PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA
-
Upload
yogi-oktopianto -
Category
Education
-
view
2.853 -
download
2
description
Transcript of PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU DI DKI JAKARTA
PERMASALAHAN DAN UPAYA PENANGANAN AIR BAKU
DI DKI JAKARTA
Disusun Oleh :
Bunga Triana (16309816)
I kadek Bagus Widana .P (16309835)
Neneng Winarsih (16309850)
Ratih Dwi Prasetiyaningsih (16309860)
Yogi Oktopianto (16309875)
Yurista Vipriyanti (16309876)
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2013
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1 LATAR BELAKANG
Tingkat kebutuhan air baku untuk berbagai keperluan terutama air bersih
untuk rumah tangga, tempat-tempat umum, industri, dan lain-lain akan terus
meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan pertambahan penduduk dan laju
pembangunan di berbagai sektor dan bidang. Di Jakarta, ketersediaan air baku masih
menjadi gangguan terbesar dalam produksi air bersih. berdasarkan data Pusat Kajian
Sumber Daya Air Indonesia wilayah DKI sedikitnya membutuhkan air bersih 26.938
liter per detik, namun yang tersedia saat ini 17.800 liter per detik, berasal dari
produksi air 15 ribu per detik dan air curah olahan 2800 liter per detik, sehingga
defisit air mencapai 9.183 liter per detik. Dari total jumlah penduduk Jakarta yang
mencapai sekitar 10 juta jiwa, baru 36 persen yang tercukupi kebutuhan air bakunya.
Sementara sisanya harus memenuhi kebutuhan air baku dengan melakukan
penyedotan air tanah secara besar-besaran yang dapat memberikan dampak
menurunnya tinggi permukaan tanah.
Kondisi sungai di Jakarta yang sangat kotor membuatnya sangat sulit untuk
dijadikan sebagai bahan sumber air baku.. Oleh karena itu, bertahun-tahun DKI
Jakarta hanya bergantung pada wilayah di sekitar untuk pengadaan air bersih. Saat
ini hampir lebih dari 90 persen air baku Jakarta di suplai dari luar wilayah Jakarta.
Perinciannya, sekitar 80 persen air baku Jakarta berasal dari waduk Jatiluhur,
Purwakarta, Jawa Barat, 17 persen berasal dari sungai Cisadane, Tangerang
sementara sisanya sebesar 3 persen berasal dari Jakarta. Dari 13 sungai yang mengalir
di wilayah Ibu Kota, semuanya terkait dengan pemerintahan di daerah penyangga
(Jawa Barat dan Banten) sehingga Pemerintah Pusat harus ikut campur sebagai pihak
yang paling bertanggung jawab untuk ketersediaan air baku ini.
2
Disamping rendahnya kualitas air sungai, salah satu penyebab adanya krisis
dalam produksi air bersih adalah adanya tingkat kebocoran air bersih atau Non
Revenue Water (NRW) wilayah Jakarta yang masih mengkhawatirkan. Praktek
pencurian air dari kalangan masyarakat juga kerap terjadi. Sehingga selain
memikirkan cara menambah suplai air baku, juga diperlukan cara mengatasi
kehilangan air yang terjadi selama proses distribusi.
1. 2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah :
1. Bagaimana gambaran umum mengenai tingkat kebutuhan air bersih dan pasokan
air baku di DKI Jakarta ?
2. Apa saja permasalahan yang terkait dengan pengadaan air baku di DKI Jakarta ?
3. Apa saja upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan air baku dan
air bersih yang terjadi di DKI Jakarta ?
1. 3 Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah :
1. Mengetahui gambaran umum mengenai tingkat kebutuhan air bersih dan pasokan
air baku di DKI Jakarta.
2. Mengetahui permasalahan-permasalahan yang terkait dengan pengadaan air baku
di DKI Jakarta.
3. Mengetahui beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan
air baku dan air bersih yang terjadi di DKI Jakarta.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 MANAJEMEN INFRASTRUKTUR
Manajemen infrastruktur merujuk suatu sistem fisik yang menyediakan
transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik
yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup
sosial dan ekonomi (Grigg, 1988).
Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial
dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat
didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-
peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya
sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 2000). Dari berbagai
manajemen infrastruktur, salah satunya adalah manajemen infrastruktur tentang air
baku, mulai dari sumber air baku, pengadaan air baku, pengolahan air baku hingga ke
pendistribusiannya.
2. 2 AIR BAKU
Sumber air baku memegang peranan yang sangat penting dalam industri air
minum. Air baku (raw water) merupakan awal dari suatu proses dalam penyediaan
dan pengolahan air bersih. Berdasarkan SNI 6773 : 2008 tentang spesifikasi unit
paket instalasi pengolahan air dan SNI 6774 : 2008 tentang Tata cara perencanaan
unit paket instalasi pengolahan air pada bagian instalasi dan definisi yang disebut air
baku adalah air yang berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan atau
air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air
minum.
4
Sumber air baku bisa berasal dari sungai, danau, sungai air dalam, mata air
dan bisa juga dibuat dengan cara membendung air buangan atau air laut. Evaluasi dan
pemilihan sumber air yang layak darus berdasarkan dari ketentuan berikut :
1) Jumlah air yang diperlukan
2) Kualitas air baku
3) Kondisi iklim
4) Tingkat kesulitan pada pembuangan intake
5) Tingkat keselamatan operator
6) Ketersediaan biaya minuman oprasional dan pemeliharaan untuk IPA
7) Kemungkina terkontaminasinya sumber air pada masa yang akan datang
8) Kemungkinan untuk memperbesar intake pada masa yang akan datang
Air bawah tanah termasuk air yang dikumpulkan dengan cara rembesan dapat
dipertimbangkan sebagai sumber air. Hal ini dapat menghemat biaya operasional dan
pemeliharaan karena secara umum kualitas air bawah tanah sangat baik sebagai air
baku. Khususnya untuk air bawah tanah yang diambil dengan cara pengeboran yang
tentunya melalui perijinan, hal ini untuk mencegah terjadinya eksploitasi secara
besar-besaran yang dapat mengakibatkan kekosongan air bawah tanah karena tidak
seimbangnya antara air yang masuk dengan air yang keluar. Sehingga menyebabkan
pondasi bangunan yang berada diatasnya dapat turun (settlement) dan dapat
mengakibatkan air laut yang masuk merembes menggantikan air tanah tersebut
sehingga air menjadi asin dan tidak layak pakai seperti di utara Jakarta.
Tidak semua air baku dapat diolah, menurut SNI 6773:2008 bagian
Persyaratan Teknis kualitas air baku yang dapat diolah Instalasi Pengolahan Air
Minum (IPA) adalah :
1) Kekeruhan, maksimum 600 NTU atau 400mg/L SiO2.
2) Kandungan warna asli (appearent colour) tidak melebihi dari 100 Pt Co
dan warna sementara mengikui kekeruhan air baku.
5
3) Unsur-unsur lainnya memenuhi syarat baku air sesuai Peraturan
Pemerintah No. 82 tahun 2000 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
4) Dalam hal air sungai daerah tertentu mempunyai kandungan warna, besi
dan atau bahan organik melebihi syarat tertentu di atas tetapi kekeruhan
rendah (< 50 NTU) maka digunakan IPA sistem DAF (Dissolved Air
Flotation) atau sistem lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan.
Ketersediaan air baku kota Jakarta sebagian besar menggunaka air baku dari
bendungan Jatiluhur di Jawa Barat yang disalurkan lewat Kali Malang, dan sebagian
kecil tambahan dari Kali Krukut dan pasokan dari Cisadane Tangerang. Permasalah
sumber air baku bukan hanya pengadaannya tetapi pemeliharaan dan perawatan
sumber-sumber air baku yang ada. Hal ini yang dapat mengakibatkan berkurangnya
jumlah air baku yang ada, antara lain :
1) Penggundulan hutan yang merupakan daerah resapan yang bisa
memperbaharui sumber air tanah. Daerah perkotaan tidak dikelola dengan
perencanaan yang baik sehingga daerah terbuka hijau menjadi jarang,
yang mengakibatkan air hujan tidak bisa meresap kedalam tanah atau
tidak tertampung.
2) Tingkat pencemaran yang semakin meninggi pada setiap sumber air baku
baik bendungan, danau ataupun sungai. Pencemaran ini tidak hanya
dilakukan oleh masyarakat yang membuang sampah sembarangan tetapi
juga dilakukan industri yang membuang limbah tanpa melalui bangunan
pengolola limbah (IPAL) yang memadai.
3) Semakin menyempitnya daerah genangan air baku atau daerah aliran
sungai (DAS) yang diakibatkan oleh pemukiman baik yang legai maupun
yang liar seperti yang terjadi di bantaran sungai Ciliwung di Jakarta.
4) Pendangkalan sumber air baku baik oleh sampah atau oleh lumpur
sedimen. Pendangkalan akibat lumpur terkait dengan penggundulan hutan
6
sehingga lumpur tidak tertahan oleh pohon terbawa oleh air sungai hingga
ke muara.
5) Tingkat kebocoran air di Daerah Air Sungai akibat perawatan yang
kurang dari pemerintah atau pencurian air yang dilakukan oleh sebagian
masyarakat yang belum memahami pentingnya air baku seperti yang
terjadi disepanjang saluran induk Jatiluhur ke Kali Malang.
6) Lemahnya pengawasan dan low enforcement dari pihak terkait dalam
rangka menjaga sumber air baku.
Pencegahan dari berbagai sebab yang mengakibatkan rusaknya atau
berkurangnya jumlah air baku, antara lain :
1) Reboisasi bagi hutan yang gundul. Hutan yang masih baik harus dijaga
sedemikian rupa sehingga tidak menjadi rusak.
2) Tata kelola yang baik dalam RTRK (Rencana Tata Ruang Kota) dan
implementasinya di lapangan.
3) Membangun sumur resapan pada setiap bangunan di perkotaan.
4) Menyadarkan dan mengingatkan kembali kepada masyarakat dan pelaku
industri untuk sadar akan lingkungan terutama di daerah sekitar sungai
agar tidak membuang sampah atau limbah industrinya secara
sembarangan. Limbah industri harus diolah dengan benar sebelum
dibuang ke sungai atau laut.
5) Membongkar bangunan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Pengetatan IMB serta membersihkan DAS dari bangunan yang tidak
terkait dengan pengelolaan sungai.
6) Pengerukan kembali lagi sungai-sungai atau bendungan yang mengalami
pendangkalan.
7) Masyarakat yang melakukan pencurian air hendaknya disadarkan dan
ditindak apabila tetap melanggar.
7
8) Penegakan hukum secara tegas sangat diperlukan dalam menjaga
kelestarian sumber air baku.
2. 3 AIR BERSIH
Kebutuhan air untuk air bersih meliputi kebutuhan air domestik dan non
domestik. Kebutuhan air domestik adalah kebutuhan air yang dialokasikan untuk
kebutuhan rumah tangga dan kran umum. Sedangkan kebutuhan non domestik adalah
kebutuhan yang dialokasikan untuk kebutuhan sosial maupun komersil, diantaranya
industri, sarana peribadatan, pendidikan, kesehatan, perdagangan, perkantoran serta
pelayanan jasa umum.
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan
menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasnya, air bersih
adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum, dimana
persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas yang meliputi
kualitas fisik, kimia, biologis, dan radiologis sehingga apabila dikonsumsi tidak
menimbulkan efek samping (Permenkes No.416//Men.Kes/PER/IX/1990).
Persyaratan tersebut juga memperhatikan pengamanan terhadap distribusi air bersih
dari instalasi air bersih sampai pada konsumen.
Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Oleh
karena itu, jika kebutuhan terhadap air belum tercukupi, maka dapat memberikan
dampak yang besar bagi kerawanan kesehatan maupun sosial masyarakat. Pengadaan
air bersih di Indonesia dengan skala besar terpusat di daerah perkotaan dan dikelola
oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), sedangkan untuk daerah yang belum
mendapatkan pelayanan air bersih dari PDAM umumnya menggunakan air tanah
(sumur), air sungai, air hujan, mata air dan sumber air lainnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air pasal 8 disebutkan bahwa klasifikasi
mutu air menjadi 4 (empat) kelas, yaitu :
8
1) Kelas satu : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air
baku air minum, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu
air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2) Kelas dua : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanaman dan lainnya yang mempersyaratkan mutu
air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3) Kelas tiga : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan lainnya.
4) Kelas empat : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk
mengairi, pertanaman dan lainnya yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
2. 4 SISTEM PENGOLAHAN AIR BERSIH
Pengolahan air bersih adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk
merubah sifat-sifat air tersebut. Tujuan dari proses pengolahan air bersih secara
umum adalah untuk merubah dan memperbaiki kualitas air baku, mengurangi
kandungan parameter-parameter tertentu atau menghilangkannya sehingga memenuhi
standar kualitas air bersih. Ada 2 macam pengolahan air yang dikenal, yaitu :
1) Pengolahan lengkap, air baku mengalami pengolahan lengkap yaitu
pengolahan fisik, kimiawi dan bakterilogis. Pengolahan ini biasanya dilakukan
terhadap air baku yang keruh/kotor.
2) Proses pengolahan sebagian, air baku hanya mengalami proses pengolahan
kimia dan/atau pengolahan bakterologis.
Secara umum, terdapat tiga metode pengolahan air minum dengan air baku air
tawar baik berasal dari air permukaan ataupun air tanah, antara lain sebagai berikut :
9
2.4.1 Pengolahan Dengan Proses Khlorinasi
Proses pengolahan air minum dengan sistem ini hanya dilakukan pembubuhan
khlor sebagai desinfektan. Proses pengolahan ini digunakan untuk pengolahan air
minum dengan air baku dari air sumber-sumber yang kualitasnya baik dan proses
khlorinasi hanya sebagai disinfeksi saja. Secara umum, diagram proses pengolahan
air minum dengan proses khlorinasi saja dapat dilihat seperi berikut ini :
Gambar 2.1 Proses Pengolahan Air Minum Dengan Sistem Khlorinasi
2.4.2 Pengolahan Dengan Saringan Pasir Lambat
Dalam metode ini proses pengolahan yang utama adalah proses penyaringan
dengan sistem saringan pasir lambat. Pada gambar 2.2 dapat dilihat diagram
pengolahan secara umum. Pada saringan pasir lambat terjadi proses pemurnian yang
utama dengan menggunakan saringan yang media penyaringnya terdiri dari pasir
silika yang relatif halus. Sistem pengolahan dengan saringan pasir lambat tidak
memerlukan teknologi yang tinggi, melainkan membutuhkan tenaga untuk
pembersihan atau pencucian filter yang cukup banyak. Selain itu, memerlukan area
yang cukup luas untuk saringan pasirnya.
10
Gambar 2.2 Proses Pengolahan Air Minum Dengan Sistem Saringan Pasir Lambat
2.4.3 Pengolahan Dengan Saringan Pasir Cepat
Proses koagulasi sedimentasi dan filtrasi dengan saringan pasir cepat
merupakan bagian utama dalam cara pengolahan ini. Untuk media penyaringnya,
ukuran pasirnya relatif lebih besar daripada ukuran pasir pada saringan pasir lambat.
Dengan demikian, kecepatan penyaringan serta luas area filternya juga menjadi lebih
besar. Pada gambar 2.3 dapat dilihat diagram proses pengolahan dengan sistem
saringan pasir cepat.
Gambar 2.3 Proses Pengolahan Air Minum Dengan Sistem Saringan Pasir Cepat
11
2. 5 SISTEM PENDISTRIBUSIAN AIR BERSIH
Sistem distribusi air bersih adalah pendistribusian atau pembagian air melalui
sistem perpipaan dari bangunan pengolahan (reservoir) ke daerah pelayanan
(konsumen). Dalam perencanaan sistem distribusi air bersih, beberapa faktor yang
harus diperhatikan antara lain adalah :
1) Daerah layanan dan jumlah penduduk yang akan dilayani, meliputi :
Daerah layanan ini meliputi wilayah IKK (Ibukota Kecamatan) atau wilayah
kabupaten/ Kotamadya. Jumlah penduduk yang akan dilayani tergantung pada
kebutuhan, kemauan (minat), dan kemampuan atau tingkat sosial ekonomi
masyarakat. Sehingga dalam suatu daerah belum tentu semua penduduk
terlayani.
2) Kebutuhan air
Kebutuhan air adalah debit air yang harus disediakan untuk distribusi daerah
pelayanan.
3) Letak topografi daerah layanan
Letak topografi daerah layanan akan menentukan sistem jaringan dan pola
aliran yang sesuai.
4) Jenis sambungan sistem
Jenis sambungan dalam sistem distribusi air bersih dibedakan menjadi:
a. Sambungan halaman yaitu pipa distribusi dari pipa induk/ pipa utama ke
tiap- tiap rumah atau halaman.
b. Sambungan rumah yaitu sambungan pipa distribusi dari pipa induk/ pipa
utama ke masing- masing utilitas rumah tangga.
c. Hidran umum merupakan pelayanan air bersih yang digunakan secara
komunal pada suatu daerah tertentu unuk melayani 100 orang dalam
setiap hidran umum.
d. Terminal air adalah distribusi air melalui pengiriman tangki-tangki air
yang diberikan pada daerah-daerah kumuh, daerah terpencil atau daerah
yang rawan air bersih.
12
e. Kran umum merupakan pelayanan air bersih yang digunakan secara
komunal pada kelompok masyarakat tertentu, yang mempunyai minat
tetapi kurang mampu dalam membiayai penyambungan pipa ke masing-
masing rumah. Biasanya satu kran umum dipakai untuk melayani kurang
lebih dari 20 orang.
Selain itu yang perlu diperhatikan juga dalam sistem distribusi air bersih,
meliputi :
1) Pipa Distribusi
Pipa distribusi adalah pipa yang membawa air ke konsumen meliputi:
a. Pipa induk yaitu pipa utama pembawa air yang akan dibagikan kepada
konsumen.
b. Pipa cabang yaitu pipa cabang dari pipa induk.
c. Pipa dinas yaitu pipa pembawa air yang langsung melayani konsumen.
2) Tipe Pengaliran
Tipe pengaliran sistem distribusi air bersih meliputi aliran gravitasi dan aliran
secara pemompaan. Tipe pengaliran secara gravitasi diterapkan bila tekanan air pada
titik terjauh yang diterima konsumen masih mencukupi. Jika kondisi ini tidak
terpenuhi maka pengaliran harus menggunakan sistem pemompaan.
3) Pola Jaringan
Macam pola jaringan sistem distribusi air bersih:
a. Sistem cabang
Sistem cabang adalah sistem pendistribusian air bersih yang bersifat
terputus membentuk cabang- cabang sesuai dengan daerah pelayanan.
b. Sistem Loop
Sistem Loop adalah sistem perpipaan melingkar dimana ujung pipa yang
satu bertemu kembali dengan ujung pipa lain.
13
4) Perlengkapan Sistem Distribusi Air Bersih
a. Reservoir
Fungsi reservoir adalah untuk menampung air bersih yang telah diolah
dan memberi tekanan. Jenis reservoir meliputi:
Ground reservoir yaitu bangunan penampung air bersih di bawah
permukaan tanah,
Elevatad reservoir adalah bangunan penampung air yang terletak di
atas permukaan tanah dengan ketinggian tertentu sehingga tekanan
air pada titik terjauh masih tercapai.
b. Bahan Pipa
Bahan pipa yang biasa dipakai untuk pipa induk adalah pipa galvanis,
bahan pipa cabang adalah PVC, sedangkan untuk pipa dinas dapat
digunakan pipa dari jenis PVC atau galvanis.
Keuntungan jika memakai pipa galvanis adalah pipa tidak mudah pecah
bila tekanan air yang mengalir cukup besar atau mendapat tekanan dari
luar yang cukup berat meskipun harganya relatif mahal. Sedangkan untuk
pipa PVC akan lebih mudah pecah walaupun dari segi harga lebih murah.
c. Valve (Katup)
Valve berfungsi untuk mengatur arah aliran air dalam pipa dan
menghentikan air pada suatu daerah apabila terjadi kerusakan.
d. Meter Air
Meter air berfungsi untuk mengukur besar aliran yang melalui suatu pipa.
e. Flow Restrictor (Pembatas arus)
Flow restrictor berfungsi untuk pembatas air baik untuk rumah maupun
kran umum agar aliran merata.
14
f. Assessoris Perpipaan :
Sok (sambungan pipa),
Fungsinya untuk menyambungkan pipa pada posisi lurus. Sok
dibedakan menjadi :
a) Sok turunan yang menghubungkan dua pipa yang mempunyai
diameter berbeda.
b) Sok adaptor yang menghubungkan dua pipa yang mempunyai
tipe yang berbeda, misalnya PVC dengan galvanis.
Flens (sambungan pipa)
Berfungsi untuk menyambung pipa. Penyambungan dengan flens
dilakukan untuk pipa yang kedudukannya di atas permukaan tanah
dengan diameter yang lebih besar dari 50 mm. Flens diperlukan
dalam bentuk flens adaptor.
Water mul dan Nipel (sambungan pipa)
Berfungsi untuk menyambung pipa dalam posisi lurus. Pipa ini dapat
dibuka kembali meskipun kedudukan pipa-pipa yang disambung
dalam keadaan mati.
Penyambung gibault (sambungan pipa)
Khusus dipakai menyambung pipa asbestos semen.
Dop dan plug (penutup)
Berfungsi untuk menutup ujung akhir pada pipa.
Bend (sambungan pipa)
Berfungsi untuk menyambung pipa yang posisinya membentuk sudut
satu sama lainnya.
Tee (sambungan pipa berbentuk T)
Berfungsi untuk menyambung pipa bila ada pencabangan tiga pipa
yang saling tegak lurus.
15
5) Deteksi Kebocoran
Dalam perencanaan sistem distribusi air besih tidak menutup kemungkinan
terjadi kebocoran atau kehilangan air. Kehilangan air didefinisikan sebagai jumlah air
yang hilang akibat:
a. Pemasangan sambungan yang tidak tetap.
b. Terkena tekanan dari luar sehingga menyebabkan pipa retak atau pecah
c. Penyambungan liar : Untuk mengetahui jika terjadi kebocoran yang tidak
tepat misalnya air rembesan dari keretakan pipa, dapat diatasi dengan alat
pendeteksi kebocoran yang disebut Leak detector. Sedangkan upaya
untuk mengurangi terjadinya kehilangan air yang lebih besar dalam
perencanaan sistem distribusi air dilakukan pembagian wilayah atau
zoning untuk memudahkan pengontrolan kebocoran pipa, serta
pemasangan meteran air.
16
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 GAMBARAN UMUM KEBUTUHAN AIR BAKU
3.1.1 Jumlah dan Jenis Kebutuhan
Kebutuhan air bersih suatu wilayah tergantung pada faktor yang
mempengaruhi dalam wilayah tersebut. Faktor tersebut antara lain adalah taraf
hidup masyarakat, kebiasaan sehari-hari dan kemudahan memperoleh air.
Kebutuhan untuk air bersih meliputi kebutuhan air domestik dan non
domestik. Kebutuhan air domestik adalah kebutuhan air yang dialokasikan untuk
kebutuhan rumah tangga dan kran umum. Sedangkan kebutuhan non domestik
adalah kebutuhan yang dialokasikan untuk kebutuhan sosial maupun komersil,
diantaranya industri, sarana peribadatan, pendidikan, kesehatan, perdagangan,
perkantoran serta pelayanan jasa umum.
Kebutuhan air untuk untuk fasilitas-fasilitas sosial ekonomi harus
dibedakan sesuai peraturan PDAM dan memperhatikan kapasitas produksi sumber
daya yang ada, tingkat kebocoran dan pelayanan. Berikut ini adalah tabel jenis
konsumsi pemakaian air bersih yang digunakan dan standar kebutuhan air minum
tersebut berdasarkan lokasi wilayah menurut Direktorat Jenderal Cipta Karya
Departemen Pekerjaan Umum.
Tabel 3.1 Jenis Konsumsi Pemakaian Air Bersih
Jenis Pemakaian Keterangan
Domestik
Domestik
Untuk keperluan rumah tangga seperti
minum, masak, mandi, cuci pakaian, untuk
menyiram taman, dan lain-lain.
Domestik dan
pertokoan kecil
Untuk keperluan rumah tangga dan
pertokoan kecil, rumah toko, dan lainnya.
Institusional
Untuk keperluan kantor pemerintah,
fasilitas umum, rumah sakit, sekolah dan
lainnya.
Umum Keperluan
umum
Untuk penyiraman jalan, taman
umum/kota, toilet umum, pemadam
17
kebakaran dan lainnya.
Komersial
Untuk bangunan perkantoran swasta,
hotel, keperluan wisata, daerah pertokoan,
pasar, restoran, bioskop dan lainnya.
Industri Untuk keperluan industri, pabrik.
Lain-lain
Untuk keperluan pelabuhan dan untuk
keperluan mendadak/darurat, untuk suplai
ke daerah lain.
Sumber :Water Supply Engineering, JICA, 1990
Tabel 3.2 Kriteria Perencanaan Air Bersih
URAIAN
KATEGORI KOTA BERDASARKAN
JUMLAH PENDUDUK (JIWA)
>
1.000.0
00
500.000
s/d
1.000.000
100.000
s/d
500.000
20.000
s/d
100.00
0
<
20.00
0
Kota
Metrop
olitan
Kota
Besar
Kota
Sedang
Kota
Kecil Desa
1 2 3 4 5 6
Konsumsi Unit Sambungan
Rumah (SSR)
(liter/org/hari)
> 150 150-120 90-120 80-120 60-80
Konsumen Unit Hidran
(HU) (liter/org/hari) 20-40 20-40 20-40 20-40 20-40
Konsumsi unit non
domestik
a. Niaga Kecil
(liter/unit/hari)
b. Niaga Besar
(liter/unit/hari)
c. Industry Besar
(liter/detik/ha)
d. Pariwisata
(liter/detik/ha)
600-
900
1000-
5000
0,2-0,3
0,1-0,3
600-900
1000-5000
0,2-0,3
0,1-0,3
600
1500
0,2-0,8
0,1-0,3
Kehilangan Air (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30
Faktor Hari Maksimum
1,15-
1,25
*harian
1,15-1,25
*harian
1,15-
1,25
*harian
1,15-
1,25
*harian
1,15-
1,25
*hari
an
Faktor Jam Puncak
1.75-
2.0
*hari
1.75-2.0
*hari maks
1.75-2.0
*hari
maks
1.75
*hari
maks
1.75
*hari
maks
18
maks
Jumlah Jiwa Per SR (Jiwa) 5 5 5 5 5
Jumlah Jiwa Per HU (Jiwa) 100 100 100 100 100
Sisa Tekan dipenyediaan
Distribusi (meter) 10 10 10 10 10
Jam Operasi (Jam) 24 24 24 24 24
Volume Reservoir (% Max
Day Demand) 15-25 15-25 15-25 15-25 15-25
SR : HU
50 : 50
s/d 80 :
20
50 : 50 s/d
80 : 20 80 : 20 70 : 30
70 :
30
Cakupan Pelayanan (%) 90 90 90 90 70
Sumber : Kriteria Perencanaan Dirjen Cipta Karya Dinas PU, 1996
Selain itu, besarnya kebutuhan air non domestik dipakai dalam
perencanaan dihitung berdasarkan standar Direktorat Air Bersih sesuai dengan
kategori jenis fasilitas-fasilitas sosial ekonomi yang ada pada wilayah
perencanaan. Berikut ini adalah tabel standar kebutuhan air :
Tabel 3.3 Kebutuhan Air Non Domestik Kota Kategori I,II,III, dan IV
Jenis sarana Kebutuhan Satuan
Perkantoran
Pendidikan
Penginapan
Rumah Sakit
Puskesmas
Pasar
Rumah Makan
Peribadatan
Kawasan Industri
Komplek Militer
Kawasan Pariwisata
10
10
150
200
2000
12000
100
3000
0,2-0,8
60
0,1-0,3
liter/pegawai/hari
liter/murid/hari
liter/bed/hari
liter/bed/hari
liter/unit/hari
liter/hektar/hari
liter/tempat duduk/hari
liter/unit/hari
liter/detik/hektar
liter/orang/hari
liter/detik/hektar
Sumber : Dirjen Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum, 1996
19
Tabel 3.4 Kebutuhan Air Non Domestik Kota Kategori V (Desa)
Jenis sarana Kebutuhan Satuan
Pendidikan
Rumah sakit
Masjid
Mushola
Pasar
Komersial/industri
5
200
1200
3000
12000
10
liter/murid/hari
liter/bed/hari
liter/unit/hari
liter/unit/hari
liter/hektar/hari
liter/hari
Sumber : Dirjen Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum, 1996
Tabel 3.5 Kebutuhan Air Non Domestik Untuk Kategori Lain
Jenis sarana Kebutuhan Satuan
Lapangan terbang
Pelabuhan
Stasiun KA dan terminal
bus
Kawasan industry
10
50
10
0,75
liter/orang/detik
liter/orang/detik
liter/orang/detik
liter/detik/hektar
Sumber : Dirjen Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum. 1996
3.1.2 Sumber Air Baku
Sumber air yang dipilih untuk air baku harus bebas dari pencemaran baik
pada saat ini maupun masa yang akan datang, sehingga memungkinkan
kondisinya tetap berfungsi bagi fasilitas pengambilan air dalam waktu yang cukup
lama. Kuantitas dan kualitas sumber air merupakan elemen yang utama dalam
pengerjaan proyek penyediaan air, karena hal ini dapat menjamin kelangsungan
fasilitas pengambilan air dengan kualitas yang baik.
Dalam penentuan sumber air diperlukan penelitian yang cermat karena
kualitas dan kuantitas sumber air akan menentukan metode dan skala penjernihan
air. Selain itu, lokasi sumber air akan menentukan tata ruang fasilitas penyediaan
air. Hal-hal yang perlu diteliti pada penentuan sumber air diantaranya :
20
1. Kondisi hidrogeologi
2. Kondisi topografi dan geologi
3. Kondisi penggunaan air
4. Kondisi kualitas air dan unsur-unsur terkait
5. Kondisi timbunan pasir dan tanah
6. Material untuk konstruksi bendungan
Untuk Instalasi pengolahan air bersih yang ada di DKI Jakarta menerima
suplai air baku dari berbagai tempat seperti yang dijelaskan pada gambar dan tabel
dibawah ini.
Gambar 3.1 Peta Sumber Air Baku untuk WTP di DKI Jakarta
Tabel 3.6 Sumber Air Baku untuk WTP di DKI Jakarta
Instalasi
Produksi Lokasi
Kapasitas
(l/det)
Sumber air
baku
Tahun
Produksi
Pejompongan
I
Tanahabang 2000 Banjir Kanal 1957
Pejompongan
II
Tanahabang 3600 Banjir Kanal 1970
21
Cilandak Cilandak 200 Kali Krukut 1977
Pulogadung Pulogadung
4000 Kanal
Tarum Barat 1982
Buaran I Kalimalang
2000 Kanal
Tarum Barat 1992
Buaran II Kalimalang
3000 Kanal
Tarum Barat 1996
Miniplant
Muara
Karang
Penaringan
100 Banjir Kanal 1982
Miniplant
Cengkareng
Cengkareng 200
Kali
Cengkareng 1982
Miniplant
Sunter
Tanjung
priok 50 Kali Sunter 1982
Miniplant
Cakung
Cakung
25
Saluran
Sekunder
Bekasi
Tengah
1982
Miniplant
Pejaten
Pasar
minggu 5
Sungai
Ciliwung 1982
Miniplant
Condet
Kramat jati 50
Sungai
Ciliwung 1983
Sumber : www.pamjaya.com
61% produk air baku diperoleh dari Kanal Tarum Barat yang dipasok oleh
Perum Jasa Tirta II dan diolah di Instalasi pengolahan air bersih Pejompongan I
dan II. Sementara 34% diperoleh dari air curah olahan yang dibeli dari daerah
Tanggerang. Pasokan air lainnya diperoleh dari sungai Krukut sebesar 4% yang
pengolahannya dilakukan daerah WTP Cilandak. Sisanya 1% dari Cengkareng
Drain yang pengolahannya di daerah WTP Taman Kota.
22
3.1.3 Sistem Pengolahan Air Bersih
Air baku yang telah dipasok ke IPA, kemudian di lakukan proses
pengolahan untuk memperbaiki kualitas air baku tersebut sehingga menjadi air
bersih yang memenuhi standar kualitas air bersih. Salah satu cara pengolahan
yang digunakan adalah metode pasir cepat seperti pada IPA Pejompongan II.
Dalam metode ini, untuk media penyaringnya ukuran pasir relatif lebih besar dari
pada saringan pasir lambat. Dengan demikian, kecepatan penyaringan serta luas
area filternya juga menjadi lebih besar. Pada gambar 3.2 dapat dilihat diagram
proses pengolahan dengan sistem saringan pasir cepat.
Gambar 3.2 Proses Pengolahan Air Minum Dengan Sistem Saringan Pasir Cepat
Sebelum dilakukan proses filtrasi, partikel-partikel kotoran yang terdapat
dalam air baku harus dipisahkan sebanyak mungkin dengan cara koagulasi dan
pengendapan agar beban filter tidak terlalu besar serta waktu penyaringan lebih
lama. Proses koagulasi merupakan proses pembubuhan bahan kimia ke dalam air
baku agar partikel-partikel kotoran yang sangat halus atau yang berbentuk partikel
koloid menggumpal membentuk gumpalan-gumpalan partikel yang besar (flok)
dan berat sehingga kecepatan pengendapan menjadi lebih besar. Beberapa cara
proses koagulasi yang dapat dilakukan antara lain :
23
1. Proses koagulasi konvensional ; merupakan proses pencampuran cepat
antara air baku dengan zat koagulan yang dilakukan pada bak pencampur
cepat dan proses flokulasi. Proses pembentukan flok-flok yang besar dan
stabil dilakukan pada bak flokulator dengan pengadukan lambat.
2. Proses sedimentasi dengan kecepatan tinggi ; proses koagulasi dan
sedimentasi terjadi dalam satu bak/kolam. Cara ini disebut accelator atau
clarifer.
3. Proses koagulasi dan flokulasi tanpa proses pengendapan dan langsung
disaring ; cara ini dikenal dengan proses penyaringan langsung (direct
filtration).
3.1.4 Sistem Pendistribusian
Dari berbagai sumber air baku yang dapat dilihat pada Tabel 3.6, pasokan
air baku tersebut kemudian ditampung sementara di stasiun pompa air Cawang
untuk kemudian dilakukan pengolahan air bersih tahap awal atau prasedimentasi,
selanjutnya air baku yang telah bersih dari bahan organik kemudian di pompa ke
IPA.
Di DKI Jakarta, air baku yang telah diolah menjadi air bersih di berbagai
tempat pengolahan air bersih (water treatment plant) selanjutnya didistribusikan
ke pelanggan/konsumen. Berikut ini adalah peta wilayah DKI Jakarta yang
menerima air bersih dari WTP yang ada.
Untuk memonitor volume air yang diproduksi, didistribusikan dan
dikonsumi oleh masyarakat/pelanggan, sistem jaringan pipa distribusi di wilayah
DKI Jakarta dibagi menjadi 6 zona pelayanan.
24
Gambar 3.3 Zona Pelayanan Air Bersih
Tabel 3.7 Kapasitas dan Sumber Pasokan Air Bersih di 6 Zona Pelayanan
Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona
6
Sumber Jatiluhur Jatiluhur Jatiluhur S.
Cisadane
WTP Pejompongan
I, II Pulogadung Buaran II Cisadane
Kapasitas
(l/det) 5600 4000 3000 1250
Reservoar
(m3)
22.500 88.450 32.490 22.500
Penduduk
(jiwa) 2.528.000 1.432.000 1.520.000 790.000
Terlayani
(jiwa) 1.644.000 1.145.000 1.141.000 410.000
Sumber : www.pamjaya.com
25
3.2 PERMASALAHAN AIR BAKU
Sumber-sumber daya air di sebagian besar wilayah Indonesia, khususnya
di Jakarta saat ini menghadapi beragam masalah. Jika ditinjau berdasarkan musim,
maka pada musim penghujan jumlah air melimpah dan bahkan memicu adanya
musibah banjir. Kondisi sebaliknya terjadi di musim kemarau, yang berakibat
pada kekurangan air. Selain dari segi kuantitas, permasalahan sumber daya air
juga terkait dengan parameter kualitas. Rusaknya sumber-sumber air sering
dikaitkan dengan kesalahan pengelolaan lingkungan hidup, perubahan tata guna
lahan, pencemaran domestik dan industri serta eksploitasi sumber daya air yang
berlebihan akibat tekanan pertumbuhan penduduk dan aktifitas ekonomi. Faktor-
faktor tersebut pada akhirnya mengganggu suplai sumber air baku.
3.2.1 Tercemarnya Sungai sebagai Sumber Air Baku
Kondisi sungai di Jakarta yang sangat kotor membuatnya sulit dijadikan
sebagai sumber air baku. Dari 13 sungai di Jakarta, hampir semuanya tidak bisa
dimanfaatkan sebagai bahan baku sumber air, terlebih saat ini, untuk ketersediaan
air baku Jakarta masih tergantung dari Waduk Jatiluhur.
Bahan baku air Sungai Ciliwung tidak layak lagi untuk dimanfaatkan,
Polusi airnya terlalu tinggi baik cemaran kimia maupun pencemaran organik.
Aliran Ciliwung dikategorikan "Baku Mutu Air Kelas 4" yg berarti tercemar berat.
Sumber penggunaan bahan baku air Ciliwung oleh PDAM terakhir ada di daerah
Ciliwung Depok Citayam. Sedangkan untuk Jakarta masih menggantungkan
bahan baku air dari Kali Krukut dan Kali Malang Sungai Tarum Barat.
Penyebab Air Baku Di Jakarta Tercemar
1. Sampah yang dibuang langsung ke daerah aliran sungai.
2. Limbah pabrik yang dibuang tanpa proses filterisasi ke sungai. Limbah
pabrik ini biasanya lebih berbahaya karena bercampur dengan zat-zat
kimia.
3. Tinja dari septic tank yang langsung dibuang ke sungai, sehingga tinja
yang terbuang mencemari air sungai sebagai air baku.
26
4. Limbah rumah tangga, perkantoran, dan perusahaan yang dibuang ke
selokan, dari selokan dialirkan ke sungai.
5. Warga Jakarta yang buang air besar di kakus yang berdiri di pinggiran
sungai menambah pencemaran.
6. Endapan lumpur akibat penumpukan limbah dan sampah di sepanjang
aliran sungai.
Suplai air dari Kanal Tarum Barat kualitasnya juga semakin menurun.
Berdasarkan catatan PD PAM Jakarta Raya, kandungan amoniak (NH3) tahun
2010 sebesar 2,9 miligram (mg) per liter. Sementara itu pada 2011, kandungan
NH3 meningkat menjadi 4,8 mg per liter. Padahal standar ambang batas air baku
1 mg per liter. Begitu pun dengan Kali Bekasi yang terhubung dengan Tarum
Barat, kualitasnya memburuk, pada akhir 2012 kandungan chemical oxygen
demand (COD) sudah melampaui ambang batas 25 mg per liter. Sehingga akibat
pencemaran ini, air tidak layak dipakai atau dikonsumsi.
3.2.2 Alih Fungsi Lahan
Seiring berjalannya waktu, daerah aliran sungai (DAS) kondisinya
semakin kritis dan mulai mengkhawatirkan. Data Kementerian PU mencatat, DAS
ideal apabila ditunjang hutan yang luasnya minimal sekitar 30% luas DAS secara
keseluruhan. DAS Ciliwung contohnya, saat ini hanya memiliki hutan sebagai
resapan air kurang dari 12% dari luas keseluruhannya. DAS Citarum juga tidak
lebih baik kondisinya dari DAS Ciliwung. Kondisi sejumlah saluran di Karawang
dan Bekasi juga makin buruk seiring berkembangnya tingkat hunian. Padahal, dari
saluran ini dipasok sekitar 81 persen suplai air baku ke Jakarta. Degradasi Daerah
Aliran Sungai (DAS), tingginya alih fungsi lahan, berkembangnya daerah
permukiman dan industri juga semakin mengancam kapasitas lingkungan dalam
menyimpan dan menyediakan air.
27
3.2.3 Kurangnya Suplai Air Baku
Suplai air baku kian berkurang akibat menurunnya debit pada sumber air
dan tingginya laju sedimentasi pada tampungan air. Kondisi tersebut diperparah
dengan kualitas operasional dan pemeliharaan yang rendah. Di sisi lain,
kebutuhan air baku semakin tinggi akibat pesatnya pertumbuhan penduduk,
berkembangnya aktivitas manusia, dan tidak efisiennya pola pemanfaatan air.
Bertahun-tahun DKI Jakarta bergantung pada wilayah di sekitar untuk
pengadaan air bersih. Pasokan air baku warga Jakarta, menurut Badan Regulator
Air Minum DKI, sebanyak 97 persen merupakan pasokan dari Tarum Barat dan
Kali Cisadane. Hanya 3 persen yang diproduksi di wilayah Jakarta.
Tanpa terobosan kreatif, defisit air di DKI Jakarta diperkirakan akan
semakin parah. Dengan jumlah penduduk mencapai 11,4 juta jiwa tahun 2010
(termasuk pelaju harian), DKI membutuhkan air 26.938 liter per detik. Namun, air
yang tersedia hanya sekitar 17.800 liter per detik (produksi air 15.000 liter per
detik dan air curah olahan 2.800 liter per detik). Dengan demikian, defisit air di
DKI mencapai 9.183 liter per detik. Sepuluh tahun kemudian, defisit air di DKI
Jakarta diperkirakan akan lebih parah. Dengan proyeksi penduduk sebanyak 13,4
juta jiwa di tahun 2020, defisit air diperkirakan mencapai 19.000 liter per detik.
(Sumber: Kompas 18 Maret 2013).
Prediksi Kebutuhan dan Kapasitas Produksi Air di Jakarta Tahun 2010-
2025 dapat dilihat pada Gambar 3.7 Berdasarkan gambar tersebut, pada Tahun
2015 mendatang total kebutuhan air baku mencapai 37.673 l/det, sementara total
kapasitas produksi ditambah dengan air olahan yang dibeli dari PDAM Tirta
Kerja Raharja, Tangerang hanya mencapai 24.628 l/det, sehingga pada Tahun
2015, Jakarta akan mengalami defisit air baku sebesar 13.045 l/det.
28
Gambar 3.7 Prediksi Kebutuhan dan Kapasitas Produksi Air di Jakarta 2010-2025
3.2.4 Terganggunya Sistem Distribusi Air Baku
Ketergantungan air baku dari luar Jakarta membuat pelayanan air bersih
sangat mudah mengalami gangguan. Konsekuensinya sering terlihat, begitu ada
gangguan di jaringan suplai, seperti jebolnya Pintu Air Buaran 31 Agustus 2011
lalu, Jakarta kekurangan air baku. Selain itu, jika ada masalah pada pompa
Cawang termasuk gangguan listrik, maka air baku tidak bisa dikirim ke Instalasi
Pengolahan Air Pejompongan, begitu juga bila ada gangguan dengan air curah yg
dibeli dari PDAM Tangerang.
Pada pertengahan Januari 2013, suplai air baku anjlok dari 5.600 liter per
detik menjadi 2.400 liter per detik akibat Kali Bekasi meluap. Gangguan suplai air
baku tersebut dikarenakan luapan air Sungai Bekasi harus digelontorkan ke laut
untuk mengurangi risiko banjir di kawasan sekitar. Penggelontoran tersebut juga
mengakibatkan debit air baku dari Tarum Barat yang menuju Pompa Buaran
berkurang. (Sumber : Kompas 6 Februari 2013)
Pola lama Sentralisasi pengolahan di satu titik sebaiknya mulai
ditinggalkan karena mendistribusikan air dengan jangkauan cukup jauh dari
instalasi pengolahan akan memiliki ongkos distribusi dan tingkat kebocoran yang
29
tinggi. Seperti yang terjadi pada Tahun 2009 terjadi kebocoran aliran pipa yang
membawa air baku dari kanal Tarum Barat sehingga mempengaruhi pasokan air
di wilayah Jakarta.
Saat ini juga terjadi adanya tingkat kebocoran air bersih dari dua operator
utama di wilayah DKI saat ini Palyja dan Aetra, total rata-rata kebocoran air
mencapai 41,4 %, perinciannya Aetra menyumbang 45, 07 % dan Palyja 37,9 %.
Akibat dari adanya kebocoran ini, pasokan air bersih untuk masyarakan pun
menjadi berkurang.
3.3 UPAYA MENGATASI PERMASALAHAN AIR BAKU DI DKI
JAKARTA
3.3.1 Tercemarnya Sungai sebagai Sumber Air Baku
Kondisi sungai di jakarta yang berfungsi sebagai sumber air baku semakin
memburuk. Untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan kerjasama yang
terkoordinir dengan baik. Pemprov DKI Jakarta, Forum Air Jakarta dan
pemerintah pusat diharapkan duduk bersama agar menghasilkan solusi dan
membawa manfaat jangka panjang.
Penanganan masalah air baku di Jakarta juga akan mendorong pemenuhan
akses penduduk untuk air minum aman seperti yang diamanatkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan target Pembangunan
Milenium (MDGs). Forum Air Jakarta saat ini sedang berupaya melakukan
pemetaan daerah yang tingkat konsumsi air bakunya paling tinggi. (Sumber :
Merdeka 26 Maret 2013)
Selain pentingnya peran pemerintah dalam mengatasi permasalah
pencemaran air sungai, peran serta masyarakat pun sangat penting. Masyarakat
harus mulai mengurangi jumlah sampah yang diproduksi setiap hari (minimize),
mendaur ulang (recycle), mendaur pakai (reuse) dan jangan membuang sampah ke
sungai. Dalam hal ini peran pemerintah untuk mensosialisasikan program tersebut
harus rutin dilakukan seperti mengadakan penyuluhan kepada masyarakat.
30
3.3.2 Alih Fungsi Lahan
DAS Ciliwung merupakan sungai utama dari 13 DAS yang masuk ke
Jakarta. Bentuk DAS Ciliwung dan DAS-DAS lainnya yang masuk Jakarta
umumnya berbentuk memanjang seperti bulu burung. Dengan bentuk seperti itu,
secara teoritis DAS tersebut tidak rawan menyebabkan banjir karena air hujan
yang jatuh di seluruh DAS tidak keluar secara bersamaan bila dibandingkan
dengan bentuk DAS yang membulat. Jadi, dengan adanya banjir di Jakarta saat ini
dapat dipastikan ada yang salah dalam sistem prosesnya.
Peraturan Pemerintah No.37 tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS sudah
menyebutkan, bahwa kewenangan pengelolaan DAS dilakukan oleh Menteri pada
DAS lintas provinsi, oleh Gubernur pada DAS lintas kabupaten, dan oleh Bupati
atau Walikota pada DAS dalam Kabupaten/Kota (pasal 42). Jadi, kalau melihat
DAS yang masuk Jakarta, maka penangannya melibatkan banyak pihak; Dua
provinsi dan beberapa Pemerintah Kabupaten dan Kota. Masing-masing DAS
yang masuk ke Jakarta mempunyai karakteristik (lereng, tanah, penutupan lahan,
dan curah hujan) yang berbeda-beda, sehingga penanganannya tidak bisa seragam,
harus ditangani sendiri-sendiri.
Penanganan DAS Ciliwung tidak sama dengan penanganan DAS Kali
Pasangrahan misalnya. Masing-masing DAS disusun rencana pengelolaannya,
dengan tujuan utama untuk mengurangi banjir Jakarta. Karena tujuan utamanya
itu, maka diusahakan sebanyak mungkin air masuk ke dalam tanah.
Rencana tersebut harus melibatkan semua stakeholder yang terlibat, dan
disusun untuk jangka panjang, menengah, dan pendek. Masyarakat juga perlu
dilibatkan dalam melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolan
DAS tersebut.
Situ-Situ yang tersebar di bagian hulu dari Jakarta sekarang berubah
fungsinya dari sebagai penampung air menjadi penampung penduduk
(permukiman). Salah satu cara alami menyehatkan DAS yakni dengan
memfungsikan Situ-Situ tersebut kembali untuk menampung air. Selain itu,
peningkatan daya infiltrasi juga dilakukan dengan pembuatan sumur-sumur
resapan dan penanaman pohon pada setiap jengkal tanah yang memungkinkan
31
untuk ditanami. Khusus untuk DAS yang lebih besar seperti Ciliwung, perlu
dibangun waduk-waduk kecil di bagian hulunya sehingga Bendung Katulampa
tidak menampung air sampai sebanyak saat ini.
Cara alami ini selain menyehatkan DAS, juga akan meningkatkan
cadangan air tanah, menambah aliran sungai pada musim kemarau, dan mencegah
penurunan tanah akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan. Cara alami ternyata
lebih menyehatkan DAS dan akhirnya juga akan menyehatkan masyarakat di
dalamnya.
Selain itu dapat dilakukan penyerapan air hujan secara buatan / artificial
recharge (biopori, sumur resapan dan metoda lainnya) yang pada intinya
memperkecil aliran permukaan. Agar genangan dijalan raya segera surut juga,
maka perlu dibuat sumur resapan sehingga air lebih dahulu mengalir ke sumur
resapan dan bukan ke saluran drainase. Baru kemudian diselesaikan penanganan
saluran drainase pinggir jalan utama /protokol sampai ke sungai terdekat.
Kemudian menormalisasi sungai (pelebaran sungai), jika aliran bertambah besar,
dan jika bertambah besar lagi alirannya, dibuat kanal untuk secepat nya air hujan
dibuang ke laut. Selain itu perlu digalakkan metoda konservasi yg lain seperti
waduk retensi, situ 2, polder dan waduk resapan yang pada intinya menahan air
selama mungkin di darat sebagai usaha mengatasi kelangkaan air.
3.3.3 Kurangnya Suplai Air Baku
Penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan standar pelayanan
merupakan tantangan serius yang dihadapi oleh Pemda DKI Jakarta dewasa ini.
Kondisi pelayanan yang terkait dengan kualitas, kuantitas, kontinuitas dan
tekanan air masih mendominasi keluhan atau komplain dari masyarakat pelanggan
Palyja dan TPJ.
Dua faktor yang menyebabkan keterbatasan tersebut yang satu sama lain
semakin memperburuk kinerja pelayanan air bersih di Jakarta adalah semakin
tingginya tingkat inefisiensi (kebocoran) yang saat ini mencapai 50% lebih dalam
bentuk kehilangan air (Uncounted for Water atau UFW) dan akibat semakin
32
terbatasnya suplai air baku yang berasal dari sumber utama Waduk Serbaguna
Jatiluhur.
Defisit air baku dapat diatasi dengan memanfaatkan potensi air hujan
bersamaan dengan upaya pengolahan (reklamasi) kualitas limbah cair perkotaan
yang harus juga ditangani untuk menciptakan kondisi sanitasi lingkungan yang
lebih baik. Selain itu langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam pengelolaan
sumber air permukaan ini adalah: pengaturan aliran, perlindungan daerah
tangkapan air, pengaturan tata ruang, melakukan proteksi dan konservasi daerah
recharge dan lokasi sumber air baku potensial, dukungan regulasi/kebijakan dari
pemerintah, menerapkan teknologi daur pakai air, menerapkan manajemen
pengelolaan dan pemanfaatan air, studi lebih detail identifikasi potensi sumber air
baku. Sedangkan untuk sumber air non permukaan: menampung dan menyalurkan
air ke dalam akifer melalui bangunan tertentu, menghambat air permukaan supaya
meresap ke dalam tanah dan mengatur penggunaan air secara optimal. Untuk
menjamin ketersediaan air tanah untuk masa mendatang maka pengaturan
pemanfaatan air tanah harus dilakukan. Dalam hal ini sangat diperlukan peraturan
yang tegas, jelas dan mengikat terhadap pemanfaatan air tanah itu sendiri.
3.3.4 Terganggunya Sistem Distribusi Air Baku
Penambahan pasokan air baku dari Tarum Barat dilakukan bertahap
sejalan dengan pengerukan endapan dan perbaikan dinding saluran yang mulai
dilakukan tahun 2013. Seluruh upaya ini dilakukan karena kondisi Tarum Barat
semakin rapuh dimakan usia, tekanan penduduk, dan beban lalu lintas kendaraan.
Selain perbaikan saluran, pemerintah juga berencana membangun pipa untuk
mengalirkan 4,2 meter kubik per detik air curah. Instalasi pengolah air akan
dibangun di sekitar Bendung Bekasi sebelum dialirkan ke DKI Jakarta.
Pembangunan proyek ini diharapkan dapat menambah debit pasokan air
baku ke Jakarta 15 meter kubik per detik, totalnya menjadi 31 meter kubik per
detik. Diharapkan penambahan ini bisa dilakukan dalam 15 tahun mendatang.
Harus diupayakan de-sentralisasi dengan membangun dan mengaktifkan instalasi
air dengan kapasitas kecil tersebar merata di wilayah DKI Jakarta.
33
3.3.5 Wacana Mengatasi Permasalahan Sumber Daya Air di DKI Jakarta
Dengan melihat kompleksitas permasalahan yang dihadapi, khususnya
dalam upaya pengelolaan SDA, bersamaan dengan keterbatasan dana dan
ketersediaan lahan, demi efektifitas dan efisiensi pemecahan masalah, diperlukan
upaya penanganan secara menyeluruh dan terintegrasi dengan memanfaatkan
kemajuan teknologi. Salah satu solusi menyeleruh dan terintegrasi yang pada
dasarnya tidak terkendala pada upaya penyediaan dan pembebasan lahan adalah
dengan membangun suatu sistem terowongan bawah tanah multiguna yang
dikenal sebagai MPDT atau Multi Purpose Deep Tunnel.
Gambar 3.8 Skema Multi Purpose Deep Tunnel Jakarta
MPDT sebagai salah satu emerging solution dalam konteks IUWRM pada
dasarnya adalah merupakan suatu sistem teknologi terowongan dan reservoir air
bawah tanah yang secara terintegrasi untuk dapat mengatasi masalah banjir,
kelangkaan air baku, penanganan limbah cair perkotaan, manajemen dan
konservasi air tanah yang dipadukan dengan upaya penanganan kemacetan lalu
lintas serta sekaligus untuk dapat memperbaiki kembali (restorasi) kondisi
kualitas sungai-sungai yang mengalami pencemaran berat oleh limbah cair di
daerah perkotaan padat penduduk seperti DKI Jakarta.
Pemprov DKI merencanakan untuk membangun Multi Purpose Deep
Tunnel (MPDT) di sepanjang Banjir Kanal Timur (BKT), Banjir Kanal Barat
(BKB), dan di sebelah barat Sungai Ciliwung. Pembangunan MPDT sepanjang 17
kilometer dan diameter 18 meter ini diperkirakan menelan biaya pembangunan
34
senilai Rp4,37 triliun. MPDT ini akan dibangun di daerah tangkapan air yang
kerap dilanda banjir seperti di Bukit Duri, Kampung Melayu, pintu air Manggarai,
pintu air Karet, Grogol, Banjir Kanal Barat, dan Muara Angke.
Tandon yang nantinya dibangun bisa menampung air yang cukup besar,
yakni 30 juta meter kubik. Sehingga, air yang ada di permukaan tanah bisa masuk
ke terowongan bawah tanah dan ditampung di tiga tandon yang ada di bawah
BKT, Setia Budi, dan BKB. Air yang ditampung di tandon ini kemudian
digunakan untuk pasokan air baku bagi Perusahaan Air Minum (PAM). Selain itu,
sistem ini bisa juga sebagai tempat penampungan air limbah rumah tangga yang
kemudian diolah menjadi pupuk.
MPDT mengaplikasikan green technology atau teknologi ramah
lingkungan sehingga tidak mencemari lingkungan karena sistem ini merupakan
sistem saluran dan reservoir bawah tanah yang secara terintegrasi dapat mengatasi
masalah banjir, kelangkaan air baku, penanganan limbah cair perkotaan,
manajemen dan konservasi air tanah, serta untuk memperbaiki kembali kondisi
kualitas sungai yang mengalami pencemaran berat di perkotaan. (Sumber:
http://www.media-indonesia.com/berita.asp?Id=126007)
MPDT terdiri dari 2 komponen yang berfungsi sebagai penyaluran
(sekaligus sarana jalan tol) dan sarana penyimpanan dan penyaluran air hujan
maupun limbah cair untuk diolah sebelum dibuang atau dimanfaatkan sebagai
alternatif sumber air baku. Komponen pertama adalah saluran di bawah tanah
(deep tunnel) pada kedalaman 25 sampai 45 m dengan diameter yang relatif besar
(10-15 m). Deep Tunnel ini juga dilengkapi dengan saluran vertikal (vertical
shaft) yang akan membawa air dari beberapa daerah potensi genangan pada saat
hujan turun dan saluran horizontal yang membawa air limpasan menuju reservoir
bawah tanah atau dibuang lansung ke laut pada saat musim banjir dengan sistem
pemompaan pada daerah hilirnya. Saluran ini terbuat dari pasangan beton kedap
air dengan pertimbangan disain terhadap kondisi geologi dan sifat tanah
sekitarnya.
35
Gambar 3.9 Potongan Melintang Multi Purpose Deep Tunnel Jakarta
Seperti terlihat pada Gambar 3.9, dalam keadaan normal dimana tidak ada
banjir, terowongan yang terdiri atas 3 (tiga) lapisan (layer) tersebut akan
difungsikan sebagai sarana jalan tol bawah tanah untuk bagian atas dan tengah
dengan pembagian arah yang berbeda untuk setiap lapisnya. Sementara lapisan
bagian bawah (dasar terowongan) akan sepenuhnya berfungsi sebagai saluran air
dan tempat saluran limbah cair (sewerage pipes) yang terpisah untuk menjaga
kontaminasi dari limbah cair.
Komponen kedua adalah reservoir di bawah tanah itu sendiri. Reservoir ini
didisain dengan kapasitas relatif besar untuk mampu menampung limpasan air
atau genangan yang terjadi akibat hujan atau curah hujan tinggi bersamaan dengan
akumulasi limbah cair perkotaan dalam hitungan debit harian. Reservoir bawah
tanah kedap air ini juga didisain dengan mempertimbangkan faktor keamanan
yang tinggi terhdap resiko runtuh (colaps) akibat beban dan getaran atau
pergerakan tanah (earthquake).
Sistem saluran ini pada beberapa titik akan bertemu dengan saluran air
limbah (sewerage network) yang biasanya dalam bentuk combine sewer overflow
(CSO) untuk kemudian menuju ke reservoir utama di bawah tanah. Suatu yang
sangat unik dari kombinasi CSO dengan MPDT ini dibandingkan dengan sistem
konvensional adalah, bahwa sistem ini dapat mengeliminasi atau menghilangkan
sebagian besar kebutuhan sistem pemompaan berupa pumping station dalam
sistem penyaluran limbah cair dari sumbernya menuju ke tempat penampungan
dan pengolahan akhirnya. Karena semua limbah cair dialirkan secara gravitasi dan
36
tentunya akan menghemat secara signifikan dalam biaya investasi dan operasinya.
Dalam pengoperasian dan pemeliharaannya sistem MPDT untuk sistem
penyaluran limbah cair juga tidak akan mengganggu aktifitas rutin (transportasi)
perkotaan dipermukaan tanah, karena semua aktifitas O & M berlangsung di
bawah tanah dalam terowongan.
Lumpur endapan pada reservoir bawah tanah dan lumpur dari hasil
reklamasi dan pengolahan air baku selanjutnya diolah secara proses biologis untuk
stabilisasi sifat fisik dan kimiawinya untuk kemudian dapat diolah lebih lanjut
menjadi pupuk organik (biosolid) untuk keperluan pertanian. Dari hasil
pengolahan lumpur secara anaerobic juga akan dapat dihasilkan gas methan
(CH4) sebagai sumber bioenergi yang dapat digunakan sebagai sumber energi
pembangkit listrik untuk keperluan operasional MPDT.
Dari aspek penyediaan air baku, ketergantungan Jakarta terhadap
(fluktuasi) suplai air baku dari luar Jakarta bersamaan dengan upaya terintegrasi
dalam mengatasi masalah banjir, konservasi air tanah dan menciptakan kondisi
sanitasi lingkungan yang lebih baik dapat dicapai secara efektif, efisien dan
simultan dengan pemanfaatan MPDT. Sehingga ketergantungan Jakarta terhadap
pasokan air baku maupun air curah dan mata air dari sumber-sumber yang berada
di luar Jakarta dapat diminimalkan secara bertahap bersamaan dengan upaya
konservasi SDA secara terintegrasi dan berkelanjutan.
Dari aspek konservasi air tanah, kemampuan MPDT dalam mencukupi
kebutuhan air baku PAM Jaya akan memungkinkan regulasi pembatasan
eksploitasi air tanah dapat diimplementasikan dengan optimum. Kawasan kota
yang merupakan daerah rawan air dan kondisi kualitas dan kuantitas air tanah
dalam kondisi kritis seperti kawasan Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Barat
bagian utara dan Jakarta Timur bagian utara mendapat prioritas utama untuk
kebijakan pembatasan secara ketat eksploitasi air tanah melalui strategi
pemenuhan 100% cakupan layanan air bersih perpipaan. Dengan demikian upaya
pengendalian turunnya muka air tanah yang menyebabkan turunnya muka tanah
(land subsidence) dan intrusi air laut di kawasan tersebut dapat dicapai secara
sistematis dan sistemik.
37
Lebih jauh lagi, dalam sistem operasinya, MPDT dilengkapi dengan sistem
monitoring dan sistem perlengkapan untuk menjamin faktor keamanan dan
keselamatan yang tinggi untuk menjamin keselamatan dan keamanan MPDT
untuk dapat digunakan sebagai sistem pengendali banjir dan sarana jalan tol
bawah tanah. Perlengkapan sistem radar cuaca pada daerah hulu DAS Ciliwung
yang terhubung dengan sistem satelit pemantau cuaca yang dapat
memperhitungkan secara tepat dan cepat kapan terowongan harus dikosongkan
untuk mengantisipasi datangnya banjir merupakan bagian yang esensial dari
sistem MPDT ini.
Sistem ventilasi yang menjamin teciptanya udara segar dengan kandungan
oksigen (O2) yang cukup dan untuk mengeluarkan emisi buangan kendaraan
bermotor (CO dan CO2) setiap saat merupakan faktor utama keamanan dan
kenyamanan dalam penggunaan MPDT sebagai sarana jalan tol bawah tanah
disamping fitur-fitur perlengkapan telekomunikasi dalam keadaan darurat. Belajar
dari pengalaman pengoperasian Stormwater Management and Road Tunnel
(SMART) Kuala Lumpur yang sudah dioperasikan mulai bulan Juli 2007 lalu,
maka ramp untuk keluar dan masuk kendaraan dibuat sedemikian rupa dengan
mempertimbangkan kebutuhan dan faktor psikologis pengguna jalan tol bawah
tanah.
Estimasi biaya investasi, operasi dan perawatan serta pendapatan yang
dihasilkan dengan adanya MPDT dapat dilihat pada gambar 3.10, pada gambar
tersebut dijelaskan bahwa nilai investasi MPDT mencapai 16,25 triliun rupiah
dengan pendapatan pertahun sebesar 1, 585 trilliun rupiah, dimana pendapatan
per-tahun mencapai 10% dari nilai investasi sehingga keuntungan yang
didapatkan cukup besar. Selain itu dapat dilihat pula perbandingan antara MPDT
dengan teknologi lain dalam upaya penanganan masalah sumber daya air di
jakarta pada gambar 3.11. Hasil yang ditunjukkan adalah adanya MPDT memang
dapat mengatasi permasalahan yang ada bahkan dalama pelaksanaannya tidak
perlu dilakukan pembebasan lahan. Namun karena teknologi yang digunakan
sangat maju maka biaya yang digunakan sangat mahal. Mahalnya biaya produksi
38
ternyata tidak menmbuat peluang pemasukan menjadi rendah karena MPDT
sangat potensial.
Tabel 3.8 Perkiraan Sementara Biaya Investasi, Operasi dan Pemeliharaan Serta
Perkiraan Endapatan MPDT Pusat Per-Tahun
Tabel 3.9 Perbandingan MPDT Dengan Teknologi Lain Dalam Upaya
Penanganan Masalah Sumber Daya Air Di Jakarta
39
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan yang telah dilakukan
adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan untuk air bersih meliputi kebutuhan air domestik dan non
domestik. Pasokan air baku wilayah DKI Jakarta 61% produk air baku
diperoleh dari Kanal Tarum Barat yang dipasok oleh Perum Jasa Tirta II
dan diolah di Instalasi pengolahan air bersih Pejompongan I dan II.
Sementara 34% diperoleh dari air curah olahan yang dibeli dari daerah
Tanggerang. Pasokan air lainnya diperoleh dari sungai Krukut sebesar 4%
yang pengolahannya dilakukan daerah WTP Cilandak. Sisanya 1% dari
Cengkareng Drain yang pengolahannya di daerah WTP Taman Kota.
2. Permasalahan Air Baku di DKI Jakarta adalah wilayah DKI membutuhkan
air bersih 26.938 liter per detik, namun yang tersedia saat ini 17.800 liter
per detik, sehingga defisit air mencapai 9.183 liter per detik. Beberapa
permasalahan yang dapat mempengaruhi berkurangnya pasokan air baku
diantaranya tercemarnya sungai yang menjadi aliran air baku dari
sumbernya, alih fungsi lahan di sekitar aliran sungai, serta terganggunya
jaringan distribusi.
3. Dengan melihat kompleksitas permasalahan yang dihadapi, khususnya
dalam upaya pengelolaan SDA, Salah satu solusi menyeleruh dan
terintegrasi adalah adanya wacana membangun suatu sistem terowongan
bawah tanah multiguna yang dikenal sebagai MPDT atau Multi Purpose
Deep Tunnel.
40
4.2 SARAN
Dalam rangka mewujudkan ketahanan air bersih, DKI Jakarta perlu
membangun skenario kebijakan agar kekurangan air bersih untuk DKI Jakarta
dimasa mendatang tidak terjadi kembali. Skenario kebijakan baik yang terkait
dengan management water supply and demand serta teknologi pengelolaan antara
lain pembangunan pengolahan air dengan memanfaatkan potensi ketersediaan air
dari 13 sungai yang mengalir ke DKI Jakarta. Serta menambah sumber air baku
dari DAS lainnya di luar DKI Jakarta dengan melakukan kerjasama antar wilayah.
DAFTAR PUSTAKA
SNI 6773 : 2008 Tentang Spesifikasi Unit Paket Instalasi Pengolahan Air
SNI 6774 : 2008 Tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan
Air
Peraturan Pemerintah RI No 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air
Dan Pengendalian Pencemaran Air
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 416/Men.Kes/PER/IX/1990 Tentang
Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air.
Ali, Firdaus. 13 Maret 2007. Implementasi Konsep Iuwrm Untuk Keterpaduan
Pengelolaan Sumber Daya Air Dan Penanganan Kemacetan Lalu Lintas
Di Wilayah Metropolitan Dki Jakarta.
Amp. 24 Maret 2013. Krisis Air Ancam Ibu Kota Negara.
http://www.ampl.or.id/digilib/read/49-krisis-air-ancam-ibu-kota
negara/47998
Anonim. 25 Maret 2013. Krisis Air di DKI Jakarta.
http://jakartapedestrian.wordpress.com/2013/03/19/krisis-air-di-dkijakarta/
Anonim. 25 Maret 2013. Teknologi Pengendalian-Banjir.
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalian-
banjir/deep-tunnel-reservoir-system/
Anonim. 25 Maret 2013. Sistem Pendistribusian Air Bersih.
http://www.psychologymania.com/2012/08/sistem-distribusi-air-
bersih.html
Habibi, Yasin. 22 Januari 2013. Cara Alami Atasi Banjir.
http://www.republika.co.id/berita/jurnalismewarga/wacana/13/01/21/mgyy
pd-cara-alami-atasi-banjir-jakarta
Julaikah. 26 Maret 2013. Atasi Kekuragan Air Baku, DKI Gandeng Pemerintah
Pusat. http://www.merdeka.com/jakarta/atasi-kekurangan-air-baku-dki-
gandeng-pemerintah-pusat.html
Kompas. 24 Maret 2013. Perebutan Kian
Sengit .http://megapolitan.kompas.com/read/2013/03/18/02561284/Perebu
tan.Kian.Sengit
Liputan6. 24 Maret 2013. Jakarta Menargetkan Jual Air Baku 165 juta
m3 .http://liputan6.com/2013/03/15/palyja-menargetkan-jual-air-baku-
165-juta-m3
Palyja. 24 Maret 2013. Pasokan Air Baku Palyja Terganggu Akibat Gangguan
Pasokan Air Baku. http://id.palyja.co.id/berita-dan-kegiatan/ruang-
media/siaran-pers/read/251/pasokan-air-baku-palyja-terganggu-akibat-
gangguan-pasokan-air-baku/
Suyono, Yon. 24 Maret 2013. Sumber Air Baku dan Problematikanya.
http://pengolahanairbaku.blogspot.com/2011/06/sumber-air-baku-dan-
problematikanya.html
Vipriyanti, Yurista. 2012. Perencanaan Bangunan Pengolahan Air. Skripsi.
Universitas Gunadarma. Jakarta.
Wasono, Sapto. 24 Maret 2013. Pengertian Infrastruktur.
http://saptowasono.dosen.narotama.ac.id/2011/07/28/pengertian-
infrastruktur/
108 Jakarta. 24 Maret 2013. PT Palyja Kekurangan Air Baku.
http://ww.108jakarta.com/news/2013/02/05/11586/PT-Palyja-Kekurangan-
Air-Baku