PERSAMAAN MATEMATIKA UNTUK STRUKTUR TEGAKAN … · 3 Stuktur tegakan kelompok jenis meranti pada...
Transcript of PERSAMAAN MATEMATIKA UNTUK STRUKTUR TEGAKAN … · 3 Stuktur tegakan kelompok jenis meranti pada...
PERSAMAAN MATEMATIKA UNTUK STRUKTUR TEGAKAN
HORIZONTAL HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN
DI AREAL KERJA IUPHHK-HA PT GUNUNG GAJAH ABADI
KALIMANTAN TIMUR
AFDHAL
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persamaan Matematika
untuk Struktur Tegakan Horizontal Hutan Alam Bekas Tebangan di Areal Kerja
IUPHHK-HA PT Gunung Gajah Abadi Kalimantan Timur adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Afdhal
NIM E14100021
ABSTRAK
AFDHAL. Persamaan Matematika untuk Struktur Tegakan Horizontal Hutan
Alam Bekas Tebangan di Areal Kerja IUPHHK-HA PT Gunung Gajah Abadi
Kalimantan Timur. Dibimbing oleh ENDANG SUHENDANG.
Struktur tegakan horizontal adalah sebaran jumlah pohon persatuan luas
dalam berbagai kelas diameter. Kegiatan pemanenan di hutan alam primer akan
meninggalkan struktur tegakan yang bervariasi. Struktur tegakan horizontal di
hutan alam primer dapat dimodelkan dengan persamaan matematika
menggunakan fungsi eksponensial negatif maupun polinomial. Struktur tegakan
hutan alam bekas tebangan 1 tahun, 9 tahun, 20 tahun, dan 29 tahun di areal PT
Gunung Gajah Abadi memberntuk kurva “J” terbalik sesuai dengan struktur
tegakan di hutan alam primer. Struktur tegakan di hutan alam bekas tebangan
memiliki jumlah permudaan yang lebih banyak dibanding hutan alam primer,
namun semakin lama umur hutan alam bekas tebangan jumlah permudaaannya
semakin sedikit seperi di hutan alam primer.
Kata kunci: struktur tegakan, hutan alam bekas tebangan, persamaan matematika
ABSTRACT
AFDHAL. Mathematic Equation for Horizontal Stand Structure of Log Over Area
in IUPHHK-HA PT Gunung Gajah Abadi Work Area East Kalimantan.
Supervised by ENDANG SUHENDANG.
Horizontal stand structure is a distribution number of trees at each diameter
classes. Logging activities in natural forest will result difference stand structures
for each stand of forest. Stand strucutre in natural forest can be modeled in
mathematic equation using negative exponential or polynomial function. The
stand strucutre of logged over natural forests after 1 year, 9 years, 20 years and 29
years in PT Gunung Gajah Abadi appear to follow a reverse-J curve as same as in
natural forest’s. Stand structure of logged over natural forests have more
regeneration than natural forest, but the older they are, the number will decrease
as same as natural forest’s.
Keywords: stand structure, log over area, mathematic equation
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan
AFDHAL
PERSAMAAN MATEMATIKA UNTUK STRUKTUR TEGAKAN
HORIZONTAL HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN
DI AREAL KERJA IUPHHK-HA PT GUNUNG GAJAH ABADI
KALIMANTAN TIMUR
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala ridho dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul Persamaan
Matematika untuk Struktur Tegakan Horizontal Hutan Alam Bekas Tebangan di
Areal Kerja IUPHHK-HA PT Gunung Gajah Abadi Kalimantan Timur berhasil
diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Endang Suhendang
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan arahan hingga skripsi
ini dapat diselesaikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah,
Ibu, Kakak dan Adik serta seluruh Keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Demikian pula ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Tim PKL PT
Gunung Gajah Abadi Fitha Anggraini, Muhammad Irfan, Andita Ayuningtyas dan
Ovita Ayu Conthesa beserta teman-teman Manajemen Hutan 47 yang selalu
memberikan dukungan dan motivasinya. Disamping itu ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada pimpinan PT Gunung Gajah Abadi Bapak Ir H Asripin, MSi,
Bapak Konly Herdianto, Drs Arkipen Sinaga, Herman Ngau, Yulianto
Kurniawan, Shut, Ir Cahyono, dan Ibu Mimi serta seluruh Karyawan PT Gunung
Gajah Abadi yang telah memberikan izin dan bantuan serta kontribusinya
sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015
Afdhal
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Struktur Tegakan 3
Hutan Alam Bekas Tebangan 3
METODE 4
Waktu dan Tempat 4
Bahan dan Alat 4
Prosedur Pengumpulan Data 4
Prosedur Pengolahan Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Kondisi Umum Lokasi Penelitian 6
Kerapatan Tegakan 7
Struktur Tegakan 8
SIMPULAN DAN SARAN 12
Simpulan 12
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 13
RIWAYAT HIDUP 22
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Kerapatan tegakan berdasarkan jumlah pohon dan LBDs 8 Tabel 2 Hasil regresi persamaan matematika struktur tegakan di setiap 10
DAFTAR GAMBAR
1 Bentuk dan ukuran petak contoh 4
2 Struktur tegakan seluruh jenis pada (a) HABT 2013, (b) HABT 2005, (c) 9
HABT 1994, (d) HABT 1985, (e) Hutan Alam Primer
3 Stuktur tegakan kelompok jenis meranti pada (a) HABT 2013, (b) 11
HABT 2005, (c) HABT 1994, (d) HABT 1985, (e) Hutan Alam Primer
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil analisis regresi hutan alam bekas tebangan tahun 2013
seluruh jenis 15 Lampiran 2 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 2005
seluruh jenis 15 Lampiran 3 Hasil analisi tegresi hutan alam bekas tebangan tahun 1994
seluruh jenis 16 Lampiran 4 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 1985
seluruh jenis 16 Lampiran 5 Hasil analisi regresi hutan alam primer seluruh jenis 17 Lampiran 6 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 2013
kelompok meranti 17 Lampiran 7 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 2005
kelompok meranti 18
Lampiran 8 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 1985
kelompok meranti 18
Lampiran 9 Daftar jenis pohon hasil pengamatan dalam petak contoh 19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan alam merupakan ekosistem hutan tidak seumur dengan tingkat
keragaman jenis maupun dimensi pohon yang tinggi. Oleh karenanya, maka
pengelolaannya harus diperhatikan agar kelestarian hutan dapat dicapai sehingga
bisa memberikan manfaat yang tetap besarnya dari masa ke masa. Pengelolaan
hutan alam untuk tujuan menghasilkan kayu di Indonesia diserahkan kepada
perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan
Alam (IUPHHK-HA). Ada tiga sistem silvikultur yang diterapkan pada hutan
alam dengan tegakan tidak seumur berdasarkan aturan Kementrian Kehutanan,
yaitu Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ)
dan Tebang Rumpang (TR). Menurut Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi
Kehutanan Nomor : P.9/VI-BHPA/2009, TPTI bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas hutan tegakan tidak seumur melalui tebang pilih dan pembinaan
tegakan tinggal dalam rangka memperoleh panenan yang lestari. Pada sistem ini
ditentukan batas diameter pohon terkecil yang dapat ditebang yaitu 40 cm pada
hutan produksi biasa dan lebih dari 50 cm pada hutan produksi terbatas. Adapun
siklus tebang pada kedua bentuk hutan produksi itu selama 30 tahun
(P.11/MENHUT-II/2009).
Kegiatan penebangan di hutan alam dapat menghasilkan bentuk struktur
tegakan yang berbeda dengan bentuk struktur tegakan pada hutan alam yang
masih primer. Hutan alam yang sudah mengalami penebangan dengan sistem
TPTI akan meninggalkan struktur tegakan yang bervariasi (Muhdin et al. 2011).
Perbedaan struktur tegakan tersebut dapat dilihat dari persamaan matematika
untuk kurva sebaran diameter tegakannya. Menurut Davis et al. (2001) persamaan
ini dicobakan oleh Meyer pada tahun 1951 untuk menggambarkan pola struktur
tegakan pada hutan tidak seumur. Hasil percobaan Meyer tersebut menemukan
bahwa tegakan tidak seumur yang seimbang cenderung memiliki sebaran diameter
menyerupai kurva J-terbalik menggunakan fungsi eksponensial negatif
k . Sedangkan Istomo (1994) mengungkapkan bahwa hutan alam tidak
seumur memiliki pola penyebaran jumlah pohon per kelas diameter yang beragam,
untuk itu persamaan matematika untuk struktur tegakan horizontal di hutan alam
dapat menggunakan persamaan polinomial a b c
Perbedaan bentuk kurva struktur tegakan pada hutan alam bekas tebangan
dapat menggambarkan perbedaan kemampuan hutan tersebut untuk pulih dan
kembali ke bentuknya semula. Tentu perbedaan kemampuan ini diakibatkan oleh
banyak faktor, baik faktor dari luar maupun faktor dari hutan itu sendiri. Untuk itu,
struktur tegakan pada hutan alam bekas tebangan di PT Gunung Gajah Abadi
perlu untuk diketahui. Informasi ini dapat memberikan informasi sejauh mana
perubahan struktur tegakan hutan alam bekas tebangan tersebut jika dibandingkan
dengan struktur tegakan pada hutan alam primer (virgin forest).
2
Perumusan Masalah
Kegiatan pemanenan hutan dengan sistem TPTI pada hutan alam akan
menyisakan hutan alam bekas tebangan dengan kondisi yang beragam.
Keragaman tersebut berdampak juga terhadap keragaman kemampuan hutan
untuk pulih ke bentuk semulanya yaitu hutan alam primer. Perbedaan kemampuan
tersebut tergantung dari banyak faktor. Keberagaman struktur tegakan tersebut
dapat dilihat melalui persamaan matematika untuk struktur tegakan horizontalnya
pada berbagai tutupan lahan. Salah satu ciri struktur tegakan hutan alam tidak
seumur adalah bentuk kurva struktur tegakannya menyerupai bentuk “J” terbalik,
yang artinya jumlah pohon dengan diameter lebih besar per satuan luasnya
semakin menurun.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran serta perbandingan
struktur tegakan horizontal pada hutan alam bekas tebangan 1 tahun, 10 tahun, 20
tahun, dan 30 tahun dengan hutan alam primer di perusahaan yang sama yaitu PT.
Gunung Gajah Abadi, Kalimantan Timur. Setelah itu juga dilihat perbandingan
struktur tegakan pada petak yang sama untuk kelompok jenis meranti dan seluruh
jenis.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh persamaan matematika untuk struktur tegakan horizontal pada
berbagai hutan alam bekas tebangan PT Gunung Gajah Abadi dan
perbandingnya dengan hutan alam primer, dan
2. Menjadi salah satu data dan sebagai pertimbangan dalam pengelolaan dan
pemanfaatan hutan di PT Gunung Gajah Abadi.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup identifikasi struktur tegakan hutan
pada petak bekas tebangan tahun 2013, 2005, 1994, 1985 dan petak hutan primer
(belum dilakukan penebangan) di PT Gunung Gajah Abadi, Kalimantan Timur.
Identifikasi struktur tegakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah struktur
tegakan horizontal, yaitu sebaran jumlah pohon per kelas diameter. Parameter
yang akan diukur adalah jenis pohon, jumlah pohon (N), diameter pohon (D), dan
kerapatan pohon.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Struktur Tegakan
Pengertian struktur tegakan yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah struktur tegakan horizontal. Bentuk kurva struktur tegakan horizontal pada
hutan alam (tegakan tidak seumur) secara umum berbeda dengan struktur tegakan
hutan tanaman (tegakan seumur). Perbedaan tersebut terletak pada faktor
pembentuk struktur tegakan horizontalnya, yaitu kombinasi kelas diameter yang
terdapat pada setiap satu kesatuan luas lahan hutannya, misalnya hektar (ha).
Struktur tegakan horizontal yaitu sebaran jumlah pohon persatuan luas dalam
berbagai kelas diameter (Meyer et al. 1961).
Hutan alam yang merupakan hutan tidak seumur memiliki pola penyebaran
jenis serta kelas diameter yang khas, yaitu penyebarannya didominasi oleh pohon
dengan kelas diameter kecil dan umur muda (Osmaston 1968). Senada dengan hal
tersebut, Meyer et al. (1961) mengemukakan bahwa bentuk umum dari struktur
tegakan hutan yang tidak seumur mengikuti bentuk kurva “J” terbalik, yang
artinya terjadi penurunan jumlah pohon dengan diameter yang lebih besar dalam
satuan luas tertentu.
Meyer et al. (1961) menemukan struktur tegakan hutan dengan bentuk
kurva mengikuti bentuk huruf J terbalik menggunakan model persamaan
k , dengan N = Jumlah pohon per hektar, D = diameter pohon, e =
biangan Napier, a dan k = konstanta. Berdasarkan hasil penelitian Suhendang
(1993) di Propinsi Riau, model struktur tegakan k dapat diterima pada
semua petak percobaan untuk kelompok semua jenis pohon pada hutan primer.
Model ini juga digunakan oleh Rosmantika (1997) di Stagen Pulau Laut
Kalimantan Selatan dan Krisnawati (2001) di Kalimantan Tengah. Informasi
tentang struktur tegakan ini dapat berguna untuk menentukan kerapatan pohon
pada berbagai kelas diameter, penentuan luas bidang dasar, dan penentuan
biomassa tegakan (Suhendang 1985). Sementara itu Istomo (1994) menggunakan
persamaan ekponensial a b c untuk struktur tegakan horizontal pada
hutan alam primer di areal kerja HPH PT Inhutani III Kalimantan Selatan.
Hutan Alam Bekas Tebangan
Pemanenan kayu merupakan proses ekstraksi kayu dari dalam hutan ke
luar hutan agar dapat diolah menjadi produk untuk pemenuhan kebutuhan hidup
manusia. Kegiatan pemanenan kayu atau penebangan akan mengakibatkan
perubahan komposisi serta struktur tegakan hutan yang ditinggalkannya.
Perubahan yang diakibatkan terutama dalam pertumbuhan riap, siklus hara, siklus
air dan keseimbangan ekosistem secara umum (Utami 2007). Perubahan yang
terjadi tidak hanya bedampak terhadap hutan bekas tebangan itu sendiri, tetapi
juga terhadap tumbuhan permudaannya yang akan berperan untuk mengembalikan
kondisi hutan tersebut ke bentuk semula.
Kegiatan pemanenan akan meninggalkan beragam kondisi hutan bekas
tebangan terutama dari segi komposisi jenis, kerapatan pohon serta struktur
4
tegakan. Keragaman tersebut juga menimbulkan pertumbuhan yang beragam pada
hutan alam bekas tebangan untuk upaya pemulihannya mencapai kondisi seperti
semula (Muhdin et al. 2008). Kecepatan hutan bekas alam bekas tebangan dalam
proses pemulihannya juga beragam tergantung kondisi tegakan yang ditinggalkan,
daya dukung lingkungan, serta campur tangan manusia untuk pembinaan hutan
bekas tebangan tersebut.
METODE
Waktu dan Tempat
Kegiatan pengambilan data primer di lapangan dilaksanakan pada tanggal
28 Maret – 23 April 2014 di petak tebang tahun 2013, 2005, 1994, 1985 dan untuk
rencana tebang tahun 2016 (hutan alam primer) di areal kerja IUPHHK-HA PT
Gunung Gajah Abadi Kecamatan Kongbeng Kabupaten Kutai Timur Propinsi
Kalimantan Timur
Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan data di lapangan meliputi GPS,
kompas, pita ukur, phi-band, tallysheet, alat tulis, kamera, golok, label kuning,
gunteker, spidol, serta laptop untuk pengolahan data yang sudah dilengkapi
dengan perangkat lunak Microsoft Excel dan Microsoft Word.
Prosedur Pengumpulan Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder
dan data primer. Data primer yang diambil langsung melalui pengukuran di
lapangan, terdiri atas jenis pohon, jumlah pohon (N) dan diameter pohon (D).
Adapun data sekunder terdiri dari keadaan umum lokasi penelitian, luas wilayah,
sejarah pengelolaan dan data-data lain yang mendukung penelitian yang diperoleh
dari arsip PT Gunung Gajah Abadi.
Gambar 1 Bentuk dan ukuran petak contoh
20 m
100 m
5
Pengumpulan data primer di lapangan dilakukan dengan membuat petak
contoh berbentuk persegi dangan ukuran 100 x 100 m. Selanjutnya di dalam petak
contoh tersebut dibuat sub-petak berbentuk persegi dengan ukuran 20 x 20 m
sebanyak 25 buah (Gambar 1) dengan tujuan untuk mempermudah dalam
melakukan inventarisasi di dalam petak tersebut. Penempatan petak contoh di
lapangan dilakukan dengan metode purpossive sampling pada petak bekas
tebangan 1 tahun, 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun dan petak hutan alam primer
masing-masing 1 (satu) petak contoh.
Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan data melalui pengukuran pada
masing-masing petak contoh. Data yang dikumpulkan meliputi jenis pohon,
nomor pohon, diameter pohon, serta jumlah pohon dalam petak. Diameter pohon
yang diukur adalah diameter setinggi dada (dbh) atau sekitar 1,3 m dari
permukaan tanah untuk pohon yang tidak berbanir, serta 20 cm dari atas banir
untuk bohon yang memiliki banir. Pohon-pohon yang dimasukan ke dalam data
hanya pohon dengan diameter di atas 10 cm.
Prosedur Pengolahan Data
Data yang sudah dikumpulkan selanjutnya diolah untuk mendapatkan
persamaan umum struktur tegakan dengan menggunkan persamaan regresi.
Bentuk persamaan yang digunakan adalah persamaan menurut Meyer et al
(1961) :
k.e –a
Keterangan:
N = jumlah pohon per kelas diameter
k = konstanta
e = bilangan Napier (2,7183)
a = konstanta
D = diameter pohon
Bentuk persamaan ini selanjutnya dapat ditransformasikan ke dalam
bentuk persamaan linear menjadi : ln ln k – a , yang selanjutnya dapat
dijelaskan dalam bentuk persamaan umum regresi sederhana yaitu : b b ,
dimana X yaitu diameter pohon (D) dan Y yaitu jumlah pohon (N). Jika
persamaan yang diperoleh tidak membentuk kurva “J” terbalik maka dicari
menggunakan persamaan polinomial a
b c . Persamaan ini dapat
menjelaskan kondisi struktur tegakan dengan koefisien korelasi yang tinggi
(Istomo 1993).
Sebelum proses pembuatan persamaan struktur tegakan, data terlebih
dahulu dikelompokan berdasarkan kelompok jenis meranti dan seluruh jenis.
Pengelompokan jenis pohon ke dalam kelompok meranti dikarenakan semua
pohon ditebang (komersil) di PT Gunung Gajah Abadi merupakan kelompok jenis
meranti. Selanjutnya data dikelompokan berdasarkan kelas-kelas diameter mulai
dari yang terkecil 10-20 cm, 20-30 cm, 30-40 cm dan > 50 cm. Data yang sudah
dikelompokan di gambarkan melalui kurva dengan menempatkan kelas diameter
sebagai sumbu-x dan jumlah pohon per hektar (kerapatan) sebagai sumbu-y.
6
Selain membuat persamaan struktur tegakan, data yang didapat juga di
hitung kerapat berdasarkan jumlah pohon per ha dan berdasarkan LBDs dengan
satuan m2 per ha. Dengan luas masing-masing petak yaitu 1 ha, maka jumlah
pohon yang didapat dalam satu petak sudah merupakan kerapatan jumlah pohon
per ha. Untuk mencari kerapatan berdasarkan LBDs cukup menjumlahkan LBDs
semua pohon dalam satu petak.
s n
2
s s
Keterangan :
LBDs = Luas Bidang Dasar (m2)
L = Luas Petak (ha)
D = Diameter pohon (cm)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Berdasarkan administrasi kehutanan, areal PT Gunung Gajah Abadi
termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Timur Propinsi
Kalimantan Timur. PT Gunung Gajah Abadi sudah melakukan kegiatan
pengelolaan hutannya sejak tahun 1982 meneruskan pengelolaan sebelumnya
yang dipegang oleh PT Rimba Samudera dari 1973. Secara geografis areal ini
terletak pada 6° ’ - 7° ’ ujur Timur dan ° ’ - °35’ intang Utara.
Dengan luas areal 74980 ha, 41272,82 ha merupakan Hutan Produksi Terbatas
(HPT) dan 33707,18 ha merupakan Hutan Produksi Tetap (HP). Dari hasil
interpretasi Citra Landsat (tahun 2007) luas tutupan hutan primer di areal PT
Gunung Gajah Abadi sebesar 10,62% dan luasan hutan bekas tebangan sebesar
69,06%. Areal kerja PT Gunung Gajah Abadi mempunyai tipe hutan
Dipterocarpaceae dataran rendah yang didominasi oleh jenis-jenis
Dipterocarpaceae terutama Meranti, Kapur, Keruing dan Bangkirai (RK-UPHHK
PT Gunung Gajah Abadi 2013/2022).
Kegiatan pengambilan data di lapangan dilakukan pada petak tebang 2013,
2005, 1994, 1985 dan hutan primer yaitu di petak tebang tahun 2016. Lokasi
pengambilan petak contoh berada tidak jauh dari jalan utama untuk memudahkan
transportasi ke tempat pengambilan data, kecuali petak contoh di hutan alam yang
berada di petak tebang tahun 2016 sejauh 15 km dari jalan utama. Selain itu lokasi
petak pada hutan alam bekas tebangan dibuat pada areal yang terdapat bekas
kegiatan pemanenan kayu seperti adanya jalan sarad atau tunggul pohon bekas
tebangan. Petak contoh yang dibuat rata-rata berada pada ketinggian 165-253
mdpl yang diambil pada titik awal petak. Hampir semua petak memiliki topografi
berlereng mulai dari 20% - 35% dan sangat sulit mencari area yang cukup datar
untuk dijadikan petak contoh. Karena kondisi lapangan yang berlereng dan ukuran
petak yang cukup besar, pada petak contoh banyak ditemui alur-alur sungai kecil,
7
kondisi topografi ini juga berpengaruh terhadap jumlah pohon yang ditemui di
dalam petak contoh. Sementara itu jenis pohon yang dijumpai pada semua petak
memiliki jenis yang hampir sama, pohon yang mendominasi antara lain jenis
jambu-jambuan, medang, dan kelompok meranti seperti meranti merah, meranti
putih dan meranti kuning.
Sementara itu, kerapatan setiap jenis pohon tidak sama pada masing-masing
petak contoh. Pada petak contoh tahun 2013, jenis yang mendominasi yaitu jenis
medang dengan jumlah 70 pohon/ha, petak contoh tahun 2005 yaitu jenis
makaranga dengan jumlah 100 pohon/ha, petak contoh tahun 1994 yaitu jenis
meranti merah dengan jumlah 63 pohon/ha dan pada petak contoh tahun 1985 dan
hutan alam primer didominasi pleh jenis jambu-jambuan dengan jumlah masing-
masing 85 pohon/ha dan 55 pohon/ha. Dapat dilihat bahwa jenis pohon yang
mendominasi pada petak contoh tahun 1985 sama dengan petak contoh hutan
alam primer, hal membuktikan bawha jenis dominan pada petak contoh hutan
alam bekas tebangan 29 tahun cenderung mengarah ke hutan alam primer. Pada
petak contoh tahun 2005 jenis yang mendominasi adalah makaranga, seperti yang
diketahui bahwa makaranga merupakan jenis pohon pioner yang biasa tumbuh
pada areal hutan yang telah dibuka. Hal ini menjelaskan bahwa pada petak contoh
hutan alam bekas tebangan 9 tahun masih dalam proses suksesi sekunder untuk
mencapai hutan alam primer.
Kerapatan Tegakan
Berdasarkan hasil pengukuran pada masing-masing petak contoh diperoleh
jumlah pohon seluruh jenis masing-masing petak yaitu pada hutan alam bekas
tebangan tahun 2013 sebanyak 281 pohon/ha, tahun 2005 sebanyak 404 pohon/ha,
tahun 1994 sebanyak 359 pohon/ha, tahun 1985 sebanyak 314 pohon/ha dan hutan
primer sebanyak 238 pohon/ha. Kerapatan jumlah pohon terkecil berada pada
petak contoh di hutan alam primer, namun kerapatan berdasarkan LBDsnya petak
ini mempunyai nilai yang cukup besar. Hal ini menunjukan bahwa meskipun
jumlah pohon di dalam petak ini sedikit, namun banyak terdapat pohon dengan
diameter besar. Sesuai dengan karakteristik hutan alam primer yaitu didominasi
oleh pohon besar sehingga memiliki tajuk yang besar yang mengakibatkan
kurangnya masukan cahaya matahari ke lantai hutan dan membuat pertumbuhan
anakannya menjadi terhambat. Istomo (1994) juga mengungkapkan bahwa
kurangnya pohon kecil diduga akibat adanya persaingan ruang tumbuh dan sinar
matahari. Pada petak bekas tebangan 1 tahun (2013) kerapatan berdasarkan
jumlah pohon dan LBDsnya memiliki nilai yang kecil. Hal ini karena dampak
penebangan yang baru berjalan 1 tahun sehingga tegakan yang rusak akibat
penebangan maupun penyaradan masih belum pulih. Nilai LBDs yang kecil juga
menggambarkan bahwa tegakan yang ada di dalam petak didominasi oleh pohon
diameter kecil.
Dilihat dari perubahan dari hutan alam bekas tebangan 9 tahun (2005) ke
bekas tebangan 29 tahun (1985) kerapatan pohon berdasarkan jumlah pohon
maupun LBDs mengalami penurunan. Penurunan ini juga di ikuti oleh jumlah
pohon pada kelas diameter 10−20 cm. Dapat diartikan bahwa semakin tua areal
bekas tebangan tersebut pertumbuhan anakannya semakin berkurang karena
8
pertumbuhan pohon besarnya yang memiliki tajuk lebih besar sehingga menutupi
cahaya matahari yang masuk ke lantai hutan. Hal ini memperlihatkan bahwa hutan
alam bekas tebangan tersebut mengarah ke bentuk hutan alam primer seperti yang
digambarkan pada petak contoh hutan alam primer. Dengan demikian, dilihat dari
perubahan kerapatan pohon pada hutan bekas tebangan yang mengarah ke bentuk
hutan alam primer, proses suksesi hutan alam bekas tebangan di areal kerja
IUPHHK-HA PT Gunung Gajah Abadi berjalan dengan baik.
Berdasarkan data kerapatan jumlah pohon per ha di masing-masing petak
contoh, jumlah pohon pada kelompok jenis meranti berkisar antara 25%−41%.
Sementara itu besar persentase kerapatan berdasarkan LBDs pada kelompok jenis
meranti berkisar antara 36%−51%. Hal ini menandakan bahwa jumlah pohon
dengan diameter besar pada kelompok jenis meranti cukup besar. Jumlah
persentase kelompok jenis meranti yang terbesar berada di petak contoh tahun
2013 yang merupakan bekas tebangan 1 tahun yang lalu. Besarnya jumlah
kelompok jenis meranti pada petak ini dikarenakan letak petak contoh tahun 2013
yang berada di pinggir sungai kecil sehingga diduga beberapa pohon meranti
yang terdapat dalam petak berada di area sempadan sungai dan termasuk kategori
pohon dilindungi. Hal ini juga terlihat dari kerapatan berdasarkan LBDs, pada
petak contoh tahun 2013 memiliki nilai yang lebih besar dari petak contoh tahun
1985, padahal untuk kelompok seluruh jenis petak contoh tahun 2013 memiliki
nilai yang paling kecil. Karakteristik petak contoh hutan alam primer untuk
kelompok jenis meranti cenderung sama dengan kelompok seluruh jenis, dimana
kerapatan jumlah pohonnya merupakan yang terkecil namun memiliki kerapatan
LBDs yang cukup besar.
Struktur Tegakan
Struktur tegakan merupakan sebaran jumlah pohon persatuan luas dalam
berbagai kelas diameter (Meyer et al. 1961). Struktur tegakan hutan alam yang
normal akan berbentuk “J” terbalik jika digambarkan dalam bentuk kurva. Artinya
jumlah pohon dalam berbagai kelas diameter akan mengalami penurunan untuk
kelas diameter yang lebih besar. Gambaran struktur tegakan yang diperoleh pada
masing-masing petak contoh untuk keseluruhan jenis (Gambar 2) dan kelompok
Tabel 1 Kerapatan tegakan berdasarkan jumlah pohon dan LBDs
Petak
contoh
Kelompok
Jenis
Kerapatan per kelas diameter (n/ha) Jumlah
(n/ha)
Kerapatan
LBDs
(m2/ha) 10−19
(cm)
20−29
(cm)
30−39
(cm)
40−49
(cm)
> 50
(cm)
2013 Total 134 72 41 20 14 281 171456.26
Meranti 49 28 21 8 10 116 87137.87
2005 Total 195 111 49 24 25 404 280229.92
Meranti 58 32 14 5 9 118 107378.07
1994 Total 158 82 49 31 39 359 275910.01
Meranti 43 24 20 16 24 127 141827.53
1985 Total 154 75 46 25 14 314 209485.74
Meranti 41 23 14 10 8 96 75508.20
Hutan
Primer
Total 101 66 26 18 27 238 238904.21
Meranti 24 14 5 7 11 61 93210.88
9
(a) (b)
(c) (d)
(e)
Gambar 2 Struktur tegakan seluruh jenis pada (a) HABT 2013, (b) HABT 2005,
(c) HABT 1994, (d) HABT 1985, (e) Hutan Alam Primer
N = 309.22e-0.058D
R² = 0.9921
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
0 10 20 30 40 50 60
Ju
mla
h P
oh
on
(in
d/h
a)
Diameter (cm)
N = 414.95e-0.056D
R² = 0.9336
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
0 10 20 30 40 50 60
Ju
mla
h P
oh
on
(in
d/h
a)
Diameter (cm)
N = 223.97e-0.038D
R² = 0.8375
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
0 10 20 30 40 50 60
Ju
mla
h P
oh
on
(in
d/h
a)
Diameter (cm)
N= 354.69e-0.059D
R² = 0.9973
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
0 20 40 60
Ju
mla
h P
oh
on
(in
d/h
a)
Diameter (cm)
N = 152.64e-0.039D
R² = 0.746
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
0 10 20 30 40 50 60
Ju
mla
h P
oh
on
(in
d/h
a)
Diameter (cm)
jenis meranti (Gambar 3) menggunakan persamaan eksponensial negatif
.e-ad
, menunjukkan bahwa hampir semua petak membentuk kurva “J”
terbalik. Hal ini berarti semua petak contoh memiliki struktur tegakan hutan alam
yang normal dan baik.
10
Nilai konstanta K yang diperoleh dari persamaan eksponensial negatif pada
kelompok seluruh jenis berkisar antara 152.64−414.95. Nilai konstanta K yang
besar berarti pada petak tersebut memiliki pohon dengan diameter kecil yang
banyak, dengan kata lain memiliki permudaan yang banyak. Nilai konstanta K
terbesar terdapat pada petak contoh tahun 2005 sedangkan yang terkecil terdapat
pada petak hutan alam primer. Hal tersebut bisa dikatakan wajar karena pada
hutan bekas tebangan yang sudah terbuka selama 9 tahun (2005) tentu akan
membuat anakan bisa tumbuh dengan subur karena cahaya matahari yang bisa
masuk ke lantai hutan. Sedangkan pada hutan alam primer dengan jumlah pohon
diameter besar yang lebih banyak sehingga anakan tidak dapat tumbuh dengan
baik karena kurangnya cahaya matahari yang masuk ke lantai hutan.
Nilai konstanta a untuk kelompok seluruh jenis berkisar antara 0.023−0.058.
Nilai konstanta a menunjukkan tingkat kecuraman/kelandaian struktur tegakan.
Sejalan dengan nilai konstanta K, nilai konstanta a pada petak contoh tahun 2005
merupakan yang tertinggi kedua (0.056) setelah nilai a pada petak 2013 (0.058)
dan nilai konstanta a terkecil terdapat pada petak contoh hutan alam primer. Petak
contoh tahun 2005 memiliki jumlah anakan yang tinggi namun dengan jumlah
pohon diameter besar yang sedikit, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan
yang tajam pada jumlah pohon terhadap penambahan diameter. Sementara pada
petak hutan alam primer memiliki jumlah anakan yang sedikit namun jumlah
pohon berdiameter besar yang cukup banyak, sehingga kurva yang dihasilkan
cenderung landai.
Berdasarkan hasil analisis regresi struktur tegakan seluruh jenis di semua
petak contoh, didapatkan persamaan eksponensial negatif masing-masing petak
memiliki nilai R2 yang cukup besar yaitu antara 0.746–0.997. Nilai R
2 yang
diperoleh menggambarkan persamaan yang didapatkan cukup baik karena
memiliki nilai lebih dari 0.50. Nilai R2 yang tinggi menunjukkan bahwa jumlah
pohon memiliki hubungan yang nyata dengan diameternya (Muhdin et al. 2008).
Selain itu, nilai p-value yang diperoleh hampir semuanya berada di bawah 0.05
kecuali pada petak contoh hutan alam primer yaitu 0.059. Nilai p-value yang
berada di bawah 0.05 mengartikan bahwa fungsi eksponensial negatif hubungan
antara jumlah pohon dan diameternya dapat diterima (Muhdin et al. 2008).
Tabel 2 Hasil regresi persamaan matematika struktur tegakan di setiap
petak contoh
Petak Contoh Kelompok
Jenis
K a R2 F-hitung P-value
2013 Total 309.220 -0.058 0.9921 376.693 0.0003
Meranti 88.327 -0.044 0.8857 23.238 0.0074
2005 Total 414.950 -0.056 0.9336 42.212 0.0003
Meranti 115.390 -0.056 0.8120 12.954 0.0368
1994 Total 223.970 -0.038 0.8375 15.465 0.0293
Meranti 41.564 -0.016 0.4594 2.550 0.2086
1985 Total 354.690 -0.059 0.9973 1105.990 0.0000
Meranti 67.319 -0.041 0.9687 92.811 0.0024
Hutan Primer Total 152.640 -0.039 0.7460 8.809 0.0592
Meranti 23.168 -0.023 0.3424 1.562 0.3000
11
Berdasarkan kriteria R2 dan p-value, persamaan eksponensial negatif pada struktur
tegakan hutan alam bekas tebangan untuk seluruh jenis dapat diterima.
(a) (b)
(c) (d)
(e)
Gambar 3 Stuktur tegakan kelompok jenis meranti pada (a) HABT 2013, (b)
HABT 2005, (c) HABT 1994, (d) HABT 1985, (e) Hutan Alam Primer
N = 88.327e-0.044D
R² = 0.8857
0 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
0 10 20 30 40 50 60
Ju
mla
h P
oh
on
(in
d/h
a)
Diameter (cm)
N = 115.39e-0.056D
R² = 0.812
0 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
0 10 20 30 40 50 60
Ju
mla
h P
oh
on
(in
d/h
a)
Diameter (cm)
N = 0.0386D2 - 3.16D + 81.036
R² = 0.9738
0 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
0 10 20 30 40 50 60
Ju
mla
h P
oh
on
(in
d/h
a)
Diameter (cm)
N = 67.319e-0.041D
R² = 0.9687
0 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
0 10 20 30 40 50 60
Ju
mla
h P
oh
on
(in
d/h
a)
Diameter (cm)
N = 0.0279D2 - 2.28D + 52.304
R² = 0.9764
0 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
0 10 20 30 40 50 60
Ju
mla
h P
oh
on
(in
d/h
a)
Diameter(cm)
12
Persamaan eksponensial negatif struktur tegakan untuk kelompok jenis
meranti pada setiap petak contoh memiliki nilai R2 yang bervariasi. Petak contoh
tahun 2013 memiliki R2 sebesar 0.8857, tahun 2005 sebesar 0.8120, dan tahun
1985 sebesar 0.9687. Sementara itu, petak contoh tahun 1994 memiliki nilai R2
sebesar 0.9738 dan hutan alam primer sebesar 0.9764 namun dengan
menggunakan persamaan polinomial. Petak contoh tahun 1994 dan hutan alam
primer memiliki nilai R2 lebih kecil dari 0.5 jika menggunakan persamaan
eksponensial negatif, sehingga persamaan yang diperoleh tidak menggambarkan
hubungan yang nyata antara jumlah pohon dan diameternya.
Persamaan eksponensial negatif dari struktur tegakan pada semua petak
contoh untuk kelompok jenis meranti memiliki nilai konstanta a dan K yang lebih
kecil dibandingkan kelompok seluruh jenis. Nilai konstanta a yang diperoleh
berkisar antara 0.016−0.056 dan nilai konstanta berkisar antara 3. 68− 5.39.
Petak contoh yang memiliki nilai konstanta K yang terbesar dan terkecil sama
dengan yang terdapat pada kelompok seluruh jenis yaitu petak contoh tahun 2005
dan hutan alam primer. Nilai konstanta a yang terbesar juga terdapat pada petak
contoh tahun 2005, namun nilai konstanta a terkecil justru terdapat pada petak
contoh tahun 1985. Meskipun pada petak contoh tahun 1985 memiliki jumlah
pohon diameter kecil yang lebih banyak daripada hutan alam primer, namun petak
tersebut juga memiliki jumlah pohon berdiameter besar paling banyak dari
keseluruhan petak contoh, sehingga kurva stuktur tegakan yang dihasilkan
menjadi landai.
Struktur tegakan pada hutan alam bekas tebangan tahun 1994 dan hutan
alam primer menggunakan persamaan eksponensial negatif memiliki nilai
koefisien korelasi (R2) yang rendah sehingga kurva yang dihasilkan tidak
membentuk kurva “J” terbalik. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan jumlah
pohon pada kelas diameter >50 cm sehingga distribusi jumlah pohon tidak
mengikuti persamaan eksponensial negatif. Namun jika struktur tegakan tersebut
digambarkan menggunakan persamaan polinomial (Gambar 3), diperoleh
persamaan di hutan alam bekas tebangan tahun 1994 yaitu N = 0.0386D2 - 3.16D
+ 81.036 dan pada hutan alam primer yaitu N = 0.0279D2 - 2.28D + 52.304
dengan nilai R2 masing-masing yaitu 0.9738 dan 0.9764. Nilai R
2 yang besar
menggambarkan hubungan yang nyata antara jumlah pohon dan diameternya. Hal
ini berarti struktur tegakan di hutan alam bekas tebangan tahun 1994 dan hutan
alam primer lebih cocok digambarkan dengan persamaan polinomial.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Struktur tegakan pada hutan alam bekas tebangan dan hutan alam primer
untuk seluruh jenis pohon di areal PT Gunung Gajah Abadi membentuk kurva
“J” terbalik yang artinya terjadi penurunan jumlah pohon seiring penambahan
diameter.
13
2. Seluruh model struktur tegakan untuk seluruh jenis pohon menggunakan
persamaan eksponensial negatif N = K.e-aD
dapat diterima dengan nilai R2
berkisar antara 0.746–0.997 dan nilai p-value yang kecil dari 0.05.
3. Model struktur tegakan hutan alam kelompok jenis meranti pada petak contoh
tahun 1994 dan hutan alam primer menggambarkan hubungan yang nyata
antara jumlah pohon dan diameternya menggunakan persamaan polinomial.
4. Model struktur tegakan hutan alam kelompok jenis meranti pada petak contoh
tahun 2013, 2005 dan 1985 menggambarkan hubungan yang nyata antara
jumlah pohon dan diameternya menggunakan persamaan eksponensial negatif.
Saran
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan model struktur
tegakan yang lain.
2. Penanaman di areal bekas tebangan diutamakan kelompok jenis meranti
sebagai investasi perusahaan untuk penebangan di daur selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Direktorat Jenderal Bina Produksi
Kehutanan Nomor : P.9/VI/BPHA/2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem
Silvikultur Dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada
Hutan Produksi. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan.
Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor :
P.11/Menhut-II/2009. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan.
Istomo. 1994. Hubungan antara komposisi, struktur dan penyebaran ramin
(Gonystylus bancanus Miq. Kurz) dengan sifat-sifat tanah gambut (studi kasus
di areal HPH PT Inhutani III Kalimantan Selatan). [thesis]. Bogor (ID):
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Krisnawati H. 2001. Pengukuran hasil hutan tidak seumur dengan pendekatan
dinamika struktur tegakan (kasus hutan alam bekas tebangan). [thesis]. Bogor
(ID): Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Meyer H. A., A.B. Recnagel, D.D. Stevenson and R. A. Bartoo, 1961. Forest
Management 2nd ed. New York (US): The Ronald Press Compay.
Muhdin, Suhendang E, Wahjono D, Purnomo H, Istomo, Simangunsong BCH.
2008. Keragaman Struktur Tegakan Hutan Alam Sekunder. Jurnal Manajemen
Hutan Tropika 14(2):81-87.
Muhdin, Suhendang E, Wahjono D, Purnomo H, Istomo, Simangunsong BCH.
2011. Pendugaan Dinamika Struktur Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan.
Jurnal Manajemen Hutan Tropika 17(1):1-9. Osmaston FC. 1968. The Management of Forests. New York (US): Gafner Publisher.
Rosmantika M. 1997. Studi model dinamika struktur tegakan hutan alam bekas
tebangan di Stagen Pulau Laut Kalimantan Selatan. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
14
Suhendang E. 1985. Studi model struktur tegakan hutan alam hujan tropika
dataran rendah di Bengkunat Propinsi Daerah Tingkat I Lampung. [thesis].
Bogor (ID): Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Suhendang E. 1993. Alternatif Metode Pengaturan Hasil pada Areal Bekas
Tebangan Hutan Tidak Seumur. Makalah disampaikan dalam Seri Diskusi
Ilmiah Kehutanan dalam Rangka Dies Natalis IPB ke-30 dan HAPKA IX-1993.
Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.
Utami SD. 2007. Analisis komposisi jenis dan struktur tegakan di hutan bekas
tebangan dan hutan primer di areal IUPHHK PT Sarmiento Parakantja Timber
Kalimantan Tengah. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.
15
Lampiran 1 Hasil analisis regresi hutan alam bekas tebangan tahun 2013 seluruh
jenis
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0.99
R Square 0.99
Adjusted R Square 0.99
Standard Error 0.09
Observations 5.00
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 3.36 3.36 376.69 0.00
Residual 3 0.03 0.01
Total 4 3.39
Coefficients
Standard
Error t Stat P-value
Lower
95%
Upper
95%
Lower
95.0%
Upper
95.0%
Intercept 5.73 0.11 50.84 0.00 5.37 6.09 5.37 6.09
X Variable 1 -0.06 0.00 -19.41 0.00 -0.07 -0.05 -0.07 -0.05
Ln N = Ln 5.73 – 0.06
Lampiran 2 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 2005 seluruh
jenis
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0.97
R Square 0.93
Adjusted R Square 0.91
Standard Error 0.27
Observations 5.00
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 3.18 3.18 42.21 0.01
Residual 3 0.23 0.07
Total 4 3.41
Coefficients
Standard
Error t Stat P-value
Lower
95%
Upper
95%
Lower
95.0%
Upper
95.0%
Intercept 6.03 0.33 18.40 0.00 4.98 7.07 4.98 7.07
X Variable 1 -0.06 0.01 -6.50 0.01 -0.08 -0.03 -0.08 -0.03
Ln N = Ln 6.03 – 0.06
16
Lampiran 3 Hasil analisi tegresi hutan alam bekas tebangan tahun 1994 seluruh
jenis
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0.91
R Square 0.84
Adjusted R Square 0.78
Standard Error 0.30
Observations 5.00
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 1.42 1.42 15.46 0.03
Residual 3 0.27 0.09
Total 4 1.70
Coefficients
Standard
Error t Stat P-value
Lower
95%
Upper
95%
Lower
95.0%
Upper
95.0%
Intercept 5.41 0.36 14.95 0.00 4.26 6.56 4.26 6.56
X Variable 1 -0.04 0.01 -3.93 0.01 -0.07 -0.01 -0.07 -0.01
Ln N = Ln 5.41 – 0.04
Lampiran 4 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 1985 seluruh
jenis
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0.99
R Square 0.99
Adjusted R Square 0.99
Standard Error 0.06
Observations 5.00
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 7.42 3.47 1105.99 0.00
Residual 3 0.01 0.00
Total 4 3.48
Coefficients
Standard
Error t Stat P-value
Lower
95%
Upper
95%
Lower
95.0%
Upper
95.0%
Intercept 5.87 0.07 87.75 0.00 5.66 6.08 5.66 6.08
X Variable 1 -0.06 0.00 -33.26 0.00 -0.06 -0.05 -0.06 -0.05
Ln N = Ln 5.87 – 0.06
17
Lampiran 5 Hasil analisi regresi hutan alam primer seluruh jenis
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0.86
R Square 0.74
Adjusted R Square 0.66
Standard Error 0.42
Observations 5.00
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 1.55 1.55 8.81 0.06
Residual 3 0.53 0.18
Total 4 2.08
Coefficients
Standard
Error t Stat P-value
Lower
95%
Upper
95%
Lower
95.0%
Upper
95.0%
Intercept 5.03 0.50 10.04 0.00 3.43 6.62 3.43 6.62
X Variable 1 -0.04 0.01 -2.97 0.06 -0.08 -0.00 -0.08 -0.00
Ln N = Ln 5.03 – 0.04
Lampiran 6 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 2013 kelompok
meranti
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0.94
R Square 0.88
Adjusted R Square 0.85
Standard Error 0.29
Observations 5.00
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 1.96 1.96 23.24 0.02
Residual 3 0.25 0.08
Total 4 2.21
Coefficients
Standard
Error t Stat P-value
Lower
95%
Upper
95%
Lower
95.0%
Upper
95.0%
Intercept 4.48 0.34 12.91 0.00 3.38 5.58 3.38 5.58
X Variable 1 -0.04 0.01 -4.92 0.02 -0.07 -0.01 -0.07 -0.01
Ln N = Ln 4.48 – 0.04
18
Lampiran 7 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 2005 kelompok
meranti
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0.90
R Square 0.81
Adjusted R Square 0.75
Standard Error 0.49
Observations 5.00
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 3.12 3.12 12.95 0.04
Residual 3 0.72 0.24
Total 4 3.84
Coefficients
Standard
Error t Stat P-value
Lower
95%
Upper
95%
Lower
95.0%
Upper
95.0%
Intercept 4.75 0.58 8.11 0.00 2.88 6.61 2.88 6.61
X Variable 1 -0.05 0.01 -3.60 0.04 -0.10 -0.01 -0.10 -0.01
Ln N = Ln 4.75 – 0.05
Lampiran 8 Hasil analisi regresi hutan alam bekas tebangan tahun 1985 kelompok
meranti
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics
Multiple R 0.98
R Square 0.97
Adjusted R Square 0.96
Standard Error 0.13
Observations 5.00
ANOVA
df SS MS F Significance F
Regression 1 1.68 1.68 92.81 0.00
Residual 3 0.05 0.02
Total 4 1.74
Coefficients
Standard
Error t Stat P-value
Lower
95%
Upper
95%
Lower
95.0%
Upper
95.0%
Intercept 4.21 0.16 26.19 0.00 3.70 4.72 3.70 4.72
X Variable 1 -0.04 0.00 -9.63 0.00 -0.05 -0.03 -0.05 -0.03
Ln N = Ln 4.21 – 0.04
19
Lampiran 9 Daftar jenis pohon hasil pengamatan dalam petak contoh
Nama Pohon Nama Latin Famili
Anggih Sindora wallichii Benth Caesalpiniaceae
Arang Diospyros pilosanthera Ebenaceae
Arau Elmerrillia mollis Dandy Magnoliaceae
Bangkiraia Shorea laevifolia Endert Dipterocarpaceae
Banitan Polyalthia glauca Boerl Annonaceae
Bayur Pterocymbium tubulatum Pierre Sterculiaceae
Benuang Duabanga moluccana Bl Sonneratiaceae
Beringin Payena microphylla Pierre Sapotaceae
Dara-dara Myristica crassifolia Hook f. et Th Myristicaceae
Durian Durio Zibethinus Bombacaceae
Gerunggang Cratoxylon arborescens BI Flacourtiaceae
Jabon Anthocephalus cadamba Miq Rubiaceae
Jambu Eugenia sp Myrtaceae
Jelutung Dyera costulata Apocynaceae
Kacang Galearia sp Euphorbiaceae
Kapuk Hitama Dryobalanops oocarpa V.Sl. Dipterocarpaceae
Kapura Dryobalanops sp. Dipterocarpaceae
Kayu Arang Diospyros macrophylla Bl Ebenaceae
Kayu Asam Tetramerista glabra Miq. Theaceae
Kayu Batua Xanthophyllum flavescens Roxb Polygalaceae
Kayu Bawang Scorodocarpus borneensis Becc Olacaceae
Kayu Gading Koilodepas sp Euphorbiaceae
Kayu Hitam Diospyros sp Ebenaceae
Kayu Lilin Xanthophyllum Polygalaceae
Kempas Koompassia excelsa Caesalpiniaceae
Keruinga Dipterocarpus cornutus Dipterocarpaceae
Mahang Macaranga hypoleuca Euphorbiaceae
Makaranga Macaranga triloba Euphorbiaceae
Mata Kucing Dimocarpus longan Lour Sapindaceae
Mayau Shorea palembanica Mig. Dipterocarpaceae
Medang Alseodaphne umbelliflora BI Lauraceae
Menggeris Koompassia malaccensis Maing Caesalpiniaceae
Meranti Kuninga Shorea Multiflora Dipterocarpaceae
Meranti Meraha Shorea leprosula Miq Dipterocarpaceae
Meranti Putiha Shorea stenoptera Burck Dipterocarpaceae
Mersawaa Anispotera marginata Dipterocarpaceae
Nyatoha Palaquium ferox H.J.L Sapotaceae
Nyerakat Hopea pachycarpa Sym Dipterocarpaceae
Pasang Lithocarpus elegans (BI.) Fagaceae
Pelapiha Heritiera simplicifolia Sterculiaceae
Pelawan Tristaniopsis merguensis Griff Myrtaceae
20
Lampiran 9 (Lanjutan) Nama Pohon Nama Latin Famili
Pulai Alstonia scholaris R.Br Apocynaceae
Rengas Gluta renghas Anacardiaceae
Resaka Cotylelobium melanoxylon Pierre Dipterocarpaceae
Simpur Dillenia grandifolia Wall Dilleniaceae
Sengkuang Dracontomelum mangiferum Anacardiaceae
Tebu Hitam Koordersiodendron pinnatum Merr Anacardiaceae
Tengkawang Shorea compressa Burck Dipterocarpaceae
Terap Artocarpus elasticus Reinw Moraceae
Ulin Eusideroxylon zwageri T.et B Lauraceae a Jenis kelompok meranti
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Malalo, Batipuh Selatan Kabupaten Tanah Datar
Sumatera Barat pada tanggal 17 Juli 1992 sebagai anak ke 2 dari 3 bersaudara dari
pasangan Bapak Syamsul Bahri dan Ibu Yarnis. Penulis lulus dari SMA N 3
Batusangkar Sumatera Barat pada tahun 2010 dan melanjutkan pendidikan ke
Institut Pertanian Bogor (IPB) Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan
melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun yang sama. Saat
diterima sebagai mahasiswa IPB, penulis juga terdaftar sebagai penerima
beasiswa Bidik Misi dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian
Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota BEM Fakultas
Kehutanan Divisi Informasi dan Komunikasi pada tahun 2012 dan anggota
SYLVA Indonesia Pengurus Cabang Institut Pertanian Bogor (IPB) pada divisi
dan tahun yang sama. Dari tahun 2011 – 2013 penulis aktif sebagai anggota Forest
Management Student Club (FMSC) Divisi Informasi dan Komunikasi dan sebagai
anggota Kelompok Studi Hidrologi Hutan. Penulis juga terlibat sebagai redaksi
Forester Magazine edisi I dan menjabat sebagai pimpinan redaksi pada Forester
Magazine edisi II.
Pada tahun 2012, penulis pernah melaksanakan Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Leuweung Sancang Timur dan Gunung
Papandayan, serta Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung
Walat, Sukabumi pada tahun 2013. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang
(PKL) di IUPHHK-HA PT Gunung Gajah Abadi Kalimantan Timur pada tahun
2014. Pada tahun yang sama penulis juga pernah menjadi asisten Praktek
Pengelolaan Hutan (PPH) Fakultas Kehutanan IPB dan Praktek Umum
Pengelolaan Hutan (PUPH) Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Riau di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi.