Perkembangan Teknologi Membran Sebagai Pengolah Limbah Dewasa Ini Sangat Pesat Dan Banyak Digunakan...
-
Upload
khafid-produk-gagal -
Category
Documents
-
view
15 -
download
0
Transcript of Perkembangan Teknologi Membran Sebagai Pengolah Limbah Dewasa Ini Sangat Pesat Dan Banyak Digunakan...
Perkembangan teknologi membran sebagai pengolah limbah dewasa ini sangat pesat dan banyak
digunakan dalam proses pemisahan. Salah satu membran yang paling umum digunakan untuk
proses pemisahan suatu zat dalam fase gas atau cair adalah membran selulosa asetat. Membran
selulosa asetat berdasarkan ukurannya dapat diaplikasikan sebagai membran ultrafiltrasi untuk
memisahkan zat warna pada air limbah artifisial (Lindu, dkk., 2008) dan membran nanofiltrasi
untuk desalinasi air garam. Membran selulosa asetat juga dapat digunakan untuk pemisahan gas.
Rahmasari, (2011), Khoirunnisa’ (2012) dan Asri (2012) telah
2
membuat membran selulosa asetat yang diaplikasikan untuk memisahkan gas NOx dalam asap
rokok dan pemisahan gas CO2 dan CH4 dalam biogas (Pabby, et al., 2009). Pembuatan
membran selulosa asetat sudah banyak diteliti, antara lain Tresnawati (2006) yang meneliti
membran selulosa asetat dengan bahan baku selulosa dari limbah nanas; Ulfa (2011) dengan
bahan baku kapas; Winahyu (2011) mensintesis membran selulosa asetat dari Nata de Coco;
Rahmasari (2011), Khoirunnisa’ (2012), dan Asri (2012) telah meneliti pembuatan membran
selulosa asetat dari limbah kertas. Beberapa tahapan yang dilakukan untuk pembuatan membran
selulosa asetat adalah tahap delignifikasi, asetilasi, hidrolisis, dan pencetakan membran selulosa
asetat. Untuk menghasilkan bentuk membran yang optimal dilakukan beberapa modifikasi pada
tahapan pembuatan membran. Penelitian oleh Asri (2012), modifikasi dilakukan pada tahap
delignifikasi, sedangkan pada tahap asetilasi telah dilakukan oleh Rahmasari (2011) dan
Khoirunnisa’ (2012). Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses asetilasi antara lain temperatur
asetilasi, waktu asetilasi, kecepatan pengaduk, dan jumlah asam asetat (Savitry, dkk., 2004).
Khoirunnisa’(2012) telah melakukan penelitian tentang pengaruh temperatur dan waktu asetilasi
dalam pembuatan membran selulosa asetat dari limbah kertas. Membran yang dibuat oleh
Khoirunnisa’(2012) pada perbandingan selulosa dengan asam asetat glasial 1g :8 mL
menggunakan pelarut aseton, dihasilkan membran dengan permukaan yang kasar. Rahmasari
(2011) telah melakukan penelitian tentang pembuatan membran selulosa asetat perbandingan
massa selulosa dengan volume asam asetat glasial 1 g:4 mL dan 1 g:8 mL menggunakan pelarut
aseton. Membran selulosa asetat yang dihasilkan secara fisik berupa lembaran berwarna putih,
kering, mudah robek, dan rapuh. Berdasarkan penelitian Rahmasari (2011), perbandingan
selulosa dan asam asetat glasial yang digunakan belum menghasilkan bentuk membran yang
baik. Pemilihan pelarut juga berpengaruh dalam pencetakan membran. Pelarut yang digunakan
Rahmasari belum memberikan bentuk membran yang baik. Saat ini modifikasi pencampuran
pelarut terhadap bahan dasar pembuatan membran semakin beragam. Pencampuran pelarut
dalam pembuatan membran selulosa asetat sudah banyak dilakukan, antara lain adalah Surgayani
(2008) telah melakukan penelitian tentang pembuatan membran komposit nanopori selulosa
asetat dengan pelarut campuran aseton, diklorometana, polistirena, dan PEG (polietilenaglikol).
Membran yang dihasilkan memiliki ukuran pori yang relatif seragam dan tekstur permukaan
yang halus. Berdasarkan uraian tersebut pada penelitian ini digunakan perbandingan massa
selulosa dan volume asam asetat glasial yaitu 1 g:16 mL dan 1 g:32 mL. Peningkatan jumlah
asam asetat glasial diharapkan dapat mempercepat proses asetilasi dan dapat mempengaruhi
bentuk atau struktur membran yang dihasilkan. Selain itu pelarut untuk pencetakan membran
juga dilakukan variasi dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas membran selulosa asetat yang
dihasilkan. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang pengaruh perbandingan selulosa (dari
limbah kertas) dan asam asetat glasial terhadap karakterisasi dalam proses pembuatan membran
selulosa asetat, serta pengaruh jenis pelarut.
3
METODE Rancangan Penelitian Tahapan dalam penelitian terdiri dari tahap delignifikasi;
tahap asetilasi dan hidrolisis; penentuan karakterisasi meliputi kadar air, kadar asetil, analisis FT-
IR, dan SEM; variasi pelarut untuk pembentukan membran selulosa asetat; dan pencetakan
membran selulosa asetat. Bahan-bahan yang digunakan adalah asam asetat glasial, anhidrida
asetat, limbah kertas, asam sulfat pekat, aseton, diklorometana, dan PEG(400). Alat-alat yang
digunakan adalah pelat kaca, batang pengaduk, gelas beker, 1 set refluks, instrumen FT-IR merk
SHIMADZU type 8400S, dan instrumen SEM merk FEI type INSPECT S50.
Prosedur Kerja 1. Tahap Delignifikasi pada Pembuatan Membran Selulosa Asetat dari Limbah
Kertas Kertas HVS dipotong kecil-kecil, direndam dengan 500 mL air selama 24 jam.
Campuran disaring, ditambahkan 450 mL larutan NaOH 0,25 N selama 18 jam, setelah itu
disaring dan direfluks dengan etanol 20% dan H2SO4 1,5 N selama 8 jam. Kemudian disaring,
dicuci dengan aquades sampai filtrat tidak berwarna, dan dikeringkan dalam oven pada suhu
45⁰C selama 24 jam. 2. Tahap Asetilasi dan Hidrolisis pada Pembuatan Membran Selulosa
Asetat dari Limbah Kertas Variasi pada pembuatan selulosa asetat adalah perbandingan massa
selulosa dan volume asam asetat glasial 1g:16 mL dan 1g:32 mL. Pembuatan selulosa asetat
dengan perbandingan 1g:16 mL dengan cara diambil sebanyak 3 g selulosa dari limbah kertas,
ditambahkan larutan asam asetat glasial 48 mL, kemudian ditambahkan H2SO4 pekat 3 mL,
diaduk selama 30 menit (35⁰C). Setelah itu, ditambahkan anhidrida asetat dan diaduk.
Selanjutnya adalah tahap hidrolisis, yaitu campuran dari hasil tahap asetilasi ditambahkan 20 mL
aquades, kemudian disaring, dicuci dengan aquades sampai filtrat tidak berwarna, dan
dikeringkan dalam oven. Pada pembuatan selulosa asetat dengan perbandingan 1g:32 mL sama,
namun penambahan asam asetat glasial sejumlah 96 mL. 3. Karakterisasi Selulosa dan Selulosa
Asetat Karakterisasi selulosa dan selulosa asetat meliputi kadar air, kadar asetil, analisis FT-IR,
dan analisis SEM. Penetapan kadar air dari selulosa (serbuk) dilakukan setelah tahap
delignifikasi, sedangkan untuk penetapan kadar asetil dan analisis FT-IR dilakukan pada serbuk
selulosa asetat yang diperoleh dari tahap asetilasi. Membran selulosa asetat yang berhasil
dicetak, dapat lepas dari cetakan, dan mempunyai sifat fisik yang baik, selanjutnya dianalisis
morfologi permukaannya dengan analisis SEM. a) Kadar Air Cawan petri kosong dikeringkan
selama 1 jam di dalam oven pada suhu 103⁰C, didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang
beratnya (W1). Setelah itu, ditambahkan 1 g selulosa (W2), dikeringkan lagi di dalam oven pada
suhu 103⁰C selama 2 jam, kemudian didinginkan kembali dalam desikator, setelah itu ditimbang
beratnya (W3). Perlakuan penetapan kadar air selulosa asetat dari limbah kertas dan selulosa
komersial sama dengan penetapan kadar air selulosa
4
(limbah kertas). Kadar air selulosa asetat hanya digunakan dalam perhitungan penentuan kadar
asetil selulosa asetat. b) Kadar Asetil Sebanyak 1 g serbuk selulosa asetat (hasil tahap
asetilasi) dimasukkan ke dalam erlenmeyer, setelah itu ditambahkan 40 mL etanol 75%,
dipanaskan dalam penangas air pada suhu 55⁰C selama 30 menit. Erlenmeyer dikeluarkan dari
penangas, ditambahkan 40 mL NaOH 0,5 N lalu dipanaskan kembali pada suhu dan waktu yang
sama, kemudian ditutup dengan aluminium foil, dibiarkan selama 72 jam. Setelah itu larutan
dititrasi dengan HCl 0,5 N, erlenmeyer ditutup kembali dengan aluminium foil, dibiarkan selama
24 jam, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,5 N. Untuk blanko, perlakuannya sama tetapi tidak
ditambahkan serbuk selulosa asetat. c) Analisis FT-IR Analisis gugus fungsi pada selulosa
asetat menggunakan analisis FT-IR. Sampel (selulosa asetat dari limbah kertas dan komersial)
yang digunakan dalam bentuk serbuk. Sampel dipreparasi dalam bentuk pellet kalium bromida.
Sampel yang siap diukur ditempatkan pada tempat sampel dari alat interferometer, kemudian
ditunggu spektra yang diperoleh pada layar komputer, sehingga diperoleh data analisis FT-IR. d)
Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) Analisis SEM hanya dilakukan pada membran
selulosa asetat yang berhasil dicetak dan bisa lepas dari cetakan dengan bahan baku selulosa dari
limbah kertas. e) Pengaruh Jenis Pelarut pada Pencetakan Membran Selulosa Asetat Proses
pembuatan membran selulosa asetat dilakukan dengan melarutkan serbuk selulosa asetat ke
dalam variasi jenis pelarut, dan untuk proses pencetakan membran selulosa asetat dilakukan
dengan cara menuangkan larutan di atas pelat kaca, kemudian diratakan dengan batang
pengaduk, dan dikeringkan. Variasi jenis pelarut yang digunakan adalah aseton, diklorometana,
campuran aseton- diklorometana, aseton–PEG, diklorometana–PEG, dan aseton–diklorometana-
PEG.
ANALISIS DATA Pada data hasil uji kadar air diperoleh berat kadar air selulosa, uji kadar
asetil diperoleh nilai kadar asetil yang digunakan untuk mengetahui pelarut yang sesuai dengan
kelarutan selulosa asetat. Pada analisis FT-IR hasil yang didapat berupa spektrum, dari hasil
tersebut diperoleh serapan gugus fungsi yang khas dari selulosa asetat, dan dari analisis SEM
hasil yang didapat menunjukkan morfologi permukaan membran.
HASIL 1. Tahapan dan Pembuatan Selulosa Asetat Tahap delignifikasi pada limbah kertas
diperoleh serbuk selulosa yang berwarna putih. Selanjutnya pada tahap asetilasi dan hidrolisis
dihasilkan larutan kental berwana putih kecoklatan. Hasil akhir dari tahap ini adalah serbuk
selulosa asetat berwarna putih kecoklatan yang digunakan untuk penentuan kadar asetil dan
analisis FT-IR.
5
2. Karakterisasi a) Penetapan Kadar Air dan Kadar Asetil Hasil kadar air selulosa dan kadar
asetil selulosa asetat dari limbah kertas dan komersial dengan perbandingan 1 g:16 mL dan 1
g:32 mL dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1 Kadar Air Selulosa dan Kadar Asetil Selulosa Asetat dari Limbah Kertas dan Komersial
Perbandingan Selulosa
Selulosa dari Limbah Kertas Selulosa Komersial Kadar Air (%) Kadar Asetil (%) Kadar Air (%)
Kadar Asetil (%) 1 g:16 mL 4,55 41,59 5,92 41,51 1 g:32 mL 6,27 48,59 2,24 44,98
b) Analisis FT-IR Hasil analisis FT-IR selulosa asetat dari limbah kertas dengan perbandingan 1
g:16 mL dan 1 g:32 mL dapat ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2
Gambar 1 Hasil Analisis FT-IR Selulosa Asetat dari Limbah Kertas dengan Perbandingan 1
g:16 mL
Gambar 2 Hasil Analisis FT-IR Selulosa Asetat dari Limbah Kertas dengan Perbandingan 1
g:32 mL
6
Berdasarkan Gambar 1 dan 2 proses asetilasi dapat diidentifikasi dengan munculnya serapan
pada bilangan gelombang tertentu. Bilangan gelombang dan gugus fungsi selulosa asetat dari
limbah kertas dan selulosa komersial dapat ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Bilangan Gelombang Selulosa Asetat dari Limbah Kertas-Selulosa Komersial
Perbandingan 1 g:16 mL dan 1 g:32 mL
Gugus Fungsi
Bilangan Gelombang Selulosa Komersial (cm-1)
Bilangan Gelombang Selulosa Limbah Kertas (cm-1)
1 g:16 mL 1 g:32 mL 1 g:16 mL
1 g:32 mL
-OH 3444.63 3479.34 3542.99 3546.85 -CH3 asimetrik 2960.53 2962.42 2960.53 2962.46 -CH3
simetrik 2900.74 2898.91 2115.76 2898.88 -C=O ester 1751.74 1753.17 1755.10 1755.10 -C-O
asetil 1240.41 1238.31 1236.29 1234.36
c) Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) Hasil SEM membran selulosa asetat dari
limbah kertas dengan perbandingan sebesar 1 g:16 mL dan 1 g:32 mL dapat ditunjukkan pada
Gambar 3. Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa permukaan membran selulosa asetat
dengan perbandingan 1 g:16 mL mempunyai pori lebih banyak dibandingkan perbandingan 1
g:32 mL.
(a) (b)
Gambar 3 Hasil SEM Membran Selulosa Asetat (Pelarut Diklorometana) dengan Pembesaran
5000x pada Perbandingan: (a) 1 g:16 mL dan (b) 1 g:32 mL
7
PEMBAHASAN A. Tahap Delignifikasi pada Pembuatan Membran Selulosa Asetat dari Limbah
Kertas Tahap delignifikasi berfungsi untuk menghilangkan lignin atau mereduksi jumlah
komponen selain selulosa. Tahap ini menghasilkan komponen utama selulosa yang akan
dimodifikasi menjadi selulosa asetat. Pada tahap delignifikasi, larutan NaOH 0,25 M bertujuan
untuk menyerang, merusak struktur lignin, menyebabkan penggembungan struktur selulosa, dan
dapat melarutkan lignin (Heradewi, 2007). Campuran direfluks dengan menggunakan campuran
asam sulfat 1,5 M dan etanol 20% (v/v). Etanol berfungsi untuk mempercepat proses penetrasi
larutan pemasak ke dalam serpihan kertas, selain itu juga dapat mengurangi tegangan permukaan
larutan pemasak pada suhu tinggi (Heradewi, 2007). Kertas hasil refluks dicuci dengan aquades,
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 45⁰C, hal ini dimaksudkan untuk menjaga serat-
serat selulosa tidak putus. B. Tahap Asetilasi dan Hidrolisis Proses asetilasi diawali dengan
melakukan tahap aktivasi yang bertujuan untuk menarik air yang masih tersisa di dalam selulosa
dan dapat menggembungkan serat-serat selulosa sehingga dapat meningkatkan reaktivitas
selulosa (Desiyarni, 2006). Pada penelitian ini dilakukan variasi volume asam asetat glasial yaitu
16 mL dan 32 mL, dimaksudkan dapat mempengaruhi kecepatan reaksi asetilasi yang
berlangsung dan bentuk dari pencetakan membran selulosa asetat. Penambahan katalis H2SO4
bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi antara gugus hidroksil pada selulosa. Reaksi
asetilasi bersifat eksoterm, sehingga suhu yang digunakan tidak boleh lebih dari 50⁰C dan
penambahan anhidrida asetat dilakukan tetes demi tetes. Tahap akhir dari proses asetilasi adalah
tahap hidrolisis, yang bertujuan untuk menghilangkan sebagian gugus asetil dari selulosa. Pada
tahap ini selulosa asetat mengalami penggumpalan. Pengeringan padatan selulosa asetat
dilakukan pada suhu 45⁰C bertujuan untuk menjaga serat-serat selulosa asetat agar tidak
terdegradasi pada suhu tinggi. C. Karakterisasi Selulosa dan Selulosa Asetat a) Penetapan Kadar
Air Selulosa dengan Perbandingan Massa Selulosa dan Volume Asam Asetat Glasial 1 g:16 mL
dan 1 g:32 mL Penetapan kadar air dilakukan pada serbuk selulosa dengan sumber selulosa dari
limbah kertas dan selulosa komersial. Tujuan penetapan kadar air untuk mengetahui kandungan
air dalam selulosa. Menurut Ullman’s Ensiklopedia (1999) kadar air selulosa yang baik berkisar
antara 4-7%. Nilai kadar air selulosa dari limbah kertas (Tabel 1) dengan perbandingan 1 g:32
mL lebih besar daripada perbandingan 1 g:16 mL, sedangkan untuk selulosa dari selulosa
komersial pada perbandingan 1g:16 mL nilai kadar air lebih besar daripada perbandingan 1g :32
mL. Hal ini mungkin disebabkan pada proses pengeringan selulosa di dalam oven kurang
maksimal, tetapi nilai ini sudah menunjukkan kadar air yang baik kecuali nilai kadar air selulosa
dari selulosa komersial perbandingan 1 g:32 mL. Penetapan kadar air pada selulosa asetat juga
dilakukan, selulosa asetat yang digunakan dalam bentuk serbuk berwarna putih kecoklatan.
Perbandingan yang
8
digunakan juga sama yaitu 1g:16 mL dan 1g:32 mL. Penetapan kadar air pada selulosa asetat ini
digunakan dalam perhitungan penentuan kadar asetil selulosa asetat. b) Penetapan Kadar Asetil
Selulosa Asetat dengan Perbandingan Massa Selulosa dan Asam Asetat Glasial 1 g:16 mL dan 1
g:32 mL Penetapan kadar asetil selulosa asetat bertujuan untuk mengetahui pelarut yang cocok
untuk melarutkan selulosa asetat. Kadar asetil berpengaruh terhadap pelarut yang digunakan
untuk proses pembuatan membran selulosa asetat. Kadar asetil selulosa asetat dari limbah kertas
dan selulosa komersial (Tabel 1) dengan perbandingan 1 g:16 mL pelarut yang sesuai adalah
aseton, sedangkan pada perbandingan 1 g:32 mL pelarut yang sesuai adalah diklorometana. c)
Analisis FT-IR (Fourier Transformation Infra Red) Selulosa Asetat Hasil Sintesis Analisis FT-IR
(Fourier Transformation Infra Red) mampu mengidentifikasi serapan-serapan khas untuk
masing-masing gugus fungsi yang terkandung di dalam sampel. Berdasarkan Gambar 1 dan 2
adanya puncak-puncak pada bilangan gelombang tersebut, reaksi asetilasi telah berhasil
dilakukan yaitu dengan munculnya pita serapan gugus –C=O pada ester dan asetil. Selain kedua
gugus tersebut, puncak pada bilangan gelombang tertentu juga menunjukkan pita serapan pada
gugus –OH, dengan adanya gugus –OH tersebut menunjukkan dalam selulosa asetat masih
banyak gugus –OH yang belum terasetilasi. Pada perbandingan 1 g:16 mL pita serapan pada
gugus –OH lebih kuat dan besar dibandingkan perbandingan 1 g:32 mL, hal ini dikarenakan pada
waktu proses pengeringan belum maksimal, sehingga masih ada kandungan air dalam selulosa
asetat tersebut. Berdasarkan Gambar 1 adanya puncak-puncak pada bilangan gelombang
tersebut, proses asetilasi selulosa asetat telah berhasil. Gugus –C=O pada ester dan gugus asetil
yang dihasilkan pada perbandingan 1 g:32 mL menunjukkan puncak lebih kuat pita serapannya
dibandingkan dengan perbandingan 1 g:16 mL, tetapi dilihat dari gugus –OH (Gambar 1 dan 2)
pada perbandingan 1 g:16 mL menunjukkan puncak lebih kuat pita serapannya dibandingkan
dengan perbandingan 1 g:32 mL, hal ini menunjukkan bahwa masih banyak gugus hidroksil
yang belum terasetilasi. d) Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) Membran Selulosa
Asetat Analisis SEM merupakan salah satu analisis untuk mengetahui karakteristik permukaan
dari suatu membran, dan dengan SEM dapat diketahui pori-pori yang terdapat pada membran
selulosa asetat yang dihasilkan. Analisis SEM pada penelitian ini dilakukan pada membran
selulosa asetat dari limbah kertas yang berhasil dicetak dan dapat lepas dari cetakan. Membran
tersebut menggunakan pelarut diklorometana. Hasil SEM membran selulosa asetat dari limbah
kertas dengan perbandingan sebesar 1g:16 mL dan 1g:32 mL ditunjukkan pada Gambar 3.
Berdasarkan hasil SEM pada Gambar 3, membran selulosa asetat memperlihatkan struktur
permukaan pori-pori yang tidak seragam tetapi rapat. Membran selulosa asetat dengan
perbandingan 1 g:16 mL menunjukkan jumlah pori yang banyak, sedangkan untuk membran
dengan perbandingan 1 g:32 mL memperlihatkan jumlah pori yang sedikit dan besar. Perbedaan
hasil SEM pada kedua perbandingan tersebut disebabkan pada waktu proses pemerataan
membran
9
diatas pelat kaca yang tidak rata dan penguapan pelarut yang cepat akan membentuk pori yang
besar. Selain itu suhu ruang yang tidak stabil akan membentuk pori yang tidak merata, karena
suhu ruang juga berpengaruh pada proses penguapan (Tresnawati,2006). Sebagai pembanding,
pada penelitian Rahmasari (2011) tentang membran selulosa asetat (pelarut aseton) dari limbah
kertas dengan perbandingan 1g:4 mL dan 1g:8 mL. Hasil SEM diperbesar sampai 1000x yang
ditunjukkan pada Gambar 4.
(a) (b)
Gambar 4 Hasil SEM Membran Selulosa Asetat (Pelarut Aseton) dengan Pembesaran 1000x
pada Perbandingan: (a) 1 g:4 mL dan (b) 1 g:8 mL (Sumber: Rahmasari, 2011)
Berdasarkan Gambar 4 hasil SEM membran selulosa asetat (pelarut aseton) dengan
perbandingan 1g:4 mL dan 1g:8 mL memperlihatkan serat-serat kertas yang masih tampak. Hal
ini dikarenakan lembaran yang dihasilkan sebenarnya belum terbentuk sebagai suatu membran.
Membran selulosa asetat dengan perbandingan 1g:16 mL dan 1g:32 mL memberikan hasil yang
berbeda jika dibandingkan dengan membran hasil sintesis oleh Rahmasari (2011). Membran
hasil penelitian ini sudah tidak terlihat serat dari kertas (hasil analisis SEM), kering, tidak rapuh,
dan mudah dilepas. Hal ini disebabkan pengaruh perbandingan massa selulosa dan volume asam
asetat glasial yang digunakan, serta jenis pelarut untuk pencetakan membran. e) Pengaruh Jenis
Pelarut pada Pencetakan Membran Selulosa Asetat Berdasarkan nilai kadar asetil yang
diperoleh serbuk selulosa asetat yang dihasilkan dapat larut dalam aseton atau diklorometana.
Dalam pelarut aseton, hasil membran selulosa asetat (1 g:16 mL dan 1 g:32 mL) yang diperoleh
sama dengan hasil penelitian Rahmasari (2011) yaitu berupa lembaran berwarna putih, kering,
dan retak. Hal ini dikarenakan pembentukan matriks membran tidak mempunyai kekuatan yang
cukup. Untuk pelarut diklorometana, membran selulosa asetat (1 g:16 mL dan 1 g:32 mL) yang
dihasilkan berupa lembaran menyerupai plastik berwarna putih, tipis, tidak rata, dan kering.
Membran dengan pelarut diklorometana digunakan untuk analisis SEM. Selain aseton dan
diklorometana, variasi pelarut yang lain ditujukan untuk memperoleh membran dengan kualitas
baik. Dalam penelitian ini
10
membran dengan variasi pelarut (campuran aseton dan diklorometana) tidak memberikan hasil
membran yang cukup bagus, hal ini dikarenakan kelarutan selulosa asetat dalam campuran
pelarut aseton dan diklorometana kurang homogen. Selain dilakukan variasi pelarut juga
ditambahkan dengan PEG sebagai pendukung pembentukan membran dan penyeragam pori-pori.
Dari keseluruhan membran selulosa asetat yang dihasilkan, secara fisik perbedaan membran
belum terlihat secara jelas, hanya dengan analisis SEM perbedaan membran dapat dilihat
terutama pori-pori membran. Membran yang kering dan retak disebabkan waktu pemerataan
membran selulosa asetat di atas pelat kaca, masih banyak gelembung yang terperangkap di
dalamnya. Membran selulosa asetat (pelarut diklorometana) pada penelitian ini memberikan
hasil secara fisik yang cukup baik yaitu berbentuk lembaran putih menyerupai plastik, kering,
dapat lepas dari kaca, tidak retak, dan tidak rapuh. Selain itu dilihat dari analisis SEM
menunjukkan adanya pori-pori dan serat dari kertas yang sudah tidak terlihat. Hasil penelitian ini
menunjukkan pembuatan membran selulosa asetat dari limbah kertas telah memperbaiki
membran yang dimodifikasi oleh Rahmasari (2011).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pengaruh perbandingan selulosa dan asam asetat
glasial yaitu 1 g:16 mL dan 1 g:32 mL terhadap karakterisasi meliputi kadar air selulosa masing-
masing sebesar 4,55% dan 6,27%; dan kadar asetil dari selulosa asetat masing-masing sebesar
41,59% dan 48,59%. Analisis FT-IR pada kedua perbandingan muncul pita serapan khas dari
gugus C=O pada ester dan gugus asetil. Analisis SEM dari membran selulosa asetat (pelarut
diklorometana) menunjukkan serat dari kertas sudah tidak terlihat. Membran dengan
perbandingan 1 g:16 mL pori-pori terlihat lebih banyak dibandingkan dengan perbandingan 1
g:32 mL. Membran selulosa asetat dari limbah kertas pada kedua perbandingan menggunakan
variasi pelarut menghasilkan membran yang kering, tidak rapuh, dan dalam proses
pengeringannya membutuhkan waktu yang tidak sama.
Saran Pembuatan atau pencetakan membran selulosa asetat dari limbah kertas sebaiknya
menggunakan pelarut diklorometana. Dan perlu ditentukan kadar lignin dan selulosa.
DAFTAR RUJUKAN
Asri, A. 2012. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Waktu Delignifikasi Pembuatan Membran
Selulosa Asetat dari Limbah Kertas untuk Pemisahan Gas NOx Asap Rokok. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: FMIPA UM Desiyarni. 2006. Perancangan Proses Pembuatan Selulosa
Asetat dari Selulosa Mikrobial untuk Membran Ultrafiltrasi. Disertasi tidak diterbitkan. Bogor:
IPB. Fahmi, M.S., Amin, F., & Cahyani, R.D. 2009. Modifikasi Limbah Kertas sebagai Bahan
Baku Membran Alternatif dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi Global. PKM-GT. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
11
Fengel, d & Wegener, g. 1983. Kayu: kimia, ultrastruktur, reaksi-reaksi. Terjemahan
Sastrohamidjojo, h. 1995. Yogyakarta: gadjah mada university press. Heradewi. 2007. Isolasi
Lignin dari Lindi Hitam Proses Pemasakan Organosolv Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit
(TKKS). Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: Fakultas Teknik Pertanian IPB. Khoirunnisa’, W.J.
2012. Pengaruh Temperatur dan Waktu Asetilasi dalam Pembuatan Selulosa Asetat dari Limbah
Kertas sebagai Membran Pemisah Gas NOx Asap Rokok. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
FMIPA UM. Lindu, M., Puspitasari, T., & Ismi, E. 2008. Sintesis dan Uji Kemampuan
Membran Selulosa Asetat dari Nata de Coco sebagai Membran Ultrafiltrasi untuk Menyisihkan
Zat Warna pada Air Limbah Artifisal. 4(4): 107-112. Rahmasari, M. 2011. Studi Awal
Pemanfaatan Limbah Kertas sebagai Membran Selulosa Asetat dalam Pemisahan Gas NOx dari
Asap Rokok. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM. Surgayani, R. U. 2008.
Peningkatan Mutu Membran Komposit Nanopori Selulosa Asetat-Polistirena Menggunakan
Poli(etilena glikol)-200. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: FMIPA IPB. Tresnawati, A. 2006.
Kajian Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier dan Mikroskop Susuran Elektron
Membran Selulosa Asetat dari Limbah Nanas. Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: FMIPA IPB.
Ulfa, M. 2011. Studi Awal Pembuatan Membran Selulosa Asetat dari Kapas dengan Variasi
Volume Reaktan untuk Menurunkan Kadar Gas NOx pada Asap Rokok. Skripsi tidak
diterbitkan. Malang: FMIPA UM. Winahyu, T.K. 2011. Pembuatan Membran Selulosa Asetat
dari Nata De Coco untuk Memisahkan Gas NOx pada Asap Rokok. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: FMIPA UM.