian penting
dan pengawasan politik yang dapat dilakukan rakyat secara langsung maupun
tidak langsung.
157 Spiro, Melford, B. Kikborne and L Langness,1987, Culture And Human Nature, eds: Chicago.
115
Pengawasan langsung diwujudkan melalui pengawasan rakyat secara
langsung terhadap segala, bentuk tindakan pemerintah, sedangkan
pengawasan tidak langsung diwujudkan melalui lembaga perwakilan rakyat
atau lembaga hukum seperti lembaga peradilan. Pengawasan politik terhadap
tindakan pemerintah secara konseptual dilakukan melalui sistem pengawasan
eksternal yakni pengawasan yang dilakukan oleh lembaga di luar eksekutif
seperti parlemen atau rakyat secara langsung. Wujud penyelenggaraan
pengawasan berdasarkan fungsi dan sifatnya dilaksanakan dalam dua
terminologi, yakni pengawasan prefentif (preventieftoezicht) dan pengawasan
represif (repressief toezicht).
Menurut Satjipto Rahardjo,158 hukum perlu kembali pada dasarnya,
yaitu hukum untuk manusia. Hukum bertugas melayani manusia, bukan
sebaliknya 159. Dengan demikian, maka manusia menjadi penentu dan titik
orientasi hukum. Oleh karena itu, hukum itu bukan merupakan institusi yang
lepas dari kepentingan manusia. Begitu juga dengan tugas dan tanggungjawab
kekuasaan untuk kepentingan rakyat (manusia) maka diatur dengan hukum.
Mutu hukum, ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi pada
kesejahteraan manusia. Ini menyebabkan hukum progresif menganut 'ideologi'
yaitu hukum yang pro-keadilan dan hukum yang pro-rakyat160
Dalam pemikiran demikian, maka pertanggung jawaban Presiden
merupakan sebuah proses yang terjadi semenjak Presiden berencana membuat
kebijakan di bidang apapun. Konstruksi kebijakan harus dilihat sebagai
158 Satjipto Rahardjo, 2010, Hukum Progresif..., op.cit.159 Ibid.160 Ibid
116
serangkaian tindakan Presiden, yang dimulai dari pembuatan rencana (planed)
sampai pada implikasinya pada kehidupaan negara. Pertanggungjawaban
bukan semata-mata proses hukum, melainkan juga proses rencana kebijakan
untuk memanusiakan hukum sejak dari lahirnya, atau menjadikan hukum
mengabdi pada manusia keseluruhan bukan perorangan.
Dalam realitas, hukum terlahir dari manusia, dibuat oleh manusia, dan
seharusnya mengabdi untuk kepentingan manusia dimana hukum itu dibuat
dengan mengakomodasi berbagai kepentingan rakyat. Hukum tidak universal,
karena tergantung pada berbagai kepentingan rakyat pembuatnya. Yang
universal dalam hukum adalah tujuan dasarnya untuk mengabdi bagi
kebahagiaan manusia.161
Kebijakan Presiden sebagai serangkaian tindakan yang harus
dilakukan karena statusnya sebagai kepala negara yang mengemban berbagai
kepentingan rakyat, pada dasarnya harus dilahirkan untuk mengabdi kepada
kebahagiaan dan kesejehteraan rakyat. Dalam konsep tindakan, kebijakan
presiden dapat dikategorikan kedalam beberapa kebijakan yaitu : pertama,
tindakan untuk membuat kebijakan pembangunan negara yang dalam prinsip
hukum progresif harus dilakukan dengan menjadikan hukum mengabdi
kepada seluruh rakyat.
161 Satjipto Rahadjo, Hukum Yang Membahagiakan Rakyat, op.cit.
117
C. Pertanggungjawaban Presiden menurut Undang-Undang Dasar 1945
(Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949)
Negara Indonesia berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945 yang
diproklamirkan oleh Sukarno-Hatta. Pada saat merdeka sebagai sebuah
negara, Indonesia hanya mempunyai Presiden sebagai lembaga negara tanpa
ada kelengkapan lainnya, meskipun konstruksi kenegaraannya sudah
dituangkan kedalam Undang-Undang Dasar oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar itu memuat aturan
peralihan yang tujuannya untuk mengatasi kekosongan sistem
ketatanegaraannya.
Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 bisa disebut
sebagai periode awal dalam perjalanan negara Indonesia, karena setelah 27
Desember 1949 wilayah Indonesia menjadi negara Indonesia Serikat, dengan
konstitusi RIS. Meskipun demikian, periode ini menjadi penting karena
periode inilah yang menjadikan dunia mengakui eksistensi bangsa Indonesia.
Dalam periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 belum
banyak terjadi perubahan yang berarti dalam sistem ketatanegaraan Indonesia,
bahkan beberapa Maklumat yang dikeluarkan oleh Presiden justru
merancukan sistem pembagian kekuasaan masih membentuk kekuasaan
lembaga-lembaga berdasarkan aturan peralihan (Pasal IV).
Adapun berdasarkan UUD 1945, ketentuan mengenai lembaga--
lembaga negara yang ada pada periode ini, adalah :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ( Bab II).2. Presiden dan Wakil Presiden yang menjalankan kekuasaan pemerintahan
negara (Bab III).
118
3. Dewan Pertimbangan Agung, yang memberi jawab atas pernyataanPresiden dan berhak memajukan usul kepada Pemerintah (Bab IV).
4. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ( Bab VI).5. Mahkamah Agung, menjalankan kekuasaan kehakiman (Bab IX).
Dalam aturan peralihan itu, seluruh kekuasaan negara baik eksekutif,
maupun legeslatif diserahkan kepada Presiden, Pasal IV aturan peralihan yang
berbunyi:
.......... sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,Dewan Pertimbangan Agung, dibentuk menurut Undang-Undang Dasar,segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah KomiteNasional.
Kemudian dikeluarkan sebuah Maklumat Pemerintah tanpa nomor
tertanggal 14 November 1945 yang berisi: 1) susunan Kabinet Sjahrir I; dan 2)
ketentuan, bahwa kabinet bertanggung jawab kepada Komite Nasional.
Sedangkan lembaga berdasarkan Maklumat Pemerintah antara lain:
1. Komite Nasional Indonesia Pusat (Pasal IV Aturan Peralihan jo MaklumatWakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945).
2. Menteri-menteri (Maklumat Pemerintah tanpa nomor tangga114 November1945).
Dari Aturan Peralihan dan Maklumat di atas dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Periode 18 Agustus 19455 sampai 27 Desember 1949, Indonesia masihdalam masa transisi.
2. Indonesia masih belum mempunyai lembaga negara sebagai perlengkapannegara. Satu-satunya lembaga negara yang ada adalah presiden.
3. Dibuat Maklumat Pemerintah sebagai landasan hukum kekuasaan presidendalam melakukan fungsi eksekutif, dan legeslatif.
4. Komite Nasional dibentuk untuk membantu presiden, tetapi kemudiandifungsikam sebagaimana MPR yang mempunyai kewenangan untukmenetapkan GBHN.
Jika Presiden menguasai wewenang MPR dan DPR sebagaimana
tercantum dalam Pasal IV aturan peralihan UUD 1945 maka bisa dipastikan
119
bahwa konstruksi pertanggung jawaban Presiden hanyalah dari Presiden
kepada presiden, dan rakyat tidak diikut sertakan baik dalam bentuk
perwakilan maupun secara langsung.
Phrase : “.......... sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Pertimbangan Agung, dibentuk menurut Undang-
Undang Dasar, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden”, mengandung
arti bahwa :
1. Lembaga MPR, DPR, DPA belum dibentuk2. Fungsi MPR untuk membuat dan menetapkan UUD dan GBHN; memilih
presiden dan wakilnya; menerima pertanggung jawaban presiden, dipegangoleh presiden.
3. Fungsi DPR untuk menyetujui RUU; untuk menyetujui RAPBN berada ditangan presiden.
4. Fungsi DPA untuk memberikan pertimbangan; untuk menjawab pertanyaanpresiden, berada di tangan presiden.
Secara yuridis peletakan seluruh kekuasaan negara ke dalam satu
tangan Presiden pada waktu itu, bersifat konstitusional karena adanya aturan
peralihan UUD 1945. Akan tetapi apabila diingat bahwa pembentukan DPR
dan MPR menurut UUD 1945 adalah dilakukan dengan proses pemilihan
umum, maka seharusnya di dalam Maklumat Presiden dicantumkan instruksi
untuk segera menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk membentuk DPR
dan MPR. Hal ini menunjukkan belum adanya itikad untuk membangun ketata
kenegaraan yang didasarkan pada prinsip pembagian kekuasaan. Pembentukan
teori kenegaraan Indonesia yang dicantumkan dalam UUD 1945 sudah
menunjukkan adanya konstruksi Trias Politika. Yaitu eksekutif yang dipegang
oleh Presiden, legeslatif yang dipegang oleh DPR dan Yudikatif yang
dipegang oleh Mahkamah Agung. Sedangkan sistem demokrasi perwakilan
120
menghendaki adanya MPR yang berfungsi mewakili rakyat untuk meminta
pertanggung jawaban kepada Presiden. Sehingga dengan belum terbentuknya
MPR melalui Pemilihan Umum mempunyai arti bahwa presiden tidak perlu
bertanggung jawab kepada rakyat.
Mekanisme pertanggung jawaban Presiden terhadap kebijakan yang
dibuatnya tidak jelas, atau belum didefinisikan ke dalam pola yang jelas,
sebab presiden menjadi penguasa tunggal dari semua kekuasaan, dan dalam
pengertian di atas Komite Nasional hanya merupakan Tim untuk membantu
presiden,162 yang kemudian dalam perkembangan selanjutnya dalam
maklumat Pemerintah tanpa nomor tertanggal 14 November 1945, terdapat
ketentuan baru, bahwa kabinet bertanggung jawab kepada Komite Nasional.
Komite Nasional Indonesia Pusat bertugas juga menerima
pertanggungjawaban Presiden seperti yang ada dalam UUD 1945, hal ini
semakin menunjukkan bahwa pembentukkan MPR melalui Pemilihan Umum
menjadi semakin jauh.
Presiden dalam keadaan menjadi penguasa tunggal dari semua fungsi
kenegaraan (eksekutif, legislatif dan yudikatif) maka integritas individu
Presiden menjadi sangat menentukan jalannya pemerintahan negara.
Parameter integritas akan berpulang kepada amanah yang diberikan oleh UUD
dan moral Pancasila. Pertanggung jawaban menjadi tidak bisa diproses secara
hukum, karena konstruksinya belum mempunyai instrumen untuk menuntut
pertanggungjawaban Presiden. Dengan demikian dikeluarkannya Maklumat
162 Perhatikan kalimat .... segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuahKomite Nasional.
121
Pemerintah di atas dapat diartikan sebagai itikad Presiden pada waktu itu
untuk bisa melaksanakan pertanggung jawabannya secara moral, belum secara
hukum dan politik.
Pertanggungjawaban Presiden mengandung makna kewajiban Presiden
sebagai berikut menanggung segala sesuatu kalau ada sesuatu hal, boleh
dituntut, boleh dipersalahkan, boleh diperkarakan.163
Secara filosofis pertanggungjawaban berhubungan erat dengan konsep
“onrechmatige daad” yang diterima oleh hukum sebagai suatu prinsip yang
umum. Jika suatu perbuatan yang merugikan pihak lain mengharuskan adanya
pertanggungjawaban bagi subjek hukum. Ditinjau dari sudut pandang ini maka
pada waktu itu belum tersedia perangkat hukum untuk mekanisme itu,
sekalipun ada Komite Nasional yang bertugas menerima pertanggung jawaban
presiden secara politis.
Prinsip utama pertanggung jawaban hukum untuk presiden adalah
apabila sudah terjadi kesalahan yang harus diputuskan dengan keputusan
Hakim bahwa presiden telah melanggar amanah konstitusi sebagaimana yang
terdapat dalam UUD 1945, barulah kemudian dilanjutkan dengan proses
politik dalam sidang MPR, yang pada waktu itu perannya digantikan oleh
Komite Nasional. Dilihat dari pendapat Miriam Budiardjo164 yang
mengartikan accountability sebagai pertanggungjawaban dari pihak yang
diberi mandat untuk memerintah, kepada mereka yang memberi mandat, maka
163 Arifin Suria Atmadja, 1986, Mekanisme Pertanggungjwaban Keuangan Negara, Gramedia,Jakarta, hlm, 44-45.
164 Miriam Budiardjo, Masalah Acountability dalam Ilmu Politik, Pidato Pengukuhanpenganugerahan Gelar Doctor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) dalam Ilmu Politik dari UI13 Desember 1997, hlm. 4.
122
pada saat itu belum jelas antara yang memberi mandat dan yang diberi mandat
sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945 sebelum diamandemen, yaitu
presiden adalah mandataris MPR.
Menurut Miriam Budiardjo, pertanggungjawaban kepada rakyat dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu melalui wakil rakyat dan atau langsung
kepada rakyat. Sistem pertanggungjawaban melalui wakil rakyat (parlemen)
melahirkan sistem pemerintahan parlementer. Pertanggungjawaban langsung
kepada rakyat melahirkan sistem Presidensil. Sistem pemerintahan presidensil
hanya terdapat pada bentuk pemerintahan republik, yaitu pertanggungjawaban
Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan.165
Kata .... segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden, dalam Aturan
peralihan di atas menunjukkan adanya sentralisasi kekuasaan yang biasanya
hanya ada pada seorang raja, bukan pada presiden. Mestinya tidak demikian,
sebab UUD 1945 sudah memberikan penjelasan bahwa kekuasaan presiden
tidak tak terbatas, yang berarti bahwa presiden dalam posisinya sebagai
mandataris MPR hanya diberi kekuasaan di bidang eksekutif dibatasi oleh
Undang-undang. Maklumat Presiden telah terlepas dari kerangka sistem
pemerintahan yang ada dalam UUD 1945 dengan menyatukan kewenangan
negara pada satu orang.
Pertanggungjawaban secara moral dan hukum dalam pemikiran
Syahran Basah166 adalah dengan memberikan ‘batas atas’ yakni ketaat asasan
165 Soetjipto Wirosardjono, 1995, Dialog Dengan Kekuasaan, Esai-Esai Tentang Agama, NegaraDan Rakyat, Mizan, Bandung, hlm. 193.
166 Sjahran Basah, 1985, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia,Alumni Bandung, hlm. 285.
123
kepada peraturan perundang-undangan, dan ‘batas bawah’ yaitu peraturan
yang dibuat atau sikap tindak administrasi negara baik yang aktif maupun
pasif, tidak boleh melanggar hak dan kewajiban warganegara. Keadaan di atas
jelas telah melanggar asas negara hukum yang mensyaratkan adanya
pemisahan kekuasaan negara, dengan kata lain tidak boleh kekuasaan negara
berada dalam satu orang.
Moralitas dan hukum pertanggungjawaban presiden jika dikaitkan
dengan teori pembentukan hukum atau kebijakan menurut W.A.M. Luypen
bahwa pembentukan hukum oleh pejabat publik perlu dipandu keadilan, maka
keadaan di atas tidak memungkinkan dicapai keadilan ketika Presiden sebagai
penguasa tunggal membuat kebijakan yang pada saatnya akan dinilai oleh
dirinya sendiri. 167
D. Pertanggungjawaban Presiden Priode UUD 1945 (Periode 1959-1971)
Dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 150 tentang Dekrit, atau yang
lebih dikenal dengan Dekrit Presiden 1959, UUD 1945 berlaku kembali.
Badan Konstituante yang telah dibentuk melalui Undang-Undang Pemilihan
Umum No. 7/1953 dibubarkan. Dalam periode ini Pasal IV aturan peralihan
UUD 1945 tidak berlaku lagi, sebab telah terbentuk Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara, Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong, serta Dewan
Pertimbangan Agung Sementara, masing-masing melalui Penetapan Presiden
No. 2/1959 jo Peraturan Presiden No. 12/1959 serta Keputusan Presiden No
167 Mengenai pemikiran Luypen dalam Huibers, Theo, 1995, Filsafat Hukum dan LintasanSejarah, Kanisius, Jokyakarta, dan dalam Bernard L.Tanya, et.all, 2010, Teori Hukum, GentaPublishing, Jokyakarta, 192.
124
199/1960, Penetapan Presiden No. 4/1960 jo Keputusan Presiden 156/1960
serta Penetapan Presiden No. 3/1959 jo Keputusan Presiden No. 168/1959.
Lembaga-lembaga negara ini tidak hanya ada secara yuridis formal,
tetapi pada periode ini semua lembaga yang diatur dalam UUD telah
terbentuk. Akan tetapi, kemudian terjadi penyimpangan-penyimpangan
terhadap UUD 1945, antara lain Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara tentang pengangkatan Presiden seumur hidup. Disamping itu,
seiring diberlakukannya kembali UUD 1945, Dewan Pertimbangan Agung
pun kembali dibentuk berdasarkan UUD 1945 yang memiliki kewenangan
untuk memberikan nasehat dan pertimbangan kepada Presiden baik diminta
maupun tidak diminta oleh Presiden.
Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPR dengan cara “mancabut
kekuasaan pemerintahan negara” karena pertanggungjawaban yang
disampaikan mengenai kebijakan terkait dengan pemberontakan kontra
revolusi G-30-S/PKI, yang dikenal dengan pidato Nawaksara dan Pelengkap
Nawaksara, tidak dapat diterima oleh MPRS. Hal itu dituangkan dalam
Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967. Terdapat dua alasan
pencabutan kekuasaan berdasarkan Ketapan MPR tersebut, pertama, Presiden
tidak dapat memenuhi pertanggungjawaban konsutitusional, dan kedua,
Presiden tidak dapat menjalankan haluan dan putusan MPRS sehingga
Presiden deberhentikan oleh MPR.
125
E. Pertanggungjawaban Presiden Priode UUD 1945 (Periode 1971-1999)
Struktur UUD 1945 memberikan pengaturan yang dominan terhadap
lembaga kepresidenan, baik dari jumlah pasal maupun kekuasaan yang
diberikan kepada Presiden. Bahkan, Pasal 5 Ayat (1) UUD 1945 menyebutkan
Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Ketentuan ini
menimbulkan pendapat seolah-olah hanya Presiden yang memegang
kekuasaan membentuk Undang-Undang, DPR hanya memberikan persetujuan
saja. Pada periode ini Presiden dipilih oleh badan perwakilan rakyat yaitu
MPR dan Presiden tunduk dan bertanggungjawab kepada badan perwakilan
rakyat MPR, dan dapat diberhentikan oleh MPR. Akan tetapi, Presiden tidak
tunduk dan bertanggungjawab kepada DPR, karena setiap laporan
pertanggungjawaban Presiden diterima MPR, dan Presiden dapat
mencalonkan lagi sebagai calon Presiden sehingga kemungkinan besar terpilih
kembali menjadi Presiden priode berikutnya. Pada periode ini pula Presiden
dapat dipilih berulang-ulang kali, Hal ini yang menjadi pembenaran dipilihnya
Presiden Soeharto sampai enam kali berturut-turut. Mengenai hal ini, telah
dilakukan pembatasan melalui TAP MPR No. XIII/MPR/1998 (pada periode
ini MPR masih merupakan lembaga Tertinggi Negara) yang menyebutkan
Presiden dan Wakil Presiden RI memegang jabatan selama masa lima tahun,
dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang hanya untuk satu
kali masa jabatan.
Sistem vertikal dianut oleh UUD 1945 naskah asli, prinsip kedaulatan
yang bersumber kepada rakyat diwujudkan melalui MPR yang merupakan
126
penjelmaan rakyat dan memegang kekuasaan negara tertinggi (supreme body).
MPR kemudian membagi-bagikan sebagian kekuasaan secara vertikal kepada
lembaga-lembaga lain di bawahnya.168 Menurut Jimly Assiddiqie, prinsip ini
disebut dengan pembagian kekuasaan (distribution of power)169. Dalam
kedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, MPR memegang kekuasaan
sebagaimana Pasal 3 UUD (naskah asli) yaitu menetapkan GBHN dan UUD
1945 dan memilih Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 6 ayat (2) (naskah asli).
Penjelasan UUD 1945 disebutkan MPR memegang kekuasaan tertinggi dan
Presiden harus menjalankan haluan negara, Presiden bertunduk dan
bertanggungjawab kepada Majelis
Berdasarkan uraian di atas bahwa MPR merupakan lembaga tertinggi
negara. Anggota-anggotanya terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-
golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 2
Ayat (1) UUD 1945). MPR menjalankan kekuasaan negara yang tertinggi
sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (vertetungsorgan des willens
Staatvolker), sehingga MPR merupakan lembaga tertinggi negara (Penjelasan
Pasal 3 UUD 1945).
168 Jimly Assiddiqie, 2006, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sekjen dan KepaniteraanMK. RI, Jakarta, hlm. 73.
169 Ibid.
127
F. Pertanggungjawaban Presiden setelah amandemen UUD 1945 (Periode
1999-Sekarang)
Perubahan UUD 1945 yang telah dilakukan sebanyak empat kali
menggulirkan berbagai perubahan pula dalam struktur ketatanegaraan.
Disamping adanya beberapa lembaga negara yang dihapuskan, dibentuk
beberapa lembaga negara baru, untuk memenuhi kebutuhan hidup berbangsa
dan bernegara.
Dengan diubahnya beberapa Pasal tertentu dalam UUD berimplikasi
pada beberapa perubahan yang sangat signifikan, antara lain perubahan
ketentuan Pasal 1 Ayat (2) yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan dan
meneguhkan paham kedaulatan rakyat yang dianut negara Indonesia karena
kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan sepenuhnya oleh sebuah lembaga
negara MPR, tetapi melalui cara dan oleh berbagai lembaga yang ditentukan
oleh UUD 1945. Dengan demikian, kedaulatan tetap ditangan rakyat,
sedangkan lembaga-lembaga negara melaksanakan bagian-bagian dari
kedaulatan itu menurut wewenang, tugas dan fungsi yang diberikan oleh UUD
1945. Dengan perubahan ini pula tidak dikenal lagi istilah lembaga tertinggi
negara ataupun lembaga tinggi negara.
Kedudukan setiap lembaga negara bergantung kepada wewenang,
tugas dan fungsinya masing-masing menurut UUD 1945. Perubahan terhadap
Pasal 2 Ayat (1) mengenai susunan keanggotaan MPR dimaksudkan untuk
mengoptimalkan pelaksanaan kedaulatan rakyat bahwa seluruh anggota MPR
dipilih oleh rakyat melalui pemilu, dan juga perubahan ini untuk
128
meningkatkan legitimasi MPR. Ketentuan ini sesuai dengan prinsip demokrasi
perwakilan yaitu perwakilan atas dasar pemilihan (representation by election).
Perubahan Pasal 3 mengenai wewenang MPR berimplikasi pada terjadinya
perubahan fundamental dalam sistem ketatanegaraan kita, yaitu dari sistem
yang vertikal hierarkis dengan prinsip supremasi MPR menjadi sistem yang
horizontal fungsional dengan prinsip saling mengimbangi dan saling
mengawasi (check and balances) antar lembaga negara.
Perubahan UUD 1945, MPR tidak lagi menetapkan Garis-Garis Besar
Haluan Negara, baik yang berbentuk GBHN maupun peraturan perundang-
undangan, serta tidak lagi memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil
Presiden sebagai konsekuensi Pemilihan langsung melalui Pemilu.
Mendudukan fungsi legislatif yang sebenarnya dipegang oleh DPR
sebagai badan yang dipilih rakyat, kedudukan DPR sebagai lembaga legislatif
yang memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dikuatkan melalui
perubahan Pasal 5 Ayat (1) dan Pasal 20 Ayat (1), dengan memindahkan titik
berat kekuasaan legislasi nasional yang semula berada ditangan Presiden,
beralih ke tangan DPR. Di Pasal yang lain (Pasal 20 Ayat 2 hasil perubahan
pertama) menyebutkan DPR dan Presiden mempunyai wewenang yang sama
untuk membahas setiap rancangan undang-undang untuk kemudian disetujui
bersama. Disisi lain, Presiden mempunyai hak untuk menetapkan peraturan
pemerintah untuk menjalankan undang-undang (Pasal 5 Ayat 2) serta
peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang (Pasal 22 Ayat 1).
Dan sebagai penegasan sistem presidensil yang kita anut, DPR mempunyai
129
hak melakukan pengawasan terhadap Presiden/pemerintah (Pasal 20A Ayat 1).
Pasal 7C yang menyebutkan Presiden tidak dapat membekukan dan/atau
membubarkan DPR mencerminkan kedudukan yang setara antara kedua
lembaga yang sama-sama memperoleh legitimasi langsung dari rakyat.
Perubahan penting setelah amandemen UUD 1945 juga menyangkut
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat melalui
Pemilu (semula dilakukan oleh MPR) yang didasari pemikiran untuk
mengejawantahkan paham kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat yang
menjunjung tinggi hak dan nilai kesetaraan dalam rakyat sebagai bentuk
pengamalan falsafah Pancasila. Presiden dan Wakil Presiden terpilih memiliki
legitimasi yang kuat, yang sekaligus memperkuat sistem Presidensil yang
dianut dengan adanya periodesasi masa jabatan Presiden yang pasti (fixed
term). Dengan dipilihnya Presiden secara langsung oleh rakyat (melalui
perubahan III 9 November 2001 Pasal 6 A, sebelumnya dipilih oleh MPR
sebagai badan perwakilan).
Mengenai pertanggungjawaban Presiden pasca amandemen UUD 1945
tidak terdapat pengaturan secara eksplisit tentang pertanggungjawaban ini
karena Presiden tidak lagi diwajibkan untuk melaksanakan GBHN karena
pasca amandemen UUD 1945 kedudukan MPR sederajat dengan lembaga
negara lain (MPR tidak menetapkan GBHN) dan MPR tidak lagi memilih
Presiden tetapi Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Tanggunggjawab
Presiden secara langsung kepada rakyat ini dilakukan secara imaginer, 170
170 Wawancara dengan Zen Zanibar Dosen FH.Unsri, tanggal 3 Januari 2012.
130
karena Presiden dipilih rakyat secara langsung secara filosofis bertanggung
jawab kepada rakyat.
Perubahan ketiga UUD 1945 yang dilakukan MPR pada tahun 2001
antara lain menghasilkan perubahan dan penambahan terhadap pasal 1 ayat (2)
dan Pasal 6A ayat (1). Perubahan ini menyebabkan MPR tidak lagi sebagai
lembaga pemegang kedaulatan rakyat, merubah secara vertikal paradigmatik
sistem kelembagaan negara Indonesia ke sistem kelembagaan secara
horizontal.171
Sistem kelembagaan horisontal merupakan bentuk susunan
kelembagaan negara pasca amandemen UUD 1945 ketiga. Jimly menyebutkan
kedaulatan rakyat itu ditentukan dan dibagikan secara horisontal dengan cara
memisahkannya menjadi kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi-fungsi
yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip
checks and balances. Prinsip ini disebut pemisahan kekuasaan (separation of
power),172 implikasinya MPR tidak lagi memiliki kekuasaan memilih Presiden
dan Wakil Presiden serta menetapkan GBHN.
Presiden yang diplih secara langsung oleh rakyat menunjukkan
pengertian bahwa rakyat mendukung visi, misi dan program yang ditawarkan
melalui kampanye. Kelebihan Presiden dipilih secara langsung, Presiden dapat
secara leluasa mengimplementasikan janji-janji kampanyenya.173 Implikasi
dari kampanye Presiden yang dipilih langsung dengan menyampaikan visi,
171 Jimly Assiddiqie, Kata Pengantar Kelembagaan Negara, KRHN, Jakarta, 2003, Ibnu Tricahyo,2009, Reformasi Pemilu, Menuju Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal, In-Trans Publising,Malang, hlm.74.
172 Ibid, hlm, 73.173 Ibnu Tricahyono, op.cit, hlm. 75.
131
misi pada saat kampanye tidak dapat diturunkan ditengah jabatannya oleh
rakyat, kecuali melanggar apa yang sudah ditentukan dalam Pasal 7 A UUD
1945.
Berdasarkan Pasal 7A UUD 1945 Presiden dan wakil Presiden hanya
dapat diberhentikan karena suatu pelanggaran hukum yaitu pengkhianatan
terhadap bangsa dan negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya
atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Jika menelisik kewenang Presiden sebagai penyelenggara
pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk menyusun program,
pelaksanaan anggaran maka sudah seharusnya BPK dapat memeriksa
pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan Presiden (Undang-Undang
Nomor 15 tahun 2004). Presiden selaku pemerintah secara filosofis
bertanggungjawab mengelola keuangan negara.
Perubahan UUD 1945 juga melahirkan sebuah lembaga baru dibidang
kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Konstitusi (MK) dengan wewenang
tertentu (Pasal 24 C) yakni; menguji undang-undang terhadap UUD, memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
UUD, memutus pembubaran partai politik, serta memutus perselisihan tentang
hasil pemilihan umum. Pembentukan MK adalah sejalan dengan dianutnya
paham negara hukum dalam UUD 1945, yang harus menjaga paham
konstitusional, yang artinya tidak boleh ada undang-undang dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan UUD. Mahkamah
132
Agung sebagai lembaga yudikatif yang memang telah ada sebelumnya, pada
periode ini pengusulan calon hakim agung dilakukan oleh komisi yudisial
dengan persetujuan DPR sebagai representasi kedaulatan rakyat dalam
menentukan siapa yang tepat menjadi hakim agung sesuai dengan aspirasi dan
kepentingan rakyat untuk memperoleh kepastian dan keadilan. Selain MK
lembaga baru dibidang yudikatif yang dibentuk adalah Komisi Yudisial yang
berwenang mengusulkan hakim agung, dan wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim (Pasal 24 B UUD 1945).
133
BAB IV
BENTUK KEBIJAKAN YANG DILAKUKAN PRESIDEN BERTUJUAN
UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN
A. Good Governance Sebagai Asas Kebijakan Pembangunan Untuk
Mencapai Kesejahteraan
Perkembangan paradigma baru dari konsep pemerintah yang bersih
dan berwibawa (clean government, good government) ke arah konsep
mengelola pemerintahan yang baik (good governance) dapat dilihat adanya
suatu kecenderungan global dalam paradigma baru manajemen
pembangunan. Bintoro Tjokroamidjojo berpendapat bahwa:
Good governance adalah suatu sistem dan proses dalam penyelenggaraanpemerintahan dan pembangunan yang mengindahkan prinsip-prinsip“supremasi hukum, kemanusiaan, keadilan, demokrasi, partisipasi,transparansi, profesionalitas dan akuntabilitas, serta memiliki komitmentinggi terhadap tegaknya nilai-nilai dan prinsip desentralisasi, daya guna,hasil guna, kepemerintahan yang baik, bertanggungjawab dan berdayasaing”.174
Prinsip-prinsip lebih tinggi untuk menentukan Good Governance,
mengenai sistem pemerintahan negara ini perlu adanya pembagian kekuasaan
atau pembagian tugas pemerintahan dan perimbangan kekuatan yang berarti
checks and balance antara lembaga governance tingkat teratas yaitu
executive, legislative, dan judicative. Berjalannya checks and balance secara
baik dalam penyelenggaraan pemerintahan yang efektif menentukan good
governance.
174 Bintoro Cokroamijoyo, 2000, h.7.
134
Selain prinsip pemerintahan yang baik terdapat juga prinsiples of
good governance yaitu sebuah asas hukum (legal principles) dalam hukum
administrasi merupakan genus dari general prinsiples of proper
administration (asas-asas umum pemerintahan yang baik). Urgensi principles
of good governance terletak pada kontektual dalam fungsinya sebagai
jembatan antara discretionary power ini aplikable dalam konteks pembedaan
hukum dari organ ataupun institusi yang berbeda sebagai dasar pengujian
dalam proses kontrol terhadap pemerintah.
Pelaksanaan principles of good governance merupakan cakupan
pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyat/warganegara tidak hanya
mencakup rechmatigheid tindakan pemerintah, tetapi juga keharusan
memberikan kesempatan secara langsung kepada rakyat untuk berpartisipasi
dalam pemerintahan dan memperluas perananan peradilan dalam menguji
tindakan-tindakan pemerintah termasuk memperluas cakupan-cakupan dasar-
dasar pengujian yang aplikabel.175
Hubungan antara principles of good governance dan tindakan diskresi
pemerintah dapat dijelaskan melalui dua teori:
Teori Kompensasi bahwa menurut teori ini diskresi merupakan
kompensasi atas hilangnya jaminan dalam peraturan perundang-undangan
sebagai dasar keabsahan tindakan pemerintahan karena legislator
mendelegasikan kekuasaan diskresi pemerintah. Menurut teori fungsi dalam
masyarakat, prinsip good governance membantu dalam menjaga atau
175 G.H.Addink,2003, From Principle of Proper Administration to Principle of Good Governance,dalam G.H. Addink, Utrecht, Faculteit Rechrtgelerheid Universitetit Utrecth, hlm. 19, KrishnaDarumurti, 2011, Kekuasaan Diskresi Pemerintah, Citra Aditya, Bandung, hlm.66.
135
mengawasi suatu kebijakan agar terlegitimasi di dalam masyarakat pada saat
bersamaan memiliki tuntutan akan fairness dan keadilan.176
Keputusan pejabat administrasi didasarkan pada asas yang dapat di
kelompokkan menjadi dua bagian, yaitu asas yang bersifat formal yaitu
berkenaan dengan prosedur yang harus dipenuhi dalam setiap pembuatan
ketetapan yang disebut Indroharto sebagai asas-asas yang dipersiapkan pada
saat persiapan dan pembentukan keputusan, serta asas yang bersifat material
tampak pada isi dari keputusan pemerintah, seperti asas kepastian hukum,
asas persamaan serta asas tidak mencampur adukkan kewenangan (larangan
sewenang-wenang dan larangan penyalahgunaan wewenang).177
Koentjoro Purbopranoto manambahkan dua asas yang selaras dengan
nilai-nilai Pancasila dan semangat UUD 1945,178 yaitu asas kebijaksanaan
dan asas penyelenggaraan kepentingan umum (priciples of public service).
Asas tersebut dikaitkan Kuntjoro dengan kebijakan yang menjadi arah bagi
pemerintah untuk bertindak untuk situasi yang konkrit (kasuistis), maka
kebijakan harus didasarkan pada asas kebijakan, dalam pengertian
memperhitungkan dampak-dampak negatif yang mungkin terjadi dalam
kehidupan masyarakat. Asas kedua yaitu asas penyelenggaraan kepentingan
umum (principle of public service) mengharuskan pemerintah menjalankan
176 Ibid, hlm. 67.177 Indroharto, Seno Aji, 2004, Catatan Terhadap Perkara Ir. Akbar Tanjung, dalam Amir
Syamsuddin, et.al., Putusan Perkara Akbar tanjung (analisis Yuridis Para Ahli Hukum),Jakarta, Pustka Sinar Harapan, hlm.2.
178 Kuntjoro Purbopranoto, op.cit, hlm. 30.
136
kekuasaan untuk mencapai atau memenuhi berbagai kepentingan masyarakat,
bangsa dan negara.179
Dalam menjalankan kekuasaan ini pemerintah memiliki fungsi yang
lebih futuristik selain memiliki fungsi mensejahterakan juga memiliki fungsi
katalis yaitu mampu untuk memberdayakan rakyat dengan berbagai kebijakan
yang berpihak kepada rakyat, melakukan upaya-upaya untuk mendorong
semangat kompetisi, selalu berorientasi kepada misi, lebih mengutamakan
hasil daripada cara atau proses, kepentingan rakyat sebagai acuan utama,
berjiwa wirausaha, dan selalu bersikap antisipatif atau berupaya mencegah
timbulnya masalah, bersifat decentralized dan berorientasi pasar, sehingga
upaya pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat dapat tercapai180
B. Kebijakan yang dihasilkan oleh Pemerintah
Kebijakan Pemerintah yang didasarkan pada norma hukum, yang
mengungkapkan karakter dinamis dari sistem norma yang berfungsi sebagai
norma dasar, juga mengungkapkan suatu kekhasan lebih lanjut dari hukum.
Hukum mengatur pembentukan hukum sendiri karena suatu norma hukum
menentukan cara membuat norma hukum yang lain sampai dengan derajat
tertentu.
179 Prayudi selanjutnya mengemukakan empat kriteria teori dasar dalam kepentingan umum, yaitu:a). teori keamanan yang penting menurut teori ini adalah keamanan masyarakat.b). teorikesejahteraan mengatakan bahwa kesejahteraan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhanpokok masyarakat seperti sandang, pangan, kesehatan dan kesempatan kerja. c).teori efisiensikehidupan adalah teori yang mengharuskan agar masyarakat hidup secara efisien. d). Teorikemakmuran bersama ini dengan maksud agar ketegangan sosial dapat ditanggulangi dandiikuti pemerataan tingkat pendapatan masyarakat.
180 David Osborn dan Ted Gaebler, Reinventing Goverment, Laboratories of Democracy, dalamYeremias T. Kaban, op.cit, hlm. 34.
137
Norma hukum yang satu valid lantaran dibuat dengan cara yang
ditentukan oleh suatu norma hukum yang lain, dan norma hukum yang lain
ini menjadi landasan validitas dari suatu norma hukum yang lain ini yang
disebut norma pertama. Hubungan antara norma hukum yang mengatur
pembentukan norma lain adalah norma yang lebih tinggi, sedangkan norma
yang dibentuk menurut peraturan ini adalah norma yang lebih rendah181.
Tataran hukum, terutama tataran hukum yang dipersonifikasikan
dalam bentuk negara, bukanlah sistem satu norma yang satu sama lain hanya
dikordinasikan, yang berdiri sejajar atau sederajat, melainkan suatu tatanan
urutan norma-norma dari tingkatan-tingkatan yang berbeda. Kesatuan norma-
norma ini ditunjukkan oleh fakta bahwa pembentukan norma yang satu yakni
norma yang lebih rendah, ditentukan oleh norma lain yang lebih tinggi, yang
pembentukannya ditentukan oleh norma yang lebih tinggi, dan bahwa
regressus (rangkaian pembentukan hukum) ini diakhiri oleh suatu norma
dasar tertinggi yang, karena menjadi dasar tertinggi dari validitas keseluruhan
tatanan hukum, membentuk suatu kesatuan tatanan hukum ini.
Tata urutan atau suatu susunan hierarkis tatanan hukum suatu negara
secara umum dapat dikemukakan dengan mempostulasikan suatu norma
dasar, konstitusi menempati urutan tertinggi di dalam hukum nasional.
Konstitusi sebagai UUD disini di pahami bukan dalam arti formal, melainkan
dalam arti materiil. Konstitusi dalam arti formil adalah suatu dokumen resmi,
seperangkat norma hukum yang hanya dapat diubah di bawah pengawasan
181 Hans Kelsen hlm, 179.
138
ketentuan-ketentuan khusus kewenangan MPR untuk merubahnya, yang
tujuan perubahan norma-norma tersebut menjadi lebih sulit karena
membutuhkan kewenangan yang berasal dari legitimasi kekuasaan yang kuat
dan diatur dalam konstitusi itu sendiri.182 Konstitusi dalam arti materiil terdiri
atas peraturan-peraturan yang mengatur pembentukan norma-norma hukum
yang bersifat umum, terutama pembentukan undang-undang.
Sistem demokrasi, mendorong negara-negara memilih salah satu
model ala pemerintahan USA atau Kerajaan Inggris183 yaitu mengadopsi
sistem presidentil seperti Amerika atau mengikuti sistem Parlementer
Westminters seperti Inggris. Tetapi pemisahan kekuasaan yang jelas hanya
terdapat pada sistem pemerintahan presidensil di Amerika Serikat.
Pada sistem presidensil, ketiga cabang kekuasaan pemerintahan
terpisah dengan imbang. Presiden mempunyai kekuasaan untuk menunjukkan
undang-undang tetapi legislatif juga mempunyai kekuasaan untuk
mengajukan undang-undang tetapi legislatif juga memiliki kekuasaan untuk
menolaknya. Di US, Kongres dapat menghentikan kegiatan birokrasi
pemerintahan dengan menolak meloloskan proposal budget.
Kelemahan dan kekuatan masing-masing sistem tampak sekilas,
dibawah parlementarian, kekuasaan eksekutif sangat kecil dan legislatif dapat
setiap saat menghentikannya dengan mengganti perdana menteri baru. Pada
saat yang sama dinegara dengan model presidensil, meskipun presiden
memegang kekuasaan, legislatif harus dapat membuktikan kejahatan yang
182 Sri Sumantri op.cit., dan Jimly, op.cit.183 John Leemk, Parliamentary or Presidential: 2007, http://www. infernal ramblings.
com/articles/Law/611.
139
dilakukan dan tidak dapat menghentikan presiden hanya karena kebijakannya
dianggap salah. Namun dalam sistem presidensil yang biasanya terdiri dari
dua kamar, ada tiga wilayah kekuasaan yang harus dapat dikontrol agar
peraturan perundang-undangan dapat disetujui; eksekutif, legislatif lower
house dan legislatif upper house. Catatan perjalanan negara dengan sistem
presidensil umumnya dianggap tidak berhasil, hal ini tergantung pada
pandangan keberhasilan dan negara sebagai contoh, Philipina dan
kebelakangan negara Amerika Latin dan Liberia.184
Pada negara Indonesia, kegagalan sistem pemerintahan yang tidak
mampu menjaga stabilitas dan efektifitas politik dan ekonomi secara
berkesinambungan kemudian diletakkan pada pilihan politik yang presidensil
dan multipartai sistem. Ada anggapan lemahnya kelembagaan dan
kewenangan sistem presidensil yang dipakai saat ini membuat presiden tidak
mampu secara mandiri menegaskan keputusan-keputusan politik. Partai
politik pengusung di lembaga legislatif yang sarat dengan berbagai
kepentingan baik politis maupun ekonomis yang siap memveto keputusan
atau kebijakan presiden. Kehadiran banyak partai juga dianggap telah
memperpanjang permasalahan pengambilan keputusan di legislatif bila setiap
partai politik memperjuangkan isu dan program masing-masing.
Sistem presidensil dan multi partai sistem telah dianggap sebagai
black sheep kegagalan untuk menjaga stabilitas pemerintahan pada saat yang
bersamaan, isu ini menjadi fenomena dalam politik yang mewarnai
184 Nurliah Nurdin, 2009, Politik dan Pemerintahan Indonesia, Editor, Andy Ramses M. La Bakry,penerbit Rakyat Ilmu Pemerintahan, 116.
140
perdebatan sistem presidensil menjelang pemilu tahun 2009. Faktanya,
efektivitas pemerintahan banyak mengalami kesulitan dan terkadang terganjal
oleh kekuatan di DPR. Perpaduan sistem multipartai dan sistem presidensil
sebagaimana dikemukakan oleh Scott Mainwaring185 yang menyatakan
kombinasi yang sulit kemudian menjadi perdebatan dalam menyusun RUU
politik juga dalam wacana politik kontemporer186. Terjadinya dedlock dan
pengambilan keputusan karena Presiden berasal dari partai minority
menyebabkan minimalnya dukungan dari DPR.
Penelitian yang dilakukan oleh Juan Linz pada tahun 1990
menunjukkan sistem presidensil tidak lebih stabil dibandingkan dengan
sistem parlementer dalam menyelenggarakan suatu pemerintatan. Penulis
memiliki persepsi yang berbeda karena terjadi disparitas penerapan sistem
presidensil di negera dengan demokrasi yang mapan dan negara demoktrasi
baru. Pada negara dengan demokrasi yang sudah mapan (establish
democracy) seperti AS, penerapan sistem presidentil justru menguat dan
memberikan stabilitas yang cukup dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Namun pada negara demokrasi baru (new democracy) seperti Indonesia dan
Fhilipina, terjadi ketidak stabilan politik menimbulkan kecendrungan sistem
presidensil pada negara berkembang terjadi karena faktor :
185 Scott Mainwaring, 1993, Presidentialism, Multipartai and Democracy: The DifficultCombination, dalam Comparative Polical Studies, Vol. 26, hlm. 198-228.
186 Nurliah Nurdin, op.cit, hlm, 117, sebagai salah satu tim penyusun UU partai politik sebetulnyapemerintah menginginkan pada sistem presidensil dengan multipartai sederhana, bukan yangdimiliki saat ini. Salah saru alasan pemerintah adalah ketidak stabilan sistem presidensildengan sistem multi partai ini. Meskipun pada saat ini dengan UU parpol tahun 2008 masihterjadi banyak atau multi partai namun partai pemerintah berkuasa ( partai demokrat) mendapatsuara 60 % dari jumlah suara pemilih.
141
1. Penerapan sistem presidensil pada negara demokrasi baru kurang stabilkarena pemisahan kekuasaan yang abu-abu (tidak jelas) antara eksekutifdan legislatif sehingga menimbulkan deadlock dalam pengambilankeputusan.
2. Sistem pemilu tertentu yang menghasilkan pasangan presiden dan wakilpresiden berpengaruh dalam memposisikan kekuasaan presiden sebagaikekuasaan eksekutif.
3. Negara demokrasi baru seperti Indonesia dan Philipina masih berkutatpada masalah- masalah konsolidasi demokrasi seperti misalnya pada saatdibentuknya satgas bersama dalam menyikapi berbagai persoalan diIndonesia antara lain dalam rancangan UU tentang kedudukan GubernurJogja yang harus dipilih oleh rakyat bukan ditunjuk langsung olehPresiden.
Pernyataan Presiden yang mengatakan penyebab Instruksi Presiden
baik yang diberikan secara lisan maupun tertulis tidak berjalan sebanyak 50%
seperti diungkapkan Presiden pada pertemuan Pengantar Rapat Paripurna
Kabinet di kantor Presiden tanggal 7 juli 2011. Kondisi Indonesia saat ini
sampai dengan awal tahun 2011, Presiden setelah terpilih dua kali masa
jabatan setelah pemilu Presiden 2009, pemberantasan korupsi yang
dicanangkan Presiden diawal priode pertama jabatan Presiden berjalan
ditempat seperti penanganan kasus Bank Century, korupsi pajak Gayus
Halomoan.
Chibub mengatakan bahwa ada tiga argument yang menyebabkan
kegagalan sistem presidensil yaitu sistem presidensil dapat membelah
pemerintahan yang mengakibatkan, terjadinya deadlock juga membawa pada
hal buruk seperti kegagalan pada demokrasi atau tidak akuntabel. Chibub
menyatakan jawabannya dari tiga alasan tersebut, bahwa kegagalan ketiga hal
diatas justru menjadi pemacu sebaliknya karena kegagalan terletak kepada
sistem kepartaian dan kekuasaan legislasi Presiden yang mengambil peran
142
penting.187 Tiga argumen yang melemahkan sistem presidensil tersebut
dijawab oleh Cheibub sebagai berikut :
1. Sistem persidensil lebih menunjukkan pemerintahan yang terbelah karena(a) tingginya partai politik yang efektif, (b) pemilihan legislatif daneksekutif yang tidak bersamaan dan (c) sistem pemilu yang bersifatproporsional ketimbang majoritarian188.
2. Pemerintahan yang terbelah membawa deadlock. Pendapat Chibubmenunjukkan kemungkinan jatuhnya pemerintahan karena beberapa haldalam demokrasi presidensil. Pertama, harus ada institusi veto, bila tidakterdapat pembagian kekuasaan terjadi. Kedua, mekanisme veto harusmensyaratkan lebih dari sekedar mayoritas di legislatif, ketiga, negara-negara yang menerapkan veto dan suara mayoritas (supermajority overriderule) maka partai presiden harus dapat mengontrol a) cukup kursi untukmemelihara veto, b) cukup sedikit kursi yang bukan suara majoritas, untukmenghindari deadlock.
3. Deadlock membawa kegagalan demokrasi. Deadlock dalam sistempresidensil dapat mengakibatkan terjadinya kudeta dan pembunuhan.Namun Cheibub juga menyatakan untuk menunjukkan presiden akuntabeljika ‘hazard rate’ (kemungkinan untuk tetap menjabat) berkorelasi denganperforma ekonomi.
Worldwide Governance Indicators (WGI) memberikan enam kriteria
tingkat keberhasilan pemerintahan di dunia, yaitu:
Kebebasan bersuara (voice and accountability), stabilitas politik
(political stability), efektifitas pemerintahan (goverment efectivity), kualitas
peraturan perundang-undanagn ( regulatory quality, rule of law), kontrol
terhadap korupsi (control of cooruption). Dalam skala 0-100 berarti nilai
buruk ke yang terbaik ; Indonesia mendapatkan rangking terakhir sebagai
187 Chibub, 2002, Presidentialisme and Democratic Performnace in The Architecture ofDemocratic, Constitutional Design, Conflict Management, and Democracy, Andrew Reynolds,ed., Oxford Univesity Press.
188 Bandingkan dengan Pemilu tahun 2004 di Indonesia, dengan sistem pemilu proporsionalterbuka dan pemilu tahun 2009 dengan sistem suara terbanyak yang terbatas.
143
bandingan negara maju yang juga menerapkan sistem presidensil adalah
seperti Prancis, skor Indonesia didapat berurut adalah 91189.
Indikator kestabilan politik tersebut adalah 1). jumlah demontrasi
politik, 2). jumlah pemberontakan politik, 3). jumlah perlawanan politik, 4).
jumlah serangan militer dan 5). jumlah dari pelanggaran domestik. Sebagai
contoh perbandingan negara demokrasi baru yang menerapkan sistem
presidensil mendapatkan nilai dari World Bank dalam ukuran kestabilan
politiknya Indonesia, Philipina dan negara demokrasi mapan USA dan
Perancis.
Dalam studi komparatif, ilmuwan politik menyadari bahwa stabilitas
suatu regim tidaklah mandiri dipengaruhi oleh pemilihan sistem politik,
apakah sistem multi partai ataukah sistem dua partai. Beberapa perkecualian
terjadi ketika klaim sistem yang dijadikan sebagai sumber kestabilan. Model
Westminster dan Model Konsensus tidaklah secara murni diterapkan pada
beberapa unsur diterapkan diantara keduanya misalnya saja USA
menggambarkan:
1. Konsentrasi kekuasaan antara presiden dan kongres;2. Sistem bicameral yang seimbang antara House of Repsentatif and Senate;3. Dua sistem partai yang kuat; partai yang heterogin tapi dengan program
yang sama;4. Sistem pemilihan pluralitas;5. Sitem federal6. Konstitusi tertulis dan7. Veto minoritas.
189 Kaufman, Danniel, Aart and Massimo Maastruzzi, 2006, Governance Matters V: GovernanceIndicators for 1996-2005 “World Bank Policy Reserach Working Paper, and A Decade ofMeasuring the Quality of Governance, September.
144
Dalam Asian Survey, salah satu artikel William Liddle190mengutip
Scott Mainwaring bahwa sistem multipartai dan sistem presidensil adalah
gabungan yang sulit. Hal ini setidaknya telah dibuktikan pada 31 negara yang
masuk kategori demokrasi yang stabil. Setidaknya ada tiga alasan mengapa
kombinasi ini menimbulkan permasalahan. Tidak adanya partai politik yang
mayoritas mutlak dalam legislatif ditambah dengan pembagian kekuasaan
menimbulkan deadlock antara eksekutif dan legislatif. Dibandingkan dengan
sistem dua partai, sistem multipartai lebih banyak menimbulkan polarisasi
ideologi, serta koalisi antar partai akan lebih sulit untuk dibangun dan
dipelihara pada sistem presidensil dibandingkan dalam sistem parlementer.
Tercapainya suatu sistem pemerintahan yang efektif diperlukan
pemikiran yang serius untuk menyelesaikan hambatan-hambatan yang
mungkin timbul dari persoalan personalisasi lembaga kepresidenan, perlu
dibuatkan pengaturan kelembagaan detail yang memungkinkan munculnya
lembaga kepresidenan yang kuat meskipun jabatan Presiden Indonesia pada
masa terakhir ini dengan pemilihan presiden langsung dengan kemenangan
60 persen, terjadi kebijakan yang menyebabkan kerugian bagi masyarakat
misalnya dalam kasus Century yang belum selesai sampai saat ini. Bail Out
Century dilakukan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang (Perpu) Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaringan Pengaman Sektor
Keuangan, adalah bahwa permintaan pengucuran dana negara yang sangat
besar terhadap kejadian pemilik perbankan Century minta repo asset
190 R. William Liddle and Saiful Mujani, 2006, A New Multiparty Presidential Democracy, AsianSurvey. Vol. XLVI, No. 1, January/February.
145
maksimal Rp. I triliun tetapi mengucur sampai Rp.6,5 triliun. Sudah jelas
CAR Century minus, fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) masih tetap
diturunkan.191
Beberapa hal yang semestinya melekat pada konseptualisasi
kebijakan. Pertama, adanya refleksi konseptual, substansi, filosofi, serta
kewenangan presiden yang sangat bisa dipercaya karena kekuasaannya
berasal dari banyak suara rakyat. Sebagai contoh Shugart and Carey192
menguraikan dimensi kewenangan presiden :
These aspects are veto/override, presidential authority to legislate bydecree, exclusive right to initiate certain legislatif proposals,budgetary initiative, and power to propose referenda. Aspects ofpresidential power aparat from the legislatif domain include cabinetformation, cabinet dismissal.
Aspek pertama yang berkaitan dengan kewenangan legislasi yang
dijamin konstitusi presiden. Aspek-aspek tersebut adalah hak veto, hak veto
bagian, mengeluarkan dekrit presiden, membuat usulan undang-undang, hak
budget, dan membuat usulan referendum. Aspek lain yang merupakan
kekuasaan presiden tapi terlepas dari domain legislatif termasuk pembentukan
kabinet, pemberhentian anggota kabinet.
Dalam UUD 1945 masih relevan disebutkan kekuasaan Presiden di
bagi menjadi bidang pemerintahan, perundang-undangan dan yudicial sesuai
dengan pembagian kekuasaan menurut Montesqueau.
191 Forum Keadilan, No. 27, 04 Nopember 2012, hlm. 63-64.192 Matthew Soberg Shugart and John Carey,1992, Presidents and Assemblies, Cambridge :
Cambridge University Press, dalam naskah akademis tim pemerintah yang dipimpin oleh KetutIrawan dan Syamsuddin Haris.
146
Indonesia pada saat Kabinet Indonesia bersatu Jilid II, pembentukan
koalisi partai diparlemen yang berujung juga kepada pemeriksaan Menteri
dari Golkar Paskah Suzetta oleh KPK pada tanggal 29 Januari 2011, Andi
Malarangeng diperiksa KPK karena tersangkut kasus suap Wisma Atlet
Palembang.193 Jika menelisik kepada hukum yang didasari moral maka
pejabat tidak boleh melakukan kelakuan melanggar moral. Pola yang
seharusnya diterapkan adalah budaya malu. Satjipto Rahardjo
mengungkapkan bahwa keadilan yang melambangkan kehadiran moral dalam
hukum terdengar seperti suara yang datang dari dunia lain, dari tempat yang
sangat tinggi cuma ideal.194 Perilaku seperti ini seharusnya dimulai dari
penyeleksian rekrutmen pemimpin dari partai dengan multipartai sistem akan
meningkatkan ketidak harmonisan hubungan eksekutif dan legislatif seiring
dengan meningkatnya polarisasi ideologi dan bangunan koalisi antar partai
yang sulit untuk dipantau.
Sistem partai yang dibedakan berdasarkan jumlah partai,195 di
Indonesia mengenal tiga macam sistem kepartaian yaitu: sistem multipartai,
sistem dwipartai dan sistem partai tunggal. Sistem multipartai muncul paling
dulu dan merupakan sistem dimana lebih dari satu partai berusaha
memperebutkan kekuasaan melalui pemilihan umum. Sistem dwi partai atau
dua partai terdapat terutama di Inggris dan Amerika Serikat dengan
193 Ketika Menteri terindikasi pidana yang diperiksa oleh aparat penegak hukum maka programpembangunan yang harus dilaksanakan akan terganggu. Satjipto Rahardjo, Penegakan HukumProgresif, op.cit, hlm. 248.
194 Ibid.195 Kumpulan Karangan Miriam Budiarjo, 1996, Demokrasi Indonesia : Demokrasi Parlementer
dan Demokrasi Pancasila, Gramedia Pustaka, hlm. 27
147
pengertian ada dua partai dominan, sedang disampingnya masih ada partai-
partai kecil. Sistem partai tunggal atau sistem yang sedang didominasi oleh
satu partai tunggal sistem yang didominasi satu partai. Bentuk ini terutama
ditemukan di negara komunis di masa jayanya dan di beberapa negara di
Afrika.
Pengalaman sejarah menunjukkan, Indonesia terbiasa dengan
kehadiran banyak partai. Ada yang berdasarkan agama, ada yang berdasarkan
aliran, seperti nasionalisme dan komunisme. Sistem multipartai juga
dilaksanakan setelah proklamasi. Meskipun ada wacana untuk mendirikan
sistem satu partai tunggal pada saat kemerdekaan yaitu partai pemerintah,196
namun terjadi penolakan berdasarkan keyakinan bahwa tanpa ada saingan
atau imbangan dari partai lain, dapat membawa Indonesia pada otoriterisme.
Sistem multipartai juga dianggap tidak lebih menggembirakan,
terutama ketika diterapkan pada sistem parlementer pada tahun 1950-1959;
karena sistem parlementer dan partai. Akibatnya, sering terjadi disharmoni
partai dalam pengambilan keputusan menimbulkan ketidakstabilan dan tidak
memberi cukup peluang untuk memulai usaha pembangunan ekonomi.
Indonesia pada pemilu yang dilakukan sangat banyak partai sebagai
konstestan pemilu 2009 dengan adanya koalisi partai menyebabkan Presiden
yang diusung oleh pertai pemenang pemilu menjadi kerap ragu dalam
196 James A. Simson, 1999, Government and Responsiveness dalam Adam Przeworski at.all.Democracy, Accountability, and Representation. Cambridge University Press. hlm. 197. Jamesmengemukakan prospek dari partai pemerintah untuk dipilih publik akan besar karenakemampuannya untuk menghimpun program partai ke dalam bentuk kebijakan publik.
148
bertindak. Tidak ada jalan lain untuk memperbaiki fungsi partai politik. Ada
dua hal yang penting yang dapat dilakukan menuju hal ini 197:
1. Dengan memperkokoh ideologi partai sebagai nilai dasar perjuangan.
Ideologi menjadi nilai bersama yang mengarahkan setiap pimpinan dan
kader partai politik tentang konstruksi dan cita-cita kehidupan bernegara
dan berbangsa. Dengan ideologi negara, perlu atau tidak membangun
koalisi dengan parpol lain.
2. Faktor kedua adalah kaderisasi ideologi, yaitu internalisasi nilai kader-
kader parpol. Kaderisasi adalah fungsi pendidikan politik agar para kader
kelak dapat pula melakukan fungsi pendidikan politik kepada rakyat
dengan menjual ‘nilai ideologi’ kader parpol pada saat kampanye.
Kaderisasi bukanlah perkara instan, tetapi proses yang lama dan berjenjang
dari mulai menjadi simpatisan, sampai pimpinan cabang, daerah, wilayah
dan pimpinan pusat parpol bukan langsung menjadi calon kepala negara
atau kepala daerah.
Penyederhanaan partai pada saat ini perlu dipertimbangkan sebagai
wacana untuk menghasilkan pemilu yang refresentatif. Upaya untuk
menyederhanakan sistem kepartaian pun menjadi eksperimen dengan sistem
dwi partai yang dibeberapa Negara Barat seperti Inggris dan USA telah
berhasil menciptakan stabilitas yang cukup mantap dan langgeng. Tahun
1967-1968 menjadi periode sangat singkat sistem dwi partai, namun dianggap
terlalu radikal dan menemui banyak kesulitan serta tantangan sehingga pada
197 Eko Prasojo, 2009, Reformasi Kedua, Melanjutkan Estafet Reformasi, Salemba Humanika,hlm.13
149
sehingga pada tahun 1969 ditinggalkan sama sekali.198 Penyederhanaan partai
pun dilakukan meskipun dengan paksaan. Sistem ini bukan sistem tunggal
atau dwi partai, tetapi multipartai yang dibatasi menjadi tiga.
Sejak hasil pemilu Pilpres tahun 2004, beberapa rekomendasi dari
berbagai elemen yang ingin menguatkan sistem presidensil melalui koalisi
partai yang solid maupun dengan penerapan multipartai sistem sederhana
telah mengalir sampai saat RUU politik dibuat. Sebagai konsekuensi dari
pilihan terhadap sistem Proporsional Representative (PR), maka eksistensi
multi partai tidak terhindarkan termasuk lahirnya parpol kecil; juga sebagai
akibat dari multipartai sistem maka dua periode pemilihan (two round voting)
juga menjadi pilihan mutlak untuk mendapatkan pasangan calon terpilih
dengan legitimasi nasional.
Salah satu perdebatan intens yang kemungkinan terjadi dalam
pembahasan RUU Pilpres tahun 2008 yang dibahas oleh DPR dan Pemerintah
adalah pertama, berkaitan dengan siapa yang berhak mencalonkan pasangan
presiden dan wapres. Kedua, siapa yang berhak untuk dicalonkan, ketiga
apakah pencalonannya itu, bersifat permanen, binding, mengikat ataukah
mungkin bisa diganti.
Keinginan parpol besar untuk menaikkan parliamentary threshold
(PT) yaitu persentase perolehan kursi atau suara secara nasional untuk dapat
mengajukan pasangan calon, dilakukan dengan menaikkan persyaratan dari
15% perolehan kursi dan 20% untuk perolehan suara secara nasional menjadi
198 Miriam Budiardjo, 1996. Demokrasi di Indonesia : Demokrasi Parlementer dan DemokrasiPancasila, Gramedia Pustaka. hlm. 224-226, tidak disebutkan nama partai pada saat sistem duapartai.
150
30%. Jika ini disetujui, maka praktis hanya partai besar yang dapat
mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Hanya saja
persyaratan ini justru akan melemahkan sistem presidensil. Secara sadar atau
tidak adopsi terhadap PT yang tinggi ini telah mengambil unsur dalam sistem
parlementer dimana hanya terdapat dua partai besar yang bertarung untuk
menempati posisi eksekutif.
Dalam naskah akademis RUU Politik, Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden telah dipaparkan beberapa kesulitan yang dihadapi satu bangsa yang
menerapkan sistem presidensil dengan multi partai sistem. Hal ini terbukti
pada 31 negara Amerika Latin yang cenderung mengalami ketidakstabilan
politik.199 Sampai akhir tahun 1990 dipercaya demokrasi presidensil memang
kurang stabil dibandingkan dengan regim perwakilan parliament.200
Sistem presidensil cenderung melahirkan terjadinya deadlock di
parlemen, (usulan pemerintah yang ujungnya tidak diakomodir DPR) yang
disebabkan oleh minority government, yaitu pemerintah yang berkuasa
memiliki suara kecil di parlemen, polarisasi ideologi dan persyaratan bentuk
formasi koalisi antar partai untuk meloloskan satu legislasi. Sampai awal
tahun 1990201 menunjukkan sistem parlementer lebih stabil daripada sistem
presidensil. Meskipun lahirnya keinginan untuk menyederhanakan sistem
partai menjadi multipartai sederhana pada Pemilu Tahun 2009 disadari oleh
pemikiran simplistik bahwa jumlah partai kecil hanya akan mengganggu
199 Scott Mainwaring, 1993, “Presidensialism, Multipartism, and Democracy: The DifficultCombination,” Comparative Political Studies, 26, 198-222.
200 Juan J. Linz, 1990, “The Perils of Presidensialism”, Journal Democracy. 1.201 Ibid.
151
stabilitas pengambilan keputusan di parlemen termasuk pembahasan undang-
undang. Betapa tidak, keputusan dalam sidang legislatif yang biasanya hanya
butuh persetujuan satu partai dominan, saat ini juga perlu persetujuan partai-
partai kecil meskipun mayoritas suara masih menentukan.
Sejak euphoria demokratisasi dan hak-hak politik rakyat dibuka lebar
oleh rezim reformasi, pemilihan umum tahun 1999 telah melahirkan 48
jumlah partai politik yang bertarung dalam memperebutkan kursi di DPR.
Tuntutan terhadap pentingnya partisipasi rakyat dalam pemilu juga telah
melahirkan sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung.
Kekhawatiran terjadi jika sistem presidensil dipadukan dengan sistem
multipartai telah mengandung resiko, yakni munculnya minority government.
Pasangan SBY-JK ketika terpilih hanya didukung oleh koalisi minoritas,
yakni Partai Demokrat (7,45%), Partai Bulan Bintang (2,62%), dan Partai
Keadilan dan Persatuan Indonesia (1,26%). Praktis sebelum Wapres Jusuf
Kalla terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar, SBY-JK hanya
mendapatkan dukungan minoritas di parlemen. Presiden yang terpilih secara
langsung harus berkompromi dengan kekuatan politik di parlemen202.
Akibatnya dalam masa pemerintahan SBY dengan kabinet jilid I, ada
beberapa partai antara lain PDIP yang sering menolak kebijakan pemerintah
pada pemilu 2009.
Dalam pandangan Max Weber, kekuasaan dalam suatu negara itu
mencakup penggunaan paksaan yang sah dalam suatu wilayah tertentu. Itulah
202 Edison Muchlis, 2005, Sistem dan Regulasi Pemilihan Presiden Langsung 2004 dan MasalahKonsolidasi Demokrasi di Indonesia, LIPI.
152
sebabnya, ketika ilmuwan politik melakukan studi tentang negara, secara
otomatis mereka memperbincangkan sesuatu yang berkaitan dengan
kekuasaan yang ada didalamnya, seperti tentang bagaimana kekuasaan itu
muncul, sumber-sumbernya, proses memperebutkan dan mempertahankan
dinamikanya, termasuk pengalokasian dan pendistribusiannya.
Masalah kekuasaan itu sering dijadikan titik tolak untuk membuat
tipologi tentang rezim suatu negara yang demokratis dan negara-negara yang
tidak demokratis (otoriter maupun totaliter).203 Tipologi ini biasanya
dikaitkan dengan sumber-sumber kekuasaan dan distribusi mengenai
kekuasaan. Dinegara-negara yang otoriter atau toteliter, kekuasaan sumber
dari atas (aristokrat, penguasa). Sementara itu, di negara- negara demokratis
kekuasaan itu bersumberkan dari bawah atau rakyat.
Di negara-negara otoriter atau totaliter kekuasaan itu acapkali tidak
terbatas dan lebih banyak terkonsentrasi pada seseorang atau lembaga tertentu
saja. Karena itulah, masalah responsibility dan acuntability dari pemegang
kekuasaan masa lalu tidaklah penting. Sementara dinegara-negara demokratis,
kekuasaan itu terbatas dan terdistribusi kesejumlah kekuatan atau lembaga-
lembaga politik. Dengan kata lain adanya penyebaran dan pembagian
kekuasaan, serta adanya mekanisme kontrol terhadap kekuasaan itu, berikut
adanya responsibility dan acuntability dari pemegang kekuasaan, merupakan
sesuatu yang esensial dalam negara demokrasi.204
203 Katjung Marijan, 2010, Sistem Politik Indonesia, Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru,Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010.
204 Ibid., 18.
153
Kecenderungan utama yang membuat Indonesia terjebak pada sistem
politik yang otoriter sejak tahun 1950an sampai dengan akhir 1990an adalah
adanya sentralitas kekuasaan yang menguat pada pribadi, kelompok atau
institusi tertentu205. Memang diantara pengamat yang mempelajari Indonesia,
memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang Indonesia hal ini tidak lepas
dari perbedaan pendekatan yang dipakai dalam memahami munculnya
fenomena sentralisasi kekuasaan itu. Namun semuanya itu memiliki
pandangan yang serupa bahwa munculnya praktik otoritarianisme itu terjadi
karena kekuasaan tidak terbagi dan tidak adanya akuntabilitas.
Adanya praktek otoritarianisme pada waktu itu tidak sesuai dengan
dengan kedudukan fital UUD yaitu sebagai general yurisprudence yaitu
bahwa UUD memberikan panduan terhadap sejumlah besar massa
perundang-perundangan yang disebut hukum positif. Amandemen UUD 1945
mendudukan Presiden tidak lagi menyampaikan pidato pertanggungjawaban
kepada MPR, DPR.
Dalam sistem check and balances Presiden sebagai kepala eksekutif
memiliki kedudukan sederajat namun saling mengendalikan dengan
kekuasaan parlemen sebagai pemegang kekuasaan legislatif. Sesuai prinsip
presidensil, Presiden tidak dapat membubarkan parlemen dan juga sebaliknya
parlemen tidak dapat menjatuhkan Presiden.
205 Aspinal Edward, 2005, Opposing Soeharto: Compromise, Resistance, and Regime Change inIndonesia,; Jackson Karld D., 1978, Bereucratic Polity : A Teoritical Frame Work for theanalisys of Power and Communication in Indonesia, University of California Press, Barkeley,hlm 3-22.; Lidlle, R.Willliam, 1985, Soeharto’s in Indonesia: Personal Rule and PoliticalInstitution, Pacific Affair, hlm. 58; MacIntire, Andrew J., 1991, Business Goverment, andDevelopment: Northeas and Southeat Asian Comparison, dalam Andrew MacIntrre (ed),Busines and Goverment in Industrialising Asia, Cornell University Press, Ithaca, 1.
154
Pada hakekatnya fungsi utama parlemen adalah fungsi pengawasan
dan legislasi. Fungsi tambahan yang terkait erat dengan dua fungsi tersebut
adalah fungsi anggaran (budgeter). Dalam pelaksanaan kedua fungsi utama
dibidang pengawasan dan legislasi tersebut, kedudukan parlemen sangat kuat.
Instrumen yang dapat digunakan oleh parlemen adalah hak budget, hak
interplasi, hak angket, hak usul resolusi dan hak konfirmasi ataupun memilih
calon pejabat tertentu.
Hak konfirmasi yang dimiliki oleh parlemen sehubungan dengan
fungsi pemerintahan sebetulnya adalah merupakan fungsi yang bersifat ‘co
administrative’ dalam rangka pengangkatan dan pemberhentian pejabat
tertentu.206 Berkenaan dengan fungsi legislatif, parlemen memiliki pula hak
seperti hak inisiatif dan hak amandemen.
Bagir Manan mengatakan,207 pada ajaran pemisahan kekuasaan
(seperation of power) dengan maksud untuk membatasi kekuasaan badan-
badan atau penyelenggaraan negara dalam batas-batas cabang-cabang
kekuasaan masing-masing. Dengan pemisahan kekuasaan tersebut dimaksud
untuk mencegah kekuasaan berada dalam satu tangan (absolut) yang akan
menimbulkan kekuasaan menjadi sewenang-wenang karena adanya saling
kontrol diantaranya dengan kekuasaan yang berimbang.
Para pendiri negara sebenarnya sangat menyadari begitu pentingnya
pemisahan dan pembagian kekuasaan semacam itu. Sebagaimana tercermin di
dalam konstitusi (UUD 1945). Di dalam UUD 1945 terdapat penjabaran
206 Juanda, 2004, Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan AntarDPRD dan Kepala Daerah, Alumni, Bandung, hlm.49.
207 Bagir Manan, Pengorganisasian..., op.cit, hlm. 21-22.
155
tentang lembaga-lembaga negara yang diharapkan memerankan diri sebagai
penjaga gawang eksekutif, legislatif dan yudicatif. Pada awal-awal
pembahasan konstitusi, terdapat gagasan dari Soepomo tentang bentuk negara
yang integralistik.208 Hal ini dikemukakan oleh Soepomo ketika berpidato
pada 31 Mei 1945 di depan Sidang BPUPKI. Dalam pandangan Soepomo,
terdapat dua teori negara yang berseberangan, yakni corak negara
berdasarkan perseorangan (individualisme) dan golongan (kolektivisme).
Sejak disahkannya secara konstitusional pada 18 agustus 1945,
Pancasila dapat dikatakan sebagai dasar falsafah negara, pandangan hidup
bangsa, ideologi nasional, dan ligatur (pemersatu) dalam kehidupan
kebangsaan dan kenegaraan Indonesia. Pancasila sebagai dasar statis yang
mempersatukan sekaligus bintang penuntun (leitstar) yang dinamis,209 yang
mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya seperti ini,
Pancasila merupakan sumber jati diri, kepribadian, moralitas, dan haluan
keselamatan bangsa.
Pancasila sebagai Weltanchaung, Pancasila sebagai alat pemersatu,
yang seyakin-yakinnya bangsa Indonesia dari Sabang sampai ke Merauke
hanyalah dapat bersatu padu diatas Pancasila itu. Bukan saja alat pemersatu
dalam memperjuangkan melenyapkan segala penyakit imperialisme.
Perjuangan suatu bangsa, perjuangan melawan imperialisme, perjuangan
mencapai kemerdekaan, perjuangan sesuatu bangsa dalam mencapai
208 Simanjuntak, Marsilam, 1994, Pandangan Negara Integralistik Sumber, Unsur, danRiwayatnya Dalam Persiapan UUD 1945.
209 Yudi Latief, 2011, Negara Paripurna, Historitas, Rasionalitas, dan Akuntabilitas Pancasila,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 41.
156
kesejahteraan yang membawa corak sendiri-sendiri. Oleh karena itu bangsa
Indonesia memiliki karakteristik kepribadian sendiri. Kepribadian yang
terwujud dalam wataknya dan lain sebagainya.210
Soekarno dalam pidatonya di PBB, pada tanggal 30 Sepetember 1960
menyatakan, betapa pentingnya konsepsi cita-cita ideal sebagai landasan
moralitas bagi kebesaran bangsa, yang diperkuat oleh cendikiawan-politisi
Amerika Serikat John Gardener: “No nation can achieve greatness unless it
believes in something has moral dimensions to suistain a great civilation”,
tidak ada bangsa yang dapat mencapai kebesaran jika bangsa itu tidak percaya
kepada sesuatu yang dipercayai itu tidak memiliki dimensi-dimensi moral
guna menopang peradaban besar.211
Dalam suasana kehidupan sosial perekonomian yang ditandai oleh
kesenjangan sosial, kompetisi ekonomi diletakkan ditengah kompetisi yang
kooperatif berlandaskan asas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang
lebih penting bagi negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Dalam mewujudkan keadilan sosial, masing-masing
pelaku ekonomi diberi peran masing-masing yang secara keseluruhan
mengembangkan semangat kekeluargaan. Peran individu (pasar)
diberdayakan, dengan menempatkan Negara dalam posisi yang penting dalam
menyediakan kerangka hukum dan regulasi, fasilitas, penyediaan, dan
rekayasa sosial, serta penyediaan jaminan sosial.
210 Soekarno, 1958, op.cit. hlm. 103, Yudi Latief, op.cit, hlm. 41.211 Lihat Nurcholis Madjid, 1992, hlm. xx..
157
Gagasan keadilan sosial dan keadilan ekonomi menurut sosialisme
Pancasila mempunyai kesejajaran dengan diskursus sosial demokrasi di
Eropa, dan memiliki akar kesejarahan dalam tradisi sosialisme desa dan
sosialisme religius rakyat Indonesia.
Negara tidak menjamin kepentingan perseorangan atau golongan,
akan tetapi menjamin kepentingan rakyat seluruhnya sebagai persatuan.
Negara adalah suatu susunan rakyat yang integral, segala golongan, segala
bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan
persatuan rakyat organis.212
Disamping adanya upaya untuk menafsirkan negara Indonesia
berdasar paham ‘negara integralistik’, di dalam pengaturan kekuasaan,
munculnya sentralisasi itu juga tidak lepas dari belum begitu jelasnya
pemisahan dan pembagian kekuasaan yang ada di dalam UUD 1945.
Fenomena sentralisasi kekuasaan itu misalnya, terjadi akibat adanya
penafsiran yang salah terhadap ketentuan-ketentuan yang diinginkan karena
berbeda dengan lembaga yang dikehendaki ada dalam UUD 1945.213
Kekuasaan lembaga kepresidenan menjadi kekuasaan yang sangat
besar. Secara kelembagaann hal ini dimungkinkan karena Presiden selain
sebagai lembaga ekesekutif, Presiden juga sebagai lembaga legislatif. Bahkan
212 Simanjuntak, 1994, op.cit., hlm.85.213 Gaffar, Affan, 2002, Amandemen UUD 1945 dan Implikasinya Terhadap Perubahan
Kelembagaan, Riza Sihbudi dan Moch. Nurhasim (eds), 2002, Amandemen Konstitusi danStrategi Penyelesaian Krisis Politik Indonesia, AIPI-Parnership for Governance Reform inIndonesia, Jakarta, hlm. 431: Pabottinggi, Mochtar, Memburuknya Krisis Konstitusi danPenyelesaian Krisis Politik di Indonesia, Jakarta, hlm. 447.
158
dalam taraf-taraf tertentu, baik secara kelembagaan maupun secara aktual,
Presiden, menjalankan peran-peran yudicatif.
Sepanjang sejarah berlakunya UUD 1945 selalu menghasilkan
pemerintahan yang tidak demokratis214. Secara konstitutional adanya
amandemen UUD 1945 memang dimungkinkan. Sebagaimana dikemukakan
oleh Mahfud MD, hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa UUD 1945 bukan
dimaksudkan menjadi UUD yang bersifat permanen akan tetapi dimaksudkan
untuk sementara saja. Hal ini disebabkan karena didalamnya belum
memuaskan sebagai konstitusi tertulis. Disamping itu di dalam konstitusi,
seperti permasalahan HAM belum diatur secara ketat. Akan tetapi, selama
pemerintahan orde baru, permasalahan ini ditutup rapat-rapat. Argumentasi
yang muncul adalah bahwa UUD 1945 itu sudah bagus dan bersifat flexibel,
karena itu tepat untuk Indonesia215.
Jatuhnya pemerintahan Orde Baru, merupakan entry point yang sangat
besar bagi adanya amandemen UUD 1945, agar memuat unsur-unsur
konstitutionalisme. Dilakukannya amandemen UUD 1945 berkaitan dengan
upaya untuk mengontrol kekuasaan, agar tidak terulang adanya pemerintahan
yang otoriter sebagaimana sebelumnya, amandemen UUD 1945 memperjelas
pembagian dan pemisahan kekuasaan yang ada di lembaga pemerintahan.
Mengingat masalah utama bagi adanya sentralisasi kekuasaan pada masa lalu
begitu besarnya kekuasaan eksekutif, dalam hal ini lembaga kepresidenan,
214 Deny Indrayana, 2008, Indonesian Constutional Reform 1999-2002, Kompas, Jakarta, hlm.125-136; Mahfud MD, 1996, Amandemen Konstitusi Menuju Reformasi Tata Negara, hlm. 6.
215 Ibid, hlm. 50.
159
dengan amandemen UUD 1945 terdapat upaya memperjelas dan membatasi
kekuasaan Presiden.
Adanya kekuasaan Presiden yang besar itu bukan hanya khas
Indonesia. Hampir seluruh negara-negara di dunia memberi kekuasaan yang
besar terhadap eksekutif, khususnya ketika pimpinan eksekutif itu sekaligus
menyandang predikat kepala negara dan kepala pemerintahan. Apalagi di
Indonesia memberi kekuasaan yang sangat besar kepada Presiden untuk lebih
diperlukan aturan yang dapat mendistribusikan kekuasaan kepada lembaga-
lembaga tinggi negara yang lain. Hal ini diperlukan untuk mencapai check
and balances dalam pemerintahan sehingga terdapat akuntabilitas secara
horizontal antar lembaga lembaga pemerintahan, sebagai nilai-nilai yang
sesuai dengan suatu situasi yang sangat dibutuhkan selain membangun
akuntabilitas secara vertikal antara wakil dan pemilih dengan amandemen
ini216.
Diantara kekuasaan Presiden yang dibatasi dan dikontrol adalah
berkaitan dengan wilayah kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudicatif
sebagai lembaga pengontrol (pengawasan). Sejalan dengan makin
menguatnya fungsi badan perwakilan dalam bidang legislasi, fungsi
pengawaasan badan legislatif harus tetap dijalankan terhadap aktivitas yang
dilakukan ekeskutif. Fungsi pengawasan merupakan ciri utama negara yang
berkedaulatan rakyat. Demokrasi memberikan kesempatan kepada rakyat
216 Katjung Marijan, op.cit, hlm.24.
160
langsung maupun tidak langsung untuk turut serta dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan.217
Partisipasi dilakukan dengan pengawasan langsung yang dilakukan
rakyat dan tidak langsung dari rakyat melalui badan perwakilan. Pengawasan
langsung yang dilakukan rakyat dengan pengawasan badan perwakilan
merupakan konsekuensi dari kualifikasi perwakilan rakyat.218
Membangun pengawasan dari DPR dengan mekanisme check and
balance, selain dilakukan penguatan terhadap kekuasaan Presiden juga
diiringi dengan penguatan kekuasaan lembaga perwakilan rakyat
(DPR/DPD). Hal ini dilakukan untuk mencegah executif heavy sebagaimana
terjadi sebelumnya.
Perubahan kedua UUD 1945 yang mengubah kewenangan DPR
sebagai lembaga pengawas pemerintah memiliki fungsi-fungsi sebagai
berikut: Pasal 20 A ayat (1) UUD, DPR sebagai lembaga pengawas memiliki
fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Pasal 20 A Ayat (2),
menyatakan DPR dalam menjalankan fungsinya, selain hak yang diatur dalam
pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, DPR mempunyai hak interplasi,
hak angket, dan hak menyatakan pendapat, yang kesemuanya diatur lebih
lanjut dalam undang-undang..
Kedudukan Presiden yang sederajad dengan DPR ini menunjukkan
tidak ada yang lebih kuat dari kedudukan dua lembaga Presiden dan DPR.
Jika diukur dari pendapat Thomas R. Dye dan pendapat yang sama untuk
217 Juanda, Hukum Pemerintahan..., op.cit, hlm. 96.218 I.Gede Panca Astawa, Hak angket..., hl. 96-97. Dan Wawancara dengan anggota DPR , Ahmad
Yani dari Fraksi PPP, Palembang, Nopember 2011.
161
melihat kedudukan Presiden di Indonesia, pada tahun 1990 Frank J. Goodnow
(penganut Wilsonian) menulis tentang “politics and administration” dalam
tulisan tersebut dikatakan pemerintah memiliki 2 tugas yang berbeda (two
distictict functions of goverment) yaitu fungsi politik dan fungsi administrasi .
Implikasi yang ditemui karena Presiden di Indonesia memiliki fungsi politik
yaitu ada kaitannya dengan pembuatan kebijakan atau perumusan pernyataan
keinginan negara (has to do with policies or experession of the state will); dan
sekaligus fungsi administrasi adalah yang berkenaan dengan pelaksanaan
kebijakan-kebijakan tersebut (has to do with the execeution of these
policies).219
Perbedaan kedua prinsip tesebut karena adanya pemisahan kekuasaan
(separation of powers) dimana lembaga-lembaga legislatif membuat
pernyataan keinginan negara yang merumuskan kebijakan, sedangkan
lembaga executif secara terpisah (imparsial) dan politis melaksanakan
kebijakan-kebijakan220.
Miriam Budiardjo berpendapat bahwa accountability sebagai
pertanggungjawaban dari pihak yang diberi mandat untuk memerintah,
kepada mereka yang memberi mandat. Dalam hal ini, rakyatlah yang
memberikan kekuasaan kepada pihak lain untuk memerintah dan pemerintah
bertanggungjawab kepada rakyat, ini yang dinamakan kedaulatan rakyat 221
219 Tomas R.Dye , op.cit.220 Irfan Islami, 2000, Prinsip-Prinsip Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta, hlm.2.221 Miriam Budiardjo, 1997, Masalah Accountability dalam Ilmu Politik, Pidato Pengukuhan
Penganugerahan Gelar Doktor Kehormatan, (Doctor Honoris Causa) dalam Ilmu Politik dariUI, 13 Desember , hlm. 4.
162
Dalam negara demokrasi terdapat prinsip geen macht zonder
veraanwoordelijkheid (tidak ada kekuasaan tanpa suatu
pertanggungjawaban). Prinsip tersebut dapat menggunakan logika terbalik
yaitu apabila suatu kekuasaan tidak ada mekanisme pertanggungjawaban
yang berarti pemerintahan tersebut merupakan rezim yang atoriter atau
kediktatoran. Dalam rezim demokrasi bahwa ada kebebasan menilai
pertanggungjawaban sebagai konsekuensi yang dapat timbul dari
pertanggungjawaban kepada pemegang kedaulatan rakyat.222
Dalam pengertian administrasi negara hampir tidak dapat dikenali
kejelasan pembedaan antara ilmu politik dengan administrasi negara karena
keduanya memiliki kaitan yang erat satu sama lain. John Rehfuus
mengatakan bahwa politik yang merupakan nilai-nilai dan sumber-sumber
sosial secara erat disejajarkan dengan kegiatan administrasi ( politics the
struggle over the alocation of social values and resouerces is intertwined
with administrativ action)223. Berdasarkan pernyatan diatas jelas sekali bahwa
peranan lembaga-lembaga pemerintah bukan saja mengalokasikan kebijakan
negara tetapi juga berperan melaksanakan kebijakan negara. Peran kembar
yang dimainkan oleh lembaga-lembaga pemerintahan tersebut memberikan
makna betapa pentingnya peranan administrasi negara dalam proses politik.
Proses pemilihan tujuan dan nilai-nilai dan sumber sosial tersebut kepada
rakyat dalam suatu negara semakin banyak dilakukan oleh pemerintah,
sehingga peran pemerintah semakin dominan dalam perumusan kebijakan
222 Bagir Manan, 2001, Menyongsong..., op.cit.223 John Rehfuus, 1971, Public Administration as Politics Process), New York, Charle Scribner’s
Son, hlm. Vii.
163
serta pelaksanaan kebijakan negara. Dengan kata lain administrasi negara
tidak hanya memainkan peran instrumental (instrumental role) saja
melainkan juga aktif dalam peran politik (political role) pada setiap kebijakan
negara, maka secara ipso facto berarti juga terlibat dalam proses politik.
Suatu kebijakan merupakan bagian dari pelaksanaaan peran politik
manakala kebijakan yang ditetapkan pemerintah memenuhi dasar asas-asas
pemerintahan yang baik sehingga terdapat keabsahan dalam kebijakan
tersebut. Kebijakan yang tidak absah sering ditujukan pada tindakan yang
sewenang-wenang (arbitrarines), dan penyalahgunaan kebijakan (abuse of
discretion). Tindakan sewenang-wenang adalah tindakan yang dilakukan
tanpa dasar hukum dan nyata-nyata tidak masuk akal (unreasonablenes,
irrationality).224 Oleh sebab itu pembentukan kebijakan dilakukan dengan
berbagai pendekatan yaitu dengan :
1. Pendekatan yuridis
Konsep yuridis suatu kebijakan yang dikembangkan dari bentuk
delegasi pembentuk undang-undang kepada pemerintah untuk melakukan
suatu tindakan, baik berupa tindakan nyata yang sifatnya keputusan dan
yang sifatnya individual maupun tindakan yuridis yaitu dengan
membentuk keputusan atau peraturan, termasuk di dalamnya adalah
peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Meskipun landasan
hukumnya adalah konstitusi namun dapat dikategorikan sebagai
kebijakan negara atau kebijakan pemerintah.
224 Yuniver Girsang, 2012, Abuse Of Power: Penyalahgunaan Kekuasaan Aparat Penegak HukumDalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi, JG Publishing, hlm. 189.
164
Tindakan kebijakan negara pada dasarnya tidak semuanya
bergantung pada aras situasi darurat (emergency power), meskipun ada
kesamaaan diantaranya. Hadjon membedakan dua konsep kekuasaan
darurat terjadi pada aras hukum tata negara sementara kekuasaan
membentuk kebijakan arasnya adalah hukum administrasi negara.
Namun sulit membedakan keduanya secara tegas karena tindakan
tersebut dilakukan oleh lembaga yang sama yaitu pemerintah. Dalam
UUD 1945 bahwa emergency power dilakukan oleh Presiden
berdasarkan ketentuan pasal 12 UUD, sedangkan kebijakan atau diskresi
dilakukan pemerintah dalam melakukan pelayanan umum kepada
masyarakat disandarkan pada Pasal 22 UUD 1945.
2. Pendekatan Filosofis
Kebijakan pemerintah adalah sebagai suatu kesinambungan
program pemerintah dalam melayani masyarakat merupakan tuntutan
yang sangat kuat dalam keberlangsungan pemerintahan. Pemerintah
selain bertindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (nilai
kepastian dalam asas legalitas) juga harus memperhatikan pelayanan
berdasarkan nilai-nilai keadilan dan nilai kemanfaatan bagi masyarakat.
John Locke penganut sejati rule of law berpendapat bahwa
kekuasaan pemerintah dalam melayani masyarakat merupakan hal yang
utama diluar ketentuan peraturan perundangan yang dibentuk bersama
legislatif. Namun demikian kekuasaan prerogatif bukan kekuasaan yang
sewenang-wenang akan tetapi terkandung aspek tanggungjawab moral
165
yang kuat pada pemegangnya. Dalam kebijakan yang menjadi panglima
adalah hukumnya itu sendiri. Hukum disini yang dimaksud oleh Locke
bukanlah legalitas akan tetapi the spirit of law yaitu solus populi supreme
lex. Agar supaya solus populi menjadi supreme lex dibutuhkan asas good
feith (AUPB)225. Maka ketika pemerintah memutuskan untuk membentuk
kebijakan pada saat itu rakyat berhak memiliki pengharapan yang sah
bahwa tindakan tersebut adalah solus populi.
Kakuasaan rakyat dalam negara hukum atau legal state atau state
based on the rule of law, atau disebut Rechstaat, adalah ciri pembatasan
kekuasaan negara oleh hukum itu sendiri artinya bahwa baik tindakan
pemerintah dalam melayani rakyat dan kontrol dari rakyat sama-sama
ditentukan oleh hukum.226 Meskipun kedua istilah tersebut mengalami sejarah
dan pengertian yang berbeda, tetapi mengandung ide pembatasan kekuasaan.
Pembatasan ini dilakukan dengan hukum yang menjadi ide dasar faham
konstitusionalisme modern227.
Tindakan reformasi Inggris dari abad kesembilanbelas dan
keduapuluh awal, konvensi dari Francis dan Revolusi Amerika, atau Majelis
Konstitutional pasca 1945 dan periode pasca kolonial, telah
transformed sebelumnya konsep demokrasi. Pemaknaaan konstitusi sebagai
aturan dasar yang memuat tentang lembaga negara atau organ negara dan
225 Locke dalam Clemen Fatovic, 2009, Outside the Law: Executive and Emergency Power,Baltimore: The John Hopkins University Press, hlm. 65.
226 Richard Belamy, 2007, Political Constitutionalism : A Republican of The Constitutionality ofDemocratic, Cambridge University Press, hlm.71.
227 Jimly, 2009, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.281,lihat juga mengenai rechstaat dalam Sri Soemantri, dkk, 1993, Ketatenegaraan dalam politikIndonesia, 30 tahun kembali ke Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan.
166
keputusan atau aturan-aturan yang memuat muatan materi yang menjadi dasar
dalam negara terdiri dari beberapa substansi yaitu :
1. Keputusan tingkat-tingkat tinggi dalam negara;
2. Adanya pembagian kekuasaan negara;
3. Adanya perlindungan hak asasi manusia.
Konstitusi sebagai hukum dasar yang memuat ketentuan yang
mengatur pemerintah negara memiliki kewenangan untuk membentuk
kebijakan berupa peraturan perundang-undangan. Presiden sebagai
pemerintah dapat membentuk Undang-Undang dalam menjalankan
pemerintahan. Dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang
Perencanaan Pembangunan dan Peraturan Presiden Nomor 17 tahun 2007
melaksanakan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan dan kabinet.
Pembangunan nasional sebagai rangkaian upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan rakyat, berbangsa
dan bernegara, dalam melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional
sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Pembangunan
Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 merupakan kelanjutan
pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan serta
mengejar ketertinggalan melakukan penataan kembali berbagai langkah-
langkah antara lain didalam pengelolaan sumber daya manusia, lingkungan
hidup dan mempunyai posisi sejajar serta daya saing yang kuat di dalam
pergaulan rakyat Internasional.228
228 Penjelasan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
167
RPJP Nasional yang diundangkan dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional,
digunakan sebagai pedoman dalam menyusun RPJM Nasional. Pentahapan
rencana pembangunan nasional disusun dalam masing-masing priode RPJM
Nasional sesuai dengan visi, misi dan program Presiden yang dipilih langsung
oleh rakyat, RPJM nasional memuat strategi pembangunan nasional,
kebijakan umum, program kementerian/lembaga dan lintas
kementerian/lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka
ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh
termasuk arah kebijakan fiskal dan rencana kerja berupa kerangka regulasi
dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Tujuan yang ingin dicapai dengan ditetapkannya Undang-Undang
tentang RPJP nasional Tahun 2005-2025 adalah untuk : (a) mendukung
koordinasi antar pelaku pembangunan dalam pencapaian tujuan nasional, (b)
menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antar daerah,
antaruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan
Daerah, (c) menjamin keterkaitan dan konsistentasi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan, (d) menjamin tercapainya
penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan
berkelanjutan, dan (e) mengoptimalkan partisipasi rakyat.
Dalam sistem presidensil yang dianut dalam UUD 1945 sebagai suatu
kesatuan yang terdiri atas unsur-unsur yang satu sama lain berhubungan dan
saling mempengaruhi, sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh dan
168
berarti.229 Dalam pandangan sistem pemerintahan yang didasarkan pada
sistem hukum modern yang dipakai secara luas oleh negara-negara di dunia
dengan doktrin ”rule of law” yang disebut sebagai sistem hukum (legal
sistem) yang membicarakan hukum dari aspek sistematisnya, artinya berkisar
pada aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hakim yang berlaku memiliki
kaitan satu sama lain230.
Dalam sistem ini hukum tidak semata-mata dimaknai sebagai
peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan secara legalitas saja artinya
hukum dimaknai sebagai norma menurut Hans Kelsen231 akan tetapi bahwa
kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah mengandung nilai-nilai keadilan
dalam hukum positip (undang-undang).232
Perkembangan hukum pada negara kesejahteraan makin banyak
mengedepankan kearah hukum substantif yang memiliki nilai keadilan
berkaitan langsung dengan dinamika di dalam negara kesejahteraan makin
mengedepan233 seperti kebijakan yang lebih berpihak kepada hak-hak yang
menyentuh dasar kemanusiaan bukan dengan kebijakan yang justru membuat
rakyat kecil semakin termarjinalkan. Sistem pemerintahan yang ada dalam
suatu konstitusi sebagai hukum tertulis dan tidak tertulis234 yang dapat
menjamin keadilan agar cita rakyat sejahtera dapat tercapai.
229 Ibid, hlm.89.230 J.J. Bruginkk, 1999, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bhakti, Bandung, hlm. 139.231 Arief Hidayat, 2009, Kebebasan Berserikat di Indonesia Suatu Analisis Pengaruh Perubahan
Sistem Politik Terhadap Penafsiran Hukum, Undip, Semarang , hlm. 23.231 Arief Hidayat, 2009, Kebebasan Berserikat di Indonesia Suatu Analisis Pengaruh Perubahan
Sistem Politik Terhadap Penafsiran Hukum, Undip, Semarang , hlm. 23.
234 M.Mahfud, MD, Dasar..., op.cit. hlm. 81.
169
C. Perbandingan Kebijakan Presiden pada Negara Kesejahteraan
Demokrasi formil dan demokrasi materiil yang dikermukkkan oleh
Emanuel Kant memiliki empat karakterisik yaitu sebagai negara berdasarkan
atas hukum, pembagian kekuasaan, perlindungan hak asas manusia dan
adanya peradilan yang bebas tidak memihak.235 Pada perkembangannya tidak
hanya negara dan pemerintah didasarkan peraturan perundangan-undangan
(legalitas) akan tetapi ada jaminan bahwa setiap rakyat penduduk negara
mendapatkan kesejahteraan yang sama bagi warganya.
Ketika krisis menghantam perekonomian Amerika Serikat sejak
sekitar Juli 2007 dan berubah menjadi ledakan besar pada medio September
2008 dengan kolapsnya bank-bank investasi besar, maka seketika itu pula
Amerika Serikat kembali bergeser menjadi negara kesejahteraan pada abad
XXI kini. Negara Amerika Serikat merupakan negara yang dikenal luas
sebagai kampiun demokrasi yang kapitalistis dan bahkan berada di garda
depan dalam hal penyelenggaraan tata kelola negara dan rakyat yang
sepenuhnya berorientasi kapitalistik. Kondisi ini tak memungkinkan Amerika
Serikat berjalan berdasarkan prinsip-prinsip negara kesejahteraan. Tetapi,
kolapsnya bank-bank investasi pada medio September 2008 menyemburatkan
sinyal bahwa negara Amerika Serikat pada akhirnya kembali bergeser
menjadi negara kesejahteraan. Bail Out pemerintahan Georg Walker Bush
terhadap tiga perusahaan otomotif Amerika Serikat –Ford, General Motors
235 Emanuel Kant dalam Abu Daud Busroh, Sistem Pemerintahan Indonesia, Ghalia Indonesia,Jakarta, 1988, hlm. 67.
170
dan Chrysler merupakan langkah yang sesungguhnya berdimensi sosialis dan
karenanya sangat dekat dengan konsepsi negara kesejahteraan.
Pemerintahan Georg W. Bush telah memutuskan untuk
memberlakukan skeme talangan (baill out) sebesar US$ 700 miliar kepada
industri otomotif Amerika. Baill Out sebesar itu merupakan skeme yang
berada diluar pinjaman. Presiden terpilih Barack Obama, bahkan ketika
belum dilantik meminta presiden Bush agar segera mendukung pengucuran
bantuan untuk sektor otomotif. Alasanya, otomotif merupakan sektor padat
karya di AS yang ditunjang oleh berbagai industri pendukung lainnya.
Terlebih lagi, perusahaan-perusahaan otomotif mulai mengurangi jumlah
pegawainya236, maka Baill Out dipandang sebagai opsi yang tepat. Fakta yang
menegaskan bahwa AS tidak sepenuhnya bercorak kapitalistik, kalaupun juga
tak sepenuhnya sosialistik, anasir-anasir negara kesejahteraan mulai
mewarnai perekonomian negara AS itu.
Implikasi lebih jauh dari keadaan tesebut ialah terbukanya ruang
untuk mempertimbangkan kembali makna dan hakikat negara kesejahteraan
(welfaar state) pada abad XXI. Setelah sebelumnya dinyatakan gagal oleh
ilmuwan sosial237.
Konsepsi negara kesejahteraan memiliki landasan empirik untuk
dipertimbangkan kembali implementasinya. Perkembangan mutakhir
perekonomian AS dalam perekonomiannya seolah menunjukkan hal yang
236 Kompas tentang Industri Otomotif Amerika Serikat Mulai Kurangi Pegawainya, tanggal 13November 2008.
237 Francis Fukuyama, 1992, The End of History and the Last Man, New York, The Free Press,hlm, 44.
171
mendasar, pergeseran pendulum dari ekonomi pasar bebas menuju negara
kesejahteraan. Bandingkan dengan Indonesia dengan pengucuran dana Baill
Out Century meskipun tidak berimbas kepada perekonomian negara
Indonesia karena ditopang oleh sektor perkebunan rakyat seperti sawit dan
karet yang menyebabkan setiap tahun terdapat peningkatan PDB rakyat238.
Negara kesejahteraan dalam pengertian generiknya merupakan sebuah
konsepsi, paradigma dan kerangka aksi tentang pemerintahan di mana sektor
negara menjalankan peran kunci di dalam memberikan proteksi dan atau
melakukan promosi kesejahteraan bagi setiap warga negaranya.239 Konsepsi
ini bertolak belakang dengan ‘negara kapitalistik’ yang membiarkan setiap
warga negara melakukan upaya-upaya mandiri lepas dari campur tangan
negara dalam hal menciptakan kesejahteraan.
Selain kebijakan pemerrintah Indonesia dapat dibandingkan dengan
Amerika Serikat, mengenai sistem perencanaan pembangunan di Indonesia
dapat dibandingkan dengan China. Sejak tahun 1953-1957, China telah
merumuskan sistem pembangunan lima tahunan. Pola pembangunan lima
tahunan ini diterapkan Indonesia ketika pemerintah dikendalikan oleh
Presiden Soeharto. Di China strategi pembangunan selalu dibahas, dievaluasi,
dan diperkokoh setiap tahun dalam Kongres Nasional (Partai Komunis)
dengan memperhatikan dinamika dan tantangan perkembangan domestik dan
dunia. Tahun 2010 merupakan akhir pelaksanaan Repelita ke II Cina.
Repelita itu dijalankan dengan tetap bertumpu dan diarahkan pada pencapaian
238 Okezone, Januari 2011239 Welfare State dalam Ensiclopedia Britama from Enciclopedia Britanica tahun 2006, Ultimate
Referance Suite DVD, Accessed, Januari 7.
172
visi dan tujuan pembangunan sampai dengan tahun 2050, di mana China
sudah harus menjadi negara maju. Perencanaan pembangunan nasional China
tidak bisa dilepaskan dari peran Komisi Nasional Pembangunan dan
Reformasi (National Development and Reform Commission/NDRC).
NDRC adalah lembaga superministry yang diberi kewenangan
menjabarkan visi, misi dan kebijakan PKC ke dalam perencanaan
pembangunan nasional sekaligus memberikan petunjuk/arah bagi berbagai
program dan strategi pembangunan ekonomi China, baik jangka pendek,
menengah, maupun panjang. Pemerintah dan program kementrian-kementrian
lain serta pemerintah daerah harus mengacu pada perencanaan NDRC
tersebut. Hal tersebut juga ditopang oleh kebijakan penempatan para pejabat
PKC (komisaris) di beberapa jenjang management, baik di lingkungan
pemerintah pusat maupun daerah, BUMN, ataupun Universitas pemerintah.
Hal itu dilakukan untuk menjamin dan mengawasi visi dan program
pembangunan nasional agar tidak menyimpang dari garis grand startegi
nasional.
Pola tersebut mirip dengan yang dilakukan Soeharto saat berkuasa
selama 32 tahun. Ketika itu jaringan dan hubungan tiga jalur ABRI, birokrasi
dan Golkar (ABG) sangat kuat sehingga pelaksanaan pembangunan yang
tercermin dalam Repelita bisa dikontrol. Upaya yang dilakukan KEN yang
datang ke Cina dalam rangka penyusunan masterplan ekonomi Indonesia
173
akan menjadi sia-sia jika tidak mendapat dukungan dari semua pemangku
kepentingan di Indonesia.240
Paparan tentang Prospek Ekonomi Nasional Indonesia tahun 2011
yang disampaikan Komite Ekonomi Nasional (KEN) dalam fokus khusus
yang dihadiri para pengusaha swasta dan pimpinan badan usaha milik negara
di Jakarta, hampir sama dengan NDRC di Cina, dengan mengemukakan
kondisi dan tantangan ekonomi global bagi Indonesia kedepan, akan ada
action plan yang menyangkut usaha yang dikembangkan. Untuk
merumuskannya, KEN akan melibatkan asosiasi-asosiasi pengusaha.
Pekerjaan rumah yang masih tertunda beberapa tahun ini diantaranya
keterbatasan penyediaan infrastruktur, pengendalian pembekakan subsidi
energy serta daya serap belanja pemerintah. Jika tidak dilakukan konsep
perencanaan pembangunan yang memiliki dasar perencanaan yang kuat
didasarkan pada rumusan yang berasal dari kebutuhan riil rakyat, akan
menjadi ancaman terhadap kesinambungan pertumbuhan ekonomi tahun
2011.
Keterkaitan antara perencanaan pembangunan dengan program,
kegiatan dan anggaran pembangunan dalam jangka tahunan, jangka
menengah dan jangka panjang seperti terdapat dalam Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2005 merupakan dasar hukum kegiatan pembangunan yang
dilakukan. Program pembangunan yang terdapat dalam ketentuan Undang-
Undang Nomor 24 tahun 2005 tidak berdiri sendiri masih harus
240 Tjahya Gunawan Diredja, Model Pembangunan Ekonomi, Indonesia Tidak Perlu TakutMencontoh China, Kompas, 21 Desember, 2010, hlm. 21.
174
diimplementasikan kedalam peraturan perundangan lain yang berkaitan
dengan Undang-Undang APBN, Undang-Undang Keuangan Negara,
Undang-undang Pengelolaan Keuangan Negara serta Perpu Nomor 4 tahun
2008 tentang JPSK.
Pemerintah perlu melakukan perbaikan sistem, proses, prosedur
budgeting dan belanja, baik ditingkat pusat maupun daerah karena tidak
semua diatur dalam legislasi. Pada tataran yang lebih luas program legislasi
yang dikaitkan dengan program anti kemiskinan atau peraturan yang pro
kesejahteraan negara. Kesejahteraan memiliki kaitan makna dengan program-
program pemerintah untuk meningkatkan atau mengentaskan kemiskinan241.
Badan Legislasi DPR RI, RUU yang merupakan amanat UUD 1945
sejak tahun 2005 sd. 2009 yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat, ada 16
RUU berkaitan dengan bidang sosial sejumlah 16 RUU, RUU berkaitan
dengan kesehatan ada 8 RUU, dan 8 RUU ketenagakerjaan. Program anti
kemiskinan ini bahkan ditengarai sebagai dimensi paling utama dari
impelementasi sistem negara kesejahteraan.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik, angka kemiskinan turun dari
14,2 % (2009) menjadi 13,3 % (2010) juta jiwa dari 32 juta jiwa sebelumnya
dan 60 % berada di pedesaan. Angka ini sebenarnya membingungkan karena
penerimaan jatah beras miskin sekitar 17,5 juta kalau ada 4 orang dalam satu
keluarga. Angka itu juga tidak mencerminkan 28 % anak dengan berat badan
kurang dari 44 % terancam cebol karena terhambat pertumbuhannya.
241 Kompas, 11 Januari 2010.
175
Program pemberantasan kemiskinan sama dengan pemberantasan korupsi jika
pemerintah tidak dapat mengatasi korupsi yang dilakukan pejabat negara.
Menurut keterangan Internatinal Coruption Watch sejak tahun 2004-2010,242
terdapat setidaknya 18 gubernur, 1 wakil gubernur,17 walikota, 8 wakil
walikota, 84 bupati, dan 19 wakil bupati tersandung kasus korupsi243
Sejak tahun 2008, perekonomian Indonesia mulai merasakan dampak
dari krisis ekonomi global. Ini terlihat dari kinerja ekonomi yang melambat
pada kuartal terakhir 2008. Dalam menghadapi krisis global Pemerintah telah
melakukan penguatan dan perlindungan terhadap rakyat dan pelaku ekonomi
nasional, dari imbas gejolak dan krisis ekonomi global. Dalam menjalankan
kebijakan ekonomi nasional ke depan, Pemerintah semakin memantapkan
prioritas kebijakan dibidang kelima yaitu memberikan perlindungan pada
rakyat miskin atau hampir miskin (near poor). Salah satu fungsi negara
adalah memberikan perlindungan dan menyediakan jaring pengaman sosial
(social safety net) kepada rakyat lapisaan bawah dengan berbagai program
pro rakyat seperti BOS, Jamkesmas, PKH, Beras Bersubsidi, BLT dan
sebagainya dengan Peraturan Presiden.244
Presiden mengungkapkan Rencana Kerja Pemerintah tahun 2010
dengan tema “Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan
242 Kompas, 14 April 2011.243 Kompas, 21 Februari 2011244 Sekretariat Negara, 2009, Pidato Presiden Republik Indonesia pada Penyampaian Keterangan
Pemerintah atas Rancangan Undang-Undang Pendapatan dan Belanja NegaraTahun Anggaran2010 beserta Nota Keuangannya di depan Rapat Paripurna DPR RI, pada tanggal 3 Agustus,hlm. 7-8 , alasan dilakukannya pidato Presiden dilakukan pada tanggal ini mengingat masatransisi anggota DPR RI maupun jajaran eksekutif berakhir bulan oktober akan mengurangiwaktu pembahasan RAPBN 2010
176
Kesejahteraan Rakyat” yang sejalan dengan tantangan global dan kebijakan
tujuan nasional yang ingin dicapai sampai dengan tahun 2010.245 Menurut
Presiden ada lima agenda program pembangunan nasional, yaitu:246
Tabel 3 : Agenda Pembangunan Nasional Tahun 2010
No Agenda Program Pembangunan Nasional
1Pemeliharaan kesejahteraan rakyat utamanya rakyat miskin, serta
penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial.
2 Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
3Pemantapan reformasi birokrasi dan hukum serta pemantapan
demokrasi dan keamanan nasional.
4Pemulihan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian,
infrastruktur, dan energi.
5Peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas
penanganan perubahan iklim.
Badan Pusat Statistik mengumumkan pertumbuhan Produk Domestik
Bruto pada tahun 2010 meningkat sebesar 6.1 persen terhadap 2009, artinya
jauh dari target semula hanya 5,8 persen. Besaran Produk Domestik Bruto
(PDB) Indonesia pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai
Rp.6.422,9 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan (2010) mencapai
Rp.2,310 triliun. Dari besaran PDB atas dasar harga berlaku tesebut jika
dibagi dengan jumlah penduduk Rp.2.70 juta atau 3.004,9 dollar AS,
sementara pada 2009 sebesar Rp.23,9 juta (2,349,6 dollar AS)247.
245 Ibid, hlm. 10-12.246 Ibid., hlm. 12-13.247 Kompas, Kolom Politik Ekonomi, 13 Februari 2011, hlm.15.
177
Program ekonomi tersebut bisa lebih meningkat lagi andai ada
program pemerintah yang bersifat masif dan secara besar-besaran sebagai big
bangnya. Data BPS menyatakan penduduk Indonesia semuanya pada tahun
2010 menyatakan berpendapatan Rp.27,0 juta setahun. Ada segelintir orang
kaya raya yang populasinya 80 persen dari jumlah hanya mampu
menyumbang sekitar 20 persen PDB. Ada orang yang kaya raya sekali atau
orang yang masuk kategori berpenghasilan 3.000 dollar AS setahun, tetapi
ada juga orang berpenghasilan atau berkebutuhan hidup senilai 2 dollar AS
per hari (730 dollar setahun) yang jumlahnya masih 100 juta orang. Artinya
ada kesenjangan yang sangat lebar. Kata-kata adil, merata, kesejahteraan dan
kemakmuran terasa semakin meredup dan sayup-sayup terdengar. Sektor
yang mencatat pertumbuhan tertinggi adalah pengangkutan dan komunikasi
yang mencapai 13,5 persen Sektor pertanian 42 juta orang, hanya tumbuh 2,9
persen. Selain kesenjangan antar penduduk, ketimpangan antar wilayah
(struktur perekonomian Indonesia juga terjadi dari 57,8 persen dari PDB
triwulan IV 2010, masih merupakan konstribusi Pulau Jawa dengan urutan
pertama DKI Jakarta (16,5), disusul Jawa Timur (14,8) persen di urutan
kedua yang telah menggeser peringkat Jawa Barat (14,3 persen). Kalimantan
yang kaya sumber daya alam, hanya berkontribusi 9,1 persen, Sumatera 23,2
persen dan Sulawesi hanya 4,7 persen.248
APBN Perubahan Tahun Anggaran 2011 dan Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2011 dalam:
248 Kompas 13 Februari 2011.
178
Pasal 16(1) Dalam rangka kesinambungan pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk
mempercepat penanggulangan kemiskinan, program bantuan langsungtunai (BLM) dalam program/Kegiatan Nasional PemberdayaanMasyarakat (PNPM) yang terdiri atas Program Pengembangan Kecamatan(PPK), Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), ProgramPengembangan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), PengembanganInfrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), dan PercepatanPembangunanDaerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK).
Strategi pelaksanaan pembangunan Indonesia didasarkan pada
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025.
Pelaksanaan strategi RPJPN dibagi ke dalam empat tahap Rencana.
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang tiap-tiap tahap.
Memuat rencana dan strategi pembangunan untuk lima tahun yang akan
dilaksanakan oleh Pemerintah.
Presiden terpilih beserta anggota kabinet yang membantunya akan
menuangkan visi, misi, dan rencana kerja pemerintahan untuk menjawab
tantangan dan permasalahan aktual, sekaligus untuk mencapai sasaran-
sasaran rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang yang
telah disusun. RPJMN tahap pertama telah selesai dengan berakhirnya masa
kerja Kabinet Indonesia Bersatu.
Tahun 2012 merupakan tahun ketiga dalam agenda RPJMN tahap
kedua. Berdasarkan pelaksanaan, pencapaian,dan sebagai kelanjutan dari
RPJMN ke-1 (2004 – 2009), RPJMN ke-2 (2010– 2014) ditujukan untuk
lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan
menekankan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia termasuk
179
pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing
perekonomian.
Dalam RPJMN tahap kedua (2010 – 2014), kegiatan pembangunan
akan diarahkan untuk beberapa tujuan, yaitu: (a) memantapkan penataan
kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia, (b) meningkatkan kualitas
sumber daya manusia, (c) membangun kemampuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan (d) memperkuat daya saing perekonomian. Upaya pencapaian
tujuan-tujuan tersebut akan diimplementasikan melalui pencapaian sasaran
pembangunan di tiap tahun dengan fokus yang berbeda, sesuai dengan
tantangan dan kondisi yang ada. Fokus kegiatan tersebut diterjemahkan dalam
rencana kerja Pemerintah (RKP) di tiap-tiap tahun.Rencana Kerja Pemerintah
tahun 2012 disusun berdasarkan tema “Percepatan dan Perluasan
Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas, Inklusif, dan Berkeadilan bagi
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat”.
Pemerintah pada saat ini memasuki Tahap Pembangunan Jangka
Panjang tahun ke 2 yang akan berakhir pada tahun 2014,249 upaya pemerataan
dalam pendapatan yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan visi untuk
mensejahterakan rakyat. Pada satu sisi, pemerintah tidak boleh tinggal diam
dan atau berpangku tangan menghadapi kenyataan ini. Pemerintah harus
mengembangkan berbagai prakarsa dan upaya dalam mengeleminasi
pengangguran. Penyelesaian masalah pengangguran merupakan separuh dari
penyelesaian kemiskinan. Disisi lain, muncul pemahaman baru bahwa rakyat
249 Penjelasan APBN tahun 2012
180
bebas (free society) harus dimengerti sebagai rakyat yang terbebaskan dari
belenggu pengangguran.
D. Bentuk Kebijakan Pemerintah Dalam Mensejahterakan Rakyat
Pemenuhan kebutuhan publik melalui program perencanaan
pembangunan yang mengedepankan kebutuhan rakyat, diapresiasikan oleh
DPR yang berasal dari partai politik. Kehidupan politik seolah menentukan
kehidupan rakyat luas karena politik dilihat sebagai aktivitas untuk
mengintegrasikan orang-orang dalam suatu komunitas dengan ide dan
gagasan yang specific tentang cara yang seharusnya dipergunakan dalam
berinteraksi dan dinamika sosial sehingga politik dapat mempengaruhi wajah,
bentuk, dan pola interaksi sosial berakyat. Melalui aktivitas politik akan
dihasilkan pihak-pihak yang berkuasa, cara mengakhiri kekuasaan sekaligus
pergantian kekuasaan.250
Kebanyakan orang masih melihat bahwa berpolitik adalah urusan elite
politik.Rakyat kelas bawah karena tidak memiliki akses dan pengetahuan cara
berpolitik, menyerahkan aktivitas politik kepada sekelompok kecil orang
untuk menentukan arah dan orientasi kebijakan politik. Sehingga tidaklah
mengherankan, meskipun politik diyakini akan berpengaruh cukup luas
terhadap sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. 251
Sebenarnya berpolitik adalah urusan semua orang, profesi, umur, dan
kelas sosial. Politik harus dilihat sebagai suatu makanisme interaksi dialektika
250 Firmanzah, 2008, Marketing Politik, Antara Pemahaman dan Realitas, Yayasan OborIndonesia, Jakarta, hlm. 36.
251 Firmanzah, ibid.
181
antara unsur-unsur yang memiliki kepentingan berbeda-beda dalam rakyat,
berusaha untuk memperoleh posisi yang dapat memberi legitimasi dan
kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan publik. Masing-masing unsur
akan berusaha memaksimalkan usaha untuk memenangkan persaingan
politik. Mekanisme persaingan dan pola interaksi yang tercipta membentuk
sistem politik.252
Dunia politik saat ini telah mengalami pergeseran yang sangat
signifikan dalam kaitannya dengan hubungan antara kontestan politik dan
konstituen. Yang mengalami perubahan tidak hanya dalam cara konstituen
melihat dan memandang kontestan, tetapi terlebih lagi ikatan antara partai
politik dengan publik. Seiring dengan berhentinya konflik ideologis dunia
(antara ideologi kapitalis dengan sosialis), hal-hal yang terkait dengan
ideologis semakin memudar.
Secara langsung maupun tak langsung, rakyat tidak lagi terlalu
memikirkan ideologi. Apa pun ideologinya, yang penting apakah pemimpin
mampu membawa bangsa dan negara untuk mencapai kemajuan atau tidak.
Dengan kemenangan kapitalisme setelah perang dingin, bisa dikatakan bahwa
kapitalisme menjadi ideologi satu-satunya yang ada sekarang ini. Apa pun
ideologinya, ‘kecil-kecilan’ yang ada di balik suatu partai politik atau kepada
kontestan individu, kepitalisme tetap manjadi bungkusnya. Rakyat cenderung
menggantikan ikatan tradisional-yaitu ideologi-dengan hal-hal yang lebih
pragmatis, yaitu program kerja yang ditawarkan oleh kontestan.
252 Firmanzah mengartikan sistem politik secara luas, dari sistem pemerintahan yaitu mekanismepemilihan umum, penerapan hak-hak asasi manusia sampai ke mekanisme keterlibatan rakyatdalam mempengaruhi kebijakan publik.
182
Publik cenderung melihat apa yang bisa dan akan dilakukan dengan
perdebatan mengenai ideologi yang ada di balik suatu partai kontestan. Hal
ini terlihat yang non partisan, yaitu pemilih yang menunggu partai politik
mana yang kiranya menawarkan solusi paling baik ketimbang yang lainnya.
Partai politik semacam itulah yang akan mereka pilih dalam pemilihan
umum.253
Hasil pemilihan umum legislatif tahun 2009 mengantarkan ketua
Partai Demorat Susilo Bambang Yudoyono menjadi Presiden untuk priode
kedua kalinya. Meskipun secara umum pemilu tahun 2009 dianggap berhasil
namun menurut hasil penelitian yang dilakukan berbagai sumber
mengatakan254 memiliki kekacauan dan kekisruhan pemilu karena banyaknya
jumlah pemilih yang tidak terdaftar membuat rakyat semakin bingung dan
kesulitan untuk memilih karena tidak terdapat dalam Daftar Pemilih Tetap.
Kebingungan rakyat pemilih disebabkan semakin terbukanya rakyat
semakin kritis dalam menyikapi permasalahan. Rakyat melihat bahwa
permasalahan bangsa dan negara yang hadir di depan mereka jauh lebih
penting dibandingkan dengan ideologi yang diusung partai. Masalah riil yang
harus segera dicarikan jawabannya adalah masalah nasional, baik masalah
ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, maupun politik.255
253 Ibid.254 Aristo, M, 2009, Pemilu 2009 Paling Kacau dan Paling Sulit, Election Online Referensi
Pemilu Indonesia, dilihat tanggal 12 Mei 2012 http://mediaindonesia.com/wetorial/electiononline/?ar id=MzQoNg, lihat juga Jimly Assiddiqie, 2008, Sengketa PemiluAkan Lebih Rumit, Kompas 11 Maret dilihat tanggal 12 mei 2012.
255 Ibid.
183
Rakyat melihat hal yang terpenting yang dilihat oleh pemilih adalah
kemampuan partai politik dan kontestan individu untuk melaksanakan
program kerjanya. Kondisi seperti ini membuat mobilitas pemilih sangat
tinggi. Mereka telah kehilangan ikatan ideologis dengan suatu partai politik
tertentu dan lebih melihat kemampuan masing-masing partai. Suatu partai
politik atau kontestan tidak memiliki program kerjanya, mereka tidak segan-
segan untuk memilih partai politik atau kontestan individu lainnya yang
memiliki program yang ditawarkan yang berpihak kepada rakyat.256 Hasil
pemilu tahun 2009 menghasilkan kemenangan bagi partai-partai baru,
kekalahan pertai-partai lama, khususnya Golkar dan PDIP dan menurunnya
elektabilitas partai-partai Islam dan berbasis massa Islam.257
Pilihan rakyat terhadap program participle pada masa belakangan ini
membawa implikasi yang berbeda dibandingkan dengan masa ideologis.
Pertama, perdebatan untuk meraih suara lebih memfokuskan diri pada
program kerja yang ditawarkan dan bukan lagi yang rasional ideologis
masing-masing partai. Meskipun terkadang program kerja dibangun
berdasarkan suatu ideologi tertentu, tetapi bukan ideologinya yang dianalisis
oleh rakyat, melainkan lebih kepada program kerjanya. Kedua, partai politik
atau kontestan yang akan mengangkat isu daerah atau nasional sekaligus
menawarkan program kerja yang baik untuk memecahkan persoalan yang
ada. Rakyat menilai sendiri dan memilih suatu partai politik atau kontestan
256 Firmanzah, 2008, Marketing Politik, Antara Pemahaman dan Realitas, Yayasan OborIndonesia, Jakarta, hlm. 36.
257 Hasil Penelitian Romli, L., S., Norr, F., Syafarani, TR., dkk, Evaluasi Pemilu Legislatif 2009:Tinjauan Atas Proses Pemilu, Strategi Kampanye, Perilaku Pemilih dan Konstelasi PolitikHasil Pemilu, Jurnal Konstitusi, FH UM Malang, Vol.II, hlm. 87-101.
184
individu, dengan harapan bahwa manakala mereka menang, permasalahan
yang dihadapi bangsa akan terselesaikan. Sebaliknya, partai politik atau
kontestan individu yang kurang peka terhadap permasalahan yang dihadapi
rakyat akan kurang mendapatkan sambutan dan kalah dalam pemilihan
umum. Ketiga, rakyat menjadi subjek karena bisa memaksa partai politik dan
kontestan individu untuk lebih memperhatikan kehendaknya.
Dalam program kerja, mau tidak mau, partai politik harus tetap
memperhatikan kondisi rakyat (buttom up) dan menjadikan hal-hal yang
terjadi di dalam rakyat sebagai titik tolak dalam mengembangkan produk
politik yang akan ditawarkan.258 Tidak jauh berbeda dengan pemilu priode
sebelumnya, masing-masing capres dalam Pilpres 2009 juga berkompetisi
menyiapkan sejumlah janji-janji yang terangkum dalam bentuk program
kerja. Hal ini digunakan sebagai alat untuk meraih simpati rakyat agar dalam
pemilihan nanti mereka akan memilihnya. Namun upaya tersebut tidaklah
mudah dilakukan. Rakyat kini semakin cerdas dan mengerti atas
permasalahan yang terjadi di sekitarnya. Selain itu ditengah kemudahan akses
informasi mereka kini lebih kritis dalam menyikapi sesuatu. Setiap kali janji
dan program kerja ditawarkan dengan cepat penilaian diberikan. Apakah
program kerja dan janji dapat menyelesaikan permasalahan yang mereka
258 Kegiatan Reses anggota DPR dan DPRD yang penyelenggaraannya dilakukan 3 kali dalam satutahun dalam UU MPR, DPR, DPD, DPRD, dengan tujuan menjaring aspirasi dan kebutuhanrakyat dalam meningkatkan kesejahteraan karena kegiatan menjaring aspirasi rakyat pada saatreses anngota DPR dengan tujuan agar aspirasi rakyat dan kebutuhan rakyat yang diwakiliditampung dalam perencanaan pembangunan tahunan dalam RAPBN dan APBD.
185
hadapi atau tidak. Baik itu masalah sosial, ekonomi, sosial budaya, maupun
pertahanan keamanan.259
Perubahan yang terjadi pada sikap pemilih yaitu rakyat telah menjadi
perhatian para capres yang berkompetisi. Rakyat sudah menjadi sosok
pemilih yang pragmatis. Mereka akan menjatuhkan pilihan terhadap capres
yang dinilai mampu membenahi dan memberikan solusi konkret terhadap
permasalahan yang dihadapi. Jika para capres tersebut tidak mampu
memberikan solusi yang konkret maka mereka tidak segan-segan
menjatuhkan pilihan kepada capres lainnya. Saat ini sudah bukan masanya
para capres menggunakan romantisme sejarah atau ideologis guna mengikat
atau menarik rakyat.
Pada pemilihan presiden tahun 2009 para capres yang bersaing adalah
Presiden (SBY), Megawati, dan Yususf Kalla (JK) disetiap kampanyenya
selalu menyisipkan janji perubahan sesuai dengan ciri khasnya masing-
masing. SBY menjanjikan akan adanya perubahan dengan tetap melanjutkan
program-program pro poor yang dilakukan pemerintah. Megawati dengan
semangat pro kerakyatannya, berjanji mensejahterakan kehidupan rakyat
miskin. Sementara JK menjanjikan perbaikan kesejahteraan dengan kemasan
program yang ditawarkan cukup bagus namun kemandirian yang diwujudkan
salah satunya dengan gerakan memakai produk dalam negeri.
Pada beberapa kasus, kemasaan program yang ditawarkan cukup baik
namun sebetulnya tidak ada terobosan baru dari program yang ditawarkan
259 Ibid, hlm. 330.
186
tersebut. Contoh ini dapat dilihat dari kampanye pihak SBY yang lebih
mengedepankan program-rogram yang telah dilakukan pemerintahannya.
Hampir disetiap kampanye, SBY selalu menegaskan akan melanjutkan
program-rogram pemerintah yang diklaim sukses memperbaiki kesejahteraan
rakyat. Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah materi yang sering
dilontarkan disetiap kampanye SBY.
Ketokohan SBY telah dimunculkan sejak kampanye pemilihan
legislatif melalui Partai Demokrat. Munculnya dengan tema kampanye
“Lanjutkan”, peningkatan itu bertururt-turut ditambah dengan “Berjuang
untuk kepentingan Rakyat” dan “Pemerintahan Bersih untuk Rakyat”. Mulai
dari program BLT, PNPM Mandiri, hingga realisasi anggaran pendidikan
sebesar 20 %. Bagi SBY maupun kubu demokrat, pencitraan positif SBY di
rakyat diyakini menjadi senjata utama untuk dapat memenangkan kompetisi
Pilpres 2009. Dengan mengedepankan program-rogram yang sudah berjalan,
SBY ingin menunjukkan kepada rakyat bahwa yang disampaikan adalah
sebuah bukti dari pada sekadar janji. Capres SBY dalam kampanye putaran
terakhir di Gelora Bung Karno, Jakarta, melontarkan lima agenda dan 15
prioritas kerja selama lima tahun ke depan. Kelima agenda tersebut adalah
peningkatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, pembangunan pemerintahan
yang bersih dan berwibawa, penguatan demokrasi dan menghormati hak asasi
manusia, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, serta pembangunan
adil dan merata. Menurut SBY kunci sukses lima agenda dalam lima tahun ke
187
depan adalah hadirnya pemerintahan yang bersih, cakap dan tanggap dalam
bidang sebagai berikut:
1. Bidang Pendidikan
Para guru, dosen, tenaga pendidik serta mereka yang berkecimpung
dalam dunia pendidikan merupakan salah satu target lumbung suara
potensial bagi para kandidat. Visi pendidikan yang dianut SBY adalah
perbaikan mutu pendidikan secara menyeluruh dengan tetap melanjutkan
sistem pendidikan yang sudah berjalan. Beberapa kebijakan diantaranya
tentang realisasi anggaran minimal 20% APBN dan APBD untuk
pendidikan, serta diberlakukannya tunjangan profesi guru.
SBY menyebutkan lima sasaran penting yang harus dikerjakan
dalam lima tahun mendatang untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
antaranya adalah meningkatkan kesejahteraan guru, memperbanyak sarana
pendidikan hingga keseluruh pelosok daerah, termasuk pulau-pulau
terdepan. Upaya untuk mencapai lima sasaran tersebut dilakukan dengan
tidak melupakan adanya distribusi anggaran pendidikan secara
proporsional. Terkait dengan kesejahteraan guru, nasib guru bantu juga
menjadi perhatian SBY. Pada Desember 2008, SBY menjamin akan
mengangkat seluruh guru bantu yang sudah masuk formasi Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas) menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Dalam cacatan Depdiknas, guru bantu yang siap diangkat 163.565 orang
merupakan bagian dari formasi pengangkatan 901.607 guru hingga akhir
188
Desember 2008.260 Untuk tahun 2011 APBN memperioritaskan menaikkan
gaji dan tunjangan tenaga kependidikan.
SBY mengakui pemerataan pendidikan di kota-kota besar memang
lebih maju dibandingkan wilayah pedesaan. Meski demikian, ia
mengatakan pendidikan di wilayah barat belum tentu lebih maju dibanding
kawasan Indonesia timur. Selain itu SBY menyatakan bahwa selama
pemerintahannya sudah berupaya agar pendidikan semakin adil dan merata
dengan mendistribusikan anggaran pendidikan secara proporsional.261
Kesenjangan alokasi anggaran pendidikan terjadi karena kewajiban
pemerintah yang harus menggratiskan pendidikan dasar sembilan tahun,
sehingga pemerintah harus menanggung biaya pendidikan dari tingkat
Sekolah Dasar sampai Tingkat Sekolah Menengah Pertama yang
menghabiskan hingga 50% anggaran pendidikan. Oleh karena itu untuk
lima tahun kedepan SBY berjanji mengatasi kesenjangan tersebut. Dengan
kata lain, sejalan dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
penerimaan negara dan bertambahnya anggaran pendidikan, maka kondisi
tersebut dapat dihindari.
2. Bidang Hukum
Isu penegakan hukum dewasa ini masih menjadi permasalahan
yang krusial. Berbagai kasus besar yang tidak kunjung selesai serta adanya
pilih kasih dalam penegakaan hukum telah merusak tatanan sosial rakyat.
Akibatnya, kepercayaan rakyat terhadap upaya penegakan hukum di
260 Jawa Pos. Com. 1 desember 2008, “SBY Jamin Ngangkat Guru Bantu Jadi PNS”261 Matanews.co, 15 Juni 2009, “SBY Janji Pemerataan Pendidikan”
189
Indonesia semakin tipis. Implementasi agenda reformasi SBY-Boediono di
bidang penegakan hukum akan dilakukan ke dalam dua program aksi yaitu
reformasi penegakan hukum (rule of law) dan penegakan ketertiban
umum, dengan cara :262
a. Memperbaiki law enforcement.b. Memperkuat kinerja dan pengawasan kepolisian dan kejaksaan melalui
reformasi kepolisian dan kejaksaan, perbaikan kinerja kepolisian dankejaksaan di daerah, baik melalui program quick win maupunperbaikan struktural menyeluruh dan komprehensif pada kepolisiandan kejaksaan. Peningkatan kinerja dengan perbaikan mutu danintegritas para aparat kepolisian dan kejaksaan, dan meningkatkanpengawasan serta seleksi personil dan pejabat struktural yang strategisyang langsung bertugas melayani rakyat pencari keadilan.
c. Meninjau ulang dan memperbaiki peraturan yang menyangkutpenegakan hukum termasuk pengaturan hak-hak polisi, peraturan-peraturan pelaporan, dan aturan pelayanan dari aparat penegak hukum.Dengan demikian dapat diberikan jaminan pelayanan, kepastian, dankeadilan kepada rakyat pencari keadilan.
d. Mendukung perbaikan administrasi dan anggaran di Mahkamah Agungdan peradilan di bawahnya.
e. Pencegahan dan penindakan korupsi secara konsisten dan tanpa tebangpilih.
Penegakan hukum merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan
dan sangat penting dalam menjaga sistem demokrasi yang berkualitas, dan
juga mendukung iklim berusaha yang baik sehingga kegiatan ekonomi
dapat berjalan dengan pasti dan aman serta efisien. Sasaran reformasi
penegakan hukum adalah tercapainya suasana dan kepastian keadilan
melalui penegakan hukum (rule of law) dan terjaga ketertiban umum.
Sasaran tersebut tercermin dari persepsi rakyat pencari keadilan untuk
merasakan kenyamanan, kepastian, keadilan, dan keamanan dalam
berinteraksi dan mendapat pelayanan dari penegak hukum (kepolisian dan
262 Ibid, hlm. 343
190
kejaksaan). Dengan demikian reformasi kepolisian dan kejaksaan, dan
lembaga peradilan harus dilakukan untuk dapat menghasilkan sasaran
berupa muncul dan tumbuhnya kepercayaan dan penghormatan publik
kepada aparat dan lembaga penegak hukum karena mereka dipercaya akan
selalu melindungi rakyat berdasarkan asas keadilan dan kepatuhan pada
aturan dan hukum tanpa pembedaan dan diskriminasi. Selain berbagai
bidang yang telah disebutkan di atas, pemerintah juga tetap
mengembangkan sektor-sektor pembangunan lainnya secara konsisten,
terkoordinasi, dan terintegrasi.263
3. Bidang Pertanian
Sektor pertanian sampai saat ini masih menjadi mayoritas mata
pencaharian rakyat Indonesia khususnya di wilayah pedesaan. Tidak heran,
jika mereka masih menjadi lumbung suara para kandidat capres. Salah satu
janji SBY yang penting di sektor pertanian adalah upaya menstabilkan
harga antara konsumen dan produsen. Latar belakangnya adalah kondisi
petani yang hingga kini masih menghadapi fluktuasi harga sejumlah
komoditas pertanian. Ketika panen raya tiba, harga jatuh ketitik rendah.
Sementara ketika memasuki paceklik harga tiba-tiba meroket naik. Situasi
ini sama sekali tidak menguntungkan bagi petani yang lebih banyak
dirugikan daripada diuntungkan. Selain itu, SBY berjanji akan mendorong
pengembangan pertanian organik yang dinilai lebih ramah lingkungan.
Untuk mendukung tujuan tersebut, SBY akan menyediakan pupuk organik
263 Media Center KPU, Visi dan Misi SBY-Boediono, Firmanzah, op.cit, hlm. 344.
191
dan benih pertanian hasil produksi dalam negeri dengan harga yang
terjangkau petani.
4. Bidang Pangan
Kecukupan dan ketahanan pangan menjadi prioritas utama yang
akan dilakukan oleh SBY. Langkah yang dilakukan adalah dengan
membenahi subsidi benih dan pupuk. Tujuannya adalah agar swasembada
pangan dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Hal in juga sebagai langkah
maju membangun kemandirian bangsa di bidang pertanian.
Perhatian yang lebih besar kepada masalah ketahan pangan makin
menguat setelah krisis pangan terjadi pada tahun 2007/2008 yang lalu.
Proyeksi yang dilakukan oleh berbagai lembaga internasional memberikan
indikasi tentang kemungkinan krisis ini dapat terulang setiap saat. Oleh
karena itu, pemerintahan akan memberikan perhatian lebih besar kepada
upaya peningkatan produksi pangan tidak hanya sampai kepada
swasembada beras namun juga mencakup bahan pangan lain, dan
diversifikasi konsumsi pangan.
Upaya ini sebetulnya sudah berjalan sejak dua tahun lalu akan
ditingkatkan kembali di masa mendatang. Perogram aksi peningkatan
pangan meliputi antara lain: 264
a. Memperbaiki infrastruktur pertanian dengan kemungkinan anggaran dibidang pembangunan dan perbaikan irigasi, saluran air, jalan raya,kereta api, dan pelabuhan yang menghubungkan produksi pangan dantujuan pasar.
192
b. Meningkatakan kualitas input baik dengan dukungan penelitian danpengembangan bibit unggul, dan penyuluhan untuk penggunaan secaratepat dan akurat dengan resiko yang dapat dijaga.
c. Memperbaiki kebijakan penyediaan dana subsidi pupuk, agar tidakterjadi kelangkaan penyelundupan, dan penggunaan pupuk subsidikepada yang tidak berhak.
d. Revitalisasi pabrik pupuk agar semakin efisien dan dapat memproduksipupuk dengan harga yang terjangkau.
e. Perbaikan sistem distribusi dan logistik termasuk pergudangan secaraterintegrasi dengan memperhatikan supply chain, agar mampumengurangi gejolak harga dan pasokan secara musiman padakomoditas pangan utama.
f. Perkuatan dan pemberdayaan petani, nelayan, petambak dan menjagadaya beli dan nilai tukar petani dengan menjaga stabilitas harga-hargakomoditas yang dapat memberikan keuntungan pada petani namuntidak memberatkan konsumen yang berpendapatan rendah.
g. Meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi untukmeningkatkan daya tawar dan kompetisi (competitive adventage) darisektor pertanian di pasar regional dan dunia, terutama pada komoditasyang merupakan produk utama dan terbesar di kawasan Asia dan duniaCPO, kayu manis, dan lain-lain.
h. Melaksanakan kebijakan pengembangan industri hilir pertanian denganpenciptaan iklim investasi yang baik dan bila perlu diberikan insentif(fiskal) bagi pengembangannya.
i. Penyediaan informasi secara transparan tentang harga pasar dari hasilpanen yang akurat dan up to date kepada petani nelayan, harga danketersediaan pupuk, peringatan dini cuaca dan wabah sehingga dapatlebih cerdas dalam menentukan tindakannya.
5. Bidang Pertahanan Keamanan
Isu mengenai pertahanan dan keamanan pada masa kampanye
Pemilu 2004 tidak begitu banyak mendapat perhatian. Namun berbeda
dengan pemilu 2009. Isu mengenai pertahanan dan keamanan Indonesia
mendapat perhatian khusus bagi media dan juga rakyat setelah beberapa
peristiwa aktual terkait pertahanan dan keamanan terjadi di Indonesia.
Seperti kasus perseteruan Indonesia-Malaysia di Blok Ambalat serta
kecelakaan beberapa pesawat TNI.
193
Dalam perseteruan kasus perseteruan Indonesia-Malaysia mengenai
blok Ambalat, beberapa media menyororti kasus tersebut dengan melihat
bagaimana keseriusan Indonesia dalam menangani masalah pertahanan
dan keamanan negara di wilayah perbatasan. Sorotan pertahanan utama
mengenai anggaran pertahanan dan keamanan Indonesia yang dibilang
tidak memadai bahkan tertinggal jika dibandingkan dengan negara lain
sekawasan.
Anggaran pertahan dan keamanan dalam APBN tahun 2009 sebesar
0.6 % dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau setara dengan US$ 3,3,
miliar. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara bewilayah besar
dengan anggaran pertahanan terendah di Asean setelah Laos (0,4% dari
PDB). Indonesia juga masih tertinggal dari Kamboja (1,4%). Apalagi jika
dibandingkan dengan Vietnam (6,3%) atau Singapura (7,6 %). Seharusnya,
anggaran bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) agar memiliki postur
ideal untuk 60 tahun mendatang adalah 5-7 persen dari PDB.265
Presiden SBY secara specifik juga berjanji akan menaikkan
anggaran pertahanan dan keamanan secara bertahap sampai Rp.120
triliun.266 Adapun anggaran pertahanan yang saat ini baru disiapkan oleh
pemerintah baru berkisar 35 triliun. Anggaran tersebut menurut Presiden
SBY akan diprioritaskan pada dua hal, yaitu untuk biaya opersional serta
peningkatakan kesejahteraan prajurit TNI. Meski demikian, garis
kebijakan pasangan SBY-Boediono adalah membangun konsep pertahanan
265 Sumber dari berbagai media266 Jurnal Nasional, 19 Juli 2009.
194
sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Dalam situasi keterbatasan
anggaran, maka yang diutamakan ke depan adalah memenuhi kekuatan
dasar minimal TNI.
Kebijakan pemerintah yang dimulaidari rencana ada yang berbentuk
undang-undang seperti APBN, peraturan Presiden, keputusan Presiden267
memuat perencanaan kebijakan pemerintah di berbagai bidang yang
dijabarkan dalam visi, misi pemerintah adalah suatu tindakan tanpa dasar
hukum tapi dilaksanakan sebagai kebijakan, itulah kebijakan.268 Menurut
Ni’matulhuda ada dua alasan kebijakan tidak dapat merealisasi kesejahteraan
rakyat, pertama karena peraturan tidak harmonisasi saling berbenturan dengan
peraturan yang lebih tinggi atau dengan peraturan yang sederajat, kedua
karena dalam pelaksanaannya tidak konsisten atau kedua-duanya.269 Alasan
terakhir yang ditemui terutama terhadap kebijakan Presiden yang berkaitan
dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, sampai saat ini belum secara
menyeluruh terealisasi.
Tahun 2008 dan 2009 pemerintah mengalami masa-masa sulit akibat
dari pengaruh ekonomi global yang ditandai oleh bangkrutnya lembaga
keuangan besar dunia, yang berdampak kepada perekonomian nasional.
Dalam rangka menimimalkan dampak dan tekanan akibat krisis finansial
267 Bagir Manan dan Kuntara Magnar, Beberapa..., op.cit, hlm. 166.268 Wawancara dengan Guntur Hamzah, Dosen Universitas Hasanuddin, pada Pertemuan
Koordinasi MK, tanggal 5 Desember 2012, pukul 8.45 wib.269 Wawancara dengan Ni’matulhuda, Acara Pertemuan Koordinasi Mahkamah Konstitusi, Jakarta,
6 Desember 2011
195
global, Pemerintah menerapkan berbagai kebijakan countercyclical,270 untuk
membalikkan siklus ekonomi ke arah yang lebih positif. Stimulus kebijakan
fiskal sebagai kebijakan countercyclical dalam rangka mempertahankan daya
beli rakyat, menjaga daya tahan perusahaan/sektor usaha, serta menciptakan
kesempatan kerja dan menyerap dampak PHK melalui kebijakan
pembangunan infrastruktur padat karya.
Armida Alisyahbana mengakui adanya kesenjangan dalam
pembangunan di Indonesia yang secara kualitatif tidak berbanding lurus
dengan pertumbuhannya. Kesenjangan tersebut terdapat dalam akseptabilitas
dan kualitas, yang menjadi isu signifikan yang mengurangi nilai yaitu
dibidang pendidikan, kesehatan dan kemudian kualitas.271 Untuk itu
pemerintah tengah mengupayakan berbagai program percepatan, salah
satunya melalui pembangunan infrastuktur melalui Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Nasional (MP3EI), terutama yang berkaitan
dengan percepatan pengentasan kemiskinan, pendidikan dan daya beli
rakyat.272
Realisasi dari program MP3EI, Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan
Bappenas Nina Sardjunani mengatakan untuk mengatasi masalah tersebut
Kementerian PPN/Kepala Bappenas membuat suatu rencana kebijakan
tentang Rencana Kerja Pemerintah pada tahun 2012 sebagai berikut:
270 Sekretariat Negara, 2009, Pidato Presiden RAPBN tahun 2010..., op..cit, hlm. 6-7.271 http://finance.detik.com/read/2011/11/15/1738446/1767984/4/pertumbuhan-ekonomi-tak-
berbanding-lurus-dengan-kesejahteraan, Selasa 5 Nopember 2011. Dalam acara jumpa persArmida Alisyahbana, di kantor Kementerian Bappenas, tanggal 15 Nopember 2011.
272 Http: finance.detik.com/read/2011/11/15/173846/1767984/4/pertumbuhan ekonomi-tak-berbanding-lurus-dengan-kesejahteraan, 18 November 2011, Selasa 15/11/17.38, pukul 17.38.
196
Tabel 4 Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2012
No. Kebijakan Program1 Mendorong pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas dan pro rakyat
miskin dengam usaha-usaha yang
melibatkan orang miskin
Usaha-usaha yang menciptakan
lapangan kerja
2. Kebijakan afirmatif yang berpihak
kepada rakyat
Program penanggulangan
kemiskinan
3. Meningkatkan efektifitas
pelaksanaan kemiskinan di daerah
Pembangunan daerah terpencil
dan perbatasan Meningkatkan
kualitas pelaksanaan lembaga
jaminan sosial
Kebanyakan kebijakan yang berbentuk suatu peraturan perundang-
undangan dan berupa pelbagai ketentuan lainnya, dalam ketetapan yang
memiliki tujuan distribusi tertentu273 yaitu kebijakan-kebijakan tentang
pelayanan umum atau keuntungan-keuntungan bagi penduduk atau rakyat
tertentu. Pemerintah terlibat aktif di dalam perumusan kebijakan negara
namun kurang dalam implementasi kebijakan untuk pengentasan kemiskinan,
pendidikan dan daya beli rakyat.
Pendapat yang didukung oleh pernyataan Armida Alisyahbana pada
pertemuan Nasional Pertemuan Pusat dan Daerah Penguatan Kelembagaan
Daerah dalam tahun 2012, Pemerintah menargetkan angka kemiskinan turun
menjadi 10,5-11,5 % sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) 2012, dengan fokus kepada perbaikan distribusi pendapatan melalui
273 James E.Anderson, Public Policy ..., op.cit. hlm. 126-133.
197
perlindungan sosial yang berbasis keluarga, pemberdayaan rakyat, serta
perluasan kesempatan ekonomi bagi rakyat yang berpendapatan rendah. Per-
Maret 2012, rasio Gini Indonesia mencapai 0,378 atau termasuk sedang,
namun ketimpangan antar provinsi masih sangat tinggi. Untuk mengatasi
ketimpangan tersebut perbaikan distribusi pendapatan akan dilakukan melalui
perlindungan sosial yang berbasis keluarga.274
Guna mencapai sasaran penting meningkatkan kesejahteraan rakyat
miskin, pada pertemuan Rapat Kerja Rencana Kerja Pemerintah 2012
menetapkan empat arah kebijakan prioritas yaitu:
1. Pertama, mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan pro
rakyat miskin dengan memberikan perhatian khusus kepada usaha-usaha
yang melibatkan orang-orang miskin serta usaha-usaha yang dapat
menciptakan lapangan kerja.
2. Kedua, menciptakan kebijakan yang afirmatif yang berpihak kepada
rakyat.
3. Ketiga, meningkatkan efektivitas pelaksanaan kemiskinan di daerah,
termasuk percepatan pembangunan daerah terpencil dan perbatasan.
4. Keempat, menata dan meningkatkan kualitas pelaksanaan lembaga
jaminan sosial.
Pemerintah mengakui, sasaran tersebut tidak mudah dicapai,
setidaknya ada dua tantangan yang perlu dihadapi,275 yaitu pertama,
kebutuhan akan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan inklusif yang
274 Sekretariat tnp2k 0 Comment, diunduh pada 20 Nopember 2011, 00:41.275 Sekretariat tnp2k 0 Comment, 18 november 2011, diakses 20 November 2011 00:41
198
hanya bertumpu pada sektor yang belum maksimal menyerap tenaga kerja.
Kedua, globalisasi dan perubahan iklim turut menambah kerentanan rakyat
miskin terekpos pada fluktuasi harga yang mempengaruhi daya beli dan
tingkat kesejahteraan rakyat.
Alasan-alasan bahwa pemerintah mengalami kendala yakni belum
terciptanya lapangan kerja karena belum tersedianya lapangan kerja serta
pengaruh iklim kurang tepat karena pada saat ini Cina dengan jumlah
penduduk yang paling banyak didunia tidak semata-mata menciptakan
lapangan kerja yang disediakan pemerintah namum bagaimana pemerintah
Cina dapat memberdayakan rakyatnya untuk menciptakan lapangan kerja
mandiri.
Penciptaan lapangan kerja oleh pemerintah merupakan kebijakan
pemerintah yang bersifat top down mencerminkan ketidak berpihakan
pemerintah kepada rakyat. Akibatnya, hasil-hasil dari program-program
pembangunan dilancarkan tidak berhubungan langsung dengan kebutuhan
dasar rakyat, khususnya kalangan miskin.
Model pembangunan konvensional atau pro pertumbuhan dianggap
telah menghasilkan banyak pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia serta
memunculkan berbagai pelanggaran serta memunculkan berbagai bentuk
ketimpangan dalam memperoleh sumber pendapatan maupun memperoleh
keadilan.
Wacana dan praksis pembangunan konvensional telah mengabaikan
keberadaan pengetahuan lokal (local knowladge) dan tradisi-tradisi lokal
199
dalam proses pembangunan. Pembangunan yang didesain dengan pola dari
atas (pemerintah), justru mengingkari konsep ideal pembangunan itu sendiri.
Pembangunan seharusnya dalam tataran idealitas menjadi tanggungjawab
bersama antara pemerintah dan rakyat melalui community powernya,
sehingga sering terjadi tanggungjawab tunggal pembangunan adalah
pemerintahan. Model pembangunan alternatif merupakan suatu solusi
alternatif yang menekankan pembangunan berbasis rakyat (community based
development) berparadigma buttum up dan lokalitas. Suatu paradigma yang
berusaha menentang struktur penindasan melalui pembuatan regulasi yang
berpijak pada prinsip keadilan. Pendekatan yang dilakukan dalam model
pembangunan alternatif adalah pembangunan tingkat lokal, menyatu dengan
budaya lokal serta menyertakan partisipasi orang-orang lokal.
Model pembangunan alternatif yang digagas oleh John Friedmann276
yang bercirikan partisipatoris dan menekankan pemenuhan kebutuhan pokok
dan hak asasi manusia dalam setiap langkahnya menekankan partisipasi luas,
aksesibilitas, keterwakilan rakyat dalam proses perencanaan dan pengambilan
keputusan yang mempengaruhi nasib rakyat membebaskan diri dari empat
belenggu kekerasan yaitu kemiskinan (proverty), kerusakan (destruction),
tekanan (represion) dan alienasi (alienation), merupakan hal yang harus
ditempuh pemerintah.
276 Lihat John Friedmann dalam Zubaidi, 2007, Wacana Pembangunan Alternatif, Arrus Media,Jokyakarta, hlm. 171-174.
200
BAB V
KONSTRUKSI IDEAL PERTANGGUNGJAWABAN KEBIJAKAN
YANG DILAKUKAN PRESIDEN UNTUK MENCAPAI
KESEJAHTERAAN RAKYAT
A. Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia
Kebebasan pemerintah untuk melaksanakan kebijakan bukanlah tanpa
pembatasan karena setiap kewenangan yang dilakukan oleh pemerintah
memiliki pertanggungjawaban, agar kebijakan tidak disalahgunakan.
Pertanggungjawaban sangatlah penting karena merupakan akhir dari tindakan
pemerintah untuk dapat diuji oleh masyarakat apakah kebijakan sesuai
dengan yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya.
Pemerintah sebagai pejabat publik, mempunyai kewenangan publik
yang luar biasa yang mencakup dua hal, yaitu:
Pertama, wewenang prealabel, merupakan wewenang untuk
melaksanakan keputusan-keputusan yang diambil tanpa meminta persetujuan
terlebih dahulu dari instansi atau seorang perseorangan mana pun, dikenal
dengan diskresi. Kedua, wewenang ex-officio, yang berarti semua keputusan
yang diambil karena jabatan berdasarkan sumpah jabatan tidak dapat dilawan
oleh siapapun dan yang berani melawan dikenakan sanksi pidana (misalnya
Pasal 160, 161, 211, 211, 216 KUH Pidana).277
277 Safri Nugraha, Aspek Hukum Administrasi Negara dalam Pelaksanaan Keputusan PejabatBadan Hukum Publik, Telaah Akademis Atas Rekening 502, makalah disampaikan dalamDiskusi Rekening 502 di Hotel Milenium, diselenggarakan Judicial Watch Indonesia, tanggal24 Maret 2004.
201
Pejabat publik memiliki kewenangan yang luar biasa dalam
mengambil keputusan-keputusan pemerintah yang menjadi tugasnya sehari-
hari dan oleh karenanya tindakan-tindakan pemerintah harus diawasi agar
tidak terjadi kesewenang-wenangan. Pengawasan sebagai karakteristik utama
sistem pemerintahan presidensil ini menjadi aspek yang sangat penting bagi
berjalannya pemerintahan, sehingga pelaksanaan yang dilakukan oleh DPR
merupakan pelaksanaan dari ketentuan UUD. Tujuan dari pengawasan secara
umum agar pemerintahan dapat berjalan sesuai dengan aturan yang
berlaku.278
Pertanggungjawaban pemerintahan suatu konsekuensi pelaksanaan
tugas menurut Sahran Basah harus dilaksanakan berdasarkan atas hukum.
Sejak Negara Kesatuan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 sampai masa
Reformasi saat ini, pertanggungjawaban Presiden dalam menyelenggarakan
kesejahteraan mengalami pasang surut tergantung pada ketentuan konstitusi
yang berlaku.
Pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang dilakukan pada masa
berlaku UUD 1945 belum amandemen, Penjelasan UUD 1945 merupakan
bagian dari UUD 1945, pertanggungjawan pada masa Presiden Soekarno
dilakukan:
Hasil Pertanggungjawaban Presiden:
1. Presiden Ir.Soekarno: Pidato pertanggungjawaban Presiden yang dikenal
dengan Nawaksara Presiden Soekarno didepan Sidang Umum ke –IV
278 Jimly, 2005, Laporan Hasil Penelitian tentang Impeacment dan Hukum Acara MahkamahKonstitusi, Sekjen MK RI, hlm. 25.
202
Juni 1966 dengan Ambek Parama Arta, ada tiga hal pokok yang
disampaikan dari pidato tersebut 279 :
1. Revolusi yakni dengan amanat penderitaan rakyat2. Berjuang mengemban amanat penderitaan rakyat3. Berjuang bertekad dengan kokoh berdasarkan trisakti yaitu berdaulat
dan bebas dalam politik berkepribadian dalam kebudayaan danberdikari dalam ekonomi.
Rencana perjuangan dalam melaksanakan Tap MPRS NoVI tahun
1965, Presiden Soekarno selaku kepala pemerintahan meminta Badan
Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) menyusun pola Ekonomi
Perjoangan tentang pra syarat pembangunan dan Pola Pembiayaan tahun
1966-1968 melalui rancangan anggaran 3 tahun untuk melaksanakan
tugas politik dan ekonomi. Akan tetapi pertanggungjawaban Presiden
Soekarno tidak diterima oleh MPRS. 280 Pada masa Orde Lama
pertanggungjawaban Presiden dilakukan dihadapan MPR dan jika
pertanggungjawaban Presiden tidak diterima maka Presiden
diberhentikan dengan alasan politik. Pada kenyataan pemakzulan atau
pertanggungjawaban Presiden tidak diterima seperti tercantum dalam
Memorandum DPR-GR mengenai Sidang Istimewa MPRS, bahwa
pertanggungjawaban Presiden mengenai peristiwa G30 S PKI tidak
memuaskan rakyat dan MPRS, khususnya kebijakan Presiden secara
279 Nawaksara Pidato Presiden Soekarno, didepan Sidang Umum ke IV MPRS, Jakarta, 22 Juni1966, www ahli naskahpidato,com.
280 Catatan sementara Pimpinan MPRS terhadap Surat Presiden RI No. 01/Pres/1967 tentangperlengakapan Pidato Nawaksara diumumkan tanggal 10-1-1967 oleh Wakil Ketua SubhanS.E. di Serambi Ruang Kerja Ketua MPRS kepada Pers-RRI-TV, Soegiarso Soeroyo, hlm. 447,Hamdan Zoelva, hlm. 165.
203
langsung menguntungkan G.30.S/PKI serta melindungi tokoh-
tokohnya.281
Penolakan Pertanggungjawaban Presiden di era orde lama
merupakan pertanggungjawaban politik karena dilakukan dihadapan
MPRS dan tidak diterimanya pertanggungjawaban ini, MPRS
memberhentikan Presiden bukan dengan alasan pelanggaran hukum.
2. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, pertanggungjawaban masih
didasarkan pada UUD 1945 yang belum diamandemen.
Pertanggungjawaban Presiden dilakukan berdasarkan Penjelasan UUD
1945 yakni dengan pertanggungjawaban politik. Dalam pidato
pertanggungjawaban Presiden Soeharto tgl 1 Maret 1998
Presiden/Mandataris MPR melaporkan perkembangan pelaksanaan
pembangunan lima tahun jabatan presiden mencakup pembangunan
terakhir Repelita V dan Repelita VI merupakan awal PJP II dan
merupakan pelaksanaan GBHN 1993.
Dalam melaksanakan tugasnya Presiden dibantu oleh Wakil
Presiden dan Menteri-menteri Negara dalam kabinet pembangunan VI.
Kabinet pembangunan VI membantu Presiden dalam melaksanakan
pembangunan pada tahun terakhir RepelitaV, menyusun Repelita VI,
melaksanakan pembangunan tahun terakhir Repelita VI yang
`281 Alasan formal pemakzulan Presiden Soekarno adalah karena presiden dianggap alpamemenuhi ketentuan-ketentuan konstitutional dengan tidak bersedia memberikanpertanggungjawaban atas peremintaan MPRS, berarti mengingkari keharusanbertanggungjawab kepada MPRS, Hamdan Zoelva, ibid. hlm. 165.
204
pelaksanannya menjadi tanggungjawab Presiden yang dipilih MPR dalam
Sidang Umumnya pada bulan Maret 1998. 282
3. Presiden K.H.Abdurrahman Wahid:
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat meminta
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengadakan Sidang
Istimewa untuk meminta Pertanggungjawaban Presiden.
Dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 51/DPR-RI/IV/2000-2001, yang menyatakan Presiden K.H
Abdurahman Wahid tidak mengindahkan Memorandum Kedua Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang isinya menganggap Presiden
sungguh melanggar haluan negara yaitu melanggar Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 9 tentang Sumpah Jabatan dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme.
Bahwasanya K.H. Abdurrahman Wahid telah melakukan
tindakan-tindakan yang melanggar haluan negara untuk menghambat
proses konstitusional tersebut diatas dengan tidak bersedia hadir dan
menolak memberikan pertanggungjawaban kepada Sidang Istimewa
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia perlu
mengambil sikap atas ketidaksediaan Presiden K.H.Abdurrahman Wahid
282 Pengantar ketua Fraksi MPR-RI mengenai Pembahasan pertanggungjawaban Presiden/Mandatarsi MPR serta penjelasan mengenai Kondisi Ekonomi yang mempengaruhiPembangunan dalam Dua tahun Terakhir Repelita VI, Jakarta 28 Agustus 1998.
205
untuk hadir dan memberikan pertanggungjawaban dalam Sidang
Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 23
Juli 2001 yang membahas ketidakhadiran dan penolakan Presiden
Republik Indonesia K.H.Abdurrahman Wahid untuk memberikan
pertanggungjawaban dalam Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan
Rakyat Indonesia, merupakan penyebab MPR melakukan sidang
istimewa untuk memberhentikan Presiden Abdurachman Wahid.
Penolakan Presiden terhadap panggilan MPR secara etika
melanggar sumpah dan janji Presiden untuk melaksanakan UUD 1945
dan GBHN yang telah ditetapkan MPR sebagai asas-asas dan arahan
pembangunan yang menjadi garis-garis besar harus dilakukan Presiden.
Sesuatu yang menjadi idealisasi dari hukum administrasi negara
adalah terciptanyan pemerintahan yang memegang teguh asas-asas umum
pemerintahan yang baik, sehingga gagasan mengenai pemerintahan yang baik
dan bersih (clean and good governance) dapat diwujudkan dengan sebaik-
baiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
UUD 1945 memberikan kedudukan yang kuat kepada lembaga
kepresidenan. Presiden adalah penyelenggara pemerintahan,283 selain
menjalankan kekuasaan eksekutif, Presiden juga menjalankan hak untuk
mengajukan pembentukan peraturan perundang-undangan, kekuasaan yang
berkaitan dengn penegakaan hukum (grasi, amnesti dan abolisi) dan lain
283 UUD 1945, Pasal 4 Ayat (1).
206
sebagainya. Struktur yang memberikan kedudukan yang kuat pada jabatan
lembaga kepresidenan tidak hanya pada sistem pemerintahan, tetapi juga pada
negara lain seperti Amerika. Presiden Amerika Serikat adalah penyelenggara
pemerintahan, tetapi karena UUD Amerika berkehendak menjalankan ajaran
pemisahan kekuasaan, Presiden Amerika tidak dibekali kekuasaan
membentuk undang-undang terbatas pada memberi persetujuan atau memveto
rancangan undang-undang yang sudah disetujui Congress.
Ditinjau dari teori pembagian kekuasaan yang dimaksud dengan
kekuasaan pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif, kekuasaan
penyelengaraan pemerintahan yang bersifat umum dilaksanakan Presiden
dapat dibedakan antara kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang
bersifat umum dan kekuasaan penyelengaraan pemerintahan yang bersifat
khusus.
Kekuasaan penyelenggraaan pemerintahan yang bersifat umum adalah
kekuasaan penyelenggaraan administrasi negara. Presiden adalah pimpinan
negara meliputi tugas dan wewenang yang sangat luas yaitu setiap bentuk
perbuatan atau kegiatan administrasi negara. Lingkup tugas dan wewenang
makin luas sejalan dengan meluasnya tugas dan wewenang negara atau
pemerintah.284 Tugas dan wewenang tersebut dapat dikelompokkan ke dalam
beberapa golongan meliputi:
1. tugas dan wewenang Presiden dibidang administrasi di bidang keamanan
dan ketertiban umum. Tugas dan wewenang memelihara, menjaga, dan
284 Bagir Manan, Lembaga Kepresidenan, op.cit., hlm. 121-125.
207
menegakkan keamanan dan ketertiban umum merupakan tugas dan
wewenang paling awal dan tradisional dari setiap pemerintahan. Tugas
semacam ini juga terdapat dalam Pembukaan UUD 1945, tujuan
membentuk pemerintahan Indonesia merdeka, yaitu” melindungi segenap
bangsa dan tumpah darah Indonesia”.
2. Tugas dan wewenang menyelenggarakan tata usaha pemerintahan mulai
dari surat menyurat maupun pencatatan-pencatatan untuk mengetahui
keadaan dalam bidang tertentu serta memberikan pelayanan administratif
kepada rakyat
3. Tugas dan wewenang administrasi negara di bidang pelayanan umum
(public sevices). Melayani rakyat pada saat ini dipandang sebagai hakekat
penyelenggaraan administrasi negara untuk mewujudkan kesejahteraan
umum, sehingga sering disebut (service state).
4. Tugas dan wewenang administrasi negara di bidang penyelenggaraan
kesejahteraan umum.
Pada saat ini wujud dari tugas pemerintahan dibidang kesejahteraan adalah
penyelenggaraan pembangunan nasional. Sesuai dengan hakekat
kesejahteraan, maka pembangunan nasional meliputi segala bidang
kehidupan rakyat, berbangsa dan bernegara. Sistem perencanaan
pembangunan yang direncanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang
perencanaan pembangunan Nasional.
Pembangunan yang direncanakan maupun yang dilaksanakan
pemerintah merupakan tanggungjawab pemerintah selaku pemegang
208
pemerintahan Negara Republik Indonesia. Pembangunan sebagai suatu tolok
ukur untuk mencapai kesejahteraan rakyat menurut Bagir Manan merupakan
pertanggungjawaban yang disebut dengan “batas atas” pemerintahan yang
didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga
setiap kebijakan yang dilakukan Presiden selain penjabaran dari tugas
pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan juga sesuai dengan amanat
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kebijakan Presiden yang dilakukan dalam bentuk Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang285 maupun Peraturan Presiden286
merupakan delegasi atas pelaksanaan ketentuan UUD yang bersifat mengatur
dapat dibenarkan sepanjang hal tersebut dilakukan Presiden dalam rangka
penyelenggaraan administrasi negara.
Sumber kewenangan maupun muatan materi dari Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang dibentuk didasarkan delegasi
peraturan perundangan yang berlaku, sebagai bentuk pertanggungjawaban
Presiden dalam melaksanakan asas pemerintahan yang layak sepanjang
peraturan tersebut diinformasikan kepada rakyat. Dalam hukum suatu
perbuatan hukum memiliki konsekwensi dipertanggungjawabkan baik dari
sisi pembentukan peraturan perundangan (syarat formil) maupun dari sisi
materiil yang menyangkut substansi suatu kebijakan akan bermanfaat.
Bentuk-bentuk pengujian secara materiil apakah kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah itu adalah wetmatigheidstoessing,
285 Pasal 22 UUD 1945286 Pasal UU No. 12 Tahun 2011
209
rechtmatigheidstoetsing atau doelmatigheidtoetsing, sesuai dengan
perkembangan konsep hukum. Pada pengujian dengan bentuk
wetmatigheidstoetsing alat uji yang dipakai adalah undang-undang (legislasi),
apakah kebijakan itu dibentuk oleh lembaga yang memiliki kewenangan
untuk membentuknya sampai dengan sinkron atau tidak bertentangan dengan
peraturan yang lebih tinggi atau sederajat.
Dasar pengujian pada rechtsmatigheid adalah jika kebijakan menurut
George Fletcher dari pengetian “ A body of ideal, principle, and precepts for
the adjusment of the relations of human beings and the ordering of their
conduct in society”287 Mengacu kepada pengujian hukum baik dalam
pengertian yang luas dapat dilakukan secara ex tuct, yaitu memperhitungkan
semua fakta atau keadaan pada saat tindakan dilakukan seperti pembentukan
Perpu JPSK untuk Bill Out Century. Sedangkan pengujian secara
doelmatigeidtoetsing yaitu yang diuji apakah suatu kebijakan efektif dan
efisien ataukah tidak bagi masyarakat. Pengujian dengan
dolematigheitstoetsing ini dapat dilakukan yaitu perubahan fakta dan keadaan
termasuk dalam penilaian suatu tindakan.288
B. Pertanggungjawaban Ideal Presiden
Pertanggungjawaban Presiden dalam kebijakan yang mensejahterakan
rakyat, idealnya diatur dalam suatu ketentuan yang mengikat suatu UUD.
Pertanggungjawaban “atas” kepada aturan menurut Sahran Basah sebagai
287 George P., Fletcher, 1996, Basic Concepts of Legal Thought, New York Oxford, New York,hlm. 11-12., Krisna D. Darumurti, op.cit, hlm. 64.
288 G.H.Iddink, 2001, From Principle of Proper Adminsitration to Principle of Good Governancereader, Utrecht faculteit Rechgtleerheid Universitetit Utrect, hlm, 13
210
aturan dasar yang memiliki keabsahan memuat nilai-nilai kedilan, kepastian
dan manfaat yang tinggi, sehingga pertanggungjawaban merupakan suatu
keharusan dalam negara demokratis. Setiap jabatan atau pejabat harus ada
pertanggungjawaban dan tempat bertanggungjawab secara akuntabel dan
transparan.289
Sistem akuntabilitas pejabat publik mengharuskan adanya suatu
kondisi di mana segala tindakan-tindakan pejabat publik selain memenuhi
AUPB dan asas efektifitas dan efisien yang dimaksud Undang-Undang
Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,
dapat diklasifikasikan bahwa kebijakan harus memenuhi dua kriteria, yaitu
(1) sesuai atau tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku
(efektifitas), dan (2) sesuai dengan standar efisiensi dan ekonomis (efisien).290
Mengacu pada asas dalam pembentukan peraturan perundangan
bahwa kebijakan yang telah dituangkan dalam undang-undang dalam bentuk
program dengan menggunakan biaya atau anggaran negara, maka program
tersebut bagian yang harus dipertanggungjawabakan penggunanaannya oleh
Presiden.
Asas kemanfaatan dan kegunaan ini dapat digunakan sebagai alat uji
atau tolok ukur untuk pengujian suatu kebijakan. Penekanan penggunaan asas
efektif dan efisien ini untuk memperhitungkan apakah impact (dampak) dari
289 Belifante, Beginselen van Nederlands Staatsrecht, Samson, Alphen aan den Rijn, 1983.290 Lihat T.B. Silalahi, 1998, Membangun Sosok Aparatur Profesional Dalam Kompetensi Global,
dalam Sularso, et. Al. (eds)., Pemberdayaan Birokrasi dalam Pembangunan , cet. 1, PustakaSinar Harapan, Jakarta, hlm. 58. Jimly Assiddiqie, Hasil Penelitian..., hlm. 21.
211
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah berlaku untuk jangka waktu tertentu,
pendek, menengah dan jangka panjang (ex nuct).
Jika ternyata hasil pengujian secara teori tootsingrechts maka
kebijakan tersebut dapat dibatalkan jika menyangkut keputusan dan dapat
dilakukan hak uji kepada pengadilan. Peratuarn Pemerintah Pengganti
Undang-Undang merupakan suatu peraturan yang derajatnya sama dengan
undang-undang meskipun langsung dapat berlaku setelah ditetapkan oleh
pemerintah sebagai peraturan dan disahkan DPR pada sidang berikutnya. Jika
Perpu tersebut kedudukannya sederajat dengan undang-undang dan ternyata
substansinya menurut asas dolmatigheid tidak tercapai maka masyarakat yang
dirugikan atas adanya peraturan tersebut dapat mengajukan pengujian kepada
Mahkamah Konstitusi dengan alasan bertentangan dengan UUD.
Kehatian-hatian masyarakat agar tidak mudah mengatakan suatu
ketentuan Perpu bertentangan dengan UUD maka perlu dipertimbangkan
apakah dalam pembentukannya terdapat unsur-unsur sebagai berikut:291
1. kecurangan (deceit),2. manipulasi (manipulation),3. penyesatan (deception,)4. penyembunyian kenyataan (concealment of fact),5. pelanggaran kepercayaan (breach of trust),6. akal-akalan (subterfage) atau pengelakan peraturan (illegal
circumvention).
Dalam praktik, rumusan dan ketentuan dalam undang-undang itu tidak
lebih dari formulasi kepentingan sekelompok orang, tidak mencerminkan
kesamaan apalagi keadilan. Proses desakralisasi ternyata tidak dapat
291 Periksa Junifar Ginsang, op.cit. 189.
212
dielakkan. Ternyata diluar undang-undang terdapat nilai-nilai kebenaran,
keadilan, kepatutan dan nilai-nilai etik dan lain-lain yang tidak tertulis.
Secara umum diluar undang-undang (hukum tertulis) ada nilai-nilai
etik (hukum tidak tertulis). Meskipun demikian, memasukkan hukum tidak
tertulis merupakan hal yang harus dilakukan. Dengan membenarkan upaya
hukum atas perbuatan tercela yang termasuk pelanggaran kesusilaan,
keseluruhan bidang moral ditarik ke dalam hukum292.
Perluasan Peranan Dan Aktifitas Negara/Pemerintah Dari Konsepsi
Nachwakerstaat ke Welfarstaat. Sejak ditinggalkannya negara ‘penjaga
malam’, yang menempatkan pemerintah hanya selaku penjaga ketertiban dan
keamanan serta tidak diperkenankan campur tangan dalam perangkatnya
terlibat aktif dalam kehidupan masayarakat yang menyebabkan kaburnya
batas antara bidang privat dan publik, intervensi negara atau pemerintah
menjadi tak terelakkan, bahkan semakin besar dengan freis ermessen yang
dilekatkan kepadanya. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintah dalam
melaksanakan tugasnya memerlukan kebebasan bertindak. Dalam hal ini
pemerintah mempunyai kedudukan yang istimewa jika dibandingkan dengan
rakyat biasa. Oleh sebab itu menggugat pemerintah dimuka hakim bukan
perkara biasa seperti menggugat Presiden yang melakukan pelanggaran
hukum. Pelanggaran hukum dapat terjadi jika pemerintah mengabaikan
kebutuhan rakyat dalam pemenuhan kebutuhan pokok.
292 N.E.Algra, et.al., op.,cit, hlm.71
213
Faktor-faktor di atas meskipun kuat, lemah pengaruhnya terhadap
perbedaan yurisprudensi bahwa secara teoritis dan praktis bahwa hukum
sebagai fenomena sosial tidak steril dari unsur-unsur non hukum sebagaimana
Kelsen dengan the pure theory of lawnya293, tetap berjalin berkelindan
dengan faktor-faktor non hukum sehingga kaidah atau norma hukum tertentu
terutama kaidah hukum publik pada saat dan tempat tertentu sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar hukum294.
Kaidah hukum publik terutama yang tertuang dalam undang-undang
yang dijadikan rujukan para yuris ketika memecahkan persoalan hukum pada
saat pembentukannya sarat dengan pertarungan ide, nilai, kepentingan dan
orientasi politik para pembuatnya. Kreasi intelektual para yuris dalam proses
peradilan, tidak dapat lepas dari pengaruh non hukum.
Pemerintah sebagai pendukung hak dan kewajiban hukum, dengan
kedua kedudukan hukum tersebut, wakil dari badan hukum dan wakil dari
jabatan pemerintahan. Sebagai subjek hukum, pemerintah dapat melakukan
perbuatan hukum, yakni perbuatan yang relevansinya dengan hukum atau
perbuatan yang dapat menimbulkan akibat-akibat hukum. Setiap bentuk
perbuatan hukum, secara pasti menimbulkan akibat hukum baik positif
maupun negatif. Akibat hukum yang positif tidak memiliki relevansi dengan
pertanggungjawaban, akan tetapi perbuatan hukum yang negatif memiliki
relevansi dengan pertanggungjawaban karena akan menimbulkan tuntutan
dari pihak yang dirugikan.
293 Hans Kelsen Op.cit, hlm. 92.294 Satjipto Rahardjo, op.cit, hlm...
214
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pertanggungjawaban itu
melekat pada jabatan, yang secara yuridis dilekati kewenangan. Dalam
persepektif hukum publik, adanya kewenangan inilah yang memunculkan
adanya pertanggungjawaban, sejalan dengan prinsip umum; “geen
bevoegheid zonder veranderlijkheid; there is no authority without
responsibility.
Pemberian wewenang tertentu untuk melakukan tindakan hukum
tertentu menimbulkan pertanggungjawaban atas penggunaan wewenang itu
disadur dari A.D. Belifente mengatakan295, tidak seorangpun melaksanakan
kewenangan tanpa memikul beban tanggungjawab atau tanpa pelaksanaan
pengawasan. Menurut Soewoto, dalam sistem pembagian kekuasaan berlaku
prinsip bahwa setiap kekuasaan wajib dipertanggungjawabkan.296 Dalam
setiap pemberian kekuasaan harus sudah dipikirkan beban tanggungjawab
bagi setiap penerima kekuasaan. Kesediaan untuk melaksanakan tanggung
jawab harus secara inklusif sudah diterima pada waktu menerima kekuasaan.
C. Pertanggungjawaban Pemerintah Dalam Penggunaan Anggaran Negara
kepada DPR dan DPD
Secara teori pertanggungjawaban memiliki dua macam
pertanggungjawaban yaitu pertanggungjawaban internal dan ekternal menurut
Soewoto.297 Pertanggungjawaban yang mengandung aspek external hanya
295A.D.Belifente, et.al., Beginselen Van Nederlandse Staatrecht, Samson Uitgeverij, Alphen aanden Rijn, hlm, 21.
296 Soewoto, 1990, Kekuasaan dan TanggungJawab Presiden Republik Indonesia, Disertasi,Universitas Erlangga, hlm. 75.
297 Soewoto, ibid, hlm. 76.
215
diwujudkan dalam bentuk laporan pelaksanaan kekuasaan kepada yang
memberikan kekuasaan baik secara langsung yaitu kepada rakyat. maupun
secara tidak langsung kepada DPR maupun DPD sebagai bentuk
pertanggungjawaban kesamping kepada lembaga sederajat.
Dalam menjalankan fungsi pengawasarn DPR melaksakan sesuai
dengan ketentuan undang-undang karena pertanggungjawaban Presiden
setelah amandemen UUD 1945 tidak terdapat pengaturannya. UUD 1945
mengatur mengenai hasil pemeriksaan BPK terhadap pengelolaan keuangan
negara298 dan hasil pemeriksaan diserahkan kepada DPR dan DPD.299
Pembahasan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN oleh DPR,
paling lambat 3 (bulan) setelah diterima bahan hasil laporan hasil
pemeriksaan keuangan Pemerintah oleh BPK ke DPR.300
Fungsi DPD dalam Pasal 22 D Ayat 3 UUD 1945 bahwa DPD selain
memberikan pertimbangan kepada DPR tentang rancangan Undang-Undang
yang berkaitan dengan anggaran dan belanja negara, pajak, ekonomi dan
agama. Dalam melakukan pengawasan terkait dengan bidang tersebut DPD
menyampaikan hasil pengawasan kepada DPR sebagai bahan pertimbangan
untuk ditindak lanjuti.301
Pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara berisi kegiatan
mulai diukur dari kinerja kepala daerah dalam Rencana Strategis (Renstra),
298 Pasal 23 E ayat 1 UUD 1945.299 Pasal 23 E ayat 2 UUD 1945 dan Pasal 22 D ayat (3).300 Pasal 162 Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD Nomor 27 Tahun 2009.301 Kedudukan DPD sebagai lembaga pengawas tidak ikut serta pada pengambilan keputusan RUU
menjadi UU pada persidangan Tingkat II DPR. Sehingga tidak memiliki kewenangan untukmengawasi jalannya Undang-Undang dalam rangka checks and balances.
216
kemudian dijabarkan dalam kegiatan tahunan yang tertuang dalam APBN,
yang menjadi dasar progress report (laporan kemajuan) Pemerintah
Dibandingkan dengan pertanggungjawaban pemerintah daerah diatur
dalam Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (AKIP) dinyatakan bahwa untuk melaksanakan kinerja
instansi pemerintah sebagai wujud pertanggungjawaban instansi pemerintah
dalam mencapai misi dan tujuan organisasi. Akuntabilitas ini, didasarkan
pada klasifikasi responsibilitas manajerial pada tingkatan dalam organisasi
yang bertujuan untuk pelaksanaan kegiatan pada tiap bagian. Masing-masing
individu pada tiap klasifikasi bertanggungjawab atas setiap kegiatan yang
dilaksanakan pada bagiannya. Keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran-sasaran yang ditetapkan
melalui suatu model pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara
priodik.302
Manajemen suatu organisasi yang bersifat responsible mengandung
makna bahwa managemen berperan untuk memeriksa (checking) apakah
standar yang ditetapkan sudah tepat, dan apabila standar sudah tepat, maka
segera dapat diimplementasikan. Hal ini berarti bahwa responsible berkaitan
dengan evaluasi (penilaian) mengenai standar yang dibuat sudah tepat,
manejemen memiliki responsibilititas untuk mengimplementasikan standar-
standar tersebut.
302 Mirza Nasution, 2011, Pertanggungjawaban Gubernur Dalam Negara Kesatuan Indonesia,PT. Sofmedia, Jakarta, hlm. 227.
217
Pemerintah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
memiliki beberapa pertanggungjawaban yaitu :
1. Pertanggungjawaban akhir tahun anggaran, merupakanpertanggungjawaban pelaksanaan APBd yang dilaksanakan Pemerintah.
2. Pertanggungjawaban akhir masa jabatan Kepala Daerah, dan3. Pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam hal-hal tertentu, yaitu
merupakan pertanggungjawaban atas dugaan melakukan tindak pidana.Kesungguhan Kepala Daerah dan perangkat daerah dalam
melaksanakan tugas yang dibebankan, Kepala Daerah membuat Rencana
Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Jangka Panjang, Jangka Menengah dan
Tahunan disampaikan kepada Pemerintah dan DPRD dituangkan dalam
bentuk Peraturan Daerah .
Penilaian tolok ukur kinerja berdasarkan tolok ukur rencana Kerja
Pembanguan Daerah (RKPD) memiliki ruang lingkup yaitu urusan
desentralisasi, tugas Pembantuan, tugas Umum Pemerintahan.
LKPJ akhir tahun anggaran disampaikan kepada DPRD paling lambat
3 (tiga) bulan setelah berakhir tahun anggaran. Sedangkan LKPJ akhir masa
jabatan disampaikan kepada DPRD paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah
pemberitahuan DPRD perihal berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang disampaikan bersamaan dengan
LKPJ akhir masa jabatan dan akhir tahun anggaran atau berjarak satu bulan.
Dalam Undang-undang APBN Nomor 11 tahun 2011 dan Undang-
Undang APBN Nomor 22 Tahun 2012 dijelaskan,303 LKPJ berisikan muatan
arah kebijakan umum pemerintahan, pengelolaan keuangan daerah secara
makro, termasuk pendapatan dan belanja negara, penyelenggaraan urusan
303 www.djpp.kemenkumham.go.id, 7 April 2013.
218
desentralisasi, penyelenggaraan tugas pembantuan, tugas umum
pemerintahan.
Manajemen strategis bagi pemerintahan mempunyai tiga sasaran
utama, yaitu:
1. Tumbuhnya perubahan di berbagai bidang secara terus menerus;
2. Menekankan pada pencapaian hasil kegiatan (outcomes) dan dampaknya;
3. Meningkatkanya kemampuan mengukur kinerja (performance).
Mengukur kegiatan out put dan out comes meliputi pelayanan benar,
mutu pelayanan yang baik, kenyamanan terhadap rakyat diperlukan
manajemen kinerja berorientasi pada merumuskan dan menetapkan tentang
pengukuran kinerja terhadap implementasi perencanaan starategis, dan
akuntabilitas, serta memonitor hasilnya guna kepentingan melakukan evaluasi
dan untuk memperoleh feed back.
Penetapan indikator kinerja dilakukan pada tahap perencanaan (ex
ante), tahap pelaksanaan (on going), dan tahap setelah kegiatan selesai (ex
post). Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif yang dapat menggambarkan
tingkat pencapaian sasaran dan tujuan organisasi. Syarat-syarat indikator
kinerja adalah:
1. Spesifik dan jelas untuk menghindari salah tafsir,
2. Terukur secara objektif, baik secara kualitatif dan kuantitatif,
3. Menangani aspek-aspek yang relevan,
4. Berguna untuk menunjukkan keberhasilan, meliputi input, output,
outcomes, manfaat dan dampak,
219
5. Fleksibel dan sensitif terhadap perubahan pelaksanaan,
6. Efektif dalam arti datanya mudah diperoleh, diolah dan dianalisis dengan
biaya yang tersedia.
Penetapan standar kinerja pemerintah, adalah ukuran tingkat kinerja
yang diharapkan tercapai dan dinyatakan dalam suatu pernyataan kuantitatif.
Penetapan standar kinerja dapat bersumber dari perundang-undang yang
berlaku, keputusan manajemen, pendapat para ahli, atau atas dasar
pengalaman dari pekerjaan selama dari tahun ke tahun. Syarat standar kinerja
yang baik adalah dapat dicapai (attainable) dalam kondisi yang ada,
ekonomis, mudah diterapkan, konsisten, menyeluruh meliputi seluruh
aktivitas yang terkait, mudah dimengerti (understandable), terukur
(measurable) dan presisi, stabil dan dalam kurun waktu yang lama, dapat
diatasi dalam berbagai keadaan, legitimate, didukung peraturan yang berlaku,
fokus kepada pelanggan, dapat diterima sebagai ukuran pembanding oleh
pihak-pihak terkait.
Pertanggungjawab eksternal dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara kepada Badan Pemeriksa Keuangan Negara yang
dilaporkan kepada DPR, istilah Sahran Basah sebagai pertanggungjawaban
kesamping adalah pertanggungjawaban Presiden kedapa DPR sebagai
pengawas yang digambarkan dalam siklus anggaran (budget) merupakan
bagian tak terpisahkan dari setiap siklus anggaran. Pengawasan merupakan
instrumen pengendalian yang melekat pada setiap tahapan dalam siklus
anggaran.
220
Pengawasan sebagai sarana untuk menghubungkan target dengan
realisasi setiap program kegiatan proyek yang harus dilaksanakan oleh
pemerintah, menurut Padmo Wahyono maupun Nawawi Hadari304 fungsi
pengawasan dapat dilakukan setiap saat, baik selama manajemen/administrasi
berlangsung, maupun setelah berakhir, untuk mengetahui tingkat pencapaian
tujuan suatu organisasi/unit kerja. Dengan kata lain, fungsi pengawasan harus
dilakukan terhadap perencanaan sampai dengan pelaksanaan program
pemerintah. Kegiatan pengawasan sebagai fungsi manajemen bermaksud
untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan yang terjadi selama
perencanaan dibuat dan dilaksanakan. Keberhasilan perlu dipertahankan dan
jika mungkin ditingkatkan dalam perwujudan manajemen/administrasi
berikutnya di lingkungan suatu organisasi/unit kerja tertentu.
D. Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara oleh Badan Pemeriksa
Keuangan Bagian dari Pertanggungjawaban Keuangan Pemerintah
Ketentuan yang mengatur tentang tanggungjawab pengelolaan
keuangan negara yang disampaikan oleh pemerintah kepada DPR setelah
hasil pemeriksaan pengelolaan keuangan pemerintah diperiksa oleh BPK.
Pemeriksaan yang dilakukan BPK menurut Undang-Udang Nomor 15 Tahun
2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan dimulai dari :
304 Nawawi Hadar, Pengawasan Melekat di Lingkungan Aparatur Pemerintah, Jakarta, 1993, h.6
221
Instrumen rencana sangat diperlukan sebagai tolok ukur dalam
mengevaluasi pelaksanaan kegiatan, hal tersebut yang menjadi argumentasi
saat ini. Perencanaan pembangunan diatur sebagai materi muatan undang-
undang yang digunakan untuk berbagai kegiatan atau program proyek yang
dilaksanakan pemerintah.
Penyusunan perencanaan pembangunan seperti diatur dalam Undang-
Undang Nomor 25 tahun 2004 Tentang Perencanaan Pembangunan Nasional
tersebut, perlu memperhatikan beberapa aspek yaitu:305
1. Perencanaan harus realistis dalam arti secara operasional memang dapatdilaksanakan, baik dilihat dari segi volume kerja yang menyangkutkualitas dan kuantitas dan target yang hendak dicapai, maupun dari segikemampuan yang menyangkut sumber daya manusia, dana, dan sumberlainnya.
2. Perencanaan harus mempertimbangkan persyaratan dan pem-batasanberdasarkan wewenang organisasi yang bersangkutan atau pembatasan dansatuan organisasi/instansi atasan.
3. Perencanaan harus memuat program-program operasional yang dapatdilaksanakan secara efisien dan ekonomis.
305 Nawawi, op,cit
KEGIATAN
EVALUASI
TINDAKAN ADMINISTRATIVE
TINDAKAN HUKUM
RENCANA
222
4. Dalam keadaan keterbatasan dana, perencanaan harus mem-pertimbangkanprioritas dengan mengutamakan kegiatan yang terpenting, penting kurangpenting, dan penunjang, misalnya kontrol yang dilakukan secara langsung,seperti kontrol keuangan yang dilakukan BPK, kontrol sosial yangdilakukan oleh rakyat dan LSM termasuk media massa dan kelompokmasyarakat berminat pada bidang tertentu, dan kontrol politis yangdilakukan MPR dan DPR terhadap pemerintah (eksekutif).
Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan
keuangan negara dan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab
keuangan negara306 yang meliputi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan
kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.307
Hasil pemeriksaan keuangan negara oleh BPK atas Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat untuk anggaran tahun 2009, BPK memberikan opini Wajar
Dengan Pengecualian (WTP) atas LKPP Tahun 2009 karena permasalahan
terkait dengan anggaran belanja minimal Rp.27.74 Triliun digunakan untuk
kegiatan yang tidak sesuai dengan klasifikasi peruntukannya sehingga
memberikan informasi yang tidak tepat.308
Badan Pemeriksa Keuangan memiliki standar untuk memeriksa
keuangan negara yang dituangkan dalam Peraturan Badan Pemeriksa
Keuangan Nomor 1 Tahun 2007 meliputi standar pemeriksaan keuangan,
pemeriksaan kinerja dan standar pemeriksaan dengan tujuan tertentu.309
Pemeriksaan yang dilakukan BPK yakni terhadap kegiatan yang tidak sesuai
dengan peruntukkannya berkaitan dengan tujuan pemeriksaan, dapat
306 Pasal 2 UUPPTKN No. 15 tahun 2004307 Pasal 4 UUPPTKN No. 15 Tahun 2004308 Badan Pemeriksa Keuangan, 2009, Ringkasan Eksekutif Hasil Pemeriksaan Atas Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2009.309 Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan, 2006, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, Pustaka
Pergaulan, Jakarta, hlm. 20.
223
dianggap yang diperiksa diajukan berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan
program-program.310
Pemeriksa harus memahami program yang diperiksa untuk memahami
signifikansi berbagai tujuan pemeriksaan dan kemungkinan pencapaian tujuan
tersebut. Luas dan dalamnya informasi akan bervariasi tergantung pada tujuan
pemeriksaan dan kebutuhan untuk memahami aspek masing-masing program.
Dalam UUP3KN terdapat dua tahap kerugian negara, yaitu pada tahap
uang negara akan masuk ke kas negara dan pada tahap uang negara keluar
dari kas negara dapat dijabarkan lima sumber kerugian negara sebagai
berikut:311
1. Pengadaan barang dan jasa jauh dari harga pasar;2. Pengadaan barang dan jasa wajar tetapi tidak sesuai dengan spesifikasi
barang3. Terdapat transaksi yang memperbesar utang negara.4. Piutang negara berkurang secara tidak wajar terdapat kerugian negara.5. Kerugian negara terjadi kalau aset negara berkurang baik dijual maupun
hibah dengan pihak lain maupun swasta.6. Memperbesar biaya instansi atau perusahaan.7. Hasil penjualan dilaporkan dengan tidak sebenarnya sehingga terdapat
kerugian pemasukan ke kas negara.
Kerugian negara yang dimaksud dalam Undang Undang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara nomor 15 Tahun 2004
tidak hanya tertuju kepada pengelolaaan keuangan negara tetapi juga
termasuk merugikan perekonomian negara.312 Kepatuhan terhadap peraturan
310 Ibid, hlm. 93, menjelaskan yang dimaksud mengenai program-program yakni StandarPemeriksaan atas organisasi, program dan fungsi pelayanan publik.
311 Theodorus M. Tuanakotta, 2009, Menghitung Kerugian Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi,Salemba Empat, Jakarta, hlm. 164
312 Muhammad Djafar Saidi, 2011, Hukum Keuangan Negara, ed.revisi, Raja GrafindoPersada,Jakarta, hlm.113.
224
perundang-undangan sebagai pengendalian terhadap ketaatan pada kebijakan-
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh entitas yang diperiksa, dapat
menjamin bahwa implementasi program sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan akan membantu pemeriksa dalam menilai resiko
terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan dan
kecurangan maupun penyalahgunaan wewenang.313
Pemeriksaan terhadap penggunaan keuangan negara tidak berhenti
pada tataran prosedur akan tetapi termasuk akibat atau resiko jika ketentuan
peraturan perundang-undangan tentang keuangan negara tidak diindahkan
akan mengakibatkan kerugian negara yang berdampak kepada pencapaian
kesejahteraan rakyat terabaikan.
Tahun 2010 hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan
pemerintah menemukan permasalahan adanya penagihan, pengakuan dan
pencatatan penerimaan perpajakan. Data yang ada tidak memungkinkan BPK
untuk menguji perpajakan,314 karena penyimpangan dalam perpajakan adalah
kewenangan pengadilan pajak. Pemeriksa harus waspada terhadap situasi atau
transaksi-transaksi yang terindikasi kecurangan. Apabila terdapat informasi
yang menjadi perhatian pemeriksa melalui prosedur pemeriksaan, pengaduan
yang diterima mengenai terjadinya kecurangan atau cara-cara yang lain dalam
mengidentifikasi bahwa kecurangan telah terjadi maka pemeriksaan untuk
menentukan apakah pemeriksaan itu mempengaruhi tujuan pemeriksaan.
Pemeriksa yang dilakukan BPK menggunakan pertimbangan profesionalnya
313 Ibid, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2011, hlm. xvi.314 Ibid., Ikhtisar Hasil Pemeriksaaan Semerter I Tahun 2011, hlm. xvii.
225
dalam menelusuri indikasi adanya kecurangan, penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan atau ketidak patutan, tanpa mencampuri
proses investigasi atau proses hukum selanjutnya.
Dalam kondisi tertentu, ketentuan peraturan perundang-undangan
mengharuskan pemeriksa untuk melaporkan315 indikasi kecurangan,
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan atau ketidak
patutan kepada aparat penegak hukum, sebelum memperluas langkah dan
prosedur BPK selanjutnya.
Pertanggunjawaban atas kebijakan yang merugikan perekonomian
negara oleh pihak ketiga secara eksternal merupakan pertanggungjawaban
pihak ketiga apabila dalam menjalankan kekuasaan itu menimbulkan suatu
kerugian316. Pertanggungjawaban hukum terhadap pihak ketiga sebagai akibat
penggunaan kewenangan itu ditempuh melalui peradilan.
Dalam proses peradilan, hakim berwenang memeriksa dan menguji
apakah penggunaan kewenangan itu membawa kerugian atau tidak bagi pihak
lain. Bila ternyata terbukti dalam proses peradilan bahwa penggunaan
kewenangan itu menimbulkan kerugian, hakim melalui putusannya
berwenang membebankan tanggungjawab pada pejabat yang bersangkutan.
Timbulnya kerugian yang diderita warga negara, menurut Syahran
Basah dapat disebabkan karena dua kemungkinan 317:
315 Ibid, hlm. 105-113.316 Nawawi, Op.cit. hlm, 80.317 Syahran Basah, Perlindungan..., op.cit, hlm.11.
226
1. Sikap tindak administrasi negara yang melanggar hukum, yaitu
pelaksanaan yang salah padahal hukumnya berharga dan benar, menjadi
tanggungjawab administrasi negara.
2. Sikap tindak administrasi negara yang menurut hukum, bukan
pelaksanaannya yang salah melainkan hukum itu sendiri yang secara
materiil tidak benar dan tidak berharga yang bertanggungjawab adalah
pembentuk kebijakan.
Merujuk pada asas legalitas (legaliteitbeginsel), yang menentukan
bahwa setiap tindakan hukum pemerintah atau administrasi negara harus
berdasarkan undang-undang atau berdasarkan kewenangan yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan, timbulnya kerugian akibat tindakan
pemerintah dan kemungkinan yang kedua, kepada pemerintah dapat
dimintakan pertanggungjawaban dan dituntut ganti kerugian.
Ukuran untuk menuntut pemerintah bukan ada tidaknya kerugian,
tetapi onrechmatig apakah pemerintah dalam melaksanakan kegiatannya
dilakukan untuk kepentingan umum atau bukan (kemanfataan). Seiring
dengan dianutnya konsep welfare state, kepada pemerintah atau administrasi
negara dibebani tugas melayani kepentingan umum dan kewajiban
mewujudkan kesejahteraan umum (besturzorg) yang diimplementasikan
pemerintah dengan mengintervensi kehidupan negara. Intervensi pemerintah
dalam mengemban misi publik sering kali menimbulkan kerugian bagi pihak-
pihak tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung.
227
Menurut Lawrence Friedman bahwa keberlakuan hukum dibicarakan
dengan memperlihatkan bagaimana hukum itu dijalankan menurut ketentuan
formalnya, struktur ini memperlihatkan bagaimana pembuat kebijakan dan
lain-lain badan serta proses peradilan dalam penegakan hukum untuk
menerapkan kaedah hukum. Keberlakuan kaidah hukum secara faktual atau
efektif seperti ketentuan dalam UUD adalah jika seluruh warga rakyat untuk
siapa kaidah hukum itu berlaku, mematuhi kaidah hukum tersebut.
Terdapat keberlakuan kaidah hukum secara faktual atau terdapat
hukum yang efektivitas, jika pada pejabat yang berwenang menerapkan
kaedah hukum.318 Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa ada dua unsur yang
dominan yaitu unsur yang terlibat jauh dan unsur yang terlibat dekat seperti
Legislatif maupun Pengadilan.319 Kedua lembaga ini sebagai pengontrol dari
kekuasaan Presiden, dalam sistem pemerintahan presidensil kedua lembaga
tersebut tidak dapat dijatuhkan oleh eksekutif,320 karena memiliki legitimasi
kekuasaan yang kuat berasal dari rakyat, bahwa masing-masing lembaga
negara tidak dapat saling menjatuhkan.321
E. Kebijakan Negara Merupakan Tanggungjawab Bersama Presiden dan
DPR
Dalam kerangka penguatan sistem pemerintahan presidensil maka
amandemen UUD dimaksudkan adalah pemberdayaan lembaga perwakilan
318 Bruggink, op.cit., hlm, 149.319 Satjipto Rahardjo, 2009, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing,
Yogyakarta, hlm, 24.320 Pasal 7 C dan Pasal 2 ayat 1 UUD 1945321 Jimly Assiddiqie, Format Kelembagaan Negara..., op.cit.
228
sebagai perwujudan kedaulatan rakyat dengan jalan merubah sistem
kelembagaan. Lazimnya kedaulatan rakyat diwujudkan melalui lembaga
perwakilan dengan sistem dua kamar (bicameral system) seperti negara
Amerika Serikat. Akan tetapi Indonesia menganut konsep Tricameral system
meskipun pakar yang menggeluti masalah ketatanegaraan menghendaki
lembaga perwakilan yang akan dibentuk melalui proses amandemen terhadap
UUD 1945 juga masih menganut sistem tiga kamar yaitu adanya kekuasaan
MPR, DPR dan DPD. Eksistensi MPR sebagai parlemen penyeimbang
kekuasaan yang dapat menampung seluruh kekuatan yang ada pada rakyat
sebagai joint sesion lembaga yang ada322.
Pada saat sekarang ini dimana Presiden ditentukan dengan Pemilu,
adanya pembagian tugas-tugas pemerintahan kedalam ”trychotomi”
kekuasaan yang ada pada suatu negara seperti di Inggris disebut oleh
Montesqueau terdiri dari legislatif, eksekutif dan yudicatif yang
melaksanakan kekuasaannya yang ditentukan masing-masing konstitusi
negara tersebut. Menurutnya suatu sistem, dimana ketiga-tiga jenis kekuasaan
itu mesti terpisah satu sama lainnya, baik mengenai tugas (fungsi) maupun
mengenai alat perlengkapan (organ) yang melakukannya323.
Keberadaan lembaga perwakilan (legislatif) bagi negara modern
sangat diperlukan sebagai benteng yang dapat diandalkan, sebab selain
sebagai organ yang menentukan kebijakan yang tertinggi juga berfungsi
322 Rekomendasi Hasil penelitian Tim Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK)untuk bidang kelembagaan dalam Bivitri Susanti, et.al., Semua…, hlm.1.323Ismail Suny, 1983, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif Suatu Penyelidikan Dalam HukumTatanegara, Aksara Baru, Jakarta, hlm.15.
229
sebagai pengawas terhadap segala gerak gerik Presiden dalam melakukan
tugas sebagai pengemban langsung amanat rakyat. Lembaga Legislatif (DPR)
menjalankan tugas sebagai penyeimbang penyelenggaraan negara dilakukan
dalam tiga fungsinya yaitu legislasi, bugeter, dan fungsi pengawasan.
Untuk melaksanakan tugas pengawasan kepada pemerintah apakah
telah dilaksanakan sesuai dengan UUD dan undang-undang, DPR memiliki
hak yang diatur dalam Undang-Undang dengan:324 mengajukan hak
interplasi, hak bertanya, hak penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah,
termasuk memiliki hak resolusi atau pernyataan pendapat dan hak
mengingatkan atau memorandum.
Hak-hak anggota DPR terutama hak angket dapat dilakukan dengan
memanggil lembaga negara dalam rangka konsultasi atau membahas suatu
kebijakan. Hak angket yang diajukan kepada pemerintah belum pernah
terlaksana untuk memanggil pemerintah, dari data yang ada mulai dari
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dari tahun 2005 sampai
dengan tahun 2009 berjumlah 5 Perpu.325
Kewenangan DPR dalam membentuk Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang diatur dalam Pasal 22 UUD 1945 menyatakan:
(1) Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhakmenetapkan Perpu;
(2) Perpu itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yangberikut;
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka Perpu tersebut harus dicabut;
324 Jimly Assidiqie, 2004, Format Kelembagaan dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945,FH.UII Press Yogjakarta, hlm.168.
325 Sumber Badan legislasi DPR RI tahun 2011
230
Dalam risalah sidang perkara Nomor 138, 146, 150/PUU-VII/2009
perihal pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4
tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002
tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi, Pengujian Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 27 tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan
permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang
penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun
2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-
Undang terhadap UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, Mahkamah
Konstitusi dalam angka 3.7 menimbang bahwa untuk itu Mahkamah
Konstitusi dalam hubungannya dengan materi yang diatur dalam bab VII
ketentuan Pasal 22 sangat erat hubungannya dengan kewenangan DPR dalam
pembuatan Undang-Undang.
Dalam angka 3.8 Mahkamah Konstitusi menimbang bahwa ketentuan
Pasal 22 UUD 1945 berisikan:
1. Pemberian kewenangan kepada Presiden untuk membuat peraturanpemerintah sebagai pengganti undang-undang;
2. Kewenangan tersebut hanya dapat digunakan apabila dalam keadaankegentingan yang memaksa;
3. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut harusmendapatkan persetujuan dari DPR pada persidangan berikutnya.
Dalam angka 3.10 Mahkamah Konstitusi menimbang bahwa dengan
demikian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang diperlukan
apabila :
1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikanmasalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang;
231
2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadikekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;
3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuatUndang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktuyang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlukepastian untuk diselesaikan.
Sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-
VII/2009 tanggal 8 Februari 2010 atas Perpu Nomor 4 tahun 2009, dalam
amar putusannya Mahkamah Konstitusi menyatakan permohonan para
pemohonan tidak dapat diterima dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. bahwa UUD membedakan antara Perpu dengan Peraturan Pemerintah
sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (2) yang tujuannya adalah untuk
menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Ada 3 (tiga) alasan
Mahkamah Konstitusi menolak atau tidak dapat menerimapermohonan
pemohon yaitu:
a. Karena Perpu diatur dalam bab tentang DPR sedangkan DPR adalah
pemegang kekuasaan untuk membentuk undang-undang
b. sedangkan materi Perpu seharusnya adalah materi yang menurut UUD
diatur dengan undang-undang dan
c. bukan materi yang melaksanakan undang-undang sebagaimana
dimaksud Pasal 5 ayat (2) UUD dan materi Perpu juga bukan materi
UUD.
2. bahwa Perpu melahirkan norma hukum dan sebagai norma hukum baru
akan dapat menimbulkan: (a) status hukum baru,(b) hubungan hukum
baru, dan (c) akibat hukum baru.
232
Norma hukum tersebut lahir sejak Perpu disahkan dan berlaku seperti
undang-undang, sehingga Mahkamah Konstitusi berhak untuk menguji
apakah bertentangan secara materiil dengan UUD 1945.
Kewenangan DPR dalam pembentukan Perpu adalah sama dengan
Presiden alasan jika Perpu disamakan kewenangan kedua lembaga tersebut
urgensinya dengan Presiden menyatakan negara dalam keadaan bahaya
dengan syarat dan akibat yg ditetapkan dengan Undang-Undang maka:
1. bahwa Perpu dibuat Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang
memaksa dan dimintakan persetujuan DPR pada sidang berikutnya,326
2. Presiden meminta persetujuan DPR menunjukkan kesederajatan UU
dengan perpu,
3. lembaga yang memiliki kewenangan atribusi yang sama berasal dari
UUD.327
4. Presiden dan DPR sama-sama dipilih melalui pemilihan umum.328
Pengaturan tentang hak-hak DPR dalam ketentuan Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR dan DPD dan DPRD diatur dalam
ketentuan Pasal 173 normatif bahwa baik hak inisiatif, hak budget dan hak
interpelasi dilakukan dengan inisiatif oleh 25 anggota DPR terdiri dari
berbagai fraksi yang mengusulkan disidang paripurna yang harus dihadiri
oleh 2/3 jumlah anggota DPR serta persetujuan usulan untuk menjadi hak
DPR yang permanen harus disetujui oleh 2/3 anggota DPR yang hadir.
326 Pasal 22 ayat 2 UUD 1945327 Pasal 20 ayat 1 UUD 1945 dan Pasal 20 ayat (2) UUD 1945328 Pasal 6 A ayat (1) UUD 1945 dan 19 aayat (1) UUD 1945
233
Menurut Austin ada empat unsur yang terkandung dalam hukum
positif yaitu adanya perintah (command), sanksi (sanction), kewajiban (duty),
dan kedaulatan (souvereinity), sehingga secara ektrim Austin memisahkan
antara hukum dari masalah keadilan.329 Keadilan sebagai nilai abstrak yang
perlu perwujudan dalam bentuk norma hukum sebagai sarana untuk
mewujudkan nilai-nilai tersebut dibumi. Baik berupa tatanan maupun dalam
bentuk undang-undang yang lazim dalam rakyat tradisional, maupun dalam
bentuk undang-undang.
Disatu sisi hukum sebagai penataan dari negara melalui proses
legislasi yang demokratis. Pada sisi lain, hukum juga mewujudkan sistem
norma yang kesemuannya dapat terlaksana dengan baik apabila ada perantara
yang mampu dengan baik yaitu penguasa. Oleh karena itu, hukum tanpa
kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman.330
Hukum merupakan produk politik yang berarti hukum juga
merupakan produk kekuasaan. Hukum juga merupakan sumber kekuasaan
supaya hukum dapat dikatakan sah dan legitimate. Akan tetapi, apabila
kekuasaaan sudah berjalan, maka fungsi hukum menjadi pengendali atau
pengontrol sekaligus sebagai pemandu, bagaimana kekuasaan itu dijalankan
329 Pandangan Austin dipengaruhi oleh Auguste Comte dalam bukunya Cours the Philosophi Lawin Scientific Act, diterbitkan pada tahun 1830. Lihat Anton F. Susanto, Ilmu Hukum NonSistematik, Fondasi Filsafat Pengembangan Ilmu Hukum di Indonesia, Genta Publishing,2010, hlm.151.
330 Mochtar Kusumaatmadja, 1979, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan,Bina Cipta, Jakarta, hlm. 5, Mahmutarom, 2010, Rekonstruksi Konsep Keadilan, Studi TentangPerlindungan Tindak Pidana Terhadap Nyawa Menurut Hukum Islam, Konstruksi Rakyat danInstrumen Internasional, Badan Penerbit UNDIP, Semarang, hlm. 120.
234
dalam rangka mencapai tujuan yang sebelumnya telah ditetapkan oleh
hukum.
Pada hukum publik yang berkaitan dengan kekuasaan, terlihat sekali
bahwa sistem politik yang demokratis senantiasa melahirkan hukum yang
berkarakter responsif atau populistik, sedangkan sistem politik yang otoriter
senantiasa melahirkan hukum yang berkarakter ortodoks atau konserfativ.331
Baik Satjipto Rahardjo maupun Lon Fuller menitik beratkan hukum pada
keadilan substantive yaitu penegasan legitimasi hukum bersandarkan pada isi
(contens).332 Thomas Aquinas, seorang penguasa yang menyalahgunakan
kedudukannya demi kepentingan sendiri dapat dicopot dari kedudukannya
dan diadili, karena wewenang penguasa akan hilang apabila penguasa
melawan hukum.333
Pengambilan keputusan dalam sidang DPR untuk melaksanakan hak-
hak DPR dilandasi atas ketentuan Peraturan Tata Tertib DPR Republik
Indonesia Nomor 01/DPR-RI/I/2009. Peraturan Tata Tertib yang mengatur
tentang kewenangan DPR dalam mengajukan rancangan undang-undang,
dilakukan dengan 2 (dua) tingkat pembicaraan. Pada Tingkat I pembahasan
dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat
Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus dan Tingkat II dalam rapat
Paripurna, masing-masing pandangan umum, tanggapan pemerintah,
331 M. Mahfud MD, 1999, Pergulatan Politik..., Gama Media, Jokyakarta, loc.cit, hlm. 79-80.332 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Pencarian, Pembebasan dan Pencerahan, Muhammadiyah
University Press, Surakarta, 2004 hlm. 109, Lon Fuller, Morality of Law, Yale UniversityPress, 1984.
333Frans Magnis Suseno, 1986, Kuasa dan Moral, Gramedia, Jakarta, hlm. 5.
235
pembahasan atau tanggapan komisi kemudian terakhir pengambilan
keputusan.334
Prinsip-prinsip demokrasi dengan pengambilan keputusan yang
diinginkan sesuai dengan amanat demokrasi yaitu musyawarah mufakat
tercermin dalam pengambilan keputusan karena anggota komisi terdiri dari
utusan berbagai fraksi, mencerminkan pangambilan keputusan berdasarkan
sila ke-empat Pancasila dan UUD 1945.
Menurut Soediman Kartohadiprodjo, cara musyawarah mufakat ini
sebagai cara memperoleh kebahagiaan, bermakna adanya perbedaan antar
kelompok menuju jalan hidup yang bahagia tersebut. Kebahagian yang
menghargai pendapat kelompok dan individu menurut kepribadian Indonesia
adalah yang menghargai dan melindungi individu sebagai kewajiban
negara.335
Pemahaman terhadap hukum termasuk pertanggungjawaban secara
hukum yang hanya didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan
tidak da`pat dipertahankan lagi apalagi peraturan tersebut sudah tidak sesuai
dengan jiwa bangsa “volgeist”336 yaitu ruh rakyat dan jiwa bangsa. Menurut
Von Savigny dalam aliran Romantisme konservatif dalam Historische Schule
mengemukakan pandangan bahwa kesadaran rakyat pada suatu saat tertentu
334 Pasal 148 Undang Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.335 Soediman Kartohadiprodjo, Kumpulan Karangan, op.cit, tentang hal ini Bung Karno berkata
maka demokrasi kita bukan hanya alat teknis saja tetapi geloof, satu kepercayaan dalam usahamencapai bentuk rakyat yang kita cita citakan, bahkan dalam segala perbuatan mengenai hidupbersama diatas dasar musyawarah, diatas dasar demokrasi, dan diatas dasar kedaulatanrakyat.Anton F.Susanto, Ilmu Hukum Non ..., op.cit.
336 Pontier, J.A. 2008, Penemuan Hukum (Rechtsvinding), Penerjemah Arief Sidharta, Jendela MasPustaka, Bandung, hlm. 88.
236
tidak mencukupi lagi sehingga perkembangan hukum harus diserahkan
kepada para yuris yang dianggap mampu untuk mewakili sejarah.337 Hukum
adalah apa yang menjadi kesadaran rakyat dalam menetapkan hukum
(undang-undang), tidak hanya melihat kedalam tetapi harus melihat rakyat
tidak lain yaitu efektifitas 338.
Fungsi suatu konstitusi atau Undang-Undang Dasar diadakan dalam
suatu negara untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan oleh
pemegang kekuasaan. Muatan materi konstitusi itu diadakan dalam rangka
membatasi kekuasaan, maka biasanya di dalam konstitusi tersebut memuat
tiga hal pokok yaitu; (i) adanya jaminan terhadap hak asasi manusia dan
warga negara; (ii) ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang
bersifat fundamental; dan (iii) adanya pembagian dan pembatasan tugas
ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.
Hukum yang diterima sebagai konsep yang modern memiliki fungsi
untuk melakukan sesuatu perubahan sosial. Bahkan, lebih dari itu hukum
dipergunakan untuk menyalurkan hasil-hasil keputusan politik melalui MPR
339. Hukum bukan lagi mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku
yang telah menciptakan pola-pola perilaku yang baru, didalam menjalankan
fungsinya, hukum senantiasa berhadapan dengan nilai-nilai maupun pola-pola
perilaku yang telah mapan dalam rakyat. Apabila kita melihat penegakan
hukum merupakan proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum menjadi
337 Pontier, J.A. ibid, hlm, 88.338 Roscou Pound dalam Satjipto Rahardjo, Hukum Dalam Jagat…, op.cit. hlm. 85.339 Esmi Warassih Pujirahayu, Lembaga Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Suryandaru
Utama, Semarang, hlm. 83.
237
kenyataan, maka proses itu selalu melibatkan para pembuat dan pelaksana
hukum, serta rakyatnya.
Konsep negara hukum telah membawa kepada konsep negara
kesejahteraan yang erat kaitannya dengan hukum administrasi. Hal ini
disebabkan dalam konsep negara kesejahteraan peran negara dan pemerintah
semakin dominan. Tujuan negara untuk mensejahterakan warganya,
memerlukan perangkat perundang-undangan yang sesuai dengan tujuan dan
wewenang masing-masing.
Konsep negara kesejahteraan sebagaimana diungkapkan oleh Esping
Anderson, negara kesejahteraan bukanlan suatu konsep dengan pendekatan
baku. Negara kesejahteraan sering ditengarai dari atribut-atribut kebijakan
pelayanan dan transfer sosial yang disediakan negara (pemerintah) kepada
warganya seperti pelayanan pendidikan, transfer pendidikan, transfer
pendapatan, pengurangan kemiskinan, sehingga kesejahteraan rakyat sering
diidentikkan dengan kebijakan sosial yang mendukung keberadaannya.340
Pada dasarnya konsep negara kesejahteraan yang mengacu kepada
peran negara yang aktif mengelola dan mengorganisasikan perekonomian,
mencakup tanggungjawab negara menjamin ketersediaan pelayanan
kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganegaranya. Secara
umum negara dapat dikatakan menganut golongan negara kesejahteraan jika
menganut empat pilar utama yaitu : 1). Social citizenship, 2). Full democracy;
340 Lihat Esping Anderson dalam S.Khole dan SEO Hort, 2004, The Development Welfare State inScandinavia: Lesson for The Developing World (UNRISD), hlm 10, Darmawan Triwibowo danSugeng Bahagiyo, 2006, Mimpi Negara Kesejahteraan, LP3ES Jakarta, hlm, 11, JuniarsoRidwan, 2010, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa,Bandung, hlm, 53.
238
3). Modern industrial relation system dan 4). Right to education system.
Keempatnya dimungkinkan diperoleh pada negara kesejahteraan dengan
memperlakukan penerapan kebijakan sosial sebagai penganugerahan hak-hak
sosial bagi warganegaranya.
Pertumbuhan ekonomi yang diharapkan pemerintah pada tahun 2010
tumbuh menjadi 6 % dan penciptaan 24 juta lapangan kerja dalam
mengurangi pengangguran sebagai peran serta peran negara dalam
mensejahterakan warganegaranya.341
Ajaran agama juga memberikan basis etnis yang kuat bagi
perkembangan konsep negara kesejahteraan. Seperti yang diuraikan Manou,
perbedaan karakter ajaran agama yang dominan disuatu negara,
mempengaruhi rezim kesejahteraan yang berkembang dalam suatu negara,
khususnya negara Eropa. Pengaruh ini bisa dilacak dari ajaran sosial gereja
yang dikeluarkan sejak abad ke -19 di mana hal-hal baru tentang keadaan
buruh, yang merupakan teks Ensiklik Paus Leo XIII pada tahun 1891, yang
memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan sistem jaminan sosial di
Eropa pada abad ke 20. Secara umum, teks Ensiklik tersebut merupakan
respon gereja terhadap perkembangan sosialisme dan kecendrungan
pertentangan antar kelas sosial.
Sebagai reaksi atas kegagalan tersebut maka muncul gagasan yang
menempatkan pemerintahan sebagai pihak yang memiliki tanggungjawab
terhadap keadaan warganegaranya termasuk dalam kesejahteraan, yang
341 Sekratariat Negara, op.cit.
239
kemudian dikenal dengan konsep welfar state, dengan ciri utama bahwa
negara ikut mewujudkan kesejahteraan ekonomi sosial rakyat.
Campur tangan negara dalam kehidupan sosial rakyat menyebabkan
jangkauan kerja pemerintah semakin luas, termasuk dalam bidang perundang-
undangan. Dalam Pembukaan UUD 1945 untuk mewujudkan negara
kesejahteraan telah diamanatkan :
1. Negara berkewajiban memberikan perlindungan kepada warganegara
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indoensia.
2. Negara berkewajiban memajukan kesejahteraan umum.
3. Negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa.
Konsep kesejahteraan dalam pandangan negara hukum Islam pada
hakikatnya memiliki tujuan untuk mewujudkan keadilan sosial dan ekonomi
bagi rakyat, yang mana tugas ini dibebankan kepada penyelenggara negara
dan rakyat. Negara memiliki kewajiban untuk memperhatikan dua macam
kebutuhan, yakni kebutuhan materiil dan kebutuhan spritual. Untuk
mewujudkan prinsip kesejahteraan tersebut, Al-Qur’an merumuskan dengan
kalimat ‘baldatun thayibatun wa robbun ghaffur.342
Negara hukum kesejahteraan sebenarnya berkaitan dengan perpaduan
antara konsep negara hukum dengan negara kesejahteraan. Dalam konsep
negara hukum, negara menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan dan
penyelenggaraan pemerintahan. Kekuasaan dalam segala bentuknya
berdasarkan hukum menurut A.V.Dicey sebagai unsur negara hukum yang
342 Muhammad Thahir Azhary, 1987, Negara Hukum, Pustaka Hidayah, Jakarta, hlm. 181-182.
240
memiliki tiga unsur utama yaitu : (a) supremasi aturan hukum (supremacy of
law) tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbirary power)
dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum;
(b) kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the
law); dan (c) terjaminnya hak hak azasi manusia oleh undang-undang
(Undang-Undang Dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan.343
Bentuk negara kesejahteraan yang demokratis yang menegaskan
bahwa negara bertanggungjawab terhadap kesejahteraan rakyat yang
minimal, bahwa pemerintah harus mengatur pembagian kekayaan negara agar
tidak ada yang menemui ajalnya karena kelaparan, tidak dapat membayar
rumah sakit dan tidak dapat sekolah karena miskin. Dapat juga disamakan
bahwa negara kesejahteraan mengandung asas kebebasan (fraterity) atau
kebersamaan (mutuality) yang dapat disamakan juga dengan asas
kekeluargaan atau gotong royong.344 Dalam suatu pembangunan untuk
mendapatkan perubahan-perubahan dalam rakyat dalam arti peningkatan
kesejahteraan maka peranan pemerintah dalam membentuk kebijakan menjadi
penting.
Sarana yang dimaksud adalah peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan masalah kebijakan yang diundangkan, dilaksanakan dan
evaluasi, yang ketiganya berkaitan dengan penegakan hukum. Peraturan
perundangan yang mengatur tentang perencanaan pembangunan yang
berkaitan dengan pembangunan terdapat dalam peraturan perundang-
343 A.V.Dicey, 2007, Pengantar Studi Hukum Konstitusi, diterjemahkan Nurhadi, Nusamedia,Bandung, hlm. 251-266, Mariam Budiardjo, Ilmu ..., op.cit. hlm.58.
344 R.A.M.B. Kusuma, Negara Kesejahteraan, Jurnal Konstitusi, Vol 3, hlm. 160.
241
undangan mulai dari UUD 1945, Undang-Undang tentang perencanaan
pembangunan dan pelaksanaan pembangunan yang terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 25 tahun 2004 dan Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2006.
Cita-cita bangsa setelah kemerdekaan dikristalkan dalam tujuan
nasional yang bermuara ke dalam pencapaian kesejahteraan rakyat dan
perlindungan rakyat yang adil dan makmur. Pencapaian tujuan nasional oleh
pemerintah Indonesia melalui pembangunan nasional yang
berkesinambungan/berkelanjutan (sustainable development). Tujuan nasional
dicapai melalui pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum
nasional oleh pemerintah Indonesia diprogramkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) terdapat dalam Visi dan Misi Program
Legislasi Nasional tahun 2005-2009 (keputusan DPR-RI
No.01/DPR/RI/III/2004-2009) yang disingkat dengan Prolegnas sebagai
berikut:
“Pembangunan hukum nasional merupakan sistem pembangunan
nasional yang bertujuan mewujudkan tujuan negara untuk melindungi
segenap rakyat dan bangsa, serta seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan
sosial, melalui suatu sistem hukum nasional.
Program pembangunan hukum perlu menjadi prioritas utama karena
perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 memiliki implikasi yang luas dan mendasar dalam sistem
242
ketatanegaraan Indonesia, yang perlu diikuti dengan perubahan-perubahan di
bidang hukum. Di samping itu arus globalisasi yang berjalan pesat yang
ditunjang oleh perkembangan teknologi informasi telah mengubah pola
hubungan antara negara dan warga negara dengan pemerintahnya. Perubahan
tersebut menuntut pula adanya pemetaan sistem hukum dan kerangka hukum
yang melandasinya, sehingga hak-hak warganegara dapat terpenuhi oleh
pemerintah.345
Dalam sistem hukum Indonesia selain diatur dalam ketentuan UUD
bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Negara
Indonesia sebagai suatu wadah bagi seluruh warga negara Indonesia untuk
berusaha memenuhi kebutuhan hidup untuk mencapai kesejahteraan menurut
Satjipto Rahardjo adalah masyarakat yang bahagia, sebagai tugas pemerintah
sebagai pemegang amanat rakyat untuk mewujudkannya. Pemerintah dalam
melaksanakan tugas pemerintahan dalam mewujudkan kesejahteraan
memiliki kekuasaan bebas untuk membentuk kebijakan sesuai dengan
hubungan antara pihak yang memerintah dengan yang diperintah yang
disebut dengan hubungan politik (sumber kekuasaan) adalah negara,346
dilaksanakan dengan baik sesuai dengan AUPB. Tindakan pemerintah dalam
membentuk kebijakan memiliki perlindungan hukum dari kebijakan itu
sendiri sepanjang bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah doelmatigheid
(bermanfaat). Akan tetapi jika tindakan pemerintah menyangkut keabsahan
345 Program Legslasi Nasional 2004-2009346 Negara menurut Miriam Budiardjo adalah integrasi dan organisasi sosial politik sebab negara
merupakan alat dari masyarakat yang memiliki kekuasaan yang menghubungkan danmenertibkan masyarakat dengan kekuasaan.
243
(rechtsmatigheid) dari pembentukan kebijakan maka kebijakan tersebut dapat
diuji oleh pengadilan.
Presiden dalam sistem ketatanegaraan Indonesia merupakan suatu
lembaga negara yang memiliki kesederajatan dengan lembaga negara lain
seperti DPR, DPD, MK, MA, BPK. Pasca amandemen UUD 1945. Kebijakan
yang dilakukan Presiden dalam mensejahterakan rakyat dalam bentuk Perpu
ataupun peraturan Presiden misalnya jika tidak dilakukan Bill Out Bank
Century dengan Jaring Pengaman Sistem Keuangan akan berdampak
sistemik.347 Perbankan yang memiliki fungi menjamin ketersediaan dana bagi
masyarakat untuk membangun perekonomian masyarakat. Kebijakan
pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU dilatar
belakangi oleh situasi perekonomian pada tahun 2008.
Tujuan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat mengalami
kendala pada tahun 2010 tingkat pencapaian pendapatan masyarakat rata-rata
Rp. 27,0 juta pertahun.
Atribusi kekuasaan dari rakyat sebagai pemegang kedaulatan rakyat
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 UUD 1945. Lembaga ini bukan
merupakan lembaga yang berfungsi sebagai lembaga perwakilan rakyat
karena ada satu lembaga negara DPR memiliki kekuasaan dalam Pasal 2 ayat
(1), jo.Pasal 19. Pasal 20, 21 dan 22 UUD 1945.
Sejak tahun 2004 Presiden di Indonesia dipilih langsung oleh rakyat
melalui pemilu Presiden secara demokratis. Sampai dengan saat ini belum
347 Periksa Perpu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan.
244
ada ketentuan mengenai mekanisme pertangungjawaban secara langsung
kepada rakyat, meskipun secara teori dan moral bahwa perrtanggungjawaban
kepada rakyat dapat dinilai pada saat pemilihan umum apakah Presiden dapat
terpilih kembali untuk periode yang kedua, atau sebaliknya tidak terpilih lagi
menjadi Presiden untuk periode kedua.
Pertanggungjawaban Presiden dalam masa jabatannnya ini memiliki
substansi penting karena jika memang Presiden melakukan pelanggaran
hukum memiliki dampak (impact), Presiden dapat diberhentikan oleh MPR
dengan alasan tersebut.348 Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemerintahan
di Indonesia setelah amandemen ada kesamaan dengan pembagian kekuasaan
dalam sistem pemerintahan di Amerika349, karena konsep menjalankan
pemerintahan ada pada satu tangan yaitu Eksekutif. Meskipun pemerintahan
berada dalam satu tangan pemerintah lebih mengutamakan kepentingan
rakyat (umum) sebagai tugas utama pemerintahan, sebagai bentuk
pertanggungjawaban pemerintah.
Pertanggungjawaban yang didasarkan atas hukum secara luas terkait
mengenai ide-ide yang membutuhkan suatu organisasi yang cukup kompleks
dalam suatu negara. Negara harus campur tangan dalam perwujudan hukum
dengan membentuk berbagai macam badan untuk keperluan tersebut (hukum
otonom), namun badan-badan yang tampak sebagai suatu organisasi yang
berdiri sendiri-sendiri dengan mengemban tugas yang sama yaitu
348 Wawancara dengan Ni’matulhuda, Jakarta, 5 Desember 2011.349 Kotan Y. Stefanus, 2000, Makna Kekuasaan Pemerintahan Negara Menurut Bab III UUD
1945 dan Hubungannya Dengan Lembaga Kepresidenan RI, Disertasi, Pascasarjana UNPAD,Bandung, hlm. 145.
245
mewujudkan hukum atau menegakkan hukum dalam rakyat (hukum
responsif). Hukum responsif mempunyai visi diharmonisasikannya
kekuasaan-kekuasaan dan dikaburkannya batas-batas institusional, tetap
memiliki kewenangan dalam membentuk kebijakan berbentuk keputusan
hukum dan keputusan politik yang tidak dapat dihapuskan. Karena, proses
hukum yang bertujuan memperbesar kompetensi institusi hukum
menganggap bahwa :
1. Desain dan evaluasi kelembagaan dapat dibangun di atas premis-premisyang diterima yang menentukan tujuan yang dilayani hukum dan
2. Tugas hukum adalah untuk mengurangi kesewenang-wenangan dalammendifinisikan dan mengelaborasi tujuan-tujuan ini.350
Sejarah ketatanegaraan Indonesia, paling tidak telah terdapat dua
Presiden yang diberhentikan dalam masa jabatannya karena
pertanggungjawaban pelaksanaan tugasnya ditolak MPR, yaitu Presiden
Soekarno dan Presiden Abdurrahman Wahid. Mungkin saja jika Presiden
Soeharto tidak mengundurkan diri pada tahun 2008, juga akan berujung pada
pemberhentian oleh MPR.
Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPR dengan cara “mancabut
kekuasaan pemerintahan negara” karena pertanggungjawaban yang
disampaikan mengenai kebijakan terkait dengan pemberontakan kontra
revolusi G-30-S/PKI, yang dikenal dengan pidato Nawaksara dan Pelengkap
Nawaksara, tidak dapat diterima oleh MPRS. Hal itu dituangkan dalam
Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967. Terdapat dua alasan
pencabutan kekuasaan berdasarkan Ketapan MPR tersebut, pertama, Presiden
350 Philip Nonet dan Philip Selznick, Hukum Responsive..., op.cit., hlm. 124.
246
tidak dapat memenuhi pertanggungjawaban konsutitusional, dan kedua,
Presiden tidak dapat menjalankan haluan dan putusan MPRS.
Presiden Abdurrahman Wahid diberhentikan oleh MPR pada tahun
2001 melalui Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang
Pertanggungjawaban Presiden KH. Abdurrahman Wahid. Pemberhentian ini
juga dimulai dengaan dibentuknya Panitia Angket kasus Dana Milik Yayasan
Dana Kesejahteraan Karyawan (YANATERA) Bulog dan Kasus Dana
Bantuan Sultan Brunei Darussalam. Panitia khusus hak angket tersebut
menyimpulkan dua hal:351
1. Dalam kasus dana Yanatera Bulog, Pansus berpendapat: “Patut DidugaBahwa Presiden Abdurrahman Wahid berperan dalam Pencairan danPunggunaan Dana Yanatera Bulog”.
2. Dalam kasus Dana Bantuan Sultan Brunei Pansus berpendapat: “AdanyaInkonsistensi Pernyataan Presiden Abdurrahman Wahid tentang MasalahBantuan Sultan Brunei Darussalam, menunjukkan bahwa Presiden telahmenyampaikan keterangan yang tidak sebenarnya kepada rakyat”.
Proses pemberhentian bergulir melalui Memorandum I dan
Memorandum II, hingga DPR meminta kepada MPR untuk mengadakan
sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban Presiden karena tidak
mengindahkan memorandum kedua DPR. Sidang istimewa memang
dilaksanakan pada 23 Juli 2001, namun sidang ini sesungguhnya bukan
merupakan sidang istimewa atas permintaan DPR. Sidang istimewa
dilaksanakan atas inisiatif MPR sendiri karena terbitnya Maklumat Presiden
tanggal 22 Juli 2001 yang salah satu isinya adalah membekukan MPR dan
DPR.
351 Bagian Kesimpulan Laporan Panitia Khusus DPR RI Untuk Mengadakan PenyelidikanTerhadap Kasus Dana Milik Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan (YANATERA) Bulogdan Kasus Dana Bantuan Sultan Brunei Darussalam, 29 Januari 2001.
247
Pemberhentian Presiden Soekarno dan Presiden Abdurrahman Wahid
terjadi dalam forum pertanggungjawaban. Yang harus
dipertanggungjawabkan oleh seorang presiden sebagai mandataris kepada
MPR sebagai pemberi mandat dalam konstruksi UUD 1945 sebelum
perubahan memiliki aspek yang sangat luas. Demikian pula halnya dengan
dasar atau alasan menolak pertanggungjawaban yang berujung pada
pemberhentian juga sangat luas, tidak terbatas pada pelanggaran hukum
melainkan juga dapat terjadi karena perbedaan pandangan atas kebijakan
tertentu.
Menurut Miriam Budiardjo, pertanggungjawaban kepada rakyat dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu melalui wakil rakyat dan atau langsung
kepada rakyat. Sistem pertanggungjawaban melalui wakil rakyat (parlemen)
melahirkan sistem pemerintahan parlementer. Pertanggungjawaban langsung
kepada rakyat melahirkan sistem Presidensil. Sistem pemerintahan presidensil
hanya terdapat pada bentuk pemerintahan republik, yaitu
pertanggungjawaban Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan.352
Setelah amandemen ketiga UUD 1945, bangsa Indonesia mengalami
babak baru dalam sejarah pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden sebagai dasar pelaksanaan Pilpres jo Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden, komitmen perubahan yang tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) UUD
352 Miriam Budiardjo, op.cit, Soetjipto Wirosardjono, 1995, Dialog Dengan Kekuasaan, Esai-EsaiTentang Agama, Negara Dan Rakyat, Mizan, Bandung, hlm. 193.
248
1945 yang berbunyi: “Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung
oleh rakyat”. Konsekuensi perubahan sistem pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden tersebut diyakini untuk menghindarkan ‘pembajakan kekuasaan’353
atau disebut dengan pembajakan kedaulatan rakyat oleh anggota MPR RI
dalam memilih Presiden dan Wakil Presien di zaman Orde Baru meskipun
sistem ini lebih rumit dan mahal354 dan terdapat kekuasaan yang seimbang
antara lembaga-lembaga negara.355
Pada amandemen keempat UUD 1945 dalam Pasal 6A ayat (4) yang
menyatakan dalam hal tidak ada calon lain memperoleh suara terbanyak’
pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara
langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik
sebagai dan Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam Pasal 6A UUD 1945, kata rakyat disebut sebanyak 3 (tiga)
kali, yaitu pada ayat (1) sebanyak satu kali pada ayat 4 (empat) sebanyak 2
(dua) kali. Yang harus diperhatikan adalah amanat yang dikehendaki oleh
ayat 4 (empat) yang menegaskan :”...dipilih oleh rakyat secara langsung dan
pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden
dan Wakil Presiden”.
Jika meneliti konsepsi dasar dari ketentuan tersebut memiliki landasan
filosofis bahwa calon Presiden yang akan dilantik menjadi Presiden dan
Wakil Presiden jika:”... yang memperoleh suara terbanyak... “ . Yang
dikendaki konstitusi bukanlah ‘suara terbanyak’ dari pemilihan dalam
353 Katjung Maridjan, 2010, Sistem Politik ..., op.cit, hlm. 101.354 Ibid.355 Hamdan Zoelva, op.cit.
249
pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, tetapi yang dikehendaki
konstitusi adalah ’suara terbanyak ‘.
Perubahan Keempat Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi:
’kedaulatan berada ditangan rakyat dan di laksanakan menurut Undang
Undang Dasar’. Artinya dalam menetapkan pasangan terpilih dalam
pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, mengacu kepada ’...suara
rakyat...’ sebagai perwujudan kedaulatan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar.
Jika ternyata visi misi Presiden yang disampaikan Presiden pada saat
kampanye maupun dalam memenuhi syarat yang dikehendaki oleh Undang-
Undang Pemilihan Presiden tidak rinci dan tidak realistis karena tidak
didasarkan pada kebutuhan dan kemampuan rakyat Indonesia dengan tujuan
mensejahterakan rakyat belum tercapai, hal ini dapat terjadi karena beberapa
sebab:356
1. Pertama, fungsi partai di elektorat (parties in the electorat), partai hanya
menunjuk pada penampilan partai politik, tidak pada programnya,
sehingga fungsi partai hanya untuk membangun citra dengan persepsi yang
baik. Fungsi lain partai politik adalah mendorong rakyat untuk melakukan
tindakan sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam partai
sehingga menjadi upaya yang mendorong partai untuk dapat menjadikan
usulan diteruskan keparlemen dan mendorong pemerintah untuk
membentuk kebijakan umum yang diperjuangkan partai.
356 Dalton, J. Russel dan Martin P. Wattenberg, 2010, Parties With The Partisant: PoliticalChange In Advance Industrial Democracies, eds, Oxford UP, New York, hlm. 5-10. MiriamBudiardjo, Ilmu... , Op.cit, hlm. 407-410.
250
2. Kedua, partai seharusnya memberikan pendidikan kepada warganeraga,
partai politik berfungsi adalah untuk mendidik, menginformasikan dan
membujuk masyakat untuk berperilaku tertentu agar kepentingan umum
(negara) lebih utama dari kepentingan partai. Partai Politik bertugas
memberikan informasi politik yang penting bagi warga negara, serta
memberikan pendidikan agar warga negara harus memahami kebijakan
tertentu dan dapat memperjuangkan secara konsisten kebijakan yang
berpihak kepada kepentingan umum.
3. Ketiga, membangkitkan simbol identifikasi dan loyalis untuk memperluas
dan memperbanyak anggota ; serta
4. Keempat, memobilisasi rakyat untuk berpartisipasi dalam program
pemerintah sehingga partai politik menjadi penghubung secara psikologis
antara kader dengan pemerintah guna menghindari konflik.
Dari keempat fungsi Partai Politik tugas yang paling utama dari Partai
Politik sebagai pemegang aspirasi rakyat adalah memberikan pendidikan
kepada warga negara agar warga negara memiliki kemandirian dalam
menentukan pilihan yang menanamkan rasa kepercayaan rakyat kepada elite
partai, maka rakyat akan memilihnya kembali sebagai Presiden yang biasanya
menjadi ‘elite partai’ untuk jabatan berikutnya. Dengan demikian partai
berusaha sekuat tenaga agar kader terbaiknya untuk menduduki jabatan
berikutnya.
Kesetaraan hak yang sama diantara kader merupakan representasi dari
sesama rakyat merupakan hal yang utama dari visi partai.
251
Partai Politik yang berfungsi memberikan pendidikan kepada
masyarakat memberikan kesadaran bahwa yang utama adalah suara rakyat
pemilih yang diberikan secara umum, adil dan transparan, sepanjang untuk
kemajuan masyarakat. Fungsi ini sejalan dengan adagium Solus Populi
Suprema Lex yang berarti suara rakyat adalah suara keadilan (sic solus populi
suprema lex) artinya keadilan sesama anggota rakyat untuk kesejahteraan
rakyat merupakan hukum tertinggi.357
Visi, misi yang dituangkan dalam Undang-undang Nomor 25 tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan dan dalam Peraturan
Presiden Nomor 7 Tahun 2006 serta rencana setiap tahunan yang dituangkan
dalam Undang-undang tentang APBN, merupakan implementasi ketentuan
Pasal 4 dan Pasal 9 UUD 1945, yang harus direalisir pemimpin negara
sebagai ketaat asasan dalam mewujudkan suatu janji yang harus direalisir,
karena janji merupakan sumber hukum bagi yang melakukannya.
Presiden dalam menjalankan pemerintahan sesuai dengan sumpah dan
janji Presiden melaksanakan ketentuan UUD dan peraturan lainnya, menurut
Harry C. Bredemeier dalam membentuk kebijakan berupa peraturan
perundang-undangan agar kebijakan dapat diimplementasikan dengan baik
harus mendapat masukan dari subsistem ekonomi, politik dan sosial,358 tidak
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi karena substansi peraturan
yang lebih tinggi dibentuk atas dasar nilai yang ada dalam rakyat, serta
dibentuk oleh lembaga yang memiliki kekuasaan berasal dari rakyat yang
memiliki kedaulatan.
357 Frans H.Winarta, 2009, Suara Rakyat Hukum Tertinggi, Kompas Media Nusantara, hml.391.358 Bredemeir dalam Esmiwarassih dan Irfan Islami, op.cit.
252
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
1. Konstruksi pertanggungjawaban kebijakan yang dilakukan
Presiden
Konstruksi pertanggungjawaban kebijakan yang dilakukan
Presiden sebelum amandemen UUD 1945, meskipun kebijakan
merupakan kewenangan Presiden yang bebas untuk kesejahteraan
rakyat, Presiden menyampaikan pertanggungjawaban kepada MPR.
Pertanggunjawaban kebjijakan Presiden pada masa jabatannya berisi
progress report pelaksanaan pembangunan yang telah dicapai
pemerintah. Pertanggungjawaban Presiden secara hukum tidak diatur
dalam penjelasditerima tetapi kenyataannya secara politik
pertanggungjawaban tidak diterima MPR mn UUD 1945 karena Presiden
menjalankan pemerintahan berdasarkan UUD dan GBHN. .
Setelah amandemen UUD 1945, tidak terdapat ketentuan secara
eksplisit mengatur bentuk pertanggungjawaban kebijakan Presiden.
Konsekuensi hukum pelaksanaan tugas Pemerintah dalam menjalankan
kebijakan yang dilakukan Presiden dalam keadaan mendesak dalam
bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ataupun dalam
bentuk Peraturan Presiden, jika kebijakan Presiden termasuk menjadi
bagian dari program pemerintah yang menggunakan anggaran negara
maka termasuk program yang harus dipertanggungjawabkan.
253
2. Bentuk kebijakan yang dilakukan Presiden untuk mencapai
kesejahteraan rakyat:
Kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan untuk
bertindak bebas agar kesejahteraan rakyat dapat tercapai dapat dilakukan
dalam bentuk perpu atau peraturan Presiden . Meskipun demikian
pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut harus didasarkan
Asas umum pemerintahan yang baik, agar kebijakan itu dapat efektif dan
bermanfaat untuk rakyat.
Keduukan rakyat yang berdaulat dalam UUD 1945 diweakili oeh
DPR, DPD. Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR,
DPD dan DPRD, Pasal 162 mengatur pertanggungjawaban Presiden
dalam pelaksanaan APBN dalam bentuk undang-undang.
Pertanggungjawaban Presiden dalam pelaksanaan APBN dilakukan
paling lambat 6 (enam) bulan setelah berakhir tahun anggaran.
3. Konstruksi ideal pertanggungjawaban kebijakan yang dilakukan
Presiden untuk mencapai kesejahteraan rakyat:
Idealnya pertanggungjawaban Presiden dengan jabatan yang
dipilih rakyat secara langsung melalui pemilihan umum berdasarkan
konstitusi yaitu seharusnya pertanggungjawaban Presiden tersebut
diatur dalam UUD sebagai bentuk pertanggungjawaban tugas yang
ditentukan oleh hukum dasar. Dengan kedudukan yang seimbang antara
Presiden dan DPR maka kebijakan yang dilakukan Presiden idealnya
memerlukan persetujuan DPR dan DPD, karena UUD 1945 menganut
254
sistem cheks and balances yaitu antara Presiden dan DPR sebagai
lembaga yang memiliki kewenangan yang sederajat.
Pertanggungjawaban keb ijaka Presiden yang dipilih rakyat
seharusnya sebagai pertanggungjawaban kebawah dengan memberikan
informasi kebijakan kepada rakyat atau wakil rakyat bahwa kebijakan
Presiden merupakan bagian dari program yang telah dilaksanakan
Presiden, sehingga merupakan bagian dari pertanggungjawaban
penggunaan anggaran dalam pengelolaan keuangan negara dalam tiap
tahun anggaran.
B. Implikasi.
1. Implikasi Teoretis:
Pertanggungjawaban Presiden dalam kebijakan yang mensejahterakan
rakyat belum memilki rumusan yang jelas dalam ketentuan perundang-
undangan. Jika kebijakan Presiden merupakan bagian dari program
pemerintah menggunakan anggaran seharusnya merupakan bagian dari
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara. Pengeloaan keuangan
negara merupakan sistem anggaran dalam Angagaran Pendapata Belanja
Negara dalam bentuk undang-undang. Oleh sebab itu merupakan bagian
yang harus dipertanggungjawabkan Presiden kepada rakyat.
2.Implikasi Praktis :
Perlunya pengaturan lebih jelas prosedur dan mekanisme
pertanggungjawaban Presiden dalam konstitusi agar Presiden dapat
255
bertanggungjawab secara transparan kepada rakyat, mengenai kebijakan
baik secara berkala kepada lembaga MPR maupun memberikan informasi
kepada rakyat.
C. Rekomendasi
1. DPR perlu mencermati, mengawasi dan membentuk perundang-
undangan agar kebijakan Presiden yang berkaitan dengan penggunaan
anggaran merupakan bagian yang dipertanggungjawabkan dalam laporan
pertanggungjawaban keuangan negara.
2. Perlunya ketentuan yang jelas mengenai pertanggungjawaban Presiden
yang dipilih rakyat sebagai pertanggungjawaban kepada rakyat dengan
memberikan informasi kebijakan kepada rakyat terhadap program yang
telah dilakukan Presiden. Tidak hanya sebatas pelaksanaan tugas Presiden
dalam pengelolaan keuangan negara.
3. Meskipun kedudukan Presiden sederajat dengan DPR dalam sistem cheks
and balances karena sama-sama lembaga yang dipilih rakyat. Hendaknya
pengawasan yang dilakukan oleh DPR maupun BPK sebagai auditor
negara berdasarkan konstitusi tidak serta merta dapat menjatuhkan
Presiden. Perlu peningkatan pengawasan yang serius oleh DPR dan
pemeriksaan BPK atas kebijakan yang menggunakan anggaran negara
untuk mencegah terjadi kerugian negara.
256
DAFTAR INDEX
A
A. Hoogerwrf, 28A. Hoogerwrf,, 28A.D.Belifente, 203A.D.Belifente,, 203A.V.Dicey, 228, 229A.V.Dicey,, 229Abdul Rahman Saleh, 34Abdul Rahman Saleh,, 34Abraham Kaplan, 33Abraham Kaplan,, 33Agus Dwiyanto, 51Agus Dwiyanto,, 51Ahmad Nurmandi, 51Ahmad Nurmandi,, 51Allapat, 53Allapat,, 53Arifin Suria Atmadja, 23, 110Arifin Suria Atmadja,, 23, 110Armida Alisyahbana, 184, 185Armida Alisyahbana,, 184Artidjo Alkostar, 19Artidjo Alkostar,, 19Aspinal Edward, 142Aspinal Edward,, 142
B
Bangun Zakaria, 57Bangun Zakaria,, 57Belifante, 199, 248Belifante,, 199, 248Bintoro Cokroamijoyo, 46, 122Bintoro Cokroamijoyo,, 46, 122Bivitri Susanti dkk, 63Bivitri Susanti dkk,, 63Bondan Gunawan, 54Bondan Gunawan,, 54
C
Charles Hecksher, 49Charles Hecksher,, 49Chibub, 130, 131, 249Chibub,, 131, 249
D
DAFTAR INDEX, 245Dahlan Taib, 2Dahlan Taib,, 2Damanhuri, Didin S, 57Damanhuri, Didin S,, 57David Easton, 35, 36, 102David Easton,, 36, 102Davis G, 248, 259Davis G,, 248, 259Dharmaputra Sutta, 85Dharmaputra Sutta,, 85
E
Edison Muchlis, 140, 250Edison Muchlis,, 140, 250Eko Prasojo, 137, 250Eko Prasojo,, 137, 250Eko, Sutoro, 55Eko, Sutoro,, 55Esping Anderson, 226Esping Anderson,, 226
F
Francis, 53, 154, 159, 251Francis Fukuyama, 159Francis Fukuyama,, 159Francis,, 53, 251Frederick S. Lane, 38Frederick S. Lane,, 38
G
Gina Misiroglu, 62Gina Misiroglu,, 62Guntur Hamzah, 16, 183Guntur Hamzah,, 183
H
Hendarmin, 249Hendarmin,, 249
257
I
I Made Pasek Diantha, 62I Made Pasek Diantha,, 62I.Gede Panca Astawa, 149I.Gede Panca Astawa,, 149Ibnu Tricahyono, 119Ibnu Tricahyono,, 119
J
J.J. Bruginkk, 157J.J. Bruginkk,, 157James A. Simson, 136James A. Simson,, 136James E.Anderson, 185James E.Anderson,, 185Jhon M. Echols, 33Jhon M. Echols,, 33Jimly Assiddiqqi, 70, 254Jimly Assiddiqqi,, 70Jimly Assidiqie, 218Jimly Assidiqie,, 218John Carey, 134, 253John Carey,, 134, 253John Leemk, 127, 260John Leemk,, 127, 260John Pieres, 70John Pieres,, 70John Pieris, 70, 73John Pieris,, 70, 73John Rehfuus, 151John Rehfuus,, 151Juniarso Ridwan, 49, 226Juniarso Ridwan,, 49, 226Jurnal Nasional, 182Jurnal Nasional,, 182
K
Kamus Lengkap Inggris-Indonesia,33
Kamus Lengkap Inggris-Indonesia,,33
Kaufman, Danniel, 132, 252Kaufman, Danniel,, 132, 252Kompas Com, 21Kompas Com,, 21
Kotan Y. Stefanus, 233Kotan Y. Stefanus,, 233
L
Lee Cameroon Mac Donald,, 252Lee Cameroon Mac Donald, 252Lexy J. Moleong, 15Lexy J. Moleong,, 15
M
M.Mahfud, MD, 80, 157M.Mahfud, MD,, 80, 157Mahfud MD, 5, 25, 62, 80, 147, 223,
253Mahfud MD,, 5, 25, 80, 147, 223,
253Marjanne Termorshuzan, 33Marjanne Termorshuzan,, 33Mashuri Maschab, 3Mashuri Maschab,, 3Matanews.co, 177, 260Matanews.co,, 177, 260Media Center KPU, 179Media Center KPU,, 179Miriam Budiarjo, 135Miriam Budiarjo,, 135Muhammad Thahir Azhary, 228Muhammad Thahir Azhary,, 228Muladi, 253Muladi,, 253
R
R.A.M.B. Kusuma, 229R.A.M.B. Kusuma,, 229Richard Belamy, 154, 255Richard Belamy,, 154, 255Richard M.Steer, 52Richard M.Steer,, 52Rochmat Soemitro, 255Rochmat Soemitro,, 255Ronald Dworkin, 14Ronald Dworkin,, 14
S
Safri Nugraha, 189
258
Safri Nugraha,, 189Saiful Mujani, 133, 252, 259Saiful Mujani,, 133, 252, 259Scott Mainwaring,, 129Scott Mainwaring, 129, 133, 139Scott Mainwaring,, 139Sekratariat Negara, 227Sekratariat Negara,, 227Sekretariat Negara,, 164, 184SF.Marbun, 64SF.Marbun,, 64Simanjuntak, 144, 146, 256Simanjuntak,, 144, 146, 256Simanjuntak, Marsilam, 144, 256Simanjuntak, Marsilam,, 144, 256Sjahran Basah, 27, 111Sjahran Basah,, 27, 111Soediman Kartohadiprodjo, 224Soediman Kartohadiprodjo,, 224Soekarno, 113, 145, 190, 191, 192,
234, 236Soekarno,, 145Soetandyo Wignyosubroto, 12, 40Soetandyo Wignyosubroto,, 12Soetjipto Wirosardjono, 26, 111Soetjipto Wirosardjono,, 26, 111,
236Soewoto, 203, 257Soewoto,, 203, 257Sri Soemantri, 154Sri Soemantri,, 154Sujamto, 66, 257Sujamto,, 66, 257Sumali, 80, 86, 89Sumali,, 80, 86
Susilo, 85, 171, 256Susilo,, 256Suteki, 11, 99, 257Suteki,, 11, 99, 257Syahran Basah, 27, 111, 214Syahran Basah,, 214
T
T.B. Silalahi, 199T.B. Silalahi,, 199Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,
28Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,,
28Tjahya Gunawan Diredja, 162Tjahya Gunawan Diredja,, 162
U
Usep Ranawijaya, 62Usep Ranawijaya,, 62
W
W.J.S.Poerwadarminta, 23W.J.S.Poerwadarminta,, 23
Y
Yudi Latief, 144, 145Yudi Latief,, 144, 145
Z
Zakaria, Bangun, 258Zakaria, Bangun,, 258Zen Zanibar, 118
259
DAFTAR PUSTAKA
Abrar, Hak Penguasan Negara Atas Pertambangan Berdasarkan UUD 1945,Disertasi, UNPAD, Bandung.
Affan, Gaffar, 2002, Amandemen UUD 1945 dan Implikasinya TerhadapPerubahan Kelembagaan, Jakarta
Ali, Achmad, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan(Yudicial Prudence) Termasuk Interpretasi Perundang-Undangan,Kencana, Jakarta
Ali, As’ad Said, 2009, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa,LP3ES, Jakarta.
Alkostar, Artidjo, 2007, Korelasi Korupsi Politik Dengan Hukum Pidana danPemerintahan di Negara Modern, Ringkasan Disertasi , Undip, Semarang.
Assiddiqie, Jimly, 2000, Pergeseran Kekuasaan Legislatif, Eksekutif, Jakarta.
----------, 2000, Pengorganisasian Kekuasaan Legislatif, Ekekutif, Jakarta.
----------, 2002, Konsolidasi Naskah Amandemen UUD 1945, UI Press, Jakarta.
----------, 2003, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan DalamUUD 1945, UII Press, Yogyakarta.
----------, 2005, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Yarsip Wantapona,Jakarta.
---------- , 2005, Laporan Hasil Penelitian MPR RI, 2003, Panduan dalamMerakyatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945, Jakarta, Sekjen MPR RI.
----------, 2006, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Baru PascaReformasi, Konstitusi Press, Jakarta.
---------- , 2009, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Raja Grafindo Persada,Jakarta.
Atmadja, Arifin Suria, 1986, Mekanisme Pertanggungjawaban KeuanganNegara, Gramedia, Jakarta
Atmasasmita, Romly, 2012, Teori Hukum Intergartif, Rekonstruksi TerhadapTeori Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Genta Publishing,Yokyakarta
260
Azhary, Muhammad Thahir, 1987, Negara Hukum, Pustaka Hidayah, Jakarta.
Badan Pemeriksa Keuangan, 2009, Ringkasan Eksekutif Hasil Pemeriksaan AtasLaporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2009.
------------, Ikhtisar Hasil Pemeriksaaan Keuangan Semerter I Tahun 2011.
Bammer G, 1997. Multidciplinery Policy Research- An Australian Expertience.
Basah, Syahran, 1985, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Paradilan Administrasidi Indonesia, Alumni, Bandung.
----------, 1986, Perlindungan Hukum terhadap Sikap Tindak AdministrasiNegara, Jakarta.
Belifante, A.D., 1993, Kort Begrif van Het Administrative Recht, terjemahanBorhanoeddin Soetan Batoeah, Pokok-Pokok Hukum Tata Usaha Negara,Binacipta, Jakarta.
Bridgman and Davis G, 2004, The Australian Policy Handbook (3 ed), Allen&Unwin, St.Leonard
Bruginkk, JJ., 1999. Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bhakti, Bandung.
Budiarjo, Miriam, 1996, Kumpulan Karangan, Demokrasi Indonesia : DemokrasiParlementer dan Demokrasi Pancasila, Gramedia Pustaka.
-----------, 1996, Demokrasi di Indonesia : Demokrasi Parlementer danDemokrasi Pancasila, Gramedia Pustaka.
------------, 1997, Masalah Accountability Dalam Ilmu Politik, Pidato PengukuhanPenganugerahan Gelar Doktor Kehormatan, (Doctor Honoris causa)dalam Ilmu Politik UI, Jakarta
Caddy J, 2008. Why Citizens are Central to Good Governance’ OECD Observer.
Chamblis, William J. & Seidman, Robert B., 1971, Law Order and Power, Mass,Adisson Westley.
Campbell Black, Hendry, 1979, Black Law Dictionary, Fith Edition, USA,ST,Paul Minn Publishing Co.
Chibub, 2002, Presidentialisme and Democratic Performnace in The Architectureof Democratic, Constitutional Design, Conflict Management, andDemocracy, Andrew Reynolds , ed Oxford Univesity Press.
261
Cheibub, Jose Antonio, 2003, “Minority Governments, Deadlocks Situations, andthe Survival of Presidential Democracies” Comparative Political Studies
Conville, Mike, Mc., and Wing Hong Chui, 2007, Research Methods For The Artand Humanities, Edinburg University Press
Danadireksa, Hendarmin, 2002, Visi Politik Amandemen UUD 1945 MenujuKonstitusi yang Berkedaulatan Rakyat, Pancur Siwah, Jakarta.
Danim, Sudarwan, 2002, Menjadi Peneliti Kualitatif, Ancangan Metodologi,Presentasi dan Pulkasi Hasil Penelitian Untuk Mahasiswa dan PenelitiBidang Ilmu-Ilmu Sosial, Pendidikan dan Humaniora, Pustaka SinarHarapan, Bandung.
Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagiyo, 2006, Mimpi NegaraKesejahteraan, LP3ES, Jakarta.
Diantha, I Made Pasek, 1990, Tiga Tipe Pokok Sistem Pemerintahan DalamDemokrasi Modern, Abardin. Bandung.
Dicey, A.V., 2007, Pengantar Studi Hukum Konstitusi, diterjemahkan Nurhadi,Nusamedia, Bandung
Diredja, Tjahya Gunawan, 2010, Model Pembangunan Ekonomi, Indonesia TidakPerlu Takut Mencontoh China, Kompas.
Duverger, Maurice, 1980, A New Political Sysetem Model: Semi PresidentialGoverment, European Journal of Political Research.
Dwiyanto, Agus, 2005, Mewujudkan Good Governance Melalui PelayananPublik, Gajah Mada University Press, Yokyakarta
Dworkin, Ronald, 1996, Freedom Law, Moral Reading of the AmericanConstitution, Harvard University, Cambride.
Edison Muchlis, 2005, Sistem dan Regulasi Pemilihan Presiden Langsung 2004,Pemilihan Presiden Langsung 2004 dan Masalah Konsolidasi Demokrasidi Indonesia, LIPI.
Edward, Aspinal, 2005, Opposing Soeharto: Compromise, Resistance, andRegime Change in Indonesia.
Ekatjahjana, Widodo, dan Totok Sudaryanto, 2011, Sumber Hukum Tata NegraFormal di Indonesia: Kilas Balik Tap MPR RI No II/MPR/2002,Perubahan UUD 1945, Ide Pemisahan Kekuasaan Kepala Negara dan
262
Kepala Pemerintahan, Maklumat Presiden 28 Mei 2001 dan Ide dekritPresiden Abdurrahman Wahid. PT. Citra Adityabakti, Bandung.
Eko Prasojo, 2009, Reformasi Kedua Melanjutkan Estafet Reformasi, Salemba,Humanika, Jakarta,
Estiningsih, Muji, 2005, Fungsi Pengawasan DPRD, UAD, Yokyakarta.
Everett S, 2003, The Policy Cicle: Democratic Process or Rational ParadigmRevisited, Australian Journal of Public Administration.
Fachruddin, Irfan, 2004, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap TindakanPemerintah, Alumni, Bandung.
Fatovic, Clemen, 2009, Outside The Law: Executive and Emergency Power,Baltimore, The John Hopkins University Press.
Firmanzah, 2008, Marketing Politik, Antara Pemahaman dan Realitas, YayasanObor Indonesia, Jakarta.
-----------, 2010, Persaingan, Legitimasi Kekuasaan, dan Marketing Politik,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Fink, A. Conducting Research Literature Review : From the Internet to Paper(2nd edn) Sage, Cthousand Oak.
Francis, Alafart, Mahatma Gandhi: Prinssip Hidup, Pemikiran dan KonsepEkonomi, Iren Insight
Fredrick, Carl, J., 1963, Man And His Goverment, New York, Mc. Grawrick
Friedman, Lawrence,M., 1967, Legal Rules and the Process of Social Change,Standford Law Review.
Friedmann, 1971, W. The State and The Rule of Law in Mixed Economy, StevenSon, London.
Fukuyama, Francis, 1992, The End of History and the Last Man, New York, TheFree Press.
Golding, Martin, P.1849, Legal Reasoning, Alfred A.Knoff Inc, New York.
Gunawan, Bondan, 2000, Apa Itu Demokrasi, Sinar Harapan, JakartaHayek, F.A., 1992, Individualisme and Economic Order, Chicago and London,
The University of Chicago.
263
Hidayat, Arief, 2009, Kebebasan Berserikat di Indonesia, Suatu AnalisisPengaruh Perubahan Politik Terhadap Penafsiran Hukum, UNDIP,Semarang.
Hamidi, Jazim, 2004, Hermeneutika Hukum, UII Press, Yogyakarta.
Hurlburt W, 1986, LawReform Commission in The United Kingdom, Australiaand Canada, Jubliber Limited, Edmonton.
Hutchinson, T., 2006, Researcing and Writing in Law (2nd edn) Pyrmon, NSW,Lawbook Co.
Indrayana, Deny, 2001, Problema Konstitusi Pemberhentian Presiden, Kompas,Jakarta.
------------, 2008, Indonesian Constutional Reform 1999-2002, Penerbit BukuKompas, Jakarta.
------------, 2008, Negara Antara Ada dan Tiada, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Islami,Irfan, 2000, Prinsip-Prinsip Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta
Isra, Saldi, 2010, Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model LegislasiParlementer dalam Sistem Presidential Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.
Juanda, 2004, Hukum Pemerintahan, Pasang Surut Hubungan KewenanganAntara DPRD dan Kepala Daerah, Alumni, Bandung.
Kaufman, Danniel, Aart and Massimo Maastruzzi, 2006, Governance Matters V:Governance Indicators for 1996-2005 “Wolrd Bank Policy ReserachWorking Paper, and A Decade of Measuring the Quality of Governance.
Kechnie, Mc., Jean L., 1984. Website New Universal Unabrighed Dictionary,Second Edition, Simon Schuester.
Kelsen, Hans, 1961, General Theory of Law and State, Russel &Russel, NewYork.
-----------, 1992, Introduction To the Problems of Legal Theory, Clarendon Press,New York.
Kotan Y.Stefanus, 2000, Makna Kekuasaan Pemerintahan Negara Menurut BabIII UUD 1945 dan Hubungannya Dengan Lembaga Kepresidenan RI,Disertasi, Pascasarjana, Unpad, Bandung.
264
Khole , S. dan SEO Hort, The Development Welfare State in Scandinavia: Lessonfor The Developing World (UNRISD).
Kurdi, Nukhtah Arfawie, 2005, Telaah Kritis Teori negara Hukum, PustakaPelajar, Jokyakarta.
Kusnardi, Moh., dan Harmaily Ibrahim, 1988, Pengantar Hukum Tata NegaraIndonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Kusuma, RA.A.B., 2011, Sistem Pemerintahan “Pendiri Negara” Versus SistemPresidensiel “Orde Reformasi’, Badan Penerbit FH., UI, Jakarta.
Lane, Frederick, S., (ed)., 1978, Current Issues In Public Administration, NewYork, St. Martins Press, New york
Latief, Yudi, 2011, Negara Paripurna, Historitas, Rasionalitas, dan AkuntabilitasPancasila, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Lee Cameroon Mac Donald, 1968, Western Political Theory, Part I, PomonaCollege.
Leibholz, G.1965, Politics and Law, Leiden: A.W. Sythoff.
Lidle R, William., and Saiful Mujani, 2006, A New Multiparty PresidentialDemocracy, Asian Survey. Vol. XLVI, No. 1.
Lijphart, Arend, 1999, Patterns of Democracy, Government Forms andPerformance in Thirty-six countries, Yale University Press New Havenand London.
Madison, James, Brenna dan Hamlin, 2000, Democratic Devices and Desire,Cambrige University Press, Cambright.
Mahfud MD, M, 1993, Dasar Dan Struktur Ketatanegaraan, UII Press,Yokyakarta.
----------, 1997, Politik Hukum, LP3ES, Jakarta.
----------, 1996, Amandemen Konstitusi Menuju Reformasi Tata Negara
Manan, Bagir, 1999, Lembaga Kepresidenan Pengaturan dan Pelaksanaanya, UIIPers Bekerjasama dengan Gama Media, Jokyakarta.
----------, 2003, Lembaga Kepresidenan Pengaturan dan Pelaksanaanya, UII PersBekerjasama dengan Gama Media, Jokyakarta.
265
Mantry, C.G.Wira, 1975, The Law in Crisis Bridgis of Understanding, Capemas,Singapura.
Marbun, S.F.1998, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty. Yokyakarta.
Marijan, Katjung, 2010, Sistem Politik Indonesia, Konsolidasi Demokrasi PascaOrde Baru, Kencana Prenada Media Group, Jakarta
Matthew Soberg Shugart and John Carey, 1992, Presidents and Assemblies,Cambridge : Cambridge University Press.
Misiroglu, Gina, 2003, The Handy Politics Answer Book, Visble Ink, Detroit.
Moleong, Lexi, J., 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya,Bandung
Muchsan, 2000, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan AparaturPemerintahan dan PTUN di Indonesia, Liberty, Jokyakarta.
Muladi, 1997, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana diIndonesia, Undip, Semarang.
Nasution Adnan Buyung, 1994, Lembaga Kepresidenan Masa Depan, Makalahpada Panel Forum Lembaga Kepresidenan RI, Badan Eksekutif SenatMahasiswa UGM, Yogyakarta.
Narang, Agustin Teras, 2003, Reformasi Hukum: Pertanggung Jawaban SeorangWakil Rakyat, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
Nasution, Mirza, 2011, Pertanggungjawaban Gubernur Dalam Negara RepublikIndonesia, Sofmedia, Jakarta.
Natabaya, H.A.S., Jimly Assiddiqqi dkk (ed. Refly Harun dkk), 2006, KamusBesar Bahasa Indonesia, Menjaga Denyut Nadi Konstitusi, KonstitusiPress, Jakarta.
Ndaraha, Taliziduhu, 2003, Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru), Jilid I,Rineka Cipta, Jakarta
Nurliah Nurdin, 2009, Politik dan Pemerintahan Indonesia, Editor, Andy RamsesM. La Bakry, Penerbit Rakyat Ilmu pemerintahan.
Nurmadi, Ahmad, 2006, Managemen Perkotaan, Aktor, Organisasi, PengelolaanDaerah Perkotaan dan Metropolitan Indonesia, Sinergi Publishing,Yokyakarta
266
Pezeworski, Adam, at all, 1999, Democracy, Acountability, and Representation,Cambridge University Press.
Philip Nonet dan Philip Selznick, 2007, Hukum Responsif, Terjemahan RaisulMuttaqien, Nusa Media, Bandung.
Pontier, J,A., 2008, Penemuan Hukum ( Rechts vinding), terjemahan B. AriefSidharta, Jendela Mas Pustaka, Bandung.
Poerwadarminta W.J. S., 1976, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta
Power, Thimoty , Mark J. Gasirowski, 1997, Institutional Design and DemocraticConsolidation in the tird World , Comparative Political Studies.
Pujirahayu, Esmi Warassih, 2006, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis,Suryandaru Utama, Semarang.
Rahardjo, Satjipto, 1980, Ilmu Hukum , Alumni, Bandung.
---------, 2006, Membedah Hukum Progresif, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
---------, 2008, Negara Hukum Yang Membahagiakan Rakyatnya, Genta Press,Yokyakarta.
---------, 2009, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing,Yokyakarya.
---------, 2006, Hukum Dalam Jagat Ketertiban, UKI Perss, Jakarta.
---------, 2010, Penegakan Hukum Progresif, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Rahimi, Haris, 2009, Dalam Politik dan Pemerintahan Indoensia, MIPI Pusat,Jakarta.
Rehfuus, John, 1971, Public Administration as Politics Process, New York,Charle Scribner’s Son.
Richard Belamy, 2007, Political Constitutionalism : A Republican of TheConstitutionality of Democratic, Cambridge University Press.
Richard Schemerhorn, 1965, Sociaty and Power, Random, New York.
Ridwan HR, 2002, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Jokyakarta.
-----------, 2004, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Press, Jakarta.
267
Ridwan, Juniarso, 2010, Hukum Administrasi Dan Kebijakan Publik, Nuansa,Bandung.
Riza Sihbudi dan Moch. Nurhasim (eds), Amandemen Konstitusi dan StrategiPenyelesaian KrisisPolitik Indonesia, AIPI-Parnership for GovernanceReform in Indonesia, Jakarta.
-----------, 2007, Fiqh Politik, Gagasan, Harapan dan Kenyataan, UII Press,Jokyakarta.
Rochmat Soemitro, 1991, Peradilan Adminitrasi Dalam Peradilan Pajak diIndonesia, Disertasi UNPAD, Eresco, Bandung.
Saidi, M.Djafar, 2011, Hukum Keuangan Negara, Ed. Revisi, Raja GrafindoPersada, Jakarta.
Saleh, Roeslan, 1983, Format Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Pidana,Dua Pertanyaan Dasar Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta.
Salman, Otje, dan Anton F.Susanto, 2004, Teori Hukum, Mengingat,Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung.
Salim, Agus (penyunting), 2001, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial(Pemikiran Norma K.Denzin & Egon Guba, dan Penerapannya),Jokyakarta: PT. Tiara Wacana.
Schuyt, C.J.M., 1971, Rechtsociologie Enn Terreinverkening , Universitaire Press,Rotterdam.
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010, Hukum AcaraMahkamah Konstitusi.
Sekretariat Jenderal MPR RI, 2003, Panduan Dalam Merakyatkan UUD NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses dan HasilPerubahan, Jakarta.
Shugart dan Carey; Mark P. Jones, 1995, Electoral Lam and the survival ofPresidential Democracy, Notre dame: University of Notre Dame Press.
Simanjuntak, Marsilam, 1994, Pandangan Negara Integralistik Sumber, Unsur,dan Riwayatnya Dalam Persiapan UUD 1945.
.Simon and Schuster, 1997, Webster ‘s New World College Dictionary, Macmillan,
Inc, Cleveland, Ohio.
268
Simson, James, A., 1999, Party Government and Responsivness, dalam AdamPerzeworski at.all. Democracy, Accountability, and Representation.Cambridge University Press.
Soemantri, Sri, 1994, Lembaga Kepresidenan, Pengaturan dan Permasalahannya,Makalah pada Seminar tentang Lembaga Kepresidenan di FH.UGM.Yogyakarta.
-----------------, 1988, Ketetapan MPR(S) Sebagai Salah Satu Sumber HTN RI,Remaja Karya , Bandung.
-----------------, 1986, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945,Alumni, Bandung.
-----------------, 1984, Masalah Kedaulatan Rakyat Berdasarkan UUD 1945 danMasalah Ketatanegaraan RI Dewasa Ini, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Soharto, Susilo, 2206, Kekuasaan Presiden Republik Indonesia dalam PriodeBerlakunya UUD 1945, Ghalia Ilmu, Yokyakarta.
Stiglitz, Josef, 2003, The Roaring Nineties: Why We’re Paying the Price for theGreedies Decade and History, London, Penguin Book.
Strong, C.F. Modern Political Constitutions diterjemahkan Deta Srie Widowatie,Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, Studi Perbandingan TentangSejarah Dan Bentuk, Nusa Media, Bandung.
Sujamto, 1986, Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan, Ghalia Indonesia,Jakarta.
Suntana, Ija, 2010, Pemikiran Ketatanegaraan Islam, Pustaka Setia, Bandung.
Suny, Ismail, 1983, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif Suatu Penyelidikan DalamHukum Tatanegara, ksara Baru, Jakarta.
------------, 1986, Pergesaran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru, Jakarta
Susanti, Bivitri, 2000, Semua Harus Terwakili: Studi Mengenai Reposisi MPR,DPR dan Lembaga Kepresidenan Indonesia, Pusat Studi Hukum danKebijakan, UI, Jakarta.
Susanto, Anthon F., 2010, Dekonstruksi Hukum, Ekplorasi Teks dan ModelPembacaan, Genta Publishing, Jokyakarta.
269
-----------, Ilmu Hukum Non Sistematik, Fondasi Filasafat Pengembangan IlmuHukum Indonesia, Genta Publishing, 2010.
Suteki, 2009, Rekonstruksi Politik Hukum Tentang Menguasai Negara AtasSumber Daya Air Bersih Berbasis Keadilan Sosial (Studi PrivatisasiPengelolaan Sumber Daya Air), Ringkaan Disertasi, Undip, Semarang.
Soewoto, 1990, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden Republik Indonesia,Disertasi, Universitas Erlangga.
Tanya, Benard, L., 2010, Teori Hukum Suatu Ketertiban Baru, Genta Publishing,Jokyakarta..
Theo Hubers, 1995, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Genta Publishing,Yokyakarta.
Thomas S.Kuhn, 2005, The Structure Seintefic Revolution, Peran ParadigmaDalam Revolusi Sains, Penerjemah : Tjun Surjaman, Remaja Rosdakarya,Bandung.
Tricahyo, Ibnu, 2009, Reformasi Pemilu, Menuju Pemisahan Pemilu Nasionaldan Lokal, In-Trans Publising, Malang.
Unger, Roberto.M. 2007, Teori Hukum Kritis, Posisi Hukum Dalam RakyatModern, Nusamedia, Jakarta.
Usep Ranuwijaya, 1983, Hukum Tata Negara Indonesia: Dasar-dasarnya, GhaliaIndonesia.
Thalib, Abdul Rasyid, 2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan ImplikasinyaDalam Sistim Ketatanegaraan Republik Indonesia, Citra Aditya Bahkti,Bandung.
Wahjono, Padmo, 1995, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, GaliaIndonesia, Jakarta.
Wirosardjono, Soetjipto, 1995, Dialog Dengan Kekuasaan, Esai-Esai TentangAgama, Negara dan Rakyat, Mizan, Bandung.
Zakaria, Bangun, 2007, Sistem Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta.
Zoelva, Hamdan, 2011, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Sinar Grafika,Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan
270
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang MahkamahKonstitusi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2004 Tentang PemeriksaanPengelolaan Dan Pertanggung Jawab Keuangan Negara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 Tentang SistemPerencanaan Pembangunan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 Tentang BadanPemeriksa Keuangan Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2007 tentang RencanaPembangunan Jangka Panjang Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang MRR, DPR,DPD dan DPRD
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 Tentang PembentukanPeraturan Perundang-Undangan.
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007Tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.
Jurnal
Atmawinata, Rukmana, 2001, Sistem Pemerintahan, dalam jurnal Sosial PolitikDialektika Vol 2.
Beveridge, William, 2006, dalam Microsft@ Student 2007 (DVD), Redmon,WA:Microsoft Corporation
Bridgman and Davis G, 2003, What use is aPolicy Cycle? Plenty, if the Aim isClear, Australian Journal, September.
Daniel, Kaufman, Aart and Massimo Maastruzzi, 2006, Governance Matters V:Governance Indicators for 1996-2005 “World Bank Policy ResearchWorking Paper, and A Decade of Measuring the Quality of Governance,September.
Deech R, 1969, Law reform: The Coice of Method - The Canadian Bar ReviewXLVII.
271
Kusuma, R.A.M.B., Negara Kesejahteraan, Jurnal Konstitusi, Jakarta,Vol, 3.
Liddle R, William, and Saiful Mujani, 2006, A New Multiparty PresidentialDemocracy, Asian Survey. Vol. XLVI, No. 1.
Juan, J.,1990, The Perils of Presidentialism, Journal of Democracy, I, Winter
Nugraha, Safri, 2004, Aspek Hukum Administrasi Negara dalam PelaksanaanKeputusan Pejabat Badan Hukum Publik, Telaah Akademis Atas Rekening502, makalah disampaikan dalam Diskusi Rekening 502 di HotelMilenium, diselenggarakan Judicial Watch Indonesia.
McEvaine, Robert, S. 2006, Great Depression in the United State, dalamMicrosoft Student, 2007 (DVD), WA, Microsoft Corporation.
Mainwaring, Scott, 1993, Presidentialism, Multipartai and Democracy: TheDifficult Combination, dalam Comparative Polical Studies, Vol. 26.
Mainwaring, Scott,. Mattew S. Shugart, Juan Linz, 1997, Presidentialism, andDemocracy: A Critical Appraisal, Comparative Politics, Vol.29.
Patricia L, Hipser, 1997, The Failure of Presidential Democracy, Journal ofInteramerican Studies and World Affairs , Summer
Sidharta, Bernard Arief, 1998, Makalah Struktur Ilmu Hukum Indonesia RevisiAtas Makalah Yang Disampaikan Pada Seminar Paradigma HukumIndonesia, Undip, Semarang.
Supancasana, I.B.R., 2006, Tanggungjawab Publik Terhadap KegiatanKeruangangkasaan, Makalah Dalam Seminar Nasional, Dirjen Postel,Jakarta.
Susanto, Anton F., 2010, Menggagas Penelitian Hukum Normatif Yang LebihTerbuka, Seminar Nasional Metodologi Penelitian Dalam Ilmu Hukum,UNDIP Semarang.
Sutoro, Eko, 2008, Prakarsa dan Inovasi Lokal Membangun Kesejahteraan,Workin Paper, Yokyakarta.
Vick, D.W., 2004, Interdiciplinery and the Dicipline of Law, Journal Law andSociaty.
Koran Harian, Internet
Kompas, tanggal 13 November 2008Kompas, tanggal 11 januari 2010
272
Kompas, tanggal 15 Maret 2010Kompas, tanggal 21 Desember 2010Kompas, tanggal 13 Februari 2011Kompas, tanggal 21 Februari 2011Kompas, tanggal 21 Februari 2011Kompas, tanggal 27 Juli 2011
Internet
http://finance.detik.com/read/2011/11/15/173846/1767984/4/pertumbuhan -ekonomi-tak-berbanding-lurus-dengan-kesejahteraan.Jawa Pos. Com. 1 desember 2008.
John Leemk, Parliamentary or Presidential : 2007, http://www. infernalramblings. com/articles/Law/611.Kompas com. Juli 2011.
Kaufman, Political Stability in Nation, http//wolrd data bassse of happiness.eur.nl/statnan/topic-pages/Political Stability.htm
Matanews.co, 15 Juni 2009.
Sekretariat.tnp2k 0 Comment, diakses 20 Nopember 2011.
273