Permasalahan rencana tata ruang wilayah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari

download Permasalahan rencana tata ruang wilayah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari

If you can't read please download the document

description

source : www.penataanruang.net/ta/Lapdul04/P3/DASbatanghari/Bab1.pdf

Transcript of Permasalahan rencana tata ruang wilayah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari

Alan Handru 07133046

Permasalahan rencana tata ruang wilayah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari

Penataaan ruang DAS Batanghari merupakan upaya dalam mengatur lokasi kegiatan sosial, ekonomi dan infrastruktur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan hasil yang optimal bagi pengembangan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) secara keseluruhan. Selanjutnya melalui arahan pemanfaatan ruang diharapakan dapat terwujud keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah di DAS Batanghari. Hasil analisis terhadap kondisi ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari provinsi Jambi memperlihatkan adanya permasalahan pemanfaatan ruang mulai dari hulu sampai ke hilir DAS. Pemanfaatan ruang bagian hulu yaitu daerah resapan dan tangkapan air yang terdiri dari daerah-daerah resapan air di sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat, Kab. Kerinci kurang dioptimalkan pun bagian hilir yang cenderung mengubah pemanfaatan ruang. Permasalahan pemanfaatan ruang yang terjadi adalah : berubahnya beberapa kawasan yang seharusnya berfungsi lindung menjadi kawasan budidaya, belum terjalinnya kerjasama antar wilayah dan antar sektor secara harmonis, dan terjadi konflik kepentingan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders). Oleh karena itu arahan pemanfaatan ruang sudah seharusnya memperhatikan permasalahan tersebut. Adapun contoh kasus kawasan lindung yang telah berubah fungsi menjadi kawasan budidaya terjadi di desa Tanjung Genting, Kec. Gunung Kerinci Kabupaten Kerinci. Di daerah tersebut, pada 1999 akhir, berubah menjadi kawasan perladangan penduduk desa yang semula berupa kawasan hutan lindung milik pemerintah. Kurangnya pengawasan pemerintah atau tidak jelasnya status hutan lindung mengakibatkan penduduk desa leluasa mencomot tanah yang seharusnya dijadikan kawasan hutan lindung polikultur. Belum terjalinnya kerjasama antar wilayah dan antar sektor secara harmonis juga dapat mengakibatkan disoptimalisasi lahan. Disini sektor-sektor strategis untuk optimalisasi lahan dibenahi. Kerugian yang terjadi dari tidak optimalnya pengelolaan lahan di daerah tersebut tidaklah sedikit.

Perubahan pemanfaatan lahan di DAS Batanghari telah terjadi secara besar-besaran sejak akhir 1980-an (KK. Warsi, 2003). Lahan yang berubah pemanfaatannya terutama lahan hutan dijadikan areal perkebunan, pemukiman transmigrasi, ladang, serta prasarana sosial ekonomi. Perubahan pemanfaatan ruang ini berkaitan dengan kebijakan dan arah pemanfaatan ruang yang diberlakukan baik yang berskala nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Arahan kebijakan pengembangan kawasan lindung DAS Batanghari dalam pola pemanfaatan ruang nasional mengarahkan Taman Nasional (TN) Kerinci Seblat, TN Berbak, TN Bukit Tiga Puluh, dan TN Bukit Dua Belas sebagai kawasan hutan lindung dan hutan konservasi. Pada wilayah hutan konservasi di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), kawasan wilayah hutannya memang benar-benar diminimalisir campur tangan manusia di dalamnya agar ekosistem di dalam TNKS tetap asli dan terjaga. Hal ini berbeda jelas dengan tindakan preservasi lahan dimana memang tidak ada upaya dan usaha yang dilakukan dalam optimalisasi lahan agar lahan tetap terjaga sebagaimana aslinya (natural). Zona hulu DAS/sub DAS merupakan kawasan lindung, adalah daerah tangkapan dan penampungan air hujan. Dengan demikian strategi arahan pemanfaatan ruang di daerah hulu harus berpedoman pada fungsi daerah hulu tersebut. Air hujan harus dapat diserap (infiltrasi) sebanyak-banyaknya ke dalam tanah, dan dihambat alirannya, supaya tidak segera mengalir ke sungai. Hambatan aliran resapan air hujan ini dilakukan oleh akar-akar pohon pada kawasan hutan. Perlindungan bagian hulu ini bertujuan untuk mendukung pembangunan sosial dan ekonomi seluruh stakeholder di bagian tengah dan hilir DAS secara berkelanjutan. Hal ini dilakukan agar secara turun dapat meningkatkan potensi DAS dan daerah sekitarnya sehingga dapat pula mengayakan biodiversitas. Pengelolaan kawasan budidaya bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pemanfaatan ruang, sumberdaya alam, dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia untuk menyerasikan pemanfaatan ruang dengan kelestarian lingkungan hidup. Diperlukan peningkatan kualitas sumber daya manusianya terlebih dahulu sebelum melakukan peningkatan sumber daya alam atau buatan.

Alan Handru 07133046

Oleh karena itu DAS bagian hulu harus dipertahankan, dalam hal ini TNKS, dan dipelihara keseimbangan ekosistemnya dengan cara menghindari pembukaan lahan dan alih fungsi pemanfaataan lahan hutan di daerah dengan morfologi bukit curam, daerah yang merupakan daerah resapan air alamiah (recharge area), hutan lindung, dan kawasan gambut. Dan juga perlu menghindari pembukaan lahan untuk kegiatan non-pertanian di daerah berpotensi longsor, erosi, dan bencana alam lainnya. Selain itu fungsi hutan dipertahankan dengan mengoptimalisasi daerah taman nasional, cagar alam, cagar biosfer, yang mempunyai fungsi lindung dan ekologi (keaneka ragaman hayati). Pengendalian pemanfaatan ruang harus memperhatikan, setidaknya, hal-hal yang meliputi pengkajian dampak lingkungan (bekerja sama dengan konsultan AMDAL) terutama untuk kegiatan skala besar dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan berdasarkan prosedur dan tata cara pemanfaatan ruang di kawasan budidaya serta pengawasan terhadap kegiatan penelitian ekspolrasi mineral dan air tanah, serta prosedur perizinan dalam mendirikan bangunan agar banguan yang dibangun sesuai dengan kondisi ruang.