PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA...

110
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA TRANSAKSI BISNIS TEKNOLOGI FINANSIAL BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : ISMIYATUL ARIFIYAH 11140460000078 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/ 1440 H

Transcript of PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA...

Page 1: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

i

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA

TRANSAKSI BISNIS TEKNOLOGI FINANSIAL BERDASARKAN

PRINSIP SYARIAH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

ISMIYATUL ARIFIYAH

11140460000078

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M/ 1440 H

Page 2: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat
Page 3: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat
Page 4: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat
Page 5: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

v

ABSTRAK

Ismiyatul Arifiyah NIM 11140460000078. PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP PENGGUNA PADA TRANSAKSI BISNIS TEKNOLOGI

FINANSIAL BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH. Program Studi Hukum

Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta 1439 H/2018 M. Ix 78 halaman 15 halaman lampiran.

Aspek ekonomi tidak luput menjadi sasaran perkembangan teknologi,

mengingat peluang yang muncul di sektor ekonomi sangat terbuka untuk

mengkolaborasikan antara teknologi dan sektor ekonomi. Turut dalam arus

perkembangan teknologi, pengkolaborasian ini sering disebut Teknologi

Finansial atau TekFin, mencatat sepanjang kurun waktu 2017 dari data statistik

melaporkan bahwa nilai transaksi dari Teknologi Finansial di Indonesia telah

mencapai lebih dari USD 15 Miliar. Layanan transaksi teknologi finansial juga

mulai merambah ke layanan keuangan syariah. Mengingat Indonesia adalah suatu

negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di Asia. Dengan besarnya

penguna teknologi finansial berbasis syariah di indonesia, Otoritas Jasa Keuangan

(OJK) dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

sebagai pembuat regulasi dan pengawas pun membuat peraturan untuk

memberikan kepastian hukum untuk para konsumen.

Studi ini menggunakan yuridis normatif dengan jenis penelitian kualitatif

sehingga adanya pengkajian secara logis terhatap ketentuan hukum yang dianggap

relevan dengan pelaksanaan transaksi pinjam meminjam uang berdasarkan

teknologi informasi secara syariah, khususnya dalam perlindungan konsumen atau

pengguna transaksi pinjam meminjam uang berdasarkan teknologi informasi

dengan tujuan untuk mengetahui bentuk kesyariahan, bagimana akad yang

digunakan serta bentuk perlindungan konsumen pada teknologi finansial syariah Hasil penilitian menunjukan bahwa prinsip kesyariahan yang dijalankan

oleh penyelenggara layanan harus berpegang dengan komitmen menjalankan atau

menerapkan ketentuan syariah pada layanan yang ditawarkan oleh penyelenggara

itu sendiri. Selain itu, komitmen menjalankan prinsip syariah pun harus tidak

mengesampingkan hak-hak konsumen. Perlindungan konsumen yang dimaksud

adalah terpenuhinya hak-hak konsumen sebagai pengguna layanan baik sebelum

akad berlangsung maupun setelah akad berlangsung. Tentu dalam hal ini edukasi

atau pendidikan konsumen sangat penting diberikan oleh penyelenggara. Sejauh

ini penerapan edukasi konsumen dilakukan dengan memaksimalkan website untuk

memuat segala informasi tentang layanan, juga sosialisasi pun gencar dilakukan

untuk memperkenalkan dan meningkatkan rasa percaya akan layanan teknologi

informasi.

Kata kunci : Teknologi Finansial, Kesyariahan, Perlindungan Konsumen.

Pembimbing : Dr. Muhammad Maksum., SH., MA., MDC

Daftar Pustaka : Tahun 1995 s.d. Tahun 2018

Page 6: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan iringan doa dan segala syukur kepada Allah Tuhan

semesta alam yang telah mencurahkan segala nikmat kepada kita semua, baik

nikmat jasmani maupun rohani dan atas izin-Nyalah penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh

gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Syarif

Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam tak luput penulis haturkan kepada Nabi

besar Muhammad SAW berserta keluarga dan para sahabatnya yang dengan

rahmat dan syafaatnya kita dapat menikmati hidup dengan penuh suka cita lewat

agama Islam yang beliau perjuangkan dahulu.

Penulis menyadari bahwa dari proses pembuatan skripsi sampai hasil yang

dicapai selama ini tentulah banyak ditemui kekurangan-kekurangan, oleh

karenanya penulis sangat berteimakasih apabila ada kritik dan saran sebagai

penyempurnaan skripsi ini. Skripsi ini tidak begitu saja tercipta tanpa bantuan

berbagai pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang

teramat dalam kepada pihak-pihak yang selalu mendukung, memotivasi dan tak

luput mendoakan dalam menyelesaikan skripsi ini:

1. Drs. Asep Saepudin Jahar, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. A.M.Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Prodi Hukum Ekonomi Syariah UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang tak pernah lelah mendukung dan memotivasi

mahasiswanya untuk menyelesaikan studinya.

3. Drs. Abdurrauf, Lc., selaku Sekretaris Prodi Hukum Ekonomi Syariah UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, yang menjadi tauladan etika berpakaian dan

sopan santun mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum.

4. Dr. Muhammad Maksum., SH., MA., MDC, selaku dosen pembimbing,

karena berkat bimbingan, arahan dan dorongan yang penuh perhatian akhirnya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Para dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah banyak menyalurkan ilmu pengetahuan kepada para mahasiswanya.

Page 7: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

vii

Berkat dorongan dan motivasi yang selalu diberikan disetiap pertemuan

menjadi semangat tersendiri bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Terkhusus kepada Bapak Mustolih, Bapak Fathudin dan Bapak Mu‟min Rouf

selaku dosen Pembimbing Akademik yang selalu membantu, mengarahkan

perihal keluhan akademik penulis.

6. Para staf TU dan Karyawan Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

7. Bapak Luthfi Adhiansyah, selaku CEO Ammana Fintech Syariah, yang

dengan kerendahan hatinya mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian

dan menerima untuk wawancara.

8. Orang tua saya tercinta, Bapak Muhaemin dan Ibu Muaenah. Terimakasih atas

curahan kasih sayang yang kalian berikan selama ini, lantunan doa indah

kalian selalu terdengar walau raga berjauhan. Terimakasih untuk semangat

yang selalu diberikan, untuk dorongan yang tak pernah menjatuhkan, untuk

keringat yang selalu menetes demi menghidupi anak-anaknya, untuk semua

ajaran baik selama ini yang selalu penulis ingat sampai ketanah rantau, karena

kalian penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Nenek Saya terkasih, Ibu Aminah. Termakasih atas doa dan semangat yang

selalu engkau berikan, setiap tetesan air mata yang beliau keluarkan saat

mengantar penulis pergi ketanah rantau selalu menjadi motivsi penulis untuk

cepat menyelesaikan skripsi ini.

10. Untuk Kakak saya tercinta, Mba Mero, Mas Untung, Mas Imam dan adik

tersayang Muddatul Muna Firoh, serta tak lupa ponakan-ponakan tercinta,

Carissa Kafana Rizqy dan M. Hafiz Al-Qorni. Terimakasih atas curahan

semangat dan rasa pengertian yang selalu diberikan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

11. Untuk teman sehidup seatap, mba Indah Alfa, Andri Liana, Fifi Rahma dan

Eli Irmawati. Terimaksih atas pelajaran hidup selama ditanah rantau, semangat

dan doa serta perjuangan kita semua semoga cepat tersemogakan.

12. Untuk yang berjuang bersama, terimaksih atas doa dan dukungan kalian,

terimakasih untuk rasa yang tercipta, tenaga yang ikut terkuras, dan limpahan

Page 8: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

viii

kasih sayang yang diberikan, terkhusus Eti Asyaroh, Evi Winengsih, Yayah

Rodiah, Suci Azkiya, Bahrul, Lisatun Awaliah, Musyarofah, Hani Noor, Yessi

Rahma dan sahabat-sahabat di KKN MEMORI, Putri, Desi, Nita, Mba Eva,

Rahmi, Fahira, Dede, Hanif, Aam, Naji, Sem, Rifqi, Alvi, Andi. Terimakasih

memori indah bersama kalian pun menjadi semangat tersendiri untuk penulis.

Sahabat rasa keluarga, Mba Ayu Devani terimakasih selalu jadi pendengar

segala hal, saat penulis berkeluh kesah terimasih atas saran dan motivasinya.

Dan tak lupa penulis berterimakasih sedalam-dalamnya kepada Trio Aji

Prasetiyo, atas segala macam bantuan, dorongan, arahan, motivasi dan tenaga

dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

13. Teman – teman angkatan 2014 Hukum Ekonomi Syariah, langkah dan tujuan

kita semoga dapat terkabul.

14. Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Pelajar Pemalang Jakarta terkhusus

angkatan 2014 yang sedang sama-sama berjuang, Adiba Zahrotul Wildah,

Fatayatul, Izazah, Umi, Nila, Mba Chusnul, Sinatrya, Wildan, Eli, Syifa dan

adek-adeku Sarah, Siyifa, Nisa, Zaki, Wilda, teruskan perjuangan kalian

semoga rasa kekeluargaan kita tetap tercipta.

15. Keluarga Besar Muamalat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Komisariat

Fakultas Syariah dan Hukum, terimakasih atas dukungan dan motivasinya.

Kepada semua pihak yang terlibat yang tidak penulis sebutkan,

terimakasih atas doa dan dukunganya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Sekali lagi penulis menyadari akan kekuranga dalam penulisan skripsi

ini, mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

setiap pembacanya.

Jakarta, 26 November 2018

Ismiyatul Arifiyah

Page 9: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv

ABSTRAK ............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

DAFTAR BAGAN ............................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 7

C. Pembatasan Masalah ..................................................................................... 7

D. Perumusan Masalah ...................................................................................... 8

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 8

F. Sistematika Penulisan ................................................................................... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................. 12

A. Kajian Teoritis ............................................................................................ 12

1. Gambaran Umum Teknologi Finansial ............................................... 12

a. Pengertian Transaksi Elektronik .................................................. 12

B. Pengertian Teknologi Finansial ................................................... 12

2. Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi ...... 14

A. Pengertian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi ...................................................................................... 14

B. Subjek Hukum Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis

Teknologi Informasi .................................................................... 15

C. Pelaksanaan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis

Teknologi Informasi .................................................................... 16

3. Teknologi Finansial Syariah ............................................................... 17

Page 10: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

x

4. Gambaran Umum Perlindungan Konsumen ....................................... 20

a. Pengertian Pelindungan Hukum .................................................. 20

b. Pengertian Konsumen atau Pengguna dan Pelaku Usaha ............ 21

c. Hak dan Kewajiban Konsumen ................................................... 22

d. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ............................................... 25

5. Ketentuan Perlindungan Konsumen Pada Transaksi Bisnis Teknologi

Finansial Syariah ................................................................................. 27

B. Kerangka Konseptual ................................................................................. 30

C. Literatur Review ......................................................................................... 31

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 34

A. Pendekatan Penelitian ................................................................................. 35

B. Jenis Penelitian ........................................................................................... 36

C. Data Penelitian ............................................................................................ 36

D. Sumber Data ............................................................................................... 37

E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 38

F. Subjek Penelitian ........................................................................................ 39

G. Teknik Pengolahan Data ............................................................................. 40

H. Metode Analisis Data ................................................................................. 40

BAB IV ANALISIS DAN IMPLEMENTASI TEMUAN ................................ 41

A. Analisis Prinsip Syariah Transaksi Teknologi Finansial Syariah ............... 41

1. Perbedaan Teknologi Finansial Syariah dengan Teknologi Finansial

Konvensional ...................................................................................... 44

a. Suku Bunga.................................................................................. 45

b. Resiko dan Cicilan ....................................................................... 47

c. Ketersediaan Pinjaman ................................................................ 48

2. Penawaran Produk Syariah yang Mengandalkan Teknologi

Informasi ............................................................................................. 49

a. Akad dan Mekanisme Layanan Pembiayaan Berbasis Komunitas

(community Based) ...................................................................... 50

b. Pengaplikasian Akad Layanan Pembiayaan Berbasis Komunitas

(community Based) ...................................................................... 52

Page 11: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

xi

3. Analisis Penerapan Klausula baku pada Layanan Pembiayaan

Syariah................................................................................................. 55

a. Prinsip Keseimbangan ................................................................. 56

b. Prinsip Keadilan .......................................................................... 57

c. Prinsip Kewajaran........................................................................ 57

B. Analisis Bentuk Perlindungan Konsumen Teknologi Finansial Berdasarkan

Prinsip Syariah ............................................................................................ 59

1. Analisis Perlindungan Konsumen Pada Transaksi Teknologi Finansial

Sebelum Terjadinya Akad ................................................................... 61

a. Pendidikan atau Edukasi Konsumen ........................................... 62

b. Kelengkapan Informasi dan Transparasi Produk Layanan .......... 65

c. Penanganan Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa Konsumen . 66

d. Pencegahan Penipuan dan Keandalan Sistem Layanan ............... 67

e. Perlindungan Terhadap Data Pribadi ........................................... 68

2. Analisis Perlindungan Konsumen Pada Transaksi Teknologi Finanasial

Sesudah Terjadinya Akad ................................................................... 69

a. Perlindungan Atas Penundaan Pembayaran ................................ 70

b. Perlindungan Konsumen Atas Cidera Janji ................................. 71

c. Perlindungan Atas Penyelesaian Sengketa Yang Patut ............... 71

d. Analisis Kode Etik Penagihan ..................................................... 72

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 75

A. Kesimpulan ................................................................................................. 75

B. Rekomendasi .............................................................................................. 76

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 78

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 83

Page 12: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Cara Kerja PT. Ammana ............................................................................ 45

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1: Kerangka Konseptual .................................................................................. 30

Page 13: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi informasi telah menyebar hampir di berbagai

sektor kehidupan. Pemanfaatan teknologi informasi, media dan komunikasi telah

mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut telah menyebabkan

hubungan dunia seolah tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi,

dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi

saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi

peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus juga

menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.1

Selain itu sudah dapat dipastikan pula bahwa dampak dari perkembangan

teknologi akan berimbas terhadap keberlangsungan hidup manusia dengan

berbagai kemungkinan-kemungkinan yang akan ditimbulkan, artinya bisa saja

dampak yang ditimbulkan tersebut akan membawa perubahan-perubahan yang

baik atau bahkan akan timbul perubahan-perubahan yang buruk bagi

keberlangsungan hidup manusia itu sendiri.

Terlepas dari berbagai dampak perkembangan teknologi informasi, pada

kenyataan masyarakat Indonesia menyambut dengan baik era digital ini, dengan

berbagai kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh perkembangan teknologi

informasi saat ini. Pasalnya cukup dengan layanan internet, masyarakat dapat

mengakses informasi apa saja yang mereka butuhkan.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat jumlah

pengguna internet di Indonesia sepanjang tahun 2016 mencapai 132,7 juta

pengguna atau setara 51,7% terhadap populasi 256,2 juta jiwa. Jumlah tersebut

menunjukan kenaikan yang sangat pesat dalam kurun waktu dua tahun terakhir

1 Maskun, Kejahatan Siber Cyber Crime (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2013),

h. 29.

Page 14: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

2

yang hanya mencapai 34,9% pengguna.2 Hal ini menunjukkan pesatnya

perkembangan-perkembangan berbasis teknologi informasi yang dimudahkan

dengan berbagai faktor pendukung seperti pembangunan-pembangunan

infrastruktur yang giat dilakukan oleh pemerintah dan kemudahan dalam

memperoleh sarana untuk mengakses atau menunjang suatu pengembangan

teknologi tersebut seperti smartphone atau telepon genggam.3

Aspek ekonomi juga tidak luput menjadi sasaran berkembangan teknologi,

mengingat peluang yang muncul di sektor ekonomi sangat terbuka untuk

mengkolaborasikan antara teknologi dan sektor ekonomi. Turut dalam arus

perkembangan teknologi pengkolaborasian ini sering disebut Teknologi Finansial

atau TekFin, mencatat sepanjang kurun waktu 2017 dari data statistik melaporkan

bahwa nilai transaksi dari Teknologi Finansial di Indonesia telah mencapai lebih

dari USD 15 Miliar.4

Perkembangan teknologi finansial ini memberi inovasi-inovasi baru dalam

transaksi keuangan yang diharapkan dapat memberikan kemudahan, fleksibilitas,

efisiensi dan kesederhanaan dalam melakukan transaksi.5 Artinya teknologi

finansial muncul dengan segala kemudahan dan kesederhanaanya memanfaatkan

peluang di era digital saat ini yang diharapkan pula menjadi solusi alternatif dalam

bertransaksi ekonomi yang lebih efisien dalam segi waktu dan tenaga bagi

nasabah dan pengguna jasa keuangan dalam setiap transaksi yang dilakukan.6

Dapat di katakan pula, teknologi informasi telah membuka mata dunia

akan sebuah dunia baru, marketplace baru dan sebuah jaringan bisnis dunia yang

tanpa batas. Bagaimanapun juga dunia teknologi informasi berhasil mengubah

pola interaksi masyarakat mulai dari interaksi bisnis, ekonomi, sosial dan budaya.

2 Buletin Assosiasi Penyelengara Jasa Internet Indonesia (APJII), Edisi-05 Tahun 2016,

diakses dari http://isparmo.web.id/2016/11/21/data-statistik-pengguna-internet-indonesia-2016/

pada tanggal 7 Februari 2018 pukul 22:32 WIB. 3 R.Andi Kartiko Utomo, “Bisnis Model Baru Bank-Tekfin dan Ekonomi Digital”, Surat

Kabar Kompas, (Jakarta), 18 April 2017. 4 R.Andi Kartiko Utomo, “Bisnis Model Baru Bank-Tekfin dan Ekonomi Digital”, Surat

Kabar Kompas, (Jakarta), 18 April 2017. 5 Rachmadi Usman, “Karakteristik Uang Elektronik Dalam Sistem Pembayaran”,

Yuridika, Vol. 32 No. 1, (Januari 2017): h. 135. 6 Harry Candra Sihombing, “Hukum dan Regulasi Startup FinTech di Indonesia:

Tantangan dan Peluang, Lesson Learning dari Negara Lain” (Jakarta).

Page 15: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

3

Bertolak dari situ, internet telah memberi kontribusi yang demikian besar bagi

masyrakat, perusahaan/industri maupun pemerintah. Kehadiran internet dianggap

dapat menunjang efektifitas dan efesiensi operasional perusahaan terutama

peranya sebagai sarana informasi yang dibutuhkan oleh sebuah usaha dan bentuk

usaha atau lembaga lainya.7

Munculnya perusahaan-perusahaan baru bergerak di aspek ekonomi yang

berbasis teknologi informasi yang biasa disebut dengan start-up. Mengutip dari

Wikipedia, start-up (atau ejaan lain yaitu start-up) merupakan perusahaan rintisan

atau perusahaan baru, merujuk pada semua perusahaan yang belum lama

beroperasi. Dengan kata lain, mayoritas perusahaan-perusahaan merupakan

perusahaan yang baru saja didirikan dan berada dalam fase pengembangan dan

penelitian untuk menemukan pasar yang tepat. Start-up di Indonesia maupun di

berbagai belahan dunia menemukan pasarnya sendiri dengan memanfaatkan

peluang teknologi masa sekarang. Ini alasan kenapa berbicara mengenai start-up

pasti akan menjurus ke perusahaan sektor jasa keuangan yang bergerak dengan

memanfaatkan teknologi. Tentu ini membuka peluang untuk para pegiat bisnis

zaman sekarang.

Dengan berbagai kemudahan tersebut dan melihat peluang bisnis yang

menjanjikan, teknologi finansial mulai digandrungi oleh masyarakat, bukan hanya

masyarakat sebagai pengguna tetapi masyarakat sebagai penyedia jasa layanan

teknologi finansial. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya perusahaan-perusahaan

baru di bidang teknologi finansial salah satunya pada layanan pinjam meminjam

uang berbasis teknonolgi informasi. Munculnya start-up tersebut mendorong

pemerintah untuk membuat suatu regulasi agar bisa memayungi jalanya suatu

sistem. Regulasi ini sangatlah penting mengingat transaksi yang digunakan adalah

transaksi elektronik, dimana pasti berpotensi timbul penyalahgunaan oleh pihak-

pihak yang tidak bertanggung jawab.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga independen yang

mempunyai fungsi, tugas, wewenang dan pengaturan, pengawasaan, pemeriksaan,

7 Imam Sjahputra, Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektroni (Jakarta: PT.

Alumni, 2010), h.13.

Page 16: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

4

dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun

2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.8 Dalam hal ini OJK membentuk suatu

peraturan tentang teknologi finansial yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Miminjam Uang Berbasis

Teknologi Informasi. Dalam peraturan tersebut menyebutkan setiap

penyelenggara teknologi finansial wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan

kepada OJK.9

Terhitung hingga maret 2018 OJK telah mempublikasi melalui website

resmi OJK, sebanyak 40 perusahaan penyelenggara layanan pinjam-meminjam

uang berbasis teknologi informasi (fintech) telah resmi terdaftar dan mendapatkan

izin dari Otoritas Jasa Keuangan.10

Tentunya bukan jumlah yang sedikit

mengingat teknologi finansial masing tergolong baru di Indonesia. Dalam layanan

finansial teknologi, para start-up ini adalah fasilitator penyedia jasa yang akan

mempertemukan pengguna yang akan memberi modal dan pengguna yang

memerlukan modal dalam suatu transaksi elektronik.

Layanan transaksi teknologi finansial memang mulai merambah ke

layanan keuangan syariah. Mengingat Indonesia adalah suatu negara dengan

mayoritas penduduk muslim terbesar di Asia, tentunya besar pula potensi dalam

pengembangan transaksi-transaksi keuangan modern yang berbasis syariah, yang

mana tidak boleh ada unsur riba dalam setiap transaksinya. 8 tahun setelah fatwa

MUI tentang haramnya bunga bank, faktanya 95% lebih penduduk Indonesia yang

mayoritas Islam ini masih mengelola keuangan secara ribawi.11

Disini Teknologi

Finansial muncul sebagai jawaban atas kegundahan-kegundahan yang berkenaan

dengan transaksi ribawi. Baru-baru ini transaksi finansial syariah menjadi

8 OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor

jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu

mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu

melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat

mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing

nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi

sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan,

dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. 9 Pasal 7 POJK No. 77/POJK.01/2016

10 “Berita dan Kegiatan Publikasi Penyelenggara Fintech Terdaftar di OJK”. Diakses dari

http://www.ojk.go.id/id/ pada tanggal 25 Maret 2018 pukul 18:39 WIB. 11

Muhaimin Iqbal, Sharia Economics (Jakarta: Republika, 2013), h. 276.

Page 17: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

5

perhatian pemerintah, ini dibuktikan dengan dikeluarkanya Fatwa Dewan Syariah

Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang

Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

Sebagai contoh layanan teknologi finansial berbasis syariah adalah PT.

Investree. Investree telah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa keuangan (OJK)

dan khusus untuk layanan Investree Syariah, sejak tanggal 23 Agustus 2017,

Investree telah memperoleh surat rekomendasi penunjukan Tim Ahli Syariah dari

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) melalui Surat

Nomor U-492/DSN-MUI/VIII/2017. Terhitung sampai November 2017 Investree

telah melakukan pembiayaan berbasis syariah kurang lebih 2,7 M.12

Selain

Investree, tercatat ada 3 start-up yang menawarkan beberapa layanan teknologi

informasi berbasis syariah yang telah mendapat izin OJK dan surat rekomendasi

dari DSN MUI.

Hal ini menadakan betapa antusias masyarakat baik itu penyedia jasa

maupun pengguna jasa dalam memajukan perekonomian syariah sangatlah terlihat

dan tidak menutup kemungkinan semua transaksi keuangan di Indonesia akan

mengunakan sistem transaksi berprinsip syariah. Kontradiksinya, Penggunaan

teknologi finansial dalam berbagai transaksi baik transaksi konvensional maupun

syariah memang menunjukan adanya potensi yang cukup besar, selain sebagai

solusi struktural bagi pertumbuhan industri berbasis elektronik. Teknologi

finansial juga membawa inovasi yang bersifat merusak (disruptive).13

Ekonomi

disruptif merupakan kondisi di mana teknologi mampu memutus rantai

perekonomian yang awalnya panjang menjadi semakin pendek. Sudut pandang

bisnis harus memiliki aset lengkap terkalahkan dengan berbagai inovasi teknologi

yang mampu membuat biaya produksi semakin murah akibat biaya tetap yang

semakin berkurang dengan ketiadaan aset.14

12

Diakses dari https://www.investree.id/about-us pada tanggal 25 Maret 2018 pukul

18:45 WIB. 13

Nofie Iman, “Financial Technology dan Lembaga Keuangan”, dalam Gathering Mitra

Linkage Bank Syariah Mandiri, 22 November 2016 (Yogyakarta: 2016). 14

Asma Nabila, “Fintech Mampu Menjalankan Fungsi Lembaga Keuangan Syariah”,

artikel di akses dari https://indonesiana.tempo.co/ pada tanggal 7 Februari 2018 pukul 21:22 WIB.

Page 18: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

6

Ekonomi disruptif pula maka perlu diperhatikan berkenaan dengan

perlindungan hukum pengguna dalam transaksi teknologi finansial syariah,

bagaimana bentuk kerahasiaan dan keamanan data/ informasi pengguna transaksi

fintech syariah itu sendiri atau mengatasi bagaimana mengatasi risiko-risiko yang

akan timbul saat bertansaksi dan masih banyak kemungkinan yang akan terjadi

yang memungkinkan merugikan pengguna fintech syariah, mengingat ini adalah

suatu transaksi digital yang sangat berpotensi timbul kejahatan-kejahatan digital

seperti peretasan sistem yang digunakan.

Berkenaan dengan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat

merupakan salah satu tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam

melakukan kegiatan dalam sektor jasa keuangan. Perlindungan konsumen yang

diamanahkan kepada OJK disebutkan secara eksplisit dalam Pasal 4 (c) UU No.

21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disingkat UU OJK)

yang dinyatakan sebagai berikut, “OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan

kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: (c) mampu melindungi kepentingan

konsumen dan masyarakat.” Perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan

bertujuan untuk menciptakan sistem perlindungan konsumen yang andal,

meningkatkan pemberdayaan konsumen, dan menumbuhkan kesadaran Pelaku

Usaha Jasa Keuangan mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga

mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat pada sektor jasa keuangan.

Upaya memberikan perlindungan hukum kepada atau pengguna teknologi

finansial syariah dan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap geliat

bisnis teknologi finansial syariah yang telah mengubah sistem keuangan mulai

dari pembayaran, peminjaman, urusan perbankan, managemen aset, hingga

ditahapan regulasi. Maka perlu lah mempelajari lebih dalam, mulai dari transaksi

teknologi finansial berprinsip syariah dan bagaimana bentuk perlindungan hukum

bagi pengguna pada teknologi finansial syariah.15

Penenelitian ini pun, penulis

berusaha mengkaji hal tersebut dengan membahas tema tentang “Perlindungan

15

Murniati Mukhlisin, “Fintech Syariah dan Keuanagan Lembaga Kita”, di akses dari

http://ekonomi.kompas.com/ pada tanggal 7 Februari 2018 pukul 17:45 WIB.

Page 19: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

7

Hukum Terhadap Pengguna Pada Transaksi Bisnis Teknologi Finansial

Berdasarkan Prinsip Syariah”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, penulis

dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kesyariahan dalam transaksi teknologi finansial syariah?

2. Apa akad yang digunakan dalam transaksi teknologi finansial?

3. Perlindungan seperti apa yang didapat oleh pengguna dalam transaksi

teknologi finansial syariah?

4. Bagaimana keamanan yang didapat oleh pengguna dalam transaksi

teknologi finansial syariah?

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah serta indetifikasi masalah

pada judul penelitian, maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas

sehingga pembahasanya lebih jelas dan terarah sesuai dengan yang diharapkan

penulis, maka penulis membatasi hanya satu model transaksi teknologi informasi

yaitu pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang diatur POJK No

77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi.

Kemudian penulis akan mengkaji bagaimana transaksi pinjam meminjam

uang berbasis teknologi informasi syariah dengan menganalisis menggunakan

fatwa dan undang-undang terkait. Setelah itu barulah dianalasis bagaimana bentuk

perlindungan hukum untuk pengguna layanan pinjam meminjam uang berbasis

teknologi informasi syariah dengan menggunakan POJK, Fatwa dan Undang-

undang terkait.

Page 20: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

8

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diambil

kesimpulan berkenaan dengan permasalahan yang akan dikaji lebih dalam oleh

penulis. Permasalahan yang sering kita jumpai di tengah masyarakat milenial,

yang mana hampir semua hal dimudahkan dengan teknologi. Begitupula dalam

sektor keuangan yang sekarang ini berkolaborasi dengan teknologi informasi atau

yang lebih dikenal dengan sebutan teknologi finansial. Namun masyarakat sebagai

pengguna teknologi finansial harus mengetahui keabsahan sebuah transaksi

keuangan berbasis teknologi untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat itu

sendiri. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka penulis merumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan prinsip syariah pada transaksi bisnis teknologi

finansial syariah?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pengguna teknologi finansial

syariah?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa tujuan yang hendak

dicapai oleh penulis, dan tujuan yang dimaksud adalah :

a. Mengetahui bagaimana bentuk kesyariahan dalam transaksi teknologi

finansial dan membedakanya dengan layanan teknologi finasial

konvensional

b. Mengetahui akad yang digunakan dalam transaksi teknologi finansial

berbasis syariah.

c. Mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi pengguna

teknologi finansial berbasis syariah.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi akademisi

Penelitian ini dapat menambah tingkat wawasan dan

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di

Page 21: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

9

pengembangan jasa keuangan syariah dan dapat dijadikan sebagai

acuan konsep pengembangan produk-produk jasa keuangan syariah

selanjutnya.16

Dengan memperhatikan beberapa aspek penting dalam

melakukan transaksi teknologi finansial syariah, sebagai imbas dari

perkembangan teknologi bidang jasa keuangan. Salah satu dari aspek

tersebut yang harus diperhatikan adalah bagaimana bentuk

perlindungan bagi penggunanya.

b. Bagi praktisi

Hasil analisis nantinya diharapkan memberikan sumbangsih

pemikiran dalam meningkatkan aspek perlindungan hukum bagi

pengguna yang melakukan transaksi teknologi finansial syariah.

c. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman bagi

masyarakat tentang teknologi finansial yang berbasis syariah sehingga

meningkatkan rasa trust masyarakat sebagai nasabah yang ingin

bertransaksi dengan mudah.

F. Sistematika Penulisan

Dalam memudahkan penyusunan skripsi ini dan untuk memberikan

gambaran secara rinci mengenai pokok pembahasan, penulis menyusun skripsi ini

dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi uraian mengenai latar belakang masalah yang akan penulis

bahas mengenai perkembangan transaksi teknologi finansial yang

sampai saat ini sedang merambah ke sektor keuangan syariah, tentu

perlu diperhatikan bagaimana bentuk perlindunganya melalui

implikasi POJK No.77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam

meminjam uang berbasis teknologi informasi. Penulis juga

16

Asep Saiful Bahri, “Konsep Uang Elektronik dan Peluang Implementasinya pada Bank

Syariah (Studi Kritis terhadap Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 Tentang Uang

Elektronik),” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 5.

Page 22: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

10

membatasi penelitian dengan hanya membahas salah satu bentuk

teknologi informasi yaitu perlindungan hukum bagi konsumen dalam

transaksi pinjam meminjam uang berdasarkan teknologi informasi.

Agar sesuai dengan tujuan permasalahan.

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Sesuai dengan pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bab II menyajikan dua

Jenis pustaka, yaitu kajian teoris dan review (tinjauan ulang) hasil

studi terdahulu. Pada sub bab pertama penulis memaparkan teori-

teori sebagai gambaran umum tentang permasalahan yang diangkat

yang nantinya akan lebih dijelaskan dalam bab IV. Kemudian

menggambarkan kerangka konseptual untuk mempermudah pembaca

dalam mengetahui alur penelitian. Dalam sub bab terakhir

dipaparkan berkenaan dengan hasil studi terdahulu, dijelaskan

didalamnya secara singkat metode dan makna didalamnya agar

terhindar dari tuduhan plagiarisme.

BAB III : METODE PENELITIAN

Menguraikan metode penelitian yang digunakan untuk menjawab

permasalahan penelitian ini, mulai dari pendekatan penelitian, jenis

penelitian yang digunakan, data penelitian, sumber data, metode dan

teknik pengumpulan data, subjek penelitian, teknik pengolahan data

dan metode analisis data.

BAB IV : ANALISIS DAN INTERPRETASI TEMUAN

Menjabarkan atau menjawab apa yang ada dalam rumusan masalah.

Dari teori-teori yang ada dalam bab sebelumnya kemudian dikaitkan

dengan temuan atau hasil analisis yang didapat melalui metode

penelitian. Dalam bab ini terjawab bagaimana suatu transaksi pinjam

meminjam uang berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip

syariah dalam menerapkan sistem syariah didalamnya dan menjawab

pula bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi pengguan transaksi

tersebut apakah sudah sesuai dengan peraturan yang terkait dalam

Page 23: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

11

hal ini terkhusus pada Fatwa DSN MUI No. 117/II/DSN-MUI/2018

dan POJK No. 77/POJK.01/2016 serta ketentuan-ketentuan lainya,

dari beberapa ketentuan tersebut dapat diambil dianalisis bagaimana

penerapan ketentuan-ketentuan yang ada dalam peraturan tersebut

apakah terpenuhi atau tidak.

BAB V : PENUTUP

Memaparkan kesimpulan dari hasil penelitian dan juga berisi kritik

dan saran tentang penelitian penulis agar dapat diperbaiki dalam

penelitian selanjutnya atau menjadi acuan penelitian selanjutnya.

Page 24: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

1. Gambaran Umum Teknologi Finansial

a. Pengertian Transaksi Elektronik

Menurut Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 11 tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah perbuatan

hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan

komputer, dan/atau media elektronik lainya. Perbuatan hukum

penyelenggaraan transaksi elektronik dapat dilakukan dalam lingkup

publik maupun privat. Setiap informasi ataupun setiap transaksi

elektronik dan/atau dokumen elektronik, para pihak wajib beritikad

baik selama transaksi berlangsung.1

b. Pengertian Teknologi Finansial

Menurut Pasal 1 Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor

19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial,

Teknologi finansial adalah penggunaan teknologi dalam sisten

keuangan yang menghasilkan produk, layanan teknologi, dan/atau

model bisnis baru serta dapat erdampak pada stabilitas moneter,

stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan,

dan keandalan sistem pembayaran. Teknologi informasi sebagai jenis

layanan keuangan baru berdasarkan jenis pengguna perusahaan yang

luas, yang dikombinasikan dengan teknologi informasi dan layanan

dan layanan keuangan lainnya seperti pengiriman uang, pembayaran,

pengelolaan aset dan sebagainya. Teknologi informasi mencakup-

1 Siswanto Sunarso, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik (Jakarta: PT Asdi

Mahasatya, 2009), h. 57.

Page 25: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

13

semua proses teknis dari peningkatan perangkat lunak keuangan baru

yang dapat mempengaruhi seluruh proses layanan keuangan.2

Menurut PBI Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan

Teknologi Finansial menjelaskan Penyelenggaraan teknologi finansial

dikatagorikan ke dalam;

1) Sistem pembayaran

Sistem pembayaran mencakup otorisasi,kliring,

penyeleseian akhir, dan pelaksanaan pembayaran. Contoh

penyelenggaraan teknologi finansial pada sistem pembayaran

antara lain penggunaan teknologi blockchain atau distributed

ledger untuk penyelenggaraan transfer dana, uang elektronik, dan

mobile payment.

2) Pendukung pasar

Pendukung pasar adalah teknologi finansial yang

menggunakan teknologi informasi dan/atau teknologi elektronik

untuk memfasilitasi pemberian informasi yang lebih cepat dan

lebih murah terkait dengan produk dan/atau layanan jasa keuangan

kepada masyarakat.

Contoh penyelenggaraan teknologi finansial pada kategori

pendukung pasar antara lain menyediakan data pembanding

informasi produk atau layanan jasa keuangan.

3) Manajemen investasi dan manajemen resiko

Contohnya antara lain penyediaan produk investasi online

dan asuransi online.

4) Pinjaman (lending), Pembiayaan (financing atau funding), dan

penyediaan modal (capital raising)

Contohnya antara lain layanan pinjam meminjam uang

berbasis teknologi informasi (peer to peer lending)serta

2 Harry Chandra Sihombing, “Hukum dan Regulasi Startup Fintech di Indonesia;

Tantangan dan Peluang, Lesson Learning dari Negara Lain”, Jurnal Megister Teknik Elektro,

(Univ. Mercu Buana, Jakarta).

Page 26: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

14

pembiayaan atau penggalangan dana berbasis teknologi informasi

(crowd-funding).

5) Jasa keuangan lainya

Adalah teknologi finansial selain kategori sistem

pembayaran, pendukung pasar, manajemen investasi dan

manajemen resiko, serta pinjaman, pembiayaan dan penyediaan

modal.

2. Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

Pasal 5 ayat 2 huruf b PBI Nomor 19/12/PBI/2017 tentang

Penyelenggaraan Teknologi Finansial menjelaskan layanan pinjam

meminjam uang berbasis teknologi informasi (peer to peer landing)

merupakan salah satu penyelenggara teknologi informasi berada dibawah

kewenangan otoritas, sehingga pendaftaran tidak melalui Bank Indonesia.

Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi

dibawah kewenangan Otoritas Jasa Keuangan yang mana diatur secara

khusus dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016

tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi,

dengan menimbang bahwa teknologi informasi telah digunakan untuk

mengembangkan industri keuangan yang dapat mendorong mendorong

tumbuhnya alternatif pembiayaan bagi masyarakat dan dalam rangka

mendukung pertumbuhan lembaga jasa keuangan berbasis teknologi

informasi sehingga dapat berkontribusi terhadap perekonomian nasiaonal.

a. Pengertian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

Pinjam meminjam sendiri menurut Pasal 1754 KUHPerdata

adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan

kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu, barang-barang yang

habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terahir ini

sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula. Subjek dalam

perjanjian pinjam meminjam uang adalah pemberi pinjaman (kreditur)

dan penerima pinjaman (debitur). Sementara objeknya adalah uang

Page 27: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

15

atau barang-barang yang habis dipakai yang tidak bertentanggan

dengan Undang-undang.

Menurut pasal 1 ayat 3 POJK Nomor 77/POJK.01/2016,

Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah

penyelenggaran layanan jasa keuangan untuk mempertemukan

pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka

melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah

secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan

jaringan internet. Dijelaskan pula dalam Pasal 1 ayat 4 mengenai

sistem elektronik yang merupakan serangkaian perangkat dan prosedur

elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah,

menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,

mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik dibidang

layanan jasa keuangan.

Perjanjian pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi

atau yang lebih dikenal dengan peer to peer lending (P2P LENDING)

pada dasarnya sama seperti perjanjian pinjam meminjam uang

konvensional, hanya saja yang membedakan adalah para pihak tidak

bertemu secara langsung , para pihak tidak perlu saling mengenal

karena terdapat penyelenggara yang akan mempertemukan para pihak

dan pelaksanaan perjanjian dilakukan secara online.3

b. Subjek Hukum Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi

1) Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis

Teknologi Informasi

Penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis

teknologi informasi yang selanjutnya disebut penyelenggara adalah

badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola dan

3 Ernama Santi, dkk., “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Financial Tecnology

(Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016)”, Vol. 6 Nomor 3 (2017), h. 6.

Page 28: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

16

mengoprasikan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi

informasi.

2) Penerima Pinjaman

Penerima pinjaman adalah orang dan/atau badan hukum

yang mempunyai utang karena perjanjian layanan pinjam

meminjam uang berbasis teknologi informasi.

3) Pemberi Pinjaman

Pemberi pinjaman adalah orang, badan hukum, dan/atau

badan usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian layanan

pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.

4) Pengguna Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi

Pengguna layanan pinjam meminjam uang berbasis

teknologi informasi yang selanjutnya disebut sebagai pengguna

adalah pemberi pinjaman dan penerima pinjaman yang

mengguanakan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi

informasi.

c. Pelaksanaan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi

Menurut Pasal 18 POJK Nomor 77/POJK.01/2016, perjanjian

pelaksanaan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi

informasi meliputi perjanjian antara penyelenggara dengan pemberi

pinjaman dan perjanjian antara pemberi pinjaman dengan penerima

pinjaman. Perjanjian penyelenggara layanan pinjam meminjam uang

berbasis teknologi informasi dengan pemberi pinjaman maupun

pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dituangkan dalam

dokumen elektronik.4

4 Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan,

dikirimkan, diterima atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau

sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengar melalui komputer atau sistem

elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto atau

sejenisnya, huruf, tanda, angka, lode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti

Page 29: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

17

3. Teknologi Finansial Syariah

Keuangan syariah adalah suatu sistem keuangan yang

pelaksanaanya berdasarkan hukum islam (syariah). pembentukan sistem

ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan

atau memunggut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba),

serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang

(haram), yang tidak dapat dijamin oleh sistem konvensional.5

Teknologi finansial sendiri merupakan salah satu bisnis berbasis

software dan teknologi modern sebagai penyedia jasa keuangan.

Perusahaan teknologi finansial pada umumnya adalah perusahaan start-up

yang memberikan layanan dan solusi keuangan kepada pelanggan.6

Sedangkan finansial teknologi syariah berarti layanan dan solusi keuangan

yang diberikan perusahaan teknologi finansial atau start-up fintech, yang

berbasis hukum-hukum Islam atau sesuai ketentuan syariah.

Landasan hukum Islam yang digunakan sebagai pedoman

bertransaksi secara elektronik adalah sebagaimana firman Allah SWT

dalam Qur‟an Surah An-Nisa: 29:

نكمبالباطلإالأنتكونتارةعنت راضمنكآي مأي هاالذينآمنواالتأكلواأموالكمب ي

“ Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil)

harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang

dilandasi atas sukarela diantara kalian....”

Hadis yang berbunyi:

الب ركةالب يعإلأجلعنصهيبقال،قالرسولاللوصلىاللوعليو وسلمثالثفيهن

بالشعيللب يتالللب يع)رواهابنماجو (والمقارضةوإخالطالب ر

atau simbol dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 5 Diakses dari http://www.duniaislam.org/14/06/2015/mengenal-keuangan-syariah-dan-

pengertian-perbankan-syariah pada tanggal 25 April 2018 pukul 23:00 WIB. 6 Diakses dari https://www.fintechweekly.com/fintech-definition pada tanggal 10 April

2018 pukul 22:55 WIB.

Page 30: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

18

“Dari Shuhaib, Rasulullah SAW bersabda: “tiga hal yang

didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah

(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan

rumah, bukan untuk dijual.”(HR. Ibnu Majah).

Serta kaidah fikih :

دليلعلىتريهاا أنيدل عامالتاإلباحةإال

ألصليفامل

“Pada dasarnya semua bentuk bermuamalah boleh dilakukan,

kecuali ada dalil yang mengharamkanya”

Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia

Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis

Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah, menjelaskan bahwa

layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip

syariah adalah penyelengaraan layanan jasa keuangan berdasarkan prinsip

syariah yang mempertemukan atau menghubungkan pemberi pembiayaan

dengan penerima pembiayaan dalam rangka melakukan akad pembiayaan

melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.7

Pelaksanaan layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi

bedasarkan prinsip syariah wajib mengikuti ketentuan yang ada dalam

fatwa, para pihak wajib memenuhi pedoman umum sebagai berikut8:

a. Penyelenggaraan layanan berbasis teknologi informasi tidak boleh

bertentangan dengan prinsip syariah, yaitu antara lain terhindar dari

riba, gharar, maysir, tadlis, dharar, zhulm, dan haram.

b. Klausula baku yang dibuat penyelenggara wajib memenuhi prinsip

keseimbangan, keadilan, dan kewajaran sesuai syariahdan peraturan

undang-undang yang berlaku.

7 Sistem elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi

mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,

mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik, sebagaimana

dimaksud dalam UU Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE. 8 Bagian kempat Fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan

Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi berdasarkan Prinsip Syariah.

Page 31: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

19

c. Akad yang digunakan oleh para pihak dalam penyelenggaraan layanan

pembiayaan berbasis teknologi informasi dapat berupa akad-akad yang

selaras dengan karakteristik layanan pembiayaan, antara lain akad al-

bai, ijarah, mudharabah, musyarakah, wakalah bilujrah, qardh.

d. Penggunaan tanda tangan elektronik dalam sertifikat elektronik yang

dilaksanakan oleh penyelenggara wajib dilakasanakan dengan syarat

terjamin validitas dan autentifikasinya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

e. Penyelenggara boleh mengenakan biaya (ujrah/rusum) berdasarkan

prinsip ijarah atas penyediaan sistem dan sarana prasarana layanan

pembiayaan berbasis teknologi informasi dan,

f. Jika informasi pembiayaan atau jasa yang ditawarkan melalui media

elektronik atau diungkapkan dalam dokumen elektronik berbeda

dengan kenyataanya, maka pihak yang dirugiakan memiliki hak untuk

tidak melanjutkan transaki.

Dalam teknologi finansial syariah perlu ditekankan bahwa bukan

hanya satu jenis produk atau model pembiayaan yang ditawarkan. Model

layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip

syariah yang dapat dilakukan oleh penyelenggara antara lain9:

a. Pembiayaan anjak piutang (factoring); yaitu pembiayaan dalam bentuk

jasa pengurusan penagiahan piutang berdasarkan bukti tagihan

(invoice), baik disertai atau tanpa disertai talangan (qardh) yang

diberikan kepada kepada pelaku usaha yang memiliki tagihan kepada

pihak ketiga (payor).

b. Pembiayaan pengadaan barang pesanan pihak ketiga (Purchase

Order); yaitu pembiayaan yang diberikan kepada pelaku usaha yang

telah memperoleh pesanan atau surat perintah kerja pengadaan barang

dari pihak ketiga.

9 Bagian kelima Fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan

Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi berdasarkan Prinsip Syariah.

Page 32: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

20

c. Pembiayaan pengadaan barang untuk pelaku usaha yang berjualan

secara online (online seller); yaitu pembiayaan yang diberikan kepada

pelaku usaha yang melakukan transaksi jual beli online pada penyedia

layanan perdagangan berbasis teknologi informasi (platform e-

commerce/marketplace) yang telah menjalin kerjasama dengan

penyelenggara.

d. Pembiayaan pengadaan barang untuk pelaku usaha yang berjualan

secara online dengan pembayaran melalui penyelenggara payment

gateway, yaitu pembiayaan yang diberikan kepada pelaku usaha

(seller) yang aktif berjualan secara online melalui saluran distribusi

(channel distribution) yang dikelolanya sendiri dan pembayaranya

dilakukan melalui penyedia jasa otorisasi pembayaran secara online

yang bekerjaama dengan pihak penyelenggara.

e. Pembiayaan untuk pegawai (employee) yaitu pembiayaan yang

diberikan kepada pegawai yang membutuhkan pembiayaan konsumtif

dengan skema kerjasama potong gaji melalui institusi pemberi kerja.

f. Pembiayaan berbasis komunitas yaitu pembiayaan yang diberikan

kepada anggota komunitas yang membutuhkan pembiayaan, dengan

skema pembayaranya dikoordinasi melalui koordinator/pengurus

komunitas.

4. Gambaran Umum Perlindungan Konsumen

a. Pengertian Pelindungan Hukum

Hukum hadir untuk menyeimbangkan posisi masyarakat agar

tidak terjadi ketimpangan posisi yang menyudutkan masyarakat yang

lemah akibat hubungan hukum atau kedudukan yang tidak seimbang.

Dengan demikian hukum harus memberikan perlindungan atas hal

tersebut. Arti perlindungan yang dimaksud adalah segala upaya untuk

melindungi subjek tertentu, juga dapat diartikan tempat berlindung dari

segala sesuatu yang mengancam.

Sadjipto Rahardjo, berpendapat bahwa perlindungan hukum

adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang

Page 33: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

21

dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada msyarakat

agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.

Adnan Buyung Nasution, mengemukakan bahwa perlindungan hukum

adalah melindungi harkat dan martabat manusia dari pemerkosaan

yang pada dasarnya serangan hak pada orang lain telah melanggar

aturan norma hukum dan undang-undang. Menurut Peter Mahmud,

perlindungan hukum adalah suatu upaya yang dilakukan oleh hukum

dalam menanggulangi pelanggaran.10

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata perlindungan

berarti tempat berlundung atau merupakan perbuatan (hal) melindungi,

misalnya memberikan perlindungan kepada orang yang lemah.11

b. Pengertian Konsumen atau Pengguna dan pelaku usaha

Pengertian konsumen dalam arti umum adalah pemakai,

pengguna dan atau pemanfaat barang untuk tujuan tertentu.12

Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan

atau/ jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentinagn diri

sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak

untuk diperdagangkan.13

Definisi ini sesuai dengan pengertian bahwa

konsumen adalah end user pengguna terahir, konsumen merupakan

pembeli dari barang dan atau/jasa tersebut.

Pengertian umum pelaku usaha adalah orang atau badan hukum

yang menghasilkan barang-barang dan.atau jasa dengan memproduksi

barang dan.atau jasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

atau konsumen/pengguna dengan mencari keuntungan dari barang

dan.atau jasa tersebut. Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal

10

Ahmad Zuhairi, Hukum Perlindungan Konsumen dan Problematikanya (Jakarta: GH

Publishing, 2016), h. 14. 11

Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online, di akses dari https://kbbi.web.id/

perlindungan. 12

Az.Nasution, Konsumen dan Hukum (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 69. 13

Lihat ketentuan umum Pasal 1 Ayat 2 Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

Page 34: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

22

1 Angka (3) menjelaskan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang

perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum

maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia

baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

c. Hak dan Kewajiban Konsumen

Mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, pernah

mengemukakan empat hak dasar perlindungan konsumen, yaitu :14

1) The right to safe products (Hak memperoleh keamanan);

2) The right to the informed about products (Hak mendapat

informasi);

3) The right to definite choices in selecting products (Hak untuk

memilih);

4) The right to be heard regarding consumer interests (Hak untuk

didengar).

Setelah itu, Resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa Nomor

39/248 Tahun 1985 tentang perlindungan konsumen juga merumuskan

berbagai kepentingan konsumen yang perlu dilindungi, antara lain:

1) Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan

dan keamanan

2) Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen

3) Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk

memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat

sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi

4) Pendidikan konsumen

5) Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif

6) Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi

lainya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada

14

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup),

h.63.

Page 35: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

23

organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses

pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.

Undang Undang Perlindungan Konsumen tidak hanya

mencantumkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari konsumen,

melainkan juga hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pelaku usaha.

Berikut ini adalah hak dan kewajiban konsumen yang diberikan atau

dibebankan oleh undang-undang tentang perlindungan konsumen:

1) Hak Konsumen atau Pengguna

Melalui Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen menepatkan sembilan hak konsumen :

a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan atau/ jasa;

b) Hak untuk memilih barang dan/jasa serta mendapat barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi

serta jamianan yang dijanjikan;

c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang

dan/atau jasa yang digunakan;

e) Hak untuk mendapat advokasi perlindungan konsumen secara

patut;

f) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen

g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif

h) Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak

sesuai denagn perjanjianatau tidak sebagaimana meskinya;

i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peratuaran perundang-

undangan lainya.

Dari sembilan butir hak konsumen yang dipaparkan di atas,

terlihat bahwa masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan

Page 36: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

24

konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam

perlindungan konsumen. Barang dan/atau jasa yang penggunaanya

tidak memberikan kenyamanan, terlebih lagi yang tidak aman atau

membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk

diedarkan dalam masyarakat. Selanjutnya untuk menjamin bahwa

suatu barang dan/ atau jasa dalam pengguanaanya akan nyaman,

aman maupun tidak membahayakan konsumen penggunanya, maka

konsumen diberikan hak untuk memilih barang dan/atau jasa yang

dikehendakinya berdasarkan asas keterbukaan informasi yang

benar, jelas dan jujur.15

Hak-hak dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

di atas merupakan bentuk penjabaran dari Pasal-Pasal yang

bercirikan negara kesejahteraan, yaitu pasal 27 ayat (2)16

dan pasal

3317

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

2) Kewajiban Konsumen atau pengguna

Selain memperoleh hak tersebut, konsumen juga

mempunyai beberapa kewajiban :

a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi

keamanan dan keselamatan;

b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

dan/atau jasa;

c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

15

Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Nusa Media, 2010), h.34. 16

Pasal 27 ayat (2) berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. 17

Pasal 33 berbunyi: “(1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas

kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negera dan yang menguasai hajat

hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung

didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

Page 37: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

25

Itu dimaksudkan agar konsumen sendiri dapat memperoleh

hasil yang optimum atas perlindungan dan/atau kepastian hukum

bagi dirinya. Dalam hal ini Undang-Undang Perlindungan

Konsumen yaitu UU No. 8 Tahun 1999 yang di dalamnya

mengatur tentang Hak dan Kewajiban Konsumen, sejalan dengan

produk legislasi yang bertujuan melindungi hak-hak warga negara.

Tertuang dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (1) UUD

1945.18

Ketentuan yang sangat penting itu berbunyi:

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama di hadapan hukum” (Pasal 28D ayat

(1) UUD 1945)

Selanjutnya, Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 mengatakan:

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

bertempat tinggal dan mendaptkan lingkungan hidup yang

baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayan kesehatan.

d. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

1) Hak Pelaku Usaha

Hak pelaku usaha yang diatur dalam UUPK terdiri dari:

a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan

kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau

jasa yang diperdagangkan.

b) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan

konsumen yang beritikad tidak baik.

c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam

menyelesaikan hukum sengketa konsumen.

d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum

bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang

dan/atau jasa yang diperdagangkan.

18

Imam Sjahputra, Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik (Bandung: PT.

Alumni, 2010), h. 32.

Page 38: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

26

e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainya.19

2) Kewajiban Pelaku Usaha

a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi

penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan

jujur serta tidak diskriminatif.

d) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang

dan atau jasa yang berlaku.

e) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji

dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi

jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang

diberdagangkan.

f) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak

sesuai dengan perjanjian.20

3) Perlindungan Hukum Konsumen

Perlindungan hukum bagi konsumen adalah suatu masalah

yang besar, dengan persaingan global yang terus berkembang.

Perlindungan hukum sangat dibutuhkan dalam persaingan dan

banyaknya produk serta layanan yang menepatkan konsumen dalm

posisi tawar yang lemah. Perlindungan hukum bagi konsumen

dalam bentuk perlindungan hukum yeng diberikan oleh negara.21

19

Kelik Wardiono, Hukum Perlindungan Konsumen (Yogyakarta: Penerbit Ombak,

2014), h. 59. 20

Kelik Wardiono, Hukum Perlindungan Konsumen (Yogyakarta: Penerbit Ombak,

2014), h. 61. 21

Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen (Bandung: Nusa Media, 2010), h. 23.

Page 39: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

27

Dalam UUPK perlindungan hukum bagi konsumen sendiri

diundangkan dalam rangka :

a) Mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur,

membangun perekonomian Indonesia dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

b) Memberi kepastian yang tidak merugikan kepentingan

konsumen;

c) Menjaga dan menjamin kepastian mutu, jumlah dan keamanan

barang dan/atau jasa yang diperoleh di pasar;

d) Meningkatkan harkat dan martabat konsumen, kesadaran dan

pengetahuan serta keperdulia, kemampuan dan kemandirianya

sehingga menjadi konsumen yang bertanggung jawab.22

5. Ketentuan Perlindungan Konsumen Pada Transaksi Bisnis Teknologi

Finansial Syariah

Model transaksi bisnis yang menerapkan prinsip syariah haruslah

berpegang pada prinsip yang didasarkan kepada ajaran Al-Quran dan

Sunnah. Diantara prinsip-prinsip syariah dalam sistem keuangan yaitu23

:

a. Kebebasan bertransaksi, namun harus didasari prinsip suka sama suka

dan tidak ada pihak yang di zalimi dengan didasari oleh akad yang sah.

b. Bebas dari maghrib (maysir, gharar, haram, riba)

c. Bebas dari upaya mengendalikan, merekayasa dan manipulasi harga.

d. Semua orang berhak mendapatkan informasi yang berimbang,

memadai, dan akurat agar bebas dari ketidaktahuan dalam bertransaksi.

e. Pihak-pihak yang bertansaksi harus mempertimbangkan kepentingan

kepentingan pihak ketiga yang mungkin dapat terganggu, oleh

karenanya pihak ketiga diberikan hak atau pilihan.

f. Transaksi didasarkan pada kerja sama yang saling menguntungkan dan

solidaritas.

22

Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia (Malang: Bayumedia Publishing,

2007), h. 136. 23

Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2010), h. 19.

Page 40: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

28

g. Setiap transaksi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan

manusia.

Sedangkan dalam Pasal 29 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang

pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi disebutkan bahwa

penyelenggara transaksi finansial teknologi wajib menerapkan prinsip

dasar dari perlindungan pengguna yaitu :

a. Transparasi

Transparansi adalah pemberian informasi mengenai produk

dan/atau layanan kepada konsumen secara jelas, lengkap dengan

bahasa yang mudah dimengerti.24

Selanjutnya penyelenggara wajib

menyediakan dan/atau menyampaikan informasi terkini mengenai

layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang

akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan yang dituangkan dalam

dokumen atau sarana lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti.

b. Perlakuan yang adil

Perlakuan yang adil adalah perlakuan konsumen secara adil dan

tidak diskriminatif (diskriminatif adalah memperlakukan pihak lain

secara berbeda berdasarkan suku, agama dan ras).25

c. Keandalan

Keandalan adalah segala sesuatu yang dapat memberikan

layanan yang akurat melalui sistem, prosedur, infrakstruktur dan

sukmber daya manusia yang andal.26

Dalam hal pinjam meminjam

uang berbasis teknologi informasi dalam Pasal 25 disebutkan

penyelenggara wajib memenuhi standar minimum sistem teknologi

informasi, pengelolaan risikoteknologi informasi, pengamanan

teknologi informasi ketahanan terhadap gangguan dan kegagalan

sistem, serta alih kelola sistem teknologi informasi. Diperjelas pula

24

Penjelasan Pasal 2 Huruf a, POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan

Konsumen Sektor Jasa Keuangan. 25

Penjelasan Pasal 2 Huruf b, POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan

Konsumen Sektor Jasa Keuangan. 26

Penjelasan Pasal 2 Huruf c, POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan

Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Page 41: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

29

dalam Pasal 38 bahwa penyelenggara wajib memiliki standar prosedur

operasional dalam melayani pengguna yang dimuat dalam dokumen

elektronik.

d. Kerahasiaan dan keamanan data

Kerahasiaan dan keamanan data yang dimaksud adalah tindakan

yang memberikan perlindungan, menjaga kerahasiaan dan keamanan

data dan/atau informasi konsumen, serta hanya menggunakanya sesuai

dengan kepentingan dan tujuan yang disetujui oleh konsumen, kecuali

ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.27

Dalam Pasal 39 ayat (1) jelas disebutkan bahwa penyelenggara

dilarang dengan cara apapun memberikan data dan/atau informasi

mengenai pengguna kepada pihak ketiga.

e. Penyelesaian sengketa pengguna secara sederhana, cepat, dan biaya

terjangkau.

Penyelesaian sengketa dengan melaksanakan kesepakatan

mediasi atau putusan ajudikasi.28

Ke lima prinsip tersebut selaras

dengan ketentuan perlindungan konsumen sektor jasa keuangan yang

diatur dalam POJK Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan

Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan sejalan dengan Undang-Undang

Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

27

Penjelasan Pasal 2 Huruf d, POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan

Konsumen Sektor Jasa Keuangan. 28

Penjelasan Pasal 2 Huruf e, POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan

Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Page 42: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

30

B. Kerangka Konseptual

Gambar 2.1

Keterangan: : berkaitan dan berhubungan

: berkaitan tetapi tidak berhubungan

Teknologi Finasial Teknologi Finasial

BI BI OJK OJK Kebijakan & Regulasi Kebijakan & Regulasi

Peraturan Perundang-

undangan terkait

Teknologi finansial

1. UU No. 8 tahun

1999 tentang

perlindungan

Konsumen

2. UU No. 19 tahun

2016 tentang ITE

Peraturan Perundang-

undangan terkait

Teknologi finansial

1. UU No. 8 tahun

1999 tentang

perlindungan

Konsumen

2. UU No. 19 tahun

2016 tentang ITE

Mengeluarkan

aturan tentang

teknologi finansial

melalui PBI No.

19/PBI/2017

tentang

Penyelenggaraan

Teknologi

Finansial.

Mengeluarkan

aturan tentang

teknologi finansial

melalui PBI No.

19/PBI/2017

tentang

Penyelenggaraan

Teknologi

Finansial.

Mengeluarkan

aturan tersendiri

yang khusus

mengatur salah

satu model

teknologi finansial

yaitu aturan

tentang pinjam

meminjam uang

berbasis teknologi

informasi yang

diatur dalam POJK

No.

77/POJK.01/2016

Mengeluarkan

aturan tersendiri

yang khusus

mengatur salah

satu model

teknologi finansial

yaitu aturan

tentang pinjam

meminjam uang

berbasis teknologi

informasi yang

diatur dalam POJK

No.

77/POJK.01/2016

Tahun 2018

Dewan Syariah

Nasional

mengeluarkan

fatwa tentang

teknologi finansial

sesuai prinsip

syariah. melalui

Fatwa DSN-MUI

No. 117/DSN-

MUI/II/2018

tentang Layanan

Pembiayaan

Berbasis

Teknologi

Informasi

Berdasarkan

Prinsip Syariah

Tahun 2018

Dewan Syariah

Nasional

mengeluarkan

fatwa tentang

teknologi finansial

sesuai prinsip

syariah. melalui

Fatwa DSN-MUI

No. 117/DSN-

MUI/II/2018

tentang Layanan

Pembiayaan

Berbasis

Teknologi

Informasi

Berdasarkan

Prinsip Syariah

Fatwa DSN-MUI Fatwa DSN-MUI

Menganalisis

kesesuaian syariah

Menganalisis

kesesuaian syariah

Analisis bentuk

Perlindungan

hukum bagi

konsumen

Analisis bentuk

Perlindungan

hukum bagi

konsumen

Page 43: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

31

C. Literatur Review

Tami Rusli, menulis “Perlindungan Hukum Konsumen (Nasabah)

Electronic Banking Melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM)”. Penelitian yang

memberikan gambaran perihal bentuk perlindungan hukum yang dimiliki nasabah

yang bertransaksi melalui elektronic banking berupa ATM yang mana dalam

terminologi hukum kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian diluar

kesalahan salah satu pihak adalah tanggungjawab pihak yang menyebabkan

timbulnya suatu resiko. Dalam hal ini ATM hanyalah suatu alat untuk bertansaksi

dan alat tersebut dimiliki atau difasilitasi oleh bank. Jadi jika terjadi kerusakan

yang merugikan nasabah , bank lah yang harus bertanggungjawab akan hal itu,

bank dituntut untuk lebih mengedepankan aspek keamanan dalam bertansaksi

melalui ATM sehingga meningkatkan tkepercayaan nasabah itu sendiri dalam

bertransakasi melalui ATM.29

Apriyanti, menulis “Hukum Perlindungan Konsumen dalam Transaksi e-

commerce di Tinjau dari Hukum Perikatan”. Dalam penelitian tersebut penulis

memaparkan bagaimana transaksi e-commerce yang sebenarnya diterapkan.

Seperti yang diketahui e-ecommerce merupakan transaksi elektronik yang

mengandalkan suatu alat elektronik dalam setiap transaksinya, artinya tidak perlu

bertemu secara langsung penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi. Hal

tersebut menimbulkan suatu permasalahan hukum, bagaimana dengan

perlindungan hukum bagi pembeli sebagai konsumen yang mana konsumen tidak

mengetahui kebenaran barang dan jasa yang ditawarkan oleh penjual secara

langsung dan masih banyak persoalan lainya. Hasil penelitian penulis

menyebutkan bahawa perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi e-

ecommerce yang timbul dari adanya hak dan kewajiban kedua belah pihak harus

sesuai dengan asas konsensualisme yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata

serta dikuatkan dengan pasal 18 UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang

29

Tami Rusli, “Perlindungan Hukum Konsumen (Nasabah) Elekronic Banking Melalui

Anjunagn Tunai Mandiri (ATM)”, Vol. 5 No. 2 (Jurnal Fakultas Hukum Universitas Bandar

Lampung, 2010).

Page 44: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

32

mana keabsahan dari suatu transaksinya dikuatkan dengan bukti cetak yang

merupakan alat bukti yang sah dimata hukum.30

Aris Rusdianto menulis, “Tinjauan Prinsip Syariah Terhadap Produk E-

Monney Bank Syariah Mandiri”. Dijelaskan bahwa suatu bentuk transaksi

keuangan mengalami banyak kemajuan, kini bisa dibilang era digital. Salah satu

produk yang memanfaatkan digital adalah e-monney, bukan hanya dikelola secara

konvensional tetapi juga secara syariah. penulis menganalisis mulai akad syariah

yang digunakan serta bagaimana mekanisme yang sesuai syariah di salah satu

lembaga perbankan yaitu bank syariah mandiri. Penulis menarik kesimpulan

bahwa pada kenyataanya terdapat permasalahan syariah dalam hal akad yang

digunakan, hal ini karena banyak terdapat ketidakjelasan (gharar) dalam

penerapanya.31

Ernama santi, dkk, “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap

Financial Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

77/POJK.01/2016)”. Menjelaskan hubungan hukum para pihak yang terlibat

dalam transaksi teknologi informasi dan juga untuk mengetahui pelaksanaan

pengawasan yang dilakukan oleh OJK terhadap layanan teknologi informasi

berdasarkan POJK No. 77/POJK.01/2016. Karena transaksi ini tergolong baru

maka masih sangat perlu pengawasan dari pembuat regulator dalam hal ini OJK,

penulis menjelaskan mulai dari bentuk hubungan hukum kedua belah pihak yang

melibatkan dua hubungan hukum, yaitu hubungan hukum antara penyelenggara

dengan pemberi pinjaman dan hubungan hukum pemberi pinjaman dan penerima

pinjaman.32

Berdasarkan beberapa penelitian tersebut bahwa pada penelitian ini,

penulis akan menggali bentuk perlindungan hukum bagi konsumen dengan objek

yang jelas berbeda dengan beberapa penelitian diatas. Dalam hal ini peneliti akan

30

Apriyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen dalam Transaksi e-commerce di Tinjau

dari Hukum Perikatan” (Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2014). 31

Aris Rusdianto, “Tinjauan Prinsip Syariah Terhadap Produk E-Monney Bank Syariah

Mandiri” (Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017). 32

Ernama santi, dkk, Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial

Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016), Jurnal Hukum, vol 6,

No. 3, tahun 2017.

Page 45: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

33

menganalisis bentuk perlindungan konsumen dalam transaksi pinjam meminjam

uang (peer to peer) berdasarkan prinsip syariah, dan menganalisis pula bagaimana

prinsip syariah yang diterapkan dalam setiap transaksinya, pasalnya DSN-MUI

baru-baru ini mengeluarkan fatwa tentang layanan pembiayaan berbasis teknologi

informasi berprinsip syariah. Ini tentu memberikan angin segar bagi masyarakat

muslim di Indonesia.

Penelitian-penelitian diatas sangatlah penting di mana memberikan

gambaran tentang bagaimana cara menganalisis suatu transaksi yang sejalan

dengan prinsip syariah dan memberikan gambaran pula bentuk perlindungan

konsumen dalam suatu transaksi elektronik seperti penggunaan ATM atau

transaksi e-commerce, yang sudah jelas bahwa transaksi yang digunakan sama-

sama transaksi elektronik yang tidak perlu bertatap muka antara pihak satu dengan

lainya dalam setiap transaksinya. Tentu hasil dari penelitian-penelitian

sebelumnya akan membantu peneliti guna meningkatkan rasa kepercayaan

masyarakat terhadap transaksi-transaksi modern saat ini.

Page 46: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

34

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu proses yang panjang untuk menggali sesuatu

yang belum pernah dibahas sebelumnya. Berawal pada minat untuk mengetahui

fenomena tertentu dan selanjutnya berkembang menjadi gagasan, teori, konsep,

pemilihan metode penelitian yang sesuai dan seterusnya. Penelitian (research)

berarti pencarian kembali. Pencarian yang dimaksud adalah pencarian terhadap

pengetahuan yang benar (ilmiah), karena hasil dari pencarian ini akan dipakai

untuk menjawab permasalahan tertentu. Dengan kata lain penelitian merupakan

upaya pencarian yang amat bernilai edukatif, ia melatih kita untuk selalu sadar

bahwa didunia ini banyak yang kita tidak ketahui, dan apa yang kita coba cari,

temukan dan ketahui itu tetaplah bukan kebenaran mutlak. Oleh sebab itu masih

perlu diuji kembali.1

Penelitian memiliki tujuan yaitu menemukan, mengembangkan, menguji,

kebenaran suatu pengetahuan berdasarkan fakta dan data. Karena sebuah usaha

dari pengembangan dan penemuan ilmu pengetahuan maka sebuah penelitian

harus mengguanakan metode ilmiah.2 Metode penelitian ilmiah merupakan

penyaluran hasras ingin tahu manusia dalam taraf keilmuan. Seseorang akan yakin

bahwa ada sebab bagi setiap akibat dari setiap gejala yang tanpak dapat dicari

penjelasanya secara ilmiah. Penelitian bersikap objektif, karena kesimpulan yang

diperoleh hanya akan ditarik apabila dilandasi dengan bukti-bukti yang

meyakinkan yang dikumpulkan melalui prosedur yang jelas, sistematis, dan

terkontrol.3 Dalam penelitian ini dijelaskan mengenai cara, prosedur atau proses

penelitian sebagai berikut:

1 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004), h. 19. 2 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2010), h. 4. 3 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada),

h.32.

Page 47: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

35

A. Pendekatan Penelitian

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian dengan pendekatan

yuridis normatif, karena untuk mencari makna dan nilai akan hukum bisa

menngunakan suatu konsep dari hukum itu sendiri dan hanya dapat ditempuh

menggunakan langkah normatif atau pendekatan hukum secara normatif. Oleh

karena itu pendekatan yang dilakukan berupa pendekatan perundang-undangan

(statute-approach), dan pendekatan konsep (conceptual approach).4

Dalam metode pendekatan perundang-undangan peneliti perlu memahami

hierarki, dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan.5 Pendekatan

peraturan perundang-undangan merupakan pendekatan dengan menggunakan

regislasi dan regulasi.6 Sedangkan dalam pendekatan konsep dilakukan manakala

peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada. Konsep itu bersifat universal.

Dari apa yang dikemukakan sebenarnya dalam pendekatan konseptual, peneliti

perlu merujuk prinsip-prinsip hukum.7

Metode yuridis normatif juga disebut penelitian doktrinal, pendekatan

penelitian jenis ini acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di

dalam undang-undang (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah

atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.8

berdasarkan metode tersebut, peneliti harus melakukan pengkajian secara logis

terhatap ketentuan hukum yang dianggap relevan dengan pelaksanaan transaksi

pinjam meminjam uang berdasarkan teknologi informasi secara syariah,

khususnya dalam perlindungan konsumen atau pengguna transaksi pinjam

meminjam uang berdasarkan teknologi informasi.

Dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan penelitian

dilakukan dengan meneliti aturan-aturan yang pernormaanya kondusif bagi setiap

4 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Surabaya:

Bayumedia Publishing, 2008), h. 300. 5 Menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 10 Tahun 2004, peraturan perundang-undangan adalah

peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat

secara umum. 6 Peter Mahmud Merzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2008), h. 97.

7 Peter Mahmud Merzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2008), h. 137.

8 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja

Grafindo Persada,2004), h. 119.

Page 48: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

36

pengguna transakasi pinjam meminjam uang berdasarkan teknologi informasi

syariah. pendekatan konsep digunakan untuk lebih memahami konsep-konsep

transaksi pinjam meminjam uang berdasarkan teknologi informasi secara syariah

yang merupakan salah satu dari transaksi teknologi finansial syariah, sehingga

diharapkan penormaan dalam aturan hukum benar-benar memuat semua kriteria

perlindungan bagi pengguna transaksi teknologi finansial syariah tersebut, juga

dapat menganalisis konsep penerapan teknologi finansial yang sesuai ketentuan

syariah agar tidak terjadi pemahaman yang ambigu sehingga tidak terjadi

kekaburan, keraguan dan ketidakjelasan.

B. Jenis Penelitian

Sehubungan dengan apa yang sudah dipaparkan dalam pendekatan

penelitian, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian yuridis normatif dengan

pertimbangan yang menitikberatkan pada kepastian hukum yang diperoleh

pengguna transakasi pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi

berdasarkan prinsip syariah. Dan ntuk mendapatkan pengalaman yang

komprehensif tentang konsep-konsep yang akan dikaji, penulis menggunakan

jenis penelitian Kepustakaan (Library Research), dengan mencari data dari

berbagai literatur dan refrensi yang berhubungan dengan materi pembahasan.

Penelitian kepustakaan dimaksudkan untuk mencari data sekunder, yang berupa

bahan hukum primer (primary source) dan bahan hukum sekunder (sekundary

saurce).9 Bahan hukum primer yang berupa bahan hukum yang terdiri dari

berbagai aturan hukum, bahan hukum sekunder yang berasal dari buku-buku,

pendapat para pakar, hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah, jurnal, artikel dan

internet. Terdapat pula bahan hukum tersier, seperti kamus dan ensiklopedi dan

bahan sejenisnya.

C. Data Penelitian

Penelitian hukum normatif mempunyai metode tersendiri dibandingkan

dengan metode penelitian ilmu-ilmu sosial lainya, hal itu berakibat pada jenis

9 Peter Mahmud Merzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2007), h. 141.

Page 49: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

37

datanya. Dalam Penelitian hukum yang selalu diawali dengan premi normatif,

datanya juga diawali dengan data sekunder. Bagi penelitian hukum normatif yang

hanya mengenal data sekunder saja.10

D. Sumber Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang menjadi sumber dan rujukan

dalam penelitian. Adapun sumber data dalam penelitian ini penulis bagi ke dalam

tiga jenis data, yaitu :

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan

terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-

undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasiakn seperti hukum adat

dan yurisprudensi.11

Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang

penulis gunakan terdiri dari beberapa aturan perundang-undangan yang

terkait, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, KUHPerdata, POJK Nomor 77

tentang Transaksi pinjam meminjam uang berdasarkan teknologi

informasi, Fatwa DSN MUI Nomor 117 tentang layanan pembiayaan

berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah, Undang-Undang

Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang

Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Teknologi Elektronik, PP

Nomor 82 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan sistem dan transaksi

elektronik.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah

buku-buku hukum lainnya, skripsi, tesis, jurnal, artikel, ataupun materi-

materi yang memberikan digunakan untuk menguatkan atau memberi

penjelasan mengenai bahan hukum primer.

10

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004), h. 30. 11

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004), h. 31.

Page 50: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

38

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna

terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Seperti kamus hukum,

ensiklopedia, media massa, kamus besar bahasa Indonesia, dan lain-lain.

E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara bagaimana penelitian diperoleh.

Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis alat

pengumpulan data yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau

observasi, dan wawancara atau interview.12

Berkaitan dengan metode penelitian

yang digunakan, yaitu penelitian normatif. Data dalam penelitian normatif

lazimnya dikumpulkan melalui studi kepustakaan (library research).

Suatu data yang dibutuhkan dalam suatu penelitian haruslah data yang

akurat yang sesuai dengan objek penelitian sehingga dapat menjawab

permasalahan penelitian. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan datanya

menggunakan beberapa jenis pengumpulan data, yaitu :

1. Studi Dokumen

Studi dokumen meliputi bahan-bahan hukum yang terdiri dari

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,dan bahan hukum tersier.

Penilaian terhadap bahan hukum yang akan dipergunakan dapat dilakukan

melalui dua cara, yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern

berkenaan dengan jawaban dari pertanyaan apakah dokumen itu otentik

dan dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. Sedangkan kritik intern

berkenaan dengan jawaban dari pertanyaan apakah isinya dapat diterima

sebagai kenyataan.13

Penulis mengamati dokumen-dokumen yang dibutuhkan yang

berhubungan antara kajian normatif dengan undang-undang yang

12

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004), h. 67. 13

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004), h. 68.

Page 51: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

39

berkenaan dengan perlindungan konsumen atau pengguna transaksi pinjam

meminjam uang berdasarkan teknologi informasi sesuai prinsip syariah.

Dokumen yang didapat berupa beberapa arsip sebagai berikut:

POJK Nomor 77 tentang Transaksi pinjam meminjam uang berdasarkan

teknologi informasi, Fatwa DSN MUI Nomor 117 tentang layanan

pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah,

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

serta peraturan terkait lainya.

2. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan atau informasi

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka

antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden.

Data yang diperoleh dengan teknik wawancara adalah dengan menanyakan

sesuatu kepada responden. Keterangan tersebut diperoleh berdasarkan apa

yang diketahui dan ingin diberikan oleh responden, baik tentang suatu

fakta, suatu kepercayaan, suatu standar, suatu alasan dan sebagainya.14

Wawancara yang dilakukan oleh penulis yaitu interaktif antara penulis

dengan pihak yang akan dimintai data agar menambah keakuratan data

yang penulis dapatkan dalam melakukan penelitian ini.

Wawancara tersebut dilakukan dengan pihak terkait yang memang

berkompeten dan mampu membantu penulis dalam memecahkan masalah

penelitian. Wawancara dilakukan di salah satu starup teknologi

finansialsyariah yang sudah mengantongi izin Otoritas Jasa Keuangan dan

Dewan Syariah Nasional, yaitu PT AMMANA FINTEK SYARIAH.

F. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan penulis adalah POJK Nomor 77 tentang

Transaksi pinjam meminjam uang berdasarkan teknologi informasi, Fatwa DSN

MUI Nomor 117 tentang layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi

14

Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2013), h. 196.

Page 52: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

40

berdasarkan prinsip syariah, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, serta peraturan terkait lainya.

G. Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian hukum normatif, pengolahan bahan berwujud kegiatan

untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Dalam hal

ini pengolahan bahan dilakukan dengan cara melakukan seleksi data sekunder

atau bahan hukum kemudian melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan

hukum dan menyusun data hasil penelitian tersebut secara sistematis, tentu saja

hal tersebut dilakukan secara logis, artinya ada hubungan dan keterkaitan antara

bahan hukum satu dengan bahan hukum lainya untuk mendapatkan gambaran

umum dari hasil penelitian.15

H. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa

melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan

teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini

disebut sebagai kegiatan memberikan telaah yang dapat berarti menentang,

mengkritik, mendukung, menambah atau memberi komentar dan kemudian

membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pemikiran sendiri dan

dibantu teori yang telah didapat.16

Berdasarkan sifat penelitian ini yang bersifat deskriptif analisis, analisis

data yang digunakan adalah kualitatif terhadap data yang didapat. Deskriptif

tersebut meliputi isis dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang

dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang

dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek

kajian.17

15

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 181. 16

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 183. 17

Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 107.

Page 53: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

41

BAB IV

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI TEMUAN

A. Analisis Prinsip Syariah Transaksi Teknologi Finansial Syariah

Lahir dari sebuah kreativitas dan inovasi di bidang finansial yang

dipadupadankan dengan sebuah teknologi informasi, teknologi finansial mampu

merasuk ke dalam sektor industri global, dengan mengadaptasi prinsip jaringan

komputer diharapkan dapat mendatangkan proses transaksi keuangan yang lebih

praktis dan efiesien. Melalui proses pengajuan pembiayaan yang dikemas secara

sederhana, teknologi finansial mampu menciptakan ruang tersendiri di hati

masyarakat baik sebagai penyedia jasa maupun sebagai pengguna dari model

bisnis teknologi finansial itu sendiri. Teknologi finansial menghadirkan pula

transaksi keuangan dengan proses yang lebih mudah dan aman, mulai dari proses

pembayaran, pinjaman uang, transfer ataupun jual beli saham. Pengguna transaksi

bisnis ini hanya mengandalkan teknologi yang dimiliki seperti ponsel pintar atau

laptop disetiap transaksinya, tidak perlu bertatap muka secara langsung antar

pihak atau datang ke bank untuk melakukan transaksi keuanganya. Tentu hal ini

yang dibutuhkan masyarakat dengan proses yang tergolong cepat serta minimnya

kebutuhan dokumen untuk mendapatkan produk atau jenis pembiayaan terkait.

Teknologi finansial saat ini masih didominasi oleh teknologi finansial

konvensional, menurut data yang dipublikasi dalam situs resmi OJK per Juni 2018

terdapat 63 perusahaan penyelenggara layanan teknologi finansial yang

mengantongi izin OJK, lebih dari setengah bagiannya adalah layanan berbasis

konvensional.1 Layanan teknologi finansial tersebut perlahan-lahan masuk ke

sistem keuangan syariah.2 Hal ini dibuktikan dengan bermunculanya start-up yang

menjalankan bisinisnya berdasarkan prinsip syariah dan sudah terdaftar di OJK

dan DSN-MUI, dengan begitu tentu sangat penting bagi para start-up yang

menjalankan sistem bisnis berdasarkan syariah untuk menerapkan ketentuan-

1 Diakses dari http://www.ojk.go.id/ pada tanggal 19 Oktober 2018 pukul 00:36 WIB.

2 Didukung dengan dikeluarkanya Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama

Indonesia (DSN-MUI) No. 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis

Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

Page 54: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

42

ketentuan syariah, mulai dari produk yang ditawarkan, akad yang digunakan

sampai rukun dan sarta batasan hukumnya sesuai ketentuan Fatwa dan tidak

bertentangan pula dengan prinsip perlindungan konsumen.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjawab kegundahan masyarakat

tentang produk syariah yang ditawarkan oleh start-up syariah di Indonesia dengan

menimbang berbagai aspek, selain memang bisnis teknologi finansial sedang

berkembang di Indonesia, juga dirasa perlu adanya kejelasan mengenai ketentuan

dan batasan hukum terkait layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi

berdasarkan prinsip syariah. MUI mengeluarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional-

Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang

Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah

yang terdiri atas delapan bagian: 1) ketentuan umum; 2) ketentuan hukum; 3)

subjek hukum; 4) ketentuan terkait pedoman umum layanan pembiayaan berbasis

teknologi informasi; 5) model layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi;

6) ketentuan terkait mekanisme dan akad; 7) penyelesaian perselisihan; 8)

ketentuan penutup.3

Fatwa tersebut menjawab keraguan para konsumen atau pengguna

transaksi bisnis teknologi finansial dalam memahami ketentuan dan batasan

hukum yang menjadi landasan kesyariahan dari produk yang ditawarkan oleh

start-up di Indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan pula bahwa fatwa

tersebut memberikan kepastian hukum sehingga meningkatkan rasa kepercayaan

masyarakat terhadap layanan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang

ditawarkan oleh start-up teknologi finansial syariah sehingga meningkatkan minat

masyarakat untuk melakukan transaksi menggunakan teknologi finansial.

Start-up syariah sebagai pihak yang mempertemukan atau

menghubungkan antara pemberi pembiayaan dengan penerima pembiayaan, tentu

harus berlandaskan mekanisme penerapan prinsip syariah yang tertera dalam

fatwa, baik dari segi akad yang harus sesuai dengan syariat Islam dan tidak boleh

bertentangan dengan prinsip syariah seperti; riba (tambahan yang diperjanjikan

3 Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 117/DSN-

MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip

Syariah.

Page 55: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

43

atas pokok utang), gharar (ketidakpastian dalam suatu akad), maysir

(ketidakjelasan), tadlis (tindakan menyembunyikan kecacatan objek), dharar

(tindakan yang menimbulkan bahaya), dan haram,4 maupun dalam segi

perlindungan konsumen atau pengguna dari transaksi bisnis teknologi finansial itu

sendiri. Penelitian ini pun meneliti mekanisme penerapan prinsip syariah yang ada

di lapangan dengan melakukan penelitian di PT. AMMANA FINTEK SYARIAH

untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana start-up menjalankan produk

teknologi finansial yang mereka tawarkan sesuai dengan prinsip syariah.

PT Ammana adalah sebuah perusahaan teknologi financial (fintek) yang

fokus pada permodalan usaha kecil, menengah dengan prinsip syariah.

pengguna (sebagai pemberi modal/sohibul maal) dapat mendanai para pelaku

usaha terbaik binaan LKMS (Koperasi Syariah / Baitul Maal wat Tamwil), bukan

saja imbal hasil yang menarik namun diharapkan mendapatkan keberkahan dari

harta yang investasikan. Dengan mendanai para pelaku usaha mikro, sohibul maal

telah berkontribusi membebaskan pelaku usaha tersebut dari bahaya riba.

Ammana sebagai penyedia jasa menjembatani ummat UMKM (Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah) dan masyarakat yang memiliki usaha/ aktifitas produktif,

kreatif dan inovatif. Hal ini sebagai bentuk dukungan dalam pembanguanan dan

kemajuan bangsa Indonesia untuk siap menghadapi tantangan global melalui

layanan teknologi keuangan yang berbasis syariah, guna turut mengentaskan

masyarakat dan UMKM di Indonesia terlepas dari jeratan transaksi Ribawi.

UMKM nantinya akan digandeng oleh ammana sebagai mitra lapangan yang

dihubungkan kepada pemilik modal dengan tanpa bertatap muka secara langsung,

melainkan memanfatkan teknologi sebagai bentuk jasa yang ditawarkan PT

Ammana.5 Berikut gambaran sistem kerja pada PT Ammana:

4 Ketentuan Umum Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-

MUI) No. 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi

Berdasarkan Prinsip Syariah. 5 http://ammana.id diakses pada 19 Oktober 2018, Pukul 18.00 WIB.

Page 56: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

44

Gambar 4.1 Cara Kerja Ammana

Sumber: http://ammana.id

Pada fintek syariah yang tidak mengenal riba atau keuntungan satu pihak,

melainkan melakukan bagi hasil dalam akadnya untuk mendapatkan keuntungan

antara pemberi pembiayaan dengan penerima pembiayaan. PT Ammana pun

bekerjasama dengan para mitra dalam hal ini BMT, Komunitas, dan Lembaga

Wakaf sebagai penerima pembiayaan, sebagai pihak ketiga antara mintra dengan

penguna sebagai pihak pemberi pembiayaan.

1. Perbedaan Teknologi Finansial Syariah dengan Teknologi Finansial

Konvensional

Pada dasarnya sistem yang digunakan dalam pembiayaan syariah

maupun pembiayaan konvensional adalah sama. Keduanya sama-sama

bergerak dalam sistem keuangan yang mengandalkan teknologi, dengan

begitu pembiayaan yang ditawarkan bersifat umum atau diperuntukan

untuk siapa saja yang membutuhkan modal usaha ataupun dana pribadi.

Perbedaan secara umum adalah penggunaan isltilah yang digunakan,

dalam Transaksi teknologi finansial konvensional dikenal dengan layanan

kredit,6 sedangkan dalam layanan teknologi finansial berdasarkan prinsip

6 Menurut Undang-undang Perbankan No. 10/1998, kredit adalah penyediaan uang atau

tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam

Page 57: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

45

syariah menggunakan istilah pembiayaan7. selain perbedaan istilah, berikut

beberapa perbedaan lainya tentang layanana teknologi finansial syariah

dan konvensional8 :

a. Suku Bunga

Dalam pembiayaan konvensional, kredit yang diberikan kepada

konsumen dibuat sebagai akad pinjaman sehingga nasabah nantinya

memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tersebut beserta

bunga yang ditentukan oleh peminjam tergantung besarnya pinjaman

yang di ambil, inilah yang disebut dengan riba. Berbeda dengan

pembiayaan syariah , dimana bunga merupakan hal yang tidak

diperbolehkan karena dalam bunga terdapat unsur riba, dalam

ketentuan menjalankan model pembiayaan berdasarkan prinsip syariah

jelas suatu produk syariah haruslah terbebas dari riba.9 Dalam

penerapan prinsip syariah riba dalam segala bentuknya dilarang, hal ini

secara tegas dinyatakan dalam Q.S al-Baqarah (2): 278-279 yang

berbunyi :

كنتممؤمني (872)ياأي هاالذينآمنواات قوااللووذروامابقيمنالرباإن

فإنلت فعلوافأذنوابربمناللوورسولووإنت بتمف لكمرءوسأموالكمال

(872تظلمونوالتظلمون)

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 7 Menurut Undang-undang Perbankan Syariah No. 21/2008 pembiayaan adalah

penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa; transaksi bagi hasi dalam

bentuk mudharabah dan musyarakah; transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli

dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; transaksi jual beli bentuk piutang murabahah, salam dan

istisna; transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh dan transaksi sewa menyewa jasa

dalam bentuk ijarah dan transaksi multi jasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara

Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi

fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan

ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. 8 Diakses dari http://selular.id//2018/02/ pada tanggal 24 Maret 2018 pukul 18:30 WIB.

9 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2010), h. 19.

Page 58: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

46

“Hai orang-orang yang beriman takutlah kepada Allah dan

tinggalkanlah sisa-sisa rba itu jika kamu orang beriman. Kalau kamu

tiada memperbuatnya ketahuilah ada peperangan dari Allah dan Rasul-

Nya terhadapmu dan jika kamu bertobat maka untukmu pokok-pokok

hartamu. Kamu tidak menganiaya dan tidak pula teraniaya.”

Pada penerapanya teknologi finansial konvensional

menerapkan suku bunga dalam proses pinjam memijam, besarnya

bunga dan lama pengambalian hanya ditentukan oleh satu pihak.

Seperti ketentuan yang diterapkan oleh investree dengan range

pendanaan Rp. 5.000.000 – Rp. 100.000.000 dengan suku bunga 14%

hinga 20% per jumlah pendanaan dengan lama pendanaan rata-rata 30

hari sampai 180 hari.

Pada penghitungan yang terjadi pada fintek konvensional

besarnya estimasi pengembalian ditentukan oleh besarnya suku bunga

dan lama pendanaan yang di pilih oleh pemberi dana pinjaman.

Semakin sedikit jangka waktu yang dipilih maka semakin sedikit pula

bunga yang harus dibayarkan.

Sedangkan Islam sendiri mendorong praktik bagi hasil dan

mengharamkan riba (bunga) keduanya sama-sama memberikan

keuntungan bagi pemberi pembiayaan atau pemilik modal, namun

perbedaan yang paling menonjol adalah saat melakukan pembayaran,

pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjiakan tanpa pertimbangan

apakah proyek atau jenis usaha yang dijalankan oleh penerima modal

mengalami untung atau rugi. Layanan pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah menggunakan akad bagi hasil, yang mana bagi hasil

bergantung pada keuntungan usaha yang dijalankan oleh penerima

pembiayaan dan apabila usaha tersebut merugi, kerugian akan

ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.10

Dalam pembiayaan syariah juga tidak akan menjumpai kredit

yang diberikan sebagai akad pinjaman, melainkan menggunakan akad-

10

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), h. 26.

Page 59: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

47

akad yang selaras dengan karakteristik layanan pembiayaan, antara lain

akad jual beli, akad pemindahan hak guna (ijarah), akad kerjasama

bagi hasil (musyarakah, mudharabah), akad pelimpahan kuasa

(wakalah, wakalah bi al-ujrah), dan akad pinjaman (qardh).11

Pembiayaan yang dilakukan oleh fintek syariah mengunakan

akad bagi hasil dengan penghitungan bagi hasil keuntungan sebesar

70:30 jadi jika pendaan mendapatkan keuntungan maka akan di bagi

70% untuk mitra dan 30% diberikan kepada pemodal dengan pokok

pendanaan diberikan terlebih dahulu. Pada pembiayaan syariah jangka

pengembalian dan lama pembiayaan pun ditentukan oleh mitra atau

tergantung pada proses pembiayaan yang dilakukan.

Dilihat pada perbedaan penghitungan serta perbedaan dalam

akad yang dilakukan fintek konvensional dan syariah, dalam hal ini

penulis menganalisis bahwa jika kedua prinsip fintek memiliki

keungulan masing masing serta kelemahanya namun jika ditinjau pada

presentase keuntungan yang didapat fintek syariah lebih

menguntungkan karena presentase yang didapat mencapai 30% dari

laba yang di dapat dari hasil akad bagi hasil yang dilakukan dalam

pembiayaan syariah. dalam ranah pembiayaan syariah juga mendorong

masyarakat untuk giat berinvestasi dalam layanan pembiayaan berbasis

teknologi informasi dengan tanpa memberi permodalan dalam jumlah

besar, akan tetapi dalam Ammana sendiri menawarkan minimal

investasi bagi pemilik modal sebesar Rp. 50.000. tentu hal ini akan

menumbuhkan rasa semangat berinfestasi dan mencari keridhoan Allah

dalam melakukan transaksi berbasis teknologi informasi berdasarkan

prinsip syariah.

b. Resiko dan Cicilan

Ketika nasabah mengajukan pinjaman secara konvensional,

nasabah akan menanggung sepenuhnya resiko ketika nasabah tidak

11

Ketentuan Terkait Pedoman Umum Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama

Indonesia (DSN-MUI) No. 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis

Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah

Page 60: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

48

memiliki kemampuan untuk membayar cicilanya. Hal ini berbeda

dengan sistem pembiayaan syariah yang menggunakan akad syariah,

yang mana pihak yang melakukan akad dalam hal ini pemberi

pembiayaan dan penerima pembiayaan, mereka akan bersama-sama

menganggung resiko atas keuntungan dan kerugian yang dihasilkan

oleh usaha tertentu yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

Jika yang melakukan penundaan pembiayaan adalah pihak penyedia

jasa layanan teknologi finansial syariah maka penyedia jasa dapat

dikenai denda yang nantinya akan tertera didalam akad perjanjian.12

c. Ketersediaan Pinjaman

Dalam proses pengajuan pinjaman bila dilihat dari aspek

dokumen yang dibutuhkan baik dengan sistem konvensional maupun

syariah. keduanya membutuhkan dokumen elektronik seperti foto

Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan dokumen lainya. Namun

perbedaanya terletak antara pembiayaan syariah dan konvensional

dalam hal menyediakan dana pinjaman. Pada pembiayaan syariah

menggunakan penawaran produk untuk keperluan tertentu. Dalam hal

ini tidak ada dalam pembiayaan keuangan konvensional, seperti untuk

pendidikan, haji dan umroh atau yang lainya.

Setiap transaksi dalam pembiayaan syariah tidak hanya

memperhatikan prosesnya atau penerapan akadnya saja tetapi dampak

yang ditimbulkan setelah terjadinya akad.13

Dengan demikian, produk

yang diajukan sebagai objek pembiayaan haruslah tidak bertentangan

dengan prinsip syariah atau objek-objek yang menimbulkan kerusakan

atau kerugian untuk para pihak maupun untuk orang banyak. Transaksi

dilarang karena objek (barang dan/atau jasa) yang ditransaksikan juga

dilarang oleh syariat, walaupun akad yang dilakukan sah sesuai

12

Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,

Jakarta, 13 September 2018. 13

Muhammad Maksum, “Model-Model Kontrak dalam Produk Keuangan Syariah”,

Jurnal Al-„Adalah, Vol XII, No. 1, Juni 2014.

Page 61: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

49

ketentuan syariat tetapi transaksinya tetaplah haram dilakukan karena

objek transaksinya dilarang atau melanggar ketentuan syariah.14

2. Penawaran Produk Syariah yang Mengandalkan Teknologi Informasi

Dalam konteks pembiayaan berdasarkan teknologi informasi, para

start-up dapat memajang informasi produk yang ditawarkan kepada

konsumen. informasi tersebut dapat berupa katalog produk dan layanan

yang mereka berikan yang disertai dengan berbagai informasi seperti

harga, spesifikasi barang dan jasa, informasi perusahaan, dan lain-lain. Hal

ini sebenarnya sama halnya dengan dunia nyata, di mana toko-toko pada

sebuah pusat pembelanjaan memajang barang-barang atau jasa dalam

sebuah etalase untuk menarik konsumen.15

Model bisnis ini sebenarnya

sama saja dengan penawaran pada umumnya yang membedakan adalah

proses transaksinya yang menggunakan teknologi informasi, sehingga

dirasa lebih efisien saat melakukan transaksi, serta memudahkan para

konsumen mengetahui produk yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan

konsumen itu sendiri.

Contoh konsep penawaran pembiayaan yang dilakukan salah satu

start-up teknologi finansial yang menjalankan prinsip syariah adalah PT

Ammana Fintek Syariah, suatu perusahaan yang menyediakan platform16

untuk melaksanakan kegiatan pembiayaan syariah secara peer to peer.

Melalui website dan hasil wawancara dengan CEO PT AMMANA, bentuk

penawaran produk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah berupa

pembiayaan berbasis komunitas (community Based).17

14

Adiwarman A Karim, Bank Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), h. 30. 15

Ernama Santi, dkk, Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial

Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016), Diponegoro Law

Journal, Vol. 6, No. 3, 2017. 16

Platform adalah teknologi; sistem elektronik; website dan/atau mobile application yang

disediakan PT Ammana kepada pengguna untuk mengunjungi dan mengakses layanan. 17

Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,

Jakarta, 13 September 2018.

Page 62: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

50

a. Akad dan Mekanisme Layanan Pembiayaan Berbasis Komunitas

(community Based)

Akad dan mekanisme layanan pembiayaan berbasis komunitas,

yaitu sebagai berikut18

:

1) Adanya pelaku usaha/calon penerima pembiayaan yang tergabung

dalam komunitas usaha tertentu yang bekerjasama dengan

penyelenggara;

2) Calon penerima pembiayaan yang memiliki kebutuhan modal

usaha, mengajukan pembiayaan kepada penyelenggara;

3) Atas dasar pengajuan pembiayaan, penyelenggara menawarkan

kepada calon pemberi pembiayaan untuk membiayai kebutuhan

modal calon penerima pembiayaan;

4) Dalam hal calon pemberi pembiayaan menyetujui penawaran,

dilakukan akad wakalah bi al-ujrah antara pemberi pembiayaan

dengan penyelenggara untuk memberikan pembiayaan kepada

penerima pembiayaan; pemberi pembiayaan sebagai muwakkil dan

penyelenggara sebagai wakil;

5) Penyelenggara sebagai wakil dari pemberi pembiayaan, melakukan

akad dengan penerima pembiayaan baik akad jual beli, ijarah,

musyarakah, mudharabah, atau akad-akad lain yang sesuai dengan

prinsip syariah;

6) Penerima pembiayaan membayar pokok dan imbal hasil (margin,

ujrah, atau bagi hasil) kepada penyelenggara melalui komunitas

usaha tertentu yang bekerjasama dengan penyelenggara;

7) Penyelenggara wajib menyerahkan pokok dan imbal hasil (margin

atau ujrah) kepada pemberi pembiayaan.

Mekanisme akad pembiayaan berbasis komunitas menjadi

model layanan yang ditawarkan PT Ammana dengan melibatkan empat

subjek hukum :19

18

Bagian keenam point keenam Fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang

Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

Page 63: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

51

1) Penyelenggara dalam hal ini adalah PT Ammana sebagai penyedia

layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi

2) Pemberi pembiayaan

3) Mitra yaitu komunitas usaha terentu yang telah berkerjasama

dengan penyelenggara, dalam hal ini PT Ammana sudah

bekerjasama dengan lebih dari 30 BMT atau koperasi serta

lembaga wakaf20

4) Pelaku usaha atau calon penerima pembiayaan yang telah

bergabung dengan mitra.

Dalam Fatwa DSN-MUI No. 117/2018, subjek hukum dalam

kegiatan layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi hanya ada 3

subjek hukum; penyelenggara, penerima pembiayaan dan pemberi

pembiayaan.21

Dalam prakteknya Ammana Menggandeng para pelaku

usaha yang merupakan anggota dari Koperasi syariah dan BMT,

bahkan lembaga wakaf, yang mana koperasi atau BMT tersebut akan

dijadikan patner atau mitra lapangan oleh ammana sebagai

penghubung dengan penerima pembiayaan. Hal ini bukan tanpa alasan,

sadar bahwa transaksi finansial teknologi merupakan transaksi

pembiayaan yang cukup baru dibandingkan model transaksi yang lain,

Ammana menyentuh sektor UMKM yang lebih dulu terbentuk dalam

naungan Koperasi syariah atau BMT. Ini tentu memudahkan dan lebih

menambah rasa percaya para pemberi pembiayaan agar mau

berinvestasi memberikan modalnya dengan akad atau ketentuan

syariah.22

19

Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,

Jakarta, 13 September 2018. 20

http://ammana.id diakses pada 19 Oktober 2018, Pukul 18.00 WIB. 21

Fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis

Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah. 22

Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,

Jakarta 13 September 2018.

Page 64: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

52

b. Pengaplikasian Akad Layanan Pembiayaan Berbasis Komunitas

(community Based)

Akad yang digunakan pada layanan pembiayaan berbasis

komunitas:

1) Akad Wakalah Bil Ujroh atau Akad Perwakilan Dengan Upah

Sesuai Fatwa DSN-MUI No. 117/2018 Akad wakalah bil ujrah

dilakukan antara Ammana dengan pemberi pembiayaan.23

Akad

wakalah menurut ulama baru dianggap sah apabila memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut:24

a) Orang yang Mewakilkan (Al-Muwakkil)

b) Orang yang menerima kuasa (Al-Wakil)

c) Perkara yang diwakilkan

d) Pernyataan kesepakatan (ijab-qabul)

Ammana sebagai penerima kuasa (wakkil) menerima tanggung

jawab atau menerima kuasa dari pemberi pembiayaan sebagai

orang yang mewakilkan (muwakkil). Untuk menyalurkan dananya

kepada penerima pembiayan, agar pembiayaan yang mereka

keluarkan sampai kepada penerima pembiayaan. Ammana dan

pemberi pembiayaan melakukan akad wakalah bil ujrah, sehingga

dari mewakilkan tersebut Ammana berhak mendapatkan

keuntungan (ujrah) atas penyediaan jasa yang diberikan, seperti

jasa IT atau jasa pengadaan virtual accont.

2) Akad Musyarakah

Dalam Peraturan Ketua Badan Pengawasan Pasar Modal dan

Lembaga Keuangan (Bapepam LK) Nomor: PER-03/BI/2007

tentang kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan musyarakah

adalah dana yang diperoleh perusahaan pembiayaan melalui akad

23

Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,

Jakarta 13 September 2018. 24

Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 191

Page 65: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

53

kerjasama dengan pihak lain untuk usaha tertentu dimana masing-

masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan

bahwa keuntungan dibagi bersama sesuai kesepakatan yang

dituangkan dala akad atau proposional; sedangkan risiko

ditanggung bersama secara proposional.25

Mengenai pembagian

keuntungan maupun kerugian yang dihasilkan diatur dalam Fatwa

Nomor 08 tahun 2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yaitu

setiap keuntungan dibagikan secara proposional atau atas dasar

kesepakatan di awal akad dan sistem pembagian keuntungan

(nisbah) harus tertuang dengan jelas dalam akta perjanjian dan

boleh mengusulkan jika keuntungan melebihi jumlah tertentu,

kelebihan atau prosentasenya itu diberikan kepadanya. Kemudian

ketentuan mengenai kerugian adalah bahwa kerugian di bagi

diantara para pihak secara proposional menurut saham masing-

masing dalam modal.26

Dalam fatwa tersebut terdapat dua ketentuan yang menarik,

pertama, keuntungan musyarakah dibagi berdasarkan porsi modal

atau sesuai kesepakatan yang dituangkan secara jelas dalam

klausula atau akad perjanjian.oleh karena itu, pembagian

keuntungan dilakukan dengan salah satu dari dua cara; 1) dibagi

secara proposional atau sesuai dengan proporsi/prosentase modal,

2) dibagi sesuai kesepakatan atau tidak berdasarkan proporsi

modal. Dan Kedua, kerugian dibagi diantara para pihak hanya

dibagikan secara proposional menurut saham masing-masing dalam

modal.27

Dalam prakteknya pemberi pembiayaan melakukan akad

musyarakah atau akad kerjasama menggunakan sistem investasi, di

25

Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK)

Nomor; PER-03/BI/2007, Pasal 3, ayat (4). 26

Fatwa Nomor 08 Tahun 2000 tentang Pembiayaan Musyarakah 27

Maulana Hasanudin, Jaih Mubarok, Pengembangan Akad Musyarakah, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 87

Page 66: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

54

mana pemberi pembiayaan sebagai investor yang memberikan

dananya melalui platform yang disediakan oleh perusahaan

pembiayaan (yang telah terlebih dahulu melakukan akad wakalah

bil ujrah) untuk disalurkan kepada penerima pembiayaan (UKM)

yang tergabung dengan BMT untuk melakukan penyertaan modal

bersama untuk membiayai usaha UKM, dengan pembebanan risiko

untung dan rugi sesuai kesepakatan di dalam akad dengan

ketentuan pembagian keuntungan maupun kerugian yang mungkin

dihasilkan dibagikan secara proposional sesuai penyertaan modal

masing-masing. Akad musyarakah atau kerjasama usaha

dilaksanakan dengan melibatkan UKM atau usaha rumahan yang

membutuhkan pinjaman bisnis yang telah bergabung dengan

komunitas atau dalam hal ini BMT atau koperasi syariah. PT

Ammana berkerjasama dengan beberapa BMT dan Koperasi

syariah sebagai lembaga penyalur pembiayaan. Para penerima

pembiayaan yang ada di PT Ammana didapat dari para BMT dan

Koperasi syariah yang telah bekerjasama dengan mereka.

Secara umum pembiayaan yang ditawarkan PT ammana tidak

lah jauh berbeda jenis pembiayaan berbasis teknologi informasi

lainya, yang mana sama-sama mempertemukan pemilik modal

dengan penerima pembiayaan, yang membedakan yaitu PT

Ammana menggandeng BMT maupun koperasi syariah sebagai

lembaga penyalur pembiayaan. Tentu hal tersebut bukan tanpa

alasan, Lutfi Adhiansyah menyebutkan bahwa hal tersebut

memberikan beberapa keuntungan28

:

a) Mendapat pemohon pijaman yang jumlahnya banyak dalam

waktu yang cepat.

b) Penyaluran dana bisa terjaga keamananya.

c) Akad pinjaman bisa dijaga dengan kaidah syariah.

28

Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,

Jakarta 13 September 2018.

Page 67: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

55

Keuntungan lainya adalah penyedia layanan pembiayaan

terkhusus yang menggandeng atau melibatkan Lembaga Keuangan

Mikro Syariah (LKMS), secara tidak langsung ikut turut aktif

dalam mengedukasi dan membina para UKM (usaha kecil

menengah) bersama LKMS mengenai peningkatan usaha mereka

dan pengetahuan tentang transaksi syariah. LKMS dirasa sangat

sesuai untuk berinteraksi langsung dilapangan secara profesional

dengan pelaku usaha. Karena LKMS sudah terbiasa beroperasional

mengelola keuangan dan manajemen pembiayaan. Dengan begitu

dapat mengurangi resiko Anda dalam berinvestasi di dunia mikro.

3. Analisis Penerapan Klausula Baku pada Layanan Pembiayaan Syariah

Secara umum suatu klausula baku lahir saat penerimaan terhadap

suatu penawaran yang dilakukan yang menimbulkan suatu kesepakatan

antara kedua belah pihak, klausula baku biasanya dibuat oleh pihak yang

kedudukanya lebih kuat, isi klausula baku seringkali merugikan pihak lain

yang menerima klausula tersebut karena dibuat secara sepihak.29

UUPK

mendefinisikan, klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan

syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara

sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau

perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.30

Memang klausula baku yang merupakan suatu bentuk perjanjian,

secara teoretis masih mengundang perdebatan, khususnya dalam kaitanya

dengan asas kebebasan berkontrak, yang mana pemberian kesepakatan

untuk melakukan kontrak tidak sebebas dengan perjanjian yang dilakukan

secara langsung. Suatu perjanjian jika dilakukan secara langsung maka

kedua belah pihak dapat melakukan negosiasi klausula perjanjian, lain

halnya dengan klausula baku yang mana salah satu pihak yang

membuatnya dan pihak yang lain menerimanya. Kendati demikian harus

29

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2013), h. 66. 30

Pasal 1angka 10 Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen.

Page 68: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

56

pula diakui bahwa klausula baku sangat dibutuhkan dalam dunia ekomoni

yang semakin berkembang, dimana orang-orangnya cenderung enggan

membuang-buang waktu. Oleh karena itu klausula baku tersebut dapat

memperi keefektifan bagi para pihak dari segi waktu yaitu dapat

mempersingkat waktu bernegosiasi dalam pembentukan klausula.31

Dalam layanan pembiayaan berdasarkan teknologi informasi

klausula baku sangat membantu berjalanya perjanjian, mengingat layanan

pembiayaan berdasarkan teknologi informasi adalah layanan yang hanya

mengandalkan suatu teknologi untuk menghubungkan antar pihak yang

masing-masing punya kepentingan, mereka tidak perlu meluangkan waktu

untuk bertatap muka dan hanya mengandalkan teknologi saja. Di sini

klausula baku lah yang diterapkan oleh penyelenggara layanan teknologi

informasi.

Berdasarkan Fatwa DSN-MUI No.117/2018 klausula baku yang

dibuat penyelenggara wajib memenuhi prinsip keseimbangan, keadilan dan

kewajaran sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang

belaku.32

a. Prinsip Keseimbangan

Prinsip keseimbangan sering dinamakan juga prinsip persamaan

atau kesetaraan (al-musawah). Penerapan prinsip ini sebagaimanana

penerapan asas equality before the law, maka kedududkan para pihak

dalam perjanjian adalah seimbang. Walaupun dalam prakteknya

banyak dijumpai klausula baku yang menguntungkan salah satu pihak

yang kedudukanya lebih tinggi dibandingkan pihak lainya, sehingga

memaksa pihak lain seolah-olah tidak memiliki pilihan lain. Oleh

karena itu, prinsip keseimbangan sangatlah penting dilaksanakan,

untuk melindungi hak masing-masing pihak, khususnya melindungi

pihak yang kedudukanya lebih lemah. Secara syariah klausula baku

31

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2013), h. 76-78. 32

Bagian keempat angka (2) Fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang

Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

Page 69: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

57

bersifat hanya merupakan usulan atau penyajian („ardh al-syuruth) dan

bukan bersifat final yang harus dipatuhi pihak lainnya (fardh al-

syuruth).33

b. Prinsip Keadilan

Pelaksanaan prinsip keadilan dalam akad, di mana para pihak

yang melakukan akad dituntut untuk berlaku benar mengungkapkan

kehendak dan keadaan, memenuhi semua perjanjian yang dibuat dan

memenuhi semua kewajiban. Prinsip keadilan ini harus diterapkan

dalam klausula baku untuk mencegah terjadinya kedzaliman yang

bukan tidak mungkin akan terjadi. Salah satu bentuk kedzaliman

adalah mencabut adalah mencabut hak-hak kemerdekaan orang lain,

dan/atau tidak memenuhi kewajiban terhadap akad yang dibuat.34

c. Prinsip Kewajaran

Prinsip kewajaran harus diperhatikan oleh setiap pembuat

klausula baku dalam rangka untuk memberikan perlindungan kepada

konsumen, setiap klausula baku yang dibuat haruslah tidak

memberatkan konsumen, artinya memberikan suatu bentuk akad

dengan batas wajar tidak merugikan salah satu pihak. Klausula baku

yang memberatkan konsumen dapat dinyatakan tidak berlaku. Oleh

sebab itu penerapan prinsip kewajaran terciptalah keseimbangan

mengenai hak dan kewajiban para pihak, maka tidak ada alasan lagi

bagi konsumen untuk tidak mematuhi kontrak yang sudah

ditandatangani.35

Kesyariahan produk teknologi finansial diukur dengan mekanisme

perjanjian yang tertuang dalam klausula baku. Klausula baku yang dibuat

oleh penyelenggara barupa akad dalam bentuk dokumen elektronik yang

33

Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 19 34

Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga

Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 20 35

Sentosa Sembiring, Pencantuman Asas Kewajaran dalam Kontrak Standar (Perjanjian

Baku) sebagai Salah Satu Upaya Melindungi Konsumen, Jurnal Hukum, No. 12, Vol. 6 tahun

1999, h. 120

Page 70: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

58

mudah dan sangat bisa dipahami oleh konsumen dengan tidak

mengesampingkan prinsip-prinsip syariah yang sudah diatur dalam fatwa.

Kontrak baku yang dibuat oleh Ammana36

disesuaikan dengan

ketentuan yang berlaku seperti peraturan OJK dan Fatwa DSN-MUI,

penyesuaian ini dilakukan agar kontrak baku dapat mengikuti peraturan

dan konsumen dengan mudah memahami isinya. Penyusuaian dalam

pembuatan kontrak baku yang dilakukan oleh Ammana dilakukan agar

tidak ada pihak yang merasa dirugikan dan kedua belah pihak

mendapatkan hak yang sesuai. Klausula baku pada setiap transaksi

pembiayaan syariah sudah menerapkan standar kontrak baku yang tidak

bertentanggan dengan ketentuan yang ada, dengan memuat prinsip

keseimbangan, keadilan dan kewajaran. Prinsip tersebut dituangkan dalam

akad dengan memperhatikan kewajiban masing-masing konsumen baik

sebagai pemberi pembiayaan maupun penerima pembiayaan, dijelaskan

pula secara jelas bagaimana mekanisme akad yang dijalankan serta

proporsi laba rugi yang diperoleh. Klausula baku dalam transaksi

pembiayaan syariah pun sangat mudah dipahami karena bentuknya berupa

dokumen elektronik, konsumen secara tidak langsung memperoleh haknya

yaitu hak memperoleh informasi yang jelas.

Kesyariahan yang dijalankan oleh pihak start-up sangat tergantung

dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI, dengan adanya fatwa

tersebut pelaku usaha layanan keuangan berbasis teknologi mempunyai

pedoman untuk menjalankan dan menerapkan prinsip prinsip syariah

tersebut dalam penawaran suatu prodak berdasarkan prinsip syariah.

Artinya suatu bentuk layanan keuangan berlandaskan prinsip syariah harus

mempunyai suatu peraturan tersendiri untuk menjadi pedoman para pegiat

ekonomi Islam dalam mengaplikasikan prinsip syariah pada setiap

transaksi ekonomi agar Konsumen sebagai pengguna jasa keuangan

khususnya dalam layanan finansial teknologi tidak lagi merasa ragu

36

Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,

Jakarta 13 September 2018.

Page 71: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

59

dengan kesyariahan yang ada dalam proses mekanisme akad atau produk

produk yang ditawarkan. Pemerintah dalam hal ini OJK dan DSN-MUI

sudah mengeluarkan aturan tersendiri bagi para penyelenggara teknologi

finansial, tinggal bagaimana pengaplikasian dari penyelenggara itu sendiri.

Penyelenggara start-up layanan pembiayaan syariah tidak hanya

berlebel syariah semata untuk menawarkan produknya dan menjalankan

mekanisme perjanjian, kesyariahan yang menempel pada start-up juga

harus dilandasi dengan komitmen syariah yang harus dipegang oleh start-

up itu sendiri untuk menjalankan kesyariahanya, mulai dari mekanisme

dan pengaplikasian akad dalam produk yang mereka tawarkan sampai

memerhatikan kepentingan masing-masing pihak agar tercapai hak dan

kewajibanya. Prinsip-prinsip syariah yang dijalankan pun sebisa mungkin

meninggalkan area pertentangan dikalangan para pembuat fatwa. Tahap

kesyariahan dimulai saat layanan teknologi finansial menawarkan atau

yang lebih gambalang mempertemukan mitra dengan pengguna di aplikasi

dan mendapatkan kesepakatan kedua belah pihak dengan dihasilkanya

akad pembiayaan. Akad yang berisi dari prinsip prinsip islam agar kedua

belah pihak mendapatkan keuntungan dan tidak ada yang dirugikan,

kesyariahan tidak hanya sebagia lebel tapi memang dijalankan dan

terapkan oleh para penyelenggara layanan pembiayaan berdasarkan

teknologi informasi.

B. Analisis Bentuk Perlindungan Konsumen Teknologi Finansial

Berdasarkan Prinsip Syariah

Perlindungan konsumen telah menjadi perhatian khusus pemerintah

Indonesia sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen. Perlindungan yang dimaksud adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen.37

Hal ini dimaksukan karena konsumen dirasa selalu berada dalam

37

Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2017), h. 34

Page 72: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

60

posisi yang lemah jika dihadapkan dengan pelaku usaha sehingga perlu adanya

perlindungan baginya.

Kemudian sejalan dengan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 21 tentang Otoritas Jasa Keuangan,

yaitu agar setiap kegiatan dalam sektor keuangan terselenggara secara teratur,

adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan sistem keuangan yang

tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu melindungi kepentingan

konsumen dan masyarakat, maka perlindungan konsumen menjadi salah satu

fungsi dan tugas OJK selain pengaturan dan pengawasan.38

Geliat transaksi dalam transaksi sektor keuangan meningkat sembari

dengan adanya layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi. Tentu hal ini

menjadi perhatian pemerintah sebagai pembuat regulasi, oleh sebab itu OJK

sebagai pemegang mandat pemerintah untuk membuat regulasi dalam setiap

kegiatan dalam sektor keuangan mengeluarkan peraturan tersendiri tentang

layanan pembiayaan berbasis teknologi, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi

Informasi. Di dalamnya memuat peraturan tentang ketentuan umum, ketentuan

penyelenggara layanan pinjam meminjam, ketentuan pengguna jasa pinjam

meminjam, sampai ketentuan yang berkenaan dengan edukasi dan perlindungan

pengguna layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Peraturan

tersebut diperuntukan untuk transaksi teknologi finansial konvensional.

Sedangkan ketentuan layanan teknologi finasial syariah diatur dalam Fatwa MUI

Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi

Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah yang didalamnya memuat ketentuan

umum, mekanisme akad pembiayaan, model pembiayaan dan penyelesaian

perselisihan.

Perlu digaris bawahi bahwa layanan teknologi finansial baik yang

konvensional maupun syariah haruslah mengedepankan kepentingan pengguna

transaksi teknologi finansial. Oleh sebab itu para start-up, khususnya yang

38

Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan, Strategi

Perlindungan Konsumen (Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2017).

Page 73: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

61

berprinsip syariah juga harus memuat ketentuan-ketentuan berkenaan dengan

perlindungan konsumen yang sudah di muat dalam POJK No. 77/POJK.01/2016

dan Undang-Undang terkait, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (UUPK), Peraruran Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012

Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE), yang

merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

1. Analisis Perlindungan Konsumen Pada Transaksi Teknologi Finansial

Sebelum Terjadinya Akad

Secara umum para penyelenggara layanan teknologi finansial sadar

betul bahwa keamanan konsumen atau pengguna dari layanan yang

mereka tawarkan adalah hal yang paling utama, oleh sebab itu mereka

berupaya menerapkan sistem keamananya secara terstruktur dan

meminimalisir terjadinya risiko-risiko yang akan terjadi. Dari hasil

wawancara, Ammana pun melakukan standarisasi keamanan untuk

layanan yang mereka tawarkan, dengan melakukan beberapa prosedur

awal sebelum terjadinya akad, yaitu dimulai dari seleksi untuk seluruh

calon mitra lapangan wajib memenuhi persyaratan yang diterapkan

Ammana untuk mendapatkan rating,39

yang nantinya akan dijadikan

sebagai penawaran kepada penguna. Kemudian pemberi pembiayaan dapat

melihay standar scoring yang diberikan ammana untuk masing-masing

mitra lapangan. Dalam hal pembiayaan, tidak semua pembiayaan di

loloskan oleh penyelenggara, namun beberapa diantaranya membutuhkan

jaminan untuk dapat menerima pembiayaan atau minimal tanggung

renteng (pembiayaan kelompok) demi menjalin keberlangsungan usaha.

Berikutnya, semua permohonan yang masuk dari mitra akan melalui

pengawasan komite risiko dan kepatuhan Ammana. Terakhir, semua

prospek investasi yang tayang akan memiliki informasi scoring, detail

pembayaran dan rating mitra. Sehingga seluruh keputusan dapat dilihat

39

Penilaian yang dilakukan Ammana atas produk yang ditawarkan oleh mitra lapangan

Page 74: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

62

oleh user.40

Dari tahap seleksi mitrapun penyelenggara sudah melakukan

bentuk perlindungan untuk menjamin para pengguna lainya yang dalam

hal ini pemberi pembiayaan atas produk-produk yang mereka tawarkan

sebelum memulai akad pun para calon pemberi pembiayaan sudah dapat

melihat bagaimana prospek produk yang nantinya akan mereka danai. Hal-

hal yang sangat penting dilakukan untuk melindungi kepentingan

konsumen sebelum transaksi dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan atau Edukasi Konsumen

Bentuk perlindungan konsumen adalah terpenuhinya hak

mereka, salah satunya adalah hak untuk memperoleh pendidikan

konsumen.41

Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen harus

dipenuhi agar konsumen memperoleh pengetahuan maupun

ketrampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat

penggunaan produk, karena dengan pendidikan konsumen tersebut

konsumen dapan menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu

produk yang dibutuhkan.42

Pendidikan konsumen sangatlah penting diberikan kepada

konsumen, dalam hal ini konsumen sebagai pengguna transaksi

teknologi finansial dengan memaparkan apa dan bagaimana cara kerja

dari suatu produk yang ditawarkan oleh penyelenggara, bukan hanya

itu bentuk pendidikan konsumen juga memaparkan apa yang menjadi

hak dan kewajiban para konsumen sebagai pengguna layanan teknologi

informasi. Mengingat bahwa layanan teknologi informasi adalah suatu

bentuk layanan yang tergolong baru di masyarakat, dan masyarakat

dipastikan sangat butuh edukasi tentang layanan penyelengara

tawarkan kepada mereka agar meninggkatkan kepercayaan mereka saat

belum melakukan transaksi, sehingga para konsumen lebih cerdas

40

Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,

Jakarta 13 September 2018. 41

Pasal 4 huruf g Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999. 42

Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2017), h. 44

Page 75: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

63

dalam menentukan jenis transaksi yang seperti apa yang akan mereka

dapatkan nantinya. Bentuk mengedukasi konsumen pun harus sesuai

dengan UUPK, yang mana informasi yang didapat oleh konsumen

adalah informasi yang sebenarnya. Dan sebagai perusahaan penyedia

layanan teknologi informasi wajib memberikan informasi yang benar,

jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan dan/atau jasa serta

memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.43

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peneliti

mendapatkan data dari narasumber bahwa pada hak konsumen atas hak

informasi yang benar, perusahaan teknologi finansial menerapkan

edukasi konsumen berupa informasi tentang layanan yang mereka

tawarkan pada situs web atau aplikasi mereka pada laman awal dengan

memaparkan produk yang ditawarkan secara detail dari semua proses

sampai akhir pembagian hasil yang ada, dengan mengoptimalkan

aplikasi atau web dengan menampilkan tampilan yang menerangkan

tentang profil perusahaan, penawaran produk dan syarat dan ketentuan

apa saja untuk bisa menjadi seorang pengguna transaksi, bagaimana

tahapan-tahan jika konsumen akan melakukan transaksi (mulai dari

tahap mendownload apps tentang layanan sampai tahap kelengkapan

dokumen) serta ketentuan ketentuan-ketentuan lainya. Perusahaan

fintek pun tidak lupa untuk mengemas semua informasi tersebut

dengan menarik serta tidak terlalu rumit untuk dipahami oleh

konsumen atau disini sebagai penguna layanan fintek. Proses

pemaparan informasi ini pun mencakup pada hak konsumen untuk

mendapatkan pendidikan yang diatur dalam UUPK, karena dengan

penarapan hak hak tersebut secara tidak langsung mengarahkan

konsumen untuk melakukan kesalahan memilih produk serta

menjadikan konsumen yang cerdas.

Pemahaman konsumen terhadap produk atau penawaran yang

ditawarkan oleh perusahaan teknologi finansial berprinsip syariah

43

Pasal 7 Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999.

Page 76: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

64

sangat membantu para pengembang atau perusahaan dalam

menjalankan proses perlindungan konsumen. Konsumen dituntut untuk

lebih memhami serta mencari tahu lebih tentang produk yang akan

mereka biayai, konsep edukasi konsumen yang berjalan bahwa

perusahaan memfasilitasi serta mengarahkan agar konsumen lebih

cerdas dalam hal memilih produk yang mereka tawarkan dengan

menmanfaatkan web serta aplikasi dan cara cara lainya. Bentuk

perlindungan konsumen dengan melakukan edukasi konsumen ini pun

dapat mencegah para konsumen salah dalam melakukan transaksi

maupun tidak tepat dalam melakukan pembiayaan produk.

Penyelenggara layanan teknologi informasi sadar bahwa

mereka tidak hanya harus mengandalkan situs web atau aplikasi untuk

mengedukasi para pengguna layanan mereka, karena penyelenggara

juga menyadari bahwa tidak semua masyarakat Indonesia enggan

untuk mengetahui layanan apa yang penyelenggara tawarkan jika

hanya mengandalkan situs web dan aplikasi saja. Menurut hasil

wawancara, salah satu bentuk mengedukasi layanan yang mereka

tawarkan lainya adalah terjun ke masyarakat langsung. Penyelenggara

harus giat melakukan sosialisasi-sosialisi atau seminar dengan

memperkenalkan produk mereka. Hal ini dirasa sangat efektif,

sehingga menambah rasa keingintauan masyarakat akan produk

pembiayaan yang ditawarkan.44

Dari hasil kajian perlindungan konsumen sektor jasa keuangan

yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan, bukan hanya edukasi

konsumen saja yang harus diperhatikan, tentunya semua aspek

perlindungan konsumen harus dipahami dan setidaknya dijelaskan

dalam pendidikan atau edukasi konsumen diantaranya tentang

44

Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,

Jakarta 13 September 2018.

Page 77: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

65

kelengkapan dan transparasi produk, penyelesaian sengketa dan

pengaduan, pencegahan penipuan dan perlindungan data pribadi. 45

b. Kelengkapan Informasi dan Transparasi Produk Layanan

Penyedia layanan teknologi finansial wajib menyediakan

informasi secara lengkap, up-to-date, dan transparan terkait produk

atau layanan yang ditawarkan kepada konsumen dan masyarakat. Hal

tersebut sangat jelas diatur dalam POJK No. 77/2016 bahwa

penyelenggara layanan teknologi informasi wajib menyediakan dan/

atau menyampaikan informasi terkini mengenai layanan pinjam

meminjam uang berbasis teknologi informasi yang akurat, jujur, jelas

dan tidak menyesatkan.46

Hal tersebut dimaksudkan agar hak

konsumen atas informasi agar konsumen dapat memperoleh gambaran

yang benar akan suatu produk.47

Terpenuhinya hak konsumen tersebut sangatlah penting bagi

konsumen dalam pengambilan keputusan dan untuk membangun

kepercayaan dan kesetiaan konsumen terhadap layanan atau produk

yang ditawarkan. Penyelenggara layanan harus memastikan bahwa

informasi yang diberikan bersifat transparan sehingga hal tersebut

dapat memberikan kesempatan bagi konsumen untuk memahami dan

memilih produk dengan baik serta menghindarkan diri dari risiko yang

mereka ingin hindari.

Aspek kelengkapan informasi dan transparasi pada layanan

teknologi finansial di Indonesia harus meliputi: biaya-biaya, kewajiban

yang dikenakan kepada konsumen, transparasi, syarat dan ketentuan

pengguanaan produk/layanan, pemberitahuan kepada konsumen

apabila terdapat perubahan biaya, syarat dan ketentuan, pengguanaan

bahasa secara sederhana dan mudah dipahami, dan sebagainya. Pada

45

Departemen Perlindungan Konsumen OJK, Kajian Perlindungan Konsumen Sektor

Jasa Keuangan (Jakarta: Departemen Perlindungan Konsumen, 2017), h. 65. 46

Pasal 30 ayat 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang

Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. 47

Hak untuk memperoleh informasi diatur dalam Pasal 4 huruf b Undang-Undang

Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

Page 78: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

66

aspek ini para pelaku fintek syariah biasanya memaparkan pada

halaman web atau aplikasi mereka dengan pemaparan yang mudah

dipahami oleh konsumen. Peneliti pun menemukan bahwa, aspek ini

sangat dikedepan oleh para pelaku fintek karena sebagai untuk

memenuhi hak konsumen, aspek kelengkapan, dan sebagai penunjang

mereka melakukan penawaran produknya.

Dari hasil observasi dari beberapa situs web yang menawarkan

layanan transaksti teknologi finansial dan wawancara48

penulis

menyimpulkan bahwa penyelenggara layanan teknologi informasi

menawarkan sistem yang mengandalkan teknologi, maka situs web

yang mereka buat dirancang sedemikian rupa untuk mencangkup

informasi yang dibutuhkan secara transparan kepada konsumen

sebagai pengguna layanan.

c. Penanganan Pengaduan Dan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Penyedia layanan teknologi finansial harus memiliki

mekanisme penerimaan pengaduan dan penyelesaian sengketa. Hal

tersebut dapat meningkatkan kepercayaan konsumen menggunakan

layanan atau produk yang ditawarkan, konsumen dapat melakukan

pengaduan tentang layanan yang ditawarkan, tentu hal ini juga menjadi

evaluasi tersendiri bagi penyelenggara bila ada pengaduan dari

konsumen, maka penyelenggara diharapkan lebih meningkatkan

produknya dengan baik. Penyedia layanan teknologi finansial

setidaknya harus :

1) Menyediakan jalur atau kanal kontak penerimaan pengaduan yang

mudah diakses oleh konsumen, seperti telepon, e-mail, instant

messaging, dan surat.

2) Memiliki unit atau fungsi serta prosedur standar penanganan yang

ada pada POJK terkait dan diinformasikan kepada konsumen.

48

Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,

Jakarta 13 September 2018.

Page 79: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

67

3) Menyediakan dan menginformasikan jika terdapat alternatif

penyelesaian sengketa yang dapat digunakan apabila penyelesaian

pengaduan dan sengketa secara internal tidak menghasilkan

kesepakatan.

Semua bentuk penanganan pengaduan dapat dilihat dan diakses

dalam situs web masing-masing penyelenggara layanan transaksi

teknologi informasi. Penyelenggara diwajibkan menyertakan

penerimaan pengaduan dari para konsumen untuk meningkatkan rasa

percaya atas produk yang ditawarkan, karena layanan yang ditawarkan

mengandalkan teknologi, maka penyelenggara transaksi teknologi

informasi dituntut agas selalu responsif dan cepat dalam menangani

maslah pengaduan-pengaduan oleh para penggunanya. Hal tersebut

dimaksudkan agar masyarakat sebagai pengguna lebih merasa terlayani

dengan baik sehingga meningkatkan rasa kepuasan bagi para

konsumen.

d. Pencegahan Penipuan dan Keandalan Sistem Layanan

Sebagai layanan berbasis teknologi maka rentan terjadinya

penipuan , hal ini tentu sangat meresahkan konsumen. Untuk

meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap layanan teknologi

informasi, para penyelenggara wajib memastikan sistem yang mereka

gunakan andal. Penyelenggara wajib memiliki sistem keamanan dan

aplikasi yang aman dan tersertifikasi agar terhindar dari upaya

peretasan yang mungkin dilakukan oleh pihak yang tidak

bertanggungjawab. Pelaku layanan wajib melakukan pemeriksaan dan

penyempurnaan sistem secara berkesinambungan, agar memastikan

dan mengontrol sistem tetap aman dan andal.

Dalam prakteknya penyelenggara transaksi teknologi finansial

yang telah mengantongi izin OJK, sudah jelas menerapkan sistem

keandalan sesuai standar yang diterapkan OJK. Tidak menutup

kemungkinan adanya peretasan sistem pada transaksi teknologi

finansial, karena teknologi yang semakin hari semakin berkembang.

Page 80: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

68

Oleh sebab itu para penyelenggara juga wajib melakukan pengamanan

terhadap komponen sistem teknologi informasi dengan memiliki dan

menjalankan prosedur dan sarana untuk pengamanan layanan teknologi

informasi dalam menghindari ganguan, kegagalan dan kerugian.49

e. Perlindungan Terhadap Data Pribadi

Keamanan dan pemeliharaan data pribadi konsumen harus

dilakukan dengan baik, dikarenakan data tersebut bersifat digital

sehingga relatif mudah untuk dicuri datanya. Bukan tidak mungkin

data yang masuk ke layanan teknologi finansial disalahgunakan oleh

penyelenggara teknologi finansial itu sendiri. Oleh karena itu, terkait

upaya perlindungan terhadap data pribadi dapat dilakukan dengan hal-

hal sebagai berikut:

1) Penyelenggara layanan wajib melakukan enkripsi50

data terhadap

data yang berkaitan dengan konsumen

2) Penyelenggara wajib menjaga keamanan data konsumen

3) Penyelenggara wajib melakukan manajemen akses data

4) Konsumen mempunyai hak untuk meminta penjelasan dari pelaku

terkait penggunaan informasi dan data yang telah diberikan.

Terkait penyalahgunaan data pribadi, pada dasarnya dijelaskan

bahwa dalam UU ITE, penggunaan data pribadi dalam sebuah media

elektronik harus mendapat persetujuan pemilik data yang

bersangkutan. Setiap oang yang melanggar ketentuan tersebut dapat

digugat atas kerugian yang ditimbulkan.51

Peneliti dalam hal ini melihat dengan adanya-aspek aspek pada

kajian OJK diatas mengambarkan bahwa sebuah layanan teknologi

finansial syariah harus sangat memperhatikan penguna sebagai

konsumen sebelum terjadinya akad, dan hak konsumen pun sangat

49

Pasal 28 ayat 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang

Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. 50

Enkripsi adalah proses pengamanan suatu informasi dengan membuat informasi

tersebut tidak dapat dibaca tanpa bantuan pengetahuan khusus. 51

Pasal 26 Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik.

Page 81: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

69

penting untuk diterapkan. Aspek aspek yang tertera mengambarkan

bahwa penguna atau konsumen dengan adanya UUPK dan hasil hasil

kajian OJK serta Fatwa yang berlaku, konsumen sanggat berhak

mendapatkan haknya baik itu sebelum melakukan akad atau menjadi

pengunanya. Kewajiban penyelenggara jika terjadi kebocoran data

pribadi yang dikelola, maka penyelenggara diwajibkan untuk

menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada pemilik data pribadi.52

2. Analisis Perlindungan Konsumen Pada Transaksi Teknologi Finanasial

Sesudah Terjadinya Akad

Kontrak yang dilakukan secara elektronik berdasarkan UU ITE dan

PP PSTE tetap diakui sebagai transaksi elektronik yang dapat

dipertanggungjawabkan. Ketika konsumen telah mengklik persetujuan

melakukan suatu pembiayaan kepada penyedia layanan pembiayaan,

merupakan bentuk tindakan penerimaan yang menyatakan persetujuan

dalam melakukan kesepakatan atau persetujuan melakukan akad

pembiayaan yang ditawarkan penyelenggara transaksi teknologi informasi

dengan diiringi dengan syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi

konsumen. Di situlah akad dilakukan antara konsumen dan penyelengara

(melakukan akad wakalah), dilanjutkan mengklik salah satu produk yang

ditawarkan oleh penyelenggara. Artinya pemberi pembiayaan akan

disalurkan pembiayaanya kepada penerima pembiayaan yang telah dipilih

oleh penyelenggara sebagai penerima kuasa dari pemberi pembiayaan.

Pemberi pembiayaan dan penerima pembiayaan yang dalam hal

pembiayaan berbasis komunitas, penerima pembiayaan adalah anggota

dari mitra yang sudah ditunjuk atau sudah berkerjasama dengan

penyelenggara secara elektronik melakukan akad musyarakah. Dengan

demikian pemenuhan atas hak-hak konsumen baik sebagai pengguna

maupun mitra yang sudah tertera di akad haruslah diberikan oleh

penyelenggara transaksi teknologi informasi.

52

Pasal 15 ayat (2) Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan

Sistem dan Transaksi Elektronik.

Page 82: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

70

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan juga untuk melindungi

konsumen dari berbagai resiko yang merugikan konsumen itu sendiri,

seperti resiko gagal bayar, penipuan yang dilakukan penyelenggara,

keamanan data yang telah masuk ke platform penyelenggara agar terhindar

dari penyalahgunaan, serta pnyertaan kontrak baku yang diterapkan.

Pemberlakuan kontrak baku dalam pembiayaan teknologi informasi

berdasarkan prinsip syariah harus tetap berlandaskan prinsip syriah, yang

terpenting dalam penyertaan dalam kontrak adalah tidak adanya pihak

yang merugiakan atau merasa dirugikan saat melakukan transaksi. Bentuk

perlindungan hukum untuk konsumen saat setelah akad berlangsung sudah

dijelaskan didalam akad;

a. Perlindungan Atas Penundaan Pembayaran

Dalam UUPK menyatakan bahwa konsumen berhak

mendapatkan konpensaasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian.53

maka sesuai ketentuan Pasal 7 huruf g,54

penyelenggara wajib memberi

konpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau

jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Dalam layanan finansial teknologi syariah penyertaan sanksi

berdasarkan prinsip ta‟zir (denda) sesuai kesepakatan pada saat akad.

Pemberian denda dilakukan agar penyelenggara transaki teknologi

finansial lebih disiplin lagi dalam menjalankan kewajibanya kepada

pengguna layanan teknologi finansial.

Sesuai prinsip syariah yang digunakan, bahwa setiap transaksi

bukan semata-mata mencari keuntungan, tetapi juga untuk

kemaslahatan umat. Dana yang berasal dari sanksi ta‟zir yang

dibebankan kepada penyelenggara akan disalurkan kepada mitra

lembaga sosial yang ditunjuk oleh penyelenggara.55

53

Pasal 4 huruf h Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 54

Pasal 7 huruf g Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 55

Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,

Jakarta 13 September 2018.

Page 83: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

71

b. Perlindungan Konsumen Atas Cidera Janji

Perlindungan konsumen atas cidera janji yang dilakukan

penyelenggara, yang meliputi tidak dilaksanakanya kewajiban

pembayaran atau pelunasan oleh penyelenggara, informasi, keterangan,

dokumen yang diunggah atau dipublikasi oleh penyelenggara di

platform adalah palsu, tidak sah dan tidak benar dan cidera janji lainya.

Konsumen berhak menghentikan jangka waktu pemenuhan kewajiban

yang seharusnya dilakukan selama masih berlangsungnya akad.

Selanjutnya konsumen juga berhak meminta penyelenggara untuk

membayar atau melunasi sisa kewajiban yang harus dibayarkan oleh

penyelenggara kepada konsumen. Apabila tetap tidak ada itikad baik

dari penyelenggara maka konsumen berhak melakukan pelaporan

kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang berwenang

memberikan sanksi administratif kepada penyelenggara, seperti:

peringatan tertulis kepada penyelenggara, denda, pembatasan kegiatan

usaha sampai pencabutan izin usaha.56

Dalam hal ini, jika mitra atau penerima pembiayaan yang

melakukan cidera janji, maka penyelenggara akan melakukan

narahubung atau mediator antara pemberi dan penerima pembiayaan

untuk menyelesaikan permasalahan dengan menempuh jalan

kekeluargaan secara musyawarah mufakat, jika memang tidak terjadi

kesepakatan, maka permasalahan dapat diselesaikan ke lembaga yang

berwenang. 57

c. Perlindungan Atas Penyelesaian Sengketa Yang Patut

Salah satu hak konsumen juga berkenaan dengan mekanisme

penyelesaian sengketa adalah hak mendapatkan advokasi,

perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa secara patut.58

Apabila

56

Pasal 47 ayat 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang

Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. 57

Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,

Jakarta 13 September 2018. 58

Pasal 7 huruf f Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999

Page 84: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

72

terjadi perbedaan pendapat atau salah penafsiran atau tidak

terpenuhinya hak masing-masing pihak yang benar-benar salah satu

pihak merasa dirugikan maka penyelesaian sengketa atau penyelesaian

perselisihan antar pihak dilaksanakan atau diselesaikan secara

musyawarah mufakat hal ini sesuai ketentuan Fatwa MUI 117/DSN-

MUI/II/2018. Apabila perselisihan yang terjadi antara pemberi

pembiayaan dan penerima pembiayaan, maka penyelenggara wajib

menengahi mereka dan tidak condong ke satu pihak saja, karena

penyelenggara di sini adalah sebagai penghubung antara kedua belah

pihak. Penyelengara membantu mencarikan titik temu dari

permasalahan keduanya sampai mencapai mufakat.59

Apabila

musyawarah mufakat yang dilakukan untuk menyelesaikan

perselisihan tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa dilakukan

melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah yaitu

melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).

d. Analisis Kode Etik Penagihan

Sesuai pedoman perilaku pemberian layanan pinjam meminjam

uang berbasis teknologi informasi secara bertanggung jawab (pedoman

perilaku), yang dikeluarkan oleh Asosiasi Fintech Indonesia yang

dibuat untuk memberikan panduan etika serta perilaku

bertanggungjawab bagi penyelenggara yang menawarkan layanan

pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang disepakati

bersama, sukarela dan mengikat para anggota assosiasi.

Berkaitan dengan kode etik penagihan yang diatur dalam

pedoman perilaku bahwa penyelenggara wajib beritikad baik dalam

proses penagihan atas pinjaman gagal bayar. Itikad baik yang

dimaksud adalah:

59

Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,

Jakarta 13 september 2018.

Page 85: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

73

1) Setiap Penyelenggara wajib memiliki dan menyampaikan prosedur

penyelesaian dan penagihan kepada Pemberi dan Penerima

Pinjaman dalam terjadi gagal bayar pinjaman.

2) Setiap Penyelenggara wajib menyampaikan kepada Penerima

Pinjaman dan Pemberi Pinjaman langkah-langkah yang akan

ditempuh dalam hal terjadi keterlambatan pinjaman atau kegagalan

pembayaran pinjaman antara lain:

a) perihal pemberian surat peringatan;

b) persyaratan penjadwalan atau restrukturisasi pinjaman;

c) korespondensi dengan Penerima Pinjaman secara jarak jauh

(desk collection), termasuk via telepon, email, atau bentuk

percakapan lainnya;

d) perihal kunjungan atau komunikasi dengan tim penagihan; atau

e) penghapusan pinjaman.

3) Prosedur penyelesaian dan penagihan sebagaimana tersebut di atas

wajib memperhatikan kepentingan Pemberi Pinjaman dan Penerima

Pinjaman.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar penagihan atas pinjaman

gagal bayar akan diatur kemudian di dalam pembaruan berkala

Pedoman Perilaku.

Disebutkan pula bahwa Setiap Penyelenggara dilarang

menggunakan pihak ketiga pelaksana penagihan (baik orang

perseorangan maupun korporasi) yang tergolong dalam daftar hitam

otoritas dan/atau dari Asosiasi. Itu berarti penyelenggara tidak boleh

melibatkan pihak ketiga dalam pelaksanaan penagihan atas gagal bayar

dari peminjam karena pemberi pinjamanlah yang menanggung

sepenuhnya risiko atas pemberian pinjaman.60

Dalam prakteknya masih saja ditemui penyedia layanan

teknologi informasi yang menyalahi pedoman berperilaku seperti

60

Pedoman perilaku pemberian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi

informasi secara bertanggung jawab, Assosiasi Fintech Indonesia, Juni 2018.

Page 86: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

74

proses penagihan yang melibatkan pihak ketiga dengan mengakses data

pribadi nasabah tanpa izin. Tentu hal ini melanggar ketentuan yang

diatur oleh OJK yang mana penyelenggara layanan pinjam meminjam

uang berbasis teknologi informasi wajib menerapkan prinsip dasar

Dalam dari perlindungan pengguna diantaranya transparansi,

perlaukuan yang adil dan kerahasiaan serta kemanan data.61

Jika

penyelenggara terbukti melakukan pelanggaran, maka OJK berwenang

mengenakan sanksi administratif terhadap penyelenggara layanan

pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi mulai dari

peringatan tertulis, denda berupa kewajiban membayar sejumlah uang

tertentu, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin.62

61

Pasal 29 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan

Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. 62

Pasal 47 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan

Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Page 87: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

75

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis menjabarkan dan menganalisis permasalahan pada bab

sebelumnya, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut;

1. Pelaksanaan atau pengaplikasian akad yang digunakan pada transaksi

teknologi finansial berdasarkan prinsip syariah, yaitu akad wakkalah bil

ujrah yang dilakukan penyelenggara dengan pemberi pembiayaan dan

akad musyarakah antara pemberi pembiayaan dengan penerima

pembiayaan diterapkan sesuai dengan ketentuan fatwa DSN-MUI No

117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi

Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah dan berkekuatan hukum dibuktikan

dengan dikantonginya izin dari DSN-MUI dan OJK sehingga memberi

kepastian hukum kepada penguna transaksi teknologi finansial.

2. Penerapan kesyariahan dalam layanan teknologi finansial, masih sangat

diperlukanya komitmen syariah atau komitmen dalam menjalankan prinsip

syariah oleh penyelenggara layanan, hal ini dimaksudkan agar ketaatan

kepada prinsip syariah berjalan sesuai koridornya dan dapat diaplikasikan

dengan tidak bertentangan dengan prinsip syariah itu sendiri. Komitmen

syariah juga harus dimiliki setiap penyelenggara agar tidak menerapkan

klausula baku yang hanya menguntungkan satu atau dua pihak saja.

3. Perlindungan konsumen pada pengguna transaksi teknologi informasi

berdasarkan prinsip syariah sebelum melakukan akad adalah memperoleh

pendidikan atau edukasi sebagai konsumen, mendapatkan informasi dan

transparasi yang benar mengenai produk layanan, terpenuhinya layanan

pengaduan dan informasi penyelesaian sengketa, pencegahan penipuan

dan keandalan sistem layanan, dan kepastian tentang perlindungan data

pribadi. Berdasarkan hasil temuan dilapangan bentuk perlindungan yang

diberikan sebelum akad sudah diterapkan secara optimal oleh pengguna

layanan.

Page 88: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

76

4. Perlindungan konsumen pada pengguna transaksi teknologi informasi

berdasarkan prinsip syariah sesudah melakukan akad adalah pemenuhan

hak-hak antar pihak, perlindungan atas penundaan pembayaran,

perlindungan konsumen atas cidera janji, dan perlindungan atas

penyelesaian sengketa yang patut. Berdasarkan temuan di lapangan bentuk

perlindungan konsumen setelah akad dilakukan, pada dasarnya sudah

terpenuhi di dalam klausula baku. Berkenaan dengan penundaan

pembayaran ataupun cidera janji yang dilakukan oleh penerima

pembiayaan (mitra) tidak di atur dalam klausula baku yang dibuat oleh

penyelenggara.

5. Layanan teknologi informasi sejauh ini sudah menerapkan secara optimal

hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan konsumen bahkan sebelum

akad dilakukan, tentu juga perlukan kerjasama dari para konsumen itu

sendiri untuk menjadi konsumen yang pandai dalam memilah produk-

produk yang ditawarkan oleh penyelenggara layanan teknologi informasi

dengan memahami terlebih dahulu model transaksi yang nantinya akan

mereka gunakan.

B. Rekomendasi

1. Regulasi atau peraturan yang mengatur tentang layanan teknologi

informasi khusunya peer to peer sudah dibuatkan aturan tersendiri

berkaitan dengan hal tersebut, tetapi masih bersifat konvensional. Untuk

layanan berdasarkan prinsip syariah pun sudah dikeluarkan fatwa sebagai

acuan bertransaksi, tetapi fatwa tersebut masih bersifat umum. Mengingat

transaksi teknologi informasi banyak jenisnya diharapkan ada peraturan

yang mengatur secara khusus masing-masing model transaksi teknologi

finansial berdasarkan prinsip syariah agar masing-masing penyelenggara

lebih terarah dan lebih berkomitmen menjalankan prinsip syariah.

2. Pemerintah diharapkan ikut mengawasi berjalannya transaksi teknologi

finansial berdasarkan prinsip syariah, karena layanan ini rawan terjadi

penyalahgunaan dan dalam hal penundaan pembayaran atau cidera janji

Page 89: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

77

yang dilakukan penerima pembiayaan, pemerintah ikut andil dalam

mengawasi penyelenggara untuk melaksanakan kewajibanya sebagai

narahubung atau mediator antar kedua belah pihak yang bersengketa.

3. Peningkatkan keamanan layanan harus selalu ditingkatkan oleh

penyelenggra, mengingat tidak menutup kemungkinan adanya peretasan

data yang sengaja disalahgunakan oleh pihak lain yang akan merugikan

salah satu pihak dan peningkatan layanan pengaduan agar konsumen

merasa terpenuhi haknya dalam melakukan pengaduan, sehingga

meningkatkan rasa kesetiaan menggunakan produk pembiayaan yang

ditawarkan.

4. Layanan perlindungan konsumen yang diberikan oleh penyelengara

finansial teknologi yang diberikan kepada konsumen atau penguna akan

berjalan dengan baik jika dengan menjadi konsumen yang cerdas dalam

memilih produk layanan serta penyelengara finansial teknologi sebelum

terjadinya akad, dan memastikan kesyariahan serta pengelolaan dana pada

proses bagi hasil sesudah akad.

Page 90: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

78

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku :

Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Jaenal Aripin. Metode Penelitian Hukum Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2010.

Ali, Zainudin. Metode Penelitian Hukum Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004.

Barkatullah, Abdul Halim. Hak-Hak Konsumen, Bandung: Nusa Media, 2010.

Djamil, Fathurrahman. Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di

Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &

Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015, h. 183.

Hartono, Sri Redjeki. Hukum Ekonomi Indonesia, Malang: Bayumedia

Publishing, 2007.

Hasanudin, Maulana dan Jaih Mubarok. Pengembangan Akad Musyarakah,

Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.

Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Surabaya:

Bayumedia Publishing, 2008.

Iqbal, Muhammad. Sharia Economics, Jakarta: Republika, 2013.

Karim, Adiwarman A. Bank Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014.

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013.

Maskun, Kejahatan Siber Cyber Crime, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,

2013.

Merzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2008.

Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2017.

Nasution, Konsumen dan Hukum, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.

Page 91: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

79

Nazir, Mohammad. Metode Penelitian, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2013.

Sjahputra, Imam. Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik, Jakarta:

PT. Alumni, 2010.

Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2010.

Sunarso, Siswanto. Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik, Jakarta: PT Asdi

Mahasatya, 2009.

Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Wardiono, Kelik. Hukum Perlindungan Konsumen, Yogyakarta: Penerbit Ombak,

2014

Zuhairi, Ahmad. Hukum Perlindungan Konsumen dan Problematikanya, Jakarta:

GH Publishing, 2016.

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2013.

Artikel dan Jurnal Ilmiyah :

Apriyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen dalam Transaksi e-commerce di

Tinjau dari Hukum Perikatan” (Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014).

Bahri, Asep Saiful. “Konsep Uang Elektronik dan Peluang Implementasinya pada

Bank Syariah (Studi Kritis terhadap Peraturan Bank Indonesia Nomor

11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik),” (Skripsi S1 Fakultas Syariah

dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).

Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan, "Strategi

Perlindungan Konsumen" Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2017.

Departemen Perlindungan Konsumen OJK, "Kajian Perlindungan Konsumen

Sektor Jasa Keuangan" Jakarta: Departemen Perlindungan Konsumen,

2017.

Page 92: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

80

Iman, Nofie. “Financial Technology dan Lembaga Keuangan”, dalam Gathering

Mitra Linkage Bank Syariah Mandiri, 22 November 2016, Yogyakarta:

2016.

Maksum, Muhammad. “Model-Model Kontrak dalam Produk Keuangan Syariah”,

Jurnal Al-„Adalah, Vol XII, No. 1, Juni 2014.

Mukhlisin, Murniati. “Fintech Syariah dan Keuanagan Lembaga Kita”, di akses

dari http://ekonomi.kompas.com/ pada tanggal 7 Februari 2018 pukul

17:45 WIB.

Nabila, Asep. “Fintech Mampu Menjalankan Fungsi Lembaga Keuangan

Syariah”, artikel di akses dari https://indonesiana.tempo.co/ pada tanggal 7

Februari 2018 pukul 21:22 WIB.

Rusdianto, Aris. “Tinjauan Prinsip Syariah Terhadap Produk E-Monney Bank

Syariah Mandiri” Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2017.

Rusli, Tami. “Perlindungan Hukum Konsumen (Nasabah) Elekronic Banking

Melalui Anjunagn Tunai Mandiri (ATM)”, Vol. 5 No. 2 Jurnal Fakultas

Hukum Universitas Bandar Lampung, 2010.

Santi, Ernama dkk. “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Financial

Tecnology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016)”,

Vol. 6 Nomor 3, 2017.

Sembiring, Sentosa, Pencantuman Asas Kewajaran dalam Kontrak Standar

(Perjanjian Baku) sebagai Salah Satu Upaya Melindungi Konsumen,

Jurnal Hukum, No. 12, Vol. 6 tahun 1999.

Sihombing, Harry Chandra. “Hukum dan Regulasi Startup Fintech di Indonesia;

Tantangan dan Peluang, Lesson Learning dari Negara Lain”, Jurnal

Megister Teknik Elektro, Univ. Mercu Buana, Jakarta.

Usman, R.Andi Kartiko. “Karakteristik Uang Elektronik Dalam Sistem

Pembayaran”, Yuridika, Vol. 32 No. 1, Januari 2017.

Utomo, R.Andi Kartiko. “Bisnis Model Baru Bank-Tekfin dan Ekonomi Digital”,

Surat Kabar Kompas, Jakarta, 18 April 2017.

Page 93: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

81

Internet dan Esinklopedi :

Alur Kerja PT. Ammana diakses pada http://ammana.id pada 19 Oktober 2018.

Berita dan Kegiatan Publikasi Penyelenggara Fintech Terdaftar di OJK. Diakses

dari http://www.ojk.go.id/id/ pada tanggal 25 Maret 2018.

Buletin Assosiasi Penyelengara Jasa Internet Indonesia (APJII), Edisi-05 Tahun

2016, diakses dari http://isparmo.web.id/2016/11/21/data-statistik-

pengguna-internet-indonesia-2016/

pada tanggal 7 Februari 2018.

Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online, di akses dari https://kbbi.web.id/

perlindungan

Pedoman perilaku pemberian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi

informasi secara bertanggung jawab, Assosiasi Fintech Indonesia, Juni

2018.

Pengertian Keuangan Syariah http://www.duniaislam.org/14/06/2015/mengenal-

keuangan-syariah-dan-pengertian-perbankan-syariah pada tanggal 25 April

2018.

Perusahaan teknologi finansial https://www.fintechweekly.com/fintech-definition

pada tanggal 10 April 2018.

Total Pembiayaan berbasis Syariah Investree diakses pada

https://www.investree.id/about-us pada tanggal 25 Maret 2018.

Undang-Undang :

Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia Nomor 117/DSN-

MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi

berdasarkan Prinsip Syariah.

Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia Nomor 08 Tahun

2000 tentang Pembiayaan Musyarakah

Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK)

Nomor; PER-03/BI/2007, Pasal 3, ayat (4).

Page 94: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

82

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan

Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam

Miminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan

Transaksi Elektronik.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Pasal 27 ayat (2) berbunyi: “Tiap-tiap

warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan”.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Pasal 33.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik.

Undang-Undang Perbankan No. 10/1998

Undang-Undang Perbankan Syariah No. 21/2008

Wawancara :

Wawancara pribadi dengan Lutfi Ardhiyansyah, CEO PT. Ammana Fintek

Syariah, Jakarta, 13 September 2018.

Page 95: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

83

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 96: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat
Page 97: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat
Page 98: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

AKAD PEMBIAYAAN

No. 97391776-2540-43b4-8b8f-76aa56a0810d

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan juga janganlah

kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepada kamu, sedang kamu mengetahui"

(QS. Al-Anfaal: 27).

Pada hari ini Thursday, 13 September 2018 yang bertandatangan di bawah ini:

1. ISMIYATUL ARIFIYAH, dengan nomor akun yang terdaftar di PT Ammana 5aa72e13-019b-

45e0-b103-eca9880c8e2a, warga negara Indonesia bertempat tinggal di Kab. Pemalang, Jawa

Tengah, pemegang Kartu Tanda Penduduk No. 3327015111960004 (selanjutnya disebut

“INVESTOR PASIF”); dengan

2. AMMANA FINTEK SYARIAH, dengan nomor akun Mitra yang terdaftar di PT Ammana

aef20107-9572-40aa-8133-21297c0f235b yaitu sebuah Lembaga Keuangan Syariah berbentuk

COOPERATIVE yang didirikan dengan akta pendirian No. No.22-IX-2001 berdasarkan hukum

Negara Republik Indonesia, beralamat di Jl. Mampang Prapatan Raya No. 88, Kavling B5,

Lantai 4 Tegal Parang , Jakarta Selatan, DKI Jakarta (selanjutnya disebut sebagai “INVESTOR

AKTIF”)

INVESTOR PASIF dan INVESTOR AKTIF, selanjutnya bersama-sama disebut “PARA PIHAK”,

terlebih dahulu menerangkan bahwa:

1. INVESTOR PASIF dan INVESTOR AKTIF bermaksud mengikatkan diri satu terhadap yang

lain untuk menjalankan proyek bersama dan/atau usaha patungan yang telah dipilih sendiri oleh

INVESTOR PASIF untuk membiayai Objek Usaha yang telah diajukan oleh Pemohon/ Pihak

ketiga kepada INVESTOR AKTIF yang dipublikasikan melalui Platform.2. PARA PIHAK bersama-sama memberikan kontribusi penyertaan modal dan risiko untung dan

ruginya akan dipikul bersama sesuai dengan yang disepakati oleh PARA PIHAK.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka PARA PIHAK dengan ini telah setuju dan sepakat untuk

membuat Akad Musyarakah (selanjutnya disebut “Akad”) dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai

berikut:

 

Pasal 1

DEFINISI

Page 99: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

Dalam Akad ini, yang dimaksud dengan:

1. PT Ammana adalah PT Ammana Fintek Syariah suatu perusahaan yang menyediakan Platform

untuk melaksanakan kegiatan Pembiayaan Syariah secara Peer-to-Peer (P2P Sharia Financing);2. Platform adalah Teknologi; Sistem Elektronik; Website dan/atau Mobile Application yang

disediakan PT Ammana kepada Pengguna untuk mengunjungi dan mengakses Layanan;3. Layanan adalah jasa penyediaan ruang virtual yang disediakan PT Ammana pada Platform

untuk mempertemukan Investor dan Mitra dalam rangka melaksanakan kegiatan Pembiayaan

Syariah secara Peer-to-Peer (P2P Sharia Financing);4. Virtual Account adalah nomor rekening virtual unik untuk setiap Pengguna yang disediakan

oleh Bank yang telah bekerjasama dengan PT Ammana dalam rangka penyediaan Layanan;5. Notifikasi Elektronik adalah Pemberitahuan dan/atau segala bentuk komunikasi dari PT

Ammana berkaitan dengan Layanan kepada Pengguna yang diberikan secara elektronik baik

melalui email atau dipublikasikan melalui Platform;6. Akun adalah Email, Username, Password dan Identitas Pengguna yang sudah terdaftar di

Platform untuk dapat mengakses Layanan;7. Pengguna adalah setiap orang yang mengunjungi; mengakses dan/atau menggunakan Platform;8. Investor adalah Pengguna yang menggunakan Layanan yang bermaksud untuk memberikan

Pendanaan/ Pembiayaan melalui Platform;9. Mitra adalah setiap Pengguna yang menggunakan Layanan yang bermaksud untuk menawarkan,

mengunggah, mempublikasikan Objek Usaha untuk dilakukan Pendanaan/ Pembiayaan bersama-

sama Investor melalui Platform;10. Pemohon adalah Pihak Ketiga yang mengajukan aplikasi pembiayaan kepada Mitra;11. Objek Usaha adalah proyek bersama dan/atau usaha patungan antara Investor dan Mitra yang

dipublikasikan di Platform dalam rangka untuk membiayai Pemohon;12. Akad adalah perjanjian digital yang dibuat oleh PARA PIHAK yang memuat ketentuan-

ketentuan dan syarat-syarat yang disepakati (Ijab-Qabul) sesuai dengan ketentuan syariah dan

perundang-undangan yang berlaku;13. Musyarakah adalah Akad kerjasama antara PARA PIHAK dalam rangka pengumpulan modal

(Ra’sul Mal) untuk membiayai Objek Usaha, dimana diantara Pengguna, Investor berperan

sebagai INVESTOR PASIF dan Mitra berperan sebagai INVESTOR AKTIF. Pembebanan

risiko untung dan rugi sesuai yang disepakati bersama dalam Akad ini;14. Modal adalah sejumlah dana dan/atau aset yang disediakan oleh PARA PIHAK untuk

membiayai Objek Usaha;15. Nisbah adalah perbandingan porsi modal PARA PIHAK dan/atau pembagian keuntungan/ hasil

dari usaha kerjasama antara PARA PIHAK yang ditetapkan berdasarkan Akad ini.16. Jaminan adalah asset dan/atau surat berharga yang diserahkan Pemohon/ Pihak Ketiga kepada

INVESTOR AKTIF atas pembiayaan yang diberikan kepada Objek Usaha, guna menjamin

apabila terjadi tindakan melampaui batas,mengurangi, atau menyelisihi syarat-syarat akad ini

Page 100: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

dan/atau akad pembiayaan terhadap pemohon.17. Hari Kerja adalah hari operasional PT Ammana diluar Hari Libur dan Hari Libur Nasional

sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia.

 

Pasal 2

OBJEK USAHA

1. Nama Pemohon : Cv Mina Ceria2. Judul Pendanaan : Budidaya Udang Vannamei3. Deskripsi : <p> Udang Vaname telah menjadi primadona ekspor karena memiliki keunggulan

sebagai komoditas perikanan yang bisa tahan lama dalam penyimpanan. </p> <br />

<div><strong>Mengenal Udang Vannamei</strong></div> <p> Udang merupakan komoditas

industri dan komoditas unggulan ekonomis penting yang memiliki pangsa pasar yang cukup

luas, terlebih posisi Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa dengan musim hujan dan

kemarau yang tetap, menyebabkan Indonesia mampu memproduksi udang sepanjang tahun.

Salah satu jenis udang yang dimaksud yaitu jenis udang vannamei atau Lithopenaeus vannamei.

Saat ini, daerah pengembangan usaha pembudidayaan udang vannamei adalah Provinsi

Lampung, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Nangroe Aceh

Darussalam, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat,

Kalimantan Selatan dan Jawa Barat. </p> <br /> <div><strong>Prospek

Budidaya</strong></div> <p> Udang vannamei telah diintroduksi dan dapat berkembang baik

dan memasyarakat di Indonesia. Hal ini dimungkinkan oleh beberapa keuntungan yang dirasakan

pembudidaya, di antaranya adalah memiliki produktivitas tinggi, responsif terhadap pakan, lebih

tahan terhadap penyakit dan memiliki pangsa pasar yang cukup luas, dapat dijual dalam ukuran

kecil serta harga jual yang relatif tinggi dibanding komoditas budidaya lainnya. Jika dikelola

dengan baik, budidaya udang vannamei dapat menghasilkan keuntungan yang besar. </p> <p>

Siklus budi daya 3 bulanan, dan hasil panennya dibeli langsung oleh off-taker. Dana investasi

Anda akan digunakan untuk pembangunanan tambak, pembelian bibit, pakan, dan biaya

operasional pengelolaan tambak. </p> <br /> <div><strong>Mina Ceria</strong></div> <p>

Mina Ceria Nusantara (Mina Ceria) adalah perusahaan penyedia jasa budidaya perairan. Dengan

kemampuan dan keahlian khusus dalam manajemen budidaya serta didukung dengan luasnya

jaringan di dalam usaha budidaya perairan, Mina Ceria bervisi untuk menjadi perusahaan yang

terdepan di bidang jasa budidaya perairan. Saat ini fokus komoditas budidaya Mina Ceria adalah

udang vannamei. Sebagai bukti komitmen dari pengelola, maka pengelola memberikan jaminan

berupa: <ul> <li>Personal Guarantee (PG)</li> <li>Corporate Guarantee (CG)</li> <li>Dana

Cadangan Usaha minimal 20% (tabungan / deposito)</li> </ul> </p> <br /> <p> Dengan

berikhtiar sungguh-sungguh, bertawakal kepada Allah SWT, serta dengan dukungan investasi

dan doa Anda, insyaAllah usaha ini akan berjalan lancar. Amin. </p>

Page 101: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

4. Skema Pembiayaan : Mudharabah5. Jaminan: Personal Guarantee, Corporate Guarantee, Dana Cadangan Usaha (Tabungan/Deposito)6. Rincian Kebutuhan Pendanaan Objek Usaha

a. Nilai Proyek : IDR 600,000,000b. Modal Awal dimiliki Pemohon : IDR 0 (0%)c. Kebutuhan Pendanaan Pemohon : IDR 600,000,000d. Lama Pembiayaan : 60 Bulane. Harga per-Unit : IDR 50,000

6. Rincian Penyertaan Modal a. Total Unit Dibeli : 1 Unitb. Penyertaan Modal Anda : IDR 50,000

7. Proyeksi Keuntungan Selama Periode Pembiayaan Objek Usaha

Pembiayaan Mudharabah

a. Est. LabaRugi Usaha : IDR 654,000,000 s/d IDR 902,760,000b. Est. LabaRugi Investasi Keseluruhan : IDR 392,400,000 s/d IDR 541,656,000c. Est. LabaRugi Anda : IDR 32,700 s/d IDR 45,138

8. Skema Pengembalian a. Lama Pembiayaan : 60 Bulanb. Siklus Pokok Dibayar: Per 6 Bulan (3x)c. Periode Pokok Dibayar: 18 Buland. Bagi Hasil Setelah: Pokok dibayar (18 Bulan)e. Siklus Bagi Hasil: Per 6 Bulan (7x)f. Periode Bagi Hasil: 42 Bulan

 

Pasal 3

HAK DAN KEWAJIBAN

1. INVESTOR AKTIF berhak mewakili INVESTOR PASIF dalam menjalankan kegiatan

pembiayaan Objek Usaha sebagaimana dimaksud dalam Akad ini secara langsung dan serta

merta tanpa didahului dengan pemberian suatu Surat Penunjukan dan Kuasa yang ditandatangani

oleh INVESTOR PASIF.2. INVESTOR AKTIF selaku pengelola penyertaan modal PARA PIHAK, berhak untuk

membuat atau mengambil berbagai keputusan keuangan dan operasional terkait pembiayaan

terhadap Objek Usaha.

Page 102: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

3. INVESTOR PASIF berkewajiban memberikan sejumlah penyertaan modal kepada

INVESTOR AKTIF sesuai porsi investasi yang tercantum dalam pasal 2 Akad ini untuk

membiayai Objek Usaha.4. PARA PIHAK secara bersama-sama berkewajiban untuk bertanggung jawab penuh terhadap

risiko untung dan rugi atas kegiatan pembiayaan Objek Usaha sesuai porsi dan nisbah Akad ini.

Kecuali terhadap hal-hal yang dilakukan menyimpang dari ketentuan dan kebijakan yang telah

ditetapkan atau disepakati seperti penyelewengan, spekulasi, monopoli, gharar, salah-urus (mis-

manajemen) dan pelanggaran yang dilakukan INVESTOR AKTIF dengan sengaja atau tidak

disengaja maka menjadi tanggung jawab INVESTOR AKTIF.5. PARA PIHAK berhak untuk mengambil bagiannya atas keuntungan sesuai dengan besarnya

nisbah yang telah disepakati dalam pasal 2 Akad ini.6. PARA PIHAK berhak untuk mengalihkan piutang dan/atau pendapatan tagihan dari Objek

Usaha kepada pihak ketiga dengan syarat pengalihan tersebut telah disetujui PARA PIHAK dan

diketahui oleh PT Ammana.

 

Pasal 4

PENYERTAAN MODAL

1. Dengan tetap memperhatikan batasan-batasan dan ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan oleh

pihak yang berwenang, INVESTOR PASIF berjanji dan mengikat diri untuk melaksanakan

realisasi penyertaan modal, setelah INVESTOR AKTIF memenuhi seluruh persyaratan sebagai

berikut: a. Memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada INVESTOR PASIF atas Objek Usaha

termasuk tetapi tidak terbatas pada dokumen bukti diri Pemohon, dokumen kepemilikan

jaminan dan/atau surat lainnya yang berkaitan dengan Akad ini;b. INVESTOR AKTIF telah terdaftar dan menandatangani Akad Kemitraan dengan

PT Ammana dan tunduk pada Syarat dan Ketentuan yang berlaku pada Layanan;c. INVESTOR AKTIF telah menandatangani Akad Pembiayaan dan Akad Pengikatan

Jaminan dengan Pemohon terlebih dahulu sesuai dengan Syarat dan Ketentuan PT

Ammana dan memberikan bukti pelaksanaan atas perikatan pembiayaan antara

INVESTOR AKTIF dan Pemohon tersebut kepada PT Ammana.

2. Atas pemenuhan persyaratan dari INVESTOR AKTIF tersebut sebagaimana Ayat 1 Pasal ini,

maka penyertaan modal INVESTOR PASIF yang berada pada rekening virtual PT Ammana

wajib disalurkan kepada INVESTOR AKTIF.

 

Page 103: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

Pasal 5

PENGEMBALIAN POKOK DAN KEUNTUNGAN

1. INVESTOR AKTIF berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk mengembalikan kepada

INVESTOR PASIF, atas Pokok modal dan bagian keuntungan yang menjadi hak INVESTOR

PASIF sesuai dengan Nisbah dan/atau Porsi Keuntungan sebagaimana ditetapkan pada Akad ini

atau mengikuti jadwal pembayaran sebagaimana ditayangkan pada Platform yang menjadi satu

kesatuan yang tak terpisahkan dari Akad ini.2. Apabila INVESTOR AKTIF membayar kembali pokok modal kepada INVESTOR PASIF

lebih awal dari waktu yang diperjanjikan atau Pemohon melunasi pembiayaan yang diberikan

oleh PARA PIHAK lebih awal dari waktu yang diperjanjikan, maka tidak berarti pembayaran

tersebut akan menghapuskan atau mengurangi bagian dari keuntungan yang menjadi hak PARA

PIHAK sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Akad ini.3. Setiap pembayaran atas kewajiban INVESTOR AKTIF, wajib dilakukan INVESTOR AKTIF

pada Hari Kerja dan dibayarkan melalui Virtual Account sesuai dengan akun milik

INVESTOR AKTIF. 4. Dalam hal pembayaran dilakukan melalui Virtual Account milik INVESTOR AKTIF, maka

dengan ini INVESTOR AKTIF memberi kuasa yang tidak dapat berakhir karena sebab-sebab

apapun termasuk tetapi tidak terbatas pada sebab-sebab yang ditentukan dalam Pasal 1813 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata untuk mendebet rekening INVESTOR AKTIF dari waktu ke

waktu guna pembayaran seluruh kewajiban yang timbul sehubungan dengan Akad ini.5. Catatan/administrasi pada Platform, Layanan dan yang disimpan pada Pusat Data PT Ammana

merupakan bukti sah dan mengikat terhadap PARA PIHAK terkait realisasi transaksi

penyertaan modal dan/atau pembayaran kembali kewajiban PARA PIHAK sesuai ketentuan

Akad ini, termasuk tetapi tidak terbatas pada jumlah kewajiban pokok modal, denda dan biaya-

biaya lain-lain yang mungkin timbul karena pelaksanaan Akad ini.

 

Pasal 6

BIAYA, POTONGAN DAN PAJAK-PAJAK

1. INVESTOR AKTIF berkewajiban untuk menanggung dan membayar biaya-biaya operasional

terkait dengan pelaksanaan Pembiayaan Objek Usaha, dan tidak membebankan kepada

INVESTOR PASIF.2. Dalam hal INVESTOR AKTIF cidera janji sehingga INVESTOR PASIF perlu menggunakan

jasa Penasihat Hukum untuk menagihnya, maka INVESTOR AKTIF berkewajiban untuk

membayar seluruh biaya jasa Penasihat Hukum, jasa penagihan dan jasa-jasa lainnya sepanjang

hal itu dapat dibuktikan secara sah menurut hukum.

Page 104: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

3. Setiap pembayaran/pelunasan kewajiban sehubungan dengan Akad ini dan/atau akad lain yang

terkait dengan Akad ini, dilakukan oleh INVESTOR AKTIF kepada INVESTOR PASIF

tanpa potongan, pungutan, bea, pajak dan/atau biaya-biaya lainnya, kecuali jika potongan

tersebut diharuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.4. Segala pajak yang timbul sehubungan dengan Akad ini merupakan tanggungan dan wajib

dibayar oleh INVESTOR AKTIF, kecuali Pajak Penghasilan INVESTOR PASIF.

 

Pasal 7

SANKSI ATAS PENUNDAAN PEMBAYARAN

1. Dalam hal INVESTOR AKTIF telah mendapatkan pembayaran balik dari pemohon Objek

Usaha tetapi menunda-nunda pembayaran yang menjadi hak INVESTOR PASIF dengan

sengaja dan bukan karena disebabkan oleh kelalaian / gagal bayar dari pemohon Objek Usaha

maka INVESTOR AKTIF setuju dikenakan sanksi berdasarkan prinzip ta’zir (denda) sejumlah

uang sebesar Rp. 0 untuk setiap hari keterlambatan tersebut. Sanksi ini bertujuan agar

INVESTOR AKTIF lebih disiplin menunaikan kewajibannya kepada INVESTOR PASIF.2. Dana yang berasal dari sanksi ta’zir (denda) yang dibebankan kepada INVESTOR AKTIF akan

ditampung oleh PT AMMANA yang diperuntukkan dan akan disalurkan sebagai dana sosial

kepada mitra lembaga sosial yang ditunjuk oleh PT AMMANA.

 

Pasal 8

CIDERA JANJI

Menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 3 Akad ini, INVESTOR PASIF berhak untuk meminta

kembali dari INVESTOR AKTIF atau siapa pun juga yang memperoleh hak darinya, atas seluruh atau

sebahagian jumlah kewajiban INVESTOR AKTIF kepada INVESTOR PASIF berdasarkan Akad

ini, untuk dibayar dengan seketika dan sekaligus, tanpa diperlukan adanya surat pemberitahuan, surat

teguran, atau surat lainnya, apabila terjadi salah satu hal atau peristiwa tersebut di bawah ini:

1. INVESTOR AKTIF tidak melaksanakan kewajiban pembayaran / pelunasan kewajiban tepat

pada waktu yang diperjanjikan sesuai dengan tanggal jatuh tempo atau jadwal angsuran yang

ditetapkan karena keadaan keuangan yang tidak mencukupi, kelalaian dan/atau kesengajaan

INVESTOR AKTIF,kecuali tidak terlaksananya kewajiban/ pelunasan disebabkan oleh

kelalaian atau gagal bayar Pemohon / Objek Usaha kepada INVESTOR AKTIF;2. Pemohon/ Objek Usaha; Informasi; Keterangan dan/atau Dokumen yang diunggah dan/atau

dipublikasikan oleh INVESTOR AKTIF di Platform adalah palsu, tidak sah atau tidak benar;

Page 105: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

3. Pihak yang bertindak untuk dan atas nama serta mewakili INVESTOR AKTIF dalam Akad ini

menjadi pemboros, pemabuk, atau dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan

Pengadilan yang telah berkekuatan tetap dan pasti (in kracht van gewijsde) karena tindak pidana

yang dilakukannya;4. INVESTOR AKTIF tidak memenuhi dan atau melanggar salah satu ketentuan atau lebih

ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11 dan Pasal 12 Akad ini;5. Apabila berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat Akad ini

ditandatangani atau diberlakukan pada kemudian hari, INVESTOR AKTIF tidak dapat atau

tidak berhak menjadi Lembaga Keuangan Syariah;6. INVESTOR AKTIF atau pihak ketiga telah memohon kepailitan terhadap INVESTOR AKTIF

;7. Harta benda INVESTOR AKTIF diletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) atau sita

eksekusi (executorial beslag) oleh pihak ketiga;8. INVESTOR AKTIF masuk dalam Daftar Kredit Macet dan atau Daftar Hitam (blacklist) yang

dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang di INDONESIA atau lembaga lain yang terkait.

 

Pasal 9

AKIBAT CIDERA JANJI

Apabila terjadi satu atau lebih peristiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Akad ini, maka dengan

mengesampingkan ketentuan dalam Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

INVESTOR PASIF berhak untuk Menghentikan jangka waktu pemenuhan kewajiban INVESTOR

PASIF yang ditentukan dalam Akad ini dan selanjutnya meminta INVESTOR AKTIF untuk

membayar / melunasi sisa kewajiban musyarakah kepada INVESTOR PASIF berdasarkan Akad ini.

 

Pasal 10

AGUNAN

Agunan milik Pemohon yang diberikan kepada INVESTOR AKTIF, merupakan hak bersama dan

melekat di dalamnya hak subrogasi antara INVESTOR AKTIF dan INVESTOR PASIF.

 

Pasal 11

PERNYATAAN DAN JAMINAN INVESTOR AKTIF

Page 106: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

INVESTOR AKTIF dengan ini menyatakan mengakui dan menjamin dengan sebenarnya, dan tidak

lain dari yang sebenarnya, bahwa:

1. PARA PIHAK berhak dan berwenang sepenuhnya untuk menandatangani Akad ini secara

elektronik menggunakan akun masing-masing yang terdaftar dan terverifikasi di PT Ammana;2. Selama berlangsungnya masa Akad ini, INVESTOR AKTIF akan menjaga semua perizinan,

lisensi, persetujuan dan sertifikat yang wajib dimiliki untuk melaksanakan usahanya sebagai

Lembaga Keuangan Syariah;3. Diadakannya Akad ini dan/atau Akad Tambahan (Addendum) tidak akan bertentangan dengan

suatu Akad yang telah ada atau yang akan diadakan oleh INVESTOR AKTIF dengan

Pemohon/ Pihak Ketiga dalam batasan ketentuan Pasal 12 Akad ini;4. Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, INVESTOR

AKTIF sepakat untuk mendahulukan pembayaran dan melunasi hak INVESTOR PASIF sesuai

dengan Akad ini.

 

Pasal 12

PEMBATASAN TERHADAP TINDAKAN INVESTOR AKTIF

INVESTOR AKTIF berjanji dan dengan ini mengikatkan diri, bahwa selama masa berlangsungnya

Akad ini, kecuali setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari INVESTOR PASIF, INVESTOR

AKTIF tidak akan melakukan salah satu, sebagian atau seluruh perbuatan-perbuatan sebagai berikut:

1. INVESTOR AKTIF tidak akan menggunakan Objek Usaha dalam Akad ini yang masih

berlangsung pembiayaan dengan PARA PIHAK untuk membuat utang lainnya, mengalihkan,

menjual agunan, menjual tagihan pembiayaan, menganjakpiutangkan, menjaminkan agunan

kepada Pihak Ketiga yang menyebabkan kerugian kepada INVESTOR PASIF;2. Memindahkan kedudukan/lokasi barang agunan dari kedudukan/lokasi barang itu semula atau

sepatutnya berada, dan/atau mengalihkan hak atas barang atau barang agunan yang bersangkutan

kepada Pihak Ketiga.

 

Pasal 13

FORCE MAJEURE

1. Force Majeure yaitu peristiwa-peristiwa yang disebabkan oleh bencana alam, kerusuhan, huru-

hara, pemberontakan, epidemi, sabotase, peperangan, pemogokan, kebijakan pemerintah atau

sebab lain diluar kekuasaan PARA PIHAK.

Page 107: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

2. Dalam hal terjadi Force Majeure, maka Pihak yang terkena akibat langsung dari Force Majeure

tersebut wajib memberitahukan secara tertulis dengan melampirkan bukti-bukti dari

Kepolisian/Instansi yang berwenang kepada PT Ammana mengenai peristiwa Force Majeure

tersebut dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari Kerja terhitung sejak tanggal

Force Majeure ditetapkan.3. Keterlambatan atau kelalaian PARA PIHAK untuk memberitahukan adanya Force Majeure

tersebut mengakibatkan tidak diakuinya peristiwa tersebut sebagai Force Majeure oleh Pihak

lain.4. Segala dan tiap-tiap permasalahan yang timbul akibat terjadinya Force Majeure akan

diselesaikan oleh PARA PIHAK secara musyawarah untuk mufakat. Hal tersebut tanpa

mengurangi hak-hak PARA PIHAK sebagaimana diatur dalam Akad ini.

 

Pasal 14

PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN

INVESTOR AKTIF berdasarkan Akad ini memberikan izin kepada INVESTOR PASIF dan/atau

PT Ammana, guna melaksanakan pengawasan/pemeriksaan terhadap barang agunan, memeriksa

pembukuan dan catatan INVESTOR AKTIF pada setiap saat selama berlangsungnya Akad ini dan

segala sesuatu yang berhubungan dengan Objek Usaha dalam Akad ini yang diterima INVESTOR

AKTIF dari Pemohon secara langsung atau tidak langsung, dan/atau melakukan tindakan-tindakan

lain termasuk tetapi tidak terbatas pada mengambil gambar (foto), membuat fotokopi dan/atau catatan-

catatan yang dianggap perlu, untuk mengamankan kepentingan INVESTOR PASIF.

 

Pasal 15

HUKUM YANG BERLAKU

1. Pelaksanaan Akad ini tunduk kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama

Indonesia (DSN-MUI).2. Apabila di kemudian hari terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran atas hal-hal yang tercantum

di dalam Akad ini atau terjadi perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaan Akad ini, PARA

PIHAK sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat.3. Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud Ayat 2 Pasal ini tidak tercapai,

maka PARA PIHAK bersepakat untuk menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Syariah

Nasional (BASYARNAS) di Jakarta menurut Peraturan dan Prosedur Arbitrase yang berlaku di

dalam Badan Arbitrase tersebut atau Pengadilan Agama.

Page 108: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

4. PARA PIHAK sepakat bahwa pendapat hukum (legal opinion) dan/atau putusan yang

ditetapkan oleh BASYARNAS tersebut sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir.

 

Pasal 16

KORESPONDENSI

1. Setiap pemberitahuan dan komunikasi lainnya termasuk tetapi tidak terbatas pada, setiap

permintaan, kesepakatan atau persetujuan, kepada atau oleh suatu pihak sehubungan dengan

Akad ini dilakukan melalui Platform dan Notifikasi Elektronik.2. PARA PIHAK sepakat, kecuali dan sampai diberikan pemberitahuan yang bertentangan,

Platform dan Notifikasi Elektronik akan menjadi bentuk komunikasi yang diterima.3. Memberitahukan kepada AMMANA atas perubahan pada alamat email PARA PIHAK atau

informasi lain apapun yang yang berkaitan dengan PARA PIHAK dalam memanfaatkan dan

menggunakan Layanan.4. Terhadap kesalahan penulisan alamat email PARA PIHAK yang didaftarkan pada PT Ammana

dan/atau kerusakan teknis oleh Pihak Ketiga penyedia Layanan Email yang digunakan PARA

PIHAK, bukan menjadi tanggungjawab PT Ammana atas tidak terkirimnya Notifikasi

Elektronik, dan tidak menyebabkan batalnya Akad ini.

 

Pasal 17

KETENTUAN PENUTUP

1. Sebelum Akad ini ditandatangani secara elektronis, PARA PIHAK mengakui dengan

sebenarnya, dan tidak lain dari yang sebenarnya, bahwa PARA PIHAK telah membaca dengan

cermat atau dibacakan kepadanya seluruh isi Akad ini berikut semua surat dan/atau dokumen

yang menjadi lampiran Akad ini, sehingga oleh karena itu PARA PIHAK memahami

sepenuhnya segala yang akan menjadi akibat hukum setelah PARA PIHAK menandatangani

Akad ini.2. Akad ini mengikat PARA PIHAK yang sah, Para Pengganti atau Pihak-pihak yang menerima

hak dari masing-masing PARA PIHAK.

 

2. Tiap Akad ini akan dikirimkan otomatis secara elektronis oleh PT Ammana kepada alamat

email PARA PIHAK yang terdaftar di Platform.3. Jika salah satu atau sebagian ketentuan-ketentuan dalam Akad ini menjadi batal atau tidak

berlaku, maka tidak mengakibatkan seluruh Akad ini menjadi batal atau tidak berlaku

Page 109: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

seluruhnya.4. PARA PIHAK mengakui bahwa judul pada setiap pasal dalam Akad ini dipakai hanya untuk

memudahkan pembaca Akad ini, karenanya judul tersebut tidak memberikan penafsiran apapun

atas isi Akad ini.5. Apabila ada hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Akad ini, maka PARA

PIHAK akan mengaturnya bersama secara musyawarah untuk mufakat dalam suatu Akad

Tambahan (Addendum) yang ditandatangani oleh PARA PIHAK.6. Tiap Akad Tambahan (Addendum) dari Akad ini merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan dari Akad ini.

 

Page 110: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44733/1/ISMIYA… · Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat

DEMIKIAN, Akad ini ditandatangani dengan menggunakan tanda tangan elektronik sebagaimana

diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik oleh PARA PIHAK atau perwakilannya yang sah pada tanggal sebagaimana disebutkan

bagian awal Akad ini dan akan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Perjanjian yang dibuat

dan ditandatangani secara basah.

INVESTOR PASIF INVESTOR AKTIF

aef20107-9572-40aa-8133-21297c0f235b

Ismiyatul Arifiyah Ammana Fintek Syariah

SAKSI:

PT. Ammana Fintek Syariah