PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

43
PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA Disusun Oleh : Bunga Triana (16309816) I kadek Bagus Widana .P (16309835) Neneng Winarsih (16309850) Ratih Dwi Prasetiyaningsih (16309860) Yogi Oktopianto (16309875) Yurista Vipriyanti (16309876) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS GUNADARMA 2013

description

PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

Transcript of PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

Page 1: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU

DI DKI JAKARTA

Disusun Oleh :

Bunga Triana (16309816)

I kadek Bagus Widana .P (16309835)

Neneng Winarsih (16309850)

Ratih Dwi Prasetiyaningsih (16309860)

Yogi Oktopianto (16309875)

Yurista Vipriyanti (16309876)

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS GUNADARMA

2013

Page 2: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1. 1 LATAR BELAKANG

Tingkat kebutuhan air baku untuk berbagai keperluan terutama air bersih

untuk rumah tangga, tempat-tempat umum, industri, dan lain-lain akan terus

meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan pertambahan penduduk dan laju

pembangunan di berbagai sektor dan bidang. Di Jakarta, ketersediaan air baku masih

menjadi gangguan terbesar dalam produksi air bersih. berdasarkan data Pusat Kajian

Sumber Daya Air Indonesia wilayah DKI sedikitnya membutuhkan air bersih 26.938

liter per detik, namun yang tersedia saat ini 17.800 liter per detik, berasal dari

produksi air 15 ribu per detik dan air curah olahan 2800 liter per detik, sehingga

defisit air mencapai 9.183 liter per detik. Dari total jumlah penduduk Jakarta yang

mencapai sekitar 10 juta jiwa, baru 36 persen yang tercukupi kebutuhan air bakunya.

Sementara sisanya harus memenuhi kebutuhan air baku dengan melakukan

penyedotan air tanah secara besar-besaran yang dapat memberikan dampak

menurunnya tinggi permukaan tanah.

Kondisi sungai di Jakarta yang sangat kotor membuatnya sangat sulit untuk

dijadikan sebagai bahan sumber air baku.. Oleh karena itu, bertahun-tahun DKI

Jakarta hanya bergantung pada wilayah di sekitar untuk pengadaan air bersih. Saat

ini hampir lebih dari 90 persen air baku Jakarta di suplai dari luar wilayah Jakarta.

Perinciannya, sekitar 80 persen air baku Jakarta berasal dari waduk Jatiluhur,

Purwakarta, Jawa Barat, 17 persen berasal dari sungai Cisadane, Tangerang

sementara sisanya sebesar 3 persen berasal dari Jakarta. Dari 13 sungai yang mengalir

di wilayah Ibu Kota, semuanya terkait dengan pemerintahan di daerah penyangga

(Jawa Barat dan Banten) sehingga Pemerintah Pusat harus ikut campur sebagai pihak

yang paling bertanggung jawab untuk ketersediaan air baku ini.

Page 3: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

2

Disamping rendahnya kualitas air sungai, salah satu penyebab adanya krisis

dalam produksi air bersih adalah adanya tingkat kebocoran air bersih atau Non

Revenue Water (NRW) wilayah Jakarta yang masih mengkhawatirkan. Praktek

pencurian air dari kalangan masyarakat juga kerap terjadi. Sehingga selain

memikirkan cara menambah suplai air baku, juga diperlukan cara mengatasi

kehilangan air yang terjadi selama proses distribusi.

1. 2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah :

1. Bagaimana gambaran umum mengenai tingkat kebutuhan air bersih dan pasokan

air baku di DKI Jakarta ?

2. Apa saja permasalahan yang terkait dengan pengadaan air baku di DKI Jakarta ?

3. Apa saja upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan air baku dan

air bersih yang terjadi di DKI Jakarta ?

1. 3 Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah :

1. Mengetahui gambaran umum mengenai tingkat kebutuhan air bersih dan pasokan

air baku di DKI Jakarta.

2. Mengetahui permasalahan-permasalahan yang terkait dengan pengadaan air baku

di DKI Jakarta.

3. Mengetahui beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan

air baku dan air bersih yang terjadi di DKI Jakarta.

Page 4: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 MANAJEMEN INFRASTRUKTUR

Manajemen infrastruktur merujuk suatu sistem fisik yang menyediakan

transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik

yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup

sosial dan ekonomi (Grigg, 1988).

Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial

dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat

didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-

peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya

sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 2000). Dari berbagai

manajemen infrastruktur, salah satunya adalah manajemen infrastruktur tentang air

baku, mulai dari sumber air baku, pengadaan air baku, pengolahan air baku hingga ke

pendistribusiannya.

2. 2 AIR BAKU

Sumber air baku memegang peranan yang sangat penting dalam industri air

minum. Air baku (raw water) merupakan awal dari suatu proses dalam penyediaan

dan pengolahan air bersih. Berdasarkan SNI 6773 : 2008 tentang spesifikasi unit

paket instalasi pengolahan air dan SNI 6774 : 2008 tentang Tata cara perencanaan

unit paket instalasi pengolahan air pada bagian instalasi dan definisi yang disebut air

baku adalah air yang berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan atau

air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air

minum.

Page 5: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

4

Sumber air baku bisa berasal dari sungai, danau, sungai air dalam, mata air

dan bisa juga dibuat dengan cara membendung air buangan atau air laut. Evaluasi dan

pemilihan sumber air yang layak darus berdasarkan dari ketentuan berikut :

1) Jumlah air yang diperlukan

2) Kualitas air baku

3) Kondisi iklim

4) Tingkat kesulitan pada pembuangan intake

5) Tingkat keselamatan operator

6) Ketersediaan biaya minuman oprasional dan pemeliharaan untuk IPA

7) Kemungkina terkontaminasinya sumber air pada masa yang akan datang

8) Kemungkinan untuk memperbesar intake pada masa yang akan datang

Air bawah tanah termasuk air yang dikumpulkan dengan cara rembesan dapat

dipertimbangkan sebagai sumber air. Hal ini dapat menghemat biaya operasional dan

pemeliharaan karena secara umum kualitas air bawah tanah sangat baik sebagai air

baku. Khususnya untuk air bawah tanah yang diambil dengan cara pengeboran yang

tentunya melalui perijinan, hal ini untuk mencegah terjadinya eksploitasi secara

besar-besaran yang dapat mengakibatkan kekosongan air bawah tanah karena tidak

seimbangnya antara air yang masuk dengan air yang keluar. Sehingga menyebabkan

pondasi bangunan yang berada diatasnya dapat turun (settlement) dan dapat

mengakibatkan air laut yang masuk merembes menggantikan air tanah tersebut

sehingga air menjadi asin dan tidak layak pakai seperti di utara Jakarta.

Tidak semua air baku dapat diolah, menurut SNI 6773:2008 bagian

Persyaratan Teknis kualitas air baku yang dapat diolah Instalasi Pengolahan Air

Minum (IPA) adalah :

1) Kekeruhan, maksimum 600 NTU atau 400mg/L SiO2.

2) Kandungan warna asli (appearent colour) tidak melebihi dari 100 Pt Co

dan warna sementara mengikui kekeruhan air baku.

Page 6: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

5

3) Unsur-unsur lainnya memenuhi syarat baku air sesuai Peraturan

Pemerintah No. 82 tahun 2000 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air.

4) Dalam hal air sungai daerah tertentu mempunyai kandungan warna, besi

dan atau bahan organik melebihi syarat tertentu di atas tetapi kekeruhan

rendah (< 50 NTU) maka digunakan IPA sistem DAF (Dissolved Air

Flotation) atau sistem lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan.

Ketersediaan air baku kota Jakarta sebagian besar menggunaka air baku dari

bendungan Jatiluhur di Jawa Barat yang disalurkan lewat Kali Malang, dan sebagian

kecil tambahan dari Kali Krukut dan pasokan dari Cisadane Tangerang. Permasalah

sumber air baku bukan hanya pengadaannya tetapi pemeliharaan dan perawatan

sumber-sumber air baku yang ada. Hal ini yang dapat mengakibatkan berkurangnya

jumlah air baku yang ada, antara lain :

1) Penggundulan hutan yang merupakan daerah resapan yang bisa

memperbaharui sumber air tanah. Daerah perkotaan tidak dikelola dengan

perencanaan yang baik sehingga daerah terbuka hijau menjadi jarang,

yang mengakibatkan air hujan tidak bisa meresap kedalam tanah atau

tidak tertampung.

2) Tingkat pencemaran yang semakin meninggi pada setiap sumber air baku

baik bendungan, danau ataupun sungai. Pencemaran ini tidak hanya

dilakukan oleh masyarakat yang membuang sampah sembarangan tetapi

juga dilakukan industri yang membuang limbah tanpa melalui bangunan

pengolola limbah (IPAL) yang memadai.

3) Semakin menyempitnya daerah genangan air baku atau daerah aliran

sungai (DAS) yang diakibatkan oleh pemukiman baik yang legai maupun

yang liar seperti yang terjadi di bantaran sungai Ciliwung di Jakarta.

4) Pendangkalan sumber air baku baik oleh sampah atau oleh lumpur

sedimen. Pendangkalan akibat lumpur terkait dengan penggundulan hutan

Page 7: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

6

sehingga lumpur tidak tertahan oleh pohon terbawa oleh air sungai hingga

ke muara.

5) Tingkat kebocoran air di Daerah Air Sungai akibat perawatan yang

kurang dari pemerintah atau pencurian air yang dilakukan oleh sebagian

masyarakat yang belum memahami pentingnya air baku seperti yang

terjadi disepanjang saluran induk Jatiluhur ke Kali Malang.

6) Lemahnya pengawasan dan low enforcement dari pihak terkait dalam

rangka menjaga sumber air baku.

Pencegahan dari berbagai sebab yang mengakibatkan rusaknya atau

berkurangnya jumlah air baku, antara lain :

1) Reboisasi bagi hutan yang gundul. Hutan yang masih baik harus dijaga

sedemikian rupa sehingga tidak menjadi rusak.

2) Tata kelola yang baik dalam RTRK (Rencana Tata Ruang Kota) dan

implementasinya di lapangan.

3) Membangun sumur resapan pada setiap bangunan di perkotaan.

4) Menyadarkan dan mengingatkan kembali kepada masyarakat dan pelaku

industri untuk sadar akan lingkungan terutama di daerah sekitar sungai

agar tidak membuang sampah atau limbah industrinya secara

sembarangan. Limbah industri harus diolah dengan benar sebelum

dibuang ke sungai atau laut.

5) Membongkar bangunan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

Pengetatan IMB serta membersihkan DAS dari bangunan yang tidak

terkait dengan pengelolaan sungai.

6) Pengerukan kembali lagi sungai-sungai atau bendungan yang mengalami

pendangkalan.

7) Masyarakat yang melakukan pencurian air hendaknya disadarkan dan

ditindak apabila tetap melanggar.

Page 8: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

7

8) Penegakan hukum secara tegas sangat diperlukan dalam menjaga

kelestarian sumber air baku.

2. 3 AIR BERSIH

Kebutuhan air untuk air bersih meliputi kebutuhan air domestik dan non

domestik. Kebutuhan air domestik adalah kebutuhan air yang dialokasikan untuk

kebutuhan rumah tangga dan kran umum. Sedangkan kebutuhan non domestik adalah

kebutuhan yang dialokasikan untuk kebutuhan sosial maupun komersil, diantaranya

industri, sarana peribadatan, pendidikan, kesehatan, perdagangan, perkantoran serta

pelayanan jasa umum.

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan

menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasnya, air bersih

adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum, dimana

persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas yang meliputi

kualitas fisik, kimia, biologis, dan radiologis sehingga apabila dikonsumsi tidak

menimbulkan efek samping (Permenkes No.416//Men.Kes/PER/IX/1990).

Persyaratan tersebut juga memperhatikan pengamanan terhadap distribusi air bersih

dari instalasi air bersih sampai pada konsumen.

Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Oleh

karena itu, jika kebutuhan terhadap air belum tercukupi, maka dapat memberikan

dampak yang besar bagi kerawanan kesehatan maupun sosial masyarakat. Pengadaan

air bersih di Indonesia dengan skala besar terpusat di daerah perkotaan dan dikelola

oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), sedangkan untuk daerah yang belum

mendapatkan pelayanan air bersih dari PDAM umumnya menggunakan air tanah

(sumur), air sungai, air hujan, mata air dan sumber air lainnya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan

kualitas air dan pengendalian pencemaran air pasal 8 disebutkan bahwa klasifikasi

mutu air menjadi 4 (empat) kelas, yaitu :

Page 9: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

8

1) Kelas satu : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air

baku air minum, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu

air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2) Kelas dua : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk

prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,

air untuk mengairi pertanaman dan lainnya yang mempersyaratkan mutu

air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3) Kelas tiga : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi

pertanaman, dan lainnya.

4) Kelas empat : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk

mengairi, pertanaman dan lainnya yang mempersyaratkan mutu air yang

sama dengan kegunaan tersebut.

2. 4 SISTEM PENGOLAHAN AIR BERSIH

Pengolahan air bersih adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk

merubah sifat-sifat air tersebut. Tujuan dari proses pengolahan air bersih secara

umum adalah untuk merubah dan memperbaiki kualitas air baku, mengurangi

kandungan parameter-parameter tertentu atau menghilangkannya sehingga memenuhi

standar kualitas air bersih. Ada 2 macam pengolahan air yang dikenal, yaitu :

1) Pengolahan lengkap, air baku mengalami pengolahan lengkap yaitu

pengolahan fisik, kimiawi dan bakterilogis. Pengolahan ini biasanya dilakukan

terhadap air baku yang keruh/kotor.

2) Proses pengolahan sebagian, air baku hanya mengalami proses pengolahan

kimia dan/atau pengolahan bakterologis.

Secara umum, terdapat tiga metode pengolahan air minum dengan air baku air

tawar baik berasal dari air permukaan ataupun air tanah, antara lain sebagai berikut :

Page 10: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

9

2.4.1 Pengolahan Dengan Proses Khlorinasi

Proses pengolahan air minum dengan sistem ini hanya dilakukan pembubuhan

khlor sebagai desinfektan. Proses pengolahan ini digunakan untuk pengolahan air

minum dengan air baku dari air sumber-sumber yang kualitasnya baik dan proses

khlorinasi hanya sebagai disinfeksi saja. Secara umum, diagram proses pengolahan

air minum dengan proses khlorinasi saja dapat dilihat seperi berikut ini :

Gambar 2.1 Proses Pengolahan Air Minum Dengan Sistem Khlorinasi

2.4.2 Pengolahan Dengan Saringan Pasir Lambat

Dalam metode ini proses pengolahan yang utama adalah proses penyaringan

dengan sistem saringan pasir lambat. Pada gambar 2.2 dapat dilihat diagram

pengolahan secara umum. Pada saringan pasir lambat terjadi proses pemurnian yang

utama dengan menggunakan saringan yang media penyaringnya terdiri dari pasir

silika yang relatif halus. Sistem pengolahan dengan saringan pasir lambat tidak

memerlukan teknologi yang tinggi, melainkan membutuhkan tenaga untuk

pembersihan atau pencucian filter yang cukup banyak. Selain itu, memerlukan area

yang cukup luas untuk saringan pasirnya.

Page 11: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

10

Gambar 2.2 Proses Pengolahan Air Minum Dengan Sistem Saringan Pasir Lambat

2.4.3 Pengolahan Dengan Saringan Pasir Cepat

Proses koagulasi sedimentasi dan filtrasi dengan saringan pasir cepat

merupakan bagian utama dalam cara pengolahan ini. Untuk media penyaringnya,

ukuran pasirnya relatif lebih besar daripada ukuran pasir pada saringan pasir lambat.

Dengan demikian, kecepatan penyaringan serta luas area filternya juga menjadi lebih

besar. Pada gambar 2.3 dapat dilihat diagram proses pengolahan dengan sistem

saringan pasir cepat.

Gambar 2.3 Proses Pengolahan Air Minum Dengan Sistem Saringan Pasir Cepat

Page 12: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

11

2. 5 SISTEM PENDISTRIBUSIAN AIR BERSIH

Sistem distribusi air bersih adalah pendistribusian atau pembagian air melalui

sistem perpipaan dari bangunan pengolahan (reservoir) ke daerah pelayanan

(konsumen). Dalam perencanaan sistem distribusi air bersih, beberapa faktor yang

harus diperhatikan antara lain adalah :

1) Daerah layanan dan jumlah penduduk yang akan dilayani, meliputi :

Daerah layanan ini meliputi wilayah IKK (Ibukota Kecamatan) atau wilayah

kabupaten/ Kotamadya. Jumlah penduduk yang akan dilayani tergantung pada

kebutuhan, kemauan (minat), dan kemampuan atau tingkat sosial ekonomi

masyarakat. Sehingga dalam suatu daerah belum tentu semua penduduk

terlayani.

2) Kebutuhan air

Kebutuhan air adalah debit air yang harus disediakan untuk distribusi daerah

pelayanan.

3) Letak topografi daerah layanan

Letak topografi daerah layanan akan menentukan sistem jaringan dan pola

aliran yang sesuai.

4) Jenis sambungan sistem

Jenis sambungan dalam sistem distribusi air bersih dibedakan menjadi:

a. Sambungan halaman yaitu pipa distribusi dari pipa induk/ pipa utama ke

tiap- tiap rumah atau halaman.

b. Sambungan rumah yaitu sambungan pipa distribusi dari pipa induk/ pipa

utama ke masing- masing utilitas rumah tangga.

c. Hidran umum merupakan pelayanan air bersih yang digunakan secara

komunal pada suatu daerah tertentu unuk melayani 100 orang dalam

setiap hidran umum.

d. Terminal air adalah distribusi air melalui pengiriman tangki-tangki air

yang diberikan pada daerah-daerah kumuh, daerah terpencil atau daerah

yang rawan air bersih.

Page 13: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

12

e. Kran umum merupakan pelayanan air bersih yang digunakan secara

komunal pada kelompok masyarakat tertentu, yang mempunyai minat

tetapi kurang mampu dalam membiayai penyambungan pipa ke masing-

masing rumah. Biasanya satu kran umum dipakai untuk melayani kurang

lebih dari 20 orang.

Selain itu yang perlu diperhatikan juga dalam sistem distribusi air bersih,

meliputi :

1) Pipa Distribusi

Pipa distribusi adalah pipa yang membawa air ke konsumen meliputi:

a. Pipa induk yaitu pipa utama pembawa air yang akan dibagikan kepada

konsumen.

b. Pipa cabang yaitu pipa cabang dari pipa induk.

c. Pipa dinas yaitu pipa pembawa air yang langsung melayani konsumen.

2) Tipe Pengaliran

Tipe pengaliran sistem distribusi air bersih meliputi aliran gravitasi dan aliran

secara pemompaan. Tipe pengaliran secara gravitasi diterapkan bila tekanan air pada

titik terjauh yang diterima konsumen masih mencukupi. Jika kondisi ini tidak

terpenuhi maka pengaliran harus menggunakan sistem pemompaan.

3) Pola Jaringan

Macam pola jaringan sistem distribusi air bersih:

a. Sistem cabang

Sistem cabang adalah sistem pendistribusian air bersih yang bersifat

terputus membentuk cabang- cabang sesuai dengan daerah pelayanan.

b. Sistem Loop

Sistem Loop adalah sistem perpipaan melingkar dimana ujung pipa yang

satu bertemu kembali dengan ujung pipa lain.

Page 14: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

13

4) Perlengkapan Sistem Distribusi Air Bersih

a. Reservoir

Fungsi reservoir adalah untuk menampung air bersih yang telah diolah

dan memberi tekanan. Jenis reservoir meliputi:

Ground reservoir yaitu bangunan penampung air bersih di bawah

permukaan tanah,

Elevatad reservoir adalah bangunan penampung air yang terletak di

atas permukaan tanah dengan ketinggian tertentu sehingga tekanan

air pada titik terjauh masih tercapai.

b. Bahan Pipa

Bahan pipa yang biasa dipakai untuk pipa induk adalah pipa galvanis,

bahan pipa cabang adalah PVC, sedangkan untuk pipa dinas dapat

digunakan pipa dari jenis PVC atau galvanis.

Keuntungan jika memakai pipa galvanis adalah pipa tidak mudah pecah

bila tekanan air yang mengalir cukup besar atau mendapat tekanan dari

luar yang cukup berat meskipun harganya relatif mahal. Sedangkan untuk

pipa PVC akan lebih mudah pecah walaupun dari segi harga lebih murah.

c. Valve (Katup)

Valve berfungsi untuk mengatur arah aliran air dalam pipa dan

menghentikan air pada suatu daerah apabila terjadi kerusakan.

d. Meter Air

Meter air berfungsi untuk mengukur besar aliran yang melalui suatu pipa.

e. Flow Restrictor (Pembatas arus)

Flow restrictor berfungsi untuk pembatas air baik untuk rumah maupun

kran umum agar aliran merata.

Page 15: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

14

f. Assessoris Perpipaan :

Sok (sambungan pipa),

Fungsinya untuk menyambungkan pipa pada posisi lurus. Sok

dibedakan menjadi :

a) Sok turunan yang menghubungkan dua pipa yang mempunyai

diameter berbeda.

b) Sok adaptor yang menghubungkan dua pipa yang mempunyai

tipe yang berbeda, misalnya PVC dengan galvanis.

Flens (sambungan pipa)

Berfungsi untuk menyambung pipa. Penyambungan dengan flens

dilakukan untuk pipa yang kedudukannya di atas permukaan tanah

dengan diameter yang lebih besar dari 50 mm. Flens diperlukan

dalam bentuk flens adaptor.

Water mul dan Nipel (sambungan pipa)

Berfungsi untuk menyambung pipa dalam posisi lurus. Pipa ini dapat

dibuka kembali meskipun kedudukan pipa-pipa yang disambung

dalam keadaan mati.

Penyambung gibault (sambungan pipa)

Khusus dipakai menyambung pipa asbestos semen.

Dop dan plug (penutup)

Berfungsi untuk menutup ujung akhir pada pipa.

Bend (sambungan pipa)

Berfungsi untuk menyambung pipa yang posisinya membentuk sudut

satu sama lainnya.

Tee (sambungan pipa berbentuk T)

Berfungsi untuk menyambung pipa bila ada pencabangan tiga pipa

yang saling tegak lurus.

Page 16: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

15

5) Deteksi Kebocoran

Dalam perencanaan sistem distribusi air besih tidak menutup kemungkinan

terjadi kebocoran atau kehilangan air. Kehilangan air didefinisikan sebagai jumlah air

yang hilang akibat:

a. Pemasangan sambungan yang tidak tetap.

b. Terkena tekanan dari luar sehingga menyebabkan pipa retak atau pecah

c. Penyambungan liar : Untuk mengetahui jika terjadi kebocoran yang tidak

tepat misalnya air rembesan dari keretakan pipa, dapat diatasi dengan alat

pendeteksi kebocoran yang disebut Leak detector. Sedangkan upaya

untuk mengurangi terjadinya kehilangan air yang lebih besar dalam

perencanaan sistem distribusi air dilakukan pembagian wilayah atau

zoning untuk memudahkan pengontrolan kebocoran pipa, serta

pemasangan meteran air.

Page 17: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

16

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 GAMBARAN UMUM KEBUTUHAN AIR BAKU

3.1.1 Jumlah dan Jenis Kebutuhan

Kebutuhan air bersih suatu wilayah tergantung pada faktor yang

mempengaruhi dalam wilayah tersebut. Faktor tersebut antara lain adalah taraf

hidup masyarakat, kebiasaan sehari-hari dan kemudahan memperoleh air.

Kebutuhan untuk air bersih meliputi kebutuhan air domestik dan non

domestik. Kebutuhan air domestik adalah kebutuhan air yang dialokasikan untuk

kebutuhan rumah tangga dan kran umum. Sedangkan kebutuhan non domestik

adalah kebutuhan yang dialokasikan untuk kebutuhan sosial maupun komersil,

diantaranya industri, sarana peribadatan, pendidikan, kesehatan, perdagangan,

perkantoran serta pelayanan jasa umum.

Kebutuhan air untuk untuk fasilitas-fasilitas sosial ekonomi harus

dibedakan sesuai peraturan PDAM dan memperhatikan kapasitas produksi sumber

daya yang ada, tingkat kebocoran dan pelayanan. Berikut ini adalah tabel jenis

konsumsi pemakaian air bersih yang digunakan dan standar kebutuhan air minum

tersebut berdasarkan lokasi wilayah menurut Direktorat Jenderal Cipta Karya

Departemen Pekerjaan Umum.

Tabel 3.1 Jenis Konsumsi Pemakaian Air Bersih

Jenis Pemakaian Keterangan

Domestik

Domestik

Untuk keperluan rumah tangga seperti

minum, masak, mandi, cuci pakaian, untuk

menyiram taman, dan lain-lain.

Domestik dan

pertokoan kecil

Untuk keperluan rumah tangga dan

pertokoan kecil, rumah toko, dan lainnya.

Institusional

Untuk keperluan kantor pemerintah,

fasilitas umum, rumah sakit, sekolah dan

lainnya.

Umum Keperluan

umum

Untuk penyiraman jalan, taman

umum/kota, toilet umum, pemadam

Page 18: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

17

kebakaran dan lainnya.

Komersial

Untuk bangunan perkantoran swasta,

hotel, keperluan wisata, daerah pertokoan,

pasar, restoran, bioskop dan lainnya.

Industri Untuk keperluan industri, pabrik.

Lain-lain

Untuk keperluan pelabuhan dan untuk

keperluan mendadak/darurat, untuk suplai

ke daerah lain.

Sumber :Water Supply Engineering, JICA, 1990

Tabel 3.2 Kriteria Perencanaan Air Bersih

URAIAN

KATEGORI KOTA BERDASARKAN

JUMLAH PENDUDUK (JIWA)

>

1.000.0

00

500.000

s/d

1.000.000

100.000

s/d

500.000

20.000

s/d

100.00

0

<

20.00

0

Kota

Metrop

olitan

Kota

Besar

Kota

Sedang

Kota

Kecil Desa

1 2 3 4 5 6

Konsumsi Unit Sambungan

Rumah (SSR)

(liter/org/hari)

> 150 150-120 90-120 80-120 60-80

Konsumen Unit Hidran

(HU) (liter/org/hari) 20-40 20-40 20-40 20-40 20-40

Konsumsi unit non

domestik

a. Niaga Kecil

(liter/unit/hari)

b. Niaga Besar

(liter/unit/hari)

c. Industry Besar

(liter/detik/ha)

d. Pariwisata

(liter/detik/ha)

600-

900

1000-

5000

0,2-0,3

0,1-0,3

600-900

1000-5000

0,2-0,3

0,1-0,3

600

1500

0,2-0,8

0,1-0,3

Kehilangan Air (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30

Faktor Hari Maksimum

1,15-

1,25

*harian

1,15-1,25

*harian

1,15-

1,25

*harian

1,15-

1,25

*harian

1,15-

1,25

*hari

an

Faktor Jam Puncak

1.75-

2.0

*hari

1.75-2.0

*hari maks

1.75-2.0

*hari

maks

1.75

*hari

maks

1.75

*hari

maks

Page 19: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

18

maks

Jumlah Jiwa Per SR (Jiwa) 5 5 5 5 5

Jumlah Jiwa Per HU (Jiwa) 100 100 100 100 100

Sisa Tekan dipenyediaan

Distribusi (meter) 10 10 10 10 10

Jam Operasi (Jam) 24 24 24 24 24

Volume Reservoir (% Max

Day Demand) 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25

SR : HU

50 : 50

s/d 80 :

20

50 : 50 s/d

80 : 20 80 : 20 70 : 30

70 :

30

Cakupan Pelayanan (%) 90 90 90 90 70

Sumber : Kriteria Perencanaan Dirjen Cipta Karya Dinas PU, 1996

Selain itu, besarnya kebutuhan air non domestik dipakai dalam

perencanaan dihitung berdasarkan standar Direktorat Air Bersih sesuai dengan

kategori jenis fasilitas-fasilitas sosial ekonomi yang ada pada wilayah

perencanaan. Berikut ini adalah tabel standar kebutuhan air :

Tabel 3.3 Kebutuhan Air Non Domestik Kota Kategori I,II,III, dan IV

Jenis sarana Kebutuhan Satuan

Perkantoran

Pendidikan

Penginapan

Rumah Sakit

Puskesmas

Pasar

Rumah Makan

Peribadatan

Kawasan Industri

Komplek Militer

Kawasan Pariwisata

10

10

150

200

2000

12000

100

3000

0,2-0,8

60

0,1-0,3

liter/pegawai/hari

liter/murid/hari

liter/bed/hari

liter/bed/hari

liter/unit/hari

liter/hektar/hari

liter/tempat duduk/hari

liter/unit/hari

liter/detik/hektar

liter/orang/hari

liter/detik/hektar

Sumber : Dirjen Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum, 1996

Page 20: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

19

Tabel 3.4 Kebutuhan Air Non Domestik Kota Kategori V (Desa)

Jenis sarana Kebutuhan Satuan

Pendidikan

Rumah sakit

Masjid

Mushola

Pasar

Komersial/industri

5

200

1200

3000

12000

10

liter/murid/hari

liter/bed/hari

liter/unit/hari

liter/unit/hari

liter/hektar/hari

liter/hari

Sumber : Dirjen Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum, 1996

Tabel 3.5 Kebutuhan Air Non Domestik Untuk Kategori Lain

Jenis sarana Kebutuhan Satuan

Lapangan terbang

Pelabuhan

Stasiun KA dan terminal

bus

Kawasan industry

10

50

10

0,75

liter/orang/detik

liter/orang/detik

liter/orang/detik

liter/detik/hektar

Sumber : Dirjen Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum. 1996

3.1.2 Sumber Air Baku

Sumber air yang dipilih untuk air baku harus bebas dari pencemaran baik

pada saat ini maupun masa yang akan datang, sehingga memungkinkan

kondisinya tetap berfungsi bagi fasilitas pengambilan air dalam waktu yang cukup

lama. Kuantitas dan kualitas sumber air merupakan elemen yang utama dalam

pengerjaan proyek penyediaan air, karena hal ini dapat menjamin kelangsungan

fasilitas pengambilan air dengan kualitas yang baik.

Dalam penentuan sumber air diperlukan penelitian yang cermat karena

kualitas dan kuantitas sumber air akan menentukan metode dan skala penjernihan

air. Selain itu, lokasi sumber air akan menentukan tata ruang fasilitas penyediaan

air. Hal-hal yang perlu diteliti pada penentuan sumber air diantaranya :

Page 21: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

20

1. Kondisi hidrogeologi

2. Kondisi topografi dan geologi

3. Kondisi penggunaan air

4. Kondisi kualitas air dan unsur-unsur terkait

5. Kondisi timbunan pasir dan tanah

6. Material untuk konstruksi bendungan

Untuk Instalasi pengolahan air bersih yang ada di DKI Jakarta menerima

suplai air baku dari berbagai tempat seperti yang dijelaskan pada gambar dan tabel

dibawah ini.

Gambar 3.1 Peta Sumber Air Baku untuk WTP di DKI Jakarta

Tabel 3.6 Sumber Air Baku untuk WTP di DKI Jakarta

Instalasi

Produksi Lokasi

Kapasitas

(l/det)

Sumber air

baku

Tahun

Produksi

Pejompongan

I

Tanahabang 2000 Banjir Kanal 1957

Pejompongan

II

Tanahabang 3600 Banjir Kanal 1970

Page 22: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

21

Cilandak Cilandak 200 Kali Krukut 1977

Pulogadung Pulogadung

4000 Kanal

Tarum Barat 1982

Buaran I Kalimalang

2000 Kanal

Tarum Barat 1992

Buaran II Kalimalang

3000 Kanal

Tarum Barat 1996

Miniplant

Muara

Karang

Penaringan

100 Banjir Kanal 1982

Miniplant

Cengkareng

Cengkareng 200

Kali

Cengkareng 1982

Miniplant

Sunter

Tanjung

priok 50 Kali Sunter 1982

Miniplant

Cakung

Cakung

25

Saluran

Sekunder

Bekasi

Tengah

1982

Miniplant

Pejaten

Pasar

minggu 5

Sungai

Ciliwung 1982

Miniplant

Condet

Kramat jati 50

Sungai

Ciliwung 1983

Sumber : www.pamjaya.com

61% produk air baku diperoleh dari Kanal Tarum Barat yang dipasok oleh

Perum Jasa Tirta II dan diolah di Instalasi pengolahan air bersih Pejompongan I

dan II. Sementara 34% diperoleh dari air curah olahan yang dibeli dari daerah

Tanggerang. Pasokan air lainnya diperoleh dari sungai Krukut sebesar 4% yang

pengolahannya dilakukan daerah WTP Cilandak. Sisanya 1% dari Cengkareng

Drain yang pengolahannya di daerah WTP Taman Kota.

Page 23: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

22

3.1.3 Sistem Pengolahan Air Bersih

Air baku yang telah dipasok ke IPA, kemudian di lakukan proses

pengolahan untuk memperbaiki kualitas air baku tersebut sehingga menjadi air

bersih yang memenuhi standar kualitas air bersih. Salah satu cara pengolahan

yang digunakan adalah metode pasir cepat seperti pada IPA Pejompongan II.

Dalam metode ini, untuk media penyaringnya ukuran pasir relatif lebih besar dari

pada saringan pasir lambat. Dengan demikian, kecepatan penyaringan serta luas

area filternya juga menjadi lebih besar. Pada gambar 3.2 dapat dilihat diagram

proses pengolahan dengan sistem saringan pasir cepat.

Gambar 3.2 Proses Pengolahan Air Minum Dengan Sistem Saringan Pasir Cepat

Sebelum dilakukan proses filtrasi, partikel-partikel kotoran yang terdapat

dalam air baku harus dipisahkan sebanyak mungkin dengan cara koagulasi dan

pengendapan agar beban filter tidak terlalu besar serta waktu penyaringan lebih

lama. Proses koagulasi merupakan proses pembubuhan bahan kimia ke dalam air

baku agar partikel-partikel kotoran yang sangat halus atau yang berbentuk partikel

koloid menggumpal membentuk gumpalan-gumpalan partikel yang besar (flok)

dan berat sehingga kecepatan pengendapan menjadi lebih besar. Beberapa cara

proses koagulasi yang dapat dilakukan antara lain :

Page 24: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

23

1. Proses koagulasi konvensional ; merupakan proses pencampuran cepat

antara air baku dengan zat koagulan yang dilakukan pada bak pencampur

cepat dan proses flokulasi. Proses pembentukan flok-flok yang besar dan

stabil dilakukan pada bak flokulator dengan pengadukan lambat.

2. Proses sedimentasi dengan kecepatan tinggi ; proses koagulasi dan

sedimentasi terjadi dalam satu bak/kolam. Cara ini disebut accelator atau

clarifer.

3. Proses koagulasi dan flokulasi tanpa proses pengendapan dan langsung

disaring ; cara ini dikenal dengan proses penyaringan langsung (direct

filtration).

3.1.4 Sistem Pendistribusian

Dari berbagai sumber air baku yang dapat dilihat pada Tabel 3.6, pasokan

air baku tersebut kemudian ditampung sementara di stasiun pompa air Cawang

untuk kemudian dilakukan pengolahan air bersih tahap awal atau prasedimentasi,

selanjutnya air baku yang telah bersih dari bahan organik kemudian di pompa ke

IPA.

Di DKI Jakarta, air baku yang telah diolah menjadi air bersih di berbagai

tempat pengolahan air bersih (water treatment plant) selanjutnya didistribusikan

ke pelanggan/konsumen. Berikut ini adalah peta wilayah DKI Jakarta yang

menerima air bersih dari WTP yang ada.

Untuk memonitor volume air yang diproduksi, didistribusikan dan

dikonsumi oleh masyarakat/pelanggan, sistem jaringan pipa distribusi di wilayah

DKI Jakarta dibagi menjadi 6 zona pelayanan.

Page 25: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

24

Gambar 3.3 Zona Pelayanan Air Bersih

Tabel 3.7 Kapasitas dan Sumber Pasokan Air Bersih di 6 Zona Pelayanan

Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona

6

Sumber Jatiluhur Jatiluhur Jatiluhur S.

Cisadane

WTP Pejompongan

I, II Pulogadung Buaran II Cisadane

Kapasitas

(l/det) 5600 4000 3000 1250

Reservoar

(m3)

22.500 88.450 32.490 22.500

Penduduk

(jiwa) 2.528.000 1.432.000 1.520.000 790.000

Terlayani

(jiwa) 1.644.000 1.145.000 1.141.000 410.000

Sumber : www.pamjaya.com

Page 26: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

25

3.2 PERMASALAHAN AIR BAKU

Sumber-sumber daya air di sebagian besar wilayah Indonesia, khususnya

di Jakarta saat ini menghadapi beragam masalah. Jika ditinjau berdasarkan musim,

maka pada musim penghujan jumlah air melimpah dan bahkan memicu adanya

musibah banjir. Kondisi sebaliknya terjadi di musim kemarau, yang berakibat

pada kekurangan air. Selain dari segi kuantitas, permasalahan sumber daya air

juga terkait dengan parameter kualitas. Rusaknya sumber-sumber air sering

dikaitkan dengan kesalahan pengelolaan lingkungan hidup, perubahan tata guna

lahan, pencemaran domestik dan industri serta eksploitasi sumber daya air yang

berlebihan akibat tekanan pertumbuhan penduduk dan aktifitas ekonomi. Faktor-

faktor tersebut pada akhirnya mengganggu suplai sumber air baku.

3.2.1 Tercemarnya Sungai sebagai Sumber Air Baku

Kondisi sungai di Jakarta yang sangat kotor membuatnya sulit dijadikan

sebagai sumber air baku. Dari 13 sungai di Jakarta, hampir semuanya tidak bisa

dimanfaatkan sebagai bahan baku sumber air, terlebih saat ini, untuk ketersediaan

air baku Jakarta masih tergantung dari Waduk Jatiluhur.

Bahan baku air Sungai Ciliwung tidak layak lagi untuk dimanfaatkan,

Polusi airnya terlalu tinggi baik cemaran kimia maupun pencemaran organik.

Aliran Ciliwung dikategorikan "Baku Mutu Air Kelas 4" yg berarti tercemar berat.

Sumber penggunaan bahan baku air Ciliwung oleh PDAM terakhir ada di daerah

Ciliwung Depok Citayam. Sedangkan untuk Jakarta masih menggantungkan

bahan baku air dari Kali Krukut dan Kali Malang Sungai Tarum Barat.

Penyebab Air Baku Di Jakarta Tercemar

1. Sampah yang dibuang langsung ke daerah aliran sungai.

2. Limbah pabrik yang dibuang tanpa proses filterisasi ke sungai. Limbah

pabrik ini biasanya lebih berbahaya karena bercampur dengan zat-zat

kimia.

3. Tinja dari septic tank yang langsung dibuang ke sungai, sehingga tinja

yang terbuang mencemari air sungai sebagai air baku.

Page 27: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

26

4. Limbah rumah tangga, perkantoran, dan perusahaan yang dibuang ke

selokan, dari selokan dialirkan ke sungai.

5. Warga Jakarta yang buang air besar di kakus yang berdiri di pinggiran

sungai menambah pencemaran.

6. Endapan lumpur akibat penumpukan limbah dan sampah di sepanjang

aliran sungai.

Suplai air dari Kanal Tarum Barat kualitasnya juga semakin menurun.

Berdasarkan catatan PD PAM Jakarta Raya, kandungan amoniak (NH3) tahun

2010 sebesar 2,9 miligram (mg) per liter. Sementara itu pada 2011, kandungan

NH3 meningkat menjadi 4,8 mg per liter. Padahal standar ambang batas air baku

1 mg per liter. Begitu pun dengan Kali Bekasi yang terhubung dengan Tarum

Barat, kualitasnya memburuk, pada akhir 2012 kandungan chemical oxygen

demand (COD) sudah melampaui ambang batas 25 mg per liter. Sehingga akibat

pencemaran ini, air tidak layak dipakai atau dikonsumsi.

3.2.2 Alih Fungsi Lahan

Seiring berjalannya waktu, daerah aliran sungai (DAS) kondisinya

semakin kritis dan mulai mengkhawatirkan. Data Kementerian PU mencatat, DAS

ideal apabila ditunjang hutan yang luasnya minimal sekitar 30% luas DAS secara

keseluruhan. DAS Ciliwung contohnya, saat ini hanya memiliki hutan sebagai

resapan air kurang dari 12% dari luas keseluruhannya. DAS Citarum juga tidak

lebih baik kondisinya dari DAS Ciliwung. Kondisi sejumlah saluran di Karawang

dan Bekasi juga makin buruk seiring berkembangnya tingkat hunian. Padahal, dari

saluran ini dipasok sekitar 81 persen suplai air baku ke Jakarta. Degradasi Daerah

Aliran Sungai (DAS), tingginya alih fungsi lahan, berkembangnya daerah

permukiman dan industri juga semakin mengancam kapasitas lingkungan dalam

menyimpan dan menyediakan air.

Page 28: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

27

3.2.3 Kurangnya Suplai Air Baku

Suplai air baku kian berkurang akibat menurunnya debit pada sumber air

dan tingginya laju sedimentasi pada tampungan air. Kondisi tersebut diperparah

dengan kualitas operasional dan pemeliharaan yang rendah. Di sisi lain,

kebutuhan air baku semakin tinggi akibat pesatnya pertumbuhan penduduk,

berkembangnya aktivitas manusia, dan tidak efisiennya pola pemanfaatan air.

Bertahun-tahun DKI Jakarta bergantung pada wilayah di sekitar untuk

pengadaan air bersih. Pasokan air baku warga Jakarta, menurut Badan Regulator

Air Minum DKI, sebanyak 97 persen merupakan pasokan dari Tarum Barat dan

Kali Cisadane. Hanya 3 persen yang diproduksi di wilayah Jakarta.

Tanpa terobosan kreatif, defisit air di DKI Jakarta diperkirakan akan

semakin parah. Dengan jumlah penduduk mencapai 11,4 juta jiwa tahun 2010

(termasuk pelaju harian), DKI membutuhkan air 26.938 liter per detik. Namun, air

yang tersedia hanya sekitar 17.800 liter per detik (produksi air 15.000 liter per

detik dan air curah olahan 2.800 liter per detik). Dengan demikian, defisit air di

DKI mencapai 9.183 liter per detik. Sepuluh tahun kemudian, defisit air di DKI

Jakarta diperkirakan akan lebih parah. Dengan proyeksi penduduk sebanyak 13,4

juta jiwa di tahun 2020, defisit air diperkirakan mencapai 19.000 liter per detik.

(Sumber: Kompas 18 Maret 2013).

Prediksi Kebutuhan dan Kapasitas Produksi Air di Jakarta Tahun 2010-

2025 dapat dilihat pada Gambar 3.7 Berdasarkan gambar tersebut, pada Tahun

2015 mendatang total kebutuhan air baku mencapai 37.673 l/det, sementara total

kapasitas produksi ditambah dengan air olahan yang dibeli dari PDAM Tirta

Kerja Raharja, Tangerang hanya mencapai 24.628 l/det, sehingga pada Tahun

2015, Jakarta akan mengalami defisit air baku sebesar 13.045 l/det.

Page 29: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

28

Gambar 3.7 Prediksi Kebutuhan dan Kapasitas Produksi Air di Jakarta 2010-2025

3.2.4 Terganggunya Sistem Distribusi Air Baku

Ketergantungan air baku dari luar Jakarta membuat pelayanan air bersih

sangat mudah mengalami gangguan. Konsekuensinya sering terlihat, begitu ada

gangguan di jaringan suplai, seperti jebolnya Pintu Air Buaran 31 Agustus 2011

lalu, Jakarta kekurangan air baku. Selain itu, jika ada masalah pada pompa

Cawang termasuk gangguan listrik, maka air baku tidak bisa dikirim ke Instalasi

Pengolahan Air Pejompongan, begitu juga bila ada gangguan dengan air curah yg

dibeli dari PDAM Tangerang.

Pada pertengahan Januari 2013, suplai air baku anjlok dari 5.600 liter per

detik menjadi 2.400 liter per detik akibat Kali Bekasi meluap. Gangguan suplai air

baku tersebut dikarenakan luapan air Sungai Bekasi harus digelontorkan ke laut

untuk mengurangi risiko banjir di kawasan sekitar. Penggelontoran tersebut juga

mengakibatkan debit air baku dari Tarum Barat yang menuju Pompa Buaran

berkurang. (Sumber : Kompas 6 Februari 2013)

Pola lama Sentralisasi pengolahan di satu titik sebaiknya mulai

ditinggalkan karena mendistribusikan air dengan jangkauan cukup jauh dari

instalasi pengolahan akan memiliki ongkos distribusi dan tingkat kebocoran yang

Page 30: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

29

tinggi. Seperti yang terjadi pada Tahun 2009 terjadi kebocoran aliran pipa yang

membawa air baku dari kanal Tarum Barat sehingga mempengaruhi pasokan air

di wilayah Jakarta.

Saat ini juga terjadi adanya tingkat kebocoran air bersih dari dua operator

utama di wilayah DKI saat ini Palyja dan Aetra, total rata-rata kebocoran air

mencapai 41,4 %, perinciannya Aetra menyumbang 45, 07 % dan Palyja 37,9 %.

Akibat dari adanya kebocoran ini, pasokan air bersih untuk masyarakan pun

menjadi berkurang.

3.3 UPAYA MENGATASI PERMASALAHAN AIR BAKU DI DKI

JAKARTA

3.3.1 Tercemarnya Sungai sebagai Sumber Air Baku

Kondisi sungai di jakarta yang berfungsi sebagai sumber air baku semakin

memburuk. Untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan kerjasama yang

terkoordinir dengan baik. Pemprov DKI Jakarta, Forum Air Jakarta dan

pemerintah pusat diharapkan duduk bersama agar menghasilkan solusi dan

membawa manfaat jangka panjang.

Penanganan masalah air baku di Jakarta juga akan mendorong pemenuhan

akses penduduk untuk air minum aman seperti yang diamanatkan dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan target Pembangunan

Milenium (MDGs). Forum Air Jakarta saat ini sedang berupaya melakukan

pemetaan daerah yang tingkat konsumsi air bakunya paling tinggi. (Sumber :

Merdeka 26 Maret 2013)

Selain pentingnya peran pemerintah dalam mengatasi permasalah

pencemaran air sungai, peran serta masyarakat pun sangat penting. Masyarakat

harus mulai mengurangi jumlah sampah yang diproduksi setiap hari (minimize),

mendaur ulang (recycle), mendaur pakai (reuse) dan jangan membuang sampah ke

sungai. Dalam hal ini peran pemerintah untuk mensosialisasikan program tersebut

harus rutin dilakukan seperti mengadakan penyuluhan kepada masyarakat.

Page 31: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

30

3.3.2 Alih Fungsi Lahan

DAS Ciliwung merupakan sungai utama dari 13 DAS yang masuk ke

Jakarta. Bentuk DAS Ciliwung dan DAS-DAS lainnya yang masuk Jakarta

umumnya berbentuk memanjang seperti bulu burung. Dengan bentuk seperti itu,

secara teoritis DAS tersebut tidak rawan menyebabkan banjir karena air hujan

yang jatuh di seluruh DAS tidak keluar secara bersamaan bila dibandingkan

dengan bentuk DAS yang membulat. Jadi, dengan adanya banjir di Jakarta saat ini

dapat dipastikan ada yang salah dalam sistem prosesnya.

Peraturan Pemerintah No.37 tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS sudah

menyebutkan, bahwa kewenangan pengelolaan DAS dilakukan oleh Menteri pada

DAS lintas provinsi, oleh Gubernur pada DAS lintas kabupaten, dan oleh Bupati

atau Walikota pada DAS dalam Kabupaten/Kota (pasal 42). Jadi, kalau melihat

DAS yang masuk Jakarta, maka penangannya melibatkan banyak pihak; Dua

provinsi dan beberapa Pemerintah Kabupaten dan Kota. Masing-masing DAS

yang masuk ke Jakarta mempunyai karakteristik (lereng, tanah, penutupan lahan,

dan curah hujan) yang berbeda-beda, sehingga penanganannya tidak bisa seragam,

harus ditangani sendiri-sendiri.

Penanganan DAS Ciliwung tidak sama dengan penanganan DAS Kali

Pasangrahan misalnya. Masing-masing DAS disusun rencana pengelolaannya,

dengan tujuan utama untuk mengurangi banjir Jakarta. Karena tujuan utamanya

itu, maka diusahakan sebanyak mungkin air masuk ke dalam tanah.

Rencana tersebut harus melibatkan semua stakeholder yang terlibat, dan

disusun untuk jangka panjang, menengah, dan pendek. Masyarakat juga perlu

dilibatkan dalam melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolan

DAS tersebut.

Situ-Situ yang tersebar di bagian hulu dari Jakarta sekarang berubah

fungsinya dari sebagai penampung air menjadi penampung penduduk

(permukiman). Salah satu cara alami menyehatkan DAS yakni dengan

memfungsikan Situ-Situ tersebut kembali untuk menampung air. Selain itu,

peningkatan daya infiltrasi juga dilakukan dengan pembuatan sumur-sumur

resapan dan penanaman pohon pada setiap jengkal tanah yang memungkinkan

Page 32: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

31

untuk ditanami. Khusus untuk DAS yang lebih besar seperti Ciliwung, perlu

dibangun waduk-waduk kecil di bagian hulunya sehingga Bendung Katulampa

tidak menampung air sampai sebanyak saat ini.

Cara alami ini selain menyehatkan DAS, juga akan meningkatkan

cadangan air tanah, menambah aliran sungai pada musim kemarau, dan mencegah

penurunan tanah akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan. Cara alami ternyata

lebih menyehatkan DAS dan akhirnya juga akan menyehatkan masyarakat di

dalamnya.

Selain itu dapat dilakukan penyerapan air hujan secara buatan / artificial

recharge (biopori, sumur resapan dan metoda lainnya) yang pada intinya

memperkecil aliran permukaan. Agar genangan dijalan raya segera surut juga,

maka perlu dibuat sumur resapan sehingga air lebih dahulu mengalir ke sumur

resapan dan bukan ke saluran drainase. Baru kemudian diselesaikan penanganan

saluran drainase pinggir jalan utama /protokol sampai ke sungai terdekat.

Kemudian menormalisasi sungai (pelebaran sungai), jika aliran bertambah besar,

dan jika bertambah besar lagi alirannya, dibuat kanal untuk secepat nya air hujan

dibuang ke laut. Selain itu perlu digalakkan metoda konservasi yg lain seperti

waduk retensi, situ 2, polder dan waduk resapan yang pada intinya menahan air

selama mungkin di darat sebagai usaha mengatasi kelangkaan air.

3.3.3 Kurangnya Suplai Air Baku

Penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan standar pelayanan

merupakan tantangan serius yang dihadapi oleh Pemda DKI Jakarta dewasa ini.

Kondisi pelayanan yang terkait dengan kualitas, kuantitas, kontinuitas dan

tekanan air masih mendominasi keluhan atau komplain dari masyarakat pelanggan

Palyja dan TPJ.

Dua faktor yang menyebabkan keterbatasan tersebut yang satu sama lain

semakin memperburuk kinerja pelayanan air bersih di Jakarta adalah semakin

tingginya tingkat inefisiensi (kebocoran) yang saat ini mencapai 50% lebih dalam

bentuk kehilangan air (Uncounted for Water atau UFW) dan akibat semakin

Page 33: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

32

terbatasnya suplai air baku yang berasal dari sumber utama Waduk Serbaguna

Jatiluhur.

Defisit air baku dapat diatasi dengan memanfaatkan potensi air hujan

bersamaan dengan upaya pengolahan (reklamasi) kualitas limbah cair perkotaan

yang harus juga ditangani untuk menciptakan kondisi sanitasi lingkungan yang

lebih baik. Selain itu langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam pengelolaan

sumber air permukaan ini adalah: pengaturan aliran, perlindungan daerah

tangkapan air, pengaturan tata ruang, melakukan proteksi dan konservasi daerah

recharge dan lokasi sumber air baku potensial, dukungan regulasi/kebijakan dari

pemerintah, menerapkan teknologi daur pakai air, menerapkan manajemen

pengelolaan dan pemanfaatan air, studi lebih detail identifikasi potensi sumber air

baku. Sedangkan untuk sumber air non permukaan: menampung dan menyalurkan

air ke dalam akifer melalui bangunan tertentu, menghambat air permukaan supaya

meresap ke dalam tanah dan mengatur penggunaan air secara optimal. Untuk

menjamin ketersediaan air tanah untuk masa mendatang maka pengaturan

pemanfaatan air tanah harus dilakukan. Dalam hal ini sangat diperlukan peraturan

yang tegas, jelas dan mengikat terhadap pemanfaatan air tanah itu sendiri.

3.3.4 Terganggunya Sistem Distribusi Air Baku

Penambahan pasokan air baku dari Tarum Barat dilakukan bertahap

sejalan dengan pengerukan endapan dan perbaikan dinding saluran yang mulai

dilakukan tahun 2013. Seluruh upaya ini dilakukan karena kondisi Tarum Barat

semakin rapuh dimakan usia, tekanan penduduk, dan beban lalu lintas kendaraan.

Selain perbaikan saluran, pemerintah juga berencana membangun pipa untuk

mengalirkan 4,2 meter kubik per detik air curah. Instalasi pengolah air akan

dibangun di sekitar Bendung Bekasi sebelum dialirkan ke DKI Jakarta.

Pembangunan proyek ini diharapkan dapat menambah debit pasokan air

baku ke Jakarta 15 meter kubik per detik, totalnya menjadi 31 meter kubik per

detik. Diharapkan penambahan ini bisa dilakukan dalam 15 tahun mendatang.

Harus diupayakan de-sentralisasi dengan membangun dan mengaktifkan instalasi

air dengan kapasitas kecil tersebar merata di wilayah DKI Jakarta.

Page 34: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

33

3.3.5 Wacana Mengatasi Permasalahan Sumber Daya Air di DKI Jakarta

Dengan melihat kompleksitas permasalahan yang dihadapi, khususnya

dalam upaya pengelolaan SDA, bersamaan dengan keterbatasan dana dan

ketersediaan lahan, demi efektifitas dan efisiensi pemecahan masalah, diperlukan

upaya penanganan secara menyeluruh dan terintegrasi dengan memanfaatkan

kemajuan teknologi. Salah satu solusi menyeleruh dan terintegrasi yang pada

dasarnya tidak terkendala pada upaya penyediaan dan pembebasan lahan adalah

dengan membangun suatu sistem terowongan bawah tanah multiguna yang

dikenal sebagai MPDT atau Multi Purpose Deep Tunnel.

Gambar 3.8 Skema Multi Purpose Deep Tunnel Jakarta

MPDT sebagai salah satu emerging solution dalam konteks IUWRM pada

dasarnya adalah merupakan suatu sistem teknologi terowongan dan reservoir air

bawah tanah yang secara terintegrasi untuk dapat mengatasi masalah banjir,

kelangkaan air baku, penanganan limbah cair perkotaan, manajemen dan

konservasi air tanah yang dipadukan dengan upaya penanganan kemacetan lalu

lintas serta sekaligus untuk dapat memperbaiki kembali (restorasi) kondisi

kualitas sungai-sungai yang mengalami pencemaran berat oleh limbah cair di

daerah perkotaan padat penduduk seperti DKI Jakarta.

Pemprov DKI merencanakan untuk membangun Multi Purpose Deep

Tunnel (MPDT) di sepanjang Banjir Kanal Timur (BKT), Banjir Kanal Barat

(BKB), dan di sebelah barat Sungai Ciliwung. Pembangunan MPDT sepanjang 17

kilometer dan diameter 18 meter ini diperkirakan menelan biaya pembangunan

Page 35: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

34

senilai Rp4,37 triliun. MPDT ini akan dibangun di daerah tangkapan air yang

kerap dilanda banjir seperti di Bukit Duri, Kampung Melayu, pintu air Manggarai,

pintu air Karet, Grogol, Banjir Kanal Barat, dan Muara Angke.

Tandon yang nantinya dibangun bisa menampung air yang cukup besar,

yakni 30 juta meter kubik. Sehingga, air yang ada di permukaan tanah bisa masuk

ke terowongan bawah tanah dan ditampung di tiga tandon yang ada di bawah

BKT, Setia Budi, dan BKB. Air yang ditampung di tandon ini kemudian

digunakan untuk pasokan air baku bagi Perusahaan Air Minum (PAM). Selain itu,

sistem ini bisa juga sebagai tempat penampungan air limbah rumah tangga yang

kemudian diolah menjadi pupuk.

MPDT mengaplikasikan green technology atau teknologi ramah

lingkungan sehingga tidak mencemari lingkungan karena sistem ini merupakan

sistem saluran dan reservoir bawah tanah yang secara terintegrasi dapat mengatasi

masalah banjir, kelangkaan air baku, penanganan limbah cair perkotaan,

manajemen dan konservasi air tanah, serta untuk memperbaiki kembali kondisi

kualitas sungai yang mengalami pencemaran berat di perkotaan. (Sumber:

http://www.media-indonesia.com/berita.asp?Id=126007)

MPDT terdiri dari 2 komponen yang berfungsi sebagai penyaluran

(sekaligus sarana jalan tol) dan sarana penyimpanan dan penyaluran air hujan

maupun limbah cair untuk diolah sebelum dibuang atau dimanfaatkan sebagai

alternatif sumber air baku. Komponen pertama adalah saluran di bawah tanah

(deep tunnel) pada kedalaman 25 sampai 45 m dengan diameter yang relatif besar

(10-15 m). Deep Tunnel ini juga dilengkapi dengan saluran vertikal (vertical

shaft) yang akan membawa air dari beberapa daerah potensi genangan pada saat

hujan turun dan saluran horizontal yang membawa air limpasan menuju reservoir

bawah tanah atau dibuang lansung ke laut pada saat musim banjir dengan sistem

pemompaan pada daerah hilirnya. Saluran ini terbuat dari pasangan beton kedap

air dengan pertimbangan disain terhadap kondisi geologi dan sifat tanah

sekitarnya.

Page 36: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

35

Gambar 3.9 Potongan Melintang Multi Purpose Deep Tunnel Jakarta

Seperti terlihat pada Gambar 3.9, dalam keadaan normal dimana tidak ada

banjir, terowongan yang terdiri atas 3 (tiga) lapisan (layer) tersebut akan

difungsikan sebagai sarana jalan tol bawah tanah untuk bagian atas dan tengah

dengan pembagian arah yang berbeda untuk setiap lapisnya. Sementara lapisan

bagian bawah (dasar terowongan) akan sepenuhnya berfungsi sebagai saluran air

dan tempat saluran limbah cair (sewerage pipes) yang terpisah untuk menjaga

kontaminasi dari limbah cair.

Komponen kedua adalah reservoir di bawah tanah itu sendiri. Reservoir ini

didisain dengan kapasitas relatif besar untuk mampu menampung limpasan air

atau genangan yang terjadi akibat hujan atau curah hujan tinggi bersamaan dengan

akumulasi limbah cair perkotaan dalam hitungan debit harian. Reservoir bawah

tanah kedap air ini juga didisain dengan mempertimbangkan faktor keamanan

yang tinggi terhdap resiko runtuh (colaps) akibat beban dan getaran atau

pergerakan tanah (earthquake).

Sistem saluran ini pada beberapa titik akan bertemu dengan saluran air

limbah (sewerage network) yang biasanya dalam bentuk combine sewer overflow

(CSO) untuk kemudian menuju ke reservoir utama di bawah tanah. Suatu yang

sangat unik dari kombinasi CSO dengan MPDT ini dibandingkan dengan sistem

konvensional adalah, bahwa sistem ini dapat mengeliminasi atau menghilangkan

sebagian besar kebutuhan sistem pemompaan berupa pumping station dalam

sistem penyaluran limbah cair dari sumbernya menuju ke tempat penampungan

dan pengolahan akhirnya. Karena semua limbah cair dialirkan secara gravitasi dan

Page 37: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

36

tentunya akan menghemat secara signifikan dalam biaya investasi dan operasinya.

Dalam pengoperasian dan pemeliharaannya sistem MPDT untuk sistem

penyaluran limbah cair juga tidak akan mengganggu aktifitas rutin (transportasi)

perkotaan dipermukaan tanah, karena semua aktifitas O & M berlangsung di

bawah tanah dalam terowongan.

Lumpur endapan pada reservoir bawah tanah dan lumpur dari hasil

reklamasi dan pengolahan air baku selanjutnya diolah secara proses biologis untuk

stabilisasi sifat fisik dan kimiawinya untuk kemudian dapat diolah lebih lanjut

menjadi pupuk organik (biosolid) untuk keperluan pertanian. Dari hasil

pengolahan lumpur secara anaerobic juga akan dapat dihasilkan gas methan

(CH4) sebagai sumber bioenergi yang dapat digunakan sebagai sumber energi

pembangkit listrik untuk keperluan operasional MPDT.

Dari aspek penyediaan air baku, ketergantungan Jakarta terhadap

(fluktuasi) suplai air baku dari luar Jakarta bersamaan dengan upaya terintegrasi

dalam mengatasi masalah banjir, konservasi air tanah dan menciptakan kondisi

sanitasi lingkungan yang lebih baik dapat dicapai secara efektif, efisien dan

simultan dengan pemanfaatan MPDT. Sehingga ketergantungan Jakarta terhadap

pasokan air baku maupun air curah dan mata air dari sumber-sumber yang berada

di luar Jakarta dapat diminimalkan secara bertahap bersamaan dengan upaya

konservasi SDA secara terintegrasi dan berkelanjutan.

Dari aspek konservasi air tanah, kemampuan MPDT dalam mencukupi

kebutuhan air baku PAM Jaya akan memungkinkan regulasi pembatasan

eksploitasi air tanah dapat diimplementasikan dengan optimum. Kawasan kota

yang merupakan daerah rawan air dan kondisi kualitas dan kuantitas air tanah

dalam kondisi kritis seperti kawasan Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Barat

bagian utara dan Jakarta Timur bagian utara mendapat prioritas utama untuk

kebijakan pembatasan secara ketat eksploitasi air tanah melalui strategi

pemenuhan 100% cakupan layanan air bersih perpipaan. Dengan demikian upaya

pengendalian turunnya muka air tanah yang menyebabkan turunnya muka tanah

(land subsidence) dan intrusi air laut di kawasan tersebut dapat dicapai secara

sistematis dan sistemik.

Page 38: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

37

Lebih jauh lagi, dalam sistem operasinya, MPDT dilengkapi dengan sistem

monitoring dan sistem perlengkapan untuk menjamin faktor keamanan dan

keselamatan yang tinggi untuk menjamin keselamatan dan keamanan MPDT

untuk dapat digunakan sebagai sistem pengendali banjir dan sarana jalan tol

bawah tanah. Perlengkapan sistem radar cuaca pada daerah hulu DAS Ciliwung

yang terhubung dengan sistem satelit pemantau cuaca yang dapat

memperhitungkan secara tepat dan cepat kapan terowongan harus dikosongkan

untuk mengantisipasi datangnya banjir merupakan bagian yang esensial dari

sistem MPDT ini.

Sistem ventilasi yang menjamin teciptanya udara segar dengan kandungan

oksigen (O2) yang cukup dan untuk mengeluarkan emisi buangan kendaraan

bermotor (CO dan CO2) setiap saat merupakan faktor utama keamanan dan

kenyamanan dalam penggunaan MPDT sebagai sarana jalan tol bawah tanah

disamping fitur-fitur perlengkapan telekomunikasi dalam keadaan darurat. Belajar

dari pengalaman pengoperasian Stormwater Management and Road Tunnel

(SMART) Kuala Lumpur yang sudah dioperasikan mulai bulan Juli 2007 lalu,

maka ramp untuk keluar dan masuk kendaraan dibuat sedemikian rupa dengan

mempertimbangkan kebutuhan dan faktor psikologis pengguna jalan tol bawah

tanah.

Estimasi biaya investasi, operasi dan perawatan serta pendapatan yang

dihasilkan dengan adanya MPDT dapat dilihat pada gambar 3.10, pada gambar

tersebut dijelaskan bahwa nilai investasi MPDT mencapai 16,25 triliun rupiah

dengan pendapatan pertahun sebesar 1, 585 trilliun rupiah, dimana pendapatan

per-tahun mencapai 10% dari nilai investasi sehingga keuntungan yang

didapatkan cukup besar. Selain itu dapat dilihat pula perbandingan antara MPDT

dengan teknologi lain dalam upaya penanganan masalah sumber daya air di

jakarta pada gambar 3.11. Hasil yang ditunjukkan adalah adanya MPDT memang

dapat mengatasi permasalahan yang ada bahkan dalama pelaksanaannya tidak

perlu dilakukan pembebasan lahan. Namun karena teknologi yang digunakan

sangat maju maka biaya yang digunakan sangat mahal. Mahalnya biaya produksi

Page 39: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

38

ternyata tidak menmbuat peluang pemasukan menjadi rendah karena MPDT

sangat potensial.

Tabel 3.8 Perkiraan Sementara Biaya Investasi, Operasi dan Pemeliharaan Serta

Perkiraan Endapatan MPDT Pusat Per-Tahun

Tabel 3.9 Perbandingan MPDT Dengan Teknologi Lain Dalam Upaya

Penanganan Masalah Sumber Daya Air Di Jakarta

Page 40: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

39

BAB 4

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan yang telah dilakukan

adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan untuk air bersih meliputi kebutuhan air domestik dan non

domestik. Pasokan air baku wilayah DKI Jakarta 61% produk air baku

diperoleh dari Kanal Tarum Barat yang dipasok oleh Perum Jasa Tirta II

dan diolah di Instalasi pengolahan air bersih Pejompongan I dan II.

Sementara 34% diperoleh dari air curah olahan yang dibeli dari daerah

Tanggerang. Pasokan air lainnya diperoleh dari sungai Krukut sebesar 4%

yang pengolahannya dilakukan daerah WTP Cilandak. Sisanya 1% dari

Cengkareng Drain yang pengolahannya di daerah WTP Taman Kota.

2. Permasalahan Air Baku di DKI Jakarta adalah wilayah DKI membutuhkan

air bersih 26.938 liter per detik, namun yang tersedia saat ini 17.800 liter

per detik, sehingga defisit air mencapai 9.183 liter per detik. Beberapa

permasalahan yang dapat mempengaruhi berkurangnya pasokan air baku

diantaranya tercemarnya sungai yang menjadi aliran air baku dari

sumbernya, alih fungsi lahan di sekitar aliran sungai, serta terganggunya

jaringan distribusi.

3. Dengan melihat kompleksitas permasalahan yang dihadapi, khususnya

dalam upaya pengelolaan SDA, Salah satu solusi menyeleruh dan

terintegrasi adalah adanya wacana membangun suatu sistem terowongan

bawah tanah multiguna yang dikenal sebagai MPDT atau Multi Purpose

Deep Tunnel.

Page 41: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

40

4.2 SARAN

Dalam rangka mewujudkan ketahanan air bersih, DKI Jakarta perlu

membangun skenario kebijakan agar kekurangan air bersih untuk DKI Jakarta

dimasa mendatang tidak terjadi kembali. Skenario kebijakan baik yang terkait

dengan management water supply and demand serta teknologi pengelolaan antara

lain pembangunan pengolahan air dengan memanfaatkan potensi ketersediaan air

dari 13 sungai yang mengalir ke DKI Jakarta. Serta menambah sumber air baku

dari DAS lainnya di luar DKI Jakarta dengan melakukan kerjasama antar wilayah.

Page 42: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

DAFTAR PUSTAKA

SNI 6773 : 2008 Tentang Spesifikasi Unit Paket Instalasi Pengolahan Air

SNI 6774 : 2008 Tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan

Air

Peraturan Pemerintah RI No 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air

Dan Pengendalian Pencemaran Air

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 416/Men.Kes/PER/IX/1990 Tentang

Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air.

Ali, Firdaus. 13 Maret 2007. Implementasi Konsep Iuwrm Untuk Keterpaduan

Pengelolaan Sumber Daya Air Dan Penanganan Kemacetan Lalu Lintas

Di Wilayah Metropolitan Dki Jakarta.

Amp. 24 Maret 2013. Krisis Air Ancam Ibu Kota Negara.

http://www.ampl.or.id/digilib/read/49-krisis-air-ancam-ibu-kota

negara/47998

Anonim. 25 Maret 2013. Krisis Air di DKI Jakarta.

http://jakartapedestrian.wordpress.com/2013/03/19/krisis-air-di-dkijakarta/

Anonim. 25 Maret 2013. Teknologi Pengendalian-Banjir.

http://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalian-

banjir/deep-tunnel-reservoir-system/

Anonim. 25 Maret 2013. Sistem Pendistribusian Air Bersih.

http://www.psychologymania.com/2012/08/sistem-distribusi-air-

bersih.html

Habibi, Yasin. 22 Januari 2013. Cara Alami Atasi Banjir.

http://www.republika.co.id/berita/jurnalismewarga/wacana/13/01/21/mgyy

pd-cara-alami-atasi-banjir-jakarta

Julaikah. 26 Maret 2013. Atasi Kekuragan Air Baku, DKI Gandeng Pemerintah

Pusat. http://www.merdeka.com/jakarta/atasi-kekurangan-air-baku-dki-

gandeng-pemerintah-pusat.html

Page 43: PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA

Kompas. 24 Maret 2013. Perebutan Kian

Sengit .http://megapolitan.kompas.com/read/2013/03/18/02561284/Perebu

tan.Kian.Sengit

Liputan6. 24 Maret 2013. Jakarta Menargetkan Jual Air Baku 165 juta

m3 .http://liputan6.com/2013/03/15/palyja-menargetkan-jual-air-baku-

165-juta-m3

Palyja. 24 Maret 2013. Pasokan Air Baku Palyja Terganggu Akibat Gangguan

Pasokan Air Baku. http://id.palyja.co.id/berita-dan-kegiatan/ruang-

media/siaran-pers/read/251/pasokan-air-baku-palyja-terganggu-akibat-

gangguan-pasokan-air-baku/

Suyono, Yon. 24 Maret 2013. Sumber Air Baku dan Problematikanya.

http://pengolahanairbaku.blogspot.com/2011/06/sumber-air-baku-dan-

problematikanya.html

Vipriyanti, Yurista. 2012. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air. Skripsi.

Universitas Gunadarma. Jakarta.

Wasono, Sapto. 24 Maret 2013. Pengertian Infrastruktur.

http://saptowasono.dosen.narotama.ac.id/2011/07/28/pengertian-

infrastruktur/

108 Jakarta. 24 Maret 2013. PT Palyja Kekurangan Air Baku.

http://ww.108jakarta.com/news/2013/02/05/11586/PT-Palyja-Kekurangan-

Air-Baku