Pertambangan bauksit
-
Upload
fridolin-bin-stefanus -
Category
Data & Analytics
-
view
242 -
download
14
Embed Size (px)
Transcript of Pertambangan bauksit

PERTAMBANGAN BAUKSIT
Di susun Oleh :
FRIDOLIN BIN STEFANUS
11.2014.1.90050
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN
INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Pemanfaatan Plastik Sebagai Barang Berguna ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu EVELLIN selaku Dosen mata kuliah Genesa Bahan Galian yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai adanya penyebaran Bauksit yang terletak di Dunia maupun di dalam Indonesia sendiri, dan juga mengetahui letak dari bauksit tersebut. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan
makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Surabaya, April 2015
Penyusun

PERTAMBANGAN BAUKSIT
Berthier pada tahun 1821 pertama kali menggunakan istilah “Bauksit” untuk endapan
batuan yang berkadar alumunium oksida (𝐴𝑙2𝑂3 ) relatif tinggi yang ditemukan di Les Baux
di dekat Avignon, Perancis Selatan. Kemudian A.Liebrich pada 1892 menggunakan istilah
“Bauksit” ini dalam pengertian yang lebih luas yang mencakup proses pengayaan karena
pelapukan mineral gibsit pada batuan basal yang ia amati di daerah Vogelsberg,Jerman.
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah ”bauksit” digunakan orang untuk batuan
residual yang berkadar alumunium relatip tinggi, kadar besi rendah dan sedikit atau tidak
mengandung kwarsa (𝑆𝑖𝑂2) bebas. Dengan demikian bauksit adalah bahan yang heterogen
dengan komposisi mineral dapat berupa mineral gibbsite (𝐴𝑙2𝑂3 3𝐻2𝑂 ) mineral boehmit
(𝐴𝑙2𝑂3 3𝐻2𝑂 ) dan mineral diaspore (𝐴𝑙2𝑂3 3𝐻2𝑂 ). Sebagian besar bauksit yang ada di dunia
ditemukan dalam bentuk gibbsite atau biasa disebut juga bauksit trihidrat dan sebagian kecil
sebagai boehmit/diaspore atau dikenal juga sebagai bauksit monohidrat.
PENYEBARAN BAUKSIT
1. Di dunia
Sebaran sumber bauksit di dunia terdapat dalam delapan wilayah utama, yaitu
North American province, Carribean province, South American province,
Mediterranean province, West & Central Africa province, Central Ural province,

Central China province,dan South Asia Australia province. Sebagian besar terdapat
pada 28 negara yang beriklim tropis dan subtropis.
2. Di Indonesia
Bijih bauksit di Indonesia terdapat di Pulau Bintan dan sekitarnya, Pulau
Bangka, dan kalimantan barat. Jenis mineralnya adalah gibbsit (𝐴𝑙2𝑂3 .3𝐻2𝑂 ), dengan
kadar utama alumina, kuarsa, silika aktif, 𝑇𝑖𝑂2 dan 𝐹𝑒2𝑂3 . Ada perbedaan antara
bauksit di Pulau Bintan dan Pulau Bangka dengan bauksit yang ada di Kalimantan
Barat, yaitu pertama, kandungan (𝐴𝑙2𝑂3 ) (alumina) Bintan lebih tinggi. Kedua ,
lapisan taanah penutup di Bintan lebih tipis. Ketiga, endapan bauksit diKalimantan
Barat dikitari rawa.
Umumnya mineral gibbsit yang terdapat dalam bauksit Indonesia adalah
dalam bentuk konkresi, karena itu dapat dibenefisiasi untuk membuang mineral yang
tidak dikehendaki, terutama clay dan kuarsa dengan cara penyemprotan dengan air
dan disertai dengan pengayakan (screening). Bauksit yang sudah mengalami
benefesiasi disebut bauksit tercuci (washed bauxite) dan yang belum mengalami
benefesiasi disebut bauksit kotor (unwashed bauxte). Cadangan bauksit di Indonesia
dinyatakan dalam washed bauxite.

GEOLOGI
1. Genesa
Bijih bauksit laterit terjadi di daerah tropis dan sub tropikaserta membentuk
perbukitan landai, yang memungkinkan terjadinya pelapukan yang sangat kuat.
Bauksit dapat terbentuk dari batuan-batuan yang mempunyai kadar aluminium relatip
tinggi, kadar Fe rendah dan sedikit mengandung kuarsa (SiO2) bebas. Batuan yang
memenuhi persyaratan itu di antaranya ialah syenit, nefelin yang berasal dari batuan
beku, batuan lempung atau serpih (clay dan clayshale). Batuan-batuan di atasakan
mengalami proses lateritisasi, yaitu proses yang terjadi karena pertukaran suhu secara
terus menerus, sehingga batuan mengalami pelapukan (weathering)
Pada musim penghujan, air memasuki rekahan-rekahan dan menghanyutkan unsur-
unsur yang mudah larut, sementara unsur-unsur yang sukar (tidak larut) tertinggal dalam
batuan induk. Setelah unsur-unsur yang mudah larut seperti Na, K, Mg, dan Ca
dihanyutkan oleh air, residu yang tertinggal (disebut laterit) menjadi kaya akan
hydroxida aluminium Al(OH)3, yang kemudian oleh proses dehidrasi akan mengeras
manejadi bauksit.
2. Cara Eksplorasi
Eksplorasi bauksit biasanya diusahakan berdasarkan data geologi yang ada, dengan
melihat dan menyelidiki singkapan atau penyebaran bijih bauksit ke arah sumbernya
(tracing float)

Peta topografi dan pemetaan dari utara dapat membantu untuk melihat daerah sebaran
endapan bauksit.
Setelah lokasi endapan bauksit diketahui, maka (khususnya di Indonesia) dibuat
sumur-sumur uji (test pits), kemudian dilakukan pengambilan contoh dengan sistem
paritan (channel sampling). Dengan demikian akan diperoleh kedalaman dan luas
endapan, sehingga depat dilakukan perhitungan cadangan yang ada. Jarak antara setiap
sumur uji yang dianggap paling menguntungkan adalah 25 X 25 m. Endapan bauksit di
Indonesia ditemukan antara lain di Pulau Bintan dan pulau-pulau kecil di sekitarnya serta
di Pulau Bangka dan kalimantan Barat.
PERTAMBANGAN BAUKSIT DI INDONESIA
1. Lokasi
Sampai saat ini penambangan bauksit di Pulau Bintan merupakan satu-satunya
penambangan bauksit di Indonesia. Kegiatan administrasi beserta sarana penunjang
produksi utama dipusatkan di Kijang, wilayah Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten
Kepulauan Riau, Propinsi Riau. Kota Tanjung Pinang merupakan ibukota kabupaten
yang kira-kira 28 km sebelah utara Kijang. Secara geografis daerah Kijang terletak pada
koordinat 104037′ 30" - 104045′ Bujur Timur dan 0053′30" − 0058′ 30" Lintang
Utara. Untuk mencapai daerah tersebut, dapat ditempuh dearah melalui dua jalan.
Jalan Udara
a. Jakarta – Kijang
b. Jakarta – Batam, dilanjutkan dengan ferry ke Tanjung Pinang dan dapat
diteruskan jalan darat ke Kijang.
Jalan Laut

Dengan kapal laut Jakarta – Medan via Kijang
2. Sejarah Dan Perkembangan
Bauksit di Pulau Bintan ditemukan tahun 1921.
Tahun 1935, dimulai produksi pertama oleh NV nederlandsch Indische Bauxiet
Eksploitatie Maatschappij (NV Nibem). Perkembangannya setelah itu adalah sebagai
berikut:
1942, diusahakan oleh pemerintah penduduk jepang.
1945, diproduksi kembali oleh NV Nibem.
1959, diambil ahli pemerintahan RI dan mendirikan PT.Pertambangan Bauksit
Indonnesia.
1961, menjadi PN Perbaki dalam lingkungan BPU Pertambun.
1968, Unit Pertambangan Bauksit
1974, PT Aneka Tambang.
3. Sistem Penambangan dan Pencucian
Penambangan
Penambangan bijih bauksit dilakukan dengan cara penambangan terbuka
(open pit). Setelah pohon-pohon dan semak disingkirkan dengan bulldozer, maka dengan
alat yang sama diadakan pengupasan tanah penutup yang tebalnya antara 5 – 50 cm.

Lapisan bijih bauksit yang tebalnya berkisar antara 2-5 meter kemudian digali
dengan shovel loader yang sekaligus memuat bijih tersebut kedalam dump truck untuk
diangkut ke instalasi pencucian.
Proses pencucian bijih bauksit dimaksudkan untuk menaikkan kualitasnya
dengan cara mencuci dan memisahkan (desiming) bijih bauksit tersebut dari komponen-
kompoen yang tidak diinginkan seperti butir-butir kuarsa, clay serta material-material
pengotor lain yang pada umumnya berbutiran kurang dari 2 mm. Partikel halus ini dapat
terbebaskan dari yang kasar antara lain dengan pancaran air (screening), kemudian
sekaligus melakukan proses pemecahan (size reduction) dari butiran-butiran yang
berukuran lebih dari 3 inci dengan jaw crusher.
Pencucian
Instalasi pencucian yang ada pada saat ini berjumlah 3 unit, masing-masing di
Pulau Kelong, Pulau Dendang dan Daerah Galang, yaitu KM 9 di sebelah timur Tanjung
Pinang arah ke Kijang. Produksi pencucian 3.000 – 4.000 Wmt/hari. Bauksit yang sudah
dicuci diangkut ke Kijang dengan tongkang kemudian dari tongkang dengan alat grab
crane di bongkar dan diangkut ke bunker melalui suatu jaringan belt conveyor. Dari ban
pengangkut ini di ambil contoh (tiap 15 menit satu sekop) yang kemudian dianalisa
dilaboratorium untuk mengetahui kadar bauksit yang masuk kedalam bunker.
Karena kualitas bauksit ini berbeda-beda , maka penimbunan ke bunker diatur
sedemikian rupa dan setiap hari diadakan pencatatan tentang letaknya. Melalui corong
(chutes) dan ban-ban pengangkut yang berada di terowongan-terowongan di bawah
bunker, bauksit dapat disalurkan ke ban pengangkut stackers untuk diisikan ke kapal-
kapal yang berlabuh di dermaga di depan bunker. Dengan mengatur pengeluaran bauksit
melalui chutes dapatlah diperoleh kualitas yang diinginkan.

Bauksit yang dimasukkan ke dalam kapal dapat diketahui jumlah beratnya
dengan menggunakan weightometer yang dipasang pada ban pengangkut menuju kapal.
Kapasitas pemuatan ke dalam kapal mencapai lebih kurang 9.000 ton/hari. Muatan kapal
terbesar yang pernah dilakukan di palabuhan Kijang mencapai 41.354 ton.
4. Data Produksi dan Ekspor
Seluruh hasil produksi dari Indonesia diekspor keluar negeri, dengan negara
tujuan utama Jepang kemudian Amerika Serikat. Pemuatan dan pengkapalan dilakukan
di Pelabuhan Kijang, Pulau Bintan.
PROYEK ALUMINA BINTAN
1. Gambaran pabrik alumina pabrik Bintan
Usaha untuk pembangunan pabrik alumina di Indonesia sudah dimulai sejak tahun
1967 dan usaha menjadi lebih menarik lagi dengan selesainya dibangun aluminium
smelter di Kuala Tanjung pada tahun 1981, dengan kapasitas 225.000 metrik ton
aluminium per tahun (equivalent dengan 450.000 ton alumina) dan mempunyai potensi
untuk dikembangkan menjadi 360.000 metrik ton aluminium per tahun (equivalent
dengan 720.000 ton alumina).
2. Perkembangan sampai saat sekarang

Dalam bulan Mei 1983, karena munculnya masalah neraca pembayaran,
pemerintahan Indonesia menangguhkan pembangunan proyek ini. Pekerjaan pengadaan
barang ang(procurement) dan pekerjaan-pekerjaan kontruksi ditangguhkan namun
pekerjaan-pekerjaan rancang bangun dapat diteruskan.
Pekerjaan-pekerjaan persiapan lokal, 80% ranncang bangun, proses dan teknik,
training tenaga kerja telah diselesaikan dengan total pengeluaran US $ 95 juta.
Pemerintah memutuskan untuk mengundang partisipasi pihk swasta asing atau
domestik untuk menghidupkan kembali proyk ini baik sebagai usaha patungan atau
bentuk usaha lainnya.
3. Urgensi proyek
Urgensi pembangunan proyek alumina dari bauksit Bintan dapat diutarakan
antara lain:
a. Proyek alumina akan mengunakan bahan baku bauksit kadar rendah dan tidak
dapat diekspor, yang terdapat dalam jumlah cukup banyak di Pulau Bintan.
Dengan demikian, proyek akan memberikan nilai ekonomi terhadap suatu
kekayaan alam yang selama ini belum dimamfaatkan.
b. Proyek alumina, pada umumnya merupakan proyek yang sesuai sifat alumina
sebagai intermediate product untuk bahan baku aluminium, pembangunannya
harus dikaitkan dengan pabrik aluminium. Adanya Proyek Asahan merupakan
kesempatan terbaik untuk membangun proyek alumina di Indonesia, karena
mungkin merupakan kesempatan satu-satunya untuk pemamfaatan kekayaan alam
berupa bauksit kadar rendah tersebut.
c. Walaupun proyek alumina sifatnya “marginal” tetapi sangat disayangkan apabila
proyek Asahan tidak dimamfaatkan, sehingga dimamfaatkan oleh proyek alumina

di negara lain. Penggunaan alumina Indonesia oleh Proyek Asahan akan
meningkatkan domestik content dari kebutuhan-kebutuhan proyek Asahan secara
berarti, karena alumina adalah bahan baku utama dalam pembuatan aluminium
dan merupakan ± 30% dari biaya produksi aluminium.
d. Adanya proyek alumina di Indonesia yang akan mensupply alumina bagi proyek
Asahan, berarti juga penghematan devisa bagi Indonesia.
4. Sistem Pengolahan/Bayer process
Proses pembuatan alumina (𝐴𝑙2𝑂3 ) dari bauksit dilakukan dengan proses
Bayer. Bauksit mengandung berbagai mineral dengan kadar yang bervariasi. Apabila
kandungan (𝐴𝑙2𝑂3 ) dominan, barulah dinamakan bauksit. Sebagai contoh, baukst
Indonesia dari Pulau Bintan mempunyai komposisi:
Total SiO2 = 13,2 %
Total Al2O3 = 51,5 %
Available = 42,4 %
Fe2O3 = 8,6 %
TiO2 = 0,3 %
Loss on ignition = 26,4 %
Untuk mengekstraksi (𝐴𝑙2𝑂3 ) semurni mungkin dari bauksit dilakukan
dengan proses Bayer. Unsur-unsur lainnya dibuang berupa red mud. Yang dimaksud
dengan available (𝐴𝑙2𝑂3 ) adalah (𝐴𝑙2𝑂3 ) yang dapat diekstraksi dengan sesuai
teknologi ytertentu, sedangkan (𝐴𝑙2𝑂3 ) lainnya adalah merupakan bagian dari
mineral lempung yang tidak dapat diekstraksi.
Garis besar dari proses Bayer terdiri atas :

a. Proses penggilingan bauksit sampai ukuran tertentu, umpamanya sampai ukuran
minus 35 mesh atau 0,417 mm.
b. Proses melarutkan (𝐴𝑙2𝑂3 ) yang terdapat pada bauksit dengan larutan soda api
(caustic soda) dengan kosentrasi dan temperatur tertentu dengan menggunakan
uap sebagai media penghantar panas dalam tabung bajayg tah terhadap tekanan
yang ditimbulkan uap.
c. Proses untuk memisahkan larutan (𝐴𝑙2𝑂3 ) dari benda-benda padat yang tidak
larut dan disilication product, endapan dari persenyawaan yang terbentuk karena
silika dengan 𝑁𝑎2𝑂 dan 𝐴𝑙2𝑂3 .
d. Penyaringan larutan 𝐴𝑙2𝑂3 dari koloid-koloid dan benda-benda padat lainnya
sehingga diperoleh larutan 𝐴𝑙2𝑂3 yang bening.
e. Endapan benda-benda padat, sebelum dikumpulkan ketempat penimbunan,
terlebih dahulu diusahakan mengambil larutan-larutan 𝐴𝑙2𝑂3 dan caustic soda
yang masih terdapat bersama benda-benda padat itu.
f. Terdapat larutan 𝐴𝑙2𝑂3 bening dilanjutkan dengan proses presipitasi 𝐴𝑙2𝑂3 dan
dengan menambahkan seed yang terdiri dari hidrat 𝐴𝑙2𝑂3 yang halus, proses
presipitasi dipercepat dan membangun partikel-partikel 𝐴𝑙2𝑂3 yang lebih besar
akan tetapi tidak mudah pecah.
g. Endapan hidrat 𝐴𝑙2𝑂3 yang terjadi, selanjutnya diseleksi, hidrat 𝐴𝑙2𝑂3 yang
berukuran lebih besar diambil sebagai produksi, sedangkan hidrat 𝐴𝑙2𝑂3 yang
masih halus dikembalikan kedalam proses presipitasi sebagai seed.
h. Hidrat 𝐴𝑙2𝑂3 yang brukuran lebih besar, selanjutnya dikalsinasi (dipanggang)
sedemikian rupa untuk mengeluarkan kadar air dan molekul air yang terikat dalam
partikel 𝐴𝑙2𝑂3 .

i. Alumina hasil dari kalsinasi adalah hasil akhir dari pabrik alumina, yang siap
untuk dikapalkan kepabrik peleburan untuk dilebur menjdi logam aluminiu.
PABRIK PELEBURAN ALUMINIUM
Pabrik peleburan aluminium Asahan dikelola oleh sebuah perusahaan patungan antara
Pemerintah Republik Indonesia dan beberapa penanam modal dari Jepang yang tergabung
dalam Nippon Asahan Aluminium Co.Ltd. dengan peerbandingan saham 41% : 59 %
Di samping membangun pabrik peleburan aluminium dibangun juga Pusat
Pembangkit Tenaga Air (PLTA) di Sigura-gura dan Tangga yang terletak di Sungai Asahan
beserta prasarananya, pelabuhan, perkotaan dan kompleks perumahan.
Proses Hall heroult
Proses Hall Heroult, adalah suatu proses pembuatan aluminium dengan elektrolisa
lelehan alumina dalamm kriolit yang dittemukan secara bersamaan oleh dua peneliti Charles
Marrtin Hall (Amerika) dan Paul T. Heroult di (Perancis) pada tahun 1886, dan skala
produksi kecil, proses ini mulai diterapkan pada tahun 1888.
Proses Hall Hereoult yang pemakaiannya sudah lebih dari 100 tahun, sampai saat ini
dianggap sebagai teknologi yang sepenuh diyakini.

PENCEMARAN LINGKUNGAN
Pencemaran lingkungan dalam industri aluminium dapat terjadi pada setiap kegiatan
mulai kegiatan mulai dari penambangan bauksit, pada pabrik alumina maupun pada pabrik
aluminiumnya.
1. Penambangan bauksit
Sebagai besar penambangan bauksit dilakukan dengan open pit yang didahulu
oleh pengupasan lapisan penutup yang relatif lebih subur tanahnya. Sebagai akibat
terbuangnya lapisan penutup yang subur dan akibat mendalamnya pit tersebut maka
akan terjadi:
Tanah tandus yang tidak subur
Kubangan, sebagai akibat terjadinya bekas galian yang terisi oleh air hujan.
Untuk menghindari pencemaran lingkungan ini dapat dilakukan reklamasi bekas
daerah penambangan dengan mengembalikan bekas lapisan tanah penutup yang relatif
subur yang diikuti dengan penghutanan kembali dengan menamainya dengan tanaman
yang sesuai.
2. Pabrik Alumina

Red mud (lumpur merah) yang sangat besar jumlahnya merupakan buangan
pabrik alumina yang merupakan sumber pencemaran lingkungan. Setiap ton alumina
yang dihasilkan selalu diikuti dengan pembuangan 1 ton red mud, sehingga dalam
perencanaan lokasi “pabrik alumina” harus dicarikan lokasi pembuangan red mud,
yang struktur tanahnya padat sehingga larutan soda yang terkandung dalam red mud
tidak mencemari tanah di sekitar pembuangan. Pencemaran ini dapat dihindari dengan
pengendalian yang ketat terhadap kemungkinan adanya penetrasi atau pelimpahan
redmud, yang dapat mencemari sumber air disekitarnya.
Dipikirkan juga untuk mengembangkan penelitian pemamfaatan red mud
tersebut, misalnya pemamfaatan kandungan besi yang berada di dalam red mud.
Debu yang terjadi pada bauxite storage dan akan terjadi pada unit kalsinasi,
serta adanya debu kapur (lime) ketika pembuatan cairan dapur juga merupakan
sumber pencemaran lingkungan yang dapt diatasi dengan menggunakan bag collector,
cyclone collector yang diikuti dengan electrostatic precipitator.
3. Pabrik Aluminium dan Daur Ulang
Gas fluoride sebagai buangan pabrik aluminium merupakan sumber
pencemaran. Hal ini dapat di hindari dengan menggunakan dry gas scrubbing process
di mana digunakan alumina sebagai absorbent. Efektiifitas dari pada penangkapan gas
fluoride sangat tergantung pada reaktivitas absorbent. Dilakukannya daur ulang
(recycle) terhadap aluminium scrap (baru, lama, aluminium can dan lain-lain)
merupakan suatu keuntungan lain dalam penggunaan logam aluminium diihat dari
aspek pencemaran ingkungan .

GAMBARAN BAUKSIT, ALUMINA DAN ALUMINIUM
1. Pola pemamfaatan bijih bauksit
Pola penggunaan bauksit sebagai bahan baku industri pembuatan alumina
(proses Bayer) .
2. Bauksit
90% bauksit dunia yang ditambang di dunia merupakan bahan baku pabrik
alumina dan sisanya 10% untuk kebutuhan non metalurgi (refractoris, chemical
abrasive, cement, proppat) setelah mengalami proses pengeringan/kalsinasi.
Dalam kaitan penggunaan bauksit sebagai bahan baku industri pembuata
alumina dengan proses Bayer, kualitas bauksit tidak ditentukan oleh Total Chemical
Alumina (TCA), tetapi ditentukan oleh besarnya total Available Alumina (TAA) dan
Monohydrate Available Alumina (MAA).
Mineral subsitusi bauksit lebih dari 7,5% berat kerak bumi mengandung
aluminium dan tersebar dalam berbagai mineral diantaranya bauksit dan non bauksit


.
3. Alumina
90 – 95% alumina serbuk warna putih akan merupakan bahan baku smelter
aluminium dengan proses reduksi Hall heroult. Di samping itu, 5 – 10% dari produk
proses Bayer merupakan hydrated alumina (chemical grade) sebagai bahan baku
aluminium chemicals, bahan ceramics, calcined alumina, fused alumina, aluminium
flouride.

4. Aluminium
Aluminium dapat dihasilkan dari 2 macam cara yakni aluminium primer
sebagai hasil proses reduksi alumina dan aluminium sekunder sebagai hasil proses
daur ulang dari bekas-bekas kaleng aluminium, dan lain sebagainya.
Sifat-sifat aluminium antara lain:
Ringan, tahan korosi
Daya hantar listrik 2x lebih besardari logam tembaga, mempunyai daya hantar panas
Reflektip dan tidak beracun
Paduan aluminium adalah kuat dan tegar.