perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

114
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MELALUI FILM PENDEK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA (:PENELITIAN TINDAKAN KELAS) Skripsi Skripsi Oleh : Triyono K 2306041 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

MELALUI FILM PENDEK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI

BELAJAR DAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA

(:PENELITIAN TINDAKAN KELAS)

Skripsi

Skripsi

Oleh :

Triyono

K 2306041

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

MELALUI FILM PENDEK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI

BELAJAR DAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA

(:PENELITIAN TINDAKAN KELAS)

Oleh :

Triyono

K 2306041

Skripsi

Ditulis Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna

Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika Jurusan

Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji di

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univesitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada hari :

Tanggal :

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Rini Budiharti, M.Pd NIP. 19582708 198403 2 003

Daru Wahyuningsih, S.Si, M.Pd NIP. 197510032005012001

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan.

Pada hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi :

Ketua : Drs. Supurwoko, M.Si ........................

Sekretaris : Drs. Yohanes Radiyono ........................

Anggota I : Dra. Rini Budiharti, M.Pd ........................

Anggota II : Daru Wahyuningsih, S.Si, M.Pd ........................

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd

NIP. 19600727 198702 1 001

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Triyono. PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MELALUI FILM PENDEK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA (:PENELITIAN TINDAKAN KELAS). Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, November 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) apakah penerapan

pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan motivasi belajar

fisika siswa dengan (2) apakah penerapan pembelajaran kontekstual melalui film

pendek dapat meningkatkan kemampuan kognitif fisika siswa.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action

Research) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus diawali tahap persiapan dan

tahap pelaksanaan siklus yang terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan

tindakan, observasi dan evaluasi, serta refleksi. Subyek penelitian adalah siswa

kelas X.3 SMA Negeri I Wonogiri Tahun Pelajaran 2009/2010 yang dikhususkan

pada materi pokok Suhu dan Kalor sebanyak 33 siswa. Data diperoleh melalui

pengamatan, wawancara dengan guru, tes, angket dan dokumentasi. Teknik analisis

data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa (1) penerapan

pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan motivasi belajar

fisika siswa Kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun Pelajaran 2009/2010 pada

materi pokok Suhu dan Kalor. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan siklus I dan

siklus II. Pada siklus I pencapaian persentase indikator aspek motivasi belajar fisika

siswa sebesar 66,97% dan pada siklus II meningkat menjadi 68,95% dan telah

melampaui target yang ditetapkan yaitu pencapaian persentase indikator sebesar

60%. Untuk pencapaian aspek aktivitas belajar klasikal siswa pada siklus I sebesar

70,50% yang kemudian meningkat menjadi 78,50% pada siklus II dan telah

melampaui target yang ditetapkan yaitu pencapaian indikator sebesar 60%, (2)

penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan

kemampuan kognitif fisika siswa Kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun

Pelajaran 2009/2010 pada materi pokok Suhu dan Kalor. Hal ini dapat dilihat dalam

pelaksanaan tes siklus I dan tes siklus II. Pada siklus I ketuntasan belajar siswa

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

sebesar 30,30% yang kemudian meningkat menjadi 66,67% pada siklus II. Untuk

target aspek kognitif yang ditetapkan adalah ketuntasan belajar siswa sebesar 60%

dengan nilai batas ketuntasan minimal 67.

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

ABSTRACT

Triyono. THE APPLICATION OF CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING THROUGH SHORT FILMS TO IMPROVE LEARNING MOTIVATION AND PHYSICS COGNITIVE STUDENT’S ABILITIES (:CLASSROOM ACTION RESEARCH). Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University, November 2010

The aims of the research are to know : (1) whether the application of

contextual teaching and learning through short films can improve the students'

physics learning motivation (2) whether the application of contextual teaching and

learning through short films can improve the physics cognitive student’s abilities.

This research is a Classroom Action Research that is held in two cycles. The

cycles are started by preparation phase and execution phase that consist of action

planning, action, observation, evaluation, and reflection. The research subject is X.3

Wonogiri 1 Senior High School students in the school year of 2009/2010, which is

consist of 33 students in the subject matter Heat and Temperature. Techniques of

collecting data are observation, interview with teacher, test, questionnaire and

documentation. Descriptive qualitative technique was used to analyze the data.

Based on research results, it can be concluded that (1) the application of

contextual teaching and learning through short films can improve students' learning

motivation in the subject matter Heat and Temperature of X.3 Wonogiri 1 Senior

High School student in the school year of 2009/2010. It can be seen from execution

of cycle I and cycle II. At first cycle, the percentage attainment of student’s

learning motivation indicator aspect was 66.97% and increased became 68,95% at

second cycle. It has exceeded the target 60% which has been decided. The

attainment of student’s classical learning activities was 70,50% at first cycle and

then increased became 78,50% at second cycle. It has exceeded the target 60%

which has been decided. (2) the application of contextual teaching and learning

through short films can improve the physics cognitive student’s abilities in the

subject matter Heat and Temperature of X.3 Wonogiri 1 Senior High School

student in the school year of 2009/2010. It can be seen from execution of cycle I

and cycle II. At first cycle, the student’s learning completeness was 30,30% and

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

then increased became 66,67% at second cycle. It has exceeded the student’s

learning completeness target was 60% with minimum completeness limit value was

67.

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

MOTTO

� ”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga

mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.

( QS. Ar Ra’d : 11 )

� ”Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.

(QS. Al Insyirah : 5)

� ”Bekerja, berdoa kemudian tawakal, apapun hasilnya yakinlah itu adalah

yang terbaik dari-Nya ”. ( Penulis)

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Bapak dan Ibuku tercinta, terima kasih atas doa,

pengorbanan dan perjuangannya untukku.

2. Mbak Nanik, Mas Muji, dan Mbak Tatik tersayang

3. Sahabat-sahabatku yang selalu menyemangatiku

4. Teman-teman Prodi P.Fisika angkatan 2006

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi

sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan Skripsi ini.

Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat dapat

teratasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk bantuannya, penulis mengucapkan

terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberikan izin penelitian.

2. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si. Selaku Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

menyetujui permohonan penyusunan Skripsi ini.

3. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd. Selaku Ketua Program Fisika dan Dosen

Pembimbing I Program Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan Dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Daru Wahyuningsih, S.Si, M.Pd, Selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan dalam penyusunan Skripsi ini.

5. Bapak Drs. H. Mulyadi, M.T selaku Kepala SMA Negeri I Wonogiri yang telah

memberikan izin untuk mengadakan penelitian.

6. Bapak Suparjo, M.Pd, selaku guru mata pelajaran Fisika SMA Negeri I

Wonogiri yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis

melakukan penelitian.

7. Siswa-siswi kelas X.3. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

8. Ibu dan Bapak yang telah memberikan do’a restu dan dorongan sehingga

penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

9. Kakak-kakakku (Mbak Nanik dan Mbak Tatik) tercinta yang senantiasa menjadi

motivator.

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

10. Sahabat-sahabatku di fisika 2006 untuk segala dukungan, persahabatan, dan

bantuannya.

11. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

Semoga amal baik semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT.

Penulis menyadari sepenuhnya skripsi yang telah dikerjakan ini masih

jauh dari kesempurnaan maka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, November 2010

Penulis

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL………………………………………………………......

HALAMAN PENGAJUAN ……………………………………………......

HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………………...

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………..

HALAMAN ABSTRAK………………………………………………………

HALAMAN ABSTRAC ..................................................................................

HALAMAN MOTTO…………………………………………………………

HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………….………………...

KATA PENGANTAR………………………………………….……………..

DAFTAR ISI……………………………………………………….……….....

DAFTAR TABEL ............................................................................................

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………….….

A. Latar Belakang Masalah………………………………………...

B. Identifikasi Masalah ...………………………………………….

C. Pembatasan Masalah ...…………………………………………

D. Perumusan Masalah ...……………………………………….….

E. Tujuan Penelitian…………..………...…………………………

F. Manfaat Penelitian…….. …………... …………………………

BAB II. LANDASAN TEORI …................................................................

A. Kajian Teori………………………………………....................

1. Pembelajaran Fisika…………………………………………

2. Pendekatan dan Metode Pembelajaran Fisika………………

a. Pendekatan Kontekstual…………………………………..

b. Metode Diskusi……………………………………………

3. Media Pembelajaran ………………………………………..

a. Film Pendek ……………………………………………….

b. Microsoft Powerpoint………………………………………

I

ii

iii

iv

v

vii

ix

x

xi

xiii

xvii

xix

xxii

1

1

4

4

5

5

5

7

7

7

8

8

13

14

15

16

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

4. Tinjauan Tentang Motivasi………………………………….

a. Pengertian Motivasi ………………………………………

b. Interaksi Antara Motivasi dan Aktivitas Belajar …………

c. Teknik Untuk Menimbulkan Motivasi Belajar …………..

5. Kemampuan Kognitif Fisika ………………………………

a. Pengetahuan/Ingatan ……………………………………

b. Pemahaman ………………………………………………

c. Penerapan/Aplikasi ………………………………………

d. Analisis……………………………………………………

e. Sintesis ……………………………………………………

f. Evaluasi …………………………………………………...

6. Konsep Suhu dan Kalor ……………………………………

a. Suhu dan Termometer ……………………………………

b. Pemuaian …………………………………………………

c. Kalor ……………………………………………………..

B. Penelitian yang Relevan…………………………………........

C. Kerangka Berpikir ...…………………………………………..

D. Hipotesis Tindakan ...………………………………………....

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN…………………………………

A. Setting Penelitian …………………………………………….

1. Tempat Penelitian………………………………………….

2. Waktu Penelitian …………………………………………..

B. Subjek Penelitian ...……………………………………………

C. Data dan Sumber Data ...……………………………………..

D. Variabel Penelitian ……………………………………………

1. Variabel Bebas …………………………………………….

2. Variabel Terikat ……………………………………………

E. Teknik dan Instrumen Penelitian ……………………………..

1. Teknik Pengumpulan Data …………………………………

a. Nilai Tes ………………………………………………

b. Observasi ……………………………………………..

17

17

18

19

20

20

21

21

21

21

21

22

22

23

27

33

34

36

37

37

37

37

37

37

38

38

39

39

39

39

39

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

c. Wawancara ……………………………………………

d. Kajian Dokumentasi …………………………………..

e. Angket …………………………………………………

2. Instrumen Penelitian ………………………………………

a. Instrumen Pembelajaran ………………………………

b. Instrumen Penilaian ……………………………………

1). Instrumen Kemampuan Kognitif …………………..

2). Instrumen Angket Motivasi ………………………..

3). Instrumen Observasi Aktivitas Siswa ………………

F. Teknik Pemeriksaan Validitas Data ………………………….

G. Teknik Analisis Data …………………………………………

H. Indikator Kinerja ……………………………………………..

I. Prosedur Penelitian ……………………………………………

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………

A. Deskripsi Kondisi Awal ……………………………………...

B. Deskripsi Hasil Siklus I ………………………………………

1. Perencanaan Tindakan I ……………………………………

2. Pelaksanaan Tindakan I ……………………………………

3. Observasi Tindakan I ………………………………………

4. Refleksi Tindakan I ………………………………………..

C. Deskripsi Hasil Siklus II ...……………………………………

1. Perencanaan Tindakan II …………………………………..

2. Pelaksanaan Tindakan II …………………………………..

3. Observasi Tindakan II ……………………………………..

4. Refleksi Tindakan II ……………………………………….

D. Pembahasan …………………………………………………..

BAB V. Simpulan, Implikasi, dan Saran …………………………………..

A. Simpulan……………………………………………………..

B. Implikasi ...……………………………………………………..

C. Saran ...…………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

40

40

40

40

40

40

41

45

47

48

49

50

51

55

55

59

59

60

63

68

73

73

74

77

81

87

90

90

90

91

92

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

LAMPIRAN.....................................................................................................

PERIZINAN ...................................................................................................

95

310

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1

Tabel 3.1

Tabel 4.1

Tabel 4.2

Tabel 4.3

Tabel 4.4

Tabel 4.5

Tabel 4.6

Tabel 4.7

Tabel 4.8

Tabel 4.9

Tabel 4.10

Tabel 4.11

Tabel 4.12

Tabel 4.13

Tabel 4.14

Perbandingan Antar Skala Pada Termometer

Indikator Keberhasilan Siklus

Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika

Pada Kondisi Pra Siklus

Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa

Pada Observasi Pra Siklus

Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar

Fisika Siswa Siklus I

Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa

Pada Observasi Siklus I

Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Siswa dalam

Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I

Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus I

Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi

Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan

Observasi Siklus I

Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas

Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan

Observasi Siklus I

Persentase Rata-rata Ketercapaian Tes Kognitif Siklus I

Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi

Belajar Fisika Siswa Siklus II

Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa

Pada Observasi Siklus II

Persentase Ketercapain Indikator Aktivitas Siswa Dalam

Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus II

Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus II

Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi

Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan

23

50

56

57

64

65

66

68

69

70

72

77

78

79

80

81

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

Tabel 4.15

Tabel 4.16

Tabel 4.17

Tabel 4.18

Siklus II

Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivita

Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Observasi

Siklus II

Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas

Siswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I

Dengan Observasi Siklus II

Persentase Rata-rata Ketercapaian Tes Kognitif Siklus II

Persentase Ketercapaian Rata-rata Tiap Aspek Antar Siklus

83

85

86

88

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xix

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1

Gambar 2.2

Gambar 2.3

Gambar 2.4

Gambar 2.5

Gambar 2.6

Gambar 2.7

Gambar 2.8

Gambar 3.1

Gambar 3.2

Gambar 3.3

Gambar 4.1

Gambar 4.2

Gambar 4.3

Gambar 4.4

Gambar 4.5

Gambar 4.6

Gambar 4.7

Gambar 4.8

Gambar 4.9

Gambar 4.10

Gambar 4.11

Termometer Raksa

Grafik Penyusutan Volume Air saat Peristiwa Anomali

Diagram Perubahan Wujud Zat

Perubahan Wujud Yang Dialami Air Dalam Tiga Fase

Grafik Hubungan Kalor Terhadap Perubahan Wujud Zat

Rambatan Kalor Secara Konduksi

Arus Konveksi Pada Air yang Dipanaskan

Skema Kerangka Pemikiran

Skema Pemeriksaan Validitas Data

Skema Analisis Data

Skema Prosedur Penelitian

Tampilan Blog Bapak Sukarjo

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus

Termometer Yang Dimasukkan Dalam Gelas Beker

Tampilan Slide Tentang Rel Kereta Api

Tampilan Film Pendek Tentang Pemuaian Pada Bola Besi

Tampilan Film Pendek Tentang Bimetal

Tampilan Film Pendek Tentang Pemuaian Gas

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus I

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

Aktivitas Siswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi

22

26

29

29

31

31

33

36

48

50

54

56

57

58

60

61

61

62

63

64

65

67

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xx

Gambar 4.12

Gambar 4.13

Gambar 4.14

Gambar 4.15

Gambar 4.16

Gambar 4.17

Gambar 4.18

Gambar 4.19

Gambar 4.20

Gambar 4.21

Gambar 4.22

Gambar 4.23

Gambar 4.24

Siklus I

Diagram Pie Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Dalam

Pembelajaran Pada Siklus I

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian

Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada

Observasi Pra Siklus Dengan Siklus I

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian

Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra

Siklus Dengan Siklus I

Tampilan Film Pendek Mengenai Peristiwa Mencair

Tampilan Film Pendek Mengenai Peristiwa Konduksi

Tampilan Film Pendek Mengenai Proses Terjadinya Angin

Laut

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus II

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

Aktivitas Klasikal Siswa pada Observasi Siklus II

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

Aktivitas Siswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi

Siklus II

Diagram Pie Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Dalam

Pembelajaran Pada Siklus II

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian

Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada

Observasi Siklus I Dengan Siklus II

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian

Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I

Dengan Siklus II

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian

Indikator Aktivitas Diskusi Kelompok Pada Observasi

Siklus I Dengan Siklus II

68

69

71

75

76

76

78

79

80

81

82

84

85

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxi

Gambar 4.25

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketuntasan

Belajar Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II

86

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5

Lampiran 6

Lampiran 7

Lampiran 8

Lampiran 9

Lampiran 10

Lampiran 11

Lampiran 12

Lampiran 13

Lampiran 14

Lampiran 15

Lampiran 16

Lampiran 17

Lampiran 18

Lampiran 19

Lampiran 20

Lampiran 21

Lampiran 22

Lampiran 23

Lampiran 24

Lampiran 25

Lampiran 26

Lampiran 27

Lampiran 28

Jadwal Penelitian

Satuan Pelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran III

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IV

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran V

Lembar Kerja Siswa (LKS) I

Kunci LKS I

Lembar Kerja Siswa (LKS) II

Kunci LKS II

Lembar Kerja Siswa (LKS) III

Kunci LKS III

Lembar Kerja Siswa (LKS) IV

Kunci LKS IV

Lembar Kerja Siswa (LKS) V

Kunci LKS V

Kisi-Kisi Try Out Angket Motivasi Belajar Fisika

Soal Try Out Angket Motivasi Belajar Fisika

Kisi-Kisi Try Out Tes Kemampuan Kognitif Fisika

Soal Try Out Tes Kemampuan Kognitif Fisika

Lembar Jawab Try Out Tes Kemampuan Kognitif Fisika

Kunci Try Out Tes Kemampuan Kognitif Fisika

Kisi-Kisi Angket Motivasi Belajar Fisika

Soal Angket Motivasi Belajar Fisika

Analisis Try Out Angket Motivasi Belajar Fisika

Kisi-Kisi Tes Kemampuan Kognitif Siklus I

Soal Tes Kemampuan Kognitif Siklus I

95

96

121

127

134

140

147

153

157

160

166

170

176

178

184

186

191

193

194

198

201

215

216

217

218

220

227

229

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xxiii

Lampiran 29

Lampiran 30

Lampiran 31

Lampiran 32

Lampiran 33

Lampiran 34

Lampiran 35

Lampiran 36

Lampiran 37

Lampiran 38

Lampiran 39

Lampiran 40

Lampiran 41

Lampiran 42

Lampiran 43

Lampiran 44

Lampiran 45

Lampiran 46

Lampiran 47

Lampiran 48

Lampiran 49

Lampiran 50

Lembar Jawab Tes Kemampuan Kognitif Siklus I

Kunci Tes Kemampuan Kognitif Siklus I

Kisi-Kisi Tes Kemampuan Kognitif Siklus II

Soal Tes Kemampuan Kognitif Siklus II

Lembar Jawab Tes Kemampuan Kognitif Siklus II

Kunci Tes Kemampuan Kognitif Siklus II

Ringkasan Hasil Wawancara Awal

Nilai Optik Siswa Kelas X3 (Pra Siklus)

Hasil Observasi Awal (Pra Siklus)

Daftar Kelompok Diskusi Siswa Kelas X3

Lembar Observasi Aktivitas Klasikal Siswa Pra Siklus,

Siklus I, dan Siklus II

Lembar Observasi Aktivitas Diskusi Kelompok Siklus I-II

Hasil Observasi Aktivitas Klasikal Siswa Siklus I & II

Hasil Observasi Aktivitas Diskusi Kelompok Siklus I & II

Analisis Angket Motivasi Belajar Pra Siklus

Analisis Angket Motivasi Belajar Siklus I

Analisis Angket Motivasi Belajar Siklus II

Analisis Try Out Tes Kemampuan Kognitif

Analisis Tes Kemampuan Kognitif Siklus I

Analisis Tes Kemampuan Kognitif Siklus II

Denah Tempat Duduk Siswa Kelas X3

Dokumentasi

239

240

241

243

252

253

254

256

257

258

260

263

265

271

277

282

287

292

298

303

308

309

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sektor yang sangat menentukan kualitas hidup

suatu bangsa. Tinggi rendahnya kualitas suatu bangsa dapat diukur dari tingkat

pendidikan warga negaranya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kegagalan

pendidikan berimplikasi pada gagalnya suatu bangsa, dan keberhasilan pendidikan

secara otomatis membawa keberhasilan suatu bangsa. Oleh sebab itu, untuk

memperbaiki kehidupan suatu bangsa, harus dimulai dari penataan dalam segala

aspek dalam pendidikan, mulai dari aspek tujuan, sarana, pembelajaran,

manajerial, dan aspek lain yang secara langsung maupun tidak langsung

berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran.

Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat

dominan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Sebaliknya,

pembelajaran juga memiliki pengaruh yang menyebabkan kualitas pendidikan

menjadi rendah, artinya pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru

dalam melaksanakan atau mengemas proses pembelajaran. Pembelajaran yang

dilaksanakan secara baik dan tepat akan memberikan kontribusi sangat dominan

bagi siswa, sebaliknya pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang tidak

baik akan menyebabkan potensi siswa sulit dikembangkan atau diberdayakan.

Dewasa ini proses pembelajaran dituntut selalu menyesuaikan dengan

dinamika masyarakat, karena pembelajaran yang statis dan konvensional

cenderung membuat siswa bosan dan tidak memiliki motivasi untuk belajar. Suatu

pembelajaran akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya,

bukan mengetahuinya. Demikian sehingga diperlukan terobosan baru dalam

pembelajaran yang memungkinkan guru untuk mengajarkan suatu materi kepada

siswa dengan menarik.

Salah satu pembelajaran yang berorientasi hal tersebut adalah

pembelajaran kontekstual. Wina Sanjaya (2008 : 255) berpendapat, “Contextual

Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang

1

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

1

menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat

menekankan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi nyata

sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan

mereka”.

Selain itu setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar.

Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut oleh Bobbi Deporter dalam Wina Sanjaya

(2008:262) dinamakan sebagai unsure modalitas belajar. Menurutnya ada tiga tipe

gaya belajar siswa yaitu tipe visual, auditorial, dan kinestetis. Tipe visual adalah

gaya belajar dengan cara melihat, artinya siswa akan lebih cepat belajar dengan

cara menggunakan indra penglihatan. Tipe auditorial adalah tipe belajar dengan

cara menggunakan alat pendengarannya. Sedangkan tipe kinestetis adalah tipe

belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh.

Sebagai fasilitator pembelajaran, guru hendaknya mampu berinovasi dan

berkreasi dalam rangka merancang suatu pembelajaran yang menarik dan

bermakna bagi siswa. Sesuai tuntutan perkembangan teknologi, guru hendaknya

mampu mengembangkan pembelajaran yang memanfaatkan media komputer

sebagai sarana untuk menampilkan konsep-konsep fisika yang abstrak menjadi

terlihat konkret. Guru dapat memanfaatkan program Macromedia Flash 8 untuk

membuat animasi-animasi fisika. Guru juga dapat memanfaatkan program GOM

Player dan Windows Media Classic untuk menampilkan film pendek dalam

pembelajaran fisika. Sehingga dengan memanfaatkan dua program di atas

diharapkan siswa akan lebih tertarik dan mudah memahami konsep-konsep fisika.

Media film pendek merupakan media yang mampu mengkombinasikan

dua gaya belajar yaitu tipe visual dan auditorial. Dengan film pendek, siswa

mampu melihat dan mendengar suatu kejadian fisika yang tidak dapat ditampilkan

media lainnya. Melalui film pendek dapat ditampilkan ilustrasi yang konkret

tentang sebuah konsep dan aplikasi dari sebuah materi fisika yang sebelumnya

kelihatan abstrak sehingga dari situ kemampuan siswa dalam memahami sebuah

fenomena fisika dapat lebih baik

Keberhasilan siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh banyak faktor,

secara garis besar adalah faktor intern (dalam diri) dan faktor ekstern ( luar diri/

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

lingkungan). Faktor intern berasal dari dalam diri individu masing-masing, hal itu

berupa kemauan ataupun kemampuan yang lain dari individu tersebut yang dapat

mengendalikannya. Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar, hal

tersebut dapat berasal dari lingkungan sekitar, baik lingkungan keluarga,

masyarakat bahkan bisa berasal dari kegiatan belajar mengajar itu sendiri.

Dalam kaitannya dengan faktor intern, contoh yang mudah dilihat adalah

adanya motivasi. Seperti yang dikemukakan Mc Donald dalam Sardiman

(2010:74) bahwa motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi

yang ada pada diri manusia untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu.

Sehingga untuk belajar secara rutin, siswa memerlukan motivasi dari dalam

dirinya. Sedangkan untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, guru harus

pintar-pintar untuk memberikan rangsangan. Dan salah satu rangsangan yang

dapat diberikan adalah dengan melaksanakan pembelajaran yang menarik, yang

menggugah rasa ingin tahu siswa dan menghadirkan suasana yang menyenangkan

dalam kegiatan belajar mengajar.

SMAN 1 Wonogiri adalah salah satu sekolah favorit di wilayah Kabupaten

Wonogiri sehingga sebagian besar siswanya merupakan siswa-siswa yang

memiliki nilai ujian nasional di atas rata-rata. Kendati demikian, dari hasil

wawancara dengan guru kelas X di SMAN 1 Wonogiri dan observasi di kelas X3

yang dilakukan peneliti, diperoleh suatu fakta tentang permasalahan yang terjadi

di kelas tersebut. Adapun permasalahan adalah sebagai berikut:

1. Kurang tertariknya siswa terhadap mata pelajaran fisika. Ini disebabkan

paradigma mereka bahwa fisika adalah pelajaran yang membosankan karena

identik dengan menghitung dan menghafal rumus.

2. Kurang optimalnya pemanfaatan media pembelajaran oleh guru fisika. Dalam

mengajar guru terbiasa menggunakan media powerpoint untuk menjelaskan

materi. Tetapi penggunaan media ini hanya bersifat informatif artinya hanya

berisi tulisan tentang materi tanpa disertai animasi yang menarik perhatian

siswa.

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

3. Kondisi siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pelajaran Fisika. Hal ini

ditunjukkan oleh sikap siswa yang enggan bertanya maupun menjawab

pertanyaan guru

4. Metode guru dalam mengajar yang sering berceramah pasif membuat

pembelajaran kurang menarik.

5. Rendahnya kemampuan kognitif fisika siswa. Hal ini diperkuat dengan tingkat

ketuntasan siswa kelas X3 hanya sebesar 12,12% untuk materi alat-alat optik

dengan batas ketuntasan minimal 67.

Oleh karena itu, dari uraian permasalahan tersebut, peneliti mencoba untuk

mengatasinya dengan mengajukan judul penelitian ”Penerapan Pembelajaran

Kontekstual Melalui Film Pendek Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar

Dan Kemampuan Kognitif Fisika Siswa (:Penelitian Tindakan Kelas)”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

dapat diidentifikasi masalah-masalah yang timbul sebagai berikut:

1. Kemajuan suatu negara dapat dilihat dari tinggi rendahnya tingkat pendidikan

warga negaranya.

2. Pembelajaran yang dilaksanakan dengan baik dapat memberikan hasil belajar

yang baik bagi siswa.

3. Inovasi dan kreativitas guru dalam memanfaatkan media komputer diperlukan

agar pembelajaran menjadi lebih menarik.

4. Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern.

5. Salah satu faktor intern tersebut adalah motivasi

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan dapat mencapai sasaran, maka penulis

membatasi permasalahan penelitian ini pada :

1. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X3 SMAN 1 Wonogiri Tahun

Pelajaran 2009/2010.

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

2. Pembelajaran fisika yang diterapkan adalah pendekatan kontekstual dengan

metode diskusi.

3. Media pembelajaran yang dipakai adalah microsoft powerpoint dan film

pendek.

4. Faktor intern yang diteliti adalah motivasi siswa.

5. Indikator keberhasilan proses pembelajaran fisika diukur dengan peningkatan

motivasi belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa.

6. Materi pelajaran dibatasi pada pokok bahasan suhu dan kalor.

D. Rumusan Masalah

Sesuai dengan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah

dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat

meningkatkan motivasi belajar fisika siswa ?

2. Apakah penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat

meningkatkan kemampuan kognitif fisika siswa ?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan dan pembatasan masalah yang telah

dikemukakan di depan, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Meningkatan motivasi belajar fisika siswa melalui pembelajaran kontekstual

melalui film pendek.

2. Meningkatan kemampuan kognitif fisika siswa melalui pembelajaran

kontekstual melalui film pendek.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti :

Untuk memecahkan masalah yang diteliti.

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

2. Bagi Guru

Memberikan pengalaman dan wawasan baru dalam proses pembelajaran

konstektual melalui film pendek dan penelitian tindakan kelas.

3. Bagi Siswa

Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi

belajar dan kemampuan kognitif fisika siswa yang terlibat dalam kegiatan

penelitian.

4. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang positif bagi

pengembangan sekolah, utamanya untuk peningkatan kualitas proses

pembelajaran di sekolah.

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Fisika

Fisika adalah bagian dari sains, di mana sains merupakan hasil

serangkaian proses ilmiah yang berupa pengetahuan, gagasan dan konsep dari

interaksi manusia dengan lingkungannya. Proses yang dimaksud meliputi

penyelidikan, penyusunan, dan pengajuan gagasan-gagasan. Pelajaran sains

(termasuk fisika) berkaitan dengan kegiatan mengumpulkan data, mengamati,

mengukur, menghitung, menganalisis, mencari hubungan antara dua kejadian, dan

menghubungkan konsep-konsep. Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman yang

konseptual untuk mempelajarinya, sebab sains berkaitan langsung dengan fakta-

fakta, konsep-konsep, teori, prinsip, dan hukum alam. Sehingga kemampuan

menalar sangat diperlukan untuk mempelajari sains (termasuk fisika).

Menurut Piaget, pengetahuan datang dari tindakan (Suparno, 2001).

Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa aktif anak

memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Perkembangan kognitif bukan

merupakan akumulasi dari kepingan informasi terpisah, namun lebih merupakan

pengkonstruksian oleh siswa untuk memahami lingkungan mereka. Sehingga

dalam pembelajaran fisika, guru seharusnya hadir sebagai fasilitator bagi siswa

dalam mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuannya. Karena belajar fisika

akan menarik jika penyajiannya melibatkan siswa secara aktif baik dari segi

mental maupun fisik dan bersifat nyata (kontekstual).

Pembelajaran fisika memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengembangkan kemampuan penyelidikan secara sistematis, memahami konsep

dan hubungan antar konsep berdasarkan fakta dalam kehidupan sehari-hari, serta

mampu berkomunikasi dengan menggunakan terminologi dan penyajian ilmiah.

Dengan demikian, pembelajaran fisika memberikan kesempatan seluas-luasnya

kepada siswa untuk mencari, mempertanyakan, dan mengeksplorasi pengetahuan.

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Untuk membangkitkan ketakjuban, antusiasme, dan keingintahuan siswa

dalam belajar fisika, berbagai model pembelajaran dapat diterapkan. Adapun yang

dimaksud dengan model pembelajaran adalah sebuah rencana/pola yang

mengorganisasi pembelajaran dalam kelas dan menunjukkan cara penggunaan

materi pembelajaran (buku, video, komputer, bahan dan alat praktikum). Model

pembelajaran yang diterapkan dimaksudkan untuk membantu siswa menggali

informasi, ide-ide, keterampilan, nilai-nilai, serta cara berpikir dan

mengekspresikan diri mereka sendiri. Dengan demikian, hasil akhir yang

terpenting dari pembelajaran adalah peningkatan kemampuan siswa untuk belajar

lebih mudah dan efektif di masa depan, baik karena pengetahuan dan

keterampilan yang telah mereka miliki maupun karena mereka telah menuntaskan

proses-proses belajar.

2. Pendekatan dan Metode Pembelajaran Fisika

a. Pendekatan Kontekstual

1) Latar Belakang Penggunaan Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching

and Learning atau CTL)

Suatu pembelajaran akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang

dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Salah satu pembelajaran yang berorientasi

hal tersebut adalah pembelajaran kontekstual. Di mana pengertian dari

pembelajaran kontekstual tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Elaine Johnson (2002: 58) menyatakan CTL adalah sebuah sistem yang

merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. CTL

adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan

makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari

kehidupan sehari-hari siwa.

Wina Sanjaya (2008: 255) berpendapat, “Contextual Teaching and

Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada

proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menekankan materi yang

dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi nyata sehingga mendorong

siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka”.

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Ada tiga konsep dasar dalam pembelajaran kontekstual yaitu :

Pertama, CTL menekankan kepada proses peningkatan siswa untuk

menemukan materi, artinya proses belajar diorentasikan pada proses

pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak

mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses

mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, CTL mendorong

agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan

situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap

hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.

Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan,

artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang

dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai perilakunya

dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun strategi-strategi pengajaran yang berasosiasi dengan pendekatan

kontekstual adalah CBSA, Pendekatan Proses, Life Skill Education, Authentic

Instruction, Inquary Based Learning, Problem Based Learning, Cooperative

Learning dan Service Learning". Dalam hal ini pembelajaran dengan

pendekatan kontekstual akan dijabarkan dengan metode diskusi dan tanya

jawab. Diskusi merupakan penerapan pada komponen masyarakat belajar dan

tanya jawab merupakan penjabaran dari komponen bertanya (question) pada

pendekatan kontekstual.

Konsep kontekstual ditempatkan dari pemikiran abstrak ke konkret di

dalam pembelajaran untuk membantu guru-guru menghubungkan isi mata

pelajaran dengan situasi sebenarnya dan memotivasi siswa untuk membuat

hubungan-hubungan antara pengetahuan serta penerapannya dalam kehidupan

mereka. Pembelajaran kontekstual diartikan pembelajaran penemuan,

pembelajaran berdasarkan pengalaman, pendidikan dunia nyata, pembelajaran

aktif, dan pembelajaran yang berdasarlkan instruksi untuk memepertunjukkan

ide-ide yang sama. Pembelajaran kontekstual adalah salah satu pendekatan

pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan

dalam proses belajar agar kelas lebih hidup dan lebih bermakna karena siswa

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Di sini diartikan bahwa proses

pembelajaran kontekstual diharapkan berjalan secara ilmiah dalam bentuk

kegiatan siswa dan mengalami sendiri, sedangkan guru hanya mengarahkan

dan layak mendengarkan apa yang disampaikan siswa-siswanya. Hasil

pembelajaran kontekstual diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk

memecahkan persoalan, berpikir kritis, sehingga dengan konteks itu siswa

diharapkan mampu menggali makna sendiri atas suatu konsep dalam materi,

sehingga apa yang terpikirkan lebih tahan lama di benak siswa dibandingkan

dengan siswa yang hanya sekedar menghafal.

2) Komponen-Komponen Dalam Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu :

a) Konstruktivisme (Constructivism)

Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan

kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi

sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan

tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,

konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus

mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman

nyata.Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses

"mengkonstruksi" bukan "menerima" pengetahuan. Dalam proses

pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui

keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat

kegiatan, bukan guru.

b) Menemukan (inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran

berbasis kontekstual. Langkah – langkah kegiatan menemukan (inquiry),

yaitu (1) merumuskan masalah, (2) mengamati atau observasi, (3)

menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, laporan,

bagan, table, dan karya lain, (4) merumuskan masalah, (5) mengamati atau

observasi.

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

c) Bertanya (Questining)

Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis

kontekstual. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari

bertanya. Manfaat kegiatan bertanya bermanfaat dalam pembelajaran

adalah: (1) mengecek pemahaman siswa, (2) membangkitkan respon pada

siswa, (3) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, (4) mengetahui

hal–hal yang sudah diketahui siswa, (5) menfokuskan perhatian siswa pada

sesuatu yang dikehendaki guru. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika

siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan,

ketika mengamati, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan

menumbuhkan dorongan untuk "bertanya".

d) Masyarakat belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pemelajaran

diperoleh dari kerjasam dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari

‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang

belum tahu, sehingga dalam pembelajaran kontekstual guru disarankan

untuk melaksanakan dalam bentuk kelompok belajar. Masyarakat belajar

biasa terjadi apabila ada proses komunikasi pembelajaran saling belajar.

Seseorang yang terlibat dalam masyarakat belajar, informasi yang

diperoleh dari teman berbicaranya dan sekaligus juga meminta informasi

yang diperlukan dari teman belajarnya.

e) Permodelan (Modelling )

Pada saat pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu

berlangsung, sebaiknya ada model yang dapat ditiru. Model itu biasa

berupa cara mengoperasikan sesuatu, atau guru memberi contoh cara

mengerjakan sesuatu, dengan demikian guru memberi “model” tentang

bagaimana cara belajar

Dalam pembelajaran kontekstual atau CTL, guru bukan satu-satunya

model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa

ditunjuk untuk memberikan contoh mendemonstrasikan keahliannya.

Siswa "contoh" tersebut dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

menggunakan model tersebut sebagai standar kompetensi yang harus

dicapainya, model juga dapat didatangkan dari luar.

f) Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajarinya atau

berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa lalu.

Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan

yang baru diterimanya, dengan demikian siswa merasa memperoleh

sesuatu yang berguna bagi dirinya. Realisasi dalam pembelajaran berupa:

(1) rangkuman tentang apa yang dipelajarinya; (2) catatan atau jurnal di

buku siswa; (3) kesan dan saran tentang pembelajaran hari itu; (4) diskusi;

(5) hasil karya.

g) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang biasa

memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Kemajuan belajar

siswa dalam penilaian yang sebenarnya adalah diambil dari proses, dan

bukan melulu hasil, dan dengan berbagai cara. Tes hanya salah satunya.

Adapun karakteristik authentic assessment adalah: (1) dilaksanakan

selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung; (2) bisa digunakan

untuk formatif dan sumatif; (3) mengukur keterampilan dan performansi

yang dimiliki siswa, dan bukan hanya mengingat faktanya saja; (4)

berkesinambungan; (5) terintegrasi; (6) dapat digunakan sebagai umpan

balik (feed back).

3) Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan pembelajaran

kontekstual jika menerapkan ke-tujuh komponen pembelajaran kontekstual.

Pendekatan pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum

apa saja. Bidang studi apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.

Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam kelas cukup

mudah. Secara garis besar langkahnya adalah sebagai berikut: (1)

Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna

dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksikan

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya; (2) Melaksanakan kegiatan

inkuiri sejauh mungkin untuk semua topik; (3) Mengembangkan sifat ingin

tahu siswa dengan bertanya; (4) Menciptakan "masyarakat belajar" (belajar

dalam kelompok); (5) Menghadirkan "model" sebagai contoh

pembelajaran; (6) Melakukan refleksi di akhir pembelajaran; (7)

Melakukan penilaian yang sebenarnya (Depdiknas, 2003: 10).

b. Metode Diskusi

Metode diskusi adalah model pembelajaran dengan pembicaraan

kelompok yang bersifat edukatif, reflektif, terstruktur dengan dan bersama siswa

lain (Kindvatter, Wilen, Ishler, 1990: 278). Intinya adalah pembicaraan, di mana

siswa dengan siswa mengadakan pembicaraan, saling tukar gagasan dan ide

dengan yang lain; bahkan dapat juga saling bertukar perasaan.

Diskusi adalah pembicaraan yang bersifat edukatif, artinya demi tujuan

tertentu sesuai dengan arah yang ingin dicapai. Dalam diskusi bukan hanya

pembicaraan santai biasa tanpa tujuan, tapi ada persoalan yang akan dibicarakan

bersama atau ingin dipecahkan bersama. Diskusi bersifat reflektif, artinya

pembicaraan mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif tentang persoalan

yang ada, sehingga akan keluar gagasan yang lebih mendalam dan rasional.

Diskusi juga bersifat terstruktur, artinya jalannya diskusi itu diatur,

diarahkan oleh seorang pemimpin yang dapat berasal dari guru atau siswa itu

sendiri. Sehingga diharapkan hasil diskusi akan mengarah pada topik atau tujuan

yang hendak dicapai.

Diskusi dengan siswa-siswa lain adalah cara yang baik untuk

mengungkapkan pengetahuan siswa (Farmer, 1985). Diskusi dengan teman lain

tentang konsep yang baru saja dipelajari akan membuat mereka tertantang

mengerti lebih dalam. Mereka saling mengungkapkan konsep dan gagasan mereka

masing-masing, mendengarkan gagasan teman lain, memperdebatkannya secara

argumentatif rasional gagsan mereka yang berbeda. Dari perdebatan itu mereka

yang mempunyai gagsan tidak benar, dapat memperbaiki gagasannya dengan

mengambil gagasan teman lain yang benar. Sedangkan kalau gagasan mereka

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

sudah benar, mereka menjadi lebih yakin akan kebenaran gagsan itu. Dan yang

diutamakan dalam diskusi adalah bahwa mereka dipacu untuk terlibat aktif dalam

diskusi.

Menurut Gall (1990, dalam Kinsvatter dkk, hal 238) diskusi sangat

berguna dan efektif dalam pembelajaran karena membantu siswa menguasai

bahan, memecahkan persoalan, melatih siswa mengembangkan nilai moral seperti

menghargai pendapat orang lain, mengembangkan keterampilan berkomunikasi

3. Media Pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Dalam suatu proses

komunikasi selalu melibatkan tiga komponen pokok, yaitu komponen pengirim

pesan (guru), komponen penerima pesan (siswa), dan komponen pesan itu sendiri

yang biasanya berupa materi pelajaran. Kadang-kadang dalam proses

pembelajaran terjadi kegagalan komunikasi. Artinya, materi pelajaran atau pesan

yang disampaikan guru tidak diterima secara optimal oleh siswa, atau siswa

sebagai penerima pesan salah menangkap isi pesan yang disampaikan. Untuk

menghindari semua itu, maka guru dapat menyusun strategi pembelajaran dengan

memanfaatkan media dan sumber belajar baik berupa film, televisi, gambar, atau

slide yang disajikan dalam komputer.

Gerlach dan Ely (1971) dalam Azhar Arsyad (2007: 3) mengatakan bahwa

media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian

yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,

keterampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan

sekolah adalah media. Secara khusus, media dalam proses belajar mengajar

cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis atau elektronis untuk

menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

Heinich, dkk (1982) mengemukakan istilah medium sebagai perantara

yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Apabila media itu

membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau

mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media

pembelajaran.

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Sementara itu, Gagne dan Briggs (1975) secara implisit mengatakan

bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk

menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset,

video kamera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan

komputer. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana

fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat

merangsang siswa untuk belajar.

Dari uraian di atas, media sangat membantu dalam pembelajaran, terlebih

bagi guru yang ingin melaksanakan pembelajaran yang interaktif dan menarik.

Maka guru dapat memanfaatkan media film pendek dan powerpoint dalam

pembelajaran untuk meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajaran fisika.

a. Film Pendek

Film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame di mana

frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga

pada layar terlihat gambar itu hidup ( Azhar Arsyad, 2007). Melalui film, suatu

objek yang bergerak dapat ditampilkan bersamaan dengan suara alamiah atau

suara yang sesuai. Menurut Azhar Arsyad (2007: 49), melalui media film kita

dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep

yang rumit, mengajarkan keterampilan, dan mempengaruhi sikap.

Film Pendek di sini didefinisikan sebagai video yang menceritakan sebuah

fenomena atau gejala fisika yang berdurasi kurang dari 10 menit yang dapat

disajikan dalam GOM Player dan Windows Media Classic. Film pendek ini dapat

kita unduh dari berbagai situs diantaranya adalah www.youtube.com ,

www.metacafe.com, dengan memasukkan kata kunci yang relevan dengan tema

atau materi yang ingin kita cari. Untuk software untuk memutar video atau film

tersebut dapat juga diunduh di internet.

Keuntungan terbesar dari penggunaan media ini adalah kita dapat

menampilkan atau menyajikan berbagai macam gejala dan fenomena fisika yang

kerap terjadi di lingkungan sekitar kita yang sebenarnya erat hubungannya dengan

materi fisika. Contohnya adalah ketika kita ingin menyajikan aplikasi hukum

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Archimedes dalam kehidupan sehari-hari maka kita dapat menyajikan film pendek

tentang kapal laut, kapal layar, dan mungkin juga kapal selam.

Keuntungan lain dari penggunaan media ini adalah melalui media film

pendek kita dapat menampilkan ilustrasi yang konkret tentang sebuah konsep dan

aplikasi dari sebuah materi fisika yang sebelumnya kelihatan abstrak sehingga

dari situ maka kemampuan anak didik dalam memahami sebuah fenomena fisika

dapat lebih baik karena mereka dapat mengamati langsung penerapan sebuah

konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan keterbatasan dari penggunaan media film pendek diantaranya

adalah ketersediaan jumlah film atau video yang dapat diunduh di internet tidak

selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang dinginkan. Misalkan ada

pun, film atau video tersebut merupakan produksi luar negeri sehingga timbul

kesulitan dalam memahami maksud film tersebut karena bahasa yang digunakan

bukan bahasa Indonesia.

b. Microsoft Powerpoint

Microsoft Powerpoint atau Microsoft Office Powerpoint adalah sebuah

program komputer untuk presentasi yang dikembangkan oleh Microsoft di dalam

paket aplikasi kantoran mereka, Microsoft Office, selain Microsoft Word, Excel,

Access dan beberapa program lainnya. Powerpoint berjalan di atas komputer PC

berbasis sistem operasi Microsoft Windows dan juga Apple Macintosh yang

menggunakan sistem operasi Apple Mac OS, meskipun pada awalnya aplikasi ini

berjalan di atas sistem operasi Xenix. Aplikasi ini sangat banyak digunakan,

apalagi oleh kalangan perkantoran dan pebisnis, para pendidik, siswa, dan trainer.

Dimulai pada versi Microsoft Office System 2003, Microsoft mengganti nama dari

sebelumnya Microsoft Powerpoint saja menjadi Microsoft Office Powerpoint.

Versi terbaru dari powerpoint adalah versi 12 (Microsoft Office Powerpoint

2007), yang tergabung ke dalam paket Microsoft Office System 2007.

Dalam powerpoint, seperti halnya perangkat lunak pengolah presentasi

lainnya, objek teks, grafik, video, suara, dan objek-objek lainnya diposisikan

dalam beberapa halaman individual yang disebut dengan "slide". Istilah slide

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

dalam powerpoint ini memiliki analogi yang sama dengan slide dalam proyektor

biasa, yang telah kuno, akibat munculnya perangkat lunak komputer yang mampu

mengolah presentasi semacam powerpoint dan Impress. Setiap slide dapat dicetak

atau ditampilkan dalam layar dan dapat dinavigasikan melalui perintah dari si

presenter. Slide juga dapat membentuk dasar webcast (sebuah siaran di World

Wide Web).

(www.wikipedia.com/wiki_microsoft_Powerpoint)

4. Tinjauan Tentang Motivasi

a. Pengertian Motivasi

Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal

tersebut turut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu dari kondisi

internal tersebut adalah motivasi. Motivasi adalah dorongan dasar yang

menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri

seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu dengan dorongan dari

dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas

motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya.

Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai

kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut

bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat

diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau

pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. ( Isbandi R A, 1994)

Menurut Hamzah Uno (2008: 4) motif dibedakan menjadi dua macam,

yaitu motif inrinsik dan motif eksrinsik. Motif intrinsik timbulnya tidak

memerlukan rangsangan dari luar karena memang telah ada dalam diri individu

sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan kebutuhannya. Sedangkan motif

ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar individu, misalnya dalam

bidang pendidikan terdapat minat positif terhadap kegiatan pendidikan yang

timbul karena melihat manfaatnya.

Menurut Wahosumidjo dalam Hamzah Uno (2008: 8), motivasi

merupakan dorongan dan kekuatan dalam diri seseorang untuk melakukan tujuan

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

tertentu yang ingin dicapainya. Tujuan yang dimaksud adalah sesuatu yang

berada di luar diri manusia sehingga kegiatan manusia lebih terarah karena

seseorang akan berusaha lebih semangat dan giat dalam berbuat sesuatu.

Menurut Hamzah Uno (2008: 23) hakikat motivasi belajar adalah

dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk

mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator

atau unsur yang mendukung. Hal tersebut mempunyai peranan besar dalam

keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat

diklasifikasikan sebagai berikut : (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2)

adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita

masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (4) adanya penghargaan

dalam belajar; (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya

lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa

dapat belajar dengan baik.

Arden N. Frandsen dalam Sardiman (2010: 46) menyatakan beberapa

indikator motivasi belajar yaitu: (1) adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki

dunia yang lebih luas, (2) adanya sifat yang kreatif pada orang yang belajar dan

adanya keinginan untuk selalu maju, (3) adanya keinginan untuk mendapatkan

simpati dari orang tua, guru, dan teman-temannya, (4) adanya keinginan untuk

memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan

kooperasi dan kompetisi, (5) adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman

bila menguasai pelajaran, (6) adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari

belajar.

b. Interaksi Antara Motivasi Dan Aktivitas Belajar

Motivasi sangat diperlukan dalam kegiatan belajar, sebab seseorang yang

tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas

belajar. Sardiman (2010: 90) mengatakan bahwa motivasi intrinsik merupakan

bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan

berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkait dengan

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

aktivitas belajarnya. Contohnya adalah siswa yang melakukan aktivitas belajar

karena betul-betul ingin mendapat pengetahuan, nilai, dan keterampilan.

Di dalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi baik intrinsik maupun

ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, pelajar dapat mengembangkan

aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam

melakukan kegiatan belajar.

Seperti dikemukakan oleh Sardiman A.M (2010: 75) ”Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Dikatakan keseluruhan karena pada umumnya ada beberapa motif yang bersama-sama menggerakkan siswa untuk belajar. Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar”.

Selain itu Sardiman (2010: 95) mengungkapkan bahwa pada prinsipnya belajar

adalah berbuat yaitu berbuat untuk mengubah tingkah laku. Sehingga tanpa ada

aktivitas, proses belajar tidak akan terjadi.

c. Teknik Untuk Menimbulkan Motivasi Belajar

Agar seorang pendidik dapat memotivasi anak didiknya dengan baik,

diperlukan teknik atau cara untuk memperkuat motif-motif yang ada pada siswa.

Sehubungan dengan hal tersebut maka Hamzah Uno (2008: 34) menyebutkan

beberapa teknik motivasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran yang

diantaranya adalah sebagai berikut :

(1) Pernyataan penghargaan secara verbal. Pernyataan verbal terhadap perilaku

yang baik atau hasil kerja atau hasil belajar siswa yang baik seperti

pernyataan “ Bagus sekali”, “Hebat”, ”Menakjubkan” merupakan cara yang

paling mudah dan efektif untuk meningkatkan motif belajar siswa.

(2) Menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu keberhasilan.

(3) Menimbulkan rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu dapat ditimbulkan oleh sesuatu

yang dapat mengejutkan, keragu-raguan, ketidaktentuan, adanya kontradiksi,

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

menghadapi masalah yang sulit, menemukan suatu hal yang baru, dan

menghadapi teka-teki.

(4) Menggunakan materi yang dikenal siswa sebagai contoh dalam belajar.

(5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di

depan umum.

(6) Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai.

(7) Membuat suasana persaingan yang sehat di antara para siswa. Suasana ini

memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengukur kemampuan

dirinya melalui kemampuan orang lain.

5. Kemampuan Kognitif Fisika

Berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil

belajarnya. Hasil belajar secara umum dikelompokkan menjadi tiga kelompok

yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Sedangkan menurut Bloom, hasil

belajar dibagi menjadi tiga ranah, yaitu “...ranah kognitif, afektif, dan ranah

psikomotorik” (Nana Sudjana, 1991: 22).

Ranah kognitif berhubungan erat dengan hasil belajar intelektual.

Komponen ranah kognitif meliputi beberapa aspek diantaranya pengetahuan atau

ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Ranah afektif berhubungan dengan sikap. Ranah ini meliputi aspek

penemuan jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.

Ranah psikomotorik berhubungan erat dengan hasil keterampilan dan

kemampuan bertindak. Ranah ini meliputi gerakan refleks, aspek keterampilan

gerakan dasar, aspek kemampuan perseptual, aspek keharmonisan atau ketepatan,

serta aspek gerakan ekspresif dan interpretatif.

Menurut Benjamin Bloom yang dikutip oleh M. G. Dwi Hastuti (2006:

52), komponen kognitif meliputi:

a. Pengetahuan/Ingatan (C1)

Merupakan aspek terendah ranah kognitif. Aspek ini mengacu pada

kemampuan mengenal/mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang

sederhana sampai hal-hal yang sukar.

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

b. Pemahaman (C2)

Merupakan aspek berikutnya dari ranah kognitif berupa kemampuan

memahami makna materi yang dipelajari. Pada umumnya unsur pemahaman ini

menyangkut kemampuan menangkap makna suatu konsep, yang ditandai dengan

kemampuan menjelaskan arti suatu konsep dengan kata-kata sendiri.

c. Penerapan/Aplikasi (C3)

Merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya

yang sesuai dalam situasi yang konkret. Aspek ini mengacu pada kemampuan

menggunakan atau menerapkan pengetahuan yang sudah dimiliki pada situasi

yang baru, yang menyangkut penggunaan aturan dan prinsip dalam memecahkan

persoalan.

d. Analisis (C4)

Merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke bagian-bagian yang

menjadi unsur pokok. Kemampuan ini merupakan akumulasi atau kumpulan

pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi, sehingga keaktifan belajar siswa lebih

tinggi daripada keaktifan belajar yang dituntut untuk aspek aplikasi.

e. Sintesis (C5)

Merupakan kemampuan menggabungkan berbagai konsep dan komponen,

sehingga membentuk pola struktur yang baru. Kemampuan sistesis relatif lebih

tinggi dari kemampuan analisis, sehingga untuk menguasainya diperlukan

kegiatan belajar yang lebih kompleks.

f. Evaluasi (C6)

Merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk tujuan tertentu. Hasil

belajar dalam tingkatan ini, merupakan hasil belajar yang tertinggi dalam

komponen kognitif, sehingga memerlukan semua tipe hasil belajar tingkatan

sebelumnya. Dengan demikian, kegiatan belajar yang dituntut untuk mencapai

tujuan dalam tingkatan ini jelas lebih tinggi lagi.

Dalam proses belajar bidang studi Fisika baik pada jenjang SMP maupun

jenjang SMA ranah yang sering dijadikan obyek sebagai hasil belajar adalah

ranah kognitif karena ranah ini berkaitan erat dengan kemampuan siswa dalam

menguasai materi pelajaran.

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Untuk mengetahui hasil belajar siswa perlu diadakan kegiatan penilaian

suatu bidang pelajaran tertentu dengan menggunakan evaluasi atau tes. Nilai itu

dapat berupa angka-angka yang menggambarkan kedudukan siswa di dalam

kelompoknya, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai siswa pada mata pelajaran

Fisika merupakan hasil belajarnya.

6. Konsep Suhu Dan Kalor

a. Suhu Dan Termometer

Dalam kehidupan sehari-hari, suhu didefinisikan sebagai ukuran derajat

panas atau dinginnya suatu zat atau benda. Oven yang panas dikatakan bersuhu

tinggi, sedangkan es yang membeku dikatakan memiliki suhu rendah.

Alat untuk mengukur suhu adalah termometer. Cara kerja termometer

memanfaatkan sifat termometrik zat yaitu perubahan sifat fisis zat karena

perubahan suhu, misalnya volume zat cair, panjang logam, tekanan gas pada

volume tetap. Termometer berupa tabung kaca yang di dalamnya berisi zat cair,

yaitu raksa atau alkohol (lihat Gambar 2.1). Pada suhu yang lebih tinggi, raksa

dalam tabung memuai sehingga menunjuk angka yang lebih tinggi pada skala.

Sebaliknya, pada suhu yang lebih rendah raksa dalam tabung menyusut sehingga

menunjuk angka yang lebih rendah pada skala. Terdapat empat skala yang

digunakan dalam pengukuran suhu, yaitu skala Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan

Kelvin.

Gambar 2.1 Termometer Raksa

Kalibrasi termometer adalah kegiatan menetapkan skala sebuah

termometer yang belum memiliki skala. Suhu termasuk besaran pokok dalam

fisika sehingga suhu mempunyai standar. Standar untuk suhu disebut titik tetap, di

mana ada dua titik tetap yaitu titik tetap bawah dan titik tetap atas. Berdasarkan

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

pengukuran dengan termometer celcius, titik tetap bawah didefinisikan sebagai

titik lebur es murni dan ditandai dengan angka 0 0C. Alasan menyebut es murni

adalah karena ketidakmurnian es (misalnya bercampur dengan garam) akan

menyebabkan titik lebur es akan menjadi lebih rendah (di bawah nol). Titik lebur

zat didefinisikan sebagai suhu di mana fase padat dan cair ada bersama dalam

kesetimbangan, yaitu tanpa adanya zat cair total yang berubah menjadi padat atau

sebaliknya Titik tetap atas merupakan suhu uap di atas air yang sedang mendidih

pada tekanan 1 atm dan ditandai dengan angka 100 0C. Titik didih didefinisikan

sebagai suhu di mana zat cair dan gas ada bersama dalam kesetimbangan.

Tabel 2.1 Perbandingan Antar Skala Pada Termometer

Skala Titik lebur es (pada P = 1 atm) Titik didih air (pada P = 1 atm)

Celcius 0 100

Reamur 0 80

Fahrenheit 32 212

Kelvin 273 373

Dari Tabel 2.1 di atas dapat dibuat perbandingan antar skala

TC : (TF – 32) : TR = 5 : 9 : 4

Konversi antara skala Celsius dan skala Fahrenheit dapat dituliskan

Konversi antara skala Celsius dan skala Reamur dapat dituliskan

Konversi antara skala Fahreinheit dan skala Reamur dapat dituliskan

Konversi antara skala Celcius dan skala Kelvin dapat dituliskan

TC = TK – 273 atau TK = TC + 273

b. Pemuaian

Pemuaian adalah peristiwa bertambahnya ukuran suatu benda akibat kenaikan

suhu pada benda tersebut.

1) Pemuaian zat padat

a). Pemuaian panjang

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Jika suatu benda padat dipanaskan, benda tersebut akan memuai ke

segala arah. Untuk benda padat yang memiliki panjang tetapi luas

penampangnya kecil, misalnya jarum rajut, kita dapat saja hanya

memperhatikan pemuaian zat padat ke arah memanjangnya. Misal, ketika

tiga batang logam yang berbeda jenis tetapi memiliki panjang mula-mula

yang sama dipanaskan, ketika ketiga batang tersebut mengalami kenaikan

suhu yang sama, tetapi pertambahan panjang ketiganya berbeda.

Perbedaan panjang ini disebabkan oleh perbedaan koefisien muai panjang

dari masing-masing logam tersebut.

Koefisien muai panjang )(α suatu bahan adalah perbandingan antara

pertambahan panjang (L∆ ) terhadap panjang awal benda (L0) per satuan

kenaikan suhu )( T∆ . Secara matematis dinyatakan sebagai berikut :

T

LL

∆= 0α

pemuaian panjang TLL ∆=∆ 0α

panjang akhir benda

)1(0

00

0

TLL

TLLL

LL

∆+=∆+=

∆+=

ααl

dengan 0TTT −=∆

di mana L : panjang akhir benda ( m )

T : suhu akhir benda (0C atau K)

T0 : suhu awal benda (0C atau K)

b) Pemuaian luas

Bila benda padat berbentuk persegi panjang dipanaskan, terjadi

pemuaian dalam arah memanjang dan melebar. Pemuaian luas suatu zat

juga bergantung pada koefisien muai luas benda tersebut. Koefisien muai

luas )(β suatu bahan adalah perbandingan antara pertambahan luas )( A∆

terhadap luas awal benda )( 0A per satuan kenaikan suhu )( T∆ . Secara

matematis dinyatakan sebagai berikut

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

T

AA

∆= 0β

TAA ∆=∆ 0β

αβββ

2),1(0

00

0

=∆+=∆+=

∆+=

TAA

TAAA

AAA

A = luas akhir benda (m2)

c). Pemuaian volum

Bila benda padat berdimensi tiga yang memiliki panjang, lebar, dan

tinggi dipanaskan maka benda tersebut akan mengalami pemuaian volum.

Pemuaian volum berbagai zat juga bergantung pada koefisien muai volum

zat tersebut. Koefisien muai volum )(γ suatu bahan adalah perbandingan

antara pertambahan volum )( V∆ terhadap volum awal benda )( 0V per

satuan kenaikan suhu )( T∆ . Secara matematis dinyatakan sebagai berikut

T

VV

∆= 0γ

TVV ∆=∆ 0γ

αγγγ

3),1(0

00

0

=∆+=∆+=

∆+=

TVV

TVVV

VVV

2) Pemuaian zat cair

Sifat zat cair adalah selalu mengikuti bentuk wadah yang ditempatinya.

Jika air dituangkan ke dalam botol maka air akan memenuhi botol dan

bentuk air mengikuti bentuk botol. Sehingga dapat dikatakan bahwa volum

botol sama dengan volum air. Jika zat cair dipanaskan maka akan

mengalami pemuaian volum. Pemuaian volum pada zat cair juga

dipengaruhi oleh koefisien muai volume zatnya yang dirumuskan

T

VV

∆= 0γ sehingga persamaan yang berlaku sama dengan pemuaian

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

volum pada zat padat yaitu γγ ),1(0 TVV ∆+= : koefisien muai

volum zat cair.

Jika sebagian besar zat akan memuai secara beraturan terhadap

penambahan suhu. Akan tetapi, air tidak mengikuti pola yang biasa. Bila

air pada suhu 0 0C dipanaskan, volumenya menurun sampai bersuhu 40C.

Kemudian, suhu di atas 4 0C air berperilaku normal dan volumenya

memuai terhadap bertambahnya suhu. Hal ini dapat dilihat pada Gambar

2.2. Sifat pemuaian air yang tidak teratur ini disebut anomali air. Dengan

demikian, air memiliki massa jenis yang paling tinggi pada suhu 4 0C.

Perilaku air yang menyimpang ini sangat penting untuk bertahannya

kehidupan air selama musim dingin. Ketika suhu air di danau atau sungai

di atas 4 0C dan mulai mendingin karena kontak dengan udara yang

dingin, air di permukaan terbenam karena massa jenisnya yang lebih besar

dan digantikan oleh air yang lebih hangat dari bawah. Campuran ini

berlanjut sampai suhu mencapai 4 0C. Sementara permukaan air menjadi

lebih dingin lagi, air tersebut tetap di permukaan karena massa jenisnya

lebih kecil dari 4 0C air di sebelah bawahnya. Air di permukaan kemudian

membeku, dan es tetap di permukaan karena massa jenisnya lebih kecil

dari air.

Gambar 2.2. Grafik Penyusutan Volume Air saat Peristiwa Anomali

3) Pemuaian zat gas

Gas juga mengalami pemuaian volum, tetapi pemuaian gas lebih besar

daripada pemuaian volum zat cair untuk kenaikan suhu yang sama.

Pemuaian volum pada gas sangat dipengaruhi oleh tekanan dan suhu.

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Berikut ini beberapa hukum yang menyatakan hubungan antara volum,

suhu, dan tekanan.

a). Hukum Boyle

Pada batas-batas volume tertentu dan suhu rendah yang konstan berlaku

bahwa hasil perkalian antara volum gas dan tekanannya selalu konstan.

P.V = konstan 2211 VPVP =

b). Hukum Gay Lussac

Pada volum konstan, tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlak.

=≈T

PTP , konstan

2

2

1

1

T

P

T

P=

c). Hukum Charles

Pada tekanan konstan, volume gas dengan jumlah tertentu berbanding

lurus dengan suhu mutlaknya.

=≈T

VTV , konstan

2

2

1

1

T

V

T

V=

d). Hukum Boyle-Gay Lussac

Hukum ini berlaku jika tekanan, suhu, dan volum semuanya berubah.

2

22

1

11

T

VP

T

VP=

Pemuaian volum gas memenuhi persamaan )1(0 TVV ∆+= γ dan besarnya

koefisien muai volum )(γ untuk semua gas adalah sebesar 10

273

1 −C .

c. Kalor

1). Pengertian Kalor

Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari benda

yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah ketika kedua

benda bersentuhan. Kalor timbul akibat perbedaan suhu. Suhu adalah derajat

panas atau dinginnya suatu benda. Kalor yang diperlukan suatu zat untuk

menaikkan suhunya sebanding dengan massa benda dan perubahan suhu.

Banyaknya kalor dapat dirumuskan : TcmQ ∆=

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

di mana :

Q = jumlah kalor yang diserap/dilepas (kalori atau joule)

m = massa benda (gram atau kilogram)

c = kalor jenis (kal g-1 0C-1 atau joule kg-1K-1)

∆T = perubahan suhu (0C atau K)

1 kalori = 4,2 joule

Satu kalori berarti banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu

10C pada massa 1 gram air.

2). Kalor jenis

Kalor jenis didefinisikan sebagai kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu

1 kg suatu zat sebesar 1 K atau 1 0C. Kalor jenis suatu benda diberi lambang c.

Karena nilai kalor jenis dari berbagai zat berbeda, hal ini berarti tiap zat

memerlukan kalor yang berbeda-beda meskipun untuk menaikkan suhu yang

sama dan massa yang sama.

3). Kapasitas kalor

Kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan

suhu suatu benda sebesar 1 0C. Kapasitas kalor diberi lambang C dan ditulis

dalam bentuk persamaan : cmT

QC =

∆= , satuan kapasitas kalor adalah J/K

atau kal / 0C. Sehingga persamaan kalor dapat dituliskan menjadi TCQ ∆= .

4). Perubahan Wujud Zat

Sebuah benda dapat berubah wujud ketika diberi kalor. Apabila suatu zat

padat, misalnya es dipanaskan, es tersebut akan menyerap kalor dan beberapa

lama kemudian berubah wujud menjadi zat cair. Perubahan wujud zat dari

padat menjadi cair ini disebut proses melebur. Temperatur pada saat zat

mengalami peleburan disebut titik lebur zat. Adapun proses perubahan wujud

zat dari cair menjadi padat disebut sebagai proses pembekuan dan temperatur

ketika zat mengalami proses pembekuan disebut titik beku zat. Jika zat cair

dipanaskan akan menguap dan berubah wujud menjadi gas. Perubahan wujud

dari zat cair menjadi uap (gas) disebut menguap. Pada peristiwa penguapan

dibutuhkan kalor, misalnya adalah pada air yang mendidih. Penguapan hanya

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

terjadi pada permukaan zat cair dan dapat terjadi pada sembarang temperatur,

sedangkan mendidih terjadi pada seluruh bagian zat cair dan hanya terjadi

pada temperatur tertentu yang disebut dengan titik didih. Proses kebalikan dari

menguap adalah mengembun, yakni perubahan wujud dari uap menjadi cair.

Perubahan wujud zat dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Diagram Perubahan Wujud Zat

Perubahan wujud zat yang menyerap kalor adalah : menyublim, melebur,

menguap sedangkan perubahan wujud zat yang melepas/membebaskan kalor

adalah : deposisi, membeku, mengembun. Proses perubahan wujud es menjadi

air kemudian menjadi uap dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Perubahan Wujud Yang Dialami Air Dalam Tiga Fase (P = 1 atm)

Keterangan :

a : air berada pada fase padat dan disebut es, suhu air/es dibawah 0 0C

b: es mulai mengalami perubahan wujud menjadi cair (mencair), suhu air 0 0C

c : es seluruhnya sudah berubah wujud menjadi cair, suhu air 0 0C

Cair m

enyu

blim

membeku

melebur

menguap

mengembun

Padat

Uap

dep

osisi

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

d:air tepat mendidih dan mulai mengalami perubahan wujud menjadi

uap(menguap) , suhu air 100 0C

e : air seluruhnya telah berubah wujud menjadi uap, suhu air 100 0C

Pada grafik di atas terlihat bahwa air mengalami dua kali perubahan wujud

dari es menjadi cair (yang ditunjukkan pada titik antara b dan c) dan dari cair

menjadi uap (yang ditunjukkan pada titik antara d dan e) . Terlihat bahwa

antara titik b dan c dihubungkan garis lurus yang menandakan bahwa pada

saat berubah wujud suhunya tetap. Ini berarti kalor yang diberikan pemanas

hanya digunakan untuk mengubah wujud es menjadi air. Kalor ini disebut

sebagai kalor laten. Sehingga kalor laten dapat didefinisikan sebagai kalor

yang dibutuhkan untuk mengubah wujud 1 kg zat tanpa merubah suhu zat

tersebut. Kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat padat

menjadi cair (melebur) disebut kalor laten lebur atau kalor lebur. Kalor yang

diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat cair menjadi padat (membeku)

disebut kalor laten beku atau kalor beku. Kalor lebur dan kalor beku ini

dilambangkan dengan L, dan besarnya dapat dihitung menggunakan

persamaan : m

QL = dengan satuan J/kg

Untuk proses d-e terjadi perubahan wujud zat dari cair menjadi gas . Kalor

yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat cair menjadi gas (menguap)

disebut kalor laten uap atau kalor uap. Kalor yang diperlukan untuk mengubah

wujud 1 kg zat gas menjadi cair (mengembun) disebut kalor laten embun atau

kalor embun. Kalor uap dan kalor embun ini dilambangkan dengan U, dan

besarnya dapat dihitung menggunakan persamaan : m

QU = dengan satuan

J/kg.

Besarnya kalor yang diperlukan untuk tiap-tiap fase yang tersebut di atas

dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Gambar 2.5 Grafik Hubungan Kalor Terhadap Perubahan Wujud Zat

Besarnya kalor yang dibutuhkan untuk masing-masing proses adalah sbb :

UmUmQ

cmTcmQ

LmLmQ

cmTcmQ

air

airair

eses

eses

==−=∆=

==−−=∆=

44

003333

22

001111

)0100(

))10(0(

5). Perpindahan Kalor

a). Konduksi

Jika salah satu ujung batang logam dimasukkan ke dalam api atau

dipanaskan, ujung batang yang lainnya akan ikut menjadi panas, walaupun

tidak ikut dimasukkan ke dalam api. Hal ini dikarenakan atom-atom di dalam

zat padat yang dipanaskan akan bergetar dengan sangat kuat. Lalu, atom-atom

tersebut akan memindahkan sebagian energi yang dimilikinya ke atom-atom

tetangga terdekat yang ditumbuknya. Atom tetangga ini menumbuk atom

tetangga lainnya dan seterusnya sehingga terjadi hantaran energi di dalam zat

padat tersebut. Untuk bahan logam, terdapat elektron-elektron yang dapat

bergerak bebas yang juga ikut berperan dalam merambatkan energi tersebut.

Perpindahan kalor dengan cara tersebut dikenal dengan istilah Konduksi yaitu

perpindahan kalor tanpa diikuti oleh mediumnya atau perpindahan energi

kalor yang tidak disertai perpindahan partikel-partikel zat. (Lihat Gambar 2.6)

Gambar 2.6 Rambatan Kalor Secara Konduksi

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Besarnya kalor yang dipindahkan secara konduksi tiap satu satuan waktu

(H) sebanding dengan luas penampang mediumnya (A), perbedaan suhunya

( T∆ ) dan berbanding terbalik dengan panjang mediumnya (L) serta

tergantung pada jenis mediumnya. Dari penjelasan ini dapat diperoleh

perumusan sebagai berikut :

L

TTkA

L

TkA

t

QH

)( 21 −=∆==

di mana : H = laju kalor konduksi tiap sekon ( J/s atau watt)

k = koefisien konduksi termal ( J/msK)

A = luas penampang (m2)

L = panjang bahan (m)

∆T = perubahan suhu (K)

T1 = ujung batang benda bersuhu tinggi (K)

T2 = ujung batang benda bersuhu rendah (K)

b). Konveksi

Konveksi merupakan cara perpindahan kalor dengan diikuti oleh

mediumnya atau perpindahan energi kalor yang disertai perpindahan partikel-

partikel zat.. Misalnya pada pemanasan air, bagian air yang lebih dulu panas

adalah bagian bawah, massa jenis air pada bagian itu menjadi lebih kecil,

sehingga air bergerak naik ke atas. Tempatnya digantikan oleh air dingin yang

massa jenisnya lebih besar. Di dalam air terbentuk lintasan tertutup yang

ditunjukkan oleh anak panah, disebut arus konveksi seperti yang diperlihatkan

pada Gambar 2.7.

Laju perpindahan kalor secara konveksi (H=Q/t) adalah sebanding dengan

luas permukaan benda (A) yang bersentuhan dengan fluida (air), koefisien

konveksi termal (h) dan perbedaan suhunya (∆T). Dan dirumuskan sebagai

berikut : ThAt

QH ∆==

Keterangan : H = laju kalor konduksi tiap sekon ( J/s atau watt)

k = koefisien konduksi termal ( J/msK)

A = luas penampang (m2)

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

∆T = perubahan suhu (K)

Gambar 2.7 Arus Konveksi Pada Air yang Dipanaskan

Konveksi dapat terjadi pada zat cair dan gas. Contoh peristiwa konveksi dalam

kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan dalam peristiwa angin darat, angin

laut, keluarnya udara dari cerobong asap, dsb.

c). Radiasi

Radiasi atau pancaran adalah perpindahan kalor dalam bentuk gelombang

elektromagnetik di mana kalor berpindah tanpa memerlukan medium

perantara. Contohnya adalah radiasi yang dipancarkan matahari sampai ke

bumi. Radiasi kalor memenuhi hukum Stefan Boltzman, yaitu energi yang

dipancarkan oleh suatu permukaan benda hitam dalam bentuk radiasi kalor

tiap satuan waktu (W=Q/t) sebanding dengan luas permukaan (A) dan pangkat

empat suhu mutlak permukaan tersebut (T4) dan dirumuskan sebagai berikut :

4ATet

QW σ==

Keterangan W = laju kalor radiasi ( Watt)

e = emsivitas bahan (0 < e < 1 )

σ = konstanta Stefan Boltzman ( 5,67.10-8 W/mK4)

T = suhu mutlaknya (K)

e adalah emisivitas suatu bahan yang didefinisikan sebagai ukuran pancaran

radiasi kalor suatu benda dibandingkan dengan benda hitam sempurna yang

nilainya berkisar antara 0 sampai 1 di mana untuk benda hitam sempurna e=1.

B. Penelitian yang Relevan

1. Daru Wahyuningsih dalam jurnal Akademika (2008) yang berjudul

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

“Mempertajam Kemampuan Analisis Mahasiswa Terhadap Suatu Kejadian

Fisika Melalui Tayangan Film Pendek” menyebutkan bahwa penggunaan

media film pendek dalam pembelajaran dapat meningkatkan ketajaman

analisis mahasiswa terhadap suatu permasalahan fisika.

2. Cher Hendricks (2009: 2) dalam jurnalnya yang berjudul ”Using Action

Research to Improve Educational Practices” yang menyatakan bahwa action

research adalah kesempatan paling baik untuk menjadikan sekolah sebagai

tempat yang lebih baik untuk siswa dan pendidik. Action research akan

memberikan dampak positif pada proses pembelajaran bila siswa dan

pendidik terlibat aktif di dalamnya.

3. Penelitian yang dilakukan Ika Nurul Jannah (2006) yang berjudul “Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Materi Pokok Kalor Dengan Pendekatan

CTL (Contextual Teaching and Learning) Pada Siswa Kelas VIII SMP

Negeri 1 Tulis Tahun Pelajaran 2005/2006”. Salah satu hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa pembelajaran fisika dengan pendekatan CTL dapat

meningkatkan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.

4. Kokom Kumalasari (2009) dalam jurnalnya yang berjudul “The Effect of

Contextual Learning in Civic Educaion on Student’s Civic Competence”

menyebutkan bahwa penggunaan pembelajaran kontekstual berpengaruh

signifikan terhadap peningkatan kompetensi siswa.

C. Kerangka Berpikir

Proses pembelajaran yang berlangsung di kelas X3 SMAN 1 Wonogiri

Tahun Pelajaran 2009/2010 berdasarkan wawancara dan observasi yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa dalam pembelajaran fisika

masih rendah. Tidak semua siswa memperhatikan materi yang disampaikan oleh

guru terutama siswa yang berada di barisan belakang. Hal ini disebabkan karena

metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru cenderung konvensional yang

didominasi ceramah sehingga terkesan kurang menarik dan inovatif sehingga

siswa cepat merasa bosan dan tidak bersemangat dalam mengikuti KBM.

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Penggunaan metode dan media pembelajaran yang tepat dan efektif

merupakan faktor paling penting yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan

motivasi belajar siswa. Dalam belajar fisika tidak hanya sekedar menghafal rumus

dengan mentransfer pengetahuan secara informatif saja tetapi melibatkan unsur

proses dan aktivitas siswa dalam mengolah informasi yang diterimanya menjadi

suatu konsep yang dapat dikuasai, dipahami, dan diaplikasikan dalam kehidupan

sehari-hari. Untuk itu dalam meningkatkan prestasi belajar perlu diterapkan

strategi belajar baru yaitu penggunaan pembelajaran konstektual melalui film

pendek.

Pembelajaran konstektual merupakan suatu pembelajaran yang membantu

guru mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan mendorong

siswa untuk hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya

dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sedangkan media yang digunakan adalah

film pendek dan powerpoint. Digunakannya media film pendek adalah untuk

menampilkan aplikasi konsep-konsep fisika yang abstrak menjadi terlihat

kongkret sehingga diharapkan proses pembelajaran yang berlangsung menjadi

menarik dan menggugah motivasi belajar siswa dan meningkatkan kemampuan

kognitif fisika siswa. Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran dapat dilihat pada

bagan berikut:

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Gambar 2.8 Skema Kerangka Pemikiran

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan dasar teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat

disusun hipotesis sebagai berikut :

1. Penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan

motivasi belajar fisika siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun

Pelajaran 2009/2010.

2. Penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan

kemampuan kognitif fisika siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun

Pelajaran 2009/2010.

KONDISI AWAL

Guru: Belum menerapkan pembelajaran kontekstual melalui film pendek

Siswa: Motivasi belajar dan kemampuan kognitif fisika siswa rendah

TINDAKAN Menerapkan pembelajaran kontekstual melalui film pendek

Siklus I Menerapkan pembelajaran kontekstual melalui film pendek.

Siklus II Menerapkan pembelajaran kontekstual melalui film pendek yang menekankan memperbanyak latihan soal.

KONDISI AKHIR

Diduga melalui penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan motivasi belajar dan kemampuan kognitif fisika siswa kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri pada materi pokok Suhu dan Kalor.

Page 60: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Wonogiri

yang beralamat di Jalan Perwakilan 24 Sanggrahan, Wonogiri.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran

2009/2010 dimulai pada bulan Desember 2009 sampai dengan April 2010.

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara bertahap. Adapun tahap-tahap

pelaksanaannya sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan

Meliputi pengajuan judul skripsi, permohonan pembimbing, pembuatan

proposal, perijinan penelitian, survei dan observasi sekolah yang

bersangkutan, dan konsultasi instrumen penelitian.

b. Tahap Penelitian

Yaitu semua kegiatan yang dilaksanakan di tempat penelitian yang meliputi

observasi, uji instrumen penelitian, pengambilan data (pelaksanaan siklus-

siklus) yang disesuaikan dengan alokasi waktu penyampaian materi.

c. Tahap Penyelesaian

Meliputi pengolahan data dan penyusunan laporan.

B. Subjek Penelitian

Subjek Penelitian ini adalah siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Wonogiri.

C. Data dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data informasi

tentang keadaan siswa dilihat dari aspek kualitatif dan kuantitatif. Aspek kualitatif

berupa data hasil observasi atau pengamatan dengan berpedoman pada lembar

Page 61: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

pengamatan dan pemberian angket kepada siswa yang telah mendapat materi

suhu dan kalor. Wawancara yang menggambarkan proses pembelajaran di kelas,

kesulitan yang dihadapi guru dalam menghadapi siswa. Aspek kuantitatif yang

dimaksud adalah hasil penilaian kemampuan kognitif fisika siswa melalui nilai

ulangan umum fisika materi alat-alat optik (pra siklus), tes siklus I, dan tes siklus

II serta nilai angket motivasi belajar fisika siswa.

D. Variabel Penelitian

Untuk keperluan pengambilan data, dalam penelitian ini ada dua buah

variabel bebas dan satu variabel terikat.

1. Variabel Bebas

Variabel bebas: pendekatan kontekstual melalui film pendek dan

motivasi belajar fisika siswa.

a. Pendekatan Kontekstual

1) Definisi operasional: pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan

situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan

mereka sehari-hari.

2) Indikator

Tercapainya proses belajar mengajar menggunakan metode diskusi

3) Skala pengukuran: nominal dengan 1 kategori

a) Pendekatan kontekstual melalui film pendek

b. Motivasi belajar fisika

1) Definisi operasional:

Motivasi merupakan keinginan untuk meningkatkan pengetahuan,

keinginan untuk mencapai hasil yang optimal, dan rasa percaya diri serta

kepuasan atau yang merupakan hasil kombinasi dari unsur-unsur yang

telah ada sebelumnya.

Page 62: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

2) Indikator

Skala sikap yang digunakan untuk mengukur tingkat motivasi belajar

fisika siswa.

3) Skala Pengukuran

Skala pengukuran variabel ini adalah melalui perbandingan nilai angket

motivasi belajar fisika pra siklus, siklus I, dan siklus II.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat : kemampuan kognitif fisika siswa

Definisi Operasional : hasil yang dicapai siswa setelah mengikuti proses

pembelajaran fisika

a) Skala Pengukuran : interval

b) Indikator : hasil tes

E. Teknik dan Instrumen Penelitian

1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data utama yang digunakan dalam penelitian ini

meliputi:

a. Nilai Tes

Nilai tes yang terdiri dari nilai ulangan materi fisika pra siklus (materi alat-alat

optik), tes siklus I dan tes siklus II untuk mengetahui kemampuan kognitif

fisika siswa.

b. Observasi Atau Pengamatan Lapangan.

Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang

berupa aktivitas siswa yang menunjukkan motivasi belajar saat kegiatan

belajar mengajar di kelas. Observasi atau pengamatan yang peneliti lakukan

adalah pengamatan berperan secara pasif. Observasi awal (pra siklus) berupa

pengamatan terhadap siswa ketika proses belajar mengajar berlangsung.

Pengamatan dilakukan peneliti dengan mengambil posisi tempat duduk paling

belakang. Pengamatan terhadap siswa diarahkan pada perhatian, kesungguhan

Page 63: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

dalam mengikuti PBM, keaktifan siswa, dan tingkat partisipasi siswa dalam

mengajukan pertanyaan maupun menjawab pertanyaan dari guru.

c. Wawancara.

Wawancara dilakukan antara peneliti dengan guru fisika. Wawancara

dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang proses belajar mengajar

fisika yang telah berlangsung meliputi keadaan siswa, pendekatan dan metode

mengajar yang selama ini dilakukan, media pembelajaran yang digunakan,

hasil belajar siswa, dan permasalahan yang dialami guru selama mengajar.

d. Kajian Dokumentasi.

Kajian dilakukan terhadap berbagai dokumen atau arsip yang ada, seperti

kurikulum, rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat guru, buku atau

materi pelajaran, hasil nilai ulangan fisika, hasil nilai fisika siswa pada

semester gasal.

e. Angket

Angket diberikan kepada siswa untuk mengetahui motivasi belajar fisika

siswa. Angket yang diberikan berupa angket tertulis bersifat tertutup yang

diberikan sebanyak tiga kali yaitu sebelum pemberian tindakan (pra siklus),

pada akhir siklus I, pada akhir siklus II.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua yaitu instrumen

pembelajaran dan instrumen penilaian.

a. Instrumen Pembelajaran

1) Satuan Pembelajaran

2) Rencana pembelajaran

3) Petunjuk pelaksanaan metode pembelajaran

Langkah-langkah pembelajaran dan petunjuk pelaksanaan metode

pembelajaran disusun oleh peneliti dengan tujuan agar dalam pelaksanaan

PBM akan terstruktur dengan baik.

b. Instrumen Penilaian

1). Instrumen kemampuan kognitif fisika siswa.

Page 64: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Untuk penilaian kemampuan kognitif fisika, menggunakan bentuk tes

objektif.

Adapun langkah pembuatan tes terdiri dari :

a) Membuat kisi-kisi soal tes

b) Menyusun soal tes

c) Mengadakan uji coba tes (try Out)

Tes objektif tersebut terdiri dari 60 butir soal. Sebelum tes digunakan untuk

mengambil data dalam penelitian, tes diujicobakan terlebih dahulu untuk

mengetahui apakah instrumen tes kognitif tersebut telah memenuhi

persyaratan tes yang baik yaitu dalam hal validitas, reliabilitas, taraf

kesukaran, dan daya pembeda. Uji coba instrumen tes kognitif dilakukan

pada siswa yang telah memperoleh pelajaran fisika materi suhu dan kalor

yaitu siswa kelas X4 SMAN 2 Wonogiri.

(1) Taraf kesukaran

Soal yang baik untuk alat ukur prestasi adalah soal yang mempunyai taraf

kesukaran yang memadai, dalam arti soal tidak terlalu sulit dan tidak terlalu

mudah. Untuk menentukan taraf kesukaran dari tiap-tiap item soal

digunakan rumus

Js

BP =

(Suharsimi Arikunto, 2009: 208)

Keterangan :

P : indeks kesukaran

B : banyaknya siswa yang menjawab soal betul

Js : jumlah seluruh siswa peserta tes

Menurut ketentuan indeks kesukaran sering terjadi klasifikasi sebagai

berikut :

(a) Soal sukar jika : 0,00 < P ≤ 0,30

(b) Soal sedang jika : 0,30 < P ≤ 0,70

(c) Soal mudah jika : 0,70 < P ≤ 1,00

Page 65: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Hasil tes uji coba kemampuan kognitif, dari 60 soal yang diujicobakan,

setelah dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat kesukaran dari masing-

masing soal diperoleh hasil sebagai berikut: 6 soal dikategorikan mudah,

yaitu nomor 5, 7, 12, 14, 15, dan 43; 33 soal dikategorikan mempunyai

tingkat kesukaran sedang, yaitu nomor 1, 4, 8, 9, 11, 16, 17, 19, 20, 21, 23,

24, 25, 29, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 42, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 53, 55, 56,

59, dan 60; 21 soal dikategorikan sukar, yaitu nomor 2, 3, 6, 10, 13, 18, 22,

26, 27, 28, 30, 31, 35, 39, 40, 41, 51, 52, 54, 57, dan 58. (Selengkapnya di

lampiran 46)

(2) Daya pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan

antara siswa yang pandai (kemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang

pandai (kemampuan rendah). Untuk menghitung daya pembeda setiap soal,

dapat digunakan rumus sebagai berikut :

BAB

B

A

A PPJ

B

J

BD −=−=

(Suharsimi Arikunto, 2009: 213)

Keterangan :

J : jumlah peserta tes

JA : banyaknya siswa kelompok atas

JB : banyaknya siswa kelompok bawah

BA : banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar

BB : banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar

PA : proporsi siswa kelompok atas yang menjawab benar

PB : proporsi siswa kelompok bawah yang menjawab benar

Daya pembeda (nilai D) diklsifikasikan sebagi berikut :

(a) soal dengan 0,00 < D ≤ 0,20 = jelek

(b) soal dengan 0,20 < D ≤ 0,40 = cukup

(c) soal dengan 0,40 < D ≤ 0,70 = baik

(d) soal dengan 0,70 < D ≤ 1,00 = baik sekali

Page 66: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Hasil tes uji coba kemampuan kognitif, dari 60 soal yang diujicobakan,

setelah dilakukan analisis untuk mengetahui daya pembeda dari masing-

masing item diperoleh hasil sebagai berikut: 8 soal mempunyai daya

pembeda jelek yaitu nomor 2, 6, 8, 17, 31, 53, 54, dan 58; 26 soal

mempunyai daya pembeda cukup yaitu nomor 3, 5, 9, 10, 11, 13, 14, 19, 20,

21, 22, 24, 25, 26, 27, 34, 38, 39, 40, 41, 47, 49, 50, 52, 57 dan 59; 26 soal

mempunyai daya pembeda baik, yaitu nomor 1, 4, 7, 12, 15, 16, 18, 23, 28,

29, 32, 33, 35, 36, 37, 42, 43, 44, 45, 46, 48, 51, 55, 56, dan 60.

(Selengkapnya di lampiran 46)

(3) Validitas

Sebuah tes valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur.

Teknik yang digunakan untuk menentukan validitas item tes obyektif pilihan

ganda adalah dengan menggunakan teknik korelasi point Biserial dengan

rumus :

q

p

St

MtMppbi

−=γ

(Suharsimi Arikunto, 2009: 79)

Keterangan :

γ pbi : koefisien korelasi biserial

Mp : rerata skor dari subyek yang menjawab benar

Mt : rerata skor total

St : standar deviasi dari skor total

p : proporsi siswa yang menjawab benar

q : proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 – p)

Kriteria

tabelpbi γγ ≥ : soal valid

tabelpbi γγ < : soal tidak valid (invalid)

Hasil tes uji coba kemampuan kognitif, dari 60 soal yang diujicobakan,

setelah dilakukan analisis untuk mengetahui kevalidan dari masing-masing

soal diperoleh hasil sebagai berikut: 50 soal tergolong valid, yaitu nomor 1,

Page 67: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

3, 4, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 27, 28, 29, 30,

31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 48, 49, 50, 51,

52, 55, 56, 57, 58, 59 dan 60; 10 soal tergolong invalid, yaitu nomor 2, 5, 8,

14, 20, 25, 26, 47, 53, dan 54. (Selengkapnya di lampiran 46)

(4) Reliabilitas

Reliabilitas sering diartikan dengan keajegan suatu tes apabila diteskan

kepada subyek yang sama dalam waktu yang berlainan atau kepada subyek

yang tidak sama pada waktu yang sama.

Untuk menghitung reliabilitas digunakan rumus yang dikemukakan oleh

Kuder dan Richardson yang dihitung dengan menggunakan rumus K-R 20,

sebagai berikut :

r11 =

Σ−

− 2

2

1 S

pqS

n

n

(Suharsimi Arikunto, 2009 : 101)

Keterangan :

r11 : reliabilitas tes secara keseluruhan

p : proporsi subyek yang menjawab item dengan benar

q : proporsi subyek yang menjawab item dengan salah (q = 1-p)

Σpq : jumlah hasil perkalian antara p dan q

n : banyaknya item

S : standar deviasi dari tes

Hasil perhitungan tingkat reliabilitas tersebut kemudian dikonsultasikan

dengan tabel r product moment. Apabila harga rhitung > rtabel , maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa instrumen reliabel.

Kriteria nilai reliabilitas :

0,8 ≤< 11r 1 : sangat tinggi

0,6 ≤< 11r 0,8 : tinggi

0,4 ≤< 11r 0,6 : cukup

0,2 ≤< 11r 0,4 : rendah

0,0 ≤< 11r 0,2 : sangat rendah (Suharsimi Arikunto, 2002:75)

Page 68: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Setelah dilakukan analisis untuk mengetahui reliabilitas dari keseluruhan

soal uji coba, diperoleh hasil bahwa untuk soal uji coba kemampuan

kognitif r11 (reliabilitas instrumen) lebih besar dari r tabel (0,967 > 0,361),

sehingga soal dikatakan reliabel dengan tingkat realibilitas sangat tinggi.

(Selengkapnya di lampiran 46)

2). Instrumen angket motivasi belajar fisika

Langkah langkah pembuatan angket motivasi belajar fisika:

a) Membuat kisi-kisi angket motivasi belajar fisika, yaitu dengan:

(1) menentukan kemampuan yang akan diukur

(2) menentukan indikator dari kemampuan yang akan diukur

(3) menentukan ruang lingkup dan banyaknya pernyataan untuk

masing-masing sub variabel.

b) Menyusun item pertanyaan angket sesuai dengan indikator.

c) Mengujicobakan angket motivasi belajar untuk mengetahui validitas dan

reliabilitas dari angket yang akan dibuat.

Prosedur pemberian skor berdasarkan tingkat motivasi belajar fisika siswa,

antara lain:

a) Untuk angket motivasi belajar fisika siswa pada item positif

(1) jawaban sangat setuju dengan skor 4

(2) jawaban setuju dengan skor 3

(3) jawaban tidak setuju dengan skor 2

(4) jawaban sangat tidak setuju dengan skor 1

b) Untuk angket motivasi belajar fisika siswa pada item negatif

(1) jawaban sangat setuju dengan skor 1

(2) jawaban setuju dengan skor 2

(3) jawaban tidak setuju dengan skor 3

(4) jawaban sangat tidak setuju dengan skor 4

Reliabilitas dan validitas angket motivasi belajar dapat diketahui dengan

menggunakan rumus-rumus berikut:

a). Reliabilitas angket motivasi belajar

Page 69: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Oleh karena pada pengukuran ini merupakan rentangan, maka digunakan

rumus alpha. Suharsimi Arikunto, (2009:192) menyatakan rumus alpha

digunakan untuk mencari tingkat reliabilitas instrumen tes yang skornya

bukan 1 dan 0, misalnya angket untuk soal uraian”. Adapun rumus alpha

yang dimaksud adalah sebagai berikut:

−= ∑

2

2

11 11

t

b

k

kr

σσ

di mana:

11r : reliabilitas instrumen

k : banyaknya pertanyaan atau butir soal

∑ 2bσ : jumlah varians skor tiap item

2tσ : varians total

( )

NN

XX b

b

b

22

2

∑∑

∑−

( )

NN

XX t

t

t

22

2

∑∑

∑−

Hasil perhitungan uji relaibilitas dengan rumus alpha ini dinterpretasikan

sebagai berikut:

0,8 ≤< 11r 1 : sangat tinggi

0,6 ≤< 11r 0,8 : tinggi

0,4 ≤< 11r 0,6 : cukup

0,2 ≤< 11r 0,4 : rendah

0,0 ≤< 11r 0,2 : sangat rendah

(Suharsimi Arikunto, 2009: 75)

Setelah dilakukan analisis untuk mengetahui realibilitas dari keseluruhan

angket uji coba, diperoleh hasil bahwa untuk angket uji coba r11 (reliabilitas

instrumen) lebih besar dari r tabel (0,953 > 0,349), sehingga angket dikatakan

Page 70: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

reliabel dengan tingkat realibilitas sangat tinggi. (Selengkapnya di lampiran

21)

b). Validitas angket motivasi belajar

Untuk menghitung validitas item angket motivasi belajar fisika digunakan

product moment:

( )( )

( ){ } ( ){ }∑ ∑∑ ∑

∑ ∑∑−−

−=

2222 YYNXXN

YXXYNrXY

di mana :

Rxy : koefisien korelasi

N : jumlah sampel

X : skor item masing-masing responden

Y : skor total jumlah dari keseluruhan item masing-masing

responden

Butir dinyatakan valid jika rxy > rtabel

(Suharsimi Arikunto, 2009:160)

Hasil tes uji coba angket motivasi belajar, dari 50 butir angket yang

diujicobakan, setelah dilakukan analisis untuk mengetahui kevalidan dari

masing-masing butir diperoleh hasil sebagai berikut: 41 butir tergolong

valid, yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6,7, 8, 9, 10, 11, 12, 13,14, 16, 17, 18, 19,

20, 21, 22,23, 24, 25, 26, 27, 28, 32, 33,34,35, 37, 38,39, 40, 41,

44,46,47,49, dan 50; 9 butir pernyataan angket tergolong invalid, yaitu

nomor 15, 29, 30, 31, 36, 42,45, dan 48. (Selengkapnya di lampiran 26)

3). Instrumen lembar observasi aktivitas belajar siswa

Langkah langkah pembuatan lembar observasi aktivitas belajar siswa :

a). Membuat kisi-kisi lembar observasi aktivitas belajar siswa yaitu dengan :

(1) Menentukan aspek yang akan diukur

(2) Menentukan indikator dari aspek yang akan diukur

(3) Menentukan ruang lingkup dan banyaknya pernyataan untuk masing-

masing sub variabel

b). Menyusun item aktivitas belajar yang sesuai dengan indikator.

Page 71: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Untuk menentukan validitas lembar observasi aktivitas belajar siswa

dilakukan dengan cara :

(1) Validitas isi berdasarkan kajian literatur

(2) Validitas konten berdasarkan validasi ahli ( pembimbing)

(Selengkapnya di lampiran 39)

F. Teknik Pemeriksaan Validitas Data

Data yang telah berhasil diperoleh, dikumpulkan dan dicatat dalam

pelaksanaan tindakan harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Cara

pengumpulan data dengan beragam teknik harus benar-benar sesuai dan tepat

untuk menggali data yang diperlukan bagi penelitiannya. Teknik yang diperlukan

untuk memeriksa validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

trianggulasi. Menurut Elliot trianggulasi dilakukan berdasarkan tiga sudut

pandang yaitu sudut pandang guru, sudut pandang siswa dan sudut pandang yang

melakukan pengawasan atau observan (Rochiati, 2005:169). Trianggulasi adalah

teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar

data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.

Teknik trianggulasi yang digunakan adalah trianggulasi metode. Teknik

triangulasi metode dilakukan dengan mengumpulkan data tetap, menggunakan

metode pengumpulan data yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan metode pengumpulan data melalui teknik observasi, wawancara,

angket, dan tes prestasi. Adapun skema dari pemeriksaan validitas data yang

digunakan dapat dilihat dalam gambar berikut ini:

Gambar 3.1 Skema Pemeriksaan Validitas Data

Data Observasi / Arsip

Tes / Angket

Wawancara

Sumber Data

Page 72: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

G. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dimulai sejak awal

sampai berakhirnya pengumpulan data. Hal ini penting karena akan membantu

peneliti dalam mengembangkan penjelasan dari kejadian atau situasi yang

berlangsung di dalam kelas yang diteliti. Data-data dari hasil penelitian di

lapangan diolah dan dianalisis secara kualitatif. Teknik analisis kualitatif mengacu

pada model analisis Miles dan Huberman (1992: 16-19) yang dilakukan dalam

tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dan

verifikasi.

Reduksi data meliputi penyeleksian data melalui ringkasan atau uraian

singkat dan penggolongan data ke dalam pola yang lebih luas. Penyajian data

dilakukan dalam rangka mengorganisasikan data yang merupakan penyusunan

informasi secara sistematik dari hasil reduksi data dimulai dari perencanaan,

pelaksanaan tindakan observasi dan refleksi pada masing-masing siklus.

Penarikan kesimpulan merupakan upaya pencarian makna data, mencatat

keteraturan dan penggolongan data. Data terkumpul disajikan secara sistematik

dan perlu diberi makna. Selanjutnya untuk mempermudah verifikasi dan analisis

data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan yang ada, diidentifikasi

secara khusus pada tiap-tiap siklus pembelajaran.

Adapun model analisis data yang digunakan adalah interaktif model dapat dilihat

dalam skema di bawah ini:

Page 73: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Pengumpulan Data

Reduksi Data Sajian Data

Kesimpulan dan

Verifikasi

Gambar 3.2 Skema Analisis Data

H. Indikator Kinerja

Indikator keberhasilan tindakan terhadap peningkatan aktivitas siswa,

motivasi belajar fisika, dan kemampuan kognitif fisika siswa kelas X3 SMA

Negeri 1 Wonogiri dapat dilihat dari :

Tabel 3.1 Indikator Keberhasilan Siklus

Aspek yang

Dinilai Target Cara Penilaian

Aktivitas

Siswa

60% siswa

melaksanakan

aktivitas x100%

siswaseluruhaktivitas tiapkriteria

anmelaksanak yang siswa

∑=

Motivasi

Belajar

Fisika Siswa

Pencapaian

persentase

indikator motivasi

belajar fisika

mencapai 60%

x100%indikator

indikator tiappersentase

∑∑=

Page 74: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Kemampuan

Kognitif

Fisika Siswa

60% siswa

mencapai KKM

x100%siswaseluruh

KKM nilai memperoleh siswa

∑∑ ≥

=

I. Prosedur Penelitian

Prosedur dan langkah-langkah yang digunakan dalam melaksanakan

penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart

yaitu model spiral. Perencanaan Kemmis menggunakan sistem spiral refleksi diri

yang dimulai dengan rencana tindakan (planning), tindakan (acting), pengamatan

(observing) dan refleksi (reflecting). Kegiatan ini disebut dengan satu siklus

kegiatan pemecahan masalah (Suharsimi Arikunto dkk, 2006: 117).

Berikut pemaparan tentang hal-hal yang dilakukan dalam tiap-tiap langkah

tersebut :

1. Tahap persiapan

a. Permintaan izin kepada kepala sekolah dan guru fisika SMA Negeri 1

Wonogiri.

b. Observasi untuk mendapatkan gambaran awal keadaan kelas dan kegiatan

belajar mengajar khususnya mata pelajaran fisika di kelas X3 SMA Negeri

1 Wonogiri.

c. Mengidentifikasi permasalahan dalam kegiatan belajar mengajar fisika

kelas X3 berdasar hasil observasi awal yang telah dilakukan.

2. Tahap perencanaan (Planning)

a. Menyusun serangkaian kegiatan pelaksanaan tindakan berupa penerapan

pembelajaran kontekstual melalui film pendek pada pokok bahasan suhu

dan kalor.

b. Menyusun instrumen penelitian meliputi rancangan pelaksanaan

pembelajaran, lembar observasi atau pengamatan aktivitas siswa, soal tes

kognitif, angket, pedoman wawancara, dan dokumentasi.

Page 75: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

3. Tahap pelaksanaan atau tindakan (Acting)

Tindakan dilakukan peneliti untuk mengatasi masalah. Kegiatan yang

dilaksanakan dalam penelitian tindakan kelas ini antara lain :

a. Melaksanakan PBM sesuai langkah-langkah yang telah disusun dalam

Rencana Pembelajaran.

b. Melakukan kegiatan pemantauan proses pembelajaran melalui observasi

langsung oleh observer dan angket siswa.

c. Menyelenggarakan evaluasi untuk mengukur kemampuan kognitif fisika

siswa.

d. Melakukan modifikasi berupa perbaikan atau penyempurnaan alternatif

tindakan apabila proses dan prestasi belajar masih kurang memuaskan.

4. Tahap Observasi dan Evaluasi

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses observasi adalah :

a. Pengumpulan data.

b. Sumber data.

c. Critical friend dalam penelitian.

d. Analisis data.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam observasi adalah sebagai

berikut :

a. Pelaksanaan pengamatan oleh peneliti dan observer.

b. Mencatat semua hasil pengamatan ke dalam lembar observasi.

c. Mendiskusikan dengan guru maupun dosen (sebagai critical friend)

terhadap hasil pengamatan setelah proses pembelajaran selesai.

d. Membuat kesimpulan hasil pengamatan.

Sedangkan langkah-langkah evaluasi yang dilaksanakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

a. Menyiapkan alat-alat evaluasi.

b. Melaksanakan evaluasi setelah proses pembelajaran selesai.

c. Melaksanakan analisis hasil evaluasi.

d. Kriteria keberhasilan tindakan.

Page 76: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

5. Tahap Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah kegiatan mengulas secara kritis tentang perubahan yang terjadi

pada siswa dan suasana kelas.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan refleksi sebagai berikut :

a. Menganalisis jawaban siswa pada lembar angket untuk mengetahui

perubahan tingkat motivasi belajar fisika siswa.

b. Menganalisis hasil tes siklus I untuk mengetahui dampak penerapan

pembelajaran yang dilakukan terhadap kemampuan kognitif fisika siswa.

c. Mencocokkan pengamatan oleh observer pada lembar observasi aktivitas

klasikal siswa dan lembar observasi diskusi kelompok. Apabila hasil

pengamatan ternyata siswa mengikuti pelajaran dengan antusias yaitu

siswa aktif, perhatian siswa tertuju pada pelajaran, siswa merespon dan

terjadi komunikasi multi arah maka model kegiatan pembelajaran yang

dilaksanakan dinyatakan menarik dan dapat meningkatkan kemampuan

kogntif belajar fisika siswa yang ditandai dengan daya serap yang tinggi.

Berdasarkan hasil refleksi, peneliti mencoba untuk mengatasi kekurangan atau

kelemahan yang terjadi akibat tindakan yang telah dilakukan. Dari data hasil

refleksi, baik keberhasilan maupun kegagalan dalam pelaksanaan tindakan

maka peneliti menentukan tindakan perbaikan berikutnya (siklus 2) dalam

proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh peneliti.

Page 77: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Perencanaan Tindakan I

Pelaksanaan Tindakan II

Belum terselesaikan

Pelaksanaan Tindakan I

Refleksi I

Perencanaan Tindakan II

Observasi II

Refleksi II Selesai

SIKLUS I

SIKLUS II

Observasi I

Gambar 3.3 Skema Prosedur Penelitian

Page 78: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kondisi Awal

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti melalui wawancara terhadap

guru pengampu mata pelajaran fisika kelas X SMA Negeri 1 Wonogiri diketahui bahwa hasil

belajar siswa kelas X secara keseluruhan jauh dari memuaskan. Kendati SMA Negeri 1 Wonogiri

merupakan salah satu sekolah favorit di Kabupaten Wonogiri yang mana input siswanya

merupakan siswa dengan kemampuan rata-rata ke atas, tetapi nilai kognitif mereka pada mata

pelajaran fisika kalah dibanding nilai mata pelajaran yang lain seperti biologi, kimia, dan

matematika. Menurut Bp Sukarjo, M.Pd selaku guru pengampu mata pelajaran fisika di kelas

X1-X6 hal ini disebabkan oleh kurang tertariknya siswa terhadap mata pelajaran fisika

dikarenakan mereka menganggap fisika sebagai mata pelajaran yang membosankan karena

identik dengan menghitung dan menghafal rumus.

Selanjutnya berdasarkan observasi langsung di lapangan pada mata pelajaran Fisika

diperoleh bahwa guru biasa menggunakan media powerpoint dalam mengajar dan menjelaskan

materi fisika melalui metode ceramah pasif. Penggunaan media powerpoint tersebut bersifat

informatif. Maksudnya bahwa slide yang ditampilkan oleh guru hanya berisi tulisan mengenai

materi ajar tanpa disertai animasi-animasi yang terkait materi ajar yang mengakibatkan proses

pembelajaran kurang menarik. Pada saat menjelaskan sesekali guru bertanya kepada siswa,

namun jika tidak ada yang menjawab maka guru sendiri yang akan menjawabnya. Sementara itu

saat pembelajaran berlangsung, sebagian besar siswa hanya diam dan mendengarkan ceramah

dari guru di kelas, beberapa siswa lainnya ada yang tidak memperhatikan dan cenderung

berbicara sendiri dengan teman sebangkunya serta bermain–main sendiri di dalam kelas

misalnya dengan beraktivitas dengan telepon seluler. Ada juga beberapa siswa yang bertempat

duduk di depan terlihat serius memperhatikan sambil mencatat hal-hal yang dirasa penting.

Dengan adanya beberapa gejala tersebut, peneliti menilai bahwa pembelajaran yang berlangsung

kurang komunikatif karena tidak ada interaksi aktif antara siswa dengan guru.

Selain memanfaatkan media powerpoint dalam pembelajaran, guru juga telah

memanfaatkan blog sebagai media pembelajaran. Akan tetapi pemanfaatannya masih terbatas

yaitu sebagai sarana guru memberi tugas kepada siswa. Blog yang dibuat Bp. Sukarjo, M.Pd

55

Page 79: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

beralamat di [email protected]. Adapun tampilan blog tersebut dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 4.1. Tampilan Blog Bapak Sukarjo

Kemudian dari hasil wawancara juga, Bp Sukarjo.M.Pd merekomendasikan kelas X3

sebagai kelas yang digunakan untuk penelitian. Beliau menjelaskan bahwa di antara kelas X1-

X6, kelas X3 merupakan kelas yang perlu perbaikan karena beliau menganggap siswa kelas ini

cenderung lebih heterogen karena selisih nilai siswa tertinggi dan terendah cukup besar.

Berdasarkan hasil ulangan harian 1 pada semester genap tentang materi alat-alat optik, siswa

yang sudah mencapai ketuntasan berjumlah 4 anak dari jumlah siswa 33 anak (tingkat ketuntasan

kelas sebesar 12,12%). Dari batas ketuntasan 67, nilai paling tinggi adalah 73 , nilai paling

rendah 39 dan rata-rata kelas 53,79.

Berdasarkan angket motivasi belajar fisika siswa yang diberikan di awal/pra siklus

diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.1 Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Pada Kondisi Pra Siklus

No Indikator Persentase Ketercapaian

1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil 58.6%

2 Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar 54.3%

3 Adanya harapan dan cita-cita masa depan 57.6%

Page 80: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4 Adanya penghargaan dalam belajar

5 Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar

6 Adanya sifat ingin tahu

Kemudian jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram

dilihat sebagai berikut :

Gambar 4.2 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus

Berdasarkan observasi awal / pra siklus y

diperoleh data mengenai aktivitas siswa

Tabel 4.2 Persentase Ketercapaian

No Indikator

1. Siswa memperhatikan slide

depan kelas

2 Siswa memperhatikan penjelasan dari guru

3 Siswa menjawab pertanyaan secara lisan yang diajukan oleh

guru fisika

4 Siswa mencatat hal-hal penting yang disampaikan guru fisika

5 Siswa mengikuti KBM sambil melakukan akt

semisal bermain HP atau

1 2

58.60%

54.30%

Pe

rse

nta

seK

ete

rca

pa

ian

Adanya penghargaan dalam belajar

Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar

Adanya sifat ingin tahu

Kemudian jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus

Berdasarkan observasi awal / pra siklus yang dilaksanakan pada tanggal 10 Februari

ata mengenai aktivitas siswa secara klasikal di kelas X3 sebagai berikut

ercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus

Persentase

Siswa memperhatikan slide powerpoint yang diputar di

Siswa memperhatikan penjelasan dari guru

pertanyaan secara lisan yang diajukan oleh

hal penting yang disampaikan guru fisika

Siswa mengikuti KBM sambil melakukan aktivitas lain

semisal bermain HP atau berbicara dengan siswa lain

2 3 4 5 6

54.30%

57.60%

54.20%

52.70%

54.80%

Indikator

57

54.2%

52.7%

54.8%

batang maka hasilnya dapat

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus

ang dilaksanakan pada tanggal 10 Februari

sebagai berikut :

ada Observasi Pra Siklus

Persentase Ketercapaian

60,60%

66,67%

0%

30,30%

42.42%

6

54.80%

Page 81: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram

dilihat sebagai berikut:

Gambar 4.3 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas

Dari data di atas diketahui bahwa ketika guru menjelaskan materi melalui

depan kelas, tidak semua siswa yang memperhatikan karena hanya 60,60% siswa yang

memperhatikannya. Sebanyak 42,42% siswa mengikuti KBM sambil melakukan aktivitas lain

semisal bermain HP, dan ada yang berbicara sendiri dengan siswa lain. Dan ketika guru bertanya

kepada siswa, tidak ada siswa yang menjawabnya dan akhirnya pertanyaan tersebut dijawab

sendiri oleh guru. Data di atas menunjukkan bahwa siswa tidak berkonsentras

untuk bersungguh-sungguh mengikuti KBM.

Melihat berbagai gejala yang terjadi dalam proses KBM yang dialami

seperti kurang maksimalnya pemanfaatan media pembelajaran oleh guru, rendahnya motivasi

belajar fisika siswa, dan masih

menerapkan pembelajaran kontekstual melalui film pendek

melalui film pendek yang mencoba mengaitkan konsep

1

60.60%

Pe

rse

nta

seK

ete

rca

pa

ian

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat

Gambar 4.3 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus

Dari data di atas diketahui bahwa ketika guru menjelaskan materi melalui

depan kelas, tidak semua siswa yang memperhatikan karena hanya 60,60% siswa yang

memperhatikannya. Sebanyak 42,42% siswa mengikuti KBM sambil melakukan aktivitas lain

, dan ada yang berbicara sendiri dengan siswa lain. Dan ketika guru bertanya

kepada siswa, tidak ada siswa yang menjawabnya dan akhirnya pertanyaan tersebut dijawab

sendiri oleh guru. Data di atas menunjukkan bahwa siswa tidak berkonsentras

sungguh mengikuti KBM.

berbagai gejala yang terjadi dalam proses KBM yang dialami

seperti kurang maksimalnya pemanfaatan media pembelajaran oleh guru, rendahnya motivasi

belajar fisika siswa, dan masih rendahnya nilai kognitif fisika yang dimiliki,

ontekstual melalui film pendek. Dengan pembelaja

melalui film pendek yang mencoba mengaitkan konsep-konsep fisika dengan aplikasinya dalam

2 3 4 5

66.67%

0%

30.30%

42.42%

Indikator

58

maka hasilnya dapat

Gambar 4.3 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator ada Observasi Pra Siklus

Dari data di atas diketahui bahwa ketika guru menjelaskan materi melalui powerpoint di

depan kelas, tidak semua siswa yang memperhatikan karena hanya 60,60% siswa yang

memperhatikannya. Sebanyak 42,42% siswa mengikuti KBM sambil melakukan aktivitas lain

, dan ada yang berbicara sendiri dengan siswa lain. Dan ketika guru bertanya

kepada siswa, tidak ada siswa yang menjawabnya dan akhirnya pertanyaan tersebut dijawab

sendiri oleh guru. Data di atas menunjukkan bahwa siswa tidak berkonsentrasi atau termotivasi

berbagai gejala yang terjadi dalam proses KBM yang dialami siswa kelas X3

seperti kurang maksimalnya pemanfaatan media pembelajaran oleh guru, rendahnya motivasi

if fisika yang dimiliki, maka peneliti

pembelajaran kontekstual

konsep fisika dengan aplikasinya dalam

5

42.42%

Page 82: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

kehidupan sehari-hari yang disajikan melalui media film pendek, diharapkan dapat

meningkatkan motivasi belajar yang berdampak meningkatnya nilai kognitif fisika siswa.

B. Deskripsi Hasil Siklus I

1. Perencanaan Tindakan I

Pada tahap awal ini peneliti menyusun rencana pembelajaran untuk tiga pertemuan yaitu

RPP 1 untuk pertemuan pertama, RPP 2 untuk pertemuan kedua, dan RPP 3 untuk pertemuan

ketiga. Ketiga RPP ini selanjutnya dikonsultasikan kepada guru pembimbing yaitu guru fisika

kelas X3 untuk dimintai pertimbangan terkait kesesuaian materi, tujuan, metode, dan alokasi

waktu dengan silabus yang telah dibuat guru sebelumnya. Dalam Ketiga RPP tersebut disepakati

bahwa peneliti akan melaksanakan pembelajaran dalam siklus I sebanyak tiga kali pertemuan

dengan alokasi waktu untuk satu kali pertemuan adalah 90 menit dengan rinciannya RPP 1

membahas materi tentang suhu dan pemuaian, RPP 2 membahas materi tentang pemuaian zat

padat dan zat cair, dan RPP 3 membahas materi tentang pemuaian zat gas, kalor, kalor jenis, dan

kapasitas kalor. Di dalam ketiga RPP tersebut peneliti akan melaksanakan pembelajaran

menggunakan pendekatan kontekstual dan metode diskusi kelompok. Untuk kelompok diskusi

dibuat delapan kelompok dengan personel masing-masing kelompok berjumlah 4-6 orang yang

berdasarkan denah tempat duduk siswa. Pembelajaran tersebut juga memanfaatkan media berupa

film pendek dan powerpoint mengenai materi suhu dan kalor. Film pendek diperoleh dari

internet dengan cara mengunduhnya dari situs www.youtube.com dan www.keepvid.com dengan

cara memasukkan kata kunci dari film pendek yang diinginkan. Sedangkan powerpoint disusun

oleh peneliti untuk setiap pertemuan disesuaikan dengan materi yang tertulis dalam RPP .

Untuk mengamati aktivitas siswa dalam setiap pertemuan, peneliti menyusun lembar

aktivitas belajar siswa yang sudah disesuaikan dengan pengelompokan siswa dalam kelompok

diskusi. Lembar aktivitas siswa berupa lembar cek list yang akan diisi observer yang berada di

belakang kelas sebagai lembar monitoring/pengamatan aktivitas siswa yang tidak mungkin

diamati secara detail oleh peneliti. Sebagai alat evaluasi di akhir pembelajaran siklus I, peneliti

menyusun instrumen tes kognitif dan instrumen angket motivasi belajar siswa. Kedua instrumen

ini telah diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui validitas dan realibilitasnya sebagai

alat evaluasi. Instrumen tes kognitif diujicobakan pada siswa kelas X4 SMAN 2 Wonogiri

sedangkan instrumen angket motivasi belajar siswa diujicobakan di kelas X2 SMAN 1 Wonogiri.

Page 83: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Dari hasil ujicoba instrumen tes kognitif siswa diperoleh instrumen tes kognitif siklus I yang

terdiri dari 30 butir soal pilihan ganda. Sedangkan berdasarkan hasil ujicoba instrumen angket

motivasi belajar siswa diperoleh instrumen angket motivasi belajar siswa yang terdiri dari 40

butir soal pilihan ganda.

2. Pelaksanaan Tindakan I

Pertemuan pertama untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 12 Februari 2010. Pada

pertemuan pertama ini menjelaskan materi mengenai suhu dan termometer. Di awal

pembelajaran, guru memutar film pendek mengenai sifat termometrik zat di mana diperlihatkan

cairan dalam thermometer bergerak naik ketika dimasukkan dalam gelas beker yang berisi zat

cair.

Gambar 4.4 Termometer Yang Dimasukkan Dalam Gelas Beker

Terlihat semua siswa dengan antusias memperhatikan film pendek yang diputar di depan

kelas. Kemudian guru bertanya kepada siswa mengapa cairan yang ada di dalam termometer

dapat naik ketika dimasukkan dalam gelas beker. Beberapa siswa menyampaikan pendapat

mereka. Kemudian guru membagi siswa ke dalam delapan kelompok diskusi untuk

menyelesaikan pertanyaan dalam LKS I. Diskusi kelompok dilaksanakan kurang lebih selama 30

menit. Ada kelompok yang semua anggotanya aktif berpendapat tetapi ada juga kelompok yang

hanya dua anggotanya (kelompok 1) yang secara aktif berdiskusi untuk menyelesaikan LKS I.

Pada saat diskusi berlangsung, guru bertindak sebagai fasilitator dengan berkeliling kelas untuk

memantau dan mengarahkan jalannya diskusi dari masing-masing kelompok. Setelah itu guru

menunjuk salah satu kelompok untuk maju ke depan kelas untuk menyampaikan hasil

diskusinya untuk kemudian ditanggapi oleh anggota kelompok diskusi lainnya. Pada sesi ini guru

Page 84: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

memberikan penjelasan tambahan untuk setiap item pertanyaan. Setelah pembahasan mengenai

hasil diskusi selesai, guru meminta siswa yang bersedia untuk maju mengerjakan latihan soal di

depan kelas untuk kemudian dikoreksi bersama siswa yang lain. Di akhir pembelajaran guru

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan dari kegiatan belajar mengajar

yang telah dilaksanakan.

Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 17 Februari 2010. Pada pertemuan ini,

materi yang dibahas mengenai pemuaian zat padat dan zat cair. Di awal pembelajaran, guru

memutar dua film pendek mengenai pemuaian zat padat dan zat cair. Film pendek pertama yang

diputar mengenai kereta api . Kemudian guru menayangkan slide tentang sambungan rel kereta

api.

Gambar 4.5 Tampilan Slide Tentang Rel Kereta Api

Dalam slide terlihat di antara sambungan rel terdapat celah yang memisahkan antar rel.

Kemudian guru bertanya kepada siswa mengapa pada sambungan rel kereta api selalu terdapat

celah. Beberapa siswa menyampaikan pendapat mereka lalu guru kembali memutar film pendek

kedua mengenai peristiwa pemuaian pada sebuah bola besi.

Gambar 4.6 Tampilan Film Pendek Tentang Pemuaian Pada Bola Besi

Page 85: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Pada saat pemutaran film pendek 1 dan 2 terlihat antusias semua siswa yang dengan penuh

konsentrasi memperhatikan tayangan film tersebut. Kemudian seperti pada pertemuan

sebelumnya guru membagi siswa ke dalam delapan kelompok diskusi untuk menyelesaikan

pertanyaan dalam LKS II. Diskusi yang berlangsung pada pertemuan kedua ini berjalan lebih

lambat karena siswa agak kesulitan untuk memahami maksud dari pertanyaan dalam LKS II. Ini

berdampak terhadap alokasi waktu di mana diskusi baru selesai setelah 45 menit. Setelah itu

guru menunjuk salah satu kelompok untuk maju ke depan kelas untuk menyampaikan hasil

diskusinya untuk kemudian ditanggapi oleh anggota kelompok diskusi lainnya. Pada sesi ini guru

memberikan penjelasan tambahan untuk setiap item pertanyaan. Ketika pembahasan sampai pada

sub materi aplikasi pemuaian zat padat dan cair, guru memutar film pendek mengenai bimetal

dan anomali air sambil memberikan penjelasan seperlunya mengenai kedua hal tersebut.

Gambar 4.7 Tampilan Film Pendek Tentang Bimetal

Setelah diskusi selesai, guru meminta siswa yang bersedia untuk maju mengerjakan latihan soal

di depan kelas untuk kemudian dikoreksi bersama siswa yang lain. Akan tetapi dikarenakan

keterbatasan waktu hanya satu soal saja dalam LKS II yang berhasil dibahas untuk kemudian

langsung ditutup dengan kesimpulan yang disampaikan guru bersama siswa.

Pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 19 Februari 2010. Materi yang dibahas

adalah mengenai pemuaian zat gas, konsep kalor, kalor jenis, dan kapasitas kalor. Seperti pada

pertemuan kedua, di awal pembelajaran guru memutar dua film pendek yaitu film pendek

pertama mengenai pemuaian pada gas dan film pendek kedua mengenai kalor. Pada saat

pemutaran kedua film pendek, nampak antusias siswa untuk memperhatikan fenomena fisika

yang diperlihatkan dalam kedua film tersebut.

Page 86: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Gambar 4.8 Tampilan Film Pendek Tentang Pemuaian Gas

Selanjutnya dilaksanakan diskusi kelompok untuk menyelesaikan pertanyaan dalam LKS III.

Pelaksanaan diskusi ini juga mengalami perpanjangan waktu dikarenakan siswa kembali

mengalami kesulitan dalam memahami maksud dari pertanyaan-pertanyaan dalam LKS III

terutama mengenai materi kalor, kalor jenis, dan kapasitas kalor. Diskusi yang berlangsung juga

kelihatan tidak efektif karena beberapa kelompok anggotanya tidak aktif dan merasa jenuh untuk

menyelesaikan LKS III. Pada pertemuan ketiga ini, guru dan siswa tidak sempat untuk

membahas latihan soal karena keterbatasan waktu.

3. Observasi Tindakan I

Observasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran kontekstual

melalui media film pendek yang diterapkan oleh guru dan pengaruhnya terhadap peningkatan

motivasi belajar fisika siswa. Observasi terhadap peningkatan motivasi belajar fisika dapat

diketahui dari hasil penyebaran angket yang bersifat tertutup. Di samping itu, peningkatan

motivasi belajar fisika siswa juga dapat diketahui dari hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa

yang menunjukkan motivasi belajar. Observasi ini dilaksanakan oleh observer melalui

pengamatan secara langsung yang dilakukan pada setiap pertemuan di siklus I. Untuk

mengetahui nilai kognitif fisika siswa dilakukan dengan melaksanakan tes kognitif siklus I. Nilai

tes siklus I ini digunakan sebagai dasar untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa. Berdasarkan

hasil penelitian diperoleh data-data sebagai berikut:

Page 87: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

a. Angket Motivasi Belajar

Hasil angket motivasi belajar fisika siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3 Persentase Ketercapaian

No Indikator

1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil

2 Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar

3 Adanya harapan dan cita

4 Adanya penghargaan dalam belajar

5 Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar

6 Adanya sifat ingin tahu

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat

dilihat sebagai berikut:

Gambar 4.9 Diagram Batang Persentase Ketercapaian

Tabel 4.3 dan Gambar 4.9

belajar fisika pada akhir pembelajaran siklus I. Terlihat keenam indikator memiliki persentase di

atas 60% dan indikator 1 memiliki persentase tertinggi yaitu 72,10% . Jika dibandingkan dengan

hasil angket motivasi belajar fisika yang dilaksanakan di awal pembelajaran (tahap pra siklus)

terjadi kenaikan persentase untuk masing

1

72.10%

Pe

rse

nta

se

Ke

terc

ap

aia

n

Belajar Fisika Siswa

Hasil angket motivasi belajar fisika siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:

Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika

Persentase

Adanya hasrat dan keinginan berhasil

Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar

Adanya harapan dan cita-cita masa depan

Adanya penghargaan dalam belajar

Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar

Adanya sifat ingin tahu

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus I

menunjukkan persentase ketercapaian indikator angket motivasi

belajar fisika pada akhir pembelajaran siklus I. Terlihat keenam indikator memiliki persentase di

atas 60% dan indikator 1 memiliki persentase tertinggi yaitu 72,10% . Jika dibandingkan dengan

hasil angket motivasi belajar fisika yang dilaksanakan di awal pembelajaran (tahap pra siklus)

terjadi kenaikan persentase untuk masing-masing indikator rata-rata 10-15%. Ini menunjukkan

2 3 4 5 6

72.10%

62.60%

67.70%

69.50%

65.70%64.20%

Indikator

64

Hasil angket motivasi belajar fisika siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:

Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus I

Persentase Ketercapaian

72.1%

62.6%

67.7%

69.5%

65.7%

64.2%

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat

Indikator Belajar Fisika Siswa Siklus I

menunjukkan persentase ketercapaian indikator angket motivasi

belajar fisika pada akhir pembelajaran siklus I. Terlihat keenam indikator memiliki persentase di

atas 60% dan indikator 1 memiliki persentase tertinggi yaitu 72,10% . Jika dibandingkan dengan

hasil angket motivasi belajar fisika yang dilaksanakan di awal pembelajaran (tahap pra siklus)

15%. Ini menunjukkan

Page 88: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pembelajaran kontekstual melalui media film pendek berdampak positif

motivasi belajar fisika siswa kelas X3.

b. Aktivitas Siswa

1) Aktivitas Klasikal Siswa

Tabel 4.4 Persentase Ketercapai

No

1 Siswa memperhatikan slide

yang diputar di depan kelas

2 Siswa memperhatikan penjelasan dari guru

3 Siswa menjawab pertanyaan secara lisan yang diajukan

oleh guru fisika

4 Siswa mencatat hal-hal penting yang disampaikan guru

fisika

5 Siswa mengikuti KBM sambil melakukan akt

semisal bermain HP atau

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam

dilihat sebagai berikut:

Gambar 4.10 Aktivitas

1

100%

Pe

rse

nta

seR

ata

-ra

ta

pembelajaran kontekstual melalui media film pendek berdampak positif

motivasi belajar fisika siswa kelas X3.

Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus

Indikator

Persentase Ketercapaian (%)

I

Siswa memperhatikan slide powerpoint dan film pendek

yang diputar di depan kelas 100

Siswa memperhatikan penjelasan dari guru 94

Siswa menjawab pertanyaan secara lisan yang diajukan 9

hal penting yang disampaikan guru 58

Siswa mengikuti KBM sambil melakukan aktivitas lain

semisal bermain HP atau berbicara dengan siswa lain. 18

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat

Gambar 4.10 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I

2 3 4 5

100%96%

14%

72%

18%

Indikator

65

pembelajaran kontekstual melalui media film pendek berdampak positif terhadap peningkatan

ada Observasi Siklus I

sentase Ketercapaian (%)

Pertemuan Rata-

rata II III

100 100 100 100

100 94 96

15 18 14

79 79 72

15 21 18

maka hasilnya dapat

Indikator ada Observasi Siklus I

Page 89: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Berdasarkan Tabel 4.4 dan Gambar 4.10 diperoleh bahwa tiga indikator yaitu nomor 1, 2, dan 4

mempunyai persentase ketercapaian yang baik karena di atas 70%. Sedangkan indikator nomor

3 yang menunjukkan aktivitas menjawab pertanyaan secara lisan oleh siswa hanya mencapai

14%. Akan tetapi hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan karena pada observasi yang

dilakukan di pra siklus diperoleh data bahwa tidak ada siswa yang melaksanakan aktivitas ini.

Untuk siswa yang mengikuti KBM tetapi tidak fokus karena mereka mengikuti KBM sambil

melakukan aktivitas lain semisal bermain HP atau berbicara dengan teman sebangkunya

mencapai persentase 18% dari 33 siswa.

2) Aktivitas Diskusi Kelompok

Tabel 4.5 Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Siswa dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I

No Indikator

Persentase Ketercapaian (%)

Pertemuan Rata-

rata I II III

1 Siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok diskusi 85 79 79 81

2 Siswa mencari penyelesaian permasalahan dalam LKS

dari buku/sumber yang lain 91 94 94 93

3 Siswa memperhatikan siswa lain yang sedang

menyampaikan pendapat 79 79 73 77

4 Siswa aktif menanggapi gagasan yang dikemukakan oleh

siswa lain 27 15 15 19

5 Siswa tidak aktif dan melakukan aktivitas lain semisal

bermain HP 12 18 18 16

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat

dilihat sebagai berikut:

Page 90: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 4.11 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Siswa

Tabel 4.5 dan Gambar 4.11 menunjukkan

diskusi kelompok. Pada sesi ini

beranggotakan 4-5 siswa. Dari

bahwa kegiatan diskusi sudah berlangsung secara efektif karena

aktivitas mengemukakan pendapat oleh masing

81%. Sedangkan indikator 3 dan 4 merupakan aktivi

kelompok menyampaikan hasil diskusinya dan kelompok lain mendengarkan kemudian

menanggapinya. Diperoleh siswa yang aktif menanggapi gagasan yang dikemukakan siswa lain

mencapai persentase 19% dari jumlah siswa. Ha

juru bicara masing-masing yang mengakibatkan tidak semua siswa berpendapat untuk

menanggapi pendapat siswa dari kelompok lain.

masih ada beberapa siswa di beberapa kel

melakukan aktivitas lain semisal bermain H

sekelompoknya yang mana persentase

c. Ketuntasan Belajar Siswa

Berdasarkan hasil tes siklus I ya

bahwa siswa yang berhasil mecapai

30,30%. Persentase ini belum melampaui target yang ditentukan sebelumnya yai

1

81%

Pe

rse

nta

se R

ata

-ra

ta

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Siswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I

menunjukkan persentase ketercapaian aktivitas siswa dalam kegiatan

. Pada sesi ini kelas dibagi menjadi 8 kelompok yang rata

5 siswa. Dari persentase ketercapaian indikator 1 dan 2 dapat disimpulkan

bahwa kegiatan diskusi sudah berlangsung secara efektif karena indikator

aktivitas mengemukakan pendapat oleh masing-masing anggota kelompok mencapai

3 dan 4 merupakan aktivitas yang dilakukan siswa saat salah satu

kelompok menyampaikan hasil diskusinya dan kelompok lain mendengarkan kemudian

menanggapinya. Diperoleh siswa yang aktif menanggapi gagasan yang dikemukakan siswa lain

19% dari jumlah siswa. Hal ini dikarenakan tiap kelompok mempunyai

masing yang mengakibatkan tidak semua siswa berpendapat untuk

menanggapi pendapat siswa dari kelompok lain. Dalam kegiatan diskusi kelompok ini pun juga

masih ada beberapa siswa di beberapa kelompok yang tidak aktif berdiskusi. Tetapi mereka

melakukan aktivitas lain semisal bermain HP atau berbicara sendiri dengan

ersentasenya mencapai 16%.

Siswa

Berdasarkan hasil tes siklus I yang dilaksanakan pada tanggal 3 Maret 2010

bahwa siswa yang berhasil mecapai ketuntasan belajar berjumlah 10 orang dengan

belum melampaui target yang ditentukan sebelumnya yai

2 3 4 5

93%

77%

19%16%

Indikator

67

Indikator Aktivitas ada Observasi Siklus I

ketercapaian aktivitas siswa dalam kegiatan

kelas dibagi menjadi 8 kelompok yang rata-rata tiap kelompok

1 dan 2 dapat disimpulkan

indikator 1 yang menunjukkan

masing anggota kelompok mencapai persentase

tas yang dilakukan siswa saat salah satu

kelompok menyampaikan hasil diskusinya dan kelompok lain mendengarkan kemudian

menanggapinya. Diperoleh siswa yang aktif menanggapi gagasan yang dikemukakan siswa lain

l ini dikarenakan tiap kelompok mempunyai

masing yang mengakibatkan tidak semua siswa berpendapat untuk

Dalam kegiatan diskusi kelompok ini pun juga

ompok yang tidak aktif berdiskusi. Tetapi mereka

P atau berbicara sendiri dengan teman

ada tanggal 3 Maret 2010 diperoleh hasil

orang dengan persentase

belum melampaui target yang ditentukan sebelumnya yaitu 60%. Dalam

5

16%

Page 91: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

hal ini batas minimum ketuntasan di

Adapun data–data mengenai

berikut :

Tabel 4.6. Aspek Ketuntasan Belajar S

Aspek Yang

Dinilai

Siswa Yang Tuntas

Ketuntasan Belajar

Di bawah ini dapat dilihat diagram pie aspek ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran :

Gambar 4.12

Pelaksanaan pembelajaran kon

dilaksanakan dalam tiga kali pertemu

kalor. Secara umum, pembelajaran telah

Untuk lebih detailnya akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Angket Motivasi Belajar Fisika

Pengambilan data angket motivasi belajar fisika siswa dilaksanakan di akhir pertemuan pada

siklus I dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.

menunjukkan perbandingan hasil angket motivasi belajar fisika pada saat pra siklus dengan

siklus I.

Tidak Tuntas

Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I

hal ini batas minimum ketuntasan di SMA Negeri I Wonogiri untuk pelajaran fisika adalah 6

data mengenai ketuntasan belajar siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel

Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus I

Siswa Yang Tuntas Jumlah Siswa Persentase (%)

10 33 30.30

Di bawah ini dapat dilihat diagram pie aspek ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran :

12 Diagram Pie Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Pada Siklus I

4. Refleksi Tindakan I

Pelaksanaan pembelajaran kontekstual melalui film pendek

dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan dan meliputi sub materi suhu, pemuaian, dan konsep

mum, pembelajaran telah terlaksana sesuai rencana dan hasilnya cukup optimal.

Untuk lebih detailnya akan dijelaskan sebagai berikut :

Fisika Siswa

Pengambilan data angket motivasi belajar fisika siswa dilaksanakan di akhir pertemuan pada

ilnya dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.9. Berikut adalah tabel yang

menunjukkan perbandingan hasil angket motivasi belajar fisika pada saat pra siklus dengan

Tuntas

30.30%

Tidak Tuntas

69.70%

Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I

68

untuk pelajaran fisika adalah 67.

klus I dapat dilihat pada tabel

Persentase (%)

30.30%

Di bawah ini dapat dilihat diagram pie aspek ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran :

iswa

tekstual melalui film pendek pada siklus I telah

, pemuaian, dan konsep

terlaksana sesuai rencana dan hasilnya cukup optimal.

Pengambilan data angket motivasi belajar fisika siswa dilaksanakan di akhir pertemuan pada

. Berikut adalah tabel yang

menunjukkan perbandingan hasil angket motivasi belajar fisika pada saat pra siklus dengan

Page 92: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1 2

58.60%54.30%

72.10%62.60%

Pe

rse

nta

se

Ke

terc

ap

aia

nTabel 4.7 Perbandingan Persentase

Observasi Pra Siklus Dengan Observasi Siklus INo Indikator

1 Adanya hasrat dan keinginan berhasil

2 Adanya dorongan dan kebutuhan dalam

belajar

3 Adanya harapan dan cita

4 Adanya penghargaan dalam belajar

5 Adanya kegiatan yang menarik dalam

belajar

6 Adanya sifat ingin tahu

Berdasarkan tabel 4.7 di atas, diperoleh bahwa empat indikator yaitu indikator nomor 1, 3, 4, 5

mengalami kenaikan persentase di atas 10% dibandingkan dengan hasil observasi pra siklus.

Sedangkan indikator nomor 2 dan 6 mengalami kenaikan persentase

masing 8,3% dan 9,4%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa target peningkatan indikator

sebesar 10% telah tercapai untuk empat indikator dan dua indikator belum tercapai. Gambaran

perubahan persentase ketercapaian masing

batang di bawah ini :

Gambar 4.13 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Angket

Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan Siklus I

3 4 5 6

57.60% 54.20% 52.70% 54.80%

62.60% 67.70% 69.50%65.70% 64.20%

Indikator

Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar FisikObservasi Pra Siklus Dengan Observasi Siklus I

Persentase Ketercapaian

Pra Siklus Siklus I

Adanya hasrat dan keinginan berhasil 58.6% 72.1%

Adanya dorongan dan kebutuhan dalam 54.3% 62.6%

Adanya harapan dan cita-cita masa depan 57.6% 67.7%

Adanya penghargaan dalam belajar 54.2% 69.5%

Adanya kegiatan yang menarik dalam 52.7% 65.7%

Adanya sifat ingin tahu 54.8% 64.2%

di atas, diperoleh bahwa empat indikator yaitu indikator nomor 1, 3, 4, 5

mengalami kenaikan persentase di atas 10% dibandingkan dengan hasil observasi pra siklus.

Sedangkan indikator nomor 2 dan 6 mengalami kenaikan persentase di bawah 10% yaitu masing

masing 8,3% dan 9,4%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa target peningkatan indikator

sebesar 10% telah tercapai untuk empat indikator dan dua indikator belum tercapai. Gambaran

perubahan persentase ketercapaian masing-masing indikator tersebut dapat d

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan Siklus I

69

Pra Siklus

Siklus I

Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada

Persentase Ketercapaian Kesimpulan

Siklus I

Meningkat

13,5%

Meningkat 8,3%

Meningkat 10,1%

Meningkat 15,3%

Meningkat

13%

Meningkat

9,4%

di atas, diperoleh bahwa empat indikator yaitu indikator nomor 1, 3, 4, 5

mengalami kenaikan persentase di atas 10% dibandingkan dengan hasil observasi pra siklus.

di bawah 10% yaitu masing-

masing 8,3% dan 9,4%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa target peningkatan indikator

sebesar 10% telah tercapai untuk empat indikator dan dua indikator belum tercapai. Gambaran

masing indikator tersebut dapat dilihat dalam diagram

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan Siklus I

Page 93: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

b. Aktivitas Siswa

Data yang tersaji dalam Tabel 4.4 dan 4.5 menunjukkan gambaran aktivitas yang terjadi selama

pembelajaran dalam siklus I. Tabel 4.4 menunjukkan persentase ketercapaian indikator aktivitas

siswa secara klasikal yang meliputi lima indikator. Jika dibandingkan dengan aktivitas siswa

pada saat observasi pra siklus, hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.8 Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan Observasi Siklus I

No Indikator Persentase Ketercapaian Kesimpulan

Pra Siklus Siklus I

1 Siswa memperhatikan slide powerpoint dan

film pendek yang diputar di depan kelas 60,60% 100%

Meningkat

39,40%

2 Siswa memperhatikan penjelasan dari guru 66,67% 96%

Meningkat 29,33%

3 Siswa menjawab pertanyaan secara lisan

yang diajukan oleh guru fisika 0% 14%

Meningkat 14%

4 Siswa mencatat hal-hal penting yang

disampaikan guru fisika 30,30% 72%

Meningkat 41,70%

5 Siswa mengikuti KBM sambil melakukan

aktivitas lain semisal bermain HP atau

berbicara dengan siswa lain

42,42% 18% Menurun

24,42%

Dari tabel di atas diperoleh bahwa pembelajaran kontekstual melalui film pendek memberikan

dampak positif terhadap aktivitas siswa saat KBM berlangsung. Terbukti dengan meningkatmya

aktivitas positif siswa yang ditunjukkan oleh indikator nomor 1 sampai dengan 4. Sedangkan

indikator nomor 5 yang menunjukkan aktivitas negatif menunjukkan adanya penurunan

persentase sebesar 24,42%. Secara umum target peningkatan aktivitas siswa telah tercapai pada

siklus I ini akan tetapi hasilnya belum maksimal terutama untuk poin keaktifan siswa yang

ditunjukkan oleh indikator nomor 3 yang baru mencapai persentase 14%. Gambaran perubahan

persentase ketercapaian masing-masing indikator tersebut dapat dilihat dalam diagram batang di

bawah ini :

Page 94: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gambar 4.14 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas

Selain aktivitas siswa secara klasikal

aktivitas siswa pada saat diskusi kelompok berlangsung dan hasilnya dapat dilih

dan Gambar 4.11. Pada saat diskusi kelompok be

berlaku aktif untuk saling memberikan

tiga kali pertemuan hanya mencapai 81%. Selain itu pada saat salah satu kelompok

menyampaikan hasilnya, antusias si

beberapa siswa yang aktif menanggapi pendapat siswa lain dalam membahas permasalahan

dalam LKS. Dan kebanyakan yang menanggapi adalah

kelompok, sedangkan anggota kelompok lain tidak begitu meresponnya. Suasana diskusi juga

kurang terasa saat pertemuan ke

mengalami penurunan karena diskusi hanya be

kurang komunikatif.

c. Ketuntasan Belajar Siswa

Berdasarkan hasil tes kognitif tes siklus I diperoleh data bahwa jumlah siswa yang dinyatakan

tuntas sebanyak 10 orang dengan

ketercapaian ketuntasan belajar sebesar 60%.

soal, persentase ketercapaian masing

1

60.60%

100%

Pe

rse

nta

se R

ata

-ra

ta

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian IndikatorAktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan Siklus I

lain aktivitas siswa secara klasikal dalam mengikuti KBM, peneliti juga mengobservasi

aktivitas siswa pada saat diskusi kelompok berlangsung dan hasilnya dapat dilih

. Pada saat diskusi kelompok berlangsung tidak semua anggota kelompok

aktif untuk saling memberikan pendapatnya karena dalam persentase

tiga kali pertemuan hanya mencapai 81%. Selain itu pada saat salah satu kelompok

menyampaikan hasilnya, antusias siswa dari kelompok lain belum terlihat secara total. Hanya

beberapa siswa yang aktif menanggapi pendapat siswa lain dalam membahas permasalahan

anyakan yang menanggapi adalah juru bicara dari masing

kelompok, sedangkan anggota kelompok lain tidak begitu meresponnya. Suasana diskusi juga

kurang terasa saat pertemuan ke-2 dan ke-3, terlihat dari persentase beberapa

mengalami penurunan karena diskusi hanya berdasar pada LKS yang dibuat guru sehingga

Siswa

Berdasarkan hasil tes kognitif tes siklus I diperoleh data bahwa jumlah siswa yang dinyatakan

tuntas sebanyak 10 orang dengan persentase 30,30%. Hal tersebut masih jauh

ketercapaian ketuntasan belajar sebesar 60%. Apabila hasil tes kognitif siklus I dirinci tiap butir

n masing-masing adalah sebagai berikut :

1 2 3 4 5

60.60%66.67%

0%

30.30%

42.42%

100%96%

14%

72%

18%

Indikator

71

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Siklus Dengan Siklus I

dalam mengikuti KBM, peneliti juga mengobservasi

aktivitas siswa pada saat diskusi kelompok berlangsung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.5

rlangsung tidak semua anggota kelompok

ersentase rata-rata selama

tiga kali pertemuan hanya mencapai 81%. Selain itu pada saat salah satu kelompok diskusi

swa dari kelompok lain belum terlihat secara total. Hanya

beberapa siswa yang aktif menanggapi pendapat siswa lain dalam membahas permasalahan

juru bicara dari masing-masing

kelompok, sedangkan anggota kelompok lain tidak begitu meresponnya. Suasana diskusi juga

beberapa indikator yang

rdasar pada LKS yang dibuat guru sehingga

Berdasarkan hasil tes kognitif tes siklus I diperoleh data bahwa jumlah siswa yang dinyatakan

. Hal tersebut masih jauh dari target

gnitif siklus I dirinci tiap butir

Pra Siklus

Siklus I

Page 95: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Tabel 4.9 Persentase Rata-rata Ketercapaian Tes Kognitif Siklus I

Persentase Rata-rata Ketercapaian Tiap Ranah Kognitif

C1 C2 C3 C4

84,8% 69,7% 54,5% 23,5%

Dari tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar soal yang dijawab oleh lebih dari 60%

siswa atau memiliki persentase ketercapaian item soal di atas 60% adalah item soal dengan ranah

kognitif C1 dan C2 di mana sebagian besar pertanyaan mengenai ingatan dan pemahaman

konsep. Sedangkan untuk soal dengan ranah kognitif C3 dan C4 persentase ketercapaiannya rata-

rata dibawah 60% yaitu 54,5% untuk soal C3 dan 23,5% untuk soal C4. Dari 14 soal yang ada

dalam tes kognitif siklus I hanya 5 soal yang memiliki ketercapaian di atas 60% yaitu soal nomor

12, 17, 18, 28, dan 30. Jika hal tersebut dianalisis dapat diketahui penyebabnya adalah karena

pada saat pembelajaran siklus I siswa kurang mendapat latihan soal. Walaupun pada saat

pertemuan pertama semua latihan soal dapat dibahas bersama oleh guru dan siswa, tetapi pada

saat pertemuan ke-2 guru dan siswa hanya mampu membahas satu soal dan pada pertemuan

ketiga tidak ada soal yang terbahas dikarenakan keterbatasan waktu. Akibatnya siswa tidak

terbiasa untuk menyelesaikan soal-soal mengenai aplikasi dan penggunaan rumus yang berada

pada ranah C3 dan C4.

Berdasarkan analisis dan refleksi dari hasil pembelajaran pada siklus I yang meliputi tiga

aspek yaitu aktivitas siswa, angket motivasi belajar fisika siswa, dan ketuntasan belajar siswa

terdapat beberapa aspek yang sudah memenuhi target dan ada yang belum. Sehingga masih

perlu dilakukan perbaikan pembelajaran yaitu dengan melanjutkan ke tindakan II supaya target

dari beberapa aspek dapat terpenuhi sehingga kompetensi pembelajaran dapat tercapai dengan

baik. Aspek yang perlu ditingkatkan adalah mengenai aktivitas siswa dalam kelompok diskusi

agar berjalan lebih efektif dan komunikatif. Selain itu aspek ketuntasan belajar perlu diupayakan

untuk meningkat karena aspek ini paling perlu mengalami perbaikan. Selanjutnya peneliti dan

guru memperoleh kesepakatan tentang tindak lanjut dalam siklus berikutnya. Tindak lanjut

tersebut adalah sebagai berikut :

Page 96: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

1. Perlu adanya perubahan jumlah anggota kelompok yang semula berjumlah 4-5 orang berubah

menjadi 2-3 orang. Hal ini bertujuan untuk mengefektifkan berlangsungnya diskusi yaitu agar

semua siswa dapat terlibat aktif selama kegiatan diskusi berlangsung.

2. Perlu adanya perubahan penggunaan film pendek pada saat pembelajaran di mana pada siklus

I film pendek diputar saat langkah motivasi dan saat menjelaskan aplikasi dalam konsep.

Sedangkan pada saat siklus II, film pendek diputar saat langkah motivasi dan juga digunakan

untuk memandu jalannya diskusi kemudian juga diputar untuk menjelaskan aplikasi konsep.

Hal ini bertujuan agar jalannya diskusi dapat berlangsung dua arah di mana siswa untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam LKS harus mengamati tayangan dalam film pendek.

Dengan kata lain film pendek digunakan sebagai media tambahan untuk menyelesaikan LKS.

Dari situ diharapkan diskusi tidak berlangsung membosankan tetapi lebih menarik perhatian

siswa.

3. Perlu adanya alokasi waktu khusus untuk tiap pertemuan pada pembelajaran siklus II yang

digunakan untuk membahas latihan soal dalam LKS. Hal ini bertujuan mengkondisikan siswa

untuk terbiasa mengerjakan soal-soal terutama soal dalam ranah C3 dan C4. Dari sini

diharapkan dapat meningkatkan nilai kognitif fisika siswa.

C. Deskripsi Hasil Siklus II

1. Perencanaan Tindakan II

Berdasarkan hasil refleksi dari siklus I maka dilakukan perencanaan untuk pelaksanaan

tindakan pada siklus II. Pada siklus II ini dilaksanakan dalam dua kali pertemuan dengan materi

yang diberikan adalah materi kelanjutan dari kalor yaitu perubahan wujud, asas Black, dan

perpindahan kalor. Pelaksanaan siklus II menitikberatkan pada pengoptimalan media film

pendek sebagai sarana untuk mengefektifkan pelaksanaan kegiatan diskusi kelompok dan

pelaksanaan pembahasan latihan soal terutama untuk soal ranah C3 dan C4 tiap sub materi.

Pelaksanaan siklus II masih menggunakan pendekatan dan metode yang sama dengan

pelaksanaan siklus I. Perbedaannya adalah pada pelaksanaan teknis di lapangan di mana pada

siklus II, film pendek digunakan selama KBM berlangsung dari awal, tengah, dan akhir

pembelajaran. Di awal KBM, film pendek diputar sebagai langkah untuk memotivasi siswa. Di

tengah KBM, film pendek diputar selama kegiatan diskusi berlangsung di mana film-film pendek

yang diputar tersebut berkaitan dengan permasalahan yang terdapat dalam LKS. Di akhir KBM,

Page 97: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

film pendek diputar untuk menayangkan aplikasi dari konsep yang telah dibahas sebelumnya

dalam kegiatan diskusi kelompok.

Pada pelaksanaan siklus II, jumlah kelompok diskusi juga dibuat lebih banyak dengan

cara mengurangi jumlah anggota tiap kelompok yang semula beranggotakan 4-5 siswa menjadi

2-3 siswa. Hal ini bertujuan untuk mengefektifkan pelaksanaan diskusi yaitu agar semua siswa

dapat aktif berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan dalam LKS. Kemudian untuk

mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal hitungan ysng

berada pada ranah C3 dan C4, maka untuk setiap pertemuan tepatnya di akhir KBM, guru

mengalokasikan waktu khusus untuk membahas soal-soal dalam LKS.

2. Pelaksanaan Tindakan II

Pertemuan pertama pada siklus II dilaksanakan pada tanggal 12 Maret 2010. Pada

pertemuan ini membahas materi perubahan wujud zat dan asas Black dengan alokasi waktu 90

menit. Di awal pembelajaran, guru menayangkan slide yang memperlihatkan gambar kapur barus

dan menyuruh siswa untuk memperhatikannya. Kemudian guru bertanya kepada siswa mengapa

kapur barus akan lenyap wujudnya jika ditaruh dalam lemari dalam selang waktu beberapa hari.

Beberapa siswa menyampaikan pendapatnya mengenai fenomena tersebut. Lalu guru membagi

siswa ke dalam 17 kelompok diskusi dan membagikan LKS IV ke masing-masing kelompok.

Kegiatan berikutnya, guru memutar film pendek mengenai perubahan wujud padat menjadi cair

(mencair) dan meminta siswa untuk memperhatikannya. Setelah itu guru menginstruksikan

kepada siswa untuk menjawab pertanyaan LKS IV nomor 1a berdasarkan fenomena yang dilihat

dalam tayangan film pendek. Setelah itu guru melanjutkan pemutaran film pendek mengenai

peristiwa menguap dan kembali menginstruksikan siswa untuk menjawab pertanyaan LKS

nomor 1b berdasarkan tayangan dalam film pendek. Demikian seterusnya guru mengulangi

kegiatan yang sama untuk film pendek yang berbeda yaitu berturut-turut mengenai peristiwa

mengembun, membeku, dan deposisi. Dari tayangan film pendek tersebut siswa diminta

menyelesaikan pertanyaan LKS nomor 1c-1f. Untuk memandu siswa dalam menjawab

pertanyaan LKS IV nomor 2-3, guru memutar slide powerpoint yang telah disiapkan

sebelumnya. Setelah semua kelompok selesai menjawab pertanyaan dalam LKS IV, guru

kemudian menyuruh salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasilnya untuk kemudian

dibahas bersama-sama jawabannya.

Page 98: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

Gambar 4.15 Tampilan Film Pendek Mengenai Peristiwa Mencair

Setelah pembahasan selesai maka guru melanjutkan kegiatan untuk membahas latihan soal dalam

LKS IV yang berjumlah empat soal. Dan di akhir pembelajaran guru memberikan kesempatan

kepada siswa untuk menarik kesimpulan dari kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan.

Pertemuan kedua untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 17 Maret 2010. Pada

pertemuan ini, materi yang dibahas mengenai perpindahan kalor. Di awal pembelajaran, guru

menayangkan slide yang memperlihatkan gambar pegunungan dan menyuruh siswa untuk

memperhatikannya. Guru bercerita mengenai deskripsi keadaan alam pegunungan seperti di

daerah Tawang Mangu dan kemudian bertanya kepada siswa apa yang akan terjadi jika saat

mereka berada di daerah pegunungan mereka tidak memakai jaket atau tidur tetapi tidak

berselimut kain yang tebal. Dan menanyakan hubungan antara pemakaian jaket dengan peristiwa

perpindahan kalor dalam tubuh kita. Beberapa siswa menyampaikan pendapatnya mengenai

fenomena tersebut. Lalu guru membagi siswa ke dalam 17 kelompok diskusi dan membagikan

LKS V ke masing-masing kelompok. Kegiatan berikutnya, guru memutar film pendek mengenai

konduksi dan meminta siswa untuk memperhatikannya. Setelah itu guru menginstruksikan

kepada siswa untuk menjawab pertanyaan LKS V nomor 1a berdasarkan fenomena yang dilihat

dalam tayangan film pendek. Guru mengulangi kegiatan yang sama untuk film pendek yang

berbeda yaitu berturut-turut mengenai peristiwa konveksi dan radiasi. Dari tayangan film pendek

tersebut siswa diminta menyelesaikan pertanyaan LKS nomor 1b-1c. Untuk memandu siswa

dalam menjawab pertanyaan LKS V nomor 2-3, guru memutar slide powerpoint yang telah

Page 99: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

disiapkan sebelumnya yaitu mengenai laju kalor dan film pendek mengenai aplikasi konveksi

pada peristiwa angin darat serta angin laut.

Gambar 4.16 Tampilan Film Pendek Mengenai Peristiwa Konduksi

Gambar 4.17 Tampilan Film Pendek Mengenai Proses Terjadinya Angin Laut

Setelah semua kelompok selesai menjawab pertanyaan dalam LKS V, guru kemudian menyuruh

salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasilnya untuk kemudian dibahas bersama-sama

jawabannya. Setelah pembahasan selesai maka guru melanjutkan kegiatan untuk membahas

latihan soal dalam LKS V yang berjumlah tiga soal. Dan di akhir pembelajaran guru memberikan

kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan dari kegiatan belajar mengajar yang telah

dilaksanakan.

Page 100: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

3. Observasi Tindakan II

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran siklus II

terlihat berbagai perubahan positif yang ditunjukkan oleh siswa kelas X3. Di antaranya adalah

dampak positif penggunaan film pendek dan powerpoint sebagai media untuk memandu jalannya

diskusi kelompok. Adanya film pendek mengakibatkan perhatian siswa terpusat pada layar di

depan yaitu saat film pendek diputar. Demikian pula ketika slipe powerpoint diputar, perhatian

siswa akan tertuju ke layar karena tanpa melihat slide dan mendengarkan arahan dari guru, siswa

akan kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan dalam LKS. Selain itu, pengurangan jumlah

anggota kelompok diskusi yang menjadi 2 orang tiap kelompok mengakibatkan seluruh siswa

terlibat aktif dalam diskusi dan mengurangi kesempatan mereka untuk melakukan akivitas lain di

luar KBM seperti bermain HP atau berbicara sendiri dengan teman sebangkunya. Adanya

pembahasan latihan soal yang dilaksanakan di akhir KBM mengakibatkan siswa terbiasa untuk

mengerjakan soal-soal hitungan. Harapannya menambah pemahaman mereka sehingga dapat

berdampak terhadap nilai kognitif fisika mereka. Adapun data-data yang diperoleh pada

observasi tindakan II ini dapat dilihat sebagai berikut:

a. Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa

Hasil angket motivasi belajar fisika siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.10 Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus II

No Indikator Persentase Ketercapaian

1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil 77%

2 Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar 62,6%

3 Adanya harapan dan cita-cita masa depan 69,1%

4 Adanya penghargaan dalam belajar 68,4%

5 Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar 68,6%

6 Adanya sifat ingin tahu 68%

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat

dilihat sebagai berikut:

Page 101: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

77%

Pe

rse

nta

se K

ete

rca

pa

ian

Gambar 4.18 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Angket Motivasi

b. Aktivitas Siswa

1). Aktivitas Klasikal Siswa

Tabel 4.11 Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Observasi Siklus II

No

1 Siswa memperhatikan slide

yang diputar di depan kelas

2 Siswa memperhatikan penjelasan dari guru

3 Siswa menjawab pertanyaan secara lisan yang diajukan

oleh guru fisika

4 Siswa mencatat hal-

fisika

5 Siswa mengikuti KBM sambil melakukan akt

semisal bermain HP atau

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat

dilihat sebagai berikut:

2 3 4 5 6

77%

62.60%69.10% 68.40% 68.60% 68%

Indikator

Gambar 4.18 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator

Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus I

itas Klasikal Siswa

Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa PObservasi Siklus II

Indikator

Persentase Ketercapaian (%)

Pertemuan

I

Siswa memperhatikan slide powerpoint dan film pendek

yang diputar di depan kelas 100

Siswa memperhatikan penjelasan dari guru 100

Siswa menjawab pertanyaan secara lisan yang diajukan 24

-hal penting yang disampaikan guru 85

Siswa mengikuti KBM sambil melakukan aktivitas lain

semisal bermain HP atau berbicara dengan siswa lain 3

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat

78

Indikator Belajar Fisika Siswa Siklus II

Klasikal Siswa Pada

Persentase Ketercapaian (%)

Pertemuan Rata-rata

II

100 100 100

100 100 100

24 30 27

85 88 87

3 3

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat

Page 102: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

100%P

rese

nta

seR

ata

-ra

ta

Gambar 4.19 Diagram Batang Persentase Ketercapaian

Aktivit

2). Aktivitas Diskusi Kelompok

Tabel 4.12 Persentase Keterca Pada Observasi Siklus II

No

1 Siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok

diskusi

2 Siswa mencari penyelesaian permasalahan dalam LKS

dari buku/sumber yang lain

3 Siswa memperhatikan siswa lain yang sedang

menyampaikan pendapat

4 Siswa aktif menanggapi

oleh siswa lain

5 Siswa tidak aktif dan melakukan aktivitas lain semisal

bermain HP

2 3 4 5

100%

27%

87%

3%

Indikator

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Aktivit as Klasikal Siswa pada Observasi Siklus II

tas Diskusi Kelompok

Persentase Ketercapain Indikator Aktivitas Siswa Dalam Diskusi Kelompok ada Observasi Siklus II

Indikator

Persentase Ketercapaian (%)

Pertemuan

I

mengemukakan pendapat dalam kelompok 100

Siswa mencari penyelesaian permasalahan dalam LKS

dari buku/sumber yang lain 100

Siswa memperhatikan siswa lain yang sedang

menyampaikan pendapat 94

Siswa aktif menanggapi gagasan yang dikemukakan 24

Siswa tidak aktif dan melakukan aktivitas lain semisal 3

79

Indikator Siklus II

Diskusi Kelompok

Persentase Ketercapaian (%)

Pertemuan Rata-rata

II

100 100 100

100 100 100

4 91 93

4 27 26

3 3 3

Page 103: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

100%P

rese

nta

se R

ata

-ra

ta

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat

dilihat sebagai berikut:

Gambar 4.20 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Siswa

c. Ketuntasan Belajar Siswa

Berdasarkan hasil tes siklus II

belajar mengalami peningkatan menjadi berjumlah 22

data–data mengenai ketuntasan belajar siswa

Tabel 4.13 Aspek Ketuntasan B

Aspek Yang

Dinilai

Siswa Yang Tuntas

Ketuntasan Belajar

Di bawah ini dapat dilihat diagram pie aspek ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran :

2 3 4 5

100% 100%

93%

26%

3%

Indikator

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat

Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator AktivitasSiswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I

iswa

asil tes siklus II diperoleh hasil bahwa siswa yang berhasil me

belajar mengalami peningkatan menjadi berjumlah 22 orang dengan persentase

ketuntasan belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel

Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus II

Siswa Yang Tuntas Jumlah Siswa Persentase (%)

22 33 66,67

Di bawah ini dapat dilihat diagram pie aspek ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran :

80

3%

Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat

Indikator Aktivitas ada Observasi Siklus II

diperoleh hasil bahwa siswa yang berhasil mencapai ketuntasan

orang dengan persentase 66,67%. Adapun

dapat dilihat pada tabel berikut :

Persentase (%)

66,67%

Di bawah ini dapat dilihat diagram pie aspek ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran :

Page 104: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ketuntasan Belajar Siswa Siklus II

Gambar 4.21

Pelaksanaan pembelajaran siklus II dilaksanakan dalam dua

sub materi perubahan wujud zat, asas Black, dan perpindahan kalor.

umum, dapat diketahui adanya peningkatan persentase baik dari

belajar fisika maupun tingkat ketuntasan belajar

pelaksanaan pembelajaran siklus II berda

lebih detailnya akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Angket Motivasi Belajar Fisika

Seperti halnya pengambilan data angket motivasi belajar fisika siswa pada pembelajaran siklus I,

pengambilan data angket motivasi belajar fisika siswa pada pembelajaran siklus II juga

dilaksanakan di akhir pertemuan pada siklus II dan hasilnya dapat dilihat pada Ta

Gambar 4.18. Berikut adalah tabel yang menunjukkan perbandingan hasil angket motivasi

belajar fisika pada saat siklus I dengan siklus II.

Tabel 4.14 Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II

No Indikator

1 Adanya hasrat dan keinginan berhasil

2 Adanya dorongan dan kebutuhan dalam

belajar

Tuntas

66.67%

Tidak Tuntas

33.33%

Ketuntasan Belajar Siswa Siklus II

21 Diagram Pie Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Pada Siklus II

4. Refleksi Tindakan II

Pelaksanaan pembelajaran siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemu

sub materi perubahan wujud zat, asas Black, dan perpindahan kalor. Dari data observasi secara

dapat diketahui adanya peningkatan persentase baik dari aspek akitivas, angket motivasi

ingkat ketuntasan belajar siswa. Adanya beberapa perubahan teknis dalam

pelaksanaan pembelajaran siklus II berdampak positif terhadap ketiga aspek tersebut

lebih detailnya akan dijelaskan sebagai berikut :

Fisika Siswa

Seperti halnya pengambilan data angket motivasi belajar fisika siswa pada pembelajaran siklus I,

angket motivasi belajar fisika siswa pada pembelajaran siklus II juga

dilaksanakan di akhir pertemuan pada siklus II dan hasilnya dapat dilihat pada Ta

. Berikut adalah tabel yang menunjukkan perbandingan hasil angket motivasi

r fisika pada saat siklus I dengan siklus II.

Tabel 4.14 Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II

Persentase Ketercapaian

Siklus I Siklus II

Adanya hasrat dan keinginan berhasil 72,1% 77%

Adanya dorongan dan kebutuhan dalam 62,6% 62,6%

81

iswa

kali pertemuan dan meliputi

Dari data observasi secara

akitivas, angket motivasi

Adanya beberapa perubahan teknis dalam

terhadap ketiga aspek tersebut. Untuk

Seperti halnya pengambilan data angket motivasi belajar fisika siswa pada pembelajaran siklus I,

angket motivasi belajar fisika siswa pada pembelajaran siklus II juga

dilaksanakan di akhir pertemuan pada siklus II dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan

. Berikut adalah tabel yang menunjukkan perbandingan hasil angket motivasi

Tabel 4.14 Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada

Persentase Ketercapaian Kesimpulan

Siklus II

Meningkat

4,9%

62,6% Tetap

Page 105: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

72.10%

62.60%

77%

Pe

rse

nta

se K

ete

rca

pa

ian

3 Adanya harapan dan cita

4 Adanya penghargaan dalam belajar

5 Adanya kegiatan yang menarik dalam

belajar

6 Adanya sifat ingin tahu

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa empat indikator yaitu indikator nomor 1, 3, 5, 6

mengalami kenaikan persentase. Tetapi jika dibandingkan dengan hasil observasi siklus I,

kenaikan persentasenya rata-rata di bawah 5%. Sedangkan indikator nomor 2 tidak mengalami

kenaikan persentase. Dan satu indikator mengalami penurunan persentase yaitu indikator nomor

4 sebesar 1,1%. Gambaran perubahan persentase ketercapaian masing

dapat dilihat dalam diagram batang di bawah ini :

Gambar 4.22 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi

Secara umum perubahan persentase antara hasil observasi siklus I dengan siklus II dapat

dikatakan berada dalam kondisi normal karena perubahan persentase rata

2 3 4 5

62.60%

67.70%

69.50%

65.70%64.20%

62.60%

69.10%68.40% 68.60%

Indikator

Adanya harapan dan cita-cita masa depan 67,7% 69,1%

Adanya penghargaan dalam belajar 69,5% 68,4%

Adanya kegiatan yang menarik dalam 65,7% 68,6%

Adanya sifat ingin tahu 64,2% 68%

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa empat indikator yaitu indikator nomor 1, 3, 5, 6

persentase. Tetapi jika dibandingkan dengan hasil observasi siklus I,

rata di bawah 5%. Sedangkan indikator nomor 2 tidak mengalami

kenaikan persentase. Dan satu indikator mengalami penurunan persentase yaitu indikator nomor

ebesar 1,1%. Gambaran perubahan persentase ketercapaian masing-masing indikator tersebut

dapat dilihat dalam diagram batang di bawah ini :

Gambar 4.22 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II

Secara umum perubahan persentase antara hasil observasi siklus I dengan siklus II dapat

dikatakan berada dalam kondisi normal karena perubahan persentase rata-rata tiap indikator tidak

82

6

64.20%

68.00%

Siklus I

Siklus II

69,1% Meningkat 1,4%

68,4% Turun 1,1%

68,6% Meningkat

2,9%

Meningkat

3,8%

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa empat indikator yaitu indikator nomor 1, 3, 5, 6

persentase. Tetapi jika dibandingkan dengan hasil observasi siklus I,

rata di bawah 5%. Sedangkan indikator nomor 2 tidak mengalami

kenaikan persentase. Dan satu indikator mengalami penurunan persentase yaitu indikator nomor

masing indikator tersebut

Gambar 4.22 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Angket Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II

Secara umum perubahan persentase antara hasil observasi siklus I dengan siklus II dapat

rata tiap indikator tidak

Page 106: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

lebih dari 5%. Selain itu, persentase akhir yang diperoleh dari observasi siklus II menunjukkan

hasil bahwa semua indikator persentasenya di atas 60%. Hal tersebut menunjukkan bahwa target

pencapaian angket motivasi belajar fisika telah tercapai.

b. Aktivitas Siswa

1). Aktivitas Klasikal Siswa

Data yang tersaji dalam Tabel 4.11 dan 4.19 menunjukkan gambaran aktivitas yang terjadi

selama pembelajaran dalam siklus II. Tabel 4.11 menunjukkan persentase ketercapaian indikator

aktivitas siswa secara klasikal yang meliputi lima indikator. Jika dibandingkan dengan aktivitas

siswa pada saat observasi siklus I, hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.15 Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Observasi Siklus II No Indikator Persentase Ketercapaian Kesimpulan

Siklus I Siklus II

1 Siswa memperhatikan slide powerpoint dan

film pendek yang diputar di depan kelas 100% 100% Tetap

2 Siswa memperhatikan penjelasan dari guru 96% 100% Meningkat 4%

3 Siswa menjawab pertanyaan secara lisan

yang diajukan oleh guru fisika 14% 27% Meningkat

13%

4 Siswa mencatat hal-hal penting yang

disampaikan guru fisika 72% 87% Meningkat

15%

5 Siswa mengikuti KBM sambil melakukan

aktivitas lain semisal bermain HP atau

berbicara dengan siswa lain

18% 3% Menurun

15%

Dari tabel di atas diperoleh bahwa pelaksanaan pembelajaran siklus II memberikan dampak

positif terhadap aktivitas siswa saat KBM berlangsung. Terbukti dengan meningkatnya

persentase tiga indikator yaitu indikator nomor 2-4. Sedangkan indikator nomor 5 yang

menunjukkan aktivitas negatif mengalami penurunan persentase sebesar 15% menjadi hanya 3%.

Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran siklus II berlangsung dalam situasi yang

kondusif karena indikator nomor 5 adalah indikator yang menunjukkan perilaku siswa yang tidak

aktif dan cenderung ramai sendiri. Tetapi presentase indikator nomor 5 sangat rendah bahkan

nilainya di bawah 5%. Secara umum target peningkatan aktivitas siswa secara klasikal telah

Page 107: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

100% 100%

Pe

rse

nta

se R

ata

-ra

ta

tercapai pada siklus II. Gambaran perubahan persentase ketercapaian masing

tersebut dapat dilihat dalam diagram batang di bawah ini

Gambar 4.23 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas

2). Aktivitas Diskusi Kelompok

Dari Tabel 4.12 dan Gambar 4.20

berlangsung cukup efektif. Hal ini dapat dilihat dari perse

cukup bagus di mana dua indikator yaitu indikator nomor 1 dan 2 mencapai presentase 100% dan

indikator nomor 3 mencapai 93%. Pengurangan anggota masing

positif yaitu aktifnya semua siswa dala

dalam LKS. Buktinya adalah pencapaian 100% untuk indikator nomor 1 dan 2. Selain itu,

aktifnya seluruh siswa memperkecil peluang siswa untuk melakukan aktivitas lain yang

cenderung negatif seperti bermain

dengan turunnya presentase rata

diskusi juga terlihat semakin hidup dengan bertambahnya siswa yang aktif berpendapat atau

menyampaikan gagasannya saat pembahasan hasil diskusi. Ini dapat dilihat dari presentase rata

rata indikator nomor 4 yang mencapai 26%.

dalam kegiatan diskusi kelompok pada pembelajaran siklus I dengan siklus II dapat dilihat

tabel di bawah ini :

2 3 4 5

96%

14%

72%

18%

100% 100%

27%

87%

3%

Indikator

Gambaran perubahan persentase ketercapaian masing

tersebut dapat dilihat dalam diagram batang di bawah ini :

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian IndikatorAktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II

2). Aktivitas Diskusi Kelompok

Tabel 4.12 dan Gambar 4.20 dapat diketahui bahwa kegiatan diskusi kelompok

berlangsung cukup efektif. Hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata

cukup bagus di mana dua indikator yaitu indikator nomor 1 dan 2 mencapai presentase 100% dan

indikator nomor 3 mencapai 93%. Pengurangan anggota masing-masing kelompok berdampak

positif yaitu aktifnya semua siswa dalam kegiatan diskusi saat menyelesaikan permasalahan

dalam LKS. Buktinya adalah pencapaian 100% untuk indikator nomor 1 dan 2. Selain itu,

aktifnya seluruh siswa memperkecil peluang siswa untuk melakukan aktivitas lain yang

cenderung negatif seperti bermain HP atau bercanda dengan teman sebangku.

dengan turunnya presentase rata-rata indikator nomor 5 yang hanya mencapai 3%. Suasana

diskusi juga terlihat semakin hidup dengan bertambahnya siswa yang aktif berpendapat atau

saat pembahasan hasil diskusi. Ini dapat dilihat dari presentase rata

4 yang mencapai 26%. Perbandingan persentase rata

dalam kegiatan diskusi kelompok pada pembelajaran siklus I dengan siklus II dapat dilihat

84

Siklus I

Siklus II

Gambaran perubahan persentase ketercapaian masing-masing indikator

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II

dapat diketahui bahwa kegiatan diskusi kelompok

rata kelima indikator yang

cukup bagus di mana dua indikator yaitu indikator nomor 1 dan 2 mencapai presentase 100% dan

masing kelompok berdampak

m kegiatan diskusi saat menyelesaikan permasalahan

dalam LKS. Buktinya adalah pencapaian 100% untuk indikator nomor 1 dan 2. Selain itu,

aktifnya seluruh siswa memperkecil peluang siswa untuk melakukan aktivitas lain yang

HP atau bercanda dengan teman sebangku. Ini dibuktikan

rata indikator nomor 5 yang hanya mencapai 3%. Suasana

diskusi juga terlihat semakin hidup dengan bertambahnya siswa yang aktif berpendapat atau

saat pembahasan hasil diskusi. Ini dapat dilihat dari presentase rata-

Perbandingan persentase rata-rata aktivitas siswa

dalam kegiatan diskusi kelompok pada pembelajaran siklus I dengan siklus II dapat dilihat dalam

Page 108: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

81%

100%

Pe

rse

nta

se R

ata

-

rata

Tabel 4.16 Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator AktivKelompok Pada Observasi Siklus I Dengan Observasi Siklus II

No Indikator

1 Siswa mengemukakan pendapat dalam

kelompok diskusi

2 Siswa mencari penyelesaian permasalahan

dalam LKS dari buku/sumber yang lain

3 Siswa memperhatikan siswa lain yang

sedang menyampaikan pendapat

4 Siswa aktif menanggapi gagasan yang

dikemukakan oleh siswa lain

5 Siswa tidak aktif dan melakukan aktivitas

lain semisal bermain HP

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan persentase

yaitu indikator nomor 1-4. Peningkatan terbesar terjadi pada indikator nomor 1 sebesar 19% dan

terkecil pada indikator nomor 4 sebesar 7%. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

siklus II telah berhasil dilaksanakan untuk men

yang timbul pada pembelajaran siklus I. Untuk memperjelas gambaran peningkatan presentase

rata-rata indikator aktivitas siswa dalam kegiatan diskusi kelompok dapat dilihat dalam diagram

batang sebagai berikut:

Gambar 4.24 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus

2 3 4 5

93%

77%

19% 16%

100% 100%93%

26%

3%

Indikator

Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Siswa Dalam Diskusi Observasi Siklus I Dengan Observasi Siklus II

Persentase Ketercapaian

Siklus I Siklus II

mengemukakan pendapat dalam 81% 100%

Siswa mencari penyelesaian permasalahan

dalam LKS dari buku/sumber yang lain 93% 100%

Siswa memperhatikan siswa lain yang

sedang menyampaikan pendapat 77% 93%

Siswa aktif menanggapi gagasan yang

dikemukakan oleh siswa lain 19% 26%

Siswa tidak aktif dan melakukan aktivitas

lain semisal bermain HP 16% 3%

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan persentase dari keempat indikator

4. Peningkatan terbesar terjadi pada indikator nomor 1 sebesar 19% dan

terkecil pada indikator nomor 4 sebesar 7%. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

siklus II telah berhasil dilaksanakan untuk mengatasi atau setidaknya meminimalisir masalah

yang timbul pada pembelajaran siklus I. Untuk memperjelas gambaran peningkatan presentase

rata indikator aktivitas siswa dalam kegiatan diskusi kelompok dapat dilihat dalam diagram

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator

Aktivitas Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus

85

3%

Siklus I

Siklus II

itas Siswa Dalam Diskusi

Persentase Ketercapaian Kesimpulan

Siklus II

100% Meningkat

19%

100% Meningkat 7%

93% Meningkat 16%

26% Meningkat 7%

3% Menurun

13%

dari keempat indikator

4. Peningkatan terbesar terjadi pada indikator nomor 1 sebesar 19% dan

terkecil pada indikator nomor 4 sebesar 7%. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

gatasi atau setidaknya meminimalisir masalah

yang timbul pada pembelajaran siklus I. Untuk memperjelas gambaran peningkatan presentase

rata indikator aktivitas siswa dalam kegiatan diskusi kelompok dapat dilihat dalam diagram

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II

Page 109: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30.30%

Pe

rse

nta

se

Ke

terc

ap

aia

n

Siklus

c. Ketuntasan Belajar Siswa

Berdasarkan hasil tes kognitif tes siklus I diperoleh data bahwa

tuntas sebanyak 22 orang dengan persentase

ketercapaian ketuntasan belajar sebesar 60%

dirinci tiap butir soal, persentase keterc

Tabel 4.17 Persentase Rata-rata Ketercapaian Tes Kognitif Siklus II

Persentase Rata

C1

84%

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan

kegiatan pembahasan soal di akhir KBM tiap pertemuan berdampak positif terhadap kemampuan

siswa dalam memecahkan soal berupa hitungan atau aplikasi konsep dalam rumus. Hal ini dapat

dilihat dari perolehan persentase k

disimpulkan terjadi kenaikan persentase sebesar

kognitif siklus I yang persentasenya hanya mencapai 54,5

berdampak terhadap peningkatan tingkat ketuntasan siswa yang mencapai 66,67%.

perbandingan antara hasil ketuntasan

diagram batang di bawah ini :

Gambar 4.25 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketuntasan Belajar

Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II

30.30%

66.67%69.70%

33.33% Tuntas

Tidak Tuntas

Siklus I Siklus II

Siswa

Berdasarkan hasil tes kognitif tes siklus I diperoleh data bahwa jumlah siswa ya

orang dengan persentase 66,67%. Hal tersebut menunjukkan bahwa

ketercapaian ketuntasan belajar sebesar 60% telah tercapai. Apabila hasil tes kognitif siklus I

dirinci tiap butir soal, persentase ketercapaian masing-masing adalah sebagai berikut :

rata Ketercapaian Tes Kognitif Siklus II

Rata-rata Ketercapaian Tiap Ranah Kognitif

C2 C3 C4

77% 73% 55%

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran siklus II yang menerapkan

kegiatan pembahasan soal di akhir KBM tiap pertemuan berdampak positif terhadap kemampuan

siswa dalam memecahkan soal berupa hitungan atau aplikasi konsep dalam rumus. Hal ini dapat

dilihat dari perolehan persentase ketercapaian siswa menjawab benar yang mencapai 73

disimpulkan terjadi kenaikan persentase sebesar 18,5% jika dibandingkan dengan hasil tes

persentasenya hanya mencapai 54,5%. Kenaikan persentase tersebut

ngkatan tingkat ketuntasan siswa yang mencapai 66,67%.

perbandingan antara hasil ketuntasan belajar siswa pada siklus I dan siklus II dapat dilihat dalam

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketuntasan Belajar Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II

86

Tuntas

Tidak Tuntas

jumlah siswa yang dinyatakan

. Hal tersebut menunjukkan bahwa target

Apabila hasil tes kognitif siklus I

masing adalah sebagai berikut :

pembelajaran siklus II yang menerapkan

kegiatan pembahasan soal di akhir KBM tiap pertemuan berdampak positif terhadap kemampuan

siswa dalam memecahkan soal berupa hitungan atau aplikasi konsep dalam rumus. Hal ini dapat

menjawab benar yang mencapai 73%. Dan

% jika dibandingkan dengan hasil tes

%. Kenaikan persentase tersebut

ngkatan tingkat ketuntasan siswa yang mencapai 66,67%. Adapun

siswa pada siklus I dan siklus II dapat dilihat dalam

Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketuntasan Belajar Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II

Page 110: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

D. Pembahasan Penelitian Tindakan Kelas di kelas X3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun Pelajaran

2009/2010 ini dilakukan karena berdasarkan hasil observasi awal diketahui bahwa tingkat

motivasi belajar fisika dan nilai kognitif fisika siswa di kelas tersebut masih rendah. Upaya yang

dilakukan peneliti untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan

pembelajaran kontekstual melalui film pendek.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penerapkan pembelajaran kontekstual

melalui film pendek dalam kegiatan belajar mengajar dapat meningkatkan motivasi belajar fisika

dan nilai kognitif fisika siswa. Peningkatan motivasi belajar fisika siswa dapat dilihat melalui

hasil penyebaran angket dan observasi terhadap aktivitas siswa selama kegiatan belajar

mengajar. Sedangkan peningkatan kemampuan kognitif fisika siswa dapat diketahui dari hasil tes

kemampuan kognitif di akhir siklus.

Pada akhir siklus I terdapat peningkatan motivasi belajar fisika dan kemampuan kognitif

fisika siswa. Peningkatan motivasi belajar fisika siswa dilihat dari hasil angket dan observasi

aktivitas siswa. Rata-rata persentase angket motivasi belajar fisika siswa meningkat sebesar

11,6% dari pra siklus sebesar 55,37% menjadi 66,97% pada akhir siklus I. Sedangkan rata-rata

persentase observasi aktivitas klasikal siswa meningkat sebesar 31,11% dari pra siklus sebesar

39,39% menjadi 70,5% pada akhir siklus I. Kemampuan kognitif fisika meningkat 18,18%

dilihat dari tingkat ketuntasan pada hasil tes kognitif siklus I yang mencapai 30,3% dibandingkan

hasil ulangan bab optik sebesar 12,12%. Akan tetapi peningkatan kemampuan kognitif fisika

siswa belum maksimal dikarenakan masih di bawah target yang ditetapkan yaitu 60%. Namun

demikian, adanya peningkatan persentase dari masing-masing aspek yang dinilai tersebut (angket

motivasi, aktivitas siswa, dan tes kognitif) membuktikan bahwa penerapan pembelajaran

kontekstual melalui film pendek memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan motivasi

belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa.

Hasil refeksi tindakan I digunakan peneliti sebagai bahan perbaikan penerapan

pembelajaran pada tindakan II. Perbaikan tersebut meliputi :

1. Perubahan jumlah anggota kelompok yang semula berjumlah 4-5 orang berubah menjadi 2-3

orang. Hal ini bertujuan untuk mengefektifkan berlangsungnya diskusi yaitu agar semua

siswa dapat terlibat aktif selama kegiatan diskusi berlangsung.

Page 111: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

2. Pengoptimalan penggunaan film pendek pada saat pembelajaran di mana pada siklus I film

pendek hanya diputar saat langkah motivasi dan saat menjelaskan aplikasi dalam konsep.

Sedangkan pada saat siklus II, film pendek diputar saat langkah motivasi dan juga digunakan

untuk memandu jalannya diskusi kemudian juga diputar untuk menjelaskan aplikasi konsep.

Hal ini bertujuan agar jalannya diskusi dapat berlangsung dua arah di mana siswa untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam LKS harus mengamati tayangan dalam film pendek.

Dengan kata lain film pendek digunakan sebagai media tambahan untuk menyelesaikan LKS.

Dari situ diharapkan diskusi tidak berlangsung membosankan tetapi lebih menarik perhatian

siswa.

3. Pengefektifan waktu untuk tiap pertemuan pada pembelajaran siklus II yang digunakan untuk

membahas latihan soal dalam LKS. Hal ini bertujuan mengkondisikan siswa untuk terbiasa

mengerjakan soal-soal terutama soal dalam ranah C3 dan C4. Dari sini diharapkan dapat

meningkatkan nilai kognitif fisika siswa.

Berdasarkan hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan II dapat dikatakan bahwa

perbaikan yang dilakukan peneliti berpengaruh terhadap hasil akhir pembelajaran siklus II.

Buktinya diantaranya adalah hasil angket menunjukkan rata-rata persentase angket motivasi

belajar fisika siswa meningkat sebesar 1,98 % dari siklus I sebesar 66,97% menjadi 68,95% pada

akhir siklus II. Sedangkan rata-rata persentase observasi aktivitas klasikal siswa meningkat

sebesar 8% dari siklus I sebesar 70,5% menjadi 78,5% pada akhir siklus II. Rata-rata persentase

observasi aktivitas diskusi kelompok meningkat sebesar 9,8% dari siklus I sebesar 54% menjadi

63,8% pada akhir siklus II. Kemampuan kognitif fisika meningkat 36,37% dilihat dari tingkat

ketuntasan pada hasil tes kognitif siklus II yang mencapai 66,67% dibandingkan siklus I sebesar

30,3%. Selengkapnya hasil penelitian dari tahap para siklus sampai akhir siklus II dapat dilihat

pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.18 Persentase Ketercapaian Rata-rata Tiap Aspek Antar Siklus

No Aspek Yang Dinilai Persentase Ketercapaian Rata-rata

Kesimpulan Akhir Pra Siklus Siklus I Siklus II

1 Angket Motivasi Belajar 55.37% 66.97% 68.95% Meningkat 13.58%

2 Aktivitas Klasikal Siswa 39.39% 70.50% 78.50% Meningkat 39.11%

3 Aktivitas Diskusi Kelompok _ 54% 63.80% Meningkat 9.8%

Page 112: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

4 Ketuntasan Belajar Siswa 12.12% 30.30% 66.67% Meningkat 54.55%

Dari tabel di atas diketahui bahwa semua aspek yang dinilai mengalami kenaikan

persentase yang dapat diartikan terjadi peningkatan kualitas. Peningkatan ini dipengaruhi oleh

penggunaan pembelajaran kontekstual melalui film pendek. Penerapan pembelajaran ini

mengakibatkan kegiatan belajar mengajar menjadi menarik sehingga siswa tidak bosan dalam

mengikuti pelajaran fisika. Selain itu, ditampilkannya fenomena fisika melalui film pendek

menjadikan konsep yang semula abstrak menjadi konkret di benak siswa. Penggunaan metode

diskusi kelompok dalam memecahkan permasalahan LKS menjadikan siswa terlibat aktif untuk

berpendapat, menyampaikan ide/gagasan, kemudian bersama-sama menyimpulkan jawaban yang

sebenarnya. Dari sini tumbuhlah masyarakat belajar dalam kelas sehingga proses kegiatan belajar

mengajar terlihat hidup.

PTK sendiri menurut Sarwiji Sarwandi (2008: ) memiliki karakteristik untuk berupaya

memperbaiki praktik pembelajaran agar menjadi lebih efektif. PTK dilaksanakan dalam rangka

memecahkan sebuah permasalahan dalam sebuah kelas yang dialami guru dan siswa agar tercipta

pembelajaran yang lebih efektif. Dan pencapaian target keberhasilan Penelitian Tindakan Kelas

yang dilaksanakan terhadap siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Wonogiri selengkapnya dapat dilihat

pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.19 Pencapaian Keberhasilan Target Penelitian

No Aspek Yang Dinilai Persentase Ketercapaian

Kesimpulan Target Penelitian Hasil Penelitian

1 Motivasi Belajar Fisika 60% 68.95% Tercapai

2 Aktivitas Siswa 60% 78.50% Tercapai

3 Kemampuan Kognitif Fisika 60% siswa tuntas 66.67% siswa tuntas Tercapai

Berdasarkan hasil pembahasan di atas secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa

penerapan pembelajarn kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan motivasi belajar

fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri pada materi

pokok Suhu dan Kalor Tahun Pelajaran 2009/2010.

Page 113: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

90

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:

1. Penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan

motivasi belajar fisika siswa Kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun

Pelajaran 2009/2010 pada materi pokok Suhu dan Kalor. Hal ini dapat dilihat

dalam pelaksanaan siklus I dan siklus II. Pada siklus I pencapaian persentase

indikator aspek motivasi belajar fisika siswa sebesar 66,97% dan pada siklus

II meningkat menjadi 68,95% dan telah melampaui target yang ditetapkan

yaitu pencapaian persentase indikator sebesar 60%. Untuk pencapaian aspek

aktivitas belajar klasikal siswa pada siklus I sebesar 70,50% yang kemudian

meningkat menjadi 78,50% pada siklus II dan telah melampaui target yang

ditetapkan yaitu pencapaian indikator sebesar 60%.

2. Penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan

kemampuan kognitif fisika siswa Kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun

Pelajaran 2009/2010 pada materi pokok Suhu dan Kalor. Hal ini dapat dilihat

dalam pelaksanaan tes siklus I dan tes siklus II. Pada siklus I ketuntasan

belajar siswa sebesar 30,30% yang kemudian meningkat menjadi 66,67%

pada siklus II. Untuk target aspek kognitif yang ditetapkan adalah ketuntasan

belajar siswa sebesar 60% dengan nilai batas ketuntasan minimal 67.

B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat dikemukakan

implikasi secara teoritis dan praktis.

1. Implikasi Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar

pengembangan penelitian selanjutnya dan dapat digunakan untuk mengusahakan

upaya bersama antara guru, orang tua dan siswa serta pihak sekolah lainnya agar

Page 114: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil dan proses belajar fisika secara

maksimal.

2. Implikasi Praktis

Secara praktis berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran kontekstual

melalui film pendek dapat diterapkan pada kegiatan belajar mengajar fisika untuk

meningkatkan motivasi belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa pada

materi pokok Suhu dan Kalor.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan beberapa saran sebagai

berikut :

1. Guru

Hendaknya guru dapat menyajikan materi pokok Suhu dan Kalor

menggunakan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dengan baik. Guru

lebih cermat lagi memilih metode yang paling sesuai untuk digunakan dalam jenis

materi tertentu dan karakteristik siswanya sehingga dapat meningkatkan motivasi

belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa.

2. Siswa

Hendaknya siswa dapat memberikan respon yang baik terhadap guru

dalam menyajikan materi Suhu dan Kalor menggunakan pembelajaran kontekstual

melalui film pendek sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar fisika dan

kemampuan kognitif fisika siswa.

3. Peneliti

a. Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis hendaknya sedapat

mungkin terlebih dahulu menganalisis kembali perangkat pembelajaran yang

telah dibuat untuk disesuaikan penggunaanya, terutama dalam hal alokasi

waktu, fasilitas pendukung dan karakteritik siswa yang ada pada sekolah

tempat penelitian tersebut.

b. Hendaknya penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya

dengan mengaitkan aspek-aspek yang belum diungkapkan dan dikembangkan.