PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYIMPANGAN HAK...
Transcript of PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYIMPANGAN HAK...
i
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYIMPANGAN
HAK NASABAH (Studi Kasus Baitul Maal Wat Tamwil
Bina Insani Pringapus Ungaran)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Masadah
NIM: 214-12-023
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2016
iii
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYIMPANGAN
HAK NASABAH (Studi Kasus Baitul Maal Wat Tamwil
Bina Insani Pringapus Ungaran)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Masadah
NIM: 214-12-023
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2016
iv
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahandan
koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Masadah
NIM : 214-12-023
Judul : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
PENYIMPANGAN HAK
NASABAH (Studi Kasus BaitulMaal Wat Tamwil Bina
Insani Pringapus Ungaran)
Dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diajukan
dalam sidang munaqosyah.
Dengan nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 12
September 2016
Pembimbing,
M. Yusuf Khummaini S.HI. M.H
NIP. 198105082003121003
v
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARI’AH
Jl. Nakula Sadewa V no.9 Telp (0298) 3419400 Fax 323433 Salatiga 50722
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail : [email protected]
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYIMPANGAN HAK
NASABAH
(Studi Kasus Baitul Maal Wat Tamwil Bina Insani Pringapus Ungaran)
Oleh:
Masadah
NIM: 214-12-023
Telah dipertahankan di depan sidang munaqosyah skripsi Fakultas Syari’ah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Kamis, tanggal 26
September 2016, dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam
Dewan Sidang Munaqosyah
Ketua Sidang : Dr. Muh Irfan Helmy, M.A …................................
Sekretaris Sidang : M.Yusuf Khummaini, M.H ....................................
Penguji I : Evi Ariyani, M.H .....................................
Penguji II : Sukron Ma’mun, M.Si .....................................
Salatiga, 26 September 2016
Dekan Fakultas Syari’ah
Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.
NIP. 19670115 199803 2 002
vi
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Masadah
NIM : 214-12-023
Jurusan : Hukum Ekonomi Syari’ah
Fakultas : Syari’ah
Judul Skripsi : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
PENYIMPANGAN HAK
NASABAH (Studi Kasus BaitulMaal Wat Tamwil Bina
Insani Pringapus Ungaran)
Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 12 September 2016
Yang menyatakan
Masadah
NIM: 214-12-023
vii
HALAMAN MOTTO
“ Hidup adalah kegelapan jika tanpa hasrat dan keinginan.
Dan semua hasrat – keinginan adalah buta, jika tidak disertai
pengetahuan.
Dan pengetahuan adalah hampa, jika tidak diikuti pelajaran.
Dan setiap pelajaran akan sia-sia jika tidak disertai cinta “.
Kahlil Gibran
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi inipenulispersembahkankepada :
1. Orang tua saya tercinta, Surotul Aman dan Siti Zulaikhah
yang memberikan pengaruh psikologis yang sangat berarti
bagi saya. Nasihat-nasihat dari kalian berdua tidak akan
pernah saya lupakan.
2. Sahabat-sahabat ku tercinta (Dwi Astuti, Ani Muslikhah,
Khoirotun Nisak, Dita Septikawati, Tri setyorini, Siti
Jamilatun, Bunga Apriela) Tanpa kalian mungkin saya tidak
akan lama berada di HES dan teman-teman HES lainya yang
tanpa mengurangi rasa persaudaraan, tidak bisa saya
sebutkan satu persatu.
3. Hafsari Ayu Wardani, yang selalu memberi dukungan moral
yang berlimpah untuk penulis.
4. Iva Ekowati, pasangan seperjuangan yang selalu satu atap
walaupun berpindah-pindah tempat.
5. Almamater IAIN Salatiga dan Fakultas Syariah
ix
6. Teman-teman posko 42 (Laras, Chusna, Tuckah, Mafa,
Herman, Barli, ikhwan) yang selalu sama-sama saling
menyemangati dan berjuang untuk menyelesaikan tugas
sripsi ini.
x
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalampenulissampaikankepada Allah SWT,
karenaberkatlimpahanrahmatNyapenelitianinidapatterselesaikansesuaidengan
yang diharapkan.
ShalawatdansalamselalupenulispanjatkankehadiratNabi Muhammad yang
telah membawa umat dari zaman kebodohan kezaman yang tahuakanilmu.
Semogaselalu mendapatkanSyafaatdaribeliaudiduniamaupundiakhiratnanti.
Skripsi inidisusun untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Program Studi
S1 HukumEkonomiSyariah yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP PENYIMPANGAN HAK NASABAH (Studi Kasus Baitul Maal
Wat Tamwil Bina Insani Pringapus Ungaran)”.
Penulismenyadaribahwadalammenyelesaikanlaporaninitidakdapatdiselesaikantanp
aadanyabantuandariberbagaipihak.Olehkarenaitu,
penulismengucapkanterimakasihkepada:
1. Rektor IAIN Salatiga Dr. Rahmat Hariyadi M.Pd
2. Dekan fakultas syariah Dra. Siti Zumrotun,. M.Ag
3. Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Evi Ariyani S.H,.M.H
4. Pembimbing skripsi M.Yusuf Khummaini, S.HI. M.H ditengah
kesibukannya tetapi tetap mampu menyempatkan diri untuk memberikan
petunjuk, bimbingan dari sisi materi skripsi serta memberi motivasi dan
xi
semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas nasehat dan
semangatnya.
5. Staf pengajar, pimpinan dan sekretaris Fakultas Syariah yang telah banyak
membantu penulis dalam perkuliahan.
Serta semuapihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
atas bantuan dan dukungan yang begitu besar artinya bagi penulis, semoga
Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua dan kebaikan serta ketulusan kita mendapatkan ganjaran pahala
dari-Nya. Amin ya robbal alamin.
Penulismenyadaribahwadalammenyusun skripsi inimasihjauhdari
kata sempurna.Semoga skripsi
inidapatbermanfaatbagipenulissendiridanbagipembacapadaumumnya.
Salatiga, 12 September 2016
Penulis
xii
ABSTRAK
Masadah, 2016.Perlindungan Hukum Terhadap Penyimpangan Hak Nasabah
(Studi Kasus BMT Bina Insani Pringapus Ungaran). Skripsi. Fakultas
Syari’ah. Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah. Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: M Yusuf Khummaini, S.HI.
M.H.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Penyimpangan Hak Nasabah, BMT.
Penelitian ini dilatar belakangi karena terjadinya masalah pada BMT
Bina Insani Pringapus Ungaran.Masalah utamanya adalah faktor kelembagaan
yang menjadi kendala, pengawasan serta operasional dalam BMT Bina Insani
belum terumuskan dengan jelas.Peneliti melakukan penelitian mengenai
bagaimana perlindungan hukum BMT dan perlindungan hukum bagi
penyimpangan hak nasabah di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran.Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum bagi penyimpangan
hak nasabah di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field
research)denganmenggunakan metode pengumpulan data, observasi, wawancara
dan studi pustaka.Sifat penelitian yakni deskriptif analitik, sehingga tertuju pada
pemecahan masalah dengan fakta-fakta yang ada.
Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa BMT secara umum dan
BMT Bina Insani secara khusunya belum mempunyai payung hukum yang kuat.
Karena belum adanya payung hukum mengenai BMT ini nasaabah BMT Bina
Insani juga tidak mendapatkan perlindungan hukum untuk memperoleh haknya,
serta asas-asas yang seharusnya terdapat dalam perjanjian tidak dilaksanakan oleh
BMT Bina Insani sebagaimana mestinya.
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar pertanyaan dengan nasabah BMT Bina Insani Pringapus
Ungaran
2. Daftar Riwayat Hidup
3. Surat Nota Pembimbing
4. Surat Ijin Penelitian di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran
xiv
DAFTAR ISI
SAMPUL……………………………………………………………… i
GAMBAR LOGO ……………………………………………… ii
JUDUL ………………………………………………………….. iii
NOTA PEMBIMBING ……………………………………………… iv
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………… v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN………………………………… vi
HALAMAN MOTTO…………………………………………………… vii
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………… viii
KATA PENGANTAR…………………………………………………… ix
ABSTRAK……………………………………………………………… xii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………… xiii
DAFTAR ISI …………………………………………………………xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………… 3
C. Tujuan Penelitian …………………………………………… 3
D. Kegunaan Penelitian ………………………………………… 3
E. Penegasan Istilah ……………………………………………. 4
F. Tinjauan Pustaka……………………………………………. 5
G. Metode Penelitian …………………………………………… 8
H. Sistematika Penulisan ………………………………………. 14
BAB II BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT)
A. Gambaran Umum BMT……………………………………….. 16
B. Landasan Hukum BMT……………………………………….. 31
C. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah…………………….. 35
xv
BAB III GAMBARAN UMUM BAITUL MAAL WAT TAMWIL BINA
INSANI PRINGAPUS UNGARAN
A. Gambaran Umum Baitul Maal Wat Tamwil Bina Insani Pringapus
Ungaran 44
B. Program Baitul Maal Wat Tamwil Bina Insani Pringapus Ungaran ……… 55
C. Klaim ……………………………………………………………………….. 58
D. Sistem Menabung di Baitul Maal wat Tam ………………………………… 59
E. Pelanggaran Hukum di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran …………….. 60
F. Upaya Nasabah untuk Memperoleh Haknya ……………………………….. 61
G. BMT dalam Perundang-undangan di Indonesia ……………………………. 62
BAB IV BAITUL WAT TAMWILBINA INSANI PRINGAPUS UNGARAN
A. Analisa Landasan Hukum BMT …………………………………………….. 64
B. Analisa Perlindungan Hukum terhadap Penyimpangan Hak Nasabah di
BMT Bina Insani Pringapus Ungaran ………………………………………….. 65
C. Penyelesaian Sengketa Penyimpangan Hak Nasabah BMT Bina Insani
Pringapus Ungaran ……………………………………………………………… 72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………………….. 80
B. Saran ……………………………………………………………………….. 80
C. Penutup ……………………………………………………………………… 81
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan perbankan syariah maupun lembaga keuangan
syariah pada akhir-akhir ini tergolong cepat. Banyaknya lembaga
keuangan makro maupun mikro yang tersebar diberbagai pelosok tanah air
rupanya belum mencapai kondisi yang ideal jika diamati secara teliti. Hal
ini nampak dari banyaknya lembaga keuangan mikro yang hanya mengejar
target pendapatan masing-masing, sehingga tujuan yang lebih besar sering
terabaikan khususnya dalam pengembangan ekonomi masyarakat kelas
bawah. Padahal lembaga keuangan mikro mempunyai posisi strategis
dalam pengembangan ekonomi masyarakat kelas bawah (Sumiyanto,
2008: 1).
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-undang
Perbankan, kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk
kredit tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Dalam kondisi yang demikian inilah Baitul Maal Wat Tamwil
(BMT) sebagai lembaga keuangan mikro berbasis syariah muncul dan
mencoba menawarkan solusi bagi masyarakat kelas bawah. BMT sendiri
merupakan salah satu model lembaga keuangan syariah yang bisa dibilang
paling sederhana. Realitas dilapangan dalam beberapa tahun terakhir BMT
2
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ini terjadi
karena tingginya kebutuhan masyarakat akan jasa intermediasi keuangan.
Namun realitasnya, keberadaan BMT ini masih belum selaras
dengan tatanan hukum yang ada. Masalah utamanya adalah faktor
kelembagaan yang sering menjadi kendala. Sampai saat ini kelembagaan
BMT belum diatur secara spesifik sebagaimana lembaga-lembaga
keuanagan mikro lainya. Beroperasinya BMT memang dibutuhkan oleh
masyarakat, dengan kata lain memberikan manfaat bagi masyarakat.
Hanya saja pengawasan terhadap operasional BMT belum terumuskan
dengan jelas karena belum jelasan perangkat untuk itu. Para pelaku BMT
pun juga telah menyadari kondisi ini. Walaupun telah dibentuk berbagai
asosiasi BMT yang berperan dalam merumuskan standarisasi, advokasi
dan pengawasan, namun saat ini belum mendapatkan legalitas yang
memadai secara hukum nasional.
Kenyataan lainnya, keinginan munculnya begitu banyak BMT ini
tidak dibarengi dengan faktor-faktor pendukung yang memungkinkan
BMT untuk terusberkembang dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada
dilapangan menunjukkan banyak BMT yang tenggelam dan bubar
disebabkan oleh berbagai macam sebab,seperti manajemenya yang tidak
teratur, pengelola yang tidak amanah, sumber daya manusia yang kurang
mampu bekerja professional, tidak dapat menarik kepercayaan masyarakat,
kesulitan modal dan seterusnya (Sumiyanto, 2008: 1).
3
Fenomena tersebut diatas mendorong penulis untuk meneliti lebih
lanjut mengenai perlindungan hukum terhadap nasabah yang mengalami
ketidakadilan dalam pemenuhan hak yang harus didapat oleh nasabah.
Sehingga penulis ertarik akan melakukan penelitian dalam sebuah skripsi
yang berjudul“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
PENYIMPANGAN HAK NASABAH (STUDI KASUS BAITUL
MAAL WAT TAMWIL BINA INSANI PRINGAPUS UNGARAN)”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanalandasan hukum Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) ?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap penyimpangan hak nasabah
di Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) Bina Insani Pringapus Ungaran ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui landasan hukum Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
2. Untuk Mengetahui perlindungan hukum terhadap penyimpangan hak
nasabah di Baitul Maal Wat Tamwil(BMT)Bina Insani Pringapus
Ungaran.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis. Manfaat tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1. Secara Teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah
dan ilmu pengetahuan hukum yang memiliki pengetahuan dengan hal-
hal yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap
penyimpangan hak nasabah di BMT.
4
2. Secara Praktis diharapkan penelitian ini dapat dipergunakan sebagai
referensi atau landasan hukum dalam pengambilan keputusan
khususnya bagi perlindungan hukum terhadap penyimpanagn hak
nasabah
E. Penegasan Istilah
Agar tidak menimbulkan masalah dalam pemahaman terhadap
judul skripsi ini maka perlu kiranya penulis untuk menegaskan istilah
tersebut :
1. Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak
asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut
diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak
yang diberikan oleh hukum (Hutabarat, 2012: 1).
2. Penyimpangan
Menyimpang adalah tidak menurut jalan yang betul, melencong,
tidak dari jalan yang telah ditentukan semula (Poerwadarminta, 2006:
1125). Penyimpangan yang dimaksud diatas adalah tidak sesuainya
hak nasabah di BMT Bina Insani
3. Hak
Hak adalah sungguh ada kebenaran, kekuasaan yang benar atas
sesuatu atau untuk menuntut sesuatu (Poerwadarminta, 2006: 397).
Hak yang dimaksud diatas ialah kekuasaan atau kewenangan milik
nasabah BMT Bina Insani
5
4. Nasabah
Nasabah adalah orang yang biasa berhubungan dengan bank
atau menjadi pelanggan bank dalam hal keuanagan (Poerwadaminta,
2006: 795). Nasabah yang dimaksud diatas adalah nasabah di BMT
Bina Insani Pringapus Ungaran.
5. Baitul Maal Wat-Tamwil
Baitul Maal Wat-Tamwil secara etimologis, istilah “Baitul
Maal” berarti “Rumah Uang” sedangkan “Baitut Tamwil”
mengandung pengertian “Rumah Pembiayaan” (Yunus, 2009: 5). BMT
memiliki dua fungsi yaitu: pertama, Baitul Maal memjalankan fungsi
untuk memberi santunan kepada kaum miskin dengan menyalurkan
dana ZIS (Zakat, Infaq, Shodaqoh) kepada yang berhak. Kedua, Baitut
Tamwil menjalankan fungsi menghimpun simpanan dan membiayai
kegiatan ekonomi rakyat dengan menggunakan sistem syariah (Putra
2008).
F. Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian terkait yang membahas tentang perlindungan
nasabah dalam ruang lingkup yang berbeda diantaranya adalah :
Pertama, Skripsi dari Khotibul Umam, Semarang (2008) yang
berjudul “Perlindungan Hukum bagi Nasabah Bank Selaku Konsumen di
Bidang Perbankan”. Dalam penelitian tersebut dijelaskan tentang
perlindungan hukum bagi nasabah bank ditinjau dari Undang-undang No 8
tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, karena dalam prakteknya
6
nasabah sering mengalami keluhan dalam produk perbankan terkait
dengan janji hadiah dan iklan produk perbankan dan pengaduan cara kerja
petugas yang kurang simpatik dan professional. Hasil penelitianya
menunjukkan bahwa untuk mengoptimalkan perlindungan hukum bagi
nasabah selaku konsumen ditempuh pihak perbankan bekerja sama dengan
lembaga konsumen, terkait dengan adanya hak pada nasabah untuk
mengajukan segala hal kepada lembaga pengaduan nasaabah pihak bank
perlu mengadakan sosialisasi dan edukasi kepada masyrakat.
Kedua, Skripsi dari Ni Luh Putu Widyantini yang berjudul
“Perlindungan Hukum Bagi Debitur (Nasabah) dalam Pelaksanaan
Perjanjian Kredit Perbankan ditinjau dari Undang-Undang perlindungan
Konsumen”. Dalam penelitian ini mengandung permasalahan mengenai
kelemahan kedudukan debitur dalam perjanjian kredit perbankan yang
formulasi dan ketentuanya sudahdibakukan secara sepihak oleh Bank.
Metode penelitian yang digunakan yaitu jenis penelitian hukum normatif
dengan pendekatan perundang-undanagn, teknik pengumpulan bahan
hukum dengan melakukan studi pustaka serta menggunakan teknis analisis
secar kualitatif. Berdasarkan analisa dan hasil penelitian yang diperoleh,
akibat hukum perjanjian baku mengharuskan pihak debitur untuk
menyetujui dan melaksanakan ketentuan dari perjanjian baku yang
formulasi dan ketentuan yang sudah ditentukan. Jadi perlindungan hukum
bagi debitur dalam perjanjian kredit perbankan terletak pada adanya
kewajiban bagia pihak bank untuk mengindahkan tata cara pembuatan
7
klausula baku baik bentuk maupun substansinya berdasarkan undang-
undang perlindungan konsumen dalam perjanjian kredit untuk melindungi
nasabah.
Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Rach Hardjo Boedi Santoso,
Semarang (2009) yang berjudul “Perlindungan Hukum Nasabah Bank
Syariah Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pengawasan Oleh Bank
Indonesia”. Dalam penelitian tersebut membahas tentang bagaoman
perlindungan hukm terhadap nasabah bank syariah dan pengawasan bank
syariah yang dilakuakan oleh bank Indonesia berkaitan dengan
perlindungan hukum nasabah pada bank syariah di Semarang. Metode
penelitian ini menggunakan yuridis normatif untuk menganalisa hubungan
hukum antara bank dengan kreditur serta perlindungan hukum nasabah dan
membandingkan antara bank konvensional dengan bank syariah. Hasil
penelitianya menunjukkan untuk menghadapi globalisasi sistem, bank
Indonesia dalam melakukan pengawasan terhadap bank syariah agar lebih
mengoptimalkan dalam pengkajian perjanjian karena perjanjian awal
sebagai bargening position antar pihak dan kebijakan Negara lebih
difokuskan pada sosialisasi dan pengembangan sistem keuanagn syariah.
Empat, Skripsi yang ditulis oleh David Y. Wonok, Depok (2013)
yang berjudul “Perlindungan Hukum Atas Hak-Hak Nasabah Sebagai
Konsumen Pengguna Jasa Bank Terhadap Resiko Yang Timbul Dalam
Penyimpanagn Dana”. Penelitian tersebut dalam praktek perbankan
nasabah dibedakan menjadi 3 yaitu nasabah yang menyimpan dananya
8
dibank, nasabah dalam pembiayaan perbankan, nasabah yang melakukan
transaksi denagn pihak lain melalui bank. Terkait perlindungan hukum
bagi nasabah selaku konsumen mengenai tata cara pencantuman klausula
baku ditinggkat teknis payung hukum melindungi nasabah anatara lain
adanya pengaturan mengenai penyelesaian pengaduan nasabah dan
mediasi perbankan dalam peraturan bank Indonesia.
Dari beberapa hasil penelitian yang ada, terlihat bahwa ada
kedekatan judul dengan judul penelitian yang penulis lakuakan. Namun
penelitian penulis lakukan berbeda dengan penelitian yang sudah diteliti
oleh peneliti lainya. Letak perbedaanya ada pada titik tekan yang penulis
fokuskan. Penulis menitik beratkan pada bagaimana perlindungan hukum
terhadap penyimpangan hak nasabah BMT Bina Insani.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
a. Pendekatan
Bertujuan untuk mengetahui, penulis menggunakan
pendekatan hukum empiris artinya dengan mendekati masalah
yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau fakta sosial sesuai
dengan kenyataan hidup dalam masyarakat(Ustman, 2014: 2-3).
Penggunakan pendekatan ini dimaksudkan untuk
memahami gejala hukum yang akan diteliti terhadap perlindungan
nasabah di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran
9
b. Jenis Penelitian
jenis penelitian ini yang gunakan nanti adalah penelitian
kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami
keadaan atau fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek
penelitian. Dalam penelitian kualitatifmetode yangdigunakan
adalah wawancara, pengamatan dan pemanfaatan dokumen
(Moleong, 2011: 6).
Penelitian ini berusaha untuk mengetahui atau mendalami
bagaimana payung hukum dalam perlindungan hukum terhadap
nasabah di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini penulis bertindak sebagai pengumpul data
dilapangan dengan menggunakan wawancara, observasi, dokumentasi
serta alat-alat bantu lain yang mendukung terlaksananya penelitian,
seperti kamera dan alat perekam.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat diamana penelitian itu akan
dilakuakan. Dalam penelitian yang akan penulis teliti adalah di BMT
Bina Insani Pringapus Ungaran.
Penulis memilih lokasi ini karena ingin mengetahui bagaimana
perlindungan hukum terhadap penyimpangan hak nasabah di BMT
Bina Insani Pringapus Ungaran. Selain tempatnya strategis juga BMT
10
ini merupakan salah satu lembaga keuangan yang sedang mengalami
pelanggaran hukum.
4. Sumber Data
Penulis menggunakan sumber data penelitian berupa :
a. Sumber Data Primer
Adalah sumber data yang langsung didapatkan dari
lapangan ataulokasi penelitian.
1) Informan
Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi
tentang hal-hal yang berhubungan denag penelitian. Dalam
penelitian nanti yang menjadi informan adalah manager BMT
Bina Insani Pringapus Ungaran, para pegawai dan nasabah BMT
Bina Insani Pringapus Ungaran.
2) Dokumen
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer, yaitu dokumen-dokumen berhubungan dengan BMT
Bina Insani Pringapus Ungaran, yang diantaranya adalah
struktur organisasi BMT Bina Insani, data-data mengenai
perlindungan hukum terhadappenyimpangan hak nasabah di
BMT Bina Insani Pringapus Ungaran.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh
dari berbagai bacaan atau hasil penelitian sebelumnya yang
11
bertema sama. Jadi sumber data lain yang bisa mendukung
penelitian ini adalah dengan telaah pustaka seperti buku-buku,
jurnal atau hasil penelitian sebelumnya yang meneliti hal serupa.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Penelitian ini akan menggunakan 3 metode pengumpulan data :
a. Observasi
Observasi adalah pengumpulan data dengan jalan
pengamatan dan pencatatan secara langsung dan sistematis
terhadap fenomena yang diselidiki (Hadi, 1994: 139). Dalam
observasi nanti, data yang ingin peneliti peroleh secara langsung
dari BMT Bina Insani dengan melakukan pengamatan secara
langsung pada objek penelitian seperti mengamati keadaan sekitar
BMT Bina Insani, proses pelayanan pada nasabah di BMT Bina
Insani, serta fasilitas yang ada di BMT Bina Insani Pringapus
Ungaran.
b. Interview
Interview yaitu cara memperoleh keterangan atau data
dengan mengajukan pertanyaan secara langsung dengan manager,
pegawai, dan sebagian nasabah di BMT Bina InsaniPringapus
Ungaran.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mengumpulkan, menyusun dan
mengelola dokumen-dokumen tertulis yang terdapat di BMT Bina
12
Insani dan kegiatan yang dianggap berguna untuk dijadikan bahan
keterangan yang berhubungan dengan penelitian nanti.
6. Analisis Data
Dalam mengalisis data, penulis menggunakan metode diskriptif
analisis. Analisis data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif
terhadap data primer dan sekunder. Selanjutnya diuraikan dan
disimpulkan dengan memakai metode induktif yaitu pengambilan
kesimpulan dimulai dari pernyataan atau fakta-fakta khusus menuju
pada kesimpulan yang bersifat umum (Sudjana, 1998: 7).
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pengecekan
keabsahan data dengan menggunakan teknik triangulasi. Menurut
Sugiono (2010: 2074) triangulasi dalam pengujian kredibilitas dapat
dilakukan dengan berbagai cara yaitu sebagai berikut :
a. Triangulasi Sumber yaitu menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa
sumber
b. Triangulasi Teknik yaitu menguji kredibilitas data dilakuakn
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan triangulasi sumber dan
triangulasi teknik yaitu dengan membandingkan data hasil observasi
13
dengan data hasil wawancara dan membandingkan hasil wawancara
dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
8. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam penelitian tang akan peneliti teliti nanti melalui berbagai
tahap yaitu :
a. Tahap sebelum lapangan, yaitu menentukan topik penelitian,
mencari informasi mengenai perlindungan hukum terhadap
penyimpangan hak nasabahdi BMT Bina Insani, pembuatan
proposal penelitian, menetapkan fokus penelitian dan sebagainya
yang harus dipenuhi sebelum melakukan penelitian
b. Tahap pekerjaan lapangan, yaitu penulis terjun langsung
kelapangan untuk mencari data-data yang diperlukan seperti
wawancara kepada informan, melakukan observasi dan
dokumentasi.
c. Tahap analisis data, apabila semua data telah terkumpul dan dirasa
cukup maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data-data
tersebut dan menggambarkan hasil penelitian sehingga bisa
memberi arti pada objek yang akan diteliti.
d. Tahap penulisan laporan yaitu apabila semua data telah terkumpul
dan dianalisis serta dikonsultasikan kepada pembimbing maka yang
akan dilakukan penulis selanjutnya adalah menulis hasil penelitian
tersebut sesuai dengan pedoman penulisan yang telah ditentukan.
14
H. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan hasil laporan penelitian nanti adalah
sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan, yang merupakan garis-garis besar
pembahasan isi pokok penelitian yang terdirir atas : Latar belakang
masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan penelitian.
BAB II Kajian Pustaka, meliputi landasan hukum tentang
perlindungan hukum terhadap penyimpangan hak nasabah. Diuraikan juga
tinjauan hukum tentang perbankan yang menitik beratkan pada BMT.
BAB III Paparan Data dan Temuan Penelitian yaitu
mendiskripsikan tentang perlindungan hukum terhadap penyimpangan hak
nasabah di BMT Bina Insani. Pada bab ini dijelaskan sekilas tentang objek
penelitian seperti sejarah berdirinya, struktur organisasi dan tugas-
tugasnya, visi dan misi, dan kedudukan perlindungan hukum terhadap
penyimpangan hak nasabah BMT.
BAB IV Pembahasan yaitu analisis hukum terhadap perlindungan
hukum terhadap penyimpangan hak nasabah di BMT Bina Insani. Pada
bab ini menguraikan tentang jawaban terhadap pokok permasalahan dari
penelitian yaitu tentang perlindungan hukum terhadap penyimpanagn hak
nasbah BMT apakah sudah sesuai dengan landasan hukumnya.
15
BAB V Penutup yang merupakan kesimpulan dan saran mengenai
persoalan yang telah dijabarkan pada bab bab sebelumnya. Kemudian pada
bagian akhir dari skripsi nantiadalah daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
16
BAB II
BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT)
A. Gambaran Umum tentang BMT
1. Pengertian BMT
Baitul Maal Wat Tamwil terdiri dari dua istilah, yaitu Baitul
Maal dan BaitutTamwil.Baitul Mal lebih mengarah pada usaha-usaha
pengumpulan dana yang non profit, seperti : zakat, infaq dan
shodaqoh. Sedangkan Baitut Tamwil sebagai usaha pengumpulan dan
penyaluran dana komersial (Sudarsono, 2003: 84).
Secara kelembagaan BMT didampingi atau didukung Pusat
Ingkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). Pusat Inkubasi Bisnis Usaha
Kecil (PINBUK) sebagai lembaga primer karena mengemban misi
yang lebih luas, yakni menetapkan usaha kecil. Dalam prakteknya,
Pusat Inkubasi Usaha Kecil (PINBUK) menetapkan BMT dan pada
giliranya BMT menetapkan usaha kecil. Keberadaan BMT merupakan
representasi dari kehidupan masyarakat dimana BMT itu berada,
dengan jalan ini BMT mampu mengakomodir kepentingan ekonomi
masyarakat (Sumiyanto, 2008: 24-25).
2. Sejarah BMT
Setelah berdirinya Bank Muamalah Indonesia (BMI) timbul
peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip syariah.
operasionalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan
17
menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga
keuangan mikro, seperti BPR syariah dan BMT yang bertujuan untuk
mengatasi hambatan operasionalisasi Bank Muamalah Indonesia
(BMI) tersebut.
Disamping itu ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang
hidup serba kecukupan muncul kekhawatiran akan timbulnya
pengikisan akidah. Pengikisan akidah ini tidak hanya dipengaruhi dari
aspek syiar islam tetapi juga dipengaruhi oleh lemahnya ekonomi
masyarakat. Di lain pihak, bebrapa masyarakat harus menghadapi
rentenir atau lintah darat. Maraknya rentenir ditengah-tengah
masyarakat mengakibatkan masyarakat semakin terjerumus pada
masalah ekonomi yang tidak menentu. Bersarnya pengaruh rentenir
terhadap perekonomian masyarakat tidak lain karena tidak adanya
unsur-unsur yang cukup akomodatif dalam penyelesaian masalah yang
masyarakat hadapi. Oleh karena itu BMT diharapkan mampu berperan
lebih aktif dalam memperbaiki kondisi (Yunus, 2009: 33).
3. Visi dan Misi BMT
a. Visi BMT
Visi BMT mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT
menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah
anggota (ibadah dalam arti luas), sehingga mampu berperan
sebagai wakil pengabdi Allah, memakmurkan kehidupan anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Karena visi ini
18
merupakan cita-cita jangka waktu panjang, maka perumusanya
merupakan obyektifitas dan kesungguhan. Titik tekan perumusan
visi BMT adalah mewujudkan lembaga yang profesional dan dapat
meningkatkan kualitas ibadah(Ridwan, 2006: 3).
b. Misi BMT
Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan
tatanan perekonomian dan struktur masyrakat madani yang adil
berkemakmuran-berkemajuan, berdasarkan syariah dan ridha
Allah. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa misi BMT
bukan semat-mata mencari keuntungan dan menumpukkan laba
modal pada segolongan orang kaya saja, tetapi lebih berorientasi
pada pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan
prinsip-prinsip ekonomi islam. Masyarakat ekonomi kelas bawah
harus didorong untuk berpartisipasi dalam modal melalui simpanan
penyertaan modal sehingga mereka dapat menikamti hasil-hasil
BMT. Terdapat kepentingan yang sama dari dua sisi struktur sosial
yang berlawanan, yakni struktur masyarakat berada (orang kaya)
dengan struktur masyarakat miskin. BMT akan berperan dalam
menjembatani kebutuhan keduanya (Ridwan, 2006: 4).
4. Prinsip Operasi BMT
Secara ringkas Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil
(P3UK) tahun 1994 menerangkan prinsip dan produk inti BMTsebagai
berikut :
19
a. Prinsip dan Produk Inti Baitul Maal
Baitul Maal yang sudah mengalami penyempitan arti
ditengah masyarakat ini hanya memiliki prinsip sebagai
penghimpun dan penyalur dana zakat, infaq dan shodaqoh. Dalam
arti bahwa Baitul Maal hanya bersifat “menunggu” kesadaran
ummat untuk menyalurkan dana zakat, infaq dan shodaqohnya saja
tanpa ada suatu kekuatan untuk melakukan pengambilan atau
pemungutan secara langsung kepada mereka-mereka yang sudah
memenuhi kewajibanya tersebut, dan seandainya aktifpun hanya
bersifat seolah-olah meminta dan menghimbau yang kemudian
setelah itu baitul maal menyalurkan kepada mereka yang berhak
untuk menerimanya(Yunus 2009: 33)
Dari prinsip dasar diatas dapat kita ungkapkan bahwa produk
inti dari Baitul Maal terdiri atas :
1) Produk Penghimpunan Dana.
Dalam produk penghimpunan dana ini, sebagaimana
telah diungkapkan diatas, baitul maal menerima dan mencari
dan berupa zakat, infaq dan shodaqoh. Meskipun selain sumber
dana tersebut Baitul Maal juga menerima dana berupa
sumbangan, hibah ataupun wakaf serta dana-dana yang bersifat
sosial.
20
2) Produk Penyaluran Dana
Penyaluran dana-dana yang bersumbrkan dari dana baitul
maal harus bersifat spesifik, terutama dana yang bersumber
dari zakat, karena dana zakat ini sarana penyaluranya sudah
ditetapkan secara tegas dalam Al Qur’an yaitu kepada 8
golongan ashnaf anatar lain : fakir, miskin, amilin, mualaf,
fisabilillah, ghorimin, hamba sahaya dan digunakan untuk
pengembangan usaha orang-orang miskin, pembangunan
lembaga pendidikan, masjid maupun biaya-biaya operasional
kegiatan sosial lainnya(Yunus, 2009: 34).
b. Prinsip dan Produk Inti Baitut Tamwil
Baitut Tamwil tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip
yang digunakan oleh bank islam. Ada 3 prinsip yang dapat
dilaksanakan oleh BMT (dalam fungsinya sebagai Baitut Tamwil),
yaitu :
1. Prinsip Bagi Hasil
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang meliputi tata cara
pembagian hasil usaha antara pemodal (penyedia dana) dengan
pengelola dana. Pembagian bagi hasil ini dilakukan anatara
BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia
dana (penyimpan/penabung). Bentuk produk yang berdasarkan
21
prinsip ini adalah Mudharabah dan Musyarakah. Sesuai
dengan firman Allah dalam QS An Nisa’ : 12
Artinya: Tetapi jika saudara-saudara itu lebih dari seorang, maka
mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu.
2. Prinsip Jual Beli dengan Mark Up (keuntungan).
Prinsip ini merupakan suatu cara jual beli yang
pelaksanaanya BMT mengangkat nasabah sebagian agen (yang
diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT,
kenudian BMT bertindak sebagai penjual, menjual barang
tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli
ditambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut margin
mark up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi juga
bagi penyedia/ penyimpan dana. Bentuk produk prinsip ini
adalah Murabahah dan Bai’Bitsaman Ajil.Sesuai dengan
firman Allah dalam QS Al Baqarah 275.
Artinya :
Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba.
3. Prinsip non Profit
22
Prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebajikan,
prinsip ini lebih bersifat sosial dan tidak profit oriented.
Sumber dana untuk pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya,
tidak seperti bentuk –bentuk pembiayaan tersebut diatas.
Bentuk produk prinsip ini adalah pembiayaan Qordul Hasan.
Sesuai dengan perintah Allah dalam QS Al Muzammil: 20.
Artinya :
Makadirikanlah sembahyang, tunaikan zakatdan berikanlah
pinjaman kepada Allah swt berupa pinjaman yang baik.
Adapun mengenai produk inti dari BMT (sebagai fungsi
Baitut Tamwil) adalah sebagai penghimpunan dana dan penyaluran
dana.
1. Produk Penghimpunan Dana
Produk penghimpunan dana berupa jenis-jenis simpanan
yang dihimpun oleh usaha-usaha produktif, jenis simpanan
tersebut anatara lain :
a. Al-Wadiah
Penabung memiliki motivasi hanya untuk keamanan
uangnya tanpa mengharapkan keuntungan dari uang yang
ditabung. Dengan sistem ini BMT tetap memberikan bagi
hasil, namun nisbah bagi penabung sangat kecil. Sesuai
dengan perintah Allah dalam QS. An Nisa’: 58.
23
Artinya :
Sesungguhnya Allah menturuh kamu untuk
menyampaikan amanat (titipan) kepada yang berhak
menerimanya.
b. Al-Mudharabah
Penabung memiliki motivasi untuk memperoleh
keuntungan dari tabungannya, karena itu daya tarik dari jenis
tabungan ini adalah besarnya nisbah dan sejarah keuntungan
bulan lalu.
c. Amanah
Penabung memiliki keinginan tertentu yang diakadkan
atau diamanahkan kepada BMT. Misal tabungan ini
dimintakan kepada BMT untuk pinjaman khusus dhu’afa atau
orang tertentu. Dengan demikian tabungan ini sama sekali
tidak diberikan bagi hasil.
d. Produk Penyaluran Dana
Produk penyaluran dana dalam hal ini merupakan
bentuk pola pembiayaanya yang merupakan kegiatan BMT
dengan harapan dapat memberikan penghasilan. Pola
pembiayaan tersebut adalah :
(1) Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan modal kerja yang diberikan oleh
BMT kepada anggota, dimana pengelola usaha
24
sepenuhnya diserahkan kepada anggota sebagai nasabah
debitor. Dalam hal ini anggota nasabah menyediakan
usaha dan sistem pengelolaanya. Hasil keuntungan akan
dibagi dua sesuai dengan kesepakatan bersama.
(2) Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan berupa sebagian modal yang
diberikan kepada anggota dari modal keseluruhan. Pihak
BMT dapat dilibatkan dalam proses pengelolaanya.
Pembagian keuntungan yang proporsional dilakukan
sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.
(3) Pembiayaan Murabbahah
Pembiayaan yang diberikan kepada anggota
untuk pembelian barang-barang yang akan dijadikan
modal kerja. Pembiayaan ini diberikan untuk jangka
pendek tidak lebih dari 6 sampai 9 bulan atau lebih dari
itu. Keuntungan bagi BMT diperoleh dari harga yang
dinaikkan.
(4) Pembiayaan Bai’Bitsaman Ajil
Pembiayaan ini hampir sama dengan pembiayaan
murabbahah, yang berbeda adalah pola pembayarannya
yang dilakukan dengan cicilan dalam waktu yang agak
panjang. Pembiayaan ini lebih cocok untuk pembiayaan
25
investasi. BMT akan mendapatkan keuntungan dari
harga barang yang dinaikkan.
(5) Pembiayaan Al-Qordhul Hasan
Merupakan pembiayaan lunak yang diberikan
kepada anggota yang benar-benar kekurangan modal
atau kepada mereka yang sangat membutuhkan untuk
keperluan-keperluan yang sifatnya darurat. Nasabah
cukup mengembalikan pinjamannya sesuai dengan nilai
yang diberikan oleh BMT (Yunus, 2009: 35-38).
5. Ciri-ciri BMT
Dibandingkan dengan lembaga keuangan syariah lainnya BMT
memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
a. Berorientasi bisnis, yaitu memiliki tujuan mencari laba bersama
dengan meningatkan pemanfaatan segala potensi ekonomi yang
sebanyak-banyaknya bagi para anggota dan lingkunya.
b. Bukan merupakan lembaga sosial, tetapi dapat dimanfaatkan
untuk mengelola dana sosial umat, seperti zakat, infaq, sedekah,
hibah dan wakaf.
c. Lembaga ekonomi umat yang dibangun dari bawah secara
swadaya yang melibatkan peran serta masyarakat disekitarnya.
d. Lembaga ekonomi milik bersama anatara kalangan masyarakat
bawah dan kecil serta bukan milik perorangan atau kelompok
26
tertentu diluar masyarakat sekitar BMT (Dewi dkk, 2005: 167-
168).
Sedangkan ciri-ciri BMT secara khusus ialah sebagi berikut :
a. Staff dan karyawan BMT bertindak aktif-proaktif, tidak menunggu
tetapi menjemput bola, bahkan berebut bola baik untuk
menghimpun dana anggota maupun untuk dana pembiayaan.
Pelayanannya mengacu kepada kebutuhan anggota, sehingga
semua staff BMT harus mampu memberikan yang terbaik buat
anggota dan masyarakat.
b. Kantor dibuka dalam waktu tertentu yang ditetapkan sesuai
kebutuhan pasar. Sehingga waktu buka kasnya tidak terbatas pada
siang hari saja, tetapi dapat saja malam atau sore hari tergantung
pada kondisi pasarnya.
c. BMT mengadakan pendampingan usaha anggota. Pendampingan
ini akan lebih efektif jika dilakukan secara berkelompok. (Ridwan,
2006:10).
6. Organisasi BMT
Untuk memperlancar BMT maka diperlukan struktur yang
mendiskripsikan alur kerja yang harus dilakukan oleh personil yang
ada dalam BMT tersebut. Srtuktur organisasi BMT meliputi,
musyawarah anggota pemegang simpanan pokok, dewan syariah,
pembina manajemen, manager, pemasaran, kasir dan pembukuan.
27
Adapun tugas dari masing-masing struktur diatas adalah sebagai
berikut :
Musyawarah anggota pemegang simpanan pokok, memegang
kekuasaan tertinggi didalam memutuskan kebijakan-kebijakan makro
BMT. Dewan syariah, bertugas mengawasi dan menilai
operasionalisasi BMT. Pembina manajemen bertugas membina
jalannya BMT dalam merealisasikan programnya. Manager bertugas
menjalankan amanah musyawarah anggota BMT dan memimpin BMT
dalam merealisasikan programnya. Sedangkan pemasaran bertugas
untuk mensosialisasikan dan mengelola produk-produk BMT. Kasir
bertugas melayani nasabah dan pembukuan bertugas untuk melakukan
pembukuan atas aset dan omset BMT (Sudarsono, 2003: 87-88).
Disisi lain BMT bersaing dengan lembaga yang sama atau
sejenis. Untuk itu, SDM-nya yang terlibat mengelola BMT dituntut
professional. Pemahaman professional berarti bahwa SDM harus :
a. Menghargai waktu, yaitu BMT dituntut untuk memanfaatkan
waktu dengan efisien untuk bekerja keras dan bekerja cerdas.
b. Tahu persis apa yang dikerjakan, maksudnya para unsur pengelola
BMT bukan manusia yang harus diperintah dahulu baru bekerja. Ia
harus tanggap, berorientasi pada pemecahan masalah dan
menyiapkan langkah antisipasi.
c. Siap bersaing secara konsumtif, yaitu seluruh eksponen BMT
harus sigap untuk berupaya yang terbaik bagi entitas dalam arti
28
sempit serta memberikan yang optimal bagi kemaslahatan umat
(Sumiyanto, 2008: 217).
7. Pengelolaan Dana BMT
a. Pengelolaan Dana Simpanan
BMT dalam melakukan penghimpunan dana harus mengacu
pada ketentuan yang berlaku, baik perundang-undangan tentang
koperasi maupun ketentuan syariah yaitu :
a. BMT dapat menghimpun dana dari anggota, calon anggota,
kopearsi lain atau anggotanaya dalam bentuk simpanan dan
simpanan berjangka.
b. Simpanan dan simpanan berjangka memungkinkan untuk
dikembangkan yang esensinya tidak menyimpang dari prinsip
wadiah dan mudharabah sesuai dengan kepentingan dan
manfaat yang harus diperoleh, selama tidak bertentangan
dengan syariah yang berlaku dan dengan merujuk pada fatwa
DSN-MUI.
c. Perhitungan bagi hasil untuk simpanan biasa dan simpanan
berjangka sesuai pola bagi hasil dilakukan dengan sistem
distribusi pendapatan.
29
d. Distribusi pendapatan diperoleh dari perhitungan saldo rata-
rata per-klasifikasi dana dibagi total saldo rata-rata seluruh
klasifikasi dana, kemudian dikalikan dengan komponen
perkiraan pendapatan yang dibagikan lalu dikalikan nisbah
bagi hasil masing-masing produk simpanan.
Konsep dasar pengelolaan simpanan BMT ialah :
1) Konsep akad wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni
dari satu pihak pada pihak lainnya baik individu maupun
badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja
saat penitip menghendakinya.
2) Konsep Mudharabah yaitu penyimpan dana bertindak
sebagai shahibul maal dan BMT sebagi mudharib. Kemudian
dana ini digunakan BMT untuk pembiayaan baik berupa akad
jual beli maupun syirkah. Dasar mudharabah adalah
kepercayaan murni, sehingga dalam kerangka pengelolaan
dana oleh mudharib, shahibul maal tidak diperkenankan
melakukan intervensi dalam bentuk apapun selain hak
melakukan pengawasan untuk menghindari pemanfaatan dan
diluar rencana yang disepakati.
2. Pengelolaan Dan Pembiayaan
Produk penyaluran dana di BMT yang dikembangkan
menjadi tiga mode yaitu :
30
1) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerja sama
guna mendapat barang dan jasa dengan prinsip bagi hasil.
2) Transaksi pembiayaan yang dilakukan untuk memilki barang
dilakukan dengan prinsip jual beli
3) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa
dilakukan dengan prinsip sewa.
Konsep penyaluran dana oleh BMT dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
a. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Prinsip syirkah untuk produk pembiayaan BMT dapat
dioperasikan dengan pola sebagai berikut:
1. Musyarakah adalah kerja sama dalam usaha oleh dua
pihak
2. Mudharabah yaitu kerja sama dimana shahibul maal
memberikan dana 100% kepada mudharib yang memilki
keahlian.
3. Mudharabah muqayyadah yaitu pada prinsipnya sama
dengan persyaratan mudharabah mutlaqah.
b. Prinsip Jual Beli (Tijarah)
Prinsip jual beli dapat dikembangkan menjadi bentuk-bentuk
pembiayaan sebagai berikut :
1. Pembiayaan Murabbahah yaitu menjual dengan modal asli
bersama tambahan keuntungan yang jelas. Murabbahah
31
merupakan salah satu produk penyaluran dana yang cukup
digemari oleh BMT karena karakternya yang mudah
dalam penerapan dan dengan resiko yang ringan untuk
diperhitungkan.
2. Bai’ as Salam yaitu akad pembelian barang yang mana
barang yang dibeli diserahkan kemudian hari, sedangkan
pembayarannya dilakukan secara tunai dimuka.
3. Bai’ Al Istisna’ yaitu kontak penjualan antara pembeli dan
BMT. Dalam kontrak ini BMT menerima pesanan dari
pembeli kemudian berusaha melalui orang lain untuk
mengadakan barang sesuai dengan pesanan barang
tersebut.
c. Prinsip Sewa (ijarah) yaitu dilandasi adanaya pemindahan
manfaat. Pada dasarnya prinsip ini sama dengan prinsip jual
beli, namun perbedaanya terdapat dalam obyek transaksinya.
Bila akad jual beli transaksinya adalah barang maka pada
ijarah obyek transaksinya adalah jasa.
d. Prisip Jasa, disebut seperti ini karena prinsip dasar akadnya
adalah ta’awun atau tolong-menolong. Berbagai
pengembangan dalam akad ini meliputi : wakalah, kafalah,
qard, hawalah dan rahn (Sumiyanto, 2008:152-160).
B. Landasan Hukum
1. Dasar Hukum BMT
32
BMT didirikan dalam bentuk KSM (Kelompok Swadaya
Masyarakat) atau koperasi. Sebelum usahanya, kelompok Swadaya
Masyarakat harus mendapatkan sertifikat operasi dari PINBUK (Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil). Sementara PINBUK itu sendiri harus
mendapat pengakuan dari Bank Indonesia (BI) sebagai Lembaga
Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM). Berkenaan dengan
Koperasi Unit Desa (KUD) dapat mendirikan BMT telah diatur dalam
petunjuk Menteri Koperasi yang menetapkan bahwa bila di suatu
wilayah dimana telah ada KUD dan KUD tersebut telah berjalan dengan
baik dan organisasinya telah teratur dengan baik maka BMT bisa
menjadi Unit Usaha Otonom (U2O) atau Tempat Pelayanan Koperasi
(TPK) dari KUD tersebut. Sedangkan bila KUD yang telah berdiri itu
belum berjalan dengan baik maka KUD yang bersangkutan dapat
dioperasikan sebagai BMT. Apabila di wilayah yang bersangkutan
belum ada KUD, maka dapat didirikan KUD BMT(Ridwan, 2006: 25).
Penggunaan badan hukum KSM dan koperasi untuk BMT itu
disebabkan karena BMT tidak termasuk kepada lembaga keuangan
formal yang dijelaskan UU No 7 tahun 1992 dan UU No 10 Tahun
1998 tentang Perbankan, yang dapat dioperasikan untuk menghimpun
dan menyalurkan dana masyarakat. Menurut Undang-undang, pihak
yang berhak menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat adalah
Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, baik dioperasikan dengan
cara konvensional maupun dengan prinsip bagi hasil. Namun demikian
33
kalau BMT dengan badan hukum KSM atau Koperasi itu telah
berkembang dan telah memenuhi sayrat-syarat BPR, maka pihak
manajemen dapat mengusulkan diri kepada pemerintah agar BMT
dijadikan sebagai BPRS (Badan Perkreditan Rakyat syariah) dengan
badan hukum koperasi atau perseroan terbatas(Ridwan, 2006: 25).
Perseroan terbatas merupakan bentuk ideal untuk usah
perbankan, kenyataan yang ada dalam praktik sebagian besar bank
berbentuk perseroan terbatas. Mungkin hal ini yang menjadi latar
belakang UU No 21 tahun 2008 yang membatasi bentuk hukum bank
syariah berupa perseroan terbatas. Dengan bentuk hukum yang
demikian berlaku UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(Supramono, 2009: 140).
Pilihan badan hukum koperasi atau BMT harus memperhatikan
rencana kerja operasioanal. Jika BMT diharapkan akan beroperasi
secara luas, maka pengesahan badan hukumnya harus menyesuaikan.
Terdapat pembatasan wilayah kerja sesuai dengan badan hukum yang
dimilikinya dengan pembagian sebagai berikut :
a. BMT Daerah, yaitu BMT yang hanya dapat memberikan pelayanan
kepada angggota yang berdomisisli dalam satu daerah kabupaten.
b. BMT Propinsi, yaitu BMT yang dapat beroperasi dalam satu
propinsi yang mencakup semua wilayah kabupaten-kota yang da
didalamnya.
34
c. BMT Nasional, yaitu BMT yang dapat beroperasi dalam satu
wilayah kenegaraan. BMT ini dapat membuka kantor cabang
diseluruh wilayah Indonesia. badan hukum BMT ini dikeluarkan
oleh pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Kopersai dan UKM
(Ridwan, 2006:26).
2. Dasar Hukum Islam
Setiap kegiatan usaha bank tidak lepas dengan yang namanya
hutang-piutang atau kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, dalam
hal ini secara hukum dapat didasarkan pada adanya perinah dan anjuran
agama supaya manusia hidup dengan saling tolong menolong serta saling
bantu membantu dalam kebajikan. Sesuai firman Allah dalam QS Al-
Maidah ayat 2:
Artinya :
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Amat berat siksa-Nya.
Selanjutnya dalam utang-piutang Allah membatasi agar berjalan
sesuai prinsip syariah yaitu menghindari penipuan dan perbuatan yang
dilarang oleh Allah. Ketentuan ini sesuai dengan QS Al-Baqarah ayat 282
sebagai berikut :
35
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman jika kamu bertransaksi atas dasar utang
dalam waktu yang telah ditentukan, tulislah. Hendaklah seorang penulis
diantaramu menulis dengan benar, dan jangan ia enggan menulisnya
sebagaimana yang telah diajarkan Allah
Karena pemberian utang pada sesama merupakan perbuatan
kebajikan, maka seseorang yang memberi pinjaman menurut pakar hukum
Islam tidak diperbolehkan mengambil keuntungan (profit). Sesuai firman
Allah dalam QS Al-Hadid ayat 11:
Artinya :
Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik,
Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan
dia akan memperoleh pahala yang banyak.
C. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah
1. Bentuk Perlindungan
a. Perlindungan secara Implisit
Perlindungan ini yang diperoleh melalui :
36
1) Peraturan perundang-undangan dibidang perbankan
2) Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan
yang efektif yang dilakukan oleh bank Indonesia.
3) Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah
lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem
perbankan pada umumnya.
4) Memelihara tingkat kesehatan bank
5) Melakukan usaha dengan prinsip kehati-hatian
6) Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan
kepentingan nasabah
7) Menyediakan informasi risiko pada nasabah(Hermansyah,
2007: 131-137).
b. Perlindungan secara Eksplisit
Perlindungan secara eksplisit yaitu melalui pembentukan
suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga
apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan
mengganti dana masyrakat yang disimpan pada bank yang gagal
tersebut.
Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah
penyimpan dana, ada 2 macam perlindungan yaitu :
1) Perlindungan Tidak Langsung
Perlindungan tidak lanhsung adalah suatu upaya atau
tindakan pencegahan yang bersifat internal oleh bank yang
37
bersangkutan dengan melalui hal-hal yang bersangkutan dengan
melalui hal-hal yang dikemukakan berikut ini :
a) Prinsip kehati-hatian
b) Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
c) Kewajiban mengumumkan neraca dan perhitungan laba
rugi
d) Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank
2) Perlindungan Langsung
Perlindungan langsung adalah suatu perlindungan yang
diberikan kepada nasabah penyimpan dana secara langsung
terhadap kemungkinan timbulnya risiko kerugian dari kegiatan
usaha yang dilakukan oleh bank. Mengenai perlindungan secara
umum ini dapat dikemukakan kedalam 2 hal, yaitu :
a) Hak Preferen penyimpan dana
b) Lembaga asuransi deposito (Hermansyah, 2007: 138-145).
2. Hak dan Kewajiban BMT dan Nasabah
a. Hak dan Kewajiban BMT antara lain :
1) Hak BMT
a) Mendapatkan provisi terhadap layanan jasa yang diberikan
kepada nasabah
b) Menolak pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan
yang telah disepakati bersama
38
c) Melelang agunan dalam hal nasabah tidak mampu melunasi
kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan akad kredit
yang telah ditandatangani kedua belah pihak
d) Pemutusan rekening nasabah (klausul ini banyak dalam
prakteknya)
e) Mendapatkan buku cek, bilyet giro, buku tabungan, kartu
kredit dalam hal terjadi penutupan rekening
2) Kewajiban BMT :
a) Mengembalikan agunan, ketika kredit telah lunas
b) Menjamin kerahasiaan identitas nasabah beserta dana yang
disimpannya di bank, kecuali ketika peraturan perundang-
undanagan menentukan lain.
c) Membayar bunga simpanan sesuai dengan perjanjian
d) Mengganti kedudukan debitor dalam hal nasabah tidak
mampu melaksanakanya pada pihak ketiga
e) Memberikan laporan kepada nasabah terhadap
perkembangan dananya di BMT
b. Hak dan Kewajiban Nasabah :
1) Hak Nasabah
a) Mendapatkan layanan jasa yang diberikan oleh BMT,
seperti sistem menabung yang dilakukan oleh pegawai
BMT untuk mengunjungi kerumah nasabah dsb.
39
b) Mendapatkan laporan atas transaksi yang dilakukan
melalui BMT
c) Mendapat agunan kembali setelah agunan lunas
d) Mendapat sisa uang pelelangan dalam hal agunan dijual
untuk melunasi kredit yang tak terbayar
2) Kewajiban Nasabah
a) Mengisi dan menandatangani formulir yang disediakan
oleh BMT, sesuai dengan pelayanan jasa yang diinginkan
oleh nasabah
b) Melengkapi persyaratan yang telah ditentukan oleh BMT
c) Membayar provisi yang telah ditentukan oleh BMT
d) Menyetor dana awal yang ditentukan oleh BMT
e) Menyerahkan buku cek/giro bilyet tabungan.
3. Kedudukan Hukum Nasabah Setelah BMT di Likuidasi
Ketua Umum Asosiasi BMT Seluruh Indonesia Aries Mufti,
mengatakan ada tiga hal yang membuat biaya dana dan margin di
BMT tinggi. Pertama, ketiadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Kedua terkait kenyamanan nasabah dalam bertransaksi. Ketiga, BMT
tidak bisa memberi hadiah besar kepada nasabah seperti lainya bank.
Jadi margin tinggi di BMT itu karena tidak ada LPS, tidak bisa
bertransaksi dimana saja dan tidak bisa memberi hadiah ke nasabah.
(http://keuangansyariah.mysharing.co/ini-3-hal-penyebab-biaya-dana-
tinggi-di-bmt/). Oleh karena itu, terkait BMT tidak masuk dalam
40
program penjaminan pemerintah dengan LPS (Lembaga penjamin
Simpanan), maka hal ini memang mengandung risiko saat
pengembalian uang simpanan nasabah ketika BMT mengalami
kesulitan likuiditas.
KUHPerdata, Undang-undang Kepailitan dan Undang-undang
Perbankan sama-sama mendudukan nasabah pemegang deposito,
tabungan dan giro sejajar dengan kreditur konkuren biasa. Satu-
satunya yang dikecualikan oleh UU Perbankan dalam hal likuidasi
adalah penitipan murni oleh nasabah. Hal ini jelas tidak adil dan tidak
businesslike. Sebab, baik tabungan, deposito maupun giro, sebenarnya
hanya versi-versi lain dari penitipan, sehingga tidak layak jika
disejajarkan dengan kreditur lainya. Bagi nasabah sendiri, sekiranya
likuidasi itu memang akan merugikan mereka (misalnya, urutan
prioritas pembyarannya akan ditempatkan dinomor akhirkan oleh tim
likuidasi), dapat saja diambil jalan keluar menggugat bank yang
bersangkutan ke pengadilan,sehingga seluruh asetnya dijadikan sita
jaminan. Setelah pihak nasabah memenangkan gugatan, nasabah dapat
langsung melelang aset tersebut untuk pelunasan bayaran uang mereka
plus bunga yang penuh. Jika ada pihak yang melakukan bantahan dan
katakanlah diterima oleh pengadilan, upaya nasabah mengajukan
gugatan ke pengadilan tersebut dapat menjadi alat untuk memperkuat
bargaining position. Hal ini tentu lumayan bagi nasabah (Fuady, 1996:
136).
41
Seandainaya dalam memberikan keputusan, tim likuidasi
bersikap tidak adil maka diapun tidak luput dari sasaran gugatan
kepengadilan oleh pihak yang telah dirugikanya. Hal ini memang
sangat krusial dan sangat mungkin terjadi karena proses likuidasi
berbeda dengan kepailitan. Tentang kepailitan diatur khusus oleh UU
kepailitan. Dalam proses kepailitan pengadilan yang memberikan
keputusanya. Dan setelah itu ada banding ke Pengadilan Tinggi dan
Kasasi ke Mahkamah Agung. Sedangkan dalam proses likuidasi, hanya
orang-orang partikelir biasa yang bertindak, dan bukan tidak mungkin
mereka akan memberikan keputusan yang salah kaprah nantinya,
karena melikuidasi bank sangat complicated dan juga harus berlaku
adil, ada baiknya jika kerja berat tersebut dilimpahkan saja menjadi
tugas pengadilan yang memang sudah professional untuk itu. Menurut
sistem hukum Indonesia, dalam suatu likuidasi jika seluruh hutangnya
kepada pihak luar dibayar lunas, baru sisanya jika ada diperuntukkan
bagi pembayaran hutangnya kepada pemegang saham, dan setelah itu
sisa assetnya baru dibagi-bagikan kepada para pemegang saham
(Fuady, 1996: 138-140).
4. Tanggung Jawab Direktur Bila Perusahaan Pailit atau Likuidasi
Jika Perseroan Terbatas (PT) dinyatakan pailit oleh pengadilan
atau likuidasi, pada prinsipnya kreditur tidak dapat memintakan
kreditur atau komisaris ataupun pemegang sahamnya untuk
bertanggung jawab secara pribadi. Karenanya, harta-harta pribadi
42
mereka tidak boleh disita atau dilelang. Kalaupun ada pihak pemilik itu
hanya dikarenakan ikatan-ikatan yang bersifat kontraktual. Dalam hal
ini, kontrak loan, personal guarantee dan gadai saham. Beberapa
pengecualian terhadap prinsip kemandirian tanggung jawab badan
hukum dalam hal perusahaan pailit antara lain :
a. Jika direktur bertindak diluar batas kemampuannya yang diberikan
oleh anggaran dasar
b. Jika dilakukan perbuatan melawan hukum (perdata maupun
pidana)
c. Jika direktur besikap sangat tidak layak atau bertentangan dengan
prinsip bisnis
d. Jika terjadi fenomena yang dapat dilingkupi oleh doktrin.
Pelanggaran tersebut merupakan rumusan istilah kesalahan atau
kelalaian menurut Undang-undang Perseroan Terbatas (UUPT) pasal
90 ayat (2). Karena itu pula direktur dapat dimintkan untuk
bertanggung jawab secara hukum ketika perusahaan pailit jika dalam
perbuatan direktur yang dianggap menyimpang tersebut secara
langsung atau tidak langsung menyebabkan perusahaan yang
bersangkutan jatuh pailit. Hanya saja UUPT membuat beberapa retriksi
terhadap tanggung jawab direktur dalam hal perseroan pailit sebagai
berikut :
a. Direktur ikut bertanggung jawab jika perusahaan tersebut
dinyatakan pailit.
43
b. Harus ada unsur kesalahan atau kelalaian dari direktur tersebut
c. Tanggung jawab direktur bersifat residual, maksudnya dia baru
bertanggung jawab secara material setelah seluruh aset perusahaan
diambil dan ternyata tidak cukup.
d. Disamping perusahaan, yang ikut ditarik untuk bertanggung jawab
adalah hanya direksi. Komisaris dan pemegang saham tidak ikut
bertanggung jawab secara hukum, kecuali mereka melakukan
kesalahan lain.
e. Tanggung jawabnya secara renteng. Jadi walaupun seorang
direktur yang bersalah, tetapi yang lain juga dipresumsi untuk
bertanggung jawab.
f. Adanya presumsi bersalah, dengan beban pembuktian terbalik,
maksudnya jika direksi bersalah maka seluruh anggota direktur
dianggap bersalah, kecuali ada anggota direksi yang dapat
membuktikan bahwa sebenarnya dia tidak bersalah.
g. Prinsip special treatment untuk perseroan pailit, maksudnya
maksudnya pengaturan dan restriksi tentang tanggung jawab
direksi dalam hal perusahaan pailit hanya berlaku dalam hal
perusahaan pailit saja (Fuady, 1996: 89-92).
44
BAB III
GAMBARAN UMUM BAITUL MAAL WAT TAMWIL BINA INSANI
PRINGAPUS UNGARAN
A. BMT Bina Insani Pringapus Ungaran
1. Sejarah Berdirinya BMT Bina Insani
BMT Bina Insani sebuah lembaga keuangan syariah berbentuk
koperasi yang dirintis sejak Juli 1998 sebagai pengaruh dari krisis yang
melanda bangsa Indonesia. Masalah utama usaha ekonomi kecil
diwilayah Pringapus adalah keterbatasan dana dan kemampuan
managerial yang kurang. Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan
menjamurnya lembaga keuangan yang sudah menambah di Pringapus
yaitu adanya BRI di unit desa, BKK dengan unit keliling maupun
lembaga keungan yang lain namun kenyataanya fasilitas yang
diberikan belum mampu bisa menembus dan menyentuh para
pengusaha menengah kebawah. Hal ini disebabkan karena sistem dan
operasional perbankan harus melalui syarat administrasi yang rumit
atau sulit untuk dipenuhi oleh pengusaha kecil kebawah sehingga
kalaupun ada yang mendapatkan kucuran dana tidak disertai dengan
bimbingan dan pengawasan bisa berakibat usaha yang dilakukan tidak
bisa berhasil malah sebaliknya.
Disisi lain masih banyak umat Islam yang enggan dengan
perbankan karena presepsi yang kuat adanya bunga bank yang ada di
45
bank itu termasuk riba yang disyariatkan Islam. Berdasarkan dari
pemikiran di atas sekelompok masyarakat yang peduli mencoba
membentuk kelompok swadaya masyarakat dalam bentuk koperasi
yang merangkul dan menampung semua golongan yang ada di
Pringapus dengan nama koperasi Bina Insani yang diharapkan dengan
uasaha ini pengusaha kecil yang tidak mampu berhubungan dengan
Bank dan lembaga keuangan yang lain merasa terpanggil untuk
berkoneksi dengan Bina Insani untuk memajukan kualitas
kehidupannya. Seiring dengan permasalahan dan krisis ekonomi yang
menimbulkan dampak yang buruk bagi kondisi buruk yang
meningkatkan pengangguran. Depnaker kabupaten Semarang
membuka proyek penanggulangan Pengangguran Kerja Trampil.
Sehingga dirintislah lembaga keuangan syariah BMT Bina Insani
dengan manfaatkan program pemerintah tersebut. Kemudian pada
tanggal 15 Maret 1999 yang dikeluarkannya badan hukum koperasi
yang menjadi tanggal resminya berdirinya koperasi dengan nomor :
055/BH/KDK.11.1/111/1999.
2. Visi dan Misi BMT Bina Insani Pringapus Ungaran
a. Visi
Menjadi mitra kerja yang handal dalam permodalan usaha anggota
dan masyarakat melalui sistem syariah Islam.
46
b. Misi
1) Menyelenggarakan pelayanan prima kepada anggota sesuai jati
diri koperasi
2) Menjalankankegiatan usaha jasa keuangan secara efektif,
efisien dan transparan
3) Menjalin kerja sama usaha dengan berbagai pihak
4) Menampilkan pendamping dn konsultan
5) Melakukan sosialisasi kegiatan ekonomi islam
3. Identitas BMT Bina Insani
a. Keanggotaan
Berdasarkan Undang-undang koperasi hanya boleh
menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada anggota. Maka
Bina Insani mengeluarkan produk simpanan dan mencantumkan
para pencantuman sebagai calon anggota, selama belum memenuhi
kewajiban sebagai anggota. Untuk bisa menjadi anggota koperasi
Bina Insani maka calon anggota harus menjalankan kewajiban-
kewajiban sebagai berikut :
1) Membayar simpanan pokok yaitu sejumlah uang yang wajib
dibayarkan oleh anggota koperasi pada saat masuk menjadi
anggota. Jumlah simpanan pokok yang ditetapkan oleh
koperasi dan tidak dapat diambil saat masih menjadi anggota.
2) Membayar simpanan wajib yaitu jumlah simpanan tetentu
yang harus dibayarkan anggota kepada koperasi pada waktu
47
tertentu, yaitu tiap bulan dengan jumlah simpanan sama dan
tidak diambil selama masih menjadi anggota koperasi
3) Simpanan sukarela oleh anggota yang jumlah bersifat bebas
dan diambil sewaktu-waktu.
Adapun hak yang diperoleh anggota adalah sebagai berikut :
1) Memegang kekuasaan tertinggi saat rapat anggota
2) Memperoleh SHU (Sisa Hasil Usaha) yaitu pembagian
keuntungan koperasi yang diambil anggota terhadap koperasi
yaitu meliputi jumlah simpanan dalam modal penyertaan.
3) Memberikan atau mengajukan pertanyaan usul, kritik, menolak
maupun menerima laporan pertanggung jawaban dalam rapat
anggota yang diadakan koperasi
4) Mempunyai suara dalam pengambilan keputusan
5) Menetapkan, mengangkat dan memberhentikan pengurus atau
pengawas koperasi
b. Aspek Hukum
Nama : Kopersi BMT BINA INSANI
Jenis : Koperasi Serba Usaha
Badan Hukum : No : 055/BH/KDK/11.1.1V/1999
Tanggal 19 Maret 1999
Perubahan : 15/PAD/XIX/VI/2011 tanggal 8
Juni 2011
48
Kantor Pusat :Jl. Sudirman No. 8 Pringapus Telp
(024) 6930482 Faks (024) 6931149
Kantor Cabang Bergas : Jln.Raya Karangjati – Pringapus
KM 1 Telp (0298) 522139
Kantor Cabang Ungaran : Jln. S Parman No 4 Ungaran
50512Telp (024) 7691
HO : No : 503/02/2005
NPWP : No : 02. 253.299.8.505.000
SIUP : No : 503/003/PB/11/2005
IJIN Operasional : No : 518/05/DU-SISPK/XIV/2004
4. Jenis Produk BMT Bina Insani
a. Produk Penghimpunan Dana
1) Produk Simpana SiRela
SiRela (Simpanan Sukarela Lancar) adalah bentuk
simpanan dari anggota atau calon anggota dimana
penyimpanan dapat menitipkan dan mengambil sewaktu-waktu
sesuai dengan ketentuan. Sebagai balas jasa pihak BMT
memberikan bagi hasil kepada penyimpan setiap bulan sesuai
dengan jumlah saldonya.
Ketetentuan antara lain :
a) Saldo awal pembukaan Rekening Minimal Rp. 20.000,00
b) Saldo kas yang minimal harus dipelihara Rp. 10.000,00
49
c) Biaya penutupan rekening sebesar Rp. 10.000,00
dikenakan oleh pihak penabung
d) Nisbah bagi hasil taungan langsung ditambahkan pada
rekeningpenabung tiap bulanya dengan ketentuan bagi
hasil 65 : 45, yaitu 65 % untuk BMT Bina Insani dan
45%untuk penabung.
e) Apabila buku tabungan hilang atau rusak atau cacat segera
memberitahukan pada pihak BMT Bina Insani
f) Biaya administrasi penggantian buku tabungan karna
hilang / rusak / cacatdibebankan oleh penabung
g) Penarikan tunai lewat teller harus menyerahkan identitas
diri
h) Penarikan tunai denagn surat kuasa hanya dapat dilakukan
di kantor BMT Bina Insani dengan menunujukkan
identitas diri
i) Penyalahgunaan buku tabungan oleh pihak ketiga yang
bukan kesalahan BMT Bina Insani menjadi tanggung
jawab penabung sepenuhnya.
Syarat Pembukuan Rekening antara lain :
a) Mengisi formulir Aplikasi Permohonan Pembukuan
Rekening
b) Menyertakan Foto Copy KTP / tanda mengenal lainya.
2) Produk Simpanan SiSUKA
50
SiSUKA (Simpanan Sukarela Berjangka) adalah bentuk
simpanan berjangka atau semacam deposito dimana penyimpan
menitipkan uangnya dan hanya bisa diambil saat jatuh tempo.
Ketentuan antara lain :
a) Dana yang disimpan minimal Rp. 1.000.000,00
b) Jangka waktu penyimpan 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12
bulan
Nisbah Bagi Hasil antara lain :
a) Jangka waktu 12 bulan, 50 : 50, 50% untuk BMT Bina Insani
dan 50 % untuk penabung
b) Jangka waktu 6 bulan, 55 : 45, 55 % untuk BMT Bina Insani
dan 45 % untuk penabung
c) Jangka waktu 1 dan 3 bulan, 65 : 35, 65 % untuk BMT Bina
Insani dan 35 % untuk penabung
d) Mempunyai simpanan Sierela, nisbah akan ditambahkan
langsung rekening si penabung
e) Pengambilan simpanan berjangka hanya bisa dilakukan pada
tanggal jatuh tempo, dikantor BMT Bina Insani sebelum pada
pukul 12.00
f) Apabila sudah jatuh tempo si penabung tidak mengambil
simpanan maka simpanan secara otomatis diperpanjang
sesuai akad sebelumnya
51
g) Apabila tabungan diambil pada waktu tidak jatuh tempo
maka dukenakan pinalti sebesar 2,5 %dari jumlah tabungan.
Pinalti merupakan biaya yang ditanggung oleh penabung
sebagai kompensasi pelanggaran akad.
Syarat pembukuan Rekening antara lain :
a) Mengisi formulir aplikasi permohonan pembukuan
rekening
b) Menyertakan Foto copy KTP atau tanda pengenal lainya
3) Produk Simpanan SiSUQUR
Ketentuan antara lain :
a) Awal pembukuan rekening minimal Rp.20.000,00
b) Saldo saldo kas yang harus dipelihara minimal Rp.
10.000,00
c) Pengambilan simpanan hanya bisa dilakukan pada saat
menjelang hari raya Idul Adha
Syarat pembukuan Rekening antara lain :
a) Mengisi formulir aplikasi permohonan pembukuan
rekening
b) Menyerahkan Foto copy KTP atau tanda penngenal lainya
4) Produk Simpanan SiAMAN
SiAMAN merupakan akronim dari simpanan amanah.
SiAMAN adalah simpanan yang bersumber zakat, infaq,
52
sadaqah, wakaf dan hadiah yang diserahkan di BMT Bina
Insani untuk dikelola agar mendapat manfaat maksimal.
Syarat Pembukuan Rekening
a) Mengisi aplikasi permohonan pembukuan rekening
b) Menyertakan Foto Copy atau tanda pengenal lainnya
b. Produk Pembiayaan di BMT Bina Insani
1) Kredit Modal Kerja
Kredit modal kerja yaitu pembiayaan yang disalurkan
kepada masyarakat untuk membiayai kebutuhan modal kerja.
Ada 2 jenis kredit modal kerja yaitu :
a) Produk Pembiayaan Mudharabah (MDA)
Mudharabah yaitu jenis pembiayaan dengan akad
syirkah, merupakan pembiayaan modal kerja yang
diberikan oleh BMT kepada anggotanya. Dimana pengelola
usaha sepenuhnya diserahkan kepada anggota sebagai
debitur atau mitra. Dalam hal ini anggota menyediakan
usaha dan sistem manajemennya. Sedangkan hasil
keuntungan yang didapatkan akan dibagi sesuai dengan
akad atau perjanjian semula antar kedua belah pihak
b) Produk Pembiayaan Musyarakah (MSA)
Musyarakah yaitu pembiayaan akad syirkah yaitu
pembiayaan yang diberikan kepada anggota lebih berupa
sebagian modal dari modal keseluruhan. Pihak BMT
53
terlibat dalam pengelolaan dana dimana risiko dan
keuntungan hasil usaha ditanggung bersama secara
berimbang dengan porsi penyertaan masing-masing.
2) Kredit Konsumsi
Kredit konsumsi yaitu kredit yang diberikan dalam
rangka pengaduan barang atau jasa untuk tujuan konsumsi dan
bukan sebagai barang modal dalam kegiatan uasaha nasabah.
Kredit konsumsi dapat dibagi dalam 3 jenis produk pembiayaan
yang berdasarkan sistem mark- up antara lain :
a) Pembiayaan Bai Bitsaman Ajil (BBA)
Jenis pembiayaan berakad jual beli yaitu suatu
perjanjian pembiayaan yang disepakati antara BMT dengan
anggotanya. Dimana BMT menyediakan dananya untuk
sebuah investasi atau pembelian barang modal dan usaha
anggotanya yang kemudian proses pembiayaan dilakukan
secara angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan
oleh peminjan ialah jumlah atau harga barang modal dan
mark-up yang disepakati
b) Pembiayaan Mudharabah (MBA)
Mudharabah yaitu jenis pembiayaan yang berakad jual
beli atau pembiayaan kepada peminjam yang
pembayaranya dilakuakan sekaligus pada waktu jatuh
54
tempo yang telah ditetapkan. Nasabah membayar harga jual
barang yang telah disepakati kepada BMT
c) Pembiayaan Ijarah
Ijarah yaitu pembiayaan yang diberikan kepada
anggota untuk menyewa tempat usaha atau suatu barang.
Cara angsuran pada pembiayaan ijarah ini bisa
menggunakan Murabbahah atau Bai Bitsaman Ajil.
3) Pembiayaan Lain-lain
a) Pembiayaan Rahn atau Gadai
Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada anggota
dengan menyerahkan barang sebagai jamina kepada BMT.
Keuntungan yang diperoleh dari jasa perawatan seperti
perhiasan.
b) Pembiayaan Qardul Hasan
Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada anggota
yang memenuhi persyaratan. Karena anggota cukup
mengembalikan pinjamanya tanpa imbalan atau tanpa
mark-up.
5. Syarat dan Ketentuan Pengajuan Pembiayaan
Syarat mengajukana pembiayaan pada BMT Bina Insani adalah
sebagai berikut :
a) Penduduk kecamatan Pringapus (ditunjukkan identitas yang
masih berlaku seperti KTP / SIM)
55
b) Menjadi anggota simpanan pokok minimal Rp. 10.000,00
c) Mengisi formulir aplikasi permohonan pembiayaan
d) Foto copy identitas suami / istri (KTP / SIM)
e) Foto copy kartukeluarga
f) Agunan BPKB kendaraaan diatas tahun 2000
g) Surat kuasa jika agunan milik orang lain
h) Slip gaji (bila ada)
i) Bersedia disurvey
j) Berkas yang tidak lengkap tidak akan diproses
k) Semua berkas dimasukkan ke stopmap
l) BMT berhak menolak tanpa menyebutkan alasan.
B. Program BMT Bina Insani
Program BMT merupakan program khusus yang dikelola oleh pihak
koperasi BMT Bina Insani, bekerja sama dengan lembaga lain dalam
upaya menjalankan visi misi umat dalam menjalankan ekonomi umat.
1. Program Talangan Haji
Simpanan arafah merupakan program kerja sama antara
BMT Bina Insani dengan Bank Syariah Mandiri untukmewujudkan
keinginan nasabah yang ingin naik haji tapi belum cukup biaya.
Ketentuan antara lain :
a) Pada awal pembukuan rekening, penabung membayarkan
sejumlah uang sesuai ketentuan (Tabungan Mabrur, Ujroh dan
Biaya Pendaftaran Haji).
56
b) Pada jangka waktu yang telah ditetapkan, dana talangan
tersebut harus dikembalikan pada pihak BMT Bina Insani.
Apabila dalan jangka waktu tersebut penabung tidak bisa
memenuhi kewajibannya, maka ujroh yang telah dibayarkan
tidak dapat ditarik kembali.
c) Talangan boleh dicicil maupun dibayar sekali lunas selama
masih dalam janga waktu yang ditetapkan.
d) Simpanan ini tidak boleh dialih tangankan
e) Apabila penabung atau calon haji sakit, meninggal dunia atau
dll, maka ujroh menjadi hak BMT.
Persyaratan antara lain :
a) Foto copy Suami / Istri
b) Foto copy Kartu Keluarga
c) Foto copy Surat Nikah
2. Program Ibadah Umroh
Program ini merupakan bentuk kerjasama antara BMT Bina
Insani dengan PT Permodalan Ventura, produk ini diperuntukan
bagi masyarakat yang mau Umrih.
Manfaaat dan keunggulan program umroh PBMT travel antara lain
a) Program uroh diselenggarakn oleh PBMT Travel, sebuah
lembaga bentukan jaringan BMT yang terpercayadan selama
ini keberadaannya telah dirasakan oleh masyarakat
57
b) Penyelenggaraan program umroh lebih terpercaya dan
professional
c) Kurikulum program umroh BMT Travel lebih menekankan
pada pelaksanaan ibadah dan siraman rohani yang akan
menambah kualitas iman jamaah
d) Akan didampingi oleh pendamping dan muthawif yang
kompeten yang memiliki ilmu agama yang baik sehingga dapat
melakukan bimbingan yang optimal
e) Jamaah berkesempatan bertemu berta’afuf dan bersilaturahim
dengan saudara sesame muslim dari kota atau daerah lain
karena program ini akan disosialisasikan oleh jaringan BMT
Se-Indonesia.
f) Biaya pelaksanaan umroh terjangkau oleh jama’ah
g) Jamaah berkesempatan memberikan bantuan sosial ataua
beramal sesuai tema-tema yang ditentukan oleh PBMT Travel.
Persyaratan-persyaratanya antara lain :
a) Mengisi formulir pendaftaran
b) Membayar uang muka minimal 50 % dari biaya program
c) Menyerahkan semua berkas 1 bulan sebelum keberangkatan
d) Pasport asli yang masih berlaku minimal 6 bulan dan masih
ada halaman kosong
e) Nama dipasport ditiru dari 3 suku kata
58
f) Pas photo berwarna dengan dasar close up 80% 3x4 = 4
lembar, 4x6 = 4 lembar (wanita berhijab)
g) Foto copy KTP asli
h) Surat nikah asli bagi suami istri
i) Buku sertifikat vaksin meningitis dan Depkes
C. Klaim
Dalam BMT ini apabila nasabah meninggal dunia maka dana klaim
dapat diambil oleh ahli waris dengan prosedur yang diberikan oleh
BMT yaitu dengan cara memberikan berkas :
1. Buku tabungan / bilyet deposito asli nasabah yang telah meninggal
dunia
2. Foto copy surat kematian dari Disduk capil yang telah dilegalisir
Lurah dan Camat
3. Surat keterangan ahli waris asli yang telah disahkan oleh Lurah dan
Camat
4. KTP nasabah yang telah meninngal dunia dan foto kopy yang telah
dilegalisir oleh Lurah dan Camat
5. Foto copy Kartu Keluaraga yang telah dilegalisir yang telah
dilegalisir oleh Lurah dan Camat
6. Foto Copy KTP seluruh ahli waris yang telah dilegalisir oleh Lurah
dan Camat
7. Foto copy surat nikah Alm/Almh, dan apabila sudah bercerai maka
foto copy surat cerai.
59
8. Surat pernyataan ahli waris yang telah ditandatangani oleh Lurah
dan Camat
9. Surat kuasa pencairan dana asli dari ahli waris kepada salah satu
pihak waris yang telah disetujui.
Setelah semua berkas telah siap dan lengkap ahli waris dapat
langsung datang ke bank terkait untuk menuju kebagian customer
service, maka akan langsung dilakukan proses penutupan dan
pengambilan dana yang berada di bank. Untuk dana yang berupa
deposito, disarankan untuk dilakukan proses pencarian ketika masa
jatuh tempo. Hal ini untuk mengurangi adanya biaya Breakdan juga
bagi hasil telah diterima atau telah disalurkan terlebih dahulu.
D. Sistem Menabung di BMT Bina Insani
Sistem menabung yang digunakan di BMT Bina Insani hampir
sama seperti yang digunakan oleh BMT lain. BMT Bina Insani
memberikan kemudahan bagi nasabah yang ingin menabung. Hampir
semua orang yang menjadi nasabah BMT Bina Insani tidak perlu
repot-repot datang ke BMT untuk menabung. Setiap hari ada pegawai
BMT yang bertugas mendatangi nasabah yang ingin menabung dan
nasabah hanya perlu menyerahkan buku tabungan serta jumlah uang
yang ingin ditabung ke pegawai tersebut. Selain dengan cara seperti
itu, BMT juga melayani nasabah yang ingin menabung dengan cara
langsung datang ke BMT.
60
Mengenai nominal uang yang ingin ditabung, pihak BMT
memberikan kebebasan kepada nasabah. Rata-rata setiap hari nasabah
menabung sebesar Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah) sampai dengan
20.000 (dua puluh ribu rupiah). Hal tersebut dilatar belakangi karena
nasabah dari BMT Bina Insani kebanyakan bermata pencarian sebagai
pedagang, petani dan lain-lain. Jadi nominal uang yang ditabungkan
juga sesuai dengan kemampuan mereka (wawanacara dengan Ibu Istri
Mulyani pada tanggal 19 Agustus 2016).
Jumlah tabungan yang dimiliki nasabah sampai saat ini juga
beragam. Rata-rata tabungan yang dimiliki nasabah yaitu mulai dari
Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 115.000.000
(seratus lima belas juta rupiah).
E. Pelanggaran Hukum di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran
BMT Bina Insani sampai saat ini berstatus sebagai BMT yang pailit.
BMT Bina Insani sudah tidak melakukan kegiatan operasional, tidak ada
kegiatan yang dilakukan di kantor Pringapus Ungaran. Aset yang dimiliki
oleh BMT Bina Insani Pringapus Ungaran saat ini sudah dijual.
Keadaan BMT Bina Insani Pringapus yang pailit ini mempunyai
dampak yang besar bagi nasabah. Uang serta surat-surat berharga lainnya
yang dimiliki oleh nasabah masih dibawa oleh dewan direksi. Uang yang
dibawa tersebut sampai saat ini belum dikembalikan ke nasabah. Pihak
nasabah juga mengalami kesulitan ketika mereka akan mengambil lagi
uang mereka. Dewan direksi tidak bisa memberikan uang nasabah dan
61
hanya dapat menjanjikan sampai batas waktu tertentu. Akan tetapi sampai
batas waktu yang telah disepakati, dewan direksi juga tidak dapat
mengembalikan uang mereka.
Menurut saudari Istri Mulyani, salah sseorang yang sudah menjadi
nasabah selama 4 tahun yaitu mulai dari tahun 2012-2013,
permasalahan mengenai BMT Bina Insani tidak diketahui secara jelas
oleh nasabah. Dari pihak BMT juga tidak memberikan keterangan
yang jelas mengenai keadaan BMT.
Menurut keterangan para nasabah mengenai penyebab pastinya
BMT tersebut bermasalah, nasabah tersebut tidak mengetahui secara
pasti, para nasabah tersebut mengetahui ketika akan menngambil uang
dan uang tersebut tidak bisa diambil dikarenakan adanya sebab yang
tidak jelas. Dalam artian nasabah diberi waktu misalnya satu minggu
untuk mengambil uang akan tetapi waktu yang diberikan oleh BMT
hanya menjadi sia-sia karena uang juga tidak bisa diambil. Kendala
mengambil uang tidak hanya dialami oleh satu nasabah namun banyak
juga nasabah yang mengeluh karena tidak bisa mengambil uang.
F. Upaya Nasabah untuk Memperoleh Haknya
Dari kebanyakan nasabah upaya yang dilakukan untuk memperoleh
haknya adalah dengan cara nasabah rutin mendatangi kantor BMT
hampir setiap hari, namun kenyataanya tidak dapat diambil pada waktu
itu juga. Keterangan dari pihak BMT mengatakan bahwa uang yang
menjadi hak nasabah selalu tidak bisa diambil dengan alasan yang
62
diberikan kepada pihak BMT tersebut tidak jelas keteranganya dan
hanya memberi janji-janji palsu. Bahkan sampi saat ini nasabah belum
bisa mengambil haknya, ada yang bisa diambil uangnya tetapi tidak
seluruhnya, hanya beberapa persen saja. Untuk hak-hak yang tidak
dipenuhi oleh BMT nasabah tidak mau ambil pusing apalagi
memasukkan perkara kepada pihak yang berwajib, yang diinginkan
nasabah hanya hak-haknya terpenuhi.
G. BMT dalam Perundang-undangan di indonesia
BMT merupakan salah satu unit dari koperasi Jasa Keuangan
Syari’ah atau biasa disebut dengan KJKS. KJKS saat ini diatur dalam
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2004. Jadi, landasan hukum BMT
Bina Insani selain UU Nomor 17 tahun 2012, juga mempunyai landasan
hukum Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2004.
Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa KJKS merupakan koperasi
yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi dan
simpanan sesuai pola bagi hasil (syari’ah). Begitu juga dengan BMT,
dalam melakukan kegiatan usahanya, BMT menggunakan prinsip syari’ah.
Menurut pasal 14, pengelolaan KJKS dilakukan oleh:
1. Pengelolaan KJKS dilakukan oleh pengurus yang bertanggung jawab
kepada rapat anggota.
63
2. Dalam hal pengurus KJKS mengangkat tenaga pengelola, maka tugas
pengelolaan teknis KJKS tersebut diserahkan kepada pengelola yang
ditunjuk pengurus menjalankan tugas perencanaan kebijakan strategis,
pengawasan dan pengendalian.
Apabila dalam BMT terjadi suatu permasalahan, maka menurut
pasal 47 PP Nomor 91 Tahun 2004, maka penyelesaian pembayaran
kewajiban-kewajiban KJKS atau Unit Jasa Keuangan Syari’ah dilakukan
berdasarkan:
1. Gaji pegawai yang terutang
2. Biaya perkara di pengadilan
3. Biaya lelang
4. Pajak KJKS
5. Biaya kantor
6. Penyimpanan dana atau penabung
7. Kreditur lainnya.
64
BAB IV
BAITUL MAAL WAT TAMWIL BINA INSANI PRINGAPUS UNGARAN
A. Analisa Landasan Hukum BMT
BMT dalam menjalankan sistem operasionalnya berasaskan pada
pancasila dan Undang-undang1945 serta berlandaskan syariah Islam,
keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan atau koperasi,
kebersamaan, kemandirian dan profesionalisme. Secara hukum BMT
berpayung pada koperasi akan tetapi sistem oprasional yang di laksanakan
di BMT tidak jauh beda dengan sistem yang dilaksanakan di bank syariah
sehingga produk-produk yang berkembang di BMT seperti produk yang
berkembang di bank syariah.
BMT saat ini berpayung hukum sama dengan koperasi, yaitu BMT
harus tunduk pada UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Koperasi jo. UU
Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP Nomor 9 tahun 1995
tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi. BMT berpayung
hukum dalam Keputusan Menteri Nomor 91 tahun 2004 tentang Koperasi
Jasa Keuangan Syariah.
Sebenarnya, dengan adanya landasan hukum BMT yang berpayung
pada koperasi posisi hukum BMT cukup jelas, BMT dapat melakukan
sistem operasionalnya dengan baik dan lancar. Akan tetapi apabila
65
landasan hukum BMT dikaitkan dengan landasan hukum koperasi berasas
konvensional, maka hal tersebut tidak sesuai. Alasan nya adalah:
1. Mengenai Simpan Pinjam
Simpan pinjam dikoperasi hanya diperuntukkan bagi anggota
kopearasi saja. Sedangkan BMT simpan pinjam tidak hanya
dikhususkan untuk anggota koperasi saja, akan tetapi diperuntukkan
bagi semua orang yang melakukan simpan pinjam. Dari hal yang telah
dipaparkan diatas sudah jelas tidak ada kecocokan antara koperasi dan
BMT dalam hal simpan pinjam.
2. Mengenai Produk BMT
Produk yang dilakukan di koperasi berlandaskan pada sistem
konvensional. Sedangkan di BMT semua produk yang dilaksanakan
berdasarkan pada prinsip syariah. Apabila koperasi dan BMT masih
dalam satu payung hukum yang sama, maka tidak ada kesesuaian dalam
hal landasan sistem operasionalnya. Bisa dikatakan antara BMT dengan
koperasi sangat berlawanan, apabila dilihat dari segi operasionalnya
maupun produk yang dijalankan. Begitupun dari segi prinsip yang
sangat berbeda, BMT menggunakan prinsip syariah sedangkan koperasi
berprinsip pada konvensional. Kemudian juga dalam hal permodalan,
koperasi berdasarkan iuran pokok dan iuran wajib, sedangkan
permodalam dalam BMT berasal dari perorangan ataupun kerjasama.
66
B. Analisa Perlindungan Hukum Terhadap Penyimpangan Hak Nasabah
di BMTBina Insani Pringapus Ungaran.
Perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan. Hal ini
dapat diketahui dari pasal 1233 KUHPerdata yang berbunyi “ tiap-tiap
perikatan dilahirkan dari perjanjian dan Undang-undang”. Hal ini
menunjukkan perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan
(Ariyani, 2012: 5).
Perjanjian nasabah tunduk pada empat asas penting bagi sah nya
suatu perjanjian yaitu:
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam pasal 1338
KUHPerdata yang mengatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”. Asas ini menerangkan bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Akan tetapi, kebebasan tersebut bukan merupakan suatu
kebebasan dalam membuat suatu perjanjian yang tercantum dalam pasal
1337 KUHPerdata yang berbunyi “suatu sebab adalah terlarang,
apabila dilarangoleh Undang-undang atau berlawanan dengan
kesusilaan baik atau tidak ketertiban umum”.
67
2. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata ayat
(2) yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Sepakat yang
mengikatkan dirinya adalah asas yang esensial dari hukum perjanjian.
Sejumlah ahli berpendapat bahwa perjanjian terbentuk karena adanya
kehendak (consensus) dari pihak-pihak. Perjanjian pada pokonya dapat
dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara formal tetapi
cukup melalui konsensus saja.
3. Asas Pacta Sunt Servanda
Ketentuan pasal 1338 KUHPerdata ayat (1) menyatakan bahwa
“perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang
bagi mereka yang membuatnya mengandung dua asas hukum bagi
sahnya sebuah perjanjian yaitu kebebasan berkontrak dan asas pacta
sunt servanda”. Dalam asas ini suatu perjanjian mengakibatkan suatu
kewajiban hukum dan para pihak terikat untuk melaksanakan
kontraktual. Serta bahwa suatu kesepakatan harus dipenuhi, oleh para
pihak yang berlaku sebagai Undang-undang.
Asas pacta sunt servanda oleh sebagaian pakar diartikan sebagai
asas kepastian hukum, tetapi perlu dicantumkan pula bahwa masih
terdapat sejumlah perbedaan pendapat atas hal-hal yang dapat
menghalangi pemberlakuan asas tersebut yang terkait dengan hal-hal
yang dapat merintanginya, baik secara sepenuhnya maupun terbatas
pada bagian tertentu saja dari suatu perjanjian.
68
4. Asas Iktikad Baik
Dalam pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa “suatu
perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”. Marian Daus
Badrulzaman (dalam Hartono) melihat ayat (3) pasal 1338 KUHPerdata
ini sebagai penyeimbang ayat (1) untuk memberikan perlindungan
kepada pihak yang lebih lemah sehingga kedudukan para pihak menjadi
seimbang. Faktor penentuan bagi keabsahan atau keadilan pertukaran
pada perjanjian adalah kesetaraan para pihak (Hartono, 2001: 57)
Dalam pasal 1243 KUHPerdata yang mengatur tentang
penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu
perikatan yang berbunyi : “penggantian biaya, rugi dan bunga karena
tak dipenuhinya suatu perikatan barulah mulai diwajibkan, apabila si
berutang setelah dinyatakan lalai memebuhi perikatanya, tetap
melalaikanya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya
hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampaukanya”.
Apabila kontrak atau perjanjian tersebut salah satu pihak tidak
memenuhi kewajibannya maka disebut wanprestasi. Wanprestasi adalah
jika seorang debitur tidak melaksanakan sama sekali suatu prestasi atau
keliru dalam melakukan suatu prestasi atau terlambat melakukan
prestasi.
Namun pada kenyataanya BMT Bina Insani tidak memenuhi
kewajibannya, BMT Bina Insani ini telah melanggar asas-asas
69
perjanjian. Karena dalam BMT tersebut tidak ada perjanjian antara
BMT dengan nasabah, sehingga jika terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan misalnya wanprestasi maka penyelesaianya belum jelas
apakah harus diselesaikan menggunakan jalur arbitrase atau melalui
proses pengadilan.
Menurut Prof. Subekti, SH (dalam Ariyani) wanprestasi ada
empat macam bentuk yaitu:
a. Melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan
b. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan Tidak Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
c. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
(Ariyani 2012: 20).
Apabila hak-hak debitur tidak terpenuhi maka kreditur dalam hal
ini maksudnya adalah BMT, maka BMT tersebut melanggar pasal 1338
tentang melaksanakan perjanjian dengan iktikad baik. Pasal 1338
berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak
dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau
karena alasan-alasan yang oleh Undang-undang dinyatakan
cukupuntuk itu. Suatu perjanjian harus harus dilaksanakan dengan
iktikad baik”.
Dari beberapa teori yang telah disebutkan diatas, di BMTBina
Insani telah terbukti terjadi pelanggaran hukum dan tidak pernah ada
70
perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah. Dalam sebuah
perjanjian, 4 (empat) asas yang seharusnya dipenuhi oleh dua orang
yang melakukan perikatan dipenuhi, dalam hal ini tidak dipenuhi.
Bahkan di BMTBina Insani tidak pernah ada perjanjian yang dibuat
antara pihak nasabah dan pihak BMT. Pihak BMT tidak pernah
memberikan penjelasan kepada nasabah mengenai bagaimana sistem
pengelolaan uang, akad apa yang digunakan dalam BMT ini, dan lain-
lain. Bukti bahwa BMT tidak pernah melaksanakan asas-asas yang ada
dalam perjanjian yaitu:
1) Asas Pacta Sunt Servanda
Asas dalam hal ini tidak dipenuhi. Kepastian hukum yang
dimaksud dalam asas pacta sunt servannda tidak pernah
dilaksanakan oleh pihak BMT. Hal ini dibuktikan dengan tidak
adanya kepastian yang diberikan oleh BMT kepada nasabah
mengenai pengembalian uang nasabah yang masih dipegang oleh
BMT. Saat ini masih banyak uang nasabah yang masih dipegang
oleh BMT. Dan sampai saat ini pula masih banyak uang nasabah
yang tidak diketahui keberadaanya secara jelas. Keadaan BMT yang
sudah pailit saat ini menambah ketidak jelasan hukum. Dewan
direksi juga tidak memberikan kepastian kepada nasabah mengenai
kapan uang nasabah akan dikembalikan.
71
2) Asas Iktikad Baik
Pihak BMT tidak pernah menunjukkan iktikad baik kepada
nasabah. Dewan Direksi lebih terkesan menghindar dari tanggung
jawabnya, ketika nasabah melakukan negoisasi dengan pihak BMT
mengenai pengambilan uang mereka, pihak BMT tidak dapat
melakukan banyak hal. Pihak BMT hanya berjanji akan
mengembalikan uang nasabah tanpa diketahui kapan waktu
pengambilan.
Dalam kasus BMTBina Insani ini telah terjadi wanprestasi,
yaitu :
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan
BMTBina Insani tidak sangggup mengembalikan semua
uang nasabah yang masih dibawa pihak BMT.
b. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang
dijanjikan.
BMT berjanji akan mengembalikan uang nasabah pada
batas waktu tertentu. Akan tetapi sampai waktu yang telah
ditentukan, BMT tidak melakukan apa yang dijanjiakan
mengenai pengembalian uang nasabah, dan tidak semua uang
nasabah diberikan. Dari jumlah uang nasabah yang masih
dibawa pihak BMT hanya sejumlah uang dalam nominal kecil.
72
c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
Pengembalian uang nasabah dilakukan dalam jumlah
sedikit dari apa yang dimiliki nasabah, dan itu dilakukan
melalui batas waktu yang telah dijanjikan.
C. Penyelesaian Sengketa Penyimpangan Hak Nasabah BMT Bina
Insani Pringapus Ungaran
Permasalahan mengenai penyimpangan terhadap hak nasabah saat
ini semakin banyak. Akan tetapi, pada kenyataanya dengan adanya
permasalahan yang semakin banyak ini belum diimbangi dengan adanya
upaya hukum yang maksimal. Salah satu contoh kasusnya yaitu di BMT
Bina Insani Pringapus Ungaran. Keadaan BMT Bina Insani yang pailit ini
menimbulkan masalah-masalah baru, diantaranya permasalahan terhadap
nasabah. Sampai saat ini hak-hak nasabah belum terpenuhi. Nasabah juga
tidak mendapatkan kepastian dari pihak BMT Bina Insani Pringapus
Ungaran mengenai uang yang ditabung di BMT tersebut.
Menurut wawancara dengan salah satu nasabah BMT Bina Insani
Pringapus Ungaran Ibu Istri Mulyani, nasabah bingung dalam melakukan
upaya hukum supaya uang mereka kembali. Nasabah khawatir apabila
nasabah melaporkan Dewan Direksi ke pihak yang berwajib, uang mereka
justru tidak akan kembali. Alasan nasabah tersebut menunjukkan bahwa
pengetahuan hukum yang kurang dari nasabah menyebabkan nasabah
tidak mendapatkan hak-haknya, yang diinginkan nasabah hanyalah hak-
haknya terpenuhi, tanpa harus melibatkan jalur hukum. Nasabah tersebut
73
mengharapkan penyelesaian masalah secara kekeluargaan dan
musyawarah dengan iktikad baik.
Penyelesaian masalah mengenai penyimpangan hak nasabah
sebenarnya sudah diatur dalam Undang-undang. Saat ini penyelesaian
sengketa ekonomi syariah menjadi salah satu kewenangan absolut
Pengadilan Agama. Akan tetapi realita yang terjadi di masyarakat berbeda,
hanya beberapa pengadilan saja yang menangani permasalahan sengketa
ekonomi.
Permasalahan penyimpangan terhadap hak nasabah dapat
diselesaikan melalui dua jalur, yaitu jalur litigasi dan non litigasi. Jalur
non litigasi merupakan penyelesaian masalah yang penyelesaiannya
dilakukan secara kekeluargaan dan tanpa melalui jalur pengadilan. Adapun
jalur non litigasi ada beberapa cara yaitu :
1. Arbitrase yaitu badan peradilan swasta diluar peradilan umum yang
dikenal khusus dalam perusahaan. Dipilih dan ditentukan sendiri secara
sukarela oleh pihak-pihak pengusaha yang bersengketa. Penyelesaian
sengketa ini merupakan kehendak bebas dari para pihak. Kehendak
bebas ini dapat dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mereka baut
sebelum atau sesudah terjadi sengketa sesuai dengan asas kebebasan
berkontrak dalam hukum perdata (Dewi dkk, 2006: 223).
2. Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk
mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai
kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Negosiasi merupakan
74
sarana bagi pihak-pihak yang mengalami sengketa untuk
mendiskusikan penyelesaian tanpa keterlibatan pihak ketiga penengah
yang tidak berwenang mengambil keputusan (mediasi) maupun pihak
ketiga pengambil keputusan (arbitrase dan Litigasi) (Amriyani, 2011:
23).
Kelebihan penyelesaian sengketa melalui negosiasi adalah pihak-
pihak yang bersengketa adalah pihak yang paling tahu mengenai masalah
yang menjadi sengketa dan bagaimana cara penyelesaianya sengketa yang
diinginkan. Dengan demikian pihak yang bersengketa dapatmengontrol
jalanya proses penyelesaain sengketa ke arah penyelesaian sengketa yang
diharapkan (Amriyani, 2011: 28). Namun ada kalanya negosiasi
mengalami kegagalan dan jalan buntu. Dalam keadaan demikian biasanya
pihak yang bersengketa akan memilih penyelesaain sengketa melalui
mediasi (konsiliasi) atau arbitrase.
3. Mediasi yaitu tidak seperti arbiter atau hakim, seorang mediator tidak
membuat keputusan mengenai sengketa yang terjadi, tapi hanya
membantu para pihak untuk mencapai tujuan mereka dan menemukan
pemecahan masalah. Mediasi menawarkan win-win solution tidak
seperti litigasi, ada yang menang dan ada yang kalah.
Mediasi memiliki kekuatan antara lain :
a. Kontrol dipegang oleh para pihak, maksudnya para pihaklah yang
memegang jalannya penyelesaian sengkrta dan hasilnya.
75
b. Efisien, maksudnya adalah para pihak dapat menghemat waktu dan
juga dapat menghemat biaya perkara.
c. Komunikasi yang lebih efektif yaitu memberikan kesempatan para
pihak untuk berkomunikasi lebih efektif dan menemukan akar
permasalahanya.
d. Fleksibel, prosesnya dapat di buat dalam bentuk yang kira-kira
paling cocok untuk mencapai tujuan
e. Pribadi dan rahasia, dapat menghindari publikasi yang bisa saja
menimbulkan akibat negatif bagi perusahaan (Dewi dkk, 2006: 226).
4. Konsiliasi merupakan lanjutan dari mediasi. Mediator berubah fungsi
menjadi konsiliator. Dalam hal ini konsiliasi berwenang menyusun dan
merumuskan penyelesaian untuk ditawarkan kepada para pihak, jika
para pihak dapat menyetujui, solusi yang dibuat konsiliator menjadi
resolution. Kesepakatan ini juga bersifat final dan mengikat (Amriani,
2011: 34).
5. Pendapat atau penilaian ahli, dalam rumusan pasal 52 Undang-undang
No 30 tahun 1999 dinyatakan bahwa para pihak dalam suatu
perjanjianberhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari
lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian.
Ketentuan ini pada dasarnya merupakan tugas dari lembaga arbitrase
sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat (8) yang berbunyi Lembaga
Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa
untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga
76
tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai
suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa (Dewi
dkk, 2006: 227)
Selain itu juga diatur penyelesaian sengketa pada Lembaga
Ekonomi Syariah (LES) di Indonesia. LES yang dalam operasinya
menggunkan prinsip-prinsip syariah tentunya mengusahakan agar
pelaksanaanya dilakukan secara kaffah (menyeluruh), sehingga
penyelesaian sengketa pada LES tentunya juga harus menggunakan
prinsipi-prinsip syariah. Penyelesaian sengketa yang paling sesuai
adalah melalaui islah (mediasi). Karena ajaran islam menghendaki
penyelesaian sengketa dengan jalan damai agar kedua belah pihak
sama-sama merasa puas dan menghindari permusuhan. Kemudia jika
dalam penyelesaian ini atau mediasi memang akhirnya tidak
menghasilkan penyelesaian, maka alternatif lain yang bisa digunakan
para pihak adalah lembaga arbitrase. Mengingat kelebihan-kelebihan
yang dimiliki arbitrase dibanding dengan pengadilan.
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sebagai
lembaga permanen yang didirikan oleh MUI berfugsi menyelesaikan
kemungkinan terjadinya sengketa muamalat yang timbul dalam
hubungan perdagangan, industri, keuangan dan jasa. Pendirian lembaga
ini awalnya dikaitkan dengan berdirinya Bank Muamalah Indonesia dan
Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Bila melihat kedudukan, tugas dan
wewenang antara DPS dan BASYARNAS adalah berbeda, namun
77
kedua lembaga ini saling mengisi. Dewan Pengawas Syariah (DPS)
merupakan bagian integral dalam struktur Lembaga Ekonomi Syariah
(LES), sementara BASYARNAS berdiri diluar struktur tersebut dan
berfungsi sebagai instrumen hukum yang menangani perselisihan para
pihak di lembaga keuangan syariah seperti bank, asuransi dan
sebagainya. Selain jalur arbitrase para pihak yang bersengketa dapat
memilih menyelesaikan perselisihan mereka pada lembaga peradilan
yang merupakan jalan terakhir sebagai pemutus perkara tersebut.
Hakim harus memperhatikan rujukan yang berasal dari arbiter yang
sebelumnya telah menangani kasus tersebut sebagai bahan
pertimbangan dan untuk menghindari lamanya proses penyelesaian
(Dewi dkk, 2006: 233-238).
Dalam hal perseroan mengalami pailit, maka direksi tidak
bertanggung jawab secara pribadi terhadap kondisi perseroan tersebut,
namun tidak kebalikannya pula bahwa direksi mesti bebas dari
tanggung jawab terhadap kepailitan perseroan terbatas tersebut. Hal ini
karena perbuatan direksi dipandang sebagai perbuatan perseroan
terbatas yang merupakan subjek hukum mandiri sehingga perseroanlah
yang bertanggung jawab terhadap perbuatannya perseroan itu sendiri
yang dalam hal ini dipresentasikan oleh direksi. Namun, dalam
beberapa hal direksi dapat pula dimintai pertanggung jawaban secara
pribadi dalam kepailitan perseroan terbatas ini.
78
Fred Tumbunan (dalam Shubhan) memberikan catatan tentang
ketentuan pasal 90 ayat (2) dan ayat (3) bahwa sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 85 ayat (1) Undang-undang
Perseroan Terbatas (UUPT) bahwa tugas, wewenang dan tanggung
jawab pengurusan PT untuk kepentingan dan usaha PT dipercayakan
dan dibebankan kepada setiap anggota direksi tanpa terkecuali, maka
baik kelalaian ataupun kesalahan seorang atau lebih anggota direksi
berakibat bahwa seluruh direksi, yaitu masing-masing anggota direksi
harus menanggung akibatnya. Sutan Remy Syahdeiny (dalam Shubhan)
mengatakan bahwa anggota direksi perseroan dalam menjalankan
tugasnya hanya bertanggung jawab apabila kelalaian yang dilakukannya
adalah kelalaian berat (Shubhan, 2008: 232-235).
Sesuai dengan pasal 47, jelas bahwa pihak BMT Bina Insani
wajib menyelesaikan pembayaran kewajiban atau pengembalian hak-
hak individu (penabung). Akan tetapi pihak BMT Bina Insani dalam hal
ini tidak memneuhi kewajiban yang terdapat dalam peraturan Menteri
Perekonomian Nomor 91 Tahun 2004. Dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti, sampai saat ini uang nasabah BMT Bina Insani
belum semuanya dikembalikan. Bahkan pihak BMT Bina Insani
mengaku sudah tidak sanggup lagi mengembalikan uang nasabah.
Sampai saat ini, pihak nasabah belum mengambil langkah
hukum melalui jalur litigasi. Nasabah masih menempuh upaya hukum
80
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelahmelaluiuraianteoridananalisis maka
penelitianinidapatdiperolehkesimpulansebagaiberikut :
1. Sampai saat ini BMT masih mempunyai payung hukum yang sama
dengan koperasi, yaitu UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang koperasi dan
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2004 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah.
2. Dengan adanya Peraturan Nomor 91 Tahun 2004, nasabah BMT sudah
mempunyai payung hukum yang jelas. Akan tetapi, BMT Bina Insani
tidak melakukan perlindungan-perlindungan dan kewajiban yang telah
ditentukan oleh pemerintah kepada nasabah. Sampai saat ini, hak-hak
nasabah yang masih dibawa oleh direksi BMT Bina Insani belum
diberikan oleh BMT Bina Insani
B. Saran
1. Pihak BMT supaya memberikan kejelasan terhadap nasabah mengenai
pengembalian uang serta memberi alasan yang jelas kepada nasabah
mengenai permasalahan yang terjadi di BMT.
2. Pihak Dewan Direksi dapat lebih terbuka mengenai jumlah aset yang
dimiliki BMT Bina Insani. Serta memberikan solusi yang dihadapi para
81
nasabah dengan cara yang bijak dan tidak bertentangan dengan prinsip
syariah.
3. Untuk nasabah agar lebih berhati-hati dalam memilih lembaga
keuangan syariah terutama BMT.
C. Penutup
Dengan mengucap Alhamdulillah, peneliti panjatkan kepada Allah
SWT yang telah melimpahkan kenikmatan serta hidayahnya sehingga
penelitian ini dapat terselesaikan.
Tidak lupa peneliti sampaikan terima kasih kepada semua pihak
terutama kepada dosen pembimbing yang telah membimbing dengan
sabar, serta memberikan arahan dan koreksinya dalam penulisan penelitian
ini.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna,
maka dari itu peneliti mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak.
Akhirnya semoga karya ini ada manfaatnya dan menambah
pengetahuan yang baru khususnya bagi peneliti serta umumnya bagi
pembaca.
Salatiga, 12 September 2016
Peneliti
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Terjemah
Buku
Amriyani, Nurnaningsih. 2011. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata
di Pengadilan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ariyani, Evi. 2012. Hukum Perjanjian Implementasi dalam Kontrak Karya.
Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Dewi, Gemala dkk. 2006. Bank dan asuransi Islam di Indonesia. Jakarta:
Kencana
Fuady, Munir. 1996. Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek. Bandung: citra
Aditya Bakti
2008. pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era
Global. Bandung: Citra Aditya Bakti
Hadi, Sutrisno. 1994. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offse.
Hartono, Sri Rejeki. 2001. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta:
Sinar Grafika
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, 2007, Jakarta: Kencana
Hutabarat, Ramly. 2012. Perlindungan Hukum Dan Hak Asasi Manusia. Jakarta
selatan: Pencetakan Pohon Cahaya.
Ilmi, Makhalul. 2002. Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah.
Yogyakarta: UII Press.
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Poerwadaminta, 2009. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ridwan, Muhammad. 2006. Pendirian Baitul Maal wat Tamwil (BMT).
Yogyakarta: Citra Media.
Shubhan, Hadi. 2008. Hukum Kepailitan. Jakarta: Putra Grafika
Subekti dan Tjitrosudibio, 2008. Kitab Undang-Undang hukum Perdata. Jakarta:
PT. Pradnya Paramita
Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta:
Ekonisia.
Sudjana, Nana. 1998. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung Sinar Baru.
Sumiyanto, Ahmad.2008. BMT Menuju koperasi Modern. Yogyakarta. PT ISES
Consulting Indonesia.
Utsman, Sabian. 2014. Metodologi Penelitian Hukum progresif. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Yunus, Jamal Lulail. 2009. Manajemen Bank Syariah Mikro. Malang: UIN
Malang Press
Undang-undang
Undang-undang nomor 17 tahun 2012 tentang koperasi
Undang-undang nomor 91 tahun 2004 tentang UMKM
Website
(http://keuangansyariah.mysharing.co/ini-3-hal-penyebab-biaya-dana-tinggi-di-
bmt/).