PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau...

156
PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK TUNAGRAHITA DI SLBN 02 JAKARTA SELATAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial ( S. Sos) Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah Jakarta Disusun Oleh : ASNAWARI NIM : 1112054100042 PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016 M

Transcript of PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau...

Page 1: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK TUNAGRAHITA

DI SLBN 02 JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial ( S. Sos)

Universitas Islam Negeri

Syarif hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh :

ASNAWARI

NIM : 1112054100042

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H / 2016 M

Page 2: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka
Page 3: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka
Page 4: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka
Page 5: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

i

ABSTRAK

Asnawari

Permasalahan Psikososial Keluarga Dengan Anak Tunagrahita Di SLBN 02

Pagi Jakarta Selatan.

Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang

mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka rata-rata anak normal. Pada

umumnya penyandang tunagrahita seringkali dianggap sosok yang tidak berdaya,

sehingga perlu dibantu dan dikasihani. Anak tunagrahita bukanlah aib bagi keluarga

dan bukan berarti tidak dapat berprestasi. Penyandang tunagrahita sangat mungkin

akan dihadapkan pada berbagai masalah terutama pada masalah kesejahteraannya.

Dalam klasifikasi anak tunagrahita ringan dan sedang dapat berprestasi dan dapat

pula dikatakan mampu mandiri sebaliknya anak tunagrahita tidak mampu mandiri

adalah anak yang tidak dapat berprestasi bahkan tidak dapat mengurus dirinya

sendiri, sehingga bergantung pada orang lain. Teori yang peneliti gunakan dalam

menganalisa ialah teori perkembangan psikososial, permasalahan psikososial pada

penelitian ini. Pola pengasuhan keluarga atau orang tua menentukan kualitas anak.

Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami permasalahan

psikososial keluarga dengan anak tunagrahita yang bersekolah di SLBN 02 Pagi

Jakarta.

Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif yaitu data yang dikumpulkan

berupa hasil wawancara mendalam, observasi, dan data studi dokumen. Teknik

pemilihan informan dalam hal ini adalah purposive sampling dan snowball sampling.

Dimana yang menjadi informan peneliti adalah wakil kepala sekolah, guru

pembimbing dan orang tua anak tunagrahita tidak mampu mandiri sebagai informan

berikutnya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Psikososial, Tunagrahita,

Keluarga, Pendidikan Anak Tunagrahita Dan Bina Diri Pada Anak Tunagrahita.

Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan beberapa pemasalahan psikososial

yang dialami keluarga diantaranya: masalah psikososial anesitas, masalah ekonomi,

masalah menarik diri, pola atau gaya pengasuhan yang diberikan oleh para orang tua

anak tunagrahita tidak mampu mandiri ialah dengan gaya pengasuhan yang bersifat

permisif dimana orang tua memanjakan anaknya tidak mendorong anak untuk

mandiri. Peran SLBN 02 Pagi Jakarta Selatan dalam mengatasi anak tunagrahita yaitu

dalam program bina diri bagi anak tunagrahita tidak mampu mandiri untuk dapat

mencapai kemandirian. Sebagai upaya untuk mengembangkan potensi yang dimilki

oleh anak tunagrahita tidak mampu mandiri bisa melalui pendidikan olahraga adaptif

dan keterampilan kriya.

Kata kunci :permasalahan psikososial, keluarga, anak tunagrahita

Page 6: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu

Tiada kata yang dapat penulis untaikan selain ucapan Syukur

Alhamdulillahirrabbil ‘alamin, kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat

yang begitu luar biasa. Berkat Rahmat serta Hidayah-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Permasalahan Psikososial Keluarga Dengan

Anak Tunagrahita di SLBN 02 Pagi Jakarta Selatan. Shalawat serta salam senantiasa

selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatNya.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna,

masih banyak kekurangan yang terjadi baik dari penulisan maupun materi dalam

skripsi. Masukan dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis untuk

penyempurnaan skripsi ini. skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan

sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial jurusan Kesejahteraan Sosial.

Dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih

kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga selesainya penyususnan skripsi ini

baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA Selaku Dewan Fakultas Ilmu Dakwah dan

Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Suparto,

M. Ed, Ph. D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik. Dr. Roudhonah, MA

selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum. Dr. Suhaimi, M.Si selaku

Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

Page 7: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

iii

2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan

Sosial, Hj. Nunung Khairiyah, MA selaku Sekretaris program Studi

Kesejahteraan Sosial. Terima kasih atas bimbingannya.

3. Ibu Siti Napsiyah Ariefuzzaman, M.SW selaku Dosen Pembimbing Skripsi

yang telah membantu mengarahkan, membina, dan selalu meluangkan

waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan waktu dan tenaganya dalam

mendidik dan memberikan wawasan selama mengikuti perkulihahan di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Kedua orang tua penulis, Ayah Ali Hotman Sitompul dan Ibu Emmi yang

telah selalu mendoakan, mendukung, memberikan motivasi dan kasih sayang

kepada penulis. Skripsi ini penulis persembahkan untuk kalian sebagai orang

tua yang sabar dan orang tua yang terbaik, dan juga untuk adik dan kakakku

tersayang.

6. Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah SLBN 02 Pagi Jakarta, beserta

guru, staf, dan para jajarannya yang bersedia membantu penulis untuk

memberikan informasi yang diperlukan oleh penulis dalam skripsi. Terima

kasih atas bantuannya selama penulis melakukan penelitian.

7. Para Orang tua yang menjadi informan penulis beserta adik-adikku anak

tunagrahita tidak mampu mandiri yang menjadi obyek penelitian penulis.

Terima kasih penulis ucapkan, penulis memperoleh banyak pembelajaran

kehidupan dari kalian.

Page 8: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

iv

8. Sahabat yang penulis sayangi yaitu Irmawati, Nirma, Ayu Laura, Asylia Syam,

Panorama, Dina, Diva, Heni, Ira, Mala dan Rani yang telah memotivasi,

menyemangati dan mengukir banyak cerita di hati penulis. Terkhusus

sahabatku tersayang Aisyah yang selalu ada bagi penulis dalam keadaan apapun

dan juga sangat membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Teman-teman Kesejahteraan sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012

yang sudah memberikan warna selama menjalankan perkuliahan. Semoga

kelak kita dapat bersama-sama memajukan Indonesia melalui Pekerja Sosial.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini.

Semoga skripsi ini menjadi langkah awal penulis untuk meraih kesuksesan

kedepannya. Amin Ya Rabbal Alamin.

Jakarta, 10 November 2016

Asnawari

Page 9: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK………………………………………………………………….. i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. v

DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakang Masalah ....................................................................... 1

B. Pembahasan dan Perumusan Masalah .................................................. 9

1. Pembatasan Masalah……………………………………………… 9

2. Perumusan Masalah……………………………………………. ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian………………………………………………. .. 10

2. Manfaat Penelitian…………………………………………….. ... 10

D. Metodelogi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian…………………………………………. ... 11

2. Waktu dan Tempat Penelitian………………………………… .... 12

3. Teknih Pengumpulan Data……………………………………. .... 12

4. Teknik Pemilihan Informan…………………………………… ... 13

5. Macam dan Sumber Data…………………………………….. ..... 15

6. Teknik Analisa Data…………………………………………… ... 15

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data………………………... ..... 16

8. Teknik Penulisan………………………………………………. ... 17

E. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 17

F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 18

V

Page 10: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

vi

BABI II LANDASAN TEORI

A. Psikososial ............................................................................................ 20

1. Pengertian Psikososial ................................................................... 20

2. Faktor-Faktor Psikososial .............................................................. 21

3. Tahapan-Tahapan Psikososial ....................................................... 23

4. Permasalahan Psikososial........................................................... ... 27

B. Tunagrahita .......................................................................................... 31

1. Pengertian Tunagrahita………………………………………... .. 31

2. Klasifikasi Tunagrahita……………………………………….. ... 32

3. Faktor Penyebab Tunagrahita………………………………….... 35

4. Kemandirian Anak Tunagrahita .................................................... 38

C. Keluarga ............................................................................................... 46

1. Pengertia Keluarga……………………………………………… 46

2. Fungsi Keluarga…………………………………………………. 47

3. Bentuk dan Pelayanan Pengasuhan Keluarga………………… ... 47

D. Pendidikan Anak Tunagrahita .............................................................. 48

E. Bina Diri pada Anak Tunagrahita…………………………………. ... 50

BAB III HASIL GAMBARAN UMUM SEKOLAH

A. Sejarah Sekolah .................................................................................... 51

B. Identitas Sekolah……………………………………………………… 52

C. Visi, Misi dan Tujuan Sekolah……………………………………… . 54

D. Struktur Organisasi………………………………………………….. 56

E. Kurikulum…………………………………………………………… 56

F. Kesiswaan…………………………………………………………… 57

G. Program Kegiatan di Sekolah………………………………………... 58

H. Profil Informan……………………………………………………… . 59

Page 11: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

vii

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA ..............................................

A. Memahami Permasalahan Psikososial Keluarga dengan Anak Tunagrahita

di SLBN 02 Pagi

Jakarta……………………………………………………… .............. 67

1. Psikososial………………………………………………. ............ 67

a. Faktor Psikososial…………………………………………… 67

b. Tahapan Perkembangan Psikososial…………………….. 73

c. Permasalahan Psikososial................................................... 77

2. Tunagrahita……………………………………………………… 83

a. Klasifikasi Tunagrahita………………………………….. 83

b. Faktor Penyebab Tunagrahita……………………………… 84

c. Kemandirian Anak Tunagrahita ......................................... 89

3. Keluarga……………………………………………………… .... 92

a. Bentuk dan Pelayanan Pengasuhan Keluarga pada Anak

Tunagrahita....................................................................... . 92

B. Peran SLBN 02 Pagi Jakarta Dalam Mengatasi Anak

Tunagrahita …… ................................................................................. 94

1. Model Pelayanan Pendidikan Anak Tunagrahita…………… ....... 94

2. Bina Diri……………………………………………………… ..... 97

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………. ......... 101

B. Saran………………………………………………………………… . 102

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN- LAMPIRAN

Page 12: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Gambaran Umum Informan…………………………………….. 14

Tabel 2 Struktur Organisasi………………………………………………. 59

Page 13: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

ix

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Bimbingan Skripsi

2. Surat Izin Penelitian Ke SLBN 02 Pagi Jakarta Selatan

3. Pedoman Wawancara

4. Transkrip Wawancara

5. Hasil Studi Dokumentasi

Page 14: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan amanah dan karunia dari tuhan Yang Maha Esa, yang di

dalam dirinya mempunyai harkat dan martabat sebagaimana manusia

seutuhnya.1 Seorang anak, menurut al-quran, akan menjadi qurratu a’yun, buah

hati dan perhiasan dunia jika tumbuh dalam pola pengasuhan yang baik dan

berkualitas. Al-quran juga mengingatkan manusia bahwa anak tidak hanya

memiliki potensi menjadi kebanggaan dan hiasan keluarga, tetapi juga

memiliki potensi untuk menjadi musuh dan ujian yang berat bagi keluarga.2

Pola pengasuhan dan sebuah keluarga ideal menentukan kualitas anak.

Menurut rumusan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, keluarga

yang ideal memenuhi ciri yaitu keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri,

memiliki jumlah anak ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, dan

harmonis.3 Setiap orangtua pasti sangat mendambakan hadirnya seorang anak

dalam pernikahannya karena anak merupakan anugerah yang sangat berarti

bagi kedua orangtua. Namun tidak semua anak terlahir kedunia dalam kondisi

yang sempurna, beberapa terlahir dengan keterbatasan fisik maupun psikis.

Salah satu anak yang terlahir dengan keterbatasan yaitu anak tunagrahita. Anak

tunagrahita merupakan anak berkebutuhan khusus yang memiliki karakteristik

adanya gangguan dalam bentuk fisik intelektual dan kemampuan adaptasi

1 Undang-Undang RI Nomer 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

2Asep Usman Ismail, “Al-Quran dan Kesejahteraan Sosial, sebuah rintisan membangun

paradigma sosial islam yang berkeadilan dan berkesejahteraan”, (Tanggerang: Lentera hati,

2012), Cet-1 h. 153.

3Asep Usman Ismail, “Al-Quran dan Kesejahteraan Sosial, sebuah rintisan membangun

paradigma sosial islam yang berkeadilan dan berkesejahteraan“, (Tanggerang: Lentera hati,

2012), Cet-1 h. 151.

Page 15: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

2

sosial yang secara signifikan berada dibawah rata-rata, yang telah tampak sejak

anak-anak. Tunagrahita dengan kata lain disebut retardasi mental (mental

retardation) secara bahasa berasal kata tuna berarti merugi dan grahita berarti

pikiran.4

Sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an surah an-Nisa/4: 9

berikut:

“Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya

mereka meninggalkan anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang

mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu,

hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang

benar”.

Bagi orang tua, anak adalah karunia sekaligus amanah dari Allah SWT.

Oleh karena itu sebagai orang tua berkewajiban untuk mengasuh dan merawat

anak-anaknya berdasarkan dengan ajaran agama Islam. Orang tua diharapkan

mampu untuk memberikan dorongan dan kesempatan kepada anak baik itu

anak normal maupun anak berkebutuhan khusus, agar dapat mengembangkan

potensi dan bakat yang telah mereka miliki.

Populasi penyandang tunagrahita di DKI Jakarta menduduki urutan

pertama di Indonesia. Berdasarkan hasil rekapitulasi jumlah penyandang

masalah kesejahteraan sosial menurut data Direktur Pendidikan Khusus dan

Layanan Khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)

terbaru , jumlah anak berkebutuhan khusus tunagrahita di Indonesia tercatat

4

Asep Usman Ismail, Al-Quran dan Kesejahteraan Sosial, sebuah rintisan membangun

paradigma sosial islam yang berkeadilan dan berkesejahteraan, (tanggerang:lentera hati, 2012),

cet 1 h. 1.

Page 16: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

3

mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak (21,42 persen) berada dalam

rentang usia 5-18 tahun. Dari jumlah tersebut, hanya 85.737 anak berkebutuhan

khusus tunagrahita yang bersekolah. Artinya, masih terdapat 245.027 anak

berkebutuhan khusus tunagrahita yang belum mengenyam pendidikan di

sekolah, baik sekolah khusus ataupun sekolah inklusi.5

Besarnya jumlah penyandang tuna grahita akan berdampak pada

munculnya masalah bagi anak itu sendiri, keluarga, dan masyarakat. Keadaan

penyandang tuna grahita menyebabkan ganguan dan hambatan dalam bentuk

keterbatasan subtansial dalam memfungsikan diri. Sehingga keterbatasan yang

dimiliki oleh anak tunagrahita membawa pengaruh dari terhambatnya proses

penyesuaian diri pada lingkungan sosial. Selain itu anak tunagrahita juga

mengalami kesulitan dalam mengurus diri sendiri, kesulitan belajar,

penyesuaian tempat kerja, masalah gangguan kepribadian, emosi, dan masalah

pemanfaatan waktu luang sehingga dalam melalukan aktifitasnya anak

tunagrahita memiliki ketergantungan pada orang lain terutama pada

keluarganya sendiri.

Pada jurnal keperawatan yang dibahas oleh Ni wayan lisnayanti, Ni made

dian Sulistyowati, dan I wayan surasta tentang hubungan tingkat harga diri

dengan tingkat ansietas orangtua dalam merawat anak tunagrahita di SDLB C

Negeri Denpasar sebagai berikut:

“Keterbatasan anak tunagrahita dalam area fungsi adaptif, sperti

keterampilan komunikasi, perawatan diri, tinggal di rumah,

keterampilan interpersonal atau sosial, keterampilan waktu senggang

dan kesehatan serta keamanan menjadi alasan tingginya tingkat

ketergantungan anak tunagrahita terhadap keluarga atau caregriver.

Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem, maka disfungsi apapun

5Populasi Penyandang Tunagrahita, artikel diakses pada 27 Juni 2016 dari

www.scholae.com

Page 17: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

4

yang terjadi pada salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi

satu atau lebih anggota keluarga atau bahkan keseluruhan keluarga.

Pada keluarga dengan anak tunagrahita, meningkatnya beban

keluarga karena merawat anak tunagrahita akan mempengaruhi fungsi

keluarga. Hal tersebut secara tidak langsung akan memicu munculnya

masalah psikososial pada keluarga anak tunagrahita khususnya

orangtua. Salah satu masalah psikososial tersebut yaitu ansietas”.6

Dari jurnal diatas bahwa ada kaitannya dengan penelitian penulis yaitu

pada masalah psikososial yang diterima oleh keluarga pada anak tunagrahita

adalah ansietas yang juga mempengaruhi fungsi keluarga. Pada penelitian

penulis, beberapa keluarga yang mempunyai anak tunagrahita menerima

permasalahan psikososial ansietas. Gangguan ansietas adalah kondisi tegang

yang dialami oleh seseorang secara tegang yang dialami oleh seseorang secara

berlebihan atau tidak pada tempatnya dan ditandai oleh perasaan khawatir,

tidak menentu atau takut.7 Yang menjadi pembeda dengan penelitian peneliti

ialah peneliti meneliti bagaimana permasalahan psikososial keluarga yang

memiliki anak tunagrahita tidak mampu mandiri di SLBN 2 Jakarta Selatan,

dan pada SLBN 02 atau pihak sekolah juga melakukan kegiatan konsultasi

pada orang tua anak tuna grahita guna mengurangi dan membatu masalah

psikososial pada orang tua anak tunagrahita dan anak tunagrahita itu sendiri.

Pada keluarga dengan anak tunagrahita, gangguan ansietas muncul dikarenakan

adanya tuntutan ekonomi dan waktu yang tidak singkat dalam perawatan,

ketergantungan anak dengan keluarga/caregiver , dibutuhkan kesabaran yang

tinggi dalam menghadapi emosi anak, adanya stigma sosial tentang

6 Ni wayan lisnayanti, dkk., “Hubungan Tingkat Harga Diri (Self-Esteem) Dengan Tingkat

Ansietas Orangtua Dalam Merawat Anak Tunagrahita Di Sdlb C Negeri Denpasar,” Jurnal

Keperawatan2013diaksespadatanggal4Desember 2016 di http://www.e-jurnal.com/2013/09/jurnal-

penelitian-keperawatan.html. 7 Ni wayan lisnayanti, dkk., “Hubungan Tingkat Harga Diri (Self-Esteem) Dengan Tingkat

Ansietas Orangtua Dalam Merawat Anak Tunagrahita Di Sdlb C Negeri Denpasar,” Jurnal

Keperawatan 2013 diakses pada tanggal 4 Desember 2016 di http://www.e-

jurnal.com/2013/09/jurnal-penelitian-keperawatan.html.

Page 18: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

5

tunagrahita, serta ketidakmampuan keluarga dalam mengelola stress.

Dengan keterbatasan yang dimiliki oleh anak tunagrahita, banyak anak

tuna grahita yang tidak mengenyam pendidikan karena pada dasarnya anak

berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan.

Perihal tersebut sebagaimana diamanahkan dalam UU RI Nomer 20 Tahun

2003 pasal 5 ayat 1 bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, mental,

intelektual berhak memperoleh pendidikan.

Hal ini juga telah ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 31 maupun pada UU

No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 2 yang

dengan tegas menyatakan bahwa “Warga negara yang memiliki kelainan fisik,

emosional, mental, intelektual, atau sosial berhak memperoleh pendidikan

khusus”. 8

Anak tunagrahita juga memerlukan penanganan khusus dalam

mengembangkan keterampilan yang dimiliki melalui pendidikan formal seperti

anak-anak normal pada umumnya yaitu dengan mengikuti pembelajaran di

Sekolah Luar Biasa (SLB) atau terapi-terapi di luar sekolah . Salah satu

sekolah yang bertujuan untuk mendidik anak-anak tunagrahita dalam

mengembangkan keterampilan yang mereka miliki tanpa adanya keterbatasan

adalah SLBN 02 Pagi adalah satu dari dua Sekolah Luar Biasa yang ada di

Jakarta selatan. SLBN 02 Pagi juga berlokasi di pusat atau ditengah-tengah

masyarakat di Jakarta Selatan. Lembaga Pendidikan SLBN 02 Pagi Lenteng

Agung Jakarta Selatan ini memiliki peran yang cukup besar dalam

mengembangan potensi anak tunagrahita guna meningkatkan kemandirian anak

dan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak tunagrahita agar menjadi

pribadi yang mandiri, mampu berkompetisi, dan berani mempertahankan

8

Safrudin Aziz, M.Pd.I, Pendidikan Seks Anak Berkebutuhan Khusus (Yogyakarta: Gava

Media, Klitren Lor GK III/15, 2015), h. 117.

Page 19: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

6

kebenaran, serta eksis dalam kehidupan bermasyarakat minimal mempunyai

kemampuan untuk menolong dirinya sendiri. Menumbuhkan rasa percaya diri

dan membuka diri terhadap lingkungan.

Dalam skripsi ini peneliti melakukan penelitian di SLBN 02 Pagi Jakarta

karena sekolah tersebut lebih unggul dalam hal prestasi-prestasi yang telah

diukir oleh anak tunagrahita itu sendiri dan juga memiki pelayanan terhadap

anak yang multi handicap dengan tidak memfokuskan pada satu jenis

kecacatan. Adapun jenis kecacatan yang ada yaitu tunagrahita, tunanerta,

tunarungu, tunawicara dan tunadaksa. Selain itu sekolah ini dibina oleh tenaga-

tenaga pendidik dengan latar belakang pendidikan luar biasa dan pendidikan

vokasional yang diperuntukan bagi anak berkebutuhan khusus termasuk juga

anak tuna grahita, agar nantinya anak-anak berkebutuhan khusus dapat hidup

mandiri serta diharapkan mampu bersaing dengan dunia sekitarnya.

Di SLBN 02 Pagi Jakarta Selatan memiliki jumlah siswa tunagrahita pada

tingkat SMP dan SMA berjumlah 154 siswa pertahun. Dari jumlah anak

tunagrahita sedang dan ringan ada diantra mereka yang sudah mampu mandiri

dan tidak mampu mandiri. Terdapat 125 jumlah anak tunagrahita yang mampu

mandiri dan 19 anak yang tidak mampu mandiri.9

Siswa tunagrahita Sekolah Menengah Atas SLBN 02 Pagi Jakarta Selatan

telah banyak mengukir prestasi-prestasi yang pernah dicapai melalui program

pengembangan diri dibidang olahraga yaitu bulu tangkis, renang, dan bocce.

Penghargaan yang pernah didapatkan oleh anak tunagrahita sedang diantaranya

adalah menjuarai Bocce internasional dan pada kompetisi “Autistic Talent

Gala 2016” yang diselengarakan oleh Anan Internasional Foundation

9 Profil SLBN 2 Pagi Jakarta 2016.

Page 20: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

7

Hongkong. SLBN 02 Jakarta Selatan ini juga sangat unggul dalam bidang seni

musik dimana pernah menjuarai lomba menyanyi juara 2 tingkat DKI Jakarta

pada anak tuna grahita sedang, menari, automotif, tataboga dan habdycraf.

Pada anak tunagrahita yang sudah lulus dari SLBN 02 Jakarta Selatan ada yang

sudah bekerja di bagian perawatan ATM dan juga sebagai guru IT honorer di

sekolah.10

Berbicara mengenai keberhasilan di SLBN 2 Jakarta Selatan ini ada

juga anak tunagrahita yang sudah lulus dari sekolah namun tidak bekerja dan

hanya tinggal dirumah saja. Anak tunagrahita yang tidak mampu mandiri dan

bergantung pada orang tuanya bahkan ada juga yang kembali pada fase awal

dimana si anak belum mendapatkan manfaat dari sekolah.

Berdasarkan laporan dari para guru para orang tua mengeluhkan siswa

tunagrahita tidak mampu mandiri setibanya dirumah sudah tidak lagi dapat

mandiri dalam konteks mobilitas dan juga dalam hal mengurus diri. Kurikulum

akademik yang juga menyulitkan cara berfikir atau belajar anak tunagrahita,

program khusus bina diri dengan porsi waktu belajar yang terbatas yaitu 4-5

jam dalam sehari membuat kemandirian anak tidak maksimal. Padahal

disekolah sudah dibina dan banyak sekali prestasi yang sudah dicapai oleh

anak-anak tunagrahita di SLBN 02 Pagi Jakarta Selatan ini tetapi masih ada

saja sebagian dari anak tunagrahita di SLBN 02 Pagi Jakarta Selatan yang tidak

mampu untuk mandiri. Masalah yang paling menarik dari psikososial anak-

anak di SLBN 02 Pagi Jakarta Selatan ini adalah justru permasalahan keluarga

10 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Indrawati Saptari Ningsih selaku Wakil Kepala

Sekolah, Jakarta 8 Agustus 2016.

Page 21: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

8

yang berpengaruh pada anak masih belum bisa dipecahkan oleh pihak

sekolah.11

Setiap anak memiliki potensi kecerdasan. Potensi ini harus dilindungi agar

tidak hilang, bahkan harus dikembangkan dengan pola pendidikan yang benar.

Kelemahan intelektual anak-anak kita pada umumnya tidak terletak pada

potensi anak itu sendiri, tetapi terletak pada kemampuan orangtua, guru dan

orang disekitar lingkungan dalam mengembangkan potensi kecerdesan mereka,

sangat mungkin menjadi tokoh yang paling bertanggung jawab atas kegagalan

anak-anak karena gagal mendorong dan mengondisikan perkembangan potensi

kecerdasan anak dengan baik. Upaya penanganan anak tunagrahita sampai saat

ini tidak hanya dilakukan oleh keluarga atau orangtua yang memiliki anak

tunagrahita saja, lembaga pendidikan sekolah luar biasa pun memiliki peran

yang cukup besar dalam mengembangkan potensi anak tunagrahita guna

meningkatkan kemandirian anak tunagrahita

Selain peranan keluarga dalam rangka memberdayakan dan memenuhi

hak-hak bagi anak berkebutuhan khusus, pengelolaan pendidikan luar biasa

dituntut untuk dapat memotivasi dan mengembangkan potensi mereka dalam

segala aspek kehidupan sehari-hari. Seperti dalam Al-Quran Surah Abasa ayat

1 sampai 3 mengisahkan ketika Rasulullah SAW sedang menerima dan

berbicara dengan pemuka-pemuka Quraisy yang Dia harapkan agar mereka

masuk Islam. Pada saat itu datanglah Ibnu Ummi Maktum, seorang sahabat

yang buta yang mengharapkan agar Rasulullah SAW membacakan ayat-ayat

Al-Quran yang telah diturunkan Allah SWT. Tetapi, Rasulullah SAW bermuka

11 Hasil Wawancara pribadi dengan Ibu Indriwati selaku wakil kepala sekolah SLBN 2

Jakarta Selatan. Pada 24 Februari 2016.

Page 22: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

9

masam dan memalingkan muka dari Ibnu Ummi Maktum yang buta itu, lalu

Allah menurunkan surat ini sebagai teguran atas sikap Rasulullah terhadap

Ibnu Ummi Maktum. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Surah Abasa:

1-3 berikut :

مَىٰ ﴿١عَبسََ وَتوََلَّىٰ ﴿ عَأ كَّىٰ ﴿٢﴾ أنَ جَاءَهُ الْأ رِيكَ لعََلَّهُ يزََّ ﴾٣﴾ وَمَا يدُأ

“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah dating

seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali Ia ingin membersihkan

dirinya (dari dosa).”12

Ayat tersebut sangat tegas bahwa Allah SWT menyerukan kepada

umatnya untuk tidak mengacuhkan orang yang memilki kekurangan.

Begitupula dengan para pendidik diharapkan juga agar dapat memberikan

perhatian yang lebih kepada penyandang tunagrahita disekolah. Berdasarkan

permasalahan tersebut peneliti sangat tertarik untuk meneliti anak tunagrahita

karena keterbatasan yang dimiliki oleh anak tunagrahita membawa pengaruh

terhadap terhambatnya proses penyesuaian diri dan memiliki kesulitan dalam

mengurus diri. Penelitian ini penulis tuangkan dalam judul skripsi yaitu

“Permasalahan Psikososial Keluarga Dengan Anak Tunagrahita Di SLBN

02 Jakarta Selatan”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Penulis membatasi sasaran dalam penelitian ini ialah masalah-masalah

yang dihadapi keluarga anak tunagrahita tidak mampu mandiri di SLBN 02

Jakarta Selatan.

12

Al-qur’an dan Terjemahan, (Jakarta: CV.Naladana, 2005) h. 871.

Page 23: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

10

2. Perumusan Masalah

Untuk dapat menggambarkan dengan jelas permasalahan yang diteliti

dan dengan berdasarkan latar belakang masalah dalam penulisan judul

skripsi, maka dapat dirumuskan perumusan pertanyaan penelitian sebagai

berikut:

a. Bagaimana memahami permasalahan psikososial keluarga dengan anak

tunagrahita di SLBN 2 Pagi Jakarta Selatan?

b. Bagaimana peran SLBN 2 Pagi Jakarta Selatan dalam mengatasi anak

tunagrahita?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk menjelaskan permasalahan psikososial keluarga dengan anak

tunagrahita di SLBN 2 Jakarta Selatan.

b. Untuk mendeskripsikan bagaimana peran SLBN 2 Pagi Jakarta Selatan

dalam mengatasi anak tunagrahita.

2. Manfaat Penelitian

a. Secara Akademis

1) Bagi Program Studi Kesejahteraan Sosial, sebagai bahan referensi

atau tambahan pustaka tentang penyandang Tunagrahita.

2) Menjadi rujukan atau data awal bagi penelitian selanjutnya.

b. Secara Praktis

1) Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

masukan bagi keluarga yang mempunyai anak tunagrahita.

Page 24: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

11

2) Dapat mengahasilkan data dasar mengenai cara atau metode

pendidikan di SLBN 02.

3) Dapat dijadikan sebagai bahan untuk meningkatkan kualitas pelayan

yang diberikan oleh SLBN 2 Jakarta Selatan dan dengan demikian

diharapkan pemerintah dapat melaksanakan dan meningkatkan

pembangunan di bidang pendidikan sehingga anak berkebutuhan

khusus tunagrahita dapat bekerja secara mandiri.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan strategi umum yang dipakai dalam

pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab permasalahan

yang diselidiki. Penggunaan metodologi ini dimaksudkan untuk menentukan

data valid, akurat, dan signifikan dengan permasalahan, sehingga dapat

digunakan untuk mengungkapkan permasalahan yang diteliti.

1. Pendekatan Penelitian

Menurut Bogdan dan Taylor metode penelitian kualitatif adalah prosedur,

penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis dari

orang-orang, atau pelaku, yang dapat diamati.13

Penelitian ini menggunakan

metode penelitian kualitatif. Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah

metode deskriptif. Data tersebut bisa berasal dari wawancara, foto, dokumen

pribadi, catatan lapangan, dan dokumen resmi lainnya. Penelitian deskiptif

ditujukan untuk mengumpulkan data aktual secara rinci yang melukiskan

gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi, juga

menentukan apa yang dilakukan oleh orang lain dalam menghadapi masalah

13

Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000),

h. 3.

Page 25: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

12

yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana

yang akan datang.14

2. Waktu dan Tempat Penelitian

a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SLBN 2 (Sekolah Luar Biasa

Negeri) Jl. Raya Lenteng Agung Jakarta Selatan.

b. Waktu Penelitian

Penulis melakukan penelitian pada bulan Juni 2016 sampai dengan

September 2016.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data dan

informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab

permasalahan ini. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan:

a) Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan

menggunakan panca indera mata sebagai alat bantu utamanya selain

panca indera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Oleh

karena itu observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan

pengamatan melalui hal kerja panca indera mata serta dibantu dengan

panca indera lainnya.15

Dalam observasi penulis melakukan pencacatan

apa yang bisa dilihat, didengar dan diraba kemudian penulis tuangkan

dalam bentuk hasil observasi.

14 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

2006), cet. 12, h.25.

15 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan

Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: Kencana, 2007), h.115.

Page 26: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

13

b) Wawancara adalah proses memeperoleh data dengan cara tanya jawab

serta secra langsung, bertatap muka antara penanya dengan informan

penelitian.16

Dalam penelitian ini penulis menggunakan wawancara

bertahap yakni wawancara yang dilakukan secara bertahap dan

pewawancara tidak harus terlibat dalam kehidupan informan. Kehadiran

pewawancara sebagai peneliti yang sedang mempelajari objek penelitian

yang dapat dilakukan secara tersembunyi atau terbuka. Sistem “datang

dan pergi” dalam mewancarai mempunyai keandalan dalam

mengembangkan objek-objek baru dalam wawancara berikut karena

pewancara memperoleh waktu yang panjang diluar informan untuk

menganalisis wawancara yang telah dilakukan serta dapat

mengoreksinya bersama dengan tim yang lain.17

Dalam teknik ini

penulis berusaha memperoleh data-data dokumentasi yang berkaitan

dengan pengumpulan foto-foto, profil sekolah, mempelajari arsip-arsip,

serta berbagai bentuk data tertulis lainnya berupa laporan pihak sekolah

yang ada dilapangan.

c) Studi dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu yang

berbentuk tulisan, gambar, atau dokumen. Dokumentasi merupakan

pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara.

Dokumentasi sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber

16 Adang Rukhyat, Panduan Penelitian Bagi Remaja (Jakarta: Dinas Olahraga dan

Pemuda, 2003), h.51.

17

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan

Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: Kencana, 2007), h.110.

Page 27: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

14

data karena dalam banyak hal dokumntasi sebagai sumber data

dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.18

4. Teknik Pemilihan Informan

Berkaitan dengan tujuan penelitian ini maka pemilihan informan

menentukan informasi kunci (key informan) tertentu serta informasi sesuai

dengan fokus penelitian. Untuk pemilihan informan, penulis menggunakan

purposive sampling yang kemudian menggunakan teknik snowball sampling.

Informan baru yang ditunjuk yaitu teknik penentuan sample yang mula-mula

jumlahnya kecil kemudian membesar. Selanjutnya, apabila dalam proses

pengumpulan data sudah tidak lagi ditemukan variasi informasi maka peneliti

tidak perlu lagi untuk mencari informan baru, proses pengumpulan informasi

sudah selesai.19

18

Imam Gunawan, S.Pd.,M.Pd., Metode Penelitian Kualitatif Teori&Praktik, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2013), cet-1, h.216.

19

M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-

Ruzz Media, 2012), h. 344.

Page 28: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

15

TABEL 1.

GAMBARAN UMUM INFORMAN

Sumber : hasil peneliti

5. Macam dan Sumber Data

Bila dilihat dari sumbernya, teknik pengumpulan data terbagi dua bagian,

yaitu:

a) Data Primer

Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari para informan

pada waktu penelitian. Data primer ini diperoleh melalui pengamatan dan

wawancara dengan informan. Dalam penelitian ini data primernya adalah

No.

Informan

(Sumber Data)

Data yang dicari

Teknik Pengumpulan

Data

Keterangan

1. Wakil Kepala Sekolah Untuk mengetahui

bagaimana program

kegiatan anak tunagrahita

di sekolah.

Wawancara dan

observasi 1

2. Guru Pembimbing

Khusus Tuna grahita

Untuk mengetahui

bagaimana peran guru

pembimbing khusus tuna

grahita dalam mendidik

anak tuna grahita tidak

mampu mandiri

Wawancara 2

3. Orang Tua Anak Tuna

grahita Tidak Mampu

Mandiri

Untuk mengetahui dan

memahami permasalahan

psikososial apa yang

dimilki keluarga anak

tunagrahita tidak mampu

mandiri sehingga anak

tidak mampu untuk

mandiri

Wawancara dan

observasi 4

Page 29: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

16

kepala sekolah, guru dan orang tua dari siswa penderita tuna grahita tidak

mampu mandiri. Siswa SLBN yang menjadi subyek penelitian.20

b) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan melaui sumber-sumber

informasi tidak langsung seperti perpustakaan.

6. Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan, analisis data adalah proses mencari dan menyususn

secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,

dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat

diinformasikan kepada orang lain. Ada berbagai cara untuk menganalisa data,

yakni sebagi berikut:

a) Reduksi Data, yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.21

b) Penyajian Data, setelah data mengenai peran sekolah dalam

mengembangkan keterampilan penyandang tuna grahita dan jenis

keterampilan diperoleh maka data tersebut disususn dan disajikan dalam

bentuk narasi, visual, gambar, matrik, dan lain sebagainya.

c) Penyimpulan, merupakan hasil penelitian yang menjawab fokus penelitian

berdasarkan hasil analisis data. Simpulan disajikan dalam bentuk

deskriptif objek penelitian. Dengan berpedoman pada kajian

penelitian.22

20

M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-

Ruzz Media, 2012), h.164

21 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabet, 2010), h. 92.

22

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, h.212.

Page 30: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

17

7. Teknik Pemeriksa Keabsahan Data

Untuk memeriksa keabsahan data, penulis menggunakan teknik

triangulasi. Teknik ini merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau

pembanding terhadap data tersebut.

Triangulasi data digunakan sebagai proses memantapkan derajat

kepercayaan (kredibilitas/validitas) dan konsistensi (reabilitas) data, serta

bermanfaat juga sebagai alat bantu analisis data dilapangan.

Keabsahan data yang diigunakan penulis adalah triangulasi sumber yakni

menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai sumber dalam

memperoleh data.23

Penulis menggunakan observasi dan membaca arsip-arsip

sekolah untuk membandingkan data yang sudah diperoleh dari wawancara.

8. Teknis Penulisan

Untuk mempermudah dalam penulisan, penulis mengacu pada pedoman

karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA

(Center For Quality Develoopment and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2007.

9. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka terhadap

beberapa skripsi terdahu yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

Adapun beberapa skripsi tersebut antara lain:

23

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, h.219.

Page 31: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

18

a) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Kesejahteraan Sosial Universitas

Indonesia Jakarta, oleh Lisa Ludang tahun 1992. Dengan judul

“Pengetahuan dan Sikap Orang Tua Dalam Mendukung Kemandirian

Anak Tuna Grahita”. Dalam skripsi tersebut menjelaskan tentang

pengetahuan orang tua mengenai ketuna grahitaan dan sikap orang tua

terhadap anak tuna grahita. Yang menjadi pembeda dengan penelitian

terdahulu tersebut dengan penulis ialah bagaimana memahami

permasalahan psikososial keluarga dengan anak tuna grahita di SLBN

2 Jakarta Selatan.

b) Jurnal keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Universitas

Udayana yang ditulis oleh Ni Wayan Lisnayanti, Ni Made Dian

Sulistyowati, I Wayan Surasta mengenai “Hubungan Tingkat Harga

Diri (Self-Esteem) Dengan Tingkat Ansietas Orangtua Dalam Merawat

Anak Tunagrahita Di Sdlb C Negeri Denpasar”. Dalam jurnal ini

menjelaskan bahwa keluarga yang mempunyai anak tunagrahita

mengalami masalah psikososial ansietas yang ditimbulkan adanya rasa

cemas dengan kondisi anaknya, terutama dengan masa depan anaknya

dan penilaian negatif masyarakat mengenai anak tunagrahita. Yang

menjadi pembeda dengan penelitian peneliti ialah peneliti meneliti

bagaimana permasalahan psikososial keluarga yang memiliki anak

tunagrahita di SLBN 2 Jakarta Selatan.

Page 32: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

19

10. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam penulisan, maka penulis membagi sistematika

penulisan ke dalam lima bab yang mana rinciannya sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini menjelaskan Latar Belakang Masalah,

pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan

Sistematika Penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini merupakan bab yang berisi pemikiran dalam

menganalisa dari data-data yang telah dikumpulkan.

Kerangka pemikiran yang digunakan adalah teori-teori

yang berkaitan dengan psikososial, anak, ketunagrahitaan.

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA

Dalam bab ini mengambarkan sejarah berdirinya, visi misi

dan tujuan, struktur organisasi, kurikulum, kesiswaan,

program kegiatan dan profil informan.

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS

Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian pada

orang tua yang mempunyai anak tunagrahita tidak mampu

mandiri bersekolah di SLBN 02 Jakarta dan hasil penelitian

yang diperoleh sesuai dengan pembatasan masalah,

kemudian dianalisis dengan teori yang ada di bab 2.

Page 33: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

20

BAB V PENUTUP

Bab terakhir ini merupakan bagian kesimpulan yang berisi

tentang kesimpulan dari pelaksanaan penelitian dan saran-

saran yang menjadi penutup dari pembahasan skripsi ini.

Page 34: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

21

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PSIKOSOSIAL

1. Pengertian Psikososial

Psikologi adalah ilmu tentang perilaku manusia. Oleh karena itu, psikologi

adalah ilmu yang paling dekat dengan diri kita semua. Tidak mengherankan

kalau banyak orang yang merasa tahu tentang psikologi. Pasalnya, seakan-akan

perilaku itu mudah saja dijelaskan dengan menggunakan pengetahuan umum

atau akal sehat saja.1 Psikologi sosial adalah psikologi dalam konteks sosial.

Psikologi, seperti yang telah kita ketahui, adalah ilmu tentang prilaku,

sedangkan sosial di sini berarti interaksi antar individu atau antarkelompok

dalam masyarakat.2

Kata psikososial itu sendiri mengarisbawahi suatu hubungan yang dinamis

antara efek psikologis dan sosial, yang mana masing-masingnya saling

mempengaruhi. Kebutuhan psikososial mencangkup cara seseorang berfikir

dan merasa mengenal dirinya dengan orang lain, keamanan dirinya dan orang-

orang yang bermakna baginya, hubungan dengan orang lain dan lingkungan

sekitarnya serta pemahaman dan reaksinya terhadap kejadian-kejadian

disekitarnya.3

Psikososial merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan

hubungan antara kondisi sosial seseorang dengan kesehatan mental atau

1 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama). H. 117-

118

2 Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial (Jakarta: Salemba Humanika,

2009), h. 3.

3 Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial (Jakarta: Salemba Humanika,

2009), h. 11

Page 35: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

22

emosionalnya yang melibatkan aspek psikologis dan sosial.4

Sebagai hasil dari identifikasi awalnya dengan casework, adalah teori

psikososial yang paling diidentifikasikan secara dekat dengan pemikiran

psikoanalitik dan perkembangan selanjutnya dengan psikologi ego. Teori

psikososial berusaha mempertahankan identifikasi “orang-dalam-situasi”

sementara pada waktu yang sama mengadopsi dari pemikiran psikoanalitik

konsep-konsep tersebut dan strategi-strategi terapeutik yang sesuai dengan

tugas pekerja sosial.5

2. Faktor- Faktor Psikososial

Faktor-faktor psikososial antara lain:6

a. Stimulasi

Stimulasi merupakan hal yang paling penting dalam tumbuh kembang

anak. Anak yang mendapatkan stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih

cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang/tidak mendapat

stimulasi.

b. Motivasi belajar

Motivasi belajar dapat ditimbulkan sejak dini, dengan memberikan

lingkungan yang kondusif untuk belajar, misalnya adanya sekolah yang tidak

terlalu jauh, buku-buku, suasana yang tenang serta sarana lainnya.

4

Terapi psikososial, artikel diakses pada tanggal 9 juni 2016 dari

www.sribd.com/doc/267922422/terapi-psikososial

5 Albert R. Roberts dan Gilbert J. Greene, Buku Pintar Pekerja Sosial (Jakarta: PT BPK

Gunung Mulia, 2009), h. 168.

6 Soetjiningsih, Tumbuh Kemabng Anak (Surabaya: Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak

Universitas Airlangga, 1998). h. 9.

Page 36: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

23

c. Ganjaran ataupun hukuman yang wajar

Kalau anak berbuat benar, maka wajib kita memberi ganjaran, misalnya

pujian, ciuman, belaian, tepuk tangan dan sebagainya. Ganjaran tersebut akan

menimbulkan motivasi yang kuat bagi anak untuk mengulangi tingkah lakunya.

Sedangkan menghukum dengan cara-cara yang wajar kalau anak berbuat salah,

masih dibenarkan. Yang penting hukuman harus diberikan secara obyektif,

disertai pengertian dan maksud dari hukuman tersebut, bukan hukuman untuk

melampiaskan kebencian dan kejengkelan terhadap anak. Sehingga anak tahu

mana yang baik dan yang tidak baik, akibatnya akan menimbulkan rasa

percaya diri pada anak yang penting untuk perkembangan kepribadian anak

kelak kemudian hari.

d. Cinta dan kasih sayang

Salah satu hak anak adalah hak untuk dicintai dan dilindungi. Anak

memerlukan kasih sayang dan perlakuan yang adil dari orang tuanya. Agar

kelak kemudian hari menjadi anak yang tidak sombong dan bisa memberikan

kasih sayangnya pula kepada sesamanya. Sebaliknya kasih sayang yang

diberikan secara berlebihan dan menjurus ke arah memanjakannya, maka akan

menghambat bahkan mematikan perkembangan kepribadian anak. Akibatnya

anak akan menjadi manja, kurang mandiri, pemboros, sombong dan kurang

bisa menerima kenyataan.

e. Kualitas interaksi anak-orang tua

Interaksi timbal balik antara anak dan orang tua, akan menimbulkan

keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka terhadap orang tuanya, sehingga

komunikasi bisa dua arah dan segala permasalahan dapat dipecahkan bersama

Page 37: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

24

karena adanya keterdekatan dan kepercayaan antara orang tua dan anak.

Interaksi tidak ditentukan oleh seberapa lama kita bersama anak. Tetapi lebih

ditentukan oleh kualitas dari interaksi tersebut yaitu pemahaman terhadap

kebutuhan masing-masing dan upaya optimal untuk memenuhi kebutuhan

tersebut yang dilandasi oleh rasa saling menyayangi.

3. Tahapan Perkembangan Psikososial

Menurut Erik H. Erickson, fase-face perkembangan psikososial dibagi

dalam beberapa tahapan tertentu, yaitu sebagai berikut :7

a. Kepercayaan Dasar versus Kecurigaan Dasar (Trust vs mistrust)

Masa bayi berlangsung antara 0-1 tahun. pada tahap ini anak mulai belajar

percaya pada orang yang ada di sekitarnya. Namun sebaliknya, pada tahap ini

pula anak dapat merasa tidak percaya pada orang lain, menarik diri dari

lingkungan masyarakat, dan melakukan pengasingan diri. Pemenuhan

kebutuhan pada tahap ini cenderung bersifat fisik, seperti pemenuhan kepuasan

untuk makan dan menghisap, rasa hangat dan nyaman, cinta dan rasa aman.

Semua pemenuhan ini akan menimbulkan sebuah kepercayaan pada diri anak

terhadap orang lain. Sebaliknya jika kepuasan ini tidak terpenuhi maka akan

mengakibatkan perasaan curiga, rasa takut, dan tidak percaya pada orang lain.

Hal ini ditandai dengan perilaku makan, tidur dan eliminasi yang buruk.

b. Otonomi versus perasaan malu dan keragu-raguan (autonomy vs shame&

doubt)

Masa kanak-kanak permulaan yaitu berlangsung pada usia 2-3 tahun yang

menentuka tubuhnya kemauan baik dan kemauan keras, anak mempelajari

7 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak (Jakarta: 1997), h. 25.

Page 38: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

25

apakah yang diharapkan dari dirinya, apakah kewajiban dan hak-haknya yang

disertai pembatasan-pembatasan yang dikenakan pada dirinya. Inilah tahap saat

berkembangnya kebebasan pengungkapan diri dan sifat penuh kasih sayang,

rasa mampu mengendalikan diri yang pada akhirnya akan menimbulkan rasa

percaya diru pada anak. Konsekuensi apabila kepuasan pada tahap ini tidak

terpenuhi adalah anak akan menjadi individu yang pemalu.

c. Inisiatif versus kesalahan (initiative vs guilt)

Masa bermain, berlangsung pada usia 4 tahun sampai usia sekolah. Pada

tahap ini anak mulai belajar pada tingkat ket‟E‟san tertentu. Anak mulai

mengevaluasi kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya. Namun sebaliknya,

pada tahap ini pula anak bisa merasa kurang percaya diri, pesimis, takut salah.

Perasaan takut salah ini muncul pada saat anak melakukan aktivitas yang

berlawanan dengan orang yang lebih tua darinya. Selain itu, anak juga perlu

belajar untuk melakukan aktivitas yang tidak merusak hak-hak orang lain.

d. Kerajinan versus inferioritas (industry vs inferiority)

Masa usia sekolah, berlangsung antara usia 6-12 tahun. Pada masa ini

berkembang kemampuan berfikir deduktif, disiplin diri, dan kemampuan

berhubungan dengan teman sebaya serta rasa ingin tahu akan meningkat. Pada

tahap ini anak mulai membangun rasa bersaing dan ketekunan pada dirinya.

Sebaliknya, anak mungkin akan kehilangan harapan, merasa cukup, menarik

diri dari sekolah dan teman sebaya. Anak mulai mendapatkan pengenalan

melalui demonstrasi keterampilan dan produksi benda-benda serta

mengembangkan harga dirinya melalui suatu pencapaian apa yang

diinginkannya. Tahap ini mendorong anak untuk memiliki perasaan inferior,

Page 39: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

26

yaitu perasaan yang timbul akibat adanya orang dewasa yang memandang

usaha anak untuk belajar bagaimana sesuatu bekerja melalui manipulasi

dianggap merupakan sesuatu yang bodoh atau merupakan masalah.

e. Identitas versus kekacauan identitas (identity vs role confusion)

Masa odolesen, berlangsung pada usia 12/13-20 tahun. selama masa ini

individu mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan

bahwa ia adalah manusia unik, namun siap untuk memasuki suatu peranan

yang berarti ditengah masyarakat, entah peranan ini bersifat menyesuaikan diri

atau sifat memperbaharui. Selain itu individu mulai menyadari sifat-sifat yang

melekat pada dirinya sendiri, seperti aneka kesukaan dan ketidaksukaannya,

tujuan-tujuan yang dikejarnya di masa depan, kekuatan dan hasrat untuk

mengembngkan rasa identitas akan menyebabkan kebingungan peran, yang

sering muncul dari perasaan tidak adekuat, isolasi dan keragu-raguan.

f. Keintiman versus isolasi (intimacy vs isolation)

Masa dewasa muda, berlangsung antara usia 20-24 tahun. Pada masa ini,

mereka mengorientasikan dirinya terhadap pekerjaan dan teman hidupnya.

Menurut Erickson, masa ini menumbuhkan kemampuan dan kesedian

meleburkan diri dengan orang lain, tanpa merasa takut kehilangan sesuatu yang

ada pada dirinya yang disebut intimasi. Ketidakmampuan untuk masuk ke

dalam hubungan yang menyenangkan sert akrab dapat menimbulkan hubungn

sosial yang hampa dan terisolasi atau tertutup (menutup diri).

Page 40: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

27

g. Generativitas versus stagnasi

Masa dewasa tengah, berlangsung pada usia 25-45 tahun. Generativitas

yang ditandai jika individu mulai menunjukan perhatiannya terhadap apa yang

dihasilkan, ia mulai kreatif, produktif, dan peduli terhadap lingkungan sekitar.

Sedangkan grjala negatif yang dapat timbul adalah ia mulai merasa kurang

nyaman terhadap dirinya. Untuk mengatasi hal tersebut, ia cenderung sangat

perhatian dengan dirinya baik dari segi penampilan maupun cara bertindaknya

dihadapan orang lain. Orang dewasa ini sangat membutuhkan bimbingan dari

orang lain demi tercapainya cita-cita di masa depan. Ia akan melakukan

perenungan diri yang mengarah pada stagnasi kehidupan.

h. Integritas versus keputus-asaan

Masa usia tua, berlangsung diatas usia 65 tahun. tahap ini merupakan

tahap terakhir dimana individu telah menjalani kehidupannya dan menerima

kehidupannya itu sebagai suatu yang berharga dan unik. Masa ini disebut juga

masa lansia. Pada masa ini manusia telah dapat melihat ke belakang dengan

rasa puas dan sikap menerima sebuah kematian. Resolusi (pencapaian) yang

tidak berhasil bisa menghasilkan perasaan putus asa karena individu melihat

kehidupan sebagai bagian dari ketidakberuntungan, kekecewaan dan

kegagagalan.

Page 41: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

28

4. Permasalahan Psikososial

A. Definisi Permasalahan Psikososial

Masalah psikososial adalah masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang

mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial

dan atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan

jiwa.8 Masalah psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu

baik yang bersifat psikis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik

dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya

gangguan jiwa (atau gangguan kesehatan) secara nyata, atau sebaliknya

masalah kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial.9

B. Permasalahan Sosial

1. Masalah Psikososial Orang tua: Ansietas

a) Pengertian Ansietas

Kata ansietas berasal dari bahasa Latin, angere, yang berarti tercekik atau

tercekat. Respon ansietas sering kali tidak berkaitan dengan ancaman yang

nyata, namun tetap dapat membuat seseorang tidak mampu bertindak atau

bahkan menarik diri. Ansietas (kecemasan) adalah kekhawatiran yang tidak

jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak

berdaya.10

Keadaan emosi ini tidak memilki obyek yang spesifik. Anseitas

dialami secara subyektif dan dikomunikasikan secara interpersonal, ansietas

berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penelian intelektual terhadap

8 Terapi psikososial, artikel diakses pada tanggal 9 juni 2016 dari

www.sribd.com/doc/267922422/terapi-psikososial 9 CMHN, Modul Community Mental Health Nursing (Jakarta: WHO-FIK UI), 2006

10 Said Az-zahroni, Musfir, Konseling Terapi. (Jakarta: Gema Insani, 2005), Hal. 511

Page 42: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

29

bahaya. Kecemasan adalah kondisi jiwa yang penuh dengan ketakutan dan

kekhawatiran dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi.11

Lazarus mengatakan kecemasan merupakan suatu respon dari pengalaman

yang dirasa tidak menyenangkan dan diikuti perasaan gelisah, khawatir, dan

takut. Kecemasan merupakan aspek subjektif dari emosi seseorang karena

melibatkan faktor perasaan yang tidak menyenangkan yang sifatnya subyektif

dan timbul karena menghadapi tegangan, ancaman kegagalan, perasaan tidak

aman dan konflik dan biasanya individu tidak menyadari dengan jelas apa yang

menyebabkan ia mengalami kecemasan.12

b) Jenis dan Tingkat Kecemasan

1. Jenis kecemasan

Sigmund freud sang pelopor psikoanalisis banyak mengakji tentang

kecemasan ini, dalam kerangka teorinya, kecemasan dipandang sebagai

komponen utama dan memegang peranan penting dalam dinamika kepribadian

seorang individu. Freud membagi kecemasan kedalam tiga tipe yaitu

kecemasan realitas, kecemasan neurotik, dan kecemasan moral.13

a. Kecemasan realitas atau objektif (reality or objective anxiety)

Suatu kecemasan yang bersumber dari adanya ketakutan terhadap

ancaman atau bahaya-bahaya nyata yang ada dilingkungan maupun dunia

luar.

11

Said Az-zahroni, Musfir, Konseling Terapi. (Jakarta: Gema Insani, 2005), Hal. 512 12

Tim MGBK. Bahan Dasar Untuk Pelayanan Konseling Pada Satua Pendidikan

Menengah Jilid 1, (Jakarta: PT. Grasindo, 2010). Hal 17 13

Tim MGBK. Bahan Dasar Untuk Pelayanan Konseling Pada Satua Pendidikan

Menengah Jilid 1, (Jakarta: PT. Grasindo, 2010). Hal 18

Page 43: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

30

b. Kecemasan neurotik (Neurotic Anxiety)

yaitu rasa takut, jangan-jangan , (insting doron id) akan lepas dari

kendali dan menyebabkan dia berbuat sesuatu yang dapat membuatnya

dihukum. Kecemasan neurotik bukanlah ketakutan terhadap insting-insting

itu sendiri, melainkan ketakutan terhadap hukuman yang akan

menimpanya jika suatu insting dilepaskan.

c. Kecemasan moral (Moral Anxiety)

Kecemasan ini merupakan hasil dari konflik antara Id dan superego.

Secara dasar merupakan ketakutan akan suara hati individu sendiri. Ketika

individu termotivasi untuk mengekspresikan implus instingtual yang

berlawanan dengan nilai moral yang termaksud dalam superego individu

itu maka ia akan merasa malu atau bersalah.14

2. Tingkat kecemasan

Semua orang pasti mengalami kecemasan pada derajat tertentu, Peplau

mengidentifikasi 4 tingkatan kecemasan yaitu:

a. Kecemasan ringan

Kecemasan ini berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Tanda dan

gejala antara lain: persepsi dan perhatian meningkat, waspada, sadar akan

stimulus internal dan eksternal, mampu mengatasi masalah secara efektif

serta terjadi kemampuan belajar. Perubahan fisiologis ditandai dengan

gelisah, sulit tidur, hipersensitif.

14

Tim MGBK. Bahan Dasar Untuk Pelayanan Konseling Pada Satua Pendidikan

Menengah Jilid 1, (Jakarta: PT. Grasindo, 2010). Hal 18

Page 44: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

31

b. Kecemasan sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang memusatkan pada hal

yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga individu

mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang

lebih terarah. Respon fisiologi: sering nafas pendek, nadi dan tekanan

darah naik, gelisah. Sedangkan respon kognitif yaitu lahan persepsi

menyempit, rangsangan luar tidak dapat diterima, berfokus pada apa yang

menjadi perhatian.

c. Kecemasan berat

Kecemasan berat sangat mempengaruhi persepsi individu, individu

cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta

tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukan untuk

mengurangi ketegangan. Tanda dan gejala dari kecemasan berat yaitu:

persepsinya sangat kurang, berfokus pada hal yang detail, rentang

perhatian sangat terbatas, tidak dapat berkonsentrasi atau menyelesaikan

masalah. Pada tingkatan ini individu mengalami sakit kepala, gemetar,

insomnia. Secara emosi individu mengalami ketakutan serta seluruh

perhatian terfokus pada dirinya.

d. Panik

Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terpengarah,

ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, individu yang

mengalami panik tidak dapat melakukan sesuatu walaupun dengan

pengarahan. Panik menyebabkan peningkatan aktivitas motorik,

menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi yang

Page 45: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

32

menyimpang, kehilangan pemikiran yang rasional. Kecemasan ini tidak

sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung lama dapat terjadi

kelelahan yang sangat bahkan kematian. Tanda dan gejala dari tingkat

panik yaitu tidak dapat fokus pada suatu kejadian.15

2. Masalah Ekonomi

Untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan, papan, dan

kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dan keluarga. Mencari sumber

penghasilan guna memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penghasilan

keluarga, serta menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Beban yang

dirasakan keluarga ketika memiliki anak tunagrahita berkaitan dengan

ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi fungsi ekonomi. Keluarga akan

dihinggapi perasaan cemas tentang masa depan pembiayaan anak, terkait

dengan kemunduran produktivitas kepala keluarga dan kekhawatiran bahwa

anak tidak mampu berfungsi optimal secara ekonomis, dikarenakan

keterbatasan yang dimilikinya.16

Status Sosial-ekonomi (socioeconomic status atau SES) merujuk pada

kelompok orang-orang yang memiliki pekerjaan, pendidikan, dan karakteristik

ekonomi yang kurang lebih sama. Individu yang berasal dari SES yang berbeda

memiliki tingkat kekuasaan, pengaruh dan prestasi yang berbeda-beda.17

Beberapa perbedaan status sosial-ekonomi yang terlihat secara gamblang

tergantung pada ukuran dan kompleksitas komunitas. Sosial ekonomi rendah

15

Ni Komang Ratih, Hubungan Tingkat Kecemasan Terhadap Koping Siswa SMUN 16

Dalam Menghadapi Ujian Nasional, Skripsi Sarjana Keperawatan, (Depok: Perpustakaan UI,

2012), hal. 11-12. 16

Proyek Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Petunjuk Penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa,

DEPDIKBUD, (Jakarta: 1984-1985), h. 36. 17

Santrock, Remaja, h. 190.

Page 46: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

33

kadangkala dideskripsikan sebagai orang yang memiliki penghasilan rendah,

kelas pekerja atau kerah biru. Sementara sosial ekonomi menengah kadangkala

dideskripsikan sebagai orang yang memiliki penghasilan menengah,

memegang pekerjaan manajerial atau kerah putih. Para profesional yang berada

di puncak bidangnya, para eksekutif perusahaan tingkat tinggi, para pemimpin

politik, dan individu-individu yang kaya adalah mereka yang digolongkan

sebagai kategori sosial ekonomi kelas atas.18

Hoff, Laursen, & Tardif, mengemukakan bahwa ditemukan perbedaan

pengasuhan anak di antara kelompok-kelompok sosial-ekonomi yang

berbeda.19

a. Orang tua yang memiliki sosial-ekonomi rendah lebih mengusahakan agar

anaknya meyesuaikan diri terhadap ekspektasi sosial, mencipatakan atmosfir

rumah dimana orang tua memiliki otoritas yang jelas terhadap anak-anak,

lebih banyak menggunakan hukuman fisik untuk mendisiplinkan anak-

anaknya, dan komunikasi yang dilakukan kepada anak-anaknya bersifat

searah.

b. Orang tua yang memiliki sosial-ekonomi lebih tinggi lebih mengusahakan

agar anak-anaknya mengembangkan inisiatif dan mampu menunda

kepuasan, menciptakan lingkungan rumah dimana anak-anak lebih

ditempatkan sebagai partisipan yang setara dan lebih banyak mendiskusikan

aturan-aturan yang akan diberlakukan dibandingkan hanya sekedar

menetapkannya dengan otoriter, jarang menggunakan hukuman fisik untuk

18

Santrcok, John W. Remaja. Jakarta: Erlangga, 2007 h. 198. 19

W.A. Gerungan, DR. Dipl. Psych. Psikologi Sosial, cet. XI. (Bandung: Eresco, 1988).

H. 198.

Page 47: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

34

menghukum, dan lebih banyak melakukan komunikasi dua arah dengan

anak-anaknya.

3. Masalah Menarik Diri Dari Lingkungan Sosial

a. Definisi menarik diri

Menurut Rawlins dan Heacock, menarik diri merupakan suatu usaha

seseorang untuk menghindari interaksi dengan lingkungan sosial atau orang

lain, merasa kehilangan kedekatan dengan orang lain dan tidak bisa berbagi

pikiran dan perasaannya. Sedangkan menurut Carpenito menarik diri adalah

keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan

atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak

mampu untuk membuat kontak. Kebanyakan orang tua yang memiliki anak

tunagrahita merasa malu dan tertekan dengan stigma dari lingkungannya

sehingga mereka cenderung menyembunyikan anaknya. Orang tua

menganggap bahwa kondisi anaknya disebabkan karena kecelakaan atau

hukuman dari Tuhan sehingga orang tua merasa tidak mampu, rendah diri

gagal dan berperilaku menghindari atau menarik diri dari interaksi dengan

lingkungan sekitarnya. Hal tersebut akan berdampak pada munculnya tugas

maladaptif sebagai orang tua.20

b. Penyebab menarik diri

Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negatif

terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, mersa gagal mencapai keinginan,

yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah

20

Proyek Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Petunjuk Penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa,

DEPDIKBUD, (Jakarta: 1984-1985), h. 28.

Page 48: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

35

terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, percaya diri kurang, dan juga

dapat mencederai diri.21

Faktor predisposisi menarik diri menurut Stuart GW :

1. Faktor perkembangan

Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan mempengaruhi

respon sosial maladafptif pada individu. Sistem keluarga yang terganggu

dapat berperan dalam perkembangan respon sosial maladaptif.

2. Faktor biologis

Faktor grnrtik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif.

3. Faktor sosial kultural

Menarik diri merupakan faktor utama dalam gangguan hubungan. Hal

ini akibat dari transiensi norma yang tidak mendukung pendekatan

terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang

kurang produktif, seperti lanjut usia (lansia), anak berkebutuhan khusus,

dan penderita penyakit kronis. Menarik diri dapat terjadi karena

mengadopsi norma, perilaku dan sistem nilai yang berbeda dari yang

dimilki budaya mayoritas.

21

W.A. Gerungan, DR. Dipl. Psych. Psikologi Sosial, cet. XI. (Bandung: Eresco, 1988).

H. 114

Page 49: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

36

c. Tanda dan gejala menarik diri

Gejala subyektif:

1. Individu menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.

2. Individu merasa tidak aman berada dengan orang lain.

3. Respon verbal kurang dan sangat singkat.

4. Individu mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.

5. Individu merasakn bosan dan lambat menghabiskan waktu.

6. Individu tidak dapat berkonsentrasi dan membuat keputusan.

7. Individu merasa ditolak

Gejala obyektif:

1. Individu banyak diam dan tidak mau bicara.

2. Tidak mengikuti kegiatan.

3. Individu menyendiri .

4. Individu tampak sedih, kontak mata kurang dan ekspresi datar.

5. Aktivitas menurun.

6. Kurang spontan.

7. Apatis (acuh terhadap lingkungan).

8. Ekspresi wajah kurang berseri.

9. Kurang energi (tenaga).

10. Rendah diri

Page 50: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

37

B. TUNAGRAHITA

1. Pengertian Tunagrahita

Yang dimaksud dengan tunagrahita adalah Mereka yang mempunyai

tingkat kecerdasan dibawah kecerdasan normal, sehingga tidak mungkin

untuk mengikuti program pendidikan di sekolah umum. Tingkat kecerdasan

seorang anak ditunjukan dengan tingkat perhitungan IQ (Intelligence

Quotient) yang dimilikinya, berdasarkan hasil test pada pemeriksaan para ahli

psikologi.22

Seorang anak yang normal mempunyai rata-rata IQ 100, sedangkan

yang lebih dari itu dapat dikatakan pandai diatas rata-rata sampai jenius.

Anak yang mempunyai IQ kurang dari angka rata-rata normal dapat

dikatagorikan sebagai anak dengan masalah sukar belajar atau retardasai

mental atau disebut juga sebagai tunagrahita.23

Menurut grossman tingkat kecacatan mental atau tunagrahita dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :24

a. Mild (tunagrahita ringan : mampu didik atau educable)

b. Moderate (tunagrahita sedang : mampu latih atau trainable)

c. Severe (tunagrahita berat : mampu latih berat atau trainable severe)

d. Profound (tunagrahita sangat berat : mampu rawat atau profound)

22 Proyek Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Petunjuk Penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa,

DEPDIKBUD, (Jakarta: 1984-1985), H. 30.

23 Satuti. Widianti Retno, “Peranan Keluarga Dan Sekolah Luar Biasa Dalam Usaha

Kemampuan Mandiri Bagi Anak Tuna Grahita”, (Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia, Tahun 1993), H. 40.

24

Satuti. Widianti Retno, “Peranan Keluarga Dan Sekolah Luar Biasa Dalam Usaha

Kemampuan Mandiri Bagi Anak Tuna Grahita”, (Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia, Tahun 1993), H. 40.

Page 51: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

38

2. Klasifikasi Tunagrahita

Dilihat dari perilaku adaptif pada penderita tunagrahita berdasarkan

pembagian umur dan sub tipe yang ada, maka diperoleh gambaran sebagai

berikut:25

a. Tunagrahita Ringan

1) Periode pematangan dan perkembangan (maturation and

devoelopment : 0 – 5 tahun). Penderita tunagrahita masih dapat

mengembangkan kemampuan sosial dan komunikasi, meskipun

perkembangan sensori – motorik agak terlambat. Pada masa ini

penderita tunagrahita masih sulit dibedakan dengan anak-anak yang

normal.

2) Periode pengajaran dan latihan (training and education : 6 – 20

tahun). Penderita tunagrahita tipe ini, pada usia remaja hanya

mampu mencapai kemampuan akademik yang setaraf dengan kelas

6 sekolah dasar. Kemampuan berfikir secara abstrak sangat terbatas,

kemampuan akademis lebih mengarah pada kemampuan membaca,

menulis dan menggunakan dasar-dasar matematika saja. Disini

terlihat bahwa penderita tunagrahita mengalami kesulitan untuk

mengikuti pelajaran-pelajaran disekolah.

3) Kelengkapan sosial dan kejujuran (social and vocational adequacy :

20 tahun - ...). Pada periode ini mereka dapat memiliki keterampilan

sosial dan bekerja, bila mendapat pendidikan dan latihan yang

25 Cacatan : sumber dari subtipe tuna grahita disarikan dari : 1) lawrence c. Kolb, et. Al,

modern clinical psychiatry, tenth edition, washington, 1982, h. 720 ; 2) pedoman penggolongan

dan diagnos gangguan jiwa di indonesia, edisi II, depkes, 1983, h. 335-356. Dikutip dari skripsi

“Peranan Keluarga Dan Sekolah Luar Biasa Dalam Usaha Kemampuan Mandiri Bagi Anak Tuna

Grahita”, oleh Widianti retno satuti, 1993, h. 41-45.

Page 52: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

39

memadai. Disini mereka dapat membaurkan dirinya dengan

masyarakat dan menghilangkan „cap‟nya sebagai penderita

tunagrahita. Namun mereka tetap memerlukan pengawasan dan

bimbingan bila ada stres sosial dan ekonomi yang berat.

b. Tunagrahita Sedang

1) Periode pematangan dan perkembangan (0 - 5 tahun). Pada periode

ini, penderita tunagrahita tipe ini masih mampu belajar untuk

mengadakan komunikasi, tetpai kesadaran sosialnya sangat sedikit.

Meskipun demikian mereka masih dapat dilatih untuk menolong

cukup insentif.

2) Periode pengajaran dan latihan (6 - 20 tahun). Taraf pendidikan

yang dicapai oleh penderita tunagrahita sedang, pada usia remaja,

setaraf dengan anak yang duduk di sd kelas 4. Mereka yang

menderita tunagrahita sedang, pada periode ini sudah memerlukan

pendidikan khusus.

3) Periode kelengkapan sosial dan kejujuran (20 tahun- ...). Dalam

bidang pekerjaan mereka dapat melakukan pekerjaan yang

membutuhkan tenaga tidak terlatih (unskilled) ataupun setengah

terlatih (semi skilled). Meskipun demikian, bimbingan dan

pengawasan sangat diperlukan untuk membantu kehidupan mereka,

walaupun stres sosial dan ekonominya masih dalam taraf yang

ringan.

c. Tunagrahita Berat

Page 53: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

40

1) Periode pematangan dan perkembangan (0-5 tahun). Pada periode

ini, penderita tunagrahita berat, perkembangan motoriknya kurang

baik, kemampuan bicarannya sangat sedikit, karena kemampuan

mereka untuk berkomunikasi sangat minim.

2) Periode pengajaran dan latihan (6- 20 tahun). Pada periode ini

mereka dapat diajar untuk berkomunikasi dan mempunyai

keterampilan untuk mengurus dirinya sendiri. Tetapi tidak

mempunyai atau tidak mampu menerima keterampilan akademis.

3) Periode kelengkapan sosial dan kejujuran (20 tahun-...). Mereka

dapat merawat dan melindungi diri sendiri tetapi di dalam

lingkungan yang terlindung. Selain itu merekaa memerlukan

perawatan yang permanen dari keluarga ataupun lingkungannya.

Page 54: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

41

d. Tunagrahita Sangat Berat

1) Periode pengembangan dan pematangan (0 – 5 tahun). Pada periode

ini perkembangan sensori- motorik mereka sangat terbatas, dan

tidak jarang mereka tidak mampu bicara. Selain itu mereka juga

tidak mampu menolong dirinya sendiri, sehingga memerlukan

perawatan sepenuhnya.

2) Periode pengajaran dan latihan (6 – 20 tahun). Perkembangan

motorik mereka pada saat ini masih sangat terbatas.

3) Periode kelengkapan sosial dan kejujuran ( 20 tahun - ...). Pada

periode ini ada sedikit pertambahan dalam pengembangan motorik

dan bicara. Meskipun demikian mereka masih sangat tergantung

pada lingkungannya, karena itu diperlukan adanya perawatan yang

permanen.

3. Faktor Penyebab Tunagrahita

Tunagrahita primer merupakan tunagrahita yang disebabkan oleh faktor

keturunan (retardasi mental genetik) atau bahkan faktor yang tidak diketahui

(retardasi mental simpleks). Sementara itu, penyebab tunagrahita sekunder

adalah faktor-faktor dari luar yang diketahui dan faktor- faktor ini

mempengaruhi otak pada waktu pranatal, perinatal atau postnatal.

Keterbelakangan mental disebabkan oleh faktor dari dalam (endogin) dan

faktor dari luar (eksogin). Faktor Endogin (berasal dari keturunan) merupakan

faktor ketidaksempurnaan psikobilogis dalam memindahkan gen sedangkan

Page 55: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

42

faktor eksogin seperti virus yang menyerang otak seperti benturan radiasi, dan

lain-lain yang tidak bisa diturunkan.26

Faktor dari dalam yaitu sewaktu anak masih dalam kandungan yaitu

faktor genetik. sedangkan faktor dari luar yaitu anak yang telah dilahirkan

yaitu dari faktor lingkungan.27

a. Faktor genetik

Pada kondisi genetik kecacatan ditentukan pada saat konsepsi.

Kecacatan dapat disebabkan oleh ketidaknormalan kromosom. Salah

satunya adalah peristiwa trisomy, dimana pada keadaan ini kromosom

yang ada pada individu tidak lagi berjumlah 46, tetapi 47. Individu yang

tergolong dalam katagori ketidaknormalan genetik antara lain janin yang

rusak karena ganguan metabolisme karbohidrat. Gangguan metabolisme

ini juga mengakibatkan kerusakan pada ginjal dan hati selain ketuna

grahitaan pada anak.

b. Faktor lingkungan

Yang termaksuk ke dalam faktor lingkungan antara lain infeksi pada

ibu saat hamil, seperti infeksi virus rubella (campak) yang juga dapat

menyebabkan buta dan tuli selain ketuna grahitaan, infeksi virus sifilis,

influenza, gondongan dan varicella. Tingkat kecacatan yang dihasilkan

bervariasi dari taraf ringan sampai berat. Resiko terbesar adalah apabila

infeksi terjadi pada tiga bulan pertama usia kandungan. Selain infeksi yang

diderita ibu, radiasi, obat-obatan yang dikonsumsi ibu saat mengandung,

26 Faktor penyebab ketunagrahitaan, artkel diakses pada Tanggal 10 Juni 2016 dari

http://www.e-jurnal.com.

27

Satuti. Widianti Retno, “Peranan Keluarga Dan Sekolah Luar Biasa Dalam Usaha

Kemampuan Mandiri Bagi Anak Tuna Grahita”, Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia, Tahun 1993, H. 45-47.

Page 56: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

43

ketidakcocokan darah anak dan ibu serta adanya infeksi pada anak (antara

lain meningitis) juga dapat menyebabkan kecacatan pada anak.

Sedangkan menurut waktu terjadinya, keterbelakangan mental atau cacat

mental dapat dibagi menjadi:28

a. Masa pra- natal artinya sebelum anak dilahirkan, jadi selama dalam

kandungan. Ada dua kemungkinan yang dapat menyebabkan kelainan

pada semasa ini, yaitu yang bersifat endogin dan eksogin.

Adapun kelainan yang bersifat endogin sebagai berikut:

1) Bermacam-macam penyakit syphilis (penyakit kelainan).

2) Akibat berbagi obat yang dimakan ibu ketika mengandung dan yang

sebenarnya dimaksudkan untuk mengurangi penderitaan ibu ketika

hamil muda.

3) Kelainan pada kelenjar gondok dapat mengakibatkan pertumbuhan

janin yang kurang wajar, keterbelakangan dalam perkembangan

kecerdasan, rambut anak menjadi kasar dan kering, muka anak

menjadi bengkak dan lidahnya panjang dan lebar sehingga selalu

tampak keluar dari mulut si anak.

4) Akibat kehamilan pada usia diatas 35 tahun dapat menyebabkan

kelahiran anak yang cacat diantaranya sebagai anak tuna grahita.

Sedangkan kelainan yang bersifat eksogin misalnya untuk sesuatu

tindakan medik telah dilakukan penyinaran dengan sinar rontgen.

Penyinaran ini dapat mengakibatkan kelainan pada bayi dalam rahim

ibunya.

28

Bratanata, Op. Cit., h. 19-21

Page 57: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

44

b. Masa natal artinya ketika bayi dilahirkan. Kelainan timbul disebabkan

oleh:

1) Kekurangan zat asam (walaupun sedikit saja) dapat mengakibatkan

kerusakan pada sel-sel otak.

2) Pendarahan otak yang terjadi pada proses kelahiran bayi yang sulit,

antar lain dengan cara penyedotan untuk membantu kelahiran si bayi.

3) Kelahiran sebelum bayi cukup umur, yang disebut juga kelahiran

„prematur‟, sebab tulang-tulang yang masih sangat lunak sangat

mudah mengalami perubahan bentuk.

c. Masa post-natal anak yang dilahirkan normal dapat menjadi penderita tuna

grahita karena mendapat kerusakan pada otaknya (karena kecelakan) dan

hal ini menimbulkan kemunduran tingkat kecerdasan si anak. Peristiwa

lain mungkin terjadi karena kecelakan yang mengakibatkan kerusakan

pada tulang tengkorak, dan juga penyakit yang dapat menyerang otak,

umpamanya radang otak. Kelainan yang dapat terjadi pada anak sebagai

akibat keadaan yang disebut di atas tergantung/ditentukan oleh sifat dan

kwalitasnya kerusakan sel otak atau bagian otak yang terkena.

4. Kemandirian Anak Tunagrahita

Kemandirian adalah kebebasan dari ketergantungan pada orang lain dan

kebebasan dalam ketergantungan nasib atau kontrol dari orang lain. Anak

retardasi mental usia sekolah diharapkan lebih menguasai kemampuan yang

melibatkan proses belajar dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari

seperti konsep waktu. Anak tidak hanya menerapkan konsep waktu dengan

mengetahui angka pada jam, tetapi juga memahaminya bila dihubungkan

Page 58: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

45

dengan waktu pagi, siang, sore, atau malam. Tujuan utama dari peningkatan

kemandirian adalah anak dapat memenuhi tuntutan hidup, bertanggung jawab

pada tugas hariannya, dan mengurangi ketergantungan pada orang sekitarnya,

sehingga mencapai tahap kemandirian sesuai yang diharapkan

lingkungannya.29

Kemandirian merupakan tujuan utama bidang pendidikan untuk

mendewasakan anak didik. Anak tunagrahita sedang dengan kemampuan

terbatas pada menolong diri sendiri, pekerjaan sederhana, serta keterampilan.

Dalam kehidupan ada anak tunagrahita yang mandiri dan tidak mampu mandiri

dalam menjalankan aktivitasnya. Anak tunagrahita mandiri yaitu mereka yang

mampu memfungsikan diri dari bentuk keterbatasan subtansialnya dan

kemampuan fungsi mental yang terletak di bawah rata-rata. (IQ 70/kurang).

Anak tunagrahita mampu mandiri mampu melakukan tingkat laku adaptif yaitu

kemampuan berkomunikasi, merawat diri (ADL), mengarahkan diri sendiri,

berprestasi, pengisian waktu luang dan kerja.

Sedangkan anak tunagrahita tidak mampu mandiri yaitu mereka yang tidak

mampu memfungsingkan diri dari bentuk keterbatasan subtansialnya sehingga

munculnya ketergantungan anak tunagrahita terhadap keluarga (caregiver).30

Caregiver adalah seorang yang memiliki profesi melayani (merawat) melayani

kebutuhan fisik/ aktivitas mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, seperti

29

Djamaludin Ancok, Pengembangan dan Perluasan Kesempatan Kerja Dalam Rangka

Peningkatan Kualitas Hidup Penyandang Cacat, (Jakarta: Departemen Sosial RI, 1991), h.53

30

Wawancara dengan Ibu Dewi, selaku Guru Pembimbing Tuna grahita di SLBN 2 Pagi

Jakarta. Pada 24 Februari 2016.

Page 59: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

46

kebutuhan personal hygiene, mobilisasi, kebutuhan sosial, kebutuhan

spritiual.31

Pendekatan yang dapat di berikan kepada anak tunagrahita atau

pelatihan untuk anak tuna grahita yaitu :32

1) Occuppasional terapy (terapi gerak).

Terapi ini diberikan kepada anak tunagrahita untuk melatih gerak

fungsional anggota tubuh gerak kasar atau halus.

2) Play terapy (terapi bermain).

Terapi bermain adalah terapi yang diberikan kepada anak tunagrahita

dengan cara bermain, misalnya memberikan pelajaran tentang

hitungan, bermain jual beli, anak diajarkan tentang cara sosial drama.

3) Activity daily living (ADL) atau kemampuan merawat diri.

Untuk memandirikan anak tunagrahita, mereka harus diberikan

pengetahuan dan keterampilan tentang kegiatan kehidupan sehari-hari

(ADL) agar mereka dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan orang

lain dan tidak tergantung kepada orang lain.

4) Life skill (keterampilan hidup)

Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ di

bawah rata-rata biasanya tidak diharapkan bekerja sebagai

administrator. Bagi anak tunagrahita yang memiliki IQ di bawah rata-

rata mereka juga diharapkan untuk dapat hidup mandiri. Oleh karena

itu, untuk bekal hidup mereka diberikan pendidikan melalui

31 Pengaruh terapi kelompok, artikel diakses pada 10 Juni 2016 dari

http://www.academia.edu/18858779/pengaruh_terapi_kelompok.

32

Agustyawati, M.Phil. SNE dan Solicha, M.Si, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan

Khusus. (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 150.

Page 60: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

47

keterampilan. Keterampilan yang dimilikinya, mereka dapat hidup di

lingkungan keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia

industri dan usaha.

5) Vocastional terapy (terapi bekerja)

Selain diberikan latihan keterampilan anak tunagrahita juga diberikan

latihan kerja. Dengan bekal latihan yang telah dimilikinya, anak

tunagrahita diharapkan dapat bekerja.

A. Kebutuhan Anak Tunagrahita

Adapun kebutuhan yang harus dimiliki oleh anak tunagrahita sebagai

berikut:

a. Anak tunagrahita memilki kebutuhan khusus untuk mengoptimalkan

potensinya. Anak-anak tunagrahita memilki potensi dalam belajar

yang sangat erat kaitannya dengan berat dan ringannya

ketunagrahitaan, sehingga membutuhkan pelayanan khusus.

Kebutuhan khusus yang dimaksud adalah kebutuhan pelayan

pengajaran yang sama dengan siswa lainnya dengan pengertian guru,

teman-teman, dan ditambahkan dengan waktu dan situasi kondisi

untuk mempelajari sesuatu. Yang dibutuhkan juga pelayanan

pembelajaran yang sangat khusus, seperti program stimulasi dan

intervensi dini yang meliputi terapi bermain, okupasi, terapi bicara,

kemampuan memelihara diri dan belajar akademik.

b. Anak tunagrahita membutuhkan lingkungan belajar seperti pengaturan

tempat duduk yang disesuaikan kondisi, membutuhkan konteks dan

orientasi cerita yang dimulai dari hal yang konkret kemudian ke hal

Page 61: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

48

abstrak untuk mengembangan kemampuan bina dirinya. Dalam hal

berinterkasi membutuhkan hal-hal yang membuat dirinya merasa

menjadi bagian dari yang lain, kebutuhan untuk menemukan

perlindungan dari hal negatif.

c. Kebutuhan kenyamanan sosial dan kebutuhan untuk menghilangkan

rasa kebosanan dengan adanya stimulasi sosial untuk

mengembangkan kemampuan sosial, potensi dan secara

emosionalnya. Beberapa keunggulan anak tunagrahita yang akan

membawa mereka pada hubungannya dengan orang lain, yaitu

spontanitas yang wajar dan positif, kecenderungan untuk merespon

orang lain dengan baik dan hangat, kecenderungan merespon pada

orang lain dengan jujur, dan kecenderungan untuk mempercayai

orang lain.33

B. Beberapa potensi yang dimiliki oleh anak tunagrahita, yaitu:

a. Pengembangan kemampuan kognitif

Anak berkebutahan khusus keterbelakangan mental umumnya

memilki keterlambatan dalam aspek kognitif. Untuk itu,

pengembangan kognitif anak berkebutuhan khusus perlu

dipertimbangkan: dalam belajar memerlukan waktu lebih banyak

dalam mempelajari materi tertentu, anak berkebutuhan khusus (ABK)

atau terbelakang mental tidak memahami beberapa mata pelajaran

sehingga mereka memerlukan dorongan untuk dapat memahami

materi tertentu sesuai dengan tingkat kemampuannya, dan anak

33

Astati dan Mulyati. Pendidikan dan Pembinaan Karier Penyandang Tuna grahita

Dewasa: Depdikbud, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Tenaga

Akademik. (Jakarta: 2010). h. 13.

Page 62: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

49

berkebutuhan khusus atau terbelakang mental mengalami kesulitan

dalam mempelajari materi yang bersifat abstrak. Penggunaan media

konkrit dalam pembelajaran sangat dibutuhkan oleh anak agar

memperoleh pemahaman yang kuat.

b. Pengembangan bahasa

Keterlambatan berbahasa (delayed language) merupakan salah satu

cirri anak terbelakang mental. Agar perolehan bahasa anak menjadi

lebih memadai diperlukan usaha-usaha melalui bimbingan berbahasa.

Dalam beberapa penelitian menunjukan bahwa jika anak-anak

mendapatkan bimbingan berbahasa secara tepat, maka anak-anak

terbelakang mental mampu menyususn cerita yang menunjukan suatu

tingkatan kreativitas dan pengembangan berbahasa dan

berkomunikasi dengan baik. Adalah tugas guru-guru di sekolah untuk

dapat memberikan pembinaan agar anak memilki kemampuan

berbahasa yang memadai yang dapat dijadikan sebagai ilmu

pengetahuan dan sarana memahami dunia sekitarnya.

c. Keterbatasan fungsi-fungsi mental

Untuk menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya,

anak tuna grahita memerlukan waktu yang lebih lama dari anak

normal. Reaksi terbaiknya diperhatikan bila mengikuti sesuatu yang

rutin dan konsisten didalamnya dari hari ke hari. Tidak dapat

menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu yang

lama, anak tunagrahita memilki keterbatasan penguasaan bahasa,

karena pusat pembendaharaan bahasanya kurang berfungsi, sehingga

Page 63: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

50

mengalami kesulitan memahami kata-kata yang bersifat abstrak, dan

oleh karenanya membutuhkan kata-kata kongkrit yang didengarnya.34

C. Fungsi Sosial Anak Tunagrahita

a. Keterbatasan Sosial

Anak tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus

dirinya sendiri dalam masyarakat, sehingga memerlukan bantuan

pelayanan khusus. Anak tunagrahita cenderung berteman dengan

anak yang lebih muda usianya, ketergantungan kepada orang tuanya

sangat besar. Tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan

bijak, sehingga selalu dibimbing dan diawasi. Karakteristik lainnya

anak tuna grahita mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan

sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.35

b. Pengembagan Sosial (ABK) Anak Berkebutuhan Khusus

Masalah utama yang dialami anak penyandang keterbelakangan

mental adalah tiadanya kemampuan sosial. Hambatan ini akan

berakibat pada ketidakmampuan anak dalam memahami kode atau

aturan-aturan sosial di sekolah, di keluarga maupun di masyarakat.

Dalam upaya pengembangan kemampuan sosial diperlukan beberapa

kebutuhan anak terbelakang mental yang meliputi: kebutuhan untuk

merasa menjadi bagian dari yang lain, kebutuhan untuk menemukan

perlindungan dari sikap dan label yang negatif, kebutuhan akan

34

Agus, dona. “hak-yang-dimilki-anak-berkebutuhan”. Artikel diakses tanggal 9 Juni 2016

dari http://donaagussetiawan.blogspot.com/2011/09/hak-yang-dimilki-anak-berkebutuhan-anak-

tuna grahita.html.

35

Agus, dona. “hak-yang-dimilki-anak-berkebutuhan”. Artikel diakses tanggal 9 Juni 2016

dari http://donaagussetiawan.blogspot.com/2011/09/hak-yang-dimilki-anak-berkebutuhan-anak-

tuna grahita.html.

Page 64: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

51

dukungan dan kenyaman sosial, dan kebutuhan untuk

menghilangkan kebosanan dan menemukan stimulasi sosial.

Kebutuhan sosial ini mengarah langsung pada pentingnya daya

dorong interaksi sosial yang positif antara siswa dan siswi

terbelakang mental dengan teman-teman lainnya di sekolah. Untuk

mendukung suasana demikian diperlukan lingkungan inklusi bagi

anak-anak terbelakang mental.36

c. Keterbatasan Inteligensi

Inteligensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat

diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan

keterampilan-keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah-

masalah dan situasi-situasi kehidupan baru. Anak tunagrahita

mempunyai keterbatasan inteligensi seperti keterbatasan kemampuan

mempelajari informasi dan keterampilan menyesuaikan diri dengan

masalah-masalah di kehidupan baru. Keterbatasan belajar dari

pengalaman masa lalu, berfikir abstrak kreatif, keterbatasan dalam

menilai dan keterbatasan kemampuan merencanakan masa depan

kehidupan dirinya. Anak tuna grahita memilki kekurangan dalam

semua hal tersebut. Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang

bersifat abstrak seperti belajar berhitung, menulis dan membaca juga

terbatas.37

36

Agus, dona. “hak-yang-dimilki-anak-berkebutuhan. Artikel diakses tanggal 9 Juni 2016

dari http://donaagussetiawan.blogspot.com/2011/09/hak-yang-dimilki-anak-berkebutuhan-anak-

tuna grahita.html.

37 T. Sutjihati, Misi, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: PT.Refika Aditama, 2006) h.

105.

Page 65: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

52

C. KELUARGA (ORANG TUA) DENGAN ANAK TUNAGRAHITA

1. Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan

manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di

dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya.38

Keluarga adalah lembaga

sosial dasar dari mana semua lembaga atau pranata sosial lainnya

berkembang. Di masyarakat manapun di dunia, keluarga merupakan

kebutuhan manusia yang universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan

dalam kehidupan individu. Keluarga dapat digolongkan kedalam kelompok

primer, selain karena para anggotanya saling mengadakan kontak langsung,

juga karena adanya keintiman dari para anggotanya.39

Menurut Horton dan Hunt (1987), istilah keluarga umumnya digunakan

untuk menunjuk beberapa pengertian sebagai berikut:40

a. Suatu kelompok yang memiliki nenek moyang yang sama;

b. Suatu kelompok kekerabatan yang disatukan oleh darah dan

perkawinan;

c. Pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak;

d. Pasangan nikah yang mempunyai anak; dan

e. Satu orang entah duda atau janda dengan beberapa anak.

38W. A. Gerungan Dipl. Psych, Psikologi Sosial, (Bandung: Eresco, 1988), cet. XI, h. 180.

39 Dwi Narwoko, Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2004, h.227. 40

Dwi Narwoko, Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2004, h.227.

Page 66: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

53

2. Fungsi Keluarga

Karena keluarga dianggap sangat penting dan menjadi pusat perhatian

kehidupan individu, maka dalam kenyataannya fungsi keluarga pada semua

masyarakat adalah sama. Fungsi dasar keluarga adalah memenuhi kebutuhan

anggota keluarga itu sendiri. Fungsi keluarga menjadi suatu perhatian ketika

kita akan memberikan intervensi terhadap keluarga anak tuna grahita. Berikut

beberapa fungsi keluarga:41

1) Fungsi biologis dan psikologis.

2) Fungsi sosialisasi atau pendidikan.

3) Fungsi ekonomi atau unit produksi.

4) Fungsi pelindung atau proteksi.

5) Fungsi penentuan status.

6) Fungsi pemeliharaan atau perawatan.

7) Fungsi afeksi.

3. Bentuk Dan Pelayanan Pengasuhan Keluarga Pada Anak Tunagrahita

Menurut ahli Psikologis Diana Baumrind ada tiga pola asuh orang tua

kepada anak-anaknya dalam penanaman nilai dan penangan konflik dalam

keluarga yakni:

1) Gaya pengasuhan yang bersifat otoratif biasanya orang tua mengarahkan

perilaku anak secara rasional, dengan memberikan penjelasan terhadap

maksud dari aturan-aturan yang diberlakukan. Orang tua mendorong anak

untuk mematuhi aturan dengan kesadaran sendiri. Disisi lain, orang tua

bersikap tanggap terhadap kebutuhan dan pandangan anak. orang tua

41 W. A. Gerungan Dipl. Psych, Psikologi Sosial, (Bandung: Eresco, 1988), cet. XI, h. 182.

Page 67: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

54

menghargai kedirian anak dan kualitas kepribadian yang dimilikinya

sebagai keunikan pribadi.

2) Gaya pengasuhan anak yang otoriter dilakukan oleh orang tua yang selalu

berusaha membentuk, mengontrol, mengevaluasi perilaku dan tindakan

anak agar sesuai dengan aturan standar. Aturan tersebut biasanya bersifat

mutlak yang dimotivasi oleh semangat teologis dan diberlakukan dengan

otoritas yang tinggi. Kepatuhan anak merupakan nilai yang diutamakan,

dengan memberlakukan hukuman mana kala terjadi pelanggaran.

3) Gaya pengasuhan yang bersifat permisif (biasanya dilakukan oleh orang

tua yang begitu baik), cenderung memberi banyak kebebasan pada anak-

anak dengan menerima dan memaklumi perilaku, tuntutan dan tindakan

anak, namun kurang menuntut sikap tanggung jawab dan keteraturan

perilaku anak. orang tua yang demikian akan menyediakan dirinya sebagai

sumber daya bagi pemenuhan kebutuhan anak, membiarkan anak untuk

mengatur dirinya sendiri dan tidak terlalu mendorongnya untuk memenuhi

kebutuhan eksternalnya.42

4. Pendidikan Anak Tunagrahita

Beberapa Model pelayanan pendidikan yang diberikan kepada anak

tunagrahita sebagai berikut:43

1) Kelas Transisi

Kelas ini diperuntukan bagi anak yang memerlukan layanan khusus

termasuk anak tunagrahita. Kelas transisi sedapat mungkin berada di

42

Srilestari, psikologi: penanaman nilai dan penanganan konflik keluarga.(Jakarta:PT.

Kencana 2012) h. 36-37.

43

Agustyawati, M.Phil. SNE dan Solicha, M.Si, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan

Khusus. (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 169.

Page 68: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

55

sekolah regular, sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi

dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan

pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan modifikasi

sesuai kebutuhan anak.

2) Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa Bagian C dan C1/SLB-C, C1)

Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita model ini diberikan

pada sekolah luar biasa. Dalam satu kelas maksimal 10 anak dengan

pembimbing/pengajar guru khusus dan teman sekelas yang dianggap

sama kemampuannya (tunagrahita). Kegiatan belajar-mengajar

sepanjang hari penuh dikelas khusus. Untuk anak tunagrahita ringan

dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak tunagrahita sedang dapat

bersekolah di SLB-C1.

3) Pendidikan Terpadu

Layanan pendidikan pada model ini diselenggarakan di sekolah

regular. Anak tunagrahita belajar bersama-sama dengan anak regular di

kelas yang sama dengan bimbingan guru regular. Untuk mata pelajaran

tertentu, jika anak mempunyai kesulitan, anak tunagrahita akan

mendapat bimmbingan/remedial dari guru pembimbing khusus (GPK)

dari SLB terdekat, pada ruang khusus atau ruang sumber. Biasanya

anak yang belajar disekolah terpadu adalah anak yang tergolong tuna

grahita ringan, yang termasuk kedalam katagori borderline yang

biasanya mempunyai kesulitan-kesulitan dalam belajar (Learning

Difficulties) atau disebut dengan lamban belajar (slow learner).

Page 69: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

56

4) Program Sekolah Dirumah

Program ini diperuntukan bagi anak tuna grahita yang tidak

mampu mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena

keterbatasannya. Program dilaksanakan dirumah dengan cara

mendatangkan guru PLB (GPK) atau terapis. Hal ini dilaksanakan atas

kerjasama antara orang tua, sekolah, dan masyarakat.

5) Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusi merupakan konsekuensi lanjut dari kebijakan

global education for all (pendidikan untuk semua) yang dicanangkan

oleh UNESCO 1990. Kebijakan Education for All itu sendiri

merupakan upaya untruk mewujudkan hak asasi manusia dalam

Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia 1990.

Inklusif adalah istilah terbaru yang dipergunakan untuk

mendepskrisikan penyatuan bagi anak-anak berkelaianan (penyandang

hambatan/cacat) kedalam program- program sekolah. Bagi sebagian

besar pendidik istilah ini dilihat sebgai deskripsi yang lebih positif

dalam usaha-usaha menyatukan anak-anak yang memiliki hambatan

dengan cara-cara yang realistis dan komperehensif. Sejalan dengan

perkembangan pelayanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus

terdapat kecenderungan baru yaitu model pendidikan inklusi.

Model ini menekankan pada keterpaduan penuh, menghilangkan

labelisasi anak dengan prinsif “Education for All.” Layanan pendidikan

inklusi diselenggarakan pada sekolah regular. Anak tuna grahita belajar

Page 70: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

57

bersama-sama dengan anak regular, pada kelas dan guru/ pembingbing

yang sama.

Pada kelas inklusi, siswa dibimbing oleh 2(dua) orang guru, satu

guru regular dan satu guru khusus. Guna guru khusus untuk

memberikan bantuan kepada siswa tuna grahita jika anak tersebut

mempunyai kesulitan di dalam kelas. Semua anak diberlakukan dan

mempunyai hak serta kewajiban yang sama tetapi saat ini pelayanan

pendidikan inklusi masih dalam tahap rintisan.

5. Bina Diri Pada Anak Tunagrahita

a. Hakikat Pembelajaran Bina Diri

Kata Bina Diri diserap dari Bahasa Inggris “self-help” atau

“selfcare”, dimaksudkan sebagai keterampilan awal yang diajarkan

orang tua kepada kehidupan anak sedini mungkin sebagaimana anak

normal lainnya sebagai usaha awal memandirikan mereka.

Keterampilan ini termasuk makan, mobilitas, perilaku toileting dan

membasuh/mencuci (toileting and washing), serta berpakaian. Bila

ditinjau lebih jauh, istilah Bina Diri lebih luas dari istilah mengurus diri,

menolong diri, dan merawat diri, karena kemampuan bina diri akan

mengantarkan anak berkebutuhan khusus dapat menyesuaikan diri dan

mencapai kemandirian.

Pembelajaran Bina Diri diajarkan atau dilatihkan pada anak

berkebutuhan khusus mengingat dua aspek yang melatar belakanginya.

Latar belakang yang utama yaitu aspek kemandirian yang berkaitan

dengan aspek kesehatan, dan latar belakang lainnya yaitu berkaitan

Page 71: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

58

dengan kematangan sosial budaya. Beberapa kegiatan rutin harian yang

perlu diajarkan meliputi kegiatan atau keterampilan mandi, makan,

menggosok gigi, dan ke kamar kecil (toilet); merupakan kegiatan yang

sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan seseorang. Kegiatan atau

keterampilan bermobilisasi (mobilitas), berpakaian dan merias diri

(grooming) selain berkaitan dengan aspek kesehatan juga berkaitan

dengan aspek sosial budaya, hal ini sejalan dengan Arifah A. Riyanto

(dalam Widati, 2011: 2) yang menyatakan, ditinjau dari sudut sosial

budaya maka pakaian merupakan salah satu alat untuk berkomunikasi

dengan manusia lain. Dengan demikian jelaslah bahwa pakaian ini

bukan saja untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat biologis material,

tetapi juga akan berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sosial

psikologis. Berpakaian yang cocok atau serasi baik dengan dirinya

ataupun keadaan sekelilingnya akan dapat memberikan kepercayaan

pada diri sendiri.44

b. Tujuan dan Prinsip Dasar Pembelajaran Bina Diri

Tujuan bidang kajian Bina Diri secara umum adalah agar anak

berkebutuhan khusus dapat mandiri dengan tidak atau kurang

bergantung pada orang lain dan mempunyai rasa tanggung jawab.

Sedangkan fungsi dari kegiatan Bina Diri, yaitu:45

44 “Pembelajaran Bina Diri”,artikel diakses Pada Tanggal 10 Juni 2016 dari

https://digilid.uns.ac.id.

45

“Pembelajaran Bina Diri”,artikel diakses Pada Tanggal 10 Juni 2016 dari

https://digilid.uns.ac.id.

Page 72: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

59

1) Mengembangkan keterampilan-keterampilan pokok atau penting

untuk memelihara dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan

personal.

2) Untuk melengkapi tugas-tugas pokok secara efisien dalam kontak

sosial sehingga dapat diterima di lingkungan kehidupannya.

3) Meningkatkan kemandirian.

Dalam pendekatan ini diperlukan: baseline, kriteria, dan

reinforcement. Baseline adalah kemampuan yang dimiliki anak sebelum

mendapatkan perlakuan dari latihan bina diri. Untuk mengetahui

kemampuan ini, anak perlu dilakukan assessment terlebih dahulu Ada

beberapa teknik yang perlu diperhatikan dalam mengajarkan suatu

tingkah laku atau keterampilan yang baru kepada seorang siswa tuna

grahita, yaitu:46

a) Memperhatikan model (modelling), yaitu menunjukkan kepada

siswa apa yang harus dikerjakan. Misalnya, dalam melatih mencuci

tangan, anak tuna grahita sedang memperhatikan contoh mencuci

tangan yang benar yang dilakukan oleh guru sebagai model, anak

tuna grahita sedang berusaha untuk mengamati dan mengingat apa

yang telah dilakukan guru, dan dari hasil pengamatannya

diharapkan anak tuna grahita sedang dapat atau mampu mencuci

tangan dengan benar sesuai dengan contoh yang diperagakan model.

b) Menuntun atau mendorong (promting) ialah melakukan atau

membantu siswa untuk mengerti apa yang harus dilakukan sebagai

46

“Pembelajaran Bina Diri”,artikel diakses Pada Tanggal 10 Juni 2016 dari

https://digilid.uns.ac.id

Page 73: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

60

contoh jika anak tuna grahita sedang dalam mencuci tangan

mengalami kesulitan dalam memegang gayung untuk mengambil air

atau membuka kran air hendaknya guru membantu memegang

tangan anak untuk memegang gayung dan segera mengambil air

atau bila mencuci tangan melalui kran air, maka guru memegang

tangan anak untuk membuka kran air. Jika anak tuna grahita sedang

belum bisa melakukan sendiri, promting masih tetap diberikan

secara terus menerus.

c) Mengurangi tuntunan (fading), ialah mengurangi tuntunan secara

bertahap sejalan dengan keberhasilan siswa. Jika anak tuna grahita

sedang sudah mulai mampu diakses Pada memegang gayung atau

membuka kran air untuk mencuci tangan, maka tuntunan sedikit

demi sedikit harus diberhentikan dan selanjutnya perlu bimbingan

secara verbal atau lisan dengan mengucapkan “Ayo, terus

dilakukan” atau “Ayo pegang gayung atau buka kran air dengan

benar”.

d) Pentahapan (shaping), ialah membagi satu kegiatan dalam beberapa

pentahapan dimulai dari yang mudah ke yang sulit. Dalam mencuci

tangan, anak tuna grahita sedang perlu diberikan latihan dari yang

paling mudah yaitu memegang gayung atau memutar kran air, jika

sub kegiatan tersebut sudah dikuasai diteruskan ke tahap berikutnya

yang lebih sulit, misalnya memegang gayung untuk mengambil air

dan seterusnya, sampai tahapan akhir.

Page 74: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

61

BAB III

GAMBARAN UMUM

SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI (SLBN) 2 PAGI JAKARTA

A. SEJARAH BERDIRINYA SLBN 02 PAGI JAKARTA

Sekolah berdiri pada tanggal 5 Nopember 1980. Dengan SK Menteri

Pendidikan Dan Kebudayaan RI No. 001/0/1986 tentang Sekolah Dasar Luar

Biasa. Kemudian menjadi SDLB Negeri dengan Keputusan Gubernur Kepala

Daerah Khusus Ibukota Jakarta nomor 1514 Tahun 1988 tentang Pengesahan

Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Pemerintah Daerah Khusus Ibukota

Jakarta dengan nama SDLB Negeri 01 Kelurahan lenteng Agung Kecamatan

Pasar Minggu Jakarta Selatan. Sesuai dengan berjalannya waktu, SDLB Negeri

01 Lenteng Agung pun mengalami perubahan nomenklatur sesuai dengan

Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor

1358/2007 tentang Perubahan Nama Sekolah Dasar Luar Biasa Negeri 01

lenteng Agung menjadi SLB Negeri 02 Jakarta Kecamatan Jagakarsa Jakarta

Selatan.1Posisi SLB Negeri 02 Jakarta berada di lingkungan strategis secara

ekonomi, eksistensinya terletak dalam ring permukiman penduduk yang sedang

berkembang secara pesat di daerah Kawasan Cagar Budaya Betawi tepatnya di

Daerah Jagakarsa Jakarta Selatan, di sebelah utara berdekatan dengan Taman

Wisata Kebon Binatang Ragunan dan Gelanggang Olah Raga Ragunan,

disebelah selatan berdekatan dengan Taman Rekreasi Berbudaya Betawi yaitu

1

Profil SLBN 2 Pagi Jakarta 2015.

Page 75: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

62

Situ Babakan dan kampus Universitas Indonesia. Hal ini sebagaimana yang

disampaikan oleh Kepala Sekolah:2

“Keberadaan SLB Negeri 02 Jakarta sangat berpotensi dikembangkan

secara nyata dan optimal baik di bidang akademik maupun non

akademik pada masa mendatang. Hal ini seiring dengan denyut nadi

irama perkembangan lingkungan yang menjadi penopangnya. Prospek

berkembang pesat pada masa depan ditandai dengan beberapa gejala

dinamika yang terjadi pada lingkungan sekitar sekolah, baik secara

mikro maupun makro, baik secara fisik dan nonfisik, infrastruktur,

sarana atau fasilitas umum, sampai dengan mobilitas penduduk yang

melingkupi atau mengelilingi sekolah.”

Dengan demikian keberadaan SLB Negeri 02 Jakarta makin dibutuhkan

oleh mereka. Apalagi penduduk yang tinggal di permukiman-permukiman baru

tersebut adalah pasangan rumah tangga muda yang rata-rata memiliki anak usia

sekolah dalam kategori wajar 9 tahun (mulai TKLB, SDLB, SMPLB, dan

SMALB).

B. IDENTITAS SEKOLAH

1. Nama Sekolah : SLB NEGERI 02 JAKARTA

2. Tanggal Berdiri : 5 NOVEMBER 1980

3. Menyelenggarakan :

a. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB B-C)

b. Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB B-C)

c. Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB B-C)

4. Nomor Induk Sekolah : 280020

2 Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Daliman, S.Pd selaku Kepala Sekolah SLBN 02

Pagi Jakarta. Pada 22 Februari 2016.

Page 76: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

63

5. Nomor Statistik Sekolah : 101014304140

6. Nomor Pokok Sekolah Nasional : 20103089

7. Alamat Sekolah : Jl. Raya Lenteng Agung

8. Telpon Sekolah : 021 7820040/ 78891466

9. Website : www.slblentengagung.net

10. Waktu Jam Belajar : Pukul 06.30 Sampai dengan 11.30

(1 jam pelajaran 35 menit)

11. Status Bangunan : Milik Sendiri

12. Luas Tanah/ Bangunan : 4432 m2

13. Status Sekolah : Negeri

14. Jenjang Akreditasi : A, Tahun 2014 s.d 2019.

15. Pembiayaan :

a. Seluruhnya dari Pemerintah

b. Uang Sekolah (tidak ada uang pangkal sekolah dan uang sekolah

per bulan )

16. Data Personil Sekolah :

1. Nama Kepala Sekolah : Daliman, S.Pd

2. Jumlah Guru : 60 Orang

3. Jumlah Petugas Tata Usaha : 2 Orang

4. Jumlah Penjaga Sekolah : 3 Orang

17. Kerja Sama : Unj, Ui, Uhamka, Fatmawati,

Yayasan Angela, Desa Putera, Unindra, Uin, Puskesmas Kelurahan

Lenteng Agung, Puskesmas Kecamatan Jagakarsa.3

3

Buku Panduan Profil SLBN 02 Pagi Jakarta.

Page 77: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

64

C. VISI, MISI, DAN TUJUAN SEKOLAH

Visi

Mengembangkan kemampuan berbahasa dan komunikasi untuk

meningkatkan iman dan taqwa, pengetahuan dan keterampilan serta

kemandirian peserta didik.4

Misi

Untuk mewujudkan visi tersebut, sekolah menentukan langkah-langkah

strategis yang dituangkan dalam misi sebagai berikut:

a. Melakukan kajian dan penyesuaian kurikulum.

b. Menyelenggarakan pembelajaran yang aktif, interaktif, kreatif,

efektif, dan menyenangkan (PAIKEM), serta bermakna, kooperatif,

dan dinamis.

c. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang bernuansa religius.

d. Membangun karakter dan etos kerja peserta didik.

e. Menanamkan konsep diri yang positif sehingga dapat beradaptasi

dan bersosialisasi di masyarakat

f. Mengembangkan sumber daya manusia (pendidik dan peserta didik)

yang profesional, fungsional, berkualitas, kreatif, dan inovatif.

g. Menjalin kerja sama yang sinergis di lingkungan warga sekolah,

dunia industri, dan dunia usaha.5

4 Data Diambil Dari File Yang Diberikan Oleh Pihak SLBN 02 Pagi Jakarta, 3 Agustus

2016.

5 Data Diambil Dari File Yang Diberikan Oleh Pihak SLBN 02 Pagi Jakarta, 3Agustus 2016.

Page 78: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

65

1. Tujuan Sekolah

Sebagai bagian dari tujuan pendidikan nasional, maka SDLB Negeri 2 Jakarta

secara umum bertujuan untuk membantu meningkatkan kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup

mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.6 Secara khusus tujuan sekolah

adalah untuk membantu peserta didik untuk dapat:7

a. Memiliki kemampuan dasar yang memadai sehingga dapat

mengaktualisasikan diri dan bekerja sama dalam kelompok dan

lingkungannya.

b. Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap

perkembangannya.

c. Memahami kekurangan dan kelebihan dirinya.

d. Mematuhi aturan sosial yang berlaku serta memahami keberagaman

agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi

e. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif sehingga

dapat memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-

hari.Memiliki keterampilan yang memadai sebagai bekal hidup dan

penghidupannya kelak.

6 Data Diambil Dari File Yang Diberikan Oleh Pihak SLBN 02 Pagi Jakarta, 3 Agustus

2016.

7 Data Diambil Dari File Yang Diberikan Oleh Pihak SLBN 02 Pagi Jakarta Pada Tanggal 3

Agustus 2016.

Page 79: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

66

D. STUKTUR ORGANISASI

Berikut struktur organisasi Yayasan SLBN 2 Pagi Jakarta: 8

Tabel 2.

E. KURIKULUM

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,

isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

tertentu. Kurikulum yang diberlakukan di SLBN 2 Pagi adalah kurikulum

Sekolah Luar Biasa yang sah berlaku dalam sistem pendidikan luar biasa

secara nasional, sedangkan kurikulum yang diberlakukan saat ini adalah

mengacu pada kurikulum tingkat satuan pendidikan KTSP tahun ajaran 2013.

8 Buku Panduan Profil SLBN 02 Pagi Jakarta.

Page 80: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

67

Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum

operasional yang disusun dan dilaksanakan masing-masing satuan pendidikan.

KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan

muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.

Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan atau kelompok mata

pelajaran/tema tertentu yang mencangkup standar kompetensi, kompetensi

dasar, materi pokok pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian,

alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.

Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar

kedalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator

pencapaian kompetensi untuk penilaian. Rencana pelaksanaan pembelajaran

merupakan bagian dari proses pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya

tujuan pembelajaran, materi belajar, metode pengajaran, sumber belajar dan

penilaian hasil belajar.9

F. KESISWAAN

Peserta didik berkelaianan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di

bawah rata-rata, dalam batas tertentu dikemungkinkan dapat mengikuti

kurikulum standar meskipun harus dengan penyesuaian-penyesuaian. Peserta

didik berkelaian yang disertai dengan kemampuan intektual di bawah rata-

rata, diperlukan kurikulum spesifik, sederhana, dan bersifat tematik untuk

mendorong kemandirian dalam hidup sehari-hari. Peserta didik berkelaian

tanpa disertai kemampuan intelektual dibawah rata-rata, yang berkeinginan

9 Profil SLBN 2 Pagi Jakarta 2015.

Page 81: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

68

melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, sedini mungkin didorong untuk

dapat mengikuti pendidikan secara inklusif pada SD regular.

Bagi siswa di SDLB yang lulus, didorong untuk melanjutkan ke SMP

regular, sedangkan bagi mereka yang tidak memungkinkan atau tidak

berkeinginan untuk melanjutkan kejenjang pendidikan tinggi, setelah

menyelesaikan pada SDLB dapat melanjutkan ke SMPLB dan SMALB.

SLBN 2 Pagi melayani pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus

walaupun saat ini mayoritas siswanya adalah tuna grahita, tuna netra, tuna

rungu, tuna wicara, dan tuna daksa.10

SLBN 2 Pagi menerima siswa baru

setiap tahun ajaran baru hingga dikembangkan pula pola pelayanan pendidikan

individual.

G. PROGRAM KEGIATAN DI SEKOLAH11

1. Program pengembangan diri/ Olahraga

a) Bola voli

b) Booce

c) Sepak bola

d) Bulu tangkis

e) Tenis meja

f) basket

2. Program Kesenian/ Apresiasi/ Musik

a. Paduan suara/ Vocal

b. Seni musik

c. Seni tari

10

Profil SLBN 2 Pagi Jakarta 2015.

11 Buku Panduan Profil SLBN 02 Pagi Jakarta.

Page 82: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

69

d. Seni lukis

e. Seni teater (pantonim)

f. Baris berbaris (pasukan pengibar bendera, proja muda

karana/pramuka)

3. Program Keterampilan

a. Tata boga

b. Tata busana

c. Tata rias

d. Teknologi informasi dan computer

e. Otomotif

f. Sablon

Page 83: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

70

H. PROFIL INFORMAN

1. Informan 1

a. Ibu kandung RF

Nama : R

Usia : 50 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Gang Bima Jaya, Pasar Minggu

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

b. Anak Tunagrahita

Nama : RF

Tanggal Lahir : 14 Februari 2000

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 16 tahun

Fisik Badan : tinggi, rambut hitam lurus, kulit putih.12

Psikis : Sopan, kurang percaya diri, memiliki sikap

yang kurang disiplin dan pendiam.

RF merupakan anak ke-dua dari dua bersaudara dari keluarga pak “S”

dengan Bu “R”. RF tinggal di Pasar Minggu, gang Bima Jaya Rt 02 Rw 04

No.7 bersama ayah, ibu dan kakanya. RF terpaut usia 8 tahun dengan

kakanya. Saat lahir, RF masih harus dirawat dirumah sakit karena tidak bisa

meminum air ASI dari Ibunya. Pada saat RF dirawat di sanalah Bu “R”

mengetahui bahwa kondisi RF berbeda dari anak normal lainnya. RF

mengalami kelainan yaitu kerusakan pada bagian otak karena faktor masa 12

Hasil observasi pada 30 Agustus 2016.

Page 84: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

71

Natal yang artinya kelainan timbul ketika bayi dilahirkan.

Kondisi RF tidak sama dengan bayi-bayi dengan bayi pada umumnya

pada masa itu dikarenakan terdapat kelemahan di bagian otak. Menurut

Dokter, apa yang dialami oleh RF disebut tunagrahita. RF adalah anak

tungrahita sedang yang tengah duduk dibangku kelas 11 C1-c di SLBN 2 Pagi

Jakarta Selatan. RF tergolong anak tungrahita tidak mampu mandiri di SLBN

2 Pagi Jakarta. RF memiliki hubungn yang sangat baik dengan orang tuanya

dan tidak cukup dekat dengan kakanya. RF menutup diri terhadap lingkungan

sosialnya, RF tidak dekat ataupun bermain dengan teman-temannya .13

13

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “R” merupakan Ibu kandung dari RF, pada Tanggal

30 Agustus 2016.

Page 85: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

72

2. Informan 2

a. Ibu kandung DF

Nama : H

Usia : 43 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Kebagusan Dalam 1. Jakarta Selatan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

b. Anak Tunagrahita

Nama : DF

Tanggal Lahir : 22 Mei 2001

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 15 tahun

Fisik Badan : tidak cukup tinggi, rambut hitam lurus,

kulit sawo matang.14

Psikis : sopan, kurang percaya diri, memiliki sikap

disiplin, manja, suka bicara dan banyak

bicara.

Sebagaimana dengan informan sebelumnya, DF tergolong anak

tunagrahita tidak mampu mandiri yang bersekolah di SLBN 2 Pagi dan anak

tunagrahita sedang yang tengah duduk di bangku kelas 7 C1-b. DF anak ke-

satu dari dua bersaudara dari pasangan Pak “A” dengan Bu “H”. Adik DF

seorang gadis berusia 12 tahun. DF hanya terpaut 3 tahun usianya dengan

14

Hasil observasi pada 30 Agustus 2016.

Page 86: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

73

adiknya. DF tinggal bersama orang tuanya dan satu adiknya di daerah

kebagusan dalam 1 Jagakarsa Jakarta Selatan. Tidak ada riwayat dari keluarga

ibu maupun ayah dari DF yang sama dengan DF. Saat usia DF genap 3 tahun

DF mengalami kecelakaan dibagian kepala yang mengakibatkan DF terkena

gegerotak dan terjadi kerusakan pada bagian otak DF, sehingga DF mengalami

ketunagrahitaan. DF tergolong anak yang cukup disiplin dan memiliki

hubungan baik dengan keluarga.15

15

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “H” merupakan Ibu kandung dari DF, pada Tanggal

30 Agustus 2016.

Page 87: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

74

3. Informan 3

a. Ibu kandung EG

Nama : Y

Usia : 43 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Bukit Cengkeh 2 Blok D8. No. 16 Desa

Tugu Cimanggis Depok.

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

b. Anak Tunagrahita

Nama : EG

Tanggal Lahir : 18 Januari 1999

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 17 tahun

Fisik Badan : Tinggi, rambut pendek ikal, kulit sawo

matang.16

Psikis : kurang percaya diri, manja, pendiam dan

cukup tertutup.

EG merupakan anak ke-dua dari dua bersaudara dari keluarga pak “D”

dengan Bu “Y”. EG tinggal di Bukit Cengkeh 2 Blok D 8 No. 16 Desa Tugu

Cimanggis Depok bersama ayah, ibu dan kakanya. EG terpaut usia 5 tahun

dengan kakanya. Saat lahir, EG masih harus dirawat dirumah sakit karena

kondisi dari EG yang lemah. Dan pada masa kehamilan Ibu EG juga agak

16

Hasil observasi pada 5 September 2016.

Page 88: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

75

lemah pada saat itu. Pada saat EG dirawat di sanalah Bu “Y” mengetahui

bahwa kondisi EG berbeda dari anak normal lainnya.

EG mengalami kelainan yaitu kerusakan pada bagian otak karena faktor

masa Natal yang artinya kelainan timbul ketika bayi dilahirkan. Kondisi EG

tidak sama dengan bayi-bayi dengan bayi pada umumnya pada masa itu

dikarenakan terdapat kelemahan di bagian otak. Menurut Dokter, apa yang

dialami oleh EG disebut tunagrahita. EG adalah anak tungrahita sedang yang

tengah duduk dibangku kelas 11 C1-c di SLBN 2 Pagi Jakarta Selatan. EG

tergolong anak tungrahita tidak mampu mandiri. EG tergolong anak yang

menarik diri terhadap lingkungan sosialnya karena EG jarang keluar rumah

bahkan tidak bermain dengan temen-teman di lingkungan sekitar rumahnya

dan hanya memilki hubungan yang dekat dan erat terhadap Ibu kandungnya.17

17

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “Y” merupakan Ibu kandung dari EG, pada Tanggal

5 September 2016.

Page 89: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

76

4. Informan 4

a. Ibu Kandung AR

Nama : A

Usia : 48 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Darusalam 2 RT 04/ RW 19.

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

b. Anak Tunagrahita

Nama Panggilan : AR

Tanggal Lahir : 20 Februari 2003

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 13 tahun

Fisik Badan : memiliki tinggi badan 150 cm, rambut panjang

hitam ikal, kulit sawo matang.18

Psikis : memiliki sikap percaya diri, kurang sopan, manja,

dan suka bermain.

AR merupakan anak dari pasangan pak “P” dengan Bu “A”. AR tinggal di

Jalan Darusalam 2 RT 04 RW 19. Penyebab AR menyandang tuna grahita

adalah karena AR pernah mengalami sering jatuh pada masa bayi oleh

pengasuhnya, AR pada masa bayi dirawat oleh pengasuh dikarenakan ibu dari

AR bekerja. AR mengalami kelainan yaitu kerusakan pada bagian otak karena

faktor masa Natal yang artinya kelainan timbul ketika bayi dilahirkan. AR

18

Hasil observasi pada 5 September 2016.

Page 90: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

77

adalah anak tungrahita sedang yang tengah duduk dibangku kelas 11 C1-c di

SLBN 2 Pagi Jakarta Selatan. AR tergolong anak tungrahita tidak mampu

mandiri di SLBN 2 Pagi Jakarta. AR memilki emosional yang cukup tinggi. 19

19

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “A” merupakan Ibu kandung dari AR, pada Tanggal

5 September 2016.

Page 91: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

78

BAB IV

HASIL TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA

Pada bab ini penulis akan membahas tentang permasalahan psikososial

keluarga dengan anak tunagrahita pada SLBN 02 Pagi, dengan cara

menghubungkan dan mengkaji antara temuan hasil observasi, wawancara,

cacatan lapangan, dokumentasi dan dengan teori-teori yang telah dijelaskan di

bab II sebelumnya. Dari hasil penelitian, penulis mendapatkan beberapa hal

mengenai peran SLBN 02 Pagi dalam mengatasi anak tunagrahita di sekolah

guna memahami permasalahan keluarga dengan anak tunagrahita tidak mampu

mandiri, baik dari segi subyeknya maupun dari segi obyek penelitian.

A. PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK

TUNAGRAHITA DI SLBN 02 JAKARTA.

Berdasarkan hasil temuan lapangan mengenai permasalahan psikososial

keluarga dengan anak tunagrahita, peneliti menggunakan teori psikososial yang

dibahas pada bab II halaman 27 yaitu:

1. Psikososial

a. Tahap Perkembangan Psikosoial

Begitu pula yang dikatakan oleh Erik Ericson: Kerajinan versus

inferioritas (industry vs inferioritas) berlangsung antara usia 6-12 tahun.

selama tahap ini, berkembang keampuan berfikir deduktif, disiplin diri, masa

usia sekolah, mampu belajar, menciptakan dan menyelesaikan berbagai

keterampilan baru dan pengetahuan dengan demikian mengembangkan rasa

industri.1

1

Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak (Jakarta: 1997). BAB II h.6.

Page 92: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

79

Ini juga merupakan tahap yang sangat sosial dari pembangunan dan jika

mengalami perasaan yang belum terselesaikan tidak mampu dan rendah diri

diantara rekan-rekan kita, kita dapat memiliki masalah serius dalam hal

kompetensi dan harga diri. Pada tahap ini anak mulai membangun rasa

bersaing dan ketekunan pada dirinya. Sebaliknya anak mungkin akan

kehilangan harapan, merasa cukup, menarik diri dari lingkungan.

Ketika dunia mengembang sedikit, hubungan kita yang paling signifikan

adalah dengan sekolah dan lingkungan. Orang tua tidak lagi otoritas dulu,

meskipun mereka masih penting. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas

bahwa selama masa anak 0-12 tahun terjadi perubahan-perubhan yang

dramatis, baik dalam fisik maupun dalam kognitif. Perubahan-perubahan

secara fisik dan kognitif tersebut, ternyata berpengaruh terhadap perubahan

psikososial anak.

Begitu pula yang dialami oleh “RF” bahwasanya ia telah mencapai

tahapan ini yang sesuai dengan teori yang diungkapkan di atas, “RF” lebih

cenderung bersikap pendiam, manja, bergantung pada orang lain dan menarik

diri. Begitu yang diungkapkan dalam wawancara Ibu „R‟:

“Oh „RF‟ mah orangnya manja kak, apa-apa aja saya yang ngurusin.

Kalo ga diturutin suka rewel sampe-sampe nangis. Kalo dirumah „RF‟

jarang keluar rumah kak, paling dirumah aja, ga pernah main sama

temen-temen seusianya dirumah. “2

Sedangkan “DF” juga mengalami tahapan ini dimana “DF” cenderung

bersikap disiplin, bergantung pada orang lain dan sangat kurang konsentrasi.

Seperti yang diungkapkan dalam wawancara Ibu „H‟:

2

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “R” merupakan ibu kandung dari RF, pada Tanggal

5 September 2016

Page 93: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

80

“ „DF‟ kalo dirumah disiplin kak, nih yah kalo pulang sekolah udah

sampe rumah dia taro sepatunya dirak, barangnya juga suka ditaro

ditempatnya. kalo dirumah mainnya sama adiknya sama temen-temen

adiknya juga, soalnya usianya baru nyambung sama temen-temen

adiknya soalnya kan „DF‟ memiliki kekurangan ya seperti yang kakak

tau kan ya kak.”3

Peneliti membuktikan langsung dengan melihat langsung perilaku “DF”

ketika sedang makan pada jam istirahat disekolah “DF” membuka sepatunya

dan meletakannya di tempat rak sepatu dengan sangat rapih.4 “DF” adalah anak

tuna grahita tidak mampu mandiri, meskipun demikian kedisiplinan sudah

tertanam pada diri “DF” sejak dari kecil. Karena rasa takutnya kepada ayahnya

yang juga sangat menerapkan kedisiplinan dirumah.

Sama halnya seperti yang dirasakan oleh “EG” dan “AR” bahwa pada

masa ini berkembang kemampuan berfikir deduktif, menarik diri dari sekolah

dan teman sebaya. Hal ini diungkapkan oleh Ibu “Y”dan Ibu “A” sebagai

berikut:

Informan “Y” merupakan Ibu dari “EG”:

“”EG‟ jarang keluar rumah kak, apalagi main diluar jarang ka.

Palingan dirumah aja nonton tv sama mainin hp ayahnya. Dia sih

ngerti main hp, tp pernah kak, waktu itu asal dipencet-pencet aja sama

„EG‟, eh nyambung ke temen ayahnya.”5

Sebaliknya dengan “AR” yang tidak menarik diri dari lingkungan. “AR”

suka bermain bersama teman-teman sebaya nya ketika dirumah dan disekolah.

Hal ini disampaikan oleh Ibu “A”:

3

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “H” merupakan ibu kandung dari klien DF, pada

Tanggal 30 Agustus 2016

4 Catatan lapangan (observasi) pada tanggal 30 Agustus 2016, lihat lampiran 1.

5 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “Y” merupakan ibu kandung dari EG, pada Tanggal

5 September 2016

Page 94: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

81

Informan “A” merupakan Ibu dari “AR”:

“Kalo pulang sekolah pasti dia main sama-sama temen-temennya

dirumah. Didepan rumah itu ada lapangan luas biasa anak-anak suka

main disana. Tapi kalo lagi main saya atau kakanya suka ngejadain,

ngeliatin gitu kak. Soalnya kalo diledekin dia suka mukul temennya,

emosian banget, ngomongnya juga duh suka kasar nisa mah segala

yang yang ada diragunan keluar semua”.6

Peneliti membuktikan dengan melihat langsung “AR” mendorong jatuh

temannya ketika sedang asik bermain bersama teman-temannya dilapangan

sekolah pada jam istirahat.7

Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok

eksklusifme bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme

tersebut tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak-

anak difabel dengan ank-anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di

masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari

dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan

kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa

keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat

di sekitarnya.

Dari pernyataan di atas anak tunagrahita tidak mampu mandiri lebih

cenderung bersikap manja dan menarik diri dari lingkungan seperti tidak

bermain bersama teman-teman di sekolah dan teman-teman dirumah. Pada

tahap ini anak tunagrahita tidak mampu mandiri mulai mendapatkan

pengenalan demontrasi keterampilan dan produksi benda-benda. Anak

6 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “A” merupakan ibu kandung dari AR, pada Tanggal

5 September 2016 7

Catatan lapangan (observasi) pada tanggal 5 September 2016, lihat lampiran 1.

Page 95: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

82

tunagrahita tidak mampu mandiri biasanya hanya mengikuti keterampilan atau

kegiatan vacastional Kriya, yaitu kegiatan seperti membuat gelang, kalung,

tasbis dan sebagainya.

b. Permasalahan Psikososial Keluarga dengan Anak Tunagrahita

1. Permasalahan Psikososial Orang tua: Ansietas

a. Definisi Ansietas

Ansietas (kecemasan) adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan

menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak

berdaya. Perasaan tersebut dialami oleh semua informan peneliti yaitu

semua orang tua dari anak tunagrahita tidak mampu mandiri.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh semua informan kepada

peneliti sebagai berikut:

Informan “R” merupakan Ibu dari “RF”:

“dulu iyah kak saya stress banget pas tahu kondisi yang menimpa

“RF” saya sedih banget, kecewa, gak berdaya juga. Ditambah lagi

kalau-kalau “RF” ngambek yang sampe ngamuk duh saya stress

banget kak, ya saya Cuma bisa sabar ngadepin “RF” kak.

Alhamdulillah juga sekarang kan ayahnya udah pensiun jadi udah

bantuin saya ngurusin “RF” kak dirumah”.

Informan “H” merupakan Ibu dari “DF”:

“dibilang kecewa sih pasti iya kak, kualahan, strees juga kadang-

kadang ngadepin “DF” kak”.

Informan “Y” merupakan Ibu dari “EG”:

Hal ini juga dijelaskan oleh ibu dari “EG” sebagai berikut:

“„EG‟ makan masih disuapin kak suka berantakan dia-mah, dalam hal

belajar, nulis, baca masih harus dituntun. Buang air kecil sama besar

masih saya yang nyuciin kak, kalo dibiarin dia yang nyuci ga bersih

nyucinya dia. Makanya disekolah gini saya tungguin sampe pulang

kalo ketoilet nanti saya temenin. Pernah kak ngompol di kelas pas

Page 96: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

83

saya lagi ga nungguin eh bu guru yang bersihin kan saya jadi malu ya

kak. YaAllah kak makanya saya kwatir banget sejak saat itu saya ga

pernah absen nungguin „EG‟ di sekolah.”8

Peneliti membuktikan sendiri dengan melihat langsung “EG” yang sedang

disuapi oleh Ibunya pada jam istirahat disekolah. Seperti yang terlihat pada

gambar berikut:

Gambar 8

Potret Ibu “Y” yang sedang menyuapi “EG” dan menunggui

“EG” disekolah sampai pelang sekolah.

Sumber: Observasi. 5 September 2016 (Dokumentasi Peneliti)

Dari gambar tersebut terlihat bahwa “EG” tertawa karena merasa malu

diledeki oleh Ibunya dihadapan peneliti dan kemudian menarik bekalnya

berusaha untuk makan sendiri dan ibu “EG” selalu menunggui “EG” disekolah

dengan sabar.

Informan “A” merupakan Ibu dari “AR”:

“„AR‟ orangnya mah rapih dia, tapi mandi, pake baju semuanya masih

harus dibantu kak, anaknya juga maunya rapih. Nah kalo datang bulan

emang saya juga yang nyuciin kak, dia ga mau “geli” katanya lagian

juga ga bersih dia mah kalo nyuci sendiri”.9

8 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “Y” merupakan ibu kandung dari klien C, pada

Tanggal 5 September 2016 9

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “A” merupakan Ibu dari AR, pada Tanggal 5

September 2016

Page 97: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

84

Berdasarkan pernyataan diatas tergambar bahwa gangguan ansietas yang

dirasakan orangtua dalam merawat anak tunagrahita diperlukan kesabaran yang

tinggi dalam menghadapi emosi anak tunagrahita. Beberapa keluarga

dihinggapi oleh munculnya kecemasan tentang masa depan anaknya, masalah

perkawinan, depresi, dan lai-lain. Ketidaksempurnaan dari sang anak dapat

berdampak negatif pada orang tua muncul rasa kecewa yang mendalam

bercampur sedih, bingung, marah, putus asa, tidak bergairah, dan tidak

berdaya.

Hal tersebut merupakan permasalahan ansietas yang sudah dijelaskan

pada Bab II, halaman 27 bahwa Gangguan ansietas adalah kondisi tegang dan

merupakan suatu respon dari pengalaman yang dirasa tidak menyenangkan dan

diikuti perasaan gelisah, yang dialami oleh seseorang secara berlebihan atau

tidak pada tempatnya dan ditandai oleh perasaan khawatir, tidak menentu atau

takut.

b. Jenis Ansietas

Sigmund freud sang pelopor psikoanalisis banyak mengakji tentang

kecemasan ini, dalam kerangka teorinya, kecemasan dipandang sebagai

komponen utama dan memegang peranan penting dalam dinamika

kepribadian seorang individu. Freud membagi kecemasan kedalam tiga tipe

yaitu kecemasan realistik, kecemasan neurotik, dan kecemasan moral.10

Berdasarkan hasil temuan lapangan peneliti. Terkait jenis kecemasan pada

bab II dihalaman 28 bahwa jenis ansietas realitas atau objektif adalah suatu

kecemasan yang bersumber dari adanya ketakutan terhadap ancaman atau

10

Tim MGBK. Bahan Dasar Untuk Pelayanan Konseling Pada Satua Pendidikan

Menengah Jilid 1, (Jakarta: PT. Grasindo, 2010). Hal 18

Page 98: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

85

bahaya-bahaya nyata, seperti yang dialami oleh beberapa informan dalam

penelitian ini.

Informan 1 dan informan 2 mengalami jenis ansietas (kecemasan) realistik

atau objektif, yaitu suatu kecemasan yang bersumber dari adanya ketakutan

terhadap ancaman atau bahaya-bahaya nyata yang ada di lingkungan sosial.11

Hal ini berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan. Berikut kutipan

wawancara informan 1:

Informan “R” merupakan Ibu dari “RF”

“‟RF‟ tau cara ngendarai motor matic kak, pernah naik motor sendiri

dan akhirnya jatoh, nabrak pager rumah orang, luka-luka dan akhirnya

berobat. Saya kan jadi takut ya kak itu kan membahayakan „RF‟”.12

Informan “H” merupakan Ibu dari “DF”

“pernah saya tuh ga bisa anter „DF‟ kesekolah jadi dianter ojek online

terus nyasar kak, saya kan panik, takut kak. Untung bapak ojeknya

baik dianter pulang lagi kerumah saya. Bahaya banget kak makanya

saya ga pernah ngojekin‟DF‟ lagi”.13

Berdasarkan hasil wawancara dan hasil pengamatan peneliti bahwa

informan 1 dan 2 merasa takut akan bahaya yang menimpa anak tunagrahita,

seperti ketakutan akan bahaya anaknya kemungkinan diculik karena pernah

nyasar oleh tukang ojek, dan juga ketakutan akan bahaya yang menimpa

anaknya atas apa yang terjadi pada anak karena kelalaian yang dilakukan anak

dikarenakan kondisi keterbatasan anak. Hal tersebut merupakan jenis

kecemasan realitas atau obyektif yang sudah dijelaskan pada Bab II, halaman

11

Tim MGBK. Bahan Dasar Untuk Pelayanan Konseling Pada Satua Pendidikan

Menengah Jilid 1, (Jakarta: PT. Grasindo, 2010). Hal 18 12

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “R” merupakan ibu kandung dari RF, pada Tanggal 5

September 2016 13

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “H” merupakan ibu kandung dari DF, pada

Tanggal 5 September 2016

Page 99: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

86

28 bahwa kecemasan ini bersumber dari adanya ketakutan terhadap ancaman

atau bahaya-bahaya.

Sedangkan pada informan 3 dan 4 mengalami jenis ansietas (kecemasan)

moral, hal ini disampaikan langsung oleh informan “Y” dan informan “A”

kepada peneliti sebagai berikut:

Informan “Y” merupakan Ibu dari “EG”

“‟EG‟ pernah ilang dari siang sampe abis magrib baru ketemu tau-

taunya dikebon kak, orang rumah sampe nyari-nyariin kak. Suka

ilangan gitu dia kan takutnya diculik ya kak, bahaya kan”.14

Informan “A” merupakan Ibu dari “AR”

“saya pernah ga enak sama tetangga saya kak, anaknya pernah di

pukul pake balok sama anak saya kak, sampe luka-luka. Saya takut

banget waktu itu ntung orangtuanya memafkan karena memaklumi

kondisi anak saya kak, ga sampe diperpanjang urusannya. Kan bahaya

buat anak saya dan juga orang lain yang dilukai sama anak saya kalo

seperti itu ya kak”.15

Ketakutan (kekhawatiran) dan juga kecemasan yang dialami oleh para

informan yang juga bersumber dari adanya ketakutan terhadap bahaya yang

mengancam. Ketakutan atau kekhawatiran yang dirasakan oleh orang tua anak

tunagrahita dikarenakan bahaya-bahaya yang apabila muncul kepada anaknya.

Seperti ketakutan yang dialami oleh informan 3 dan 4 bahwa kecemasan akan

bahaya anaknya yang dapat menyakiti dan disakiti oleh orang lain karena

kelalaian orang tua dalam pengawasan dan kelalaian anak atas kondisi

keterbatasan yang dimilki anak sehingga menyebabkan perasaan bersalah oleh

orang tua.

14

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “Y” merupakan ibu kandung dari EG, pada

Tanggal 5 September 2016 15

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “R” merupakan ibu kandung dari AR, pada

Tanggal 5 September 2016

Page 100: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

87

Hal ini sesuai merupakan jenis kecemasan moral yang sudah dijelaskan

pada Bab II, halaman 29 bahwa Kecemasan ini merupakan hasil dari konflik

antara Id dan superego. Secara dasar merupakan ketakutan akan suara hati

individu sendiri. Ketika individu termotivasi untuk mengekspresikan implus

instingtual yang berlawanan dengan nilai moral yang termaksud dalam

superego individu itu maka ia akan merasa malu atau bersalah.

c. Tingkat Ansietas (Kecemasan)

Semua orang pasti mengalami kecemasan pada derajat tertentu, Peplau

mengidentifikasi 4 tingkatan kecemasan yaitu: kecemasan ringan, kecemasan

sedang, kecemasan berat dan panik.16

Berdasarkan hasil temuan lapangan

peneliti terdapat beberapa informan yang merasakan atau mengalami ansietas

(kecemasan) pada tingkat kecemasan sedang.

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang memusatkan pada hal yang

penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga individu mengalami

perhatian yang selektif terhadap hal yang menurutnya penting, namun dapat

melakukan sesuatu yang lebih terarah. Sering merasa gelisah dan fokus pada

apa yang menjadi perhatian.17

Tingkat kecemasan ini dialami oleh informan

“R” dan Informan “H” dan disampaikan langsung sebagai berikut:

16

Ni Komang Ratih, Hubungan Tingkat Kecemasan Terhadap Koping Siswa SMUN 16

Dalam Menghadapi Ujian Nasional, Skripsi Sarjana Keperawatan, (Depok: Perpustakaan UI,

2012), hal. 11-12. 17

Ni Komang Ratih, Hubungan Tingkat Kecemasan Terhadap Koping Siswa SMUN 16

Dalam Menghadapi Ujian Nasional, Skripsi Sarjana Keperawatan, (Depok: Perpustakaan UI,

2012), hal. 11-12.

Page 101: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

88

Informan “R” merupakan Ibu dari “RF”

“tentu aja saya cemas akan masa depannya „RF‟ kak dan menjadi

prioritas kita sekarang mah „RF‟ kak, alhamdulillah sekarang ayahnya

udah pensiun jadi bisa bantu saya ngurusin „RF‟ nya”.18

Informan “H” merupakan Ibu dari “DF”

“‟DF‟ kan anak yang punya kekurangan ya kak, saya khawatir gimana

masa depannya kalo udah dewasa kak, waktunya saya tuh semuanya

buat „DF‟ kak, adiknya diasuh sama pengasuh yang ngurusin karna

saya fokus ke kakaknya”.19

Sedangkan informan “Y” dan Informan “D” mengalami tingkat kecemasan

yang sama. Hal ini berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dalam

penelitian sebagai berikut:

Informan “Y” merupakan Ibu dari “EG”

“yang saya cemaskan itu gimana sama „EG‟ kalo saya sama ayahnya

udah ga ada kak, gimana sama masa depannya sedangkan „EG‟ aja

belom bisa ngurus dirinya sendiri kak”.20

Informan “A” merupakan Ibu dari “AR”

“iya kak saya memutuskan untuk berhenti bekerja dan fokus ngurusin

„AR‟ aja, soalnya saya mikir dia kan perempuan gimana sama masa

depannya. Saya suka mikirin sampe-sampe lupa makan dan pernah

sampe skit-sakitan saya kak”.21

Berdasarkan data diatas dapat peneliti simpulkan bahwa Kecemasan

sedang memungkinkan seseorang memusatkan pada hal yang penting dan

mengesampingkan yang lain, sehingga orang tua mengalami perhatian yang

selektif terhadap hal yang menurutnya penting dan anak mendapatkan

perhatian lebih dari orangtuanya.

18

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “R” merupakan ibu kandung dari RF, pada

Tanggal 5 September 2016 19

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “Y” merupakan ibu kandung dari DF, pada

Tanggal 5 September 2016 20

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “Y” merupakan ibu kandung dari EG, pada

Tanggal 5 September 2016 21

Page 102: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

89

Para orang tua anak tunagrahita yang mengalami tingkat kecemasan

sedang ini, sering kali merasa gelisah atas masa depan anaknya karena kondisi

keterbatasan yang dimilki oleh anak tunagrahita. Sehingga para orang tua

memutuskan untuk fokus merawat anaknya dan memusatkan perhatian yang

penuh terhadap anaknya yang mengalami kondisi berbeda dari anak normal

lainnya.

2. Masalah Ekonomi Keluarga Anak Tunagrahita

Biaya pemeliharaan anak luar biasa memang besar, menyangkut biaya

hidup dan juga biaya pendidikannya bahkan jauh lebih besar yang dikeluarkan

bagi anak normal. Masalah ekonomi merupakan kesulitan yang dialami oleh

keluarga dengan taraf ekonomi yang rendah. Kebahagian tak bisa dibeli dengan

uang karena uang bukanlah segalanya. Namun, tanpa adanya uang yang

memadai dengan ekonomi yang cukup, kehidupan keluarga akan lebih sulit

dalam banyak persoalan yang dihadapi. Salah satu contoh adalah beban yang

dirasakan keluarga ketika memiliki anak tunagrahita berkaitan dengan

ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi fungsi ekonomi. Keluarga akan

dihinggapi perasaan cemas tentang masa depan pembiayaan anak, terkait

dengan kemunduran produktivitas kepala keluarga dan kekhawatiran bahwa

anak tidak mampu berfungsi optimal secara ekonomis, dikarenakan

keterbatasan yang dimilikinya.22

Hoff, Laursen, & Tardif, mengemukakan bahwa ditemukan perbedaan

pengasuhan anak di antara kelompok-kelompok sosial-ekonomi yang berbeda.

22

Proyek Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Petunjuk Penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa,

DEPDIKBUD, (Jakarta: 1984-1985), h. 36.

Page 103: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

90

Orang tua yang memiliki sosial-ekonomi rendah dan Orang tua yang memiliki

sosial-ekonomi lebih tinggi. 23

Hal ini dialami oleh semua orang tua anak tunagrahita yang menjadi

informan dalam penelitian ini dimana semua informan memilki sosial-ekonomi

rendah. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Ibu “R” sebagai berikut:

Informan “R” merupakan Ibu dari “RF”:

“sejak mengalami gejala-gejala down syndrom saya dan ayahnya rutin

melakukan pemeriksaan sebulan sekali. Tapi semenjak usia “RF” mau

4 tahun sampai sekarang udah gak pernah lagi kak, biaya check-up aja

sebesar Rp.250.000 belum lagi kalau diresepin obat yang biayanya

bisa-bisa kurang-lebih Rp.500.00 kak. Udah gitu sekarang usaha

warung sembako dirumah aja kak soalnya kan Ayahnya udah pensiun

dari kerjaan makanya udah ngerawat sendiri aja dirumah kak hehe”.24

Informan “H” merupakan Ibu dari “DF”:

“wih iya kak, biaya yang keluar buat “DF” lebih besar dari adiknya,

kayak biaya pemeriksaan rutin per-5 bulan sekali aja biayanya

kedokter lumayan cukup besar kak. “DF” jadwalnya 5 bulan sekali

check-up kak soalnya pernah ngalamin kecelakaan gegerotak, belom

lagi biaya lesnya sama bu guru kalo pulang sekolah. Pusing kak belom

lagi kebutuhan-kebutuhan keluarga lainnya, ayahnya kan kerjanya

karyawan swasta hehe”.25

Informan “Y” merupakan Ibu dari “EG”:

“iya kak “EG” mengkonsumsi obat herbal aja sama ikut terapi, terapi

balon namanya kak. Sekarang udah jarang buat rutin ke dokter kaya

dulu, soalnya biayanya lama kelamaan ga mencukupi kak. Palingan ke

psikolog aja kak yang sering sekarang mah, itu juga disekolah aja

hehe”.26

23

W.A. Gerungan, DR. Dipl. Psych. Psikologi Sosial, cet. XI. (Bandung: Eresco, 1988).

H. 198. 24

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “R” merupakan ibu kandung dari RF, pada Tanggal 5

September 2016 25

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “H” merupakan ibu kandung dari DF, pada Tanggal

5 September 2016 26

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “Y” merupakan ibu kandung dari EG, pada Tanggal

5 September 2016

Page 104: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

91

Ibu “A” merupakan Ibu dari AR:

“dulu iya kak waktu masih bayi sampe balita rutin check-up ke dokter,

tapi sekarang udah ga pernah lagi kak. Ngurus dirumah aja. Paling

kalo lagi ada rezeki beli obat herbal TNM namanya kak, beli dari

dokter, lumayan mahal kak. Makanya pusing kak”.27

Untuk menangani kondisi yang dialami anak mereka, orang tua melakukan

berbagai upaya untuk menangani klien, salah satunya yaitu check-up rutin

sebulan sekali ke dokter untuk melakukan terapi dan mengkonsumsi obat,

melibatkan banyak ahli, seperti ahli saraf anak, psikiater, fisioterpis, psikolog

dan juga guru pendidikan luar biasa, untuk menilai perkembangan mental

terutama kognitif anak dan semua itu dibutuhkan biaya atau pengeluaran yang

tidak sedikit jumlahnya. Masalah kesulitan hidup dan stress yang terjadi pada

keluarga khususnya orangtua muncul dikarenakan adanya tuntutan ekonomi.

Hal lain yang menjadi kesulitan dan juga masalah ekonomi dalam keluarga

karena masalah kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus dapat menjadi

sumber pengeluaran yang besar, karena kebutuhan medis, sosial dan pelayanan

pendidikan khusus sehingga orang tua yaitu semua informan dalam penelitian

ini merasa cemas akan pembiayaan masa depan anaknya. Hal tersebut

merupakan masalah orang tua yang meilki sosial ekonomi rendahseperti yang

sudah dijelaskan pada Bab II, halaman 32 bahwa orang tua akan mengusahakan

agar anaknya meyesuaikan diri terhadap ekspektasi sosial, mencipatakan

atmosfir rumah dimana orang tua memiliki otoritas yang jelas terhadap anak-

anak, dan komunikasi yang dilakukan kepada anak-anaknya bersifat searah.

27

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “A” merupakan ibu kandung dari AR, pada Tanggal

5 September 2016

Page 105: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

92

3. Masalah Menarik Diri

Kebanyakan orang tua yang memiliki anak tunagrahita merasa malu dan

tertekan dengan stigma dari lingkungannya sehingga mereka cenderung

menyembunyikan anaknya. Orang tua menganggap bahwa kondisi anaknya

disebabkan karena kecelakaan atau hukuman dari Tuhan sehingga orang tua

merasa tidak mampu, rendah diri, gagal dan berperilaku menghindari atau

menarik diri dari interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Hal tersebut akan

berdampak pada munculnya tugas maladaptif sebagai orang tua.28

Hal ini

sesuai dengan yang diungkapkan oleh semua informan kepada peneliti sebagai

berikut :

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Ibu “R” yang merupakan ibu dari

“RF” sebagai berikut:

“perasaan malu sih ada ya kak, tapi ya saya sih sabar aja kak. Saya

mah sayang banget sama „RF‟ ya walaupun „RF‟ memilki kekurangan

kaya gitu ga jadi penghalang saya buat sayang banget sama „RF‟ kak.

”29

Ibu „H‟ merupakan Ibu dari “DF”:

“ya jujur aja sih kalo diajak ke mall atau keluar deh pokoknya. Orang-

orang tuh pasti ngeliatinnya beda bikin saya jadi suka minder kak.

Makanya saya mah jarang keluar rumah juga”30

Hal ini juga dijelaskan oleh ibu dari “EG” sebagai berikut:

“„EG‟ makan masih disuapin kak, dalam hal belajar, nulis, baca masih

harus dituntun. Buang air kecil sama besar masih saya yang nyuciin

kak, kalo dibiarin dia yang nyuci ga bersih nyucinya dia. Makanya

disekolah gini saya tungguin sampe pulang kalo ketoilet nanti saya

temenin. Pernah kak ngompol di kelas pas saya lagi ga nungguin eh

28

Proyek Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Petunjuk Penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa,

DEPDIKBUD, (Jakarta: 1984-1985), h. 28. 29

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “R” merupakan ibu kandung dari RF, pada

Tanggal 30 Agustus 2016

30 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “H” merupakan ibu kandung dari DF, pada

Tanggal 30 Agustus 2016

Page 106: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

93

bu guru yang bersihin kan saya jadi malu banget kak. Makanya sejak

saat itu saya ga pernah absen nungguin „EG‟ di sekolah.”31

Hal yang sama juga dirasakan oleh informan „A‟ bahwa anak tuna grahita

tidak mampu mandiri tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Hal ini disampaikan

langsung oleh Ibu „A‟ merupakan Ibu”AR”:

“ya namanya juga anak yang punya kekurangan pasti ada aja

cobaannya kak, kalo omongan-omongan atau diomongin sih udah

biasa kak, ya saya sih sabar aja ga usah diladenin, saya mending

dirumah aja juga, jarang keluar juga saya kak lagian kerjaan juga

banyak dirumah namanya juga ibu rumah tangga hehe”.32

Memilki buah hati tentunya merupakan dambaan bagi setiap orang yang

telah membina keluarga. Keadaan akan menjadi berubah ketika anak yang

dilahirkan, berbeda dengan anak lainnya, yakni anak yang memerlukan

perhatian atau kebutuhan khusus, tentunya orang tua merasa kecewa karena

memeilki anak yang tidak sesuai dengan harapan.

Berdasarkan hasil wawancara dan hasil pengamatan peneliti terhadap

semua informan dalam penelitian ini bahwa orang tua membutuhkan kesabaran

yang tinggi dalam menghadapi emosi anak tunagrahita, menurunnya

produktivitas dalam keluarga, serta stigma sosial mengenai anak tunagrahita

sehingga perasaan malu muncul ketika orang tua berhadapan dengan

lingkungan sosial, dan cenderung kadang ada perasaan minder, menarik diri

dari lingkungan sosial dan menyembunyikan anaknya dari lingkungan

sosialnya. Hal tersebut dijelaskan dalam Bab II, halaman 33 bahwa kebanyakan

orang tua yang memiliki anak tunagrahita merasa malu dan tertekan dengan

31 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “Y” merupakan ibu kandung dari EG, pada

Tanggal 5 September 2016 32

Wawancara pribadi dengan Ibu „A‟ merupakan ibu dari AR, pada Tanggal 5 September

2016

Page 107: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

94

stigma dari lingkungannya sehingga mereka cenderung menarik diri dan

menyembunyikan anaknya. Orang tua merasa tidak mampu, rendah diri gagal

dan berperilaku menghindari atau menarik diri dari interaksi dengan

lingkungan sekitarnya.

2. Kemandirian Anak Tuna Grahita

Pada bab II halaman 43 dijelaskan bahwa kemandirian diajarkan pada anak

tuna grahita sedang dengan tujuan agar anak dapat mengurus dirinya sendiri,

tanpa minta bantuan orang lain. Hal ini berbeda dengan klien A dank lien B

yang tidak dapat mengurus dirinya sendiri dan bergantung pada orang lain

sehingga dikatakan tidak mampu mandiri.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan olehsemua informan, kepada

peneliti.

Informan “R” merupakan Ibu dari “RF”:

“Untuk aktivitas sehari-harinya „RF‟ masih saya bantu kak, saya ga

tegaan, kasihan kalau lihat „RF‟ kesusahan. Saya mah sayang banget

sama „RF‟ ya walaupun „RF‟ memilki kekurangan kaya gitu ga jadi

penghalang saya buat sayang banget sama „RF‟ kak.”33

Informan “H” merupakan Ibu dari “DF”:

“„DF‟ mah konsentrasinya kurang banget, nulis aja harus dititik-titikin

dulu baru deh bisa si „DF‟ mah. „DF‟ mah manja sih engga kak,

makan aja dia udah ga disuapin kok tapi ya gitu pasti berantakan

bececeran diamana-mana, mandi juga masih saya kontrol kak, kalo ga

di kontrol suka ga bersih mandinya.”34

33

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “R” merupakan ibu kandung dari klien A, pada

Tanggal 30 Agustus 2016

34 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “H” merupakan ibu kandung dari klien B, pada

Tanggal 30 Agustus 2016

Page 108: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

95

Hal tersebut diperkuat dengan pengamatan langsung yang peneliti lakukan.

Peneliti melihat anak tuna grahita tidak mampu mandiri yaitu “DF” yang tidak

memperhatikan guru yang sedang memberikan pelajaran. Ia menoleh ke sisi

kiri membelakangi guru. Seperti yang terlihat pada gambar berikut.

Gambar 7.

Potret kurangnya konsentrasi anak tuna grahita tidak mampu

mandiri didalam kelas

Dengan kurangnya konsentrasi anak tuna grahita tidak mampu mandiri

membuat anak sulit dalam hal proses belajar. Hal itu peneliti buktikan langsung

dengan melihat langsung “DF” yang tidak bisa menulis dengan benar. “DF”

baru bisa menulis jika dititik-titiki terlebih dahulu. Penulis juga sempat

membantu “DF” dengan menitik-nitiki beberapa huruf untuk “DF” menulis.35

Belum tersedianya fasilitas yang menunjang daya tarik atau visual bagi

anak tuna grahita tidak mampu mandiri membuat anak tidak bisa belajar

dengan efektif dan menghambat perkembangan anak untuk maju dalam hal

belajar.Ketergantungan anak terhadap orang lain atas aktivitas sehari-hari

menggambarkan bahwa kemandirian tidak dimiliki oleh anak sehingga

dikatakan tidak mampu mandiri. Hal ini juga dijelaskan oleh ibu dari “EG”

sebagai berikut:

35

Catatan lapangan (observasi) pada tanggal 30 Agustus 2016, lihat lampiran 1.

Page 109: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

96

“„EG‟ makan masih disuapin kak, dalam hal belajar, nulis, baca masih

harus dituntun.”36

Hal yang sama juga dirasakan oleh informan „A‟ bahwa anak tuna grahita

tidak mampu mandiri tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Hal ini disampaikan

langsung oleh Ibu „A‟ merupakan Ibu “AR”:

“„AR‟ orangnya mah rapih dia, tapi mandi, pake baju semuanya

masih harus dibantu kak, anaknya juga maunya rapih. Suka merengut

aja kalo ga rapih gitu. Nah kalo dating bulan emang saya juga yang

nyuciin kak, dia ga mau “geli” katanya lagian juga ga bersih dia mah

kalo nyuci sendiri”.37

Dari apa yang diungkapkan diatas membuktikan bahwa anak tuna grahita

tidak mampu mandiri sangat bergantung pada orang yang mengurusnya seperti

keluarga maupun orang tuanya. Untuk memandirikan anak tuna grahita, anak

harus diberiokan pengetahuan dan keterampilan tentang kegiatan kehidupan

sehari-hari (ADL) agar anak dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan orang

lain dan tidak bergantung pada orang lain.

Kemandirian merupakan tujuan utama bidang pendidikan untuk

mendewasakan anak didik. Anak tuna grahita sedang dengan kemampuan

terbatas pada menolong diri sendiri, pekerjaan sederhana, serta keterampilan.

Hal ini berdasarkan Bab II yang dijelaskan pada halaman 43 bahwa

kemandirian adalah kebebasan dari ketergantungan pada orang lain dan

kebebasan dalam ketergantungan nasib atau kontrol dari orang lain. Tujuan

utama dari peningkatan kemandirian adalah anak dapat memenuhi tuntutan

hidup, bertanggung jawab pada tugas hariannya, dan mengurangi

ketergantungan pada orang sekitarnya.

36 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “Y” merupakan ibu kandung dari EG, pada

Tanggal 5 September 2016 37

Wawancara pribadi dengan Ibu “A” merupakan ibu kandung AR, pada Tanggal 5

September 2016

Page 110: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

97

3. Keluarga

a. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga didefinisikan sebagai hasil atau konsekuensi dari struktur

keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarga. Fungsi

keluarga menjadi suatu perhatian ketika kita akan memberikan intervensi

terhadap keluarga anak tuna grahita. Dalam bab II pada halaman 52

menjelaskan bagaiman fungsi sebuah keluarga terhadap anggota keluarga.

Seperti fungsi ekonomi atau unit produksi dan fungsi pelindung atau proteksi.

Dimana fungsi ekonomi atau unit produksi berjalan pada keluarga informan 1

dan informan 2. Hal ini disampaikan langsung oleh Ibu “R” dan Ibu “H”

kepada peneliti sebagi berikut:

Informan “R” merupakan Ibu dari “RF”:

“kita sebagai orang tua mencoba untuk memenuhi kebutuhan keluarga

dan anak semampunya ya kak, ayahnya yang udah pensiun dan cuma

usaha warung sembako berusaha keras buat memenuhi kebutuhan

keluarga, kalau ga memenuhi ya kita bisa apa, pusing kak”.38

Informan “H” merupakan Ibu dari “DF”:

“iya kak kalau ada rezeki lebih pengennya sih “DF” ikut terapi, les-les

yang dibutuhkan “DF” supaya bisa mandiri seenggaknya kak, biar

saya ga khawatir dan pusing juga kak”.39

Berdasarkan hasil wawancara dan hasil pengamatan peneliti terhadap

informan 1 dn 2 bahwa orang tua berkeinginan untuk dapat memenuhi segala

kebutuhan anak dan keluarga. Dengan kondisi sosial-ekonomi yang dialami

oleh kedua informan tersebut, orang tua hanya dapat berusaha semampunya

dengan mengandalkan penghasilan atau pendpatan kepala keluarga yang dirasa

38

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “R” merupakan ibu kandung dari RF, pada

Tanggal 5 September 2016 39

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “H” merupakan ibu kandung dari DF, pada

Tanggal 5 September 2016

Page 111: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

98

masih kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarga dikarenakan pengeluaran

keluarga lebih besar dibandingkan pendapatan keluarga. Hal tersebut sesuai

penjelasan fungsi ekonomi atau unit produksi keluarga pada Bab II, halaman

52 bahwa fungsi ekonomi keluarga adalah memenuhi kebutuhan anggota

keluarga itu sendiri.

Sedangkan informan 3 dan 4 mengalami fungsi pelindung atau proteksi

yang diberikan oleh orang tua kepada anak. Hal ini disampaikan langsung oleh

kedua informan dalam kutipan wawancara sebagai berikut:

Informan “Y” merupakan Ibu dari “EG”:

“iya kak kaya waktu “EG” sempet ilang, saya lagi sibuk didapur dan

kebetulan ga ada orang dirumah, seharusnya saya ga begitu sibuk

didapur juga bikin-bikin kue sampe “EG” ga ada temennya, harusnya

saya ngelindungin dan ngejagain “EG”, saya ketakutan banget waktu

itu, nyesel kak, takut terjadi apa-apa sama „EG‟”.40

Informan “A” merupakan Ibu dari “AR”:

“waktu kejadian “AR” menyakiti temannya saya marah banget

rasanya sampe mau main tangan tapi saya tahan kak, saya harusnya

ngelindungin jangan sampe dimarahin lagi, kasihan stress juga tapi

ngadepiinya”.41

Berdasarkan kutipan wawancara diatas bahwa fungsi pelindung yang

diberikan keluarga terhadap anaknya jelas terlihat dari orang tua mencari

anaknya yang hilang dengan merasa takut dan khawatir akan bahaya yang

menimpa anak tunagrahita. Pelindungan dan juga sikap yang mendidik juga

diterapkan oleh informan kepada anaknya padahal anaknya melakukan

kesalahan, hal ini seperti yang dijelaskan pada Bab II halaman 52 yaitu bahwa

fungsi pelindung memang harus diberikan oleh orang tua dengan anak

40

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “Y” merupakan ibu kandung dari EG, pada

Tanggal 5 September 2016 41

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “A” merupakan ibu kandung dari AR, pada

Tanggal 5 September 2016

Page 112: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

99

tunagrahita mengingat kondisi yang diderita oleh anak tunagrahita. Keluarga

disebut sebagai sebuah sistem dikarenakan beberapa alasan yaitu pertama,

keluarga memiliki subsistem seperti anggota, peran, fungsi, aturan, budaya, dan

lainnya yang dapat dipelajari dan dipertahankan dalam kehidupan keluarga.

Kedua, dalam sebuah keluarga terdapat saling berhubungan dan

ketergantungan antara subsistem.

b. Bentuk Dan Pelayanan Pengasuhan Keluarga Pada Anak Tuna

Grahita

Keluarga adalah aspek pentig bagi anggota keluarga lainnya. Karena

keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia.

Pengasuhan orang tua terhadap anak juga sangat menentukan perkembangan

anak. Menurut ahli Psikologis Diana Baumrind ada tiga pola asuh orang tua

kepada anak-anaknya dalam penanaman nilai dan penanganan konflik dalam

keluarga: 42

1) Gaya pengasuhan yang bersifat otoratif

2) Gaya pengasuhan yang bersifat otoriter, dan

3) Gaya pengasuhan yang bersifat permisif.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh semua informan yang

peneliti teliti di SLBN 02 Pagi yaitu selaku orang tua dari anak tuna grahita

tidak mampu mandiri.

42

Srilestari, psikologi: Penanaman nilai dan penanganan konflik keluarga.(Jakarta:PT.

Kencana 2012). BAB II h. 25.

Page 113: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

100

Informan “R” merupakan Ibu dari “RF”:

“Untuk aktivitas sehari-harinya „RF‟ masih saya bantu kak, saya ga

tegaan, kasihan kalau lihat „RF‟ kesusahan. Saya mah sayang banget

sama „RF‟. Iya walaupun „RF‟ memilki kekurangan kaya gitu ga jadi

penghalang saya buat sayang banget sama „RF‟ kak.”43

Informan “H” merupakan Ibu dari “DF”:

“Oh iya kalo aktivitas sehari-harinya masih saya bantu kak, semuanya

mamahnya yang ngelakuin karna kan „DF‟ full sama saya. Makan

juga saya yang suapin kalo dia sendiri mah suka berantakan. „DF‟ mah

ga bisa konsentrasi orangnya karena motorik halus nya kurang kak,

nulis juga mesti dititikin.”44

Informan “Y” merupakan Ibu dari “EG”:

“Mandi, makan, belajar, nulis, baca yang kaya gitu-gitu masih harus

saya bantu kak. Anaknya suka kerapihan dia rapih anaknya mah

makanya kalo ga rapih dia suka rewel. Minta dibantuin ini itu. Kaya

ke toilet masih saya yang ngurusin belom bener-bener bisa sendiri.

Kalo saya biarin dia sendiri ga bersih kak.”45

Informan “K” merupakan Ibu dari “AR”:

“Males dia mah anaknya, sampe menstruasi saya yang nyuciin kak.

Apa-apa juga masih saya semua yang ngurusin kaya mandi harus saya

kontrol kalo ga pasti ga bersih masih ada sabunnyalah kaya-kaya gitu

kak.”46

Dari pernyataan-pernyataan diatas tergambar bahwa pola pengasuhan yang

diberikan oleh para orang tua dari anak tunagrahita tidak mampu mandiri

sama-sama menggunakan gaya pengasuhan yang bersifat permisif (biasanya

43

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “R” merupakan ibu kandung dari RF, pada Tanggal

30 Agustus 2016

44

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “H” merupakan ibu kandung dari DF, pada Tanggal

30 Agustus 2016

45

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “Y” merupakan ibu kandung dari EG, pada Tanggal

5 September 2016 46

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “Y” merupakan ibu kandung dari AR, pada

Tanggal 5 September 2016

Page 114: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

101

dilakukan oleh orang tua yang begitu baik dan sangat sayang kepada anaknya).

Dengan demikian orang tua yang menyediakan dirinya sebagai sumber daya

bagi pemenuhan segala kebutuhan anak menyebabkan menghambat

perkembangan dan menjadikan anak ketergantungan pada orang lain. Sehingga

anak menjadi tidak mampu untuk mandiri atau tidak mandiri.

Hal ini dijelaskan pada Bab II, halaman 52 bahwa gaya pengasuhan yang

bersifat permisif (biasanya dilakukan oleh orang tua yang begitu baik),

cenderung memberi banyak kebebasan pada anak-anak dengan menerima dan

memaklumi segala perilaku, tuntutan dan tindakan anak, namun kurang

menuntut sikap tanggung jawab dan keteraturan perilaku anak. orang tua yang

demikian akan menyediakan dirinya sebagai sumber daya bagi pemenuhan

segala kebutuhan anak, membiarkan anak untuk mengatur dirinya sendiri dan

tidak terlalu mendorongnya untuk memenuhi kebutuhan eksternalnya.

B. PERAN SLBN 02 DALAM MENGATASI ANAK TUNAGRAHITA

1. Pendidikan anak tunagrahita

Ada beberapa model pelayanan pendidikan bagi anak tunagrahita diantara

adalah sekolah khusus (sekolah luar biasa bagian C dan C1/SLB-C, C1). Untuk

anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan anak

tunagrahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1. Upaya yang dilakukan oleh

SLBN 02 dalam mengatasi perkembangan anak tunagrahita melalui pelayanan

pendidikan dengan Kegiatan belajar-mengajar sepanjang hari penuh dikelas

khusus.

Untuk anak tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan

anak tuna grahita sedang dapat bersekolah di SLB-C1. Hal ini seperti

Page 115: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

102

pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti dengan melihat langsung

kegiatan atau proses belajar dalam satu kelas dengan pembimbing/ pengajar

guru khusus dan teman sekelas yang dianggap sama kemampuannya

(tunagrahita) yang terdiri dari 8 siswa/i di SLBN 2 Pagi Jakarta Selatan. Seperti

yang terlihat pada gambar berikut.

Gambar 9.

Potret Proses Belajar Dikelas Sekolah Luar Biasa (SLB)

Sumber: Observasi. 30 Agustus 2016. (Dokumentasi Peneliti)

Dari gambar tersebut terlihat bahwa anak tunagrahita sedang belajar

bersama-sama di bawah atau tidak dibangkunya masing-masing dengan

membentuk lingkaran dan kemudian mereka duduk sesuai keinginan mereka.

SLBN 02 juga memberikan pembelajaran bina diri pada anak tunagrahita. Bina

diri merupakan keterampilan awal yang diajarkan kepada kehidupan anak

sedini mungkin sebagai usaha awal memandirikan anak. Istilah bina diri lebih

luas dari istilah mengurus diri, menolong diri, dan merawat diri, karena

kemampuan bina diri akan mengantarkan anak berkebutuhan khusus

tunagrahita dapat menyesuaikan diri dan mencapai kemandirian.47

Beberapa kegiatan rutin harian (ADL) yang perlu diajarkan meliputi

47

Artikel diakses Pada Tanggal 10 Juni 2016 dari https://digilid.uns.ac.id BAB II h.29.

Page 116: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

103

kegiatan atau keterampilan mandi, makan, menggosok gigi, kekamar kecil

(toilet), kegiatan bermobilisasi (mobilitas), berpakaian, dan merias diri

(grooming). Hal ini sesuai dengan teori hakikat bina diri pada anak tuna grahita

yaitu pada bab II halaman 56, serta diungkapkan juga oleh guru pembimbing

anak tunagrahita SLBN 02 Pagi kepada peneliti:

“Sebagian anak tunagrahita yang sudah mampu untuk mandiri bisa

mengurus dirinya sendiri karena orang tua mereka menerapkan pola

pengasuhan yang tidak memanjakan anak. Sedangkan salah satu

faktor penghambat anak tunagrahita tidak mampu mandiri diantaranya

adalah orang tua terlalu memanjakan anaknya maksudnya tidak

dibiasakan untuk melakukan sendiri agar terbiasa. Ada contoh kasus,

ada beberapa para orang tua anak tuna grahita sedang C1 yang tidak

mampu mandiri selalu didampingi oleh orangtua nya dari mulai

masuk sekolah sampai pulang sekolah dikarenakan anak yang tidak

mampu mandiri tidak bisa mengurus dirinya sendiri seperti ke kamar

kecil (toilet) untuk buang air kecil dan besar masih dibantu oleh orang

tua nya untuk mengurusnya. Dan pada jam istirahat yaitu jam 09.00

WIB para orang tua tunagrahita sedang yang tidak mampu mandiri

melakukan aktivitas rutin yaitu menyuapi anaknya.”48

Hal ini juga diungkapkan oleh Ibu “H” kepada peneliti pada saat proses

wawancara. Ibu “H” merupakan ibu dari DF:

“oh iya kalo aktivitas sehari-harinya masih saya bantu kak, saya suka

ragu jadi apa-apa masih saya control kak, kaya mandi „DF‟ mandi

sendiri udah bisa tapi saya ragu dan saya control terus. Makan juga

saya suapin. „DF‟ mah ga bisa konsentrasi orangnya karena motorik

halus nya kurang kak.”49

Guru Pembimbing:

“„DF‟ adalah salah satu anak tuna grahita sedang C1 yang tidak

mampu mandiri hal ini diperjelas dengan ketergantungan anak

terhadap orang lain. Didalam kelas juga dalam hal memahami

pelajaran „DF‟ terbilang kurang dari teman-teman sekelasnya yang

juga tuna grahita sedang. Dalam hal menulis juga „DF‟ harus dititik-

48

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Endang selaku guru pembimbing khusus tuna

grahita pada Tanggal 30 Agustus 2016

49

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu “H” merupakan ibu kandung dari DF, pada Tanggal

30 Agustus 2016

Page 117: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

104

titiki terlebih dahulu.”50

Hal ini peneliti buktikan dengan melihat langsung dan peneliti juga sempat

membantu “DF” menitik-nitiki bukunya agar “DF” dapat menulis dengan

tuntunan tersebut.51

Dalam pendekatan bina diri pada anak tuna grahita

diperlukan: baseline, kriteria, dan reinforcement. Baseline adalah kemampuan

yang dimilki anak sebelum mendapatkan perlakuan dari latihan bina diri.

Kemampuan ini untuk melihat ada atau tidaknya perubahan setelah

mendapatkan perlakuan. Untuk mengetahui kemampuan ini anak perlu

dilakukan assessment terlebeih dahulu. Sesuai teori bina diri pada anak tuna

grahita dan pada pendekatan yanmg dapat diberikan kepada anak tuna grahita

pada bab II mengenai vocastional terapy (terapi keterampilan). Vocastional

terapy yang ada di SLBN 02 Pagi Jakarta Selatan ini diantaranya adalah

keterampilan tataboga, keterampilan menyulam, membatik, kriya, sablon,

perbengkelan, percetakan, pengembangan diri dibidang olahraga, seni music,

IT dan automotif.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ibu Indrawati Saptari

Ningsih selaku Wakil Kepala Sekolah kepada peneliti dalam wawancara:

“Sistem pembagian kelas sesuai dengan katagori atau ketunaan dan

juga kemampuan masing-masing anak. Begitu juga dengan terapi

bekerja (vacastional terapy), untuk keterampilan bekerja terlebih

dahulu pihak sekolah melakukan assessment kepada anak untuk

mengetahui keterampilan apa yang sesuai dengan bakat atau minat

anak tuna grahita. Keterampilan bagi anak tuna grahita tidak mampu

mandiri adalah keterampilan Griya. “ 52

50

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Endang selaku guru pembimbing khusus tuna

grahita pada Tanggal 30 Agustus 2016

51 Catatan lapangan (observasi), Jakarta 30 Agustus 2016, lihat lampiran 1.

52 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Indrawati selaku wakil kepala sekolah pada Tanggal

8 Agustus 2016

Page 118: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

105

Dengan demikian program seperti ini akan sangat membantu anak tuna

grahita dalam mengembangkan bakat dan minatnya agar bisa menjadi mandiri,

bekerja nantinya serta dapat hidup bersosialisasi ke dalam masyarakat.

Pendekatan atau pelatihan seperti ini dirasa peneliti sangat bermanfaat bagi

anak tuna grahita dengan teori pendekatan atau pelatihan. Hal ini juga

disampaikan oleh Ibu Dewi selaku Guru Pembimbing Khusus anak tuna

grahita:

“Dalam hal metode apa dan persiapan sebelum proses belajar tentu

akan berbeda pada anak tuna grahita mandiri dan tidak mampu

mandiri. Metode atau persiapan tersebut diantaranya kita hanya perlu

melakukan metode modeling, menuntun atau mendorong (promting),

mengurangi tuntunan (fading), dan pentahapan (shaping). Metode

yang digunakan bagi anak tuna grahita mandiri adalah metode diskusi.

Sedangkan Pada anak tuna grahita tidak mampu mandiri memerlukan

persiapan khusus yaitu harus menyiapkan bentuk visual atau gambar

dan penyampaian pemahaman harus dituntun.”53

Pada bab II halaman 56 dijelaskan beberapa teknik yang perlu diperhatikan

dalam mengajarkan suatu tingkah laku atau keterampilan yang baru kepada

seorang siswa tuna grahita:

a. Memperhatikan model (modelling), yaitu menunjukkan kepada siswa

apa yang harus dikerjakan. Misalnya, dalam melatih mencuci tangan, anak tuna

grahita sedang memperhatikan contoh mencuci tangan yang benar yang

dilakukan oleh guru sebagai model, anak tuna grahita sedang berusaha untuk

mengamati dan mengingat apa yang telah dilakukan guru, dan dari hasil

pengamatannya diharapkan anak tuna grahita sedang dapat atau mampu

mencuci tangan dengan benar sesuai dengan contoh yang diperagakan model.

53

Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Dewi selaku Guru Pembimbing Khusus Tuna

grahita pada Tanggal 30 Agustus 2016

Page 119: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

106

b. Menuntun atau mendorong (promting) ialah melakukan atau membantu

siswa untuk mengerti apa yang harus dilakukan sebagai contoh jika anak tuna

grahita sedang dalam mencuci tangan mengalami kesulitan dalam memegang

gayung untuk mengambil air atau membuka kran air hendaknya guru

membantu memegang tangan anak untuk memegang gayung dan segera

mengambil air atau bila mencuci tangan melalui kran air, maka guru

memegang tangan anak untuk membuka kran air. Jika anak tuna grahita sedang

belum bisa melakukan sendiri, promting masih tetap diberikan secara terus

menerus.

“Hal ini peneliti membuktikan langsung dengan melihat langsung

kegiatan atau proses belajar dikelas bahwa Ibu Guru sedang menuntun

anak-anak tuna grahita tidak mampu mandiri dalam membaca surah

Ad-Duha dalam pelajaran Agama Islam dikelas.”54

c. Mengurangi tuntunan (fading), ialah mengurangi tuntunan secara

bertahap sejalan dengan keberhasilan siswa. Jika anak tuna grahita sedang

sudah mulai mampu memegang gayung atau membuka kran air untuk mencuci

tangan, maka tuntunan sedikit demi sedikit harus diberhentikan dan selanjutnya

perlu bimbingan secara verbal atau lisan dengan mengucapkan “Ayo, terus

dilakukan” atau “Ayo pegang gayung atau buka kran air dengan benar”.

d. Pentahapan (shaping) ialah membagi satu kegiatan dalam beberapa

pentahapan dimulai dari yang mudah ke yang sulit.

Pada bab II halaman 21 yaitu stimulus merupakan faktor yang penting

dalam menunjang perkembangan anak. Anak yang mendapatkan stimulasi

54

Catatan lapangan (observasi) pada Tanggal 30 Agustus 2016, lihat lampiran 1.

Page 120: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

107

yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan

anak yang kurang/tidak mendapat stimulasi.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ibu Dewi selaku salah satu

guru kelas atau pembimbing khusus anak tuna grahita kepada peneliti:

“Potensi yang dimiliki oleh anak tun grahita tidak mampu mandiri

biasanya melalui pendidikan olahraga adaptif, keterampilan kriya dan

segala sesuatu yang menuntut imajinasi seperti bentuk visual sebagai

daya tarik untuk menunjang perkembangan anak dan fasilitas seperti

itu masih kurang di sekolah ini dalam hal guna memenuhi kebutuhan

tersebut”.55

Hal tersebut diperkuat dengan pengamatan langsung yang dilakukan

peneliti, peneliti melihat anak tuna grahita tidak mampu mandiri sedang

bermain sepak bola di lapangan sekolah.

Gambar 6.

Potret pendidikan olahraga adaptif disekolah

Sumber: Observasi, 8 Agustus 2016 (Dokumentasi Peneliti)

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara bahwa anak tunagrahita

tidak mampu mandiri hanya bisa melakukan hal yang aktivitasnya dituntun

55 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Dewi selaku salah satu guru kelas atau pembimbing

khusus anak tunagrahita pada tanggal 30 Agustus 2016.

Page 121: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

108

oleh guru dan memerlukan segala sesuatu yang menunjang daya tarik. Pada

anak tunagrahita tidak mampu mandiri biasanya hanya mengikuti keterampilan

kriya dikarenakan terdapat kelemahan pada motorik halus si anak. Stimulus

adalah faktor penunjang perkembangan anak. Anak yang mendapat stimulus

atau rangsangan yang terarah dan teratur akan lebih cepat mempelajari sesuatu

karena lebih cepat berkembang pola-pola berfikir, merasakan sesuatu, dan

bertingkah laku, bila banyak diberi rangsangan berupa dorongan dan

kesempatan dari lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan hasil wawancara dan hasil pengamatan peneliti bahwa anak

tunagrahita tidak mampu mandiri hanya mampu melakukan aktivitas yang

sifatnya membutuhkan pendampingan dari guru, dan hal tersebut merupakan

salah satu karakteristik dari anak tunagrahita yang sudah dijelaskan pada Bab

II, halaman 34 bahwa karakteristik anak tunagrahita adalah mereka yang masih

membutuhkan pengawasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Page 122: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

109

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang permasalahan

psikososial keluarga dengan anak tunagrahita di SLBN 02 Pagi Jakarta

Selatan ditemukan beberapa pemasalahan psikososial yang dialami keluarga

diantaranya:

1. Masalah psikososial anesitas yaitu dua dari empat informan dalam

penelitian ini yaitu informan satu dan informan dua mengalami ansietas

dengan jenis ansietas (kecemasan) realistis atau obyektif dan dua informan

lainnya yaitu informan tiga dan informan empat mengalami ansietas

(kecemasan) moral dan tingkat ansietas pada tingkatan sedang, hal tersebut

dikarenakan Kecemasan sedang yang dialami oleh semua orang tua anak

tunagrahita yang menjadi informan memusatkan perhatiannya pada anak

tunagrahita sehingga anak tunagrahita mendapat perhatian yang selektif atau

lebih,hal itu dikarenakan orang tua merasa gelisah dan khawatir terhadap

kondisi dan masa depan anaknya. P

2. ermasalahan ekonomi, Masalah kesulitan hidup dan stress yang terjadi

pada keluarga khususnya orangtua anak tunagrahita dialami oleh semua

informan dalam penelitian ini bahwa permasalahan muncul dikarenakan

adanya tuntutan ekonomi. Hal yang menjadi masalah ekonomi dalam

keluarga adalah masalah kebutuhan anak tunagrahita yang berbeda dengan

anak normal pada umumnya dapat menjadi sumber pengeluaran yang besar,

karena kebutuhan medis, sosial dan pelayanan pendidikan khusus.

Page 123: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

110

3. Permasalahan menarik diri yang dialami oleh semua orang tua yang

menjadi informan disebabkan oleh harga diri rendah yaitu perasaan negatif

terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, mersa gagal mencapai

keinginan, yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri,

rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, percaya diri

kurang sehingga orang tua menarik diri dan menghindari interaksi dengan

lingkungan sosial atau orang lain, orang tua merasa malu dan tertekan

dengan stigma dari lingkungannya sehingga mereka cenderung menarik diri

menyembunyikan anaknya.

Permasalahan psikososial yang dialami oleh semua informan tersebut

menyebabkan tidak berjalannya fungsi keluarga dimana fungsi ekonomi

yang diberikan oleh dua dari empat informan yaitu informan satu dan dua

yaitu orang tua tidak bisa memenuhi kebutuhan anak tunagrahita dalam hal

kesehatan seperti check-up yang harus dilakukan dan juga biaya terapi dan

pendidikan privat yang sangat dibutuhkan oleh anak, dan juga tidak

berjalannya fungsi pelindung seperti pengawasan dan pelindungan orang tua

yang kurang maksimal bagi anak tunagrahita menyebabkan munculnya

bahaya-bahaya terhadap anak.

Pola atau gaya pengasuhan yang diberikan oleh para orang tua anak

tunagrahita tidak mampu mandiri ialah dengan gaya pengasuhan yang

bersifat permisif, dimana gaya pengasuhan tersebut membuat orang tua

memanjakan anaknya dengan menyediakan dirinya sebagai sumber daya

bagi pemenuhan segala kebutuhan anaknya dan tidak mendorong anak

untuk melakukan sendiri atau mencapai kemandiriannya. Karena perasaan

Page 124: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

111

simpati dan kasih sayang yang berlebih terhadap anak tuna grahita tidak

mampu mandiri. Kurangnya kesadaran dan pengamanan orang tua anak tuna

grahita tidak mampu mandiri pada masa natal dan post-natal menyebabkan

anak tuna grahita tersebut menjadi berbeda dengan anak normal pada

umumnya.

Faktor psikososial stimulus adalah faktor yang menunjang

perkembangan anak. Anak tuna grahita tidak mampu mandiri di SLBN 02

Pagi Jakarta Selatan tidak mendapatkan stimulus yang terarah dan terartur

dikarenakan kurangnya pemahaman orang tua dalam pengetahuan

pengasuhan anak tunagrahita dan kurangnya fasilitas yang memadai untuk

menunjang stimulasi perkembangan anak tunagarhita tidak mampu mandiri

SLBN 02 Pagi Jakarta Selatan.

Peran SLBN 02 Pagi pada anak tunagrahita tidak mampu mandiri

melalui program bina diri yang dilaksanakan oleh sekolah, bahwa penerapan

dari program bina diri yang berikan oleh sekolah kepada anak tuna grahita

tidak mampu mandiri dirasa kurang maksimal yaitu pada proses waktu yang

diterima oleh anak tunagrahita dalam program bina diri dirasa kurang lebih

lama terlebih melihat kondisi daripada anak tungrahita yang tidak mampu

mandiri sehingga tidak mengantarkan anak tuna grahita tidak mampu

mandiri dapat menyesuaikan diri dan mencapai kemandirian.

Page 125: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

112

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan fakta yang penulis peroleh, maka penulis

dapat memberikan saran-saran yang relevan bagi semua pihak yaitu kepada

orang tua yang memilki anak tunagrahita dan khususnya di SLBN 02 Pagi

Jakarta Selatan, yaitu sebagai berikut:

1. Keluarga dengan anak tunagrahita tidak mampu mandiri lebih baik

melakukan konsultasi pada ahli seperti dokter, psikolog, pekerja soisal,

dan sebaginya sesuai dengan kebutuhan anak dan juga untuk kebutuhan

psikososial keluarga itu sendiri.

2. Orang tau harus bisa lebih mengutamakan pelayanan dan menanamkan

bimbingan anak tunagrahita dari usia dini, melalui bimbingan pendidikan,

sosial, dan agama karena orang tua merupakan model bagi anak. Saat usia

dini, anak akan mudah menyerap apa yang ditanamkan oleh orang tua.

Dengan pelayanan dan bimbingan yang diberikan oleh orang tua terhadap

anak tunagrahita akan sangat berpengaruh pada konsep diri yang dimiliki

oleh anak menjadi lebih baik.

3. Orang tua anak tunagrahita sedang yang tidak mampu mandiri harus

memberikan stimulasi yang baik kepada anak dan menerapkan pola

pengasuhan yang baik seperti pola pengasuhan demokratis mendorong

anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada

tindakan mereka. Tindakan verbal memberi dan menerima dimungkinkan,

dan orang tua bersikap hangat dan penyayang terhadap anak. Orang tua

yang demokratis menunjukkan kesenangan dan dukungan sebagai respons

Page 126: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

113

terhadap perilaku konstruktif anak. Mereka juga mengharapkan perilaku

anak yang dewasa, mandiri dan sesuai dengan usianya.

4. Berkaitan dengan proses dari program bina diri anak tunagrahita di SLBN

02 Pagi Jakarta Selatan bahwa menjalankan program bina diri secara

maksimal kepada anak tunagrahita tidak mampu mandiri agar anak

tunagrahita tidak mandiri mencapai kemandirianya dan melengkapi mutu

pelayanan dalam segi fasilitas yang dirasa kurang bagi anak tunagrahita

tidak mampu mandiri.

5. Berkaitan dengan minimnya pengetahuan orang tua terhadap pengetahuan

pola pengasuhan terhadap anak tunagrahita akan lebih baik jika SLBN 02

Pagi mengadakan pertemuan rutin orangtua atau membuka diskusi berbagi

pengetahuan dan juga pengalaman tentang pola pengasuhan anak tuna

grahita satu bulan sekali misalkan di setiap sekolah luar biasa khususnya

SLBN 02 Pagi Jakarta Selatan serta perlu adanya Standar Opersional

Program (SOP) mengenai perekrutan pekerja sosial dalam menangani anak

berkebutuhan khusus tunagrahita.

Page 127: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Agustyawati Dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.

Jakarta: LembagaPenelitian UIN Jakarta, 2009.

Al-Qur’an Dan Terjemahan. Jakarta: CV.Naladana, 2005.

Ancok, Djamaludin. Pengembangan Dan Perluasan Kesempatan Kerja Dalam

RangkaPeningkatanKualitasHidupPenyandangCacat.Jakarta:DepartemenS

osial RI, 1991.

Astati Dan Mulyati. Pendidikan Dan PembinaanKarierPenyandangTunagrahita

Dewasa: Depdikbud, DirektoratJenderalPendidikan Tinggi, Proyek

Pendidikan Tenaga Akademik. Jakarta: 2010.

Aziz, Safrudin, M.Pd.I, Pendidikan Seks Anak Berkebutuhan Khusus.

Yogyakarta: Gava Media, Klitren Lor GK III/15, 2015.

Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,

Dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana, 2007.

DEPDIKBUD, Proyek Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Petunjuk Penyelenggaraan

Sekolah Luar Biasa. Jakarta: 1984-1985.

Dwi Narwoko, Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2004.

Fahrudin, Adi. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: PT RefikaAditama,

2012.

Hermawati, Istiana.Metode Dan PraktekDalamPraktikPekerjaanSosial. Jogjakarta:

AdiCiptaKarya Nusa, 2001.

Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga, 1997.

M. Djunaidi Ghony Dan Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif.

Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.

Ismail, Asep Usman. Al-Quran Dan KesejahteraanSosial, SebuahRintisan

Membangun Paradigma Sosial Islam Yang Berkeadilan Dan

Berkesejahteraan. Tanggerang: LenteraHati, 2012.

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2000.

Rakhmat, Jalaluddin. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja

Roscakarya, 2006.

Page 128: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Roberts, Albert R dan Gilbert, Greene J. Buku Pintar Pekerja Sosial. Jakarta: PT

BPK Gunung Mulia, 2009.

Rukhyat, Adang. Panduan Penelitian Bagi Remaja. Jakarta: Dinas Olahraga Dan

Pemuda, 2003.

Sarlito W. Sarwono Dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba

Humanika, 2009.

SitiNapsiyahAriefuzzaman Dan LismaDiawatiFuaida, BelajarTeoriPekerjaan

Sosial. Ciputat: LembagaPenelitian UIN SyarifHidayatullah Jakarta,

2011.

Soetjiningsih, Tumbuh Kemabng Anak. Surabaya: Laboratorium Ilmu Kesehatan

Anak Universitas Airlangga, 1998.

Srilestari, Psikologi: PenanamanNilai Dan PenangananKonflikKeluarga. Jakarta:

PT. Kencana 2012.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabet, 2010.

Sutjihati T. Misi PsikologiAnakLuarBiasa. Bandung: PT.RefikaAditama, 2006.

JURNAL

Djadja Rahardja. “Pendidikan Luar Biasa Dalam Perspektif Dewasa Ini”

The Journal of Jassi Anakux. Pdf

Ni wayan lisnayanti, dkk. “Hubungan Tingkat Harga Diri (Self-Esteem) Dengan

Tingkat Ansietas Orangtua Dalam Merawat Anak Tunagrahita Di Sdlb C

Negeri Denpasar,” Jurnal penelitian Keperawatan Research.

INTERNET

Agus, Dona. “Hak-Yang-Dimilki-Anak-Berkebutuhan.ArtikelDiaksesTanggal 9

Juni2016 Dari Http://Donaagussetiawan.Blogspot.Com/2011/09/Hak-

Yang- Dimilki-Anak-Berkebutuhan-Anak-Tunagrahita.Html

DiaksesPada10Juni2016dari

Http://Www.Academia.Edu/18858779/Pengaruh_Terapi_Kelompok

“PopulasiPenyandangTunagrahita Di Indonesia MenurutDirekturPendidikan

Khusus Dan LayananKhususKementrianPendidikan Dan Bkebudayaan

(Kemdikbud),” ArtikelDiaksesPada 27 Juni 2016 Dari Www.Scholae.Com

Terapi Psikososial, ArtikelDiakses Pada 9 Juni 2016 Dari

Www.Sribd.Com/Doc/267922422/Terapi-Psikososial

Page 129: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

SKRIPSI

Satuti. Widianti Retno, “Peranan Keluarga Dan Sekolah Luar Biasa Dalam Usaha

Kemampuan Mandiri Bagi Anak Tuna Grahita.”(Skripsi S1 Jurusan

KesejahteraanSosialFakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas

Indonesia, Tahun 1993).

Page 130: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

LAMPIRAN

Page 131: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Pedoman wawancara

Hari/tanggal :

Waktu :

Lokasi :

I. Identitas informan

Nama :

Jenis kelamin :

Usia :

Alamat :

Informan 1 : Wakil kepala sekolah

II. Transkip wawancara

1. Bagaimana Latar Belakang terbentuknya SLB Negeri 2 Pagi Jakarta?

2. Bagaimana proses perkembangan SLB Negeri 2 Pagi Jakarta?

3. Bagaimana Visi dan Misi dari SLB Negeri 2 Pagi Jakarta?

4. Apa sajakah yang menjadi persyaratan bagi calon anak didik untuk masuk ke SLB

Negeri 2 Pagi Jakarta?

5. Bagaimana latar belakang tenaga pengajar di SLB Negeri 2 Pagi Jakarta?

6. Bagaimana sistem pembagian kelas yang digunakan di SLB N egeri 2 Pagi Jakarta?

7. Bagaimana kerjasama antara SLB Negeri 2 Pagi Jakarta kepada lembaga lain, dalam

hal tentang minat dan bakat anak tuna greahita?

8. Pembekalan keterampilan apa sajakah yang diberikan sekolah kepada anak

tunagrahita mandiri/tidak mampu mandiri?

Page 132: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Pedoman wawancara

Hari/tanggal :

Waktu :

Lokasi :

I. Identitas informan

Nama :

Jenis kelamin :

Usia :

Alamat :

Informan 2 : Orang Tua

II. Transkip wawancara

1. Bagaimana kehidupan putra/putri Ibu apabila dirumah?

2. Bagaimana kemandirian putra/putri ibu apabila melakukan aktivitas sehari-hari

dirumah?

3. Apakah orang tua atau saudara kandung memiliki riwayat kelahiran yang sama

dengan putra/putri Ibu?

4. Jika putra/putri Ibu berprestasi atau melakukan kesalahan, bagaimana Ibu

menyikapinya dan bagaimana dengan kondisi emosional anak bu?

5. Bagaimana kondisi emosional putra/putri Ibu apabila dirumah?

6. Bagaimana bentuk perhatian yang diberikan oleh keluarga, atau adakah didikan

tersendiri bagi anak tuna grahita bila dirumah?

7. Sejauh mana peran Bapak/Ibu untuk mendukung dan mengembangkan minat dan

bakat yang dimiliki oleh putra/putri Ibu?

8. Apakah Bapak/Ibu pernah atau sering berkonsultasi mengenai anak tuna grahita

pada ahli, dokter, psikolog, pekerja sosial dan seberapa seringkah?

9. Apakah masalah ekonomi keluarga menjadi suatu perdebatan didalam keluarga

dengan memilki anak tunagrahita bu?

Page 133: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Pedoman wawancara

Hari/tanggal :

Waktu :

Lokasi :

I. Identitas informan

Nama :

Jenis kelamin :

Usia :

Alamat :

Informan 3 : Guru

II. Transkip wawancara

1. Kalau boleh tahu, apakah ada persyaratan tertentu atau latar belakang guru

dari lulusan PLB untuk mengajar siswa Tuna grahita?

2. Berapa jumlah anak tuna grahita yang mandiri/tidak mampu mandiri di SLBN

02 Pagi Jakarta?

3. Bagaimana metode atau persiapkanBapak/Ibu guru sebelum proses belajar-

mengajar di sekolah bagi anak tuna grahita, apakah ada perbedaan persiapan

untuk anak tuna grahita mandiri/tidak mampu mandiri?

4. Bagaimana kenaikan kelas pada anak tuna grahita di SLBN 02 Pagi Jakarta?

5. Bagaimana faktor-faktor yang mendukung ataupun menghambat anak tuna

grahita untuk mengembangkan minat dan bakatnya di SLB Negeri 02 Pagi

Jakarta?

6. Bagaimana solusi yang tepat menangani permasalahan yang dialami anak tuna

grahita mengenai masalah mencerna pelajaran, intelektual, gangguan bicara,

kesulitan menulis dan bagaimana menumbuhkan potensi yang dimiliki anak

tuna grahita?

Page 134: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Traskrip Wawancara

Pendekatan Psikososial Dalam Memahami Permasalahan Keluarga Dengan Anak Tunagrahita

Tidak Mampu Mandiri Pada SLBN 2 Jakarta Selatan

Hari/tanggal : Senin, 8 Agustus 2016

Waktu : 14.30 WIB

Lokasi : Di SLBN 2 Pagi

Identitas informan

Nama : Indrawati Saptari Ningsih

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 42 Tahun

Alamat : Komplek Departemen Agama. Jln. Sunan Murya 1 Blok F No.2A Rt

10/15 Fabuaran Bojong Gede Bogor Jawa Barat.

Informan : Wakil kepala sekolah

Pertanyaan:

1. (Peneliti) Bagaimana Latar Belakang terbentuknya SLB Negeri 2 Pagi Jakarta ini

bu?

(Wakil Kepala Sekolah), Sekolah berdiri pada tanggal 5 Nopember 1980. Dengan

SK Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI No. 001/0/1986 tentang Sekolah Luar

Biasa.

2. (Peneliti) Bagaimana proses perkembangan SLB Negeri 2 Pagi Jakarta?

(Wakil Kepala Sekolah), Sekolah berdiri pada tanggal 5 Nopember 1980. Dengan

SK Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI No. 001/0/1986 tentang Sekolah Luar

Biasa. Kemudian menjadi SDLB Negeri dengan Keputusan Gubernur Kepala

Daerah Khusus Ibukota Jakarta nomor 1514 Tahun 1988 tentang Pengesahan

Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Pemerintah Daerah Khusus Ibukota

Page 135: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Jakarta dengan nama SDLB Negeri 01 Kelurahan lenteng Agung Kecamatan Pasar

Minggu Jakarta Selatan.

Sesuai dengan berjalannya waktu, SDLB Negeri 01 Lenteng Agung pun

mengalami perubahan nomenklatur sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi

Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1358/2007 tentang Perubahan Nama

Sekolah Dasar Luar Biasa Negeri 01 lenteng Agung menjadi SLB Negeri 02 Jakarta

Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan.

Posisi SLB Negeri 02 Jakarta berada di lingkungan strategis secara ekonomi,

eksistensinya terletak dalam ring permukiman penduduk yang sedang berkembang

secara pesat di daerah Kawasan Cagar Budaya Betawi tepatnya di Daerah Jagakarsa

Jakarta Selatan, di sebelah utara berdekatan dengan Taman Wisata Kebon Binatang

Ragunan dan Gelanggang Olah Raga Ragunan, disebelah selatan berdekatan

dengan Taman Rekreasi Berbudaya Betawi yaitu Situ Babakan dan kampus

Universitas Indonesia.

3. (Peneliti) Bagaimana Visi dan Misi dari SLB Negeri 2 Pagi Jakarta?

(Wakil Kepala Sekolah), SLBN 2 Pagi memiliki beberapa visi dan misi yaitu:

1. Visi

Mengembangkan kemampuan berbahasa dan komunikasi untuk

meningkatkan iman dan taqwa, pengetahuan dan keterampilan serta kemandirian

peserta didik.

2. Misi

Untuk mewujudkan visi tersebut, sekolah menentukan langkah-langkah

strategis yang dituangkan dalam misi sebagai berikut:

a. Melakukan kajian dan penyesuaian kurikulum.

b. Menyelenggarakan pembelajaran yang aktif, interaktif, kreatif, efektif, dan

menyenangkan (PAIKEM), serta bermakna, kooperatif, dan dinamis.

Page 136: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

c. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang bernuansa religius.

d. Membangun karakter dan etos kerja peserta didik.

e. Menanamkan konsep diri yang positif sehingga dapat beradaptasi dan

bersosialisasi di masyarakat

f. Mengembangkan sumber daya manusia (pendidik dan peserta didik) yang

profesional, fungsional, berkualitas, kreatif, dan inovatif.

g. Menjalin kerja sama yang sinergis di lingkungan warga sekolah, dunia industri,

dan dunia usaha.

4. (Peneliti) Apa sajakah yang menjadi persyaratan bagi calon anak didik untuk masuk

ke SLB Negeri 2 Pagi Jakarta bu?

(Wakil Kepala Sekolah), persyaratan PPDB calon peserta didik baru diantaranya

1. Memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan,

a. Untuk sekolah tujuan TKLB

1. Berusia 4 tahun pada hari pertama masuk sekolah untuk kelompok A.

2. Berusia 5 tahun pada hari pertama masuk sekolah untuk kelompok B.

3. Memiliki akte kelahiran keterangan laporan kelahiran dari kelurahan.

b. Untuk sekolah tujuan SDLB

1. Berusia antara 7 sampai dengan 12 tahun pada hari pertama masuk

sekolah

2. Calon peserta didik baru yang berusia minimal 6 tahun pada hari

pertama masuk sekolah dapat melakukan pendaftaran

3. Tidak diisyaratkan pernah mengikuti pendidikan TK, PAUD

4. Memilki akte kelahiran/surat keterangan laporan kelahiran dari

kelurahan.

c. Untuk sekolah tujuan SMPLB

1. Memiliki SKHUN SD/MI, DNUN Paket A atau SKYBS

2. Berusia maksimal 18 tahun pada hari pertama masuk sekolah

d. Untuk sekolah tujuan SMALB

1. Memiliki SKHUN SMP/SMPLB/MTs, DNUN Paket B atau SKYBS,

2. Berusia maksimal 21 tahun pada hari pertama masuk sekolah.

2. Menyerahkan fotokopi Kartu Keluarga (KK) serta memperlihatkan KK

asli.

Page 137: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

5. (Peneliti) Bagaimana latar belakang tenaga pengajar di SLB Negeri 2 Pagi Jakarta

bu?

(Wakil Kepala Sekolah), tenaga pengajar di SLBN 2 ini 90% dari lulusan S1 PLB

dari berbagai universitas diantaranya Ikip Jakarta atau UNJ.

6. (Peneliti) Bagaimana sistem pembagian kelas yang digunakan di SLB N egeri 2

Pagi Jakarta bu?

(Wakil Kepala Sekolah), pembagian kelas sesuai dengan katagori/ketunaan

kemampuan masing-masing anak. anak akan di seleksi melalui proses assessment

kemudian di evaluasi dan barulah ditempatkan ke kelas masing-masing sesuai

dengan kebutuhan anak.

7. (Peneliti) Bagaimana kerjasama antara SLB Negeri 2 Pagi Jakarta kepada lembaga

lain, dalam hal tentang minat dan bakat anak tuna greahita bu?

(Wakil Kepala Sekolah), SLBN 2 ini berkerja sama dengan banyak Instansi

diantaranya Sikolog dari Yayasan Anggelin, puskesmas Lenteng Agung, hotel,

percetakan Mandiri, Museum Seni dan Budaya, lembaga keterampilan Hantara,

Laundry, Lembaga Widya, Soefenir, bengkel Dedi Motor, Yayasan Emmanual,

berbagai perusahaan sepertio Kaki Tiga, Kacang Garuda, guna untuk melibatkan

atau menyalurkan peserta didik yang sudah lulus untuk bekerja atau menyalurkan

bakatnya sesuai kriteria yang di ajukan oleh pihak terkait.

8. (Peneliti) Pembekalan keterampilan apa sajakah yang diberikan sekolah kepada

anak tunagrahita mandiri/tidak mampu mandiri bu?

(Wakil Kepala Sekolah), Pembekalan keterampilan di SLBN 2 ini diantaranya Tata

boga, griya, seni musik, perbengkelan, percetakan, komputer, menyulam, dan

dibidang olahraga seperti voli, booce, sepak bola. Untuk anak tuna grahita tidak

mampu mandiri disini hanya mengikuti pembekalan keterampilan Griya saja

dikarnakan ketinggalannya dari teman-temannya.

Page 138: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Traskrip Wawancara

Pendekatan Psikososial Dalam Memahami Permasalahan Keluarga Dengan Anak

Tunagrahita Tidak Mampu Mandiri Pada SLBN 2 Jakarta Selatan

Hari/tanggal : Selasa, 30 Agustus 2016

Waktu : 07.31 WIB

Lokasi : SLBN 2 Pagi Jakarta

I. Identitas informan

Nama : Dewi

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 44 Tahun

Alamat : Tebet

Informan : Guru Khusus Pembimbing Anak Tunagrahita

Pertanyaan:

1. (Peneliti) Kalau boleh tahu, apakah ada persyaratan tertentu atau latar

belakang guru dari lulusan PLB untuk mengajar siswa Tuna grahita bu?

(Guru), Lulusan PLB dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ditunjuk oleh

Pemerintah.

2. (Peneliti) Berapa jumlah anak tuna grahita yang mandiri/tidak mampu

mandiri di SLBN 2 Pagi Jakarta ini bu?

(Guru), jumlah siswa anak tunagrahita yang mandiri itu 135 siswa dan yang

tidak mampu mandiri ada 19 anak.

Mandiri: komunikasi baik, nalar cukup baik, bisa merawat diri tanpa dibantu

dan mampu berperestasi.

Sedangkan tidak mampu mandiri: nalar kurang baik, konsentrasi kurang,

moody, komunikasi kurang baik, dibantu dalam merawat diri, dan tidak dapat

berprestasi.

3. (Peneliti) Bagaimana metode atau persiapkan Ibu sebelum proses belajar-

mengajar di sekolah bagi anak tuna grahita, apakah ada perbedaan persiapan

untuk anak tuna grahita mandiri/tidak mampu mandiri bu?

Page 139: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

(Guru), oh iya ada perbedaan tentunya kak terhadap persiapan serta metode

yang akan digunakan kepada anak tungrahita yang mandiri dan yang belum

mampu untuk mandiri. Kalau untuk anak tunagrahitra mandiri kita biasanya

memakai metode diskusi dan menjalankan metode ajar sesuai kurikulum.

Sedangkan kepada anak tunbagrahita tidak mampu mandiri kita biasanya

memakai metode visual atau gambar agar menarik dan tidak membosankan

bagi si anak. pada anak tunagrahita tidak mampu mandiri perlu dituntun dalam

proses belajar.

4. (Peneliti) Bagaimana kenaikan kelas pada anak tuna grahita di SLBN 02 Pagi

Jakarta bu?

(Guru), kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria

kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat terkait. Sesuai dengan

ketentuan PP 19/2005 PASAL 72 ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari

satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah:

1. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran

2. Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata

pelajaran.

3. Lulus ujian sekolah untuk kelompok mata pelajaran pengetahuan dan

teknologi

4. Lulus Ujian Nasional.

5. (Peneliti) Bagaimana faktor-faktor yang mendukung ataupun menghambat

anak tuna grahita untuk mengembangkan minat dan bakatnya di SLB Negeri

02 Pagi Jakarta?

(Guru), faktor yang mendukung seperti menyiapkan metode belajar yang

menuntut imajinasi dan membuat daya tarik siswa agar semangat dan tidak

membosankan dalam belajar seperti menyiapkan gambar, namun untuk segala

persiapan setiap guru yang menyiapkan karna faktor fasilitas dari bsekolah

tidak menyiapkan.

6. (Peneliti) Bagaimana solusi yang tepat menangani permasalahan yang

dialami anak tuna grahita mengenai masalah mencerna pelajaran, kelemahan

intelektual, gangguan bicara, kesulitan menulis dan bagaimana menumbuhkan

potensi yang dimiliki anak tuna grahita bu?

Page 140: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

(Guru),

a. Mencerna pelajaran: solusi yang tepat menanganinya, berikan perintah

satu per satu atau secara berulang. Gunakan seluruh panca indra dalam

belajar. Kemudian cobalah mengidentifikasi indra mana yang paling

menonjol digunakan oleh anak. pengulangan sangat penting untuk

dilakukan. Gunakan contoh-contoh dan istilah-istilah yang konkret dan

literal.

b. Kelemahan intelektual: melaui panca indra, dengan keterlibatan yang

aktif, dengan kasih dan perhatian yang besar serta dengan disiplin yang

konsisten. Memberikan kesempatan kepada mereka untuk lebih sering

berbicara atau berbagi. Beri kesempatan pada anak untuk bertanya,

berfikir dan menanggapi sebisa mungkin sesuai dengan kemampuan

mereka. Gunakan cerita, bermain peran (role play) boneka, music,

kegiatan belajar agama, dan permainan-permainan untuk memberikan

pelajaran.

c. Ganguan bicara: redakan frustasi. Jangan memberikan penolakan kepada

anak, sebisa mungkin libatkan anak dalam semua kegiatan. Menggunakan

berbagai cara berkomunikasi seperti gerakan tubuh, tanda-tanda, bahasa

isyarat, pantonim, membaca gerak bibir, tulisan dan gambar.

d. Kesulitan menulis: dengan mengajarkan anak memegang alat tulis yang

benar agar cara menulisnya pun menjadi benar. Jangan terlalu buru-buru.

Page 141: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Traskrip Wawancara

Pendekatan Psikososial Dalam Memahami Permasalahan Keluarga Dengan Anak Tunagrahita

Tidak Mampu Mandiri Pada SLBN 2 Jakarta Selatan

Hari/tanggal : Senin, 5 September 2016

Waktu : 11. 15 WIB

Lokasi : SLBN 02 Pagi Jakarta Sealatan

Identitas informan

Nama : Rahmayani

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 50 Tahun

Alamat : Pasar Minggu gang, Bima Jaya Rt02/04 No.7.

Informan : Orang Tua RF

Pertanyaan:

1. Selamat pagi Ibu, apa kabar bu?

Jawab: pagi kak, alhamdulillah baik kak, kakak sendiri gimana?

2. Alhamdulillah baik juga bu, mau tanya-tanya soal rafi gapapa kan bu?

Jawab: iya kak silahkan, soal apa aja juga boleh kok.

3. Bagaimana kehidupan putra Ibu apabila dirumah bu?

Jawab: gitu-gitu aja sih kak monoton. Sekolah, pulang sekolah terus dirumah aja

kak jarang keluar rumah, saya engga bolehin kak, saya juga jarang sih keluar

rumah. Tetangganya mah disana kurang ramah-ramah kak.

4. Bagaimana kemandirian putra ibu apabila melakukan aktivitas sehari-hari

dirumah bu?

Jawab: untuk aktivitas sehari-harinya kaya mandi, makan berpakaian, b elajar

masih saya bantu kak, saya gak tegaan, kasihan kalau liat rafi kesusahan.

5. Apakah orang tua atau saudara kandung memiliki riwayat kelahiran yang sama

dengan putra Ibu?

Page 142: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Jawab: oh ga ada riwayat dari keluarga atau keturunan gitu kak, rafi aja yang

begitu, waktu saya hamil 4 bulan rafi, waktu itu saya jarang makan kak, ih saya

mah kurus banget sakit-sakitan jadi kurang gizi gitu rafi pas waktu kandungan.

Kalo dinget-inget mah saya nyesel banget kak kasihan liat rafi kaya gitu, tapi

kalau liat tingkahnya yang ga bisa dikontrol bikin saya stress juga kak, ampe elus

dada, dan lagi kalo berhadapan sama masyarakat saya ada perasaan minder juga

sih kak kadang-kadang.

6. Jika putra Ibu berprestasi atau melakukan kesalahan, bagaimana Ibu

menyikapinya bu?

Jawab: kalo rafi berprestasi wih saya sama ayahnya pastinya seneng banget kak.

Kaya rafi pernah pakai baju berkancing sendiri ya walaupun ada beberapa

kancing yang terlewatkan, tapi saya sama ayahnya kasih tepuk tangan kak biar dia

termotivasi gitu, eh kesononya males dia saya deh yang ngurusin.

7. Bagaimana kondisi emosional putra Ibu apabila dirumah bu?

Jawab: oh ga stabil kak, kalo udah ngambek suka ngamuk bikin saya stress.

Apalagi kalo ditempat umum saya suka ada perasaan malu kak kalo dia ngamuk

di tempat umum kak.

8. Bagaimana bentuk perhatian yang diberikan oleh keluarga, atau adakah didikan

tersendiri terhadap putra Ibu apabila dirumah bu?

Jawab:kasih perhatian lebih buat rafi, harus sabar dan memaklumi kak ngadepin

rafi. Alhamdulillah sekarang saya udah dibantuin sama ayahnya ngurusin rafi nya,

soalnya kan ayahnya udah pensiun jadi ada waktu buat bantu ngurusin rafi.

9. Sejauh mana peran Bapak/Ibu untuk mendukung dan mengembangkan minat dan

bakat yang dimiliki oleh putra Ibu?

Jawab: palingan saya mah Cuma ngedampingin terus rafi, kalau untuk les gitu

engga rafi mah kak, biayanya ga ada terus terapi atau konsul sama dokter juga

engga kak. Ayahnya udah pensiun dan Cuma usaha warung sembako aja dirumah

jadi ya gitu ekonomi keluarga ga mencukupi untuk terpenuhinya kebutuhan rafi

secara menyeluruh.

Page 143: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

10. Apakah Bapak/Ibu pernah atau sering berkonsultasi mengenai putra Ibu pada ahli,

dokter, psikolog, pekerja sosial dan kalo iya nseberapa sering bu?

Jawab: engga sih kak. Palingan konsultasi sama gurunya aja disekolah.

Page 144: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Traskrip Wawancara

Pendekatan Psikososial Dalam Memahami Permasalahan Keluarga Dengan Anak Tunagrahita

Tidak Mampu Mandiri Pada SLBN 2 Jakarta Selatan

Hari/tanggal : Senin, 5 September 2016

Waktu : 11. 15 WIB

Lokasi : SLBN 02 Pagi Jakarta Sealatan

Identitas informan

Nama : Herutami

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 43 Tahun

Alamat : Kebagusan Dalam 1. Jakarta Selatan

Informan : Orang Tua DF

Pertanyaan:

1. Siang amamhnya dafa, mau tanya-tanya soal dafa gapapa kan yah mamahnya

dafa?

Jawab: siang kak, eh si kakak udah lama ga keliatan deh. Iya kak boleh yuk

silahkan.

2. Alhamdulillah baik juga bu, mau tanya-tanya soal rafi gapapa kan bu?

Jawab: iya kak silahkan, soal apa aja juga boleh kok.

3. Bagaimana kehidupan putra Ibu apabila dirumah bu?

Jawab: dafa kalau dirumah disiplin kak, nih ya kalo pulang sekolah dia taro

sepatunya dirak sepatu dan kalau abis main barangnya disimpen ditempatnya

dirappiin sama dia. Kalaudirumah jarang keluar kak palingan mainnya sama

adiknya. Saya suka ada perasaan minder kak kalau ke mall gitu kak, orang liatnya

tuh suka ngebedaan gitu kak.

4. Apakah orang tua atau saudara kandung memiliki riwayat kelahiran yang sama

dengan putra Ibu?

Page 145: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Jawab: ga ada riwayat sama sekali kak dari keluarga, jadi tuh ya waktu dafa usia

3 tahun pernah mengalami kecelakan samppe-sampe gegerotak kak diperiksa

EEG kata dokter dafa otaknya mengalami kelainnya akibat benturan hebat

dikepalanya, katanya dafa mengalami keterbelakangan mental kak tunagrahita.

5. Jika putra Ibu berprestasi atau melakukan kesalahan, bagaimana Ibu

menyikapinya bu?

Jawab: kalo dafa berprestasi palingan saya kasih pujian aja sih kak, kalo dikasih

hadiah suka nagih dia mah, boros kan jadinya. Biaya pengeluaran buat dafa aja

lumayan besar kak, he eh iya kak, belom biaya terapinya, biaya lesnya dafa ikut

les abis pulang sekolah kak, pengeluran keluarga yang lebih besar dibandingkan

pendapatan keluarga bikin saya sama ayahnya stress kak. Ayahnya kan pegawai

swasta kak.

6. Bagaimana kondisi emosional putra Ibu apabila dirumah bu?

Jawab: oh ga stabil kak, kalo udah ngambek suka ngamuk bikin saya stress.

Apalagi kalo ditempat umum saya suka ada perasaan malu kak kalo dia ngamuk

di tempat umum kak.

7. Bagaimana bentuk perhatian yang diberikan oleh keluarga, atau adakah didikan

tersendiri terhadap putra Ibu apabila dirumah bu?

Jawab:emosinya dia mah kalo diomelin suka ngomelin balik, tapi dia takut sama

ayahnya jadi kalo dimarahin sama ayahnya dia takut kak. Ayahnya mah tegas

disiplin.

8. Sejauh mana peran Bapak/Ibu untuk mendukung dan mengembangkan minat dan

bakat yang dimiliki oleh putra Ibu?

Jawab:lebih kasih perhatia penuh aja sih ke dafa kak. Adiknya diurusin sama

pengasuh kak iya biar ga kerepotan juga saya ngurusin dafa aja saya kualahan

kak, stress khwatir juga suka gelisah mikirin masa depannya gimana ya kak, kalo

orang tuanya ga ada gimana nasibnya dafa belom bisa mandiri atau ngurus diri

sendiri gitu kak.

9. Apakah Bapak/Ibu pernah atau sering berkonsultasi mengenai putra Ibu pada ahli,

dokter, psikolog, pekerja sosial dan kalo iya nseberapa sering bu?

Page 146: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Jawab: iya palingan sama dokter itu kan ka pas dafa terapi, konsultasinya.

Disekolah juga sih sama psikolog. Sama guru pembimbing kelas dafa juga kak.

Page 147: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Traskrip Wawancara

Pendekatan Psikososial Dalam Memahami Permasalahan Keluarga Dengan Anak Tunagrahita

Tidak Mampu Mandiri Pada SLBN 2 Jakarta Selatan

Hari/tanggal : Senin, 5 September 2016

Waktu : 09.15 WIB

Lokasi : SLBN 02 Pagi Jakarta Selatan

Identitas informan

Nama : Yanti Yulianti

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 43 Tahun

Alamat : Bukit Cengkeh 2 Blok D 8 No. 16 Deasa Tugu Cimanggis Depok.

Informan : Orang Tua EG

Pertanyaan:

1. Selamat pagi ibu, apa kabarnya bu? Mau tanya-tanya soal Ega gapapa kan bu?

Jawab: pagi kak, eh sih kakak baru keliatan lagi hehe, iya gapapa kak.

2. Apa yang Ibu ketahui tentang SLB Negeri 02 Pagi Jakarta bu?

Jawab: oh saya cari-cari sendiri kak info sekolah ini. setelah saya survey sama

ayahnya. Baru deh saya daftarin ega disini. Ya ga begitu jauh-jauh banget lah dari

rumah.

3. Bagaimana kehidupan putra Ibu apabila dirumah bu?

Jawab: ega jarang keluar rumah kak, apalagi main diluar jarang kak. Palingan

dirumah aja nonton tv sama mainin hp ayahnya. Dia sih ngerti main hp, tp pernah

kak, waktu itu asal dipencet-pencet aja sama ega, eh nyambung ke temen

ayahnya.

4. Bagaimana kemandirian putra ibu apabila melakukan aktivitas sehari-hari

dirumah bu?

Page 148: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Jawab: Ega makan masih disuapin kak, dalam hal belajar, nulis, baca masih harus

dituntun. Buang air kecil sama besar masih saya yang nyuciin kak, kalo dibiarin

dia yang nyuci ga bersih nyucinya dia. Makanya disekolah gini saya tungguin

sampe pulang kalo ketoilet nanti saya temenin. Pernah kak ngompol di kelas pas

saya lagi ga nungguin eh bu guru yang bersihin kan saya jadi malu ya kak.

Makanya sejak saat itu saya ga pernah absen nungguin ega di sekolah.

5. Apakah orang tua atau saudara kandung memiliki riwayat kelahiran yang sama

dengan putra Ibu?

Jawab: ga ada riwayat dari keluarga ayahnya dan juga saya bahkan neneknya juga

engga kak. Cuman pada saat ngandung emang agak lemah pada saat itu. Saya

sering sakit-sakitan.

6. Jika putra Ibu berprestasi atau melakukan kesalahan, bagaimana Ibu dan keluarga

menyikapinya bu ?

Jawab: kalau ega melakukan hal-hal baik iya kak, pasti dipuji nanti ega nya jadi

seneng, saya juga seneng, terus kalau ega melakukan kesalhan paling saya kasih

teguran, saya kasih tau gini, itu ga boleh dek itu salah, gitu kak. Ega mah jarang

saya marahin soalnya dia ga bisa dikerasin kak.

7. Bagaimana kondisi emosional putra Ibu apabila dirumah bu?

Jawab: emosinya dia mah ga stabil kak. Kadang kalo ngambek bisa-bisa ngamuk.

Saya sama keluarga sabar ngadepinnya, pengertian karna kondisi yang dialami

Ega.

8. Bagaimana bentuk perhatian yang diberikan oleh keluarga, atau adakah didikan

tersendiri terhadap putra Ibu apabila dirumah bu?

Jawab: iya kak harus dikasih perhatian lebih kan. Kalau dirumah apa-apa yang

dibutuhin sama ega, dia pasti nyari saya. Saya lebih banyak memusatkan

perhatian sama ega karena kan dia membutuhkannya.

Page 149: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

9. Sejauh mana peran Bapak/Ibu untuk mendukung dan mengembangkan minat dan

bakat yang dimiliki oleh putra Ibu?

Jawab: saya sih pengennya latihan kemandirian gitu kak, paling peran saya hanya

mendampingi Ega selalu kak. Kaya gini gitu saya temenin di sekolah dimana-

mana say temenin.

10. Apakah Bapak/Ibu pernah atau sering berkonsultasi mengenai putra Ibu pada ahli,

dokter, psikolog, pekerja sosial dan kalo iya seberapa sering bu?

Jawab: iya dulu mah sering konsultasi sama doktek, psikolog gitu. Kalo sekarang

mah udah jarang kak.

Page 150: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Traskrip Wawancara

Pendekatan Psikososial Dalam Memahami Permasalahan Keluarga Dengan Anak Tunagrahita

Tidak Mampu Mandiri Pada SLBN 2 Jakarta Selatan

Hari/tanggal : Sernin, 5 September 2016

Waktu : 10. 30 WIB

Lokasi : SLBN 02 Pagi Jakarta Selatan

Identitas informan

Nama : Khodijah

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 48 Tahun

Alamat : Jl. Kalibata Utara Rt 08/ Rw 07 No. 19.

Informan : Orang Tua “AR”

Pertanyaan:

1. Siang ibu, apa kabar? Mau tanya-tanya mengenai anisa gapapa kan bu?

Jawab: siang juga kak, Alhamdulillah baik kak, iya boleh kak, silahkan.

2. Apa yang Ibu ketahui tentang SLB Negeri 02 Pagi Jakarta bu?

Jawab: sekolah luar biasa untuk anak berkebutuhan khusus, anak saya kan

kebetulan anak bertkebutuhan khusus tunagrahita seperti yang kakak ketahui kan

kak. anisa sekolah disini deh.

3. Bagaimana kehidupan putra Ibu apabila dirumah bu?

Jawab: biasa aja sih kak, jarang main diluar rumah meilia mah. Dirumah aja

seharian kalo ga sekolah kalo libur gitu kak.

4. Bagaimana kemandirian putra ibu apabila melakukan aktivitas sehari-hari

dirumah bu?

Jawab: meilia orangnya mah rapih dia, tapi mandi, pake baju semuanya masih

harus dibantu kak, anaknya juga maunya rapih. Suka merengut aja kalo ga rapih

Page 151: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

gitu. Nah kalo dating bulan emang saya juga yang nyuciin kak, dia ga mau “geli”

katanya lagian juga ga bersih dia mah kalo nyuci sendiri.

5. Apakah orang tua atau saudara kandung memiliki riwayat kelahiran yang sama

dengan putra Ibu?

Jawab: ga ada riwayat sih kak, emang ujian dari Allah buat kita ya kak. Waktu

pas kandungan suka panas emang kak, terus saya terapi urut dideket rumah. Terus

saya juga ke bidan suka periksa eh disaranin ke RS, saya ke rumah sakit Cipto

melahirkan disana dan dirawat seminggu di rumah sakit kak. Setelah itu saya

emang sering kontrol eh malahan dibilang kalo anak saya ga bisa jalan lah, ga

bisa dengerlah. Yaudah saya sama ayahnya Cuma palingan terapi urut ajalah,

lagian anak saya dibilang begitu ya.

6. Jika putra Ibu berprestasi atau melakukan kesalahan, bagaimana Ibu

menyikapinya?

Jawab: kalau anisa salah mah pasti saya marahin kak, biar dia tau kalau yang dia

perbuat itu salah biar ga diualngin lagi, terus kalau berprestasi saya suka peluk

terus saya kasih pujian kadang saya kasih hadiah juga sih kak.

7. Bagaimana kondisi emosional putra Ibu apabila dirumah?

Jawab: huh bener-bener deh kak, emosinya ga kekontrol kak. Suka kasar sama

orang dia mah.

8. Bagaimana bentuk perhatian yang diberikan oleh keluarga, atau adakah didikan

tersendiri terhadap putra Ibu apabila dirumah bu?

Jawab: bentuk perhatian lebih yang saya berikan palingan ya saya selasa

mendampingi ya saya suka gelisah, khawatir gitu mikirin masa depannya. Anisa

kan perempuan ka, kalau orang tuanya ga ada siapa yang ngurusin bener-bener

kaya saya gini.

9. Sejauh mana peran Bapak/Ibu untuk mendukung dan mengembangkan minat dan

bakat yang dimiliki oleh putra Ibu?

Page 152: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Jawab: saya dukung bamnget apa aja asal itu demi kebaikan anisa mah saya

dukung banget. Saya kasih perhatian yang maksimal kak, saya sampe berhenti

bekerja kak, buat full ngusrusin anisa, dan udah ga diasuh lagi sama

pengassuhnya. Saya kerja juga karna buat bantu biaya keluarga , pengeluaran

keluarga besar kak, belum lagi untuk anisa yang butuh pengeluaran besar, kaya

buat dia terapi, obatnya, sama kebutuhan-kebutuhan guna menunjang si anak,

dulu sih iya rutin karna saya bantu pendapatan keluarga dengan bekerja sekarang

udah engga kak. Jadi anisa juga udh ga terapi dan segala macem, ngurus dirumah

aja tanpa terapi kak.

10. Apakah Bapak/Ibu pernah atau sering berkonsultasi mengenai putra Ibu pada ahli,

dokter, psikolog, pekerja sosial dan kalo iya seberapa sering bu?

Jawab: dulu sih iya, sekarng udah ga pernah konsul kemana-mana lagi kak.

Ngurusin aja dirumah.

Page 153: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Hasil dokumentasi

Wawancara dengan Ibu Indrawati

selaku wakil kepala sekolah

Program keterampilan

Page 154: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Kumpulan foto prestasi siswa

Foto peneliti bersama Ibu Dewi guru pembimbing anak tunagrahita

Kegiatan olahraga adaptif

Foto peneliti bersama dengan orang tua

anak tunagrahita tidak mampu mandiri setelah selesai wawancara

Page 155: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Foto peneliti bersama anak tunagrahita mandiri

Proses belajar dikelas

Prestasi siswa di SLBN 02 Jakarta Selatan

Page 156: PERMASALAHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA DENGAN ANAK …...Anak penyandang keterbelakangan mental atau tunagrahita adalah anak yang mempunyai IQ (Intelligence Quotient) kurang dari angka

Foto peneliti bersama dengan Ibu Yulianti selaku

orang tua dari EG anak tunagrahita tidak mampu mandiri

.

Foto peneliti dalam proses wawancara

dengan orang tua anak tunagrahita/ Informan.

Dokumen persayaratan penerimaan

siswa/i baru di SLBN 02 Jakarta Selatan