PERSENTASI PEMICU 4

54
PERSENTASI PEMICU 4

description

ddhj

Transcript of PERSENTASI PEMICU 4

PERSENTASI PEMICU 4

KELOMPOK DISKUSI 2• Gusti Angri Angalan I11112004• Dodi Novriadi I11112014• Siska I11112019• Qurratul Aini I11112021• Andyani Pratiwi I11112031• Hendri Saputra I11112043• Yehuda Lutfi Wibowo I11112066• Putri Umagia Drilna I11112067• Novia Rosita Maringga I11112074• JamalludinI11108071

PEMICU• Tn D, 35 tahun, seorang pegawai pertambangan tembaga, datang

ke IGD, dibawa oleh keluarganya. Mereka berasal dari Timika. Tn D mengalami demam tinggi yang hilang timbul disertai keringat banyak sejak 2 minggu yang lalu. Sejak 2 hari yang lalu ia berbicara kacau, mudah marah, dan memukul orang-orang di dekatnya. Teman-temannya berusaha menenangkan namun ia tetap gelisah, berbicara meracau, dan tampak tidak mengenali teman-temannya. Temannya merasa bingung karena Tn D biasanya sopan dan tidak pernah berperilaku kasar. Mereka bertambah kaget setelah Tn D berulang kali mengatakan bahwa orang-orang di sekitarnya berbuat jahat kepadanya dan Ia yakin ada orang yang akan membunuhnya.

• Saat masuk IGD, Tn D tampak gelisah, mudah menjadi marah, berulangkali turun dari tempat tidur periksa, bicara kacau. Ia berulang kali menyatakan bahwa ia melihat bayangan putih yang menakutkan, kemudian Ia tampak ketakutan dan bersembunyi dibalik meja periksa.

• Dalam pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg, denyut nadi 110 kali/menit, dan suhu 39,50C.

• Klarifikasi dan Definisi Masalah• Kata Kunci– Demam tinggi hilang timbul (39,5oC)– Berbicara kacau– Tn. D 35 tahun berasal dari Timika– Halusinasi– Perubahan perilaku

Rumusan Masalah

• Tn. D 35 tahun berasal dari Timika mengalami demam tinggi yang hilang timbul, perubahan kepribadian, paranoid, dan halusinasi visual.

Analisis Masalah

Hipotesis

• Tn. D 35 tahun mengalami gangguan mental organik berupa delirium et causa malaria serebral.

Pertanyaan Diskusi

1. Gangguan mental organi2. Malaria Serebral3. Bagaimana proses terjadinya gelisah? 4. Apa saja kelainan organik yang menyebabkan gelisah? 5. Bagaimana tata laksana gelisah ? 6. Obat untuk mengatasi gelisah? 7. Siklus hidup plasmodium falciparum? 8. Penjelasan tentang skizofrenia dan ensefalitis? 9. Bagaimana pemeriksaan fisik dan penunjang dari kasus? 10. Bagaimana hubungan pekerjaan dan tempat tinggal dengan keluhan pasien? 11. Jelaskan mengenai halusinasi? 12. Apa penyakit gangguan mental pada pasien ini dan bagaimana prognosisnya? 13. Bagaimana cara membedakan gangguan mental organik dan non-organik?

PEMBAHASN

Gangguan mental organik

• Gangguan mental organik merupakan gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan sistemik atau otak yang dapat di diagnosis tersendiri. Termasuk, gangguan mental simtomatik, dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder dari penyakit/gangguan sistemik di luar otak (extracerebral)

Klasifikasi • Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental organik

adalah sebagai berikutl. Demensia pada penyakit Alzheimer2. Demensia Vaskular3. Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di tempat

lain (YDK)4. Demensia YTT.5. Delirium, bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya6. Halusinosis organik7. Gangguan kepribadian dan prilaku akibat penyakit ,

kerusakan dan disfungsi otak

• Delirium• Delirium merupakan suatu sindroma bukan suatu penyakit.

Delirium diketahui mempunyai banyak penyebab, semuanya menyebabkan pola gejala yang sama yang berhubungan dengan tingkat kesadaran pasien da gangguan kognitif

• Demensia• Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai

gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran

Gejala klinis

1. Delirium– Gejala utama dari delirum adalah gangguan

kesadaran, yang dalam DSM-IV digambarkan sebagai penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan, dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian

Count..

• Kesadaran (Arousal)• Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan

pada pasien dengan delirium. Pertama, ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kesiagaan. Kedua, ditandai dengan penurunan kesiagaan. Pasien dengan delirium yang berhubungan dengan putus zat seringkali mempunyai delirium hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda otonomik

Count..

• Orientasi– Orientasi waktu– Orientasi wajah– Orientasi terhadap diri sendiri (jarang hilang)

• Bahasa dan Kognisi– bicara melantur, tidak relevan, atau

membingungkan dan kemampuan untuk mengerti pembicaraan berkurang

Count..

• Persepsi– ketidakmampuan umum untuk membedakan stimulus

sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan pengalaman masa lalu mereka.

• Mood– Gejala yang paling sering adalah kemarahan,

kegusaran, dan rasa takut yang tidak beralasan– Kelainan mood ini dapat berupa apatis, depresi, dan

euphoria

Count..

• Gejala penyerta– Gangguan tidur-bangun artinya tidur pasien sering

terputus-putus disertai mimpi menakutkan yang mengakibatkan pengalamanan halusinasi

• Gejala neurologis– disfasia, tremor, asteriksis, inkoordinasi, dan

inkontinensia urin

1. Demensia– Gejala klinis dari gangguan demensia antara lain adalah1. Gangguan Daya Ingat 2. Orientasi (orang, waktu, dan tempat)3. Gangguan Bahasa (berbicara samar-samar, stereotipik, tidak tepat, atau

berputar-putar)4. Perubahan Kepribadian (waham paranoid)5. Psikosis 6. Gangguan Lain

1. Psikiatrik (tertawa/menangis tanpa provokasi)2. Neurologis (afasia, apraksia, dan afmosia)3. Reaksi yang katastropik (agistasi sekunder)4. Sindroma Sundowner (Ditandai oleh mengantuk, konfusi, ataksia, dan terjatuh

secara tidak disengaja)

Etiologi 1. Delirium

– Penyebab utama dari delirium adalah penyakit sistem saraf pusat, penyakit sistemik, dan intoksikasi maupun putus dari agen farmakologis atau toksik

2. Demensia – Penyebab-penyebab terjadinya demensia antara lain adalah

• Penyakit Alzheimer• Demensia Vaskular• Infeksi• Gangguan nutrisional• Gangguan metabolik• Gangguan peradangan kronis• Obat dan toksin (termasuk demensia alkoholik kronis)• Massa intrakranial : tumor, massa subdural, abses otak• Anoksia• Trauma (cedera kepala, demensia pugilistika (punch-drunk syndrome))• Hidrosefalus tekanan normal

Patofisiologi

1. Delirium • Dua mekanisme yang terlibat langsung dalam

terjadinya delirium adalah pelepasan neurotransmiter yang berlebihan (kolinergik muskarinik dan dopamin) serta jalannya impuls yang abnormal

• Aktivitas yang berlebih dari neuron kolinergik muskarinik pada reticular activating sistem, korteks, dan hipokampus berperan pada gangguan fungsi kognisi (disorientasi, berpikir konkrit, dan inattention) dalam delirium.

• Peningkatan pelepasan dopamin serta pengambilan kembali dopamin yang berkurang misalnya pada peningkatan stress metabolik. Adanya peningkatan dopamin yang abnormal ini dapat bersifat neurotoksik melalui produksi oksiradikal dan pelepasan glutamat, suatu neurotransmiter eksitasi

• Adanya gangguan neurotransmiter ini menyebabkan hiperpolarisasi membran yang akan menyebabkan penyebaran depresi membran

• Berdasarkan tingkat kesadarannya, delirium dapat dibagi tiga– Delirium hiperaktif (penghentian alkohol yang tiba-

tiba)– Delirium hipoaktif (pada pasien Hepatic

Encefalopathy dan hiperkapnia)– Delirium campuran (gangguan yang irreversibel

terhadap metabolisme oksidatif otak dan adanya kelainan multipel neurotransmiter; asetilkolin, dopamin, serotonin)

Diagnosis

1. Delirium• kriteria diagnostik delirium berdasar DSM IV

– Untuk Delirium karena kondisi medis umum7:1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk

memusatkan perhatian, mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.

2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.

3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan berfluktuasi sepanjang hari.

4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa gangguan disebabkan oleh pengobatan umum, atau obat-obatan, atau gejala putus obat.

2. Demensia• adanya penurunan kemampuan daya ingat dan

daya pikir, yang sampai menganggu kegiatan harian seseorang seperti : mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, baung air besar dan kecil

• Tidak ada gangguan kesadaran (clear cconsciousness)

• Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan

Tata laksana

1. delirium• Pengobatan secara langsung baik identifikasi

dari underlying physical cause maupun menilai pengobatan dari anxietas, distress, dan problem perilaku

• haloperidol

2. Demensia• Pendekatan pengobatan umum adalah untuk

memberikan perawatan medis suportit, bantuan emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik (perilaku yang mengganggu)

Malaria Serebral

• Malaria serebral adalah suatu komplikasi berat dari infeksi Plasmodium falciparum yang ditandai demam yang sangat tinggi, gangguan kesadaran, kejang yang terutama terjadi pada anak, hemiplegi dan berakhir pada kematian jika tidak secepatnya mendapatkan perawatan yang tepat

• Terjadi kira-kira 2% pada penderita non-imun, walaupun demikian masih sering dijumpai pula didaerah endemik seperti di Jepara ( Jawa Tengah), Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya

• Penyebab malaria serebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler di otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah

• Patofisiologi malaria serebral yang terkait dengan infeksiusitas parasit masih belum diketahui secara pasti. Meskipun dasar kelainan adalah adanya sumbatan mikrosirkulasi serebral yang disebabkan parasit, namun mekanisme pastinya masih merupakan hipotesis

• Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk anopeles betina menggigit manusia, akan masuk kedalam sel hati dan terjadi skizogoni ektsra eritrosit. Skizon hati yang matang akan pecah dan selanjutnya merozoit akan menginvasi sel eritrosit dan terjadi skizogoni intra eritrosit, menyebabkan eritrosit mengalami perubahan seperti pembentukan knob, sitoadherens, sekuestrasi dan rosseting

Lingkaran Hidup Plasmodium falciparum

• Eritrosit Parasit (EP)– EP memulai proses patologik infeksi malaria

falsiparum dengan kemampuan adhesi dengan sel lain yaitu endotel vaskular, eritrosit dan menyebabkan sel ini sulit melewati kapiler dan filtrasi limpa. Hal ini berpengaruh terjadinya sitoadherens dan sekuestrasi.9

Manifestasi klinis • Koma ( sebagian mengalami gangguan yang lebih ringan seperti

apatis, somnolen, delirium dan perubahan tingkah laku), tidak sementara panas atau hipoglikemi, Kejang, kaku kuduk dan hemiparese

• Biasanya gejala-gejala neurologi timbul pada minggu kedua atau ketiga infeksi, tapi gejala-gejala tersebut bisa menjadi tanda-tanda manifestasi

• pemeriksaan neirologi – Pupil ukuran normal dan reaktif– Funduskopi normal atau dapat terjasi pendarahan– Papiledema jarang– Reflek kornea normal(dewasa)/dapat hilang(anak-anak)– Babinsky abnomar pada 50% penderita

• Faktor ptedisposisi terjadinya malaria berat antara lain9:– Anak-anak usia balita– Wanita hamil– Penderita dengan daya tahan tubuh rendah– Orang yang belum pernah tinggaldi daerah malaria

• Sebagai gold standar pemeriksaan laboratoris demam malaria pada penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah tepi.

• Indicator Nilai• Hematologi• Leukositosis > 12.000/µl• Anemia ringan PCV <15%• Koagulopati Trombosit <50.000/µl• Perpanjangan PT > 3 detik• Prolonged partial thromboplastin time• Fibrinogen < 200 mg/dl• Blood Film• Hiperparasitemia > 500.000/µl• >20% dari parasit mengandung pigmen trophozoit dan skizon• >5% neutrofil termasuk yang visible pigment• • Biokimia• Hipoglikemia <2,2 mmol/l• Hiperlaktatemia >5 mmol/l• Asidosis pH Arteri <7,3, serum HCO3 < 15 mmol/l• Serum kreatinin > 265 µmol/l*• Total bilirubin > 50 µmol/l• Enzim liver sGOT ( AST ) x 3 upper limit of normal• Enzim Otot sGPT ( ALT ) x 3 upper limit of normal• Asam urat > 600 µmol/l µl• 5-Nucleotidase • CPK • Myoglobin • CPK, kreatinin phosphokinase; PCV, Packed Cell Volume; sGOT (AST), Serum Glutamic Oxaloacetic Transferase ( aspartate aminotransferase); sGPT (ALT), serum

glutamic pyruvic transaminase (alanine aminotransferase).• *Merupakan kriteria untuk orang dewasa. Sedikit peningkatan nilai ditemukan pada beberapa anak dengan malaria

• Quinine, chlorokuine, dan obat-obat yang berhubungan yang dapat menyembuhkan jika gejala-gejala cerebral tidak berat , tapi jika koma dan gejala-gejala serebral yang timbul berat, 20-30% dari pasien tidak bisa bertahan

• Pada malaria serebral mortalitas tergantung pada, diagnosis dini dan pengobatan tepat prognosis sangat baik

Proses Terjadinya Gelisah

Depresi dan Agitasi

• Patofisiologi pada depresi dan agitasi melibatkan dua mekanisme yaitu terjadi aktivitas berlebihan pada aksis hipotalamus-piuitari-adrenal (HPA axis) dan peningkatan respon terhadap serotonin

Demensia dan Agitasi

• Terdapat tiga sistem yang berhubungan dengan agitasi pada dimensia, yaitu penurunan GABA-ergik, peningkatan sensitivitas terhadap norepinefrin dan penurunan fungsi serotonin

• Kelainan-Kelainan Organik yang Menyebabkan Gelisah – Delirium, – demensia, – kelainan metabolik

Tata laksana Gelisah3

• menguasai keadaan lingkungan terutama keadaan pasien yang biasanya menggunakan ikatan pada anggota tubuh yang aktif (fiksasi)

• pengamatan atau observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan status mental

• Pendekatan Umum Pasien dengan Gaduh3

– Selalu dalam keadaan rendah hati dan tenang– Usahakan tidak menentang pasien– Sampaikan pada pasien tentang siapa dan apa tugas kita sebagai dokter– Bicara dengan jelas, dan hindari kontak mata yang lama– Selalu menjaga jarak – Bersikap empati – Hati-hati karena wawancara yang dilakukan dapat memicu perilaku

kekerasan – Disarankan mendapatkan informasi – Gunakan waktu secara efisien– Bangun kepercayaan dengan pasien

• Terapi Farmakologi untuk Mengatasi Gelisah– Haloperidol – Olanzapin

Skizofrenia dan Ensefalitis 1. Skizofrenia

• Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya)

• Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian

• Gejala positif skizofrenia– Delusi atau waham– Halusinasi– Kekacauan alam pikiran– Gaduh gelisah– Pikiran penuh dengan kecurigaan– Menyimpan rasa permusuhan

• Gejala Negatif Skizofrenia– Alam perasaan tumpul dan mendatar– Kontak emosional amat miskin– Pasif dan apatis– Selit berpikir abstrak– Pola pikir streotip– Tidak ada atau kehilangan kehendak

• Ensefalitis– Ensefalitis adalah radang jaringan otak– Ensefalitis disebabkan oleh

- Bakteri- Virus- Parasit- Fungus- Riketsia

• Secara umum gejala berupa trias ensefalitis3

1.Demam2.Kejang3.Kesadaran menurun– Bila berkembang menjadi abses serebri akan

timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial

• Ensefalitis supurativa angka kematian dapat mencapai 50%.

Halusinasi

• Persepsi adalah proses transfer stimulus fisik menjadi informasi psikologis; proses mental yang membawa stimulus sensorik ke alam sadar

• Ada beberapa jenis halusinasi, yaitu; hipnopompik, auditorik, visual, olfaktorik, gustatorik, taktil, somatik, liliput.

kesimpulan

Hipotesis diterima dengan perbaikan:“Tn. D 35 tahun mengalami gangguan mental organik berupa delirium et causa suspect malaria serebral.”

DAFTAR PUSTAKA• Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III dan DSM 5: Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan

Gangguan Waham. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Unika Atmajaya; 2013. h. 46-59.• Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi 10. Jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara;

2010. h. 516-70.• Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Cetakan ke VI. Surabaya: Airlangga University Press; 1992. h. 179-211.• Ingram IM, Timbury GC, Mowbray RM. Catatan Kuliah Psikiatri. Edisi 6. Cetakan ke dua. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 1995. H.

28-42.• Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Lipincott Illustrated Reviews. 2nd Edition. Phildeaphia: Lippincott Williams & Wilkins; 1997.• Gelder M, Mayou R, Geddes J. Psychiatry. 2nd Edition. New York: Oxford University; 1999.• Direktorat Jendral Pelayanan Medis. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI; 1993.• John B. Lange : Currrent Diagnosis and Treatment. Unites States of America: Mc Graw Hill; 2007. p. 440-1.• Iskandar Z, dkk. Ilmu Penyakit Dalam: Malaria Berat. Jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.• Rudolph, Abraham M, et al. Rudolph’s Pediatric. 20th Edition. United States of America: Appleton & Lange; 1996.• Gunawan S. Epidemiologi Malaria Dalam: Harijanto PN (editor): Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan.

Jakarta: EGC; 2000. h. 1-15.• Hafalla, Julius C, et al. Cerebral malaria: Why Experimental Murine Models are Required to Understand the Pathogenesis of Disease.

United Kingdom: Cambridge University; 2009.• Charles W. The Lancet Handbook of Treatment in Neurology. Spain: Elsevier; 2006. p. 313-6.• Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta: DEPKES RI; 2006. h. 1-12, 15-23, 67-8.• Allen MH. Emergency Psychiatry. Washington: American Psychiatry Publishing; 2005. p. 199-222.• Cloud CJ, Phillip J. Clinical Review: Agitation and Delirium in the Critically-Significance and Management. Journal of Critical Care. 2007:

11: 214.• Moore DP, Jefferson JW. Handbook of Medical Psychiatry. 2nd Edition. Philadelphia: Pa: Mosby; 2004. p. 155. • Daniel DG. Recent Developments in Pharmacotherapy for the Acutely Psychotic Patient. J Emerg Nurs. 2002; 28: 12-20.

• Kane JM, Stroup TS, Marder SR. Schizophrenia. In: Kaplan & Sadock`s, editors. Comprehensive Textbook of Psychiatry. 9th ed. Philadhelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 2009. p.1547-56, 3105-26, 3206-40.

• Hadol (Haloperidol) Injection (Prescribing Information). Belgium: Janssen Pharmaceutica; 2005.• Stahl SM. Essential Psychopharmacology. Neuroscientific Basis and Practical Applications. 2nd Edition. UK: Cambridge University Press; 2000. p. 368-73. • Breier A, Meehan K, Birkett M, David S, Ferchland I, Sutton V, et al. A Double-Blind, Placebo-Controlled Dose-Response Comparison of Intramuscular

Olanzapine and Haloperidol in the Treatment of Acute Agitation in Schizophrenia. Arch Gen Psychiatry. 2002; 59: 441-8. • Villari V, Rocca P, Fonzo V, Montemagni C, Pandullo P, Bogetto F. Oral Risperidone, Olanzapine and Quetiapine Versus Haloperidol in Psychotic

Agitation. Progress in Neuro-Psychopharmacology and Biological Psychiatry. 2008; 32: 405-13.• Zyprexa Intramuscular (Olanzapine) for Injection (Prescribing Information). Indianapolis: Eli Lilly and Company; 2010. • Kinon BJ, Stauffer VL, Walker SK, Lie C, Sniadecki J. Olanzapine Versus Aripiprazole for the Treatment of Agitation in Acutely Ill Patients with

Schizophrenia. Journal of Clinical Psychopharmacology. 2008; 28: 601-7. • Meehan K, Zhang F, Stacy D, Mauricio T, Philip J, Joyce S, et al. A double blind, randomized comparison of the efficacy and safety of intramuscular

injections of olanzapine, lorazepam or placebo in treating agitated patiens diagnosed with bipolar mania. Journal of clinical psychopharmacology. 2001; 21: 389-97.

• Tulloch KJ, Zed PJ. Intramuscular olanzapine in the management of acute agitation. Ann Pharmacother. 2004; 38: 2128-35. • Meehan KM, Huei W, David SR, Nisivoccia JR, Jones B, Beasley CM, et al. Comparison of rapidly acting intramuscular olanzapine, lorazepam and

placebo: A double-blind, randomized study in acutely agitated patients with dementia, Neuropsychopharmacology. 2002; 26: 484-504. • Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi Keempat. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2011. h. 211-35.• Hawari D. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. • Stuart, Sundeen. Pocket Guide to Psychiatric Nursing. Philadelphia: Mosby year; 1998.• • Chusid JG. Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Bagian Dua. Yogyakarta: Gajah Mada University Press; 1990. h. 579-83.• Mahar M, Priguna S. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2003. Hal. 313-4, 421, 327-33.• Mahar M, Priguna S. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian Rakyat; 1999. h. 36-40.• Soemarmo M. Kapita Selekta Neurologi. Edisi Ke Dua. Yogyakarta: Gajah Madah University Press; 2003. h. 155-62.• Arif M, Suprohaita, Wardhani, Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2000. h.14-6.• Tomb DA. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2003.• Dinas Kesehatan Papua. Data dan Informasi Tahun 2013. Papua: Departemen Kesehatan Provinsi Papua; 2013.• Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi 10. Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010. • Semiun F. Kesehatan Mental: Pandangan Umum Mengenai Penyesuaian Diri dan Kesehatan Mental serta Teori-Teori yang Terkait. Edisi 1. Yogyakarta:

Kanisius; 2006.• Ingram IM, Timbury GC, Mowbray RM. Catatan Kuliah Psikiatri. Edisi keenam. Cetakan Kedua. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 1995. h. 28-42.• Arif M, Suprohaita, Wardhani, Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Media Aesculapsius Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2001. H. 189-92.

Terima Kasih