Infografis Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2016 APJII
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA...
Transcript of PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA...
i
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA PADA
TRANSAKSI BISNIS TEKNOLOGI FINANSIAL BERDASARKAN
PRINSIP SYARIAH
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
ISMIYATUL ARIFIYAH
11140460000078
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/ 1440 H
v
ABSTRAK
Ismiyatul Arifiyah NIM 11140460000078. PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP PENGGUNA PADA TRANSAKSI BISNIS TEKNOLOGI
FINANSIAL BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH. Program Studi Hukum
Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 1439 H/2018 M. Ix 78 halaman 15 halaman lampiran.
Aspek ekonomi tidak luput menjadi sasaran perkembangan teknologi,
mengingat peluang yang muncul di sektor ekonomi sangat terbuka untuk
mengkolaborasikan antara teknologi dan sektor ekonomi. Turut dalam arus
perkembangan teknologi, pengkolaborasian ini sering disebut Teknologi
Finansial atau TekFin, mencatat sepanjang kurun waktu 2017 dari data statistik
melaporkan bahwa nilai transaksi dari Teknologi Finansial di Indonesia telah
mencapai lebih dari USD 15 Miliar. Layanan transaksi teknologi finansial juga
mulai merambah ke layanan keuangan syariah. Mengingat Indonesia adalah suatu
negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di Asia. Dengan besarnya
penguna teknologi finansial berbasis syariah di indonesia, Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
sebagai pembuat regulasi dan pengawas pun membuat peraturan untuk
memberikan kepastian hukum untuk para konsumen.
Studi ini menggunakan yuridis normatif dengan jenis penelitian kualitatif
sehingga adanya pengkajian secara logis terhatap ketentuan hukum yang dianggap
relevan dengan pelaksanaan transaksi pinjam meminjam uang berdasarkan
teknologi informasi secara syariah, khususnya dalam perlindungan konsumen atau
pengguna transaksi pinjam meminjam uang berdasarkan teknologi informasi
dengan tujuan untuk mengetahui bentuk kesyariahan, bagimana akad yang
digunakan serta bentuk perlindungan konsumen pada teknologi finansial syariah Hasil penilitian menunjukan bahwa prinsip kesyariahan yang dijalankan
oleh penyelenggara layanan harus berpegang dengan komitmen menjalankan atau
menerapkan ketentuan syariah pada layanan yang ditawarkan oleh penyelenggara
itu sendiri. Selain itu, komitmen menjalankan prinsip syariah pun harus tidak
mengesampingkan hak-hak konsumen. Perlindungan konsumen yang dimaksud
adalah terpenuhinya hak-hak konsumen sebagai pengguna layanan baik sebelum
akad berlangsung maupun setelah akad berlangsung. Tentu dalam hal ini edukasi
atau pendidikan konsumen sangat penting diberikan oleh penyelenggara. Sejauh
ini penerapan edukasi konsumen dilakukan dengan memaksimalkan website untuk
memuat segala informasi tentang layanan, juga sosialisasi pun gencar dilakukan
untuk memperkenalkan dan meningkatkan rasa percaya akan layanan teknologi
informasi.
Kata kunci : Teknologi Finansial, Kesyariahan, Perlindungan Konsumen.
Pembimbing : Dr. Muhammad Maksum., SH., MA., MDC
Daftar Pustaka : Tahun 1995 s.d. Tahun 2018
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan iringan doa dan segala syukur kepada Allah Tuhan
semesta alam yang telah mencurahkan segala nikmat kepada kita semua, baik
nikmat jasmani maupun rohani dan atas izin-Nyalah penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh
gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Syarif
Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam tak luput penulis haturkan kepada Nabi
besar Muhammad SAW berserta keluarga dan para sahabatnya yang dengan
rahmat dan syafaatnya kita dapat menikmati hidup dengan penuh suka cita lewat
agama Islam yang beliau perjuangkan dahulu.
Penulis menyadari bahwa dari proses pembuatan skripsi sampai hasil yang
dicapai selama ini tentulah banyak ditemui kekurangan-kekurangan, oleh
karenanya penulis sangat berteimakasih apabila ada kritik dan saran sebagai
penyempurnaan skripsi ini. Skripsi ini tidak begitu saja tercipta tanpa bantuan
berbagai pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang
teramat dalam kepada pihak-pihak yang selalu mendukung, memotivasi dan tak
luput mendoakan dalam menyelesaikan skripsi ini:
1. Drs. Asep Saepudin Jahar, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. A.M.Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Prodi Hukum Ekonomi Syariah UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang tak pernah lelah mendukung dan memotivasi
mahasiswanya untuk menyelesaikan studinya.
3. Drs. Abdurrauf, Lc., selaku Sekretaris Prodi Hukum Ekonomi Syariah UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang menjadi tauladan etika berpakaian dan
sopan santun mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum.
4. Dr. Muhammad Maksum., SH., MA., MDC, selaku dosen pembimbing,
karena berkat bimbingan, arahan dan dorongan yang penuh perhatian akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Para dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah banyak menyalurkan ilmu pengetahuan kepada para mahasiswanya.
vii
Berkat dorongan dan motivasi yang selalu diberikan disetiap pertemuan
menjadi semangat tersendiri bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Terkhusus kepada Bapak Mustolih, Bapak Fathudin dan Bapak Mu‟min Rouf
selaku dosen Pembimbing Akademik yang selalu membantu, mengarahkan
perihal keluhan akademik penulis.
6. Para staf TU dan Karyawan Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
7. Bapak Luthfi Adhiansyah, selaku CEO Ammana Fintech Syariah, yang
dengan kerendahan hatinya mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian
dan menerima untuk wawancara.
8. Orang tua saya tercinta, Bapak Muhaemin dan Ibu Muaenah. Terimakasih atas
curahan kasih sayang yang kalian berikan selama ini, lantunan doa indah
kalian selalu terdengar walau raga berjauhan. Terimakasih untuk semangat
yang selalu diberikan, untuk dorongan yang tak pernah menjatuhkan, untuk
keringat yang selalu menetes demi menghidupi anak-anaknya, untuk semua
ajaran baik selama ini yang selalu penulis ingat sampai ketanah rantau, karena
kalian penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Nenek Saya terkasih, Ibu Aminah. Termakasih atas doa dan semangat yang
selalu engkau berikan, setiap tetesan air mata yang beliau keluarkan saat
mengantar penulis pergi ketanah rantau selalu menjadi motivsi penulis untuk
cepat menyelesaikan skripsi ini.
10. Untuk Kakak saya tercinta, Mba Mero, Mas Untung, Mas Imam dan adik
tersayang Muddatul Muna Firoh, serta tak lupa ponakan-ponakan tercinta,
Carissa Kafana Rizqy dan M. Hafiz Al-Qorni. Terimakasih atas curahan
semangat dan rasa pengertian yang selalu diberikan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
11. Untuk teman sehidup seatap, mba Indah Alfa, Andri Liana, Fifi Rahma dan
Eli Irmawati. Terimaksih atas pelajaran hidup selama ditanah rantau, semangat
dan doa serta perjuangan kita semua semoga cepat tersemogakan.
12. Untuk yang berjuang bersama, terimaksih atas doa dan dukungan kalian,
terimakasih untuk rasa yang tercipta, tenaga yang ikut terkuras, dan limpahan
viii
kasih sayang yang diberikan, terkhusus Eti Asyaroh, Evi Winengsih, Yayah
Rodiah, Suci Azkiya, Bahrul, Lisatun Awaliah, Musyarofah, Hani Noor, Yessi
Rahma dan sahabat-sahabat di KKN MEMORI, Putri, Desi, Nita, Mba Eva,
Rahmi, Fahira, Dede, Hanif, Aam, Naji, Sem, Rifqi, Alvi, Andi. Terimakasih
memori indah bersama kalian pun menjadi semangat tersendiri untuk penulis.
Sahabat rasa keluarga, Mba Ayu Devani terimakasih selalu jadi pendengar
segala hal, saat penulis berkeluh kesah terimasih atas saran dan motivasinya.
Dan tak lupa penulis berterimakasih sedalam-dalamnya kepada Trio Aji
Prasetiyo, atas segala macam bantuan, dorongan, arahan, motivasi dan tenaga
dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
13. Teman – teman angkatan 2014 Hukum Ekonomi Syariah, langkah dan tujuan
kita semoga dapat terkabul.
14. Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Pelajar Pemalang Jakarta terkhusus
angkatan 2014 yang sedang sama-sama berjuang, Adiba Zahrotul Wildah,
Fatayatul, Izazah, Umi, Nila, Mba Chusnul, Sinatrya, Wildan, Eli, Syifa dan
adek-adeku Sarah, Siyifa, Nisa, Zaki, Wilda, teruskan perjuangan kalian
semoga rasa kekeluargaan kita tetap tercipta.
15. Keluarga Besar Muamalat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Komisariat
Fakultas Syariah dan Hukum, terimakasih atas dukungan dan motivasinya.
Kepada semua pihak yang terlibat yang tidak penulis sebutkan,
terimakasih atas doa dan dukunganya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Sekali lagi penulis menyadari akan kekuranga dalam penulisan skripsi
ini, mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
setiap pembacanya.
Jakarta, 26 November 2018
Ismiyatul Arifiyah
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR BAGAN ............................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 7
C. Pembatasan Masalah ..................................................................................... 7
D. Perumusan Masalah ...................................................................................... 8
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan ................................................................................... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................. 12
A. Kajian Teoritis ............................................................................................ 12
1. Gambaran Umum Teknologi Finansial ............................................... 12
a. Pengertian Transaksi Elektronik .................................................. 12
B. Pengertian Teknologi Finansial ................................................... 12
2. Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi ...... 14
A. Pengertian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi ...................................................................................... 14
B. Subjek Hukum Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi .................................................................... 15
C. Pelaksanaan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi .................................................................... 16
3. Teknologi Finansial Syariah ............................................................... 17
x
4. Gambaran Umum Perlindungan Konsumen ....................................... 20
a. Pengertian Pelindungan Hukum .................................................. 20
b. Pengertian Konsumen atau Pengguna dan Pelaku Usaha ............ 21
c. Hak dan Kewajiban Konsumen ................................................... 22
d. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ............................................... 25
5. Ketentuan Perlindungan Konsumen Pada Transaksi Bisnis Teknologi
Finansial Syariah ................................................................................. 27
B. Kerangka Konseptual ................................................................................. 30
C. Literatur Review ......................................................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 34
A. Pendekatan Penelitian ................................................................................. 35
B. Jenis Penelitian ........................................................................................... 36
C. Data Penelitian ............................................................................................ 36
D. Sumber Data ............................................................................................... 37
E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 38
F. Subjek Penelitian ........................................................................................ 39
G. Teknik Pengolahan Data ............................................................................. 40
H. Metode Analisis Data ................................................................................. 40
BAB IV ANALISIS DAN IMPLEMENTASI TEMUAN ................................ 41
A. Analisis Prinsip Syariah Transaksi Teknologi Finansial Syariah ............... 41
1. Perbedaan Teknologi Finansial Syariah dengan Teknologi Finansial
Konvensional ...................................................................................... 44
a. Suku Bunga.................................................................................. 45
b. Resiko dan Cicilan ....................................................................... 47
c. Ketersediaan Pinjaman ................................................................ 48
2. Penawaran Produk Syariah yang Mengandalkan Teknologi
Informasi ............................................................................................. 49
a. Akad dan Mekanisme Layanan Pembiayaan Berbasis Komunitas
(community Based) ...................................................................... 50
b. Pengaplikasian Akad Layanan Pembiayaan Berbasis Komunitas
(community Based) ...................................................................... 52
xi
3. Analisis Penerapan Klausula baku pada Layanan Pembiayaan
Syariah................................................................................................. 55
a. Prinsip Keseimbangan ................................................................. 56
b. Prinsip Keadilan .......................................................................... 57
c. Prinsip Kewajaran........................................................................ 57
B. Analisis Bentuk Perlindungan Konsumen Teknologi Finansial Berdasarkan
Prinsip Syariah ............................................................................................ 59
1. Analisis Perlindungan Konsumen Pada Transaksi Teknologi Finansial
Sebelum Terjadinya Akad ................................................................... 61
a. Pendidikan atau Edukasi Konsumen ........................................... 62
b. Kelengkapan Informasi dan Transparasi Produk Layanan .......... 65
c. Penanganan Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa Konsumen . 66
d. Pencegahan Penipuan dan Keandalan Sistem Layanan ............... 67
e. Perlindungan Terhadap Data Pribadi ........................................... 68
2. Analisis Perlindungan Konsumen Pada Transaksi Teknologi Finanasial
Sesudah Terjadinya Akad ................................................................... 69
a. Perlindungan Atas Penundaan Pembayaran ................................ 70
b. Perlindungan Konsumen Atas Cidera Janji ................................. 71
c. Perlindungan Atas Penyelesaian Sengketa Yang Patut ............... 71
d. Analisis Kode Etik Penagihan ..................................................... 72
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 75
A. Kesimpulan ................................................................................................. 75
B. Rekomendasi .............................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 78
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 83
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Cara Kerja PT. Ammana ............................................................................ 45
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1: Kerangka Konseptual .................................................................................. 30
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi informasi telah menyebar hampir di berbagai
sektor kehidupan. Pemanfaatan teknologi informasi, media dan komunikasi telah
mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut telah menyebabkan
hubungan dunia seolah tanpa batas dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi,
dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi
saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi
peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus juga
menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.1
Selain itu sudah dapat dipastikan pula bahwa dampak dari perkembangan
teknologi akan berimbas terhadap keberlangsungan hidup manusia dengan
berbagai kemungkinan-kemungkinan yang akan ditimbulkan, artinya bisa saja
dampak yang ditimbulkan tersebut akan membawa perubahan-perubahan yang
baik atau bahkan akan timbul perubahan-perubahan yang buruk bagi
keberlangsungan hidup manusia itu sendiri.
Terlepas dari berbagai dampak perkembangan teknologi informasi, pada
kenyataan masyarakat Indonesia menyambut dengan baik era digital ini, dengan
berbagai kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh perkembangan teknologi
informasi saat ini. Pasalnya cukup dengan layanan internet, masyarakat dapat
mengakses informasi apa saja yang mereka butuhkan.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat jumlah
pengguna internet di Indonesia sepanjang tahun 2016 mencapai 132,7 juta
pengguna atau setara 51,7% terhadap populasi 256,2 juta jiwa. Jumlah tersebut
menunjukan kenaikan yang sangat pesat dalam kurun waktu dua tahun terakhir
1 Maskun, Kejahatan Siber Cyber Crime (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2013),
h. 29.
2
yang hanya mencapai 34,9% pengguna.2 Hal ini menunjukkan pesatnya
perkembangan-perkembangan berbasis teknologi informasi yang dimudahkan
dengan berbagai faktor pendukung seperti pembangunan-pembangunan
infrastruktur yang giat dilakukan oleh pemerintah dan kemudahan dalam
memperoleh sarana untuk mengakses atau menunjang suatu pengembangan
teknologi tersebut seperti smartphone atau telepon genggam.3
Aspek ekonomi juga tidak luput menjadi sasaran berkembangan teknologi,
mengingat peluang yang muncul di sektor ekonomi sangat terbuka untuk
mengkolaborasikan antara teknologi dan sektor ekonomi. Turut dalam arus
perkembangan teknologi pengkolaborasian ini sering disebut Teknologi Finansial
atau TekFin, mencatat sepanjang kurun waktu 2017 dari data statistik melaporkan
bahwa nilai transaksi dari Teknologi Finansial di Indonesia telah mencapai lebih
dari USD 15 Miliar.4
Perkembangan teknologi finansial ini memberi inovasi-inovasi baru dalam
transaksi keuangan yang diharapkan dapat memberikan kemudahan, fleksibilitas,
efisiensi dan kesederhanaan dalam melakukan transaksi.5 Artinya teknologi
finansial muncul dengan segala kemudahan dan kesederhanaanya memanfaatkan
peluang di era digital saat ini yang diharapkan pula menjadi solusi alternatif dalam
bertransaksi ekonomi yang lebih efisien dalam segi waktu dan tenaga bagi
nasabah dan pengguna jasa keuangan dalam setiap transaksi yang dilakukan.6
Dapat di katakan pula, teknologi informasi telah membuka mata dunia
akan sebuah dunia baru, marketplace baru dan sebuah jaringan bisnis dunia yang
tanpa batas. Bagaimanapun juga dunia teknologi informasi berhasil mengubah
pola interaksi masyarakat mulai dari interaksi bisnis, ekonomi, sosial dan budaya.
2 Buletin Assosiasi Penyelengara Jasa Internet Indonesia (APJII), Edisi-05 Tahun 2016,
diakses dari http://isparmo.web.id/2016/11/21/data-statistik-pengguna-internet-indonesia-2016/
pada tanggal 7 Februari 2018 pukul 22:32 WIB. 3 R.Andi Kartiko Utomo, “Bisnis Model Baru Bank-Tekfin dan Ekonomi Digital”, Surat
Kabar Kompas, (Jakarta), 18 April 2017. 4 R.Andi Kartiko Utomo, “Bisnis Model Baru Bank-Tekfin dan Ekonomi Digital”, Surat
Kabar Kompas, (Jakarta), 18 April 2017. 5 Rachmadi Usman, “Karakteristik Uang Elektronik Dalam Sistem Pembayaran”,
Yuridika, Vol. 32 No. 1, (Januari 2017): h. 135. 6 Harry Candra Sihombing, “Hukum dan Regulasi Startup FinTech di Indonesia:
Tantangan dan Peluang, Lesson Learning dari Negara Lain” (Jakarta).
3
Bertolak dari situ, internet telah memberi kontribusi yang demikian besar bagi
masyrakat, perusahaan/industri maupun pemerintah. Kehadiran internet dianggap
dapat menunjang efektifitas dan efesiensi operasional perusahaan terutama
peranya sebagai sarana informasi yang dibutuhkan oleh sebuah usaha dan bentuk
usaha atau lembaga lainya.7
Munculnya perusahaan-perusahaan baru bergerak di aspek ekonomi yang
berbasis teknologi informasi yang biasa disebut dengan start-up. Mengutip dari
Wikipedia, start-up (atau ejaan lain yaitu start-up) merupakan perusahaan rintisan
atau perusahaan baru, merujuk pada semua perusahaan yang belum lama
beroperasi. Dengan kata lain, mayoritas perusahaan-perusahaan merupakan
perusahaan yang baru saja didirikan dan berada dalam fase pengembangan dan
penelitian untuk menemukan pasar yang tepat. Start-up di Indonesia maupun di
berbagai belahan dunia menemukan pasarnya sendiri dengan memanfaatkan
peluang teknologi masa sekarang. Ini alasan kenapa berbicara mengenai start-up
pasti akan menjurus ke perusahaan sektor jasa keuangan yang bergerak dengan
memanfaatkan teknologi. Tentu ini membuka peluang untuk para pegiat bisnis
zaman sekarang.
Dengan berbagai kemudahan tersebut dan melihat peluang bisnis yang
menjanjikan, teknologi finansial mulai digandrungi oleh masyarakat, bukan hanya
masyarakat sebagai pengguna tetapi masyarakat sebagai penyedia jasa layanan
teknologi finansial. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya perusahaan-perusahaan
baru di bidang teknologi finansial salah satunya pada layanan pinjam meminjam
uang berbasis teknonolgi informasi. Munculnya start-up tersebut mendorong
pemerintah untuk membuat suatu regulasi agar bisa memayungi jalanya suatu
sistem. Regulasi ini sangatlah penting mengingat transaksi yang digunakan adalah
transaksi elektronik, dimana pasti berpotensi timbul penyalahgunaan oleh pihak-
pihak yang tidak bertanggung jawab.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga independen yang
mempunyai fungsi, tugas, wewenang dan pengaturan, pengawasaan, pemeriksaan,
7 Imam Sjahputra, Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektroni (Jakarta: PT.
Alumni, 2010), h.13.
4
dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.8 Dalam hal ini OJK membentuk suatu
peraturan tentang teknologi finansial yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Miminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi. Dalam peraturan tersebut menyebutkan setiap
penyelenggara teknologi finansial wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan
kepada OJK.9
Terhitung hingga maret 2018 OJK telah mempublikasi melalui website
resmi OJK, sebanyak 40 perusahaan penyelenggara layanan pinjam-meminjam
uang berbasis teknologi informasi (fintech) telah resmi terdaftar dan mendapatkan
izin dari Otoritas Jasa Keuangan.10
Tentunya bukan jumlah yang sedikit
mengingat teknologi finansial masing tergolong baru di Indonesia. Dalam layanan
finansial teknologi, para start-up ini adalah fasilitator penyedia jasa yang akan
mempertemukan pengguna yang akan memberi modal dan pengguna yang
memerlukan modal dalam suatu transaksi elektronik.
Layanan transaksi teknologi finansial memang mulai merambah ke
layanan keuangan syariah. Mengingat Indonesia adalah suatu negara dengan
mayoritas penduduk muslim terbesar di Asia, tentunya besar pula potensi dalam
pengembangan transaksi-transaksi keuangan modern yang berbasis syariah, yang
mana tidak boleh ada unsur riba dalam setiap transaksinya. 8 tahun setelah fatwa
MUI tentang haramnya bunga bank, faktanya 95% lebih penduduk Indonesia yang
mayoritas Islam ini masih mengelola keuangan secara ribawi.11
Disini Teknologi
Finansial muncul sebagai jawaban atas kegundahan-kegundahan yang berkenaan
dengan transaksi ribawi. Baru-baru ini transaksi finansial syariah menjadi
8 OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor
jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu
melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat
mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing
nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi
sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan,
dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. 9 Pasal 7 POJK No. 77/POJK.01/2016
10 “Berita dan Kegiatan Publikasi Penyelenggara Fintech Terdaftar di OJK”. Diakses dari
http://www.ojk.go.id/id/ pada tanggal 25 Maret 2018 pukul 18:39 WIB. 11
Muhaimin Iqbal, Sharia Economics (Jakarta: Republika, 2013), h. 276.
5
perhatian pemerintah, ini dibuktikan dengan dikeluarkanya Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang
Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
Sebagai contoh layanan teknologi finansial berbasis syariah adalah PT.
Investree. Investree telah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa keuangan (OJK)
dan khusus untuk layanan Investree Syariah, sejak tanggal 23 Agustus 2017,
Investree telah memperoleh surat rekomendasi penunjukan Tim Ahli Syariah dari
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) melalui Surat
Nomor U-492/DSN-MUI/VIII/2017. Terhitung sampai November 2017 Investree
telah melakukan pembiayaan berbasis syariah kurang lebih 2,7 M.12
Selain
Investree, tercatat ada 3 start-up yang menawarkan beberapa layanan teknologi
informasi berbasis syariah yang telah mendapat izin OJK dan surat rekomendasi
dari DSN MUI.
Hal ini menadakan betapa antusias masyarakat baik itu penyedia jasa
maupun pengguna jasa dalam memajukan perekonomian syariah sangatlah terlihat
dan tidak menutup kemungkinan semua transaksi keuangan di Indonesia akan
mengunakan sistem transaksi berprinsip syariah. Kontradiksinya, Penggunaan
teknologi finansial dalam berbagai transaksi baik transaksi konvensional maupun
syariah memang menunjukan adanya potensi yang cukup besar, selain sebagai
solusi struktural bagi pertumbuhan industri berbasis elektronik. Teknologi
finansial juga membawa inovasi yang bersifat merusak (disruptive).13
Ekonomi
disruptif merupakan kondisi di mana teknologi mampu memutus rantai
perekonomian yang awalnya panjang menjadi semakin pendek. Sudut pandang
bisnis harus memiliki aset lengkap terkalahkan dengan berbagai inovasi teknologi
yang mampu membuat biaya produksi semakin murah akibat biaya tetap yang
semakin berkurang dengan ketiadaan aset.14
12
Diakses dari https://www.investree.id/about-us pada tanggal 25 Maret 2018 pukul
18:45 WIB. 13
Nofie Iman, “Financial Technology dan Lembaga Keuangan”, dalam Gathering Mitra
Linkage Bank Syariah Mandiri, 22 November 2016 (Yogyakarta: 2016). 14
Asma Nabila, “Fintech Mampu Menjalankan Fungsi Lembaga Keuangan Syariah”,
artikel di akses dari https://indonesiana.tempo.co/ pada tanggal 7 Februari 2018 pukul 21:22 WIB.
6
Ekonomi disruptif pula maka perlu diperhatikan berkenaan dengan
perlindungan hukum pengguna dalam transaksi teknologi finansial syariah,
bagaimana bentuk kerahasiaan dan keamanan data/ informasi pengguna transaksi
fintech syariah itu sendiri atau mengatasi bagaimana mengatasi risiko-risiko yang
akan timbul saat bertansaksi dan masih banyak kemungkinan yang akan terjadi
yang memungkinkan merugikan pengguna fintech syariah, mengingat ini adalah
suatu transaksi digital yang sangat berpotensi timbul kejahatan-kejahatan digital
seperti peretasan sistem yang digunakan.
Berkenaan dengan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat
merupakan salah satu tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam
melakukan kegiatan dalam sektor jasa keuangan. Perlindungan konsumen yang
diamanahkan kepada OJK disebutkan secara eksplisit dalam Pasal 4 (c) UU No.
21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disingkat UU OJK)
yang dinyatakan sebagai berikut, “OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: (c) mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat.” Perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan
bertujuan untuk menciptakan sistem perlindungan konsumen yang andal,
meningkatkan pemberdayaan konsumen, dan menumbuhkan kesadaran Pelaku
Usaha Jasa Keuangan mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat pada sektor jasa keuangan.
Upaya memberikan perlindungan hukum kepada atau pengguna teknologi
finansial syariah dan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap geliat
bisnis teknologi finansial syariah yang telah mengubah sistem keuangan mulai
dari pembayaran, peminjaman, urusan perbankan, managemen aset, hingga
ditahapan regulasi. Maka perlu lah mempelajari lebih dalam, mulai dari transaksi
teknologi finansial berprinsip syariah dan bagaimana bentuk perlindungan hukum
bagi pengguna pada teknologi finansial syariah.15
Penenelitian ini pun, penulis
berusaha mengkaji hal tersebut dengan membahas tema tentang “Perlindungan
15
Murniati Mukhlisin, “Fintech Syariah dan Keuanagan Lembaga Kita”, di akses dari
http://ekonomi.kompas.com/ pada tanggal 7 Februari 2018 pukul 17:45 WIB.
7
Hukum Terhadap Pengguna Pada Transaksi Bisnis Teknologi Finansial
Berdasarkan Prinsip Syariah”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, penulis
dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kesyariahan dalam transaksi teknologi finansial syariah?
2. Apa akad yang digunakan dalam transaksi teknologi finansial?
3. Perlindungan seperti apa yang didapat oleh pengguna dalam transaksi
teknologi finansial syariah?
4. Bagaimana keamanan yang didapat oleh pengguna dalam transaksi
teknologi finansial syariah?
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah serta indetifikasi masalah
pada judul penelitian, maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas
sehingga pembahasanya lebih jelas dan terarah sesuai dengan yang diharapkan
penulis, maka penulis membatasi hanya satu model transaksi teknologi informasi
yaitu pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang diatur POJK No
77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi.
Kemudian penulis akan mengkaji bagaimana transaksi pinjam meminjam
uang berbasis teknologi informasi syariah dengan menganalisis menggunakan
fatwa dan undang-undang terkait. Setelah itu barulah dianalasis bagaimana bentuk
perlindungan hukum untuk pengguna layanan pinjam meminjam uang berbasis
teknologi informasi syariah dengan menggunakan POJK, Fatwa dan Undang-
undang terkait.
8
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diambil
kesimpulan berkenaan dengan permasalahan yang akan dikaji lebih dalam oleh
penulis. Permasalahan yang sering kita jumpai di tengah masyarakat milenial,
yang mana hampir semua hal dimudahkan dengan teknologi. Begitupula dalam
sektor keuangan yang sekarang ini berkolaborasi dengan teknologi informasi atau
yang lebih dikenal dengan sebutan teknologi finansial. Namun masyarakat sebagai
pengguna teknologi finansial harus mengetahui keabsahan sebuah transaksi
keuangan berbasis teknologi untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat itu
sendiri. Untuk menjawab permasalahan tersebut maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan prinsip syariah pada transaksi bisnis teknologi
finansial syariah?
2. Bagaimana perlindungan hukum bagi pengguna teknologi finansial
syariah?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa tujuan yang hendak
dicapai oleh penulis, dan tujuan yang dimaksud adalah :
a. Mengetahui bagaimana bentuk kesyariahan dalam transaksi teknologi
finansial dan membedakanya dengan layanan teknologi finasial
konvensional
b. Mengetahui akad yang digunakan dalam transaksi teknologi finansial
berbasis syariah.
c. Mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi pengguna
teknologi finansial berbasis syariah.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi akademisi
Penelitian ini dapat menambah tingkat wawasan dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di
9
pengembangan jasa keuangan syariah dan dapat dijadikan sebagai
acuan konsep pengembangan produk-produk jasa keuangan syariah
selanjutnya.16
Dengan memperhatikan beberapa aspek penting dalam
melakukan transaksi teknologi finansial syariah, sebagai imbas dari
perkembangan teknologi bidang jasa keuangan. Salah satu dari aspek
tersebut yang harus diperhatikan adalah bagaimana bentuk
perlindungan bagi penggunanya.
b. Bagi praktisi
Hasil analisis nantinya diharapkan memberikan sumbangsih
pemikiran dalam meningkatkan aspek perlindungan hukum bagi
pengguna yang melakukan transaksi teknologi finansial syariah.
c. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman bagi
masyarakat tentang teknologi finansial yang berbasis syariah sehingga
meningkatkan rasa trust masyarakat sebagai nasabah yang ingin
bertransaksi dengan mudah.
F. Sistematika Penulisan
Dalam memudahkan penyusunan skripsi ini dan untuk memberikan
gambaran secara rinci mengenai pokok pembahasan, penulis menyusun skripsi ini
dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi uraian mengenai latar belakang masalah yang akan penulis
bahas mengenai perkembangan transaksi teknologi finansial yang
sampai saat ini sedang merambah ke sektor keuangan syariah, tentu
perlu diperhatikan bagaimana bentuk perlindunganya melalui
implikasi POJK No.77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi. Penulis juga
16
Asep Saiful Bahri, “Konsep Uang Elektronik dan Peluang Implementasinya pada Bank
Syariah (Studi Kritis terhadap Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 Tentang Uang
Elektronik),” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 5.
10
membatasi penelitian dengan hanya membahas salah satu bentuk
teknologi informasi yaitu perlindungan hukum bagi konsumen dalam
transaksi pinjam meminjam uang berdasarkan teknologi informasi.
Agar sesuai dengan tujuan permasalahan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Sesuai dengan pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bab II menyajikan dua
Jenis pustaka, yaitu kajian teoris dan review (tinjauan ulang) hasil
studi terdahulu. Pada sub bab pertama penulis memaparkan teori-
teori sebagai gambaran umum tentang permasalahan yang diangkat
yang nantinya akan lebih dijelaskan dalam bab IV. Kemudian
menggambarkan kerangka konseptual untuk mempermudah pembaca
dalam mengetahui alur penelitian. Dalam sub bab terakhir
dipaparkan berkenaan dengan hasil studi terdahulu, dijelaskan
didalamnya secara singkat metode dan makna didalamnya agar
terhindar dari tuduhan plagiarisme.
BAB III : METODE PENELITIAN
Menguraikan metode penelitian yang digunakan untuk menjawab
permasalahan penelitian ini, mulai dari pendekatan penelitian, jenis
penelitian yang digunakan, data penelitian, sumber data, metode dan
teknik pengumpulan data, subjek penelitian, teknik pengolahan data
dan metode analisis data.
BAB IV : ANALISIS DAN INTERPRETASI TEMUAN
Menjabarkan atau menjawab apa yang ada dalam rumusan masalah.
Dari teori-teori yang ada dalam bab sebelumnya kemudian dikaitkan
dengan temuan atau hasil analisis yang didapat melalui metode
penelitian. Dalam bab ini terjawab bagaimana suatu transaksi pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip
syariah dalam menerapkan sistem syariah didalamnya dan menjawab
pula bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi pengguan transaksi
tersebut apakah sudah sesuai dengan peraturan yang terkait dalam
11
hal ini terkhusus pada Fatwa DSN MUI No. 117/II/DSN-MUI/2018
dan POJK No. 77/POJK.01/2016 serta ketentuan-ketentuan lainya,
dari beberapa ketentuan tersebut dapat diambil dianalisis bagaimana
penerapan ketentuan-ketentuan yang ada dalam peraturan tersebut
apakah terpenuhi atau tidak.
BAB V : PENUTUP
Memaparkan kesimpulan dari hasil penelitian dan juga berisi kritik
dan saran tentang penelitian penulis agar dapat diperbaiki dalam
penelitian selanjutnya atau menjadi acuan penelitian selanjutnya.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis
1. Gambaran Umum Teknologi Finansial
a. Pengertian Transaksi Elektronik
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang Undang Nomor 11 tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah perbuatan
hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan
komputer, dan/atau media elektronik lainya. Perbuatan hukum
penyelenggaraan transaksi elektronik dapat dilakukan dalam lingkup
publik maupun privat. Setiap informasi ataupun setiap transaksi
elektronik dan/atau dokumen elektronik, para pihak wajib beritikad
baik selama transaksi berlangsung.1
b. Pengertian Teknologi Finansial
Menurut Pasal 1 Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial,
Teknologi finansial adalah penggunaan teknologi dalam sisten
keuangan yang menghasilkan produk, layanan teknologi, dan/atau
model bisnis baru serta dapat erdampak pada stabilitas moneter,
stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan,
dan keandalan sistem pembayaran. Teknologi informasi sebagai jenis
layanan keuangan baru berdasarkan jenis pengguna perusahaan yang
luas, yang dikombinasikan dengan teknologi informasi dan layanan
dan layanan keuangan lainnya seperti pengiriman uang, pembayaran,
pengelolaan aset dan sebagainya. Teknologi informasi mencakup-
1 Siswanto Sunarso, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik (Jakarta: PT Asdi
Mahasatya, 2009), h. 57.
13
semua proses teknis dari peningkatan perangkat lunak keuangan baru
yang dapat mempengaruhi seluruh proses layanan keuangan.2
Menurut PBI Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan
Teknologi Finansial menjelaskan Penyelenggaraan teknologi finansial
dikatagorikan ke dalam;
1) Sistem pembayaran
Sistem pembayaran mencakup otorisasi,kliring,
penyeleseian akhir, dan pelaksanaan pembayaran. Contoh
penyelenggaraan teknologi finansial pada sistem pembayaran
antara lain penggunaan teknologi blockchain atau distributed
ledger untuk penyelenggaraan transfer dana, uang elektronik, dan
mobile payment.
2) Pendukung pasar
Pendukung pasar adalah teknologi finansial yang
menggunakan teknologi informasi dan/atau teknologi elektronik
untuk memfasilitasi pemberian informasi yang lebih cepat dan
lebih murah terkait dengan produk dan/atau layanan jasa keuangan
kepada masyarakat.
Contoh penyelenggaraan teknologi finansial pada kategori
pendukung pasar antara lain menyediakan data pembanding
informasi produk atau layanan jasa keuangan.
3) Manajemen investasi dan manajemen resiko
Contohnya antara lain penyediaan produk investasi online
dan asuransi online.
4) Pinjaman (lending), Pembiayaan (financing atau funding), dan
penyediaan modal (capital raising)
Contohnya antara lain layanan pinjam meminjam uang
berbasis teknologi informasi (peer to peer lending)serta
2 Harry Chandra Sihombing, “Hukum dan Regulasi Startup Fintech di Indonesia;
Tantangan dan Peluang, Lesson Learning dari Negara Lain”, Jurnal Megister Teknik Elektro,
(Univ. Mercu Buana, Jakarta).
14
pembiayaan atau penggalangan dana berbasis teknologi informasi
(crowd-funding).
5) Jasa keuangan lainya
Adalah teknologi finansial selain kategori sistem
pembayaran, pendukung pasar, manajemen investasi dan
manajemen resiko, serta pinjaman, pembiayaan dan penyediaan
modal.
2. Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
Pasal 5 ayat 2 huruf b PBI Nomor 19/12/PBI/2017 tentang
Penyelenggaraan Teknologi Finansial menjelaskan layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi (peer to peer landing)
merupakan salah satu penyelenggara teknologi informasi berada dibawah
kewenangan otoritas, sehingga pendaftaran tidak melalui Bank Indonesia.
Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi
dibawah kewenangan Otoritas Jasa Keuangan yang mana diatur secara
khusus dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016
tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi,
dengan menimbang bahwa teknologi informasi telah digunakan untuk
mengembangkan industri keuangan yang dapat mendorong mendorong
tumbuhnya alternatif pembiayaan bagi masyarakat dan dalam rangka
mendukung pertumbuhan lembaga jasa keuangan berbasis teknologi
informasi sehingga dapat berkontribusi terhadap perekonomian nasiaonal.
a. Pengertian Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
Pinjam meminjam sendiri menurut Pasal 1754 KUHPerdata
adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan
kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu, barang-barang yang
habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terahir ini
sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula. Subjek dalam
perjanjian pinjam meminjam uang adalah pemberi pinjaman (kreditur)
dan penerima pinjaman (debitur). Sementara objeknya adalah uang
15
atau barang-barang yang habis dipakai yang tidak bertentanggan
dengan Undang-undang.
Menurut pasal 1 ayat 3 POJK Nomor 77/POJK.01/2016,
Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah
penyelenggaran layanan jasa keuangan untuk mempertemukan
pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka
melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah
secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan
jaringan internet. Dijelaskan pula dalam Pasal 1 ayat 4 mengenai
sistem elektronik yang merupakan serangkaian perangkat dan prosedur
elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah,
menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,
mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik dibidang
layanan jasa keuangan.
Perjanjian pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi
atau yang lebih dikenal dengan peer to peer lending (P2P LENDING)
pada dasarnya sama seperti perjanjian pinjam meminjam uang
konvensional, hanya saja yang membedakan adalah para pihak tidak
bertemu secara langsung , para pihak tidak perlu saling mengenal
karena terdapat penyelenggara yang akan mempertemukan para pihak
dan pelaksanaan perjanjian dilakukan secara online.3
b. Subjek Hukum Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi
1) Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi
Penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis
teknologi informasi yang selanjutnya disebut penyelenggara adalah
badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola dan
3 Ernama Santi, dkk., “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Financial Tecnology
(Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016)”, Vol. 6 Nomor 3 (2017), h. 6.
16
mengoprasikan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi.
2) Penerima Pinjaman
Penerima pinjaman adalah orang dan/atau badan hukum
yang mempunyai utang karena perjanjian layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi.
3) Pemberi Pinjaman
Pemberi pinjaman adalah orang, badan hukum, dan/atau
badan usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian layanan
pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
4) Pengguna Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi
Pengguna layanan pinjam meminjam uang berbasis
teknologi informasi yang selanjutnya disebut sebagai pengguna
adalah pemberi pinjaman dan penerima pinjaman yang
mengguanakan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi.
c. Pelaksanaan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi
Menurut Pasal 18 POJK Nomor 77/POJK.01/2016, perjanjian
pelaksanaan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi meliputi perjanjian antara penyelenggara dengan pemberi
pinjaman dan perjanjian antara pemberi pinjaman dengan penerima
pinjaman. Perjanjian penyelenggara layanan pinjam meminjam uang
berbasis teknologi informasi dengan pemberi pinjaman maupun
pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dituangkan dalam
dokumen elektronik.4
4 Dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan,
dikirimkan, diterima atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau
sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengar melalui komputer atau sistem
elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, lode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti
17
3. Teknologi Finansial Syariah
Keuangan syariah adalah suatu sistem keuangan yang
pelaksanaanya berdasarkan hukum islam (syariah). pembentukan sistem
ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan
atau memunggut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba),
serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang
(haram), yang tidak dapat dijamin oleh sistem konvensional.5
Teknologi finansial sendiri merupakan salah satu bisnis berbasis
software dan teknologi modern sebagai penyedia jasa keuangan.
Perusahaan teknologi finansial pada umumnya adalah perusahaan start-up
yang memberikan layanan dan solusi keuangan kepada pelanggan.6
Sedangkan finansial teknologi syariah berarti layanan dan solusi keuangan
yang diberikan perusahaan teknologi finansial atau start-up fintech, yang
berbasis hukum-hukum Islam atau sesuai ketentuan syariah.
Landasan hukum Islam yang digunakan sebagai pedoman
bertransaksi secara elektronik adalah sebagaimana firman Allah SWT
dalam Qur‟an Surah An-Nisa: 29:
نكمبالباطلإالأنتكونتارةعنت راضمنكآي مأي هاالذينآمنواالتأكلواأموالكمب ي
“ Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil)
harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang
dilandasi atas sukarela diantara kalian....”
Hadis yang berbunyi:
الب ركةالب يعإلأجلعنصهيبقال،قالرسولاللوصلىاللوعليو وسلمثالثفيهن
بالشعيللب يتالللب يع)رواهابنماجو (والمقارضةوإخالطالب ر
atau simbol dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 5 Diakses dari http://www.duniaislam.org/14/06/2015/mengenal-keuangan-syariah-dan-
pengertian-perbankan-syariah pada tanggal 25 April 2018 pukul 23:00 WIB. 6 Diakses dari https://www.fintechweekly.com/fintech-definition pada tanggal 10 April
2018 pukul 22:55 WIB.
18
“Dari Shuhaib, Rasulullah SAW bersabda: “tiga hal yang
didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan
rumah, bukan untuk dijual.”(HR. Ibnu Majah).
Serta kaidah fikih :
دليلعلىتريهاا أنيدل عامالتاإلباحةإال
ألصليفامل
“Pada dasarnya semua bentuk bermuamalah boleh dilakukan,
kecuali ada dalil yang mengharamkanya”
Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia
Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis
Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah, menjelaskan bahwa
layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip
syariah adalah penyelengaraan layanan jasa keuangan berdasarkan prinsip
syariah yang mempertemukan atau menghubungkan pemberi pembiayaan
dengan penerima pembiayaan dalam rangka melakukan akad pembiayaan
melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.7
Pelaksanaan layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi
bedasarkan prinsip syariah wajib mengikuti ketentuan yang ada dalam
fatwa, para pihak wajib memenuhi pedoman umum sebagai berikut8:
a. Penyelenggaraan layanan berbasis teknologi informasi tidak boleh
bertentangan dengan prinsip syariah, yaitu antara lain terhindar dari
riba, gharar, maysir, tadlis, dharar, zhulm, dan haram.
b. Klausula baku yang dibuat penyelenggara wajib memenuhi prinsip
keseimbangan, keadilan, dan kewajaran sesuai syariahdan peraturan
undang-undang yang berlaku.
7 Sistem elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik, sebagaimana
dimaksud dalam UU Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE. 8 Bagian kempat Fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan
Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi berdasarkan Prinsip Syariah.
19
c. Akad yang digunakan oleh para pihak dalam penyelenggaraan layanan
pembiayaan berbasis teknologi informasi dapat berupa akad-akad yang
selaras dengan karakteristik layanan pembiayaan, antara lain akad al-
bai, ijarah, mudharabah, musyarakah, wakalah bilujrah, qardh.
d. Penggunaan tanda tangan elektronik dalam sertifikat elektronik yang
dilaksanakan oleh penyelenggara wajib dilakasanakan dengan syarat
terjamin validitas dan autentifikasinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
e. Penyelenggara boleh mengenakan biaya (ujrah/rusum) berdasarkan
prinsip ijarah atas penyediaan sistem dan sarana prasarana layanan
pembiayaan berbasis teknologi informasi dan,
f. Jika informasi pembiayaan atau jasa yang ditawarkan melalui media
elektronik atau diungkapkan dalam dokumen elektronik berbeda
dengan kenyataanya, maka pihak yang dirugiakan memiliki hak untuk
tidak melanjutkan transaki.
Dalam teknologi finansial syariah perlu ditekankan bahwa bukan
hanya satu jenis produk atau model pembiayaan yang ditawarkan. Model
layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip
syariah yang dapat dilakukan oleh penyelenggara antara lain9:
a. Pembiayaan anjak piutang (factoring); yaitu pembiayaan dalam bentuk
jasa pengurusan penagiahan piutang berdasarkan bukti tagihan
(invoice), baik disertai atau tanpa disertai talangan (qardh) yang
diberikan kepada kepada pelaku usaha yang memiliki tagihan kepada
pihak ketiga (payor).
b. Pembiayaan pengadaan barang pesanan pihak ketiga (Purchase
Order); yaitu pembiayaan yang diberikan kepada pelaku usaha yang
telah memperoleh pesanan atau surat perintah kerja pengadaan barang
dari pihak ketiga.
9 Bagian kelima Fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan
Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi berdasarkan Prinsip Syariah.
20
c. Pembiayaan pengadaan barang untuk pelaku usaha yang berjualan
secara online (online seller); yaitu pembiayaan yang diberikan kepada
pelaku usaha yang melakukan transaksi jual beli online pada penyedia
layanan perdagangan berbasis teknologi informasi (platform e-
commerce/marketplace) yang telah menjalin kerjasama dengan
penyelenggara.
d. Pembiayaan pengadaan barang untuk pelaku usaha yang berjualan
secara online dengan pembayaran melalui penyelenggara payment
gateway, yaitu pembiayaan yang diberikan kepada pelaku usaha
(seller) yang aktif berjualan secara online melalui saluran distribusi
(channel distribution) yang dikelolanya sendiri dan pembayaranya
dilakukan melalui penyedia jasa otorisasi pembayaran secara online
yang bekerjaama dengan pihak penyelenggara.
e. Pembiayaan untuk pegawai (employee) yaitu pembiayaan yang
diberikan kepada pegawai yang membutuhkan pembiayaan konsumtif
dengan skema kerjasama potong gaji melalui institusi pemberi kerja.
f. Pembiayaan berbasis komunitas yaitu pembiayaan yang diberikan
kepada anggota komunitas yang membutuhkan pembiayaan, dengan
skema pembayaranya dikoordinasi melalui koordinator/pengurus
komunitas.
4. Gambaran Umum Perlindungan Konsumen
a. Pengertian Pelindungan Hukum
Hukum hadir untuk menyeimbangkan posisi masyarakat agar
tidak terjadi ketimpangan posisi yang menyudutkan masyarakat yang
lemah akibat hubungan hukum atau kedudukan yang tidak seimbang.
Dengan demikian hukum harus memberikan perlindungan atas hal
tersebut. Arti perlindungan yang dimaksud adalah segala upaya untuk
melindungi subjek tertentu, juga dapat diartikan tempat berlindung dari
segala sesuatu yang mengancam.
Sadjipto Rahardjo, berpendapat bahwa perlindungan hukum
adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang
21
dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada msyarakat
agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.
Adnan Buyung Nasution, mengemukakan bahwa perlindungan hukum
adalah melindungi harkat dan martabat manusia dari pemerkosaan
yang pada dasarnya serangan hak pada orang lain telah melanggar
aturan norma hukum dan undang-undang. Menurut Peter Mahmud,
perlindungan hukum adalah suatu upaya yang dilakukan oleh hukum
dalam menanggulangi pelanggaran.10
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata perlindungan
berarti tempat berlundung atau merupakan perbuatan (hal) melindungi,
misalnya memberikan perlindungan kepada orang yang lemah.11
b. Pengertian Konsumen atau Pengguna dan pelaku usaha
Pengertian konsumen dalam arti umum adalah pemakai,
pengguna dan atau pemanfaat barang untuk tujuan tertentu.12
Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan
atau/ jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentinagn diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan.13
Definisi ini sesuai dengan pengertian bahwa
konsumen adalah end user pengguna terahir, konsumen merupakan
pembeli dari barang dan atau/jasa tersebut.
Pengertian umum pelaku usaha adalah orang atau badan hukum
yang menghasilkan barang-barang dan.atau jasa dengan memproduksi
barang dan.atau jasa tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
atau konsumen/pengguna dengan mencari keuntungan dari barang
dan.atau jasa tersebut. Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal
10
Ahmad Zuhairi, Hukum Perlindungan Konsumen dan Problematikanya (Jakarta: GH
Publishing, 2016), h. 14. 11
Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online, di akses dari https://kbbi.web.id/
perlindungan. 12
Az.Nasution, Konsumen dan Hukum (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 69. 13
Lihat ketentuan umum Pasal 1 Ayat 2 Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
22
1 Angka (3) menjelaskan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang
perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia
baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
c. Hak dan Kewajiban Konsumen
Mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, pernah
mengemukakan empat hak dasar perlindungan konsumen, yaitu :14
1) The right to safe products (Hak memperoleh keamanan);
2) The right to the informed about products (Hak mendapat
informasi);
3) The right to definite choices in selecting products (Hak untuk
memilih);
4) The right to be heard regarding consumer interests (Hak untuk
didengar).
Setelah itu, Resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa Nomor
39/248 Tahun 1985 tentang perlindungan konsumen juga merumuskan
berbagai kepentingan konsumen yang perlu dilindungi, antara lain:
1) Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan
dan keamanan
2) Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen
3) Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk
memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang tepat
sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi
4) Pendidikan konsumen
5) Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif
6) Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi
lainya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada
14
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : Kencana Prenada Media Grup),
h.63.
23
organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses
pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.
Undang Undang Perlindungan Konsumen tidak hanya
mencantumkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari konsumen,
melainkan juga hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pelaku usaha.
Berikut ini adalah hak dan kewajiban konsumen yang diberikan atau
dibebankan oleh undang-undang tentang perlindungan konsumen:
1) Hak Konsumen atau Pengguna
Melalui Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen menepatkan sembilan hak konsumen :
a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan atau/ jasa;
b) Hak untuk memilih barang dan/jasa serta mendapat barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jamianan yang dijanjikan;
c) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan;
e) Hak untuk mendapat advokasi perlindungan konsumen secara
patut;
f) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
g) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif
h) Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai denagn perjanjianatau tidak sebagaimana meskinya;
i) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peratuaran perundang-
undangan lainya.
Dari sembilan butir hak konsumen yang dipaparkan di atas,
terlihat bahwa masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
24
konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam
perlindungan konsumen. Barang dan/atau jasa yang penggunaanya
tidak memberikan kenyamanan, terlebih lagi yang tidak aman atau
membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk
diedarkan dalam masyarakat. Selanjutnya untuk menjamin bahwa
suatu barang dan/ atau jasa dalam pengguanaanya akan nyaman,
aman maupun tidak membahayakan konsumen penggunanya, maka
konsumen diberikan hak untuk memilih barang dan/atau jasa yang
dikehendakinya berdasarkan asas keterbukaan informasi yang
benar, jelas dan jujur.15
Hak-hak dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen
di atas merupakan bentuk penjabaran dari Pasal-Pasal yang
bercirikan negara kesejahteraan, yaitu pasal 27 ayat (2)16
dan pasal
3317
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
2) Kewajiban Konsumen atau pengguna
Selain memperoleh hak tersebut, konsumen juga
mempunyai beberapa kewajiban :
a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi
keamanan dan keselamatan;
b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa;
c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
15
Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Nusa Media, 2010), h.34. 16
Pasal 27 ayat (2) berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. 17
Pasal 33 berbunyi: “(1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negera dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
25
Itu dimaksudkan agar konsumen sendiri dapat memperoleh
hasil yang optimum atas perlindungan dan/atau kepastian hukum
bagi dirinya. Dalam hal ini Undang-Undang Perlindungan
Konsumen yaitu UU No. 8 Tahun 1999 yang di dalamnya
mengatur tentang Hak dan Kewajiban Konsumen, sejalan dengan
produk legislasi yang bertujuan melindungi hak-hak warga negara.
Tertuang dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (1) UUD
1945.18
Ketentuan yang sangat penting itu berbunyi:
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum” (Pasal 28D ayat
(1) UUD 1945)
Selanjutnya, Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 mengatakan:
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal dan mendaptkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayan kesehatan.
d. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
1) Hak Pelaku Usaha
Hak pelaku usaha yang diatur dalam UUPK terdiri dari:
a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan.
b) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan
konsumen yang beritikad tidak baik.
c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam
menyelesaikan hukum sengketa konsumen.
d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan.
18
Imam Sjahputra, Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik (Bandung: PT.
Alumni, 2010), h. 32.
26
e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainya.19
2) Kewajiban Pelaku Usaha
a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif.
d) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan atau jasa yang berlaku.
e) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji
dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi
jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diberdagangkan.
f) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak
sesuai dengan perjanjian.20
3) Perlindungan Hukum Konsumen
Perlindungan hukum bagi konsumen adalah suatu masalah
yang besar, dengan persaingan global yang terus berkembang.
Perlindungan hukum sangat dibutuhkan dalam persaingan dan
banyaknya produk serta layanan yang menepatkan konsumen dalm
posisi tawar yang lemah. Perlindungan hukum bagi konsumen
dalam bentuk perlindungan hukum yeng diberikan oleh negara.21
19
Kelik Wardiono, Hukum Perlindungan Konsumen (Yogyakarta: Penerbit Ombak,
2014), h. 59. 20
Kelik Wardiono, Hukum Perlindungan Konsumen (Yogyakarta: Penerbit Ombak,
2014), h. 61. 21
Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen (Bandung: Nusa Media, 2010), h. 23.
27
Dalam UUPK perlindungan hukum bagi konsumen sendiri
diundangkan dalam rangka :
a) Mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur,
membangun perekonomian Indonesia dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
b) Memberi kepastian yang tidak merugikan kepentingan
konsumen;
c) Menjaga dan menjamin kepastian mutu, jumlah dan keamanan
barang dan/atau jasa yang diperoleh di pasar;
d) Meningkatkan harkat dan martabat konsumen, kesadaran dan
pengetahuan serta keperdulia, kemampuan dan kemandirianya
sehingga menjadi konsumen yang bertanggung jawab.22
5. Ketentuan Perlindungan Konsumen Pada Transaksi Bisnis Teknologi
Finansial Syariah
Model transaksi bisnis yang menerapkan prinsip syariah haruslah
berpegang pada prinsip yang didasarkan kepada ajaran Al-Quran dan
Sunnah. Diantara prinsip-prinsip syariah dalam sistem keuangan yaitu23
:
a. Kebebasan bertransaksi, namun harus didasari prinsip suka sama suka
dan tidak ada pihak yang di zalimi dengan didasari oleh akad yang sah.
b. Bebas dari maghrib (maysir, gharar, haram, riba)
c. Bebas dari upaya mengendalikan, merekayasa dan manipulasi harga.
d. Semua orang berhak mendapatkan informasi yang berimbang,
memadai, dan akurat agar bebas dari ketidaktahuan dalam bertransaksi.
e. Pihak-pihak yang bertansaksi harus mempertimbangkan kepentingan
kepentingan pihak ketiga yang mungkin dapat terganggu, oleh
karenanya pihak ketiga diberikan hak atau pilihan.
f. Transaksi didasarkan pada kerja sama yang saling menguntungkan dan
solidaritas.
22
Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia (Malang: Bayumedia Publishing,
2007), h. 136. 23
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2010), h. 19.
28
g. Setiap transaksi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan
manusia.
Sedangkan dalam Pasal 29 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang
pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi disebutkan bahwa
penyelenggara transaksi finansial teknologi wajib menerapkan prinsip
dasar dari perlindungan pengguna yaitu :
a. Transparasi
Transparansi adalah pemberian informasi mengenai produk
dan/atau layanan kepada konsumen secara jelas, lengkap dengan
bahasa yang mudah dimengerti.24
Selanjutnya penyelenggara wajib
menyediakan dan/atau menyampaikan informasi terkini mengenai
layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang
akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan yang dituangkan dalam
dokumen atau sarana lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti.
b. Perlakuan yang adil
Perlakuan yang adil adalah perlakuan konsumen secara adil dan
tidak diskriminatif (diskriminatif adalah memperlakukan pihak lain
secara berbeda berdasarkan suku, agama dan ras).25
c. Keandalan
Keandalan adalah segala sesuatu yang dapat memberikan
layanan yang akurat melalui sistem, prosedur, infrakstruktur dan
sukmber daya manusia yang andal.26
Dalam hal pinjam meminjam
uang berbasis teknologi informasi dalam Pasal 25 disebutkan
penyelenggara wajib memenuhi standar minimum sistem teknologi
informasi, pengelolaan risikoteknologi informasi, pengamanan
teknologi informasi ketahanan terhadap gangguan dan kegagalan
sistem, serta alih kelola sistem teknologi informasi. Diperjelas pula
24
Penjelasan Pasal 2 Huruf a, POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan. 25
Penjelasan Pasal 2 Huruf b, POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan. 26
Penjelasan Pasal 2 Huruf c, POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
29
dalam Pasal 38 bahwa penyelenggara wajib memiliki standar prosedur
operasional dalam melayani pengguna yang dimuat dalam dokumen
elektronik.
d. Kerahasiaan dan keamanan data
Kerahasiaan dan keamanan data yang dimaksud adalah tindakan
yang memberikan perlindungan, menjaga kerahasiaan dan keamanan
data dan/atau informasi konsumen, serta hanya menggunakanya sesuai
dengan kepentingan dan tujuan yang disetujui oleh konsumen, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.27
Dalam Pasal 39 ayat (1) jelas disebutkan bahwa penyelenggara
dilarang dengan cara apapun memberikan data dan/atau informasi
mengenai pengguna kepada pihak ketiga.
e. Penyelesaian sengketa pengguna secara sederhana, cepat, dan biaya
terjangkau.
Penyelesaian sengketa dengan melaksanakan kesepakatan
mediasi atau putusan ajudikasi.28
Ke lima prinsip tersebut selaras
dengan ketentuan perlindungan konsumen sektor jasa keuangan yang
diatur dalam POJK Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan sejalan dengan Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
27
Penjelasan Pasal 2 Huruf d, POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan. 28
Penjelasan Pasal 2 Huruf e, POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
30
B. Kerangka Konseptual
Gambar 2.1
Keterangan: : berkaitan dan berhubungan
: berkaitan tetapi tidak berhubungan
Teknologi Finasial Teknologi Finasial
BI BI OJK OJK Kebijakan & Regulasi Kebijakan & Regulasi
Peraturan Perundang-
undangan terkait
Teknologi finansial
1. UU No. 8 tahun
1999 tentang
perlindungan
Konsumen
2. UU No. 19 tahun
2016 tentang ITE
Peraturan Perundang-
undangan terkait
Teknologi finansial
1. UU No. 8 tahun
1999 tentang
perlindungan
Konsumen
2. UU No. 19 tahun
2016 tentang ITE
Mengeluarkan
aturan tentang
teknologi finansial
melalui PBI No.
19/PBI/2017
tentang
Penyelenggaraan
Teknologi
Finansial.
Mengeluarkan
aturan tentang
teknologi finansial
melalui PBI No.
19/PBI/2017
tentang
Penyelenggaraan
Teknologi
Finansial.
Mengeluarkan
aturan tersendiri
yang khusus
mengatur salah
satu model
teknologi finansial
yaitu aturan
tentang pinjam
meminjam uang
berbasis teknologi
informasi yang
diatur dalam POJK
No.
77/POJK.01/2016
Mengeluarkan
aturan tersendiri
yang khusus
mengatur salah
satu model
teknologi finansial
yaitu aturan
tentang pinjam
meminjam uang
berbasis teknologi
informasi yang
diatur dalam POJK
No.
77/POJK.01/2016
Tahun 2018
Dewan Syariah
Nasional
mengeluarkan
fatwa tentang
teknologi finansial
sesuai prinsip
syariah. melalui
Fatwa DSN-MUI
No. 117/DSN-
MUI/II/2018
tentang Layanan
Pembiayaan
Berbasis
Teknologi
Informasi
Berdasarkan
Prinsip Syariah
Tahun 2018
Dewan Syariah
Nasional
mengeluarkan
fatwa tentang
teknologi finansial
sesuai prinsip
syariah. melalui
Fatwa DSN-MUI
No. 117/DSN-
MUI/II/2018
tentang Layanan
Pembiayaan
Berbasis
Teknologi
Informasi
Berdasarkan
Prinsip Syariah
Fatwa DSN-MUI Fatwa DSN-MUI
Menganalisis
kesesuaian syariah
Menganalisis
kesesuaian syariah
Analisis bentuk
Perlindungan
hukum bagi
konsumen
Analisis bentuk
Perlindungan
hukum bagi
konsumen
31
C. Literatur Review
Tami Rusli, menulis “Perlindungan Hukum Konsumen (Nasabah)
Electronic Banking Melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM)”. Penelitian yang
memberikan gambaran perihal bentuk perlindungan hukum yang dimiliki nasabah
yang bertransaksi melalui elektronic banking berupa ATM yang mana dalam
terminologi hukum kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian diluar
kesalahan salah satu pihak adalah tanggungjawab pihak yang menyebabkan
timbulnya suatu resiko. Dalam hal ini ATM hanyalah suatu alat untuk bertansaksi
dan alat tersebut dimiliki atau difasilitasi oleh bank. Jadi jika terjadi kerusakan
yang merugikan nasabah , bank lah yang harus bertanggungjawab akan hal itu,
bank dituntut untuk lebih mengedepankan aspek keamanan dalam bertansaksi
melalui ATM sehingga meningkatkan tkepercayaan nasabah itu sendiri dalam
bertransakasi melalui ATM.29
Apriyanti, menulis “Hukum Perlindungan Konsumen dalam Transaksi e-
commerce di Tinjau dari Hukum Perikatan”. Dalam penelitian tersebut penulis
memaparkan bagaimana transaksi e-commerce yang sebenarnya diterapkan.
Seperti yang diketahui e-ecommerce merupakan transaksi elektronik yang
mengandalkan suatu alat elektronik dalam setiap transaksinya, artinya tidak perlu
bertemu secara langsung penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi. Hal
tersebut menimbulkan suatu permasalahan hukum, bagaimana dengan
perlindungan hukum bagi pembeli sebagai konsumen yang mana konsumen tidak
mengetahui kebenaran barang dan jasa yang ditawarkan oleh penjual secara
langsung dan masih banyak persoalan lainya. Hasil penelitian penulis
menyebutkan bahawa perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi e-
ecommerce yang timbul dari adanya hak dan kewajiban kedua belah pihak harus
sesuai dengan asas konsensualisme yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata
serta dikuatkan dengan pasal 18 UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang
29
Tami Rusli, “Perlindungan Hukum Konsumen (Nasabah) Elekronic Banking Melalui
Anjunagn Tunai Mandiri (ATM)”, Vol. 5 No. 2 (Jurnal Fakultas Hukum Universitas Bandar
Lampung, 2010).
32
mana keabsahan dari suatu transaksinya dikuatkan dengan bukti cetak yang
merupakan alat bukti yang sah dimata hukum.30
Aris Rusdianto menulis, “Tinjauan Prinsip Syariah Terhadap Produk E-
Monney Bank Syariah Mandiri”. Dijelaskan bahwa suatu bentuk transaksi
keuangan mengalami banyak kemajuan, kini bisa dibilang era digital. Salah satu
produk yang memanfaatkan digital adalah e-monney, bukan hanya dikelola secara
konvensional tetapi juga secara syariah. penulis menganalisis mulai akad syariah
yang digunakan serta bagaimana mekanisme yang sesuai syariah di salah satu
lembaga perbankan yaitu bank syariah mandiri. Penulis menarik kesimpulan
bahwa pada kenyataanya terdapat permasalahan syariah dalam hal akad yang
digunakan, hal ini karena banyak terdapat ketidakjelasan (gharar) dalam
penerapanya.31
Ernama santi, dkk, “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap
Financial Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
77/POJK.01/2016)”. Menjelaskan hubungan hukum para pihak yang terlibat
dalam transaksi teknologi informasi dan juga untuk mengetahui pelaksanaan
pengawasan yang dilakukan oleh OJK terhadap layanan teknologi informasi
berdasarkan POJK No. 77/POJK.01/2016. Karena transaksi ini tergolong baru
maka masih sangat perlu pengawasan dari pembuat regulator dalam hal ini OJK,
penulis menjelaskan mulai dari bentuk hubungan hukum kedua belah pihak yang
melibatkan dua hubungan hukum, yaitu hubungan hukum antara penyelenggara
dengan pemberi pinjaman dan hubungan hukum pemberi pinjaman dan penerima
pinjaman.32
Berdasarkan beberapa penelitian tersebut bahwa pada penelitian ini,
penulis akan menggali bentuk perlindungan hukum bagi konsumen dengan objek
yang jelas berbeda dengan beberapa penelitian diatas. Dalam hal ini peneliti akan
30
Apriyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen dalam Transaksi e-commerce di Tinjau
dari Hukum Perikatan” (Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2014). 31
Aris Rusdianto, “Tinjauan Prinsip Syariah Terhadap Produk E-Monney Bank Syariah
Mandiri” (Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017). 32
Ernama santi, dkk, Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial
Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016), Jurnal Hukum, vol 6,
No. 3, tahun 2017.
33
menganalisis bentuk perlindungan konsumen dalam transaksi pinjam meminjam
uang (peer to peer) berdasarkan prinsip syariah, dan menganalisis pula bagaimana
prinsip syariah yang diterapkan dalam setiap transaksinya, pasalnya DSN-MUI
baru-baru ini mengeluarkan fatwa tentang layanan pembiayaan berbasis teknologi
informasi berprinsip syariah. Ini tentu memberikan angin segar bagi masyarakat
muslim di Indonesia.
Penelitian-penelitian diatas sangatlah penting di mana memberikan
gambaran tentang bagaimana cara menganalisis suatu transaksi yang sejalan
dengan prinsip syariah dan memberikan gambaran pula bentuk perlindungan
konsumen dalam suatu transaksi elektronik seperti penggunaan ATM atau
transaksi e-commerce, yang sudah jelas bahwa transaksi yang digunakan sama-
sama transaksi elektronik yang tidak perlu bertatap muka antara pihak satu dengan
lainya dalam setiap transaksinya. Tentu hasil dari penelitian-penelitian
sebelumnya akan membantu peneliti guna meningkatkan rasa kepercayaan
masyarakat terhadap transaksi-transaksi modern saat ini.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu proses yang panjang untuk menggali sesuatu
yang belum pernah dibahas sebelumnya. Berawal pada minat untuk mengetahui
fenomena tertentu dan selanjutnya berkembang menjadi gagasan, teori, konsep,
pemilihan metode penelitian yang sesuai dan seterusnya. Penelitian (research)
berarti pencarian kembali. Pencarian yang dimaksud adalah pencarian terhadap
pengetahuan yang benar (ilmiah), karena hasil dari pencarian ini akan dipakai
untuk menjawab permasalahan tertentu. Dengan kata lain penelitian merupakan
upaya pencarian yang amat bernilai edukatif, ia melatih kita untuk selalu sadar
bahwa didunia ini banyak yang kita tidak ketahui, dan apa yang kita coba cari,
temukan dan ketahui itu tetaplah bukan kebenaran mutlak. Oleh sebab itu masih
perlu diuji kembali.1
Penelitian memiliki tujuan yaitu menemukan, mengembangkan, menguji,
kebenaran suatu pengetahuan berdasarkan fakta dan data. Karena sebuah usaha
dari pengembangan dan penemuan ilmu pengetahuan maka sebuah penelitian
harus mengguanakan metode ilmiah.2 Metode penelitian ilmiah merupakan
penyaluran hasras ingin tahu manusia dalam taraf keilmuan. Seseorang akan yakin
bahwa ada sebab bagi setiap akibat dari setiap gejala yang tanpak dapat dicari
penjelasanya secara ilmiah. Penelitian bersikap objektif, karena kesimpulan yang
diperoleh hanya akan ditarik apabila dilandasi dengan bukti-bukti yang
meyakinkan yang dikumpulkan melalui prosedur yang jelas, sistematis, dan
terkontrol.3 Dalam penelitian ini dijelaskan mengenai cara, prosedur atau proses
penelitian sebagai berikut:
1 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 19. 2 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2010), h. 4. 3 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada),
h.32.
35
A. Pendekatan Penelitian
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian dengan pendekatan
yuridis normatif, karena untuk mencari makna dan nilai akan hukum bisa
menngunakan suatu konsep dari hukum itu sendiri dan hanya dapat ditempuh
menggunakan langkah normatif atau pendekatan hukum secara normatif. Oleh
karena itu pendekatan yang dilakukan berupa pendekatan perundang-undangan
(statute-approach), dan pendekatan konsep (conceptual approach).4
Dalam metode pendekatan perundang-undangan peneliti perlu memahami
hierarki, dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan.5 Pendekatan
peraturan perundang-undangan merupakan pendekatan dengan menggunakan
regislasi dan regulasi.6 Sedangkan dalam pendekatan konsep dilakukan manakala
peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada. Konsep itu bersifat universal.
Dari apa yang dikemukakan sebenarnya dalam pendekatan konseptual, peneliti
perlu merujuk prinsip-prinsip hukum.7
Metode yuridis normatif juga disebut penelitian doktrinal, pendekatan
penelitian jenis ini acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di
dalam undang-undang (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah
atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.8
berdasarkan metode tersebut, peneliti harus melakukan pengkajian secara logis
terhatap ketentuan hukum yang dianggap relevan dengan pelaksanaan transaksi
pinjam meminjam uang berdasarkan teknologi informasi secara syariah,
khususnya dalam perlindungan konsumen atau pengguna transaksi pinjam
meminjam uang berdasarkan teknologi informasi.
Dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan penelitian
dilakukan dengan meneliti aturan-aturan yang pernormaanya kondusif bagi setiap
4 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Surabaya:
Bayumedia Publishing, 2008), h. 300. 5 Menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 10 Tahun 2004, peraturan perundang-undangan adalah
peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat
secara umum. 6 Peter Mahmud Merzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2008), h. 97.
7 Peter Mahmud Merzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2008), h. 137.
8 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja
Grafindo Persada,2004), h. 119.
36
pengguna transakasi pinjam meminjam uang berdasarkan teknologi informasi
syariah. pendekatan konsep digunakan untuk lebih memahami konsep-konsep
transaksi pinjam meminjam uang berdasarkan teknologi informasi secara syariah
yang merupakan salah satu dari transaksi teknologi finansial syariah, sehingga
diharapkan penormaan dalam aturan hukum benar-benar memuat semua kriteria
perlindungan bagi pengguna transaksi teknologi finansial syariah tersebut, juga
dapat menganalisis konsep penerapan teknologi finansial yang sesuai ketentuan
syariah agar tidak terjadi pemahaman yang ambigu sehingga tidak terjadi
kekaburan, keraguan dan ketidakjelasan.
B. Jenis Penelitian
Sehubungan dengan apa yang sudah dipaparkan dalam pendekatan
penelitian, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian yuridis normatif dengan
pertimbangan yang menitikberatkan pada kepastian hukum yang diperoleh
pengguna transakasi pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi
berdasarkan prinsip syariah. Dan ntuk mendapatkan pengalaman yang
komprehensif tentang konsep-konsep yang akan dikaji, penulis menggunakan
jenis penelitian Kepustakaan (Library Research), dengan mencari data dari
berbagai literatur dan refrensi yang berhubungan dengan materi pembahasan.
Penelitian kepustakaan dimaksudkan untuk mencari data sekunder, yang berupa
bahan hukum primer (primary source) dan bahan hukum sekunder (sekundary
saurce).9 Bahan hukum primer yang berupa bahan hukum yang terdiri dari
berbagai aturan hukum, bahan hukum sekunder yang berasal dari buku-buku,
pendapat para pakar, hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah, jurnal, artikel dan
internet. Terdapat pula bahan hukum tersier, seperti kamus dan ensiklopedi dan
bahan sejenisnya.
C. Data Penelitian
Penelitian hukum normatif mempunyai metode tersendiri dibandingkan
dengan metode penelitian ilmu-ilmu sosial lainya, hal itu berakibat pada jenis
9 Peter Mahmud Merzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2007), h. 141.
37
datanya. Dalam Penelitian hukum yang selalu diawali dengan premi normatif,
datanya juga diawali dengan data sekunder. Bagi penelitian hukum normatif yang
hanya mengenal data sekunder saja.10
D. Sumber Data
Sumber data adalah segala sesuatu yang menjadi sumber dan rujukan
dalam penelitian. Adapun sumber data dalam penelitian ini penulis bagi ke dalam
tiga jenis data, yaitu :
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan
terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-
undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasiakn seperti hukum adat
dan yurisprudensi.11
Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang
penulis gunakan terdiri dari beberapa aturan perundang-undangan yang
terkait, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, KUHPerdata, POJK Nomor 77
tentang Transaksi pinjam meminjam uang berdasarkan teknologi
informasi, Fatwa DSN MUI Nomor 117 tentang layanan pembiayaan
berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah, Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang
Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Teknologi Elektronik, PP
Nomor 82 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan sistem dan transaksi
elektronik.
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah
buku-buku hukum lainnya, skripsi, tesis, jurnal, artikel, ataupun materi-
materi yang memberikan digunakan untuk menguatkan atau memberi
penjelasan mengenai bahan hukum primer.
10
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 30. 11
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 31.
38
3. Bahan Hukum Tersier
Bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna
terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Seperti kamus hukum,
ensiklopedia, media massa, kamus besar bahasa Indonesia, dan lain-lain.
E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara bagaimana penelitian diperoleh.
Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis alat
pengumpulan data yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau
observasi, dan wawancara atau interview.12
Berkaitan dengan metode penelitian
yang digunakan, yaitu penelitian normatif. Data dalam penelitian normatif
lazimnya dikumpulkan melalui studi kepustakaan (library research).
Suatu data yang dibutuhkan dalam suatu penelitian haruslah data yang
akurat yang sesuai dengan objek penelitian sehingga dapat menjawab
permasalahan penelitian. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan datanya
menggunakan beberapa jenis pengumpulan data, yaitu :
1. Studi Dokumen
Studi dokumen meliputi bahan-bahan hukum yang terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,dan bahan hukum tersier.
Penilaian terhadap bahan hukum yang akan dipergunakan dapat dilakukan
melalui dua cara, yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern
berkenaan dengan jawaban dari pertanyaan apakah dokumen itu otentik
dan dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. Sedangkan kritik intern
berkenaan dengan jawaban dari pertanyaan apakah isinya dapat diterima
sebagai kenyataan.13
Penulis mengamati dokumen-dokumen yang dibutuhkan yang
berhubungan antara kajian normatif dengan undang-undang yang
12
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 67. 13
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 68.
39
berkenaan dengan perlindungan konsumen atau pengguna transaksi pinjam
meminjam uang berdasarkan teknologi informasi sesuai prinsip syariah.
Dokumen yang didapat berupa beberapa arsip sebagai berikut:
POJK Nomor 77 tentang Transaksi pinjam meminjam uang berdasarkan
teknologi informasi, Fatwa DSN MUI Nomor 117 tentang layanan
pembiayaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah,
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
serta peraturan terkait lainya.
2. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan atau informasi
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka
antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden.
Data yang diperoleh dengan teknik wawancara adalah dengan menanyakan
sesuatu kepada responden. Keterangan tersebut diperoleh berdasarkan apa
yang diketahui dan ingin diberikan oleh responden, baik tentang suatu
fakta, suatu kepercayaan, suatu standar, suatu alasan dan sebagainya.14
Wawancara yang dilakukan oleh penulis yaitu interaktif antara penulis
dengan pihak yang akan dimintai data agar menambah keakuratan data
yang penulis dapatkan dalam melakukan penelitian ini.
Wawancara tersebut dilakukan dengan pihak terkait yang memang
berkompeten dan mampu membantu penulis dalam memecahkan masalah
penelitian. Wawancara dilakukan di salah satu starup teknologi
finansialsyariah yang sudah mengantongi izin Otoritas Jasa Keuangan dan
Dewan Syariah Nasional, yaitu PT AMMANA FINTEK SYARIAH.
F. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan penulis adalah POJK Nomor 77 tentang
Transaksi pinjam meminjam uang berdasarkan teknologi informasi, Fatwa DSN
MUI Nomor 117 tentang layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi
14
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2013), h. 196.
40
berdasarkan prinsip syariah, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, serta peraturan terkait lainya.
G. Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian hukum normatif, pengolahan bahan berwujud kegiatan
untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Dalam hal
ini pengolahan bahan dilakukan dengan cara melakukan seleksi data sekunder
atau bahan hukum kemudian melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan
hukum dan menyusun data hasil penelitian tersebut secara sistematis, tentu saja
hal tersebut dilakukan secara logis, artinya ada hubungan dan keterkaitan antara
bahan hukum satu dengan bahan hukum lainya untuk mendapatkan gambaran
umum dari hasil penelitian.15
H. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa
melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan
teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini
disebut sebagai kegiatan memberikan telaah yang dapat berarti menentang,
mengkritik, mendukung, menambah atau memberi komentar dan kemudian
membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pemikiran sendiri dan
dibantu teori yang telah didapat.16
Berdasarkan sifat penelitian ini yang bersifat deskriptif analisis, analisis
data yang digunakan adalah kualitatif terhadap data yang didapat. Deskriptif
tersebut meliputi isis dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang
dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang
dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek
kajian.17
15
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 181. 16
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 183. 17
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 107.
41
BAB IV
ANALISIS DAN IMPLEMENTASI TEMUAN
A. Analisis Prinsip Syariah Transaksi Teknologi Finansial Syariah
Lahir dari sebuah kreativitas dan inovasi di bidang finansial yang
dipadupadankan dengan sebuah teknologi informasi, teknologi finansial mampu
merasuk ke dalam sektor industri global, dengan mengadaptasi prinsip jaringan
komputer diharapkan dapat mendatangkan proses transaksi keuangan yang lebih
praktis dan efiesien. Melalui proses pengajuan pembiayaan yang dikemas secara
sederhana, teknologi finansial mampu menciptakan ruang tersendiri di hati
masyarakat baik sebagai penyedia jasa maupun sebagai pengguna dari model
bisnis teknologi finansial itu sendiri. Teknologi finansial menghadirkan pula
transaksi keuangan dengan proses yang lebih mudah dan aman, mulai dari proses
pembayaran, pinjaman uang, transfer ataupun jual beli saham. Pengguna transaksi
bisnis ini hanya mengandalkan teknologi yang dimiliki seperti ponsel pintar atau
laptop disetiap transaksinya, tidak perlu bertatap muka secara langsung antar
pihak atau datang ke bank untuk melakukan transaksi keuanganya. Tentu hal ini
yang dibutuhkan masyarakat dengan proses yang tergolong cepat serta minimnya
kebutuhan dokumen untuk mendapatkan produk atau jenis pembiayaan terkait.
Teknologi finansial saat ini masih didominasi oleh teknologi finansial
konvensional, menurut data yang dipublikasi dalam situs resmi OJK per Juni 2018
terdapat 63 perusahaan penyelenggara layanan teknologi finansial yang
mengantongi izin OJK, lebih dari setengah bagiannya adalah layanan berbasis
konvensional.1 Layanan teknologi finansial tersebut perlahan-lahan masuk ke
sistem keuangan syariah.2 Hal ini dibuktikan dengan bermunculanya start-up yang
menjalankan bisinisnya berdasarkan prinsip syariah dan sudah terdaftar di OJK
dan DSN-MUI, dengan begitu tentu sangat penting bagi para start-up yang
menjalankan sistem bisnis berdasarkan syariah untuk menerapkan ketentuan-
1 Diakses dari http://www.ojk.go.id/ pada tanggal 19 Oktober 2018 pukul 00:36 WIB.
2 Didukung dengan dikeluarkanya Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI) No. 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis
Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
42
ketentuan syariah, mulai dari produk yang ditawarkan, akad yang digunakan
sampai rukun dan sarta batasan hukumnya sesuai ketentuan Fatwa dan tidak
bertentangan pula dengan prinsip perlindungan konsumen.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjawab kegundahan masyarakat
tentang produk syariah yang ditawarkan oleh start-up syariah di Indonesia dengan
menimbang berbagai aspek, selain memang bisnis teknologi finansial sedang
berkembang di Indonesia, juga dirasa perlu adanya kejelasan mengenai ketentuan
dan batasan hukum terkait layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi
berdasarkan prinsip syariah. MUI mengeluarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional-
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang
Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah
yang terdiri atas delapan bagian: 1) ketentuan umum; 2) ketentuan hukum; 3)
subjek hukum; 4) ketentuan terkait pedoman umum layanan pembiayaan berbasis
teknologi informasi; 5) model layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi;
6) ketentuan terkait mekanisme dan akad; 7) penyelesaian perselisihan; 8)
ketentuan penutup.3
Fatwa tersebut menjawab keraguan para konsumen atau pengguna
transaksi bisnis teknologi finansial dalam memahami ketentuan dan batasan
hukum yang menjadi landasan kesyariahan dari produk yang ditawarkan oleh
start-up di Indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan pula bahwa fatwa
tersebut memberikan kepastian hukum sehingga meningkatkan rasa kepercayaan
masyarakat terhadap layanan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang
ditawarkan oleh start-up teknologi finansial syariah sehingga meningkatkan minat
masyarakat untuk melakukan transaksi menggunakan teknologi finansial.
Start-up syariah sebagai pihak yang mempertemukan atau
menghubungkan antara pemberi pembiayaan dengan penerima pembiayaan, tentu
harus berlandaskan mekanisme penerapan prinsip syariah yang tertera dalam
fatwa, baik dari segi akad yang harus sesuai dengan syariat Islam dan tidak boleh
bertentangan dengan prinsip syariah seperti; riba (tambahan yang diperjanjikan
3 Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 117/DSN-
MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip
Syariah.
43
atas pokok utang), gharar (ketidakpastian dalam suatu akad), maysir
(ketidakjelasan), tadlis (tindakan menyembunyikan kecacatan objek), dharar
(tindakan yang menimbulkan bahaya), dan haram,4 maupun dalam segi
perlindungan konsumen atau pengguna dari transaksi bisnis teknologi finansial itu
sendiri. Penelitian ini pun meneliti mekanisme penerapan prinsip syariah yang ada
di lapangan dengan melakukan penelitian di PT. AMMANA FINTEK SYARIAH
untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana start-up menjalankan produk
teknologi finansial yang mereka tawarkan sesuai dengan prinsip syariah.
PT Ammana adalah sebuah perusahaan teknologi financial (fintek) yang
fokus pada permodalan usaha kecil, menengah dengan prinsip syariah.
pengguna (sebagai pemberi modal/sohibul maal) dapat mendanai para pelaku
usaha terbaik binaan LKMS (Koperasi Syariah / Baitul Maal wat Tamwil), bukan
saja imbal hasil yang menarik namun diharapkan mendapatkan keberkahan dari
harta yang investasikan. Dengan mendanai para pelaku usaha mikro, sohibul maal
telah berkontribusi membebaskan pelaku usaha tersebut dari bahaya riba.
Ammana sebagai penyedia jasa menjembatani ummat UMKM (Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah) dan masyarakat yang memiliki usaha/ aktifitas produktif,
kreatif dan inovatif. Hal ini sebagai bentuk dukungan dalam pembanguanan dan
kemajuan bangsa Indonesia untuk siap menghadapi tantangan global melalui
layanan teknologi keuangan yang berbasis syariah, guna turut mengentaskan
masyarakat dan UMKM di Indonesia terlepas dari jeratan transaksi Ribawi.
UMKM nantinya akan digandeng oleh ammana sebagai mitra lapangan yang
dihubungkan kepada pemilik modal dengan tanpa bertatap muka secara langsung,
melainkan memanfatkan teknologi sebagai bentuk jasa yang ditawarkan PT
Ammana.5 Berikut gambaran sistem kerja pada PT Ammana:
4 Ketentuan Umum Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) No. 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi
Berdasarkan Prinsip Syariah. 5 http://ammana.id diakses pada 19 Oktober 2018, Pukul 18.00 WIB.
44
Gambar 4.1 Cara Kerja Ammana
Sumber: http://ammana.id
Pada fintek syariah yang tidak mengenal riba atau keuntungan satu pihak,
melainkan melakukan bagi hasil dalam akadnya untuk mendapatkan keuntungan
antara pemberi pembiayaan dengan penerima pembiayaan. PT Ammana pun
bekerjasama dengan para mitra dalam hal ini BMT, Komunitas, dan Lembaga
Wakaf sebagai penerima pembiayaan, sebagai pihak ketiga antara mintra dengan
penguna sebagai pihak pemberi pembiayaan.
1. Perbedaan Teknologi Finansial Syariah dengan Teknologi Finansial
Konvensional
Pada dasarnya sistem yang digunakan dalam pembiayaan syariah
maupun pembiayaan konvensional adalah sama. Keduanya sama-sama
bergerak dalam sistem keuangan yang mengandalkan teknologi, dengan
begitu pembiayaan yang ditawarkan bersifat umum atau diperuntukan
untuk siapa saja yang membutuhkan modal usaha ataupun dana pribadi.
Perbedaan secara umum adalah penggunaan isltilah yang digunakan,
dalam Transaksi teknologi finansial konvensional dikenal dengan layanan
kredit,6 sedangkan dalam layanan teknologi finansial berdasarkan prinsip
6 Menurut Undang-undang Perbankan No. 10/1998, kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
45
syariah menggunakan istilah pembiayaan7. selain perbedaan istilah, berikut
beberapa perbedaan lainya tentang layanana teknologi finansial syariah
dan konvensional8 :
a. Suku Bunga
Dalam pembiayaan konvensional, kredit yang diberikan kepada
konsumen dibuat sebagai akad pinjaman sehingga nasabah nantinya
memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tersebut beserta
bunga yang ditentukan oleh peminjam tergantung besarnya pinjaman
yang di ambil, inilah yang disebut dengan riba. Berbeda dengan
pembiayaan syariah , dimana bunga merupakan hal yang tidak
diperbolehkan karena dalam bunga terdapat unsur riba, dalam
ketentuan menjalankan model pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
jelas suatu produk syariah haruslah terbebas dari riba.9 Dalam
penerapan prinsip syariah riba dalam segala bentuknya dilarang, hal ini
secara tegas dinyatakan dalam Q.S al-Baqarah (2): 278-279 yang
berbunyi :
كنتممؤمني (872)ياأي هاالذينآمنواات قوااللووذروامابقيمنالرباإن
فإنلت فعلوافأذنوابربمناللوورسولووإنت بتمف لكمرءوسأموالكمال
(872تظلمونوالتظلمون)
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 7 Menurut Undang-undang Perbankan Syariah No. 21/2008 pembiayaan adalah
penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa; transaksi bagi hasi dalam
bentuk mudharabah dan musyarakah; transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; transaksi jual beli bentuk piutang murabahah, salam dan
istisna; transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh dan transaksi sewa menyewa jasa
dalam bentuk ijarah dan transaksi multi jasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi
fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan
ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. 8 Diakses dari http://selular.id//2018/02/ pada tanggal 24 Maret 2018 pukul 18:30 WIB.
9 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2010), h. 19.
46
“Hai orang-orang yang beriman takutlah kepada Allah dan
tinggalkanlah sisa-sisa rba itu jika kamu orang beriman. Kalau kamu
tiada memperbuatnya ketahuilah ada peperangan dari Allah dan Rasul-
Nya terhadapmu dan jika kamu bertobat maka untukmu pokok-pokok
hartamu. Kamu tidak menganiaya dan tidak pula teraniaya.”
Pada penerapanya teknologi finansial konvensional
menerapkan suku bunga dalam proses pinjam memijam, besarnya
bunga dan lama pengambalian hanya ditentukan oleh satu pihak.
Seperti ketentuan yang diterapkan oleh investree dengan range
pendanaan Rp. 5.000.000 – Rp. 100.000.000 dengan suku bunga 14%
hinga 20% per jumlah pendanaan dengan lama pendanaan rata-rata 30
hari sampai 180 hari.
Pada penghitungan yang terjadi pada fintek konvensional
besarnya estimasi pengembalian ditentukan oleh besarnya suku bunga
dan lama pendanaan yang di pilih oleh pemberi dana pinjaman.
Semakin sedikit jangka waktu yang dipilih maka semakin sedikit pula
bunga yang harus dibayarkan.
Sedangkan Islam sendiri mendorong praktik bagi hasil dan
mengharamkan riba (bunga) keduanya sama-sama memberikan
keuntungan bagi pemberi pembiayaan atau pemilik modal, namun
perbedaan yang paling menonjol adalah saat melakukan pembayaran,
pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjiakan tanpa pertimbangan
apakah proyek atau jenis usaha yang dijalankan oleh penerima modal
mengalami untung atau rugi. Layanan pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah menggunakan akad bagi hasil, yang mana bagi hasil
bergantung pada keuntungan usaha yang dijalankan oleh penerima
pembiayaan dan apabila usaha tersebut merugi, kerugian akan
ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.10
Dalam pembiayaan syariah juga tidak akan menjumpai kredit
yang diberikan sebagai akad pinjaman, melainkan menggunakan akad-
10
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), h. 26.
47
akad yang selaras dengan karakteristik layanan pembiayaan, antara lain
akad jual beli, akad pemindahan hak guna (ijarah), akad kerjasama
bagi hasil (musyarakah, mudharabah), akad pelimpahan kuasa
(wakalah, wakalah bi al-ujrah), dan akad pinjaman (qardh).11
Pembiayaan yang dilakukan oleh fintek syariah mengunakan
akad bagi hasil dengan penghitungan bagi hasil keuntungan sebesar
70:30 jadi jika pendaan mendapatkan keuntungan maka akan di bagi
70% untuk mitra dan 30% diberikan kepada pemodal dengan pokok
pendanaan diberikan terlebih dahulu. Pada pembiayaan syariah jangka
pengembalian dan lama pembiayaan pun ditentukan oleh mitra atau
tergantung pada proses pembiayaan yang dilakukan.
Dilihat pada perbedaan penghitungan serta perbedaan dalam
akad yang dilakukan fintek konvensional dan syariah, dalam hal ini
penulis menganalisis bahwa jika kedua prinsip fintek memiliki
keungulan masing masing serta kelemahanya namun jika ditinjau pada
presentase keuntungan yang didapat fintek syariah lebih
menguntungkan karena presentase yang didapat mencapai 30% dari
laba yang di dapat dari hasil akad bagi hasil yang dilakukan dalam
pembiayaan syariah. dalam ranah pembiayaan syariah juga mendorong
masyarakat untuk giat berinvestasi dalam layanan pembiayaan berbasis
teknologi informasi dengan tanpa memberi permodalan dalam jumlah
besar, akan tetapi dalam Ammana sendiri menawarkan minimal
investasi bagi pemilik modal sebesar Rp. 50.000. tentu hal ini akan
menumbuhkan rasa semangat berinfestasi dan mencari keridhoan Allah
dalam melakukan transaksi berbasis teknologi informasi berdasarkan
prinsip syariah.
b. Resiko dan Cicilan
Ketika nasabah mengajukan pinjaman secara konvensional,
nasabah akan menanggung sepenuhnya resiko ketika nasabah tidak
11
Ketentuan Terkait Pedoman Umum Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI) No. 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis
Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah
48
memiliki kemampuan untuk membayar cicilanya. Hal ini berbeda
dengan sistem pembiayaan syariah yang menggunakan akad syariah,
yang mana pihak yang melakukan akad dalam hal ini pemberi
pembiayaan dan penerima pembiayaan, mereka akan bersama-sama
menganggung resiko atas keuntungan dan kerugian yang dihasilkan
oleh usaha tertentu yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Jika yang melakukan penundaan pembiayaan adalah pihak penyedia
jasa layanan teknologi finansial syariah maka penyedia jasa dapat
dikenai denda yang nantinya akan tertera didalam akad perjanjian.12
c. Ketersediaan Pinjaman
Dalam proses pengajuan pinjaman bila dilihat dari aspek
dokumen yang dibutuhkan baik dengan sistem konvensional maupun
syariah. keduanya membutuhkan dokumen elektronik seperti foto
Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan dokumen lainya. Namun
perbedaanya terletak antara pembiayaan syariah dan konvensional
dalam hal menyediakan dana pinjaman. Pada pembiayaan syariah
menggunakan penawaran produk untuk keperluan tertentu. Dalam hal
ini tidak ada dalam pembiayaan keuangan konvensional, seperti untuk
pendidikan, haji dan umroh atau yang lainya.
Setiap transaksi dalam pembiayaan syariah tidak hanya
memperhatikan prosesnya atau penerapan akadnya saja tetapi dampak
yang ditimbulkan setelah terjadinya akad.13
Dengan demikian, produk
yang diajukan sebagai objek pembiayaan haruslah tidak bertentangan
dengan prinsip syariah atau objek-objek yang menimbulkan kerusakan
atau kerugian untuk para pihak maupun untuk orang banyak. Transaksi
dilarang karena objek (barang dan/atau jasa) yang ditransaksikan juga
dilarang oleh syariat, walaupun akad yang dilakukan sah sesuai
12
Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,
Jakarta, 13 September 2018. 13
Muhammad Maksum, “Model-Model Kontrak dalam Produk Keuangan Syariah”,
Jurnal Al-„Adalah, Vol XII, No. 1, Juni 2014.
49
ketentuan syariat tetapi transaksinya tetaplah haram dilakukan karena
objek transaksinya dilarang atau melanggar ketentuan syariah.14
2. Penawaran Produk Syariah yang Mengandalkan Teknologi Informasi
Dalam konteks pembiayaan berdasarkan teknologi informasi, para
start-up dapat memajang informasi produk yang ditawarkan kepada
konsumen. informasi tersebut dapat berupa katalog produk dan layanan
yang mereka berikan yang disertai dengan berbagai informasi seperti
harga, spesifikasi barang dan jasa, informasi perusahaan, dan lain-lain. Hal
ini sebenarnya sama halnya dengan dunia nyata, di mana toko-toko pada
sebuah pusat pembelanjaan memajang barang-barang atau jasa dalam
sebuah etalase untuk menarik konsumen.15
Model bisnis ini sebenarnya
sama saja dengan penawaran pada umumnya yang membedakan adalah
proses transaksinya yang menggunakan teknologi informasi, sehingga
dirasa lebih efisien saat melakukan transaksi, serta memudahkan para
konsumen mengetahui produk yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan
konsumen itu sendiri.
Contoh konsep penawaran pembiayaan yang dilakukan salah satu
start-up teknologi finansial yang menjalankan prinsip syariah adalah PT
Ammana Fintek Syariah, suatu perusahaan yang menyediakan platform16
untuk melaksanakan kegiatan pembiayaan syariah secara peer to peer.
Melalui website dan hasil wawancara dengan CEO PT AMMANA, bentuk
penawaran produk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah berupa
pembiayaan berbasis komunitas (community Based).17
14
Adiwarman A Karim, Bank Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), h. 30. 15
Ernama Santi, dkk, Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial
Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016), Diponegoro Law
Journal, Vol. 6, No. 3, 2017. 16
Platform adalah teknologi; sistem elektronik; website dan/atau mobile application yang
disediakan PT Ammana kepada pengguna untuk mengunjungi dan mengakses layanan. 17
Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,
Jakarta, 13 September 2018.
50
a. Akad dan Mekanisme Layanan Pembiayaan Berbasis Komunitas
(community Based)
Akad dan mekanisme layanan pembiayaan berbasis komunitas,
yaitu sebagai berikut18
:
1) Adanya pelaku usaha/calon penerima pembiayaan yang tergabung
dalam komunitas usaha tertentu yang bekerjasama dengan
penyelenggara;
2) Calon penerima pembiayaan yang memiliki kebutuhan modal
usaha, mengajukan pembiayaan kepada penyelenggara;
3) Atas dasar pengajuan pembiayaan, penyelenggara menawarkan
kepada calon pemberi pembiayaan untuk membiayai kebutuhan
modal calon penerima pembiayaan;
4) Dalam hal calon pemberi pembiayaan menyetujui penawaran,
dilakukan akad wakalah bi al-ujrah antara pemberi pembiayaan
dengan penyelenggara untuk memberikan pembiayaan kepada
penerima pembiayaan; pemberi pembiayaan sebagai muwakkil dan
penyelenggara sebagai wakil;
5) Penyelenggara sebagai wakil dari pemberi pembiayaan, melakukan
akad dengan penerima pembiayaan baik akad jual beli, ijarah,
musyarakah, mudharabah, atau akad-akad lain yang sesuai dengan
prinsip syariah;
6) Penerima pembiayaan membayar pokok dan imbal hasil (margin,
ujrah, atau bagi hasil) kepada penyelenggara melalui komunitas
usaha tertentu yang bekerjasama dengan penyelenggara;
7) Penyelenggara wajib menyerahkan pokok dan imbal hasil (margin
atau ujrah) kepada pemberi pembiayaan.
Mekanisme akad pembiayaan berbasis komunitas menjadi
model layanan yang ditawarkan PT Ammana dengan melibatkan empat
subjek hukum :19
18
Bagian keenam point keenam Fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang
Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
51
1) Penyelenggara dalam hal ini adalah PT Ammana sebagai penyedia
layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi
2) Pemberi pembiayaan
3) Mitra yaitu komunitas usaha terentu yang telah berkerjasama
dengan penyelenggara, dalam hal ini PT Ammana sudah
bekerjasama dengan lebih dari 30 BMT atau koperasi serta
lembaga wakaf20
4) Pelaku usaha atau calon penerima pembiayaan yang telah
bergabung dengan mitra.
Dalam Fatwa DSN-MUI No. 117/2018, subjek hukum dalam
kegiatan layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi hanya ada 3
subjek hukum; penyelenggara, penerima pembiayaan dan pemberi
pembiayaan.21
Dalam prakteknya Ammana Menggandeng para pelaku
usaha yang merupakan anggota dari Koperasi syariah dan BMT,
bahkan lembaga wakaf, yang mana koperasi atau BMT tersebut akan
dijadikan patner atau mitra lapangan oleh ammana sebagai
penghubung dengan penerima pembiayaan. Hal ini bukan tanpa alasan,
sadar bahwa transaksi finansial teknologi merupakan transaksi
pembiayaan yang cukup baru dibandingkan model transaksi yang lain,
Ammana menyentuh sektor UMKM yang lebih dulu terbentuk dalam
naungan Koperasi syariah atau BMT. Ini tentu memudahkan dan lebih
menambah rasa percaya para pemberi pembiayaan agar mau
berinvestasi memberikan modalnya dengan akad atau ketentuan
syariah.22
19
Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,
Jakarta, 13 September 2018. 20
http://ammana.id diakses pada 19 Oktober 2018, Pukul 18.00 WIB. 21
Fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis
Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah. 22
Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,
Jakarta 13 September 2018.
52
b. Pengaplikasian Akad Layanan Pembiayaan Berbasis Komunitas
(community Based)
Akad yang digunakan pada layanan pembiayaan berbasis
komunitas:
1) Akad Wakalah Bil Ujroh atau Akad Perwakilan Dengan Upah
Sesuai Fatwa DSN-MUI No. 117/2018 Akad wakalah bil ujrah
dilakukan antara Ammana dengan pemberi pembiayaan.23
Akad
wakalah menurut ulama baru dianggap sah apabila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:24
a) Orang yang Mewakilkan (Al-Muwakkil)
b) Orang yang menerima kuasa (Al-Wakil)
c) Perkara yang diwakilkan
d) Pernyataan kesepakatan (ijab-qabul)
Ammana sebagai penerima kuasa (wakkil) menerima tanggung
jawab atau menerima kuasa dari pemberi pembiayaan sebagai
orang yang mewakilkan (muwakkil). Untuk menyalurkan dananya
kepada penerima pembiayan, agar pembiayaan yang mereka
keluarkan sampai kepada penerima pembiayaan. Ammana dan
pemberi pembiayaan melakukan akad wakalah bil ujrah, sehingga
dari mewakilkan tersebut Ammana berhak mendapatkan
keuntungan (ujrah) atas penyediaan jasa yang diberikan, seperti
jasa IT atau jasa pengadaan virtual accont.
2) Akad Musyarakah
Dalam Peraturan Ketua Badan Pengawasan Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan (Bapepam LK) Nomor: PER-03/BI/2007
tentang kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan musyarakah
adalah dana yang diperoleh perusahaan pembiayaan melalui akad
23
Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,
Jakarta 13 September 2018. 24
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 191
53
kerjasama dengan pihak lain untuk usaha tertentu dimana masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan
bahwa keuntungan dibagi bersama sesuai kesepakatan yang
dituangkan dala akad atau proposional; sedangkan risiko
ditanggung bersama secara proposional.25
Mengenai pembagian
keuntungan maupun kerugian yang dihasilkan diatur dalam Fatwa
Nomor 08 tahun 2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yaitu
setiap keuntungan dibagikan secara proposional atau atas dasar
kesepakatan di awal akad dan sistem pembagian keuntungan
(nisbah) harus tertuang dengan jelas dalam akta perjanjian dan
boleh mengusulkan jika keuntungan melebihi jumlah tertentu,
kelebihan atau prosentasenya itu diberikan kepadanya. Kemudian
ketentuan mengenai kerugian adalah bahwa kerugian di bagi
diantara para pihak secara proposional menurut saham masing-
masing dalam modal.26
Dalam fatwa tersebut terdapat dua ketentuan yang menarik,
pertama, keuntungan musyarakah dibagi berdasarkan porsi modal
atau sesuai kesepakatan yang dituangkan secara jelas dalam
klausula atau akad perjanjian.oleh karena itu, pembagian
keuntungan dilakukan dengan salah satu dari dua cara; 1) dibagi
secara proposional atau sesuai dengan proporsi/prosentase modal,
2) dibagi sesuai kesepakatan atau tidak berdasarkan proporsi
modal. Dan Kedua, kerugian dibagi diantara para pihak hanya
dibagikan secara proposional menurut saham masing-masing dalam
modal.27
Dalam prakteknya pemberi pembiayaan melakukan akad
musyarakah atau akad kerjasama menggunakan sistem investasi, di
25
Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK)
Nomor; PER-03/BI/2007, Pasal 3, ayat (4). 26
Fatwa Nomor 08 Tahun 2000 tentang Pembiayaan Musyarakah 27
Maulana Hasanudin, Jaih Mubarok, Pengembangan Akad Musyarakah, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 87
54
mana pemberi pembiayaan sebagai investor yang memberikan
dananya melalui platform yang disediakan oleh perusahaan
pembiayaan (yang telah terlebih dahulu melakukan akad wakalah
bil ujrah) untuk disalurkan kepada penerima pembiayaan (UKM)
yang tergabung dengan BMT untuk melakukan penyertaan modal
bersama untuk membiayai usaha UKM, dengan pembebanan risiko
untung dan rugi sesuai kesepakatan di dalam akad dengan
ketentuan pembagian keuntungan maupun kerugian yang mungkin
dihasilkan dibagikan secara proposional sesuai penyertaan modal
masing-masing. Akad musyarakah atau kerjasama usaha
dilaksanakan dengan melibatkan UKM atau usaha rumahan yang
membutuhkan pinjaman bisnis yang telah bergabung dengan
komunitas atau dalam hal ini BMT atau koperasi syariah. PT
Ammana berkerjasama dengan beberapa BMT dan Koperasi
syariah sebagai lembaga penyalur pembiayaan. Para penerima
pembiayaan yang ada di PT Ammana didapat dari para BMT dan
Koperasi syariah yang telah bekerjasama dengan mereka.
Secara umum pembiayaan yang ditawarkan PT ammana tidak
lah jauh berbeda jenis pembiayaan berbasis teknologi informasi
lainya, yang mana sama-sama mempertemukan pemilik modal
dengan penerima pembiayaan, yang membedakan yaitu PT
Ammana menggandeng BMT maupun koperasi syariah sebagai
lembaga penyalur pembiayaan. Tentu hal tersebut bukan tanpa
alasan, Lutfi Adhiansyah menyebutkan bahwa hal tersebut
memberikan beberapa keuntungan28
:
a) Mendapat pemohon pijaman yang jumlahnya banyak dalam
waktu yang cepat.
b) Penyaluran dana bisa terjaga keamananya.
c) Akad pinjaman bisa dijaga dengan kaidah syariah.
28
Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,
Jakarta 13 September 2018.
55
Keuntungan lainya adalah penyedia layanan pembiayaan
terkhusus yang menggandeng atau melibatkan Lembaga Keuangan
Mikro Syariah (LKMS), secara tidak langsung ikut turut aktif
dalam mengedukasi dan membina para UKM (usaha kecil
menengah) bersama LKMS mengenai peningkatan usaha mereka
dan pengetahuan tentang transaksi syariah. LKMS dirasa sangat
sesuai untuk berinteraksi langsung dilapangan secara profesional
dengan pelaku usaha. Karena LKMS sudah terbiasa beroperasional
mengelola keuangan dan manajemen pembiayaan. Dengan begitu
dapat mengurangi resiko Anda dalam berinvestasi di dunia mikro.
3. Analisis Penerapan Klausula Baku pada Layanan Pembiayaan Syariah
Secara umum suatu klausula baku lahir saat penerimaan terhadap
suatu penawaran yang dilakukan yang menimbulkan suatu kesepakatan
antara kedua belah pihak, klausula baku biasanya dibuat oleh pihak yang
kedudukanya lebih kuat, isi klausula baku seringkali merugikan pihak lain
yang menerima klausula tersebut karena dibuat secara sepihak.29
UUPK
mendefinisikan, klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan
syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara
sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau
perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.30
Memang klausula baku yang merupakan suatu bentuk perjanjian,
secara teoretis masih mengundang perdebatan, khususnya dalam kaitanya
dengan asas kebebasan berkontrak, yang mana pemberian kesepakatan
untuk melakukan kontrak tidak sebebas dengan perjanjian yang dilakukan
secara langsung. Suatu perjanjian jika dilakukan secara langsung maka
kedua belah pihak dapat melakukan negosiasi klausula perjanjian, lain
halnya dengan klausula baku yang mana salah satu pihak yang
membuatnya dan pihak yang lain menerimanya. Kendati demikian harus
29
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013), h. 66. 30
Pasal 1angka 10 Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
56
pula diakui bahwa klausula baku sangat dibutuhkan dalam dunia ekomoni
yang semakin berkembang, dimana orang-orangnya cenderung enggan
membuang-buang waktu. Oleh karena itu klausula baku tersebut dapat
memperi keefektifan bagi para pihak dari segi waktu yaitu dapat
mempersingkat waktu bernegosiasi dalam pembentukan klausula.31
Dalam layanan pembiayaan berdasarkan teknologi informasi
klausula baku sangat membantu berjalanya perjanjian, mengingat layanan
pembiayaan berdasarkan teknologi informasi adalah layanan yang hanya
mengandalkan suatu teknologi untuk menghubungkan antar pihak yang
masing-masing punya kepentingan, mereka tidak perlu meluangkan waktu
untuk bertatap muka dan hanya mengandalkan teknologi saja. Di sini
klausula baku lah yang diterapkan oleh penyelenggara layanan teknologi
informasi.
Berdasarkan Fatwa DSN-MUI No.117/2018 klausula baku yang
dibuat penyelenggara wajib memenuhi prinsip keseimbangan, keadilan dan
kewajaran sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang
belaku.32
a. Prinsip Keseimbangan
Prinsip keseimbangan sering dinamakan juga prinsip persamaan
atau kesetaraan (al-musawah). Penerapan prinsip ini sebagaimanana
penerapan asas equality before the law, maka kedududkan para pihak
dalam perjanjian adalah seimbang. Walaupun dalam prakteknya
banyak dijumpai klausula baku yang menguntungkan salah satu pihak
yang kedudukanya lebih tinggi dibandingkan pihak lainya, sehingga
memaksa pihak lain seolah-olah tidak memiliki pilihan lain. Oleh
karena itu, prinsip keseimbangan sangatlah penting dilaksanakan,
untuk melindungi hak masing-masing pihak, khususnya melindungi
pihak yang kedudukanya lebih lemah. Secara syariah klausula baku
31
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013), h. 76-78. 32
Bagian keempat angka (2) Fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang
Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
57
bersifat hanya merupakan usulan atau penyajian („ardh al-syuruth) dan
bukan bersifat final yang harus dipatuhi pihak lainnya (fardh al-
syuruth).33
b. Prinsip Keadilan
Pelaksanaan prinsip keadilan dalam akad, di mana para pihak
yang melakukan akad dituntut untuk berlaku benar mengungkapkan
kehendak dan keadaan, memenuhi semua perjanjian yang dibuat dan
memenuhi semua kewajiban. Prinsip keadilan ini harus diterapkan
dalam klausula baku untuk mencegah terjadinya kedzaliman yang
bukan tidak mungkin akan terjadi. Salah satu bentuk kedzaliman
adalah mencabut adalah mencabut hak-hak kemerdekaan orang lain,
dan/atau tidak memenuhi kewajiban terhadap akad yang dibuat.34
c. Prinsip Kewajaran
Prinsip kewajaran harus diperhatikan oleh setiap pembuat
klausula baku dalam rangka untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen, setiap klausula baku yang dibuat haruslah tidak
memberatkan konsumen, artinya memberikan suatu bentuk akad
dengan batas wajar tidak merugikan salah satu pihak. Klausula baku
yang memberatkan konsumen dapat dinyatakan tidak berlaku. Oleh
sebab itu penerapan prinsip kewajaran terciptalah keseimbangan
mengenai hak dan kewajiban para pihak, maka tidak ada alasan lagi
bagi konsumen untuk tidak mematuhi kontrak yang sudah
ditandatangani.35
Kesyariahan produk teknologi finansial diukur dengan mekanisme
perjanjian yang tertuang dalam klausula baku. Klausula baku yang dibuat
oleh penyelenggara barupa akad dalam bentuk dokumen elektronik yang
33
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 19 34
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 20 35
Sentosa Sembiring, Pencantuman Asas Kewajaran dalam Kontrak Standar (Perjanjian
Baku) sebagai Salah Satu Upaya Melindungi Konsumen, Jurnal Hukum, No. 12, Vol. 6 tahun
1999, h. 120
58
mudah dan sangat bisa dipahami oleh konsumen dengan tidak
mengesampingkan prinsip-prinsip syariah yang sudah diatur dalam fatwa.
Kontrak baku yang dibuat oleh Ammana36
disesuaikan dengan
ketentuan yang berlaku seperti peraturan OJK dan Fatwa DSN-MUI,
penyesuaian ini dilakukan agar kontrak baku dapat mengikuti peraturan
dan konsumen dengan mudah memahami isinya. Penyusuaian dalam
pembuatan kontrak baku yang dilakukan oleh Ammana dilakukan agar
tidak ada pihak yang merasa dirugikan dan kedua belah pihak
mendapatkan hak yang sesuai. Klausula baku pada setiap transaksi
pembiayaan syariah sudah menerapkan standar kontrak baku yang tidak
bertentanggan dengan ketentuan yang ada, dengan memuat prinsip
keseimbangan, keadilan dan kewajaran. Prinsip tersebut dituangkan dalam
akad dengan memperhatikan kewajiban masing-masing konsumen baik
sebagai pemberi pembiayaan maupun penerima pembiayaan, dijelaskan
pula secara jelas bagaimana mekanisme akad yang dijalankan serta
proporsi laba rugi yang diperoleh. Klausula baku dalam transaksi
pembiayaan syariah pun sangat mudah dipahami karena bentuknya berupa
dokumen elektronik, konsumen secara tidak langsung memperoleh haknya
yaitu hak memperoleh informasi yang jelas.
Kesyariahan yang dijalankan oleh pihak start-up sangat tergantung
dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI, dengan adanya fatwa
tersebut pelaku usaha layanan keuangan berbasis teknologi mempunyai
pedoman untuk menjalankan dan menerapkan prinsip prinsip syariah
tersebut dalam penawaran suatu prodak berdasarkan prinsip syariah.
Artinya suatu bentuk layanan keuangan berlandaskan prinsip syariah harus
mempunyai suatu peraturan tersendiri untuk menjadi pedoman para pegiat
ekonomi Islam dalam mengaplikasikan prinsip syariah pada setiap
transaksi ekonomi agar Konsumen sebagai pengguna jasa keuangan
khususnya dalam layanan finansial teknologi tidak lagi merasa ragu
36
Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,
Jakarta 13 September 2018.
59
dengan kesyariahan yang ada dalam proses mekanisme akad atau produk
produk yang ditawarkan. Pemerintah dalam hal ini OJK dan DSN-MUI
sudah mengeluarkan aturan tersendiri bagi para penyelenggara teknologi
finansial, tinggal bagaimana pengaplikasian dari penyelenggara itu sendiri.
Penyelenggara start-up layanan pembiayaan syariah tidak hanya
berlebel syariah semata untuk menawarkan produknya dan menjalankan
mekanisme perjanjian, kesyariahan yang menempel pada start-up juga
harus dilandasi dengan komitmen syariah yang harus dipegang oleh start-
up itu sendiri untuk menjalankan kesyariahanya, mulai dari mekanisme
dan pengaplikasian akad dalam produk yang mereka tawarkan sampai
memerhatikan kepentingan masing-masing pihak agar tercapai hak dan
kewajibanya. Prinsip-prinsip syariah yang dijalankan pun sebisa mungkin
meninggalkan area pertentangan dikalangan para pembuat fatwa. Tahap
kesyariahan dimulai saat layanan teknologi finansial menawarkan atau
yang lebih gambalang mempertemukan mitra dengan pengguna di aplikasi
dan mendapatkan kesepakatan kedua belah pihak dengan dihasilkanya
akad pembiayaan. Akad yang berisi dari prinsip prinsip islam agar kedua
belah pihak mendapatkan keuntungan dan tidak ada yang dirugikan,
kesyariahan tidak hanya sebagia lebel tapi memang dijalankan dan
terapkan oleh para penyelenggara layanan pembiayaan berdasarkan
teknologi informasi.
B. Analisis Bentuk Perlindungan Konsumen Teknologi Finansial
Berdasarkan Prinsip Syariah
Perlindungan konsumen telah menjadi perhatian khusus pemerintah
Indonesia sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Perlindungan yang dimaksud adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen.37
Hal ini dimaksukan karena konsumen dirasa selalu berada dalam
37
Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2017), h. 34
60
posisi yang lemah jika dihadapkan dengan pelaku usaha sehingga perlu adanya
perlindungan baginya.
Kemudian sejalan dengan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 21 tentang Otoritas Jasa Keuangan,
yaitu agar setiap kegiatan dalam sektor keuangan terselenggara secara teratur,
adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan sistem keuangan yang
tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat, maka perlindungan konsumen menjadi salah satu
fungsi dan tugas OJK selain pengaturan dan pengawasan.38
Geliat transaksi dalam transaksi sektor keuangan meningkat sembari
dengan adanya layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi. Tentu hal ini
menjadi perhatian pemerintah sebagai pembuat regulasi, oleh sebab itu OJK
sebagai pemegang mandat pemerintah untuk membuat regulasi dalam setiap
kegiatan dalam sektor keuangan mengeluarkan peraturan tersendiri tentang
layanan pembiayaan berbasis teknologi, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi. Di dalamnya memuat peraturan tentang ketentuan umum, ketentuan
penyelenggara layanan pinjam meminjam, ketentuan pengguna jasa pinjam
meminjam, sampai ketentuan yang berkenaan dengan edukasi dan perlindungan
pengguna layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Peraturan
tersebut diperuntukan untuk transaksi teknologi finansial konvensional.
Sedangkan ketentuan layanan teknologi finasial syariah diatur dalam Fatwa MUI
Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah yang didalamnya memuat ketentuan
umum, mekanisme akad pembiayaan, model pembiayaan dan penyelesaian
perselisihan.
Perlu digaris bawahi bahwa layanan teknologi finansial baik yang
konvensional maupun syariah haruslah mengedepankan kepentingan pengguna
transaksi teknologi finansial. Oleh sebab itu para start-up, khususnya yang
38
Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan, Strategi
Perlindungan Konsumen (Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2017).
61
berprinsip syariah juga harus memuat ketentuan-ketentuan berkenaan dengan
perlindungan konsumen yang sudah di muat dalam POJK No. 77/POJK.01/2016
dan Undang-Undang terkait, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK), Peraruran Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012
Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE), yang
merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
1. Analisis Perlindungan Konsumen Pada Transaksi Teknologi Finansial
Sebelum Terjadinya Akad
Secara umum para penyelenggara layanan teknologi finansial sadar
betul bahwa keamanan konsumen atau pengguna dari layanan yang
mereka tawarkan adalah hal yang paling utama, oleh sebab itu mereka
berupaya menerapkan sistem keamananya secara terstruktur dan
meminimalisir terjadinya risiko-risiko yang akan terjadi. Dari hasil
wawancara, Ammana pun melakukan standarisasi keamanan untuk
layanan yang mereka tawarkan, dengan melakukan beberapa prosedur
awal sebelum terjadinya akad, yaitu dimulai dari seleksi untuk seluruh
calon mitra lapangan wajib memenuhi persyaratan yang diterapkan
Ammana untuk mendapatkan rating,39
yang nantinya akan dijadikan
sebagai penawaran kepada penguna. Kemudian pemberi pembiayaan dapat
melihay standar scoring yang diberikan ammana untuk masing-masing
mitra lapangan. Dalam hal pembiayaan, tidak semua pembiayaan di
loloskan oleh penyelenggara, namun beberapa diantaranya membutuhkan
jaminan untuk dapat menerima pembiayaan atau minimal tanggung
renteng (pembiayaan kelompok) demi menjalin keberlangsungan usaha.
Berikutnya, semua permohonan yang masuk dari mitra akan melalui
pengawasan komite risiko dan kepatuhan Ammana. Terakhir, semua
prospek investasi yang tayang akan memiliki informasi scoring, detail
pembayaran dan rating mitra. Sehingga seluruh keputusan dapat dilihat
39
Penilaian yang dilakukan Ammana atas produk yang ditawarkan oleh mitra lapangan
62
oleh user.40
Dari tahap seleksi mitrapun penyelenggara sudah melakukan
bentuk perlindungan untuk menjamin para pengguna lainya yang dalam
hal ini pemberi pembiayaan atas produk-produk yang mereka tawarkan
sebelum memulai akad pun para calon pemberi pembiayaan sudah dapat
melihat bagaimana prospek produk yang nantinya akan mereka danai. Hal-
hal yang sangat penting dilakukan untuk melindungi kepentingan
konsumen sebelum transaksi dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan atau Edukasi Konsumen
Bentuk perlindungan konsumen adalah terpenuhinya hak
mereka, salah satunya adalah hak untuk memperoleh pendidikan
konsumen.41
Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen harus
dipenuhi agar konsumen memperoleh pengetahuan maupun
ketrampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat
penggunaan produk, karena dengan pendidikan konsumen tersebut
konsumen dapan menjadi lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu
produk yang dibutuhkan.42
Pendidikan konsumen sangatlah penting diberikan kepada
konsumen, dalam hal ini konsumen sebagai pengguna transaksi
teknologi finansial dengan memaparkan apa dan bagaimana cara kerja
dari suatu produk yang ditawarkan oleh penyelenggara, bukan hanya
itu bentuk pendidikan konsumen juga memaparkan apa yang menjadi
hak dan kewajiban para konsumen sebagai pengguna layanan teknologi
informasi. Mengingat bahwa layanan teknologi informasi adalah suatu
bentuk layanan yang tergolong baru di masyarakat, dan masyarakat
dipastikan sangat butuh edukasi tentang layanan penyelengara
tawarkan kepada mereka agar meninggkatkan kepercayaan mereka saat
belum melakukan transaksi, sehingga para konsumen lebih cerdas
40
Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,
Jakarta 13 September 2018. 41
Pasal 4 huruf g Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999. 42
Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2017), h. 44
63
dalam menentukan jenis transaksi yang seperti apa yang akan mereka
dapatkan nantinya. Bentuk mengedukasi konsumen pun harus sesuai
dengan UUPK, yang mana informasi yang didapat oleh konsumen
adalah informasi yang sebenarnya. Dan sebagai perusahaan penyedia
layanan teknologi informasi wajib memberikan informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan dan/atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.43
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, peneliti
mendapatkan data dari narasumber bahwa pada hak konsumen atas hak
informasi yang benar, perusahaan teknologi finansial menerapkan
edukasi konsumen berupa informasi tentang layanan yang mereka
tawarkan pada situs web atau aplikasi mereka pada laman awal dengan
memaparkan produk yang ditawarkan secara detail dari semua proses
sampai akhir pembagian hasil yang ada, dengan mengoptimalkan
aplikasi atau web dengan menampilkan tampilan yang menerangkan
tentang profil perusahaan, penawaran produk dan syarat dan ketentuan
apa saja untuk bisa menjadi seorang pengguna transaksi, bagaimana
tahapan-tahan jika konsumen akan melakukan transaksi (mulai dari
tahap mendownload apps tentang layanan sampai tahap kelengkapan
dokumen) serta ketentuan ketentuan-ketentuan lainya. Perusahaan
fintek pun tidak lupa untuk mengemas semua informasi tersebut
dengan menarik serta tidak terlalu rumit untuk dipahami oleh
konsumen atau disini sebagai penguna layanan fintek. Proses
pemaparan informasi ini pun mencakup pada hak konsumen untuk
mendapatkan pendidikan yang diatur dalam UUPK, karena dengan
penarapan hak hak tersebut secara tidak langsung mengarahkan
konsumen untuk melakukan kesalahan memilih produk serta
menjadikan konsumen yang cerdas.
Pemahaman konsumen terhadap produk atau penawaran yang
ditawarkan oleh perusahaan teknologi finansial berprinsip syariah
43
Pasal 7 Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999.
64
sangat membantu para pengembang atau perusahaan dalam
menjalankan proses perlindungan konsumen. Konsumen dituntut untuk
lebih memhami serta mencari tahu lebih tentang produk yang akan
mereka biayai, konsep edukasi konsumen yang berjalan bahwa
perusahaan memfasilitasi serta mengarahkan agar konsumen lebih
cerdas dalam hal memilih produk yang mereka tawarkan dengan
menmanfaatkan web serta aplikasi dan cara cara lainya. Bentuk
perlindungan konsumen dengan melakukan edukasi konsumen ini pun
dapat mencegah para konsumen salah dalam melakukan transaksi
maupun tidak tepat dalam melakukan pembiayaan produk.
Penyelenggara layanan teknologi informasi sadar bahwa
mereka tidak hanya harus mengandalkan situs web atau aplikasi untuk
mengedukasi para pengguna layanan mereka, karena penyelenggara
juga menyadari bahwa tidak semua masyarakat Indonesia enggan
untuk mengetahui layanan apa yang penyelenggara tawarkan jika
hanya mengandalkan situs web dan aplikasi saja. Menurut hasil
wawancara, salah satu bentuk mengedukasi layanan yang mereka
tawarkan lainya adalah terjun ke masyarakat langsung. Penyelenggara
harus giat melakukan sosialisasi-sosialisi atau seminar dengan
memperkenalkan produk mereka. Hal ini dirasa sangat efektif,
sehingga menambah rasa keingintauan masyarakat akan produk
pembiayaan yang ditawarkan.44
Dari hasil kajian perlindungan konsumen sektor jasa keuangan
yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan, bukan hanya edukasi
konsumen saja yang harus diperhatikan, tentunya semua aspek
perlindungan konsumen harus dipahami dan setidaknya dijelaskan
dalam pendidikan atau edukasi konsumen diantaranya tentang
44
Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,
Jakarta 13 September 2018.
65
kelengkapan dan transparasi produk, penyelesaian sengketa dan
pengaduan, pencegahan penipuan dan perlindungan data pribadi. 45
b. Kelengkapan Informasi dan Transparasi Produk Layanan
Penyedia layanan teknologi finansial wajib menyediakan
informasi secara lengkap, up-to-date, dan transparan terkait produk
atau layanan yang ditawarkan kepada konsumen dan masyarakat. Hal
tersebut sangat jelas diatur dalam POJK No. 77/2016 bahwa
penyelenggara layanan teknologi informasi wajib menyediakan dan/
atau menyampaikan informasi terkini mengenai layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi yang akurat, jujur, jelas
dan tidak menyesatkan.46
Hal tersebut dimaksudkan agar hak
konsumen atas informasi agar konsumen dapat memperoleh gambaran
yang benar akan suatu produk.47
Terpenuhinya hak konsumen tersebut sangatlah penting bagi
konsumen dalam pengambilan keputusan dan untuk membangun
kepercayaan dan kesetiaan konsumen terhadap layanan atau produk
yang ditawarkan. Penyelenggara layanan harus memastikan bahwa
informasi yang diberikan bersifat transparan sehingga hal tersebut
dapat memberikan kesempatan bagi konsumen untuk memahami dan
memilih produk dengan baik serta menghindarkan diri dari risiko yang
mereka ingin hindari.
Aspek kelengkapan informasi dan transparasi pada layanan
teknologi finansial di Indonesia harus meliputi: biaya-biaya, kewajiban
yang dikenakan kepada konsumen, transparasi, syarat dan ketentuan
pengguanaan produk/layanan, pemberitahuan kepada konsumen
apabila terdapat perubahan biaya, syarat dan ketentuan, pengguanaan
bahasa secara sederhana dan mudah dipahami, dan sebagainya. Pada
45
Departemen Perlindungan Konsumen OJK, Kajian Perlindungan Konsumen Sektor
Jasa Keuangan (Jakarta: Departemen Perlindungan Konsumen, 2017), h. 65. 46
Pasal 30 ayat 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. 47
Hak untuk memperoleh informasi diatur dalam Pasal 4 huruf b Undang-Undang
Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999
66
aspek ini para pelaku fintek syariah biasanya memaparkan pada
halaman web atau aplikasi mereka dengan pemaparan yang mudah
dipahami oleh konsumen. Peneliti pun menemukan bahwa, aspek ini
sangat dikedepan oleh para pelaku fintek karena sebagai untuk
memenuhi hak konsumen, aspek kelengkapan, dan sebagai penunjang
mereka melakukan penawaran produknya.
Dari hasil observasi dari beberapa situs web yang menawarkan
layanan transaksti teknologi finansial dan wawancara48
penulis
menyimpulkan bahwa penyelenggara layanan teknologi informasi
menawarkan sistem yang mengandalkan teknologi, maka situs web
yang mereka buat dirancang sedemikian rupa untuk mencangkup
informasi yang dibutuhkan secara transparan kepada konsumen
sebagai pengguna layanan.
c. Penanganan Pengaduan Dan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Penyedia layanan teknologi finansial harus memiliki
mekanisme penerimaan pengaduan dan penyelesaian sengketa. Hal
tersebut dapat meningkatkan kepercayaan konsumen menggunakan
layanan atau produk yang ditawarkan, konsumen dapat melakukan
pengaduan tentang layanan yang ditawarkan, tentu hal ini juga menjadi
evaluasi tersendiri bagi penyelenggara bila ada pengaduan dari
konsumen, maka penyelenggara diharapkan lebih meningkatkan
produknya dengan baik. Penyedia layanan teknologi finansial
setidaknya harus :
1) Menyediakan jalur atau kanal kontak penerimaan pengaduan yang
mudah diakses oleh konsumen, seperti telepon, e-mail, instant
messaging, dan surat.
2) Memiliki unit atau fungsi serta prosedur standar penanganan yang
ada pada POJK terkait dan diinformasikan kepada konsumen.
48
Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,
Jakarta 13 September 2018.
67
3) Menyediakan dan menginformasikan jika terdapat alternatif
penyelesaian sengketa yang dapat digunakan apabila penyelesaian
pengaduan dan sengketa secara internal tidak menghasilkan
kesepakatan.
Semua bentuk penanganan pengaduan dapat dilihat dan diakses
dalam situs web masing-masing penyelenggara layanan transaksi
teknologi informasi. Penyelenggara diwajibkan menyertakan
penerimaan pengaduan dari para konsumen untuk meningkatkan rasa
percaya atas produk yang ditawarkan, karena layanan yang ditawarkan
mengandalkan teknologi, maka penyelenggara transaksi teknologi
informasi dituntut agas selalu responsif dan cepat dalam menangani
maslah pengaduan-pengaduan oleh para penggunanya. Hal tersebut
dimaksudkan agar masyarakat sebagai pengguna lebih merasa terlayani
dengan baik sehingga meningkatkan rasa kepuasan bagi para
konsumen.
d. Pencegahan Penipuan dan Keandalan Sistem Layanan
Sebagai layanan berbasis teknologi maka rentan terjadinya
penipuan , hal ini tentu sangat meresahkan konsumen. Untuk
meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap layanan teknologi
informasi, para penyelenggara wajib memastikan sistem yang mereka
gunakan andal. Penyelenggara wajib memiliki sistem keamanan dan
aplikasi yang aman dan tersertifikasi agar terhindar dari upaya
peretasan yang mungkin dilakukan oleh pihak yang tidak
bertanggungjawab. Pelaku layanan wajib melakukan pemeriksaan dan
penyempurnaan sistem secara berkesinambungan, agar memastikan
dan mengontrol sistem tetap aman dan andal.
Dalam prakteknya penyelenggara transaksi teknologi finansial
yang telah mengantongi izin OJK, sudah jelas menerapkan sistem
keandalan sesuai standar yang diterapkan OJK. Tidak menutup
kemungkinan adanya peretasan sistem pada transaksi teknologi
finansial, karena teknologi yang semakin hari semakin berkembang.
68
Oleh sebab itu para penyelenggara juga wajib melakukan pengamanan
terhadap komponen sistem teknologi informasi dengan memiliki dan
menjalankan prosedur dan sarana untuk pengamanan layanan teknologi
informasi dalam menghindari ganguan, kegagalan dan kerugian.49
e. Perlindungan Terhadap Data Pribadi
Keamanan dan pemeliharaan data pribadi konsumen harus
dilakukan dengan baik, dikarenakan data tersebut bersifat digital
sehingga relatif mudah untuk dicuri datanya. Bukan tidak mungkin
data yang masuk ke layanan teknologi finansial disalahgunakan oleh
penyelenggara teknologi finansial itu sendiri. Oleh karena itu, terkait
upaya perlindungan terhadap data pribadi dapat dilakukan dengan hal-
hal sebagai berikut:
1) Penyelenggara layanan wajib melakukan enkripsi50
data terhadap
data yang berkaitan dengan konsumen
2) Penyelenggara wajib menjaga keamanan data konsumen
3) Penyelenggara wajib melakukan manajemen akses data
4) Konsumen mempunyai hak untuk meminta penjelasan dari pelaku
terkait penggunaan informasi dan data yang telah diberikan.
Terkait penyalahgunaan data pribadi, pada dasarnya dijelaskan
bahwa dalam UU ITE, penggunaan data pribadi dalam sebuah media
elektronik harus mendapat persetujuan pemilik data yang
bersangkutan. Setiap oang yang melanggar ketentuan tersebut dapat
digugat atas kerugian yang ditimbulkan.51
Peneliti dalam hal ini melihat dengan adanya-aspek aspek pada
kajian OJK diatas mengambarkan bahwa sebuah layanan teknologi
finansial syariah harus sangat memperhatikan penguna sebagai
konsumen sebelum terjadinya akad, dan hak konsumen pun sangat
49
Pasal 28 ayat 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. 50
Enkripsi adalah proses pengamanan suatu informasi dengan membuat informasi
tersebut tidak dapat dibaca tanpa bantuan pengetahuan khusus. 51
Pasal 26 Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
69
penting untuk diterapkan. Aspek aspek yang tertera mengambarkan
bahwa penguna atau konsumen dengan adanya UUPK dan hasil hasil
kajian OJK serta Fatwa yang berlaku, konsumen sanggat berhak
mendapatkan haknya baik itu sebelum melakukan akad atau menjadi
pengunanya. Kewajiban penyelenggara jika terjadi kebocoran data
pribadi yang dikelola, maka penyelenggara diwajibkan untuk
menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada pemilik data pribadi.52
2. Analisis Perlindungan Konsumen Pada Transaksi Teknologi Finanasial
Sesudah Terjadinya Akad
Kontrak yang dilakukan secara elektronik berdasarkan UU ITE dan
PP PSTE tetap diakui sebagai transaksi elektronik yang dapat
dipertanggungjawabkan. Ketika konsumen telah mengklik persetujuan
melakukan suatu pembiayaan kepada penyedia layanan pembiayaan,
merupakan bentuk tindakan penerimaan yang menyatakan persetujuan
dalam melakukan kesepakatan atau persetujuan melakukan akad
pembiayaan yang ditawarkan penyelenggara transaksi teknologi informasi
dengan diiringi dengan syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi
konsumen. Di situlah akad dilakukan antara konsumen dan penyelengara
(melakukan akad wakalah), dilanjutkan mengklik salah satu produk yang
ditawarkan oleh penyelenggara. Artinya pemberi pembiayaan akan
disalurkan pembiayaanya kepada penerima pembiayaan yang telah dipilih
oleh penyelenggara sebagai penerima kuasa dari pemberi pembiayaan.
Pemberi pembiayaan dan penerima pembiayaan yang dalam hal
pembiayaan berbasis komunitas, penerima pembiayaan adalah anggota
dari mitra yang sudah ditunjuk atau sudah berkerjasama dengan
penyelenggara secara elektronik melakukan akad musyarakah. Dengan
demikian pemenuhan atas hak-hak konsumen baik sebagai pengguna
maupun mitra yang sudah tertera di akad haruslah diberikan oleh
penyelenggara transaksi teknologi informasi.
52
Pasal 15 ayat (2) Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Sistem dan Transaksi Elektronik.
70
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan juga untuk melindungi
konsumen dari berbagai resiko yang merugikan konsumen itu sendiri,
seperti resiko gagal bayar, penipuan yang dilakukan penyelenggara,
keamanan data yang telah masuk ke platform penyelenggara agar terhindar
dari penyalahgunaan, serta pnyertaan kontrak baku yang diterapkan.
Pemberlakuan kontrak baku dalam pembiayaan teknologi informasi
berdasarkan prinsip syariah harus tetap berlandaskan prinsip syriah, yang
terpenting dalam penyertaan dalam kontrak adalah tidak adanya pihak
yang merugiakan atau merasa dirugikan saat melakukan transaksi. Bentuk
perlindungan hukum untuk konsumen saat setelah akad berlangsung sudah
dijelaskan didalam akad;
a. Perlindungan Atas Penundaan Pembayaran
Dalam UUPK menyatakan bahwa konsumen berhak
mendapatkan konpensaasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian.53
maka sesuai ketentuan Pasal 7 huruf g,54
penyelenggara wajib memberi
konpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau
jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Dalam layanan finansial teknologi syariah penyertaan sanksi
berdasarkan prinsip ta‟zir (denda) sesuai kesepakatan pada saat akad.
Pemberian denda dilakukan agar penyelenggara transaki teknologi
finansial lebih disiplin lagi dalam menjalankan kewajibanya kepada
pengguna layanan teknologi finansial.
Sesuai prinsip syariah yang digunakan, bahwa setiap transaksi
bukan semata-mata mencari keuntungan, tetapi juga untuk
kemaslahatan umat. Dana yang berasal dari sanksi ta‟zir yang
dibebankan kepada penyelenggara akan disalurkan kepada mitra
lembaga sosial yang ditunjuk oleh penyelenggara.55
53
Pasal 4 huruf h Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 54
Pasal 7 huruf g Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 55
Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,
Jakarta 13 September 2018.
71
b. Perlindungan Konsumen Atas Cidera Janji
Perlindungan konsumen atas cidera janji yang dilakukan
penyelenggara, yang meliputi tidak dilaksanakanya kewajiban
pembayaran atau pelunasan oleh penyelenggara, informasi, keterangan,
dokumen yang diunggah atau dipublikasi oleh penyelenggara di
platform adalah palsu, tidak sah dan tidak benar dan cidera janji lainya.
Konsumen berhak menghentikan jangka waktu pemenuhan kewajiban
yang seharusnya dilakukan selama masih berlangsungnya akad.
Selanjutnya konsumen juga berhak meminta penyelenggara untuk
membayar atau melunasi sisa kewajiban yang harus dibayarkan oleh
penyelenggara kepada konsumen. Apabila tetap tidak ada itikad baik
dari penyelenggara maka konsumen berhak melakukan pelaporan
kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang berwenang
memberikan sanksi administratif kepada penyelenggara, seperti:
peringatan tertulis kepada penyelenggara, denda, pembatasan kegiatan
usaha sampai pencabutan izin usaha.56
Dalam hal ini, jika mitra atau penerima pembiayaan yang
melakukan cidera janji, maka penyelenggara akan melakukan
narahubung atau mediator antara pemberi dan penerima pembiayaan
untuk menyelesaikan permasalahan dengan menempuh jalan
kekeluargaan secara musyawarah mufakat, jika memang tidak terjadi
kesepakatan, maka permasalahan dapat diselesaikan ke lembaga yang
berwenang. 57
c. Perlindungan Atas Penyelesaian Sengketa Yang Patut
Salah satu hak konsumen juga berkenaan dengan mekanisme
penyelesaian sengketa adalah hak mendapatkan advokasi,
perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa secara patut.58
Apabila
56
Pasal 47 ayat 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. 57
Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,
Jakarta 13 September 2018. 58
Pasal 7 huruf f Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999
72
terjadi perbedaan pendapat atau salah penafsiran atau tidak
terpenuhinya hak masing-masing pihak yang benar-benar salah satu
pihak merasa dirugikan maka penyelesaian sengketa atau penyelesaian
perselisihan antar pihak dilaksanakan atau diselesaikan secara
musyawarah mufakat hal ini sesuai ketentuan Fatwa MUI 117/DSN-
MUI/II/2018. Apabila perselisihan yang terjadi antara pemberi
pembiayaan dan penerima pembiayaan, maka penyelenggara wajib
menengahi mereka dan tidak condong ke satu pihak saja, karena
penyelenggara di sini adalah sebagai penghubung antara kedua belah
pihak. Penyelengara membantu mencarikan titik temu dari
permasalahan keduanya sampai mencapai mufakat.59
Apabila
musyawarah mufakat yang dilakukan untuk menyelesaikan
perselisihan tidak tercapai, maka penyelesaian sengketa dilakukan
melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan syariah yaitu
melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).
d. Analisis Kode Etik Penagihan
Sesuai pedoman perilaku pemberian layanan pinjam meminjam
uang berbasis teknologi informasi secara bertanggung jawab (pedoman
perilaku), yang dikeluarkan oleh Asosiasi Fintech Indonesia yang
dibuat untuk memberikan panduan etika serta perilaku
bertanggungjawab bagi penyelenggara yang menawarkan layanan
pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang disepakati
bersama, sukarela dan mengikat para anggota assosiasi.
Berkaitan dengan kode etik penagihan yang diatur dalam
pedoman perilaku bahwa penyelenggara wajib beritikad baik dalam
proses penagihan atas pinjaman gagal bayar. Itikad baik yang
dimaksud adalah:
59
Wawancara pribadi dengan Lutfi Adhiansyah, CEO PT. Ammana Fintek Syariah,
Jakarta 13 september 2018.
73
1) Setiap Penyelenggara wajib memiliki dan menyampaikan prosedur
penyelesaian dan penagihan kepada Pemberi dan Penerima
Pinjaman dalam terjadi gagal bayar pinjaman.
2) Setiap Penyelenggara wajib menyampaikan kepada Penerima
Pinjaman dan Pemberi Pinjaman langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam hal terjadi keterlambatan pinjaman atau kegagalan
pembayaran pinjaman antara lain:
a) perihal pemberian surat peringatan;
b) persyaratan penjadwalan atau restrukturisasi pinjaman;
c) korespondensi dengan Penerima Pinjaman secara jarak jauh
(desk collection), termasuk via telepon, email, atau bentuk
percakapan lainnya;
d) perihal kunjungan atau komunikasi dengan tim penagihan; atau
e) penghapusan pinjaman.
3) Prosedur penyelesaian dan penagihan sebagaimana tersebut di atas
wajib memperhatikan kepentingan Pemberi Pinjaman dan Penerima
Pinjaman.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar penagihan atas pinjaman
gagal bayar akan diatur kemudian di dalam pembaruan berkala
Pedoman Perilaku.
Disebutkan pula bahwa Setiap Penyelenggara dilarang
menggunakan pihak ketiga pelaksana penagihan (baik orang
perseorangan maupun korporasi) yang tergolong dalam daftar hitam
otoritas dan/atau dari Asosiasi. Itu berarti penyelenggara tidak boleh
melibatkan pihak ketiga dalam pelaksanaan penagihan atas gagal bayar
dari peminjam karena pemberi pinjamanlah yang menanggung
sepenuhnya risiko atas pemberian pinjaman.60
Dalam prakteknya masih saja ditemui penyedia layanan
teknologi informasi yang menyalahi pedoman berperilaku seperti
60
Pedoman perilaku pemberian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi secara bertanggung jawab, Assosiasi Fintech Indonesia, Juni 2018.
74
proses penagihan yang melibatkan pihak ketiga dengan mengakses data
pribadi nasabah tanpa izin. Tentu hal ini melanggar ketentuan yang
diatur oleh OJK yang mana penyelenggara layanan pinjam meminjam
uang berbasis teknologi informasi wajib menerapkan prinsip dasar
Dalam dari perlindungan pengguna diantaranya transparansi,
perlaukuan yang adil dan kerahasiaan serta kemanan data.61
Jika
penyelenggara terbukti melakukan pelanggaran, maka OJK berwenang
mengenakan sanksi administratif terhadap penyelenggara layanan
pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi mulai dari
peringatan tertulis, denda berupa kewajiban membayar sejumlah uang
tertentu, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin.62
61
Pasal 29 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. 62
Pasal 47 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
75
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menjabarkan dan menganalisis permasalahan pada bab
sebelumnya, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut;
1. Pelaksanaan atau pengaplikasian akad yang digunakan pada transaksi
teknologi finansial berdasarkan prinsip syariah, yaitu akad wakkalah bil
ujrah yang dilakukan penyelenggara dengan pemberi pembiayaan dan
akad musyarakah antara pemberi pembiayaan dengan penerima
pembiayaan diterapkan sesuai dengan ketentuan fatwa DSN-MUI No
117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah dan berkekuatan hukum dibuktikan
dengan dikantonginya izin dari DSN-MUI dan OJK sehingga memberi
kepastian hukum kepada penguna transaksi teknologi finansial.
2. Penerapan kesyariahan dalam layanan teknologi finansial, masih sangat
diperlukanya komitmen syariah atau komitmen dalam menjalankan prinsip
syariah oleh penyelenggara layanan, hal ini dimaksudkan agar ketaatan
kepada prinsip syariah berjalan sesuai koridornya dan dapat diaplikasikan
dengan tidak bertentangan dengan prinsip syariah itu sendiri. Komitmen
syariah juga harus dimiliki setiap penyelenggara agar tidak menerapkan
klausula baku yang hanya menguntungkan satu atau dua pihak saja.
3. Perlindungan konsumen pada pengguna transaksi teknologi informasi
berdasarkan prinsip syariah sebelum melakukan akad adalah memperoleh
pendidikan atau edukasi sebagai konsumen, mendapatkan informasi dan
transparasi yang benar mengenai produk layanan, terpenuhinya layanan
pengaduan dan informasi penyelesaian sengketa, pencegahan penipuan
dan keandalan sistem layanan, dan kepastian tentang perlindungan data
pribadi. Berdasarkan hasil temuan dilapangan bentuk perlindungan yang
diberikan sebelum akad sudah diterapkan secara optimal oleh pengguna
layanan.
76
4. Perlindungan konsumen pada pengguna transaksi teknologi informasi
berdasarkan prinsip syariah sesudah melakukan akad adalah pemenuhan
hak-hak antar pihak, perlindungan atas penundaan pembayaran,
perlindungan konsumen atas cidera janji, dan perlindungan atas
penyelesaian sengketa yang patut. Berdasarkan temuan di lapangan bentuk
perlindungan konsumen setelah akad dilakukan, pada dasarnya sudah
terpenuhi di dalam klausula baku. Berkenaan dengan penundaan
pembayaran ataupun cidera janji yang dilakukan oleh penerima
pembiayaan (mitra) tidak di atur dalam klausula baku yang dibuat oleh
penyelenggara.
5. Layanan teknologi informasi sejauh ini sudah menerapkan secara optimal
hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan konsumen bahkan sebelum
akad dilakukan, tentu juga perlukan kerjasama dari para konsumen itu
sendiri untuk menjadi konsumen yang pandai dalam memilah produk-
produk yang ditawarkan oleh penyelenggara layanan teknologi informasi
dengan memahami terlebih dahulu model transaksi yang nantinya akan
mereka gunakan.
B. Rekomendasi
1. Regulasi atau peraturan yang mengatur tentang layanan teknologi
informasi khusunya peer to peer sudah dibuatkan aturan tersendiri
berkaitan dengan hal tersebut, tetapi masih bersifat konvensional. Untuk
layanan berdasarkan prinsip syariah pun sudah dikeluarkan fatwa sebagai
acuan bertransaksi, tetapi fatwa tersebut masih bersifat umum. Mengingat
transaksi teknologi informasi banyak jenisnya diharapkan ada peraturan
yang mengatur secara khusus masing-masing model transaksi teknologi
finansial berdasarkan prinsip syariah agar masing-masing penyelenggara
lebih terarah dan lebih berkomitmen menjalankan prinsip syariah.
2. Pemerintah diharapkan ikut mengawasi berjalannya transaksi teknologi
finansial berdasarkan prinsip syariah, karena layanan ini rawan terjadi
penyalahgunaan dan dalam hal penundaan pembayaran atau cidera janji
77
yang dilakukan penerima pembiayaan, pemerintah ikut andil dalam
mengawasi penyelenggara untuk melaksanakan kewajibanya sebagai
narahubung atau mediator antar kedua belah pihak yang bersengketa.
3. Peningkatkan keamanan layanan harus selalu ditingkatkan oleh
penyelenggra, mengingat tidak menutup kemungkinan adanya peretasan
data yang sengaja disalahgunakan oleh pihak lain yang akan merugikan
salah satu pihak dan peningkatan layanan pengaduan agar konsumen
merasa terpenuhi haknya dalam melakukan pengaduan, sehingga
meningkatkan rasa kesetiaan menggunakan produk pembiayaan yang
ditawarkan.
4. Layanan perlindungan konsumen yang diberikan oleh penyelengara
finansial teknologi yang diberikan kepada konsumen atau penguna akan
berjalan dengan baik jika dengan menjadi konsumen yang cerdas dalam
memilih produk layanan serta penyelengara finansial teknologi sebelum
terjadinya akad, dan memastikan kesyariahan serta pengelolaan dana pada
proses bagi hasil sesudah akad.
78
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku :
Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Jaenal Aripin. Metode Penelitian Hukum Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2010.
Ali, Zainudin. Metode Penelitian Hukum Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004.
Barkatullah, Abdul Halim. Hak-Hak Konsumen, Bandung: Nusa Media, 2010.
Djamil, Fathurrahman. Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di
Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015, h. 183.
Hartono, Sri Redjeki. Hukum Ekonomi Indonesia, Malang: Bayumedia
Publishing, 2007.
Hasanudin, Maulana dan Jaih Mubarok. Pengembangan Akad Musyarakah,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
Ibrahim, Johnny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Surabaya:
Bayumedia Publishing, 2008.
Iqbal, Muhammad. Sharia Economics, Jakarta: Republika, 2013.
Karim, Adiwarman A. Bank Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014.
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013.
Maskun, Kejahatan Siber Cyber Crime, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,
2013.
Merzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2008.
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2017.
Nasution, Konsumen dan Hukum, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.
79
Nazir, Mohammad. Metode Penelitian, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2013.
Sjahputra, Imam. Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik, Jakarta:
PT. Alumni, 2010.
Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2010.
Sunarso, Siswanto. Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik, Jakarta: PT Asdi
Mahasatya, 2009.
Sunggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Wardiono, Kelik. Hukum Perlindungan Konsumen, Yogyakarta: Penerbit Ombak,
2014
Zuhairi, Ahmad. Hukum Perlindungan Konsumen dan Problematikanya, Jakarta:
GH Publishing, 2016.
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2013.
Artikel dan Jurnal Ilmiyah :
Apriyanti, “Hukum Perlindungan Konsumen dalam Transaksi e-commerce di
Tinjau dari Hukum Perikatan” (Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014).
Bahri, Asep Saiful. “Konsep Uang Elektronik dan Peluang Implementasinya pada
Bank Syariah (Studi Kritis terhadap Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik),” (Skripsi S1 Fakultas Syariah
dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).
Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan, "Strategi
Perlindungan Konsumen" Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2017.
Departemen Perlindungan Konsumen OJK, "Kajian Perlindungan Konsumen
Sektor Jasa Keuangan" Jakarta: Departemen Perlindungan Konsumen,
2017.
80
Iman, Nofie. “Financial Technology dan Lembaga Keuangan”, dalam Gathering
Mitra Linkage Bank Syariah Mandiri, 22 November 2016, Yogyakarta:
2016.
Maksum, Muhammad. “Model-Model Kontrak dalam Produk Keuangan Syariah”,
Jurnal Al-„Adalah, Vol XII, No. 1, Juni 2014.
Mukhlisin, Murniati. “Fintech Syariah dan Keuanagan Lembaga Kita”, di akses
dari http://ekonomi.kompas.com/ pada tanggal 7 Februari 2018 pukul
17:45 WIB.
Nabila, Asep. “Fintech Mampu Menjalankan Fungsi Lembaga Keuangan
Syariah”, artikel di akses dari https://indonesiana.tempo.co/ pada tanggal 7
Februari 2018 pukul 21:22 WIB.
Rusdianto, Aris. “Tinjauan Prinsip Syariah Terhadap Produk E-Monney Bank
Syariah Mandiri” Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2017.
Rusli, Tami. “Perlindungan Hukum Konsumen (Nasabah) Elekronic Banking
Melalui Anjunagn Tunai Mandiri (ATM)”, Vol. 5 No. 2 Jurnal Fakultas
Hukum Universitas Bandar Lampung, 2010.
Santi, Ernama dkk. “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Financial
Tecnology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016)”,
Vol. 6 Nomor 3, 2017.
Sembiring, Sentosa, Pencantuman Asas Kewajaran dalam Kontrak Standar
(Perjanjian Baku) sebagai Salah Satu Upaya Melindungi Konsumen,
Jurnal Hukum, No. 12, Vol. 6 tahun 1999.
Sihombing, Harry Chandra. “Hukum dan Regulasi Startup Fintech di Indonesia;
Tantangan dan Peluang, Lesson Learning dari Negara Lain”, Jurnal
Megister Teknik Elektro, Univ. Mercu Buana, Jakarta.
Usman, R.Andi Kartiko. “Karakteristik Uang Elektronik Dalam Sistem
Pembayaran”, Yuridika, Vol. 32 No. 1, Januari 2017.
Utomo, R.Andi Kartiko. “Bisnis Model Baru Bank-Tekfin dan Ekonomi Digital”,
Surat Kabar Kompas, Jakarta, 18 April 2017.
81
Internet dan Esinklopedi :
Alur Kerja PT. Ammana diakses pada http://ammana.id pada 19 Oktober 2018.
Berita dan Kegiatan Publikasi Penyelenggara Fintech Terdaftar di OJK. Diakses
dari http://www.ojk.go.id/id/ pada tanggal 25 Maret 2018.
Buletin Assosiasi Penyelengara Jasa Internet Indonesia (APJII), Edisi-05 Tahun
2016, diakses dari http://isparmo.web.id/2016/11/21/data-statistik-
pengguna-internet-indonesia-2016/
pada tanggal 7 Februari 2018.
Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online, di akses dari https://kbbi.web.id/
perlindungan
Pedoman perilaku pemberian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi secara bertanggung jawab, Assosiasi Fintech Indonesia, Juni
2018.
Pengertian Keuangan Syariah http://www.duniaislam.org/14/06/2015/mengenal-
keuangan-syariah-dan-pengertian-perbankan-syariah pada tanggal 25 April
2018.
Perusahaan teknologi finansial https://www.fintechweekly.com/fintech-definition
pada tanggal 10 April 2018.
Total Pembiayaan berbasis Syariah Investree diakses pada
https://www.investree.id/about-us pada tanggal 25 Maret 2018.
Undang-Undang :
Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia Nomor 117/DSN-
MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi
berdasarkan Prinsip Syariah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia Nomor 08 Tahun
2000 tentang Pembiayaan Musyarakah
Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK)
Nomor; PER-03/BI/2007, Pasal 3, ayat (4).
82
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Miminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Pasal 27 ayat (2) berbunyi: “Tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Pasal 33.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Undang-Undang Perbankan No. 10/1998
Undang-Undang Perbankan Syariah No. 21/2008
Wawancara :
Wawancara pribadi dengan Lutfi Ardhiyansyah, CEO PT. Ammana Fintek
Syariah, Jakarta, 13 September 2018.
83
LAMPIRAN-LAMPIRAN
AKAD PEMBIAYAAN
No. 97391776-2540-43b4-8b8f-76aa56a0810d
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan juga janganlah
kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepada kamu, sedang kamu mengetahui"
(QS. Al-Anfaal: 27).
Pada hari ini Thursday, 13 September 2018 yang bertandatangan di bawah ini:
1. ISMIYATUL ARIFIYAH, dengan nomor akun yang terdaftar di PT Ammana 5aa72e13-019b-
45e0-b103-eca9880c8e2a, warga negara Indonesia bertempat tinggal di Kab. Pemalang, Jawa
Tengah, pemegang Kartu Tanda Penduduk No. 3327015111960004 (selanjutnya disebut
“INVESTOR PASIF”); dengan
2. AMMANA FINTEK SYARIAH, dengan nomor akun Mitra yang terdaftar di PT Ammana
aef20107-9572-40aa-8133-21297c0f235b yaitu sebuah Lembaga Keuangan Syariah berbentuk
COOPERATIVE yang didirikan dengan akta pendirian No. No.22-IX-2001 berdasarkan hukum
Negara Republik Indonesia, beralamat di Jl. Mampang Prapatan Raya No. 88, Kavling B5,
Lantai 4 Tegal Parang , Jakarta Selatan, DKI Jakarta (selanjutnya disebut sebagai “INVESTOR
AKTIF”)
INVESTOR PASIF dan INVESTOR AKTIF, selanjutnya bersama-sama disebut “PARA PIHAK”,
terlebih dahulu menerangkan bahwa:
1. INVESTOR PASIF dan INVESTOR AKTIF bermaksud mengikatkan diri satu terhadap yang
lain untuk menjalankan proyek bersama dan/atau usaha patungan yang telah dipilih sendiri oleh
INVESTOR PASIF untuk membiayai Objek Usaha yang telah diajukan oleh Pemohon/ Pihak
ketiga kepada INVESTOR AKTIF yang dipublikasikan melalui Platform.2. PARA PIHAK bersama-sama memberikan kontribusi penyertaan modal dan risiko untung dan
ruginya akan dipikul bersama sesuai dengan yang disepakati oleh PARA PIHAK.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka PARA PIHAK dengan ini telah setuju dan sepakat untuk
membuat Akad Musyarakah (selanjutnya disebut “Akad”) dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai
berikut:
Pasal 1
DEFINISI
Dalam Akad ini, yang dimaksud dengan:
1. PT Ammana adalah PT Ammana Fintek Syariah suatu perusahaan yang menyediakan Platform
untuk melaksanakan kegiatan Pembiayaan Syariah secara Peer-to-Peer (P2P Sharia Financing);2. Platform adalah Teknologi; Sistem Elektronik; Website dan/atau Mobile Application yang
disediakan PT Ammana kepada Pengguna untuk mengunjungi dan mengakses Layanan;3. Layanan adalah jasa penyediaan ruang virtual yang disediakan PT Ammana pada Platform
untuk mempertemukan Investor dan Mitra dalam rangka melaksanakan kegiatan Pembiayaan
Syariah secara Peer-to-Peer (P2P Sharia Financing);4. Virtual Account adalah nomor rekening virtual unik untuk setiap Pengguna yang disediakan
oleh Bank yang telah bekerjasama dengan PT Ammana dalam rangka penyediaan Layanan;5. Notifikasi Elektronik adalah Pemberitahuan dan/atau segala bentuk komunikasi dari PT
Ammana berkaitan dengan Layanan kepada Pengguna yang diberikan secara elektronik baik
melalui email atau dipublikasikan melalui Platform;6. Akun adalah Email, Username, Password dan Identitas Pengguna yang sudah terdaftar di
Platform untuk dapat mengakses Layanan;7. Pengguna adalah setiap orang yang mengunjungi; mengakses dan/atau menggunakan Platform;8. Investor adalah Pengguna yang menggunakan Layanan yang bermaksud untuk memberikan
Pendanaan/ Pembiayaan melalui Platform;9. Mitra adalah setiap Pengguna yang menggunakan Layanan yang bermaksud untuk menawarkan,
mengunggah, mempublikasikan Objek Usaha untuk dilakukan Pendanaan/ Pembiayaan bersama-
sama Investor melalui Platform;10. Pemohon adalah Pihak Ketiga yang mengajukan aplikasi pembiayaan kepada Mitra;11. Objek Usaha adalah proyek bersama dan/atau usaha patungan antara Investor dan Mitra yang
dipublikasikan di Platform dalam rangka untuk membiayai Pemohon;12. Akad adalah perjanjian digital yang dibuat oleh PARA PIHAK yang memuat ketentuan-
ketentuan dan syarat-syarat yang disepakati (Ijab-Qabul) sesuai dengan ketentuan syariah dan
perundang-undangan yang berlaku;13. Musyarakah adalah Akad kerjasama antara PARA PIHAK dalam rangka pengumpulan modal
(Ra’sul Mal) untuk membiayai Objek Usaha, dimana diantara Pengguna, Investor berperan
sebagai INVESTOR PASIF dan Mitra berperan sebagai INVESTOR AKTIF. Pembebanan
risiko untung dan rugi sesuai yang disepakati bersama dalam Akad ini;14. Modal adalah sejumlah dana dan/atau aset yang disediakan oleh PARA PIHAK untuk
membiayai Objek Usaha;15. Nisbah adalah perbandingan porsi modal PARA PIHAK dan/atau pembagian keuntungan/ hasil
dari usaha kerjasama antara PARA PIHAK yang ditetapkan berdasarkan Akad ini.16. Jaminan adalah asset dan/atau surat berharga yang diserahkan Pemohon/ Pihak Ketiga kepada
INVESTOR AKTIF atas pembiayaan yang diberikan kepada Objek Usaha, guna menjamin
apabila terjadi tindakan melampaui batas,mengurangi, atau menyelisihi syarat-syarat akad ini
dan/atau akad pembiayaan terhadap pemohon.17. Hari Kerja adalah hari operasional PT Ammana diluar Hari Libur dan Hari Libur Nasional
sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia.
Pasal 2
OBJEK USAHA
1. Nama Pemohon : Cv Mina Ceria2. Judul Pendanaan : Budidaya Udang Vannamei3. Deskripsi : <p> Udang Vaname telah menjadi primadona ekspor karena memiliki keunggulan
sebagai komoditas perikanan yang bisa tahan lama dalam penyimpanan. </p> <br />
<div><strong>Mengenal Udang Vannamei</strong></div> <p> Udang merupakan komoditas
industri dan komoditas unggulan ekonomis penting yang memiliki pangsa pasar yang cukup
luas, terlebih posisi Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa dengan musim hujan dan
kemarau yang tetap, menyebabkan Indonesia mampu memproduksi udang sepanjang tahun.
Salah satu jenis udang yang dimaksud yaitu jenis udang vannamei atau Lithopenaeus vannamei.
Saat ini, daerah pengembangan usaha pembudidayaan udang vannamei adalah Provinsi
Lampung, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Nangroe Aceh
Darussalam, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan dan Jawa Barat. </p> <br /> <div><strong>Prospek
Budidaya</strong></div> <p> Udang vannamei telah diintroduksi dan dapat berkembang baik
dan memasyarakat di Indonesia. Hal ini dimungkinkan oleh beberapa keuntungan yang dirasakan
pembudidaya, di antaranya adalah memiliki produktivitas tinggi, responsif terhadap pakan, lebih
tahan terhadap penyakit dan memiliki pangsa pasar yang cukup luas, dapat dijual dalam ukuran
kecil serta harga jual yang relatif tinggi dibanding komoditas budidaya lainnya. Jika dikelola
dengan baik, budidaya udang vannamei dapat menghasilkan keuntungan yang besar. </p> <p>
Siklus budi daya 3 bulanan, dan hasil panennya dibeli langsung oleh off-taker. Dana investasi
Anda akan digunakan untuk pembangunanan tambak, pembelian bibit, pakan, dan biaya
operasional pengelolaan tambak. </p> <br /> <div><strong>Mina Ceria</strong></div> <p>
Mina Ceria Nusantara (Mina Ceria) adalah perusahaan penyedia jasa budidaya perairan. Dengan
kemampuan dan keahlian khusus dalam manajemen budidaya serta didukung dengan luasnya
jaringan di dalam usaha budidaya perairan, Mina Ceria bervisi untuk menjadi perusahaan yang
terdepan di bidang jasa budidaya perairan. Saat ini fokus komoditas budidaya Mina Ceria adalah
udang vannamei. Sebagai bukti komitmen dari pengelola, maka pengelola memberikan jaminan
berupa: <ul> <li>Personal Guarantee (PG)</li> <li>Corporate Guarantee (CG)</li> <li>Dana
Cadangan Usaha minimal 20% (tabungan / deposito)</li> </ul> </p> <br /> <p> Dengan
berikhtiar sungguh-sungguh, bertawakal kepada Allah SWT, serta dengan dukungan investasi
dan doa Anda, insyaAllah usaha ini akan berjalan lancar. Amin. </p>
4. Skema Pembiayaan : Mudharabah5. Jaminan: Personal Guarantee, Corporate Guarantee, Dana Cadangan Usaha (Tabungan/Deposito)6. Rincian Kebutuhan Pendanaan Objek Usaha
a. Nilai Proyek : IDR 600,000,000b. Modal Awal dimiliki Pemohon : IDR 0 (0%)c. Kebutuhan Pendanaan Pemohon : IDR 600,000,000d. Lama Pembiayaan : 60 Bulane. Harga per-Unit : IDR 50,000
6. Rincian Penyertaan Modal a. Total Unit Dibeli : 1 Unitb. Penyertaan Modal Anda : IDR 50,000
7. Proyeksi Keuntungan Selama Periode Pembiayaan Objek Usaha
Pembiayaan Mudharabah
a. Est. LabaRugi Usaha : IDR 654,000,000 s/d IDR 902,760,000b. Est. LabaRugi Investasi Keseluruhan : IDR 392,400,000 s/d IDR 541,656,000c. Est. LabaRugi Anda : IDR 32,700 s/d IDR 45,138
8. Skema Pengembalian a. Lama Pembiayaan : 60 Bulanb. Siklus Pokok Dibayar: Per 6 Bulan (3x)c. Periode Pokok Dibayar: 18 Buland. Bagi Hasil Setelah: Pokok dibayar (18 Bulan)e. Siklus Bagi Hasil: Per 6 Bulan (7x)f. Periode Bagi Hasil: 42 Bulan
Pasal 3
HAK DAN KEWAJIBAN
1. INVESTOR AKTIF berhak mewakili INVESTOR PASIF dalam menjalankan kegiatan
pembiayaan Objek Usaha sebagaimana dimaksud dalam Akad ini secara langsung dan serta
merta tanpa didahului dengan pemberian suatu Surat Penunjukan dan Kuasa yang ditandatangani
oleh INVESTOR PASIF.2. INVESTOR AKTIF selaku pengelola penyertaan modal PARA PIHAK, berhak untuk
membuat atau mengambil berbagai keputusan keuangan dan operasional terkait pembiayaan
terhadap Objek Usaha.
3. INVESTOR PASIF berkewajiban memberikan sejumlah penyertaan modal kepada
INVESTOR AKTIF sesuai porsi investasi yang tercantum dalam pasal 2 Akad ini untuk
membiayai Objek Usaha.4. PARA PIHAK secara bersama-sama berkewajiban untuk bertanggung jawab penuh terhadap
risiko untung dan rugi atas kegiatan pembiayaan Objek Usaha sesuai porsi dan nisbah Akad ini.
Kecuali terhadap hal-hal yang dilakukan menyimpang dari ketentuan dan kebijakan yang telah
ditetapkan atau disepakati seperti penyelewengan, spekulasi, monopoli, gharar, salah-urus (mis-
manajemen) dan pelanggaran yang dilakukan INVESTOR AKTIF dengan sengaja atau tidak
disengaja maka menjadi tanggung jawab INVESTOR AKTIF.5. PARA PIHAK berhak untuk mengambil bagiannya atas keuntungan sesuai dengan besarnya
nisbah yang telah disepakati dalam pasal 2 Akad ini.6. PARA PIHAK berhak untuk mengalihkan piutang dan/atau pendapatan tagihan dari Objek
Usaha kepada pihak ketiga dengan syarat pengalihan tersebut telah disetujui PARA PIHAK dan
diketahui oleh PT Ammana.
Pasal 4
PENYERTAAN MODAL
1. Dengan tetap memperhatikan batasan-batasan dan ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan oleh
pihak yang berwenang, INVESTOR PASIF berjanji dan mengikat diri untuk melaksanakan
realisasi penyertaan modal, setelah INVESTOR AKTIF memenuhi seluruh persyaratan sebagai
berikut: a. Memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada INVESTOR PASIF atas Objek Usaha
termasuk tetapi tidak terbatas pada dokumen bukti diri Pemohon, dokumen kepemilikan
jaminan dan/atau surat lainnya yang berkaitan dengan Akad ini;b. INVESTOR AKTIF telah terdaftar dan menandatangani Akad Kemitraan dengan
PT Ammana dan tunduk pada Syarat dan Ketentuan yang berlaku pada Layanan;c. INVESTOR AKTIF telah menandatangani Akad Pembiayaan dan Akad Pengikatan
Jaminan dengan Pemohon terlebih dahulu sesuai dengan Syarat dan Ketentuan PT
Ammana dan memberikan bukti pelaksanaan atas perikatan pembiayaan antara
INVESTOR AKTIF dan Pemohon tersebut kepada PT Ammana.
2. Atas pemenuhan persyaratan dari INVESTOR AKTIF tersebut sebagaimana Ayat 1 Pasal ini,
maka penyertaan modal INVESTOR PASIF yang berada pada rekening virtual PT Ammana
wajib disalurkan kepada INVESTOR AKTIF.
Pasal 5
PENGEMBALIAN POKOK DAN KEUNTUNGAN
1. INVESTOR AKTIF berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk mengembalikan kepada
INVESTOR PASIF, atas Pokok modal dan bagian keuntungan yang menjadi hak INVESTOR
PASIF sesuai dengan Nisbah dan/atau Porsi Keuntungan sebagaimana ditetapkan pada Akad ini
atau mengikuti jadwal pembayaran sebagaimana ditayangkan pada Platform yang menjadi satu
kesatuan yang tak terpisahkan dari Akad ini.2. Apabila INVESTOR AKTIF membayar kembali pokok modal kepada INVESTOR PASIF
lebih awal dari waktu yang diperjanjikan atau Pemohon melunasi pembiayaan yang diberikan
oleh PARA PIHAK lebih awal dari waktu yang diperjanjikan, maka tidak berarti pembayaran
tersebut akan menghapuskan atau mengurangi bagian dari keuntungan yang menjadi hak PARA
PIHAK sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Akad ini.3. Setiap pembayaran atas kewajiban INVESTOR AKTIF, wajib dilakukan INVESTOR AKTIF
pada Hari Kerja dan dibayarkan melalui Virtual Account sesuai dengan akun milik
INVESTOR AKTIF. 4. Dalam hal pembayaran dilakukan melalui Virtual Account milik INVESTOR AKTIF, maka
dengan ini INVESTOR AKTIF memberi kuasa yang tidak dapat berakhir karena sebab-sebab
apapun termasuk tetapi tidak terbatas pada sebab-sebab yang ditentukan dalam Pasal 1813 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata untuk mendebet rekening INVESTOR AKTIF dari waktu ke
waktu guna pembayaran seluruh kewajiban yang timbul sehubungan dengan Akad ini.5. Catatan/administrasi pada Platform, Layanan dan yang disimpan pada Pusat Data PT Ammana
merupakan bukti sah dan mengikat terhadap PARA PIHAK terkait realisasi transaksi
penyertaan modal dan/atau pembayaran kembali kewajiban PARA PIHAK sesuai ketentuan
Akad ini, termasuk tetapi tidak terbatas pada jumlah kewajiban pokok modal, denda dan biaya-
biaya lain-lain yang mungkin timbul karena pelaksanaan Akad ini.
Pasal 6
BIAYA, POTONGAN DAN PAJAK-PAJAK
1. INVESTOR AKTIF berkewajiban untuk menanggung dan membayar biaya-biaya operasional
terkait dengan pelaksanaan Pembiayaan Objek Usaha, dan tidak membebankan kepada
INVESTOR PASIF.2. Dalam hal INVESTOR AKTIF cidera janji sehingga INVESTOR PASIF perlu menggunakan
jasa Penasihat Hukum untuk menagihnya, maka INVESTOR AKTIF berkewajiban untuk
membayar seluruh biaya jasa Penasihat Hukum, jasa penagihan dan jasa-jasa lainnya sepanjang
hal itu dapat dibuktikan secara sah menurut hukum.
3. Setiap pembayaran/pelunasan kewajiban sehubungan dengan Akad ini dan/atau akad lain yang
terkait dengan Akad ini, dilakukan oleh INVESTOR AKTIF kepada INVESTOR PASIF
tanpa potongan, pungutan, bea, pajak dan/atau biaya-biaya lainnya, kecuali jika potongan
tersebut diharuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.4. Segala pajak yang timbul sehubungan dengan Akad ini merupakan tanggungan dan wajib
dibayar oleh INVESTOR AKTIF, kecuali Pajak Penghasilan INVESTOR PASIF.
Pasal 7
SANKSI ATAS PENUNDAAN PEMBAYARAN
1. Dalam hal INVESTOR AKTIF telah mendapatkan pembayaran balik dari pemohon Objek
Usaha tetapi menunda-nunda pembayaran yang menjadi hak INVESTOR PASIF dengan
sengaja dan bukan karena disebabkan oleh kelalaian / gagal bayar dari pemohon Objek Usaha
maka INVESTOR AKTIF setuju dikenakan sanksi berdasarkan prinzip ta’zir (denda) sejumlah
uang sebesar Rp. 0 untuk setiap hari keterlambatan tersebut. Sanksi ini bertujuan agar
INVESTOR AKTIF lebih disiplin menunaikan kewajibannya kepada INVESTOR PASIF.2. Dana yang berasal dari sanksi ta’zir (denda) yang dibebankan kepada INVESTOR AKTIF akan
ditampung oleh PT AMMANA yang diperuntukkan dan akan disalurkan sebagai dana sosial
kepada mitra lembaga sosial yang ditunjuk oleh PT AMMANA.
Pasal 8
CIDERA JANJI
Menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 3 Akad ini, INVESTOR PASIF berhak untuk meminta
kembali dari INVESTOR AKTIF atau siapa pun juga yang memperoleh hak darinya, atas seluruh atau
sebahagian jumlah kewajiban INVESTOR AKTIF kepada INVESTOR PASIF berdasarkan Akad
ini, untuk dibayar dengan seketika dan sekaligus, tanpa diperlukan adanya surat pemberitahuan, surat
teguran, atau surat lainnya, apabila terjadi salah satu hal atau peristiwa tersebut di bawah ini:
1. INVESTOR AKTIF tidak melaksanakan kewajiban pembayaran / pelunasan kewajiban tepat
pada waktu yang diperjanjikan sesuai dengan tanggal jatuh tempo atau jadwal angsuran yang
ditetapkan karena keadaan keuangan yang tidak mencukupi, kelalaian dan/atau kesengajaan
INVESTOR AKTIF,kecuali tidak terlaksananya kewajiban/ pelunasan disebabkan oleh
kelalaian atau gagal bayar Pemohon / Objek Usaha kepada INVESTOR AKTIF;2. Pemohon/ Objek Usaha; Informasi; Keterangan dan/atau Dokumen yang diunggah dan/atau
dipublikasikan oleh INVESTOR AKTIF di Platform adalah palsu, tidak sah atau tidak benar;
3. Pihak yang bertindak untuk dan atas nama serta mewakili INVESTOR AKTIF dalam Akad ini
menjadi pemboros, pemabuk, atau dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
Pengadilan yang telah berkekuatan tetap dan pasti (in kracht van gewijsde) karena tindak pidana
yang dilakukannya;4. INVESTOR AKTIF tidak memenuhi dan atau melanggar salah satu ketentuan atau lebih
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Pasal 11 dan Pasal 12 Akad ini;5. Apabila berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat Akad ini
ditandatangani atau diberlakukan pada kemudian hari, INVESTOR AKTIF tidak dapat atau
tidak berhak menjadi Lembaga Keuangan Syariah;6. INVESTOR AKTIF atau pihak ketiga telah memohon kepailitan terhadap INVESTOR AKTIF
;7. Harta benda INVESTOR AKTIF diletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) atau sita
eksekusi (executorial beslag) oleh pihak ketiga;8. INVESTOR AKTIF masuk dalam Daftar Kredit Macet dan atau Daftar Hitam (blacklist) yang
dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang di INDONESIA atau lembaga lain yang terkait.
Pasal 9
AKIBAT CIDERA JANJI
Apabila terjadi satu atau lebih peristiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Akad ini, maka dengan
mengesampingkan ketentuan dalam Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
INVESTOR PASIF berhak untuk Menghentikan jangka waktu pemenuhan kewajiban INVESTOR
PASIF yang ditentukan dalam Akad ini dan selanjutnya meminta INVESTOR AKTIF untuk
membayar / melunasi sisa kewajiban musyarakah kepada INVESTOR PASIF berdasarkan Akad ini.
Pasal 10
AGUNAN
Agunan milik Pemohon yang diberikan kepada INVESTOR AKTIF, merupakan hak bersama dan
melekat di dalamnya hak subrogasi antara INVESTOR AKTIF dan INVESTOR PASIF.
Pasal 11
PERNYATAAN DAN JAMINAN INVESTOR AKTIF
INVESTOR AKTIF dengan ini menyatakan mengakui dan menjamin dengan sebenarnya, dan tidak
lain dari yang sebenarnya, bahwa:
1. PARA PIHAK berhak dan berwenang sepenuhnya untuk menandatangani Akad ini secara
elektronik menggunakan akun masing-masing yang terdaftar dan terverifikasi di PT Ammana;2. Selama berlangsungnya masa Akad ini, INVESTOR AKTIF akan menjaga semua perizinan,
lisensi, persetujuan dan sertifikat yang wajib dimiliki untuk melaksanakan usahanya sebagai
Lembaga Keuangan Syariah;3. Diadakannya Akad ini dan/atau Akad Tambahan (Addendum) tidak akan bertentangan dengan
suatu Akad yang telah ada atau yang akan diadakan oleh INVESTOR AKTIF dengan
Pemohon/ Pihak Ketiga dalam batasan ketentuan Pasal 12 Akad ini;4. Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, INVESTOR
AKTIF sepakat untuk mendahulukan pembayaran dan melunasi hak INVESTOR PASIF sesuai
dengan Akad ini.
Pasal 12
PEMBATASAN TERHADAP TINDAKAN INVESTOR AKTIF
INVESTOR AKTIF berjanji dan dengan ini mengikatkan diri, bahwa selama masa berlangsungnya
Akad ini, kecuali setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari INVESTOR PASIF, INVESTOR
AKTIF tidak akan melakukan salah satu, sebagian atau seluruh perbuatan-perbuatan sebagai berikut:
1. INVESTOR AKTIF tidak akan menggunakan Objek Usaha dalam Akad ini yang masih
berlangsung pembiayaan dengan PARA PIHAK untuk membuat utang lainnya, mengalihkan,
menjual agunan, menjual tagihan pembiayaan, menganjakpiutangkan, menjaminkan agunan
kepada Pihak Ketiga yang menyebabkan kerugian kepada INVESTOR PASIF;2. Memindahkan kedudukan/lokasi barang agunan dari kedudukan/lokasi barang itu semula atau
sepatutnya berada, dan/atau mengalihkan hak atas barang atau barang agunan yang bersangkutan
kepada Pihak Ketiga.
Pasal 13
FORCE MAJEURE
1. Force Majeure yaitu peristiwa-peristiwa yang disebabkan oleh bencana alam, kerusuhan, huru-
hara, pemberontakan, epidemi, sabotase, peperangan, pemogokan, kebijakan pemerintah atau
sebab lain diluar kekuasaan PARA PIHAK.
2. Dalam hal terjadi Force Majeure, maka Pihak yang terkena akibat langsung dari Force Majeure
tersebut wajib memberitahukan secara tertulis dengan melampirkan bukti-bukti dari
Kepolisian/Instansi yang berwenang kepada PT Ammana mengenai peristiwa Force Majeure
tersebut dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari Kerja terhitung sejak tanggal
Force Majeure ditetapkan.3. Keterlambatan atau kelalaian PARA PIHAK untuk memberitahukan adanya Force Majeure
tersebut mengakibatkan tidak diakuinya peristiwa tersebut sebagai Force Majeure oleh Pihak
lain.4. Segala dan tiap-tiap permasalahan yang timbul akibat terjadinya Force Majeure akan
diselesaikan oleh PARA PIHAK secara musyawarah untuk mufakat. Hal tersebut tanpa
mengurangi hak-hak PARA PIHAK sebagaimana diatur dalam Akad ini.
Pasal 14
PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN
INVESTOR AKTIF berdasarkan Akad ini memberikan izin kepada INVESTOR PASIF dan/atau
PT Ammana, guna melaksanakan pengawasan/pemeriksaan terhadap barang agunan, memeriksa
pembukuan dan catatan INVESTOR AKTIF pada setiap saat selama berlangsungnya Akad ini dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan Objek Usaha dalam Akad ini yang diterima INVESTOR
AKTIF dari Pemohon secara langsung atau tidak langsung, dan/atau melakukan tindakan-tindakan
lain termasuk tetapi tidak terbatas pada mengambil gambar (foto), membuat fotokopi dan/atau catatan-
catatan yang dianggap perlu, untuk mengamankan kepentingan INVESTOR PASIF.
Pasal 15
HUKUM YANG BERLAKU
1. Pelaksanaan Akad ini tunduk kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI).2. Apabila di kemudian hari terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran atas hal-hal yang tercantum
di dalam Akad ini atau terjadi perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaan Akad ini, PARA
PIHAK sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat.3. Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud Ayat 2 Pasal ini tidak tercapai,
maka PARA PIHAK bersepakat untuk menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS) di Jakarta menurut Peraturan dan Prosedur Arbitrase yang berlaku di
dalam Badan Arbitrase tersebut atau Pengadilan Agama.
4. PARA PIHAK sepakat bahwa pendapat hukum (legal opinion) dan/atau putusan yang
ditetapkan oleh BASYARNAS tersebut sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir.
Pasal 16
KORESPONDENSI
1. Setiap pemberitahuan dan komunikasi lainnya termasuk tetapi tidak terbatas pada, setiap
permintaan, kesepakatan atau persetujuan, kepada atau oleh suatu pihak sehubungan dengan
Akad ini dilakukan melalui Platform dan Notifikasi Elektronik.2. PARA PIHAK sepakat, kecuali dan sampai diberikan pemberitahuan yang bertentangan,
Platform dan Notifikasi Elektronik akan menjadi bentuk komunikasi yang diterima.3. Memberitahukan kepada AMMANA atas perubahan pada alamat email PARA PIHAK atau
informasi lain apapun yang yang berkaitan dengan PARA PIHAK dalam memanfaatkan dan
menggunakan Layanan.4. Terhadap kesalahan penulisan alamat email PARA PIHAK yang didaftarkan pada PT Ammana
dan/atau kerusakan teknis oleh Pihak Ketiga penyedia Layanan Email yang digunakan PARA
PIHAK, bukan menjadi tanggungjawab PT Ammana atas tidak terkirimnya Notifikasi
Elektronik, dan tidak menyebabkan batalnya Akad ini.
Pasal 17
KETENTUAN PENUTUP
1. Sebelum Akad ini ditandatangani secara elektronis, PARA PIHAK mengakui dengan
sebenarnya, dan tidak lain dari yang sebenarnya, bahwa PARA PIHAK telah membaca dengan
cermat atau dibacakan kepadanya seluruh isi Akad ini berikut semua surat dan/atau dokumen
yang menjadi lampiran Akad ini, sehingga oleh karena itu PARA PIHAK memahami
sepenuhnya segala yang akan menjadi akibat hukum setelah PARA PIHAK menandatangani
Akad ini.2. Akad ini mengikat PARA PIHAK yang sah, Para Pengganti atau Pihak-pihak yang menerima
hak dari masing-masing PARA PIHAK.
2. Tiap Akad ini akan dikirimkan otomatis secara elektronis oleh PT Ammana kepada alamat
email PARA PIHAK yang terdaftar di Platform.3. Jika salah satu atau sebagian ketentuan-ketentuan dalam Akad ini menjadi batal atau tidak
berlaku, maka tidak mengakibatkan seluruh Akad ini menjadi batal atau tidak berlaku
seluruhnya.4. PARA PIHAK mengakui bahwa judul pada setiap pasal dalam Akad ini dipakai hanya untuk
memudahkan pembaca Akad ini, karenanya judul tersebut tidak memberikan penafsiran apapun
atas isi Akad ini.5. Apabila ada hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Akad ini, maka PARA
PIHAK akan mengaturnya bersama secara musyawarah untuk mufakat dalam suatu Akad
Tambahan (Addendum) yang ditandatangani oleh PARA PIHAK.6. Tiap Akad Tambahan (Addendum) dari Akad ini merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari Akad ini.
DEMIKIAN, Akad ini ditandatangani dengan menggunakan tanda tangan elektronik sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik oleh PARA PIHAK atau perwakilannya yang sah pada tanggal sebagaimana disebutkan
bagian awal Akad ini dan akan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Perjanjian yang dibuat
dan ditandatangani secara basah.
INVESTOR PASIF INVESTOR AKTIF
aef20107-9572-40aa-8133-21297c0f235b
Ismiyatul Arifiyah Ammana Fintek Syariah
SAKSI:
PT. Ammana Fintek Syariah