Perkembangan Tektonik Pulau

14
Perkembangan Tektonik Pulau Sumatra Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Salah satu hasil pertemuan ketiga ini membentuk pulau Sumatra. A. Gambaran Umum Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi energi tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup menahan tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi. Pertemuan lempeng Indo-Australia dengan Eurasia di selatan Jawa hampir tegak lurus, berbeda dengan pertemuan lempeng di wilayah Sumatera yang mempunyai subduksi miring dengan kecepatan 5-6 cm/tahun (Bock, 2000). Pulau Sumatera dicirikan oleh tiga sistem tektonik. Berurutan dari barat ke timur adalah sebagai berikut: zona subduksi oblique dengan sudut penunjaman yang landai, sesar Mentawai dan zona sesar besar Sumatera. Zona subduksi di Pulau Sumatera, yang sering sekali menimbulkan gempa tektonik, memanjang membentang sampai ke Selat Sunda dan berlanjut hingga selatan Pulau Jawa. Subsuksi ini mendesak lempeng Eurasia dari bawah Samudera Hindia ke arah barat laut di Sumatera dan frontal ke utara terhadap Pulau Jawa, dengan kecepatan pergerakan yang bervariasi. Puluhan hingga ratusan tahun, dua lempeng itu saling menekan. Namun lempeng Indo-Australia dari selatan bergerak lebih aktif. Pergerakannya yang hanya beberapa millimeter hingga beberapa sentimeter per tahun ini memang tidak terasa oleh manusia. Karena dorongan lempeng Indo- Australia terhadap bagian utara Sumatera kecepatannya hanya 5,2 cm per tahun, sedangkan yang di bagian selatannya kecepatannya 6 cm per tahun. Pergerakan lempeng di daerah barat Sumatera yang miring posisinya ini lebih cepat dibandingkan dengan penyusupan lempeng di selatan Jawa.

description

makalah

Transcript of Perkembangan Tektonik Pulau

Page 1: Perkembangan Tektonik Pulau

Perkembangan Tektonik Pulau Sumatra

Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-

Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan

lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan

Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Salah satu hasil pertemuan ketiga ini membentuk

pulau Sumatra.

 

A. Gambaran Umum

 Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-

Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan

lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan

Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini akumulasi

energi tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi sanggup

menahan tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi.

Pertemuan lempeng Indo-Australia dengan Eurasia di selatan Jawa hampir tegak lurus,

berbeda dengan pertemuan lempeng di wilayah Sumatera yang mempunyai subduksi miring

dengan kecepatan 5-6 cm/tahun (Bock, 2000).

Pulau Sumatera dicirikan oleh tiga sistem tektonik. Berurutan dari barat ke timur adalah

sebagai berikut: zona subduksi oblique dengan sudut penunjaman yang landai, sesar

Mentawai dan zona sesar besar Sumatera. Zona subduksi di Pulau Sumatera, yang sering

sekali menimbulkan gempa tektonik, memanjang membentang sampai ke Selat Sunda dan

berlanjut hingga selatan Pulau Jawa. Subsuksi ini mendesak lempeng Eurasia dari bawah

Samudera Hindia ke arah barat laut di Sumatera dan frontal ke utara terhadap Pulau Jawa,

dengan kecepatan pergerakan yang bervariasi. Puluhan hingga ratusan tahun, dua lempeng

itu saling menekan. Namun lempeng Indo-Australia dari selatan bergerak lebih aktif.

Pergerakannya yang hanya beberapa millimeter hingga beberapa sentimeter per tahun ini

memang tidak terasa oleh manusia. Karena dorongan lempeng Indo-Australia terhadap

bagian utara Sumatera kecepatannya hanya 5,2 cm per tahun, sedangkan yang di bagian

selatannya kecepatannya 6 cm per tahun. Pergerakan lempeng di daerah barat Sumatera

yang miring posisinya ini lebih cepat dibandingkan dengan penyusupan lempeng di selatan

Jawa.

 

Page 2: Perkembangan Tektonik Pulau

B. Kerangka Tektonik Pulau Sumatra

Pulau Sumatra terletak di baratdaya dari Kontinen Sundaland dan merupakan jalur

konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia yang menyusup di sebelah barat Lempeng

Eurasia/Sundaland. Konvergensi lempeng menghasilkan subduksi sepanjang Palung Sunda

dan pergerakan lateral menganan dari Sistem Sesar Sumatra.

Gambar Pembentukan Cekungan Belakang Busur di Pulau Sumatra (Barber dkk, 2005).

 

 

   

Page 3: Perkembangan Tektonik Pulau

Subduksi dari Lempeng Hindia-Australia dengan batas Lempeng Asia pada masa Paleogen

diperkirakan telah menyebabkan rotasi Lempeng Asia termasuk Sumatra searah jarum jam.

Perubahan posisi Sumatra yang sebelumnya berarah E-W menjadi SE-NW dimulai pada

Eosen-Oligosen. Perubahan tersebut juga mengindikasikan meningkatnya pergerakan sesar

mendatar Sumatra seiring dengan rotasi. Subduksioblique dan pengaruh sistem mendatar

Sumatra menjadikan kompleksitas regim stress dan pola strain pada Sumatra (Darman dan

Sidi, 2000). Karakteristik Awal Tersier Sumatra ditandai dengan pembentukkan cekungan-

cekungan belakang busur sepanjang Pulau Sumatra, yaitu Cekungan Sumatra Utara,

Cekungan Sumatra Tengah, dan Cekungan Sumatra Selatan (Gambar Diatas).

Pulau Sumatra diinterpretasikan dibentuk oleh kolisi dan suturing dari mikrokontinen di

Akhir Pra-Tersier (Pulunggono dan Cameron, 1984; dalam Barber dkk, 2005). Sekarang

Lempeng Samudera Hindia subduksi di bawah Lempeng Benua Eurasia pada arah N20°E

dengan rata-rata pergerakannya 6 – 7 cm/tahun. Konfigurasi cekungan pada daerah

Sumatra berhubungan langsung dengan kehadiran dari subduksi yang menyebabkan non-

volcanic fore-arc dan volcano-plutonik back-arc. Sumatra dapat dibagi menjadi 5

bagian (Darman dan Sidi, 2000):

1. Sunda outer-arc ridge, berada sepanjang batas cekungan fore-arcSunda dan yang

memisahkan dari lereng trench.

2. Cekungan Fore-arc Sunda, terbentang antara akresi non-vulkanik punggungan outer-

arc dengan bagian di bawah permukaan dan volkanik back-arc Sumatra.

3. Cekungan Back-arc Sumatra, meliputi Cekungan Sumatra Utara, Tengah, dan Selatan.

Sistem ini berkembang sejalan dengan depresi yang berbeda pada bagian bawah Bukit

Barisan.

4. Bukit Barisan, terjadi pada bagian axial dari pulaunya dan terbentuk terutama pada Perm-

Karbon hingga batuan Mesozoik.

5. Intra-arc Sumatra, dipisahkan oleh uplift berikutnya dan erosi dari daerah pengendapan

terdahulu sehingga memiliki litologi yang mirip pada fore-arc dan back-arc basin.

Struktur Utama Cekungan Sumatra Selatan

Menurut Salim dkk (1995) Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan belakang busur

karena berada di belakang Pegunungan Barisan sebagai volcanic-arc-nya. Cekungan ini

berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda

sebagai bagian dari Lempeng Kontinen Asia dan Lempeng Samudera India. Daerah

cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, bagian barat daya dibatasi oleh

singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sundaland),

sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh

Tinggian Lampung.

Menurut Suta dan Xiaoguang (2005; dalam Satya, 2010) perkembangan struktur maupun

evolusi cekungan sejak Tersier merupakan hasil interaksi dari ketiga arah struktur utama

yaitu, berarah timurlaut-baratdaya atau disebut Pola Jambi, berarah baratlaut-tenggara atau

Page 4: Perkembangan Tektonik Pulau

disebut Pola Sumatra, dan berarah utara-selatan atau disebut Pola Sunda. Hal inilah yang

membuat struktur geologi di daerah Cekungan Sumatra Selatan lebih kompleks

dibandingkan cekungan lainnya di Pulau Sumatra. Struktur geologi berarah timurlaut-

baratdaya atau Pola Jambi sangat jelas teramati di Sub-Cekungan Jambi. Terbentuknya

struktur berarah timurlaut-baratdaya di daerah ini berasosiasi dengan terbentuknya sistem

graben di Cekungan Sumatra Selatan. Struktur lipatan yang berkembang pada Pola Jambi

diakibatkan oleh pengaktifan kembali sesar-sesar normal tersebut pada periode kompresif

Plio-Plistosen yang berasosiasi dengan sesar mendatar (wrench fault). Namun, intensitas

perlipatan pada arah ini tidak begitu kuat.

Pola Sumatra sangat mendominasi di daerah Sub-Cekungan Palembang (Pulunggono dan

Cameron, 1984). Manifestasi struktur Pola Lematang saat ini berupa perlipatan yang

berasosiasi dengan sesar naik yang terbentuk akibat gaya kompresi Plio-Pleistosen. Struktur

geologi berarah utara-selatan atau Pola Sunda juga terlihat di Cekungan Sumatra Selatan.

Pola Sunda yang pada awalnya dimanifestasikan dengan sesar normal, pada periode

tektonik Plio-Pleistosen teraktifkan kembali sebagai sesar mendatar yang sering kali

memperlihatkan pola perlipatan di permukaan.

Page 5: Perkembangan Tektonik Pulau

Gambar Elemen Struktur Utama pada Cekungan Sumatra Selatan. Orientasi Timurlaut-

baratdaya atau Utara-Selatan Menunjukkan Umur Eo-Oligosen dan Struktur Inversi

Menunjukkan Umur Plio-Pleistosen(Ginger dan Fielding, 2005).

C. Perkembangan Tektonik Pulau Sumatra

 Peristiwa Tektonik yang berperan dalam perkembangan Pulau Sumatra dan Cekungan

Sumatra Selatan menurut Pulonggono dkk (1992) adalah:

Fase kompresi yang berlangsung dari Jurasik awal sampai Kapur. Tektonik ini menghasilkan

sesar geser dekstral WNW – ESE seperti Sesar Lematang, Kepayang, Saka, Pantai Selatan

Page 6: Perkembangan Tektonik Pulau

Lampung, MusiLineament dan N – S  trend. Terjadi wrench movement dan intrusi granit

berumur Jurasik – Kapur.

Gambar Fase Kompresi Jurasik Awal Sampai Kapur dan Elipsoid Model  (Pulonggono dkk,

1992).

Fase tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang menghasilkan sesar normal dan

sesar tumbuh berarah N – S dan WNW – ESE. Sedimentasi mengisi cekungan atau terban di

atas batuan dasar bersamaan dengan kegiatan gunung api. Terjadi pengisian awal dari

cekungan yaitu Formasi Lahat.

Page 7: Perkembangan Tektonik Pulau

Gambar Fase Tensional Kapur Akhir Sampai Tersier Awal dan Elipsoid Model (Pulonggono

dkk, 1992).

Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen menyebabkan

pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan bahan-bahan klastika. Yaitu

terendapkannya Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air

Benakat, dan Formasi Muara Enim.

Fase keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan sebagian

Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim telah menjadi tinggian tererosi, sedangkan

pada daerah yang relatif turun diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya, terjadi

pengangkatan dan perlipatan berarah barat laut di seluruh daerah cekungan yang

mengakhiri pengendapan Tersier di Cekungan Sumatra Selatan. Selain itu terjadi aktivitas

volkanisme pada cekungan belakang busur.

Page 8: Perkembangan Tektonik Pulau

Gambar Fase Kompresi Miosen Tengah Sampai Sekarang dan Elipsoid Model (Pulonggono

dkk, 1992).

Sistem Subduksi Sumatra

Pada akhir Miosen, Pulau Sumatera mengalami rotasi searah jarum jam. Pada zaman

Pliopleistosen, arah struktur geologi berubah menjadi barat daya-timur laut, di mana

aktivitas tersebut terus berlanjut hingga kini. Hal ini disebabkan oleh pembentukan letak

samudera di Laut Andaman dan tumbukan antara Lempeng Mikro Sunda dan Lempeng

India-Australia terjadi pada sudut yang kurang tajam. Terjadilah kompresi tektonik global

dan lahirnya kompleks subduksi sepanjang tepi barat Pulau Sumatera dan pengangkatan

Pegunungan Bukit Barisan pada zaman Pleistosen.

Pada akhir Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, terjadi kompresi pada Laut Andaman.

Sebagai akibatnya, terbentuk tegasan yang berarah NNW-SSE menghasilkan patahan

berarah utara-selatan. Sejak Pliosen sampai kini, akibat kompresi terbentuk tegasan yang

berarah NNE-SSW yang menghasilkan sesar berarah NE-SW, yang memotong sesar yang

berarah utara-selatan.

Di Sumatera, penunjaman tersebut juga menghasilkan rangkaian busur pulau depan

(forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P. Nias, P. Batu, P.

Siberut hingga P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan jalur vulkanik di

tengahnya, serta sesar aktif ’The Great Sumatera Fault’ yang membelah Pulau Sumatera

mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh. Sesar besar ini menerus sampai ke Laut

Andaman hingga Burma. Patahan aktif Semangko ini diperkirakan bergeser sekitar sebelas

sentimeter per tahun dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah longsor.

Page 9: Perkembangan Tektonik Pulau

Penunjaman yang terjadi di sebelah barat Sumatra tidak benar-benar tegak lurus terhadap

arah pergerakan Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia. Lempeng Eurasia bergerak

relatif ke arah tenggara, sedangkan Lempeng India-Australia bergerak relatif ke arah

timurlaut. Karena tidak tegak lurus inilah maka Pulau Sumatra dirobek sesar mendatar (garis

jingga) yang dikenal dengan nama Sesar Semangko.

Penunjaman Lempeng India – Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau Sumatera.

Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat, sedangkan bagian

timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran pantai yang

sempit dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang

dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan menerima tanah hasil

erosi dari bagian barat (yang bergerak naik), sehingga bagian timur memiliki pantai yang

datar lagi luas. Di bagian timur, gambut dan bakau lebih berkembang dibandingkan

terumbu karang.

 

Sistem Sesar Sumatra

Di pulau Sumatera, pergerakan lempeng India dan Australia yang mengakibatkan kedua

lempeng tersebut bertabrakan dan menghasilkan penunjaman menghasilkan rangkaian

busur pulau depan (forearch islands) yang non-vulkanik (seperti: P. Simeulue, P. Banyak, P.

Nias, P. Batu, P. Siberut hingga P. Enggano), rangkaian pegunungan Bukit Barisan dengan

jalur vulkanik di tengahnya, serta sesar aktif ’The Great Sumatera Fault’ yang membelah

Pulau Sumatera mulai dari Teluk Semangko hingga Banda Aceh. Sesar besar ini menerus

sampai ke Laut Andaman hingga Burma. Patahan aktif Semangko ini diperkirakan bergeser

sekitar sebelas sentimeter per tahun dan merupakan daerah rawan gempa bumi dan tanah

longsor.

Di samping patahan utama tersebut, terdapat beberapa patahan lainnya, yaitu: Sesar Aneuk

Batee, Sesar Samalanga-Sipopok, Sesar Lhokseumawe, dan Sesar Blangkejeren. Khusus

untuk Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar dihimpit oleh dua patahan aktif, yaitu

Darul Imarah dan Darussalam. Patahan ini terbentuk sebagai akibat dari adanya pengaruh

tekanan tektonik secara global dan lahirnya kompleks subduksi sepanjang tepi barat Pulau

Sumatera serta pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan. Daerah-daerah yang berada di

sepanjang patahan tersebut merupakan wilayah yang rawan gempa bumi dan tanah

longsor, disebabkan oleh adanya aktivitas kegempaan dan kegunungapian yang tinggi.

Banda Aceh sendiri merupakan suatu dataran hasil amblesan sejak Pliosen, hingga

terbentuk sebuah graben. Dataran yang terbentuk tersusun oleh batuan sedimen, yang

berpengaruh besar jika terjadi gempa bumi di sekitarnya.

Page 10: Perkembangan Tektonik Pulau

Penunjaman Lempeng India – Australia juga mempengaruhi geomorfologi Pulau Sumatera.

Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera terangkat, sedangkan bagian

timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat mempunyai dataran pantai yang

sempit dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya, terumbu karang lebih berkembang

dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian timur yang turun akan menerima tanah hasil

erosi dari bagian barat (yang bergerak naik), sehingga bagian timur memiliki pantai yang

datar lagi luas. Di bagian timur, gambut dan bakau lebih berkembang dibandingkan

terumbu karang.

Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa

pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun lalu,

yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempeng-

lempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan

ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng India-Australia yang semula mempunyai

kecepatan 86 milimeter / tahun menurun secara drastis menjadi 40 milimeter/tahun karena

terjadi proses tumbukan tersebut. Penurunan kecepatan terus terjadi sehingga tinggal 30

milimeter/tahun pada awal proses konfigurasi tektonik yang baru (Char-shin Liu et al, 1983

dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan yang mencolok

sampai sekitar 76 milimeter/tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan

ini, menurut teori “indentasi” pada akhirnya mengakibatkan terbentuknya banyak sistem

sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa

secara tektonik (Tapponier dkk, 1982).

Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan busur

muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi. Kenyataan

menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum tektonik Sumatera

menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000).

Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu

dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan

dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman.

D. Periode Tektonik Pulau Sumtera

Penjelasan mengenai periode tektonik wilayah sumatera terbagi menjadi 3 daerah

berdasarkan letak cekungan yang ada di sumatera yaitu cekungan Bengkulu yang

menandakan forearc basin, cekungan Sumateratengah yaitu central basin dan cekungan

Sumatera Selatan yang merupakan backarc basin. Berikut adalah penjelasan masing –

masingperiode yang terjadi di masing – masing cekungan tersebut.

a.      Cekungan Bengkulu (forearc basin)

Page 11: Perkembangan Tektonik Pulau

Cekungan Bengkulu adalah salah satu cekungan forearc di Indonesia. Cekungan forearc

artinya cekungan yang berposisi di depan jalur volkanik (fore – arc ; arc = jalur volkanik).

Berdasarkan berbagai kajian geologi, disepakati bahwa Pegunungan Barisan( dalam hal ini

adalah volcanic arc -nya) mulai naik di sebelah barat Sumatra pada Miosen Tengah.

Pengaruhnya kepada Cekungan Bengkulu adalah bahwa sebelum Misoen Tengah berarti

tidakada forearc basin Bengkulu sebab pada saat itu arc -nya sendiri tidak ada.Sebelum

Miosen Tengah, atau Paleogen, Cekungan Bengkulu masih merupakan bagian paling barat

Cekungan Sumatera Selatan. Lalu pada periode setelah Miosen Tengah atau Neogen,

setelah Pegunungan Barisan naik, Cekungan Bengkulu dipisahkan dari Cekungan Sumatera

Selatan. Mulai saat itulah,Cekungan Bengkulu menjadi cekungan forearc dan

CekunganSumatera Selatan menjadi cekungan backarc (belakang busur).

Sejarah penyatuan dan pemisahan Cekungan Bengkulu dari Cekungan Sumatera Selatan

dapat dipelajari dari stratigrafi Paleogen dan Neogen kedua cekungan itu. Dapat diamati

bahwa pada Paleogen, stratigrafi kedua cekungan hampir sama. Keduanya

mengembangkan sistem graben di beberapa tempat. Di Cekungan Bengkulu ada Graben

Pagarjati, Graben Kedurang-Manna, Graben Ipuh (pada saat yang sama di Cekungan

SumateraSelatan saat itu ada graben-graben Jambi, Palembang, Lematang,dan Kepahiang).

Tetapi setelah Neogen, Cekungan Bengkulu masuk kepada cekungan yang lebih dalam

daripada Cekungan Sumatera Selatan, dibuktikan oleh berkembangnya terumbu –terumbu

karbonat yang masif pada Miosen Atas yang hampir ekivalen secara umur dengan karbonat

Parigi di Jawa Barat (paraoperator yang pernah bekerja di Bengkulu menyebutnya sebagai

karbonat Parigi juga). Pada saat yang sama, di Cekungan Sumatera Selatan lebih banyak

sedimen-sedimen regresif (Formasi Air Benakat/Lower Palembang dan Muara Enim/Middle

Palembang) karena cekungan sedang mengalami pengangkatan dan inversi.Secara tektonik,

mengapa terjadi perbedaan stratigrafi pada Neogen di Cekungan Bengkulu yaitu disebabkan

Cekungan Bengkulu dalam fase penenggelaman sementara Cekungan Sumatera Selatan

sedang terangkat.

b.      Cekungan Sumatera Tengah (central basin)

Pola struktur yang ada saat ini di Cekungan Sumatra Tengah merupakan hasil sekurang-

kurangnya 3 (tiga) fase tektonikutama yang terpisah, yaitu Orogenesa Mesozoikum

Tengah,Tektonik Kapur Akhir-Tersier Awal, dan Orogenesa Plio-Plistosen(De Coster,

1974).Heidrick dan Aulia (1993), membahas secara terperinci tentang perkembangan

tektonik di Cekungan Sumatra Tengah dengan membaginya menjadi 3 (tiga) episode

tektonik, F1 (fase 1)berlangsung pada Eosen-Oligosen, F2 (fase 2) berlangsung padaMiosen

Awal-Miosen Tengah, dan F3 (fase 3) berlangsung pada Miosen Tengah-Resen. Fase sebelum

F1 disebut sebagai fase 0 (F0) yang berlangsung pada Pra Tersier.1. Episode F0 (Pre-

Tertiary)Batuan dasar Pra Tersier di Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari lempeng-

Page 12: Perkembangan Tektonik Pulau

lempeng benua dan samudera yang berbentuk mozaik. Orientasi struktur pada batuan dasar

memberikan efek pada lapisan sedimen Tersier yang menumpang di atasnya dan kemudian

mengontrol arah tarikan dan pengaktifan ulang yang terjadi kemudian. Pola struktur

tersebut disebut sebagai elemen struktur F0.

Ada 2 (dua) struktur utama pada batuan dasar. Pertama kelurusan utara -selatan yang

merupakan sesar geser (Transform/WrenchTectonic) berumur Karbon dan mengalami

reaktifisasi selama Permo-Trias, Jura, Kapur dan Tersier. Tinggian-tinggian yang terbentuk

pada fase ini adalah Tinggian Mutiara, Kampar, Napuh, Kubu, Pinang dan Ujung Pandang.

Tinggian –tinggian tersebut menjadi batas yang penting pada pengendapan sedimen

selanjutnya.2. Episode F1 (26 – 50 Ma)

Episode F1 berlangsung pada kala Eosen-Oligosendisebut juga Rift Phase. Pada F1 terjadi

deformasi akibat Rifting dengan arah Strike timur laut, diikuti oleh reaktifisasi struktur-

struktur tua. Akibat tumbukan Lempeng Samudera Hindia terhadap Lempeng Benua Asia

pada 45 Ma terbentuklah suatu sistem rekahan Transtensional yang memanjang ke arah

selatan dari Cina bagian selatan ke Thailand dan ke Malaysia hingga Sumatra dan

Kalimantan Selatan (Heidrick & Aulia,1993). Perekahan ini membentuk serangkaian Horst

dan Graben di Cekungan Sumatra Tengah. Horst-Graben ini kemudian menjadi danau

tempat diendapkannya sedimen-sedimen Kelompok Pematang.

Pada akhir F1 terjadi peralihan dari perekahan menjadi penurunan cekungan ditandai oleh

pembalikan struktur yang lemah, denudasi dan pembentukan daratan Peneplain. Hasil dari

erosi tersebut berupa paleosol yang diendapkan di atas Formasi Upper Red Bed.3. Episode

F2 (13 – 26 Ma) Episode F2 berlangsung pada kala Miosen Awal-Miosen Tengah. Pada kala

Miosen Awal terjadi fase amblesan (sagphase), diikuti oleh pembentukan Dextral Wrench

Fault secararegional dan pembentukan Transtensional Fracture Zone. Pada struktur tua

yang berarah utara-selatan terjadi Release,sehingga terbentuk Listric Fault, Normal Fault,

Graben, dan Half Graben. Struktur yang terbentuk berarah relatif barat laut-tenggara. Pada

episode F2, Cekungan Sumatra Tengah mengalami transgresi dan sedimen-sedimen dari

Kelompok Sihapas diendapkan.4.

Episode F3 (13-Recent) Episode F3 berlangsung pada kala Miosen Tengah-Resendisebut juga

Barisan Compressional Phase. Pada episode F3 terjadi pembalikan struktur akibat gaya

kompresi menghasilkan reverse dan Thrust Fault di sepanjang jalur Wrench Fault yang

terbentuk sebelumnya. Proses kompresi ini terjadi bersamaan dengan pembentukan Dextral

Wrench Fault di sepanjang Bukit Barisan. Struktur yang terbentuk umumnya berarah barat

laut-tenggara. Pada episode F3 Cekungan Sumatra Tengah mengalami regresi dan sedimen-

Page 13: Perkembangan Tektonik Pulau

sedimen Formasi Petani diendapkan, diikuti pengendapan sedimen-sedimen Formasi Minas

secara tidak selaras.

c.      Cekungan Sumatera Selatan ( backarc basin)

Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan

cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi

antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera

India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat

daya dibatasi olehsingkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh PaparanSunda

(Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tiga puluh dan ke arah tenggara

dibatasi oleh Tinggian Lampung.Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995),

diperkirakantelah terjadi 3 episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah

Cekungan Sumatera Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir –

Tersier Awal dan Orogenesa Plio – Plistosen. Episode pertama, endapan – endapan Paleozoik

danMesozoik termetamorfosa, terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan

diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan.

Menurut Pulunggono,1992 (dalam Wisnu dan Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar

berarah barat laut-tenggara yang berupa sesar – sesar geser.Episode kedua pada Kapur

Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak – gerak tensional yang membentuk

grabendan horst dengan arah umum utara – selatan. Dikombinasikan dengan hasil

orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan batuan -batuan Pra – Tersier, gerak gerak tensional

ini membentuk struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra – Talang Akar.

Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio –Plistosen yang menyebabkan pola

pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur

perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada periode

tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar

mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan

horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi

Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah sehingga sesar -sesar yang baru terbentuk di

daerah ini mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko. Akibat

pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio-Plistosen menghasilkan lipatan

yang berarah barat laut-tenggara tetapi sesar yang terbentuk berarah timur laut-barat daya

dan barat laut- tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik,

sesar mendatar dan sesar normal. Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang

berarah barat laut-tenggara sebagai hasil orogenesa Plio-Plistosen. Dengan demikian pola

struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang berarah utara-selatan dan barat

laut-tenggara serta pola muda yang berarah barat laut-tenggara yang sejajar dengan Pulau

Sumatera.

Page 14: Perkembangan Tektonik Pulau

E. Kesimpulan

Pulau Sumatera secara garis besar terdiri dari 3 sistem Tektonik, yakni Sistem Subduksi

Sumatera; system sesar Mentawai (Mentawai Fault System); dan Sistem Sesar Sumatera

(Sumatera Fault System). Berdasarkan rekonstruksi geologi oleh Robert Hall (2000), awal

pembentukan wilayah Sumatera dimulai sekitar 50 juta tahun lalu (awal Eosen). Sedikitnya

terdapat 19 Segmen sesar dengan panjang tiap segmen ±60-200 km; yang merupakan

bagian dari Sistem Sesar Sumatera (Sumatera Fault System) dengan panjang ±1900 km.

Danau Toba yang berada di pulau Sumatera merupakan salah satu bukti nyata Super

Volcano dan merupakan sisa dari Letusan Kaldera mahadahsyat terbesar (skala 8 VEI).