PERLAWANAN DALAM CERPEN “KAMBOJA DI ATAS NISAN” …

10
PERLAWANAN DALAM CERPEN “KAMBOJA DI ATAS NISAN”: ANALISIS HEGEMONI KEKUASAAN GRAMSCI Resistance in the Short Story “Kamboja di Atas Nisan”: An Analysis of Gramsci’s Power Hegemony Yuliadi MR Kantor Bahasa Provinsi Lampung Jalan Beringin II No. 40 Kompleks Gubernuran Telukbetung, Bandarlampung Pos-el (e-mail): [email protected] Diajukan: 21 Maret 2017, direvisi: 15 April 2017 Abstract This research is conducted to reveal the resistance in the short story “Kamboja di Atas Nisan” in the form of hegemony of power against the the character of Kamboja himself and social class ideology. Resistance is expressed through the events, depictions, and dialogues of characters in the short story. The theory used in this study is the Gramsci’s Power Hegemony Theory. The method used in this research is descriptive qualitative method with library data collection technique. The result obtained in this study is that “Kamboja di Atas Nisan” short story contains resistance, namely resistance to power due to oppression. Keywords: resistance, power hegemony, “Kamboja di Atas Nisan” story, descriptive qualitative Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengungkap perlawanan dalam cerpen “Kamboja di Atas Nisan” berupa hegemoni kekuasaan terhadap diri tokoh Kamboja dan ideologi kelas sosial. Perlawanan itu diungkap melalui peristiwa, penggambaran, dan dialog tokoh dalam cerpen. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Hegemoni Kekuasaan Gramsci. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi pustaka. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah cerpen “Kamboja di Atas Ni- san” berisi perlawanan, yaitu perlawanan terhadap kekuasaan akibat penindasan. Kata kunci: perlawanan, hegemoni kekuasaan, cerpen “Kamboja di Atas Nisan”, deskriptif kualitatif

Transcript of PERLAWANAN DALAM CERPEN “KAMBOJA DI ATAS NISAN” …

Page 1: PERLAWANAN DALAM CERPEN “KAMBOJA DI ATAS NISAN” …

PERLAWANAN DALAM CERPEN “KAMBOJA DI ATAS NISAN”: ANALISIS HEGEMONI KEKUASAAN GRAMSCI

Resistance in the Short Story “Kamboja di Atas Nisan”: An Analysis of Gramsci’s Power Hegemony

Yuliadi MR

Kantor Bahasa Provinsi Lampung Jalan Beringin II No. 40 Kompleks Gubernuran Telukbetung, Bandarlampung

Pos-el (e-mail): [email protected] Diajukan: 21 Maret 2017, direvisi: 15 April 2017

Abstract

This research is conducted to reveal the resistance in the short story “Kamboja di Atas Nisan” in the form of hegemony of power against the the character of Kamboja himself and social class ideology. Resistance is expressed through the events, depictions, and dialogues of characters in the short story. The theory used in this study is the Gramsci’s Power Hegemony Theory. The method used in this research is descriptive qualitative method with library data collection technique. The result obtained in this study is that “Kamboja di Atas Nisan” short story contains resistance, namely resistance to power due to oppression. Keywords: resistance, power hegemony, “Kamboja di Atas Nisan” story, descriptive qualitative

Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengungkap perlawanan dalam cerpen “Kamboja di Atas Nisan” berupa hegemoni kekuasaan terhadap diri tokoh Kamboja dan ideologi kelas sosial. Perlawanan itu diungkap melalui peristiwa, penggambaran, dan dialog tokoh dalam cerpen. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Hegemoni Kekuasaan Gramsci. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi pustaka. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah cerpen “Kamboja di Atas Ni-san” berisi perlawanan, yaitu perlawanan terhadap kekuasaan akibat penindasan.

Kata kunci: perlawanan, hegemoni kekuasaan, cerpen “Kamboja di Atas Nisan”, deskriptif kualitatif

Page 2: PERLAWANAN DALAM CERPEN “KAMBOJA DI ATAS NISAN” …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 127—136

128

1. Pendahuluan

Karya sastra dapat dijadikan sa-lah satu sarana untuk mengambarkan wujud ketimpangan sosial. Ketimpangan sosial merupakan salah satu bentuk persoalan hidup diangkat pengarang dalam sastra. Ketimpangan sosial itu di antaranya berkaitan dengan kekuasaan dan penindasan. Persoalan ini merupakan kenyataan sosial yang berkaitan adanya dominasi dalam kehidupan sosial.

Karya sastra menurut konsep hegemoni Gramsci sebagai pengungkapan ideologi yang disalurkan pengarang lewat karyanya untuk dibaca dan dipahami. Karya sastra sebagai bagian dari formasi ideologis dapat bersifat hegemonik maupun counter hegemonik atau bersifat inkorporasi maupun resistensi terhadap wacana dominan. Sebagaimana dikemukakan oleh Fou-cault, mempermasalahkan wacana kekuasaan biasanya dibarengi dengan penolakan. Dalam realitas perlu diperhitungkan bahwa kekuasaan selalu melahirkan penolakan, perlawanan (Haryatmoko, 2002: 21).

Dominasi kekuasaan akan terjadi perlawanan atau penentangan. Dominasi kekuasaan itu dapat ditemukan dalam cerpen “Kamboja di Atas Nisan” karya Herman RN. Pengarang mengungkap ketidakberdayaan kaum bawah, yang dianggap sebagai pemberontak, dikejar oleh sekelompok bersenjata. Kamboja, salah satu anak dari seorang ibu yang menjadi janda karena suaminya ditembak kelompok bersenjata, melakukan perlawanan terhadap penguasa. Perempuan itu melakukan perlawanan kendati tahu tidak akan menang. Karena lawannya penguasa, mereka ingin membangun gedung

bertingkat di tanah pemakaman korban konflik.

Karya sastra sebagai bagian dari formasi ideologis dapat bersifat hegemonik baik counter hegemonik atau bersifat inkorporasi maupun resistensi terhadap wacana dominan. Sebagaimana dikemukakan oleh Fou-cault, mempermasalahkan wacana kekuasaan biasanya dibarengi dengan penolakan. Dalam realitas perlu diperhitungkan bahwa kekuasaan selalu melahirkan penolakan, perlawanan (Haryatmoko, 2002: 21).

Salah satu alasan cerpen “Kamboja di Atas Nisan” karya Herman RN dijadikan objek penelitian adalah aspek hegemoni kekuasaan hal yang utama dalam cerpen sehingga menjadi khas. Selain itu, cerpen ini berisikan pengetahuan dan pengalaman hidup. Pengetahuan dan pengalaman hidup ini dapat diamati dalam peristiwa yang dialami tokoh. Untuk itulah, dipandang perlu dilakukan penelitian analisis aspek kekuasaan dalam cerpen “Kamboja di Atas Nisan”.

Sehubungan dengan itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah hegemoni kekuasaan yang dialami tokoh dalam cerpen “Kamboja di Atas Nisan”? Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap hegemoni kekuasaan yang dialami tokoh dalam cerpen “Kamboja di Atas Nisan” dengan menggunakan teori kekuasaan.

Analisis hegemoni kekuasaan dengan Teori Gramci dalam cerpen “Kamboja di Atas Nisan” melalui peristiwa dan gambaran serta dialog tokoh dalam penelitian itu dianalisis dengan pendekatan dari Abrams (1971: 1—29) mengambil landasan ini untuk menggarisbawahi pendekatan objektif (objec-tive theories) yang bertumpu pada teks

Page 3: PERLAWANAN DALAM CERPEN “KAMBOJA DI ATAS NISAN” …

Perlawanan dalam Cerpen... (Yuliadi MR)

129

semata untuk merebut maknanya (baca juga Teeuw: 1994), yaitu pendekatan objektif yang menitikberatkan pengkajian pada karya sastra itu sendiri. Dengan mengkhususkan perhatian pada teks sastra. Teks cerpen terbangun dari struktur yang membentuknya menjadi satu kesatuan. Struktur terdapat pada berbagai elemen yang terorganisasi dan disusun saling berhubungan satu sama lain (Ryan, 2011: 41).

Penelitian hegemoni kekuasaan dalam karya sastra menarik untuk dikaji. Kajian hegemoni kekuasaan pernah dilakukan Pawestri (2015), Indrawati (2014), Adwiyah (2016). Pawestri meneliti hegemoni kekuasaan dalam novel Bibir Merah mengungkapkan formasi ideologi, bentuk hegemoni dengan menggunakan hegemoni Gramsci. Indrawati mengkaji hegemoni kekuasaan dalam kaitan dengan realisme sosial dan ideologi serta bentuk-bentuk hegemoni dalam pengungkapan konflik pada novel Bumi Manusia karya Pramoedya Toer. Adwiyah mengkaji hegemoniu dalam novel Gadis Pantai karya Premoedya Teor dalam Prespektif Gramsi berupa bentuk bahasa, folklore, dan common sense.

Penelitian-penelitian hegemoni kekuasaan dilakukan di atas memfokuskan pada kajian bentuk-bentuk novel. Kajian hegemoni kekuasaan terhadap cerpen dengan Teori Hegemoni Gramsci belum dilakukan. Untuk itulah, peneliti memosisikan dan memfokuskan penelitian ini hegemoni kekuasaan dalam cerpen dan menggunakan Teori Gramsci, yaitu hegemoni kekuasaan terhadap diri tokoh Kamboja dan ideologi kelas sosial.. Untuk itu, penelitian hegemoni kekuasaan dalam

cerpen berupa kekuasaan dalam wacana dominan suatu kelas terhadap kelas lain.

Sastra dalam perspektif Gram-sci (via Kurniawan, 2012: 84) dipandang sebagai dua hal yakni, sastra sebagai gejala pertama untuk merepresentasikan ideologi kelas sosial si pengarang dalam mengonsep pandangannya tentang dunia. Sastra dianggap sebagai media hegemoni dan media mengidentifikasikan ideologi yang terjadi di masyarakat. Kedua, ideologi dalam sastra bisa juga diidentifikasikan dengan memahami sastra dalam konteks otonominya karena merupakan wujud dari intuisi-imajinasi pengarang (Kurniawan, 2012: 84).

Studi sastra yang mendasari pada teori hegemoni tersebut diantaranya adalah studi sastra Ray-mond Williams. Williams menerapkan hegemoni Gramsci untuk membedakan kebudayaan yang terlibat dengan kekuasaan menjadi tiga kategori, yaitu kebudayaan hegemonik atau dominan, bangkit, endapan atau residial (Faruk, 2003: 79). Studi tersebut menunjukkan bahwa kesusastraan mempunyai fungsi untuk memberikan kekuatan pada pola pikir masyarakat melalui bentuk-bentuk pemahaman kesadaraan terhadap alam pikiran masyarakat pembaca. William (John-son dalam Faruk, 2003: 78 ) mengangap bahwa konsep hegemoni melampaui konsep ideologi dengan tekanannya pada kesepakatan dengan tatanan sosial yang berkuasa yang diamankan lewat cara yang di dalamnya proses sosial lebih dihayati daripada dipaksakan dengan pemaksaan gagasan atau kesadaraan oleh suatu kelas terhadap kelas lain.

Hegemoni sebagai konsep yang dikembangkan Gramsci (Abercombie

Page 4: PERLAWANAN DALAM CERPEN “KAMBOJA DI ATAS NISAN” …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 127—136

130

dalam Kurniawan, 2010: 72) menggambarkan bahwa dominasi suatu kelas (dominan) atas kelas lainnya (subordinat) terjadi karena aspek ideologis-politis. Hegemoni bergerak dari wilayah lembaga-lembaga sosial, tokoh-tokoh intelektual, sampai kepada kelas sosial yang menjadi sasarannya.

Konsep hegemoni dipakai untuk menganalisis proses kultural dalam peranannya yang aktif atau konstitutif. Di samping itu, juga dipakai untuk menganalisis bentuk-bentuk kultural oposisional dan alternatif yang mungkin menentang tatanan dominan, bahkan ketika bentuk-bentuk itu masih terbungkus atau termarginalisasikan oleh batas-batas dan tekanan hegemonik (Williams dalam Faruk, 2003: 79).

Gramsci memilah superstruktur menjadi dua level struktur utama, yaitu masyarakat sipil dan yang kedua masyarakat politik atau negara. Masyarakat sipil mencakup seluruh aparatus transmisi yang lazim. Sebaliknya, masyarakat politik adalah semua institusi publik yang memegang kekuasaan untuk melaksanakan “perintah” secara yuridis. Kedua level superstruktur ini merepresentasikan dua ranah berbeda, yaitu ranah persetujuan dalam masyarakat sipil dan ranah kekuatan dalam masyarakat politik (Sugiono, 1999: 35). 2. Metode

Data penelitian ini adalah data

primer, yaitu cerpen “Kamboja di Atas Nisan” karya Herman RN yang dimuat dalam harian Kompas, 5 Januari 2014. Penelitian ini merupakan kajian deskriptif dengan metode kualitatif. Metode kualitatif digunakan untuk mengumpulkan data deksriptif berupa

teks cerpen. Dalam penelitian ini data dikumpulkan adalah data berupa peristiwa, perilaku gambaran, dan dia-log tokoh dalam teks cerita yang berkaitan dengan hegemoni kekuasaan. Data dianalisis dengan metode pemahaman dan penafsiran dalam pandangan Teori Hegemoni Gramsci. Menurut Moleong (2012: 4-6), kedua metode tersebut di dalam ilmu sosial disebut metode kualitatif, analisis isi, alamiah, naturalistik, studi kasus, etnografi, etnometodologi, dan fenomenologi yang biasanya dipertentangkan dengan metode kuantitatif.

Informasi didapat dari analisis hasil cerita pada teks cerpen yang selanjutnya sebagai data. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan dilakukannya interpretasi dan dilanjutkan pendiskripsian. Dalam usaha mencapai maksud yang telah ditentukan, diperlukan teknik penelitian, yaitu teknik menganalisis data. Langkah-langkah yang diperlukan untuk keperluan adalah sebagai berikut. Pertama, mengadakan studi kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data yang menyangkut hegemoni kekuasaan. Kedua, menginventarisasikan data hegemoni kekuasaan dari teks cerpen melalui peristiwa, penggambaran, dan dialog tokoh. Ketiga, mengindentifikasi data yang diperoleh yang menyangkut hegemoni kekuasaan berupa penindasan terhadap kelas bawah dan perlawanan kelas bawah. 3. Hasil dan Pembahasan

Analisis hegemoni kekuasaan

dalam cerpen “Kamboja di Atas Nisan” karya Herman RN didapat perlawanan, yaitu hegemoni kekuasaan terhadap

Page 5: PERLAWANAN DALAM CERPEN “KAMBOJA DI ATAS NISAN” …

Perlawanan dalam Cerpen... (Yuliadi MR)

131

diri tokoh Kamboja dan ideologi kelas sosial. 3.1 Hegemoni Kekuasaan

Terhadap Diri Kamboja Perlawanan masyarakat kelas

bawah ini, yaitu bentuk perlawanan terhadap dominasi kekuasaan yang dialami tokoh. Dominasi itu menyebabkan tokoh Kamboja melakukan perlawanan terhadap kediakadilan. Dalam cerpen “Kamboja di Atas Nisan” didapat perlawanan yang diakibatkan oleh keterpaksaan. Tokoh Kamboja terpaksa melawan sebagai bentuk ketidaksetujuan dan penolakan, seperti terlihat dalamkutipan berikut.

”Ibu, bagaimana caranya aku

mempertahankanmu? Besok pagi, tempat peristirahatanmu ini akan diratakan. Kau ingat dulu waktu kampung kita berkecamuk? Orang-orang kampung berperang dengan tentara pemerintah. Kini, tentara pemerintah pula yang akan menjarah rumahmu ini, Ibu.”

Kamboja tidak tahu harus berbuat apa. Besok pagi tempat peristirahatan orang tuanya akan diratakan. Di tempat itu akan dibangun gedung yang tinggi, hotel berbintang. Si Kamboja ingat dulu, di tanah itu para korban konflik dikubur, pemerintah yang memintanya. Kini, tanah ini pula pemerintah memintanya untuk diratakan. Hal inilah yang menyebabkan si Kamboja kebingungan. Ke mana harus dibawa jasad orang tuanya, sementara dia hanya tinggal di sebuah rumah kontrakan. Ketidakberdayaan Kamboja terlihat dalam peristiwa yang

dialaminya. Sewaktu Ibu mengandung dirinya. Ayahnya terpaksa lari ke hutan karena dikejar oleh tentara pemerintah. Mereka dianggap sebagai pemberontak. Akhirnya, Ayahnya mati terkena peluru nyasar, tepat sehari sebelum perjanjian damai anatar pemberontak dan pemerintah. Waktu itu sangat susah untuk memberi alasan antara salah dan benar di kampung ini. Sementara itu, perempuan hanya diam dan tidak bisa berbuat apa-apa. Kesedihan Kamboja tidak dapat disembunyikan. Karena pekuburan harus diratakan, Kamboja tak kuat menahan sakit hatinya tubuhnya bergetar kuat dan tangannya mencengkram tanah gundukan,sperti terlihat dalam kutipan berikut.

Kamboja masih berusaha menahan tangis. Tubuhnya bergetar semakin kencang. Tangan kanannya terus menelusuri lekuk batu nisan di tanah gundukan di hadapannya. Tangan kirinya semakin kuat mencengkeram tanah di sampingnya.

”Aku tak bisa menyalahkan ayah, Ibu. Ayah memang meninggalkan ibu, meninggalkan kita. Tapi, ayah terpaksa. Kaum laki tak boleh hidup di kampung kita waktu itu. Semua lelaki lari dan bersembunyi. Makanya banyak yang memilih bergabung dengan kelompok pemberontak. Perempuan diminta untuk di rumah, jika tak mau mengungsi ke hutan. Aku tahu itu, Ibu. Hanya saja, mengapa kita tidak boleh ikut melawan, Ibu? Apa karena kita perempuan?”

Kutipan di atas menjelaskan bahwa Kamboja mengalami keguncangan dan ketertekanan. Ayahnya meninggalkan diri dan Ibunya karena terpaksa. Ayahnya harus bersembunyi dari kejaran para tentara.

Page 6: PERLAWANAN DALAM CERPEN “KAMBOJA DI ATAS NISAN” …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 127—136

132

Sementara, Ibu hanya diminta untuk tetap di rumah. Memang, tidak ada yang dapat dilakukan perempuan. Apalagi untuk melakukan perlawanan. Hal ini menyebabkan Kamboja semakin sedih dan air mata jatuh di pinggiran nisan Ibunya. Keguncangan tokoh Kamboja merupakan suatu bentuk keprihatian atas ketidakberdayaan. Kamboja yang tinggal sebatang kara berjuang untuk tetap melanjutkan cita-cita. Ketika berita pekuburan Ibunya akan dibongkar, tokoh Kamboja tak sanggupmenahan kepedihannya. Hal terlihat dalamkutipan berikut.

Kamboja menjatuhkan kepalanya di batu nisan tersebut. Beberapa kali ia benturkan kepalanya ke batu itu. Ia bisikkan sesuatu di sana. Suaranya pelan. Hampir tak terdengar di antara angin siang yang sedikit kencang.

”Ibu, jika setelah berbaring pun ketenanganmu mesti terusik, katakan pada Tuhan, biarkan aku yang menggantikan kau di sini,” lirihnya.

Lama Kamboja diam setelah mengucapkan kata-kata itu. Tubuhnya masih bergetar, kendati matahari sudah di puncak kepala. Kamboja mandi keringat. Namun, sedikit pun ia tak menyeka keringat itu. Ia bahkan nyaris melupakan letak kerudungnya yang melorot ke pundak. Rambutnya yang biasa tersimpan rapi di balik kerudung itu mulai tampak. Angin pun membelai rambut hitam keriting itu.

Hal yang tersirat dalam kutipan di atas merupakan bentuk keguncangan jiwa Kamboja. Keguncangan itu mengobarkan perlawanan dalam dirinya. Bagaimana tidak, hidup sebatang kara dan tidak memiliki apa-apa, kini harus menerima

kenyataan bahwa kuburan Ibunya harus dipindahkan. Karena pem-bangunan hotel berbintang, masyarakat korban konfilk harus menanggung derita. Mereka harus berhadapan dengan pemerintah. Kamboja harus melakukan suatu perlawanan. Hanya itu yang harus dilakukan. Tidak ada pilihan lain. Dia harus mempertahankan kurburan Ibunya agar tidak dibongkar. Kamboja melakukan perlawanan. Hak sebagai manusia dipertahankannya. Kezaliman harus dihentikan. Selain itu, tidak ada yang kekal dalam hidup ini. Dengan kekuatan yang tersisa, Kamboja mendekati orang yang akan membangun hotel di pemakaman Ibunya. Seperti yang terlihat dalamkutipan berikut.

Kamboja bangkit. Dari makam ibunya, ia berteriak. ”Siapa pun kalian, menghormati hak-hak orang yang masih hidup itu memang susah, apalagi rakyat kecil. Namun, menghormati ketenangan orang yang sudah mati, apakah juga tidak kalian miliki? Di ma-na nurani kalian? Di sini terkubur saksi kezaliman masa konflik. Apa kalian mau mereka jadi saksi kezaliman kalian di hadapan Tuhan?”

Dalam kutipan di atas Kamboja dianggap seorang gila. Kendati, orang kaya itu menganggap dirinya gila. Dia tetap ingin memperjuangkan hak rakya kecil. Dia meninginkan keadilan. Tidak semua yang ada, dapat dihargai dengan uang. Hanya orang-orang yang tidak memiliki harga diri dan kehormatan yang dapat dibeli dengan uang. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.

”Ibu, terimalah sembah sujudku. Ampuni segala ketidakberdayaanku.

Page 7: PERLAWANAN DALAM CERPEN “KAMBOJA DI ATAS NISAN” …

Perlawanan dalam Cerpen... (Yuliadi MR)

133

Aku berjanji akan berusaha mempertahankan Ibu walau mungkin itu mustahil. Di tempat ini, bukan hanya ibu dikuburkan. Masih banyak korban konflik lainnya. Mustahil memang bagiku untuk mempertahankan Ibu sendiri, sedangkan keluarga korban lainnya sudah menerima uang pembebasan tanah ini. Mereka telah menjual ayah ibunya yang dimakamkan di sini. Mereka lebih memilih setumpuk uang dari pemerintah tanpa menyadari orangtuanya di sini akan dipijak-pijak, akan diluluhlantakkan dengan mesin penggiling.”

Mereka tidak menyadari bahwa orang tuanya akan diinjak-injak dan diluluh-lantahkan oleh mesin penggiling. Mereka sanggup menerima risiko itu demi setumpuk uang. Namun, Kamboja tetap pada pendiriannya. Tidak dapat dihargai dengan uang, dirinya tetap mempertahankan kuburan Ibunya. Kendati, Kamboja menyadari mustahil dirinya dapat mempertahankannya. Kamboja berterik keras. Harapan untuk mempertahankan kuburan Ibunya hanya sekadar angin lalu. Karena mereka memiliki segalanya. Uang dan kekuasaan tidak dapat dilawan. Dia berdoa agar Tuhan mendengar keluhnya. Kini dia melawan ketidakadilan itu, seperti dalam kutipan berikut.

Kamboja mendekati orang tersebut. ”Ya, saya sudah gila. Saya gila karena mempertahankan hak-hak orang mati. Makam ini adalah rumah mereka yang telah istirahat dengan tenang. Saya gila karena menginginkan ketenangan mereka. Sedangkan kalian, gila karena ingin hotel megah tanpa melihat penderitaan orang lain.”

Lelaki yang sedari tadi disapa ”bapak” berbalik meninggalkan lokasi pemakaman. ”Anda bilang semua sudah beres. Kasus makam ini ternyata belum selesai,” ujarnya sembari meninggalkan tempat itu.

Hegemoni kekuasaan dalam kutipan itu terlihat bahwa segala sesuatu dapat diatur dan dibereskan asalkan ada uang. Kekuasaan pun berperan kuat dalam mendukung terwujudnya keinginan para pemegang modal. Akan tetapi, Kamboja sebagai masyarakat tertindas melakukan perlawanan. Peralwanan bentuk penolakan dan ketidaksetujuan terjadap pembangunan hotel berbintang.

Kekuasaan memang berpeluang dalam mendominasi kelompok atau masyarakat. Akan tetapi, ada faktor yang perlu diperhatikan ada pola dan atura. Tekanan terhadap penguasa dengan pola penolakan dapat menghentikan dominasi itu. Terlihat dalam perlawanan yang dilakukan Kamboja. Penolakan dan perjuangan hak dilakukannya sendiri. Kendati, perjuangan itu memilki peluang kalah lebih besar. Keberanian untuk memperjuangkan keadilan merupakan bentuk perlawanan. 3.2 Ideologi Kelas Sosial dalam

Cerpen “Kamboja di Atas Nisan”

Cara berpikir seseorang atau golongan kelompok masyarakat berdasarkan pendidikan, kekuasaan, penghasilan, dan sebagainya dalam cerpen “Kamboja di Atas Nisan”, yaitu pandangan tentang keadilan. Dalam masyarakat kelas sosial persoalan keadilan berpotensi kuat menjadi polemik. Tidak saja menyulut perselisihan dan perbenturan secara

Page 8: PERLAWANAN DALAM CERPEN “KAMBOJA DI ATAS NISAN” …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 127—136

134

riil, juga menjadi polemik. Karena isu tentang penindasan oleh kekuasaan, dalam masyarakat kelas sosial bawah menjadi persoalan yang mendasar. Pengarang mengungkapkan kegundahan dan keguncangan tokoh Kamboja terhadap ketidakadilan. Kamboja digambarkan sangat detail tentang perasaan dalam cerpen, terlihat dalam kutipan berikut.

Tubuhnya gemetar. Perlahan tangan perempuan itu bergerak, menyusuri lekuk-lekuk batu tanah gundukan di hadapannya. Tangannya yang sebelah lagi meremas-remas tanah. Badannya kian bergetar hebat tatkala ia berusaha menahan air yang nyaris melabrak kelopak matanya.

Tubuh Kamboja bergetar kuat. Di atas gundukan tanah kuburan Ibunya dia berkesah. Badannya semakin bergetar menahan air mata yang jatuh di balik kelompak matanya. Kegundahan hati yang dialami Kamboja mendengar berita pekuburan Ibunya akan diratakan.

Gadis itu menghela napas. Kamboja, demikian namanya. Ia anak tunggal. ”Ibu, kau sudah melahirkanku dalam keadaan susah payah. Saat itu kita harus mengungsi karena kampung kita didatangi kelompok bersenjata. Orang-orang kampung kita pun diklaim sebagai pemberontak. Ibu lari terbirit-birit sambil membawaku dalam perut ibu. Begitu cerita yang kudengar dari Nek Mah, bidan kampung kita,” ucapnya sambil menahan tangis.

Kamboja dilahirkan dari ketidakberdayaan. Dia merupakan anak tunggal yang dilahirkan oleh Ibunya dengan susah payah. Dalam keadaan hamil tua, Ibunya terbirit-birit

dari kejaran para kelompok bersenjata. Kelompok bersenjata itu merupakan kelompok pemerintah yang ditugaskan menangkap orang-orang kampung yang diklaim sebagai pemberontak. Begitulah cerita yang didapatnya dari dukun bayi yang membantu kelahirannya. Penderitaan yang dialami Kamboja tidak satu pun dapat membantunya. Ideologi yang diagambarkan dalam cerpen, yaitu masyarakat kelas bawah tetaplah menjadi kelompok yang dikalahkan atau ditindas sedangkan para pemilik kekuasaan menjadi pihak yang dimenangkan. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut.

”Tuhan…,” suara Kamboja setengah menjerit. ”Apalagi yang akan kau timpakan kepada kami? Tidak cukupkah derita masa hidupnya? Setelah ia berbaring di tanah-Mu, apakah harus diusik juga? Jawab, Tuhan? Bukankah kau Maha Mendengar?! Mengapa Kau diam? Nanti atau besok, tanah ini akan diratakan, di mana aku harus menempatkan ibuku? Tak cukupkah masa perang tanah air kami dirampas? Di mana Kau Tuhan saat kampung kami dalam perang? Di mana pula Kau saat sudah damai?”

Kamboja menjerit keras. Hanya doa kepada Tuhanlah yang mampu dipanjatkannya. Dirinya pun menanyakan derita demi derita telah dialaminya. Apakah tidak cukup derita yang dialaminya selama ini? Apakah tubuh yang sudah terbarring menghadap-Mu harus diusik. Perang telah merampas tanah airnya. Kini pekuburan ini akan diratakan apakah dan di manakah kami mengadu? Kamboja mempertanyakan keberadaan Tuhan.

Page 9: PERLAWANAN DALAM CERPEN “KAMBOJA DI ATAS NISAN” …

Perlawanan dalam Cerpen... (Yuliadi MR)

135

Dari kutipan itu didapat bahwa keadilan dan kebebasan di dunia hanya semu dan fana. Keadilan dan kemerdekaan di dunia ini tidak dapat atau tidak diperuntukkan bagi mereka-mereka yang lemah. Keadilan hanya diperuntukkan bagi mereka yang berkuasa dan bermodal besar. Kamboja sebagai masyarakat kelas sosial bawah merupakan korban ketidakadilan itu. Dirinya tidak dapat berbuat banyak. Dia merupakan bentuk ketidakberdayaan. 4. Simpulan

Cerpen “Kamboja di Atas Nisan”

berisi tentang hegemoni kekusaaan, yang terlihat dalam peristiwa, perilaku, dan tindakan tokoh dalam cerpen. Hegemoni kekuasaan itu berupa hegemoni kekuasaan terhadap diri tokoh Kamboja dan ideologi kelas sosial. Ideologi yang ada dalam cerpen “Kamboja di Atas Nisan”, yaitu ketidakberdayaan masyarakat sosial kelas bawah terhadap masyarakat kelas atas. Kelas atas merupakan para pemegang kekuasaan.

Ketidakberdayaan masyarakat sosial kelas bawah terhadap masyarakat kelas atas dalam cerpen “Kamboja di Atas Nisan” ini dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman terhadap kehidupan. Bila pengetahuan dan pemahaman terhadap kehidupan didapat, hal itu dapat dijadikan pembelajaran sehingga ketimpangan sosial dalam masyarakat dapat dikurangi.

Daftar Acuan

Abrams, M.H. 1971. The Mirror and the Lamp: Romantic Theory and the Crit-

ical Tradition. 25th edition. Lon-don: Oxford University Press.

Faruk. 2003. Pengantar Sosiologi Sastra dari

Strukturalisme Genetik sampai Postmodernisme. Yogyakart: Pustaka Pelajar.

Haryatmoko. 2002. “Kekuasaan Melahirkan Anti-Kekuasaan,” Basis. Edisi Januari-Februari.

Herman RN. Cerpen “Kamboja di Atas Nisan”

dalam Harian Kompas, 5 Januari 2014.

Indrawati, Ainur Trihana. 2014. Hegemoni

Kekuasaan dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Toer. Skripsi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Moleong. L.J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.

Pawestri, Shalikhatin. 2015. Hegemoni Kekuasaan dalam Novel Bibir Merah Karya Achmad Munif. Skripsi. Yogya-karta: Universitas Negeri Yogayakarta.

Ryan, Michael. 2011. Teori Sastra, Sebuah Pengantar Praktis. Terjemahan oleh Bethari Anissa Ismayasari. Yogyakarta: Jalasutra.

Sugiono, Muhadi. 1999. Kritik Antonio Gram-

sci Terhadap Pembangunan Dunia Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Teeuw, A. 1994. Sastra dan Ilmu Sastra. Ja-

karta: Gramedia.

Wijakangka, Agga Ramses. 2008. “Analisis Hegemoni Kekuasaan dalam Novel Pabrik Karya Putu Wijaya” dalam Jurnal Artikulasi, Vol.5 No.1, Februari 2008. Malang: Universitas Negeri Malang.

Page 10: PERLAWANAN DALAM CERPEN “KAMBOJA DI ATAS NISAN” …

Kelasa, Vol. 12, No. 1, Juni 2017: 127—136

136