Perkerasan Jalan 2

29
PERKERASAN JALAN Pengertian Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan (Silvia Sukirman, 2003). Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan pada konstruksi jalan itu sendiri. Dengan demikian lapisan perkerasan ini memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan selama masa pelayanan jalan tersebut. Dalam perencanaannya, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi perkerasan tersebut, diantaranya fungsi jalan, kinerja perkerasan, umur rencana, lalu lintas yang merupakan beban dari perkerasan, sifat dasar tanah, kondisi lingkungan, sifat dan material tersedia di lokasi yang akan digunakan untuk perkerasan, dan bentuk geometrik lapisan perkerasan. Jenis Konstruksi Perkerasan dan Komponennya 1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) a. Memakai bahan pengikat aspal.

description

Materi perkerasan jalan, pengantar teknik jalan tambang, jurusan teknik mesin pertambangan

Transcript of Perkerasan Jalan 2

Page 1: Perkerasan Jalan 2

PERKERASAN JALANPengertian

Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah

dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi,

dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Agar

perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka pengetahuan tentang sifat,

pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan (Silvia

Sukirman, 2003).

Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas

tanpa menimbulkan kerusakan pada konstruksi jalan itu sendiri. Dengan demikian lapisan

perkerasan ini memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan selama masa pelayanan jalan

tersebut. Dalam perencanaannya, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi perkerasan tersebut, diantaranya fungsi jalan,

kinerja perkerasan, umur rencana, lalu lintas yang merupakan beban dari perkerasan, sifat dasar

tanah, kondisi lingkungan, sifat dan material tersedia di lokasi yang akan digunakan untuk

perkerasan, dan bentuk geometrik lapisan perkerasan.

Jenis Konstruksi Perkerasan dan Komponennya

1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

a. Memakai bahan pengikat aspal.

b. Sifat dari perkerasan ini adalah memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke

tanah dasar.

c. Pengaruhnya terhadap repetisi beban adalah timbulnya rutting (lendutan pada jalur

roda).

d. Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar yaitu, jalan bergelombang (mengikuti

tanah dasar).

Page 2: Perkerasan Jalan 2

Gambar Komponen Perkerasan Lentur

2. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

a. Memakai bahan pengikat semen portland (PC).

b. Sifat lapisan utama (plat beton) yaitu memikul sebagian besar beban lalu lintas.

c. Pengaruhnya terhadap repetisi beban adalah timbulnya retak-retak pada permukaan

jalan.

d. Pengaruhnya terhadap penurunan tanah dasar yaitu, bersifat sebagai balok di atas

permukaan.

Gambar Komponen Perkerasan Kaku

3. Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavement)

a. Kombinasi antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur.

b. Perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau sebaliknya.

Gambar Komponen Perkerasan Komposit

Page 3: Perkerasan Jalan 2

Fungsi Lapis Perkerasan

Supaya perkerasan mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai, tetapi tetap

ekonomis, maka perkerasan jalan raya dibuat berlapis-lapis. Lapis paling atas disebut sebagai

lapis permukaan, merupakan lapisan yang paling baik mutunya. Di bawahnya terdapat lapis

pondasi, yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan (Suprapto, 2004).

1) Lapis Permukaan (LP)

Lapis permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis permukaan

dapat meliputi:

a. Struktural :

Ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan, baik

beban vertikal maupun beban horizontal (gaya geser). Untuk hal ini persyaratan yang

dituntut adalah kuat, kokoh, dan stabil.

b. Non Struktural, dalam hal ini mencakup :

Lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan yang ada di

bawahnya.

Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat berjalan dan

memperoleh kenyamanan yang cukup.

Membentuk permukaan yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien gerak (skid

resistance) yang cukup untuk menjamin tersedianya keamanan lalu lintas.

Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat diganti lagi

dengan yang baru.

Lapis permukaan itu sendiri masih bisa dibagi lagi menjadi dua lapisan lagi, yaitu:

1. Lapis Aus (Wearing Course)

Lapis aus (wearing course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak di

atas lapis antara (binder course). Fungsi dari lapis aus adalah (Nono, 2007) :

a) Mengamankan perkerasan dari pengaruh air.

b) Menyediakan permukaan yang halus.

c) Menyediakan permukaan yang kesat.

2. Lapis Antara (Binder Course)

Lapis antara (binder course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang terletak di

antara lapis pondasi atas (base course) dengan lapis aus (wearing course). Fungsi

dari lapis antara adalah (Nono, 2007) :

Page 4: Perkerasan Jalan 2

a) Mengurangi tegangan.

b) Menahan beban paling tinggi akibat beban lalu lintas sehingga harus mempunyai

kekuatan yang cukup.

2) Lapis Pondasi Atas (LPA) atau Base Course

Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis permukaan

dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah.

Fungsi lapis ini adalah :

a. Lapis pendukung bagi lapis permukaan.

b. Pemikul beban horizontal dan vertikal.

c. Lapis perkerasan bagi pondasi bawah.

3) Lapis Pondasi Bawah (LPB) atau Subbase Course

Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan

tanah dasar. Fungsi lapis ini adalah :

a. Penyebar beban roda.

b. Lapis peresapan.

c. Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi.

d. Lapis pertama pada pembuatan perkerasan.

4) Tanah Dasar (TD) atau Subgrade

Tanah dasar (subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah galian atau

permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk

perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.

Bahan Penyusun Perkerasan Lentur

Bahan penyusun lapis permukaan untuk perkerasan lentur yang utama terdiri atas bahan ikat

dan bahan pokok. Bahan pokok bisa berupa pasir, kerikil, batu pecah/ agregat dan lain-lain.

Sedang untuk bahan ikat untuk perkerasan bisa berbeda-beda, tergantung dari jenis perkerasan

jalan yang akan dipakai. Bisa berupa tanah liat, aspal/ bitumen, portland cement, atau kapur/

lime.

Aspal

Aspal merupakan senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap atau hitam pekat yang dibentuk

dari unsur-unsur asphathenes, resins, dan oils. Aspal pada lapis perkerasan berfungsi sebagai

Page 5: Perkerasan Jalan 2

bahan ikat antara agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan

memberikan kekuatan masing-masing agregat (Kerbs and Walker, 1971). Selain sebagai bahan

ikat, aspal juga berfungsi untuk mengisi rongga antara butir agragat dan pori-pori yang ada dari

agregat itu sendiri. Pada temperatur ruang aspal bersifat thermoplastis, sehingga aspal akan

mencair jika dipanaskan sampai pada temperatur tertentu dan kembali membeku jika

temperatur turun. Bersama agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan

jalan. Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan berkisar antara 4-10% berdasarkan berat

campuran, atau 10-15% berdasarkan volume

campuran (Silvia Sukirman, 2003).

Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal minyak. Aspal

alam yaitu aspal yang didapat di suatu tempat di alam, dan dapat digunakan sebagaimana

diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Aspal minyak adalah aspal yang merupakan

residu pengilangan minyak bumi.

Bahan Penyusun Perkerasan Kaku

Beton Aspal

Beton aspal adalah tipe campuran pada lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan yang

mempunyai nilai struktural dengan kualitas yang tinggi, terdiri atas agregat yang berkualitas

yang dicampur dengan aspal sebagai bahan pengikatnya. Material-material pembentuk beton

aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi,

dihamparkan, dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal apa yang

akan digunakan. Dalam pencampuran aspal harus dipanaskan untuk memperoleh tingkat

kecairan (viskositas) yang tinggi agar dapat mendapatkan mutu campuran yang baik dan

kemudahan dalam pelaksanaan. Pemilihan jenis aspal yang akan digunakan ditentukan atas

dasar iklim, kepadatan lalu lintas dan jenis konstruksi yang akan digunakan.

Jenis Beton Aspal

Berdasarkan temperatur ketika mencampur dan memadatkan campuran, campuran beraspal

(beton aspal) dapat dibedakan atas:

1. Beton aspal campuran panas (hot mix) adalah beton aspal yang material pembentuknya

dicampur pada suhu pencampuran sekitar 140o C.

2. Beton aspal campuran sedang (warm mix) adalah beton aspal yang material

pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 60o C.

3. Beton aspal campuran dingin (cold mix) adalah beton aspal yang material pembentuknya

di campur pada suhu pencampuran sekitar 25o C.

Page 6: Perkerasan Jalan 2

Sedangkan berdasarkan fungsinya beton aspal dapat dibedakan atas:

1. Beton aspal untuk lapisan aus/ wearing course (WC), adalah lapisan perkerasan yang

berhubungan langsung dengan ban kendaraan, merupakan lapisan yang kedap air, tahan

terhadap cuaca, dan mempunyai kekesatan yang diisyaratkan.

2. Beton aspal untuk lapisan pondasi/ binder course (BC), adalah lapisan perkerasan yang

tetletak di bawah lapisan aus.tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi perlu

stabilisasi untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan.

3. Beton aspal untuk pembentuk dan perata lapisan beton aspal yang sudah lama, yang pada

umumnya sudah aus dan seringkali tidak lagi berbentuk crown.

(Silvia Sukirman, Beton Aspal Campuran Panas, 2003)

Perbedaan Antara Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur

Gambar Skema Pembagian Beban Pada Perkerasan Jalan Raya

Page 7: Perkerasan Jalan 2

Perkerasan Lentur

Konstruksi perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah

dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu

lintas dan menyebarkan ke lapisan yang ada dibawahnya, sehingga beban yang diterima oleh

tanah dasar lebih kecil dari beban yang diterima oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari

daya dukung tanah dasar. sebagai:

Aspal yang dipergunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi :

a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat dan antara

aspal itu sendiri.

b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari

agregat itu sendiri.

Dengan demikian, aspal haruslah memiliki daya tahan (tidak cepat rapuh) terhadap cuaca,

mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis yang baik.

Penyebab Kerusakan Perkerasan Lentur Jalan

Kerusakan pada konstruksi perkerasan lentur dapat disebabkan oleh:

a. Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban, dan repetisi beban.

b. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik dan naiknya

air akibat kapilaritas.

c. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat material itu

sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan bahan yang tidak baik.

d. Iklim, Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan umumnya tinggi,

yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan jalan.

e. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh system pelaksanaan

yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah dasarnya yang memang

kurang bagus.

f. Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik.

Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi

dapat merupakan gabungan penyebab yang saling berkaitan. Sebagai contoh, retak pinggir,

pada awalnya dapat diakibatkan oleh tidak baiknya sokongan dari samping. Dengan terjadinya

retak pinggir, memungkinkan air meresap masuk ke lapis dibawahnya yang melemahkan ikatan

antara aspal dengan agregat, hal ini dapat menimbulkan lubang-lubang disamping dan

melemahkan daya dukung lapisan dibawahnya.

Page 8: Perkerasan Jalan 2

Jenis Kerusakan Perkerasan Berdasarkan Metode Bina Marga. Jenis Kerusakan Perkerasan

Lentur dapat dibedakan atas:

1. Retak (cracking)

2. Distorsi (distortion)

3. Cacat permukaan (disintegration)

4. Pengausan ( polished aggegate)

5. Kegemukan (bleeding / flushing)

6. Penurunan pada bekas penanaman utilitas

Perkerasan Kaku

Rigid pavement atau perkerasan kaku adalah jenis perkerasan jalan yang

menggunakan beton sebagai bahan utama perkerasn tersebut, merupakan salah satu jenis

perkerasan jalan yang digunakn selain dari perkerasan lentur (asphalt). Perkerasan ini

umumnya dipakai pada jalan yang memiliki kondisi lalu lintas yang cukup padat dan memiliki

distribusi beban yang besar, seperti pada jalan-jalan lintas antar provinsi, jembatan layang (fly

over), jalan tol, maupun pada persimpangan bersinyal. Jalan-jalan tersebut umumnya

menggunakan beton sebagai bahan perkerasannya, namun untuk meningkatkan kenyamanan

biasanya diatas permukaan perkerasan dilapisi asphalt. Keunggulan dari perkerasan kaku

sendiri disbanding perkerasan lentur (asphalt) adalah bagaimana distribusi beban disalurkan ke

subgrade. Perkerasan kaku karena mempunyai kekakuan dan stiffnes, akan mendistribusikan

beban pada daerah yangg relatif luas pada subgrade, beton sendiri bagian utama yangg

menanggung beban struktural. Sedangkan pada perkerasan lentur karena dibuat dari material

yang kurang kaku, maka persebaran beban yang dilakukan tidak sebaik pada beton. Sehingga

memerlukan ketebalan yang lebih besar.

Pada konstruksi perkerasan kaku, perkerasan tidak dibuat menerus sepanjang jalan

seperti halnya yang dilakukan pada perkerasan lentur. Hal ini dilakukan untuk mencegah

terjadinya pemuaian yang besar pada permukaan perkerasn sehingga dapat menyebabkan

retaknya perkerasan, selain itu konstruksi seperti ini juga dilakukan untuk mencegah terjadinya

retak menerus pada perkerasan jika terjadi keretakan pada suatu titik pada perkerasan. Salah

satu cara yang digunakan untuk mencegah terjadinya hal diatas adalah dengan cara membuat

konstruksi segmen pada perkerasan kaku dengan sistem joint untuk menghubungkan tiap

segmennya.

Page 9: Perkerasan Jalan 2

Gambar : Potongan melintang jenis konstruksi perkerasan

Gambar : Distribusi beban pada perkerasan kaku dan perkerasan lentur

Page 10: Perkerasan Jalan 2

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN

POKOK BAHASAN :

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR (MAK BM)

MATERI KULIAH :

Pendahuluan Metoda perencanaan, contoh soal

1. PENDAHULUAN

Konstruksi bertahap adalah konstruksi perkerasan lentur dengan 2 lapis permukaan yang

sejenis dan dikerjakan secara berurutan dengan selang waktu yang ditetapkan dalam proses

desain.

Pekerjaan lapis desain ke 2, dikerjakan pada saat kondisi perkerasan pertama masih stabil.

Inilah yang membedakan dengan pekerjaan peningkatan jalan, yang biasanya dikerjakan bila

perkerasan mencapai titik kritis/runtuh.

Terdapat beberapa pertimbangan mengenai manfaat, yang mendasari keputusan untuk membuat

suatu konstruksi perkerasan bertahap yaitu:

Memungkinkan peningkatan kondisi perkerasan dengan memperbaiki kelemahan-

kelemahan setempat struktur yang dijumpai pada waktu antara tahap I dan II

Jika perkiraan pertumbuhan lalu lintas tidak dapat diperkirakan dengan pasti (perkotaan

dengan perkembangan cepat), maka penyesuaian desain dapat dilakukan pada tahap II

Jika terdapat kesalahan desain/konstruksi/material, maka koreksi dapat dilakukan dengan

biaya lebih murah, walaupun dari integritas struktur hal ini sebaiknya dihindari.

Struktur perkerasan dapat didesain lebih efektif sebagai konsekwensi manfaat dari 2 hal

diatas

Dapat dilakukan bila pendanaan pembangunan juga harus disediakan secara bertahap.

2. METODE PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR

Yang dimaksud perkerasan lentur (flexible pavement) dalam perencanaan ini adalah perkerasan

yang umumnya meng gunakan bahan campuran beraspal sebagailapis permukaan serta bahan

berbutir sebagai lapisan dibawahnya. Interprestasi, evaluasi dan kesimpulan-kesimpulan yang

akan dikembangkan dari hasil penetapan ini, harus juga memperhitungkan penerapannya

Page 11: Perkerasan Jalan 2

secara ekonomis, sesuai dengan kondisi setempat, tingkat lainnya, sehingga konstruksi jalan

yang direncanakan itu adalah optimal.

Gambar : Susunan Lapisan Perkerasan

Sumber : SNI 1732-1989-F. Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Raya Dengan Metode

Analisa Komponen. 1989.

3. PARAMETER-PARAMETER PERENCANAAN

Parameter-parameter Pendukung dalam perencanaan perkerasan lentur terdiri dari parameter

Lalu lintas dan daya dukung tanah dasar.

1. Lalu Lintas

Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya, yang

manampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka jumlah

jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut daftar dibawah ini :

Tabel : Pedoman Penentuan Jumlah Jalur

Sumber : SNI 1732-1989-F.

Page 12: Perkerasan Jalan 2

Beban satu Sumbu tunggal dalam Kg

Beban satu Sumbu ganda dalam Kg

Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan)

ditentukan menurut rumus daftar dibawah ini :

4

= ........................................ 1 8160

4

.............................. 2 = 0,086 x

8160

Lalu lintas Harian Rata-rata dan rumus-rumus Lintas Ekivalen.

1. lalu lintas Harian rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal

rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing

arah pada jalan denga median.

2. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

............................................... 3

Catatan : j = Jenis Kendaraan

Tabel : Koefisien Distribusi ke Lajur Rencana (C)

Sumber : SNI 1732-1989-F .

Angka EkivalenSumbu tunggal

Beban satu Sumbu tunggal dalam KgBeban satu Sumbu tunggal dalam Kg

Angka EkivalenSumbu ganda

Beban satu Sumbu tunggal dalam Kg

Page 13: Perkerasan Jalan 2

3. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

LEA .......................... ............................................................................4

Catatan : i = perkembangan lalu lintas

j = Jenis Kendaraan

4. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

...................................................................................5

5. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

LER = LET x FP ...................................................................................6

Faktor penyesuaian (FP) tersebut diatas ditentukan dengan rumus :

FP = UR/10 .................................................................................................7

2. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR.

Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi. Yang dimaksud

dengan harga CBR disini adalah harga CBR lapangan atau CBR laboratorium.

CBR laboratorium ini biasanya dipakai untuk perencanaan pembangunan jalan baru. Sementara

ini dianjurkan untuk mendasarkan data dukung tanah dasar hanya kepada pengukuran nilai

CBR. Cara-cara ini hanya digunakan bila telah disertai dat-data yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Page 14: Perkerasan Jalan 2

Grafik : Korelasi antara nilai CBR dan DDT Sumber : SNI 1732-1989-F

3. Faktor Regional (FR)

Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase, bentuk alinemen

serta persentase kendaraan dengan berat ≥ 13 ton, kendaraan yang berhenti, sedangkan keadaan

iklim mencakup curah hujan rata-rata pertahun.

Tabel : Faktor Regional

Sumber : SNI 1732-1989-F

Page 15: Perkerasan Jalan 2

4. Indeks Permukaan

Indeks Permukaan ini menyatakan daripada kerataan/kehalusan serta kekokohan

permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Adapun

beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut dibawah ini:

IP = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga

sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.

IP = 1,5 : adalah tingkat terendah yang masih mungkin (jalan tidak terputus).

IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap.

IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.

5. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien Kekuatan Relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis

permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test

(untuk bahan dengan Aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilkan dengan semen atau

kapur), atau CBR (untuk bahan pondasi bawah).

Jika alat Marshall Test tidak tersedia, maka kekuatan (stabilitas) bahan beraspal bisa diukur

dengan cara lain seperti hveem Test, Hubbart Field, dan Smith Triaxial.Tabel : Koef. Kekuatan Relatif (a)

Page 16: Perkerasan Jalan 2

6. Tahap Perhitungan Perencanaan Perkerasan

Pada tahap perhitungan perencanaan ini hal-hal yang dilakukan adalah analisa komponen

perkerasan dan metoda konstruksi bertahap.

7. Analisa Komponen Perkerasan

Perhitungan perencanaan ini didasrkan pada kekuatan relatip masing-masing lapisan

perkerasan jangka panjang, dimana penentuan tebal perkerasan dinyatakan oleh ITP (Indeks

Tabel Perkerasan), dengan rumus sebagai berikut :

ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3

a1,a2,a3 = Koefisien kekuatan relatip bahan perkerasan

D1,D2,D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan.

Angka 1,2, dan 3 : masing-masing untuk permukaan lapis pondasi dan lapis

pondasi bawah.

Tabel : Tebal Minimum Lapisan Permukaan

Page 17: Perkerasan Jalan 2

Tabel : Tebal Minimum Lapisan Pondasi

8. Metode Konstruksi Bertahap

Metode perencanaan konstruksi bertahap didasarkan atas konsep “sisa umur”. Perkerasan

berikutnya direncanakan sebelum perkerasan pertama mencapai keseluruhan “masa fatique”.

Untuk itu tahap diterapkan bila jumlah kerusakan (cumulative damage) pada tahap pertama

mencapai k.l. 60 %.

Untuk demikian ketentuan diatas maka dipilih waktu tahap pertama antara 25 % -50 % dari

waktu keseluruhan. Misalnya ; UR = 20 tahun. Maka tahap I antara 5 -10 tahun.

Jika pada akhir tahap I tidak ada sisa umur (sudah mencapai fatique, misalnya timbul

retak), maka tebal perkerasan tahap I didapat dengan memasukkan lalu lintas sebesar

LER1.

Jika pada akhir tahap II diinginkan adanya sisa umur k.l. 40 % maka

pekerjaan tahap I perlu ditebalkan dengan memasukkan lalu lintas sebesar x LER1.

Dengan anggapan sisa umur linier dengan sisa lalu lintas, maka :

Page 18: Perkerasan Jalan 2

x LER1 = LER1 + 40 % x LER1

(tahap I plus) (tahap I) (sisa tahap I)

diperoleh x = 1,67

Jika pada akhir tahap I tidak ada sisa umur maka tebal perkerasan tahap II didapat

dengan memasukkan lalu lintas sebesar x LER2.

Tebal perkerasan tahap I + II dengan memasukkan lalu lintas sebesar y LER 2.

karena 60 % y LER 2 sudah dipakai pada tahap I, maka :

x LER2 = 60 % y LER1 + 40 % x LER1

(tahap I + II) (tahap I) (sisa tahap I)

diperoleh y = 2.5

Tebal perkerasan tahap II diperoleh dengan mengurangkan tebal perkerasan tahap I + II

(lalu lintas y LER 2) terhadap tebal perkerasan I (lalu lintas x LER1).

Dengan demikian pada tahap II diperkirakan ITP2 dengan rumus :

ITP2 = ITP – ITP1

ITP dapat dari nomogram dengan LER = 2,5 LER2

ITP1 didapat dari nomogram dengan LER = 1,67 LER1.

Page 19: Perkerasan Jalan 2

9. CONTOH SOAL

Rencanakan tebal perkerasan untuk jalan 2 jalur, data lalu lintas tahun 1981 seperti di bawah

ini, dan umur rencana

a. 5+15 tahun

b. 7+13 tahun

Jalan dibuka tahun 1985 (i selama masa pelaksanaan 5%/th).

Perkembangan lalu lintas untuk UR 20 tahun = 6%. Data lalu lintas dan bahan sebagai berikut:

Penyelesaian:

HR pada awal umur rencana, (1985), 5%, n = 4

Page 20: Perkerasan Jalan 2

LHR pada tahun ke 5 dan tahun ke 20

LHR tahun ke 7

Menentukan E masing-masing kendaraan

Lintas ekivalen permulaan (LEP) LHRj x Cj xEj

Page 21: Perkerasan Jalan 2

Lintas ekivalen akhir (LEA) = LHRj (1+i)UR x Cj x Ej

Page 22: Perkerasan Jalan 2

Lintas ekivalen tengah (LET) = (LEP + LEA)/2

LET5 = (88,643 +118,6)/2

= 104

LET15 = (118,6 + 248,297)/2

= 183

LET7 = (88,643 +133,253)/2

= 110

LET20 = (133,258 + 248,297)/2= 191

Lintas ekivalen rencana (LER) = LET x(UR/10)

LER5 = 104 x (5/10)

= 52

LER15 = 183 x (15/10)

= 191

LER7 = 110 x (7/10)

= 77

LER13 = 191 x (13/10)

= 248

1,67 x LER7 = 129

2,5 x LER13 = 620

Menentukan ITP:

CBR subgrade = 3,4%; 1) DDT =( 4,3 log 3,4 )+1,7 4

JPt 2,0 ; Ipo = 3,9-3,5; FR 1,0

Berdasar data tersebut, didapat nomogram no. 4. Di SNI-1732-1989-F

untuk menentukan ITP.

1,67 x LER5 = 87 ITP5 = 7,0

Page 23: Perkerasan Jalan 2

2,5 x LER.15 = 688 ITP5+15 = 9,7

1,67 x LER7 = 129 ITP7 = 7,5

2,5 x LER13 = 620 ITP7+13 = 9,6